POST-ISLAMISME DI INDONESIA (STUDI KASUS PARTAI...
Transcript of POST-ISLAMISME DI INDONESIA (STUDI KASUS PARTAI...
POST-ISLAMISME DI INDONESIA
(STUDI KASUS PARTAI KEADILAN SEJAHTERA)
Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Mohamad Ariza Riadi
NIM: 11150331000051
PROGRAM STUDI AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H./2019 M.
Dengan
Nama
NIM
Prosram Studi
Tempat dan tanggal lahir
ini saya menyatakan diri bahwa:
LEIVIBAR PERNYATAAN
Mohamad Ariza Riadi
1 1 1503310000s1
Aqidah dan Filsafat Islam
Tegal, 10 Februruri 1997
Dengan ini menyatakan bahwa:
l. Skripsi ini adalah benar hasil karya tulis saya. ,vang saya ajukan kepada
Fakultas Ushuluddin sebagai salair satu syarat untuk nremperoleh gelar
Sarjana Strata Satu (S-1).
2. Semua sumber yang saya gunakan dalarn penulisan iiri telah saya canturnkan
sesuai dengan lcetentuan yang beriaku.
3. Saya bersedia menerima sanksi, apabila dikenrudiarr hari trilisan saya terbukti
bukan hasil karya saya atau plagiat terhadap karya orang lain
Ciputat, Oktober 2019
Ariza.Riadi
POST-ISLAMISME DI INDONESIA
(STUDI KASUS PARTAI KEADILAN SEJAHTERA)
Diajukan kepada Fakultas UshuluddinUniversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Mohamad Ariza RiadiNiM: 111503310000.51
PROGRAM STUDI AQIDAH DAI\ I(.ILSAFAT. ISLAM
FAIruLTAS USHTJLUDDIN
TJNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
l440lJ.l20lg M.
Pembimbing:
PENGESAHAN PANITIA UJTAN
skripsi vffiig berjudul POST-ISLAMISME DI INDONESIA (STUDIKASUS PARTAI KEADILAN SEJATTTERA). telah diujikan dalam sidangmunaqasyah Fakultas Ushuluddin Universitas
""Islam Negeri (1IIN) SyarifHidayahrllah Jakartapada 12 November 2aw. Skripsi ini telah diterima sebagai salahsatu syarat memperoleh gelar Sarjana Agama (S Ag ) pada prgram shrdi Aqidah dan
, Filsafat Islam.
Sidang Munaqasyah
I akarta, I 2 November 201 g
Ketua Sekretaris
Dra. Tien _Rohrnatie& MA.NIF: 1 968080 3 tgg4}3ZOOZ
Penguji
Penguji II
MengetahuiKetua Program Studi Aqidah dan FiIs afatrslam
Dra. Tien Rohmatien. MA.NIP: 1 968080 3 1994032002
8 i 99903 2001
rtrL -
PEDOMAN TRANSELITERASI
HURUF
ARAB HURUF LATIN KETERANGAN
A A ا
B Ba ب
T Te ت
Ts Te dan es ث
J Je ج
H ha dan garis bawah ح
Kh Ka dan ha خ
D De د
Dz ze dan ze
R Er ر
Z Ze ز
S Es س
Sy es dan ye ش
Sh Es dan ha ص
Dh De dan ha ض
Th Te dan ha ط
Zh Ze dan ha ظ
Koma terbalik diatas, menghadap ke kanan ‘ ع
G Ge غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ‘ ء
Y Ye ي
Keterangan:
1. Vokal panjang untuk فتحة = Aa, كسرة =Ii, ضمة = Uu.
2. Huruf yang ber-tasydid ( ّ ) situlis dengan huruf yang serupa secara berturut-
turut, seperti السن ة = al-Sunnah.
3. Huruf ta marbutah ( ة ), baik hidup maupun mati atau di-waqaf-kan ditulis
dengan huruf h, seperti ابو هريرة = Abu Hurairah.
ABSTRAK
Post-Islamisme merupakan istilah yang digunakan oleh Asef Bayat dalam
penelitiannya tentang politik Islam yang terjadi di berbagai belahan dunia Islam.
Post-Islamisme merujuk pada suatu kondisi dan proyek. Post-Islamisme benar adanya
dalam jati diri PKS. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya gagasan-gagasan tentang
demokrasi dan prinsip-prinsip kebangsaan itu sama dengan konsep Post-Islamisme
yang di usung oleh Asef Bayat. Dimana konsep Post-Islamisme yang gagas oleh Asef
Bayat adalah dengan menekankan sinergisitas Islam, modrnisme, demokrasi, dan
pluralitas.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk meneliti Post-Islamisme di
Indonesia dengan menggunakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai objeknya.
Dalam penelitian ini berfokus pada visi, misi serta gagasan yang dianut oleh PKS.
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan suatu kesimpulan tentang yang terjadi
Post-Islamisme yang terjadi di Indonesia. Mengingat selama ini PKS menjadi salah
satu partai Islam yang memiliki kiprah besar dalam perpolitikan nasional. Adapun
metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi pustaka dan wawancara. Data
yang telah terkumpul selanjutnya diolah menggunakan metode deskriptif analisis,
dimana gagasan-gagasan PKS tentang jargonnya sebagai partai Post-Islamisme
dijabarkan terlebih dahulu secara objektif untuk kemudian dianalisis. Data yang telah
dideskripsikan dan dianalisis lalu disajikan menggunakan teknik penulisan
berdasarkan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: (Skripsi, Tesis, dan Disertasi),
Jakarta, Ceqda, 2007.
Kata kunci: Politik Islam, Post-Islamisme, Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
KATA PENGANTAR
Ucapan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, serta Sholawat dan salam
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah dengan kelancaran dan
kemudahan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, dimana skripsi ini adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag.) pada program studi
Aqidah dan Filsafat Islam, fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sepenuhnya
penulis bekerja sendiri. Penulis tentu saja mendapatkan dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak
terhingga atas bimbingan, bantuan serta dukungan yang telah diberikan demi
kelancaran penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:
1. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu ditengah kesibukan dan aktivitasnya yang padat untuk
membimbing dan mengarahkan penulis. Dan Bapak Drs. Nanang Tahqiq,
MA. Selaku dosen penasehat akademik yang selalu berkenan
membimbing dalam penulisan proposal skripsi.
2. Ibu Dra. Tien Rohmatin, MA. dan Dra. Banin Binaningrum, M.Pd. selaku
ketua dan sekretaris prodi Aqidah dan Filsafat Islam.
3. Kepada kedua orang tua penulis, Bapak Fakhori dan Ibu Fatimah yang
selalu memberikan dukungan baik do’a, nasehat, serta semangat bagi
penulis selama hidupnya. Serta keluarga besarku yang selalu mensupport
dari kejauhan.
4. Kepada semua para Narasumber yang berkenan untuk di wawancarai, Gus
Ulil Abshar Abdalla, Bapak Sohibul Iman, dan Bapak Suhud Alynudin.
5. Kepada semua kerabat saya, Ida Rohamtika, Nuril Akbar, Ujang Misbah,
Mahdi Satyagraha, Syifaudin Musa, dan tentunya masih banyak lagi yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
6. Kepada semua teman-teman Sepakbola UIN Jakarta, Republik Filsafat
2015, GPPI, KKN Metasaga 133 UIN Jakarta dan semua yang
berpartisipasi yang tidak bisa sebutkan semua. Saya ucapkan banyak-
banyak terimaksih.
Dalam penulisan skripsi ini, tentu masih terdapat kekurangan dan kesalahan.
Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik serta saran demi kesempurnaan
skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat.
Ciputat, Oktober 2019
Penulis
DAFTAR ISI
PEDOMAN TRANSILETRASI ................................................................. i
ABSTRAK .............................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 8
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 9
F. Metode Penelitian .............................................................................. 9
G. Sistematika Penulisan ..................................................................... 11
BAB II POST-ISLAMISME
A. Pengertian Islamisme dan Post-Islamisme ...................................... 13
B. Latar Belakang Post-Islamisme ...................................................... 13
1. Pengertian Islamisme .................................................................. 16
2. Pengertian Post-Islamisme ......................................................... 20
C. Gagasan Post-Islamisme ................................................................. 25
BAB III PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (PKS)
A. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ........................................ 29
B. Asas Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ............................................ 32
C. Platform Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ...................................... 35
D. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) .............................. 39
E. Sitem pengkaderan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ..................... 41
BAB IV POST-ISLAMISME DI INDONESIA
A. Post-Islamisme di Indonesia ........................................................... 45
B. Gagasan PKS sebagai Partai Post-Islamisme di Indonesia ............. 47
1. PKS dalam memandang Demokrasi ........................................... 48
2. Hukum Negara Persepesi PKS ................................................... 51
3. Sikap PKS terhadap NKRI dan Pancasila .................................. 53
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 57
B. Saran ................................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 59
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama monoteisme yang disebarkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Dengan al-Qur‟an dan al-Sunah menjadi suatu pedoman bagi umat untuk
melakukan hubungan sosial dan politik. Sehingga, umat Islam pada umumnya
mempercayai watak holistik Islam sebagai intsrumen Ilahiah untuk memahami dunia.
Belakangan ini, Islam seringkali dipandang lebih dari sekedar agama. Umat Islam
meyakini bahwa Islam merupakan agama yang harus mengambil tata kelola aspek
kehidupan, mulai dari urusan individu hingga urusan politik dan kenegaraan.1
Salah satu persoalan yang dari dulu hingga sekarang terus berpolemik dan
tidak berkesudahan ialah hal yang menyangkut hubungan antara agama dan negara.
Bagi para pemikir politik Islam, terkait persoalan hubungan antara agama dan negara
masing-masing mempunyai pandangan yang berbeda dalam memahaminya.
Baru-baru ini, politik Islam kembali memunculkan paham gerakan yang
bersinggungan dengan paham gerakan yang sudah ada. Dua paham tersebut yaitu,
Islamisme dan Post-Islamisme. Dimana, Islamisme merupakan paham yang bertujuan
ingin mendirikan negara Islam dan menerapkan hukum Islam, sedangkan Post-
Islamisme berusaha memadukan antara agama dan sistem politik modern.
1 Nanang Tahqiq (ed.), Politik Islam, (Jakarta; Kencana, 2004), h. 226.
2
Islamisme merupakan deskripsi Barat, yang menjelaskan tentang bentuk
aktivisme Islam yang muncul pada abad ke-20. Dalam pemaknaanya, Islamisme
memiliki empat ciri: Pertama, mengusung kebangkitan Islam sebagai basis reformasi
masyarakat. Kedua, memahami Islam sebagai ideologi. Ketiga, memiliki tujuan untuk
mendirikan sistem Islami atau negara Islam. keempat, menerapkan hukum Islam
pada negara dan sistem politik.2
Dalam pandangan lain, Islamisme merupakan gerakan Islam kontemporer
yang memandang Islam sebagai ideologi politiknya, dan juga dapat diartikan sebagai
sebuah keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat norma atau ajaran yang
komprehensif dan unggul, yang bisa dijadikan sebagai pedoman untuk ketertiban
aturan sosial.3
Islamisme sebagai fenomena yang muncul dalam konteks persepsi dan realitas
rezim-rezim penguasa muslim yang sekular. Islamisme juga muncul sebagai respon
terhadap eksistensi modernitas yang dianggap gagal memenuhi kepentingan-
kepentingan Islam. Salah satu agenda Islamisme yaitu ingin mendirikan tatanan
negara Islam sesuai dengan apa yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Dalam merespon kegagalan Islamisme, beberapa gerakan Islamis di negara-
negara muslim telah mengalami pergeseran sikap politik yang ditandai dengan
2 Anthony Bubalo, Greg Fealy & Whit Mason, PKS dan Kembarannya; Bergiat jadi
Demokrat di Indonesia, Mesir dan Turki, terjemahan oleh Syamsu Rijal, (Jakarta; Komunitas Bambu,
2012), h. 5. 3 Burhanuddin Muhtadi, Dilema PKS; Suara dan Syariah, (Jakarta; Gramedia, 2012), h. 48.
3
kecendrungan yang kompromi dengan realitas politik. Adanya proses adaptasi
mendorong beberapa gerakan Islamis menjadi permasalahan demokratisasi di negara-
negara muslim. Kemudian Asef Bayat menyebutnya dengan Post-Islamisme sebagai
sintesis antara Islamisme dan demokrasi.
Gaya baru dari Islamisme di era sekarang dikenal sebagai Post-Islamisme.
Meskipun pada hakikatnya, Post-Islamisme berbeda dengan Islamisme, Post-
Islamisme senantiasa mengaitkan kemunduran dunia Islam saat ini dengan kurangnya
komitmen menjalankan ajaran Islam secara ketat, dalam hal ini kalangan Islamis
melihat Islam sebagai ideologi dan basis gerakan untuk melakukan reformasi
masyarakat secara menyeluruh dengan nilai-nilai dunia Barat serta memperjuangkan
reformasi syariat Islam dalam kehidupan bernegara.4
Post-Islamisme diperkenalkan oleh Asef Bayat, seorang profesor di
Universitas Illinois dan kepala Kajian Masyarakat dan Budaya Timur Tengah Modern
di Universitas Leiden. Menurutnya, Post-Islamisme mengusung sebuah visi baru
tentang masyarakat dan pemerintah yang diekspresikan dalam pemandangan baru
terhadap ruang publik, budaya pemuda, politik mahasiswa, dan yang terpenting lagi
adalah pemikiran agama.5
4 Anthony Bubalo, PKS dan Kembarannya: Bergiat jadi Demokrat di Indonesia, Mesir dan
Turki, terj. Syamsul Rijal, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2012), h. 73-74 5 Asef Bayat, Post-Islamisme, terjemahan oleh Faiz Tajul Milah, (Yogyakarta; Lkis, 2011), h.
89.
4
Post-Islamisme mewakili baik kondisi maupun proyek yang kemudian
dilekatkan dalam satu multidimensi gerakan. Awalnya, gerakan Post-Islamisme
merujuk pada kondisi sosial dan politik sebagai fase percobaan. Pada masa ini,
seruan, energi, dan sumber-sumber legitimasi Islamisme terkuras habis, bahkan dari
kalangan yang sebelumnya sangat fanatik. Mereka menyadari bahwa bentuk
pemerintahan yang mereka coba normalkan ternyata memiliki kejanggalan.6 Selain
satu kondisi, Post-Islamisme juga merupakan satu proyek yang berupaya untuk
membangun konsep rasionalitas dan modalitas secara strategis guna membatasi
gerakan Islamisme dalam ranah sosial, politik dan intelektual.7
Menurut Asef Bayat, Post-Islamisme berciri serangkaian gerakan sosial dan
intelektual yang digerakan oleh generasi muda dengan mengkompromikan iman
dengan kebebasan agama dan HAM, atau bisa disebut juga mentransendenkan
pemerintahan Islam dengan mengadakan kebebasan atas pilihan individu, pluralisme
dan etika agama sebagai syarat.8
Jadi, teks-teks keagamaan hanyalahn untuk dipahami melalui nalar dan
pertimbangan. Memang, bisa dikatakan iman dan kebebasan itu sebagai dua sisi mata
uang, dimana masyarakat bebas untuk memilih agama dan sekarang bebas untuk
6 Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 19.
7 Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 20.
8 Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 98.
5
meninggalkannya. Keimanan agama tidak dapat memaksa masyarakat, karena
paksaan hanya akan menghasilkan kemunafikan.9
Gagasan Post-Islamisme berguna untuk menganalisis gerakan kontemporer
Islam di Indonesia. Teori ini dapat diterapkan secara bermanfaat pada analisis kasus
Indonesia dengan beberapa modifikasi dan kualifikasi, hal ini dikarenakan sistem
perpolitikan Islam di Indonesia belum matang seperti di Mesir dan Iran.10
Post-Islamisme mencakup sejumlah fenomena politik di berbagai belahan
dunia Islam, mulai dari gerakan reformasi di Iran hingga fenomena parta-partai
tengah seperti AKP (Adalet ve Kalkinma Partisi) di Turki, Ennahda di Tunisia,
Partai Keadilan di Maroko, dan Partai Tengah (Hizb al-Wasat) di Mesir, dan Partai
Keadilan Sejahtera (PKS) di Indonesia 11
Di Indonesia, Post-Islamisme berawal dari runtuhnya rezim Orde Baru yang
menandakan adanya perubahan dalam perpolitikannya. Zaman Orde Baru adalah
zaman di luar aturan main demokrasi. Akibatnya semua tindakan yang penting
diarahkan untuk mengamankan stabilitas termasuk mengganjar para pendukung dan
menghukum para pembangkang.12
9 Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 163.
10 Noorhaidi Hasan, Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan
Kontestasi, (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Press, 2018), h.15. 11
Noorhaidi Hasan, Literatur Keislaman Generasi Milenial: h. 16 12
Afana Gaffar. Javanese Voters (Yogyakarta: UGM Press, 1992), h. 186.
6
Memasuki era reformasi keadaan perpolitikan di Indonesia berubah.
Perubahan ini lantas menjadi sinyal transformasi politik Islam di Indonesia.
Perubahan ini didasarkan pada kesadaran masyarkat tentang politik dan keadaan. Hal
ini kembali memunculkan berbagai ormas, terutama ormas Islam, seperti Front
Pembela Islam (FPI), Komite Persiapan Pembentukan Syariat Islam (KPPSI) dan
partai Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Kehadiran PKS yang akhir-akhir ini semakin menguat menjadi bukti bahwa,
Islam ideologis masih terus hidup di negeri ini. Keharmonisan umat Islam dan
pemerintah yang terbangun pada awal 1990-an hingga kini ternyata tidak
menyurutkan cita-cita ideologis Islam yang mempersoalkna sistem negara, ideologi
negara, dan hukum negara yang telah ada.
Menurut Sohibul Iman13
, fenomena Post-Islamisme yang terjadi pada Partai
Keadilan sejahtera (PKS) dapat dilihat dari cara mereka dalam menerima dan
mengaplikasikan nilai-nilai keislamannya. Dimana, PKS telah menjadikannya
demokrasi sebagai aktivitas politiknya, dan menerima secara utuh bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) beserta ideologinya.14
Dari gagasan di atas, tidak heran apabila PKS mampu menjadi partai yang
mewakili gerakan Post-Islamisme di Indonesia. Selain itu, PKS dianggap sebagai
partai Islamis yang berdiri secara resmi dan berpartisipasi penuh dalam sistem politik
13
Sohibul Iman adalah ketua Partai Keadilan Sejahtera (PKS) saat ini. 14
Wawancara dengan Bpk. Suhud Alynudin, tanggal 5 September 2019 di kantor DPP PKS
Pasar Minggu, Jakarta.
7
nasional. Kategori Post-Islamisme yang digunakan PKS tentunya menjadi hal yang
menarik, karena menurut Asef Bayat, Post-Islamisme merupakan perpaduan, di mana
tidak anti Islam, tidak anti sekuler, tidak anti modernitas, dan kebebasan. Tetapi Post-
Islamisme ialah titik perjumpaan, di mana Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan,
modernitas menjadi bagian dari wacana keagamaan.
Berdasarkan penjabaran di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian lebih
mendalam mengenai “Fenomena Post-Islamisme di Indonesia” dengan
menggunakan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai studi kasusnya.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap masalah yang terkandung dalam
judul skripsi ini, mengingat begitu banyak bahasan terkait Post-Islamisme, maka
penulis membatasi ruang lingkup masalah, yaitu penulis mencoba mengkaji gagasan
atau ide-ide Post-Islamisme yang ada pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dalam
hal ini menggunakan Partai keadilan Sejahtera (PKS) sebagai studi kasusnya.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang akan menjadi
rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Seperti apa fenomena Post-Islamisme yang terjadi di PKS?
2. Bagaimana gagasan-gagasan Post-Islamisme di PKS?
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan fokus terhadap rumusan masalah tersebut, penelitian ini memiliki
beberapa tujuan diantaranya:
1. Untuk mengkaji fenomena Post-Islamisme yang terjadi di Indonesia.
2. Untuk menjelaskan cerminan Post-Islamisme dalam kiprah PKS.
3. Serta untuk memuat gagasan-gagasan Post-Islamisme sebagai sebuah
fenomena nyata dalam suatu negara, yakni keterlibatan dalam demokrasi
dan menerima bentuk NKRI beserta ideologinya.
4. Tujuan lainnya di lakukan penelitian ini adalah untuk memperoleh gelar
Sarjana Agama (S. Ag.) pada Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Manfaat Penelitian
Kemudian, manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Dapat menambah khazanah keilmuan tentang gerakan-gerakan Islam.
Khususnya gerakan Islam kontemporer.
2. Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan bagi kaum milenial untuk
mengetahui gerakan Islam kontemprer.
9
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan karya ilmiah ini, sebelum penulis mengadakan penelitian
lebih lanjut dan menyusun menjadi sebuah karya ilmiah berupa skripsi, maka
sebelumnya penulis akan mempelajari skripsi, jurnal dan artikel yang melakukan
penelitan yang hampir sama dengan penulis.
Ada beberapa judul skripsi, jurnal dan artikel yang sudah terbit terlebih
dahulu terkait pemahaman tentang paham Post-Islamisme serta sebuah gagasan yang
menjadikannya Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebagai partai yang mengadopsi
gagasan Post-Islamisme, diantaranya yaitu, artikel berjudul ”Islamisme dan Post-
Islamisme” yang ditulis oleh Muhammad Ali dalam situsnya,
https://www.academia.edu/3709160/Islamisme_dan_Post-Islamisme dalam artikel ini
dijelaskan bagaimana peran dan transformasi Post-Islamisme yang awalnya
merupakan paham Islamisme. Kemudian ada juga jurnal tentang gagasan yang
sedikit bersinggungan dengan penulis yaitu, “Post-Islamisme di Turki, Telaah AKP
dan Kelas Menengah Anatolia”, skripsi yang di tulis oleh Firmanda Taufiq,
mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, Fakultas Ushuluddin pada tahun 2018.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, data-data dan argumentasi diajukan dengan
menggunakan metode kualitatif. Asumsi yang digunakan di sini yaitu gejala yang
dikaji merupakan gejala sosial yang dinamis. Objek yang dikaji termasuk objek yang
baru berkembang dengan segala kekhasannya.
10
Adapun model penulisan yang dilakukan secara deskriptif analitis. Deskriptif
analitis digunakan sebagai cara untuk memfokuskan penelitian dengan
mengutamakan segi kualitasnya. Metode ini dimaksudkan untuk menjelaskan hakikat
fakta tertentu, penulis berupaya memberikan gambaran yang lebih sitematis mengenai
keberadaan Post-Islamisme di Indonesia.
Data penelitian ini diperoleh melalui penelusuran data tertulis dan wawancara
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan judul penulisan. Adapun beberapa
sumber yang penulis gunakan diantaranya yaitu: buku Asef Bayat, yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Faiz Tajul Milah dengan judul Pos-
Islamisme, (Yogyakarta: LkiS, 2011), dari buku asli yang berjudul, Making Islam
Democratic: Social Movements and the Post-Islamist Turn, (Stanford: Standfors
University Press, 2007). Buku karangan M. Imdadun Rahmat yang berjudul,
Ideologi Politik PKS: Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen, (Yogyakarta: LkiS,
2008). Buku yang ditulis oleh Arya Sandhiyudha dengan judul Aktor Baru
Demokrasi, Kebangiktan Post-Islamisme (Analisis Strategi dan Kebijakan AKP Turki
Memenangkan Pemilu, buku karangan Bassam Tibi dengan judul Islam dan
Islamisme yang diterjemahkan oleh Alfathri Aldin , kemudian buku karangan Zainal
Abidin Amir dengan judul Peta Islam Politik. (Jakarta: PustaKa LP3ES, 2003), buku
karangan Wasisto Rahrjo Jati dengan judul Politik Kelas Menengah Muslim
Indonesia, (Jakarta; LP3ES, 2017) dan tentunya masih banyak lagi.
Selain memperoleh informasi dalam bentuk pustaka, penulis juga melakukan
wawancara dengan beberapa tokoh yang mengkaji dan bereparan dalam Post-
11
Islamisme yang ada di Indonesia. Adapun tokoh yang diwawancarai yaitu: Bapak
Sohibul Iman selaku ketua DPP PKS, Bapak Suhud Alynudin selaku sekretaris
bidang polhukam DPP PKS, dan Gus Ulil Abshar Abdalla selaku tokoh yang banyak
memuat tulisan tentang Post-Islamisme.
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Thesis, dan Disertasi), dengan penulis Hamid
Nasuhi dkk, terbitan CeQDA, cet. Ke-1, 2007. Untuk pedoman transileterasi
mengacu pada Jurnal Ilmu Ushuluddin, yang ditulis oleh Himpunan Peminat Ilmu
Ushuluddin (HIPIUS).
G. Sistematika Penulisan
Ini merupakan rangkaian penutup dari skripsi ini. Untuk memudahkan
pembahasan dalam penelitian skripsi ini dibagi menjadi lima bab yang saling
berkaitan.
Bab pertama dalam penelitian ini berisi tentang pendahuluan yang meliputi,
latar belakang mengapa penulisan ini diperlukan, batasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian serta sistematika
penulisan.
Kemudian pada Bab ke-2, penulis menguraikan gambaran umum tentang
pengertian Post-Islamisme, sejarah munculnya Post-Islamisme beserta gagasan Post-
Islamisme.
12
Bab ke-3, penulis menguraikan gambaran umum tentang Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) mulai dari sejarah terbentukanya, ideologi yang digunakannya serta
sistem pengkaderan yang dilakukan PKS kepada para calon aktivisnya.
Selanjutnya pada Bab ke-4, penulis mencoba menguraikan hasil tela‟ah dari
Fenomena Post-Islamisme pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta tela‟ah data
yang didapat dari beberapa referensi yang tersedia di pustaka.
Kemudian pada Bab ke-5, yaitu merupakan bab terkahir dari rangkaian skripsi
ini, penulis akan memberikan hasil kesimpulan dari Fenomena Post-Islamisme di
Indonesia dengan Partai keadilan Sejahtera (PKS) sebagai studi kasusnya.
13
BAB II
POST-ISLAMISME
A. Pengertian Islamisme dan Post-Islamisme
1. Pengertian Islamisme
Islamisme adalah pemahaman agama dalam bentuk tatanan sebuah
negara. Islamisme menjadi sebuah istilah Fundamentalisme Islam yang
memiliki pengertian berbeda dan terus diperdebatkan para ilmuwan Muslim
dan Barat.
Adapun pengertian Islamisme menurut beberapa ahli15
, diantaranya
sebagai berikut:
Pengertian Islamisme Menurut Beberapa Ahli
Ahli Pengertian
James Piscatori Muslim yang berkomitmen terhadap
aksi publik untuk mewujudkan agenda
Islam
Donald Emmerson Islamisme adalah komitmen terhadap
isi dari agenda itu.
15 www.academia/islamismedanposislamisme, diakses pada 06 Agustus 2019
14
Graham Fuller Isalamisme sebagai “Islam politik”
diusung oleh orang-orang yang
percaya bahwa Islam memiliki tawaran
bagaimana politik dan masyarakat
harus dikelola dalam dunia Muslim
kontemporer dan ingin
mewujudkannya dalam berbagai cara.
Hassan Hanafi Isamisme sebagai istilah „Islam
politik‟ yang lebih netral, dan setuju
dengan pendapat Donald Emmerson
yang mengajak kontekstualisasi, bukan
stigmatisasi atau penolakan apologetik,
terhadap Islam dan Muslim.
Kelompok Islamisme mengidolakan kejayaan Islam pada zaman Nabi
Muhammad SAW di Madinah, dan mereka berupaya untuk mengembalikan
praktik keIslaman era sekarang ke zaman empat belas abad silam. Agenda
utama Islamisme adalah mendirikan tatanan negara Islam dan memobilisasi
umat Islam untuk membangun sebuah tatanan yang disebut sebagai nizam
Islami.16
16
Bassam Tibi, Islam dan Islamisme, terj. Alfathri Adlin, (Bandung: Mizan, 2016), h. 292.
15
Menurut Bassam Tibi17
, Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW
yang diidolakan oleh kelompok Islamisme, hanya dapat dipraktekan pada
zaman itu saja. Setelah zaman Nabi Muhammad SAW berakhir dan kemudian
digantikan oleh al-Khulafa al-Rasyidin, sistem pemerintahan yang seperti
zaman Nabi Muhammad SAW sudah tidak dipraktekan. Alasannya sederhana,
yaitu Nabi Muhammad SAW menjalankan pemerintahannya di Madinah
dalam bimbingan wahyu Allah, sedangkan para al-Khulafa al-Rasyidin masih
harus berijtihad sendiri terhadap setiap masalah yang datang dan yang belum
terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW. Jadi sudah sangat jelas, bahwa
apa yang diwacanakan oleh kelompok Islamisme sangatlah jauh dari
jangkauan dan tidak rasional.
Namun demikian, meskipun berusaha merujuk tradisi dan masa lalu,
Islamisme di zaman modern adalah produk modernitas dan modernisasi:
bahasa,media dan sarana, serta tujuan Negara Islam atau negeri berdasarkan
syariat Islam, adalah modern, tidak ada pada masa Nabi dan salaf. Di sisi lain,
Islamisme adalah produk Islamisasi – dalam banyak hal, Arabisasi dan
simbolisasi – seperti dalam penggunaan jilbab dan burqa, pemakaian bahasa
Arab dalam nama, organisasi, dan percakapan sehari-hari, pengutipan ayat-
ayat dan hadis-hadis serta perkataan ulama dan aktifis Muslim klasik,
17
Bassam Tibi adalah guru besar asal Syria yang bermukim dan mengembangkan karirnya di
Universitas Jerman.
16
pertengahan, dan modern seperti Sayyid Qutb, Abu Ala al-Maududi,
Taqiyuddin An-Nabhani dan Imam Khomeini.
Hakikat Islamisme adalah kelompok yang menolak demokrasi, seperti
dalam hal adanya praktik pemilihan umum. Alasannya bahwa, pemilihan
umum dipandang sebagai kegiatan yang mengedepankan kehendak mayoritas
daripada kehendak Tuhan. Mereka berpendapat bahwa, pemilihan umum
sama halnya dengan syirik.18
Islamisme lebih merupakan aktivisme yang berkomitmen mewujudkan
agenda politik tertentu dengan menggunakan simbol, doktrin, bahasa,
gagasan, dan ideologi Islam. Praktek politik yang tepat adalah dengan
menerapkan gerakan yang menghargai inklusivitas, pluralitas, dan toleransi.
Gerakan politik Islam ini dinamakan Post-Islamisme.
2. Pengertian Post-Islamisme
Post-Islamisme diperkenalkan oleh Asef Bayat, seorang profesor di
Universitas Illinois dan kepala kajian masyarakat dan budaya Timur Tengah
modern di Universitas Leiden. Menurutnya, Post-Islamisme mengusung
sebuah visi baru tentang masyarakat dan pemerintah yang diekspresikan
18
Noorhaidi Hasan, Islam Politik di Dunia Kontemporer: Konsep Geneologi dan Teori,
(Yogyakarta: Suka Press, 2011), h. 90.
17
dalam pandangan baru terhadap ruang publik, budaya pemuda, politik
mahasiswa, dan yang terpenting lagi adalah pemikiran agama.19
Dalam hal ini, Post-Islamisme dianggap sebagai pembaharuan dari
konsep Islamisme untuk menggambarkan sebuah fenomena dalam gerakan
politik Islam di kalangan muslim Timur Tengah, terutama Iran. Fenomena
baru tersebut, berupa berpartisipasinya ke dalam sistem politik yang modern.
Partisipasi poltik mereka dalam politik saat ini, dapat dilihat dari peningkatan
hak suara dalam pemilihan umum.
Revolusi yang terjadi di Iran melibatkan generasi baru yang majemuk,
terdiri dari berbagai kalangan muda, dan beberapa kalangan tua. Selain
itu nilai-nilai yang diusung adalah nilai universal seperti kemulyaan (dignity)
dan penghormatan (respect) serta demokrasi.
Menurut Asef Bayat, Post-Islamisme mewakili baik kondisi maupun
proyek yang kemudian dilekatkan dalam satu multidimensi gerakan. Awalnya,
Post-Islamisme merujuk pada kondisi sosial dan politik sebagai fase
percobaan. Pada masa ini, seruan, energi, dan sumber-sumber legitimasi
terkuras habis, bahkan dari kalangan yang sebelumnya sangat fanatik. Mereka
19
Asef Bayat, Post-Islamisme, terjemahan oleh Faiz Tajul Milah, (Yogyakarta; LkiS, 2011),
h. 89
18
menyadari bahwa, bentuk pemerintahan yang mereka coba tegakkan atau
normalkan ternyata memiliki kejanggalan.20
Selain satu kondisi, Post Islamisme juga merupakan satu proyek yang
berupaya untuk membangun konsep rasionalitas dan modalitas secara strategis
guna membatasi gerakan Islamisme dalam ranah sosial, politik, dan
intektual.21
Post-Islamisme adalah perpaduan, dimana Post-Islamisme tidak
anti sekuler, tidak anti modernitas dan kebebasan. Post-Islamisme merupakan
titik temu antara Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan, modernitas menjadi
bagian dari wacana keagamaan.22
Dasar pemikiran Post-Islamisme tentang wacana keagamaan adalah
peran nalar dan rasionalitas. Al-Qur‟an menurut Abdullah Nuri yang
dijelaskan oleh Asef Bayat itu sering mengundang manusia untuk berfikir,
bernalar, dan menemukan. Jadi, teks-teks keagamaan hanyalah untuk
dipahami melalui nalar dan pertimbangan.
Dalam hal lain, pemikiran Post-Islamisme tidak dalam artian menolak
hukum syariah, Karena bagaimanapun gerakan post-Islamisme masih sangat
berkaitan dengan lingkungan sekularisme. Lingkungan yang dimana hukum
merupakan nota kesepakatan bersama yang diproduk melalui konstitusi.23
20
Asef Bayat, Post-Islamisme, h.19. 21
Asef Bayat, Post-Islamisme, h.20. 22
Wasito Raharjo Jati, Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia, (LP3ES; 2017), h. 142. 23
Anis Matta, Menikmati Demokrasi. (Jakarta; Pustaka Saksi, 2002), h. 187.
19
Post-Islamisme, berciri serangkaian gerakan sosial dan intelektual
yang digerakan oleh generasi muda dengan mengkompromikan iman dengan
kebebasan agama dan Hak Asasi Manusia (HAM), atau bisa disebut juga
mentransendenkan pemerintahan Islam dengan mengadakan kebebasan atas
pilihan individu, pluralisme, dan etika agama sebagai syarat.24
Berikut dapat dilihat perbedaan antara Islamisme dan Post-Islamisme.
Perbedaan Islamisme dan Post-Islamisme
No Faktor Perubahan Islamisme Post-Islamisme
1 Tujuan perubahan sosial-politik
Eksistensi dan
representasi kelas
menengah
muslim sebagai
ummah
Adaptasi dan
negosiasi kelas
menengah
muslim dalam
demokrasi
2
Cara mencapai perubahan
sosial-politik
Membentuk
gerakan
Membentuk
partai politik
3 Ciri perubahan sosial-politik Perubahan radikal
Perubahan
tranformatif
4 Arah perubahan sosial politik
Membentuk
masyarakat
muslim kolektif
Membentuk
kesalehan sosial
dalam masyarakat
5 Relasi dengan negara
Negara dipandang
dalam relasi
konfliktual.
Negara dipandang
dalam relasi
kolegial
24
Asef Bayat, Post-Islamisme, h.98.
20
Negara adalah
arena
pertentangan
kepentingan
Negara adalah
mitra dalam
melakukan
perubahan sosial
B. Latar Belakang Post-Islamisme
Jauh sebelum munculnya pemikiran Post-Islamisme atau lebih tepatnya pada
tahun 1918, hadirlah sebuah ideologi yang berkembang di wilayah Timur Tengah
yang dikenal dengan nama Pan-Arabisme. Pan-Arabisme ini erat kaitannya dengan
budaya nasionalisme bangsa Arab dan menegaskan bangsa Arab merupakan satu
kesatuan dari sebuah bangsa. Terdapat banyak organisasi di dunia.25
Pan-Arabisme bertujuan dengan kemerdekaan bangsa Arab tanpa
memperdulikan agama melainkan berdasarkan pada budaya etnis. Kemudian setelah
munculnya paham Pan-Arabisme ini, hadirlah kembali sebuah paham yang gerakan
yang memperjuangkan umat Islam dalam satu negara Islam yang disebut
kekhalifahan. Paham gerakan ini dinamai Pan-Islamisme. Pan-Islamisme ini didirikan
oleh Jamal al-Din Afghani.
Kembali kepada fokus penulisan ini, dimana latar belakang dari terbentuknya
pemikiran Post-Islamisme bisa dikatakan cukup kompleks. Berawal dari istilah yang
25
Evie Aprilianty, “Pan-Arabisme dan Pengaruhnya Terhadap Peran Liga Arab Dalam
Penyelesaian Konflik Timur Tengah”, Jurnal Sejarah Kebangkitan Negara-Negara Asia, 10 Juli
2013, www.academia.edu. Di akses pada selasa, 12 november 2019.
21
ditulis dalam tesis Olivier Roy, dijelaskan bahwa Post-Islamisme merupakan bentuk
baru dari kegagalan fraksi Islam. Secara garis besar, Olivier Roy menyebut kegagalan
fraksi Islam dalam ruang demokrasi disebabkan oleh narasi besar mereka terhadap
Islamisasi negara. Sebuah ide dan cita-cita utopis yang menantang langsung
penerimaan publik yang plural dan pragmatis.26
Pada dasarnya, Post-Islamisme pertama kali digunakan untuk melihat
perkembangan kontemporer Islam di Iran dengan segala konteks budaya dan sosial
politiknya. Secara umum, Post-Islamisme merupakan metamorfosis terbaru dari
segala ide pendekatan dan praktek Islamisme di Iran. Istilah ini kemudian digunakan
oleh beberapa pengamat dan akademisi untuk meneliti perkembangan gerakan militan
dunia Islam.
Post-Islamisme termasuk dalam kategori paradigmatik baru tentang pemikiran
politik Islam. Artinya, telah terjadi perubahan paradigma dalam pemikiran politik
Islam dikalangan muslim yang militan ke arah pemikiran yang menghargai
inklusivitas, pluralitas, dan toleransi. Perubahan ini terjadi setelah perang Iran-Iraq
pada tahun 1998.27
Post-Islamisme secara umum mempunyai sejarah yang cukup pelik, Asef
Bayat mencirikan kemunculan Post-Islamisme dengan artikulasi sosial yang
dominan, perspektif politik, dan pemikiran keagamaan yang mana Iran pasca-
26
Oliver Roy, Le post-Islamisme, Anne 1999, h. 11. 27
Asef Bayat, Pos-Islamisme, h. iii.
22
Khomeini telah menyaksikan trend-trend yang akhirnya bergabung dalam gerakan
reformasi pada akhir tahun 1990-an.28
Pada tahun 1990-an, para intelektual Post-Islamisme berusaha mendefinisikan
ulang kapabilitas agama di masa modern untuk mengatasi kebutuhan manusia yang
kompleks. Usaha-usaha intelektual mereka terpusat pada upaya membentuk suatau
negara dengan memadukan cita-cita tentang modernitas, demokrasi, dan
keagamaan.29
Kemudian pada tahun 2005, Asef Bayat dalam artikelnya, What is Post-
Islamism? mengulas lebih mendalam tentang fenomena Post-Islamisme dengan
menjelaskan bahwa fenomena ini telah berkembang di berbagai negara Islam.
Kemunculan Post-Islamisme ini terus dikembangkan dengan mengembangkan
fenomena Arab Spring yang berlaku di negara-negara Arab.30
Munculnya Post-Islamisme adalah tanggapan dari adanya dua posisi ideologis
yang ekstrim, yakni demokrasi dan Islamisme. Islamisasi dan demokratisasi, sangat
mempengaruhi perkembangan politik dunia Arab dan Muslim. Oleh karena itu,
gerakan politik Islam moderat lebih mengedepankan demokratisasi dan
28
Asef Bayat, Pos-Islamisme, h. 17-18. 29
Asef Bayat, Pos-Islamisme, h. 162. 30
Wan Ahmad Fahmi Bin Wan Muda, “Pemikiran Pasca Islamisme dalam Konteks Gerakan
Islam”, juranalumran.utm.my/index.php/umran, (UTM Press; 2014).
23
penggabungan Islam politik sebagai upaya yang dapat membantu pemikiran Islam
dalam mewujudkan misinya.31
Post-Islamisme muncul ketika Islamisme sedang dalam masa-masa kritis,
dimana ada beberapa tekanan rezim di negara Timur Tengah dan terjadi frustasi dari
kelompok-kelompok Islamisme bahwa Islamisme sudah tidak mungkin lagi bisa
dilakukan sehingga proyek Post-Islamisme itu timbul. Proyek Post-Islamisme adalah
dengan membatasi ruang gerak Islamisme di arena sosial dan politik.32
Kemudian, Islamisme harus berhadapan dengan munculnya gelombang
demokrasi. Rezim ideologi secara keseluruhan meyakini doktrin kedaulatan rakyat,
mengedepankan eksistensi hak-hak individu, kebebasan, dan kesetaraan. Secara
prosedural, demokrasi harus dijalankan menggunakan prinsip suara mayoritas dalam
setiap pengambilan kebijakan dan keputusan pemimpin. Hal ini bertentangan dengan
paham Islamisme yang menggunakan nilai-nilai Islam dalam penerapannya.
Studi mengenai Islam dan demokrasi mengalami perdebatan di kalangan para
ilmuan. Islamisme dianggap telah memainkan dan memanipulasi demokrasi.33
Terdapat tiga alasan mendasar mengapa Islam tidak sesuai dengan demokrasi.
Petama, secara ideologis susah untuk menjembatani Islamisme yang menggunakan
31
Ahmad Akhtar Hossain, “Islamism, scularism, and post-Islamist: the Muslim World and the
Case of Bangladesh”. Asian Journal of Political Science, Volume 24, 2016 – Issue 2. Diakses dari
http://www.tandfonline.com/doi/citedby/10.108./02185377.2016.1185954?scroll+top&needAccess=tr
ue pada, 06 Agustus 2019. 32
Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 21. 33
Bassam Tibi, Islamism and Islam (Yale University Press), diterjemahkan oleh Alfathri
Adlin, dengan judul: Islam dan Islamisme (Bandung: Mizan, 2016), h. 144.
24
hukum agama sebagai pijakan dengan demokrasi yang mengusung kedaulatan rakyat.
Kedua, penekanan Islamisme terhadap syariah berpotensi dipermasalahkan ketika
dihadapkan pada pertanyaan praktis tentang implementasi dan intuisi. Ketiga,
kesulitan menyelaraskan Islam dan demokrasi yang dipengaruhi oleh hegemoni
dalam gerakan Islam arus utama.34
Dalam merespon benturan dengan demokrasi, beberapa gerakan Islamis di
negara-negara muslim telah mengalami pergeseran sikap politik yang ditandai dengan
kecendrungan yang kompromi dengan realitas politik. Adanya proses adaptasi
mendorong beberapa gerakan Islamis menjadi permasalahan demokratisasi di negara-
negara muslim. Kemudian Asef Bayat menyebutnya dengan Post-Islamisme sebagai
sintesis antara Islamisme dan demokrasi.
Menurut Ulil Abshar Abdalla, pemikiran Post-Islamisme sama sekali tidak
sekuler, bahkan tetap menunjukan sentimen negatif tehadap setiap bentuk ekspresi
sekularisme. Tetapi disisi lain, Post-Islamisme juga menolak teokrasi dan penerapan
platform ideologis keagamaan seperti mendirikan negara Islam dan menerapkan
hukum syariah.35
Relevansi identitas Post-Islamisme sebagai wajah lain dari perjuangan Islam
politik menghadapi proses transformasi. Pembentukan identitas Post-Islamisme
34
Anthony Bubalo, Greg Frealy dan Whit Mason, PKS & Kembarannya: Bergulat Menjadi
Demokrat di Indonesia, Mesir dan Turki, terj. Syamsul Rijal, (Jakarta, Komunitas Bambu, 2012), h, 8-
10. 35
Wawancara dengan Ulil Abshar Abdalla, di perumahan Jati Agung, Blok A3/8, Jati Bening-
Bekasi, pada, selasa, 27 Agustus 2019, pkl. 19:29 WIB.
25
diidentifikasi melalui proses institusionalisme Islam, yakni dengan keikutseraan
Islamis dalam lembaga demokratis dan ikut serta dalam proses pemilihan
pemimpin.36
C. Gagasan Post-Islamisme
Gagasan tentang Post-Islamisme menurut Asef Bayat telah dituangkan
melalui bukunya pada tahun 1996, dengan judul, “The Coming of a Post-Islamist
Society.” Dalam tulisan itu, Asef Bayat mendfinisikan Post-Islamisme sebagai,
“…a condition where, following a phase of experimentation, the appeal,
energy, symbols and sources of legitimacy of Islamism get exhausted, even
among its once-ardent supporters. As such, post-Islamism is not anti-Islamic,
but rather reflects a tendency to re secularize religion. Predominantly, it is
marked by a call to limit the political role of religion”.37
Post-Islamisme bukan hanya Islam yang kompatibel dengan modernitas.
Tetapi, kelangsungan hidup sebuah agama dan negara tergantung pada pencapaian
kompabilitas ini. Asef Bayat menjelaskan mengenai fase dimana Post-Islamisme ini
hadir. Pada fase eksperimentasi, seruan, energi, dan sumber-sumber legitimiasi
Islamisme terkuras habis, bahkan dari kalangan para pendukung yang sangat
ambisius.
Mereka kaum Islamisme sadar akan kejanggalan dan ketidaksempurnaan
sistem yang dimiliki ketika akan dijadikan sebagai institusi pemerintahan. Situasi ini
membuat mereka ada dalam kondisi rawan kritik. Maka jalan yang dipilih adalah
36
Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 19. 37
Asef Bayat, The Coming of Post-Islamist Society, (University of Hamline; 1996), h. 45.
26
upaya pragmatis agar sistem bisa dipertahankan, meski kemudian akan meninggalkan
prinsip dasarnya.38
Kehadiran Post-Islamisme adalah sebagai bentuk kritik terhadap kemunduran
pembangunan masyarakat muslim yang dilakukan oleh kalangan Islamisme. Seperti
yang dikatakan oleh Asef Bayat, Post-Islamisme adalah transformasi dalam
Islamisasi, yang awalnya merujuk pada pembentukan negara Islam kini lebih merujuk
pada pembentukan sikap kesalehan sosial, baik secara individu, kolektif,
humanitarianisme, dan deradikalisasi.39
Bagi Asef Bayat, pengalaman Post-Islamisme di Iran merupakan fase penting
dalam mempengaruhi pemikiran politik Islam diseluruh dunia, ide dan nilai
pemikiran ini mulai diamalkan diterima dalam kalangan gerakan Islam diseluruh
dunia, seperti Turki, Tunisia, Mesir, Maroko, Sudan, dan Indonesia.40
Post-Islamisme sendiri merupakan antitesis terhadap pembangunan
masyarakat ala Islamisme yang tidak menghendaki adanya modernisasi. Hal ini justru
membuat kalangan masyarakat Muslim semakin termarjinalkan dan didiskreditkan
karena tidak mampu beradaptasi dengan zaman. Dengan kata lain, Post-Islamisme
menekankan pembangunan masyarakat Muslim kelas menengah berbasis pada tiga
38
Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 19. 39
Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 9-10 40
Wan Ahmad Fahmi Bin Wan Muda, “Pemikiran Pasca Islamisme dalam Konteks Gerakan
Islam”, juranalumran.utm.my/index.php/umran, (UTM Press; 2014).
27
aspek, yakni menekankan hak daripada kewajiban, pro terhadap pluralitas daripada
ototarian, dan melihat masa depan daripada masa lalu.41
Pernyataan bahwa pemerintahan Islam memiliki karakter demokratis bisa
disebut naif, tetapi disisi lain ini merupakan sebuha ekspresi dari perjuangan untuk
membuat pemerintahan Islam yang demokratis. Setidaknya upaya untuk membuat
agama yang benar-benar demokratis harus dimulai dari level intelektual.42
Gagasan utama pemikiran politik Islam kontemporer atau Post-Islamisme ini
adalah dengan lebih menekankan tentang isu-isu aktual seperti sinergisitas Islam,
modernisme, demokrasi, dan pluralitas. Maka, dalam memaknai Post-Islamisme ialah
sebagai upaya membentuk wajah Islam yang inklusif dan adaptif dengan modernitas
zaman melalui pembentukan umat.43
Secara sadar, Post-Islamisme juga dimaksudkan untuk membatasi gerak
Islamisme, baik secara sosial, politik maupun intelektual. Munculnya Post-Islamisme
adalah upaya untuk meleburkan keagamaan dan hak, iman dan pembebasan, Islam
dan kebebasan.44
Para intelektual, pemuda, perempuan, semua mengusung visi baru
tentang masyarakat dan pemerintah yang diekspresikan dalam pemandangan baru
41
Wasisto Raharjo Jati, Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia, (Jakarta; LP3ES, 2017),
h. 144. 42
Asef Bayat, Post-Islamisme, h.11. 43
Asef Bayat, Post-Islamisme, h.23. 44
Asef Bayat, Post-Islamisme, h.20.
28
terhadap ruang publik, budaya pemuda, politik mahasiswa, hubungan gender, negara,
dan yang terpenting adalah pemikiran tentang agama.45
45
Asef Bayat, Post-Islamisme, h. 21.
29
BAB III
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
A. Sejarah Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan pelanjut perjuangan atau langkah
antisipasi yang diambil para aktivis dakwah yang ada di Partai Keadilan (PK). PK
percaya, bahwa jawaban untuk melahirkan Indonesia yang lebih baik di masa depan
adalah dengan mempersiapkan kader-kader yang berkualitas, baik secara moral,
intelektual, dan profesional.46
Partai Keadilan (PK) didirikan dengan sebuah keputusan yang diambil
berdasarkan survei yang dilakukan kepada para aktivis gerakan dakwah di seluruh
Indonesia. Inti pertanyaan yang diajukan dalam jejak pendapat tersebut adalah bentuk
apa yang ditampilkan untuk muncul ke tengah publik pada era reformasi?, apakah
bentuk organisasi massa atau organisasi politik, atau tetap mempertahankan
penampilan yang selama ini digunakan yaitu dalam bentuk yayasan atau lembaga-
lembaga dakwah?.47
Sebagai tindak lanjut terhadap pembentukan partai politik, Partai Keadilan
(PK) melakukan upaya untuk membangun struktur dari Dewan Pengurus Pusat (DPP)
di tingkat provinsi, Dewan Pengurus Daerah (DPD) di tingkat kota/kabupaten, Dewan
46
http://www.partaikeadilansejahtera.com diakses pada 09 Agustus 2019. 47
Ali Said Dmanik, Fenomena Partai Keadilan: Transformasi 20 Gerakan Tarbiyah di
Indonesia, (Jakarta; Teraju, 2000), h. 228.
30
Pengurus Cabang (DPC) di tingkat kecamatan dan Dewan Pengurus Ranting (DPRa)
di tingkat desa/kelurahan.48
Kemudian dalam waktu yang singkat, Partai Keadilan (PK) berhasil
membangun kepengurusan partai dan memenuhi syarat untuk maju dalam pentas
pemilihan umum di Indonesia. Dalam keikutsertaannya pada tahun 1999 PK berhasil
mejaring sekitar 1,36% dari total suara keseluruhan.49
Namun, perolehan suara PK
yang sekitar 1,36% itu tidak memenuhi ketentuan electrocal treshold50
, dimana
ketentuan minimum yang diterapkan ialah 2%. Atas ketentuan tersebut PK dianggap
tidak lolos untuk mengikuti pemilihan umum berikutnya.
Langkah lain untuk tetap meneruskan dakwah melalui jalur politik, Partai
Keadilan (PK) mengadakan rapat pleno pada tahun 2001. Dalam rapat tersebut
muncul dua pendapat: pertama, menjadikan PK sebagai organisasi massa, kedua,
membuat partai baru yang simbolnya tidak jauh berbeda dengan PK. Dalam diskusi
panjang maka diterapkanlah pendapat kedua sebagai solusi.51
Perumusan pembentukan partai baru ini diserahkan kepada seluruh tim yang
dipimpin oleh Muzammil Yusuf. Dalam berbagai rapat yang cukup dinamis,
disepakatilah untuk menambahkan kata “SEJAHTERA”, yang jika digabung menjadi
48
Imdaddun Rahmat, Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus kw Gedung Parlemen, (
Yogyakarta; LkiS, 2008),h. 36. 49
Imdaddun Rahmat, Ideologi Politik PKS, h. 37. 50
Electrocal treshold adalah batas minimal suatu partai untuk memperoleh kursi.
51
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik Kaum
Muda Muslim Kontemporer, (Jakarta; Teraju, 2004), h. 290.
31
Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Tambahan ini ditentukan berdasarkan makna
filosofis yang terkandung bahwa partai baru yang akan lahir tidak semata-mata
menekankan pada perjuangan menegakan keadilan dalam ranah hukum pada tingkat
politik, tetapi juga menyelesaikan persoalan tentang belum tercapainya kesejahteraan
di kalangan masyarakat bawah.52
PKS secara resmi berdiri pada 20 April 2002,
sebagai langkah yang tepat dalam menjawab hambatan yang menyangkut electoral
treshold. Dengan demikian visi dan misi partai tidak bergeser dari pemikiran dan
teknis semata.
Partai ini berlambangkan dua bulan berwarna kuning emas, dengan garis lurus
di antara kedua bulan sabit, yang juga berwarna kuning emas. Bulan sabit dan garis
lurus berada dalam suatu kotak berwana hitam, dan di bawahnya terdapat tulisan
“SEJAHTERA”. Di atas kotak hitam ada sebuah persegi panjang yang panjangnya
sama dengan kotak di bawahnya, dan bertuliskan “PARTAI KEADILAN” dengan
tulisan berwarna kuning emas. Secara keseluruhan, kotak dan pesegi panjang itu
mensimbolkan ka‟bah, kiblat suci kaum muslimin yang melambangkan kesatuan
umat. Partai ini memiliki karakteristik moralis, profesional, patriotik, reformasi, dan
independen. Sedangkan prinsip dasar PKS adalah keadilan, persamaan, dan
keseimbangan, serta kesatuan nasional.53
52
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera , h. 291-292. 53
DPP PKS, Sekilas Partai Keadilan, h. 40-41.
32
B. Asas Partai Keadilan Sejahtera
Asas secara sederhana dapat dipahami sebagai keseluruhan pandangan, cita-
cita, nilai-nilai dasar, dan keyakinan-keyakinan yang dijadikan pedoman normatif
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, karena dianggap mampu
membangkitkan kesadaran berbangsa dan bernegara dan juga dapat memberikan
orientasi dan motivasi dalam perjuangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, Asas partai politik dapat dipahami sebagai sistem kepercayaan yang
memberikan kesadaran pembenaran dan pencerahan mengenai kehidupan politik
demi menggalang motivasi, hingga tercapainya tujuan-tujuan yang digariskan partai
politik. Artinya, Asas dalam partai politik berperan sangat strategis sebagai landasan
legitimasi politik yang sekaligus memberi penuntun bagi seluruh kebijakan dan
perilaku politik, serta sebagai tali pengikat aktivitas-aktivitas politik.
Perlu diketahui, bahwa Asas hakikatnya merupakan perwujudan perjuangan
nilai dalam partai politik untuk ikut memberikan warna terhadap bangunan imajiner
sebuah bangsa yang memungkinkan terciptanya segala cita-cita kebangsaan dan
kenegaraan. Tetapi, itu semua menjadi sia-sia tatkala asas- asas dan ideologi-ideologi
yang tercantum dalam AD/ART partai politik tidak diterapkan ke dalam kehidupan
sehari-hari partai politik dan tidak menjadi penuntun bagi perjuangan partai politik.
Dalam Anggaran Dasar disebutkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
adalah partai yang berasaskan Islam, PKS memiliki tujuan untuk mewujudkan cita-
cita nasional bangsa Indonesia yang sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang
33
dasar (UUD) 1945, serta mewujudkan masyarakat madani yang adil dan sejahtera.54
Sedangkan sasaran perjuangan PKS adalah mewujudkan masyarakat yang mandiri,
bermartabat, serta bertanggung jawab.55
Selain sebagai partai dakwah, PKS juga menjadikan Islam sebagai
ideologinya. Bangunan ideologi PKS berpijak pada prinsip utama bahwa Islam
merupakan konsep yang utuh dan sempurna. Islam diwahyukan sebagai petunjuk bagi
mannusia untuk mengelola hidup dan kehidupan. Dalam dasar pemikiran Kebijakan
Dasar PKS dijelaskan bahwa, Islam adalah sistem integral yang mampu membimbing
umat manusia menuju kesejahteraan lahir dan batin serta dunia dan akhirat.56
Dari salah satu kebijakan umum PKS, penguatan asas Islam di kalangan
kadernya merupakan agenda yang sangat penting. PKS memproyeksikan Islam
sebagai sebuah ideologi umat yang menjadi landasan perjuangan politik menuju
masyarakat sejahtera. Selain itu PKS juga menjadikan ideologi Islam sebagai ruh
perjuangan pembebasan manusia dari penghambaan antar sesama manusia menuju
penghambaan hanya kepada Allah SWT.57
Dilihat dari prinsip dasar ini, asas PKS dipengaruhi oleh pemikiran kalangan
Tarbiyah58
yang berorientasi pada Ikhwanul Muslimin59
. Oleh karena itu, sudah
menjadi menjadi hal yang wajar jika para aktivis PKS dengan penuh kesadaran
54
Anggaran Dasar PKS pasal 5. 55
Anggaran Rumah Tangga PKS pasal 2. 56
“Kebijakan Dasar PKS”, dalam PKS on Line. 57
“Kebijakan Dasar PKS”, dalam PKS on Line. 58
Gerakan Tarbiyah adalah sebuah gerakan agama Islam yang berbasis di Indonesia. Jemaah
Tarbiyah aktif pada tahun 1980-1990an, dan mahasiswa sebagai penggiatnya. 59
Ikhwanul Muslimin, merupakan organisasi Islam di Mesir yang didirikan oleh Hassan al-
Banna.
34
meneyebut diri mereka sebagai kader Ikhwanul Muslimin. PKS menjadikan Ikhwanul
Muslimin sebagai acuan utama dalam pemikirannya.60
Keuniversalan ajaran Islam yang diyakini oleh para pendiri dan pendukung
PKS, dan kemudian menjadikannya PKS sebagai salah satu partai Islam di Indonesia
yang memiliki ideologi khas atau berbeda dengan partai Islam lainnya yang ada di
Indonesia. Keyakinan tersebut, justru menunjukan bahwa PKS telah mengadopsi
pemikiran Ikhwanul Muslimin dalam bidang politik dan keagamaan.
Pengaruh pemikiran Ikhwanul Muslimin dalam bidang politik terhadap PKS
adalah sama-sama mengusung prinsip dan nilai bahwa Islam adalah solusi, visi dan
misi keduanya relatif sama, hal ini terlihat dari slogan dan visi misinya yang terkenal
seperti, Allah adalah Tujuanku, Muhammad suri tauladanku, al-Qur‟an pedoman
hidupku, dan mati dijalan Allah adalah cita-cita tertinggiku.
Kemudian dalam bidang keagamaan, pengaruh ideologi Ikhwanul Muslimin
dapat lebih mudah dalam bidang keagamaan. Hal ini, dapat dilihat dalam tahapan-
tahapan dakwah yang dilakukan oleh PKS, tahapan-tahapan tersebut diantaranya:
a. Tabligh (Penyampaian)
Tabligh biasanya berbentuk ceramah-ceramah yang bersifat umum.
Sasarannya adalah khalayak ramai, dengan membawakan materi-materi
ceramah yang bersifat kemasyarakatan. Hal ini bertujuan agar dapat
membentuk pola pikir keislaman yang lebih baik dan benar.
b. Ta‟lim (pengajian)
60
Imdaddun Rahmat, Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemenh. 97.
35
Pada tahap ini, dakwah yang dilakukan lebih sitematis, yaitu dengan
membetuk kelompok-kelompok kecil yang dibina oleh seorang pendidik.
Program ini biasanya dilakukan sekali dalam sepekan.
c. Takwin (pembentukan)
Kemudian, pada tahap ini dakwah yang dilakukan adalah dengan
melakukan pembinaan pada kader. Hal ini ditunjukan dari adanya
kaderisasi dan kegiatan yang dilaksanakan. Bentuk yang dilaksanakan
bermacam-macam, diantaranya: Dauroh, mabit, rihlah atau bentuk rutin
seperti Tastqif.
C. Platform Partai Keadilan Sejahtera
Dalam kancah perpolitikan, setidaknya ada bebarapa peranan yang PKS
dermakan untuk Indonesia. Hal ini sebagaimana dituangkan dalam Platform
Kebijakan Partai Keadilan Sejahtera.61
Diantaranya sebagai berikut:
1. Bidang Politik
a. Berkaitan dengan bentuk negara
Sebagai wujud dari rasa tanggung jawab kaum Muslimin terhadap
Indonesia, dan panggilan dakwah yang menjadi rahmat bagi semesta alam.
PKS bahu-membahu bersama entitas politik lainnya untuk mengisi
pembangunan menuju Indonesia yang maju, kuat, aman, adil, sejahtera,
dan bermartabat sesuai dengan cita-cita universal, yakni Negara Kesatuan
61
Platform PKS 2019.
36
Republik Indonesia (NKRI) yang adil dan makmur di bawah lindungan
Allah.
b. Berkaitan dengan dinamika politik nasional
PKS mendorong agar Indonesia maju ke depan, berada pada kondisi
politik yang sehat dan dinamis. Dimana, terjadi pematangan dari kondisi
transisi menuju konsolidasi demokrasi yang mantap, yang ditandai dengan
terbukanya ruang berekspresi masyarakat dalam koridor hukum dan tertib
sosial. Serta menumbuhkan kepemimpinan yang kuat dan mempunyai
kemampuan dalam membangun solidaritas masyarakat untuk
berpartisipasi dengan seluruh dinamika kehidupan berbangsa dan
bernegara yang memiliki keunggulan moral, kepribadian, dan
intelektualitas.
c. Berkaitan dengan demokrasi
Eksperimentasi politik dimasa dimasa transisi saat ini ditandai dengan
terbukanya ruang ekspresi dan ledakan partisipasi politik dalam bentuk
munculnya banyak partai politik, namun tetap dalam format presidensial.
Sejarah perpolitikan Tanah Air sejak era demokrasi parlementer,
demokrasi terpimpin di zaman Orde Lama, serta demokrasi presidensial di
zaman Orde Baru.
d. Berkaitan dengan sistem ketatanegaraan
37
PKS berkeyakinan bahwa pemerintah harus efisien dan efektif dalam
mengelola negara. Sistem yang digunakan PKS adalah dengan
menerapkan Trias Politika. Dimana Trias Politika ini digagas oleh
Montesquieu yang membagi kekuasaan dalam 3 kekuasaan yaitu,
Legislatif, Eksekutif, dan Yudikatif.
e. Berkaitan dengan tata hubungan pemerintahan
PKS berkeyakinan bahwa, hubungan ini dilaksanakan dengan
menjalankan kewenangan pusat secara lebih efektif, sekaligus dengan
meningkatkan kualitas pelaksanaan kewenangan daerah melalui penguatan
kelembagaan, pembinaan SDM, dan peningkatan kapasitas.
f. Berkaitan dengan birokrasi
Birokrasi yang bersih, peduli, dan profesional merupakan cerminan
akan tubuh bangsa ini sehari-hari, yang merefleksikan ruh pengelolaan
negara.
g. Berkaitan dengan penegakan hukum
PKS meyakini bahwa, strategi penegakan hukum harus diawali dengan
membersihkan aparat penegaknya dari perilaku bermasalah dan koruptif.
Sebab, penegakan hukum sangat bergantung pada aparat yang bersih, baik
di kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan seluruh jajaran yang
menjalankan fungsi-fungsi penegakan hukum tesebut.62
62
MPP PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, (Jakarta; MPP
PKS, 2000), h. 32-33
38
2. Bidang Sosial Budaya
a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi seluruh rakyat
Indonesia untuk mendapatkan pendidikan dengan meningkatkan
kemampuan dan kesejahteraan guru sebagai pilar utama pembangunan
pendidikan nasional.
b. Membangun masyarakat sejahtera melalui proses peningkatan
kapasitas dan perlibatan seluruh komponen masyarakat dalam
kerangka pembangunan.
c. Membina pemuda sebagai pilar pembangunan bangsa dalam
mengatasi masalah sosial dan moral, serta menjadikan kaum muda
yang mandiri, berdaya, dan memperiapkan sebagai calon pemimpin
bangsa.
d. Dengan bingkai ketakwaan dalam upaya mewujudkan perempuan
Indonesia yang sejahtera, cerdas, dan berdaya melalui pemantapan
peran disektor domestik dan publik.63
3. Bidang Ekonomi
63
MPP PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, h. 32-33
39
a. Mendorong program reformasi ekonomi sebagai pilar pemulihan
perekonomian nasional yang mengarungi ketamkan pemburu rante
ekonomi.
b. Mengarahkan fokus kebijakan moneter pada stabilitas nilai tukar dan
tingkat harga dengan tujuan akhir mendorong dinamika sektor rill dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
c. Pemberantasan kemiskinan adalah tanggung jawab utama
kemanusiaan berkaitan dengan penciptaan keadilan da kesejahteraan
sosial secara merata, sehingga harus mendapat prioritas teringgi dalam
pembangunan otonomi nasional.64
D. Visi dan Misi Partai Keadilan Sejahtera
Visi Umum:
“sebagai partai dakwah penegak keadilan dan kesejahteraan dalam bingkai
persatuan umat dan bangsa”
Visi Khusus:
64
MPP PKS, Platform Kebijakan Pembangunan Partai Keadilan Sejahtera, h. 32-33
40
“partai berpengaruh baik secara kekuatan politik, partisipasi, maupun opini dalam
mewujudkan masyarakat Indonesia yang madani”65
Visi ini akan mengarahkan Partai Keadilan sejahtera sebagai:
1. Partai dakwah yang memperjuangkan Islam sebagai solusi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. Kekuatan transformatif dari nilai dan ajaran Islam didalam proses
pembngunan kembali umat dan bangsa dalam berbagai bidang.
3. Kekuatan yang mempelopori dan menggalang kerjasama dengan berbagai
keuatan yang secita-cita dalam menegakan nilai dan sistem Islam yang
rahmatan lil „alaamiin.
4. Akselerator bagi masyarakat madani di Indonseia.
MISI:
1. Menyebarluaskan dakwah Islam dan mencetak kader-kadernya sebagai
anashir taghyir.
2. Mengembangkan intuisi-intuisi kemasyarakatan yang Islami diberbagai
bidang sebagai markaz taghyir dan pusat solusi.
3. Membangun opini umum yang Islami dan iklim yang mendukung bagi
penerapan ajaran Islam yang solutif dan membawa rahmat.
4. Membangun kesadaran politik masyarakat, melakukan pembelaan, pelayanan,
dan pemberdayaan hak-hak kewarganegaraannya.
65
Dikutip dari, www.pk-sejahtera.or.id/organisasi.php.op=struktur
41
5. Menegakkan amar ma‟ruf nahi munkar terhadap kekuasaan secara konsisten
dan terus menerus dalam bingkai hukum dan etika Islam.
6. Secara aktif melakukan komunikasi, silaturahim, kerjasama dan ishlah dengan
berbagai unsur atau kalangan umat Islam untuk terbentuknya ukhuwah
Islamiyah dan wihdatul ummah, dan dengan berbagai komponen bangsa
lainnya untuk memperkokoh kebersamaan dalam merelisir agenda reformasi.
7. Ikut memberikan kontribusi positif dalam menegakkan keadilan dan menolak
kedzaliman khususnya terhadap negeri-negeri muslim yang tertindas.66
E. Pengkaderan Partai Keadilan Sejahtera
1. Pengkaderan Berbasis Tarbiyah
Sistem pengkaderan Partai Keadilan sejahtera (PKS), merupakan
adopsi dan pengembangan dari model pengkaderan Ikhwanul Muslimin.
Hal ini meliputi landasan politik dan prinsip keagamaan. Landasan
tersebut bersumber murni dari Islam, yang tanpa adanya pengurangan atau
penambahan.
Target dan tujuan pendidikan PKS mengadopsi penuh rumusan
Ikhwanul Muslimin. Kemudian pada manhaj dan pentahapan, Tarbiyah
PKS mengadopsi pendekatan tadarruj yang diterjemahkan dalam
66
Dikutip dari, www.pk-sejahtera.or.id/organisasi.php.op=struktur diakses pada 09 Agustus
2019
42
pentahapan yang dirumuskan Ikwanul Muslimin, yakni pengenalan,
pembinaan, pelaksanaan, dan pengokohan.67
Sedangkan tentang kurikulum dan materi, Tarbiyah PKS menyeleksi,
meramu, dan mengembangkan sendiri dengan tetap mengacu pada
kerangka Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Secara umum, kurikulum materi
Tarbiyah PKS di kelompokkan menjadi dua, yaitu dasar-dasar keislaman
dan dasar-dasar dakwah.
Dasar-dasar keislaman biasanya diajarkan pada tahun-tahun pertama
proses Tarbiyah di forum pengajian, pembelajaran dasar-dasar keislaman
kurang lebih ditekuni selama 2 tahun. Sedangkan kelompok materi dasar-
dasar dakwah biasanya disampaikan dalam pengajian yang anggotanya
dinilai sudah memiliki komitmen kepribadian keislaman yang baik.68
2. Pengkaderan Formal PKS
Kaderisasi PKS dilakukan dalam tujuh jenjang, jenjang yang paling
awal dilakukan melalui Training Orientasi Partai (TOP I). Training ini
sama kedudukannya dengan daurah, yakni training rekruitmen Lembaga
Dakwah Kampus (LDK) yang dilaksanakan 1-2 hari pada akhir pekan atau
hari libur.
67
DPP PK Sejahtera, Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula, (Jakarta), h. 6. 68
Mahfudz Siddiq, KAMMI dan Pergulatan Reformasi Kiprah Politik Aktivis Dakwah
Kampus dalam Perjuangan Demokratis di Tengah Gelombang Krisis Nasional Multidimensi, (Solo:
Era Intermedia, 2003), h. 86.
43
Setelah pengkaderan TOP I dinilai cukup, maka dilanjutkan ke TOP II.
Lulusan dari TOP II ini menyandang status sebagai anggota pemula
terbina dengan kewajiban mengikuti Training Rutin Kader (TRK),
Pelatihan-Pelatihan Kepartaian (PPK) dan Kegiatan Internal Partai (KIA).
Training pada jenjang ini sederajat dengan program Tarbiyah untuk
pemula.
Kemudian pada jenjang ketiga pengkaderan PKS, yaitu Training Dasar
I (TD I). TD I ini diikuti oleh para kader yang dianggap lulus dalam
semua aktivitas di jenjang pertama dengan bukti Surat Kelulusan Anggota
Pemula (SKAP). Training ini merupakan pendalaman dan perluasan yang
titik tekanannya adalah aspek ilmu wawasan. Materi-materi TD I adalah
mulai berorientasi pada pendalaman ilmu-ilmu Islam yang dibutuhkan
seorang da‟i dan aktivis partai.
Jenjang keempat dalam Tarbiyah PKS adalah Training Dasar II (TD
II). Pada tahap ini merupakan kelanjutan Tarbiyah bagi anggota muda.
Pada level ini, kaidah-kaidah Tarbiyah yang digunakan adalah kaidah
Tarbiyah anggota madya. Aktivitas pembelajaran dan kegiatan
tambahannya sama dengan jenjang sebelumnya. hanya saja, kadar dan
keluasan wawasannya lebih ditingkatkan.
Jenjang selanjutnya yaitu Training Lanjutan I (TL I). TL I ini
merupakan pintu masuk untuk mencapai predikat sebagai Anggota
Dewasa. Training ini juga merupakan jenjang terakhir dari kaidah
44
Tarbiyah PKS. Sebagai jenjang terkhir, materi yang terdiri dari dasar-
dasar keislaman, pengembangan diri, dakwah dan wawasan sosial
kemasyarakatan ini adalah materi terdalam dan teerluas dari Tarbiyah.
Kemudian jenjang keenam dalam Tarbiyah PKS adalah Training
Lanjutan II (TL II). Lulusan TL II ini telah mencapai taraf Anggota Ahli
yang memungkinkan untuk meraih jabatan-jabatan dalam partai.
Meskipun sudah disebut sebagai Anggota Ahli, seorang kader masih harus
mengikuti TRK, PPK dan KIA.
Sedangkan jenjang terakhir pengkaderan PKS adalah Training
Manajemen dan Kepemimpinan Sosial (TMKS). Lulusan dari
pengkaderan ini telah mencapai predikat Anggota Purna, yang merupakan
anggota tertinggi dalam penjenjangan kader PKS.
45
BAB IV
FENOMENA POST-ISLAMISME PADA PARTAI KEADILAN
SEJAHTERA (PKS)
A. Fenomena Post-Islamisme di Indonesia
Dalam konteks wacana dan pemikiran politik Islam di Indonesia,
sesungguhnya Post-Islamisme dapat dijadikan sebagai refleksi dalam membangun
kultur dan etika politik kenegaraan yang mampu menghargai kebebasan, keterbukaan,
dan keberagaman yang berkembang di Masyarakat.69
Sebagai langkah awal, kategorisasi terminologi Post-Islamisme dapat
digunakan untuk mengklarifikasi ideologi dan strategi partai politik Islam di
Indonesia. Kemudian, dapat juga menunujukan bahwa ideologi dan orientasi
pemikiran politik Islam oleh kelompok-kelompok tertentu yang bersikeras
mengusung berdirinya Negara Islam.
Dengan demikian, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945, merupakan common platform yang bukan anti Islam,
bukan tidak Islami, dan sekaligus tidak sekuler. Hal ini sama halnya dengan apa yang
ditunjukan oleh Asef Bayat dalam pengertiannya tentang kemunculan kategori Post-
Islamisme dalam pemikiran politik Islam kontemporer.
69
Asef Bayat, Post-Islamisme, (Yogyakarta; LkiS, 2011), h. vi.
46
Menurut Noorhaidi Hasan dalam artikelnya, Post-Islamist Politics in
Indonesia, 2013 menjelaskan perubahan kerangka politik Islam selepas kekuasaan
presiden soeharto. Penerimaan awal pemikiran Post-Islamisme di Indonesia bermula
dengan kebangkitan pemahaman Muslim kelas menengah yang terlibat aktif dalam
pembahasan tentang politik Islam yang mendesak ke arah politik yang diasaskan
terhadap realita dan praktis. Paradigma perubahan politik Islam turut dilakukan oleh
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), yang diawal mula pembentukannya berprinsip
Islamis dan kemudian berpindah haluan dengan berpartisipasinya dalam proses
demokrasi dan sistem pemilihan umum di Indonesia.70
Post-Islamisme di Indonesia dapat dilihat dari salah satu partai Islamis yang
ada di Indonesia, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Karena dalam hal ini PKS
dapat meleburkan antara visi misi dengan ideologi negara. Pada fenomena seperti ini
sikap PKS menurut Suhud Alynudin,71
PKS lebih menekankan pada nilai-niali
substantif72
dalam ajaran Islam. Hal-hal yang bersifat kemasan dan simbol-simbol
formal Islam perlahan mulai ditinggalkan selama tidak bertentangan dengan substansi
ajaran Islam.73
70
Noorhaidi Hasan, Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan
Kontestasi, (Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Press, 2018), h.15. 71
Suhud Alynudin adalah sekretaris bidang Polhukam DPP PKS saat ini. 72
Substansi itu maksudnya dia tidak mementingkan simbol, artinya dia tidak harus pakai
jubah tetapi nilai-nilai santri itu, nilai-nilai keislaman itu ada pada diri dia. 73
Wawancara dengan Bapak Suhud Alynudin di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019,
pkl. 13:35 WIB.
47
Menurut Sohibul Iman, Islam yang ada saat ini itu tidak harus selalu dalam
bentuk formalisme.74
Dalam arti lain, Islam tidak harus menampakan dirinya dengan
gaya berpenampilan khas seperti di Timur Tengah, tetapi Islam yang sebenarnya ialah
Islam yang melekat pada jati diri.75
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) disebut sebagai partai Post-Islamisme yang
ada di Indonesia ialah, dikarenakan gagasan-gagasan yang diusung oleh PKS tentang
demokrasi, negara hukum, dan prinsip-prinsip kebangsaan itu sama dengan konsep
Post-Islamisme yang diusung oleh Asef Bayat. Dimana, ciri umum paham Post-
Islamisme yang diusung oleh Asef bayat yaitu cenderung pragmatis dan realistis.
Hal tersebut diperkuat oleh sikap PKS yang berusaha menegakan kepedulian
sosial yang lebih mendalam untuk menciptakan dan meraih konstituen barunya
dengan membungkam isu-isu seperti mendirikan negara Islam dan menerapkan
hukum Islam.76
B. Gagasan PKS Sebagai Partai Post-Islamisme di Indonesia
Menurut Sohibul Iman, PKS disebut sebagai partai Post-Islamisme di
Indonesia atas dasar 3 hal, yaitu: Pertama, pengakuan bahwa zaman pergolakan dan
perjuangan pendirian negara Islam sudah lewat. Kedua, pengakuan bahwa Islamisme
sebagai ideologi sudah menemui jalan buntu, terutama dalam relasinya tentang
74
Formalisme adalah pemahaman dalam beragama yang terjebak pada bentuk. 75
Wawancara dengan Bapak Sohibul Iman di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019, pkl.
13:00 WIB. 76
https://www.harakatuna.com/post-islamisme-sebagai-strategi-politik-bagian-1.html/amp
48
masalah-masalah duniawi. Ketiga, bahwa penggunaan simbol dan jargon Islam oleh
partai Islamis tidak lagi mensyaratkan program Islamis.77
Adapun gagasan-gagasan yang diusung oleh PKS terkait jargonnya sebagai
partai Post-Islamisme yaitu:
1. Demokrasi
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), merupakan partai yang berasaskan
Islam. Dalam hal ini, PKS menunjukan bahwa pergaulan Islam dan politik
dengan demokrasi tidaklah sehitam yang dituduhkan. Dengan karakter
pemahaman yang khas mengenai peran agama dalam kehidupan, termasuk
didalamnya kehidupan berpolitik. PKS memandang demokrasi sebagai
realitas objektif dan juga sebagai media yang efektif dalam menerapkan
idealisme dan terciptanya sebuah kondisi yang terbaik berdasarkan kehendak
dan kepentingan bersama.
Dalam persepektif PKS, pilihan memandang demokrasi sebagai
strategi bukanlah sesuatu yang asing. Mengingat pandangan para aktivis
pergerakan dan juga pemikir muslim seperti Mohamad Natsir78
dan Hassan al-
Banna79
, mereka menyatakan demokrasi tidak harus selalu dipandang sebagai
77
Wawancara dengan Bapak Sohibul Iman di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019, pkl.
13:00 WIB. 78
Mohamad Natsir adalah seorang ulama, politisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. 79
Hassan al-Banna adalah pendiri organisasi Ikhwanul Muslimin di Mesir.
49
jalan hidup. PKS menempatkan dirinya sebagai demokrat dalam konteks
praktis ketimbang jalan hidup.80
Meski berasas Islam, PKS dalam visi misi maupun di Anggaran
Dasarnya tidak menyebutkan ingin mendirikan negara Islam dan menerapkan
hukum Islam, meskipun dalam pandangan PKS terkait konteks agama dan
negara tidak dapat dipisahkan. Jelasnya, urusan pendirian negara Islam
merupakan persoalan lain.81
Karena menurut Suhud Alynudin, kata-kata
negara Islam bukanlah sesuatu yang diutamakan, yang lebih utama
menurutnya ialah bagaimana nilai-nilai Islam itu hadir dalam kaidah
kehidupan politik. Negara yang dikehendaki PKS adalah negara berkeadilan
dan berkesejahteraan.82
Sohibul Iman menegaskan bahwa, PKS itu hadir untuk memberikan
perubahan baru di tengah demokrasi Indonesia. Sebagai partai yang
berasaskan Islam, PKS tentu berjuang untuk memperjuangkan ide-ide Islam
dalam konteks bernegara. Namun, dalam perjuangan itu tentunya ada sebuah
sistem yang harus dijalankan, dimana dalam sistem dan mekanisme demokrasi
80
http://www.pksnongsa.org/2009/03/islam-demokrasi-dan-pks_12.html, diakses pada 7
september 2019. 81
Aay Muhammad Furqon, Partai Keadilan Sejahtera; Ideologi dan Praktis Politik Kaum
Muda Muslim Kontemporer, (Jakarta; Teraju, 2004), h. 232. 82
Wawancara dengan Bapak uhud Alynudin di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019,
pkl. 13:00 WIB.
50
yang kedaulatan berada di tangan rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, PKS
mencoba untuk menyesuaikan dan mencari kesamaan didalamnya.83
Sebagai alat perjuangan dan sarana dakwah, tentunya program dan visi
yang ditawarkan PKS haruslah bersifat kerakyatan namun tidak keluar dari
koridor Islam itu sendiri. Melalui penyesuaian dan kesamaan itulah yang
kemudian muncul gagasan melalui jargon PKS sekarang, yang sama-sama
kita ketahui dengan nama berkhidmat untuk rakyat.
Sambungnya menurut Sohibul Iman, PKS tidak mempermasalahkan
demokrasi dalam mekanisme berbangsa dan bernegara. Hal ini dikarenakan
PKS turut serta dalam dinamika politik berdemokrasi yang ada sejak tahun
1999, melalui jalur pemilihan umum, yang kala itu masih bernama Partai
Keadilan (PK) hingga sekarang.84
Dalam memandang konsep demokrasi yang digagas oleh PKS, di sini
dapat terlihat sebuah pemikiran Islam modernis dalam dunia politik, diantanya
yaitu: pertama, berhubungan dengan sejauh mana doktrin Islam di dalam
dunia politik. Dalam konteks ini, beberapa kalangan mengannggap bahwa
pandangan bahwa Islam merupakan doktrin yang lebih dari sekedar dari suatu
agama, dimana Islam dianggap sebagai ajaran yang mengatur segala aspek
kehidupan hingga sosial politik. Kedua, berkaitan dengan praktik politik
83
Wawancara dengan Bapak Sohibul Iman di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019, pkl.
13:00 WIB.
84
Wawancara dengan Bapak Sohibul Iman di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019, pkl.
13:00 WIB.
51
pendahulu dalam kehidupan modern. Dalam menyikapi hal ini, kalangan
modernis melakukan penafsiran kondisi yang ada pada masa lampau
tersebut.85
2. Hukum Negara
Demokrasi dan hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasaan
dalam menjalankan sistem pemerintahan negara. Keduanya saling berkaitan,
dimana pada satu sisi demokrasi memberikan landasan dan mekanisme
kekuasaan berdasarkan prinsip persamaan dan kesederajatan manusia,
sedangkan dalam sisi lain hukum memberikan patokan bahwa yang
memerintah bukanlah manusia, tetapi hukum. Hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku tidak boleh ditetapkan sepihak untuk
kepentingan penguasa.
Menurut Suhud Alynudin, negara hukum adalah negara yang
menjadikan hukum untuk mengatur tata kehidupan masyarakat. Untuk itu
PKS berjuang agar hukum Islam dapat diterima masyarakat dengan baik,
karena PKS meyakini hukum Islam itu bermanfaat bagi semua orang untuk
menciptakan kedamaian dan keamanan sosial. Namun di sisi lain, PKS juga
85
Fazlur Rahman, Islam, (Bandung; Pustaka, 1984), h. 336.
52
menyadari bahwa hukum tersebut berkembang sesuai dengan zaman dan
kondisi.86
Berbicara terkait negara hukum, tentunya PKS sepakat bahwa
landasan konstitusi dalam bernegara dan berbangsa itu ada di UUD 1945 yang
kemudian penjabarannya ada di Undang-Undang. Sedangkan untuk hukum
Islam, Islam sendiri meyakini dan menjadikan al-Qur‟an serta al-Sunnah
sebagai sumber dari segala hukum.
Secara umum, hukum di Indonesia banyak mengadopsi hukum-hukum
yang dibuat oleh Belanda. Tetapi, seiring berkembangnya zaman hukum yang
diterapkan di masa lalu pasti ada yang tidak sesuai jika diterapkan di masa
sekarang, maka kemudian dibutuhkanlah yang namanya amandemen.
Kemudian melalui amandemen itulah yang dapat menjadi peluang untuk PKS
menawarkan ide dan solusi dari hukum Islam. Dimana, harapannya nanti
hukum di Indonesia bukanlah hukum yang tebang pilih, yang tajam ke bawah
namun tumpul ke atas.
Namun yang harus dipahami, menurut Suhud Alynudin pandangan
PKS tentang hukum Islam itu tidak serta merta kita terapkan. Karena perlu
adanya tahapan-tahapan yang harus dilewati dalam penerapan hukum Islam.
Tahapan-tahapan itu tentunya harus melalui pembentukan keluarga-keluarga
Islam, lalu muncullah masyarakat yang Islami yang kemudian sadar
86
Wawancara dengan Bapak Suhud Alynudin di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019,
pkl. 13:35 WIB.
53
kebutuhannya akan hukum Islam. Jadi, jika hukum Islam diterapkan di
Indonesia tentu harus melalui kesadaran dan kehendak dari masyarakat bukan
lagi konstitusi atau kekuasaan negara yang mengahruskan hukum Islam
berlaku, hal ini diterapkan seperti halnya di Aceh.87
3. NKRI dan Pancasila
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memiliki visi menjadi partai pelopor
dalam mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia. Sebagaimana yang
dimaksud dalam UUD 1945. Adapun misi PKS adalah sebagai sarana
perwujudan masyarakat madani yang adil, sejahtera, dan bermartabat yang
diridhoi Allah SWT dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).88
Masyarakat Madani yang dimaksud adalah masyarakat yang
berperadaban tinggi dan maju, serta berbasiskan pada nilai-niali, norma-
norma, hukum, dan moral yang ditopang oleh keimanan, bersikap terbuka dan
demokratis, serta bergotong royong dalam menjaga kedaulatan negara.89
87
Wawancara dengan Bapak Suhud Alynudin di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019,
pkl. 13:35 WIB. 88
Anggaran Dasar PKS, pasal 25. 89
Suroto, “Konsep Masyarakat Madani di Indonesia dalam Masa Postmodern”, Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan, 2015.
54
Masyarakat Madani perlu dipadukan dengan konteks masyarakat
Indonesia masa kini, yang terikat dalam ikatan keislaman, ikatan kebangsaan,
dan ikatan kemanusiaan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Jadi sangat jelas posisi PKS dalam wacana bentuk negara atau
hubungan antara agama dan negara. Bentuk hubungan antara agama dan
negara yang realistik untuk Indonesia dengan pluralitas dan keimanan
penduduknya adalah Masyarakat Madani. NKRI yang berketuhanan Yang
Maha Esa.
Kemudian terkait Pancasila sebagai dasar negara, dasar negara bagi
setiap bangsa memiliki makna penting, ia merupakan cerminan dari falsafah
hidup suatu bangsa dan ikatan suci yang menyatukan keberagaman budaya,
agama, suku, dan sebagainya. Ketika hendak membangun Indonesia, terjadi
perdebatan sengit tentang apa yang akan menjadi dasar negara yang tepat bagi
negara yang penduduknya mayoritas muslim ini.90
Proses pencarian suatu dasar negara yang dapat diterima oleh seluruh
rakyat Indonesia yang beragam agama, etnis, dan golongan tidaklah mudah.
Lebih-lebih ketika setiap golongan merasa bahwa dasar negara terbaik adalah
dasar negara yang bersumber dari falsafah hidup dan agama masing-masing
individu kelompok.
90
Abu Rokhmad, “Dasar Negara dan Taqiyyah Politik PKS”, Journal.walisongo.ac.id,
Walisongo, volume 22, nomor 1, mei 2014.
55
Dalam hal ini PKS menyadari bahwa, Pancasila dan agama merupakan
dua hal yang berbeda, dimana jelas Pancasila merupakan hasil kreasi manusia
sedangkan agama bersumber dari wahyu Tuhan. Sekalipun Pancasila adalah
hasil kreasi manusia bukan berarti Pancasila tidak mengandung kebaikan
didalamnya. Pancasila memuat nilai-nilai dasar kemanusiaan yang bertumpu
pada pengakuan martabat manusia.
Terkait sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) terhadap Pancasila,
Sohibul Iman melihat bahwa Pancasila itu berangkat dari nilai-nilai Islam.
Jadi, ketika seseorang menjalankan nilai-nilai Pancasila, sesungguhnya ia
telah menjalankan nilai-nilai Islam. PKS secara konsisten mendorong nilai-
nilai itu. PKS tidak menginginkan Pancasila hanya dijadikan sebagai jargon,
yang berujung pada stigma terhadap kelompok-kelompok lain. Padahal orang-
orang yang menjalankan nilai-nilai Islam itu adalah orang Pancasilais.91
PKS memandang bahwa Pancasila merupakan dasar dan ideologi
negara, hal ini merupakan tindakan yang ditekankan kepada semua kader
PKS. PKS tidak akan berubah dengan dasar lain, selama nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila merupakan cerminan dari budaya dan keinginan
masyarakat. Oleh karena itu, Pancasila harus dilestarikan dan dijunjung tinggi.
91
Wawancara dengan Bapak Sohibul Iman di DPP PKS Jakarta, pada 5 september 2019, pkl.
13:00 WIB.
56
Pada dasarnya, Pancasila merupakan konsesus nasional yang memuat
nilai-nilai kebaikan bersama sebagai dasar pemersatu bangsa. Pancasila
merupakan perjanjian suci bangsa yang menjadi dasar negara Indonesia. Di
dalam perjanjian tersebut disepakati lima hal pokok yang menjadi dasar
sebuah bangsa yang beragam agama, suku, dan budaya. Lima dasar tersebut
ialah, Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, pemikiran Post-
Islamisme dalam jatidiri PKS dapat dilihat dari cara mereka yang dapat
meleburkan antara visi misi partai dengan ideologi negara. Dalam hal ini,
PKS lebih menekankan terhadap nilai-nilai substantif yang terkandung dalam
Islam.
Kemudian, apa yang disebut Post-Islamisme dalam jatidiri PKS bukan
semata-mata penolakan terhadap Islamisme, sebab Post-Islamisme itu
merupakan bagian dari Islamisme itu sendiri. Oleh karena itu, masa depan
Post-Islamisme sangat bergantung pada sistem sosial-politik yang bekerja
pada suatu konteks tertentu.
Di Indonesia, masuknya kekuatan-kekuatan Islam ke dalam arena
sosial-politik sudah tidak terelakan dan sudah menjadi bagian yang inheren
dalam sejarah. Di era sekarang, dimana demokrasi dimaknai sebagai
kebebasan bagi siapapun untuk mengartikulasikan kepentingan dan
identitasnya di ruang publik. Peluang Islam untuk terlibat dalam kepentingan
sosial-politik sangat besar, akan tetapi Islam tidak bisa lagi mengklaim diri
sebagai pesan dari langit yang suci, melainkan bagian dari sosial-politik yang
mematuhi ideologi negara.
58
B. Saran
Berdasarkan uraian hasil analisis tentang gagasan fenomena Post-
Islamisme yang diterapkan oleh Partai Keadilan sejahtera (PKS), ada
beberapa saran yang peneliti akan disampaiakan terkait dengan isi skripsi ini,
yaitu:
1. Saran untuk akademisi, khususnya mahasiswa. Pemahaman terkait
perkembangan pemikiran politik Islam kontemporer perlu
dikembangkan, karena zaman sekarang banyak yang menyatakan
perkembangan pemikiran politik Islam kontemporer tidak
berdasarkan atas kemurnian Islam.
2. Saran untuk masyarakat, supaya lebih cermat dan teliti antara
berita fakta dan fiktif agar terhindar dari sifat subyektif dan
kesalahpahaman dalam memaknai perkembangan pemikiran
politik Islam kontemporer.
59
DAFTAR PUSTAKA
Referensi Buku:
Anggaran Dasar PKS dan Anggaran Rumah Tangga PKS.
Bayat, Asef. Post-Islamisme, Yogyakarta: LkiS, 2011.
Bayat, Asef. The Coming of a Post-Islamist Society, University of Hamline, 1996.
Bubalo, Anthony dkk. PKS & Kembarannya: Bergulat Menjadi Demokrat di
Indonesia, Mesir dan Turki, Jakarta: Komunitas Bambu, 2012.
DPP PK Sejahtera. Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula
DPP PKS. Sekilas Partai Keadilan
Gaffar, Afana. Javanese Voters, Yogyakarta: UGM Press, 1992.
Hasan, Noorhaidi. Islam Politik di Dunia Kontemporer: Konsep Geneologi dan
Teori, Yogyakarta: Suka Press, 2011.
Hasan, Noorhaidi. Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi,
dan Kontestasi, Yogyakarta: Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Press, 2018.
Jati, Wasisto Raharjo. Politik Kelas Menengah Muslim Indonesia, LP3ES: 2017.
Matta, Anis. Menikmati Demokrasi, Jakarta; Pustaka Saksi, 2002.
Muhammad Furqon, Aay. Partai Keadilan Sejahtera: Ideologi dan Praksis Politik
Kaum Muda Muslim Kontemporer, Jakarta: Teraju, 2004.
Muhtadi, Burhanuddin. Dilema PKS; Suara dan Syariah, Jakarta: Gramedia, 2012
Rahman, Fazlur. Islam, Bandung: Pustaka, 1984.
Rahmat, Imdadun, Ideologi Politik PKS; Dari Masjid Kampus ke Gedung Parlemen,
60
Said Damanik, Ali. Fenomena Partai Kradilan; Tranformasi 20 tahun Gerakan
Tarbiyah di Indonesia, Jakarta: Teraju, 2000.
Siddiq, Mahfudz. KAMMI dan Pergulatan Reformasi Kiprah Politik Aktivis Dakwah
Kampus dalam Perjuangan Demokratis di Tengah Gelombang Krisis
Nasional Multidimensi, Solo: Era Intermedia, 2003.
Tahqiq, Nanang, ed. Politik Islam, Jakarta: Kencana, 2004.
Tibi, Bassam. Islam dan Islamisme, Bandung: Mizan, 2016.
Jurnal:
Abu Rokhmad, “Dasar Negara dan Taqiyyah Politik PKS”, Journal.walisongo.ac.id,
Walisongo, volume 22, nomor 1, mei 2014.
Wan Ahmad Fahmi Bin Wan Muda, “Pemikiran Pasca Islamisme dalam Konteks
Gerakan Islam”, juranalumran.utm.my/index.php/umran, (UTM Press; 2014).
Internet:
http://www.partaikeadilansejahtera.com diakses pada 04 Agustus 2019.
http://www.tandfonline.com/doi/citedby/10.108./02185377.2016.1185954?scroll+top
&needAccess=true diakses pada, 06 Agustus 2019.
www.pk-sejahtera.or.id/organisasi.php.op=struktur diakses pada, 06 agustus 2019.
www.academia/islamismedanposislamisme, diakses pada 06 Agustus 2019.
61
Wawancara:
Sohibul Iman, ketua DPP PKS.
Suhud Alynudin, Sekretaris Bidang Polhukam DPP PKS.
Ulil Abshar Abdalla, tokoh Islam liberal yang beralifiasi dengan Jaringan Islam
Liberal (JIL).
62