Pola Statistik

26
13 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Kualitas dan Pengendalian Kualitas Kualitas secara tradisional didefinisikan dengan fitness to use (ketepatan untuk kegunaan), dimana pemahaman kualitas hanya berdasarkan pada ketepatan kegunaan suatu produk atau jasa dengan kebutuhan. Secara modern, kualitas berbanding terbalik dengan variasi, sehingga semakin sedikit variasi suatu produk maka akan semakin baik kualitas produk tersebut. Sementara itu dalam konteks pembahasan tentang pengendalian proses statistikal, terminologi dari kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan (perbaikan) dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. Pengendalian kualitas menurut Vincent Gaspersz, adalah aktivitas teknik dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output baik barang maupun jasa, kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar. Performansi kualitas pada dasarnya dapat ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut :

description

test

Transcript of Pola Statistik

  • 13

    BAB 2

    LANDASAN TEORI

    2.1 Definisi Kualitas dan Pengendalian Kualitas

    Kualitas secara tradisional didefinisikan dengan fitness to use (ketepatan

    untuk kegunaan), dimana pemahaman kualitas hanya berdasarkan pada ketepatan

    kegunaan suatu produk atau jasa dengan kebutuhan. Secara modern, kualitas

    berbanding terbalik dengan variasi, sehingga semakin sedikit variasi suatu produk

    maka akan semakin baik kualitas produk tersebut.

    Sementara itu dalam konteks pembahasan tentang pengendalian proses

    statistikal, terminologi dari kualitas didefinisikan sebagai konsistensi peningkatan

    (perbaikan) dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk atau jasa yang

    dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna

    meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal.

    Pengendalian kualitas menurut Vincent Gaspersz, adalah aktivitas teknik

    dan manajemen, melalui mana kita mengukur karakteristik kualitas dari output baik

    barang maupun jasa, kemudian membandingkan hasil pengukuran itu dengan

    spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan

    yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dan standar.

    Performansi kualitas pada dasarnya dapat ditentukan dan diukur berdasarkan

    karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut :

  • 14

    1. Fisik : panjang, berat, diameter, tegangan, kekentalan, dan lain-lain.

    2. Sensory (berkaitan dengan panca indera) : penampilan, warna, bentuk, rasa,

    dan lain-lain.

    3. Orientasi waktu: keandalan (reliability), kemampuan pelayanan

    (serviceability), maintainability, dan lain-lain.

    4. Orientasi biaya : berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga

    atau ongkos dari suatu produk yang harus dibayarkan oleh konsumen.

    Suatu penentuan atau pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada

    3 tingkat, yaitu :

    1. Pengukuran pada tingkat proses (process level), yaitu pengukuran setiap

    aktifitas proses dan karakteristik input dilakukan oleh pemasok (supplier)

    yang mengendalikan karakteristik output yang diinginkan. Tujuannya untuk

    mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap aktifitas dalam proses dan

    menggunakan ukuran tersebut untuk mengendalikan operasi serta

    memperkirakan output yang dihasilkan sebelum output tersebut diproduksi

    atau dipasarkan.

    2. Pengukuran pada tingkat output (output level), pengukuran karakteristik

    output yang dihasilkan kemudian dibandingkan terhadap spesifikasi

    karakteristik yang diinginkan pelanggan.

    3. Pengukuran pada tingkat outcome (outcome level), merupakan pengukuran

    tertinggi dalam pengukuran performansi kualitas. Dilakukan pengukuran baik

  • 15

    tidaknya suatu produk dalam memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan

    (mengukur tingkat kepuasan pelanggan).

    Variasi yang merupakan faktor pembanding kualitas secara modern,

    didefinisikan sebagai ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional

    sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas output yang dihasilkan. Terdapat

    2 penyebab timbulnya variasi, yaitu :

    1. Variasi Penyebab Khusus (Special Causes Variation), berupa kejadian-

    kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem. Faktor

    penyebab khusus meliputi manusia, mesin, material, lingkungan, metode,

    informasi. Dalam pengendalian proses statistikal yang menggunakan peta

    kendali ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada di luar batas-batas

    kendali.

    2. Variasi Penyebab Umum (Common Causes Variation), berupa faktor-faktor

    dalam suatu sistem atau yang melekat pada proses, yang menyebabkan

    timbulnya variasi dalam sistem serta hasilnya. Untuk menghilangkan

    penyebab tersebut harus ditelusuri elemen-elemen dalam sistem itu, dimana

    hanya pihak manajemen yang mengendalikan sistem tersebut yang dapat

    memperbaikinya. Dalam pengendalian proses statistikal yang menggunakan

    peta kendali ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada di dalam

    batas-batas kendali.

  • 16

    2.2 Konsep Six Sigma

    2.2.1 Definisi Six Sigma

    Six Sigma secara sederhana didefinisikan sebagai pendekatan

    pengambilan keputusan dalam usaha peningkatan proses yang dirancang untuk

    meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya-biaya. Kata Sigma sendiri

    yang merupakan salah satu huruf alfabet yunani, berarti indikasi banyaknya

    tingkat variasi output terhadap target yang telah ditetapkan.

    Dalam buku The Six Sigma Way, Six Sigma didefinisikan sebagai

    sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai,

    mempertahankan dan memaksimalkan sukses bisnis. Six Sigma secara unik

    dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan,

    pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data dan analisis statistik, dan

    perhatian yang cermat untuk mengelola, memperbaiki dan menanamkan

    kembali proses bisnis.

    Six sigma Institute mendefinisikan Six sigma sebagai pengukuran

    kualitas untuk mencapai kesempurnaan serta metodologi untuk mengeliminasi

    cacat di semua proses mulai dari manufaktur sampai transaksional dan dari

    produk maupun jasa. Oleh karena target kinerja dari six sigma adalah menuju

    tingkat kegagalan 0 atau tingkat kepuasan 100% bagi pelanggan. Definisi

    lainnya adalah tujuan yang hampir sempurna dalam memenuhi persyaratan

    pelanggan.

  • 17

    Six Sigma lebih kepada suatu pendekatan manajemen untuk mencapai

    tujuannya berupa kepuasan pelanggan, peningkatan produktivitas, penurunan

    tingkat produk yang cacat dan secara umum peningkatan kinerja perusahaan

    yang dapat dibuktikan dengan laba, penghematan tahunan, nilai harga saham,

    market share, dan lain-lain. Metode ini juga memiliki basis yang cukup kuat

    pada statistik, dimana Six Sigma merujuk pada target kinerja operasi yang

    diukur dengan hanya 3,4 cacat (defect) untuk setiap satu juta aktivitas atau

    peluang (Defect Per Million Opportunity).

    2.2.2 Tema Kunci dan Manfaat Six Sigma

    Untuk dapat menerapkan metode Six Sigma secara optimal perlu

    diperhatikan visi organisasi yang harus meliputi enam tema kunci metode Six

    Sigma itu sendiri. Enam tema ini sering juga ditafsirkan sebagai persyaratan

    utama dalam mengembangkan metode Six Sigma. Enam tema kunci tersebut

    adalah:

    1. Fokus sungguh-sungguh kepada pelanggan (Customer Focus)

    2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta (Management by Fact)

    3. Fokus pada proses, manajemen dan perbaikan

    4. Manajemen Proaktif (Proactive Management).

    5. Kolaborasi tanpa Batas (dari Jack Welch).

    6. Dorongan untuk sempurna, tetapi toleransi terhadap kegagalan.

  • 18

    Ada banyak keuntungan yang didapat dari penggunaan Six Sigma yang

    telah terbukti, diantaranya :

    Pengurangan Biaya Peningkatan produktivitas Mempercepat tingkat perbaikan Pertumbuhan pangsa pasar Retensi pelanggan Pengurangan waktu siklus Pengurangan defect (cacat) Pengembangan produk atau jasa

    2.3 Model Perbaikan Six Sigma DMAIC

    Ada beberapa model perbaikan yang diterapkan pada proses selama

    bertahun-tahun. Sebagian besar dari model tersebut, didasarkan pada langkah-

    langkah yang diperkenalkan W. Edwards Deming, yaitu Plan Do Check Act

    (PDCA) yang menggambarkan logika dasar dari perbaikan proses berbasis data.

    Siklus perbaikan lima fase yang makin umum dalam organisasi-organisasi

    Six Sigma adalah Define Measure Analyze Improve Control (DMAIC).

    DMAIC didasarkan pada siklus dasar PDCA.

  • 19

    Gambar 2.1 Perbandingan Fase PDCA & DMAIC

    DMAIC merupakan proses peningkatan berkelanjutan dan terus menerus

    menuju target Six Sigma. Dalam setiap fase DMAIC terdapat beberapa tools (alat)

    yang dapat digunakan untuk mengolah dan menganalisa data. Fase-fase dalam

    DMAIC adalah :

    Define

    Pada tahap ini dilakukan pendefinisian masalah-masalah yang dihadapi

    oleh perusahaan sedapat mungkin secara spesifik dan berdasarkan fakta

    (fokuskan kepada apa yang dapat diamati dan disusun, bukan pada perkiraan

    atau asumsi-asumsi). Kemudian ditentukan tujuan yang akan dicapai.

  • 20

    Measure

    Pada tahap ini dilakukan pengenalan terhadap karakteristik kualitas kunci

    kualitas (CTQ) dan pengukuran kinerja dari proses yang berlangsung.

    Pengukuran merupakan satu fase transisi kunci yang berfungsi memvalidasi atau

    menyaring masalah dan memulai meneliti akar masalah.

    Analyze

    Fase Analyze dilakukan untuk mencari tahu akar permasalahan yang

    terjadi. Identifikasi faktor penyebab terjadi masalah ditinjau dari segi man,

    machine, environment, method dan material (pembuatan Cause and Effect

    Diagram) untuk mengetahui penyebab yang paling dominan.

    Improve

    Merupakan fase yang dilakukan untuk meningkatkan kulitas dan proses

    yang telah ada dengan menemukan ide-ide yang mungkin akan membantu kita

    mengatasi akar masalah dan mencapai tujuan, menentukan ide mana yang

    menjadi solusi-solusi potensial, dan memilih solusi yang paling tepat.

    Control

    Fase ini merupakan akhir dari fase DMAIC, tetapi merupakan awal dari

    peningkatan (perbaikan) terus-menerus dan integrasi sistem Six Sigma. Dalam

    fase ini, usaha-usaha perbaikan yang ada disimulasikan, kemudian

    didokumentasikan dan disosialisasikan untuk menunjang tindakan

  • 21

    pengimplementasian dari usaha perbaikan secara terus-menerus (closed loop

    monitoring).

    Gambar 2.2 Fase DMAIC

    Penggunaan suatu metode perbaikan tentu dapat mendatangkan keuntungan.

    Beberapa keuntungan yang ditawarkan model DMAIC dibanding yang lain adalah :

    Membuat suatu awal yang baik Memberikan sebuah konteks yang baru terhadap alat-alat yang sudah dikenal Menciptakan sebuah pendekatan yang konsisten Memprioritaskan Pelanggan dan Pengukuran sebagi dua komponen kritis

    sistem Six Sigma

    Menawarkan jalur perbaikan proses dan juga perancangan (baru atau ulang) untuk perbaikan

  • 22

    2.4 Critical To Quality (CTQ)

    Kunci penting dari Output (important key process Output) biasanya

    dikategorikan berdasarkan pengaruhnya (area of impact), yaitu critical to quality,

    critical to cost, critical to delivery dan critical to process. Critical To Quality

    (CTQ) adalah berbagai persyaratan yang dikehendaki oleh pelanggan terhadap

    suatu produk atau jasa. Merupakan karakteristik kualitas yang ditetapkan dan

    berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan, yang diturunkan

    secara langsung dari persyaratan-persyaratan Output dan pelayanan.

    2.5 Pengukuran Kinerja

    Pengukuran kinerja output dapat dilakukan dengan ukuran defective dan

    ukuran berbasis peluang. Melalui nilai Defects Per Million Opportunities, dapat

    diindikasikan berapa banyak defect yang akan muncul dalam satu juta peluang.

    Sementara dengan menghitung nilai Final Yield memberikan informasi persentase

    output yang bebas cacat (defect free). Dengan mengkonversikan nilai yang

    diperoleh pada tabel konversi six sigma (bagian lampiran) maka didapatkan nilai

    (level) sigma. Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah :

    TOP (Total Opportunities) = OPU

    DOP (Defect per Opportunities) = TOP

    D

    DPMO (Defect Per Million Opportunities) = 610DOP

  • 23

    DPU (Defect Per Unit) = UD

    Y (Yield) = (1 DPU) 100%

    Dimana : D = Jumlah keseluruhan produk cacat

    U = Total produk yang diproduksi

    OP = Karakteristik Kualitas Kunci / CTQ

    2.6 Alat-alat DMAIC

    2.6.1 SIPOC Diagram

    Diagram SIPOC merupakan salah satu teknik yang paling sering

    digunakan dalam manajemen perbaikan proses. Diagram ini digunakan untuk

    menyajikan garis besar dari aliran kerja. SIPOC berasal dari lima elemen yang

    terdapat pada diagram, yaitu :

    Supplier : orang atau kelompok yang memberikan informasi kunci, bahan atau sumber daya lainnya untuk proses.

    Input : sesuatu yang diberikan untuk menjalankan proses. Process : sekumpulan langkah yang mengubah, biasanya menambahkan

    nilai input.

    Output : produk (hasil) atau proses final. Customer : orang atau kelompok atau proses yang menerima output.

  • 24

    Gambar 2.3 Diagram SIPOC

    Seingkali dalam SIPOC ditambahkan persyaratan (requirement) kunci

    dari input dan output sehingga menjadi SIRPORC. Namun istilah tersebut

    jarang digunakan. Beberapa kegunaan dari SIPOC adalah :

    Menampilkan sekumpulan aktivitas lintas fungsional dalam satu diagram

    tunggal yang sederhana.

    Menggunakan kerangka kerja yang dapat diterapkan pada proses dengan

    semua ukuran.

    Membantu memelihara perspektif gambaran yang dapat ditambahkan

    perincianan.

    2.6.2 Peta Kendali

    Peta Kendali merupakan teknik membuat grafik statistik yang nilainya

    diukur berdasarkan hasil plot karakteristik kualitas tertentu. Peta kendali

  • 25

    digunakan untuk mengetahui apakah proses berada dalam kendali statistik atau

    tidak. Pada dasarnya setiap peta kendali memiliki :

    Garis tengah (Central Line), yang dinotasikan dengan CL. Sepasang batas kontrol (Control Limits), yang dikenal sebagai batas

    kontrol atas (Upper Control Limit / UCL), dan batas kontrol bawah

    (Lower Control Limit / LCL).

    Tebaran nilai nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan

    dari proses.

    Suatu proses ataupun produk dikatakan berada dalam kendali stastistik

    apabila nilai pengamatan jatuh diantara batas atas dan bawah kendali,

    sedangkan jika nilai pengamatan berada di luar batas kontrol maka proses

    dianggap di luar kontrol sehingga perlu diambil tindakan perbaikan. Untuk

    mengetahui apakah suatu proses pengujian berada di dalam atau di luar

    kendali, tidak hanya berpedoman pada satu syarat saja, seperti yang telah

    disebutkan sebelumnya. Beberapa kriteria untuk mengetahui apakah suatu

    proses berada di luar kendali yaitu:

    Terdapat titik yang jatuh diluar garis batas kendali. 9 titik atau lebih secara berurutan jatuh disisi yang sama garis tengah. 6 titik secara berurutan terus naik atau terus turun 14 titik atau lebih secara bergantian naik-turun. 7 titik atau lebih secara berurutan terus naik atau terus turun.

  • 26

    Dua dari 3 titik jatuh di luar batas 2. Empat dari 5 titik jatuh di luar batas 1. Lima belas titik berada dalam batas kendali 1. Delapan titik secara berurutan jatuh di luar batas 1.

    Selain itu jika terjadi pengelompokan data yang mengikuti pola tertentu,

    maka data tersebut tidak dapat dikategorikan tidak terkendali. Jenis-jenis

    abnormalitas pola pengelompokan data yang terbentuk adalah sebagai berikut:

    1. Run, terjadi jika beberapa titik berurutan jatuh pada satu sisi dari garis

    tengah. Sebuah pola data dinyatakan run apabila:

    Panjang run = 7 Panjang run kurang dari 6, tetapi 6 dari 10 titik atau 12 dari 14 titik

    berada di luar batas kendali.

    Gambar 2.4 Pola Run

  • 27

    2. Trend. Sebuah pola data dinyatakan memiliki pola trend apabila ada

    kecenderungan naik atau turun dari sejumlah titik berurutan, dengan

    evaluasi jumlah titik = 7.

    Gambar 2.5 Pola Trend

    3. Periodic, terjadi apabila beberapa titik memperlihatkan pola perubahan

    yang sama untuk interval yang sama

    Gambar 2.6 Pola Periodic

    4. Hugging, adalah pengelompokkan titik di sekitar garis tengah atau garis

    kontrol.

  • 28

    Gambar 2.7 Pola Hugging Pada Garis Tengah

    Hugging garis kontrol terjadi apabila 2 dari 3 titik, 3 dari 7 titik atau 4

    dari 10 titik, jatuh diantara dua garis yang berjarak 2/3 dari garis tengah antara

    garis tengah dengan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah.

    Gambar 2.8 Pola Hugging Pada Batas Kontrol

    Terdapat beberapa jenis peta kendali yang penggunaannya disesuaikan

    dengan tipe data yang akan diolah. Dalam pengendalian statistik terdapat dua

    jenis data, yaitu :

    9 Data variabel, merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan

    analisis, misalnya data dimensi sampel. Peta kendali yang dapat

    digunakan untuk jenis data ini adalah peta kendali X, X , R, S dan MR.

  • 29

    9 Data atribut, merupakan data kualitatif yang dapat dihitung untuk

    pencatatan dan analisis, misalnya jumlah produk cacat. Peta Kendali

    yang dapat digunakan adalah peta kendali p, np, c dan u.

    Gambar 2.9 Petunjuk Pemilihan Peta Kendali

    Peta Kontrol p

    Peta kontrol p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian

    (penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang

    sedang di inspeksi. Dengan demikian peta kontrol p digunakan untuk

    mengendalikan proporsi dari item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi

    kualitas atau proporsi dari produk yang cacat yang dihasilkan dalam suatu

    proses. Pembuatan peta kontrol p dapat dilakukan mengikuti beberapa langkah

    berikut :

  • 30

    1. Tentukan ukuran contoh yang cukup besar (n>30).

    2. Hitung nilai proporsi cacat

    inspeksitotalcacattotalp =

    3. Hitung nilai simpangan baku, yaitu :

    ( )

    =n

    p1pSp

    4. Hitung batas-batas kontrol :

    CL : p

    UCL : p + 3 Sp

    LCL : p - 3 Sp

    5. Plot data proporsi cacat dan lakukan pengamatan apakah data itu berada

    dalam pengendalian statistikal.

    2.6.3 Diagram Sebab Akibat

    Diagram sebab akibat disebut juga dengan diagram tulang ikan karena

    bentuknya yang seperti kerangka ikan. Diagram ini diperkenalkan oleh Prof.

    Kaoru Ishikawa pada tahun 1953. Tujuan dari dibuatnya diagram ini adalah

    untuk menunjukan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas

    (akibat) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.

    Diagram ini menunjukan 6 faktor penyebab yang mempengaruhi

    kualitas suatu produk. Faktor tersebut adalah man (manusia), method (metode),

  • 31

    material (bahan), machine (mesin), measurement (pengukuran) dan

    environment (lingkungan). Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam

    pembuatan diagram ini adalah :

    1. Penentuan masalah atau akibat yang akan dianalisa.

    2. Penetuan faktor utama yang mempengaruhi akibat yang ditimbulkan.

    3. Penentuan faktor sekunder yang mempengaruhi faktor utama

    sebelumnya.

    Gambar 2.10 Contoh Fishbone

    2.6.4 Diagram Pareto

    Diagram Pareto merupakan diagram batang yang menyusun secara

    menurun dari frekuensi besar ke kecil. Biasanya digunakan untuk melihat atau

    mengidentifikasi masalah, tipe cacat, atau penyebab yang paling dominan,

    sehingga dapat dilakukan pemrioritasan dari penyelesaian masalah yang akan

  • 32

    dilakukan. Secara lebih terperinci diagram ini digunakan sebagai alat

    interpretasi untuk menentukan frekuensi relatif dan urutan penting penyebab

    terjadinya masalah, serta untuk memfokuskan perhatian pada informasi-

    informasi kritis dan penting melalui pembuatan ranking dari penyebab suatu

    masalah dalam bentuk yang signifikan.

    Gambar 2.11 Contoh Diagram Pareto

    2.6.5 FMEA

    FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses untuk

    mengidentifikasi dan mendahulukan masalas-masalah potensial (kegagalan).

    Dengan mendasarkan aktivitas pada FMEA dapat difokuskan energi dan

    sumber daya pada usaha pencegahan, monitoring dan rencana tanggapan yang

    paling mungkin untuk melakukan suatu perbaikan.

  • 33

    Metode FMEA mempunyai banyak aplikasi dalam lingkungan Six

    Sigma, untuk mencari berbagai masalah bukan hanya dalam proses serta

    perbaikan kerja, tapi juga dalam aktivitas pengumpulan data prosedur serta

    pelaksanaan Six Sigma. Prasyarat yang diperlukan adalah dengan memberikan

    penekanan khusus untuk menghentikan masalah. Konsep kunci penggunaan

    FMEA adalah :

    1. Mendaftarkan masalah-maslah potensial yang dapat muncul.

    2. Menilai masalah dengan menggunakan skala 1-10 untuk setiap kegagalan

    potensial untuk 3 kategori berikut :

    Occurance (O), suatu perkiraan probabilitas atau peluang bagi

    penyebab akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang

    menyebabkan akibat tertentu.

    Tabel 2.1 Skala Occurrence

    Skala Kriteria Verbal Tingkat Kejadian

    1 Tidak mungkin penyebab ini mengakibatkan kegagalan 1 dalam 1000000

    2 3

    Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20000 1 dalam 4000

    4 5 6

    Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 1000 1 dalam 400 1 dalam 80

    7 8

    Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40 1 dalam 20

    9 10

    Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 1 dalam 8 1 dalam 2

  • 34

    Severity (S), suatu perkiraan subyektif bagaimana buruknya pengguna

    akhir akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut.

    Tabel 2.2 Skala Severity

    Skala Kriteria Verbal

    1 Neglible Severity, kita tidak perlu memikirkan akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna akhir tidak akan memperhatikan kecacatan ini.

    2 3

    Mild Severity, akibat yang ditimbulkan hanya bersifat ringan, pengguna akhir tidak merasakan perubahan kinerja.

    4 5 6

    Moderate Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat penurunan kinerja atau penampilan namun masih berada dalam batas toleransi.

    7 8

    High Severity, pengguna akhir akan merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada di luar batas toleransi.

    9 10

    Potential Safety Problem, akibat yang ditimbulkan adalah sangat berbahaya dan bertentangan dengan hukum.

    Detectibility (D), perkiraan subyektif bagaimana efektivitas dan

    metode pencegahan atau pendeteksian.

    Tabel 2.3 Skala Detectability

    Skala Kriteria Verbal Tingkat Kejadian

    1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan bahwa penyebab akan muncul lagi.

    1 dalam 1000000

    2 3

    Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah sangat rendah.

    1 dalam 20000 1 dalam 4000

    4 5 6

    Kemungkinan penyebab bersifat moderat, Metode deteksi masih memungkinkan kadang kadang penyebab itu terjadi.

    1 dalam 1000 1 dalam 400 1 dalam 80

    7 8

    Kemungkinan penyebab itu masih tinggi. Metode pencegahan kurang efektif, penyebab masih berulang lagi

    1 dalam 40 1 dalam 20

    9 10

    Kemungkinan penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi

    1 dalam 8 1 dalam 2

  • 35

    3. Menghitung Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian

    antara skala severity, detectibility dan skala occurance, untuk

    memprioritaskan kegagalan potensial.

    RPN = O S D

    4. Melakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi resiko kegagalan,

    dengan memfokuskan pada kegagalan potensial yang memiliki nilai

    RPN (prioritas) tertinggi.

    2.7 Metode AHP

    Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu alat pengambilan

    putusan yang sederhana, yaitu dengan memisahkan persoalan-persoalan yang rumit

    (kompleks) menjadi beberapa jenjang (hirarki) yang sederhana, untuk kemudian

    diselesaikan satu per satu, dan pada akhirnya kembali hirarki tersebut disusun

    menjadi suatu kesatuan.

    Keuntungan dari AHP adalah dapat melakukan analisis secara simultan dan

    terintegrasi antara parameter-parameter yang kualitatif dan yang kuantitatif. AHP

    juga memiliki beberapa manfaat yakni:

    Mendefinisikan struktur hirarki masalah yang akan dipecahkan. Melakukan pembobotan elemen-elemen pada setiap Level dari hirarki. Menghitung prioritas terbobot dan konsistensi pembobotan. Menampilkan urutan dari alternatif-alternatif yang dipertimbangkan.

  • 36

    AHP menghandalkan teknik pembobotan dimana menggambarkan ukuran

    relatif tentang pentingnya suatu elemen dibandingkan dengan elemen yang lainnya.

    Standar pembobotan yang digunakan adalah dengan skala 1 (dua elemen sama

    pentingnya) sampai 9 (satu elemen jauh lebih penting dari yang lain) untuk

    digunakan dalam matriks dengan perbandingan berpasangan.

    Tabel 2.4 Tingkat Kepentingan AHP

    Tingkat Kepentingan Definisi Kepentingan

    1 Sama penting dibanding yang lain

    3 Moderat pentingnya dibanding yang lain

    5 Kuat pentingnya dibanding yang lain

    7 Sangat kuat pentingnya dibanding yang lain

    9 Ekstrim pentingnya dibanding yang lain

    2,4,6,8 Nilai diantara dua nilai kepentingan yang berdekatan Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas dibanding elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya dibanding elemen j.

    Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam penentuan prioritas dengan

    AHP adalah :

    Melakukan pembandingan bobot antar pilihan yang ada untuk setiap kriteria. A B C

    A 1 1/2 1/4 B 2 1 1/4 C 4 4 1

    Menormalisasi masing-masing matriks, untuk mendapatkan nilai Row Average.

  • 37

    A B C A B C Row Average A 1 1/2 1/4 A 1/7 1/11 1/6 0.133 B 2 1 1/4 B 2/7 2/11 1/6 0.211 C 4 4 1 C 4/7 8/11 4/6 0.655

    total 7 11/2 6/4

    Melakukan perhitungan nilai prioritas keseluruhan, dengan mengalikan nilai row average dari matriks perbandingan pilihan setiap kriteria dengan matriks

    perbandingan kriteria keseluruhan.

    =

    ===

    0.51990.25050.2296

    0.570.290.14

    0.460.570.660.220.330.210.320.100.13

    CBA

    2.8 Metode Fuzzy

    Logika Fuzzy merupakan suatu logika baru yang lama, sebab ilmu tentang

    logika fuzzy modern dan baru ditemukan beberapa tahun yang lalu, padahal

    sebenarnya konsep tentang logika fuzzy itu sendiri sudah sejak lama. Logika fuzzy

    adalah suatu cara yang tepat untuk memetakan suatu ruang input ke dalam raung

    output, misalnya dengan input data persediaan barang berapakah jumlah barang

    yang dapat diproduksi sebagai outputnya.

    Konsep metode fuzzy mudah dimengerti karena didasari konsep matematis

    sederhana. Metode fuzzy memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat dan

    mampu memodelkan fungsi nonlinear yang sangat kompleks. Beberapa hal yang

    terdapat dalam metode ini adalah :

  • 38

    Himpunan Fuzzy

    Suatu model fuzzy seringkali dideskripsikan dalam syarat-syarat ruang

    fuzzy-nya yang biasanya tersusun atas beberapa himpunan fuzzy dimana

    masing-masing himpunan tersebut mendeskripsikan suatu arti tertentu. Misalnya

    parameter temperatur terbagi dalam 3 himpunan fuzzy, dingin, sejuk, dan panas.

    Fungsi Keanggotaan

    Fungsi keanggotaan merupakan suatu kurva yang menunjukan pemetaan

    titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (derajat keanggotaan) yang

    memiliki interval 0 sampai 1. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk

    mendapatkan nilai keanggotaan adalah melalui pendekatan fungsi.

    Domain Himpunan Fuzzy

    Merupakan keseluruhan nilai yang diijinkan dalam semesta pembicara

    dan merupakan bilangan real. Nilai domain dapat berupa bilangan positif

    maupun negatif. Domain memiliki batas atas dan batas bawah, misalnya

    himpunan fuzzy berat memiliki domain antara 40 kg sampai 60 kg.

    Fungsi Implikasi

    Fungsi implikasi digunakan sebagai dasar untuk teknik implikasi fuzzy.

    Misalnya jika 2 daerah fuzzy direlasikan dengan implikasi IF x is A THEN y is

    B. Pembentukan fungsi implikasi biasanya disertai dengan penggunaan operator

    lainnnya seperti And, Or dan Not.