PolariMan

33
ABSTRAK Cahaya dapat didefinisikan dengan berbagai macam jenis, ada yang menganggap sebagai gelombang elektromagnetik dan ada juga yang menganggap sebagai partikel-partikel energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya, oleh sebab itu cahaya dikatakan mempunyai sifat dualisme. Sebagai gelombang elektromagnetik, gelombang cahaya terbentuk karena terjadi gerakan gelombang dari medan listrik dan medan medan magnet secara serentak, dimana gelombang itu masing-masing merambat tegak lurus. Zat optik aktif adalah bahan yang karena susunan kristal atau molekulnya asimetris, dapat memutar bidang polarisasi sinar-sinar yang telah terpolarisasi linear. Besarnya sudut putaran arah polarisasi dapat diukur dengan polarimeter. Selanjutnya dapat ditentukan konsetrasi larutan dan laju reaksi dari zat optik aktif tersebut. Sudut putaran khas glukosa dengan l = 10 cm adalah = - 11,61. Sudut putaran khas glukosa dengan l = 15 cm adalah = - 9,11. Sudut putaran khas glukosa dengan l = 20 cm adalah = - 8,55. Sudut putaran khas larutan tak hingga dengan l = 10 cm adalah = - 5,11. Sudut putaran khas larutan tak hingga dengan l = 15 cm adalah = - 4,96. Sudut putaran khas larutan tak hingga dengan l = 20 cm adalah = - 5,83.

Transcript of PolariMan

Page 1: PolariMan

ABSTRAK

Cahaya dapat didefinisikan dengan berbagai macam jenis, ada yang menganggap

sebagai gelombang elektromagnetik dan ada juga yang menganggap sebagai partikel-

partikel energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya, oleh sebab itu cahaya

dikatakan mempunyai sifat dualisme.

Sebagai gelombang elektromagnetik, gelombang cahaya terbentuk karena terjadi

gerakan gelombang dari medan listrik dan medan medan magnet secara serentak, dimana

gelombang itu masing-masing merambat tegak lurus.

Zat optik aktif adalah bahan yang karena susunan kristal atau molekulnya asimetris,

dapat memutar bidang polarisasi sinar-sinar yang telah terpolarisasi linear.

Besarnya sudut putaran arah polarisasi dapat diukur dengan polarimeter.

Selanjutnya dapat ditentukan konsetrasi larutan dan laju reaksi dari zat optik aktif

tersebut.

Sudut putaran khas glukosa dengan l = 10 cm adalah = - 11,61. Sudut putaran

khas glukosa dengan l = 15 cm adalah = - 9,11. Sudut putaran khas glukosa dengan l =

20 cm adalah = - 8,55.

Sudut putaran khas larutan tak hingga dengan l = 10 cm adalah = - 5,11. Sudut

putaran khas larutan tak hingga dengan l = 15 cm adalah = - 4,96. Sudut putaran khas

larutan tak hingga dengan l = 20 cm adalah = - 5,83.

Page 2: PolariMan

BAB IPENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kita ketahui bersama bahwa matahari merupakan sumber cahaya bagi kehidupan

di bumi. Cahaya dapat dianggap sebagai partikel-partikel energi yang dipancarkan

oleh suatu sumber cahaya.Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang

bergerak secara transversal. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya efek polarisasi

yang merupakan peristiwa berputarnya bidang polarisasi karena proses pemantulan,

pembiasan dan dapat pula terjadi apabila cahaya diteruskan melalui suatu bahan.

I.2. Identifikasi Masalah

Berputarnya bidang polarisasi akibat cahaya yang diteruskan melalui bahan yang

bersifat optis aktif (bahan-bahan yang bentuk molekulnya tidak asimetris), maka

dapat ditentukan suatu besaran yang menyatakan besarnya sudut putaran arah

polarisasi. Besaran ini hanya dapat diukur oleh suatu alat yang kita namakan

Polarimeter.

I.3. Tujuan Percobaan

1. Menentukan gejala pemutaran bidang polarisasi (sudut putar) oleh zat

optik-aktif.

2. Menentukan sudut putaran khas zat optik aktif setelah mencapai

kesetimbangan.

3. Menentukan konstanta reaksi dari larutan zat optik aktif.

2

Page 3: PolariMan

BAB IITEORI DASAR

Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, dimana gelombang ini tidak

memerlukan medium untuk merambat atau dengan kata lain gelombang ini dapat

merambat dalam ruang hampa. Arah rambat cahaya tegak lurus terhadap arah getarnya

sehingga cahaya merupakan gelombang transversal. Hal ini dapat kita buktikan dengan

adanya efek dari polarisasi cahaya.

Polarisasi merupakan peristiwa terserapnya sebagian arah getar gelombang

sehingga hanya tinggal memiliki beberapa atau satu arah getar saja. Untuk mendapatkan

sinar yang terpolarisasi dapat terjadi karena beberapa peristiwa sebagai berikut:

Polarisasi karena pemantulan

Polarisasi dengan cara pemantulan dapat terjadi jika sudut sinar datang pada

cermin adalah 57. Sinar pantul dari sudut datang tersebut merupakan cahaya yang

terpolarisasi. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar di bawah ini:

3

Page 4: PolariMan

Polarisasi karena pembiasan dan pemantulan

Cahaya yang terpolarisasi akan terjadi jika sudut sinar datang akan menghasilkan

sudut sinar pantul dan sinar bias yang saling tegak lurus.

Polarisasi karena bias kembar

Cahaya akan terpolarisasi jika mengenai suatu medium yang memiliki dua indeks

bias sehingga kelajuan cahaya tidak sama untuk ke segala arah, contoh: kristal kalsit.

Cahaya terpolarisasi

n1

n2

Polarisasi karena hamburan

Jika cahaya tidak terpolarisasi melewati medium gas, maka gelombang cahaya

yang dihamburkan ke samping dapat terpolarisasi sebagian atau seluruhnya.

4

Page 5: PolariMan

Polarisasi karena absorpsi selektif

Polarisasi dapat diakibatkan karena adanya absorpsi selektif (melalui Polaroid).

Polaroid dapat menyerap sinar yang melaluinya dan mentransmisikan satu arah tertentu

yang disebut sumbu mudah Polaroid. Untuk menentukan arah polarisasi dan intensitas

cahaya yang ditransmisikan digunakan dua buah Polaroid. Polaroid pertama P1

dinamakan polarisator, yang berfungsi melewatkan sinar terpolarisasi dengan arah getar

sesuai dengan sumbu mudah P1.

Polaroid kedua P2 dinamakan analisator yang berfungsi menganalisis sinar yang

telah dilewatkan polarisator. Apabila analisator diputar, maka pada saat sumbu mudahnya

sejajar dengan sumbu polarisator, akan terlihat sinar paling terang. Selanjutnya sinar

meredup dan akan tampak gelap pada saat sumbu mudah polarisator dan analisator saling

tegak lurus.

5

Page 6: PolariMan

Pemutaran Bidang Polarisasi

Apabila gelombang cahaya yang telah melalui polarisator (cahaya terpolarisasi)

terlebih dahulu melewati suatu zat optis aktif, yaitu bahan yang karena susunan kristalnya

atau molekulnya asimetris sehingga dapat memutar bidang polarisasi sinar-sinar yang

telah terpolarisasi linier, misalnya larutan glukosa. Besarnya sudut perubahan arah

polarisasi cahaya tergantung pada konsentrasi larutan c, panjang larutan l, dan susut

putar jenis larutan . Hubungan ini dapat ditulis secara matematis sebagai

Besar sudut bidang getaran cahaya yang dihasilkan oleh suatu larutan optis aktif,

sebanding dengan konsentrasi larutan tersebut. Juga sebanding dengan panjang larutan

yang dilewati cahaya serta panjang gelombang cahaya dan suhu.

C l , atau (1)

= []T

C l

dengan :

θ = sudut putaran yang dihasilkan

= daya putar spesifik

C = konsentrasi larutan

l = panjang larutan

Daya putar spesifik untuk larutan gula tebu pada suhu 20°C untuk cahaya kuning

dari lampu natrium dengan = 5.893 Å adalah 20

= 66,54 per satuan konsentrasi per

6

Page 7: PolariMan

satuan panjang tabung. Apabila suhu percobaan bukan pada suhu 20°C, maka besarnya

daya putar spsifik berubah menurut :

[]T

= []20

{ 1- 0,000184 (T-20)} (2)

Jika glukosa berbeda dalam bentuk larutan, maka akan berubah menjadi

glukosa dalam isomer stereo, sehingga setelah beberapa jam terjadilah kesetimbangan.

Putaran khas dari dua isomer. Maka kita mendapatkan perubahan sudut putaran sebagai

fungsi dari waktu. Misalkan selam waktu t kecepatan reaksi untuk perubahan glukosa

dengan konsentrasi C1 ialah S1 = K1 * C1. Perubahan menjadi glukosa dengan

kecepatan S2 = K2 * C2 dan pada setiap saat berlaku C1 + C2 = C, dengan K1, K2

adalah konsentrasi reaksi.

Dari pernyataan tersebut dapat ditentukan laju persaman reaksi :

(3)

Dari persamaan (1) dapat diturunkan persamaan differensiasi linier orde

ke dua sehingga diperoleh solusi :

(4)

Dengan menggunakan syarat batas dimana pada t = 0, C1 , C2 dan pada saat t = C1

= C2 , sehingga diperoleh :

(5)

7

Page 8: PolariMan

Sudut putaran sebagai fungsi waktu memenuhi persamaan :

(t) = 1 C1 l + 2 C2 l

Mensubstitusi C2 = C - C1 dan persamaan (4) sehingga diperoleh :

(6)

Dengan mensubstitusi nilai batas t = 0 sehingga diperoleh 1 = dan pada t = ∞

diperoleh hubungan :

i

(7)

Dan

(8)

dari selisih θ(0) – θ(∞) diperoleh :

(9)

misal = , dengan mengintegralkan persamaan (3) diperoleh :

(10)

dengan t2 waktu dimana zat optik aktif mencapai kesetimbangan (C2).

8

Page 9: PolariMan

Persamaan (5) dan persamaan (8) dapat ditulis :

Macam Polarisasi

Polarisasi Linier

Pada gelombang tranversal seringkali kita ingin tahu gerak medium dalam ruang.

Hanya diberitahu medium bergerak tegak lurus arah jalar saja belum cukup, sebab dalam

bidang tegak lurus arah jalar ada banyak arah yang semuanya tegak lurus arah jalar

gelombang. Gelombang tranversal tertentu mempunyai sifat bahwa gerak medium dalam

bidang tegak lurus arah jalar ada pada suatu garis lurus. Dikatakan bahwa gelombang ini

terpolarisasi linier pada arah garis tersebut.

Polarisasi Lingkaran

Pada cahaya terpolarisasi melingkar (circularly polarized light), ujung vektor listrik

(E) menunjukkan spiral melingkar mengelilingi arah rambat dengan frekuensi yang sama

dengan frekuensi cahaya. Besar vektornya tetap tidak berubah.

Polarisasi Eliptis

Pada cahaya terpolarisasi eliptis, (elliptically-polarized light), vektor juga berputar

mengelilingi arah rambatan tetapi amplitudonya berubah. Proyeksi vektor pada sebuah

bidang tegak lurus arah rambat menerangkan sebuah elips. Cahaya terpolarisasi

melingkar dan eliptis dihasilkan dengan menggunakan keping retardasi.

Penurunan Rumus

9

Page 10: PolariMan

Besar sudut bidang getaran cahaya yang dihasilkan oleh suatu bahan Oktif aktif

larutan, sebanding dengan konsentrasi larutan tersebut. Juga sebanding dengan panjang

larutan yang dilewati cahaya serta panjang gelombang cahaya dan suhu.

C.l, atau (1)

= []T

.C.l

dengan :

θ = sudut putaran yang dihasilkan

[]T

.C.l = daya putar spesifik

C = konsentrasi larutan

I = panjang larutan

Daya putar spesifik untuk larutan gula tebu pada suhu 20°C untuk cahaya kuning

dari lampu natrium dengan = 5.893 Å adalah 20

= 66,54 per satuan konsentrasi per

satuan panjang tabung. Apabila suhu percobaan bukan pada suhu 20°C, maka besarnya

daya putar spsifik berubah menurut :

[]T

= []20

{ 1- 0,000184 (T-20)} (2)

Jika glukosa berbeda dalam bentuk larutan, maka akan berubah menjadi

glukosa dalam isomer stereo, sehingga setelah beberapa jam terjadilah kesetimbangan.

Putaran khas dari dua isomer. Maka kita mendapatkan perubahan sudut putaran sebagai

10

Page 11: PolariMan

fungsi dari waktu. Misalkan selam waktu t kecepatan reaksi untuk perubahan glukosa

dengan

konsentrasi C1 ialah S1 = K1 * C1. Perubahan menjadi glukosa dengan

kecepatan S2 = K2 * C2 dan pada setiap saat berlaku C1 + C2 = C, dengan K1, K2

adalah konsentrasi reaksi.

Dari p ernyataan tersebut dapat ditentukan laju persaman

reaksi :

(3)

dari persamaan (1) dapat diturunkan persamaan differensiasi linier orde ke dua sehingga

diperoleh solusi :

C1(t) = C [ k1e -(k

1+ k

2) t

+ k2] (4)

k1 + k2

Dengan menggunakan syarat batas dimana pada t = 0, C1 , C2 dan pada saat t = C1 = C2 ,

sehingga diperoleh :

C2 = C k2

k1 + k2

Sudut putaran sebagai fungsi waktu memenuhi persamaan :

(t) = 1.C1.l + 2.C2.l

Mensubstitusi C2 = C - C1 dan persamaan (4) sehingga diperoleh :

(t) = Cl [(1 - 2)k1e -(k

1+ k

2) t

+ 1k1 + 2k2] (6)

k1 + k2

11

Page 12: PolariMan

dengan mensubstitusi nilai batas t = 0 sehingga diperoleh 1 = dan pada t = ∞

diperoleh hubungan :

ii

(7)

dan

(8)

dari selisih θ(0) – θ(∞) diperoleh :

(9)

misal = , dengan mengintegralkan persamaan (3) diperoleh :

(10)

dengan t2 waktu dimana zat okptik mencapai kesetimbangan (C2).

Persamaan (5) dan persamaan (8) dapat ditulis :

BAB III PERCOBAAN

1. Alat-Alat Yang Digunakan

1. Polarimeter adalah alat untuk mengukur besarnya sudut putaran arah

polarisasi.

12

Page 13: PolariMan

2. Gelas kimia adalah sebagai wadah untuk membuat larutan glukosa

monohidrat 10%.

3. Gelas ukur adalah wadah yang digunakan untuk mengukur volume antara air

suling dengan glukosa monohidrat.

4. 3 buah Tabung gelas ukuran 10, 15 dan 20 cm adalah tempat untuk menaruh

larutan ataupun air suling yang akan kita amati.

5. Glukosa-monohidrat adalah larutan yang akan kita ukur sudut putarnya.

6. Air suling adalah sebagai pembanding glukosa dalam menentukan sudut putar.

7. Neraca adalah alat untuk menimbang massa dari glukosa monohidrat.

2. Prosedur Percobaan

A. Menentukan Titik Nol

a. Isilah masing-masing tabung dengan air suling !

b. Masukkan tabung 10 cm kedalam kalorimeter !

c. Putarlah analisator sehingga tampak seperti pada gambar I (a) !

d. Catat posisi analisator tersebut !

e. Putar kembali analisator sehingga tampak seperti gambar I (b) !

(a) (b)

f. Catat posisi analisator tersebut !

g. Tentukan besarnya titik nol tersebut !

h. Lakukan percobaan 3 sampai dengan 7 untuk tabung 15 dan 20 cm!

B. Menentukan Sudut Putar Glukosa

1. Buatlah larutan 10 % glukosa monohidrat dalam air suling.

2. Ukurlah kecepatan pembuatan larutan tersebut.

3. Isilah masing-masing tabung 10, 15 dan 20 cm dengan larutan !

13

Page 14: PolariMan

4. Lakukan percobaan 2 sampai dengan 6 pada prosedur A !

5. Tentukan sudut putar glukosa tersebut !

Catatan :

Untuk prosedur A dan B setiap pengambilan data minimal 5 kali !.

C. Mutarotasi

1. Lakukan percobaan 1 sampi dengan 3 pada prosedur B !.

2. Masukkan tabung 20 cm kedalam polarimeter !.

3. Lakukan percobaan 2 sampai dengan 6 pada prosedur A selama satu jam

setiap 5 menit !.

4. Tentukan sudut putar larutan tersebut !.

5. Diamkan tabung minimal selam 2 jam !.

6. Ukurlah sudut putarannya untuk sudut putaran tak hingga !.

BAB IV

TABEL HASIL PERCOBAAN

A. Menentukan Titik Nol

10 cm 15 cm 20 cmA B A B A B

32,7 141,6 39,8 144,6 43,6 137,429,2 147,2 38,9 141,2 41,8 131,229,2 144,6 37,2 142,7 40,0 128,428,1 141,2 44,2 141,2 45,5 132,330,0 147,6 39,5 137,4 43,6 130,2

B. Menentukan Sudut Putar Glukosa

10 cm 15 cm 20 cmA B A B A B

14

Page 15: PolariMan

64,4 152,4 68,6 146,3 37,8 148,968,6 149,1 74,5 150,2 43,3 151,265,4 155,5 69,4 151,1 40,5 155,567,2 154,3 70,2 153,2 41.4 156,267,1 152,5 73,2 150,3 37,9 149,2

C. Mutarotasi

Waktu (t) ditentukan.

t10 cm 15 cm 20 cm

A B A B A B

0 55,3 149,5 46,5 154,95 57,4 143,8 54,4 157,710 61,4 147,4 56,6 156,515 46,8 152,4 61,9 157,320 58,6 144,8 55,3 157,725 55,5 149,5 56,1 154,5

D. Waktu (t) tak hingga

10 cm 15 cm 20 cmA B A B A B

54,2 149,555,3 150,252,3 148,255,6 149,157,2 153,2

BAB V

PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA

A. Menentukan Kedudukan Titik Nol (ρ)

ρ = A - B

Dimana :

B = sudut putaran pada posisi B

15

Page 16: PolariMan

A = sudut putaran pada posisi A

Dikarenakan kedudukan sudut A telah melewati 180o,maka sudut A = A + 180o

sehingga ρ = (A + 180o) – B.

1. Untuk tabung 10 cm

ρ1 = (32,7 + 180) – 141,6)= 71.1°dengan cara yang sama maka :

10 cma b ρ

32,7 141,6 71.129,2 147,2 6229,2 144,6 64.628,1 141,2 66.930,0 147,6 62.4

Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (65.4+ 3.73965)o

2. Untuk tabung 15 cm

ρ1 = (39,8 + 180) – 144,6 = 75.2°

dengan cara yang sama maka :

15 cma b ρ

39,8 144,6 75.238,9 141,2 77.737,2 142,7 74.544,2 141,2 8339,5 137,4 82.1

Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (78.5 +3.89679)o 3. Untuk tabung 20 cm

ρ1 = (43,6 + 180) – 137,4 = 86.2°

dengan cara yang sama maka :

20 cma b ρ

43,6 137,4 86.241,8 131,2 90.640,0 128,4 91.6

16

Page 17: PolariMan

45,5 132,3 93.243,6 130,2 93.4

Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (91+ 2.922328)o

B. Menghitung Sudut Putaran Glukosa Dan Sudut Putaran Khasnya

ρ = (A + 180o) – B

1. Untuk tabung 10 cm

ρ1 = (64,4+180)- 152,4 = 92°

dengan cara yang sama maka :

10 cma b ρ

64,4 152,4 9268,6 149,1 99.565,4 155,5 89.967,2 154,3 92.967,1 152,5 94.6

Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (93.78 +3.618978)o

2. Untuk tabung 15 cm

ρ1 = (68,6+180)- 146,3 = 102.3°

dengan cara yang sama maka :

15 cma b ρ

68,6 146,3 102.374,5 150,2 104.369,4 151,1 98.370,2 153,2 9773,2 150,3 102.9

Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (100.96 + 3.141337) o

3. Untuk tabung 20 cm

ρ1 = (180+37,8) – 148,9 = 68.9°

20 cma b ρ

37,8 148,9 68.943,3 151,2 72.140,5 155,5 6541.4 156,2 65.237,9 149,2 68.7

Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (67.98 + 2.955842)o

17

Page 18: PolariMan

Sudut putar dari glukosa adalah :

θ = ρg - ρo

θ = Sudut putaran khas glukosa

ρg = Sudut putaran glukosa

Dari percobaan menentukan titik nol (ρo) didapatkan :

ρ untuk tabung 10 cm = 65.4°

ρ untuk tabung 15 cm = 78.5 °

ρ untuk tabung 20 cm = 91°

Sehingga didapatkan sudut putar glukosa untuk ketiga tabung, yaitu :

θ = ρg - ρo

1. Untuk tabung 10 cm

93.78 o – 65.4° = 28.38°2. Untuk tabung 15 cm

100.96 o - 78.5 ° = 22.46°3. Untuk tabung 20 cm

67.98 o – 91° = -23.02 °

C. Membuat Grafik Dari Percobaan Mutarotasi Dan Menghitung Sudut Putaran

Khas Glukosa

Seperti yang telah didapatkan sebelumnya masing-masing kedudukan nol (ρo)

untuk tiap tabung adalah

ρ untuk tabung 10 cm = 65.4°

ρ untuk tabung 15 cm = 78.5 °

ρ untuk tabung 20 cm = 91°

Telah diketahui bahwa :

θmutarotasi = ρmutarotasi - ρo

ρmutarotasi = (Posisi A + 180°) – Posisi B

Sehingga untuk tiap-tiap tabung diperoleh :

1. Untuk tabung 15 cm

No waktu(t) Posisi A Posisi B ρmutarotasi θmutarotasi αmutarotasi

18

Page 19: PolariMan

1 300 55,3 149,5 85.8 -6.2 -0.413332 600 57,4 143,8 93.6 -5.9 -0.393333 900 61,4 147,4 94 4.1 0.2733334 1200 46,8 152,4 74.4 -18.5 -1.233335 1500 58,6 144,8 93.8 -0.8 -0.05333

2. Untuk tabung 20 cm

No waktu(t) Posisi A Posisi B ρmutarotasi θmutarotasi αmutarotasi

1 300 46,5 154,9 71.6 -30.7 -1.5352 600 54,4 157,7 76.7 -27.6 -1.383 900 56,6 156,5 80.1 -18.2 -0.914 1200 61,9 157,3 84.6 -12.4 -0.625 1500 55,3 157,7 77.6 -25.3 -1.265

19

Page 20: PolariMan

D. Dari Percobaan Larutan Tak Hingga dihitung Sudut Putar tak hingga dan sudut

putaran khas Glukosa

Seperti yang telah didapatkan sebelumnya masing-masing kedudukan nol

(ρo)untuk tiap tabung adalah

ρ untuk tabung 10 cm = 65.4°

ρ untuk tabung 15 cm = 78.5°

ρ untuk tabung 20 cm = 91°

Telah diketahui bahwa :

θmutarotasi = ρmutarotasi - ρo

ρmutarotasi = (Posisi A + 180°) – Posisi B

Sehingga untuk tiap-tiap tabung diperoleh :

1. Untuk tabung 10 cm

No Posisi A Posisi B ρmutarotasi θ(~) αmutarotasi

1 54,2 149,5 84.7 13.6 1.36

2 55,3 150,2 85.1 23.1 2.31

3 52,3 148,2 84.1 19.5 1.95

4 55,6 149,1 86.5 19.6 1.96

5 57,2 153,2 84 21.6 2.16

2. Untuk tabung 15 cm

No Posisi A Posisi B ρmutarotasi θ(~) αmutarotasi

1 62.5 145.7 96,8 21,6 1,442 63.5 147.6 95,9 18,2 1,2133333 65.5 152.9 92,6 18,1 1,2066674 62.3 168.1 74,2 -8,8 -0,586675 65.2 157.2 88 5,9 0,393333

3. Untuk tabung 20 cm

No Posisi A Posisi B ρmutarotasi θ(~) αmutarotasi

1 55.1 156.2 78,9 -7,3 -0,3652 51.2 157.2 74 -16,6 -0,83

20

Page 21: PolariMan

3 52.3 154.1 78,2 -13,4 -0,674 49.8 156.3 73,5 -19,7 -0,9855 56.2 159.2 77 -16,4 -0,82

Membuat Grafik θ(t) - θ (~) terhadap waktu

10 cm 15 cm 20cmθ(t) - θ (~) θ(t) - θ (~) θ(t) - θ (~)

- -27,8 -23,4- -24,1 -11- -14 -4,8- -9,7 7,3- -6,7 -8,9

i

ii

21

Page 22: PolariMan

E. Analisis Grafik

Dari hasil plot data percobaan maka diperoleh grafik hubungan sudut

putaran khas glukosa terhadap waktu yang tak hingga seperti di atas, dilihat dari

hasil grafik maka kita dapat menyimpulkan bahwa sudut putar glukosa pada

waktu tertentu berubah drastis.

BAB VI

KESIMPULAN

1. Polarimeter bekerja dengan cara mengukur cahaya yang telah terpolarisasi

(cahaya natrium) dan membandingkan dengan yang akan diukur.

22

Page 23: PolariMan

2. Dalam praktikum menunjukkan bahwa larutan yang merupakan zat optis aktif

yang memiliki konsentrasi tertentu memiliki sudut putaran yang berubah

terhadap waktu larutan tersebut yang didiamkan sejak dibuat.

3. Semakin lama larutan itu maka sudut putaran khasnya (ρ) akan cenderung

semakin kecil (sudut putar khas berubah relatif terhadap waktu).

23

Page 24: PolariMan

DAFTAR PUSTAKA

1. D.C. Giancoli, Physics Principles with applications, Int. Edition, Partice

Hall.1990.

2. Halliday & Resnick, Fisika Jilid 2, Erlangga. Jakarta.1984.

3. Diktat Praktikum Laboraturium Fisika Menengah Jurusan Fisika Fakultas MIPA

Universitas Padjadjaran, Jatinangor.2000

24