Pluralisme Hukum Untuk Pertemuan Ke 4 Hkm n Masy

25
Tim Pengajar Hukum dan Masyarakat FHUI (Genap 2014/2015)

description

Pluralisme Hukum Untuk Pertemuan Ke 4 Hkm n Masy

Transcript of Pluralisme Hukum Untuk Pertemuan Ke 4 Hkm n Masy

  • Tim Pengajar Hukum dan MasyarakatFHUI (Genap 2014/2015)

  • Pada hakikatnya, kajian pluralisme hukum menerangkan relasi antara masyarakat dengan berbagai sistem hukum yang bekerja di dalamnya (Benda-Beckmann, 2005);Sebagai pemikiran kritis atas dominasi pemikiran sentralisme dan positivisme hukum dalam mempelajari hubungan antara hukum dan masyarakat.

  • (Griffiths, 2005) mengemukakan pemikiran ttg sentralisme hukum (Lidwina, 2011):pemikiran yang melihat hukum semata sebagai produk negara dan berlaku seragam utk semua pribadi yg berada di wilayah yurisdiksi negara tsb;hukum merupakan kaidah normatif yang bersifat memaksa, eksklusif, hirarkis, sistematis dan berlaku seragam;hukum bersifat top down sekaligus bottom up

  • Pemikiran positivisme hukum (ibid):Sangat dipengaruhi oleh pemikiran ilmu alam shg konsekuensinya perumusan dan praktik hukum tidak dilakukan secara acak namun terstruktur, rasional dan logis berdasarkan asumsi dan asas-asas hukum tertentu;Masyarakat dilihat sbg entitas yang statis dan dianggap tidak mampu memproduksi suatu aturan atau melakukan tindakan yang membawa akibat bagi terjadinya perubahan hukum hukum dilihat sbg suatu sistem pengaturan yang sifatnya tertutup

  • Berapa batas usia dewasa?

  • Pada awalnya (Abad 19), keanekaragaman sistem hukum di masyarakat ditanggapi sebagai gejala evolusi hukum;Pada Abad 20, realitas tsb dilihat sebagai gejala pluralisme hukum yang muncul seiring dengan banyaknya negara yang memerdekakan diri dari penjajahan dan meninggalkan sistem hukum Eropa yang berlaku di negara-negara tersebut.

  • Para legal pluralist pada masa permulaan (1970-an)mengajukan konsep pluralisme hukum yang mengacu pada adanya lebih dari satu sistem hukum yang secara bersama-sama berada dalam lapangan sosial yang sama (Sally E. Merry (1988), Griffiths (1986), Hooker (1975), Sally F. Moore (1978)), sebagai berikut:

  • John Griffiths:Legal pluralism is the fact, legal centralism is a myth, an ideal, a claim, an illusion. By legal pluralism I mean the presence in a social field of more than one legal orderKondisi pluralistik dilihat sebagai weak legal pluralism atau strong legal pluralism

  • Sally F. Moore:Konsep pluralisme hukum merujuk kepada situasi normatif yang heterogen berdasarkan adanya fakta bahwa tindakan sosial selalu dilakukan dalam konteks bidang-bidang sosial yang beragam dan saling tumpang tindih.

  • a. Pemetaan (mapping) terdapat beberapa sistem hukum yang berada bersamaan dalam suatu lapangan sosial dan menentukan batasan di antara sistem hukum tersebut (sistem hukum negara dan sisem hukum lain di luarnya, seperti hukum adat dan hukum agama);b. Meneliti adaptasi maupun kompetisi yang dilakukan anggota masyarakat terhadap beberapa sistem hukum tersebut melihat apa yang terjadi dalam masyarakat apabila dalam satu lapangan sosial terdapat beberapa sistem hukum sekaligus yang mengaturnya (kajian bidang-bidang sosial semi otonom yang antara lain dilakukan Sally F. Moore);

  • c. Mengkaji pilihan individu anggota masyarakat dalam menentukan sistem hukum dan metode penyelesaian sengketa yang digunakan;d. Menstudi pengaruh antara sistem hukum dan kebijakan internasional terhadap konteks hukum dan kebijakan nasional dan lokal dikenal sebagai kajian pluralisme hukum berperspektif global. Melalui kajian ini dijelaskan banyak hal terkait hubungan antara hukum dan masyarakat yang sedang berubah karena proses globalisasi, seperti proses terbentuknya dan bekerjanya hukum di masyarakat, interaksi antara sistem hukum yang ada di masyarakat, perubahan yang terjadi di masyarakat dan pengaruhnya terhadap perkembangan hukum.

  • Kondisi pluralitas di masyarakat menuntut pemahaman bahwa di dalam kemajemukan tersebut perlu diberikan perhatian kepada persoalan: Bagaimanakah segala macam peraturan perundangan beroperasi (bekerja) dalam masyarakat, yang berkaitan dengan bagaimana masyarakat menjalankan legal culture (budaya hukum)nya ;

  • Budaya hukum adalah bagian dari kekuatan sosial yang ada dalam masyarakat, yang memberi masukan, menjadi penggerak dan selanjutnya memberi output kepada sistem hukum (Sulistyowati, 2000);

    Kekuatan sosial secara terus menerus mempengaruhi sistem hukum, kadang-kadang ia merusak, memperbarui, memperkuat, atau memilih untuk menampilkan segi-segi tertentu (Friedman, 1975);

  • Bagaimana pun hukum berada dalam masyarakat sehingga untuk mengetahui beroperasinya hukum maka harus dilihat bagaimana masyarakat menanggapi, menyikapi atau memberikan interpretasi terhadap hukum, yang akan tergantung pada apakah hukum tersebut aspiratif dan akomodatif terhadap kepentingan-kepentingannya;

  • Maraknya berbagai konflik di sejumlah daerah menunjukkan bahwa selama ini masyarakat kurang memiliki peluang untuk mendapatkan akses kepada hukum dan keadilan sosial;

    Banyak kasus hukum yang berpretensi memunculkan konflik membutuhkan penjelasan secara sosiologis-antropologis, di antaranya melalui pluralisme hukum;

  • Signifikansi pluralisme hukum dalam konteks ini adalah untuk menjelaskan situasi empirik di dalam masyarakat di mana terdapat lebih dari satu sistem hukum pada bidang sosial yang sama;

    Yaitu dengan memanfaatkan cara pandang antropologi hukum yang melihat hukum sebagai bagian dari kebudayaan yang memiliki kemampuan sebagai alat kontrol sosial sehingga dapat dikatakan bahwa setiap masyarakat memiliki cara berhukumnya masing-masing (Ihromi, 1993).

  • Pluralisme hukum pada masa awal (klasik) diartikan sebagai ko-eksistensi antara berbagai sistem hukum dalam lapangan sosial tertentu yang dikaji dan sangat menonjolkan dikotomi antara hukum negara dan berbagai macam hukum non-negara;Pluralisme hukum baru dikaitkan dengan hukum yang bergerak dalam ranah globalisasi, di mana hukum dari berbagai penjuru dunia bergerak memasuki wilayah yang tanpa batas sehingga terjadi persentuhan, interaksi, kontestasi, dan saling adopsi yang kuat antara hukum int, nas, dan lokal;Borderless state dan borderless law menjadi atributnya.

  • Artinya: globalisasi adalah juga persebaran nilai, konsep, dan hukum dari berbagai penjuru dunia menuju berbagai penjuru dunia;Globalisasi juga diiringi oleh proses glokalisasi di mana nilai-nilai lokal (setting politik dan konteks) di bawa dari satu tempat ke tempat lain;Bagaimana hukum dari luar ketika masuk ke dalam wilayah nasional?Bisa jadi hukum int akan direproduksi walau mungkin tetap dianggap sebagai hukum asing;Bisa jadi hukum asing itu menjadi hukum hibrida karena terlebur dan terserap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam struktur hukum nasional

  • Bagaimana tanggapan masyarakat di tingkat lokal?Dalam situasi seperti ini latar belakang sosial dan politik pada tingkat lokal sangat menentukan bagaimana mereka menanggapi hukum dari luar:Bisa terjadi kontestasi ;Atau justru nilai-nilai lokal mengalami reframing, reproduksi dalam kerangka penyesuaian diri terhadap prinsip-prinsip hkm int tsb.

  • Dalam globalisasi hukum dapat dijumpai adanya mobilitas aktor dan organisasi yang menjadi media bagi lalu lintas bergeraknya hukum;Contoh:Buruh migran;Pedagang, ekspatriat;Diplomat;NGO;Multi national corporation;Mereka yang dapat berhubungan dengan dunia luar karena fasilitas internet.

  • End of Slides