Politik Hukum Kesehatan
-
Upload
dedesunardi -
Category
Documents
-
view
121 -
download
15
description
Transcript of Politik Hukum Kesehatan
A. PENDAHULUAN Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau
tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau
masyarakat. Untuk itu kita sudah mengetahui bahwa seluruh dunia hanya ada dua
sistem hukum yang besar di samping sistim hukum yang lain akan tetapi yang lebih
menonjol yaitu Sistem Hukum Kodifikasi (Eropa Kontinental) dan Sistem Hukum
Kebiasaan (common law system). Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak
lepas dari perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan
sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia, maka
hukum kesehatan (public health law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam
pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur
antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga
kesehatan lain dengan pasien. Batasan ruang lingkup rumusan pengertian hukum
kesehatan ini perlu ditetapkan oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian dalam
bidangnya itu karena akan berkaitan dengan sistem kesehatan suatu masyarakat dalam
negara. Baik negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang menganut
sistem hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien.
Hukum yang melindungi pasien inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya
dalam sistem hukum kesehatan internasional yang berlaku antar bangsa-bangsa yang
bertumpu pada asas yang berbunyi: ”the enjoyment of the highest annainable standard
of health is amount of the fundamented rights of every human being (dasar kehidupan
yang sangat besar dapat dicapai adalah kesehatan dan merupakan salah satu dasar
keberadaan dari setiap orang)”. Bertolak dari dasar tersebut maka perkembangan
bidang hukum ini di tiap negara tidak sama, bergantung dari titik berat orientasinya
yang berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi
hukum dalam artinya baik sebagai sesuatu yang adil (keadilan). Struktur dan aturan-
aturan maupun sebagai hak suatu perhubungan konkrit, pada asasnya bila dikaitkan
dengan hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahirnya. Hukum
Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang sifatnya asasi, yang merupakan
hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the right to health care), yang
ditopang oleh hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan
hak atas informasi (the right to information) yang merupakan hak dasar individual. Hak
dasar manusia inilah yang lazim dikenal sebagai hak asasi manusia bertolak dari idea
yang berfokus pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan pokok dari hidup
manusia. Hukum kesehatan yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu
diantaranya Hukum Kesehatan Publik (public health law) dan Hukum Kedokteran
(medical law), untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan
kesehatan masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan
untuk hukum kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan
pada individual atau seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan
kesehatan. Hal ini telah dijelaskan pada bagian awal dimana mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sehat maka adanya pengaturan tentang pelayanan kesehatan dan demi
menjamin hak dari setiap orang yaitu hak untuk hidup yang merupakan salah satu hak
asasi yang dipegang oleh manusia. Pergesaran dimensi bekerjanya hak asas manusia
tersebut dalam masyarakat banyak ataupun sedikit memberi warna terhadap
perkembangan hukum kedokteran yang semula bertumpu pada hak asasi individual, ini
memacu pada perkembangan kearah titik berat pada kewajiban asasinya yang
merupakan perwujudan dari dimensi sosialnya. Dalam kaitannya dengan hukum
kedokteran. Hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi sosial dasar
dapat ditemukan dalam article 25 United Nations Universal Declaration of Human
Rights 1948, lebih khusus pada ayat 1 yang berbunyi: ”Every has the right to a standard
of living adequate for the health and well being of himself and of his family, including
food, clothing, housing, medical care and necessary social services and the right to
security in the event of unemployment. Sickness, disability widowhood, old age or other
lack of livelihood in circumstances beyond his control”. Hak atas perawatan dan atau
pelayanan kesehatan (right to health care) yang merupakan hak setiap orang itu dalam
kaitannya dengan hukum kedokteran merupakan hak pasien. Hak pasien atas
perawatan pelayanan kesehatan itu bertolak dari hubungan asasi antara dokter dan
pasien yang oleh dunia internasional sudah sejak lama dirisaukan. Kerisauan ini pula
yang telah membuka dimensi baru bagi dirintisnya dan dikembangkannya cabang Ilmu
Hukum Baru yaitu hukum kesehatan. Dengan lahirnya ilmu hukum kesehatan ini maka
dengan demikian bangsa Indonesia mau tidak mau harus membuat suatu aturan
tentang hukum tersebut diantaranya disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Hukum Kesehatan. Perkembangan Hukum kesehatan ini membawa
dampak baru pada perkembangan hukum di Indonesia. Hukum kesehatan di indonesia
akan lebih lentur (fleksibel) dan dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bidang kedokteran melalui konsensus para ahli yang mengikatnyan sebagai
Norma Etika Profesi dan merupakan kebiasaan sebagai sumber hukum. Belum lagi
kebebasan hakim untuk menafsirkan berdasarkan ketentuan pasal 27 Undang-Undang
No. 5 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,
membuka dimensi baru bagi perkembangannya. Penafsiran futurologis yang dipicu oleh
perkembangan ilmu pengetahuan hukum melalui doktrin sebagai salah satu sumber
hukum. Oleh karena itu tidak hanya dokter yang wajib mengembangkan ilmunya, tetapi
juga para ahli hukum wajib mengembangkan ilmunya jika tidak mau dikatakan hukum
ketinggalan jauh. Melalui pengkajian dan pendekatan hukum kedokteran, kesenjangan
yang selama ini terjadi di 2 (dua) bidang ilmu yang tertua itu dapat diatasi. Dalam
kaitannya dengan hubungan pelayanan kesehatan dalam masyarakat modern, dikatakan
pada dasarnya hubungan itu bertumpu pada 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat
individual, yaitu hak atas informasi (the rigth to information) dan hak untuk
menentukan nasib sendiri (the rigth of self determonation). Kalau dulu obyek keputusan
dokter adalah manusia dalam wujud badaniah (fisikalistis), dengan adanya
perkembangan dibidang sosial dan budaya yang menyertai perkembangan masyarakat
telah membawa perubahan terhadap status manusia sebagai obyek ilmu kedokteran
menjadi subyek yang berkedudukan sederajat, inilah yang Hipocrates tuangkan dalam
suatu hubungan yang disebutnya sebagai “transaksi teraupetik” merupakan hasil dari
perkembangan falsafah ilmu sejak August Comte sampai Van Peunen yang juga
membawa pengaruh terhadap posisi dokter dalam masyarakat. Hukum kesehatan ini
berkembang dan merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan baru terlebih dalam
bidang ilmu hukum sebagaimana telah diketahui dari uraian diatas hingga kini
Indonesia menganut sistem hukum kodifikasi tampak dari dasar hukum yang dapat kita
temukan dalam aturan peralihan UU 1945 Pasal II, yang menyatakan bahwa segala
badan negara dan peraturan pemerintah maupun dalam undang-undang dan hal ini juga
sama persis yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
99a/Menkes/SK/III/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional sebagai suatu
tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum
sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan sistem yang dinamis dan selalu mengalami perubahan terhadap kesehatan
masyarakat dan berdasarkan pada landasan Idiil Pancasila serta landasan
Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 atas dasar yang asasi tersebut itulah
Hukum Kesehatan Indonesia, oleh sebab itu kita tidak perlu bimbang dan ragu terhadap
pengaruh perkembangan hukum kesehatan di luar negeri. Oleh karena itu hukum
kedokteran saat ini yang mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien, sangat erat
hubungannya dengan masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan
antara dokter dan pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh
dokter, yang berakibat hukum entah itu hukum perdata maupun pidana sangat erat
kaitannya, dan akhir-akhir ini tampak adanya usaha-usaha untuk
menetapkan/menegaskan kembali fungsi hukum, namun situasi kemasyarakatan secara
menyeluruh perlu perhatian di dalam menilai efektifitas usaha-usaha untuk memulihkan
fungsi hukum kesehatan. Permasalahan yang kita hadapi berikutnya ialah, di dalam
peraturan (tertulis) mana kita dapat mengkaji dan mengidentifikasi hubungan hukum
yang mengatur hubungan dokter dan pasien dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.
Jelasnya hukum perdata yang terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan hukum
pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap
berlaku. Tinggal tugas kita mengidentifikasi dan menginventarisasi peraturan-peraturan
hukum yang tertulis apa saja yang selama ini sudah diterbitkan di luar BW dan KUHP.
Ini pula alasan yang mendasari argumentasi tentang hukum positif. Sejak awal tahun
460 SM oleh Hippocrates sudah berusaha untuk merasionalkan kegiatan ilmu
kedokteran dengan menekankan arti pentingnya “pengobatan dan kemanusiaan”
sebagaimana terdapat dalam kandungan dalil-dalil kedokteran dan sumpah dokter,
sekalipun usaha tersebut tersendat-sendat selama ratusan tahun dan sisa-sisanya masih
ada sampai sekarang. Perkembangan ilmu pengobatan mengalami perubahan dari
sifatnya yang mistis ke arah moralitas dan paternalistis di sekitar abad ke 15.
Selanjutnya pada abad ke 18-19 tumbuh perubahan kegiatan ilmu kedokteran yang
mendapat pengaruh pertumbuhan ilmu ekonomi dari faktor permintaan-penawaran
dengan pola hidup kosumerisme dan sekaligus menumbuhkan pola hidup komersialisme
membawa dampak pada sistem pelayanan kesehatan di masyarakat. Pada abad ke 20
perluasan ilmu kedokteran menjadi kesehatan sehingga hukum kedokteran menjadi
hukum kesehatan yang di tandai dengan perubahan sosial tentang hak asasi manusia,
dan sejak itu tumbuh hubungan kontraktual. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat
merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga sangat diperlukan suatu kehati-
hatian dan keprofesionalisme dari seorang tenaga kesehatan, untuk menunjang
program pemerintah dalam mewujudkan indonesia sehat 2010 maka sangat diperlukan
tenaga kesehatan yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam bidang
pelayanan kesehatan.
B. PERMASALAHAN
Dengan merujuk pernyataan diatas maka penulis mencoba mengkaji permasalahan
“Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan Masyarakat Modern”
sebagai sebuah pemikiran bagaimana pelayanan kesehatan yang sesungguhnya dalam
penerapan di masyarakat dengan adanya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan.
C. HUKUM KESEHATAN DAN PELAYANAN KESEHATAN SERTA
PERKEMBANGANNYA
pada sisi yang lain tampak banyak kesulitan bahkan terasa terdapat lingkaran
permasalahan yang simpang siur pengamatannya. Sejarah hukum sendiri oleh banyak
para ahli mengasumsikan bahwa hukum sebagai satu kesatuan dengan masyarakat
sehingga ada beberapa pakar hukum mengatakan hukum itu identik dengan kehidupan
sosial masyarakat, Bertolak dari penjelasan tersebut maka Parsons dalam teorinya
tentang sistem sosial bahwa sistem interaksi manusia itu sebetulnya “menyimpan
potensi yang mengarah ke timbulnya konflik dan keberantakan sosial sehingga
menimbulkan sengketa atau tuntutan satu sama lain sebagaiman didalilkan oleh
Thomas Hobbes”. Sedangkan Hans Kelsen dalam “pure theory of law” mengatakan
bahwa hukum itu harus dipisahkan dari segala macam bentuk ide-ide lain yang dapat
menganggu eksistensi perkembangan hukum itu sendiri, sehingga ilmu hukum
merupakan ilmu yang lebih murni dan bekerja pada bidangnya sendiri. Dengan
demikian hukum yang telah berkolaborasi dengan ilmu-ilmu lain melahirkan suatu studi
ilmu yang baru dan tidak lepas dari kebebasan ilmu hukum dan ilmu-ilmu lain yang
nantinya merupakan bagian gabungan dari ilmu hukum dan ilmu kedokteran. Melihat
hal tersebut maka hukum kesehatan dalam perkembangannya tidak lepas dari
perkembangan hukum dibidang kedokteran, kedudukan pengembangan ilmunya dan
proyeksinya. Seringkali terdapat keraguan pemakaian istilah mana yang dapat dipakai
untuk memilih istilah hukum kedokteran ataukah hukum kesehatan ataukah hukum
kedokteran kesehatan. Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting
dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari
kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di
bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan
kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu
pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada
penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam
kalangan kesehatan sebagai paradigma hidup sehat. Sebagai konsekuensi logis dari
diterimanya paradigma hidup sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi
pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas
individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus
memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan
terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Secara
ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka
harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi
penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan
atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya
desentralisasi bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu
memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan
yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang
menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima
pelayanan kesehatan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud
dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan
peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa
mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan
sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan
hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada
hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum
melalui tradisi keilmuan hukum. Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji
dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik
hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum,
pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta,
historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini
dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan. Bagi ilmu
hukum pidana sudah dikenal dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu
kedokteran forensik yaitu ilmu yang menghasilkan bahan penyelidikan melalui
pengetahuan kedokteran untuk membantu penyelesaian dan pembuktian perkara
pidana yang menyangkut korban manusia. Oleh karena itu dalam hal memahami
peraturan-peraturan hukum tentang kegiatan pelayanan kesehatan menurut ilmu
kedokteran, akan dirasakan lebih serasi dengan menyebut istilah hukum kesehatan.
Penggunaan istilah kesehatan ini menyangkut dengan masyarakat pada umumnya
dimana dalam melaksanakan suatu tugas kedokteran maka lebih menekankan pada
konsep kesehetannya sehingga orang awam lebih mengenal kesehatan pada umumnya
dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan. Penggunaan kata kesehatan sendiri muncul
dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 9 Tahun 1960, karena selama ini telah
dikembangkan pemikiran baru di bidang kesehatan mengenai keluarga/sosial dalam
kaitannya dengan kependudukan yang ruang lingkup tatanan peraturan hukumnya.
Kedudukan hukum kesehatan menjadi bagian dari pertumbuhan ilmu hukum dan
sebagai cabang dari hukum yang dikemudian hari diharapkan dapat berkembang lebih
jauh secara tersendiri dalam hukum kesehatan yang di dalamnya termasuk
perkembangan dalam ilmu teknologi kedokteran. Kemajuan dibidang hukum kesehatan
yang demikian ini dapat lebih mengikuti perkembangan masyarakat yang lebih modern
untuk menunjang kemajuan teknologi di era globalisasi. Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Pada tahun 460 SM sampai dengan abad ke-9 sudah ada usaha
merasionalisasikan ilmu kedokteran sebagaimana dilakukan oleh kalangan dokter yang
antara lain dipelopori oleh Hippocrates. Meskipun demikian arus pandangan yang
moralitas dan paternalistik itu sampai sekarang masih dapat dijumpai baik dari pihak
sipederita maupun sipengobat dalam pengobatan penyakit tertentu. Pekerjaan
pengobatan sepenuhnya berada ditangan sipengobat yang cenderung berdasarkan
pengetahuan kedokteran itu berlaku kekuatan otoriter, karena orang lain termasuk
pasienpun tidak perlu tahu hasil pemeriksaan dan obat yang diberikan oleh dokter.
Bahkan jika terjadi kesulitan untuk pengobatan terhadap suatu penyakit dapat dianggap
sebagai manifestasi bentuk kutukan atau dosa bagi sipenderita untuk disembuhkan
dengan cara ritual. Pandangan kedokteran yang demikian itu telah berabad-abad
menguasai dunia pengobatan. Dokter pada masa dahulu seolah-olah tidak dapat
diganggu gugat terhadap hasil atau tidak berhasilnya pengobatannya. Perkembangan
pada akhir abad pertengahan (kurang lebih tahun 1500) dan pengaruh renaissance dan
reformasi yang dipelopori para reformis diantaranya Marthin Luther berusaha
membuka jalan kembali secara rasional terhadap kehidupan duniawi berdasarkan
kebebasan berpikir dalam dunia kedokteran dan pengobatannya. Berpikir tentang
kesehatan tidak sekedar urusan pengobatan saja karena pengertian kesehatan adalah
keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup dan produktif secara sosial ekonomis. Kegiatan kesehatan dalam era
pembangunan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan baik fisik, mental
maupun sosial ekonomi. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan harus memahami arti pembangunan dan kesehatan sehingga perlu
orientasi perubahan berpikir tentang kesehatan masa kini bukan sekedar pengobatan
karikatif dan paternalistik. Tenaga kesehatan harus memahami hal ini. Pelayanan
kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan. Menurut Alexandria I. Dewi ”bahwa yang dimaksud
dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan,
mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan
terhadap perseorangan, kelompok atau masyarakat”. Mewujudkan derajat kesehatan
yang optimal bagi masyarakat diperlukan wewenang kesehatan yang berhubungan
dengan 4 pendekatan kesehatan dan 15 penyelenggaraan kesehatan. Pendekatan
kesehatan masa sekarang berorientasi pada hasil kongres kesehatan dunia, yang
meliputi penyelenggaraan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Kegiatan pelayanan kesehatan atau pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju
ternyata menumbuhkan kebutuhan hukum dalam berbagai urusan kesehatan. Pelayanan
kesehatan pada dasarnya merupakan hubungan antara pasien atau keluarganya dan
dokter/tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Masyarakat menganggap pelayanan
kesehatan pada khususnya pengobatan merupakan suatu “therapeutic miracle
(mujizat), namun harus diingat bahwa tindakan medis itu mengandung suatu
”therapeutic risk”. Ajaran tentang resiko ini dimungkinkan menjadi resiko pasien, atau
resiko dokter/rumah sakit atau kedua belah pihak menanggung resiko. Dengan adanya
Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran serta Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di ganti dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah merupakan bagian dari upaya
pemerintah dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi
masyarakat akan tetapi hal demikian belumlah kesemuanya diatur secara terinci dalam
undang-undang tersebut dampak dari pelayanan kesehatan disamping itu kedua
undang-undang tersebut masih membahas seputar tentang persyaratan-persyaratan
secara administrasi saja. Pelayanan kesehatan adalah sangat penting bagi setiap orang
memasuki era globalisasi saat ini begitu banyak penyakit yang menyebar sehingga
dalam upaya pencegahan sangat diperlukan kesiapan dari pemerintah dan masyarakat
untuk menanggulagi hal tersebut. Untuk itu sangat diharapkan peran pemerintah dalam
hal ini pengupayaan hukum yang lebih baik dan lebih mengatur tentang pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Sehubungan dengan penengakan hukum yang bersifat
khusus tersebut diperlukan pengembangan peradilan profesi medis sesuai dengan
semakin berkembangnya upaya pelayanan kesehatan dalam rangka sistem kesehatan
nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perangkat hukum dan
palayanan hukum jika harus sedemikian rupa sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
teknologi hukum, agar tidak menghambat sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan.
Untuk itu perlu diperluas jaminan atau perlindungan bagi profesi kesehatan beserta
sarana kesehatannya agar tidak muncul defensive medicen yang dapat merugikan
masyarakat dari akibat kelemahan hukum yang kurang memadai terhadap kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
D. PEMBAHASAN
Hukum Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan Masayarakat Modern Hukum adalah
merupakan salah satu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan
kemasyarakatan maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan
oleh sejarah sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan tersebut.
Sebagaimana diperlihatkan pada zaman sekarang ini, kepastian hubungan sebab akibat
antara setiap aspek tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu sama lain
karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan.
Perkembangan hukum dan kesehatan dapat dilihat dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya hukum harus bisa membiasakan dengan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut, dari abad ke abad kehidupan
manusia sering mengalami perubahan yang sangat cepat demikian halnya dengan
kesehatan memasuki zaman modern sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan begitu cepat berdampak pada perubahan kondisi sosial masyarakat
serta peran serta hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat. Semakin
meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan antara lain disebabkan
semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan,
meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh
pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat dibidang ilmu teknologi
kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara lebih luas dan
mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang telah
membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerjasama dengan
pertanggungjawaban di antara meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan
kesehatan. Dengan demikian, adanya gejala seperti itulah yang mendorong orang untuk
berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan kesehatan. Lagi pula, perbuatan
yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga
merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum,
walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh para pelaksana pelayanan
kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan. Pelayanan kesehatan itu
sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan
kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya
lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya,
tindakan pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya hubungan
hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan
medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam
pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik. Timbulnya hubungan hukum
dalam pelayanan medik dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip
pemberian bantuan dalam pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan
dapat dipahami sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si
pasien. Dalam hal ini antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan
didalamnya ada dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga
terciptanya hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian.
Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1) mengatakan bahwa Pelayanan Kesehatan terdiri atas
: Pelayanan kesehatan perseorangan ; dan Pelayanan kesehatan masyarakat. Sangat
jelas dalam undang-undang mengatur hal tersebut merujuk dari pasal tersebut dalam
pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 53 ayat (2) lebih tegas juga mengatakan bahwa
“pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat”, hal ini sangat
jelas bahwa dalam keadaan bagaimanapun tenaga kesehatan harus mendahulukan
pertolongan dan keselamatan jiwa pasien. Pelayanan kesehatan menurut Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 Seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam memberikan
pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun masyarakat sangat dijamin dalam
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat
jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah
mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai
Indonesia yang sehat pada tahun 2010 ini. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
pemerintah baik itu berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat,
serta pelayanan kesehatan itu sendiri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan
oleh pemerintah dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan
kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan Kesehatan Perseorangan
Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ini dilaksanakan
oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang di bantu oleh pemerintah baik daerah
maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan ini harus tetap mendapat
izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, seperti yang termaktub di dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan (3). Yaitu : 1.
Pasal 30 ayat (1) : Fasilitas Pelayanan Kesehatan, menurut jenis pelanyanannya terdiri :
a. Pelayanan Kesehatan Perseorangan; dan b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2.
Pasal 30 ayat (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagamana dimaksud pada ayat (1)
meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat
kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak
pemerintah, pemerintah daerah dan swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib,
membeikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitain dan pengembangan dibidang
kesehatan, dalam hal demikain fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan
pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan
terlebih dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta
maupun pemerintah wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien
tersebut, hal ini dalam undang-undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam
pelayanan kesehatan menyia-yiakan pasien dalam keadaan darurat untuk menolak
pasien atau meminta uang muka sebagai jaminan. Pelayanan kesehatan adalah kegiatan
dengan melakukan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam
pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan
untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.
Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.
Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien
dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan
secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan nondiskriminatif, dalam hal
ini pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin
standar mutu pelayanan kesehatan. Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-
ketentuan yang berlaku menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan maka hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat
terlindungi.
E. KESIMPULAN
Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah mencoba
untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, hal ini untuk
menjamin masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat
sehingga permasalahan kesehatan dapat teratasi demi kepuasan masyarakat.
Kepentingan-kepentingan masyarakat akan dapat menginginkan adanya perubahan
dalam bidang pelayanan kesehatan, meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat
ini membuat masyarakat merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun
2009 tentang Kesehatan ini akan membawa perubahan dalam bidang pelayanan
kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat, Serta memberikan perlindungan
yang maksimal bagi masyarakat.
F. KEPUSTAKAAN Dewi, Alexandria I., SH., M.Hum, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan,
Pustaka Publiseher, Yogyakarta. Kelsen, Hans, 2009, Pengatar Teori Hukum, Nusa
Media, Jakarta. Koeswadji, Hermien H., 1998, Hukum Kedokteran (Studi Tentang
Hubungan Hukum dalam mana Dokter sebagai salah satu pihak), Citra Aditya Bakti,
Bandung. Poernomo, Bambang, Prof., SH, 2008, Hukum Kesehatan “Pertumbuhan
Hukum Eksepsional di Bidang Pelayanan Kesehatan, Aditya Media, Yogyakarta, Article
25 United Nations Universal Declaration of Human Rights.