POKOK-POKOK PIKIRAN PERATURAN KEPALA BKPM tentang S P I P I S E
POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 … 1 DAN 2...POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015...
-
Upload
truongdiep -
Category
Documents
-
view
224 -
download
4
Transcript of POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015 … 1 DAN 2...POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015...
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 170
POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015
KOMISI I
Negara Republik Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang beradab dan
bermartabat, secara konstitusional mengakui hak atas jaminan sosial dan kehidupan
yang layak sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan Perubahannya tahun 2002, khususnya melalui pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34
ayat (2). Hak atas jaminan sosial dan kehidupan yang layak telah diakui sebagai hak
hukum (legal rights) bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diatur dalam UU no 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sayangnya, pemerintah hingga saat ini belum menyelesaikan Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Padahal, Pasal 70 UU No
24/2011 tentang BPJS mengamanatkan peraturan pelaksana terkait
BPJS Ketenagakerjaan harus selesai paling lambat dua tahun sejak UU tersebut
diundangkan, yaitu tanggal 25 November 2013. Belum selesainya PP Jaminan Pensiun
tidak lepas dari perdebatan ketiga aktor hubungan industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi
Pengusaha (APINDO) dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Jaminan pensiun
diawali dengan iuran sebesar 8% dengan pembagian 3% oleh pekerja, dan 5% oleh
Perusahaan, dengan berbagai kemungkinan bahwa premi tersebut akan mengalami
kenaikan lagi tergantung inflasi perekonomian. Siapkah pengusaha dan atau pekerja
menanggung iuran sebanyak itu ? Permasalahan yang hangat dibicarakan pada saat ini adalah
mulai berlakunya salah satu program baru dalam BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Program
Jaminan Pensiun, yang akan efektif diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2015. Walaupun akan
dilaksanakan dalam waktu dekat, akan tetapi pemerintah hingga saat ini belum menyelesaikan
Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Padahal, Pasal 70 UU No
24/2011 tentang BPJS mengamanatkan peraturan pelaksana terkait BPJS Ketenagakerjaan
harus selesai paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu tanggal 25
November 2013. Belum selesainya PP Jaminan Pensiun tidak lepas dari perdebatan ketiga aktor
hubungan industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi Pengusaha (Apindo) dan Serikat
Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB). Kesulitan yang dihadapi bukan tanpa alasan. Pasalnya
kebijakan yang ada dinilai tidak mengakomodir seluruh kepentingan pihak terkait secara
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 171
seimbang. Jangka waktu pelaksanaan yang semakin dekat tidak diimbangi dengan sistem dan
teknis pelaksanaan yang baik yang kemudian berujung pada melonjaknya cost yang harus
dikeluarkan pengusaha, belum lagi gejolak hubungan industrial yang menyertai. Adapun poin-
poin penting dari implementasi jaminan pensiun adalah sebagai berikut:
A. Review Kepesertaan Jaminan Pensiun
1. Proses kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan diatur secara khusus di dalam Bab V
mengenai Kepesertaan dan Iuran UU No.40 Tahun 2004 tentang BPJS. Pemberi
kerja secara bertahap wajib untuk mendaftarkan dirinya dan juga seluruh
pekerjanya sebagai peserta kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Bagi
fakir miskin dan orang kurang mampu akan digolongkan sebagai penerima
bantuan iuran yang akan didaftarkan sebagai peserta jaminan sosial oleh
pemerintah. Peserta BPJS Ketenagakerjaan dibagi menjadi 3 (dua) jenis, yaitu:
a. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara;
b. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara;
c. Bukan penerima upah.
Pentahapan kepesertaan untuk pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain
penyelenggara negara dikelompokkan berdasarkan skala usaha yang terdiri atas
usaha mikro, kecil, menengah, dan besar. Pemberi kerja mulai tanggal 1 Juli 2015
wajib untuk mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan untuk
mengikuti program yang ada secara bertahap disesuaikan dengan skala usaha
yang dimiliki. Kepesertaan meliputi Segmen untuk perusahaan mikro, kecil,
menengah, dan besar, sekmen ini perlu mendapat perhatian tidak bisa langsung
“pukul rata” per tanggal 1 juli, sehingga perlu pentahapan, tahap pertama adalah
perusahaan besar harusnya mampu. Mestinya mereka punya proyeksi social
security, untuk perusahaan menengah lebih kecil kapasitasnya sulit dan dengan
fluktuasi ekonomi. Kalau perusahaan besar semestinya mampu berhitung. Di
negara-negara maju biasa ada multipilar jaminan pensiun seperti yang wajib,
perusahaan to up dan ada yang mampu bisa membayar lainnya. Namun ada
juklak juklisnya sementara kita belum mempunyai peraturan tersebut.
2. Dari segi kepesertaan, baik dari sektor formal dan sector informal, cakupan
kepesertaan dinilai belum optimal karena rendahnya tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya jaminan social ditambah dengan lemahnya
penerapan penegakan hukum yang ada. Kepesertaan Program Jaminan Pensiun
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 172
adalah Pekerja formal maupun Informal, dimana angkatan kerja dikisaran 110
juta orang, dimana 40 juta orang dalam sektor formal sisanya sekitar 70 jutaan
informal sektor. Sebagai pembelajaran penerapan di Prancis lebih didahulukan
yang formal kemudian informal melalui pentahapan. Hakikatnya, peserta BPJS
Ketenagakerjaan adalah seluruh pekerja penerima upah, baik yang bekerja pada
sektor formal maupun informal, sehingga dapat diasumsikan bahwa hal yang
sama akan berlaku pula pada ketentuan Program Jaminan Pensiun yang
diadakan BPJS Ketenagkerjaan. Akan tetapi RPP Jaminan Pensiun menjelaskan
bahwa peserta Program Jaminan Pensiun adalah:
a. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara;
b. Pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara negara.
Dengan demikian maka dipertanyakan posisi pekerja informal dalam program
ini. Padahal kebutuhan pekerja sebenarnya sama saja, mereka memerlukan
jaminan penghasilan ketika memasuki usia tidak produktif. Hal ini cukup
mengherankan mengingat pada kenyataannya pekerja sektor informal justru lebih
banyak dibandingkan dnegan sektor formal. Mengingat perubahan struktur
demografi Indonesia yang menunjukkan jumlah usia produktif yang terus
meningkat dan jika pemeirntah gagal menyediakan lapangan kerja yang cukup
besar, maka akan semakin banyak tenaga kerja masuk ke dalam sektor informal.
Bilamana pekerja informal tidak tercakup, maka tentunya ketentuan dalam
program Jaminan Pensiun tidak sejalan dengan spirit BPJS Ketenagakerjaan yang
ingin mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
Indonesia melalui SJSN.
3. Dari segi regulasi, sampai saat ini belum ada harmonisasi peraturan perundang-
undangan antara Undang-Undang yang mengatur mengenai Jaminan Sosial,
Jamsostek, Kesejateraan Sosial, Ketenagakerjaan, Dana Pensiun, dan Otonomi
Daerah. Tidak singkronnya peraturan perundang-undangan tersebut tentunya
kana mengakibatkan banyak sekali kendala terkait dengan implementasi SJSN
dikemudian hari. Selain itu, belum ada tindak lanjut dari pemerintah untuk
membentuk Peraturan Pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaan program SJSN.
Peraturan lanjutan memang sudah diterbitkan, yaitu Perpres No.109 Tahun 2013
tentang Pentahapan Kepesertaan Program Jaminan sosial akan tetapi Peraturan
tersebut tidak menjelaskan petunjuk pelaksanaan program SJSN. Untuk BPJS
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 173
Ketenagakerjaan misalnya, belum ada Peraturan Lanjutan yang mengatur
mengenai iuran bagi fakir miskin dan tidak mampu, jenis dan besarnya manfaat
serta besarnya iuran seluruh program Jaminan yang menjadi ruang lingkup BPJS
Ketenagakerjaan, serta pengelolaan Dana Jaminan Sosial. Disamping itu,
jaminan pensiun yang bersifat mandatori ini tidak mengatur tentang eksistensi
DPPK/DPLK bagi perusahaan-perusahaan yang telah terdaftar. Sehingga
apabila hanya mengikuti kata “wajib“ tanpa memberikan ruang bagi dana
pensiun tumbuh akan menimbulkan permasalahan yang lebih serius kedepannya.
4. Kata “wajib” berdampak cukup signifikan bagi pemikiran pengusaha untuk
mendaftarkan pekerjanya pada jaminan pensiun seperti DPPK/DPLK,
alasannnya jelas karena pemerintah mewajibkan untuk ikut dalam program BPJS
Ketenagakerjaan jaminan pensiun yang masih tidak ada kejelasannya. Untuk
menghindari double bayar pelaku usaha enggan untuk mengikuti program
jaminan pensiun lainnya. Hal ini berdampak pada lesunya industri dana pensiun
karena kurang minatnya pelaku usaha atau masyarakat.
5. Permasalahan lain terkait kepesertaan Jaminan Pensiun adalah adanya kebijakan
dalam UU SJSN (Pasal 41) yang membatasi penerima manfaat pensiun berkala
hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun atau lebih. Apabila usia
pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang berusia 45 tahun atau lebih pada
saat implementasinya tidak akan menerima manfaat pensiun berkala, tetapi
hanya menerima pengembalian iurannya beserta hasil pengembangannya. Tidak
jelas akhiran “nya” dari kata “iurannya”, apakah termasuk iuran pemberi kerja
atau tidak. Pembatasan masa iiuran 15 tahun dapat mempengaruhi tingkat
partisipasi peserta kelompok ini dan menjadi rancu dengan progran Jaminan Hari
Tua yang ada (yang juga merupakan pengembalian iuran beserta hasil
pengembangannya). Selain itu, kelompok pekerja yang pada saat diberlakukan
Jaminan Pensiun pada Juli 2015 berusia 45 tahun atau lebih dan yang telah
menjadi peserta jaminan kesehatan nasional, mungkin akan menghadapi
kesulitan untuk dapat terus membayar iuran jaminan kesehatan nasional karena
tidak menerima manfaat pensiun akibat adanya pembatasan 15 tahun masa iuran
tersebut.
Menurut sensus penduduk 2010, BPS edisi 40, bulan September 2013, terdapat
lebih kurang 18 juta penduduk yang berusia 60 tahun ke atas dan lebih kurang 34
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 174
juta penduduk berusia antara 45-59 tahun. Dari total 52 juta penduduk ini, hanya
ada sekitar 2 juta orang yang memiliki program pensiun (pensiunan PNS,
BUMN, Swasta), sisanya tidak akan memperoleh manfaat pensiun berkala.
Dengan adanya pembatasan 15 tahun masa iuran ini, berarti peserta pertama
yang akan menerima manfaat pensiun baru terjadi pada Juli 2030. Selama 15
tahun penundaan, BPJS Ketenagakerjaan semata-mata hanya mengumpulkan
iuran dan sama sekali tidak memberi nilai tambah kepada peserta atau penduduk
secara keseluruhan.
6. Untuk sektor swasta diwajibkan mengikuti jaminan pensiun 1 juli 2015 sementara
bagi pekerja yang memberi kerja penyelenggara negara akan diintegrasikan BPJS
Ketenagakerjaan selambat-lambatnya pada tahun 2029. Menjadi pertanyaan
mengapa sangat tergesa-gesa ? dengan kelengkapan regulasi, juklak, juklis yang
belum tersedia, sangat percaya diri ketika kesiapan yang dimiliki oleh pemerintah
mengumumkan 1 juli menjadi hal yang wajib untuk dilakukan.
Kepesertaan meliputi Segmen untuk perusahaan mikro, kecil, menengah, dan
besar, segmen ini perlu mendapat perhatian tidak bisa langsung “pukul rata” per
tanggal 1 juli, sehingga perlunya pentahapan1
Kepesertaan Program Jaminan Pensiun adalah Pekerja formal maupun Informal,
dimana angkatan kerja dikisaran 110 juta orang, 40 juta orang dalam sektor
formal sisanya sekitar 70 jutaan informal sektor. Sebagai pembelajaran penerapan
di Prancis lebih didahulukan yang formal kemudian informal melalui
pentahapan2
Kompleksitas Pekerja Formal adalah dari 40 juta pekerja formal dimana
mendapatkan penghasilan tetap dan terus menerus menurut data BPS
didefinisikan termasuk pekerja di warteg, dimana mereka dikategorikan sebagai
tenaga formal, hal ini mempunyai makna bahwa optimalisasi pekerja formal
menjadi peserta program jaminan pensiun tidak akan optimal karena yang riil
yang bekerja di sektor formal tidak hanya di perusahaan perusahaan saja tetapi
juga area UKM3
1 Tanggapan pakar FGD II Apindo Training Center High level Meeting, Jakarta, 5 Maret 2015
2 Tanggapan pakar FGD II Apindo Training Center High Level Meeting, Jakarta 5 Maret 2015
3 Tanggapan pakar FGD II Apindo Training Center High level Meeting, Jakarta, 5 Maret 2015
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 175
Perlunya harmonisasi bagi pekerja yang telah mendaftarkan pekerjanya pada
lembaga jaminan pensiun DPPK/DPLK. Sehingga perusahaan tidak double
bayar4
Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Firdaus
Djaelani, mengatakan dampak yang akan terasa adalah menurunnya minat
masyarakat masuk ke industri dana pensiun. Soalnya, program yang
dihembuskan BPJS Ketenagakerjaan mewajibkan seluruh pelaku usaha
mendaftarkan karyawan ke program jaminan pensiun.5
Permasalahan lain terkait kepesertaan Jaminan Pensiun adalah adanya kebijakan
dalam UU SJSN (Pasal 41) yang membatasi penerima manfaat pensiun berkala
hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun atau lebih. Apabila usia
pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang berusia 45 tahun atau lebih pada
saat implementasinya tidak akan menerima manfaat pensiun berkala, tetapi
hanya menerima pengembalian iurannya beserta hasil pengembangannya.6
Adapun dalam substansi akhir RPP itu dijelaskan peserta program jaminan
pensiun adalah pekerja yang bekerja pada pemberi kerja selain penyelenggara
Negara. Sedangkan bagi pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara
negara akan diintegrasikan ke BPJS Ketenagakerjaan selambat-lambatnya pada
20297
7. Review Iuran Jaminan Pensiun
1. Sistem Jaminan Pensiun diterapkan adanya pilihan bagi peserta yang memasuki
usia pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun, yaitu untuk menerima
manfaat langsung atau melanjutkan iuran hingga 15 tahun untuk mendapat
manfaat berkala, maka timbullah suatu pertanyaan: pilihan tersebut ditentukan di
awal pendaftaran atau di akhir kepesertaan? Bilamana pilihan ditentukan di awal,
akan ada banyak kemungkinan yang tidak diinginkan kedepannya seperti
ternyata pekerja yang bersangkutan tidak dapat mengiur setelah usia pensiunnya
4 Sutanto,Timoer,2015, DPN APINDO, FGD II Apindo Training Center High Level Meeting, Jakarta, 5 Maret 2015
5 http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/keuangan/15/02/21/nk3uqv-revitalisasi-industri-asuransi-ojk-
gelar-sayembara-penulisan-ilmiah, Diakses pada tanggal 24 April 2015 6 Steven Tanner, Dayamandiri Dharmakonsilindo, SJSN: Jaminan Pensiun Sebuah Catatan, hlm.15
7 http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2015/04/08/383093/juli-2015-iuran-jaminan-pensiun-dipastikan-8,
Diakses 25 April 2014
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 176
karena alasan tertentu sehingga tidak dapat mendapat manfaat berkala
sebagaimana yang ia inginkan. Apakah pekerja dapat mengubah pilihannya
sewaktu-waktu? Karena harus diakui bahwa apapun pilihan yang diambil oleh
pekerja jaminan pensiun dengan masa iur kurang dari 15 tahun akan
mempengaruhi stabilitas cash flow program Jaminan Pensiun BPJS
Ketenagakerjaan. Adanya pilihan yang ditentukan mendadak untuk tiba-tiba
memilih menggunakan manfaat sekaligus atau manfaat berkala tentu akan
mempengaruhi avalaibilitas dana yang miliki BPJS Ketenagakerjaan. Disamping
hal tersebut, kerumitan dalam implementasi jaminan pensiun terhadap besarnya
iuran manfaat pasti dengan ketidakcukupan iuran yang disebabkan oleh kenaikan
upah minimum yang tidak proporsional, penentuan besaran manfaat yang
mencukupi kebutuhan dasar, ketidakpastian pendanaan dan kecukupan karena
ketidakmampuan.
2. Besarnya iuran diperlukan study yang lebih mendalam dengan mengajak para
ahli dibidangnya, karena menentukan seberapa besar iuran jaminan pensiun
diperlukan kehati-hatian. Untuk itu, mengingat sekitar 200 perusahaan yang telah
mengikutsertakan pekerjanya pada dana pensiun DPPK/DPLK sudah
seyogyanya dibedakan iuran terhadap perusahaan-perusahaan yang belum
terdapat dana pensiun dengan memperhatikan kondisi perusahaan masing-
masing. Agar jangan sampai spirit dari jaminan pensiun ini baik tapi
menimbulkan resiko yang sngat buruk kedepannya bagi dunia investasi dan
pertumbuhan ekonomi.
3. Hal tersebut masih terkait dengan masa iur, bagaimanakah dengan besaran iuran.
Lagi-lagi iuran yang telah disetujui oleh menaker 8 % menyisakan sejumlah
pertanyaan dan permasalahan. Ketidaktersediaanya informasi yang akurat
mengenai landasan penetapan iuran membuat kalangan pengusaha berteriak
untuk menanyakan hal ini. Transparansi pemerintah menghitung besaran premi
menjadi sangat penting. Penghitungan dari kalangan aktuaria beserta yang ahli
dibidangnya dinanti-nanti untuk memperkirakan resiko yang nanti dihadapi.
Pasalnya ada beban yang harus ditanggung pengusaha setiap kali seorang
karyawan purna tugas. Yaitu perusahaan harus merekrut enam pegawai baru
untuk menanggung biaya pensiun pekerja lama.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 177
4. Diperlukan keterbukaan yang luas dari pemerintah selaku regulator, kesiapan
BPJS Ketenagakerjaan selaku operator dengan memperhatikan keadaan di
lapangan. Agar semua mendapatkan informasi yang jelas.
Kerumitan dalam implementasi jaminan pensiun adalah besarnya iuran, manfaat
pasti dengan ketidakcukupan iuran yang disebabkan oleh kenaikan upah
minimum yang tidak proposional, penentuan besaran manfaat yang mencukupi
kebutuhan dasar, ketidakpastian pendanaan dan kecukupan karena
ketidakmampuan.8
Anggota Komisi IX DPR Amelia Anggraini mengusulkan agar iurannya bisa
bersifat “luwes” dengan mempertimbangkan kondisi perusahaan masing-masing.
Hal ini dilakukan untuk mencari jalan keluar bagi alotnya pembahasan RPP
terkait program JP tersebut.9
Jaminan Pensiun diselenggarakan berdasarkan iuran pasti,
seperti penyelenggaraan JHT. Tidak hanya Apindo, ternyata Kemenkeu
juga menginginkan penyelenggaraan Jaminan Pensiun dilaksanakan
dengan iuran pasti, bukan manfaat pasti. Alasannya, dengan manfaat pasti ini
APBN akan berpotensi terbebani di kemudian hari.
Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Moneter,
Fiskal, dan Publik Hariyadi Sukamdani menyebut konsep jaminan pensiun BPJS
tak rasional. Pasalnya ada beban yang harus ditanggung pengusaha setiap kali
seorang karyawan purna tugas. Yaitu perusahaan harus merekrut enam pegawai
baru untuk menanggung biaya pensiun pekerja lama.
OJK perlu menyampaikan bahwa penetapan iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan
oleh Kemenakertrans dan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) yaitu sebesar
8% memerlukan diskusi dan keterbukaan yang luas ke para stakehoder.10
8http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/04/21/105300126/Iuran.Pensiun.BPJS.8.Persen.Dapen.Swasta
.Ancam.Bubarkan.Diri., Diakses pada tanggal 24 April 2015 9 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54c605a4c2794/besaran-iuran-jaminan-pensiun-diusulkan-
lebih-luwes,Diakses 24 April 2015 10
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/22/159506/ojk-minta-iuran-pensiun-dihitung-ulang/#.VTocwiHtmko, Diakses 24 April 2015
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 178
8. Review Skema Jaminan Pensiun
Manfaat pensiun dibagi beberapa jenis dilihat dari status dan alasan pensiunnya Bagi
Peserta yang menerima manfaat pensiun hari tua, terdapat dua sistem manfaat yang
diberikan dilihat dari jangka waktu iuran peserta, sebagaimana berikut:
1. Manfaat Berkala, dibayarkan kepada peserta secara bulanan apabila peserta
telah mencapai usia pensiun dan memiliki masa iur paling sedikit 180 (seratus
delapan puluh) bulan.
2. Manfaat sekaligus, dibayarkan kepada peserta apabila peserta telah mencapai
usia pensiun akan tetappi memiliki masa iur kurang dari 180 (seratus delapan
puluh) bulan.
Dari jenis manfaat yang ada maka dapat dilihat bahwa bagi peserta yang memiliki mas
iur kurang dari 180 bulan atau 15 tahun, pada saat memasuki usia pensiun akan
mendapatkan jaminan pensiun secara sekaligus, sedangkan bagi peserta yang memiliki
masa iur paling sedikit 180 bulan atau 15 tahun, pada saat memasuki masa pensiun akan
mendapatkan jaminan pensiun setiap bulannya secara berkala dengan nominal yang
telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Konsep Jaminan Pensiun sebagaimana dijelaskan diatas dinilai tidak rasional, pasalnya
sistem manfaat pasti dapat menimbulkan risiko finansial yang cukup besar bagi
perusahaan dan pemerintah karena beberapa alasan. Pertama, dengan sistem tersebut
nantinya akan ada beban yang harus ditunggung pengusaha setiap kali karyawan purna
tugas, yaitu perusahaan harus merekrut beberapa pegawai baru untuk menanggung
biaya pensiun pekerja lama.
Kedua, dengan sistem manfaat pasti maka perusahaan harus memberikan kontribusi
tambahan ke Program Jaminan Pensiun apabila program ini mengalami masalah defisit
finansial yang cukup serius. Di dalam Program Jaminan Pensiun, kemungkinan
timbulnya defisit cukup besar karena manfaat pensiun yang akan diberikan program ini
cukup besar, yaitu minimum senilai 70% dari upah minimum regional (UMR) daerah
setempat. Karena masih banyak pekerja Indonesia, terutama mereka yang bekerja di
sektor informal, yang mempunyai pendapatan dibawah UMR, sebagian besar pekerja ini
akan menerima pensiun dalam jumlah tersebut diatas. Dengan adanya jumlah kewajiban
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 179
yang cukup besar, maka kemungkinan Program Jaminan Pensiun mengalami masalah
keuangan di masa depan akan cukup besar pula.
Selain itu, karena besar manfaat Program Jaminan Pensiun akan ditentukan oleh nilai
UMR, maka akan muncul kemungkinan permintaan dari pekerja dan serikat pekerja
kepada pemerintah dan pengusaha untuk menaikkan jumlah UMR agar pekerja dapat
memperoleh jumlah manfaat pensiun lebih besar. Apabila pemerintah memenuhi
permintaan pekerja tersebut, maka pemerintah harus menanggung kewajiban
pembayaran pensiun yang lebih besar di masa mendatang. Hal ini akan lebih
membahayakan posisi dan kesinambungan fiskal pemerintah di masa depan.
Beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah untuk membiayai program jaminan
pensiun ini akan menggerus kekuatan fiskal. Sebab, porsi pekerja formal di Indonesia
masih dibawah pekerja informal. Padahal seharusnya BPJS Ketenagakerjaan lebih
banyak ditanggung pekerja sebuah perusahaan formal dan tergabung dengan Jamsostek.
Sehingga jaminan pensiun manfaat pasti ini masih diperlukan pertimbangan yang
matang dengan melihat keadaan ekonomi, demografi mengingat riskannya untuk
dilakukan.
Menentukan skema jaminan pensiun adalah hal yang penting untuk dilakukan
mengingat dampak yang sangat signifikan akan terjadi jika terdapat kesalahan dalam
merumuskannya. Dampak tersebut jelas akan memengaruhi dunia usaha dan pelaku
usaha itu sendiri. Sehingga, perlu disesuaikan dengan kondisi riil perekonomian bangsa
kita. Seperti contoh harga rupiah terhadap dolar Amerika, prediksi ini sudah diketahui
oleh APINDO dari beberapa tahun yang lalu, dimana APINDO mengusulkan untuk
meningkatkan ekspor. Melihat beberapa contoh negara-negara Asean lainnya seperti
Vietnam. Dahulu negara ini belajar menjahit di Indonesia, namun sekarang begitu
pesatnya perkembangan Vietnam dibandingkan negara Indonesia tempat mereka belajar
dahulu. Tidak hanya itu saja, hasil kopinya lebih menguasai daripada Indonesia.
Disamping itu, tidak henti-hentinya APINDO meminta agar kebutuhan pangan bisa
dicukupi dengan hasil pangan sendiri, agar jangan sampai garampun harus mengimpor
dari luar. Berefleksi dari fenomena tersebut melihat produktivitas yang menurun dan
tidak stabil, APINDO mencoba mencari titik dimana kajian serta kesiapan akan
pelaksanaan Program jaminan pensiun per tanggal 1 juli 2015 telah siap dilaksanakan
!!?, APINDO berupaya secara sistematis dan terstruktur melakukan diskusi diskusi yang
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 180
mencoba untuk merefleksikan dan mengurangi Gap atas kesalahan dalam kebijakan
yang berdampak terhadap jangka panjang.
Dalam Penetapan Peraturan Pemerintah (PP) ada tahapan dalam menerapkan jaminan
pensiun. Target ini harus hati-hati apakah dapat dicantumkan tahapan yang spesifik
mengatur Skema jaminan pensiun. Di amerika serikat data serikat pekerja menurun
karena terdata secara baik. Begitu juga dengan jepang, Persetujuan benefit yang tinggi
atau rendah bukan menjadi isu utama tetapi kesiapan semua pihak untuk melaksanakan
Program jaminan Pensiun dan terencana dengan baik sampai saat pembayaran pensiun
atas ketersediaan dana adalah penting adanya.
Skema memperhatikan benefitnya agar jangan sampai kita tidak mampu membayar dan
memeberikan manfaat yang tinggi. Pertanyaan yang lebih customized adalah Apakah
ada dalam peraturan Program jaminan pensiun seperti di prancis dapat menambah masa
iuran- nya misalnya mereka berusia 41 tahun. Mustinya ketika jatuh tempo masa
pensiuannya akan dikembalikan iuran plus pengembangan, mustinya kita
memperhatikan peserta yang menginginkan jaminan pensiun sudah sejak awal
membayar iuran hanya sebatas dikembalikan iuran dan pengembanganya.
1. Sistem pay as you go yaitu sistem pendanaan pensiun yang dibiayai secara
langsung oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) pada saat pegawai memasuki masa pensiun. Sedangkan sistem fully
funded adalah sistem pendanaan pensiun yang bersumber dari iuran bulanan yang
dilakukan secara bersama-sama oleh PNS sebagai pekerja dan pemerintah
sebagai pemberi kerja. Dana yang terkumpul akan dijadikan anggaran pensiun.
Besaran iuran sekarang ini memberatkan sehingga perlu dikaji ulang. penetapan
iuran pensiun BPJS ketenagakerjaan oleh Kemenakertrans dan DJSN (Dewan
Jaminan Sosial Nasional) yaitu sebesar 8% memerlukan diskusi dan keterbukaan
yang luas ke para stakehoder. Dasar perhitungan, asumsi, metodologi dan skema
yang digunakan untuk menemukan angka tersebut meragukan. Skema BPJS
tenaga kerja sesuai UU BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan 'Pay As You Go
dengan manfaat pasti' tidak relevan digunakan dengan iuran pasti dengan
"Funding System". Sesuai UU BPJS bahwa sistem yang diterapkan bukan
funding system (pemupukan dana). Bagaimana rasionalnya hitung- hitungan
digunakan untuk ibarat main bulutangkis sementara yang kita sedang
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 181
pertandingkan adalah tenis. Manfaat Pasti dan Perhitungan Aktuaris berdampak
kepada skema, iuran dan kesiapan pencadangan dana, dimana SJSN itu adalah
program negara itu selalu ada siapapun pemerintahnya dengan prinsip jangka
panjang. Manfaat pasti resikonya ada di tata kelola, investasi, goverment.
kekawatiran mengenai defisit harus dapat dikaji dan dipertanggung jawabkan
melalui penghitungan aktuaria secara profesional dan prudent. di Indonesia
masalahnya sangat komplek dan banyak pengaturan formil. Manfaat pasti
memang sulit karena ada gap dari perusahaan baik yang kecil dengan yang besar,
kenaikan upah yang tidak melihat kenaikan ekonomi dan inflasi, statusnya
dengan undang-undang ketenagakerjaan, adanya persoalan-persoalan seperti
tenaga kerja outsoursing dan kontrak, serta banyaknya pekerja sektor informal.
Usulan yang sangat menarik yang dilontarkan oleh kementrian keuangan konsep
dari pensiun itu adalah subsidi silang dari generasi kegenarasi sehingga tidak ada
beban antar generasi. Konsep pensiun ini apabila kekurangan dana maka usianya
akan diperpanjang. Yang mengandung arti bahwa ada program yang
disampaikan akan secara bertahap dinaikan iurannya sampai usia 65 tahun. Yang
namanya manfaat pasti jangan ditafsirkan seperti manfaat pasti yang ada saat ini.
Manfaat pasti itu ditentukan didepan, sedangkan iurannya sudah di rate. Untuk
skemanya lebih mendekati hampir iuran pasti dengan manfaat pasti.
2. Skema pemberian manfaat diberikan secara berkala bagi pekerja yang telah
mencapai masa iuran minimal 180 bulan atau 15 tahun. Pekerja dengan masa
iuran kurang dari 15 tahun, manfaat akan diberikan secara lumpsum atau sekali
bayar, dengan menghitung akumulasi iuran dan dana hasil pengembangannya.
Namun, peserta dengan masa iuran kurang dari 15 tahun, bisa menerima
manfaat berkala bila yang bersangkutan melanjutkan iurannya hingga masa iuran
15 tahun. Jika demikian jaminan pensiun tidak ada bedanya dengan jaminan hari
tua
Jaminan pensiun sendiri memiliki pengertian sebagai hak pekerja yang pensiun
setelah memenuhi masa iur. Esensi Jaminan Pensiun adalah untuk reduksi
kemiskinan dalam jangka panjang sebagai bagian dari Millenium Development
Goals (MDG’s) atau Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (TPM).
Pelaksanaan Jaminan Pensiun masa iur tidak harus 15 tahun, bisa lebih karena
pekerja belum usia 55 tahun; penetapan manfaat Jaminan Pensiun perlu
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 182
konservatif untuk tahap awal tidak lebih dari 33% menyusul iuran minimal tidak
kurang dari 8% dan setelah itu harus ditinjau ulang. Agar tidak berisiko tinggi,
maka perlu menunda usia pensiun dari 55 ke 60 tahun sebagai bagian dari solusi
aging problem. Dalam kondisi perekonomian “krisis”, maka manfaat Jaminan
Pensiun perlu dikurangi dan agar tidak membebankan fiskal negara kemudian
setelah perekonomian pulih kembali dimana manfaat Jaminan Pensiun
dikembalikan seperti sebelumnya. Jangan sampai terjadi kemiskinan lansia di
masa datang di Indonesia, untuk itu perlu dilakukan regulasi preventif untuk
reduksi / pencegahan kemiskinan. Sehingga Dalam program manfaat pensiun
anuitas ini, pesertanya adalah yang telah memiliki masa iur sedikitnya 15 tahun,
kecuali ditetapkan lain.
Skema BPJS tenaga kerja sesuai UU BPJS Ketenagakerjaan yang merupakan
'Pay As You Go dengan manfaat pasti' tidak relevan digunakan dengan iuran
pasti dengan "Funding System". Sesuai UU BPJS bahwa sistem yang diterapkan
bukan funding system (pemupukan dana)."Bagaimana rasionalnya hitung-
hitungan digunakan untuk ibarat main bulutangkis sementara yang kita sedang
pertandingkan adalah tenis. Dua-duanya mirip tapi tidak sama.11
Kekhawatiran skema PAYG akibat berakhirnya bonus demografi dan
meningkatnya angka harapan hidup, dapat ditanggulangi dengan menjaga rasio
ketergantungan penduduk usia lanjut pada kisaran 20 %. Dengan rasio ini maka
usia pensiun akan bergeser menjadi 65 tahun pada tahun 2040.12
Skema pemberian manfaat diberikan secara berkala bagi pekerja yang telah
mencapai masa iuran minimal 180 bulan atau 15 tahun. Pekerja dengan masa
iuran kurang dari 15 tahun, manfaat akan diberikan secara lumpsum atau sekali
bayar, dengan menghitung akumulasi iuran dan dana hasil pengembangannya.
Namun, peserta dengan masa iuran kurang dari 15 tahun, bisa menerima
11
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/22/159506/ojk-minta-iuran-pensiun-dihitung-ulang/,Diakses 24 April 2015 12
Iuran jaminan pensiun 8% dinilai berlebihan dan bebani ekonomi, http://finansial.bisnis.com/read/20150415/215/422984/iuran-jaminan-pensiun-8-dinilai-berlebihan-bebani-ekonomi, Diakses 24 April 2015
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 183
manfaat berkala bila yang bersangkutan melanjutkan iurannya hingga masa iuran
15 tahun.13
Dalam rancangan jaminan pensiun, skema atas jaminan tersebut dibuat dalam
tiga bagian yaitu;
1. Manfaat pasti
Dalam manfaat pasti terdapat batas atas dan batas bawah manfaat yang
didasarkan pada masa kerja dan upah terakhir yang diterima oleh pekerja.
Manfaat pensiun ini akan diterima secara berkala setiap bulannya.
Manfaat jaminan pensiun akan berupa uang tunai. Dengan beberapa manfaat
yang dicover adalah ;
a. Pensiun hari tua
b. Pensiun cacat
c. Pensiun janda/ duda
d. Pensiun anak
e. Pensiun orang tua
2. Peserta
Dalam program manfaat pensiun anuitas ini, pesertanya adalah yang telah
memiliki masa iur sedikitnya 15 tahun, kecuali ditetapkan lain.
3. Iuran
Iuran yang di keluarkan akan ditanggung secara bersama oleh pekerja dan
pemberi kerja. Akumulasi iuran + hasil pengembangan akan diterima oleh
peserta.
Iuran yang akan ditetapkan adalah sebesar 8% dengan 3% dibayarkan pekerja
dan 5% dibayarkan oleh perusahaan14
13
Iuran BPJS Jaminan Pensiun 8 % naik 1 tahun sekali, http://buruhonline.com/artikel-1171-iuran-pensiun-bpjs-8-
persen-naik-4-tahun-sekali.html#ixzz3YEPXEmnw, Diakses 24 April 2015 14
Bambang Purwoko, FGD II Apindo Training Center, 5 Maret 2015
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 184
POKOK-POKOK PIKIRAN JAMINAN PENSIUN 2015
KOMISI II
Negara Republik Indonesia adalah bagian dari komunitas dunia yang beradab dan
bermartabat, secara konstitusional mengakui hak atas jaminan sosial dan kehidupan yang
layak sebagai hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Perubahannya tahun 2002, khususnya melalui pasal 28 H ayat (3) dan pasal 34 ayat (2). Hak
atas jaminan sosial dan kehidupan yang layak telah diakui sebagai hak hukum (legal rights)
bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana diatur dalam UU no 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah wujud komitmen pemerintah dalam
penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional yang kemudian ditindaklanjuti dengan
membentuk Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Dengan telah disahkan dan diundangkannya UU BPJS, pada tanggal 25
November 2011, maka PT. Askes (Persero) dan PT. Jamsostek (Persero) ditransformasikan
menjadi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Permasalahan yang hangat dibicarakan pada saat ini adalah mulai berlakunya
salah satu program baru dalam BPJS Ketenagakerjaan, yaitu Program Jaminan Pensiun, yang
akan efektif diberlakukan pada tanggal 1 Juli 2015. Walaupun akan dilaksanakan dalam
waktu dekat, akan tetapi pemerintah hingga saat ini belum menyelesaikan Rancangan
Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Pensiun. Padahal, Pasal 70 UU No 24/2011 tentang
BPJS mengamanatkan peraturan pelaksana terkait BPJS Ketenagakerjaan harus selesai
paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diundangkan, yaitu tanggal 25 November 2013.
Belum selesainya PP Jaminan Pensiun tidak lepas dari perdebatan ketiga aktor hubungan
industrial, yaitu pemerintah, Asosiasi Pengusaha (Apindo) dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh
(SP/SB). Kesulitan yang dihadapi bukan tanpa alasan. Pasalnya kebijakan yang ada dinilai
tidak mengakomodir seluruh kepentingan pihak terkait secara seimbang. Jangka waktu
pelaksanaan yang semakin dekat tidak diimbangi dengan sistem dan teknis pelaksanaan
yang baik yang kemudian berujung pada melonjaknya cost yang harus dikeluarkan
pengusaha, belum lagi gejolak hubungan industrial yang menyertai. Adapun poin-poin
penting dari implementasi jaminan pensiun adalah sebagai berikut:
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 185
A. Review Premi pada Rancangan Peraturan Pemerintah Program Jaminan
Pensiun
Hingga saat ini Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai hal
teknis Program Jaminan Pensiun yang diselenggarakan oleh BPJS
Ketenagakerjaan belum tuntas, padahal pelaksanaan program jaminan
pensiun itu sendiri akan efektif dilaksanakan mulai tanggal 1 Juli 2015.
Perdebatan terkait besaran premi hingga kini menjadi salah satu
persoalan mendasar belum selesainya PP tersebut. Banyak pihak
mempertanyakan dasar dari perhitungan besar premi yang ditetapkan
pemerintah dalam RPP yang dibuatnya. Pasalnya 8% dinilai terlalu
memberatkan pengusaha sebagai salah satu pengiur dengan porsi terbesar
dalam program Jaminan Pensiun. Berikut adalah informasi singkat terkait
premi pada asuransi dan teknis penetapan premi yang ada.
1. Perihal Premi kaitannya dengan Asuransi
Upaya untuk menetapkan tarif premi diserahkan kepada aktuaris.
Aktuaris itu sendiri adalah orang yang berpendidikan matematika yang
memiliki tanggung jawab untuk meramu data keuangan dan statistika
yang mempengaruhi tarif premi.
Terdapat tiga faktor yang harus dipertimbangkan dalam perhitungan
premi dasar, yaitu mortalita, bunga, dan biaya. Dari semua aspek ini,
faktor mortaita memiliki pengaruh terbesar.
a) Faktor Mortalita
Prinsip dasar asuransi adalah harus berdasar pada prakiraan
yang akurat tentang mortalita, misalnya rata-rata jumlah
kematian yang akan terjadi setiap tahun dalam setiap kelompok
usia. Kompilasi statistika dilakukan selama bertahun-tahun akan
menunjukkan jumlah dan kapan (usia) orang umumnya
diperkirakan meninggal. Hasil kompilasi statistika ini akan
menjadi tabel mortalita yang menggambarkan laju kematian
setiap usia. Agar tabel mortalita ini akurat, maka statistika harus
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 186
berdasar pada dua hal, yaitu sejumlah besar orang antar usia
dan sejumlah besar kerangka waktu.
Prakiraan mortalita ini akan memberikan dasar taksiran lama
kehidupan tertanggung. Dengan kata lain, bagian premi yang
berkaitan dengan mortalita menggambarkan beban murni dalam
memberikan perlindungan, khususnya perlindungan kematian.
Aktuaris menggunakan tabel mortalita dan data mortalita
sebagai langkah awal dalam penetapan premi.
b) Faktor Bunga
Pendapatan bunga akan membantu pembebanan premi.
Terdapat dua asumsi mengenai bunga:
Pertama, diasumsikan bahwa suatu tingkat bungan bersih
yang spesifik akan diperoleh dari semua investasi. Keadaan
sebenarnya adalah beberapa investasi akan menghasilkan
lebih besar daripada tingkat bunga asumsi sedang beberapa
investasi lain menghasilkan lebih kecil daripada bunga asumsi,
maka lembaga asuransi memilih tingkat bunga rata-rata untuk
asumsi dalam perhitungan premi. Tingkat bunga yang
diasumsikan sering nampak cukup rendah dan mempengaruhi
tarif premi secara langsung, tetapi tingkat bunga yang dijamin
untuk pemilik polis. Oleh karena itu asumsi tingkat bunga
harus cukup konservatif.
Kedua, asumsi yang dibuat adalah bunga yang diperoleh
setahun penuh dari setiap premi pemiki polis. Oleh karena itu,
harus diasumsikan bahwa semua premi dibayarkan setiap
awal tahun.
c) Faktor Biaya
Setiap premi harus dibebani secara proporsional untuk
membiayai biaya operasional normal seperti pegawai yang harus
diadakan dan dibayar, tenaga pemasaran yang harus diadakan,
dilatih dan digaji, alat tulis dan peralatan kantor harus dibeli,
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 187
sewa harus dibayar, gedung harus dipelihara, bahkan juga pajak
yang harus dibayar.
Jadi, faktor biaya dihitung dan dimasukkan dalam tarif premi
untuk asuransi, faktor ini biasa disebut “loading charge”
d) Faktor-Faktor Lain Pada Premi
- Usia : Usia seseorang mempunyai kaitan langsung terhadap
mortalita, dan mortalita mempengaruhi langsung
pada perhitungan premi. Makin tua tertanggung,
makiln tinggi risiko kematiannya.
- Jenis Kelamin : jenis kelamin calon tertanggung juga
mempengaruhi mortalita, karena
pengalaman menunjukkan, secara rata-
rata, kehidupan wanita lebih lama lima
atau enam tahun daripada kehidupan
laki-laki. Secara statitika, golongan
wanita dianggap mempunyai risiko
asuransi yang lebih baik daripada laki-
laki dan tarif premi kaum wanita
biasanya lebih renda daripada kaum
laki-laki.
- Kesehatan : Farktor lain yang mempengaruhi mortalita adalah
kesehatan calon tertanggung. Mereka yang tingkat
kesehatannya rendah akan dikenakan tarif premi yang
lebih tinggi.
- Jenis Pekerjaan : calon tertanggung yang bekerja pada jenis
pekerjaan yang berbahaya menggambarkan risiko
yang lebih besar demikian juga calon tertanggung
yang mempunyai hobi yang membahayakan.
- Kebiasaan : calon tertanggung yang menunjukkan adanya
risiko lebih tinggi daripada normal karena
karakteristik pribadinya dikatakan dalam “risiko sub-
standart”.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 188
Berdasarkan penjelasan diatas, tentunya sudah diperoleh gambaran
terkait hal-hal apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
besaran premi, begitu juga dengan premi sebesar 8%, dengan porsi 5%
diiur oleh perusahaan dan 3% diiur oleh pekerja dalam Program
Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.
Hingga saat ini pemerintah tidak memberikan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan pengusaha terkait atas dasar apa perhitungan
besaran premi tersebut ditetapkan. Karena tidak dapat dipungkiri
adanya pemambahan beban kepada perusahaan akan berpengaruh
kepada neraca keuangan perusahaan yang akan semakin berat.
Tentunya kewajiban untuk mengiur bukanlah suatu kendala apabila
besar iuran tersebut dapat dipertanggung jawabkan validitasnya, akan
tetapi karena sama sekali tidak ada kejelasan dan penjelasan terkait
transparansi perhitungan penentuan besar premi, hal tersebut menjadi
tidak beralasan.
2. Perihal Tanggungan Perusahaan Yang Semakin Berat
Lewat rapat koordinasi yang dilaksanakan 8 April 2015 lalu, pemerintah
sudah bulat menetapkan iuran pensiun sebesar 8% dari upah bulanan.
Besaran iuran pensiun ini akan ditetapkan dalam Rancangan Peraturan
Pemerintah tentang Program Jaminan Pensiun.
Soal beban tambahan inilah yang jadi sumber kerisauan pengusaha.
Berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh Tabloid Kontan No.30 –
XIX, 2015 dalam artikelnya yang berjudul “Repotnya Saat Perusahaan
Ketambahan Beban”, dijelaskan bahwa setiap bulan rata-rata
perusahaan harus menanggung beban kesejahteraan antara 15,24% -
17,74% dari upah setiap karyawan. Perinciannya adalah sebagai berikut:
a) iuran BPJS Ketenagakerjaan yang terdiri dari Jaminan Hari Tua
(3,70%), Jaminan Kematian (0,30%), dan Jaminan Kecelakaan
Kerja (0,24% - 1,74%).
b) iuran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan yang dibayarkan ke BPJS
Kesehatan sebesar 4%.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 189
c) Pesangon yang diberikan kepada karyawan dengan prosentase
7% - 8%. Jika ditambah dengan bagian iuran Jaminan Pensiun
sebesar 5% dari take home pay, maka beban perusahaan akan
menjadi 20,24% - 22,74%.
Pada waktu yang hampir bersamaan, perusahaan menghadapi lonjakan
beban, seperti kenaikan harga BBM, kenaikan tarif listrik, dan
pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS. Situasi yang ada semakin
menghimpit posisi perusahaan, dimana di satu sisi pemerintah
membebankan tanggung jawab besar kepada perusahaan untuk
menyerap tenaga kerja sebanyak-banyaknya, akan di sisi yang lain
pemerintah membuat berbagai kebijakan yang isinya membuat
perusahaan sulit untuk menyerap banyak tenaga kerja, selain itu
pemerintah juga tidak sanggup menjembatani kepentingan pengusaha
dan pekerja dan menjaga kestabilan harga pokok serta upah minimum
sehingga menjadi sulit untuk mengembangkan bisnis pada saat ini.
3. Resistensi yang Tinggi dari Pihak Buruh
Penolakan akan besaran premi Program Jaminan Pensiun BPJS
Ketenagakerjaan bukan hanya timbul dari sisi perusahaan. Nyatanya
buruh pun merasa hal tersebut dapat memberatkan. Pasalnya, harga
bahan pokok dan barang-barang kebutuhan hidup lainnya yang tidak
terkendali sudah dirasa cukup berat untuk pekerja, terlebih bagi pekerja
informal atau pekerja formal yang hanya memperoleh pendapatan
sesuai UMP atau UMR. Oleh karena itu, adanya penambahan beban
untuk membayar Program Jaminan Pensiun menjadi hal yang cukup
berat untuk dilaksanakan secara sukarela oleh pekerja.
Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan
Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda terkait dengan
besaran premi yang diberikan:
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 190
Premi Program Jaminan Pensiun yang sebesar 8% dinilai terlalu berat
dan dapat menimbulkan potensi menggugurkan bisnis Lembaga Dana
Pensiun.15
Iuran 8% dalam Program Jaminan Pensiun memberatkan perusahaan
sebagai penanggung iuran. Sebelum adanya jaminan pensiun,
perusahaan menanggun beban sebesar 15,24% - 17,24% dari upah
setiap pekerja. Setelah adanya peraturan baru ini, maka perusahaan
menanggung hingga 20,24% - 22,74% dari upah setiap pekerja. Skema
pembiayaan tersebut akan berdampak buruk terhadap industri dan
pekerja. Kondisi ini membuat beban yang ditanggung perusahaan
semakin besar. Jangan sampai investor lebih memilih investasi di
Vietnam, Laos atau Kamboja dibanding di Indonesia.16
Sebaiknya pelaksanaan Program Jaminan Pensiun ditunda, karena waktu
yang ada tidak cukup untuk membahas seluruh permasalahan yang ada
sebelum tanggal 1 Juli mendatang. Jika dipaksakan implementasinya
tidak akan berjalan dengan baik seperti halnya implementasi BPJS
Kesehatan. Ditambah lagi hampir semua sektor sedang dalam kondisi
yamng tidak baik (terjadi lonjakan beban biaya seperti kenaikan harga
BBM, traif listrik, dan pelemahan kurs rupiah terhadap dollar AS).17
Buruh menolak besaran iuran jaminan pensiun 8% dengan alasan bahwa
dengan trend kenaikan harga dan jasa yang terus melambung tinggi luar
biasa, besaran iuran tersebut tidak masuk akal.18
15
Sujatmoko, Manager Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) Bank Negara Indonesia (BNI) dalam artikel “Kenaikan Iuran BPJS Ketenagakerjaan Tuai Protes” yang dipublikasikan oleh Kompas.com pada Kamis, 16 April 2015 pukul 07:32 WIB. 16
Adhi S. Lukman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makananan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) dalam artikel “Pengusaha Keberatan, Pemeirntah Belum Sepakat. Polemik Iuran Wajib Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.” Yang dipublikasikan oleh Harian Ekonomi Neraca pada hari Selasa, tanggal 21 April 2015. 17
Timoer Soetanto , Ketua Bidang Jaminan Sosial Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dalam artikel “Pengusaha Keberatan, Pemerintah Belum Sepakat. Polemik Iuran Wajib Pensiun BPJS Ketenagakerjaan.” Yang dipublikasikan oleh Harian Ekonomi Neraca pada hari Selasa, tanggal 21 April 2015. 18
Said Iqbal, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dalam artikel “Pensiun BPJS 8 Persen, Berlaku Juli 2015” yang dipublikasikan oleh kompas.com pada hari Kamis, 9 April 2015 pukul 07:52 WIB.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 191
B. Skema Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan
1. Penggunaan Sistem Manfaat Pasti dalam Program Jaminan Pensiun
BPJS Ketenagakerjaan
Kendala selanjutnya muncul dari sistem manfaat pasti yang akan
diterapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan dalam Program Jaminan
Pensiunnya. Cara pembiayaan yang berbeda sangat mempengaruhi
keberlanjutan pembiayaan (financial sustainability) dari program
jaminan sosial. Pengalaman internasional menunjukkan bahwa,
program pensiun yang menjanjikan defined benefit dibiayai dari
pungutan dari pekerja (payroll taxes) dan menggunakan cara pay-as-
you-go, biasanya mengalami kesulitan keuangan dan akhirnya
menyebabkan hutang publik yang besar.
Sistem manfaat pasti yang digunakan BPJS Ketenagakerjaan dinilai
tidak cocok untuk penerapan Program Jaminan Pensiun dalam
perjalanannya kedepan, bukan hanya 15-20 tahun kedepan, akan tetapi
sampai waktu panjang yang tidak dapat ditentukan. Pengalaman
menunjukkan bahwa banyak negara maju maupun berkembang, yang
mulai mengembangkan program pensiun seperti di atas sekitar
pertengahan abad ke 20, untuk 40 tahun pertama memang dapat
berjalan dengan baik. Hal ini disebabkan orang yang bekerja jumlahnya
masih banyak sedangkan orang yang pensiun pada saat program
dimulai masih sedikit. Tetapi pada saat banyak orang memasuki masa
pensiun dan rasio dari jumlah pekerja dengan jumlah orang pensiun
mengecil maka biaya yang harus dikeluarkan meningkat dengan pesat
sementara pemasukan tidak berubah banyak.
Negara Philipina contohnya.
Pemerintah Philipina memperkenalkan program pensiun menggunakan
defined benefit pada tahun 1950 dengan kontribusi 6 % dari gaji
pekerja. Pada tahun 1990 pemerintah Philipina mulai merasakan
kesulitan yang diakibatkan oleh besarnya biaya yang harus dikeluarkan
karena jumlah orang yang pensiun mencapai puncaknya. Biaya yang
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 192
harus ditanggung meningkat dari 1 % PDB pada tahun 1990 menjadi 4
% PDB pada tahun 1999, hutang publik yang ditimbulkannya adalah US
21 miliar pada tahun 2000. Untuk menanggulangi ini pemerintah
Philipina meningkatkan kontribusi menjadi 9,4 % dan tidak
meningkatkan manfaat sejak tahun 2001. Dengan demikian dapat
diambil pelajaran bahwa skema jaminan sosial menggunakan defined
benefit sangat rawan terhadap kesulitan keuangan di masa depan.
Banyak negara sekarang berpindah ke skema iuran pasti (defined
contribution) yang mengaitkan antara iuran yang dibayarkan oleh
pekerja dengan besarnya manfaat yang akan diperoleh. Untuk itu
kecermatan perhitungan aktuaria sangat dibutuhkan.
Akan tetapi pada kenyataannya, pada saat ini pemerintah pun tidak
dapat transparansi perhitungan aktuaria atas besaran premi Program
Jaminan Pensiun yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini. Banyak
aktuaria di Indonesia pun mempertanyakan perhitungan besaran premi
yang ditetapkan pemerintah. Mengetahui ketidakjelasan perhitungan
yang ada membuat perusahaan semakin enggan untuk menyisihkan
pengeluarannya di tengah situasi bisnis yang sedang tidak baik.
Bukan masalah spiritnya, bukan masalah tujuannya, akan tetapi masalah
pertanggung jawaban pemerintah kedepan terhadap rakyatnya. Karena
apabila nantinya ternyata Program Jaminan Pensiun tidak berjalan
dengan baik sebagaimana telah diprediksikan sebelumnya, mau tak
mau pengusaha menjadi salah satu pihak yang juga harus ikut
bertanggung jawab kepada karyawannya.
2. Tingkat Generasi Pensiun di Masa Depan
Pada saat ini hanya sekitar 10 % penduduk Indonesia menjadi anggota
dana pensiun dan hanya 15 % yang mempunyai asuransi kesehatan.
Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia usia 55 tahun ke atas akan
meningkat dari 10% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2000
(kira-kira 23 juta orang) menjaid sekitar 30% dari seluruh penduduk
Indonesia pada tahun 2050 (kira-kira 100 juta orang). Pada saat yang
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 193
sama, penduduk Indonesia berusia 65 tahun ke atas akan meningkat
dengan drastis, yaitu dari 10 juta penduduk pada tahun 2000 (4,5% dari
seluruh penduduk Indonesia) menjadi 60,5 juta penduduk pada tahun
2050 (sekitar 18% dari seluruh penduduk Indonesia). Dengan
peningkatan jumlah penduduk seperti ini, kelompok penduduk lanjut
usia di Indonesia akan semakin menjadi beban yang besar untuk
keluarga Indonesia, juga bagi para pembayar pajak, pada tahun 2050.19
Kombinasi faktor usia yang cukup rendah (55 tahun), jumlah waktu kerja
yang relatif singkat untuk berhak mendapat pensiun penuh (15 tahun)
dan populasi yang menua dengan cukup drastis, merupakan situasi yang
kurang menguntungkan program pensiun publik manapun, dan
dikhawatirkan Program Jaminan Pensiun akan mengalami nasib sama
dengan program pensiun publik lainnya di dunia, yaitu secara finansial
menjadi tidak berkesinambungan. Usaha-usaha untuk memperbaiki
masalah ini, misalnya dengan menaikkan iuran atau mengurangi besar
manfaat program, hanyalah merupakan perbaikan sementara yang hanya
akan membuat program Jaminan Pensiun semakin kurang diminati
peserta. Pada akhirnya program ini akan bangkrut dan menjadi
kewajiban finansial yang besar bagi pemerintah dan perusahaan, serta
menyebabkan hilangnya pendapatan hari tua pekerja.
Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan
Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda terkait dengan
skema jaminan pensiun yang diberikan:
Ada hal-hal yang merisaukan mengenai jaminan pensiun BPJS, karena
menganut manfaat pasti di mana dari apa yang disimulasikan Jamsostek
menunjukkan satu pekerja yang masuk pensiun harus didukung 6 pekerja
baru. Selain itu, beban fiskal yang harus ditanggung pemerintah untuk
membiayai program jaminan pensiun ini bakal menggerus kekuatan
fiskal. Sebab, porsi pekerja formal di Indonesia masih di bawah pekerja
19
Alex Arifianto, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia: Sebuah Analisis Atas Rancangan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, 2004, hlm.30.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 194
informal. Padahal seharusnya BPJS lebih banyak ditanggung pekerja
sebuah perusahaan formal dan tergabung dengan Jamsostek.20
RPP Jaminan Pensiun kurang memperhatikan fakta bahwa penduduk
Indonesia akan menua secara drastis dalam beberapa dekade
mendatang. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia usia 55 tahun ke
atas akan meningkat dari 10% dari seluruh penduduk Indonesia pada
tahun 2000 (kira-kira 23 juta orang) menjaid sekitar 30% dari seluruh
penduduk Indonesia pada tahun 2050 (kira-kira 100 juta orang). Pada
saat yang sama, penduduk Indonesia berusia 65 tahun ke atas akan
meningkat dengan drastis, yaitu dari 10 juta penduduk pada tahun 2000
(4,5% dari seluruh penduduk Indonesia) menjadi 60,5 juta penduduk
pada tahun 2050 (sekitar 18% dari seluruh penduduk Indonesia). Dengan
peningkatan jumlah penduduk seperti ini, kelompok penduduk lanjut
usia di Indonesia akan semakin menjadi beban yang besar untuk
keluarga Indonesia, juga bagi para pembayar pajak, pada tahun 2050.21
Kombinasi faktor usia yang cukup rendah (55 tahun), jumlah waktu kerja
yang relatif singkat untuk berhak mendapat pensiun penuh (15 tahun)
dan populasi yang menua dengan cukup drastis, merupakan situasi yang
kurang menguntungkan program pensiun publik manapun, dan
dikhawatirkan Program Jaminan Pensiun secara finansial menjadi tidak
berkesinambungan.
20
Hariyadi Sukamdani, Ketua Umum DPN Apindo, dalam artikel “Pengusaha Keberatan Tanggung Jaminan Pensiun BPJS.” Yang dipublikasikan oleh Managemen Pembiayaan Kesehatan dalam websitenya http://www.manajemen-pembiayaankesehatan.net/index.php/list-berita/707-pengusaha-keberatan-tanggung-jaminan-pensiun-bpjs. 21
Alex Arifianto, Reformasi Sistem Jaminan Sosial di Indonesia: Sebuah Analisis Atas Rancangan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, 2004, hlm.30.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 195
C. Review Kepesertaan
1. Kedudukan Pekerja Sektor Informal dalam Program Jaminan Pensiun
Walaupun spirit Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan adalah
melindungi masa tua seluruh pekerja di Indonesia, baik pekerja sektor
formal maupun sektor informal, nyatanya sampai saat ini tidak ada
peraturan tertulis terkait teknis pelaksanaan jaminan pensiun kepada
pekerja sektor informal. Padahal hal tersebut sangat penting, karena
nyatanya jumlah pekerja sektor informal jauh lebih besar dari pekerja
sektor formal. Penghasilan pekerja di sektor informal yang rendah dan
tidak teratur menjadi hambatan besar dalam memastikan sumber daya
yang aman. Situasi ini mempersulit perhitungan upah bulanan kotor atau
bersih yang diperoleh sehingga tidak dapat diandalan. Kondisi ini
membuat sebagian besar pekerja di sektor perekonomian informal tidak
mampu membayar iuran jaminan sosial.
2. Penggolongan Kepesertaan Berdasarkan Masa Iur
Pasal 41 ayat 2 UU SJSN membatasi penerima manfaat pensiun berkala
hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun atau lebih.
Apabila usia pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang berusia 45
tahun atau lebih pada saat implementasinya tidak akan menerima
manfaat pensiun berkala, tetapi hanya menerima pengembalian iurannya
beserta hasil pengembangannya. Tidak jelas akhiran “nya” dari kata
“iurannya”, apakah termasuk iuran pemberi kerja atau tidak. Pembatasan
masa iuran 15 tahun dapat mempengaruhi tingkat partisipasi peserta
kelompok ini dan menjadi rancu dengan progran Jaminan Hari Tua yang
ada (yang juga merupakan pengembalian iuran beserta hasil
pengembangannya).
Menurut sensus penduduk 2010, BPS Edisi 40 September 2013, terdapat
lebih kurang 18 juta penduduk berusia 60 tahun ke atas dan lebih
kurang 34 juta penduduk berusia antara 45-59. Dari total 52 juta
penduduk ini, hanya ada sekitar 2 juta orang yang memiliki program
pensiun, sisanya tidak akan memperoleh manfaat pensiun berkala.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 196
Dengan adanya pembatasan 15 tahun masa iuran ini, berarti peserta
pertama yang akan menerima manfaat pensiun baru terjadi pada Juli
2030. Selama 15 tahun penundaan, BPJS Ketenagakerjaan (jaminan
pensiun) semata-mata hanya mengumpulkan iuran dan sama sekali tidak
memberikan nilai tambah kepada peserta atau penduduk secara
keseluruhan.22
Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa
pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus
ditunda terkait dengan review kepesertaan:
Posisi pekerja informal dalam program Jaminan Pensiun dipertanyakan
karena hingga saat ini tidak ada bahasan terkait dengan kepesertaan
pekerja informal dalam Program Jaminan Pensiun. Padahal kebutuhan
pekerja sebenarnya sama saja, mereka memerlukan jaminan penghasilan
ketika memasuki usia tidak produktif. Hal ini cukup mengherankan
mengingat pada kenyataannya pekerja sektor informal justru lebih
banyak dibandingkan dnegan sektor formal. Mengingat perubahan
struktur demografi Indonesia yang menunjukkan jumlah usia produktif
yang terus meningkat dan jika pemeirntah gagal menyediakan lapangan
kerja yang cukup besar, maka akan semakin banyak tenaga kerja masuk
ke dalam sektor informal.
Kebijakan dalam UU SJSN (Pasal 41) membatasi penerima manfaat
pensiun berkala hanya bagi peserta yang telah membayar iuran 15 tahun
atau lebih. Apabila usia pensiun ditetapkan 60 tahun, maka peserta yang
berusia 45 tahun atau lebih pada saat implementasinya tidak akan
menerima manfaat pensiun berkala, tetapi hanya menerima
pengembalian iurannya beserta hasil pengembangannya. Tidak jelas
akhiran “nya” dari kata “iurannya”, apakah termasuk iuran pemberi kerja
atau tidak. Pembatasan masa iuran 15 tahun dapat mempengaruhi
tingkat partisipasi peserta kelompok ini dan menjadi rancu dengan
progran Jaminan Hari Tua yang ada (yang juga merupakan
pengembalian iuran beserta hasil pengembangannya).
22
Steven Tanner, Dayamandiri Dharmakonsilindo, SJSN: Jaminan Pensiun Sebuah Catatan, hlm.14-15.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 197
D. Mekanisme Overlap
1. Tumpang Tindih dengan DPLK/DPPK
Sampai saat ini sama sekali tidak ada bahasan dari pemerintah baik
melalui forum formal diskusi ataupun klausa dalam RPP Jaminan
Pensiun yang mengatur mengenai teknis harmonisasi Program Jaminan
Dana Pensiiun dengan DPLK/DPPK. Apabila hingga 1 Juli mendatang
hal tersebut belum juga menjadi bahasan pemerintah, maka akan
terjadi efek yang luar biasa bagi perekonomian negara.
Dengan wajib berlakunya Program Jaminan Pensiun BPJS
Ketenagakerjaan, akan ada kemungkinan perusahaan yang telah
mengikutsertakan karyawannya dalam Program Jaminan Pensiun dari
Dana Pensiun Lemaga Keuangan (DPLK) akan menarik keikutsertaannya
dalam DPLK dan mendaftarkan karyawannya dalam BPJS
Ketenagakerjaan. Apabila hal tersebut terjadi maka eksistensi
DPLK/DPPK akan terancam. Dengan hancurnya DPLK/DPPK tentu akan
berpengaruh pada kondisi perekonomian Indonesia dan akan
berpengaruh pula pada kondisi hubungan industrial yang keruh akibat
banyaknya PHK yang terjadi dari karyawan-karyawan DPLK/DPPK.
Hal lainnya yang mungkin terjadi adalah dengan masih berlakunya
DPLK/DPPK di perusahaan dan kewajiban perusahaan untuk bergabung
dengan Porgram Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan, maka
perusahaan pasti akan membayar iuran kepada dua lembaga tersebut.
Hal ini akan menimbulkan double cost dan lonjakan pengeluaran yang
cukup tinggi di perusahaan. Untuk mengimbangi pengeluaran dengan
pemasukkan tentunya perusahaan akan membuat kebijakan baru, yang
mungkin salah satunya adalah pengurangan jumlah karyawan karena
employee cost yang cukup tinggi. Adanya tingkat PHK yang cukup
tinggi tentu akan berpengaruh kepada kondisi perekonomian dan
hubungan industrial di negara kita.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 198
2. Tumpang Tindih dengan Program Wajib BPJS Ketenagakerjaan Lainnya
Terdapat beberapa program kesejahteraan pekerja di Indonesia yang
sifatnya wajib yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berbeda dan dianggap saling tumpang tindih. Program-program wajib
ini adalah Jaminan Hari Tua (JHT) dan ketentuan pesangon sesuai
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebenaranya, JHT dan Pesangon dapat dianggap sebagai sistem yang
berada pada lapisan second-tier, dan Jaminan Pensiun berada pada
lapisan first-tier sebagai manfaat dasar yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.
Beberapa pihak beragumen bahwa Jaminan Hari Tua dan Pesangon
tidak dapat dicampuradukkan dengan Jaminan Pensiun, karena imbalan
Jaminan Hari Tua dan Pesangon dibayarkan sekaligus. Sementara pihak
lain berpendapat, walaupun pembayaran Jaminan Hari Tua dan
Pesangon dilakukan secara sekaligus, keduanya harus diperhitungkan
sebagai bagian dari Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP).23
Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan
Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda terkait dengan
mekanisme overlap:
Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) khawatir,
implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) akan mematikan
industri pengelolaan dana pensiun. Pasalnya, tunjangan pensiun
merupakan satu dari lima jaminan yang dilindungi SJSN. Apalagi
pemerintah mewajibkan agar jaminan pensiun tersebut mengcover
seluruh masyarakat. Ini berarti, mengancam keberlangsungan industri
pengelola dana pensiun karena pasarnya menjadi dimonopoli oleh
badan penyelenggara SJSN. Seharusnya justru SJSN mendukung
keberlangsungan industri ini dengan mengsinkronisasi regulasi yang ada
agar tidak overlapping (tumpang tindih).24
23
Ibid, hlm.17. 24
Ricky Samsoci, Kepala Bidang Humas Asosiasi DPLK, dalam artikel yang dimuat di website http://issuu.com/pdanthony/docs/social-security-newsletter-ijsi-edisi-04-feb-2012
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 199
Terdapat beberapa program kesejahteraan pekerja di Indonesia yang
sifatnya wajib yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
berbeda dan dianggap saling tumpang tindih. Program-program wajib
ini adalah Jaminan Hari Tua (JHT) dan ketentuan pesangon sesuai
Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Sebenaranya, JHT dan Pesangon dapat dianggap sebagai sistem yang
berada pada lapisan second-tier, dan Jaminan Pensiun berada pada
lapisan first-tier sebagai manfaat dasar yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar hidup yang layak.
Beberapa pihak beragumen bahwa Jaminan Hari Tua dan Pesangon tidak
dapat dicampuradukkan dengan Jaminan Pensiun, karena imbalan
Jaminan Hari Tua dan Pesangon dibayarkan sekaligus. Sementara pihak
lain berpendapat, walaupun pembayaran Jaminan Hari Tua dan
Pesangon dilakukan secara sekaligus, keduanya harus diperhitungkan
sebagai bagian dari Tingkat Penghasilan Pensiun (TPP).25
25
Steven Tanner, Dayamandiri Dharmakonsilindo, SJSN: Jaminan Pensiun Sebuah Catatan, hlm.15.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 200
E. Risk & Impact
Berikut adalah risiko-risiko dan kendala yang mungkin timbul dari adanya
pelaksanaan Program Jaminan Pensiun BPJS ketenagakerjaan pada tanggal 1 Juli
mendatang. Sebenarnya hal ini dapat dihindari apabila waktu persiapan
dilaksanakan lebih lama dan sosialisasi sudah dilakukan sejak awal.
Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan
Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda terkait dengan
risiko-risiko yang akan terjadi:
Sampai sekarang belum ada peraturan yang mengatur sedikitpun hal
terkait harmonisasi penyelenggaraan Program Pensiun Wajib oleh BPJS
Ketenagakerjaan dengan DPPK/DPLK, akan memunculkan kemungkinan
bahwa perusahaan harus membayar premi ganda untuk masing-masing
program yang perusahaan ikuti, baik kepada BPJS Ketenagakerjaan dan
kepada DPPK/DPLK, sehingga akan menimbulkan lonjakan pengeluaran
yang besar dari segi employee cost.
Apabila Jaminan Pensiun dilaksanakan, dengan sistem Jaminan Pensiun
yang cukup buruk dan tidak ada regulasi sebagai payung yang memuat
kepentingan para stakeholder secara seimbang akan memunculkan
gejolak: akan banyak perusahaan yang karena beratnya biaya iur dan juga
melakukan double cost kepesertaan akan memilih untuk memotong
employee cost yang tinggi dengan mengurangi jumlah karyawannya
sceara besar-besaran, atau jika tidak, mau tidak mau, tidak dapat
dihindari, keadaan bisnis perusahaan akan terganggu dan hal tersebut
akan berpengaruh pada keadaan perekonomian negara.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 201
F. Pentahapan Implementasi Jaminan Pensiun
Pelaksanaan Jaminan Pensiun pada tanggal 1 Juli 2015 mendatang
merupakan program prematur dimana baik tidak ada kesiapan baik dari
sistem ataupun dari pihak penyelenggaranya. Sehingga dengan menunda
waktu pelaksanaan Program Jaminan Pensiun hingga tahun 2019
sebagaimana telah ditetapkan pada awalnya, akan memberikan sedikit waktu
bagi Pemerintah untuk mempersiapkan dan mematangkan sistem
pelaksanaan, serta bagi Pengusaha sebagai pihak yang akan turut mengiur
untuk mempersiapkan perusahaannya agar ketika nanti program berlangsung
tidak akan mempengaruhi keadaan bisnis yang telah berkembang.
Berikut adalah keypoints atau alasan-alasan utama mengapa pelaksanaan
Program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan harus ditunda:
Sistem Jaminan Pensiun saat ini yang mewajibkan seluruh perusahaan baik
dengan skala besar hingga skala mikro, serta menyamaratakan besar
premi yang harus dibayar adalah kebijakan yang tidak dewasa. Mengingat
Indonesia sebagai negara besar yang sedang berkembang dengan
beragamnya jenis usaha, rumitnya hubungan industrial yang ada, dan
fokus pemerintah untuk meningkatkan kondisi perekonomian negara,
seharusnya Program Jaminan Pensiun dilaksanakan secara bertahap
dimana dilaksanakan terlebih dahulu kepada Perusahaan dengan skala
menengah-besar, lalu dilanjutkan dengan pelaksanaan oleh usaha skala
kecil-mikro setelah pelaksanaan Program Jaminan Pensiun oleh
perusahaan sedang-besar telah berjalan dengan baik.
Besarnya kemungkinan doble cost yang akan dikeluarkan perusahaan
yang menjadi peserta dana pensiun DPLK/DPPK apabila Program Pensiun
BPJS Ketenagakerjaan dilaksanakan akan benar-benar mempengaruhi
stabilitas bisnis perusahaan, bahkan negara. Oleh karena itu, seharusnya
program jaminan pensiun dapat dilaksanakan khusus perusahaan-
perusahaan yang bukan merupakan peserta dana pensiun DPLK/DPPK
sehingga tidak ada perusahaan yang double cost.
The 3rd Idustrial Relations Convention 2015 – Jaminan Pensiun ATC00125042015A
Strategic Studies Yang Dilakukan Oleh ATC PT Pusat Studi Apindo – DPN APINDO 2015 202
Demikianlah paparan Komisi I dan Komisi II dalam The 3rd Industrial Relations
Convention 2015 – Jaminan Pensiun mengenai iuran, skema, kepesertaan, overlap,
pentahapan, risk and impact.