PolariMan
-
Upload
asep-abdul-rahman -
Category
Documents
-
view
105 -
download
0
Transcript of PolariMan
ABSTRAK
Cahaya dapat didefinisikan dengan berbagai macam jenis, ada yang menganggap
sebagai gelombang elektromagnetik dan ada juga yang menganggap sebagai partikel-
partikel energi yang dipancarkan oleh suatu sumber cahaya, oleh sebab itu cahaya
dikatakan mempunyai sifat dualisme.
Sebagai gelombang elektromagnetik, gelombang cahaya terbentuk karena terjadi
gerakan gelombang dari medan listrik dan medan medan magnet secara serentak, dimana
gelombang itu masing-masing merambat tegak lurus.
Zat optik aktif adalah bahan yang karena susunan kristal atau molekulnya asimetris,
dapat memutar bidang polarisasi sinar-sinar yang telah terpolarisasi linear.
Besarnya sudut putaran arah polarisasi dapat diukur dengan polarimeter.
Selanjutnya dapat ditentukan konsetrasi larutan dan laju reaksi dari zat optik aktif
tersebut.
Sudut putaran khas glukosa dengan l = 10 cm adalah = - 11,61. Sudut putaran
khas glukosa dengan l = 15 cm adalah = - 9,11. Sudut putaran khas glukosa dengan l =
20 cm adalah = - 8,55.
Sudut putaran khas larutan tak hingga dengan l = 10 cm adalah = - 5,11. Sudut
putaran khas larutan tak hingga dengan l = 15 cm adalah = - 4,96. Sudut putaran khas
larutan tak hingga dengan l = 20 cm adalah = - 5,83.
BAB IPENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kita ketahui bersama bahwa matahari merupakan sumber cahaya bagi kehidupan
di bumi. Cahaya dapat dianggap sebagai partikel-partikel energi yang dipancarkan
oleh suatu sumber cahaya.Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik yang
bergerak secara transversal. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya efek polarisasi
yang merupakan peristiwa berputarnya bidang polarisasi karena proses pemantulan,
pembiasan dan dapat pula terjadi apabila cahaya diteruskan melalui suatu bahan.
I.2. Identifikasi Masalah
Berputarnya bidang polarisasi akibat cahaya yang diteruskan melalui bahan yang
bersifat optis aktif (bahan-bahan yang bentuk molekulnya tidak asimetris), maka
dapat ditentukan suatu besaran yang menyatakan besarnya sudut putaran arah
polarisasi. Besaran ini hanya dapat diukur oleh suatu alat yang kita namakan
Polarimeter.
I.3. Tujuan Percobaan
1. Menentukan gejala pemutaran bidang polarisasi (sudut putar) oleh zat
optik-aktif.
2. Menentukan sudut putaran khas zat optik aktif setelah mencapai
kesetimbangan.
3. Menentukan konstanta reaksi dari larutan zat optik aktif.
2
BAB IITEORI DASAR
Cahaya merupakan gelombang elektromagnetik, dimana gelombang ini tidak
memerlukan medium untuk merambat atau dengan kata lain gelombang ini dapat
merambat dalam ruang hampa. Arah rambat cahaya tegak lurus terhadap arah getarnya
sehingga cahaya merupakan gelombang transversal. Hal ini dapat kita buktikan dengan
adanya efek dari polarisasi cahaya.
Polarisasi merupakan peristiwa terserapnya sebagian arah getar gelombang
sehingga hanya tinggal memiliki beberapa atau satu arah getar saja. Untuk mendapatkan
sinar yang terpolarisasi dapat terjadi karena beberapa peristiwa sebagai berikut:
Polarisasi karena pemantulan
Polarisasi dengan cara pemantulan dapat terjadi jika sudut sinar datang pada
cermin adalah 57. Sinar pantul dari sudut datang tersebut merupakan cahaya yang
terpolarisasi. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar di bawah ini:
3
Polarisasi karena pembiasan dan pemantulan
Cahaya yang terpolarisasi akan terjadi jika sudut sinar datang akan menghasilkan
sudut sinar pantul dan sinar bias yang saling tegak lurus.
Polarisasi karena bias kembar
Cahaya akan terpolarisasi jika mengenai suatu medium yang memiliki dua indeks
bias sehingga kelajuan cahaya tidak sama untuk ke segala arah, contoh: kristal kalsit.
Cahaya terpolarisasi
n1
n2
Polarisasi karena hamburan
Jika cahaya tidak terpolarisasi melewati medium gas, maka gelombang cahaya
yang dihamburkan ke samping dapat terpolarisasi sebagian atau seluruhnya.
4
Polarisasi karena absorpsi selektif
Polarisasi dapat diakibatkan karena adanya absorpsi selektif (melalui Polaroid).
Polaroid dapat menyerap sinar yang melaluinya dan mentransmisikan satu arah tertentu
yang disebut sumbu mudah Polaroid. Untuk menentukan arah polarisasi dan intensitas
cahaya yang ditransmisikan digunakan dua buah Polaroid. Polaroid pertama P1
dinamakan polarisator, yang berfungsi melewatkan sinar terpolarisasi dengan arah getar
sesuai dengan sumbu mudah P1.
Polaroid kedua P2 dinamakan analisator yang berfungsi menganalisis sinar yang
telah dilewatkan polarisator. Apabila analisator diputar, maka pada saat sumbu mudahnya
sejajar dengan sumbu polarisator, akan terlihat sinar paling terang. Selanjutnya sinar
meredup dan akan tampak gelap pada saat sumbu mudah polarisator dan analisator saling
tegak lurus.
5
Pemutaran Bidang Polarisasi
Apabila gelombang cahaya yang telah melalui polarisator (cahaya terpolarisasi)
terlebih dahulu melewati suatu zat optis aktif, yaitu bahan yang karena susunan kristalnya
atau molekulnya asimetris sehingga dapat memutar bidang polarisasi sinar-sinar yang
telah terpolarisasi linier, misalnya larutan glukosa. Besarnya sudut perubahan arah
polarisasi cahaya tergantung pada konsentrasi larutan c, panjang larutan l, dan susut
putar jenis larutan . Hubungan ini dapat ditulis secara matematis sebagai
Besar sudut bidang getaran cahaya yang dihasilkan oleh suatu larutan optis aktif,
sebanding dengan konsentrasi larutan tersebut. Juga sebanding dengan panjang larutan
yang dilewati cahaya serta panjang gelombang cahaya dan suhu.
C l , atau (1)
= []T
C l
dengan :
θ = sudut putaran yang dihasilkan
= daya putar spesifik
C = konsentrasi larutan
l = panjang larutan
Daya putar spesifik untuk larutan gula tebu pada suhu 20°C untuk cahaya kuning
dari lampu natrium dengan = 5.893 Å adalah 20
= 66,54 per satuan konsentrasi per
6
satuan panjang tabung. Apabila suhu percobaan bukan pada suhu 20°C, maka besarnya
daya putar spsifik berubah menurut :
[]T
= []20
{ 1- 0,000184 (T-20)} (2)
Jika glukosa berbeda dalam bentuk larutan, maka akan berubah menjadi
glukosa dalam isomer stereo, sehingga setelah beberapa jam terjadilah kesetimbangan.
Putaran khas dari dua isomer. Maka kita mendapatkan perubahan sudut putaran sebagai
fungsi dari waktu. Misalkan selam waktu t kecepatan reaksi untuk perubahan glukosa
dengan konsentrasi C1 ialah S1 = K1 * C1. Perubahan menjadi glukosa dengan
kecepatan S2 = K2 * C2 dan pada setiap saat berlaku C1 + C2 = C, dengan K1, K2
adalah konsentrasi reaksi.
Dari pernyataan tersebut dapat ditentukan laju persaman reaksi :
(3)
Dari persamaan (1) dapat diturunkan persamaan differensiasi linier orde
ke dua sehingga diperoleh solusi :
(4)
Dengan menggunakan syarat batas dimana pada t = 0, C1 , C2 dan pada saat t = C1
= C2 , sehingga diperoleh :
(5)
7
Sudut putaran sebagai fungsi waktu memenuhi persamaan :
(t) = 1 C1 l + 2 C2 l
Mensubstitusi C2 = C - C1 dan persamaan (4) sehingga diperoleh :
(6)
Dengan mensubstitusi nilai batas t = 0 sehingga diperoleh 1 = dan pada t = ∞
diperoleh hubungan :
i
(7)
Dan
(8)
dari selisih θ(0) – θ(∞) diperoleh :
(9)
misal = , dengan mengintegralkan persamaan (3) diperoleh :
(10)
dengan t2 waktu dimana zat optik aktif mencapai kesetimbangan (C2).
8
Persamaan (5) dan persamaan (8) dapat ditulis :
Macam Polarisasi
Polarisasi Linier
Pada gelombang tranversal seringkali kita ingin tahu gerak medium dalam ruang.
Hanya diberitahu medium bergerak tegak lurus arah jalar saja belum cukup, sebab dalam
bidang tegak lurus arah jalar ada banyak arah yang semuanya tegak lurus arah jalar
gelombang. Gelombang tranversal tertentu mempunyai sifat bahwa gerak medium dalam
bidang tegak lurus arah jalar ada pada suatu garis lurus. Dikatakan bahwa gelombang ini
terpolarisasi linier pada arah garis tersebut.
Polarisasi Lingkaran
Pada cahaya terpolarisasi melingkar (circularly polarized light), ujung vektor listrik
(E) menunjukkan spiral melingkar mengelilingi arah rambat dengan frekuensi yang sama
dengan frekuensi cahaya. Besar vektornya tetap tidak berubah.
Polarisasi Eliptis
Pada cahaya terpolarisasi eliptis, (elliptically-polarized light), vektor juga berputar
mengelilingi arah rambatan tetapi amplitudonya berubah. Proyeksi vektor pada sebuah
bidang tegak lurus arah rambat menerangkan sebuah elips. Cahaya terpolarisasi
melingkar dan eliptis dihasilkan dengan menggunakan keping retardasi.
Penurunan Rumus
9
Besar sudut bidang getaran cahaya yang dihasilkan oleh suatu bahan Oktif aktif
larutan, sebanding dengan konsentrasi larutan tersebut. Juga sebanding dengan panjang
larutan yang dilewati cahaya serta panjang gelombang cahaya dan suhu.
C.l, atau (1)
= []T
.C.l
dengan :
θ = sudut putaran yang dihasilkan
[]T
.C.l = daya putar spesifik
C = konsentrasi larutan
I = panjang larutan
Daya putar spesifik untuk larutan gula tebu pada suhu 20°C untuk cahaya kuning
dari lampu natrium dengan = 5.893 Å adalah 20
= 66,54 per satuan konsentrasi per
satuan panjang tabung. Apabila suhu percobaan bukan pada suhu 20°C, maka besarnya
daya putar spsifik berubah menurut :
[]T
= []20
{ 1- 0,000184 (T-20)} (2)
Jika glukosa berbeda dalam bentuk larutan, maka akan berubah menjadi
glukosa dalam isomer stereo, sehingga setelah beberapa jam terjadilah kesetimbangan.
Putaran khas dari dua isomer. Maka kita mendapatkan perubahan sudut putaran sebagai
10
fungsi dari waktu. Misalkan selam waktu t kecepatan reaksi untuk perubahan glukosa
dengan
konsentrasi C1 ialah S1 = K1 * C1. Perubahan menjadi glukosa dengan
kecepatan S2 = K2 * C2 dan pada setiap saat berlaku C1 + C2 = C, dengan K1, K2
adalah konsentrasi reaksi.
Dari p ernyataan tersebut dapat ditentukan laju persaman
reaksi :
(3)
dari persamaan (1) dapat diturunkan persamaan differensiasi linier orde ke dua sehingga
diperoleh solusi :
C1(t) = C [ k1e -(k
1+ k
2) t
+ k2] (4)
k1 + k2
Dengan menggunakan syarat batas dimana pada t = 0, C1 , C2 dan pada saat t = C1 = C2 ,
sehingga diperoleh :
C2 = C k2
k1 + k2
Sudut putaran sebagai fungsi waktu memenuhi persamaan :
(t) = 1.C1.l + 2.C2.l
Mensubstitusi C2 = C - C1 dan persamaan (4) sehingga diperoleh :
(t) = Cl [(1 - 2)k1e -(k
1+ k
2) t
+ 1k1 + 2k2] (6)
k1 + k2
11
dengan mensubstitusi nilai batas t = 0 sehingga diperoleh 1 = dan pada t = ∞
diperoleh hubungan :
ii
(7)
dan
(8)
dari selisih θ(0) – θ(∞) diperoleh :
(9)
misal = , dengan mengintegralkan persamaan (3) diperoleh :
(10)
dengan t2 waktu dimana zat okptik mencapai kesetimbangan (C2).
Persamaan (5) dan persamaan (8) dapat ditulis :
BAB III PERCOBAAN
1. Alat-Alat Yang Digunakan
1. Polarimeter adalah alat untuk mengukur besarnya sudut putaran arah
polarisasi.
12
2. Gelas kimia adalah sebagai wadah untuk membuat larutan glukosa
monohidrat 10%.
3. Gelas ukur adalah wadah yang digunakan untuk mengukur volume antara air
suling dengan glukosa monohidrat.
4. 3 buah Tabung gelas ukuran 10, 15 dan 20 cm adalah tempat untuk menaruh
larutan ataupun air suling yang akan kita amati.
5. Glukosa-monohidrat adalah larutan yang akan kita ukur sudut putarnya.
6. Air suling adalah sebagai pembanding glukosa dalam menentukan sudut putar.
7. Neraca adalah alat untuk menimbang massa dari glukosa monohidrat.
2. Prosedur Percobaan
A. Menentukan Titik Nol
a. Isilah masing-masing tabung dengan air suling !
b. Masukkan tabung 10 cm kedalam kalorimeter !
c. Putarlah analisator sehingga tampak seperti pada gambar I (a) !
d. Catat posisi analisator tersebut !
e. Putar kembali analisator sehingga tampak seperti gambar I (b) !
(a) (b)
f. Catat posisi analisator tersebut !
g. Tentukan besarnya titik nol tersebut !
h. Lakukan percobaan 3 sampai dengan 7 untuk tabung 15 dan 20 cm!
B. Menentukan Sudut Putar Glukosa
1. Buatlah larutan 10 % glukosa monohidrat dalam air suling.
2. Ukurlah kecepatan pembuatan larutan tersebut.
3. Isilah masing-masing tabung 10, 15 dan 20 cm dengan larutan !
13
4. Lakukan percobaan 2 sampai dengan 6 pada prosedur A !
5. Tentukan sudut putar glukosa tersebut !
Catatan :
Untuk prosedur A dan B setiap pengambilan data minimal 5 kali !.
C. Mutarotasi
1. Lakukan percobaan 1 sampi dengan 3 pada prosedur B !.
2. Masukkan tabung 20 cm kedalam polarimeter !.
3. Lakukan percobaan 2 sampai dengan 6 pada prosedur A selama satu jam
setiap 5 menit !.
4. Tentukan sudut putar larutan tersebut !.
5. Diamkan tabung minimal selam 2 jam !.
6. Ukurlah sudut putarannya untuk sudut putaran tak hingga !.
BAB IV
TABEL HASIL PERCOBAAN
A. Menentukan Titik Nol
10 cm 15 cm 20 cmA B A B A B
32,7 141,6 39,8 144,6 43,6 137,429,2 147,2 38,9 141,2 41,8 131,229,2 144,6 37,2 142,7 40,0 128,428,1 141,2 44,2 141,2 45,5 132,330,0 147,6 39,5 137,4 43,6 130,2
B. Menentukan Sudut Putar Glukosa
10 cm 15 cm 20 cmA B A B A B
14
64,4 152,4 68,6 146,3 37,8 148,968,6 149,1 74,5 150,2 43,3 151,265,4 155,5 69,4 151,1 40,5 155,567,2 154,3 70,2 153,2 41.4 156,267,1 152,5 73,2 150,3 37,9 149,2
C. Mutarotasi
Waktu (t) ditentukan.
t10 cm 15 cm 20 cm
A B A B A B
0 55,3 149,5 46,5 154,95 57,4 143,8 54,4 157,710 61,4 147,4 56,6 156,515 46,8 152,4 61,9 157,320 58,6 144,8 55,3 157,725 55,5 149,5 56,1 154,5
D. Waktu (t) tak hingga
10 cm 15 cm 20 cmA B A B A B
54,2 149,555,3 150,252,3 148,255,6 149,157,2 153,2
BAB V
PERHITUNGAN DAN ANALISA DATA
A. Menentukan Kedudukan Titik Nol (ρ)
ρ = A - B
Dimana :
B = sudut putaran pada posisi B
15
A = sudut putaran pada posisi A
Dikarenakan kedudukan sudut A telah melewati 180o,maka sudut A = A + 180o
sehingga ρ = (A + 180o) – B.
1. Untuk tabung 10 cm
ρ1 = (32,7 + 180) – 141,6)= 71.1°dengan cara yang sama maka :
10 cma b ρ
32,7 141,6 71.129,2 147,2 6229,2 144,6 64.628,1 141,2 66.930,0 147,6 62.4
Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (65.4+ 3.73965)o
2. Untuk tabung 15 cm
ρ1 = (39,8 + 180) – 144,6 = 75.2°
dengan cara yang sama maka :
15 cma b ρ
39,8 144,6 75.238,9 141,2 77.737,2 142,7 74.544,2 141,2 8339,5 137,4 82.1
Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (78.5 +3.89679)o 3. Untuk tabung 20 cm
ρ1 = (43,6 + 180) – 137,4 = 86.2°
dengan cara yang sama maka :
20 cma b ρ
43,6 137,4 86.241,8 131,2 90.640,0 128,4 91.6
16
45,5 132,3 93.243,6 130,2 93.4
Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (91+ 2.922328)o
B. Menghitung Sudut Putaran Glukosa Dan Sudut Putaran Khasnya
ρ = (A + 180o) – B
1. Untuk tabung 10 cm
ρ1 = (64,4+180)- 152,4 = 92°
dengan cara yang sama maka :
10 cma b ρ
64,4 152,4 9268,6 149,1 99.565,4 155,5 89.967,2 154,3 92.967,1 152,5 94.6
Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (93.78 +3.618978)o
2. Untuk tabung 15 cm
ρ1 = (68,6+180)- 146,3 = 102.3°
dengan cara yang sama maka :
15 cma b ρ
68,6 146,3 102.374,5 150,2 104.369,4 151,1 98.370,2 153,2 9773,2 150,3 102.9
Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (100.96 + 3.141337) o
3. Untuk tabung 20 cm
ρ1 = (180+37,8) – 148,9 = 68.9°
20 cma b ρ
37,8 148,9 68.943,3 151,2 72.140,5 155,5 6541.4 156,2 65.237,9 149,2 68.7
Setelah dirata-ratakan maka ρ terbaik adalah (67.98 + 2.955842)o
17
Sudut putar dari glukosa adalah :
θ = ρg - ρo
θ = Sudut putaran khas glukosa
ρg = Sudut putaran glukosa
Dari percobaan menentukan titik nol (ρo) didapatkan :
ρ untuk tabung 10 cm = 65.4°
ρ untuk tabung 15 cm = 78.5 °
ρ untuk tabung 20 cm = 91°
Sehingga didapatkan sudut putar glukosa untuk ketiga tabung, yaitu :
θ = ρg - ρo
1. Untuk tabung 10 cm
93.78 o – 65.4° = 28.38°2. Untuk tabung 15 cm
100.96 o - 78.5 ° = 22.46°3. Untuk tabung 20 cm
67.98 o – 91° = -23.02 °
C. Membuat Grafik Dari Percobaan Mutarotasi Dan Menghitung Sudut Putaran
Khas Glukosa
Seperti yang telah didapatkan sebelumnya masing-masing kedudukan nol (ρo)
untuk tiap tabung adalah
ρ untuk tabung 10 cm = 65.4°
ρ untuk tabung 15 cm = 78.5 °
ρ untuk tabung 20 cm = 91°
Telah diketahui bahwa :
θmutarotasi = ρmutarotasi - ρo
ρmutarotasi = (Posisi A + 180°) – Posisi B
Sehingga untuk tiap-tiap tabung diperoleh :
1. Untuk tabung 15 cm
No waktu(t) Posisi A Posisi B ρmutarotasi θmutarotasi αmutarotasi
18
1 300 55,3 149,5 85.8 -6.2 -0.413332 600 57,4 143,8 93.6 -5.9 -0.393333 900 61,4 147,4 94 4.1 0.2733334 1200 46,8 152,4 74.4 -18.5 -1.233335 1500 58,6 144,8 93.8 -0.8 -0.05333
2. Untuk tabung 20 cm
No waktu(t) Posisi A Posisi B ρmutarotasi θmutarotasi αmutarotasi
1 300 46,5 154,9 71.6 -30.7 -1.5352 600 54,4 157,7 76.7 -27.6 -1.383 900 56,6 156,5 80.1 -18.2 -0.914 1200 61,9 157,3 84.6 -12.4 -0.625 1500 55,3 157,7 77.6 -25.3 -1.265
19
D. Dari Percobaan Larutan Tak Hingga dihitung Sudut Putar tak hingga dan sudut
putaran khas Glukosa
Seperti yang telah didapatkan sebelumnya masing-masing kedudukan nol
(ρo)untuk tiap tabung adalah
ρ untuk tabung 10 cm = 65.4°
ρ untuk tabung 15 cm = 78.5°
ρ untuk tabung 20 cm = 91°
Telah diketahui bahwa :
θmutarotasi = ρmutarotasi - ρo
ρmutarotasi = (Posisi A + 180°) – Posisi B
Sehingga untuk tiap-tiap tabung diperoleh :
1. Untuk tabung 10 cm
No Posisi A Posisi B ρmutarotasi θ(~) αmutarotasi
1 54,2 149,5 84.7 13.6 1.36
2 55,3 150,2 85.1 23.1 2.31
3 52,3 148,2 84.1 19.5 1.95
4 55,6 149,1 86.5 19.6 1.96
5 57,2 153,2 84 21.6 2.16
2. Untuk tabung 15 cm
No Posisi A Posisi B ρmutarotasi θ(~) αmutarotasi
1 62.5 145.7 96,8 21,6 1,442 63.5 147.6 95,9 18,2 1,2133333 65.5 152.9 92,6 18,1 1,2066674 62.3 168.1 74,2 -8,8 -0,586675 65.2 157.2 88 5,9 0,393333
3. Untuk tabung 20 cm
No Posisi A Posisi B ρmutarotasi θ(~) αmutarotasi
1 55.1 156.2 78,9 -7,3 -0,3652 51.2 157.2 74 -16,6 -0,83
20
3 52.3 154.1 78,2 -13,4 -0,674 49.8 156.3 73,5 -19,7 -0,9855 56.2 159.2 77 -16,4 -0,82
Membuat Grafik θ(t) - θ (~) terhadap waktu
10 cm 15 cm 20cmθ(t) - θ (~) θ(t) - θ (~) θ(t) - θ (~)
- -27,8 -23,4- -24,1 -11- -14 -4,8- -9,7 7,3- -6,7 -8,9
i
ii
21
E. Analisis Grafik
Dari hasil plot data percobaan maka diperoleh grafik hubungan sudut
putaran khas glukosa terhadap waktu yang tak hingga seperti di atas, dilihat dari
hasil grafik maka kita dapat menyimpulkan bahwa sudut putar glukosa pada
waktu tertentu berubah drastis.
BAB VI
KESIMPULAN
1. Polarimeter bekerja dengan cara mengukur cahaya yang telah terpolarisasi
(cahaya natrium) dan membandingkan dengan yang akan diukur.
22
2. Dalam praktikum menunjukkan bahwa larutan yang merupakan zat optis aktif
yang memiliki konsentrasi tertentu memiliki sudut putaran yang berubah
terhadap waktu larutan tersebut yang didiamkan sejak dibuat.
3. Semakin lama larutan itu maka sudut putaran khasnya (ρ) akan cenderung
semakin kecil (sudut putar khas berubah relatif terhadap waktu).
23
DAFTAR PUSTAKA
1. D.C. Giancoli, Physics Principles with applications, Int. Edition, Partice
Hall.1990.
2. Halliday & Resnick, Fisika Jilid 2, Erlangga. Jakarta.1984.
3. Diktat Praktikum Laboraturium Fisika Menengah Jurusan Fisika Fakultas MIPA
Universitas Padjadjaran, Jatinangor.2000
24