Politik Hukum Kesehatan

10
A. PENDAHULUAN Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau masyarakat. Untuk itu kita sudah mengetahui bahwa seluruh dunia hanya ada dua sistem hukum yang besar di samping sistim hukum yang lain akan tetapi yang lebih menonjol yaitu Sistem Hukum Kodifikasi (Eropa Kontinental) dan Sistem Hukum Kebiasaan (common law system). Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak lepas dari perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia, maka hukum kesehatan (public health law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga kesehatan lain dengan pasien. Batasan ruang lingkup rumusan pengertian hukum kesehatan ini perlu ditetapkan oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya itu karena akan berkaitan dengan sistem kesehatan suatu masyarakat dalam negara. Baik negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang menganut sistem hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien. Hukum yang melindungi pasien inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya dalam sistem hukum kesehatan internasional yang berlaku antar bangsa-bangsa yang bertumpu pada asas yang berbunyi: ”the enjoyment of the highest annainable standard of health is amount of the fundamented rights of every human being (dasar kehidupan yang sangat besar dapat dicapai adalah kesehatan dan merupakan salah satu dasar keberadaan dari setiap orang)”. Bertolak dari dasar tersebut maka perkembangan bidang hukum ini di tiap negara tidak sama, bergantung dari titik berat orientasinya yang berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi hukum dalam artinya baik sebagai sesuatu yang adil (keadilan). Struktur dan aturan-aturan maupun sebagai hak suatu perhubungan konkrit, pada asasnya bila dikaitkan dengan hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahirnya. Hukum Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang sifatnya asasi, yang merupakan hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the right to health care), yang ditopang oleh hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan hak atas informasi (the right to information) yang merupakan hak dasar individual. Hak dasar manusia inilah yang lazim dikenal sebagai hak asasi manusia bertolak dari idea yang berfokus pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan pokok dari hidup manusia. Hukum kesehatan yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu diantaranya Hukum Kesehatan Publik (public health law) dan Hukum Kedokteran (medical law), untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan kesehatan masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan untuk hukum kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan pada individual atau seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan kesehatan. Hal ini telah dijelaskan pada bagian awal dimana mewujudkan masyarakat Indonesia yang sehat maka adanya pengaturan tentang pelayanan kesehatan dan demi menjamin hak dari setiap orang yaitu hak untuk hidup yang merupakan salah satu hak asasi yang

description

Politik Hukum Kesehatan

Transcript of Politik Hukum Kesehatan

Page 1: Politik Hukum Kesehatan

A. PENDAHULUAN Perkembangan hukum kesehatan dan bidang hukum apapun atau

tidak dapat dilepaskan dari sistem hukum yang dianut oleh suatu negara atau

masyarakat. Untuk itu kita sudah mengetahui bahwa seluruh dunia hanya ada dua

sistem hukum yang besar di samping sistim hukum yang lain akan tetapi yang lebih

menonjol yaitu Sistem Hukum Kodifikasi (Eropa Kontinental) dan Sistem Hukum

Kebiasaan (common law system). Dalam hubungan perkembangan hukum tersebut tidak

lepas dari perkembangan ilmu-ilmu lain seperti kesehatan (kedokteran) maka dengan

sendirinya hukum kesehatan berkembang seiring dengan perkembangan manusia, maka

hukum kesehatan (public health law) lebih banyak mengatur hubungan hukum dalam

pelayanan kesehatan atau hukum kesehatan dapat dibatasi pada hukum yang mengatur

antara pelayanan kesehatan dokter, rumah sakit, puskemas dan tenaga-tenaga

kesehatan lain dengan pasien. Batasan ruang lingkup rumusan pengertian hukum

kesehatan ini perlu ditetapkan oleh sekelompok orang yang mempunyai keahlian dalam

bidangnya itu karena akan berkaitan dengan sistem kesehatan suatu masyarakat dalam

negara. Baik negara yang menganut hukum kodifikasi maupun negara yang menganut

sistem hukum kebiasaan, hukum kesehatan mempunyai obyek yang sama, yaitu pasien.

Hukum yang melindungi pasien inilah yang merupakan obyek atau inti satu-satunya

dalam sistem hukum kesehatan internasional yang berlaku antar bangsa-bangsa yang

bertumpu pada asas yang berbunyi: ”the enjoyment of the highest annainable standard

of health is amount of the fundamented rights of every human being (dasar kehidupan

yang sangat besar dapat dicapai adalah kesehatan dan merupakan salah satu dasar

keberadaan dari setiap orang)”. Bertolak dari dasar tersebut maka perkembangan

bidang hukum ini di tiap negara tidak sama, bergantung dari titik berat orientasinya

yang berkembang sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Dilihat dari segi

hukum dalam artinya baik sebagai sesuatu yang adil (keadilan). Struktur dan aturan-

aturan maupun sebagai hak suatu perhubungan konkrit, pada asasnya bila dikaitkan

dengan hak-hak dasar yang melekat pada diri manusia sejak lahirnya. Hukum

Kedokteran bertumpu pada 2 (dua) hak manusia yang sifatnya asasi, yang merupakan

hak dasar sosial, yaitu hak atas perawatan kesehatan (the right to health care), yang

ditopang oleh hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination), dan

hak atas informasi (the right to information) yang merupakan hak dasar individual. Hak

dasar manusia inilah yang lazim dikenal sebagai hak asasi manusia bertolak dari idea

yang berfokus pada manusia sebagai individu dalam mencapai tujuan pokok dari hidup

manusia. Hukum kesehatan yang pada saat ini sebenarnya terbagi atas dua bagian yaitu

diantaranya Hukum Kesehatan Publik (public health law) dan Hukum Kedokteran

(medical law), untuk hukum kesehatan publik lebih menitikberatkan pada pelayanan

kesehatan masyarakat atau mencakup pelayananan kesehatan rumah sakit, sedangkan

untuk hukum kedokteran lebih memilih atau mengatur tentang pelayanan kesehatan

pada individual atau seorang saja akan tetapi semua menyangkut tentang pelayanan

kesehatan. Hal ini telah dijelaskan pada bagian awal dimana mewujudkan masyarakat

Indonesia yang sehat maka adanya pengaturan tentang pelayanan kesehatan dan demi

menjamin hak dari setiap orang yaitu hak untuk hidup yang merupakan salah satu hak

asasi yang dipegang oleh manusia. Pergesaran dimensi bekerjanya hak asas manusia

tersebut dalam masyarakat banyak ataupun sedikit memberi warna terhadap

perkembangan hukum kedokteran yang semula bertumpu pada hak asasi individual, ini

memacu pada perkembangan kearah titik berat pada kewajiban asasinya yang

merupakan perwujudan dari dimensi sosialnya. Dalam kaitannya dengan hukum

Page 2: Politik Hukum Kesehatan

kedokteran. Hak atas pelayanan kesehatan yang merupakan hak asasi sosial dasar

dapat ditemukan dalam article 25 United Nations Universal Declaration of Human

Rights 1948, lebih khusus pada ayat 1 yang berbunyi: ”Every has the right to a standard

of living adequate for the health and well being of himself and of his family, including

food, clothing, housing, medical care and necessary social services and the right to

security in the event of unemployment. Sickness, disability widowhood, old age or other

lack of livelihood in circumstances beyond his control”. Hak atas perawatan dan atau

pelayanan kesehatan (right to health care) yang merupakan hak setiap orang itu dalam

kaitannya dengan hukum kedokteran merupakan hak pasien. Hak pasien atas

perawatan pelayanan kesehatan itu bertolak dari hubungan asasi antara dokter dan

pasien yang oleh dunia internasional sudah sejak lama dirisaukan. Kerisauan ini pula

yang telah membuka dimensi baru bagi dirintisnya dan dikembangkannya cabang Ilmu

Hukum Baru yaitu hukum kesehatan. Dengan lahirnya ilmu hukum kesehatan ini maka

dengan demikian bangsa Indonesia mau tidak mau harus membuat suatu aturan

tentang hukum tersebut diantaranya disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

1992 tentang Hukum Kesehatan. Perkembangan Hukum kesehatan ini membawa

dampak baru pada perkembangan hukum di Indonesia. Hukum kesehatan di indonesia

akan lebih lentur (fleksibel) dan dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi bidang kedokteran melalui konsensus para ahli yang mengikatnyan sebagai

Norma Etika Profesi dan merupakan kebiasaan sebagai sumber hukum. Belum lagi

kebebasan hakim untuk menafsirkan berdasarkan ketentuan pasal 27 Undang-Undang

No. 5 Tahun 1997 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman,

membuka dimensi baru bagi perkembangannya. Penafsiran futurologis yang dipicu oleh

perkembangan ilmu pengetahuan hukum melalui doktrin sebagai salah satu sumber

hukum. Oleh karena itu tidak hanya dokter yang wajib mengembangkan ilmunya, tetapi

juga para ahli hukum wajib mengembangkan ilmunya jika tidak mau dikatakan hukum

ketinggalan jauh. Melalui pengkajian dan pendekatan hukum kedokteran, kesenjangan

yang selama ini terjadi di 2 (dua) bidang ilmu yang tertua itu dapat diatasi. Dalam

kaitannya dengan hubungan pelayanan kesehatan dalam masyarakat modern, dikatakan

pada dasarnya hubungan itu bertumpu pada 2 (dua) macam hak dasar yang bersifat

individual, yaitu hak atas informasi (the rigth to information) dan hak untuk

menentukan nasib sendiri (the rigth of self determonation). Kalau dulu obyek keputusan

dokter adalah manusia dalam wujud badaniah (fisikalistis), dengan adanya

perkembangan dibidang sosial dan budaya yang menyertai perkembangan masyarakat

telah membawa perubahan terhadap status manusia sebagai obyek ilmu kedokteran

menjadi subyek yang berkedudukan sederajat, inilah yang Hipocrates tuangkan dalam

suatu hubungan yang disebutnya sebagai “transaksi teraupetik” merupakan hasil dari

perkembangan falsafah ilmu sejak August Comte sampai Van Peunen yang juga

membawa pengaruh terhadap posisi dokter dalam masyarakat. Hukum kesehatan ini

berkembang dan merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan baru terlebih dalam

bidang ilmu hukum sebagaimana telah diketahui dari uraian diatas hingga kini

Indonesia menganut sistem hukum kodifikasi tampak dari dasar hukum yang dapat kita

temukan dalam aturan peralihan UU 1945 Pasal II, yang menyatakan bahwa segala

badan negara dan peraturan pemerintah maupun dalam undang-undang dan hal ini juga

sama persis yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

99a/Menkes/SK/III/1982 tentang berlakunya Sistem Kesehatan Nasional sebagai suatu

tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan

Page 3: Politik Hukum Kesehatan

mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan kesejahteraan umum

sebagaimana yang dimaksud dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

merupakan sistem yang dinamis dan selalu mengalami perubahan terhadap kesehatan

masyarakat dan berdasarkan pada landasan Idiil Pancasila serta landasan

Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 atas dasar yang asasi tersebut itulah

Hukum Kesehatan Indonesia, oleh sebab itu kita tidak perlu bimbang dan ragu terhadap

pengaruh perkembangan hukum kesehatan di luar negeri. Oleh karena itu hukum

kedokteran saat ini yang mengatur pelayanan kesehatan terhadap pasien, sangat erat

hubungannya dengan masalah-masalah yang akan timbul diantara hubungan perikatan

antara dokter dan pasien, dan atau kelalaian serta kesalahan yang dilakukan oleh

dokter, yang berakibat hukum entah itu hukum perdata maupun pidana sangat erat

kaitannya, dan akhir-akhir ini tampak adanya usaha-usaha untuk

menetapkan/menegaskan kembali fungsi hukum, namun situasi kemasyarakatan secara

menyeluruh perlu perhatian di dalam menilai efektifitas usaha-usaha untuk memulihkan

fungsi hukum kesehatan. Permasalahan yang kita hadapi berikutnya ialah, di dalam

peraturan (tertulis) mana kita dapat mengkaji dan mengidentifikasi hubungan hukum

yang mengatur hubungan dokter dan pasien dalam melaksanakan pelayanan kesehatan.

Jelasnya hukum perdata yang terdapat dalam Burgerlijk Wetboek (BW) dan hukum

pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tetap

berlaku. Tinggal tugas kita mengidentifikasi dan menginventarisasi peraturan-peraturan

hukum yang tertulis apa saja yang selama ini sudah diterbitkan di luar BW dan KUHP.

Ini pula alasan yang mendasari argumentasi tentang hukum positif. Sejak awal tahun

460 SM oleh Hippocrates sudah berusaha untuk merasionalkan kegiatan ilmu

kedokteran dengan menekankan arti pentingnya “pengobatan dan kemanusiaan”

sebagaimana terdapat dalam kandungan dalil-dalil kedokteran dan sumpah dokter,

sekalipun usaha tersebut tersendat-sendat selama ratusan tahun dan sisa-sisanya masih

ada sampai sekarang. Perkembangan ilmu pengobatan mengalami perubahan dari

sifatnya yang mistis ke arah moralitas dan paternalistis di sekitar abad ke 15.

Selanjutnya pada abad ke 18-19 tumbuh perubahan kegiatan ilmu kedokteran yang

mendapat pengaruh pertumbuhan ilmu ekonomi dari faktor permintaan-penawaran

dengan pola hidup kosumerisme dan sekaligus menumbuhkan pola hidup komersialisme

membawa dampak pada sistem pelayanan kesehatan di masyarakat. Pada abad ke 20

perluasan ilmu kedokteran menjadi kesehatan sehingga hukum kedokteran menjadi

hukum kesehatan yang di tandai dengan perubahan sosial tentang hak asasi manusia,

dan sejak itu tumbuh hubungan kontraktual. Pelayanan kesehatan kepada masyarakat

merupakan suatu hal yang sangat penting, sehingga sangat diperlukan suatu kehati-

hatian dan keprofesionalisme dari seorang tenaga kesehatan, untuk menunjang

program pemerintah dalam mewujudkan indonesia sehat 2010 maka sangat diperlukan

tenaga kesehatan yang lebih profesional dan bertanggung jawab dalam bidang

pelayanan kesehatan.

B. PERMASALAHAN

Dengan merujuk pernyataan diatas maka penulis mencoba mengkaji permasalahan

“Hukum Kesehatan : Dalam Perspektif Pelayanan Kesehatan Masyarakat Modern”

sebagai sebuah pemikiran bagaimana pelayanan kesehatan yang sesungguhnya dalam

penerapan di masyarakat dengan adanya Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan.

Page 4: Politik Hukum Kesehatan

C. HUKUM KESEHATAN DAN PELAYANAN KESEHATAN SERTA

PERKEMBANGANNYA

pada sisi yang lain tampak banyak kesulitan bahkan terasa terdapat lingkaran

permasalahan yang simpang siur pengamatannya. Sejarah hukum sendiri oleh banyak

para ahli mengasumsikan bahwa hukum sebagai satu kesatuan dengan masyarakat

sehingga ada beberapa pakar hukum mengatakan hukum itu identik dengan kehidupan

sosial masyarakat, Bertolak dari penjelasan tersebut maka Parsons dalam teorinya

tentang sistem sosial bahwa sistem interaksi manusia itu sebetulnya “menyimpan

potensi yang mengarah ke timbulnya konflik dan keberantakan sosial sehingga

menimbulkan sengketa atau tuntutan satu sama lain sebagaiman didalilkan oleh

Thomas Hobbes”. Sedangkan Hans Kelsen dalam “pure theory of law” mengatakan

bahwa hukum itu harus dipisahkan dari segala macam bentuk ide-ide lain yang dapat

menganggu eksistensi perkembangan hukum itu sendiri, sehingga ilmu hukum

merupakan ilmu yang lebih murni dan bekerja pada bidangnya sendiri. Dengan

demikian hukum yang telah berkolaborasi dengan ilmu-ilmu lain melahirkan suatu studi

ilmu yang baru dan tidak lepas dari kebebasan ilmu hukum dan ilmu-ilmu lain yang

nantinya merupakan bagian gabungan dari ilmu hukum dan ilmu kedokteran. Melihat

hal tersebut maka hukum kesehatan dalam perkembangannya tidak lepas dari

perkembangan hukum dibidang kedokteran, kedudukan pengembangan ilmunya dan

proyeksinya. Seringkali terdapat keraguan pemakaian istilah mana yang dapat dipakai

untuk memilih istilah hukum kedokteran ataukah hukum kesehatan ataukah hukum

kedokteran kesehatan. Dalam era reformasi saat ini, hukum memegang peran penting

dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Untuk mewujudkan

derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang, yang merupakan bagian integral dari

kesejahteraan, diperlukan dukungan hukum bagi penyelenggaraan berbagai kegiatan di

bidang kesehatan. Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan

kesehatan tidak dapat dielakkan. Pada awalnya pembangunan kesehatan bertumpu

pada upaya pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan, bergeser pada

penyelenggaraan upaya kesehatan yang menyeluruh dengan penekanan pada upaya

pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Paradigma ini dikenal dalam

kalangan kesehatan sebagai paradigma hidup sehat. Sebagai konsekuensi logis dari

diterimanya paradigma hidup sehat maka segala kegiatan apapun harus berorientasi

pada wawasan kesehatan, tetap dilakukannya pemeliharaan dan peningkatan kualitas

individu, keluarga dan masyarakat serta lingkungan dan secara terus menerus

memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata, dan

terjangkau serta mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. Secara

ringkas untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang maka

harus secara terus menerus dilakukan perhatian yang sungguh-sungguh bagi

penyelenggaraan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan, adanya jaminan

atas pemeliharaan kesehatan, ditingkatkannya profesionalisme dan dilakukannya

desentralisasi bidang kesehatan. Kegiatan-kegiatan tersebut sudah barang tentu

memerlukan perangkat hukum kesehatan yang memadai. Perangkat hukum kesehatan

yang memadai dimaksudkan agar adanya kepastian hukum dan perlindungan yang

menyeluruh baik bagi penyelenggara upaya kesehatan maupun masyarakat penerima

pelayanan kesehatan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah yang dimaksud

dengan hukum kesehatan, apa yang menjadi landasan hukum kesehatan, materi muatan

peraturan perundang-undangan bidang kesehatan, dan hukum kesehatan di masa

Page 5: Politik Hukum Kesehatan

mendatang. Diharapkan jawaban atas pertanyaan tersebut dapat memberikan

sumbangan pemikiran, baik secara teoritikal maupun praktikal terhadap keberadaan

hukum kesehatan. Untuk itu dilakukan kajian normatif, kajian yang mengacu pada

hukum sebagai norma dengan pembatasan pada masalah kesehatan secara umum

melalui tradisi keilmuan hukum. Dalam hubungan ini hukum kesehatan yang dikaji

dibagi dalam 3 (tiga) kelompok sesuai dengan tiga lapisan ilmu hukum yaitu dogmatik

hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Selanjutnya untuk memecahkan isu hukum,

pertanyaan hukum yang timbul maka digunakan pendekatan konseptual, statuta,

historis, dogmatik, dan komparatif. Namun adanya keterbatasan waktu maka kajian ini

dibatasi hanya melihat peraturan perundang-undangan bidang kesehatan. Bagi ilmu

hukum pidana sudah dikenal dengan istilah ilmu kedokteran kehakiman atau ilmu

kedokteran forensik yaitu ilmu yang menghasilkan bahan penyelidikan melalui

pengetahuan kedokteran untuk membantu penyelesaian dan pembuktian perkara

pidana yang menyangkut korban manusia. Oleh karena itu dalam hal memahami

peraturan-peraturan hukum tentang kegiatan pelayanan kesehatan menurut ilmu

kedokteran, akan dirasakan lebih serasi dengan menyebut istilah hukum kesehatan.

Penggunaan istilah kesehatan ini menyangkut dengan masyarakat pada umumnya

dimana dalam melaksanakan suatu tugas kedokteran maka lebih menekankan pada

konsep kesehetannya sehingga orang awam lebih mengenal kesehatan pada umumnya

dalam hal ini adalah pelayanan kesehatan. Penggunaan kata kesehatan sendiri muncul

dalam penjelasan umum Undang-Undang No. 9 Tahun 1960, karena selama ini telah

dikembangkan pemikiran baru di bidang kesehatan mengenai keluarga/sosial dalam

kaitannya dengan kependudukan yang ruang lingkup tatanan peraturan hukumnya.

Kedudukan hukum kesehatan menjadi bagian dari pertumbuhan ilmu hukum dan

sebagai cabang dari hukum yang dikemudian hari diharapkan dapat berkembang lebih

jauh secara tersendiri dalam hukum kesehatan yang di dalamnya termasuk

perkembangan dalam ilmu teknologi kedokteran. Kemajuan dibidang hukum kesehatan

yang demikian ini dapat lebih mengikuti perkembangan masyarakat yang lebih modern

untuk menunjang kemajuan teknologi di era globalisasi. Pelayanan Kesehatan

Masyarakat Pada tahun 460 SM sampai dengan abad ke-9 sudah ada usaha

merasionalisasikan ilmu kedokteran sebagaimana dilakukan oleh kalangan dokter yang

antara lain dipelopori oleh Hippocrates. Meskipun demikian arus pandangan yang

moralitas dan paternalistik itu sampai sekarang masih dapat dijumpai baik dari pihak

sipederita maupun sipengobat dalam pengobatan penyakit tertentu. Pekerjaan

pengobatan sepenuhnya berada ditangan sipengobat yang cenderung berdasarkan

pengetahuan kedokteran itu berlaku kekuatan otoriter, karena orang lain termasuk

pasienpun tidak perlu tahu hasil pemeriksaan dan obat yang diberikan oleh dokter.

Bahkan jika terjadi kesulitan untuk pengobatan terhadap suatu penyakit dapat dianggap

sebagai manifestasi bentuk kutukan atau dosa bagi sipenderita untuk disembuhkan

dengan cara ritual. Pandangan kedokteran yang demikian itu telah berabad-abad

menguasai dunia pengobatan. Dokter pada masa dahulu seolah-olah tidak dapat

diganggu gugat terhadap hasil atau tidak berhasilnya pengobatannya. Perkembangan

pada akhir abad pertengahan (kurang lebih tahun 1500) dan pengaruh renaissance dan

reformasi yang dipelopori para reformis diantaranya Marthin Luther berusaha

membuka jalan kembali secara rasional terhadap kehidupan duniawi berdasarkan

kebebasan berpikir dalam dunia kedokteran dan pengobatannya. Berpikir tentang

kesehatan tidak sekedar urusan pengobatan saja karena pengertian kesehatan adalah

Page 6: Politik Hukum Kesehatan

keadaan kesejahteraan dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang

hidup dan produktif secara sosial ekonomis. Kegiatan kesehatan dalam era

pembangunan pada dasarnya menyangkut semua segi kehidupan baik fisik, mental

maupun sosial ekonomi. Dengan demikian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh

tenaga kesehatan harus memahami arti pembangunan dan kesehatan sehingga perlu

orientasi perubahan berpikir tentang kesehatan masa kini bukan sekedar pengobatan

karikatif dan paternalistik. Tenaga kesehatan harus memahami hal ini. Pelayanan

kesehatan (health care services) merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan

untuk meningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau

masyarakat secara keseluruhan. Menurut Alexandria I. Dewi ”bahwa yang dimaksud

dengan pelayanan kesehatan ialah setiap upaya baik yang diselenggarakan sendiri atau

bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan,

mencegah penyakit, mengobati penyakit dan memulihkan kesehatan yang ditujukan

terhadap perseorangan, kelompok atau masyarakat”. Mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal bagi masyarakat diperlukan wewenang kesehatan yang berhubungan

dengan 4 pendekatan kesehatan dan 15 penyelenggaraan kesehatan. Pendekatan

kesehatan masa sekarang berorientasi pada hasil kongres kesehatan dunia, yang

meliputi penyelenggaraan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.

Kegiatan pelayanan kesehatan atau pengobatan bagi masyarakat yang semakin maju

ternyata menumbuhkan kebutuhan hukum dalam berbagai urusan kesehatan. Pelayanan

kesehatan pada dasarnya merupakan hubungan antara pasien atau keluarganya dan

dokter/tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Masyarakat menganggap pelayanan

kesehatan pada khususnya pengobatan merupakan suatu “therapeutic miracle

(mujizat), namun harus diingat bahwa tindakan medis itu mengandung suatu

”therapeutic risk”. Ajaran tentang resiko ini dimungkinkan menjadi resiko pasien, atau

resiko dokter/rumah sakit atau kedua belah pihak menanggung resiko. Dengan adanya

Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran serta Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah di ganti dengan Undang-

Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan adalah merupakan bagian dari upaya

pemerintah dalam mewujudkan suatu pelayanan kesehatan yang lebih baik bagi

masyarakat akan tetapi hal demikian belumlah kesemuanya diatur secara terinci dalam

undang-undang tersebut dampak dari pelayanan kesehatan disamping itu kedua

undang-undang tersebut masih membahas seputar tentang persyaratan-persyaratan

secara administrasi saja. Pelayanan kesehatan adalah sangat penting bagi setiap orang

memasuki era globalisasi saat ini begitu banyak penyakit yang menyebar sehingga

dalam upaya pencegahan sangat diperlukan kesiapan dari pemerintah dan masyarakat

untuk menanggulagi hal tersebut. Untuk itu sangat diharapkan peran pemerintah dalam

hal ini pengupayaan hukum yang lebih baik dan lebih mengatur tentang pelayanan

kesehatan bagi masyarakat. Sehubungan dengan penengakan hukum yang bersifat

khusus tersebut diperlukan pengembangan peradilan profesi medis sesuai dengan

semakin berkembangnya upaya pelayanan kesehatan dalam rangka sistem kesehatan

nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Perangkat hukum dan

palayanan hukum jika harus sedemikian rupa sesuai dengan ilmu pengetahuan dan

teknologi hukum, agar tidak menghambat sistem kesehatan dan pelayanan kesehatan.

Untuk itu perlu diperluas jaminan atau perlindungan bagi profesi kesehatan beserta

sarana kesehatannya agar tidak muncul defensive medicen yang dapat merugikan

Page 7: Politik Hukum Kesehatan

masyarakat dari akibat kelemahan hukum yang kurang memadai terhadap kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.

D. PEMBAHASAN

Hukum Kesehatan Dalam Pelayanan Kesehatan Masayarakat Modern Hukum adalah

merupakan salah satu produk hubungan-hubungan dan perimbangan-perimbangan

kemasyarakatan maka di dalam proses penciptaan dan perkembangannya ia ditentukan

oleh sejarah sejumlah aspek hubungan-hubungan dan perimbangan tersebut.

Sebagaimana diperlihatkan pada zaman sekarang ini, kepastian hubungan sebab akibat

antara setiap aspek tersebut dan perkembangan hukum itu sendiri, satu sama lain

karena sejumlah besar faktor kemasyarakatan ini bekerja secara bersamaan.

Perkembangan hukum dan kesehatan dapat dilihat dari perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi dengan sendirinya hukum harus bisa membiasakan dengan

perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan tersebut, dari abad ke abad kehidupan

manusia sering mengalami perubahan yang sangat cepat demikian halnya dengan

kesehatan memasuki zaman modern sekarang perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi dengan begitu cepat berdampak pada perubahan kondisi sosial masyarakat

serta peran serta hukum dalam mengatur kehidupan masyarakat. Semakin

meningkatnya peranan hukum dalam pelayanan kesehatan antara lain disebabkan

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan,

meningkatnya perhatian terhadap hak yang dimiliki manusia untuk memperoleh

pelayanan kesehatan, pertumbuhan yang sangat cepat dibidang ilmu teknologi

kedokteran dihubungkan dengan kemungkinan penanganan secara lebih luas dan

mendalam terhadap manusia, adanya spesialisasi dan pembagian kerja yang telah

membuat pelayanan kesehatan itu lebih merupakan kerjasama dengan

pertanggungjawaban di antara meningkatnya pembentukan lembaga pelayanan

kesehatan. Dengan demikian, adanya gejala seperti itulah yang mendorong orang untuk

berusaha menemukan dasar yuridis bagi pelayanan kesehatan. Lagi pula, perbuatan

yang dilakukan oleh para pelaksana pelayanan kesehatan itu sebenarnya juga

merupakan perbuatan hukum yang mengakibatkan timbulnya hubungan hukum,

walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh para pelaksana pelayanan

kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan. Pelayanan kesehatan itu

sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di bidang pelayanan

kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi misalnya

lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya,

tindakan pencegahan umum dan penerangan. Pemahaman tentang timbulnya hubungan

hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut pelayanan

medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak dalam

pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik. Timbulnya hubungan hukum

dalam pelayanan medik dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip

pemberian bantuan dalam pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan

dapat dipahami sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si

pasien. Dalam hal ini antara hubungan hukum yang terjadi antara pelayan kesehatan

didalamnya ada dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang berkompoten, sehingga

terciptanya hubungan hukum yang akan saling menguntungkan atau terjadi kerugian.

Pelayanan kesehatan masyarakat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan dalam pasal 52 ayat (1) mengatakan bahwa Pelayanan Kesehatan terdiri atas

: Pelayanan kesehatan perseorangan ; dan Pelayanan kesehatan masyarakat. Sangat

Page 8: Politik Hukum Kesehatan

jelas dalam undang-undang mengatur hal tersebut merujuk dari pasal tersebut dalam

pasal selanjutnya yaitu dalam pasal 53 ayat (2) lebih tegas juga mengatakan bahwa

“pelayanan kesehatan masyarakat ditujukan untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat”, hal ini sangat

jelas bahwa dalam keadaan bagaimanapun tenaga kesehatan harus mendahulukan

pertolongan dan keselamatan jiwa pasien. Pelayanan kesehatan menurut Undang-

Undang No. 36 Tahun 2009 Seperti dalam penjelasan diatas bahwa dalam memberikan

pelayanan kesehatan baik itu perseorangan maupun masyarakat sangat dijamin dalam

Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam beberapa pasal sangat

jelas ditegaskan bahwa untuk menjamin kesehatan masyarakat maka pemerintah

mengupayakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam upaya mencapai

Indonesia yang sehat pada tahun 2010 ini. Pelayanan kesehatan yang diberikan oleh

pemerintah baik itu berupa penyediaan fasilitas pelayanan kasehatan, penyediaan obat,

serta pelayanan kesehatan itu sendiri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diberikan

oleh pemerintah dalam upaya menjamin kesehatan masyarakat. Fasilitas pelayanan

kesehatan menurut jenis pelayanannya terdiri atas : Pelayanan Kesehatan Perseorangan

Pelayanan Kesehatan Masyarakat. Pelayanan kesehatan perseorangan ini dilaksanakan

oleh praktek dokter atau tenaga kesehatan yang di bantu oleh pemerintah baik daerah

maupun swasta. Dalam pelayanan kesehatan perseorangan ini harus tetap mendapat

izin dari pemerintah sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, seperti yang termaktub di dalam pasal 30 ayat (1), (2) dan (3). Yaitu : 1.

Pasal 30 ayat (1) : Fasilitas Pelayanan Kesehatan, menurut jenis pelanyanannya terdiri :

a. Pelayanan Kesehatan Perseorangan; dan b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat. 2.

Pasal 30 ayat (2) Fasilitas pelayanan kesehatan sebagamana dimaksud pada ayat (1)

meliputi : a. Pelayanan kesehatan tingkat pertama; b. Pelayanan kesehatan tingkat

kedua; dan c. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 3. Pasal 30 ayat (3) Fasilitas

pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pihak

pemerintah, pemerintah daerah dan swasta. Fasilitas pelayanan kesehatan wajib,

membeikan akses yang luas bagi kebutuhan penelitain dan pengembangan dibidang

kesehatan, dalam hal demikain fasilitas pelayanan kesehatan akan memberikan

pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan

terlebih dahulu, dalam keadaan darurat fasilitas pelayanan kesehatan baik swasta

maupun pemerintah wajib untuk melayani pasien tanpa memandang siapa pasien

tersebut, hal ini dalam undang-undang melarang bagi siapa saja yang terlibat dalam

pelayanan kesehatan menyia-yiakan pasien dalam keadaan darurat untuk menolak

pasien atau meminta uang muka sebagai jaminan. Pelayanan kesehatan adalah kegiatan

dengan melakukan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Dalam

pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan pasal 30 ayat (1) adalah ditujukan

untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan keluarga.

Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien

dibandingkan kepentingan lainnya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan

secara bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan nondiskriminatif, dalam hal

ini pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin

standar mutu pelayanan kesehatan. Dengan demikian sangat jelaslah bahwa dalam

pelaksanaan pelayanan kesehatan pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-

Page 9: Politik Hukum Kesehatan

ketentuan yang berlaku menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan maka hak-hak pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut dapat

terlindungi.

E. KESIMPULAN

Bahwa untuk menunjang masuknya arus globalisasi ini maka pemerintah mencoba

untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat, hal ini untuk

menjamin masyarakat dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat cepat

sehingga permasalahan kesehatan dapat teratasi demi kepuasan masyarakat.

Kepentingan-kepentingan masyarakat akan dapat menginginkan adanya perubahan

dalam bidang pelayanan kesehatan, meskipun dalam beberapa kasus yang terjadi saat

ini membuat masyarakat merasa lebih berhati-hati dalam memilih tempat untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan. Dengan hadirnya Undang-Undang nomor 36 tahun

2009 tentang Kesehatan ini akan membawa perubahan dalam bidang pelayanan

kesehatan baik perseorangan maupun masyarakat, Serta memberikan perlindungan

yang maksimal bagi masyarakat.

F. KEPUSTAKAAN Dewi, Alexandria I., SH., M.Hum, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan,

Pustaka Publiseher, Yogyakarta. Kelsen, Hans, 2009, Pengatar Teori Hukum, Nusa

Media, Jakarta. Koeswadji, Hermien H., 1998, Hukum Kedokteran (Studi Tentang

Hubungan Hukum dalam mana Dokter sebagai salah satu pihak), Citra Aditya Bakti,

Bandung. Poernomo, Bambang, Prof., SH, 2008, Hukum Kesehatan “Pertumbuhan

Hukum Eksepsional di Bidang Pelayanan Kesehatan, Aditya Media, Yogyakarta, Article

25 United Nations Universal Declaration of Human Rights.