pembahasan tembakau

30
TEMBAKAU Tembakau merupakan salah satu komoditi tanaman yang banyak ditanam oleh petani di Indonesia. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini disebabkan aktivitas produksi dan pemasarannya yang melibatkan peran sejumlah masyarakat. Tanaman tembakau tersebar di seluruh Nusantara dan mempunyai kegunaan yang beragam antara lain sebagai biopestisida dan insektisida, pengawet bambu petung, pembersih luka dan terutama sebagai bahan baku pembuatan rokok (Primasari, 2010). Salah satu tanaman tembakau lokal yang berkembang di Indonesia adalah tembakau Madura. Tembakau Madura mempunyai mutu spesifik yaitu berupa aroma yang khas, sehingga tembakau ini sangat dibutuhkan oleh pabrik rokok sebagai bahan baku utama rokok maupun sebagai racikan atau campuran rokok kretek untuk meningkatkan mutu (Istiana, 2007). Ciri tembakau Madura yang khas, menjadikan permintaan akan tembakau Madura meningkat. Namun ada kendala yang dihadapi dalam produksi tembakau Madura yaitu bibit tembakau yang diusahakan petani masih heterogen karena tembakau bisa melakukan penyerbukan secara silang. Hal itu bisa disebabkan oleh tidak ada pengawasan terhadap benih atau bibit yang dibawa masuk dari luar Madura, dan sistem penangkaran benih belum standard terkoordinasi. Permasalahan ini bisa teratasi dengan perbanyakan tanaman secara vegetatif melalui kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian tanaman, seperti jaringan, organ atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril sehingga bagian

Transcript of pembahasan tembakau

Page 1: pembahasan tembakau

TEMBAKAU

Tembakau merupakan salah satu komoditi tanaman yang banyak ditanam oleh petani

di Indonesia. Peran tembakau bagi masyarakat cukup besar, hal ini disebabkan aktivitas

produksi dan pemasarannya yang melibatkan peran sejumlah masyarakat. Tanaman tembakau

tersebar di seluruh Nusantara dan mempunyai kegunaan yang beragam antara lain sebagai

biopestisida dan insektisida, pengawet bambu petung, pembersih luka dan terutama sebagai

bahan baku pembuatan rokok (Primasari, 2010).

Salah satu tanaman tembakau lokal yang berkembang di Indonesia adalah tembakau

Madura. Tembakau Madura mempunyai mutu spesifik yaitu berupa aroma yang khas,

sehingga tembakau ini sangat dibutuhkan oleh pabrik rokok sebagai bahan baku utama rokok

maupun sebagai racikan atau campuran rokok kretek untuk meningkatkan mutu (Istiana,

2007).

Ciri tembakau Madura yang khas, menjadikan permintaan akan tembakau Madura

meningkat. Namun ada kendala yang dihadapi dalam produksi tembakau Madura yaitu bibit

tembakau yang diusahakan petani masih heterogen karena tembakau bisa melakukan

penyerbukan secara silang. Hal itu bisa disebabkan oleh tidak ada pengawasan terhadap benih

atau bibit yang dibawa masuk dari luar Madura, dan sistem penangkaran benih belum

standard terkoordinasi. Permasalahan ini bisa teratasi dengan perbanyakan tanaman secara

vegetatif melalui kultur jaringan. Kultur jaringan merupakan suatu teknik isolasi bagian

tanaman, seperti jaringan, organ atau embrio, lalu dikultur pada medium buatan yang steril

sehingga bagian tanaman tersebut mampu bergenerasi dan berdiferensiasi menjadi tanaman

lengkap (Winata, 1987 dalam Zulkarnain, 2009).

Kultur jaringan adalah memperbanyak jaringan pada suatu medium yang sesuai

dengan ruangan yang aseptis dan ruangan yang terkontrol. Umumnya penanaman jaringan ini

ditujukan untuk perbanyakan, maka kultur jaringan dapat disamakan dengan mikropropagasi

(perbanyakan secara mikro).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kultur jaringan, antara lain : genotipe tanaman

donor, suber eksplan (asal sumber eksplan dan umur), medium kultur (komposisi), keadaan

kondisi kultur (kondisi aseptik).

Salah satu kesulitan dalam kultur jaringan tanaman adalah kebutuhan nutrisi untuk

pertumbuhan optimum sangat berbeda pada tiap spesies, sehingga tidak ada media yang dapat

direkomendasikan untuk semua tanaman. Penelitian – penelitian yang intensif pada kultur

Page 2: pembahasan tembakau

jaringan selama 50 tahun terakhir telah banyak mengembangkan media, beberapa diantaranya

telah digunakan secara luas dalam kultur jaringan saat ini. Bahan kimia dalam media

biasanya ditentukan, artinya hanya hara tertentu yang dimasukkan ke dalam media, atau

media dapat juga mengandung bahan tambahan kompleks seperti air kelapa atau jus jeruk

yang mengandung zat pengatur tumbuh.

Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan.

Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan

secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat

besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang

dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan

sehingga jumlahnya cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya

sesuai dengan nama penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen

bahan kimia yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap

persenyawaan.

Media yang digunakan biasanya berupa garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain

itu diperlukan juga bahan tambahan seperti agar-agar, gula, arang aktif, bahan organik dan

lain-lain. Zat pengatur tumbuh yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenis maupun

jumlahnya. Medium yang sudah jadi ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca.

Medium yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf

agar tidak terjadi kontaminasi dari bakteri maupun cendawan. Komposisi media yang

digunakan dalam kultur jaringan dapat berbeda jenis dan konsentrasinya. Perbedaan

komposisi media dapat mengakibatkan perbedaan pertumbuhan dan perkembangan eksplan

yang ditumbuhkan secara invitro.

Formulasi media kultur jaringan pertama kali dibuat berdasarkan komposisi larutan

yang digunakan untuk hidroponik, khususnya komposisi unsur-unsur makronya. Unsur-unsur

hara diberikan dalam bentuk garam-garam anorganik. Koposisis media dan perkembangan

formulasinya didasarkan pada jenis jaringan, organ dan tanaman yang digunakan serta

pendekatan dari masing-masing peneliti. Beberapa jenis sensitif terhadap konsentrasi

senyawa makro tinggi atau membutuhkan zat pengatur tertentu untuk pertumbuhannya. Pada

periode tahun 1930an, formulasi media terutama ditujukan untuk menumbuhkan akar, tuber

dan kambium. Media untuk penumbuhan akar yang dikembangkan oleh White 1934, pertama

White menggunakan media yang berisi garam anorganik, yeast ekstrak dan sucrose, tetapi

kemudian yeast ekstrak digantikan dengan 3 macam vitamin B, yaitu pyridoxine, thiamine

dan nicotinic acid.

Page 3: pembahasan tembakau

Macam-macam media :

1. Media Knop

Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus,

biasanya ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah

seperti dalam kultur akar dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine,

thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds and Roberts).

2. Media White

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga

matahari, ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi

dari pada yang dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S pada media

untuk tumor bunga matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang

dikembangkan kemudian. Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini

lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain

yang umum digunakan sekarang.

3. Media Knudson dan media Vacin and Went

Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam

di kebun dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N

dari Nitrat. Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+

disamping 8.5 mM NO3-, sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji

anggrek. Penambahan NH4+ ternyata dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

Media Nitsch & Nitsch, menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi

untuk mengkulturkan jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan

ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM, menghasilkan pertumbuhan jaringan yang

menurun.

Pertumbuhan sel dari jaringan suatu organ dibandingkan dengan jaringan

tumor tanaman Venca rosea (Catharanthus roseus), menunjukkan bahwa penambahan

ammonium ke dalam media White yang sudah dimodifikasi, mempunyai

pertumbuhan yang lebih baik. Konsentrasi NO3-, NH4

-, K+ dan H2PO4- yang diperoleh,

hampir sama dengan yang dikembangkan oleh Miller.

Page 4: pembahasan tembakau

4. Media Murashige & Skoog (media MS)

Merupakan perbaikan komposisi media Skoog, terutama kebutuhan garam

anorganik yang mendukung pertumbuhan optimum pada kultur jaringan tembakau.

Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk

NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media

Miller, 15 kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi

dari media White. Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM.

Unsur makro lainnya konsentrasinya dinaikkan sedikit. Pertama kali unsur-unsur

makro dalam media MS dibuat untuk kultur kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini

sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis tanaman lain. Media MS paling

banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur pada tahun-tahun sesudah penemuan

media MS, sehingga dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS

tersebut, antara lain media :

a. Lin & Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur

makro MS, dan     memodifikasi : 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya

10mM, sedangkan KH2PO4 yang dikurangi menjadi 0.5 Mm, tidak 0.625 mM.

Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan oleh

Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga

digunakan oleh Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch &

Nitsch (1969 dalam Gunawan 1988) dalam penelitian kultur anther.

b. Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam

Gunawan 1988) untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara

mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan menambah konsentrasi Ca2

+ nya.

c. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan menurunkan konsentrasi

NO3-, K+, Ca2

+, Mg2+ dan SO4

-2 untuk keperluan kultur pucuk Bougainvillea

glabra.

Senyawa-senyawa di dalam media MS dapat terjadi pengendapan

persenyawaan, ini terlihat jelas pada media cair. Kebanyakan dari persenyawaan yang

mengendap adalah fosfat dan besi, kemudian dalam jumlah yang lebih sedikit adalah

Ca, K, N, Zn dan Mn. Senyawa paling sedikit adalah senyawa yang mengandung

unsur C, Mg, H, Si, Mo, S, Ca dan Co. Setelah tujuh hari dibiarkan, maka kira-kira

50% dari Fe dan 13% dari PO4+, mengendap (Dalton et al, 1983). Pengendapan unsur-

unsur tersebut mungkin tidak penting, karena unsur-unsur tersebut masih tersedia bagi

Page 5: pembahasan tembakau

jaringan tanaman dan pengaruh pengendapannya belum diketahui. Untuk mengatasi

pengendapan Fe, Dalton dan grupnya menganjurkan supaya konsentrasi Fe dikurangi

sampai 1/3 dengan EDTA yang tetap.

5. Media Gamborg B5 (media B5)

Pertama kali dikembangkan untuk kultur kalus kedelai dengan konsentrasi

nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS. Untuk selanjutnya media

B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media

dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman.. Pada masa ini media B5 juga

digunakan untuk kultur-kultur lain. Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4,

media ini menggunakan konsentrasi NH4+ yang rendah, karena konsentrasi yang lebih

tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai. Fosfat yang diberikan setelah

1 mM, Ca2+ antara 1-4 mM, sedangkan Mg2

+ antara 0.5-3 mM (Gamborg et al, 1968).

6. Media Schenk & Hildebrant (media SH)

Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman

monokotil dan dikotil. Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip

dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+,

Mg2+, dan PO4

-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan

jaringan dari 37 jenis tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari

spesies yang dicobakan, tumbuh dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14%

kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya. Tetapi karena zat tumbuh yang

diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini cukup luas

penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

7. Media WPM (Woody Plant Medium)

Yang dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan

media dengan konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan

khusus tanaman berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang

digunakan lebih tinggi dari sulfat pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan

untuk perbanyakan tanaman hias berperawakan perdu dan pohon-pohon.

8. Media N6

Page 6: pembahasan tembakau

Media N6 mempunyai ciri perbandingan NH₄⁺ dan NO₃⁻  yang jauh

perbandinganya. Amonium  yang diberikan dalam bentuk (NH₄)SO₄ hanya sebanyak

363 mg/l, sedangkan KNO₃ 2830 mg/l.

Pada umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media

perlakuan. Resep media dasar adalah resep kombinasi zat yang mengandung hara esensial

(makro dan mikro), sumber energi dan vitamin. Dalam teknik kultur jaringan dikenal puluhan

macam media dasar. Penamaan resep media dasar pada umumnya diambil dari nama

penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam kultur khusus dan

memperoleh suatu hasil yang penting artinya.

Beberapa media dasar yang banyak digunakan antara lain:

a) Media dasar Murhasige dan skoog (1962) yang dapat digunakan untuk hampir semua

jenis kultur, terutama pada tanaman herbaceous.

b) Media dasar B5 untuk kultur sel kedelai, alfafa, dan legume lain.

c) Media dasar White (1934) yang sangat cocok untuk kultur akar tanaman tomat.

d) Media dasar Vacin dan Went yang biasa digunakan untuk kultur jaringan anggrek.

e) Media dasar Nitsch dan Nitsch yang biasa digunakan dalam kultur tepung sari

(pollen) dan kultur sel.

f) Media dasar schenk dan Hildebrandt (1972) atau media SH yang cocok untuk kultur

jaringan tanaman-tanaman monokotil.

g) Medium khusus tanaman berkayu atau Woody Plant Medium (WPM)

h) Media N6 untuk serealia terutama padi.

Komposisi Media Kultur Jaringan

1. Hara anorganik

Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan beberapa

hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk pertumbuhan

normal dalam kultur jaringan, unsure-unsur penting ini harus dimasukkan dalam

media kultur. Perbandingan 5 media pada Tabel 12.1 memperlihatkan bahwa unsur

esensial ini dimasukkan pada masing-masing media tapi konsentrasinya berbeda

karena diberikan dalam bentuk yang berbeda.

Page 7: pembahasan tembakau

2. Hara organik

Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat

mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro dapat

mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam

jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau lebih vitamin mesti

ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting, selain itu asam

nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.

Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan,

termasuk ekstrak ragi, casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, jaringan pisang, dan

lain – lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi.

Dengan penelitian yang cukup, semestinya bahan kompleks ini dapat diganti dengan

zat tertentu, mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino.

3. Sumber Karbon

Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka

tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus ditambahkan ke

dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuhan tanaman dan

juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar yang

diperlukan untuk tumbuh.

Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon

tapi sumber karbon lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga

digunakan. Ketika sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa

dan fruktosa yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.

4. Agar

Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel

dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.

Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi tinggi

agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga difusi hara ke

tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco BiTek mahal

harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang mungkin mengganggu

pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang – kadang digunakan pada lab

komersial.

Page 8: pembahasan tembakau

Gel sintetis diketahui dapat menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang

merupakan problem fisiologis yang terjadi pada kultur. Untuk mengatasi masalah ini,

produk baru bernaman Agargel telah diproduksi ole Sigma. Produk ini merupakan

campuran agar dan gel sintetis dan menawarkan kelebihan kedua produk sekaligus

mengurangi problem vitrifikasi. Produk ini dapat dibuat di lab dengan mencampurkan

1 g Gelrite (Phytagel) dengan 4 g agar sebagai agen pengental untuk 1 L media.

5. pH

pH media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda

mungkin memerlukan pH yang berbeda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih

tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5.2, agar

tidak dapat memadat.

6. Zat Pengatur Tumbuh

Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat pengatur

tumbuh adalah senyawa organik komplek alami yang disintesis oleh tanaman tingkat

tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

7. Air

Air distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab

menggunakan aquabides (air destilata ganda). Beberapa lab, dengan alasan ekonomi,

menggunakan air hujan, tapi ini menyebabkan sulit mengontrol kandungan bahan

organik dan non-organik pada media.

Hormon adalah bahan organik yang disintesa pada jaringan tanaman. Hormon

diperlukan dalam konsentrasi yang rendah untuk mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Banyak molekul sintetis organik yang telah dikenal memiliki

aktivitas serupa hormon. Senyawa sintetis dan hormon yang secara alami ada, dikenal dengan

sebutan zat pengatur tumbuh.

Kultur jaringan merupakan manipulasi pertumbuhan tanaman dalam kondisi yang

terkontrol dengan baik dan auksin serta sitokinin berperan penting dalam manipulasi ini.

Kebanyakan eksplan menghasilkan sejumlah (endogenus) auksin dan sitokinin. Dalam kultur

jaringan, tambahan (exogenous) zat pengatur tumbuh diberikan untuk memperoleh efek

Page 9: pembahasan tembakau

pertumbuhan. Sebagai panduan umum, auksin atau sitokinin atau keduanya ditambahkan ke

dalam kultur untuk memperoleh respon pertumbuhan.

Hormon tumbuhan adalah suatu senyawa organik yang disintesis dalam satu bagian

tumbuhan dan diangkut ke bagian lain, yang dalam konsentrasi yang sangat rendah dapat

mengakibatkan respon fisiologi.

Hormon tumbuhan (phytohormones) secara fisiologi adalah penyampai pesan antar

sel yang dibutuhkan untuk mengontrol seluruh daur hidup tumbuhan, diantaranya

perkecambahan, perakaran, pertumbuhan, pembungaan dan pembuahan. Sebagai tambahan,

hormon tumbuhan dihasilkan sebagai respon terhadap berbagai faktor lingkungan kelebihan

nutrisi, kondisi kekeringan, cahaya, suhu dan stress baik secara kimia maupun fisik. Oleh

karena itu ketersediaan hormon sangat dipengaruhi oleh musim dan lingkungan.

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organic komplek alami yang disintesis oleh

tanaman tingkat tinggi, yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Dalam kultur jaringan, ada dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat penting adalah

sitokinin dan auksin. Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis

dalam kultur sel, jaringan dan organ. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur tumbuh

yang diberikan dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen, menentukan arah

perkembangan suatu kultur. Penambahan auksin atau sitokinin eksogen, mengubah level zat

pengatur tumbuh endogen sel. Level zat pengatur tumbuh endogen ini kemudian merupakan

trigerring factor untuk proses-proses yang tumbuh dan morfogenesis. Selain auksin dan

sitokinin, gliberelin dan persenyawaan-persenyawaan lain juga ditambahkan dalam kasus-

kasus tertentu.

Pada umumnya dikenal lima kelompok hormon tumbuhan: auxins, cytokinins,

gibberellins, abscisic acid and ethylene. Namun demikian menurut perkembangan riset

terbaru ditemukan molekul aktif yang termasuk zat pengatur tumbuh dari golongan

polyamines seperti putrescine or spermidine.

1. Auksin

Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang kalus,

suspensi sel dan organ. Pemilihan jenis auksin dan konsentrasi, tergantung dari : Tipe

pertumbuhan yang dikehendaki, level auksin endogen, kemampuan jaringan

mensintesa auksin dan golongan zat tumbuh lain yang ditambahkan.

Auksin alamiah adalah Indola Acetic Acid (IAA), Level auksin dalam eksplan,

tergantung dari bagian tanaman yang diambil dan jenis tanamannya. Selain itu juga

dipengaruhi oleh musim dan umur tanamannya. Dalam kultur in vitro ada sel-sel yang

Page 10: pembahasan tembakau

dapat tumbuh dan berkembang tanpa auksin seperti sel-sel tumor. Sel-Sel ini disebut

sel-sel yang habituated.

Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua

cara :

a. Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman

dinding sel menyebabkan K+ diambil dan pengambilan ini mengurangi

potensial air dalam sel. Akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar.

b. Mempengaruhi metabolisme RNA yang berarti metabolisme protein, mungkin

melalui transkripsi molekul RNA.

c. Memacu terjadinya dominansi apikal.

d. Dalam jumlah sedikit memacu pertumbuhan akar.

2. Sitokinin

Golongan sitokinin adalah turunan dari adenine. Golongan ini sangat penting

dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Seperti juga auksin, sitokinin

ada yang alamiah dan sintetis. Sitokinin yang pertama ditemukan, adalah kinetin yang

diisolasi oleh. Skoog dalam laboratorium Botany di University of Wisconsin. Kinetin

diperoleh dari DNA ikan Herring yang diautoklaf dalam larutan yang asam.

Persenyawaan dari DNA tersebut sewaktu ditambahkan ke dalam media untuk

tembakau, ternyata merangsang pembelahan sel dan differensiasi sel. Persenyawaan

tersebut kemudian dinamakan kinetin. Fungsi sitokinin terhadap tanaman antara lain

adalah:

a. Memacu terbentuknya organogenesis dan morfogenesis.

b. Memacu terjadinya pembelahan sel.

c. Kombinasi antara auxin dan sitokinin akan memacu pertumbuhan kalus.

3. Giberelin

Penggunaan giberilin dalam kultur jaringan tanaman, kadang-kadang

membantu morfogenesis. Tetapi dalam kultur kalus dimana pertumbuhan sudah cepat

hanya dengan auksin dan sitokinin, maka penambahan giberelin sering menghambat.

Pada umumnya giberelin terutama GA3 menghambat perakaran.

Page 11: pembahasan tembakau

Pengaruh positif giberelin ditemukan dalam kultur bit gula, dimana GA3

merangsang pembentukan pucuk dari potongan inflorescence (Coumans et al., (1982

dalam Gunawan 1988). Pertumbuhan kultur pucuk kentang juga baik bila 0.10-0.10

mg/l GA3 dikombinasikan dengan 0.5-5.0 mg/l kinetin (Goodwin et al., (1980 dalam

Gunawan 1988). Berat molekul GA3 346.38. Secara umum fungsi geberelin antara

lain adalah :

a. Mematahkan dormansi

b. Memacu perkecambahan.

c. Memacu terjadinya proses imbibisi.

4. Abscisic acid

Asam Abscisat (ABA) adalah penghambat pertumbuhan merupakan lawan

dari gibberellins: hormon ini memaksa dormansi, mencegah biji dari perkecambahan

dan menyebabkan rontoknya daun, bunga dan buah. Secara alami tingginya

konsentrasi asam abscisat ini dipicu oleh adanya stress oleh lingkungan misalnya

kekeringan.

5. Ethylene

Ethylene adalah hormon tumbuh yang secara umum berlainan dengan Auxin,

Gibberellin, dan Cytokinin. Dalam keadaan normal ethylene akan berbentuk gas dan

struktur kimianya sangat sederhana sekali. Di alam ethilene akan berperan apabila

terjadi perubahan secara fisiologis pada suatu tanaman. hormon ini akan berperan

pada proses pematangan buah dalam fase climacteric.

Penelitian terhadap ethylene, pertama kali dilakukan oleh Neljubow (1901)

dan Kriedermann (1975), hasilnya menunjukan gas ethylene dapat membuat

perubahan pada akar tanaman. Hasil penelitian Zimmerman et al (1931) menunjukan

bahwa ethylene dapat mendukung terjadinya abscission pada daun, namun menurut

Rodriquez (1932), zat tersebut dapat mendukung proses pembungaan pada tanaman

nanas.

Penelitian lain telah membuktikan tentang adanya kerja sama antara auxin dan

ethylene dalam pembengkakan (swelling) dan perakaran dengan cara mengaplikasikan

auxin pada jaringan setelah ethylene berperan. Hasil penelitian menunjukan bahwa

kehadiran auxin dapat menstimulasi produksi ethylene.

6. Polyamines

Page 12: pembahasan tembakau

Polyamines mempunyai peranan besar dalam proses genetis yang paling

mendasar seperti sintesis DNA dan ekspresi genetika. Spermine dan spermidine

berikatan dengan rantai phosphate dari asam nukleat. Interaksi ini kebanyakkan

didasarkan pada interaksi ion elektrostatik antara muatan positif kelompok

ammonium dari polyamine dan muatan negatif dari phosphat.

Polyamine adalah kunci dari migrasi sel, perkembangbiakan dan diferensiasi

pada tanaman dan hewan. Level metabolis dari polyamine dan prekursor asam amino

adalah sangat penting untuk dijaga, oleh karena itu biosynthesis dan degradasinya

harus diatur secara ketat.

Polyamine mewakili kelompok hormon pertumbuhan tanaman, namun mereka

juga memberikan efek pada kulit, pertumbuhan rambut, kesuburan, depot lemak,

integritas pankreatis dan pertumbuhan regenerasi dalam mamalia. Sebagai tambahan,

spermine merupakan senyawa penting yang banyak digunakan untuk mengendapkan

DNA dalam biologi molekuler. Spermidine menstimulasi aktivitas dari T4

polynucleotida kinase and T7 RNA polymerase dan ini kemudian digunakan sebagai

protokol dalam pemanfaatan enzim

Zat Pengatur Tumbuh Yang Tidak Umum

a) Beberapa persenyawaan yang mempunyai sifat mengatur pertumbuhan dan

perkembangan jaringan tanaman misalnya: glyphosate (n-phosphonomethyl glycine)

dapat digunakan untuk merangsang pucuk dalam kasus alfalfa bila ditambahkan

bersama-sama auksin dan sitokinin (Winata dan Harvey, (1980 dalam Gunawan

1988).

o Adenine

o Sering ditambahkan pd media untuk merangsang pertumbuhan tunas

b) Karbon aktif

o Digunakan dengang konsentrasi 0.2 – 3% dlm media.

o Berperan dalam induksi akar

o Menyerap senyawa

Tanaman transgenik adalah tanaman yang telah disisipi atau memiliki gen asing dari

spesies tanaman yang berbeda atau makhluk hidup lainnya. Penggabungan gen asing ini

bertujuan untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat yang diinginkan, misalnya

Page 13: pembahasan tembakau

pembuatan tanaman yang tahan suhu tinggi, suhu rendah, kekeringan, resisten terhadap

organisme pengganggu tanaman, serta kuantitas dan kualitas yang lebih tinggi dari tanaman

alami. Sebagian besar rekayasa atau modifikasi sifat tanaman dilakukan untuk mengatasi

kebutuhan pangan penduduk dunia yang semakin meningkat dan juga permasalahan

kekurangan gizi manusia sehingga pembuatan tanaman transgenik juga menjadi bagian dari

pemuliaan tanaman. Hadirnya tanaman transgenik menimbulkan kontroversi masyarakat

dunia karena sebagian masyarakat khawatir apabila tanaman tersebut akan mengganggu

keseimbangan lingkungan (ekologi), membahayakan kesehatan manusia, dan memengaruhi

perekonomian global.

Seleksi genetik untuk pemuliaan tanaman (perbaikan kualitas/sifat tanaman) telah

dilakukan sejak tahun 8000 SM ketika praktik pertanian dimulai di Mesopotamia. Secara

konvensional, pemuliaan tanaman dilakukan dengan memanfaatkan proses seleksi dan

persilangan tanaman. Kedua proses tersebut memakan waktu yang cukup lama dan hasil yang

didapat tidak menentu karena bergantung dari mutasi alamiah secara acak. Contoh hasil

pemuliaan tanaman konvensional adalah durian montong yang memiliki perbedaan sifat

dengan tetuanya, yaitu durian liar. Hal ini dikarenakan manusia telah menyilangkan atau

mengawinkan durian liar dengan varietas lain untuk mendapatkan durian dengan sifat unggul

seperti durian montong.

Sejarah penemuan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1977 ketika bakteri

Agrobacterium tumefaciens diketahui dapat mentransfer DNA atau gen yang dimilikinya ke

dalam tanaman. Pada tahun 1983, tanaman transgenik pertama, yaitu bunga matahari yang

disisipi gen dari buncis (Phaseolus vulgaris) telah berhasil dikembangkan oleh manusia.

Sejak saat itu, pengembangan tanaman transgenik untuk kebutuhan komersial dan

peningkatan tanaman terus dilakukan manusia. Tanaman transgenik pertama yang berhasil

diproduksi dan dipasarkan adalah jagung dan kedelai. Keduanya diluncurkan pertama kali di

Amerika Serikat pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lebih dari 80 juta hektar tanah pertanian

di dunia telah ditanami dengan tanaman transgenik dan 56% kedelai di dunia merupakan

kedelai transgenik.

Pembuatan tanaman transgenik

Untuk membuat suatu tanaman transgenik, pertama-tama dilakukan identifikasi atau

pencarian gen yang akan menghasilkan sifat tertentu (sifat yang diinginkan). Gen yang

diinginkan dapat diambil dari tanaman lain, hewan, cendawan, atau bakteri. Setelah gen yang

Page 14: pembahasan tembakau

diinginkan didapat maka dilakukan perbanyakan gen yang disebut dengan istilah kloning gen.

Pada tahapan kloning gen, DNA asing akan dimasukkan ke dalam vektor kloning (agen

pembawa DNA), contohnya plasmid (DNA yang digunakan untuk transfer gen). Kemudian,

vektor kloning akan dimasukkan ke dalam bakteri sehingga DNA dapat diperbanyak seiring

dengan perkembangbiakan bakteri tersebut. Apabila gen yang diinginkan telah diperbanyak

dalam jumlah yang cukup maka akan dilakukan transfer gen asing tersebut ke dalam sel

tumbuhan yang berasal dari bagian tertentu, salah satunya adalah bagian daun. [11] Transfer

gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode senjata gen, metode

transformasi DNA yang diperantarai bakteri Agrobacterium tumefaciens, dan elektroporasi

(metode transfer DNA dengan bantuan listrik).

Metode senjata gen atau penembakan mikro-proyektil.

Metode ini sering digunakan pada spesies jagung dan padi. Untuk

melakukannya, digunakan senjata yang dapat menembakkan mikro-proyektil

berkecepatan tinggi ke dalam sel tanaman. Mikro-proyektil tersebut akan

mengantarkan DNA untuk masuk ke dalam sel tanaman. Penggunaan senjata gen

memberikan hasil yang bersih dan aman, meskipun ada kemungkinan terjadi

kerusakan sel selama penembakan berlangsung.

Metode transformasi yang diperantarai oleh Agrobacterium tumefaciens.

Bakteri Agrobacterium tumefaciens dapat menginfeksi tanaman secara alami

karena memiliki plasmid Ti, suatu vektor (pembawa DNA) untuk menyisipkan gen

asing. Di dalam plasmid Ti terdapat gen yang menyandikan sifat virulensi untuk

menyebabkan penyakit tanaman tertentu. Gen asing yang ingin dimasukkan ke dalam

tanaman dapat disisipkan di dalam plasmid Ti. Selanjutnya, A. tumefaciens secara

langsung dapat memindahkan gen pada plasmid tersebut ke dalam genom (DNA)

tanaman. Setelah DNA asing menyatu dengan DNA tanaman maka sifat-sifat yang

diinginkan dapat diekspresikan tumbuhan.

Metode elektroporasi.

Pada metode elektroporasi ini, sel tanaman yang akan menerima gen asing

harus mengalami pelepasan dinding sel hingga menjadi protoplas (sel yang

kehilangan dinding sel).[13] Selanjutnya sel diberi kejutan listrik dengan voltase tinggi

untuk membuka pori-pori membran sel tanaman sehingga DNA asing dapat masuk ke

Page 15: pembahasan tembakau

dalam sel dan bersatu (terintegrasi) dengan DNA kromosom tanaman. Kemudian,

dilakukan proses pengembalian dinding sel tanaman.

Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan seleksi sel daun untuk mendapatkan

sel yang berhasil disisipi gen asing. Hasil seleksi ditumbuhkan menjadi kalus (sekumpulan

sel yang belum terdiferensiasi) hingga nantinya terbentuk akar dan tunas. Apabila telah

terbentuk tanaman muda (plantlet), maka dapat dilakukan pemindahan ke tanah dan sifat baru

tanaman dapat diamati.

Budidaya Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum)

Penanaman dan penggunaan tembakau di Indonesia sudah dikenal sejak lama.

Komoditi tembakau mempunyai arti yang cukup penting, tidak hanya sebagai sumber

pendapatan bagi para petani, tetapi juga bagi NegaraTanaman Tembakau merupakan tanaman

semusim, tetapi di dunia pertanian termasuk dalam golongan tanaman perkebunan dan tidak

termasuk golongan tanaman pangan.

Tembakau (daunnya) digunakan sebagai bahan pembuatan ro kok. Usaha Pertanian

tembakau merupakan usaha padat karya. Meskipun luas areal perkebunan tembakau di

Indonesia, diperkirakan hanya sekitar 207.020 hektar, namun jika dibandingkan dengan

pertanian padi, pertanian tembakau memerlukan tenaga kerja hampir tiga kali lipat. Seperti

juga ada kegiatan pertanian lainnya, untukmendapatkan produksi tembakau dengan mutu

yang baik, banyak faktor yang harusdiperhatikan. Selain faktor tanah, iklim, pemupukan dan

cara panen.

Nicotiana tobacum dibudidayakan umumnya karena memiliki arti ekonomi penting.

Spesies yang sering dibudidayakan adalah Nicotiana tobacum dan Nicotiana rustika.

Nicotiana tobacum, daun mahkota bunganya memiliki warna merah muda sampai merah,

mahkota bunga berbentuk terompet panjang, habitusnya piramidal, daunnya berbentuk

lonjong dan pada ujung runcing, kedudukan daun pada batang tegak, tingginya 1,2 m.

Nicotiana rustika, daun mahkota bunganya berwarna kuning, bentuk mahkota bunga seperti

terompet berukuran pendek dan sedikit bergelombang, habitusnya silindris, bentuk daun bulat

yang pada ujungnya tumpul, kedudukan daun pada batang agak terkulai.

 

1. Akar

Page 16: pembahasan tembakau

Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak

ke pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50- 75 cm,

sedangkan akar serabutnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman tembakau juga

memiliki bulubulu akar. perakaran akan berkembang baik jika tanahnya gembur,

mudah menyerap air,dan subur.

2. Batang

Tanaman Tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, agak lunak tetapi

kuat, makin keujung, makin kecil. Ruas-ruas batang mengalami penebalan yang

ditumbuhi daun, batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas

batang selain ditumbuhi daun, juga ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter batang

sekitar 5 cm.

3. Daun

Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung

pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing, sedangkan

yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki tulang-tulang menyirip,

bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas daun terdiri atas lapisan

palisade parenchyma dan spongy parenchyma pada bagian bawah. Jumlah daun dalam

satu tanaman sekitar 28- 32 helai

 

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering ataupun

iklim yang sangat basah. Angin kencang yang sering melanda lokasi tanaman tembakau dapat

merusak tanaman (tanaman roboh) dan juga berpengaruh terhadap mengering dan

mengerasnya tanah yang dapat menyebabkan berkurangnya kandungan oksigen di dalam

tanah. Untuk tanaman tembakau dataran rendah, curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun,

sedangkan untuk tembakau dataran tinggi, curah hujan ratarata 1.500-3.500 mm/tahun.

Penyinaran cahaya matahari yang kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman

kurang baik sehingga produktivitasnya rendah. Oleh karena itu lokasi untuk tanaman

tembakau sebaiknya dipilih di tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan dengan jenisnya.

Suhu udara yang cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21-32,30C.

Page 17: pembahasan tembakau

Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah ataupun di dataran tinggi bergantung

pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling cocok untuk pertumbuhan

tanaman tembakau adalah 0 - 900 mdpl.

Penanaman 

Penanaman, untuk jenis tembakau musim kemarau (VO) ditanam antara Maret-Juni,

dan tembakau musim penghujan (NO) ditanaman antara Agustus-September. Jarak tanam

sangat tergantung pada keadaan tanah dan jenis tembakau yang ditanam, Untuk tembakau

NO jarak tanamnya 90 x 45 cm dan tembakau NO jarak tanamannya 90 -100 cm x 70 cm

(Anonim, 2011). Lubang tanam disesuaikan dengan jarak tanam dibuat dengan kedalaman

10-15 cm basahi terlebih dahulu tanahnya agar bibit dapat berdiri dengan tegak. Benamkan

bibit sedalam akar leher, waktu tanam lebih baik dilakukan pada pagi hari atau sore hari

(Maulidiana, 2008). 

Pemeliharaan 

Pemeliharaan yang dilakukan pada pertanaman tembakau meliputi penyiraman,

penyulaman, pembumbunan, pemupukan, pemangkasan, dan pemetikan (Anonim, 2011): 

Pengairan 

Tembakau musim kemarau (VO) membutuhkan air secukupnya (sekitar 100 mm

perbulan) selama pertumbuhannya (3 bulan), namun pada saat panen tidak dikehendaki hujan

sama sekali, agar dihasilkan mutu yang baik. Tembakau musim penghujan (NO)

membutuhkan air secukupnya (90 mm perbulan) pada saat panen. Hal ini agar diperoleh mutu

yang baik (daun tipis, rata, lebar, elastis dan berwarna cerah). Peramalan iklim (saat tanam

dan panen) perlu dilakukan guna meminimalisir kegagalan penanaman. 

Pada bibit tembakau, penyiraman dilakukan tiap hari (pagi dan sore) sampai tanaman

cukup kuat. Pengairan diberikan secukupnya pada tanaman. Pada saat tembakau berumur 7-

25 hari dilakukan penyiraman dengan frekuensi 3-4 liter per tanaman. Pada umur 25-30 hari

frekuensi penyiraman 4 liter per tanaman. Pada umur 45 hari setelah tanam pertumbuhan

akan sangat cepat oleh karea itu diperlukan penyiraman 5 liter per tanaman setiap 3 hari.

Setela tanaman berumur 65 hari sampai panen, tidak diperlukan penyiraman lagi kecuali

cuaca sangat kering (Warintek, 2007). 

Page 18: pembahasan tembakau

Penyulaman 

Penyulamam dilakukan setelah seminggu ditanam. Bibit yang kurang baik dapat

diganti dengan cara dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur sama.

Pembumbunan tanah pada guludan, untuk merangsang perakaran yang baik. 

Penyiangan 

Penyiangan dapat dilakukan setiap 3 minggu. Dapat dilakukan menggunakan tangan

dengan cara mencabut gulmanya atau dengan menggunakan herbisida.

Pemupukan 

Penggunaan pupuk yang tepat, baik berupa pupuk organik dan anorganik (N, P dan

K). Dosis pupuk yang diterapkan sangat beragam tergantung pada tanah, teknologi, jenis

tembakau dan kemampuan pendanaan. Beberapa contoh dosis pupuk yang diterapkan untuk

tanaman tembakau sebagai berikut (Anonim, 2010). 

Tembakau Virginia PT. BAT Klaten : 76,5 kg N/ha, 82,5 kg P2O5/ha dan 217 kg

K2O/ha. 

Tembakau Cerutu Vorstenlanden PT. Perkebunan Nusantara X Klaten : 400 kg

SP36/ha, 550 KNO3/ha, 700 kg CaS/ha. Pupuk tersebut diberikan 3 kali (starter,

pemupukan I dan pemupukan II) dalam bentuk cair. Pupuk Starter terdiri dari SP36

dan KNO3 masing-masing dengan dosis 400 dan 200 kg/ha. Pemupukan I terdiri dari

CaS dan CaCO3 masing-masing dengan dosis 350 dan 200 kg/ha serta pemupukan II

350 CaS/ha dan 150 KNO3/ha. Konsentrasi SP36 dalam larutan adalah 0,25 kg/ha,

KNO3 pada starter 0,125 kg/liter CaS dan KNO3 pada pemupukan I masing-masing

0,22 dan 0,125 kg/liter, sedang untuk pemupukan II 0,22 kg/liter CaS dan 0,09 kg/liter

KNO3. 

Pemangkasan

Pemangkasan hanya dilakukan pada jenis tembakau VO, dilakukan begitu kuncup

bungan mulai keluar (80 %) dan dilakukan dengan tangan dengan cara dipetik. Pada tanaman

tembakau dikenal 2 macam pemangkasan yaitu : topping (pangkas pucuk) dan suckering atau

pembuangan tunas samping (wiwil). Pangkas pucuk maupun wiwil pada tanaman tembakau

bertujuan untuk menghentikan pengangkutan bahan makanan ke mahkota bunga atau

Page 19: pembahasan tembakau

kekuncup tunas sehingga hasil fotosintesis dapat terakumulasi pada daun sehingga diperoleh

produksi krosok dan kualitasnya yang tinggi. Pangkas pucuk dan wiwil biasanya dilakukan

secara manual. Pangkasan pucuk dilakukan pada saat button stage atau saat daun berjumlah

20 helai di atas daun bibit. Pangkasan wiwil dilakukan 3 sampai 5 hari sekali pada saat

panjang tunas samping sekitar 7 cm. Wiwil dilakukan sampai panen berakhir. Pangkasan

wiwil saat ini sudah dapat dilakukan dengan bahan kimia (sucrisida) Hyline 715. Penggunaan

sucrisida memberikan hasil yang lebih baik (Anonim, 2010).