MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan...

24
MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA Pokok-Pokok Pikiran Indonesian Policy Outlook 2019 Disusun secara kolaboratif oleh tim PPI Dunia: Pusat Kajian dan Gerakan Komisi Ekonomi Komisi Pendidikan Komisi Kesehatan Komisi Sosial Budaya Komisi Energi PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA 2019

Transcript of MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan...

Page 1: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

MENDORONGINOVASIBERKELANJUTAN UNTUK INDONESIAPokok-Pokok PikiranIndonesian Policy Outlook 2019

Disusun secara kolaboratif oleh tim PPI Dunia:Pusat Kajian dan Gerakan Komisi Ekonomi Komisi Pendidikan

Komisi Kesehatan Komisi Sosial Budaya Komisi Energi

PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA2019

Page 2: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

1

RINGKASAN EKSEKUTIF

Inovasi dan pengetahuan adalah syarat kemajuan bangsa di abad ke-21, tak terkecuali bangsa Indonesia. Perkembangan sains dan teknologi yang semakin cepat mengharuskan adanya proses inovasi yang tidak hanya bersifat disruptif dan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga berkelanjutan. Inovasi yang dilahirkan oleh insan-insan kreatif bangsa tidak hanya bersifat jangka pendek dan dinikmati oleh masyarakat hari ini, tetapi juga harus bisa diwariskan ke masa depan.

Indonesian Policy Outlook 2019 mendiskusikan masalah kebijakan inovasi di Indonesia dan, secara spesifik, menawarkan 7 agenda untuk mendorong Inovasi Berkelanjutan. Tujuh agenda tersebut kami tawarkan untuk menjadi bagian dari desain besar pemerintahan Indonesia 2019-2024. Ketujuh agenda tersebut antara lain:

1. Membangun ekosistem pengetahuan yang produktif 2. Mendorong pertumbuhan inklusif 3. Memberikan Perhatian pada Pendidikan Literasi Digital 4. Mengembangan Kurikulum Pendidikan yang Responsif terhadap Perkembangan

Dunia Industri 5. Memberikan Perhatian yang Lebih pada Masalah Kesehatan Mental 6. Mendorong laju pertumbuhan energi terbarukan 7. Mendorong Peran Aktif Politik Luar Negeri untuk Perdamaian Dunia.

“Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan, memperkukuh kemauan serta memperhalus perasaan”

Tan Malaka

“Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama saudara”

Mohammad Hatta

“Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia"

Soekarno

"Tahukah engkau semboyanku? 'Aku mau!' Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan

kesusahan. Kata 'Aku tiada dapat!' melenyapkan rasa berani. Kalimat 'Aku mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung."

RA Kartini

Page 3: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

2

DAFTAR ISI

Ringkasan Eksekutif 1

Daftar Isi 2

BAB 1. Tantangan Inovasi Berkelanjutan di Indonesia 3

BAB 2. Membangun Ekosistem Pengetahuan 8

BAB 3. Tantangan Pertumbuhan Inklusif 11

BAB 4. Pentingnya Literasi Digital 14

BAB 5. Pengembangan Kurikulum Pendidikan 16

BAB 6. Masalah Kesehatan Mental 18

BAB 7. Pertumbuhan Energi Terbarukan 19

BAB 8. Komitmen Politik Luar Negeri Indonesia untuk Perdamaian Dunia 20

Struktur Kajian dan Gerakan PPI Dunia 22

Page 4: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

3

BAB 1

TANTANGAN INOVASI BERKELANJUTAN DI INDONESIA

Pusat Kajian dan Gerakan

Indonesian Policy Outlook 2019 merupakan ringkasan hasil kajian yang dilakukan oleh PPI Dunia, melalui kolaborasi antara Pusat Kajian dan Gerakan PPI Dunia dengan Lima Komisi yang bertugas untuk melakukan kajian dan kontribusi gerakan di lima sektor strategis PPI Dunia. Selain itu, kami juga mempertimbangkan hasil-hasil Simposium PPI Kawasan, yaitu (1) Rekomendasi Barcelona, yang merupakan hasil dari Simposium PPI Kawasan Amerika-Eropa; (2) Deklarasi Amman, yang merupakan hasil dari Simposium PPI Kawasan Timur Tengah dan Afrika, serta (3) Deklarasi Tianjin, yang merupakan hasil dari Simposium PPI Kawasan Asia dan Oseania.

Indonesian Policy Outlook mengajukan tema “Mendorong Inovasi Berkelanjutan di Indonesia”, yang juga merupakan tema besar Simposium Internasional PPI Dunia 2019 di Johor Bahru, Malaysia. Ada delapan isi yang menjadi pembahasan Indonesian Policy Outlook ini. Sebelum mendiskusikan masalah symposium berkelanjuta n

Mengapa Inovasi Berkelanjutan Penting bagi Indonesia

Riset dan Inovasi adalah bagian penting tak terpisahkan dalam debat-debat tentang pembangunan, baik yang berada di tingkat nasional maupun global. Dalam tujuan pembangunan millennium (Millenium Development Goals) yang ditelurkan oleh PBB di awal abad ke-21, riset dan pembangunan manusia telah menjadi prioritas yang perlu diintegrasikan dengan program pembangunan nasional. Tujuan pembangunan berkelanjutan, yang melanjutkan MDGs dengan concern yang lebih luas pada perlindungan terhadap lingkungan dan keberlanjutan, menempatkan pengembangan pengetahuan sebagai pilar dasar.

Dalam konteks Indonesia, inovasi berkelanjutan menjadi bagian penting dalam strategi pemerintah dalam menghadapi, misalnya, peluang dan tantangan dalam bonus demografi yang diprediksi akan terjadi setelah tahun 2030.

Inovasi berkelanjutan sangat terkait dengan kebijakan pendidikan tinggi, strategi inovasi, dan pembangunan manusia. Keempat problem ini saling terkait. Mustahil bicara tentang riset tanpa perbaikan kondisi pendidikan tinggi di Indonesia. Riset-riset di Indonesia, di sisi lain, juga akan sangat dipengaruhi oleh strategi inovasi yang dilakukan oleh pemerintah dan industri, serta kebijakan-kebijakan yang sangat terkait dengan Pembangunan Manusia.

Ada beberapa issue besar yang penting untuk dipertimbangkan dalam mendorong inovasi berkelanjutan di Indonesia. Indonesia Outlook 2019 ini mencoba untuk menganalisis tantangan persoalan yang dihadapi dalam kebijakan riset Indonesia selama ini. Kami melihat bahwa ada tiga persoalan mendasar yang dihadapi dalam kebijakan riset Indonesia: pemahaman dan persepsi tentang riset yang keliru di

Page 5: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

4

kalangan pengambil keputusan (aspek ideasional), kebijakan yang tidak konsisten, parochial, dan tidak mendukung iklim riset yang sehat (aspek institusional), dan tidak didorongnya inovasi dan keterkaitan dengan sektor lain di luar akademik (aspek kebermanfaatan riset).

Untuk menanggulangi tiga problem klasik tersebut, Brief ini mengajukan gagasan untuk mendorong ‘inovasi berkelanjutan’ dengan (1) menghubungkan missing link antara disiplin keilmuan dan mendorong cara berpikir sains yang holistic; (2) perbaikan kelembagaan dengan mendorong kebijakan berbasis bukti; dan (3) mendorong manajemen dan komunikasi riset yang sinergis dengan kebutuhan pemerintah, industri, serta masyarakat sipil.

Anatomi Persoalan: Tiga Problem Klasik

Berangkat dari kerangka analisis tersebut, Brief ini berpendapat bahwa ada tiga hal penting yang cukup mendasar dalam kebijakan riset di Indonesia: (1) pemahaman dan persepsi tentang riset yang minim, terutama di kalangan pengambil keputusan; (2) kebijakan dan institusi yang masih perlu diperbaiki ke depan; dan (3) Inovasi dan Manajemen riset yang masih berorientasi jangka-pendek, dan belum mengantisipasi perkembangan-perkembangan yang lebih luas dan jangka-panjang.

1. Mispersepsi tentang Riset dan Inovasi

Brief ini akan memulai analisis dari aspek ideasional, yang sangat terkait dengan persepsi pengambil keputusan dan masyarakat tentang riset. Problem pemahaman dan persepsi tentang riset sangat erat kaitannya dengan satu problem klasik, yaitu masalah ‘ego disiplin’, tidak terkoneksinya masing-masing disiplin ilmu di Indonesia satu sama lain. Secara kelembagaan, pengetahuan di Indonesia sangat terkotak-kotak oleh disiplin, yang merupakan warisan dari pelembagaan dunia akademik dan pengetahuan di era Orde Baru.1

Dengan cara berpikir seperti ini, akademisi akan dilatih sesuai dengan disiplin dan keahlian tertentu, yang akan menjadi ‘modal’ bagi mereka untuk bicara dan terlibat pada project yang dibuat oleh pemerintah dalam berbagai kapasitasnya. Konsekuensinya, ada empat gap yang mempengaruhi persepsi di kalangan pengambil keputusan di dunia riset Indonesia.

1. Gap antara Theory vs Practice. Saat ini, kita menyaksikan munculnya jarak antara peneliti yang melakukan riset untuk keperluan teoretis/akademis (pada umumnya, ini dilakukan oleh peneliti di perguruan tinggi), dengan peneliti yang melakukan riset untuk keperluan praktis (baik di perguruan tinggi, lembaga riset, pemerintah, atau swasta.

2. Gap Disipliner. Jarak antara peneliti-peneliti ekstakta, teknik, kesehatan, ilmu-ilmu sosial, atau disiplin lainnya, dan tidak banyak kanal yang menyambungkan dialog satu sama lain. Hal ini diperparah oleh asumsi tentang ‘area keahlian’. Mereka yang meneliti persoalan ‘abstrak’ dan secara teoretis kuat akan hidup di ‘dunia’ dan ‘komunitas’ yang berebda dengan mereka yang risetnya aplikatif menghasilkan produk tertentu.

1 Lihat, misalnya, Hadiwinata (2008), Hadiz dan Dhakidae (2005).

Page 6: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

5

3. Gap antara peneliti di Jawa, Luar Jawa, dan Luar Negeri. Salah satu problem klasik dalam ketimpangan di Indonesia adalah ketimpangan regional, yang salah satu implikasinya adalah memusatnya

Mengapa gap tersebut terbentuk? Kami berargumen bahwa, secara ideasional, ada mispersepsi tentang riset di semua kalangan, baik mahasiswa, Pengambil Keputusan, dan masyarakat secara umum. Di masyarakat Riset dipandang “mengawang-awang”. Di pemerintah dianggap formalitas. Di Industri dianggap tidak aplikatif. Di Mahasiswa sekadar syarat untuk lulus kuliah. Hal ini juga diperparah oleh mispersepsi di pengambil keputusan, yang akhirnya menelurkan kebijakan yang ‘bias’ dan tidak mewakili semua kelompok peneliti.

2. Problem Kebijakan dan Institusional

Pemerintah sebenarnya sudah mencoba untuk meng-address empat gap di atas melalui agenda ‘reformasi’ kebijakan pendidikan tinggi di awal dekade 2000an. Sayangnya, reformasi yang dilakukan terbatas pada kelembagaan, didorong untuk selaras dengan keterbukaan pasar global yang menjadi wacana ekonomi politik global utama di dekade tersebut, serta tidak mendorong reformasi yang sifatnya ideasional.

Ketika pemerintah melakukan “reformasi” terhadap kebijakan pendidikan tinggi di awal dekade 2000an (beberapa di antaranya atas dukungan dari Bank Dunia dan lembaga-lembaga donor internasional),2 warisan pengetahuan ini tidak banyak direformasi oleh elit-elit pengambil keputusan riset di Indonesia. Hal ini melahirkan apa yang akan saya sebut sebagai “paradox reformasi pendidikan tinggi”. Di satu sisi, Indonesia ingin melakukan reformasi pendidikan tinggi dengan memperkenalkan otonomi akademik dan non-akademik (terutama keuangan) kepada perguruan tinggi dan lembaga penelitian, tetapi di sisi lain otonomi tersebut dibangun di atas institusi riset dan pendidikan tinggi warisan Orde Baru.

Hal ini tergambar pada bagaimana institusi pendiadikan tinggi dijalankan. Kultur perguruan tinggi yang diwarisi oleh birokrasi Orde Baru, sedikit banyaknya kaku, tidak mencerminkan lembaga keilmuan, dan lebih banyak berfokus pada soal jabatan dan/atau administrative daripada kolaborasi riset dan update muatan pengajaran.3 Di sisi lain, reformasi pendidikan tinggi justru melepaskan peran negara dalam pembiayaan riset dan pendidikan tinggi. Terjadi, misalnya, kKomersialisasi riset dan biaya pendidikan. ketika perguruan tinggi berubah menjadi Badan Hukum dan kampus bisa mencari dana sendiri. Meskipun secara administratif beban pemerntah untuk membiayai riset/pengajaran berkurang, hal ini berdampak pada kompetisi yang tidak sehat di lingkunrang riset/perguruan tinggi yang mengejar ‘ranking’ atau ‘prestige’

Selain itu, ada problem Kebijakan di semua Level, baik di pemerintah ousate, pemerintah daerah, maupun kampus. Hal ini terkait dengan struktur elit dan 2 Lihat analisis saya sebelumnya tentang reformasi pendidikan tinggi di Indonesia (Umar 2014). Konfirmasi juga data-data project Higher Education Reform (IMHERE) Bank Dunia yang dilaksanakan oleh beberapa lembaga pemerintah dari tahun 2000-2012, yang salah satu target kebijakannya adalah meregulasi kebijakan pendidikan tinggi di Indonesia (tercapai melalui UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi). 3 Lihat kritik semacam ini dalam, misalnya, pidato pengukuhan Guru Besar Prof Almakin di UIN Sunan Kalijaga (2018) atau sebelumnya dalam pidato pengukuhan Prof Heru Nugroho di UGM (2010).

Page 7: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

6

kekuasaan Akademisi yang lebih banyak berkegiatan di luar kampus untuk keperluan finansial, gaji peneliti yang rendah (terutama peneliti muda), dan riset yang banyak melayani kepentingan kekuasaan/pemodal daripada kepentingan masyarakat. Hal ini berpotensi melahirkan problem etis, semisal masalah Asia Agri (dulu), Rembang, Cambridge Analytica, dan masalah lain.

Beberapa hal tersebut bermuara pada problem kebijakan yang tidak berkelanjutan. Kebijakan selesai di hanya satu menteri dan tidak terkoneksi dengan kementerian yang lain. Di sisi lain, kebijakannya berubah secara drastis, serta tidak ada fondasi yang mengikat di kebijakan-kebijakan terebut. Tentu juga masalah klasik yang lain, seperti anggaran yang minim dan tidak sebanding dengan Gross Domestic Product Indonesia.

Kebijakan ini terus berubah, dan membaik, dari tahun ke tahun. Indonesia semakin berbenah. Tapi tentu perlu ada peningkatan yang lebih serius di masa depan.

3. Keberlanjutan Inovasi dan Manajemen Riset

Selain itu, ada masalah lain Sustainabilitas/Keberlanjutan dari proses riset, yang membuat ada ‘keterputusan’ antara riset dan inovasi. Riset tidak banyak terhubung dengan perkembangan teknologi dan inovasi yang kian disruptif terhadap struktur sosial masyarakat yang ada saat ini. Akhirnya, institusi pendidikan tinggi dan riset justru dipertanyakan relevansinya, dan perlu berbenah agar tidak kehilangan

Dalam konteks Konten tentang riset yang perlu menyesuaikan dengan tantangan kontemporer. Untuk menyebut beberapa topik, kita bisa mendorong riset untuk masuk kea rah tantangan yang lebih kontemporer, seperti revolusi digital, city branding, isu sustainability, post-growth, post-capitalism, doughnout economics, circular economics, resiliensi sosial, hingga kebencanaan.

Din sini, kita perlu mendorong lebih jauh Evidence-Based Policymaking dengan menggunakan hasil-hasil riset (terutama riset PhD) untuk memperbaiki, dan bukan hanya sekadar menjustifikasi, kebijakan pemerintah yang ada saat ini. .

Pada konteks ini, gagasan tentang Quadruple Helix menjadi relevan. Kita melihat ada gap antara elemen masyarakat, industry, pengambil kebijakan, dan akademisi. Ada gap yang terkait dengan poin no. 1 di atas di antara keempat institusi tersebut. Maka dari itu, penting untuk mendorong ketepatgunaan hasil riset dan output pendidikan tinggi, yang sinkron dengan problem masyarakat. Konsekuensinyaadalah menciptakan jembatan dari ‘riset’ ke ‘implikasi kebijakan, sosial atau industry.

Secara lebih spesifik, hal ini juga mendorong pemerintah untuk tidak hanya mengedepankan “growth” atau partumbuhan semata sebagai tujuan pembangunan, tetapi juga memperhatikan ‘inovasi’ dan ‘keberlanjutan/sustainaibility’. Pembangunan yang berbasis pertumbuhan akan cenderung untuk menjadikan riset hanya untuk tujuan jangka-pendek dan prioritas ekonomi, tetapi tidak mendorong sustainabilitas/kebertahanan riset secara jangka-panjang. Dari sini, pertumbuhan yang inklusif, bertanggung jawab, dan berkelanjutan menjadi penting.

Kita juga mendapati problem dalam investasi teknologi. Harus diakui, Indonesia tidak banyak berinvestasi untuk pengadaan atau pemeliharaan alat yang esensial.

Page 8: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

7

Konsekuensinya adalah keterbatasan dalam pengembangan riset-riset terapan. Di satu sisi ini bisa mendorong kolaborasi, di sisi lain kita jadinya ketergantungan terhadap negara yang punya teknologi tinggi.

Problem lain terkait soal ‘visibilitas’ (keterlihatan) riset, Riset dianggap berhasil jika hasilnya terlihat. Sehingga tidak mendorong riset-riset yang berorientasi jangka-panjang. Di sini, hilirisasi menjadi penting. Kita perlu wadah untuk Menampung Ide dan riset baru, selain juga gagasan-gagasan baru hasil penelitian.

Terakhir, dalam konteks keberlanjutan inovasi dan manajemen riset, perlu pengkaderan peneliti-peneliti mud dan sumber daya manusia yang berkompeten untuk mendorong inovasi secara berkelanjutan. Dengan kata lain, kita perlu regenerasi dalam riset dan inovasi. Perlunya wadah untuk menampung dan mengkader peneliti2 muda. Selain itu, peril mendorong peneliti perempuan untuk lebih tampil, mengurangi bias-bias gender dalam riset. Transfer pengetahuan dan proses perkaderan peneliti jadi penting di masa depan.

Mendorong Inovasi Berkelanjutan: Tantangan Perbaikan Kebijakan Riset Indonesia

Indonesian Policy Outlook ini mendiskusikan masalah inovasi berkelanjutan di Indonesia dengan membahas beberapa isu strategis yang menjadi kepedulian mahasiswa Indonesia di luar negeri. Ada beberapa elemen yang akan kita diskusikan pada Indonesian Policy Outlook ini, yang bertujuan untuk mendorong inovasi yang lebih berkelanjutan di masa depan. Beberapa isu tersebut antara lain:

1. Menciptakan Ekosistem Pengetahuan yang produktif. 2. Mendorong Pertumbuhan Inklusif 3. Meningkatkan Literasi Digital 4. Memperbaiki secara terus-menerus kurikulum pendidikan 5. Memperhatikan Masalah Kesehatan Mental, terutama bagi generasi muda. 6. Mendorong Inovasi dalam Energi Baru Terbarukan 7. Mendorong Politik Luar Negeri Indonesia yang Berkomitmen terhadap

Penyelesaian Masalah Perdamaian Global

Indonesian Policy Outlook kali ini menghadirkan analisis dari lima komisi di PPI Dunia untuk mendiskusikan tujuh isu tersebut secara simultan. Analisis kami didasarkan pada kajian yang telah kami lakukan secara simultan pada tahun 2018-2019 ini. Kami berharap apa yang kami berikan bisa berkontribusi untuk mendorong inovas berkelanjutan di Indonesia di masa yang akan datang.

Page 9: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

8

BAB 2

MENCIPTAKAN EKOSISTEM PENGETAHUAN YANG PRODUKTIF

Pusat Kajian dan Gerakan

Dalam bukunya, Predictably Irrational, Dan Ariely punya argumen menarik tentang bagaimana manusia merespon norma pasar dan norma sosial. Menurut dosen behavioural economics di Duke University ini, kita tidak bisa memperkenalkan norma pasar yang konkret dan terukur dalam hubungan kasih sayang yang mengedepankan norma sosial. Ketika norma pasar diperkenalkan dalam kontrak sosial, nilai-nilai sosial mendadak berubah menjadi sangat ‘transaksional’ dan menghilangkan dimensi sosialnya.

Norma sosial berdasarkan pada rasa dan penghargaan (mutual respect), sementara norma pasar melibatkan analisis untung dan rugi. Norma sosial bekerja dengan mendayagunakan pertukaran sosial dan umumnya berlaku baik pada hubungan yang konkret seperti suami-istri, anak-orangtua, dan murid-guru, juga pada hubungan yang abstrak seperti pertemanan dan nasionalisme. Sementara itu, dalam norma pasar hal keuntungan dan kerugian akan dipertimbangkan dalam bentuknya yang paling kecil. Artinya, hubungan seperti ini sangat memungkinkan adanya pengorbanan dan pamrih dalam relasi-relasinya, berbeda dengan norma sosial.

Hal serupa juga bisa dilihat dalam konteks yang lain: beasiswa pendidikan yang cukup banyak diberikan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Baik di dalam dan luar negeri, sumber dana dan motivasi memberikan beasiswa beraneka ragam. Beasiswa bisa dikelompokkan menjadi dua jenis: sebagai hadiah (seperti Chevening, Fulbright, dan Erasmus) yang merupakan pemberian tanpa ikatan pascastudi, atau pemberian bersyarat (seperti Australian Awards atau beasiswa ASEAN untuk kuliah di kampus negeri di Singapura) yang mengharuskan penerima untuk “kembali” atau bekerja dalam kurun waktu tertentu.

“Romansa Habibie” dan Generasi Ilmuwan Muda

Dalam konteks ini, bagaimana kita melihat beasiswa yang diberikan oleh pemerintah, dan bagaimana peran penerima beasiswa Indonesia hari ini?

Kita mungkin cukup mengenal sosok B.J. Habibie, insinyur yang kuliah ke Jerman dan kemudian bersedia pulang karena melihat peluang berupa tawaran membangun industri kompetitif oleh rezim waktu itu. Tawaran ini berangkat dari logika masalah-solusi yang sederhana. Menurut Habibie,“Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu luas (masalah) sehingga memiliki industri pesawat sendiri akan menyelesaikan kebutuhan dalam negeri dan tentunya mengurangi ketergantungan pada pihak asing (solusi).”

“Romantisme” Habibie yang kuliah di luar ngeri dan kembali memang sering menjadi acuan tentang para intelektual Indonesia. Namun demikian, realisasinya tentu tidak sesederhana itu. Bagaimanapun, konteks waktu dan tempat Habibie berbeda dengan saat ini. Waktu itu teknologi pesawat terbang belum begitu matang, pemain

Page 10: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

9

besar belum dominan. Indonesia waktu itu bisa bersaing jika seandainya dukungan itu berjalan sampai tuntas. Namun, saat ini, teknologi-teknologi sudah semakin maju dan negara-negara maju dengan sokongan dana riset yang besar telah melesat jauh meninggalkan negara berkembang. Sehingga, konteks inovasi dan riset menjadi sangat berbeda.

Ekosistem Pengetahuan

Alih-alih terjebak dengan “romansa” dengan melihat konteks pengiriman mahasiswa di tahun 1970-an, kita perlu berpikir lebih strategis dalam konteks yang lebih kontemporer. Indonesia bisa belajar dari strategi Tiongkok untuk menuju periode meraup buahnya di 2045 (100 tahun Indonesia merdeka), yaitu mencoba menanam benih di berbagai pusat pengembangan sains dan teknologi di seluruh dunia, dengan tujuan penguatan aspek ekspertise (keahlian) dan pengalaman di bidang pengetahuan dan teknologi.

Hasilnya bukan sesuatu yang ‘instan’ dan langsung jadi, melainkan punya dampak yang bersifat ‘multiplikasi’. Misalnya, seorang dosen asal Tiongkok akan cenderung menerima dan memberi beasiswa untuk mahasiswa bimbingan S-3 dari negara asal mereka.

Di sini, terlihat bahwa dosen Tiongkok yang sudah berkarya di Eropa dan Amerika pun punya kecintaan tersendiri pada bangsanya. Berawal dari satu dosen yang berkarir di kampus kenamaan, mereka akan berujung pada satu kelompok akademia yang tersebar di negara lain atau negara sendiri, baik bekerja di industri maupun mengajar dan meneliti di universitas. Jika satu periode karir seorang dosen sampai pensiun bisa 20-25 tahun, berarti dia bisa membina dan memberi beasiswa setidaknya 20 orang lain selama masa karirnya.

Hal serupa tentu juga bisa difasilitasi oleh para diaspora Indonesia yang kini sudah mulai berhimpun dalam Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4).

Bagaimanapun, ada beberapa stigma yang perlu dibetulkan dan diperjelas karena manusia punya aspirasi dan panggilan masing-masing. Pertama, Kita tidak bisa menganggap bahwa semua yang kuliah pascasarjana akhirnya ingin menjadi dosen atau peneliti. Kuliah pascasarjana hanya menambah satu kualifikasi keilmuan tapi membuka ratusan peluang dari pengalaman dan koneksi yang didapat selama studi.

Kedua, tidak bisa dipukul rata bahwa orang Indonesia yang berkarir di luar negeri tidak lagi cinta Tanah Air. Ada banyak ekspresi kecintaan terhadap tanah air yang bisa dilakukan oleh para ‘diaspora’ Indonesia dalam konteks dunia yang sudah terglobalisasi.

Ketiga, pendidikan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM) adalah investasi jangka panjang, dan publikasi di jurnal dan prosiding hanya bukti eksistensi di komunitas keilmuan, bukan pencapaian inovasi yang riil. Penemuan, pemikiran, gagasan, dan inovasi tidak mewujud dan terejawantahkan dalam vakum, melainkan butuh medium dan ekosistem yang mendukung.

Keempat, pemerintah harus punya tujuan yang jelas dan spesifik (bukan mau cepat dan mau semua) dalam memberikan pendaan riset dan beasiswa. Pada akhirnya,

Page 11: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

10

kita tetap harus memilih fokus bidang yang ingin jadi perhatian utama karena sumber daya dan waktu yang terbatas.

Jika kita ingin mengenalkan norma pasar (‘harga’ dan kontrak pascastudi) maka kita harus siap dengan otak-otak brilian yang bekerja karena keharusan dan bukan kemauan dari hati.

Namun, jika kita menginginkan adanya ‘brain gain’, maka yang perlu dilakukan adalah membangun ekosistem yang mendukung, tidak berwawasan sempit, dan tentu tidak serta-merta mengaitkan pengembangan keilmuan dengan ‘nasionalisme’. Artinya, menghargai pilihan karier setiap individu sembari kemudian memberikan jalan bagi mereka untuk dapat tetap berkontribusi pada pengembangan sains dan teknologi.

Pengambil kebijakan bisa memberikan insentif kolaborasi riset, baik yang bersifat dasar maupun aplikatif, antara diaspora dan peneliti di dalam negeri, sehingga tercipta pertukaran pengetahuan yang produktif. Yang terpenting, ada ekosistem pengetahuan yang terbangun. Tanpa ekosistem riset yang memadai, kita hanya akan melihat sumber daya manusia yang ‘setengah matang’ ketika kembali ke Indonesia dan ‘larut’ dalam aktivitas non-ilmiah alih-alih berinovasi dalam sains dan teknologi.

Page 12: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

11

BAB 3

TANTANGAN PERTUMBUHAN INKLUSIF

Komisi Ekonomi

Economics is a highly sophisticated field of thought that is superb explaining to policymakers precisely why the choices they made in the past were wrong. About the

future, not so much

-Ben Bernanke-

Terminologi volatility, uncertainty, complexity and ambiguity (VUCA) menjadi topik bahasan utama dalam melihat dinamika ekonomi global beberapa tahun belakangan. Volatility merujuk pada fluktuasi yang cenderung tinggi seperti yang didapati pada pergerakan harga komoditas. Uncertainty pun perlu menjadi pertimbangan khusus mengingat perubahan yang cepat di berbagai bidang semakin mendorong ketidakpastian. Di sisi lain complexity merepresentasikan keterhubungan antar aspek dalam perekonomian yang semakin meningkat seiring dengan besarnya arus informasi, misalnya pada kasus perumusan kebijakan di tengah tidak terprediksinya faktor geopolitik, perubahan iklim, lompatan teknologi, maupun destruksi kreatif. Ambiguity pun tak bisa dilepaskan karena saat ini sering kali siklus bisnis ekonomi (business cycle), resesi dan ekspansi, tidak bertahan lama hingga menciptakan suatu tren tertentu. Sebagai konsekuensi, opsi kebijakan yang relevan menjadi semakin sulit ditentukan.

Empirical gap tersebut akan menimbulkan negative excess jika perumusan kebijakan ekonomi dan respon strategi bisnis masih mengikuti paradigma ortodoks. Asumsi bahwa perekonomian akan selalu mendapati titik equilibriumnya tentulah relevan, namun observasi stabilitas hanyalah nampak dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, berbagai perubahan dan koreksi terjadi. Tak pelak, ketimpangan sosial, deindustrialisasi, serta stagnansi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi tantangan tersendiri.

Konsep Industrial Revolution 4.0 hadir untuk merespon kemunculan fenomena VUCA dengan berbasis big data, machine learning, dan disruptive technology. Keberadaan Internet of Things (IoT) menjadi fondasi yang menjadi tumpuan konektivitas dan integrasi ketiganya. Perubahan yang begitu cepat perlu diantisipasi juga dengan cepat oleh semua pihak yang terlibat, baik pemangku kebijakan maupun pelaku industri. Dengan demikian, UMKM yang didukung oleh kerangka clustering dapat memahami permintaan pasar dengan lebih baik. Selain itu, program pengentasan kemiskinan akan terwujud dengan lebih baik dengan mekanisme monitoring yang mengarah pada real time. Deindusrialisasi pun dapat diredam dengan adanya konektivitas logistik dan rantai pasokan. Geliat sumber ekonomi baru juga diharapkan akan meningkat seiring degan tumbuhnya potensi ekonomi digital.

Page 13: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

12

Ancaman Perlambatan dan Harapan Moderasi

Optimisme terhadap kinerja ekonomi global menguat di tahun 2017 yang difleksikan oleh perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,9 persen hingga tahun 2019 (World Economic Outlook, 2017). Berdasarkan angka realisasi, pencapaian yang sesuai dengan perkiraan hanya terjadi di tahun 2017 sedangkan perlambatan mulai mewarnai dinamika ekonomi 2018 yang senbesar 3,6 persen.

Berbagai fenomena ekonomi global ditengarai menjadi penyebab, baik di level global maupun regional. Tren kebijakan moneter kontraksi di sejumlah negara maju diikuti oleh pengetatan kinerja sektor finansial yang kemudian berimbas pada pelemahan ekspansi global di sepanjang paruh kedua 2018. Menilik sensitivitas di level regional, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China terus menunjukkan eskalasi. Tak pelak kondisi tersebut mendorong gelombang ketidakpastian (uncertainty) diantara mitra dagang. Tak hanya negara maju (developed economies) seperti Jerman (high income) yang mengalami goncangan terutama pada sektor industri otomotif. Beberapa negara berkembang (emerging economies) seperti Argentina (upper-middle income) dan Turki (upper-middle income) bahkan menghadapi tekanan pada fundamental makroekonomi. Konvergensi tersebut tak pelak menciptakan kompleksitas (complexity) tersendiri bagi perekonomian global.

Setahun berselang, koreksi pertumbuhan ekonomi mengemuka. Bank Dunia misalnya, merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 sebesar 3,3 persen (World Economic Outlook, 2018). Ancaman perlambatan tersebut paling tidak dihadapi oleh 70 persen negara di dunia. Namun demikian, global pickup masih memiliki harapan di paruh kedua. Implikasi kebijakan moderasi yang ditempuh oleh negara ekonomi utama di tengah ketiadaan tekanan inflasi akan mulai dirasakan. Bank Sentral AS, The Fed, mengirimkan sinyalemen tingkat suku bunga yang tidak akan lebih tinggi dari akhir 2018 sebesar 2,25 persen hingga akhir tahun 2019. Demikian halnya dengan European Central Bank dan Bank of England, serta The People's Bank of China yang nampak akan menjalankan stimulus fiskal dan moneter untuk merespon dampak negatif dari perang tarif.

Melihat realisasi kinerja perekonomian global pada Kuartal I tahun 2019, estimasi Bank Dunia dinilai terlalu pesimis. Tiga kekuatan ekonomi terbesar dunia yang berkontribusi hingga ha,pir 50 persen terhadap output global yakni AS, China, dan EU menunjukkan geliat positif dengan pencapaian lebih tinggi dari proyeksi (Financial Times, 2019). Indikasi berakhirnya perlambatan yang berpuncak di akhir 2018 tercermin pada petumbuhan ekonomi Eurozone sebesar 0,4 persen serta Uni Eropa secara umum sebesar 0,5 persen. Italia mulai dapat mengatasi resesi domestik, sedangkan Jerman mampu merespon tekanan kinerja industrinya. Seiring dengan optimisme tersebut, perekonomian AS bahkan tumbuh lebih tinggi pada 0,8 persen. Momentum pertumbuhan ini cukup mengejutkan mengingat awal tahun berada di bawah bayangan government shutdown. Stabilisasi pertumbuhan ekonomi China di level 6.4 persen pun membawa angin segar sejalan dengan dampak stimulus infrastruktur yang digelontorkan pemerintah.

Rapid adjustment pada Kuartal I tahun 2019 mununjukkan perubahan yang cepat (volatility).

Page 14: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

13

Dengan asumsi konfigurasi ini, proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2020 oleh Bank Dunia hingga 3,6 persen pun cukup reasonable dengan beberapa kondisi. Pertama, macroeconomic stress dan political discontent di Argentina dan Turki mengalami perbaikan sehingga dapat mereduksi sentimen negatif pelaku pasar. Kedua, kebijakan ekonomi baik di negara maju maupun berkembang mengarah pada pelonggaran untuk mendorong produksi dan investasi. Ketiga, mediasi antara AS dan China di tengah perang dagang dapat mempercepat pemulihan dan normalisasi pergadangan global.

Prospek Resiko VUCA

Moderasi dinamika ekonomi global ke depan tak lepas dari kebijakan yang ditempuh oleh kekuatan utama ekonomi dunia. Interaksi dalam konteks sequential maupun simultaneous tersebut kemudian melahirkan resiko ketidakpastian bagi negara berkembang. Fenomena ini dikenal sebagai ambiguity. Di tengah cepatnya pergeseran dan perubahan, dinamika ekonomi global pun senantiasa berada di bawah downside risk. Efek ikutan (cascading effect) dari berlarutnya tensi rivalitas kebijakan perdangan AS dan China, dapat dengan cepat merambah sektor lain yang bertumpu pada sektor perdagangan (backward linkage) seperti sektor industri otomotif. Status quo Brexit yang hingga kini belum terselesaikan juga turut meningkatkan ketidakpastian.

Menimbang kembali sentralitas volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA) yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika ekonomi global saat ini, pemangku kebijakan perlu menelaah lebih lanjut respon kebijakan. Kegagalan respon kebijakan yang disebabkan oleh time lag antara agile industry dan credible policy dikhawatirkan dapat menciptakan adverse effect lebih jauh seperti pelemahan investasi. Kebijakan fiskal dituntut untuk mampu mengelola perimbangan yang berkelanjutan antara tingkat konsumsi dan tingkat hutang publik. Di sisi lain, kebijakan moneter harus dapat menjaga ekspektasi inflasi di tengah tantangan inflationary bias.

Apapun yang terjadi tahun depan, VUCA merupakan kondisi struktural bagi dinamika ekonomi global. VUCA diantara slowdown dan upswing tetaplah bumpy road economy. Menjadi harapan bagi pelaku pasar dan pemangku kebijakan bahwa bright spring sepanjang Kuartal I tahun 2019 tidak akan berbalik menuju hot summer. Responsif dan prospektif merupakan kunci untuk mencapai proyeksi tersebut.

Page 15: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

14

BAB 4

PENGUATAN LITERASI DIGITAL

Komisi Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Massachusetts Institute of Technology (MIT), ternyata hoax menyebar lebih cepat dari pada berita yang benar. Tidak usah jauh-jauh ke Amerika, selama berlangsung pemilu 2019 di Indonesia ini begitu banyak tersebar hoax di seluruh media digital. Di Indonesia sendiri, hoax sangat mudah sekali tersebar. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya tingkat literasi kita terutama literasi digital. Hasil laporan PISA 2015 tentang kemampuan anak-nak Indonesia di bidang sains, membaca dan matematika dibandingkan negara-negara lain berada di poisisi 10 besar dari bawah. Lebih memprihatinkan lagi data UNESCO menyebutkan minat baca orang Indonesia hanya 0,001%. Artinya jika ada 1000 orang Indonesia berkumpul hanya 1 orang yang rajin membaca.

Literasi adalah kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu (komputer), kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Secara umum, yang dimaksud dengan literasi digital adalah kemampuan untuk mengolah memahami dan menggunakan informasi dari berbagai sumber digital, kemampuan untuk membaca, menulis yang berhubungan dengan informasi yang didapat melalui media yang berformat digital (internet-based media, website, social media).

Kami berargumen bahwa penting untuk memperkenalkan literasi digital dengan mengintegrasikannya dengan kurikulum pendidikan. Hal ini bisa dilakukan dengan melatih siswa untuk mencari solusi, melihat masalah dari berbagai perspektif, berpikir kreatif, menemukan solusi dan ide-ide baru yang orisinil. Di sini, ada dua opsi kebijakan yang ditawarkan: (1) mengintegrasikan prinsip jurnalistik dalam kurikulum pendidikan dan memperkenalkan model pendidikan yang berbasis verifikasi kepada siswa; dan (2) memperkenalkan literatur ilmiah secara lebih dini kepada siswa.

Pendidikan melalui “Prinsip Jurnalistik”

Salah satu praktik nyata adalah mengintegrasikan prinsip-prinsip dasar jurnalistik dalam kurikulum pendidikan dan sejak dini mengenalkannya dalam praktik pendidikan. Melalui prinsip jurnalisme, Siswa dilatih untuk merancang dan membuat tugas mencari berita yang dapat diuji keasliannya, sehingga siswa akan terbiasa untuk menerapkan fungsi pengecekan dan tentunya berhati-hati dalam memberikan informasi. Hal ini penting agar siswa bisa sejak dini berpikir kritis

Pengenalan Literatur Ilmiah sejak Dini

Contoh yang lain adalah memperbarui proses pendidikan sains dengan mengenalkan secara lebih dini literatur-literatur ilmiah pada siswa. Kami mendorong agar dalam proses pendidikan, siswa juga dilatih untuk melakukan kajian literatur, membaca jurnal-jurnal ilmiah untuk membantu proses penelitian. Hal ini juga harus

Page 16: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

15

ditunjang dengan kemampuan untuk membuat laporan ilmiah dengan baik. Dengan konsep seperti ini, diharapkan muncul generasi muda yang memiliki daya kreatifitas tinggi, pola berpikir kritis dan daya nalar tinggi, sehingga dapat menciptakan inovasi baru, karya-karya kreatif dan penelitian yang bermanfaat untuk bangsa Indonesia dan dunia internasional. Mari kita tingkatkan kemampuan literasi digital dan berpikir kritis agar tidak mudah kemakan isu hoax apalagi menjadi produsen isu hoax tersebut.

Page 17: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

16

BAB 5

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN

Komisi Pendidikan

Sejak Indonesia merdeka di tahun 1945 hingga sekarang, terdapat sepuluh kurikulum yang pernah diterapkan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pendekatan yang diusung oleh kurikulum tersebut juga bervariasi, mulai dari pendekatan teoritis hingga pendekatan proses dengan tetap memperhatikan tujuan hingga kurikulum yang merupakan campuran dari kedua pendekatan tersebut. Beberapa dari kurikulum tersebut antara lain kurikulum 1984 yang terkenal dengan model Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di tahun 2006, dan yang terbaru adalah kurikulum 2013 atau yang dikenal dengan K13.

Namun, terlepas dari banyaknya kurikulum yang pernah diterapkan, mengapa sampai saat ini kurikulum masih menjadi pembahasan kritis dalam dunia pendidikan di Indonesia? Muncul pertanyaan yang dirasa cukup mendasar dalam forum Indonesia Outlook, sebuah kajian akademik yang dibentuk oleh Komisi Pendidikan, PPI Dunia: Apakah kekeliruan atau kekurangan hanya terletak pada kurikulum yang dibuat ataukah lebih pada pelaksanaannya di lapangan?

Keberadaan kurikulum K13 merupakan sebuah inovasi baru yang bertujuan mengarahkan pembelajaran siswa agar terintegrasi dengan setiap bidang. Dalam hal ini pendidikan inklusif menjadi alternatif bagi peningkatan kualitas anak didik. Pendidikan inklusif, baik di tingkat PAUD/TK, SD, SMP, hingga SMA bertujuan mengakomodasi seluruh kebutuhan siswa agar akses terhadap pendidikan bisa dicapai dengan maksimal. Namun demikian, apakah pendidikan yang inklusif sudah benar-benar menjawab kebutuhan pendidikan saat ini? Apakah pemantapan kurikulum sudah memenuhi kebutuhan tantangan siswa menghadapi era digital?

Terlepas dari berbagai kritik yang ada terhadap pengembangan kurikulum di tanah air, masih ada keyakinan bahwa para pakar yang merancang suatu kurikulum tentu sudah memasukkan berbagai pertimbangan yang terbaik bagi kemajuan dunia pendidikan. Perihal adanya kekurangan dan perlunya perbaikan memang suatu hal tidak bisa dipungkiri. Ada kelebihan dan ada juga kekurangan. Yang terpenting adalah bagaimana mengatasi kekurangan yang ada dan menyesuaikannya dengan kebutuhan saat ini.

Lantas, bagaimana dengan K13 yang saat ini sedang diterapkan dan disosialisasikan? K13 sebenarnya merupakan penyempurnaan dari KBK dan KTSP dengan keunggulan utama adanya tujuan dan konsep yang jelas mengenai lulusan yang ingin dicapai. Sementara pada KBK dan KTSP tiap-tiap mata pelajaran memiliki kompetensinya masing-masing. Selain itu, keunggulan dari kurikulum ini adalah pembentukan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang dikembangkan secara holistik dan diintegrasikan ke dalam semua mata pelajaran. Kurikulum ini juga mengajak guru untuk bertindak sebagai fasilitator (pendorong), bukan sebagai penyampai materi, sehingga guru bisa membimbing anak didiknya sesuai dengan

Page 18: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

17

potensi yang dimiliki oleh peserta didik. Namun demikian, walaupun secara konseptual K13 sudah mengakomodir tujuan tersebut, pada praktiknya tenaga pendidik memerlukan pembinaan berupa pelatihan dan lokakarya agar tujuan dan pelaksanaan K13 ini lebih mudah dipahami.

Page 19: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

18

BAB 6

MASALAH KESEHATAN MENTAL

Komisi Kesehatan

Pada tahun 2014, Indonesia memberlakukan Hukum Kesehatan Mental Indonesia dengan tujuan memastikan kesetaraan perlakuan dan akses bagi para penyandang gangguan mental. Gerakan Kesehatan Mental dianggap sangat berpengaruh namun menantang untuk diimplementasikan dalam keseharian masyarakat Indonesia. Untuk itu, para penyandang gangguan mental perlu secara aktif menghimpun diri dalam kelompok peduli kesehatan mental, baik secara online maupun offline.

Komunitas kesehatan mental pada saat ini menawarkan jasa konseling secara gratis hingga berbayar, serta kelompok terapi tatap muka yang dibentuk oleh individu dari rentang latar belakang yang luas, mulai dari professional, NGO, dan start up. Diperlukan sebuah penyetaraan untuk memastikan kegiatan pemulihan kesehatan mental terstandarisasi, terpantau, dan menjunjung tinggi prinsip dasar hukum kesehatan mental.

Jumlah penderita gangguan mental di Indonesia perlu dihitung dengan metoda penelitian robust evidence-based untuk meningkatkan dukungan yang optimal. Perlunya kajian lebih lanjut turut berperan aktif dalam meningkatkan efisiensi penanganan fenomena kesehatan mental di kemudian hari. Adapun jumlah kajian akan berbanding lurus dengan peningkatan alokasi anggaran untuk penelitian dengan topik kesehatan mental.

Komunitas kesehatan mental juga perlu mendorong keterlibatan para penyandang dana dan mitra multi agensi dengan fokus optimalisasi berbasis teknologi, sosial, dan problematika lingkungan dalam kaitannya dengan pemaksimalan potensi ruang gerak komunitas untuk mendukung usaha pemerintah meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh.

Page 20: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

19

BAB 7

PERTUMBUHAN ENERGI TERBARUKAN

Komisi Energi

Sesuai dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), Indonesia menargetkan bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025, dan 31% pada 2050. Pada tahun 2018, bauran energi terbarukan berhasil menyentuh angka 12,32%. Lebih lanjut, selama satu dekade terakhir pembangkit listrik dari sumber bahan bakar fosil masih mendominasi penyediaan tenaga listrik di Indonesia. Setidaknya 88% dari total pasokan listrik dihasilkan dari bahan bakar fosil, mayortitas batubara (60%), dan diikuti oleh sumber bahan bakar fosil lain seperti minyak dan gas bumi.

Pada kurun waktu 2015 - 2017, pertumbuhan energi terbarukan justru mengalami penurunan. Pertumbuhan kapasitas tersebut hanya sekitar 3,6% setiap tahunnya dan tergolong lambat jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada kurun waktu 2013 - 2015 yang mencapai 15% per tahun. Pencapaian ini bahkan lebih rendah dari target yang dicanangkan dalam Rencana Strategis Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi tahun 2015 - 2019 sebesar 10% per tahun.

Energi terbarukan yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik dalam sepuluh tahun terakhir sebagian bersumber dari panas bumi (37%), tenaga air skala besar (29%) dan bioenergi (23%). Sejak tahun 2014, pembangkit listrik bioenergi mengalami peningkatan dengan kontribusi sebanyak 51%, diikuti panas bumi (32%) dan mini/mikrohidro (14%). Secara total kapasitas, pembangkit listrik tenaga air masih mendominasi meski mengalami penurunan laju pertumbuhan dibandingkan dengan panas bumi dan bioenergi dalam sepuluh tahun terakhir. Pembangkit listrik tenaga surya masih terkendala dalam perkembangannya dan sulit bersaing dengan pembangkit jenis lain. Sementara itu, pembangkit listrik dari tenaga angin sedang dalam momentum yang baik yang ditandai dengan tambahan satu ladang angin baru dengan kapasitas 72 MW di Jeneponto yang diperkirakan mulai beroperasi pada akhir 2018.

Berdasarkan wilayah, Jawa Barat merupakan provinsi dengan kapasitas energi terbarukan yang terbesar pada tahun 2017, dengan total kapasitas 3.240 MW, diikuti oleh Sumatera Utara dengan kapasitas 1.153 MW, dan Sulawesi Selatan dengan kapasitas 574 MW. Total kapasitas terpasang di provinsi-provinsi tersebut mencakup 55% dari total kapasitas nasional. Provinsi-provinsi seperti Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Sulawesi Selatan memiliki potensi energi terbarukan mencapai lebih dari 20 GW. Pemanfaatan energi terbarukan untuk wilayah tersebut sebaiknya dijadikan prioritas dalam perencanaan penyediaan listrik dan pembagunan di daerah tersebut. Dengan demikian, hal tersebut diharapkan bisa menjadi solusi untuk daerah terpencil atau perdesaan agar bisa mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, sehingga bisa menekan biaya produksi tenaga listrik menjadi lebih murah dan lebih ramah lingkungan.

Page 21: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

20

BAB 8

KOMITMEN POLITIK LUAR NEGERI UNTUK PERDAMAIAN DUNIA

Komisi Sosial Budaya

Apa implikasi gagasan tentang inovasi berkelanjutan dalam konteks internasional? Dalam konteks internasional, inovasi berkelanjutan perlu didorong sebagai bagian dari kontribusi Indonesia bagi stabilitas sistem internasional dan perdamaian dunia sebagaimana digariskan UUD 1945, yaitu menjaga perdamaian dunia. Pengejawantahan hal ini terkait dengan penjagaan perdamaian di berbagai belahan dunia.

Aktivisme perdamaian Indonesia sudah dilaksanakan secara regional dan internasional, salah satunya melalui penjajakan fasilitasi bina damai di Afghanistan dan Palestina, selain juga pengiriman pasukan perdamaian di Asia dan Afrika. Misi kemerdekaan Palestina telah menjadi misi politik dalam negeri dan luar negeri Indonesia. Indonesia sebagai anggota aktif berbagai organisasi Internasional seperti OKI penting untuk menunjukkan keseriusan bahkan menjadi yang terdepan dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina, sebagaimana tercantum dalam visi-misi Presiden dan Wakil Presiden terpilih, yaitu “Memperkuat kepemimpinan Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, dengan mempromosikan Islam yang moderat (Wasathiyyah), mempererat Ukhuwah Islamiyah sesama Muslim di dunia, serta terus berjuang untuk kemerdekaan Palestina.

Pemerintah Republik Indonesia mendukung peningkatan kehidupan sosial dan kemandirian ekonomi Palestina melalui penghapusan tarif bea masuk produk tertentu asal Palestina. Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina telah menandatangani Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina (Memorandum of Understanding between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the State of Palestine on Trade Facilitation for Certain Products Originating from Palestinian Territories). Kebijakan ini adalah diantara aksi nyata keberpihakan Indonesia untuk mendukung kemerdekaan Palestina.

Kami menawarkan tiga tahapan penting yang harus dilakukan untuk menjalankan misi kemerdekaan Palestina, yaitu: penguatan peran politik luar negeri Indonesia yang berkonsenstrasi pada kajian komprehensif seputar Palestina dari kalangan terpelajar; Meningkatkan diplomasi Indonesia sebagai pelopor perdamaian melalui penguatan kepemimpinan diplomatik dan peningkatan pengalaman advokasi internasional; Mempersiapkan dari segi kuantitas maupun kualitas pasukan pemelihara perdamaian (peacekeepers), sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan peran aktif Pemerintah Republik Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia. Indonesia dapat berkontribusi untuk proses perdamaian dan dukungan kemerdekaan Palestina melalui penguatan posisui 4,000 pasukan

Page 22: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

21

penjaga perdamaian. Hal ini juga terkait dengan langkah-langkah yg perlu dilakukan dalam periode 5 tahun 2015-2019 sesuai Peraturan menteri luar negeri No.5 thn 2016.

Page 23: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

22

STRUKTUR KAJIAN DAN GERAKAN PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA

PUSAT KAJIAN DAN GERAKAN

Kepala

Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, Mahasiswa PhD di University of Queensland, Australia

Wakil Kepala I

Rachmad Adi Riyanto, Mahasiswa PhD di Gifu University, Jepang dan Universitas Sebelas Maret, Surakarta, Indonesia

Wakil Kepala II

Bening Tirta Muhammad, Mahasiswa PhD di Nanyang Technological University, Singapura.

KOMISI

Ketua Komisi Ekonomi

Hadied Safarayuza, Alumnus MSc di Corvinus University of Budapest, Hungaria

Ketua Komisi Kesehatan

Michael Siagian, Mahasiswa Medical Doctor (MD) di Chongqing University, Tiongkok.

Ketua Komisi Energi

Avianto Nugroho, Mahasiswa MSc di Kiel University, Jerman

Ketua Komisi Sosial Budaya

Ridho Sastrawijaya, Mahasiswa BA di King Saud University, Arab Saudi

Ketua Komisi Pendidikan

Agus Ghulam Ahmad, Mahasiswa MA di Hassan II University, Maroko

Page 24: MENDORONG INOVASI BERKELANJUTAN UNTUK INDONESIA · 2019. 7. 27. · Tan Malaka “Jangan mengharapkan bangsa lain respek terhadap bangsa ini, bila kita sendiri gemar memperdaya sesama

PERHIMPUNAN PELAJAR INDONESIA SE-DUNIA