Pneumothorax Dan Thoracosintesis
-
Upload
rabiatull-adawiyah -
Category
Documents
-
view
134 -
download
0
description
Transcript of Pneumothorax Dan Thoracosintesis
PNEUMOTORAKS
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura.
Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang
terhadap rongga thoraks(Bahar, 1999). Pada proses terjadinya masuknya udara ke dalam rongga
pleura menurut Kusumawidjaja (2000) dapat dibedakan atas:
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam
rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi
berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma
tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau
pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan
kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumotoraks sengaja
lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau
jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran
cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau
esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing
tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara
dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau abses
subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Sahn (2000) juga memberikan definisi pneumotoraks berdasarkan proses terjadinya yaitu
pnrumotoraks spontan, traumatik dan iatrogenik. Pneumotoraks spontan dibedakan lagi menjadi
pneumotoraks spontan primer dan sekunder
1. Pneumotoraks spontan primer terjadi tanpa kelainan atau penyakit paru yang
mendasarinya, namun pada sebuah penelitian dilaporkan bahwa bula subpleural
ditemukan pada 76-100% pasien pneumotoraks spontan primer dengan tindakan video-
assisted thoracoscopic surgery dan torakotomi (Sahn, 2000). Kasus pneumotoraks
spontan primer sering dihubungkan dengan faktor resiko merokok yang mendasari
pembentukan bula subpleural (Sahn, 2000; Bascom, 2006), namun pada sebuah
penelitian dengan komputasi tomografi (CT-scan) menunjukkan bahwa 89% kasus
dengan bula subpleural adalah perokok berbanding dengan 81% kasus adalah bukan
perokok (Sahn, 2006).
Mekanisme pembentukkan bula masih merupakan spekulasi namun sebuah teori
menjelaskan bahwa terjadi degradasi serat elastin paru yang diinduksi oleh rokok yang
kemudian diikuti oleh serbukan netrofil dan makrofag. Proses ini menyebabkan
ketidakseimbangan protease-antiprotease dan sistem oksidan–antioksidan serta
menginduksi terjadinya obstruksi saluran nafas akibat proses inflamasi. Hal ini akan
meningkatkan tekanan alveolar sehingga terjadi kebocoran udara ke jaringan interstitial
paru menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum. tekanan di mediastinum akan
meningkat dan pleura parietalis pars mediastinum ruptur sehingga terjadi pneumotoraks.
(Sahn, 2000)
Rongga pleura memiliki tekanan negatif, sehingga bila rongga ini terisi oleh udara akibat
rupturnya bula subpleural, paru-paru akan kolaps sampai tercapainya keseimbangan
tekanan tercapai atau bagian yang ruptur tersebut ditutup. Paru-paru akan bertambah kecil
dengan bertambah luasnya pneumotoraks. Konsekuensi dari proses ini adalah timbulnya
sesak akibat berkurangnya kapasitas vital paru dan turunnya PO2 (Chang, 2007).
Sebuah penelitian lain menunjukkan bahwa faktor genetik berperan dalam patogenesis
terjadinya pneumotoraks spontan primer. Beberapa kasus pneumotoraks spontan primer
ditemukan pada kelainan genetik tertentu, seperti: sindrom marfan, homosisteinuria, serta
sindrom Birt-Hogg-Dube (Bascom, 2006)
2. Pneumotorakas spontan sekunder terjadi akibat kelainan/ penyakit paru yang sudah
ada sebelumnya (Sahn, 2000; Bascom, 2006). Mekanisme terjadinya adalah akibat
peningkatan tekanan alveolar yang melebihi tekanan interstitial paru. Udara dari alveolus
akan berpindah ke interstitial menuju hilus dan menyebabkan pneumomediastinum.
Selanjutnya udara akan berpindah melalui pleura parietalis pars mediastinal ke rongga
pleura dan menimbulkan pneumotoraks (Sahn, 2000). Beberapa penyebab terjadinya
pneumotoraks spontan sekunder adalah:
• Penyakit saluran napas
o PPOK
o Kistik fibrosis
o Asma bronchial
• Penyakit infeksi paru
o Pneumocystic carinii
pneumonia
o Necrotizing pneumonia
(infeksi oleh kuman
anaerobik, bakteri gram
negatif atau staphylokok)
• Penyakit paru interstitial
o Sarkoidosis
o Fibrosis paru idiopatik
o Granulomatosis sel
langerhans
o Limfangioleimiomatous
o Sklerosis tuberus
• Penyakit jaringan penyambung
o Artritis rheumatoid
o Spondilitis ankilosing
o Polimiositis dan
dermatomiosis
o Sleroderma
o Sindrom Marfan
o Sindrom Ethers-Danlos
•Kanker
o Sarkoma
o Kanker paru
• Endometriosis toraksis (Sahn,
2000)
3. Pneumotoraks traumatik dapat disebabkan oleh trauma penetrasi maupun non-
penetrasi. Trauma tumpul atau kontusio pada dinding dada juga dapat menimbulkan
pneumotoraks. Bila terjadi pneumotoraks, paru akan mengempes karena tidak ada lagi
tarikan ke luar dnding dada. Pengembangan dinding dada pada saat inspirasi tidak diikuti
dengan pengembangan paru yang baik atau bahkan paru tidak mengembang sama sekali.
Tekanan pleura yang normalnya negatif akan meningkat hingga menyebabkan gangguan
ventilasi pada bagian yang mengalami pneumotoraks. (Bascom, 2006; Bowan, 2006)
4. Pneumotoraks iatrogenik merupakan komplikasi dari prosedur medis atau bedah. Salah
satu yang paling sering adalah akibat aspirasi transtorakik (transthoracic needle
aspiration), torakosentesis, biopsy transbronkial, ventilasi mekanik tekanan positif
(positive pressure mechanical ventilation). Angka kejadian kasus pneumotoraks
meningkat apabila dilakukan oleh klinisi yang tidak berpengalaman (Bascom, 2006)
5. Pneumotoraks ventil (tension pneumothorax) terjadi akibat cedera pada parenkim paru
atau bronkus yang berperan sebagai katup searah. Katup ini mengakibatkan udara
bergerak searah ke rongga pleura dan menghalangi adanya aliran balik dari udara
tersebut. Pneumotoraks ventil biasa terjadi pada perawatan intensif yang dapat
menyebabkan terperangkapnya udara ventilator (ventilasi mekanik tekanan positif) di
rongga pleura tanpa adanya aliran udara balik. (Bascom, 2006; Bowan, 2006)
6. Udara yang terperangkap akan meningkatkan tekanan positif di rongga pleura sehingga
menekan mediastinum dan mendorong jantung serta paru ke arah kontralateral. Hal ini
menyebabkan turunnya curah jantung dan timbulnya hipoksia. Curah jantung turun
karena venous return ke jantung berkurang, sedangkan hipoksia terjadi akibat gangguan
pertukaran udara pada paru yang kolaps dan paru yang tertekan di sisi kontralateral.
Hipoksia dan turunnya curah jantung akan menggangu kestabilan hemodinamik yang
akan berakibat fatal jika tidak ditangani secara tepat(Bascom, 2006; Bowan, 2006).
Pneumotoraks menurut Sutton (1987) dapat juga dibagi atas:
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung
antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat
menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama proses
respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau
jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura
negatif.
3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses inspirasi
tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi
peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat
terjadi tension pneumotoraks.
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan:
Inspeksi:
Terjadi pencembungan pada sisi yang sakit
Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal
Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
Palpasi:
Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
Perkusi:
Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar
Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi
Auskultasi:
Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
Suara napas terdengar amforik bila ada fistel bronkopleura yang cukup besar pada
pneumotoraks terbuka
Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negatif
Pemeriksaan foto toraks akan menunjukkan bagian yang terkena pneumktoraks akan tampak
hitam, rata dan paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang
paru yang kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berbentuk lobuler yang sesuai dengan lobus
paru.. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa yang berada di daerah hilus. Ini
menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat
ringan sesak napas yang dikeluhkan.
Penatalaksanaan
Tindakan dekompresi dengan membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:
Menususkkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan demikian
tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara
mengalir keluar melalui jarum tersebut.
Membuat hubungan dengan dunia luar melalui kontra ventil.
1. Dapat memakai infus set. Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai rongga pleura,
kemudian pipa plastik/ infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah itu klem penyumbat dibuka dan akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung pipa plastik yang berada di dalam botol.
2. Pipa Water Sealed Drainage (WSD)
Melaui sela iga ke 4 pada garis aksila tengah atau pada garis aksila posterior. Selain itu dapat
pula melalui sela iga ke 2 di garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung selang plastik di dada
dan pipa kava WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung pipa kaca yang
berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air supaya gembung udara dapat
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut.
Needle Thoracocentesis
Needle thoracocentesis adalah memasukkan jarum atau kateter ke dalam cavum pleurauntuk
mengeluarkan akumulasi udara atau cairan di dalam cavum pleura. Indikasi adalah untuk tension
pneumothorax dan spontaneous simple pneumothorax.
Prosedur Pemeriksaan:
a. Posisi - pasien telentang.
b. Identifikasi vena jugularis, dan garis mid-klavikularis di sisi pasien yang terkena
c. Tentukan tempat pemasangan di sela iga
d. Bersihkan tempat yang akan dipasang dengan cairan antiseptic
e. Pasang kateter IV 10-16 gauge 2-4 inci ke 3-10 cc jarum suntik. Pasang katupflapper
f. Masukkan jarum ke dalam sela iga
g. Lepaskan jarum dan alat suntik, tinggalkan kateter dan katup flapper di tempat
h. Pasang balutan kecil di sekitar kateter.
i. Letakkan pasien dalam posisi tegak lurus untuk membantu memudahkan respirasi.
j. Monitoring respon pasien (respiratory rate, suara pernapasan, warna kulit pasien
k. Terus memonitor pasien dan meninjau kembali diperlukan.
(Field Medical Service School, 2001)
Indikasi Thoracocentesis
Thoracocetesis di indikasikan untuk mengobati gejala dari efusi pleura yang besar atau untuk
mengobati empyiema. Prosedur ini juga diindikasikan untuk effusi plerua dari berbagai jenis.
Selain itu juga karna hasil effusi transudat dari turunnya tekanan onkotik plasma dan naiknya
tekanan hidrostatik seperti pada penyakit gagal jantung, sirrosis, sindroma nefrotik
Kontra indikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut yang dikenakan pada prosedur ini, hanya kontra indikasi relatif.
Yaitu apabila terdapat suatu luka pada daerah yang akan dilakukan insisi atau thoracocentesis,
atau terdapat cellulitis pada daerah yang akan di pungsi
Field Medical Service School, 2001. needle
thoracocentesis.http://www.brooksidepress.org/Products/OperationalMedicine/DATA/
operationalmed/Manuals/FMSS/NEEDLETHORACENTESISFMST0411.htm(Diakes
padatanggal 25 April 2014)
Porcel JM. Tuberculous pleural effusion. Lung. Sep-Oct 2009;187(5):263-70
Alsagaff H, Mukty A (2005). Dasar- Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University
Press
Bahar A, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
Kusumawidjaja K, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.
Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul and Juhl,
Clippincott-Raven, Philadelphia.
Sutton D, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill Livingstone,
Edinburgh, london, Melbourne and New York.
Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous pneumothorax. N Eng J Med 2000; 342: 868-74
Bascom R. Pneumothorax. 2006. Available from:
http://www.emedicine.com/med/fulltopic/topic1855.htm#section%7EIntroduction
Chang AK. Pneumothorax, Iatrogenic, Spontaneous and Pneumomediastinum. 2007. Available
from: http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC469.HTM
Boowan JG. Pneumotoraks, Tension and traumatic. 2006. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/TOPIC470.HTM