Potensi Kekayaan Budaya Dan Nilai Sosial Nasional Sebagai Modal Sosial Pembangunan Indonesia Di Masa...
-
Upload
irsan-fahmi-a -
Category
Documents
-
view
249 -
download
2
description
Transcript of Potensi Kekayaan Budaya Dan Nilai Sosial Nasional Sebagai Modal Sosial Pembangunan Indonesia Di Masa...
Potensi Kekayaan Budaya dan Nilai Sosial Nasional Sebagai Modal
Sosial Pembangunan Indonesia di Masa Depan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan
bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi
dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya secara istilah memiliki arti suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh
sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi1. Budaya terbentuk dari banyak
unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni2. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan
dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan
menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas.
Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini
tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.3
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari
budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang
dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya
sendiri."Citra yang memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya
seperti "individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di Jepang dan
"kepatuhan kolektif" di Cina.
1 Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi2 Human Communication: Konteks-konteks Komunikasi3 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antarbudaya:Panduan Berkomunikasi dengan Orang-Orang
Berbeda Budaya. 2006. Bandung:Remaja Rosdakarya.hal.25
1
Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman
mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam
anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian
dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk
mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Sedangkan Kebudayaan, Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan
bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki
oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial, norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain,
tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa,
dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu
yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat
dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai
makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
2
pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara yang memiliki
keanekaragaman budaya yang sangat banyak. Hal ini disebabkan Indonesia adalah negara
kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.487 pulau4, oleh karena itu ia disebut juga
sebagai Nusantara5. Dengan populasi sebesar 237 juta jiwa pada tahun 20106, Indonesia adalah
negara berpenduduk terbesar keempat di dunia. Hal ini semua menyebabkan Indonesia memiliki
keanekaragaman yang sangat tinggi, baik dari segi bahasa, adat istiadat, dan lain – lain. Dengan
begitu, Indonesia dikatakan memiliki kebudayaan yang beraneka ragam.
Keragaman budaya atau "cultural diversity" adalah keniscayaan yang ada di bumi Indonesia.
Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok suku bangsa,
masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang
merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok suku bangsa yang ada di daerah
tersebut. Dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi sebagian penduduk Indonesia
tinggal tersebar di pulau-pulau di nusantara. Mereka mendiami pegunungan, tepian hutan,
pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal ini juga berkaitan dengan tingkat
peradaban kelompok-kelompok suku bangsa dan masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Keanekaragaman kebudayaan Indonesia secara sosial budaya dan politik masyarakat Indonesia
mempunyai jalinan sejarah dinamika interaksi antar kebudayaan yang dirangkai sejak dulu.
Interaksi antar kebudayaan dijalin tidak hanya meliputi antar kelompok suku bangsa yang
berbeda, namun juga meliputi antar peradaban yang ada di dunia pada lingkup pergaulan dunia
internasional pada saat terdahulu sampai sekarang ini.
Indonesia, sebagai sebuah masyarakat majemuk, tercermin dari semboyan bangsa Indonesia,
yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan itu mengandung arti bahwa bangsa Indonesia adalah
sebuah negara yang terdiri atas masyarakat-masyarakat suku bangsa yang dipersatukan dan
4 http://nasional.vivanews.com/news/read/260537-indonesia-daftarkan-13-487-pulau-ke-pbb5 Justus M. van der Kroef (1951). "The Term Indonesia: Its Origin and Usage"6 Biro Pusat Statistik, www.bps.go.id
3
diatur oleh sistem nasional berupa bahasa, bendera, lagu kebangsaan, dan peraturan perundangan
dalam satu kesatuan Republik Indonesia. Di antara 175 negara anggota PBB yang bersifat
multietnik, hanya sekitar 12 negara yang struktur sosialnya homogen, seperti Jerman, Jepang,
dan Somalia.
Menurut Clifford Geertz, aneka ragam kebudayaan yang berkembang di Indonesia dapat dibagi
menjadi dua tipe berdasarkan ekosistemnya, antara lain sebagai berikut.
1. Kebudayaan Indonesia Dalam
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia Dalam, yaitu daerah Jawa dan Bali ini,
ditandai oleh tingginya intensitas pengolahan tanah secara teratur dan telah menggunakan
sistem pengairan dan menghasilkan padi yang ditanam di sawah. Dengan demikian,
kebudayaan di Jawa yang menggunakan tenaga kerja manusia dalam jumlah besar
disertai peralatan yang relatif lebih kompleks merupakan perwujudan upaya manusia
mengubah ekosistemnya untuk kepentingan masyarakat.
2. Kebudayaan Indonesia Luar
Kebudayaan yang berkembang di Indonesia Luar, yaitu di luar Pulau Jawa dan Bali,
kecuali di sekitar Danau Toba, dataran tinggi Sumatra Barat dan Sulawesi Barat Daya
yang berkembang atas dasar pertanian perladangan. Ekosistem di daerah ini ditandai
dengan jarangnya penduduk yang pada umumnya baru beranjak dari kebiasaan hidup
berburu ke arah hidup bertani. Oleh karena itu, mereka cenderung untuk menyesuaikan
diri mereka dengan ekosistem yang ada sehingga untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat mereka melakukan migrasi ke daerah lain. Sistem kebudayaan masyarakat
yang berkembang di daerah ini adalah kebudayaan masyarakat pantai yang diwarnai
kebudayaan alam pesisir, kebudayaan masyarakat peladang, dan kehidupan masyarakat
berburu yang masih sering berpindah tempat.
Macam-macam potensi keberagaman budaya di Indonesia sesungguhnya sangat amat banyak.
Hal ini disebabkan posisi geografis Indonesia yang sangat strategis mendorong terbentuknya
heterogenitas budaya yang membentuk perilaku sosial,sistem nilai, pandangan hidup, dan sistem
kepercayaan yang dilestarikan sebagai wujud ikatan primordial. Kepulauan Indonesia merupakan
jalur lalu lintas perdagangan yang sangat ramai karena terletak di antara dua samudra, yaitu
4
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Melalui aktivitas perdagangan antarnegara ini pengaruh
kebudayaan asing masuk ke Indonesia seperti kebudayaan India yang membawa penyebaran
pengaruh agama Buddha dan Hindu. Selain menerima pengaruh agama Hindu, Indonesia juga
menerima pengaruh agama Islam yang disebarkan para pedagang muslim yang menelusuri jalur
perdagangan di pantai laut Hindia sampai ke Aceh dan pantai utara Sumatra. Selanjutnya, para
pedagang muslim dan para sufi, selain berdagang juga menyebarkan agama dan budaya Islam di
Sumatra, Jawa, hingga Maluku.
Kerajaan yang menerima pengaruh budaya Islam terdapat di pedalaman Jawa, yaitu Kerajaan
Mataram. Di Kerajaan Mataram Islam terjadi akulturasi budaya Islam dengan budaya Hindu-
Jawa yang menciptakan campuran budaya. Meskipun secara formal penduduk Mataram
beragama Islam, bentuk-bentuk budaya Hindu dalam ritual kerajaan, seperti budaya labuhan dan
sesaji tetap eksis
Pada masa penjajahan, Indonesia menerima pengaruh budaya Barat dari penjajah Portugis,
Inggris, dan Belanda yang beragama Kristen dan Katolik. Pengaruh kebudayaan Kristen dan
Katolik tersebut berkembang di daerah Sumatra Utara, Sulawesi Utara, Toraja, Ambon, dan
Nusa Tenggara Timur. Selanjutnya, kebudayaan Kristen tersebut bercampur dengan kebudayaan
masyarakat setempat.
Melihat struktur sosial masyarakat Indonesia yang beraneka ragam budaya, etnik, ras, agama,
dan bahasanya maka masyarakat Indonesia dapat digolongkan sebagai masyarakat majemuk.
Kemajemukan tersebut dapat dilihat dari :
a. Kemajemukan berdasarkan Agama
Struktur sosial masyarakat Indonesia ditandai oleh keragaman di bidang agama yang
dianut oleh suku-suku bangsa tertentu. Suku bangsa Aceh yang tinggal di Sumatra
mayoritas memeluk agama Islam, sedangkan suku bangsa Batak yang tinggal di
Provinsi Sumatra Utara mayoritas beragama Kristen. Di lain pihak, suku bangsa Jawa,
Sunda, dan Betawi yang tinggal di Pulau Jawa mayoritas penduduknya memeluk agama
Islam. Sebagian besar penduduk Bali memeluk agama Hindu, sedangkan mayoritas
penduduk Pulau Lombok yang berbatasan dengan Bali memeluk agama Islam.
5
Keragaman agama dan kepercayaan di Indonesia juga tercermin dari praktik religi dan
kepercayaan yang dianut oleh suku-suku pedalaman di Indonesia. Misalnya, suku
bangsa Dayak di Kalimantan yang masih mempraktikkan ritual-ritual animisme dan
dinamisme warisan nenek moyang.
b. Kemajemukan berdasarkan Bahasa
Kemajemukan masyarakat Indonesia juga tercermin dari penggunaan bahasa di
Indonesia. Menurut Clifford Geertz, di Indonesia terdapat 300 suku bangsa yang
berbicara dalam 250 bahasa. Di Jawa, suku bangsa Sunda berbicara dengan bahasa
Sunda, suku bangsa Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur menggunakan bahasa Jawa,
dan suku bangsa Madura yang tinggal di Pulau Madura berbicara dengan menggunakan
bahasa Madura. Di Sumatra setiap etnik berkomunikasi dengan bahasa daerahnya
masing-masing. Suku bangsa Melayu yang terdiri atas suku bangsa Aceh, Batak, dan
Melayu, berbicara memakai bahasa daerahnya masing-masing. Di Provinsi Aceh,
terdapat empat macam bahasa, yaitu Gayo-Alas, Aneuk Jamee, Tamiang, dan bahasa
Aceh yang masing-masing penuturnya tidak dapat memahami penutur bahasa setempat
lainnya. Kemajemukan bahasa di Indonesia juga tercermin dari penggunaan ragam
bahasa khusus yang dipakai beberapa suku-suku pedalaman di Indonesia. Menurut
Raymond Gordon, di Provinsi Papua terdapat 271 buah bahasa. Bahasa terbesar yang
dipakai di Papua adalah bahasa Biak Numfor yang dipakai oleh 280.000 orang,
sedangkan jumlah pemakai bahasa terkecil adalah bahasa Woria yang hanya dipakai
oleh 5 orang anggota suku Woria. Selain itu, keragaman bahasa juga terdapat di
berbagai daerah di Pulau Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku.
c. Kemajemukan berdasar Ras dan Etnik
Masyarakat awal pada zaman praaksara yang datang pertama kali di Kepulauan
Indonesia adalah ras Austroloid sekitar 20.000 tahun yang lalu. Selanjutnya, disusul
kedatangan ras Melanosoid Negroid sekitar 10.000 tahun lalu. Ras yang datang terakhir
ke Indonesia adalah ras Melayu Mongoloid sekitar 2500 tahun SM pada zaman
Neolithikum dan Logam. Ras Austroloid kemudian bermigrasi ke Australia dan sisanya
hidup di Nusa Tenggara Timur dan Papua. Ras Melanesia Mongoloid berkembang di
Maluku dan Papua, sedangkan ras Melayu Mongoloid menyebar di Indonesia bagian
barat. Ras- ras tersebut tersebar dan membentuk berbagai suku bangsa di Indonesia.
6
d. Kemajemukan Berdasar Budaya dan Adat Istiadat
Menurut van Vollenhoven, masyarakat Indonesia dikelompokkan menjadi 23 suku
bangsa yang memiliki sistem budaya dan adat yang berbeda-beda. 23 suku bangsa
tersebut, antara lain
1. Aceh;
2. Gayo-Alas dan Batak;
3. Nias dan Batu;
4. Minangkabau;
5. Mentawai;
6. Sumatra Selatan;
7. Enggano;
8. Melayu;
9. Bangka dan Belitung;
10. Kalimantan;
11. Sangir Talaud;
12. Gorontalo;
13. Toraja;
14. Sulawesi Selatan;
15. Ternate;
16. Ambon dan Maluku;
17. Kepulauan Barat Daya;
18. Irian;
19. Timor;
20. Bali dan Lombok;
21. Jawa Tengah dan Jawa Timur;
22. Surakarta dan Yogyakarta;
23. Jawa Barat.
Berdasarkan penelitian antropolog J.M Melalatoa, di Indonesia terdapat kurang lebih 500 suku
bangsa. Menurut Zulyani Hidayah, di Indonesia terdapat kurang lebih 656 suku bangsa. Di antara
suku-suku bangsa tersebut suku bangsa Jawa merupakan suku bangsa terbesar dengan jumlah
7
penduduk sebesar 90 juta jiwa. Namun, terdapat pula suku bangsa yang terdiri atas 981 jiwa,
yaitu suku bangsa Bgu di pantai utara Provinsi Papua.
Budaya dan adat istiadat suku-suku bangsa di Indonesia tersebut mempunyai berbagai
perbedaan. Suku-suku bangsa yang sudah banyak bergaul dengan masyarakat luar dan
bersentuhan dengan budaya modern seperti suku Jawa, Minangkabau, Batak, Aceh, dan Bugis
memiliki budaya lokal yang berbeda dengan suku-suku bangsa yang masih tertutup atau
terisolir seperti suku Dayak di pedalaman Kalimantan dan suku Wana di Sulawesi Tengah
Budaya bangsa yang begitu banyak tersebut haruslah dapat menjadi potensi modal bagi bangsa
Indonesia. Budaya yang ada tersebut merupakan karakteristik bangsa Indonesia yang
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lainnya. Dengan menjadikan Memanfaatkan
nilai-nilai sosial dan kebudayaan sebagai modal sosial7 dalam memperkuat pembangunan di
Indonesia sekaligus melestarikan nilai-nilai dan kebudayaan yang telah berkembang di Indonesia
yang akan membuat bangsa ini menjadi negara yang akan disegani dalam pembangunan di masa
depan. Menurut Fukuyama (1999) menyatakan bahwa modal sosial memegang peranan yang
sangat penting dalam memfungsikan dan memperkuat kehidupan masyarakat modern, oleh
karena itu modal sosial diyakini sebagai salah satu komponen utama dalam menggerakkan
kebersamaan, mobilitas ide, saling kepercayaan dan saling menguntungkan untuk mencapai
kemajuan bersama. Menurut Narayan (dalam Suharto, 2007) menyatakan modal sosial adalah
aturan-aturan, norma-norma, kewajiban-kewajiban, hal timbal balik dan kepercayaan yang
mengikat dalam hubungan sosial, struktur sosial dan pengaturan-pengaturan kelembagaan
masyarakat yang memungkinkan para anggota untuk mencapai hasil sasaran individu dan
masyarakat mereka. Dan menurut Dhesi (dalam Suharto 2007) modal sosial adalah pengetahuan
dibagi bersama, pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, norma-norma, dan jaringan sosial untuk
memastikan hasil-hasil yang diharapkan.
Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif. Modal
sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama lain, khususnya relasi yang intim
7 Modal sosial merupakan sumber daya sosial yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumberdaya baru dalam masyarakat
8
dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma dan kepercayaan yang berpotensi
pada produktivitas masyarakat. Namun demikian, modal sosial berbeda dengan modal finansial,
karena modal sosial bersifat kumulatif dan bertambah dengan sendirinya (self-reinforcing)
(Putnam, 1993). Karenanya, modal sosial tidak akan habis jika dipergunakan, melainkan
semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai,
melainkan karena ia tidak dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga
menunjuk pada kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain (Coleman, 1988).
Bersandar pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antar manusia tersebut
menghasilkan kepercayaan yang pada gilirannya memiliki nilai ekonomi yang besar dan terukur
(Fukuyama, 1995).
Merujuk pada Ridell (1997), ada tiga parameter modal sosial, yaitu kepercayaan (trust), norma-
norma (norms) dan jaringan-jaringan (networks).
1. Kepercayaan
Sebagaimana dijelaskan Fukuyama (1995), kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di
dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh adanya perilaku jujur, teratur, dan
kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama.
Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap pemahaman ini. Cox (1995) kemudian
mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-
aturan sosial cenderung bersifat positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama.
Menurutnya We expect others to manifest good will, we trust our fellow human beings. We
tend to work cooperatively, to collaborate with others in collegial relationships (Cox,
1995: 5). Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang
baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga sosial yang
kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis (Putnam, 1995).
Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie dan perilaku anti sosial (Cox, 1995).
2. Norma
Norma-norma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan
tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma
dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti
halnya kode etik profesional.
9
Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan
diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995). Norma-
norma dapat merupaka pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial.
3. Jaringan
Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan-jaringan kerjasama antar
manusia (Putnam, 1993). Jaringan tersebut memfasilitasi terjadinya komunikasi dan
interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat
yang sehat cenderung memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui
dan bertemu dengan orang lain. Mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental,
baik bersifat formal maupun informal (Onyx, 1996). Putnam (1995) berargumen bahwa
jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya
serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu.
Bersandar pada parameter di atas, beberapa indikator kunci yang dapat dijadikan ukuran
modal sosial antara lain (Spellerber, 1997; Suharto, 2005b):
a. Perasaan identitas;
b. Perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi;
c. Sistem kepercayaan dan ideologi;
d. Nilai-nilai dan tujuan-tujuan;
e. Ketakutan-ketakutan;
f.Sikap-sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat;
g. Persepsi mengenai akses terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas (misalnya
pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, kesehatan, transportasi, jaminan
sosial);
h. Opini mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu;
i.Keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya;
j.Tingkat kepercayaan;
k. Kepuasaan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya;
l.Harapan-harapan yang ingin dicapai di masa depan;
Dapat dikatakan bahwa modal sosial dilahirkan dari bawah (bottom-up), tidak hierarkis dan
berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, modal sosial bukan
10
merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan pemerintah. Namun demikian, modal sosial dapat
ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik (Cox, 1995; Onyx, 1996).
Modal sosial merupakan unsur sangat penting dalam pencapaian tujuan suatu bangsa. Dalam
menyongsong era globalisasi dan era lepas landas, setiap bangsa memerlukan sumber daya
manusia (SDM) dalam perspektif modal sosial yang memiliki keunggulan prima dan memiliki
kualitas tinggi yaitu di samping menguasai iptek juga harus memiliki sikap mental dan soft skill
sesuai dengan kompetensinya. Modal sosial yang besar harus dapat diubah menjadi suatu aset
yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa. Tindakan yang cermat dan bijaksana harus dapat
diambil dalam membekali dan mempersiapkan modal sosial, sehingga benar-benar menjadi aset
pembangunan bangsa yang produktif dan bermanfaat serta berkualitas untuk pendampingan
dalam proses pengembangan masyarakat.
Dalam perspektif modal sosial, konsep “SDM” (human resources) merupakan satu kesatuan yang
utuh dalam sistem sosialnya dan memiliki potensi yang tinggi dalam pengembangan masyarakat
berkelanjutan. Manusia harus dilihat secara lebih utuh, sehingga konsep “social capital” (modal
sosial) tidak dapat dipisahkan. Semakin tinggi kualitas modal modal sosial suatu bangsa, maka
semakin tinggi pula tingkat kemajuan bangsa tersebut. Demikian sebaliknya, semakin rendah
kualitas modal sosial suatu bangsa akan menjerumuskan pada kemunduran suatu bangsa.
Proses pengembangan masyarakat berkelanjutan memerlukan tenaga pendamping yang
berkualitas dan mampu memadukan konsep pengetahuan lokal (indigenous knowledge) dan
modal sosial secara partisipatif. Oleh karena itu, upaya peningkatan kapasitas modal sosial dan
kualitas pendamping pengembangan masyarakat berkelanjutan perlu dilaksanakan secara spesifik
lokasi dan mengedepankan aspek pengembangan energi sosial budaya alam.
11
Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/Indonesia. Diakses tanggal 14 Mei 2013.
Ikram. Modal Sosial : Definisi, Dimensi, dan Tipologi. 2011. Lampung : Universitas Lampung
Ridjal, Fauzie dan Karim, M. Rusli. Dinamika Budaya dan Politik Dalam Pembangunan. 1991.
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya
Siany L., Atiek Catur B. Khazanah Antropologi. 2009. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional
Sumardjo. Peningkatan Kapasitas Modal Sosial dan Kualitas Pendamping Pengembangan
Masyarakat Berkelanjutan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
12