Pola Organisasi Materi Pelajaran Bahasa Indonesia Sd

download Pola Organisasi Materi Pelajaran Bahasa Indonesia Sd

If you can't read please download the document

Transcript of Pola Organisasi Materi Pelajaran Bahasa Indonesia Sd

POLA ORGANISASI MATERI PELAJARAN BAHASA INDONESIA SD Makalah di susun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah: Pengembangan Kurikulum SD Dosen Pengampu: Prof. Dr. Anik GufronOleh Azmussyani 10712251017PENDIDIKAN DASAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA YOGYAKARTA 20111Pendahuluan Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. Saat ini, arah pembinaan bahasa Indonesia di sekolah dituangkan dalam tujuan pengajaran bahasa Indonesia yang secara eksplisit dinyatakan dalam kurikulum. Secara garis besar, tujuan utama pengajaran bahasa Indonesia adalah agar anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik. Itu berarti agar anak-anak mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik menggunakan media bahasa Indonesia (periksa Samsuri, 1987; Sadtono, 1988). Melalui harapan di atas, pengajaran bahasa Indonesia dikelola agar anakanak memiliki keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesia, seperti (1) menulis laporan ilmiah atau laporan perjalanan, (2) membuat surat lamaran pekerjaan, (3) berbicara di depan umum atau berdiskusi, (4) berpikir kritis dan kreatif dalam membaca, atau (5) membuat karangan-karangan bebas untuk majalah, koran, surat-surat pembaca, brosur-brosur, dan sebagainya. Apapun bahan atau aturan-aturan bahasa yang diberikan kepada anak-anak, dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan praktis semacam itu. Saat ini, bahasa Indonesia sudah menjadi bahasa pertama bagi sebagian besar siswa di Indonesia. Artinya, ketika masuk sekolah, siswa telah terpajani oleh lingkungan berbahasa Indonesia. Tugas guru adalah meningkatkan kemampuan itu melalui kegiatan berbahasa Indonesia nyata, bukan mengajarkan ilmu tentang bahasa Indonesia. Hanya, yang terjadi kemudian adalah (1) guru lebih banyak menerangkan tentang bahasa (form-focus), (2) tata bahasa sebagai bahan yang diajarkan, (3) keterampilan berbahasa nyata kurang diperhatkan, (4) membaca dan menulis sebagai sesuatu yang diajarkan, bukan sebagai media berkomunikasi dan berekspresi.Pola Organisasi Materi Bahasa Indonesia Prinsip-prinsip Pengembangan Pembelajaran Bahasa Indonesia Pembelajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada wawasan pembelajaran yang dilandasi prinsip (l) humanisme, (2) progresivme, dan (3) rekonstruksionisme. Prinsip humanisme berisi wawasan sebagai berikut. Manusia secara fitrah memiliki bekal yang sama dalam upaya memahami sesuatu. Implikasi wawasan ini terhadap kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah (a) guru bukan merupakan satu-satunya sumber informasi, (b) siswa disikapi sebagai subyek belajar yang secara kreatif mampu menemukan pemahaman sendiri, (c) dalam proses belajar mengajar guru lebih banyak bertindak sebagai model, teman pendamping, pemotivasi, fasilitator, dan aktor yang juga bertindak sebagai pebelajar. Perilaku manusia dilandasi motif dan minat tertentu. Implikasi dari wawasan tersebut dalam kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah (a) isi pembelajaran harus memiliki kegunaan bagi pebelajar secara aktual, (b) dalam kegiatan belajarnya siswa harus menyadari manfaat penguasaan isi pembelajaran bagi kehidupannya, (c) isi pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan, pengalaman, dan pengetahuan pebelajar. Manusia selain memiliki kesamaan juga memiliki kekhasan. Implikasi wawasan tersebut dalam kegiatan pengajaran bahasa Indonesia adalah (a) layanan pembelajaran selain bersifat klasikal dan kelompok juga bersifat individual, (b) pebelajar selain ada yang dapat menguasai materi pembelajaran secara cepat juga ada yang menguasai isi pembelajaran secara lambat, dan (c) pebelajar perlu disikapi sebagai subyek yang unik, baik menyangkut proses merasa, berpikir, dan karakteristik individual sebagai hasil bentukan lingkungan keluarga, teman bermain, maupun lingkungan kehidupan sosial masyarakatnya. Lebih lanjut lagi sejumlah prinsip di atas dapat dihubungkan dengan3prinsip progresivisme yang beranggapan bahwa: Penguasaan pengetahuan dan keterampilan tidak bersifat mekanistis tetapi memerlukan keterampilan daya kreativitas. Pemerolehan ini pengetahuan dan secara melalui kreativitas berkembangberkesinambungan. Pemahaman kosa kata misalnya, akan membentuk keterampilan menyusun kalimat. Begitu juga kemampuan membaca dan menulis dibentuk oleh kemampuan memahami kosakata dan keterampilan menyusun kalimat. Pengetahuan dan keterampilan tersebut diperoleh secara utuh dan berkesinambungan apabila dalam proses pembelajarannya siswa secara kreatif melakukan pemaknaan kosakata, berlatih menyusun kalimat, melakukan kegiatan membaca, dan berlatih mengarang secara langsung. Selain itu, topik atau isi pembelajaran yang satu dengan yang lain harus memiliki hubungan dan secara potensial harus dapat dibentuk sebagai suatu keutuhan. Dalam proses belajarnya siswa seringkali dihadapkan pada masalah yang memerlukan pemecahan secara baru. Dalam memecahkan masalah tersebut siswa perlu menyaring dan menyusun ulang pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya secara coba-coba atau hipotesis. Dalam hal ini terjadi cara berpikir yang terkait dengan metakognisi. Sesuai dengan gambaran proses berpikir dalam pemecahan masalah , metakognisi adalah penghubungan suatu pengetahuan dengan pengalaman atau pengetahuan lain melalui proses berpikir untuk mehasilkan sesuatu (Marzano, 1992). Terdapatnya kesalahan dalam proses memecahkan masalah maupun pada hasil yang dibuahkan sebagai bagian kegiatan belajar merupakan sesuatu yang wajar. Sejalan dengan wawasan di atas, prinsip konstruksionisme menganggap bahwa proses belajar disikapi sebagai kreativitas dalam menata serta menghubungkan pengalaman dan pengetahuan hingga membentuk suatu keutuhan. Dalam tindak kreatif tersebut murid pada dasarnya merupakan subyek pemberi makna. Kesalahan sebagai bagian dari kegiatan belajar justru dapat membuahkan pengalaman dan pengetahuan baru. Sebabdalam proses pembelajaran guru sebaiknya tidak menggurui melainkan secara adaptip berusaha memahami jalan pikiran murid untuk kemudian menampilkan sejumlah kemungkinan. Fulwier (dalam Aminuddin, l994) berpendapat bahwa Like students, teacher as learner are unique. Dinyatakan demikian karena dalam mengendalikan, mengembangkan, sampai ke mengubah bentuk proses belajar mengajar guru bisa jadi sering dihadapkan pada masalah baru. Karena itu, guru juga perlu belajar, mengembangkan kreativitas sejalan dengan kekhasan subyek didik, peristiwa belajar, konteks pembelajaran, meupun terdapatnya berbagai bentuk perkembangan. Landasan Pembelajaran Bahasa Indonesia Di sekolah dasar, landasan pembelajaran bahasa Indonesia ditelusuri melalui landasan formal berupa kurikulum, landasan filosofis-ideal berupa wawasan teoritik-konseptual, dan landasan operasional berupa buku teks bahasa Indonesia. Landasan formal dalam meningkatkan kemampuan baca-tulis di SD adalah kurikulum bahasa Indonesia. Tujuan pengajaran bahasa Indonesia di SD secara umum mengacu pada kemampuan memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna, dan fungsi serta menggunakannya secara tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan secara lisan ataupun tertulis (Resmini, 1998). Berdasarkan praktik pembelajaran bahasa di kelas, Bull (1989) memilah rancangan kurikulum bahasa atas dasar proses dan isi. Orientasi isi didasarkan pada sesuatu yang diajarkan, materi, atau butir-butir pembelajaran. Sedangkan orientasi proses berkaitan dengan deskripsi prosedural tentang bagaimanakah butir-butir pembelajaran yakti rancangan kurikulum yang berpola orientasi kaya proses, tetapi terbatas isi orientasi proses terbatas, tetapi isi kaya/tinggi orientasi proses yang kaya/tinggi dengan isi yang kaya/tinggi pula. Pola pertama dirancang dalam praktik pembelajaran bahasa yang tersebut disajikan. Dalam implementasinya, kedua orientasi ini memiliki tiga pola,5mengacu pada proses, misalnya proses menulis. Dinyatakan demikian sebab dalam proses menulis, fokus pembelajaran ditekankan pada pada bagaimana siswa berproses menulis secara aktif dan interaktif sehingga menghasilkan sebuah tulisan. Proses yang ditempuh dengan baik akan menghasilkan produk tulisan yang baik pula. Dengan demikian, pembelajaran ditekankan pada proses atau cara memahami area isi pembelajaran secara intra disiplin maupun lintas didiplin. Dalam pola yang kedua, pembelajaran bahasa dilaksanakan dengan bertolak dari membaca area isi pembelajaran. Dengan cara ini siswa memanfaatkan kegiatan belajar bahasa untuk sekaligus mempelajari mata pelajaran lain. Demikian juga dalam praktik pembelajaran bahasa lintas kurikulum, melalui tema tertentu pembelajaran kiat berbahasa dijadikan sebagai landas tumpu untuk mempelajari area isi dari mata pelajaran lain. Praktik pembelajaran bahasa dengan pola ketiga mengacu pada pelaksanaan pembelajaran bahasa yang mengacu atau memanfaatkan sastra anak (literature based). Realisasi dari pola pembelajaran ini didasarkan pada pemahaman siswa berkaitan dengan sastra anak yang dijadikan landasa tumpu pembelajaran tersebut. Berdasarkan paparan di atas, kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia mestinya berorientasi pada proses dan isi secara proposional, yang dirancang untuk untuk pola pembelajaran yang kaya proses dan isi. Untuk itu, peran guru sangatlah penting terutama dalam pemilihan metode pengajaran yang tepat dan beragam sesuai tujuan. Berdasarkan rancangan kurikulum tersebut maka pembelajaran bahasa Indonesia akan didasarkan pada pendekatan komunikatif dengan pola penataan bahan tematis, proses pembelajaran yang dilaksanakan secara integratif dengan mengaktifkan proses belajar siswa. Landasan Teoritik-Konseptual. Landasan teoritik-konseptual merupakan sejumlah pendekatan yang melandasi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar. Pendekatan yang dimaksud adalah pendekatan komunikatif yang dijiwai teori fungsionalisme, pendekatan tematis-integratif, dan pendekatan proses. Dikemukakan dalam GBPP Bahasa Indonesia SD bahwa pada hakikatnya adalah belajar berkomunikasi. Oleh karea itu, belajar bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi lisan maupun tulis dengan menggunakan baha yang baik dan benar. Pembentukan kompetensi komunikasi harus didukung oleh empat kompetensi lain, yakni kompetensi gramatika, sosiolinguistik, kewacanaan, dan srategi komunikasi. Dalam upaya pencapaian kompetensi komunikatif, bahan pembelajaran ditata secara tematis dengan KBM yang bersifat integratif. Dengan bahan yang berancangan tematis, titik tolak pembelajaran adalah tema. Tema ini merupakan payung pemersatu pembelajaran dan bukanlah tujuan melainkan sarana penersatu kegiatam berbahasa (Depdikbud, 1994:10). Sebagai unsur pengikat, tema dan topik diarahkan untuk membentuk keterampilan berbahasa secara terpadu. Keterpaduan itu menyangkut keterpaduan antara materi bahasa Indonesia dalam pengajaran bahasa Indonesia, serta keterpaduan antara pengajaran bahasa Indonesia dengan materimata pelajaran yang lain. Mengacu pada keterpaduan yang sama, satu tema dapat digunakan untuk mengembangkan dua keterampilan berbahasa atau lebih, sekaligus memadukan sejumlah aspek kebahasaan, misalnya struktur dan kosakata. Misalnya dalam pembelajaran proses menulis pemaduan keterampilan berbahasa benar-benar dapat memperoleh tempat proporsional. Hal ini didasrkan pada ciri pembelajaran proses menulis yang dinamis, interaktif, dan konstruktif sehingga memberikan peluang besar untuk pemaduan tersebut (Eanes, 1997; Tompkins, 1994; Tomkins 1991; Suhor, 1984) Landasan Operasional. Dalam praktik pembelajara bahasa Indonesia peranan buku teks sebagai salah satu sumber pembelajan sangat penting. Diantara sumber pembelajaran lainnya buku teks terkesan lebih dominan. Di lapangan buku teks disikapi sebagai satu-satunya informasi yang bersifat instan. Padahal seharusnya diseleksi, dianalisis, dan di bandingkan dengan butor-butir pembelajaran serta hasil jabaran7pembelajaran yang ada dikurikulum sehingga ada keterkaitan dengan proses hasil belajar. Dengan demikian, seharusnya guru dalam melaksanakan prakti pembelajarannya juga meninjau GPPP tidak hanya memanfaatkan buku teks saja tanpa menyesuaikannya dengan GPPP. Dari segi proses pembelajaran, butir-butir isi pembelajaran harus ditata secara utuh, runtut, dan berkesinambungan. Untuk itu misalnya butir-butir pembelajaran menulis yang terdapat dalam buku teks dipadukan dengan butir-butir pembelajaran yang terdapat dalam kurikulum. Pemaduan tersebut akan menghasilkan sekuensi tataan isi pembelajaran yang menyiratkan proses/ prosedur pembelajarannya. Strategi Pengorganisasian Isi Materi Pelajaran Adalah metode untuk mengorganisasikan isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. Mengorganisasi mengacu pada tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi, pembuatan diagram, format, dan lain-lain yang setingkat dengan itu. Strategi penyampaian pembelajaran adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada pembelajar untuk menerima serta merespon masukan yang berasal dari pebelajar. Adapun startegi pengelolaan pembelajaran adalah metode untuk menata interaksi antara pebelajar dengan variabel pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. Strategi pengorganisasian isi pembelajaran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu strategi pengorganisasian pada tingkat mikro dan makro. Strategi mikro mengacu pada metode untuk mengorganisasian isi pembelajaran yang berkisar pada satu konsep atau prosedur atau prinsip. Sedangkan strategi makro mengacu pada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang melibatkan lebih dari satu konsep atau prosedur atau prinsip. Strategi makro lebih banyak berurusan dengan bagaimana memilih, menata ururtan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran yang paling berkaitan. Penataan ururtan isi mengacku pada keputusan tentang bagaimana cara menata atau menentukan ururtan konsep, prosedur atau prinsip-prinsip hingga tampak keterkaitannya dan menjadi mudah dipahami.Atas dasar pandangan belajar yang diuraikan dalam bagian terdahulu, bagaimanakah seharusnya materi pembelajaran bahasa Indonesia diorganisasikan? Untuk penjawab pertanyaan tersebut, berikut saran teoritisnya. Pembelajaran bahasa Indonesia dibangun dari kerja sama antara guru dan siswa. Kerja sama itu terbentuk dalam 'penyepakatan' bersama tentang kompetensi, tujuan, dan jenis kegiatan yang akan dilaksanakan. Inisiator pembuka dan penutup kelas bahasa Indonesia adalah guru, yaitu melalui pernyataannya tentang akan dimulainya topik tertentu, kegiatan yang dipilih, atau diakhirinya topik yang baru dibahas. Atas dasar itu, di masa yang akan datang disarankan agar inisiator berpindah ke siswa, agar tercipta kelas bahasa Indonesia yang 'hidup'. Oleh karena yang terjadi selama ini PBI lebih mengutamakan pada pengetahuan tentang bahasa (form-focused). Atas dasar itu, di masa yang akan datang disarankan agar guru menciptakan kelas menekankan pada pemerolehan bahasa yang sesungguhnya. Oleh karena selama ini sudah menjadi tradisi guru memberikan latihan yang bersifat diskret terhadap salah satu aspek tata bahasa, pada masa yang akan datang disarankan agar guru membangun real-world tasks, yaitu pembelajaran yang berisi contoh ujaran bahasa Indonesia dari wacana autentik dan aktual. Harapannya, input yang diterima siswa adalah input bermakna (comprehensible input), bukan semata-mata input yang direkayasa (modified input). Selama ini, arah interaksi yang tercipta dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah interaksi searah, yaitu dari guru ke siswa, yaitu 'guru bertanya, siswa menjawab'. Selanjutnya disarankan agar guru mengembangkan interaksi kelas dengan multiarah sehingga tercipta 'transactional tasks', yaitu task yang penuh dengan penyampaian ide, perdebatan, menyampaikan opini melalui tulisan. Berikut ini saran teoritis untuk guru dalam mengorganisasikan materi9pembelajaran bahasa Indonesia, berdasarkan hasil riset pemerolehan bahasa kedua. Difokuskan pada pemerolehan bahasa (acquisition), bukan pembelajaran bahasa (learning). Pemerolehan bahasa merupakan proses yang tidak disadari oleh pembelajar bahasa, sedangkan pembelajaran merupakan proses yang disadari. Dalam proses pemerolehan bahasa, siswa tidak mengalami suatu proses pengajaran tentang pengetahuan linguistik atau tatabahasa secara sadar. Dalam belajar bahasa, sebenarnya secara sadar siswa mengalami pengajaran tentang pengetahuan linguistik atau tatabahasa, tetapi yang digunakan dalam berbahasa adalah justru hasil yang tidak disadari. Menciptakan situasi yang alamiah Pemerolehan bahasa dilaksanakan secara alamiah, sedangkan pembelajaran bahasa dilaksanakan secara tidak alamiah atau artifisial. Penutur bahasa semata-mata memperhatikan pesan yang disampaikan, bukan bentuk ujarannya. Oleh karena itu, kaidah yang diendapkan adalah kaidah implisit. Jadi, guru menghindari ceramah tentang tata bahasa. Ingat, pernahkah seorang ibu mengajarkan tata bahasa pada anaknya umur tiga tahun? Tahu-tahu, umur empat tahun ia sudah bida berbahasa pertama dengan lancar! Mengapa hal itu tidak kita tiru? Difokuskan pada latihan terus-menerus sebagai penajaman Bahan penajaman yang dimaksudkan adalah latihan-latihan yang berupa tugas bercakap-cakap (berbicara), membaca sebanyak-banyaknya, menulis terus-menerus, dan menggali informasi melalui mendengarkan. Latihan-latihan yang diberikan selain diberi porsi yang lebih banyak juga harus memberi motivasi yang menyenangkan untuk berlatih terus-menerus. Dengan demikian, kelas bahasa harus memberikan pajanan yang cukup untuk terjadinya proses pemerolehan bahasa, dengan memperbanyak latihan-latihan berbahasa yang produktif. Wujudnya dengan memperluasmateri ketrampilan berbahasa praktis dan aktual, baik dalam pengembangan kosa kata, mendengarkan, membaca, bercakap-cakap, dan menulis. Memberi prioritas atau penekanan pada materi yang paling berguna atau dibutuhkan siswa dalam berbahasa, sesuai dengan tujuan belajar bahasanya. Jika ketentuan ini diikuti, maka apa yang diajarkan akan menjadi masukan yang bermakna. Dalam kurikulum hal itu sudah ditegaskan, bahwa pengajaran bahasa untuk berlatih berbahasa, bukan belajar tentang bahasa. Dalam mengorganisasikan materi, guru harus mempertim-bangkan kriteria berikut. Pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa yang sangat linguistis. Kebutuhan berbahasa nyata siswa harus menjadi prioritas guru. Bahan-bahan pembelajaran disarankan bersifat otentik. Siswa diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa, baik lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan melalui bahasa. Kelas diharapkan menjadi masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai 'pemicu' kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu atau pemberi informasi pengetahuan bahasa agar dihindari. Tugas-tugas (task) dalam pembelajaran bahasa dijalankan secara bervariasi, berselang-seling, dan diperkaya, baik materi maupun kegiatannya. Harus diingat bahwa kegiatan berbahasa itu tak terbatas sifatnya. Membaca artikel, buku, iklan, brosur; mendengarkan pidato, laporan, komentar, berita; menulis surat, laporan, karya sastra, telegram, mengisi blangko; berbicara dalam forum, mewawancarai, dan sebagainya adalah contoh betapa luasnya11pemakaian bahasa itu. Dalam konteks teori pembelajaran umum, pengorganisasian materi pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar dan menengah harus menekankan pada hal-hal sebagai berikut. Belajar Berbasis Masalah (Problem-Based Learning), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis, dan mempresentasikan penemuannya kepada orang lain (Moffitt, 2001). Pengajaran Otentik (Authentic Instruction), yaitu pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Ia mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting di dalam konteks kehidupan nyata. Belajar berbasis Inquiri (Inquiry-Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna. Belajar Berbasis Proyek/Tugas (Project-Based Learning) yang membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa (kelas) didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. Pendekatan ini memperkenankan siswa untuk bekerja secara mandiri dalam mengkonstruk (membentuk) pembelajarannya, dan mengkulminasikannya dalam produk nyata. Belajar Berbasis Kerja (Work-Based Learning) yang memerlukan suatupendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di tempat kerja. Jadi dalam hal ini, tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi pelajaran untuk kepentingan siswa. Belajar Berbasis Jasa-layanan (Service Learning) yang memerlukanpenggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa-layanan tersebut, jadi menekanka hubungan antara pengalaman jasalayanan dan pembelajaran akademis. Dengan kata lain, pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai keterampilan untuk memenuhi kebutuhan di dalam masyarakat melalui proyek/tugas terstruktur dan kegiatan lainnya. Belajar Kooperatif (Cooperative Learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Penilaian Sesuai dengan prinsip authentic assessment, kemampuan berbahasa Indonesia siswa diukur dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber. Alat penilaian bahasa yang otentik yang disarankan adalah Hasil Karya (Product): berupa karya sastra, laporan pengamatan, tulisan, benda, laporan perjalanan, puisi, artikel, essai, cerpen, karya ilmiah populer dll. Penugasan (Project), yaitu bagaimana siswa bekerja dalam kelompok atau individual untuk menyelesaikan sebuah proyek Kinerja (Performance), yaitu penampilan diri dalam kelompok maupun individual, dalam bentuk berbicara, berwawancara, kedisiplinan, kerjasama, kepemimpinan, inisiatif, dan penampilan di depan umum. Tes Tertulis (Paper and Pencil Test), yaitu penilaian yang didasarkan pada13hasil ulangan harian, semester, atau akhir program. Kumpulan Herja Siswa (Portofolio), yaitu kumpulan karya siswa berupa laporan, gambar, peta, benda-benda, karya tulis, isian, tabel-tabel, dll. Adapun prosedur penilaian mengikuti langkah-langkah yang didasarkan oleh genesse dan Upshur (1999: 6) berikut:Tujuan PenilaianPengumpulan DataPenafsiran DataPengambilan KeputusanDalam tugasnya sebagai manajer kelas, guru melaksanakan beragam penilian. Jenis penilaian yang diterapkan guru, antara lain berikut ini. Penilaian Kelas Tes Kemapuan Dasar Penilaian Akhir Satuan Pendidikan dan Sertifikasi Benchmarking. Penilaian Program Daftar Pustaka Blair, Robert W. 1982. Innovative Approach to Language Teaching. Massachussetts: Newbury House Publisher, Inc. Brown, H.D. 1980. Principles of Language Learning and Teaching. Englewood Cliffs: Prantice-Hall Inc. Darjowidjojo, Soenjono. 1994. Butir-butir Renungan Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam KonferensiInternasional Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Salatiga: Univeristas Kristen Satya Wacana Degeng, I.N.S. 1997. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI Depdikbud. 1995. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar Hamid, Fuad Abdul. 1987. Prosedur Belajar-Mengajar Bahasa. Jakarta: Depdikbud, Dikti PPLPTK. Nunan, David. 1993. Designing Tasks for Communicative Classroom. Cambridge: Cambridge University Press. Saksomo, Dwi. 1983. Strategi Pengajaran Bahasa Indonesia. Malang: IKIP Malang Salamun, M. 2002. Strategi Pembelajaran Bahasa Arab di Pondok Pesantren. Tesis.. Tidak diterbitkan Sholhah, Anik. 2000. Pertanyaan Tutor dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing di UM. Skripsi. Tidak diterbitkan. Subyakto, Sri Utari. 1988. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud Sugiono, S. 1993. Pengajaran Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Asing. Makalah disajikan dalam Konferensi Bahasa Indonesia; VI. Jakarta: 28 Oktober2 Nopember 1993 Suharyanto. 1999. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD. Yogyakarta: Depdikbud15