PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM...

7
1 PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA (OKTOBER 2011) OLEH AKATIGA http://pnpm–support.org/pnpm–respek–evaluation Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat SERI RINGKASAN STUDI

Transcript of PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM...

Page 1: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

1PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA(OKTOBER 2011)OLEH AKATIGA

http://pnpm–support.org/pnpm–respek–evaluation

Kementerian KoordinatorBidang Kesejahteraan Rakyat

SERI RINGKASAN STUDI

Page 2: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

32 PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

MENGATASI TANTANGAN PEMBANGUNAN DI WILAYAH PAPUA1

Wilayah Papua mencakup area yang sangat luas dan kaya

akan sumber daya alam. Terdapat 250 bahasa lokal di

seluruh wilayah Papua. Faktor ini menjadikan Papua unik

dengan tantangan serta peluang tersendiri untuk melaku-

kan pengembangan sumber daya manusia. Terlepas

dari budaya dan sumber daya alamnya yang luar biasa,

Papua memiliki indeks pembangunan manusia terendah,

sementara Papua Barat berada di peringkat 28 dari keselu-

ruhan 33 provinsi di Indonesia (2009). Kedua provinsi ini

tertinggal jauh dengan provinsi lainnya dalam memenuhi

indikator kunci yang ditetapkan untuk mencapai tujuan

pembangunan millennium (MDGs). Tantangan pemban-

gunan utama di wilayah Papua meliputi kemiskinan yang

tersebar luas, peluang ekonomi yang terbatas, penyeba-

ran penyakit, dan tingkat pendidikan yang rendah.

Wilayah Papua mencakup area yang sangat luas, yang

meliputi 22 persen dari total luas daratan Indonesia.

Wilayah ini terdiri dari berbagai pegunungan, kepulauan,

dan hutan lebat. Namun demikian, hanya kurang dari tiga

juta penduduk tinggal di wilayah Papua. Wilayah Papua

tergolong sebagai salah satu wilayah dengan populasi

paling sedikit di Indonesia. Lebih dari seperempat popu-

lasi di wilayah Papua tinggal di perkotaan yang dibangun

di sekitar pelabuhan utama dan area pengelolaan tam-

bang. Mereka yang tinggal di kota merupakan pendatang

dari pulau lain. Sisanya tinggal di lokasi terpencil di pegu-

nungan atau pulau-pulau. Seringkali, fasilitas transportasi,

kesehatan, dan pendidikan di area ini sangat terbatas atau

bahkan tidak ada sama sekali.

Berdasarkan kajian data kuantitatif sekunder dan kualitatif

yang didapatkan dari evaluasi lapangan (field assessment)

tahun 2008, UNDP melakukan kajian terhadap kebutuhan

di Papua (Papua Needs Assessment) yang mengidentifika-

sikan hambatan utama pembangunan manusia di Papua,

yaitu:

zz Tingkat kapasitas pemerintah lokal yang rendah

dalam pembuatan kebijakan, perencanaan dan

penyampaian layanan dasar di luar wilayah perkotaan;

zz Tingkat akuntabilitas pemerintah lokal yang rendah;

zz Organisasi masyarakat yang mampu melakukan pem-

berdayaan namun memiliki ruang gerak sangat ter-

batas;

zz Kurangnya rancangan program yang mampu mere-

spon kebutuhan lokal;

zz Setiap komunitas memiliki latar belakang dan kondisi

yang sangat berbeda namun memiliki kebutuhan

dasar yang sama.

DALAM KONTEKS OTONOMI KHUSUSSetelah tahun 1998, paska pemerintahan mantan pres-

iden Suharto, pemerintah Indonesia melakukan serang-

kaian program untuk meningkatkan penerapan oto-

nomi daerah dan desentralisasi yang mendelegasikan

kekuasaan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat

ke pemerintah daerah. Program ini telah diterapkan di

seluruh wilayah Indonesia, namun menciptakan tekanan

tersendiri di Papua. Sejarah penyatuan Papua dengan

Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik,

ekonomi, dan militer. Ketegangan ini terkadang memicu

terjadinya konflik bersenjata antara kelompok gerakan

separatis dengan pasukan dari pemerintah pusat. Kete-

gangan di Papua telah menarik perhatian internasional

yang menuntut pemerintah Indonesia untuk melaku-

kan perubahan.

Pada November 2001, dalam rangka untuk mengatasi

ketegangan di Papua, pemerintah Indonesia memberikan

status “otonomi khusus” bagi Papua. Sebagai perwujudan

untuk mengakui hak masyarakat lokal dalam melakukan

pengambilan keputusan dan berbagai hak lainnya, pem-

berian status ini diikuti dengan ketetapan yang mengatur

alokasi dana yang lebih besar dari penerimaan pajak yang

didapat dari wilayah Papua, untuk dimanfaatkan bagi

pembangunan ekonomi dan sosial di wilayah tersebut.

Dengan memberikan status “otonomi khusus” bagi Papua,

pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengalokasi-

kan 80 persen dari penerimaan pajak yang dikumpulkan

dari Papua untuk pembangunan di Papua. Pada tahun

2003, provinsi Papua Barat terbentuk. Provinsi yang bera-

da di kepala burung pulau Papua juga menerima status

“otonomi khusus”.

Sejak menyandang status otonomi khusus, Papua mener-

ima kenaikan alokasi dana yang sangat besar dari pemer-

intah pusat. Namun demikian, dikarenakan kapasitas

pemerintah lokal yang terbatas, alokasi dana tambahan

ini belum termanfaatkan secara optimal untuk kesejahter-

aan masyarakat lokal. Masyarakat yang tinggal di luar

perkotaan (district centers) masih belum memiliki akses air

bersih, listrik, guru, petugas kesehatan, dan pasar. Kebutu-

han ibu dan anak serta kelompok masyarakat rentan lain-

nya tidak diprioritaskan dalam kebijakan pemerintah atau-

pun ketentuan lainnya terkait pelayanan sosial. Organisasi

masyarakat, terutama institusi agama yang telah lama

membantu pengembangan masyarakat lokal dan terpen-

cil, memiliki akses terbatas terhadap alokasi dana tamba-

han pemerintah tersebut. Secara keseluruhan, partisipasi

masyarakat dalam penyusunan kebijakan dan program

pemerintah adalah rendah, walaupun ada pertumbuhan

kesadaran untuk mewujudkan partisipasi masyarakat

yang lebih besar, pengaruh dan manfaat pembangunan.

Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2007, gubernur

provinsi Papua dan Papua Barat, yang terpilih pertama kali

melalui pemilu, mengenalkan sebuah program ambisius

untuk menerapkan program pembangunan berbasis

masyarakat atau community-driven development program

(CDD). Melalui program ini, dana masyarakat sebesar

Rp100 juta disalurkan ke lebih 4,000 desa di dua provinsi

untuk mendanai kegiatan pembangunan yang meliputi:

(a) pengamanan nutrisi dan pangan; (b) pendidikan; (c)

pelayanan kesehatan utama; (d) pembangunan infrastruk-

tur desa; dan (e) peningkatan sumber mata pencaharian

ekonomi (economic livelihoods). Walaupun memiliki tujuan

pembangunan dan mekanisme yang sama seperti PNPM

Perdesaan, terdapat perbedaan yang signifikan pada

program RESPEK yaitu dana disalurkan secara langsung

melalui kepala kampung untuk dikelola bersama dengan

masyarakat. Dalam PNPM Perdesaan, dana disalurkan

melalui mekanisme perencanaan masyarakat yang difasili-

tasi oleh distrik dan Tim Pelaksana Kegiatan Kampung

(TPKK).

Pada tahun 2008, program bernama Rencana Strategis

Pembangunan Kampung, atau yang disingkat RESPEK,

disatukan dengan program PNPM Mandiri Perdesaan.

Melalui RESPEK, ratusan fasilitator pembangunan terlatih

dan tenaga ahli lapangan didatangkan untuk membantu

masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan

kegiatan sub-proyek yang didanai oleh dana RESPEK.

Pada saat ini, secara prinsip, program PNPM RESPEK men-

gadopsi mekanisme partisipasi yang sama dengan PNPM

Perdesaan yaitu dalam hal memilih dan memprioritaskan

proyek pembangunan desa.

EVALUASI PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESALaporan ini mencatat bahwa sebelum penerapan PNPM

RESPEK, dana otonomi khusus pada umumnya disalurkan

langsung ke kepala keluarga melalui kepala kampung,

dengan maksud agar seluruh masyarakat dapat turut

menikmati dana ini. Setiap keluarga menerima dana

antara Rp150,000 hingga Rp300,000. Namun demikian,

penyaluran dana, yang diawasi oleh kepala kampung

tanpa mekanisme pengawasan yang ketat, menciptakan

perdebatan mengenai apakah cara ini memberikan

mafaat yang sama rata atau tidak. Cara ini juga menimbul-

kan pertanyaan apakah pemberian dana tunai langsung

kepada setiap keluarga merupakah cara terbaik dalam

membangun fasilitas dan infrastruktur masyarakat, walau-

pun jika dana tersebut tersebar secara adil. Laporan ini

mencatat bahwa terutama di Papua Barat, cara ini telah

membuat masyarakat merasa berhak untuk menerima

dana ini secara tunai. Banyak dari mereka kecewa ketika

cara ini diganti dengan cara lain yang mengalokasikan

dana untuk membiayai proyek masyarakat yang dapat

memberikan manfaat kepada mereka semua. Mereka

yang kecewa terutama adalah golongan elit kampung

yang menunjukkan ketidaksukaannya dengan mekanisme

baku PNPM tahun 2008 yang memprioritaskan alokasi

dan pencairan dana. Mekanisme PNPM ini mengancam

campur-tangan mereka dalam pengaturan dana. Laporan

ini juga menemui bahwa sistem penerapan PNPM banyak

ditentang secara diam-diam maupun terbuka di banyak

wilayah. Kalangan elit kampung berupaya berbagai cara

untuk mempertahankan kuasa mereka atas dana tersebut.

Dengan adanya tekanan politik ini, komitmen pemerintah

Mengatasi Tantangan Pembangunan di Wilayah Papua

Evaluasi PNPM RESPEK: Kapasitas Infrastruktur dan Kelembagaan Desa

Page 3: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

54 PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

provinsi untuk menegakkan program yang berbasiskan

pada partisipasi masyarakat, berkali-kali goyah. Pada

tahun 2010, Papua Barat mengeluarkan peraturan provinsi

yang menerapkan kembali cara lama yaitu pendistribu-

sian dana langsung kepada tiap keluarga yang disalurkan

melalui kepala kampung.

Sejak penerapannya, komitmen pemerintah pusat ter-

hadap prinsip dasar otonomi khusus di Papua juga telah

berkali-kali berubah setiap terjadi pergantian administrasi.

Perubahan ini juga telah menyebabkan inkonsistensi

dalam pelaksanaan PNPM RESPEK.

LATAR BELAKANG, TUJUAN, DAN RANCANGANDiterbitkan pada tahun 2011, kajian terhadap PNPM RES-

PEK mengevaluasi penerapan program PNPM Mandiri

RESPEK di provinsi Papua dan Papua Barat. Dana yang dis-

alurkan melalui PNPM RESPEK dapat dimanfaatkan untuk

berbagai tujuan terkait dengan salah satu dari lima pri-

oritas pembangunan yang telah disebutkan sebelumnya

dalam laporan ini. Sebanyak 70 persen dari dana tersebut

dimanfaatkan untuk membiayai pembangunan infrastruk-

tur desa. Oleh karena itu, fokus kajian ini berpusat teruta-

ma pada i) kualitas dan tingkat pemanfaatan infrastruktur

desa yang dibangun melalui program ini; dan ii) dampak

penerapan program ini di desa dan institusi PNPM.

Kajian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan

sebagai berikut:

a. Bagaimana kualitas pembangunan infrastruktur

perdesaan yang dibangun melalui dana PNPM RES-

PEK?

b. Apakah infrastruktur yang dibangun melalui PNPM

RESPEK efektif? Apa manfaat infrastruktur tersebut

bagi masyarakat lokal (sebagai contoh, peningkatan

pada akses pendidikan dasar, pelayanan kesehatan,

dan sumber penghidupan)?

c. Apa dampak PNPM RESPEK bagi institusi lokal dan

para pelaku pembangunan (para Pendamping Kam-

pung (PK), dan Tim Pelaksana Kegiatan Kampung

(TPKK)? Apakah aspek kelembagaan TPKK telah mem-

baik sejak diterapkannya PNPM RESPEK? Apa saja

yang menjadi tantangan?

Kajian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantita-

tif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk

mengukur kualitas teknis infrastruktur dan efektivitas dan

cakupan pemanfaatan infrastruktur tersebut.

Pendekatan kualitatif (studi data sekunder, pemetaan

sosial, observasi, wawancara mendalam) digunakan untuk

menyajikan kajian mendalam akan kualitas pemanfaatan

infrastruktur, dan pengembangan institusi, serta untuk

memahami hubungan sebab-akibat antara kualitas infra-

struktur, pemanfaatan infrastruktur, dan kapasitas institusi.

Penelitian ini dilakukan di 16 kampung (setara desa)

yang tersebar di 8 distrik (setara kecamatan) dari 4 kabu-

paten di dua provinsi, dan berlangsung pada Novem-

ber 2010 hingga awal Januari 2011. Pemilihan lokasi mewa-

kili keragaman aksesibilitas dan wilayah geografis2.

Konteks sosial di wilayah penerapan PNPM RESPEK

memiliki karakteristik yang unik, yang berbeda dengan

dengan tempat lain di Indonesia. Oleh karena itu, kajian

ini mencakup bab tambahan untuk menggambarkan

konteks sosial ini termasuk adat, struktur kekuasaan, dan

hubungan yang mempengaruhi penerapan program ini

di wilayah Papua.

PNPM RESPEK: KONTEKS SOSIAL

PEMANGKU KEPENTINGAN DALAM PROSES PEMBANGUNANKajian ini mencatat bahwa pada tingkat desa, hubungan

kekuasaan terutama didefinisikan oleh interaksi antar ber-

bagai lembaga dan kelompok, termasuk:

1. Lembaga tradisional adat dan klan/marga (traditional

ethnic and clan institutions)

2. Lembaga pemerintah

3. Institusi gereja

4. Masyarakat pendatang yang bukan masyarakat asli

wilayah Papua (non-Papuan immigrants).

LEMBAGA TRADISIONAL ADAT DAN KLAN

Kajian ini mencatat bahwa terdapat banyak kelompok

suku berbeda, yang tinggal berdekatan dan berinteraksi

antara satu dan lainnya walaupun memiliki kebiasaan adat

serta bahasa yang sangat berbeda. Mengidentifikasikan

diri berdasarkan suku tertentu adalah hal yang sangat laz-

im di wilayah Papua. Tiap kelompok suku berbeda memi-

liki badan tersendiri. Di Papua Barat, badan ini dikenal

dengan sebutan Baperkam atau Badan Perwakilan Kam-

pung, sementara di Papua adalah Bamuskam atau Badan

Musyawarah Kampung. Kelompok suku mayoritas terbagi

ke dalam beberapa klan yang terdiri dari kelompok-

kelompok perpanjangan keluarga (extended family groups).

Di sebagian besar wilayah, kelompok suku tertentu dan

klan tertentu memiliki status sosial lebih tinggi, antar

kelompok mereka sendiri, yang disebabkan oleh hubun-

gan baik mereka dengan pemilik lahan, kekuatan militer,

atau sebab lainnya. Terdapat perbedaan yang mencolok

antara suku dan klan yang ada. Beberapa distrik terdiri

dari masyarakat yang mayoritas berasal dari satu suku dan

klan, sementara lainnya terdiri dari berbagai kelompok

berbeda. Faktor ini menimbulkan persaingan kekuasaan.

Kepala kampung biasanya adalah seseorang yang senior,

yang merupakan anggota terhormat dari suatu klan atau

suku yang paling berkuasa dan atau kelompok suku di

wilayah tertentu.

LEMBAGA PEMERINTAH INDONESIA

Kajian ini mencatat bahwa lembaga pemerintah Indone-

sia di tingkat desa didominasi oleh individu-individu yang

berpendidikan dan atau memiliki kemampuan berbahasa

Indonesia lebih baik daripada kebanyakan penduduk

desa. Pegawai pemerintahan ini tidak selalu datang dari

klan yang dominan atau kelompok suku di wilayah mer-

eka bekerja. Posisi mereka dalam struktur pemerintahan

dan akses mereka terhadap berbagai sumber daya bisa

jadi merupakan pilihan lain dalam meraih kekuasaan,

yang seringkali diincar oleh mereka yang tidak dapat

meraih kekuasaan melalui struktur tradisional.

LEMBAGA GEREJA

Kajian ini mencatat bahwa paling tidak hingga tahun

1980-an, lembaga gereja merupakan penyedia utama

layanan pendidikan dan kesehatan, terutama di wilayah

terpencil. Namun seiring dengan meningkatnya pem-

batasan terhadap misi dan dana asing sejak tahun 1980-

an, dan dengan meningkatnya akses terhadap sumber

dana alternatif, terutama dengan adanya penerapan oto-

nomi khusus, pengaruh lembaga gereja menurun. Walau-

pun demikian, gereja masih memiliki pengaruh signifikan

di beberapa wilayah.

MASYARAKAT PENDATANG

Kajian ini mencatat bahwa masyarakat pendatang yang

bukan keturunan asli masyarakat Papua tidak meme-

gang posisi dalam hirarki kelembagaan adat, serta lemah

haknya dalam hal kepemilikan tanah. Namun demikian,

mereka memegang kekuasaan ekonomi di pusat-pusat

perkotaan selain di perdesaan. Mereka datang ke wilayah

Papua melalui program transmigrasi yang dijalankan oleh

pemerintah. Secara umum, masyarakat pendatang memi-

liki tingkat pendidikan yang lebih tinggi; kemampuan ber-

bahasa Indonesia yang baik; dan memiliki akses modal.

Pada konteks tertentu, budaya dan suku mereka yang

sama dengan kebanyakan pemegang birokrasi Indonesia,

dapat memberikan mereka pengaruh yang tidak propor-

sional. Telah terjadi ketegangan dan terkadang kekerasan,

konflik antara masyarakat Papua dan masyarakat bukan

Papua di beberapa tempat.

INTERAKSI ANTARA PEMEGANG KEPENTINGAN DAN PEREBUTAN KEKUASAANKajian ini mencatat bahwa mayoritas masyarakat Papua,

terutama yang hidup di wilayah terpencil, sangat ter-

gantung pada pertanian, peternakan dan kegiatan ber-

buru. Kebanyakan ternak adalah sapi, babi dan ayam.

Sementara kebanyakan jenis tanaman pangan adalah

kentang, wortel, buncis, bawang merah dan ubi. Mayori-

tas masyarakat memiliki akses transportasi yang terbatas

sehingga hasil pertanian seringkali tidak diperjualbelikan.

Hasil pertanian dikonsumsi oleh keluarga dan kelompok

klan yang menanam pangan tersebut. Kelebihan hasil

pertanian didistribusikan bedasarkan keputusan hukum

tradisional dan adat. Lahan pertanian pada umumnya

dimiliki oleh kelompok klan dan diolah secara bersama-

Latar Belakang, Tujuan, dan Rancangan PNPM RESPEK: Konteks Sosial

Page 4: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

76 PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

sama (komunal). Kepala klan dan kelompok disekitarnya

memiliki kekuasaan dan kontrol yang kuat atas keg-

iatan ini.

Laporan ini menyatakan bahwa kelompok elit kampung

dipimpin oleh seorang kepala suku yang berasal dari klan

atau marga terkuat. Kelompok elit berkuasa atas sumber

daya produktif desa (lahan, babi, pemukiman tradisional).

Di bawah group ini adalah aktifis kampung, yaitu mereka

yang memiliki jaringan kekeluargaan dengan elit kam-

pung. Mereka ini memiliki keterampilan spesifik dan atau

posisi struktural, seperti kemampuan berbahasa Indo-

nesia yang baik dan atau memiliki profesi sebagai guru,

pegawai pemerintahan, bidan atau perawat. Kemudian

di bawah group ini adalah masyarakat kebanyakan yaitu

yang diakui sebagai anggota masyarakat sepenuhnya

dengan hak terhadap lahan tradisional, bahkan jika dera-

jat posisi mereka relatif jauh di bawah kelompok elit.

Lapisan terakhir adalah masyarakat miskin dan terping-

girkan yang merupakan anggota kelompok suku atau

klan yang dipandang rendah, masyarakat pendatang

baru, atau mereka yang memiliki cacat fisik atau keterba-

tasan lainnya dengan hak sosial dan ekonomi yang tidak

diakui masyarakat.

Posisi pemegang kepentingan sangat tergantung pada

konteks tertentu. Kekuasaan kelompok elit tradisional

terasa kuat pada wilayah yang memiliki akses terbatas ter-

hadap infrastruktur transportasi, kegiatan komersial yang

produktif, dan pelayanan pemerintah. Pada wilayah den-

gan pelayanan pemerintah yang terjangkau, kekuasaan

mereka yang termasuk dalam hirarki birokratis lebih kuat.

Terdapat kemungkinan bahwa hal ini merupakan efek dari

perebutan kekuasaan antara mereka dengan kelompok

elit tradisional. Sementara kekuasaan para pendatang

lebih besar di wilayah dengan kegiatan komersial yang

tinggi. Para pendatang memiliki akses modal, keahlian,

dan jaringan yang lebih kuat daripada masyarakat asli.

Di wilayah perdesaan yang memiliki akses transportasi,

kegiatan jual-beli hasil pertanian, dan atau kedekatan

mereka dengan wilayah perkotaan, kekuasaan merupakan

persaingan antara kelompok elit tradisional dan kelompok

pendatang. Di pusat-pusat perkotaan, kelompok pen-

datang biasanya memiliki kekuasaan tertinggi, walaupun

kelompok elit tradisional masih memiliki kekuatan atas

tanah dan sumber daya lainnya.

PERMASALAHAN TERKAIT PENDIDIKAN DASARKesuksesan dari penerapan PNPM Perdesaan sangat ter-

gantung pada kualitas fasilitator lokal dan kemampuan

anggota masyarakat untuk berpartisipasi dan mengawasi

penerapan program. Laporan ini mencatat bahwa tan-

tangan terbesar dalam penerapan PNPM RESPEK adalah

terbatasnya jumlah dan kualitas fasilitator, baik fasilitator

teknik maupun pemberdayaan, dengan kesulitan terbesar

terletak pada perekrutan fasilitator teknik yang berkualitas

cukup. Laporan ini juga menemui bahwa permasalahan

ini sangat terkait dengan kualitas dan tingkat pendidikan

di wilayah Papua, terutama di lokasi terpencil. Secara

khusus, laporan ini menyatakan bahwa kurangnya tenaga

fasilitator dengan keahlian yang sesuai, terkait dengan:

1. Kurangnya fasilitas pendidikan, terutama di wilayah

terpencil atau di berbagai distrik di Papua dan

Papua Barat;

2. Kurangnya tenaga pengajar, terutama di wilayah

terpencil secara sebagian besar guru memilih untuk

bekerja di kota besar;

3. Masalah budaya dan kemiskinan di wilayah Papua,

anak-anak yang harus bekerja di ladang;

4. Kurikulum pendidikan nasional yang diterapkan di

Papua dan Papua Barat kurang sesuai dengan konteks

kehidupan di wilayah ini.

Walaupun laporan ini menyatakan bahwa kurangnya

tenaga fasilitator yang terlatih merupakan suatu tan-

tangan besar, namun dapat dikatakan bahwa lemahnya

kemampuan baca dan hitung pada masyarakat juga

secara signifikan membatasi kemampuan mereka untuk

melakukan pengawasan atau terlibat secara aktif dalam

program ini.

TEMUAN DAN OBSERVASI

KUALITAS INFRASTRUKTURTemuan dalam kajian ini berdasarkan pada pengamatan

terhadap 70 sub-proyek infrastruktur di 16 kampung.

Mayoritas dari sub-proyek ini (76,56 persen) merupakan

infrastruktur basah (wet infrastructure) yaitu jamban, sumur

terbuka, penampungan air hujan, pipa sumur bor, penam-

pungan mata air, profil tank. Sebanyak 6,25 persen dari

sub-proyek ini merupakan konstruksi pembuatan jalan

tanah; 4,7 persen adalah pembangunan Posyandu dan

Pustu; 4,7 persen meliputi pembangunan rumah; 3,1 pers-

en adalah pengadaan rumah diesel; dan sisanya terdiri

dari pembangunan taman kanak-kanak, balai perempuan,

dan pasar.

Laporan ini menemui bahwa pembangunan infrastruktur

melalui program PNPM RESPEK rata-rata memiliki biaya

lebih rendah 60 persen daripada pembangunan infra-

struktur oleh pemerintah daerah.

Laporan ini menemui bahwa dari semua kampung yang

disurvei, infrastruktur kering (dry infrastructure) yang

dibangun melalui PNPM RESPEK (seperti perumahan,

pasar, balai perempuan, rumah diesel, dan sebagainya)

memiliki kualitas teknis yang “bagus”. Ini berarti bahwa

infrastruktur tersebut memiliki kondisi struktural dan

fungsional yang yang baik.

Kualitas pembangunan infrastruktur basah (wet infrastruc-

ture) adalah “bagus” pada 60 persen proyek yang diban-

gun. Sebagian besar sisa infrastruktur memiliki kualitas

“rata-rata” (moderate). Sejumlah proyek infrastruktur basah

tidak berfungsi dengan baik, seperti kebocoran di jarin-

gan pipa dan penampungan air, serta sumber air bersih

yang tidak mencukupi. Dengan demikian, laporan ini

menunjukkan bahwa di Papua dan Papua Barat, tersedia

kapasitas untuk membangun infrastruktur kering yang

berkualitas cukup, namun terdapat kapasitas yang terba-

tas untuk pembangunan infrastruktur basah.

Rendahnya kualitas pembangunan infrastruktur basah

disebabkan oleh tingginya tingkat kesulitan untuk

melakukan pembangunan ini. Model standar yang digu-

nakan oleh fasilitator teknik gagal mengatasi masalah

seperti ketersediaan sumber air bersih, dan pemilihan

serta penggunaan bahan-bahan yang dapat mence-

gah kebocoran.

PEMANFAATAN INFRASTRUKTURLaporan ini menemui bahwa sekitar separuh dari keg-

iatan yang disurvei, infrastruktur hanya digunakan oleh

sebagian kecil kelompok masyarakat kampung. Hal ini

biasanya berhubungan dengan kepentingan kelompok

elit kampung. Sebanyak 17 persen infrastruktur tidak

digunakan, bahkan ketika infrastruktur tersebut memiliki

kualitas teknis yang baik (secara struktural dan fungsional).

Secara total, 67 persen dari keseluruhan infrastruktur tidak

digunakan secara efektif. Dari keseluruhan infrastruktur

yang dibangun melalui program ini, hanya 33 persen

yang memiliki kualitas bagus dan digunakan seca-

ra efektif.

Laporan ini menyatakan bahwa alasan utama dari ren-

dahnya pemanfaatan tersebut adalah terbatasnya kualitas

fasilitasi dan adanya dominasi kelompok elit kampung.

Dengan proses perencanaan pembangunan infrastruk-

tur yang didominasi oleh elit kampung, proposal yang

menang biasanya adalah yang memberikan manfaat bagi

mereka yang terkait dengan kepentingan kelompok elit.

Para fasilitator tidak memiliki kapasitas untuk mengatasi

dominasi kelompok elit dan untuk meningkatkan kualitas

perencanaan pembangunan.

Sebagaimana yang telah disebutkan, kualitas pemban-

gunan infrastruktur basah juga dipengaruhi oleh masalah

teknis dan operasional termasuk kebocoran, sumber air

bersih yang tidak cukup, dan masalah teknis lainnya. Per-

masalahan ini yang mengurangi tingkat pemanfaatan

infrastruktur tersebut. Dalam kasus ini, terbatasnya kuali-

tas fasilitasi teknis menjadi permasalahan utama.

Temuan Dan Observasi

Page 5: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

98 PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

DAMPAK PNPM RESPEK PADA PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN DAN MASYARAKATLaporan ini meneliti dampak PNPM RESPEK terhadap

pengembangan i) lembaga-lembaga yang bertang-

gungjawab terhadap penerapan program, terutama

pada kemampuan dan kemauan lembaga tersebut untuk

mencatat aliran dana dan menerapkan standar untuk

memastikan akuntabilitas; dan ii) keterlibatan masyara-

kat, terutama dalam hal partisipasi dan kapasitas untuk

melakukan pengawasan.

Laporan ini menemui bahwa dampak positif terkuat terle-

tak pada pengembangan akuntabilitas dalam program ini

sendiri. Sebanyak 12 dari 16 kampung memiliki catatan ali-

ran dana yang jelas, lengkap dengan kumpulan bukti tan-

da terima pembelian. Catatan tersebut tidak ditemukan

pada 4 kampung lainnya. Pada 2 kampung dengan akunt-

abilitas baik, administrasi kampung mencontoh model

mekanisme PNPM RESPEK untuk kemudian mengem-

bangkan sistem akuntabilitas pada program yang tidak

terkait dengan pembelanjaan kampung. Laporan ini men-

catat bahwa pengembangan sistem akuntabilitas seperti

ini tidak banyak ditemui bahkan di wilayah luar Papua

yang menerapkan PNPM Perdesaan. Dengan demikian,

pengembangan ini, walaupun hanya terjadi di sebagian

kecil kampung, sebaiknya dilihat sebagai hal yang positif.

Pada 7 dari 16 kampung, terdapat tanda-tanda masyara-

kat mencoba melakukan standar kegiatan pengawasan.

Pengawasan ini biasanya dilakukan oleh anggota klan

yang senior, bukan anggota klan yang mendominasi.

Laporan ini menunjukkan bahwa dengan beberapa

pengecualian, Pendamping Kampung (PK) pada umum-

nya lulus pendidikan dasar dan mereka tidak dapat

melengkapi laporan tanpa bantuan Pendamping Distrik

(PD). PD biasanya lulus pendidikan SMP dan atau memi-

liki kemampuan literasi dan berhitung yang lebih baik

dikarenakan aktivitas mereka di gereja. Namun demikian,

laporan ini menunjukkan bahwa dengan adanya penera-

pan PNPM RESPEK, PK dan anggota TPKK di 10 kampung

memiliki kemampuan yang lebih baik dalam hal mencatat

dan mendokumentasikan kegiatan mereka.

PARTISIPASI MASYARAKATLaporan ini menunjukkan bahwa kegiatan memantau dan

mengawasi pembelanjaan dan hal detail lainnya kemung-

kinan besar dapat terwujud ketika terdapat satu klan

yang berkuasa di desa tersebut. Dalam kasus ini, anggota

senior dari klan yang berkuasa (bukan klan yang mendo-

minasi) mampu memobilisasi fasilitator dan menerapkan

mekanisme menjaga akuntabilitas. Pada kasus seperti ini,

pemanfaatan infrastruktur pada umummnya lebih tinggi,

dan memberikan manfaat lebih banyak pada anggota

masyarakat daripada kelompok elit. Terdapat perebutan

kekuasaan antara klan-klan kuat di 4 kampung. Laporan

ini menemukan bahwa di 4 kampung tersebut, PNPM

RESPEK memberikan celah bagi para aktivis yang terdiri

dari guru, sukarelawan gereja, sukarelawan kesehatan,

dan lainnya dengan pendidikan yang lebih tinggi. PNPM

RESPEK juga membuka jalan bagi mereka untuk mempen-

garuhi pembelanjaan kampung.

Pada kasus di mana terdapat satu klan dominan yang

mengontrol administrasi kampung, maka mekanisme ini

sulit untuk diterapkan. Fasilitator seringkali tidak berdaya

mempertanyakan otoritas administrasi kampung. Pada

kasus seperti ini, ruang gerak para aktivis cenderung

dibatasi oleh elit kampung. Secara khusus, laporan ini

menyebutkan bahwa fasilitator PNPM seringkali terkait

dengan atau memiliki ikatan dengan elit kampung. Ter-

dapat dominasi monolitis seperti ini di 10 dari 16 kampu-

ng yang disurvei.

Laporan ini mencatat bahwa tingkat partisipasi masya-

rakat adalah sangat lemah dengan sedikit pengetahuan

umum mengenai struktur dan penerapan PNPM RESPEK.

Pada masyarakat miskin dan terpinggirkan, tingkat parti-

sipasi biasanya hampir tidak ada. Kelompok masyarakat

yang lebih miskin pada umumnya tidak diundang untuk

menghadiri rapat atau bahkan tidak mengetahui kegiatan

rapat. Partisipasi mereka dalam program ini terbatas pada

kontribusi tenaga kerja pembangunan infrastruktur.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASILaporan ini menyimpulkan bahwa program PNPM RESPEK

meraih hasil yang sangat baik dalam hal pembangunan

infrastruktur kering, dan meraih hasil sangat bagus untuk

pembangunan infrastruktur basah. Infrastruktur yang

dibangun melalui program ini memiliki kualitas yang

sama atau bahkan lebih baik daripada insfrastruktur yang

dibangun melalui distrik atau program pemerintah lain-

nya, dengan biaya rata-rata 60 persen lebih rendah.

Namun demikian, laporan ini menemukan mayoritas

infrastruktur yang dibangun tidak digunakan atau hanya

memberikan manfaat bagi sebagian kecil masyarakat. Hal

ini biasanya terkait dengan kepentingan kelompok elit

kampung. Pada kasus lainnya, terutama pada pemban-

gunan infrastruktur basah, masalah teknis muncul karena

infrastruktur tersebut jarang digunakan. Sekitar sepertiga

dari keseluruhan kasus, infrastruktur dapat berjalan secara

efektif dan memberikan manfaat bagi sebagian besar

masyarakat termasuk mereka yang tidak memiliki hubun-

gan dekat dengan elit kampung.

Laporan ini menyatakan bahwa alasan utama gagalnya

pemanfaatan infrastruktur oleh sebagian besar masyara-

kat adalah karena adanya dominasi kelompok elit kam-

pung dan rendahnya kualitas fasilitasi.

Laporan ini juga menyatakan bahwa agar program ini

dapat mencapai tujuannya membangun infrastruktur

yang efektif dan untuk memperkuat lembaga kampung,

langkah-langkah berikut ini harus dapat dilakukan:

1. Memperkuat partisipasi masyarakat;

2. Memperbaiki aspek fungsional infrastruktur basah

dari sisi desain; dan

3. Mengembangkan sistem operasional dan pemeli-

haraan untuk infrastruktur yang telah dibangun.

MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN MEMPERKUAT LEMBAGA DESAMeningkatkan partisipasi masyarkat yang bukan terma-

suk dalam kelompok elit kampung sebaiknya dilaku-

kan melalui:

1. Mengembangkan kapasitas fasilitator melalui sebuah

program pengembangan kapasitas (a capacity build-

ing program);

2. Mengembangkan sebuah mekanisme pemberian

insentif demi meningkatkan kapasitas fasilitasi PNPM;

3. Memciptakan ruang bagi masyarakat di luar elit kam-

pung untuk dapat berpartisipasi, dan untuk mendo-

rong orientasi pro-miskin di antara para elit kampu-

ng; dan

4. Melakukan sinkronisasi dengan pemerintah provinsi

MENGEMBANGKAN KAPASITAS FASILITASIUntuk mengatasi kapasitas fasilitator yang terbatas di

tingkat kampung, distrik, dan distrik, laporan ini melihat

adanya kebutuhan akan program pengembangan kapa-

sitas seperti program barefoot engineers yaitu program

kursus 6-bulan untuk melatih lulusan SLTA dengan pendi-

dikan dasar teknik sipil, konstruksi, dan fasilitasi, sebelum

mengangkat mereka sebagai PD teknik(lihat kotak di hala-

man selanjutnya). Laporan ini merekomendasikan peng-

gunaan program yang telah ada sebagai model untuk

mengembangkan keterampilan fasilitasi lainnya, termasuk

keahlian dalam pemberdayaan masyarakat, dan mungkin

bekerja sama dengan LSM internasional maupun lokal

yang memiliki keterampilan pada bidang ini, seperti

misalnya organisasi World Vision. Program ini dapat diper-

panjang untuk mengikutsertakan kandidat dengan pen-

didikan rendah agar dapat melayani fasilitasi di tingkat

kampung. Pendanaan untuk kegiatan ini dapat diperoleh

melalui otonomi khusus atau melalui pendanaan lemba-

ga international.

MENGEMBANGKAN RANCANGAN PNPM RESPEK AGAR DAPAT MENDORONG PEMBANGUNAN KAPASITAS FASILITASI DAN KELEMBAGAANUntuk mengembangkan kemampuan fasilitasi, laporan

ini merekomendasikan perubahan pada sistem insentif

dan sistem tanpa insentif sehingga seluruh institusi dan

pemangku kepentingan termotivasi untuk mengembang-

kan kapasitas fasilitasi. Sebagai contoh, dana tambahan

dapat diberikan kepada kampung yang dapat menunjuk-

Page 6: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

1110 PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

kan kemajuan dalam mengembangkan partisipasi aktif,

memanfaatkan infrastruktur dengan baik, dan kelom-

pok operasional yang aktif, serta proposal yang efektif.

Sistem pemberian insentif tersebut perlu ditunjang oleh

pengembangan institusi yang mampu melakukan penga-

wasan. Laporan ini juga menyatakan adanya kebutuhan

untuk mengembangkan fasilitasi yang lebih intensif di

wilayah terpencil.

MENDORONG PARTISIPASI KELOMPOK MASYARAKAT MISKINLaporan ini melihat adanya kebutuhan untuk menin-

gkatkan partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan

dengan menciptakan ruang bagi kelompok yang tidak

terkait dengan elit kampung sehingga mereka dapat

menyalurkan aspirasi dan berperan dalam proses pen-

gambilan keputusan. Untuk mencapai tujuan ini, laporan

ini merekomendasikan untuk memprioritaskan proposal

yang dikembangkan melalui kelompok khusus seperti

masyarakat wanita. Agar alokasi dana tidak jatuh kepada

proyek yang hanya memberikan manfaat bagi kelom-

pok elit, laporan ini menyarankan untuk menciptakan

kontrol internal dengan membentuk kelompok kolektif

wanita di tingkat distrik dengan perwakilan dari beberapa

kampung. Para perwakilan ini sebaiknya mendapatkan

pelatihan sehingga mereka memiliki pengetahuan untuk

melihat apakah proposal yang diajukan dapat mem-

berikan manfaat bagi kebanyakan masyarakat termasuk

masyarakat miskin dan terpinggirkan. Untuk mengatasi

kendala subjektivitas, para perwakilan kampung ini sebai-

knya tidak diperkenankan untuk memeriksa proposal dari

kampung mereka sendiri. Mekanisme ini dapat juga dite-

rapkan untuk memperkuat institusi lokal di tingkat distrik

dan kampung. Untuk distrik dengan kampung-kampung

yang letaknya saling berjauhan dan sulit untuk dijang-

kau, sebaiknya disediakan biaya transportasi yang dapat

dikeluarkan dari dana otonomi khusus.

MENDORONG SINKRONISASI ANTARA PEMERINTAH PROVINSI DAN DISTRIKLaporan ini mencatat bahwa beberapa peraturan provinsi

gagal mendukung proses partisipasi masyarakat dan

berlawanan dengan prinsip-prinsip PNPM. Di Papua

Barat, pada saat survei ini dilaksanakan, kebijakan provinsi

memberikan celah bagi elit kampung untuk mengontrol

proses perencanaan di tingkat kampung dengan meny-

alurkan dana otonomi khusus kepada kepala kampung.

Kebijakan ini merusak proses partisipasi masyarakat yang

merupakan dasar program PNPM Perdesaan. Laporan ini

menyarankan agar kebijakan tersebut dapat direvisi untuk

mendukung pelaksanaan PNPM RESPEK yang menyalur-

kan dana melalui TPKK.

MEMPERBAIKI INFRASTRUKTUR BASAHLaporan ini menyatakan dengan jelas bahwa infrastruktur

basah yang dibangun melalui PNPM RESPEK pada umum-

nya memiliki kualitas lebih rendah daripada infrastruktur

kering. Laporan ini menyarankan agar fasilitator teknik

menerima pelatihan intensif sehingga dapat mengatasi

permasalahan ini. Pelatihan tersebut sebaiknya meliputi:

zz Analisis kelayakan rencana dari sisi sumber mata air

zz Pemahaman mengenai sumber mata air

zz Pengetahuan mengenai perpipaan

zz Keahlian memproduksi campuran beton

zz Keahlian untuk penanganan kebocoran

zz Pembelajaran mengenai kesalahan umum dari

pembangunan infrastruktur basah dan bagaima-

na menanganinya

Laporan ini juga menyarankan penerapan suatu standar

untuk mengukur apakah suatu proyek infrastruktur basah

memenuhi ketentuan pra-kondisi tertentu, dan terutama

lulus verifikasi bahwa terdapat sumber air bersih yang

cukup untuk mendukung kinerja infrastruktur tersebut.

MENGEMBANGKAN SISTEM PENGELOLAAN INFRASTRUKTURTerdapat banyak infrastruktur baru yang dibangun

melalui program PNPM RESPEK. Infrastruktur ini mem-

butuhkan pemeliharaan yang berkesinambungan untuk

mejaga keberadaan infrastruktur tersebut. Banyak kasus

menunjukkan bahwa kegiatan pemeliharaan hanya akan

terwujud dengan menarik biaya dari para pengguna, kec-

uali jika tersedia dana tambahan khusus untuk kegiatan

BAREFOOT ENGINEERS PROGRAM

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, tantan-

gan terbesar yang dihadapi PNPM RESPEK adalah sangat

terbatasnya pendamping yang berkualitas, terutama

pendamping teknis dengan keahlian dan kualifikasi teknis.

Untuk mengatasi permasalahan ini, pada Agustus 2008,

Bank Dunia memberikan sekitar US$1 juta kepada Uni-

versitas Cendrawasih (UnCen) di Jayapura untuk meran-

cang dan melaksanakan pelatihan selama 6 bulan yang

mengkombinasikan pembelajaran di dalam kelas dengan

aplikasi pengetahuan di lapangan. Pembelajaran ini meli-

puti proyek infrastruktur umum berskala kecil yang dida-

nai oleh PNPM RESPEK.

Pelatihan berlangsung sukses dengan siswa seban-

yak 120 orang. Sebesar 90 persen dari siswa tersebut

adalah masyarakat asli Papua, 30 persennya adalah

wanita. Sebanyak 106 siswa lulus pada Maret 2009. Lulu-

san ini kemudian diangkat menjadi pendamping teknis

dan dipekerjakan di kabupaten rumah mereka. Mereka ini

merupakan lulusan Barefoot Engineers gelombang II. Gel-

ombang I telah dilaksanakan sebelumnya pada 2003 dan

menghasilkan lulusan sebanyak 56 orang. Jumlah lulusan

dari kedua gelombang ini mencakup lebih dari seten-

gah tenaga ahli lapangan yang bekerja untuk program

PNPM RESPEK.

Untuk menyediakan kebutuhan teknis bagi masyarakat

kampung yang berada di wilayah terpencil, di mana sulit

untuk merekrut dan mendapatkan tenaga ahli didikan

universitas, program Barefoot Engineers memberikan

pelatihan khusus bagi pemuda Papua sehingga mereka

mendapat keahlian baru, rasa percaya diri, dan kesempa-

tan bekerja.

Temuan awal yang dilakukan melalui misi pengawasan

Bank Dunia (supervision missions) di Papua dan Papua

Barat, serta melalui kegiatan lainnya, menunjukkan pen-

empatan lulusan program Barefoot Engineers sebagai

fasilitator teknik PNPM RESPEK adalah efektif. Kualitas tek-

nis infrastruktur yang dirancang oleh lulusan ini memberi-

kan tingkat kepuasan yang bagus. Kualitas fasilitasi juga

memberikan kepuasan yang sangat baik. Kemampuan

fasilitator ini berbicara dalam bahasa lokal memungkinkan

terjadinya partisipasi yang lebih luas dan aktif. Keahlian

dan kontribusi mereka menjadi kebanggaan tersendiri

bagi masyarakat lokal.

Walaupun program Barefoot Engineers di

tahun 2003 dan 2009 telah sangat membantu kebutuhan

program, PNPM RESPEK masih menghadapi kelangkaan

fasilitator teknik. Sekitar 300 posisi tenaga ahli teknik

masih kosong, dan tingkat pergantian fasilitator teknik

masih tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan fasilitator ini,

proyek dua tahun telah disetujui pada tahun 2011 bagi

program Barefoot Engineers untuk membuka kelas tamba-

han dengan siswa sebanyak 140 orang.

Program Barefoot Engineers gelombang III ditutup antara

bulan November 2012dan Maret 2013 oleh BAKTI. Seban-

yak 290 lulusan telah menyelesaikan program dengan

sukses dan telah ditempatkan di berbagai lokasi di Papua

dan Papua Barat. Dalam beberapa bulan kedepan, fasili-

tator baru ini akan menerima pendampingan di tempat

kerja (on-the-job coaching) dan pelatihan tambahan.

Page 7: PNPM RESPEK: KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN …psflibrary.org/catalog/repository/3738_SRS_PNPM Respek.pdf · Indonesia diwarnai dengan ketegangan sosial, politik, ... Bagaimana kualitas

12 PNPM RESPEK:KAPASITAS INFRASTRUKTUR DAN KELEMBAGAAN DESA

NOTES1 Istilah “wilayah Papua” dalam laporan ini mencakup dua provinsi

yaitu Papua dan Papua Barat. PNPM RESPEK telah diterapkan di wilayah yang memiliki status otonomi khusus ini.

2 Penelitian ini dilaksanakan di empat distrik yang tersebar di provinsi Papua dan Papua Barat. Pada setiap kabupaten, peneliti memilih satu distrik terpencil dan satu distrik yang berlokasi dekat kota. Pada setiap distrik, para peneliti menyeleksi dua kampung. Pada awal penelitian ini, pemilihan lokasi ditentukan berdasarkan masukan dan konsultasi dengan Bank Dunia serta konsultan provinsi dan kabupaten PNPM. Beberapa lokasi terpilih ada yang harus diganti dikarenakan faktor keamanan (terutama di KabupatenJayawijaya dan Boven Digoel). Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan kriteria:

1) Lama keterlibatan: meliputi serangkaian keterlibatan dengan PNPM RESPEK, yaitu desa yang terlibat dengan PNPM selama 2-3 tahun, dan kampung yang baru saja menerapkan PNPM RESPEK untuk pertama kalinya; 2) Dilihat dari ketersediaan akses transportasi dan fisik: Pada setiap kabupaten, dua distrik dipilih, yaitu satu dengan akses transportasi terbatas, sementara yang lainnya adalah yang memiliki akses memadai; 3) Kedua provinsi: Untuk mencakup keragaman di antara administrasi pemerintah, lokasi terpilih dalam penelitian ini meliputi lokasi di dua provinsi, Papua dan Papua Barat.

Referensi: Sari, Y., Rahman, H. and Manaf, D. (2011). “Evaluasi Laporan Akhir PNPM RESPEK: Kapasitas Lembaga dan Kelembagaan Desa”, AKATIGA, Jakarta.

pemeliharaan. Laporan ini menyarankan untuk mengem-

bangkan sebuah sistem sehingga masyarakat dapat men-

gusulkan sebuah proposal pemeliharaan kepada pemer-

intah daerah dengan maksud agar biaya operasional

dapat dialokasikan dari dana otonomi khusus.

Laporan ini juga menyarankan agar mekanisme pem-

berian insentif dapat dikembangkan untuk mendorong

kegiatan pemeliharaan infrastruktur. Melalui mekanisme

tersebut, kampung-kampung dengan sistem pemeli-

haraan yang baik sebaiknya dihargai dengan pemberian

dana tambahan yang disalurkan pada dana PNPM RESPEK

di tahun depannya.

Terakhir, laporan ini menegaskan kembali perlunya per-

baikan model konstruksi infrastruktur basah. Kegiatan

pemeliharaan yang berbiaya tinggi dapat diatasi dengan

mengembangkan model yang lebih memerhatikan pada

kebutuhan lokal termasuk ketersediaan bahan bakar, air

bersih, dan sumber daya penting lainnya.

SERI RINGKASAN STUDI

Tujuan utama PNPM Support Facility (PSF) adalah men-

jadi sarana obyektif untuk mengulas, berbagi pengala-

man, dan menerapkan pelajaran dari berbagai program

kemiskinan dan untuk menumbuhkan diskusi mengenai

solusi untuk program kemiskinan. PSF memfasilitasi

pelaksanaan analisis dan penelitian terapan untuk men-

goptimalkan desain program berbasis komunitas yang

merespon terhadap dampak kemiskinan yang semakin

tinggi dan untuk lebih memahami dinamika sosial di

Indonesia dan pengaruhnya terhadap pembangunan dan

pengentasan kemiskinan. Penelitian dan analisis ini ber-

tujuan memberikan basis yang kuat untuk perencanaan,

pengelolaan, dan perbaikan program pemberantasan

kemiskinan pemerintah Indonesia. Penelitian ini juga

dapat mendorong pembelajaran antar negara berkem-

bang, dan menjadi masukan berharga bagi akademisi,

instansi pemerintah, dan pelaku pembangunan lain yang

menerapkan program berbasis komunitas di mana pun

di dunia.

Penelitian dan kerja analisis ini diterbitkan oleh PSF dalam

rangka mempublikasi dan mempromosikan temuan,

kesimpulan, dan rekomendasi dari penelitian dan analisis

kepada khalayak yang lebih luas, termasuk akademisi,

jurnalis, anggota parlemen, dan pihak–pihak lain yang

memiliki ketertarikan terhadap pengembangan masyara-

kat.