PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · NARASI TRAGEDI K EMANUSIAAN 1965 PADA MASA...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · NARASI TRAGEDI K EMANUSIAAN 1965 PADA MASA...
i
NARASI TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965 PADA MASA ORDE
BARU DAN PASCA ORDE BARU
MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh :
Dian Beni Yuda
NIM: 061314023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini kepada Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria, dan
malaikat pembimbingku, atas penyertaan Roh Kudus yang selalu
membimbing dan menyertai langkah hidupku,
Orang tuaku, Bapak Petrus Mida dan Ibu Radiyati yang telah membesarkan
dan mendidikku dengan penuh cinta dan kasih sayang,
Adikku Novita Dewi Yuda dan sepupuku Alexander Andi Kurnianto yang
telah membantu, memberikan doa, semangat dan dukungan,
Seluruh keluarga besarku yang mengharapkan kelulusanku,
Para Pendidik dan sahabat-sahabat ku di Pendidikan Sejarah,
Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
Kesuksesan jangan diukur dengan uang dan kekuasaan. Senyata-nyatanya sukses
adalah ketika kamu bahagia dan bisa tertawa lepas tanpa beban.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi
kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena
Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab
kuk yang kupasang itu enak dan bebanKu pun ringan.
(Mat 11:28-30).
Kebaikan yang kau lakukan hari ini, mungkin besok akan dilupakan orang. Tetapi,
teruslah berbuat baik.
(Mother Theresa)
Berikan yang terbaik dari apa yang kau miliki, dan itu mungkin tidak akan pernah
cukup. Tetapi, tetap berikanlah yang terbaik.
(Mother Theresa)
Sadarilah bahwa semuanya itu ada diantara engkau dan Tuhan. Tidak akan pernah
ada antara engkau dan orang lain. Jangan pedulikan apa yang orang lain pikirkan
atas perbuatan baik yang kaulakukan. Tetapi, percayalah bahwa mata Tuhan
tertuju pada orang-orang yang jujur, dan Dia dapat melihat ketulusan hatimu.
(Mother Theresa)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
NARASI TRAGEDI KEMANUSIAAN 1965 PADA
MASA ORDE BARU DAN PASCA ORDE BARU
Dian Beni Yuda
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2013
Makalah ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis : (1)
Tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru. (2) Tragedi
kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
pendekatan historis, sosiologis, dan politik, sehingga model penulisannya bersifat
deskriptif analisis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1) Tragedi Kemanusian tahun
1965 pada masa Orde Baru dinarasikan lewat beberapa cara diantaranya lewat
film, buku pelajaran dan program P4, inti dari narasi yang disampaikan adalah
menyatakan bahwa tragedi 1965 adalah kesalahan tunggal yang dilakukan oleh
PKI dan PKI lah yang harus bertanggung jawab atas tragedi tersebut. (2) Pasca
Orde Baru runtuh, narasi tragedi 1965 disampaikan lewat buku-buku, film, dan
forum-forum publik yang membahas mengenai tragedi 1965 dengan sudut
pandang yang lain, meskipun versi Orde Baru masih dijadikan versi resmi
pemerintah namun versi lain mengenai tragedi 1965 ini sudah dapat diakses oleh
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
NARRATION OF HUMAN TRAGEDY OF 1965 IN
ORDE BARU AND AFTER ORDE BARU
Dian Beni Yuda
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2013
The purposes of this thesis are to describe and to analyze: (1) The human
tragedy in 1965 narrated by the Orde Baru. (2) The tragedy of humanity in 1965
narrated after the Orde Baru.
This thesis uses the historical research method that consist of historical,
sociological, and political approach, so that the written type is analyzing
description writing.
These research results indicate that, (1) The narratives about the human
tragedy of 1965 during the Orde Baru was dominated by only one version, the
goverment’s official version said that the PKI was the mastermind and the only
party that should responsible for the tragedy of 1965. (2) After the Orde Baru
collapsed, the narratives of the 1965 tragedy got more diverse, more books about
the 1965 tragedy was emerged, but the spirit of using the "official" version of the
1965 tragedy remained.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Narasi
Tragedi Kemanusiaan 1965 Pada Masa Orde Baru Dan Pasca Orde Baru”.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Pendidikan di Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak terlepas dari batuan
berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
4. Dr. Anton Haryono, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah sabar
membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran serta
masukan selama penyusunan makalah ini.
5. Seluruh dosen dan pihak sekretariat Program Studi Pendidikan Sejarah yang
telah memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi
di Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
6. Romo Bakara T. Wardaya yang telah banyak membantu penulis dalam
menyelesaikan makalah ini baik dari sisi spiritual, dorongan semangat serta
dukungan materi. Terima kasih Romo.
7. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma dan perpustakaan pribadi Romo
Baskara yang telah menjadi tempat penulis memperoleh sumber makalah ini.
8. Kedua orangtua penulis yang telah memberikan dorongan spiritual dan
material sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata
Dharma.
9. Sepupu saya Alexander Andi Kurnianto dan adik saya Novita Dewi Yuda
yang membantu saya begadang hingga pagi demi menyelesaikan makalah ini.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang turut
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembacanya.
Yogyakarta, 8 Juli 2013
Penulis,
Dian Beni Yuda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................................ v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH.................................................................................................. vii
ABSTRAK ............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xiv
BAB I: PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Permasalahan................................................................................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ..................................................................... 9
BAB II: NARASI TRAGEDI 1965 PADA MASA ORDE BARU .................... 11
A. Narasi Umum Di Masyarakat ..................................................................... 12
B. Narasi Melalui Buku-buku Pelajaran .......................................................... 14
C. Narasi Melalui Film .................................................................................... 16
D. Indoktrinasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4) .............................................................................................. 17
BAB III: NARASI TRAGEDI 1965 PASCA ORDE BARU ............................. 21
A. Munculnya Semangat Keterbukaan Di Masyarakat .................................... 22
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
B. Munculnya Kembali Semangat Orde Baru ................................................ 35
BAB IV: KESIMPULAN ...................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 43
LAMPIRAN ........................................................................................................... 46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Apa yang terjadi antara bulan-bulan terakhir tahun 1965 dan bulan-bulan
pertama tahun 1966 merupakan peristiwa besar bagi kemanusiaan. Tidak hanya
bagi Indonesia, melainkan juga bagi dunia pada umumnya. Diperkirakan 500 ribu
sampai 1 juta jiwa menjadi korban pembantaian dalam masa itu.1 Peristiwa yang
lebih tepat disebut tragedi kemanusiaan ini tidak terjadi pada masa perang ataupun
konfrontasi, melainkan pada masa damai, di mana Indonesia yang baru dua puluh
tahun merdeka kini sedang mulai menata kehidupan sebagai bangsa yang bebas
dari penjajahan asing. Pada waktu itu sesama anak-anak bangsa saling bunuh
hanya karena perbedaan ideologi dan karena saling men-cap pihak lain sebagai
pesaing dan sebagai “musuh politik”.
Peristiwa besar ini berawal dari terbunuhnya 7 perwira tinggi militer pada
dini hari 1 Oktober 1965. Dari tujuh korban yang jatuh, enam di antaranya adalah
jendral angkatan darat dan seorang Perwira tinggi. Peristiwa 1 Oktober itu
kemudian disusul dengan beredarnya kabar bahwa sebelum dibunuh, para jendral
ini disiksa dengan keji. James Luhulima dalam bukunya “Menyingkap Dua Hari
Tergelap di Tahun 1965” menyebutnya sebagai “brutalisasi”.2 Sejak itu semua
mata tertuju ke PKI (Partai Komunis Indonesia), karena PKI-lah yang dituduh
1 Diambil dari Film 40 years of silence adalah sebuah film dokumenter tentang peristiwa ’65 di
mana ditampilkan peristiwa ’65 dalam perspektif yang berbeda, bagaimana dampaknya hingga
sekarang masih terasa, dan bagaimana peristiwa tersebut masih berada dalam lubang hitam yang
penuh dengan kebisuan. 2Luhulima, James, Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965, Jakarta, PT. Kompas Media
Nusantara, 2007, hal. 14
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
sebagai kelompok yang bertanggung jawab atas pembunuhan para jendral itu.
Saat itu antara PKI dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan saat
ini disebut TNI / Tentara Nasional Indonesia) sedang terjadi persaingan untuk
merebut kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno. Kecurigaan ini terjadi karena
sejak beberapa bulan terakhir sebelum terjadinya peristiwa tersebut telah terjadi
gesekan kepentingan antara PKI dengan ABRI yang sama-sama ingin merebut
kekuasaan dari tangan Presiden Sukarno yang saat itu mulai sering sakit.
Desas-desus yang dihembuskan dan terlanjur beredar di masyarakat bahwa
PKI adalah pelaku pembantaian dan penyiksaan terhadap para jendral mendorong
kemarahan masyarakat terhadap PKI dan organisasi-organisasi yang berafiliasi
kepadanya. PKI dan simpatisannya mulai diburu.3 Terjadilah pembantaian
terhadap anggota PKI di mana-mana, di Jawa dan di Bali serta pulau-pulau lain.4
Ratusan ribu orang ditahan dan dipisahkan dari keluarga mereka. Banyak dari
mereka yang juga dibuang hingga ke pulau Buru (di Maluku) sebagai tahanan
politik. Hampir semuanya dihukum tanpa melalui proses peradilan sebagaimana
yang berlaku di sebuah negara hukum. Sejak saat itu situasi politik Indonesia pun
masuk ke dalam masa gelap.
Di tengah gelapnya periode sejarah itu muncullah narasi5 resmi yang dibuat
oleh Orde Baru, yang intinya menuduh PKI sebagai satu-satunya pihak yang
bertanggung jawab atas terbunuhnya para jendral angkatan darat pada tanggal 1
Oktober 1965 tersebut. Selain itu narasi tersebut juga membenarkan pembantaian
3Ibid, hal. 11
4Baca Liputan Khusus Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012
5 Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisan narasi sebagai pengisahan suatu cerita atau
kejadian; 2 Sas cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan; 3 tema suatu karya
seni: -- menyajikan sebuah kejadian yg disusun berdasarkan urutan waktu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
terhadap ratusan ribu nyawa dari orang-orang yang dibunuh pada tahun 1965-
1966 itu dengan memandangnya sebagai sebuah tindakan balas dendam yang
“wajar” dari masyarakat. Selama pemerintahan Orde Baru berkuasa, narasi itu
terus diulang dan dijadikan sebagai salah satu alat pembenaran bagi kekuasaan
rejim tersebut. Namun demikian, ketika pada tahun 1998 Orde Baru tumbang,
mulai muncul narasi-narasi lain sebagai tandingannya. Narasi-narasi lain itu
berupaya memberikan pandangan yang lebih luas dan lebih bisa diterima akal dari
pada narasi ciptaan Orde Baru. Untuk beberapa saat setelah tumbangnya Orde
Baru narasi-narasi itu diterima. Namun demikian, tak lama kemudian mulai
muncul reaksi-reaksi balik yang intinya mendukung kembali narasi Orde Baru
tersebut.
Studi mengenai narasi-narasi yang beredar itu penting, karena tragedi6 atau
peristiwa yang menjadi dasar bagi narasi-narasi tersebut merupakan peristiwa
yang penting, namun yang sekaligus masih “gelap” dalam sejarah bangsa
Indonesia. Tujuannya bukan untuk “mengungkit-ungkit luka lama” melainkan
untuk mempelajarinya guna memperoleh pelajaran dan pembelajaran yang
berharga bagi bangsa Indonesia, khususnya berkaitan dengan masalah kejujuran,
keterbukaan dan kedewasaan sebagai bangsa. Tragedi 1965 begitu besar
pengaruhnya bagi perjalanan bangsa Indonesia. Tragedi itu tidak hanya
mengakibatkan kehidupan jutaan anak bangsa hilang dan berubah melainkan juga
telah mendorong terjadinya transisi kekuasaan pemerintahan secara berdarah, di
6 Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan tragedi sebagai sandiwara sedih (pelaku
utamanya menderita kesengsaraan lahir dan batin yg luar biasa atau sampai
meninggal); 2 ki peristiwa yg menyedihkan: kematian sang istri merupakan -- baginya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mana ribuan bahkan mungkin jutaan nyawa anak bangsa melayang. Diharapkan
bahwa dengan mempelajari tragedi tersebut berikut narasi atasnya kita bisa
menghindarkan diri dari kemungkinan terjadinya hal serupa.
Permasalahan yang sesungguhnya adalah bahwa pada masa Orde Baru
narasi-narasi yang beredar luas di masyarakat adalah narasi sepihak, yakni narasi
dari pemerintah Orde Baru tanpa adanya penyeimbang informasi. Jikapun ada
sifatnya underground atau sembunyi-sembunyi, dan tentu saja ilegal dan tidak
diakui kebenarannya oleh para penguasa. Setiap media masa seperti koran-koran
dan majalah-majalah bahkan dibreidel atau dilarang terbit jika memberikan versi
lain mengenai peristiwa 1965. Begitu pula yang terjadi pada masa pasca Orde
Baru. Ada lebih banyak informasi mengenai tragedi 1965 , tetapi tetap saja versi
pemerintah Orde Baru yang secara resmi diakui.
Melihat sebuah peristiwa tidak cukup hanya dari satu sisi, tetapi perlu
melihatnya dari berbagai sisi. Dalam melihat sebuah objek seperti sebuah rumah,
misalnya, setiap orang pasti memiliki pandangan yang berbeda tentang rumah
tersebut, tergantung dari mana seseorang memandangnya, entah itu dari depan,
dari samping atau dari belakang. Begitu pula dengan tragedi 1965. Ada banyak
perspektif yang bisa (dan sudah) digunakan orang dalam melihat dan menarasikan
tragedi kemanusiaan tersebut. Untuk itu perlu dilakukan studi terus-menerus tidak
hanya tentang peristiwanya, melainkan juga tentang bagaimana peristiwa itu
dinarasikan oleh berbagai kelompok dalam berbagai periode dalam masyarakat
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Selain penting, studi mengenai tragedi kemanusiaan di tahun 1965 ini juga
menarik, karena terdapat perbedaan-perbedaan narasi mengenai beberapa
peristiwa yang terjadi di dalamnya. Ambillah contoh narasi tentang penyiksaan
para jendral yang dilakukan oleh PKI. Menurut versi resmi, namun juga menurut
banyak buku yang terbit pasca Orde Baru, terjadi penyiksan atas para jendral
sebelum dibunuh, dan hal itu dilakukan oleh para anggota PKI, termasuk
kelompok organisasi perempuannya. Berkat narasi-narasi seperti itu PKI tampak
begitu keji, sehingga “layak” dibalas secara keji pula. Akumulasi dari narasi-
narasi yang diterima masyarakat selanjutnya membentuk opini publik tentang
siapa yang salah siapa yang benar, narasi-narasi yang beredar pula lah yang
memberi “pembenaran” atas pembantaian yang dilakukan.
Narasi seputar tragedi kemanusiaan di tahun 1965 tidak hanya disampaikan
melalui cerita dari mulut kemulut, melainkan juga melalui koran, majalah serta
film. Sangat menarik apabila kita melihat peran koran dalam menggiring opini
publik pasca peristiwa penjemputan paksa para jendral ini. Fungsinya sebagai
sumber informasi menjadi krusial karena pada saat itu masyarakat kebingungan
dengan apa yang sebenarnya terjadi pada dini hari 1 Oktober 1965 itu dan sumber
yang paling cepat dan mudah untuk mendapatkan informasi tentang peristiwa
tersebut adalah koran. Pada tanggal 2 Oktober 1965 koran-koran nasional dilarang
terbit kecuali koran milik angkatan darat yaitu “Berita Yudha” dan “ Harian
Angkatan Bersenjata” dan hanya ada 1 koran di luar koran angkatan darat yang
boleh terbit yaitu koran “Harian Rakyat” yang notabene berafiliasi dengan PKI
yang menarik adalah kenapa hanya tiga koran ini yang boleh terbit? Sama halnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
dengan koran, majalah ataupun film yang muncul dimasa Orde Baru memiliki
peran sangat krusial dalam membentuk opini di masyarakat. Bagaimana
dilustrasikan di dalam film mengenai peran masing-masing pihak yang terkait
dengan peristiwa tersebut. Lebih menarik lagi adalah jika kita sedikit
membandingkan dengan narasi-narasi yang ada pada saat ini, pasca rezim Orde
Baru runtuh, saat di mana arus informasi relatif lebih beragam dan informasi
mengenai peristiwa jauh lebih terbuka. Jika kita telaah informasi dari kedua era
tersebut (Orde Baru dan masa setelah Orde Baru runtuh) terdapat perbedaan narasi
di dalamnya, inilah kenapa penulis memandang bahwa studi ini menarik dan
penting untuk dikaji, dengan harapan memberi sedikit “terang” di “gelap” nya
peristiwa 1 Oktober 1965 dan tragedi kemanusian yang mengikutinya.
Membahas dan membandingkan narasi-narasi yang ada tentang tragedi 1965
baik itu yang berasal dari masa Orde Baru maupun yang berasal dari masa pasca
Orde Baru akan memberikan sebuah perspektif baru yang diharapkan akan bisa
membantu menjadikan bangsa ini lebih bijak dan terbuka serta berani dan jujur
dalam mempelajari sejarah bangsanya. sebagaimana disinggung di atas, narasi-
narasi atas apa yang terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965 telah menjadi trigger
atau pemicu bagi terjadinya peristiwa berdarah dalam bentuk pembantaian ratusan
ribu manusia Indonesia oleh orang Indonesia sendiri. Inilah salah satu alasan
mengapa penulis merasa bahwa narasi-narasi tentang tragedi kemanusiaan 1965
sangat perlu dibahas. Di dalam setiap narasi biasanya terdapat unsur
“pembenaran” atau “kebenaran” tertentu yang perlu diurai dan dibahas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Indonesia adalah bangsa yang besar, baik dari segi luas wilayah, dari segi
jumlah penduduk, maupun dari segi budayanya. oleh karena itu sudah selayaknya
bangsa Indonesia menghargai sejarahnya sendiri. Tahun 1965 adalah tahun di
mana Indonesia mengalami tragedi kemanusian dengan segala dampaknya.
Sayangnya tragedi kemanusiaan ini masih “gelap”, belum secara jelas dinarasikan
apa sebenarnya yang terjadi, yang kita tahu hanyalah bahwa waktu itu ada banyak
orang yang menjadi korban, baik itu kehilangan nyawa, dipenjara maupun
mendapatkan cap bersalah.
Lewat tulisan ini penulis berharap bahwa pembaca akan dapat melihat
bagaimana narasi-narasi seputar peristiwa pembunuhan ditanggal 1 Oktober 1965
dan pembunuhan massal yang mengikutinya disampaikan secara berbeda pada
masa pemerintahan Orde Baru dan setelahnya. Narasi-narasi yang berkembang di
masyarakat kemudian akan menjadi wacana publik yang berlanjut menjadi opini
publik dan kemudian menjurus kepada “penghakiman” publik terhadap sebuah
peristiwa dan mereka yang terlibat di dalamnya. Dalam konteks narasi Orde Baru
tentang tragedi kemanusiaan tahun 1965 opini publik yang dilahirkan telah
menyebabkan dipersalahkannya PKI dan dianggap layaknya tindakan untuk
”membasmi”-nya. Sementara itu para pelaku dibenarkan sepenuhnya, dan atas
dasar pembenaran itu mereka lantas menguasai Indonesia selama lebih dari 30
tahun. Kalau kita tidak hati-hati, hal seperti itu bisa terjadi lagi di Indonesia ini.
Oleh karena itu kita perlu belajar dari masa lalu kita, agar hal seperti itu tidak
terulang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
B. Permasalahan
Latar belakang masalah di atas menunjukkan adanya perbedaan narasi yang
beredar di masyarakat seputar peristiwa 1 Oktober 1965 dan tragedi kemanusiaan
yang mengikutinya pada tahun 1965 sampai Rezim Orde Baru runtuh dengan
narasi-narasi yang ada pasca Orde Baru tidak lagi berkuasa. Perbedaan-perbedaan
narasi yang ada di masa Orde Baru dengan di masa setelahnya, setelah rezim itu
runtuh mendorong penelitian perlu untuk dilaksanakan.
Permasalaan pertama yang akan dibahas adalah narasi-narasi tentang
Tragedi 1965 yang ada pada masa Orde Baru yang nanti di dalamnya akan
dibahas narasi-narasi umum di masyarakat, narasi-narasi yang “ditawarkan” lewat
buku-buku ajar, narasi lewat film dan diimplementasikan lewat indoktrinasi
melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Permasalahan kedua yang ingin diteliti adalah narasi Tragedi 1965 pada
masa pasca Orde Baru runtuh. Narasi-narasi tersebut dapat dilihat dari
diterbitkannya buku-buku yang bersifat kritis akademik, diselenggarakannya
forum-forum publik tentang Tragedi 1965, diterbitkannya memoar para survivor,
diproduksinya film-film di sekitar topik Tragedi 1965 tentu saja dengan sudut
pandang berbeda dengan sudut pandang yang ditawarkan di masa Orde Baru,
permintaan maaf Gus Dur kepada korban Tragedi kemanusiaan 1965, dan lewat
laporan dan rekomendasi Komnas HAM tahun 2012 soal Tragedi 1965, di bagian
ini pula akan dibahas bagaimana semangat Orde Baru yang semula “meredup”
sedikit demi sedikit muncul lagi lewat buku-buku ajar dan juga pelarangan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
pelarangan diputarnya film-film tentang Tragedi 1965 yang tidak sesuai dengan
versi resmi pemerintah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun rumusan masalah dalam
penulisan ini, adalah:
1. Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru?
2. Bagaimana tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru?
C. Tujuan Penulisan
Sesuai rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah :
a. Mendeskripsikan narasi-narasi tentang Tragedi 1965 pada masa Orde Baru.
b. Mendeskripsikan narasi-narasi tentang Tragedi 1965 pada masa pasca Orde
Baru.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat Penulisan ini adalah :
a. Bagi Universitas Sanata Dharma
Selain untuk melaksanakan salah satu Tri Dharma perguruan tinggi khususnya
bidang penelitian yaitu ilmu pengetahuan sosial, makalah ini diharapkan dapat
memberikan kekayaan khasanah yang berguna bagi pembaca dan pemerhati
sejarah di lingkungan Universitas Sanata Dharma.
b. Bagi Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
mengenai sejarah para tokoh bangsa dan peranannya, lebih khususnya tentang
narasi-narasi yang ada tentang tragedi kemanusiaan tahun 1965 dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pelengkap dalam pembelajaran
sejarah.
c. Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan mampu menarik minat pembaca untuk mempelajari
tentang sejarah Indonesia kontemporer, khususnya mengenai Tragedi
Kemanusiaan di tahun 1965.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
NARASI TRAGEDI 1965 PADA MASA ORDE BARU
Alur narasi tentang tragedi 1965 pada masa Orde Baru dimonopoli oleh
pemerintah pada saat itu. Segala informasi tentang tragedi tersebut dikontrol oleh
pemerintah. Mulai dari kronologi peristiwa penjemputan paksa para jendral
sampai siapa yang kemudian dianggap bertanggung jawab, dalam hal ini adalah
PKI. Dalam otobiografinya, ketika melihat Danyon 454 dan 530 tidak berada di
tempat karena alasan ingin mengamankan presiden yang dikatakan akan dikudeta
oleh Dewan Jendral Soeharto mengatakan:
“Itu semua tidak betul, “sambut saya sambil menatap kedua kapten itu. “kamu tahu, Presiden Sukarno saat ini tidak ada di Istana. Coba kamu cek sendiri ke Istana kalau tidak percaya. Lagi pula Dewan Jendral itu tidak ada, yang ada adalah Wanjakti, dan tidak mungkin ada rencana kup. Saya sendiri menjadi anggota Wanjakti itu. Saya mengetahui betul, gerakan Untung ini pasti didalangi oleh PKI.7
Dari petikan ucapan Soeharto di atas telah men-judge PKI sebagai
penanggung jawab peristiwa penjemputan dan pembunuhan 7 jendral pada dini
hari tanggal 1 Oktober 1965. Narasi tentang tragedi 1965 ini ada yang bersifat
umum dan berkembang di masyarakat, yang penyebarannya dari mulut ke mulut,
ada juga yang dinarasikan melalui buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Selain
kedua cara tersebut, narasi lain tentang tragedi 1965 disampaikan melalui film
“Pengkhianatan G30S/PKI” yang isinya menunjukkan betapa mengerikannya
peristiwa penjemputan paksa para jendral sampai penyiksaan yang dilakukan oleh
PKI. Hal lain yang dilakukan pemerintah dalam penyampaian narasi tentang
7 Otobiografi Soeharto, Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989, hal. 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
tragedi 1965 adalah lewat indoktrinasi penataran Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4).
A. Narasi Umum Di Masyarakat
Narasi yang beredar umum di masyarakat tidak dapat kita pisahkan dengan
informasi yang beredar lewat surat kabar (koran) dan radio pada saat itu. Mayjen
Soeharto, dalam kedudukannya sebagai Panglima Kostrad, secara sepihak
mengumumkan keadaan darurat. Ia menelepon Men/Pangal Laksdya Laut RE
Martadinata, Men/Pangak Inspektur Jendral Polisi Sutjipto Judodihardjo, dan
Men/Pangau Laksdya Udara Omar Dani, yang diterima oleh Panglima Koops AU
Komodor Udara Leo Wattimena, untuk memberi tahu bahwa ia untuk sementara
mengambil alih kepemimpinan Angkatan Darat8. Setelah merebut kembali RRI
pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 18.00, Mayjen Soeharto membuat
ketentuan bahwa setiap berita atau pengumuman apa pun yang akan disiarkan RRI
harus melalui dan seizin dirinya9.
Pada tanggal 4 Oktober 1965, pagi hari, dengan bantuan pasukan Pengintai
Amfibi (Taifib) KKO, penggalian sumur untuk mengeluarkan jenazah enam
jendral dan seorang perwira Angkatan Darat itu dilanjutkan, setelah sempat digali
saat malamnya. Penggalian itu berlangsung di bawah pengawasan Panglima
Kostrad Mayjen Seoharto, dan diliput secara luas oleh media massa.
8Luhulima, James , hal. 1079Ibid. hal. 106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Selesai penggalian jenazah para jendral dan perwira pertama Angkatan
Darat di Lubang Buaya, Pondok Gede, Panglima Kostrad Mayjen Seoharto
mengatakan :
“Bahwa dengan penggalian djenazah-djenazah ini, djelaslah bagi kitajang menjaksikan dengan mata kepala sendiri betapa kedjamnja aniaja jang telah dilakukan oleh petualang-petualang biadab dari apa jang dinamakan “Gerakan 30 September”.
Ketudjuh djenazah para Pahlawan TNI/AD itu, 6 orang Djendral dan seorang Perwira Pertama, diketemukan dalam keadaan tubuh jang djelas penuh siksaan. Bekas-bekas luka di sekudjur tubuh akibat siksaan sebelum ditembak masih membalur tubuh-tubuh Pahlawan-Pahlawan kita.
Melihat tempat di mana djenazah-djenazah itu diketemukan, jakni Lubang Buaya, daerah ini djelas merupakan bagian dari daerah Pangkalan Udara Halim. Satu fakta lagi, melihat sumur jang dipergunakan tempat menanam majat ini telah pula mendjadi pusat daerah latihan Sukarelawan/Sukarelawatijang dilaksanakan AURI. Mereka terdiri dari Pemuda Rakjat dan Gerwani.
Mungkin mereka itu dalam rangka latihan pertahanan pangkalan, tetapi dengan tertangkapnja seorang anggota Gerwani di Tjirebon jang berasal dari Djawa Tengah, teranglah mereka berasal jauh dari sini (Djakarta-Pen). Dengan fakta-fakta, mungkin jang diamanatkan oleh Presiden jang tertjinta Bung Karno bahwa AURI tidak terlibat, mungkin ada benarnja, tapi tidaklah mungkin kalau tidak ada hubungan antara oknum-oknum anggota AURI dengan peristiwa pembunuhan jang kedjam ini.
Sebagai warga anggauta Angkatan Darat, saja mengetuk djiwa dan peresaan daripada patriot-patriot anggauta AURI bila ada oknum-oknum jang terlibat dalam pembunuhan Djendral-djendral jang tidak berdosa ini mudah-mudahan patriot-patriot AURI akan dibersihkan djuga anggauta-anggauta AURI dari petualang-petualang jang terlibat.
Saja mengutjapkan terima kasih dan rasa sjukur saja kepada Tuhan Jang Maha Esa jang pada achirnja menundjukkan kita bahwa semua tundakan jang tidak djudjur dan tidak baik akan tertindas. Penghargaan tinggi diberikan kepada Resimen RPKAD, KKO, Satuan-satuan lain dan Rakjat jang telah membantu usaha penggalian djenazah para djendral.”10
Narasi lain yang mendukung pernyataan Soeharto adalah Harian Angkatan
Bersendjata dan Berita Yudha edisi 5 Oktober. Harian Angkatan Bersendjata
menampilkan beberapa foto kabur dari mayat-mayat yang mulai membusuk lalu
10Ibid. Hal. 161
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
menggambarkan kematian mereka sebagai perbuatan barbar dalam bentuk
penyiksaan yang dilakukan di luar batas-batas kemanusiaan. Sementara itu, Berita
Yudha menyebutkan mayat-mayat itu tertutup dengan tanda-tanda yang
mengindikasikan adanya penyiksaan.11
Pada edisi 9 Oktober 1965, Berita Yudha bahkan melaporkan bahwa jasad
Lettu Tendean mengalami luka sayatan pisau di dada sebelah kiri dan perutnya,
lehernya telah di penggal, dan kedua matanya dicungkil keluar. Pada edisi 11
Oktober, Harian Angkatan Bersendjata menulis Pierre Tendean sebelumnya
diperlakukan sebagai “barang mainan” Gerwani. 12
Berdasarkan informasi yang diterima lewat media massa tersebut, maka
pada umumnya masyarakat memandang bahwa peristiwa 1 Oktober tersebut
adalah peristiwa di mana orang-orang PKI menculik dan membunuh 7 Jendral
Angkatan Darat dengan kejam dengan menyiksa terlebih dahulu para Jendral
tersebut sebelum mereka dibunuh. Tentu saja isu ini menyulut kemarahan
masyarakat terhadap PKI dan simpatisannya.
B. Narasi Melalui Buku-buku Pelajaran
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu cara pemerintah
Orde Baru menyampaikan narasi tentang tragedi 1965 adalah melalui buku-buku
pelajaran di sekolah. Narasi yang ditawarkan oleh pemerintah Orde Baru, yakni
menyebutkan Gerakan September 30 (G30S) adalah gerakan pengkhianatan yang
dilakukan oleh PKI untuk merebut kekuasaan dan mengganti dasar negara
11Eros Djarot, dkk, Siapa Sebenarnya Soeharto, Jakarta, Mediakita, 2006, hal. 1712Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
Pancasila dengan ideologi Komunis.13 Dalam otobiografi Soeharto yang menjadi
acuan dalam penulisan sejarah tentang peristiwa dan tragedi 1965 ia mengatakan
“... Saya tegaskan, menurut saya, ini bukan sekedar gerakan untuk menghadapi
apa yang dikatakan Dewan Jenderal saja, melainkan lebih jauh dari itu. Mereka
mengadakan gerakan kup untuk merebut kekuasaan negara secara paksa. Dan
pasti didalangi oleh PKI.”14
Disebutkan pula, untuk memenuhi ambisinya tersebut, PKI tidak segan-
segan menghalalkan segala cara seperti menculik dan membunuh para perwira
tinggi Angkatan Darat (AD). Untuk melaksanakan tujuannya, PKI melakukan
beberapa langkah antara lain dengan melakukan propaganda untuk memprovokasi
emosi massa lewat media massa yang dimiliki oleh PKI, selain itu adalah dengan
menyebarkan isu Dewan Jendral untuk menciptakan image buruk terhadap
pimpinan TNI AD.
Karena alasan-alasan itulah kemudian seperti ada “pembenaran” dalam
penumpasan PKI. Buku-buku pelajaran yang membahas mengenai peristiwa
G30S ini umumnya menarasikan, peran PKI dalam G30S, hingga
penumpasannya. Di sana penggambaran bahwa ABRI dan peran Soeharto sebagai
“penyelamat” sangat ditonjolkan seperti yang terdapat pada bagian pembahasan
Penumpasan Gerakan G30 S/PKI15, disebutkan bahwa Mayor Jendral Soeharto
selaku Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD) mengambil
13 Herimanto, Sejarah : Pembelajaran Sejarah Interaktif, Jakarta, PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2012, hal. 20914 Otobiobrafi Soeharto, Op.Cit. hal. 12115 Eros Djarot, dkk, Op.Cit hal. 212
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
alih komando Angkatan Darat dan mulai memimpin operasi penumpasan terhadap
gerakan 30 September.
C. Narasi Melalui Film
Film adalah sebuah media audio visual yang dapat menampilkan dengan
jelas suatu peristiwa atau kejadian, mungkin karena hal tersebut maka pemerintah
Orde Baru memilih media ini untuk menyampaikan narasi tentang tragedi 1965.
Film tentang tragedi 1965 yang sangat dikenal di masyarakat adalah film
“Pengkhianatan G30S/PKI”. Film yang dibuat pada tahun 1984 ini,
menggambarkan secara gamblang adegan penyiksaan yang dilakukan Gerwani
dan Pemuda Rakyat terhadap para jendral di Lubang Buaya. Dalam film ini
digambarkan Gerwani dan Pemuda Rakyat menyilet, menyundut, dan mencungkil
mata para jendral.16
Film Pengkhianatan G30S/PKI yang berdurasi sekitar 220 menit ini
diperoduksi pada 1984 dan almarhum Arifin C. Noer didapuk menjadi sutradara
film itu. Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI
untuk menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah
juga diwajibkan menonton film tersebut.17 Film Pengkhianatan G30S/PKI mulai
ditayangkan pada 1984 hingga 1997 di TVRI.18 Selama 13 tahun ditayangkan di
televisi nasional dan ditonton oleh hampir seluruh rakyat Indonesia bahkan
16Luhulima, James , hal. 1217http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432667/Film-Pengkhianatan-G30SPKI-Propaganda-Berhasilkah. Diakses tanggal 31 Mei 201318http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432682/Film-Pengkhianatan-G-30-SPKI-di-Mata-Para-Pemeran. Diakses tanggal 30 Mei 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
sampai ke pedalaman-pedalaman. Dengan demikian maka timbullah kebencian
masyarakat terhadap PKI, lewat film tersebut.
Pada 2000, Tempo mengadakan survei lagi terhadap lebih dari 1.000
responden dari tiga kota terbesar di Indonesia. Ditanya dari mana mereka belajar
tentang sejarah 1965. Hasilnya, 90 persen responden menjawab dari film. Ketika
ditanya berapa kali mereka menonton Pengkhianatan G30S/PKI, sebagian besar
menonton dengan jumlah paling sering. Hanya 13 persen yang menonton sekali;
29 persen dua kali; 20 persen tiga kali, dan persentase terbesar (38 persen) sudah
menonton film itu lebih dari tiga kali. Kerangka berpikir Pengkhianatan
G30S/PKI masuk ke sumsum tulang sebagian besar masyarakat. Orang swasta
yang tertular kemudian ikut menebar kuman bertutur seperti film propaganda
itu.19
D. Indokrinasi Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
Pada tanggal 12 April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan
mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal
dengan nama Ekaprasatya Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4). Untuk mendukung
pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan penataran P4
secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini bertujuan
membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila, sehingga
19Baca Majalah Tempo Edisi 1-7 Oktober 2012, hal. 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk dan
terpelihara. Melalui penegasan tersebut opini rakyat akan mengarah pada
dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru. Sejak
tahun 1985 pemerintah menjadikan Pancasila sebagai asas tunggal dan kehidupan
berorganisasi. Semua bentuk organisasi tidak boleh menggunakan asasnya selain
Pancasila. Menolak Pancasila sebagai sebagai asas tunggal merupakan
pengkhianatan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian
Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi ideologi, dan Pancasila
menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem budaya, dan sistem sosial
masyarakat Indonesia. Pancasila merupakan prestasi tertinggi Orde Baru, dan oleh
karenanya maka semua prestasi lainnya dikaitkan dengan nama Pancasila. Mulai
dari sistem ekonomi Pancasila, pers Pancasila, hubungan industri Pancasila,
demokrasi Pancasila, dan sebagainya. Dan Pancasila dianggap memiliki
kesakralan (kesaktian) yang tidak boleh diperdebatkan.20
Kelahiran dan tumbuh kembang P4 didorong oleh situasi kehidupan
negara yang terjadi pada pertengahan tahun 1965. Orde Baru menilai bahwa
terjadinya tragedi nasional, G-30-S/PKI pada tahun 1965, adalah karena bangsa
Indonesia tidak melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen. Setelah bangsa Indonesia mampu mengatasi akibat dari
gejolak yang ditimbulkan oleh gerakan G-30-S/PKI, serta telah mampu untuk
menetapkan program pembangunnya, dirasa perlu untuk membenahi karakter
20http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1966-1998). Diakses tanggal 1 Juni 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
bangsa dengan mengembangkan sikap dan perilaku warganegara sesuai dengan
amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Dasarnya. Maka Majelis
Permusyawaratan Rakyat, dalam Sidang Umumnya, pada tanggal 22 Maret 1978
menetapkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Dengan demikian
pelaksanaan P4 merupakan kehendak rakyat yang ditetapkan oleh MPR RI
sebagai penjelmaan rakyat, yang wajib dipatuhi.21
Untuk menindak lanjuti TAP MPR tersebut Presiden menerbitkan Instruksi
Presiden No. 10 tahun 1978, untuk menyelenggarakan penataran P4, dan sebagai
langkah pertama diselenggarakan penataran bagi calon Penatar Tingkat Nasional,
yang biasa disebut Manggala. Penataran Manggala pertama berlangsung dari
tanggal 1 Oktober sampai dengan 15 Oktober 1978, berlangsung di Istana Bogor
dan diselenggarakan oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Sekretaris Negara dan
Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara. Manggala angkatan pertama
berjumlah sekitar 100 orang terdiri dari para pejabat eselon dua dan satu dari
berbagai departemen dan lembaga negara. Kemudian para manggala angkatan
pertama ini bersama dengan para pembina penatar nasional ditugasi untuk
menyusun bahan penataran yang terdiri atas tiga bahan yakni Pancasila, UUD
1945, dan GBHN dengan merujuk pada Undang-Undang Dasar 1945 dan
Ketetapan MPR yang terkait.
Pemerintah pada masa Orde Baru memberikan penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) sebagai cara untuk menunjukkan
bahwa Pancasila adalah satu-satunya ideologi yang diakui dan boleh berkembang
21http://lppkb.wordpress.com/p4-vis-a-vis-pedoman-umum-ps/. Diakses pada 30 Mei 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
di Indonesia. Narasi mengenai Tragedi 1965, secara massal dinarasikan lewat
Indoktrinasi (P4) dan dilakukan terhadap seluruh lapisan masyarakat. Lewat
program P4 tersebut, masyarakat hanya diberi satu tafsir tunggal terhadap
pancasila, tafsir lain harus disensor dan dijauhkan ada dalam benak setiap manusia
indonesia.22 Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4),
dilengkapi dengan propaganda tentang musuh utama ideologi Pancasila, yang
diperkuat dengan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI, sehingga ancaman
paling nyata terhadap ideologi Pancasila adalah seperti yang tervisualisaikan
lewat film tersebut.
22Pidato Fadjroel Rachman di Mahkamah Konstitusi: Membela Kebebasan dan Demokrasi Melawan Sensor dan Indoktrinasi di Jakarta pada tanggal 27 Januari 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
BAB III
NARASI TRAGEDI 1965 PASCA ORDE BARU
Perubahan cara pandang tentang Tragedi kemanusiaan 1965 terjadi setelah
munculnya tulisan-tulisan mengenai peristiwa tersebut terutama pasca runtuhnya
pemerintahan Orde Baru di tahun 1998. Buku-buku yang bersifat kritis akademis
banyak diterbitkan, forum-forum publik tentang Tragedi 1965 pun banyak
diselenggarakan. Angin reformasi juga membuat para survivor bisa memberikan
narasi Tragedi 1965 menurut versinya, apa yang mereka lihat dan apa yang
mereka ketahui tentang Tragedi tersebut, yang kebanyakan berbeda dengan narasi
yang disampaikan pemerintah Orde Baru.
Pasca Orde Baru runtuh, penarasian Tragedi 1965 ataupun penggalan-
penggalan peristiwa seputar Tragedi 1965 banyak divisualisasikan pula lewat
film. Beberapa film yang cukup dikenal antara lain: film Shadow Play, film 40
Years of Silence dan film The Act of Killing (Jagal). Meski bangsa Indonesia
masih terpecah dalam dua pendapat antara percaya atau tidak kepada anggapan
bahwa PKI lah yang paling bertanggung jawab atas Tragedi kemanusiaan tersebut
namun munculnya film-film diatas (dan beberapa film lain) berjasa memberikan
narasi-narasi lain dengan sudut pandang lain mengenai tragedi kemanusiaan yang
selama masa Orde Baru ditabukan oleh negara.
Meskipun pasca runtuhnya Orde Baru, masyarakat Indonesia relatif lebih
terbuka terhadap narasi lain mengenai Tragedi 1965, namun penolakan terhadap
narasi-narasi baru mengenai tragedi tersebut banyak mengalami kendala dan
tantangan, semangat Orde Baru yang semula mulai ditinggalkan pasca runtuh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
perlahan mulai muncul lagi, buku-buku pelajaran sejarah untuk anak sekolah yang
memberikan pemahaman lain tentang Tragedi 1965 ditarik dari peredaran untuk
kemudian “diperbaiki” sesuai dengan narasi pada masa Orde Baru.
A. Munculnya Semangat Keterbukaan di Masyarakat
Pasca Orde Baru, banyak buku-buku yang membahas tentang Tragedi 1965
yang diterbitkan. Sejarawan dan akademisi banyak menulis buku tentang tragedi
tersebut. Romo Baskara T Wardaya, Eros Djarot, Asvi Warman, dan Hersri
Setiawan adalah beberapa akademisi yang banyak menulis tentang topik tersebut.
Seperti yang dikatakan oleh Romo Baskara T. Wardaya dalam bukunya
Suara di Balik Prahara, beliau mengatakan “diharapkan kita bisa melihat secara
lebih utuh sejarah seputar Tragedi Kemanusiaan 1965, serta bagaimana selama ini
sejarah tentang tragedi itu dinarasikan dan dipahami oleh masyarakat pada
umumnya”.23 Masih menurut Romo Baskara T. Wardaya narasi yang selama 32
tahun ini beredar di masyarakat adalah narasi yang diproduksi oleh pemerintah
guna menunjang kepentingan-kepentingan sendiri.24
Pasca Orde Baru runtuh, sejarawan terutama ingin mengajak melihat
tragedi kemanusiaan 1965 dari berbagai sudut, seperti disebutkan diatas, sejarah
ditulis guna menunjang kepentingan-kepentingan tertentu, jika kita tarik ke
tragedi 1965 maka sejarah dibuat demi “pembenaran” atas pembantaian yang
terjadi pada masa-masa tersebut. Sejarawan mengajak masyarakat Indonesia
melihat hal-hal kecil maupun peristiwa-peristiwa kecil yang terkadang luput dari
23 Baskara T. Wardaya, Suara di Balik Prahara :Berbagi Narasi Tentang Tragedi 1965, Yogyakarta, Galangpress, 2011, hal. 2924 idem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
perhatian namun memberi dampak besar bagi perjalanan sebuah bangsa, seperti
penyebutan “lubang buaya” pada kalimat “PKI memasukkan jenazah para jendral
ke sumur lubang buaya” adalah kalimat yang jika tidak paham dengan konteksnya
maka yang ditangkap oleh masyarakat awam, terutama di luar jakarta secara
harafiah akan menangkap kebengisan PKI dengan memasukkan mayat para
jendral ke lubang buaya, padahal Lubang Buaya itu sendiri adalah nama
tempat/daerah/kampung di Jakarta yang kebetulan bernama Desa Lubang Buaya.
Hal lain yang dapat kita lihat dan perlu dikritisi dan jarang diperhatikan
menurut Romo Baskara T. Wardaya adalah sebenarnya tragedi 1965 terdiri dari
dua peristiwa yang tak dapat dipisahkan namun dapat dibedakan. Peristiwa
pertama adalah peristiwa penculikan dan pembunuhan yang terjadi pada tanggal 1
Oktober 1965 dini hari di Jakarta. Peristiwa kedua adalah peristiwa pembantaian
massal yang dimulai dari Jawa Tengah pada pekan ketiga bulan Oktober 1965,
yang berlanjut pada bulan November 1965 di Jawa Timur dan pada bulan
Desember 1965 di Bali.25
Kedua peristiwa diatas jarang ditampilkan dalam satu frame agar kita lebih
jujur melihat perjalanan bangsa kita. Narasi-narasi yang ditawarkan oleh rezim
Orde Baru berhenti pada PKI dalang peristiwa penjemputan paksa para jendral
dan membunuhnya dengan kejam, maka layak ditumpas, tidak pernah
menyinggung bagaimana penumpasan PKI juga merupakan tindakan yang lebih
25 Ibid hal.33
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
brutal dari kekejaman PKI yang digambarkan lewat film penghianatan G30S/PKI
(yang kebenarannya pun masih diragukan).26
Majalah Tempo edisi 1-7 Oktober 2012 dengan berani memberikan laporan
tentang “sesuatu” yang jarang diketahui tentang tragedi 1965, yakni pengakuan
para algojo yang membunuh simpatisan PKI diseputaran tahun 1965 hingga 1966.
Banyak yang memprotes isi majalah ini, karena dianggap mendeskreditkan kiai-
kiai dan santri yang ikut serta membantai anggota PKI.27 Majalah Tempo ini juga
memperlihatkan peran ABRI dalam mengorganisir massa guna membasmi PKI.28
Laporan khusus Tempo ini juga memberikan narasi lain mengenai apa yang
sesungguhnya terjadi di seputaran tragedi kemanusiaan di tahun 1965 tersebut.
Selain buku-buku yang terbit, beberapa hal yang lebih leluasa dilakukan
pasca Orde Baru runtuh yang dinilai sebagai kemajuan dalam memandang tragedi
1965 antara lain :
(a) Diselenggarakannya forum-forum publik tentang Tragedi 1965
Selain buku-buku tentang Tragedi kemanusiaan 1965 relatif lebih mudah
terbit jika dibanding dengan dikala Orde Baru sedang berkuasa, forum-forum
publik yang membahas tentang Tragedi kemanusiaan tersebut juga relatif lebih
mudah dilaksanakan. Beberapa forum tempat survivor Tragedi 1965 dibentuk, ada
yang menamakan dirinya YPKP (Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan
26 Simak pernyataan pemain film Jagal yang menyatakan bahwa sesungguhnya kita (pembasmi PKI) lebih kejam dari mereka (PKI).27 Baca Tempo edisi 1-7 Oktober 2012 halaman 74 salah satu pelaku pembantaian terhadap anggota PKI28 Hampir disemua judul laporan khusus Tempo peran ABRI begitu terlihat dalam memobilisasi massa, dari menyediakan truk untuk mengangkut massa yang akan membasmi PKI, memberikan daftar nama yang harus dibunuh, menyiapkan senjata untuk membunuh, hingga memberikan pelatihan membunuh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
1965/1966), LPKP (Lembaga Penelitian Korban Peristiwa 1965), LPRKROB
(Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rejim Orde Baru), PAKORBA
( Paguyuban Korban Orde Baru), Sekber ’65 (SEKRETARIAT BERSAMA
KORBAN 1965) dan sebagainya. Forum-forum tersebut mewadahi para survivor
dan sering melakukan diskusi-diskusi publik membicarakan tentang Tragedi 1965.
Salah satu forum, yakni sekber ’65 pernah beberapa kali melakukan
kegiatan diskusi tentang Tragedi 1965 ini, diantaranya pada tanggal 2 Juli 2012,
dari pukul 09.00-13.00 WIB SekBer’ 65 mengadakan Diskusidengan dua
peneliti sejarah dari School of Historical Studies, The University of Melbourne
Australia yaitu Kathrin Mc Gregor dan Vanessa Hearman, membahas mengenai
perkembangan RUU KKR (Rancangan Undang Undang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi) dan pernyataan tentang wacana permohonan maaf presiden terhadap
para korban HAM berat.29Tanggal 19 Juli 2012 jam 09.00-11.30 Sekertariat
Bersama ’65 ( Sekber’65 ) melakukan audiensi dengan DPRD Solo, membahas
tentang penyelesaian dan penuntasan tragedi 1965/1966 yang diamanatkan dalam
TAP MPR NO. V Tahun 2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan
Nasional. Pada 15 September 2010 penulis, Romo Bakskara T Wardaya dan
beberapa teman mahasiswa dari Yogyakarta ikut serta dalam diskusi para survivor
untuk melihat langsung dinamika para mereka dalam memperjuangkan hak
haknya yang sudah puluhan tahun hilang. Diskusi ini juga dimuat oleh Solo Pos :
Puluhan korban Tragedi 1965 yang tergabung dalam Sekber ’65 menemui jajaran DPRD Kota Solo di Gedung DPRD Solo, Kamis
29Dimuat disitus sekber ’65http://sekber65.blogspot.com/
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
(19/7/2012). Mereka mendesak agar DPRD Solo menyampaikan aspirasi kepada DPR RI tentang penetapan RUU KKR.30
Pada tanggal 20 Nopember 2012, bertempat di aula Monumens Pers Surakarta Sekretariat Bersama ’65 ( SekBer’65 ) bekerjasama dengan Pemkot Suarakarta dan Kemenkominfo menggelar acara diskusi bersama dengan tema “Menyimak Suara di Balik Prahara” Diskusi Bersama demi Masa Depan Bangsa yang Lebih Baik. Diskusi ini bertolak dari buku yang disusun oleh Romo Baskara T. Wardaya SJ dkk yang berjudul “Suara di Balik Prahara: Berbagai Narasi tentang Tragedi ’65. Acara diskusi dihadiri sekitar 220 orang dari berbagai kota di Jawa Tengah terdiri dari korban’65, tokoh masyarakat dan tokoh agama di Surakarta, budayawan, kaum muda, ormas kepemudaan dan civitas akademis, tenaga pendidik, PKL, kelompok lintas agama serta praktisi hukum. Sedangkan narasumber yang hadir adalah Dr. Yosef Djakababa (CSEASI/Center for Southeast Asian Studies-Indonesia, Jakarta), Dr. Baskara T. Wardaya SJ (Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta ) dan Ashoka Siahaan (Budayawan). Diskusi yang cukup dinamis ini dipandu oleh Jlitheng Suparman (Seniman Suarakarta) yang juga seorang dalang wayang kampung sebelah.
Pada tanggal 13 Desember 2012 pukul 09.00-14.00 wib, bertempat di Pendopo Rumah Dinas Wakil Walikota Surakarta, acara ini dipandu oleh Majelis Warga (MW) yang berjumlah 5 orang terdiri dari : M.Z. Tammaka (direktur Pondok Pesantren Baitul Musthofa Mojosongo), Imam Aziz (wakil PB NU), Abdullah Faishol ( Dosen IAIN Surakarta, tokoh lintas agama), Vera Kartika Giantari ( Pengacara dan Freelancer Gender dan HAM) dan Nani Nurrachman ( Staf Pengajar /Kepala Bagian Psikologi Sosial Fakultas Psikologi UNIKA Atmajaya Jakarta). Pada kesempatan tersebut Majelis Warga memberi waktu 30 menit untuk setiap testifier dalam memberi kesaksiannya. Kesaksian pertama diawali oleh kesaksian Ibu Budiarti (ibu Fatah) dari kasus’98 yang menyampaikan tentang penculikan dan pembunuhan Gilang, anaknya. Kesaksian kedua oleh Ibu Kastinah korban’65 yang pernah dipenjara di beberapa tahanan di Purwokerto, Semarang, Bukit Duri dan Plantungan, total lamanya penahanan ada 14 tahun. Kesaksian ketiga adalah Bapak Sugeng Yulianto atau pak Yuli korban Talangsari yang mendapat vonis seumur hidup, namun setelah Reformasi dibebaskan dan telah menjalani hukuman selama 10 tahun. Kesaksian keempat Bapak Djasmono korban’65 ditahan di Gresik, Surabaya dan Pulau Buru selama 13 tahun. Kesaksian kelima adalah bapak Sanusi korban’65 ditahan di kamp. Kota dan Pulau Nusakambangan selama 8 tahun. Dan kesaksian keenam atau terakhir yaitu Bapak Sudiharjo, ditahan di kamp. Kota Solo selama 7 tahun.31
Diskusi-diskusi yang dilakukan oleh para survivor dengan orang-orang yang peduli kepada mereka dan kemanusiaan (sejarawan, akademisi,
30http://www.solopos.com/2012/07/19/korban-tragedi-1965-temui-dprd-203041 diakses tanggal 2 Juni 2012331idem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
politisi dan lain-lain) menunjukkan bahwa masyarakat semakin terbuka menyikapi peristiwa Tragedi kemanusian yang terjadi di sepanjang tahun 1965 sampai 1966 tersebut. Meskipun tidak jarang mendapat penolakan dari kelompok-kelompok tertentu yang menentang forum-forum dan diskusi semacam ini, namun pada kenyataannya duskusi-diskusi tersebut berhasil digelar dan peserta diskusi mendapat persfektif lain tentang Taragedi 1965 adalah satu hal yang baik untuk pencerahan sejarah bangsa Indonesia.
(b) Diterbitkannya memoir para survivor
Angin reformasi memberikan kesempatan kepada para survivor untuk
memberikan narasi lain mengenai Tragedi 1965. Mereka yang disalahkan, mereka
yang selama ini dibungkam kemudian mendapatkan kesempatan untuk
memberikan penjelasan tentang apa yang terjadi diseputar tragedi tersebut. Buku-
buku dari para survivor yang selama ini dilarang terbit, kemudian dapat kita baca
sebagai pembanding narasi yang disuguhkan secara “resmi” oleh pemerintah Orde
Baru. Memoir para survivor yang dapat kita baca antara lain yang ditulis oleh
Perhimpunan Purnawirawan AURI32 yang berjudul “Menyingkap Kabut Halim
1965”, buku tulisan Kolonel Abadul Latief yang diambil dari pledoi sidangnya
yang berjudul “Pledoi Kol. A. Latief : Soeharto Terlibat G30S, serta artikel Prof
Dr Arief Budianto yang berjudul “Meluruskan Sejarah Penyiksaan Pahlawan
Revolusi”,33 kesemuanya membalikkan narasi tentang peristiwa tanggal 1 Oktober
dan tragedi kemanusiaan yang mengikutinya yang dinarasikan di masa Orde Baru.
Dikutip oleh James Luhulima, dalam bukunya, para purnawirawan AURI
menulis :
32Markas AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) dituduh sebagai markas G30S lihat Luhulima James Op. Cit, hal. 33 33Dimuat di majalah D&R Nomor 07/XXX/3 Oktober 1998
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Selama 33 tahun sejak peristiwa G30S/PKI, opini publik yang terbentuk oleh pernyataan elit pimpinan militer dan pemerintahan Orde Baru, telah menyudutkan AURI. Pernyataan mereka bagaikan memvonis, seakan-akan Pangkalan Angkatan Udara (PAU) Halim Perdanakusuma menjadi markas pusat G30S/PKI dan seolah-olah AURI terlibat.
Juga diuraikanBerdiam diri pada posisi tersudut, tanpa keberanian, itulah kondisi
AURI selama ini, seakan-akan menghadapi kabut tebal yang menutup angkasa.34
Dalam bukunya ini, para purnawirawan AURI tidak menyangkal adanya
anggota mereka yang terlibat dalam peristiwa penjemputan paksa para Jendral,
namun mereka ingin menggarisbawahi bahwa AURI secara institusi tidak terlibat.
Dalam buku ini, para purnawirawan menjelaskan alasan-alasan mengapa ketua
PKI DN Aidit bisa berada di lingkungan PAU Halim Perdana Kusuma, serta
indikasi-indikasi bahwa AURI secara institusi tidak terlibat. Sebab, karena
keberadaan DN Aidit di PAU Halimperdanakusuma lah AURI secara institusi di
persalahkan dan PAU Halimperdanakusuma dianggap sebagai markas pusat
G30S.
Menurut Pledoi Kolonel Abdul Latief, dalam bukunya mengungkapkan
kepada masyarakat luas bahwa Panglima Kostrad Mayjen Soeharto telah diberi
tahu bahwa para Jendral akan dijemput paksa, beberapa jam sebelum aksi
penjemputan itu dilaksanakan.35 Diungkapkan pula bahwa ia dua kali bertemu
dengan Soeharto sebelum pelaksanaan penjemputan paksa, yang pertama terjadi
pada tanggal 28 September 1965 dirumah Mayjen Soeharto, membicarakan
tentang informasi adanya Dewan Jendral yang akan mengkudeta presiden Sukarno
34James Luhulima menulis narasi dari para purnawirawan AURI yang menolak pernyataan bahwa Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma sebagai markas PKI35Luhulima James, Op.cit, hal. 44
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
dan Soeharto menurut Latief sudah mendengar informasi tersebut dari anak
buahnya. Pertemuan kedua di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat), jam
22.00 WIB tanggal 30 September 1965, beberapa jam sebelum penjemputan paksa
itu dilakukan. Kolonel Abdul Latief menuturkan bahwa ia memberi tahu Soeharto
yang sedang menunggu anaknya yang sedang di rumah sakit karena tersiram sop
panas itu bahwa ia dan teman-temannya akan menjemput paksa para Jendral
beberapa jam lagi. Soeharto, kata Latief, tidak memberikan komentar apa-apa, ia
hanya mengagangguk-angguk. Oleh Latief, hal itu diartikan sebagai sebuah
dukungan.36
Pernyataan kolonel Abdul Latief ini memberi narasi baru terhadap peran
Soeharto dalam peristiwa dinihari 1 Oktober 1965 yang menyebabkan 7 Jendral
meregang nyawa tersebut, kenyataan bahwa Soeharto tidak melakukan apa-apa
padahal dia tahu bahwa akan terjadi penjemputan paksa memberikan persfektif
lain dalam melihat peristiwa dini hari tersebut. Apalagi melihat Soeharto yang
tidak melaporkan kepada atasannya Men/Pangad Letjen Ahmad Yani yang
namanya termasuk dalam daftar jendral yang akan dijemput.37
Tidak lama setelah Orde Baru runtuh mei 1998, di bulan Oktober 1998 Prof
Dr. Arief Budianto menulis sebuah artikel yang berjudul Meluruskan Sejarah
Penyiksaan Pahlawan Revolusi. Atikel ini juga memberi persfektif lain dalam
melihat narasi Tragedi kemanusiaan tahun 1965 tersebut dimasa Orde Baru tidak
lagi berkuasa. Dalam Artikelnya ini, Prof Dr Arief Budianto mengungkapkan,
sempat ada kekhawatiran di antara tim dokter yang mengotopsi 7 Pahlawan
36Ibid, hal. 4837Idem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Revolusi sewaktu akan menyelesaikan laporan visum et repertum sesuai dengan
kenyataan yang ditemui, sebab diluar santer diberitakan bahwa para jendral
mengalami penyiksaan biadab. “Kami sampai waswas karena setelah selesai
memeriksa, kami tidak menemukan penis yang dipotong,” selanjutnya ia
menyatakan “kami memeriksa penis-penis korban dengan teliti. Jangankan
terpotong, bahkan luka iris saja tidak ada”.38 Narasi ini penting karena kemarahan
masyarakat kepada PKI dan simpatisannya tersulut karena adanya desas desus
yang menyatakan adanya penyiksaan yang luar bisa terhadap para jendral sebelum
mereka dibunuh.
Dalam buku “Aku Eks Tapol” Hersri Setiawan, muncul ula narasi lain
mengenai tragedi 1965, ia menceritakan kisah perjalanan hidupnya yang juga
menjadi mantan tahan politik yang mencoba hidup kembali di masyarakat yang
memberinya cap “bengis” karena ke-PKI-an nya.39 Narasi lain yang ia sampaikan
adalah bagaimana seorang mantan napi politik begitu sulit diterima di masyarakat
karena sistem yang dibuat memang memangkas hak para eks tapol untuk berkarya
dan bekerja. Eks tapol tidak boleh menjadi PNS (hingga dicabut oleh Gus Dur), di
KTP nya diberi tanda e-t yang berarti eks tapol dan berarti “sampah masyarakat”
yang harus dijauhi. Pada pasca Orde Baru inilah dimensi-dimensi yang tidak akan
terlihat pada narasi-narasi yang disampaikan oleh rezim Orde Baru.
(c) Diproduksinya film-film di sekitar topik Tragedi 1965
Pasca Orde baru runtuh, film-film seputaran Tragedi 1965 banyak
bermunculan. Dengan semangat menggebu, modal pas-pasan, dan bantuan minim
38Ibid, hal. 1339 Hersri Setiawan, Aku Eks Tapol, Yogyakarta, Galangpress, 2003, hal. ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
dari penderma, para sineas film indie mendirikan jaringan. Lembaga Kreatifitas
Kemanusiaan pimpinan Putu Oka Sukanta, penyair, mantan pegiat Lekra, dan
korban politik 1965, menjadi salah satu produser paling rajin. Film mereka antara
lain berjudul Menyemai Terang dalam Kelam (2006), Perempuan yang Tertuduh
(2007), Tumbuh dalam Badai (2007), Seni Ditating Jaman (2008), Tjidurian 19
(2009), dan Plantungan: Potret Derita dan Kekuatan Perempuan (2011).40
Film bertema 1965 juga diproduksi organisasi non-pemerintah dalam
bidang hak asasi manusia: Bunga-tembok (2003), Kawan Tiba Senja: Bali seputar
1965 (2004), Kado untuk Ibu (2004), Putih Abu-abu: Masa lalu Perempuan
(2006), dan Sinengker: Sesuatu yang Dirahasiakan (2007). Karya-karya di atas
menekankan advokasi gugatan keadilan.41 Semua karya itu menarasikan Tragedi
1965 dan memberikan suara serta simpati bagi para korban yang selama ini
dibungkam.
Film dokumenter karya sineas asing dengan tema serupa: The Shadow Play
(2001), Terlena: Breaking of a Nation (2004), 40 Years of Silence: An Indonesian
Tragedy (2009), dan The Act of Killing (Jagal) (2012).42 Kesemua film ini pun
menarasikan Tragedi 1965 dengan sudut pandang yang berbeda dengan yang
disuguhkan pada saat Orde Baru sedang berkuasa. Sebagai contoh, jika kita
metonton film 40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy43 kita akan
diperlihatkan pola pembantaian massal yang bermula dari ujung barat pulau jawa
semakin ke timur sampai akhirnya di Bali yang kesemuanya memiliki pola yang
40Baca Majalah Tempo Edisi 1-7 Oktober 2012, hal. 12141Idem42Idem43Sebuah film dokumenter bertema Tragedi 1965 yang diproduseri oleh Robert Lemelson, baca wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/40_Years_of_Silence:_An_Indonesian_Tragedy
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
sama, yakni didahului oleh kedatangan pasukan angkatan darat. Hal-hal semacam
inilah yang tidak diperlihatkan kepada kita pada narasi yang disampaikan oleh
penguasa Orde Baru dimasa lalu.
(d) Permintaan maaf Gus Dur
Sewaktu menjabat sebagai presiden RI, Ketua Umum PBNU KH
Abdurahman Wahid (Gus Dur), dalam sebuah dialog interaktif Secangkir kopi
yang disiarkan TVRI tanggal 14 Maret (2000), menyatakan permintaan maafnya
kepada mereka yang menjadi korban mengingat banyak di antaranya yang tidak
bersalah dalam Tragedi 1965. Gus Dur mengakui, banyak warga NU terlibat
dalam pembantaian terhadap mereka yang dituduh terlibat PKI itu.44
Dalam pernyataan Gus Dur itu (menurut Kompas 15/3-2000)
disebutkannya bahwa sejak dulu, ketika masih menjadi Ketua Umum Pengurus
Besar Nahdatul Ulama (NU), dirinya sudah meminta maaf terhadap para korban
G30S. Pemerintah menyambut baik jika masyarakat ingin membuka kembali
kasus G30S dan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) lainnya. Dari dulu
pun, saya sudah minta maaf. Bukan sekarang saja, tanyakan pada teman-teman di
lembaga swadaya masyarakat (LSM). Saya sudah meminta maaf atas segala
pembunuhan yang terjadi terhadap orang-orang yang dikatakan sebagai komunis.
Menurut Gus Dur, belum tentu orang-orang yang dituduh komunis
semuanya bersalah sehingga akhirnya dihukum mati. "Buktikan dong secara
pengadilan, nggak begitu saja terjadi. Dan, maaf ya, hal semacam itu terjadi,
44http://www.republika.co.id/berita/event/jalan-bareng-abah-alwi/12/10/01/mb7j2z-kenangan-
peristiwa-g30s-di-mata-abah-alwidiakses tanggal 31 Mei 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
justru banyak pembunuhan dilakukan oleh anggota NU.” Gus Dur mengatakan,
kalau masalah G30S/PKI dibuka kembali, akan baik sekali bagi perdebatan
bangsa Indonesia. “Karena banyak orang menganggap orang PKI bersalah. Ada
juga yang menganggap tidak bersalah. Nah, karena itu kita tentukan saja nanti
melalui pengadilan yang mana yang benar”, paparnya.45
Pernyataan Gus Dur ini memberikan pemahaman lain mengenai Tragedi
1965, bahwa peristiwa tersebut tidak hanya tentang siapa yang benar dan siapa
yang salah, namun lebih luas lagi melihat sisi di mana ada kelompok yang
dipersalahkan, dalam hal ini PKI, di lain pihak, ada juga kelompok yang merasa
benar dan melakukan “pembasmian” terhadap anggota PKI dan simpatisannya,
meskipun banyak di antara mereka yang tidak bersalah, bahkan tidak tahu-
menahu tentang Gerakan September 30.
Saat menjabat Presiden, Gus Dur melontarkan gagasan pencabutan
Ketetapan MPRS No XXV/1966. Pencabutan Ketetapan MPRS No XXV/1966
menyangkut tiga hal, yaitu (1) mengakhiri diskriminasi terhadap keluarga korban
yang diduga sebagai anggota atau terkait PKI dan organisasi onderbouw, (2)
pelarangan ajaran komunis, dan (3) pelarangan terhadap PKI.46
(e) Laporan dan Rekomendasi Komnas HAM tahun 2012
Komnas HAM (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia) pada tahun 2012
mengeluarkan rekomendasi menyangkut Tragedi 1965. Laporan hasil
Penyelidikan pro justisia oleh Komnas HAM atas rangkaian massal kekerasan
45http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-Fw-GELORA45-ISNU-Sejarah-G30S-PKI-Dijungkirbalikkan-td55666.htmldiakses tanggal 31 Mei 201346http://regional.kompas.com/read/2012/09/25/03504362/Seribu.Hari.Gus.Durdiakses tanggal 31 Mei 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
pada masa awal berkuasanya pemerintahan Orde Baru di bawah Soeharto, 1965-
1967 hingga tahun 1970an. Dalam laporannya, Komnas HAM menyatakan telah
ditemukan adanya indikasi atas dugaan pelanggaran HAM yang berat, berupa
pembunuhan, penyiksaan, penghilangan orang secara paksa, kerja paksa,
pemerkosaan, pemenjaraan tanpa proses hukum dan berbagai tindakan lainnya.47
Laporan penyelidikan KOMNAS HAM ini telah membukakan pintu bagi
berbagai tindakan Negara untuk melakukan pengungkapan kebenaran,
memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta membawa
perubahan dalam pelurusan sejarah melalui pengakuan atas berbagai praktek
kekerasan dimasa lalu, terutama dimasa rezim politik Orde Baru.Sampai saat ini,
korban dari berbagai peristiwa yang berbeda secara umum masih terus mengalami
diskriminasi hukum maupun stigma sosial. Hal ini menunjukan bahwa sampai
detik-detik akhir dikeluarkannya laporan ini, para korban masih terus mengalami
dampak yang berlanjut akibat peristiwa yang terjadi di masa lalu tersebut.
Adapun isi dari rekomendasi komnas HAM antara lain:
1. Presiden bersama DPR segera mengeluarkan Keppres pembentukan Pengadilan Adhoc sehingga Kejaksaan Agung tanpa penundaan dapat melakukan penyidikan atas laporan penyelidikan awal KOMNAS HAM
2. Jaksa Agung harus segera menindaklanjuti hasil penyelidikan dengan langkah-langkah penyidikan yang patut, baik memanggil para saksi, maupun tersangka yang masih hidup
3. DPR melakukan pengawasan yang efektif kepada Jaksa Agung dan Pemerintah untuk memastikan dijalankannya rekomendasi dari laporan Komnas HAM
4. Presiden, berdasarkan temuan dalam laporan ini, segera mengambil langkah-langkah yang perlu untuk menyusun kebijakan pemulihan bagi korban yang bersifat segera, baik terkait dengan reparasi, rehabilitasi dan penghentian diskriminasi terhadap korban
47http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1556 diakses tanggal 31 Mei 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
5. Komnas HAM untuk menyerahkan juga laporan tersebut secara langsung kepada Presiden dan DPR, mengingat sifat dan karakter khusus dari perisitiwa yang dicakup dalam penyelidikan 1965-1967.
6. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memaksimalkan dukungan pemulihan korban dengan mengacu pada Laporan hasil penyelidikan Komnas HAM.48
Dengan kata lain, Komnas HAM dan juga yang lainya (penulis, sejarawan,
dan juga saksi “pelaku”) melihat adanyapembohongan publik yang luar biasa
tentang tragedi 1965 oleh rezim Orde Baru.Pembohongan dilakukan diantaranya
melalui ruang pendidikan untuk anak-anak, dan kepada masyarakat Indonesia
secara umum Tragedi 1965 “karangan” Orde Baru disampaikan lewat P4, film dan
lain-lain.sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 26 tahun 2000 tentang
Pengadilan HAM, harus ditindak lanjuti oleh Kejaksaan Agung ke tingkat
Penyidikan. Rekomendasi lainnya yang dibuat oleh Komnas HAM adalah
mekanisme non yudisial seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hal ini
selaras dengan putusan MK atas pengujian UU KKR, di mana MK memandatkan
pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam penyelesaian pelanggaran HAM di
masa lalu.
B. Munculnya Kembali Semangat Orde Baru
Orde Baru sudah runtuh di Mei 1998, namun sisa-sisa semangatnya seolah
masih tetap ada hingga sekarang. Dimasa reformasi seperti ini seharusnya arus
informasi dibuka selebar-lebarnya, dalam konteks ini adalah informasi tentang
Tragedi 1965. Reformasi belum sepenuhnya dapat dinikmati oleh dunia
“sejarah”, masih banyak pihak-pihak tertentu yang berusaha menutup-nutupi apa
48Idem
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang sesungguhnya terjadi diseputaran Tragedi 1965, mulai dari apa yang terjadi
pra-penjemputan paksa para jendral, hingga pembantaian massal anggota dan
simpatisan PKI.
Sesungguhnya, para survivor tidak menuntut banyak kepada negara atas apa
yang terjadi kepada mereka, seperti yang dikatakan oleh beberapa survivor ketika
penulis berbincang dengan para survivor dikala mereka melakukan pertemuan dan
sharing pengalaman. Permintaan mereka hanya untuk membersihkan nama baik
mereka dan negara diminta untuk meminta maaf atas kesalahan yang negara
lakukan di masa lalu. Sekaligus menulis ulang sejarah bangsa yang menurut
mereka banyak dibelokkan. Penulisan tentang narasi-narasi seputar tragedi 1965
masih harus terus kita dorong untuk memperkaya wawasan kita dan memperkaya
perspektif kita. “...Sebagai sebuah peristiwa masa lalu, Tragedi 1965 boleh saja
sudah selesai, tetapi dampak dan pola-polanya tetap berpengaruh pada kita hingga
hari ini, baik pada tataran sosial maupun pada tataran individual...”49
Narasi tentang Tragedi 1965 yang disuguhkan Orde Baru yang semula
“meredup” perlahan muncul kembali. Kurikulum 2004 yang semula dipakai untuk
mengganti kurikulum 1994 dibatalkan. Peredaran buku sejarah yang tidak lagi
mencantumkan PKI pada G30S dinilai tidak jujur pada pengungkapan sejarah.
Berdasarkan peraturan menteri pendidikan nasional republik indonesia nomor 7
tahun 2005 tentang penghentian ujicoba ”kurikulum 2004” untuk mata pelajaran
sejarah dan larangan penggunaan buku teks mata pelajaran sejarah yang disusun
49 Baskara T. Wardaya, Op.Cit. hal. 370-371
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
berdasarkan standar kompetensi ”kurikulum 2004”. Peraturan pemerintah itu
berbunyi :
a. bahwa dalam rangka kejujuran pengungkapan fakta sejarah, kurikulum dan penulisan buku teks pelajaran sejarah perlu diselaraskan sesuai dengan fakta sejarah;
b. bahwa forum rapat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat tanggal 23 Juni 2005 telah memutuskan agar Pemerintah melarang penggunaan standar kompetensi dan buku teks mata pelajaran sejarah yang mengacu pada ”Kurikulum 2004” yang kurang selaras dengan fakta sejarah;
c. bahwa sehubungan dengan pertimbangan huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional tentang Penghentian Ujicoba ”Kurikulum 2004” untuk Mata Pelajaran Sejarah dan Larangan Penggunaan Buku Teks Mata Pelajaran Sejarah yang Disusun Berdasarkan Standar Kompetensi ”Kurikulum 2004”.50
Berdasarkan peraturan menteri ini maka, penarikan buku-buku sejarah
yang mengikuti kurikulum 2004 ditarik dari peredaran. Tanggal 21 Mei 2007
Tempo menulis: Kejaksaan Agung menyatakan, penarikan buku sejarah
kurikulum 2004 yang tidak mencantumkan kata PKI akan selesai tahun ini51,
antara news.com menulis : Pihak Kejaksaan Negeri Banda Aceh terus melakukan
operasi ke sejumlah toko dan sekolah untuk menarik kembali sejumlah judul buku
tekspelajaran sejarah yang dinilai menyimpang dari kebenaran peristiwa sejarah di
Indonesia.
Setiap rezim otoriter/totaliter senantiasa memandang memori sebagai
ancaman serius. Sebab, memori yang diartikulasikan secara publik bisa embuat
segala bentuk mkekerasan politik yang dilakukan rezim itu menjadi tampak
telanjang. Itulah sebabnya rezim yang demikian senantiasa berusaha
membungkam atau memutar balikkan memori tentang kejahatan atas
50Peraturan Menteri Pendidikan ditetapkan tanggal 1 Juli 2005 51http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100323/Penarikan-Buku-Sejarah-Kurikulum-2004-Selesai-Tahun-Ini. diakses tanggal 2 Juni 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
kemanusiaan. Dengan teknik pengendalian ingatan semacam ini, penguasa
melakukan normalisasi kebohongan, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga
kebohongan itu diterima sebagai “kebenaran”.52
52 Budiawan, Sejarah dan Emansipasi Politik, Jakarta, Kompas, 2004 via I Ngurah Suryawan, Jiwa Yang Patah, Manokwari, Pusbadaya Universitas Negeri Papua, 2012, hal. 52
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
BAB IV
PENUTUP
KESIMPULAN
Dalam penelitian mengenai “Narasi Tragedi Kemanusiaan 1965 Pada Masa
Orde Baru dan Pasca Orde Baru” dibahas dua permasalahan, yaitu; (1) Bagaimana
tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pada masa Orde Baru, dan (2) Bagaimana
tragedi kemanusiaan 1965 dinarasikan pasca Orde Baru. Dari uraian BAB II dan
BAB III, maka dibuat kesimpulan sebagai berikut.
Narasi-narasi tentang tragedi 1965 yang berkembang pada masa
pemerintahan Orde Baru adalah, PKI dianggap sebagai pihak yang paling
bertanggung jawab atas terjadinya tragedy kemanusiaan di tahun 1965 hingga
1966. Narasi tentang tragedi tersebut ada yang bersifat umum dan berkembang di
masyarakat, yang penyebarannya dari mulut ke mulut, ada juga yang dinarasikan
melalui buku-buku pelajaran di sekolah-sekolah. Selain kedua cara tersebut,
narasi lain tentang tragedi 1965 disampaikan melalui film “Pengkhianatan
G30S/PKI” yang isinya menunjukkan betapa mengerikannya peristiwa
penjemputan paksa para jendral sampai penyiksaan yang dilakukan oleh PKI. Hal
lain yang dilakukan pemerintah dalam penyampaian narasi tentang tragedi 1965
adalah lewat indoktrinasi penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (P4). Narasi yang beredar umum di masyarakat tidak dapat kita
pisahkan dengan informasi yang beredar lewat surat kabar (koran) dan radio pada
saat itu. Berdasarkan informasi yang diterima lewat media massa tersebut, maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
pada umumnya masyarakat memandang bahwa peristiwa 1 Oktober tersebut
adalah peristiwa di mana orang-orang PKI menculik dan membunuh 7 Jendral
Angkatan Darat dengan kejam dengan menyiksa terlebih dahulu para Jendral
tersebut sebelum mereka dibunuh. Tentu saja isu ini menyulut kemarahan
masyarakat terhadap PKI dan simpatisannya. Seperti telah disebutkan sebelumnya
bahwa salah satu cara pemerintah Orde Baru menyampaikan narasi tentang
tragedi 1965 adalah melalui buku-buku pelajaran di sekolah. Hal ini
mengindikasikan bahwa pemikiran tentang PKI adalah musuh negara telah
ditanamkan pada generasi muda sejak dini. Film tentang tragedi 1965 yang sangat
dikenal di masyarakat adalah film “Pengkhianatan G30S/PKI”. Film yang dibuat
pada tahun 1984 ini, menggambarkan secara gamblang adegan penyiksaan yang
dilakukan Gerwani dan Pemuda Rakyat terhadap para jendral di Lubang Buaya.
Pada masa pemerintahannya, Presiden Soeharto memerintahkan TVRI untuk
menayangkan film itu setiap tanggal 30 September. Murid-murid sekolah juga
diwajibkan menonton film tersebut. Pada tanggal 12
April 1976 Presiden Soeharto mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk
menghayati dan mengamalkan Pancasila, yang terkenal dengan nama Ekaprasatya
Pancakarsa atau Pedomanan Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Untuk mendukung pelaksanaan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen, maka sejak tahun 1978 pemerintah menyelenggarakan
penataran P4 secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Penataran P4 ini
bertujuan membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila,
sehingga dengan adanya pemahaman yang sama terhadap Pancasila dan Undang-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
undang Dasar 1945 diharapkan persatuan dan kesatuan nasional akan terbentuk
dan terpelihara. Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4),
dilengkapi dengan propaganda tentang musuh utama ideologi Pancasila, yang
diperkuat dengan pemutaran film Pengkhianatan G30S/PKI, sehingga ancaman
paling nyata terhadap ideologi Pancasila adalah seperti yang tervisualisaikan
lewat film tersebut.
Narasi-narasi tentang tragedi 1965 pada masa pasca Orde Baru lebih
beragam, narasi tentang tragedi tersebut tidak hanya berdasarkan pada narasi yang
ditawarkan dan berkembang pada masa Orde Baru yang menempatkan PKI
sebagai penyebab tunggal pertistiwa G30S, tetapi juga melihat sisi lain dari
peristiwa tersebut, yakni begitu banyak korban masyarakat Indonesia yang di-cap
PKI. Buku-buku yang bersifat kritis akademis banyak diterbitkan, forum-forum
publik tentang Tragedi 1965 pun banyak diselenggarakan. Angin reformasi juga
membuat para survivor bisa memberikan narasi Tragedi 1965 menurut versinya,
apa yang mereka lihat dan apa yang mereka ketahui tentang Tragedi tersebut,
yang kebanyakan berbeda dengan narasi yang disampaikan pemerintah Orde
Baru. Pasca Orde Baru runtuh, penarasian Tragedi 1965 ataupun penggalan-
penggalan peristiwa seputar Tragedi 1965 banyak divisualisasikan pula lewatfilm.
Beberapa film yang cukup dikenal antara lain: film Shadow Play, film40 Years of
Silence dan film The Act of Killing (Jagal). Meski bangsa Indonesia masih
terpecah dalam dua pendapat antara percaya atau tidak kepada anggapan bahwa
PKI lah yang paling bertanggung jawab atas Tragedi kemanusiaan tersebut namun
munculnya film-film diatas (dan beberapa film lain) berjasa memberikan narasi-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
narasi lain dengan sudut pandang lain mengenai tragedi kemanusiaan yang selama
masa Orde Baru ditabukan oleh negara. Harus diakui bahwa belum semua warga
masyarakat Indonesia bisa terbuka terhadap narasi-narasi non-pemerintah
mengenai tragedi 1965, padahal narasi-narasi itu penting untuk (1) bisa
memahami sejarah Indonesia secara lebih terbuka dan obyektif; (2) mendorong
para siswa dan mahasiswa mampu berpikir secara kritis dalam melihat sebuah
peristiwa dalam sejarah bangsanya terutama tragedi 1965. Oleh karena itu, setiap
upaya untuk menulis dan mengajarkan sejarah Indonesia secara kritis dan terbuka,
khususnya berkaitan dengan tragedi 1965, perlu terus didorong dan diusahakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Asvi Warman Adam. 2009. 1965 ; Orang-orang di Balik Tragedi, Yogyakarta : Galangpress.
Baskara T. Wardaya, et. al, Suara di Balik Prahara : Berbagi Narasi tentang Tragedi ’65, Yogyakarta : Galangpress, 2011.
Budiawan. 2004. Sejarah dan Emansipasi Politik. Jakarta : Kompas.
Buku Pedoman Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya – Jakarta
Eros Djarot, dkk. 2006. Siapa Sebenarnya Soeharto, Jakarta : Mediakita.
Fadjroel Rachman. 2008. Membela Kebebasan dan Demokrasi Melawan Sensor dan Indoktrinasi, Jakarta.
Herimanto. 2012. Sejarah :Pembeajaran Sejarah Interaktif, Jakarta : PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Hersri Setiawan. 2003. Kamus Gestok, Yogyakarta : Galangpress Offset.
_____________ 2003. Aku Eks Tapol, Yogyakara : Galangpress.
I Ngurah Suryawan. 2012. Jiwa Yang Patah. Manokwari : Pusbadaya Universitas Negeri Papua
Luhulima, James. 2007. Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965, Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara.
Dwipayana. 1989. Otobiografi Soeharto : Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya, Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Peraturan Menteri Pendidikan ditetapkan tanggal 1 Juli 2005.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi keempat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Triyana, Peristiwa Purwodadi : Kasus Pembunuhan Massal Anggota dan Simpatisan Partai Komunis Indonesia di Kabupaten Grobogan Tahun 1965- 1965, Semarang : Fakultas Sastra Universitas Diponegoro, 2003.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
B. Majalah
Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012
Majalah D&R Nomor 07/XXX/3 Oktober 1998
C. Internet
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432667/Film-Pengkhianatan-G30SPKI-Propaganda-Berhasilkah. Diakses tanggal 31 Mei 2013
http://www.tempo.co/read/news/2012/09/29/078432682/Film-Pengkhianatan-G-30-SPKI-di-Mata-Para-Pemeran. Diaksestanggal 30 Mei 2013
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1966-1998). Diakses tanggal 1 Juni 2013
http://lppkb.wordpress.com/p4-vis-a-vis-pedoman-umum-ps/. Diakses pada 30 Mei 2013
http://sekber65.blogspot.com/
http://www.solopos.com/2012/07/19/korban-tragedi-1965-temui-dprd-203041 diakses tanggal 2 Juni 20123
http://en.wikipedia.org/wiki/40_Years_of_Silence:_An_Indonesian_Tragedy
http://www.republika.co.id/berita/event/jalan-bareng-abah-alwi/12/10/01/mb7j2z-kenangan-peristiwa-g30s-di-mata-abah-alwidiakses tanggal 31 Mei 2013
http://sastra-pembebasan.10929.n7.nabble.com/sastra-pembebasan-Fw-GELORA45-ISNU-Sejarah-G30S-PKI-Dijungkirbalikkan-td55666.htmldiakses tanggal 31 Mei 2013
http://regional.kompas.com/read/2012/09/25/03504362/Seribu.Hari.Gus.Durdiakses tanggal 31 Mei 2013
http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1556 diakses tanggal 31 Mei 2013
http://www.tempo.co/read/news/2007/05/21/055100323/Penarikan-Buku-Sejarah-Kurikulum-2004-Selesai-Tahun-Ini. diakses tanggal 2 Juni 2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
http://www.antaranews.com/view/?i=1182835732&c=NAS&s= diakses tanggal 2 Juni 2013.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
SILABUS
Nama Sekolah : SMA
Program : Ilmu Pengetahuan Sosial
Mata Pelajaran : Sejarah
Kelas / Semester : XII / 1 ( Satu )
Tahun Pelajaran : 2013 / 2014
Standar Kompetensi : Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya Orde Baru.
Kompetensi
Dasar
Materi
Pembelajaran
Pengalaman
BelajarIndikator
PenilaianAlokasi
waktuSumber / Alat / Bahan
Belajar
Teknik Bentuk
Instrumen
Contoh
Instrumen
1.3 Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam memperta-hankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan
Perjuangan bangsa Indonesia dalam memperta-hankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan
Dengan mengkaji buku, melakukan diskusi, presentasi, dan tanya jawab diharapkan siswa dapat :Mendeskripsikan
Pergolakan sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan
Menganalisis Pergolakan sosial
1. Kognitif :a. Produk Mendeskripsikan
gejolak sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan.
b. Proses Mengidentifikasi
hubungan disintegrasi
Test Uraian Mengapa di masa
awal kemerdekaan
Indonesia banyak
ancaman terhadap
disinetegrasi
bangsa? Berikan
alasannya!
2 x 45
Menit
Sumber :
Herimanto. 2012.
SEJARAH : Pembelajaran
Sejarah Interaktif. Jakarta:
PT Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri.
Luhulima, James. 2007
Menyingkap Dua Hari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
(antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965)
dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965.Uraian materi: Pergolakan
sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan
Ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS,
di berbagai daerah pada awal kemerdekaan
Mendeskripsikan Peristiwa G-30-S/PKI 1965
Menganalisis Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
Menganalisis Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat.
Mengidentifikasi Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
bangsa dengan terjadinya pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI)
Mengpdentifikasisatu hipotesis terjadinya peristiwa G-30-S-1965/ PKI
Membandingkan dua pendapat tentang terjadinya peristiwa G-30-S-1965/ PKI
Mengidentifikasidampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat.
Mengidentifikasi
Non
test
Portofolio
Penugasan
Buatlah
perbandingan antara
tantangan-tantangan
yang dihadapi
bangsa Indonesia
dalam
mempertahankan
integrasi bangsa
pada awal-awal
kemerdekaan
dengan saat ini!
Jelaskan nilai-nilai
penting yang dapat
kita peroleh dari
usaha bangsa
Indonesia dalam
mempertahankan
Tergelap di Tahun 1965.
Jakarta : PT Kompas
Media Nusantara.
Majalah TEMPO Edisi 1-7
Oktober 2012.
Baskara T. Wardaya, et.
all. 2011. Suara Di Balik
Prahara : Berbag Narasi
Tentang Tragedi ’65.
Yogyakarta : Penerbit
Galangpress.
Mustopo, Habib, dkk,
2006, Sejarah, SMA Kelas
XI IPS, Jilid 2, Yudhistira
: Bogor
Abdullah, Taufik, 2001,
Nasionalisme dan Sejarah,
Bandung : Satya Historika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI)
Peristiwa G-30-S/PKI 1965.
Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat.
proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
2. Afektif :a. Karakter Berani
mengungkapkan pendapat dalam melihat peristiwa G30S.
Bersikap kritis terhadap sejarah bangsanya terutama mengenai peristiwa G30S
Memberikan alasan yang logis atas pendapat peserta didik dalam melihat peristiwa G30S.
Berani bertanggung jawab atas pendapat yang diungkapkan dalam melihat peristiwa G30S
kemerdekaan dari
ancaman
disintegrasi
bangsa?
Alat :
LCD,OHP, Kartu Soal,
Gambar, dan Papan tulis.
Bahan :
Power point, Kertas
transparansi, Kertas,
Gunting, Spidol, dan Kapur
tulis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Yogyakarta, 29 Juni 2013
Guru Mata Pelajaran
Dian Beni Yuda
Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
b. Keterampilan Sosial Menghargai
perbedaan pendapat dalam melihat peristiwa G30S.
Berbicara santun ketika menyampaikan pendapatnya mengenai peristiwa G30S.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Nama Sekolah : SMA
Mata Pelajaran : Sejarah
Kelas / Semester : XI / I
Program : Ilmu Pengetahuan Sosial
Materi Pokok : Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa
terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan
(antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz,
RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965)
Pertemuan Ke : 1
Waktu : 2 x 45 Menit
I. Standar Kompetensi
Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia sejak proklamasi hingga lahirnya
Orde Baru.
II. Kompetensi Dasar
Menganalisis perjuangan bangsa Indonesia dalam memperta-hankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk
pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi
Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI 1965).
III. Indikator
1. Kognitif :
a. Produk
Mendeskripsikan gejolak sosial di berbagai daerah pada awal
kemerdekaan.
b. Proses
Mengidentifikasi hubungan disintegrasi bangsa dengan terjadinya
pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII,
Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Mengidentifikasi satu hipotesis terjadinya peristiwa G-30-S-1965/ PKI
Membandingkan dua pendapat tentang terjadinya peristiwa G-30-S-
1965/ PKI
Mengidentifikasi dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/
PKI di dalam masyarakat.
Mengidentifikasi proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa
G-30-S-1965/ PKI.
2. Afektif :
a. Karakter
Berani mengungkapkan pendapat dalam melihat peristiwa G30S.
Bersikap kritis terhadap sejarah bangsanya terutama mengenai peristiwa
G30S
Memberikan alasan yang logis atas pendapat peserta didik dalam
melihat peristiwa G30S.
Berani bertanggung jawab atas pendapat yang diungkapkan dalam
melihat peristiwa G30S
b. Keterampilan Sosial
Menghargai perbedaan pendapat dalam melihat peristiwa G30S.
Berbicara santun ketika menyampaikan pendapatnya mengenai
peristiwa G30S.
IV. Tujuan Pembelajaran
1. Kognitif :
a. Produk
Siswa dapat mendeskripsikan gejolak sosial di berbagai daerah pada
awal kemerdekaan.
b. Proses
Siswa dapat mengidentifikasi hubungan disintegrasi bangsa dengan
terjadinya pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun
1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Siswa dapat mengidentifikasi satu hipotesis terjadinya peristiwa G-30-
S-1965/ PKI
Siswa dapat membandingkan dua pendapat tentang terjadinya peristiwa
G-30-S-1965/ PKI
Siswa dapat mengidentifikasi dampak sosial-politik dari peristiwa G-
30-S-1965/ PKI di dalam masyarakat
Siswa dapat mengidentifikasi proses peralihan kekuasaan politik setelah
peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
2. Afektif :
a. Karakter
Berani mengungkapkan pendapat dalam melihat peristiwa G30S.
Bersikap kritis terhadap sejarah bangsanya terutama mengenai peristiwa
G30S
Memberikan alasan yang logis atas pendapat peserta didik dalam
melihat peristiwa G30S.
Berani bertanggung jawab atas pendapat yang diungkapkan dalam
melihat peristiwa G30S
b. Keterampilan Sosial
Menghargai perbedaan pendapat dalam melihat peristiwa G30S.
Berbicara santun ketika menyampaikan pendapatnya mengenai
peristiwa G30S.
V. Materi Pembelajaran
1. Peristiwa G-30-S/PKI 1965.2. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI.3. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam
masyarakat.4. Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
VI. Model dan Metode Pembelajaran
Model :
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dengan
tipe jigsaw.
Metode :
Diskusi, Presentasi, dan Tanya jawab.
VII. Kegiatan Pembelajaran
A. Kegiatan tatap muka
No Kegiatan Pembelajaran Waktu (Menit)
1. Pendahuluan
Apersepsi :
Guru mengucapkan salam pembuka, dilanjutkan dengan
pengkondisian kelas, berdoa, dan presensi.
Guru mengajak siswa untuk mengingat kembali materi yang
telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, melalui tanya
jawab dengan cara memberikan beberapa pertanyaaan, seperti:
Di manakah Konferensi Meja Bundar (KMB)
dilaksanakan?
Diketuai oleh siapakah wakil Indonesia dalam Konferensi
Meja Bundar?
Motivasi :
Guru memberikan pre test kepada siswa sebagai pembuka
sebelum masuk pada materi inti. Pre test ini bertujuan untuk
mengaitkan pengetahuan siswa sebelumnya dengan materi yang
akan dipelajari serta untuk mengetahui kemampuan awal siswa
terhadap materi yang akan di bahas.
Contoh soal pre test :
Di manakah letak Monumen Kesaktian Pancasial ?
Sebutkan salah satu pahlawan revolusi ?
Orientasi :
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh
siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran.
15’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
2. Kegiatan Inti
Eksplorasi
Guru menjelaskan gambaran secara umum kepada siswa
mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam
bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun
1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI
1965.
Guru membagi siswa ke dalam 6 kelompok (masing-masing
terdiri dari 5-6 orang) dan setiap kelompok mendapatkan materi
yang berbeda, yaitu:
1. Pergolakan sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan
2. Ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk
pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun
1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S-
1965/ PKI)
3. Peristiwa G-30-S/PKI 1965.
4. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
5. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di
dalam masyarakat.
6. Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-
1965/ PKI.
Elaborasi
Setiap anak yang mendapat nomor sama membentuk kelompok
dan berdiskusi.
Melalui kooperatif tipe Jigsaw, siswa melakukan analisis dan
kemudian mendeskripsikan Perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman disintegrasi
bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan pemberontakan
(antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI,
Permesta, G-30-S/PKI 1965, di bawah bimbingan guru.
Melalui diskusi kelompok, siswa diminta untuk
mengindentifikasi nilai-nilai yang terkandung dalam materi
60’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa yang berguna
bagi kehidupan masa sekarang.
Setiap perwakilan kelompok diminta mempresentasikan hasil
investigasi dan diskusinya di depan kelas.
Masing-masing siswa diminta memberikan pendapatnya tentang
Tragedi 1965, versi mana yang lebih ia percaya dan logis
menurut siswa tersebut.
Konfirmasi
Siswa melakukan tanya jawab tentang materi yang
dipresentasikan dengan bantuan guru.
Siswa diberi kesempatan untuk menanggapi dan mencatat hal-
hal yang penting dari materi yang telah dipresentasikan.
Guru memberi klarifikasi pada jawaban yang kurang tepat dan
memberi penguatan pada jawaban yang benar.
3. Penutup
Guru dan siswa menyimpulkan bersama materi yang telah dibahas
yaitu tentang perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan
kemerdekaan dari ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam
bentuk pergolakan dan pemberontakan (antara lain: PKI Madiun
1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS, PRRI, Permesta, G-30-S/PKI
1965).
Siswa diberi kesempatan untuk mencatat kesimpulan dari diskusi.
Guru dan siswa melakukan refleksi dan menyimpulkan manfaat
serta nilai-nilai yang diperoleh setelah mempelajari materi yang
telah didiskusikan.
Guru memberikan arahan tindak lanjut pembelajaran kepada siswa
(tugas terstruktur dan tugas mandiri) dan rencana pembelajaran
berikutnya.
15’
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
VIII. Sumber / Alat / Bahan Belajar
Sumber :
Herimanto. 2012. SEJARAH : Pembelajaran Sejarah Interaktif. Jakarta: PT
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Luhulima, James. 2007 Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965.
Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.
Majalah TEMPO Edisi 1-7 Oktober 2012.
Baskara T. Wardaya, et. all. 2011. Suara Di Balik Prahara : Berbag Narasi
Tentang Tragedi ’65. Yogyakarta : Penerbit Galangpress.
Alat :
LCD,OHP, Kartu Soal, dan Gambar.
Bahan :
Power point, Kertas transparansi, Kertas, Gunting, Spidol, dan Kapur tulis.
IX. Penilaian
1. Aspek Kognitif (Terlampir)
2. Aspek Afektif (Terlampir)
3. Aspek Psikomotorik (Terlampir)
4. Tindak lanjut
Siswa dinyatakan berhasil apabila tingkat pencapaiannya lebih dari 75%.
Memberikan program remidi untuk siswa yang tingkat pencapaiannya
kurang dari 75%.
Memberikan program pengayaan untuk siswa yang tingkat pencapaiannya
lebih dari 75%.
Yogyakarta, 29 Juni 2013Guru Mata Pelajaran
Dian Beni Yuda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Lampiran Materi Pembelajaran
1. Pergolakan sosial di berbagai daerah pada awal kemerdekaan.
Munculnya gejolak sosial dan pergolakan sosial akibat dari
ketidakpuasan terhadap pemerintah yang lamban dalam mengadakan
perbaikan-perbaikan Ekonomi, Sosial, maupun Politik. Usaha untuk mencari
identitas-identitas baru untuk menghadapi kekusaan asing dan persiapan
penataan negara baru menjadi skala prioritas di awal kemerdekaan. Munculnya
berbagai peristiwa dan gangguan keamanan pada masa itu, semua sangat
menggangu stabilitas nasional sehingga program-program pembangunan tidak
bisa berjalan dengan lancar.
a. Kondisi Sosial
Pada jaman kolonial terjadi diskrimanasi bagi bangsa Indonesia,
begitu juga pada jaman Jepang. Pada jaman kolonial bangsa Indonesia
ditempatkan pada golongan ke 3 sedangkan pada jaman Jepang ditempatkan
pada golongan ke 2, tetapi setelah kemerdekaan bangsa Indonesia memiliki
hak dan kewajiban yang sama di segala bidang. Pendidikan, bahasa
Indonesia serta seni sebagai alat untuk memajukan bangsa Indonesia, mulai
dikembangkan dan mendapat perhatian penuh dari pemerintah.
b. Kondisi Budaya
Setelah proklamasi kondisi budaya masyarakat Indonesia mengalami
perubahan walaupun masih ada pengaruh kolonial namun budaya Indonesia
telah mengalami perkembangan yang pesat misalnya sifat kedaerahan harus
segera diubah untuk mencapai bangsa Indonesia yang berkepribadian
Pancasila. Bidang seni juga mengalami perkembangan yang pesat,
misalnya: Seni lukis, seni sastra, seni suara dengan diciptakannya lagu-lagu
nasional dan lagu -lagu perjuangan, seni film, media massa yang sangat
berperan dalam bidang informasi dan komunikasi bagi kemajuan bangsa
Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
c. Perkembangan Pers dan Radio
Pada awal kemerdekaan perkembangan komunikasi sangat berperan
sebagai alat untuk menyebarkan berita Proklamasi ke Pelosok tanah air serta
sebagai alat untuk mengobarkan semangat perjuangan untuk
mempertahankan kemerdekaan, seperti suara Asia, Medan Priyayi maupun
RRI.
2. Ancaman disintegrasi bangsa terutama dalam bentuk pergolakan dan
pemberontakan (antara lain: PKI Madiun 1948, DI/TII, Andi Aziz, RMS,
PRRI, Permesta, G-30-S-1965/ PKI).
a. Pemberontakan PKI Madiun 1948Jatuhnya Kabinet Amir Syaripudin bukan berarti tamat riwatnya
dalam politik. Ia bersama FDR menjadi oposisi pada pemerinttah. Pada
nulan agustus 1948 Muso sebagai tokoh PKI pada tahun 1920han tiba
kembali ke Yogyakarta dari uni soviet , kedatangannya di sambut gembira
oleh tokoh- tokoh FDR di jawa tengah dan jawa timur. Pada tanggal 1
september 1948 partai- partai sayap kiri FDR bergabung dengan PKI. pada
pertengahan bulan September 1948 terjadi perempyran terbuka antara
kekuatan-kekuatan bersenjata yangt pro PKI dengan pro pemerintah di
Surakarta.
Pada tanggal 18 September 1948 para pendukung PKI menguasai
tempat- tempat setrategis di Madiun, membunuh tokoh-tokoh yang pro
pemerintah, dan memproklamasikan berdirinya Soviet Republik Indonesi.
Muso tewas dalam sebuah pertempuran kecil tanggal 31
oktober1948, sementara Amir Syaripudin dan kelompoknya berhasil
ditangakap oleh pasukan Siliwangi pada akhir November 1948.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
b. Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
1. Di Jawa Barat:Pemberontakan DI/TII muncul pertama di Jawa di bawah pimpinan
Skarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pada tanggal 7 Agustus 1949, di Tasik
Malaya , karena kecewa terhadap kebijakan pemerintah dimana akibat
perjanjian Renville mereka harus mengosongkan daerah-daerah gerilya di
Jawa Barat ia memprokla masikan berdirinya “Negara Islam Indonesia”.
Untuk menumpas pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dilancarkan
oprasi Bartayudha dengan taktik Pagar Betis. Pada tanggal 4 juni 1962,
Kartosuwiryo berhasil ditangkat di gunung Geber di daerah Majalaya,
Jawa Barat oleh pasukan Siliwangi. Kartosuwiryo akhirnya di ukum mati
pada tanggal 16 Agustus 1962
2. Di jawa Tengah:Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah di pelopori oleh Amir
fatah bergerak di daerah Berebes, Tegal dan Pekalongan . setelah
bergabung dengan Kartosuwiryo, Amir Fatah di amgkat sebagai
“Komandan Pertempuran Jwa Tengah” . dengan pangkat “Mayor Jendral
Islam Indonesia”. Untuk menghancurkan gerombolat DI/TII ini pada
bulan januari 1950 selaku dibentuk Komando Oprasi yang dinamakan
Gerakan Banteng Negara(GBN).
]erbuatan DI/TII di daerah GBN semula sudah hampir di
patahkan, namun menjadin kuat lagi setelah bergabungnya sisa-sisa AUI,
battlyon 426, dan MMC .Untuk menumpas gerakan DI/TII di daerah
GBN dilancarkan oprasi yang dilakukan oleh pasukan khusus dengan
nama Banteng Raider.
3. Di Kalimantan Selatan
Yang dipimpin oleh Ibnu Hajar alias Hadiri bin Umar alias Angli
pasukannya adalah Kesatuan rakyat yang tertindas (KRYT) . Kejadian ini
bermula dengan danya tindakan pengacauan dengan menyerang pos-pos
keamanan tentara. Pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu Hajar
secara baik-baik, namun ia tetap melanjutkan pemberontakannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Akhirnya pemerintah mengambil tindakan tegas menggempur gerakan
Ibnu Hajar. Pada tahun 1959 pasukannya hancur dan Ibnu Hajar tersebut
di tangkap.
4. Di Sulawesi SelatanYang dipimpin oleh Kahar Muzakar, yang selama kemerdekaan
berjuang di pulau Jawa sekembalinya di pulau Sulawesi Selatan dia
menghimpun dan memimpin lascar- lascar geriliya yang kemudian
berkabung dalam komando Griluia Sulawesi Selatan(KGSS). Pada
tanggal 30 April 1950 Kahar Muzakar mengirim surat kepad apemerintah
dan pimpinan APRIS ia menuntut agar semua KGSS dimasukan kedalam
APRIS dengan nama Brigade Hasanudin, tetapi pengajuan ini ditolak
karena banyak persyaratan yang perlidipenuhi, pemerintah mengambil
kebijak sanaan untuk menyalurkan bekas Geriliyawa ke dalam KORPS
cadangan nasional. Pemerintah melakukan oprasi militer untuk
memberantas pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan. Yang
dilakukan pada tanggal 3 februari 1965 oleh PNI hingga akhirnya Kahar
Muzakar berhasil di tembak mati.
5. Di AcehYang di pimpin oleh Daud Beureueh, latar belakangnya adalah
rasa kekhawatirannya terhadap akan hilangnya kedudukan dan perasaan
kecewa karena turunnya daerah istimewa menjadi kerisedenan dibawah
Propinsi Sumatra Utara yang di tetapkan pemerintah taun 1950.
c. Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)Gerakan APRA pertama kali meletus di Bandung, tuntutan mereka
adalah adar APRA diakui sebagai tentara pasundan dan menolak
dibubarkannya negara pasundan. Karena permintaan mereka tidak
ditanggapi oleh pemerintah, pada tanggal 23 Januari 1950 mereka
malakukan penyerangan di kota Bandung secara mendadak dan menembaki
setiap anggota TNI yang dijumpainya.
Untuk menumpas gerakan APRA PM Hatta mengadakan
perundingan dengan komisaris tinggi Belanda di Indonesia dan
memerintahkan kepada komandan tentara Belanda di bandung, Mayor
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Jendral Engels untuk mendesak Westerling mundur dari kota bandung.
Berdasarkan perundingan tersebut aka gerombolan APRA berhasil dipaksa
mundur dari kota Bandung, namun TNI tetap mengejar sisa-sisa kekuatan
APRA untuk dilumpuhkan. Pada tanggal 22 Februari 1950 Westerling
meloloskan diri ke Singapura dengan memakai pesawat Catalina milik
Belanda.
d. Pemberontakan Andi AzisAndi Aziz merupakan seorang kapten dan bekas anggota KNIL yang
sudah di terima menjadi anggota APRIS.
Dua tuntutan yang di ajukan oleh Andi Aziz kepada pemerintah Indonesia,
yakni:
1. Seluruh pasukan APRIS bekas KNIL yang bertanggung jawab atas
keamanan di Negara Indonesia Timur (NIT)
2. Negara Indonesia Timur (NIT) tetap berdiri dan bukan bagian dari
Indonesia
e. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)Yang di dirikan oleh Mr. Dr.Ch.R.S Soumokil yang pada tanggal 25
april 1950 memproklamasikan berdirinya RMS yang Ibu Kota Ambon.
Langkah - langkah yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk
mengatasi masalah di Ambon:
Membentuk misi Leimena yang di pimpin oleh Dr. J. Leimena untuk
menyelesaikan masalah RMS secara damai, namun misi ini di tolak
oleh Mr. Dr. Ch. R.S. Soumokil.
Mengirim pasukan APRIS di bawah pimpinan A.E Kawilarang dan
berhasil menguasai Pulau Seram dan akhirnya menguasai Ambon.
Pada tanggal 28 September 1950. Ambon jatuh ke tangan APRIS
f. Pemberontakan PRRI/PERMESTADi Sumatra pada tgl 15 februari 1958, Akhmad Husein
memproklamirkan berdirinya PRRI, di Padang dengan PM nya Safrudin
Prawiranegara. Di Sultra dan Sulteng pada tgl 17 Februari 1958 mendukung
PRRI dan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dipimpin oleh DJ
Somba dengan pernyataan Piagam Perjuangan rakyat Semesta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
3. Peristiwa G-30-S/PKI 1965.
Langkah awal yang dilakukan PKI adalah ke desa-desa dan tanah untuk
kaum petani yang berhasil dibujuknya dan dalam waktu singkat muncullah
organisasi-organisasi underbow PKI seperti Pemuda Rakyat ,Gerwani dan
Lekra. Langkah kedua mendekati kaum buruh dan menguasai Organisasi
Barisan Tani Indonesia ( BTI ) yang ada di bawah naungan PNI serta adanya
infiltrasi (penyusupan) ke beberapa partai politik dan organisasi guru (PGRI)
yang hasilnya pada pemilihan umum I tanggal29 September 1955 PKI masuk 4
besar bersama PNI,Masyumi,dan NU. Langkah ketiga mendekati Presiden
Soekarno dengan menampilkan diri sebagai partai yang Revolusioner. Langkah
keempatmenyusup ke dalam tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI)
Dengan cara :
- Mendekati dan membujuk anggota ABRI yang menunjukan simpati pada
pemberontakan PKI Madiun, perwira-perwira yang sakit hati, dan anggota
muda ABRI yang masuk ABRI setelah tahun 1950.
-Melalui Presiden Soekarno supaya membentuk angkatan V yang pada
intinya agar sukarelawan binaan PKI seperti buruh, Pemuda Rakyat, Gerwani
dan petani bisa dipersenjatai.
Akhir Agustus 1965 pimpinan biro khusus PKI yakni Syam
Kamaruzzaman, Supomo dan Waluyomengadakan pertemuan yang hasilnya
selalu dilaporkan kepada ketua CC.PKI, D.N. Aidit. Sehingga pada tanggal 6
September 1965 menjadi rapat rahasia yang kaitannya terhadap Syam
Kamaruzzaman melontarkan isu adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan
perebutan kekuasaan terhadap pemerintahan Soekarno.
Dalam rapat tanggal 22 September 1965 PKI membagi tiga pasukan yang
harus melakukan tugas-tugas berbeda, yaitu:
1. PASOPATI untuk menculik dan membunuh Jenderal Angkatan Darat
2. BIMASAKTI untuk menguasai RRI dan Telekomunikasi
3. GATOTKACA untuk mengkoordinasikan kegiatan di Lubng Buaya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Secara fisik militer gerakan dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung,
Komandan Batalion I Resimen Cakrabirawa, selaku pimpinan formal seluruh
gerakan.Pada 1 Oktober 1965 dimulai pada dini hari penculikan dan
pembunuhan trhadap 6 perwira tinggi dan seorang perwira pertama
AD,semuanya dibawa ke desa Lubang Buaya di sebelah selatan Pangkalan
Udara Halim Perdanakusuma. Jenazah para jendral dimasukan ke dalam sumur
tua lalu ditimbun dengan sampah dan tanah. Mereka juga menguasai dua buah
sarana komunikasi yang vital yaitu Studio Radio Republik Indonesia Pusat di
JL. Medan Merdeka Barat dan gedung P.N. Telekomunikasi di JL. Medan
Merdeka Selatan. Melalui RRI itu Untung menyiarkan pengumuman bahwa
Gerakan 30 September ditujukan kepada Jenderal-jenderal, Anggota Dewan
Jenderal yang akan mengadakan kudeta yang dilancarkan oleh perwira-perwira
yang berfikir maju, pembentukan Dewan Revolusi serta pembubaran Kabinet
Dwikora.
Hari itu juga Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Pangkostrad)
Mayor Jenderal Soeharto segera bertindak sambil menunggu aturan lebih lanjut
dari presiden/Panglima Tertinggi ABRI, Soekarno yang saat itu berada di
Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma yang dikuasai PKI, maka Soeharto
mengambil langkah-langkah mengadakan koordinasi di antara kesatuan-
kesatuan ABRI, khususnya yang ada di Jakarta dengan menggunakan unsur-
unsur Kostrad yang ada di Jakarta dan RPKAD,maka gerakan penumpasan
dimulai.
Hasil-hasilnya sebagai berikut:
2 Oktober Lapangan udara utama (LANUMA) Halim Perdanakusuma
dapat direbut kembali yang bertempat di Jakarta Timur
3 Oktober seluruh korban penculikan diketemukan yang bertempat di
Lubang Buaya
4 Oktober Pengangkatan jenazah-jenazah untuk dikirim ke rumah sakit
Gatot Subroto, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
5 Oktober Pemakaman para korban G-30-S/PKI DI Taman Makam
Pahlawan Kalibata, menaikkan pangkat secara anumerta dan
menetapkkannya sebagai pahlawan revolusi yang bertempat di Jakarta.
5 Oktober Penumpasan G-30-S/PKI dan pemulihan keamanan di Jawa
Tengah meliputi : Semarang, Solo, dan Yogyakarta yang bertempat di
Jateng DIY.
22 November Ketua C.C. PKI D.N. Aidit ditangkap yang bertempat di
Jakarta .
1 Desember Membentuk Komando Operasi Merapi yang dipimpin oleh
Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhie Wibowo dan berhasil
menembak mati gembong-gembong PKI di Jawa Tengah dan Jawa
Timur yang bertempat di Jawa Tengah dan Jawa Timur .
30 Desember Menumpas pemberontakan di Surakarta, Klaten, dan
Boyolali yang bertempat di Surakarta.
4. Pendapat para ahli tentang peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
Ada beberapa pendapat tentang peristiwa G 30 S/PKI antara lain :
Brigjen (purn) Herman Sarens Sudiro ( Pembantu Utama Letjen
Ahmad Yani). Menurutnya pelaku utama G 30 S / PKI adalah
PKI Alasan : target awal PKI adalah membunh Presiden Soekarno yang
hendak dilakukan saat peringatan Hari ABRI 5 Oktober 1965. PKI
berkeinginan agar pembunuhan itu seperti saat Presiden Mesir Anwar
Sadat dibunuh saat berada di panggung kehomatan saat parade.
Dr. Harold Crouch (Pengamat Militer dari Universitas Australia).
Menurutnya bahwa peristiwa G 30 September dilatarbelakangi oleh
adanya persaingan di antara para jenderal di tubuh AD, terutama antara
jenderl yang mendapat kedudukan dan yang tidak mendapat kedudukan.
Sehingga kondisi ini dapat dimanfaatkan oleh G 30 S PKI untuk
mewujudkan cita-citanya
Brigadir Jenderal Suharyo Kecik. Menurutnya Suharto termasuk
jenderal yang paling senior namun pendidikannya terbatas ( tidak pernah
sekolah keluar seperti jenderal-jenderal yang lain) sehingga kariernya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
mentok. Hal ini akan dimanfaatkan oleh Biro Khusus PKI untuyk
mendekati dan mempengaruhinya. Namun pendapat ini masih harus
dibuktikan lebih lanjut .
Gabriel Kolko ( Sejarawan Amerika Serikat). Menurutnya pendapatnya
berdasarkan dokumen rahasia Amerika Serikat menyebutkan bahwa pada
awal bulan Nopember 1965, para jenderal TNI AD di Indonesia meminta
bantuan senjata kepada Amerika Serikat untuk mempersenjatai kaum anti-
komunis dari kalangan keagamaan dn pemuda nasionalis
Kolonel Sukendro (Perwira Intel AD). Menurutnya dalang peristiwa G
30 S PKI adalah Cina. Alasan : Sebelum munculnya peristiwa G 30 S PKI
ia pernah menerima daftar nama para jenderal yang terbunuh dalam
peristiwa itu, padahal Kostrad sendiri belum mengetahui secara pasti nasib
para jenderal itu.
5. Dampak sosial-politik dari peristiwa G-30-S-1965/ PKI di dalam
masyarakat.
Keadaan ekonomi Indonesia sedang kacau karena politik mercusuar dan
konfrontasi mengganyang Malaysia, inflasi keuangan sangat tinggi mencpai
600% tiap tahun. Upaya menaikkan daya beli masyarakat atas rupiah dengan
mengadakan kurs baru (devaluasi) atas rupiah dengan perbandingan 1 : 1000
tidak dapat menyelesaikan masalah.
Situasi makin bertambah buruk, kesejahteraan rakyat jauh semakin
merosot karena laju inflasi sampai mencapai 65%. Devaluasi nilai mata uang
rupiah dan kenaikkan harga telah mendorong para pemuda yaitu KAMI
(Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) anti komunis untauk mendatangi
gedung DPRGR pada tanggal 12 Januari 1966 dan menyampaikan Tri Tuntutan
Hati Nurani Rakyat (Tritura) yakni :
1. Bubarkan PKI
2. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G-30-S/PKI
3. Turunkan harga/perbaiki ekonomi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Aksi KAMI ini membuat presiden Soekarno semakin kehilangan arah
kebijakan kepemimpinannya. Kemudian diambilnya langkah kebijakan untuk
membuat perbaikan yakni :
1. Membentuk panitia Ad.Hoc. dan Fact Finding Comission Coti
2. Melakukan reshuffle Kabinet Dwikora menjadi kabinet Dwikora yang
disempurnakan
3. Menyeru rakyat untuk mewaspadai neokolonialisme
Pada tanggal 24 Februari 1966 adalah hari pelantikan kabinet hasil reshuffle
yang justru memperbesar kekecewaan terhadap presiden Soekarno karena
1. Jenderal A.H. Nasution yang anti komunis ,dihormati di kalangan militer
dan ta kehilangan anaknya akkibat G-30-S/PKI,diberhentikan dari kabinet
Dwikora
2. Masuknya beberapa menteri yang terindikasi terlibat G-30-S/PKI justru
diangkat sebagai menteri yakni Sumarjo sebagai menteri pendidikan dan
kebudayaan serta Letnan Kolonel Syafei sebagai menteri Negara. Saat
pelantikan menteri hasil reshuffle seluruh pemuda,mahasiswa dan pelajar
melukan demonstrasi besar-besaran dengan mengempeskan ban
mobil,memblokir jalan dan diangkutnya sejumlah menteri dengan
helikopter.Arif Rahman Hakim mahasiswa Universitas Indonesia gugur
tertembak Resimen Cakrabirawa.
Tindakan KAMI membuat marah besar Presiden Soekarno hingga 2 hari
kemudian Soekarno bukan membubarkan PKI melainkan membubarkan
KAMi,bubarnya KAMI digantikan dengan munculnya KAPPI (Kesatuan Aksi
Pemuda Pelajar Indonesia) yang mendapat dukungan dari Pangdam Jaya
Brigjen Amir Mahmud. Mahasiswa-mahasiswa membentuk laskar Arif
Rahman Hakim dengan 7 batalyon yang diberi nama Irma Suryani Nasution
yang kemudian dikenal dengan Angkatan 66.
6. Proses peralihan kekuasaan politik setelah peristiwa G-30-S-1965/ PKI.
Setelah SUPERSEMAR diumumkan, perjalanan politik di Indonesia
mengalami masa transisi. Kepemimpinan Soekarno kehilangan supremasinya.
MPRS kemudian meminta Presiden Soekarno untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan dengan
G30S/PKI. Dalam Sidang Umum MPRS tahun 1966, Presiden Soekarno
memberikan pertanggung jawaban pemerintahannya, khususnya mengenai
masalah yang menyangkut peristiwa G30S/PKI. Sidang Istimewa MPRS
dilakukan pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967.
Dengan keluarnya SUPERSEMAR maka rezim Soeharto pun dimulai
secara perlahan hingga berkuasa sampai 32 tahun menjadi presiden republik
Indonesia. Rezim Soeharto ini sering disebut dengan nama Orde Baru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Lampiran Penilaian
1. Aspek Kognitif
a. Produk
Teknik : Tes tertulis
Bentuk : Uraian
Soal :
1. Jelaskan sikap pemerintah Indonesia terhadap ancaman disintegrasi
bangsa ? ( Skor 20 )
2. Jelaskan dengan gambar, pemberontakan-pemberontakan yang terjadi
diawal kemerdekaan hingga lahirnya Orde Baru ? ( Skor 20 )
3. Jelaskan versi resmi pemerintah tentang G30S ? (Skor 20)
4. Jelaskan versi lain tentang G30S yang berkembang sejak reformasi ?
( Skor 20 )
5. Identifikasikan nilai-nilai penting yang di peroleh dari usaha
perjuangan bangsa Indonesia dalam memperta-hankan kemerdekaan
dari ancaman disintegrasi bangsa sehingga dapat diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari? ( Skor 20 )
Ket :
Pedoman penilaian produk:
No Skor Nilai
1 86 – 100 Baik Sekali
2 71 – 85 Baik
3 56 – 70 Cukup
4 < 55 Kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
b. Proses
Soal Diskusi :
1. Bagaimana sikap pemerintah Indonesia dalam mempertahankan
kesatuan Indonesia di tengah-tengah ancaman disintegrasi bangsa ?
2. Bagaimanakah tanggapan siswa-siswi sekalian mengenai perbedaan-
perbedaan versi mengenai tragedi kemanusiaan di tahun 1965?
Kriteria penilaian proses:
Kriteria penilaian menggunakan skala sikap 1-5, dengan kriteria :
Skor 1 : Pasif, tidak kooperatif, dan tidak menghargai teman.
Skor 2 : Pasif, tidak kooperatif, tetapi dapat menghargai teman.
Skor 3 : Pasif, kooperatif, dan dapat menghargai teman.
Skor 4 : Aktif, kooperatif, dan dapat menghargai teman.
Skor 5 : Aktif, sangat kooperatif, dan dapat menghargai teman.
%100x15
SkorJumlahN
2
produkNilaiprosesNilaiNA
2. Aspek Afektif
Teknik : Non tes
Bentuk : Instrumen Observasi Kinerja
Instrumen Observasi Kinerja untuk Penilaian Sikap
No
.Nama
Menghargai
teman
Memberikan
pendapat
Mengajukan
pertanyaan
Mempresent
asikan hasil
Menjawab
pertanyaanJumlah
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Kelompok : ............................
No Nama
Siswa
Aspek yang
dinilai
Jmlh
Nilai
Rata-
rata
Semangat Bekerjasama
Keberanian mengungkapkan pendapat
TanggungJawab
Menghargai perbedaan pendapat
1
2
3
Keterangan :
Kriteria Penilaian :
Aspek Semangat Kerja
Nilai 3 : Baik
Mau bekerjasama dengan semua teman
Nilai 2 : Sedang
Dalam bekerjasama kurang begitu baik
Nilai 1 : Kurang
Tidak mau bekerjasama dengan teman
Aspek Keberanian mengungkapkan pendapat
Nilai 3 : Baik
Berani mengungkapkan pendapat
Nilai 2 : Sedang
Dalam mengungkapkan pendapat kurang begitu berani
Nilai 1 : Kurang
Tidak mau memberikan pendapat
Aspek Menghargai Perbedaan Pendapat
Nilai 3 : Baik
Menghargai pendapat temannya
Nilai 2 : Sedang
Kurang menghargai pendapat temannya
Nilai 1 : Kurang
Tidak mau menerima perbedaan pendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI