PPEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG …Komisi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Dr....

233
PPEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER ( Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah) TESIS Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Sosiologi EMAHAMAN PDIDIK TENTANGKEARIFAN LOKAL BUDAYA JAWLAM PENDIDIKAN KARAKTER (Analisis Sosiologi Terhdikan Karakter Melalui Pemahaman Kearifan lokal Budaya Jawa) ukan Kepada Program Pascasarjana Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Sebelas Maret Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Master of Science Oleh: SABARUDIN BAYU RESTIVIANA S251108011 PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2015 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Transcript of PPEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG …Komisi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Dr....

PPEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN

LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PENDIDIKAN KARAKTER

( Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan

Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)

TESIS

Disusun Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Sosiologi

EMAHAMAN PDIDIK TENTANGKEARIFAN LOKAL BUDAYA

JAWLAM PENDIDIKAN KARAKTER (Analisis Sosiologi Terhdikan Karakter Melalui Pemahaman Kearifan lokal Budaya

Jawa)

ukan Kepada Program Pascasarjana

Jurusan Sosiologi

Universitas Negeri Sebelas Maret

Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Master of Science

Oleh:

SABARUDIN BAYU RESTIVIANA

S251108011

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2015

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN

LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHNYA TERHADAP

PENDIDIKAN KARAKTER

( Studi Kasus Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Di SMA Negeri

Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)

TESIS

Oleh:

Sabarudin Bayu Restiviana

S251108011

Komisi Pembimbing Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si ................... ............ 2015

NIP 19660112 199003 1 002

Pembimbing II Dr. Ahmad Zuber, S.Sos., DEA ................... ............ 2015

NIP 19701215 199802 1 001

Telah dinyatakan memenuhi syarat

Pada Tanggal .................. 2015

Ketua Program Studi Sosiologi

Dr. Argyo Demartoto, M.Si

NIP 19650825 199203 1 003

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PEMAHAMAN PESERTA DIDIK TENTANG KEARIFAN

LOKAL ISLAM ABOGE DAN PENGARUHYA TERHADAP

PENDIDIKAN KARAKTER

( Studi Kasus Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Di SMA Negeri

Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)

TESIS

Oleh:

Sabarudin Bayu Restiviana

S251108011

Tim Penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Argyo Demartoto, M.Si .................. ......... 2015

NIP 19650825 199203 1 003

Sekretaris Drs. Y. Slemet,M.Sc., Ph.D ................... ......... 2015

NIP 19480316 197612 1 001

Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si .................. ......... 2015

NIP 19660112 199003 1 002

Anggota

Penguji

Dr. Ahmad Zuber,S. Sos, D.E.A .................. ......... 2015

NIP 19701215 199802 1 001

Telah dipertahankan di depan penguji

Dinyatakan telah memenuhi syarat

Pada Tanggal .................. 2015

Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Sosiologi

Prof. Dr.Ir. Ahmad Yunus, M.S Dr. Argyo Demartoto, M.Si

NIP 19610717 198601 1 001 NIP 19650825 199203 1 003

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:

1. Tesis yang berjudul: “ Pemahaman Peserta Didik Tentang

Kearifan Lokal Islam Aboge Dan Pengaruhnya Terhadap

Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta Didik Di

SMA Negeri Ajibarang Kecamtan Ajibarang Kabupaten

Banyumas Jawa Tengah)” ini adalah karya penelitian saya

sendiri dan bebas plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang

pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar

akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis

digunakan sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam

sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila dikemudian hari

terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundang-undangan

(Permendiknas No 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau

forum ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing

sebagai author dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam

waktu sekurang-kurangnya satu semester (enam bulan sejak

pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian

atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Sosiologi PPs-UNS

berhak mempublikasikanya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan

oleh Prodi Sosiologi PPs-UNS. Apabila saya melakukan

pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia

mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 2015

Mahasiswa

Sabarudin Bayu Restiviana

S251108011

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan sebagai wujud syukur

dan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua’ku tercinta, Bapak Idayat dan Ibu

Kustiyati(Almh) atas segala limpahan kasih sayang,

doa, perjuangan, dukungan serta harapanmu.

2. Istriku (Dina Sofiana), serta anak-anakku (Nabil

Alifiansyah dan Zalistya Nareswari Restiviana)

terkasih dan tersayang, atas semua doa, kasih sayang

serta dukungan.

3. Saudara-saudaraku(Kapten Inf. Tatas Ike Priambanu),

(Kamaruddin Hasan- Mirodiatun Resi Nuridayati),

atas segala dukungan dan doanya

4. Keponakan’ku tercinta Regita Keumala Sabty,

Regina Keumala Sabty, Tamlika Banu Sabkar, Zakia

Keumala Sabty, semoga kalian selalu berprestasi.

5. Seluruh civitas akademika SMA Negeri Ajibarang

atas dorongan, bantuan, doa dan kesempatan yang

diberikan.

6. Seluruh kawan-kawan S2 Sosiologi angkatan 2011,

semoga perjuangan dan persahabatan akan tetap

berkobar.

7. Dosen-dosen S2 Sosiologi yang selalu menjadi

inspirasiku.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah

SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga

peneliti dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini guna memenuhi

sebagian persyaratan mendapatkan gelar Magister Sosiologi Program

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam penyusunan Tesis yang berjudul “ Pemahaman

Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam

Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA

Negeri Ajibarang Kecamtan Ajibarang Kabupaten Banyumas

Jawa Tengah)”, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :

Pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge dalam

pendidikan karakter dipahami oleh sebagian peserta didik sebagai

proses pembentukan karakter yang bersumber dari ajaran agama

Islam serta bersumber dari ajaran-ajaran leluhur misalanya sabar,

prihatin, menghormati orang tua, guyub dan rukun, upaya dalam

rangka melestarikan kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan

karakter di SMA Negeri Ajibarang dilaksanakan melalui

pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal yang

diapalikasikan di mata pelajaran bahasa Banyumasan dan pengaruh

kearifan lokal Islam Aboge terhadap karakter peserta didik antara

lain: Rila (ikhlas), Nerima (kesanggupan menerima), sabar, temenan

(jujur, dapat dipercaya), andhap asor (rendah hati), apa anae

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(sederhana), dan tepa selira (tenggang rasa). Untuk itu atas segala

bentuk bantuan, peneliti menyampaikan terima kasih dan

penghargaan setingi-tingginya kepada:

1. Dr. Argyo Demartoto, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosiologi

Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Dr. Drajat Tri Kartono, M.Si dan Dr. Ahmad Zuber, S.Sos., DEA

selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu,

tenaga, pikiran dalam seluruh proses pembimbingan sampai

dengan tahap penyelesaian Tesis ini.

3. Drs. Arif Priadi, M.Ed dan Drs. Tjaraka Tjunduk Karsadi, M.Pd

selaku Kepala SMA Negeri Ajibarang yang telah memberi

bantuan data dan informasi selama penyelesaian Tesis ini.

4. Bapak dan Ibu (Almh) tercinta, terima kasih atas segala doa,

perhatian dan curahan kasih sayangnya selama ini.

5. Kamaruddin Hasan, S.Sos, M.Si, Mirodiatun Resi Nuridayati,

S.Sos, MP dan seluruh Keluarga Besar di Nangroe Aceh

Darussalam yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan

dan motivasi dalam penyelesainan Tesis ini.

6. Dina Sofiana, terkasih, serta permata hatiku Nabil Alifiansyah

dan Zalistya Nareswari Restiviana yang telah banyak memberikan

motivasi, doa, kasih sayang dan dukungan dalam penyelesaian

Tesis ini.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7. Seluruh Keluarga Besar SMA Negeri Ajibarang, terimakasih atas

kesempatan dan dukungan dalam penyususnan Tesis ini.

8. Teman-teman S2 Sosiologi UNS Angkatan 2011: Pak Sukron, Bu

Yuni, Bu Yuli, Bu Retno, Pak Bambang, Pak Irsyam, Pak Sahep,

Gede, Suka, Prihanto, Firman, Inung, Ratri, Tyas, Linda.

9. Berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu

yang telah memberi dukungan bagi penyelesaian Tesis ini.

Peneliti berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak. Peneliti juga menyadari bahwa karya ini masih belum

sempurna. Oleh karena itu masukan dan saran yang membangun

diharapkan guna memperkaya dan mengembangkan gagasan demi

kemajuan dimasa mendatang. Semoga karya yang sederhana ini

mendapat Rido Allah SWT.

Amiin

Surakarta, Januari 2015

Peneliti

SABARUDIN BAYU RESTIVIANA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PENDAMPING ..................................... i

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................... ii

SURAT PERNYATAAN ..................................................................... iii

PERSEMBAHAN ................................................................................. iv

KATA PENGANTAR .......................................................................... v

DAFTAR ISI ......................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN ............................................................................... xv

ABSTRAK ............................................................................................ xvi

ABSTRACT .......................................................................................... xvii

GLOSARIUM ....................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................

........................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ...........................................................

....................................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................

....................................................................................... 10

D. Manfaat Penelitian ..........................................................

....................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................... 12

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

A. Kajian Konsep .................................................................

....................................................................................... 12

1. Peserta didik ............................................................... 12

2. Kearifan Lokal ............................................................ 14

3. Kearifan Lokal Budaya Jawa ...................................... 19

a. Kearifan Lokal Budaya Jawa .................................. 19

b. Islam Aboge Perpaduan Antara Islam dan Tradisi

Jawa ........................................................................ 20

1) Slametan Ibu Hail ............................................... 20

2) Ritual Kelahiran Bayi ........................................ 21

3) Perayaan Khitan/ Sunat ...................................... 22

4) Perayaan Pernikahan .......................................... 23

5) Ritual Kematian(Tahlilan) ................................. 24

6) Pemujaan Terhadap Makam atau Kuburan ....... 25

7) Penanggalan Alif Rebo Wage............................ 28

4. Islam Aboge ............................................................... 31

a. Sejarah Asal Usul Islam Aboge ............................ 32

b. Karakteristik keagamaan ..................................... 36

1) Aqidah ............................................................. 36

2) Ibadah .............................................................. 38

5. Pendidikan Karakter .................................................. 42

a. Pendidikan ........................................................... 42

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Karakter ................................................................ 44

c. Pendidikan Karakter ............................................. 48

d. Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Karakter ..... 50

B. Penelitian Terdahulu ....................................................... 52

C. Orisinalitas Penelitian .................................................... 68

D. Landasan Teori ................................................................

....................................................................................... 71

1. Teori Interaksionisme Simbolik ................................ 72

a. Perspektif Interaksi Simbolik ................................ 72

b. Pembelajaran Makna dan Simbol ......................... 76

2. Sosiologi Pendidikan ................................................. 77

a. Sosiologi Sebagai pendekatan Studi Pendidikan ... 77

b. Perspektif Sosiologi Pendidikan ............................ 78

c. Paradigma Baru Pendidikan .................................. 79

E. Kerangka Pikir .............................................................. 80

BAB III METODE PENELITAN ..................................................... 85

A. Tempat Dan Waktu Penelitian ..........................................

......................................................................................................... 85

1. Tempat Penelitian ....................................................... 85

2. Waktu Penelitian ......................................................... 86

B. Bentuk Dan Strategi Penelitian ........................................ 86

1. Jenis Penelitian .......................................................... 86

2. Strategi Penelitian ......................................................... 88

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Data Dan Sumber Data .......................................... .............. 88

D. Sampling.............................................................................. 90

E. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 92

F. Validitas Data .................................................................... 94

G. Teknik Analisis Data ....................................................... 97

H. Prosedur penelitian........................................................... 100

a. Pengumpulan Data ...................................................... 101

b. Analisis Data .............................................................. 101

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ................................ 102

A. Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten

Banyumas ......................................................................... 102

B. SMA Negeri Ajibarang .................................................... 109

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................... 121

A. Profil Informan ................................................................. 121

1. Informan Wawancara ................................................... 121

2. Karakteristik Informan FGD ........................................ 126

B. Hasil Penelitian ................................................................. 129

1. Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal

Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter ..................... 129

a. Makna Pendidikan Karakter..................................... 129

b. Islam Aboge ............................................................ 132

c. Nilai-Nilai Karakter Islam Aboge ........................... 135

2. Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan Karakter ...................................................... 140

a. Melaui Pendidikan ................................. ............... 140

1) Makna Kurikulum ........................................... 140

2) Pengembangan Kurikulum ............................. 145

b. Melestarikan kearifan Lokal Islam Aboge .............. 148

3. Pengaruh Kearifan Lokal Islam Aboge Terhadap

Karakter Peserta Didik ................................................ 151

a. Nilai-Nilai Karakter ................................ ............. 151

b. Nilai-Nilai Karakter Islam.................................... 155

c. Nilai-Nilai Karakter Di SMA Negeri Ajibarang

Kecamatan Ajibarang .................................................... 158

d. Pola Perilaku Peserta Didik ....................................... 161

e. Pelaksanaan Tradisi ....................................................... 164

1) Slametan ................................................................. 165

2) Ruwatan ............................................................... 168

3) Nyadran ............................................................... 169

4) Tirakat/ Prihatin ................................................... 171

5) Ziarah Makam ...................................................... 172

C. Pembahasan ....................................................................... 173

BAB VI PENUTUP .............................................................................. 198

A. Kesimpulan ........................................................................ 198

B. Implikasi ............................................................................. 199

1. Implikasi Empiris .......................................................... 199

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Impilkasi Teoritis .......................................................... 200

3. Implikasi Metodologis ................................................... 202

C. Saran ............................................................................... 202

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 204

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbedaan Antara Orisinalitas Dengan Penelitian Terdahulu ... 68

Tabel 3.1 Waktu dan Kegiatan penelitian .............................................. .. 86

Tabel 3.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 90

Tabel 4.1 Jarak Kantor Kepala Desa ke Kantor Kecamatan .................. 103

Tabel 4.2 Umur Tiap-Tiap Warga .......................................................... 105

Tabel 4.3 Jumlah Lembaga Pendidikan .................................................. 106

Tabel 4.4 Mata Pencaharian Pokok Masyarakat ..................................... 107

Tabel 4.5 Lembaga Perekonomian .......................................................... 107

Tabel 5.1 Karakteristik Informan Wawancara ....................................... 124

Tabel 5.2 Karakteristik Informan Peserta FGD ..................................... 127

Tabel 5.3 Makna Pendidikan Karakter .................................................. 131

Tabel 5.4 Pengertian Islam Aboge ....................................................... 133

Tabel 5.5 Nilai-Nilai Karakter Islam Aboge ......................................... 137

Tabel 5.6 Makna Kurikulum .................................................................. 143

Tabel 5.7 Pentingnya Pengembangan Kurikulum ................................. 147

Tabel 5.8 Upaya melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge ................ 149

Tabel 5.9 Arti Nilai-Nilai Karakter ....................................................... 153

Tabel 5.10 Nilai-Nilai Karakter Islam .................................................... 155

Tabel 5.11 Nilai-nilai Karakter di Sekolah ............................................ 160

Tabel 5.12 Pola Perilaku ....................................................................... 162

Tabel 5.13 Pelaksanaan tradisi .............................................................. 172

Tabel 5.14 Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Aboge Dalam Pendidikan Karakter.................................... 173

Tabel 5.15 Nilai-nilai Karakter kementrian Pendidikan Nasional ....... 176

Tabel 5.16 Konfigurasi Karakter .......................................................... 178

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Kerangka Berfikir .................................................................... 84

Bagan 2. Model Analisis Data Kualitatif ................................................ 99

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SABARUDIN BAYU RESTIVIANA. S251108011. 2014. Pemahaman

Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dan Pengaruhnya

Terhadap Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta Didik Di SMA

Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang kabupaten Banyumas Jawa

Tengah). TESIS. Pembimbing I: Dr Drajat Tri Kartono, M.Si, II: Dr. Ahmad

Zuber, S.Sos., DEA. Program Studi Sosiologi, Program Pascasarjana,

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ABSTRAK

SMA Negeri Ajibarang merupakan Sekolah yang telah melaksanakan

Pendidikan Karakter melalui pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal,

kearifan lokal tersebut diantaranya berasal dari lingkungan sosial di sekitar

SMA Negeri Ajibarang yaitu kearifan lokal Islam Aboge. Penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis Pemahaman Peserta didik Tentang Kearifan

Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus Pada Peserta

Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

Jawa Tengah) dengan menggunakan teori Interaksionisme Simbolik, Herbert

Mead.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan strategi

penelitian studi kasus. Sumber data pada penelitian ini adalah informan, arsip,

dokumen. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

snowball sampling yaitu penelitian yang mendatangi lokasi penelitian untuk

menetapkan informan yang ditemui, dan informan tersebut memberikan

rujukan informan berikutnya yang berasal dari informan pertama begitu

seterusnya sampai ditemukan informan yang mampu dan dianggap sebagai key

informan dari key informan tersebut dapat diperoleh kelengkapan yang

diperlukan dalam penelitian ini. Informan dalam penelitian ini adalah 17 orang

yang terdiri dari 9 informan wawancara yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala

Sekolah Urusan Kurikulum, Guru Bahasa Banyumasan, Guru Agama Islam,

tokoh NU, tokoh Muhammadiyah dan 2 orang peserta didik. 8 Informan Focus

Group Discusion (FGD ). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

adalah wawancara dan observasi. Teknik triangulasi data diperoleh dari

kearifan lokal Islam Aboge, nilai-nilai karakter Islam Aboge dan pendidikan

karakter guna memperoleh data mengenai pemahaman peserta didik tentang

kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter.

Hasil penelitian ini menunjukan empat temuan yaitu: pertama,

pendidikan karakter bertujuan membawa peserta didik memiliki nilai-nilai

karakter mulia. Kedua, pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam

Aboge merupakan nilai-nilai karakter antara lain menghargai leluhur, sabar,

prihatin guyub rukun dan pasrah . Ketiga, upaya melestarikan kearifan lokal

Islam Aboge dalam pendidikan karakter dilaksanakan melalui pengembangan

kurikulum dengan memasukan nilai-nilai kearifan lokal melalui pemaknaan

dan rekonstruksi nilai-nilai luhur budaya lokal sehingga disebut sebagai

kurikulum berbasis budaya lokal. Keempat, pengaruh kearifan lokal Islam

Aboge terhadap karakter peserta didik antara lain rila, nerima, sabar, temenan

dan budi luhur.

Kata Kunci: Kearifan Lokal, Islam Aboge, Pendidikan Karakter

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SABARUDIN BAYU RESTIVIANA. S251108011. 2014. The Comprehesion

Of Students About The Local Wisdom Of Islam Aboge In Character

Education ( Case Study The Students Of Ajibarang State Senior High

School, Ajibarang, Banyumas, Central Java). THESIS. First Counselor: Dr

Drajat Tri Kartono, M.Si, Second Counselor: Dr. Ahmad Zuber, S.Sos., DEA.

Sociology Study Program, Postgraduate Program, Surakarta Sebelas Maret

University.

ABSTRACT

This research aims at to analyze The Comprehension Of Ajibarang

State Senior High School Students about The Local Wisdom Of Islam Aboge.

This researtch uses the theory of Interactionalism Symbolic, Herbert Mead (A

Case Study Of Ajibarang State Senior High School, in Banyumas Regency,

Central Java). The School itself is a school that has conducted character

building through the development of curriculum considering local wisdom base.

Islam Aboge is one of local widoms that exists in Banyumas Regency.

The research is a qualitative research with a strategy of study cases.

The sources of this research are information, archieves, and document. The

Sampling method that is used in this research is snowball sampling. A research

that is done in the location of the research to determine the informants The

informants will their give reference to the persons who will be the next

informants. It runs continuously until we get an information that leads to the

key informant. From whom we get comprehension that it is needed by this

research. The informants of this research are 17 persons, consisting of 9

informants interviewied, those are head master, the vise of curriculum,

Banyumas Language teacher, religion teacher, the figure of NU and

Muhammadiyah, and 2 students. The 8 informants of Focus Group Discussion

(FGD) consist of 4 male students and 4 female students. The methods of

collecting data in this research are interview and observation. The triangulation

method of the data is taken from the local wisdom of Islam Aboge, character

values of Islam Aboge and character education in order to get data about the

comprehension of the students about the local wisdom of Islam Aboge in

character education.

The result of this research shows 4 points. First, character education

has a purpose of leading the students to have character values. Secondly, the

comprehesion of students about local wisdom of Islam Aboge is in from of

respecting ancetors, patience, harmony and submisson. Thirdly, effort to

conserve the local wisdom of Islam Aboge in character education through the

development of the curriculum is done by inserting the values of character

education by giving meaning and recontruction of glanous values of local

culture so it is called curriculum based on local culture. Fourthly, the local

wisdom of Islam Aboge influences the students character, those are rila,

nerima, sabar, temenan and budi luhur.

Key words : Local Wisdom, Islam Aboge, Character Education.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tiviaGBAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sosiologi merupakan bidang kajian yang memiliki implikasi

penting terhadap tumbuh dan berkembangnya manusia didalam

masyarakat, termasuk tumbuh dan berkembangnya manusia dalam dunia

pendidikan. Sosiologi pendidikan dapat membantu memberi bahan yang

berharga dalam rangka melihat proses pendidikan dengan meningkatkan

kepekaan dalam melihat nilai-nilai, institusi, budaya dan kecenderungan

yang ada dalam masyarakat, termasuk didalamnya melihat pendidikan

dan relasinya dengan masyarakat(Maliki, 2010: 4).

Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia

dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar

untuk bersikap dan berperilaku. Karena itu, pendidikan merupakan salah

satu proses pembentukan karakter manusia. Pendidikan dapat dikatakan

sebagai proses pemanusiaan manusia. Dalam keseluruhan proses yang

dilakukan manusia, terjadi proses pendidikan yang akan menghasilkan

sikap dan perilaku yang akhirnya menjadi watak, kepribadian, atau

karakternya. Untuk meraih derajat manusia seutuhnya sangatlah tidak

mungkin tanpa melalui proses pendidikan. Pendidikan juga merupakan

usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi muda bagi

keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di

2

0

1

2

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya dan

karakter yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Dalam proses

pendidikan budaya dan karakter bangsa, secara aktif peserta didik

mengembangkan potensi diri, melakukan proses internalisasi, dan

penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di

masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera,

serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Sejalan

dengan laju perkembangan masyarakat, pendidikan menjadi sangat

dinamis dan disesuaikan dengan perkembangan yang ada(Marzuki,

2012).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyatakan bahwa

“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pendidikan Nasional bertujuan

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia

yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan Pendidikan Nasional, maka

pendidikan di setiap jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga

pendidikan tinggi, dirancang dan diselenggarakan secara sistematis guna

mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka pembentukan karakter peserta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

didik agar beragama, beretika, bermoral dan sopan santun dalam

berinteraksi dengan masyarakat, maka pendidikan dipersiapkan,

dilaksanakan, dan dievaluasi dengan baik serta mengintegrasikan

pendidikan karakter didalamnya guna mewujudkan insan-insan Indonesia

yang berkarakter mulia.

Dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan

sumber daya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai

tantangan kehidupan, baik lokal, regional, nasional maupun internasional.

Peserta didik tidak cukup hanya menguasai teori-teori, tetapi juga mau

dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Peserta didik tidak

hanya mampu menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh di bangku

sekolah atau kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan

yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sumber daya manusia yang

berkarakter sebagaimana diungkapkan di atas dapat dicapai melalui

pendidikan yang berorientasi pada pembentukan jiwa entrepreneurship,

yaitu jiwa keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup dan

kehidupan secara wajar, jiwa kreatif untuk mencari solusi dan mengatasi

problema tersebut, dan jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang

lain. Salah satu jiwa entrepreneurship yang perlu dikembangkan melalui

pendidikan adalah karakter yang bersumber dari budaya bangsa.

Pendidikan yang berbasis karakter dan budaya bangsa adalah

pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah

pembentukan karakter anak bangsa pada peserta didiknya melalui

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kurikulum terintegrasi yang dikembangkan di sekolah. Kerangka

pengembangan karakter dan budaya bangsa melalui pembelajaran di

kalangan tenaga pendidik dirasakan sangat penting. Sebagai agen

perubahan, pendidik diharapkan mampu menanamkan ciri-ciri, sifat, dan

watak serta jiwa mandiri, tanggung jawab, dan cakap dalam kehidupan

kepada peserta didiknya. Di samping itu, karakter tersebut juga sangat

diperlukan bagi seorang pendidik karena melalui jiwa ini, para pendidik

akan memiliki orientasi kerja yang lebih efisien, kreatif, inovatif,

produktif serta mandiri.

Menurut Kepala SMA Negeri Ajibarang bapak Arif Priadi

pengembangan pendidikan berbasis karakter dan budaya bangsa belum

secara jelas masuk dalam pengembangan kurikulum(W,ARF,10/9/2012).

Nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan dalam diri peserta didik berupa

nilai-nilai dasar yang disepakati secara nasional. Nilai-nilai yang

dimaksudkan di antaranya adalah kejujuran, dapat dipercaya,

kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan peduli kepada orang

lain(Suyitno, 2012).

Franz Magnis-Suseno (2010), dalam acara Sarasehan Nasional

“Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa” mengatakan

bahwa pada era sekarang ini yang dibutuhkan bukan hanya generasi

muda yang berkarakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif.

Namun, untuk membentuk peserta didik yang memiliki karakter kuat,

tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat peserta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

didik menjadi ”manutan” (obedient) dengan nilai-nilai penting, tenggang

rasa, dan tidak membantah, karakter peserta didik tidak akan berkembang.

Kalau kita mengharapkan karakter, peserta didik itu harus diberi

semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil

inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan

pendapat yang berbeda. Kepada peserta didik, perlu diajarkan cara

berpikir sendiri. Untuk pengembangan pendidikan berbasis karakter dan

budaya bangsa, dibutuhkan masukan, antara lain, menyangkut model-

model pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang

tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional(Suyitno, 2012).

Kerisauan dan kerinduan banyak pihak untuk kembali

memperkuat pendidikan karakter dan budaya bangsa yang berasal dari

nilai-nilai kearifan lokal, berdasarkan hal tersebut maka dibutuhkan data-

data yang akurat tentang model-model pengembangan karakter dan

budaya bangsa yang berasal dari nilai-nilai kearifan lokal perlu digali dan

dilaksanakan melalui kajian empiris, yakni kegiatan penelitian. Menurut

Kepala Sekolah pelaksanaan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan) memberikan keleluasaan sekolah dalam mengembangkan

nilai-nilai kearifan lokal diantaranya dengan memasukan nilai-nilai budi

pekerti hanya msaih dalam mata pelajaran Pendidikan Agama dan

Pendidikan Kewarganegaraan(W,ARF,10/9/2012). Syarat menghadirkan

pendidikan karakter dan budaya bangsa di sekolah harus dilakukan secara

menyeluruh. Pendidikan karakter tidak bisa terpisah dengan bentuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pendidikan yang sifatnya kognitif atau akademik. Konsep pendidikan

tersebut harus diintegrasikan ke dalam kurikulum. Hal ini tidak berarti

bahwa pendidikan karakter akan diterapkan secara teoretis, tetapi

menjadi penguat kurikulum yang sudah ada, yaitu dengan cara

mengimplementasikannya dalam mata pelajaran dan keseharian peserta

didik.

Globalisasi akan menghilangkan sekat-sekat budaya satu dengan

lainnya. Dalam era itu karakter budaya tertentu akan menjadi semakin

samar dan tergantikan dengan budaya global yang bersifat umum.

Kecenderungan warna budaya tertentu yang berbasis budaya etnis akan

semakin luntur, termasuk perlakuan terhadap budaya Jawa. Salah satu

upaya untuk mengenalkan dan mempertahankan budaya Jawa yang

komprehensif adalah melalui dunia pendidikan. Budaya Jawa memiliki

kearifan lokal yang sangat kaya. Kearifan lokal terdapat dalam semua

aspek kehidupan budaya Jawa. Untuk itu, kearifan lokal budaya Jawa

perlu diangkat, didokumentasikan, dilestarikan, dan direvitalisasi. Salah

satu aspek penting yang tak terpisahkan dari budaya adalah kearifan

lokal.

Bangsa Indonesia harus mampu menyaring budaya asing yang

masuk agar tidak bertentangan dengan kepribadian bangsa. Salah satu

cara untuk mengimplementasikan kearifan lokal dalam membangun

karakter adalah perlu adanya revitalisasi budaya lokal untuk membangun

pendidikan berkarakter, hal ini diharapkan agar peseta didik mampu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mencintai budaya dan daerahnya sendiri. Pendidikan berbasis kearifan

lokal dapat digunakan sebagai media untuk melestarikan potensi masing-

masing daerah serta untuk membentuk karakter khususnya bagi peserta

didik.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa pendidikan karakter

atau pembangunan karakter relevan dengan kearifan lokal, yang berasal

dari nilai luhur tradisi budaya bangsa kita. Dengan demikian, pemahaman

terhadap kearifan lokal sebagai nilai-nilai budaya luhur bangsa kita dapat

dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan karakter bangsa.

Persoalannya sekarang, sejauh mana kearifan lokal itu telah

dimanfaatkan untuk pembentukan karakter bangsa. Padahal, dampak

manusia berkarakter atau manusia yang mengamalkan kearifan lokal

sangat besar untuk keberhasilan seorang individu, bahkan keberhasilan

sebuah bangsa. Di sinilah urgensinya kajian tradisi budaya untuk

mendapatkan kearifan lokal sebagai warisan leluhur kita. Dengan kata

lain, kita mengharapkan karakter bangsa kita berasal dari kearifan lokal

kita sendiri sebagai nilai leluhur bangsa kita. Atas dasar itu, karakter

bangsa yang diharapkan adalah karakter yang berbasis kesejahteraan dan

kedamaian. Karakter yang cinta kesejahteraan meliputi karakter yang

pekerja keras, disiplin, senang belajar, hidup sehat, cinta budaya, gotong

royong, tidak bias gender, peduli lingkungan, sedangkan karakter yang

cinta kedamaian meliputi sikap yang berkomitmen, berpikir

positif, sopan santun, jujur, setia kawan, suka bersyukur, dan hidup

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

rukun. Pendidikan karakter berarti pendidikan kepribadian yang cinta

kesejahteraan dan cinta kedamaian. Cinta kesejahteraan didasari oleh

kearifan lokal inti etos kerja (core local wisdom of work ethics),

sedangkan cinta kedamaian didasari kearifan lokal inti kebaikan (core

local wisdom of goodness) (Sartini, 2004). Sehingga semua cakupan

karakter di atas dapat diajarkan dan diterapkan dalam dunia pendidikan.

Penerapan pendidikan karakter yang berasal dari kearifan lokal

sebagai warisan budaya leluhur akan menjadikan anak-anak bangsa ini

berhasil dalam bidang akademis dan ekonomi yang dapat mempersiapkan

mereka menjadi sumber daya manusia yang beradab dan sejahtera di

masa depan. Kita dapat melihat negara-negara yang menerapkan

pendidikan karakter di atas, semuanya menjadi negara maju yang

sejahtera. Tiga negara tersebut ( Amerika Serikat, Jepang, dan Cina)

masing-masing memiliki peringkat dunia pertama, kedua, dan ketiga

tersejahtera (Jalaludin, 2012). Apapun alasannya, inilah yang diidam-

idamkan oleh semua manusia dan semua bangsa. Bangsa Indonesia

memberikan prioritas pada pembentukan karakter bangsa berdasarkan

budaya bangsa Indonesia demi persiapan masa depan generasi

mendatang. Dengan demikian, menurut wakil kepala sekolah urusan

kurikulum pemahaman terhadap kearifan lokal sebagai nilai-nilai budaya

luhur bangsa kita dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembentukan

karakter bangsa. Persoalannya sekarang, sejauh mana kearifan lokal itu

telah dimanfaatkan dalam pembentukan karakter bangsa. Padahal,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dampak manusia berkarakter atau manusia yang mengamalkan kearifan

lokal sangat besar untuk keberhasilan seorang individu, bahkan

keberhasilan sebuah bangsa.

Dibandingkan dengan 2 penelitian diatas maka terdapat perbedaan

bila dibandingkan dengan penelitian yang berjudul Pemahaman Peserta

Didik Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge dan Pengaruhnya Terhadap

Pendidikan Karakteryaitu:

1. Penerapan Pendidikan Karakter yang berasal dari

2. Kearifan Lokal Islam Aboge dapat menjadikan peserta didik memliki

nilai-nilai karakter Nasional dan nilai-nilai karakter Islam Aboge

antara lain rila, nerima, sabar, prihatin dan temenan.

2. Pemahaman tentang kearifan lokal sebagai nilai-nilai luhur budaya

bangsa mampu membentuk karakter dengan mengamalkan kearifan

lokal Islam Aboge peserta didik mammpu memiliki karakter yang

responsif, semangat, ikhlas dan bertanggungjawab.

Pendidikan saat ini hanya mengedepankan penguasaan aspek

keilmuan dan kecerdasan peserta didik. Jika peserta didik sudah

mencapai nilai atau lulus dengan nilai akademik memadai atau diatas

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM), pendidikan dianggap sudah

berhasil. Pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa didalam

diri peserta didik semakin terpinggirkan. Rapuhnya karakter dan budaya

dalam kehidupan berbangsa bisa membawa kemunduran peradaban

bangsa. Padahal, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu bangsa dan

negara.

Dari latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti

masalah tersebut dengan judul “Pemahaman Peserta Didik Tentang

Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter ( Studi Kasus

Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Jawa Tengah).

Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan

masukan kepada sekolah dalam melaksanakan pendidikan karakter

berbasis budaya lokal dan Dinas Pendidikan dalam rangka membentuk

karakter peserta didik yang selaras dengan tujuan pendidikan nasional

yang berlandaskan nilai-nilai kearifan lokal setempat termasuk nilai-nilai

kearifan lokal Islam Aboge.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pemahaman peserta didik tentang pendidikan karakter?

2. Bagaimanakah pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam

Aboge?

3. Nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge apakah yang dimasukan dalam

pendidikan karakter?

4. Bagaimanakah pengaruh kearifan lokal Islam Aboge terhadap

pembentukan karakter peserta didik ?

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas,

maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menjelaskan pemahaman peserta didik tentang pendidikan

karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten

Banyumas.

2. Untuk menjelaskan pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal

Islam Aboge di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas.

3. Untuk mengetahui upaya melestarikan kearifan lokal Islam Aboge

dalam pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan

Ajibarang Kabupaten Banyumas.

4. Untuk mengetahui pengaruh kearifan lokal Islam Aboge terhadap

karakter peserta didik di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas.

D. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian “Pemahaman Peserta Didik Tentang

Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus

Pada Peserta Didik Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)” ini dapat diharapkan memberi

manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan dijadikan tambahan

informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan sosial terutama

kajian-kajian di bidang Sosiologi Kebudayaan dan Sosiologi

Pendidikan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi sekolah dalam

melaksanakan pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang

Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas serta dapat dijadikan

masukan bagi Dinas Pendidikan setempat dalam pelaksanaan

pendidikan karakter melalui pengembangan kurikulum berbasis

budaya lokal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Konsep

1. Peserta Didik

Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya

peserta didik. Peserta didik merupakan komponen yang sangat penting

dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai

pendidik apabila tidak ada yang dididiknya. Peserta didik adalah orang

yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui

pendidikan, baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu

dilingkungan keluarga, sekolah maupun dilingkungan masyarakat

dimana anak tersebut berada. Sebagai peserta didik juga harus

memahami kewajiban, dan etika.

Kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilakukan atau

dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika adalah aturan

perilaku, adat kebiasaan yang harus di taati dan dilaksanakan oleh

peserta didik dalam proses belajar. Namun hal tesebut tidak terlepas

dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami

dan memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat

didalam diri peserta didik terhadap peserta didik, kalau seorang

pendidik tidak mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi

yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan

peserta didikpun juga sulit untuk mengenali potensi yang dimilikinya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Secara etimologi peserta didik dalam Bahasa Arab disebut

dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang artinya adalah

“murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini

pendidikan”. Dalam Bahasa Arab dikenal juga dengan

istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang artinya adalah

“mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.

Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki

sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan

(Samsul Nizar, 2002:25). Menurut pasal 1 ayat 4 Undang-Undang

Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan

Nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang

dan jenis pendidikan tertentu. Abu Ahmadidan Nur Uhbiyati

menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang

yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan dari

orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya

sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara,

sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu

(Uhbiati, 1991:26).

Berdasarkan definisi-definisi yang diungkapkan oleh para ahli

diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah orang yang

mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara fisik maupun psikis, yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat

membutuhkan pendidikan dari tenaga pendidik.

2. Kearifan lokal

Kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari dua kata yaitu:

kearifan (wisdom) dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris Indonesia

John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan

wisdom (kearifan) sama dengan kebijaksanaan. Secara umum maka

local wisdom (kearifan setempat) dapat dipahami sebagai gagasan-

gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan,

bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh seluruh anggota

masyarakatnya(Echols dan Syadily,1986 )

Kearifan lokal adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu

masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur

tatanan kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community’s

wisdom or local genius deriving from the lofty value of cultural

tradition in order to manage the community’s social order or social

life. Kearifan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dapat

dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif

atau bijaksana. The local wisdom is the value of local culture having

been applied to wisely manage the community’s social order and social

life(Sartini, 2004).

Berdasarkan uraian di atas, pengertian kearifan lokal adalah

pengetahuan asli(indigineous knowledge) atau kecerdasan lokal (local

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

genius) suatu masyarakat yang berasal dari nilai-nilai luhur, tradisi

budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka

mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan kedamaian

maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal dapat

berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan

lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma-norma lokal, etika

lokal, dan adat-istiadat lokal. Maka secara substansial kearifan lokal

adalah nilai-nilai dan norma-norma budaya yang berlaku dalam menata

kehidupan masyarakat.

Nilai dan norma yang diyakini kebenarannya menjadi acuan

dalam bertingkah laku sehari-hari masyarakat setempat. Oleh karena

itu, sangat beralasan jika Geertz mengatakan bahwa kearifan lokal

merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat

manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan lokal yang di

dalamnya berisi nilai dan norma budaya untuk kedamaian dan

kesejahteraan dapat digunakan sebagai dasar dalam pembangunan

masyarakat.

Ada anggapan bahwa pengetahuan lokal lebih diprioritaskan

dari pada pengetahuan masyarakat setempat dalam hal budaya artefak

seperti arsitektur tradisional dan kerajinan tangan, pengetahuan

membuat konstruksi bangunan yang kuat, dan pemilihan kayu yang

tahan lama, sedangkan kearifan lokal lebih diprioritaskan pada

kebijaksanaan menata kehidupan sosial dalam hal budaya aktivitas dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ide seperti hidup rukun dan saling menolong. Namun, pada

perkembangan berikutnya, kearifan lokal mencakup semua nilai-nilai

budaya, ide-ide, aktivitas, dan artefak-artefak yang dapat dimanfaatkan

dalam menata kehidupan sosial suatu komunitas untuk tujuan

penciptaan kedamaian dan peningkatan kesejahteraan.

Haryati Soebadio berpendapat bahwa kearifan lokal

merupakan suatu identitas atau kepribadian budaya bangsa yang

menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah

kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri

(Ayatrohaedi,1986:18-19). Sementara, Moendardjito mengatakan

bahwa unsur budaya daerah berpotensi sebagai kearifan lokal karena

telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-

cirinya adalah:

a. mampu bertahan terhadap budaya luar.

b. memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar.

c. mempunyai kemampuan untuk mengintegrasikan unsur-unsur

budaya luar kedalam budaya asli.

d. mempunyai kemampuan mengendalikan anggota masyarakat.

e. mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

(Ayatrohaedi, 1986:40).

Menurut Rahyono(2009:7) kearifan lokal merupakan

kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang

diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan

belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain. Nilai-nilai tersebut

akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah

melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan

masyarakat tersebut. Pemahaman tersebut menyatakan bahwa dalam

budaya Jawa terdapat nilai-nilai yang muncul dalam kecerdasan

masyarakat Jawa semasa masyarakat Jawa tersebut ada. Artinya,

kearifan lokal masyarakat Jawa sudah teruji oleh waktu dan melekat

pada masyarakat, oleh karena itu perlu diupayakan wacana alternatif

dalam dekonstruksi globalisasi sesuai dengan pemaknaan yang

dimunculkan oleh Hoed (2008:107).

Naritoom (Wagiran, 2010) merumuskan local wisdom dengan

definisi, "Local wisdom is the knowledge that discovered or acquired

by local people through the accumulation of experiences in trials and

integrated with the understanding of surrounding nature and culture.

Local wisdom is dynamic by function of created local wisdom and

connected to the global situation." Definisi kearifan lokal tersebut,

paling tidak menyiratkan beberapa konsep, yaitu: kearifan lokal

adalah sebuah pengalaman panjang yang dikedepankan sebagai

petunjuk perilaku seseorang, kearifan lokal tidak lepas dari

lingkungan pemiliknya, kearifan lokal itu bersifat dinamis, lentur,

terbuka, dan senantiasa menyesuaikan dengan zamannya. Konsep

demikian juga sekaligus memberikan gambaran bahwa kearifan lokal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

selalu terkait dengan kehidupan manusia dan lingkungannya. Kearifan

lokal muncul sebagai penjaga atau filter iklim global yang melanda

kehidupan manusia.

Kearifan adalah proses dan produk budaya manusia,

dimanfaatkan untuk mempertahankan hidup. Pengertian demikian,

mirip pula dengan gagasan Geertz (1973): "Local wisdom is part of

culture. local wisdom is traditional culture element that deeply rooted

in human life and community that related with human resources,

source of culture, economic, security, and laws. lokal wisdom can be

viewed as a tradition that related with farming activities, livestock,

build house, etc". Kearifan lokal adalah bagian dari budaya. Kearifan

lokal Jawa tentu bagian dari budaya Jawa, yang memiliki pandangan

hidup tertentu. Berbagai hal tentang hidup manusia, akan

memancarkan ratusan dan bahkan ribuan kearifan lokal. Lebih lanjut

dikemukakan beberapa karakteristik dari local wisdom, antara lain:

a. local wisdom appears to be simple, but often is elaborate,

comprehensive, diverse.

b. It is adapted to local, cultural, and environmental conditions.

c. It is dynamic and flexibel.

d. It is tuned to needs of local people.

e. It corresponds with quality and quantity of available resources.

f. It copes well with changes.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipertegas bahwa

kearifan lokal merupakan sebuah budaya kontekstual. Kearifan lokal

selalu bersumber dari hidup manusia. Ketika hidup itu berubah,

kearifan lokal pun akan berubah pula.

3. Kearifan Lokal Budaya Jawa

a. Kearifan Lokal Budaya Jawa

Kearifan lokal budaya Jawa pada umumnya dapat dilihat

melalui pemahaman dan perilaku masyarakat Jawa. Pemahaman dan

perilaku itu dapat dilihat melalui:

1) Norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti laku Jawa,

pantangan dan kewajiban.

2) Ritual dan tradisi masyarakat Jawa serta makna di baliknya.

3) Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita rakyat Jawa yang

biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang

hanya dikenali oleh masyarakat Jawa.

4) Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh

masyarakat, pemimpin spiritual.

5) Manuskrip atau kitab-kitab kuno yang diyakini kebenarannya oleh

masyarakat Jawa.

6) Cara-cara komunitas lokal masyarakat Jawa dalam memenuhi

kehidupannya sehari-hari.

7) Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8) Kondisi sumber daya alam atau lingkungan yang biasa

dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

(Sartini, 2004).

b. Islam Aboge Perpaduan Antara Islam dan Tradisi Jawa

Sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya, komunitas

Islam Aboge melaksanakan berbagai ritual keagamaan dengan

dasar kepercayaan terhadap para leluhur. Kepercayaan yang

telah mereka anut selama turun-temurun bahkan puluhan tahun,

maka sulit bagi mereka untuk meninggalkannya. Hal ini banyak

dipahami oleh para da’i dan mubaligh yang menyebarkan Islam ke

wilayah ini, maka dilakukanlah berbagai cara agar Islam dapat

diterima oleh penduduk pribumi walaupun dalam beberapa hal

tampak melenceng dari ajaran Islam. Beberapa bentuk akulturasi

budaya yang terdapat pada komunitas Islam Aboge adalah upacara

ritual yang merupakan kolaborasi antara budaya dan kepercayaan

terdahulu dengan nilai-nilai Islam, di antara akulturasi budaya

tersebut antara lain :

1) Selametan ibu hamil

Selametan ini dilakukan pada seorang perempuan yang

hamil dan mencapai usia kandungan empat bulan dan tujuh

bulan usia kandungan. Ciri khas dari selametan ini adalah

dibuatnya ”Lepet”, yaitu beras ketan yang dimasak dan

dimasukan ke dalam daun kelapa yang dililitkan sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

membentuk makanan tradisional yang unik. Tradisi ini secara

historis berasal dari kebudayaan Pemujaan terhadap Dewa-

Dewa yang berada di bawah Dewa Yin dan Yang. Masih terkait

dengan kehamilan bahwa ketika seorang perempuan hamil maka

ia harus menggantungkan gunting atau pisau kecil agar bayi

yang berada dalam kandungannya terjaga dari kejahatan

makhluk halus. Kepercayaan adanya pengganggu bagi bayi yang

masih berada dalam kandungan berasal dari kepercayaan

animisme dan dinamisme. Selain adanya ubarampe berupa sajen

dan pemberian pithik (anak ayam) kepada dukun bayi. Nilai-

nilai Islam dalam selametan ini adalah diadakannya Kepungan

(kenduri) yaitu mengundang para tetangga untuk makan-makan

pada malam harinya. Dengan menghadirkan seorang

kayim maka berbagai do’a, tahlil, tahmid dan tasbih dilantunkan

sebagai bentuk rasa syukur dan permohonan kepada Gusti Allah.

2) Ritual Kelahiran bayi

Kelahiran seorang bayi menjadi momen yang

mendapat perhatian khusus dalam budaya Jawa. Ketika

seorang perempuan melahirkan, ari-ari (plasenta) yang

disebut sadulur pancer segera dimasukan ke dalam kelapa

hijau atau sebuah kendi yang terbuat dari tanah.

Selanjutnya ari-ari tersebut diletakan di dekat pintu

agar saudara tua dari sang jabang bayi dapat lebih leluasa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

keluar rumah. Ari-ari tersebut diberi lampu serta beberapa

jenis bunga dan bubur merah putih. Komunitas Islam Aboge

berkeyakinan bahwa saudara dari bayi yang baru lahir masih

berada di sekitarnya. Model perawatan ari-ari yang

dilaksanakan oleh komunitas Islam Aboge dan ritual yang

berkaitan dengan kelahiran seorang bayi adalah murni budaya

Jawa. Bentuk akulturasi budaya dalam ritual ini adalah

dicukurnya rambut bayi pada hari ketujuh. Selama beberapa

generasi tentu tidak dikenal adanya aqiqah, pada generasi

belakangan baru dikenal adanya aqiqah ini. Namun demikian,

penetapan hari ketujuh dan pemberian nama adalah salah satu

tradisi dalam ajaran Islam. Sebagaimana dalam

prosesi ngupati dan keba, dalam ritual pemberian nama sendiri

dilakukan dengan mengadakan kepungan (kenduri) untuk

mengundang para tetangga makan bersama, memberi nama

serta mendoakan keselamatan, kesehatan dan masa depan dari

bayi tersebut.

3) Perayaan Khitan/ Sunat

Khitan adalah tradisi Islam yang telah diterima secara

luas oleh masyarakat Jawa. Sebelum datangnya

Islam, masyarakat Jawa tidak mengenal adanya khitan, maka

tradisi Islam ini membaur dengan tradisi Jawa sehingga

terciptalah ritual perayaan khitan bagi anak laki-laki. Budaya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengkhitankan anak saat ini menjadi sebuah pesta yang syarat

dengan budaya Jawa. Pelaksanaan khitan pada komunitas

Islam Aboge dilaksanakan ketika seorang anak laki-laki telah

menginjak baligh, biasanya antara umur 10-14 tahun. Perayaan

ini dilakukan dalam bentuk syukuran yaitu kepungan dengan

mengundang para tetangga untuk makan bersama dan

memanjatkan tasbih, tahmid dan tahlil. Bagi anak laki-laki

yang hanya satu-satunya dalam keluarga maka dalam proses

khitan wajib dilaksanakan ritual tertentu yaitu ruwatan

dengan nanggap (mengadakan) pertunjukan wayang kulit.

Namun tradisi ini saat ini mulai ditinggalkan karena mahalnya

biaya menyewa wayang kulit. Dalam beberapa perayaan

khitanan sering dilakukan acara khatam Al-Qur’an bagi anak

yang dikhitan tersebut. Acara perayaan khitan sendiri sangat

meriah sebagaimana perayaan pernikahan. Pada perayaan

khitan ini ada pemimpin acara yang mengetuai acara bukak

lawang (hari pertama pada acara khitanan) tersebut di samping

yang menyediakan berbagai sajen tertentu.

4) Perayaan Pernikahan

Perayaan pernikahan adalah salah satu perayaan

besar yang menjadi ciri khas budaya Jawa. Walaupun di

beberapa kebudayaan juga dilaksanakan namun nilai-nilai yang

terkandung pada upacara pernikahan Jawa sangat komplek dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengandung banyak akulturasi budaya. Baik budaya Islam,

Jawa ataupun kepercayaan lainnya. Akulturasi budaya yang

terjadi dalam perayaan pernikahan ini adalah adanya akad

pernikahan yang sesuai dengan ajaran Islam misalnya adanya

mahar, wali dan dua orang saksi dari kedua mempelai dan

prosesi pernikahan yang mengikuti budaya Jawa. Di antara

bentuk akulturasi budaya tersebut adalah : penyatuan prosesi

akad nikah dan pesta pernikahan yang dilaksanakan dalam satu

paket, sehingga seolah-olah tidak syah kalau pernikahan hanya

dilakukan di depan petugas Kantor Urusan Agama (KUA).

Penyatuan ini mencerminkan bahwa antara Islam dan budaya

Jawa tidak terjadi pertentangan karena dapat dilaksanakan

secara beriringan.

5) Ritual Kematian (Tahlilan)

Selanjutnya akulturasi Islam dan budaya Jawa yang

masih dilaksanakan oleh Komunitas Islam Aboge adalah

perayaan selametan atau tahlilan setelah kematian seseorang.

Upacara kematian yang dilakukan di Desa Kracak adalah

dimulai dari hari ke-3, 7, 40, 100 dan satu tahun atau

mendhak setelah kematian. Dalam tradisi Islam yang

berkembang di Timur Tengah dan wilayah lainnya tidak

terdapat ritual tahlilan ini. Demikian pula di wilayah luar pulau

Jawa semisal Sumatera dan yang lainnya. Hal ini menunjukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bahwa ritual ini adalah asli budaya Jawa. Bila kita lacak

sejarah dari ritual tahlilan, maka akan didapatkan bahwa ritual

ini berasal dari keyakinan Tuhan Yang dari dataran China.

Dimana kepercayaan ini tersebar ke wilayah-wilayah Asia

Tenggara, termasuk ke Jawa. Maka setelah sekian lama

kepercayaan ini berkembang ia menjadi bagian tak terpisahkan

dari budaya Jawa. Ditambah lagi dengan kedatangan agama

Hindu dan Budha yang memperkokoh ritual ini. Maka ketika

Islam masuk ke Jawa budaya ini begitu kuat hingga tidak

mungkin untuk menghilangkannya. Sehingga para da’i hanya

menyematkan nilai-nilai Islam ke dalam budaya ritual

kematian tersebut. Penamaannya sendiri kini menjadi

”Tahlilan” yang secara bahasa Arab yang berarti membaca

kalimat tahlil la Ilaha Illallah.

6) Pemujaan Terhadap Makam Atau Kuburan

Penghormatan terhadap arwah leluhur adalah bagian

dari tradisi Jawa yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan

sehari-hari. Hal ini tidak saja didasari pada kewajiban untuk

berbuat baik kepada orang yang dituakan, namun lebih dari itu

adalah keyakinan bahwa para leluhur dapat memberikan

bantuan dan keselamatan kepada anak cucunya. Hal ini bisa

terjadi baik ketika dia masih hidup maupun sudah meninggal

dunia. Berbanding lurus dengan berbagai ritual

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

setelah kematian, penghormatan terhadap makam atau

kuburan para leluhur yang sudah meninggal adalah sebuah

tradisi yang tidak bisa diusik lagi. Walaupun komunitas Aboge

telah memeluk Islam namun, pemahaman bahwa arwah orang

yang sudah meninggal dunia dapat kembali ke tempatnya dan

memberikan pertolongan kepada anak cucunya. Oleh karena

itu pembangunan berbagai makam dan kuburan-kuburan

adalah salah satu bentuk manifestasi dari penghormatan

kepada orang atau leluhur yang sudah meninggal. Pada

komunitas Islam Aboge ditandai dengan penghormatan

terhadap leluhur mereka, terutama yang telah menyebarkan

Islam Aboge dan mewariskannya kepada mereka. Komunitas

ini selalu melaksanakan ziarah ke makam Mbah Nurkasim di

desa Cikakak, Wangon sebagai bentuk penghormatan kepada

para leluhur yang telah membuka desa Kracak sekaligus

menyebarkan Islam di wilayah Ajibarang.

Makam-makam leluhur yang ada sering

disebut sebagai Petilasan pada masyarakat Desa Kracak

dikenal dengan sebutan Panembahan. Dari observasi yang

dilakukan ada sekitar sepuluh panembahan yang berada di desa

ini. Panembahan adalah kuburan yang dianggap memiliki

kekuatan tertentu karena pemilik kuburan adalah orang-orang

terhormat, sakti atau terpandang. Membahas tentang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

panembahan maka tidak lepas dari dupa dan sajen. Pada

komunitas Islam Aboge pembakaran kemenyan dan sajen

sangat kental. Apalagi pada saat ziarah kubur atau ritual

tertentu. Sajen dan pembakaran kemenyan (dupa) dilakukan

pada momen-momen tertentu terutama pada saat upacara

perayaan misalnya pernikahan, khitanan dan yang lainnya.

Bentuk sajen sendiri beraneka ragam, jika malam Jumat

diletakan bubur merah, bubur putih dan air putih yang

ditambahkan bunga biasanya bunga mawar dan kenanga

kemudian diletakan di sebelah rumah. Sedangkan pada acara

setelah melakukan ziarah kubur membuat sajen berupa satu

ekor ayam jantan yang dimasak (ingkung), bubur merah, bubur

putih dan beberapa Jajan pasar. Tidak lupa bakaran

kemenyan, rokok, kopi, teh dan kelapa hijau.

Tradisi ziarah kubur, memuliakan para leluhur yang

shalih dan mendoakan jenazah adalah tradisi Islam, namun

ketika bertemu dengan budaya Jawa maka terciptalah

akulturasi budaya, sehingga ziarah kubur yang dimaknai oleh

orang Jawa akan berbeda dengan ziarah kubur yang dimaknai

orang Islam di wilayah lainnya. Demikian pula penghormatan

terhadap leluhur dalam Islam sangat ditekankan, namun jika

sampai pada bentuk meminta-minta keselamatan kepada arwah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

para leluhur agar memberikan pertolongan kepada orang yang

masih hidup maka ini tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

7) Penanggalan Alip Rebo Wage (Aboge)

Pembauran antara Islam dan budaya Jawa yang

menjadi ciri khas dari komunitas ini adalah penggunaan

penanggalan Aboge. Kalender ini didasarkan pada perhitungan

hari, bulan dan tahun yang telah disusun secara sistematis.

Pada awalnya penyusunan sistem kalender ini adalah atas

perintah Sultan Agung Hanyakrakusuma sebagai pemegang

tertinggi kerajaan Mataram waktu itu. Dengan berjalannya

waktu terjadi modifikasi dan beberapa penyesuaian, sehingga

model penanggalan ini sedikit berbeda dengan apa yang telah

ditetapkan pada awalnya oleh Sri Sultan.

Proses penetapan penanggalan ini didasarkan pada

kebutuhan umat Islam Jawa akan adanya kepastian waktu

dalam menentukan berbagai perayaan, semisal Idhul Fitri,

Idhul Adha dan awal Ramadhan. Selanjutnya model

penanggalan ini menyebar ke seluruh wilayah kekuasaan

Mataram termasuk ke wilayah Banyumas dan Cilacap waktu

itu. Sistem penanggalan ini sampai ke wilayah Banyumas dan

Cilacap dibawa oleh Eyang Nurkhosim, tepatnya di Desa

Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa

Tengah. Sebagaimana disebutkan oleh juru kunci makam di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Desa Kracak bahwa model penanggalan Aboge telah ada di

Desa Kracak sejak tahun 1288 Hijriah. Hal ini ditandai dengan

berdirinya Masjid Saka Tunggal di wilayah tersebut yang

hingga kini masih dikeramatkan oleh kalangan Islam Aboge.

Komunitas Islam Aboge adalah kelanjutan dari

tarekat Syaikh Siti Jenar yang disebarkan oleh seorang ulama

bernama Syarif hidayatullah dari Cirebon. Terlepas dari

perbedaan pendapat tersebut warga Desa Kracak sebagai

anggota dari komunitas Islam Aboge yang menyatakan bahwa

tarekat yang dijalankannya memang dekat dengan model

tarekat Syaikh Siti Jenar.

Sebagaimana disebutkan, penanggalan Aboge yang

digunakan oleh komunitas Islam Aboge adalah bentuk

akulturasi antara penanggalan Jawa dan penanggalan

Islam(hijriah). Dari nama-nama yang digunakan jelas sekali ia

berasal dari bulan-bulan dalam tahun hijriyah. Namun jika

dilihat dari jumlah hari dalam satu bulan serta masih

melekatnya istilah hari pasaran ini jelas merupakan budaya

Jawa.

Dalam menentukan masuknya awal tahun dan awal

bulan, penanggalan Aboge didasarkan pada rumus Aboge yang

merupakan singkatan dari Alip Rebo Wage, yaitu Alip adalah

hitungan tahun awal yang harus jatuh pada hari rebo dan waktu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pasaran wage. Dalam setiap tahun ada dua belas bulan yang

diistilahkan sesuai dengan jatuh awal harinya. Misalnya tahun

Alip : maka bulan pertama dimulai dengan bulan Muharam

disingkat ram, pada hari rabu diistilahkan ji dan hari

pasaran wage diistilahkan ji menjadi ramjiji. Hal ini berlaku

untuk seluruh bulan yang ada sebanyak dua belas bulan. Dalam

delapan tahun yang memiliki nama berbeda, penanggalan

Aboge memiliki dua belas bulan yang dapat disingkat sesuai

dengan akhir potongan suku katanya, berikut istilah-istilah

yang digunakan : Muharam = ram , Sapar = par, Mulud =

lud, Robingul Akhir = Ngu khir, Jumadil Awal = Ju wal,

Jumadil Akhir = Ju khir, Rajab = Jab, Ruwah = Wah, Puasa =

Sa, Sawal = Wal, Dzulqangidah = Dah, Dzulhijjah = Jah

Pengaruh tradisi Islam dalam sistem penanggalan ini

adalah sebutan untuk nama-nama bulan. Pada asalnya bulan

pertama dalam tradisi Jawa adalah Suro, Penanggalan Aboge

tidak menggunakan istilah Suro, tapi mereka menggunakan

istilah Muharam. Demikian pula bulan-bulan lainnya, hanya

bulan Mulud dan Puasa yang dipengaruhi tradisi Jawa. Pada

penanggalan hijriyah bulan puasa disebut bulan Ramadhan,

demikian pula bulan Mulud disebut dengan Jumadil awwal,

walaupun dalam prakteknya terkadang dua nama ini juga

digunakan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4. Islam Aboge

Proses pembauran (sinkretisme) antara Islam dengan budaya

lokal menciptakan satu metode tersendiri dalam mencari suatu

kebenaran. Sehingga para guru sufi yang datang dari India dan orang-

orang Indonesia yang menuntut ilmu di Saudi Arabia pulang dan

menyebarkan tarekat ini. Metode tarekat pada komunitas sufi diterima

secara terbuka oleh masyarakat yang masih memiliki pengetahuan

tentang Islam yang sangat rendah. Dialog antara tarekat dari timur

tengah dan India dengan budaya lokal melahirkan satu metode baru di

bidang tasawuf yang kemudian berkembang dan diadopsi oleh

beberapa komunitas Islam yang baru tumbuh di Indonesia.

Sejak saat itu munculah berbagai aliran dan tarekat sufi di

Indonesia, misalnya tarekat Naqshabandiyah, Tarekat Qadariyah,

tarekat Syadziliyyah, tarekat Ismailiyyah dan Tarekat Syattariyyah.

Tarekat Syattariyah adalah salah satu dari tarekat yang berkembang di

Indonesia, walaupun pengikutnya tidak lebih banyak dari Tarekat

Qadariyah Naqshabandiyyah namun para pengikutnya memiliki

komitmen yang kuat terhadap tarekat atau kepercayaan yang mereka

pegang.

Aboge berasal kata dari Alip Rebo Wage. Ajaran Islam yang

menurut sesepuhnya merupakan ajaran yang dibawa dan disebarkan

oleh Syarif hidayatullah yang diturunkan kepada Syarifudin

Cakraningrat sampai diturunkan kepada Eyang Arifin. Aboge

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ditranformasikan kepada pemeluknya secara tradisional melalui

pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut Aboge. Di

Kabupaten Banyumas penganut Aboge yang berjumlah ribuan

tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa Cibangkong (Pekuncen),

Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak (Wangon), dan Desa Tambak

Negara (Rawalo).

a. Sejarah Asal- Usul Islam Aboge

Teori Masuknya Islam ke Indonesia terbagi menjadi tiga

pendapat, pendapat pertama menyebutkan bahwa Islam masuk ke

Indonesia pada tahun 675 M, pendapat ini disebutkan oleh T.W.

Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The

Propagation of The Moslem Faith, ia menjelaskan bahwa Islam

datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah atau pada

Abad Ke-VII M (Hamka, 1996) . Pendapat kedua menyebutkan

bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad XI Masehi. Hal ini

didasarkan pada penemuan makam panjang di daerah Leran

Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan

rombongannya. Pada makam itu terdapat prasasti huruf Arab

Riq’ah yang berangka tahun 475 H(1082 M) (Badri Yatim,

2001:193.). Sementara pendapat ketiga menyebutkan bahwa Islam

masuk ke Indonesia pada abad Ke- XIII M. Pendapat ini

disebutkan oleh R.A Kern, C. Snouck Hurgronje dan Schrieke

( Sanusi Pane, 1955:155).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dari tiga teori ini ada satu titik kesamaan yaitu bahwa

semuanya berpendapat bahwa para penyebar Islam ke Indonesia

adalah para pedagang dan tokoh-tokoh sufi. Hal ini berarti bahwa

Islam yang dibawa oleh para pedagang dan tokoh-tokoh sufi

memiliki corak tasawwuf yang telah berkembang di wilayah Timur

Tengah dan India. Corak Islam seperti inilah yang kemudian

mudah diterima oleh masyarakat Indonesia, dimana pada waktu itu

masyarakat Indonesia telah memiliki budaya dan adat-istiadat

sendiri yang dekat dengan apa yang dibawa oleh Islam berupa

nilai-nilai ketasawuffan. Maka manakala Islam masuk ke Indonesia

keyakinan-keyakinan dan budaya-budaya lokal tersebut merasup ke

dalam tradisi Islam, sehingga terjadilah sinkretisme Islam.

Di Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten

Banyumas, aliran Islam Jawa (Aboge) sudah ada secara turun-

temurun, bahkan sejak akhir jaman kerajaan Hindu. Aboge sendiri

berasal dari kata alif rebo dan wage yaitu awal perhitungan para

leluhur terdahulu yang memulai lebaran pada hari Rebo Wage.

Warga desa Kracak melakukannya berdasar keyakinan dari nenek

moyang secara turun temurun dan meski beda satu hari tetapi ada

rumusan perhitungannya. Usai melaksanakan shalat, seluruh

jamaah Shalat Id menggelar silaturahmi dengan bersalam-salaman

dihalaman Masjid.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Dalam hal bersalaman kaum pria dan wanita bergabung

menjadi satu, yang diakhiri dengan kenduri dan makan bersama

dengan bekal yang dibawa dari rumah. Perhitungan yang dipakai

aliran Aboge telah digunakan para wali sejak abad XIV dan

disebarluaskan oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon. Perhitungan

ini merupakan gabungan perhitungan dalam satu windu dengan

jumlah hari dan jumlah pasaran hari berdasarkan perhitungan Jawa

yakni Pon, Wage, Kliwon, Manis (Legi), dan Pahing. Dalam kurun

waktu delapan tahun atau satu windu terdiri tahun Alif, Ha, Jim,

Awal, Za, Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir serta dalam satu tahun

terdiri 12 bulan dan satu bulan terdiri atas 29-30hari.

Komunitas Islam Aboge di Desa Kracak berpendapat

bahwa Aboge bukan merupakan suatu agama melainkan aliran

dalam agama Islam. Aboge adalah perhitungan kalender Jawa yang

berdasarkan pada masa peredaran windu atau delapan tahunan, satu

windu menurut aboge terbagi atas; Tahun Alip, He, Jim awal, za,

Dal, Ba, Wawu, dan Jim akhir. Hitungan ini sudah turun temurun

sejak jaman wali songo yang diteruskan oleh Raden Sayid Kuning

dan tetap ada hingga sekarang.

Di antara komunitas Islam yang hingga saat ini masih

melaksanakan tarekat ini adalah komunitas Islam Aboge di Desa

Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.

Di beberapa wilayah di Jawa bagian selatan Jawa komunitas ini

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

disebut dengan Islam pasir, komunitas ini menyebar dari mulai

Kabupaten Wonosobo, Purbalingga, Purwokerto, dan Cilacap. Di

antara karakteristik dari komunitas ini adalah sifatnya yang tertutup

dengan anggota masyarakat lainnya. Setiap yang akan menjadi

anggota harus melalui ritual khusus (Baingat). Komunitas ini

adalah salah satu dari bagian Islam Kejawen yang dalam istilah

Clifford Geertz disebut Abangan.

Sebagaimana disebutkan di awal bahwa komunitas Islam

Aboge melaksanakan tarekat Syattariyah, tarekat ini berkembang

pesat di ”wilayah-wilayah merah” yaitu wilayah di Jawa,

khususnya Jawa Tengah bagian selatan dengan mayoritas Islam

abangan. Tarekat ini menjadi salah satu karakter khusus yang ada

pada mereka. Secara umum tarekat yang berkembang di desa

Kracak adalah tarekat Syatariyyah. Maka bisa dipahami jika

komunitas Islam Aboge dianggap berbeda dengan sebagian besar

tokoh agama di desa Kracak. Tarekat Syatariyyah yang dianut oleh

Komunitas Islam Aboge adalah sebuah tarekat yang muncul

pertama kali di India pada abad XV Masehi.

Tarekat ini didirikan dan disebarkan oleh Abdullahas -

Syattar. Tarekat ini awalnya dikenal di Iran dan Transoksania

dengan nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani,

tarekat ini disebut Bistamiyah. Dari penelitian yang dilakukan oleh

Martin Van Bruinessen salah seorang ahli antropologi,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menyebutkan bahwa tarekat ini banyak ditemukan di Jawa bagian

selatan dan Sumatra. Ini berarti tarekat ini disebarkan oleh para

Sufi yang menyebarkan pahamnya ke Indonesia. Hubungan antara

satu komunitas dengan yang lainya dalam tarekat ini tidak saling

berhubungan. Tarekat ini relatif gampang berpadu dengan berbagai

tradisi setempat sehingga menjadi tarekat paling “mempribumi “di

antara tarekat yang ada( Martin van Bruinessen, 1995:16)

Dari penelusuran yang peneliti lakukan, model tarekat

Syatariyyah yang dilaksanakan oleh komunitas Islam Aboge

memiliki lelaku yang bersifat personal dan tertutup. Sebenarnya

secara umum model-model tarekat yang ada di Indonesia juga tidak

akan menceritakan bagaimana pengalaman Kasyaf yang mereka

alami. Demikian juga pada tarekat Syatiriyah, mereka akan

merahasiakan setiap pengalaman spiritual mereka.

b. Karakteristik Keagamaan

1) Aqidah

Komunitas Islam Aboge di Desa Kracak menyandarkan

segala bentuk keyakinannya pada Islam dengan mashab Ahlu

Sunnah Wal Jama’ah. Dilihat dari segi aqidah Islam, komunitas ini

telah mengalami penguatan khususnya di bidang keyakinan Islam,

apabila dibandingkan dengan komunitas Aboge di wilayah lainnya.

Komunitas Aboge di desa Kracak, tidak mau mengamalkan hal-hal

yang mengarah kepada perbuatan musyrik seperti bersemedi untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mendapatkan kekuatan, menyembelih untuk kuburan serta tidak

melakukan hubungan khusus dengan alam jin. Keyakinan semacam

ini adalah salah satu dari bentuk ”evolusi” yang terjadi di tubuh

jama’ah Islam Aboge.

Dalam bidang tarekat, komunitas Islam Aboge mengikuti

Suluk Syekh Siti Jenar yaitu Tarekat Syatariyyah. Tarekat ini

menjadi salah satu karakter khusus yang ada pada mereka. Secara

umum tarekat yang berkembang di Desa Kracak adalah

Tarekat Syatarriyyah.

Anggota jama’ah Tarekat Syatariyyah, disebutkan bahwa

mereka memiliki model suluk dengan cara berdzikir dengan

mengucapkan dengan La ilaha illa Allah sebanyak 99 kali,

selanjutnya menekan bola mata dengan kedua ibu jari. Dengan ini

diharapkan mata dzahir kita tertutup dan mata hati kita terbuka,

sehingga akan mampu melihat hal-hal yang tidak terlihat, semisal

melihat Nabi dan bahkan melihat Allah ta’ala. Komunitas Islam

Aboge meyakini bahwa Allah ta’ala dapat ”dihadirkan” dalam saat-

saat tertentu, yaitu ketika dzikir-dzikir tertentu dilafadzkan. Tidak

hanya itu, dengan melakukan ritual tertentu seorang manusia dapat

menyatu dengan Tuhan sebagai bentuk dari puncak spiritual tarekat

mereka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2) Ibadah

Dalam masalah ibadah komunitas Islam Aboge tetap

melaksanakan rukun Islam seperti syahadat, shalat wajib, berpuasa,

zakat, dan menunaikan ibadah haji. Di Desa Kracak sendiri

anggota komunitas Islam Aboge meyakini bahwa shalat adalah

sebuah kewajiban umat Islam, walaupun dalam praktiknya banyak

di antara mereka yang tidak melaksanakannya. Terlebih para

”Pengikut” yang hanya mengikuti shalat hari tertentu misalnya

shalat Jumat, shalat di hari raya Islam, mereka cenderung tidak

melaksanakan shalat dan puasa Ramadhan. Ada yang menarik dari

permasalahan ini, yaitu ketika ada anggota dari komunitas Islam

Aboge tidak shalat maka oleh pimpinannya dianggap biasa saja.

Dari analisa peneliti hal ini dikarenakan dasar pemahaman mereka

yang lemah terhadap syariat Islam, sehingga menganggap bahwa

tidak shalatpun tidak mengapa. Tidak hanya tetangga atau orang

lain, bahkan keluarganya sendiri ketika tidak shalat dianggap

sesuatu yang biasa dalam arti tidak dianggap sebagai dosa.

Berkaitan dengan masalah fiqih ada beberapa hal di mana

komunitas Islam Aboge berbeda pendapat dengan umat muslim

pada umumnya, misalnya pada shalat Jumat ketika jumlah mereka

tidak sampai empat puluh orang maka mereka shalat Jumatnya

dianggap tidak sah sehingga setelah melaksanakan shalat Jumat

mereka juga melaksanakan shalat Dhuhur. Masih berkaitan dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

shalat, masjid dan mushala mereka hanya mengumandangkan

adzan sebanyak dua kali yaitu pada shalat shubuh dan shalat

mahgrib hal ini karena shalat berjama’ah hanya dilaksanakan pada

dua waktu tersebut saja. Dari pengamatan yang dilakukan hal ini

terjadi karena kurang pahamnya mereka terhadap syariat shalat dan

sikap meremehkan ibadah shalat ini. Selain itu dzikir-dzikir yang

dilafadzkan setelah shalat juga didasarkan pada doa-doa yang

diwariskan secara turun-temurun. Masih di bidang ibadah,

perbedaan model ibadah yang menjadi karakteristik dari komunitas

Aboge adalah pada permasalahan puasa dan hari raya, khususnya

dalam penetapan awal bulan dan tahun. Mereka selalu berbeda

dalam hal perayaannya dengan masyarakat pada umumnya, hal ini

karena mereka menggunakan pedoman penanggalan Aboge sebagai

metode untuk menetapkan jatuhnya tanggal satu Ramadhan dan

satu Syawal dan awal bulan lainnya.

Sebenarnya tidak hanya awal bulan tapi seluruh tahun

dalam masa satu tahun dan satu windu telah memiliki rumusan

tersendiri. Penanggalan Aboge adalah salah satu dari model

penanggalan yang bersifat statis, maksudnya adalah penanggalan

baku yang tidak akan berubah dikarenakan sistematikanya sudah

jelas dan baku. Walaupun dalam perjalanan sejarahnya

mengalami beberapa perubahan. Penanggalan Aboge didasarkan

pada penanggalan yang telah ditetapkan oleh Sultan Agung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hanyokrokusumo di Kerajaan Mataram Islam di Surakarta.

Penanggalan ini adalah hasil akulturasi antara penanggalan Jawa

dan Islam.

Adanya akulturasi Islam dan budaya Jawa dalam

penanggalan Aboge terlihat dari nama-nama bulan yang digunakan.

Namun jika dilihat dari jumlah hari dalam satu bulan serta masih

melekatnya istilah hari pasaran ini jelas merupakan budaya Jawa,

istilah wage, kliwon, manis, pahing dan pon adalah murni dari

penanggalan Jawa. Pengaruh budaya Jawa yang masih terlihat juga

dapat dilihat ketika hari raya Idhul Fitri dan Idhul Adha jatuh pada

hari Rebo Manis. Menurut mereka hari tersebut tidak boleh

digunakan untuk berhari raya, karena hari itu bukanlah “hari baik”

untuk berhari raya, sehingga hari raya yang jatuh pada hari tersebut

akan diganti dengan hari berikutnya. Hal ini dikarenakan hari rebo

manis adalah kantonge dina (Induk hari) sehingga tidak boleh

dijadikan sebagai hari raya atau kegiatan bersenang-senang lainnya.

Menurut Penanggalan Aboge sebulan terdiri dari 30 hari

dan 29 hari, sebagaimana penghitungan tahun dalam masyarakat

Jawa Kuno, kaum Aboge masih menggunakan dan menghitung

tahun hanya delapan (8) tahun bertemu satu siklus dan diulangi lagi

nama tahun dari awal yaitu : Alip, Eehe, Jim Awal, Jee, Dzal, Bee,

Wawu, dan Jim akhir.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hari-hari naas masih dipercayai oleh komunitas Islam

Aboge sebagai hari yang pantang memulai suatu pekerjaan atau

mengadakan perjalanan. Terdapat pula kepercayaan terhadap

kualitas suatu hari dalam sebulan. Dewasa ini kepercayaan

terhadap waktu, hari-hari baik dan buruk oleh anggota masyarakat,

terutama masyarakat Desa Kracak masih dipegang teguh, meskipun

dalam kenyataan hanya berlaku pada bidang-bidang kehidupan

tertentu saja misalnya memulai menanam padi, perkawinan,

perjalanan jauh, membuat rumah dan upacara adat lainnya.

Secara sosial kemasyarakatan komunitas Islam Aboge

bergaul dengan anggota masyarakat lainnya, hanya pada hal-hal

yang berkaitan dengan keyakinannya mereka akan

”mantheng” atau tidak ada dialog maupun diskusi secara ilmiah

terhadap keyakinan. Hal ini terbukti dengan terjadinya beberapa

konflik antara komunitas Islam Aboge dengan masyarakat di luar

mereka. Walaupun konflik hanya terjadi dalam skala kecil namun

bisa jadi akan menjadi api dalam sekam. Beberapa konflik internal

pernah terjadi terutama konflik antara suami dan istri, kaitannya

jika seorang laki-laki menikah dengan perempuan dari luar

komunitasnya maka istri wajib untuk mengikuti komunitas Islam

Aboge sebagai mana suaminya. Sebaliknya jika seorang perempuan

anggota komunitas Islam Aboge menikah dengan laki-laki di luar

komunitas maka istri secara otomatis keluar dari komunitas Islam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Aboge dengan mengikuti sang suami, dalam hal ini sang istri akan

mengikuti keislaman sebagaimana sang suami demikian pula dalam

hal ibadah, puasa Ramadhan dan hari raya.

5. Pendidikan Karakter

a. Pendidikan

Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata pendidikan berasal

dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’,

maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan

mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses

pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional

Indonesia) menjelaskan tentang pengertian pendidikan ; Pendidikan

yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun

maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat

yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan

sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan

kebahagiaan setinggi-tingginya. Pendidikan adalah usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan

datang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 20

Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan Negara.

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang

direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu,

kelompok, atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoatmojdo, 2003).

Pendidikan adalah usaha dasar yang dilakukan oleh

keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran dan, atau latihan, yang berlangsung di sekolah dan di

luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik

agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup

secara tepat di masa yang akan datang (Mudyaharjo, 2001).

Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan

dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani

maupun rohani sesuai dengn nilai-nilai yang ada di dalam

masyarakat dan kebudayaan(Ihsan, 2010).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sedangkan pengertian pendidikan menurut Bonnie, adalah

proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih

tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik

dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan, seperti

termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan

kemanusiaan dari manusia(Bonnie, 1996).

Menurut teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk

memanusiakan manusia. Proses belajar dianggap berhasil jika

peserta didik dapat memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.

Peserta didik dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat

laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.

Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut

pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya.

Tujuan utama para pendidik adalah membantu peserta didik untuk

mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing-masing individu

untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan

membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri

mereka. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara

teoritik antara lain adalah: Arthur W. Combs, Abraham Maslow

dan Carl Roger.

b. Karakter

Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character)

berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“to engrave” (Ryan&Bohlin, 1999:5). Kata “to engrave” bisa

diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau

menggoreskan (Echols&Shadily, 1986:214). Dalam Kamus Bahasa

Indonesia, kata “karakter” diartikan dengan tabiat, sifat-sifat

kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang

dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf,

angka, ruang, simbol khusus yang dapat dimunculkan pada layar

dengan papan ketik.

Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian,

berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian,

karakter merupakan watak dan sifat-sifat seseorang yang menjadi

dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya. Dengan

makna seperti itu karakter identik dengan kepribadian atau akhlak.

Kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat khas diri

seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima

dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan bawaan

sejak lahir(Koesoema, 2007:80). Seiring dengan pengertian ini, ada

sekelompok orang yang berpendapat bahwa baik buruknya karakter

manusia sudah menjadi bawaan dari lahir. Jika bawaannya baik,

manusia itu akan berkarakter baik, dan sebaliknya jika bawaannya

jelek, manusia itu akan berkarakter jelek. Jika pendapat ini benar,

pendidikan karakter tidak ada gunanya karena tidak akan mungkin

mengubah karakter orang yang sudah taken for granted. Sementara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

itu, sekelompok orang yang lain berpendapat berbeda, yakni bahwa

karakter bisa dibentuk dan diupayakan sehingga pendidikan

karakter menjadi bermakna untuk membawa manusia dapat

berkarakter yang baik.

Secara terminologis, makna karakter dikemukakan oleh

Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter sebagai “A reliable

inner disposition to respond to situations in a morally good way.”

Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character so conceived has

three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral

behavior”(Lickona, 1991:51). Karakter mulia (good character),

dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan tentang kebaikan

(moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap

kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar melakukan

kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter mengacu

kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitudes), dan

motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan keterampilan

(skills).

Dalam proses perkembangan dan pembentukan, karakter

seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lingkungan

(nurture) dan faktor bawaan (nature). Secara psikologis, perilaku

berkarakter merupakan perwujudan dari potensi Intelligence

Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ), Spiritual Quotient (SQ),

dan Adverse Quotient (AQ) yang dimiliki oleh seseorang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Konfigurasi karakter dalam konteks totalitas proses psikologis dan

sosio-kultural pada akhirnya dapat dikelompokkan dalam empat

kategori, yakni :

1) Olah hati (spiritual and emotional development)

2) Olah pikir (intellectual development)

3) Olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic development)

4) Olah rasa dan karsa (affective and creativity development).

Keempat proses psiko-sosial ini secara holistik dan

koheren saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka

pembentukan karakter dan perwujudan nilai-nilai luhur dalam diri

seseorang.

Secara mudah karakter dipahami sebagai nilai-nilai yang

khas-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik nyata

berkehidupan baik, dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang

terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Secara

koheren, karakter memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah

raga, serta olah rasa dan karsa seseorang atau sekelompok orang.

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa karakter

identik dengan akhlak, sehingga karakter merupakan nilai-nilai

perilaku manusia yang universal yang meliputi seluruh aktivitas

manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhan, dengan

diri sendiri, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungan,

yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma,

budaya, dan adat istiadat.

c. Pendidikan Karakter

Menurut Achmad Husen, pendidikan karakter merupakan

upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis

untuk membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku

manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri

sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang

terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan

berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan

adat istiadat(Husen, 2004:3). Menurut Ratna Megawangi,

pendidikan karakter adalah untuk mengukir akhlak melalui proses

mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan berprilaku baik.

Yakni, suatu proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif,

emosi, dan fisik, sehingga akhlak mulia bisa terukir menjadi

kebiasaan fikiran, hati dan tangan (Megawangi, 2007:5).

Terminologi pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak

tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusung,

terutama ketika ia menulis buku yang berjudul Educating for

Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility

(1991) yang kemudian disusul oleh tulisan-tulisan lain, seperti The

Return of Character Education yang dimuat dalam jurnal

Educational Leadership (November 1993) dan juga artikel yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berjudul Eleven Principles of Effective Character Education, yang

dimuat dalam Journal of Moral Education Volume 25 (1996).

Melalui buku dan tulisan-tulisan tersebut, ia menyadarkan

dunia Barat akan pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan

karakter menurutnya mengandung tiga unsur pokok, yaitu

mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan

(desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good)

(Lickona, 1991:51). Di pihak lain, Frye mendefinisikan pendidikan

karakter sebagai, “A national movement creating schools that

foster ethical, responsible,and caring young people by modeling

and teaching good character through an emphasis on universal

values that we all share”(Frye, 2002:2). Jadi, pendidikan karakter

harus menjadi gerakan nasional yang menjadikan sekolah (institusi

pendidikan) sebagai agen untuk membangun karakter peserta didik

melalui pembelajaran dan pemodelan.

Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berperan

untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia,

seperti hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab, jujur,

memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain, pendidikan karakter

juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan

perilaku yang tercela dan dilarang. Pendidikan karakter tidak hanya

mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah kepada anak.

Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(habituation) tentang yang baik sehingga peserta didik paham,

mampu merasakan dan mau melakukan yang baik. Dengan

demikian, pendidikan karakter membawa misi yang sama dengan

pendidikan akhlak atau pendidikan moral.

d. Nilai-Nilai Dasar Dalam Pendidikan Karakter

Pemerintah Indonesia telah merumuskan kebijakan dalam

rangka pembangunan karakter bangsa. Dalam Kebijakan Nasional

Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025 ditegaskan

bahwa karakter merupakan hasil keterpaduan empat bagian, yakni

olah hati, olah pikir, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Olah hati

terkait dengan perasaan sikap dan keyakinan atau keimanan, olah

pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan

menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif, olah

raga terkait dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi,

dan penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas, serta olah rasa

dan karsa berhubungan dengan kemauan dan kreativitas yang

tercermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan kebaruan.

Nilai-nilai karakter yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila

pada masing-masing bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai

berikut :

1) Karakter yang bersumber dari olah hati antara lain beriman dan

bertakwa, jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah,

rela berkorban, dan berjiwa patriotik.

2) Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas,

kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi ilmu

penetahuan dan teknologi, dan reflektif.

3) Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain

bersih, sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat,

kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.

4) Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain

kemanusiaan, saling menghargai, gotong royong, kebersamaan,

ramah, hormat, toleran, nasionalis, peduli, kosmopolit

(mendunia), mengutamakan kepentingan umum, cinta tanah air

(patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia,

dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

Dari nilai-nilai karakter di atas, Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan mencanangkan empat nilai karakter utama yang

menjadi ujung tombak penerapan karakter di kalangan peserta didik

di sekolah, yakni jujur (dari olah hati), cerdas (dari olah pikir),

tangguh (dari olah raga), dan peduli (dari olah rasa dan karsa),

dengan demikian, ada banyak nilai karakter yang dapat

dikembangkan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di sekolah.

Menanamkan semua butir nilai tersebut merupakan tugas yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sangat berat. Oleh karena itu, perlu dipilih nilai-nilai tertentu yang

diprioritaskan penanamannya pada peserta didik.

B. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan

Lokal Dalam Pendidikan Karakter Di SMA Negeri Ajibarang

Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas ini dilandasi oleh

penelitian tentang kajian pendidikan karakter dan kearifan lokal yang

sebelumnya telah ada, antara lain :

1. Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Di

Sekolah, oleh : Marzuki, tahun 2012

Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran

dapat dilakukan dengan pemuatan nilai-nilai karakter dalam semua

mata pelajaran yang diajarkan di sekolah dan dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran. Untuk itu guru harus mempersiapkan

pendidikan karakter mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga

evaluasinya. Pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah perlu

didukung oleh keteladanan guru dan orang tua murid serta budaya

yang berkarakter.

2. Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati oleh:

Sartini, 2004

Eksplorasi terhadap kekayaan luhur budaya bangsa tersebut

sangat perlu untuk dilakukan, sekaligus juga berupaya untuk

mengkritisi eksistensinya terkait dengan keniscayaan adanya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

perubahan budaya. Ruang eksplorasi dan pengkajian kearifan lokal

menjadi tuntutan tersendiri bagi pengembangan institusional

filsafat dan bagi eksplorasi khasanah budaya bangsa pada

umumnya. Ada banyak hal untuk menjelaskan bagaimana pengaruh

hubungan lintas budaya dan globalisasi mempengaruhi kearifan

lokal.

Dalam konteks nilai religi, hubungan antara religi dan

perkembangan budaya juga menunjukkan hal serupa. Bagaimana

nilai tertentu terkait dengan kehidupan religius lokal bertemu

dengan budaya asing di Arab sendiri dan di Indonesia dapat dilihat

pada tulisan Islam dan Akulturasi Budaya Lokal dijelaskan bahwa

dalam akulturasi budaya Arab dan Islam tidak ada pengharaman

untuk tidak memanfaatkan budaya asing dan sebaliknya. Dalam

kasus Indonesia juga dijelaskan bagaimana Islam yang berkarakter

dinamis, elastis, dan akomodatif dengan budaya lokal dapat

berjalan bersama dan mengutip Gus Dur, terjadi pribumisasi Islam.

Di dalamnya dicontohkan bagaimana konflik budaya

material Masjid Demak juga merupakan bentuk adaptasi budaya.

Bagaimana tradisi Syi’ah dapat memberikan corak khusus bagi

Islam di Ternate juga merupakan hasil pertemuan budaya. Ada

banyak peluang untuk pengembangan wacana kearifan lokal

Nusantara. Dari beragam bentuk dan fungsinya dapat dilihat pada

pemaparan di bagian depan tulisan ini. Di samping itu kearifan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lokal dapat didekati dari nila-inilai yang berkembang di dalamnya

seperti nilai religius, nilai etis, estetis, intelektual atau bahkan nilai

lain seperti ekonomi, teknologi dan lainnya. Maka kekayaan

kearifan lokal menjadi lahan yang cukup subur untuk digali,

diwacanakan dan dianalisis mengingat faktor perkembangan

budaya terjadi dengan begitu pesatnya. Pengembangan kuliah dan

kajian ala Hairudin Harun dalam “Weltanschaung Melayu Dalam

Era Teknologi Informasi: Komputer menjadi Teras atau Puncak

Tewasnya Pemikiran Tradisional Melayu” dapat memberi inspirasi

bagaimana kita harus berpikir tentang kekayaan dan eksistensi

kearifan lokal Nusantara.

Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian

ini, terkait dengan konsep dasar tentang wawasan kearifan lokal

yang masih bisa untuk terus digali, diwacanakan dan

dikembangkan dalam rangka membentuk karakter.

3. Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa

Berwawasan Kearifan Lokal oleh: Imam Suyitno, 2012

Pendidikan nasional Indonesia saat ini masih menghadapi

berbagai masalah. Capaian hasil pendidikan masih belum

memenuhi hasil yang diharapkan. pembelajaran di sekolah belum

mampu membentuk secara utuh pribadi lulusan yang

mencerminkan karakter dan budaya bangsa. Proses pendidikan

masih menitikberatkan dan memfokuskan capaiannya secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kognitif. Sementara, aspek afektif pada diri peserta didik yang

merupakan bekal kuat untuk hidup di masyarakat belum

dikembangkan secara optimal. Karena itu, pendidikan karakter dan

budaya bangsa merupakan suatu keniscayaan untuk dikembangkan

di sekolah. Sekolah sebagai pusat perubahan perlu mengupayakan

secara sungguh-sungguh pendidikan yang berbasis karakter dan

budaya bangsa. Karakter dan budaya bangsa yang dikembangkan di

sekolah harus diselaraskan dengan karakter dan budaya lokal,

regional, dan nasional. Untuk itu, pendidikan karakter dan budaya

bangsa perlu dikembangkan berdasarkan kearifan lokal.

Sistem pendidikan nasional dalam batas tertentu telah

menghasilkan insan yang berkualitas, misalnya sejumlah orang

yang dipercaya untuk menduduki posisi strategis di semua sektor

dan di tengah-tengah masyarakat. Namun, patut diakui bahwa

masih banyak pernyataan yang mengindikasikan sistem pendidikan

kita ikut andil akan rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan

masih merebaknya dekadensi moral yang berdampak terhadap

krisis multidimensional.

Untuk meminimalisasi dan memperkecil, bahkan

menghilangkan krisis multi dimensi, terutama perilaku tak

bermoral yang meluas di masyarakat, maka perlu ditata konsep dan

implementasi pendidikan nasional. Dalam menjamin pendidikan

nasional yang mantap, agar dijaga konsistensi pendidikan karakter

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sejak dari landasan filosofis, sistem pendidikan, sampai dengan

praktik pendidikan. Tujuan pendidikan tidak hanya menjadikan

insan berakal, insan kompeten dan berguna, insan well-adaptive,

insan agent of change, dan insan bertaqwa, melainkan insan yang

utuh (Wahab, 2010).

Dalam proses pendidikan, peserta didik dipandang sebagai

individu yang memiliki potensi moral, mental, fisik, sosial, dan

emosional dengan keunikannya. Mereka sebagai co-subject-object

yang memiliki kebebasan memilih. Karena itu, kurikulum

pendidikan tidak hanya berupa kurikulum yang bererientasi pada

peseta didik, masyarakat, atau pengetahuan dan teknologi, tetapi

merupakan kurikulum eklektik dan komprehensif yang mencakup

keempat ranah tersebut (student, society, technology, and spiritual

oriented curriculum).

Dalam membangun dan menanamkan budaya bangsa

kepada peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan menjadi

agen perubahan. Guru tidak hanya kompeten, tetapi juga menjadi

teladan (sikap, pikiran, dan perilaku), kreatif, dan well adaftif

(profesional yang utuh). Demikian juga, ia mengupayakan terus

untuk peningkatan diri. Konselor harus benar-benar profesional,

yang selalu siap untuk membantu pengembangan diri peserta didik

secara optimal dalam melakukan aktualisasi diri. Kepala sekolah

harus memiliki principle leadership, disiplin, model, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

supervisonship skill. Kinerja pustakawan dan laboran/teknisi harus

memliki jiwa dan sikap yang helpfull. Di samping itu, dalam

pelaksanaan pendidikan, harus tersedia ahli terkait (psikolog,

dokter) yang ramah dan suka membantu.

Pengelolaan pendidikan perlu diupayakan prinsip keadilan,

kebermaknaan, dan keberamahan pada lingkungan. Pengelolaan

pendidikan yang demikian dapat diupayakan melalui pendidikan

yang berbasis sekolah dan berbasis masyarakat (sadar nilai) dengan

pertimbangan balanced centralization-decentralization yang tetap

menempatkan kepentingan daerah.

Proses pendidikan dilakukan secara terpadu dengan

menjadikan spiritualitas sebagai ruhnya. Dalam pembelajaran,

perlu dilakukan penambahan durasi waktu efektif belajar sebagai

konsekuensi logis orientasi keluaran (output) yang unggul. Di

samping itu, pengelolaan pendidikan harus dilakukan secara

transparan, adil, dan akuntabel. Untuk itu, dalam proses pendidikan

perlu dilibatkan orang tua dan masyarakat, baik dalam aspek

akademik, maupun aspek non akademik (terutama aspek

moralitas). Dalam penilaian pendidikan, tidak hanya difokuskan

pada hasil pendidikan, tetapi juga kepada masukan (input) dan

proses (penilaian komprehensif).

Penilaian pendidikan tidak hanya pada aspek akademik,

tetapi juga aspek nonakademik (terutama moral menjadi penentu).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Karena itu, penilaian pendidikan sebaiknya tidak hanya dilakukan

oleh guru, melainkan juga peserta didik, pendidik dan tenaga

kependidikan lainnya, bahkan jika mungkin melibatkan orang tua.

Dalam kegiatan penilaian, tidak hanya dilakukan hanya untuk

kepentingan yang bersifat judgmental, tetapi juga bersifat apresiatif

dan rekognitif.

Dalam membangun karakter budaya bangsa, lingkungan

pendidikan harus mengarah pada penciptaan lingkungan keluarga

yang sarat dengan nilai (agama, budaya, dan kebangsaan).

Kehidupan di lingkungan sekolah harus mengupayakan lingkungan

sekolah yang kondusif bagi pengembangan nilai. Dalam hal ini,

sekolah harus mampu mengondisikan lingkungan masyarakat

dengan nilai-nilai yang baik dan mengendalikannya dengan

memainkan peran filter terhadap nilai-nilai asing yang masuk. Di

samping itu, pemangku kepentingan pendidikan harus dapat

mengawal isi media masa yang memberikan manfaat bagi

penyebaran nilai-nilai dan mengendalikan isi media masa yang

berpotensi merusak kepribadian anak dan bangsa.

Dalam melaksanakan pendidikan berbasis karakter dan

budaya bangsa, strategi pengembangan pendidikan perlu

mengonseptualisasikan individu sebagai makhluk utuh dengan

menekankan pentingnya aspek moral. Proses pendidikan harus

diupayakan untuk pendidikan nilai sedini mungkin dan sepanjang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

hayat. Program pendidikan dan kurikulum harus dikembangkan

secara terpadu sesuai dengan latar belakang sosial budaya dengan

menempatkan nilai moral menjadi ruhnya. Aktivitas keseharian

harus menempatkan pimpinan institusi dan pendidik menjadi model

dan bertindak adil, amanah, dan kasih sayang. Pembelajaran

hendaknya mampu menciptakan gerakan pendidikan nilai dan

mengawalnya secara berkesinambungan, baik dalam konteks

pendidikan formal, informal, maupun nonformal.

Proses pendidikan hendaknya memberikan orientasi peserta

didik baru dan melepas lulusan setiap jenjang pendidikan dengan

materi nilai-nilai yang dapat diterima di masyarakat. Agar peserta

didik tidak tercerabut dari akar budayanya, pendidikan perlu

menginternalisasikan nilai-nilai yang dijunjung tinggi di

masyarakat selama dalam proses pembelajaran dan pendidikan

dengan mengupayakan lingkungan fisik dan sosial yang bersih dan

menarik.

Penelitian tersebut menjadi acuan dan dasar dari penelitian

ini, dimana nantinya nilai-nilai kearifan lokal yang dijadikan

sumber dalam pendidikan karakter termasuk dengan menggunakan

kearifan lokal budaya Islam Aboge . Selanjutnya dari perbedaan

nilai tersebut, maka akan dapat dicari tentang bagaimana dan

seperti apa konsep kearifan lokal Islam Aboge yang dipegang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam kehidupan masyarakat Desa Kracak Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Jawa Tengah.

4. Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter, Jalaludin,

tahun 2012.

Bangsa Indonesia dewasa ini tengah mengalami semacam

split personality, sejumlah peristiwa yang mengarah pada

dekadensi moral menunjukkan bahwa bangsa ini telah hampir

kehilangan jati dirinya sebagai bangsa yang dikenal beradab dan

bermartabat. Sementara tradisi pendidikan tampak belum matang

untuk memilih pendidikan karakter sebagai kinerja budaya dan

religius dalam kehidupan masyarakat. Di tengah kondisi tersebut,

pendidikan holistik berbasis karakter yang menekankan pada

dimensi etis-religius menjadi relevan diterapkan.

Pendidikan holistik merupakan filosofi pendidikan yang

berangkat dari pemikiran bahwa pada dasarnya pendidikan individu

dapat menemukan identitas, makna, dan nilai-nilai spiritual.

Pendidikan moral ini dapat membentuk generasi bangsa yang

memiliki karakter yang mengakar pada budaya dan nilai-nilai

religius bangsa, sebagaimana negeri Cina yang mampu melahirkan

generasi handal justru dengan mengedepankan karakter dan tradisi

bangsanya.

Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,

terkait dengan fungsi pendidikan karakter yang menekankan pada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dimensi etnis religius dalam membentuk karakter individu yang

dapat menemukan identitas, makna dan nilai-nilai spiritual.

5. Pembelajaran Nilai-Nilai kearifan Lokal Sebagai Penguat Karakter

Bangsa Melalui Pendidikan Informal oleh : Novia Wahyu

Wardhani, 2013.

Penelitian ini bertolak dari banyaknya budaya asing yang

masuknya ke Indonesia, sehingga membuat budaya atau nilai-nilai

kehidupan masyarakat Indonesia khususnya Jawa di Keraton

Kasunanan Surakarta semakin ditinggalkan dan nilai-nilai modern

yang masuk ternyata belum dapat diadopsi secara sempurna oleh

masyarakat sehingga mengakibatkan banyaknya manusia yang

berkepribadian pecah. Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal pada

tembang Asmarandana dalam Serat Wulang Reh melalui

pendidikan informal pada masyarakat Keraton Kasunanan

Surakarta sebagai penguat karakter bangsa. Penelitian ini

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi.

Teknik pengumpulan datanya adalah observasi, wawancara, dan

studi dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Tidak adanya

desain pembelajaran yang terprogram dan tersistematis pada

pembelajaran nilai-nilai kearifan dalam pendidikan informal karena

desain pembelajaran itu sendiri sudah ada di pikiran masing-masing

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dan berjalan secara spontan, (2) Pembelajaran nilai-nilai kearifan

lokal dalam pendidikan informal tidak terlepas dari tahap-tahap

internalisasi nilai, (3) Hasil yang diperoleh dari pembelajaran ini

adalah terciptanya manusia yang ber Ketuhanan,

berperikemanusiaan, serta mampu berbuat baik dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara, dan (4) Solusi yang pertama adalah

adanya dukungan dari orang tua, masyarakat, sekolah, dan

pemerintah dalam pembelajaran nilai-nilai kearifan lokal

khususnya tembang Asmarandana demi kelangsungan

pembelajaran nilai yang baik dan berhasil. Kedua Pemberian

keteladanan dan pembiasaan berbuat setelah adanya pemahaman

dari nilai-nilai tembang Asmarandana. Ketiga Adanya

keseimbangan antara kemampuan intelektual, kemampuan

emosional dan kemampuan spiritual.

Penelitian tersebut menjadi acuan dan dasar dari penelitian

ini, yaitu pembelajaran mengenai nilai-nilai kearifan lokal dalam

pendidikan informal, selanjutnya akan dapat dicari tentang

bagaimana pendidikan formal dapat menggunakan nilai-nilai

kearifan lokal dalam pendidikan karakter.

6. Social Studies Learning For The Development Of Empathic

Awereness.by : Erlin Wiyanarti, International Journal of History

Education, vol XII, No.2(December 2011)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Latar belakang penelitian ini adalah adanya kecenderungan

pembelajaran kesadaran yang kuat yang sedang diamati pada

bidang studi sosial disekolah. Permasalahan utama dari penelitian

ini adalah penelitian sosial yang dipelajari bagi pengembangan

kesadaran peseta didik yang kuat pada sekolah dasar di Bandung.

Tujuan dari penelitian ini adalah : (1). membuat model-model

pembelajaran sosial pada program pengembangan kesadaran pada

peserta didik kelas 5 SD, (2) Untuk mengetahui efektifitas

pembelajaran, (3) Untuk mengidentifikasi kesulitan yang dihadapi

para Guru SD dalam mengembangkan pembelajaran bagi

pengembangan karakter dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Metodologi dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

metode multi variasi dengan dua tahap model desain atau strategi

penilaian ganda. Setelah penelitian dilaksanakan berdasarkan

anlisis dan diskusi tahap pertama pada ujicoba dengan

menggunakan model pembelajaran kesadaran yang kuat dan stabil

ditemukan hasil penelitian dengan menggunakan sampling t

berpasangan dengan hasil model pembelajaran sosial dengan

menggunakan story telling efektif dalam mengembangkan

kecerdasan peserta didik pada semua indikator pembelajaran.

Kesulitan yang dihadapi guru lebih berhubungan dengan

tingkat pemahaman kesadaraan, kreatifitas dan tingkat inovasi yang

tidak optimal. Berdasarkan analisis, diskusi dan hasil penelitian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kesimpulan yang didapatkan adalah perkembangan pembelajaran

sesuai dengan tujuan kesadaran yang kuat dalam model

pembelajaran tersebut dapat diaplikasikan melaui perencanaan

manajemen dan implementasi melalui metode story telling yang

memliki impikasi yang baik secara teori dan praktek.

Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,

terkait dengan tujuan pendidikan karakter yang menekankan pada

proses pembelajaran dalam membentuk karakter peserta didik

dengan pengunanan metode-metode pembelajaran yang

memberikan ruang kreatifitas bagi pendidik dan peserta didik.

7. Character Education Intergration In Social Studies Learning.by

Leo Agung International Journal of History Education, vol XII,

No.2 (December 2011).

Di Indonesia banyak terjadi penurunan moral sangat

berpengaruh besar terhadap anak-anak remaja. Penurunan moral

tersebut terjadi melalui penyalah gunaan narkotika, prilaku seksual

dilaur nikah, tindakan kriminalitas dan lain sebagainya. Krisis multi

dimensional tersebut menyebabkan terjadinya penurunan karakter

bangsa dengan demikian maka sudah saat nya bangsa ini kembali

kepada pendidikan yaitu pendidikan karakter. Salah satu mata

pelajaran adalah mata pelajaran ilmu sosial yang mempelajari

tentang individu maupun sebagai anggota suatu kelompok agar

mampu memiliki kemampuan pengetahuan dan kemampuan sosial

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

seperti nilai sosial, norma sosial, interaksi sosial, sosialisasi dan

pembentukan kepribadian.

Mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial sangat erat

kaitanya dengan pendidikan karakter disekolah disetiap jenjang

pendidikan mulai dari dasar sampai pendidikan menengah. Dalam

penelitian ini mata pelajaran ilmu pengetahuan sosial mampu

membentuk karakter peserta didik agar memiliki kecakapan

pengetahuan, beriman dan bertakwa, toleransi, pekerja keras,

kreatif, nasionalis dan mampu bekerjasama.

Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,

terkait dengan konsep dasar pendidikan karakter yaitu bagai mana

membentuk karakter peserta didik melaui mata pelajaran salah

satunya adalah pelajaran ilmu pengetahuan sosial, maka akan dapat

dicari tentang bagaimana dan seperti apa konsep pendidikan

karakter di SMA Negeri Ajibarang.

8. Once Upon a Time : A Grimm Approach to Character Education.by :

Laura Bryan,Ed.D, Journal of Social Studies Research; Spring

2005;29,1; ProQuest Sociology.

Dalam tulisan ini, disajikan tentang bagaimana membentuk

standar moral para peserta didik terhadap kehidupan dan hubungan

antar manusia melalui pendidikan karakter. Kajiannya adalah

meneliti bagaimana seorang anak memiliki rasa hormat, tanggung

jawab, kejujuran, kebenaran, peduli, kewarganegaraan, dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

karakter lainnya yang diinginkan salah satunya melalui cerita

rakyat atau dongeng dimana tujuan dasar dari setiap dongeng

adalah untuk menceritakan kisah yang menghibur. Namun, dalam

kumpulan cerita seperti yang diteliti oleh Grimm bersaudara,

kebenaran unsur hukum moral dan jenis umum pengalaman

manusia disajikan. Ini cerita rakyat tercinta sering meninggalkan

anak-anak lebih baik dan etis daripada sebelum mereka mendengar

atau membacanya, dan mereka juga memberikan gambaran yang

dapat diterima oleh pemahaman anak-anak.

Mengetahui dan memahami dongeng mampu memperkaya

kehidupan anak-anak dan orang dewasa, meskipun tidak semua

prinsip-prinsip etika akan mudah dipahami, kisah-kisah Grimm

bersaudara mengajarkan pembaca tentang pelajaran berharga

melalui dongeng.

Dalam masyarakat yang tampaknya menjadi semakin lebih

keras, membentuk karakter dan nilai-nilai pemuda hari ini harus

menjadi prioritas yang berkelanjutan oleh pendidik. Untuk alasan

itu, mungkin kita harus mempertimbangkan untuk mengambil

pendekatan"Grimm".

Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,

terkait dengan konsep dasar pendidikan karakter yaitu bagai mana

membentuk karakter anak-anak melalui dongeng atau cerita rakyat,

maka akan dapat dicari tentang bagaimana dan seperti apa konsep

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge

dalam pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang.

9. Knowledge and Local Wisdom : Community Treasure Miss

Roikhwanphut Mungmachon PhD Candidate in Intergral

Development Studies Ubon Racthathani University, Thailand,

International Journal of Humanities and Social Sciences, Vol 2

No.13 ; July 2012.

Pendidikan berbasis sekolah yang mengabaikan pentingnya

pengetahuan dan kebijakan lokal pada saat ini perkembangan

tentang kearifan lokal terfokus pada pertumbuhan dibidang

ekonomi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji

pengetahuan tentang kearifan lokal yang terdapat dalam mayarakat

terutama tentang masalah-masalah dampak dari pembangunan yang

menghasilkan masyarakat yang semakin jauh dari kearifan lokal

sehingga menjadi masalah lingkungan dan sosial yang keras

termasuk hilangnya kebijakan dan kearifan lokal.

Globalisasi telah memunculkan dampak negatif yang dapat

dirasakan oleh masyarakat, melalui penelitian ini masyarakat

banyak belajar dari masalah-masalah yang muncul, menemukan

solusi serta membuat masyarakat menjadi kuat dalam menghadapi

berbagai persoalan yang muncul. Melalui pemaknaan kembali

terhadap kearifan lokal dan mengintegrasikan pengetahuan baru

dengan kearifan lokal maka masalah-masalah yang muncul dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dicari solusinya dan adanya perencanaan yang matang dalam

pembangunannya.

Jurnal penelitian ini memiliki relevansi dalam penelitian ini,

terkait dengan konsep dasar tentang kearifan lokal yaitu bagai

mana memecahkan masalah yang muncul dalam masyarakat akibat

dari pembangunan dan globalisasi, maka akan dapat dicari tentang

bagaimana dan seperti apa konsep pemahaman peserta didik

tentang kearifan lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter di

SMA Negeri Ajibarang.

C. Orisinalitas Penelitian

Berdasarkan penelitan terdahulu dan Jurnal Ilmiah maka

peneliti dapat membandinkannya dalam tabel berikut ini:

Tabel 2.1

Perbedaan Antara Orisinalitas Penelitian Dengan Penelitian Terdahulu

No Penelitan Terdahulu Pemhaman Peserta Didik

Tentang Kearifan Lokal Islam

Aboge

1 Pengintegrasian Pendidikan

Karakter Dalam Pembelajaran

Di Sekolah, oleh : Marzuki,

Tahun 2012

Perbedaan dengan penelitian ini

adalah nilai-nilai karakter yang

digunakan adalah kearifan lokal

Islam Aboge yang dimasukan

dalam mata pelajaran muatan lokal

bahasa Banyumasan serta nilai-nilai

budaya dalam Islam Aboge.

2 Menggali Kearifan Lokal

Nusantara Sebuah Kajian

Filsafati, Oleh: Sartini, 2004

Perbedaan yang terdapat dalam

penelitian ini adalah kearifan yang

dikaji adalah kearifan lokal

Nusantara yang beragam bentuk,

fungsi serta pendekatan nilai-nilai

seperti nilai religius, nilai etis,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

estetis, intelektual dan sebagainya,

dalam penelitian tentang kearifan

lokal Islam Aboge dikaji tentang

kearifan lokal Islam Aboge berupa

nilai-nilai menghargai leluhur,

jujur, prihatin dan sebagainya.

3 Pengembangan Pendidikan

Karakter Dan Budaya Bangsa

Berwawasan kearifan Lokal,

oleh: Imam Suyitno, 2012

Penelitian tersebut menjadi acuan

dan dasar dari penelitian ini,

dimana nantinya nilai-nilai kearifan

lokal yang dijadikan sumber dalam

pendidikan karakter termasuk

dengan menggunakan kearifan

lokal dan budaya Islam Aboge .

Selanjutnya dari perbedaan nilai

tersebut, maka akan dapat dicari

tentang bagaimana dan seperti apa

konsep kearifan lokal Islam Aboge

yang dipegang oleh peserta didik di

SMA Negeri Ajibarang Kecamatan

Ajibarang Kabupaten Banyumas

Jawa Tengah.

4 Membangun SDM Bangsa

Melalui Pendidikan Karakter,

oleh: Jalaludin, 2012

Pendi Peneli Penelitian tentang kearifan

lokal Islam Aboge membentuk

identitas, makna dan nilai-nilai

yang berakar dari kearifan lokal

Islam Aboge.

5 Pembelajaran Nilai-Nilai

Kearifan Lokal Sebagai Penguat

Karakter Bangsa Melalui

Pendidikan Informal, Oleh:

Novia Wahyu Wardhani, 2013

Nilai-nilai kearifan lokal pada

tembang Asmarandana dalam

Serat Wulang Reh melalui

pendidikan informal pada

masyarakat Keraton Kasunanan

Surakarta sebagai penguat karakter

bangsa.

Penelitian tersebut menjadi acuan

dan dasar dari penelitian ini, yaitu

pembelajaran mengenai nilai-nilai

kearifan lokal dalam pendidikan

informal, selanjutnya akan dapat

dicari tentang bagaimana

pendidikan formal dapat

menggunakan nilai-nilai kearifan

lokal dalam pendidikan karakter,

sementara penelitian tentang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

kearifan lokal Islam Aboge

menggunakan kearifan lokal Islam

Aboge yang dimasukan dalam

pemebelajaran.

6 Social Studies Learning For The

Development Of Empathic

Awereness. by : Erlin Wiyanarti

Dalam penelitian tersebut dijelakan

bagaimana mengembangkan

karakter dalam mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial dengan

menggunalkan metode story telling

bagi siswa kelas lima Sekolah

Dasar, dalam penelitian tentang

kearifan lokal Islam Aboge

pengembangan karakter ditujukan

pada peserta didik di SMA Negeri

Ajibarang mellui pengembangan

kurikulum yang masukan dalam

mata pelajaran bahasa

Banyumasan.

7

Character Education

Intergration In Social Studies

Learning.by Leo Agung

Dalam penelitian tentang kearifan

Lokal Islam Aboge memiliki

relevansi dalam penelitian ini,

terkait dengan konsep dasar

pendidikan karakter yaitu bagai

mana membentuk karakter peserta

didik melaui mata pelajaran salah

satunya adalah pelajaran ilmu

pengetahuan sosial, maka akan

dapat dicari tentang bagaimana dan

seperti apa konsep pendidikan

karakter di SMA Negeri Ajibarang.

8 Once Upon a Time : A Grimm

Approach to Character

Education.by : Laura

Bryan,Ed.D

Dalam penelitian mengenai

kearifan lokal Islam Aboge

pembentukan karakter dari ajaran

Islam Aboge seperti menghargai

leluhur, ikhlas, sabar, prihatin yang

disampaikan melaui dongeng atau

cerita yang dituturkan oleh orang

tua.

9 Knowledge and Local Wisdom :

Community Traesure, Miss

Roikhwanput Mungmachon

Dalam penelitian mengenai

kearifan lokal Islam Aboge dapat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

digunakan sebagai pembentuk

karakter yang dimasukan dalam

kurikulum berbasisi kearifan lokal.

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu maka penelitian

tentang Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam

Aboge memiliki perbedaan dan belum diteliti sebelumnya antara lain

sebagai berikut:

a. Menggunakan nilai-nilai karakter kearifan lokal Islam Aboge.

b. Pembentukan identitas dan makna tentang karakter berdasarkan

kearifan lokal Islam Aboge.

c. Pembentukan karakter di SMA Negeri Ajibarang.

d. Kearifan lokal Islam Aboge dalam membentuk karakter antara lain

menghargai leluhur, ikhlas, sabar, prihatin, temenan dan jujur.

D. Landasan Teori

George Ritzer mendefinisikan paradigma sebagai suatu

pandangan fundamental tentang pokok-pokok persoalan dalam cabang

ilmu pengetahuan. Paradigma dipakai untuk membatasi hal yang akan

dipelajari, pertanyaan yang bagaimana yang harus ditanyakan dan

peraturan yang bagaimana yang harus ditaati dalam hal memahami

jawaban-jawaban yang diperoleh. Paradigma sebagai unit konsensus

yang luas dalam ilmu penegtahuan yang dapat membedakan antara

ilmuwan yang satu dengan ilmuwan yang lain, begitu pula teori-teori,

metode-metode dan sarana-sarana yang terdapat didalamnya. Ritzer

membedakan tiga paradigma dalam sosiologi:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

a. Paradigma Fakta Sosial( social fact paradigm),

b. Paradigma Definisi Sosial(social definition paradigm), dan

c. Paradigma Perilaku Sosial(social behavior paradigm).

1. Teori Interaksionisme Simbolik

a. Perspektif Interaksi Simbolik

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori

Interaksionisme Simbolik dalam mengkaji topik penelitian

tentang kearifan lokal Islam Aboge. Peneliti berusaha memahami

perilaku manusia dari sudut pandang subyek. Perspektif ini

menyarankan bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai

proses yang memungkinkan manusia membentuk dan mengatur

perilaku mereka dengan mempertimbangkan ekspektasi orang lain

yang menjadi mitra interaksi mereka. Definisi yang mereka

berikan kepada orang lain, situasi, objek dan bahkan diri mereka

sendirilah yang menentukan perilaku mereka. Perilaku mereka

tidak dapat digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls,

tuntutan budaya atau tuntutan peran. Manusia bertindak hanyalah

berdasarkan definisi atau penafsiran mereka atas objek-objek di

sekeliling mereka. Tidak mengherankan bila frase-frase “definisi

situasi” , “realitas terletak pada mata yang melihat” dan “bila

manusia mendefinisikan situasi sebagai riil, situasi tersebut riil

dalam konsekuensinya” sering dihubungkan dengan

interaksionisme simbolik(Mulyana, 2001:70).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Interaksionisme Simbolik mempelajari sifat interaksi yang

merupakan kegiatan sosial dinamis manusia. Bagi perspektif ini,

individu itu bukanlah seseorang yang bersifat pasif, yang

keseluruhan perilakunya ditentukan oleh kekuatan-kekuatan atau

struktur-struktur lain yang ada di luar dirinya, melainkan bersifat

aktif, reflektif dan kreatif, menampilkan perilaku yang rumit dan

sulit diramalkan. Oleh karena individu akan terus berubah maka

masyarakat pun akan berubah melalui interaksi itu. Struktur itu

tercipta dan berubah karena interaksi manusia, yakni ketika

individu-individu berpikir dan bertindak secara stabil terhadap

seperangkat obyek yang sama (Mulyana, 2001:59). Jadi, pada

intinya, bukan struktur masyarakat melainkan interaksi lah yang

dianggap sebagai variabel penting dalam menentukan perilaku

manusia. Melalui percakapan dengan orang lain, kita lebih dapat

memahami diri kita sendiri dan juga pengertian yang lebih baik

akan pesan-pesan yang kita dan orang lain kirim dan terima (West,

2008: 93).

Interaksionisme simbolik didasarkan pada ide-ide tentang

individu dalam melakukan interaksinya dengan masyarakat. Esensi

interaksi simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri

manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi

makna.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Menurut teoritisi Interaksionisme Simbolik, kehidupan

sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan

menggunakan simbol-simbol. Secara ringkas, interaksionisme

simbolik didasarkan pada premis-premis berikut: Pertama,

kemampuan berpikir dibentuk oleh interaksi sosial, Kedua, dalam

interaksi sosial manusia mempelajari arti dan simbol yang

memungkinkan mereka menggunakan kemampuan berpikir mereka

yang khusus itu, Ketiga, makna dan simbol memungkinkan

manusia melajutkan tindakan khusus dan berinteraksi, Keempat,

manusia mampu mengubah arti dan simbol yang mereka gunakan

dalam tindakan dan interaksi berdasarkan penafsiran mereka

terhadap situasi, Kelima, tindakan dan interaksi yang saling

berkaitan akan membentuk kelompok dan mayarakat

(Ritzer, 2004:289).

Teori ini berpandangan bahwa kenyataan sosial

didasarkan kepada definisi dan penilaian subjektif individu.

Struktur sosial merupakan definisi bersama yang dimiliki individu

yang berhubungan dengan bentuk-bentuk yang cocok, yang

menghubungkannya satu sama lain. Tindakan-tindakan individu

dan juga pola interaksinya dibimbing oleh definisi bersama yang

sedemikian itu dan dikonstruksikan melalui proses interaksi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ralph Larossa dan Donald C. Reitzes (1993) mengatakan

bahwa ada tiga tema besar yang mendasari asumsi dalam teori

interaksi simbolik (West & Turner, 2008 : 98-104) :

1). Pentingnya makna bagi perilaku manusia

a) Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna

yang diberikan orang lain terhadap mereka.

b) Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.

c) Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

2). Pentingnya konsep mengenai diri

a) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui

interaksi dengan orang lain.

b) Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk

berperilaku.

c) Hubungan antara individu dan masyarakat.

d) Orang dan kelompok- kelompok dipengaruhi oleh proses

budaya dan sosial.

e) Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

Pendidikan adalah proses internalisasi kebiasaan bersama

komunitas ke dalam diri aktor. Pendidikan adalah proses yang

esensial karena menurut pandangan Mead, aktor tidak mempunyai

diri dan belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga

mereka tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang

dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

aktor harus dapat menginternalisasikan sikap-sikap bersama

komunitas(Ritzer, 2004:288).

b. Penbelajaran Makna dan Simbol

Interaksionisme Simbolik menyetujui pentingnya interaksi

sosial, makna bukan berasal dari proses mental yang menyendiri

tetapi berasal dari interaksi. Manusia mempelajari simbol dan

makna didalam interaksi sosial. Manusia menaggapi tanda-tanda

dengan tanpa berpikir. Sebaliknya mereka menaggapi simbol

dengan cara berpikir.” Simbol adalah objek sosial yang dipakai

untuk merepresentasikan(menggantikan) apapun yang disetujui

orang yang akan orang reprensentasikan” (Charon, 1998:47dalam

Ritzer, 2004:292).

Simbol adalah aspek penting yang memungkinkan orang

bertindak dengan cara-cara yang khas dilakukan manusia. Karena

simbol, manusia tidak memberikan respon secara pasif terhadap

realitas yang memaksakan dirinya sendiri, tetapi secara aktif

menciptakan dan mencipta ulang dunia tempat mereka

berperan(Charon, 1998:69 dalam Ritzer, 2004:292).

Simbol pada umumnya dan bahasa pada khususnya

mempunyai sejumlah fungsi khusus bagi aktor yaitu:

Pertama, simbol memungkinkan orang menghadapi dunia material

dan dunia sosial dengan memungkinkan mereka untuk mengatakan,

menggolongkan dan mengingat objek yang mereka jumpai, Kedua,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

simbol meningatkan kemampuan manusia untuk memahami

lingkungan, Ketiga, simbol meningkatkan kemampuan untuk

berpikir, Keempat, simbol meningkatkan kemampuan untuk

menyelesaikan berbagai masalah, Kelima, simbol memungkinkan

aktor mendahului waktu, ruang dan bahkan pribadi mereka sendiri.

(Miller, 1981 dalam Ritzer, 2004:293).

2. Sosiologi Pendidikan

a. Sosiologi Sebagai Pendekatan Studi Pendidikan

Sosiologi pendidikan dapat membantu memahami

perencanaan, proses implementasi dan implikasi penerapan

program maupun kebijakan pendidikan tertentu. Sebagaimana

peran sosiologi pada umumnya, sosiologi pendidikan memberikan

sumbangan pencerahan, menawarkan kepada setiap orang atau

kelompok mana saja yang berusaha melakukan perubahan dalam

proses penyelenggaraan pendidikan (Meighan dan Harber, 2007:

5-6).

Sosiologi pendidikan memiliki kepekaan dan kesadaran

sosial yang tinggi sehingga dapat melihat ketimpangan, hilangnya

rasa keadilan, dan penyingkiran manusia dalam dunia pendidikan.

Dengan sosiologi pendidikan dapat memahami tingkat

perkembangan masyarakat disekitarnya yang digunakan sebagai

dasar menata, merancang dan merumuskan program maupun

kebijakan pendidikan yang relevan dengan masyarakat, serta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memberi sumbangan bagi praktisi pendidikan dalam rangka

mengantar para siswa untuk sampai kepada tujuan membangun

manusia yang lebih bermartabat(Maliki, 2008:11).

b. Perspektif Sosiologi Pendidikan

Dalam pembagian perspektif sosiologi pendidikan

diperlihatkan perbedaan sosiologi pendidikan yang berorientasi

pada dimensi kajian makro dengan teori-teori yang berpayung pada

kajian makro. Di lain pihak digambarkan sosiologi pendidikan

yang memilih perspektif mikro dengan sejumlah teori yang

berpayung dalam perspektif mikro. Pada level kajian mikro

sosiologi pendidikan memilih fokus kajian pada ranah subyektif

yang memahami realitas pendidikan tidak dari luar individu tetapi

lebih memahami pada tataran individu, tataran konstruk, persepsi,

penafsiran dan pemaknaan individu terhadap dunia pendidikan.

Perspektif ini lebih menekankan pada upaya memahami

dunia makna( the ralm of meaning), makna atau penafsiran yang

diberikan oleh aktor atau individu terhadap dunia pendidikan.

Kajian sosiologi pendidikan perspektif mikro, mencari pemahaman

masalah pendidikan ke dunia makna. Kemajuan dan kemunduran,

keberhasilan dan kegagalan dalam dunia pendidikan pada ranah

teori-teori perspektif mikro dilakukan dengan cara memahami

model pengetahuan, pengalaman, persepsi, dan cara aktor

memahami permasalahan pendidikan seperti dalam perspektif

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Konstruksionis, Interaksionisme Simbolik, Fenomenologi,

Dramaturgi dan Etnometodologi(Maliki, 2008:14).

c. Paradigma Baru Pendidikan

Dalam pendidikan terdapat sejumlah paradigma yaitu

paradigma klasik atau paradigma behavioristik, paradigma

konstruktivisik dan paradigma social cognitive. Penelitian ini

menggunakan paradigma social cognitive yang dikembangkan oleh

Bredo dengan memanfaatkan psikologi fungsional dan filsafat

pragmatisme dari karya James, Dewey, dan Mead. Asumsi

dasarnya dibangun berdasarkan prinsip bahwa individu selalu

berdialog berasama lingkungannya, individu mengembangkan

struktrur atau memproduksi dunia disekitarnya. Pendidikan dan

pembelajaran yang mendasarkan pada individu selalu berdialog

dengan struktur ini kemudian memanfaatkan jasa teori sosial

seperti sosiologi.

Dalam paradigma social cognitive, pembelajaran di setting

sehingga para siswa bisa menggunakan sistem pengetahuan yang

dimilikinya dan digunakan untuk berdialog dengan lingkungannya.

Pembelajaran atau pemikiran dilakukan melalui tindakan yang

dapat mengubah situasi. Situasi yang berubah tersebut mengubah

cara pembelajaran yang dilakukan sisiwa. Dua faktor tersebut,

yakni siswa/ peserta didik sebagai individu selalu berdialog secara

terus menerus dengan struktur atau lingkungan disekitarnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gagasan terpentingnya pembelajaran adalah aktivitas

yang difasilitasi, yang didalamnya artefact atau bentuk ragam

budaya yang ada menjadai faktor yang amat penting. Artifak itu

berupa fisik seperti buku, alat-alat, namun bisa alat-alat simbolik

seperti bahasa. Bahasa yang selalu muncul menjadi media dalam

proses hubungan antara individu, hubungan sosial amat diperlukan

dalam pembelajaran.

Dengan demikian pembelajaran dalam perspektif ini

diartikan sebagai aktifitas sosial dan kolaborasi dengan cara siswa

mengembangkan pemikiran bersama-sama, pembelajaran

dilakukan secara partisipatoris, yang dipelajari bukan hanya apa

yang dimiliki individu namun sesuatu yang bisa dibagikan dengan

orang lain oleh karena itu pembelajaran sangat bernilai yaitu hasil

dari partisipasi dalam berbagai bentuk antara lain dengan cara

melihat kehidupan ini dari sudut pandang tertentu, termasuk

pembelajaran membentuk kehidupan praktis dimasyarakat

(Gardner, 2006:57).

E. Kerangka Pikir

Teori Interaksionisme simbolik didasarkan pada ide-ide

tentang individu dan interaksinya dengan masyarakat. Esensi interaksi

simbolik adalah suatu aktivitas yang merupakan ciri manusia, yaitu

komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Pendidikan

adalah proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

aktor, pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut

pandangan George Herbert Mead, aktor tidak mempunyai diri dan

belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga mereka

tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang dilakukan

komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian, aktor harus

menginternalisasikan sikap-sikap yang dimiliki oleh komunitas

melalui pendidikan.

Pendidikan adalah sebuah usaha yang ditempuh oleh

manusia dalam rangka untuk memperoleh ilmu pengetahuan yang

kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berprilaku yang

akhirnya menjadi watak, karakter atau kepribadian tersebut selaras

dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berfungsi mengembangkan

kemampuan dan membentuk karakter peserta didik. Pandangan serupa

diungkapkan oleh Thomas Lickona yang mendefinisikan karakter

sebagai “A reliable inner disposition to respond to situations in a

morally good way.” Selanjutnya, Lickona menambahkan, “Character

so conceived has three interrelated parts: moral knowing, moral

feeling, and moral behavior” (Lickona, 1991: 51). Karakter mulia

(good character), dalam pandangan Lickona, meliputi pengetahuan

tentang kebaikan (moral khowing), lalu menimbulkan komitmen (niat)

terhadap kebaikan (moral feeling), dan akhirnya benar-benar

melakukan kebaikan (moral behavior). Dengan kata lain, karakter

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap

(attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan

keterampilan (skills) melalui pendidikan karakter, dalam proses

pembentukan karakter peserta didik dikembangkan melalui kurikulum

kemudian kurikulum tersebut disusun dengan memasukan nilai-nilai

kearifan lokal. Pandangan kearifan lokal menurut Rahyono, kearifan

lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok

etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya,

kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui

pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang

lain. Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat

tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang,

sepanjang keberadaan masyarakat tersebut (Rahyono, 2009:7).

Dengan memasukan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam kurikulum

menjadi kurikulum berbasis kearifan lokal dari kurikulum kearifan

lokal terbentuk karakter, dimana pembentukan karakter dipengaruhi

oleh dua faktor yaitu faktor lingkungan dan faktor bawaan dalam hal

ini faktor lingkungan menjadi hal yang penting untuk menganalisis

pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge.

Kearifan lokal Islam Aboge adalah hasil dari masyarakat

tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh

masyarakat yang lain sehingga memunculkan nilai-nilai dan norma-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

norma yang mengatur bagaiamana bersikap, bertingkah laku yang

tercermin dalam perilaku sehari- hari.

Berikut ini skema kerangka berpikir yang akan mempermudah

dan memahami masalah penelitian :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bagan 1.

Kerangka Berpikir

Masyarakat Banyumas

Kearifan Lokal

Kearifan Lokal Islam

Aboge

Pengembangan Karakter

1. Menghargai leluhur

2. Sabar

3. Prihatin

4. Guyub Rukun

5.Temenan

6. Pasrah

Pengaruh Pada Karakter

Peserta Didik di SMA

Negeri Ajibarang

1. Responsive

2. Semangat

3. Bertanggung Jawab

4. Ikhlas

Pengembangan Karakter

Berbasis Kearifan Lokal

Strategi Pelestarian

1. Pendidikan

2. Keluarga

3. Pengajian Rutin

4. Silaturahmi

5.Sodakoh

6. Melaksanakan Tradisi

Teori

Interaksionis

me Simbolik

Sosiologi

Pendidikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODE PENELITAN

A.Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Ajibarang,

Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, serta di Desa Kracak

yang termasuk dalam daerah pedesaan dengan hubungan sosial antara

warga masyarakat yang masih terjaga, aktivitas desa tersebut masih

bersifat tradisional, namun dengan beberapa pola modernisasi akibat

munculnya perubahan sosial ataupun arus urbanisasi. Lokasi

penelitian di SMA Negeri Ajibarang dan di Desa Kracak tersebut

dipilih karena beberapa alasan, yaitu :

a. Banyak tersedia informan, dengan latar belakang pemahaman Islam

Aboge yang beragam. Artinya dalam penelitian ini, akan

didapatkan keanekaragaman makna dan jawaban dari informan.

Informan utama yaitu peserta didik di SMA Negeri Ajibarang, serta

informan pendukung antara lain: Kepala Sekolah, Wakil Kepala

Sekolah Urusan Kurikulum, Guru, Guru Pendidikan Agama Islam,

Guru Bahasa Banyumasan dan tokoh Islam Aboge.

b. Konsep kearifan lokal Islam Aboge menjadi hal yang berkenaan

dengan nilai-nilai tradisi sehingga terus dipertahankan. Di

masyarakat Desa Kracak, konsep kearifan lokal ini terus

dipertahankan dalam masyarakat dan menjadi bagian dari nilai dan

norma sosial.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan ( antara bulan Juni

2012 – Januari 2013 ), dengan dilakukan tahapan seperti berikut ini :

a. Bulan Juni-Juli, penyusunan proposal penelitian

b. Bulan Juli – Agustus, revisi proposal

c. Bulan September – November, terjun lapangan / pencarian data

d. Bulan Desember Januari , analisis data dari lapangan sekaligus

recek kembali data yang diperoleh dari lapangan.

Tabel 3.1

Waktu dan Kegiatan Penelitian

B. Bentuk Dan Strategi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan pada judul penelitian ini, maka jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan strategi

penelitian studi kasus. Penelitian Kualitatif menurut Gorman dan

Clayton dalam meaning of event, adalah dari apa yang diamati

penulis. Laporannya berisi amatan berbagai kejadian dan interaksi

yang diamati langsung penulis dari tempat kejadian. Tujuan akhir

No Kegiatan Juli Agst Sep Okt Nov Des Jan Feb Mret April Mei

1. Persiapan

2. Pengumpulan

data

3. Analisis data

4. Penyusunan

Laporan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari penelitian kualitatif adalah untuk memahami apa yang

dipelajari dari perspektif itu sendiri dari sudut pandang kejadiannya

itu sendiri (Santana, 2007:28). Jadi dalam penelitian tentang

pemahaman peserta didik tentang pemahan tentang kearifan lokal

Islam Aboge dalam pendidikan karakter, bertujuan untuk

memperoleh informasi secara holistic dan verstehen ( jadi tidak

hanya melihat bagian luarnya saja ), sehingga penulis mampu

menangkap pemahaman tentang kearifan lokal Islam Aboge dalam

pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang yang dilontarkan

atau dimaksudkan oleh informan.

Untuk mengungkapkan realitas sosial dalam proses

pemahaman kearifan budaya lokal dalam pendidikan karakter,

dibutuhkan penelitian secara mendalam dan holistik dengan

mengajukan berbagai pertanyaan yang bersifat terbuka kepada

subjek yang akan diteliti. Wawancara dilakukan secara mendalam,

bersifat informal dan tidak berstruktur. Metode penelitian yang

digunakan merupakan metode kajian komunitas eksplanasi, yaitu

proses pencarian pengetahuan dan pemahaman yang benar tentang

berbagai aspek sosial komunitas melalui eksplanasi (menjelaskan)

faktor penyebab suatu kejadian atau gejala sosial yang

dipertanyakan, atau gejala sosial melalui data kualitatif. Pendekatan

yang digunakan dalam penelitian ini adalah subjektif mikro, yaitu

upaya untuk memahami sikap, pola perilaku dan upaya-upaya yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berkaitan dengan masalah yang dipertanyakan dalam penelitian,

dengan menggunakan strategi studi kasus.

2. Strategi Penelitian

Studi kasus menurut Stake(1994) dan Yin(1996) adalah

penerapan serangkaian metode kerja penelitian untuk memperoleh

pengetahuan dan pemahaman atas suatu atau lebih kejadian/ gejala

sosial(Sitorus, 2006 ). Berdasarkan pengertian tersebut, maka studi

kasus tersebut dianggap relevan untuk mengkaji masalah yang

dihadapi terhadap pemahaman kearifan lokal Islam Aboge dalam

pendidikan karakter. Penelitian ini akan membahas penelitian

secara konfrehensif pemahaman peserta didik tentang kearifan

lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter di SMA Negeri

Ajibarang, Kecamatan Ajibarang, Kabupaten Banyumas, Jawa

Tengah. Tipe studi kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus

instrumental, yaitu studi kasus yang memerlukan kasus sebagai

instrumen untuk memahami masalah tertentu.

C. Data Dan Sumber Data

Data adalah informasi sahih dan terpercaya yang

diperlukan untuk analisis dalam penelitian. Data yang digunakan

dalam penelitian lapangan menggunakan data primer dan data

sekunder. Data primer ialah data yang diperoleh dari informasi dan

pengalaman lapangan. Data sekunder ialah data yang diperoleh dari

statistik, litelatur dan laporan atau publikasi yang diperoleh dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

instasi-instasi/lembaga-lembaga terkait serta data pendukung yang

ada seperti: data monografi SMA Negeri Ajibarang Kecamatan

Ajibarang, dan dokumen lain yang diperlukan dalam penelitian ini.

Data primer yang bersumber dari informasi, yaitu para peserta

didik di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan Ajibarang, tokoh

formal seperti Kepala Sekolah, guru, guru mata pelajaran muatan

lokal Bahasa Banyumasan dan tokoh informal yang dijadikan

informal adalah pamong budaya Banyumasan dan tokoh Islam

Aboge yang keseluruhannya berjumlah 17 orang. Data sekunder

diperoleh dengan melakukan kegiatan studi kepustakaan atau

literatur yang bersumber dari instansi-instansi terkait serta data

pendukung seperti: data monografi SMA Negeri Ajibarang

Kecamatan Ajibarang, dan dokumen lain yang diperlukan dalam

penelitian ini. Lebih jelasnya cara-cara pengumpulan data dalam

penelitian ini dapat didilihat pada tabel 3.1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 3.2

Metode Pengumpulan Data.

No Tujuan Data&

informasi

Sumber Metode Rekam

an

1 2 3 4 5 6

1 Menganalisis

keberhasilan dan

kelemahan

program

Pendidikan

karakter

Data peta

sosial SMA

Negeri

Ajibarang

Pendidikan

karakter

Pemahaman

kearifan

lokal Islam

Aboge

Keterlibatan

peserta didik

Laporan

praktek

lapangan

I & II

UU Sisdik

nas

Guru,

kepala

sekolah

Peserta

didik

Pengamatan

Studi

dokumentasi

Wawancara

FGD

Prktek

lapanga

n I & II

dan

dokume

n

2 Menganalisis

tingkat

pemahaman

peserta didik

terhadap kearifan

lokal Islam Aboge

Pemahaman

terhadap

kearifan

lokal islam

aboge

Karakter

kearifan

lokal Islam

Aboge

Tokoh

agama

Tokoh

masyarakat

Guru

Kepala

sekolah

Peserta

didik

Wawancara

FGD

Studi

dokumentasi

Pengamatan

Catatan

harian

Dokum

en

D. Sampling

Sutopo menjelaskan bahwa teknik sampling atau cuplikan

merupakan bentuk khusus atau proses bagi pemusatan atau

pemilihan dalam penelitian yang mengarah pada seleksi. Fokus

teknik cuplikan dalam kualitatif ini lebih bersifat selektif (Sutopo,

2001:54-55). Peneliti mendasarkan pada landasan kaitan teori yang

digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik empiris yang

dihadapi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini ada

dua yaitu tenik purposive sampling dan snow ball sampling.

Menurut Goetz Le Compte bahwa purposive sampling yaitu teknik

mendapatkan sample dengan memilih individu-individu yang

dianggap mengetahui informasi, mengetahui permasalahan secara

mendalam serta dapat dipercaya untuk menjadi sumber data

(Sutopo,2002: 185). Sedangkan menurut Patton, purposive

sampling adalah pemilihan informan yang dipandang paling kuuat

sehingga terdapat kemungkinan pilihan informan dapat

berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti

dalam memperoleh data (Sutopo,2002:185)

Dalam penelitian ini, teknik yang ke dua adalah snowball

sampling. Yin mengatakan bahwa tipe sampling semacam ini

berupa seorang peneliti datang dalam suatu lokasi untuk

menetapkan informan yang ditemuinya di lapangan. Dari informan

tersebut, maka peneliti akan mampu memperoleh informan lain

yang berasal dari rujukan si informan pertama, dan begitu

seterusnya sampai ditemukannya informan yang mampu dan

dianggap sebagai key informan. Dari key informan ini maka akan

memperoleh kelengkapan data yang diperlukan dalam penelitian

(Sutopo, 2002:57).

Maka dalam penelitian ini yang pertama kali ditemui

berdasarkan pra penelitian adalah peserta didik SMA Negeri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ajibarang, Kecamatan Ajibarang. Dari orang tersebut maka

diharapkan akan memperoleh keterangan atau informasi tentang

bagaimana pemahaman peserta didik terhadap kearifan lokal Islam

Aboge. Melalui informan pertama ini, selanjutnya peneliti meminta

rujukan atau akan diberikan rujukan untuk menemukan informan

selanjutnya, begitu seterusnya sampai dapat ditemukannya jawaban

atas rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan untuk mengumpulkan data-data

diatas, dilakukan dengan cara :

1. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan

adalah dengan wawancara dan observasi partisipan. Teknik

wawancara yang dipilih dalam penelitian ini adalah wawancara

secara tak terstruktur atau dikenal pula dengan wawancara

mendalam. Soegiono menjelaskan bahwa wawancara tidak

berstruktur adalah wawancara yang telah tersusun secara

sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya (Soegiono,

2005: 74). Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa

garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Jadi

dalam wawancara jenis ini akan tercipta suasana yang lebih

santai, tidak kaku sehingga memberikan suasana yang nyaman

bagi informan dalam menyampaikan pendapat dan argumen atas

pertanyaan dari peneliti.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Observasi atau pegamatan, adalah teknik pengumpulan data

yang bersifat non verbal, biasanya berupa studi lapangan di

mana peneliti berperan sebagai pengamat. Observasi yang

digunakan dalam penelitian ini adalah observasi secara langsung

dan bersifat partisipan. Bodgan dan Taylor mengatakan

observasi partisipan adalah suatu periode interaksi sosial yang

intensif antara peneliti dan subjek dalam suatu lingkungan

tertentu(Ahmadi, 2005: 102) . Dalam observasi partisipan ini,

maka peneliti ikut terjun langsung dalam mengamati

pemahaman peserta didik terhadap kearifan lokal Islam Aboge.

3. Metode Focus Group Discussion (FGD)

Focus Group Discusion(FGD) adalah metode

pengumpulan data dimana pengkaji memilih orang-orang yang

dianggap mewakili sejumlah publik atau populasi yang berbeda.

Menurut Sumarjo dan Saharudin (2006), FGD merupakan suatu

fokus yang dibentuk saling membagi informasi dan pengalaman

diantara para peserta diskusi dalam membahas suatu masalah

khusus yang telah terdefinisiskan sebelumnya. Dalam konteks

penelitian ini FGD dilakukan satu kali dengan peserta dari tokoh

masyarakat desa Kracak, anggota karang taruna, kepala sekolah

dan tenaga pendidik /guru yang berdinas di SMA Negeri

Ajibarang, perwakilan peserta didik dan sesepuh Islam Aboge.

Adapun agenda FGD adalah untuk menganalisis masalah dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pemecahan masalah pemahaman peserta didik tentang kearifan

lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter.

4. Studi Dokumentasi

Menurut Schatzman dan Strauss bahwa dokumen

merupakan bahan yang penting dalam penelitian kualitatif.

Selain itu juga menurut mereka, sebagian dari metode lapangan

peneliti dapat menggunakan dokumen historis dan sumber-

sumber sekunder lainya karena kebanyakan situasi yang dikaji

mempunyai sejarah dan dokumen-dokumen ini sering

menjelaskan aspek dari situasi tersebut(Mulyana,2001:195) .

Studi dokumentasi dilakukan dengan menelaah beberapa

laporan, buku, arsip dan catatan tentang kearifan lokal Islam

Aboge dalam kaitanya dengan pendidikan karakter di SMA

Negeri Ajibarang yang relevan. Agar proses pengumpulan data

terarah dan teratur digunakan pedoman pengumpulan data yang

meliputi wawancara, FGD dan observasi.

F. Validitas Data

Validitas data dimaksudkan sebagaii pembuktian bahwa

data yang sudah diperoleh peneliti sesuai dengan realitas di lokasi

penelitian. Validitas diartikan sebenar-benarnya atau senyatanya

(Neuman, 2000: 171). Data yang diperoleh dalam penelitian

kualitatif kesahihanya diperoleh dengan teknik trianggulasi.

Pengujian validitas data dalam penelitian ini akan dilakukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan cara trianggulasi data yaitu : measuring distance betwen

objects by making observation from multiple position (Neuman,

2000 :124-1255). Maksudnya untuk mendapatkan data yang tidak

hanya diambil dari satu sumber melainkan dari beberapa sumber.

Hal ini dilaksanakan dalam rangka untuk mengecek kebenaran data

yang sejenis yang diperoleh peneliti dari sumber yang lain, dengan

demikian suatu data akan dikontrol oleh data yang sama tetapi

berasal dari sumber yang berbeda.

Menurut Moleong trianggulasi merupakan teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lahir diluar data itu (Moleong, 2007 : 330). Menurut Patton, teknik

trianggulasi ada enpat macam yaitu sebagai berikut :

1) Trianggulasi data (data trianggulation) yaitu peneliti

menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan

data yang sama.

2) Trianggulasi peneliti (investigator trianggulation) yaitu hasil

penelitian baik data maupun simpulan mengenai bagian

tertentu atau keseluruhanya diuji validitasnya dari beberapa

peneliti.

3) Trianggulasi metode (methodoloical trianggulation) yaitu

penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik atau

metode pengumpulan data yang berbeda.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4) Trianggulasi teori (theoretical trianggulation) yaitu trianggulasi

yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif

lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang

dikaji (Sutopo, 2002 : 78).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan

trianggulasi data(sumber) dan trianggulasi metode.

Trianggulasi data yaitu pengumpulan data dengan

menggunakan berbagai sumber untuk mengumpulkan data

yang sama. Informasi yang diperoleh selau dibandingkan dan

diuji dengan data atau informasi yang lain untuk mengeceek

kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melui alat dan

waktu yang berbeda. Sedangkan trianggulasi metode yaitu

pengumpulan data yang berbeda. Dalam penelitian ini teknik

yang digunakan yaitu wawancara, observasi, FGD dan studi

dokumentasi.

Untuk mengembangkan validitas data penelitian,

peneliti menggunakan teknik review informan atau cross check

data. Teknik ini dilakukan dengan cara menginformasikan

ulang tentang data yang sudah diperoleh peneliti kepada

informan untuk memperoleh kebenaran dan kebaikan data,

sehingga apabila terdapat kekeliruan atau ketidaklengkapan

data dari informasi sebelumnya, khususnya yang dipandang

sebagai informan kunci atau key informan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan hal terpenting dalam penelitian

karena sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil peneliitian.

Menurut Bodgan dan Biklen menyatakan bahwa analisis data

adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mentesiskannya, mencari dan mengumpulkan pola,

menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain(Moleong, 2007 : 248). Menurut Miles dan Hubermas analisis

alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,

penyederhanaan dan abstaksi data dari fieldnote (catatan

lapangan). Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang

penelitian hingga laporan akhir untuk mempertegas,

mempermudah, membuang hal yang tidak ppenting serta

mengatur data sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

2. Penyajian Data atau Display

Penyajian data adalah rakitan organisasi informasi yang

memungkinkan kesimpulan peneliti dapat dilakukan dengan

melihat penyajian data, dapat dipahami dengan berbagai hal

yang terjadi dan memungkinkan untuk mengerjakan sesuatu

pada anlisis ataupun tindakan lain berdasarkan pemahaman

penyajian data yang dapat meliputi berbagai matriks, skema dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tabel. Semuanya dirancang untuk merakit informasi secara

teratur agar mudah dilihat dan dimengerti dalam bentuk yang

kompak.

3. Penerikan Kesimpulan dan Verifikasi

Penerikan kesimpulan merupakan kesimpulan penelitian

yang telah diteliti dari awal hingga akhir. Penarikan kesimpulan

merupakan sebagian dari kegiatan konfigurasi yang bersifat

utuh. Kesimpulan akhir ditentukan sampai proses pengumpulan

data berakhir. Dalam melakukan penarikan kesimpulan peneliti

bersifat terbuka yang artinya apabila pada akhir penelitian

menggunakan data yang kurang akkrat, maka peneliti tidak

segan-segan untuk mengadakan penyimpulan ulang.

Komponen analisis tersebut aktivitasnya berbentuk

interaksi dengan proses pengumpulan data berbentuk siklus.

Dalam bentuk ini peneliti tetap bergerak diantara keempat

komponen yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data

dan penarikan kesimpulan. Untuk lebih jelasnya, proses analisis

interaktif dapat digambarkan(Miles & Habermas, 1992 : 20)

sebagai berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bagan 2.

Model Analisis Data Interaktif

Keterangan :

Penelitian yang menggunakan format studi kasus, baik terhadap

individu atau kelompok lazimnya menggunakan analisis kualitatif.

Karenanya analisis kualitatif fokusnya pada menunjukan makna,

deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-

masing dan seringkali melukiskannya di dalam kata-kata daripada

angka-angka (Faisal, 1995: 269).

Setiap catatan harian yang dihasilkan, apakah hasil

wawancara atau hasil observasi perlu direduksi dan dimasukkan ke

dalam pola, kategori, fokus, atau tema tertentu yang sesuai. Hasil

reduksi tersebut perlu di ”display” secara tertentu untuk masing-

masing pola, kategori, fokus atau tema yang hendak dipahami dan

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan

Kesimpulan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dimengerti duduk soalnya. Dan akhrinya peneliti dapat mengambil

kesimpulan-kesimpulan tertentu dari hasil pemahaman dan

pengertiannya. Pengumpulan data, reduksi data, display data dan

pengambilan kesimpulan bukanlah sesuatu yang berlangsung secara

linear melainkan suatu siklus yang interaktif. Dalam melakukan

penarikan kesimpulan peneliti bersikap terbuka arrtinya jika diakhir

penelitian ditemukan data yang kurang akurat maka peneliti tidak

segan-segan untuk mengadakan penyimpulan ulang.

H. Prosedur Penelitian

Langkah-langkah penelitian kualitatif tidak dapat ditentukan

secara pasti seperti halnya penelitiann kuantitatif. Menurut Usman dan

Purnomo, langkah-langkah penelitian kualitatif dapat dibagi menjadi

lima yaitu :

1. studi pendahuluan untuk penjajagan keadaan di lapangan agar lebih

fokus

2. Pembuatan pradesain penelitian yaitu membuat desain tentang teori,

instrumen penelitian dan mendesain analisis data.

3. Seminar pradesain yaitu melakukan seminar sebagai umpan balik

dari proposal penelitian untuk mengandakan perbaikan tulisan.

4. Pengumpulan data dan memasuki lapangan meliputi memilih lokasi

atau tempat, informan(pelaku) dan kegiatan (aktivitas) di lapangan.

5. Analisis data yang terdiri dari reduksi data, penyajian data dan

penarikan kesimpulan (verifikasi)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(Usman dan Purnomo, 2002 : 82-84)

Akan tetapi, langkah-langkah yang diambil dalam penelitian

ini adalah dengan mengambil prosedur penelitian dari H. B. Sutopo

yang meliputi empat tahap yaitu persiapan, pengumpulan data, analisis

data dan penyusunan laporan penelitian (Sutopo, 2002 : 187-190).

Untuk lebih jelas akan diuraikan sebagai berikut :

a) Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dilakukan

dengan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

1) Pengumpulan data dilkukan dengan wawancara mendalam dan

pengamatan mendalam atau obsevasi partisipan.

2) Membuat fieldnote (catatan lapangan) dan transkrip hasil

wawwancara.

3) Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.

b) Analisis Data

1) Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan desain

penelitian yang meliputi reduksi data (Pembuatan tabel hasil

penelitian lapangan), penyajian data (pembuatan tabel hasil

lapangan), dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

2) Mengembangkan hasil intepretasi data dengan analisis lanjut

kemudian disesuaikan dengan hasil temuan di lapangan.

3) Melakukan pengayaan dakam menganalisis data yang sudah ada

dengan dosen pembimbing.

4) Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Desa Kracak Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas

1. Demografi Masyarakat Kecamatan Ajibarang

Kecamatan Ajibarang merupakan salah satu Kecamatan

yang ada di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah. Luas

wilayah Kecamatan Ajibarang adalah 6,53 Km2, dengan tinggi

Ibukota Kecamatan Ajibarang dari permukaan laut 163 M. Memiliki

15 desa yakni Damakradenan, Tiparkidul, Sawangan, Jingkang,

Banjarasari, Kalibenda, Pancurendang, Pancasan, Karangbawang,

Kracak, Ajibarang Kulon, Ajibarang Wetan, Lesmana, Pandansari,

Ciberung. Wilayah Kecamatan Ajibarang berbatasan dengan

Kecamatan Pekuncen untuk sebelah Utara, Kecamatan Wangon untuk

daerah sebelah Selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan

Cilongkok, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Gumelar.

Jarak masing-masing Desa dari Kecamatan ke Kantor Desa dapat

dilihat dari tabel berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.1

Jarak Kantor Kepala Desa ke Kantor Kecamatan

No Desa Jarak dari

Kecematan

1 Darmakradenan 6,50 Km

2 Tiparkidul 5,50 Km

3 Sawangan 6,00 Km

4 Jingkang 9,00 Km

5 Banjarsari 5,00 Km

6 Kalibenda 3,00 Km

7 Pancurendang 2,00 Km

8 Pancasan 1,30 Km

9 Karangbawang 3,00 Km

10 Kracak 2,50 Km

11 Ajibarang Kulon 0,00 Km

12 Ajibarang Wetan 0,70 Km

13 Lesmana 3,00 Km

14 Pandansari 1,60 Km

15 Ciberung 3,00 Km

Sumber: Data Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat

dan Setda Departemen Dalam Negeri Tahun. 2012.

2. Keadaan Desa Kracak

a. Keadaan Geografis desa Kracak

Desa Kracak merupakan salah satu desa yang ada di

Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah.

Luas wilayahnya adalah 549,50 Ha, dengan batas wilayah, sebelah

Utara berbatasan dengan Desa Ciberung, sebelah Timur berbatasan

dengan Desa Ajibarang Wetan dan Ajibarang Kulon, sebelah Selatan

berbatasan dengan Desa Karangbawang, dan sebelah Barat berbatasan

dengan Desa Darmakradenan. Jumlah dukuh yang ada di Desa Kracak

mencapai 12 dukuh.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Jarak ibukota Kecamatan terdekat 4.00 km, dengan lama

tempuh 0.25 jam. Kendaraan umum yang ada untuk menuju ke Ibu

Kota Kecamatan terdekat adalah koprades(Koprasi Angkutan

Pedesaan).

Jarak ke Ibu Kota Kabupaten terdekat 22.00 km dengan

lama tempuh perjalanan 0,50 jam dengan kendaraan umum yang biasa

digunakan micro bus.

Tanah yang ada di Desa Kracak merupakan potensi alam

yang dimanfaatkan dalam berbagai bentuk, seperti tanah sawah meliputi

sawah irigasi teknis 84.80 Ha, sawah irigasi setengah teknis terdapat

51.70 Ha, dan tadah hujan 30.30 Ha. Sedangkan tanah kering berupa

tegal 69.50 Ha, dan pemukiman seluas 49.43 Ha. Tahan perkebunan

yakni perkebunan rakyatdengan luas 106.27. tanah fasilitas umum

yakni kas desa 2,40 Ha, lapangan 1,50 Ha, perkantoran pemerintah 0,70

Ha,dan untuk fasilitas lain 1,50 Ha. Tanah yang berupa hutan produksi

151,40 Ha. Kaitannya dengan masalah iklim, Curah hujan 0.00 mm,

jumlah bulan hujan 6.00 bulan, suhu rata-rata 29.00 °C, 153.00 mdl.

b. Penduduk

Jumlah penduduk yang ada di Desa Kracak adalah 8.174 orang,

dengan rincian 4.052 laki-laki dan 4.122 perempuan,yang terdiri atas

2.556 Kepala Keluarga( KK). Keadaan umur tiap-tiap warga dapat

dilihat dalam tabel berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.2

Umur Tiap-Tiap warga

Rentang Umur Jumlah

≤ 1 tahun 148 orang

1- 10 tahun 1273 orang

11- 20 tahun 1545 orang

21- 30 tahun 1436 orang

31-40 tahun 1421 orang

41- 50 tahun 1002 orang

51-58 tahun 547 orang

≥59 tahun 802 orang

Jumlah total 8174 orang Sumber: Peta Wilayah Kecamatan Ajibarang Kabupaten

Banyumas Tahun 2012.

Jumlah penduduk yang mengalami cacat fisik dan mental

berjumlah 29 orang meliputi tuna rungu 5 orang, tuna wicara 4 orang,

tuna netra 4 orang, lumpuh 6 orang, dan sumbing 1 orang. untuk cacat

mental, idiot terdapat 4 orang, gila 2 orang, dan stress 3 orang.

c. Keadaan Pendidikan

Dari jumlah penduduk Desa Kracak 8.174 orang,

pendidikan warga yang belum sekolah mencapai 918 orang, usia 7-15

tahun yang tidak pernah sekolah 65 orang, pernah sekolah SD tetapi

tidak tamat 602 orang, tamat SD atau sederajat 2.822 orang, tamat

SLTP atau sederajat 2.416 orang, SLTA atau sederajat 1.134 orang,

D-1 7 orang, D-2 16 orang, D-3 13 orang, S-1 61 orang, S-2 2 orang,

S-3 0 orang.

Lembaga pendidikan yang ada di Desa Kracak adalah

Taman Kanak-kanak (TK) berjumlah 4 sekolahan dengan jumlah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

siswa 160 dan 13 orang guru. SD atau sederajat terdapat 3 sekolahan

dengan jumlah siswa 1.242 dan 49 orang guru, sekolahan SLTP ada 1

dengan 24 orang siswa dan 3 orang guru. Dan ada 1 lembaga

pendidikan keagamaan dengan jumlah siswa 47 dan 3 orang guru.

Lembaga pendidikan di Desa Kracak dapat dilihat lebih

jelas dalam tabel berikut :

Tabel 4.3

Jumlah Lembaga Pendidikan

Lembaga Pendidikan Jumlah Murid Guru

Taman Kanak-kanak 4 160 13

SD/ Sederajat 3 1,242 49

SLTP/ Sederajat 1 24 7

SLTA/ Sederajat 0 0 0

Pendidikan Keagamaan 1 47 3

Sumber: Data Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan

Masyarakat dan Sekda Departemen Dalam Negeri Tahun 2012.

d. Keadaan Ekonomi

Mata pencaharian pokok masyarakat Desa Kracak, buruh

atau swasta menempati urutan paling tinggi dengan jumlah 1.169

orang, disusul tani dengan kuantitas 812 orang, kemudian buruh tani

792 orang dan pedagang 410 orang, sisanya terbagi ke dalam berbagai

sumber mata pencaharian seperti peternak, nelayan, monter dan lain

sebagainya. Lebih jelasnya, mata pencaharian pokok masyarakat dapat

dilihat dalam tabel berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 4.4

Mata Pencaharian Pokok Masyarakat

No Mata Pencaharian Jumlah

1 Petani 812 Orang

2 Buruh tani 701 Orang

3 Buruh/ Swasta 1169 Orang

4 Pegawai negeri 94 Orang

5 Pengrajin 16 Orang

6 Pedagang 410 Orang

7 Peternak 7 Orang

8 Nelayan 5 Orang

9 Montir 4 Orang

10 Dokter -

11 Bidan 1 Orang

12 Perawat 3 Orang

13 Lainya 469 Orang Sumber: Data Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan

Masyarakat dan Sekda Departemen Dalam Negeri Tahun. 2012.

Lembaga perekonomian yang ada di Desa Kracak terdapat

dalam tabel berikut :

Tabel 4.5

Lembaga Perekonomian

Lembaga Ekonomi Jumlah Jumlah Pekerja

Koperasi 6 314

Industri kerajinan 9 74

Industri Pakaian 2 32

Industri Makanan 7 22

Industri alat rumah tangga 2 6

Industri bahan bangunan 6 25

Restoran 5 13

Toko/ Swalayan 5 8

Warung Kelontong 38 48

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Angkutan 35 44

Rentenir 6 -

Pengijon 2 -

Pengepul/ tengkulak 6 5

Usaha peternakan 79 79

Usaha perikanan 4 28

Usaha perkebunan 96 616

Sumber: Dartar Isian Perkembangan Desa Kracak Kecamatan Ajibarang

Kabupaten Banyumas Derektorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat

dan Sekda Depatemen Dalam Negeri Tahun. 2012.

Jumlah tenaga kerja terdapat 2.965 orang dengan klasifikasi,

penduduk usia 15-55 tahun berjumlah 5.130 orang, Ibu rumah tangga

2,011 orang, penduduk masih sekolah 154 orang. Dan untuk penduduk

yang ada dalam garis kemiskinan mencapai 2.556 Kepala Keluarga.

e. Keadaan Keagamaan

Sebagian besar masyarakat Kracak beragama Islam dengan

jumlah 8.172 orang, dan sisanya Kristen 2 orang. Sarana peribadatan

berupa Masjid terdapat 6 buah, dan Mushala 9 buah, sedangkan

Gereja tidak ada. Masyarakat yang ada di Desa Kracak juga mengikuti

organisasi masyarakat (Ormas) yang berkaitan dengan keagamaan

seperti NU, dan Muhammadiyah. Masyarakat yang menganut hisab

Jawa Aboge hidup berdampingan dengan masyarakat yang mengikuti

ormas-ormas tersebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

B. SMA Negeri Ajibarang

1. Gambaran Umum Lokasi dan Karakteristik Subjek Penelitian

Sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini adalah SMA

Negeri Ajibarang Kabupaten Banyumas. SMA Negeri Ajibarang

merupakan salah satu SMA Negeri di Kabupaten Banyumas yang

semula bernama SMA Pemda yang dinegerikan. SMA Pemda berdiri

pada tahun 1979 berlokasi di Desa Pancurendang Kecamatan

Ajibarang dan atas prakarsa para tokoh masyarakat antara lain :

1. Drs. Saut Manurung : Walikota Cilacap / Wedana Ajibarang

2. Drs. Sukamto : Wedana Ajibarang

3. Abu Hamid : Kepala SMP Negeri 1 Ajibarang

4. Waimoen : Kepala SMP Negeri 2 Ajibarang

5. H. Kasid Kartadidjaja : Tokoh masyarakat Ajibarang

6. Budi Rahardjo : Wiraswasta

7. Soerwan : Guru SMPN 1 Ajibarang

Sumber dana pembangunan SMA berasal dari iuran masyarakat di

wilayah Kawedanan Ajibarang. Kepala Sekolah dipercayakan kepada Drs.

Saut Manurung (Walikota Cilacap), karena sibuk pada tugas utamanya,

maka tugas sehari-hari diserahkan kepada salah satu guru yaitu Bapak R.

Apenk Sunarto. Adapun jumlah kelas sampai 18 Februari 1984 sebanyak

11 kelas. Guru-gurunya berasal dari guru-guru SMPN 1 Ajibarang, SMPN

2 Ajibarang dan SMAN 2 Purwokerto, juga dari beberapa guru SD.

Sedangkan tenaga Tata Usaha/Pembantu pelaksana sebagian besar sampai

sekarang masih tetap, namun sudah berstatus negeri. Sarana yang dimiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sampai saat penegerian adalah: 11 lokal ruang belajar, 1 lokal ruang guru,

1 lokal ruang kepala sekolah, 1 lokal kantor tata usaha, 1 bangunan WC,

Kamar mandi dan sumur,1 buah tiang bendera (sekarang dijadikan

monumen penegerian)

2. Riwayat Tentang SMA Negeri Ajibarang

SMA Negeri Ajibarang secara resmi sejak tanggal 18

Februari 1984 (Penegerian), namun saat SMA ini dinegerikan Kepala

Sekolah masih diampu oleh Kepala SMA Negeri 1 Purwokerto (Bapak

Sudiro Wirohartono). Saat itu pula belum ada guru tetap, (semuanya

masih guru pinjaman). Sejak tanggal 15 Maret 1984 tugas Kepala

Sekolah dipegang oleh Bapak Soepeno, B.A(Surat Kawat Menteri

Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 17328/C/K 1-

2/1985 tanggal 1 Maret 1985). Maka sejak saat itu Bapak Soepeno,

B.A, menjadi Kepala Sekolah yang pertama. Situasi dan kondisi yang

diserahterimakan dari Bapak Drs. Soediro Wirohartono kepada Bapak

Soepeno, BA, masih tetap (seperti pada waktu penegerian). Mengingat

kesulitan yang pernah dialami yaitu dengan adanya guru pinjaman dari

sekolah lain, maka ketika sekolah asal sedang mengadakan test,

sebgaian besar gurunya ditarik kembali ke sekolah masing-masing

(sekolah asal) sehingga praktis SMA Negeri Ajibarang tidak ada guru

yang mengajar, sehingga kegiatan belajar mengajar menjadi kurang

tertib.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Belajar dari kenyataan tersebut, maka Kepala Sekolah mengambil

kebijakan untuk melepas guru-guru pinjaman tersebut dan mengangkat

guru-guru wiyata bakti yang berpendidikan sesuai sebagai guru SMA

Negeri Ajibarang. Tahun demi tahun kekurangan guru dapat diatasi dengan

di droping dari penempatan guru baru dari pemerintah.

Gambar 4.1

Denah Sekolah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Sumber :Dokumen sekolah tahun 2012

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Visi Dan Misi

Visi : Mewujudkan Insan Indonesia yang berkepribadian Pancasila,

Unggul dalam Imtaq dan Iptek, agar mampu bersaing secara

nasional maupun global

Misi :

1) Menyediakan tempat ibadah yang representatif agar warga sekolah

dapat melaksanakan ibadah dengan khusuk.

2) Menyediakan sarana prasarana pendidikan yang dibutuhkan agar

warga sekolah dapat belajar dengan baik.

3) Meningkatkan pelayanan kepada semua warga sekolah dengan baik.

4) Menyediakan sarana belajar yang memadai dan efektif.

5) Melaksanakan proses belajar mengajar dengan pendekatan aktif,

kreatif, efektif, inspiratif, inovatif dan menyenangkan sehingga para

peserta didik mempunyai daya saing yang berkesinambungan

(Suistainability).

6) Menyediakan wadah untuk kegiatan siswa sehingga para siswa

mampu mengembangkan dan mengaktualisasikan hobi dan bakatnya

masing-masing lewat kegiatan ekstrakurikuler.

7) Menyediakan wahana pembinaan dan pengembangan apresiasi seni

dan kewirausahaan.

8) Meningkatkan kualitas pembinaan tim Olimpiade MIPA dan

komputer.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9) Memfasilitasi siswa untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada

Tuhan yang Maha Esa dan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan

teknologi sehingga siap menempuh studi lanjut.

4. Profil

a. Nama Sekolah : SMA Negeri Ajibarang

b. Alamat : Jln. Raya Pancurendang Ajibarang

Kecamatan Ajibarang Kabupaten

Banyumas

Provinsi Jawa Tengah Kode Pos 53163

No. Telp/Fax : (0281) 571807

E-mail : [email protected]

Website : http://sman-ajibarang.sch.id

Status : Negeri

Akreditasi : A

Nomor Ma.006458 Prov-03

c. ISO 9001:2008 :

1). In Progress : 2009

2). Sertifikasi : 2010

d. NSS : 30.10.3021.4.014

e. Pendirian Sekolah

1). Tahun berdiri : 1984

2). Dasar pendirian : SK. MENDIKBUD 0473/0/1983

f. Tanah dan Bangunan

1). Status : Hak Pakai

2). Bukti Kepemilikan : Sertifikat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

S

SMA Negeri Ajibarang selalu berusaha untuk

membangun kultur sekolah agar menjadi sekolah yang mempunyai ciri

khusus atau karakter, di antaranya dengan :

a. Efektifitas pembelajaran

Media pembelajaran E-learning merupakan salah satu inovasi

pengembangan bahan ajar untuk siswa dengan memanfaatkan teknologi

informasi yaitu komputer. Dengan adanya E-learning di SMA Negeri

Ajibarang, baik melalui jaringan komputer intranet maupun internet semua

materi bahan ajar yang dimiliki oleh guru dapat dimasukan ke dalam

komputer dan dapat diakses di mana pun dan kapan pun. Selain untuk

memudahkan siswa dalam mengakses bahan ajar. Dengan adanya E-learning

siswa diharapkan dapat menciptakan proses belajar mandiri ketika Guru yang

bersangkutan tidak hadir ataupun ada tugas lain. Maka siswa cukup belajar

menggunakan media E-learning di laboratorium multimedia.

g. Kepala Sekolah

1). Nama : Drs. Arif Priadi, M.Ed

2). NIP : 19610510 198703 1 009

3). Email : [email protected]

h. Penanggung jawab RSBI

1). Nama : Drs. Kusno

2). NIP : 19640817 198803 1 016

3). Email : [email protected]

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Lingkungan sekolah bersih, rapi, aman, indah, hijau dan nyaman.

Suasana di lingkungan sekolah merupakan faktor pendukung

kelancaran proses belajar mengajar di sebuah sekolah. Dengan lokasi yang

sangat strategis, SMA Negeri Ajibarang berusaha menciptakan lingkungan

yang sejuk dan selalu menanamkan budaya hijau, sejuk dan bersih kepada

semua warga sekolah dengan melaksanakan program “Sekolah Hijau”.

c. Menjunjung tinggi nilai budaya lokal

SMA Negeri Ajibarang lahir dan tumbuh di daerah Banyumas yang

kaya akan warisan budaya yang harus dilestarikan. Untuk itu SMA Negeri

Ajibarang memberikan prioritas dalam melestarikan budaya Banyumas

dengan memberikan materi muatan lokal kepada peserta didik berupa mata

pelajaran Kesenian yang diampu oleh Guru Kesenian yang berkompeten di

bidangnya. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya grup Karawitan "Kencana

Aji Laras" di SMA Negeri Ajibarang dengan didukung seperangkat gamelan.

d. Selalu Update

Teknologi Informasi membawa perubahan yang sangat besar di

semua lini, termasuk dalam bidang pendidikan. Untuk menghindari kesan

“gagap teknologi” SMA Negeri Ajibarang memberikan solusi dengan

tersedianya Laboratorium Komputer dan Laboratorium Multimedia (MM)

yang masing-masing dilengkapi dengan 40 unit komputer terbaru. Sekolah

merupakan sumber ilmu dan tempat untuk belajar baik guru maupun siswa,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

maka mereka diharapkan selalu meningkatkan wawasan keilmuannya.

Sekolah menyediakan jaringan internet yang bisa diakses lewat pembelajaran

di kelas maupun di ruang-ruang di lingkungan SMA Negeri Ajibarang dengan

jaringan Hotspot Area.

e. Rasa sosial dan kekeluargaan yang tinggi

Kepedulian sosial dan rasa “rumangsa handarbeni” selalu

berdampingan dan selalu dikedepankan dalam aktifitas keseharian di sekolah.

Rasa kebersamaan ditumbuhkan dengan menanamkan prinsip bahwa semua

warga sekolah adalah satu keluarga. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan

suasana kekeluargaan yang harmonis, serasi dan meng-eliminir gesekan sosial

di lingkungan sekolah. Jika ada warga sekolah yang mendapatkan musibah

ataupun ujian hidup maka seluruh warga sekolah berusaha memberikan

bantuan untuk meringankan beban yang harus ditanggung dalam bentuk dana

bantuan ataupun home visit sambil menyerahkan bantuan kolektif. Kegiatan

rutin tahunan yang selalu diselenggarakan di SMA Negeri Ajibarang antara

lain adalah peringatan hari besar-hari besar keagamaan misalnya peringatan

Maulid Nabi Muhammad SAW, Idul Adha & Idul Fitri dan yang terpenting

adalah Silaturahmi Keluarga di antara warga sekolah.

f. Bersikap kompetitif dalam meraih prestasi

SMA Negeri Ajibarang sebagai salah satu SMA RSBI di Jawa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tengah khususnya selalu ikut berpartisipasi dalam setiap lomba dan kejuaraan

baik tingkat lokal maupun propinsi. Setiap mengikuti kejuaraan SMA Negeri

Ajibarang mendelegasikan peserta yang sebelumnya telah dilatih secara

intensif dengan tujuan dapat meraih prestasi. Selain itu di setiap tahun

biasanya diadakan berbagai lomba dan kejuaraaan baik dalam event class

meeting, perayaan hari besar nasional maupun hari ulang tahun SMA Negeri

Ajibarang dengan berbagai hadiah yang dapat memancing peserta didik untuk

lebih berprestasi di tingkat selanjutnya.

5. Pembinaan Kesiswaan

Dalam rangka penyeragaman organisasi di sekolah-sekolah secara

nasional maka pemerintah mengusahakan pembinaan kehidupan para

siswa di sekolah melalui dengan empat jalur pembinaan kesiswaan, yaitu:

a. Organisasi Kesiswaan

Di dalam Surat Keputusan Direktur Jendral Pendidikan Dasar

dan Menengah Nomor 226/C/Kep/O/1993 disebutkan bahwa organisasi

di sekolah adalah OSIS. Penyelenggaraan OSIS dan struktur organisasi

OSIS di SMA Negeri Ajibarang disesuaikan dengan AD/ART OSIS.

Adapun organisasi di bawah OSIS yang berada di SMA Negeri

Ajibarang adalah Rohis, Pramuka, PASKIBRAKA, PMR, Koperasi

Siswa, Bosnia, BSC (Basket), English Club, dan Pers SMANA.

Perangkat OSIS meliputi : Pembina OSIS, Perwakilan Kelas (MPK)

dan Pengurus OSIS.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. Latihan Kepemimpinan

Latihan kepemimpinan diberikan oleh pihak sekolah melalui

kegiatan yang disebut Latihan Dasar Kepemimpinan yang diperuntukan

bagi calon pengurus OSIS. Latihan kepemimpinan juga diadakan oleh

Gerakan Pramuka dengan penyelenggara Dewan Ambalan (Anggota

Pramuka tingkat SMA yang menjadi pengurus) yang diberi nama

Gladian Pimpinan Satuan (Dianpinsat) secara 2 tahunan dimana

pesertanya terdiri dari perwakilan tiap kelas pada kelas X serta

pengurus pramuka kelas XI.

c. Kegiatan Ekstrakurikuler

Kegiatan ekstrakurikuler bertujuan untuk lebih memperkaya

dan memperluas, mendorong pembinaan nilai atau sikap serta

memungkinkan penerapan lebih lanjut pengetahuan yang telah

dipelajari dari berbagai mata pelajaran dalam kurikulum baik program

inti maupun program khusus. Kegiatan ini mengutamakan kegiatan

kelompok. Adapun azas pelaksanaannya diatur sebagai berikut:

1). Persiapan yang mantap dalam hal program, pelaksanaan

kemungkinan pembiayaan.

2). Koordinasi antara kepala sekolah, wali kelas maupun pihak lain

yang berkelanjutan.

3). Pelaksanaan dilakukan diluar jam pelajaran tatap muka termasuk

pada hari libur.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4). Pelaksanaan diikuti oleh semua siswa atau sebagian menurut jenis

dan fungsi.

Jenis ekstrakurikuler maupun pembimbing ditetapkan oleh

Surat Keputusan Kepala Sekolah. Adapun pengambilan minat adalah:

1). Bagi Kelas X baik reguler maupun aksselerasi wajib mengikuti

esktrakurikuler kepramukaan sebagai ekstrakurikuler wajib dan 1

pilihan sesuai minat.

2). Bagi kelas XI wajib memilih 1 ekstrakurikuler, maksimal 2 pilihan.

Kegiatan ekstrakurikuler di SMA Negeri Ajibarang adalah sebagai

berikut : Olimpiade Matematika, Olimpiade Biologi, Olimpiade

Fisika, Olimpiade Astronomi, Olimpiade Kimia, Olimpiade

Komputer, Olimpiade Ekonomi, Ketrampilan Akuntansi (wajib

bagi kelas XI IPS), Debat Bahasa Inggris, Pencak Silat, Paduan

Suara, Bahasa Arab, Karya Ilmiah Remaja, Teater, Broadcast,

Teknologi Informasi Komputer, Pencak Silat, Seni Musik, Seni

Lukis, Seni Karawitan, Seni Tari, Bola Voli, Tenes Meja, Bulu

Tangkis, Basket, Tae Kwondo, Kepramukaan (wajib kelas X) dan

Palang Merah Remaja. Pembina ekstrakurikuler adalah Bapak Ibu

Guru dari SMA Negeri Ajibarang serta beberapa pembina dari luar

sesuai keahliannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Profil Informan

1. Informan Wawancara

Informan adalah orang yang dianggap mengetahui lebih

tentang permasalahan yang akan diteliti dan bersedia memberikan

jawaban dan informasi yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini

penulis memilih 18 orang sebagai informan yang terdiri dari tokoh

masyarakat, tokoh Islam Aboge, Kepala Sekolah, Wakil Kepala

Sekolah Urusan Kurikulum, guru mata pelajaran muatan lokal

Bahasa Banyumasan dan 10 orang peserta didik yang terdiri dari 5

siswa dan 5 siswi. Variasi karakteristik informan dilihat dari

pekerjaan, usia, jabatan, jenis kelamin dan asal tempat tinggal.

Adapun profil dari informan yang penulis wawancarai adalah

sebagai berikut :

a. ID

ID adalah salah satu tokoh masyarakat yang berusia 65

tahun. Beliau adalah mantan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia,

Beliau juga pernah menjadi penatar P4 untuk tingkat Kabupaten

Banyumas,kesibukan Bapak ID untuk saat ini adalah berkebun

tanaman hias, selain itu belaiu juga termasuk salah seorang

pemerhati budaya Jawa termasuk dalam pemerhati Islam , serta

budaya Jawa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b. AS

AS adalah pensiunan dari Kepala Seksi Dinas

Pariwisata Kecamatan Pekuncen Kabupaten Banyumas, Beliau

termasuk salah satu pemmimpin informal untuk komunitas

Islam Aboge, beliau aktif di dalam komunitas Aboge setelah

beliau pensiun sekitar tahun 2009 sampai sekarang, partisipasi

beliau misalnya sebagai imam mushola, pengajian dan kegiatan

tahlilan serta mujahadah(Proses mengirimkan doa dan solawat

kepada Nabi Muhammad SAW ).

c. ARF

ARF berusia 52 tahun, Beliau menjabat Kepala Sekolah

di SMA Negeri Ajibarang sejak tahun 2011, Beliau mengajar

mata pelajaran Biologi. Informasi yang diberikan oleh ARF

cukup banyak, dan melalui ARF inilah peneliti memperoleh

informasi tentang beberapa informan lainnya, sebut saja SBR

dan ADH.

d. SBR

SBR berusia 50 tahun. Saat ini beliau mendapatkan

tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah Urusan Kurikulum

beliau juga sedang menempuh program Pasca Sarjana Jurusan

Biologi. SBR dikenal sebagai orang yang supel serta sering

mengikuti pelatihan, training maupun work shop tentang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pendidkan karakter sehingga informasi yang beliau berikan sangat

membantu peneliti.

e. ADH

ADH, berusia 25 tahun, adalah informan saya yang

kelima, ADH mengajar muatan lokal bahasa Banyumasan pada

waktu pembuatan skripsi beliau juga mengambil tema tentang

Islam Kejawen. Dalam proses wawancara ADH banyak

memberikan informasi mengenai nilai-nilai kearifan lokal yang

sudah dimasukan dalam pelajaran muatan lokal yaitu bahasa

Banyumasan.

f. RF

RF, biasa dipanggil Robi berusia 18 tahun saat ini duduk

di kelas XII IPA 2. Aktifitas keseharian sangat dekat dengan

komunitas Aboge karena tempat tinggalnya dekat dengan

mushola komunitas Aboge, selain itu Robi termasuk keluarga

dekat dari salah satu tokoh Islam Aboge yaitu Ki Sudiworo.

g. MR

MR, biasa dipanggil pak Kyai, berusia 50 tahun. Saat ini

beliau sebagai guru Bimbingan dan Konseling. Aktifitas beliau

untuk saat ini banyak yang berhubungan dengan kegiatan ibadah

terlebih lagi beliau terkenal sebagai tokoh Nahdatul Ulama

sehingga informasi yang beliau berikan sangat banyak membantu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

peneliti termasuk banyak menggunakan pendekatan ilmiah dan

pendekatan Islam Kejawen.

h. AQ

AQ, adalah salah satu guru di SMA Negeri Ajibarang,

beliau adalah guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Beliau

sangat ramah ketika memeberikan informasi mengenai konsep

Islam dan pendidikan karakter saat ini beliau aktif di organisasi

Mukammadiyah.

i. DASM

DASM, biasa dipanggil Diah berusia 17 tahun saat ini duduk

di kelas XI IPS 2. Aktifitas keseharian adalah belajar, berdiskusi

dan aktif dalam diskusi kelompok terlebih lagi bila diskusi

mengenai Islam karena Diah aktif sebagai pengurus Rohani Islam

(ROHIS) di SMA Negeri Ajibarang serta berasal dari lingkungan

yang dekat dengan komunitas Aboge.

Adapun karakteristik informan secara umum dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 5.1

Karakteristik Informan Wawancara

No Nama Pekerjaan Keterangan

1 ID

Tokoh Masyarakat

Pensiunan PNS Mampu memberikan informasi

mengenai pendidikan, karakter

Islam kejawen dan Islam

Aboge

2 AS

Tokoh Agama

Pensiunan PNS Mampu memberikan informasi

mengenai Islam, Islam Aboge

serta nilai- nilai dalam Islam

Aboge

3 ARF

PNS

Kepala Sekolah SMA

Negeri Ajibarang

Mampu memberikan informasi

mengenai pendidikan karakter,

kurikulum, kurikulum budaya

lokal dan karater peserta didik

4 SBR

PNS

Guru (Waka

Kurikulum)

Mampu memberikan informasi

tentang kurikulum, pendidikan

karakter, pengembangan

kurikulum budaya lokal

5 ADH

Guru bahasa

Banyumasan

Guru Muatan Lokal

Bahasa Banyumasan

Mampu memberikan informasi

tentang pendidikan karakter,

kurikulum budaya lokal, nilai-

nilai Islam Aboge

6 RF Peserta Didik Kelas

12 IPA

Mampu memberikan informasi

tentang islam aboge,tata cara

beribadah dan pewarisan nilai-

nilai Islam Aboge

7 MR Guru BP/BK

Tokoh NU

Mampu memberikan informasi

tentang Islam Aboge, nili-nilai

Islam Aboge termasuk

kemiripan dengan aliran

Nahdatul Ulama / NU

8 AQ Guru PAI

Aktif di

Muhammadiyah

Mampu memberikan informasi

tentang islam, pewarisan nilai-

nilai islam dan perbandingan

islam dengan ajaran

Muhammadiyah

9 DASM Peserta Didik Kelas

11 IPS

Mampu memberikan informasi

tentang Islam dan ajaran-

ajaran agama Islam dalam

konteks pendidikan di tingkat

formal

Sumber : Data primer, Diolah, Tahun 2013

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Karakteristik Informan FGD

a. NBR

NBR adalah salah satu peserta didik yang berusia 17 tahun. Biasa

dipanggil Nabila, aktif dalam kegiatan tim debat sehingga sangat

menyukai diskusi termasuk diskusi tentang pemahaman peserta didik

tentang kearifan lokal Islam Aboge, sehingga banyak materi yang

diungkapkan antara lain budaya jawa, dan Islam Aboge.

b. TEP

TEP adalah peserta didik kelas X program Ilmu-Ilmu Sosial ,

berusia 16 tahun, biasanya dipangil Teguh. Dia mempunyai

kemampuan yang bagus untuk berpendapat terutama mata pelajaran

Sosiologi sehingga dapat memberikan tambahan wacana tentang Islam

Aboge karena ia termasuk dalam keluarga yang memiliki pemahaman

tentang Islam Aboge.

c. APW

APW berusia 17 tahun, biasanya dipanggil dengan nama Amalia,

Sekarang ia duduk di kelas XI IPS 2. Sebagai anggota dari aliran

Nahdatul Ulama maka banyak memberikan wacana tentang Islam,

tradisi-tradisi dalam Islam serta perbedaan dengan Islam Aboge.

d. NRA

NRA adalah peserta didik kelas XI IPS 2, berusia 17 tahun dan

biasanya dipanggil Nely. Ia sering mengikuti pelatihan, trainning

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

maupun work shop tentang pendidkan karakter sehingga informasi yang

ia berikan sangat membantu peneliti.

e. ABD

ABD, berusia 17 tahun, adalah informan FGD yang kelima.

ABD lahir dan dibesarkan dalam keluraga yang banyak menggunakan

tradisi-tradisi Jawa. Dalam proses diskusi ABD banyak memberikan

informasi mengenai nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge.

f. DF

DF, biasa dipanggil Dana berusia 18 tahun saat ini duduk di

kelas XII IPS 2, Aktifitas keseharian sangat dekat dengan komunitas

Aboge karena tempat tinggalnya dekat dengan musola komunitas

aboge, selain itu Robi termasuk keluarga dekat dari salah satu tokoh

Islam Aboge.

g. MR

MR, biasa dipanggil Miftah, berusia 17 tahun saat ini ia

sebagai ketua Rohani Islam (ROHIS) SMA Negeri Ajibarang, Ia untuk

saat ini banyak yang berhubungan dengan kegiatan Rohis dan aktif

sebagai pengurus Nahdatul Ulama sehingga informasi yang diberikan

sangat banyak membantu peneliti termasuk banyak menggunakan

pendekatan tentang pemahaman tentang kearifan lokal Islam Aboge dan

pendekatan Islam Kejawen .

h. FRNA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

FRNA, adalah salah satu peserta didik kelas XI IPA 1, Ia

biasa dipanggil Rahmat dan sangat aktif ketika berdiskusi mengenai

konsep Islam dan pendidikan karakter. Saat ini ia aktif di organisasi

Muhammadiyah. Adapun karakteristik informan secara umum dapat

dilihat pada matrik berikut ini:

Tabel 5.2

Karakteristik Informan Peserta FGD

No Nama Pekerjaan Keterangan

1 NBR

Peserta Didik

Pesert didik kelas

XI IPS 2

Mampu memberikan

informasi mengenai

pendidikan, karakter islam

kejawen dan Islam Aboge

2 TEP

Peserta Didik

Peserta didik kelas

X IIS 1

Mampu memberikan

informasi mengenai Islam,

Islam Aboge serta nilai-

nilai dalam Islam Aboge

3 APW

Peserta Didik

Peserta didik kelas

XI IPS 3

Mampu memberikan

informasi mengenai

pendidikan karakter, Islam,

Islam Aboge serta nilai-

nilai dalam Islam Aboge

4 NRA

Peserta Didik

Peserat didik kelas

XI IPS 2

Mampu memberikan

informasi tentang Islam,

Islam Aboge serta nilai-

nilai dalam Islam Aboge

5 ABD

Peserta Didik

Peserta didik kelas

XI IPS 1

Mampu memberikan

informasi tentang

pendidikan karakter,

kurikulum budaya lokal,

nilai-nilai Islam Aboge

6 DF

Peserta Didik

Peserta Didik Kelas

XII IPS 2

Mampu memberikan

informasi tentang Islam

Aboge,tata cara beribadah

dan pewarisan nilai-nilai

Islam Aboge

7 MR

Peserta Didik

Peserta Didik kelas

XI IPS 2

Mampu memberikan

informasi tentang Islam

Aboge, nilai-nilai Islam

Aboge termasuk kemiripan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dengan aliran Nahdatul

Ulama / NU

8 FRNA

Peserta Didik

Peserta didik kelas

XI IPA 1

Mampu memberikan

informasi tentang Islam,

pewarisan nilai-nilai Islam

dan perbandingan Islam

dengan ajaran

Muhammadiyah

Sumber : Data primer, Diolah, Tahun 2013

B. Hasil Penelitian

1.Pemahaman Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dalam

Pendidikan Karakter.

a. Makna Pendidikan Karakter.

Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan

sengaja untuk mengembangkan karakter peserta didik yang baik

berlandaskan kebijakan-kebijakan inti yang secara objektif baik

bagi individu maupun masyarakat. Hal ini disadari sepenuhnya

oleh seluruh elemen pendidik di SMA Negeri Ajibarang.

Pendidikan karakter terus dikembangkan dalam lingkungan

sekolah, sehingga semua elemen pendidikan mampu

mengaplikasikan bagaimana pendidikan karakter tersebut.

Pendidikan karakter sejatinya dimaknai dengan berbagai hal oleh

beberapa informan, Menurut ARF :

“Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-

nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen

pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk

melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter dapat

dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of

school life to foster optimal character development”. Dalam

pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku

pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen

pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses

pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas

atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,

pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan

( W/ARF/10/10/12)”.

Pendidikan karakter dimakani sebagai gerakan Nasional yang

menjadikan sekolah (institusi pendidikan) sebagai agen untuk

membangun karakter peserta didik melalui pembelajaran dan

pemodelan. Melalui pendidikan karakter, sekolah harus berhasil

untuk membawa peserta didik agar memiliki nilai-nilai karakter

mulia seperti: hormat dan peduli pada orang lain, tanggung jawab,

jujur, memiliki integritas, dan disiplin. Di sisi lain, pendidikan

karakter juga harus mampu menjauhkan peserta didik dari sikap

dan perilaku yang tercela dan dilarang.

Menurut SBR pendidikan karakter adalah:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana yang

dilakuan oleh pendidik kepada perserta didik untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara dengan cara pemebelajaran,

bimbingan, pelatihan dan semua itu berlangsung seumur

hidup dan karakter ,karakter adalah kepribadian atau

akhalak. Kepribadian merupakan ciri, karakteristik atau

sifat khas dalam diri seseorang. Karakter bisa diartikan

juga sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang

berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,

sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang

terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan

perbuatan yang berlandaskan norma-norma agama,

hukum, tata karma, budaya dan adat istiadat yang berlaku

di lingkungannya (W/ SBR/18/10/2012)”.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan karakter tidak hanya mengajarkan mana yang

benar dan mana yang salah kepada anak. Lebih dari itu, pendidikan

karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang yang baik

sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau

melakukan yang baik. Dengan demikian, pendidikan karakter

membawa misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau

pendidikan moral.

Menurut ADH pendidikan karakter dimaknai sebagai :

“Usaha yang dilakukan secara sengaja untuk mencetak

peserta didik agar mempunyai ilmu pengetahuan, sikap dan

perilaku yang sesuai dengan kaidah sosial serta mempunyai

karakter atau watak yang sesuai dengan karakter dan

kepribadian bangsa

( W/ADH/18/10/2012)”.

Menurut TEP dalam FGD pendidikan karakter dimaknai

sebagai :

“Usaha yang dilaksanakan oleh sekolah dan pemerintah

untuk mencetak peserta didik agar mempunyai

pengetahuan, sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai

dan norma sosial serta mempunyai karakter yang sesuai

dengan karakter dan kepribadian sekolah, bangsa dan

negera”

( W/ADH/19/10/2012)”.

Pendidikan karakter lantas diaplikasikan dalam berbagai

kurikulum yang ada di lingkungan sekolah. Ini menjadi wajar

karena dengan aplikasi kurikulim tersebut diharapkan para peserta

didik akan mampu menyerap nilai-nilai tertentu. Terkait dengan hal

ini maka kurikulum dimaknai oleh semua informan sebagai salah

satu perangkat dalam proses pembelajaran pada setiap lembaga

pendidikan. Kurikulum memegang peranan yang cukup strategis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dalam mencapai tujuan pendidikan, baik itu pendidikan umum

maupun pendidikan agama.

Tabel 5.3

Makna Pendidikan Karakter

No Makna Pendidikan Karakter

1 Pendidikan karakter adalah proses penanaman nilai-nilai

karakter kepada warga Sekolah

2 Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang bertujuan

untuk membentuk pribadi yang berkarakter, bertanggung

jawab dan berwawasan yang terwujud dalam pikiran,

sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan

3 Pendidikan karakter merupakan usaha untuk mencetak

peserta didik agar memiliki bekal ilmu pengetahuan dan

ketrampilan social

4 Pendidikan karakter merupakan proses yang secara sadar

dilaksanakan melalui pembiasaan atau pembudayaan nilai-

nilai luhur yang terdapat dalam lingkungan keluarga,

lingkungan masyarakat.

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

b. Islam Aboge.

Secara harfiah Islam Aboge adalah tuntunan yang sudah di

syariatkan oleh Islam tetapi masih banyak menggunakan nilai-nilai

serta prinsip-prinsip Kejawen yang semula disebarkan oleh Syarif

Hidayatulloh dari Cirebon yang diturunkan kepada Syarifudin

Cakraningrat kemudian diturunkan kepada Eyang Arifin dengan

nama kitabnya Hidayat Jati/ Hidayatullah yang artinya Si jati Si

Jamakiyas, serta memiliki kumpulan hadist Jongeh( nama

himpunan Gusti Kawula, Kawula Gusti yang bermakna Gusti baik

sama kawula, kawula harus lebih baik kepada Gusti).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Agama Islam yang mengalami proses pembauran dengan

budaya lokal memiliki ciri, metode serta perhitungan yang

didasarkan pada kearifan lokal setempat termasuk komunitas Islam

Aboge yang memiliki aturan atau rumusan dalam pengitungan hari

untuk menentukan har-hari besar perayaan umat Islam seperti Idul

fitri, Idul Adha, penetapan awal Ramadhan, tahun baru Muharram/

Sura, Maulid Nabi Muhammad, SAW, serta Nyadran. Penegrtian

Islam Aboge dimaknai berbagai hal oleh beberapa informan,

menurut ID :

“Islam aboge kue wong sing Agamane Islam tapi nggakoni

pituture wong tua utawa, tansah ngakoni adat budaya

Kejawen tapi ora kelalen karon ajarane rosul Muhammad

(Islam Aboge adalah orang yang memeluk agama islam

tetapi menjalankan perintah berupa ajaran mengenai adat

budaya kejawen hanya tidak melupakan apa yang

diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW) (W/ ID/5/9/2012).

Menurut AS pengertian Islam Aboge adalah :

“sebuah harmonisasi Islam dan tradisi Jawa yang

mempunyai ciri khas yang masih digunakan antara lain

penanggalan Islam Jawa dengan menetapkan awal puasa

Idul Fitri, Idul Adha tetapi secara keyakinan pengikut Aboge

masih menyandarkan atau mengikuti mazhab ahli sunah

waljamah sehingga dalam pelaksanaan ibadah termasuk

ritual-ritual dalam islam aboge seperti apa yang

diperintahkan dalam Islam seperti shalat wajib, puasa, zakat

dan haji” (W/AS/6/9/2012).

Menurut MR peserta Focus Group Disscusion

pengertian Islam Aboge adalah :

“Islam Aboge adalah suatu bentuk pernyataan banhwa agama

Islam adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup manusia

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa sebagai petunjuk

perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Islam Aboge adalah

Islam yang berpedoman serta pelaksanaan ibadah dengan

menggunakan penaggalan dan perhitungan yang diambil

dari hari rebo wage. Ajaran Islam Aboge mengambil dari

sebagian ajaran Syarif Hidayatullah yang pada ajaran

tersebut menggunakan konsep manunggaling kawula gusti

yaitu setiap apapun yang dilakukan tergantung kepada diri

manusia sendiri termasuk didalamnya melaksanakan

berdasarkan nurani dan hatinya, contohnya pengamalan

solat tidak dengan menggunakan syariat Islam tetapi cukup

dengan hatinya, puasa pada bulan ramadhan sebagai

tambahan kewajiban maka dalam praktek ibadah dalam

komunitas Islam Aboge dengan metode sholat dan puasanya

meneng(diam)(FGD /MR/23/9/2012)”

Pengertian Islam Aboge Menurut DF peserta Focus

Group Disscusion adalah :

“Islam yang masih memegang prinsip Kejawen sebagai

contoh Islam Aboge masih menentukan dan berpatokan pada

hari rebo wage, sementara kalau Muhamaddiah dan NU

menentukan bulan Ramadhan dengan rukyat, akan tetapi

Islam Aboge menentukannya dengan rebo wage (FGD/

DF/23/9/2012)”.

Tabel 5.4

Pengertian Islam Aboge

No Pengertian Islam Aboge

1 Islam Aboge adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup

manusia dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa

sebagai petunjuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

2 Islam Aboge adalah suatu bentuk pernyataan banhwa agama

Islam adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup manusia

dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa sebagai

petunjuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

3 Islam Aboge adalah Islam yang berpedoman serta pelaksanaan

ibadah dengan menggunakan penaggalan dan perhitungan yang

diambil dari hari rebo wage. Ajaran Islam Aboge mengambil

dari sebagian ajaran Syarif Hidayatullah yang pada ajaran

tersebut menggunakan konsep manunggaling kawula gusti

yaitu setiap apapun yang dilakukan tergantung kepada diri

manusia sendiri termasuk didalamnya melaksanakan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

berdasarkan nurani dan hatinya.

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti

mendapatkan data bahwa Islam Aboge merupakan hasil dari

pembauran/ sinkretisme antara Islam sebagai agama serta budaya

Jawa sebagai warisan leluhur yang dugunakan dalam perhitungan

hari-hari besar umat Islam. Pemahaman peserta didik tentang Islam

Aboge didasarkan pada penetahuan tentang Islam Aboge yang

berasal dari lingkungan keluarga, jadi peserta didik yang tidak

menganut aliran Islam Aboge tidal mengetahui pengertian dari

Islam Aboge.

c. Nilai- Nilai Karakter Islam Aboge.

Pendidikan karakter sebagai pilar pendidikan budi pekerti

bangsa, dewasa ini menjadi sangat penting, karena pendidikan

karakter sangat menentukan kemajuan peradaban bangsa, yang tak

hanya unggul, tetapi juga bangsa yang cerdas. Keunggulan suatu

bangsa terletak pada pemikiran dan karakter. Kedua jenis

keunggulan tersebut dapat dibangun dan dikembangkan melalui

pendidikan.Oleh karena itu, sasaran pendidikan bukan hanya

kepintaran dan kecerdasan (pemikiran), tetapi juga moral dan budi

pekerti, watak, nilai, dan kepribadian yang tangguh, unggul dan

mulia (karakter). Dengan kata lain, antara pemikiran dan karakter

harus menjadi kesatuan yang utuh.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nilai-nilai yang terdapat dalam komunitas Islam Aboge

seperti disampaikan oleh Bapak ID :

“Siji tansah semujud dhumateng Allah Kang

Moho Suci,ingkang sholatipun mbonten namung gangsal

wekdal nangging saget saben wekdal, loro ngembangaken

ngelmu rasa nggo sangune wong urip nengndunya contone

angger de ciwit krasa lara ya aja nyiwit wong lia, telu ora

kena duwe ati budi panasten, papat tansah urip rukun karo

sepada-padane urip, lima tansah urip sambat sinambatan,

enem neng endi bae paran tansah nggoleti bebener lan

tansah nggolet sedulur ,budaya kejawen sejatine isine banget

adiluhung. amarga tansah due ancer-ancer tindak laku

sedina-dina karo sepada-padane urip mula ana paribasan

senajan due elmu sepedati angger ora dilakoni bakal kena

bendu karo ngelmune sing kedadian bakal ora olih

panggapura karo mbah Agung kang Moho Kuoso (Satu

senantiasa bersujud kepada Allah SWT, waktu solat tidak

hanya lima waktu tetapi dapat setiap saat dapat

melaksanakan sujud kepada Allah, dua mengembangkan ilmu

rasa atau perasaan untuk bekal dalam kehidupan misalnya

jika mencubit merasakan sakit maka jangan mencubit orang

lain karena dapat menyebabkan orang menjadi sakit, tiga

jangan memiliki sifat iri dan dengki ,empat hidup selalu

rukun dengan siapapun,lima hidup harus saling tolong

menolong ,enam diamanapun tempatnya selalu menegakan

kebenaran atau kejujuran dan selalu mencari persaudaraan

maka dari itu budaya Jawa adalah budaya yang sangat

adiluhung karena memberikan bekal hidup termasuk apabila

orang yang memiliki bayak ilmu tetapi ilmu pegetahuan

tersebut digunakan hal yang tidak baik akan mendapatkan

balasan dari Allah SWT (W/ID/5/9/2012)”.

Realisiasi pendidikan budi pekerti bangsa yang digali dari

sumber budaya Jawa dapat dimulai dari kalangan pendidikan

melalui pembelajaran budaya Jawa dan pengembangan kultur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sekolah.Didalam falsafah hidup orang Jawa harus mendidik anak

supaya anak mempunyai kepribadian yang baik seperti:

1) Sikap saling menghormati, ini terlihat pada bahasa keseharian

orang jawa dimana di dalamnya ada undak-unduk basa

(tingkatan bahasa) yang dilakukan antara orang muda dengan

orang yang lebih tua.

2) Sikap dan watak jujur,orang tua mengajarkan kepada anaknya

untuk berperilaku jujur baik dalam ucapan maupun tindakan.

3) Sikap adil, anak-anak harus mengetahui hak dan kewajiban

masing-masing dan tahu bagaimana memperlakukan saudaranya

dalam segala hal. Tidak boleh berbuat serakah, murka, ora

narima ing pandum atau loba, tamak.

4) Hidup rukun, sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan

tanggung jawab harus ditanamkan oleh orang tua kepada

anaknya sejak dini supaya anak dalam menghadapi kehidupanya

tidak berlomba-lomba untuk mencari kebahagiaan pribadi saja

akan tetapi juga membawa kebahagiaan bagi lingkungan

sekitarnya.

Menurut salah satu tokoh Aboge berbagai nilai-nilai sosial

juga dapat membentuk karakter atau kepribadian seperti yang

diungkapkan dalam wawancara dengan AS :

“Nilai-nilai yang terdapat dalam Islam aboge sama seperti

nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat Jawa

yaitu :(1)Rila (ikhlas): kesanggupan untuk merelakan

(melepas tanpa penyesalan) atas hak milik, atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

subjektivitasnya demi keselarasan kehidupan besar,(2)

Narima (kesanggupan menerima): kesanggupan untuk

menerima keadaan sebagaimana adanya. Hal ini juga

mengandung makna menghadapi derita tanpa keluh kesah

dan menghadapi kegembiraan tanpa lupa diri,(3) Sabar:

kesanggupan untuk menghadapi keadaan dengan tidak

dilandasi hawa nafsu, melainkan dengan kearifan. Dengan

sabar orang tidak mudah putus asa atau tergoncang jiwanya

sehingga menjadi sehat,(4) Temenan (jujur, dapat

dipercaya): memegang teguh apa yang pernah

dikatakan/disanggupi, pantang ingkar janji, ajining dhiri

dumunung ana ing lathi atau sabda pandhita ratu,(5) Budi

luhur: agar dapat memiliki budi luhur dituntut tiga perilaku

yang harus dilaksanakan, yaitu andhap asor (rendah hati),

prasaja (sederhana), dan tepa selira (tenggang rasa)

(W/AS/6/9/2012)”.

Tabel 5.5

Nilai-Nilai Karakter Islam Aboge

No Nilai-nilai Karakter Islam Aboge

1 Nilai karakter Islam Aboge ikhlas, kesanggupan menerima,

sabar, temenan

2 Nilai karakter Islam Aboge menghormati orang tua

termasuk leluhur, jujur, adil, tolong menolong, gotong

royong

3 Nilai karakter Islam Aboge menjalankan syariat Islam,

mengembangkan ilmu rasa, mengutamakan tolong

menolong dan menegakkan kebenaran serta kejujuran

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Nilai-nilai karakter Islam Aboge merupakan nilai-nilai yang

berisi tentang karakter atau kepribadian. Sependapat dengan

pandangan Blumer (1969) interaksionisme simbolik tercermin

dalam pandangan mengenai objek yang terdiri atas tiga objek

yaitu : obyek fisik, obyek sosial dan obyek abstrak seperti gagasan

atau prinsip moral(George Ritzer, 2004: 291) . Artinya nilai-nilai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

karakter Islam Aboge adalah gagasan atau prinsip-prinsip moral

yang sejalan dengan tujuan pendidikan karakter di SMA Negeri

Ajibarang.

Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah

mendorong lahirnya genarasi yang baik, tumbuh dan

berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik

tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan

berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar

serta memiliki tujuan hidup. Dalam dunia pendidikan tujuan

pendidikan karakter adalah:

1) Mengembangkan potensi kalbu, nurani atau afektif peserta didik

sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai

budaya dan karakter bangsa melalui aspek pedagogis.

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku terpuji sejalan dengan

nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religious.

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta

didik sebagai generasi penerus bangsa.

4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia

yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.

5) Mengembangkanlingkungan kehidupan sekolah sebagai

lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan

persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan

penuh kekuatan (dignity).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Upaya Melestarikan kearifan Lokal Islam Aboge Dalam

Pendidikan Karakter.

a. Melalui Pendidikan.

Pendidikan merupakan upaya-upaya yang dirancang dan

dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik

memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan

Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan,

dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,

hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat(Husen, 2004:3).

Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan sangat

berperan dalam mengantarkan prose pembelajaran kepada tujuan

pendidikan yang diharapkan. Untuk itu kurikulum merupakan

kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk proses

pembelajaran. Kesalahan dalam penyusunan kurikulum akan

menyebabkan kegagalan. Untuk memenuhi kebutuhan dan

penyesuaian dengan kondisi masyarakat, maka penyusunan

kurikulum harus melibatkan beberapa pihak yang berkompeten.

Dalam rangka melestarikan kearifan lokal Islam Aboge

dikembangkan melalui penegembangan kurikulum di SMA Negeri

Ajibarang.

1) Makna Kurikulum.

Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen

perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan

cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta

implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan

nyata.

Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan

saling mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah

pendidikan, komponen pengalaman belajar, komponen strategi

pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi. Kurikulum berfungsi

sebagai pedoman yang dapat dijadikan sebagai pemberian arah

dan tujuan pendidikan. Berdasarkan wawancara dengan ARF

kurikulum dilaknai sebagai berikut:

“Kurikulum merupakan salah satu perangkat dalam proses

pembelajaran pada setiap lembaga pendidikan. Kurikulum

memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai

tujuan pendidikan, baik itu pendidikan umum maupun

pendidikan agama. Kurikulum sebagai salah satu

komponen pendidikan sangat berperan dalam mengantarkan

prose pembelajaran kepada tujuan pendidikan yang

diharapkan. Untuk itu kurikulum merupakan kekuatan utama

yang mempengaruhi dan membentuk proses pembelajaran.

Untuk memenuhi kebutuhan dan penyesuaian dengan kondisi

masyarakat, maka penyusunan kurikulum harus melibatkan

beberapa pihak yang berkompeten (W/ARF/10/9/2012)”.

Kurikulum sebagai salah satu komponen terpenting dalam

pendidikan dapat dimaknai oleh SBR yang bertugas sebagi Wakil

Kepala Sekolah Urusan Kurikulum sebagai berikut :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi

tentang ide-ide dan gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh

pengembang kurikulum (W/SBR/18/9/2012)”.

Kurikulum dapat diartikan sebagai sebuah dokumen

perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi materi dan

pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik, strategi dan

cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang untuk

mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta

implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan

nyata. Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan saling

mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan,

komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian

tujuan, dan komponen evaluasi.

“Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan

arah dan tujuan pendidikan. Di era kurikulum 2004-2008

yang menggunakan kurikulum KBK dan KTSP,

pembelajaran lebih mendapatkan penegasan pada

kewenangan guru untuk menentukan indikator, pengalaman

belajar, dan rangkaian belajar yang bisa mengantarkan

tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi

yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat. Fokus dan

pendekatan yang jelas pada akhlak mulia, budi pekerti, dan

kepribadian (W/SBR/18/9/2012)”.

Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks

bahan ajar yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan

proses pembiasaan perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan

secara tersendiri maupun diintegrasikan dengan seluruh mata

pelajaran dengan mengangkat moral pendidikan atau moral

kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan merupakan proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian

pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral

pengetahuan.

Kurikulum sebagai penjabaran dari tujuan pendidikan

menurut guru mata pelajaran muatan lokal yaitu bahasa

Banyumasan yang sudah mengadopsi buaya lokal berpendapat

bahwa kurikulum adalah:

“kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang

merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi

siswa di sekolah. Setidaknya ada tiga pengertian yang harus

dipahami, yaitu; (1) kurikulum sebagai substansi atau

sebagai suatu rencana belajar;(2) kurikulum sebagai suatu

sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari

sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem

masyarakat; (3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu

bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian

para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran. Mengacu

pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum

merupakan rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian

proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara

implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan.

Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait

dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu: guru, peserta

didik, orang tua, dan lingkungan (W/ADH/18/9/2012).”

Secara konseptual, kurikulum merupakan rancangan dan

proses pendidikan yang dikembangkan oleh pengembang

kurikulum dalam hal ini adalah sekolah sebagai jawaban terhadap

berbagai tantangan komunitas, masyarakat, bangsa dan ummat

manusia yang dilayani oleh kurikulum tersebut. Secara Sepesifik

kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan

mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan

pembelajaran.

Tabel 5.6

Makna Kurikulum

No Makna Kurikulum

1 Kurikulum adalah data tentang perencanaan proses

pembelajaran kepada peserta didik agar tercapai tujuan

pendidikan

2 Kurikulum merupakan gambaran tentang proses

penanaman karakter kepada peserta didik

3 Kurikulum merupakan langkah-langkah dalam proses

pembelajaran dalam rangka mengembangkan ilmu

pengetahuan dan nilai-nilai luhur yang dimiliki.

4 Kurikulum merupakan bagian atau elemen penting dari

sekolah, sistem pendidikan dan system masyarakat

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Kurikulum merupakan salah satu perangkat dalam proses

pembelajaran pada setiap lembaga pendidikan. Kurikulum

memegang peranan yang cukup strategis dalam mencapai tujuan

pendidikan. Sebagai salah satu komponen pendidikan, kurikulum

sangat berperan dalam mengantarkan proses sesuai dengan tujuan

pendidikan yang diharapkan, untuk itu kurikulum merupakan

kekuatan utama yang mempengaruhi, membentuk karakter peserta

didik dalam proses pembelajaran.

Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang

merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi

peserta didik di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan (Sukmadinata,

2004: 150).

2) Pengembangan Kurikulum.

Pengembangan kurikulum dalam membentuk karakter

peserta didik agar memilki karakter yang sesuai dengan kondisi

sosial maka sekolah mengembangkan kurikulum berbasis budaya

lokal seperti yang disampaikan oleh SBR:

“Kurikulum berbasisi lokal adalah dokumen pembelajaran

yang mencantumkan hasil belajar yang ingin dicapai oleh

peserta didik yang sudah menerapkan kesesuana antara

hasil belajar dengan kondisi disekitar tempat tinggal

termasuk disesuaikan dengan adat dan kebiasaan disekitar

tempat tinggal ,misalnya adalah nilai gotong royong,

kekeluargaan, semangat, dan bertakwa terhadap Tuhan

Yang Maha Esa (W/ SBR/18/10/2012)”.

Menurut ARF kurikulum berbasis budaya lokal :

“Berkaitan dengan pendidikan dan kurikulum pendidikan

kearifan lokal memegang peranan penting dalam proses

pembelajaran. Dalam konteks pendidikan kearifan lokal akan

memberikan nilai tambah dalam mencetak generasi muda

mendatang lebih unggul dalam penguasaan teknologi dan

tanpa meninggalkan kebergaman budaya Indonesia.

Dalam prkasis pendidikan, nilai dan budaya

lokal cenderung menempati posisi peripheral. Menilik

persoalan diatas perlu ada kurikulum muatan lokal yang

mengacu kepada kearifan lokal pada masing-masing daerah

di Indonesia.

Penempatan kurikulum muatan lokal dalam proses

pendidikan akan memeberika dampak yang positif terhadap

peserta didik dan guru sendiri. Dibalik itu juga kesenjangan

akademik yang terjadi dikalangan pelajar tidak terlepas dari

budaya lokal dimana sekolah tersebut berada. Tingginya

nilai akademik pada biadng studi lain tidak menjamin

peserta didik baik dalam hal yang lain. Sehingga dalam

pelaksanaannya kurikulum muatan lokal hilang secara

perlahan dalam tatanan Pendidikan Nasional pada saat

ini.Pengenalan kearifan lokal dalam lembaga pendidikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

tidak terlepas dari keberagama budaya di Negara ini,

sehingga muncullah isltilah Plurali-Multikultural

( W/ARF/10/10/12)”.

Untuk mengembangkan model pendidikan karakter maka

SMA Negeri Ajibarang mengembangkan kurikulum dengan cara

mengembangan kurikulum seperti yang diinformasikan oleh ARF :

“Kurikulum disusun dan dikembangkan kembali secara

spesifik bertujuan untuk menciptakan manusia yang paripura

serta ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mentransfer

dan menanamkan nilai-nilai budaya lokal,dengan demikian

usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan

pendidikan karakter akan dapat dilaksanakan dengan baik,

serta tidak mengurangi nilai-nilai budaya lokal dalam

penyusunan kurikukulum dimaksudApabila kurikulum dibuat

tanpa adanya proses perumusan kurikulum terlebih dahulu,

serta kebutuhan akan kurikulum bagi peserta didik serta

tidak melibatkan pihak-pihak tertentu, maka dikhawatirkan

akan menemukan kendala dalam pengembangannya dan

akan menyulitkan dalam mengevaluasi kurikulum.

Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi desentralisasi

pendidikan, yaitu, pertama, pengembangan masyarakat

demokrasi, kedua, pengembangan social capital, dan ketiga,

peningkatan daya saing bangsa,maka sudah waktunya

daerah mempersiapkan diri dalam memajukan dunia

pendidikan pada daerah masing-masing. Terlepas dari ketiga

hal diatas, perumusan kurikulum juga menjadi tugas daerah

untuk melakukan penyusunan kurikulum, mengembangkan

kurikulum sesuai dengan kebutuhan serta tidak

meninggalkan keberadaan daerah dengan beragam budaya,

dan mengevaluasi kurikulum yang akan dijadikan tolak ukur

dari pelaksanaan proses pendidikan di daerah

( W/ARF/10/10/12)”.

Dalam rangka untuk melestarikan kearifan lokal maka

SMA Negeri Ajibarang memasukan kedalam kurikulum hal ini

senada dengan informasi yang diperoleh dari ARF:

“Pengembangan kurikulum memasukan kearifan budaya

lokal melalui pemaknaan kembali dan rekonstruksi nilai-nilai

luhur budaya lokal. Dalam kerangka itu, upaya yang perlu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dilakukan adalah menguak makna substantif kearifan lokal.

kearifan lokal yang digali, dipoles, dikemas dan dipelihara

dengan baik bisa berfungsi sebagai alternatif pedoman hidup

manusia Indonesia dewasa ini dan dapat digunakan untuk

menyaring nilai-nilai baru/asing agar tidak bertentangan

dengan kepribadian bangsa dan menjaga keharmonisan

hubungan manusia dengan Sang Khalik, alam sekitar, dan

sesamanya. Dan sebagai bangsa yang besar pemilik dan

pewaris sah kebudayaan yang adiluhung pula, bercermin

pada kaca benggala kearifan para leluhur dapat menolong

kita menemukan posisi yang kokoh di arena global ini.

Revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk

membangun pendidikan karakter. Dalam konteks tersebut di

atas, kearifan lokal menjadi relevan. Anak bangsa di negeri

ini sudah sewajarnya diperkenalkan dengan lingkungan yang

paling dekat di desanya, kecamatan, dan kabupaten,

setelah tingkat nasional dan internasional. Kearifan lokal

mempunyai arti sangat penting bagi anak didik kita. Dengan

mempelajari kearifan lokal anak didik kita akan memahami

perjuangan nenek moyangnya dalam berbagai kegiatan

kemasyarakatan. Nilai-nilai kerja keras, pantang mundur,

dan tidak kenal menyerah perlu diajarkan pada anak-anak

kita. Proses interaksi yang melibatkan semua pihak dalam

kearifan lokal sama saja mempelajari karakteristik dari

materi yang dikaji sehingga siswa secara langsung dapat

menggali karakter peristiwa kelokalan itu. Oleh karenanya

kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan

atau nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kekayaan-

kekayaan budaya lokal berupa tradisi, petatah-petitih dan

semboyan hidup

( W/ARF/10/10/12)”.

Berdasarkan pengembangan kurikulum dengan memasukan

nilai-nilai kearifan lokal maka akan dapat dihasilkan peserta didik

yang memiliki sikap atau perilaku yang sesuai dengan karakter baik

dilingkungan sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 5.7

Pentingnya Pengembangan Kurikulum

No Pentingnya Pengembangan Kurikulum

1 Pengembangan kurikulum adalah pelaksanaan

kurikulum yang sudah disesuaikan dengan memasukan

nilai-nilai luhur atau karakter yang terdapat dalam

lingkungan masyarakat maupun lingkungan sekolah

2 Pengembangan kurikulum merupakan pengelolaan

proses, tujuan pembelajaran oleh sekolah agar peserta

didik memiliki kecintaan dan ketahaan daerah

3 Pengembangan kurikulum disesuaikan di setiap daerah

berdasarkan kebutuhan dan kodisi sosial maka

kurikulum tersebut berkembang menjadi kurikulum

berbasis budaya local

4 Pengembangan kurikulum berbasis budaya lokal

memberikan nilai tambah kepada peserta didik yaitu

tidak meninggalkan kearagaman budaya yang didmiliki

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Pengembangan kurikulum mengandung pengertian sebagai

kegiatan menghasilkan kurikulum yang lebih baik atau efektif

dalam membentuk karakter peserta didik yang mencakup tujuan,

pengetahuan, metode pembelajaran serta metode dan cara

penilaian. Pengembangan kurikulum tersebut dengan memasukan

nilai-nilai kearifan lokal sehingga disebut sebagai kurikulum

berbasis kearifan lokal melalui pemaknaan kembali dan

rekonstruksi nila-nilai luhur budaya lokal berupa tradisi, petatah-

petitih dan semboyan hidup.

b. Melestarikan kearifan Lokal Islam Aboge.

Upaya yang dilaksanakan dalam rangka melestarikan Islam

Aboge antara lain menurut ID yaitu :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Siji tansah ngelakoni pituture si kaki , loro angger lagi ngakoni

apa sing di waraih karo wong tua kaya ngaloni slametan, gawe

ancengan, weton, nyekar sarean, kirim dongga nggo wong tua

,ngalap berkah neng petilasan aja darani lagi ngakoni musrik

sebab angger lagi nggakoni adat utawa perentaeh wong tua aja di

capur aduk karo agama, telu tetep ngudu bisa sabar karo priatin

sebeb nek diarani utawa disebut wong Aboge ora usah isin nek

diarani wong kolot apa wong sing ketinggalan jaman ya belih bae

sebab apa sing diwaraih karo wong tua kue sangune wong urip

dadi muga-mungga ayuh pada ngakoni apa sing didawuhi neng

wong tua supaya slamet dunia karo akherat. (Satu selau

menjalankan apa yang diwariskan oleh kakek atau nenek moyang,

dua jika sedang melaksanakan upacara slamatan, membuat bubur

mereh bubur putih, memperingati hari kelahiran, ziarah kubur,

kirim doa untuk arwah orang tua dan mencari bantuan dari arwah

leluhur jangan dimaknai sebagai tindakan syirik atau

menyekutukan Allah dengan appapun tetapi merupakan

menjalankan amanat dari leluhur jadi jangan dicampuradukan

dengan ajaran agama, tiga tidak usah malu apabila dikatakan

sebagai orang Aboge yang memiliki pikiran kolat atau ketinggalan

jaman tetapi memiliki kesabaran hati hal ini harus dimaklumi

karena apa yang diajarkan oleh para leluhur merupakan bekal

dalam hidup sehigga mudah-mudahan apa yang diajarkan oleh para

leluhur dapat menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat )

(W/ID/5/9/2012)”.

Islam Aboge merupakan peninggalan/ warisan para leluhur.

Peninggalan ini harus terus dilestarikan dalam rangka

penghormatan kepada leluhur. Kepercayaan terhadap leluhur yang

telah mendarah daging di hati sampai sekarang tetep berusaha

untuk melestarikan tradisi tersebut seperti Suranan, sedekah bumi,

slametan, tahlilan, nyekar, ngalap berkah di petilasan dan juga

meyangkut perhitungan Jawa yang berhubungan dengan penentuan

hari-hari tertentu yang dianggap hari baik bagi masyarakat seperti

dalam penentuan awal bulan Kamariah, kedua keyakinan dan

kepercayaan yang menyangkut tradisi hendaknya dibedakan

dengan keyakinan yang menyangkut ibadah, ketiga bagi para

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

penerus generasi silahkan saja untuk menambah jenjang pendidikan

atau silahkan lanjutkan tingkatan pendidikan tetapi jangan malu

untuk menggunakan peninggalan dari para leluhur jadi jangan

lupakan warisan leluhur agar kehidupan dapat selamat dunia dan

akhirat.

Upaya untuk melestarikan Islam Aboge menurut peserta

didik disampaikan oleh TEP,APW,DF dalam FGD sebagai

berikut:

“Cara melestarikan Islam Aboge antara lain:

1. Selalu mengajarkan pengajian tentang Aboge setiap hari sabtu

2. Selalu silaturahmi kepada leluhur, orang tua serta orang-

orang

3. Setiap bulan Mulud berziarah ke makam para sunan

4. Adat Jawa tetap dikembangkan seperti slametan, ruwatan,

nyadran

(FGD/TEP/APW/DF 23/9/2012)”.

Tabel 5.8

Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge

No Upaya Melestarikan Kearifan Lokal Islam Aboge

1 Cara melestarikan Islam Aboge antara lain: Selalu mengajarkan

pengajian tentang Aboge setiap hari sabtu, Selalu silaturahmi

kepada leluhur, orang tua serta orang-orang,

Setiap bulan Mulud berziarah ke makam para sunan,

Adat Jawa tetap dikembangkan seperti slametan, ruwatan,

nyadran

2 Islam Aboge adalah suatu bentuk pernyataan banhwa agama

Islam adalah ajaran,perintah, larangan dalam hidup manusia

dimana menggunakan tradisi-tradisi orang Jawa sebagai

petunjuk perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Islam Aboge

adalah Islam yang berpedoman serta pelaksanaan ibadah

dengan menggunakan penaggalan dan perhitungan yang

diambil dari hari rebo wage.

3 Nilai karakter Islam Aboge menjalankan syariat Islam,

menghormati orang tua termasuk leluhur, jujur, adil, tolong

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menolong, gotong royong mengembangkan ilmu rasa,

mengutamakan tolong menolong dan menegakkan kebenaran

serta kejujuran

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013)

3. Pengaruh Kearifan Lokal Islam Aboge Terhadap Karakter Peserta

Didik.

a. Nilai-Nilai Karakter.

Definisi karakter berdasarkan prinsip etimologis, kata

karakter (Inggris:character) berasal dari bahasa Yunani Greek),

yaitu charassein yang berarti “toengrave”. Kata“toengrave”dapat

diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau

menggoreskan (Marzuki, 2002:4).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , kata “karakter”

diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi

pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain dan watak

orang lain. Karakter juga berarti huruf, angka, ruang, simbul

khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.

Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku,

bersifat, bertabiat, atau berwatak. Dengan demikian karakter juga

dapat diartikan sebagai kepribadian atau akhalak. Kepribadian

merupakan ciri, karakteristik atau sifat khas dalam diri seseorang.

Karakter bisa terbentuk melalui lingkungan, misalnya lingkungan

keluarga pada masa kecil ataupun bawaan dari lahir. Ada yang

berpendapat baik dan buruknya karakter manusia memanglah

bawaan dari lahir. Jika jiwa bawaannya baik, maka manusia itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

akan berkarakter baik. Tetapi pendapat itu bisa saja salah. ika

pendapat itu benar, maka pendidikan karakter tidak ada gunanya,

karena tidak akan mungkin merubah karakter orang.

Karakter dapat dibentuk dan diupayakan. Dalam pendapat

ini mengandung makna bahwa pendidikan karakter sangat berguna

untuk merubah manusia menjadi manusia yang berkarakter

baik.Sebenarnya karakter juga bisa diartikan sebagai tabiat, yang

bermaknakan perangai atau perbuatan yang selalu dilakukan atau

kebiasaan atau diartikan sebagai watak, yaitu sifat batin manusia

yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah laku atau

kepribadian.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui

pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang menjadi nilai dasar

budaya dan karakter bangsa. Kebajikan yang menjadi atribut suatu

karakter pada dasarnya adalah nilai. Oleh karena itu pendidikan

budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan

nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa

Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam

tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam

pendidikan budaya dan karakter bangsa diidentifikasi dari sumber-

sumber berikut ini:

1) Agama: masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama.

Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Atas

dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan budaya

dan karakter bangsa harus didasarkan pada nilai-nilai dan

kaidah yang berasal dari agama.

2) Pancasila: negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas

prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang

disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD

1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang

terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang terkandung

dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan

politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa bertujuan

mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang lebih

baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan,

dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya

sebagai warga negara.

3) Budaya: sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang

hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya

yang diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan

dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti

dalam komunikasi antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya

yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengharuskan budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan

budaya dan karakter bangsa.

4) Tujuan Pendidikan Nasional: sebagai rumusan kualitas yang harus

dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh

berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Tujuan

pendidikan nasional memuat berbagai nilai kemanusiaan yang

harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan

pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional

dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

Tabel 5.9

Arti Nilai-Nilai Karakter

No Arti Nilai-nilai Karakter

1 Nilai-nilai karakter adalah nilai-nilai yang menjadi dasar

budaya dan karakter suatu bangsa

2 Nilai-nilai karakter merupakan nilai yang diperoleh peserta

didik melalui pendidikan sehingga disebut sebagai

pendidikan karakter

3 Nilai-nilai karakter merupakan nilai yang bersumber dari

agama, pancasila, dan budaya

(Sumber : Data Primer, Diolahtahun 2013)

Karakter yang baik mencakup pengertian, kepedulian, dan

tindakan berdasarkan nilai-nilai etika inti. Karenanya, pendekatan

holistik dalam pendidikan karakter berupaya untuk

mengembangkan keseluruhan aspek kognitif, emosional, dan

perilaku dari kehidupan moral. Peserta didik memahami nilai-nilai

inti dengan mempelajari dan mendiskusikannya, mengamati

perilaku model, dan mempraktekkan pemecahan masalah yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melibatkan nilai-nilai. Peserta didik belajar peduli terhadap nilai-

nilai inti dengan mengembangkan keterampilan empati,

membentuk hubungan yang penuh perhatian, membantu

menciptakan komunitas beradab, mendengar cerita ilustratif dan

inspiratif, dan merefleksikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan dalam

pengembangan pendidikan karakter bangsa mengusahakan agar

peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai karakter bangsa

sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang

diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan,

menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai

sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik

belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga

proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan

peserta didik dalam melakukan kegiatan sosial dan mendorong

peserta didik untuk melihat diri sendiri sebagai makhluk sosial.

b. Nilai-Nilai Karakter Islam.

Nilai-nilai yang ada dalam ajaran islam dapat membentuk

akhlak yang sesuai dengan ajaran dalam AlQuran dan Hadist hal

senada juga di sampaikan oleh Bapak AQ berikut :

“Karakter menurut ajaran Islam dapat diperoleh melalui

bawaan lahir, sebagai karunia Allah dan hasil usaha melalui

pendidikan dan penggemblengan jiwa. Berdasarkan konsep

pendidikan Islam yang berlandaskan Al Quran dan Hadits,

pendidikan karakter yang baik seyogyanya memenuhi enam

prinsip pendidikan akhlaq, yaitu: Pertama; menjadikan Allah

Sebagai Tujuan Islam mengimani Allah sebagai Tuhan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

wujud sehingga ketaatan kepada Nya menjadi mutlak.Kedua;

memperhatikan perkembangan akal rasional. Ketiga;

memperhatikan Perkembangan Kecerdasan Emosi.

Pendidikan karakter yang baik memperhatikan pendidikan

emosi, yaitu bagaimana melatih emosi anak agar dapat

berperilaku baik. Keempat; praktik melalui keteladanan

(uswah) dan pembiasaan (`adah). Kelima; memperhatikan

pemenuhan kebutuhan hidup. Karakter tidak dapat

dilepaskan dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Keenam; menempatkan nilai sesuai prioritas. Pendidikan

karakter seringkali tidak efektif karena ada perbedaan

prioritas dalam memandang nilai(W/AQ/21/9/2013)”.

Pendapat senada juga diinformasikan oleh salah satu peserta

didik yang aktif dalam kegiatan Rohani Islam (ROHIS) meberikan

informasi tentang karakter dalam Islam berikut ini :

“Karakter dalam Islam antara lain: Kejujuran ,toleransi,

atau tercermin dalam sifat-sifat Rosullulah misalnya sidik

artinya benar, amanah dapat dipercaya ,tabligh artinya

menyampaikan dan fatonah berarti cerdas

(W/DASM/22/9/2012)”.

Tabel 5.10

Nilai-Nilai Karakter Islam

No Nilai-nilai Karakter Islam

1 Nilai karakter dalam Islam adalah akhlak yang sesuai

dengan AlQuran dan Hadist

2 Nilai karakter dalam islam Ke Esaan, akal sehat manusia,

kecerdasan emosi, keteladanan, pemenuhan kebutuhan

dasar, dan nilai prioritas

3 Nilai karakter dalam islam antara lain jujur, dapat

dipercaya, benar dan cerdas

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Dalam Islam, karakter identik dengan akhlaq, yaitu

kecenderungan jiwa untuk bersikap atau bertindak secara otomatis.

Pendidikan akhlak dalam Islam bertujuan melahirkan generasi

muslim yang cerdas intrapersonal dan cerdas interpersonalnya. Hal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ini, sebagaimana tergambar dalam pribadi Rasululloh SAW yang

memiliki empat sifat, yaitu Shiddiq, Fathonah, Amanah dan

Tabligh. Empat sifat Nabi ini menjadi gambaran yang utuh bagi

profil generasi muslim yang unggul.

Sifat Shiddiq (Believer) menjadi modal bagi generasi

muslim yang memiliki kemampuan olah hati (kecerdasan spiritual).

Yaitu generasi yang memiliki sifat jujur, ikhlas, mensyukuri atas

apa yang ada, menerima (tawakkal) atas apa yang telah terjadi,

serta selalu berlaku adil. Sifat Fathonah (Thinker) merupakan

wujud bagi generasi muslim yang memiliki kemampuan olah fikir

(kecerdasan intelektual) yang tinggi, memiliki visi jauh kedepan,

cerdas, kreatif dan terbuka. Sifat Amanah (Doer) menjadi simbol

bagi generasi muslim yang memiliki kegigihan dalam bertindak,

semangat. Senantiasa bekerja keras, disiplin dan bertanggung

jawab. Sifat Tabligh (Networker), merupakan perwujudan bagi

generasi muslim yang memiliki kemampuan olah rasa/karsa

(kecerdasan emosi) yang matang. Mereka senantiasa peduli dengan

penderitaan orang lain, memiliki kepekaan untuk selalu membantu

orang yang membutuhkan, senang bergotong royong dan bertindak

demokratis dalam memutuskan sesuatu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Nilai-Nilai Karakter Di SMA Negeri Ajibarang Kecamatan

Ajibarang.

Dalam proses internalisasi pendidikan karakter, peneliti

memberikan gambaran nilai-nilai karakter yang harus dipahami

seorang pendidik. Nilai-nilai tersebut didasarkan kajian berbagai

nilai agama, norma sosial, peraturan atau hukum, etika akademik,

dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, telah teridentifikasi butir-

butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama. Pertama,

nilai karakter dalam hubungannya dengan Tuhan. Kedua, nilai

karakter hubungannya dengan diri sendiri yang meliputi kejujuran,

tanggung jawab, bergaya hidup sehat, disiplin, kerja keras, percaya

diri, berjiwa wirausaha, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif,

mandiri, ingin tahu, dan cinta ilmu. Ketiga, nilai karakter

hubungannya dengan sesama, yang meliputi nilai kesadaran akan

hak dan kewajiban diri dan orang lain, patuh pada aturan-aturan

sosial, menghargai karya dan prestasi orang lain, santun, dan

demokratis. Keempat, nilai karakter hubungannya dengan

lingkungan. Kelima, nilai kebangsaan yang meliputi nasionalis dan

menghargai keberagaman. Nilai-nilai karakter yang di tanamkan

kepada peserta didik di SMA Negeri Ajibarang selain sesuai

dengan tujuan pendidikan karakter juga memasukan nilai dari

kearifan lokal seperti yang disampaikan oleh informan ADH

berikut ini :

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

“Nilai-nilai yang dimasukan dalam pembelajaran

disesuaikan dengan kearifan lokal yang nantinya dapat dapat

muncul pada: pemikiran, sikap, dan perilaku. Ketiganya

hampir sulit dipisahkan. Jika ketiganya ada yang timpang,

maka kearifan lokal tersebut semakin pudar. Dalam

pemikiran, sering terdapat akhlak mulia, berbudi luhur,

tetapi kalau mobah mosik, solah bawa, tidak baik juga

dianggap tidak arif, apalagi kalau tindakannya serba tidak

terpuji. Apa saja dapat tercakup dalam kearifan lokal. Paling

tidak cakupan luas kearifan lokal dapat meliputi: pemikiran,

sikap, dan tindakan berbahasa, berolah seni, dan bersastra,

pemikiran, sikap, dan tindakan dalam berbagai artefak

budaya, misalnya keris, candi, dekorasi, lukisan, dan

sebagainya; dan pemikiran, sikap, dan tindakan sosial

bermasyarakat, seperti unggah- ungguh, sopan santun, dan

tata krama( W/ADH/18/10/2012)”.

Nilai-nilai karakter yang dikembangkan di SMA Negeri

Ajibarang seperti yang disampaikan oleh ARF :

“Dalam perkembangannya, pendidikan karakter tidak

terlepas dari beberapa nilai yang harus dilaksanakan,nilai-

nilai tersebut adalah sebagai berikut:

1)Nilai keuataman. Manusia memiliki keutamaan kalau ia

menghayati dan melaksanakan tindakan-tindakan yang

utama, yang membawa kebaikan bagi diri sendiri dan orang

lain.

2)Nilai keindahan. Nilai keindahan dalam tatanan yang lebih

tinggi menyentuh dimensi interioritas manusia itu sendiri

yang menjadi penentu kualitas dirinya sebagai manusia.

3)Nilai kinerja. Penghargaan atas nilai kerja yang

menentukan kualitas diri seorang individu.

4) Nilai cinta tanah air.

5) Nilai demokrasi.

6) Nilai kesatuan. Dalam konteks berbangsa dan bernegara di

Indonesia, nilai kesatuan ini menjadi dasar pendirian

Negara.

7) Menghidupi nilai moral.

8) Nilai-nilai kemanusiaan. Apa yang membuat manusia

sungguh-sungguh manusiawi itu merupakan bagian dari

keprihatinan setiap orang( W/ARF/10/10/12).”

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan karakter di sekolah selama ini di Indonesia

cenderung berorientasi pada pendidikan berbasis hard skill

(keterampilan teknis), yang lebih bersifat mengembangkan

intelegence quotient (IQ). Sedangkan kemampuan soft skill yang

tertuang dalam emotional intelegence (EQ) dan spiritual

intelegence (SQ) sangat kurang. Faktor lainnya yang menjadikan

pendidikan karakter sangat penting untuk dipraktikkan adalah

adanya problem akut yang menimpa bangsa ini. Karakter generasi

muda sudah berada pada titik yang yang sangat mengkhawatirkan.

Moralitas bangsa ini sudah lepas dari norma, etika agama,

dan budaya luhur, agar pendidikan karakter sesegera mungkin

diinternalisasikan di sekolah. Caranya adalah dengan

mengoptimalkan peran sekolah sebagai pionir. Pihak sekolah harus

bekerja sama dengan keluarga, masyarakat, dan elemen bangsa

yang lain demi suksesnya agenda besar menanamkan karakter kuat

kepada peserta didik sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang

akan datang. Lebih lanjut guru sebagai kunci penanaman

pendidikan karakter pada peserta didik harus mambantu dalam

membentuk watak dengan cara memberikan keteladanan, cara

berbicara atau menyampaikan materi yang baik, toleransi, dan

berbagai hal yang lainnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Tabel 5.11

Nilai-Nilai Karakter di Sekolah

No Nilai-nilai Karakter di Sekolah

1 Nilai-nilai karakter disekolah adalah nilai-nilai yang

dimasukan dalam proses pembelajaran yang disesuaikan

dengan kearifan local

2 Nilai-nilai karakter disekolah antara lain nilai keutaman,

nilai keindahan, nilai kinerja,nilai kinerja, nilai cinta tanah

air, nilai demokrasi dan nilai kemnusiaan

3 Nilai-nilai yang dimiliki oleh SMA N Ajibarang antara lain

responsif, semangat, ikhlas dan bertanggung jawab

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Sekolah harus berkomitmen untuk mengembangkan

karakter peserta didik. Sekolah atau guru harus mendefinisikannya

dalam bentuk perilaku yang dapat diamati dalam kehidupan

sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan

mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam

hubungan antar manusia, dan mengapresiasi manifestasi nilai-nilai

tersebut di sekolah dan masyarakat. Yang terpenting, semua

komponen sekolah bertanggung jawab terhadap standar-standar

perilaku yang konsisten sesuai dengan nilai-nilai inti yang

dikembangkan di lingkungan SMA Negeri Ajibarang.

d. Pola Perilaku Peserta Didik.

Dari berbagai pengamatan dan informasi yang diperoleh

maka pola perilaku yang dikembangkan di lingkungan SMA Negeri

Ajibarang seperti tercermin dari makna SMA RSBI( Rintisan

Sekolah Berstandar Internasional ) yang kemudian diadopsi untuk

dikembangkan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi di

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

SMA Negeri Ajibarang, RSBI tersebut dimaknai sebagai sikap

yang ditujukan oleh seluruh warga sekolah di lingkungan SMA

Negeri Ajibarang yaitu Responsive, Semangat, Bertanggung jawab

dan Ikhlas. Dalam hal ini Responsif dapat diartikan sebagai upaya

untuk cepat tanggap terhadap sesuatu misalnya jika ada orang yang

memerlukan bantuan maka dengan segara warga sekolah dapat

segera untuk memberikan bantuan, Semangat artinya memiliki etos

kerja, gigih dalam bekerja karena merupakan bagian dari ibadah,

sehingga dengan penuh kesadaran untuk dapat membantu sesama

dengan niat yang ikhlas atau tulus dan tanpa pamrih maka dari itu

pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar mampu agar menjadi manusia :

1) Yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2) Berakhlak mulia.

3) Sehat.

4) Berilmu.

5) Cakap.

6) Kreatif.

7) Mandiri.

8) Menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas

bahwa pendidikan di setiap jenjang, mulai pendidikan dasar hingga

pendidikan tinggi, harus dirancang dan diselenggarakan secara

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Dalam rangka

pembentukan karakter peserta didik sehingga beragama, beretika,

bermoral, dan sopan santun dalam berinteraksi dengan masyarakat,

maka pendidikan harus dipersiapkan, dilaksanakan, dan dievaluasi

dengan baik dan harus mengintegrasikan pendidikan karakter di

dalamnya guna mewujudkan insan-insan Indonesia yang

berkarakter mulia khususnya di SMA Negeri Ajibarang.

Tabel 5.12

Pola Perilaku

No Pola Perilaku

1 Pola perilaku merupakan pandangan, perasaan dan sikap

perbuatan yang ditunjukan oleh peserta didik sebagai

akibat dari proses pembelajaran

2 Pola perilaku yang diharapkan adalah cepat menemukan

solusi, memiliki etos kerja, gigih dalam bekerja, tanpa

pamrih

3 Pola perilaku yang membentuk karakter peserta didik yaitu

beragama, beretika, bermoral dan sopan santun

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan

yang merupakan keharusan untuk menjamin keberadaan

manusia(Ibrahim,2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam

memenuhi kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat

melakukannya sendiri melainkan memerlukan bantuan dari orang

lain. Ada ikatan saling ketergantungan diantara satu orang dengan

yang lainnya.

Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia berlangsung

dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan. Untuk itu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

manusia dituntut mampu bekerja sama, saling menghormati, tidak

menggangu hak orang lain, toleran dalam hidup bermasyarakat.

Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey(1982)

(Ibrahim, 2001), perilaku sosial seseorang itu tampak dalam pola

respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan

timbal balik antar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan

reaksi seseorang terhadap orang lain Baron & Byrne(1991)

(Ibrahim, 2001).

e. Melaksanakan Tradisi.

Sebagian besar masyarakat Jawa telah memiliki suatu

agama secara formal, namun dalam kehidupannya masih nampak

adanya suatu sistem kepercayaan yang masih kuat dalam kehidupan

religinya, seperti kepercayaan terhadap adanya dewa, makhluk

halus, atau leluhur. Semenjak manusia sadar akan keberadaannya di

dunia, sejak saat itu pula ia mulai memikirkan akan tujuan

hidupnya, kebenaran, kebaikan, dan Tuhannya. Salah satu contoh

dari pendapat tersebut adalah adanya kebiasaan pada masyarakat

Jawa terutama yang menganut Islam Kejawen untuk ziarah

(datang) ke makam-makam yang dianggap suci pada malam Selasa

Kliwon dan Jumat Kliwon untuk mencari berkah.

Masyarakat Jawa yang menganut Islam Aboge dalam

melakukan berbagai aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi oleh

keyakinan, konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

budaya, dan norma-norma yang kebanyakan berada di alam

pikirannya. Menyadari kenyataan seperti itu, maka orang Jawa

terutama dari kelompok kejawen tidak suka memperdebatkan

pendiriannya atau keyakinannya tentang Tuhan.

Mereka tidak pernah menganggap bahwa kepercayaan

dan keyakinan sendiri adalah yang paling benar dan yang lain

salah. Sikap batin yang seperti inilah yang merupakan lahan subur

untuk tumbuhnya toleransi yang amat besar baik di bidang

kehidupan beragama maupun di bidang-bidang yang lain.

Tradisi dan budaya itulah yang barangkali bisa dikatakan

sebagai sarana pengikat orang Jawa yang memiliki status sosial

yang berbeda dan begitu juga memiliki agama dan keyakinan yang

berbeda. Kebersamaan di antara mereka tampak ketika pada

momen-momen tertentu mereka mengadakan upacara-upacara

(perayaan) baik yang bersifat ritual maupun seremonial yang sarat

dengan nuansa keagamaan.

Di antara nilai-nilai budaya lokal yang masih

dipertahankan dan dilestarikan masyarakat Islam Aboge sampai

saat ini antara lain:

1) Slametan

Slametan berasal dari kata slamet (Arab: salamah) yang

berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai

sebagai keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dikehendaki. Menurut Clifford Geertz, slamet berarti gak ana

apa-apa (tidak ada apa-apa), atau lebih tepat “tidak akan terjadi

apa-apa” (pada siapa pun). Konsep tersebut dimanifestasikan

melalui praktik-praktik slametan. Slametan adalah kegiatan-

kegiatan komunal Jawa yang biasanya digambarkan oleh

ethnografer sebagai pesta ritual, baik upacara di rumah maupun

di desa, bahkan memiliki skala yang lebih besar, mulai dari

ngupati (upacara empat bulan kehamilan ), mitoni (upacara

tujuh bulan kehamilan), mantu (perkawinan), hingga upacara

tahunan untuk memperingati ruh penjaga (leluhur). Dengan

demikian, slametan merupakan memiliki tujuan akan penegasan

dan penguatan kembali tatanan kultur umum. Di samping itu

juga untuk menahan kekuatan kekacauan (talak bala). Dalam

tradisi slametan, unsur yang dicari bukanlah makan bersama di

tempat si empunya hajat, melainkan oleh-oleh berupa berkat

(berkah) yang diyakini sebagai makanan “bertuah.”

Selain itu, slametan juga dilakukan apabila mereka

mempunyai niat atau hajat tertentu, ketika akan membangun

rumah, pindah rumah, menyelenggarakan pesta perkawinan,

kehamilan anak pertama. Di samping itu juga untuk

memperingati keluarga yang meninggal. Slametan untuk

memperingati keluarga yang meninggal ini dilakukan untuk

memperingati 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1 tahun, dan 1000

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

harinya. Slametan untuk memperingati orang yang meninggal

biasanya disertai membaca dzikir dan bacaan thoyyibah tahlil,

sehingga slametan ini biasa juga disebut tahlilan.

Adat Jawa yang masih dipertahankan kaum santri

dan yang paling banyak menjadi target kutukan kaum

reformis adalah sekitar selamatan. Yang dinamakan

selamatan di sini adalah acara makan-makan untuk

mendoa’kan orang mati, baik pada saat meninggalnya

maupun sesudahnya, seperti selamatan tiga hari, tujuh hari,

empat puluh hari, setahun (pendak), dan seribu hari setelah

meninggal. Selain selamatan-selamatan tersebut pada saat

yang dirasa perlu keluarga yang meninggal ini bisa

menyelenggarakan haul. Dalam selamatan itu biasanya

dibacakan tahlil, suatu ritus dengan bahasa Arab yang intinya

adalah membaca kalimat ‘laa ilaaha illallah,’ dengan maksud

berdo’a untuk kebahagiaan yang meninggal, atau yang lebih

controversial lagi (di mata kaum reformis) adalah

‘mengirimkan pahala wirid’ itu kepada arwah yang

meninggal.

Tetap lestarinya slametan ini memberikan makna

bahwa hubungan sosial masyarakat tetap kokoh. Masyarakat

merasa diperlakukan sama satu dengan lainnya. Kalau

mereka sudah duduk bersama, tidak dibedakan satu dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lainnya, tidak ada yang lebih rendah dan tidak ada yang lebih

tinggi. Slametan menimbulkan efek psikologi dalam bentuk

keseimbangan emosional dan mereka meyakini bakal

selamat, tidak terkena musibah atau tertimpa malapetaka

setelah mereka melakukan kegiatan ini.

2) Ruwatan

Ruwatan merupakan upacara adat yang bertujuan

membebaskan seseorang, komunitas, atau wilayah dari

ancaman bahaya. Inti upacara ini sebenarnya adalah do’a,

memohon perlindungan dari ancaman bahaya seperti bencana

alam, juga do’a memohon pengampunan, dosa-dosa dan

kesalahan yang telah dilakukan yang dapat menyebabkan

bencana. Upacara ini berasal dari ajaran budaya Jawa kuno

yang bersifat sinkretis, namun sekarang diadaptasikan dengan

ajaran agama. Ruwatan bermakna mengembalikan ke

keadaan sebelumnya, maksudnya keadaan sekarang yang

kurang baik dikembalikan ke keadaan sebelumnya yang baik.

Makna lain ruwatan adalah membebaskan orang atau barang

atau desa dari ancaman bencana yang kemungkinan akan

terjadi, jadi bisa dianggap upacara ini sebenarnya untuk tolak

bala’. Upacara ini berasal dari cerita Batara Kala, yaitu

raksasa yang suka makan manusia. Menurut kepustakaan

“Pakem Ruwatan Murwa Kala” Javanologi gabungan dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini (Sri Paku

Buwana V), bahwa orang yang harus diruwat.

Dalam ruwatan harus dilengkapi dengan berbagai

sesajen yang dulunya masih sederhana dan hanya terdiri dari

beberapa macam sesajen saja, namun sekarang sesajen itu

sudah banyak macamnya. Sesajen-sesajen ini terdiri dari

berbagai macam makanan, lauk pauk kemasan hasil bumi

dalam bentuk kecil yang diikat dan digantungkan sepanjang

batang bamboo melintang di atas panggung bagian depan dan

dengan layar di sisi atas. Sesajen ini sebenarnya merupakan

perlambang antara harapan dan rasa syukur. Dari berbagai

ragam ruwatan yang dilakukan orang Jawa tampak sekali

pusaran tradisi pada pembebasan sukerta dari mangsa Batara

Kala.

3) Nyadran

Ritual ini merupakan cara untuk mengagungkan,

menghormati, dan memperingati roh leluhur yang

dilaksanakan pada bulan Ruwah atau Sya’ban sesudah

tanggal 15 hingga menjelang ibadah puasa di bukan

Ramadhan. Dalam ritual Nyadran ada dua tahap yaitu tahap

slametan dan tahap ziarah. Pada tahap slemetan biasanya

orang membakar sesajen baik berupa kemenyan atau

menyajikan kembang setaman. Setelah selesai orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

melakukan sesajen baru orang melakukan tahap ke dua yaitu

ziarah ke makam.

Menghormati leluhur sebagai inti dari ritual nyadran

telah ada sebelum Islam datang ke Indonesia. Kebiasaan

menghormati para arwah leluhur juga merupakan tradisi yang

ada pada suku-suku lain di luar Jawa. Modus mereka untuk

menghormati ini juga beragam. Dalam tradisi Jawa kebiasaan

ini telah disebutkan dalam kitab Negarakertagama karangan

Mpu Prapanca, yaitu perayaan sradda untuk memperingati

Tribuwana atau Rajapatni, yang dipimpin para bikshu budha.

Dengan demikian ada kemungkinan bahwa kata nyadran

berasal dari kata sradda. Waktu upacara sradda adalah

dimulai bulan Srawana (Juli-Agustus) dan bulan

Bhadrawada (Agustus-September).

Pada waktu nyadran makam-makam biasanya

dibersihkan dan ditaburi bunga-bunga, yang disusul dengan

pembacaan doa sambil membakar dupa. Bila dalam tradisi

Jawa Kuno upacara sradda dipimpin para bikhsu, maka

dalam ritual nyadran biasanya dipimpin seorang modin atau

kaum. Dan waktu pelaksanaan mengalami pergeseran, yaitu

pada bulan Ruwah atau Sya’ban.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4) Tirakat/ Prihatin

Salah satu tradisi atau budaya yang begitu popular di

kalangan orang Jawa adalah Tirakat. Tirakat adalah berpuasa

pada hari-hari tertentu dengan cara-cara tertentu. Karena

dekat dengan ritual puasa dalam ibadah Islam baku, maka

orang Agami Jawi biasanya juga melaksanakan puasa,

walaupun tidak melaksanakan syariat yang lain secara rutin.

Inti dari ritual tirakat adalah latihan untuk menjalani

kesukaran-kesukaran hidup untuk mendapatkan keteguhan

iman. Jadi tirakat merupakan ritual keagamaan yang

disengaja agar seseorang menjalani kesukaran, kesulitan, dan

kesengsaraan. Pemeluk Agama Jawi percaya bahwa ritual ini

berpahala dan bermanfaat dalam melatih keteguhan pribadi.

Tirakat/priyatin memiliki berbagai jenis di antaranya

mutih, siyam, nglowong, ngepel, ngebleng dan patigeni.

Mutih berarti seseorang berpantang makan selain nasi putih

saja pada hari Senin dan Kamis. Siyam artinya menjalani

puasa pada bulan Ramadhan sebulan penuh. Nglowong

artinya berpuasa selama beberapa hari menjelang hari-hari

besar Islam. Ngepel artinya membiasakan makan dalam porsi

sedikit, yaitu tidak lebih dari satu genggam tangan selama

satu atau dua hari. Ngebleng berarti berpuasa dan menyenderi

dalam ruangan tertentu dengan tidak makan atau minum

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

selama tenggang waktu tertentu, seperti 40 hari. Sedangkan

patigeni berarti berpuasa di dalam suatu ruangan yang gelap

pekat yang tak dapat ditembus cahaya.

Jenis ritual ini sangat dekat dengan praktik-praktik

yoga dalam Hindu. Praktik yoga ditengarai sebagai benih

bagi kemunculan praktik-praktik tapa-brata dan semedi.

Tapa brata, seperti disebut di atas merupakan bentuk

pendisiplinan diri secara keras dengan berbagai bentuk

kegiatan yang sulit seperti puasa, sedangkan semedi

merupakan cara pemusatan konsentrasi pada kekuatan adi-

kodrati untuk mencapai penyatuan. Pada intinya, tirakat

merupakan latihan laku prihatin bagi seseorang untuk terbiasa

menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Dengan laku

prihatin ini, seseorang berharap semakin dekat pada Tuhan.

5) Ziarah makam

Kebiasaan datang ke makam-makam tertentu adalah

umum sekali di kalangan Islam santri yang masih

terpengaruh dengan kejawen. Hanya saja menurut Nurcholish

Madjid, hal ini tidak jelas, apakah kebiasaan ini lebih berakar

dalam konsep-konsep sufisme atau Jawanisme. Sebab,

sebelum Islam datang, agama yang ada adalah Hindu yang

tidak mengenal kubur atau makam. Dan makam yang banyak

dikunjungi untuk ziarah itu umumnya adalah makam orang-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

orang yang dinamakan wali atau orang suci yang keramat,

sehingga meskipun sudah meninggal akan mampu memberi

kesehatan, keselamatan, sukses dalam usaha dan lain-lain.

Tabel 5.13

Melaksanakan Tradisi

No Melaksanakan Tradisi

1 Komunitas Islam Aboge dalam melakukan berbagai

aktivitas sehari-hari juga dipengaruhi oleh keyakinan,

konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai budaya,

dan norma-norma yang kebanyakan berada di alam

pikirannya.

2 Nilai-nilai budaya lokal yang masih dipertahankan dan

dilestarikan masyarakat Islam Aboge sampai saat ini masih

menjalankan tradisi

3 Nilai-nilai budaya yang menjadi tradisi antara lain

slametan, ruwatan, nyadaran, tirakat/ prihatin dan ziarah

kubur.

(Sumber : Data Primer, Diolah tahun 2013).

C. Pembahasan

Pada bab pembahasan ini, peneliti menganalisis beberapa

temuan penelitian yang berupa data observasi dan wawancara di

lapangan. Dalam melakukan penelitian ini banyak sekali peneliti

temukan data yang dapat dianalisis dengan teori yang peneliti

gunakan. Peneliti menemukan gejala-gejala yang ditemukan dapat

mendukung materi penelitian ini. Gejala tersebut terbagi kedalam

beberapa sub-bab antara lain: mengenai pendidikan karakter,

kearifan lokal, Islam Aboge, pemahaman peserta didik tentang

kearifan lokal Islam Aboge dan karakter peserta didik. Dari kelima

aspek temuan tersebut akan dikaitkan dengan teori interaksionisme

simbolik yang pada akhirnya dapat memberikan gambaran

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengenai Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal

Islam Aboge dalam Pendidikan Karakter di SMA Negeri Ajibarang

Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Kelima

aspek tersebut dapat penulis paparkan sebagai berikut dan

didukung dengan matrik temuan dari penulis.

Tabel 5.14

Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lolak Islam Aboge

Dalam Pendidikan Karakter

No Pemahaman Peserta Didik Tentang Kearifan Lokal Islam

Aboge Dalam Pendidikan Karakter

1 Pendidikan Karakter merupakan proses yang dilkukan secara

sadar dan disengajan untuk mananamkan karakter dari pendidik

kapada peserta didik agar peserta didik memiliki ilmu

pengetahuan, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia sehingga

berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara.

2 Kearifan Lokal adalah nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh

masyarakat yang sudah mendarah daging dan diwariskan dari

generasi ke generasi sebagai ajaran.

3 Islam Aboge merupakan perpaduan atau penggabungan antara

Islam sebagai agama atau keyakinan dan Jawa sebagai tradisi

atau kebudayaan yang dibawa dan disebarkan oleh Syarif

Hidayatullah dari Cirebon. Aboge ditranformasikan kepada

pemeluknya secara tradisional melalui pendidikan keluarga,

pengajian dan pertemuan para penganut Aboge.

4 Kearifan Lokal Islam Aboge nilai-nilai karakter yang dimiliki

oleh masyarakat yang sudah mendarah daging dan diwariskan

dari generasi ke generasi sebagai ajaran yang menggabungkan

antara Islam dengan budaya Jawa yang berisi tentang ajaran

untuk menghargai leluhur, sabar, prihatin, guyub rukun dan

pasrah.

5 Pemahaman Peserta Didik merupakan keadaan atau situasi

yang dimiliki oleh peseta didik untuk mengetahui,mengerti dan

memahami tentang penegtahuan, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia termasuk nilai-nilai yang budaya lokal yang

dalam hal ini adalah kearifan lokal Islam Aboge.

(Sumber : Data Primer, Diolah Tahun 2013).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus,

yaitu proses yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),

perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas

Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak

akan berjalan secara efektif. Dengan pendidikan karakter yang

diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang peserta

didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi ini adalah

bekal penting dalam mempersiapkan peserta didik menyongsong

masa depan, karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil

menghadapi segala macam tantangan kehidupan, termasuk

tantangan untuk berhasil secara akademis (Sibarani,2012:1)

Para ahli mengatakan bahwa perlu memahami unsur-

unsur karakter esensial umum, yang penting ditanamkan kepada

generasi muda. Ada 8 (delapan) unsur karakter inti yaitu :

1) Kejujuran (honesty)

2) Belas kasihan (compassion)

3) Pilihan yang baik (good judgment)

4) Keteguhan hati (courage)

5) Kedamaian hati (kindness)

6) Pengendalian diri (self-control)

7) Kerja sama (cooperation)

8) Kerajinan dan kerja keras (deligence or hard work)

(Charlie, 2002:15).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Delapan karakter inti (core characters) itulah, menurut

Thomas Lickona, yang paling penting dan mendasar untuk

dikembangkan pada peserta didik selain sekian banyak unsur-unsur

karakter yang lain. Selain delapan unsur karakter yang menjadi

karakter inti menurut Thomas Lickona(1996), para pegiat

pendidikan karakter mencoba melukiskan pilar-pilar penting

karakter dengan menunjukkan hubungan sinergis antara keluarga

(home), sekolah (school), masyarakat (community), dan dunia

usaha (business). Dalam hubungan sinergis tersebut terdapat

sembilan unsur karakter, yaitu :

1) Responsibility (tanggung jawab)

2) Respect (rasa hormat)

3) Fairness (keadilan)

4) Courage(keteguhan hati)

5) Honesty (kejujuran)

6) Citizenship (kewarganegaraan)

7) Self-descipline (disiplin diri)

8) Caring (peduli)

9) Perseverance (ketekunan).

Berdasarkan konsep/ indikator yang digunakan oleh

Kementrian Pendidikan Nasional merupakan gabungan antara

unsur-unsur karakter yang dikemukakan oleh Charlie(2002) dan

Thomas Lickona(1996), dalam naskah akademik Pengembangan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa (Suyanto, 2011),

Kementerian Pendidikan Nasional telah merumuskan lebih banyak

nilai-nilai karakter (18 nilai) yang akan dikembangkan atau

ditanamkan kepada peserta didik dan generasi muda bangsa

Indonesia. Nilai-nilai karakter tersebut dapat dideskripsikan dalam

tabel 5.1 sebagai berikut:

Tabel 5.15

Niali-Nilai Karakter Kementerian Pendidikan Nasional

No. Nilai Deskripsi

1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan

ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap

pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun

dengan pemeluk agama lain.

2 Jujur Perilaku yang dilaksanakan pada upaya menjadikan

dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya

dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan

3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,

suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain

yang berbeda dari dirinya.

4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh

pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh

dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas,

serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan

cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada

orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8 Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai

sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9 Rasa Ingin

Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk

mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu

yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

10 Semangat

Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang

menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas

kepentingan diri dan kelompoknya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11 Cinta Tanah

Air

Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan

kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi

terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, dan politik bangsa.

12 Menghargai

Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk

menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat,

dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang

lain.

13 Bersahabat/

Komunikatif

Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara,

bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14 Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan

orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran

dirinya.

15 Gemar

Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca

berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi

dirinya.

16 Peduli

Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah

kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan

mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki

kerusakan alam yang sudah terjadi.

17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan

pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18 Tanggung

Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan

tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan,

terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam,

sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha

Esa.

Sumber : Kementerian Pendidkan Nasional Tahun 2011.

Untuk memudahkan pelaksanaannya dalam pendidikan

karakter, kedelapan belas karakter tersebut diklasifikasikan/

dikelompokan dalam desain induk pendidikan karakter menurut

Kementerian Pendidikan Nasional dikelompkan menjadi empat

konfigurasi karakter berdasarkan konteks proses psikososial dan

sosiokultural, yaitu :

1) Olah hati (spiritual and emotional development)

2) Olah pikir (intellectual development)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3) Olah raga dan kinestetik (physical and kinesthetic development)

4) Olah rasa dan karsa (affective and creativity development).

Dari keempat kelompok konfigurasi karakter tersebut

memiliki unsur-unsur karakter inti sebagai berikut:

Tabel 5.16

Konfigurasi Karakter

No. Kelompok

Konfigurasi Karakter

Karakter Inti

(Core Characters)

1 Olah Hati Religius, jujur, tanggung Jawab,

peduli sosial, dan peduli

lingkungan

2 Olah Pikir Cerdas, kreatif, gemar membaca, dan

rasa ingin tahu

3 Olah Raga Sehat, dan bersih

4 Olah Rasa dan Karsa Peduli, dan kerja sama (gotong

royong)

Sumber : Kementerian Pendidikan Nasional Tahun 2011.

Dengan dirumuskannya delapan belas karakter tersebut,

itu berarti bahwa pemerintah melalui pendidikan menginginkan

generasi muda menjadi orang yang religius, jujur, toleransi,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli

lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Secara singkat,

pendidikan karakter yang menjadikan orang yang hati, pikiran,

raga, dan rasa-karsanya baik. Betapa bangsa ini menjadi bangsa

yang adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang

Dasar 1945 jika tercipta generasi yang memiliki karakter tersebut

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

di atas. Jika generasi muda memiliki karakter tersebut di atas, tidak

ada lagi kemiskinan karena masyarakat sudah disiplin dan bekerja

keras, tidak ada lagi konflik karena masyarakat cinta damai, cinta

tanah air, dan toleransi, tidak ada lagi ketidakadilan karena

masyarakat sudah demokratis dan peduli sosial, dan tidak ada lagi

korupsi karena masyarakat sudah jujur dan religius. Itulah harapan

bangsa ini, tetapi persoalannya sekarang adalah bagaimana cara

dan metodenya menjadikan generasi muda memiliki karakter

tersebut dan dari mana sumber sebagai basis pembentukan karakter

tersebut.

Dalam penelitian ini informan menyatakan bahwa

pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara sadar,

terencana agar dapat mencetak peserta didik untuk memiliki

kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, akhlak mulia sehingga

dapat berguna bagi masyarakat, bangsa dan negara ditengah-tengah

persaingan global tanpa kehilangan identitas dan jati diri. Dalam

perkembanganya pendidikan memasukan nilai-nilai kearifan lokal

yang dikembangkan melalui kurikulum berbasis kearifan lokal.

Kesesuaian antara pendidikan karakter dengan nilai-nilai

kearifan lokal, setidaknya menjadi tolak ukur pendidikan karakter

yang baik. Pengembangan kurikulum berbasis kearifan lokal

disesuaikan dengan kondisi disekiatnya sehingga pelaksanaan

pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

mengimplementasikan kearifan lokal Islam Aboge yang dimasukan

dalam mata pelajaran muatan lokal bahasa Banyumasan.

Kearifan lokal adalah kebijaksanaan hidup yang

didasarkan pada nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat. Kearifan

lokal merepresentasikan sebuah nilai kebudayaan masyarakat yang

menaungi keseluruhan kompleksitas norma dan perilaku yang

dijunjung tinggi serta menjadi sebuah “belief”. Kearifan lokal

dalam kenyataan sehari-hari dapat ditemui dalam nyayian, pepatah,

sasanti, petuah, semboyan, kesusasteraan, dan naskah-naskah kuno

yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Unsur revitalisasi kearifan

lokal dalam merespon lingkungan adalah melalui penguatan

masyarakat berbasis inisiatif-inisiatif lokal. Ciri dasar kearifan

lokal dalah adanya kepedulian sesama manusia dan alam semesta.

Kebudayaan Jawa membawakan adab, pendidikan,

pengajaran, kesenian kesusastraan yang penuh ajaran moral, filsafat

yang mengandung pemikiran dan cita-cita kebijaksanaan hidup

sampai pada kebatinan/tasawuf mendekati tuhan yang maha

pencipta, kesemuanya memiliki arti sepanjang masa. (Raharja,

1995:195).

Kearifan lokal perlu diintegrasikan dalam gerakan sosial

dan kebudayaan masyarakat. Dengan gerakan semacam ini, akan

mampu membawa kesadaran dalam hati nurani masyarakat luas

dalam menghadapi persoalan perspektif pendidikan, Upaya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

pengembangan pemberdayaan potensi lokal yang dilakukan antara

lain:

1) Pengembangan sumberdaya kelembagaan budaya dan

pendidikan melalui optimalisasi dan peningkatan kemampuan

pendidikan dan latihan pengenalan karakter berbasis kearifan

lokal/inisiatif-inisiatif lokal.

2) Secara akademis perlu pengembangan tenaga perancang dan

peneliti dalam berbagai bidang yang secara lintas disiplin

mampu menyelesaikan persoalan pendidikan karakter dengan

pendekatan yang berbasis kearifan lokal/inisiatif-inisiatif

lokal.

Model pendidikan berbasis kearifan lokal adalah model

pendidikan yang memiliki relevansi tinggi bagi pengembangan

kecakapan hidup (life skills) dengan bertumpu pada pemberdayaan

keterampilan dan potensi kebudayaan lokal di masing-masing

daerah. Dalam model pendidikan ini, materi pembelajaran memiliki

makna dan relevansi tinggi terhadap pemberdayaan hidup siswa

secara nyata, berdasarkan realitas yang dihadapi. Kurikulum yang

disiapkan adalah kurikulum yang sesuai dengan kondisi lingkungan

dan kebudayaan peserta didik, minat, dan kondisi psikis peserta

didik, pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang

mengajarkan peserta didik untuk selalu lekat dengan situasi konkret

kebudayaan dihadapi peserta didik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Aboge berasal kata dari Alip Rebo Wage. Aboge

merupakan perpaduan atau penggabungan antara Islam sebagai

agama atau keyakinan dan Jawa sebagai tradidu atau kebudayaan

yang dibawa dan disebarkan oleh Syarif Hidayatullah dari Cirebon.

Aboge ditranformasikan kepada pemeluknya secara tradisional

melalui pendidikan keluarga, pengajian dan pertemuan para

penganut Aboge. Di Kabupaten Banyumas penganut Aboge yang

berjumlah ribuan tersebar di sejumlah desa antara lain di Desa

Cibangkong (Pekuncen), Desa Kracak (Ajibarang), Desa Cikakak

(Wangon), dan Desa Tambak Negara (Rawalo). Nilai-nilai yang

terdapat dalam Islam aboge sama seperti nilai-nilai yang berlaku

dalam masyarakat Jawa yaitu :

1) Rila (ikhlas) yaitu kesanggupan untuk merelakan (melepas tanpa

penyesalan) atas hak milik, atau subjektivitasnya demi keselarasan

kehidupan besar.

2) Nerima (kesanggupan menerima) yaitu kesanggupan untuk

menerima keadaan sebagaimana adanya. Hal ini juga mengandung

makna menghadapi derita tanpa keluh kesah dan menghadapi

kegembiraan tanpa lupa diri.

3) Sabar yaitu kesanggupan untuk menghadapi keadaan dengan tidak

dilandasi hawa nafsu, melainkan dengan kearifan. Dengan sabar

orang tidak mudah putus asa atau tergoncang jiwanya sehingga

menjadi sehat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4) Temen (jujur, dapat dipercaya): memegang teguh apa yang pernah

dikatakan/disanggupi, pantang ingkar janji, ajining dhiri dumunung

ana ing lathi atau sabda pandhita ratu.

5) Budi luhur: agar dapat memiliki budi luhur dituntut tiga perilaku

yang harus dilaksanakan, yaitu andhap asor (rendah hati), prasaja

(sederhana), tawasul (menghormati orang tua baik yang masih

hidup maupun yang sudah meninggal) dan tepa selira (tenggang

rasa).

Kearifan lokal Islam Aboge pada umumnya dapat dilihat

melalui pemahaman dan perilaku masyarakat Jawa. Pemahaman dan

perilaku itu dapat dilihat melalui:

1) Norma-norma lokal yang dikembangkan, seperti laku Jawa,

pantangan dan kewajiban.

2) Ritual dan tradisi masyarakat Jawa serta makna di baliknya.

3) Lagu-lagu rakyat, legenda, mitos, dan cerita rakyat Jawa yang

biasanya mengandung pelajaran atau pesan-pesan tertentu yang

hanya dikenali oleh masyarakat Jawa.

4) Informasi data dan pengetahuan yang terhimpun pada diri sesepuh

masyarakat, pemimpin spiritual.

5) Manuskrip atau kitab-kitab kuno yang diyakini kebenarannya oleh

masyarakat Jawa.

6) Cara-cara komunitas lokal masyarakat Jawa dalam memenuhi

kehidupannya sehari-hari.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7) Alat dan bahan yang dipergunakan untuk kebutuhan tertentu.

8) Kondisi sumber daya alam atau lingkungan yang biasa dimanfaatkan

dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

Usman melibatkan pemahaman sebagai bagian dari

domain kognitif hasil belajar. Ia menjelaskan bahwa pemahaman

mengacu kepada kemampuan memahami makna materi(Usman,

2002: 35). Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan

merupakan tingkat berpikir yang rendah. Selanjutnya, Sudjana

membagi pemahaman ke dalam tiga kategori, yakni sebagai

berikut:

1) Tingkat pertama atau tingkat terendah, yaitu pemahaman

terjemahan, mulai dari terjemahan dalam arti sebenarnya

2) Tingkat kedua adalah pemahaman atau penafsiran, yaitu

menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui

berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik

dengan kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan

pokok.

3) Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi, yakni

pemahaman ekstrapolasi. Dengan ekstrapolasi diharapkan

mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat ramalan

tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti

waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya (Sudjana, 2010: 24).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Memperhatikan uraian-uraian di atas, maka dapat

diketahui bahwa pemahaman merupakan salah satu bentuk

pernyataan hasil belajar. Pemahaman setingkat lebih tinggi dari

pengetahuan atau ingatan, namum pemahaman ini masih tergolong

tingkat berpikir rendah. Oleh karena itu, untuk meningkatkan

pemahaman diperlukan proses belajar yang baik dan benar.

Pemahman peserta didik akan dapat berkembang bila proses

pembelajaran berlangsung dengan efektif dan efisien. Sesuai

dengan hasil temuan, pemahaman peserta didik tentang kearifan

lokal Islam Aboge dalam pendidikan karakter, antara lain:

Analisis ini dilakukan berdasar teori-teori yang sejalan.

Seperti teori interaksionisme simbolik yang dicetuskan oleh George

Herbert Mead yang merumuskan bahwa ada tiga tema besar yang

mendasari asumsi dalam teori interaksi simbolik Ralph Larossa dan

Donald C. Reitzes (1993) :

1). Pentingnya makna bagi perilaku manusia

a) Manusia bertindak terhadap orang lain berdasarkan makna

yang diberikan orang lain terhadap mereka.

b) Makna yang diciptakan dalam interaksi antar manusia.

c) Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.

2). Pentingnya konsep mengenai diri

a) Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui

interaksi dengan orang lain.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

b) Konsep diri memberikan sebuah motif penting untuk

berperilaku.

c) Hubungan antara individu dan masyarakat.

d) Orang dan kelompok- kelompk dipengaruhi oleh proses

budaya dan sosial.

e) Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.

(West & Turner, 2008 : 98-104).

Apabila diamati secara menyeluruh Pendidikan adalah

proses internalisasi kebiasaan bersama komunitas ke dalam diri

aktor. Pendidikan adalah proses yang esensial karena menurut

pandangan Mead, aktor/ peserta didik tidak mempunyai diri dan

belum menjadi anggota komunitas sesungguhnya sehingga mereka

tidak mampu menanggapi diri mereka sendiri seperti yang

dilakukan komunitas yang lebih luas. Untuk berbuat demikian,

aktor/ peserta didik harus dapat menginternalisasikan sikap-sikap

bersama komunitas.

Teori Interaksi Simbolik

Tiga tema konsep pemikiran George Herbert Mead yang

mendasari interaksi simbolik antara lain:

1) Pentingnya makna bagi perilaku manusia

Tema ini berfokus pada pentingnya membentuk makna

bagi perilaku manusia, dimana dalam teori interaksi simbolik tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

bisa dilepaskan dari proses komunikasi, karena awalnya makna itu

tidak ada artinya, sampai pada akhirnya di konstruksi secara

interpretif oleh individu melalui proses interaksi, untuk

menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama dimana

asumsi-asumsi itu adalah sebagai berikut : Manusia, bertindak,

terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang

lain kepada mereka, Makna diciptakan dalam interaksi antar

manusia, Makna dimodifikasi melalui proses interpretif, untuk

menciptakan makna yang dapat disepakati secara bersama. Hal ini

sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi karya Herbert Blumer(1969)

dalam West-Turner(2008: 99) dimana asumsi-asumsi itu adalah

sebagai berikut: Manusia bertindak terhadap manusia lainnya

berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka,

Makna diciptakan dalam interaksi antar manusia, Makna

dimodifikasi melalui proses interpretif.

2) Pentingnya konsep mengenai diri (self concept)

Tema ini berfokus pada pengembangan konsep diri melalui

individu tersebut secara aktif, didasarkan pada interaksi sosial

dengan orang lainnya dengan cara antara lain : Individu-individu

mengembangkan konsep diri melalui nteraksi dengan orang lain,

Konsep diri membentuk motif yang penting untuk perilaku Mead

seringkali menyatakan hal ini sebagai : ”The particular kind of role

thinking – imagining how we look to another person” or ”ability to

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

see ourselves in the reflection of another glass”. Tema kedua pada

interaksi simbolik berfokus pada pentingnya ”Konsep diri” atau

”Self-Concept”. Interaksi simbolik ini menekankan pada

pengembangan konsep diri melalui individu tersebut secara aktif,

didasarkan pada interaksi sosial dengan orang lainnya. Tema ini

memiliki dua asumsi tambahan, menurut LaRossan & Reitzes

(1993) dalam West-Turner (2008: 101), antara lain: Individu-

individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan

orang lain, Konsep diri membentuk motif yang penting untuk

perilaku.

3) Hubungan antara individu dengan masyarakat.

Tema ini berfokus pada hubungan antara kebebasan

individu dan masyarakat, dimana norma-norma sosial membatasi

perilaku tiap individunya, tapi pada akhirnya tiap-tiap individulah

yang menentukan pilihan yang ada dalam sosial

kemasyarakatannya. Fokus dari tema ini adalah untuk menjelaskan

mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-

asumsi yang berkaitan dengan tema ini adalah : Orang dan

kelompok masyarakat dipengaruhi oleh proses budaya dan sosial,

Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial

Teori interaksi simbolik menyatakan bahwa interaksi

sosial adalah interaksi simbol. Manusia berinteraksi dengan orang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

lain dengan cara menyampaikan simbol yang lain dengan cara

memberi makna atas simbol tersebut. Asumsi-asumsi antara lain:

a) Masyarakat terdiri dari manusia yang berinteraksi melalui

tindakan bersama dan membentuk organisasi.

b) Interaksi simbolik mencangkup pernafsiran tindakan.

Prespektif interaksi simbolik menyatakan bahwa perilaku

manusia harus di pahami dari sudut pandang subyek. Dimana

teoritis interaksi simbolik ini memandang bahwa kehidupan sosial

pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan

simbol-simbol(D.Mulyana, 2001: 70). Inti pada penelitian ini

adalah mengungkap bagaimana cara manusia menggunakan

simbol-simbol yang merepresentasikan apa yang peserta didik

pahami ttentang kearofan lokal Islam aboge dalam pendidikan

karakter. Penggunaan simbol seperti rila, nerima, sabar, prihatin

dan temenan yang dapat menunjukkan sebuah makna tertentu,

bukanlah sebuah proses yang interpretasi yang diadakan melalui

sebuah persetujuan resmi, melainkan hasil dari proses interaksi

sosial mellui pendidikan di keluarga, pengajian rutin dan

melaksanakan tradisi. Tiga ide dasar dari interaksi simbolik, antara

lain:

1) Pikiran (Mind) adalah kemampuan untuk menggunakan simbol

yang mempunyai makna sosial yang sama, dimana tiap individu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

harus mengembangkan pikiran mereka melalui interaksi dengan

individu lain

2) Diri (Self) adalah kemampuan untuk merefleksikan diri tiap

individu dari penilaian sudut pandang atau pendapat orang lain,

dan teori interaksionisme simbolis adalah salah satu cabang

dalam teori sosiologi yang mengemukakan tentang diri sendiri

(the-self) dan dunia luarnya.

3) Masyarakat (Society) adalah jejaring hubungan sosial yang

diciptakan, dibangun, dan dikonstruksikan oleh tiap individu

ditengah masyarakat, dan tiap individu tersebut terlibat dalam

perilaku yang mereka pilih secara aktif dan sukarela, yang pada

akhirnya mengantarkan manusia dalam proses pengambilan

peran di tengah masyarakatnya.

Implikasi dalam ilmu/teori dan metodologi

Implikasi dari teori interaksi simbolik dapat dijelaskan dari

beberapa teori atau ilmu dan metodologi berikut ini, antara lain:

Teori sosiologikal modern (Modern Sociological Theory) menurut

Francis Abraham (1982)dalam Soeprapto (2007), dimana teori ini

menjabarkan interaksi simbolik sebagai perspektif yang bersifat

sosial-psikologis. Teori sosiologikal modern menekankan pada

struktur sosial, bentuk konkret dari perilaku individu, bersifat

dugaan, pembentukan sifat- sifat batin, dan menekankan pada

interaksi simbolik yang memfokuskan diri pada hakekat interaksi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Teori sosiologikal modern juga mengamati pola-pola yang dinamis

dari suatu tindakan yang dilakukan oleh hubungan sosial, dan

menjadikan interaksi itu sebagai unit utama analisis, serta

meletakkan sikap-sikap dari individu yang diamati sebagai latar

belakang analisis.

Perspektif interaksional (Interactionist perspective)

merupakan salah satu implikasi lain dari interaksi simbolik, dimana

dalam mempelajari interaksi sosial yang ada perlu digunakan

pendekatan tertentu, yang lebih kita kenal sebagai perspektif

interaksional (Hendariningrum. 2009). Perspektif ini menekankan

pada pendekatan untuk mempelajari lebih jauh dari interaksi sosial

masyarakat, dan mengacu dari penggunaan simbol- simbol yang

pada akhirnya akan dimaknai secara kesepakan bersama oleh

masyarakat dalam interaksi sosial mereka.

Teori peran (Role Theory) merupakan implikasi

selanjutnya dari interaksi simbolik menurut pandangan Mead

(West-Turner 2008: 105). dimana, salah satu aktivitas paling

penting yang dilakukan manusia setelah proses pemikiran (thought)

adalah pengambilan peran (role taking). Teori peran menekankan

pada kemampuan individu secara simbolik dalam menempatkan

diri diantara individu lainnya ditengah interaksi sosial masyarakat.

Teori diri (Self theory) dalam sudut pandang konsep diri,

merupakan bentuk kepedulian dari Ron Harrě, dimana diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dikonstruksikan oleh sebuah teori pribadi (diri). Artinya, individu

dalam belajar untuk memahami diri dengan menggunakan sebuah

teori yang mendefinisikannya, sehingga pemikiran seseorang tentang

diri sebagai person merupakan sebuah konsep yang diturunkan dari

gagasan-gagasan tentang personhood yang diungkapkan melalui

proses komunikasi (LittleJohn. 2005: 311).

Blumer mengutarakan tentang tiga prinsip utama

interaksionisme simbolik, yaitu tentang pemaknaan (meaning),

bahasa (language), dan pikiran (thought). Premis ini nantinya

mengantarkan kepada konsep ‘diri’ seseorang dan sosialisasinya

kepada ‘komunitas’ yang lebih besar(masyarakat). Blumer

mengajukan tiga premis antara lain :

Premis pertama, bahwa human act toward people or things on the

basis of the meanings they assign to those people or things.

Maksudnya, manusia bertindak atau bersikap terhadap manusia yang

lainnya pada dasarnya dilandasi atas pemaknaan yang mereka

kenakan kepada pihak lain tersebut. Once people define a situation

as real, its very real in its consequences. Pemaknaan tentang apa

yang nyata bagi kita pada hakikatnya berasal dari apa yang kita

yakini sebagai kenyataan itu sendiri. Karena kita yakin bahwa hal

tersebut nyata, maka kita mempercayainya sebagai kenyataan.

Premis kedua bahwa meaning arises out of the social

interaction that people have with each other. Pemaknaan muncul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dari interaksi sosial yang dipertukarkan di antara mereka. Makna

bukan muncul atau melekat pada sesuatu atau suatu objek secara

alamiah. Makna tidak bisa muncul ‘dari sananya’. Makna berasal

dari hasil proses negosiasi melalui penggunaan bahasa (language)

dalam perspektif interaksionisme simbolik. Di sini, Blumer

menegaskan tentang pentingnya penamaan dalam proses pemaknaan.

Sementara itu Mead juga meyakini bahwa penamaan simbolik ini

adalah dasar bagi masyarakat manusiawi (human society).

Premis ketiga bahwa an individual’s interpretation of

symbols is modified by his or her own thought process.

Interaksionisme simbolik menggambarkan proses berpikir sebagai

perbincangan dengan diri sendiri. Proses berpikir ini sendiri

bersifat refleksif.

Perspektif Interaksionisme simbolik berusaha untuk

memahami perilaku manusia dari sudut pandang subyek yang

didasarkan definisi atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di

sekeliling mereka. Dalam hal ini peserta didik sebagai subjek dari

pendidikan membentuk dan mengatur perilaku mereka berdasarkan

nilai-nilai karakter yang terdapat dilingkungan sekolah serta dari

kearifan lokla Islam Aboge berupa sikap saling menghormati, sikap

dan watak jujur, sikap adil, tidak boleh berbuat serakah, murka, ora

narima ing pandum atau loba, tamak dan hidup rukun, sikap saling

tolong menolong, gotong royong, dan tanggung jawab yang tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya

ataupun tuntutan peran

Interaksionisme simbolik didasarkan pada ide-ide tentang

individu dalam melakukan interaksinya dengan menggunakan

komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Dalam hal

ini pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge

merupakan nilai-nilai karakter yang diperoleh dari pendidikan

karakter di sekolah serta melalui pengajian, silaturahmi, sodakoh

serta melaksanakan tradisi- tradisi dalam Islam Aboge. Pemahaman

tersebut teraktualisasi dalam pemahaman tentang Islam, Islam

Aboge dan pendidikan karakter. Pemahaman tersebut ditujukan

kepada peserta didik dalam hal karakter yang sesuai dengan

pendidikan karakter disekolah dan nilai-nilai kearifan lokal Islam

Aboge.

Peneliti mencoba menjelaskan bagaimana kearifan lokal

Islam Aboge dalam pendidikan karakter, kearifan lokal tersebut

seperti: Sikap saling menghormati, ini terlihat pada bahasa

keseharian orang Jawa dimana di dalamnya ada undak-unduk

basa (tingkatan bahasa) yang dilakukan antara orang muda

dengan orang yang lebih tua, Sikap dan watak jujur,orang tua

mengajarkan kepada anaknya untuk berperilaku jujur baik dalam

ucapan maupun tindakan, sikap adil, anak-anak harus mengetahui

hak dan kewajiban masing-masing dan tahu bagaimana

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

memperlakukan saudaranya dalam segala hal. Tidak boleh

berbuat serakah, murka, ora narima ing pandum atau loba, tamak,

urip rukun , sikap saling tolong menolong, gotong royong, dan

tanggung jawab harus ditanamkan oleh orang tua kepada anaknya

sejak dini supaya anak dalam menghadapi kehidupanya tidak

berlomba-lomba untuk mencari kebahagiaan pribadi saja akan

tetapi juga membawa kebahagiaan bagi lingkungan sekitarnaya,

Rila (ikhlas) yaitu kesanggupan untuk merelakan (melepas tanpa

penyesalan) atas hak milik, atau subyektivitasnya demi

keselarasan kehidupan besar, Nerima (kesanggupan untuk dapat

menerima): kesanggupan untuk menerima keadaan sebagaimana

adanya. Hal ini juga mengandung makna menghadapi derita tanpa

keluh kesah dan menghadapi kegembiraan tanpa lupa diri, Sabar:

kesanggupan untuk menghadapi keadaan dengan tidak dilandasi

hawa nafsu melainkan dengan kearifan. Dengan sabar orang tidak

mudah putus asa atau tergoncang jiwanya sehingga menjadi sehat,

Temenan (jujur, dapat dipercaya) yaitu memegang teguh apa yang

pernah dikatakan atau disanggupi, pantang ingkar janji, ajining

dhiri dumunung ana ing lathi atau sabda pandhita ratu, budi

luhur : agar dapat memiliki budi luhur dituntut tiga perilaku yang

harus dilaksanakan, yaitu andhap asor (rendah hati), prasaja

(sederhana), dan tepa selira (tenggang rasa).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Karakter yang terdapat dalam kearifan lokal Islam Aboge

tersebut sesuai dengan tujuan dari pendidikan karakter yaitu

peserta didik memiliki konfigurasi empat kategori yaitu : pertama

olah pikir, olah hati, olah raga, serta olah rasa dan karsa. Maka

dari itu pemahaman pemahaman peserta didik tentang kearifan

lokal Islam Aboge di SMA Negeri Ajibarang sejalan dengan teori

Interaksionisme simbolik George Herbert Mead.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pemahaman peserta didik tentang pendidikan karakter di SMA

Negeri Ajibarang dipahami oleh seluruh peserta didik sebagai

proses penanaman karakter agar peserta didik memiliki nilai-nilai

karakter mulia seperti hormat, tanggung jawab, keadilan,

keteguhan hati, kejujuran, semangat kebangsaan, disiplin,

toleransi, peduli lingkungan, dan rasa ingin tahu yang bersumber

dari Kurikulum Nasional. Pendidikan karakter juga dipahami oleh

peserta didik yang menganut ajaran Islam Aboge sebagai proses

pembentukan karakter yang bersumber dari ajaran leluhur berupa

tradisi, ajaran-ajaran, petatah-petitih dan semboyan hidup

2. Pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge

dipahami oleh sebagian peserta didik sebagai proses pembentukan

karakter yang bersumber dari ajaran leluhur misalnya sabar,

prihatin, temenan, jujur, rila dan nerima yang diperoleh peserta

didik penganut Aboge melalui pengajian rutin, silaturahmi serta

menjalankan tradisi, sedangkan peserta didik yang tidak

menganut Aboge kurang menginternalisasikan kearifan lokal

Islam aboge hal ini terlihat dari perilaku peserta didik yang tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

menganut Aboge dalam menghadapi masalah memperilhatkan

perilaku yang tidak sabar.

3. Nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge dimasukan dalam

pendidikan karakter di SMA Negeri Ajibarang melalui

penegembangan kurikulum dengan memasukan nilai-nilai

kearifan lokal Islam Aboge seperti sabar, prihatin, temenan, jujur,

nerima dan rila. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut diaplikasikan

dalam mata pelajaran muatan lokal bahasa Banyumasan

4. Secara umun pengaruh pendidikan karakter terhadap pembentukan

karakter peserta didik di SMA Negeri Ajibarang tercermin dalam

RSBI( Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang dimodifikasi

menjadi nilai-nilai karakter seperti Responsif, Semangat, Ikhlas

dan Bertanggungjawab karakter ini dilakukan oleh seluruh peserta

didik di SMA Negeri Ajibarang, sedangkan peserta didik yang

menganut ajaran Aboge selain menunjukan karakter tersebut juga

menunjukan karakter sabar, prihatin, temenan, jujur, rila dan

nerima yang dilakukan dirumah.

B. IMPLIKASI

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti, maka

dapat diuraikan beberapa implikasi sebagai berikut:

1. Implikasi Empiris.

Penelitian yang berjudul “Pemahaman Peserta Didik

Tentang Kearifan Lokal Islam Aboge Dan Pengaruhnya Terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pendidikan Karakter ( Studi Kasus Pada peserta Didik di SMA Negeri

Ajibarang Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Jawa Tengah)”

berkaitan erat dengan sasaran pendidikan karakter melalui

pengembangan kurikulum dengan memasukan nilai-nilai kearifan

lokal yang diaplikasikan dalam mata pelajaran muatan lokal Bahasa

dan Budaya Banyumasan dan pengembangan kultur sekolah.

Pengembangan kurikulum dengan memasukan nilai-nilai kearifan

lokal menjadikan pendidikan lebih membumi karena tidak

meninggalkan lingkungan sekitar, namun demikian dengan

memasukan nilai-nilai kearifan lokal peserta didik semakin banyak

dituntut untuk melaksanakan nilai-nilai kearifan lokal tersebut.

2. Implikasi Teoritis

Penelitian ini menggunakan teori Interaksionisme Simbolik

yang dikembangkan oleh George Herbert Mead. Teor ini menyatakan

bahwa perilaku manusia harus dilihat sebagai proses yang

memungkinkan manusia untuk membentuk dan mengatur perilaku

mereka dengan cara mempertimbangkan ekspetasi orang lain yang

menjadi mitra mereka. Definisi yang mereka berikan kepada orang

lain, situasi, obyek dan bahkan diri mereka sendirilah yang

menentukan perilaku mereka. Perilaku manusia tidak dapat

digolongkan sebagai kebutuhan, dorongan impuls, tuntutan budaya

atau tuntutan peran, manusia bertindak hanyalah berdasarkan definisi

atau penafsiran mereka atas obyek-obyek di sekeliling mereka.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Hasil penelitian ini berbeda dengan teori Interaksionisme

Simbolik yang dikembangkan oleh George Herbert Mead, antara lain :

a. Pikiran (Mind)

Menurut George Herbert Mead pikiran merupakan

kemampuan untuk menggunakan simbol yang mempunyai makna

sosial yang sama oleh setiap manusia, dalam penelitian tentang

pemahaman peserta didik tentang kearifan lokal Islam Aboge

terdapat simbol-simbol seperti sabar, temenan, nerima, ikhlas dan

apa anane dimaknai secara berbeda-beda oleh peserta didik.

b. Diri (Self)

Dalam teori Interaksionisme Simbolik diri diartikan

sebagai kemampuan untuk merefleksikan diri tiap individu dari

penilaian atau sudut pandang orang lain, penelitan ini diri (self)

pesrta didik merupakan hasil dari penilaian atau sudut pandang

dengan menggunakan nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge

sebagai refleksinya.

c. Masyarakat (Society)

Masyarakat dimaknai sebagai jejaring hubungan sosial yang

diciptakan, dibangun dan dikonstruksi oleh tiap individu ditengah

masyarakat dan setiap individu terlibat dalam perilaku yang mereka

pilih secaraaktif dan sukarela, terdapat perbedaan dalam penelitian

ini karena peserta didik tidaklah secara aktif dan sukarela untuk

melaksanakan nilai-nilai kearifan lokal Islam Aboge melainkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

karena adanya mata pelajaran muatan lokal Bahasa dan budaya

Banyumasan.

3. Implikasi Metodologis

Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel

berupa purposive sampling dan snowball sampling. Dengan teknik

tersebut dapat diperoleh data melalui informan dan key informan

berupa catatan penelitan, data , informasi tentang nilai-nilai kearifan

lokal Islam Aboge namun demikian banyak informan yang kurang

memahami nilai-nlai kearifan lokal Islam Aboge sehingga peneliti

harus lebih jeli dalam menentukan informan melalui wawancara

maupun obseervasi partisipan.

C. Saran

1. Model pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal efektif

dalam membentuk kecenderungan sikap dan perilaku karakter

peserta didik di sekolah.

2. Pelaksanaan pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal

disekolah memberikan dampak positif terhadap hal-hal sebagai

berikut:

a. Peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat.

b.Peningkatan kemampuan satuan pendidikan untuk

mengimplementasikan otonomi sekolah terutama dalam

mengembangkan muatan lokal sekolah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

c. Peningkatan kebermaknaan pendidikan karakter bagi peserta

didik.

d. Memperkuat dan mengembangkan tradisi, karena diwariskan

melalui proses pendidikan dengan pendekatan pedagogik dan

akademik yang lebih sistematis, terukur, serta disesuaikan

dengan tuntutan perkembangan zaman.

3. Model pendidikan karakter berbasis kearifan budaya lokal merupakan

upaya untuk meletakkan dasar-dasar filosofi pendidikan yang sejati,

yaitu bahwa pendidikan tidak terpisahkan dari masyarakat dan

kebudayaannya. Pendidikan yang sejati berfungsi membangun

karakter individu agar sesuai dengan nilai-nilai kebudayaannnya.

Oleh karena itu perlu didorong untuk kembali kepada makna, esensi,

dan filosofi pendidikan nasional yang menginginkan pendidikan itu

berakar pada nilai agama dan kebudayaan nasional.

4. Perlunya sekolah mengembangkan muatan lokal yang sesuai dengan

nilai-nilai budaya lokal dan potensi lingkungan sekolahnya, sehingga

sekolah memiliki ciri khas sebagai keunggulannya.

5. Perlu adanya pengintegrasian kurikulum pendidikan formal dengan

pendidikan informal sebagai dasar kerjasama antara sekolah, keluarga,

dan masyarakat dalam membentuk karakter peserta didik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiati, 1991, Ilmu Pendidikan, PT Rineka, Jakarta.

Akhmadi, 2005, Memahami Penelitian Kualitatif, Sebelas Maret University Press,

Surakarta.

Amrih, Pitoyo, 2008, Ilmu Kearifan Jawa, Ajaran Adiluhung Leluhur, Yogyakarta

Pinus.

Ayatrohaedi. Edt. 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius)., Jakarta,

Pustaka Jaya.

Ardianto, Elvinaro dan Bambang Q-Anees. 2007. Filsafat Ilmu Komunikasi.

Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Atkinson, Paul, 1988, “ Etnometodology: A Critical Review”, Annual Review Of

Sociology 14:441-465.

Alwasilah, A. Chaedar, dkk.. 2009. Etnopedagogi Landasan Praktek Pendidikan

dan Pendidikan Guru. Bandung: Kiblat.

Bagus, Loren. 2000. Kamus Filsafat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Borgatta, Edgar F. dan Marie L. Borgatta.1992. Encyclopedia of Sociology.

New York : Macmillan Publishing Company.

Brannen, Julia.1997. Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif.

(Terjemahan Kurde dkk.). Samarinda: Fakultas Tarbiyah IAIN Samarinda.

Bryan Laura. 2005. A Grimm Approach To Character Education. Journal Of

Social Studies Research, Spring 2005; 29, 1.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Bruinessen, Martin Van,1955. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-

Tradisi Islam di Indonesia, Bandung, Mizan.

Dewantara, Ki Hajar.1962. Karya Ki Hajar Dewantara. Bagian Pertama:

Pendidikan.Yogjakarta: Penerbitan Taman Siswa.

Dhofier, Zamakhsyari.1982. Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan

Hidup Kyai. Jakarta: LP3S.

Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. 2011.

Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Karakter. (Berdasarkan Pengalaman

di Kesatuan Pendidikan Rintisan). Jakarta: Balitang Pusat Kurikulm dan

Perbukuan.

Echols,J dan Syadily, H. 1986. Kamus Inggris-Indonesia,Jakarta, Gramedia.

Elkind, D & Freedy Sweet, 2004. How To Do Character Education. Tersedia

(Online) : http://www.good character.com/Article.4.html.(Diunduh 20

November 2012).

Erikson, Bonnie H, 1996. “ Culture, Class and Conection”, American Journal Of

Sociology.

Faisal, Sanapiah, 1995. Format-Format Penelitian Sosial: Dasar-Dasar dan

Aplikasi, Jakarta,Rajawali Perss.

Fudyartanta, Ki. 1995. Acuan Wawasan Pendidikan Budi Pekerti : Yogyakarta:

Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.

Gardner, John, edt, 2006. Assesment and Learning, Londodn, Sage Pub.

Garna, Judistira K. 1997. Pemikiran Modern dan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Bandung: Primaco Akademica CV. (1996).

Geertz, Clifford, 1973, The Interpretation Of Culture, New York, Basic.

Griffin, Emory A., 2003, A First Look at Communication Theory, 5th edition,

New York: McGraw-Hill

Gunawan, Ary H. 2000. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi Tentang

Pelbagai Problem Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Gunardi, Agung Sarwititi S, Purnaningsih Ninuk, Lubis Djuara P 2006,

Pengantar Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah

Pascasarjana IPB, Bogor.

Hamka, Buya. 1996. Tasawuf Modern, Jakarta, Gema Insani Press.

Hoed, Benny,H. 2008. Semiotika dan Dinamika Budaya,Fakultas Ilmu

Pengetahuan Budaya UI, Depok

Ibrahim, Rusli, 2001, Pembinaan Perilaku Sosial Melalui Pendidikan Jasmani,

Direktorat Jendral Olah Raga, Jakarta.

Ihsan, Fuad, 2010, Filsafat Ilmu, Jakarta, Rineka Cipta.

Ilmu-ilmu Sosial Dasar-Konsep-Posisi,Tradisi, Transformasi, Modernisasi, dan

Tantangan Masa Depan. Bandung: PPS Unpad. 1993 Program Pasca

Sarjana Universitas Padjadjaran.

Jalaludin, 2012. Membangun SDM Bangsa Melalui Pendidikan Karakter.

http://jurnal.upi.edu/file/jalaludin.pdf ( diunduh 14 Mei 2013)

Koesoema A, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di

Zaman Modern. Jakarta: PT. Grasindo.

Lickona Thomas. 1996. “ Eleven principles of effective character education”.

Journal of Moral Education,25 (1),93-100.

Maliki, Zainudin, 2010. Sosiologi Pendidikan, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Manullang, Belferik dan Prayitno.2011 Pendidikan Karakter dalam

Pembangunan Bangsa, Jakarta , Gramedia Widiasarana.

Marzuki, 2004. Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam(Online): http:

//staff.uny.ac.id//sites/default/files/pengabdian/dr-marzuki-mag/dr-marzuki

-mag-prinsip-dasar-pendidikan-karakter-perspektif-islam.pdf. (diunduh 21

November 2012)

Megawangi, Ratna, 2007. Pendidikan Karakter, Solusi yang Tepat Untuk

Membangun Bangsa(Cet. kedua), Indonesia Heritage Foundation, Bogor.

Meighan dan Harber, 2007. A Sosiology Of Educating, United States: Holt.

Renehart and Winston, Ltd.

Moleong, Lexy.J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif(Edisi Revisi). Bandung :

Remaja Rosdakarya

Mudyharjo, Redja, 2001. Filsafat Ilmu Pendidikan, Suatu Pengantar, Bandung

Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Dedy, 2001. “ Ilmu Komunikasi” Pengantar, Bandung, Remaja

Rosdakarya.

Muslich, Masnur. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis

Multidimensional. Jakarta, Bumi Aksara.

Neuman, W. Lawrence. 2000. Social Research Methods : Qualitative and

Quantitative Approaches. Boston: Allyn & Bacon.

Nizar, Samsul, 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Perss.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Jakarta,

Rineka Cipta.

Pane, Sanusi, 1955. Sejarah Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Partowisastro, Koestoer, 1983. Dinamika Dalam Psikologi Pendidikan.(Jilid 1),

Jakarata,Erlangga.

Prayitno dan Afriva Khaidir. 2010. Model Pendidikan Karakter Cerdas. Padang:

UNP.

Raharja, Puja, dkk, 1995. Kebudayaan Jawa Perpaduan Dengan Islam,

Yogyakarta, Ikatan Penerbit Indonesia.

Rahyono, F.X., 2009, Kearifan Budaya Dalam Kata, Jakarta, Wedatama

widyasastra.

Raharja Puja, 1995. Kebudayaan Jawa Perpaduan Dengan Islam. Yogyakarta :

Ikatan Penerbit Indonesia.

Ridhwan,2008, Islam Blangkon : Studi Etnografi Karakteristik Keberagamaan di

Kabupaten Banyumas dan Cilacap, dalam Jurnal Istiqro’ Volume 07,

Nomor 1, Departemen Agama Republik Indonesia-Direktorat

Jenderal Pendidikan Islam dan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam.

Ridwan, Nurma Ali,2007, Landasan Keilmuan Kearifan Lokal, dalam Jurna Ibda’

– Jurnal Studi Islam dan Budaya, Edisi Jan-Jun 2007.

Ritzer, George- Goodman Douglas, 2004. Teori Sosiologi Modern, Jakarta,

Kencana.

Ryan Kevin & Bohlin Karen, 1999. Building Character In School, San Fransisco:

John Willey& Sons.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Saksono, Ignas G dan Dwiyanto Djoko, 2011, Terbelahnya Kepribadian Orang

Jawa, Yogyakarta, Keluarga Besar Marhaenis DIY.

Santana, Septian, 2007, Menulis Ilmiah Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta,

Yayasan Obor Indonesia.

Santrock, J.W, 2002. Perkembangan Masa Hidup, Erlangga, Jakarta.

Sartini, 2006., Menggali Kearifan lokal Nusantara, sebuah kajian filsafati,

http://jurnal.filsafat.ugm.ac.id/index.php/jf/article/viewFile/45/41, diunduh

pada 23 Juli 2012.

Sitorus, M T Felix, Agusta Ivanovich, 2006, Metodologi Kajian Kominitas,

Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas

Ekologi Manusia IPB dan Sekolah Pascasarjana IPB, Bogor.

Spradley, P. James, 2007. Etnografi, Yogyakarta, Tiara Wacana.

Sudjana, 2010. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka Cipta.

Sugiono,2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung, ALFABET.

Sukmadinata, Syaodih Nana, 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung,

Remaja Rosdakarya.

Sumarjo dan Saharudin, 2006. Tajuk Modul EP 523 : Metode-Metode Partisipasif

Dalam Pengembangan Masyarakat, Departemen Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dan Sekolah

Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Sutopo, HB, 2002. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta Sebelas Maret

University Perss.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Suyanto,2011“Urgensi Pendidikan Karakter” di halaman resmi Direktorat

Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

www.educationplanner.org (diunduh tanggal 14 Mei 2013 )

Suyitno Imam,2012,Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa

Berwawasan Kearifan Lokal http://jurnal pendidikan karakter,tahun

II,Nomor 1,Februari 2012,diakses pada 19 Juli 2012.

Stake, 1994 dan Yin, 1996 dalam Sitorus Felik MT dan Ivanovik Agusta (2006).

“Metodologi Kajian Komunitas”. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan Program Pascasarjana

Pertanian Bogor.

Steinberg. L, 2002. Adolsent: Sixth Edittion, New York: Mc.Graw-Hill Inc.

Tilaar.H.A.R, 2002. Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta, Rineka Cipta.

Umar, Husein, 2004, Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi, Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama.

Usman. Moh.Uzer, 2002. Menjadi Guru Profesional,(Cet XIV). Ed II, Bandung,

PT Remaja Rosdakarya.

Wahab, Abdul, Kebijaksanaan dan Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar

9 Tahun dalam Buku: “Kebijakan Publik& Pembangunan”, IKIP Malang.

Wahyu Wardhani, Novia. 2013. Pembelajaran Nilai-Nilai Kearifan Lokal Sebagai

Penguat Karakter Bangsa Melalui Pendidikan Informal.

http://jurnal.upi.edu/file/novia. pdf ( diunduh 17 November 2013)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

West, Ricard & Lynn.H. Turner, 2008. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis

Dan Aplikasi Buku 1 edisi ke-3 Terjemahan Maria Natalia Damayanti

Maer, Jakarta, Salemba Humanika.

Wagiran, 2010, Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Menyiapkan Tenaga

Kerja Kejuruan Dalam Menghadapi Tantangan Global, Seminar Nasional

dalam rangka Dies Natalis Ke-46. UNY.

Wibowo, Agus, 2012, Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Yatim, Badri, 2001. Sejarah Peradaban Islam (Ditasah Islamiyah II), Jakarta,

Rajawali Perss.

Peraturan Perundang-Undangan

Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, Ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia Tanggal 10 Agustus 2002.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tanggal 16 Mei

2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 NOMOR 41 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4496).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 Tanggal 28

Januari 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 NOMOR 23 dan

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5105).

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei

2006 Tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei

2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah.

Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006 Tanggal 2 Juni

2006 Tentang Pelaksanaan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar

dan Menengah dan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 23

Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tanggal 8 Juli 2003

Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2003NOMOR 78 dan Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 4301).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

LAMPIRAN

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user