PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis...

108
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI APENDISITIS AKUT DI RS PANTI RAPIH TAHUN 2009 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Yuma Pinandita Lingga Dewi NIM : 078114137 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2012 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis...

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI APENDISITIS

AKUT DI RS PANTI RAPIH TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yuma Pinandita Lingga Dewi

NIM : 078114137

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

ii

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PROFILAKSIS PADA PASIEN YANG MENJALANI OPERASI APENDISITIS

AKUT DI RS PANTI RAPIH TAHUN 2009

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Yuma Pinandita Lingga Dewi

NIM : 078114137

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

iii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

iv

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

v

“SAYA + TUHAN = CUKUP”

Sebuah karya kecil ini kupersembahkan untuk: My Savior, Jesus Christ, Kau sungguh Allah yang ajaib

bagiku. Bunda Perawan Maria, Engkaulah perantara doa dan penenang

hidupku di saat gundah.

Bapak, Ibu, Kakak, Nenek, dan Unny, Kalianlah anugerah serta inspirasi terindah dalam hidupku.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

vi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala kemuliaanNya yang telah Ia berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis pada Pasien

yang Menjalani Operasi Apendisitis Akut di RS Panti Rapih tahun 2009” ini

dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm.) dalam Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis sangat menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini

berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun

tidak langsung antara lain berupa materil, waktu, tenaga, moral, maupun spiritual.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menghaturkan ucapan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas bimbingan, berkat dan kasihNya yang melimpah

kepada penulis serta ujianNya sehingga membuat penulis semakin menyadari

berbagai arti nilai kehidupan.

2. Ipang Djunarko, M. Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma dan sebagai dosen atas segala bimbingan dan pengajarannya

selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma.

3. Dra. Th. B. Titien Siwi Hartayu, Apt., M. Kes. selaku dosen pembimbing dan

dosen penguji atas segala kesabaran, bimbingan, waktu, tenaga, dan masukan

yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

viii

4. Yosef Wijoyo, M. Si., Apt. selaku dosen penguji atas dukungan, arahan,

masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis selama proses

penyelesaian skripsi.

5. dr. Fenty, M. Kes., Sp. PK. selaku dosen penguji atas dukungan, arahan,

masukan, dan kritik yang diberikan kepada penulis selama proses

penyelesaian skripsi.

6. Direktur Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin

kepada penulis untuk melakukan penelitian.

7. Kepala dan para staf bagian Instalasi Rekam Medis serta bagian Personalia

Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta atas izin dan bantuan selama proses

pengambilan data.

8. Dokter bedah, Kepala Instalasi Farmasi, dan Wakil Kepala Kamar Bedah yang

telah bersedia untuk diwawancara dan berbagi informasi dengan penulis.

9. Seluruh pasien operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih pada tahun 2009 yang

secara tidak langsung telah membantu dalam memberikan informasi dalam

penelitian ini.

10. Segenap dosen pengajar dan staf sekretariat Fakultas Farmasi, Universitas

Sanata Dharma atas segala bimbingan, pesan moral, pengajaran, dan bantuan

selama penulis melakukan proses pembelajaran di Fakultas Farmasi,

Universitas Sanata Dharma.

11. Keluarga besar penulis, khususnya orang tua yaitu Ayahanda I Made

Budiartana, S. Pd. dan Ibunda Yustina Sri Rahayuningsih yang telah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

ix

mencurahkan kasih sayang dan pengorbanannya demi memberikan yang

terbaik di dalam seluruh hidup penulis.

12. Kakakku, Yuma Aswindra Brahmanda Putra atas dukungan dan suka duka

yang dijalani bersama dalam setiap langkah hidup penulis.

13. Sahabat-sahabatku, Yosephine Dian Hendrawati, Lydia Valentina Guru, Sisilia

Rani Thoma, dan teman-teman penulis baik di dalam maupun di luar

Universitas Sanata Dharma yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas

kasih, dukungan, dan ketersediaannya untuk saling berbagi suka duka dan

berbagai informasi kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

14. Bennedictus Irwan Wahyu Kristanto, atas doa, cinta, semangat, dukungan,

keceriaan, kebersamaan, dan pengorbanan yang diberikan kepada penulis

sehingga mampu menyelesaikan skripsi dengan baik.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang juga turut

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini dapat

menjadi lebih baik. Semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan

wawasan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

x

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………..……………………......….............. ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………

iii

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

vi

PRAKATA ……………..…………..……………………………...……….. vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………..……...……………… x

DAFTAR ISI …………………....……………………...…………………... xi

DAFTAR TABEL …………………..…..………………………………….. xv

DAFTAR GAMBAR ………………...……...…………………………...…. xvii

DAFTAR LAMPIRAN …………………..…..………………...……...…… xviii

INTISARI …………………..……...……………………..……………….... xix

ABSTRACT ……………………..…..……………………...……………….. xx

BAB I. PENGANTAR …………………...……...…………………...……... 1

A. Latar Belakang …………………………...……...……..……..…………. 1

1. Permasalahan ………………………...…………......……………....... 4

2. Keaslian Penelitian……………………………...………..…………... 5

3. Manfaat Penelitian ………………………..…...……...…………….... 6

B. Tujuan Penelitian ………………………………....………...………........ 6

1. Tujuan Umum …………………..………………...…………………. 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xii

2. Tujuan Khusus ………………………..…..……...…………………... 7

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ………………………………..…..… 8

A. Antibiotika ……………………………...………...……………………… 8

1. Definisi ………………………...…………..………………………….. 8

2. Prinsip Dasar Penggunaan Antibiotika ……………………..……….... 8

3. Mekanisme Kerja Antibiotika ……………………..………..…..…….. 9

B. Antibiotika Profilakis ……………………..………..……………………. 12

1. Definisi ……………………...……..………………………………….. 12

2. Prinsip Pemberian Antibiotika Profilaksis pada Pasien Operasi

Apendisitis Akut …………………………..…………………………..

12

3. Antibiotika Profilaksis Pilihan ……………………..…..……………... 13

4. Mekanisme Kerja Antibiotika Profilaksis …………………...……..…. 15

C. Apendisitis Akut ………………………..……....……………………….. 16

1. Definisi ………………………...……………..………….……………. 16

2. Klasifikasi …………………...…………………...……………………. 17

3. Keluhan …………………..…………………..……………………….. 18

4. Penatalaksanaan Terapi …………………………...…………..………. 18

D. Operasi Opendisitis Akut ………………………..………..……………... 19

E. Keterangan Empiris ………………………...……………...…………….. 20

BAB III. METODE PENELITIAN …………………………..………..…… 21

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………...…………..…… 21

B. Definisi Operasional ………………………..…………...………………. 21

C. Subyek Penelitian …………………………...………...…………………. 23

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xiii

D. Bahan Penelitian ………………………………....……………………… 23

E. Instrumen Penelitian ……………………………......……………………. 23

F. Lokasi Penelitian ………………………………..………..……………… 24

G. Tata Cara Penelitian ………………………………...…………………… 24

1. Tahap Persiapan …………………………………..…..………………. 24

2. Tahap Pengambilan Data ………………………………..……………. 24

3. Tahap Penyelesaian Data ……………………...…………..………….. 25

H. Tata Cara Analisis Hasil ……………………..………..………………… 25

1. Jumlah Pasien Operasi Apendisitis Akut …………………..…………. 25

2. Karakteristik Demografi Pasien …………………..………..…………. 26

3. Jenis, Waktu, Cara, Dosis, dan Lama Pemberian Antibiotika

Profilaksis ………………..…...……………………………………….

27

4. Kesesuaian Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Profilaksis …….... 28

5. Faktor-faktor yang Mendasari Pemilihan Antibiotika Profilaksis …..... 29

I. Kesulitan Penelitian ……...……………………………………...………... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………...……………… 30

A. Jumlah Pasien ………………...………………..………...………………. 30

B. Karakteristik Demografi Pasien ………………..………………………... 31

1. Usia Pasien ………………………..……………………..……………. 31

2. Jenis Kelamin Pasien ………………………………...…………...…… 32

3. Keluhan Pasien ………………………………...…………..………….. 33

4. Lama Keluhan Pasien ………………………………………...……….. 34

5. Lama Perawatan Pasien …………………………….…...…...………... 35

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xiv

C. Jenis, Waktu, Cara, Dosis, dan Lama Pemberian Antibiotika Profilaksis 35

1. Jenis Antibiotika …………………………..………………………….. 35

2. Waktu Pemberian ……………..………..…………………..………… 36

3. Cara Pemberian ……………………………………..……………..….. 38

4. Dosis Pemberian ……………………………………………………..... 39

5. Lama Pemberian ………………………………………………..…….. 40

D. Kesesuaian Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Profilaksis ………… 41

1. Jenis Antibiotika ………………..…………………..………………… 41

2. Waktu Pemberian ……………..…………………..………………….. 43

3. Cara Pemberian ……………..………………..……………………….. 44

4. Dosis Pemberian …………………...…………………...……………... 46

5. Lama Pemberian ……………………..……………………………….. 47

E. Faktor-faktor yang Mendasari Pemilihan Antibiotika Profilaksis ………. 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………..………………….. 57

A. Kesimpulan ................................................................................................ 57

B. Saran ………………………...…………………………………………… 58

DAFTAR PUSTAKA …………………………..…………………………... 59

LAMPIRAN …………………………...…………………………………… 65

BIOGRAFI PENULIS ……………………………………………………... 88

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Distribusi jumlah pasien operasi apendisitis akut menurut

kelompok usia di RS Panti Rapih tahun 2009 …………………...

32

Tabel II. Distribusi jumlah pasien apendisitis akut menurut jenis kelamin

di RS Panti Rapih tahun 2009 ………………………………

33

Tabel III. Distribusi jumlah pasien operasi apendisitis akut menurut jenis

keluhan di RS Panti Rapih tahun 2009 …………………………..

34

Tabel IV. Distribusi jumlah pasien di RS Panti Rapih tahun 2009 menurut

lamanya keluhan sakit ………....………………………………...

35

Tabel V. Distribusi antibiotika yang digunakan sebagai profilaksis tunggal

pada pasien operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun

2009 ……………………………………………………………...

36

Tabel VI. Distribusi waktu pemberian antibiotika sebelum operasi dan

setelah operasi di RS Panti Rapih tahun 2009 …………………...

37

Tabel VII. Distribusi cara pemberian antibiotika per oral dan intravena di

RS Panti Rapih tahun 2009 ………………………………………

39

Tabel VIII. Distribusi dosis pemberian antibiotika profilakis di RS Panti

Rapih tahun 2009 ………………………………………………...

40

Tabel IX. Distribusi jumlah antibiotika profilaksis pada lama pemberian 24

jam dan lebih dari 24 jam di RS Panti Rapih tahun 2009 ………..

41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xvi

Tabel X. Distribusi jumlah kasus menurut jenis antibiotika profilaksis

yang sesuai dan tidak sesuai Standar Pelayanan Medik RS Panti

Rapih dan pedoman umum (WHO 2009; Kanji, et al., 2008; dan

ASHP, 1999) di RS Panti Rapih tahun 2009 …………………….

43

Tabel XI. Distribusi jumlah kasus menurut waktu pemberian antibiotika

profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai Standar Pelayanan

Medik RS Panti Rapih dan pedoman umum (WHO 2009; Kanji,

et al., 2008; dan ASHP, 1999) di RS Panti Rapih tahun 2009 …..

44

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peran penisilin dalam menghambat enzim transpeptidase

dari pembentukan cross-link peptida di peptidoglikan ……...……

10

Gambar 2. Distribusi jumlah pasien operasi apendisitis akut menurut

kelompok usia di RS Panti Rapih tahun 2009 ……………......…...

32

Gambar 3. Distribusi jumlah pasien apendisitis akut menurut jenis kelamin di

RS Panti Rapih tahun 2009 ……………….………………...…….

33

Gambar 4. Distribusi jumlah kasus menurut cara pemberian antibiotika

profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai Standar Pelayanan Medik

RS Panti Rapih dan pedoman umum (WHO, 2009; Kanji, et al.;

2008; dan ASHP, 1999) di RS Panti Rapih tahun 2009 …………..

46

Gambar 5. Distribusi jumlah kasus menurut lama pemberian antibiotika

profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai pedoman umum (WHO,

2009; Kanji, et al., 2008; dan ASHP, 1999) di RS Panti Rapih

tahun 2009 ………………………………….………….……...…..

49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti

Rapih tahun 2009 ……………………...………………………..

65

Lampiran 2. Hasil wawancara mendalam dengan dokter bedah I ………….... 71

Lampiran 3. Hasil wawancara mendalam dengan dokter bedah II …………... 72

Lampiran 4. Hasil wawancara mendalam dengan Kepala Instalasi Farmasi .... 74

Lampiran 5. Hasil wawancara mendalam dengan Wakil Kepala Kamar

Bedah ……………………………………………………………

78

Lampiran 6. Lembar kerja untuk pengumpulan data ………………………… 80

Lampiran 7. Pedoman wawancara mendalam dengan dokter bedah, Kepala

Instalasi Farmasi, dan Wakil Kepala Kamar Bedah RS Panti

Rapih ……………………………………………...…………….

81

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xix

INTISARI

Peningkatan jumlah operasi apendisitis akut dan tingginya risiko infeksi setelah operasi, mengakibatkan pemberian antibiotika profilaksis menjadi penting. Oleh sebab itu, dibutuhkan ketepatan penggunaan antibiotika profilaksis untuk mencegah infeksi setelah operasi. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran pemilihan dan penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien operasi apendisitis akut, jumlah pasien, karakteristik demografinya, jenis antibiotika, waktu, cara, dosis, lama pemberian, kesesuaian dengan pedoman, maupun faktor-faktor yang mendasari pemilihannya.

Penelitian ini menggunakan metode non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif, bersifat retrospektif. Populasi yang digunakan 82 pasien, dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria eksklusinya adalah operasi apendisitis akut yang dilakukan bersama dengan operasi lainnya. Faktor-faktor yang mendasari pemilihan antibiotika profilaksis diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan jenis antibiotika profilaksis yang digunakan adalah seftriakson 70% (n= 82). Pemberian lebih dari 1 jam sebelum operasi 49%, cara pemberian intravena 91%, 54% pada dosis 2 gram, dan lama pemberian 1 hari 56%. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pemilihan dan penggunaan antibiotika profilaksis di RS Panti Rapih belum sepenuhnya sesuai pedoman sehingga masih perlu diupayakan peningkatan ketaatan terhadap pedoman pengobatan yang telah disepakati. Kata kunci: Antibiotika, antibiotika profilaksis, apendisitis akut, operasi

apendisitis akut, evaluasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

xx

ABSTRACT

An increasing number of acute appendicitis surgery and the high risk of

postoperative infection, resulting in the provision of prophylactic antibiotics to be important. Therefore, it takes accuracy of the use of prophylactic antibiotics so the postoperative infection can be prevented. This study aimed to get an idea of the selection and use of prophylactic antibiotics in patients with acute appendicitis operation, the following number of patients, demographic characteristics, type of antibiotic, time, method, dosage, duration of administration, compliance with the guidelines, as well as the factors underlying the selection.

This study uses non-experimental methods with retrospective descriptive evaluative designs. Population that used 82 patients, with the inclusion criteria who underwent surgery of acute appendicitis in Panti Rapih Hospital in 2009 and using prophylactic antibiotics. Exclusion criteria were acute appendicitis operation conducted jointly with other operations. The factors underlying the selection of antibiotic prophylaxis is obtained by conducting in-depth interviews.

The results showed type of antibiotic prophylaxis used were ceftriaxone 70% (n= 82). Giving more than 1 hour before surgery 49%, 91% intravenous route of administration, 54% at doses of 2 grams, and the duration of one day 56%. Based on these results, it can be concluded that the selection and use of prophylactic antibiotics in Panti Rapih Hospital has not been appropriate completely the guidelines so it is still necessary to improve adherence to treatment guidelines that have been agreed.

Key words: antibiotic, antibiotic prophylaxis, acute appendicitis, surgery of acute appendicitis, evaluation

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Antibiotika profilaksis pada suatu tindakan operasi mengacu pada

pemberian atau administrasi agen antimikroba pada pasien yang menjalani

prosedur operasi guna mencegah terjadinya infeksi setelah operasi. Pemberian

antibiotika profilaksis ini diharapkan dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas

akibat terjadinya infeksi setelah operasi. Salah satu prosedur operasi yang

menggunakan antibiotika profilaksis untuk mencegah terjadinya infeksi setelah

operasi adalah operasi apendisitis akut.

Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak kasus nyeri akut

abdomen baik di negara maju maupun negara berkembang. Penelitian yang

dilakukan oleh Laal dan Mardanloo (2009) di RS Sina Tehran, Iran memperoleh

hasil bahwa apendisitis akut sebagai penyebab terbanyak kasus nyeri akut

abdomen, yaitu sebesar 56,8% (n= 139). Sedangkan pada penelitian lain yang

dilakukan oleh Al-Mulhim (2006) memperoleh hasil bahwa operasi apendisitis

akut merupakan operasi darurat abdominal yang paling banyak dilakukan, yaitu

sebesar 47,4% (n= 1096).

Menurut National Digestive Diseases Information Clearinghouse setiap

orang dapat menderita apendisitis akut, akan tetapi penyakit ini lebih sering terjadi

pada individu-individu yang berusia 10-30 tahun (NDDIC, 2007). Penelitian yang

dilakukan oleh Imelda (2008) di RSU Dr. Soetomo Surabaya memperoleh hasil

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

2

bahwa operasi apendisitis akut paling banyak dilakukan pada pasien dengan

rentang usia 17-64 tahun, yaitu sebesar 82,18% dengan rasio insiden apendisitis

hampir sama antara laki-laki dan perempuan yaitu 1,1:1. Penelitian lain yang

dilakukan oleh Junias (2009) memperoleh hasil bahwa terdapat 51 pasien

apendisitis yang telah melakukan operasi apendisitis akut di RS Pendidikan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara. Frekuensi kejadian dari 51

subyek yang diteliti adalah pada laki-laki sebesar 23 orang (45,1%) dan pada

perempuan sebesar 28 orang (54,9%).

Jumlah operasi apendistis akut pun meningkat setiap tahunnya di negara-

negara berkembang. Data yang diperoleh dari Departamen Kesehatan RI

menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi apendisitis akut dari 6%

menjadi 9% pada tahun 1999-2001 (Depkes RI, 2002). Sedangkan dari penelitian

yang dilakukan oleh Walker dan Segal (1995) diperoleh hasil bahwa kasus operasi

apendisitis mengalami peningkatan dari 8,2 menjadi 9,5 per 100.000 penduduk di

Afrika Selatan. Hal yang sama juga terjadi di Lautech Teaching Hospital Nigeria,

pada tahun 2003 operasi apendisitis akut berjumlah 36 kasus dan meningkat pada

tahun 2008 menjadi 67 kasus. Peningkatan jumlah operasi apendisitis akut dapat

menjadi hal yang mengkhawatirkan sebab kemungkinan timbulnya infeksi setelah

operasi pun akan ikut meningkat (WHO, 2009).

Penggunaan antibiotika profilaksis telah terbukti kemanfaatannya dalam

upaya mencegah terjadinya infeksi setelah operasi. Pada suatu penelitian yang

melibatkan 996 pasien operasi apendisitis akut, telah dibandingkan kejadian

infeksi luka operasi antara pasien yang tidak mendapatkan antibiotika profilakis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

3

(plasebo) dengan pasien yang menerima antibiotika profilaksis. Kejadian infeksi

luka operasi pada kelompok plasebo adalah 7% (n= 526) dibandingkan dengan

2% (n= 470) pada kelompok pasien yang menerima antibiotika profilaksis (Bauer,

et al., 1989). Hal ini menunjukkan penggunaan antibiotika profilaksis secara

signifikan dapat mengurangi kejadian infeksi luka operasi.

Infeksi luka operasi atau Surgical Site Infection (SSI) merupakan salah

satu infeksi setelah operasi yang paling banyak terjadi setelah prosedur operasi,

termasuk operasi apendisitis akut. Sekitar 20% pasien yang menjalani operasi

darurat abdominal dilaporkan mengalami infeksi luka operasi (Auerbach, 2001).

Sedangkan pada operasi apendisitis akut sendiri sebesar 8,41% (n= 2069) pasien

mengalami infeksi luka operasi (Li, et al., 2010).

Pada umumnya, infeksi luka setelah operasi apendisitis disebabkan oleh

bakteri anaerob dan bakteri gram negatif (Laterre, et al., 2006 dan ASHP, 1999).

Hal ini menunjukkan bahwa pasien yang menjalani operasi apendisitis akut rentan

terhadap infeksi oleh karena hadirnya mikrorganisme tersebut. Oleh sebab itu,

regimen pemberian antibiotika profilaksis yang rasional dan pemilihan antibiotika

profilaksis yang tepat sangatlah diperlukan untuk melawan bakteri-bakteri

patogen penyebab infeksi sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi setelah

operasi apendisitis akut.

Pemilihan antibiotika profilaksis pada pasien operasi apendisitis akut harus

selalu disesuaikan dengan mikroorganisme patogen yang menyebabkan infeksi.

Demikian pula konsentrasinya harus dijaga atau dipertahankan pada lokasi operasi

selama prosedur operasi (AHSP, 1999). Adapun penggunaan antibiotika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

4

profilaksis dalam hal jenis, waktu, cara, dosis, dan lama pemberian antibiotikanya

harus tepat dan didukung oleh pedoman atau guideline yang telah disepakati

bersama (Kanji and Devlin, 2008).

Peningkatan jumlah operasi apendisitis akut pada beberapa tahun terakhir

dan risiko infeksi setelah operasi yang cukup tinggi pada pasien yang tidak

menerima antibiotika profilaksis, mengakibatkan penggunaan antibiotika

profilaksis menjadi hal yang sangat penting. Penggunaan antibiotika profilaksis

yang tepat dapat melindungi pasien dari terjadinya infeksi setelah operasi (WHO,

2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai “Evaluasi

Penggunaan Antibiotika Profilaksis pada Pasien yang Menjalani Operasi

Apendisitis Akut di RS Panti Rapih tahun 2009” untuk mengevaluasi penggunaan

antibiotika profilaksis.

Mengingat RS Panti Rapih merupakan salah satu rumah sakit swasta

terbesar di Yogyakarta dan sebagai rumah sakit rujukan, maka kemungkinan besar

akan banyak pasien yang berobat di RS Panti Rapih, sehingga dengan jumlah

pasien yang banyak dapat memberikan gambaran yang cukup lengkap dan jelas

mengenai penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut.

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, maka dapat disusun

permasalahan sebagai berikut:

a. Berapa jumlah pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih

pada tahun 2009?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

5

b. Seperti apa karakterisitik demografi pasien yang menjalani operasi apendisitis

akut di RS Panti Rapih berdasarkan usia, jenis kelamin, keluhan, lama keluhan,

dan lama perawatan?

c. Seperti apa pola penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani

operasi apendisitis akut terkait dengan jenis antibiotika, waktu, cara, dosis dan

lama pemberiannya?

d. Apakah penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 sudah sesuai dengan Standar

Pelayanan Medik RS Panti Rapih, WHO Guidelines for Safe Surgery (WHO,

2009), Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin, 2008), dan ASHP

Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) ditinjau dari jenis antibiotika profilaksis,

waktu, cara, dosis dan lama pemberian antibiotika profilaksis?

e. Faktor-faktor apa yang mendasari pemilihan antibiotika profilaksis bagi pasien

yang menjalani operasi apendisitis akut RS Panti Rapih tahun 2009?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh yang peneliti ketahui, penelitian berjudul “Evaluasi Penggunaan

Antibiotika Profilaksis pada Pasien yang Menjalani Operasi Apendisitis Akut di

RS Panti Rapih tahun 2009” belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang

pernah dilakukan yang berhubungan dengan penggunaan antibiotika pada pasien

operasi apendisitis akut antara lain:

a. “Studi Penggunaan Antibiotika pada Kasus Bedah Apendiks: Instalasi Rawat

Inap Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya” oleh Imelda tahun 2008.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

6

b. “Studi Penggunaan Obat Pada Penderita Apendisitis Akut Di Bagian Bedah

RSU Dr. Saiful Anwar Malang” oleh Fatmawati tahun 2007.

Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas dalam hal lokasi

penelitian, periode pengambilan data, dan subjek penelitian. Subjek penelitian

pada penelitian yang dilakukan oleh Imelda (2008) adalah pasien operasi

apendisitis, baik apendisitis akut maupun apendisitis kronis, yang menerima

antibiotika profilaksis dan antibiotika terapi di RSU Dr. Soetomo Surabaya tahun

2006. Sedangkan subjek penelitian pada penelitian yang dilakukan oleh

Fatmawati (2007) adalah pasien operasi apendisitis akut yang menggunakan

antibiotika dan analgetika di RSU Dr. Saiful Anwar Malang pada tahun 2005.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah wawasan dan menjadi salah satu sumber

informasi dalam pemilihan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani

operasi apendisitis akut.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

evaluasi untuk meningkatkan kualitas terapi dalam pemilihan dan penggunaan

antibiotika profilaksis secara rasional pada operasi apendisitis akut.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pemilihan

dan penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut pada tahun 2009 di RS Panti Rapih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

7

2. Tujuan Khusus

Untuk mencapai tujuan umum maka penelitian ini secara khusus ditujukan

untuk:

a. menghitung jumlah pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti

Rapih pada tahun 2009.

b. mengidentifikasi karakterisitik demografi pasien operasi apendisitis akut di RS

Panti Rapih berdasarkan usia, jenis kelamin, keluhan, lama keluhan, dan lama

perawatan.

c. mengidentifikasi jenis antibiotika profilaksis yang digunakan, berikut waktu,

cara, dosis dan lama pemberiannya.

d. menilai kesesuaian jenis, waktu, cara, dosis, dan lama pemberian antibiotika

profilaksis yang digunakan oleh pasien operasi apendisitis akut di RS Panti

Rapih tahun 2009 dengan Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih, WHO

Guidelines for Safe Surgery (WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in

Surgery (Kanji and Devlin, 2008), dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP,

1999).

e. mengidentifikasi faktor-faktor yang mendasari pemilihan antibiotika profilaksis

melalui wawancara mendalam dengan dokter bedah, Kepala Instalansi Farmasi,

dan Wakil Kepala Kamar Bedah RS Panti Rapih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Antibiotika

1. Definisi

Antibiotika adalah zat atau senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme

yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya

(BPOM, 2008). Selain berasal dari makhluk hidup, antibiotika juga dapat

diproduksi secara sintetis.

2. Prinsip dasar penggunaan antibiotika

Prinsip umum penggunaan antibiotika sama seperti obat-obat lainnya,

yaitu dapat memenuhi kriteria sebagai berikut: antibiotika diberikan sesuai dengan

indikasi penyakit, tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat lama pemberian, mutu

terjamin dan aman, serta antibiotika tersedia setap saat dengan harga yang

terjangkau (WHO, 2001).

Pemilihan antibiotika yang tepat didasarkan pada pertimbangan faktor

sensitivitas bakteri terhadap antibiotika dan keadaan tubuh penderita. Pemberian

antibiotika yang ideal adalah berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologis dan uji

kepekaan kuman (Hessen and Kaye, 2004). Namun dalam praktek sehari-hari,

tidak mungkin untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologis pada setiap pasien

yang dicurigai menderita suatu infeksi. Selain itu, untuk infeksi berat yang

memerlukan penanganan segera, pemberian antibiotika dapat segera dimulai

setelah pengambilan sampel bahan biologik untuk biakan dan pemeriksaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

9

kepekaan kuman. Pemberian antibiotika tanpa pemeriksaan mikrobiologis dapat

didasarkan pada educated guess, yaitu pemilihan antibiotika didasarkan pada jenis

mikroorganisme yang menjadi penyebab tersering suatu infeksi. Keadaan tubuh

penderita perlu dipertimbangkan untuk dapat memilih antibiotika yang tepat.

Faktor yang perlu dipertimbangkan pada pemilihan antibiotika yaitu usia, wanita

hamil atau menyusui, alergi, fungsi ginjal, dan fungsi hati. Hal ini berpengaruh

pada jenis dan dosis antibiotika yang akan digunakan (BPOM, 2008).

3. Mekanisme kerja antibiotika

Antibiotika bekerja dalam tubuh manusia dengan mekanisme sebagai

berikut:

a. Menghambat sintetis dinding sel bakteri

Sintesis dinding sel bakteri dihambat dengan cara menghambat cross-

linking peptidoglikan yang merupakan reaksi terakhir dalam sintesis dinding

sel bakteri (Graumlich, 2003). Antibiotika yang bekerja dengan mekanisme ini

adalah antibiotika-antibiotika golongan β–laktam (penisilin, sefalosporin,

monobaktam, karbapenem). Antibiotika golongan β–laktam secara struktural

mirip dengan monomer peptida pada peptidoglikan. Monomer peptida ini

berikatan dengan enzim transpeptidase untuk membentuk cross-linking

peptidoglikan sehingga dapat menguatkan dinding sel bakteri. Namun dengan

hadirnya antibiotika β–laktam, ikatan antara enzim transpeptidase dengan

monomer peptida terhambat karena enzim transpeptidase mengikat antibiotika

β–laktam. Hal ini mengakibatkan cross-linking peptidoglikan tidak terjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

10

sehingga dinding sel bakteri lemah, bakteri lisis, dan kemudian mati (Gordon,

2009 dan Woodin and Moririson, 1994).

Gambar 1. Peran penisilin dalam menghambat enzim transpeptidase dari pembentukan cross-link peptida di peptidoglikan (Kaiser, 2009)

Mekanisme lain untuk menghambat sintetis dinding bakteri sel adalah

dengan cara menghambat pertumbuhan peptidoglikan. Antibiotika yang

bekerja dengan mekanisme ini adalah vankomisin. Vankomisin mengikat erat

dan mencegah penggabungan prekursor sub-unit dari dinding sel, sehingga

prekusor tidak dapat bergabung ke dalam matriks peptidoglikan. Proses ini

menyebabkan sel lisis dan mati (Woodin and Moririson, 1994).

b. Menghambat sintetis protein

Penghambatan sintesis protein dapat mengakibatkan terganggunya proses

translasi atau penerjemahan kode genetik pada bakteri. Beberapa jenis

antibiotika bekerja pada ribosom 30S (aminoglikosida, tetrasiklin) dan ada pula

yang bekerja pada ribosom 50S (klindamisin, linkomisin, kloramfenikol,

eritromisin, klaritromisin). Beberapa antibiotika yang bekerja dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

11

mekanisme ini menyebabkan sintesis protein terhambat secara reversibel,

kecuali pada aminoglikosida. Aminoglikosida mengikat ribosom 30S secara

ireversibel yang kemudian menyebabkan sintesis protein bakteri menjadi

terhambat (Gordon, 2009).

c. Menghambat sintetis asam nukleat

Antibiotika yang bekerja pada mekanisme ini adalah golongan rifampin

dan kuinolon. Rifampin berikatan dengan RNA polimerase bakteri sehingga

menghambat sintesis mRNA (proses transkipsi). Sedangkan kuinolon berikatan

dengan DNA girase yang berfungsi memotong untai DNA sehingga mencegah

terjadinya superkoil, menguraikan DNA, dan menghentikan replikasi DNA

(Graumlich, 2003).

d. Menghambat metabolisme asam folat

Bakteri membutuhkan asam folat yang digunakan sebagai kofaktor enzim

untuk sintesis DNA dan RNA. Asam folat diperoleh bakteri dengan

mensintesis sendiri dari asam para amino benzoat (PABA). Antibiotika yang

bekerja pada mekanisme ini adalah golongan sulfonamida dan trimetoprim.

Sulfonamida mempunyai struktur yang mirip dengan enzim dihidropteroat

sintase, di mana enzim ini berfungsi untuk menggabungkan PABA menjadi

asam dihidropteroik (prekursor asam folat). Hal ini mengakibatkan penurunan

nukleotida bakteri yang merupakan bahan dalam sintesis DNA. Trimetoprim

menghambat enzim dihidrofolat reduktase sehingga tidak terjadi konversi dari

asam dihidrofolik menjadi asam tetrahidrofolik (Woodin and Moririson, 1994).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

12

B. Antibiotika Profilaksis

1. Definisi

Antibiotika profilaksis yaitu antibiotika yang diberikan sebelum terjadi

kontaminasi atau infeksi. Tujuan pemberian antibiotika profilaksis pada prosedur

operasi adalah untuk mencegah infeksi pada lokasi operasi setelah operasi,

mencegah morbiditas dan mortalitas akibat terjadinya infeksi, mengurangi durasi

dan biaya perawatan selama di rumah sakit (Kanji and Devlin, 2008 dan ASHP,

1999).

2. Prinsip pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi apendisitis

akut

Untuk mencapai tujuan penggunaan antibiotika profilaksis yang

diinginkan, maka antibiotika profilaksis yang diberikan pada pasien operasi

apendisitis akut harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. aktivitas antibiotika harus disesuaikan dengan kemungkinan terbesar

mikroorganisme patogen yang menginfeksi luka atau lokasi operasi (sefositin,

sefotetan, kombinasi ampisilin dengan metronidasol, atau kombinasi

gentamisin dengan metronidasol)

b. agen antimikroba harus dapat dihantarkan ke lokasi operasi 1 jam sebelum

operasi dimulai

c. dosis yang diberikan untuk jenis antibiotika profilaksis sefositin atau sefotetan

1-2 gram, kombinasi gentamisin dan metronidasol masing-masing 1,5-2

mg/kgBB dan 500 mg

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

13

d. dosis kedua antibiotika profilaksis diperlukan jika operasi berlangsung lebih

dari 4 jam atau pasien kehilangan 1500 ml darah selama proses operasi

berlangsung

e. antibiotika profilaksis dihentikan pemberiannya 24 jam atau 1 hari setelah

operasi

(WHO, 2009, Kanji and Devlin, 2008, dan ASHP, 1999)

3. Antibiotika profilaksis pilihan

Pemberian antibiotika profilaksis sangat direkomendasikan pada prosedur

operasi apendisitis akut (SIGN, 2008). Risiko tingkat infeksi luka pada operasi

apendisitis akut dapat mencapai 7-30% sehingga penggunaan antibiotika

profilaksis sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya infeksi setelah operasi

(ASHP, 1999, Bauer, et al., 1989, dan Busuttil, et al., 1981). Pemilihan antibiotika

profilaksis ini bergantung pada bakteri patogen yang paling sering ditemukan

pada prosedur operasi, keamanan, efikasi, adanya dukungan pedoman atau

guideline dalam penggunaan suatu antibiotika profilaksis, dan biaya yang

dikeluarkan (Kanji and Devlin, 2008).

Sefalosporin generasi kedua (sefositin, sefotetan) merupakan golongan

antibiotika yang paling banyak direkomendasikan sebagai profilaksis pada operasi

apendisitis akut. Kombinasi gentamisin dan metronidasol juga dapat menjadi

pilihan sebagai profilaksis untuk pasien operasi apendisitis akut. Selain itu,

kombinasi ini dapat digunakan bagi pasien yang mengalami alergi terhadap

antibiotika golongan β–laktam (WHO, 2009, Kanji and Devlin, 2008, dan ASHP,

1999). Antibiotika profilaksis diberikan 1 jam sebelum operasi dan melalui cara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

14

pemberian intravena (IV) untuk memastikan kadar antibiotika yang cukup pada

lokasi bedah (Kanji and Devlin, 2008 dan ASHP, 1999).

Dosis antibiotika profilaksis golongan sefalosporin yang diberikan pada

pasien operasi apendisitis akut adalah sebesar 1-2 gram. Sedangkan gentamisin

diberikan pada dosis 1,5-2 mg / kgBB dan metronidasol diberikan pada dosis 500

mg. Penambahan dosis antibiotika profilaksis dalam prosedur operasi diperlukan

jika operasi berlangsung lebih dari 4 jam atau pasien kehilangan 1500 ml darah

selama proses operasi berlangsung (Kanji and Devlin, 2008, Kernodle and Kaiser,

2000, dan ASHP, 1999). Antibiotika profilakis dihentikan pemberiannya 24 jam

atau 1 hari setelah operasi dilakukan (WHO, 2009). Namun, pemberian

antibiotika profilaksis dapat dilanjutkan pada pasien yang ditemukan perforasi

atau gangraen (mikroperforasi) pada apendiksnya (Kanji and Devlin, 2008).

Infeksi pada luka operasi merupakan infeksi yang sering terjadi setelah

melakukan operasi apendisitis. Tingkat infeksi luka operasi pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut dapat mencapai 7- 30% (ASHP, 1999, Bauer, et

al., 1989 dan Busuttil, et al., 1981). Tanda-tanda klinis luka operasi apendisitis

yang mulai terinfeksi adalah terjadinya pembengkakan dan warna kemerahan

pada daerah yang disayat, muncul rasa sakit di daerah sayatan, atau daerah

sayatan operasi apendisitis mengeluarkan cairan atau nanah. Tanda-tanda ini

muncul dalam waktu 30 hari setelah operasi dilakukan (Mangram, Horan,

Pearson, Silver, and Jarvis, 1999).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

15

4. Mekanisme kerja antibiotika profilaksis

Suatu antibiotika idealnya mempunyai aktivitas bakterisidal atau

membunuh bakteri untuk mencegah terjadinya infeksi setelah operasi. Antibiotika

yang mempunyai aktivitas bakterisidal diantaranya adalah penisilin, sefalosporin,

monobaktam, kuinolon, dan vankomisin (James and Martinez, 2008). Pada

operasi apendisitis akut, Bacteroides fragilis (bakteri anaerob) dan Escherichia

coli (bakteri gram negatif) merupakan jenis bakteri yang paling banyak ditemukan

pada kultur infeksi luka setelah operasi (Laterre, et al., 2006 dan ASHP, 1999).

Sefalosporin generasi kedua (sefositin, sefotetan) bekerja sangat aktif dalam

membunuh bakteri gram negatif dan bakteri anaerob tersebut. Oleh karena itu,

sefalosporin generasi kedua banyak direkomendasikan sebagai antibiotika

profilaksis pada operasi apendisitis akut (WHO, 2009, Kanji and Devlin, 2008,

dan ASHP, 1999). Antibiotika ini menghambat cross-linking peptidoglikan

sehingga dinding sel bakteri menjadi lemah, bakteri lisis, dan kemudian mati

(Woodin and Moririson, 1994 dan Kalman and Barriere, 1990).

Agen lain yang dapat digunakan sebagai profilaksis pada operasi

apendisitis akut adalah kombinasi gentamisin dengan metronidasol. Gentamisin

merupakan suatu aminoglikosida yang mempunyai aktivitas bakterisidal dengan

mekanisme pengikatan ribosom 30S secara ireversibel sehingga mengakibatkan

sintesis protein bakteri menjadi terhambat. Gentamisin memiliki aktifitas terhadap

bakteri gram negatif, seperti Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Proteus,

Acinetobacter, dan Enterobacter. Selain itu gentamisin juga dapat melawan

Staphylococcus aureus. Metronidasol aktif melawan bakteri anaerob dan sebagian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

16

besar protozoa. Mekanismenya dalam melawan bakteri anaerob adalah dengan

menembus atau berdifusi ke dalam sel bakteri kemudian metronidasol mengalami

reduksi menjadi suatu bentuk radikal bebas. Radikal bebas metronidasol ini

mengakibatkan kerusakan DNA bakteri (Gordon, 2009 dan Graumlich, 2003).

C. Apendisitis Akut

1. Definisi

Apendisitis akut merupakan peradangan akut yang disertai rasa nyeri pada

apendiks dan menjadi penyebab tertinggi kasus nyeri akut abdomen (Laal and

Mardanloo, 2009 dan McCollough and Sharieff, 2003). Setiap orang dapat

menderita apendisitis akut, akan tetapi penyakit ini lebih sering terjadi pada

individu-individu yang berusia 10-30 tahun (NDDIC, 2007). Baik pria maupun

wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk menderita apendisitis akut,

dengan perbandingan jumlah antara pasien pria dan wanita sebanding (Craig and

Santacrose, 2006).

Penyebab utama terjadinya apendisitis akut adalah penyumbatan

(obstruksi) lumen apendiks yang diikuti dengan terjadinya peradangan akut.

Penyumbatan lumen apendiks dapat disebabkan oleh adanya fekalit (material

fekal), hiperplasia limfoid, adanya benda asing atau adanya tumor pada dinding

apendiks (Kozar and Roslyn, 2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

17

2. Klasifikasi

Berdasarkan hispatologinya apendisitis diklasifikasikan menjadi:

a. Apendisitis akut:

1). Apendisitis akut sederhana

Peradangan yang terjadi pada apendiks.

2). Apendisitis akut supuratif

Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai dengan edema, bakteri

normal yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks.

3). Apendisitis akut gangrenosa

Bertambahnya tekanan intraluminal yang terus menerus mengakibatkan

gangguan fungsi peredaran darah setempat, sehingga membentuk suatu

infark yang disebabkan oleh pasokan darah yang tidak memadai.

Akibatnya, apendiks menjadi berwarna merah tua dan padat dengan area

nekrosis berwarna hitam.

b. Apendisitis perforasi

Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah ganggren

sehingga menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut. Hal ini dapat

mengakibatkan terjadinya peritonitis umum.

c. Apendisitis kronis

Apendisitis kronis adalah peradangan apendiks selama jangka waktu tertentu.

Diagnosis appendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan

nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari tiga minggu.

(Chalazonitis, et al., 2008 dan Ishikawa, 2003)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

18

3. Keluhan

Nyeri perut merupakan keluhan utama yang dirasakan oleh seseorang yang

menderita apendisitis akut. Pada awalnya nyeri dapat terjadi pada perut bagian

atas, kemudian nyeri bermigrasi perlahan dan melokalisasi di perut bagian kanan

bawah (Old, Dusing, Yap, and Dirks, 2005). Rasa nyeri yang dirasakan pasien

dapat berupa rasa nyeri yang ringan hingga berat dan rasa nyeri ini dapat

bertambah hebat apabila pasien bergerak. Selain rasa nyeri di bagian perut,

keluhan lain yang biasa dirasakan oleh penderita apendisitis akut adalah demam

ringan (37,50-38,50C), mual, muntah, diare, konstipasi, dan kadang juga disertai

dengan hilangnya nafsu makan (Ishikawa, 2003 dan Kozar and Roslyn, 2003).

4. Penatalaksanaan terapi

Operasi pengangkatan apendiks atau operasi apendisitis merupakan

penatalaksanaan utama bagi seseorang yang mengalami apendisitis akut. Operasi

ini dapat berupa operasi apendisitis akut terbuka atau laparaskopi apendisitis.

Persiapan sebelum operasi pada pasien terdiri dari hidrasi yang memadai dan

pemberian antibiotika profilaksis. Pada pasien yang menjalani operasi apendisitis

akut diberikan antibiotika profilaksis, seperti sefositin atau sefotetan untuk

mencegah terjadinya infeksi setelah operasi. Antibiotika profilaksis dihentikan

pemberiannya 24 jam setelah operasi dilakukan. Jika ditemukan perforasi atau

gangraen pada apendiksnya, pemberian antibiotika dapat dilanjutkan lebih dari 24

jam setelah operasi hingga pasien sudah tidak mengalami demam dan mempunyai

jumlah leukosit yang normal (Humes and Simpson, 2006 dan Kozar and Roslyn,

2003).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

19

D. Operasi Apendisitis Akut

Operasi apendisitis merupakan penanganan apendisitis yang dilakukan

dengan jalan operasi untuk mengangkat atau membuang apendiks (Kozar and

Roslyn, 2003). Operasi apendisitis akut harus segera dilakukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi yang lebih buruk. Hal ini dikarenakan apendisitis akut

mempunyai risiko untuk berkembang menjadi apendisitis perforasi pada setiap 12

jam berikutnya setelah timbulnya gejala (Busch, et al., 2011, Papaziogas, et al.,

2009, dan Ditillo, et al., 2006). Perforasi atau pecahnya apendiks ini dapat

memungkinkan terjadinya komplikasi seperti peritonitis umum atau abses.

Operasi pada kasus apendisitis akut dapat dilakukan dengan 2 teknik, yaitu

operasi apendisitis akut terbuka dan laparaskopi apendisitis. Operasi apendisitis

akut terbuka maupun laparaskopi apendisitis menggunakan antibiotika profilaksis

pada 1 jam sebelum operasi dimulai. Antibiotika profilaksis yang diberikan dapat

berupa sefositin atau sefotetan dalam dosis 1-2 gram. Sedangkan bagi pasien yang

mengalami alergi terhadap antibiotika golongan β-laktam dapat diberikan

kombinasi gentamisin dan metronidasol, masing-masing dalam dosis 1,5-2

mg/kgBB dan 500 mg (Kanji and Devlin, 2008, Omran, 2008, dan Kernodle and

Kaiser, 2000).

Operasi apendisitis terbuka dilakukan dengan membuat sebuah sayatan

dengan panjang sekitar 2-4 inci pada bagian kanan bawah abdomen dan appendiks

dipotong melalui lapisan lemak dan otot apendiks atau usus buntu. Kemudian

apendiks diangkat atau dipisahkan dari usus. Sedangkan laparaskopi merupakan

teknik yang paling sederhana untuk penanganan apendisitis. Dokter bedah akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

20

membuat 1 hingga 3 sayatan kecil di perut. Sebuah pipa semprot dimasukkan ke

dalam salah satu celah, dan gas CO2 memompa abdomen. Kemudian sebuah

laparascope dimasukkan ke celah yang lain. Peralatan bedah ditempatkan di

bagian terbuka (celah) yang kecil dan digunakan untuk mengangkat apendiks

(Kozar and Roslyn, 2003).

E. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan, masukan,

maupun salah satu sumber informasi untuk memperbaiki dan meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika

profilaksis pada pasien operasi apendisitis akut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

21

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian non-eksperimental sebab

observasinya dilakukan secara apa adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi

serta perlakuan dari peneliti (Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian termasuk

dalam deskriptif evaluatif karena bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual

secara rinci sehingga dapat melukiskan fakta atau karakteristik populasi yang ada,

mengidentifikasi masalah yang terjadi, kemudian melakukan evaluasi atau

penilaian dari data yang telah dikumpulkan (Hasan, 2002). Penelitian ini bersifat

retrospektif, yaitu pengambilan data dilakukan dengan melakukan penelusuran

data masa lalu pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih

pada catatan rekam medis yang diperoleh dari Instalasi Rekam Medis RS Panti

Rapih.

B. Definisi Operasional

1. Pasien adalah seseorang yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti

Rapih tahun 2009, menggunakan antibiotika profilaksis dan memiliki data

rekam medis yang lengkap.

2. Operasi adalah operasi apendisitis akut yang berlangsung di RS Panti Rapih

tahun 2009.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

22

3. Antibiotika profilaksis yang dimaksud yaitu antibiotika yang digunakan

sebelum maupun sesudah operasi apendisitis akut yang bertujuan untuk

mencegah infeksi setelah operasi.

4. Catatan rekam medik adalah catatan pengobatan dan perawatan pasien yang

memuat data nomor rekam medik, usia, jenis kelamin, diagnosis sebelum dan

sesudah operasi, tanggal operasi, jam operasi, jenis tindakan operasi, data

laboratorium, instruksi dokter, catatan keperawatan, catatan penggunaan obat,

lama keperawatan, riwayat pengobatan yang diterima, dan pemeriksaan fisik

pasien seperti tekanan darah, nadi, dan suhu badan.

5. Pedoman wawancara adalah susunan garis-garis besar pertanyaan yang

digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan wawancara mendalam.

6. Jenis antibiotika profilaksis yang dimaksud yaitu macam antibiotika yang

digunakan sebagai profilaksis, misalnya sefositin, sefotetan, kombinasi

gentamisin dan metronidasol.

7. Waktu pemberian adalah berapa jam pemberian antibiotika profilaksis

sebelum operasi atau setelah operasi.

8. Cara pemberian adalah intravena atau per oral.

9. Lama pemberian yaitu jumlah hari dimana pasien mendapatkan antibiotika

profilaksis.

10. Keluhan pasien adalah segala sesuatu yang dirasakan pasien terkait dengan

timbulnya gejala apendisitis akut.

11. Lama keluhan yaitu jumlah jam atau hari dimana pasien merasakan timbulnya

gejala apendisitis akut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

23

12. Lama perawatan pasien yaitu jumlah hari dimana pasien dirawat, dihitung

mulai dari pasien masuk ke rumah sakit sampai dengan keluar atau pulang dari

rumah sakit.

C. Subyek Penelitian

Subjek penelitian yang termasuk dalam kriteria inklusi adalah pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan

menggunakan antibiotika profilaksis. Sedangkan kriteria eksklusinya adalah

operasi apendisitis akut yang dilakukan bersama dengan prosedur operasi lainnya.

D. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah:

Data yang terdapat dalam kartu rekam medik pasien di RS Panti Rapih

tahun 2009, resep, kartu permintaan obat dari bangsal, dan kartu permintaan obat

dari kamar bedah.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah:

1. Lembar kerja untuk pengumpulan data.

2. Pedoman wawancara dengan dua orang dokter bedah di RS Panti Rapih.

3. Pedoman wawancara dengan Kepala Instalasi Farmasi di RS Panti Rapih.

4. Pedoman wawancara dengan Wakil Kepala Kamar Bedah di RS Panti Rapih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

24

F. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih, Jalan Cik Ditiro

No.30, Yogyakarta.

G. Tata Cara Penelitian

Jalannya penelitian meliputi 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap

pengambilan data, dan tahap penyelesaian data.

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan dimulai dengan studi pustaka mengenai penggunaan

antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi apendisitis akut dan

menentukan permasalahan serta cara menganalisis masalah tersebut. Selanjutnya

dilakukan pencarian informasi mengenai kemungkinan dapat tidaknya melakukan

penelitian di RS Panti Rapih dan mengurus perizinan untuk mendapatkan izin

penelitian.

2. Tahap pengambilan data

Pengambilan data diawali dengan penelusuran jumlah subjek penelitian

berdasarkan diagnosis yang tertulis pada rekam medis. Dari penelusuran tersebut

diketahui jumlah subjek, nomor rekam medis, tanggal operasi, nama dokter, dan

jenis kelamin pasien. Setelah diketahui jumlah subjek lalu dilakukan pencatatan

data rekam medis pada lembar pencatatan yang berisi nomor rekam medis,

diagnosis sebelum dan setelah operasi, tanggal pasien melakukan rawat inap,

tanggal pasien dioperasi, jam operasi, tanggal pasien keluar dari rumah sakit, usia,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

25

jenis kelamin, keluhan, riwayat penyakit, data laboratorium, jenis antibiotika

profilaksis yang digunakan, waktu, cara, dosis, dan lama pemberiannya.

3. Tahap penyelesaian data

Data yang telah diperoleh dikelompokkan berdasarkan karakteristik

demografi pasien (usia, jenis kelamin, keluhan, lama keluhan, dan lama perawatan

pasien), pola penggunaan antibiotika profilaksis (jenis antibiotika, waktu, cara,

dosis, dan lama pemberian), serta kesesuaian pemilihan dan penggunaan

antibiotika profilaksisnya. Faktor-faktor yang mendasari pemilihan antibiotika

profilaksis disajikan dalam bentuk narasi dengan menyertakan testimoni yang

mendukung.

H. Tata Cara Analisis Hasil

Data yang telah diperoleh dievaluasi menggunakan Standar Pelayanan

Medik RS Panti Rapih dan pedoman umum, yaitu WHO Guidelines for Safe

Surgery (WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin,

2008), dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999). Kemudian data disajikan

dalam bentuk tabel dan atau diagram.

Tata cara analisis sebagai berikut:

1. Jumlah pasien operasi apendisitis akut

Analisis data jumlah pasien operasi apendisitis akut dilakukan dengan

menghitung jumlah pasien operasi apendisitis akut selama tahun 2009. Kemudian

dari seluruh jumlah pasien yang menjalani operasi apenisitis akut, dihitung jumlah

pasien yang menerima maupun yang tidak menerima antibiotika profilaksis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

26

2. Karakteristik demografi pasien

Analisis data karakteristik demografi pasien dilakukan berdasarkan usia,

jenis kelamin, keluhan, lama keluhan, dan lama perawatan pasien.

a. Distribusi pasien pada tiap kelompok usia. Kelompok usia pasien

dibagi secara rasional menjadi 7 kelompok dengan menggunakan rumus Struges

(Budiarto, 2001), yaitu: kelompok I (8-16 tahun), II (17-25 tahun), III (26-34

tahun), IV (35-43 tahun), V (44-52 tahun), VI (53-61 tahun), dan VII (62-70

tahun). Persentase masing-masing kelompok umur dihitung dengan cara

menghitung jumlah pasien tiap kelompok dibagi dengan jumlah total pasien (n=

82) dan dikalikan dengan 100%.

b. Distribusi pasien pada tiap jenis kelamin. Jenis kelamin pasien terdiri

dari laki-laki dan perempuan. Persentase masing-masing jenis kelamin dihitung

dengan cara menghitung jumlah pasien tiap kelompok dibagi dengan jumlah total

pasien (n= 82) dan dikalikan dengan 100%.

c. Distribusi pasien pada tiap keluhan apendisitis akut. Keluhan

apendisitis akut terdiri dari nyeri perut di bagian kanan bawah, demam (37,40C -

38,50C), mual, muntah, dan diare. Persentase masing-masing keluhan apendisitis

akut dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien tiap kelompok dibagi

dengan jumlah total pasien (n= 82) dan dikalikan dengan 100%.

d. Distribusi pasien pada tiap lama keluhan apendisitis akut. Lama

keluhan pasien dihitung dari saat timbulnya gejala yang dirasakan hingga sebelum

pasien datang ke rumah sakit. Persentase masing-masing lama keluhan apendisitis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

27

akut dihitung dengan cara menghitung jumlah pasien tiap kelompok dibagi

dengan jumlah total pasien (n= 82) dan dikalikan dengan 100%.

e. Rata-rata lama perawatan pasien. Lama perawatan pasien dihitung dari

tanggal pasien masuk ke rumah sakit sampai dengan tanggal pasien keluar atau

pulang dari rumah sakit. Rata-rata lama perawatan dihitung dengan cara

menghitung jumlah keseluruhan lama perawatan pasien operasi apendisitis akut

kemudian dibagi dengan jumlah total pasien operasi apendisitis akut (n= 82).

3. Jenis, waktu, cara, dosis, dan lama pemberian antibiotika profilaksis

Analisis data dilakukan dengan cara mengelompokkan berdasarkan jenis

antibiotika, waktu, cara dosis, dan lama pemberian antibiotika profilaksis.

a. Jenis antibiotika. Persentase masing-masing jenis antibiotika profilaksis

dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap jenis antibiotika

profilaksis dibagi dengan jumlah total kasus (n= 82) dan dikalikan dengan 100%.

b. Waktu pemberian. Waktu pemberian antibiotika profilaksis terdiri dari

≤ 1 jam sebelum operasi, > 1 jam sebelum operasi, dan setelah operasi. Persentase

masing-masing kelompok waktu pemberian antibiotika profilaksis dihitung

dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah

total kasus (n= 82) dan dikalikan dengan 100%.

c. Cara pemberian. Cara pemberian antibiotika profilaksis terdiri dari per

oral (PO) dan intravena (IV). Persentase masing-masing kelompok cara

pemberian antibiotika profilaksis dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus

pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah total kasus (n= 82) dan dikalikan

dengan 100%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

28

d. Dosis pemberian. Dosis pemberian antibiotika profilaksis ditulis

berdasarkan besarnya dosis tiap jenis antibiotika profilaksis yang tercantum pada

lembar rekam medis. Persentase masing-masing dosis pemberian antibiotika

profilaksis dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus pada tiap dosis

pemberian dibagi dengan jumlah total kasus (n= 82) dan dikalikan dengan 100%.

e. Lama pemberian. Lama pemberian antibiotika profilaksis terdiri dari

pemberian 1 hari dan > 1 hari. Persentase masing-masing kelompok lama

pemberian antibiotika profilaksis dihitung dengan cara menghitung jumlah kasus

pada tiap kelompok dibagi dengan jumlah total kasus (n= 82) dan dikalikan

dengan 100%.

4. Kesesuaian pemilihan dan penggunaan antibiotika profilaksis

Kesesuaian pemilihan dan penggunaan antibiotika profilaksis ditinjau

berdasarkan pada jenis antibiotika profilaksis, waktu, cara dosis, dan lama

pemberian antibiotika profilaksis yang dibandingkan dengan Standar Pelayanan

Medik RS Panti Rapih, WHO Guidelines for Safe Surgery (WHO, 2009),

Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin, 2008), dan ASHP

Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999).

Persentase penggunaan antibiotika profilaksis yang sesuai maupun tidak

sesuai dihitung berdasarkan pada jenis antibiotika profilaksis, waktu, cara dosis,

dan lama pemberian antibiotika profilaksis. Cara perhitungannya adalah dengan

menghitung jumlah kasus pada tiap penggunaan antibiotika profilaksis yang

sesuai maupun tidak sesuai berdasarkan pada jenis antibiotika profilaksis, waktu,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

29

cara dosis, dan lama pemberiannya, dibagi dengan jumlah total kasus (n= 82) dan

dikalikan dengan 100%.

5. Faktor-faktor yang mendasari pemilihan antibiotika profilaksis

Analisis faktor-faktor yang mendasari pemilihan antibiotika profilaksis

dilakukan dengan melakukan wawancara mendalam terhadap dokter bedah yang

menggunakan antibiotika profilaksis, Kepala Instalasi Farmasi, dan Wakil Kepala

Kamar Bedah. Alasan pemilihan antibiotika profilaksis disajikan dalam bentuk

narasi dengan menyertakan testimoni yang mendukung.

I. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah adanya data dalam lembar rekam

medis yang kurang lengkap sehingga dilakukan konfirmasi menggunakan lembar

resep dan kartu permintaan obat dari kamar bedah atau bangsal. Selain itu, waktu

efektif pengambilan data singkat (3,5 jam) sehingga peneliti membuat lembar

kerja yang berisi tabel-tabel data agar pengambilan data lebih cepat dan teratur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Jumlah Pasien

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 94 pasien yang menjalani

operasi apendistis akut pada tahun 2009 di RS Panti Rapih. Dari 94 pasien

tersebut, sebanyak 82 pasien menerima antibiotika profilaksis dan 12 pasien tidak

menerima antibiotika profilaksis. Berdasarkan kondisi setelah operasinya, dari 12

pasien yang tidak menerima antibiotika profilaksis terdapat 50% pasien yang luka

operasinya tidak baik. Pasien mengeluarkan cairan atau nanah di daerah

sayatannya dengan disertai dengan rasa nyeri. Sedangkan dari 82 pasien yang

menerima antibiotika profilaksis hanya terdapat 9% pasien yang mengeluarkan

cairan atau nanah dengan disertai rasa nyeri pada daerah sayatan.

Hal tersebut menunjukkan bahwa pasien yang tidak menerima antibiotika

profilaksis memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya infeksi luka

operasi dibandingkan dengan pasien yang menerima antibiotika profilaksis.

Pasien yang tidak menerima antibiotika profilaksis tidak mendapat perlindungan

dari terjadinya infeksi selama operasi berlangsung hingga operasi selesai

dilakukan. Hal ini dikarenakan pada saluran pencernaan, terutama di bagian usus,

terdapat sejumlah besar populasi mikroorganisme yang berpotensi menyebabkan

infeksi (Kanji and Devlin, 2008 dan Gorbach, 1991). Oleh sebab itu, antibiotika

profilaksis harus selalu digunakan pada operasi apendisitis akut sehingga pasien

dapat terlindungi dari hadirnya bakteri penyebab infeksi dan mencegah terjadinya

infeksi setelah operasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

31

B. Karakteristik Demografi Pasien

1. Usia pasien

Hasil penelitian menunjukkan 82 pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut berusia antara 8 hingga 68 tahun. Dari 82 pasien tersebut, usia

pasien operasi apendisitis akut dikategorikan menjadi 7 kelompok usia dengan

menggunakan rumus Struges (Budiarto, 2001), yaitu: kelompok I (8-16 tahun), II

(17-25 tahun), III (26-34 tahun), IV (35-43 tahun), V (44-52 tahun), VI (53-61

tahun), dan VII (62-70 tahun). Dari 7 kelompok tersebut, kelompok II (17-25

tahun) merupakan kelompok dengan jumlah pasien terbesar, yaitu 50% (n= 82).

Pada urutan kedua terdapat kelompok III (26-34 tahun) sebesar 19% dan di urutan

ketiga terdapat kelompok I (8-16 tahun) sebesar 15%, seperti terlihat pada tabel II

dan gambar 2.

Dari kelompok II, dapat diketahui bahwa usia 22 tahun merupakan usia

yang paling banyak muncul. Hal ini sesuai dengan National Digestive Diseases

Information Clearinghouse (2007) yang menjelaskan bahwa apendisitis akut lebih

sering diderita oleh orang yang berusia di antara 10 hingga 30 tahun. Penyebab

utama dan tersering apendisitis akut adalah obstruksi pada apendiks oleh adanya

fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid, di mana hiperplasia jaringan limfoid

banyak terjadi pada masa anak-anak hingga dewasa muda dan menurun secara

bertahap setelah usia 30 tahun (Banieghbal and Lakhoo, 2011).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

32

Tabel I. Distribusi jumlah pasien operasi apendisitis akut menurut kelompok usia di RS Panti Rapih tahun 2009

Kelompok Usia Jumlah Pasien % (n= 82)

I (8-16 tahun) 12 15% II (17-25 tahun) 41 50% III (26-34 tahun) 16 19% IV (35-43 tahun) 7 9% V (44-52 tahun) 3 4% VI (53-61 tahun) 2 2% VII (62-70 tahun) 1 1%

Gambar 2. Distribusi jumlah pasien operasi apendisitis akut menurut kelompok usia di RS Panti Rapih tahun 2009

2. Jenis kelamin pasien

Pada penelitian ini, persentase pasien laki-laki yang menjalani operasi

apendisitis sebesar 55% (n= 82) dan pasien perempuan sebesar 45%, dengan rasio

keduanya adalah 1,22 : 1. Rasio yang hampir sama antara jumlah pasien laki-laki

dan perempuan ini menunjukkan bahwa baik laki-laki maupun perempuan

mempunyai kesempatan atau faktor risiko yang sama untuk mengalami apendisitis

akut (Craig and Santacrose, 2006).

05

10152025303540455055

8-16 tahun

17-25 tahun

26-34 tahun

35-43 tahun

44-52 tahun

53-61 tahun

62-70 tahun

15%

50%

19%

9%4% 2% 1%

Pers

enta

se ju

mla

h pa

sien

(%)

Kelompok usia

8-16 tahun17-25 tahun26-34 tahun35-43 tahun44-52 tahun53-61 tahun62-70 tahun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

33

45%

55%

Gambar 3. Distribusi jumlah pasien apendisitis akutmenurut jenis kelamin di RS Panti Rapih tahun 2009

Perempuan

Laki-laki

Tabel II. Distribusi jumlah pasien apendisitis akut menurut jenis kelamin di RS Panti Rapih tahun 2009

Jenis Kelamin Jumlah Pasien % (n= 82)

Wanita 37 45% Laki-laki 45 55%

3. Keluhan pasien

Keluhan yang dirasakan pasien terkait dengan timbulnya gejala apendisitis

akut sangat bervariasi. Pada penelitian ini, keluhan yang dirasakan adalah nyeri

perut di bagian kanan bawah, demam (37,40C - 38,50C), mual, muntah, dan diare.

Keluhan dari pasien ini sesuai dengan gejala-gejala klinis ketika seseorang

menderita apendisitis akut, yaitu pasien mengalami nyeri di bagian perut

(terutama perut bagian kanan bawah), demam ringan (37,50C - 38,50C), mual,

muntah, diare, dan terkadang disertai dengan hilangnya nafsu makan (Ishikawa,

2003 dan Kozar and Roslyn, 2003).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 82 pasien apendisitis akut

mengeluhkan rasa nyeri perut di bagian kanan bawah. Nyeri perut di bagian kanan

bawah ini berkaitan dengan letak apendiks yang berada di posisi anterior (depan)

perut kanan bawah, sehingga ketika apendiks mengalami inflamasi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

34

menimbulkan rasa sakit maka pasien akan menderita rasa nyeri di daerah tersebut

(Kozar and Roslyn, 2003).

Tabel III. Distribusi jumlah pasien operasi apendisitis akut menurut jenis keluhan di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Jenis Keluhan Jumlah Pasien % (n= 82) 1. Nyeri perut bagian

kanan bawah Ya 82 100%

Tidak 0 0% 2. Demam Ya 45 55%

Tidak 37 45% 3. Mual/muntah Ya 34 41%

Tidak 48 59% 4. Diare Ya 11 13%

Tidak 71 87% 4. Lama keluhan pasien

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama keluhan pasien paling banyak

adalah ≤ 1 hari, yaitu sebesar 65% (n= 82), seperti terlihat pada tabel IV.

Berdasarkan diagnosis setelah operasi, terdapat 2 pasien yang mengalami

perforasi dan gangraen (mikroperforasi) pada apendiksnya, masing-masing

dengan lama keluhan 5 hari dan 1 minggu. Sedangkan pada lama keluhan ≤ 1 hari

hingga 4 hari tidak ada pasien yang mengalami perforasi pada apendiksnya. Hal

ini menunjukkan lama keluhan yang dirasakan pasien berhubungan dengan

seberapa jauh apendisitisnya sudah berkembang. Apendisitis akut dapat

berkembang menjadi apendisitis perforasi dan risiko terjadinya perforasi

meningkat setiap 12 jam setelah timbulnya gejala pada pasien yang tidak

mendapat penanganan berupa operasi (Papaziogas, Tsiaousis, Koutelidakis,

Giakoustidis, Atmatzidis, and Atmatzidis, 2009). Oleh sebab itu, operasi harus

sesegera mungkin dilakukan pada pasien yang menderita apendisitis akut untuk

mencegah berkembangnya penyakit ke arah lebih serius.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

35

Tabel IV. Distribusi jumlah pasien di RS Panti Rapih tahun 2009 menurut lamanya keluhan sakit

No. Lama Keluhan Jumlah Pasien % (n= 82) 1. ≤ 1 hari 53 65% 2. 2 hari 16 20% 3. 4 hari 10 12% 4. 5 hari 1 1% 5. 1 minggu 2 2%

5. Lama perawatan pasien

Lama perawatan berkisar 2-5 hari, dengan rata-rata 2-3 hari. Lama

perawatan yang tidak panjang dan pemulangan yang lebih awal membuat pasien

dapat segera kembali melakukan aktifitas normalnya. Selain itu, dapat pula

mencegah terjadinya infeksi nosokomial dan mengurangi biaya rumah sakit

dibandingkan dengan lama perawatan lebih dari 3 hari. Dengan demikian, lama

perawatan yang tidak panjang (kurang dari 3 hari) lebih aman dan dapat

meningkatkan kepuasan pasien maupun keluarganya terhadap pelayanan rumah

sakit (Krismanuel, 2010).

C. Jenis, Waktu, Cara, Dosis, dan Lama Pemberian Antibiotika Profilaksis

2. Jenis antibiotika

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis antibiotika profilaksis yang

paling banyak digunakan adalah seftriakson, yaitu sebesar 70% (n= 82).

Kemudian diikuti oleh antibiotika sefotaksim sebesar 12%, linkomisin sebesar

9%, dan seftazidim sebesar 2%. Sedangkan pasien yang menerima kombinasi

antibiotika dengan antiprotozoa (gentamisin dan metronidasol) sebesar 7%.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

36

Tabel V. Distribusi jenis antibiotika yang digunakan sebagai profilaksis tunggal pada pasien operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Jenis Antibiotika Jumlah Kasus % (n= 82) 1. Seftriakson 57 70% 2. Sefotaksim 10 12% 3. Seftazidim 2 2% 4. Linkomisin 7 9%

TOTAL 76 93% Seperti halnya antibiotika β-laktam lain, seftriakson juga mempunyai

aktivitas bakterisidal yang penting dalam mekanisme kerja antibiotika profilaksis

(Levison, 2004 dan ASHP, 1986). Sebagai antibiotika bakterisidal, seftriakson

aktif membunuh bakteri gram negatif dengan cara menghambat cross-linking

peptidoglikan pada sintesis dinding sel bakteri sehingga dinding sel bakteri lemah,

bakteri lisis, dan akhirnya mati (Gordon, 2009, Graumlich, 2003, dan Woodin,

and Moririson, 1994). Mekanisme dan aktifitas seftriakson ini mampu

menurunkan jumlah bakteri penyebab infeksi yang hadir pada lokasi operasi

sehingga risiko terjadinya infeksi setelah operasi dapat diminimalkan. Selain itu,

seftriakson mempunyai waktu paruh eliminasi yang panjang dan jarang

menimbulkan reaksi silang alergi dibandingkan jenis sefalosporin lainnya

sehingga seftriakson banyak digunakan sebagai antibiotika profilaksis pada

operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih.

2. Waktu pemberian

Pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi apendisitis akut di

RS Panti Rapih ada yang dilakukan sebelum operasi dan setelah operasi.

Antibiotika profilaksis yang diberikan sebelum operasi adalah seftriakson,

sefotaksim, seftazidim, dan kombinasi gentamisin dengan metronidasol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

37

Sedangkan antibiotika profilaksis yang diberikan setelah operasi dilakukan adalah

linkomisin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotika profilaksis yang

diberikan lebih dari 1 jam sebelum operasi lebih banyak daripada antibiotika

profilaksis yang diberikan kurang dari 1 jam sebelum operasi dan setelah operasi.

Antibiotika profilaksis yang diberikan lebih dari 1 jam sebelum operasi sebesar

49% (n= 82). Sedangkan antibiotika profilakis yang diberikan kurang dari 1 jam

sebelum operasi dan setelah operasi, masing-masing sebesar 43% dan 9%.

Tabel VI. Distribusi waktu pemberian antibiotika sebelum operasi dan setelah operasi di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Antibiotika

Profilaksis Jumlah Kasus

≤ 1 jam sebelum operasi

> 1 jam sebelum operasi

Setelah operasi

1. Seftriakson 27 30 0 2. Sefotaksim 4 6 0 3. Seftazidim 2 0 0 4. Linkomisin 0 0 7 5. Gentamisin dan

metronidasol 2 4 0

TOTAL 35 40 7

% (n= 82) 43% 49% 9%

Pemberian antibiotika profilaksis yang terlalu awal (lebih dari 1 jam

sebelum operasi) dapat mengakibatkan konsentrasi antibiotika profilaksis yang

tidak memadai dalam darah dan jaringan (Kanji and Devlin, 2008 dan ASHP,

1999). Oleh karena itu, efektifitas antibiotika dalam melindungi pasien dari

bakteri penyebab infeksi menjadi berkurang sehingga risiko terjadinya infeksi

setelah operasi pun dapat meningkat. Sedangkan pada pasien yang menerima

antibiotika setelah operasi menunjukkan tidak terdapatnya konsentrasi agen

profilaksis dalam darah dan jaringan selama operasi berlangsung hingga selesai

dilakukan (Steinberg, et al., 2009 dan Classen, et al., 1992). Hal ini

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

38

mengakibatkan pasien tidak mendapatkan perlindungan dari hadirnya bakteri

penyebab infeksi sehingga memperbesar risiko terjadinya infeksi setelah operasi.

3. Cara pemberian

Pada penelitian ini, pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi

apendisitis akut dilakukan dengan cara pemberian melalui intravena (IV) dan per

oral (PO). Antibiotika profilaksis yang diberikan secara intravena (IV) adalah

seftriakson, sefotaksim, seftazidim, dan kombinasi gentamisin dengan

metronidasol. Sedangkan linkomisin diberikan secara per oral (PO) dengan waktu

pemberian setelah operasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91% (n=

82) pemberian antibiotika profilaksis diberikan melalui intravena (IV), sedangkan

pemberian secara per oral (PO) hanya sebesar 9%, seperti terlihat pada tabel VIII.

Hal ini menunjukkan pemberian antibiotika profilaksis melalui intravena (IV)

lebih banyak dibandingkan pemberian secara per oral (PO).

Pemberian antibiotika profilaksis secara intravena (IV) memudahkan

tercapainya konsentrasi antibiotika yang tinggi dalam darah dan lokasi operasi

(ASHP, 1999). Hal ini dikarenakan antibiotika tidak mengalami proses absorpsi

terlebih dahulu di saluran gastrointestinal, tetapi langsung masuk ke sirkulasi

sistemik setelah diadministrasikan. Akibatnya konsentrasi antibiotika dalam darah

dan jaringan pun dapat diperoleh dalam waktu yang lebih singkat (Bryant,

Knights, and Salerno, 2010 dan Hessen and Kaye, 2004). Sebaliknya, antibiotika

profilaksis yang diberikan secara per oral harus melalui proses absorpsi terlebih

dahulu sehingga untuk mencapai konsentrasi antibiotika dalam darah dan jaringan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

39

membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian intravena

(IV).

Tabel VII. Distribusi cara pemberian antibiotika per oral dan intravena di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Antibiotika Profilaksis Cara

Pemberian Jumlah Kasus % (n= 82)

1. Linkomisin Per oral (PO) 7 9% 2. Seftriakson, sefotaksim,

seftazidim, dan gentamisin-metronidasol

Intravena (IV) 75 91%

4. Dosis pemberian

Dosis pemberian antibiotika seftriakson, sefotaksim, dan seftazidim

sebagai profilakis pada pasien operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih adalah 1

gram hingga 2 gram untuk pasien dewasa dan anak-anak dengan usia lebih dari 12

tahun. Pada pasien anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun, seftriakson

diberikan pada dosis 1,5 gram. Antibiotika profilaksis linkomisin diberikan pada

dosis 500 mg secara per oral. Sedangkan pada kombinasi antibiotika dengan

antiprotozoa diketahui bahwa gentamisin diberikan dalam dosis 80 mg dan

metronidasol pada dosis 500 mg.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotika profilaksis paling banyak

diberikan dalam dosis 2 gram, yaitu pada seftriakson sebesar 38% (n= 82) dan

sefotaksim sebesar 7%. Sedangkan pemberian dalam dosis 1 gram menempati

urutan kedua, yaitu pada seftriakson sebesar 20% dan sefotaksim sebesar 5%,

seperti terlihat pada tabel IX. Pemberian antibiotika sefalosporin dalam dosis 1-2

gram sudah mampu mencegah terjadinya infeksi setelah operasi. Antibiotika

sefalosporin, khususnya seftriakson, memiliki konsentrasi yang memadai dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

40

darah dan jaringan untuk melawan bakteri penyebab infeksi setelah pemberian

dalam dosis 1 gram maupun 2 gram (Martin, et al., 1996 dan Pollock, Tee, Patel,

Spicehandler, Simberkoff, and Rahal, 1982). Hal ini menunjukkan bahwa

pemberian antibiotika sefalosporin dalam dosis 1 gram atau 2 gram dapat

digunakan untuk melawan bakteri penyebab infeksi sehingga kejadian infeksi

setelah operasi dapat dihindari.

Tabel VIII. Distribusi dosis pemberian antibiotika profilakis di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Antibiotika Profilaksis Dosis Pemberian Jumlah Kasus % (n= 82)

1. Seftriakson 1,5 gram 1 gram 2 gram

10 16 31

12% 20% 38%

2. Sefotaksim 1 gram 2 gram

4 6

5% 7%

3. Seftazidim 1 gram 2 2% 4. Linkomisin 500 mg 7 9% 5. Gentamisin dan

metronidasol 80 mg dan 500 mg

6 7%

5. Lama pemberian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa antibiotika profilaksis paling banyak

dihentikan pemberiannya 24 jam setelah operasi pada pasien operasi apendisitis

akut, yaitu sebesar 56% (n= 82). Sedangkan antibiotika profilaksis yang diberikan

selama lebih dari 24 jam setelah operasi sebesar 44%, seperti terlihat pada tabel

X. Pemberian antibiotika profilakis lebih dari 24 jam tidak memberikan

perlindungan tambahan dari risiko terjadinya infeksi dibandingkan antibiotika

yang dihentikan pemberiannya 24 jam setelah operasi (Ward, Smith, Shaikh, and

Yalamarthi, 2009 dan Dellinger, et al., 1994). Hal ini menunjukkan keduanya

mempunyai efikasi yang relatif sama, sehingga pemberian antibiotika profilaksis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

41

tidak lebih dari 24 jam setelah operasi sudah memadai untuk mencegah infeksi.

Demikian pula, dengan menghentikan pemberian antibiotika profilaksis 24 jam

setelah operasi dapat mencegah terjadinya resistensi mikroorganisme yang

merupakan risiko dari pemberian antibiotika yang terlalu lama. Selain itu, tidak

menambah besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien akibat penggunaan

obat selama di rumah sakit (James and Martinez, 2008 dan Kanji and Devlin,

2008).

Tabel IX. Distribusi jumlah antibiotika profilaksis pada lama pemberian 24 jam dan lebih dari 24 jam di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Antibiotika Profilaksis Jumlah Kasus

24 jam > 24 jam 1. Seftriakson 35 22 2. Sefotaksim 7 3 3. Seftazidim 0 2 4. Linkomisin 0 7 5. Gentamisin dan metronidasol 4 2

TOTAL 46 36

% (n= 82) 56% 44%

D. Kesesuaian Pemilihan dan Penggunaan Antibiotika Profilaksis

2. Jenis antibiotika

Hasil penelitian menunjukkan terdapat 93% (n= 82) jenis antibiotika

profilaksis yang tidak sesuai dengan Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih

dan pedoman umum (WHO, 2009, Kanji and Devlin, 2008, dan ASHP, 1999).

Seftriakson merupakan jenis antibiotika profilaksis yang paling banyak

digunakan, yaitu sebesar 70%. Selain itu, terdapat pula antibiotika jenis lain yang

digunakan sebagai profilaksis pada pasien operasi apendisitis akut, yaitu:

sefotaksim, seftazidim, linkomisin, dan kombinasi gentamisin dan metronidasol.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

42

Penggunaan antibiotika profilaksis sefalosporin generasi ketiga

(seftriakson, sefotaksim, dan seftazidim) dan linkomisin tidak sesuai dengan

Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih, WHO Guidelines for Safe Surgery

(WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin, 2008),

dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) karena seftriakson, sefotaksim,

dan seftazidim mempunyai aktifitas lemah dalam melawan bakteri anaerob

(Gnann, Goetter, Elliot, and Cobbs, 1982 dan Rolfe and Finegold, 1982),

sedangkan linkomisin tidak mempunyai aktifitas dalam melawan bakteri gram

negatif (ASHP, 1986 dan Hartley, Clements, and Linton, 1977). Padahal bakteri

anaerob dan bakteri gram negatif merupakan mikroorganisme yang paling banyak

menyebabkan infeksi setelah operasi pada pasien operasi apendisitis akut,

terutama Bacteroides fragilis dan Escherichia coli (Laterre, et al., 2006 dan

ASHP, 1999). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri sefalosporin

generasi ketiga dan linkomisin kurang sesuai dengan jenis mikroorganisme

patogen penyebab infeksi. Dengan demikian, pemilihan dan penggunaan

antibiotika sefalosporin generasi ketiga dan linkomisin sebagai antibiotika

profilaksis kurang dapat melindungi pasien dalam mencegah terjadinya infeksi

setelah operasi apendisitis akut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

43

Tabel X. Distribusi jumlah kasus menurut jenis antibiotika profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih dan pedoman umum

(WHO, 2009; Kanji and Devlin, 2008; dan ASHP, 1999) di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Jenis Antibiotika

Standar Pelayanan

Medik RSPR

Pedoman Umum (WHO, 2009; Kanji

and Devlin, 2008; dan ASHP, 1999)

Jumlah % (n= 82)

1. Seftriakson tidak sesuai tidak sesuai 57 70% 2. Sefotaksim tidak sesuai tidak sesuai 10 12% 3. Seftazidim tidak sesuai tidak sesuai 2 2% 4. Linkomisin tidak sesuai tidak sesuai 7 9% 5. Gentamisin dan

metronidasol tidak sesuai sesuai 6 7%

2. Waktu pemberian

Pada penelitian ini, sebesar 49% (n= 82) antibiotika profilaksis diberikan

lebih dari 1 jam sebelum operasi dimulai dan sebesar 9% diberikan setelah

operasi. Waktu pemberian antibiotika profilaksis tersebut tidak sesuai dengan

Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih, WHO Guidelines for Safe Surgery

(WHO, 2009), dan Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin,

2008) yang merekomendasikan antibiotika profilakis diberikan kurang dari 1 jam

sebelum operasi dimulai.

Waktu pemberian yang tidak optimal dapat berakibat terhadap

berkurangnya efektivitas antibiotika profilaksis (James and Martinez, 2008). Hal

ini dikarenakan pemberian antibiotika profilaksis yang terlalu awal (lebih dari 1

jam sebelum operasi dimulai) dapat mengakibatkan konsentrasi antibiotika yang

ada pada lokasi operasi tidak cukup memadai untuk melindungi pasien dari

bakteri-bakteri penyebab infeksi hingga prosedur operasi selesai dilakukan

(WHO, 2009 dan Kanji and Devlin, 2008). Oleh sebab itu, pasien menjadi tidak

terlindungi secara maksimal dari terjadinya infeksi dan memperbesar risiko

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

44

infeksi setelah operasi. Demikian pula, pemberian antibiotika profilaksis setelah

operasi menunjukkan bahwa tidak terdapatnya konsentrasi antibiotika dalam

darah dan jaringan selama prosedur operasi (Steinberg, et al., 2009 dan Classen, et

al., 1992). Hal ini mengakibatkan pasien tidak memperoleh perlindungan dari

bakteri-bakteri penyebab infeksi dari dilakukannya insisi pertama kali hingga

operasi selesai dilakukan, sehingga risiko terjadinya infeksi setelah operasi pun

dapat meningkat.

Tabel XI. Distribusi jumlah kasus menurut waktu pemberian antibiotika profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih dan pedoman umum (WHO, 2009; Kanji and Devlin, 2008; dan ASHP, 1999) di RS Panti Rapih tahun 2009

No. Waktu

Pemberian Antibiotika

Standar Pelayanan

Medik RSPR

Pedoman Umum (WHO, 2009; Kanji,

and Devlin, 2008; dan ASHP, 1999)

Jumlah % (n= 82)

1. ≤ 1 jam sebelum operasi

sesuai sesuai 35 43%

2. > 1 jam sebelum operasi

tidak sesuai tidak sesuai 40 49%

3. Setelah operasi tidak sesuai tidak sesuai 7 9% 3. Cara pemberian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 91% (n= 82) antibiotika

profilaksis diberikan secara intravena (IV) dan sebesar 9% diberikan secara per

oral (PO). Pemberian antibiotika profilaksis secara per oral (PO) ini tidak sesuai

dengan Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih, WHO Guidelines for Safe

Surgery (WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin,

2008), dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) yang merekomendasikan

pemberian antibiotika profilaksis dengan cara pemberian intravena (IV). Hal ini

dikarenakan antibiotika profilaksis yang diberikan secara intravena (IV) lebih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

45

dapat menjamin konsentrasi antibiotika yang tinggi dalam darah dan jaringan

(ASHP, 1999). Selain itu, pemberian antibiotika profilaksis secara intravena (IV)

mempermudah tercapainya konsentrasi antibiotika ke dalam jaringan dengan

waktu lebih singkat dibandingkan pemberian secara per oral (PO). Antibiotika

profilaksis yang diberikan secara intravena (IV) tidak mengalami proses absorpsi

tetapi langsung masuk ke dalam sirkulasi sistemik, sehingga konsentrasi

antibiotika dapat diperoleh dengan cepat dan tepat (Bryant, Knights, and Salerno,

2010 dan Hessen and Kaye, 2004).

Pada penelitian ini, antibiotika profilaksis yang diberikan secara per oral

(PO) adalah linkomisin dan hanya sekitar 20-30% dari dosis linkomisin yang

terabsorpsi setelah pemberian secara per oral (PO) (Iyer, Tseng, Senese, Liu, and

Hopfinger, 2007 dan ASHP, 1986). Hal ini menunjukkan ketersediaan antibiotika

tersebut rendah dalam darah dan jaringan sehingga tidak memadai untuk

melindungi pasien dari bakteri-bakteri penyebab infeksi. Pasien operasi

apendisitis akut seharusnya menerima antibiotika profilaksis melalui intravena

(IV) untuk menjamin tercapainya konsentrasi antibiotika yang tinggi dalam waktu

singkat sehingga lebih efektif dalam mencegah terjadinya infeksi setelah operasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

46

Gambar 4. Distribusi jumlah kasus menurut cara pemberian antibiotika

profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih dan pedoman umum (WHO, 2009; Kanji and Devlin, 2008; dan ASHP, 1999)

di RS Panti Rapih tahun 2009

4. Dosis pemberian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien dewasa dan anak-anak dengan

usia lebih dari 12 tahun menerima antibiotika profilaksis seftriakson dan

sefotaksim pada dosis 1-2 gram, sedangkan seftazidim diberikan pada dosis 2

gram. Pada pasien anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun, seftriakson

diberikan dalam dosis 1,5 gram. Hal ini sesuai dengan AHSP: Ceftriaxone

(Systemic) (ASHP, 2005), Drug Information Handbook (Lacy, Armstrong,

Goldman, and Lance, 2002), dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999)

yang merekomendasikan dosis pemberian antibiotika golongan sefalosporin

sebagai profilaksis operasi pada pasien dewasa dan anak-anak yang berusia lebih

dari 12 tahun atau anak-anak dengan berat badan lebih dari 50 kg adalah 1-2

gram. Sedangkan pada anak-anak yang berusia kurang dari 12 tahun seftriakson

diberikan dalam dosis 50-75 mg/kg BB, dengan dosis maksimal per hari adalah 2

gram. Kombinasi gentamisin dengan metronidasol masing-masing diberikan

dalam dosis 80 mg dan 500 mg. Dosis pemberian gentamisin dan metronidasol ini

91% (IV)

9% (PO)

SesuaiTidak sesuai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

47

sesuai dengan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) dan Postoperative

Infections and Antimicrobial Prophylaxis (Kernodle and Kaiser, 2000) yang

merekomendasikan gentamisin diberikan pada dosis 1,5-2 mg/kg dan

metronidasol dalam dosis 500 mg sebagai agen profilaksis pada pasien operasi

apendisitis akut.

Jika dosis yang diberikan pada pasien kurang dari dosis yang dibutuhkan,

maka konsentrasi antibiotika yang ada dalam darah dan lokasi operasi pun tidak

cukup mampu untuk melawan bakteri penyebab infeksi sehingga pasien tidak

terlindungi secara maksimal. Pada antibiotika golongan sefalosporin, jika dosis

yang diberikan melebihi dosis yang dibutuhkan maka pasien dapat mengalami

mual, muntah, diare, atau kejang. Sedangkan pemberian dosis berlebih gentamisin

dapat menimbulkan terjadinya nefrotoksisitas dan ototoksisitas (Stork, 2007). Hal

ini menunjukkan pemberian dosis antibiotika yang optimal sangat penting

dilakukan untuk mencapai konsentrasi yang memadai dalam darah dan lokasi

operasi. Selain itu, dapat menghindari terjadinya efek merugikan akibat

pemberian dosis yang berlebih pada pasien (Hessen and Kaye, 2004).

5. Lama pemberian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 57% (n= 82) antibiotika

profilaksis dihentikan pemberiannya 24 jam setelah operasi dan 43% antibiotika

diberikan lebih dari 24 jam setelah operasi. Pemberian antibiotika profilaksis lebih

dari 24 jam setelah operasi tidak sesuai dengan WHO Guidelines for Safe Surgery

(WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin, 2008),

dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) yang merekomendasikan bahwa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

48

antibiotika yang digunakan sebagai profilaksis dihentikan pemberiannya 24 jam

atau 1 hari setelah prosedur operasi. Pasien yang menerima antibiotika profilaksis

lebih dari 24 jam tidak mendapatkan perlindungan tambahan terhadap terjadinya

infeksi setelah operasi (Ward, Smith, Shaikh, and Yalamarthi, 2009 dan Dellinger,

et al., 1994). Hal ini menunjukkan pemberian antibiotika profilaksis lebih dari 24

jam mempunyai efikasi yang relatif sama dengan antibiotika yang dihentikan

pemberiannya 24 jam setelah operasi. Demikian pula, pemberian antibiotika yang

terlalu lama dapat menimbulkan risiko resistensi suatu strain bakteri dan

bertambahnya biaya yang harus dikeluarkan (James and Martinez, 2008 dan Kanji

and Devlin, 2008). Oleh karena itu, pemberian antibiotika profilaksis sebaiknya

dihentikan 24 jam setelah operasi mengingat pemberian lebih dari 24 jam tidak

memberikan manfaat lebih dalam mencegah infeksi setelah operasi dan dapat

menimbulkan risiko yang merugikan bagi pasien.

Pada penelitian ini, terdapat 2 pasien yang pada diagnosis setelah operasi

mengalami gangraen dan perforasi sehingga mendapatkan antibiotika profilaksis

selama lebih dari 24 jam. Pada apendisitis perforasi, dinding apendiks sudah

pecah dan dapat terjadi penyebaran pus hingga ke seluruh rongga perut. Hal ini

dapat mengakibatkan tingkat risiko infeksi setelah operasi pada pasien yang

mengalami perforasi lebih tinggi daripada pasien yang mengalami apendisitis akut

tanpa perforasi. Oleh karena itu, pemberian antibiotika profilaksis perlu untuk

dilanjutkan lebih dari 24 jam pada pasien yang ditemukan perforasi pada

apendiksnya (Kanji and Devlin, 2008). Sedangkan pada pasien yang tidak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

49

mengalami perforasi, pemberian antibiotika profilaksis dihentikan 24 jam setelah

operasi dilakukan.

Gambar 5. Distribusi jumlah kasus menurut lama pemberian antibiotika

profilaksis yang sesuai dan tidak sesuai pedoman umum (WHO, 2009; Kanji and Devlin, 2008; dan ASHP, 1999) di RS Panti Rapih tahun 2009

F. Faktor-faktor yang Mendasari Pemilihan Antibiotika Profilaksis

Pada penelitian ini, 12 pasien operasi apendisitis akut tidak menerima

antibiotika sebagai profilaksis. Pertimbangan dokter bedah I untuk tidak

memberikan antibiotika profilaksis adalah jarang ditemukannya infeksi setelah

operasi pada pasien operasi apendisitis akut yang tidak menerima antibiotika

profilaksis, sehingga pemberian antibiotika profilaksis dirasa tidak diperlukan.

Pendapat ini sesuai dengan hasil wawancara yang diperoleh sebagai berikut:

“Saya tidak pernah memberikan antibiotika profilaksis, karena buktinya

pasien saya nggak apa-apa tanpa diberi antibiotika profilaksis. Jarang

sekali ada infeksi luka setelah operasi”.

Dokter bedah I

Meskipun infeksi setelah operasi pada pasien apendisitis akut jarang

ditemukan, namun antibiotika profilaksis harus tetap diberikan. Pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut harus menerima antibiotika profilaksis karena

56% (24 jam)

41% (> 24 jam)

SesuaiTidak sesuai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

50

pada saluran pencernaan sendiri sudah terdapat sejumlah besar bakteri yang

berpotensi menyebabkan infeksi setelah operasi (Kanji and Devlin, 2008 dan

Gorbach, 1991). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan seorang dokter

bedah lain (dokter bedah II), Kepala Instalasi Farmasi, dan Wakil Kepala Kamar

Bedah yang mempunyai pendapat sama terkait dengan pemberian antibiotika

profilaksis pada pasien yang menjalani operasi apendisitis akut.

“Untuk appendisitis akut pasti iya menggunakan antibiotika profilaksis.

Jadi di daerah saluran cerna sendiri ada mikroorganisme-

mikroorganisme potensial yang bisa menyebabkan infeksi post operasi,

jadi membutuhkan antibiotika profilaksis pre operasi”.

Dokter bedah II, Kepala Instalasi Farmasi,

dan Wakil Kepala Kamar Bedah

Berdasarkan hasil penelitian, antibiotika profilaksis yang paling banyak

diberikan pada pasien operasi apendisitis akut adalah seftriakson (sefalosporin

generasi ketiga), yaitu sebesar 70% (n= 82). Pertimbangan dokter bedah memilih

seftriakson sebagai antibiotika profilaksis adalah waktu paruh eliminasi

seftriakson lebih panjang dibandingkan jenis antibiotika lainnya dan tingkat

keamanan sefalosporin generasi baru yang lebih tinggi daripada sefalosporin

generasi lama (terkait dengan lebih jarang menimbulkan reaksi silang alergi).

Alasan pemilihan antibiotika profilaksis ini terungkap dalam hasil wawancara

sebagai berikut:

“Seftriakson itu kan karena waktu paruhnya panjang, kemudian silang

alergi terhadap seftriakson itu juga jarang terjadi.”

Dokter bedah II

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

51

Pemilihan antibiotika profilaksis pada pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut harus mempertimbangkan kemungkinan mikroorganisme patogen

yang dapat menyebabkan infeksi setelah operasi. Penggunaan antibiotika

profilaksis seftriakson (sefalosporin generasi ketiga) tidak sesuai dengan Standar

Pelayanan Medik RS Panti Rapih yang merekomendasikan pemberian kombinasi

ampisilin dengan metronidasol maupun pedoman umum WHO Guidelines for Safe

Surgery (WHO, 2009) dan Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and

Devlin, 2008) yang merekomendasikan sefalosporin generasi kedua (sefositin,

sefotetan) atau kombinasi gentamisin dengan metronidasol. Antibiotika golongan

sefalosporin generasi ketiga mempunyai aktifitas lemah terhadap bakteri anaerob,

sehingga pasien menjadi kurang terlindungi dari hadirnya bakteri anaerob yang

turut menyebabkan infeksi luka setelah operasi apendisitis akut (Laterre, et al.,

2006 dan ASHP, 1999).

Seftriakson mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih panjang

dibandingkan antibiotika jenis lain, yaitu 5-9 jam (Lacy, Armstrong, Goldman,

and, Lance 2002). Waktu paruh eliminasi yang panjang ini menjadi salah satu

pertimbangan seftriakson lebih dipilih sebagai antibiotika profilaksis pada pasien

“Jadi dokter memilih antibiotika profilaksis berdasarkan karena waktu

paruh eliminasi lebih panjang bisa… kemudian untuk sefalosporin,

setiap generasi itu kan ada tingkat keamanannya. Misalnya kalau

generasi I mungkin lebih potensial terjadi reaksi silang alergi pada

pasien yang alergi penisilin. Tapi kemudian diperbaiki dengan generasi

berikutnya, jadi reaksi silang alergi kan menjadi lebih minimal.”

Kepala Instalasi Farmasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

52

yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih. Hal ini dikarenakan

dengan mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih panjang, maka frekuensi

pemberian seftriakson menjadi lebih jarang dibandingkan dengan antibiotika jenis

lainnya (Gootz, 1990 dan Kalman and Barriere, 1990).

Risiko reaksi silang alergi terhadap sefalosporin generasi kedua lebih

tinggi daripada sefalosporin generasi ketiga pada pasien dengan riwayat alergi

penisilin, yaitu sebesar 4%. Sedangkan sefalosporin generasi ketiga mempunyai

risiko silang alergi sebesar 1-3% (Bryson, Frost, and Rosenblatt, 2007). Walaupun

demikian, baik sefalosporin generasi kedua maupun sefalosporin generasi ketiga

sama-sama aman diberikan terhadap pasien yang mempunyai riwayat alergi

penisilin, dengan asumsi reaksi alergi yang timbul tidak parah (anafilaksis)

(Pichichero, 2007 dan Kelkar and Li, 2001). Pada penelitian ini, tidak terdapat

pasien yang mengalami alergi terhadap penisilin. Dengan demikian, sefalosporin

generasi kedua atau kombinasi ampisilin dengan metronidasol sebenarnya tetap

dapat diberikan sebagai antibiotika profilaksis pada pasien operasi apendisitis

akut.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat antibiotika profilaksis yang

diberikan lebih dari 1 jam sebelum operasi, yaitu sebesar 49% (n= 82). Pemberian

antibiotika profilaksis yang terlalu awal (lebih dari 1 jam sebelum operasi) tidak

sesuai dengan WHO Guidelines for Safe Surgery (WHO, 2009) dan Antimicrobial

Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin, 2008) yang merekomendasikan waktu

pemberian antibiotika profilaksis 1 jam sebelum operasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

53

Pihak rumah sakit sebenarnya telah menganjurkan pemberian antibiotika

profilaksis dilakukan 1 jam sebelum operasi pada pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut. Namun dalam prakteknya terdapat beberapa faktor yang

menyebabkan jarak waktu dari pemberian antibiotika profilaksis hingga operasi

mulai dilakukan menjadi lebih dari 1 jam. Faktor-faktor tersebut antara lain

ruangan operasi masih digunakan untuk operasi lain sehingga pasien yang akan

menjalani operasi apendisitis akut harus menunggu terlebih dahulu atau dokter

bedah yang menangani pasien operasi apendisitis akut belum tiba di rumah sakit.

Hal ini terungkap dalam hasil wawancara berikut:

“Pada prakteknya, jadwal yang ketat, misalnya ada operasi jam 7, brarti

harus ngasih antibiotika profilaksisnya jam 6. Tapi sampai di OK belum

tentu pasien sampai di situ jam 7 tepat, ternyata di ruang operasi masih

dipakai orang lain, operasinya belum selesai. Atau dokternya belum

datang. Jadi ini nanti yang menyebabkan banyak kendala atau masalah,

salah satunya ketidaktepatan pemberian antibiotika profilaksis”.

Kepala Instalasi Farmasi Berdasarkan hasil penelitian, terdapat pasien yang menerima antibiotika

profilaksis linkomisin secara per oral (PO) dengan waktu pemberian setelah

operasi, yaitu sebesar 9% (n= 82). Cara dan waktu pemberian antibiotika

profilaksis ini didasarkan atas pertimbangan dokter untuk melihat terlebih dahulu

tingkat keparahan apendisitis melalui operasi yang dilakukan. Pada pasien yang

tidak ditemukan perforasi pada apendiksnya cukup diberikan antibiotika

profilaksis secara per oral (PO). Namun, jika pada saat operasi ditemukan

perforasi pada apendiks, maka pasien diberikan antibiotika profilaksis secara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

54

intravena (IV). Hal ini sesuai dengan pendapat yang diperoleh dari hasil

wawancara berikut:

“Kalau sesudah mungkin karena itu ingin melihat tingkat keparahannya

dulu seperti apa, kalau sudah perforasi pakai intravena, kalau tidak ya

cukup dengan per oral saja..seperti itu… Risiko infeksi lebih kecil terjadi

pada tanpa perforasi makanya cukup menggunakan yang oral saja.”

Dokter bedah II Cara dan waktu pemberian antibiotika profilaksis linkomisin tidak sesuai

dengan Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih, WHO Guidelines for Safe

Surgery (WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin,

2008), dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999). Pedoman-pedoman

tersebut merekomendasikan pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi

apendisitis akut dilakukan 1 jam sebelum operasi dimulai dengan cara pemberian

melalui intravena (IV).

Sebelum operasi apendisitis akut dimulai, antibiotika profilaksis harus

diberikan terlebih dahulu pada pasien. Pemberian antibiotika profilaksis setelah

operasi akan meningkatkan risiko infeksi pada pasien yang menjalani operasi

apendisitis akut. Hal ini dikarenakan pasien yang menerima antibiotika profilaksis

setelah operasi tidak mendapatkan perlindungan dari adanya mikroorganisme-

mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan infeksi dari operasi dimulai

hingga operasi selesai dilakukan (WHO, 2009 dan Kanji and Devlin, 2008).

Selain itu, antibiotika profilaksis yang diberikan secara per oral (PO) tidak

menjamin ketersediaan konsentrasi antibiotika yang tinggi dalam darah dan

jaringan (Bryant, Knights, and Salerno, 2010 dan Hessen and Kaye, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

55

Dengan demikian, pasien tidak mendapatkan perlindungan maksimal dari risiko

terjadinya infeksi setelah operasi.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat pasien yang tidak mengalami perforasi

pada apendiksnya menerima antibiotika profilaksis lebih dari 24 jam atau 1 hari

setelah operasi, yaitu sebesar 41% (n= 82). Kepala Instalasi Farmasi dan dokter

bedah berpendapat bahwa lama pemberian antibiotika profilaksis lebih dari 24

jam atau 1 hari setelah operasi mempunyai tujuan untuk tetap melindungi pasien

dari terjadinya infeksi setelah operasi. Pendapat ini sesuai dengan yang diperoleh

dari hasil wawancara berikut:

“Biasanya bisa sampai 3 hari pemberian antibiotika itu untuk yang

intravena, oral cukup 5 hari saja. Itu agar, nggak terjadi infeksi, jadi

pasien tetap terjaga dari infeksi, lalu pasien lebih cepat sembuh.”

Kepala Instalasi Farmasi dan dokter bedah II Lama pemberian antibiotika profilaksis lebih dari 24 jam atau 1 hari

setelah operasi tidak sesuai dengan WHO Guidelines for Safe Surgery (WHO,

2009) dan ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) yang merekomendasikan

antibiotika profilaksis dihentikan pemberiannya 24 jam atau 1 hari setelah operasi.

Pemberian antibiotika profilaksis lebih dari 24 jam setelah operasi mempunyai

efikasi yang relatif sama dengan pemberian selama 24 jam dalam menurunkan

risiko terjadinya infeksi setelah operasi pada pasien operasi apendisitis akut tanpa

perforasi. Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotika profilaksis hingga lebih dari

24 jam tidak memberikan perlindungan tambahan dalam mencegah infeksi setelah

operasi, sehingga pemberian antibiotika profilakis lebih dari 24 jam tidak

mempunyai manfaat lebih dan tidak diperlukan (Ward, Smith, Shaikh, and

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

56

Yalamarthi, 2009 dan Dellinger, et al., 1994). Lagipula pemberian antibiotika

yang terlalu lama dapat berisiko pada terjadinya resistensi suatu strain bakteri dan

meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh pasien (James and Martinez, 2008 dan

Kanji and Devlin, 2008).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

57

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa:

1. Jumlah pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih pada

tahun 2009 adalah 94 pasien. Dari 94 pasien, terdapat 82 pasien menerima

antibiotika profilaksis dan 12 pasien tidak menerima antibiotika profilaksis.

2. Karakteristik demografi pasien adalah 50% (n= 94) pasien berusia antara 17-25

tahun, 55% pasien berjenis kelamin pria, dan 45% pasien berjenis kelamin

perempuan. Semua pasien mengeluhkan nyeri perut bagian kanan bawah, 65%

pasien dengan lama keluhan selama 1 hari, dan rata-rata lama perawatan pasien

selama di rumah sakit adalah 2-3 hari.

3. Jenis antibiotika profilaksis yang paling banyak digunakan adalah seftriakson

sebesar 70% (n= 82), 49% diberikan lebih dari 1 jam sebelum operasi, 91%

pemberian secara intravena (IV), pada dosis 2 gram sebesar 54%, dan lama

pemberian 1 hari sebesar 56%.

4. Pemilihan dan penggunaan antibiotika profilaksis di RS Panti Rapih belum

sepenuhnya sesuai guideline atau pedoman, yaitu sebesar 93% dari 82 pasien

menerima antibiotika profilaksis dari jenis yang tidak sesuai dengan pedoman,

58% waktu pemberian antibiotika profilaksis yang terlambat dan terlalu awal,

9% cara pemberian per oral (PO), dan 40% lama pemberian lebih dari 1 hari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

58

5. Faktor-faktor yang mendasari pemilihan antibiotika profilaksis di RS Panti

Rapih adalah waktu paruh eliminasi yang panjang dan jarang menimbulkan

reaksi silang alergi. Ruangan operasi masih digunakan untuk operasi lain atau

dokter bedah yang menangani pasien operasi apendisitis akut belum tiba di

rumah sakit sehingga waktu pemberian antibiotika profilaksis menjadi lebih

dari 1 jam sebelum operasi. Pertimbangan dokter untuk melihat terlebih dahulu

tingkat keparahan apendisitis melalui operasi yang dilakukan sehingga pada

pasien yang tidak ditemukan perforasi pada apendiksnya menerima antibiotika

profilaksis setelah operasi dengan cara pemberian per oral. Pasien tetap

terlindungi dari infeksi setelah operasi sehingga antibiotika profilaksis

diberikan lebih dari 1 hari.

B. Saran

Berdasarkan dari hasil penelitian ini, saran yang dapat penulis berikan

antara lain:

1. Bagi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta disarankan untuk melakukan

peninjauan kembali terhadap Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih

sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan ketaatan penggunaan dan

pemilihan antibiotika profilaksis, terutama pada pasien operasi apendisitis akut.

2. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif sehingga perlu dilakukan penelitian

lain yang bersifat prospektif agar dapat mengamati penggunaan antibiotika

profilaksis dengan lebih lengkap dan jelas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

59

DAFTAR PUSTAKA Al-Mulhim, A. A., 2006, Emergency General Surgical Admissions, Saudi Med. J.,

27 (11), 1674-1679. American Society of Health-System Pharmacists, 2005, Ceftriaxone (Systemic),

http://www.ashp.org/s_ashp/docs/files/practice_and_policy/ceftriaxone.pdf, diakses tanggal 6 Maret 2011.

American Society of Health-System Pharmacists, 1999, ASHP Therapeutic

Guidelines on Antimicrobial Prophylaxis in Surgery, Am. J. Health-Syst. Pharm., 56, 1839-1888.

American Society of Hospital Pharmacist, 1986, Drug Information, ASHP, Inc.,

Unites States of America, pp. 114, 298. Auerbach, A. D., 2001, Prevention of Surgical Site Infections, in Shojania, K. G.,

Duncan, B. W., McDonald, K. M., and Wachter, R. M., Making Health Care Safer: A Critical Analysis of Patient Safety Practices, Agency for Healthcare Research and Quality, Rockville, pp. 221.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008, Informatorium

Obat Nasional Indonesia, Badan POM RI, Jakarta. Banieghbal, B., and Lakhoo, K., 2011, Appendicitis, in Ameh, A., Bickler, S. W.,

Lakhoo, K., Nwomeh, B. C., and Poenaru, D., Paediatric Surgery: A Comprehensive Text for Africa, Global HELP Organization, Seattle, pp. 453-454.

Bauer, T., Vennits, B., Holm, B., Hahn-Pedersen, J., Lysen, D., Galatius, H., et

al., 1989, Antibiotic Prophylaxis in Acute Nonperforated Appendicitis, Ann. Surg., 209 (3), 307-311.

Bryant, B. J., Knights, K. M., and Salerno, E., 2010, Pharmacology for Health

Professionals, Elsevier, Sydney, pp. 129-134.

Bryson, E. O., Frost, E. A., and Rosenblatt, M. E., 2007, Management of the

Patient Reporting an Allergy to Penicillin, M. E. J. Anesth., 19 (3). Budiarto, E., 2001, Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyrakat,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 36. Busch, M., Gutzwiller, F. S., Aellig, S., Kuettel, R., Metzger, U., and Zingg, U.,

2011, In-hospital Delay Increases the Risk of Perforation in Adults with Appendicitis, World J. Surg.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

60

Busuttil, R. W., Davidson, R. K., Fine. M., and Tompkins, R. K., 1981, Effect of Prophylactic Antibiotics in Acute Nonperforated Appendicitis, Ann. Surg., 194 (4), 505.

Chalazonitis, A. N., Tzovara, I., Sammouti, E., Ptohis, N., Sotiropoulou, E.,

Protoppapa, E., et al., 2008, CT in Appendicitis, Diagn. Interv. Radiol., 13, 19-25.

Classen, D. C., Evans, R. S., Pestotnik, S. L., Horn, S. D., Menlove, R. L., and

Burke, J. P., 1992, The Timing of Prophylactic Administration of Antibiotics and The Risk of Surgical Wound Infection, N. Engl. J. Med., 326, 281-286.

Craig, S., and Santacrose, R., 2010, Acute Appendicitis,

http://emedicine.medscape.com, diakses tanggal 29 Mei 2011. Departemen Kesehatan R.I., 2002, Profil Kesehatan Indonesia 2001, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Dellinger, E. P., Gross, P. A., Barrett, T. L., Krause, P. J., Martone, W. J.,

McGowan, J. E., et al., 1994, Quality Standard for Antimicrobial Prophylaxis in Surgical Procedures, Clin Infect Dis, 18, 422-427.

Ditillo, M. F., Dziura, J. D., and Rabinovici, R., 2006, Is It Safe to Delay

Appendectomy in Adults With Acute Appendicitis?, Ann. Surg., 244, 656-660.

Fatmawati, T., 2007, Studi Penggunaan Obat Pada Penderita Apendisitis Akut Di

Bagian Bedah RSU Dr. Saiful Anwar Malang, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Gnann, J. W., Goetter, W. E., Elliot, A. M., and Cobbs, C. G., 1982, Ceftriaxone:

In Vitro Studies and Clinical Evaluation, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 22 (1), 1-9.

Gootz, T. D., 1990, Discovery and Development of New Antimicrobial Agents,

Clin. Lin. Microbiol. Rev., 3 (1), 17-25. Gorbach, S. L., 1991, Antimicrobial Prophylaxis for Appendectomy and

Colorectal Surgery, Reviews of Infectious Diseases, 13(10), 815-820. Graumlich, J. F., 2003, β-Lactam Antibiotics, in Craig, C. R. and Stitzel, R. E.,

Modern Pharmacology with Clinical Applications, 6th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Inc., pp. 515-527.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

61

Gordon, R. J., 2009, Introduction to Antimicrobials, www.columbia.edu/itc/hs/medical/pathophys/id/2009/antibioticsNotes.pdf, diakses tanggal 23 Juni 2011.

Hartley, C. L., Clements, H. M., and Linton, K. B., 1977, Effects of Cephalexin,

Erythromycin, and Clindamycin on the Aerobic Gram Negative Faecal Flora in Man, J. Med. Microbiol., 11, 126-133.

Hasan, I., M., 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,

Ghalia Indonesia, Jakarta, 14-22. Hessen, M. T., and Kaye, D., 2004, Principles of Use of Antibacterial Agents,

Infect. Dis. Clin. N. Am., 8, 435-450. Humes, D. J., and Simpson, J., 2006, Acute Appendicitis, BMJ, 333, 530-534. Imelda, 2008, Studi Penggunaan Antibiotika pada Kasus Bedah Apendiks:

Instalasi Rawat Inap Bedah RSU Dr. Soetomo Surabaya, Skripsi, 33, Universitas Airlangga, Surabaya.

Ishikawa, H., 2003, Diagnosis and Treatment of Acute Appendicitis, JMAJ, 46

(5), 217-221. Iyer, M., Tseng, Y. J., Senese, C. L., Liu, J., and Hopfinger, A. J., 2007,

Prediction and Mechanistic Interpretation of Human Oral Drug Absorption Using MI-QSAR Analysis, Mol. Pharmaceutics, 4 (2), 218-231.

James, M., and Martinez, A. A., 2008, Antibiotics and Perioperative Infections,

Clinical Anaesthesiology, 22 (3), 571-582. Junias, R. S., M, 2009, Hubungan antara Skor Alvarado dan Temuan Operasi

Apendisitis Akut di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Laporan Penelitian, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara, Sumatra Utara.

Kalman, B., and Barriere, S. L., 1990, Review of the Pharmacology,

Pharmacokinetics, and Clinical Use of Cephalosporins, Department of Pharmaceutical Services and Division of Infectious Diseases, Department of Medicine, UCLA Medical Center, Los Angeles, 17(3), 204-205.

Kanji, S., and Devlin, J. W., 2008, Antimicrobial Prophylaxis in Surgery, in

Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., Pharmacotherapy: A Pathophysiology Approach, 7th edition, McGraw-Hill Companies, Inc., United States of America, pp. 2218-2224.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

62

Kaiser, G. E., 2009, FIG. 8: The Role of Penicillins in Blocking Transpeptidase Enzymes from Assembling the Peptide Cross-Links in Peptidoglycan, www.student.ccbcmd.edu/courses/bio141/lecguide/unit2/.../penres.html, diakses tanggal 23 Juni 2011.

Kelkar, P. S., and Li, J. T, 2001, Chephalosporin Allergy, N. Engl. J. Med., 345

(11), 805-808. Kernodle, D. S., and Kaiser, A. B., 2000, Postoperative Infections and

Antimicrobial Prophylaxis, in Mandell, G. L., Bennett, J. E., and Dolin, R., Principles and Practice of Infectious Diseases, 5th edition, Churchill Livingstone, New York, pp. 3186-3187.

Kozar, R. A., and Roslyn, J. J., 2003, The Appendix, in Schwartz, S. I., Shires, G.

T., Spencer, F. C., Daly, J. M., Fischer, J. E., and Galloway, A. C., Principles of Surgery, 7th edition, McGraw-Hill Companies, Inc., United States of America, pp. 27.

Krismanuel, H., 2010, Early versus Late Discharge from Hospital after Open

Appendectomy, Univ. Med., 29, 129-136. Laal, M., and Mardanloo, A., 2009, Acute Abdomen: Pre and Post-Laparotomy

Diagnosis, International Journal of Collaborative Research on Internal Medicine & Public Health, 1 (5), 157-165.

Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., and Lance, L. L., 2002, Drug

Information Handbook, 11th edition, Lexy-Comp. Inc., Canada, pp. 269-270. Laterre, P.-Fr., Colardyn, F., Delmée, M., De Waele, J., Legrand, J.-Cl., Van

Eldere., J., et al., 2006, Antimicrobial Therapy for Intra-Abdominal Infections: Guidelines from the Infectious Disease Advisory Board (IDAB), Acta. Chir. Belg., 106, 2-21.

Levison, M. E., 2004, Pharmacodynamics of Antimicrobial, Drugs, Infect. Dis.

Clin. N. Am., 18, 451-465. Li, X., Xhang, Zhang J., Sang, L., Zhang, W., Chu, Z., et al., 2010, Laparoscopic

versus Conventional Appendectomy: A Meta-analysis of Randomized Controlled Trials, BMC Gastroenterology, 10 (29), 3-4.

Mangram, A. J., Horan, T. C., Pearson, M. L., Silver, L. C, and Jarvis, W. R.,

1999, Guideline for Prevention of Surgical Site Infection, Infection Control

and Hospital Epidemiology, 20 (4), 252.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

63

Martin, C., Viviand, X., Cottin, A., Savelli, V., Brousse, C., Ragni, E., et al., 1996, Concentrations of Ceftriaxone (1,000 Milligrams Intravenously) in Abdominal Tissues during Open Prostatectomy, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 40 (5), 1311-1313.

McCollough, M., and Sharieff, G., 2003, Abdominal Surgical Emergencies in Infants and Young Children, Emerg. Med. Clin. N. Am., 21, 909-935.

National Digestive Diseases Information Clearinghouse, 2007, Appendicitis,

www.digestive.niddk.nih.gov, diakses tanggal 28 Desember 2010. Notoatmodjo, S., 2010, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,

25-49. Oguntola, A. S., Adeoti, M. L., and Oyemolade, 2010, T. A., Appendicitis: Trend

in Incidence, Age, Sex, and Seasonal Variations in South-Western Nigeria, Annals of African Medicine, 9 (4), 213-217.

Old, J. L., Dusing, R. W., Yap, W., and Dirks, J., 2005, Imaging for Suspected

Appendicitis, American Family Physician , 71 (1), 72-73. Omran, M., 2008, Implementing Antibiotic Quality Measures,

www.ascassociation.org, diakses tanggal 28 Desember 2010. Papaziogas B., Tsiaousis, P., Koutelidakis, I., Giakoustidis, A., Atmatzidis, S.,

and Atmatzidis, K., 2009, Effect of Time on Risk of Perforation in Acute Appendicitis, Acta. Chir. Belg., 109, 75-80.

Pichichero, M. E., 2007, Use of Selected Cephalosporins in Penicillin-Allergic

Patients: A Paradigm Shift, Diagnostic Microbiology and Infectious Disease, 57, 13S-18S.

Pollock, A. A., Tee, P. E., Patel, I. H., Spicehandler, J., Simberkoff, M. S., and

Rahal, J.J., 1982, Pharmacokinetics Characteristics of Ceftriaxone in Normal Adults, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 22 (5), 816-823.

Rolfe, R. D., and Finegold, S. M., 1982, Comparative In Vitro Activity of

Ceftriaxone Against Anaerobic Bacteria, Antimicrobial Agents and Chemotherapy, 22 (2), 338-341.

Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008, Antibiotic Prophylaxis in

Surgery, www.sign.ac.uk, diakses tanggal 23 November 2010.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

64

Steinberg, J. P., Braun, B. I., Hellinger, W. C., Kusek, L., Bozikis, M. R., Bush, A. J., et al., 2009, Timing of Antimicrobial Prophylaxis and the Risk of Surgical Site Infections: Results From the Trial to Reduce Antimicrobial Prophylaxis Errors, Ann. Surg., 250, 10-16.

Stork, C. M., 2007, Antibiotics, Antifungals, and Antivirals, in Hoffman, R.S.,

Nelson, L. S., Howland, M. A., Lewin, N. A., Flomenbaum, and N. E., Goldfrank, L. R., Goldfrank’s Manual of Toxicologic Emergencies, 8th edition, McGraw-Hill Companies, Inc., United States of America, pp. 467-471.

Walker, A. R. P., and Segal, I., 1995, Appendicitis: an African Perspective,

Journal of the Royal Society of Medicine, 88, 616. Ward, P. A., Smith, C. A., Shaikh, I. A., and Yalamarthi, S., 2009, Prolonged Use

of Antibiotics in Complicated Appendicitis: Does It Prevent Post-appendicectomy Complications?, The Internet Journal of Surgery, 21 (1).

Woodin, K. A., and Moririson, S. H., 1994, Antibiotics: Mechanisms of Action,

Pediatrics in Review, 15 (1), 1-9. World Health Organization, 2009, WHO Guidelines for Safe Surgery: Safe

Surgery Saves Lives, WHO Press, Geneva. World Health Organization, 2001, WHO Global Strategy for Containment of

Antimicrobial Resistence, World Health Organization, Geneva.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

65

Lampiran 1. Data pasien yang menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 No. RM

Usia (thn)

TT (cm)

BB (kg)

L/P Lama Keluhan (hari)

Diagnosis Pre-operasi

Lama Op. (menit)

Diagnosis Post-operasi

Jenis Antibiotika Profilaksis Waktu Pem- berian (menit)

Cara Pem- berian

Dosis Pem- berian

Lama Pem- berian (hari)

Kondisi paska-op.

Lama Perawat-an (hari)

Seftriak-son

Linko- misin

Seftazi-dim

Sefotak-sim

Gentamisin & metronidasol

IV PO Luka Baik Tdk

Baik Januari (4)

647478 27 162 55 L ≤1 App akut sederhana

50’ App akut sederhana

- - - √ - 30’ √ - 1 g 1x1 1 - 2

427158 34 155 50 P ≤1 App akut sederhana

15’ App akut sederhana

- - - - √ 35’ √ - 80 mg & 500 mg

1 - 2

613817 22 165 67 L 2 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

√ - - - - 35’ √ - 2 g 1x1 1 - 2

648299 22 170 69 L 5 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

√ - - - - 125’ √ - 2 g 1x1 1 - 2

Februari (7)

650982 19 162 53 L ≤1 App akut sederhana

65’ App akut sederhana

- - - - √ 245’ √ - 80 mg & 500 mg

3 - √ 3

590860 10 135 36 L 2 App akut supuratif

60’ App akut supuratif

√ - - - - 135’ √ - 1,5 g 1x1

2 √ - 3

511954 19 155 49 P 7 App akut sederhana

25’ App akut gangrenosa

√ - - - - 45’ √ - 1 g 1x1 3 √ - 4

651050 22 160 60 L ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

√ - - - - 155 √ - 2 g 1x1 3 √ - 3

455757 21 162 51 L ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

- - - - √ 105' √ - 80 mg & 500 mg

1 √ - 3

262354 50 167 74 L ≤1 App akut 35’ App akut √ - - - - 55’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

66

sederhana sederhana 651523 25 163 63 P ≤1 App akut

sederhana 70’ App akut

sederhana √ - - - - 50’ √ - 1 g 1x1 3 √ - 3

Maret (6)

583832 19 160 61 P ≤1 App akut sederhana

70’ App akut sederhana

√ - - - - 130’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 3

307151 24 154 64 P ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 50’ √ - 1 g 2x1 1 √ - 2

651942 8 121 28 P 4 App akut sederhana

55’ App akut sederhana

√ - - - - 30’ √ - 1,5 g 1x1

3 √ - 3

653114 24 178 65 P ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 1 √ 3

066203 18 162 49 L 2 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

√ - - - - 35’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 2

654193 60 162 60 L ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

√ - - - - 55’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

April (9)

013923 21 175 59 L 2 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 45’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 3

249670 19 165 80 P ≤1 App akut sederhana

25’ App akut supuratif

√ - - - - 30’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

127909 29 150 50 P 4 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 150’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 2

523144 16 154 44 P ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

√ - - - - 80’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 2

658045 23 149 41 P ≤1 App akut sederhana

55’ App akut sederhana

- - - √ - 255’ √ - 1 g 1x1 3 - √ 3

657115 12 141 37 L ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

√ - - - 35’ √ - 1,5 g 1x1

3 √ - 3

310213 18 159 50 P 4 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

- - - √ - 130’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

67

294536 47 180 70 L ≤1 App akut supuratif

60’ App akut supuratif

√ - - - - 135’ √ - 2 g 1x1 3 √ - 3

395991 21 163 51 L ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 30’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 3

Mei (9)

464888 9 135 38 L 2 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

√ - - - - 40’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 2

497495 27 166 63 P 2 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

√ - - - - 170’ √ - 1 g 2x1 2 √ - 3

659267 29 169 71 L ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 125’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 2

659414 23 156 52 P ≤1 App akut sederhana

55’ App akut sederhana

√ - - - - 50’ √ - 1 g 2x1 1 √ - 2

098145 11 140 39 L ≤1 App akut sederhana

85’ App akut sederhana

√ - - - - 105’ √ - 1,5 g 1x1

3 √ - 3

649586 31 167 51 L ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 3 - √ 4

149371 42 152 55 P 4 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

√ - - - - 60’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

660313 22 163 63 P ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

- - - √ - 125’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 3

659581 17 159 55 L 4 App akut sederhana

65’ App akut sederhana

√ - - - - 155’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 3

Juni (6) 273965 19 168 65 L ≤1 App akut

sederhana 45’ App akut

sederhana √ - - - - 105’ √ - 1 g 2x1 1 √ - 2

390966 27 174 75 L ≤1 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

√ - - - - 130’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

051234 16 160 55 P ≤1 App akut sederhana

20’ App akut sederhana

√ - - - - 210’ √ - 1 g 2x1 2 - √ 2

666071 20 154 50 P 2 App akut 35’ App akut - - - - √ 180’ √ - 80 mg & 1 - √ 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

68

sederhana sederhana 500 mg 593910 22 165 62 L 4 App akut

sederhana 50’ App akut

sederhana - - - √ - 30’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 2

417845 53 147 50 P ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

√ - - - - 60’ √ - 1 g 1x1 2 √ - 2

Juli (6)

663636 20 168 53 L ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

- - - - √ 90’ √ - 80 mg & 500 mg

1 √ - 2

664268 27 149 59 P 4 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

√ - - - - 100’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

268993 12 132 33 L ≤1 App akut sederhana

55’ App akut sederhana

√ - - - - 35’ √ - 1,5 g 1x1

1 √ - 3

664677 30 164 61 P ≤1 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 1 √ - 2

120643 41 183 75 L 7 App akut sederhana

30’ App akut perforasi

√ - - - - 50’ √ - 2 g 1x1 4 √ - 5

601099 48 161 54 P 2 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

- - - √ - 30’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

Agustus (8)

672639 20 175 57 L 2 App akut sederhana

20’ App akut supuratif

√ - - - - 130’ √ - 1 g 2x1 3 √ - 3

396308 25 177 68 L ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

- - - √ - 90’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 2

671599 10 135 36 P ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 60’ √ - 1,5 g

1 √ - 2

655042 20 161 48 P ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 2 √ - 3

672631 24 167 61 L ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

√ - - - - 75’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 2

099538 9 133 35 P 4 App akut supuratif

45’ App akut supuratif

√ - - - - 100’ √ - 1,5 g 1x1

3 √ - 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

69

671581 27 150 53 P 2 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

- - - √ - 30’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

137766 31 174 75 L ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

√ - - - - 115’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

September (7) 300124 22 167 52 L ≤1 App akut

sederhana 75’ App akut

sederhana √ - - - - 105’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 2

341237 25 168 56 L 2 App akut sederhana

20’ App akut sederhana

√ - - - - 60’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

676789 30 159 52 P 2 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

- - - √ - 125’ √ - 1 g 2x1 1 √ - 2

675707 23 152 53 L ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

√ - - - - 115’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

459967 20 158 54 P ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

- - √ - - 50’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 2

347310 22 160 59 L ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

√ - - - - 140’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 3

686259 11 138 35 L ≤1 App akut sederhana

60’ App akut sederhana

√ - - - - 55’ √ - 1,5 g 1x1 1 √ - 2

Oktober (8)

636384 17 163 55 L ≤1 App akut sederhana

50’ App akut sederhana

√ - - - - 155’ √ - 1 g 1x1 1 √ - 3

666063 20 156 61 L ≤1 App akut sederhana

35’ App akut sederhana

√ - - - - 130’ √ - 1 g 2x1 3 √ - 3

543920 23 172 69 L ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

√ - - - - 125’ √ - 2 g 1x1 3 √ - 3

207029 66 164 67 L ≤1 App akut sederhana

55’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 1 √ - 2

688708 42 154 54 P 4 App akut sederhana

20’ App akut sederhana

√ - - - - 145’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 3

658088 18 150 53 P 2 App akut 70’ App akut √ - - - - 60’ √ - 1 g 2x1 2 √ - 3

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

70

sederhana sederhana 652703 32 157 55 P 4 App akut

sederhana 20’ App akut

sederhana √ - - - - 35' √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

005290 19 166 62 L 2 App akut sederhana

60’ App akut sederhana

√ - - - - 55’ √ - 2 g 1x1 3 √ - 3

November (6)

469280 25 150 49 P ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

√ - - - - 125 √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

291317 12 133 38 P ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 165’ √ - 1,5 g 1x1 2 √ - 3

583043 24 154 65 L ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

√ - - - - 105’ √ - 2 g 1x1 2 √ - 2

683494 17 165 56 L 2 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 2 √ - 3

682236 16 151 49 P ≤1 App akut sederhana

40’ App akut sederhana

- - - - √ 60’ √ - 80 mg & 500 mg

2 √ - 2

371942 39 169 53 L ≤1 App akut sederhana

50’ App akut sederhana

√ - - - - 60’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

Desember (6)

559055 33 141 57 P ≤1 App akut sederhana

50’ App akut sederhana

√ - - - - 250’ √ - 2 g 1x1 1 - √ 2

684268 39 167 70 L ≤1 App akut sederhana

30’ App akut sederhana

- √ - - - Setelah operasi

- √ 500mg 3x1 2 √ - 2

687265 42 153 52 P 2 App akut sederhana

30’ App akut supuratif

- - - √ - 145’ √ - 1 g 2x1 3 √ - 3

469631 27 165 63 L ≤1 App akut sederhana

25’ App akut sederhana

√ - - - - 60’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

378652 33 168 67 L ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

- - √ - - 45’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

149472 39 162 61 P ≤1 App akut sederhana

45’ App akut sederhana

√ - - - - 35’ √ - 2 g 1x1 1 √ - 2

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

71

Lampiran 2. Hasil wawancara mendalam dengan dokter bedah I

1. Apakah Dokter selalu memberikan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut?

Jawab: Tidak..hehehe.. Saya tidak pernah memberikan antibiotika profilaksis,

karena buktinya pasien saya nggak apa-apa tanpa diberi antibiotika

profilaksis. Jarang sekali ada infeksi luka setelah operasi.”Tadi

pertanyaannya selalu kan, saya tidak pernah memberikan antibiotika

profilaksis pada pasien apendisitis.. apendisitis akut kan ini? Ya, saya

tidak pernah beri..

2. Alasannya apa ya, Dok?

Jawab: Alasannya… karena buktinya pasien saya tidak kenapa-kenapa.. Baik-

baik saja pasien saya..

3. Ohh… Tapi berdasarkan guideline atau pedoman yang saya dapatkan sangat

direkomendasikan pemberian antibiotika profilaksis pada pasien operasi

apendisitis akut?

Jawab: Ya… tapi buktinya selama ini pasien saya tidak apa-apa, hehehehe…

Jadi nggak apa-apa nggak diberi…

4. Sesudah operasi Dokter juga tidak memberikan?

Jawab: Tidak… hehehe

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

72

Lampiran 3. Hasil wawancara mendalam dengan dokter bedah II

1. Apakah Dokter selalu memberikan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut?

Jawab: Uhmm.. Selalu.. Itu kan operasinya butuh profilakis, yah… biar tidak

ada infeksi setelahnya.

2. Lalu antibiotika profilaksis apa yang sering Dokter berikan pada pasien operasi

apendisitis akut? Alasannya, Dok?

Jawab: Kalau saya seftriakson. Soalnya seftriakson itu kan karena waktu

paruhnya panjang, kemudian silang alergi terhadap seftriakson itu

juga jarang terjadi, begitu…

Kemudian ada juga pemberian linkomisin pada beberapa pasien, itu karena apa

ya, Dok?

Jawab: Itu mungkin karena linkomisin jarang yang alergi. Kalau seftriakson

tadi, karena waktu paruhnya panjang, silang alergi juga jarang.

3. Apakah terdapat standar prosedur operasi apendisitis di RS Panti Rapih ?

Jawab: Standar… tidak ada.. Sepertinya tidak ada..

4. Berdasarkan temuan saya Dok dalam penelitian, mengapa terdapat pasien yang

menerima antibiotika profilaksis lebih dari 1 jam sebelum operasi?

Jawab: Ya itu.. sebenarnya bisa tergantung dari operasi sebelumnya ya, kalau

ruang operasi masih dipakai brarti pemberian profilaksis itu bisa

menjadi lebih dari 1 jam. Tapi pada prinsipnya 1 jam lah diberi..

5. Lalu mengapa ada juga pasien yang menerima antibiotika profilaksis setelah

operasi? Seperti linkomisin, diberikan setelah operasi...

Jawab: Memang ada yang memberikan sebelum atau sesudah operasi. Kalau

sesudah mungkin karena ingin melihat tingkat keparahannya dulu

seperti apa… Kalau sudah perforasi pakai intravena, kalau tidak ya

cukup dengan per oral saja..seperti itu.. Tapi ya kalau saya lebih baik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

73

sebelum operasi saja, supaya pasien benar-benar terlindungi, nanti

setelah operasi diberikan lagi, seperti itu..

6. Terus, saya juga menemukan pemberian antibiotika profilaksis dengan durasi

lebih dari 1 hari pada pasien operasi apendisitis, itu kenapa ya, Dok?

Jawab: Ya itu untuk tetap menjaga pasien dari kemungkinan terjadinya infeksi.

Kalau pemberian antibiotika intravena 3 hari, kalau oral itu maksimal

ya 5 hari..

7. Kemudian apakah Dokter mencermati peresepen antibiotika profilaksi,

seftriakson maksud saya, sudah dapat mencegah terjadinya infeksi setelah

operasi?

Jawab: Sudah.. Jarang pasien yang infeksi setelah operasi.

Kira-kira Dokter ingat tidak berapa infeksi luka operasi pasien operasi

apendisitis akut yang Dokter tangani?

Jawab: Wah.. nggak hapal saya, nggak ngitung… hehehe

8. Adakah keluhan dari pasien, misalnya seperti biaya yang harus dikeluarkan,

efek samping, lama penggunaan, atau hal-hal lain yang dikeluhkan pasien yang

berkaitan dengan penggunaan antibiotika profilaksis?

Jawab: Kalau biaya tidak ada, saya selalu berusaha memberikan obat yang

murah tapi efeknya bagus, hehehe.. Efek samping tidak ada ya slama

ini.. Trus apa tadi, lama penggunaan ya? Nah itu juga tidak, soalnya

pasien diberitahu dulu nanti obatnya apa, kapan pakainya, berapa

lama pakainya. Kalau ada perubahan pasti pasien diberitahu, seperti

itu…

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

74

Lampiran 4. Hasil wawancara mendalam dengan Kepala Instalasi Farmasi

1. Apakah dokter selalu memberikan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut?

Jawab: Menurut saya pasti.. Yah, ini observasi yang kami jumpai di lapangan

terutama untuk bedah-badah umum pasti menggunakan. Untuk

apendisitis akut pasti iya menggunakan antibiotika profilaksis … Jadi

di daerah saluran cerna sendiri ada mikroorganisme-mikroorganisme

potensial yang bisa menyebabkan infeksi post operasi, jadi

membutuhkan antibiotika profilaksis pre operasi.

2. Antibiotika profilaksis yang sering diberikan pada pasien operasi apendisitis

akut itu apa ya, Bu?

Jawab: Ada mungkin golongan sefalosporin, quinolon gentamisin-

metronidazole, dan lain-lain. Tapi untuk apendisitis ini kan ada

bakteri anaerob ya.. Kan pastinya dokter mengkombinasi dengan

metronidazole, biasanya metronidazole injeksi. Kalau untuk anaerob,

pasti ya metronidazole itu. Untuk antibiotikanya cenderung golongan

sefalosporin. Sefalosporin bisa generasi III atau IV, generasi I sampai

IV juga bisa.

3. Apakah terdapat standar prosedur operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih ?

Jawab: Kalau standar prosedur di Komite Medik atau di bidang pelayanan

medik itu ada, tapi kalau untuk penggunaan antibiotika di tempat kami

(farmasi) baru ada Draft Pedoman Penggunaan Antibiotika. Dari

farmasi mengusulkan tapi itu masih draft.

Lalu apakah dokter mengikuti standar prosedur operasi tersebut?

Jawab: Kalau mengikuti masih berdasarkan itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

75

4. Berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pasien operasi

apendisitis akut di RS Panti Rapih pada tahun 2009 yang diberikan antibiotika

sebagai seftriakson profilaksis operasi, padahal di guideline yang saya temukan

itu tidak ada yang merekomendasikan seftriakson sebagai profilaksis pada

apendisitis akut? Adakah pertimbangan khusus?

Jawab: Jadi dokter memilih antibiotika profilaksis berdasarkan karena waktu

paruh eliminasi lebih panjang bisa… kemudian untuk sefalosporin,

setiap generasi itu kan ada tingkat keamanannya. Misalnya kalau

generasi I mungkin lebih potensial terjadi reaksi silang alergi pada

pasien yang alergi penisilin. Tapi kemudian diperbaiki dengan generasi

berikutnya, jadi reaksi silang alergi kan menjadi lebih minimal. Tapi

sebenarnya banyak sekali pilihan, yang penting tidak keluar jalurnya

saja, untuk profilaksis penicillin sefalosporin bisa digunakan.

Lalu ada juga dokter yang memberikan linkomisin, menurut Ibu bagaimana?

Jawab: Mungkin karena limkomisin jarang yang alergi, bisa jadi seperti itu..

Tapi kok ya menurut saya kurang pas ya.. Harusnya ya sefalosporin

atau penisilin, gentamisin metronidasol juga bisa..

5. Berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pasien yang

menerima antibiotika profilaksis lebih dari 1 jam sebelum operasi ya, Bu?

Jawab: Sebenarnya kami menganjurkan pemberian antibiotika profilaksis itu 1

jam sebelum operasi untuk menjamin konsentrasi antibiotika di lokasi

bedah. Tapi pada prakteknya, jadwal yang ketat, misalnya.. ada

operasi jam 7, brarti harus ngasih antibiotika profilaksisnya jam 6.

Tapi sampai di OK belum tentu pasien sampai di situ jam 7 tepat,

ternyata di ruang operasi masih dipakai orang lain, operasinya belum

selesai. Atau dokternya belum datang. Jadi ini nanti yang

menyebabkan banyak kendala atau masalah, salah satunya

ketidaktepatan pemberian antibiotika profilaksis. Hal ini perlu

diperbaiki. Pemberian antibiotika profilaksis tetep 1 jam, ini sudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

76

menjadi batas yang aman, jadi pada saat pasien disayat itu pas dia

dalam masa perlindungan.

6. Terus Bu.. Mengapa terdapat pasien yang menerima antibiotika profilaksis

setelah operasi?

Jawab: Setelah operasi memang perlu antibiotika setelah operasi, terutama

untuk pasien yang sudah mengalami perforasi. Tapi untuk apendisitis

yang tidak perforasi penggunaan antibiotika profilaksis yang

sebelumnya bisa dilanjutkan atau dapat menggunakan antibiotika oral

saja. Hal ini dilakukan untuk tetap mencegah adanya infeksi ya.. jadi

memang perlu diberikan.

7. Kemudian saya juga menemukan terdapat pemberian antibiotika profilaksis

dengan durasi lebih dari 1 hari.. Ini kenapa ya, Bu?

Jawab: Biasanya bisa sampai 3 hari pemberian antibiotika itu untuk yang

intravena, oral cukup 5 hari saja.. Itu agar, nggak terjadi infeksi, jadi

pasien tetap terjaga dari infeksi, lalu pasien lebih cepat sembuh.

Variasi lama penggunaan terpengaruh oleh tingkat risiko infeksi atau

kalau dilihat indikatornya lukanya belum kering, dalam bayangan

awam saya sih… kalau sampai 10 hari itu mungkin dokternya terlalu

takut soal keringnya yang lama atau penyembuhannya lama.

8. Apakah Ibu mencermati peresepen antibiotik profilaksis seftriakson ini sudah

mampu mencegah terjadinya infeksi paska operasi?

Jawab: Sudah… tapi mungkin ada yang masih mengalami infeksi luka itu.

Salah satu parameter itu adanya ILO, sudah ada tim kita yang

mengurusi itu yaitu tim INOS dan Patient Savety.

9. Kalau keluhan dari pasien itu ada tidak ya, Bu.. Misal seperti biaya yang harus

dikeluarkan, penggunaan antibiotika profilaksis, kayak efek samping, lama

penggunaannya?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

77

Jawab: Kalau keluhan ada. Menurut saya lebih ke soal biaya ya, tapi untuk

obat-obat golongan generik (seftriakson, metronidasol) tidak terlalu

mengeluhkan. Sebelumnya dokter juga menjelaskan penggunaan

antibiotika profilaksis itu sampai kapan pada pasien. Jadi ada

kejelasan terapi. Efek samping ada juga mungkin, mungkin kulit

kemerahan… Tapi untuk sefalosporin kan itu ditest dulu ya, skin test.

Kalau positif, brarti antibiotika tersebut nggak dipakai, nggak jadi

diberikan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

78

Lampiran 5. Hasil wawancara mendalam dengan Wakil Kepala Kamar Bedah

1. Apakah dokter selalu memberikan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut?

Jawab: Selalu menggunakan antibiotika profilaksis, hampir semua dokter

menggunakan. Karena untuk apendisitis akut itu memang diharuskan

untuk menggunakan profilaksis ya..

2. Lalu antibiotika profilaksis yang sering diberikan pada pasien operasi

apendisitis akut itu apa ya, Bu? Alasannya?

Jawab: Biasanya yang dipakai itu sefalosporin, gentamisin-metronidasol,

penicillin. Kalau alasannya, mungkin bisa ditanyakan ke dokternya

langsung saja ya, mbak… hehehe

3. Ohh… Kemudian Bu, di Panti Rapih ada standar prosedur operasi apendisitis?

Jawab: Ada standar prosedurnya, Mbak.. Tapi namanya bukan standar

prosedur operasi, namanya Standar Pelayanan Medik.

Saya boleh lihat tidak, Bu?

Jawab: Boleh, Mbak… (peneliti diperlihatkan Standar Pelayanan Medik RS

Panti Rapih)

Apa dokter mengikuti standar ini, Bu?

Jawab: Iya…

4. Berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pasien operasi

apendisitis akut yang diberikan antibiotika sebagai seftriakson sebagai

profilaksis operasi, padahal di guideline tidak ada yang merekomendasikan

seftriakson sebagai profilaksis pada apendisitis akut? Adakah pertimbangan

khusus mungkin?

Jawab: Masih kurang tahu kenapa, mbak… heee

Ohh, begitu ya, Bu..hehehe…

5. Lalu Bu, berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pasien

yang menerima antibiotika profilaksis lebih dari 1 jam sebelum operasi?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

79

Jawab: Kita nggak tahu pastinya nanti seperti apa, misalnya kan operasi jam

8. Tapi nanti mungkin mundur operasinya, kebanyakan operasi

sebelumnya mundur.

6. Terus.. mengapa juga terdapat pasien yang menerima antibiotika profilaksis

setelah operasi?

Jawab: Untuk mempertahankan dosis, mungkin apendisitisnya infeksi tapi

belum berlanjut, cukup pakai yang oral saja. Kalau injeksi diberikan

lagi lebih dari 1 hari mungkin lebih karena setelah melihat

apendisitisnya yang sudah perforasi.

7. Antibiotika profilaksis itu ada yang diberikan dengan durasi lebih dari 1 hari

pada pasien operasi apendisitis, itu apa ya Bu alasannya kira-kira?

Jawab: Ya seperti yang saya jelaskan tadi… pemberian oral memang diberikan

selama 5 hari dan injeksi diberikan lebih dari 1 hari untuk apendisitis

yang sudah perforasi. Agar lukanya cepet kering ya, mbak… Makanya

dipakai antibiotika oral itu cukup untuk apendisitis yang tidak

perforasi dan injeksi yang perforasi. Untuk injeksi biasanya 3 hari.

8. Apakah Ibu mencermati peresepen antibiotika profilaksis seftriakson sudah

mampu mencegah terjadinya infeksi paska operasi?

Jawab: Sudah… Jarang terjadi infeksi setelah operasi…

9. Kemudian Bu, yang terakhir, hehehe.. Ada tidak keluhan dari pasien berupa

biaya yang harus dikeluarkan, efek samping, lama penggunaan berkaitan

dengan antibiotika profilaksis yang dokter berikan?

Jawab: Nggak ada, mbak.. Kan sebelumnya dijelasin dulu ke pasien

penggunaan antibiotikanya seperti apa. Kalau soal biaya, di kelas III

biasanya pakai generik. Jadi keluhan itu nggak ada.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

80

Lampiran 6. Lembar kerja untuk pengumpulan data

Data diri

(No.RM: )

Data

operasi

Pemeriksaan

Nilai

rujukan

Tgl pemeriksaan laboratorium

No.

Nama obat,

dosis, frekuensi

Jam pemberian

obat

Tgl pemberian obat

Umur: Tanggal: Hemoglobin

Leukosit

Hematokrit

Berat badan: Jam: Tanda vital Nilai rujukan

Tekanan darah (mmHg)

Tinggi badan: Indikasi: Suhu (0C)

Denyut nadi (x per menit)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

81

Lampiran 7. Pedoman wawancara mendalam dengan dokter bedah, Kepala

Instalasi Farmasi, dan Wakil Kepala Kamar Bedah RS Panti

Rapih

Pengantar

- Memberi salam dan ucapan terima kasih atas kesempatan dan kesediaan

responden dalam wawancara ini

- Memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama, latar belakang

pendidikan, dan asal instansi

- Menjelaskan tentang lama wawancara ini kurang dari 60 menit

- Menjelaskan secara singkat tentang tujuan wawancara ini yaitu

pengumpulan informasi tentang penggunaan antibiotika profilaksis pada

pasien yang menjalani operasi apendisitis di RS Panti Rapih tahun 2009

Tujuan

- Memperoleh informasi atau keterangan tambahan yang diperoleh secara

lisan terkait dengan penggunaan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009

- Memperoleh alasan pemilihan antibiotika profilaksis pada pasien yang

menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009

Prosedur

- Meminta responden untuk memberikan pendapatnya baik yang positif

maupun yang negatif

- Menjelaskan tentang penggunaan perekam suara sebagai alat bantu

penelitian agar tidak kehilangan informasi

- Memberi jaminan bahwa hasil wawancara hanya untuk tujuan penelitian

dan akan menjaga kerahasiaan nama responden dan informasi yang

didapatkan

- Meminta ijin untuk memulai wawancara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

82

Daftar Pertanyaan:

9. Apakah dokter selalu memberikan antibiotika profilaksis pada pasien

yang menjalani operasi apendisitis akut?

- Jika iya, apa alasan dokter selalu memberikan antibiotika profilaksis

pada pasien operasi apendisitis akut?

- Jika tidak, apa alasan dokter tidak selalu memberikan antibiotika

profilaksis pada pasien operasi apendiditis akut?

10. Apakah terdapat standar prosedur operasi apendisitis di RS Panti Rapih?

11. Jika ada, apakah pemberian antibiotika profilasis pada pasien operasi

apendisitis akut sudah sesuai dengan standar prosedur operasi apendisitis

di RS Panti Rapih?

12. Berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pasien

operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih pada tahun 2009 yang

diberikan antibiotika (yang tidak disebutkan di no.1) sebagai profilaksis

operasi? Adakah pertimbangan khusus?

13. Apakah Anda (dokter/kepala IFRS/kepala kamar bedah) mencermati

peresepen antibiotika profilaksis di RS Panti Rapih sudah mampu

mencegah terjadinya infeksi paska operasi?

14. Apakah terdapat keluhan dari pasien berupa biaya yang harus

dikeluarkan, penggunaan antibiotika profilaksis (cara pemberian, lama

penggunaan) berkaitan dengan antibiotika profilaksis yang dokter

berikan?

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

83

Pengembangan pertanyaan:

- Berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pasien yang

menerima antibiotika profilaksis lebih dari 1 jam sebelum operasi?

alasan ditanyakan: dari Standar Pelayanan Medik RS Panti Rapih dan

pedoman umum WHO Guidelines for Safe Surgery (WHO, 2009),

Antimicrobial Prophylaxis in Surgery (Kanji and Devlin, 2008), dan

ASHP Therapeutic Guidelines (ASHP, 1999) merekomendasikan

pemberian antibiotika profilaksis 1 jam sebelum operasi.

- Berdasarkan temuan saya dalam penelitian, mengapa terdapat pemberian

antibiotika profilaksis dengan lama pemberian lebih dari 1 hari pada

pasien operasi apendisitis?

alasan ditanyakan: dari berbagai guideline atau pedoman WHO

Guidelines for Safe Surgery (WHO, 2009), Antimicrobial Prophylaxis in

Surgery (Kanji and Devlin, 2008), dan ASHP Therapeutic Guidelines

(ASHP, 1999) direkomendasi pemberian antibiotika profilaksis cukup 1

hari saja, kecuali ditemukan perforasi atau gangraen ketika operasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

84

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

85

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

86

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

87

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · dengan kriteria inklusi menjalani operasi apendisitis akut di RS Panti Rapih tahun 2009 dan menggunakan antibiotika profilaksis. Kriteria

88

BIOGRAFI PENULIS

Penulis yang memiliki nama lengkap Yuma Pinandita Lingga Dewi merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari pasangan I Made Budiartana, S. Pd. dan Yustina Sri Rahayuningsih. Penulis lahir di Yogyakarta pada tanggal 6 Maret 1989. Penulis telah menempuh pendidikan di TK Kanisius Kalasan Yogyakarta pada tahun 1993-1995, SD Kanisius Kalasan Yogyakarta pada tahun 1995-2001, SMP Negeri 8 Yogyakarta pada tahun 2001-2004, SMA Negeri 8 Yogyakarta pada tahun 2004-2007, dan kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

pada tahun 2007. Semasa di bangku kuliah, penulis bergabung menjadi asisten dosen pratikum Farmasi Fisika II pada tahun 2011.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI