Politik fasisme
Click here to load reader
-
Upload
ronzzy-kevin -
Category
Education
-
view
4.413 -
download
0
Transcript of Politik fasisme
FASISME
@ronzzykevin
Fasisme adalah sebuah ideologi yang lahir dan berkembang pada abad ke-20. Fasisme
menyebar dengan sangat pesat di seluruh dunia pada permulaan Perang Dunia I, dengan
berkuasanya rezim fasis di Jerman dan Italia pada khususnya, namun juga di negara-negara seperti
Yunani, Spanyol dan Jepang. Pemerintahan fasis adalah pemerintahan yang penuh dengan
kekerasan karena itulah rakyat sangat menderita dengan cara-cara pemerintahan ideologi ini. Diktator
fasis dan pemerintahannya tidak segan-segan untuk melakukan pemerintahan yang brutal, penuh
dengan agresi dan pertumpahan darah serta kekerasan dan semua itu dijadikan sebuah hukum pada
pemerintahannya. Pemerintahan fasis mengirimkan gelombang teror ke seluruh rakyat melalui polisi
rahasia dan milisi fasis mereka. Pemerintahan bahkan diterapkan hampir di semua tingkat
kemasyarakatan mulai dari pendidikan, budaya, agama, seni, sistem pemerintahan, militer dan
organisasi-organisasi politik1.
Awal berkembangnya fasisme berasal dari Italia setelah tahun 1919 dan barulah setelah itu
fasisme menyebar ke berbagai wilayah di Eropa. Istilah fasisme sendiri pertama kali digunakan di
Italia oleh pemerintahan yang berkuasa pada tahun 1922-1924 pimpinan Benito Mussolini. Setelah itu
pemerintahan fasis berkuasa pula di Jerman pada 1933 hingga 1945, dan Spanyol sejak 1939 hingga
1975. Setelah Perang Dunia II, rezim-rezim diktatoris yang muncul di Amerika Selatan dan negara-
negara belum berkembang lain umumnya digambarkan sebagai fasis2.
Mussolini menulis sebuah deskripsi untuk Ensiklopedi Italia pada tahun 1932 yang
mempermudah kita untuk memahami falsafah yang kurang lebih mengungkapkan bahwa ternyata
gagasan utama di balik fasisme adalah ide para Darwinis yang menganut Darwinise mengenai konflik
dan perang. Darwinisme menyatakan beberapa klaim, salah satunya adalah bahwa melalui seleksi
alam, yang kuat akan bertahan dan yang lemah akan tersingkir. Oleh karena itu, para fasis
berpandangan bahwa manusia harus berada dalam perjuangan terus-menerus untuk dapat bertahan
hidup. Karena dikembangkan dari gagasan ini, fasisme membangkitkan kepercayaan bahwa suatu
bangsa hanya dapat maju melalui perang, dan memandang perdamaian sebagai bagian yang
memperlambat kemajuan3.
Menurut Ebenstein, unsur-unsur pokok fasisme terdiri dari tujuh unsur4:
Pertama, ketidakpercayaan pada kemampuan nalar. Bagi fasisme, keyakinan yang bersifat
fanatik dan dogmatic adalah sesuatu yang sudah pasti benar dan tidak boleh lagi didiskusikan.
Terutama pemusnahan nalar digunakan dalam rangka “tabu” terhadap masalah ras, kerajaan atau
pemimpin. Kedua, pengingkaran derajat kemanusiaan. Bagi fasisme manusia tidaklah sama, justru
pertidaksamaanlah yang mendorong munculnya idealisme mereka. Bagi fasisme, pria melampaui
wanita, militer melampaui sipil, anggota partai melampaui bukan anggota partai, bangsa yang satu
melampaui bangsa yang lain dan yang kuat harus melampaui yang lemah. Jadi fasisme menolak
1 Harun Yahya, Menyingkap Tabir Fasisme, hal. 4 dan 5 (di download dari www.harunyahya.com)2 Ibid, hal 4 dan 5.3 Ibid, hal 4 dan 5.4 www.newhistorian.wordpress.com, artiket berjudul Fasisme yang ditulis pada 4 Januari 2008 (di download pada 20 November 2009, 17.00)
konsep persamaan tradisi yahudi-kristen (dan juga Islam) yang berdasarkan aspek kemanusiaan, dan
menggantikan dengan ideologi yang mengedepankan kekuatan. Ketiga, kode prilaku yang didasarkan
pada kekerasan dan kebohongan. Dalam pandangan fasisme, negara adalah satu sehingga tidak
dikenal istilah “oposan”. Jika ada yang bertentangan dengan kehendak negara, maka mereka adalah
musuh yang harus dimusnahkan. Dalam pendidikan mental, mereka mengenal adanya indoktrinasi
pada kamp-kamp konsentrasi. Setiap orang akan dipaksa dengan jalan apapun untuk mengakui
kebenaran doktrin pemerintah. Hitler konon pernah mengatakan, bahwa “kebenaran terletak pada
perkataan yang berulang-ulang”. Jadi, bukan terletak pada nilai obyektif kebenarannya. Keempat,
pemerintahan oleh kelompok elit. Dalam prinsip fasis, pemerintahan harus dipimpin oleh segelintir elit
yang lebih tahu keinginan seluruh anggota masyarakat. Jika ada pertentangan pendapat, maka yang
berlaku adalah keinginan si-elit. Kelima, totaliterisme. Untuk mencapai tujuannya, fasisme bersifat
total dalam meminggirkan sesuatu yang dianggap “kaum pinggiran”. Hal inilah yang dialami kaum
wanita, dimana mereka hanya ditempatkan pada wilayah 3K yaitu: kinder (anak-anak), kuche (dapur)
dan kirche (gereja). Bagi anggota masyarakat, kaum fasis menerapkan pola pengawasan yang
sangat ketat. Sedangkan bagi kaum penentang, maka totaliterisme dimunculkan dengan aksi
kekerasan seperti pembunuhan dan penganiayaan. Keenam, Rasialisme dan imperialisme. Menurut
doktrin fasis, dalam suatu negara kaum elit lebih unggul dari dukungan massa dan karenanya dapat
memaksakan kekerasan kepada rakyatnya. Dalam pergaulan antar negara maka mereka melihat
bahwa bangsa elit, yaitu mereka lebih berhak memerintah atas bangsa lainnya. Fasisme juga
merambah jalur keabsahan secara rasialis, bahwa ras mereka lebih unggul dari pada lainnya,
sehingga yang lain harus tunduk atau dikuasai. Dengan demikian hal ini memunculkan semangat
imperialisme. Ketujuh, fasisme memiliki unsur menentang hukum dan ketertiban internasional.
Konsensus internasional adalah menciptakan pola hubungan antar negara yang sejajar dan cinta
damai. Sedangkan fasis dengan jelas menolak adanya persamaan tersebut. Dengan demikian
fasisme mengangkat perang sebagai derajat tertinggi bagi peradaban manusia. Sehingga dengan
kata lain bertindak menentang hukum dan ketertiban internasional.
Hal yang sangat erat kaitannya dengan fasisme yaitu antisemitisme. Antisemitisme adalah
suatu sikap permusuhan atau prasangka terhadap kaum Yahudi dalam bentuk-bentuk
penganiayaan/penyiksaan terhadap agama, etnik, maupun kelompok ras, mulai dari kebencian
terhadap individu hingga lembaga5. Fenomena yang paling terkenal akan anti-semitisme adalah
ideologi Nazisme dari Adolf Hitler, yang menyebabkan pemusnahan terhadap kaum Yahudi Eropa.
Jerman memusuhi yahudi, karena yahudi dianggap ras rendah yang senantiasa mengotori kemurnian
ras arya. Jika merasa kekuatannya telah cukup untuk tidak sekedar berteori, maka kaum Fasis mulai
menunjukkan sifat imperialisnya. Mereka akan menjanjikan kemenangan dalam permusuhan dengan
bangsa lain. Kaum fasis senantiasa ingin menunjukkan bahwa mereka lebih unggul dari bangsa atau
negara manapun. Nahasnya, apabila fasisme kalah, maka sang pemimpin fasis akan menjadi korban
kehancuran rezimnya sendiri. Sejarah mencatat nasib tragis yang dialami Mussolini yang ditembak
dan digantung oleh rakyatnya sendiri, setelah sebelumnya Italia mengumumkan kekalahannya dalam
5 www.wikipedia.org , artikel tentang Anti-semitism.
perang. Nasib Hitler mungkin sedikit lebih baik, karena ia “mati terhormat” tanpa harus tunduk
kepada musuhnya6.
6 www.newhistorian.wordpress.com, artiket berjudul Fasisme yang ditulis pada 4 Januari 2008 (di download pada 20 November 2009, 17.00)