POSYANDU MANDIRI

22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Posyandu merupakan salah satu strategi puskesmas untuk mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dasar terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak, seperti penimbangan balita, imunisasi, penanganan diare, atau pelayanan keluarga berencana (KB). Sebagai kegiatan yang berbasis masyarakat, posyandu diharapkan dapat mandiri dalam memberikan pelayanan, baik pada penyediaan sumberdaya manusia maupun dana kegiatan. Namun meskipun demikian, tidak banyak penelitian yang mencoba mengungkap fakta sosial yang melatarbelakangi kesediaan masyarakat untuk bekerjasama menjaga keberlanjutan pelayanan kesehatan melalui posyandu (Setyawati, Hasanbasri, dan Arie Sujito, 2011). Penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang telah dilatih di bidang kesehatan dan KB dengan keanggotaannya berasal dari PKK, tokoh masyarakat, dan pemudi. Pada awalnya Posyandu berkembang dari dari salah satu program puskesmas yaitu program perbaikan gizi masyarakat, untuk mendorong peran serta masyarakat maka program ini didorong ke

description

Report

Transcript of POSYANDU MANDIRI

Page 1: POSYANDU MANDIRI

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Posyandu merupakan salah satu strategi puskesmas untuk

mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dasar

terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak, seperti

penimbangan balita, imunisasi, penanganan diare, atau pelayanan keluarga

berencana (KB). Sebagai kegiatan yang berbasis masyarakat, posyandu

diharapkan dapat mandiri dalam memberikan pelayanan, baik pada

penyediaan sumberdaya manusia maupun dana kegiatan. Namun meskipun

demikian, tidak banyak penelitian yang mencoba mengungkap fakta sosial

yang melatarbelakangi kesediaan masyarakat untuk bekerjasama menjaga

keberlanjutan pelayanan kesehatan melalui posyandu

(Setyawati, Hasanbasri, dan Arie Sujito, 2011).

Penyelenggaraannya dilakukan oleh kader yang telah dilatih di

bidang kesehatan dan KB dengan keanggotaannya berasal dari PKK, tokoh

masyarakat, dan pemudi. Pada awalnya Posyandu berkembang dari dari

salah satu program puskesmas yaitu program perbaikan gizi masyarakat,

untuk mendorong peran serta masyarakat maka program ini didorong ke

tingkat desa dengan mengadakan pos penimbangan dan pemberian

makanan tambahan Keberhasilan pos penimbangan ini mendorong

pemerintah menambah program lain sehingga pos penimbangan berubah

nama menjadi posyandu (pos pelayanan terpadu). Pos pelayanan terpadu

semakin tahun semakin bertambah jumlahnya sehingga hampir setiap

banjar memiliki posyandu. Sejalan dengan otonomi daerah (desentralisasi

pelayanan dasar) kehadiran posyandu semakin lama semakin berkurang

tidak saja jumlahnya tetapi juga kegiatannya. Pernyataan otonomi

menurunkan aktivitas posyandu ini didukung oleh Menkes Siti Fadilah.

Hal ini disebabkan karena alokasi dana APBD untuk kesehatan yang

begitu rendah, yaitu kurang dari 15 persen. Kita baru tersentak ketika

Page 2: POSYANDU MANDIRI

2

muncul gambaran status gizi balita persis seperti kondisi tahun tujuh

puluhan. Dimana pada masa itu bangsal anak di rumah sakit setiap hari

pasti ada anak dengan gizi buruk yang dirawat. Masalah ini akhirnya

disadari oleh pemerintah, dan pemerintah mulai mengadakan program

revitalisasi, seperti dalam ucapan pidato kenegaraan tahun 2006 oleh

presiden bahwa pemerintah akan terus berupaya, untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan, guna menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Kegiatan penyuluhan kesehatan, termasuk kegiatan Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu) juga mulai diaktifkan kembali. Dalam pidato tersebut

dikatakan bahwa jumlah Posyandu yang telah berhasil diaktifkan kembali

sampai 2006, telah mencapai 42.221 unit di seluruh tanah air (Sari, 2011).

Di Ibukota, revitalisasi posyandu ini dikampanyekan melalui

program Gebyar Posyandu 27 sejak Desember 2005 lalu.

Sejak itu, jadwal kunjungan anak-anak balita ke posyandu dijadikan

serentak, yakni pada tanggal 27 setiap bulannya. Sebelumnya, jadwal

kunjungan tiap posyandu berbeda-beda. Selama 10 bulan program

berjalan, sebanyak 3.984 posyandu dari total 4.019 posyandu yang

tercatat, telah aktif kembali di DKI Jakarta. Idealnya masih diperlukan

6.023 posyandu lagi untuk melayani 602.353 balita. Dari jumlah itu masih

9.253 balita yang berat badannya masih di bawah garis merah (batas

normal) sehingga harus dipantau intensif. Namun, sejauh ini revitalisasi itu

masih menemui kendala menyangkut jumlah tenaga medis pemerintah

yang tersedia. Penyeragaman jadwal membuat tenaga medis pemerintah,

yang jumlahnya terbatas, tersedot serentak ke berbagai posyandu.

Akibatnya, banyak posyandu yang tidak kebagian tenaga paramedis. Oleh

karena itu, seringkali kegiatan imunisasi terpaksa ditunda karena absennya

tenaga medis di posyandu. Di lain sisi, kendala revitalisasi tidak hanya

datang dari pihak posyandunya saja, mengingat posyandu merupakan

kegiatan yang berbasis masyarakat, ketidak pedulian dan rendahnya

partisipasi masyarakat juga berdampak pada berhasil tidaknya revitalisasi

itu sendiri Kurang sadarnya masyarakat mengenai program posyandu

Page 3: POSYANDU MANDIRI

3

terlihat dari tingkat kunjungan bayi ke posyandu masih rendah. Bahkan di

beberapa daerah hampir 50% bayi tak pernah dibawa ke posyandu,

Banyaknya angka drop out balita ketika usia 24 bulan yang menunjukan

kurangnya komitmen masyarakat untuk mengikuti program posyandu

Hasil penelitian Hendrik L. Blum yang sudah sering diangkat para pakar

kesehatan, mengungkapkan bahwa dari empat faktor kunci yang

mempengaruhi derajat kesehatan, maka aspek pelayanan ternyata hanya

memiliki kontribusi sebesar 20 persen. Sementara sebagian besarnya, 80

persen, dipengaruhi oleh tiga faktor lainnya.

Persisnya, 45 persen ditentukan oleh lingkungan, 30 persen ditentukan

oleh perilaku, dan sisanya, 5 persen ditentukan oleh faktor genetik atau

keturunan. Dari data ini dapat disimpulkan faktor perilaku memegang

peranan penting dan semestinya mendapat perhatian utama. Kita ketahui

bahwa sampai sekarang sebagian besar anggaran yang disediakan

pemerintah untuk sektor kesehatan kira kira 80 persen nya, ternyata masih

diarahkan untuk pelayanan atau peran pengobatan. Artinya, bahwa

pembangunan rumah sakit serta pengadaan obat dan sejenisnya masih

menjadi prioritas utama. Sebaliknya, pelaksanaan kebijakan dan program

yang ditujukan untuk memutus akar penyebabnya, yakni mengubah sikap,

perilaku dan lingkungan masyarakatnya, hanya didukung oleh sisanya,

sekira 20 persen (Sari, 2011).

Page 4: POSYANDU MANDIRI

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Posyandu adalah sistem pelayanan yang dipadukan antara satu

program dengan program lainnya yang merupakan forum komunikasi

pelayanan terpadu dan dinamis seperti halnya program KB dengan

kesehatan atau berbagai program lainnya yang berkaitan dengan kegiatan

masyarakat. Posyandu merupakan salah satu strategi puskesmas untuk

mempermudah masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan dasar

terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak, seperti

penimbangan balita, imunisasi, penanganan diare, atau pelayanan keluarga

berencana (KB). Sebagai kegiatan yang berbasis masyarakat, posyandu

diharapkan dapat mandiri dalam memberikan pelayanan, baik pada

penyediaan sumberdaya manusia maupun dana kegiatan. Namun meskipun

demikian, tidak banyak penelitian yang mencoba mengungkap fakta sosial

yang melatarbelakangi kesediaan masyarakat untuk bekerjasama menjaga

keberlanjutan pelayanan kesehatan melalui posyandu

(Setyawati, Hasanbasri, dan Arie Sujito, 2011).

2.2 Sejarah Terbentuknya Posyandu

Untuk mempercepat terwujudnya masyarakat sehat, yang

merupakan bagian dari kesejahteraan umum seperti yang tercantum dalam

pembukaan UUD 1945, Departemen Kesehatan pada tahun 1975

menetapkan kebijakan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD). Adapun yang dimaksud dengan PKMD ialah strategi

pembangunan kesehatan yang menerapkan prinsip gotong royong dan

swadaya masyarakat, dengan tujuan agar masyarakat dapat menolong

Page 5: POSYANDU MANDIRI

5

dirinya sendiri melalui pengenalan dan penyelesaian masalah kesehatan

yang dilakukan bersama petugas kesehatan secara lintas program dan

lintas sector terkait. Diperkenalkannya PKMD pada tahun 1975

mendahului kesepakatan internasional tentang konsep yang sama, yang

dikenal dengan nama Primary Health Care (PHC), seperti yang tercantum

dalam Deklarasi Alma Atta pada tahun 1978. Pada tahap awal, kegiatan

PKMD yang pertama kali diperkenalkan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa

Tengah, diselenggarakan dalam pelbagai bentuk. Kegiatan PKMD untuk

perbaikan gizi, dilaksanakan melalui Karang Balita, sedangkan untuk

penanggulangan diare, dilaksanakan melalui Pos Penanggulangan Diare,

untuk pengobatan masyarakat di perdesaan melalui Pos Kesehatan, serta

untuk imunisasi dan keluarga berencana, melalui Pos Imunisasi dan Pos

KB Desa. Perkembangan berbagai upaya kesehatan dengan prinsip dari,

oleh dan untuk masyarakat yang seperti ini, disamping menguntungkan

masyarakat, karena memberikan kemudahan bagi masyarakat yang

membutuhkan pelayanan kesehatan, ternyata juga menimbulkan berbagai

masalah, antara lain pelayanan kesehatan menjadi terkotak-kotak,

menyulitkan koordinasi, serta memerlukan lebih banyak sumber daya.

Untuk mengatasinya, pada tahun 1984 dikeluarkanlah Instruksi Bersama

antara Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN dan Menteri Dalam Negeri,

yang mengintegrasikan berbagai kegiatan yang ada di masyarakat ke

dalam satu wadah yang disebut dengan nama Pos Pelayanan Terpadu

(POSYANDU). Kegiatan yang dilakukan, diarahkan untuk lebih

mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang sesuai dengan

konsep GOBI – 3F (Growth Monitoring, Oral Rehydration, Breast

Feeding, Imunization, Female Education, Family Planning, dan Food

Suplementation), untuk Indonesia diterjemahkan ke dalam 5 kegiatan

Posyandu, yaitu KIA, KB, Imunisasi, Gizi dan penanggulangan diare.

Perencanaan Posyandu yang merupakan bentuk baru ini, dilakukan secara

missal untuk pertama kali oleh Kepala Negara Republik Indonesia pada

tahun 1986 di Yogyakarta, bertepatan dengan peringatan hari Kesehatan

Page 6: POSYANDU MANDIRI

6

nasional. Sejak saat itu Posyandu tumbuh dengan pesat. Pada tahun 1990,

terjadi perkembangan yang sangat luar biasa, yakni dengan keluarnya

Instruksi Mneteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 9 Tahun 1990

tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu. Melalui instruksi ini,

seluruh kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan mutu

Posyandu. Pengelolaan Posyandu dilakukan oleh satu Kelompok Kerja

Operasional (Pokjanal) Posyandu yang merupakan tanggung jawab

bersama antara masyarakat dengan Pemerintah Daerah (Sari, 2011).

2.3 Tahap Perkembangan

Pada perkembangannya posyandu dibagi menjadi 4 strata yaitu

posyandu pratama, posyandu madya, posyandu purnama dan posyandu

mandiri. Pembagian keempat strata posyandu tersebut berdasarkan pada

tingkat kualitas dan telaah kemandirian posyandu. Posyandu yang

memiliki tingkat kualitas paling tinggi dan paling mandiri dikelompokkan

dalam posyandu mandiri. Selain itu, semakin posyandu menjadi posyandu

mandiri maka tingkat pemberdayaan masyarakat juga semakin tinggi

dibanding dengan posyandu pada tingkat pratama, madya atau purnama.

Perkembangan posyandu tersebut sangat dipengaruhi oleh upaya kader

dalam mengelola posyandu serta tingginya pemberdayaan dan peran serta

masyarakat dalam kegiatan posyandu di wilayah tersebut

(Setyawati, Hasanbasri, dan Arie Sujito, 2011).

2.3.1 Posyandu Pratama (Warna Merah)

Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap,

kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas.

Keadaan ini dinilai ‘gawat’ sehingga intervensinya adalah pelatihan kader

ulang. Artinya kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan

dasar lagi.

2.3.2 Posyandu Madya (Warna Kuning)

Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih

dari 8 kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau

Page 7: POSYANDU MANDIRI

7

lebih. Akan tetapi cakupan program utamanya (KB, KIA, Gizi, dan

Imunisasi) masih rendah yaitu kurang dari 50%. Ini berarti, kelestarian

posyandu sudah baik tetapi masih rendah cakupannya. Intervensi untuk

posyandu madya ada 2 yaitu :

a. Pelatihan Toma dengan modul eskalasi posyandu yang sekarang sudah

dilengkapi dengan metoda simulasi.

b. Penggarapan dengan pendekatan PKMD (SMD dan MMD) untuk

menentukan masalah dan mencari penyelesaiannya, termasuk

menentukan program tambahan yang sesuai dengan situasi dan kondisi

setempat.

2.3.3 Posyandu Purnama (Warna Hijau)

Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih

dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih, dan

cakupan 5 program utamanya (KB, KIA, Gizi dan Imunisasi) lebih dari

50%. Sudah ada program tambahan, bahkan mungkin sudah ada Dana

Sehat yang masih sederhana. Intervensi pada posyandu di tingkat ini

adalah :

a. Penggarapan dengan pendekatan PKMD untuk mengarahkan

masyarakat menetukan sendiri pengembangan program di posyandu.

b. Pelatihan Dana Sehat, agar di desa tersebut dapat tumbuh Dana Sehat

yang kuat dengan cakupan anggota minimal 50% KK atau lebih.

2.3.4 Posyandu Mandiri (Warna Biru)

Posyandu ini berarti sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur,

cakupan 5 program utama sudah bagus, ada program tambahan dan Dana

Sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK. Intervensinya adalah

pembinaan Dana Sehat, yaitu diarahkan agar Dana Sehat tersebut

menggunakan prinsip JPKM.

Posyandu akan mencapai strata Posyandu Mandiri sangat tergantung

kepada kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta

tanggungjawab kader PKK, LPM sebagai pengelola dan masyarakat

sebagai pemakai dari pendukung Posyandu.

Page 8: POSYANDU MANDIRI

8

2.4 Penyebaran Posyandu

Secara kuantitas, perkembangan jumlah Posyandu sangat

menggembirakan, karena di setiap desa ditemukan sekitar 3- 4 Posyandu.

Pada saat Posyandu dicanangkan tahun 1986, jumlah Posyandu tercatat

sebanyak 25.000 Posyandu, dan pada tahun 2009, meningkat menjadi

266.827 Posyandu dengan rasio 3,55 Posyandu per desa/kelurahan.

Namun bila ditinjau dari aspek kualitas, masih ditemukan banyak masalah,

antara lain kelengkapan sarana dan ketrampilan kader yang belum

memadai. Hasil analisis Profil Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat (UKBM) menunjukkan pergeseran tingkat perkembangan

Posyandu. Jika pada tahun 2001, tercatat 44,2% Posyandu strata pratama,

34,7% Posyandu strata madya, serta 18,0% Posyandu tergolong strata

purnama. Maka pada tahun 2003 tercatat 37,7% Posyandu tergolong

dalam strata pratama, 36,6% Posyandu tergolong strata madya, serta

21,6% Posyandu tergolong strata purnama. Sementara jumlah Posyandu

yang tergolong mandiri meningkat dari 3,1% pada tahun 2001 menjadi

4,82% pada tahun 2003 (Kemenkes RI, 2011).

2.5 Indikator Tingkat Kemandirian Posyandu

Untuk mengetahui tingkat perkembangan Posyandu, ditetapkan

seperangkat indikator yang digunakan sebagai penyaring atau penentu

tingkat perkembangan Posyandu. Secara sederhana indikator untuk tiap

peringkat Posyandu dapat diuraikan sebagai berikut:

No. Indikator 1 2 3 4

1. Frekuensi Kegiatan < 8 > 8 > 8 > 8

2. Rerata Jumlah Kader ≤ 5 ≥ 5 ≥ 5 ≥ 5

3. Rerata Cakupan D/ S < 50 % < 50 % > 50 % > 50 %

4. Cakupan KB < 50 % < 50 % > 50 % > 50 %

5. Cakupan KIA < 50 % < 50 % > 50 % > 50 %

6. Cakupan Imun < 50 % < 50 % > 50 % > 50 %

Page 9: POSYANDU MANDIRI

9

7. Program Tambahan - - + +

8. Cakupan Dana Sehat < 50 % < 50 % < 50 % > 50 %

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penelitian

3.1.1 Jumlah Posyandu

Jumlah posyandu mandiri yang ada di Jakarta cukup tinggi, hampir

50%. Dari 4.069 jumlah posyandu yang ada, terdapat 2.008 posyandu

mandiri. Sedangkan di kota Bandung, dari 3.918 posyandu yang ada,

hanya terdapat 83 posyandu mandiri atau dapat dikatakan hanya 2,11%

(Jakarta.go.id, 2010; Pikiran Rakyat, 2011).

Tabel Kemandirian Posyandu di Indonesia (2000)

Hasil diatas menunjukkan bahwa posyandu mandiri di Indonesia

masih rendah.

3.1.2 Peranan Puskesmas dan Posyandu

Tabel Peranan Puskesmas dan Posyandu

Page 10: POSYANDU MANDIRI

10

Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa upaya revitalisasi,

kunjungan kegiatan, dan bantuan yang diberikan puskesmas tidak mampu

mendorong posyandu untuk lebih mandiri. Tetapi training kader

merupakan satu-satunya cara yang memiliki kemungkinan dalam

menghasilkan posyandu mandiri hingga mencapai hasil 4 kali lipat. Hal ini

menegaskan bahwa intervensi puskesmas yang bersifat membangun

kapasitas memiliki peran penting dalam proses-proses menuju

kemandirian.

3.2 Pembahasan

Kemandirian posyandu tidak terlepas dari kemampuan para kader

didalamnya. Peningkatan kualitas kader posyandu akan menentukan

kualitas pelayanan yang diberikan. Hal ini dikarenakan kader memiliki

peran yang sangat besar dalam mentransfer pengetahuan kesehatan kepada

warga masyarakat. Penelitian di India membuktikan bahwa kegiatan

pembangunan kesehatan yang berbasis pada pemberdayaan kader

masyarakat mampu menurunkan kasus penyakit kronis seperti TBC,

malaria, dan penurunan kematian bayi. Interaksi sosial yang melekat di

Page 11: POSYANDU MANDIRI

11

masyarakat memungkinkan terjadinya transfer informasi diantara internal

para kader maupun antara kader dengan warga, terutama ibu balita.

Pengetahuan dan kemampuan ibu-ibu balita dapat berkembang dengan

adanya mekanisme ini. Hal tersebut memberikan pengaruh positif

terhadap kesediaan ibu balita untuk datang ke posyandu. Penelitian di

kabupaten Bengkulu Utara menunjukkan bahwa kader yang tidak terampil

diduga menjadi penyebab rendahnya utilisasi posyandu oleh ibu balita

sedangkan di kabupaten Kampar dan Belawan utilisasi posyandu

dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan kader dalam memberikan

penyuluhan gizi. Informasi merupakan prinsip dasar yang sangat penting

dalam melakukan sebuah aktifitas dan modal social memiliki potensi

untuk memfasilitasi proses pertukaran informasi tersebut.

Kelompok-kelompok sosial yang ada di masyarakat dan berbagai

partisipasi yang terjadi dapat menjadi input eksternal dan merupakan

modal dalam pencapaian program puskesmas melalui proses-proses

pengembangan masyarakat. Penekanan dari proses ini adalah peningkatan

kapasitas masyarakat untuk menjadi mandiri dan mampu mengelola

berbagai faktor yang mempengaruhi kehidupan mereka serta pemanfaatan

sumber daya yang dimiliki masyarakat dimana struktur-struktur yang

dikembangkan harus mampu berlanjut dalam jangka panjang.

Pembentukan berbagai kegiatan berbasis masyarakat seperti posyandu

merupakan salah satu manifestasi dari proses ini. Dalam kegiatan tersebut

masyarakat lebih ditempatkan sebagai pelaku utama kegiatan manajemen.

Ketersediaan modal sosial yang tinggi di masyarakat memungkinkan

proses-proses ini dapat berjalan dengan lebih baik. Adanya ikatan sosial

yang kuat, sikap kooperatif, dan adanya proses transfer informasi antar

warga merupakan modal dalam program pengembangan posyandu. Proses

pengembangan tersebut harus selalu berupaya memaksimalkan partisipasi

dimana setiap entitas dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-

proses identifikasi masalah, pengambilan keputusan serta cara-cara

Page 12: POSYANDU MANDIRI

12

pencapaiannya, sedangkan pihak pemerintah merupakan pendukung dan

fasilitator dari proses tersebut.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Puskesmas pelu lebih memahami penerapan prinsip-prinsip

pengembangan masyarakat dalam memberikan intervensi kepada

posyandu. Salah satu prinsip penting dalam hal ini adalah pelibatan

masyarakat dalam mengidentifikasi permasalahan kesehatan dan

mengimplementasikan keputusan-keputusan yang disepakati. Proses ini

memungkinkan adanya penguatan kapasitas dan jejaring di masyarakat,

pemanfaatan sumber-sumber lokal dan menjamin kepemilikan pelayanan

oleh masyarakat. Melalui proses ini maka terjadi sinergi antara

pemerintah, yang dalam hal ini adalah puskesmas bersama intervensinya,

dengan masyarakat sebagai penyelenggara kegiatan. Berbagai upaya

pemerintah tidak akan membawa manfaat jika motivasi di level

masyarakat terabaikan. Hal ini mengisyaratkan untuk mencapai

Page 13: POSYANDU MANDIRI

13

keberhasilan program diperlukan komitmen dari pemerintah dan tindakan

kooperatif dari level grass-root.

4.2 Saran

Pendekatan yang diterapkan puskesmas sebaiknya tidak bersifat

birokratis dan mekanis namun lebih bersifat partisipatif yang bertumpu

pada modal social karena eksistensi modal social mampu menjadi kontrol

dalam implementasi program-program puskesmas. Langkah nyata yang

dapat dilakukan oleh puskesmas dalam mengembangkan program

posyandu tersebut yaitu dengan mengintegrasikan program tersebut ke

dalam kelompok-kelompok sosial yang ada di masyarakat dan

menempatkan para professional kesehatan dari puskesmas bukan sebagai

aktor ahli namun sebagai fasilitator dalam pelaksanaan program dan juga

bantuan Pemerintah sangat diperlukan dalam membangun Posyandu

Mandiri.

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. (Sumber: http://topikharini.blogspot.com/2010/07/

kader-posyandu-mojokerto-belajar-ke.html)

Gambar 2. (Sumber: http://rw09curug.blogspot.com/2011/01/

posyandu-mandiri.html)

Page 14: POSYANDU MANDIRI

14

DAFTAR PUSTAKA

Jakarta.go.id. 2010. Keadaan Posyandu di Provinsi DKI Jakarta. Portal Resmi

Provinsi DKI Jakarta.

(http://www.jakarta.go.id/v2/news/2010/09/Posyandu#.UiyzlRul7QI,

diakses pada 5 September 2013).

Kemenkes RI. 2011. Pedoman Umum Posyandu. (http://s3.amazonaws.com/ppt-

download/pedomanumumposyandu-121126012821-phpapp02.pdf?response-

content-disposition=attachment&Signature=fH

%2Bs1P7e5ibL049NA7otj5fj5aw

%3D&Expires=1378401132&AWSAccessKeyId=AKIAIW74DRRRQSO4

NIKA, diunduh pada 5 September 2011).

Pikiran Rakyat Online. 2011. Hanya 2,11% Posyandu Mandiri di Kabupaten

Bandung. (http://www.pikiran-rakyat.com/node/167375, diakses pada 5

September 2013).

Gambar 4. (Sumber: http://anisavitri.wordpress.com/2009/11/

18/rasio-dokter-dengan-masyarakat-yang-dilayani-menuju-indonesia-sehat-

2010/)

Gambar 3. (Sumber: http://skpd.batamkota.go.id/kesehatan/20

13/07/10/predikat-juara-ii-prakarti-madya-tingkat-nasional-t ahun-2013-

untuk-posyandu-anggur-taman-baloi/)

Page 15: POSYANDU MANDIRI

15

Sari, Yohana. 2011. Tujuan, Sejarah dan Dasar Hukum Posyandu.

(http://posyandu.org/posyandu/158-tujuan-sejarah-dan-dasar-hukum-

posyandu.html, diakses pada 7 September 2013).

Setyawati, G., M. Hasanbasri, A. Sujito. 2011. Keterbukaan Sistem Puskesmas,

Modal Sosial dan Kemandirian Posyandu. KMPK Universitas Gajah Mada.

(

http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/02/GITA_ARIS_SET

YAWATI_wps.pdf, diunduh pada 5 September 2013).