Polymerase Chain Reaction

11
Polymerase Chain Reaction ( PCR ) Polymerase Chain Reaction ( PCR ) adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer, dan dilakukan di dalam thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum target disebut primer forward dan primer yang berada setelah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru disebut sebagai enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP (nukleotida berbasa Adenine), dCTP (nukleotida berbasa Cytosine) dan dTTP (nukleotida berbasa Thymine) (Muladno, 2002). PRINSIP-PRINSIP UMUM PCR Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah template DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA. Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3) penempelan primer pada template (annealing); Bona Ari Swasti 1251301001110

description

pcr

Transcript of Polymerase Chain Reaction

Polymerase Chain Reaction ( PCR )Bona Ari Swasti 1251301001110372012 B

Polymerase Chain Reaction ( PCR ) adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer, dan dilakukan di dalam thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Primer yang berada sebelum target disebut primer forward dan primer yang berada setelah target disebut primer reverse. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA baru disebut sebagai enzim polymerase. Untuk dapat mencetak rangkaian tersebut dalam teknik PCR, diperlukan juga dNTPs yang mencakup dATP (nukleotida berbasa Adenine), dCTP (nukleotida berbasa Cytosine) dan dTTP (nukleotida berbasa Thymine) (Muladno, 2002).PRINSIP-PRINSIP UMUM PCRKomponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah template DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA templat; dNTPs (Deoxynucleotide triphosphates); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan enzim polimerase DNA. Proses PCR melibatkan beberapa tahap yaitu: (1) pra-denaturasi DNA templat; (2) denaturasi DNA templat; (3) penempelan primer pada template (annealing); (4) pemanjangan primer (extension) dan (5) pemantapan (postextension).Tahap (2) sampai dengan (4) merupakan tahapan berulang (siklus), di mana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. Jumlah kopi fragmen DNA target (amplicon) yang dihasilkan pada akhir siklus PCR dapat dihitung secara teoritis menurut rumus:Y = (2n 2n)XY : jumlah ampliconn : jumlah siklusX : jumlah molekul DNA templat semulaJika X = 1 dan jumlah siklus yang digunakan adalah 30, maka jumlah amplicon yang diperoleh pada akhir proses PCR adalah 1.074 x 109. Dari fenomena ini dapat terlihat bahwa dengan menggunakan teknik PCR dimungkinkan untuk mendapatkan fragmen DNA yang diinginkan (amplicon) secara eksponensial dalam waktu relatif singkat. Umumnya jumlah siklus yang digunakan pada proses PCR adalah 30 siklus. Penggunaan jumlah siklus lebih dari 30 siklus tidak akan meningkatkan jumlah amplicon secara bermakna dan memungkinkan peningkatan jumlah produk yang non-target. Perlu diingat bahwa di dalam proses PCR effisiensi amplifikasi tidak terjadi 100 %, hal ini disebabkan oleh target templat terlampau banyak, jumlah polimerase DNA terbatas dan kemungkinan terjadinya reannealing untai target.

Kemudian tahapan dari PCR ini yaitu :1) DenaturasiSelama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini,seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yangs ebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90oC 95o C. Durasi tahap ini 12 menit.

2) Penempelan primerPada tahap penempelan primer ( annealing ), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template.Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50oC60oC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangatkuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya, misalnya pada 72oC. Durasi tahap ini 1 2 menit.

3) Reaksi polimerisasi ( extension ) atau PerpanjanganUmumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu72o C. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan templat oleh DNA polimerase. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.

Adapun macam-macam tipe dan modifikasi dari PCR adalah sebagai berikut:

A. Real-Time PCRReal-Time PCR adalah suatu metode analisa yang dikembangkandari reaksi PCR. Real time ini juga dikenal sebagai quantitative real timepolymerase chain reaction atau Q PCR. Dimana teknik ini digunakan untuk mengamplifikasi (memperbanyak) sekaligus menghitung (kuantifikasi) jumlah target molekul DNA hasil amplifikasi tersebut. Realtime PCR memungkinkan dilalukan deteksi dan kunatifikasi (sebagai nilai absolut dari hasil perbanyakan DNA atau jumlah relatif setelah dinormalisasi terhadap input DNA atau gen-gen penormal yang ditambahkan) sekaligus terhadap sequens spesifik dari sampel DNA yang dianalisis. Pada analisa PCR konversional deteksi keberadaan DNA dilakukan pada akhir reaksi dan pengamatan keberadaan DNA hasil amplifikasi dilakukan di gel agarose setelah dilakukan proses elektroforesis. Sedangkan analisa menggunakan Real Time PCR memungkinkan untuk dilakukan pengamatan pada saat reaksi berlangsung, keberadaan DNA hasil amplifikasi dapat diamati pada grafik yang muncul sebagai hasil akumulasi fluoresensi dari probe (penanda). Pada Real Time PCR pengamatan hasil tidak lagi membutuhkan tahap elektroforensis, sehingga tidak lagi dibutuhkan gel agarose dan penggunaan Ethidium Bromide (EtBr) yang merupakan senyawa karsinogenik. Cara kerja dariReal Time mengikuti prinsip umum reaksi PCR, utamanya adalah DNAyang telah diamplifikasi dihitung setelah diakumulasikan dalam reaksi secara real time sesudah setiap siklus amplifikasi selesai.

B. Reverse Transcriptase-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)Reverse Transcriptase - PCR juga sering dikenal dengan kinetic polymerase chain reaction. RT-PCR merupakan modifikasi dari PCR,dimana yang diamplifikasi berupa m-RNA. Pada metode PCR biasa sumber sampel yang digunakan adalah DNA yang diekstrak dari sel ataujaringan. Pada RT-PCR sampel yang digunakan bukan DNA melainkan RNA. Sebagaimana kita ketahui, RNA merupakan asam ribonukleat rantai tunggal, sedangkan DNA adalah asam ribonuleat rantai ganda. Ciri khas RNA adalah tidak terdapat gugus basa timin (T) melainkan diganti olehurasil (U). Proses RT PCR dibantu oleh enzim Reverse Transcriptase,karena hanya enzim jenis ini yang dapat mensintesis DNA dengan cetakan RNA karena polimerase DNA hanya dapat mensintesis dengan menggunakan cetakan DNA. Pertama-tama RNA diubah dulu menjadi DNA dengan menggunakan enzime reverse transcriptase yang disebut dengan komplemen DNA (cDNA) . dalam hal ini disintesis cDNA dari perpasangan anatar gugus basa U dan A serta G dan C. Dari cDNA inilahdilipat gandakan segmen DNA yang mirip urutan basa nukleotidanya dengan RNA, hanya U diganti kembali ke T. Karena adanya penambahan proses sintesis cDNA, tahapan proses PCR bertambah pula. Tahap pertama terjadi proses anneling untuk memasangkan primer untukmemperpanjang segmen cDNA. Setelah terbentuk segmen cDNA ini, baru kemudian masuk kepada proses PCR biasa. RT-PCR peting digunakan sebagai alat diagnostik untuk mendeteksi dan menentukan serotipe virus,sebagai informasi untuk studi epidemiologi.

C. Nested PCRNested PCR adalah suatu teknik perbanyakan (replikasi)sampel DNA menggunakan bantuan enzimDNA polymerase yang menggunakan dua pasang primer untuk mengamplifikasi fragmen.Dengan menggunakan nested PCR, jika ada fragmen yang salah diamplifikasimakan kemungkinan bagian tersebut diamplifikasi untuk kedua kalinya olehprimer yang kedua. Dengan demikian, nested PCR adalah PCR yang sangat spesifikdalam melakukan amplifikasi.Nested PCR dan PCR biasa berguna untuk memperbanyak fragmen DNAtertentu dalam jumlah banyak. Dimana pada nested PCR digunakan 2 pasang primer sedangkan pada PCR biasa hanya menggunakan 1 pasang primer. Oleh karena itu hasil fragmen DNA dari nested PCR lebih spesifik( lebih pendek) dibandingkan dengan PCR biasa.Waktu yang diperlukan dalam reaksi nested PCR lebih lama daripada PCR biasa karena pada nested PCRdilakukan 2 kali reaksi PCR sedangkan pada PCR biasa hanya 1 kali reaksi PCR. Selain itu, keuntungan nested PCR adalah meminimalkan kesalahan amplifikasi gen dengan menggunakan 2 pasang primer.Mekanisme kerja dari nested PCR sendiri yakni pada FaseDenaturasi, Pertama tama DNA mengalami denaturasi lalu memasuki fase penempelan. Fase Penempelan, sepasang primer pertama melekat di kedua utas tunggal DNA dan mengamplifikasi DNA di antara kedua primer tersebut dan terbentuklah produk PCR pertama. Fase pemanjangan, produkPCR pertama tersebut dijalankan pada proses PCR kedua di mana pasangan primer kedua (nested primer) akan mengenali sekuen DNAspesifik yang berada di dalam fragmen produk PCR pertama dan memulai amplifikasi bagian di antara kedua primer tersebut. Hasilnya adalah sekuens DNA yang lebih pendek daripada sekuens DNA hasil PCR pertama.

D. Multiple PCRMultiplex PCR merupakan beberapa set primer dalam campuran PCR tunggal untuk menghasilkan amplikon dari berbagai ukuran yang spesifik untuk sekuens DNA yang berbeda. Dengan penargetan gen sekaligus, informasi tambahan dapat diperoleh dari lari-tes tunggal yangtidak akan membutuhkan beberapa kali reagen dan lebih banyak waktu untuk melakukan. temperatur Annealing untuk masing-masing set primer harus dioptimalkan untuk bekerja dengan benar dalam reaksi tunggal, dan ukuran amplikon. Artinya, panjangnya pasangan basa harus berbeda cukup untuk membentuk band yang berbeda ketika divisualisasikan dengan elektroforesis gel

E. PCR ELISAPCR-ELISA merupakan metode yang digunakan untuk menangkap asam nukleat yang meniru prinsip dari enzim linked immunosorbant yang terkait. Dimana dalam sebuah pengujian hibridisasi hasil produk dari PCR akan terdeteksi dengan metode ini. Dengan metode inilah dapat dilakukan pengukuran sequen internal pada produk PCR. Metode ini lebih dipilih karena lebih murah dibandingkan metode Real Time PCR.PCR-ELISA telah digunakan sejak akhir 1980-an dan telah berkembang untuk mendeteksi sequen tertentu dalam produkPCR. Meskipun banyak metode yang tersedia untuk mendeteksi sequen tersebut, ELISA PCR berguna untuk mendeteksi dan membedakan antara beberapa sasaran dari sequen yang diinginkan. ELISA PCR ini juga berguna untuk screening beberapa sampel, terutama bila jumlah sampel tidak menjamin. Salah satu aspek yang paling berguna dari PCR-ELISA adalah kemampuannya dalam membedakan antara produk reaksi perubahan polimerase yang dihasilkan dari seperangkat primer yang mengandung variasi sequen, yaitu sequen yang bervariasi antar primer.

Aplikasi Dalam Bidang kesehatan1. Mendiagnosis penyakitExtrapulmonary tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis,2. Deteksi Taenia solium pada penyakittaeniasis, 3. Diagnosis leptospirosis

B.Aplikasi Teknik PCR dalam Dunia Kedokteran HewanResume Jurnal Aplikasi PCR dalam Dunia Kedokteran Hewan

Pengembangan Nested PCR untuk Deteksi Bovine herpesvirus-1 (BHV-1) pada Sediaan Usap Mukosa Hidung dan Semen asal Sapi

Muharam Saepulloh, R.M. Abdul Adjid, I. Wayan T. Wibawan dan Darminto

Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR) merupakan penyakit yang sangat infeksius dan disebabkan oleh Bovine herpesvirus-1 (BHV-1). Virus ini dapat menimbulkan gejala klinis seperti infeksi pustular vulvovaginalis pada sapi betina atau balanoposthitis pada sapi jantan, konjungtivitis, ensefalitis dan infeksi sistemik lainnya. Infeksi pada sapi dewasa dapat menyebabkan penurunan produksi susu, menurunnya tingkat fertilitas,dan keguguran.Untuk mendeteksi BHV-1 umumya digunakan metode isolasi virus yang menggunakan sel lestari Madin Darby Bovine Kidney (MDBK) sebagai gold standard pengujian. Sedangkan untuk deteksi DNA pada kejadian infeksi laten digunakan teknikPCR. Sementara itu, untuk uji serologis digunakan teknik serum netralisasi (SN), danEnzyme-Linked Immunoadsorbent Assay (ELISA). Untuk mengisolasi virus dari sampel semen dengan metode isolasi virus, selain memerlukan waktu yang lama juga seringkalisemen toksik terhadap sel kultur, sehingga diperlukan pengenceran semen sebelum dilakukan pengujian untuk menghilangkan toksisitas dan faktor penghambat (inhibitory factor) lainnya yang akan meningkatkan sensitivitas isolasi virus.

Selain itu,pengenceran sampel dapat mengakibatkan hasil negative palsu (false negative) ketika konsentrasi virus rendah. Menurut DEKA et al. (2005) bahwa dengan teknik PCR sapi yang sehat dan yang memiliki sero-negatif terhadap BHV-1 dapat terdeteksi positif agen virus penyebab penyakit IBR pada sampel semen. Dengan demikian, pejantan bibit yang memiliki status sero negatif pada serumnya, masih bisa menyebarkan virus melalui semen.Kemudian dilakukanlah penelitian tentang pengembangkan nested Polymerasechain reaction (nPCR) untuk mendeteksi keberadaan BHV-1 pada sediaan usap mukosa sapi dan semen. Nested PCR memanfaatkan primer eksternal dan internal yang berasal dari gen glikoprotein D (gD). Hasilnya menunjukkan bahwa nPCR memiliki tingkatsensitivitas 1000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan PCR yang hanya menggunakan primer eksternal. Sementara itu, limit deteksinya dapat mencapai hingga 5 ag/l pada sampel DNA BHV-1 murni dan 100,75 TCID50/0,5 ml pada BHV-1 yang diinfeksikan kesel MDBK. Sedangkan dengan PCR biasa yang menggunakan primer eksternal hanya memiliki limit deteksi hingga 5 fg/l pada DNA BHV -1 murni. Berdasarkan uji spesivisitas, nPCR hanya mampu mendeteksi virus yang termasuk kelompok BHV-1,sedangkan kelompok virus BHV-4, PRV, PI-3 dan BRSV tidak dapat terdeteksi.Selanjutnya, nPCR yang dikembangkan ini telah berhasil mendeteksi BHV-1 pada sampel usap mukosa asal sapi yang secara klinis normal. Sebanyak 405 sampel yang terdiri dari 381 sediaan usap mukosa hidung dan 24 semen telah diuji dengan nPCR. Hasil menunjukkan bahwa dari 381 sediaan usap mukosa hidung terdeteksi positif 14 sampel(3,68%) yaitu 4,42% (13/294) dari Pengalengan dan 1,54% (1/87) dari Bogor.Sementara itu, untuk sampel semen beku (extended semen) hanya terdeteksi 18,18%(2/11) berasal dari Bogor dan 15,38% (2/13) semen cair (fresh semen) asal Pasuruan terdeteksi positif BHV-1 dengan nPCR.Dalam pendeteksian agen virus penyebab penyakit IBR tidak dapat digunakan metode PCR biasa ( hanya menggunakan sepasang primer eksternal saja), akan tetapi harus dipadukan dengan pemakaian sepasang primer internal atau yang dikenal sebagai nested PCR. Kedua metode PCR yang telah dikembangkan tersebut dapat digunakan untuk pemeriksaan sampel secara rutin karena keduanya memiliki tingkat sensitivitas yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan PCR biasa. Metode nested PCR merupakanmetode yang lebih baik dan lebih sensitif bila dibandingkan dengan PCR biasa.