Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

6
Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau Akhmad Jayadi Posisi petani tembakau di Madura (khususnya Pamekasan) selalu rentan. Setiap musim tembakau (bulan Mei-September) mereka menghadapi berbagai ketidakpastian dalam tataniaga tembakau. Selain ketidakpastian harga dan kuota pembelian, mereka dihadapkan juga pada ancaman masuknya tembakau dari luar. Masuknya tembakau dari luar pada gilirannya mempengaruhi harga dan pembelian dari pabrikan. Fungsi pemerintah sebagai stabilisator pasar dan regulator tataniaga tidak berjalan dengan baik. Perda yang dibuat untuk melindungi mengatur interaksi antara pabrikan dan petani banyak mengandung celah sehingga perlu direvisi 1 . Tindakan paling maksimal yang bisa dilakukan pemerintah hanyalah teguran dan pengawasan 2 . Ketidakpastian dalam Ketidakberdayaan Salah satu solusi mengatasi ketidakpastian harga adalah dengan meminta jaminan pemerintah daerah dari pembelian yang tidak wajar oleh pihak pabrikan. Pemerintah bisa menetapkan harga pembelian terendah (BEP) di atas biaya produksi tembakau. Jika ada pembeli yang melanggar, pemerintah bisa memberi sanksi. Namun dalam praktiknya pemerintah hanya memberi teguran saja dan tidak mengatur sanksi 3 . Ketidakpastian kuota pembelian bermula dari tidak terbukanya pabrikan kepada pemerintah daerah (dalam hal ini Disperindag) tentang rencana jadwal dan jumlah pembelian 4 . Jika sejak jauh hari sebelum masa tanam tembakau perwakilan pabrikan melaporkan rencana pembeliannya, maka pemda bisa menyebarluaskannya pada petani, sehingga petani bisa menentukan rencana tanamnya. Pada kenyataannya pemerintah tidak memiliki kekuatan memaksa pabrikan, walau sudah dibuatkan Perda 5 . Masuknya tembakau dari luar Madura sudah diantisipasi oleh Pemda Pamekasan dengan menerbitkan Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau dimana penjual atau pembeli tembakau di Pamekasan dilarang mencampur tembakau luar Madura kecuali dalam kuantitas tertentu (di bawah 1 kwintal) untuk konsumsi sehari-hari. Dalam 1 http://surabaya.bisnis.com/m/read/20140816/10/73760/dprd-pamekasan-revisi-perda-tembakau-ini-alasannya diakses 30 September 2014 2 http://mediamadura.com/pemerintah-dinilai-lemah-kendalikan-peredaran-pupuk-bersubsidi/ Diakses 17 Oktober 2014 3 http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrikan-berpotensi-mainkan-harga-tembakau.html/2 Diakses 7 Oktober 2014 4 http://www.pwipamekasan.com/catatan-dialog-tata-niaga-tembakau-pwi-pamekasan/ Diakses 7 Oktober 2014 5 http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KAB_PAMEKASAN_6_2008.pdf Diakses 16 Oktober 2014

Transcript of Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

Page 1: Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

Akhmad Jayadi

Posisi petani tembakau di Madura (khususnya Pamekasan) selalu rentan. Setiap musim

tembakau (bulan Mei-September) mereka menghadapi berbagai ketidakpastian dalam

tataniaga tembakau. Selain ketidakpastian harga dan kuota pembelian, mereka dihadapkan

juga pada ancaman masuknya tembakau dari luar. Masuknya tembakau dari luar pada

gilirannya mempengaruhi harga dan pembelian dari pabrikan.

Fungsi pemerintah sebagai stabilisator pasar dan regulator tataniaga tidak berjalan

dengan baik. Perda yang dibuat untuk melindungi mengatur interaksi antara pabrikan dan

petani banyak mengandung celah sehingga perlu direvisi1. Tindakan paling maksimal yang bisa

dilakukan pemerintah hanyalah teguran dan pengawasan2.

Ketidakpastian dalam Ketidakberdayaan

Salah satu solusi mengatasi ketidakpastian harga adalah dengan meminta jaminan

pemerintah daerah dari pembelian yang tidak wajar oleh pihak pabrikan. Pemerintah bisa

menetapkan harga pembelian terendah (BEP) di atas biaya produksi tembakau. Jika ada

pembeli yang melanggar, pemerintah bisa memberi sanksi. Namun dalam praktiknya

pemerintah hanya memberi teguran saja dan tidak mengatur sanksi3.

Ketidakpastian kuota pembelian bermula dari tidak terbukanya pabrikan kepada

pemerintah daerah (dalam hal ini Disperindag) tentang rencana jadwal dan jumlah pembelian4.

Jika sejak jauh hari sebelum masa tanam tembakau perwakilan pabrikan melaporkan rencana

pembeliannya, maka pemda bisa menyebarluaskannya pada petani, sehingga petani bisa

menentukan rencana tanamnya. Pada kenyataannya pemerintah tidak memiliki kekuatan

memaksa pabrikan, walau sudah dibuatkan Perda5.

Masuknya tembakau dari luar Madura sudah diantisipasi oleh Pemda Pamekasan

dengan menerbitkan Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau dimana

penjual atau pembeli tembakau di Pamekasan dilarang mencampur tembakau luar Madura

kecuali dalam kuantitas tertentu (di bawah 1 kwintal) untuk konsumsi sehari-hari. Dalam

1 http://surabaya.bisnis.com/m/read/20140816/10/73760/dprd-pamekasan-revisi-perda-tembakau-ini-alasannya

diakses 30 September 2014 2 http://mediamadura.com/pemerintah-dinilai-lemah-kendalikan-peredaran-pupuk-bersubsidi/ Diakses 17

Oktober 2014 3 http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrikan-berpotensi-mainkan-harga-tembakau.html/2

Diakses 7 Oktober 2014 4 http://www.pwipamekasan.com/catatan-dialog-tata-niaga-tembakau-pwi-pamekasan/ Diakses 7 Oktober 2014

5 http://www.jdih.setjen.kemendagri.go.id/files/KAB_PAMEKASAN_6_2008.pdf Diakses 16 Oktober 2014

Page 2: Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

implementasinya Perda ini dinilai tidak efektif dan tidak efisien, pasalnya selain memakan biaya

besar untuk pengawasannya (melibatkan polisi dan satpol PP), perda ini juga mudah dikelabui

oleh oknum6.

Posisi Tawar dalam Tata Niaga

Masalah ketidakpastian dan ketidakberdayaan petani dalam pertanian tembakau

berawal dari satu masalah mikro yaitu mata rantai tata niaga tembakau. Ada beberapa aktor

yang terlibat dalam tataniaga tembakau, dan petani berada di posisi paling rendah. Dua aktor

yang setidaknya harus dihadapi petani yaitu bandol dan juragan. Posisi petani dan aktor lain

dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1

Lembaga Pemasaran dan Hubungannya Pada Agribisnis Tembakau di Madura7.

Bandol (tengkulak) bebas adalah pedagang yang membeli tembakau dari petani, dan

bebas menjual kepada juragan (ranting) mana saja8. Bandol (tengkulak) terikat adalah pedagang

yang membeli tembakau dari petani, dan menjualnya hanya pada satu juragan (ranting)

tertentu. Ranting (juragan) adalah pemilik gudang yang dipercaya oleh gudang pabrik untuk

membeli tembakau dari bandol sesuai kriteria tembakau yang dibutuhkan. Gudang pabrik

(pabrikan) adalah perusahaan rokok (misalnya Sampoerna, Gudang Garam, Djaroem, Bentoel,

Nojorono dll.) yang memiliki kuasa pembelian di tiap wilayah di Madura (misalnya di

Pamekasan dan Sumenep).

Posisi Tawar Petani di Depan Bandol

6 http://radarmadura.co.id/2014/09/polres-pamekasan-sita-tiga-truk-pengangkut-tembakau-jawa/ Diakses 30

September 2014 7 Solfiyah et.al, 2009 dalam Handewi P. Saliem, “Permasalahan dan Tantangan Pertanian Tembakau serta

Solusinya”, Presentasi pada FGD Pertanian Tembakau, Bogor, 16 Oktober 2014 8 Lihat juga Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, “Sengsara di Timur Jawa: Kisah Ketidakberdayaan para Petani

Tembakau Sumenep, Pamekasan dan Jember Menghadapi Tata Niaga Tembakau yang Memiskinkan”, Yayasan Indonesia Sehat, Jakarta, 2012 hal 17

Page 3: Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

Menjelang masa panen, bandol mulai mencari tembakau untuk dibeli. Pembelian

tembakau oleh bandol terdiri atas dua jenis, yaitu beli langsung dalam bentuk tanaman

(tebbasan), dan beli tembakau dalam bentuk rajangan. Harga tembakau tebbasan lebih murah

daripada rajangan, karena tanpa melewati proses pemetikan, penggulungan, penyimpanan,

perajangan dan penjemuran. Biasanya tembakau tebbasan dibeli dalam hitungan per seribu

pohon, misalnya Rp 2,5 juta9. Tembakau rajangan lebih mahal, namun kadang tidak lebih

menguntungkan.

Petani ada yang lebih suka menjual tebbasan, ada juga yang lebih suka rajangan. Petani

yang menjual rajangan biasanya memiliki modal untuk membayar kuli petik, gulung, rajang dan

jemur. Namun masalah yang dihadapi adalah ketidakpastian harga dari bandol. Adakalanya

bandol membayar di awal, adakalanya menjanjikan di akhir ketika tembakau yang dibelinya

sudah laku ke juragan (pemilik gudang). Kedua model pembayaran tersebut sama-sama

menyimpan masalah bagi petani. Namun pembayaran di awal masih lebih baik daripada

pembayaran di akhir.

Dalam membeli tembakau, bandol menerapkan sistem potong timbangan. Jika misalnya

berat satu bal tembakau petani adalah 51 kg, biasanya bandol menghitungnya 50kg. Selain itu

bandol masih akan memotong “kepala”, yaitu 5 kg, karena beratnya 50-an kg. Jika berat satu

bal tembakau tersebut 45kg, maka potongannya adalah 4kg10. Petani tidak bisa memprotes

tindakan bandol tersebut, karena bandol menganggapnya sebagai biaya transportasi11 dan

komisi telah membantu meloloskan tembakau tersebut ke gudang.

Pembayaran di akhir pembelian lebih parah lagi. Selain menghadapi persoalan potongan

timbangan di atas, mereka masih terancam tidak dilunasi jika bandol merugi. Seringkali petani

tidak berani melawan bandol yang demikian, dan memilih membiarkan dirinya kehilangan uang

tembakau yang nilainya mencapai jutaan rupiah12.

Lemahnya posisi petani di depan bandol diakibatkan oleh panjangnya rantai niaga

tembakau. Petani tidak dapat menjual tembakaunya langsung ke juragan karena juragan hanya

menerima pembelian dalam jumlah cukup besar. Bandol adalah kepanjangan tangan juragan

untuk membeli tembakau-tembakau dari petani.

9 Wawancara dengan Anton Waluyo, petani tembakau asal Desa Artodung, Kecamatan Galis, Kabupaten

Pamekasan, 15 Oktober 2014 10

Wawancara dengan Herli Budianto, petani tembakau asal Desa Montok, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, September 2012 11

http://rrisumenep.com/penyiar/reporter/1646-panen-tembakau-tinggal-5-persen.html Diakses 17 Oktober 2014 12

Lihat pengalaman Samiman, petani dari Desa Sokalelah, Kecamatan Kadur, Kabupaten Pamekasan dalam Akhmad Jayadi dan Taufik Arbiansyah, 2012 hal 15.

Page 4: Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

Posisi Tawar Bandol di Depan Juragan

Tidak semua tembakau yang dibawa bandol akan dijamin dibeli oleh juragan. Mereka

masih harus menghadapi grader di gudang. Grader adalah pemeringkat yang bertugas

menentukan kualitas (dan harga) tembakau. Grader membantu juragan memutuskan harga

tembakau yang dibawa bandol, namun kadang grader adalah pemilik gudang (juragan) sendiri.

Ada tiga kualitas yang dinilai, yaitu keharuman, warna dan kelengketan13.

Kualitas dan harga tembakau ditentukan sepihak oleh grader (juragan). Bandol tidak

dapat melakukan tawar menawar, kecuali hanya berharap dan memohon agar tembakaunya

dibeli dengan harga tinggi. Bandol akan merugi manakala tembakaunya dibeli juragan dengan

harga lebih murah dari harga yang telah dibayarkannya pada petani, atau, walaupun harganya

di atas harga yang dibayarkannya pada petani, namun masih belum menutupi ongkos produksi,

seperti beli tikar, transportasi, kuli angkut dan lain-lain.

Ketidakpastian harga dari grader di gudang, dan ketidakberdayaan bandol menawarnya

melahirkan sistem bayar di akhir oleh bandol kepada petani. Ketidakberdayaan petani menolak

sistem atau harga dari bandol akibat panjangnya rantai niaga tembakau. Petani berharap

bahwa pemerintah dapat memotong rantai penjualan tersebut melalui program sekolah lapang

dan program kemitraan antara pabrikan dan petani14.

Posisi Tawar Juragan di Depan Pabrikan

Setiap tembakau yang dibeli juragan dari bandol disesuaikan dengan kriteria tembakau

yang dibutuhkan oleh pabrikan. Biasanya juragan terikat kontrak dengan satu pabrikan, namun

tidak sedikit juga juragan yang bebas menjual tembakaunya ke pabrikan mana saja. Untuk itu

juragan melakukan pengelompokan jenis tembakau per jenis pabrikan. Pabrikan telah

memberikan arahan tentang kualitas yang akan dibeliya, misalnya soal keharuman, warna dan

kelengketan tembakau15.

Jika ada tembakau yang tidak terbeli oleh pabrikan maka akan disimpan di gudang

juragan. Gudang tersebut memiliki kualifikasi tertentu sehingga memungkinkan penyimpanan

tembakau untuk satu tahun ke depan. Umumnya juragan tidak pernah rugi, karena masih dapat

menyimpan tembakaunya yang ditawar murah (oleh pabrikan) tahun ini untuk dijualnya tahun

depan. Resiko yang dihadapi juragan hanyalah kesulitan (lebih tepatnya penundaan) likuiditas

manakala banyak tembakaunya tidak terbeli pabrikan tahun ini.

13

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/berkat-jasa-hidung-mereka-terpilih-daun-tembakau-prima-1 Diakses 17 Oktober 2014 14

http://mediamadura.com/inilah-kesimpulan-dialog-pwi-yang-disampaikan-ke-pemkab/ 15

Wawancara dengan H. Samsul, pemilik gudang di Desa Tentenan Timur, Kecamatan Larangan, Kabupaten Pamekasan, 16 September 2014

Page 5: Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

Jika tahun ini seorang juragan menyimpan tembakau yang dibeli murah dari bandol

(pada akhir masa pembelian), dan menjualnya tahun depan pada masa awal pembelian (ketika

harga masih tinggi)16, maka juragan tersebut akan untung besar. Juragan akan menjual semua

tembakaunya jika kuota pembelian pabrikan belum terpenuhi, dan harga dirasa

menguntungkan. Sebaliknya, juragan akan menyimpan tebakaunya jika kuota pembelian

pabrikan telah terpenuhi, atau harga tawaran pabrikan dianggap kurang menguntungkan

juragan.

Masalah lain di luar harga tawaran pabrikan adalah waktu pembelian yang tidak

menentu. Sejak sepuluh tahun terakhir, jadwal pembelian antar pabrikan tidak sama, sehingga

menciptakan pasar monopsoni (dari yang awalnya oligopsoni), dimana hanya ada satu pabrikan

yang buka, sementara pabrikan lain masih tutup17. Akibatnya antar juragan bersaing di depan

satu pabrikan. Fenomena serupa juga terjadi di daerah lain, Bojonegoro misalnya18.

Posisi Tawar Pabrikan

Ada beberapa alasan mengapa pabrikan menetapkan harga, yang tidak bisa ditawar

oleh juragan (serta bandol, dan otomatis juga, petani). Alasan pertama adalah rendahnya

kualitas tembakau petani. Hal ini biasanya disebabkan oleh cuaca maupun cara tanam yang

kurang baik. Alasan kedua adalah perilaku petani atau bandol yang memperburuk kualitas

tembakau, misalnya dengan mencampur tembakau rajang dengan gula (gula pasir yang

digiling), atau mencampur tembakau Madura dengan tembakau Jawa (misalnya Paiton, Besuki

atau Bojonegoro).

Alasan ketiga adalah tidak kompetitifnya harga tembakau Madura dibanding tembakau

daerah lain. Seringkali murahnya tembakau daerah lain (atau bahkan tembakau impor)

dijadikan alasan turunnya harga tembakau Madura. Untuk itu pemda Pamekasan mengeluarkan

Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau yang salah satu pasalnya

mengatur tentang pelarangan masuknya tembakau luar Madura.

Alasan keempat adalah adanya biaya partisipasi yang harus dibayar pihak pabrikan,

yakni Rp 100,- per tiap kilogram tembakau yang dibelinya dari juragan. Biaya yang diatur dalam

Perda Nomor 6 tahun 2008 ini membuat total semua pabrikan tiap tahunnya mengeluarkan

16

Lihat mekanisme harga yang berubah setiap waktu di Akhmad Jayadi “Pilihan Dilematis Petani Madura”, Makalah Dipresentasikan pada Seminar Nasional Pertanian Tembakau, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 8 Januari 2014, dan Akhmad Jayadi & Taufik Arbiansyah, 2012 hal 23. 17

http://www.maduraterkini.com/berita-pamekasan/pabrik-belum-buka-bandul-tak-berani-beli-tembakau.html Diakses 18 Oktober 2014 18

http://blokbojonegoro.com/read/article/20140803/pabrikan-tembakau-diharap-buka-semua.html Diakses 18 Oktober 2014

Page 6: Posisi Tawar Petani dalam Tataniaga Tembakau

biaya sekitar Rp 2,4 miliar. Pihak yang terkena pada akhirnya adalah petani, karena pabrikan

akan menurunkan harga beli tembakau.

Berharap pada Dewan dan Wartawan

Ada tiga wadah dimana petani biasa berharap, yaitu anggota dewan (DPRD), wartawan

dan kelompok peduli (mahasiswa ataupun komunitas). DPRD dapat membantu petani dengan

pembuatan regulasi, atau pemanggilan atas SKPD terkait. Wartawan dapat membantu petani

dengan meneruskan berita terkait masalah petani tembakau. Kelompok peduli biasanya

menggelar diskusi atau aksi turun ke jalan manakala ditemukan jalan buntu dalam pemecahan

masalah petani.

Salah satu contoh tindakan DPRD Pamekasan badalah dengan rencana revisi perda yang

mengatur pengambilan sampel tembakau di pabrikan. Langkah tersebut diambil setelah ada

permintaan dari kelompok peduli (aktivis mahasiswa)19. Langkah DPRD lainnya adalah

pemanggilan SKPD ketika terjadi kelangkaan pupuk, penurunan harga20 dan lain-lain. Langkah

Persatuan Wartawan Indonesia Pamekasan dalam membentu petani misalnya dengan

mengadakan dialog bertema “Mengawal Tataniaga Tembakau” yang menghasilkan 6

kesimpulan dan diserahkan pada Pemda Pamekasan untuk diperhatikan dan ditindaklanjuti21.

Posisi tawar akan setara jika ada kekuatan yang seimbang antara petani, bandol, gudang

dan pabrikan. Salah satu solusi yang bisa dilakukan pemerintah dan dewan adalah dengan

merevisi Perda Nomor 6 tahun 2008 tentang Penatausahaan Tembakau, dengan mewajibkan

semua pabrikan untuk melakukan pembelian secara serentak dalam waktu yang bersamaan.

Jika ada beberapa pembeli (pabrikan dan gudang) yang bersaing memperebutkan tembakau

yang ditawarkan penjual (bandol dan petani), maka akan tercipta mekanisme pasar yang sehat.

Dan harga tembakau akan bergerak mengikuti kekuatan demand dan supply tembakau.

19

http://www.koranmadura.com/2013/10/11/dprd-akan-perketat-pengambilan-sampel-tembakau/ diakses 10

Oktober 2014 20

http://www.madurachannel.com/madura/berita-madura/ekonomi/9887-anjlok-komisi-b-dprd-sumenep-curigai-ada-permainan.html diakses 30 September 2014 21

http://www.pwipamekasan.com/catatan-dialog-tata-niaga-tembakau-pwi-pamekasan/ Diakses 10 Oktober 2014