Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

36
1 PENERAPAN KONSEP COMMUNITY POLICING DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN DI MASYARAKAT ( TINJAUAN TEKNIS DALAM ASPEK ADMINISTRASI KEPOLISIAN ) I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Tidaklah salah bila dikatakan bahwa kebanyakan aparat kepolisian saat ini masih sangat berorientasi pada keberhasilan pengungkapan kejahatan. Karena prestasi polisi dinilai dan diukur oleh suatu sistem yang menghargai kecakapan polisi dalam penangkapan pelaku kejahatan. Dengan asumsi demikian dapat dikatakan bahwa polisi sebagai salah satu komponen dalam sistem peradilan pidana merupakan pihak yang secara aktif berbuat sesuatu untuk mencegah kejahatan. Tetapi melihat komponen-komponen lain seperti ejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai pihak yang justru membiarkan penjahat bebas. (Friedman, 1992 ; Deters, 1979). Sebagai warga masyarakat setiap orang dapat berperan serta dalam menjaga keamanan dan keselamatan diri dari segala bentuk kejahatan. Banyak keberhasilan dari kepolisian diperoleh dari bantuan dan peran serta masyarakat. Seperti dalam pengungkapan kasus kriminal atau tindakan tertangkap tangan, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat memiliki

description

Kebijakan Program Polmas dalam sistem administrasi kepolisian

Transcript of Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

Page 1: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

1

PENERAPAN KONSEP COMMUNITY POLICING DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJAHATAN DI MASYARAKAT

( TINJAUAN TEKNIS DALAM ASPEK ADMINISTRASI KEPOLISIAN )

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Permasalahan

Tidaklah salah bila dikatakan bahwa kebanyakan aparat kepolisian saat ini masih sangat

berorientasi pada keberhasilan pengungkapan kejahatan. Karena prestasi polisi dinilai

dan diukur oleh suatu sistem yang menghargai kecakapan polisi dalam penangkapan

pelaku kejahatan. Dengan asumsi demikian dapat dikatakan bahwa polisi sebagai salah

satu komponen dalam sistem peradilan pidana merupakan pihak yang secara aktif

berbuat sesuatu untuk mencegah kejahatan. Tetapi melihat komponen-komponen lain

seperti ejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan sebagai pihak yang justru

membiarkan penjahat bebas. (Friedman, 1992 ; Deters, 1979).

Sebagai warga masyarakat setiap orang dapat berperan serta dalam menjaga keamanan

dan keselamatan diri dari segala bentuk kejahatan. Banyak keberhasilan dari kepolisian

diperoleh dari bantuan dan peran serta masyarakat. Seperti dalam pengungkapan kasus

kriminal atau tindakan tertangkap tangan, tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat

memiliki andil, minimal berperan sebagai saksi atau pemberi informasi.

Merupakan sesuatu yang lazim apabila dalam pelaksanaan tugasnya kepolisian

dihadapkan pada permasalahan yang serba kompleks dan rumit. Meningkatnya angka

kejahatan yang menyangkut kualitas maupun kuantitas tidak dapat dielakan. Sehingga

dalam menghadapi kriminalitas yang terus meningkat diperlukan profesionalisme dan

peningkatan kinerja polisi. Namun demikian keterbatasan sumberdaya kepolisian tidak

dapat dihindari dan hal ini merupakan permasalahan kepolisian yang terus membayangi

prestasi kerja polisi. Walaupun dengan segala keterbatasan pada kasus tertentu kadang

polisi juga dapat berhasil mengungkapnya.

Page 2: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

2

Meningkatnya angka kejahatan pada suatu daerah merupakan tantangan bagi

kepolisian. Tindakan kepolisian dengan pencegahan, pembinaan dan penindakan

mewarnai tugas kepolisian dilapangan. Apa yang dilakukan oleh polisi dalam

menghadapi kejahatan sudah jelas dan rinci. Namun demikian keterlibatan masyarakat

belum banyak membantu tugas kepolisian dalam menanggulangi meningkatnya angka

kejahatan. Sehingga sebagian besar polisi merasa bahwa mereka kurang mendapatkan

dukungan dari masyarakat, lembaga peradilan dan aparat lainnya. Hal ini sangat

berdampak pada kemampuan mereka untuk melaksanakan tugas. (Friedman, 1992 ;

Campbell dan Schuman, 1976). Aktifitas kepolisian ini terus dikembangkan diberbagai

negara maju maupun berkembang dan dipahami bersama bahwa negara Jepang

merupakan pelopornya.

Penggunaan istilah Community Policing atau “ Pemolisian Masyarakat ” pada

kepolisian Jepang dimulai pada tahun 1993. Istilah tersebut diilhami dari tulisan David

Bayley yang berisi tentang hasil penelitian mengenai sistem Koban dan Chuzaisho di

Jepang. Dengan Community Policing maka kepolisian Jepang dapat dikatakan sebagai

penegak hukum modern. Predikat tersebut diterapkan bukan hanya dilihat dari adanya

berbagai fasilitas pendukung tugas yang serba modern. Akan tetapi mengacu kepada

pandangan beberapa pakar penegak hukum tentang konsep penegakan hukum modern.

Penegakan hukum modern dimaksud adalah penegakan hukum yang menitik beratkan

pada kegiatan preventif dibandingkan tindakan represif.

Oleh sebab itu upaya mencegah kejahatan sebagai kebijakan criminal yang dilakukan

oleh kepolisian harus dapat menimbulkan efek pencegahan terhadap muncul dan

berkembanganya kejahatan selanjutnya. Sehingga upaya yang dilakukan harus sistemik

baik yang bersifat preventif maupun represif. Hal ini perlu dipikirkan sebab secara

konseptual masyarakat menuntut lebih besar terhadap peranan Polisi. (Muladi, 2002 :

274). Sehingga dalam merumuskan tuntutan masyarakat tersebut Polri haruslah mampu

melakukan analisa yang tajam dalam rangka menerapkan pola kegiatan kepolisian yang

tepat untuk dapat mememenuhi harapan masyarakat tersebut. Walaupun sejak

kepemimpinan Kapolri Jenderal Polisi Soetanto Konsep Perpolisian asyarakat ini telah

Page 3: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

3

bergulir namun sampai saat ini masih belum menemui formula yang tepat untuk

menerapkan konsep itu dalam situasi masyarakat Indonesia yang beraneka ragam.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Maksud penulisan makalah ini adalah disamping untuk melaksanakan

penugasan pembuatan makalah yang materinya menyangkut Administrasi

Kepolisian oleh dosen, makalah ini pula bertujuan sebagai sarana untuk belajar

dalam menuangkan pemikiran saya tentang Mata Kuliah Administrasi Kepolisian

yang diterima dengan ditunjang dengan beberapa referensi – referensi yang

relevan dengan permasalahan ini.

b. Tujuan

Dengan penulisan makalah ini, kami mengharapkan agar makalah ini dapat

dijadikan sebagai referensi dan tambahan wawasan / pengetahuan bagi pembaca

mengenai hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan Strategi ”Comunity

Policing” dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan ditinjau dari berbagai

macam aspek dalam sistem Administarai Kepolisian.

3. Permasalahan

Sebagai salah satu aspek dalam system Administrasi Kepolisian Strategi Perpolisian

Masyarakat atau Community Policing yang diterapkan Polri saat ini pada hakekatnya

sudah berjalan sekian lama namun dikarenakan situasi dan kondisi masyarakat

Indonesia yang mejemuk membuat pelaksanaan strategi ini agak mengalami kendala

hal tersebut perlu dikaji dengan seksama dalam tinjauan akademis sehingga dalam

pelaksanaannya nanti Strategi ini dapat berjalan dengan baik namun tidak melanggar

dari aturan-aturan yang ada.

Dalam makalah kali ini penulis berusaha untuk mencoba menggali beberapa pokok

permasalahan untuk dapat dibahas dalam Bab selanjutnya yaitu :

Page 4: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

4

a. Bagaimana bentuk-bentuk hubungan yang terjadi antara Polisi dan Masyarakat pada

umumnya serta bagaimana pola hubungan yang terbaik untuk merealisasikan

keinginan masyarakat atas terciptanya keamanan yang kondusif ?

b. Bagaimana menyelaraskan antara upaya Pencegahan Kejahatan dengan penerapan

Strategi Community Policing yang dilakukan oleh Polri ?

c. Apa saja yang dapat dilakukan oleh Polri untuk membina hubungan dengan

masyarakat ditinjau dari keterpaduan fungsi kepolisian yang ada di organisasi Polri

dalam rangka mencegah kejahatan ?

d. Bagaimana bentuk kesinambungan pelaksanaan strategi perpolisian masyarakat

dikaitkan dengan Polri sebagai bagian sistem peradilan pidana ?

II . PEMBAHASAN

4. Pengertian Community Policing

Istilah komuniti (community) berkaitan dengan banyak fenomena, pola penafsiran dan

juga asosiasi. Dalam hal ini community diartikan sebagai sebagai bentuk kolektifitas

yang merujuk pada suatu kelompok yang para anggotanya menempatkan ruang atau

wilayah tertentu yang sama, baik di lingkungan tetangga, desa maupun perkotaan.

Menurut Woersley (1987) komuniti mempunyai tiga makna. Pertama komuniti sebagai

lokalitas yang dapat diartikan sebagai sebuah satuan kehidupan secara georafis dengan

batas wilayah yang jelas. Kedua komunity dapat dilihat sebagai sebuah jaringan antar

hubungan komuniti yang ditandai dengan adanya konflik maupun kerjasama yang

saling memberi dan menerima diantara anggota. Yang ketiga ditandai dengan adanya

sebuah hubungan sosial khusus.

Community Policing adalah gaya perpolisian yang mendekatkan polisi kepada

masyarakat yang dilayaninya. Namun dapat juga didefinisikan sebagai cara atau gaya

atau model pemolisian dimana polisi bekerjasama dengan masyarakat setempat untuk

mengidentifikasi penyelesaian masalah sosial dalam masyarakat. Selain penjelasan

Page 5: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

5

diatas diperlukan juga pemahaman terhadap sistem manajemen kepolisian, tindakan

dan kebijakan kepolisian dalam pemberian pelayanan keamanan. Termasuk didalamnya

pemahaman mengenai sistem hukum dan sistem peradilan pidana yang mengikat tugas

kepolisian. Hal tersebut diatas merupakan unsur-unsur yang saling terkait dalam

hubungan fungsional antara kepentingan, kekuasaan dan kewenangan yang dapat

digunakan untuk menjelaskan gaya pemolisian yang terfokus dalam Community

Policing.

Oleh sebab itu Community Policing dijadikan dasar pada usaha bersama antara polisi

dan masyarakat dalam menyelesaikan masalah yang ada dalam masyarakat. Sehingga

pemolisian tidak dilakukan untuk melawan kejahatan, tetapi untuk mencari dan

melenyapkan sumber kejahatan. Sukses dari Community Policing bukan hanya dalam

menekan angka kejahatan, tetapi ukurannya manakala kejahatan tidak terjadi.

(Rahardjo, 2001)

5. Hubungan polisi dan masyarakat

Menurut Robert. R. Friedmann dalam bukunya “ Community Policing Comparative

Perspectives and Prospects “. Dijelaskan bahwa terdapat lima konsep hubungan polisi

dan masyarakat. Selanjutnya konsep hubungan polisi dan masyarakat dapat

dikategorikan sebagai berikut :

a. Polisi dan masyarakat yang keduanya ekslusif

Posisi hubungan masyarakat terpisah jauh dari polisinya. Kondisi ini terlalu sempit

untuk dijadikan contoh soal seperti menjauhnya polisi dari kelompok perusuh.

Sebab dalam situasi apapun polisi harus tetap memberikan jasa pelayanan yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Kondisi ini tidak tepat dijadikan pilihan praktis.

b. Polisi dan masyarakat tumpang-tindih atau duplikasi sepenuhnya

Kondisi dimana terdapat kemanunggalan mutlak antara hubungan polisi dengan

masyarakatnya, polisi menjadi masyarakat dan masyarakat menjadi polisi. Kondisi

ini tidak dapat dijadikan pilihan yang tepat.

Page 6: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

6

c. Masyarakat merupakan bagian dari polisi

Kondisi dimana kepolisian menjadikan masyarakat sebagai bagian dari dirinya.

Kemungkinan ini jelas ada seperti yang diperagakan oleh kepolisian di negara

Jerman Timur. Ratusan ribu karyawan pemerintah diberi tugas untuk

mengumpulkan informasi tentang aktifitas warga masyarakat, melakukan kegiatan

mata-mata dan sebagian masyarakat merupakan informan polisi.

d. Polisi merupakan bagian dari masyarakat

Merupakan kebalikannya dimana sebuah masyarakat yang menjadikan polisi

sebagai bagian darinya. Masyarakat terlibat dalam penyelenggaraan kepolisiannya

sendiri dengan kekuatan lembaga control sosial informal yang bersifat internal dan

terbatas seperti kelompok etnis, kelompok profesi dan sebagainya. Prinsip

penyelenggaraan kepolisian sendiri merupakan contoh soal yang baik karena

masyarakat dapat tertib tanpa kehadiran polisi. Masyarakat menyadari akan nilai-

nilai atau norma yang berlaku dan diterima oleh semua warganya, sehingga

terbentuk jaringan control sosial informal yang kuat.

e. Polisi dan masyarakat saling tumpang-tindih.

Kondisi dimana masyarakat membentuk badan penegak hukum resmi untuk

menanggulangi hal-hal yang tidak diinginkan seperti adanya pelanggar hukum dan

pelaku kejahatan. Situasi dan kondisi yang saling terkait atau berhimpitan dapat

diterapkan, namun penerapannya tergantung pada situasi tertentu. Polisi bukan satu-

satunya kekuatan dalam masyarakat yang bertindak sebagai penegak hukum dan

ketertiban.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas hubungan ideal antara polisi dan masyarakat

dalam konsep Community Policing terdapat penafsiran yang berbeda. Posisi hubungan

antara polisi dan masyarakat yang paling ideal tentunya akan disesuaikan dengan

kondisi masyarakat, struktur organisasi dan fungsi tugas kepolisian. Tetapi yang lebih

penting adalah bagaimana harapan dan keinginan dari masyarakat itu sendiri. Oleh

Page 7: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

7

sebab itu hubungan polisi dengan masyarakat yang terdapat di Indonesia sesuai dengan

penjelasan d dan e.

6. Pencegahan kejahatan sebagai upaya perlindungan masyarakat

Pencegahan kejahatan merupakan tindakan untuk memberikan perlindungan dan

menghindari rasa takut masyarakat dari gangguan kejahatan. Selanjutnya pengamanan

terhadap masyarakat tidak semata-mata terfokus pada para pelaku kejahatan, tetapi juga

pada kecenderungan dalam mengendalikan kejahatan itu sendiri. Untuk mencegah dan

memberikan perlindungan masyarakat terhadap gangguan kejahatan maka dilakukan

tindakan kepolisian. Adapun tindakan kepolisian dimaksud adalah :

a. Melakukan eliminasi terhadap faktor-faktor kriminogen yang ada dalam

masyarakat.

b. Menggerakan potensi masyarakat dalam hal mencegah dan mengurangi kejahatan.

(Kemal Darmawan, 1994 : 7 ; March Ancel, 1954 ).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat dijelaskan bahwa upaya memberikan perlindungan

masyarakat dari rasa takut terhadap gangguan kejahatan harus dilakukan secara tegas.

Namun demikian kebijakan yang bersifat pencegahan lebih diutamakan yaitu dengan

melakukan eliminasi terhadap faktor korelatif kriminogen dengan menggerakan potensi

dan partisipasi masyarakat. Termasuk melakukan kegiatan pencegahan pada daerah

rawan dan kegiatan penindakan terhadap kejahatan yang muncul. Kegiatan pencegahan

kejahatan ini sebaiknya dilakukan secara terorganisir dengan baik sehingga dapat

mengendalikan angka kejahatan secara efektif.

7. Penyelenggaraan Community Policing oleh Polri

Kedudukan organisasi Polri saat ini berada langsung di bawah Presiden. Dengan posisi

demikian maka Polri diharapkan lebih profesional dalam pelaksanaan tugasnya

sehingga lebih dapat memberikan pelayanan, lebih dapat memberikan perlindungan,

pengayoman dan melakukan penegakan hukum kepada masyarakat dengan menjunjung

tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. Kondisi ini membawa konsekuensi logis terhadap

Page 8: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

8

struktur organisasi, budaya, perilaku dan kinerja Polri. Sehingga dengan semangat

reformasi, Polri berupaya untuk merubah paradigma menjadi organisasi kepolisian

yang demokratis sejalan dengan nilai-nilai yang berkembang pada suatu negara yang

masyarakatnya semakin demokratis.

Keamanan dan ketertiban dalam masyarakat merupakan kebutuhan bagi setiap individu,

kelompok bahkan negara untuk menjaga kelangsungan hidup dan terselenggaranya

pemerintahan. Menyadari akan pentingnya rasa aman dan adanya berbagai keterbatasan

sumberdaya kepolisian maka peran serta masyarakat membantu tugas-tugas keamanan

tidak dapat dielakan. Berkaitan dengan hal tersebut diatas secara langsung atau tidak

langsung telah tercantum perlunya partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan

keamanan dan ketertiban. Dalam Undang Undang dasar 1945 pasal 27 dijelaskan

bahwa “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada

kecualinya”.

Dalam Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana pada pasal

108 dijelaskan sebagai berikut :

a Setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan atau menjadi korban

peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau

pengaduan kepada penyelidik dan atau penyidik baik lisan maupun tulisan.

b. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana

terhadap ketentraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa, terhadap hak milik,

wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.

c. Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui

tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana wajib serta

melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik.

Page 9: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

9

Selanjutnya pada pasal 111 ayat (1) dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana,

berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban

dinyatakan sebagai berikut : “ Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak,

sedangkan setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban,

ketentraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka guna diserahkan

beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik ”.

Dalam Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, pasal 14 ayat (1) huruf c ,

dinyatakan sebagai berikut : “ Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana

dimaksud dalam pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas : “Membina

masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat

serta ketaatan warga masy. terhadap hukum & peraturan perundang-undangan ”.

Kemudian dalam Undang-undang Republik Indonesia nomor 22 tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah pada bagian ke-lima mengenai kewajiban kepala daerah, pasal 43

huruf (d) dan (f) dijelaskan bahwa : “Kepala Daerah mempunyai kewajiban huruf (d)

menegakan seluruh peraturan perundang-undangan dan huruf (f) memelihara

ketentraman dan ketertiban masyarakat “. Berdasarkan penjelasan pasal tersebut diatas

maka setiap kepala daerah memiliki kewajiban untuk menegakan hukum dan

memelihara keamanan dan ketertiban yang terkait dengan tugas kepolisian.

Selanjutnya dalam Kebijakan dan Strategi Kapolri Tentang Penerapan Model Polmas

Dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, sesuai dengan Skep Kapolri No.Pol.:

Skep/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 bidang operasional, kebijakan yang

digariskan meliputi :

a. Penerapan Polmas sebagai suatu strategi diimplementasikan hanya pada tataran lokal di mana model perpolisian dioperasionalisasikan.

b. Penerapan Polmas sebagai suatu falsafah diimplementasikan dalam pelaksanaan tugas masing-masing satuan fungsi operasional Polri termasuk tampilan setiap personel Polri dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Page 10: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

10

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka penyelenggaraan kegiatan Community

Policing oleh Polri saat ini sudah menjadi suatu kebijakan dan strategi. Dengan demikian

Polri diharapkan dapat bekerjasama dengan masyarakat untuk mewujudkan keamanan

dan ketertiban di lingkungan tugasnya.

8. Implementasi Pencegahan Kejahatan Oleh Polri

Pencegahan kejahatan telah lama ditetapkan sebagai objek utama dari “ politik kriminal “

namun konseptualisasinya masih dalam proses pertumbuhan. Menurut Tuck ( Graham,

John : 1990 ) dijelaskan bahwa pencegahan kejahatan tidak dapat didefinisikan sebagai

suatu perangkat tehnis, tetapi tetap sebagai suatu konsep yang sedang diperjuangkan.

(Kemal Darmawan, 1994 : 16 )

Apabila Polri melakukan pencegahan kejahatan sebagai suatu strategi dalam penegakan

hukum, maka tampilan kegiatan kepolisian seyogyanya didasarkan atas beberapa

pertimbangan. Pertimbangan tersebut diantaranya meliputi :

a. Apakah sudah menaikan status operasional pencegahan kejahatan.

b. Menempatkan pelayanan sebagai sarana utama pemecahan masalah.

c. Mengembangkan manajer tingkat menengah yang ahli dan kompeten dalam

memutuskan bagaimana fungsi kepolisian harus diintegrasikan dalam masyarakat

tertentu.

d. Mengembangkan suatu sistem untuk alokasi sumberdaya yang luwes dan tepat

serta sesuai kebutuhan setempat.

e. Menyeimbangkan pelaksanaan kebijakan setempat dengan pelestarian standar-

standar yang tidak dapat ditawar lagi. (Koenarto, 1998 : 266 ; Bayley : 1992 )

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka Polri saat ini telah melakukan peningkatan

terhadap status operasional pencegahan kejahatan dengan adanya fungsi Binamitra.

Seperti di tingkah KOD kedudukan Binamitra sudah memilki posisi yang sejajar dengan

Bagian Operasi dan Bagian Administrasi. Selanjutnya telah menempatkan bidang

pelayanan masyarakat sebagai ujung tombak kegiatan Polri. Sedangkan terhadap

pengembangan keahlian manajer tingkat menengah untuk mengintegrasikan fungsi

Page 11: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

11

kepolisian dalam masyarakat masih terus dilakukan. Termasuk pengembangan sistem

alokasi sumberdaya dan penentuan standar penilaian kinerja.

Dengan mempertimbangkan penjelasan tersebut diatas kegiatan pencegahan kejahatan

terbagi 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan social, pendekatan situasional dan

pendekatan kemasyarakatan. Pemahaman tentang ketiga pendekatan tersebut dapat

dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendekatan social, biasanya disebut dengan Social Crime Prevention yaitu segala

perhatian dan kegiatan ditujukan untuk menumpas akar penyebab kejahatan dan

kesempatan individu untuk melakukan pelanggaran. Yang menjadi sasaran adalah

populasi umum (masyarakat) ataupun kelompok-kelompok yang secara khusus

mempunyai resiko tinggi untuk melakukan pelanggaran.

b. Pendekatan situasional, biasa disebut sebagai Situational Crime Prevention yaitu

segala perhatian diarahkan untuk mengurangi kesempatan seseorang atau kelompok

untuk melakukan pelanggaran.

c. Pendekatan kemasyarakatan, biasa disebut Communty Based Crime Prevention

yaitu segala langkah ditujukan untuk memperbaiki kapasitas masyarakat untuk

mengurangi kejahatan dengan jalan meningkatkan kapasitas mereka / potensi

masyarakat untuk menggunakan control social informal.

( Kemal Darmawan,1994 : 17)

Ketiga pendekatan pencegahan kejahatan tidak dapat dikatakan sebagai bagian yang

terpisah atau mempunyai ciri-ciri tersendiri yang benar-benar mutlak. Tetapi lebih

merupakan pendekatan yang saling berhubungan dan saling melengkapi satu sama lain.

Biasanya pendekatan pencegahan kejahatan didahului dengan kegiatan penelitian /

penyelidikan terhadap anatomi kejahatan. Setelah dilakukan analisa maka kepolisian dapat

menentukan pendekatan pencegahan dan selanjutnya menentukan cara bertindak yang

paling efektif dan efisien.

Page 12: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

12

Kebijakan kepolisian yang bersifat reaktif tidak membawa dampak yang berarti bagi

kecemasan masyarakat dan meningkatnya angka kejahatan. Oleh sebab itu diperlukan

kebijakan kepolisian yang proaktif. Mengingat tindakan kepolisian proaktif lebih

menuntut kerjasama dan mengaktifkan peran masyarakat dalam tugas keamanan.

Telah dipahami bersama bahwa dalam pelaksanaan tugasnya kepolisian dihadapi oleh

berbagai keterbatasan. Mulai dari keterbatasan sumberdaya sampai dengan kompleksitas

tugas kepolisian. Sehingga untuk menyiasati keberhasilan tugasnya harus merubah strategi

dan tindakan kepolisian. Yaitu dengan mengaktifkan kerjasama antara kepolisian dan

masyarakat dalam menyelesaikan kejahatan dan masalah sosial yang timbul. Hubungan

kerjasama antara polisi dengan masyarakat harus dibangun sedemikian rupa. Sehingga

tercipta hubungan yang ideal walaupun pada kenyataannya hubungan tersebut sangat

dipengaruhi oleh kondisi masyarakat, struktur organisasi dan fungsi tugas kepolisian.

Secara umum kegiatan pencegahan terhadap kejahatan dilakukan oleh fungsi preventif

kepolisian yang diemban oleh Binamitra, Samapta, dan Lalu Lintas yang didukung oleh

kegiatan Inteligen. Namun demikian kegiatan yang dilakukan oleh fungsi kepolisian

tersebut belum dapat memberikan kontribusi nyata terhadap upaya pencegahan kejahatan

yang efektif dan terintegrasi. Oleh sebab diperlukan langkah-langkah dalam upaya

mewujudkannya.

Pencegahan kejahatan bukan menjadi otonomi kepolisian saja. Semua pihak, instansi dan

korporasi memiliki kepentingan untuk mencegah kejahatan. Mengingat kejahatan

merupakan suatu kejadian yang pada umumnya harus dihindari. Sebagai contoh

pencegahan terhadap kejahatan yang dilakukan oleh sector swasta atau bisnis telah

menjadi prioritas untuk ditangani dengan cepat. Dunia bisnis semakin mengandalkan

pengendalian kerugian untuk melindungi keuntungan. Perusahaan tidak dapat lagi

memperlakukan kejahatan (baca: kerugian) sebagai harga melakukan bisnis. Praktisi

pencegahan kejahatan yang sudah menguasai seni analisa kejahatan akan direkrut oleh

para pengusaha yang membutuhkan keamanan. ( James D’ Addario, 1999 : 2 )

Page 13: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

13

Berdasarkan kutipan tersebut diatas profesi diluar kepolisian telah menilai bahwa

pencegahan kejahatan sudah menjadi prioritas yang perlu secepatnya diantisipasi. Profesi

swasta tersebut menganggap bahwa kejahatan adalah suatu kerugian dalam bisnis oleh

sebab itu diperlukan keahlian untuk mengusai seni analisa kejahatan untuk menciptakan

keamanan dalam usaha. Dengan demikian jelas bahwa kejahatan bukan saja menjadi

permasalahan kepolisian. Dunia swastapun sangat terganggu dengan adanya aktifitas

kejahatan.

Analisa kejahatan merupakan perangkat informasi yang memungkinkan pimpinan

kepolsian dapat mengetahui perubahan tindak kejahatan yang sangat cepat. Oleh sebab

itu analisa kejahatan justru menghemat waktu dan bukan menghabiskan waktu.

Selanjutnya dianjurkan untuk menggunakan logika dalam upaya mencegah dan

menyelidiki kejahatan. ( James, 1999 : Sherlock Holmes )

Analisa kejahatan menyajikan koleksi rincian data kejahatan yang menjawab pertanyaan

seperti : siapa, apa, kapan, dimana dan bagaimana. Data ini kemudian disusun menjadi

catatan untuk dikaji pola kecenderungannya. Analisa kejahatan dapat mempertinggi nilai

pengambilan keputusan, menghemat alokasi sumberdaya yang digunakan, selektif dalam

menggunakan tindakan antisipatif dan tajam dalam mengembangkan latihan yang

diperlukan. Namun yang paling penting bahwa pengambilan keputusan yang dibantu

dengan analisa kejahatan memastikan adanya obyektifitas dan efektifitas dalam

pencegahan kejahatan. Analisa kejahatan memerlukan pemahaman aritmatika yang sangat

sederhana tapi proses perhitungan dan analisanya dimulai dari dasar / awal. Namun

dengan adanya tehnologi computer semuanya menjadi lebih mudah untuk diwujudkan.

Terdapat 2 (dua) metode yang dapat digunakan untuk menganalisa kejahatan. Metode

analisa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Analisa Kriminal Makro

Adalah analisa terhadap hakekat ancaman Kamtibmas, secara substansi menganalisa

semua aspek yang melatar belakangi gangguan Kamtibamas dimaksud ( FKK, PH

Page 14: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

14

dan AF ) dan akibat yang ditimbulkan. Serta potensi kerawanan yang kemungkinan

dapat ditimbulkan menjadi unsur suatu gangguan Kamtibmas.

Tujuan analisa makro adalah untuk mengetahui kecenderungan umum situasi dan

kondisi Kamtibmas pada masa tertentu. Hasil analisa ini digunakan untuk

kepentingan strategis baik dibidang pembinaan maupun operasional. Sedangkan

lingkup pendekatan ini pada hakekatnya merupakan penggabungan atau pendekatan

keterpaduan antar fungsi dan pada akhirnya menjadi kebutuhan dari berbagai fungsi

dalam kesatuan wilayah Polri.

b. Analisa kriminal Mikro

Merupakan analisa terhadap suatu kasus tertentu dalam rangka menanggulangi dan

mencegah dampak yang ditimbulkan. Tindakan kepolisian diarahkan pada upaya

menggerakan peran serta seluruh fungsi kepolisian secara terintegrasi. Seperti dalam

menggerakan kegiatan fungsi Intelkam, Reserse, Binamitra, Samapta, Lalu-lintas

dan fungsi staf lain yang diperlukan.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka diperlukan kemampuan untuk

menganalisa suatu kejahatan baik dengan melakukan analisa criminal makro maupun

mikro. Analisa criminal makro diperlukan untuk menganalisa kecenderungan

terhadap gangguan keamanan yang disebabkan oleh kejahatan secara umum.

Sedangkan analisa kriminal mikro dilakukan untuk menganalisa satu kasus yang

menjadi prioritas untuk ditangani.

Dengan melakukan analisa kasus maka Polri dapat menentukan alternative pilihan

dan menentukan cara bertindak yang tepat. Sehingga upaya pencegahan yang

dilakukan senantiasa mempertimbangkan aspek tempat, waktu, sasaran, modus

operandi, kerugian, korban dan sebagainya. Selanjutnya analisa terhadap kejahatan

ini dapat diwujudkan dengan melakukan pemberdayaan dan peningkatan

kemampuan terhadap bagian, fungsi, atau unit-unit operasional kepolisian.

Khususnya yang berkaitan dengan tugas pelayanan, pencegahan, penyelidikan dan

penyidikan.

Page 15: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

15

9. Bantuan Langsung Kepolisian Kepada Masyarakat

Dalam rangka mendukung kebijakan tindakan kepolisian yang proaktif maka diperlukan

peran dan kemampuan Polri yang profesional. Adapun peran kepolisian yang profesional

dapat diwujudkan dengan cara sebagai berikut :

a. Bantuan kehadiran personil Polri. Personil yang sangat berpengalaman ditempatkan

di lingkungan masyarakat untuk memberikan pelayanan, perlindungan dan

pengayoman yang berkenaan dengan kegiatan pencegahan kejahatan. Personil yang

ditugaskan di tempat tersebut diupayakan memiliki pengalaman dan memahami betul

karakteristik wilayahnya. Sehingga memudahkan yang bersangkutan untuk

menentukan sikap dan mengambil suatu keputusan yang berkenaan dengan kegiatan

pencegahan kejahatan.

b. Apabila kepolisian telah memiliki data dan informasi yang berkaitan dengan

kejahatan. Maka informasi ini dapat disampaikan kepada masyarakat. Sebab dengan

memberikan bantuan atau informasi (melalui video, gambar dan sebagainya) yang

berkaiatan dengan kejahatan maka masyarakat diharapkan memilki informasi yang

tepat, cepat dan lengkap tentang kejahatan itu sendiri. Yang pada akhirnya

masyarakat memilki pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya mencegah

kejahatan .

c. Memberikan laporan berkala berupa selebaran, pamflet dan sarana informasi lain

yang terkait dengan pencegahan kejahatan.

d. Menciptakan sistem pemberian penghargaan bagi individu maupun kelompok

personil Polri yang mampu memberikan pelayanan istimewa kepada masyarakat.

Dengan adanya pemberian penghargaan kepada yang berprestasi diharapkan dapat

menumbuhkan motivasi dan nilai-nilai ketauladanan bagi personil lainnya.

e. Pemberian penghargaan juga disampaikan kepada masyarakat secara individu atau

kelompok yang telah bertindak positif membantu Polri untuk mengungkap kejahatan

Page 16: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

16

dan melakukan tindakan terpuji lainnya. Pemberian ini dapat berupa surat tanda

penghargaan, sejumlah uang maupun kesempatan untuk mengikuti kursus tertentu.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka kepolisian proaktif memerlukan kehadiran

polisi baik secara fisik , beserta ide-ide dan kegiatan kepolisian nyata. Model kegiatan

patroli memberikan kontribusi positif dalam membangkitkan keberanian masyarakat

untuk melapor atau memberikan informasi kepada polisi. Khususnya yang berkaitan

dengan masalah kejahatan yang tentunya sangat bermanfaat bagi program pencegahan

kejahatan.

Dengan demikian kegiatan patroli memegang peranan yang penting dalam rangka

pencegahan kejahatan. Adapun keuntungan dari adanya kegiatan patroli dapat dijelaskan

sebagai berikut :

a. Kegiatan kepolisian proaktif dengan patroli di daerah yang terdapat konsentrasi masa,

dapat memberikan efek terhadap berkembangnya atau terjadinya kejahatan.

b. Petugas Patroli dapat melakukan penangkapan langsung terhadap pelaku pelanggar

atau kejahatan. Untuk selanjutnya dilaporkan pada kantor polisi terdekat untuk

dilanjutkan prosesnya.

c. Kegiatan patroli merupakan model yang paling tepat untuk dilaksanakan di lingkungan

pemukiman, perkantoran, perbelanjaan dan sebagainya. Selain itu polisi dapat pula

berinteraksi dengan masyarakatnya dan cara ini dinilai sangat efektif untuk

mengurangi rasa tidak aman dari warga masyarakat.

d. Kegiatan patroli yang dilakukan dengan kendaraan, sepeda dan berjalan kaki dapat

meningkatkan dukungan moral dan empati masyarakat terhadap polisinya. Disamping

sebagai upaya untuk mendekatkan polisi dengan masyarakatnya. Namun demikian

untuk pelaksanaanya disesuaikan dengan wilayah atau areal tugasnya.

Page 17: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

17

10. Tindakan Sosial Bersama

Upaya pencegahan kejahatan memberikan kesempatan untuk meminimalkan tingkat

kerawanan daerah. Biasanya sambutan yang paling hangat datang dari kalangan yang

memiliki status sosial yang tinggi atau berada di lingkungan elit, atau mereka yang hidup

di lingkungan yang tingkat kejahatanya rendah. Hal ini disebabkan karena golongan

masyarakat tersebut justru paling mudah dijadikan sasaran kejahatan. Sehingga upaya

pencegahan kejahatan tersebut perlu dilakukan penelitian, pengkajian dan disosialisasikan

dengan terencana.

Terdapat suatu pandangan kuat yang menyebutkan bahwa tanpa adanya peran serta dan

kerja sama dari masyarakat maka polisi akan sangat mustahil dapat melaksanakan strategi

penanggulangan kejahatan secara efektif. Berkaitan dengan hal ini Goldstein (1977)

menyatakan sebagai berikut “Apapun yang polisi lakukan dalam usahanya

mengedepankan kejahatan serius. Mereka harus mengakui bahwa usaha mereka sangat

bergantung pada adanya kerjasama dan peran serta masyarakat. Kenyataan

menunjukkan bahwa polisi tidak akan mungkin membuahkan suatu kemampuan yang

menyamai kemampuan kolektif yang dimiliki masyarakat dalam pencegahan kejahatan,

dalam melaporkan adanya pelanggaran, mengidentifikasi pelaku dan membantu proses

penuntutan. (Kemal Darmawan, 1994 : 102 )

Pendapat tersebut diatas juga diperkuat dengan pendapat Sir Robert Pell pada tahun 1929

dinyatakan bahwa : “Polisi haruslah bekerjasama dengan masyarakat, melindungi hak-

hak, melayani kepentingan, serta berusaha mendapatkan kepercayaan masyarakat dimana

mereka melaksanakan tugas kepolisian ”. (Muhamad Kemal Darmawan, 1994 : 102 ;

Mayhall, 1984 )

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka langkah utama yang harus dilakukan dalam

mengimplementasikan gaya pemolisian model Community Policing adalah dengan

menghimbau masyarakat untuk bersedia ikut terlibat dalam kegiatan kepolisian. Adapun

peran serta masyarakat dalam membantu tugas kepolisian ditujukan dalam upaya :

a. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam upaya pencegahan

kejahatan.

Page 18: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

18

b. Melatih dan mendidik masyarakat untuk mengambil langkah-langkah yang lebih

efektif untuk mengamanankan diri, jiwa, harta benda dan lingkungannya.

c. Memotivasi masyarakat untuk segera melaporkan kepada polisi apabila melihat

kejadian yang mencurigakan.

d. Meningkatkan hubungan yang harmonis antara polisi dan masyarakat dalam

memelihara keamanan dan ketertiban.

Melalui pertemuan dan diskusi secara rutin antara polisi dan masyarakat diharapkan Polri

dapat menawarkan kerjasama tentang upaya mencegah kejahatan yang dianggap sesuai

dengan kebutuhan setiap kelompok masyarakat. Untuk selanjutnya mampu mengambil

langkah yang tepat dalam mengembangkan cara bertindak sesuai dengan lingkungan

masyarakatnya.

Oleh sebab itu diperlukan kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk memahami dan

menguasai tentang strategi pencegahan kejahatan. Adapun langkah-langkah yang

sebaiknya dilakukan dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Membentuk lembaga pencegahan kejahatan yang diorganisir mulai pada tingkat daerah, propinsi maupun nasional.

Dengan dibentuknya lembaga ini dilakukan kontak kegiatan dengan pemerintah daerah,

sekolah-sekolah, lembaga swadaya masyarakat, pengamat kepolisian dsb. Lembaga ini

dibentuk dengan tujuan mencegah kejahatan yang telah menjadi perhatian masyarakat

baik yang menyangkut segi kuantitas maupun kualitas. Sehingga lingkungan

masyarakat terbebas dari unsur-unsur kejahatan dan pada akhirnya mampu

mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat sebagaimana diharapkan

bersama.

b. Membuat pos anti kejahatan

Kegiatan Polri dilakukan dengan memberikan bimbingan dan upaya memberdayakan

pos pencegahan kejahatan serta menyusun strategi untuk menghadapi tipe-tipe

kejahatan khusus yang sedang berkembang. Sebagai contoh adanya pos anti narkoba

yang keberadaanya dapat memberikan bantuan informasi maupun bantuan lainnya yang

Page 19: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

19

terkait dengan penyalahgunaan narkotika dan obat keras terlarang lainnya. Kegiatan ini

dapat juga diperluas dengan melakukan tindakan pencegahan terhadap kejahatan

menonjol lainnya.

11. Kebijakan Sistem Peradilan Pidana

Sistem peradilan pidana (Criminal Justice Sistem atau CJS) merupakan salah satu sistem

dalam masyarakat yang digunakan dalam rangka menanggulangi kejahatan. Upaya

menanggulangi kejahatan mengandung pengertian yang bermakna pencegahan dan

penindakan atau pemberantasan. Mengingat bahwa kejahatan yang ada dalam masyarakat

tidak mungkin dihilangkan sama sekali maka pengendalian berarti pula menjaga agar

kejahatan itu selalu berada dalam batas toleransi.

Menjaga sampai batas toleransi mengharuskan Polri untuk dapat menganalisa dan

menghitung secara kuantitatif yang didasarkan pada kriteria dan kesepakatan yang telah

ditentukan. Hal ini menyebabkan polisi terkadang melupakan nilai-nilai yang berlingkup

kualitatif. Sehingga dalam melakukan analisa terhadap kejahatan kadang kurang efektif

dan tidak obyektif. Namun demikian perlu dipahamai bersama bahwa tujuan dari sistem

peradilan pidana adalah :

a. Mencegah agar masyarakat terhindar menjadi korban kejahatan.

b. Secepatnya menyelesaikan kejahatan yang terjadi agar masyarakat puas dan merasa aman, karena keadilan cepat ditegakan.

c. Mengusahakan agar para pelaku kejahatan tidak mengulangi kejahatan lagi. ( Koenarto, 1997 : 129 )

Berdasarkan kutipan diatas maka kegiatan pencegahan kejahatan merupakan suatu tujuan

yang hendak dicapai dalam mewujudkan tujuan dari sistem peradilan pidana. Sebagai

pelaksananya adalah Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.

Idealnya ke-empat instansi ini dapat bekerjasama secara kompak dan pelaksanaan

tugasnya mengalir dalam satu garis tak terputus dan saling berkesinambungan.

Selanjutnya dengan kegiatan yang sinergi dapat mewujudkan tampilan tugas transparan,

Page 20: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

20

jujur dan dapat segera memberikan rasa keadilan pada masyarakat. Kesatuan yang

semacam ini dapat disebut sebagai “ Integrated Criminal Justice Sistem “.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka upaya pencegahan kejahatan sebenarnya

bukan hanya tugas Polri sendiri. Tetapi seluruh aparat CJS harus terpanggil untuk

mendukung pencegahan kejahatan. Karena sistem yang berjalan kurang dapat

mewujudkan rasa keadilan maka kepercayaan terhadap hukum terus menjadi berkurang.

Kondisi ini mendorong pelaku kejahatan secara berani melakukan kejahatan bahkan

mengulanginya karena hukuman atau vonis yang dikenakan tidak sebanding. Bahkan

pada kasus tertentu pelaku kejahatan memiliki hubungan yang kuat terhadap pejabat CJS.

Sehingga timbul sebutan seperti adanya orang-orang yang kebal hukum, orang kuat dan

sebagainya.

Peran Lembaga Pemasyarakatan yang kurang atau tidak berfungsi dengan baik juga dapat

merupakan tempat pendidikan bagi para penjahat. Pada akhirnya lembaga ini dinilai

gagal dalam mencegah berkembangnya perilaku positif bagi residivis yang ada

didalamnya. Bahkan dalam beberapa kasus diungkap oleh Polri bahwa di lembaga

pemasyarakatan justru terdapat lahan bagi para penjahat untuk melakukan aksinya seperti

melakukan transaksi pembelian dan peredaran narkoba.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas Polri memiliki peran yang dominan dan berada

pada garis terdepan dalam melakukan pencegahan kejahatan. Pencegahan kejahatan

secara konseptual menginginkan kebijakan yang komprehensif. Kegiatan pencegahan

primer diarahkan pada lingkungan masyarakat secara umum. Pencegahan kejahatan

sekunder diarahkan terhadap pelaku kejahatan yang potensial. Sedangkan untuk kegiatan

pencegahan tersier yang diarahkan pada mereka yang terlanjur menjadi pelaku tindak

pidana. (Muladi , 2002 : 275 )

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka Polri memiliki tanggung jawab dalam

rangka melakukan pencegahan kejahatan baik yang bersifat primer, sekunder dan tersier.

Namun demikian aparat CJS tidak dapat lepas dari tanggung jawabnya untuk ikut serta

membantu Polri dalam upaya melakukan pencegahan kejahatan secara professional dan

Page 21: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

21

proporsional. Walaupun pandangan masyarakat umum menghendaki bahwa pencegahan

kejahatan menjadi tanggung jawab Polri. Namun demikian mengingat perkembangan

kehidupan masyarakat yang semakin demokratis maka Polri diharapkan lebih aspiratif

terhadap harapan dan keinginan masyarakat yang berkembang dan responsive terhadap

perubahan yang terjadi.

IV. P E N U T U P

12. Kesimpulan

“Community Policing” sebagai gaya perpolisian dewasa ini terus dikembangkan di

negara-negara berkembang. Community policing intinya merupakan suatu tindakan

bersama antara polisi dan masyarakat dalam pembinaan Kamtibmas yang didasarkan

pada kepercayaan akan profesionalisme kepolisian serta kesediaan masyarakat untuk

bekerjasama tanpa mempermasalahan keterbatasan sumberdaya yang ada.

Bahwa orientasi tugas kepolisian yang berwawasan masyarakat perlu dipahami dan

dipertimbangkan keberadaannya dalam tugas kepolisian mendatang. Keinginan

bekerjasama dan mengaktifkan masyarakat untuk menghadapi kejahatan dapat

mengurangi kompleksitas dan beban tugas kepolisian. Sehingga mendatang

diperlukan strategi kepolisian yang lebih mendekati harapan dari masyarakat.

Tindakan kreatif yang dilakukan oleh kepolisian dalam rangka mencegah kejahatan

dilakukan dengan langkah-langkah yang terencana dengan baik. Adapun langkah

dimaksud dimulai dengan melakukan analisa terhadap kejahatan, bantuan kepolisian

langsung, informasi anti kejahatan dan kebijakan system peradilan pidana. Sehingga

program kegiatan dalam upaya pencegahan kejahatan dapat dilaksanakan secara

efektif.

13. S a r a n

Menghadapi realita kejahatan yang terjadi saat ini di Indonesia dibutuhkan kebijakan

dalam pencegahan kejahatan yang konseptual dan konsisten. Sehingga upaya yang

dilakukan oleh Polri lebih responsive, akomodatif dan antisipatif dengan pengelolaan

Page 22: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

22

informasi / data yang terintegrasi dengan baik antara kepolisian dengan system

peradilan pidana, dimana Polri berperan sebagai koordinator dalam upaya

penanggulangan dan pencegahan kejahatan.

Studi kajian mengenai pencegahan kejahatan yang terintegrasi tentunya

mengandalkan pelibatan potensi yang ada dimasyarakat. Oleh sebab itu dalam

penerapannya perlu mendapat dukungan dari legislatif dan eksekutif. Sehingga

perwujudan keamanan dan ketertiban masyarakat dapat dengan mudah dicapai dan

pelibatan peran serta masyarakat terus meningkat. Disamping itu peranan media

elektronik maupun media cetak dapat dimanfaatkan maksimal terkait dengan upaya

pencegahan kejahatan dimaksud.

Pencegahan kejahatan merupakan salah satu strategi dalam menerapkan gaya

Community Policing. Orientasi penegakan hukum modern selalu menitik beratkan

terhadap tindakan preventif daripada represif. Sehingga dengan peran dan fungsi

Binamitra diharapkan dapat lebih mengakomodir kegiatan pencegahan kejahatan

yang didukung oleh system pelayanan terpadu yang lebih terintegrasi.

Bahwa kegiatan kepolisian dalam gaya apapun selalu bersandar pada berbagai

hubungan dengan pemerintah daerah, masyarakat dan kepentingan organisasi lainnya.

Oleh sebab itu dalam menentukan kebijakan kepolisian seyogyanya dikoordinasikan

terlebih dahulu. Apabila dalam pelaksanaanya menghadapi berbagai kendala maka

dapat dengan mudah diminimalisir dan potensi yang ada dalam masyarakat dapat

dimanfaatkan secara maksimal.

Demikian Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas yang dberikan oleh Dosen Mata

Kuliah Administraasi Kepolisian, penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna

maka penulis meminta koreksi, saran dan kritik yang membangun dari para dosen dan

pembaca demi lebih baiknya makalah ini dikemudian hari.

Jakarta, Juni 2008PENULIS

DOLLY GUMARANO. MHSW 6496

Page 23: Polmas dalam aspek Administrasi Kepolisian

23

DAFTAR KEPUSTAKAAN

1. Bayley, David.H, 1992, Police for The Future, Disadur oleh Koenarto , Cipta Manunggal,

Jakarta

2. Finlay, Mark and Zvekic, Ugljesa, 1998, Alternatif Gaya Kegiatan Polisi Masyarakat ,

Tinjauan Lintas Budaya, Cipta Manunggal, Jakarta.

3. James D’Addario, Francis, 1999, Mencegah Kerugian dengan Analisa Kejahatan, Cipta

Manunggal, Jakarta.

4. Koenarto, 1997, Hak Asasi Manusia dan Polri, PT. Cipta Manunggal. Jakarta

5. Muhamad Kemal Darmawan, 1994, Strategi Pencegahan Kejahatan, PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung.

6. Muladi, 2002, Demokratisasi Hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum di Indonsia, The

Habibie Centre, Jakarta.

7. Soesilo, R, Kitab Undang – undang Hukum Pidana, Bogor, Politeia, 1993

8. Soesilo, R dan Karjadi, M, Kitab Undang – undang hukum Acara Pidana, Bogor, Politeia,

1986.

9. Rahardjo, Satjipto, 2001, Makalah Seminar “Polisi Antara Harapan dan Kenyataan”,

Hotel Borobudur, Jakarta.

10. Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1999 Tentang

Pemerintahan Daerah, Jakarta, Penerbit Arloka, 1999.

11. Republik Indonesia, Undang – undang Republik Indonesia nomor 2 tahun 2002 Tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta, Babinkum Polri, 2002.