POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA...

141
POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PEMERINTAHAN SUKARNO 1962-1966 TESIS yang diajukan untuk memperoleh Magister Humaniora Program Studi Ilmu Sejarah Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia HUMAIDI 6705040032 UNIVERSITAS INDONESIA 2008 Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Transcript of POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA...

Page 1: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

POLITIK MILITER

ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA

DALAM PEMERINTAHAN SUKARNO 1962-1966

TESIS

yang diajukan untuk memperoleh Magister Humaniora

Program Studi Ilmu Sejarah Program Pasca Sarjana

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia

HUMAIDI

6705040032

UNIVERSITAS INDONESIA

2008

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

fib
Note
Silakan klik bookmarks untuk link ke halaman isi
Page 2: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Tesis ini telah diujikan pada hari Senin, tanggal 28 Juli 2008, pukul 12.00-14.00 WIB,

dengan susunan penguji sebagai berikut:

Tt.

1. Dr. Priyanto Wibowo .........................................

Ketua Penguji

2. Dr. Saleh A. Djamhari .........................................

Pembimbing I/Penguji

3. Dr. Mohammad Iskandar .........................................

Pembimbing I/Penguji

4. Dr. Nana Nurliana .........................................

Penguji

5. Prof. Dr. Susanto Zuhdi .........................................

Penguji

6. Tri Wahyuning M. Irsyam, M.Si .........................................

Panitera

Disyahkan oleh

Dekan

Ketua Program Studi Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

Dr. Priyanto Wibowo Dr. Bambang Wibawarta

NIP. 131689560 NIP. 131882265

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 3: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Seluruh isi tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung-jawab penulis.

Depok, 28 Juli 2008

Humaidi

NPM. 6705040032

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 4: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

iii

TULISAN INI DIPERSEMBAHKAN

Kepada kedua orangtua yang telah mengajariku ”menulis” dan “membaca”

isteriku yang telah setia menemani kesadaran dan ketidaksadaranku.

Serta ditujukan kepada manusia yang tidak memiliki hasrat menindas dan ditindas!

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 5: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, setelah melalui serangkaian proses panjang dan melelahkan, tesis ini

berhasil diselesaikan. Penelitian tesis ini berawal dari ketertarikan subyektif untuk

menelusuri perjalanan institusi militer Angkatan Udara Republik Indonesia dalam

Demokrasi Terpimpin yang begitu menonjol, tetapi seiring keruntuhan kekuasaan

Presiden Sukarno maka kekuatannya pun cenderung ikut melemah. Ketertarikan

tersebut membuat penulis harus mencari sumber-sumber sejarah yang relevan di

tengah kesibukannya mengajar di SMA Negeri 47 Jakarta.

Dalam proses pengerjaan tesis, penulis berterima-kasih kepada berbagai pihak

yang telah membantu sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

Pertama, kepada keluarga yang telah memberi dukungan moril dan materil

selama penelitian, terutama Ummi Hj. Yati Nuryati dan Ayahanda HM. Zahruddin,

S.Ag atas dorongan semangat, do’a dan keridhaannya. Tesis ini juga merupakan kado

pernikahan bagi isteriku tercinta, Ismahan, S.Pd yang telah setia menemani kesadaran

dan ketidaksadaranku. Untuk mengenang Pamanda, Ir. Parhan (almarhum) yang telah

menularkan sedikit idealismenya serta untuk adik-adikku: Akmaliah, Luthfiah dan

Zaky atas dorongan semangatnya.

Kedua, kepada orang-orang yang telah memberi Ilmu dan Pengetahuan: guru-

guruku di SDN 05 Duri Kosambi, Pondok Pesantren Al-Itqan Cengkareng, SMPN

176 Cengkareng, SMUN 84 Jakarta, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Jakarta dan Program Pascasarjana Departemen Sejarah Universitas Indonesia.

Ketiga, kepada pihak yang membantu secara intelektual dalam penelitian

tesis. Secara khusus, peneliti berterima-kasih kepada Dr. Saleh As’ad Djamhari

(Pembimbing Tesis) atas koreksi dan masukannya yang begitu berharga serta Dr.

Mohammad Iskandar (Pembaca Tesis) atas koreksinya yang amat kritis. Peneliti juga

berterima-kasih kepada Ibunda Tri Wahyuning Irsyam, M.Si dan Dr. Priyanto

Wibowo yang menjadi pembimbing akademis selama menyelesaikan studi

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 6: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

vii

Pascasarjana Universitas Indonesia. Kemudian kepada Prof. Dr. Susanto Zuhdi dan

Dr. Nana Nurliana atas koreksi dan masukannya yang membuat tesis ini lebih bernilai

akademis.

Keempat, kepada pihak-pihak yang memberi bantuan informasi data yang

amat berharga. Terima-kasih kepada Kolonel Ridhani, Mas Irianto dan jajaran

Pusjarah dan Tradisi TNI. Kemudian kepada Dinas Sejarah TNI-AU, Arsip Nasional

Republik Indonesia, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Sekretariat Negara, Pusat

Informasi Kompas, Perpustakaan CSIS, Perpustakaan FIB-UI dan Perpustakaan

Pustaka Bangsa.

Kelima, kepada orang-orang yang menjadi nara sumber atau teman diskusi

dalam penelitian. Peneliti berterima-kasih kepada Sri Mulyono Herlambang

(almarhum), Supeni (almarhum) dan Heru Atmodjo atas keterangannya yang amat

berharga. Peneliti juga berterima-kasih atas diskusi yang mencerahkan kepada Dra.

Sri Sjamsiar Issom, M.Hum, Drs. Setiadi Sulaiman, Dr. Asvi Warman Adam, KH.

Sholahuddin Wahid dan Abdul Syukur, M.Hum.

Keenam, kepada sahabat atau kolega di kampus, khususnya kawan seangkatan

dan seperjuangan di Pasca Sarjana Sejarah 2005: Shanti, Hiroshi Harima, Albiner,

Nuraini, Ana dan Bonnie. Selanjutnya penulis menghaturkan terima-kasih kepada

rekan kerja maupun organisasi yang telah membuat penelitian menjadi hal

menyenangkan. Terima kasih kepada kawan-kawan Pers Mahasiswa Didaktika UNJ,

Keluarga Mahasiswa (KM) UNJ, Central Study 164 Jakarta, SMAN 47 Jakarta dan

Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Jakarta-Selatan. Peneliti amat berterimakasih

kepada sahabat-sahabat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), baik di

tingkatan Komisariat UNJ, Cabang Jakarta-Timur, Koorcab DKI Jakarta maupun di

jajaran Pengurus Besar atas iklim pemikirannya yang membebaskan.

Ketujuh, kepada pihak yang membantu secara moril dan materil peneliti

selama menyelesaikan studi Pasca Sarjana di Departemen Sejarah FIB-UI, yakni

Sasakawa-Tokyo Foundation. Tidak lupa, peneliti juga menghanturkan maaf atas

keterlambatan masa studi.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 7: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

viii

Terlepas dari banyaknya orang yang memberi pengaruh dalam penelitian

tesis, secara akademis seluruh isi tesis merupakan tanggung-jawab penuh peneliti.

Semoga karya yang singkat ini memberi energi bagi munculnya karya-karya peneliti

di masa yang akan datang.

Jakarta, 9 Juli 2008

Humaidi

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 8: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN.........................................................................................ii

LEMBAR PERSEMBAHAN......................................................................................iii

ABSTRAK …………………………………………………………………………..iv

KATA PENGANTAR.................................................................................................vi

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

1.1 Latar Belakang Masalah……………...……...……………….………….……1

1.2 Perumusan Masalah…..............................……………………....……….……6

1.3 Tujuan dan Kegunaan…………………….……………………..….…..……..8

1.4 Metode Penelitian…………….…………..............………………...….……...8

1.5 Sumber Sejarah..................................................................................................9

1.6 Sistematika Penulisan......................................................................................10

BAB II AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI

(1959-1962).................................................................................................................12

2.1 Sekilas Tentang AURI.....................................................................................13

2.2 Perpolitikan Nasional Menjelang Demokrasi Terpimpin ……….......…...….17

2.3 Politik Militer AURI Pada Masa Suryadarma.................................................20

2.4 Peristiwa Aru dan Pergantian Suryadarma......................................................23

BAB III AURI DAN POLITIK MILITER SEJAK RE-ORGANISASI HINGGA

PERISTIWA G-30-S (1962-1965)............................................................................25

3.1 Proses Reorganisasi ………………………………….………………….…..26

3.2 AURI dan Konfrontasi Malaysia.....................................................................31

3.3 AURI dan Angkatan Kelima…….....................................................………...33

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 9: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

x

BAB IV AURI DAN PERISTIWA G-30-S………………...………………….….37

4.1 Peristiwa G-30-S ………………………………………….…………….….39

4.2 Pertemuan Halim, 1 Oktober 1965……………………….……………....…48

4.3 Halim, 2 Oktober............................................................................................58

4.4 Daerah Lubang Buaya…………………………………………….…….…..63

4.5 Dugaan Keterlibatan AURI dalam G-30-S………………………..…..........65

4.5.1 Pelatihan Sukarelawan.............................................................….….66

4.5.2 Penggunaan Fasilitas AURI................................................................69

4.5.3 Para Perwira yang Terlibat ………………..………………………..72

BAB V AURI ANTARA G-30-S DAN SUPERSEMAR…………………………78

5.1 Hari-hari Terakhir Kepemimpinan Omar Dani.............................................80

5.2 Kepemimpinan Sri Mulyono Herlambang ...................................................87

5. 2.1 Kesetiaan AURI Kepada Presiden Sukarno ....................................88

5. 2.2 Penumpasan G-30-S oleh AURI......................................................91

5. 2.3 Netralisasi dan Konsolidasi AURI Pasca G-30-S............................97

5.3 Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)........................................................101

5.4 De-Sukarnoisasi dan Pergantian Sri Mulyono Herlambang........................105

5.4 Menguatnya Pengaruh Angkatan Darat dalam AURI.................................111

BAB VI KESIMPULAN..........................................................................................116

DAFTAR PUSTAKA

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 10: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Anggota Dewan Revolusi G-30-S

Lampiran 2 Amanat Presiden Sukarno pada 3 Oktober kepada seluruh rakyat

Indonesia berhubung dengan peristiwa G-30-S

Lampiran 3 Peta Daerah Pangkalan AURI Halim

Lampiran 4 Pidato Mayjen Soeharto pada 4 Oktober 1965

Lampiran 5 Pidato Mayjen Soeharto di RRI pada malam 1 Oktober 1965

Lampiran 6 Surat pernyataan Men/Pangau pada 1 Oktober 1965

Lampiran 7 Daftar surat kebijakan Men/Pangau antara tahun 1965 hingga 1966

Lampiran 8 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.12

Lampiran 9 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.13

Lampiran 10 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.14

Lampiran 11 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No. 5

Lampiran 12 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No. 7

Lampiran 13 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.10

Lampiran 14 Instruksi Men/Pangau Sri Mulyono No.11

Lampiran 15 Hasil rapat evaluasi fakta2 (26 Nop- 3 Des 1965)

Lampiran 16 Arsip No.829 12/15/65 tentang pidato presiden pada saat pelantikan

Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang

Lampiran 17 Instruksi Men/Pangau Rusmin Nuryadin No.15 tahun 1966

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 11: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

v

HUMAIDI, POLITIK MILITER AURI DALAM PEMERINTAHAN

SUKARNO 1962-1966. Di bawah bimbingan Dr. Saleh A. Djamhari dan Dr.

Mohammad Iskandar. Tesis Program Pasca Sarjana Departemen Sejarah Fakultas

Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Politik Militer Angkatan Udara

Republik Indonesia dalam pemerintahan Sukarno 1962-1966. Secara temporal

penelitian ini di awali dengan pelaksanaan Reorganisasi tahun 1962 dan diakhiri

hingga dikeluarkannya Supersemar. Aspek spasial penelitian ini adalah Jakarta,

sebagai Ibukota negara R.I dan pusat komando AURI.

Penelitian tesis ini menggunakan metode sejarah. Sebagai kajian sejarah, hasil

penelitian ini disajikan dalam bentuk naratif. Data penelitian berupa sumber primer

didapatkan di Arsip Nasional, Pusat Sejarah dan Tradisi TNI, Disjarah AURI,

Perpustakaan Nasional, Sekretariat Negara dan Perpustakaan CSIS. Selain itu

didapatkan sumber lisan dari pelaku sejarah, melalui proses wawancara dengan Sri

Mulyono Herlambang (Men/Pangau 1965-1966), Heru Atmodjo (Asisten Direktur

Intelejen AURI 1965) dan Supeni (Tokoh PNI/Staf Departemen Luar Negeri 1965).

Adapun data sekunder diperoleh dari sepuluh perpustakaan di Jakarta.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa reorganisasi militer AURI pada tahun 1962

secara konsepsi bertujuan untuk meningkatkan profesionalitas dan integralitas

angkatan bersenjata. Namun prakteknya, reorganisasi seringkali dikaitkan dengan

masalah politik yang kontra-produktif. Pergantian kepemimpinan AURI dari

Suryadarma kepada Omar Dhani misalnya, lebih didorong karena persaingan antar

angkatan bersenjata dan Presiden Sukarno juga menjadikan reorganisasi sebagai cara

meningkatkan pengaruhnya dalam angkatan bersenjata. Menghadapi menguatnya

pengaruh Nasution, Sukarno menjalin hubungan erat dengan AURI.

Peristiwa G-30-S 1965 di Jakarta dan Yogyakarta yang menewaskan Ahmad Yani,

Suprapto, S.Parman, MT Haryono, Sutoyo, DI Pandjaitan, Tendean, Katamso dan

Sugiyono pada akhirnya melahirkan ketidakpercayaan publik terhadap kepemimpinan

presiden yang dianggap terlibat dalam peristiwa tersebut. Pada peristiwa tersebut,

keterlibatan Men/Pangau Omar Dani mengakibatkan ketidakpercayaan publik

terhadap AURI. Sehingga kemudian pada akhir masa kepemimpinan Omar Dani dan

kepemimpinan Sri Mulyono Herlambang, AURI bersikap berbalik dengan menumpas

para pelaku G-30-S. Adapun perubahan sikap tersebut, selain di dorong dari kalangan

internal AURI juga merupakan akibat campur tangan pihak AD untuk mengurangi

pendukung Sukarno dalam pemerintahan.

Kata kunci: Politik Militer, AURI

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 12: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

iv

HUMAIDI. AURI MILITERY POLITIC IN SUKARNO GOVERNMENT IN

1962-1966. Thesis of Pasca Sarjana Program, Hitorical Department, Cultural Faculty,

Indonesia University. 2008.

ABSTRACT

The objective of this experiment was to discribe Angkatan Udara Republik Indonesia

militery politic in Sukarno government 1962-1966. This experiment was temporally

started with reorganization gappened in 1962 and ended until Supersemar run. The

spacial aspect of this experiment was in Jakarta as RI capital city and AURI

command center.

The thesis experiment used historical methode. As historical course, the result

of this experiment was performed in narrative text. An experiment data was primary

sourced that got from national archive, TNI History and Tradition Center, Disjarah

AURI, National Library, State Secretariat and CSIS library. Beside that, it was gotten

from oral speaking source of historical actor, Sri Mulyono Herlambang (Men/Pangau

1965-1966), Heru Atmodjo (AURI Intelejent Directure Asistent 1965) and Supeni

(PNI figure/abroad departemet staff 1965) using interview process. And the

secondary data was gotten from 10 library in Jakarta.

The result of this experiment showed that the objective of military AURI

reorganization in 1962 was conceply to increase profesionality and integrality of

angkatan bersenjata. But in fact, reorganization was often related with political

problem. AURI leader subtitute from Suryadarma to Omar Dani as example, because

of many competitions between Angkatan Bersenjata and President Sukarno that made

reorganization as a way to influence improvement in Angkatan Bersenjata. To face

Nasution’s influence, Sukarno has good relation with AURI.

The event of G-30-S in Jakarta and Jogjakarta which killed Ahmad Yani,

Suprapto, S. Parman, MT Haryono, Sutoyo, DI Pandjaitan, Tendean, Katamso dan

Sugiyono. Was finally process unbelieveable society to leadership of president which

assumed that he involved in it. In this event Men/Pangau Omar Dani involvement

proceesed unbelievable public to AURI. So, the end of Men/Pangau Omar Dani and

Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang leadership, AURI showed contra attitude with

arresting the actors of G-3-S. it was because of not only from internal AURI but also

the results of joining AD to descrise influence of Sukarno supporter in his

government.

Keyword: Militery Politic, AURI

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 13: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak keruntuhan kekuasaan Presiden Soeharto ditahun 1998, masyarakat

Indonesia mulai memperoleh akses informasi yang lebih luas dan terbuka.

Berbagai hal yang selama era Presiden Soeharto tabu untuk dibicarakan, menjadi

bahan perbincangan masyarakat luas dan bahkan menjadi pertanyaan kritis dan

menggugat hal-hal yang sudah diterima menjadi suatu kebenaran.

Diantara pertanyaan penting adalah peristiwa Gerakan 30 September (G-

30-S) 1965. Sejak masa pemerintahan Presiden Soeharto, versi yang diakui

adalah keterlibatan penuh Partai Komunis Indonesia (PKI), sedangkan versi lain

tidak diakui bahkan dilarang beredar. Dalam rangkaian peristiwa 1965 tersebut,

terdapat juga berbagai pertanyaan turunan seperti keterlibatan Angkatan Udara

Republik Indonesia (AURI) serta kekuatan pendukung PKI dan Presiden Sukarno

lainnya. AURI dalam G-30-S dinilai terlibat karena banyaknya fakta yang

memberatkan AURI seperti keterlibatan beberapa perwira AURI, dukungan

pimpinan AURI pada 1 Oktober 1965 serta digunakannya berbagai fasilitas

AURI, seperti pangkalan Udara Halim pada 1 dan 2 Oktober. Pertanyaan-

pertanyaan tersebut sempat dijawab oleh beberapa purnawirawan perwira tinggi

AURI lewat sebuah buku yang diedit Aristides Katoppo, berjudul Menyingkap

Kabut Halim 1965 (MKH 196) serta berbagai biografi atau otobiografi para

perwira AURI yang menjadi saksi dalam peristiwa tersebut. Adapun biografi atau

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 14: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

2

otobiografi yang dimaksud meliputi Omar Dani (Men/Pangau 1962-1965), Sri

Mulyono Herlambang (Men/Pangau 1965-1966), Wisnu Djajengminardo

(Pangkoops PAU Halim 1965), Heru Atmodjo (Asisten Direktur Intelejen AURI

1965), Roesmin Nurjadin (Men/Pangau 1966) dan Ashadi Tjahjadi ( Pangkoops

PAU Husein Satranegara 1965),

Buku MKH 1965 dan berbagai biografi atau otobiografi di atas, dapat

disebut sebagai pembelaan purnawirawan AURI dalam kaitan peristiwa G-30-S.

Hal yang menjadi kelebihan dan kekurangan buku tersebut adalah sumber

informasinya yang berasal dari kalangan internal AURI. MKH 1965 juga disusun

dengan pokok deskripsi permasalahan saat terjadinya G-30-S saja, tanpa melihat

rangkaian kontinuitas kesejarahan institusi AURI.

Perbincangan keterlibatan AURI dalam peristiwa G30-S memang cukup

dibuktikan dengan rangkaian fakta pada tahun 1965. Namun perkembangan suatu

institusi seperti AURI, seharusnya dipandang secara komprehensif. Apalagi

kepemimpinan Men/Pangau Omar Dani pada tahun 1965 adalah hasil pergulatan

internal dan eksternal AURI sejak masa Suryadarma. Dengan demikian,

pengkajian sejarah politik institusi AURI pada 1965-1966 harus melibatkan AURI

pada masa sebelumnya dengan melihat dinamika pergulatan politik kekuasaan di

dalamnya.

Salah satu bentuk dinamika dalam institusi AURI adalah proses

reorganisasi militer pada tahun 1962. Reorganisasi AURI 1962, lahir sebagai

suatu bentuk desakan eksternal atas kegagalan AURI memberikan pengamanan

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 15: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

3

dalam pertempuran Aru. Selain hal tersebut, reorganisasi juga lahir atas desakan

kegagalan KSAU Suryadarma melakukan kebijakan personel.

Adapun usulan pelaksanaan integrasi Angkatan Perang sebagai bagian

langkah reorganisasi dimulai sejak masa Kabinet Karya (1958). Dalam panitia

usulan yang dipimpin Letjen Hidayat, dihasilkan konsepsi bahwa Angkatan

Bersenjata haruslah memiliki panglima sebagai pimpinan tertinggi yang

membawahi kepala staf angkatan dan kepolisian. Langkah reorganisasi tersebut

kemudian dilegalkan dalam Keputusan Presiden No.225/PLT/1962. Kekuatan

militer yang awalnya terdiri empat angkatan dengan wadah terpisah, disatukan

dalam wadah Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang langsung

berada dibawah komando Presiden Sukarno. Kepala staf angkatan dan kepolisian,

gelarnya diubah menjadi panglima angkatan dengan status menteri.1 Sebagai

panglima tertinggi, presiden dapat dengan mudah merangkul salah satu angkatan

kepihaknya, apabila diperlukan untuk mendukung kebijakan politiknya.

Pemberlakuan Keppres, melengkapi proses ”Sukarnoisasi” angkatan

bersenjata. Sebelumnya, Presiden Sukarno memindahkan kedudukan AH.

Nasution dari pucuk pimpinan Angkatan Darat menjadi kepala staf angkatan

bersenjata yang fungsinya terbatas pada pembinaan. Dalam pandangan Sukarno,

sejak 1959 Nasution memiliki pengaruh yang besar dalam angkatan perang dan

1 Markas Besar TNI, Sejarah TNI Jilid III (1960-1965), (Mabes TNI, Jakarta: 2000), hal. 1-2.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 16: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

4

politik nasional, sehingga gerakannya perlu dibatasi.2 Adapun jabatan Kepala Staf

Angkatan Darat (KSAD) kemudian dipegang oleh Letjen Ahmad Yani.

Dengan demikian, proses re-organisasi angkatan bersenjata telah berhasil

menempatkan Presiden Sukarno dalam posisi sentral perpolitikan di Indonesia.

Presiden Sukarno kemudian menjadikan pandangan politik yang merangkul kubu

Nasionalis-Agama-Komunis (Nasakom) sebagai landasan persatuan nasional.

Secara politik, gagasan Nasakom tersebut diterjemahkan sebagai strategi tiga kaki

yang menempatkan ketiga kelompok nasional tersebut dalam kabinet

pemerintahan. Namun, gagasan tersebut mendapat kritik dan penolakan dari Partai

Islam Masyumi, Partai Sosialis Indonesia, Nahdlatul Ulama dan juga Angkatan

Darat. Kritikan tersebut terutama didasarkan kecurigaan terhadap latar belakang

kaum komunis yang pernah mencoba melakukan aksi kudeta di tahun 1948, serta

sentimen terhadap kaum komunis yang dinilai anti tuhan. Dengan demikian,

konsepsi Nasakom presiden yang menginginkan masuknya Partai Komunis

Indonesia (PKI) dalam pemerintahan menghadapi hambatan.

Selain dari sikap kritis AD terhadap strategi tiga kaki presiden, di kalangan

angkatan bersenjata juga terdapat perbedaan tajam dalam menanggapi perilaku

politik Sukarno. Terhadap rencana pembentukan Angkatan Kelima misalnya, AD

dengan tegas bersikap menolak, sedangkan Angkatan Laut dan Kepolisian

bersikap penuh kehati-hatian dengan tidak memberikan tanggapan. Dukungan

terhadap Angkatan Kelima justru datang dari AURI. Dukungan AURI terhadap

Angkatan Kelima, yang bersamaan dengan dukungan PKI menciptakan suatu

2 MC. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Pen. Satrio Wahono et al. (Jakarta:

Serambi, 2005), hal. 533

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 17: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

5

kecenderungan politik bahwa AURI dan PKI berada pada satu sisi, berhadapan

dengan AD pada sisi yang lainnya.

Pada 1 Oktober 1965, Gerakan 30 September (G-30-S)3 di Jakarta yang

dipimpin Letkol (AD) Untung melakukan aksi penculikan dan pembunuhan tujuh

perwira AD, yakni Letjen TNI Ahmad Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI

S. Parman, Mayjen TNI Haryono MT, Brigjen TNI Sutoyo S, Brigjen TNI DI

Pandjaitan serta Lettu Czi Pierre Tendean. Di Jogjakarta, G-30-S juga membunuh

Kolonel Inf. Katamso dan Letkol Inf. Sugiyono.4 Aksi pembunuhan ini, oleh

Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad), Mayjen

Soeharto, disimpulkan sebagai kudeta terhadap presiden. Mayjen Soeharto

kemudian mengambil inisiatif mengkoordinasikan kelompok militer untuk

melakukan gerakan kontra-kudeta penghancuran G-30-S. Pasca G-30-S posisi

presiden semakin terjepit, karena kedekatan presiden dengan PKI serta kecurigaan

keterlibatan presiden dalam G-30-S.

Peristiwa G-30-S memiliki implikasi terhadap AURI sebagai institusi

pendukung presiden. Apalagi dalam peristiwa G-30-S, AURI dianggap terlibat

dalam mempersiapkan markas G-30-S di Halim serta keterlibatan aktif beberapa

perwiranya, seperti Sujono, Gathut Sukrisno dan Heru Atmodjo. Hal ini berujung

pada pergantian secara bergantian dua pucuk pimpinan AURI, yakni Omar Dani

dan Sri Mulyono Herlambang. Situasi politik yang mengalami tahap de-

3 Studi ini menggunakan istilah G-30-S, tanpa akhiran PKI. Istilah ini merujuk kepada kondisi

obyektif, bahwa sampai dengan tesis ditulis, persoalan siapa yang bertanggung-jawab atas

terbunuhnya tujuh perwira AD pada 1 Oktober 1965 masih menjadi perdebatan para sejarawan. 4 Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan

Penumpasannya. (Jakarta: Sekretariat Negara, 1994), hal. 93-111

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 18: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

6

sukarnoisasi membuat AURI mengambil langkah reorganisasi serta pengurangan

kiprahnya dalam perpolitikan nasional.

Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk menjadikan AURI

menjadi obyek kajian dalam penelitian tesis. Hubungan AURI dengan Presiden

Sukarno antara 1962 hingga 1966 adalah suatu gerak sejarah yang kompleks,

meliputi masa kejayaan ditahun 1962-1965 dan berakhir secara tragis ditahun

1965-1966. Ketertarikan ini melahirkan pertanyaan akademis dalam bentuk kajian

tesis terhadap politik militer AURI pada masa reorganisasi AURI 1962 hingga

dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Selain alasan diatas, ketertarikan penulis terhadap pemilihan topik ini

didasarkan kelangkaan historiografi yang mengkhususkan studi politik militer

AURI pada masa Demokrasi Terpimpin. Secara umum, para peneliti lebih tertarik

untuk melakukan kajian mengenai Sukarno, Angkatan Darat atau PKI, mengikuti

pola kekuasaan hasil kajian Herbeth Feith.5

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan di atas, penelitian ini berusaha mendeskripsikan

politik militer AURI dalam kekuasaan Sukarno 1962-1966. Secara temporal,

pokok kajian diawali sejak pelaksanaan reorganisasi angkatan bersenjata pada

tahun 1962 hingga saat dikeluarkannya surat perintah 11 Maret 1966 yang salah

satu akibatnya berujung pada pergantian panglima AURI. Penelitian tesis ini

berusaha menempatkan AURI dalam konteks politik militer, yaitu sebagai suatu

5 Lihat Herberth Feith, Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin, (Jakarta: Sinar

Harapan, 2000).

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 19: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

7

sikap yang tercermin dari tindakan yang dilakukan AURI dalam menanggapi

perilaku atau tindakan politik nasional. Adapun sikap yang merupakan cerminan

dari institusi AURI, dilahirkan dari kebijakan pimpinan AURI. Sehingga pada

akhirnya dapat disimpulkan bahwa apapun yang dilakukan pimpinan AURI

menjadi dimaknai sebagai sikap politik AURI secara institusional. Namun

demikian, ada kalanya Men/Pangau juga bertindak di luar batas koordinasi yang

akibatnya justru mempertaruhkan reputasi institusi AURI itu sendiri. Hal inilah

yang terjadi dalam kasus AURI pada tahun 1965, pada saat Men/Pangau Omar

Dani mengeluarkan surat pernyataan dukungan terhadap aksi G-30-S.

Dalam memahami proses perubahan politik di tahun 1965 misalnya,

penelitian tesis ini menempatkan AURI sebagai pendukung Presiden Sukarno.

Keterlibatan AURI dalam beberapa fase pelaksanaan G-30-S, pada dasarnya

merupakan keterlibatan individu-individu yang lepas dari koordinasi institusi.

Selain itu, keterlibatan individu tersebut juga lebih didorong rasa percaya diri

bahwa G-30-S dilakukan untuk menyelamatkan Panglima Tertinggi ABRI,

Presiden Sukarno, bukan kesetiaan kepada PKI. Namun demikian, karena individu

yang memiliki keterlibatan merupakan individu penentu dalam institusi AURI,

maka akibatnya AURI secara institusional harus bertanggung-jawab atas

keterlibatan tersebut.

Adapun hal-hal yang menjadi pokok pertanyaan penting dalam penelitian

tesis meliputi:

1. Bagaimana proses dukungan AURI kepada Presiden Sukarno

berlangsung ?

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 20: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

8

2. Bagaimana posisi AURI dalam peristiwa G-30-S 1965 ?

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, penelitian tesis bertujuan

untuk memaparkan secara deskriptif politik militer AURI pada masa

pemerintahan Sukarno antara pelaksanaan re-organisasi militer pada tahun 1962

hingga dikeluarkannya Supersemar pada 11 Maret 1966. Secara akademis studi ini

diharapkan memperkaya kajian sejarah politik militer Indonesia serta memotivasi

untuk penelitian lanjutan.

1. 4 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode sejarah yang langkah-langkahnya

mengacu kepada penelitian sejarah secara umum, seperti yang dikemukakan

Gottschalk dan Kuntowijoyo, yakni: pengumpulan sumber informasi (heuristik),

kritik ekstern dan intern terhadap bahan sumber, interpretasi terhadap fakta yang

ada dan berakhir dengan tahapan sintesa atas keseluruhan yakni dalam bentuk

penulisan sejarah (historiografi).6

Sebagai kajian sejarah, hasil penelitian disajikan dalam bentuk deskriptif-

naratif yaitu bertujuan seperti dikatakan Sartono Kartodirdjo, yakni ”ingin

membuat deskripsi tentang masa lampau dengan merekontruksikan apa yang

terjadi serta diuraikan sebagai cerita, dengan perkataan lain kejadian-kejadian

6 Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, Pen: Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press, 1986), hal.

65-68. dan juga Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogjakarta: Yayasan Bentang Budaya,

2001), hal. 91-108.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 21: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

9

penting diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun

sebagai cerita”.7

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian, melibatkan disiplin

ilmu politik. Pendekatan politik digunakan, karena fokus penelitian membahas

hubungan kekuasaan antara presiden sebagai eksekutif dan militer sebagai salah

satu bagian institusi di dalamnya.

1.5 Sumber Sejarah

Secara umum, sumber sejarah dari segi urutan penyampaiannya dibagi

menjadi dua macam, yaitu primer dan sekunder. Sumber primer terdiri dari arsip,

dokumen dan laporan sezaman. Dalam penelitian ini, sumber kearsipan didapat

dari Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), yaitu berupa catatan pidato

Presiden Sukarno, surat-surat keputusan presiden serta sumber sejarah lisan

rekaman wawancara dengan Sri Bima Ariotedjo (tokoh AURI tahun 1960-an).

Dokumen yang didapat di Markas Besar TNI-AU di Cilangkap, meliputi surat

keputusan dan pidato Men/Pangau serta penerbitan resmi doktrin TNI-AU, Swa

Bhuana Paksa tahun 1965. Sumber primer juga meliputi keterangan surat kabar,

yakni: Majalah Angkasa, Pikiran Rakyat, Berita Yudha dan Kompas. Penelitian

ini memanfaatkan sumber lisan, yakni dengan mewawancarai tokoh-tokoh yang

mengetahui terhadap keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian.

7 Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, (Jakarta: PT Gramedia,

1992), hal.9.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 22: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

10

Sedangkan sumber sekunder dalam kajian tesis, meliputi kajian penelitian

terhadap kurun waktu tersebut (1962-1966), baik yang disajikan dalam bentuk

laporan penelitian, jurnal atau majalah ilmiah, maupun yang sudah diterbitkan

dalam bentuk buku. Buku yang cukup penting dalam penelitian tesis adalah buku

suntingan Aristides Katoppo dkk yang berjudul Menyingkap Kabut Halim. Buku

yang diterbitkan Sinar Harapan ini, berisi paparan deskriptif mengenai posisi

AURI dalam peristiwa Gerakan 30 September (G-30-S) yang didasarkan terutama

kepada pengakuan para pelaku sejarah. Selain itu, terdapat juga otobiografi Omar

Dani, Sri Mulyono Herlambang dan Heru Atmodjo yang dalam proporsinya

masing-masing memberi penjelasan dari sudut pandang mereka secara subyektif.

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam merekontruksi sebuah peristiwa sejarah, diperlukan adanya

penataan dan penentuan fakta kausal, peristiwa dan fakta akibat. Dengan

demikian, penyusunan suatu historiografi mengikuti prinsip-prinsip organisasi.

Berdasarkan hal diatas, studi dalam tesis dibagi dalam enam bab, meliputi:

Bab I: Pendahuluan

Bab ini berisi uraian mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah,

sumber sejarah serta sistematika penulisan.

Bab II AURI dan Politik Militer Menjelang Reorganisasi (1959-1962)

Bab ini berusaha menelusuri politik militer di Indonesia sejak Dekrit Presiden 5

Juli 1959 hingga pelaksanaan re-organisasi tahun 1962. Dalam bab ini diuraikan

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 23: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

11

catatan singkat AURI, kiprah AURI dalam politik nasional serta Peristiwa Aru

yang menjadi sebab reorganisasi dan pergantian kepemimpinan AURI.

Bab III: AURI dan Politik Militer Sejak Reorganisasi hingga Peristiwa G-30-

S (1962-1965)

Bab ini memaparkan sikap serta perilaku politik AURI antara 1962 hingga

terjadinya G-30-S 1965. Fokus pembahasan dalah reorganisasi AURI masa

Men/Pangau Omar Dani serta peristiwa politik menjelang meletusnya G-30-S,

seperti konfrontasi Malaysia dan wacana Angkatan Kelima.

Bab IV: AURI dan Peristiwa G-30-S

Bab ini mendeskripsikan posisi AURI pada peristiwa G-30-S, terutama mengenai

dugaan keterlibatan AURI seperti keterlibatan perwira AURI, penggunaan

fasilitas AURI serta dukungan Men/Pangau Omar Dani terhadap G-30-S.

Bab V: Akhir Sebuah Tragedi: AURI antara G-30-S dan Supersemar

Bab ini mendeskripsikan institusi AURI antara Peristiwa G-30-S hingga di

keluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966. Masa tersebut meliputi, akhir

kepemimpinan Men/Pangau Omar Dani dan kepemimpinan Men/Pangau Sri

Mulyono Herlambang. Pada bahasan ini dijelaskan sikap politik AURI pasca G-

30-S hingga dikeluarkannya Supersemar.

Bab VI: Kesimpulan

Bab ini menyimpulkan secara garis besar inti penelitian serta memberi suatu

paparan kontekstual terhadap politik militer di masa depan.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 24: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

12

BAB II

AURI DAN POLITIK MILITER MENJELANG REORGANISASI

(1959-1962)

Studi mengenai politik militer Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) antara

1962-1966, tentunya tidak dapat dilepaskan dari perjalanan politik militer secara

umum pada masa sebelumnya. Bagaimanapun penjabaran mengenai kondisi sebelum

dan sesudahnya merupakan suatu ciri khas yang memperlihatkan sejarah sebagai

suatu kontinuitas. Apapun hasil suatu proses sejarah, tentunya memiliki keterkaitan

dengan proses atau peristiwa pada masa sebelumnya.

Politik militer di Indonesia terus menerus dikaji karena dalam

perkembangannya mengalami berbagai proses berliku, yang diwarnai berbagai

konflik, intrik atau benturan antar kelompok. Konflik yang terjadi, tidak hanya

bersifat benturan politik-sosial-budaya maupun kelas atau terjadi antara hubungan

militer dengan sipil, melainkan juga antara pihak militer itu sendiri yang seringkali di

dasarkan kepada konflik antar individu.

Untuk mengamati proses perkembangan politik militer secara kontinuitas

itulah, maka penulisan tesis ini memerlukan pemetaan poltik mengenai kemunculan

kekuatan militer dalam suatu perubahan politik dan bagaimana pandangan militer

dalam proses perkembangannya sejak awal kemerdekaan hingga proses reorganisasi

militer pada tahun 1962.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 25: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

13

2. 1. Sekilas Tentang AURI

Awal keberadaan AURI dimulai sejak pembentukan Badan Keamanan Rakyat

(BKR) pada Tanggal 23 Agustus 1945 untuk memperkuat kekuatan Udara yang

mengalami kekurangan pesawat terbang dan fasilitas lainnya. Dengan perubahan

BKR menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada tanggal 5 Oktober 1945, maka

kekuatan udara berubah nama menjadi TKR Jawatan Penerbangan di bawah

pimpinan Komodor Soerjadi Soerjadarma1. Dalam perkembangannya, pada tahun

1965 AURI memiliki doktrin yaitu Swa Bhuana Phaksa (Sayap Tanah Air), yang

menegaskan bahwa fungsi AURI adalah sebagai pembina kesatuan-kesatuan udara

untuk menunjang strategi pertahanan dan keamanan nasional.2

Selama masa revolusi kemerdekaan 1945-1950, AURI aktif melakukan

perlawanan terhadap pemerintahan kolonial. Kekuatan AURI melakukan

pengeboman terhadap kubu-kubu pertahanan Belanda di Semarang, Salatiga, dan

Ambarawa. Pihak Belanda kemudian membalas serangan AURI dan menembak jatuh

pesawat angkut VTCLA yang sedang mengemban tugas kemanusiaan. Akibatnya

gugur tiga perintis TNI AU yaitu: Adisutjipto, Abdurrahman Saleh dan

Adisumarmo.3

Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tahun 1950, AURI

mendapatkan beberapa komponen sistem persenjataan udara serta sarana dan fasilitas

1 Lebih lanjut, Lihat Sutrisno, Marsekal TNI Suryadi Suryadarma, (Jakarta: Departemen P & K, 1985). 2 Doktrin AURI Swa Bhuana Phaksa, Djakarta: Markas Besar Angkatan Udara, hal. 41 3 Dinas Penerangan TNI-AU, Perjalanan TNI Angkatan Udara dan Pengembangannya pada awal

dasawarsa 80-an, (Jakarta: 1982), hal. 18-19.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 26: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

14

pendukungnya. Kebanyakan persenjataan tersebut, merupakan hasil serah terima dari

pemerintahan Hindia-Belanda. AURI kemudian melakukan program pendidikan dan

pelatihan, khususnya dibidang profesi penerbangan agar dapat mengambil alih tugas

dari personil Angkatan Udara Belanda.

Pada bulan Juli 1952, AURI dilanda konflik internal. Beberapa perwira AURI

yang dikoordinir Hurbertus Suyono dan Wiweko mengadakan rapat di Jakarta dan

Bandung untuk membahas pendidikan dan penerbangan AURI.4 Rapat yang diadakan

berujung kepada kecaman terhadap kepemimpinan KSAU Suryadarma karena

dianggap tidak memiliki kebijakan kepemimpinan. KSAU dinilai lebih banyak

mengangkat perwira hasil didikan Jepang, ketimbang perwira didikan Belanda dalam

penunjukan staf umum. Akibat kecaman tersebut, Suyono dipanggil ke Mabes AU

dan diperintahkan belajar ke luar negeri. Suyono yang menganggap perintah ini

sebagai hukuman membuat pengaduan kepada menteri pertahanan dan seksi

pertahanan DPR, tetapi pengaduannya tidak mendapat tanggapan. Presiden Sukarno

tetap mempertahankan Suryadarma sebagai KSAU. Suyono kemudian dikenakan

tahanan rumah dan pada bulan Juli 1955 statusnya diubah menjadi tahanan kota.5

Setelah kabinet Ali jatuh, kabinet Burhanuddin Harahap merehabilitasi Suyono dan

4 Komodor Hubertus Suyono dikenal sebagai pejabat sementara KSAU masa Pemerintahan Darurat

Republik Indonesia (PDRI), karena KSAU Suryadarma saat itu ditahan bersama presiden Sukarno.

Adapun Wiweko dikenal sebagai salah seorang pembangun penerbangan nasional. Wiweko pernah

diperintahkan Sukarno membeli pesawat DC-3 yang kemudian diberi nama Seulawah. Keahlian

Wiweko dalam mengembangkan teknologi udara terbukti lewat rancangan pesawat ringan

eksperimental RI-X dan bersama Nurtanio membuat pesawat luncur NWG-1 (Nurtanio-Wiweko

Glider). Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Wiweko_Soepono didownload pada 1 April 2008 pukul.

09.09 WIB. 5 Markas Besar TNI-Pusat Sejarah dan Tradisi TNI Sejarah TNI: Jilid III 1950-1959, Jakarta: 2000,

hal. 163-164.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 27: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

15

mengangkatnya sebagai wakil KSAU. Sebelumnya, AURI tidak mengenal adanya

jabatan wakil KSAU.

Pada saat pelantikan Suyono pada 14 Desember 1954, terjadilah Insiden

Cililitan. Saat Perdana Menteri Burhanuddin Harahap menyampaikan pidatonya, 25

perwira AURI dan prajurit pembawa panji kehormatan AURI berteriak tidak setuju

dan meninggalkan lapangan upacara. Akibatnya upacara pelantikan tersebut gagal.6

Empat hari setelah insiden tersebut, Presiden Sukarno berkunjung ke Pangkalan

AURI Halim untuk menenangkan suasana. Presiden berpidato di depan perwira

AURI dan menegaskan bahwa AURI bukanlah milik perseorangan, tetapi AURI

adalah milik Negara Republik Indonesia.7

Setelah insiden tersebut, Suryadarma mengajukan permohonan pengunduran

diri sebagai KSAU. Namun permintaan Suryadarma ditolak presiden. Selanjutnya

masalah tersebut diselesaikan dalam pertemuan Gabungan Kepala Staf (GKS) yang

memutuskan bahwa jabatan wakil KSAU dibatalkan. GKS juga mengecam kabinet

karena dalam pengangkatan tersebut tidak mempertimbangkan kondisi psikologis

para perwira yang tidak setuju serta tidak meminta pertimbangan dari KSAU.

Pada tahun 1950 hingga 1960, Pemerintah RI menghadapi Pemberontakan

DI/TII, Andi Aziz, RMS serta PRRI/Permesta. Dalam berbagai aksi penumpasan

pemberontakan tersebut, AURI turut aktif bersama angkatan lain melakukan aksi

penumpasan. Kiprah AURI terutama sangat penting dalam penumpasan

6 Markas Besar ABRI-Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI, 40 Tahun ABRI: Masa Perang Kemerdekaan,

Konsolidasi awal dan masa Integrasi, jakarta: 1985, hal.249-250. 7 Madjalah Angkasa edisi Januari 1956

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 28: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

16

pemberontakan PRRI/Permesta, karena pemberontakan ini merupakan satu-satunya

yang memiliki kekuatan udara yang bernama Angkatan Udara Revolusioner

(AUREV). Pemberontakan PRRI/Permesta yang terjadi di Sumatera dan Sulawesi

juga merupakan pemberontakan yang paling berbahaya, karena mendapat dukungan

dari pihak Amerika dan Inggris. 8

Menjelang pertengahan April 1958, pasukan Permesta yang diperkuat bantuan

pesawat dan pilot-pilot Amerika dan Taiwan membangun kekuatan Angkatan Udara

Revolusioner (AUREV) di bawah pimpinan Komodor Udara Muharto, atase militer

di Philipina.9 Pada pertengahan April hingga Mei, kekuatan AUREV berhasil

mengendalikan wilayah udara Indonesia Timur, lewat aksi pemboman terhadap

Ambon, Balikpapan dan Markas AURI di Kendari. Setelah AURI berhasil

mengalahkan kekuatan pasukan PRRI di Sumatera, AURI kemudian memusatkan

perhatian menghadapi kekuatan AUREV. Dalam menghadapi kekuatan AUREV,

AURI berhasil melakukan serangan mendadak atas pangkalan udara Manado dan

menghancurkan lima pesawat AUREV. Pada pertengahan Juni, kekuatan AUREV

berhasil dikalahkan. Selain itu, kekuatan AURI juga berhasil menembak pesawat

AUREV yang diterbangkan Allan Pope, penerbang Amerika di atas kota Ambon.10

8 Lihat Audrey Kahin dan George Mc. Turnan Kahin. Subversi Politik Luar Negeri, Pen. RZ. Leirissa,

(Jakarta: Pustaka Grafiti, 2000), hal. 222. ; R.Z. Leirissa, PRRI/Permesta: Strategi Membangun

Indonesia Tanpa Komunis, (Jakarta: Pustaka Grafiti, 1991), hal 217 dan 92. 9 RZ Leirissa, Ibid., hal. 22 10 Perwira AURI yang berhasil menembak jatuh pesawat Allan Pope adalah Ignatius Dewanto. Dalam

versi lain, pesawat Allan Pope ditembak jatuh oleh Angkatan Darat. Lihat Marwati Djoenoed

Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia VI, (Jakarta: Balai Pustaka,

1993), hal. 281.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 29: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

17

2. 2 Perpolitikan Nasional Menjelang Demokrasi Terpimpin

Pada tahun 1955, pemerintahan kabinet Burhanuddin Harahap berhasil

melangsungkan Pemilihan Umum (Pemilu) pertama di Indonesia. Pemilu yang

melahirkan empat kekuatan besar, yaitu PNI, Masyumi, NU dan PKI memberi suatu

legitimasi atas kekuatan politik secara nyata dalam pemerintahan.11

Tujuan

dilangsungkannya Pemilu sebagai sarana menciptakan stabilitas politik jauh dari

harapan, karena Pasca Pemilu, ”Empat Besar” pemenang justru semakin terlibat

dalam konflik yang menajam. Pertikaian antar elit partai yang sudah terjadi antara

1950-1955 terus berlanjut dan sulit diredam.

Pada kesempatan pidato di hadapan wakil-wakil pemuda ”empat partai”

tanggal 28 Oktober 1956 dan Kongres Persatuan Guru tanggal 30 Oktober 1956,

presiden memberi kecaman keras terhadap pelaksanaan demokrasi liberal atau

parlementer. Dalam pidatonya, presiden menyatakan bahwa demokrasi liberal tidak

sesuai dengan kepribadian Indonesia karena mendatangkan pertikaian dan sistem

tersebut harus digantikan dengan sistem yang sesuai dengan kepribadian Indonesia,

yakni sistem terpimpin.12

Pada 21 Februari 1957, Presiden Sukarno mengumumkan

konsepsinya mengenai pembentukan Kabinet Gotong Royong yang menyertakan

”empat besar” serta kelompok fungsional. Konsep yang menekankan persatuan antara

kekuatan Nasionalis-Agama dan Komunis (Nasakom) juga dikampanyekan sebagai

11 Lihat Herbeth Feith, Pemilihan Umum 1955 di Indonesia. (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999). 12 Ir. Sukarno, “ Marilah Kita Kubur Partai-Partai” dalam Herbert Feith dan Lance Castles, Pemikiran

Politik Indonesia 1945-1965, (Jakarta: LP3ES, 1988), hal. 62-66

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 30: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

18

suatu perjuangan menghadapi ancaman kekuatan Neo-Imperialisme dan Kolonialisme

(Neokolim).13

Gagasan presiden mengenai strategi persatuan Nasakom, melahirkan reaksi

beragam dari berbagai kelompok masyarakat. Para elit partai Islam Masyumi,

Nahdlatul Ulama dan Angkatan Darat menolak gagasan presiden dan menegaskan

bahwa suatu perubahan sistem perundang-undangan hanya dapat dilegalkan oleh

lembaga konstituante yang sudah dibentuk. Penolakan tersebut juga didasarkan

pengalaman buruk ditahun 1948, yakni percobaan kudeta kelompok komunis di

Madiun. Sebaliknya PKI yang didukung PNI mendukung usulan presiden tersebut.

Menguatnya pengaruh politik Sukarno serta kecenderungan pemerintahan

yang sentralistis dan Pro-Komunis, melahirkan perlawanan para perwira daerah di

Sumatera dan Sulawesi. Ahmad Husein di Sumatera dan Ventje Sumual di Sulawesi,

mengumumkan pengambilalihan kekuasaan dari kendali pusat dan berdirinya

Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta

(PRRI/Permesta). Presiden Sukarno mengumumkan darurat perang untuk seluruh

wilayah Indonesia, setelah kabinet Ali menyerahkan mandat pada 13 Maret 1957.

Pemberlakuan darurat perang menegaskan klaim bahwa hanya militerlah yang

mampu memberi kejelasan terhadap persatuan NKRI dimasa-masa krisis nasional.

Pada saat kekuatan militer menghadapi pemberontakan daerah, para politisi

partai dalam badan konstituante yang mengemban amanat membuat undang-undang

13 Konsep Nasakom merupakan kelanjutan pemikiran Bung Karno pada tahun 1926. Lihat Ir. Sukarno,

Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I (Jakarta: Panitya Penerbit DBR, 1963), hal. 1-23

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 31: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

19

baru, ternyata tidak mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. Hal ini terutama

karena adanya tarik-menarik Piagam Jakarta, antara kelompok Islam dan nasionalis

sekuler. Ketika diusulkan pilihan untuk kembali kepada UUD 45, hasilnya menemui

kebuntuan. Pada 5 Juli 1959 Presiden Sukarno dengan dukungan militer dan beberapa

partai mengeluarkan dekrit yang memberlakukan kembali UUD 45.14

Pada 9 Juli 1959 Sukarno mengumumkan kabinet kerja dengan menunjuk

dirinya sebagai perdana menteri. AH. Nasution pada kabinet kerja menempati pos

Menteri Pertahanan Keamanan dan KSAD.15

Adapun kepala-kepala staf angkatan

bersenjata berkedudukan sebagai anggota ex officio kabinet kerja. Dengan status

anggota kabinet, maka para kepala staf langsung bertanggung-jawab kepada presiden

dalam melaksanakan tugasnya.

Pada pidato peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1959 berjudul ”Penemuan

Kembali Revolusi Kita” yang kemudian dikenal dengan istilah Manipol, Presiden

Sukarno kembali menegaskan konsepsi Demokrasi Terpimpin. Sukarno

mengemukakan retorika politik semangat revolusi, keadilan sosial dan kelengkapan

lembaga-lembaga negara demi revolusi yang berkelanjutan. Pada awal 1960, konsepsi

14 Lebih lanjut Lihat Adnan Buyung Nasution. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia:

Studi Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959, (Jakarta: Pustaka Grafiti, 1995). 15

AH. Nasution lahir di Katanopan, Hutapungkur, Sumatera-Utara pada 3 Desember 1918. Setelah

menempuh jenjang akademis AMS dan pernah menjadi guru di Sumatera, pada 1940 ia mulai tertarik

pada karier militer dan bergabung menjadi anggota KNIL di Bandung. Pada masa proklamasi

kemerdekaan, ia turut mendirikan organisasi BKR. Karier militernya menanjak dengan cepat, mulai dari

Panglima Divisi II Priangan (1946), Panglima Divisi Siliwangi (1946-1948), Wakil Panglima Besar TNI

(1948), Panglima Komando Jawa (1948-1949), KSAD (1949-1952), KSAD (1955-1962), Kepala Staf

Angkatan Bersenjata (1962) Menteri Keamanan Nasional merangkap Menko Hankam (1963-1966) dan

Ketua MPRS (1966-1972). Sebagai perwira ia dikenal anti komunis, puritan, taat dalam menjalankan

agama dan menolak praktek korupsi. Lebih lanjut, lihat Tim Pusat Data dan Analisa Tempo. Jenderal

Tanpa Pasukan-Politisi Tanpa Partai: Perjalanan Hidup A.H Nasution, (Jakarta: PDAT & ISAI, 1998)

dan http://www.sejarahtni.mil.id/index.php?cid=2013&page=10.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 32: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

20

Manipol mendapatkan kosa-kata tambahan USDEK, yang merupakan singkatan dari

UUD 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan

Kepribadian Indonesia.16

Pada bulan Maret 1960, DPR yang menolak mengesahkan anggaran belanja

pemerintah, kemudian dibubarkan Presiden Sukarno lewat sebuah dekrit. Presiden

kemudian membentuk dan memilih anggota DPR Gotong Royong (DPR-GR). Dalam

komposisi keanggotaan DPR-GR, PKI mendapatkan porsi keanggotaan 17 % dan

tokoh PKI, Lukman ditunjuk sebagai wakil ketua. MPRS yang kemudian dibentuk

Sukarno juga menempatkan ketua PKI, DN. Aidit, sebagai salah seorang wakil ketua.

Dengan adanya perimbangan kekuasaan PKI dalam parlemen, seiring menguatnya

pengaruh politik presiden, maka presiden memiliki alasan kuat untuk mendesak

pelaksanaan ideologi Nasakom dalam pemerintahan. Apalagi dalam Pemilu 1955,

PKI adalah salah-satu sari empat besar pemenang Pemilu. Doktrin Nasakom yang

dikampanyekan presiden mengandung pengertian bahwa kekuatan Nasionalis-Agama

dan Komunis harus bersatu dalam suatu persatuan nasional menghadapi bahaya neo-

imperialisme dan kapitalisme (Neokolim).

2. 3 Politik Militer AURI Pada Masa Suryadarma

Sebagai salah satu kekuatan pertahanan negara, kebijakan pimpinan AURI

haruslah didasarkan kepada tugasnya sebagai alat pertahanan yang menjaga

keamanan, baik dari ancaman luar maupun dalam negeri. Selain daripada tugas utama

16 Lebih lanjut lihat Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi, (Jakarta: Departemen Penerangan, tanpa tahun)

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 33: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

21

tersebut, kebijakan AURI juga tidak lepas dari pergulatan politik yang terjadi. Insiden

Cililitan misalnya, terjadi sebagai akibat campur-tangan sipil terhadap militer. Jabatan

Wakil Kepala Staf AURI yang sebelumnya tidak ada, dibentuk hanya untuk

memecah-belah kekuatan AURI.

Menghadapi proses perubahan sistem pemerintahan dari sistem pemerintahan

liberal ke terpimpin, AURI menempatkan institusinya sebagai pendukung Presiden

Sukarno dengan memberikan dukungan tanpa reserve terhadap Dekrit 5 Juli 1959.

Dukungan AURI kepada Presiden Sukarno merupakan kewajaran, karena kedudukan

AURI sebagai alat pertahanan negara berada di bawah kedudukan presiden. Namun

demikian, dimata presiden Sukarno, AURI merupakan sekutu potensial dalam

menghadapi semakin besarnya pengaruh Nasution sejak 1959 dalam angkatan

bersenjata. Keberadaan Nasution yang anti komunis, merupakan hambatan bagi

presiden dalam mengkampanyekan gagasan Nasakomnya. Di sisi lain AURI

membutuhkan dukungan presiden untuk memperkuat pencitraannya dalam masa

demokrasi terpimpin. Bagaimanapun, AURI merupakan kekuatan kecil apabila di

sandingkan kekuatan AD.

Faktor lain yang menjamin dukungan AURI terhadap Presiden Sukarno

adalah konflik pribadi antara KSAU Suryadarma dan Nasution. Isteri Suryadarma,

Ny Utami yang aktif sebagai simpatisan Gerwani, pernah ditahan pada 1948 atas

perintah Nasution sehubungan dengan dugaan keterlibatannya dalam pemberontakan

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 34: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

22

PKI Madiun.17

Antara Suryadarma dan Nasution, juga seringkali berpolemik dalam

suatu permasalahan, seperti dalam pemilihan formatur Kabinet Ali II ketika

Suryadarma tidak memilih Nasution.18

Lebih lanjut A.H Nasution menuturkan bahwa

saat ia menjabat sebagai ketua Gabungan Kepala Staff (GKS), komunikasi antara

dirinya dan AURI terdapat garis pemisah yang sukar dipahami, sedangkan dengan

AL dan Polri terdapat hubungan yang baik. Hubungan yang tertutup tersebut semakin

tampak saat Suryadarma diangkat sebagai ketua GKS.19

Kecenderungan adanya rivalitas antara AURI dengan AD kemudian berlanjut

pada permasalahan konsep yang teoritis, yakni sistem pertahanan nasional. Pada

bulan maret 1960, Angkatan Darat berpendirian bahwa mengingat perekonomian

Indonesia masih lemah, pertahanan nasional harus didasarkan kepada perang gerilya.

AH. Nasution berbicara di hadapan Dewan Perancang Nasional bahwa kekuatan laut

dan udara harus dikembangkan, tetapi tidak saat itu karena baru bisa dilakukan pada

sepuluh sampai duapuluh tahun ke depan. Angkatan Udara dan Angkatan Laut

berpendapat suatu negara kepulauan harus mendasarkan strategi pertahananannya

pada pertahanan yang bergerak di udara dan laut. Dengan demikian pembangunan

kekuatan laut dan udara harus dilakukan secepatnya, tidak menunggu waktu yang

lama. Perbedaan ini bukanlah sekedar debat teoritis antar pengatur strategi militer,

17 Ny. Utami Suryadarma dikenal juga sebagai simpatisan Gerwani, ia juga menjabat sebagai Ketua Organisasi

Indonesia untuk Setiakawan Rakyat Asia-Afrika (OISRAA), Rektor Universitas Res Publicva (1962-1965)

serta Ketua gerakan Konferensi Internasional Anti Pangkalan Asing (KIAPMA). Lihat Saskia E. Wieringa,

Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia, (Jakarta: Kalyanamitra dan Garba Budaya, 1999), hal. 320

dan 431. Saat Utami ditangkap Nasution, kedudukan Nasution adalah Panglima Komando Jawa. Adik utami,

Oetomo Ramelan yang menjadi walikota Solo pada 1965 juga merupakan kader PKI. 18 A.H Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas Jilid IV (Masa Pancaroba Kedua), (Jakarta: Gunung

Agung, 1984), hal. 5 dan 393. 19 Ibid., hal. 308-309

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 35: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

23

karena penerapan suatu strategi juga berdampak pada alokasi anggaran dan strategi

politik militer dalam jangka panjang.20

Pada bulan Juli 1959, Suryadarma menolak komando Nasution dalam

departemen pertahanan dengan alasan Angkatan Udara tidak setuju dipimpin perwira

Angkatan Darat. Langkah AURI kemudian diikuti Angkatan Laut dan Kepolisian.

Langkah Suryadarma menolak perintah Nasution adalah suatu upaya membatasi

kewenangan departemen pertahanan.

2. 4 Peristiwa Aru dan Pergantian Suryadarma

Pada tahun 1960, presiden Sukarno mulai mengkampanyekan pengembalian

wilayah Irian Barat kepangkuan NKRI. Sebelumnya, setelah menempuh jalur

diplomasi, pihak Belanda tetap tidak mau mengembalikan Irian Barat kepada

Indonesia. Presiden Sukarno kemudian memutuskan mengambil langkah konfrontasi

dengan Belanda, yakni melakukan embargo penerbangan Belanda dan nasionalisasi

beberapa perusahaan milik Belanda. Secara militer, presiden mengeluarkan

Maklumat Trikora untuk merebut daerah Irian Barat.

Diantara berbagai peristiwa pada masa pembebasan Irian Barat, peristiwa

yang cukup penting adalah Peristiwa Aru pada tanggal 16 Januari 1962. Dalam

peristiwa tersebut, KRI Macan Tutul yang berencana melakukan misi infiltrasi

dihadang kapal laut Belanda di Laut Aru. Walaupun operasi tersebut bersifat rahasia,

tetapi pihak belanda seakan telah bersiap melakukan penyerangan. Akibatnya kapal

20 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, (Jakarta: LP3ES, 1988), hal. 254-255

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 36: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

24

tersebut ditenggelamkan. Komodor Yos Sudarso, salah seorang deputi Men/Pangal

turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut.

Peristiwa Aru kemudian melahirkan polemik dikalangan angkatan bersenjata.

AD dan AL menuduh bahwa AURI telah melakukan kelalaian karena tidak memberi

perlindungan dari udara.21

Menanggapi tuduhan tersebut, AURI menyatakan bahwa

pihaknya tidak mengetahui adanya operasi infiltrasi Yos Sudarso, apalagi operrasi itu

sendiri bersifat rahasia. Polemik yang berkepanjangan semakin meruncing kepada

tuntutan agar panglima AURI, Laksamana Suryadarma, bertanggung-jawab atas

kelalaian AURI tersebut.

Pada hari Jumat, 18 Januari 1962, Presiden Sukarno mengundang

Menteri/KSAU Suryadarma, Kolonel Omar Dani dan Ir. Djuanda diruang kerja

istananya. Presiden mendiskusikan keadaan negara pasca Peristiwa Aru dan

memutuskan pencopotan jabatan Suryadarma sebagai Men/Pangau dan digantikan

Omar Dani.22

Walaupun secara resmi presiden menyatakan pencopotan tersebut

bukan karena peristiwa Aru. Namun, karena pencopotan yang datang secara tiba-tiba

pasca polemik Peristiwa Aru merupakan kebijakan presiden untuk meredakan

pertengkaran dalam angkatan bersenjata.

21 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1999), hal. 89 22 Omar Dani lahir di Solo pada 1924. Putra KRT Reksonegoro, Asisten Wedana Gondangwinangun,

Klaten. Dari garis keturunan ayahnya, ia tergolong memiliki hubungan kekerabatan dengan keraton

Solo. Ia menapaki karir penerbang pada akhir 1950 di Taloa, Amerika Serikat. Tahun 1956 ia

bertugas belajar di Royal Air Force Staf College di Andover, Inggris. Setelah menamatkan studi,

Omar Dani ditugaskan dalam berbagai operasi militer, misalnya menumpas pemberontakan PRRI di

Sumatera. Lebih lanjut, Lihat Omar Dani. Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku,

(Jakarta: ISAI, 1999).

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 37: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

25

BAB III

AURI DAN POLITIK MILITER SEJAK RE-ORGANISASI

HINGGA PERISTIWA G-30-S (1962-1965)

Reorganisasi angkatan bersenjata adalah suatu langkah untuk menciptakan

profesionalitas dan optimalisasi angkatan perang, yang secara politik diikuti dengan

proses integrasi dalam Angkatan Bersenjata. Usulan pelaksanaan reorganisasi telah

dirintis sejak masa Kabinet Karya (1958) oleh Perdana Menteri Djuanda dan Jenderal

AH. Nasution, yang panitianya dipimpin Letjen Hidayat. Dalam panitia usulan

tersebut, dihasilkan konsepsi bahwa kekuatan angkatan bersenjata haruslah memiliki

panglima sebagai pimpinan tertinggi yang membawahi kepala-kepala staf angkatan-

angkatan dan kepolisian.

Lewat Keputusan Presiden No.225/PLT/1962, maka usulan reorganisasi

tersebut mendapatkan penegasan secara formal. Kekuatan militer yang awalnya

terdiri dari empat angkatan dengan wadah yang terpisah, disatukan dalam Angkatan

Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang langsung dipimpin di bawah komando

Presiden Sukarno. Kepala staf angkatan-angkatan dan kepolisian, diubah gelarnya

menjadi panglima angkatan dan statusnya ditingkatkan sebagai menteri.1 Secara

politik, struktur tersebut sangat menguntungkan presiden, karena presiden dapat

dengan mudah merangkul salah satu angkatan kepihaknya apabila diperlukan untuk

mendukung kebijakan politiknya.

1 Markas Besar TNI, Sejarah TNI Jilid III (1960-1965), (Mabes TNI, Jakarta: 2000), hal. 1-2.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 38: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

26

Adapun ambisi Presiden Sukarno menjadikan dirinya sebagai pusat kekuasaan

tertinggi angkatan bersenjata, didasari kekhawatiran menguatnya pengaruh Nasution

yang anti-komunis sejak 1959. Presiden menyadari keberadaan Nasution dan

Angkatan Darat yang anti komunis, merupakan hambatan terhadap keberlangsungan

ideologi Nasakom, seperti tercermin pada kasus pelarangan PKI di tiga S (Sumatera

Selatan, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan) pada tahun 1960, saat Nasution

menjabat sebagai KSAD. Adalah suatu kewajaran, apabila kemudian reorganisasi

angkatan bersenjata yang awalnya dimaksudkan Nasution untuk menyatukan

kepemimpinan angkatan bersenjata di bawah kendalinya, justru dijadikan Sukarno

sebagai alat menyingkirkan kedudukan Nasution. Kedudukan Nasution sebagai

KSAD, kemudian digantikan oleh Letjen Ahmad Yani. Nasution kemudian di

tempatkan sebagai menteri koordinator pertahanan dan keamanan yang lebih bersifat

menjalankan fungsi administrasi antara empat angkatan.

3.1 Reorganisasi AURI

Proses reorganisasi angkatan bersenjata, secara formal terjadi setelah terjadi

pergantian kepemimpinan AURI dari Laksamana Suryadarma kepada Laksamana

Madya Omar Dani. Di bawah kepemimpinan Men/Pangau Omar Dani, AURI mulai

melakukan proses reorganisasi untuk menjadikan AURI sebagai kekuatan militer

yang handal dan lebih profesional. Staf Angkatan Udara dibagi menjadi tiga bagian

yakni: 1) Deputi Menteri/Panglima Angkatan Udara Urusan Operasi dipimpin

Komodor Udara Sri Mulyono Herlambang yang kemudian digantikan Ignatius

Dewanto. 2) Deputi Menteri/Angkatan Udara Urusan Administrasi (DMPA)

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 39: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

27

Laksamana Muda Udara Suharnoko Harbani yang kemudian digantikan Komodor

Udara D. Suryanto 3) Deputi Menteri/Angkatan Udara Urusan Logistik (DMPL)

Komodor Udara R. Andoko. Dalam melaksanakan tugas para deputi dibantu direktur

dan asisten direktur.2

Selanjutnya dalam institusi AURI dibagi menjadi dua bentuk komando yaitu

fungsional dan regional. Komando fungsional membawahi eselon Komando Operasi

(Koops), Komando Pertahanan Udara (Kohanud), Komando Pertahanan Pangkalan

Angkatan Udara (Koppau), Komando Pendidikan (Koppend), Komando Logistik

(Kolog) dan Sekolah Staf dan Komando Angkatan Udara (Seskau). Adapun

Komando Regional Udara (Korud) secara administratif membawahi pangkalan

didaerah. Komando yang berdiri pada tanggal 10 Januari 1962, membagi wilayah

Indonesia dalam delapan komando, meliputi: Korud I Sumatera yang berkedudukan

di Palembang, yang kemudian dipindahkan pada 1963 ke Medan, Korud II

Kalimantan-Bliton dan Natuna berkedudukan di Banjarmasin yang kemudian tahun

1963 dipindahkan ke Medan, Korud III Sulawesi dan Nusa Tenggara berkedudukan

di Makasar, Korud IV Maluku-Irian Barat berkedudukan di Ambon, Korud V Jakarta

berkedudukan di Jakarta, Korud VI Jawa-Barat-Pekalongan-Banyumas berkedudukan

di Bandung, Korud VII Yogyakarta berkedudukan di Yogya dan Korud VIII Jawa

Timur-Jawa-Tengah-Bali dan Lombok berkedudukan di Malang.3 Selain komando-

komando tersebut, pada tanggal 10 Agustus 1962 terbentuk pula Komando

2 Pusjarah TNI, Sejarah TNI Jilid III 1960-1965, (Jakarta: Mabes TNI, 2000), hal. 20. 3 Ibid., hal 21.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 40: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

28

Pertahanan Udara Nasional (Kohadnudnas) terdiri atas Komando Udara Angkatan

Udara, Komando Pertahanan Udara Angkatan Darat (Kohanunad).

Dalam perhitungan kekuatan militer AURI, pada periode 1960-1966, AURI

memiliki anggota berjumlah 26.173 personil dengan perincian 14.073 anggota militer

yang terdiri dari: 808 perwira, 5365 bintara dan 7880 tamtama.AURI. Adapun jumlah

pesawat adalah 495 pesawat, dengan jenis-jenisnya meliputi: 1) Pesawat glider 2)

Pesawat latih yang terdiri atas pesawat EL-4J, BT-13, AT-6/16, TS-8 Blies, T34, HF-

2, C-64 dan L-12. 3) Pesawat helikopter yang terdiri dari Helikopter Bell-47J, MI-4,

SM-1 dan H-360. 4) Pesawat amphibi yang terdiri atas jenis pesawat PBY-5A, UF-1

dan G-21A. 5) Pesawat angkut yang terdiri atas pesawat Auster DHC-3, C47, Avia14,

C-130B, L-180 dan IL-10. 6) Pesawat pemburu yang terdiri dari jenis pesawat P-51

Mustang, LA-11, MIG-15, MIG-17 dan pesawat MK-55. Serta 7) Pesawat pembom

yang terdiri atas jenis pesawat TU-2, B-25, B-26 dan IL-28.4

Dengan adanya penambahan kekuatan militer dan peningkatan skuadron,

AURI kemudian mengadakan pengelompokan tugas dalam komponen-komponen

kesenjataan yang berada di bawah Komando Operasi. Pengelompokan tugas tersebut

terwujud dalam beberapa wing, sebagai berikut: 1) Wing Operasional 001/Lintas

Udara, berkedudukan di Halim Perdanakusumah, Jakarta terdiri atas komponen-

komponen kesenjataan transport jarak jauh, transport jarak sedang, transport khusus

VIP dan aerial survey. 2) Wing Operasional 002/Taktis, berkedudukan di

Abdulrachman Saleh, Malang terdiri atas komponen-komponen kesenjatan pembom

4 Ibid., hal. 24-25

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 41: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

29

jarak dekat, pemburu dan SAR. 3) Wing Operasional 003/Strategis, berkedudukan di

Iswahyudi, Madiun terdiri atas komponen-komponen kesenjataan pembom. 4) Wing

Operasional 004/Helikopter, berkedudukan di Semplak, Bogor terdiri atas komponen-

komponen kesenjataan transport berat, transport ringan dan agrikultural. 5

Selain proses modernisasi organisasi dan perlengkapan persenjataan militer,

reorganisasi angkatan bersenjata semakin memperkuat dukungan AURI terhadap

Presiden Sukarno. Bahkan kemudian dalam beberapa kesempatan, presiden sering

menyebut AURI sebagai anak lanangnya. Lebih lanjut, Presiden Sukarno

memberikan kepoercayaan beberapa jabatan operasi militer yang penting kepada

perwira AURI, seperti penunjukkan Leo Wattimena sebagai Wakil Panglima Operasi

Mandala dan penunjukkan Omar Dani sebagai panglima Siaga dalam konfrontasi

dengan Malaysia.

Menjelang meletusnya peristiwa G-30-S 1965, kebijakan AURI dibawah

pimpinan Men/Pangau Omar Dani tetap menunjukkan loyalitasnya kepada Presiden

Sukarno dan ideologi Nasakom. Sebagai langkah konkret, Omar Dani kemudian

menjadikan ajaran-ajaran Sukarno dan juga Marxisme sebagai kurikulum Sekolah

Staf Komando AURI (Seskau), dimana untuk pengajaran teori-teori marxisme, AURI

mendatangkan orang-orang komunis. Omar Dani menyatakan bahwa upaya

memasukkan ajaran presiden dan Marxisme dalam kurikulum Seskau adalah

5 Ibid., hal. 26.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 42: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

30

bertujuan menciptakan Sukarno-Sukarno kecil sehingga melahirkan anggota AURI

yang Pancasilais dan Nasakomis.6

Namun demikian, pengajaran tersebut memperlihatkan unsur kecenderungan

politik Omar Dani. Pemberian pengajaran mengenai ajaran-ajaran presiden adalah

suatu hal yang wajar, tetapi tidak demikian dengan marxisme, apalagi dengan upaya

langsung mendatangkan orang-orang komunis ke AURI. Lebih lanjut, kepentingan

pemahaman teori marxis dalam kursus staf sangat mungkin dimaksudkan sebagai

bentuk pengenalan marxisme sebagai orientasi atau bahkan indoktrinasi politik sejak

dini. Bagaimanapun, sewajarnya sekolah staf hanyalah mengupayakan lulusan yang

memiliki kemampuan manajerial dengan mengikuti kebijakan negara, bukan

disibukkan dengan teori sosial marxisme. Sangat wajar juga, jika kemudian hal

tersebut menunjukkan kecenderungan AURI yang sedang dilanda virus komunisme.7

Adapun dukungan kepada kepemimpinan Presiden Sukarno, selain

ditunjukkan dalam materi kursus Seskau juga diperlihatkan Omar Dani dalam

berbagai kesempatan. Pada Hari Penerbangan Nasional tanggal 9 April 1965,

Men/Pangau memerintahkan kepada segenap warga AURI agar melaksanakan secara

konsekuen doktrin AURI yang dirumuskan pada seminar AURI tahun 1963, yaitu

pada inti pelaksanaannya adalah sesuai dengan amanat dan ajaran-ajaran Presiden

Sukarno.8 Pada peringatan Hari Ulang Tahun Pancasila 1 Juni 1965, Omar Dani

6 Omar Dani, Op.Cit., hal. 36 7 John Hughes. Indonesian Upheaval, A Report of a Coup that Misfired A Titan Who Fell, (New York:

Student Edition, 1967), hal.25-26. 8 Angkasa No.4, Tahun ke XV April 1965., hal 77, 78 dan 110

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 43: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

31

kembali menegaskan dihadapan warga AURI mengenai kewajiban warga AURI

secara khususnya dan rakyat Indonesia pada umumnya untuk setia kepada negara dan

Presiden Sukarno.9

3. 2 AURI dan Konfrontasi Malaysia

Pada tahun 16 September 1963, Malaysia mendeklarasikan kemerdekaannya

sebagai negara federasi. Presiden Sukarno, sejak 1961 mencurigai berdirinya negara

federasi Malaysia sebagai usaha Inggris untuk menanamkan pengaruh jangka-panjang

imperialisme di Asia-Tenggara. Pada 17 Sepetember 1963, Indonesia memutuskan

hubungan diplomatik dengan Malaysia. Pada 13 April 1964 didepan apel siaga

sukarelawan, presiden mengucapkan Komando Aksi Sukarelawan yang terkenal

dengan sebutan Dwi Komando Rakyat (Dwikora). Isi Dwikora adalah: Perhebat

ketahanan revolusi Indonesia, dan Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya,

Sabah, Serawak, Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia.10

Dalam rangka politik konfrontasi dengan Malaysia, pada tingkat pusat

dibentuk Komando Operasi Tertinggi (KOTI), dengan tugas melakukan operasi

pengamanan tehadap pelaksanaan program pemerintah. Untuk wilayah Indonesia

bagian barat pada 16 Mei 1964 dibentuk Komando Gabungan yang bernama

Komando Siaga. Panglima Siaga adalah Laksamana Madya Udara Omar Dani., yang

memiliki Wakil Panglima terdiri dari: Laksamana Muda Laut Mulyadi dan Brigjen

Achmad Wiranatakusumah. Sebagai Kepala Staf ditunjuk Kolonel Udara Leo

9 Angkasa No.6 Tahun XV DJuni 1965. hal 150-151 dan 175. 10 Saleh A. Djamhari, Ichtisar Sedjarah Perdjuangan ABRI (1945-Sekarang), (Pusat Sedjarah TNI,

1971), hal. 112.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 44: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

32

Wattimena. Komado Siaga kemudian disempurnakan berdasarkan keputusan Presiden

No. 2/KOTI/1965 menjadi Komando Mandala Siaga yang membawahi dua Komando

Mandala, yakni Komando Mandala I dan II.

Dalam Komando Siaga, kepemimpinan Omar Dani seringkali tidak berjalan

dengan harapan karena Angkatan Darat seringkali menjalankan kebijakan yang

berbeda dengan kebijakan panglima. Mayjen Soeharto misalnya, melakukan

penyusupan pangan ke Malaysia tanpa berkoordinasi dengan Omar Dani sebagai

panglima.11

Kemal Idris juga mengindahkan perintahkan komando untuk melakukan

infiltrasi12

Namun demikian, saat itu Omar Dani tidak mengambil suatu tindakan

terhadap aksi tersebut.

Pembangkangan terhadap komando Omar Dani merupakan suatu petunjuk

bahwa Angkatan Darat tidak sepenuhnya mendukung upaya Konfrontasi Malaysia.

Dalam proses konfrontasi, Soeharto dan Nasution serta Angkatan Darat secara

umumnya, justru melakukan upaya komunikasi dengan pihak-pihak tertentu di

Malaysia.13

Mereka beranggapan bahwa konfrontasi adalah suatu langkah provokasi

komunis untuk menarik dukungan masyarakat dan memperkeruh situasi politik

regional, sehingga keberlangsungannya harus di hindari. Keikutsertaan Angkatan

Darat dalam Konfrontasi Malaysia adalah suatu tindakan yang kontra-produktif,

karena isu konfrontasi hanya menguatkan dukungan bagi kaum komunis yang

menjadi pendukung politik gagasan tersebut.

11 Omar Dani, Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku, (Jakarta: ISAI, 1999), hal. 49-50 12 Harold Crouch, Militer dan Politik di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan, 1999), hal 77-78. 13 Ibid., hal. 79-80

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 45: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

33

3.3 AURI dan Angkatan Kelima

Definisi Angkatan Kelima adalah pentingnya pembentukan angkatan disamping

empat angkatan yang sudah ada untuk memperkuat kekuatan personel dalam rangka

konfrontasi dengan Malaysia. Ada dua pendapat mengenai siapa yang memunculkan

isu Angkatan Kelima. Pendapat pertama menyatakan bahwa isu ini adalah gagasan

D.N Aidit, Ketua CC PKI. Pendapat ini berdasarkan keterangan bahwa pada bulan

Januari 1965, Aidit mengusulkan kepada presiden agar kaum buruh dan tani

dipersenjatai dan diberikan latihan-latihan kemiliteran.14

Aidit juga menggagas bahwa

rakyat yang dipersenjatai tersebut akan menjadi Angkatan Kelima, sederajat angkatan

lainnya. Angkatan Kelima diperlukan sebagai bagian pertahanan Indonesia dalam

rangka konfrontasi dengan Malaysia.

Pendapat kedua, menyatakan isu Angkatan Kelima digagas Presiden Sukarno.

Menurut Omar Dani, dalam acara pembukaan kursus Lemhanas di Istana Negara

pada 20 Mei 1960, presiden menceritakan pertemuannya dengan Perdana Menteri

RRC Chou En Lai, yang menjelaskan bahwa di RRC terdapat empat angkatan yaitu

darat, laut, udara dan milisia.15

Presiden Sukarno kemudian bercerita bahwa di

Indonesia juga terdapat sukarelawan yang dilatih dalam operasi Trikora dan Dwikora,

tetapi kedudukan mereka belum tertampung dalam skema pertahanan nasional.

Presiden selanjutnya menawarkan gagasan Angkatan Kelima sebagai wadah agar

sukarelawan dapat dikontrol.

14 Harian Rakjat 15 Januari 1965. Dikutip dari Ibid. hal.105. 15 Omar Dani, Op.Cit., hal.38.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 46: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

34

Dari kedua pendapat diatas, pendapat pertama lebih kuat karena pidato DN

Aidit dilakukan lebih dahulu dari pidato presiden. Selain itu, interpretasi Omar Dani

terhadap pidato presiden adalah hal yang keliru. Dalam pidatonya, presiden

menekankan pentingnya pertahanan nasional yang didasarkan atas pengetahuan geo-

politik dan tidak menyebut secara jelas mengenai angkatan kelima.16

Untuk membahas isu angkatan kelima, presiden Sukarno kemudian

mengadakan rapat dengan panglima keempat angkatan di Istana Negara. Dalam rapat

tersebut, presiden menanyakan pendapat panglima angkatan-angkatan mengenai

gagasan Angkatan Kelima. Diantara panglima angkatan, hanya Men/Pangau Omar

Dani yang menyetujui usulan presiden. Men/Pangau Omar Dani merujuk keberadaan

Angkatan Kelima pada skema bagan institusi Hankam, Komando Pertahanan Rakyat.

Dalam otobiografinya, Omar menyamakan konsep Angkatan Kelima dengan konsep

rakyat terlatih pada era reformasi. Dalam hal ini, Omar jelas keliru membandingkan

keduanya. Rakyat terlatih diadakan sebatas mengamankan daerahnya, bukan seperti

angkatan kelima yang dapat disebut sebagai militer tandingan karena memiliki

senjata dan organisasi setingkat militer.

Adapun Angkatan Darat secara tegas menolak keberadaan angkatan kelima,

karena menilai keberadaan empat angkatan yang ada sudah cukup. Selain itu, AD

mencurigai isu Angkatan Kelima hanyalah merupakan sisat politik PKI untuk

memperoleh kekuatan senjata.

16 Bung Karno dan ABRI: Kumpulan pidato Bung Karno di hadapan ABRI 1950-1966, (Jakarta: Haji

Masagung, 1989), hal. 113-129

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 47: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

35

Isu Angkatan Kelima, dalam pengertian sukarelawan Dwikora, kemudian

melahirkan permasalahan lainnya, yakni dalih pemberian bantuan senjata RRC

kepada Indonesia. Pada kunjungan Dr. Subandrio ke RRC bulan Januari 1965, Chou

En Lai menawarkan bantuan 100.000 persenjataan ringan untuk kepentingan

persenjataan rakyat. Adapun pengertian persenjataan rakyat, mengacu bukan

angkatan bersenjata, melainkan sukarelawan Dwikora.17

Pada tanggal 16-19 September, Omar Dani dan Sri Mulyono Herlambang

secara rahasia pergi ke Cina atas perintah Presiden Sukarno untuk membicarakan

bantuan persenjataan RRC dan Indonesia kepada Pakistan.18

Secara tak terduga

pemerintah RRC kembali menawarkan pemberian bantuan senjata ringan sejumlah

100.000 bagi kepentingan Angkatan Kelima seperti yang pernah ditawarkan Dr.

Subandrio.19

Namun demikian, kepergian perwira tinggi AURI yang dilakukan tanpa

sepengetahuan Nasution sebagai menteri pertahanan, mengundang tanda-tanya,

apalagi kemudian juga membahas mengenai rencana bantuan senjata tersebut.

Sri Mulyono Herlambang menyatakan bahwa alasan utama kepergiannya ke

RRC adalah untuk membicarakan bantuan kepada Pakistan. Pengiriman perwira

AURI karena rencana pertemuan adalah untuk membahas bantuan back-up dan spare

part pesawat terhadap Pakistan yang sedang berperang dengan India. Hal tersebut

dilakukan karena sebelumnya AURI telah menjual pesawat MIG-19 kepada Pakistan

17 Kesaksian Suwito Kusumowidagdo (staf Menlu Adam Malik): Mahmillub Dr. Subandrio, hal.292. 18 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, (Jakarta: Serambi, 2000), hal.426 19 Brian May. The Indonesian Tragedy, (London: Routhledge & Kegan Paul, 1978), hal.94. Lihat juga

Antonie Dake, In the Spirit of the Red Banteng, (Mouton: The Hague, 1973), hal 403-404.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 48: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

36

dengan syarat AURI harus menyediakan back-up pesawatnya yang diproduksi

RRC.20

Tidak adanya pelaporan kepergian mereka ke RRC kepada Nasution,

disebabkan karena misi tersebut diperintahkan secara langsung oleh Presiden

Sukarno. Indonesia yang menjalankan politik luar negeri bebas aktif, tentunya tidak

dapat memihak suatu negara dalam suatu perang, apalagi kedua negara yang

berperang adalah anggota Gerakan Non Blok yang dekat dengan Indonesia.

20 Wawancara dengan Sri Mulyono Herlambang pada 27-05-2004; Omar Dani, Op.Cit, hal.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 49: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

37

BAB IV

AURI DAN PERISTIWA G-30-S

Perkembangan peta politik Indonesia tidak pernah lepas dari dialektika

kepentingan politik, dimana Presiden Sukarno menjadi tokoh yang dibutuhkan.

Angkatan Darat membutuhkan Sukarno dalam menghadapi Demokrasi Parlementer,

sedangkan PKI (serta PNI) membutuhkan Sukarno untuk melindungi kepentingan

politik mereka. Berlakunya secara efektif Dekrit 5 Juli 1959, menandai dimulainya

Demokrasi Terpimpin dengan berlakunya kembali UUD 45 sebagai dasar konstitusi

negara. Dengan demikian partisipasi militer, yang dalam demokrasi parlementer

dibatasi, mendapatkan ruang dalam UUD 45 lewat celah golongan fungsional.

Dalam pandangan Sukarno, angkatan Darat yang memiliki sifat anti-komunis,

merupakan suatu unsur penghambat bagi langkah presiden menjalankan politik

Nasakomnya yang berupaya mengakomodasi kepentingan politik komunis. Sehingga

presiden seringkali mengingatkan agar para militer tidak bersifat komunistophobia.

Presiden juga berusaha memindahkan perwira yang anti komunis dari jabatan

komando kepada jabatan yang lebih bersifat staf administrasi, seperti yang dialami

AH Nasution.

Pada pertengahan 1964, kondisi perpolitikan nasional semakin diliputi

perasaan saling mencurigai. Penemuan dokumen rencana pemberontakan PKI oleh

Partai Murba, rencana pembentukan Angkatan Kelima serta penemuan Dokumen

Gilchrist yang isinya menjelaskan keberadaan operasi rahasia Nekolim untuk

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 50: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

38

menjatuhkan kekuasaan Presiden Sukarno merupakan berbagai macam persoalan

yang memanaskan suhu politik nasional.

Penemuan Dokumen Gilchrist merupakan persoalan terpenting, bahkan

dianggap sebagai faktor pemicu terjadinya peristiwa G-30-S pada 1 Oktober 1965.

Dalam dokumen tersebut, tercantum kata our local army friends yang akan

membantu operasi Neokolim menjatuhkan kekuasaan presiden. Kata-kata our local

army friends ditafsirkan PKI sebagai kelompok Dewan Jenderal AD. Menanggapi

tuduhan PKI, pihak AD melalui Jenderal Ahmad Yani menyatakan bahwa tidak ada

Dewan Jenderal yang bersifat politik dan berencana merebut kekuasaan dari tangan

presiden. Dewan Jenderal yang ada dalam AD hanya berfungsi sebagai dewan

musyawarah dalam hal administratif yaitu pengangkatan pangkat perwira tinggi.1

Memasuki tahun 1965, kesehatan Presiden Sukarno mulai memburuk. Ketika

menghadiri suatu acara pertemuan di tanggal 15 Agustus, presiden mendadak jatuh

sakit. Melihat merosotnya kesehatan presiden, Ketua Central Comitte (CC) PKI, D.N

Aidit, kemudian mendatangkan Tim Dokter RRC untuk melakukan pemeriksaan

kesehatan presiden. Dalam pemeriksaan tersebut didapatkan suatu kesimpulan bahwa

presiden mengalami gangguan ginjal. Dalam jangka waktu tidak terlalu lama,

presiden diperkirakan akan lumpuh atau bahkan meninggal dunia.

Dalam komplikasi latar belakang di atas, pada 1 Oktober 1965 hadir satu

gerakan yang mengatas-namakan keselamatan presiden yaitu Gerakan 30 September

1 Kesaksian Sri Mulyono Herlambang: dalam Dokumen G-30-S dihadapan Mahmilub 3 di Jakarta

(Perkara Dr. Subandrio), (Pusat Pendidikan Kehakiman AD, Djakarta:1966), hal 118. Selanjutnya

disebut Mahmilub Dr. Subandrio.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 51: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

39

(G-30-S) yang melakukan pembunuhan terhadap tujuh perwira AD di Jakarta dan dua

perwira AD di Yogyakarta. Ironisnya kelak, hasil peristiwa G-30-S justru

meruntuhkan Presiden Sukarno dari tampuk kekuasaannya.

4.1 Peristiwa G-30-S

Sampai sekarang, peristiwa G-30-S masih menjadi pertanyaan besar dalam

sejarah Indonesia. Bahkan seperti yang dikemukakan oleh penulis biografi politik

Presiden Sukarno, J.D. Legge, bahwa “setiap penelitian mengenai peristiwa ini

tampaknya hanya akan lebih banyak melahirkan pertanyaan, ketimbang

jawaban”.2 Adapun pelaku aktif dalam peristiwa G-30-S berjumlah enam orang,

meliputi: Letnan Kolonel Untung (Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan

Resimen Tjakrabirawa), Kolonel Latief (Komandan Brigade Infanteri I Jaya Sakti

Kodam V Jaya), Sjam Kamaruzzaman (Biro khusus PKI), Pono (Staf CDB PKI

Jawa-Tengah), Mayor Udara Soejono (Komandan Resimen Pertahanan Pangkalan

AURI) dan Brigadir Jenderal Supardjo (Komandan Tempur Kostrad di

Kalimantan Barat).3

Diantara mereka, mengaku baru saling mengenal ketika melakukan

pertemuan pertama di rumah Kapten (AD) Wahyudi pada tanggal 17 Agustus

2 J.D Legge, Sukarno: Biografi Politik, (Jakarta: Sinar Harapan, 1997), hal 450-451. 3 Diantara empat orang militer, pangkat tertinggi adalah Brigadir Jenderal yaitu Supardjo, tiga orang

lainnya adalah perwira menengah berpangkat antara Mayor dan Letnan Kolonel. Keberadaan

Supardjo dengan pangkat Brigjen yang dalam G-30-S berada di bawah kedudukan Untung yang

Letkol, adalah suatu hal yang dinilai John Roosa keanehan. Selain itu, Supardjo juga tidak pernah

mengikuti rapat-rapat persiapan kelompok G-30-S dan hanya terlibat dalam G-30-S pada 1 hingga 3

Oktober 1965 saat aksi berlangsung. Lihat John Roosa, Dalih Pembantaian Masal: Gerakan 30

September dan Kudeta Suharto, (Jakarta: Hasta Mitra, 2008), hal.124

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 52: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

40

1965, yang dihadiri nama-nama di atas plus Wahyudi minus Brigjen Supardjo.4

Selanjutnya kelompok ini mengadakan pertemuan kembali sebanyak tujuh kali

yang isinya adalah penyamaan pandangan politik berkisar situasi nasional,

sakitnya presiden, pengamanan jalannya revolusi dan pemimpin besar revolusi

serta adanya rencana kegiatan kudeta Dewan Jenderal terhadap kekuasaan

presiden.5 Pada akhirnya kelompok ini memutuskan diperlukannya suatu usaha

militer untuk menggagalkan gerakan Dewan Jenderal.

Pertemuan akhir yang diadakan pada tanggal 29 September pukul 10.00

pagi, diakhiri dengan briefing Kolonel Latief di Desa Lubang Buaya dengan para

pemimpin kesatuan gerakan. Latief memberitahukan hari operasi adalah 1

Oktober 1965 dan jam operasi adalah pukul 04.00 dinihari. Setelah itu, Kapten

Suradi melanjutkan briefing mengenai sektor-sektor dalam ibukota dan kekuatan

bersenjata yang tersedia disetiap sektor, dilanjutkan briefing Letnan I Dul Arief

mengenai pembagian pasukan pasopati, dan terakhir Soejono memberitahu

mengenai nama-nama sandi dan simbol yang digunakan dalam gerakan.

Pada pukul 02.30 dinihari 1 Oktober 1965, pasukan penculik yang

bersandi Pasopati, pimpinan Letnan I Dul Arief bersiap melakukan penculikan

terhadap para Jenderal yang terdiri dari Jenderal A.H Nasution (Menko

4 Kesaksian Wahyudi (Kapten AD) dalam Dokumen G-30-S dihadapan Mahmilub 2 di Jakarta

(Perkara Untung), (Pusat Pendidikan Kehakiman AD, Djakarta:1966). hal 77-80. Selanjutnya

disebut Mahmilub Untung. 5 Kesaksian Wahyudi dan Soejono dalam Mahmilub Untung, hal 77 dan 90. Terbukti isu Dewan

Jenderal adalah keliru, karena saat penculikan anggota Dewan Jenderal, mereka dapat dengan

mudah diamankan tanpa penjagaan. Hal ini merupakan keanehan bagi anggota kelompok aksi yang

akan melancarkan kudeta.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 53: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

41

Hankam/Kasab), Letjen Ahmad Yani (Men/Pangad), Mayjen Suprapto (Deputi II

Men/Pangad), Mayjen Haryono MT (Deputi III Men/Pangad), Mayjen S Parman

(Asisten I Men/Pangad), Brigjen DI Panjaitan (Asisten IV Men/Pangad) dan

Brigjen Sutoyo (Oditur Jenderal AD) untuk diserahkan kepada presiden.6

Operasi G-30-S kemudian berhasil menculik dan kemudian membunuh

enam sasaran yang tertera dalam daftar, sementara Jenderal A.H Nasution

berhasil meloloskan diri. Tiga orang jenderal ditembak mati ditempat, sedangkan

tiga jenderal lain dan satu orang ajudan Nasution berhasil dibawa ke Desa Lubang

Buaya dan kemudian dibunuh. Mayat korban G-30-S kemudian dikubur dalam

sebuah sumur tua yang ditimbun tanah dan sampah daun-daunan kering.

Bersamaan dengan operasi penculikan para jenderal, G-30-S melakukan

penguasaan tempat-tempat strategis di Ibukota Jakarta. Pada pukul 02.00 dinihari

anggota Yon 530 bergerak dengan lima belas truk AURI untuk menduduki daerah

sekitar Istana Merdeka. Pasukan ini ditempatkan sisi selatan Medan Merdeka.

Sebelumnya Yon 454 telah berhasil menduduki sisi utara yaitu depan Istana

Merdeka. Kekuatan militer ini juga menduduki Pos Telekomunikasi di Medan

Merdeka Selatan dan RRI di Medan Merdeka Barat.

Tepat pukul 07.20 WIB tanggal 1 Oktober 1965, RRI menyiarkan

pengumuman tentang adanya Gerakan 30 September di bawah komandan Letkol

Untung, Komandan Batalyon I Resimen Tjakrabirawa. Komando G-30-S

6 Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Tragedi Nasional Percobaan G-30-S/PKI di Indonesia,

(Jakarta: Intermasa, 1993), hal. 14. Lihat juga http://www.sejarahtni.mil.id/index.php?cid=1973.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 54: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

42

menyatakan bahwa gerakan tersebut semata-mata gerakan internal AD terhadap

Dewan Jenderal, yang anggota-anggotanya telah ditangkap, sedangkan Presiden

Sukarno dalam keadaan selamat.7 Pada pukul 13.00 WIB, Komando G-30-S

mengeluarkan Dekrit No. 1 tentang pembentukan Dewan Revolusi Indonesia.

Selanjutnya G-30-S menyiarkan dua buah keputusan penting, yaitu Keputusan

No.1 tentang susunan Dewan Revolusi Indonesia dan Keputusan No. 2 tentang

penurunan dan penaikan pangkat.8

Setelah menerima kabar penculikan para jenderal melalui laporan

berbagai koleganya pada pagi 1 Oktober, Mayjen Soeharto menuju Markas

Kostrad di Medan Merdeka Utara.9 Soeharto kemudian membicarakan situasi

Jakarta dengan Pangdam V Jaya, Mayjen Umar Wirahadikusumah, serta

melakukan koordinasi dengan jajaran perwira militer. Pada siang harinya,

Soeharto memutuskan bahwa G-30-S adalah tindakan makar, AURI mendukung

G-30-S serta Yon 454 dan 530 yang berada di area Medan Merdeka ikut terlibat

dalam gerakan tersebut.

7 Siaran RRI pada 1 Oktober 1965. 8 Disamping komandan dan wakil komandan G-30-S, anggota Dewan Revolusi Indonesia berjumlah

45 orang, seperti nama-nama Mayjen Basuki Rachmat, Mayjen Umar Wirahadikusumah, Brigjen

Amir Machmud, Fatah Jasin dan K.H.Siradjuddin Abbas. Untuk daftar lengkapnya lihat lampiran 1.

Munculnya nama-nama orang komunis dijadikan alasan keterlibatan mereka, sedangkan adanya

nama non-komunis hanya dianggap sebagai kelicikan orang komunis. Logika inilah yang

menyebabkan tidak “diseretnya” seluruh nama-nama yang ada dalam daftar ke hadapan Mahmilub. 9 Sejak dinihari pasukan G-30-S menguasai daerah sekitar Istana, RRI dan Monumen Nasional, tetapi

pasukan tersebut tidak ikut mengusai Markas Kostrad yang letaknya masih berada dalam satu regio.

Lebih lanjut lihat Wertheim, Suharto and the Untung Coup-the Missink Link, Journal of

Contemporary Asia, Vol 1 no.2, Winter 1970.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 55: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

43

Mayjen Soeharto yang kemudian mengambil-alih pimpinan AD,10

berusaha membujuk pasukan Yon 530 dan Yon 454 yang berada di sekitar

Medan Merdeka untuk segera menyerahkan diri. Yon 530 akhirnya menyerah dan

bergabung ke Markas Kostrad, sedangkan Yon 454 bertahan hingga malam hari

dan kemudian mengundurkan diri ke PAU Halim untuk menghadap presiden.

Pada malam harinya, pasukan RPKAD tanpa melalui pertempuran berarti berhasil

menguasai RRI dan Kantor Telekomunikasi. Kostrad juga membuat keputusan

bahwa setiap surat bernada politik yang akan disiarkan RRI harus terlebih dahulu

dilaporkan dan meminta persetujuan Dinas Penerangan AD (Dispenad). Pasukan

Yon 454 yang mundur ke PAU Halim, kembali berhadapan dengan Pasukan

Raiders (Para) 328/Kujang pada pukul 07.00 pagi. Siang harinya pasukan ini

akhirnya menyerahkan diri.

Setelah berhasil menghancurkan kekuatan militer G-30-S di Jakarta,

Soeharto mulai mengembangkan teorinya tentang keberadaan PKI sebagai pelaku

utama G-30-S. Harian milik Angkatan Darat, yaitu Angkatan Bersenjata dan

Berita Yudha, merupakan alat kampanye AD untuk memberi informasi

keterlibatan PKI dalam aksi G-30-S. Isu keterlibatan PKI ternyata cukup efektif

dalam upaya menumbuhkan simpati dan dukungan kuat masyarakat. Dalam

10 Dalam kebiasaan AD, apabila Men/Pangad berhalangan hadir dalam suatu acara maka yang

menggantikannya adalah Panglima Kostrad, Mayjen Soeharto. Sebagai contoh, saat Men/Pangad

Yani sedang melakukan misi ke luar negeri, maka Soeharto yang menggantikan Yani sebagai

pimpinan AD. Sukarno sendiri mengangkat Mayjen Pranoto sebagai Men/Pangad carateker, tetapi

pada akhirnya Sukarno mengakui kepemimpinan Mayjen Soeharto pada 1 November 1965 yang

berlaku surut sejak 1 Oktober 1965. Lihat Keputusan No. 142/KOTI/1965.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 56: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

44

waktu relatif singkat, gerakan militer Soeharto mendapat dukungan masyarakat

sipil dengan adanya aksi-aksi demonstrasi mengutuk PKI. Nahdlatul Ulama (NU)

pada 5 Oktober 1965 dan Kesatuan Aksi Pengganyangan Gerakan 30 September

(KAP-Gestapu) pada tanggal 8 Oktober 1965 melakukan aksi demonstrasi

menuntut pembubaran PKI. Aksi penghancuran G-30-S yang diarahkan kepada

PKI terus menerus dilakukan militer maupun komunitas sipil hingga tahun 1967,

dan bahkan mengarah kepada tindakan pembunuhan anggota dan kader-kader

PKI. Robert Cribb berdasarkan pemaparan perkiraan dan penelitian beberapa

peneliti, menyebutkan bahwa anggota PKI yang dibunuh berkisar antara jumlah

78.000 hingga dua juta jiwa.11

Peristiwa G-30-S, kemudian melahirkan beragam interpretasi mengenai

siapa yang menjadi dalang dalam peristiwa tersebut. Sampai saat ini setidaknya

ada enam teori pelaku G-30-S, yakni teori: PKI, AD, Sukarno, Suharto, CIA serta

kombinasi gerakan PKI-AD-CIA.

Teori yang menyebutkan PKI berada dibalik peristiwa tersebut,

disampaikan Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh. Mereka menguraikan

keterlibatan PKI lewat beberapa fakta. Pertama, intensnya Sjam dan Pono

menghadiri rapat-rapat pra G-30-S. Kedua, adanya pelatihan kader PKI di bawah

pengawasan Mayor (Udara) Soejono di Desa Lubang Buaya yang kelak beberapa

komponen pelatihan turut serta dalam aksi G-30-S. Serta ketiga, kehadiran D.N

11 Robert Cribb (ed), The Indonesian Killings: Pembantaian PKI di Jawa dan Bali 1965-1966,

(Yogyakarta: Mata Bangsa, 2004), hal. 23-24.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 57: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

45

Aidit di Halim pada 1 Oktober 1965. Dari ketiga fakta ini ditarik kesimpulan, PKI

menjadi aktor utama G-30-S.12 Keterlibatan anggota ABRI dalam G-30-S,

disebabkan keberhasilan penyusupan biro khusus PKI. Letkol Untung misalnya,

diduga merupakan salah seorang perwira yang ikut terlibat dalam peristiwa

Madiun serta merupakan anak didik Alimin, tokoh PKI.13

Teori kedua yang disusun oleh Benedict Anderson dan Mc Vey

menyebutkan G-30-S adalah konflik internal AD. Latar belakang terjadinya

gerakan tersebut ialah kesenjangan ekonomi yang mencolok antara perwira tinggi

dan perwira menengah-bawah. Para perwira tinggi dianggap telah hidup

bermewah-mewah dan tidak memikirkan nasib bawahan. Para perwira tinggi juga

dianggap akan melakukan tindakan makar terhadap presiden sehingga dibutuhkan

tindakan penyelamatan Presiden Sukarno. Versi ini disusun secara sosiologis

dengan klaim fakta yang didasarkan berita-berita resmi kelompok G-30-S.

Dengan demikian versi ini lebih memihak klaim kelompok G-30-S.

Teori ketiga adalah keterlibatan Presiden Sukarno dalam intrik ini. Versi

yang dikemukakan Antonie Dake dan John Hughes, menunjukkan bahwa G-30-S

adalah skenario yang dipersiapkan Presiden Sukarno untuk melenyapkan oposisi

12 Lihat Nugroho Notosusanto dan Ismail Saleh, Op.Cit. serta buku Sekretariat Negara R.I, Gerakan 30

September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya,

(Jakarta: Sekretariat Negara RI, 1994). 13 Justus M. Van Der Kroef, Indonesia Since Soekarno, (Singapore: Asia Pasific Press, 1971), hal.10 ;

Seharto, Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya: Otobiografi seperti yang dipaparkan kepada G.

Dwipayana dan Ramadhan KH, (Jakarta: Cipta Lamtoro Gung Persada, 1989, hal 119 & 121.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 58: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

46

sebagian perwira AD.14 Versi ini terutama didasarkan keterangan Bambang

Widjanarko, ajudan presiden, yang menyatakan presiden pernah meminta

kesiapan Untung di Istana Tampak Siring, Bali, untuk mengamankan jenderal-

jenderal yang tidak loyal. Pertanyaan serupa, kembali ditanyakan presiden kepada

Men/Pangau Omar Dani dan Mayjen Mursyid. 15 Bukti lain yang diajukan versi

ini adalah kehadiran Presiden di Halim pada 1 Oktober. Versi ini menyatakan,

PKI ikut terseret dalam G-30-S, karena amat bergantung pada Presiden Sukarno.

Keterlibatan CIA dalam G-30-S didasarkan analisa global bahwa G-30-S

adalah bagian dari konsekuensi perang dingin antara Amerika Serikat dan Uni

Soviet. Masing-masing pihak, memiliki kepentingan menanamkan pengaruhnya

di Indonesia. Melihat bahwa politik nasional Indonesia semakin mengarah kepada

kelompok komunis, maka CIA berusaha lewat berbagai cara untuk

menghancurkan Rezim Sukarno dan PKI. Diantaranya bantuan tersebut berupa

pengucuran dana kepada KAP-Gestapu serta pemberian daftar-daftar nama yang

harus dibersihkan. Kuat dugaan bahwa Soeharto menjadi kaki-tangan CIA.

Wertheim menambahkan, Sjam yang disebut dalam buku putih sebagai kepala

14 Lihat Antonie Dake, Op.Cit., ; John Hughes, The End of Sukarno, A Coup that Misfired: A Purge

that Ran Wild, (London: Angus & Robertson: 1967) serta Sugiarso Surojo, Siapa Menabur Angin

akan Menuai Badai: G-30-S/PKI dan Peran Bung Karno, (Jakarta: Intermasa, 1988). Dalam ketiga

buku ini, digambarkan mengenai dugaan adanya keterlibatan Sukarno dalam G-30-S. Terutama

didasarkan keterangan Widjanarko, konsepsi ideologi yang dianut Sukarno dan kehadiran Sukarno

di Halim pada 1 Oktober. Selain hal itu, buku-buku ini tidak memiliki argumentasi fakta lebih jauh

mengenai keterlibatan Sukarno. 15 Rahadi. S Karni (ed), The Devious Dalang: Soekarno and the So-called Untung-Putsch Eye-Witnes

report by Bambang S. Widjanarko, (The Hague: 1974), hal.21

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 59: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

47

biro khusus C.C PKI adalah agen rangkap yang bekerja untuk Aidit dan AD.Versi

ini diutarakan oleh Wertheim, Peter Dale Scott dan David T. Johnson.16

Sedangkan Teori Kelima yakni keterlibatan Soeharto dalam G-30-S, yang

diutarakan Subandrio dan Latief. Subandrio melihat keterlibatan Soeharto dalam

dua kategori, pertama menggunakan Latief-Untung dan kedua memakai Ali

Moertopo-Yoga Soegama.17 Latief dan Untung dibiarkan untuk melakukan

operasi terhadap para jenderal, hal inilah yang membuat Soeharto luput dari

sasaran. Sedang Ali-Yoga dipakai untuk melakukan manuver dan operasi

intelejen. Selain itu tidak dilupakan, bahwa para pelaku G-30-S memiliki ikatan

emosional yang cukup kuat dengan Soeharto.18 Subandrio menyimpulkan,

rangkaian peristiwa dari 1 Oktober hingga 11 Maret 1966 sebagai kudeta

merangkak yang dilakukan lewat empat tahap. Pertama, menyingkirkan

saingannya di AD seperti Ahmad Yani dan kawan-kawan. Kedua, membubarkan

PKI sebagai rival berat tentara saat itu. Ketiga, melemahkan kekuatan pendukung

Presiden dengan menangkap 15 menteri yang Pro-Sukarno. Tahap keempat,

16 W.F Wertheim, Suharto and the Untung Coup-the Missink Link, (Journal of Contemporary Asia,

Vol 1 No.2, Winter 1970) ; Peter Dale Scott, Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno.

Makalah tidak diterbitkan ; David T. Johnson, Gestapu: The CIA's "Track Two" in Indonesia,

[email protected], original version, 1976), 17 Untung dan Latief merasa bahwa Soeharto adalah “kawan” dalam G-30-S. karena itu pada malam

terjadinya gerakan, Latief mengaku sempat melaporkan rencana gerakan kepada Soeharto. Yoga

ditarik menjadi intel Kostrad oleh Soeharto pada Januari 1965, ketika ia bertugas sebagai atase di

Yugoslavia. Lihat Soebandrio, Kesaksianku tentang G-30 S, (Jakarta: Forum Pendukung Reformasi

Total, 2001). lihat juga Wertheim, Op. Cit., dan Abdul Latief, Op.Cit., hal. 129. 18 Untung adalah bawahan Soeharto ketika di Divisi Diponegoro, Latief anak buah Soeharto ketika di

Werkheise III Jogja, sedang Sjam adalah teman Soeharto dalam kelompok “Pathuk”. Sampai

terjadinya G-30-S antara ketiga orang ini, masih menjalani hubungan baik dengan Soeharto. Bahkan

Soeharto menghadiri acara perkawinan Latief disebuah kota kecil di Jawa-Tengah. Diantara tokoh-

tokoh penting G-30-S, hanya Latief dan Heru Atmodjo yang tidak dihukum mati.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 60: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

48

mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno. Versi ini mendapat

kritikan tajam dari John Roosa, karena menurutnya Soeharto tidak memiliki

kapasitas seorang jenius. Selain itu, ikatan emosional yang diajukan sebagai bukti

klaim lebih didasarkan dugaan, bukan fakta yang memadai.19

Teori Keenam adalah teori yang disampaikan Sukarno pada pidato

pelengkap Nawaksara pada 22 Juni 1966. Presiden Sukarno mengutarakan bahwa

peristiwa G-30-S merupakan pertemuan dari tiga sebab, yakni keblingernya

pimpinan PKI, kelihaian subversi Nekolim, dan adanya oknum-oknum yang tidak

benar.20 Versi ini menekankan bahwa pihak yang diuntungkan dari G-30-S adalah

pihak imperialis asing, sehingga penekanannya adalah pada Nekolim. Versi ini

terlihat lebih masuk akal, apalagi versi yang selama ini beredar menyebutkan

adanya keterlibatan ketiga unsur tersebut.

4.2 Pertemuan Halim, 1 Oktober 1965

Pada pukul 16.00 tanggal 30 September 1965, Men/Pangau Omar Dani

mendapat laporan dari intelnya, Heru Atmodjo,21 bahwa pada malam hari akan

diadakan sebuah gerakan internal AD yang dipimpin Brigjen Supardjo untuk

19 John Roosa, Ibid, hal. Asumsi John Roosa jelas keliru karena rentang waktu kekuasaan Soeharto

selama 32 tahun menunjukkan kejeniusannya sebagai pemimpin. Keberhasilannya mengorganisir

kekuatan kontra G-30-S dan melakukan serangan balik secara cepat (kurang dari 24 jam aksi G-30-

S), menunjukkan kapasitas kemampuan berfikir dan inisiatif yang kuat dari Soeharto. 20 Substansi isi pidato ini dikutip dari buku Penerbitan MPRS Tahun 1967, No. 5, Hal 25-31..

21 Letkol Penerbang Heru Atmodjo, alumnus pendidikan terbang Kalijati dan pernah ikut dalam

penumpasan PRRI/Permesta. Saat terjadinya G-30-S menjabat sebagai Wakil Direktur Intelejen

AURI. Dalam daftar nama anggota Dewan Revolusi G-30-S, namanya tercantum dalam urutan

Wakil Ketua Dewan Revolusi. Keberadaannya sebagai intel patut dicurigai, apalagi ia adalah satu-

satunya perwira yang aktif dalam G-30-S tetapi tidak mendapat hukuman mati.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 61: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

49

menggagalkan rencana kudeta Dewan Jenderal. Gerakan militer tersebut akan

dilakukan para perwira muda yang merasa tidak puas dengan keadaan AD, karena

adanya kesenjangan ekonomi antara para jenderal dan perwira rendahan. Heru

Atmodjo mendapatkan info ini berdasarkan pembicaraannya dengan Mayor

(Udara) Soejono yang termasuk anggota kelompok Supardjo, pada dua jam

sebelumnya.22

Berdasarkan info Heru Atmodjo, Omar Dani memerintahkan Heru

Atmodjo untuk mencari tahu lebih banyak mengenai rencana aksi dan

melaporkannya malam itu juga. Sekitar pukul 22.00 WIB, Heru Atmodjo kembali

ke Markas Besar AURI dan bertemu dengan beberapa perwira senior AURI untuk

melaporkan apa yang diketahuinya dari Soejono.23 Adapun perwira AURI yang

hadir pada malam itu, antara lain: Deputi Men/Pangau Bidang Operasi (DMPO)

Komodor Ignatius Dewanto, Deputi Men/Pangau Bidang Logistik (DMPL)

Komodor Agustinus Andoko dan PangKoops Komodor Leo Wattimena.24

Laksdya Makki Perdanakusumah yang secara kebetulan berkunjung ke Wisma

Angkasa juga ikut mendengarkan briefing. Leo Wattimena sebagai Panglima

Komando Operasi (Pangkoops) Pangkalan AURI Halim menyarankan kepada

22 Wawancara dengan Heru Atmodjo 09-06-2004: Benedicta A. Surodjo dan JMV Soeparno, Tuhan

Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku,: Pledoi Omar Dani. (Jakarta: ISAI, 1999), hal.57.

Heru Atmodjo berkeyakinan bahwa gerakan tersebut dipimpin oleh Brigjend Supardjo, mengingat

Supardjo memiliki pangkat tertinggi dan kedudukan strategis dalam dinas militer diantara para

pelaku gerakan. Saat terjadinya G-30-S, Supardjo bertugas sebagai Panglima Komandan Tempur

(Pangkopur) Kostrad di Kalimantan-Barat dalam rangka operasi Dwikora. Keterangan ini dapat

dilihat juga pada Hasil Mahmilub Untung ketika Omar Dani dimintai keterangannya sebagai saksi. 23 Wawancara dengan Heru Atmodjo 09-06-2004. Lihat juga kesaksian Omar Dani dalam Mahmillub

Dr. Subandrio. 24 Omar Dani, Op.Cit., hal 58.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 62: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

50

Men/Pangau, apabila informasi intelejen terbukti benar, maka Men/Pangau

hendaknya berjaga-jaga dan bermalam di Pangkalan AURI Halim. Akhirnya

Omar Dani menerima saran tersebut. Lewat tengah malam, Men/Pangau

mengajak ajudannya pergi ke Markas Koops Halim. Setelah tiba di Halim, karena

kelelahan, Omar Dani langsung beristirahat hingga dibangunkan Pukul 06.00 pagi

harinya.25

Sebagai pemimpin, Omar Dani memiliki jalur koordinasi yang baik

dengan bawahannya, seperti adanya kemudahan mendapatkan berita-berita

terbaru mengenai informasi gerakan. Namun, sebagai Men/Pangau Omar Dani

tidak berusaha melaporkan informasi intelnya yang demikian penting kepada

presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata. Seakan-akan Omar Dani

ingin menyimpan rapi rahasia tersebut dikalangan AURI atau demi kepentingan

tertentu.

Adapun keberadaan Untung, Latief dan Sjam, sebagai pemimpin G-30-S,

sejak malam hingga saat presiden berada di Pangkalan AURI Halim, berada di

Penas. Kemudian baru pada pagi harinya, mereka pindah ke rumah Sersan

(Udara) Anis Sujatno yang terletak di wilayah Halim. Ketika berada di rumah

Anis Sujatno, aktivitas mereka lebih ditujukan untuk beristirahat dan sedikit

berdiskusi mengenai perkembangan gerakan. D.N Aidit, Ketua CC PKI sebagai

orang yang diduga dalang G-30-S, berada di Halim sejak malam 1 Oktober dan

25 Ibid., hal. 59-60 dan 65.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 63: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

51

langsung berkedudukan di rumah Sersan dua Suwardi.26 Aktivitas D.N Aidit

ketika berada di Halim tidak begitu jelas, apalagi kemudian ia dibunuh sebelum

memberi kesaksian di pengadilan.27

Ternyata laporan Heru Atmodjo benar-benar menjadi kenyataan. Omar

Dani teringat saran Heru Atmodjo, apabila operasi yang dilaporkan benar-benar

terjadi, maka hendaknya Men/Pangau membuat surat pernyataan. Dengan segera

Omar Dani membuat surat pernyataan berdasarkan informasi sebelumnya, dengan

kepercayaan bahwa suatu gerakan yang bertujuan mengamankan presiden dan

kewibawaannya haruslah didukung.28 Karena G-30-S, seperti yang diklaim

Untung, adalah sebuah gerakan penyelamatan presiden maka surat pernyataan

AURI bersifat mendukung G-30-S. Setelah dikoordinasikan dengan Pangkoops

Leo Wattimena dan DMPO Ignatius Dewanto maka surat tersebut dikirim untuk

disiarkan lewat RRI.

Sekitar pukul 08.00 WIB, Omar Dani mendapat kabar dari ajudan

presiden, Letkol Suparto, bahwa presiden akan pergi ke Pangkalan AURI Halim.

Kepergian Presiden Sukarno ke Halim didasarkan kepada tidak menentunya

situasi di Jakarta, terutama setelah presiden Sukarno menerima laporan adanya

26 Tidak begitu jelas mengenai kedatangan Aidit ke Halim serta hal yang mendorongnya kesana. Justus

Van Der Kroef, berdasarkan keterangan istri Aidit menyebutkan bahwa kepergian Aidit ke Halim

adalah karena diculik kelompok Untung. lihat Justus M. Van Der Kroef, Op.Cit., hal.13; David T.

Johnson, Op.Cit., hal.11. Namun demikian, keterangan Kroef tidak berdasar bukti apapun. Apabila

Aidit di culik, maka ia tidak ditemani tokoh PKI lainnya, yaitu Iskandar Subekti dan Munir. 27 Penghilangan “jejak” Aidit dimungkinkan sebagai upaya untuk mengubur kejelasan G-30-S,

mungkin juga hal ini dilakukan oleh pihak tertentu yang apabila Aidit dibiarkan berbicara maka

akan membuka tabir rahasia yang lebih besar. 28 Omar Dani, Op.Cit., hal.66. Pembahasan lebih lanjut mengenai surat pernyataan Omar, lihat pada

Bab V tentang akhir kepemimpinan Omar Dani.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 64: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

52

penembakan dan penculikan dibeberapa rumah perwira tinggi AD. Berdasarkan

doktrin Tjakrabirawa, apabila keamanan presiden terancam, maka presiden harus

segera diselamatkan ke area yang aman. Menurut keterangan Maulwi Saelan,

Wakil Komandan Tjakrabirawa yang saat itu bersama presiden, kedatangan

Presiden Sukarno ke PAU Halim adalah semata berdasarkan Standard Operating

Procedure (SOP). Sesuai SOP, terdapat dua pilihan pengamanan presiden yaitu

PAU Halim yang terdapat pesawat khusus kepresidenan Jetstar C-140, serta

Tanjung Priok yang terdapat kapal kepresidenan R.I Varuna.29 Akhirnya presiden

memilih pergi ke PAU Halim, karena disana terdapat Men/Pangau Omar Dani

yang loyalitasnya terhadap presiden tidak diragukan.

Presiden berangkat dari rumah Harjati pukul 08.30 WIB dan tiba di

Pangkalan AURI Halim pada pukul 09.30 WIB. Kedatangan presiden disambut

oleh Men/Pangau Omar Dani dan Komodor Leo yang didampingi oleh perwira

intelejen. Presiden kemudian beristirahat di rumah Komodor Soesanto. Brigjen

Supardjo yang sejak pagi hari mencari presiden di Istana, dengan ditemani Heru

Atmodjo tiba di Halim pada pukul 10.30 menggunakan helikopter AURI. Setelah

meminta izin Men/Pangau, Supardjo kemudian berhasil menemui presiden dalam

sebuah kamar di rumah Komodor Soesanto dan menceritakan seputar kejadian 1

Oktober. Brigjen Supardjo juga meminta dukungan presiden terhadap aksi G-30-

S. Presiden menolak memberi dukungan dan kemudian memberi perintah agar

29 Maulwi Saelan, Dari Revolusi ‘45 sampai kudeta ‘66: Kesaksian Wakil Komandan Tjakrabirawa,

(Jakarta: Yayasan Hak Bangsa, 2001), hal.311

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 65: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

53

Supardjo dengan segera mengakhiri gerakan serta menghimbau agar tidak terjadi

pertumpahan darah.

Presiden kemudian memerintahkan Komisaris Besar (Kombes) Polisi.

Soemirat untuk memanggil Men/Pangal Laksamana Madya Laut R.E

Martadinata, Men/Pangak Inspektur Jenderal Pol. Soetjipto Joedodihardjo,

Pangdam V/Jaya Mayjen Umar Wirahadikusuma dan Jaksa Agung Brigjen

Sutardio. Wakil perdana menteri yang dipanggil hanya Dr. Leimena (Waperdam

II).30 Pukul 12.00, Dr Leimena tiba di PAU Halim dengan pesawat helikopter

syrorsky kepresidenan. Kemudian pukul 13.00 tiba di Pangkalan AURI Halim,

Laksdya Laut RE. Martadinata, Jaksa Agung Brigjen Soetardio dan Inspektur

Soetjipto dengan menggunakan helikopter ALRI. Satu-satunya undangan yang

tidak hadir ialah Umar Wirahadikusumah, karena dilarang Soeharto.

Selama di Pangkalan AURI Halim, Presiden Sukarno menerima berbagai

informasi mengenai perkembangan situasi nasional terutama yang terjadi di

Jakarta. Ketika presiden mendengar kabar terbunuhnya Letjen Ahmad Yani, maka

presiden segera bermusyawarah dengan undangan yang ada dan kemudian

menunjuk Mayjen Pranoto Reksosamodra sebagai pejabat carateker Men/Pangad,

tetapi pelaksana sehari-hari dipegang Pangkostrad. Presiden kemudian

memerintahkan Men/Pangal Martadinata memanggil Mayjen Pranoto menghadap

ke Pangkalan AURI Halim. Namun, Mayjen Pranoto tidak pernah datang, karena

30 Dr Subandrio yang menjabat Waperdam I saat itu sedang mengadakan kunjungan ke Medan.

Sedangkan Chaerul Saleh sebagai Waperdam III, sedang memimpin perutusan MPRS ke RRC.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 66: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

54

dilarang oleh panglima Kostrad, Mayjen Soeharto yang tidak mau mengambil

resiko kemungkinan bertambahnya korban jenderal AD. Setelah Pranoto tidak

datang, lewat Kolonel Widjanarko, Soeharto menyarankan agar Presiden Sukarno

keluar dari Pangkalan AURI Halim. Hal itu dilaporkan kepada Dr. Leimena pada

pukul 21.00 dan Leimena pun sependapat dengan saran Soeharto. Brigjen Sabur

juga mendapat telepon dari Kostrad untuk membawa Presiden Sukarno keluar

Pangkalan AURI Halim.

Setelah Presiden Sukarno berdiskusi dengan Men/Pangau Omar Dani,

dengan berbagai pertimbangan akhirnya presiden bersedia keluar dari Pangkalan

AURI Halim menuju ke Istana Bogor. Pilihan daerah tujuan Istana Bogor adalah

atas pertimbangan dari Leimena, bahwa di Bogor kondisi cukup strategis. Selain

dekat dengan pusat pemerintahan Jakarta, Kota Bogor dinilai relatif aman karena

terdapat helikopter dan perlindungan Pangdam Siliwangi, Ibrahim Adjie yang

dapat dipercaya.31 Pada pukul 22.00 WIB, Presiden Sukarno dengan

menggunakan mobil berangkat ke Istana Bogor. Pada pukul 24.00 WIB, Menteri

Koordinator D.N Aidit terbang ke Yogyakarta diikuti Bridgjen Supardjo yang

juga terbang ke Madiun. Omar Dani sendiri memutuskan pergi ke Madiun,

sekaligus melakukan pemantauan udara bersama komodor Leo Wattimena.

31 Ibrahim Adjie adalah salah seorang perwira yang Pro-Sukarno, tetapi ia anti komunis. Ia kurang

begitu disukai Nasution karena kedekatannya dengan Sukarno. Terlebih lagi karena Adjie pernah

menceraikan isterinya dan kemudian menikah kembali dengan perempuan Yugoslavia. Ulf

Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, (Jakarta: LP3ES, 1986), hal.266-267

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 67: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

55

Pasca peristiwa di Pangkalan AURI Halim, muncul dugaan bahwa

keberadaan Presiden Sukarno, Supardjo, D.N Aidit dan Omar Dani sebagai

keterlibatan mereka dalam G-30-S. Presiden sendiri membantah adanya isu ini

dalam siaran R.R.I pada tanggal 3 Oktober 1965:

“ Kepergian saja ke Pangkalan Angkatan Udara Halim pada tanggal 1

Oktober pagi-pagi, adalah atas kehendak saja sendiri. Karena saja

berpendapat bahwa tempat jang terbaik bagiku, ialah tempat dekat kapal

udara jang dapat mengangkut saja tiap saat ketempat lain, kalau terdjadi

sesuatu jang tak diharapkan ”32

Menurut Omar Dani, kedatangannya ke Pangkalan AURI Halim, bukan

karena keterlibatannya dalam kelompok G-30-S melainkan karena tanggung

jawabnya sebagai Men/Pangau untuk melakukan pemantauan terhadap isu yang

diterimanya dari Letkol Heru Atmodjo. Namun, Omar seakan tidak menyadari

adanya implikasi logis bahwa keberadaannya di dekat pelaku G-30-S hanya akan

membangun opini keterlibatannya dalam G-30-S. Selain itu, tindakan Omar yang

mengirimkan helikopter untuk menjemput Supardjo dan Heru Atmodjo di Istana

Merdeka adalah suatu tanggung jawab yang berlebihan dalam kapasitasnya

sebagai Men/Pangau. Saat berada di Pangkalan AURI Halim, Omar Dani juga

menjadi penghubung dalam pertemuan antara Presiden Sukarno dan perwakilan

kelompok G-30-S, Brigjen Supardjo.

Namun, kedatangan Presiden Sukarno ke Pangkalan AURI Halim, bukan

didasarkan permintaan Men/Pangau Omar Dani, tetapi berdasarkan SOP dan

32 ANRI. Amanat JPM Presiden Sukarno kepada seluruh rakjat Indonesia berhubung dengan peristiwa

Gerakan 30 September. Lihat lampiran 2

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 68: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

56

keinginan presiden sendiri. Menurut Omar Dani, pertemuannya dengan Supardjo,

juga disebabkan karena perwakilan kelompok G-30-S ingin menghadap presiden,

sehinggga secara prosedural, tamu yang datang diwajibkan untuk melapor terlebih

dahulu. Walaupun demikian, kehadiran Omar Dani di Pangkalan AURI Halim,

disadari atau tidak, telah dimanfaatkan oleh kelompok Untung untuk memberi

kesan dukungan panglima AURI dalam G-30-S.33

Keberadaan D.N Aidit, Ketua CC. PKI yang disebut-sebut sebagai dalang

G-30-S di Pangkalan AURI Halim pada 1 Oktober tidak berkaitan dengan AURI.

Walaupun Aidit berada di Halim, tetapi tidak ada ketidakjelasan mengenai

aktivitas Aidit terhadap perwira AURI. Hal ini tentunya mengundang praduga,

adanya rekayasa untuk memposisikan Aidit di Pangkalan AURI Halim, untuk

menimbulkan kesan bahwa AURI yang memberikan fasilitas. Menurut Omar

Dani, kepergian DN. Aidit dari Pangkalan AURI Halim ke Yogyakarta dengan

pesawat terbang AURI, bukan karena AURI terlibat dalam G-30-S melainkan

karena kedudukannya sebagai Menteri Koordinator.34 Namun, mengapa kepergian

Menko yang difasilitasi AURI terjadi pada saat kegagalan G-30-S dan tidak

bersama dengan menteri lainnya. Padahal Menko atau menteri yang perlu

33 Benedict R. Anderson and Ruth T. Mc Vey. A Premilinary Analysis of the October 1, 1965, Coup in

Indonesia, (Ithaca, New York: Modern Indonesia Project Southeast Asia Program Cornell

University Press, 1971), hal. 19. Cornell Paper lebih jauh mengatakan bahwa Omar diculik bukan

pergi, tetapi hal ini sangat bertentangan dengan keterangan dalam biografinya serta pengakuan

Omar di depan Mahmilub. 34 Wisnu Djajengminardo, Saya Srigala Terbesar dari Halim, Tempo, 20 Juni 1999; Wawancara Sri

Mulyono Herlambang 27-05-2004.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 69: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

57

mendapatkan rasa aman tidak hanya DN. Aidit. Tentunya hal ini tidak dapat

dijawab Omar.

Namun, pengkaitan keempat tokoh nasional di Pangkalan AURI Halim

dengan G-30-S sebagai suatu komplotan dan berada pada tempat yang sama juga

merupakan suatu kekeliruan.35 Diantara mereka berada pada tempat berbeda dan

tidak bertemu satu sama lain. Tokoh G-30-S berkumpul di Gedung Penas,

Presiden Sukarno beserta pengikutnya berada di rumah Direktur Operasi AURI,

Komodor Udara Susanto dalam Pangkalan AURI Halim, sedangkan DN. Aidit

berada di rumah Sersan Dua Suwardi. Praktis tokoh G-30-S yang bertemu dengan

presiden hanyalah Brigjen Supardjo. Apabila antara keduanya berkomplot, maka

menjadi hal yang aneh ketika pada pagi harinya Supardjo menyiakan waktu yang

penting untuk mencari dan melapor kepada presiden di Istana. Sikap penolakan

Presiden Sukarno untuk ikut mendukung gerakan Supardjo, juga membuktikan

tidak adanya konspirasi di Pangkalan AURI Halim.

Tabel 1

Posisi Keberadaan Tokoh Nasional di Halim pada 1 Oktober 1965

Tempat 1

Penas

Tempat 2

Rumah Sersan

Suwardi

Latief, Untung

dan Sjam

Menko D.N Aidit,

Iskandar Subekti,Munir

35 Sebagai contoh lihat uraian Rex Mortimer, Indonesian Communism Under Soekarno, Ideologi and

Politics 1959-1965, (London: Cornell University Press, 1974), hal. 414.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 70: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

58

Tempat 3

Rumah Komodor Susanto Presiden Sukarno, Omar Dani,

Supardjo, Martadinata, Leimena Dll.

Sumber:

Diolah oleh peneliti dari Katoppo (2000), Sekretariat Negara (1995), Omar Dani (2000) dan John

Roosa (2008)

Namun demikian, keluarnya Presiden Sukarno dari Pangkalan AURI

Halim ke Istana Bogor didasarkan karena adanya ancaman Panglima Kostrad,

Mayjen Soeharto. Sejak 1 Oktober 1965, panglima Kostrad menjadikan

lembaganya bersifat otonom dan tidak menaati kebijakan presiden. Hal ini tampak

dari penolakan Soeharto atas undangan presiden agar Mayjen Pranoto dan Umar

Wirahadikusumah datang ke Pangkalan AURI Halim. Soeharto bahkan

mengeluarkan isi pesan yang bernada ancaman terhadap Presiden, agar presiden

segera keluar dari pangkalan udara Halim karena berada “ditempat yang salah”

dan Halim akan segera diserbu. Presiden sendiri kemudian pergi ke Bogor dengan

menggunakan Jeep, suatu hal yang menunjukkan ketidakberdayaannya. Karena

apabila disesuaikan dengan prosedur SOP, maka seharusnya presiden diangkut

menggunakan pesawat udara.

4.3 Halim, 2 Oktober

Setelah Presiden Sukarno keluar dari Pangkalan AURI Halim, AD menilai

bahwa sisa kekuatan G-30-S masih berkumpul di Pangkalan AURI Halim.

Kekhawatiran AD semakin diperkuat dengan munculnya isu rencana pengeboman

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 71: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

59

AURI terhadap Kostrad, sehingga Mayjen Soeharto memindahkan untuk

sementara Markas Kostrad ke Senayan. Ternyata serangan udara tersebut tidak

pernah terjadi. Namun, adanya isu ancaman tersebut mengakibatkan persiapan-

persiapan Suharto tertunda beberapa jam.36

Pada pukul 02.00 WIB tanggal 2 Oktober, Panglima Kostrad yang telah

mengambil alih kepemimpinan AD memerintahkan Komandan RPKAD, Kol.

Sarwo Edhie, untuk menguasai Pangkalan AURI Halim dan memastikan

kekalahan G-30-S. Mayjen Suharto memberi pesan singkat agar Sarwo Edhie

menghindari terjadinya pertumpahan darah dan kerusakan material. Mayor C.I

Santoso, Komandan Rayon I/RPKAD yang mendapat perintah tugas operasional,

kemudian mengadakan briefing bersama kompi-kompi yang ikut didalamnya

untuk menjelaskan sasaran operasi dan pesan pangkostrad di atas. Menjelang

pukul 05.30 WIB, setiap komandan kompi telah siap bergerak masuk ke PAU

Halim sambil menunggu komando.

Keberadaan pasukan RPKAD di sekitar PAU Halim telah diketahui staf

PGT sejak pukul 05.30 WIB. Jarak antara penjagaan PGT dengan RPKAD hanya

+ 150 meter. Men/Pangau Omar Dani yang mengetahui informasi tersebut, segera

memerintahkan Panglima Koops AURI, Komodor Leo Wattimena agar membuat

36 Serangan udara tersebut sempat menjadi pembicaraan tokoh G-30-S di Halim. Hal ini merupakan

saran yang dilontarkan Brigjen Supardjo, karena hanya bantuan AURI lah satu-satunya jalan yang

dapat memenangkan kelompok G-30-S. Namun, ternyata Omar Dani tidak pernah melakukan

pengeboman yang diinginkan. Hal ini juga menandakan bahwa AURI memang tidak terlibat dalam

aksi G-30-S sebagaimana direncvanakan oleh kelompok Untung. Lebih lanjut Lihat John Roosa,

Ibid, hal 83 dan perhatikan juga uraian lengkap kritik Supardjo pada bagian lampiran buku roosa

tersebut.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 72: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

60

radiogram ke Pangkalan AURI Halim untuk selanjutnya diteruskan kepada

Mayjen Soeharto. Inti dari radiogram yang dimaksud ialah agar pasukan AD

jangan masuk ke Halim, karena di Pangkalan AURI Halim tidak ada Brigjen

Supardjo. Namun isi radiogram yang dikirim Leo bernada agak berbeda yaitu

“Angkatan Darat jangan masuk ke Halim, kalau masuk akan dihadapi”. Isi dari

radiogram, menimbulkan kesan bahwa AURI telah siap untuk berhadapan secara

fisik dengan AD.37

Tepat pukul 06.00 WIB pasukan RPKAD mulai masuk ke Pangkalan

AURI Halim. Pasukan tersebut langsung menduduki sasaran seperti yang

diperintahkan dalam briefing. Pasukan RPKAD yang memasuki Skuadron-31,

tidak mendapatkan perlawanan dari AURI. Satu-satunya insiden terjadi di depo

perminyakan, saat pasukan RPKAD menembak mati dua orang perwira AURI

yang hendak mengambil senjata yang tidak disandangnya. Sementara pasukan

RPKAD menguasai Halim, satu kompi Yon 328/Para melakukan stelling didekat

PN Intirub, melucuti senjata anggota AURI yang keluar masuk pangkalan.38

Saat seluruh kompi Yon-1/RPKAD di PAU Halim melakukan konsolidasi,

menjelang pukul 10.00 Kolonel Sarwo Edhi mengirim berita lewat radio kepada

Mayor C.I Santoso bahwa ia akan masuk ke Halim menemui presiden. Mayor C.I

Santoso menyarankan agar komandan RPKAD masuk lewat Klender kearah

37 Aristides Katoppo., et.al., Menyingkap Kabut Halim 1965, (Jakarta: Sinar Harapan, 1999), hal. 151.

Ashadi Tjahjadi menyebutkan bahwa telegram ini dikeluarkan oleh Leo dari Malang tanpa

sepengetahuan Omar Dani. Lihat. Imran Hasibuan dkk, Loyalitas Tanpa Pamrih: Biografi Marsekal

(Purn) Ashadi Tjahjadi, (Jakarta: Q Communication dan Pustaka Sinar Harapan, 2003), hal. 117. 38 Aristides Katoppo., Ibid., hal. 154

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 73: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

61

Pondok Gede. Karena jalur Pondok Gede-Halim belum diamankan, maka ia

memerintahkan Kompi Kajat/Cadangan dan Kompi-B-Yonkav-1/Panser Kostrad

RPKAD yang berada di sekitar PN Intirub untuk mengawal. Kekhawatiran Mayor

C.I Santoso ternyata benar. Ketika melintasi arah dropping zone Lubang Buaya,

pecah pertempuran dengan Yon 454/ Raiders/Diponegoro di bawah pimpinan

Kapten Koentjoro. Dalam pertempuran tersebut, seorang anggota kompi cadangan

yang mengawal Sarwo Edhi gugur.

Deputi Operasi Men/Pangau, Komodor Dewanto dan perwira intelejen

AURI, Kapten (Udara) Kundimang yang berada dihanggar skatek ketika

mendengar suara tembakan, segera berinisiatif untuk menyelamatkan Pangkalan

AURI Halim dari kehancuran. Kedua perwira tersebut, memberanikan diri

menjadi penengah antara pasukan AD yang sedang bertempur. Proses mediasi

yang mereka lakukan akhirnya berhasil, pertempuran berhenti sesudah diadakan

pertemuan antar komandan. Kapten Kuntjoro beserta pasukannya kemudian

mengundurkan diri dari Halim menuju ke Senayan sekitar pukul 06.30 WIB 3

Oktober. Setelah tiba di Senayan, mereka lalu ditahan di stadion utama. Dua

puluh anggota Yon 454/Raiders lainnya yang berusaha melarikan diri ke Jawa-

Tengah berhasil ditangkap Kompi Ramelan, Yon-1/RPKAD. Sedangkan 97

anggota Yon 454/Raiders dan 140 anggota Yon 530/Raiders, ditangkap dalam

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 74: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

62

pengejaran satu kompi Yon 203 Kodam V Djadja dan Kavaleri Yonkav-7/Panser

Kostrad.39

Uraian kronologi diatas menunjukkan, tidak adanya campur-tangan AURI

dalam pertempuran di Pangkalan AURI Halim. AURI memang melakukan

gertakan kepada RPKAD untuk tidak masuk ke PAU Halim, tetapi gertakan

tersebut dimaksudkan untuk melindungi instalasi AURI bukan karena

dukungannya terhadap G-30-S. Justru dalam pertempuran antara kekuatan

Kostrad dan G-30-S, AURI bertindak sebagai penengah.

Namun, surat gertakan yang dibuat oleh Leo Wattimena menarik untuk

dipertanyakan. Surat yang awalnya adalah perintah Omar Dani untuk melindungi

Pangkalan AURI Halim, diterjemahkan Leo Wattimena dalam bahasa gertakan.

Hal yang aneh ialah pada tengah hari 1 Oktober sebelum Pangkalan AURi Halim

diserang RPKAD, Leo bertemu dengan Soeharto di Markas Kostrad. Dalam

pertemuan tersebut Leo memberitahukan sikap AURI seperti yang dijelaskan

dalam briefing malam 30 September, sedangkan Soeharto memberikan

pengarahan bahwa pusat komando pimpinan G-30-S berada di pangkalan AURI

Halim, pimpinan G-30-S terdapat oknum AURI dan Halim sebelumnya telah

dijadikan tempat latihan Pemuda Rakyat.40 Didepan Soeharto, Leo mengiyakan

pengarahan Soeharto. Dengan demikian, terdapat suatu keganjilan bahwa Leo

39 Ibid., hal. 156-176

40 Soeharto, Op.Cit., hal. 122-124.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 75: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

63

yang menyatakan persetujuannya dengan Soeharto, juga adalah yang membuat

surat untuk menggertak pasukan Soeharto.41

4. 4 Daerah Lubang Buaya.

Lubang Buaya yang berada di pinggir tenggara kota Jakarta, dikenal

sebagai tempat dikuburkannya para jenderal secara paksa dalam peristiwa G-30-

S. Lubang Buaya juga merupakan tempat pelatihan para sukarelawan dan

sukarelawati yang kelak pada 1 Oktober 1965 menjadi tenaga operasi

”pembersihan” para jenderal Angkatan Darat. Keberadaan Lubang Buaya yang

berada di pinggiran kota dan belum terdapat hunian yang padat, merupakan

pilihan yang tepat untuk merencanakan suatu kegiatan rahasia. Letaknya yang

berada didekat pangkalan udara Halim menyamarkan keberadaan letak tempat

tersebut, sehingga keberadaannnya sering disangkut-pautkan dengan AURI.

Dilihat dari sudut geografis Halim, maka Desa Lubang Buaya tempat

beradanya sumur maut, terletak di luar batas Pangkalan AURI Halim. Lubang

Buaya yang dimaksud, kalau ditarik lurus berjarak tiga setengah kilometer dari

Markas Koops yang berada di PAU Halim Perdanakusumah. Letaknya berada

diluar zona kekuasaan AURI yang dipisahkan oleh jalan raya Pondok Gede

dengan Halim dan berada di dalam wilayah administratif Desa Lubang Buaya,

41 Menarik untuk dicermati bahwa pasca G-30-S, Leo yang loyal kepada Omar Dani dan mengetahui seputar Peristiwa Halim 1 Oktober, tidak ikut disingkirkan oleh Soeharto seperti para perwira AURI

lainnya. Leo terus berdinas di AURI hingga menikmati pensiun setelah mengundurkan diri secara

wajar. Karier terakhirnya adalah duta besar R.I di Roma.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 76: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

64

kecamatan Pondok Gede, Bekasi, Jawa-Barat.42 Di Pangkalan AURI Halim

memang terdapat daerah Lubang Buaya, tetapi area tersebut adalah tempat latihan

penerjunan (dropping zone) dan secara geografis keduanya adalah tempat yang

berbeda.

Panglima Kostrad, Mayjen Soeharto adalah tokoh yang sedari awal

menyebutkan keberadaan Lubang Buaya tempat mayat jenderal dikubur sebagai

daerah AURI. Pengaburan fakta ini dinyatakan Soeharto dalam kesempatan

pemberian pidato sambutan pada saat penemuan dan penggalian korban Jenderal

pada 4 Oktober 1965. Soeharto dengan mengenakan kacamata hitam,

mengatakan:

“Kalau kita lihat tempat ini, adalah di Lobang Buaya. Daerah Lobang

Buaya adalah termasuk dari daerah Lapangan Halim. Dan kalau

saudara-saudara melihat pula fakta, bahwa dekat pada sumur ini, telah

menjadi pusat daripada latihan sukwan dan sukwati, jang dilakukan atau

dilaksanakan oleh A.U”43

Tentunya, pernyataan Soeharto ini tidak berdasar karena ia tidak

melakukan pengecekan ulang keberadaan wilayah Lubang Buaya. Keganjilan

lain, ketidaktahuan Soeharto juga merupakan tanda-tanya, karena Desa Lubang

Buaya tempat para jenderal dikuburkan, pada tanggal 5 Juli 1965 sebelumnya

42 Berdasarkan peta Jakarta 1965, tidak terdapat kecamatan Pondok Gede. Rincian mengenai daerah

Halim tidak dapat peneliti temukan hingga tesis, walaupun telah dilakukan pencarian data Ke Badan

Pertanahan Nasional (baik pusat maupun wilayah Jakarta), Lembaga Informasi Nasional Badan

Pusat Statistik dan Dinas Pertanahan setempat (Jakarta dan Jakarta-Timur). Satu-satunya peta

berharga untuk menjelaskan secara scientific adalah data dari AURI yang kemudian dijadikan

lampiran dalam buku Aristides dkk. Selain sumber AURI, kajian John Roosa, Dalih Pembunuhan

Masal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto, (Jakarta: Hasta Mitra, 2008) juga melampirkan

peta Halim. Untuk lebih jelasnya perhatikan peta daerah Halim pada lampiran 3. 43 Lihat Lampiran 4. Cetak tebal dari peneliti

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 77: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

65

telah digunakan sebagai tempat upacara pemindahan pasukan Siliwangi dan

Brawijaya AD ke bawah komando Mayjen Soeharto sebagai panglima Kostrad.44

Dengan demikian pidato Soeharto lebih merupakan suatu upaya untuk

mendiskreditkan AURI.45

4. 5 Dugaan Keterlibatan AURI dalam G-30-S

Adanya keterlibatan beberapa oknum dan penggunaan fasilitas institusi

AURI, melahirkan kecurigaan berbagai pihak, bahwa AURI di bawah komando

Omar Dani secara institusi ikut terlibat dalam G-30-S.46 Apalagi pernyataan sikap

Omar Dani pada pukul 10.00, 1 Oktober 1965, terkesan memberi dukungan

terhadap operasi G-30-S.

Dalam pidato pengumumannya di RRI, Panglima Kostrad, Mayjen

Soeharto cenderung menyudutkan AURI. Mayjen Soeharto secara eksplisit

menyebutkan bahwa dalam proses perubahan politik pasca G-30-S, AD- ALRI

dan AKRI berada dalam pihak yang sama, sedangkan AURI sengaja tidak

disebutkan berada dipihak yang mana. Mayjen Soeharto dalam pidato pada 1

Oktober malam menuturkan bahwa ”untuk sementara pimpinan AD kami pegang.

Antara AD, ALRI dan AKRI telah terdapat saling pengertian, bekerdja sama dan

44 Kompas, 6 Juli 1965; Crouch hal 107. Dari fakta ini, maka kita akan mendapatkan sebuah asumsi

secara logis bahwa bagi Soeharto tempat ini bukanlah tempat yang asing. Bukan tidak mungkin, ia

juga mengetahui adanya pelatihan sukarelawan disana. Mengingat disaat yang sama dilakukan

pelatihan di bawah koordinasi Mayor (Udara) Soejono. 45 David T. Johnson, Op.Cit., hal.10.

46 Sebagai contoh lihat Paul.F. Gardner, 50 Tahun Amerika Serikat-Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan,

1999), hal.440-441. Gardner menuding Omar Dani-lah yang menyiapkan markas G-30-S di Halim.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 78: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

66

kebulatan tekad penuh, untuk menumpas perbuatan Kontra Revolusioner jang

dilakukan oleh apa jang menamakan dirinja “Gerakan 30 September”47

Selain kecurigaan yang dituturkan Soeharto, kecurigaan terhadap

keterlibatan institusi AURI juga berlanjut dalam tataran akademis. Berbagai

peneliti asing yang melakukan pengkajian mengenai peristiwa G-30-S, seperti Ulf

Sundhaussen, menuliskan keterlibatan AURI berdasarkan kecurigaan PAU

Halim, surat perintah Men/Pangau 1 Oktober serta pidato-pidato yang dilancarkan

Soeharto.48

4. 5.1 Pelatihan Sukarelawan

Dalam peristiwa G-30-S, para pemerhati peristiwa ini melihat adanya

keterlibatan AURI dalam proses pelatihan sukarelawan yang kemudian tenaganya

digunakan sebagai tenaga operasional G-30-S. Fakta ini sering digunakan untuk

menyimpulkan bahwa secara institusi AURI memang mendukung G-30-S.49

Menjelang 1965, PKI mengusulkan kepada presiden Sukarno tentang

diperlukannya Angkatan Kelima yaitu buruh dan tani yang dipersenjatai dalam

memperkuat revolusi nasional. Menanggapi isu tersebut, AURI menyatakan

persetujuannya, terutama sebagai kebutuhan praktis untuk menutupi kekurangan

personel menjaga pangkalan-pangkalan AURI. Adapun mengenai komponen

rakyat yang dilatih tersebut, secara prosedural diutamakan berasal dari rakyat

47 Pidato Mayjen Soeharto pada 1 Oktober Malam di R.R.I. Cetak tebal dari peneliti. Lebih lanjut,

lihat Lampiran 5. 48 Ulf Sundhaussen, Op.Cit., hal. 375

49 John Hughes, Op. Cit., hal. 23

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 79: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

67

yang berada di daerah sekitar pangkalan. Selanjutnya, Men/Pangau Omar Dani

mengintruksikan kepada seluruh penanggung jawab pangkalan untuk melatih

rakyat untuk menjaga pangkalan atau sering disebut Hansip AURI.

Pada bulan Juli 1965, Komandan Resimen Pasukan Pertahanan Pangkalan,

(PPP) Mayor (Udara) Soejono melaporkan kepada Men/Pangau Omar Dani di

Wisma Angkasa mengenai rencana pelaksanaan wisuda sukarelawan angkatan

pertama. Soejono juga melaporkan komposisi peserta serta diperlukannya

bantuan-bantuan AURI untuk pelatihan mendatang. Peserta pelatihan adalah

anggota Front Nasional yang terdiri dari lima orang golongan nasionalis, 2000

orang golongan komunis. Adapun golongan agama tidak diundang.50 Menurut

Omar Dani, setelah mendengar laporan tersebut, ia mengintruksikan agar dalam

pelatihan berikutnya komposisi antara golongan Nasionalis-Agama dan Komunis

dapat berimbang. Men/Pangau juga mengintruksikan agar setiap detail pelatihan

sebaiknya dicatat dan dilaporkan kepada staf yang bersangkutan di AURI.51

Laporan tentang pelatihan itu selanjutnya dapat digunakan sebagai standard

dalam pelatihan di pangkalan udara seluruh Indonesia. Akhirnya, Men/Pangau

tidak bersedia mewisuda pelatihan tersebut. Mengenai permohonan bantuan

AURI terhadap pelatihan, Men/Pangau menyarankan agar hal tersebut ditanyakan

kepada staf berwenang di Departemen AURI. Secara prinsip, ia menyetujui

pemberian bantuan dalam batas kemampuan AURI.

50 Aristides, Op.Cit., hal. 32

51 Pembelaan Omar Dani, dalam Omar Dani, Op.Cit., hal. 240-241.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 80: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

68

Pelatihan sukarelawan di Desa Lubang Buaya yang semula dilakukan

untuk sukarelawan Dwikora, pada angkatan kedua telah diubah menjadi pelatihan

kader PKI, karena pesertanya berasal dari unsur PKI atau yang bersimpati

terhadap PKI.52 Akibatnya latihan kemiliteran di Desa Lubang Buaya kemudian

menjadi permasalahan dikalangan AURI.

Saat Letkol (Udara) Farman, Kepala Pusat Penerangan AURI menugaskan

kepada juru kamera untuk membuat dokumentasi film tentang pelatihan di Desa

Lubang Buaya, mereka tidak diizinkan masuk ketempat pelatihan.53 Pada awal

September 1965, Komodor Dewanto, Deops Men/Pangau merangkap Direktur

intelejen AURI memanggil Komodor Ramli Soemardi; panglima KOPPAU,

Mayor (Udara) Soejono; Komandan Resimen PPP, Letkol (Udara) Hamsana;

Perwira Operasi Korud V Jaya, Letkol (Udara) Rakiman; perwira KOPPAU dan

beberapa perwira lain menghadiri rapat yang membahas mengenai pelatihan itu.

Saat itu juga Komodor Dewanto memerintahkan agar latihan kemiliteran di Desa

Lubang Buaya segera ditutup. Namun, perintah itu baru berhasil dilakukan pada

26 September 1965.54

52 Dalam prakteknya yang menjadi pemegang wewenang dalam pelatihan tersebut tidak hanya Mayor

Sujono dan orang-orangnya. Melainkan juga Nico dari Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia

(CGMI), Djohar dari Pemuda Rakyat (PR), Kasiman dari Serikat Organisasi Buruh Seluruh

Indonesia (SOBSI) dan Hartojo dari Barisan tani Indonesia (BTI). Anggota CC PKI yang bertindak

sebagai pengajar antara lain Tjugito dan Soemardi. 53 Ketika Komodor Dewanto memantau kembali tempat tersebut, ternyata tempat tersebut sudah

ditutup. Praktis secara institusi AURI tidak pernah tahu apa–apa yang dilakukan sesungguhnya. 54 Aristides, Op.Cit., hal 34-35

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 81: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

69

Selanjutnya sesudah terjadinya G-30-S, baru dapat diketahui bahwa

sebagian bekas peserta pelatihan tersebut dimasukkan dalam pasukan-pasukan

operasi G-30-S. baik kedalam pasukan Pasopati, Bimasakti dan Pringgadani.

4. 5.2 Penggunaan Fasilitas AURI

Dalam aksi G-30-S, terdapat bukti-bukti yang memberatkan AURI karena

penggunaan beberapa fasilitasnya, meliputi: Penggunaaan PN Aerial Survey

(Penas) serta persenjataan dan truk AURI di Desa Lubang Buaya.

Pada malam 30 September hingga 1 Oktober, gedung Penas yang letaknya

dipinggir jalan By Pass Jakarta-Timur telah digunakan sebagai pusat komando

oleh para pelaku G-30-S. Diantara tokoh G-30-S yang memantau jalannya operasi

dari Penas antara lain Kol. Latief, Letkol Untung dan Sjam. Sesudah

berlangsungnya operasi pada dini hari, gedung Penas ditinggalkan untuk

selanjutnya beralih ke Pangkalan AURI Halim.

Melihat letaknya, Gedung Penas berada jauh diluar Desa Lubang Buaya

dan PAU Halim. Adapun isyarat secara tidak langsung mengenai penggunaan

gedung Penas oleh G-30-S, sebenarnya sudah tersirat dalam pembicaraan antara

Letkol (Udara) Heru Atmodjo dengan Mayor (Udara) Soejono pada tanggal 30

September sekitar pukul 14.00 di Pondok Gede. Soejono tanpa menyebutkan

alasannya, mengutarakan bahwa ia akan menggunakan fasilitas AURI, dengan

atau tanpa seizin atasan.55 Rupanya, salah satu fasilitas yang dimaksud Soejono

55 Wawancara dengan Heru Atmodjo 09-06-2004; Wawancara dengan Sri Mulyono Herlambang 22-

06-2003.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 82: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

70

kepada Heru Atmodjo adalah gedung Penas. Namun, sebagai seorang anggota

AURI dan juga pengatur jalannya gerakan. Soejono tidak pernah melakukan

permintaan kepada MBAU untuk menggunakan gedung Penas. Soejono

menggunakan Penas sebagai salah-satu fasilitas AURI dalam fungsinya sebagai

pengatur gerakan G-30-S, diluar koordinasi AURI sebagai suatu institusi. Namun

demikian, tidak adanya upaya mencegah penyalahgunaan fasilitas AURI

merupakan pertanda bahwa AURI tidak berkeberatan terhadap maksud Soejono.

Penggunaan fasilitas persenjataan dan truk AURI didapatkan Kostrad

ketika diadakan penyisiran daerah Desa Lubang Buaya pada 3 Oktober untuk

mencari jejak-jejak pelaku G-30-S dan hilangnya para jenderal. Di Desa Lubang

Buaya, Kostrad menemukan sebuah truk Ziel buatan Soviet berwarna biru, milik

resimen PPP dan sejumlah peluru kaliber 7,62 mm dalam peti logam berwarna

hijau zaitun yang bertuliskan AURI berwarna kuning.56 Di Istana Bogor, Mayjen

Soeharto kemudian menunjukkan bukti tersebut kepada Presiden Sukarno,

Men/Pangau Omar Dani serta Komodor Leo Wattimena.

Penemuan barang bukti di atas, berhubungan dengan pertemuan Mayor

(Udara) Gathut Sukrisno, seorang pelaku militer G-30-S, menjelang 1 Oktober.

Gathut ketika itu menghadap Kolonel (Udara) Wisnoe Djajengmihardo,

Komandan PAU Halim, dan mengutarakan maksudnya untuk meminjam 3000

pucuk senjata yang sebagian besar senjata itu berupa Chung atau senapan jenis

556 SKS buatan RRC. Namun, permintaaan Ghatut tersebut di tolak Kolonel

56 Aristides, Op.Cit., hal.181

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 83: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

71

Wisnoe. Setelah permintaan Gathut ditolak, gudang senjata AURI didaerah

Mampang dibongkar secara paksa oleh anggota resimen PPP.57 Waktu

pembongkaran ditulis secara berbeda oleh dua sumber. Keterangan buku ptutih

sekretariat negara menulis pembongkaran terjadi pada dini hari 1 Oktober,

sedangkan buku Menyingkap Kabut Halim menyebutkan pada pukul 02.00 WIB

2 Oktober.58

Adanya pembongkaran merupakan bukti langsung tidak terkaitnya AURI

dalam bantuan fasilitas kelompok G-30-S. Jika AURI ikut terlibat dalam G-30-S,

maka AURI tidak perlu melakukan pembongkaran secara paksa terhadap gedung

senjatanya sendiri. Selain itu, waktu terjadinya pembongkaran juga terkesan

ganjil. Dalam versi AURI pembongkaran terjadi pada 2 Oktober, ketika G-30-S

sudah dipastikan mengalami kegagalan.59 Apabila versi yang benar adalah versi

buku-putih, maka tujuannya adalah untuk membantu operasi penculikan jenderal.

Hal yang menjadi pertanyaan, mengapa G-3-S yang dipimpin Komandan

Resimen Cakrabirawa, Letkol Untung menggunakan fasilitas AURI yang

mencolok, tidak menggunakan fasilitas AD atau Cakrabirawa.

57 Ibid., hal. 216. Ashadi Tjahjadi menyebut tindakan ini dilakukan Sujono. Lihat. Imran Hasibuan

Dkk, Op.,Cit., hal 113. 58 Sekretariat Negara, Op.Cit., hal. 103. Aristiddes, Op. Cit., hal. 216.

59 Dalam sumber Setneg, tidak disebutkan asal sumber dari mana. Sedangkan dalam kesaksian Ghatut

di depan Mahmillub Untung, peristiwa ini tidak dijelaskan. Sumber AURI berdasarkan sumber

lisan yang dapat melengkapi kekosongan sumber sehingga dapat dipertanggung-jawabkan secara

ilmiah. Adapun G-30-S, pada malam 1 Oktober tokoh-tokoh pentingnya sudah menyingkir keluar

kota. Hal ini karena G-30-S tidak mendapatkan dukungan presiden Sukarno, terlebih saat itu juga

RRI dan Telkom sudah berhasil dikuasai RPKAD.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 84: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

72

Terpenting dari interpretasi di atas, penemuan truk dan peluru AURI di

Desa Lubang Buaya sendiri adalah sebuah keanehan, karena bukti yang demikian

penting ditinggalkan begitu saja oleh para pelaku gerakan sesudah mengubur

jenderal. Padahal seharusnya, truk masih dapat digunakan secara efektif untuk

membantu pelaksanaan kudeta di pusat kota Jakarta. Hal ini juga bertolak

belakang dengan mayat jenderal, yang mereka kuburkan dengan sangat rapi,

dalam sebuah sumur tua yang disamarkan dengan tumpukan daun. Sangat

mungkin bahwa ditinggalkannya bukti-bukti ini, dilakukan secara sengaja untuk

mendiskreditkan AURI. Bukan juga tidak mungkin, jika benar pembongkaran

dilakukan pada tanggal 2 Oktober. Berarti pembongkaran itu dilakukan bukan

untuk pelaksanaan G-30-S, tetapi untuk membuktikan keterlibatan AURI.

4. 5.3 Para Perwira yang Terlibat

Dalam G-30-S memang terdapat oknum AURI ikut terlibat sebagai pelaku

G-30-S, meliputi: Mayor (Udara) Soejono dan Gathut Sukresno. Mayor (Udara)

Soejono terlibat aktif sejak perencanaan hingga pelaksanaan operasi. Diantaranya

ia bertanggung jawab terhadap pelatihan di Desa Lubang Buaya, penggunaan

fasilitas Penas dan penyediaan logistik bagi gerakan. Sedangkan Gathut Sukresno

bertindak sebagai komandan pasukan Pringgadani yang bertugas menerima dan

kemudian membunuh perwira AD yang masih hidup atas perintah Mayor (Udara)

Soejono. Menurut Cornell Paper, hubungan antara kelompok Untung dengan

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 85: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

73

beberapa perwira AURI terjadi melalui kontak yang berlangsung pada saat

operasi gabungan di Irian Barat atau juga melalui unit PGT.60

Keikutsertaan Soejono maupun Gathut tidak di bawah koordinasi formal

AURI, melainkan di bawah kedudukannya sebagai Cenko dan Komandan

Pringgadani yang dibentuk sebagai perlindungan terhadap jalannya revolusi dan

pengamanan presiden. Namun sebagai seorang perwira yang taat terhadap

pemimpin, kekutsertaan mereka juga dilandasi keyakinan bahwa gerakan tersebut

telah mendapatkan restu dari Presiden Sukarno dan Men/Pangau Omar Dani.

Mengenai keyakinan ini Soejono mengatakan sebab-sebabnya:

“ Letnan Kolonel UNTUNG tidak hanja tanggal 6 September tetapi djuga

pada tanggal 12/13 September selalu mengatakan kepada saja bahwa Jang

Mulia Menteri/Panglima Angkatan Udara telah tahu didalam soal ini,

djuga dinjatakan bahwa Pemimpin Besar Revolusi BUNG KARNO telah

mengetahui tentang gerakan apa yang dinamakan olehnja Dewan

Djenderal djuga didalam usahanja untuk membudjuk saja atau dengan tipu

muslihatnja selalu memberikan pudjian-pudjian jang berlebih-lebihan

kepada J.M Menteri MEN/PANGAU OMAR DHANI waktu itu”.61

Dengan demikian, keikutsertaan Soejono disebabkan bujukan Letkol

Untung. Soejono yakin dan percaya akan ajakan Untung, karena Untung

meyakinkan bahwa setiap rencana gerakannya telah diketahui oleh presiden dan

juga Men/Pangau. Tentunya, alasan tersebut sangat sukar dibantah oleh perwira

yang progressif revolusioner dan mengikuti presiden tanpa reserve. Maka dapat

disimpulkan, bahwa keterlibatan Soejono adalah karena kepercayaan yang

60 Benedict R. Anderson and Ruth T. Mc Vey, Op.Cit., hal.10

61 Kesaksian Supardjo: Mahmillub Untung, Op. Cit., hal. 91-92

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 86: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

74

berlebihan kepada Untung serta ia tidak memeriksa ulang kebenaran informasi

yang disampaikan Untung.

Keyakinan Soejono ini kemudian juga menyeret bawahannya, Gathut

Sukrisno, untuk terlibat dalam operasi G-30-S. Dengan demikian, runutan

keikutsertaan para perwira AURI dalam G-30-S, tidak lepas dari kepercayaan dan

loyalitas mereka terhadap Soejono. Namun, patut dipahami, ketika berlangsung

operasi tersebut Soejono bertindak dalam kapasitasnya sebagai pasukan G-30-S,

bukan anggota AURI. Sebagai contoh mengenai keterlepasan AURI dan sistim

komando Soejono, dalam Mahmillub Gathut Sukresno memberikan kesaksian

bahwa keikutsertaannya dalam G30-S adalah penugasan ”dari ex. Major udara

Sujono dalam kedudukannja sebagai anggauta CENKO, sebagai Komandan

Komando Tjadangan Tempur jang berada di Pasar Rebo Lubang Buaya”.62

Adapun Men/Pangau Omar Dani, Heru Atmodjo, Suwardi, Susanto dan

Anis Sujatno keterlibatannya hanya bersifat dugaan dan prasangka. Hal ini

sebagai akibat sangkut pautnya mereka dalam bagian-bagian gerakan. Anis,

Susanto dan Suwardi keterlibatannya hanya dilihat sebatas pemberian logistik

terhadap gerakan yaitu penggunaan rumah mereka.

Dugaan keterlibatan Omar Dani dimulai dari berbagai kebijakannya

sebelum terjadi G-30-S yang dinilai mendukung pelaksanaan G-30-S. Hal ini

meliputi pandangannya yang menyetujui terbentuknya Angkatan Kelima serta

pelaksanaan Operasi Utuh untuk mengamankan presiden. Pada saat terjadinya G-

62 Ibid., hal. 67-68

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 87: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

75

30-S, Omar Dani terlibat karena keberadaannya di Halim pada 1 Oktober serta

surat perintah hariannya pada 1 Oktober 1965 yang mendukung G-30-S.

Dalam biografi sekaligus pledoinya, Omar Dani menjelaskan mengenai

persoalan Angkatan Kelima. Omar Dani menyebutkan bahwa persetujuannya

tentang angkatan kelima adalah bukan membentuk angkatan baru, melainkan

untuk memenuhi kebutuhan militer yang didasarkan ketetapan struktur

pertahanan, skema pertahanan rakyat.63 Terhadap operasi utuh, Omar menegaskan

bahwa operasi ini dilakukan semata-mata untuk melindungi jalannya revolusi dan

presiden.64 Namun, dukungan-dukungan Omar Dani menjelang G-30-S secara

politik dapat dilihat sebagai upaya menguatkan kampanye PKI dalam menggalang

dukungan dari Angkatan Bersenjata. Apalagi pada isu yang sama, angkatan lain

lebih jauh hati-hati dalam memandang suatu persoalan politik.

Hal yang memperberat dakwaan Men/Pangau Omar Dani adalah sikapnya

pada 1 Oktober 1965. Omar tidak melaporkan informasi yang didapat dari

intelnya kepada Presiden Sukarno, mengirimkan helikopter untuk menjemput

Supardjo, membuat surat pernyataan dukungan terhadap G-30-S serta

menerbangkan pesawat untuk DN Aidit ke Yogyakarta. Sangat sulit untuk

melihat rangkaian sikap Omar Dani sebagai sebuah kebetulan. Namun, persoalan

penting adalah kepada siapa dukungan Omar ditujukan, apakah kepada G-30-S

yang dikoordinir PKI atau G-30-S yang dimengerti sebagai suatu gerakan

63 Omar Dani, Op.Cit., hal. 39. Omar Dani menyamakan konsep rakyat dipersenjatai tersebut kira-kira

sama dengan rakyat terlatih pada era Presiden Habibie. 64 Mahmillub Dr. Subandrio, Op.Cit., hal. 156.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 88: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

76

menyelamatkan presiden. Tentunya pertanyaan ini adalah persoalan yang sukar

dijawab.

Adapun dugaan keterlibatan Heru Atmodjo didasarkan pada tiga dugaan.

Pertama, Heru Atmodjo dianggap mengetahui perencanaan G-30-S seperti dalam

rincian laporannya kepada Men/Pangau Omar Dani. Kedua, keberadaan Heru

Atmodjo bersama tokoh G-30-S, Brigjen Supardjo di Istana Merdeka, di Penas

dan Pangkalan AURI Halim pada 1 Oktober. Ketiga, Heru Atmodjo dianggap

terlibat lewat bukti penanda-tanganan statement G-30-S dan kedudukannya

sebagai wakil ketua dalam daftar Dewan Revolusi G-30-S yang disiarkan lewat

RRI.

Dalam buku pembelaannya yang terbit pada tahun 2004, Heru Atmodjo

menyampaikan informasi bahwa keberadaannya bersama Supardjo adalah suatu

kebetulan dalam kapasitasnya sebagai intel AURI. sama seperti Omar Dani,

kiranya kebetulan yang berkelanjutan sulit untuk diterima. Coen Holtzappel,

seorang penulis asing, bahkan menyebutkan bahwa Heru Atmodjo adalah dalang

G-30-S.65 Coen melihat adanya upaya intelejen yang dipimpin Heru Atmodjo,

terutama karena dialah perwira intel yang keterlibatannya baru terlihat saat

terjadinya G-30-S. Hal ini dipandang sebagai kerja khas operasi intelejen. Hal

65 Coen Holtzappel, The 30 September Movement: A Political Movement of the Armed Forces or an

Intellegence Operation?, (Journal of Contemporary Asia, 9 (2), 1979), hal. 216-239. Menurut Asvi

Warman Adam, kapasitas keilmuan Coen dikalangan sejarawan eropa tidak terlampau dihargai, para

ilmuan eropa menganjurkan agar keterangan Coen tidak usah didengarkan. Heru Atmodjo sendiri

akhirnya menulis jawaban tudingan Coen berupa kesaksiannya terhadap G-30-S dalam bukunya

berjudul: Gerakan 30 September 1965; Kesaksian Letkol (Penerbang) Heru Atmodjo, (Jakarta:

ISAI, PCE dan Hasta Mitra, 2004).

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 89: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

77

yang menguatkan keterlibatan adalah tanda-tangannya dalam naskah testamen

politik G-30-S yang kemudian disiarkan R.R.I. Di hadapan Mahmilub, Heru

Atmodjo tidak menyangkal kebenaran penanda-tanganannya tersebut.

“saja siang tanggal satu itu menandatangani suatu naskah. Pada waktu itu

saja kembali mengantar djenderal SUPARDJO menghadap Panglima

Tertinggi di Halim, kemudian menudju kerumah Sersan Udara

SUJATNO, lalu waktu itu kami sedang lelah, datang Major Udara

SUJONO menjodorkan pada kami satu naskah, naskah itu kalau tidak

keliru isinja DEKRIT. Saja tidak membatja lebih dari satu kali DEKRIT

itu. Sesudah Major SUJONO itu mengatakan kepada saja jaitu. ,,Pak

HERU ATMODJO dulu tanda tangan”. Dimana tempat tanda tangan?

,,Disebelah” ini, ada tempatnya disebelah kiri”. Lalu saja pada waktu itu

tidak pandjang lebar memikir, saja tanda tangani. 66

Namun dalam kesaksian Heru Atmodjo yang baru, ia menjelaskan bahwa

ia tidak pernah melakukan penandatanganan apapun mengenai dekrit yang

dikeluarkan Dewan Revolusi G-30-S. bahkan ia berkeyakinan bahwa tanda-

tangannya telah dipalsukan oleh orang lain.67 Lebih lanjut Heru Atmodjo

mempertanyakan kebenaran Letkol Heru dalam “Dewan Revolusi” adalah

dirinya, karena di AURI ada beberapa nama Heru. Seharusnya apabila nama

yang ditulis adalah dirinya, maka tulisannya adalah Letkol (Penerbang) Heru

Atmodjo.

66 Kesaksian Heru Atmodjo: Mahmilub Untung, Op. Cit , hal.75.

67 Wawancara dengan Heru Atmodjo 09-06-2004 dan 07-09-2007. Keterangan Heru di atas lebih

bersifat mengaburkan fakta, karena tanpa menyebut nama belakang Atmodjo dan titel pnerbang-pun

dapat diketahui bahwa nama Heru yang dimaksud adalah dirinya. Apalagi dalam G-30-S, hanya

terdapat satu orang yang bernama Heru berpangkat Letnan Kolonel Angkatan Udara, yakni Heru

Atmodjo.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 90: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

78

BAB V

AKHIR SEBUAH TRAGEDI:

AURI ANTARA G-30-S DAN SUPERSEMAR

Peristiwa G-30-S menimbulkan kegoncangan konstelasi politik di Indonesia.

Semua unsur-unsur kenegaraan yang tadinya tunduk-patuh tanpa reserve di belakang

kebijakan presiden, mulai tampak memutar haluan. Perubahan ini didasarkan adanya

dugaan kuat, bahwa Presiden Sukarno berada dipihak G-30-S yang didasarkan bukti

keberadaan Presiden di Halim yang dianggap sebagai markas G-30-S, serta

pernyataan presiden bahwa kejadian pada 1 Oktober 1965 hanyalah “sebuah riak

dalam gelombang samudera revolusi” sehingga terkesan membela G-30-S.1

Setelah berhasil mengalahkan pasukan G-30-S dan menguasai kembali

daerah-daerah penting Ibukota, AD di bawah pimpinan Mayjen Soeharto

mengeluarkan informasi lewat Radio Republik Indonesia (RRI) bahhwa G-30-S

adalah gerakan kontra-revolusioner. Informasi yang dimonopoli AD, baik lewat RRI,

TVRI maupun surat kabar Berita Yudha dan Angkatan Bersenjata menuduh

keberadaan PKI dibalik aksi G-30-S. Kampanye AD secara efektif berhasil

membangun dukungan masyarakat untuk menghancurkan G-30-S dan juga PKI.

Melihat realitas politik yang memberi peruntungan kepada Kostrad, maka pihak-

pihak yang tadinya cenderung bersikap menyetujui atau mendukung secara tak

langsung G-30-S, seperti AURI, PNI dan Soebandrio lebih memilih untuk bersikap

1 Pikiran Rakjat, 7 Oktober 1965.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 91: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

79

jauh lebih hati hati. Apalagi tindakan penghancuran terhadap G-30-S, terbukti tidak

hanya berimplikasi langsung terhadap para pelaku lapangan G-30-S, tetapi juga

seluruh anggota dan simpatisan PKI yang diduga menjadi “otak intelektual“ peristiwa

tersebut. Lebih lanjut, ketika proses penghancuran G-30-S tidak lagi terkendali,

pihak-pihak yang diduga memiliki kecenderungan “kiri” juga ikut dihancurkan.

Tentu saja, AD tidak secara langsung memiliki keberanian untuk menuduh

presiden sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam G-30-S, mengingat masih

kuatnya pengaruh presiden. Namun, Kostrad berusaha semaksimal mungkin untuk

mengurangi pengaruh presiden, seperti pembatasan ruang gerak presiden dengan

alasan kemanan. Usaha ini terbukti cukup efektif untuk mengurangi kontra-kampanye

yang mungkin dilakukan presiden. Setidaknya hal tersebut terlihat dari kenyataan,

bahwa tidak tersebarluaskannya pidato-pidato presiden seperti pada masa-masa

sebelumnya. Sangat dimungkinkan, apabila pidato presiden Sukarno yang garis besar

isinya merupakan upaya mempertahankan koalisi Nasakom didengar oleh masyarakat

luas, maka upaya penghancuran G-30-S akan mendapatkan hambatan.

Dengan demikian kondisi perpolitikan nasional semakin menunjukkan

kecenderungan berkurangnya pengaruh presiden dan munculnya kekuatan baru, yakni

AD, sehingga mengakibatkan munculnya kekuasaan kembar di Indonesia. Secara

tidak langsung hal tersebut melahirkan problema tersendiri bagi kelompok loyalis

presiden dalam menentukan sikapnya, apakah harus menyesuaikan dengan situasi

politik yang sedang berkembang atau tetap mempertahankan secara konsisten

loyalitasnya kepada presiden.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 92: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

80

5. 1. Hari-hari Terakhir Kepemimpinan Omar Dani

Dalam peristiwa G-30-S, Men/Pangau Omar Dani dicurigai memiliki sikap

mendukung G-30-S. Omar yang malam 1 Oktober berada di hanggar Pangkalan

AURI Halim, pada pagi 1 Oktober membuat surat pernyataan sikap bahwa AURI

sebagai alat revolusi mendukung usaha pembersihan dalam tubuh AD yang hendak

membahayakan jalannya Revolusi Indonesia. AURI menilai G-30-S yang dipimpin

Letkol Untung adalah gerakan penyelamatan presiden dan Revolusi Indonesia dari

rencana kudeta Dewan Jendral yang didalangi oleh aksi subversi asing. Dengan

demikian, AURI memberi dukungannya terhadap pembunuhan perwira AD di Jakarta

dan Yogyakarta oleh G-30-S.

Pada tanggal 30 September 1965 malam telah diadakan gerakan oleh

Gerakan 30 September untuk mengamankan dan menjelamatkan Revolusi

dan Pemimpin Besar Revolusi terhadap subversi C.I.A. Dengan demikian

telah diadakan pembersihan dalam tubuh Angkatan Darat dari pada

Anasir² jang didalangi oleh subversi asing dan jang membahajakan

Revolusi Indonesia.

AURI sebagai Alat Revolusi selalu tetap akan menjokong dan

mendukung tiap gerakan jang progressif revolusioner. Sebaliknya AURI

akan menghantam tiap usaha jang membahajakan Revolusi Indonesia.2

Pembuatan surat perintah di atas berdasarkan saran dari intel AURI, Letkol

Heru Atmodjo serta informasi Mayor (Udara) Soejono dan siaran RRI pada pagi hari

1 Oktober 1965. Dengan demikian sumber informasi yang didapatkan berasal dari

kelompok G-30-S secara sepihak. Sebagai pimpinan tertinggi AURI, Omar Dani

tidak berusaha memastikan kebenaran informasi yang didapatnya.

2 Kutipan dari hasil Mahmillub Dr. Subandrio, ketika Omar Dani dihadirkan sebagai saksi. Lebih

lanjut Lihat Lampiran 6

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 93: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

81

Namun demikian, surat perintah yang dibuat Omar Dani perlu mendapatkan

perhatian khusus. Bukti yang ditemukan peneliti dalam Mahmilub Dr. Subandrio

akan membantu dalam menginterpretasikan sikap Omar yang sebenarnya. Dalam

surat lampiran hasil Mahmilub tersebut, peneliti melihat terdapat perbedaan dengan

surat yang sama dan disebarluaskan oleh buku-buku yang berkaitan dengan G-30-S.

Lembaran surat perintah yang peneliti temukan menggunakan kepala surat Kepala

Staf Mandala Siaga, bukan Markas Besar AURI. Hal ini merupakan suatu hal yang

ganjil dan juga penting.

Penggunaan Kepala Surat Staf Mandala Siaga memberi suatu petunjuk bahwa

Omar Dani tidaklah terlibat dalam aksi perencanaan G-30-S. Dukungan Omar

terhadap G-30-S seperti yang tertulis dalam surat tersebut, lebih merupakan suatu

tindakan responsif akan kebenaran informasi yang telah Omar dapatkan dari intelnya

Heru Atmodjo. Omar Dani yang percaya kebenaran laporan intelnya, secara tergesa-

gesa membuat surat perintah tersebut untuk menunjukkan dukungannya terhadap G-

30-S tanpa mempedulikan kondisi kertas yang digunakan.

Penggunaan identitas Kepala Staf Mandala Siaga sendiri merupakan suatu

keganjilan karena dalam operasi Mandala Siaga Omar Dani tidaklah memiliki

kedudukan penting. Satu-satunya perwira AURI yang mendapatkan jabatan tinggi

dalam operasi mandala Siaga adalah Leo Wattimena, yang menjadi wakil Mayjen

Soeharto.

Menghadapi sumber tersebut, keterangan penulis biografi Omar mungkin

sangat berguna untuk menjelaskan latar belakang pembuatan surat tersebut.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 94: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

82

1 Oktober 1965, sekitar Pukul 06.00, Men/Pangau dibangunkan oleh ajudan.

Selama tiga jam ia terlelap di Markas Koops. Seusai mandi dan tengah duduk

bersama Komodor Udara Leo Wattimena di ruang kerja Panglima Koops,

barulah ia dilapori oleh ajudan. Katanya: ” Sewaktu bapak masih tidur, mayor

udara sujono datang dan bermaksud ingin menghadap bapak. Dua kali ia

datang, menjelang Pukul 05.00 dan sebelum pukul 06.00, tetapi saya tolak

langsung. Hal ini terpaksa saya lakukan karena bapak berpesan agar tidak

dibangunkan sebelum pukul 06.00”. Tepat pukul 07.00 Men/Pangau bersama

Pang.Koops mendengar siaran berita dari RRI tentang adanya Gerakan 30

September. Secara spontan ia berpendapat dan berkata: ”Lha kok sama

dengan yang dilaporkan oleh Letkol Udara Heru Atmodjo kemarin sore.” Ia

teringat saran Asisten Direktur Intel malam itu. Bila informasi intelejen itu

benar-benar terjadi, segera dibuat suatu pernyataan Men/Pangau. Tanpa

berfikir panjang lagi, ia langsung meminta kertas dan fulfen untuk menyusun

konsep pernyataan. Setelah dikoordinasikan dengan Panglima Koops

Komodor Udara Leo Wattimena, konsep itu langsung dikirim ke Departemen

Angkatan Udara (Depau) untuk dikonsultasikan kepada DMPO Komodor

Udara I Dewanto.3

Dengan melihat latar belakang di atas, maka terlihat bahwa surat pernyataan

ini bersifat spontan dan mengikuti alur substansi yang disarankan Heru Atmodjo.

Sehingga penggunaan kepala surat Staf Mandala Siaga menguatkan aspek spontanitas

tersebut. Omar yang spontan, mengambil kertas apapun untuk membuat surat

pernyataan sehingga surat tersebut bukanlah surat yang dibuat dan direncanakan

secara matang.

Surat perintah yang dibuat Omar Dani melahirkan permasalahan di kalangan

AURI, karena isi surat perintah tersebut yang mendukung G-30-S. Apalagi dalam

rapat antara Men/Pangau dengan para Deputi serta Pangkoops di Wisma Angkasa

pada malam sebelumnya, disepakati bahwa AURI tidak akan mencampuri urusan

3 Benedicta A. Surodjo dan JMV Soeparno, Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku,:

Pledoi Omar Dani. (Jakarta: ISAI, 1999). Hal 65-66

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 95: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

83

AD.4 Atas dasar kesepakatan tersebut, maka pada tanggal 2 Oktober Komodor

Andoko atas inisiatif Laksda Udara Makki Perdanakusumah mengeluarkan

pengumuman yang menyangkal keterlibatan perwira AURI dalam Dewan Revolusi

Indonesia. Pengumuman tersebut untuk sementara menentramkan warga AURI.5

Setelah keluarnya surat Andoko, Omar Dani kemudian mengeluarkan surat perintah

ralat bahwa AURI tidak ikut campur dalam G-30-S. Perubahan sikap politik Omar

yang terjadi demikian singkat, terkesan merupakan langkah “cuci tangan” atas

dukungan Omar Dani terhadap kelompok G-30-S pada 1 Oktober. Apalagi pasca

kegagalan G-30-S, Omar Dani bersembunyi di Istana Bogor di bawah perlindungan

Presiden Sukarno, seakan melepaskan tanggung-jawab terhadap institusi yang

dipimpinnya.

Setelah pasukan G-30-S disekitar Istana Merdeka dikalahkan pasukan

Kostrad, pada tanggal 2 Oktober, pasukan Kostrad melakukan upaya pengejaran

pasukan G-30-S yang berlindung di pangkalan Halim. AURI mengkhawatirkan

kedatangan pasukan Kostrad dapat mengakibatkan terjadinya pertempuran yang

membahayakan pangkalan udara. Melihat gerakan pasukan Kostrad, Sri Mulyono

Herlambang dan Komodor Dewanto melakukan pembicaraan dengan Sarwo Edhie

Wibowo, Komandan RPKAD yang menghasilkan kesepakatan bahwa AURI tidak

ingin mengadakan permusuhan antara kekuatan angkatan bersenjata. Pertemuan

tersebut membawa pengaruh positif bagi kedua pihak, instalasi militer Halim tidak

4 Imran Hasibuan Dkk, Loyalitas Tanpa Pamrih: Biografi Marsekal (Purn) Ashadi Tjahjadi (Jakarta:

Q Communication dan Sinar Harapan, 2003), hal. 115. 5 Ibid, hal . 116.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 96: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

84

menjadi arena pertempuran dan pasukan RPKAD langsung ditarik dari PAU Halim

untuk mengejar pasukan G-30-S yang melarikan diri ke Lubang Buaya.6

Pada tanggal 3 Oktober atas perintah KWOPS seluruh Indonesia, seluruh

anggota AURI diperiksa untuk memudahkan pelaksanaan pembersihan dan

menghindari kesalah-fahaman. Setelah dibentuk komando pengawasan dan

pengusutan, AURI melaksanakan pembersihan terhadap anggotanya yang terlibat G-

30-S. AURI kemudian mengambil tindakan tegas pemecatan Mayor Soejono, Mayor

Gathut Sukresno dan Letkol Heru Atmodjo, yang dianggap terlibat dalam G-30-S.

Kapten Udara Suhartono atas perintah pimpinan AURI kemudian menangkap Mayor

Soejono (Komandan resimen PPP AURI) karena diketahui sebagai pendukung utama

G-30-S.7 Dalam struktur kelompok G-30-S, Mayor Soejono memainkan peran

penting sebagai komandan-komando pengamanan VIP, anggota Cenko serta pelatihan

Pemuda Rakyat dan ormas PKI lainnya di Desa Lubang Buaya.

Setelah secara fisik kekuatan militer G-30-S di Jakarta berhasil dikalahkan,

maka kecurigaan keterlibatan PKI dalam aksi pembunuhan jenderal semakin kuat.

Pada 6 Oktober 1965, Presiden Sukarno mengadakan sidang kabinet paripurna di

Istana Bogor untuk membahas kondisi negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Sidang tersebut menghasilkan pembagian langkah penyelesaian peristiwa G-30-S

6 Sri Mulyono Herlambang, Pengabdianku: Hanya Untukmu Negara dan Bangsaku, (Jakarta: R.A

Media Specialist, 2000), hal. 103-104. 7 Markas Besar TNI Angkatan Udara, Dokumen Sekilas Peristiwa G-30-S/PKI dan Penumpasannya

(Penerbitan sementara), 1972.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 97: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

85

dalam dua bidang: bidang politik yang dipimpin presiden, serta bidang militer, tehnis

dan pemulihan keamanan yang diserahkan kepada Mayjen Soeharto.

Pada 10 Oktober 1965, Omar mengeluarkan surat keputusan No.78 yang

berisi penugasan kepada seluruh panglima komando pertahanan pangkalan udara,

Pang Koops AURI dan Panglima Korud V untuk mengamankan pangkalan dan

persenjataan untuk mencegah kesalahan pemakaian. Surat ini juga berisi permintaan

kepada segenap anggota AURI untuk membantu Mayjen Soeharto dalam

memulihkan keamanan. Sebagai langkah lanjutan surat keputusan tersebut, maka

dibentuklah komando pengamanan Pangkalan AURI Halim yang dipimpin Komodor

Leo Watimena. Garis besar tujuan komando ialah mengamankan Pangkalan AURI

Halim dan sekitarnya serta bertanggungjawab atas langkah-langkah pembersihan

secara efektif terhadap oknum-oknum G-30-S yang bersembunyi di dalam pangkalan.

Untuk menjaga kemanan pangkalan, AURI membentuk pertahanan sektor

kompleks yang didukung masyarakat. Pembentukan sektor pertahanan ini merupakan

hasil briefing para perwira intel wing operasi 001, setelah mencurigai adanya

aktivitas G-30-S yang mengadakan sabotase, penculikan dan penyerangan terhadap

pejabat AURI. Di samping itu, anggota AURI juga diperintahkan mengadakan patroli

disekitar PN Aerial Survey (Penas) dan disekitar Jakarta by pass yang berhadapan

dengan daerah hukum AURI. Pesawat pembom TU-16 juga dikerahkan AURI untuk

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 98: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

86

melakukan pengintaian di sekitar daerah Jakarta dan mengamati adanya kemungkinan

sabotase dari pasukan G-30-S.8

Usaha-usaha Omar Dani untuk mengurangi kecurigaan pihak lain terhadap

dugaan keterlibatan AURI dalam G-30-S ternyata belum memuaskan semua pihak. Di

kalangan internal AURI, Omar Dani yang terlanjur dianggap sebagai bagian dari

komplotan G-30-S bahkan dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap

kecurigaan masyarakat luas terhadap AURI. Pada 12 Oktober 1965, beberapa perwira

AURI, seperti Suyitno Sukirno dan Rusmin Nuryadin menghadap presiden Sukarno

di Istana Bogor dan menuntut agar Men/Pangau Omar Dani dicopot dari jabatannya

karena diduga terkait dalam peristiwa G-30-S. Para perwira tersebut meminta kepada

presiden agar AURI dipimpin oleh figur yang relatif lebih bersih dari keterkaitan G-

30-S. Hal ini dilakukan atas dasar membersihkan nama baik AURI.

Pada tanggal 15 Oktober 1965 lewat SK Presiden No. 358/1965, Omar Dani

dibebas-tugaskan dari jabatannya sebagai Men/Pangau dan diberikan tugas baru lewat

Keppres N0. 369 Tahun 1965 sebagai Panglima Komando Pelaksana Proyek Industri

Pesawat Terbang (KOPELAPIP) setingkat jabatan menteri yang bertugas

melaksanakan kelanjutan rencana penggantian materiil Angkatan Udara ke negara-

8 Markas Besar TNI Angkatan Udara, Op.Cit., hal.8

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 99: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

87

negara eropa dan beberapa negara Asia.9 Omar kemudian digantikan oleh Laksamana

Sri Mulyono Herlambang.10

5.2 Kepemimpinan Sri Mulyono Herlambang

Sebelum menjabat sebagai Men/Pangau, kedudukan Sri Mulyono

Herlambang adalah menteri negara yang diperbantukan pada kabinet Dwikora.

Dengan demikian ia termasuk jajaran orang dalam istana kepresidenan. Sri Mulyono

Herlambang menjabat sebagai pimpinan tertinggi AURI selama enam bulan, sejak 15

Oktober 1965 lewat Surat Keputusan Presiden No.303 Tahun 1965 hingga

pengunduran dirinya pada 23 Maret 1966.11

Dari 78 surat kebijakan AURI pada masa Sri Mulyono Herlambang, terdapat

8 buah kebijakan yang berkaitan dengan politik. Uraian kebijakan AURI masa

kepemimpinan Sri Mulyono Herlambang, dapat dikelompokan tiga kebijakan pokok,

yakni kesetiaan AURI kepada Presiden Sukarno, penumpasan G-30-S oleh AURI

serta netralisasi dan Konsolidasi AURI Pasca G-30-S.12

9 Surat Perintah No. SPH/112/KOTI/10/1965 yang dikeluarkan pada 14 Oktober 1965. lihat juga

Kompas, Senin, 18 Oktober 1965. Keputusan ini diperkuat lewat surat penugasan yaitu Keppres

No.319 Tahun 1965. 10 Sri Mulyono Herlambang lahir di Solo pada tahun 1930. ia adalah anak seorang guru di Volkschool,

ibunya masih terhitung generasi ketujuh Pakubuwana III. Sri Mulyono menapaki karir penerbang

pada akhir 1950 di Taloa, Amerika Serikat. Tahun 1960 ia bertugas belajar di Royal Air Force Staff

College di Andover, Inggris. Pulang dari Inggris, ia terlibat dalam berbagai tugas, misalnya operasi

penumpasan PRRI/Permesta. Sebelum menapaki karier di AURI, Sri Mulyono pernah ikut aktif

berjuang dalam Angkatan Muda Indonesia (AMI) pada 1945, menjadi tentara pelajar dan Cie Strom

abteilung V Slamet Riyadi, Solo pada masa revolusi kemerdekaan. Pada usia 35 tahun, ia ditunjuk

menduki jabatan Men/Pangau. 11 Lihat Sri Mulyono, Op.Cit., hal.106-107. 12 Mengenai daftar surat kebijakan Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang lihat di Lampiran 7

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 100: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

88

5. 2.1 Kesetiaan AURI Kepada Presiden Sukarno

Dalam surat perintah harian Men/Pangau pada tanggal 1 Oktober maupun

pada 3 Oktober, tak diragukan lagi diantara kontroversi substansial yang ada

AURI tetap menyatakan institusinya berada di belakang Presiden Sukarno.

Penekanan dua isi surat pada kultus-individu Sukarno, memberi isyarat bahwa

isi penting surat itu bukan pada siapa yang didukung dalam peristiwa G-30-S.

Melainkan pada masalah penegasan sikap bahwa kepada Sukarno kesetiaan

AURI diberikan. Hal senada juga kemudian dilontarkan oleh Seskau yang

menyatakan kepatuhannya kepada Bung Karno.13

Pada tanggal 30 Oktober 1965, sejumlah perwira tinggi AURI yang

dipimpin Laksamana Sri Mulyono Herlambang menghadap presiden ke Istana

Bogor untuk menyatakan kepatuhan dan ketaatan AURI dalam menumpas G-

30-S seperti yang diperintahkan Presiden Sukarno. Sebelum menghadap

presiden, pimpinan AURI telah mendukung sepenuhnya pengangkatan

panglima Kostrad, Mayjend Soeharto menjadi Men/Pangad, sesuai dengan

ketegasan tindakannya dalam menumpas G-30-S.14

Menyambut hari pahlawan ke-20 pada tanggal 10 November 1945,

Men/Pangau Laksamana Muda (Udara) Sri Mulyono Herlambang menegaskan

dalam pidatonya di depan warga AURI, bahwa secara institusi AURI mengutuk

aksi G-30-S yang menggoncangkan segi kehidupan bernegara.

13 Kompas, Senin, 12 Oktober 1965 14 Kompas, Selasa, 2 November 1965; lihat juga Markas Besar TNI Angkatan Udara, Op.Cit., hal.9

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 101: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

89

Revolusi adalah satu proses pandjang dari kedjadian jang satu ke

kedjadian jang lain dan Revolusi bukan Revolusi kalau tidak ada

musuh-musuhnja. Baik musuh itu datangnja dari luar maupun dari

dalam, baik dari Nekolim maupun dari golongan kontra-Revolusi di

dalam negeri, seperti peristiwa² jang timbul dari apa jang disebut

“Gerakan 30 September”.15

Di samping itu Sri Mulyono juga menegaskan sikap AURI yang

tunduk dan patuh terhadap komando Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.

“ Pemimpin Besar Revolusi telah mendjelaskan, bahwa Peristiwa 30

September adalah merupakan persoalan politik jang harus

diselesaikan setjara politik pula, maka AURI akan selalu mentaati

segala perintah maupun komando Bung Karno, untuk memulihkan

suasana tenang dan tertib dalam masjarakat, agar beliau selekasnja

dapat menjelesaikan persoalan jang pelik ini ”.16

Dengan penegasan sikap tersebut, AURI menegaskan pandangannya

bahwa politik AURI adalah politik negara. Sikap politik Presiden Sukarno

yang mengutuk aksi G-30-S, membuat AURI juga berpandangan sama. Ketika

Presiden menyatakan persoalan G-30-S sebagai persoalan politik yang harus

diselesaikan secara politik, maka AURI pun turut menjaganya. Bahkan ketika

komando pemulihan keamanan dan ketertiban secara konstitusional diserahkan

kepada Kostrad dan Soeharto, AURI pun tunduk.17

Pada kesempatan pelantikannya sebagai Men/Pangau pada tanggal 15

Desember 1965, Sri Mulyono mengeluarkan surat perintah harian yang

berisikan penegasan sikap AURI untuk menjaga kekompakan dengan rakyat

15 Angkasa No.11Tahun XV November 1965 hal 306-307. 16 Angkasa No.11Tahun XV November 1965 hal 306-307. 17 Lihat artikel berjudul: “AURI siap laksanakan komando presiden dan Menko KSAB”, Kompas,

Selasa 23 November 1965.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 102: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

90

dan alat-alat revolusi lainnya, dalam rangka melaksanakan semua perintah dan

komando Bung Karno. Men/Pangau juga menyerukan untuk mempertinggi

kesiap-siagaan AURI dalam menyukseskan Dwikora.18

Selain kebijakan yang tersebut di atas, dalam penerbitan majalah

resmi AURI, Angkasa yang terbit sebulan sekali, AURI juga menunjukkan

sikapnya sebagai pendukung presiden.19

Pasca G-30-S, Angkasa secara intesif

menuliskan dalam majalahnya perihal Adjaran-adjaran Bung Karno.

Diantaranya yang dapat diketahui dokumentasinya ialah tulisan bagian kedua

pada bulan November 1965 dan ketiga Desember 1965 (masih bersambung).

Adapun tulisan tersebut, sebelum bulan November belum ada. Secara logika,

jika pada bulan November tulisan tersebut sudah sampai bagian kedua, maka

dapat dipastikan tulisan mengenai Adjaran-adjaran Bung Karno mulai muncul

sejak bulan Oktober 1965. Artinya tulisan itu tepat dimulai sesudah peristiwa

30 September.20

Penulisan Adjaran-adjaran Bung Karno, disaat-saat

kekuasaannya mulai berkurang akibat peristiwa G-30-S, menunjukkan bahwa

AURI masih berada di belakang Presiden Sukarno . AURI tetap bersikap secara

profesional dan konsisten, tidak pernah berubah sikap terhadap presiden yang

secara konstitusional adalah pemimpin tertinggi angkatan bersenjata.

18 Hal ini menegaskan bahwa AURI tetap mendukung Konfrontasi Malaysia. 19 Majalah tersebut masih terbit hingga saat ini dengan nama yang sama. 20 Mengenai tiadanya dokumentasi sumber Angkasa bulan Oktober, sangat mungkin bahwa Angkasa

terbitan itu tidak dibenarkan untuk terus hidup dan bercerita, atau juga mungkin memang hilang secara

tidak disengaja. Kebuntuan sumber seperti ini, telah menjadi cerita yang biasa bagi kalangan sejarawan

Indonesia, karena pemerintah kita kurang memiliki kesadaran tentang kebebasan akademik dan arsip

minded.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 103: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

91

5. 2.2 Penumpasan G-30-S oleh AURI

Peristiwa G-30-S, telah menimbulkan efek tersendiri bagi AURI.

Keterlibatan beberapa oknum AURI didalamnya, mengakibatkan munculnya

kesangsian bahwa AURI akan sungguh-sungguh menindak para pelaku G-30-S.

Namun, kesangsian terhadap AURI sangat tidak beralasan, ketika ternyata

AURI secara aktif bertindak dengan tegas menumpas G-30-S. Hal ini dapat kita

telusuri baik lewat kebijakan maupun tindakan dilapangan. AURI juga

mempertegas sikapnya untuk tetap menjaga kekompakan ABRI.21

Sebagai bagian keluarga besar AURI, persatuan istri AURI (PIA)

pada tanggal 17 Oktober 1965 telah mengeluarkan pernyataan yang pada

pokoknya berisi dua hal. 1) PIA tidak menganut aliran politik manapun serta

tidak tergabung dalam institusi massa apapun dan menyatakan tetap berdiri di

belakang kepala negara. 2) PIA mengutuk perbuatan-perbuatan yang melanggar

kesusilaan dan biadab G-30-S. jika ternyata ada anggota PIA yang tersangkut,

maka dengan tegas akan diambil tindakan dan dipecatnya.22

Pada tanggal 20 November 1965, bertempat di Departemen AURI

telah berlangsung rapat kerja yang dipimpin oleh Men/Pangau Sri Mulyono dan

dihadiri oleh para pejabat/pimpinan staff departemen, para panglima komando

fungsionil dan para panglima regional AURI. Dalam rapat kerja tersebut

21 Kompas, Senin, 18 Oktober 1965. 22 Markas Besar TNI Angkatan Udara, Op.Cit., hal.8

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 104: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

92

diperoleh beberapa keputusan penting menyangkut implikasi akibat G-30-S,

antara lain:

a. Meningkatkan pembinaan kekompakan AURI, sehingga AURI

benar-benar merupakan potensi yang ampuh untuk menghadapi

setiap lawan.

b. Melaksanakan intruksi Menko/Hankam/Kasab untuk

mempercepat penertiban/pembersihan personil yang terlibat

dalam petualangan dari apa yang dinamakan G-30-S.

c. Akan segera mengambil tindakan terhadap setiap oknum yang

ternyata berdasarkan fakta-fakta/bukti-bukti yang syah terlibat

dalam peristiwa G-30-S.

d. Memupuk saling pengertian dan lebih mengeratkan hubungan,

baik antara AURI dengan angkatan bersenjata lainnya, maupun

dengan masyarakat. 23

Keputusan yang dilahirkan rapat kerja tersebut menunjukkan

keseriusan AURI dalam menata-ulang institusi AURI pasca G-30-S. Sri

Mulyono mengajak kepada seluruh keluarga besar AURI untuk menjaga

kekompakannya dalam menghadapi lawan, seperti yang dimaksud pada butir

kedua yakni kelompok G-30-S. Pada butir ketiga dan kedua, AURI juga

menegaskan diperlukannya langkah konkret untuk membersihan AURI dari

oknum yang terlibat G-30-S. Sedangkan dalam butir keempat, AURI

menegaskan keberadaannya yang berada pada pihak yang sama dengan institusi

militer lainnya untuk menghadapi G-30-S. Hal ini penting mengingat selama ini

hubungan antara AURI dengan angkatan lain kurang harmonis. Apalagi pada

pidato Mayjen Suharto di awal oktober 1965, AURI tidak disebutkan

melakukan kerjasama seperti yang dilakukan angkatan lainnya.

23 Ibid., hal.9

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 105: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

93

Pada tanggal 20 Oktober 1965, komando pengusutan AURI

mengeluarkan pernyataan bahwa menurut penyelidikan yang telah diadakan

secara seksama, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) tidak terlibat G-30-S. Pernyataan

tersebut kemudian disiarkan dan disebarluaskan untuk menghilangkan keragu-

raguan masyarakat terhadap PGT AURI sebagai abdi masyarakat yang

berlandaskan falsafah pancasila dan sapta marga.24

Adapun Komando

pengusutan AURI kemudian dibentuk pada tanggal 22 Oktober 1965 yang

terdiri dari gabungan polisi AURI, PGT AURI, pasukan cadangan dan intel

AURI. Selain melakukan pengusutan terhadap PGT, komando ini juga

melakukan sensus senjata/amunisi anggota Pasukan Pertahanan Pangkalan

(PPP). Hal ini diperlukan karena keterlibatan Komandan Resimen PPP, Mayor

Soejono dalam G-30-S. Dengan pengusutan, maka dapat diketahui jumlah

senjata/amunisi yang telah disalahgunakan serta anggota PPP yang terlibat

dalam G-30-S.25

Dengan demikian, upaya ini merupakan suatu langkah tegas

kesungguhan AURI dalam membersihkan institusinya dari pengaruh G-30-S.26

Berkaitan dengan tindakan pembersihan ke dalam tubuh tiap angkatan

dari oknum-oknum G-30-S, Men/Pangau Sri Mulyono bersama Men/Pangad,

Men/Pangal dan Men/Pangak telah mengikuti rapat yang dipimpin langsung

Menko Hankam/Pangab Jenderal A.H Nasution pada tanggal 16 November

24 Kompas, Jum’at 22 Oktober 1965. 25 Markas Besar TNI Angkatan Udara, Op.Cit., hal. 9 26 Kompas, Selasa, 26 Oktober 1965 lihat juga artikel yang cukup menarik berjudul “AURI siap

tumpas G-30-S” di Kompas, Senin, 15 November 1965.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 106: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

94

1965. Dalam rapat koordinasi tersebut dibuat keputusan bersama tentang

beberapa kebijaksanaan dalam rangka penumpasan G-30-S, sisa-sisa kekuatan

G-30-S serta kekhawatiran terhadap hasutan serta isu-isu yang dapat

menimbulkan perpecahan atau konflik antar angkatan. Agar kebijakan yang

diputuskan dapat berlangsung secara efektif, maka digariskan petunjuk-

petunjuk/pedoman-pedoman tertentu guna menghindari hasutan yang

membahayakan persatuan dan kesatuan ABRI.27

Pada 24 November 1965, Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang

mengeluarkan Intruksi Men/Pangau No.12 yang merupakan tindak lanjut AURI

terhadap rapat 16 November sebelumnya. Intruksi tersebut menyerukan agar

seluruh warga AURI secara intensif melaksanakan pembersihan dalam

komando-komando terhadap oknum-oknum dan unsur-unsur G-30-S. Selain itu

juga diintruksikan untuk mengambil segala macam tindakan atau langkah-

langkah yang positif terhadap keluarga/purnawirawan AURI yang terlibat

petualangan G-30-S. Agar dapat mempertanggung-jawabkan hasil kerja AURI,

tidak lupa Men/Pangau juga berpesan untuk membuat laporan secara intensif

hasil kerja pembersihan tersebut. Dengan demikian, maka akan diketahui secara

empiris warga AURI yang memiliki keterlibatan dengan G-30-S.28

Pada hari yang sama, Men/Pangau juga mengeluarkan Intruksi No.13

yang isinya tidak berbeda dengan intruksi sebelumnya yaitu sikap AURI agar

27 Ibid., hal 10. 28 Lihat Lampiran 8

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 107: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

95

secara intensif melaksanakan pembersihan terhadap oknum AURI yang terlibat

dalam G-30-S dan pesan untuk melaporkan hasil tindakan/langkah yang

diambil dalam proses tersebut.29

Dengan demikian keluarnya dua intruksi

dengan subtansi sama dapat diartikan sebagai langkah keseriusan AURI

melakukan pembersihan institusinya dari anasir G-30-S. Lewat Instruksi

Men/Pangau No.14 yang ditetapkan pada 24 November 1965, secara tehnis

AURI akan membentuk team-team pembantu khusus dalam pelaksanaan

penertiban/pembersihan personil AURI dari unsur-unsur G-30-S.30

Pada tanggal 7 Desember 1965, Men/Pangau Laksamana Sri Mulyono

Herlambang juga mengeluarkan radiogram mengenai pengusutan/penangkapan

oknum-oknum yang tersangkut G-30-S.31

Berdasarkan hal tersebut, Komodor

Udara Sujitno Sukirno, Panglima Kohanud, telah mengambil tindakan tegas dan

memecat dengan tidak hormat Mayor Udara Ir. Subagijo yang diduga terlibat

dalam G-30-S karena membantu menyembunyikan/memberikan perlindungan

kepada tokoh PKI yang sedang menjadi buronan ABRI. Penangkapan serta

pemecatan oleh panglima Kohanud itu sesuai dengan pelaksanaan instruksi

Menko Hankam/KASAB No.10.5/1965 yang telah dikeluarkan beberapa hari

sebelumnya. Walaupun yang mengambil langkah pemecatan adalah Komodor

Sukirno, tetapi hal ini mencerminkan sikap tegas institusi AURI.

29 Lihat Lampiran 9 30 Lihat Lampiran 10 31 Hal ini merupakan langkah operasional dari instruksi sebelumnya dan menegaskan sikap AURI

yang sama dengan sikap angkatan lain.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 108: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

96

Menindak-lanjuti Keputusan Presiden No. 358 tahun 1965, Keputusan

Menko Hankam/KASAB No M/B/236/1965 dan Instruksi Menko

Hankam/KASAB No. Ins-1015/1965, maka lewat Instruksi Men/Pangau No.17,

AURI membubarkan institusi cabang Serikat Buruh Kementerian Pertahanan

(SBKP) AURI, yakni Serikat Buruh Angkatan Udara (Serbaud). Lewat

instruksi tersebut Men/Pangau juga memerintahkan melakukan tindakan

pembersihan anggota AURI yang menjadi anggota serikat tersebut dan

organisasi politik/organisasi masyarakat kontra revolusi lainnya.32

Pelaksanaan

instruksi ditujukan kepada seluruh panglima komando Korud, komandan

pangkalan, direktur LAPIP dan direktur Aerial Survey. Dalam instruksi ini juga

diperintahkan untuk menertibkan anggota AURI yang terlibat PKI. Selain itu

apabila ada anggota atau keluarga AURI yang menjadi anggota PKI atau

organisasi se-azas, maka ia harus membuat pernyataan tertulis telah keluar dari

organisasi tersebut, mengutuk G-30-S dan taat berdiri di belakang Presiden

Sukarno. Setelah itu mereka diperintahkan untuk mengikuti kursus indoktrinasi

secara intensif, sebagai cara pembinaan mental agar kembali tidak salah arah.

Dengan demikian, langkah ini memiliki makna penumpasan G-30-S dan PKI

serta solusi konkrit untuk pembinaan mental anggota AURI yang memiliki

hubungan keanggotaan PKI dan ormas-ormasnya.

32 Dokumen kebijakan Sri Mulyono Herlambang. Lebih lanjut lihat juga Alex Dinuth, Dokumen

Terpilih G.30.S/PKI, (Jakarta:Intermasa, 1997), 190-194.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 109: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

97

Sangat jelas, seluruh deretan kebijakan di atas bercirikan pada dua hal

pokok. Pertama, AURI sebagai institusi militer dan alat negara turut serta

dalam upaya memulihkan keamanan dan ketertiban nasional. Upaya ini menjadi

prioritas dalam penegasan sikap AURI terhadap G-30-S, karena dilakukan

secara berulang-ulang. Secara umum, penegasan ini adalah upaya AURI

membangun kepercayaan masyarakat bahwa AURI bersungguh-sungguh dalam

melaksanakan tugasnya sebagai pengayom masyarakat dan negara. AURI telah

bersikap professional sebagai alat negara, lepas dari kepentingan politik praktis.

Kedua, AURI memiliki tingkat ketaatan yang tinggi terhadap pemimpin secara

konstitusional. Pembubaran SBKP dalam AURI merupakan kebijakan turunan

dari Koopkamtib untuk membersihkan keberadaan kelompok G-30-S yang

diduga bersembunyi dibalik berbagai organisasi. Walaupun secara pribadi Sri

Mulyono atau AURI belum mengeluarkan statement bahwa PKI berada dibalik

G-30-S, tetapi AURI instruksi atasannya dalam pemulihan keamanan yaitu

Mayjen Soeharto yang ditunjuk oleh Presiden Sukarno, maka AURI dengan

komitmen Sapta Marga harus menjalankannya. Dengan demikian, ketaatan

AURI tidak didasarkan sebagai ketaatan secara personal, tetapi legal-formal

sebagaimana yang telah digariskan konstitusi.

5. 2.3 Netralisasi dan Konsolidasi AURI Pasca G-30-S

Peristiwa G-30-S, menimbulkan masalah tersendiri bagi AURI dalam

memandang perkembangan situasi nasional. Hal ini terjadi sebagai akibat

dugaan keterlibatan oknum AURI didalamnya, termasuk Men/Pangau Omar

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 110: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

98

Dani. Kebijakan politik yang diperhatikan Sri Mulyono ketika menjabat sebagai

Men/Pangau adalah kebijakan yang dilakukan untuk melakukan upaya

netralisasi dan konsolidasi AURI.

Kebijakan dalam kerangka perlindungan ini, terlihat lewat

dikeluarkannya Intruksi Men/Pangau No.5 yang ditetapkan pada 10 November

1965.33

Isi dari kebijakan itu adalah penugasan kepada panglima komando agar

hanya menjalankan tugas pokok operasionalnya. Kebijakan ini dapat ditafsirkan

sebagai sebuah cerminan kehati-hatian Sri Mulyono Herlambang dalam

menjaga fasilitas institusinya. Pada 1 Oktober 1965, Pangkalan AURI Halim

hampir saja menjadi tempat pertempuran antara pasukan G-30-S dan RPKAD.

Pasca kejadian tersebut, Men/Pangau Sri Mulyono yang tidak menginginkan

terulangnya kejadian serupa, berinisiatif agar pengamanannya diserahkan

kepada pihak setempat. Apabila pangkalan dijaga oleh banyak komponen,

ditakutkan terjadi ketidakjelasan garis koordinasi dan operasi.

Lewat Intruksi No.7 yang ditetapkan pada 5 November 1965,

Men/Pangau membuat aturan operasi pengamanan sebagai akibat dari peristiwa

G-30-S.34

Adapun penanggungjawab operasi pengamanan G-30-S

dikoordinasikan oleh panglima Korud masing-masing, apabila dibutuhkan

bantuan untuk pembiayaan pelaksanaan operasi maka kebutuhan tersebut

langsung diajukan kepada Men/Pangau. Seluruh panglima Korud, kemudian

33 Lihat Lampiran 11 34 Lihat Lampiran 12

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 111: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

99

diperintahkan untuk membuat laporan secara periodik mengenai perkembangan

situasi akibat peristiwa G-30-S.

Sebagai follow up dari pertemuan para petinggi AURI dengan presiden

di Istana Bogor, maka diadakan musyawarah AURI pada awal bulan November

1965 dengan tema “Demi Kepentingan Negara dan Revolusi 17 Agustus 1945”.

Hasil musyawarah itu ditetapkan antara lain: 1) Angkatan Udara mengutuk

sekeras-kerasnya tindakan G-30-S serta dalangnya PKI. 2) Angkatan Udara

akan mengambil tindakan positif dan konkrit terhadap desakan dan tekanan-

tekanan, baik yang datangnya dari datangnya dari luar maupun dari dalam

tubuh AURI. 3) Menjamin keutuhan tubuh AURI dan mengembalikan

kewibawaan pimpinan AURI. Hasil musyawarah merupakan suatu langkah

untuk menjamin keutuhan dan kewibawaan AURI sebagai bagian integral

angkatan bersenjata dalam menumpas G-30-S.

Lewat instruksi Men/Pangau No.10 yang ditetapkan pada 22 November

1965 Men/Pangau meminta agar anggota AURI tidak melakukan wawancara

dengan wartawan.35

Hal ini dilakukan untuk menjaga keutuhan dan

kekompakan AURI serta mencegah timbulnya keterangan yang simpang-siur.

Keterangan dari AURI hanya bisa didapatkan lewat Dinas Penerangan

berdasarkan petunjuk Men/Pangau. Pada hari yang sama, Men/Pangau

mengeluarkan Intruksi No.11 yang berisi perintah untuk melakukan tindakan-

tindakan pencegahan terhadap desas-desus atau berita-berita yang bersifat

35 Lihat Lampiran 13

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 112: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

100

fitnahan.36

Dalam intruksi ini terdapat ketegasan AURI lewat perintahnya untuk

mengambil tindakan-tindakan tegas terhadap oknum-oknum di dalam AURI,

baik yang dengan sengaja atau tidak telah ikut melancarkan desas-desus atau

berita-berita yang berisi fitnah atau provokasi yang dapat merongrong,

membahayakan dan merugikan bagi keutuhan/kekompakan AURI.

Selain kebijakan Men/Pangau di atas, Pada hari rabu, tanggal 2 Maret

1966 tercatat pula bahwa Panglima Komando Regional Udara V membuat

pernyataan/bantahan terhadap desas-desus yang tidak benar terhadap AURI.

Pernyataan bantahan itu meliputi tuduhan:

1. Penembakan 4 orang anggota resimen Tjakrabirawa di Jl. Slipi

2. AURI ikut merencanakan Gerakan 30 September

3. Pembangunan tugu dengan markas besar KORUD V sebagai

symbol alat pentjungkil mata G-30-S.37

Bantahan ini kembali diperkuat, dengan keterangan AURI/Wing

operasional 001 Lanud Halim AURI yang membantah desas-desus yang

mendiskreditkan AURI yang meliputi: 1) AURI melatih kemiliteran Pemuda

Rakyat di Serang, Banten dan Lubang Buaya.2) Latihan yang diadakan di

Serang, Banten dan Lubang Buaya itu adalah refreshing para komando bagi

PGT dalam mempertinggi daya tempur AU. 38

Dari deretan kebijakan preventif ini, agaknya AURI menyadari bahwa

posisi politiknya tidak lagi seperti dahulu. Hal ini terjadi karena pelindung

36 Lihat Lampiran 14 37 Berita Yudha, 5 Maret 1966. 38 Berita Yudha, 11 Maret 1966.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 113: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

101

AURI, Presiden Sukarno, tidak lagi memiliki peran efektif dalam pemerintahan.

Dengan demikian, dalam format pola kekuasaan yang baru, AURI menegaskan

sikapnya sebagai tentara profesional yang tidak ingin campur tangan terhadap

kemelut politik. Sangat wajar jika dalam deret kebijakan AURI pada masa

Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang, lebih tampak sebagai upaya

menyelamatkan AURI dari citra negatif akibat keterlibatannya dalam peristiwa

G-30-S.

5. 3. Surat Perintah 11 Maret (Supersemar)

Sejak kekacauan politik yang muncul pasca G-30-S 1965, pemerintah tidak lagi

memiliki kewibawaan dibandingkan masa sebelumnya. Demonstrasi-demonstrasi

mahasiswa dan rakyat yang dipelopori KAMI, seakan tidak pernah surut

menyuarakan tiga tuntutan atau yang kita kenal sebagai Tritura yaitu: bubarkan PKI,

pembubaran kabinet Dwikora serta penurunan harga. AD bahkan menjamin, selama

KAMI beraksi dengan wajar memperjuangkan Trikora maka KAMI pasti didukung

ABRI dan seluruh rakyat sampai perjuangan berhasil.39

Aksi-aksi tersebut, membuat

pemerintah mengambil kebijakan untuk membubarkan KAMI pada tanggal 25

Februari 1966. Namun, tekanan terhadap mahasiswa tidak hanya berakhir disini.

Dalam kesempatan meninjau kantor Deplu yang dirusak aksi mahasiswa, Sukarno

memaki-maki aksi demonstrasi sebagai kontra-revolusi.40

Pada tanggal 10 Maret

1966 seluruh partai politik dan Muhammadiyah menyatakan sikap mereka terhadap

39 Christianto Wibisono. Aksi-aksi Tritura, (Jakarta: Yayasan Management Informasi, 1980), hal. 68.

buku ini adalah catatan/kesaksian reportase jurnalistik yang selesai ditulis pada 28 Oktober 1968. 40 Ibid, hal. 109

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 114: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

102

aksi mahasiswa. Isi pokok pernyataan tersebut ialah: “tidak membenarkan cara-cara

yang dipergunakan para pelajar, mahasiswa dan pemuda yang akibatnya langsung

atau tidak langsung membahayakan revolusi Indonesia dan merongrong kewibawaan

Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno”.41

Kecaman dari partai politik ini, terbukti tidak berpengaruh terhadap jalannya

aksi yang direncanakan pada 11 Maret 1966. Jalan–jalan utama, seperti Cikini,

Diponegoro, Hayam Wuruk dan Gajah Mada dikuasai mahasiswa. Terutama sekali

jalan yang dikuasai dengan sempurna adalah jalan antara Kimia dengan Salemba.

Aksi pada 11 Maret tersebut, bertujuan untuk menggagalkan sidang kabinet yang

akan berlangsung.

Seperti yang sudah terjadwal, pada tanggal 11 Maret 1966 kabinet Dwikora

mengadakan sidang paripurna di Istana Merdeka untuk membahas situasi nasional

dan kebijakan yang akan dilakukan. Karena adanya laporan rencana aksi mahasiswa

untuk menggagalkan jalannya sidang, maka pembantu-pembantu presiden

mengintruksikan kepada jajaran menteri agar dapat hadir di Istana sebelum jam

06.00.42

Amir Machmud yang bertanggung jawab terhadap jalannya keamanan di

Ibukota, memberi jaminan kepada Sabur bahwa keadaan aman. Berdasarkan jaminan

tersebut presiden berangkat dari Istana Bogor dengan helicopter dan sampai di Istana

Bogor pada pukul 09.00 WIB.

41 Berita Yudha, Jum’at 11 Maret 1966 42 Pasca G-30-S, hubungan mahasiswa dengan AD tampak begitu mesra. Bahkan lewat komunikasi

dengan AD-lah, mahasiswa menjalankan aksinya. Menarik disimak catatan harian mahasiswa UI,

Soe Hok Gie, Catatan seorang Demonstran, (Jakarta:LP3ES, 1983), hal.159-209.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 115: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

103

Pada saat helikopter mendarat di Istana, presiden melihat adanya aksi

mahasiswa di depan Istana. Sekali lagi presiden menanyakan kepada Amir Machmud

tentang keadaan. Setelah memperoleh jawaban tidak adanya gangguan keamanan

dalam bersidang, maka presiden langsung menuju ruang sidang di belakang Istana.

Para menteri sudah hadir diruangan, kecuali Men/Pangad Letjend Soeharto dan

Menteri Perkebunan Frans Seda, karena keduanya sakit.

Pada awal pidatonya, presiden meminta menteri-menteri agar lebih

mengefektifkan tugas yang telah diberikan dan menjaga kekompakan terhadap

jalannya revolusi. Presiden juga meminta kepada menteri agar mengakhiri

pertentangan politik. Saat pidato Presiden Sukarno berlangsung, ajudan presiden,

Brigdjen Sabur mendapat info dari intel Tjakrabirawa mengenai kehadiran pasukan

tak dikenal ditengah-tengah aksi mahasiswa. Sabur kemudian mengirimkan nota

sebanyak 2 kali kepada Amir Machmud mengenai info yang didapatnya. Amir

Machmud tidak beranjak dari tempat duduknya, dan hanya memberi isyarat seakan

tidak terjadi apa-apa. Akhirnya, Sabur yang merasa bertanggung jawab terhadap

keselamatan presiden, membuat nota ketiga yang ditujukan langsung kepada

presiden. Dalam nota itu ditulis bahwa terdapat pasukan tak dikenal sedang

mengepung Istana, bahkan sebagian sudah memasuki pekarangan Istana. Sabur lebih

jauh meminta agar presiden meninggalkan sidang.

Setelah membaca nota Sabur, Sukarno kemudian meninggalkan sidang, dengan

diikuti Dr. Subandrio dan Chaerul Saleh. Usaha Amir untuk membujuk Presiden

Sukarno agar tidak meninggalkan sidang dengan jaminan keamanan, ternyata tidak

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 116: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

104

berhasil. Presiden bergegas meninggalkan Istana menuju Istana Bogor dengan

Helikopter. Jalannya persidangan untuk sementara di skorsing, hingga akhirnya

ditutup oleh Waperdam Dr. Leimena.

Sesudah sidang kabinet dibubarkan, Basuki Rahmat, M.Yusuf dan Mursyid

membicarakan situasi yang baru terjadi. Amir Machmud kemudian datang

menggabungkan diri. Dalam pembicaraan tersebut Yusuf mengajak mereka untuk

berangkat ke Bogor menemui presiden untuk menjelaskan kejadian sebenarnya.

Kecuali Mursyid, perwira lain menerima ajakan itu. Sebelum berangkat ke Istana

Bogor, terlebih dahulu mereka melaporkan kejadian di Istana kepada Men/Pangad

Letjen Soeharto dan meminta izin menghadap presiden di Bogor. Soeharto yang

mendapat laporan, menyetujui rencana keberangkatan ketiga perwira tersebut ke

Bogor. Soeharto juga berkenan mengirimkan salam kepada presiden dan menitipkan

pesan mengenai kesanggupannya mengatasi keadaan, apabila presiden memberikan

kepercayaan kepadanya.

Mereka tiba di Bogor kira-kira pukul 13.00 tanpa mengalami rintangan dari

Tjakrabirawa. Karena presiden sedang beristirahat, maka mereka menunggu presiden

hingga pukul 14.30. Dalam pertemuan dengan presiden, mereka melaporkan kejadian

yang sebenarnya di Istana. Basuki Rachmat sebagai juru bicara mencoba meyakinkan

presiden bahwa tidak ada pasukan tak dikenal mengepung istana dan memohon agar

presiden tidak merasa ditinggalkan oleh Angkatan Darat. Ketiga perwira ini

kemudian menyampaikan pesan Soeharto tentang kesanggupannya mengatasi

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 117: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

105

keadaan bila presiden memberi kepercayaan. Presiden pun menyetujui usulan

Soeharto tersebut.

Akhirnya disusunlah konsep surat perintah tersebut oleh tiga perwira tersebut.

Setelah konsep selesai dan dibahas presiden bersama waperdam, akhirnya presiden

menyetujui menandatangani draft yang sudah disusun. Surat inilah yang kemudian

dikenal luas dengan nama Supersemar atau Surat Perintah Sebelas Maret.43

5. 4 De-Sukarnoisasi dan Pergantian Sri Mulyono Herlambang

Masa Demokrasi Terpimpin ditandai oleh segitiga kekuatan yang potensial

yaitu Sukarno, AD dan PKI.44

Sebelum G-30-S kedudukan Presiden Sukarno sangat

kuat dalam menentukan setiap kebijakan politik nasional, dimana kebijakannya

menjadi patron politik setiap kelompok politik yang ingin bertahan dalam demokrasi

terpimpin. Namun setelah terjadinya peristiwa G-30-S peta segitiga keseimbangan

mulai bergeser, seiring kehancuran PKI yang diduga bertanggung jawab atas

terbunuhnya sembilan perwira AD. Segitiga yang terbentuk hanya menyisakan dua

petarung, yakni Sukarno dan Angkatan Darat. Namun, sikap politik Presiden Sukarno

yang tidak mau membubarkan PKI serta masih adanya orang-orang berhaluan kiri

43 Super-Semar secara kebetulan adalah singkatan dan juga istilah yang sangat sarat paduan simbolisasi

Jawa. Semar menunjuk kepada tokoh punakawan yang menjadi pengasuh pandawa serta senantiasa

berlaku bijak dalam setiap tindakan. Ia disebut-sebut cucu Hyang-Ismaya yang menjadi rakyat biasa.

Lihat Sri Mulyono, Apa dan Siapa Semar, (Jakarta: Gunung Agung, 1978), hal. 33 dan 66. Sukarno

sendiri sepanjang hidupnya menggunakan istilah S.P 11 Maret. 44 Untuk pokok pikiran tiga kekuatan demokrasi terpimpin ini lihat uraian Herbeth Feith, Soekarno dan

Militer dalam Demokrasi Terpimpin, (Jakarta: Sinar Harapan, 1999)

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 118: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

106

dalam struktur kabinet, seperti Chaerul Saleh, Dr. Subandrio, Ir. Surachman dan Jusuf

Muda Dalam justru mengakibatkan melemahnya kedudukan presiden.45

Tuduhan terhadap keterlibatan AURI yang merupakan pendukung presiden,

merupakan ancaman bagi berkurangnya kekuatan pro-presiden dalam pemerintahan.

Sukarno sendiri yang kedudukannya mulai dipertanyakan, berusaha sekuat mungkin

membela AURI dari tuduhan tersebut sebagaimana terlihat dalam pidatonya. Namun

demikian Sukarno tidak dapat berbuat apa-apa ketika adanya tekanan dari pihak lain

agar perwira-perwira AURI yang dinilai loyal kepadanya dibebas-tugaskan. Proses

penggantian Men/Pangau Omar Dani dan Sri Mulyono Herlambang tentunya tidak

lepas dari kedekatan kedua tokoh tersebut dengan presiden.46

Untuk menetralisir kekuatan loyalis di dalam AURI, muncul isu pergantian

kepemimpinan AURI dengan perwira yang lebih diterima Angkatan Darat dan lebih

netral terhadap kekuasaan Presiden Sukarno. Saat Sukarno dipaksa oleh para perwira

muda AURI di Istana Bogor untuk mengganti Omar Dani, Sukarno pada akhirnya

mengalah, tetapi Sukarno masih mampu memberikan persyaratan agar pilihannya

tidak diganggu gugat.47

Sukarno kemudian menunjuk perwira yang juga dekat

dengannya, Sri Mulyono Herlambang. Ketika presiden mengangkat Sri Mulyono,

Presiden masih memiliki kekuasaan dalam AURI, walaupun dalam batasan tertentu.

45 ANRI. Arsip Pengumuman Presiden No.921 tentang susunan kabinet Dwikora yang disempurnakan. 46 Dokumen Mabes AURI mengenai hasil rapat “Evaluasi tentang Fakta2 (26 Nop-3 Des 1965)”.

Dalam dokumen ini disebutkan penilaian negarif terhadap pengangkatan Sri Mulyono Herlambang

sebagai Men/Pangau dan penugasan Omar Dani keluar negeri. Dilihat dari isinya besar

kemungkinan dokumen ini adalah milik Angkatan Darat. Lihat Lampiran 15. 47Adapun perwira muda AURI yang memaksa Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi Sukarno

menggantikan Sri Mulyono Herlambang dipimpin oleh Komodor Suyitno Sukirno serta Letnan

Kolonel Ibnu Soebroto.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 119: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

107

Dalam pengangkatan Sri Mulyono Herlambang di Istana Negara, Presiden

mengatakan alasannya sebagai berikut:

Saja terus terang mentjari orang jang mengerti kepada saja. Mengerti

kepada Pemimpin Besar Revolusi, mengerti kepada Presiden, segala alam

fikirannja sampai kepada udjung-udjung rambut alam fikiran daripada

Presiden. Dia mengerti, harus mengerti, mengerti kepada isi perintah dan

pimpinan daripada Panglima Tertinggi. Oleh karena itu, maka saja angkat

Sri Muljono Herlambang sebagai Panglima Angkatan Udara.48

Dikeluarkannya Supersemar yang ditafsirkan sebagai pemindahan kekuasaan

(Transfer of Authority), mengakibatkan Presiden Sukarno tidak lagi memiliki

kekuatan yang efektif dalam Angkatan Perang. Ia tidak berdaya ketika para menteri

kesayangannya, seperti Omar Dani, Subandrio dan Jusuf Muda Dalam ditangkap oleh

Letjen Soeharto. Men/Pangau Laksdya Sri Mulyono Herlambang, perwira yang

Sukarnois juga kemudian dituntut mundur dari jabatannya oleh sekelompok perwira

AURI yang dipimpin Suyitno Sukirno, karena alasan menginginkan kepemimpinan

figur yang lebih bersih. Padahal, ketika AURI dipimpin oleh Laksdya Sri Mulyono

Herlambang, justru sikap AURI secara tegas menentang aksi G-30-S.49

Pada sebuah pertemuan internal AURI tanggal 18 Maret 1966, Men/Pangau

Laksdya Sri Mulyono Herlambang diminta untuk mengundurkan diri. Secara formal

48Arsip No. 839 12/15/65 Naskah Pidato Presiden saat pelantikan Men/Pangau Sri Mulyono

Herlambang di Istana Negara. Lihat Lampiran 16. 49 Imran Hasibuan Dkk, Elang dan Pejuang Tanah Air: Biografi Marsekal (Purn) Roesmin Nurjadin,

(Jakarta: Q Communication dan Pustaka Sinar Harapan, 2004), hal 147. Selanjutnya disebut Elang.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 120: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

108

alasan yang dilontarkan dalam pengunduran dirinya yaitu untuk menjaga

kekompakan AURI.50

Dalam otobiografinya, Sri Mulyono Herlambang menuturkan:

Dengan pertimbangan Angkatan Darat makin sulit diajak kerjasama, saya

akhirnya mengambil keputusan penting yang mengubah perjalanan sejarah

kehidupan saya di AURI. Pada tanggal 23 Maret 1966, surat pengunduran diri

ini saya ajukan kepada presiden melalui Laksamana Muda Makki Perdana

kusumah.51

Ketika surat pengunduran diri Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang

diantarkan Laksamana Makki Perdanakusumah, Komodor Andoko dan Komodor

Kardono kepada Presiden Sukarno, Presiden tidak menjawab. Dengan demikian,

walaupun secara de facto, Sri Mulyono Herlambang tidak lagi menjabat sebagai

Men/Pangau, tetapi secara legal-formal Sri Mulyono masih menjabat sebagai

Men/Pangau.

Beberapa hari kemudian, Dewan AURI memutuskan Deputi Operasi Roesmin

Nurjadin untuk menjabat sebagai Ketua Dewan AURI.52

Pada tanggal 28 Maret 1966,

Roesmin mengundang perwira AURI dan mengadakan rapat di Halim untuk

mengatasi kekosongan jabatan Men/Pangau.53

Pada saat yang sama, Laksdya Sri

50 Berita Yudha, 24 Maret 1966. 51 Sri Mulyono Herlambang, Op. Cit., hal 106 52 Awal karier militer Roesmin Nuryadin dimulai sejak aktif di TRIP Brigade 17 Detasemen III (1947-

1950), Pjs Dan Skuadron III Pemburu (1953-1955), Dan Skuadron III Pemburu (1955-1958) ,

Pejabat Komandan Skuadron XI (1958-1962), Kastaf Kohanudnas (1962-1963), Kastaf Kohanud

(1963-1964), Atase Udara KBRI Bangkok (1964-1965), Atase Udara KBRI Moskow (1965-1966)

dan menduduki jabatan Men/Pangau menggantikan Sri Mulyono Herlambang Menteri Pangau sejak

1966 hingga 1970. Selepas bertugas di AURI, Rusmin dipercayai Presiden Soeharto menjadi Dubes

RI untuk Inggris (1970-1974), Dubes RI untuk AS (1974-1978), Menteri Perhubungan Kabinet

Pembangunan III (29 Maret 1978- 19 Maret 1983) dan Menteri Perhubungan Kabinet Pembangunan

IV (19 Maret 1983 - 22 Maret 1988). Lebih lanjut Lihat biografi Roesmin, Imran Hasibuan, et al,

Elang dan Pejuang Tanah Air: Biografi Marsekal (Purn) Roesmin Nurjadin, Jakarta: Q

Communication dan Pustaka Sinar Harapan, 2004. 53 Imran Hasibuan Dkk, Op.Cit., Elang……hal .149

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 121: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

109

Mulyono Herlambang juga mengadakan rapat di Mabes AURI Tanah Abang Bukit.

Di tengah berlangsungnya rapat Halim, ketegangan pun memuncak dikubu Roesmin

yang mendapatkan informasi bahwa 5ri Mulyono mengadakan rapat di Tanah Abang

Bukit. Akhirnya, Komodor Suyitno Sukirno mengambil gagasan agar Roesmin dan

Leo segera menuju Mabes AURI, sementara ia sendiri meminta bantuan ke Kostrad.

Agaknya rapat Tanah Abang Bukit, dicurigai Suyitno, Roesmin dan kawan kawan

adalah untuk penggalangan kekuatan kubu Sri Mulyono Herlambang, yang akan

mengambil alih kembali jabatan Men/Pangau.

Roesmin dan Leo langsung menuju ke Tanah Abang Bukit dan masuk ke

ruang sidang yang dipimpin Sri Mulyono dan dihadiri 20 perwira tinggi AURI. Tak

lama kemudian, terdengar suara enam buah panser Kostrad memasuki dan

mengepung halaman Mabes AURI. Kedatangan panser Kostrad tersebut, karena

dipanggil Komodor Suyitno.54

Komandan Pasukan Gerak Tjepat AURI, Wiriadinata

memerintahkan anak buahnya untuk tidak melayani panser Kostrad. Komodor

Suyitno lalu masuk kedalam ruang sidang dan kemudian sempat mengajak Laksdya

Sri Mulyono Herlambang berduel sambil mengeluarkan pistol. Ketegangan akhirnya

mereda, ketika Komodor Andoko berhasil menenangkan Suyitno.

Tindakan Suyitno kemudian menuai kecaman internal AURI. Komodor

Andoko menilai tindakan Suyitno dan kawan-kawan telah menyalahi aturan militer

yang berlaku, karena pimpinan AURI masih dijabat Laksdya Sri Mulyono

Herlambang. Omar Dani menilai peristiwa ini sebagai kudeta terhadap pucuk

54 Ibid., hal.150 ; Sri Mulyono Herlambang, Op.Cit., hal. 107.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 122: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

110

pimpinan AURI. Tindakan Suyitno yang mengandalkan kekerasan, justru

menunjukkan sikap yang tidak demokratis dalam menyelesaikan masalah. Padahal,

sebagai sesama perwira AURI terdapat forum musyawarah untuk menyelesaikan

permasalahan bersama. Di samping itu, tindakan Komodor Suyitno tidak sesuai sapta

marga dalam menghargai seorang atasan dan perwira yang berpangkat lebih tinggi.

Pada tanggal 31 Maret 1966, Sri Mulyono yang masih menjabat sebagai

Men/Pangau berniat pergi ke Bandung untuk beristirahat.55

Sebelum berangkat, ia

sudah memberitahukan rencananya kepada Deputi Operasi Roesmin Nurjadin. Ketika

melalui daerah industri Pulo Gadung, kendaraan yang ditumpangi Sri Mulyono

dicegat pasukan Angkatan Darat. Kemudian ia dibawa ke Kodim Jatinegara dan

dihadapkan dengan Komandan Kodim, Mayor CPM Koentjoro untuk dilaporkan

kepada Komandan Kodam V Jaya, Amir Machmud. Akhirnya Sri Mulyono dibawa

kembali kerumahnya di Iskandarsyah dan dijadikan tahanan rumah. Pengawal

pribadinya langsung digantikan petugas CPM Angkatan Darat.

Ketika dalam posisi tahanan rumah, Sri Mulyono digantikan oleh Roesmin

Nurjadin, perwira AURI yang menurutnya “lebih banyak mendengar kepada Kostrad

55 Sri Mulyono Herlambang, Ibid, hal. 107. Menurut keterangan Dr. Saleh Djamhari, staf peneliti di

Pusjarah TNI dan sejarawan militer UI, berdasarkan keterangan Gatot Suryadi, Komandan Batalyon

Siliwangi yang menjadi saksi ketika Sri Mulyono ditangkap, kepergian Sri Mulyono bukan untuk

beristirahat melainkan untuk melarikan diri. Ciri-ciri melarikan diri tampak, karena saat ditangkap

Sri Mulyono menggunakan seragam prajurit berpangkat sersan, padahal pangkatnya adalah

Laksamana Madya. Namun, keterangan ini tidak di dasarkan catatan lain. Terlepas dari bagaimana

kondisi Sri Mulyono saat di tangkap, kepergiannya merupakan suatu yang tidak wajar. Seorang

pemimpin militer, AURI, tidak sepatutnya beristirahat ketika insitusinya dibutuhkan dalam

membantu mengamankan kondisi negara yang kacau pasca G-30-S.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 123: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

111

daripada ke AURI”.56

Pada tanggal 8 April, sehari sesudah pengangkatan Roesmin

sebagai Men/Pangau, Sri Mulyono dipindahkan ke Mess CPM di Jalan

Darmawangsa, Kebayoran Baru, hingga kemudian dipindahkan lagi ke Nirbaya57

.

5.6. Menguatnya Pengaruh Angkatan Darat dalam AURI

Sebenarnya campur-tangan Angkatan Darat terhadap AURI telah dilakukan

jauh-jauh hari, yakni menjelang berakhirnya kepemimpinan Omar Dani. Sri Bima

Ariotedjo menuturkan apa yang dialaminya sepulang dari Moskow pada tanggal 7

Oktober 1965 sebagai berikut:

Waktu kami berkumpul di Jalan Setiabudi, waktu itu malam-malam, ada

intruksi dari Kostrad bahwa semua orang yang baru pulang dari luar negeri

diminta kumpul di Kostrad untuk dikasih briefing oleh Mayjend Soeharto.

Memang aneh, waktu itu angkatan satu sama lain tidak ada hubungan

kerjasama, satu lebih tinggi lalu memerintahkan yang lain. Kami diminta

datang, mesti ada yang aneh dan luar biasa. Akhirnya kami penuhi permintaan

itu. Kami rombongan kurang lebih tujuh puluh orang berkumpul di Kostrad.

Disana mulai ada kejadian aneh. Sebelum masuk pintu saya lihat Letkol Urip

Widodo, tetapi terlihat canggung. Padahal keduanya sudah mengenal. Kami di

dalam menunggu satu setengah jam sebelum Mayjend Soeharto datang. Disitu

beliau kasih briefing bahwa pimpinan saudara berada seolah-olah dipihak sana,

ini yang terjadi pada tanggal sekian. Akhirnya saya disuruh memilih, ikut

pimpinan saudara atau ikut kami. kami yang justru tidak mengetahui persis apa

yang terjadi, masih sempat menjawab secara lugu, secara militer, bahwa

“maafkan, saya ini berangkat atas perintah menteri panglima angkatan udara,

56 Wawancara dengan Sri Mulyono Herlambang pada 27-05-2004.

57 Nirbaya sering diistilahkan sebagai kepanjangan dari interniran berbahaya. Letak tahanan rumah ini

adalah daerah Pondok Gede, setelah terminal bis Pinang Ranti sebelum Asrama Haji. Tahanan

rumah ini merupakan tahanan yang digunakan untuk musuh politik Orde-Baru, seperti kemudian

Mochtar Lubis (wartawan) dan Dr. Sjahrir (aktivis Malari). Kisah detail Nirbaya lihat Mochtar

Lubis, Nirbaya, Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru, (Jakarta: LSPP &

Yayasan Obor Indonesia, 2008)

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 124: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

112

saya pulang saya harus lapor sama yang memerintahkan saya itu dan setelah

itulah kami baru lapor pada pak Harto”. Lalu kami pulang.58

Dari kesaksian Si Bima dapat ditarik kesimpulan, bahwa Soeharto berusaha

mengambil alih kepemimpinan para perwira yang baru pulang dari luar-negeri,

melampaui garis hirarkis masing-masing institusinya. Sri Bima sebagai perwira

AURI diharapkan tidak mengikuti intruksi Men/Pangau Omar Dani, karena

panglimanya terlibat dalam G-30-S. Lebih lanjut ia diharapkan mengikuti garis

koordinasi yang baru, di bawah komando Mayjen Soeharto. Dengan demikian,

Soeharto telah bertindak agar seorang bawahan membangkang terhadap atasannya.

Ketika AURI dipimpin Men/Pangau Mulyono Herlambang, campur tangan

Angkatan Darat dalam menyingkirkan kelompok Sukarnois dalam tubuh AURI

semakin terlihat. Dalam insiden Tanah Abang Bukit, Kostrad secara terbuka

membantu kelompok Suyitno dengan mengirimkan enam buah pansernya untuk

mengepung Mabes AURI yang saat itu digunakan rapat oleh Men/Pangau Sri

Mulyono Herlambang.

Pengangkatan Komodor Roesmin Nurjadin untuk menduduki jabatan

Men/Pangau, juga tidak berdasarkan permintaan dan pertimbangan Presiden Sukarno.

Pengangkatan tersebut lebih disebabkan oleh permintaan hasil rapat Dewan AURI

yang didominasi kelompok perwira Pro-Angkatan Darat. Bahkan, ketika Roesmin di

angkat, Sri Mulyono justru sedang dijadikan tahanan rumah oleh CPM Angkatan

58 ANRI. Sumber sejarah lisan Sri Bimo Ariotedjo (Seskau 1965-Daoops I Operasi AU 1966) dengan

pewawancara Drs. Moh. Aris pada November 1990, kaset V B dan VI A.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 125: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

113

Darat. Sangat wajar jika dalam kesempatan upacara pelantikan Roesmin Nurjadin di

Istana Negara 7 April 1966, isi pidato Sukarno lebih menunjukkan ketidaklaziman

alasan pengangkatan Men/Pangau.

“ I am still president, still supreme commanders of the Armed forces, still

mandatory of supreme congres, still prime minister, still leader of

Indonesian revolution…….maka didalam kualitas itulah saja melantik

saudara Roosmin Nurjadin sebagai Menteri/Panglima Angkatan Udara

Republik Indonesia.”59

Kata-kata “I am still president” lebih merupakan upaya Presiden Sukarno untuk

menjelaskan bahwa pengangkatan dilakukan hanya sebatas keabsahan kapasitasnya

sebagai presiden. Presiden Sukarno tidak memiliki alasan lain, baik yang bersifat

profesionalitas, loyalitas atau ideologis dalam pengangkatan Roesmin Nurjadin.

Apabila dibandingkan dengan pidato presiden saat pengangkatan Sri Mulyono

Herlambang, perbedaan itu akan sangat tampak, karena pada saat itu presiden

mendasarkan pilihannya didasarkan kepada orang yang mengerti alam pikiran

presiden. Pada akhirnya dapat dikatakan bahwa pengangkatan Roesmin tidak atas

dasar pertimbangan dan keinginan pribadi, tetapi atas dasar keterpaksaan.

Walaupun kemudian kebijakan Men/Pangau Roesmin Nurjadin tidak berbeda

jauh dari kebijakan Sri Mulyono Herlambang. Namun pada sisi yang lain, kebijakan

Roesmin lebih menunjukkan sikapnya dalam mendukung AD. Hal ini tampak dari

adanya intruksi untuk mencabut hak khusus para pendahulunya, Omar Dani dan

59 Arsip No. 876 04/07/66. Naskah Pidato Presiden saat Pelantikan Men/Pangau yang baru Roosmin

Nurjadin di Istana Negara. Periksa juga, Budi Setiyono dan Bonnie Triyana (ed), Revolusi Belum

Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara jilid II,

(Semarang: Messias, 2003), hal. 81.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 126: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

114

Suryadarma.60

Kebijakan yang ditempuh oleh Men/Pangau Roesmin Nurjadin juga

cenderung menguntungkan kampanye politik AD menuju kekuasaan, karena sifatnya

yang netral terhadap kekuasaan Presiden Sukarno. AURI yang Sukarnois merupakan

batu sandungan Angkatan Darat, karena itu di bawah kepemimpinan Roesmin

diharapkan dapat bersikap netral atau mendukung peralihan kekuasaan yang baru.

Figur Roesmin sendiri memang dikenal memiliki hubungan yang kurang baik

dengan Omar Dani. Dalam memoar Omar Dani disebutkan, ketika diadakan seminar

pertama AURI di Cibulan pada Januari 1963, ada dua perwira yang memakai

kacamata gelap dan acuh tak acuh ketika ia berpidato mengenai Nasakom. Padahal

ketika itu, tidak ada perwira lain yang memakainya. Perwira tersebut adalah Kolonel

Roesmin dan Kolonel Suyitno Sukirno.61

Roesmin juga pernah menghadap Omar

Dani dan menyampaikan kritiknya terhadap ketidakmampuan kinerja staf departemen

AURI.62

Selain hal diatas, Roesmin dikenal memiliki hubungan erat dengan Angkatan

Darat. 63

Roesmin memiliki kontak pribadi dengan Nasution, bahkan Roesmin pernah

diajak dalam sebuah misi keluar negeri. Dalam memoar M. Jassin disebutkan bahwa

Nasution adalah orang yang merencanakan agar Roesmin menduduki jabatan

60 Lihat Lampiran 17 61 Benedicta A. Surodjo dan JMV Soeparno, Op.Cit., hal. 105 62 Ibid. 63 A.H Nasution, Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Orde Baru, (Jakarta:Gunung Agung,

1987), hal. 361, 362 dan 397; Tim Pusat Data dan Analisa Tempo, Jenderal Tanpa Pasukan-Politisi

Tanpa Partai: Perjalanan Hidup A.H Nasution, (Jakarta: PDAT & ISAI, 1998), hal 169. Menurut

Nasution, pasca G-30-S, kontak pribadi dengan Roesmin terjadi secara langsung. Di samping

Roesmin, perwira lainnya yang sering dikontak antara lain: Suyitno Sukirno, Saleh Basarah dan

Ashadi Tjahyadi. Perwira-perwira inilah yang kelak menduduki jabatan Men/Pangau dan jabatan

penting lain pada masa Rezim Soeharto.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 127: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

115

Men/Pangau menggantikan para seniornya.64

Dengan Soeharto, Roesmin sudah saling

mengenal sejak sama-sama bergerilya di Jawa-Tengah.65

Dengan demikian,

penunjukan Roesmin sebagai Men/Pangau, tentunya tidak dapat dilepaskan dari

Supersemar yang menaikkan otoritas Letjen Soeharto terhadap Sukarno dalam

pemerintahan. Soeharto memerlukan panglima angkatan yang memberikan dukungan

kepadanya untuk merebut kekuasaan Sukarno.

Dengan demikian, implikasi utama yang dilahirkan pasca perubahan ini ialah

berkurangnya pengaruh AURI sebagai salah satu kekuatan politik nasional. Jika pada

masa sebelumnya, AURI secara otonom adalah angkatan yang secara politis

mendukung kebijakan Presiden Sukarno, maka pasca Supersemar AURI tidak lagi

dapat bertindak secara otonom. Di sisi lain, berkurangnya pengaruh Presiden Sukarno

menunjukkan keberhasilan para pemimpin AURI mengikuti proses suksesi kekuasaan

secara damai. Sebagai kekuatan militer terbesar di Asia Tenggara, di bawah komando

panglimanya yang Sukarnois, AURI menjadi kekuatan penting untuk

mempertahankan suatu kekuasaan negara. Bukan sesuatu yang mustahil, apabila

AURI bertindak membela Presiden Sukarno dengan kekuatan bersenjata, maka akan

menimbulkan perang saudara sesama angkatan bersenjata. Namun, AURI lebih

memilih mempraktikkan doktrin Swa Bhuana Phaksa dengan memilih keutuhan

AURI , ABRI dan NKRI.

64 M. Jassin, Saya Tidak Pernah Minta Ampun Kepada Soeharto, (Jakarta: Sinar Harapan, 1998), hal

58. 65 Imran Hasibuan Dkk, Op.Cit., Elang… hal 156.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 128: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

116

BAB V

KESIMPULAN

Perkembangan AURI dalam konteks politik Indonesia antara tahun 1962

hingga 1966 merupakan suatu gerak yang tragis. Sejak pelaksanaan Demokrasi

Terpimpin dan reorganisasi militer pada tahun 1962, AURI merupakan kekuatan

yang menjadi pendukung utama Presiden Sukarno dikalangan angkatan

bersenjata. Hal ini tidaklah menjadi suatu keanehan, mengingat kedudukan

presiden sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata serta kharisma presiden

yang demikian kuat sebagai bapak pendiri bangsa Indonesia. Bahkan dapat

dikatakan bahwa sulit untuk membayangkan Indonesia tanpa figur Sukarno.

Perkembangan politik nasional yang diarahkan Presiden Sukarno menuju

suatu bentuk persekutuan nasionalis-agama-komunis (Nasakom) serta keinginan

presiden mengakomodasi kekuatan komunis dalam pemerintahan, mengalami

tantangan hebat dari Angkatan Darat. Sukarno yang melihat adanya loyalitas yang

kuat dari AURI bagi dirinya, sebagai panglima tertinggi tentu mengetahui adanya

hubungan yang kurang baik antara Kepala Staf AURI Komodor Suryadarma

dengan KSAD (kemudian Menhankam) Jenderal AH.Nasution. Dengan

memanfaatkan faktor tersebut, presiden tidak perlu berhadapan dengan AD secara

terbuka karena masih memiliki sekutu tanpa syarat yakni KSAU Suryadarma.

Namun, Peristiwa Aru yang menenggelamkan KRI Macan Tutul dan

menewaskan Deputi ALRI Komodor Yos Sudarso melahirkan kecaman terhadap

kepemimpinan Suryadarma yang dianggap tidak mampu mengatur perlindungan

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 129: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

117

udara dalam peristiwa tersebut. Suryadarma kemudian dengan terpaksa

diberhentikan dan diberikan jabatan baru sebagaipenasehat militer presiden.

Sedangkan Panglima AURI kemudian dijabat oleh Kolonel Udara Omar Dani.

Tentunya dalam pandangan berbagai pihak, seperti AD, pergantian pimpinan

AURI dapat mengubah organisasi AURI menjadi lebih netral terhadap kebijakan

presiden.

Kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Kolonel (kemudian dinaikkan

menjadi Laksdya) Omar Dani justru bersikap tidak berbeda dengan Suryadarma.

Laksdya Omar Dani justru menjalin hubungan erat dengan presiden dengan

mendukung setiap kebijakan presiden, seperti Politik Nasakom, pembebasan Irian

Barat dan Konfrontasi Malaysia, Dalam konfrontasi Malaysia pada tahun 1963,

Men/Pangau Omar Dani diberikan tugas tambahan, yakni memimpin jalannya

operasi yang membawahi kekuatan empat angkatan.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, kebijakan negara yang terpusat

dibawah otoritas Sukarno membuat banyak pihak tidak mampu memisahkan

antara kepentingan kekuasaan dan negara. AURI sebagai organisasi militer

profesional, cenderung tidak mampu memisahkan antara kepentingan kekuasaan

Sukarno dengan kepentingan negara. Jebakan konsep ”politik sebagai panglima”

inilah yang kelak menjerumuskan AURI dalam persoalan politik 1965.

Peristiwa G-30-S yang mengakibatkan terbunuhnya tujuh perwira AD di

Jakarta dan dua perwira AD di Jogjakarta, merupakan garis pemisah hubungan

erat yang terjalin antara Sukarno dan AURI. Peristiwa ini berdampak pada

rusaknya tatanan politik Demokrasi Terpimpin, serta melahirkan Angkatan Darat

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 130: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

118

di bawah pimpinan Mayjen Soeharto sebagai pemegang kekuasaan baru. Peristiwa

G-30-S secara perlahan meruntuhkan kekuasaan Sukarno beserta lapisan yang

mendukungnya, termasuk didalamnya AURI.

Dalam Peristiwa G-30-S, AURI dituduh sebagai salah satu pihak yang

bertanggung-jawab. Hal ini didasarkan fakta adanya dukungan Men/Pangau Omar

Dani pada 1 Oktober 1965 terhadap kelompok G-30-S, penggunaan fasilitas

AURI serta keterlibatan personel AURI dalam penculikan para perwira AD di

Lubang Buaya.

Berdasarkan penelitian tesis ini, tuduhan terhadap keterlibatan AURI

perlu mendapatkan perhatian khusus. Dalam peristiwa G-30-S, tidak dapat

ditolak bahwa pimpinan AURI, Laksdya Omar Dani mendukung G-30-S.

Penggunaan fasilitas AURI yang begitu melimpah, sekalipun tidak disetujui pihak

terkait AURI, tetapi terkesan dibiarkan terjadi. Begitu pula informasi yang

didapatkan Omar Dani dari perwira intel Heru Atmodjo, tidak dilaporkan kepada

Panglima Tertinggi ABRI, Presiden Sukarno. Tentunya apabila hal ini dinyatakan

suatu kebetulan, maka ini adalah kebetulan yang konsisten dan menjadi sulit

untuk dimengerti sebagai bentuk ketidakterlibatan.

Mengatakan bahwa AURI terlibat atau tidak terlibat dengan demikian

menjadi pertanyaan yang sukar dijawab, karena memisahkan antara manusia

dengan institusi adalah suatu pekerjaan percuma. Penelitian ini dengan

berdasarkan berbagai sumber, meyakini bahwa Men/Pangau Omar Dani terlibat

dalam pelaksanaan G-30-S, setidaknya dengan sikapnya yang mendukung.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 131: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

119

Namun persoalan terpenting dari keterlibatan Men/Pangau Omar Dani

adalah kepada siapa dukungan tersebut diberikan. Apabila sebelum G-30-S Omar

cenderung memiliki pandangan yang sama dengan PKI, maka hal tersebut adalah

untuk mengambil hati presiden. Begitupula dalam G-30-S, keterlibatan Omar

Dani lebih diakibatkan kepada kesetiaannya kepada presiden, bukan kepada PKI.

Dengan demikian surat ralat Men/Pangau atas surat 1 Oktober 1965, merupakan

suatu langkah penyamaan persepsi dengan presiden yang menolak memberikan

dukungan bagi G-30-S. Wajar juga apabila kemudian kebijakan Men/Pangau

Omar Dani lebih cenderung akomodatif terhadap perubahan politik nasional yakni

mendukung pembersihan terhadap G-30-S.

Dengan demikian penelitian ini menyimpulkan keterlibatan Omar Dani

lebih di dasarkan atas loyalitasnya kepada Presiden Sukarno. Keterlibatan Omar

Dani lebih bersifat responsif saat terjadinya peristiwa (by accident) bukan sesuatu

yang direncanakan (by design). Bagaimanapun, tidak ada bukti yang mampu

memperlihatkan secara nyata. Bukti yang menunjukkan ketidakterlibatan dalam

perencanaan adalah sikap pernyataan Omar Dani pada 1 Oktober yang

dikeluarkan secara spontan serta tidak adanya persiapan dalam dukungan yang

efektif dalam G-30-S. Hal yang kedua tampak dari tidak adanya pengeboman atau

serangan udara dari kelompok G-30-S, sebagaimana yang disarankan Supardjo.

Padahal saat G-30-S terdesak pasukan Kostrad, dukungan efektif Omar dengan

memberikan serangan udara kepada Kostrad akan memastikan kemenangan

berada di pihak G-30-S.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 132: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

120

Setelah terjadi pergantian Men/Pangau dari Omar Dani kepada Sri

Mulyono Herlambang, maka AURI menjadi salah-satu kekuatan yang ikut

menghancurkan G-30-S bersama kekuatan AD, AL dan Kepolisian. Namun,

kepemimpinan Men/Pangau Laksdya Sri Mulyono mendapatkan tantangan hebat

dari beberapa perwira AURI yang ingin membersihkan AURI dari kekuatan

pendukung Sukarno. Memang, pada masa Demokrasi Terpimpin, Presiden

Sukarno juga identik dengan PKI, apalagi paca G-30-S presiden juga tidak mau

membubarkan partai komunis tersebut. Akibatnya antipati terhadap PKI juga

ditujukan kepada presiden dan setiap pendukungnya, seperti yang dialami

Laksdya Sri Mulyono Herlambang.

Adapun sikap para perwira muda, seperti Roesmin Nuryadin maupun

Suyitno Sukirno adalah sikap yang wajar dalam konteks perubahan politik.

Walaupun sikap mereka cenderung arogan dengan melawan atasan, tetapi

tindakan tersebut merupakan suatu upaya yang ekstrim untuk menunjukkan AURI

yang bersikap kritis terhadap suatu pemerintahan. Hal ini kemudian terus

berlanjut ketika pada masa pemerintahan Presiden Soeharto. Sekalipun Roesmin

pernah menjadi menteri perhubungan, Roesmin dan juga Suyitno kemudian aktif

dalam kelompok Petisi 50 yang bersikap kritis terhadap kebijakan Orde Baru.

Dengan demikian, perubahan sikap AURI dalam fase transisi 1965-1966,

meliputi dua cara. Pertama adalah cara akomodasi yang dilakukan lewat

penyesuaian kebijakan dengan kondisi politik yang ada, seperti yang dilakukan

Men/Pangau Laksdya Sri Mulyono Herlambang. Kedua, adalah cara perubahan

yang dipaksakan secara terbuka oleh Roesmin Nuryadin dan Suyitno Sukirno.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 133: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

121

Apapun cara yang dianggap tepat, pada akhirnya AURI berhasil melakukan

proses transisi dengan damai. Perubahan yang berlangsung dari dalam,

membuktikan bahwa AURI menunjukkan sikapnya sebagai alat negara yang

menjaga keutuhan NKRI, sesuai dengan doktrinnya Swa Bhuana Paksa.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 134: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku, Artikel dan Karya Ilmiah lainnya

Anderson, Benedict R. and Ruth T. Mc Vey. A Premilinary Analysis of the October 1,

1965, Coup in Indonesia, Ithaca, New York: Modern Indonesia Project

Southeast Asia Program Cornell University Press, 1971.

Anwar, Rosihan. et al., Kemal Idris: Bertarung dalam Revolusi, Jakarta: Sinar

Harapan, 1996

Boediardjo. Siapa Sudi Saya Dongengi. Jakarta: Sinar Harapan, 1999.

Crouch, Harold. Militer dan Politik di Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1999.

Dake, Antonie. In the Spirit of the Red Banteng, Mouton: The Hague, 1973.

____________, Sukarno File: Kronologi Suatu Keruntuhan, Jakarta: Aksara Karunia,

2006

Dinas Sejarah TNI-AU. Sejarah Operasi Penerbangan Indonesia periode 1945-1950,

Jakarta: Mabes TNI-AU 1980.

Dinas Penerangan TNI-AU. Perjalanan TNI Angkatan Udara dan Pengembangannya

pada awal dasawarsa 80-an, Jakarta: Mabes TNI-AU, 1982.

Djajengminardo, Wisnu. Kesaksian: Memoir Seorang Kelana Angkasa, Bandung:

Angkasa, 1999.

____________ Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta: Sinar

Harapan, 2000.

Feith, Herberth dan Lance Castles (ed). Pemikiran Politik Indonesia 1945-1966,

Jakarta: LP3ES, 1988.

Gardner, Paul. F. 50 Tahun Amerika Serikat-Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan,

1999.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, Penj.Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press,

1986.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 135: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

Green, Marshall. Dari Sukarno ke Soeharto: G-30-S/PKI dari Kacamata Seorang

Duta Besar, Jakarta: Pustaka Grafiti, 1995.

Hanafi, A.M. AM Hanafi Menggugat: Kudeta Jend. Soeharto dari Gestapu ke

Supersemar, Paris: Edition Montblanc Life-France, 1998.

Hasibuan, Imran Dkk, Loyalitas Tanpa Pamrih: Biografi Marsekal (Purn) Ashadi

Tjahjadi, Jakarta: Q Communication dan Pustaka Sinar Harapan, 2003.

________________, Elang dan Pejuang Tanah Air: Biografi Marsekal (Purn)

Roesmin Nurjadin, Jakarta: Q Communication dan Pustaka Sinar Harapan,

2004.

Herlambang, Sri Mulyono. Pengabdianku: Hanya untukmu Negara dan Bangsaku.

Jakarta: RA Media Specialist, 2000.

Hindley, Donald, The Communist Party of Indonesia 1951-1963, Berkeley and Los

Angeles: University of California Press, 1966.

Holtzappel, Coen. The 30 September Movement: A Political Movement of the Armed

Forces or an Intelegence Operation?, Journal of Contemporary Asia, 9 (2),

1979, hal. 216-239.

Hughes, John. Indonesian Upheaval, A Report of A Coup that Misfired A Titan Who

Fell. New York: Student Edition, 1967.

__________ The End of Sukarno, A Coup that Misfired: A Purge that Ran Wild,

London: Angus & Robertson, 1967.

Jassin, M, Saya Tidak Pernah Minta Ampun Kepada Soeharto, Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1998.

Johnson, David. T, Gestapu: The CIA’S “Track Two” in Indonesia, djohnson@

cdi.org. original version, 1976.

Kahin, Audrey dan George Mc. Turnan Kahin. Subversi Politik Luar Negeri, Jakarta:

Pustaka Grafiti, 2000.

Karni, Rahadi. S (ed). The Devious Dalang: Soekarno and the So-called Untung-

Putsch Eye-Witnes report by Bambang S. Widjanarko, tt: The Hague, 1974.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 136: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

Kartodirdjo, Sartono. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT

Gramedia, 1992.

Katoppo, Aristides, et. al. Menyingkap Kabut Halim 1965, Jakarta: Sinar Harapan,

1999.

Kroef, Justus. M. Van Der. Indonesia Since Soekarno, Singapore: Asia Pasific Press,

1971.

Kuntowijoyo. Metodelogi Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986.

___________ Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001.

Legge, J.D. Sukarno, Biografi Politik, Jakarta: Sinar Harapan, 2001.

Leirissa, R.Z. PRRI/Permesta: Strategi Membangun Indonesia Tanpa Komunis,

Jakarta: Pustaka Grafiti, 1991

Lubis, Mochtar. Nirbaya, Catatan Harian Mochtar Lubis dalam Penjara Orde Baru,

Jakarta: LSPP & Yayasan Obor Indonesia, 2008

Mortimer, Rex. Indonesian Communism Under Soekarno, Ideologi and Politics 1959-

1965, London: Cornell University Press, 1974.

Nasution, Adnan Buyung. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia: Studi

Sosio-Legal atas Konstituante 1956-1959, Jakarta: Pustaka Grafiti, 1995.

Nasution, A.H, Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 4: Masa Pancaroba Ke-dua,

Jakarta: Gunung Agung, 1987.

____________ Memenuhi Panggilan Tugas Jilid 6: Masa Orde Baru, Jakarta:

Gunung Agung, 1987.

Notosusanto, Nugroho dan Ismail Saleh. Tragedi Nasional Percobaan G-30-S/PKI di

Indonesia, Jakarta: Intermasa, 1993.

Poesponegoro, Marwati Djoenoed dan Nugroho Notosusunto, Sejarah Nasional

Indonesia Jilid VI, Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Pusjarah TNI. Sejarah TNI Jilid I (1945-1949) Jilid II (1950-1959) Jilid III (1959-

1965), Jakarta: Markas Besar TNI, 2000.

Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Jakarta: Serambi, 2005

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 137: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

Roeder. O.G. Anak Desa: Biografi Presiden Soeharto, Jakarta: Gunung Agung, 1984.

Roosa, John. Dalih Pembunuhan Masal: Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto,

Jakarta: Hasta Mitra, 2008-07-09

Saelan, H. Maulwi. Dari Revolusi ‘45 sampai Kudeta ‘66: Kesaksian Wakil

Komandan Tjakrabirawa, Jakarta: Yayasan Hak Bangsa, 2001

Sembiring, Garda dan Harsutedjo, Gerakan 30 September 1965: Kesaksian Letkol

(Penerbang) Heru Atmodjo, Jakarta: ISAI, PCE dan Hasta Mitra, 2004.

Scott, Peter Dale. Amerika Serikat dan Penggulingan Soekarno. Tanpa Tahun

Sekretariat Negara R.I. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis

Indonesia, Sekretariat Negara R.I: Jakarta, 1994

Setiyono, Budi dan Bonnie Triyana (ed). Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato

Presiden Soekarno 30-September 1965-Pelengkap Nawaksara jilid I dan II,

Semarang: Messias, 2003

Sutrisno. Marsekal TNI Suryadi Suryadarma, Jakarta: Departemen P&K, 1985

Soeharto. Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya: Otobiografi seperti yang dipaparkan

kepada G. Dwipayana dan Ramadhan KH, Jakarta: Cipta Lamtoro Gung

Persada, 1989

Soekarno, Ir. Di Bawah Bendera Revolusi Jilid I, Jakarta: Panitia Penerbitan DBR,

1963

Sundhaussen, Ulf. Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta: LP3ES, 1988

Surodjo, Benedicta A. dan JMV Soeparno, Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan

Tanganku,: Pledoi Omar Dani. Jakarta: ISAI, 1999.

Tim Pusat Data dan Analisa Tempo. Jenderal Tanpa Pasukan-Politisi Tanpa Partai:

Perjalanan Hidup A.H Nasution, Jakarta: PDAT & ISAI, 1998

Wertheim, W.F. Suharto and the Untung Coup-the Missink Link, Journal of

Contemporary Asia, Vol 1 no.2, Winter 1970

Wieringa, Saskia. E. Penghancuran Gerakan Perempuan di Indonesia. Jakarta: Garba

Budaya dan Kalyanamitra, 1999

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 138: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

B. Laporan, Dokumen dan Sumber Mahmilub

Laporan Komando Tertinggi (KOTI) antara 1964-1966.

Laporan Koopkamtib 1965-1967

G-30-S Dihadapan Mahmillub (PERKARA UNTUNG), Pusat Pendidikan Kehakiman

AD, 1966.

G-30-S Dihadapan Mahmillub (PERKARA NYONO), Pusat Pendidikan Kehakiman

AD, 1966.

G-30-S Dihadapan Mahmillub (PERKARA Dr. SUBANDRIO), Pusat Pendidikan

Kehakiman AD, 1966.

Markas Besar TNI Angkatan Udara, Dokumen Sekilas Peristiwa G-30-S/PKI dan

Penumpasannya (Penerbitan Sementara), 1972.

C. Surat Keputusan dan Naskah Pidato

Naskah Pidato Presiden Dalam acara pelantikan Brigjend polisi Sutjipto Judodihardjo

menjadi Men/Pangak dan Laksamana Udara Haji Sri Mulyono Herlambang

menjadi menteri diperbantukan presiden 1965

Naskah Pidato Presiden saat pelantikan Men/Pangau Sri Mulyono Herlambang di

Istana Negara 1965.

Naskah Pidato Presiden saat pelantikan Men/Pangau yang baru Roosmin Nurjadin di

Istana Negara 1966.

Surat Keputusan Presiden RI tentang Susunan Kabinet Dwikora yang disempurnakan

di Istana Merdeka Jakarta.

Surat Keputusan Presiden RI tentang Susunan kabinet Dwikora yang disempurnakan

lagi di Istana Merdeka Jakarta.

Surat Keputusan, Intruksi Men/Pangau serta Surat Kebijakan lainnya masa Omar

Dhani (1964-1965)

Surat Keputusan, Intruksi Men/Pangau serta Surat Kebijakan lainnya masa Sri

Mulyono Herlambang (1965-1966)

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 139: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

Surat Keputusan, Intruksi Men/Pangau serta Surat Kebijakan lainnya masa Roesmin

Nurjadin (1966)

E. Nota Dinas

Doktrin AURI, Swa Bhuana Phaksa. Markas Besar AURI, tanpa tahun

Penerbitan Chusus 424, Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah, Dinas

Penerangan R.I: 1966.

F. Sumber Lisan

Arsip sumber lisan wawancara Sri Bimo Ariotedjo, Moh.Aris, Kaset V B dan VI A,

1990.

Film Dokumenter Bunga Rampai Pidato Bung Karno 1942-1967 Arsip Nasional R.I.

Wawancara peneliti dengan Ibu Supeni, tokoh PNI di Jakarta pada tanggal 06-03-

2004.

Wawancara peneliti dengan Laksamana Sri Mulyono Herlambang, Men/Pangau pada

1965-1966 pada tanggal 17 –04-2003, 22-06-2003, 27-05-2004

Wawancara peneliti dengan Letkol. Heru Atmodjo, Assisten Direktur Intelejen AURI

1965 dan Wakil Ketua Dewan Revolusi dalam G-30-S, pada tanggal 09-06-

2004 dan 06-08-2007.

G. Majalah dan Surat Kabar

Angkasa: No.4 Tahun ke XV April 1965, No.6 Tahun XV Djuni 1965, No.11 Tahun

XV November 1965

Berita Yudha: 5 Maret 1966, 11 Maret 1966, 24 Maret 1966

Kompas 6 Juli 1965, 12 Oktober 1965, 18 Oktober 1965, 23 Oktober 1965, 26

Oktober 1965, 2 Nopember 1965, 15 November 1965, 22 November 1965

Pikiran Rakjat, 7 Oktober 1965

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 140: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

RIWAYAT HIDUP

Humaidi. Lahir di Jakarta pada 1402 H. Masa studinya dilalui di SDN 05 Duri

Kosambi (1987-1993), SLTPN 176 Jakarta-Barat (1993-1996), SMUN 84 Jakarta

(1996-1999) dan Jurusan Sejarah FIS Universitas Negeri Jakarta (1999-2005). Selain

menempuh pendidikan formal, ia mengaji di Pondok Pesantren Al-Itqan Jakarta-

Barat.

Semasa SMU, pernah menjadi pengurus Rohani Islam (Rohis) SMUN 84

Jakarta, pengurus Papkor (Putra-Putri Korpri) Jakarta-Barat, pengurus Ikatan Remaja

Masjid Ad-Da’wah Cengkareng Jak-Bar serta ikut berpartisipasi dalam pemantauan

PEMILU 1999 bersama Komite Independent Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta-Barat.

Saat menempuh pendidikan di UNJ, aktif dalam lembaga internal organisasi Badan

Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEMJ) Sejarah FIS-UNJ sebagai Ketua Lembaga

Kontrol (2000-2001), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) FIS-UNJ

sebagai staf Departemen hubungan kemasyarakatan (2001-2002), Keluarga

Mahasiswa (KM) UNJ sebagai staf advokasi, Lembaga Pers Mahasiswa UNJ

Didaktika sebagai reporter dan biro advokasi (2000-2003). Dalam organisasi ekstra,

aktif di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai Ketua Komisariat

UNJ (2002-2003), Ketua I Cabang PMII Jakarta-Timur (2003-2005), staf kajian

Koordinator Cabang PMII DKI Jakarta (2006-2008) dan staf Lembaga Kajian dan

Pengembangan Pemikiran Pengurus Besar PMII (2008-2010).

Prestasi yang pernah dicapai antara lain: Lolos 10 besar Lomba Karya Tulis

Mahasiswa 2000-2001 dengan judul “Raport Afektif dalam proses evaluasi

pembelajaran (team)”, penerima Scholarship dan Outstanding Student Exxon Mobil

Oil Indonesia 2002-2003 dan wisudawan terbaik Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Jakarta dengan judicium Cum Laude. Selama masa studi di Program

Pascasarjana Departemen Sejarah FIB Universitas Indonesia, mendapatkan bantuan

dari Sasakawa-Tokyo Foundation.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008

Page 141: POLITIK MILITER ANGKATAN UDARA REPUBLIK INDONESIA …lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20251255-RB00H433p-Politik... · bab ii auri dan politik militer menjelang reorganisasi (1959-1962)

Saat ini aktivitasnya adalah sebagai staf pengajar mata pelajaran sejarah di

SMA Negeri 47 Jakarta dan asistensi dosen di Jurusan Sejarah Universitas Negeri

Jakarta.

Politik militer..., Humaidi, FIB UI, 2008