PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · penyakit infeksi. Hal ini menyebabkan...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · penyakit infeksi. Hal ini menyebabkan...
i
KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA
BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRIK
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO YOGYAKARTA
PERIODE JULI 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Gede Wiwid Santika Prabawa
NIM : 108114092
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA
BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRIK
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO YOGYAKARTA
PERIODE JULI 2013
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Gede Wiwid Santika Prabawa
NIM : 108114092
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
Persetujuan Pembimbing
KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA
BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRIK
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO
YOGYAKARTA PERIODE JULI 2013
Skripsi yang diajukan oleh :
Gede Wiwid Santika Prabawa
NIM: 108114092
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama
Tanggal : 25 Juli 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsi ini untuk :
Tuhanku Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sebagai pencipta dan pelindungku
Orang tua
Adikku
Semua orang yang bersedia ada di sekitarku yang aku sayangi
Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul
“Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens
Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode
Juli 2013”, tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
(Gede Wiwid Santika Prabawa)
Yogyakarta, 25 Juli 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Gede Wiwid Santika Prabawa
Nomor mahasiswa : 108114092
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah yang berjudul:
KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA
BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRIK
RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO YOGYAKARTA
PERIODE JULI 2013
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya ataupun member
royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 25 Juli 2014
Yang menyatakan
Gede Wiwid Santika Prabawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PRAKATA
Puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa atas cinta kasih, berkat, kesempatan, dan pertolongan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan
Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Pasien Pediatrik Rawat Inap di
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013”.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penulisan skripsi ini tidak
terlepas dari bantuan, pengarahan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak,
sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Dengan kerendahan hati, penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya selama ini.
2. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku dosen pembimbing yang dengan
penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, dukungan, waktu, semangat,
saran, kritik, dan pengarahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini
sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. beserta seluruh staf Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Pak Tarno sebagai Kepala Rekam Medis Rumah Sakit Panti Nugroho, dan Mas
Ari yang telah memfasilitasi penulis dalam pengambilan data.
5. Bu Sisca sebagai Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit Panti Nugroho yang telah
banyak membantu penulis dalam pengambilan data.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
6. Kedua orang tua dan adik saya yang telah memberi dukungan hingga penulis bias
menyelesaikan penelitian ini.
7. Teman-teman seperjuangan Realita Rosada, Putri Laksmi, Maria Carolina,
Sagung Intan dan Defilia dalam satu kebersamaan selama proses penelitian dan
dalam penyusunan skripsi.
8. Sahabat-sahabatku Tyas, Erin, Ike, Jepe, Febby, Nelly, dan Hendy Larsen atas
kebersamaan dan dukungan dalam penelitian skripsi ini.
9. Penghuni Wisma Jenggala Krisna, Ade, dan kawan-kawan lainnya atas
kebersamaan dan dukungan dalam penelitian skripsi ini.
10. Teman-teman Fakultas Farmasi angkatan 2010 (FKK dan FST).
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dan telah membantu
dalam pembuatan skripsi ini dengan doa dan dukungannya penulis ucapkan
terimakasih.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini
memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan.
Penulis
Yogyakarta, 25 Juli 2014
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………...
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………..
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………….
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………..
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………..
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………………
PRAKATA………………………………………………………………..
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...
DAFTAR TABEL ………………………………………………………...
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………...
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………...
INTISARI ………………………………………………………………....
ABSTRACT ………………………………………………………………..
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Latar Belakang ……………………………………………………...
B. Perumusan Permasalahan …………………………………………...
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………
D. Manfaat Penelitian …………………………………………………..
E. Keaslian Penelitian ………..………………………………………...
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………
A. Antibiotika…………………………………………………………...
1. Definisi Antibiotika……………………………………………...
2. Penggolongan Antibiotika……………………………………….
a. Berdasarkan struktur kimia………………………………….
b. Berdasarkan sifat toksisitas selektif…………………………
c. Berdasarkan aktivitas dan spektrum antibiotika…………….
d. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotika…………………..
B. Prinsip Penggunaan Antibiotika……………………………………..
C. Penggunaan Antibiotika Pada Anak .................................................
D. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional…………………………...
E. Resistensi Antibiotika.……………………………………………....
F. Penyebab Kegagalan Terapi..………………………………………..
G. Evaluasi Penggunaan Antibiotika...………………………………....
H. Keterangan Empiris………………………..………………………...
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xiii
xiv
xv
xvi
xvii
1
1
3
4
4
5
7
7
7
7
8
8
9
10
11
15
17
18
19
21
24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
BAB III. METODE PENELITIAN……...………………………………...
A. Jenis dan Rancangan Penelitian …………………………………...
B. Variabel Penelitian ………………………………………………...
C. Definisi Operasional ……………………………………………....
D. Subyek dan Bahan Penelitian.……………………………………..
E. Tempat dan Waktu Penelitian...........................................................
F. Alat / Instrumen Penelitian..............................................................
1. Formulir untuk mengambil data ……………………………….
2. Diagram Gyssens…………………………………....................
3. Kategori Gyssens…...…………………………………………..
4. Literatur sebagai referensi evaluasi…………………………......
G. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data …………………………...
1. Melakukan seleksi data ………………………………………...
2. Melakukan pengumpulan data...................................................
3. Analisis data….………………………………………………....
H. Keterbatasan Penelitian……………………………………………
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………....
A. Profil Penyakit……….…………………………………………….
B. Profil Peresepan Antibiotika……………………………………….
1. Golongan dan Jenis Antibiotika……………………………….
2. Cara Pemberian Antibiotika……………………………………
3. Durasi Penggunaan Antibiotika………………………………..
C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Gyssens....….…
1. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa gastroenteritis akut…………………………..
2. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa febris…………………………………………
3. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa demam tifoid………………………………...
4. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa tonsilisitis……………………………………
5. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa gastritis………………………………………
6. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa gastroenteritis akut………………………….
7. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa asma bronchiale……………………………..
25
25
25
26
27
28
28
28
28
29
29
29
29
29
29
30
32
32
33
34
36
37
38
42
58
64
70
72
73
75
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
8. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa asma bronchiale disertai bronchopneumonia..
9. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa ISPA disertai vomistus………………………
10. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa ISK………………………………………….
11. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa vomitus………………………………………
12. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa candidiasis…………………………………..
13. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa dengue fever………………………………..
14. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa ichterik neonatus…………………………….
15. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa polydactyly………………………………….
16. Evaluasi penggunaan antibiotika pada pesien
dengan diagnosa Perioperatif Aff Plate Fraktur Cruris………
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….
A. Kesimpulan ………………………………………………………..
B. Saran ……………………………………………………………....
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………..
LAMPIRAN ……………………………………………………………....
BIOGRAFI PENULIS …………………………………………………….
76
78
81
85
88
89
90
91
92
95
95
95
96
98
212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel I Daftar Antibiotika Yang Tidak Dianjurkan Untuk
Pediatrik………….……………………………………………………………....16
Tabel II Profil Penyakit Berdasarkan Diagnosa Utama Dan Penyerta Pada
Pasien Pediatrik Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta
Periode Juli 2013…………………………………………………….…….….….32
Tabel III Profil Peresepan Antibiotika Pada Pasien Peditarik Rawat Inap Di
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli
2013……………………………………….………………………….……….….34
Tabel IV Distribusi Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kategori
Gyssens Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli
2013…………………………………………………………………….…….…..38
Tabel V Distribusi Hasil Evaluasi Peresepan Tiap Jenis Antibiotika Berdasarkan
Metode Gyssens Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli
2013…………………………………………………………………….……..….39
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Diagram alir pejumlahan rasionalitas peresepan antibiotika
Metode Gyssens……………………………………………………………….…..23
Gambar 2 Cara Pemberian Antibiotika Pada Pasien Peditarik Rawat Inap
Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013..………................36
Gambar 3 Durasi penggunaan antibiotika pada pasien peditarik rawat
inap di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta periode Juli 2013………………37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rekam Medis Kasus 1……..……………………………..……….…99
Lampiran 2. Rekam Medis Kasus 2……..………………………………….…….103
Lampiran 3. Rekam Medis Kasus 3……..…………………………………….….106
Lampiran 4. Rekam Medis Kasus 4……..………………………………………..109
Lampiran 5. Rekam Medis Kasus 5……..……………………………………..…112
Lampiran 6. Rekam Medis Kasus 6……..…………….…………………….……114
Lampiran 7. Rekam Medis Kasus 7……..……………….…………………….…118
Lampiran 8. Rekam Medis Kasus 8……..………………….………………….…122
Lampiran 9. Rekam Medis Kasus 9……..…………………….……………….…126
Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 10…..……………………….…………….…130
Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 11…..………………………….………….…133
Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 12…..…………………………….……….…136
Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 13…..……………………………….…….…139
Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 14…..………………………………….…….143
Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 15….…..………………………………….…146
Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 16……...………………………………….…149
Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 17………..…………………………………..152
Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 18…………….……………………………...155
Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 19……………….…………………………...158
Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 20………………….………………………...167
Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 21…………………….……………………...170
Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 22……………………….…………………...174
Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 23………………………….………………...177
Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 24…………………………….……………...180
Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 25……………………………….…………...184
Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 26………………………………….………...187
Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 27…………………………………….……...190
Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 28……………………………………….…...193
Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 29….………………………………………...196
Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 30…….……………………………………...199
Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 31……….…………………………………...201
Lampiran 32. Rekam Medis Kasus 32………….………………………………...204
Lampiran 33. Rekam Medis Kasus 33…………….……………………………...206
Lampiran 34. Rekam Medis Kasus 34……………….…………………………...209
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI Anak-anak sangat mudah terserang berbagai macam penyakit termasuk
penyakit infeksi. Hal ini menyebabkan tingginya peresepan antibiotika pada pasien
anak. Antibiotika adalah obat yang paling banyak diresepkan di rumah sakit. Hal
inilah yang menjadi tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengkaji peresepan antibiotika
pada pasien anak rawat inap dengan pendekatan kualitatif di salah satu rumah sakit
swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta. Jenis
penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan data retrospektif. Metode
Gyssens digunakan untuk mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika pada
pasien pediatrik yang di rawat inap pada periode Juli 2013. Metode Gyssen
merupakan suatu diagram alir yang memuat indikator-indikator yang digunakan
untuk menentukan rasionalitas peresepan antibiotika.
Dari 34 jumlah kasus, diperoleh pola penyakit terbanyak yang dialami
pasien adalah gastrointestinal akut dengan sefotaksim sebagai antibiotika yang paling
banyak diresepkan. Penelitian ini menemukan 52% peresepan antibiotika termasuk
kategori 0 menurut metode Gyssens yang berarti rasional, 6% kategori I, 8% kategori
IIA, 4% kategori IIB, 2% kategori IIIA, 4% kategori IIIB, 8% kategori IVA, 4%
kategori IVC, dan 12% kategori V. Adanya penggunaan antibiotika yang kurang
rasional menyebabkan perlunya pengawasan untuk meningkatkan rasionalitas
peresepan antibiotika.
Kata kunci: rasionalitas, antibiotika, pediatrik, rawat inap, Gyssens
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Children are highly susceptible to a variety of diseases including infectious
diseases. This is causes high prescribing of antibiotic in pediatric patients. Antibiotics
is the most widely prescribed drugs in the hospital. This is the purpose of this study,
which is to assess antibiotic prescribing in pediatric patients hospitalized with a
qualitative approach in a private hospital in Yogyakarta.
This research was conducted at Panti Nugroho Hospital Yogyakarta. This is
a type of observational study by using retrospective data. Gyssens methods used to
evaluate the rationality of antibiotics prescribing in pediatric patients hospitalized in
the period July 2013. Gyssen method is a flow diagram that includes the indicators
which used to determine the rationality of prescribing antibiotics.
In 34 number of cases, the highest disease that found is acute
gastrointestinal, with cefotaxime is the most widely prescribed antibiotic. The study
found 52% of prescribing antibiotics including category 0 according to the method
Gyssens which means rational, 6% category I, 8% category IIA, 4% category IIB, 2%
category IIIA, 4% category IIIB, 8% category IVA, 4% category IVC, and 12%
category V. Irrational use of antibiotics requires monitoring to improve the rationality
of prescribing antibiotics.
Keywords: rationality, antibiotics, pediatric, hospitalized, Gyssens
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Antibiotika adalah senyawa kimia yang penting dalam menyembuhkan
penyakit infeksi. Selain itu antibiotika juga merupakan golongan obat yang paling
banyak diresepkan di rumah sakit (Jozef & Hromadova, 2007).
Golongan pediatrik merupakan kelompok usia yang rentan terserang
berbagai penyakit, termasuk penyakit infeksi. Tingginya angka kejadian infeksi juga
berbanding lurus dengan jumlah penggunaan antibiotika pada anak. Penelitian tim
AMRIN study mendapatkan peresepan antibiotika terjadi pada anak dengan
prevalensi tinggi yaitu 76%. Penggunaan antibiotika yang tinggi di usia ini
menyebabkan kemungkinan terjadinya penyimpangan atau ketidakrasionalan
penggunaan antibiotika sangatlah besar terjadi (Hadi, et al., 2008).
Peresepan antibiotika sering kali kurang optimal, khususnya di negara
berkembang seperti di Indonesia. Hal ini berdasarkan penelitian tim AMRIN di dua
rumah sakit pendidikan di Indonesia dengan hasil hanya 21% peresepan antibiotika
yang tergolong rasional (Hadi, et al., 2008).
Menurut penelitian sebelumnya oleh Febiana (2012) di salah satu rumah sakit umum
di Semarang pada tahun 2012 diketahui hanya sekitar 55% penggunaan antibiotika
yang rasional, sehingga sekitar 45% yang kurang rasional dan itu merupakan angka
yang cukup tinggi. Penelitian serupa juga dilakukan oleh Pamela
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
(2011) di RSCM Jakarta dengan hasil 61% penggunaan antibiotika yang rasional.
Kedua hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada penggunaan antibiotika
yang kurang rasional dan menjadi acuan peneliti untuk melakukan penelitian serupa
di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Antibiotika haruslah digunakan secara benar dan rasional sesuai aturan
pakai yang berlaku. Penggunaan antibiotika berlebih akan menyebabkan timbulnnya
resistensi terhadap antibiotika. Hal ini akan berpengaruh ke waktu penyembuhan dan
biaya yang membengkak dalam usaha penyembuhan (WHO, 2001).
Pada penelitian ini digunakan metode Gyssens untuk mengkaji rasionalitas
peresepan antibiotika pada pasien pediatrik di Rumah Sakit Umum Panti Nugroho
Yogyakarta pada perode Juli 2013. Pemilihan metode Gyssens dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui kualitas peresepan antibiotika pada pasien pediatrik dengan
mengevaluasi rasionalitas penggunaan antibiotika seperti ketepatan indikasi,
pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, spektrum, harga, durasi pemberian,
dosis, interval, cara dan waktu pemberian.
Penelitian dilakukan dengan studi retrospektif yaitu dengan melihat data
yang telah lampau dan kemudian dilakukan evaluasi terhadap data tersebut. Penelitian
dilakukan di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta yang terletak di Kecamatan
Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Alasan pemilihan lokasi
penelitian di rumah sakit ini adalah untuk mengetahui bagaimana kualitas peresepan
antibiotika pada pasien anak menggunakan model rumah sakit swasta yang ada di
Yogyakarta. Berdasarkan informasi dari Puskesmas Kecamatan Pakem, Kabupaten
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, penyakit yang mendominasi 10 besar penyakit
terbanyak pada anak di wilayah ini adalah penyakit infeksi, sehingga kemungkinan
terdapat banyak kasus infeksi pada anak yang ditangani di Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta. Di rumah sakit ini juga terdapat bangsal khusus anak sehingga
data yang tersedia mendukung pelaksanaan penelitian ini. Selain itu, informasi
mengenai pengurusan perizinan penelitian di rumah sakit ini cukup jelas. Berdasarkan
ketiga hal tersebut dipilihlah Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta sebagai lokasi
pelaksanaan penelitian ini.
Penelitian ini bertujuan mengetahui kerasionalan peresepan antibiotika pada
pasien pediatrik di Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta. Penelitian ini
diharapkan dapat meningkatkan kerasionalan pemberian antibiotika kepada pasien
pediatrik.
B. Perumusan Masalah
Beberapa permasalahan yang memerlukan jawaban sehubungan dengan
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana profil penyakit infeksi yang diderita pasien pediatrik rawat inap di
bangsal anak Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta?
2. Bagaimana profil peresepan antibiotika pada pasien pediatrik rawat inap di
bangsal anak Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta?
3. Bagaimana rasionalitas peresepan antibiotika pada pasien pediatrik rawat inap di
bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta yang dievaluasi dengan
metode Gyssens?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Mengetahui rasionalitas peresepan antibiotika bagi pasien pediatrik dengan
metode Gyssens di bangsal anak Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta
periode Juli 2013.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan profil penyakit infeksi yang diderita pasien pediatrik rawat
inap di bangsal anak Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta.
b. Mendeskripsikan profil peresepan antibiotika pada pasien pediatrik rawat di
bangsal anak Rumah Sakit Umum Panti Nugroho Yogyakarta.
c. Mengevaluasi rasionalitas peresepan antibiotika pada pasien pediatrik rawat
inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta dengan metode
Gyssens berdasarkan literatur.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa manfaat yaitu:
1. Mendapatkan data kerasionalan mengenai peresepan antibiotika berdasarkan
kriteria Gyssens sebagai bahan evaluasi bagi tenaga medis dalam
meningkatkan rasionalitas peresepan antibiotika dari segi kualitas di rumah
sakit yang bersangkutan. Khususnya bagi apoteker, dapat sebagai bahan
evaluasi untuk lebih berperan dalam meningkatkan kualitas penggunaan
antibiotika kepada pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
2. Dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan kerasionalan peresepan antibiotika.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian yang mirip dengan penelitian ini antara lain:
1. Penelitian dengan judul “Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Di Bangsal
Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011”. Perbedaan
dengan penelitian ini adalah pada lokasi penelitian yaitu di Rumah Sakit Dr.
Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011. Selain itu penelitian tersebut
tidak hanya meneliti rasionalitas peresepan antibiotika, tetapi juga meneliti
penggunaan antibiotika yang dikaji dengan pendekatan kuantitatif dengan metode
DDD (Febiana, 2012).
2. Penelitian dengan judul “Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Dengan
Metode Gyseens Di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak
RSCM Secara Prospektif”. Perbedaan dengan penelitian ini adalah lokasi
penelitian yaitu di RSCM Jakarta yang dilaksanakan pada tahun 2011, dan jenis
penelitian yaitu secara prospektif dengan disertai intervensi pada objek yang
diteliti. Selain itu penelitian tersebut tidak hanya meneliti rasionalitas peresepan
antibiotika, tetapi juga meneliti mengenai penggunaan antibiotika yang dikaji
dengan pendekatan kuantitatif dengan metode DDD (Pamela, 2011).
Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, studi literatur rasionalitas
peresepan antibiotika pada pasien pediatrik di Rumah Sakit Umum Panti Nugroho
Yogyakarta dengan metode Gyssens belum pernah dilakukan. Hasil penelitian ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya terkait dengan evaluasi
kerasionalan peresepan antibiotika yang dievaluasi dengan pendekatan kualitatif
meggunakan metode Gyssens. Penelitian diharapkan ini dapat melengkapi rangkaian
penelitian mengenai rasionalitas pengunaan antibiotika di Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antibiotika
1. Definisi
Antibiotika merupakan senyawa yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Pada umumnya antibiotika
dibuat secara mikrobiologi, yaitu pembiakan fungi dalam suatu tempat bersama
zat-zat gizi khusus. Selain secara mikrobiologi, pembuatan antibiotika juga
dilakukan secara sintetis dan semi sintetis. Secara sintetis, pembuatan antibiotika
sama sekali tidak melalui proses biosintesis. Sedangkan antibiotika yang dibuat
secara semisintetis dilakukan dengan kombinasi antara proses biosintetis dengan
penambahan zat-zat tertentu (Tan & Raharja, 2007).
2. Penggolongan Antibiotika
a. Berdasarkan struktur kimia
Berdasarkan struktur kimianya, antibiotika digolongkan sebagai
berikut (Setiabudy, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
1) Golongan β-laktam, yaitu termasuk didalamnya golongan penisilin
(penisilin, amoksisilin), sefalosporin (Generasi pertama: sefalotin,
sefaloridin, sefaleksin, sefadroksil; generasi kedua: sefaklor dan
sefuroksim; generasi ketiga: sefotaksim, seftriakson, sefoperazon, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
seftazidin; generasi keempat: sefepim), karbapenem (ertapenem,
imipenem, meropenem), dan β-laktam monosiklik.
2) Golongan aminoglikosida, yaitu streptomisin, kanamisin, gentamisin,
tobramisin, neomisin, paromomisin.
3) Golongan poliketida, termasuk didalamnya golongan makrolida
(eritromisin, klaritromisin, roksitomisin, azitromisin), ketolida
(telitromisin), tetrasiklin (doksiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
4) Golongan polimiksin, yaitu polimiksin dan kolistin.
5) Golongan glikopeptida, yaitu ramoplanin, vankomisin, dan dekaplanin.
6) Golongan kuinolon (fluorokuinolon), yaitu asam nalidiksat, ofloksasin,
siprofloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.
7) Golongan oksazolidinon, yaitu lizenoid.
8) Golongan streptogramin, yaitu virginiamisin, mikamisin, pristinamisin.
9) Golongan sulfonamida, yaitu kotrimoksazol dan trimetoprim.
10) Antibiotik lain, seperti kloramfenikol, tiamfenikol, asam fusidat,
metronidazol dan klindamisin.
b. Berdasarkan sifat toksisitas selektif
Berdasarkan sifat toksisitas selektif yang dimiliki, antibiotika
dikelompokkan menjadi dua. Pertama, antibiotika yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba. Aktivitas ini disebut aktivitas
bakteriostatik. Kedua, antibiotika yang bersifat membunuh mikroba yaitu
aktivitas bakterisid. Dalam aktivitasnya, diperlukan jumlah minimal untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba itu sendiri yang
dikenal sebaga jumlah hambat minimum (KHM) dan jumlah bunuh
minimum (KBM). Antibiotika tertentu dapat meningkatkan aktivitasnya
dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila jumlah antibiotikanya
ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudy, 2012).
c. Berdasarkan aktivitas dan spektrum antibiotika
Secara umum, antibiotika dapat digolongkan berdasarkan luas
jangkauan aktivitasnya terhadap jenis kuman,yaitu :
1) Antibiotika Aktivitas Sempit (Narrow Spectrum).
Antibiotika ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja. Sebagai
contoh, penisilin G dan penisilin V, eritromisin, klindamisin, canamisin,
dan asam fusidat yang hanya bekerja terhadap kuman gram positif.
Sebaliknya, antibiotika stertomisin, gentamisin, polimiksin B dan asam
nalidiksat khususnya aktif terhadap kuman gram negatif (Tan & Rahardja,
2007).
2) Antibiotika Aktivitas Luas (Broad Spectrum)
Golongan antibiotika ini bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman gram
positif maupun gram negatif. Yang termasuk dalam antibiotika spektrum
luas ini diantaranya sulfonamid, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol,
tetrasiklin, dan rifampisin (Tan & Rahardja, 2007).
Dalam kenyataan di lapangan, walaupun suatu antibiotika memiliki
spektrum luas, efektivitas kliniknya belum tentu seluas spektrumnya. Hal ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
karena efektivitas maksimal diperoleh dengan menggunakan obat terpilih
untuk infeksi yang terjadi, terlepas dari efeknya terhadap mikroba lain.
Antibiotika berspektrum luas juga dapat menimbulkan infeksi oleh kuman
atau jamur yang resisten (Setiabudy, 2012).
d. Berdasarkan mekanisme kerja antibiotika
Menurut Setiabudy (2012) dan Tan & Rahardja (2007), Antibiotika
dalam menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri memiliki
mekanisme kerja yang berbeda-beda. Berdasarkan mekanisme kerjanya,
antibiotika dibagi dalam lima kelompok yaitu (Setiabudy, 2012; Tan &
Rahardja, 2007).
1) Antibiotika Penghambat Metabolisme Sel Mikroba
Berbagai macam antibiotika yang tergolong dalam kelompok ini antara
lain; sulfonamida, trimetroprim, asam p-aminosalisilat (PAS), dan sulfon.
Antibiotika ini memiliki efek bakteriostatik.
2) Antibiotika Yang Menghambat Sintesis Dinding Sel Mikroba
Contoh antibiotika dengan mekanisme kerja seperti ini antara lain golongan
β-Laktam seperti penisilin, sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan
inhibitor sintesis dinding sel lainnya sepertivancomysin, basitrasin,
fosfomysin, dan daptomysin. Golongan ini memiliki efek bakteriosidal
dengan cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam
sintesis dinding sel.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
3) Antibiotika Pengganggu Permeabilitas Membrane Sel Mikroba
Antibiotika yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin
B, gramisidin, nistatin, kolistin. Obat-obatan ini memiliki efek
bakteriostatik dan bakteriosidal dengan menghilangkan permeabilitas
membran dan menyebabkan sel menjadi lisis.
4) Antibiotika Yang Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba
Antibiotika yang termasuk golongan ini antara lain golongan
aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan klorafenikol.
Antibiotika tersebut memiliki efek bakteriosidal atau bakteriostatik dengan
cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu sel-sel normal dan
menghambat tahap-tahap sintesis protein.
5) Antibiotika Yang Menghambat Sintesis Asam Nukleat Mikroba
Antibiotika golongan ini antara lain rifampisin dan quinolone. Rimfapisin
berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis
RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Sedangkan golongan quinolone
menghambat enzim DNA girase pada kuman yang berfungsi menata
kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa masuk
dalam sel kuman yang kecil.
B. Prinsip Penggunaan Antibiotika
Menurut Kemenkes (2011), penggunaan antibiotika dapat dibedakan
menjadi 3 yaitu penggunaan antibiotika secara empiris, definitif, dan profilaksis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
1. Terapi Empiris
Merupakan terapi penggunaan antibiotika pada kasus yang belum diketahui jenis
penyebab infeksi tersebut. Terapi ini bertujuan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri yang diduga menjadi penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil
pemeriksaan mikrobiologi. Lama terapi ini berkisar antara 48 – 72 jam,
selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi
klinis pasien.
2. Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi penggunan antibiotika pada kasus yang telah
diketahui jenis bakteri penginfeksinya. Tujuan terapi ini adalah menghambat
pertumbuhan bakteri penyebab infeksi berdasarkan uji mikrobiologi.
3. Terapi Profilaksis
Terapi profilaksis adalah penggunaan antibiotika yang bertujuan untuk mencgah
timbulnya infeksi, biasanya diberikan pada operasi pembedahan.
Menurut Kemenkes (2011) tentang pedoman umum penggunaan antibiotika,
dalam penggunaan antibiotika perlu diperhatikan beberapa faktor berikut ini.
1. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotika.
Kemampuan mikroorganisme untuk melemahkan daya kerja antibiotika akan
menyebabkan terapi tidak berjalan maksimal bahkan dapat mengakibatkan
kegagalan terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
2. Faktor farmakokinetika dan farmakodinamika.
Penetapan jenis dan dosis antibiotika yang diberikan kepada pasien sangat penting
untuk mengetahui cara, lama, dan interval pamberian antibiotika yang sesuai
dengan kondisi tubuh pasien.
3. Faktor interaksi dan efek samping obat.
Pemberian antibiotika yang dikombinasikan dengan obat lain perlu
dipertimbangkan ada atau tidaknya kemungkinan menimbulkan efek yang tidak
diharapkan pada pasien.
4. Faktor biaya
Harga antibiotika yang terlalu tinggi berdampak pada tidak mampunya pasien
dalam membeli antibiotika yang dibutuhkan dalam terapi pasien.
Berdasarkan beberapa faktor yang disebutkan di atas, prinsip penggunaan
antibiotika secara bijak yang disarankan adalah sebagai berikut ini.
1. Antibiotika yang digunakan sebaiknya merupakan terapi lini pertama penyakit
yang bersangkutan, berspektrum sempit, dengan disertai indikasi, interval, dan
lama pemberian yang tepat serta dosis yang akurat.
2. Menerapkan pedoman penggunaan antibiotika dalam menggunakan antibiotika
tertentu kepada pasien.
3. Menegakkan diagnosis penyakit infeksi dengan menggunakan informasi klinis
dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang
lainnya. Ada tidaknya infeksi bakteri pada pasien dapat diketahui dari hasil uji
kultur bakteri. Selain itu dapat diketahui dari kadar leukosit dan hitung jenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
leukosit (diferential count) yaitu neutrofil, euinofil, basofil, monosit, dan limfosit.
Kadar leukosit yang melebihi nilai normal mengindikasikan adanya infeksi akut
yang dialami pasien.
4. Antibiotika tidak diresepkan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
atau penyakit yang dapat sembuh sendiri.
5. Pemilihan jenis antibiotika harus berdasar pada Informasi kepekaan kuman dan
bagaimana sifat bakteri penginfeksi terhadap antibiotika yang akan diberikan,
perkiraan bakteri penyebab infeksi yang berdasarkan pada hasil pemeriksaan
mikrobiologi pasien.
6. Penggunaan antibiotika secara bijak dilakukan dengan beberapa langkah sebagai
berikut.
a) Meningkatkan pemahaman setiap tenaga medis dalam pemberian antibiotika
secara bijak kepada pasien.
b) Meningkatkan ketersediaan dan kualitas fasilitas penunjang seperti
laboratorium hematologi, imunologi, dan mikrobiologi atau laboratorium lain
yang digunakan berkaitan dengan penyakit infeksi.
c) Menjamin adanya tenaga kesehatan yang kompeten, dapat diandalkan
dibidang infeksi, dan mampu bekerja sama dalam tim dalam pengembangan
penanganan infeksi.
d) Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antibiotika secara
bijak secara intensif dan berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
e) Menetapkan dan menerapkan pedoman penggunaan antibiotika secara rinci
ditingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan
masyarakat.
C. Penggunaan Antibiotika Pada Anak
Penentuan konsentrasi keefektifan obat pada golongan anak tidaklah mudah.
Penelitian dalam bidang farmakologi dan toksikologi mengenai obat baru umumnya
dilakukan pada orang dewasa. Sangat sedikit yang benar-benar diujikan pada anak-
anak. Dalam penggunaan obat pada golongan pediatrik perlu diperhatikan perubahan
fungsi organ yang sedang tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan organ pada
golongan anak masih belum sempurna seperti pada orang dewasa. Hal ini dapat
mempengaruhi distribusi, metabolisme dan eliminasi obat pada anak (Dipiro, et al.,
2005).
Resiko pediatrik mendapatkan efek merugikan lebih tinggi akibat infeksi
bakteri daripada orang dewasa karena tiga faktor, yaitu:
1. Sistem imun pada anak yang belum berfungsi secara sempurna seperti pada orang
dewasa
2. Pola tingkah laku anak yang lebih banyak berisiko terpapar bakteri
3. Beberapa antibiotika yang cocok digunakan pada dewasa belum tentu cocok bila
diberikan kepada anak karena perbedaan proses absorbsi, distribusi, metabolisme
dan ekskresi obat serta tingkat kesempurnaan atau kematangan organ dengan
orang dewasa. Hal ini akan menyebabkan perbedaan respon terapetik atau dapat
menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan (Bueno & Stull, 2009).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Penggunaan antibiotika yang tidak tepat memudahkan terjadinya resistensi
terhadap antibiotika serta dapat menimbulkan resiko efek samping. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah dosis obat yang tepat bagi anak-anak, cara pemberian,
indikasi, kepatuhan, durasi yang tepat dan dengan memperhatikan keadaan
patofisiologi pasien secara tepat, diharapkan dapat memperkecil efek samping yang
akan terjadi. Hal ini diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis antibiotika yang
diberikan secara tepat (Rudolph, 2003).
Tidak semua antibiotika dapat diberikan kepada anak-anak. Contoh-contoh
antibiotika yang tidak dapat diberikan kepada anak-anak dapat dilihat pada Tabel I
berikut ini.
Tabel I. Contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk pediatrik
(Kemenkes, 2011).
Nama Obat Kelompok Usia Alasan
Siprofloksasin < 12 tahun Merusak tulang rawan (cartillage
disgenesis)
Norfloksasin < 12 tahun Merusak tulang rawan (cartillage
disgenesis)
Tetrasiklin < 4 tahun atau pada
dosis tinggi
diskolorisasi gigi, gangguan
pertumbuhan tulang
Kotrimoksazol < 2 bulan Tidak ada data efektivitas dan
keamanan
Kloramfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby
syndrome.
Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby
syndrome
Linkomisin HCl Neonatus Fatal toxic syndrome
Piperasilin-Tazobaktam Neonatus Tidak ada data efektivitas dan
keamanan
Azitromisin Neonatus tidak ada data keamanan
Tigesiklin < 18 Tahun tidak ada data keamanan
Spiramisin neonatus dan bayi tidak ada data keamanan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
D. Penggunaan Antibiotika Secara Rasional
Menurut WHO (2001), kriteria penggunaan obat yang rasional adalah
sebagai berikut.
1. Sesuai dengan indikasi penyakit
Pemberian antibiotika berdasarkan pada keluhan yang dialami pasien dan hasil
pemeriksaan fisik yang akurat dari pasien yang bersangkutan.
2. Diberikan dengan dosis yang tepat
Pemberian dosis obat sesuai dengan umur, berat badan dan kronologis penyakit
yang dialami individu yang bersangkutan.
3. Cara pemberian dan interval waktu pemberian yang tepat
Rentang waktu pemberian obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah
ditentukan.
4. Lama pemberian yang tepat
Pada kasus tertentu pemberian antibiotika memerlukan durasi tertentu. Tidak
terlalu singkat atau terlalu lama.
5. Obat yang diberikan harus efektif dan terjamin mutunya
Menghindari pemberian obat yang kedaluwarsa dan tidak sesuai dengan jenis
keluhan penyakit.
6. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau
Jenis obat mudah didapatkan kapanpun diperlukan dan dengan harganya relatif
terjangkau bagi pasien.
7. Meminimalkan efek samping dan alergi obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Mengurangi kemungkinan timbulnya efek yang tidak diharapkan dari penggunaan
obat tersebut.
E. Resistensi Antibiotika
Resistensi antibiotika oleh mikroba merupakan hal yang sangat
dikhawatirkan dalam mengobati penyakit infeksi. Menurut Soedarmo, Garna,
Hadinegoro, Satari, (2008), resistensi ini secara mendasar disebabkan oleh hal – hal
sebagai berikut ini.
1. Mikroorganisme penginfeksi berkembang dan menghasilkan enzim-enzim
seperti adenyllacting, fosforilacting, acetylacting agent yang dapat
menghancurkan antibiotika.
2. Antibiotika tidak dapat menembus dinding bakteri untuk mencapai tempat aksi
yang potensial akibat penurunan permeabilitas mikroorganisme dinding sel.
3. Mikroorganisme penginfeksi dapat berkembang dan melakukan perubahan
struktur tubuh, seperti perubahan kromosom dengan menghilangkan protein
tertentu pada subunit ribosom
4. Kemampuan mikroorganisme untuk meningkatkan sintesis metabolismenya
sehingga tahan terhadap antimikroba.
Menurut Kemenkes (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi
berkembangnya resistensi antibiotika di klinik adalah sebagai berikut.
1. Penggunaan antibiotika yang terlalu sering.
2. Penggunaan antibiotika yang tidak sesuai dengan anjuran.
3. Penggunaan antibiotika baru yang berlebihan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
4. Penggunaan antibiotika dalam durasi yang terlalu lama.
5. Penggunaan antibiotika untuk ternak.
6. Lain-lain seperti sanitasi dan kebersihan yang kurang baik, serta kondisi
lingkungan yang tidak memenuhi syarat.
F. Penyebab Kegagalan Terapi
Kegagalan dalam setiap pengobatan sangat mungkin terjadi, termasuk pada
penggunaan antibiotika. Menurut Setiabudy (2012) faktor - faktor yang dapat
menyebabkan kegagalan terapi antibiotika antara lain;
1. Dosis yang kurang
Pemberian dosis yang kurang dari dosis seharusnya akan menyebabkan kegagalan
terapi pada pasien. Hal ini akibat kurangnya obat yang diabsorpsi dalam tubuh
sehingga efek terapi tidak timbul.
2. Durasi terapi yang kurang
Durasi terapi yang kurang dari durasi yang ditentukan akan berakibat pada belum
tercapainya tujuan terapi yang diinginkan tetapi proses pengobatan sudah
dihentikan. Contohnya adalah pada penyakit akibat infeksi bakteri. Apabila terapi
dihentikan sebelum waktu yang ditentukan akan menyebabkan kemungkinan
bakteri penyebab infeksi belum mati seluruhnya, sehingga memberikan
kesempatan bakteri berkembang lagi bahkan menyebabkan resistensi pada
antibiotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
3. Adanya faktor mekanik
Faktor mekanik yang dimaksud seperti abses, benda asing, jaringan debrimen,
sekuester tulang, batu saluran kemih, dan lain-lain, merupakan faktor – faktor yang
dapat menggagalkan terapi antibiotik. Pengatasan faktor mekanik tersebut yaitu
dengan pencucian luka, debrimen, insisi, serta upaya lain sangat menentukan
keberhasilan dalam mengatasi infeksi.
4. Kesalahan dalam menetapkan etiologi penyakit
Pemberian antibiotika yang tidak sesuai dengan bakteri penginfeksi dapat
menyebabkan terapi yang kurang efektif. Bahkan bila dilakukan dalam durasi lama
akan mengakibatkan resistensi bakteri terhadap antibiotika.
5. Pilihan antibiotik yang kurang tepat.
Pemilihan antibiotika yang kurang tepat terhadap kondisi ataupun penyebab
infeksi, dapat menyebabkan terapi yang kurang optimal bahkan dapat
membahayakan pasien.
6. Faktor farmakokinetika
Pertimbangan bagaimana kondisi dan jumlah obat dalam tubuh. Hal ini karena
tidak semua bagian tubuh dapat ditembus dengan mudah oleh antibiotika, sehingga
tidak mencapai jumlah terapetik untuk memberi efek yang diinginkan.
7. Faktor pasien
Keadaan dan mekanisme pertahanan tubuh pasien yang buruk merupakan faktor
penting yang menyebabkan gagalnya terapi antibiotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
G. Evaluasi Penggunaan Antibiotika
Sesuai dengan Kemenkes (2011) tentang pedoman umum penggunaan
antibiotika, terdapat dua cara atau pendekatan dalam pejumlahan penggunaanya yaitu
secara kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan secara kuantitatif yaitu evaluasi
penggunaan antibiotika berdasarkan jumlah yang digunakan, sedangkan pendekatan
kualitatif yaitu berdasarkan ketepatan dalam memilih jenis, dosis, lama waktu
pemberian, dan harga antibiotika.
Evaluasi penggunaan antibiotika secara kuantitatif bisa dilakukan secara
prospektif maupun retrospektif. Parameter uji kuantitatif penggunaan antibiotika
adalah persentase pasien yang mendapat terapi antibiotika selama rawat inap dirumah
sakit yang ditetapkan dengan Defined Daily Doses (DDD) 100 patient-days dan
Defined Daily Dose (DDD) 100 bed-days (Kemenkes, 2011).
Evaluasi penggunaan antibiotika secara kualitatif juga dapat dilakukan
secara retrospektif atau prospektif. Secara retrospektif dilakukan dengan melihat
rekam medis dari pasien, sedangkan secara prospektif yaitu dengan mengikuti
perkembangan terapi pasien. Terdapat berbagai macam pendekatan, metode dan
indikator evaluasi penggunaan antibiotika yang rasional atau tidak rasional, salah
satunya adalah metode Gyssens yang digunakan dalam penelitian ini (Gyssens &
Meers, 2001).
Evaluasi rasionalitas peresepan antibiotika yang dievaluasi dengan
menggunakan alur Gyssens (Gyssens & Meers, 2001) yang terbagi dalam beberapa
kategori yaitu 0-VI kategori.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Kategori yang dimaksud adalah sebagai berikut ini.
0 : penggunaan tepat /rasional
I : timing tidak tepat
IIA : tidak tepat dosis
IIB : tidak tepat interval
IIC : tidak tepat cara pemberian
IIIA : pemberian yang terlalu lama
IIIB : pemberian yang terlalu singkat
IVB : ada antibiotika lain yang kurang toksik
IVC : ada antibiotika lain yang lebih murah
IVD : ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit
V : penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi
VI : rekam medis tidak lengkap untuk dievaluasi
IVA : ada antibiotika lain yang lebih efektif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Gambar 1. Diagram alir pejumlahan rasionalitas peresepan antibiotika metode
Gyssens (Kemenkes, 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
H. Keterangan Empiris
Masih terdapat ketidakrasionalan dalam peresepan antibiotika pada pasien
pediatrik yang menjalani rawat inap. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
gambaran rasionalitas peresepan antibiotika di bangsal anak Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta yang dievaluasi dengan metode Gyssens pada periode Juli
2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental, karena peneliti tidak
memberikan intervensi terhadap subyek penelitian. Penelitian ini menggunakan
rancangan deskriptif evaluatif dengan menggunakan data retrospektif, yaitu
berdasarkan data yang sudah ada. Rancangan penelitian ini menggunakan rancangan
Cross sectional yaitu pengukuran dan pengamatan datanya dilakukan satu kali dalam
suatu waktu yang bersamaan. Data yang disajikan bersifat apa adanya tanpa
manipulasi dan tanpa intervensi mengenai kondisi data tersebut, sehingga tidak
memerlukan adanya hipotesis (Nursalam, 2008; Sastroasmoro & Ismael, 2002).
Penelitian ini dilakukan dengan menelusuri profil peresepan antibiotika
yang diberikan terhadap pasien pediatrik rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit
Panti Nugroho Yogyakarta pada periode Juli tahun 2013 melalui rekam medis pasien.
Selanjutnya dilakukan analisa kualitatif peresepan antibiotika yang dikaji berdasarkan
literatur dengan menggunakan metode Gyssens.
B. Variabel Penelitian
1. Profil penyakit infeksi yang diderita pasien
2. Profil peresepan antibiotika
3. Rasionalitas peresepan antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
C. Definisi Operasional
1. Profil penyakit infeksi yang diderita pasien dalam penelitian ini adalah jenis-
jenis penyakit infeksi yang ditetapkan menurut diagnosa utama dan diagnosa
penyerta pasien, misalnya: infeksi saluran kemih, bronkitis, dan demam tifoid.
2. Profil peresepan antibiotika pada penelitian ini meliputi golongan, jenis, cara
pemberian, dan durasi pemakaian
a) Golongan antibiotika adalah semua golongan antibiotika yang diberikan
pada pasien pediatrik yang menjalani perawatan di rawat inap di bangsal
anak Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta pada periode Juli tahun
2013, misalnya sefalosporin, penisilin, dan lain lain.
b) Jenis antibiotika adalah semua jenis antibiotika yang diberikan pada
pasien pediatrik yang menjalani perawatan di rawat inap di bangsal anak
Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta pada periode Juli tahun 2013,
misalnya amoksisilin, ampisilin, sefotaksim, dan lain lain.
c) Cara pemberian adalah cara yang digunakan dalam memasukkan
antibiotika ke dalam tubuh, misalnya oral, intravena, dan lain-lain.
d) Durasi pemakaian adalah lama waktu (hari) pemakaian antibiotika kepada
pasien.
3. Rasionalitas peresepan antibiotika dalam penelitian ini adalah rasionalitas
peresepan antibiotika yang dievaluasi secara kualitatif menggunakan kriteria
Gyssens (Gyssens & Meers, 2001). Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
literatur sebagai sebagai referensi. Literatur yang digunakan yaitu Sukandar,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
dkk., (2009), Lacy, Amstrong, Goldman, Lance, (2011), Kemenkes (2011),
berbagai buku farmakoterapi seperti Setiabudy (2012), Wells, Dipiro,
Schwinghammer, Dipiro (2009), Tan & Rahardja (2007), dan berbagai jurnal
terkait.
D. Subyek dan Bahan Penelitian
1. Subyek penelitian adalah seluruh pasien pediatrik yang menjalani perawatan di
rawat inap di bangsal anak Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta pada periode
Juli tahun 2013.
2. Bahan penelitian adalah seluruh rekam medis pasien pediatrik yang menjalani
perawatan di rawat inap di bangsal bangsal anak rumah sakit Panti Nugroho
Yogyakarta pada periode Juli tahun 2013.
3. Rekam medis adalah semua berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, hasil pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lainyang
telah diberikan kepada pasien.
4. Kriteria inklusi :
a) Rekam medis pasien pediatrik rawat inap di bangsal anak rumah sakit Panti
Nugroho Yogyakarta pada periode Juli tahun 2013.
b) Rekam medis yang jelas terbaca.
5. Kriteria eksklusi :
a) Data rekam medis tidak jelas terbaca oleh lebih dari satu orang.
b) Rekam medis pasien tidak lengkap seperti tidak tercantumnya berat badan
pasien, lama pengobatan, dan diagnosa penyakit pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
c) Pasien yang mendapatkan antibiotika pulang paksa atau meninggal dunia
sebelum program pemberian antibiotika pasien tersebut selesai.
d) Pasien melanjutkan pengobatan di tempat lain.
E. Tempat Dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Panti Nugroho Daerah Istimewa
Yogyakarta. Waktu penelitian dilakukan pada September sampai Oktober tahun 2013.
F. Alat / Instrumen Penelitian
Alat atau instrumen penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut ini.
1. Formulir untuk mengambil data
Dalam penelitian ini digunakan formulir yang memuat data rekam medis
pasien. Formulir ini digunakan untuk pengambilan data-data yang diperlukan
dalam penelitian ini diantaranya: identitas pasien, diagnosa pasien, nama
antibiotika, indikasi, dosis pemberian, frekuensi pemberian, lama pemberian,
cara pemberian, jenis penggunaan, data klinis, dan data laboratorium.
2. Diagram Gyssens.
Diagram Gyssen adalah suatu diagram alir yang memuat ketepatan
penggunaan antibiotika seperti: ketepatan indikasi, pemilihan berdasarkan
efektivitas, toksisitas, harga dan spectrum, lama pemberian, dosis, interval,
cara, dan waktu pemberian (Gyssens & Meers, 2001).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
3. Kategori Gyssens.
Skala nominal 0-VI yang digunakan untuk mengkategorikan rasionalitas
peresepan suatu antibiotika berdasarkan metode Gyssens.
4. Literatur sebagai referensi evaluasi
Literatur yang digunakan yaitu Sukandar dkk. (2008), Lacy, Amstrong,
Goldman, Lance, (2011), Kemenkes (2011), berbagai buku farmakoterapi
seperti Setiabudy (2012), Dipiro & Schwinghammer (2009), Tan & Rahardja
(2007), dan berbagai jurnal terkait.
G. Tata Cara Penelitian dan Analisis Data
1. Melakukan seleksi data
Memilih data yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria
eksklusi.
2. Melakukan pengumpulan data
Mengumpulkan data mengenai terapi antibiotika yang diresepkan oleh dokter dari
rekam medis dan pengobatan.
3. Analisis data
Analisis data dilakukan secara analisa deskriptif. Analisa deskriptif dilakukan
dengan menguraikan data-data yang didapatkan dari rekam medis, untuk
menggambarkan pola penyakit infeksi dan pola penggunaan antibiotika. Data
yang diperoleh diperiksa kelengkapannya dan dipastikan tidak ada kekeliruan
pemasukan data. Selanjutnya dilakukan evaluasi sesuai dengan alur Gyssens.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Hasil evaluasi dikategorikan sebagai berikut:
Kategori 0 : penggunaan tepat /rasional
Kategori I : timing tidak tepat
Kategori II : dosis dan cara pemberian kurang tepat
Kategori III : lama pemberian kurang tepat
Kategori IV : pemilihan antibiotika kurang tepat karena adanya alternatif
yang lebih efektif, lebih tidak toksik, lebih murah, atau lebih
spesifik dengan spektrum lebih sempit
Kategori V : penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi
Kategori VI : rekam medis tidak lengkap untuk dievaluasi
H. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan sebagai berikut.
1. Dengan metode pendekatan secara retrospektif, kelengkapan dan kesulitan dalam
pembacaan rekam medis menjadi suatu kesulitan tersendiri.
2. Adanya beberapa data yang dapat mendukung hasil penelitian namun tidak dapat
diakses atau tidak dapat perijinan dari pihak rumah sakit dalam penggunaannya.
Data yang dimaksud yaitu data mengenai ada tidaknya alergi pasien terhadap
suatu jenis obat dan Standar Pelayanan Medis (SPM) dari rumah sakit itu sendiri.
Selain itu keterbatasan waktu dan kesempatan peneliti dalam melakukan
wawancara mendalam dengan dokter maupun apoteker untuk mengetahui kondisi
yang lebih mendalam dari pasien dalam proses pemberian terapi antibiotika
menjadi kekurangan tersendiri dalam penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
3. Metode yang digunakan untuk evaluasi yaitu metode Gyssens tidak selalu dapat
diselaraskan dengan kondisi yang dialami pasien baik dari diagnosa awal sampai
dengan outcome terapi pasien. Sangat sulit apabila hanya berpatokan dari teoritis
metode ini berdasarkan buku-buku pegangan tanpa mengetahui kondisi
sebenarnya yang dialami oleh pasien. Banyak kasus yang bertentangan dengan
tiap-tiap alur dalam metode ini namun memberikan outcome terapi yang justru
baik bagi pasien yang bersangkutan. Beberapa antibiotika yang sebenarnya bukan
antibiotika yang disarankan sebagai terapi lini pertama atau kedua penyakit
infeksi justru memberi hasil terapi yang baik dan bahkan pasien menjadi sembuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Profil Penyakit
Dari 34 rekam medis pasien yang diteliti, terdapat 34 diagnosis penyakit
berdasarkan diagnosa utama dan diagnosa penyakit penyerta. Dalam penelitian ini
diperoleh bahwa satu pasien dapat didiagnosa lebih dari satu jenis penyakit.
Tabel II. Profil Penyakit Berdasarkan Diagnosis Per Pasien Pada Pasien
Pediatrik Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli
2013
No Diagnosa Jumlah Persentase (%)
1 Asma bronchiale 1 3%
2 Asma bronchiale, bronchopneumonus 1 3%
3 Demam tifoid 1 3%
4 Demam tifoid, vomitis 1 3%
5 Dengue fever 1 3%
6 Dengue fever komplikasi gastroenteritis akut 1 3%
7 Febris 2 6%
8 Febris, dehidrasi sedang 1 3%
9 Febris, candidiasis 1 3%
10 Febris, ISK 1 3%
11 Gastritis 2 6%
12 Bronkitis 1 3%
13 Gastroenteritis akut 4 12%
14 Gastroenteritis akut dan kejang demam kompleks 2 6%
15 Gastroenteritis akut dengan dehidrasi 1 3%
16 Gastroenteritis akut dengan febris tinggi, hipertermi 1 3%
17 Gastroenteritis akut dengan febris 1 3%
18 Hematuri, albuminuria, colic abdomen 1 3%
19 Ichterik neonates 1 3%
20 ISPA dengan vomitus 1 3%
21 Obs vomitus; ISPA; cacingan 1 3%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Lanjutan Tabel II.
22 Obs. Febris 1 3%
23 Obs. Proteinuria dan hematuria, susp. sindrom nefrotik 1 3%
24 Obs. Vomitus, susp. ISK 1 3%
25 Perioperatif aff plate frakturcruris 1 3%
26 Polydactyly 1 3%
27 Tonsilisitis 2 6%
29 Vomitus, dehidrasi sedang 1 3%
Jumlah 34 100%
Dari hasil pada Tabel II menunjukkan penyakit yang paling banyak dialami
adalah Gastrointeritis Akut (GEA) jumlah 10 kasus (29%) dari jumlah keseluruhan
kasus. Hasil penelitian lain dengan metode dan pendekatan yang sama dilakukan oleh
Febiana (2011) di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa penyakit terbanyak yang dialami pasien pediatrik adalah demam
tifoid. Demam tifoid merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Salmonella, sama halnya degan penyakit gastroenteritis akut, hanya manifestasi
klinisnya yang berbeda (Pelczar & Chan, 2005).
B. Profil Peresepan Antibiotika
Pada profil peresepan antibiotika ini akan dijelaskan mengenai golongan,
jenis, cara pemberian, dan durasi pemberian antibiotika yang diresepkan pada pasien
pediatrik rawat inap di RS Panti Nugroho selama periode Juli 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
1. Golongan dan Jenis Antibiotika
Tabel III. Profil Golongan Dan Jenis Antibiotika Pada Pasien Peditarik
Rawat Inap Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013
No Golongan dan Jenis
Antibiotika
Jumlah satuan
resep (R/) Persentase (%)
1 Penisilin
Amoksisilin 11 22
Ampisilin 1 2
2 Sefalosporin
Sefotaksim 15 30
Seftriakson 4 8
Sefiksim 4 8
3 Karbapenem
Meropenem 1 2
4 Aminoglikosida
Gentamisin 2 4
5 Sulfonamida
Trimetoprim-Sulfametoksazol 1 2
Metronidazol 7 14
6 Antimikobakteri
Rifampisin 1 2
7 Antibiotika Lain
Nistatin 2 4
Fradiomisin-Gramisidin 1 2
Jumlah 50 100
Pada Tabel III menunjukkan antibiotika yang paling sering digunakan yaitu
golongan sefalosporin dengan jumlah 23 satuan resep (R/) atau 46% dari jumlah
keseluruhan penggunaan antibiotika. Dari golongan tersebut, sefotaksim paling
banyak digunakan yaitu sebanyak 15 satuan resep (R/) atau 30% dari jumlah
keseluruhan satuan resep. Hal ini sesuai dengan profil penyakit yang terdapat di
bangsal anak rawat inap yang terdapat banyak kasus gastroenteritis akut dan demam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
tifoid. Kedua penyakit ini disebabkan bakteri Salmonella dengan salah satu terapi lini
pertamanya adalah antibiotika golongan sefalosporin yaitu sefotaksim. Antibiotika
yang paling jarang digunakan yaitu dari golongan karbapenem dan antimikobakteri
dengan masing-masing jumlah 1 satuan resep (R/) atau sebanyak 2%.
Pada penelitian ini diperoleh hasil sebanyak 12 variasi jenis antibiotika yang
digunakan selama periode Juli 2013. Variasi jumlah satuan resep antibiotika (R/) per-
pasien adalah 1 sampai dengan 7 antibiotika. Dari 34 kasus penggunaan antibiotika
pada penelitian ini, terdapat 8 kasus (20%) penggunaan kombinasi lebih dari satu
jenis antibiotika, termasuk 2 kombinasi antibiotika dalam satu sediaan obat seperti
trimetoprim-sulfametoksazol, dan fradiomisin-gramisidin. Selain itu juga terdapat 2
kasus terapi penggantian antibiotika (switching), dan 1 kasus terapi kombinasi dan
penggantian antibiotika, sedangkan sisanya adalah penggunaan satu jenis antibiotika
(80%). Dalam penelitian ini penggunaan antibiotika kombinasi paling banyak terjadi
pada kasus infeksi bakteri beserta adanya infeksi amoeba, seperti pada penggunaan
amoksisilin dan metronidazol dalam kasus gastrointestinal akut yang disertai adanya
infeksi amoeba. Amoksisilin merupakan salah satu terapi lini pertama infeksi akibat
Salmonella, sedangkan metronidazol memiliki aktivitas terhadap amoeba. Terapi
penggantian antibiotika, tidak diketahui secara pasti alasan dilakukan penggantian
tersebut karena tidak dicantumkan alasan tersebut pada rekam medis pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2. Cara Pemberian Antibiotika
Gambar 2. Cara Pemberian Antibiotika Pada Pasien Peditarik Rawat
Inap Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013
Cara penggunaan antibiotika yang paling banyak adalah intravena yaitu
sebanyak 80%, sedangkan sisanya sebanyak 20% diberikan secara oral. Hal ini terkait
banyaknya kondisi pasien yang mengalami mual dan muntah, sehingga sulit untuk
diberikan antibiotika secara oral. Selain itu pasien juga banyak kondisi pasien yang
harus diberikan infus berupa antibiotika metronidazol sehingga banyak peresepan
antibiotika yang diberikan secara intravena.
Dari keseluruhan kasus penggunaan antibiotika, terdapat 8 (16%) kasus
penggunaan antibiotika secara definitif akibat infeksi bakteri Salmonella, sebanyak
40 (80%) kasus merupakan penggunaan antibiotika secara empiris, dan sebanyak 3
(6%) kasus antibiotika yang digunakan dalam terapi profilaksis. Tidak semua pasien
melakukan uji kultur. Hal ini diakibatkan faktor biaya, melihat sebagian besar biaya
pasien berasal dari biaya pribadi pasien sendiri. Selain itu beberapa pasien yang
n = 50
Cara pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
melakukan uji kultur tidak langsung memperoleh hasil uji kultur. Lamanya hasil
kultur menjadi salah satu alasan banyaknya dilakukan terapis secara empiris,
sedangkan kondisi pasien yang mendesak sudah harus diberikan terapi.
3. Durasi Penggunaan Antibiotika
Gambar 3. Durasi Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Peditarik Rawat
Inap Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013
Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan berbagai variasi durasi
penggunaan antibiotika. Mulai dari hanya 1 hari, sampai dengan 12 hari penggunaan.
Durasi penggunaan antibiotika terlama adalah 12 hari yaitu metronidazol sebanyak 1
kasus atau 2% dari jumlah keseluruhan kasus. Sedangkan terdapat 8% penggunaan
antibiotika tersingkat selama satu hari yaitu sefotaksim, amoksisilin, nistatin,
meropenem, dan trimetoprim-sulfametoksazol. Durasi terbanyak penggunaan
antibiotika adalah selama 3 hari ( 37%).
n = 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika dengan Metode Gyssens
Evaluasi penggunaan antibiotika dengan pendekatan kualitatif dilakukan
dengan menggunakan alur Gyssens & Meers, (2001) yang terbagi dalam 12 kategori
dan dinyatakan dalam presentase.
Tabel IV. Distribusi Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kategori
Gyssens Di Rumah Sakit Panti Nugroho Yogyakarta Periode Juli 2013
Kategori Gyssens Jumlah Persentase (%)
0 : penggunaan tepat /rasional 26 52
I : timing tidak tepat 3 6
IIA : tidak tepat dosis 4 8
IIB : tidak tepat interval 2 4
IIC : tidak tepat cara pemberian 0 0
IIIA : pemberian yang terlalu lama 1 2
IIIB : pemberian yang terlalu singkat 2 4
IVA : ada antibiotika lain yang lebih efektif 4 8
IVB : ada antibiotika lain yang kurang toksik 0 0
IVC : ada antibiotika lain yang lebih murah 2 4
IVD : ada antibiotika lain yang lebih spesifik 0 0
V : penggunaan antibiotika tanpa ada indikasi 6 12
Total 50 100
Tabel IV didapat hasil sebesar 52% penggunaan antibiotika memenuhi
kategori 0 Gyssens (rasional). Kemudian 48% penggunaan antibiotika yang tidak
rasional dengan rincian sebesar 6% termasuk dalam kategori I (timing pemberian
antibiotika tidak tepat), 8% kategori IIA (pemberian antibiotika yang tidak tepat
dosis), 4% kategori IIB (pemberian antibiotika tidak tepat interval), 2% kategori IIIA
(pemberian antibiotika terlalu lama), 4% kategori IIIB (pemberian antibiotika terlalu
singkat), 8% kategori IVA (ada alternatif antibiotika yang lebih efektif), 4% kategori
IVC (ada antibiotika lainyang lebih murah), dan 12% kategori V (Pemberian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
antibiotika tanpa indikasi). Tidak ditemukan antibiotika yang termasuk dalam
kategori IIC (penggunaan antibiotika yang tidak tepat cara pemberian), kategori IVB
(Ada antibiotika lain yang kurang toksik), dan IVD (ada antibiotika lain dengan
spektrum lebih sempit).
Tabel V. Distribusi Hasil Evaluasi Peresepan Tiap Jenis Antibiotika
Berdasarkan Metode Gyssens Di Rumah Sakit Panti Nugroho
Yogyakarta Periode Juli 2013
No Antibiotika Kategori Gyssens Total
0 I II III IV V
1 Sefotaksim 10 1 - 1 1 2 15
2 Amoksisilin 7 - 1 1 - 2 11
3 Metronidazol 6 - - 1 - - 7
4 Seftriakson 1 2 1 - - - 4
5 Sefiksim 1 - 1 - 1 1 4
6 Gentamisin - - - - 2 - 2
7 Nistatin 1 - - - 1 - 2
8 Rifamisin - - - - 1 - 1
9 Ampisilin - - - - - 1 1 10 Meropenem - - 1 - - - 1
11 Trimetoprim-Sulfametoksazol - - 1 - - - 1
12 Fradiomisin-Gramicidin - - 1 - - - 1
Jumlah 26 3 6 3 6 6 50
Tabel V menunjukkan hasil antibiotika dengan kriteria rasional terbanyak
adalah sefotaksim. Antibiotika ini paling banyak digunakan untuk kasus infeksi
bakteri Salmonella typhi berupa demam tifoid dan gastroenteritis akut.
Terdapat 1 jenis antibiotika kategori I (timing tidak tepat) yaitu sefotaksim
yang dalam jam pemberiannya selalu berbeda setiap harinya. Terdapat juga 3 kasus
antibiotika yang masuk kategori IIA (penggunaan antibiotika yang tidak tepat dosis).
Hasil evaluasi diketahui dosis yang diberikan melebihi dosis yang disarankan dalam
literatur. Selain itu terdapat 1 jenis antibiotika yang termasuk kategori IIB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
(penggunaan antibiotika dengan interval yang kurang tepat) yaitu penggunaan
seftriakson pada operasi patah kaki untuk pencegahan infeksi.
Terkait lama waktu penggunaan, terdapat masing-masing 1 kasus antibiotika
kategori IIIA (penggunaan antibiotika yang terlalu lama) dan kategori IIIB
(penggunaan antbiotika terlalu singkat). Dalam beberapa kasus, penggunaan
antibiotika dihentikan dalam 2 atau 3 hari karena kondisi pasien yang sudah
dinyatakan sembuh dan diperbolehkan pulang. Bila dilihat dari acuan Kemenkes
2011, durasi penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah 48 – 72 jam,
selanjutnya harus dilakukan evaluasi mengenai keefektifan antibiotibiotika tersebut
terhadap penyakit atau bakteri penginfeksi pasien yang diketahui dari hasil uji
hematologi, uji kultur, dan kondisi pasien. Apabila tidak ada tanda kondisi pasien
yang membaik, maka antibiotika dapat diganti sesuai dengan jenis bakteri penginfeksi
pasien, dan apabila terdapat peningkatan kondisi pasien maka pemberian antibiotika
dapat diteruskan 5 sampai 7 hari atau sesuai dengan anjuran durasi masing-masing
antibiotika. Penggunaan antibiotika dalam 2 – 3 hari tanpa dilakukan evaluasi atau
tanpa diteruskan dalam 5 hingga 7 hari memang terhitung singkat, tetapi kondisi
pasien yang dinyatakan sembuh dan sudah diperbolehkan pulang menjadi
pertimbangan peneliti untuk meloloskan penggunaan antibiotika dalam durasi yang
sesuai.
Ditemukan antibiotika yang masuk kategori IVA (adanya antibiotika yang
lebih efektif). Terdapat pemilihan antibiotika yang bukan merupakan terapi lini
pertama ataupun lini kedua untuk penyakit yang diderita pasien. Hasil diskusi dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
tenaga medis pada rumah sakit ini menyatakan hal ini dapat diakibatkan karena
adanya alergi dari pasien terhadap obat atau antibiotika yang menjadi terapi lini
pertama kasus tersebut. Tidak diketahui secara pasti pasien mana saja yang memiliki
alergi tersebut dikarenakan peneliti tidak memperoleh akses untuk mengetahui dan
mengolah data mengenai alergi pada pasien. Terdapat juga 2 kasus dengan hasil
kategori IVC yaitu adanya antibiotika yang lebih murah. Harga antibiotika yang
digunakan adalah harga antibiotika yang terdapat di Apotek Rumah Sakit Panti
Nugroho Yogyakarta, karena obat-obat yang digunakan dalam terapi pasien berasal
dari apotek ini. Pada kasus tersebut antibiotika yang digunakan bukanlah antibiotika
generik yang harganya mencapai dua kali lipat harga obat generiknya.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya antibiotika yang masuk
kategori V (pemberian antibiotika tanpa indikasi) dengan persentase sebanyak 12%.
Ada atau tidaknya infeksi bakteri pada pasien diketahui dari hasil uji hematologi dan
uji kultur bakteri. Dari hasil uji hematologi pada beberapa kasus tersebut tidak
menunjukkan tingginya jumlah leukosit. Kenaikan kadar leukosit dan penghitungan
jenis leukosit yang berada diatas nilai normal mengindikasikan adanya infeksi bakteri
yang dialami pasien. Pada kasus ini terdapat pemberian antibiotika pada penyakit
yang bukan disebabkan oleh infeksi bakteri seperti vomitus, dehidrasi, dan febris.
Tidak adanya hasil infeksi bakteri dan kadar leukosit yang masih dalam batas normal
mengindikasikan bahwa penyakit tersebut tidaklah disebabkan oleh bakteri (IDI,
1998; Soedarmo, et al., 2008; Sutedjo, 2012).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Penjelasan yang lebih terperinci terkait hasil kajian literatur peresepan
antibiotika berdasarkan metode Gyssen, dibawah ini akan disajikan hasil evaluasi
yang dilakukan berdasarkan diagnosa penyakit yang dialami pasien.
1. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus 1, 3, 9, 11, 12, 21, 23, 24, 27,
dan 29 dengan Diagnosa Gastroenteritis Akut.
Gastroenteritis akut merupakan suatu inflamasi yang terjadi pada saluran
intetinal yang dapat disebabkan oleh bakteri. diantaranya Salmonella, Shigella,
dan E. coli (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Pada beberapa kasus, ditemukan penyakit gastroenteritis akut yang
penyakit penyerta atau gejala lain seperti dehidrasi, febris, dan kejang demam
kompleks yang bukan merupakan penyakit akibat infeksi bakteri. Hasil kajian
peresepan antibiotika pada gastroenteritis akut ini akan dijelaskan sebagai berikut.
a) Kasus 1
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis akut menerima
antibiotika berupa sefotaksim, metronidazol, dan gentamisin. Pasien
diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada
indikasi penyakit infeksi). Sefotaksim dan metronidazol merupakan salah
satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut (Dipiro & Schwinghammer,
2009). Peresepan kedua antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien
terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang
lebih efektif). Gentamisin bukanlah merupakan terapi lini pertama atau kedua
penyakit ini dan ada antibiotika lini pertama lain yang lebih efektif, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
gentamisin tidak lolos kategori IVA. Untuk sefotaksim dan metronidazol,
tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya termurah
untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim dan metronidazol. Berdasarkan hal
tersebut, peresepan kedua antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan kedua
obat ini selama 3 hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat, sudah
sesuai aturan Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris
sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan
IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008), peresepan sefotaksim
adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 14,5 kg
menerima obat sebanyak 1200 mg/hari dalam 4 dosis terbagi yang diberikan
setiap 6 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan, yaitu sebanyak 750
mg sampai 2900 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap
6 sampai 12 jam. Untuk metronidazol, pasien diberikan 600 mg obat setiap
hari. Dosis yang disarankan adalah 30 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 3
dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam. Hal ini sesuai kisaran dosis yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
disarankan, yaitu sebanyak 435 mg sampai 725 mg/hari dalam 3 dosis terbagi
yang diberikan setiap 8 jam sehingga kedua antibiotika ini lolos kategori IIA
(tepat dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian dilakukan secara
intravena. Cara ini dirasa paling efektif karena kondisi pasien yang mengalami
muntah dan mual dan agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga
lolos kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat
setiap harinya, yaitu sefotaksim setiap pukul 6.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 dan
metronidazol pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat
waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim dan metronidazol termasuk kategori 0 yaitu rasional.
b) Kasus 3
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis akut menerima
antibiotika berupa sefotaksim. Pasien mengalami infeksi bakteri sehingga
lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Menurut Dipiro &
Schwinghammer (2009) sefotaksim merupakan salah satu terapi lini pertama
untuk gastroenteritis akut dan terbukti efektif karena kondisi pasien yang terus
membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih
efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya
juga termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada
indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis
yang lebih murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui
jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
terhadap berbagai jenis bakteri. Menurut Tan & Rahardja (2007), sefotaksim
merupakan antibiotika berspektrum luas, sehingga dapat diterapkan dalam
terapi empiris. Berdasarkan hal tersebut, peresepan antibiotika ini lolos
kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit).
Durasi penggunaan selama 2 hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat.
Sudah sesuai aturan Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi
empiris sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu
lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Dosis dan
interval, menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008), peresepan
sefotaksim adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis
terbagi yang diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat
badan 24 kg menerima obat sebanyak 1500 mg/hari dalam 3 dosis terbagi
yang diberikan setiap 8 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan,
yaitu sebanyak 1200 mg sampai 4800 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi
yang diberikan setiap 6 sampai 12 jam, sehingga lolos kategori IIA (tepat
dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian dilakukan secara
intravena. Cara ini dirasa paling efektif, karena kondisi pasien yang
mengalami muntah dan mual, sehingga lolos kategori IIC (tepat cara
pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya sehingga lolos
kategori I (tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi
tersebut, penggunaan sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
c) Kasus 9
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis akut menerima antibiotika
berupa amoksisilin dan metronidazol. Pasien diindikasikan mengalami infeksi
bakteri sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Menurut
Dipiro & Schwinghammer (2009) amoksisilin dan metronidazol merupakan
salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut dan terbukti efektif
karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak
ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan
dengan obat lain dan harganya termurah untuk antibiotika sejenis sehingga
lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC
(tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan secara
empiris karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih
antibiotika dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri seperti
amoksisilin dan metronidazol. Berdasarkan hal tersebut, peresepan kedua
antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum
lebih sempit). Durasi penggunaan kedua obat ini selama 3 hari. Tidak terlalu
lama dan tidak terlalu singkat, sudah sesuai aturan Kemenkes (2011), yaitu 48
sampai 72 jam untuk terapi empiris sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan
antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu
singkat). Untuk dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011), peresepan
amoksisilin adalah 20 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi
yang diberikan setiap 8 jam sehari. Pasien dengan berat badan 16 kg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
menerima obat sebanyak 750 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan
setiap 8 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan, yaitu sebanyak 320
mg sampai 800 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam.
Untuk metronidazol, pasien diberikan 750 mg obat setiap hari. Dosis yang
disarankan adalah 30 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi yang
diberikan setiap 8 jam. Hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan, yaitu
sebanyak 480 mg sampai 800 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan
setiap 8 jam sehingga kedua antibiotika ini lolos kategori IIA (tepat dosis) dan
IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian dilakukan secara intravena. Cara
ini dirasa paling efektif karena kondisi pasien yang mengalami muntah dan
mual dan agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos kategori
IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya,
yaitu sefotaksim setiap pukul 6.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 dan metronidazol
pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim dan metronidazol termasuk kategori 0 yaitu rasional.
d) Kasus 11
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis akut menerima
antibiotika berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri
sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Menurut Dipiro &
Schwinghammer (2009) sefotaksim merupakan salah satu terapi lini pertama
untuk gastroenteritis akut dan terbukti efektif karena kondisi pasien yang
membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan tidak
ditemukan antibiotika sejenis dengan harga lebih murah, sehingga lolos
kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak
ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan secara empiris
karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika
dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri. Menurut Tan &
Rahardja (2007) sefotaksim merupakan antibiotika berspektrum luas,
sehingga dapat diterapkan dalam terapi empiris. Berdasarkan hal tersebut,
peresepan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan
spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan selama 3 hari. Tidak terlalu lama
dan tidak terlalu singkat. Sudah sesuai aturan Kemenkes (2011) yaitu 48
sampai 72 jam untuk terapi empiris sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan
antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu
singkat). Untuk dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar
dkk. (2008) peresepan sefotaksim adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari
dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari.
Pasien dengan berat badan 10 kg menerima obat sebanyak 1000 mg/hari
dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam. Hal ini sesuai dengan
kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 500 mg sampai 2000 mg/hari
dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap 6 sampai 12 jam,
sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara
pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif karena kondisi pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
yang mengalami muntah dan mual, sehingga lolos kategori IIC (tepat cara
pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya sehingga lolos
kategori I (tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi
tersebut, penggunaan sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
e) Kasus 12
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis menerima antibiotika
berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga
lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Sefotaksim merupakan salah
satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut dan terbukti efektif karena
kondisi pasien yang membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada
antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan
obat lain dan tidak ditemukan antibiotika sejenis dengan harga lebih murah,
sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain)
dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan
secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga
dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri.
Menurut Tan & Rahardja (2007) sefotaksim merupakan antibiotika
berspektrum luas, sehingga dapat diterapkan dalam terapi empiris.
Berdasarkan hal tersebut, peresepan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak
ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan
selama 3 hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Sudah sesuai
aturan Kemenkes (2011) yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan
IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008) peresepan sefotaksim
adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 7,5 kg
menerima obat sebanyak 600 mg/hari dalam 2 dosis terbagi yang diberikan
setiap 12 jam. Hal ini sesuai dengan kisaran dosis yang disarankan, yaitu
sebanyak 375 mg sampai 1500 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam, sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis)
dan IIB (tepat interval). Cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling
efektif karena kondisi pasien yang mengalami muntah dan mual, sehingga
lolos kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat
setiap harinya yaitu setiap pukul 6.00 dan 18.00 sehingga lolos kategori I
(tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut,
penggunaan sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
f) Kasus 21
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis menerima antibiotika
berupa metronidazol, dan trimetoprim-sulfametoksazol. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit
infeksi). Menurut Dipiro & Schwinghammer (2009) metronidazol dan
trimethoprim-sulfametoksazol merupakan salah satu terapi lini pertama untuk
gastroenteritis akut. Dalam kasus ini, peresepan kedua antibiotika terbukti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
efektif karena kondisi pasien terbukti membaik, sehingga lolos kategori IVA
(tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi
merugikan dengan obat lain dan harganya juga tidak ada yang lebih murah
untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim dan metronidazol. Kedua antibiotika
ini juga spesifik untuk penyakit ini sehingga lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan kedua
antibiotika adalah selama 3 hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat.
Sudah sesuai aturan Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi
empiris sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu
lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Dosis dan
interval, menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008) peresepan
metronidazol adalah 30 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi
yang diberikan setiap 8 jam. Pasien dengan berat badan 12 kg diberikan 600
mg obat/hari dalam 3 dosis terbagi setiap 8 jam. Hal ini sesuai kisaran dosis
yang disarankan yaitu sebanyak 360 sampai 600 mg/hari dalam 3 dosis
terbagi yang diberikan setiap 8 jam sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis)
dan IIB (tepat interval), sedangkan untuk trimetoprim-sulfametokasazol
kisaran dosis yang disarankan adalah 20 mg sampai 30 mg/kgBB/hari atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
240 sampai 360 mg/hari. Diketahui pasien menerima 480 mg obat/hari yaitu
melebihi dosis yang seharusnya, sehingga tidak lolos kategori IIA. Cara
pemberian secara intravena dirasa paling efektif karena kondisi pasien yang
mengalami muntah dan mual, sehingga lolos kategori IIC (tepat cara
pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu pukul
8.00, 16,00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu pemberian).
Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan metronidazol
termasuk kategori 0 yaitu rasional.
g) Kasus 23
Pasien anak dengan diagnosa dengue fever disertai gastroenteritis
akut menerima antibiotika berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit
infeksi). Menurut Dipiro & Schwinghammer (2009) sefotaksim merupakan
salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut dan terbukti efektif
karena kondisi pasien yang membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada
antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan
obat lain dan tidak ditemukan antibiotika sejenis dengan harga lebih murah,
sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain)
dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan
secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga
dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri.
Menurut Tan & Rahardja (2007) sefotaksim merupakan antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
berspektrum luas, sehingga dapat diterapkan dalam terapi empiris. Sefotaksim
juga merupakan antibiotika yang spesifik untuk penyakit ini sehingga lolos
kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit).
Menurut Kemenkes (2011) durasi penggunaan antibiotika untuk terapi empiris
adalah 48 sampai 72 jam kemudian dilakukan evaluasi kondisi pasien apakah
antibiotika efektif atau tidak. Pada kasus ini penggunaan antibiotika diberikan
selama 5 hari karena kondisi pasien yang terus membaik, sehingga terapi tetap
dilanjutkan. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan antibiotika ini lolos
kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB
(penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al., (2011) dan Sukandar dkk. (2008) peresepan sefotaksim
adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 16 kg
menerima obat sebanyak 1000 mg/hari dalam 2 dosis terbagi yang diberikan
setiap 12 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 800
mg sampai 1600 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap
6 sampai 12 jam, sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat
interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif
karena kondisi pasien yang mengalami muntah dan mual, sehingga lolos
kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap
harinya yaitu setiap pukul 6.00 dan 18.00 sehingga lolos kategori I (tepat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
h) Kasus 24
Pasien anak dengan diagnosa gastroenteritis akut menerima
antibiotika berupa seftriakson dan metronidazol. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi).
Menurut Dipiro & Schwinghammer (2009) seftriakson dan metronidazol
merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut dan
terbukti efektif, ditunjukkan dari kondisi pasien terbukti membaik sehingga
lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan
interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga termurah untuk
antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti seftriakson dan metronidazol. Kedua antibiotika
ini juga spesifik untuk penyakit ini sehingga lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan selama 3
hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Sudah sesuai aturan
Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris sehingga lolos
kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB
(penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008) peresepan seftriakson
adalah 50 mg sampai 100 mg/kgBB/hari dalam 1 sampai 2 dosis terbagi yang
diberikan setiap 12 atau 24jam. Pasien dengan berat badan 19 kg menerima
obat sebanyak 1500 mg/hari dalam 2 dosis terbagi yang diberikan setiap 12
jam, hal ini sesuai dengan kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 800
mg sampai 1900 mg/hari dalam 1 sampai 2 dosis terbagi yang diberikan setiap
12 sampai 24 jam. Untuk pemberian metronidazol, pasien diberikan 750 mg
obat setiap hari. Dosis yang disarankan adalah 30 mg sampai 50
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam, hal ini
sesuai dosis yang disarankan, yaitu sebanyak 570 mg sampai 900 mg/hari
dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam. Berdasarkan hasil tersebut,
kedua antibiotika ini lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval).
Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif karena
kondisi pasien yang mengalami muntah dan mual, sehingga lolos kategori IIC
(tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu
sefotaksim setiap pukul setiap pukul 6.00, dan 18.00 dan metronidazol pukul
8.00, 16,00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu pemberian).
Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan sefotaksim dan
metronidazol termasuk kategori 0 yaitu rasional.
i) Kasus 27
Pasien anak anak dengan diagnosa gastroenteritis akut disertai febris
menerima antibiotika berupa metronidazol. Pasien diindikasikan mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi).
Menurut Dipiro & Schwinghammer (2009) metronidazol merupakan salah
satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut. Metronidazol terbukti
efektif karena kondisi pasien yang membaik, sehingga lolos kategori IVA
(tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi
merugikan dengan obat lain dan tidak ditemukan antibiotika sejenis dengan
harga lebih murah, sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim dan metronidazol. Kedua antibiotika
ini spesifik untuk penyakit ini sehingga lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan selama 3
hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Sudah sesuai aturan
Kemenkes (2011) yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris sehingga lolos
kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB
(penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011), pasien dengan berat badan 19 kg diberikan 775
mg obat setiap hari. Dosis yang disarankan adalah 30 sampai 50
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam, hal ini
sesuai dengan kisaran dosis yang disarankan, yaitu sebanyak 570 sampai 900
mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam sehingga kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
antibiotika ini lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk
cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif karena kondisi
pasien yang mengalami muntah dan mual, sehingga lolos kategori IIC (tepat
cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu
setiap pukul 8.00, 16,00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
metronidazol termasuk kategori 0 yaitu rasional.
j) Kasus 29
Pasien anak menerima antibiotika berupa sefotaksim. Pasien
diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada
indikasi penyakit infeksi). Menurut Dipiro & Schwinghammer (2009)
sefotaksim merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut
dan terbukti efektif karena kondisi pasien yang membaik sehingga lolos
kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan
interaksi merugikan dengan obat lain dan tidak ditemukan antibiotika sejenis
dengan harga lebih murah, sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim. Sefotaksim merupakan antibiotika
yang spesifik untuk penyakit ini sehingga lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan selama 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Sudah sesuai aturan
Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris sehingga lolos
kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB
(penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008) peresepan sefotaksim
adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 11 kg
menerima obat sebanyak 1050 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan
setiap 8 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan, yaitu sebanyak 550
mg sampai 2200 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap
6 sampai 12 jam, sehingga dinyatakan lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB
(tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling
efektif karena kondisi pasien yang mengalami muntah dan mual, sehingga
lolos kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat
setiap harinya yaitu setiap pukul 8.00, 16.00. dan 24.00 sehingga lolos
kategori I (tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi
tersebut, penggunaan sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
2. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus 2, 16, 18, dan 25 dengan
Diagnosa Febris.
Febris atau demam merupakan suatu keadaan meningkatnya suhu tubuh
dari keadaan normal. Menurut IDI (1998), penatalaksanaan febris tidak
memerlukan terapi antibiotika karena penyebab utama demam bukan akibat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
infeksi bakteri, tetapi dapat disebabkan oleh virus atau merupakan gejala dari
beberapa jenis penyakit lain. Dalam beberapa kasus febris, ditemukan adanya
kenaikan jumlah leukosit dan hasil kultur bakteri yang mengindikasikan
terjadinya infeksi akut pada pasien sehingga antibiotika dapat diresepkan pada
pasien yang bersangkutan.
Pada penelitian ini selain sebagai penyakit penyerta, terdapat beberapa
pasien dengan febris sebagai diagnosa utama pasien. Hasil evaluasinya akan
dijelaskan sebagai berikut.
a) Kasus 2
Pasien anak dengan diagnosa febris menerima antibiotika berupa
sefotaksim dan sefiksim. Tidak ditemukan adanya indikasi infeksi bakteri baik
dari uji leukosit maupun hasil kultur. Jumlah leukosit pasien diketahui
10,430/µL. Jumlah ini sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL. Menurut Sutedjo (2012), penurunan nilai leukosit
mengindikasikan inveksi virus, bukan oleh bakteri. Persentase jumlah
neutrofil diketahui 63%, masih dalam nilai normal yaitu 50% sampai 70%.
Tidak ditemukan kenaikan jumlah leukosit ataupun jumlah neutrofil yang
menunjukkan tidak adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri, tetapi
tetap diresepkan antibiotika. Dalam kasus ini, peresepan penggunaan kedua
jenis antibiotika termasuk kategori termasuk kategori V, yaitu pemberian
antibiotika tanpa indikasi infeksi bakteri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
b) Kasus 16
Pasien anak dengan diagnosa febris menerima antibiotika berupa
amoksisilin. Pasien mengalami infeksi bakteri Salmonella dilihat dari hasil
kultur bakteri. Hal ini menunjukkan pasien lolos kategori V (ada indikasi
penyakit infeksi). Menurut Tan & Rahardja (2007) amoksisilin merupakan
antibiotika yang efektif terhadap infeksi Salmonella dan terbukti efektif
karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak
ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan
dengan obat lain dan tidak ditemukan antibiotika sejenis dengan harga lebih
murah, sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan
obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
Amoksisilin juga memiliki efektivitas yang tinggi dan spesifik terhadap
infeksi Salmonella seperti yang terjadi pada kasus ini, sehingga lolos kategori
IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Menurut Lacy
et al. (2011) durasi penggunaan amoksisilin untuk terapi anaerob adalah 7
sampai 10 hari. Pada kasus ini waktu penggunaannya selama rawat inap
adalah 5 hari, kemudian pasien dinyatakan pulang dan terapi tetap dilanjutkan
selama rawat jalan, sehingga tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat.
Dengan demikian penggunaan amoksisilin pada kasus ini lolos kategori IIIA
(penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika
tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011)
peresepan amoksisilin adalah 20 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan
berat badan 8 kg menerima obat sebanyak 375 mg/hari dalam 3 dosis terbagi
yang diberikan setiap 8 jam. Hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan,
yaitu sebanyak 160 mg sampai 400 mg/hari sehingga lolos kategori IIA (tepat
dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena
dirasa paling efektif agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos
kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap
harinya yaitu setiap pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I
(tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut,
penggunaan sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
c) Kasus 18
Pasien anak dengan diagnosa febris menerima antibiotika berupa
amoksisilin. Pasien diindikasikan mengalami infeksi akut dilihat dari
persentase jumlah neutrofil pasien yaitu 75,7% yang melebihi jumlah normal
yaitu 50% sampai 70%. Hal ini menunjukkan pasien lolos kategori V (ada
indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan amoksisilin terbukti
efektif karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA
(tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ada interaksi merugikan
dengan obat lain dan harganya juga termurah untuk antibiotika sejenis
sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain)
dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan
secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri.
Menurut Tan dan Rahardja (2007) amoksisilin merupakan antibiotika dengan
spektrum luas dan dapat digunakan sebagai terapi empiris, sehingga lolos
kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit).
Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Sesuai aturan
Kemenkes (2011), Durasi penggunaan antibiotika dalam terapi empiris adalah
48 sampai 72 jam, kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien. Terlihat
dari rekam medis dan data uji hematologi pasien, kondisi pasien berangsur
membaik sehingga antibiotika tetap dilanjutkan sampai 5 hari. Berdasarkan
hal tersebut, antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak
terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk
dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011), peresepan amoksisilin adalah
20 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 3 dosis terbagi yang
diberikan setiap 8 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 59 kg
menerima obat sebanyak 1500 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan
setiap 8 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 1180
mg sampai 2950 mg/hari sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB
(tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling
efektif agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos kategori IIC
(tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu
setiap pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
d) Kasus 25
Pasien anak dengan diagnosa febris disertai dehidrasi sedang
menerima antibiotika berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan mengalami
infeksi bakteri dilihat dari jumlah leukosit yang diketahui berjumlah
14,790/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL
sampai 12.000/µL. Persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka
92,1%, berada diatas jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan
adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hal ini menunjukkan pasien lolos
kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini sefotaksmi
terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos
kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan
interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga termurah untuk
antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri. Menurut Tan & Rahardja (2007) sefotaksim merupakan
antibiotika berspektrum luas, sehingga dapat diterapkan dalam terapi empiris.
Berdasarkan hal tersebut, peresepan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak
ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
selama 3 hari. Tidak terlalu lama dan tidak terlalu singkat. Sudah sesuai
aturan Kemenkes (2011) yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris
sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan
IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008), peresepan sefotaksim
adalah 50 mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 17 kg
menerima obat sebanyak 1600 mg/hari dalam 4 dosis terbagi yang diberikan
setiap 6 jam. Hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 850
mg sampai 3400 mg/hari sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB
(tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling
efektif agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos kategori IIC
(tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu
setiap pukul 6.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat
waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
3. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 4 dan 19 dengan Diagnosa
Demam Tifoid
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi akut yang biasanya
terjadi di saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri Salmonella dengan gejala
berupa demam dan rasa nyeri yang sangat tinggi (Tan & Rahardja, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Hasil evaluasi peresepan antibiotika pada kasus demam tifoid akan
dijelaskan sebagai berikut.
a) Kasus 4
Pasien anak dengan diagnosa demem tifoid menerima antibiotika
berupa amoksisilin. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri, sehingga
lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Amoksisilin merupakan
antibiotika yang efektif untuk infeksi Salmonella terbukti efektif karena
kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada
antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan
obat lain dan harganya juga termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos
kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak
ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Menurut Tan & Rahardja (2007)
amoksisilin diketahui memiliki efektivitas yang tinggi terhadap Salmonella
sehingga spesifik untuk penyakit ini. Berdasarkan hal tersebut penggunaan
amoksisilin lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum
lebih sempit). Menurut Lacy et al. (2011) durasi penggunaan amoksisilin
untuk terapi anaerob adalah 7 sampai 10 hari. Pada kasus ini waktu
penggunaannya selama rawat inap adalah 4 hari, kemudian pasien dinyatakan
pulang dan terapi tetap dilanjutkan selama rawat jalan, sehingga tidak terlalu
lama dan tidak terlalu singkat. Dengan demikian penggunaan amoksisilin
pada kasus ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama)
dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
interval, menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008) peresepan
amoksisilin adalah 20 mg sampai 50 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 3 dosis
terbagi yang diberikan setiap 8 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat
badan 10 kg menerima obat sebanyak 375 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang
diberikan setiap 8 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu
sebanyak 200 mg sampai 500 mg/hari, sehingga lolos kategori IIA (tepat
dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena
dirasa paling efektif agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos
kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap
harinya yaitu setiap pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I
(tepat waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut,
penggunaan sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
b) Kasus 19
Pasien anak dengan diagnosa demam tifoid disertai vomitus
menerima 7 jenis antibiotika berupa amoksisilin, gentamisin, metronidazol,
sefotaksim, rifamisin, nistatin, dan meropenem. Amoksisilin dan metronidazol
diberikan sejak pertama pasien dirawat. Kemudian setelah 6 hari agar
penggunaannya tidak terlalu lama, amoksisilin digantikan dengan sefotaksim
bersamaan dengan gentamisin, rifamisin, dan metronidazol. Setelah 5 hari
penggunaan semua antibiotika kecuali metronidazol dihentikan
penggunaannya dan digantikan dengan nistatin. Tidak diketahui alasan pasti
penggantiannya, tetapi hal ini kemungkinan karena pada hasil uji hematologi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
menunjukkan semua kadar leukosit ada di nilai normal dan terapi semua
antibiotika tersebut sudah tidak diperlukan. Pada durasi penggunaan nistatin
tidak diperoleh hasil uji lab pasien. Kemudian setelah 3 hari penggunaan
nistatin kondisi pasien tidak membaik, antibiotika ini dihentikan dan
digantikan dengan meropenem sampai pasien sembuh dan diperbolehkan
pulang. Pasien diindikasikan mengalami infeksi akut dilihat dari hasil kultur
yang positif terinfeksi bakteri Salmonella, sehingga hal ini menunjukkan
pasien lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Amoksisilin,
metronidazol, dan sefotaksim merupakan terapi lini pertama untuk penyakit
ini. Sedangkan meropenem cukup efektif terhadap Salmonella karena
merupakan turunan dari antibiotika golongan sefalosporin sehingga memiliki
sifat yang mirip dengan sefotaksim. Antibiotika-antibiotika ini terbukti efektif
karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak
ada antibiotika yang lebih efektif). Sedangkan gentamisin, rifampisin, dan
nistatin tidak lolos kategori IVA karena bukan merupakan terapi lini pertama
atau kedua penyakit ini sehingga ada antibiotika lini pertama lain yang lebih
efektif. Ketiga jenis antibiotika ini diberikan saat hasil uji kultur terbaru
pasien belum keluar, sehingga dirasa tidak efektif dan digantikan dengan
antibiotika meropenem. Amoksisilin dan metronidazol yang digunakan
bersamaan tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain. Demikian
juga dengan sefotaksim dan meropenem. Harga keempat antibiotika ini juga
termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis
yang lebih murah). Seperti yang dijelaskan di atas menurut Tan & Rahardja
(2007), amoksisilin dan sefotaksim merupakan antibiotika yang memiliki
efektivitas tinggi terhadap infeksi Salmonella, meropenem memiliki sifat yang
mirip dengan sefotaksim dan metronidazol spesifik terhadap amoeba yang
juga terdapat pada hasil kultur, sehingga lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan
amoksisilin dan sefotaksim adalah 7 dan 5 hari. Menurut Lacy et al. (2011),
untuk terapi anaerob kedua jenis antibiotika ini memiliki durasi terapi
maksimal sampai 10 hari, sehingga penggunaannya tidak terlalu lama atau
terlalu singkat. Untuk meropenem digunakan selama 3 hari secara empiris
sesuai Kemenkes (2011), untuk durasi terapi empiris adalah 48 sampai 72
jam. Ketiga antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak
terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk
metronidazol, penggunannya berlangsung selama 12 hari, melebihi durasi
terapi maksimum yaitu 10 hari, sehingga metronidazol tidak lolos kategori
IIIA (penggunaan antibiotika terlalu lama). Untuk dosis dan interval. menurut
Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008), peresepan sefotaksim adalah 50
mg sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan
setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 22 kg menerima
obat sebanyak 2000 mg/hari dalam 4 dosis terbagi yang diberikan setiap 6
jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 1100 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
sampai 4400 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap 6
sampai 12 jam. Untuk peresepan amoksisilin adalah 20 sampai 50
mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 sampai
12 jam sehari. Pasien mendapatkan amoksisilin dengan dosis sebanyak 1050
mg, sesuai kisaran dosis yang disarankan adalah 440 mg sampai 1100 mg
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam. Untuk
peresepan meropenem yang disarankan adalah 30 mg sampai 120
mg/kgBB/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam, atau bila
dikalikan dengan berat badan pasien adalah 660 mg sampai 2640 mg/hari.
Pasien mendapatkan 555 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap
8 jam, sehingga kurang dari dosis yang disarankan. Dengan demikian,
amoksisilin dan sefotaksim lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat
interval), sedangkan meropenem tidak lolos kategori IIA. Cara pemberian
adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien segera
kembali normal sehingga lolos kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu
pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu sefotaksim setiap pukul setiap
pukul 6.00, 12.00, 18.00, dan 24.00. Untuk amoksisilin diberikan setiap pukul
8.00, 16,00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu pemberian).
Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan amoksisilin dan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
4. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 5 dan 26 dengan Diagnosa
Tonsilisitis
Menurut Mansjoer & Wardhani (2000) tonsilisitis merupakan infeksi
atau inflamasi pada tonsila palatina yang bersifat menetap. Tonsilisitis dapat
disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcus yang kerap menyebabkan infeksi di
jaringan kulit atau jaringan lunak. Terdapat 2 kasus peresepan antibiotika pada
tonsilisitis di penelitian ini. Hasil evaluasinya akan dijelaskan sebagai berikut.
a) Kasus 5
Pasien anak dengan diagnosa Tonsila palatine hipertropi grade 3
menerima antibiotika berupa amoksisilin. Tidak ditemukan indikasi infeksi
bakteri, baik dari hasil uji leukosit maupun hasil kultur. Hal ini berdasarkan
hasil pemeriksaan hematologi pasien yang dalam jumlah normal, sehingga
tidak ditemukan adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Jumlah
leukosit pasien diketahui 8,230/µL. Jumlah ini sesuai rujukan leukosit yaitu
4.000/µL sampai 12.000/µL. Untuk persentase jumlah neutrofil diketahui
46,3%, dibawah dari nilai normal yaitu 50% sampai 70%. Menurut Sutedjo
(2012) penurunan nilai neutrofil mengindikasikan inveksi virus, bukan oleh
bakteri. Berdasarkan hal tersebut, dalam kasus ini penggunaan kedua jenis
antibiotika termasuk kategori V (pemberian antibiotika tanpa indikasi infeksi
bakteri).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
b) Kasus 26
Pasien anak menerima antibiotika berupa seftriakson. Pasien
mengalami tonsisilisitis kronis dan dioperasi. Menurut Kemenkes (2011),
walaupun tidak terdapat infeksi, pasien tetap memerlukan terapi antibiotika
untuk mencegah infeksi sebelum/pasca operasi, sehingga hal ini menunjukkan
pasien lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Antibiotika ini terbukti
efektif karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA
(tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi
merugikan dengan obat lain dan harganya juga termurah untuk antibiotika
sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan
obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Menurut
Sukandar dkk. (2008) seftriakson merupakan antibiotika dengan spektrum
luas dan dapat diterapkan dalam terapi profilaksis bedah guna mencegah
infeksi bakteri. Berdasarkan hal itu, seftriakson dalam kasus ini lolos kategori
IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi
penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien hanya menerima
24 jam sebelum dan sesudah operasi. Sesuai aturan Kemenkes (2011) durasi
penggunaan antibiotika dalam profilaksis bedah yaitu 24 jam sebelum dan
sesudah operasi. Berdasarkan hal tersebut, antibiotika ini lolos kategori IIIA
(penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika
tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011)
dan Sukandar dkk. (2008) peresepan seftriakson untuk profilaksis bedah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
adalah adalah 1 sampai gram/hari dalam 1 sampai 2 dosis terbagi yang
diberikan setiap 12 sampai 24 jam sehari, sesuai dengan terapi yang diterima
pasien yaitu 1 gram/hari dalam satu kali pemberian, sehingga lolos kategori
IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara
intravena dirasa paling efektif untuk terapi profilaksis sebelum dan pasca
operasi, sehingga lolos kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian
tidak sesuai yaitu pukul 19.00 dan 12.00 pada keeseokan harinya, karena
pasien diperbolehkan pulang sebelum pukul 19.00 dan antibiotika diberikan
sebelum waktu tersebut, sehingga tidak lolos kategori I (tidak tepat waktu
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
5. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 15 dengan Diagnosa Gastritis
Gastritis merupakan suatu keadaan nyeri dan terbakar pada saluran
pencernaan khususnya lambung, yang dapat disebabkan oleh bakteri H. pylori
(Tan & Rahardja, 2007).
Terdapat 1 kasus pasien yang mengalami gastritis tanpa penyakit penyerta
lain. Hasil evaluasinya akan dijelaskan sebagai berikut.
Pasien anak dengan diagnosa gastritis menerima antibiotika berupa
ampisilin. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri, sehingga penggunaan
antibiotika ini lolos kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini,
peresepan ampisilin bukanlah terapi lini pertama atau kedua untuk gastritis.
Untuk penyakit pencernaan seperti gastritis, digunakan antibiotika berupa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
clarithromisin dan amoksisilin. Menurut Tan & Rahardja (2007) ampisilin
diketahui mempunyai efek samping, salah satunya gastritis. Berdasarkan hal
tersebut, ampisilin dalam kasus ini tidak lolos kategori IVA (ada antibiotika yang
lebih efektif).
6. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 8 dengan Diagnosa Gastritis
Akut disertai Bronkitis
Pada penelitian ini juga terdapat satu kasus pasien yang mengalami
penyakit gastritis disertai dengan bronkitis. Bronkitis merupakan suatu infeksi
pada saluran pernapasan akibat virus, bakteri, atau mikroorganisme yang
menyerupai bakteri (Tan & Rahardja, 2007).
Hasil evaluasi peresepan antibiotika pada kasus ini akan dijelaskan
sebagai berikut.
Pasien anak menerima antibiotika berupa sefotaksim dan fradiomisin-
gramisidin. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos
kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan sefotaksim
dan fradiomisin-gramisidin terbukti efektif karena kondisi pasien yang membaik
sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak
ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan tidak ditemukan antibiotika
sejenis dengan harga lebih murah, sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap berbagai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
jenis bakteri seperti sefotaksim, sedangkan friadiomisin-gramisidin merupakan
antibiotika memang yang diindikasikan untuk infeksi bakteri pada saluran
pernapasan seperti pada bronkitis. Berdasarkan hal tersebut, peresepan antibiotika
ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit).
Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat, sudah sesuai aturan
Kemenkes (2011) yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris kemudian harus
dievaluasi berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Diketahui kondisi pasien
membaik dan terapi tetap dilanjutkan sampai 5 hari. Berdasarkan keterangan
tersebut, penggunaan sefotaksim lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika
tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk
dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008)
peresepan sefotaksim adalah 50 sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4
dosis terbagi yang diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat
badan 17 kg menerima obat sebanyak 1500 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang
diberikan setiap 8 jam, hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan sebanyak 850
mg sampai 3400 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan setiap 6
sampai 12 jam, sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval).
Sedangkan untuk fradiomisin-gramisidin, penggunaan sesuai anjuran adalah 4
sampai 5 tablet dalam sehari. Pasien hanya diberikan 2 tablet, sehingga tidak
memenuhi dosis yang seharusnya. Berdasarkan hal tersebut, antbiotika ini tidak
lolos kategori IIA (penggunaan tidak tepat dosis). Untuk cara pemberian adalah
secara intravena dirasa paling efektif karena kondisi pasien yang mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
muntah dan mual dan agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos
kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap
harinya yaitu setiap pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat
waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional
7. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 32 dengan Diagnosa Asma
Bronchiale
Asma bronchiale adalah suatu reaksi hipersensitivitas bronchi terhadap
berbagai stimulasi spesifik yang masuk ke dalam saluran pernapasan.
Penatalaksanaannya tidak memerlukan antibiotika dalam penangananna (Tan &
Rahardja, 2007).
Hasil evaluasi peresepan antibiotika pada kasus ini akan dijelaskan
sebagai berikut.
Pasien anak dengan diagnosa asma bronchiale menerima antibiotika
berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri dilihat dari
jumlah leukosit yang melebihi jumlah normal. Jumlah leukosit pasien diketahui
15,940/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL. Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka
89,0%, berada diatas jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan
adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hal ini menunjukkan pasien lolos
kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Terapi diberikan secara empiris karena
tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim. Antibiotika ini
terbukti efektif karena kondisi pasien yang membaik sehingga lolos kategori IVA
(tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan
dengan obat lain sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain), tetapi ada antibiotika sejenis yang lebih murah. Pasien
diberikan sefiksim sirup dengan nama dagang Tocef®, sedangkan ada obat
sejenis dengan merk dagang Sporetic® dan sefiksim generik memiliki harga yang
lebih murah. Berdasarkan hal ini, penggunaan sefiksim pada kasus ini termasuk
kategori IVC (ada antibiotika lain yang lebih murah).
8. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 22 dengan Diagnosa Asma
Bronchiale disertai Bronchopneumonia
Pada penelitian ini juga terdapat kasus pasien menderita asma bronchiale
disertai bronchopneumonia. Bronchopneumonia merupakan salah satu bagian dari
penyakit pneumonia. Bronchopneumonia adalah suatu infeksi atau radang saluran
pernafasan akut bagian bawah dari parenkim paru yang melibatkan bronchus atau
bronchiolus yang berupa distribusi berbentuk bercak-bercak. Penyakit ini
sebagian besar disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri (Mansjoer & Wardhani,
2000).
Pasien anak menerima antibiotika berupa sefotaksim. Pasien
diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada indikasi
penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan sefotaksim terbukti efektif karena
kondisi pasien yang membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan
harganya juga termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB
(tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika
sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui
jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas
terhadap berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim. Berdasarkan hal tersebut,
peresepan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan
spektrum lebih sempit). Durasi penggunaan selama 3 hari. Tidak terlalu lama dan
tidak terlalu singkat. Sudah sesuai aturan Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72
jam untuk terapi empiris sehingga lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika
tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk
dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011) dan Sukandar dkk. (2008)
peresepan sefotaksim adalah 50 sampai 200 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 4
dosis terbagi yang diberikan setiap 6 sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat
badan 15 kg menerima obat sebanyak 1250 mg/hari dalam 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 jam. Hal ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu
sebanyak 750 mg sampai 3000 mg/hari dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang
diberikan setiap 6 sampai 12 jam. Kemudian dosis pemberian diganti tanpa
keterangan yang jelas menjadi 1000 mg tetapi masih dalam kisaran dosis yang
disarankan, sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval).
Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif karena kondisi
pasien yang sulit makan sehingga, lolos kategori IIC (tepat cara pemberian).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Waktu pemberian tidak sama setiap harinya. Jam-jam pemberian selalu berubah,
sehingga tidak lolos kategori I (tidak tepat waktu pemberian).
9. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 10 dan 28 dengan Diagnosa
Infeksi Saluran Pernapasan Akut Disertai Vomitus
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan suatu keadaan
terjadinya infeksi pada saluran pernapasan dengan gejala seperti demam, batuk,
hidung tersumbat, bahkan dapat menimbulkan komplikasi seperti pneumonia
dengan sesak napas. ISPA dapat disebabkan oleh virus atau bakteri. Bakteri
penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Vomitus atau
muntah tidak selalu disebabkan oleh bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh
berbagai sebab diantaranya adalah intoleransi terhadap makanan, reaksi terhadap
obat, atau infeksi virus (Depkes RI, 2002; Soedarmo et al. 2008).
Evaluasi peresepan antibiotika pada kasus ini akan dijelaskan sebagai
berikut.
a) Kasus 10
Pasien anak dengan diagnosa ISPA disertai vomitus menerima
antibiotika berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan Pasien diindikasikan
mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit
infeksi). Dalam kasus ini, peresepan sefotaksim terbukti efektif karena kondisi
pasien yang membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang
lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
tidak ditemukan antibiotika sejenis dengan harga lebih murah, sehingga lolos
kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak
ada antibiotika sejenis yang lebih murah). Terapi diberikan secara empiris
karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika
dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri seperti sefotaksim.
Berdasarkan hal tersebut, peresepan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak
ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaannya
tidak terlalu singkat. Pasien diberikan terapi selama 1 hari. Sesuai aturan
Kemenkes (2011) durasi penggunaan antibiotika dalam terapi empiris adalah
48 sampai 72 jam, kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien.
Berdasarkan hal tersebut, antibiotika ini tidak lolos kategori IIIA (penggunaan
antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu
singkat).
b) Kasus 28
Pasien anak menerima antibiotika berupa amoksisilin. Pasien
diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada
indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan amoksisilin terbukti
efektif karena kondisi pasien yang membaik sehingga lolos kategori IVA
(tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi
merugikan dengan obat lain dan tidak ditemukan antibiotika sejenis dengan
harga lebih murah, sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti amoksisilin. Menurut Tan & Rahardja (2007)
amoksisilin merupakan antibiotika berspektrum luas, sehingga dapat
diterapkan dalam terapi empiris. Berdasarkan hal tersebut, peresepan
antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum
lebih sempit). Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat.
Pasien diberikan terapi selama 3 hari. Sesuai aturan Kemenkes (2011) durasi
penggunaan antibiotika dalam terapi empiris adalah 48 sampai 72 jam,
kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien. Berdasarkan hal tersebut,
antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama)
dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan
interval, menurut Lacy et al. (2011), peresepan amoksisilin adalah 20 sampai
50 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8
sampai 12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 11 kg menerima obat
sebanyak 450 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam. Hal
ini sesuai kisaran dosis yang disarankan yaitu, sebanyak 220 mg sampai 550
mg/hari sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat interval).
Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar
kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos kategori IIC (tepat cara
pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu setiap
pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
10. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus 20, 7, Dan 13 Dengan
Diagnosa Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan suatu keadaan adanya infeksi
bakteri pada saluran kemih. Sebagian besar ISK disebabkan oleh bakteri aerob
dari flora usus seperti E.coli. Gejala ISK antara lain sering kemih, kemih terasa
sakit, nyeri pinggang, terdapat darah pada urin (hematuria), terdapat protein pada
urin (Albuminuria), dan urin beraroma tidak wajar (Tan & Rahardja, 2007).
Evaluasi peresepan antibiotika pada ISK akan dijelaskan sebagai
berikut.
a) Kasus 20
Pasien anak dengan diagnosa ISK disertai febris menerima
antibiotika berupa sefotaksim. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri
Salmonella dilihat dari hasil kultur pasien, sehingga pasien lolos kategori V
(ada indikasi penyakit infeksi). Menurut Tan & Rahardja (2007) sefotaksim
merupakan salah satu antibiotika yang memiliki efektivitas tinggi terhadap
infeksi Salmonella dan dalam beberapa penyakit juga digunakan sebagai
terapi lini pertama untuk infeksi Salmonella. Antibiotika ini terbukti efektif
karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak
ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan
dengan obat lain sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
dengan obat lain), tetapi ada antibiotika sejenis yang lebih murah. Dalam
kasus ini, sefotaksim generik memiliki harga yang jauh lebih murah dari
sefotaksim dengan merk dagang yang diberikan. Harga yang diketahui adalah
dari apotek rumah sakit, karena obat yang digunakan didapatkan dari apotek
rumah sakit sendiri. Berdasarkan hal ini, penggunaan sefotaksim pada kasus
ini termasuk kategori IVC (ada antibiotika lain yang lebih murah).
b) Kasus 7
Pasien anak dengan diagnosa Obs. Proteinuria, hematuria, dan
suspect sindrom nefrotik menerima antibiotika berupa amoksisilin dan
metronidazol. Pasien diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos
kategori V (ada indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan
amoksisilin dan metronidazol terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti
membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih
efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya
juga termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada
indikasi merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis
yang lebih murah). Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui
jenis bakteri penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas
terhadap berbagai jenis bakteri. Menurut Tan & Rahardja (2007) amoksisilin
dan metronidazol merupakan antibiotika berspektrum luas, sehingga dapat
diterapkan dalam terapi empiris. Berdasarkan hal tersebut, peresepan
antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
lebih sempit). Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat.
Pasien diberikan terapi selama 3 hari. Sesuai aturan Kemenkes (2011) durasi
penggunaan antibiotika dalam terapi empiris adalah 48 sampai 72 jam,
kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien. Berdasarkan hal tersebut,
antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama)
dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan
interval, menurut Lacy et al. (2011) peresepan amoksisilin adalah 20 sampai
50 mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8
sampai 12 jam sehari, sedangkan metronidazol adalah 30 sampai 50
mg/kgBB/hari. Pasien dengan berat badan 12 kg menerima obat masing-
masing sebanyak 600 mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8
jam, hal ini sesuai kisaran dosis amoksisilin yang disarankan yaitu 240 mg
sampai 600 mg/hari dalam 3 dosis terbagi setiap 8 hingga 12 jam dan
metronidazol sebanyak 300 sampai 600 mg/hari dalam 3 dosis terbagi setiap 8
jam, sehingga kedua antibiotika lolos kategori IIA (tepat dosis) dan IIB (tepat
interval). Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif
agar kondisi pasien segera kembali normal sehingga lolos kategori IIC (tepat
cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya yaitu
setiap pukul 8.00, 16.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat waktu
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
c) Kasus 13
Pasien anak dengan diagnosa hematuri, albuminuria, dan colic
abdomen menerima antibiotika berupa amoksisilin dan sefiksim. Pasien
diindikasikan mengalami infeksi bakteri sehingga lolos kategori V (ada
indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan amoksisilin dan
sefiksim terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga
lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan
interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga termurah untuk
antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri seperti amoksisilin dan sefiksim. Menurut Tan &
Rahardja (2007) kedua antibiotika ini merupakan antibiotika berspektrum
luas, sehingga dapat diterapkan dalam terapi empiris. Berdasarkan hal
tersebut, peresepan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika
lain dengan spektrum lebih sempit). Amoksisilin hanya diberikan satu hari,
kemudian penggunaannya dihentikan. Berdasarkan hal ini, penggunaan
amoksisilin tidak lolos kategori IIIB (penggunaan antibiotika terlalu singkat).
Untuk sefiksim, durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat.
Pasien diberikan terapi selama 3 hari. Sesuai aturan Kemenkes (2011), durasi
penggunaan antibiotika dalam terapi empiris adalah 48 sampai 72 jam,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien. Diketahu kondisi pasien
berangsur membaik, sehingga penggunaan sefiksim terus diberikan.
Berdasarkan hal tersebut, antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan
antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu
singkat). Untuk dosis dan interval, menurut Lacy et al. (2011) dosis sefiksim
untuk anak adalah 200 mg dalam 2 sampai 4 dosis terbagi yang diberikan
setiap 6 sampai 12 jam sehari. Hal ini sesuai dengan yang diberikan kepada
pasien yaitu 200 mg dalam 2 dosis terbagi yang diberikan setiap 12 jam dalam
sehari, sehingga dalam kasus ini sefiksim lolos kategori IIA (tepat dosis) dan
IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara oral, karena pasien
masih memungkinkan untuk diberikan terapi melalui, sehingga lolos kategori
IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya
yaitu setiap pukul 6.00 dan 18.00, sehingga lolos kategori I (tepat waktu
pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
11. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Kasus 6 Dan 17 Dengan Diagnosa
Vomitus
Vomitus atau muntah tidak selalu disebabkan oleh bakteri (biasanya
pada vomitus disertai diare cair akut), tetapi juga dapat disebabkan oleh berbagai
sebab diantaranya adalah intoleransi terhadap makanan, reaksi terhadap obat, atau
infeksi virus (Soedarmo, et al., 2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Terdapat 2 kasus pasien dengan vomitus sebagai diagnosa utama. Kasus
pertama yaitu vomitus disertai dehidrasi dam kasus berikutnya adalah vomitus
disertai suspect ISK. Evaluasi peresepan antibiotika pada kasus ini akan
dijelaskan sebagai berikut.
a) Kasus 6
Pasien anak dengan diagnosa observasi vomitus dengan suspect ISK
menerima antibiotika berupa sefotaksim dan sefiksim. Tidak ditemukan
indikasi infeksi bakteri, baik dari hasil uji leukosit maupun hasil kultur. Hal
ini berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi pasien yang dalam jumlah
normal, sehingga tidak ditemukan adanya indikasi penyakit akibat infeksi
bakteri. Jumlah leukosit pasien diketahui 10,230/µL. Jumlah ini sesuai
rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Untuk persentase jumlah
neutrofil diketahui 68,4%, masih dalam batas nilai normal yaitu 50% sampai
70%. Berdasarkan hal tersebut, dalam kasus ini penggunaan kedua jenis
antibiotika termasuk kategori V (pemberian antibiotika tanpa indikasi infeksi
bakteri).
b) Kasus 17
Pasien anak dengan diagnosa vomitus disertai dehidrasi sedang
menerima antibiotika berupa amoksisilin. Pasien diindikasikan mengalami
infeksi bakteri, dilihat dari jumlah leukosit pasien diketahui 13.760/µL.
Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL. Selain itu diindikasikan dari persentase jumlah neutrofil pasien
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
sebesar 93,3% yang melebihi jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang
mengindikasikan infeksi bakteri. Hal ini menunjukkan pasien lolos kategori V
(ada indikasi penyakit infeksi). Dalam kasus ini, peresepan amoksisilin
terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik sehingga lolos
kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif). Tidak ditemukan
interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga termurah untuk
antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi merugikan
dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih murah).
Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri
penginfeksi, sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap
berbagai jenis bakteri. Menurut Tan dan Rahardja (2007), amoksisilin
memiliki spektrum yang luas, sehingga dapat diterapkan dalam terapi empiris.
Berdasarkan haltersebut, penggunaan antibiotika ini lolos kategori IVD (tidak
ada antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaannya
tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien diberikan terapi amoksisilin
selama 3 hari. Sesuai aturan Kemenkes (2011), durasi penggunaan antibiotika
dalam terapi empiris adalah 48 sampai 72 jam, kemudian harus dievaluasi
dengan kondisi pasien. Berdasarkan hasil tersebut antibiotika ini lolos
kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB
(penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011) peresepan amoksisilin adalah 20 mg sampai 50
mg/kgBB/hari dalam 2 sampai 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 sampai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
12 jam sehari. Pasien dengan berat badan 13 kg menerima obat sebanyak 750
mg/hari dalam 3 dosis terbagi yang diberikan setiap 8 jam, hal ini tidak sesuai
kisaran dosis yang disarankan yaitu sebanyak 260 mg sampai 650 mg/hari
sehingga tidak lolos kategori IIA (tidak tepat dosis).
12. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 14 dengan Diagnosa
Candidiasis
Candidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yaitu
Candida albicans yang merupakan bagian dari flora normal selaput lendir di
saluran pernapasan, saluran cerna, dan vagina (Sukandar, et al., 2008).
Terdapat 1 kasus candidiasis pada penelitian ini yang hasil evaluasinya
akan disajikan sebagai berikut.
Pasien anak menerima antibiotika berupa nistatin. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi bakteri , sehingga lolos kategori V (ada indikasi penyakit
infeksi). Dalam kasus ini, peresepan nistatin terbukti efektif karena kondisi pasien
terbukti membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih
efektif). Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga
termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi sehingga terapi diberikan secara
empiris. Menurut Tan & Rahardja (2007) nistatin merupakan antibiotika yang
spesifik untuk penyakit candidiasis, sehingga lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaannya selama 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
hari. Tidak terlalu lama atau terlalu singkat, sudah sesuai aturan Kemenkes
(2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris sehingga lolos kategori IIIA
(penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika
tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval sudah sesuai anjuran pemakaian
yaitu 1-2cc dalam 4 kali pemberian / hari, sehingga lolos kategori IIA (tepat
dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara oral karena
pasien masih memungkinkan untuk diberikan secara oral, sehingga lolos kategori
IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian juga sudah tepat setiap harinya
yaitu setiap pukul 6.00, 12.00, 18.00, dan 24.00 sehingga lolos kategori I (tepat
waktu pemberian). Berdasarkan keseluruhan evaluasi tersebut, penggunaan
sefotaksim termasuk kategori 0 yaitu rasional.
13. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 30 dengan Diagnosa Dengue
Fever
Dengue Fever bukan disebabkan oleh bakteri, melainkan oleh virus
dengue yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
ditandai dengan gejala demam akut disertai timbulnya bercak darah pada kulit
(Depkes RI, 2006).
Terdapat kasus dengan diagnosa demam dengue pada penelitian ini yang
hasil evaluasinya disajikan sebagai berikut.
Pasien anak dengan diagnosa dengue fever menerima antibiotika berupa
sefotaksim. Dengue Fever bukan disebabkan oleh bakteri, melainkan oleh virus
dengue. Tidak ditemukan indikasi infeksi bakteri, baik dari hasil uji leukosit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
maupun hasil kultur. Hal ini berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi pasien
yang dalam jumlah normal, sehingga tidak ditemukan adanya indikasi penyakit
akibat infeksi bakteri. Jumlah leukosit pasien diketahui 9,210/µL. Jumlah ini
sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Untuk persentase
jumlah neutrofil diketahui 57,2%, masih dalam nilai normal yaitu 50% sampai
70%. Berdasarkan hal tersebut, dalam kasus ini penggunaan kedua jenis
antibiotika termasuk kategori V (pemberian antibiotika tanpa indikasi infeksi
bakteri).
14. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 34 dengan Diagnosa Ichterik
Neonatus
Ichterik neonatus adalah keadaan bayi yang baru lahir tampak berwarna
kuning akibat penimbunan bilirubin dengan jumlah bilirubin pada serumnya 6
mg/dL. Penatalaksanaannya tidak memerlukan terapi antibiotika (Mansjoer &
Wardhani, 2000).
Evaluasi peresepan antibiotika pada kasus ichterik neonatus pada
penelitian ini yang akan dijelaskan sebagai berikut.
Pasien anak menerima antibiotika berupa amoksisilin. Ichterik neonatus
bukanlah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Peresepan antibiotika
pada kasus ini dilakukan tanpa indikasi infeksi bakteri. Hasil uji hematologi dan
uji kulturpun tidak tersedia, sehingga penggunaan antibiotika pada kasus ini
termasuk kategori V (Pemberian antibiotika tanpa indikasi infeksi bakteri).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
15. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 31 dengan Diagnosa
Polydactyly.
Pada penelitian ini terdapat kasus penggunaan antibiotika untuk
pencegahan terjadinya infeksi bakteri pasca operasi yaitu polydactyly.
Polydactyly adalah suatu keadaan jumlah jari yang berlebih, sehingga dilakukan
rekonstruksi jari tangan pada pasien (Mansjoer & Wardhani, 2000). Hasil evaluasi
peresepan antibiotika pada kasus ini akan disajikan sebagai berikut.
Pasien anak dengan diagnosa polydactyly menerima antibiotika berupa
seftriakson. Menurut Kemenkes (2011), walaupun tidak terdapat infeksi, pasien
tetap memerlukan terapi antibiotika untuk mencegah infeksi sebelum/pasca
operasi, sehingga hal ini menunjukkan pasien lolos kategori V (ada indikasi
penyakit infeksi). Antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti
membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga
termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Menurut Lacy et al, (2011) seftriakson merupakan antibiotika yang dapat
diterapkan dalam terapi profilaksis bedah guna mencegah infeksi bakteri.
Berdasarkan hal itu, seftriakson dalam kasus ini lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaannya tidak
terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien hanya menerima 24 jam sebelum dan
sesudah operasi. Sesuai aturan Kemenkes (2011) durasi penggunaan antibiotika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
dalam profilaksis bedah yaitu 24 jam sebelum dan sesudah operasi. Berdasarkan
hal tersebut, antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak
terlalu lama) dan IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis
dan interval, menurut Lacy et al. (2011) peresepan seftriakson untuk profilaksis
bedah adalah adalah 1 sampai gram/hari dalam 1 sampai 2 dosis terbagi yang
diberikan setiap 12 sampai 24 jam sehari, sesuai dengan terapi yang diterima
pasien yaitu 1 gram/hari dalam satu kali pemberian. sehingga lolos kategori IIA
(tepat dosis) dan IIB (tepat interval). Untuk cara pemberian adalah secara
intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien segera kembali normal
sehingga lolos kategori IIC (tepat cara pemberian). Waktu pemberian tidak, yaitu
sesuai pukul 00.00 dan 14.15 keeseokan harinya sebelum pulang sehingga tidak
lolos kategori I (tidak tepat waktu pemberian).
16. Evaluasi Penggunaan Antibiotika pada Kasus 33 dengan Diagnosa
Perioperatif Aff Plate Fraktur Cruris.
Perioperatif aff plate fraktur cruris adalah suatu cedera atau trauma atau
bahkan patahan yang terjadi pada tulang tibia fibula sehingga dalam
perawatannya memerlukan antibiotika untuk mencegah timbulnya bakteri pada
bekas operasi (Mansjoer & Wardhani, 2000 ).
Hasil evaluasi peresepan antibiotika pada kasus ini akan disajikan
sebagai berikut.
Pasien anak dengan diagnosa perioperatif aff plate fraktur cruris
menerima antibiotika berupa seftriakson. Pasien mengalami patah kaki dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
dioperasi. Menurut Kemenkes (2011), walaupun tidak terdapat infeksi, pasien
tetap memerlukan terapi antibiotika untuk mencegah infeksi sebelum/pasca
operasi, sehingga hal ini menunjukkan pasien lolos kategori V (ada indikasi
penyakit infeksi). Antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti
membaik sehingga lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Tidak ditemukan interaksi merugikan dengan obat lain dan harganya juga
termurah untuk antibiotika sejenis sehingga lolos kategori IVB (tidak ada indikasi
merugikan dengan obat lain) dan IVC (tidak ada antibiotika sejenis yang lebih
murah). Menurut Lacy et al, (2011) seftriakson merupakan antibiotika yang dapat
diterapkan dalam terapi profilaksis bedah guna mencegah infeksi bakteri.
Berdasarkan hal itu, seftriakson dalam kasus ini lolos kategori IVD (tidak ada
antibiotika lain dengan spektrum lebih sempit). Durasi penggunaannya tidak
terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien hanya menerima 24 jam sebelum dan
sesudah operasi. Sesuai aturan Kemenkes (2011) durasi penggunaan antibiotika
dalam profilaksis bedah yaitu 24 jam sebelum dan sesudah operasi, sehingga
antibiotika ini lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) dan
IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat). Untuk dosis dan interval,
menurut Lacy et al. (2011) peresepan seftriakson untuk profilaksis bedah adalah
adalah 1 sampai gram/hari setiap 24 jam, sesuai dengan terapi yang diterima
pasien yaitu 1 gram/hari, sehingga lolos kategori IIA (tepat dosis). Interval
pemberian pada kasus ini adalah setiap 12 jam, tidak sesuai dengan interval yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
disarankan yaitu setiap 24 jam, sehingga tidak lolos kategori IIB (tidak tepat
interval pemberian).
Penelitian dengan metode serupa pernah dilakukan di rumah sakit lain di
luar Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki perbedaan kelas dari Rumah Sakit
Panti Nugroho Yogyakarta yang merupakan rumah sakit tipe D. Penelitian yang
dilakukan oleh Febiana (2012) dengan metode dan pendekatan sejenis dilakukan di
Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang yang merupakan rumah sakit tipe A. Hasil yang
diperoleh adalah 55,51 % antibiotika yang digunakan secara rasional. Penelitian lain
oleh Pamela (2011) dilakukan di RSCM Jakarta yang merupakan rumah sakit tipe A
dengan metode yang sama namun dengan pendekatan yang berbeda yaitu secara
prospektif. Diperoleh hasil 60,4 % penggunaan antibiotika secara rasional.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesesuaian profil penyakit infeksi dan profil peresepan antibiotika di
bangsal anak rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho sudah sesuai. Rasionalitas
peresepan antibiotika di bangsal anak rawat inap Rumah Sakit Panti Nugroho
Yogyakarta pada periode Juli 2013 diperoleh sebesar 52% penggunaan antibiotika
secara rasional dengan sefotaksim sebagai antibiotika yang paling banyak digunakan.
B. Saran
Beberapa saran yang dapat dilakukan yaitu:
1. Metode Gyssens lebih disarankan dilakukan dengan pendekatan prospektif
disertai dengan monitoring kondisi pasien dari hari ke hari. Selain itu metode ini
lebih mudah diterapkan dalam evaluasi antibiotika tunggal dan sulit digunakan
untuk evaluasi antibiotika kombinasi secara retrospektif.
2. Perlunya penulisan rekam medis yang lengkap dan jelas terbaca guna
mempermudah dilakukannya pembacaan kembali untuk kepentingan penelitian
atau evaluasi.
3. Perlu ada penelitian lanjutan dengan pendekatan yang berbeda dan jenis penyakit
infeksi yang spesifik, serta memiliki jangkauan yang lebih luas, bukan hanya di
bangsal anak tetapi juga di bangsal lainnya agar nantinya menjadi suatu data yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
dapat menggambarkan rasionalitas peresepan antibiotika secara keseluruhan dan
sebagai bahan evaluasi penggunaan antibiotika yang rasional di rumah sakit ini.
4. Perlunya pengawasan penggunaan antibiotika oleh tenaga medis di rumah sakit
yang bersangkutan yang lebih lanjut guna menjaga dan meningkatkan rasionalitas
peresepan antibiotika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
DAFTAR PUSTAKA
Bueno, S.C., Stull T.L., 2009, Antibacterial Agents In Pediatrics.
http://d.yimg.com/kq/groups/18310505/144502028/name/Infectious., diakses tanggal 25 April 2013.
Depkes R.I., 2002, Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut, Dirjen PPM & PLP, Jakarta.
Depkes R.I., 2005, Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di
Indonesia, Depkes R.I., Jakarta.
Dipiro, J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G., Posey L.M., 2005,
Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach, 6th
Edition, The McGraw-
Hill, New York.
Dipiro, J.T., Schwinghammer, 2009, Pharmacotherapy Handbook, 7th
edition. Dalam:
T.L, Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L, Dipiro, C.V., editor,
McGraw-Hill, New York.
Febiana, T., 2012, Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Di Bangsal Anak Rsup
Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011, Karya Tulis Ilmiah,
9, Universitas Diponegoro, Semarang.
Gyssens I.C., Van der Meers, J.W.M., 2001, Quality of Antimicrobial Drug
Prescription in Hospital, Clinical Microbiology Infection, Volume 7,
Supplement 6, December 2001.
Hadi, U., Deurink, D.O., Lestari, E.N., Nagelkerke, N.J., Werter, S., Keuter, M., et
al., 2008, Survey Of Antibiotic Use Of Individual Visiting Public Healthcare
Facilities In Indonesia
,https://openaccess.leidenuniv.nl/bitstream/handle/1887/13821/03.pdf;jsessi
onid=DBED9A1D38747EBF2D64A500F2183E37?sequence=8 Diakses
tanggal 25 April 2013.
Jozef V. K., Hromadova, R., 2007, Analysis of Antibiotic Utilization in Hospitalized
Paedatric Patients. Journal of Chinese Medichine, vol.2, no.9, pp.496-503.
Lacy, C.F., Amstrong, L.L., Goldman, M.P., Lance, L.L., 2011, Drug Information
Handbook, 20th
Edition, Lexi Comp, America.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Mansjoer, A., Wardhani, W.I., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2,
Penerbit Media Aesculapius FK UI, Jakarta.
Nursalam, 2008, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian Keperawatan Ed.2,
Penerbit Salemba Medika, Jakarta, hal. 80-81
Pamela, D.S., 2011, Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Dengan Metode
Gyssens di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM
Secara Prospektif, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Peraturan Menteri Kesehatan Indonesia, 2011, Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotik, Menteri Kesehatan Indonesia, Jakarta.
Pelczar, M.J., Chan, E.C.S., 2005, Dasar-dasar Mikrobiologi, UI Press, Jakarta.
Rudolph AM., 2003, Rudolph's Pediatrics, 21st edition, McGraw-Hill, New York.
Sastroasmoro, S., Ismael, S., Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi 2,
Sagung Seto, Jakarta, h. 97
Setiabudy, R., 2012, Pengantar Antimikroba. Dalam: Gunawan, S.G., Setiabudy, R.,
Nafrialdi, Elysabeth, penyunting, Farmakologi dan Terapi, Edisi kelima,
Balai Penerbit FKUI, Jakarta, h. 585 - 598
Soedarmo, S. S., Garna, H., Hadinegoro, S.R., Satari H.I., 2008, Buku Ajar Infeksi &
Pediatrik Tropis.Edisi ke-2. IDAI, Jakarta.
Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I., Adnyana, I K., Setiadi, A.A.P., Kusnandar,
2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta.
Sutedjo, A.Y., 2012, Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium, Amara Books, Yogyakarta.
Tan, H.T., dan Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan
Efek-efek Sampingnya, Edisi VI, Penerbit PT. Elex Media Komputindo,
Jakarta.
World Health Organization, 2001, WHO Global Strategy For Containment Of
Antimicrobial Resistence, WHO, Switzerland.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 1. Rekam Medis Kasus 1
No Data :138319
Tgl Masuk :30/6/13 (pk 20:34:09)
Tgl Keluar :2/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : APM (L)
Umur : 2th , BB : 14,5kg , Suhu: 39,5oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : Gastroenteritis akut, Kejang demam kompleks
Keluhan Utama : Sakit perut, diare 6x, muntah 1x, demam
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : pk 7.30 sakit perut, diare. Pk 08.00 demam, diare 6x, muntah 1x. sudah
minum praxion pk 17.00 dan diazepam puyer pk. 19.50
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
30/6/2013 1/7/2013 2/7/2013
praxion forte da pct ; 4x3ml - 4x6ml 24:00 6:00 6:00
12:00 12:00
18:00 18:00
sefotaksim inj. ; 4x300mg 24:00 6:00 6:00
12:00 12:00
18:00 18:00
24:00 24:00
gentamicyn inj da sagestan ; 2x35mg 24:00 8:00 8:00
18:00 18:00
Trogyl infus da. Metronidazol ; 3x200mg 24:00 8:00 8:00
16:00 16:00
24:00 24:00
Lacto B ; 3x1 24:00 6:00 6:00
12:00 12:00
18:00 18:00
Resep pulang: Lacto B 3x1
Trogyl syrup 3x1 cth
Sefiksim 2x2 mdt
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
1/7/2013
2/7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat
kuning
hijau
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Lembek
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 1-3
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 0-2
Eritrosit - -
Epithel +1 + 1
Telur cacing - -
Bakteri - + 1
Amoeba
Histolitica - -
Selinder - 0 - 1
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - +1
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
30/6/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 13,8
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 38,9
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 6,34
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 211
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,81
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 56,9
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 37,6
Monosit (%) 3,0 - 12,0 4,7
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,6
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,2
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 3,61
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 2,38
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,30
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,04
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,01
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Kasus 1
1. Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Hasil uji kultur
menunjukkan hasil positif adanya infeksi akibat bakteri (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: : Obat ini merupakan salah satu terapi lini pertama GEA dan terbukti kondisi pasien
membaik / sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika yang kurang toksik).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Obat ini merupakan terapi lini pertama GEA, khususnya akibat Salmonella , sehingga
spesifik untuk penyakit ini (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 1200mg obat sehari. Dosis untuk anak 50 – 200mg/kgBB/hari atau
dalam kasus ini dengan berat badan anak 14,5 kg adalah 750 – 2900mg dalam 2 – 4 dosis terbagi
(Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika sefotaksim tepat/bijak (kategori 0)
2. Gentamisin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap)
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, Dan E. coli (Tan & Rahardja,
2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Kategori IVA Tidak lolos kategori IVA (ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Bukan merupakan salah satu terapi lini pertama atau kedua GEA
Kesimpulan ada antibiotika lain yang lebih efektif (kategori IVA).
3. Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri.Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli (Tan & Rahardja,
2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Obat ini merupakan salah satu terapi GEA dan terbukti kondisi pasien membaik /
sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Obat ini merupakan terapi lini pertama GEA akibat Clostridium dificile, sehingga
spesifik pada penyakit ini (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 600mg obat sehari. Dosis anak untuk amebiasis/muntah-muntah 30 –
50 mg/kg BB/ hari atau dalam kasus ini 435 – 725mg dalam 3 dosis terbagi (Tan & Rahardja,
2007).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 8 jam dalam sehari (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika sefotaksim tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 2. Rekam Medis Kasus 2
No Data :148126
Tgl Masuk :29/6/13 (pk 00:44:57)
Tgl Keluar :2/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : SAB (L)
Umur : 8bulan , BB : 7kg , Suhu: 38oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : Febris
Keluhan Utama : demam
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : dalam seminggu demam naik turun, tadi malam muntah 3x, batuk
terdengar grok-grok
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
29/6/13 30/6/2013 1/7/2013 2/7/2013
Propiretik 6:00
Lametic inj 6:00 6:00 6:00
3x1 mg 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00
sefotaksim inj. 6:00 6:00
2x300 mg 18:00 18:00
Nebulizer 6:00 8:00
17:00 18:00 18:00
Sanmol drop 6:00 6:00 6:00
3 x 0,8 ml 11:00 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00
salbuvent ekspektoran 6:00 6:00 6:00
11:00 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00
Sporetic Syrup 18:00 6:00 6:00
2x1ml 18:00
Resep pulang: sporetik 2x 1,2 ml
Rofilas 2 x 1,2 ml
Salbuvent 3 x 1 ml
Sanmol 3 x 0,8 u/p
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
- - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
29/6/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 9,7
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 29,4
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 10,43
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 210
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 3,80
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 63,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 33,4
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,0
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,2
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,4
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 6,57
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 3,48
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,21
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,13
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Kasus 2
1. Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Tidak lolos Kategori V (Tidak ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Bukan merupakan penyakit yang memerlukan terapi antibiotika. Penatalaksanaan febris sendiri
tidak memerlukan antibiotika (IDI, 1998). Tidak ditemukan adanya indikasi infeksi bakteri baik
dari uji leukosit maupun hasil kultur. Jumlah leukosit pasien diketahui 10,430/µL. Jumlah ini
sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Menurut Sutedjo (2012), penurunan nilai
leukosit mengindikasikan inveksi virus, bukan oleh bakteri. Untuk persentase jumlah neutrofil
diketahui 63%, masih dalam nilai normal yaitu 50% sampai 70%. Tidak ditemukan kenaikan
jumlah leukosit ataupun jumlah neutrofil yang menunjukkan tidak adanya indikasi penyakit akibat
infeksi bakteri
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tanpa indikasi (kategori V)
2. Sefiksim Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Tidak lolos Kategori V (Tidak ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Bukan merupakan penyakit yang memerlukan terapi antibiotika. Penatalaksanaan febris sendiri
tidak memerlukan antibiotika (IDI, 1998). Tidak ditemukan adanya indikasi infeksi bakteri baik
dari uji leukosit maupun hasil kultur. Jumlah leukosit pasien diketahui 10,430/µL. Jumlah ini
sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Menurut Sutedjo (2012), penurunan nilai
leukosit mengindikasikan inveksi virus, bukan oleh bakteri. Untuk persentase jumlah neutrofil
diketahui 63%, masih dalam nilai normal yaitu 50% sampai 70%. Tidak ditemukan kenaikan
jumlah leukosit ataupun jumlah neutrofil yang menunjukkan tidak adanya indikasi penyakit akibat
infeksi bakteri
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tanpa indikasi (kategori V)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
Lampiran 3. Rekam Medis Kasus 3
No Data :111580
Tgl Masuk :30/6/13(pk21:00:00)
Tgl Keluar :2/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : DAA (P)
Umur : 3th , BB : 24kg , Suhu: 39,4oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : Gastroenteritis akut dengan febris tinggi, hipertermi
Keluhan Utama : demam, muntah, diare
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : anak mengalami demam, muntah, diare sampai 5x, sudah minum sanmol
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
30/6/13 1/7/2013 2/7/2013
antracin inj. 250mg 21:00 5:00
(bila suhu diatas 39°C
sefotaksim inj. 9:00 6:00
3x500 mg 16:00 16:00
0:00 24:00
sanmol syrup 9:00 6:00
3x1 13:00
20:00
lacto B 9:00
3x1 13:00
20:00
Obat pulang: sporetik 2 x 5 cth
Curmonas syrup 2 x 1 cth
Sanmol syr 2 x 10ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
1 /7/2013
2 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Coklat
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Lunak
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 1-3
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 0-1
Eritrosit - -
Epithel +1 + 1
Telur cacing - -
Bakteri - + 1
Amoeba
Histolitica - -
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
30/6/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 13,9
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 40,6
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 16,91
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 239
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 8,9
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 72,2
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 24,3
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,4
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 12,29
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 4,10
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,40
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,07
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,05
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Kasus 3
1. Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan
penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Selain
itu didukung dari jumlah leukosit yang melebihi nilai normal. Jumlah leukosit pasien diketahui
16.910/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Kemudian
ditegaskan dengan persentase neutrofil pasien yaitu 72,2% yang berada di atas jumlah normal yaitu
50% sampau 70%, yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien (Sutedjo, 2012; Tan
& Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Obat ini merupakan salah satu terapi lini pertama GEA dan terbukti kondisi pasien
membaik / sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan sefotaksim karena merupakan terapi lini pertama GEA,
khususnya akibat infeksi Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama yaitu selama 2 hari, sesuai dengan waktu yang
dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 1500 mg/hari. Dosis untuk anak 50 – 200mg/kgBB/hari atau dalam
kasus ini disarankan 1200 – 4800mg dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk.,
2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: , interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran 4. Rekam Medis Kasus 4
No Data :132313
Tgl Masuk :28/6/13 (pk 20:00:00)
Tgl Keluar :2/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AAP (L)
Umur : 2th , BB : 10kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : Demam Tiphoid
Keluhan Utama : Panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : pasien mangalami badan panas, pilek, dan hipertermi akibat peningkatan
tingkat metabolism akibat infeksi usus
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
28/6/13 29/6/2013 30/6/2013 1/7/2013
amoxsan inj 20:00 8:00 8:00 8:00
3x125mg 16:00 16:00 16:00
0:00 0:00 0:00
lacto B 20:00 6:00 6:00 6:00
3x1 11:00 11:00
18:00 18:00
praxion forte 20:00 11:00 11:00
3-4 x 2ml 18:00 18:00
0:00 24:00
Propiretic 14:00
160mg (3/4 tube)
Obat pulang ; Praxion F 4 x2 ml
Lacto B 3 x 1
Amoxan 3 x ¾ cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
28/6/2013
28/6/2013
Urinalisa
Widal
Protein Albumin - -
Salmonella Paratyphi AH - -
Glukosa - -
Salmonella Paratyphi AO - 1/80
Bilirubin - -
Salmonella Paratyphi BH - 1/160
Urobilinogen - -
Salmonella Paratyphi BO - 1/80
Urinalisa Sedimen
Salmonella Typhi H - -
Leukosit 0 – 6 1 – 2
Salmonella Typhi O - -
Eritrosit 0 – 1 0-1
Salmonella Paratyphi CH - -
Epithel +1 + 1
Salmonella Paratyphi CO - -
Bakteri - -
Selinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Lain- Lain - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
28/6/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 14,0
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 41,0
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 14,66
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 256
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 5,34
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 61,9
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 28,7
Monosit (%) 3,0 - 12,0 8,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,6
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,5
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 9,08
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 4,20
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 1,21
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,09
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,08
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam typhoid merupakan salah satu
penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella, dan hal itu dipertegas dari hasil uji kultur
pasien yang positif terinfeksi Salmonella (Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Obat ini cukup efektif terhadap infeksi salmonella, ditunjukkan oleh kondisi pasien
yang membaik / sembuh (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: amoksisilin sendiri diketahui memiliki efektivitas yang tinggi terhadap Salmonella
sehingga spesifik untuk penyakit ini (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Durasi penggunaan amoksisilin untuk terapi anaerob adalah 7 sampai 10 hari. Pada
kasus ini waktu penggunaannya selama rawat inap adalah 4 hari, kemudian pasien dinyatakan
pulang dan terapi tetap dilanjutkan selama rawat jalan, sehingga tidak terlalu lama (Lacy, et al.,
2011)
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat. Lama terapi dengan amoksisilin adalah 7
sampai 10 hari. Tetapi pasien dinyatakan bias pulang pada hari ke 5 dan terapi dilanjutkan dalam
rawat jalan (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan dosis 425mg/hari, sesuai kisaran dosis yang disarankan. Dosis untuk
anak 20 – 50mg/kgBB/hari atau 200 – 500mg dalam 2 -3 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011)
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: obat diberikan setiap 8 jam, sesuai dengan interval pemberian yang dianjurkan setiap
8 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011)
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Lampiran 5. Rekam Medis Kasus 5
No Data :148206
Tgl Masuk :1/7/13 (pk 14:45:38)
Tgl Keluar :3/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : RP (L)
Umur : 10th , BB : 25kg , Suhu: -
Nama Dokter : BS
Diagnosis : Tonsilisitis grade 3
Keluhan Utama : ketika menelan terasa sakit
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : -
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
2/7/2013 3/7/2013
Amoksisilin 20:00 4:00
3x300mg 12:00
20:00
mefenamic acid 8:00 8:00
1x1
Kliran injeksi 24:00
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
- - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
1/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,3
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 34,8
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 8,23
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 300
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,58
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 46,3
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 47,3
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,9
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 2,9
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,6
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 3,81
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 6,20
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,24
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,24
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,05
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Kasus 5
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Tidak Lolos Kategori V (Tidak ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Tidak adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Tonsilisitis disebabkan oleh bakteri seperti
Streptococcus yang kerap menyebabkan infeksi di jaringan kulit atau jaringan lunak. Tidak
ditemukan indikasi infeksi bakteri, baik dari hasil uji leukosit maupun hasil kultur. Hal ini
berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi pasien yang dalam jumlah normal, sehingga tidak
ditemukan adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Jumlah leukosit pasien diketahui
8,230/µL. Jumlah ini sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Untuk persentase
jumlah neutrofil diketahui 46,3%, dibawah dari nilai normal yaitu 50% sampai 70%. Penurunan
nilai neutrofil mengindikasikan inveksi virus, bukan oleh bakteri (Sukandar, dkk., 2008; Sutedjo,
2012).
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tanpa indikasi (kategori V)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Lampiran 6. Rekam Medis Kasus 6
No Data :146730
Tgl Masuk :2/7/13 (pk 12:04:00)
Tgl Keluar :4/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : BAP (P)
Umur : 1th , BB : 9,2kg , Suhu: 36,2oC
Nama Dokter : NW
Diagnosis : Obs. Vomitus, susp. ISK
Keluhan Utama : Muntah-muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : sejak 2 hari muntah-muntah lebih dari 10x, mencret 2x, sulit buang air
besar
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
2/7/2013 3/7/2013 4/7/2013
lametic inj. 11:30
3x1,5 mg 19:00
sefotaksim inj. 8:00 8:00
3x250mg 11:30 16:00 16:00
19:00 0:00
sanmol drop 6:00 6:00
3x0,9 ml 12:00 11:00
19:00 18:00
Lacto B 6:00 6:00
2x1 13:00 18:00
19:00
sporetic syrup 19:00 19:00
2x1/2 cth
neukalona syrup 19:00 6:00
3x1/2 cth
Obat Pulang: Sanmol drop 3 x 0.9 ml
Lacto B 2 x 1
Sporetic 2 x ½ cth
Neo kaolara syr. 3 x ½ cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
V. Pemerikasaan dan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
2/7/2013
2/7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Kuning
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Lembek
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 0-1
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 0-2
Eritrosit - +1
Epithel +1 + 1
Telur cacing - -
Bakteri - -
Amoeba
Histolitica - -
Selinder - -
Lemak - +1
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
2/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,3
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 35,7
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 10,23
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 301
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,25
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 68,4
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 27,5
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,9
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,7
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 7,0
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 2,81
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,30
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,05
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,07
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Vomitus atau muntah tidak selalu disebabkan oleh bakteri (biasanya pada vomitus
disertai diare cair akut), tetapi juga dapat disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya adalah
intoleransi terhadap makanan, reaksi terhadap obat, atau virus. Vomitus atau muntah-muntah yang
disertai gangguan gastrointestinal dapat disebabkan oleh bakteri (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Dari hasil uji mikrobiologi terdapat leukosit pada feses pasien sehingga mengindikasikan adanya
infeksi bankteri.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: terbukti kondisi pasien membaik / sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan sefotaksim karena merupakan terapi lini pertama GEA,
khususnya akibat infeksi Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama yaitu selama 2 hari, sesuai dengan waktu yang
dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 750 mg/hari. Dosis untuk anak 50 – 200mg/kgBB/hari atau dalam
kasus ini disarankan 460 – 1480 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk.,
2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: , interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
2. Sefiksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Vomitus atau muntah tidak selalu disebabkan oleh bakteri (biasanya pada vomitus
disertai diare cair akut), tetapi juga dapat disebabkan oleh berbagai sebab diantaranya adalah
intoleransi terhadap makanan, reaksi terhadap obat, atau virus. Vomitus atau muntah-muntah yang
disertai gangguan gastrointestinal dapat disebabkan oleh bakteri (Dipiro & Schwinghammer,
2009). Dari hasil uji mikrobiologi terdapat leukosit pada feses pasien sehingga mengindikasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
adanya infeksi bankteri.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Antibiotika ini cukup efektif untuk terapi empiris, terbukti kondisi pasien membaik /
sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Sefiksim merupakan salah satu antibiotika dengan spektrum luas dan
dapat digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Untuk sefiksim, durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien
diberikan terapi selama 2 hari. Sesuai aturan Kemenkes (2011), durasi penggunaan antibiotika
dalam terapi empiris adalah 48 sampai 72 jam, kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien.
Diketahu kondisi pasien berangsur membaik, sehingga penggunaan sefiksim terus diberikan.
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat.
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan obat dengan dosis 2 x 5cc setiap harinya. Diketahui setiap 5cc sirup
mengandung 100mg sefiksim. Hal ini sesuai dengan dosis untuk anak yaitu 200mg dengan dosis
terbagi setiap 6 – 12 jam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Tidak Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 - 12 jam dalam sehari, sedangkan pasien
hanya diberikan setiap 24 jam atau satu kali dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk.,
2008).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Lampiran 7. Rekam Medis Kasus 7
No Data :148265
Tgl Masuk :27/6/13 (pk 21:30:00)
Tgl Keluar :5/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : ASA (L)
Umur : 9 bulan , BB : 12kg , Suhu: 37,1oC
Nama Dokter : EB
Diagnosis : Obs. Proteinuria dan hematuria, susp. Syndrome nefrotik
Keluhan Utama : sakit saat kencing, air kencing keruh
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : sakit saat kencing, air kencing keruh
III. Tujuan Keluar : Obat Jalan
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
2/7/2013 3/7/2013 4/7/2013 5/7/2013
amoxan inj. 21:30:00 8:00 8:00
3x200mg 16:00 16:00
0:00 24:00
trogyl iv 13:00 8:00
3x200mg 21:00 16:00
0:00
Obat pulang;
Amoxsan syrup : 3 x 4ml
Trogyl syrup : 3 x 1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
3/7/2013
4 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Hijau
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Kental
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 7-12
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 2-5
Eritrosit - +1
Epithel +1 + 1
Telur cacing - -
Bakteri - +1
Amoeba
Histolitica - +
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
2/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,2
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 38,3
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 16,38
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 527
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,9
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 49,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 45,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 6,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 8,28
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 7,38
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 1,07
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,18
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,05
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
pasien mengalami infeksi pada saluran kencingnya dan dipertegas dengan hasil uji lab ang
menunjukan kadar leukosit yang tinggi disertai adanya hasil positif pada uji kultur bakteri yang
mengindikasikan penyakit akibat infeksi bakteri. Selain itu jumlah leukosit pasien diketahui
16.380/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL.
Menurut Sutedjo (2012), kenaikan kadar leukosit melenihi normal menandakan adanya infeksi akut
yang dialami pasien.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Amoksisilin merupakan antibiotika dengan spektrum luas dan dapat
digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: terapi dilakukan selama 3 hari yaitu tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang
dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: Pasien diberikan 600mg obat/hari sesuai dengan kisaran dosis yang disarankan. Dosis
untuk anak 20 – 50mg/kgBB/hari atau bila disesuaikan dengan berat badan pasien yaitu 240 –
600mg obat dalam 2 – 3 dosis terbagi/hari (Lacy, et al., 2011)
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 8 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 8
jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011)
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
2. Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
pasien mengalami infeksi pada saluran kencingnya dan dipertegas dengan hasil uji lab ang
menunjukan kadar leukosit yang tinggi disertai adanya hasil positif pada uji kultur bakteri yang
mengindikasikan penyakit akibat infeksi bakteri. Selain itu jumlah leukosit pasien diketahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
16.380/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL.
Menurut Sutedjo (2012), kenaikan kadar leukosit melenihi normal menandakan adanya infeksi akut
yang dialami pasien.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: metronidazol merupakan terapi untuk amoebiasis dan cukup efektif bagi pasien, dilihat
dari kondisi pasien juga membaik / sembuh (Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan metronidazol karena terdapat amoeba pada hasil lab, sehingga
obat ini cukup spesifik dengan kebutuhan terapi pasien (Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: Pasien diberikan 600mg obat/hari, sesuai dosis yang diasarankan. Dosis anak untuk
amebiasis/muntah-muntah 30 – 50 mg/kg BB/ hari atau bila disesuaikan dengan berat badan pasien
yaitu 360 – 600mg obat dalam 3 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 8 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 8
jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Lampiran 8. Rekam Medis Kasus 8
No Data :148183
Tgl Masuk :27/6/13 (pk 22:31:15)
Tgl Keluar :5/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : MSDM (L)
Umur : 5 th , BB : 17kg , Suhu: 38oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : gastritis akut; vomitus frekuen dehidrasi sedang; bronchitis
Keluhan Utama : mual, muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : panas 5 hari, mual, muntah, sudah diberikan obat tapi tidak ada
perubahan. Diberian pct + domperidon, muntah
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
30/6/2013 1/7/2013 2/7/2013 3/7/2013 4/7/2013 5/7/2013
ondansetron inj. 22:30 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3x2mg 11:00 11:00 11:00 11:00
17:00 17:00 17:00 17:00
sefotaksim inj. 22:45 8:00 8:00 8:00 8:00 8:00
3x500mg 16:00 16:00 16:00 16:00
18:00 0:00 0:00 0:00
sanmol da pct 22:50 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3x1,5 cth 11:00 11:00 11:00 11:00
17:00 17:00 17:00 17:00
Lacto B 6:00 5:00 6:00 6:00 6:00 6:00
2x1 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Propiretic 0:30 6:00
18:00
FG troches 19:30 6:00 6:00 6:00
2x1 tab
18:00 18:00
Amlocort 19:30 6:00 6:00 6:00
3x1/2 cth
12:00 12:00
18:00 18:00
inj. Norages (bila suhu
>39°C) 120 mg 19:00
Obat pulang : rehadoxin 170mg
Cetrizine 1/3
Curmonas 1 x 1
Teeptasan 1/3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
2 /7/2013
1 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Coklat
Glukosa - -
Konsistensi Lunak agak keras
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 - 6 1-2
Lekosit - -
Eritrosit 0 - 1 0-1
Eritrosit - -
Epithel +1 + 1
Telur cacing - -
Bakteri - -
Amoeba
Histolitica - +
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
30/6/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,9
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 33,8
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 26,24
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 304
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,07
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 91,7
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 4,0
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,5
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,1
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 24,05
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 1,03
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,66
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,45
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,05
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gastritis akut merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri H. pylori. Bronchitis merupakan suatu infeksi saluran pernapasan akibat
virus, bakteri, atau mikroorganisme yang menyerupai bakteri. Pasien diindikasikan mengalami
infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi jumlah normal. Jumlah leukosit pasien
diketahui 26,240/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL.
Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 91,7%, berada diatas jumlah
normal yaitu 50% sampai 70%. Peningkatan kadar leukosit mengindikasikan adanya infeksi akut
yang dialami pasien, sehingga diperlukan terapi antibiotika. Dari hasil kultur tidak ditemukan
adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan saat uji kultur, bakteri tidak tumbuh karena saat itu
keberadaan bakteri masih minim atau lemah karena pasien sudah diterapi antibiotika terlebih
dahulu sebelum uji kultur dilakukan, sehingga bila tidak diberikan terapi antibiotika akan dapat
mengakibatkan berkembangnya bakteri dan memperparah keadaan pasien sehingga dapat diberikan
terapi antibiotika (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: sefotaksim merupakan antibiotika dengan spektrum luas dan cukup efektif bagi pasien,
dilihat dari kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Obat ini merupakan antibiotika dengan spektrum luas dan dapat
digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat, sudah sesuai aturan
Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris kemudian harus dievaluasi
berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Diketahui kondisi pasien membaik dan terapi tetap
dilanjutkan sampai 5 hari .
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat, sudah sesuai aturan
Kemenkes (2011), yaitu 48 sampai 72 jam untuk terapi empiris kemudian harus dievaluasi
berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Diketahui kondisi pasien membaik dan terapi tetap
dilanjutkan sampai 5 hari .
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 1500mg obat sehari, sesuai dosis yang disarankan. Dosis untuk anak
50 – 200mg/kgBB/hari atau dalam kasus ini 850 – 3400 mg dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et al.,
2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment:pasien diberikan obat setiap 8 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 6
– 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
Kesimpulan Penggunaan antibiotika sefotaksim tepat/bijak (kategori 0)
2. Fradiomycin-Gramicidin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gastritis akut merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri H. pylori. Bronchitis merupakan suatu infeksi saluran pernapasan akibat
virus, bakteri, atau mikroorganisme yang menyerupai bakteri. Pasien diindikasikan mengalami
infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi jumlah normal. Jumlah leukosit pasien
diketahui 26,240/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL.
Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 91,7%, berada diatas jumlah
normal yaitu 50% sampai 70%. Peningkatan kadar leukosit mengindikasikan adanya infeksi akut
yang dialami pasien, sehingga diperlukan terapi antibiotika. Dari hasil kultur tidak ditemukan
adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan saat uji kultur, bakteri tidak tumbuh karena saat itu
keberadaan bakteri masih minim atau lemah karena pasien sudah diterapi antibiotika terlebih
dahulu sebelum uji kultur dilakukan, sehingga bila tidak diberikan terapi antibiotika akan dapat
mengakibatkan berkembangnya bakteri dan memperparah keadaan pasien sehingga dapat diberikan
terapi antibiotika (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Antibiotika ini cukup efektif dilihat dari kondisi pasien yang membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Obat ini merupakan antibiotika dengan indikasi infeksi saluran pernapasan seperti
bronchitis yang dialami pasien (Wells, et al., 2009)
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Tidak Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tidak tepat dosis).
Assesment: Pada penggunaan fradiomisin-gramisidin pasien diberikan 2 tablet dalam sehari,
sedangkan dosis yang tertera pada petunjuk penggunaan untuk anak adalah 4-5 tablet sehari.
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis (kategori IIA)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Lampiran 9. Rekam Medis Kasus 9
No Data :102540
Tgl Masuk :2/7/13 (pk 00:56:07)
Tgl Keluar :6/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : SL (L)
Umur : 4 th , BB : 16kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : EB
Diagnosis : Gastroenteritis akut
Keluhan Utama : mual, muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : pasien mual, muntah
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
2/7/2013 3/7/2013 4/7/2013 5/7/2013 6/7/2013
lametic inj 8:00
0,6mg
amoxsan inj 8:00 8:00 8:00
3x250mg 16:00 16:00 16:00
0:00 0:00 0:00
tempra syrup 60ml 8:00 8:00 8:00 6:00 6:00
3x1cth 11:00 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00 18:00
23:00
L. Bio 8:00 8:00 8:00 6:00 6:00
3x1 11:00 11:00 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Trogyl infus 8:00 8:00
3x250
16:00 16:00
0:00 24:00
Obat Pulang: Lacto B 3 x 1
Trogyl 3 x 1 cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
4 /7/2013
Feces
Makroskopis
Warna
kuning
coklat Kuning
Konsistensi Lunak Lembek
Darah - -
Lendir - -
Mikroskopis
Lekosit - +1
Eritrosit - -
Telur cacing - -
Amoeba
Histolitica - -
Lemak - +2
Amilum - +1
Serat Tumbuhan - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
2/7/2013 4/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,6 13,3
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 36,5 37,9
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 3,10 3,40
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 116 197
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,44 4,68
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 65,0 56,8
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 31,1 36,5
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,9 3,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,3 2,4
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,7 1,0
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 2,02 1,93
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,96 1,25
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,06 0,11
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,04 0,08
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,02 0,03
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri,
diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli (Tan & Rahardja, 2007)
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Amoksisilin cukup efektif diberikan untuk terapi empiris. Hal ini dibuktikan dari
kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan amoksisilin karena amoksisilin merupakan antibiotika dengan spectrum luas
dan dapat digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 750 mg dosis amoksisilin sehari, sesuai dengan dosis yang
disarankan. Dosis untuk anak 20 -50 mg/kgBB atau dalam kasus ini 320 – 800mg dalam 2 – 3
pembagian dosis/hari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 8 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 8
jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
2. Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan
penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli (Tan &
Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Obat ini merupakan salah satu terapi GEA dan terbukti kondisi pasien membaik /
sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Obat ini merupakan terapi lini pertama GEA akibat Clostridium dificile, sehingga
spesifik pada penyakit ini (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 750mg obat sehari. Dosis anak untuk amebiasis/muntah-muntah 30 –
50 mg/kg BB/ hari atau dalam kasus ini 480 – 800 mg dalam 3 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 8 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika sefotaksim tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Lampiran 10. Rekam Medis Kasus 10
No Data :148352
Tgl Masuk :5/7/13 (pk 22:40:31)
Tgl Keluar :7/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : WA (L)
Umur : 3th , BB : 12kg , Suhu: 38oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : ISPA dengan vomitus
Keluhan Utama : demam, batuk
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : sejak kemarin mengalami demam, batuk, pilek, muntah-muntah, obat
tidak dapat masuk, tidak mau makan-minum
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
5/7/2013 6/7/2013
propiretik 160 mg 23:00
3/4 tube
inj. D 4% + WFI 23:15
12ml + 12ml iv
Sefotaksim inj. 0:15
2 x 500mg 18:00
injeksi lametic 6:00 6:00
3 x 1,5mg 16:00
Sanmol 6:00 6:00
3 x 500mg 12:00 12:00
18:00
Obat pulang : Rhenasistin F 2 x 5cc
Curvit 1 x 1 cth
Sanmol 3 x 500
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
57/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,2
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 33,9
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 6,03
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 363
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,50
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 74,3
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 16,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 7,6
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,4
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,8
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 4,48
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 1,02
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,46
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,02
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,05
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
VII.Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefotaksim
Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
ISPA dapat disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus
Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Tetapi
hasil dari uji hematologi, kadar leukosit masih dalam batas normal. Jumlah leukosit pasien
diketahui 6,030/µL. Jumlah ini sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Untuk
persentase jumlah neutrofil diketahui 74,3%, diatas nilai normal yaitu 50% sampai 70%. Hal ini
meunjukkan indikasi infeksi bakteri (Sutedjo, 2012).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: sefotaksim merupakan antibiotika dengan spektrum luas dan cukup efektif bagi pasien,
dilihat dari kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Obat ini merupakan antibiotika dengan spektrum luas dan dapat
digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Durasi penggunaannya tidak terlalu lama. Sesuai aturan Kemenkes (2011), yaitu 48
sampai 72 jam untuk terapi empiris kemudian harus dievaluasi berdasarkan perkembangan kondisi
pasien. Diketahui kondisi pasien membaik dan terapi tetap dilanjutkan sampai 5 hari .
Kategori IIIB Tidak Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika terlalu singkat).
Assesment: Durasi penggunaannya terlalu singkat, pasien hanya diberikan terapi selama 1 hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Lampiran 11. Rekam Medis Kasus 11
No Data :148383
Tgl Masuk :5/7/13 (pk 24:40:31)
Tgl Keluar :8/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : IAS (L)
Umur : 1th , BB : 10kg , Suhu: 36,4oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : Gastroenteritis Akut
Keluhan Utama : muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : sore ini muntah sampai 4x setelah makan kacang rebus
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
6/7/2013 7/7/2013 8/7/2013
lametic inj. 23:42 6:00
3 x 1,5mg
11:00
17:00
Sefotaksim 0:50 6:00 6:00
2 x 500mg 18:00 18:00
Lacto B 13:00 6:00
2 x 1 18:00 18:00
Rantin Inj. 13:00 6:00 6:00
2 x 1/4 ampul 0:00 18:00
Primpsan inj 9:30
antrazan inj. 11:30
18:00
propiretic suppo 120mg 22:30 5:30
sanmol 3 x 500mg 12:00
Obat Pulang: Fixiphar 2 x 1
Ranival 2 x ½ cth
Lacto B 2 x 1 bks
Narfoz 2 x1 cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
6 /7/2013
(pk 10.07)
6 /7/2013
(pk 18.12)
Feces
Makroskopis
Warna
kuning
coklat coklat muda coklat
Konsistensi Lunak Kental kental
Darah - - -
Lendir - - -
Mikroskopis
Lekosit - +1 +1
Eritrosit - - -
Telur cacing - - -
Amoeba
Histolitica - - -
Lemak - +2 -
Amilum - +1 +1
Serat Tumbuhan - - -
Jamur - - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
5/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,9
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 38,1
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 19,96
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 370
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,59
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 68,6
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 26,6
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,7
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,8
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 13,69
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 5,30
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,55
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,36
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,06
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit pasien yang diketahui 19,960/µL. Jumlah ini
melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Hal ini menandakan adanya
infeksi akut yang dialami pasien (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Obat ini merupakan salah satu terapi lini pertama GEA dan terbukti kondisi pasien
membaik / sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan sefotaksim karena merupakan terapi lini pertama GEA dan
spesifik untuk penyakit ini khususnya akibat infeksi Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama yaitu selama 3 hari, sesuai dengan waktu yang
dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis yang diberikan pada pasien ini 1000mg/hari. Dosis untuk anak 50 –
200mg/kgBB/hari atau dalam kasus ini disarankan 500- 2000mg sesuai berat badan pasien dalam 2
– 4 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
Lampiran 12. Rekam Medis Kasus 12
No Data :148371
Tgl Masuk :5/7/13 (pk 12:27:17)
Tgl Keluar :8/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AH (L)
Umur : 10 bulan , BB : 7,5 kg , Suhu: 38oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : Gastroenteritis Akut dengan dehidrasi
Keluhan Utama : diare
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : diare 1 minggu, dalam sehari BAB bias sampai 15x, encer ampas,
muntah 2x
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
5/7/2013 6/7/2013 7/7/2013 8/7/2013
Sefotaksim
6:00 6:00 6.00
2 x 300mg 18:00 18:00 18:00
sanmol drop 13:00 6:00 6:00 6:00
3 x 0,8ml 18:00 12:00 12:00
18:00 18:00
Lacto B 6:00 6:00 6:00
3x150cc 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00
Orezink 6:00 6:00 6:00
3x1 sacc 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00
Sequest 6:00 6:00 6:00
3 x 1/2 bks 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00
Obat Pulang: Cotrimoxasol 2 x ½ cth
Sanmol 3 x 0.8 ml
Lacto B 3 x 1 bks
Orezink 1 x 1 bks
Squest 3 x 1/5 bks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan
Lab. Rujukan
Tanggal
5 /7/2013
5 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein
Albumin - -
Warna
kuning
coklat Kuning
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Encer
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 2 – 4
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 0 – 1
Eritrosit - -
Epithel +1 +1
Telur cacing - -
Bakteri - +1
Amoeba
Histolitica - -
Selinder - -
Lemak - +2
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
5/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,9
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 36,5
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 13,31
Trombosit (10³/uL) 150 - 450 492
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,57
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 65,3
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 32,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,1
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,1
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,6
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 8,69
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 4,37
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,16
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,01
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,08
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang dapat
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi jumlah normal. Jumlah leukosit
pasien diketahui 13,310/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien dan hasil kultur yang positif
mengindikasikan adanya infeksi akibat bakteri (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Sefotaksim merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut. Dalam
kasus ini, peresepan sefotaksim terbukti efektif karena kondisi pasien yang membaik (Dipiro &
Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan sefotaksim karena merupakan terapi lini pertama GEA,
khususnya akibat Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama yaitu selama 3 hari, sesuai dengan waktu yang
dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis yang diberikan pada pasien ini 600mg/hari sesuai dengan dosis yang disarankan.
Dosis untuk anak 50 – 200mg/kgBB/hari atau dalam kasus ini sesuai berat badan pasien 7,5 kg
disarankan 375 – 1500mg dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: sudah sesuai dengan interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 – 12 jam dalam sehari
(Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Lampiran 13. Rekam Medis Kasus 13
No Data :148164
Tgl Masuk :30/6/13 (pk 10:54:28)
Tgl Keluar :6/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : NNF (P)
Umur : 9th , BB : 24kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : AW
Diagnosis : Hematuri, Albuminuria, OG Colic abdomen
Keluhan Utama : kencing terasa sakit
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : pasien sesak di sore hari, bila kencing terasa sakit, perut terasa sakit
mulai pagi, tidak ada riwayat jatuh. BAK berwarna seperti teh, ada batuk pilek selama 3 hari
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
30/6/2013 1/7/2013 2/7/2013 3/7/2013 4/7/2013 5/7/2013 6/7/2013
Trolac inj 15:00
0,5cc
amoxsan forte
syrup 14:00
3x1cth
sporetic syrup
6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
2x5cc 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Urispas 6:00 6:00 6:00 6:00
2x1/2 tab 18:00 17:00 17:00 17:00 18:00
Biscopan plus 6:00 6:00 6:00 6:00
3 x 1/2 tab 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 17:00 17:00 17:00 18:00
k/pprofemid suppo 18:00 1:00 9:00
1/2 tube
Obat Pulang: Cefotaxin 250mg 2 x 1 bks
Elkana syr 2 x 1cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
30 /6/2013 3 /7/2013
Urinalisa
Protein Albumin - +1 -
Glukosa - - -
Bilirubin - - -
Urobilinogen - - -
Urinalisa Sedimen
Leukosit 0 – 6 1 – 2 3 – 8
Eritrosit 0 – 1 >100 12 – 16
Epithel +1 +1 +1
Bakteri - - -
Selinder - - -
Kristal - - -
Jamur - - -
Lain- Lain - - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
30/6/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 14,2
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 41,6
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 12,92
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 252
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,90
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 90,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 7,5
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,1
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,1
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 11,63
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,96
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,14
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,15
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
pasien mengalami infeksi pada saluran kencingnya dan dipertegas dengan hasil uji hematologi yang
menunjukan tingginya kadar leukosit dan neutrophil. Jumlah leukosit pasien diketahui 12.920/µL.
Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Selain itu persentase
neutrofil pasien juga mencapai 90%, diatas dari jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang
menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hal ini menandakan adanya infeksi akut pada
pasien. Dari hasil kultur tidak ditemukan adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan saat uji kultur,
bakteri tidak tumbuh karena saat itu keberadaan bakteri masih minim atau dalam keadaan lemah dan
bila tidak diberikan terapi antibiotika akan dapat mengakibatkan berkembangnya bakteri dan
memperparah keadaan pasien sehingga dapat diberikan terapi antibiotika (Sutedjo, 2012).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Antibiotika ini cukup efektif untuk terapi empiris, terbukti kondisi pasien membaik /
sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Amoksisilin merupakan antibiotika dengan spektrum luas dan dapat
digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika terlalu singkat, yaitu hanya diberikan sekali kemudian
pemberian dihentikan tanpa keterangan yang jelas. Hal ini tidak sesuai dengan waktu yang
dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kesimpulan Penggunaan antibiotika terlalu singkat (kategori IIIB)
2. Sefiksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
pasien mengalami infeksi pada saluran kencingnya dan dipertegas dengan hasil uji hematologi yang
menunjukan tingginya kadar leukosit dan neutrophil. Jumlah leukosit pasien diketahui 12.920/µL.
Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Selain itu persentase
neutrofil pasien juga mencapai 90%, diatas dari jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang
menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hal ini menandakan adanya infeksi akut pada
pasien. Dari hasil kultur tidak ditemukan adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan saat uji kultur,
bakteri tidak tumbuh karena saat itu keberadaan bakteri masih minim atau dalam keadaan lemah dan
bila tidak diberikan terapi antibiotika akan dapat mengakibatkan berkembangnya bakteri dan
memperparah keadaan pasien sehingga dapat diberikan terapi antibiotika (Sutedjo, 2012).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Antibiotika ini cukup efektif untuk terapi empiris, terbukti kondisi pasien membaik /
sembuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Sefiksim merupakan salah satu antibiotika dengan spektrum luas dan
dapat digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Untuk sefiksim, durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien
diberikan terapi selama 3 hari. Sesuai aturan Kemenkes (2011), durasi penggunaan antibiotika
dalam terapi empiris adalah 48 sampai 72 jam, kemudian harus dievaluasi dengan kondisi pasien.
Diketahu kondisi pasien berangsur membaik, sehingga penggunaan sefiksim terus diberikan.
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat.
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan obat dengan dosis 2 x 5cc setiap harinya. Diketahui setiap 5cc sirup
mengandung 100mg sefiksim. Hal ini sesuai dengan dosis untuk anak yaitu 200mg dengan dosis
terbagi setiap 6 – 12 jam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 - 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: rute pemberian tepat, pasien masih dapat menerima obat melalui oral.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Lampiran 14. Rekam Medis Kasus 14
No Data :116749
Tgl Masuk :8/7/13 (pk 9:12:01)
Tgl Keluar :10/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : GN (P)
Umur : 3 th , BB : 11kg , Suhu: 37oC
Nama Dokter : YM
Diagnosis : febris, candidiasis
Keluhan Utama : demam, diare
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : demam sudah 3 hari, mengalami diare 3x
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
8/7/2013 9/7/2013 10/7/2013
Orezink 13:00 6:00 6:00
2x1sacc 18:00 18:00 18:00
Lacto B 13:00 6:00 6:00
2x1sacc 18:00 17:00
Paracetamol syrup 6:00 6:00
3x1cth 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00
Candistin 6:00 6:00
12:00 12:00 12:00
4x1cc 18:00 18:00 18:00
0:00 0:00 0:00
Phenitoin inj
8:00 (tdk
mau)
2x30mg 10:00
0:00
Bolus D 10% 10:00
55cc
Obat Pulang; Lacto B 2 x 1
Candistin 4 x 1 cc
Orezink 2 x 1 sacc
Paracetamol syr 3 x 1 cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
- - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
8/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,5
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 35,5
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 16,59
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 351
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,46
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 69,9
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 20,8
Monosit (%) 3,0 - 12,0 8,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,5
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 11,60
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 3,45
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 1,37
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,08
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,09
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Kasus 14
Nistatin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
candidiasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur, yaitu Candida albicans dan
didukung dari hasil uji hematoogi yang menunjukkan tingginya Jumlah leukosit pasien yang
diketahui berjumlah 16,590/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL
sampai 12.000/µL yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hal ini sebagai
indikasi adanya infeksi akut yang dialami pasien. (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Antibiotika ini cukup efektif untuk terapi empiris, terbukti kondisi pasien membaik /
sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Nistatin merupakan antibiotika antifungal yang memang digunakan untuk terapi pada
penderita candidiasis (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IVD (penggunaan antibiotikatidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama yaitu selama 3 hari, sesuai dengan waktu
yang dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis sesuai yang dianjurkan yaitu 4 x 1-2 mL (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment:pasien diberikan obat setiap 6 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 –
8 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011)
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: rute tepat. Kondisi pasien memungkinkan diberikan secara oral.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
Lampiran 15. Rekam Medis Kasus 15
No Data :145259
Tgl Masuk :11/7/13 (pk 18:49:40)
Tgl Keluar :13/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : GEP (L)
Umur : 1,10 th , BB : 12kg , Suhu: 38oC
Nama Dokter : -
Diagnosis : gastritis
Keluhan Utama : mual, muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : panas 5 hari, mual, muntah, sudah diberikan obat tapi tidak ada
perubahan. Diberian pct + domperidon, muntah
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013
Kliran 19:50 6:00 6:00
3x1mg
18:00
(stop) 18:00
Propiretic 19:00
120mg 21:00
Viccillin 20:00 8:00 8:00
3x500mg iv 16:00 16:00
0:00 24:00
Sanmol Syrup 6:00 6:00
3x1cth 11:00 11:00
17:00 17:00
Obat Pulang: Elkana 1 x 1cth
Sanmol 3 x 1 cth
Fixiphar 2 x 3mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
12 /7/2013
Urinalisa
Protein Albumin - -
Glukosa - -
Bilirubin - -
Urobilinogen - -
Urinalisa Sedimen
Leukosit 0 – 6 0 – 1
Eritrosit 0 – 1 0 – 2
Epithel +1 +1
Bakteri - -
Selinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Lain- Lain - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
11/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,3
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 33,5
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 14,63
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 259
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,15
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 27,7
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 61,4
Monosit (%) 3,0 - 12,0 9,8
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,6
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 4,05
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 8,97
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 1,45
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,07
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,09
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Ampisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Gastritis akut merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri H. pylori. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit pasien yang diketahui 14,630/µL. Jumlah ini
melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL.. Hal ini menandakan adanya
infeksi akut pada pasien. Dari hasil kultur tidak ditemukan adanya infeksi akibat bakteri.
Kemungkinan saat uji kultur, bakteri tidak tumbuh karena saat itu keberadaan bakteri masih minim
atau dalam keadaan lemah karena pasien sudah diberikan antibiotika terlebih dahulu sebelum
dilakukannya uji kultur, dan bila tidak diberikan terapi antibiotika akan dapat mengakibatkan
berkembangnya bakteri dan memperparah keadaan pasien sehingga dapat diberikan terapi antibiotika
(Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Tidak lolos Kategori IVA (ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment:
Untuk penyakit pencernaan seperti gastritis, digunakan antibiotika berupa clarithromisin dengan
amoksisilin. Ampisilin diketahui mempunya efek samping, salah satunya gastritis (Lacy, et al., 2011;
Tan & Rahardja, 2007)
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Lampiran 16. Rekam Medis Kasus 16
No Data :148488
Tgl Masuk :9/7/13 (pk 11:08:16)
Tgl Keluar :13/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AUI (L)
Umur : 8 bulan , BB : 8kg , Suhu: 37oC
Nama Dokter : -
Diagnosis : Febris
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 1/7 panas, 4/7 panas reda, 7/7 panas, diare, BAB seperti bubur, bau
busuk bintik-bintik di kulit, 8/7 diare, panas
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
9/7/2013 10/7/2013 11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013
Praxion drop 18:00 6:00 6:00
3x0,8cc 12:00 12:00
18:00 18:00
Lacto B 6:00
2x1 18:00 18:00
Amoxsan Inj. 20:00 8:00 8:00 8:00
3x125mg 16:00 16:00
24:00 24:00
Asiklovir 20:30 6:00 6:00 6:00
4x80mg 12:00 12:00
18:00 18:00
0:00 0:00
Viridis da Isprinol 20:30 6:00 6:00 6:00
3x1,5mg 12:00 12:00
18:00 18:00
Lacto B 6:00 6:00 6:00
3x1sacc 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00
Ondansetron k/p : 1,25mg
Obat pulang: Amoxsan 3 x 1ml
Aciclovir 4 x 80mg
Viridis 3 x 1.5ml
Praxion drop 3 x 0.8ml
Lacto B 1 x 1 sacc
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
10 /7/2013
9 /7/2013
Urinalisa
Widal
Protein Albumin - Trace
Salmonella Paratyphi AH - -
Glukosa - -
Salmonella Paratyphi AO - -
Bilirubin - -
Salmonella Paratyphi BH - 1/160
Urobilinogen - -
Salmonella Paratyphi BO - -
Urinalisa Sedimen
Salmonella Typhi H - -
Leukosit 0 – 6 2-3
Salmonella Typhi O - -
Eritrosit 0 – 1 0-1
Salmonella Paratyphi CH - -
Epithel +1 +2
Salmonella Paratyphi CO - -
Bakteri - +1
Selinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Lain- Lain - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
9/7/2013 10/7/2013 11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,5 11,4 12,5 10,2 10,7
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 34,6 33,9 38,0 30,7 32,6
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 6,87 8,76 7,95 6,57 6,38
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 38 35 62 83 163
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 463 4,45 4,89 4,06 4,27
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 29,2 32,4 29,0 26,3 24,5
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 68,9 63,9 66,3 68,7 73,1
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,4 3,1 0,7 2,9 0,5
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,1 0,2 3,5 1,7 1,6
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,4 0,4 0,5 0,4 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 2,01 2,4 2,31 1,73 1,56
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 4,73 5,60 5,27 4,52 4,67
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,10 0,26 0,05 0,19 0,03
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,08 0,02 0,28 0,11 0,10
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,03 0,04 0,04 0,02 0,02
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Dalam penatalaksanaannya menurut IDI (1998), febris tidak memerlukan terapi antibiotika karena
penyebab demam bukan hanya akibat infeksi bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh virus atau
merupakan gejala dari beberapa jenis penyakit lain, namun hasil kultur menunjukkan adanya infeksi
bakteri Salmonella pada hasil uji laboratorium.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment:Amoksisilin terbukti efektik untuk infeksi Salmonella dan itu dibuktikan dari kondisi
pasien yang membaik / sembuh (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Amoksisilin merupakan salah satu antibiotika yang memilini efektivitas tinggi infeksi
Salmonella, sehingga spesifik terhadap infeksi yang dialami pasien (Tan & Rahardja, 2007)
Kategori IIIA Lolos Kategori IVD (penggunaan antibiotikatidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama. Lama terapi dengan amoksisilin adalah
maksimal sampai 10 hari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat. Lama terapi dengan amoksisilin adalah 7
sampai 10 hari (Lacy, et al., 2011). Namun, setelah hari ke 5, pasien dinyatakan membaik dan
dipersilahkan pulang dan terapi dilanjutkan saat rawat jalan.
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: Dosis yang diberikan pada pasien 375 mg/hari sudah sesuai dengan dosis yang
disarankan. Dosis untuk anak 20 – 50mg/kgBB/hari atau 160 – 400mg sesuai dengan perhitungan
berat badan pasien dan diberikan dalam 2 – 3 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment:pasien diberikan obat setiap 8 jam, sudah sesuai interval pemberian yang dianjurkan
setiap 8 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: rute pemberian tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
Lampiran 17. Rekam Medis Kasus 17
No Data :148517
Tgl Masuk :10/7/13 (pk 12:51:15)
Tgl Keluar :13/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : FN (L)
Umur : 3th , BB : 13kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : L
Diagnosis : vomitus, dehidrasi sedang
Keluhan Utama : lemas, mual, muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : anak tampak lemah, mual, muntah berulang, BAB terhair tgl 9/7, tidak
panas, tidak ada riwayat penyakit sebelumnya
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
10/7/2013 11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013
Pronalges suppo 50mg 13:00
Narfoz 2mg k/p 6:00
3x5 18:00
Amoxsan Inj. 8:00 8:00 8:00
3x250mg 16:00 16:00
0:00 24:00
sanmol syrup 20:30 6:00 6:00 6:00
3x1 cth 12:00 12:00
18:00 18:00
Lacto B 20:30 6:00 6:00 6:00
3x1 sachet 12:00 12:00
18:00 18:00
Ranitidine 20:30 12:00 12:00 6:00
2x1,3 mg 18:00 18:00
Obat Pulang: Ranivil 2 x 1.5 ml
Amoxsan F 3 x 1 cth
Lacto B 3 x 1
Narfoz 3 x ½ cth k/p
Sanmol 3 x 1 sacc (Bila panas)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
11 /7/2013
Urinalisa
Protein Albumin - -
Glukosa - -
Bilirubin - -
Urobilinogen - -
Urinalisa Sedimen
Leukosit 0 – 6 1 – 3
Eritrosit 0 – 1 0 – 1
Epithel +1 +1
Bakteri - -
Selinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Lain- Lain - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
10/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,5
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 36,4
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 13,76
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 360
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,58
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 93,3
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 4,2
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,4
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,8
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 12,83
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,50
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,19
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,12
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Vomitus dan dehidrasi bukan merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Pasien diindikasikan mengalami infeksi akut, dilihat dari jumlah leukosit pasien diketahui
13.760/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Selain
itu diindikasikan dari persentase jumlah neutrofil pasien sebesar 93,3% melebihi jumlah normal
yaitu 50% sampai 70% yang mengindikasikan infeksi bakteri. Dari hasil kultur tidak ditemukan
adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan saat uji kultur, bakteri tidak tumbuh karena saat itu
keberadaan bakteri masih minim atau dalam keadaan yang lemah tetapi belum mati dan bila tidak
diberikan terapi antibiotika akan dapat mengakibatkan berkembangnya bakteri dan memperparah
keadaan pasien sehingga dapat diberikan terapi antibiotika.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Amoksisilin cukup efektif diberikan untuk terapi empiris. Hal ini dibuktikan dari
kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan amoksisilin karena amoksisilin merupakan antibiotika dengan spectrum luas dan
dapat digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IVD (penggunaan antibiotikatidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika selama 3 hari yaitu tidak terlalu lama. Sesuai dengan waktu
yang dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Tidak Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tidak tepat dosis).
Assesment: Pasien diberikan 750mg obat/hari, sedangkan dosis untuk anak adalah 20 –
50mg/kgBB/hari atau bila disesuaikan dengan berat badan pasien yaitu 260 – 650mg obat dalam 2
– 3 dosis terbagi/hari (Lacy, et al., 2011)
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis (kategori IIA)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
Lampiran 18. Rekam Medis Kasus 18
No Data :010237
Tgl Masuk :11/7/13 (pk 23:46:07)
Tgl Keluar :16/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : JWKSW (L)
Umur : 7th , BB : 59kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : VH
Diagnosis : Obs. febris 4
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : panas disertai perut sakit
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013 14/7/2013 15/7/2013 16/7/2013
Inpepsa 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
2x3/4 cth 18:00 18:00 17:00 17:00
Lacto B 8:00 8:00 8:00 6:00 6:00
3x1 sachet 11:00 11:00 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00 17:00
Amoxsan Inj. 8:00 8:00 8:00 8:00 8:00
3x500mg 16:00 16:00 16:00 16:00
0:00 24:00 24:00 24:00 24:00
Lametic 1 ampul 23:40 21:00
Obat Pulang: Propepsa 2 x ¾ cth
Praxion syr 3 x 10 cc
Amoxan 3 x 10ml
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
- -
- -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan
Tanggal
10/7/2013 11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013
(pk. 11:21)
13/7/201
(pk. 18:35) 14/7/2013 15/7/2013 16/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,9 15,5 16,4 14,6 13,0 12,7 12,0 12,4
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 38,2 46,8 49,4 43,9 39,5 37,5 36,4 37,3
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 6,42 5,45 5,24 8,48 5,22 4,34 3,40 4,42
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 179 104 95 73 61 55 97 154
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 5,06 6,21 6,48 5,82 5,21 5,02 4,75 4,93
Hitung Jenis
Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 75,7 83,5 73,5 69,5 48,8 56,6 41,3 44,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 12,4 9,0 12,9 23,6 33,9 28,2 39,1 38,0
Monosit (%) 3,0 - 12,0 9,7 4,7 12,6 3,5 13,8 12,3 13,1 12,1
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,5 2,0 0,2 2,0 1,6 1,8 4,7 4,4
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,7 0,8 0,8 1,4 1,9 1,1 1,8 1,5
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 4,86 4,56 3,85 5,09 2,55 2,46 1,41 1,95
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,80 0,49 0,68 2,00 1,77 1,22 1,33 1,68
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,63 0,25 0,66 6,31 0,72 0,53 0,45 0,54
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,09 0,11 0,01 0,17 0,08 0,08 0,15 0,19
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04 0,04 0,04 0,13 0,10 0,05 0,06 0,06
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Bukan merupakan penyakit yang memerlukan terapi antibiotika. Penatalaksanaan febris sendiri tidak
memerlukan antibiotika. Pasien diindikasikan mengalami infeksi akut dilihat dari persentase jumlah
neutrofil pasien yaitu 75,7% yang melebihi jumlah normal yaitu 50% sampai 70% dan dapat
diberikan terapi antibiotika (Sutedjo, 2012).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Amoksisilin cukup efektif diberikan untuk terapi empiris. Hal ini dibuktikan dari kondisi
pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan amoksisilin karena amoksisilin merupakan antibiotika dengan spectrum luas dan
dapat digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IVD (penggunaan antibiotikatidak terlalu lama).
Assesment: terapi dilakukan selama 5 hari. Sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk terapi
empiris yaitu 2 – 3 hari, kemudian dianjurkan melakukan evaluasi dengan uji mikrobiologi untuk
mengetahui respon dari pasien terhadap terapi yang diberikan. Dari hasil uji mikro dilihat bahwa
kondisi pasien membaik, jadi pemberian terapi dapat dilanjutkan (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis yang diberikan pada pasien 1500mg/hari sudah sesuai dengan dosis yang
disarankan. Dosis untuk anak 20 – 50mg/kgBB/hari atau bila disesuaikan dengan berat badan pasien
1180 – 2950mg dalam 2 – 3 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setap 8 jam, sudah sesuai interval pemberian yang dianjurkan
setiap 8 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Lampiran 19. Rekam Medis Kasus 19
No Data :065795
Tgl Masuk :2/7/13 (pk 21:34:04)
Tgl Keluar :16/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : FA (L)
Umur : 7 th , BB : 22kg , Suhu: 39,7oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : Demam typhoid, vomitis
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 10 hari yang lalu panas, epsitasis sedikit, temple panas tidak sembuh,
periksa ke dokter tidak menolong. 23/6 masih panas, naik turun
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
2/7/2013 3/7/2013 4/7/2013 5/7/2013 6/7/2013 7/7/2013 8/7/2013
Lacto B 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3x1 sachet 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Sefotaksim 6:00
4x500mg
12:00
18:00
24:00 24:00
Praxion Forte 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3-4 x 8ml 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
24:00 24:00 24:00 24:00
Amoxsan inj. 8:00 8:00 8:00 8:00 8:00 08.00
3 x 350mg 16:00 16:00 16:00 16:00 16:00
0:00 0:00 0:00 0:00 0:00 0:00
Propyretic 240mg 21:00
Andosetran iv. 2mg 21:30 0:00 0:00 5:30
Trogyl iv. 6:00 8:00 8:00 8:00 8:00 8:00
3x300mg 13:00 16:00 16:00 16:00
0:00 0:00 0:00 0:00
Ondansetron 8:00 8:00 6:00 18:00
k/p : 1,25mg
16:00 12:00 16:00
3x300mg 0:00 0:00 0:00 0:00
Hep/CO6
6:00 6:00 6:00 6:00
2x1
18:00 18:00 18:00 18:00
Sagestan 19:00 8:00 8:00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
2x50mg 18:00 18:00
Sefotaksim inj.
24:00 6:00
4x500mg
12:00
18:00
24:00
Trogyl Syrup 6:00
3x8ml
12:00
18:00
Inj. Cortidex
0,4 ml (suhu
>38°C)
Rimcure Paed 6:00
1x2tab
Lacto B
3 x 1
Trogyl syrup
3 x 2,5ml
Tramenza syrup
3x4 ml
Fixiphar syrup
2x3 ml
Propiretic 240
Candistine drop
4x1ml
Cortidex 0,5 ml iv.
Meropenem inj.
3x180 mg
Cortidex
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Lanjutan table pemberian obat
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
8/7/2013 9/7/2013 10/7/2013 11/7/2013 12/7/2013 13/7/2013 14/7/2013 15/7/2013 16/7/2013
Lacto B 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3x1 sachet 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Sefotaksim 6:00 6:00 6:00 6:00
4x500mg 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00 18:00
24:00 24:00 24:00 24:00
Praxion Forte 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3-4 x 8ml 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Amoxsan inj.
3 x 350mg
Propyretic
240mg
Andosetran iv.
2mg 18:00
Trogyl iv.
3x300mg
Ondansetron
k/p : 1,25mg
3x300mg
Hep/CO6 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
2x1 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Sagestan 8:00 8:00 8:00 8:00
2x50mg 18:00 18:00 18:00
Trogyl Syrup 6:00 6:00 6:00
3x8ml 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00
Inj. Cortidex
1:00
0,4 ml (suhu
>38°C)
Rimcure Paed 6:00 13:00 18:00 20:00 10:00
1x2tab
Lacto B 6:00 6:00 6:00 6:00
3 x 1 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00 18:00
1:30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Trogyl syrup 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3 x 2,5ml
11:00 11:00 12:00 11:00 11:00
17:00 17:00 17:00 17:00 17:00
Tramenza
syrup
20:30 8:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3x4 ml
12:00 12:00 11:00 11:00 11:00
18:00 18:00 18:00 18:00
Fixiphar syrup 8:00
2x3 ml 18:00
Propiretic 240
0:00
Candistine
drop 6:00
4x1ml
12:00
18:00
Cortidex 0,5
ml iv. 19:30
Meropenem
inj. 18:00 8:00 8:00
3x185 mg
16:00 16:00
24:00 24:00
Cortidex 19:15
Obat pulang: Fixiphar 2 x 1 cth
Rimcure Paed 1 x 2 tab
Praxion F 3 – 4 x 8ml
V. Pemerikasaan Radiologi dan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
3 /7/2013
3 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Coklat
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Kental
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 2-3
Lekosit - +2
Eritrosit 0 – 1 1-2
Eritrosit - +1
Epithel +1 +1
Telur cacing - -
Bakteri - + 1
Amoeba
Histolitica - +1
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
2 /7/2013 (9:09)
Widal
Salmonella Paratyphi AH - 1/80
Salmonella Paratyphi AO - -
Salmonella Paratyphi BH - 1/160
Salmonella Paratyphi BO - 1/80
Salmonella Typhi H - 1/320
Salmonella Typhi O - -
Salmonella Paratyphi CH - -
Salmonella Paratyphi CO - 1/80
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan
Tanggal
2/7/2013
(pk 8:53)
2/7/2013
(pk 21:57) 8/7/2013 11/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,6 12,6 11,0 10,5
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 36,8 35,8 32,2 31,2
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 21,90 20,95 10,29 8,16
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 301 319 245 170
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,37 4,31 4,12 3,87
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 80,4 79,3 69,4 59,1
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 30,7 29,7 28,7 33,5
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,5 1,9 1,5 2,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,3 1,0 0,3 4,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 1,1 1,3 0,1 0,4
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 8,14 7,94 7,14 4,82
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 2,95 2,95 2,95 2,73
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,25 0,19 0,16 0,19
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,11 0,09 0,03 0,38
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04 0,04 0,01 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien
yang menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif
pasien terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Amoksisilin cukup efektif diberikan untuk terapi infeksi akibat Salmonella. Hal ini
dibuktikan dari kondisi pasien membaik / sembuh.
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
amoksisilin merupakan salah satu antibiotika yang memiliki efektivitas tinggi terhadap infeksi
bakteri salmonella, sehingga cukup spesifik terhadap penyakit pasien (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika ini selama 7 hari, tidak terlalu lama. Penggunaan antibiotika ini
diganti setelah 7 hari penggunaan. Lama terapi amoksisilin adalah 7 sampai 10 hari (Lacy, et al.,
2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat. penggunaan antibiotika ini diganti setelah
7 hari penggunaan. Lama terapi amoksisilin adalah 7 sampai 10 hari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan amoksisilin sebanyak 1050mg/hari sesuai dengan dosis yang
disarankan. Dosis untuk anak 20 – 50mg/kgBB/hari, atau masuk dalam range 440 – 1100mg
dalam 2 – 3 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment:obat diberikan setiap 8 jam, sudah sesuai dengan interval pemberian yang dianjurkan
setiap 8 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
2. Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien
yang menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif
pasien terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Sefotaksim cukup efektif diberikan untuk terapi infeksi akibat Salmonella. Hal ini
dibuktikan dari kondisi semakin membaiknya kondisi pasien dilihat dari hasil uji hematologi dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
keadaan pasien
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Sefotaksim merupakan salah satu antibiotika yang memiliki efektivitas tinggi terhadap
infeksi bakteri salmonella, sehingga cukup spesifik terhadap penyakit pasien (Tan & Rahardja,
2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika ini selama 5 hari, tidak terlalu lama. Penggunaan antibiotika ini
diganti setelah 5 hari penggunaan. Lama terapi maksimal sampai 10 hari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan dosis sefotaksim sebanyak 2000mg/hari sudah sesuai dosis yang
disarankan. Dosis untuk anak 50 – 200mg/kgBB/hari, atau dalam kasus ini sesuai dengan range
dosis yang disarankan yaitu 1100 – 4400mg dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 6 jam, sudah sesuai interval pemberian yang dianjurkan
setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
3. Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien
yang menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif
pasien terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Metronidazol cukup efektif diberikan untuk terapi infeksi akibat Salmonella. Hal ini
dibuktikan dari kondisi semakin membaiknya kondisi pasien dilihat dari hasil uji hematologi dan
keadaan pasien
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
metronidazol merupakan antibiotika dengan spectrum luas dan juga obat ini aktif terhadap amoeba
(Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIIA Tidak Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika terlalu lama). Assesment: penggunaan antibiotika terlalu lama, lama terapi diberikan selama 12 hari. Lama terapi
yang disarankan adalah 10 hari (Lacy, et al., 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
Kesimpulan Penggunaan antibiotika terlalu lama (kategori IIIA)
4. Gentamisin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien yang
menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif pasien
terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Tidak Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: bukan merupakan terapi yang disarankan untuk infeksi yang dialami pasien
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA)
5. Rifamisin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien yang
menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif pasien
terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Tidak lolos Kategori IVA (ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: ada antibiotika yang lebih efektif untuk demam typhoid akibat salmonella, yaitu
sefotaksim dan amoksisilin yang merupakan antibiotika lini pertama untuk infeksi Salmonella (Tan
& Rahardja, 2007).
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA)
6. Nistatin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien yang
menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif pasien
terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Tidak lolos Kategori IVA (ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: : ada antibiotika yang lebih efektif untuk demam typhoid akibat salmonella, yaitu
sefotaksim dan amoksisilin yang merupakan antibiotika lini pertama untuk infeksi Salmonella (Tan
& Rahardja, 2007).
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA)
7. Meropenem Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
ada indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Demam tiphoid merupakan penyakit yang disebabkan
oleh bakteri, diantaranya Salmonella. Hal ini didukung dari hasil uji hematologi pasien yang
menunjukkan kadar leukosit yang tinggi, melebihi kadar normal dan adanya hasil positif pasien
terinfeksi bekteri Salmonella (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: cukup efektif diberikan untuk terapi infeksi akibat Salmonella. Hal ini dibuktikan dari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
kondisi semakin membaiknya kondisi pasien dilihat dari hasil uji hematologi dan keadaan pasien
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan merugikan
dengan obat lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: antibiotika ini merupakan derivat dengan sifat dan khasiat yang sama dengan
golongan antibiotika lactam seperti sefalosporin, sehingga dapat diterapkan pada kasus ini (Tan &
Rahardja, 2007)
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: Dosis yang diberikan pada pasien ini adalah 555mg/hari, kurang dosis yang
disarankan. Dosis yang disarankan adalah 30 – 120mg/kgBB/hari atau untuk kasus ini 660 –
2640mg/hari dalam 3 – 4 dosis terbagi (Lacy, et al., 2011).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
Lampiran 20. Rekam Medis Kasus 20
No Data :140982
Tgl Masuk :16/7/13 (pk 22:54:12)
Tgl Keluar :18/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : FF (L)
Umur : 3 th , BB : 15kg , Suhu: 38,3oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : Febris hr 5, ISK
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : panas mulai 12/7, sudah periksa panas tidak turun, panas lagi mulai sore.
Muntah 1x
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
16/7/2013 17/7/2013 18/7/2013
Propiretic 160 mg 23:30
Tempra Syrup 6:00 6:00
3-4 x 1 cth 12:00
18:00
Lapixime 6:00 6:00 6:00
4x350mg 12:00
18:00
24:00
Obat pulang: Tempra 3 – 4 x 1cth
Tocef 2 x 2 ml
Diazepam 1.5 mg (bila suhu > 38oC)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
6 /7/2013
6 /7/2013
Imunoserologi
Urinalisa
Widal
Protein Albumin - -
Salmonella Paratyphi AH - -
Glukosa - -
Salmonella Paratyphi AO - -
Bilirubin - -
Salmonella Paratyphi BH - 1/80
Urobilinogen - -
Salmonella Paratyphi BO - -
Urinalisa Sedimen
Salmonella Typhi H - -
Leukosit 0 – 6 3-9
Salmonella Typhi O - -
Eritrosit 0 – 1 1-3
Salmonella Paratyphi CH - -
Epithel +1 +1
Salmonella Paratyphi CO - -
Bakteri - +1
Selinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Lain- Lain - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
16/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,6
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 34,6
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 20,02
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 370
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,21
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 80,2
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 12,0
Monosit (%) 3,0 - 12,0 6,2
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,2
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,4
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 16,05
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 2,39
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 1,25
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,24
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,09
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Dalam penatalaksanaannya menurut IDI (1998), febris tidak memerlukan terapi antibiotika karena
penyebab demam bukan hanya akibat infeksi bakteri, tetapi juga dapat disebabkan oleh virus atau
merupakan gejala dari beberapa jenis penyakit lain, namun dari hasil kultur menunjukkan adanya
hasil positif pasien terinfeksi bakteri Salmonella
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Sefotaksim merupakan salah satu terapi lini pertama akibat infeksi salmonella dan
terbukti efektif pada pasien dilihat dari kondisi pasien yang membaik (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Tidak Lolos Kategori IVC (ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: ada antibiotika yang lebih murah. Dalam kasus ini, sefotaksim generic memiliki harga
yang jauh lebih murah dari sefotaksim dengan merk dagang yang diberikan. Harga yang diketahui
adalah dari apotek rumah sakit, karena obat yang digunakan didapatkan dari apotek rumah sakit
sendiri.
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih murah (kategori IVC)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
Lampiran 21. Rekam Medis Kasus 21
No Data :010846
Tgl Masuk :17/7/13 (pk 15:20:48)
Tgl Keluar :19/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : APA (L)
Umur : 1,5th , BB : 12kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : SM
Diagnosis : Gastroenteritis akut
Keluhan Utama : mual, muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 11/7 anak mual, tidak panas ; 13/7 muntah 3x, mual, makan
minum mau, tidak panas; 14/7 muntah 6x, BAB cair 3x ; 15/7 mual, nafsu makan kurang,
panas, diare; 16/7 diare 6x cair, ampas banyak, mual, makan tdk mau
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
17/7/2013 18/7/2013 19/7/2013
Trogyl 16:30 8:00 8:00
3x200mg 0:00 16:00
0:00
Sanprima 6:00 6:00
2 x 1 17:00
Narfoz k/p 16:30 9:00 6:00
3x2mg iv 0:00 18:00 11:00
0:00
Sanmol iv 6:00
2x60mg 18:00
Obat pulang: promuba 3 x 4 ml
Narfoz 3 x ¾ cth
Candistine drop 4 x 1 ml
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
18 /7/2013 19 /7/2013
Feces
Makroskopis
Warna
kuning
coklat Kuning
kuning
kehijauan
Konsistensi Lunak Cair Lunak
Darah - -
Lendir - + -
Mikroskopis
Lekosit - +1 -
Eritrosit - +1 -
Telur cacing - - -
Amoeba
Histolitica - - -
Lemak - - +1
Amilum - - +1
Serat Tumbuhan - - -
Jamur - - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
17/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 14,3
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 42,5
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 13,53
Trombosit (10³/uL) 150 - 450 466
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 5,51
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 49,4
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 37,0
Monosit (%) 3,0 - 12,0 12,6
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,4
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,6
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 6,69
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 5,00
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 1,70
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,05
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,09
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi jumlah normal. Jumlah leukosit
pasien diketahui 13,310/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien (Sutedjo, 2012; Tan &
Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Metronidazol merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut
(Dipiro & Schwinghammer, 2009). Dalam kasus ini, antibiotika terbukti efektif karena kondisi
pasien terbukti membaik / sembuh.
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan terapi metronidazol karena obat ini merupakan terapi lini pertama GEA,
khususnya akibat Clostridium difficile (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama yaitu selama 3 hari, sesuai dengan waktu
yang dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: Dosis anak untuk amebiasis/muntah-muntah 30 – 50 mg/kg BB/ hari atau dalam kasus
ini 360 – 600 mg/hari dalam 3 dosis terbagi. Dosis yang diberikan adalah 600mg/hari, masih
masuk kisaran dosis yang disarankan (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 8 jam dalam sehari, sudah sesuai yang
disarankan (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
2. Trimetropim-sulfametoksazole Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi jumlah normal. Jumlah leukosit
pasien diketahui 13,310/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien (Sutedjo, 2012; Tan &
Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: trimethoprim-sulfametoksazol merupakan salah satu terapi lini pertama untuk
gastroenteritis akut (Dipiro & Schwinghammer, 2009). Dalam kasus ini, terbukti efektif karena
kondisi pasien terbukti membaik / sembuh.
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan trimethoprim-sulfametoksaol karena obat ini merupakan terapi lini pertama
GEA, khususnya akibat Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Tidak Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis untuk anak adalah 20-30mg/kgBB/hari. 1 kaplet mengandung 480 mg zat ini.
Sedangkan dosis yang disarankan adalah 240mg – 360mg, sehingga dosis yang diberikan melebihi
dosis yang disarankan (Lacy, et al., 2011).
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis (kategori IIA)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
Lampiran 22. Rekam Medis Kasus 22
No Data :116880
Tgl Masuk :17/7/13 (pk 22:59:09)
Tgl Keluar :20/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : HHA (L)
Umur : 4 th , BB : 15kg , Suhu: - oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : asma bronchiale, bronchopneumonus
Keluhan Utama : sesak napas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 3 hari sulit makan, semalam sesak nafas, riwayat batuk berdahak, periksa
ke RS diberi nebulizer pukul 19, malam hari sesak lagi
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
17/7/2013 18/7/2013 19/7/2013 20/7/2013
Cortidex 22:00 8:00
3x1,5mg iv
16:00
0:00
NaCl 1cc, Flixotide 2cc,
Combivent 22:00 6:00 6:00 8:00
Nebulizer
12:00
16:00
18:00
Na Lapixime 6:00 6:00 24:00
Clacef 4x350mg iv
12:00 11:00
18:00
0:00
Histapan 2/5; mucohexin ¼ 22:00 6:00 6:00 6:00
na ikt 1/4; ambocort 2/5
12:00
18:00
Sefotaksim inj. 6:00 6:00
2 x500 mg 18:00
Nebulizer Flixotide; 11:00
ventolin 3x1 17:00
Ozen syrup 1x1/2 cth 18:00 18:00
Fartolin 3x1/2 cth 6:00
12:00 12:00
18:00
cefat 2x5cc 6:00 6:00
18:00
Puyer (amvocort 2,5mg; 6:00
theofilin 30mg; profilas 1/3;
12:00 12:00
codein 1mg) 3x1 18:00 18:00
Obat pulang: Cefat syr 2x1 cth Ozan 1 x ½ cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
175
Tremenza 3 x ½ cth
Fartolin 3 x ½ cth
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
18 /7/2013
18 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Coklat
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Lembek
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 0-2
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 0-1
Eritrosit - -
Epithel +1 +1
Telur cacing - -
Bakteri - + 1
Amoeba
Histolitica - -
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
12/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,0
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 38,1
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 15,18
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 295
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 6,15
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 82,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 13,4
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,2
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,7
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 12,45
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 2,02
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,33
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,26
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,12
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
176
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Asma bronchiale bukan disebabkan oleh infeksi bakteri, melainkan reaksi hipersensitivitas bronchi
terhadap berbagai stimulasi spesifik, namun dilihat dari hasil uji hematologi menunjukkan adanya
peningkatan kadar leukosit melebihi normal yang mengindikasikan adanya infeksi akut. Jumlah
leukosit pasien diketahui 15,180/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL
sampai 12.000/µL. Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 82,0%, berada
diatas jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami
pasien (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007)
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: sefotaksim cukup efektif diberikan untuk terapi empiris. Hal ini dibuktikan dari kondisi
pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penyebab infeksi, sehingga terapi dilakukan secara
empiris. Sefotaksim merupakan antibiotika dengan spectrum luas terhadap berbagai jenis bakteri
sehingga digunakan dalam terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: durasi penggunaan antibiotika ini selama 3 hari, tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu
yang dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan dosis 1000mg/hari, sesuai kisaran dois yang disarankan. Dosis untuk
anak 50 – 200mg/kgBB/hari atau sesuai dalam kasus ini 750 – 3000mg/hari dalam 3 – 4 dosis
terbagi (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 6 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 –
12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif karena kondisi
pasien yang sulit makan sehingga rute pemberian dirasa tepat
Kategori I Tidak Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tidak tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tidak tepat. Jam pemberian selalu berubah.
Kesimpulan Timing pemberian tidak tepat (kategori I)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
177
Lampiran 23. Rekam Medis Kasus 23
No Data :120104
Tgl Masuk :15/7/13 (pk 21:23:35)
Tgl Keluar :21/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : FT (L)
Umur : 3th , BB : 16kg , Suhu: 36,8oC
Nama Dokter : EB
Diagnosis : Dengue Fever komplikasi gastroenteritis akut
Keluhan Utama : mual muntah
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : anak mual, muntah 10x sejak pk 15.00, diare 1x
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
15/7/2013 16/7/2013 17/7/2013 18/7/2013 19/7/2013 20/7/2013 21/7/2013
Lametic inj. 2mg 20:45 4:00 6:00 6:00
sanmol syrup 22:30 4:00 8:00 8:00 8:00
3x7,5cc 16:00 16:00
sanmol syrup 11:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3x5cc 18:00 11:00 11:00 11:00 11:00
22:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Sefotaksim inj. 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
2x500mg 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Lacto B 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00 6:00
2x1 18:00 18:00 18:00 18:00 18:00
Narfoz inj. 6:00 6:00 12:30
3x2mg 11:00 11:00 18:00
18:00 18:00 0:00
Elkana 1x1cth 6:00 6:00 6:00
Hipolac Inj. 16:00
11:30 8:00
3x25mg 18:00 18:00 24:00 16:00
24:00
Obat pulang: Sanmol syr 3 x 5cc
Lacto B 2 x 1
Curvit syr 1 x 1 cth
Cefat syr 1 x 1 cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
178
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
16 /7/2013
Urinalisa
Protein Albumin - -
Glukosa - -
Bilirubin - -
Urobilinogen - -
Urinalisa Sedimen
Leukosit 0 – 6 2 – 4
Eritrosit 0 – 1 0-1
Epithel +1 +1
Bakteri - -
Selinder - -
Kristal - -
Jamur - -
Lain- Lain - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
12/7/2013 19/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,9 11,5
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 35,7 34,0
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 15,96 3,13
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 255 147
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,23 4,08
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 93,5 47,1
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 4,8 40,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,4 5,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,2 6,0
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,1 0,7
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 14,92 1,48
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,76 1,28
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,23 0,16
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,04 0,19
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,01 0,02
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
179
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri, contohnya
Salmonella, Shigella, dan E. coli. Hasil uji hematologi terdapat kadar leukosit dan jumlah neutrofil
yang cukup tinggi. Jumlah neutrofil pasien diketahui 14.920/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan
yaitu 2.000/µL sampai 8.000/µL. Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka
93,5%, berada diatas jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut
yang dialami pasien. Dari hasil kultur tidak ditemukan adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan
saat uji kultur, bakteri tidak tumbuh karena saat itu keberadaan bakteri masih minim dan
kemungkinan sedang melemah karena pasien sudah diterapi antibiotika lenih dulu sebelum dilakukan
uji kultur, sehingga bila tidak diberikan terapi antibiotika akan dapat mengakibatkan berkembangnya
bakteri dan memperparah keadaan pasien sehingga dapat diberikan terapi antibiotika (Sutedjo, 2012;
Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Obat ini merupakan salah satu terapi lini pertama GEA dan terbukti kondisi pasien
membaik / sembuh (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat lain
(Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan sefotaksim karena merupakan terapi lini pertama GEA,
khususnya akibat Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Menurut Kemenkes (2011), durasi penggunaan antibiotika untuk terapi empiris adalah 48
sampai 72 jam kemudian dilakukan evaluasi kondisi pasien apakah antibiotika efektif atau tidak.
Pada kasus ini penggunaan antibiotika diberikan selama 5 hari karena kondisi pasien yang terus
membaik, sehingga terapi tetap dilanjutkan.
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: Dosis untuk anak 50 – 200mg/kgBB/hari, dengan berat badan 16 kg dosis yang
disarankan 800 – 1600mg dalam 2 – 4 dosis terbagi. pasien diberikan 1000mg obat sehari, sehingga
sudah sesuai dosis yang disarankan (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 12 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan yaitu
setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika sefotaksim tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
180
Lampiran 24. Rekam Medis Kasus 24
No Data :054152
Tgl Masuk :28/7/13 (pk 16:09:35)
Tgl Keluar :31/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AN (L)
Umur : 9 Th ,BB : 19 Kg , Suhu: 38 Oc
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : Gastroenteritis Akut
Keluhan Utama : Diare, Muntah
Sumber Biaya : Jamkesmas
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 28/7, pk 02.00 mulai diare dan muntah, jumlah tidak terhitung. Pk 07.00
pasien diperiksa ke mantra, diberi 3 macam obat, tidak berkurang. 16.00 masih diare, tidak
muntah, setiap akan BAB perut sakit. BAK terahir pk 15.00
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
28/7/2013 29/7/2013 30/7/2013 31/7/2013
Ondansetron pro metro 16:15 6:00 8:00 8:00
inj. 3x2 mg 0:00 12:00 12:00
18:00
Seftriakson 18:45 6:00 6:00 6:00
2x750mg 18:00 18:00
Kodein syrup
3x5mg k/p
Paractamol syrup 20:30 8:00 6:00 6:00
3-4 x 7,5 ml 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00
kp. Propiretic
Metronidazol inj. 8:00 Stop
3x250mg
16:00 16:00
24:00 24:00
Obat Pulang: Sefiksim syr 2 x ¾ cth
Kaolin syr 2 x 1 cth
Paracetamol syr 3-4 x 2.5
Metronidazol syr 3 x 7.5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
181
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
29 /7/2013
29 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Hijau
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Kental
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - +
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 3-6
Lekosit - +2
Eritrosit 0 – 1 0-2
Eritrosit - +1
Epithel +1 +1
Telur cacing - -
Bakteri - +1
Amoeba
Histolitica - +
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - +
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
28/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 16,2
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 48,1
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 17,98
Trombosit (10³/uL) 150 - 450 330
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 6,07
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 96,7
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 0,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,0
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,2
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,2
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 17,39
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,17
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,36
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,03
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,03
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
182
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
1. Seftriakson Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang dapat
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah neutrofil yang melebihi jumlah normal. Jumlah neutrofil
pasien diketahui 17.980/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan yaitu 2.000/µL sampai 8.000/µL.
Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 96,7%, berada diatas jumlah normal
yaitu 50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hasil kultur juga
menunjukkan hasil yang positif adanya infeksi akibat bakteri (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Seftriakson merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut (Dipiro &
Schwinghammer, 2009). Dalam kasus ini, peresepan antibiotika terbukti efektif, ditunjukkan dari
kondisi pasien terbukti membaik / sembuh.
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat lain
(Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi pasien, sehingga pemberian antibiotika
dilakukan secara empiris. Pemilihan seftriakson karena merupakan terapi lini pertama GEA,
khususnya akibat Salmonella (Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 1500mg, sudah sesuai dosis yang diarankan. Dosis untuk anak 50 –
100mg/kgBB/hari, atau 800 – 1900 mg sesuai yang diberikan pada pasien dalam 1 – 2 dosis terbagi
(Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment:sudah interval pemberian yang dianjurkan yaitu setiap 12 jam dalam sehari (Lacy, et al.,
2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
2. Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
183
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang dapat
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah neutrofil yang melebihi jumlah normal. Jumlah neutrofil
pasien diketahui 17.980/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan yaitu 2.000/µL sampai 8.000/µL.
Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 96,7%, berada diatas jumlah normal
yaitu 50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien. Hasil kultur juga
menunjukkan hasil yang positif adanya infeksi akibat bakteri (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja,
2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Metronidazol merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut (Dipiro
& Schwinghammer, 2009). Dalam kasus ini, peresepan antibiotika terbukti efektif, ditunjukkan dari
kondisi pasien terbukti membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi sehingga terapi dilakukan secara empiris. Pemilihan
metronidazole karena obat ini merupakan terapi lini pertama GEA, khususnya akibat Clostridium
(Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 750mg obat/hari, sesuai dosis yang disarankan. Dosis anak untuk
amebiasis/muntah-muntah 30 – 50 mg/kg BB/ hari atau untuk pasien ini 570 - 900mg dalam 3 dosis
terbagi, sesuai dengan yang diberikan pada pasien (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 8 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 8
jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
184
Lampiran 25. Rekam Medis Kasus 25
No Data :099592
Tgl Masuk :21/7/13 (pk 9:16:7)
Tgl Keluar :23/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : MAA (L)
Umur : 6 th , BB : 17kg , Suhu: 37 oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : febris hari 2, dehidrasi sedang
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : jamkesda
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 19/7; anak panas, diberi termorex, pagi muntah. Minggu di bawa ke
klinik, dianjurkan ke RS. Pernah riwayat kejang saat usia 13 bulan.
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
21/7/2013 22/7/2013 23/7/2013
Ondansetron inj. 2mg 9:45
Propiretic 160mg 18:45 8:00 8:00
3x1 18:00 18:00
Sefotaksim 6:00 6:00
4x400 mg
12:00
18:00 18:00
24:00 24:00
Paracetamol syrup
6:00 6:00
3x7,5 cc 16:00 16:00
21:00 21:00
Ondansetron inj. 22:00 6:00
3x2,5 mg 12:00
Obat pulang: paracetamol 3 x 7.5 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
185
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
21 /7/2013
21 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat coklat kehijauan
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Lunak
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - -
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 0-2
Lekosit - -
Eritrosit 0 – 1 1-2
Eritrosit - -
Epithel +1 +1
Telur cacing - -
Bakteri - -
Amoeba
Histolitica - -
Selinder - -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - -
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
21/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 13,7
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 39,4
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 14,79
Trombosit (10³/uL) 150 - 450 274
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,66
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 92,1
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 4,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,1
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,2
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 13,61
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 0,73
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,31
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,10
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
186
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Penatalaksanaan febris sendiri tidak memerlukan antibiotika. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi nilai normal. Jumlah leukosit
pasien diketahui 14,790/µL. Jumlah ini melebihi jumlah rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL. Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 92,1%, berada diatas
jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien.
Dari hasil kultur tidak ditemukan adanya infeksi akibat bakteri. Kemungkinan saat uji kultur, bakteri
tidak tumbuh karena saat itu keberadaan bakteri masih minim dan bila tidak diberikan terapi
antibiotika akan dapat mengakibatkan berkembangnya bakteri dan memperparah keadaan pasien
sehingga dapat diberikan terapi antibiotika (IDI, 1998; Sutedjo, 2012).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: sefotaksim cukup efektif diberikan untuk terapi empiris. Hal ini dibuktikan dari kondisi
pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan sefotaksim karena merupakan antibiotika dengan spectrum luas dan dapat
digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Terapi dilakukan selama 3 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai
dengan waktu yang dianjurkan untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 1600mg obat sehari, sudah sesuai dosis yang disarankan. Dosis untuk
anak 50 – 200mg/kgBB/hari atau dalam kasus ini 850 – 3400mg dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et
al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 6 jam, sudah sesuai interval pemberian yang dianjurkan
setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika sefotaksim tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
187
Lampiran 26. Rekam Medis Kasus 26
No Data :148602
Tgl Masuk :18/7/13 (pk 10:15:42)
Tgl Keluar :20/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : ARP (P)
Umur : 12 th , BB : 50 kg , Suhu: 36oC
Nama Dokter : BS
Diagnosis : Tonsilitis Kronis
Keluhan Utama : sakit bila menelan, susah napas
Sumber Biaya : askes
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : sudah 2 minggu sakit bila menelan, pilek, kalau tidur susah bernapas.
Periksa ke dokter keluarga dapat obat amoksisilin dan paracetamol, tidak ada perubahan.
Periksa RSPN operasi
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat tanggal & waktu pemberian
18/7/2013 19/7/2013 20/7/2013
Seftriakson 1x1g iv 19:00 12:00
Ranitidine inj. 1 amp. 24:00
R/ pulang: Amoxicilin 3x2 cth
Asam Mefenamat 3x250 mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
188
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
13 /7/2013
2013
Protrombin Time
PTT test (mm/jam) 10.8 - 14.4 14.2
PTT control (mm/jam) 11.5 - 15.5 13.8
APTT test (mm/jam) 23.9 - 36.20 28.0
APTT control (mm/jam) 30.0 - 40.0 32
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
13/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 13,8
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 41,8
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 10,71
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 455
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,93
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 57,4
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 31,0
Monosit (%) 3,0 - 12,0 5,0
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 5,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,9
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 6,14
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 3,31
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,54
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,63
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,10
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
189
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Seftriakson Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
pasien mengalami tonsisilisitis kronis dan dioperasi, sehingga perawatannya memerlukan antibiotika
untuk mencegah infeksi sebelum/pasca operasi (Kemenkes, 2011).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
merupakan antibiotika dengan spectrum luas. Dapat diterapkan dalam terapi empiris guna mencegah
infeksi bakteri (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi profilaksis yaitu 24 sebelum dan sesudah operasi (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi profilaksis yaitu 24 sebelum dan sesudah operasi (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis untuk pencegahan infeksi 1 – 2 gram dalam 1 – 2 pembagian dosis dalam sehari
sesuai yang diberikan pada pasien ini (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 1 kali dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: rute pemberian tepat
Kategori I Tidak Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tidak tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tidak tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
190
Lampiran 27. Rekam Medis Kasus 27
No Data :148905
Tgl Masuk :24/7/13 (pk 17:18:28)
Tgl Keluar :26/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AZS (L)
Umur : 2 th , BB : 19 kg , Suhu: 39 oC
Nama Dokter : SM
Diagnosis : Gastroenteritis dengan febris
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 24/7 siang anak mulai panas, diberi proris panas turun. Sore tiba-tiba
anak kejang sekitar 5 menit, diare cair 2x, berlendir, dibawa ke RSPN opname
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
24/7/2013 25/7/2013 26/7/2013
Sanmol 5cc 18:10
Trogyl inj. 24:00 8:00 8:00
3x 225 mg 16:00
0:00
Lacto B 22:30 6:00 6:00
2x1 12:00
Praxion Forte 22:30:00 6:00 6:00
3x3cc k/p 12:00 12:00
18:00
Diazepam oral 1,5mg
iv 0,3 ml (bila suhu >38,5°C)
Obat pulang: praxion syrup 3x3ml
Promuba syrup 3x1cth
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
191
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan
Lab. Rujukan
Tanggal
Pemeriksaan
Lab. Rujukan
Tanggal
24 /7/2013 25 /7/2013
24 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein
Albumin - -
Warna
kuning
coklat Coklat Coklat
Glukosa - -
Konsistensi Lunak Lembek kental
Bilirubin - -
Darah - - -
Urobilinogen - -
Lendir - + +
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 2- 4
Lekosit - +1 + 2
Eritrosit 0 – 1 0 – 1
Eritrosit - - + 1
Epithel +1 + 1
Telur cacing - - -
Bakteri - + 1
Amoeba
Histolitica - - +
Selinder -
Lemak - - -
Kristal - -
Amilum - +1 +
Jamur - -
Serat
Tumbuhan - - -
Lain- Lain - -
Jamur - - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
24/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,7
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 38,2
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 17,50
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 190
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 5,01
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 75,2
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 18,7
Monosit (%) 3,0 - 12,0 5,5
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,1
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 13,16
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 3,37
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,96
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,09
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,02
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
192
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Metronidazol Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang dapat
disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari hasil kultur yang positif terdapat bakteri dan jumlah leukosit
pasien diketahui 17.500/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL (Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Metronidazol merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut.
Metronidazol terbukti efektif karena kondisi pasien yang membaik (Dipiro & Schwinghammer, 2009)
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat lain
(Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara
empiris. Pemilihan obat ini karena merupakan salah satu terapi lini pertama GE, khususnya akibat
Clostridium ((Dipiro & Schwinghammer, 2009).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 775mg dosis/hari sesuai dosis yang disarankan. Dosis anak untuk
amebiasis/muntah-muntah 30 – 50 mg/kgBB/hari atau untuk pasien ini 570 – 900mg dalam 3 dosis
terbagi (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment:pemberian obat dilakukan setiap 8 jam, sudah sesuai interval pemberian yang
dianjurkan setiap 8 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
193
Lampiran 28. Rekam Medis Kasus 28
No Data :130508
Tgl Masuk :24/7/13 (pk 16:39:17)
Tgl Keluar :27/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : CA (P)
Umur : 2 th , BB : 11kg , Suhu: 36,7 oC
Nama Dokter : EB
Diagnosis : ISPA, Obs vomitus, cacingan
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 24/7 anak panas, muntah-muntah, BAK terahir jam 11.00
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV.
V. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
24/7/2013 25/7/2013 26/7/2013
Ondansetron inj. 2mg iv 17:00
Sanmol Syrup 22:30 6:00 6:00
3x1 cth k/p Muntah 12:00 12:00
24:00 18:00
Amoxsan inj. 8:00 8:00
3x175mg 16:00
0:00 0:00
Nafos k/p 24:00 6:00 6:00
3x2mg
Stop
mucohexin, nairet 0:00 6:00 6:00
3x1 bks oral 12:00 12:00
18:00
Obat pulang: amoxan 3 x ¾ cth
Narfoz 3 x ½ cth
Sanmol 3 x 1 cth
Puyer (mucohexin, naivet 3 x 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
194
VI. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
Pemeriksaan Lab. Rujukan
Tanggal
25 /7/2013
25 /7/2013
Feces
Urinalisa
Makroskopis
Protein Albumin - -
Warna
kuning
coklat Kuning
Glukosa - -
Konsistensi Lunak agak keras
Bilirubin - -
Darah - -
Urobilinogen - -
Lendir - +
Urinalisa Sedimen
Mikroskopis
Leukosit 0 – 6 2- 4
Lekosit - +1
Eritrosit 0 – 1 0 – 1
Eritrosit - -
Epithel +1 + 1
Telur cacing - -
Bakteri - + 1
Amoeba
Histolitica - -
Selinder -
Lemak - -
Kristal - -
Amilum - +1
Jamur - -
Serat Tumbuhan - -
Lain- Lain - -
Jamur - +1
VII. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
24/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 11,6
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 36,1
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 19,53
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 385
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,71
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 87,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 10,1
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,0
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 0,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,4
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 16,99
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 1,98
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,39
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,09
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,08
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
195
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Pasien diindikasikan mengalami infeksi akut, dilihat dari hasil kultur yang positif terdapat bakteri.
Selain itu jumlah leukosit pasien diketahui 19.530/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit
yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka
87%, berada diatas jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan yang menandakan
adanya infeksi akut yang dialami pasien (Sutedjo, 2012).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Amoksisilin cukup efektif diberikan untuk terapi empiris. Hal ini dibuktikan dari
kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
Tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi, sehingga terapi antibiotika dilakukan secara empiris.
Pemilihan amoksisilin karena amoksisilin merupakan antibiotika dengan spectrum luas dan dapat
digunakan untuk terapi empiris (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 450 mg dosis amoksisilin sehari, sesuai dengan dosis yang
disarankan. Dosis untuk anak 20 -50 mg/kgBB atau dalam kasus ini 220 – 550mg dalam 2 – 3
pembagian dosis/hari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: pasien diberikan obat setiap 8 jam, sesuai interval pemberian yang dianjurkan setiap 8
jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Untuk cara pemberian adalah secara intravena dirasa paling efektif agar kondisi pasien
segera kembali normal
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
196
Lampiran 29. Rekam Medis Kasus 29
No Data :128739
Tgl Masuk :25/7/13 (pk 7:8:25)
Tgl Keluar :27/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : LH (L)
Umur : 2 th , BB : 11kg , Suhu: 39,2 oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : Gastroenteritis akut, kejang demam kompleks
Keluhan Utama : panas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : pk 20.00 panas, suhu 38,4C, jam 3.00 kejang 5-40x sekitar 5- 30 detik.
Pk 6.15 kejang lagi. BAK pk 06.15 banak, riwayat kejang saat usia 17 bulan 5-30 detik.
Pernah mengalami hiperbilirubin saat bayi
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
25/7/2013 26/7/2013 27/7/2013
Sanmol Syrup 6:00 6:00
3x1 cth 12:00 11:00
18:00 17:00
L.Zinc 6:00 6:00
2x1 cth 12:00
18:00 17:00
Lacto B 6:00 6:00
2x1 sachet 12:00
18:00 17:00
inj. Phenitoin 12:00 6:00
3x25 mg 0:00 18:00
inj. Sefotaksim
8:00 8:00
3x350 mg 16:00 16:00 16:00
24:00 24:00 24:00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
197
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
- -
- -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
25/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,4
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 35,3
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 13,86
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 197
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,32
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 84,6
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 9,7
Monosit (%) 3,0 - 12,0 4,4
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,0
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 11,72
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 1,34
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,62
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,14
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
198
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Gatroenteritis akut merupakan penyakit yang
dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya Salmonella, Shigella, dan E. coli. Pasien diindikasikan
mengalami infeksi akut dilihat dari jumlah leukosit yang melebihi nilai normal. Jumlah leukosit
pasien diketahui 13,860/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai
12.000/µL. Selain itu persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 84,6%, berada diatas
jumlah normal yaitu 50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien
(Sutedjo, 2012; Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Sefotaksim merupakan salah satu terapi lini pertama untuk gastroenteritis akut (Dipiro
& Schwinghammer, 2009). Dalam kasus ini, peresepan sefotaksim terbukti efektif karena kondisi
pasien yang membaik.
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment: Terapi diberikan secara empiris karena tidak diketahui jenis bakteri penginfeksi,
sehingga dipilih antibiotika dengan spektrum luas terhadap berbagai jenis bakteri seperti
sefotaksim. Sefotaksim sendiri merupakan antibiotika yang spesifik untuk penyakit (Tan &
Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu lama, sesuai dengan waktu yang dianjurkan untuk
terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat, sesuai dengan waktu yang dianjurkan
untuk terapi empiris yaitu 2 – 3 hari (Kemenkes, 2011).
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: pasien diberikan 1050mg obat/hari, sesuai dosis yang disarankan. Dosis untuk anak 50
– 200mg/kgBB/hari atau dalam kasus ini 550 - 2200 mg/hari dalam 2 – 4 dosis terbagi (Lacy, et
al., 2011; Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 – 12 jam dalam sehari (Lacy, et al., 2011;
Sukandar, dkk., 2008).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: Pasien mengalami muntah-muntah, sehingga pemberian obat secara intravena dirasa
tepat.
Kategori I Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tepat.
Kategori 0 Lolos kategori 0.
Assesment: lolos pada semua kategori di atas. Termasuk pemberian antibiotika secara rasional
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (kategori 0)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
199
Lampiran 30. Rekam Medis Kasus 30
No Data :148890
Tgl Masuk :24/7/13 (pk 10:39:15)
Tgl Keluar :28/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AW (P)
Umur : 6 bulan , BB : 6,1 kg , Suhu: 36,5 oC
Nama Dokter : YM
Diagnosis : Dengue fever
Keluhan Utama : demam
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : riwayat demam tinggi sejak 20/7. Muntah setelah batuk, minum asi
berkurang, sesak
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
5/7/2013 6/7/2013 21/7/2013 22/7/2013 23/7/2013
Paracetamol syrup 15:00 6:00 6:00 6:00 6:00
3 x 1/2 cth 21:00 12:00 12:00 12:00 12:00
18:00 18:00 18:00
Salbutamol 6:00 6:00 6:00 6:00
3 x 0,5 mg 15:00 12:00 12:00 12:00 12:00
21:00 18:00 18:00 18:00
Sefotaksim inj. 6:00 3:00 6:00
(dosis intra cranial) 12:00 6:00
4 x 300mg 15:00 18:00 12:00
0:00 0:00 18:00 18:00
Dexametason inj. 8:00 8:00 8:00 8:00
(5 meniit sebelum AB) 12:00 16:00 16:00 16:00
3 x 1,25 mg 18:00 24:00 24:00 24:00
k/p Diazepam
2 mg
Nebulizer (ventolin, NaCl 0,9g;
1cc) 8:00
3 x 1 17:00
Combivent 1/2; NaCl 0,9%, 1cc 6:00 6:00
3 x 1 11:00 11:00
6:00 8:00
Sefotaksim 16:00
3 x 200mg 24:00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
200
Obat pulang:
- Paracetamol syrup 3 x ½ cth
- Salbutamol 3 x 0,5 mg
- Meptin syrup 2 x ½ cth
- Apralis syrup 1 x 0,3 cth
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tidak dilakukan
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan
Tanggal
24/7/2013
(pk 11.50)
24/7/2013
(pk 20.11)
25/7/2013
(pk 11.03)
25/7/2013
(pk 19.15)
26/7/2013
(pk 10.33)
26/7/2013
(pk. 18.35)
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 9,0 - - - - -
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 27,0 25,8 24,7 24,9 24,3 24,4
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 9,21 - - - - -
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 118 77 62 47 86 73
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 3,70 - - - - -
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 57,2 - - - - -
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 38,2 - - - - -
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,7 - - - - -
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 2,7 - - - - -
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,2 - - - - -
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 5,26 - - - - -
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 3,52 - - - - -
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,16 - - - - -
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,25 - - - - -
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,02 - - - - -
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Kasus 30
Sefotaksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Tidak Lolos Kategori V (Tidak ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: Dengue Fever bukan disebabkan oleh bakteri, melainkan oleh virus dengue. Tidak
ditemukan indikasi infeksi bakteri, baik dari hasil uji leukosit maupun hasil kultur. Hal ini
berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi pasien yang dalam jumlah normal, sehingga tidak
ditemukan adanya indikasi penyakit akibat infeksi bakteri. Jumlah leukosit pasien diketahui
9,210/µL. Jumlah ini sesuai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Untuk persentase
jumlah neutrofil diketahui 57,2%, masih dalam nilai normal yaitu 50% sampai 70%.
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tanpa indikasi (kategori V)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
201
Lampiran 31. Rekam Medis Kasus 31
No Data :148199
Tgl Masuk :9/7/13 (pk 11:02:38)
Tgl Keluar :11/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : MWK (L)
Umur : 12th , BB : 35kg , Suhu: - oC
Nama Dokter : TSR
Diagnosis : polydactyly
Keluhan Utama : -
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : pro rekonstruksi polydachili jari 1 tangan kanan
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
10/7/2013 11/7/2013
Starxon 1x1g 0:00 14:15
Korthidoc 22:30 8:00
2x1
Obat pulang:
Amoxsan 3x1 tab
As. Mefenamat 3x50mg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
202
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Pemeriksaan Lab. Rujukan Tanggal
9 /7/2013
2013
Protrombin Time
PTT test (mm/jam) 10.8 - 14.4 14.5
PTT control (mm/jam) 11.5 - 15.5 13.8
APTT test (mm/jam) 23.9 - 36.20 31.8
APTT control (mm/jam) 30.0 - 40.0 32
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
9/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 12,4
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 36,3
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 5,78
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 300
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,24
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 55,2
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 38,2
Monosit (%) 3,0 - 12,0 2,7
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 3,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,3
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 3,20
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 2,20
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,15
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,22
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,01
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
203
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Seftriakson Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment: pasien mengalami rekonstruksi jari tangan, sehingga perawatannya memerlukan
antibiotika untuk mencegah infeksi sebelum/pasca operasi.
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
merupakan antibiotika dengan spectrum luas. Dapat diterapkan dalam terapi empiris guna
mencegah infeksi bakteri (Tan & Rahardja, 2007).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien hanya menerima
24 jam sebelum dan sesudah operasi. Sesuai aturan Kemenkes (2011), durasi penggunaan
antibiotika dalam profilaksis bedah yaitu 24 jam sebelum dan sesudah operasi.
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis untuk pencegahan infeksi 1 gram dalam sekali pemberian dalam sehari (Lacy, et
al., 2011).
Kategori IIB Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).
Assesment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 1 kali dalam sehari (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIC Lolos Kategori IIC (penggunaan antibiotika tepat rute pemberian).
Assesment: rute pemberian tepat
Kategori I Tidak Lolos Kategori I (penggunaan antibiotika tidak tepat waktu pemberian).
Assesment: waktu pemberian setiap harinya tidak tepat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
204
Lampiran 32. Rekam Medis Kasus 32
No Data :054617
Tgl Masuk :19/7/13 (pk 22:12:26)
Tgl Keluar :21/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : SAD (P)
Umur : 9 th , BB : 29kg , Suhu: 37 oC
Nama Dokter : ADL
Diagnosis : asma bronchiale
Keluhan Utama : sesak napas
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : 19/7 sore anak sesak, nafas berat, opname. Pada bulan april anak pernah
opname di ICU tegal yoso
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
19/7/2013 20/7/2013 21/7/2013
Cortidex inj. 21:00 8:00 8:00
3x3mg 16:00
0:00
Ryvel Syrup 1:00 18:00
1x7,5 ml
Tocef syrup 1:00 1:00
2x3ml 12:00
Nebulizer (Combivent; ixotide) k/p 21:15:00 6:00 6:00
2x1 18:00
Aminopilin inj. 2,5cc 21:30 6:00
NaCl 2,5cc 18:00
Obat pulang: Tocef syrup 2x3ml
Ryvel Syrup1x7,5ml
Imnunos syrup 2x1cth
Vectim syrup 3x1cth
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
205
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
20/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 13,3
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 39,4
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 15,94
Trombosit (10³/uL) 150 – 450 270
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 4,59
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 89,0
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 7,9
Monosit (%) 3,0 - 12,0 1,3
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 1,7
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,1
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 14,18
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 1,26
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,21
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,27
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,02
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Sefiksim Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Asma bronchiale bukan disebabkan oleh infeksi bakteri, melainkan reaksi hipersensitivitas bronchi
terhadap berbagai stimulasi spesifik. Namun dilihat dari hasil uji Jumlah leukosit pasien diketahui
15,940/µL. Jumlah ini melebihi nilai rujukan leukosit yaitu 4.000/µL sampai 12.000/µL. Selain itu
persentase jumlah neutrofil juga menunjukkan angka 89,0%, berada diatas jumlah normal yaitu
50% sampai 70% yang menandakan adanya infeksi akut yang dialami pasien (Sutedjo, 2012; Tan
& Rahardja, 2007).
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif)..
Assesment: Cukup efektif, terlihat dari kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Tidak Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis ada yang lebih murah. Sporetic syrup memiliki harga yang lebih
terjangkau daripada Tocef syrup.
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih murah (kategori IVC)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
206
Lampiran 33. Rekam Medis Kasus 33
No Data :123384
Tgl Masuk :4/7/13 (pk 13:41:03)
Tgl Keluar :6/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AW (L)
Umur : 9 th , BB : 38kg , Suhu: - oC
Nama Dokter : VH
Diagnosis : perioperatif aff plate frakturcruris
Keluhan Utama : -
Sumber Biaya : askes sosial
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : -
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
5/7/2013 6/7/2013
Seftriakson 12:00 8:00
2 x 500mg 0:00 17:00
Ketolorat 12:00 8:00
2 x 30 mg 0:00
Obat pulang:
- Cefadroxil 2 x 1
- Asam Mefenamat 3 x ½
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
207
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
1/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 15,7
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 45,8
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 10,48
Trombosit (10³/uL) 150 - 450 460
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 5,86
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 46,1
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 45,4
Monosit (%) 3,0 - 12,0 3,6
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 4,5
Basofil (%) 0,0 - 1,0 0,4
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 4,83
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 4,76
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 0,37
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 0,48
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
208
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Seftriakson Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Lolos Kategori V (Ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
perioperatif aff plate frakturcruris adalah suatu cedera atau trauma atau bahkan patahan yang
terjadi pada tulang tibia fibula sehingga dalam perawatannya memerlukan antibiotika untuk
mencegah timbulnya bakteri pada bekas operasi (Marilynn, 1993)
Kategori IVA Lolos Kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assesment: Kondisi pasien membaik / sembuh
Kategori IVB Lolos Kategori IVB (tidak ada antibiotika yang lebih aman).
Assesment: antibiotika ini cukup aman digunakan dan tidak ada interaksi merugikan dengan obat
lain (Kemenkes, 2011).
Kategori IVC Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah).
Assesment: untuk obat sejenis tidak ada yang lebih murah
Kategori IVD Lolos Kategori IVD (tidak ada antibiotika yang lebih spesifik).
Assesment:
merupakan antibiotika dengan spectrum luas. Dapat diterapkan dalam terapi pencegahan infeksi
bakteri pasca operasi (Lacy, et al., 2011).
Kategori IIIA Lolos Kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assesment: Durasi penggunaannya tidak terlalu lama atau terlalu singkat. Pasien hanya menerima
24 jam sebelum dan sesudah operasi. Sesuai aturan Kemenkes (2011), durasi penggunaan
antibiotika dalam profilaksis bedah yaitu 24 jam sebelum dan sesudah operasi
Kategori IIIB Lolos Kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assesment: penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat
Kategori IIA Lolos Kategori IIA (penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assesment: dosis untuk pencegahan infeksi 1 gram dalam sekali pemberian dalam sehari (Lacy,
et al., 2011).
Kategori IIB Tidak Lolos Kategori IIB (penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian).
Assesment: interval yang diberikan pada pasien ini adalah 2 kali sehari. Interval pemberian yang
dianjurkan setiap 1 kali dalam sehari atau setiap 24 jam (Lacy, et al., 2011).
Kesimpulan Interval pemberian tidak tepat (kategori IIB)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
209
Lampiran 34. Rekam Medis Kasus 34
No Data :148430
Tgl Masuk :12/7/13 (pk 15:17:00)
Tgl Keluar :15/7/13
I. Identitas Pasien
Nama Pasien : AAF (L)
Umur : 5 hari , BB : 2,6 kg , Suhu: - oC
Nama Dokter : AMK
Diagnosis : Ichterik neonatus
Keluhan Utama : -
Sumber Biaya : Pribadi
II. Riwayan Kesehatan
Riwayat Penyakit : -
III. Tujuan Keluar : sembuh
IV. Pengobatan
Obat Tanggal & Waktu Pemberian
12/7/2013 13/7/2013 14/7/2013
Amoxsan drop 18:00 6:00 6:00
3x0,4ml 12:00 12:00
18:00 18:00
L/V puyer 18:00 6:00 6:00
3x1bks 12:00 12:00
18:00 18:00
Istaplex 18:00 6:00 6:00
Terapi Penyinaran 14.00 14.00
Obat pulang
- Vitaplex 1 x 0,3
- Amoxsan drop 3 x 0,4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
210
V. Pemerikasaan Mikrobiologi
Tgl Pemeriksaan Keterangan
- - -
VI. Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
Parameter Rujukan Tanggal
12/7/2013
Hematologi
Hemoglobin (g/dL) 12,00 - 16,00 -
Hematokrit (%) 35,00 - 49,00 -
Leukosit (10³/uL) 4,00 - 12,00 -
Trombosit (10³/uL) 150 - 450 -
Eritrosit (juta/uL) 3,50 - 5,20 -
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil (%) 50,0 - 70,0 -
Limfosit (%) 20,0 - 60,0 -
Monosit (%) 3,0 - 12,0 -
Eosinofil (%) 0,5 - 5,0 -
Basofil (%) 0,0 - 1,0 -
Neutrofil (10³/uL) 2,0 - 8,0 -
Limfosit (10³/uL) 0,80 -7,0 -
Monosit (10³/uL) 0,12 - 1,20 -
Eosinofil (10³/uL) 0,02 - 0,80 -
Basofil (10³/uL) 0,0 - 0,10 -
Bilirubin
Total 0,0 – 0,5 14,0
Direk 0,05 – 0,3 0,4
Indirek 13,6 -
Imunofluorometri
TSH < 20 8,5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
211
VII. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Menurut Alur Gyssen
Amoksisilin Katogori Gyssen Hasil Assessment (Lolos / Tidak Lolos Per Kategori)
Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap
Kategori V Tidak Lolos Kategori V (Tidak ada indikasi infeksi bakteri).
Assesment:
Ichterik neonatus bukanlah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Peresepan antibiotika
pada kasus ini dilakukan tanpa indikasi infeksi bakteri. Hasil uji hematologi dan uji kulturpun tidak
tersedia, sehingga penggunaan antibiotika pada kasus ini termasuk kategori V (Pemberian
antibiotika tanpa indikasi infeksi bakteri).
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tanpa indikasi infeksi (kategori V)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
212
BIOGRAFI PENULIS
Gede Wiwid Santika Prabawa merupakan anak
pertama dari pasangan I Ketut Wijadi dan Sang Ayu Putu
Widiyanti, lahir di Klungkung pada tanggal 22 Oktober
1991. Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak-kanak
Kemala Bhayangkari 4 Gianyar pada tahun 1996-1998.
Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri 1 Gianyar pada tahun 1998-2004. Selanjutnya ke
jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Gianyar pada tahun 2004-2007. Kemudian naik ke jenjang
pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gianyar
pada tahun 2007-2010. Selanjutnya pada tahun 2010 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi
di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penulis cukup aktif dalam
kegiatan kemahasiswaan di dalam fakultas maupun universitas, antara lain sebagai anggota
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) Farmasi periode 2012-2013 dan pengurus
Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma (KMHD) Universitas Sanata Dharma periode 2012-2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI