POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI … · 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan...

101
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN PPP LABUAN WINY IRHAMNI MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN DI … · 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan...

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN

PPP LABUAN

WINY IRHAMNI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Pengembangan Usaha

Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan adalah

karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal

atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di

bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009

Winy Irhamni

ABSTRAK

WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN

SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR.

Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan

Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi

Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui

komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi

tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan

sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat

tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah

lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu

infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan

adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana

dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa

besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di

PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di

daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang.

Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah

metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode

skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif

untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam

pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan

yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan

merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan

dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas,

pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).

Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.

POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN

DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN

PPP LABUAN

WINY IRHAMNI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Skripsi : Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP

Labuan

Nama : Winy Irhamni

NRP : C44051061

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Iin Solihin, S.Pi, M.Si. Retno Muninggar, S.Pi, ME.

NIP : 19701210 199702 1 001 NIP : 19780718 200501 2 002

Diketahui:

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.

NIP : 19610410 198601 1 002

Tanggal lulus : 5 Oktober 2009

KATA PENGANTAR

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada

Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfataan

Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor. Penelitian yang dilakukan berjudul “Potensi Pengembangan Usaha

Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Iin Solihin, S.Pi, M.Si dan Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku dosen

pembimbing skripsi;

2. Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M. Si. dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku dosen

penguji tamu;

3. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku selaku komisi pendidikan Departemen

PSP;

4. Kepala Bidang Kelautan Departeman Kelautan dan Perikanan Pandeglang

(Bpk. Hasyim) dan Staf (Bu Mae) yang telah membantu penulis selama

pelaksanaan penelitian;

5. Kepala UPT Teluk (Pak Yayat), Manajer TPI (Pak Didin), Kepala Bidang

Kelautan DKP Propinsi Banten (Pak Yudi) yang telah membantu

pengumpulan data;

6. Bapak H. Rasbi Sekeluarga atas bantuannya selama di Labuan

Bogor, Oktober 2009

Winy Irhamni

UCAPAN TERIMA KASIH

Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril maupun materil yang sangat

berguna bagi penulis.

Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-

pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain:

1. Orang tua tercinta Bapak dan Mamah : Drs. H. Endang Barnas, MA dan

Hj.Entin Surtini atas segala doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungannya;

2. Kakak dan adikku tersayang : Teh Wenti dan A’Ope, A’Wildan, Neng Nur,

de Widi (almh) dan keponakanku Kafi Ahmad Muzakki yang tiada hentinya

berdoa dan memberikan semangat untuk penulis;

3. Reny Yuliastuti atas bantuannya dalam pengambilan data.

4. Sahabat-sahabatku PSP 42 (Dhenis, Hafid, Intan, Ema, Yiyi, Gina, Fati, Ima,

Didin, Bepe, Asep, Pakde, Septa, Meri, Eko, Leo, Bram, Noer, Ojan, Nano,

Yuli, Kim, Rio, Novel, Dika, Vera, Hendri, Ziah, Ummi, Irna, Puput, Dian,

Dilla, Ferty, Mirza, Meida, Arif, Hendro, Anja, Mira, Kily, Adi, Budi, Oce,

Haryo, Zasuli, Feri, Sahat, Hanno, Imam, Nia, dan Fifi) untuk kebersamaan

dan kekompakkan kalian semasa kuliah.

5. Shambala Galz Crew (Ndeph, Shinta, mba Ema, Uci, dan Winda) dan crew

shambala lainnya yang telah memberikan dukungan dan menemani penulis

pada saat suka dan duka.

Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Oktober 2009

Winy Irhamni

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1987 di Bekasi,

Jawa Barat dari pasangan Drs. H. Endang Barnas, MA dan

Hj. Entin Surtini. Penulis merupakan anak ketiga dari lima

bersaudara.

Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan

sekolah dasar di SDN Tambun VIII, tahun 2002 penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di MtsN Sukamanah dan lulus dari

MAN Sukamanah pada tahun 2005. Penulis diterima pada program sarjana

Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk

Institut Pertanian Bogor (USMI) di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada

tahun 2006, penulis diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan

Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB dan

mengambil Supporting Course dari beberapa mata kuliah di beberapa fakultas di

IPB Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi

kemahasiswaan seperti Himpunan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

(HIMAFARIN) periode 2008/2009 sebagai anggota kesekretariatan dan

Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (HIMPATINDO) sebagai

staf departemen informasi dan komunikasi (2006-2009). Selain itu, penulis juga

aktif dalam beberapa kepanitian dan pelatihan baik Departemen Pemanfataan

Sumberdaya Perikanan FPIK IPB maupun IPB.

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi dengan judul “Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan

Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.

ABSTRAK

WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN

SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR.

Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan

Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi

Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui

komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi

tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan

sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat

tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah

lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu

infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan

adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana

dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa

besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di

PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di

daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang.

Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah

metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode

skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif

untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam

pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan

yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan

merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan

dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas,

pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).

Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ....................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian........................................................................ 2

1.3 Manfaat Penelitian...................................................................... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan ..................... 4

2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan ..................................... 4

2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan .................................. 5

2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan .................................. 7

2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan .................................................... 8

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 10

3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 10

3.3 Analisis Data .............................................................................. 11

3.3.1 Pengembangan usaha penangkapan ikan: .................... 11

3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan ................................ 11

3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif

yang ramah lingkungan .................................... 12

3.3.2 Peranan pengelola dalam pengembangan

usaha penangkapan ikan ............................................... 17

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang .................................... 19

4.1.1 Keadaan geografis dan topografi ................................. 19

4.1.2 Keadaan iklim .............................................................. 20

4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim ......................... 20

4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang .................. 21

4.1.5 Produksi hasil tangkapan ............................................. 24

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan ............................. 26

4.2.1 Lokasi PPP Labuan ...................................................... 26

4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim ......................... 26

4.2.3 Unit penangkapan ikan di Labuan ............................... 27

4.2.4 Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan ...................... 30

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengembangan usaha penangkapan .............................................. 34

5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan ......................... 34

5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis ................................... 34

5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal ................................ 36

5.1.1.3 Jenis mollusca ................................................ 38

5.1.1.4 Jenis crustacea ............................................... 39

5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif

Yang Ramah Lingkungan ............................................ 43

5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan

Usaha Penangkapan Ikan ........................................................... 46

5.2.1 Pusat aktivitas produksi ............................................... 48

5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran ..................... 52

5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan .......................... 54

5.3 Bahasan Terangkum ................................................................... 55

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan................................................................................. 60

6.2 Saran ........................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61

LAMPIRAN ................................................................................................. 63

x

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 2

2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan ........................................ 11

3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap ...................... 17

4 Peranan pengelola PPP Labuan dalam mengembangkan

usaha penangkapan ikan ...................................................................... 18

5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 21

6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang

periode 2004- 2008 .............................................................................. 23

7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan

nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 .............. 24

8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 24

9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan

di PPP Labuan periode 2004-2008 ...................................................... 27

10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan

periode 2004-2008 ............................................................................... 29

11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008 ...... 30

12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007 .. 34

13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ...... 35

14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003-2007 36

15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 ... 37

16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007 ....... 38

17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007 ........... 39

18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007 ...... 39

19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007 .......... 40

20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ

jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ................. 40

21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ

jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 .............. 41

22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ

jumlah dan nilai produksi mollusca periode 2003-2007...................... 41

xi

23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ

jumlah dan nilai produksi crustacea periode 2003-2007 .................... 42

24 jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan........................ 43

25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan

tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan .................................... 43

26 Hasil perhitungan nilai masing-masing kriteria

alat tangkap efektif di PPP Labuan ...................................................... 44

27 Peranan pengelola dalam mengembangkan

usaha penangkapan ikan ...................................................................... 47

28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya ............................. 48

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 22

2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan

di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 ................................................. 22

3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 23

4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 25

5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan

di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 25

6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008 .................. 28

7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar ..................................... 48

8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih .............................. 48

9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.......................................... 48

10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga ............................... 50

11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan ................. 50

12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran ...................... 50

13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan

: tempat perbaikan jaring ..................................................................... 51

14 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan tempat pendaratan

: slipways ............................................................................................. 51

15 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan

: bengkel............................................................................................... 51

16 Peranan pengelola terhadap penyediaan

tempat pelelangan ikan (TPI)............................................................... 51

17 Peranan pengelola terhadap penyediaan

tempat pengolahan ikan ....................................................................... 52

18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan............................. 52

19 Peranan pengelola terhadap penyediaan usaha koperasi ..................... 54

20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan

di PPP Labuan .................................................................................... 56

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta lokasi penelitian ........................................................................... 64

2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten

Pandeglang ........................................................................................... 65

3 Perhitungan LQ .................................................................................... 66

4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap yang efektif

di PPP Labuan ..................................................................................... 67

5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan ...................... 71

6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : solar ........................................................... 72

7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : air bersih .................................................... 73

8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : es ................................................................ 74

9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : dermaga ..................................................... 75

10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran ......... 76

11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring ............................. 77

12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : slipways ..................................................... 78

13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : bengkel ...................................................... 79

14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : TPI ............................................................. 80

15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan ............................. 81

16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : pasar ikan ................................................... 82

xiv

17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap

usaha penangkapan ikan : koperasi...................................................... 83

18 Dokumentasi penelitian ....................................................................... 84

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan

bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan industri melalui

penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil

perikanan dan menyediakan kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan

nelayan, sehingga sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor

unggulan dalam pembangunan nasional.

Pengembangan usaha penangkapan ikan merupakan suatu proses atau

aktivitas manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan

sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pihak yang secara langsung

berperan dalam perikanan tangkap. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

taraf hidup nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan

dengan cara mengusahakan unit penangkapan yang produktif, efisien dan sesuai

dengan kondisi wilayah setempat, serta tidak merusak kelestarian sumber daya

perikanan yang ada. Kegiatan pengembangan perikanan tangkap dapat dilihat

dari pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan teknologi

penangkapan ikan yang efektif dan efisien.

Pelabuhan perikanan memiliki peran sebagai pusat pengembangan aktivitas

ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran lokal

maupun internasional. Selain itu, dukungan pelabuhan sangat diperlukan dalam

penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas untuk memudahkan

keberlangsungan suatu usaha penangkapan ikan.

Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan

Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi

Banten. Potensi sumber daya perikanan tangkap laut tersebar di Laut Jawa, Selat

Sunda, dan Samudera Indonesia. Pengembangan perikanan tangkap masih

terkonsentrasi di Laut Jawa dan Selat Sunda. Potensi sumber daya perikanan

tangkap masih besar, tercermin dari produksi tahun 2005 yang hanya 58.753,11

ton, atau 76,98 % dari potensi di wilayah perairan Kabupaten Pandeglang yang

mencapai 92.971 ton (Anonim, 2007). Potensi sumberdaya ikan di perairan

sekitar Kabupaten Pandeglang, terutama di perairan Selat Sunda dan Samudera

2

Hindia, masih dapat dimanfaatkan dan merupakan peluang yang cukup baik

dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini.

PPP Labuan memiliki prospek cukup baik karena memiliki beberapa

kelebihan antara lain jumlah produksi ikan lebih besar daripada PPI lain di

Kabupaten Pandeglang, hal ini terlihat dapat dilihat pada data produksi ikan tahun

2008, yaitu sebesar 1.285,62 ton. Tahun ketahun jumlah tangkapan ikan yang

didaratkan di PPP Labuan mencapai 774,17 ton/tahun (TPI Labuan I) dan 511,46

ton/tahun (TPI Labuan II) yang berupa ikan pelagis dan demersal (Laporan

Tempat Pelelangan Ikan, 2008).

Tabel 1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008

No Nama PPI Jumlah produksi (ton)

1 PPP Labuan 1.285,62

2 PPI Carita 91,549

3 PPI Panimbang 527,074

4 PPI Sidamukti 639,556

5 PPI Citeureup 79,244

6 PPI Sumur 26,775 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

PPP Labuan terletak pada akses pemasaran hasil tangkapan potensial

menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Serang, Cilegon, Tangerang dan

Lampung. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang

untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan.

Berdasarkan data tersebut PPP Labuan memiliki prospek pengembangan

usaha penangkapan yang cukup besar. Hal ini juga akan berkaitan dengan

peranan pelabuhan dalam menyediakan fasilitas yang menunjang kegiatan usaha

penangkapan. Penelitian ini belum pernah dilakukan, penelitian sebelumnya di

PPP Labuan adalah tentang studi alat tangkap terhadap hasil tangkapan oleh

Suriawan (1982), peningkatan fungsionalisasi PPI Labuan Kabupaten Pandeglang

(2007) oleh Rika Kartika, prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan

Kabupaten Pandeglang-Banten (2008) oleh Fieka Rakhmania.

1.2 Tujuan Penelitian

1) Menentukan potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten

Pandeglang yaitu dengan menentukan komoditas ikan unggulan dan alat

tangkap ramah lingkungan.

3

2) Menentukan tingkat peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan

usaha penangkapan ikan.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1) Pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk mengetahui komoditas ikan

unggulan sehingga berpotensi pengembangannya terhadap usaha perikanan.

2) Pihak Dinas dan Kelautan Kabupaten Pandeglang sebagai bahan

pertimbangan untuk lebih memfokuskan potensi perikanan yang ada PPP

Labuan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan

dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut Bahari

(1989) diacu dalam Sultan (2004), pengembangan usaha perikanan merupakan

suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang

perikanan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui

penerapan teknologi yang lebih baik.

Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya.

Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang

terdiri dari nelayan, perahu/kapal, dan alat penangkapan. Unit sumberdaya terdiri

dari spesies, habitat, dan musim.

2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah

awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk

meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi

perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju

efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai

keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari

sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam

pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan

yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi

permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar

domestik maupun internasional (Hendayana, 2003).

Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk

mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan

non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan

(Hendayana, 2003). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk

menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ).

Teknik location quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum

digunakan dalam ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor

5

kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location quotient (LQ) mengukur

kosentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan

perbandingan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan

pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri

tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa

pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang

tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teknik location quotient (LQ) banyak

digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi

spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan

ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai

leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Dalam prakteknya penggunaan

pendekatan location quotient (LQ) meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi

saja akan tetapi dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau

melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Setiap metode analisis

memiliki kelebihan dan keterbatasan demikian halnya dengan metode LQ.

Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain

penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data

yang rumit. Keterbatasannya adalah karena sederhananya pendekatan LQ ini,

maka yang dituntut adalah akurasi data. Disamping itu untuk menghindari bias

musiman dan tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup

panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun (Hendayana, 2003).

2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan

Alat penangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan

ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat

tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang

diantaranya mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat,

menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi

tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversity rendah,

tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial.

Sembilan kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah

lingkungan (Baskoro, 2006) :

6

1. Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi

Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi

penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar

mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran

mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap

tersebut.

2. Tidak merusak habitat

Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada terumbu

karang, mempunyai keramahan yang tinggi.

3. Tidak membahayakan operator

Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan pada nelayan,

mempunyai keramahan yang tinggi.

4. Ikan tangkapan yang bermutu baik

Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan

lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan semakin

tinggi nilai keramahannya.

5. Produk tidak membahayakan konsumen

Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman

dikonsumsi mendapatkan nilai keramahan yang paling tinggi.

6. Minimum discard dan by-catch

Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada

ada tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan

utama sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya,

maka penilaian keramahan didasarkan pada ada tidaknya ikan hasil

sampingan.

7. Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati.

Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada tidaknya

kerusakan keragaman sumberdaya hayati akibat aktivitas teknologi

penangkapan tersebut.

7

8. Tidak menangkap protected spesies.

Oleh karena itu fishing ground udang ada di dasar perairan, maka tidak ada

spesies ikan yang dilindungi seperti ikan napoleon dan penyu, maka nilai

keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama.

9. Diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penelitian terhadap teknologi

penangkapan akan dijadikan dasar penilaian teknologi penangkapan tersebut.

Selain itu juga, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang

cukup besar. Kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis

kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta

secara fisik berukuran kecil. Contohnya ikan kembung, alu-alu, layang, selar,

tetengek, teri, japuh, julung-julung, tembang, lemuru, belanak, tongkol, dan kuwe.

Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan

dan terdiri dari atas spesies antara lain : sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung,

beloso, biji nangka, kurisi, gulamah, bawal, layur, kakap merah, kakap putih, pari

sembilang, bulu ayam, kerong-kerong, dan remang. Ketiga adalah ikan karang,

yakni kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, terdiri diri atas

spesies antara lain : peneid, kepiting, rajungan, rebon, dan udang kipas. Keempat

pelagis besar yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air serta secara fisik

berukuran besar, terdiri atas spesies anatara lain : tuna mata besar, madidihang,

albakora, tuna sirip biru, marlin, tenggiri, ikan pedang, cucut, dan lemadang.

Kelima adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang potensinya paling kecil

(Dahuri, 2003).

2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan

Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 yaitu pelabuhan perikanan mempunyai

fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,

produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.

8

Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan

dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas

perikanan,

b) Pelayanan bongkar muat,

c) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan,

d) Pemasaran dan distribusi ikan,

e) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan,

f) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan,

g) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan,

h) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan,

i) Pelaksanaan kesyahbandaran,

j) Pelaksanaan fungsi karantina ikan,

k) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan,

l) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan

m) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3)

kebakaran, dan pencemaran).

Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia menurut Anonim (1981) diacu

dalam Dwiatmoko (1994) adalah :

1) Pusat aktivitas produksi

Pelabuhan perikanan sebagai tempat mendaratkan ikan, persiapan operasi

penangkapan dan tempat berlabuh yang sama.

2) Pusat distribusi dan pengolahan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan

mendistribusikan ikan.

3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan

informasi antar nelayan dan masyarakat.

2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor

PER./16/MEN/2006 Pasal 22 fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas

9

pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Dari ketiga fasilitas memiliki

fungsi yang lebih spesifik, yaitu :

1. Fasilitas pokok

a) Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin,

b) Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty,

c) Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran,

d) Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan,

dan

e) Fasilitas lahan seperti lahan pelabuhan perikanan.

2. Fasilitas fungsional

a) Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti seperti tempat pelelangan ikan

(TPI) dan pasar ikan,

b) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB,

rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas,

c) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar,

d) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti

dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring,

e) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed

dan laboratorium pembinaan mutu,

f) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor

swasta lainnya,

g) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan

h) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.

3. Fasilitas penunjang

a) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan,

b) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan

terpadu,

c) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK,

d) Kios IPTEK, dan

e) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.

3 METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan

(2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar

maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil

dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi,

dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.

Metode ini digunakan untuk menentukan gambaran pengembangan usaha

penangkapan ikan dan dukungan PPP Labuan ditinjau dari komoditas ikan

unggulan dan alat tangkap yang efektif.

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di PPP Labuan,

Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.

3.2 Metode Pengumpulan Data

Survei dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek

produksi hasil tangkapan, alat tangkap, dan dukungan pelabuhan perikanan.

Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer

dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung

di lapangan, hasil pengisian kuesioner oleh responden sebagai sampel, dan

wawancara. Dalam pengisian kuesioner, sampel diambil secara purposive

sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara

acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Metode ini

diharapkan semua lapisan responden dapat terwakili. Pemilihan responden

dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan

baik dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah

berjumlah 20 orang yang terdiri dari: Kepala UPT Labuan, Manajer TPI 1, 2, dan

TPI unit, Kepala Bidang Kelautan DKP Pandeglang, dan 15 orang nelayan yang

berada di PPP Labuan.

Sampel yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari Dinas Kelautan

dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Propinsi Banten, Bappeda Kabupaten

11

Pandeglang, internet, dan sumber-sumber lainnya. Perincian kedua data tersebut

adalah

Tabel 2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan

No Tujuan Data yang diambil Sumber data Jenis data

1 Mengetahui potensi

pengembangan usaha

penangkapan ikan

dengan menentukan :

a) Komoditas unggulan

b) Alat tangkap yang

ramah lingkungan

Jenis-jenis hasil tangkapan

selama 5 tahun terakhir

Data total produksi hasil

tangkapan yang didaratkan

selama 5 tahun terakhir

(ton/tahun)

Data alat tangkap yang ramah

lingkungan dengan kriteria-

kriteria yang telah ditentukan

Dinas

Kelautan dan

Perikanan

Pengamatan

dan

wawancara

Data

Sekunder

Data Primer

2 Tingkat peranan

pelabuhan Pelayanan pihak pelabuhan

kepada nelayan

Pengamatan

dan

wawancara

Data Primer

3 Data tambahan a) Kondisi Umum Lokasi

penelitian :

Letak geografis, topografi,

demografi.

Keadaan iklim dan musim

b) Keadaan Umum Perikanan

Tangkap di Pandeglang dan

PPP Labuan :

Jumlah dan perkembangan

unit penangkapan ikan

selam kurun lima tahun

terakhir

Produksi dan nilai produksi

hasil tangkapan yang

didaratkan

Bappeda

Pandeglang

Data

Sekunder

3.3 Analisis Data

3.3.1 Pengembangan usaha penangkapan ikan:

3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan

1. Analisis pemusatan

Analisis pemusatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Location

quotient (LQ). Perhitungan dilakukan dengan mengelompokkan produksi ikan

berdasarkan jenisnya seperti ikan pelagis, demersal, mollusca, dan crustacea.

Rumus LQ sebagai berikut:

LQ =QtQi

qtqi

/

/

12

Keterangan :

LQ = Location quotient

qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang

qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang

Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten

Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten

Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka :

(1) Jika nilai LQ > 1, menunjukan terjadinya kosentrasi produksi perikanan di

Kabupaten Pandeglang secara relatif dibandingkan dengan total Propinsi

Banten atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Pandeglang. Atau

terjadi surplus produksi di Kabupaten Pandeglang dan komoditas tersebut

merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.

(2) Jika nilai LQ = 1, maka pada Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa

aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Propinsi Banten.

(3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa relatif

lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi

Banten, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Pandeglang.

2. Penentuan komoditas unggulan dan prioritas

Tahapan-tahapannya sebagai berikut:

a. Pembobotan nilai LQ jumlah dan nilai produksi

Pembobotan dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ

> 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1).

Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot dengan nilai LQ > 1 = 2,

LQ 0,80 sampai 0,99 = 1, dan LQ < 1 = 0 (Kohar & Suherman, 2003).

b. Penentuan sektor unggulan

Komoditas unggulan diperoleh dari hasil kedua penjumlahan bobot LQ

yaitu jika bobot LQ jumlah produksi =2 dan bobot LQ nilai produksi = 2.

3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan

Analisis alat tangkap ramah lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan

dan wawancara terhadap alat tangkap yang sesuai dengan standarisasi yang sudah

ada. Penyeleksian alat tangkap yang efektif digunakan metode skoring

13

Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Sultan (2004). Metode ini dapat

digunakan dalam penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda dengan

memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam menilai semua

kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang

sama. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan

lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Standarisasi dengan

fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

V (X) = 01

0

XX

XX

V A = 𝑉𝑖 𝑋𝑖

𝑛

𝑖=1

i = 1,2,3, ……n

Dimana :

V (X) = Fungsi nilai dari variabel X

X = Nilai variabel X

X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X

X0 = Nilai terendah pada kriteria X

V (A) = Fungsi nilai alternatif A

V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i

Penentuan kategori jenis alat tangkap efektif diberikan pada masing-masing

dengan perolehan selang nilai 1 sampai 4. Dalam penelitian ini digunakan empat

subkriteria untuk memudahkan dalam penilaian masing-masing kriteria. Kriteria

utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada panduan jenis-

jenis penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai dengan standar Code of Conduct

for Responsible Fisheries (CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO pada tahun 1995,

bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria

diantaranya adalah

1. Memiliki selektivitas yang tinggi

Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap

ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam

selektivitas yang menjadi sub-kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas

jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):

14

1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.

2) Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda

jauh.

3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam.

4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam.

2. Tidak merusak habitat

Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan

berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan.

Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi)

1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas.

2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.

3) Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit.

4) Aman bagi habitat.

3. Tidak membahayakan nelayan

Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena

bagaimanpun manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan

perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada

tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari

rendah hingga tinggi):

1) Bisa berakibat kematian pada nelayan.

2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.

3) Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara.

4) Aman bagi nelayan.

4. Ikan tangkapan bermutu baik

Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang

digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level

kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil

tangkapan yang terlihat secara morfologis, yaitu:

1) Ikan mati dan busuk.

2) Ikan mati, segar, dan cacat fisik.

3) Ikan mati dan segar.

4) Ikan hidup.

15

5. Produk tidak membahayakan konsumen

Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang

dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh oleh proses penangkapan.

Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun

atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat

keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh

konsumen, diantaranya adalah:

1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen.

2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen.

3) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen.

4) Aman bagi konsumen.

6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum

Alat tangkap yang tidak selektif (lihat no.1), dapat menangkap

ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non target). Dengan alat yang

tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya

jenis non-target yang ikut tertangkap. Hasil tangkapan non-target ada yang bisa

dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan

pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):

1) By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar.

2) By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar.

3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar.

4) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dipasar dengan harga yang

tinggi.

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati

Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula

terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari

bahan yang digunakan dan metode operasinya. Pengaruh pengoperasian alat

tangkap terhadap biodiversity yang ada adalah (dari rendah hingga tinggi):

1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat.

2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.

3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.

4) Aman bagi biodiversity.

16

8. Tidak menangkap protected spesies

Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi

apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk

tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap

spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah (dari rendah

hingga tinggi):

1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap.

2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap.

3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap.

4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.

9. Diterima secara sosial

Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan. Suatu

alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: 1) biaya

investasi murah, 2) menguntungkan secara ekonomi, 3) tidak bertentangan dengan

budaya setempat, 4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa

kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada

suatu area penangkapan, yaitu:

1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas.

2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada.

3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada.

4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada.

Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan

dapat disimpulkan sebagai berikut:

X < 0,407 : Tidak ramah lingkungan

0,407 ≤ X ≤ 0,593 : Kurang ramah lingkungan

X > 0,593 : Ramah lingkungan

17

Berikut standarisasi alat tangkap efektif:

Tabel 3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap

No Kriteria

Alat tangkap

Payang

Mini

purse

seine

Pancing

rawai

Jaring

arad Gillnet Dogol

Jaring

rampus

1. Memiliki selektivitas

yang tinggi

2. Tidak destruktif

terhadap habitat

3. Tidak membahayakan

operator

4. Ikan tangkapan

bermutu baik

5.

Produk tidak

membahayakan

konsumen

6. Minimum discard dan

by-catch

7. Tidak merusak

keanekaragaman hayati

8. Tidak menangkap

protected spesies

9. Diterima secara sosial

Jumlah

Rata-rata

3.3.2 Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan

Analisis ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif yang digunakan

untuk mengetahui gambaran yang terjadi sejauh mana dukungan pelabuhan

berperan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Analisis ini dibatasi

oleh adanya ketersediaan fasilitas pelabuhan, pemanfaatan fasilitas, dan

kemudahan dalam penggunaan fasilitas di pelabuhan.

Pengambilan data melalui wawancara dengan 15 nelayan yang diambil

secara acak. Perhitungan tingkat peranan ini menggunakan persentase jumlah

responden yang akan memilih nilai 1= tidak berperan/2= kurang berperan/3=

berperan dibagi dengan total keseluruhan responden.

V(X) = 100xX

X

n

i

18

Keterangan :

V (X) = presentase nilai (tidak berperan, kurang berperan, dan berperan)

Xi = jumlah responden yang memilih

Xn = total responden

Tabel 4 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan

Peranan Penilaian (%)

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1. Sebagai pusat aktivitas produksi

a. Penyediaan perbekalan melaut

Solar

Air bersih

Es

b. Penyediaan tempat pendaratan

Dermaga

Kolam pelabuhan

Alur pelayaran

c. Penyediaan tempat perbaikan

Tempat perbaikan jaring

Slipways

Bengkel

2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan

Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran

TPI

Tempat pengolahan ikan

Pasar ikan

3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan

Koperasi

Sumber : Anonim (1998) diacu dalam Dwiatmoko (1994) direvisi kembali

Keterangan :

Nilai 1 : Tidak berperan (TB)

Nilai 2 : Kurang berperan (KB)

Nilai 3 : Berperan (B)

Kriteria-kriteria untuk setiap fasilitas yang ada :

Tidak berperan = ada fasilitas tetapi tidak berfungsi dengan baik

Kurang berperan = ada fasilitas tetapi kurang berfungsi dengan baik

Berperan = ada fasilitas tetapi sudah berfungsi dengan baik

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang

4.1.1 Keadaan geografis dan topografi

Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6°21´-7°10´

Lintang Selatan dan 104°48´-106°11´ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 km²

atau sebesar 29,98 persen dari luas wilayah Propinsi Banten. Kabupaten yang

berada di Ujung Barat dari Propinsi Banten ini mempunyai batas administrasi

sebagai berikut :

Utara : Kabupaten Serang

Selatan : Samudera Indonesia

Barat : Selat Sunda

Timur : Kabupaten Lebak

Perbatasan di atas menunjukan wilayah ini memiliki potensi pengembangan

yang cukup prospektif karena menghadap wilayah perairan yang kaya potensi

sumberdaya ikan, yakni Selat Sunda dan Samudera Indonesia.

Sejak bulan Juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan

dan 335 desa/kelurahan dengan 2 (dua) tambahan kecamatan, yaitu Kecamatan

Majasari dan Kecamatan Sobang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan

terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322,76 km² sedangkan Kecamatan

Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,66 km².

Bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan

Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya

yang relatif rendah yaitu Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (620 m),

Gunung Tilu (562 m), dan Gunung Raksa (320 m). Luas wilayah ini sekitar 85,07

% dari luas Kabupaten. Sedangkan di daerah Utara Kabupaten Pandeglang

memiliki luas sekitar 14,93 % dari luas kabupaten dan merupakan dataran tinggi

karena memiliki gunung-gunung yang tinggi seperti Gunung Karang (1.778 m),

Gunung Pulosari (1.346 m) dan Gunung Aseupan (1.174 m) (Bappeda

Pandeglang, 2007).

Kabupaten Pandeglang memiliki lokasi yang strategis untuk pemasaran

hasil tangkapan karena dikelilingi oleh kota-kota besar. Jarak Kota Pandeglang

sebagai ibukota Kabupaten Pandeglang terletak pada jarak 111 km dari Ibukota

20

Negara yaitu Jakarta, Rangkasbitung (20 km), Tigaraksa (25 km), Tangerang (86

km), Serang (21 km), Cilegon (41 km), Bekasi (140 km), dan Bandung (298 km)

(Bappeda Pandeglang, 2007).

Kabupaten Pandeglang mempunyai panjang pantai kurang lebih 230 km dan

luas daratan kurang lebih 274.689,91 ha termasuk 10 pulau kecil yang tersebar di

perairan Selat Sunda. Perairan Selat Sunda selain memiliki potensi sumberdaya

ikan yang belum tereksploitasi dengan baik juga sebagai jalur pemasaran yang

cukup baik karena berdekatan dengan kota besar seperti Propinsi Lampung.

Sebagai kabupaten yang memiliki daerah pantai yang cukup panjang,

Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk

pendukung sarana kegiatan perikanan laut, diantaranya yaitu :

1. TPI Carita

2. TPI Labuan

3. TPI Sidamukti

4. TPI Panimbang

5. TPI Citeureup

6. TPI Sumur

7. TPI Taman Jaya

8. TPI Cikeusik

9. TPI Sukanagara

4.1.2 Keadaan iklim

Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,

keadaan topografi, dan pertemuan/perputaran arus udara. Oleh karena itu jumlah

curah hujan beragam menurut bulan dan letak pos pengamatan. Rata-rata curah

hujan selama tahun 2007 berkisar antara 133,67 mm (Bojong) sampai 300,92 mm

(Cibaliung). Suhu udara minimum dan maksimum yang terjadi di wilayah

Kabupaten Pandeglang berkisar antara 27,00° C-30,65° C dengan suhu udara rata-

rata 27,88° C (Bappeda, 2007).

4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim

Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang berada sekitar perairan

Selat Sunda, Selatan Jawa, hingga ke Samudera Hindia dan Laut Jawa. Musim

21

penangkapan terbagi dalam tiga musim, yaitu musim barat, musim timur, dan

musim peralihan. Musim-musim ini akan berdampak kepada tingkat aktivitas

melaut para nelayan dan jumlah produksi hasil tangkapannya. Musim timur

biasanya terjadi sekitar bulan Mei-Agustus. Musim peralihan terjadi dalam dua

kali dalam setahun, yaitu musim peralihan awal yang terjadi sekitar bulan Maret-

April dan musim peralihan akhir yang terjadi sekitar bulan September-Oktober.

Musim paceklik umumnya terjadi sekitar bulan November-Februari.

4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang

Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi

penangkapan yang meliputi kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan.

(1) Kapal

Kapal atau perahu yang ada di daerah Kabupaten Pandeglang digolongkan

ke dalam tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel

(PMT), dan kapal motor (KM).

Tabel 5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten

Pandeglang periode 2004-2008

Tahun Jumlah armada (unit)

Total Pertumbuhan

(%) PTM PMT KM

2004 156 115 506 777 -

2005 156 115 506 777 0

2006 156 105 482 743 -4,38

2007 156 105 482 743 0

2008 163 119 514 796 7,13

Rata-rata 157,4 111,8 498 773,25 0,69 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang ini setiap tahunnya

didominasi oleh Kapal Motor (KM) dengan rata-rata 498 unit. Sedangkan perahu

tanpa motor (PTM) dan perahu motor tempel (PMT) masing-masing 157 unit dan

112 unit. Pada periode 2004-2008 perkembangan jumlah armada penangkapan

ikan secara keseluruhan berfluktuasi tetapi pada tahun 2004-2005 dan 2006–2007

cenderung tidak mengalami perkembangan. Penurunan terjadi pada tahun 2005–

2006, jumlah armada penangkapan ikan menurun sebesar -4,38 % dari 777 unit

menjadi 743 unit. Penurunan drastis ini terjadi pada Kapal Motor dari 506

22

menjadi 482. Pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten

Pandeglang mengalami peningkatan sebanyak 796 unit atau mengalami

pertumbuhan sebesar 7,13 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan

dengan pengembangan skala usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh

pemerintah Kabupaten Pandeglang dengan memperbesar jumlah armada

penangkapan.

Gambar 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten

Pandeglang periode 2004-2008.

(2) Alat tangkap

Alat tangkap yang ada di Kabupaten Pandeglang beragam jenisnya seperti

payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, pancing rawai, bagan rakit,

bagan perahu, bagan tancap, arad, dogol, dan gorek. Pada tahun 2008 jenis alat

tangkap yang mendominasi di Kabupaten Pandeglang adalah pancing sebesar 218

unit, bagan rakit 201 unit, bagan tancap 174 unit, arad 133 unit, dan jaring rampus

126 unit.

Gambar 2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten

Pandeglang tahun 2008

0

100

200

300

400

500

600

2004 2005 2006 2007 2008

Ju

mla

h A

rma

da

(Un

it)

Tahun

PTM

PMT

KM

0

50

100

150

200

250

76

28

126 120

218

11

201

18

174133

8442

Ju

mla

h (

un

it)

Alat tangkap

23

(3) Nelayan

Berdasarkan Tabel 6, terlihat jumlah nelayan setiap tahunnya mengalami

fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai 5.527 orang dan menurun drastis

pada tahun 2006 sebesar 5.221 orang. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya

jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama.

Jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang didominasi oleh nelayan lokal

walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan yang relatif besar terjadi tahun

2005 turun sebesar -3,13 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, meningkat

kembali mencapai jumlah 5.351 orang atau 2,49 % dari tahun sebelumnya.

Peningkatan ini sejalan dengan penambahan jumlah armada penangkapan ikan di

Kabupaten Pandeglang. Tabel 6 menunjukan perkembangan jumlah nelayan di

Kabupaten Pandeglang rata-rata mengalami penurunan sebanyak -0,78 %.

Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode 2004-

2008

Tahun Nelayan (Jiwa) Total

Pertumbuhan

(%) Lokal Pendatang

2004 5.032 495 5.527 - 2005 4.960 394 5.354 -3,13

2006 4.827 394 5.221 -2,48

2007 4.827 394 5.221 0,00

2008 4.810 410 5.351 2,49

Rata-rata 4.891 417,4 5.335 -0,78 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Gambar 3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten

Pandeglang periode 2004-2008.

5.032 4.9604.827 4.827 4.810

495

394

394 394 410

4.400

4.600

4.800

5.000

5.200

5.400

5.600

2004 2005 2006 2007 2008

Nel

ay

an

(ji

wa

)

Tahun

Lokal Pendatang

24

4.1.5 Produksi hasil tangkapan

Jenis hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang sangat beragam mencapai

28 jenis ikan. Pada tahun 2008, 5 jenis hasil tangkapan yang terbanyak menurut

jumlahnya adalah ikan tembang, tongkol, tenggiri, kembung, dan peperek.

Berdasarkan nilai jualnya terdapat 5 jenis ikan dominan yaitu tenggiri

(Scomberomorus commerson), bambangan (Lutjanus rivulatus), tongkol (Auxis

sp), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan layur (Trichiurus spp ). Harga nilai

jual ini didekati menggunakan rasio (Rp/kg).

Tabel 7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis

tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008

No Jenis ikan 2008

Rasio (Rp/kg) Ton Rp. 000

1 Tembang 2.548,6 3.962.030 1.554,59

2 Tongkol 2.141,7 16.645.200 7.771,96

3 Tenggiri 1.917,6 38.391.200 20.020,44

4 Kembung 1.775,9 13.767.900 7.752,63

5 Peperek 1.499,0 2.248.440 1.499,96

6 Biji Nangka 1.486,6 2.829.690 1.903,46

7 Ikan Lainnya 1.179,7 3.597.700 3.049,67

8 Selar 1.177,3 3.199.300 2.717,49

9 Kurisi 1.167,4 3.904.750 3.344,83

10 Layang 995,8 4.471.350 4.490,21

11 Tiga Waja 980,1 2.163.300 2.207,22

12 Layur 971,2 7.018.200 7.226,32

13 Sebelah 875,3 1.688.100 1.928,60

14 Bambangan 799,8 11.997.000 15.000,00

15 Tetengkek 738,7 3.530.100 4.778,80

Jumlah 20.254,70 119.414.260 - Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Tabel 8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten

Pandeglang periode 2004-2008

Tahun Volume produksi

(ton)

Pertumbuhan

(%)

Nilai Produksi

(Rp)

Pertumbuhan

(%)

2004 25.354,7 - 93.555.275 -

2005 25.659,5 1,20 94.248.000 0,74

2006 23.606,7 -8,00 134.726.870 42,95

2007 23.842,8 1,00 136.074.550 1,00

2008 26.864,2 12,67 178.657.710 31,29

Rata-rata 25.065,6 1,72 127.452.481 19 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang

selama periode 2004-2008 berfluktuasi. Pada tahun 2006, volume produksi ikan

25

mengalami penurunan sebesar -8 % dari tahun sebelumnya. Tetapi dari segi nilai

produksinya semakin meningkat tajam sebesar 42,95 %. Peningkatan ini

disebabkan oleh harga jual ikan-ikan ekonomis penting yang semakin tinggi

(Lampiran 2). Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2008, volume produksi

yang didaratkan mencapai 26.864,2 ton dan mengalami pertumbuhan sebesar

12,67 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan semakin

bertambahnya jumlah armada yang tersedia di Kabupaten Pandeglang sehingga

menambah volume produksi yang didaratkan di daerah tersebut.

Jumlah nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang selama

periode 2004-2008 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya (Gambar

5). Dapat dilihat pada Tabel 8, rata-rata petumbuhannya 19 % dengan kisaran

0,74 % - 42,95 %.

Gambar 4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten

Pandeglang periode 2004-2008.

Gambar 5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten

Pandeglang periode 2004-2008.

22

23

24

25

26

27

28

2004 2005 2006 2007 2008

Volu

me p

rod

uk

si

(rib

u t

on

)

Tahun

8090

100110120130140150160170180190

2004 2005 2006 2007 2008

Nil

ai P

rod

uk

si

(Ju

ta R

p)

Tahun

26

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan

4.2.1 Lokasi PPP Labuan

Secara geografis PPP Labuan berada di Desa Teluk Kecamatan Labuan,

Kabupaten Pandeglang-Propinsi Banten. Posisi PPP Labuan berada pada wilayah

perairan Selat Sunda yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia 1 (ALKI –

1). Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, lokasi PPP

Labuan berada pada wilayah WPP 3.

Lokasi PPP Labuan berada pada titik koordinat 06º 24’ 30” LS dan 105º 49’

15” BT. Jarak lokasi PPP Labuan dengan ibukota propinsi sekitar 64 km,

sedangkan dari ibu kota kabupaten berjarak 42 km dengan kondisi jalan yang

cukup baik.

4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim

Lokasi penangkapan ikan di PPP Labuan adalah Selat Sunda, Selatan

Jawa/Samudera Hindia dan Laut Jawa. Berdasarkan wawancara dengan nelayan

daerah penangkapan Labuan yaitu disekitar perairan Selat Sunda, Tanjung

Panaitan, dan Kepulauan Seribu.

Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pihak pengelola PPP

Labuan terdapat tiga musim penangkapan yang sama dengan musim penangkapan

di Kabupaten Pandeglang yaitu musim timur, musim peralihan, dan musim barat.

Pada musim timur, aktivitas penangkapan ikan di PPP Labuan sangat tinggi.

Alat tangkap pancing dan gillnet menggunakan perahu motor tempel dan daerah

penangkapan dilakukan sekitar Teluk Labuan dengan jarak tempuh sekitar 1-2

jam perjalanan. Sedangkan penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, dogol,

dan jaring arad juga dilakukan secara harian, lokasi penangkapannya di daerah

Teluk dan sekitar perairan Selat Sunda dengan jarak tempuh 2-3 jam perjalanan.

Proses penangkapan ikan tersebut dilakukan dalam satu hari dari mulai jam 05.00

dan tiba di tempat pendaratan sekitar jam 12.00 atau 17.00-18.00. Penangkapan

yang dilakukan dengan kapal motor berukuran 8-10 GT biasanya menggunakan

mini purse seine. Pengoperasiannya dilakukan selama 3-6 hari dari mulai

perjalanan ke fishing ground hingga ke kembali ke pelabuhan. Lokasi

penangkapan ikan di Selat Sunda atau Samudera Hindia.

27

4.2.3 Unit penangkapan ikan di Labuan

(1) Kapal

Jumlah armada penangkapan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP

Labuan mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Jenis kapal motor

yang dioperasionalkan di PPP Labuan berukuran dari 0-5 GT dan > 5 GT.

Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode

2004-2008

Tahun Jumlah armada (unit)

Total Pertumbuhan

(%) PTM PMT KM

2004 22 4 248 274

2005 22 5 248 275 0,36

2006 22 5 248 275 0,00

2007 22 5 248 275 0,00

2008 22 5 256 283 2,91

Rata-rata 22 4,8 249,6 276,4 0,82 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat, bahwa pada tahun 2005-2007 jumlah

armada seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor tidak

mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya perkembangan

skala usaha yang dilakukan oleh dinas setempat. Selain itu, jumlah perahu tanpa

motor dan perahu motor tempel cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kapal

motor. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan di wilayah PPP

Labuan sehingga mengakibatkan kapal-kapal motor sulit untuk keluar masuk

wilayah Labuan. Berbeda pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan di PPP

Labuan mengalami pertumbuhan sebesar 2,91 % dibanding tahun sebelumnya.

Hal ini sejalan dengan jumlah kapal motor yang mengalami pertumbuhan dari

248 unit menjadi 256 unit. Hal ini dikarenakan oleh mulai adanya perbesaran

skala usaha dengan meningkatkan ukuran armada penangkapan ikan. Peningkatan

ini secara umum juga terjadi di Kabupaten Pandeglang (Tabel 5).

(2) Alat tangkap

Berdasarkan Gambar 6, terlihat ada tujuh jenis alat tangkap yang beroperasi

di Labuan yaitu payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, jaring arad,

dan dogol. Alat tangkap yang terbanyak yaitu jaring arad, pancing, dan gillnet;

28

masing-masing berjumlah 119 unit, 68 unit, dan 65 unit. Alat tangkap jaring arad

merupakan alat tangkap dominan di PPP Labuan karena harga alat tangkap ini

relatif lebih murah dibandingkan alat tangkap lainnya. Selain itu, komoditas yang

ditangkap bernilai ekonomis penting seperti udang mutiara dan udang jerbung.

Gambar 6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008.

Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan yang beroperasi selama

periode 2004-2008 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap

yang memiliki tingkat operasional tinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 409 unit

sedangkan untuk yang terendahnya pada tahun 2004 sebesar 371 unit (Tabel 10).

Adanya penurunan jumlah alat tangkap dari tahun 2007 ke tahun 2008 diikuti

hilangnya alat tangkap bagan rakit dan bagan tancap di PPP Labuan. Hal ini

disebabkan oleh usaha penangkapan bagan ini dipindahkan ke TPI Panimbang dan

TPI sumur

0

20

40

60

80

100

120

Payang Purse

seine

Jaring

rampus

Gillnet Pancing Jaring

Arad

Dogol

45

18

35

65 68

119

48

Ju

mla

h(u

nit

)

Alat Tangkap

29

Tabel 10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode 2004-2008

No Alat tangkap Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

1 Payang 45 44 43 43 45

2 Dogol 48 49 49 49 48

3 Arad 125 130 121 121 119

4 Purse seine 16 20 20 20 18

5 Gillnet 40 40 65 65 65

6 Jaring rampus 30 32 32 32 35

7 jaring klitik 10 4 0 0 0

8 Bagan tancap 8 8 8 8 0

9 Bagan rakit 17 17 17 17 0

10 Pancing 32 65 68 68 68

Jumlah 371 409 423 423 398 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

(3) Nelayan

Mayoritas nelayan yang menetap di PPP Labuan merupakan penduduk lokal

(asli). Pada tahun 2008, jumlah nelayan terbanyak di PPP Labuan berjumlah

2.284 atau sekitar 42,68 % dari total keseluruhan jumlah nelayan di Kabupaten

Pandeglang. Berdasarkan wawancara dengan para nelayan, di PPP Labuan ini

lebih berkembang daripada di PPI yang lain terutama dari segi jumlah hasil

tangkapan yang didaratkan dan kondisi fasilitas pelabuhan yang ada sehingga

banyak nelayan yang menetap di PPP Labuan (Tabel 1). Selain itu,

kecenderungan nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya berdasarkan

pertimbangan kedekatan relatif jarak lokasi pelabuhan dengan pemukiman

nelayan. Nelayan pendatang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah seperti Tegal.

Nelayan di PPP Labuan terdiri dari nelayan pemilik, tetap, dan sambilan.

30

Tabel 11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008

PPI Nelayan Jumlah

(jiwa) Lokal Pendatang

1. Labuan 1.909 375 2.284

2. Carita 469 - 469

3. Sukanegara 144 - 144

4. Panimbang 649 - 649

5. Citeureup 198 - 198

6. Sidamukti 817 15 832

7. Sumur 526 20 546

8. Tamanjaya 98 - 98

9. Cikeusik 131 - 131

Jumlah 4.941 410 5.351 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008

4.2.4 Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan

Fasilitas pokok yang dimiliki PPP Labuan hingga saat ini dapat diuraikan

menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut :

A. Fasilitas pokok

1) Fasilitas pelindung : Breakwater/ Turap

Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu bangunan kelautan yang

berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap

pengaruh gelombang laut (Lubis, 2005), sedangkan turap adalah suatu struktur

bangunan yang berfungsi untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai dari

abrasi. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan bollard untuk mengaitkan tali kapal

yang sedang bertambat. Panjang breakwater yang sudah dibangun sampai dengan

tahun 2006 adalah : Breakwater sisi kiri sepanjang 213,5 m dan breakwater sisi

kanan sepanjang 420 m (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008).

2) Fasilitas tambat : dermaga

Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat

labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan

perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2005). Dermaga di

PPP Labuan berbentuk batu bersemen dengan panjang yang dimiliki PPP Labuan

adalah 350 meter.

3) Fasilitas perairan : kolam pelabuhan

Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal

yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2005). Pada wilayah kolam pelabuhan

31

ini direncanakan akan dilakukan pengerukan/pendalaman seluas 8,55 hektare

dengan kedalaman yang memungkinkan kapal berukuran sampai dengan 50 GT

dapat masuk ke kolam pelabuhan dengan kedalaman 2-2,5 m (Dinas Kelautan dan

Perikanan, 2008). Daya tampung kolam pelabuhan sekitar 50 unit perahu. Tapi

saat ini rencana tersebut belum direalisasikan. Salah satu fungsi kolam pelabuhan

yakni adanya alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan

sampai ke dermaga (navigational channels). Alur pelayaran di PPP Labuan

berupa alur sungai dengan panjang kurang lebih 5000 m dari pantai. Lebar sungai

sekitar 5 m dengan kedalaman muara 2 m.

4) Fasilitas penghubung

Fasilitas jalan utama masuk ke pelabuhan sudah tersedia dengan ukuran

panjang ± 800 m dan lebar 3 m, jalan ini langsung menuju ke TPI 2 dan di

sepanjang jalan ini dipenuhi rumah-rumah nelayan. Jalan menuju TPI 1 melewati

pasar tradisional melalui sungai dengan alat transportasi rakit.

5) Fasilitas lahan : Lahan pelabuhan

Lahan yang dimiliki seluas 74.710 meter persegi termasuk penambahan

lahan seluas 3 hektare yang diadakan pada tahun 2006 (Dinas Kelautan dan

Perikanan, 2008).

B. Fasilitas fungsional

1) Fasilitas penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya : gedung TPI, pasar

ikan, dan cold storage.

Gedung TPI yang dimiliki PPP Labuan berjumlah 2 (dua) unit masing–

masing : TPI 1 berukuran 25 m x 30 m yang memiliki cabang TPI unit yang

berada dekat dengan pasar ikan dan TPI 2 berukuran 25 m x 30 m. Penyelenggara

TPI adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan sejak akhir

2007 hingga sekarang pengelolaan TPI dikelola oleh swasta yaitu CV. Abdi

Bahari Pratama. Pasar ikan di PPP Labuan berada di dekat TPI unit. Pasar ikan

ini berdekatan dengan pasar tradisional dan memiliki kurang lebih 15 lapak.

Cold Storage di PPP Labuan telah memiliki 1 set cold storage dengan

kapasitas daya tampung ikan sebanyak 10 ton. Tetapi saat ini tidak berjalan

karena alat rusak dan biaya operasional yang tinggi.

32

2) Fasilitas suplai air bersih, es, tangki BBM

Pelayanan kebutuhan air bersih didapatkan dari PDAM (Perusahaan Daerah

Air Minum) setempat dan sumur dekat TPI. Air bersih ini digunakan untuk

membersihkan lantai TPI yang kotor, sedangkan untuk operasi penangkapan ikan

nelayan mendapatkan air bersih dari rumahnya masing-masing.

Depot es merupakan tempat penyimpanan balok-balok es sementara

sebelum disalurkan ke nelayan. Depot es di PPP labuan dikelola secara

perorangan oleh penduduk setempat. Ada sekitar 15 unit depot es yang tersebar di

sepanjang jalan PPP Labuan. Rata-rata ukurannya sekitar 2,5 m x 3,5 m x 2 m.

Biasanya satu depot es menampung 50 balok es/hari tergantung permintaan

nelayan. Harga satu balok es sekitar Rp. 16.000/balok.

Tangki BBM di PPP Labuan berjumlah satu unit. Kapasitas dari tangki

BBM 16.000 liter. Solar dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa

Petrovin. Frekuensi pengiriman 4-5 hari sekali. Pemasokan solar mulai berjalan

dari tahun 2005, tetapi saat ini belum kembali beroperasi karena mengalami

kebangkrutan.

3) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway,

bengkel, dan tempat perbaikan jaring,

Sarana perbaikan mesin-mesin kapal nelayan di PPP Labuan berupa

bengkel-bengkel kecil. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang

diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat. Bengkel-bengkel ini

hanya bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja, sedangkan untuk

perbaikan mesin kapal tersedia 2 unit bengkel khusus yang diusahakan

perorangan.

4) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta

lainnya,

Kantor syahbandar PPP Labuan terletak kurang lebih 20 m dari gedung TPI

ke arah utara. Ukuran kantor syahbandar 382 m² dan kondisi baik. Kantor

syahbandar ini melayani izin kapal-kapal yang akan melakukan operasi

penangkapan ikan.

33

5) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan

Alat angkut yang tersedia PPP Labuan berupa kereta dorong yang berfungsi

untuk mengangkut ikan-ikan yang ada di blong dan jumlahnya yang banyak.

6) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.

Saluran limbah air berfungsi sebagai tempat saluran pembuangan limbah

cair terutama limbah dari TPI. Saluran limbah air di PPP berbentuk selokan kecil

yang lebarnya kurang dari 30 cm. Tempat pengolahan limbah tidak berfungsi

dengan baik karena petugas kurang mengetahui fungsi dari fasilitas tersebut.

Saluran ini pun menjadi sering mampet karena banyaknya sampah dan sisa-sisa

pencucian ikan sehingga menimbulkan bau tidak enak.

C. Fasilitas penunjang

a. MCK

Keberadaan MCK sangat dibutuhkan untuk tempat mandi, cuci, dan kakus.

PPP Labuan mempunyai MCK seluas 3 x 4 m², terdapat di luar dan di dalam

gedung TPI. Kondisinya baik dan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

b. Mesjid

PPP Labuan mempunyai sarana ibadah yang terletak di belakang tangki

BBM. Ukurannya 10 x 10 m². Mesjid ini dikelola oleh pihak DKM setempat dan

dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

c. Puskesmas

Puskesmas berfungsi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas

ini berada di daerah kampung nelayan dekat dengan TPI I.

d. Kedai pesisir

Kedai pesisir merupakan kios bahan-bahan unit penangkapan ikan di PPP

Labuan yang dikelola oleh KUD Mina Sejahtera. Kedai pesisir ini berada dekat

TPI I.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengembangan usaha penangkapan

5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan

Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ).

Dengan analisis ini dapat ditentukan apakah jenis kegiatan perikanan tangkap

terkosentrasi pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa wilayah. Hasil

penghitungan setiap nilai LQ dilihat dari jumlah dan nilai produksi ikan. Selain

itu, data produksi perikanan tangkap dibedakan atas kelompok ikan pelagis, ikan

demersal, mollusca, dan crustacea di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2003

sampai tahun 2007.

5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis

Kelompok jenis ikan-ikan pelagis yang di Kabupaten Pandeglang terdapat

11 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan

LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 12) dan nilai

produksi ikan (Tabel 13).

Tabel 12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Layang 0,9106 1,0669 1,0189 1,1428 1,1041 1,0487

2 Selar 1,0444 1,0803 0,8212 0,9420 0,9010 0,9578

3 Tetengek 0,6950 0,7506 1,0939 1,0905 1,1598 0,9579

4 Julung-julung 1,8458 1,8109 1,9863 2,0938 2,2306 1,9935

5 Teri 0,8396 0,5049 0,5040 0,1207 0,1626 0,4263

6 Tembang 0,7561 0,7023 0,7441 0,6136 0,6278 0,6888

7 Lemuru 1,0821 1,3084 1,3116 1,2841 1,2423 1,2457

8 Kembung 0,8966 0,8618 0,8497 0,8837 0,9120 0,8808

9 Kuwe 0,5409 0,6268 0,6368 0,9120 0,8822 0,7198

10 Tongkol 1,3624 1,3574 1,2400 1,2412 1,1775 1,2757

11 Tenggiri 1,3476 1,3396 1,4620 1,5597 1,6124 1,4643

Tabel 12 menunjukan terdapat 5 jenis ikan pelagis yang memiliki nilai rata-

rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksi yaitu ikan layang (Decapterus russeli)

(LQ = 1,05), julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 1,99), lemuru (Clupea

35

longiceps) (LQ = 1,24), tongkol (Auxis sp) (LQ = 1,27) dan tenggiri

(Scomberomorus commerson) (LQ = 1,46), sehingga ikan-ikan tersebut

mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten

Pandeglang. Hal ini sesuai dengan Laporan Akhir Rencana Pengelolaan

Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bahwa jenis ikan-ikan yang

dominan mendaratkan hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang adalah ikan

julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Kabupaten

Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda

memiliki potensi ikan pelagis yang cukup besar. Kelompok ikan pelagis yang

memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu selar (Caranx leptolepis)

(LQ = 0,96), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,95), kembung (Rastrelliger

kanagurta) (LQ = 0,88), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea

fimbriata) (LQ = 0,69), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,72), sehingga

ikan-ikan tersebut mengalami defisit produksi dan merupakan sektor non basis di

Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa

yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di

Propinsi Banten.

Tabel 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Layang 0,4780 0,5556 0,4007 0,6834 1,1041 0,5459

2 Selar 0,9616 0,9536 0,8369 0,4243 0,4026 0,7158

3 Tetengek 0,3983 0,4213 0,7561 0,5556 0,5967 0,5456

4 Julung-julung 2,1570 2,0175 2,4146 2,0454 2,1951 2,1659

5 Teri 0,7941 0,4691 0,4403 0,1963 0,2462 0,4292

6 Tembang 0,4394 0,3353 0,4260 0,3235 0,3203 0,3689

7 Lemuru 0,8790 1,1146 1,2968 1,2671 1,2848 1,1685

8 Kembung 0,6848 0,6159 0,6122 0,9325 0,9526 0,7596

9 Kuwe 0,2660 1,1719 0,3766 0,9861 0,8928 0,7387

10 Tongkol 1,7357 1,5954 1,6507 1,4502 1,4965 1,5857

11 Tenggiri 1,3246 1,2345 1,4380 1,3652 1,4019 1,3528

Tabel 13 menunjukan bahwa kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai

rata-rata LQ > 1 dilihat dari nilai produksinya ada 4 jenis ikan yaitu julung-julung

(Hemirhampus far) (LQ = 2,16), lemuru (Clupea longiceps) (LQ = 1,17), tongkol

36

(Auxis sp) (LQ = 1,58) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,35),

sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.

Berbeda dengan jumlah produksi, dari segi nilai produksi ikan layang memiliki

nilai rata-rata LQ < 1. Hal ini dikarenakan oleh nilai produksi ikan layang yang

didaratkan di Kabupaten Pandeglang sebesar 22-25 % dari keseluruhan nilai

produksi di Propinsi Banten. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata

LQ < 1 ada 7 jenis ikan yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 0,54), selar

(Caranx leptolepis) (LQ = 0,71), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,54),

kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,76), teri (Stelophorus indicus) (LQ =

0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,37), dan kuwe (Caranx malabaricus)

(LQ = 0,74), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor non basis di

Kabupaten Pandeglang.

5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal

Kelompok jenis ikan-ikan demersal yang di Kabupaten Pandeglang terdapat

13 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1 , LQ = 1, dan

LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 14) dan nilai

produksi ikan (Tabel 15).

Tabel 14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003- 2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Sebelah 1,9671 1,8964 1,9565 2,0965 2,1188 2,0070

2 Manyung 0,8647 0,9027 0,9508 0,7439 0,7588 0,8442

3 Biji nangka 1,5702 1,5430 1,4538 1,5662 1,5753 1,5417

4 Bambangan 0,6851 0,7956 0,8346 1,0856 1,0942 0,8990

5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,6420 0,7010 0,2686

6 Kakap 0,8713 0,8303 0,9312 1,1760 1,1879 0,9993

7 Kurisi 1,1203 1,0489 1,1605 1,1047 1,0498 1,0968

8 Tigawaja 1,0974 1,2532 1,3250 1,2656 1,2332 1,2349

9 Cucut 0,6812 0,6357 1,0185 1,0490 0,9449 0,8659

10 Pari 0,4504 0,4667 0,5675 0,5516 0,5528 0,5178

11 Layur 0,4874 0,4916 0,4611 0,5197 0,4960 0,4912

12 Peperek 1,0985 1,0239 0,7851 0,6930 0,6911 0,8583

13 Bawal hitam 1,9546 1,7062 1,9549 2,0931 2,1145 1,9647

37

Tabel 14 menunjukan bahwa kelompok ikan demersal yang memiliki nilai

rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksinya ada 5 jenis yaitu ikan sebelah

(Psetodes erumei) (LQ = 2,01), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,54 ),

kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,1), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ

= 1,23), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 1,96), sehingga ikan-ikan tersebut

mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten

Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 8

jenis ikan yaitu manyung (Arius spp) (LQ = 0,84), bambangan (Letrinus

sanguneus) (LQ = 0,89), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,99), cucut (Squalus sp)

(LQ = 0,86), peperek (Mene maculata) (LQ = 0,85), kerapu (Epinephelus

bantoides) (LQ = 0,27), pari (Dasyatis) (LQ = 0,52), dan layur (Trichiurus savala)

(LQ = 0,49), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit dan merupakan

komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-

ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas

perikanan tangkap di Propinsi Banten.

Tabel 15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Sebelah 3,4029 3,0852 3,0242 2,5517 2,5685 2,9265

2 Manyung 1,2851 1,3639 1,3347 0,9957 1,0216 1,2002

3 Biji nangka 2,0328 1,9156 1,5728 1,2948 1,2937 1,6219

4 Bambangan 0,8180 0,9181 0,9242 1,3688 1,3477 1,0754

5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,5888 0,7493 0,2676

6 Kakap 0,9466 0,8321 0,9243 0,8409 0,8123 0,8713

7 Kurisi 1,4041 1,5301 1,5313 0,8895 0,8124 1,2335

8 Tigawaja 0,7747 1,0566 1,1477 0,9949 0,9302 0,9808

9 Cucut 0,5094 0,4396 0,8144 1,1070 0,9578 0,7656

10 Pari 0,6575 0,5925 0,6525 0,8240 0,8056 0,7064

11 Layur 1,1454 1,0788 0,9774 0,5555 0,5434 0,8601

12 Peperek 1,3573 1,3783 0,8566 0,7156 0,7199 1,0055

13 Bawal hitam 3,3602 2,5308 3,0179 2,5363 2,5539 2,7998

Kelompok ikan demersal yang memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 ada

7 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,93), manyung (Arius spp)

(LQ = 1,2), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,62), bambangan (Letrinus

38

sanguneus) (LQ = 1,07), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,23), peperek

(Mene maculata) (LQ = 1,01), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 2,79),

sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.

Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan

yaitu kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), kakap (Lates calcalifer) (LQ =

0,87), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 0,98), cucut (Squalus sp) (LQ =

0,76), pari (Dasyatis) (LQ = 0,71), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,86),

sehingga ikan-ikan tersebut merupakan komoditas non basis di Kabupaten

Pandeglang.

Berbeda dengan jumlah produksi untuk ikan manyung, bambangan, dan

peperek memiliki nilai LQ > 1. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan

tersebut memiliki nilai produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan total

nilai produksi di Propinsi Banten. Sedangkan untuk nilai produksi ikan kurisi dan

tigawaja masuk dalam kategori LQ < 1.

5.1.1.3 Jenis mollusca

Kelompok jenis mollusca yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis.

Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1.

Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 16) dan nilai produksi

ikan (Tabel 17).

Tabel 16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Kerang darah 1,2923 1,4308 0,7751 0,7976 0,9145 1,0421

2 Cumi-cumi 0,7754 0,7337 0,9555 0,9285 0,8345 0,8455

Tabel 16 menunjukan bahwa kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-

rata LQ jumlah produksi > 1 hanya komoditas kerang darah (Anadara granosa)

yaitu sebesar 1,04 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor

basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis cumi-cumi (Loligo sp) memiliki nilai rata-

rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,84 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor

non basis di Kabupaten Pandeglang.

39

Tabel 17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Kerang darah 1,4453 1,3712 0,4746 0,3596 0,4047 0,8111

2 Cumi-cumi 0,9516 0,9550 1,0647 1,0680 1,0577 1,0194

Kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ nilai produksi > 1

hanya cumi-cumi (Loligo sp) yaitu sebesar 1,01 sehingga mengalami surplus

produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan kerang

darah (Anadara granosa) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,81

sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

Berbeda dengan jumlah produksi, nilai produksi untuk kerang darah

memiliki nilai LQ < 1, sedangkan untuk jenis cumi-cumi nilai rata-rata LQ > 1.

Hal ini dikarenakan nilai harga cumi-cumi yang relatif lebih besar bila

dibandingkan dengan kerang darah.

5.1.1.4 Jenis crustacea

Kelompok jenis crustacea yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis.

Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1.

Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 18) dan nilai produksi

ikan (Tabel 19).

Tabel 18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Udang putih 0,9258 1,0336 1,3033 1,3634 1,2207 1,1693

2 Udang lainnya 1,0738 0,9697 0,7553 0,7272 0,8319 0,8716

Tabel 18 menunujukan bahwa kelompok crustacea yang didaratkan di

Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah udang putih (Penaeus vannamei)

yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi lebih dari 1 yaitu sebesar 1,17

sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten

Pandeglang. Jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1

yaitu sebesar 0,87 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di

Kabupaten Pandeglang.

40

Tabel 19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007

No Jenis ikan Tahun Rata-rata

nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007

1 Udang putih 0,8687 0,9200 1,0644 1,0834 1,0365 0,9946

2 Udang lainnya 1,4785 1,2645 0,8260 0,7869 0,9105 1,0533

Kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5

tahun adalah jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki rata-rata LQ nilai

produksi > 1 yaitu sebesar 1,05 sehingga mengalami surplus produksi dan

merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan jenis udang putih

(Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,99

sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.

Penentuan sektor unggulan dan prioritas

Dalam menentukan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang

digunakan dengan teknik pembobotan nilai dengan menjumlahkan bobot LQ

jumlah dan nilai produksi ikan.

Tabel 20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai

produksi ikan pelagis periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ

jumlah produksi

Bobot LQ

nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Layang 2 0 2 Bukan unggulan

2 Selar 1 0 1 Bukan unggulan

3 Tetengek 1 0 1 Bukan unggulan

4 Julung-julung 2 2 4 Unggulan

5 Teri 0 0 0 Bukan unggulan

6 Tembang 0 0 0 Bukan unggulan

7 Lemuru 2 1 3 Bukan unggulan

8 Kembung 1 0 1 Bukan unggulan

9 Kuwe 0 0 0 Bukan unggulan

10 Tongkol 2 2 4 Unggulan

11 Tenggiri 2 2 4 Unggulan

Tabel 20 dapat dilihat dari 11 spesies jenis ikan pelagis, ada 3 komoditas

unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan julung-julung, tongkol,

dan tenggiri. Ikan-ikan tersebut memiliki bobot LQ jumlah dan nilai produksi

terbesar dengan total bobot 4. Ketiga ikan unggulan ini merupakan komoditas

prioritas yang baik untuk dikembangkan. Sedangkan yang masuk dalam kategori

41

bukan unggulan ada 8 jenis ikan yaitu layang, selar, tetengek, teri, tembang,

lemuru, kembung, dan kuwe.

Tabel 21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai

produksi ikan demersal periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ

jumlah produksi

Bobot LQ

nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Sebelah 2 2 4 Unggulan

2 Manyung 1 2 3 Bukan unggulan

3 Biji nangka 2 2 4 Unggulan

4 Bambangan 1 2 3 Bukan unggulan

5 Kerapu 0 0 0 Bukan unggulan

6 Kakap 1 1 2 Bukan unggulan

7 Kurisi 2 2 4 Unggulan

8 Tigawaja 2 1 3 Bukan unggulan

9 Cucut 1 0 1 Bukan unggulan

10 Pari 0 0 0 Bukan unggulan

11 Layur 0 1 1 Bukan unggulan

12 Peperek 1 2 3 Bukan unggulan

13 Bawal hitam 2 2 4 Unggulan

Tabel 21 menunjukan bahwa dari 13 jenis ikan demersal yang ada di

Kabupaten Pandeglang terdapat 4 komoditas ikan unggulan yaitu ikan sebelah,

biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Kategori bukan unggulan terdapat 5 jenis

ikan yaitu ikan manyung, kerapu, pari, layur, dan peperek. Ikan-ikan tersebut

tidak dapat dikembangkan, karena rendahnya jumlah hasil tangkapan yang

didaratkan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten.

Tabel 22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai

produksi mollusca periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ

jumlah produksi

Bobot LQ

nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Kerang darah 2 1 3 Bukan unggulan

2 Cumi-cumi 1 2 3 Bukan unggulan

Pada Tabel 22 dapat dilihat ada 2 jenis ikan yang masuk dalam jenis

mollusca yaitu kerang darah dan cumi-cumi. Kedua jenis ikan tersebut bukan

termasuk dalam komoditas unggulan karena total bobot LQ = 3, sehingga kerang

darah dan cumi-cumi ini bukan merupakan komoditas yang menjadi prioritas

pengembangan di Kabupaten Pandeglang.

42

Tabel 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai

produksi crustacea periode 2003-2007

No Jenis ikan Bobot LQ

jumlah produksi

Bobot LQ

nilai produksi

Total

bobot Keterangan

1 Udang putih 2 1 3 Bukan unggulan

2 Udang lainnya 1 2 3 Bukan unggulan

Tabel 23 menunjukan bahwa dari 2 jenis crustacea yang ada di Kabupaten

Pandeglang memiliki total bobot LQ = 3. Sama halnya dengan jenis mollusca,

jenis crustacea yang terdiri udang putih dan udang lainnya masuk dalam kategori

bukan unggulan.

Dari 28 jenis ikan yang didaratkan, terdapat 7 komoditas yang dapat

dijadikan sebagai salah satu prioritas pengembangan komoditas unggulan di

Kabupaten Pandeglang. Dengan pengembangan yang diprioritaskan pada

komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil

tangkapan yang didapatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

nelayan dan kontribusi perekonomian Kabupaten Pandeglang.

Jenis hasil tangkapan di PPP Labuan terdapat 12 spesies (Tabel 24). Jika

dibandingkan dengan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang

terdapat 3 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan yaitu

ikan tenggiri, tongkol, dan kurisi. Sedangkan jenis ikan dominan yang

mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan adalah kembung, tembang, tenggiri,

layur, manyung, dan tongkol.

43

Tabel 24 Jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan

No Jenis ikan Jumlah produksi (ton)

1 Kuwe 24,597

2 Cumi 51,369

3 Tongkol 53,771

4 Tenggiri 113,712

5 Kembung 123,441

6 Layur 70,637

7 Manyung 54,578

8 Kakap 15,119

9 Kerapu 4,383

10 Kurisi 21,176

11 Pari 29,245

12 Tembang 117,443 Sumber : Laporan tempat pelelangan ikan PPP Labuan, 2008

5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif yang Ramah Lingkungan

Berdasarkan survei yang dilakukan di PPP Labuan melalui wawancara dan

pengamatan langsung dapat teridentifikasi ada tujuh alat tangkap yang beroperasi

dan mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan yaitu payang, mini purse seine,

pancing rawai, jaring arad, gillnet, dogol, dan jaring rampus.

Hasil skoring 2 dari 7 jenis alat tangkap yang dikaji tergolong sebagai alat

tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing rawai dan gillnet, 4 diantaranya

masuk kategori kurang ramah lingkungan yaitu jaring rampus, dogol/gardan,

payang, mini purse seine dan 1 alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu jaring

arad (Tabel 25).

Tabel 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan

lingkungan di PPP Labuan

No Kategori Jenis alat tangkap

1 Tidak ramah lingkungan

(X < 0,407) Jaring arad

2 Kurang ramah lingkungan

(0,407 ≤ X ≤ 0,593)

Jaring rampus

Dogol/gardan

Mini purse seine

Payang

3 Ramah lingkungan (X > 0,593) Pancing rawai

Gillnet

Sumber : Data kuesioner yang diolah kembali

44

Tabel 26 Hasil perhitungan skoring pada masing-masing kriteria alat tangkap

efektif di PPP Labuan

No Kriteria

Alat tangkap

Payang

Mini

purse

seine

Pancing

rawai

Jaring

arad Gillnet Dogol

Jaring

rampus

1. Memiliki selektivitas yang tinggi 0 0 1 0 0,5 0 0,5

2. Tidak destruktif terhadap habitat 1 1 1 0 1 0,5 0,5

3. Tidak membahayakan operator 1 1 0 1 1 1 1

4. Ikan tangkapan bermutu baik 1 1 1 1 0 1 0

5. Produk tidak membahayakan

konsumen 0 0 0 0 0 0 0

6. Minimum discard dan by-catch 0,5 0,5 1 0 0,5 0,5 0,5

7. Tidak merusak keanekaragaman

hayati 0,5 0,5 1 0 0,5 0,0 0,5

8. Tidak menangkap protected

spesies 1 1 1 0 1 1 1

9. Diterima secara sosial 0 0 1 0 1 1 1

Jumlah 5 5 7 2 5,5 5 5

Rata-rata 0,556 0,556 0,778 0,222 0,611 0,556 0,556

Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan

Jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah :

Jaring arad

Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka jenis alat tangkap yang tidak

ramah lingkungan adalah jaring arad dengan nilai rata-rata 0,222. Hal ini

didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada

panduan jenis-jenis penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap jaring

arad terutama memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas dan hasil

tangkapan sampingan (by-catch) tinggi, hal ini disebabkan oleh jaring arad

menangkap semua jenis ikan yang ada di areal penangkapan dari berbagai jenis

dan ukuran. Arad adalah sejenis jaring yang digolongkan pukat harimau (trawl)

dalam bentuk kecil. Penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun

1980. Arad memiliki mata jaring kecil, di bawah 1 inchi (Anonim, 2007).

Kriteria tidak ramah lingkungan lainnya pada jaring arad adalah merusak habitat

pada wilayah yang sempit, merusak keanekaragaman hayati karena

pengoperasiannya didasar, pernah menangkap spesies yang dilindungi yaitu penyu

dan alat ini bertentangan dengan budaya setempat sehingga rawan konflik antar

nelayan. Penggunaan jaring arad di PPP Labuan paling banyak digunakan oleh

45

nelayan karena harga satu unit alat tangkap jaring arad relatif terjangkau sekitar

Rp.300.000-Rp.700.000.

Jenis alat tangkap yang kurang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Jaring rampus

Alat tangkap jaring rampus ini memiliki skor yang rendah pada kriteria

selektivitas. Menurut Ayodhyoa 1981, jenis alat tangkap rampus termasuk yang

tidak selektif dan menangkap semua jenis biota dasar yang hidup di dasar laut.

Selektivitas yang rendah menyebabkan semua populasi ikan dan udang terambil,

serta biota lainnya. Kriteria kurang ramah lingkungan lainnya adalah ikan hasil

tangkapan mati, segar, dan cacat fisik karena cara ikan tertangkap ini umumnya

terjerat atau terpuntal dan bycatch yang tinggi.

2. Dogol

Alat tangkap dogol memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas,

destruktif terhadap habitat dan by catch yang tinggi. Alat tangkap dogol yang

beroperasi PPP Labuan dilengkapi dengan gardan yang berfungsi sebagai mesin

outboard engine untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan

kerja nelayan diatas kapal pada saat hauling.

3. Mini purse seine

Alat tangkap mini purse seine memiliki nilai yang rendah terutama dari

aspek selektivitas alat tangkap dan by catch yang tinggi. Menurut muslim

tadjuddah dkk (2008) ada dua kriteria yang kurang memenuhi sebagai persyaratan

purse seine sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Kedua kriteria tersebut

adalah : selektifitas dan biaya investasi yang tinggi dalam satu unit penangkapan.

4. Payang

Alat tangkap payang memiliki nilai yang cukup rendah pada kriteria

selektivitas dan by-catch. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada terdapat

satu kriteria yang kurang ramah lingkungan memenuhi sebagai persyaratan seine

net dalam hal ini payang yaitu selektifitas. Sama halnya dengan purse seine, seine

net juga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal selektifitasnya ukuran catch

(panjang total dan lingkar tubuh) pada suatu fishing ground tertentu.

46

Jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Pancing rawai

Alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang tinggi pada semua kriteria

yaitu selektivitas tinggi karena jenis dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan

target utama tangkapan, tidak destruktif terhadap habitat, ikan tangkapan bermutu

baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum discard dan bycatch,

tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan

diterima secara sosial. Metode pengoperasian dan bahan yang digunakan aman

bagi lingkungan, maka alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang paling

tinggi sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan

penelitian Heriawan 2008 yang menyatakan dari analisis selektivitas alat tangkap

yang dilakukan, maka yang memiliki selektivitas yang terbaik adalah pancing

rawai.

2. Gillnet

Kategori yang ramah lingkungan pada alat tangkap gillnet ini adalah tidak

destrukti terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, tidak merusak

keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara

sosial. Alat tangkap gillnet memiliki skor yang cukup rendah terdapat pada ikan

tangkapan yang dihasilkan mati, segar, dan cacat fisik karena cara

pengoperasiannya yang terjerat dan terpuntal sama seperti pada hasil tangkapan

jaring rampus.

Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan

ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat

tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria tersebut.

Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini

telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi

penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitikberatkan pada kepentingan

konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro diacu dalam Sultan 2004).

5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan

Pelabuhan perikanan merupakan infrastruktur perekonomian yang

mempunyai hubungan terhadap usaha penangkapan ikan. Fasilitas pelabuhan

perikanan dibangun dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan penangkapan,

47

pengolahan, pemasaran, dan distribusi ikan hasil tangkapan nelayan. Hal ini

secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan

ikan. Peranan pelabuhan perikanan, yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, pusat

distribusi dan pengolahan. Peranan tersebut dapat dikatakan baik apabila

penyediaan fasilitas, pengelolaan fasilitas serta pemanfaatannya telah optimal.

Dengan adanya peranan pelabuhan yang baik, diharapkan dapat mendukung usaha

penangkapan ikan di PPP Labuan. Peranan pelabuhan ini akan dilihat

parameternya yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, meliputi penyediaan

perbekalan melaut, penyediaan tempat pendaratan, dan penyediaan tempat

perbaikan. Pusat distribusi pengolahan antara lain yang berkaitan dengan

penyediaan tempat pengolahan dan distribusi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut,

adanya dukungan modal usaha penangkapan ikan juga dapat mempengaruhi

keberlangsungan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.

Tabel 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan

Peranan Penilaian (%)

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1. Sebagai pusat aktivitas produksi

a. Penyediaan perbekalan melaut

Solar 60 40 0

Air bersih 0 40 60

Es 53,33 46,67

b. Penyediaan tempat pendaratan

Dermaga 0 60 40

Kolam pelabuhan 0 53,33 46,67

Alur pelayaran 0 53,33 46,67

c. Penyediaan tempat perbaikan

Tempat perbaikan jaring 100 0 0

Slipways 86,67 13,33 0

Bengkel 66,67 33,33 0

2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan

Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran

TPI 0 13,33 86,67

Tempat pengolahan ikan 66,67 33,33 0

Pasar ikan 0 33,33 66,67

3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan

Koperasi 66,67 33,33 0

Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan

Keterangan :

TB : Tidak Berperan

KB : Kurang Berperan

B : Berperan

48

Tabel 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya

No Fasilitas Ketersediaan

fasilitas

Kondisi fasilitas Pengelola

1 Solar Ada Tidak beroperasi DKP

2 Air bersih Ada Baik PPP

3 Es/Cold storage Ada Tidak beroperasi DKP

4 Dermaga Ada Tahap perbaikan PPP

5 Kolam pelabuhan Ada Pendangkalan Syahbandar

6 Alur pelayaran Ada Pendangkalan Syahbandar

7 Tempat perbaikan jaring Ada Tahap pembangunan Perseorangan

8 Slipways Ada Tahap perbaikan PPP

9 Bengkel Ada Baik Perseorangan

10 TPI Ada Baik CV. Abdi Bahari

11 Tempat pengolahan ikan Ada Tahap pembangunan Perseorangan

12 Pasar ikan Ada Tahap perbaikan DKP

13 Koperasi Ada Baik DKP

5.2.1 Pusat aktivitas produksi

Sarana yang diperlukan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan

adalah mempersiapkan perbekalan melaut yang akan dibawa seperti solar, es, dan

air bersih.

Gambar 7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar.

Gambar 8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih.

Gambar 9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.

60%40% Tidak berperan

Kurang berperan

40%60%

Kurang berperan

Berperan

53%47% Tidak berperan

Kurang berperan

49

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 15 responden

nelayan sebesar 60 % menyatakan pengelola tidak berperan dalam penyediaan

solar. Hal ini disebabkan oleh fasilitas SPDN belum beroperasi kembali karena

mengalami kebangkrutan sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan solar dan

pasokannya dipenuhi dari luar PPP Labuan. Sebesar 40 % responden nelayan

menyatakan kurang berperan, walaupun SPDN mengalami kebangkrutan banyak

penduduk setempat yang menjual solar eceran disekitar daerah PPP Labuan tetapi

kebutuhannya masih dirasakan kurang oleh nelayan terutama untuk alat tangkap

seperti mini purse seine yang membutuhkan solar dalam jumlah besar. Kondisi

ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam operasi penangkapan.

Gambar 8 menunjukan 60 % menyatakan bahwa peranan pengelola terhadap

penyediaan kebutuhan air bersih adalah berperan. Berdasarkan wawancara

dengan nelayan, pemenuhan kebutuhan air bersih terpenuhi untuk kebutuhan

sehari-hari dan kebutuhan melaut, seperti minum, masak, dan mandi. Air bersih

untuk kebutuhan melaut biasanya didapatkan dari rumah masing-masing nelayan.

Air bersih juga dipasok dari PDAM yang dimiliki oleh pelabuhan biasanya

digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor. Sebesar 40 % responden

nelayan menyatakan kurang berperan. Bagi sebagian nelayan yang melakukan

operasi penangkapan selama berhari-hari kebutuhan air bersih ini masih kurang

mencukupi karena kebutuhan air bersih harus membeli ke pelabuhan.

Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan bahwa pengelola tidak

berperan terhadap penyediaan kebutuhan es. Hal ini disebabkan oleh pabrik es

yang tidak beroperasi. Pabrik es sempat berjalan selama beberapa bulan, tetapi

karena kualitas es yang dihasilkan rendah pada akhirnya pabrik es ditutup.

Sebesar 46,67 % responden menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap

penyediaan es, walaupun banyak penduduk setempat yang mendirikan depot-

depot es, tetapi masih banyak nelayan yang belum terpenuhi kebutuhannya

khususnya untuk nelayan-nelayan yang mengoperasikan alat tangkap selama

berhari-hari seperti mini purse seine dan pancing rawai.

Fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan

adalah adanya penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan,

dan alur pelayaran.

50

Gambar 10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga.

Gambar 11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan.

Gambar 12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran.

Gambar 10 menunjukan sebesar 60 % menyatakan peranan pengelola

terhadap penyediaan dermaga adalah kurang berperan. Dermaga di PPP Labuan

terletak di depan TPI II terpisah oleh lebar badan jalan kurang 200 m. Jauhnya

jarak dermaga menyulitkan nelayan ketika akan mendaratkan hasil tangkapannya.

Sedangkan sebesar 40 % menyatakan berperan. Dermaga tambat ini sekaligus

berfungsi sebagai dermaga muat. Dermaga ini menampung kapal-kapal yang

berukuran > 5 GT, sedangkan beberapa kapal kecil lainnya mendaratkan hasil

tangkapan di TPI I dan bertambat disisi sungai bagian selatan bangunan ini.

Kawasan perairan di PPP Labuan merupakan kawasan yang terbuka langsung

menghadap ke Samudera Hindia.

Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan kurang berperan terhadap

penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Kolam pelabuhan di PPP

Labuan mengalami pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunten Agung dan

area dermaga II yang merupakan batas kolam pelabuhan yang selama ini menjadi

kendala kelancaran keluar masuknya kapal ke sungai atau ke TPI. Menurut hasil

60%40% Kurang berperan

Berperan

53%47%Kurang berperan

Berperan

53%47% Kurang berperan

Berperan

51

pengamatan di lapangan ukuran kedalaman kolam pelabuhan mencapai ± 1 m.

Alur pelayaran di PPP Labuan banyak mengalami kendala seperti mengalami

pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dan tidak

adanya rambu-rambu navigasi. Keadaan tersebut seharusnya mendapat perhatian

dari pihak pengelola agar kelancaran kapal-kapal yang akan masuk menjadi

teratur. Sebesar 46,67 % responden nelayan menyatakan berperan terhadap

penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Berdasarkan hasil wawancara

nelayan, hingga saat ini perbaikan dan penataan kolam pelabuhan dan alur

pelayaran sering dilakukan sehingga kapal-kapal mini purse seine sudah bisa

mendaratkan hasil tangkapannya lebih dekat ke dermaga.

Gambar 13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat perbaikan jaring.

Gambar 14 Peranan pengelola terhadap penyediaan slipways.

Gambar 15 Peranan pengelola terhadap penyediaan bengkel.

Gambar 13 menunjukan bahwa penyediaan tempat perbaikan seperti tempat

perbaikan jaring 100 % responden menyatakan tidak berperan. Hal ini disebabkan

belum ada lahan khusus yang disediakan oleh pelabuhan untuk fasilitas perbaikan

jaring di PPP Labuan sehingga untuk perbaikan jaring biasanya dikerjakan di

kapal atau rumah masing-masing nelayan.

100%

Tidak berperan

87%

13%Tidak berperan

Kurang berperan

67%

33% Tidak berperan

Kurang berperan

52

Sebesar 86,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan

terhadap penyediaan slipways. Berdasarkan wawancara dengan nelayan fasilitas

slipways yang biasa digunakan untuk memperbaiki atau merawat bagian bawah

kapal, misalnya lunas dan lambung kapal kurang berfungsi dengan baik karena

hingga saat ini masih dalam perbaikan.

Sebesar 66,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan

terhadap penyediaan fasilitas bengkel. Hal ini dikarenakan oleh kurang

berfungsinya fasilitas bengkel yang ada sehingga jika ada kerusakan mesin,

nelayan biasanya memperbaiki sendiri atau meminta jasa perbaikan mesin. Ada

sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan

oleh penduduk setempat.

5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran

Hal-hal yang berhubungan distribusi dan pengolahan antara lain berkaitan

dengan penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran. Kegiatan distribusi dan

pengolahan yang lancar akan mendorong usaha penangkapan ikan di PPP Labuan

melalui peningkatan harga jual ikan dan kelancaran akses dalam pemasaran.

Sarana yang digunakan untuk penjualan hasil tangkapan adalah TPI (Tempat

Pelelangan Ikan), tempat pengolahan ikan, dan pasar ikan.

Gambar 16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan.

Gambar 17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan.

13%

87%Kurang berperan

Berperan

67%

33%Tidak berperan

Kurang berperan

53

Gambar 18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan.

Gambar 16 menunjukan sebesar 86,67 % responden menyatakan bahwa

pengelola berperan terhadap penyediaan fasilitas TPI. Hal ini disebabkan oleh

adanya dukungan dari proses lelang yang berjalan secara aktif dan pengelolaanya

yang baik dan sebagian besar nelayan menyatakan merasa diuntungkan dengan

adanya proses lelang. PPP Labuan memiliki dua TPI : TPI I yang memiliki

cabang TPI unit dan TPI II. Gedung TPI I terletak di sisi aliran sungai Cipunten

Agung, untuk cabangnya yaitu TPI unit berada dekat dengan pasar ikan. TPI II

terletak di tepi pantai. Pembagian TPI ini berdasarkan pada ukuran kapal yang

akan masuk untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI. TPI I dikhususkan

kapal-kapal kecil ukuran 0-5 GT. Sedangkan TPI II untuk kapal-kapal > 5 GT.

Dari segi sanitasi, lantai TPI ini cukup kotor karena masih terlihat banyak sampah

dan sisa hasil pencucian ikan yang tidak terbuang. Hal ini disebabkan oleh

pembuangan air limbahnya tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan kondisi

tersebut perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga kebersihan dan

sanitasi di gedung TPI. Sedangkan 13,33 % menyatakan kurang berperan. Hal ini

dikarenakan oleh sebagian nelayan jaring arad yang tidak menjual hasil tangkapan

ke TPI melainkan langsung dijual melalui langgan.

Sebesar 66,67 % responden menyatakan pelabuhan tidak berperan terhadap

penyediaan tempat pengolahan ikan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lahan

khusus untuk usaha pengolahan di PPP Labuan. Sedangkan sebesar 33,33 %

menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan

ikan. Usaha pengolahan ikan di PPP Labuan masih tergolong tradisional,

sehingga masih dikelola perorangan.

Sebesar 66,67 % responden menyatakan berperan dalam penyediaan pasar

ikan karena lokasi yang bersebelahan dengan TPI unit memudahkan nelayan

untuk langsung menjual hasil tangkapan dan sebesar 33,33 % responden

33%

67%Kurang berperan

Berperan

54

menyatakan kurang berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, kondisi

lingkungan pasar yang tidak teratur dan kotor menyebabkan mutu hasil tangkapan

nelayan yang akan dijual cepat menurun.

5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan

Dari semua aktivitas-aktivitas tersebut, dukungan modal usaha penangkapan

ikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan usaha penangkapan ikan.

Gambar 19 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan koperasi.

Dukungan mosal usaha penangkapan ikan seperti dengan adanya koperasi

sebesar 66,67 % menyatakan tidak berperan dan 33,33 % kurang berperan

(Gambar 19). PPP Labuan memiliki satu koperasi yaitu koperasi Mina Sejahtera.

Ada tiga program yang dijalankan yaitu:

1. Dana Ekonomi Produktif (DEP) simpan pinjam

2. Kedai pesisir, dan

3. Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN).

Dari semua 3 program tersebut, hanya kedai pesisir yang berjalan aktif di

PPP Labuan. Kendala yang dijalankan program DEP simpan pinjam adalah

nelayan pribumi sulit berkembang seperti perubahan teknologi penangkapan,

pengolahan masih tradisional, faktor modal operasi sangat minim, dan bakul sulit

membayar langsung ikan hasil tangkapan yang telah dilelang. Sedangkan kendala

untuk Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) adalah sistem pengelolaan yang kurang

baik sehingga mengalami kebangkrutan.

67%

33% Tidak berperan

Kurang berperan

55

5.3 Bahasan Terangkum

Penentuan komoditas unggulan memberikan arahan untuk pengembangan

selanjutnya tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan sehingga dapat

meningkatkan pendapatan nelayan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap

perekonomian Kabupaten Pandeglang. Komoditas unggulan dapat diartikan

dengan komoditas ikan yang memberikan nilai lebih. Salah satu pendekatan yang

dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode

location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk

membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi

kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk

mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector

suatu kegiatan ekonomi (industri). Teori ekonomi mengklarifikasikan seluruh

kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor

basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun

jasa ditujukan untuk diekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang

berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sektor non basis adalah

kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa

diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi

masyarakat tersebut. Sektor basis mencerminkan nilai LQ > 1 dan non basis

mencerminkan nilai LQ < 1, dari bobot LQ tersebut didapatkan 7 komoditas ikan

unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu julung-julung, tongkol,

tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam sedangkan ada 12 jenis ikan

yang mendaratkan hasil tangkapannya di daerah PPP Labuan adalah ikan kuwe,

cumi-cumi, tongkol, tenggiri, kembung, layur, manyung, kakap, kerapu, kurisi,

pari, dan tembang. Tiga jenis ikan diantaranya merupakan komoditas yang ada di

Kabupaten Pandeglang yaitu ikan tongkol, tenggiri, dan kurisi. Ikan-ikan inilah

yang akan memberikan kontribusi perekonomian yang lebih jika bisa

dikembangkan.

56

Gambar 20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di

PPP Labuan.

Penyeleksian alat tangkap yang ramah lingkungan dipergunakan untuk

mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang

berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi /

mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Alat tangkap ramah lingkungan

dapat diartikan sebagai jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak

ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Jenis-jenis komoditas unggulan

ditangkap menggunakan alat tangkap payang (tongkol, tenggiri, julung-julung),

mini purse seine (tongkol, tenggiri, julung-julung), jaring rampus (sebelah,

kurisi), gillnet (tongkol, tenggiri, kurisi), pancing rawai (tenggiri, tongkol), dan

dogol (biji nangka, sebelah, bawal hitam).

Melimpahnya potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang

menjadikan PPP Labuan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang

menunjang kegiatan usaha penangkapan. Pembangunan di PPP Labuan perlu

Penyeleksian alat tangkap ramah

lingkungan

Kendala-kendala yang dihadapi

Arah pengembangan

Penentuan komoditas unggulan

Dukungan pelabuhan perikanan dan

permasalahannya

57

ditunjang dengan keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai. Fasilitas-

fasilitas tersebut adalah pertama, penyediaan perbekalan melaut seperti solar, air

bersih, dan es. Fasilitas SPDN mulai diresmikan pada tahun 2005. Penyediaan

solar langsung dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin.

Namun karena pengelolaannya yang kurang baik, pada awal tahun 2008 SPDN

ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga untuk kebutuhan solar di PPP

Labuan hingga saat ini masih didatangkan dari luar pelabuhan. Penyediaan air

bersih untuk kebutuhan melaut, sebagian besar dipasok dari PDAM dan rumah

masing-masing nelayan dan kebutuhannya sudah mencukupi. Sama halnya

dengan solar, penyediaan kebutuhan es masih didatangkan dari luar pelabuhan

yaitu daerah sekitar Pandeglang dan Serang. Pabrik es yang dimiliki PPP Labuan

mulai dibuka pada tahun 2005, tetapi karena alat yang kurang baik dan kualitas es

yang dihasilkan masih rendah seperti cepat mencair dan air yang keruh pada

akhirnya pabrik es ini ditutup. Kedua, sarana penyediaan tempat pendaratan

seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran. Sarana tersebut masih

perlu perbaikan dan penataan oleh pihak pelabuhan seperti jauhnya jarak antar

dermaga dengan tempat pendaratan ikan, pengerukan kolam pelabuhan dan alur

pelayaran agar kapal-kapal yang berukuran > 50 GT dapat masuk ke area kolam

pelabuhan. Ketiga, sarana penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan

jaring, slipways, dan bengkel. Fasilitas perbaikan jaring dan bengkel ini belum

disediakan oleh pihak pelabuhan tetapi diusahakan perorangan oleh penduduk

setempat. Sedangkan fasilitas slipways masih dalam tahap perbaikan. Keempat,

sarana pengolahan dan distribusi seperti TPI, tempat pengolahan ikan dan pasar

ikan. Tempat pelelangan ikan di PPP Labuan berjalan aktif dengan proses lelang

yang murni dan menjadi satu-satunya fasilitas yang dikelola dengan baik sehingga

nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan. Kelima, sarana

pendukung modal usaha penangkapan salah satunya adalah koperasi.

Keterbatasannya adalah dalam segi peminjaman modal usaha penangkapan ikan.

Biasanya untuk melakukan usaha penangkapan nelayan memiliki modal sendiri

atau meminjam modal usaha ke langgan atau juragan. Langgan adalah pedagang

besar (juragan ikan) yang menampung ikan hasil tangkapan dari nelayan dan

menjualnya/mendistribusikannya ke pasaran. Biasanya hasil tangkapan jaring

58

arad yang masuk ke langgan, sedangkan juragan adalah nelayan pemilik modal

yang membiayai operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapannya langsung

masuk ke TPI.

Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha

penangkapan ikan di PPP Labuan disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam

Laporan Tahunan Bidang Kelautan di Kabupaten Pandeglang 2008 menjelaskan

ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi yaitu:

1) Masalah sumberdaya alam diantaranya adalah ketidakseimbangan ekosistem

laut akibat rusaknya ekosistem terumbu kerang, hutan mangrove dan padang

lamun yang fungsinya sebagai habitat dan tempat berkembangbiaknya biota

laut (fishing ground), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan

berakibat rusaknya dan berkurangnya sumber daya alam yang ada, serta

mengancam biota laut lainnya,

2) Masalah sumberdaya manusia/masyarakat pesisir diantaranya adalah pada

umumnya penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil/tradisional,

permodalan masyarakat sangat lemah, masih tergantung pada juragan/pemilik

kapal motor, umumnya nelayan menggunakan sarana tangkap masih sangat

terbatas yang dibuktikan dengan didominasinya kapal/perahu < 5 GT, alat

tangkap dan alat bantu penangkapan sangat terbatas sehingga untuk

menjangkau daerah fishing ground ikan belum semua nelayan mampu,

sedikitnya BBM dan harga tinggi tidak seimbang dengan hasil yang didapat,

kondisi sosial dan masyarakat yang masih kumuh dan menganut kebiasaan

lama, kegiatan usaha nelayan sulit berkembang dikarenakan pengetahuan,

sikap, dan keterampilan masyarakat yang masih rendah, sering terjadi konflik

sosial sesama nelayan, masih rendahnya penanganan hasil tangkapan ikan baik

oleh nelayan atau para pengolah ikan dan penerapan teknologi pasca panen

masih kurang.

Kaitannya dengan pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten

Pandeglang khususnya di PPP Labuan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan

diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan yang ada baik dari kelompok

ikan pelagis (tongkol, tenggiri), demersal (kurisi). Jenis-jenis ikan inilah yang

akan diutamakan untuk dimanfaatkan. Unit penangkapan ikan yang prospek

59

untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan

seperti pancing rawai dan gillnet. Khususnya alat tangkap pancing rawai

memiliki selektivitas yang tinggi. Kategori yang masuk kedalam kurang ramah

lingkungan seperti mini purse seine, payang, jaring rampus, dan dogol perlu

diarahkan bukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan maupun

udang yang selama ini dilaksanakan, tetapi hendaknya lebih diarahkan kepada

perbaikan selektivitas alat yang diikuti pengurangan jumlah tangkapan ikan non

target atau hasil tangkapan sampingan yang kurang dimanfaatkan. Kemudian

perlu adanya penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring

arad yang paling dominan di PPP Labuan karena jika terus dibiarkan akan

menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan berakibat rusaknya sumber daya

alam yang ada. Dukungan pelabuhan perikanan sangat diharapkan dalam

mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Pelabuhan perikanan

yang memiliki fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan

dan pemanfaatan sumber daya ikan sudah seharusnya mendapat perhatian dari

pemerintah terutama pada jenis alat tangkap pancing rawai dan gillnet yang

menangkap ikan unggulan seperti tongkol, tenggiri, dan kurisi. Fasilitas-fasilitas

di PPP Labuan yang harus menunjang dalam kegiatan usaha penangkapan tersebut

adalah solar, es, air bersih karena pengoperasian pancing rawai dan gillnet

dilakukan selama 5-7 hari. Selain itu fasilitas dermaga, alur pelayaran, kolam

pelabuhan, bengkel, TPI, slipways, bengkel, dan pasar ikan sangat dibutuhkan

untuk menunjang kelancaran usaha penangkapan ikan pancing rawai dan gillnet.

Fasilitas-fasilitas ini sangat diperlukan untuk kelancaran usaha penangkapan ikan

sehingga perlu ada upaya perbaikan terhadap fasilitas kolam pelabuhan dan alur

pelayaran, SPDN, pabrik es, slipways, bengkel, tempat perbaikan jaring, dan

tempat pengolahan ikan. Selain itu, perlu dibangun fasilitas komunikasi dan

navigasi seperti rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas untuk

kelancaran keluar masuknya kapal.

60

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah

1) Komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang ada 7 jenis yaitu ikan

julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal

hitam. Jenis alat tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah

pancing rawai dan gillnet. Kategori yang kurang ramah lingkungan adalah

mini purse seine, payang, dogol, dan jaring rampus. Sedangkan jenis alat

tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad.

2) Responden menyatakan pelabuhan tidak berperan dalam penyediaan

kebutuhan melaut seperti solar sebesar 60 %, es 53,33 %, tempat perbaikan

jaring 100 %, slipways 86,67 %, bengkel 86,67 %, tempat pengolahan ikan

66,67 % dan koperasi 66,67 %. Responden menyatakan pelabuhan kurang

berperan dalam memberikan pelayanan penyediaan tempat pendaratan

seperti dermaga sebesar 60 %, kolam pelabuhan 53,33 %, dan alur

pelayaran 53,33 % nelayan. Sedangkan untuk penyediaan TPI, air bersih,

dan pasar ikan masing-masing sebesar 86,67 %, 60 %, 66,67 % menyatakan

pengelola berperan terhadap pelayanan penyediaan fasilitas tersebut.

6.2 Saran

Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini perlu adanya :

1) Perlu pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Pandeglang

yang diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan dan penertiban

alat tangkap tidak ramah lingkungan.

2) Perhatian dari DKP dan pemerintah setempat untuk memperbaiki fasilitas-

fasilitas yang menunjang usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].1981. Fungsi dan Peranan Sarana Pelabuhan Perikanan. Pertemuan

Teknis Kepala Pelabuhan Perikanan. Jakarta.

[Anonim]. 2007. Arad Turunkan Sumberdaya Laut. [terhubung tidak berkala].

www.suaramerdeka.com. [30 Mei 2009].

[Anonim]. 2007. Sumberdaya Alam Propinsi Banten. [terhubung tidak berkala].

www.indonesia.go.id [30 Mei 2009].

[Anonim]. 2008. Laporan Tempat Pelelangan Ikan PPP Labuan. Pandeglang.

[Anonim]. 2006. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

Jakarta: Sinar Grafika.

Ayodhyoa, AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 197

hal.

[Bappeda] Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Pandeglang. 2007. Kabupaten

Pandeglang dalam Angka. Pandeglang: Bappeda Kabupaten

Pandeglang.

Baskoro, M. 2006. Didalam: M. Fedi A dan Iin Solihin, editor. Kumpulan

Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung

jawab: Kenangan Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja. Bogor :

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 7-18.

Budiharsono. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.

Jakarta : PT Pradnya Paramita.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Laporan Statistik Perikanan.

Pandeglang: DKP Kabupaten Pandeglang.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Buku Panduan Jenis-jenis

Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Marina

Nusantara.

Dwiatmoko, HN. 1994. Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong

Terhadap Aspek Produksi dari Produktivitas Nelayan Brondong,

Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan

Bekelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan

Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12 (1): 658-675.

62

Heriawan, Y. 2008. Alokasi Unit Penagkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan

Pandeglang, Banten: Menuju Perikanan Tangkap Yang Terkendali.

[Tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut

Pertanian Bogor.

Kohar dan Suherman. 2003. Analisis Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan

Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Di

dalam: M.Fedi A. Sondita, Moch. Prihatna Sobari, Domu simbolon,

Gondo Puspito, dan Anwar Bey Pane, editor. Seminar Nasional

Perikanan Tangkap “Menuju Paradigma Teknologi Perikanan

Tangkap yang Bertanggungjawab Dalam Mendukung Revitalisasi

Perikanan”. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

Hal 372-380.

Lubis, E. 2005. Pengantar Pelabuhan Perikanan.Diktat Kuliah. Bogor : Institut

Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium

Pelabuhan Perikanan.

Menteri Kelautan dan Perikanan. 2006. Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan.

Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

Purwandi, S. 1996. Efisiensi Usaha dan Teknis Unit Penangkapan Payang di

Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi].

Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Bogor.

Pane, A.B. 2007. Bahan Kuliah “Metodologi Penelitian”. Bogor: Institut

Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium

Pelabuhan Perikanan (tidak dipublikasikan). 6 hal.

Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.

Sultan, M. 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman

Nasional Laut Taka Bonerate. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Soegiharto, R. 2008. Peran Wasdal Dalam Pengembangan Cluster Perikanan

Tangkap. www.dkp-banten.go.id. [terhubung tidak berkala]. [21

Februari 2009].

Tadjuddah, M.dkk. 2009. Kajian Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Menurut

Klasifikasi Statistik Internasional Standar FAO. www.muslim-

tadjuddah.blogspot.com. [terhubung tidak berkala]. [21 Februari 2009].

63

LAMPIRAN

64

Lampiran 1 Peta lokasi penelitian

6

4

65

Lampiran 2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten Pandeglang

No Jenis ikan 2003 2004 2005 2006 2007

Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000

1 Sebelah 480,6 480.600 507,5 576.000 735,2 862.050 710,1 710.100 899,4 899.400

2 Peperek 1.862,9 1.862.900 1.896,4 2.124.200 1.643,1 1.790.350 1.380,9 2.071.350 1.364,8 2.047.200

3 Manyung 608,3 4.258.100 767,8 5.686.950 797,7 5.911.650 458,5 5.502.000 508,7 6.104.400

4 Biji nangka 1.661,8 2.492.700 1.871,0 2.806.500 1.274,7 1.912.050 1.311,5 1.836.100 1.332,0 1.864.800

5 Bambangan 328,8 2.959.200 446,1 4.014.900 487,4 4.386.600 735,0 11.760.000 744,0 11.904.000

6 Kerapu - - - - - - 221,4 3.321.000 297,0 4.983.600

7 Kakap putih 306,0 2.754.000 297,2 2.674.800 365,3 3.287.700 537,7 3.763.900 528,9 3.702.300

8 Kurisi 1.126,9 2.253.800 1.150,4 2.300.800 1.542,3 3.084.600 1.066,1 1.599.150 1.076,2 1.614.300

9 Tiga waja 841,8 631.350 992,2 952.275 1.277,8 1.229.950 949,0 1.423.500 930,2 1.395.300

10 Cucut 386,4 966.000 358,3 895.750 635,4 1.588.500 649,1 3.570.050 619,9 3.409.450

11 Pari 322,7 806.750 309,0 772.500 414,9 1.037.250 489,7 2.203.650 470,5 2.117.250

12 Bawal hitam 472,1 2.360.500 454,0 2.270.000 480,5 2.402.500 488,7 1.710.450 572,7 2.004.450

13 Layang 987,4 987.400 994,8 994.800 964,5 964.500 1.006,1 1.509.150 907,1 1.360.650

14 Selar 962,8 2.888.400 1.160,7 3.621.850 1.101,5 3.397.100 1.201,5 1.802.250 1.192,7 1.789.050

15 Kuwe 307,0 1.228.000 321,0 1.534.400 279,8 1.311.500 479,8 6.717.200 443,8 6.080.600

16 Tetengkek 251,7 377.550 299,2 448.800 574,3 861.450 504,3 756.450 532,6 798.900

17 Julung-julung 697,9 2.093.700 1.303,4 3.910.200 1.269,8 3.809.400 569,8 854.700 691,1 1.036.650

18 Teri 1.292,4 3.877.200 740,9 2.222.700 666,8 2.000.400 106,8 1.281.600 144,9 1.797.400

19 Tembang 1.629,0 1.629.000 1.588,7 1.588.700 1.429,8 1.429.800 1.029,8 1.544.700 1.021,8 1.532.700

20 Lemuru 702,6 1.405.200 882,4 1.764.800 1.076,9 2.153.800 976,9 3.419.150 958,7 3.355.450

21 Kembung 2.037,0 6.111.000 2.062,2 6.186.600 2.003,1 6.009.300 1.903,1 14.273.250 1.913,5 14.351.250

22 Tenggiri 1.840,0 18.400.000 1.787,9 17.879.000 1.821,8 18.218.000 2.121,8 27.583.400 1.922,8 26.131.200

23 Layur 333,7 1.835.350 335,0 1.842.500 291,5 1.603.250 301,5 1.055.250 317,7 1.111.950

24 Tongkol 2.205,8 13.234.800 2.383,5 14.301.000 1.925,6 11.553.600 1.825,6 15.517.600 1.787,0 16.456.400

25 Udang putih 41,3 2.065.000 40,3 2.015.000 49,0 2.450.000 38,0 1.710.000 40,8 1.836.000

26 Udang lainnya 48,2 964.000 41,9 838.000 35,2 704.000 27,0 486.000 36,5 657.000

27 Kerang darah 412,5 618.750 411,7 617.550 420,8 631.200 409,6 614.400 415,4 623.100

28 Cumi-cumi 762,0 7.620.000 751,5 7.515.000 840,3 8.403.000 812,9 14.632.200 747,6 13.456.800

Jumlah 22.909,6 87.161.250 24.155 92.355.575 24.405 92.993.500 22.312 133.228.550 22.418 134.421.550

66

Lampiran 3 Perhitungan LQ

LQ =QtQi

qtqi

/

/

LQ = Location quotient

qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang

qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang

Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten

Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten

1. LQ jumlah produksi (ton)

Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2003 :

LQ =85,835.23/52,001.2

6,913.12/4,987

LQ = 0,9106

Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2004 :

LQ =6,579.24/5,694.1

7,524.13/8,994

LQ = 1,0669

2. LQ nilai produksi (Rp.000)

Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2003 :

LQ = 4112.666.67 / 16.447.466

52.232.250 / 13.234.800

LQ = 1,7357

Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2004 :

LQ = 3,3109.857.31/ ,718.084.675

54.452.850/ 14.301.000

LQ = 1,5954

67

Lampiran 4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap efektif yang ramah lingkungan di PPP Labuan

No Kriteria Alat tangkap payang Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu kurisi, tembang, tongkol, dan lemuru. 1

2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena dioperasikannya tidak sampai dasar. 4

3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu tembang, pepetek, papasan. 2

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4

9. Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat

dan perauran yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. 3

Jumlah 28

No Kriteria Alat tangkap mini purse seine Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu tongkol, tenggiri, julung-julung, dan

tembang. 1

2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena alat tangkap ini dioperasikan dengan cara dilingkarkan dan tidak sampai ke dasar. 4

3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu 2

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4

9. Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat

dan peraturan yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. 3

Jumlah 29

6

68

76

76

76

68

Lampiran 4 lanjutan

No Kriteria Alat tangkap pancing rawai Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam yaitu tenggiri atau kakap. 3

2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya. 4

3. Tidak membahayakan nelayan Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara seperti tangan yang luka-luka ketika pemasangan mata pancing. 3

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar seperti gerong. 3

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Aman bagi biodiversity. Proses pengoperasiannya tidak merusak lingkungan. 4

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4

9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,

tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4

Jumlah 32

No Kriteria Alat tangkap jaring arad Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh yaitu kepiting, pari, udang dan cucut. 1

2. Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit karena arad ini dioperasikan di dasar perairan sehingga dapat

merusak terumbu karang. 2

3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar seperti buntal, ular laut, macam-macam ikan hias. 1

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 2

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi pernah tertangkap yaitu penyu. 3

9. Diterima secara sosial

Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu biaya inventasi murah dan menguntungkan secara ekonomi, tidak

bertentangan dengan budaya setempat. Satu persyaratan yang tidak dipenuhi adalah tidak bertentangan dengan peraturan

yang ada. Jaring arad ini sering menimbulkan konflik antar nelayan. 3

Jumlah 23

62

69

Lampiran 4 lanjutan

No Kriteria Alat tangkap gillnet Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.seperti bawal, tongkol, dan udang. 2

2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya. 4

3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati, segar, dan cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal. 2

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu papasan, gulamah. 2

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4

9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,

tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4

Jumlah 29

No Kriteria Alat tangkap dogol Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh seperti jenis udang, sebelah, kurisi, dan biji

nangka. 1

2. Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit 3

3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan 4

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan. 2

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 2

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4

9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,

tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4

Jumlah 27

69

70

70

Lampiran 4 lanjutan

No Kriteria Alat tangkap jaring rampus Skor

1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu sebelah, kurisi, udang. 2

2. Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit. 3

3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan 4

4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati, segar, cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal.. 2

5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4

6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan. 2

7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3

8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4

9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,

tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4

Jumlah 28

71

Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan

V (X) = 01

0

XX

XX

V A = 𝑉𝑖 𝑋𝑖

𝑛

𝑖=1

i = 1,2,3, ……n

Dimana :

V (X) = Fungsi nilai dari variabel X

X = Nilai variabel X

X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X

X0 = Nilai terendah pada kriteria X

V (A) = Fungsi nilai alternatif A

V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i

Contoh perhitungan alat tangkap pancing rawai:

Memiliki selektivitas tinggi = 3 V (X) = 13

13

= 2

1

= 1

Tidak menangkap protected spesies = 4 V (X) = 34

34

= 2

2

= 1

72

Lampiran 6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan

: solar

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 9 6

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

9x

= 60%

Kurang berperan (KB) : %10015

6x

= 40 %

73

Lampiran 7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan

: air bersih

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 6 9

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Kurang berperan (KB) : %10015

6x

= 40 %

Berperan (B) : %10015

9x

= 60%

74

Lampiran 8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan

: es

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 8 7

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

8x

= 53,33 %

Kurang berperan (KB) : %10015

7x

= 46,67 %

75

Lampiran 9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan

: dermaga

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 9 6

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Kurang berperan (KB) : %10015

9x

= 60 %

Berperan (B) : %10015

6x

= 40 %

76

Lampiran 10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 8 7

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Kurang berperan (KB) : %10015

8x

= 53,33 %

Berperan (B) : %10015

7x

= 46,67 %

77

Lampiran 11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : tempat perbaikan jaring

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 15

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

15x

= 100 %

78

Lampiran 12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : slipways

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 13 2

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

13x

= 86,67 %

Kurang berperan (KB) : %10015

2x

= 13,33 %

79

Lampiran 13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : bengkel

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 10 5

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

10x

= 66,67 %

Kurang berperan (KB) : %10015

5x

= 33,33 %

80

Lampiran 14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : TPI

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 2 13

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Kurang berperan (KB) : %10015

2x

= 13,33 %

Berperan (B) : %10015

13x

= 86,67 %

81

Lampiran 15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : tempat pengolahan ikan

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 10 5

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

10x

= 66,67 %

Kurang berperan (KB) : %10015

5x

= 33,33 %

82

Lampiran 16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : pasar ikan

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 5 10

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Kurang berperan (KB) : %10015

5x

= 33,33 %

Berperan (B) : %10015

10x

= 66,67 %

83

Lampiran 17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan

ikan : koperasi

No

Nama responden

Nilai

(TB) 1 (KB) 2 (B) 3

1 Tono ( Nelayan purse seine)

2 Saidi (Nelayan payang)

3 Soleh (Nelayan jaring rampus)

4 Akyar (Nelayan gillnet)

5 Kardisan (Nelayan dogol)

6 Roni (Nelayan gillnet)

7 Sarman (Nelayan jaring rampus)

8 Syarif (Nelayan payang)

9 Rasbi (Nelayan purse seine)

10 Sunarto (Nelayan dogol)

11 Sarkian (Nelayan payang)

12 Amal (Nelayan payang)

13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)

14 Heri (Nelayan jaring arad)

15 Johara (Nelayan jaring arad)

Jumlah 10 5

Perhitungan dengan menggunakan persentase :

Tidak berperan (TB) : %10015

10x

= 66,67 %

Kurang berperan (KB) : %10015

5x

= 33,33 %

84

Lampiran 18 Dokumentasi penelitian

1. Penyediaan kebutuhan melaut

Depot es SPDN nelayan

2. Penyediaan tempat pendaratan

Kolam pelabuhan Breakwater

3. Penyediaan tempat perbaikan jaring

Aktivitas perbaikan jaring

85

Lampiran 18 lanjutan

4. Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran

Proses pelelangan

Tempat penjemuran ikan asin Alat angkut ikan

5. Dukungan modal usaha penangkapan ikan : Koperasi

Kedai pesisir Koperasi Mina Sejahtera