PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2018. 2. 5. · SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2018. 2. 5. · SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae...
PERBANDINGAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)
SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae Rhizoma)
DALAM JAMU GODHOG DARI EMPAT PASAR DI
KOTAMADYA YOGYAKARTA DENGAN YANG DIOLAH
SESUAI CARA PEMBUATAN SIMPLISIA YANG BAIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
I Putu Chandradinata
NIM : 078114002
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
i
PERBANDINGAN ANGKA LEMPENG TOTAL (ALT)
SIMPLISIA RIMPANG TEMULAWAK (Curcumae Rhizoma)
DALAM JAMU GODHOG DARI EMPAT PASAR DI
KOTAMADYA YOGYAKARTA DENGAN YANG DIOLAH
SESUAI CARA PEMBUATAN SIMPLISIA YANG BAIK (CPSB)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
I Putu Chandradinata
NIM : 078114002
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PERSEMBAHAN
“ ORANG HIDUP BAGAIKAN BERJALAN DI LORONG
PANJANG YANG GELAP, KITA TIDAK PERNAH TAhU
APA YANG ADA DI DEPAN KITA, KADANG JATUH,
TERBENTUR ITU HAL YANG WAJAR, HANYA DENGAN
KESABARAN DAN KEYAKINAN, TERUS BERJALAN
MAKA KITA AKAN SAMPAI DIUJUNG LORONG , ADA
APA DISANA? PALING TIDAK DISANA ADA CAHAYA
AGAR KITA LEBIH JELAS MELIHAT.” (Indra, 2011)
Karya kecil ini kupersembahkan untuk :
Bapak dan Ibu
Seseorang yang selalu memberi motivasi
Sahabatku dan Almamaterku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PRAKATA
Puji syukur dan terimakasih penulis panjatkan kepada Ida Sang Hyang
Widhi Wasa yang Maha Kasih, atas segala berkat dan anugrah-Nya dalam
penyelesaian skripsi. Skripsi dengan judul “Perbandingan Angka Lempeng Total
(ALT) Simplisia Rimpang Temulawak (Curcumae Rhizoma) Dalam Jamu
Godhog Dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta Dengan yang Diolah Sesuai
Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB)” merupakan karya ilmiah penulis
untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Banyak kesulitan yang penulis hadapi dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Akan tetapi, di tengah kesulitan tersebut penulis mendapat dukungan, bimbingan,
kritik dan saran dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si selaku Dosen Pembimbing atas
kebijaksanaan, perhatian, dan kesabarannya dalam membimbing
penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt dan Yohanes Dwiatmaka, M.Si selaku
Dosen Penguji.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
4. Ibu CM. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi sekaligus Ketua Tim Panitia Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
5. Laboran Laboratorium Mikrobiologi dan Farmakognosi-Fotokimia: Mas
Sarwanto, mas Wagiran, dan mas Sigit atas semua bantuan yang telah
diberikan.
6. Teman-teman seperjuangan penelitian yang selalu men-support dan
mengingatkan : I Wayan Arditayasa, Mega Gunawan dan Raisa Wanadri P.
7. Ni Luh Winarti, I Wayan Sucipta, I Kadek Aditya Mahardika, dan Ni Ketut
Ary Widiasih yang selalu mendukung, memberi semangat, dan mendoakan.
8. Teman-teman di saat susah dan senang yang selalu menyejukkan hati
Veronica Dewi P., Margareth Christina H., Margareta Krisantini, Dinar
Catur Mardianti, Titien, Fransisca Ayuningtyas Wiranti, Pia Rika
Puspawati, Afni Panggar Besi dan Elisabeth Eskaria Chandra Kusuma.
9. Teman-teman angkatan 2007 khususnya FKK A ‟07.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi
informasi bagi pembaca.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
INTISARI
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari
sembilan tanaman obat unggulan yang ditetapkan Direktorat Jenderal POM RI
(Yusron, 2009). Temulawak banyak dijual di pasar tradisional sebagai jamu
godhog. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994
dinyatakan perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan uji mikroba patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang
Kamir (AKK) dan aflatoksin (Depkes RI, 1994).
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Data yang diperoleh
merupakan data kuantitatif yang dianalisis dengan perhitungan ALT dengan
rancangan penelitian deskriptif komparatif. Nilai ALT yang diperbolehkan dalam
sediaan obat tradisional rajangan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
No: 661/MenKes/SK/VII/1994 tidak boleh lebih dari 107 CFU/gram sampel.
Perbandingan ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
beredar di empat pasar tradisional di Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar
Demangan, Beringharjo, Giwangan dan Kranggan, dianalisis secara statistik
Mann-Whitney untuk mengetahui perbedaan bermakna atau berbeda tidak
bermakna nilai ALT dibandingkan dengan yang diolah sesuai Cara Pembuatan
Simplisia yang Baik (CPSB).
Dari data kuantitatif 5 sampel dengan 6 kali replikasi diperoleh hasil rata-
rata nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar
di Kotamadya Yogyakarta dan rimpang temulawak yang diolah menjadi simplisia
berdasarkan CPSB memenuhi persyaratan nilai ALT rajangan sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994.
Dari hasil perbandingan statistik Mann-Whitney nilai ALT sampel dari ke
empat pasar dengan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah dengan
CPSB pada inkubasi 48 jam diperoleh hasil nilai ALT simplisia rimpang
temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Beringharjo dan Kranggan berbeda
tidak bermakna dengan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah
sesuai CPSB. Nilai perbandingan ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu
godhog dari pasar Demangan dan Giwangan berbeda bermakna dengan nilai ALT
pada simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB.
Kata Kunci: jamu godhog, Kotamadya Yogyakarta, Cara Pembuatan Simplisia
yang Baik (CPSB), Angka Lempeng Total (ALT)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
ABSTRACT
Java turmeric (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) is one of nine medicinal
plants which are set by the Direktorat Jenderal POM RI as beneficial medicine
plant (Yusron, 2009). Java turmeric sold in traditional markets as jamu godhog.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994 stated that need
to prevent the circulation of traditional medicines that are not pass the test
requirements of microbial pathogens, Total Plate Count (TPC), the enumeration of
molds and yeast and aflatoxin (Depkes RI, 1994).
This research was an experimental research. The data was quantitative data
which were analyzed by calculation of TPC with descriptive comparative study
design. TPC value which were allowed in the preparation of traditional medicine
based on Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, were
not higher than 107 CFU/g sample. Then the comparison of the TPC value of java
turmeric simplicia on jamu godhog that was circulated in the four traditional
markets in Yogyakarta, such as Demangan market, Beringharjo, Giwangan and
Kranggan, analyzed by Mann Withney‟s statistically was done to know different
significantly or different not significantly TPC value with java turmeric simplicia
that was made in accordance with Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB).
The average TPC values of java turmeric simplicia on jamu godhog sold in
four markets in Yogyakarta and processed into simplicia based on CPSB, which
fulfill the requirement of TPC value in Keputusan Menteri Kesehatan RI No:
661/MenKes/SK/VII/1994, were obtained from the data of 5 quantitative samples
with 6 times replication.
The results of Mann Whitney„s statistical comparison, the TPC value of
the four markets with the TPC value of simplicia java turmeric that was processed
in accordance with CPSB on 48-hour incubation obtained the result of TPC value
of java turmeric simplicia from Beringharjo and Kranggan markets were different
not significantly from TPC value of java turmeric simplicia which was made in
CPSB.
While the TPC value comparison of java turmeric simplicia samples from
and Giwangan and Demangan markets were different significantly from TPC
value of java turmeric simplicia that was made in accordance with CPSB.
Keywords: jamu godhog, Kotamadya Yogyakarta, Cara Pembuatan Simplisia
yang Baik (CPSB), Total Plate Count (TPC)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................................. v
PRAKATA ................................................................................................................. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................................... viii
INTISARI ................................................................................................................... ix
ABSTRACT ................................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAS GAMBAR .................................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
BAB I. PENGANTAR……………………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
1. Permasalahan .................................................................................................... 5
2. Keaslian penelitian............................................................................................ 5
3. Manfaat penelitian ............................................................................................ 6
B. Tujuan Penelitian ................................................................................................... 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA………………………………………... 7
A. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) .......................................................... 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
1. Keterangan botani .......................................................................................... 7
2. Deskripsi tanaman .......................................................................................... 7
3. Kandungan senyawa kimia dan kegunaan rimpang temulawak
(Curcumae Rhizoma) .....................................................................................
8
B. Jamu Godhog ........................................................................................................ 9
C. Angka Lempeng Total (ALT) ............................................................................... 10
D. Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB) ...................................................... 13
1. Proses pembuatan simplisia (Depkes RI, 1985) ............................................... 14
2. Wadah dan penyimpanan .................................................................................. 18
E. Landasan Teori ...................................................................................................... 19
F. Hipotesis ................................................................................................................ 22
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ............................................................................ 23
B. Variabel dan Definisi Operasional ........................................................................ 23
1. Variabel penelitian ..................................................................................... 23
2. Definisi operasional ................................................................................... 25
C. Bahan Penelitian .................................................................................................... 25
D. Alat Penelitian ....................................................................................................... 26
E. Tata Cara Penelitian .............................................................................................. 26
1. Pengumpulan dan pemilihan sampel rimpang temulawak .............................. 26
2. Pengujian ALT sampel simplisia rimpang temulawak yang diolah
sesuai CPSB dan dari jamu godhog di empat pasar tradisional di
Kotamadya Yogyakarta ...................................................................................
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
F. Analisis Hasil ........................................................................................................ 33
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………. 35
A. Penyiapan Rimpang Temulawak ........................................................................... 36
1. Pemilihan sampel jamu godhog dari empat pasar tradisional di
Kotamadya Yogyakarta ....................................................................................
36
2. Indentifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta ..............................................
38
3. Pembuatan simplisia rimpang temulawak sesuai CPSB (Depkes RI,
1985) .................................................................................................................
41
B. Penyerbukan Sampel Rimpang Temulawak .......................................................... 44
C. Angka Lempeng Total (ALT) ............................................................................... 45
1. Homogenisasi sampel ...................................................................................... 46
2. Pengenceran ..................................................................................................... 48
3. Uji Angka Lempeng Total (ALT) ................................................................... 48
D. Hasil uji Shapiro-Wilk nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak
dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dan yang diolah sesuai CPSB …………………………………………….
63
E. Hasil uji Mann-Whitney nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak
dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dan yang diolah sesuai CPSB ……………………………….…………….
66
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………... 72
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 72
B. Saran ...................................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 74
LAMPIRAN ............................................................................................................... 77
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................................... 120
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hasil identifikasi secara makroskopis simplisia rimpang
temulawak...............................................................................
40
Gambar 2. Kontrol pelarut dan kontrol media........................................... 52
Gambar 3. Perlakuan ALT inkubasi 24 jam dan 48 jam........................... 52
Gambar 4. Hasil uji ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu
godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan
yang diolah sesuai CPSB (Depkes RI, 1985)........................... 62
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu
godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang
diolah sesuai CPSB …………………………………………
39
Tabel II. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Demangan...............................................
54
Tabel III. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Beringharjo..............................................
56
Tabel IV. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Giwangan................................................
57
Tabel V. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Kranggan……………………………….
59
Tabel VI. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai
CPSB (Depkes RI, 1985)….....................................................
61
Tabel VII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 24 jam pada
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat
pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai
CPSB……………………………….......................................
64
Tablel VIII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 48 jam pada
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat
pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai
CPSB……………………………….......................................
65
Tabel IX. Hasil uji Mann-Withney nilai simplisia rimpang temulawak
dalam jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB ALT inkubasi
48 jam………………………………………………………..
67
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Sampel simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog
dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang
diolah sesuai CPSB ………………………………..………
78
Lampiran 2. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Demangan inkubasi 24 jam ..........................
79
Lampiran 3. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Demangan inkubasi 48 jam...........................
80
Lampiran 4. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Demangan inkubasi 24 jam dan 48 jam.......................
83
Lampiran 5. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo inkubasi 24 jam……………….
84
Lampiran 6. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo inkubasi 48 jam……………….
85
Lampiran 7. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Beringharjo inkubasi 24 jam dan 48 jam.....................
88
Lampiran 8. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Giwangan inkubasi 24 jam............................
89
Lampiran 9. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Giwangan inkubasi 48 jam............................
90
Lampiran 10. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Giwangan inkubasi 24 jam dan 48 jam.......................
93
Lampiran 11. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan inkubasi 24 jam.............................
94
Lampiran 12. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan inkubasi 48 jam.............................
95
Lampiran 13. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di
Pasar Kranggan inkubasi 24 jam dan 48 jam........................
98
Lampiran 14. Nilai ALT rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
inkubasi 24 jam.....................................................................
99
Lampiran 15. Nilai ALT rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
inkubasi 48 jam.....................................................................
100
Lampiran 16. Hasil uji ALT rimpang temulawak yang diolah sesuai
CPSB inkubasi 24 jam dan 48 jam…………………………
103
Lampiran 17. Hasil analisis statistik nilai angka lempeng total (ALT)
simplisia rimpang temulawak yang terdapat pada jamu
godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak
yang diolah sesuai CPSB inkubasi 24 jam...........................
104
Lampiran 18 Hasil analisis statistik nilai angka lempeng total (ALT)
simplisia rimpang temulawak yang terdapat pada jamu
godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak
yang diolah sesuai CPSB inkubasi 48 jam……....................
112
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) oleh Direktorat Jenderal
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia ditetapkan sebagai salah satu dari
sembilan tanaman obat unggulan yang memiliki banyak manfaat dan hampir terdapat
pada setiap jenis obat tradisional Indonesia (Yusron, 2009). Bagian yang
berkhasiat dari temulawak adalah rimpangnya yang mengandung minyak atsiri, resin,
kurkumin, lemak, kamfer, serat kasar dan kalsium klorida (Agusta dan Chaerul,
1994). Minyak atsiri rimpang temulawak mengandung banyak sekali komponen yang
bermanfaat, antara lain berpotensi sebagai senyawa antioksidan, anti hepatotoksik,
meningkatkan sekresi empedu, anti hipertensi, melarutkan kolesterol, merangsang air
susu (laktagoga), tonik bagi ibu pasca melahirkan, peluruh haid, antibakteri, pewarna
makanan dan kain, serta bahan kosmetik (Hadi,1985).
Rimpang temulawak banyak dijual di pasar-pasar tradisional di Kotamadya
Yogyakarta dalam bentuk jamu godhog. Jamu godhog masih banyak diminati oleh
masyarakat karena harganya yang terjangkau dan khasiatnya yang sudah dirasakan
turun-temurun. Jamu godhog diproduksi dengan teknologi yang sederhana dan hanya
dipasarkan secara terbatas, sehingga industri jamu godhog ini tidak memerlukan ijin
usaha industri sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor
246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2 (Depkes RI, 1990). Karena tidak adanya ijin usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
bagi industri atau pedagang jamu godhog di pasar tradisional dan pengolahannya
masih dengan teknologi yang sederhana, maka keamanan, kemanfaatan, dan mutu
dari jamu godhog ini tidak terjamin. Proses pengolahan jamu godhog merupakan
kunci dalam menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog. Proses
pengolahan ini meliputi tahapan sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
sortasi kering dan penyimpanan yang pada masing-masing tahap harus dilakukan
secara higienis untuk menghindari kontaminasi mikroba. Dalam pembuatan obat
tradisional khususnya jamu godhog, standar yang digunakan dalam proses
pembuatan simplisia di Indonesia adalah standar Cara Pembuatan Simplisia yang
Baik (CPSB) (Depkes RI, 1985).
Untuk menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari simplisia, maka
diperlukan CPSB yang diikuti dengan evaluasi aspek mikrobiologis sediaan simplisia.
CPSB meliputi seluruh aspek yang menyangkut pembuatan simplisia yang mutu
produknya tergantung dari bahan awal dan proses produksi simplisia. Adanya
penerapan CPSB diharapkan diperoleh simplisia dengan mutu yang baik dan dengan
cemaran mikroba minimal.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994
menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba
patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin.
Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya bakteri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa (Depkes RI, 1994).
Bakteri kelompok Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang
membahayakan. Salmonella typhi dan S. paratyphi dapat menyebabkan penyakit
demam tifoid dan paratifoid. Beberapa jenis Escherichia coli memiliki faktor
virulensi dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia dengan beberapa mekanisme
yang berbeda. Pseudomonas aeruginosa adalah spesies yang paling penting
dipertimbangkan bagi masyarakat, meskipun tidak menimbulkan efek jika tertelan,
namun bakteri ini resisten terhadap banyak antibiotik dan dapat menghasilkan infeksi
nosokomial serius jika masuk ke tubuh melalui luka atau garis intravena, penyakit
meningitis dan infeksi saluran kencing. Staphylococcus aureus dapat menyebabkan
penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga
secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun penyebab keracunan
makanan dan toxic shock syndrome (World Health Organization, 2003).
Penelitian aspek mikrobiologis simplisia jamu godhog yang beredar di
beberapa pasar di Daerah Istimewa Yogyakarta yang dilakukan Gunawan,
Chandradinata, Arditayasa, Primadani, dan Hening, (2010) diperoleh hasil bahwa
ditemukan mikroba patogen pada simplisia jamu godhog yang beredar di Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan simplisia yang paling banyak mengandung mikrobia
patogen, salah satunya adalah temulawak. Penelitian Perbandingan Angka Kapang
Kamir (AKK) Simplisia Rimpang Temulwak (Curcumae Rhizoma) dalam Jamu
Godhog dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang Diolah Sesuai Cara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Pembuatan Simplisia yang Baik yang dilakukan Arditayasa (2011) diperoleh hasil
nilai AKK simplisia rimpang temulawak dari Pasar Demangan, Giwangan, dan
Beringharjo tidak memenuhi persyaratan nilai AKK yang tercantum dalam
KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994, yaitu 104 CFU/ g sampel, sedangkan
simplisia rimpang temulawak dari Pasar Kranggan memenuhi persyaratan nilai AKK
yang tercantum dalam KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang aspek mikrobiologis
jamu godhog yang dilakukan oleh Gunawan dkk (2010), dan Arditayasa (2011) yang
merupakan penelitian evaluasi keamanan jamu godhog untuk melengkapi data
penelitian aspek mikrobiologis jamu godhog yang beredar di Daerah istimewa
Yogyakarta. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan nilai ALT pada simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dengan yang diolah sesuai CPSB.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 disebutkan
persyaratan nilai ALT untuk obat tradisional, yaitu untuk sediaan rajangan yang
penggunaannya dengan cara pendidihan tidak lebih dari 107 CFU/gram bahan
(Depkes RI, 1994). Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai
CPSB dibandingkan dengan simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari
ke empat pasar tradisional menggunakan analisis statistik normalitas data Shapiro-
wilk kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat adanya
perbedaan bermakna atau perbedaan tidak bermakna nilai ALT dari masing-masing
sampel rimpang temulawak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
1. Permasalahan
a. Apakah nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB memenuhi persyaratan
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994,
yaitu tidak lebih dari107 CFU / gram bahan?
b. Adakah perbedaan bermakna nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog
dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dibandingkan dengan yang diolah
menjadi simplisia berdasarkan CPSB?
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengetahuan dan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti,
penelitian tentang jamu godhog berjudul “Penelitian Aspek Mikrobiologis Simplisia
Jamu godhog yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional Daerah Istimewa
Yogyakarta” pernah diteliti oleh Gunawan dkk. (2010). Penelitian berjudul
“Perbandingan Angka Lempeng Total (ALT) Rimpang Temulawak (Curcumae
Rhizoma) dalam Jamu godhog dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan
yang Diolah Sesuai CPSB” belum pernah diteliti dan merupakan penelitian lanjutan
dari penelitian Gunawan dkk. (2010) tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai nilai
ALT jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah
sesuai CPSB.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data nilai ALT yang
merupakan keterangan mutu dan keamanan jamu godhog, sehingga masyarakat
dapat memperoleh kualitas, keamanan dan khasiat jamu godhog tanpa adanya
efek samping terhadap kesehatan masyarakat akibat cemaran bakteri.
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui nilai ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog
dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB
memenuhi persyaratan ataukah tidak berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994, yaitu tidak lebih dari 107 koloni / gram bahan.
2. Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan bermakna nilai ALT simplisia rimpang
temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan
yang diolah menjadi simplisia sesuai CPSB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
1. Keterangan botani
Temulawak menurut Backer and van den Brink (1968) merupakan tanaman
obat berupa tumbuhan rumpun berbatang semu. Di daerah Jawa Barat temulawak
disebut sebagai koneng gede, sedangkan di Madura disebut sebagai temu lobak.
Tanaman ini familli Zingiberaceae, genus Curcuma, species Curcuma xanthorrhiza
Roxb.
2. Deskripsi rimpang
Rimpang basah temulawak berupa rimpang berbentuk bulat besar, seperti
telur bebek, berwarna kuning tua berbau khas aromatik (Soenanto dan Kuncoro,
2009). Pemerian simplisia rimpang temulawak adalah bau aromatik, rasa tajam dan
pahit. Simplisia rimpang temulawak secara makroskopik memiliki keping tipis
berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 - 5
mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai coklat, bidang irisan
berwarna coklat kuning buram melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering dengan
tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan korteks, korteks sempit,
tebal 3 - 4 mm, warna kuning jingga sampai coklat jingga terang (Depkes RI, 1979).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
3. Kandungan senyawa kimia dan kegunaan rimpang temulawak (Curcumae
Rhizoma)
Di Indonesia satu-satunya bagian tanaman temulawak yang dimanfaatkan
adalah rimpang temulawak untuk dibuat jamu godhog. Rimpang ini mengandung
48-59, 64% zat tepung, 1,6 - 2,2% kurkumin dan 1,48 - 1,63% minyak atsiri dan
dipercaya dapat meningkatkan kerja ginjal serta anti inflamasi. Manfaat lain dari
rimpang temulawak adalah sebagai obat jerawat, meningkatkan nafsu makan, anti
kolesterol, anemia, anti oksidan, pencegah kanker, dan anti mikroba (Kementerian
Riset dan Teknologi, 2008).
Temulawak dapat digunakan untuk obat sakit gangguan hati, demam, sakit
kuning, pegal-pegal, sembelit, obat kuat (tonikum), perangsang ASI (laktogoga), obat
peluruh haid (emmenagogum) (Rukmana, 1995).
B. Jamu Godhog
Salah satu jenis obat tradisional yang cukup diminati oleh masyarakat,
terutama oleh masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah adalah jamu
godhog. Jamu godhog umumnya dijual di pasar-pasar tradisional, baik yang sudah
dikemas maupun masih berupa simplisia kering yang diletakkan dalam suatu wadah
yang besar dan dijual sesuai dengan permintaan konsumen. Jamu godhog umumnya
diracik secara manual oleh masyarakat dalam bentuk simplisia kering (rajangan) dan
langsung dijajakan di pasar tanpa perlu melewati pengujian dan proses registrasi
bahan obat. Oleh karena itu, kualitas dan keamanan simplisia yang dihasilkan untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
pembuatan jamu godhog belum dapat dipastikan sudah memenuhi syarat seperti yang
tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 661/MenKes/
SK/VII/1994, yaitu uji mikroba patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka
Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin (Gunawan dkk, 2010).
Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia,
campuran simplisia, atau campuran simplisia dengan sediaan galenik, yang
penggunaannya dilakukan dengan pendidihan (menggodhog) atau penyeduhan
dengan air panas (Depkes RI, 1994). Merebus (menggodhog) tanaman obat
merupakan cara yang sangat mudah dan lazim dilakukan di masyarakat. Tujuan
merebus tanaman obat adalah untuk memindahkan zat-zat berkasiat yang ada pada
tanaman ke dalam larutan air, kemudian diminum untuk kebutuhan pengobatan
(Mahendra, 2006). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:
661/MenKes/SK/VII/1994, menyatakan bahwa persyaratan nilai Angka Lempeng
Total (ALT) rajangan adalah tidak lebih dari 107 CFU/gram bahan untuk rajangan
yang penggunaannya dengan cara pendidihan, tidak lebih dari 106 CFU/gram bahan
untuk rajangan yang penggunaannya dengan cara penyeduhan dan kadar air tidak
lebih dari 10% (Depkes RI,1994).
C. Angka Lempeng Total (ALT)
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994
menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba
patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin
(Depkes RI, 1994).
Mikroba patogen adalah semua mikroba yang dapat menyebabkan orang
menjadi sakit, maka uji mikroba patogen pada sediaan obat tradisional harus negatif.
Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya bakteri
seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas
aeruginosa (Depkes RI, 1994).
Bakteri kelompok Salmonella dapat menyebabkan penyakit yang
membahayakan. Salmonella typhi dan S. paratyphi dapat menyebabkan penyakit
demam tifoid dan paratifoid. Escherichia coli kebanyakan tidak patogen dan
merupakan flora normal pada usus manusia. Beberapa jenis E. coli memiliki faktor
virulensi dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia dengan beberapa mekanisme
yang berbeda. Ada banyak spesies Pseudomonas yang tersebar luas di lingkungan
dan umumnya pada tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa adalah spesies yang
paling penting dipertimbangkan bagi masyarakat, meskipun tidak menimbulkan efek
jika tertelan, namun bakteri ini resisten terhadap banyak antibiotik dan dapat
menghasilkan infeksi nosokomial serius jika masuk ke tubuh melalui luka atau garis
intravena. Staphylococcus dikenal sebagai Staph, dapat menyebabkan banyak
penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada
kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang
menyebabkan keracunan makanan dan toxic shock syndrome (WHO, 2003).
Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode yang digunakan untuk
menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat dalam sediaan obat
tradisional. Prinsip dasar pengujian ALT, yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob
mesofilik setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara
tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai (Balai POM RI, 2006). Bakteri mesofilik
mampu tumbuh pada suhu tubuh manusia, yaitu pada suhu 370C. Suhu optimum
pertumbuhan bakteri mesofilik adalah 35 - 450C (Cappucino, 2008). Nilai ALT harus
ditekan sekecil mungkin. Meskipun bakteri aerob mesofilik ada yang tidak
membahayakan bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena pengaruh suhu optimum
dan ketersediaan nutrisi yang memadai bakteri mesofilik menjadi mikroba yang
membahayakan (DepKes RI, 1994).
Bakteri aerob mesofilik merupakan bakteri indikator, yaitu golongan atau
spesies bakteri yang kehadirannya dalam makanan dalam jumlah di atas batas tertentu
merupakan pertanda bahwa makanan tersebut berada dalam kondisi yang
memungkinkan berkembang biaknya mikroba patogen. Mikroba indikator digunakan
untuk menilai keamanan dan mutu mikrobiologi makanan (BPOM RI, 2008).
Perhitungan jumlah bakteri yang hidup (viable count) menggambarkan
jumlah sel yang hidup, sehingga lebih tepat bila dibandingkan dengan cara total cell
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
count. Pada metode ini setiap sel mikroba yang hidup dalam suspensi akan tumbuh
menjadi 1 koloni setelah diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang
sesuai. Koloni bakteri adalah sekumpulan dari bakteri-bakteri yang sejenis yang
mengelompok menjadi satu dan membentuk suatu koloni-koloni. Setelah masa
inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan
dari jumlah mikroba dalam suspensi tertentu (Hadioetomo, 1985). Koloni yang
tumbuh tidak selalu berasal dari 1 sel mikroba, karena beberapa mikroba tertentu
cenderung untuk berkelompok atau berantai. Bila ditumbuhkan pada media dan
lingkungan yang sesuai, kelompok bakteri ini hanya akan menghasilkan 1 koloni.
Berdasarkan hal tersebut seringkali digunakan istilah colony forming unit (CFU)
untuk menghitung jumlah mikroba hidup. Sebaiknya hanya lempeng agar yang
mengandung 25-250 koloni saja yang digunakan dalam perhitungan (Standar
Nasional Indonesia, 1992). Lempeng agar dengan koloni > 250 sulit untuk dihitung
sehingga kemungkinan kesalahan perhitungan sangat besar. Pengenceran sampel akan
membantu untuk memperoleh penghitungan jumlah yang benar, namun pengenceran
yang terlalu tinggi akan menghasilkan lempeng agar dengan jumlah koloni yang
rendah (< 25 koloni). Lempeng sedemikian tidak absah secara statistik untuk
digunakan dalam perhitungan (Lay, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
D. Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB )
Obat tradisional merupakan produk yang dibuat dari bahan alam yang jenis
dan sifat kandungannya sangat beragam, sehingga untuk menjamin mutu obat
tradisional diperlukan cara pembuatan yang baik dengan lebih memperhatikan proses
produksi dan penanganan bahan baku (BPOM RI, 2005).
Simplisia adalah bahan alami yang dipergunakan sebagai obat yang belum
mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, simplisia merupakan
bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa simplisia nabati, simplisia hewani,
dan simplisia pelikan atau mineral (Depkes RI, 1985).
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Untuk
memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang berpengaruh,
antara lain adalah bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia termasuk cara
penyimpanan bahan baku simplisia, cara pengepakan dan penyimpanan simplisia
(Depkes RI, 1985).
1. Proses pembuatan simplisia (Depkes RI, 1985)
a. Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda, antara lain
tergantung dari bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman atau bagian tanaman
pada saat panen, waktu panen, lingkungan tempat tumbuh (Depkes RI, 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Pada saat panen, bagian tanaman yang diambil adalah rimpangnya.
Pengambilan dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian
atas tanaman. Dalam keadaan ini ukuran rimpang dalam keadaan besar yang
maksimum (Depkes RI, 1985).
b. Sortasi basah
Sortasi basah perlu dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Pada simplisia yang dibuat dari akar
suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput batang, daun,
akar yang telah rusak, serta pengotor lainnya harus dibuang. Tanah mengandung
bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi, oleh karena itu pembersihan
simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal (Depkes RI,
1985).
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur dan air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang
mudah larut di dalam air yang mengalir perlu dilakukan pencucian dalam waktu yang
sesingkat mungkin (Depkes RI, 1985).
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba
awal simplisia. Apabila air yang digunakan untuk mencuci adalah kotor, maka jumlah
mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
permukaan bahan simplisia tersebut dapat mempercepat pertumbuhan mikroba.
Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus,
Bacillus, Streptococcus, Enterobacter dan Escherichia. Pada simplisia akar, batang,
atau buah dapat pula dilakukan pengupasan kulit luar untuk mengurangi jumlah
mikroba awal karena sebagian besar mikroba biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia (Depkes RI, 1985).
d. Perajangan
Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan. Tanaman yang baru diambil tidak langsung dirajang ,
tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Penjemuran sebelum perajangan
diperlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan simplisia dan
logam pisau. Rimpang diiris-iris arah melintang setebal 3-4 mm dengan pisau yang
tajam ataupun dengan mesin pengiris khusus (Depkes RI, 1985), sedangkan menurut
Rukmana (1995) ketebalan rajangan rimpang temulawak adalah 7-8 mm pada waktu
rimpang masih segar. Setelah dijemur atau dikeringkan dalam ruangan pengering,
tebal irisan menjadi 5-6 mm (DepKes, 1979).
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,
sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi, irisan yang terlalu tipis juga
dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkasiat yang mudah menguap,
sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
bahan simplisia seperti temulawak, temu giring, jahe, kencur dan bahan sejenis
lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk menghindari berkurangnya
minyak atsiri. Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah
(Depkes RI, 1985).
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan mengurangi
kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik dan dicegah penurunan mutu atau
perusakan simplisia (Depkes RI,1985).
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
dengan menggunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu
pengeringan dan luas permukaan bahan simplisia. Pada pengeringan bahan simplisia
tidak dianjurkan menggunakan alat dari plastik karena menghambat aliran udara
sehingga pengeringan simplisia menjadi lebih lama (Depkes RI, 1985).
Selama proses pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus
diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah mengalami
kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan
terjadinya face hardening, yakni bagian luar bahan sudah kering, sedangkan bagian
dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang
terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
menyebabkan penguapan air di permukaan bahan jauh lebih cepat dari pada difusi air
dari dalam ke permukaan bahan simplisia, sehingga permukaan bahan menjadi keras
dan menghambat pengeringan selanjutnya. Face hardening dapat mengakibatkan
kerusakan atau pembusukan di bagian dalam bahan yang dikeringkan. Simplisia
rimpang temulawak dikatakan kering apabila kadar airnya 10% yang ditunjukkan
dengan simplisia mudah dipatahkan (Depkes RI, 1985).
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara
pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30 - 900
C, tetapi suhu
yang terbaik adalah tidak melebihi 600
C. Bahan simplisia yang mengandung
senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada
suhu serendah mungkin, misalnya 30 - 45
0 C atau dengan cara pengeringan vakum,
yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang atau lemari pengeringan
sehingga tekanan kira-kira 5 mmHg. Kelembaban juga tergantung pada bahan
simplisia , cara pengeringan, dan tahap-tahap selama pengeringan (Depkes RI, 1985).
f. Sortasi kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan
simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing, seperti bagian-bagian
tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor-pengotor lain, misalnya kerikil dan
bagian tanaman yang busuk yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering
(Depkes RI, 1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
2. Wadah dan penyimpanan
Penyimpanan simplisia dilakukan dalam wadah tertutup baik disimpan pada
suhu kamar, di tempat kering dan terlindung dari sinar matahari. Wadah tertutup baik
harus melindungi isinya terhadap masuknya bahan padat dari luar dan mencegah
kehilangan isi waktu pengangkutan, penyimpanan dan penjualan dalam keadaan dan
dengan cara biasa. Sebaiknya obat tradisional dapat tetap memenuhi persyaratan obat
tradisional, meskipun sudah diedarkan dalam waktu yang lama. Wadah dan
sumbatnya tidak boleh mempengaruhi obat tradisional yang disimpan di dalam
wadah, baik secara kimia maupun secara fisika yang dapat mengakibatkan perubahan
keamanan, kemanfaatan, dan mutu (Depkes RI, 1994).
Obat tradisional harus disimpan sedemikian rupa sehingga mencegah
mikroba dari luar dan terjadinya peruraian, terhindar dari pengaruh udara,
kelembaban, panas dan cahaya, disimpan pada suhu kamar adalah disimpan pada
suhu 15 - 300 C (Depkes RI, 1994).
E. Landasan teori
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu dari
sembilan tanaman unggulan dari Ditjen POM yang memiliki banyak manfaat
(Yusron, 2009). Rimpang temulawak ini banyak dijual dalam bentuk jamu godhog.
Jamu godhog biasanya dijual di pasar-pasar tradisional dengan harga yang
terjangkau, diproduksi dengan teknologi yang sederhana dan hanya dipasarkan secara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
terbatas, sehingga industri jamu godhog ini tidak memerlukan ijin usaha industri
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2
(Depkes RI, 1990). Tidak adanya ijin usaha maka keamanan, kemanfaatan, dan mutu
dari jamu godhog ini tidak terjamin.
Menurut Gay dan Diehl (cit.,Sigit, 2003), untuk penelitian deskriptif jumlah
sampel yang digunakan minimum 10% dari jumlah populasi. Oleh karena itu, pada
penelitian ini dipilih empat pasar dari 31 pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan
metode Simple Random Sampling (cara undian), yaitu Pasar Demangan, Pasar
Beringharjo, Pasar Kranggan, dan Pasar Giwangan.
Proses pengolahan jamu godhog merupakan kunci dalam menjamin
keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog. Dalam pembuatan obat
tradisional, khususnya simplisia rajangan, standar yang digunakan dalam proses
pembuatan obat tradisional di Indonesia adalah standar Cara Pembuatan Simplisia
yang Baik (CPSB). CPSB meliputi beberapa tahapan standar, yaitu sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan, dan sortasi kering.
Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Pencucian untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia dengan air bersih, misalnya air
dari mata air, air sumur dan air PAM. Perajangan bahan untuk mempermudah proses
pengeringan. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau
dengan menggunakan suatu alat pengering. Tahapan terakhir dalam pembuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
simplisia rimpang temulawak adalah sortasi kering yang bertujuan untuk memisahkan
benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor-pengotor lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering (Depkes
RI, 1985).
Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994
menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba
patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin.
Obat tradisional untuk penggunaan obat dalam perlu diwaspadai adanya mikroba
seperti: Salmonella, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus
aureus (Depkes RI, 1994). Mikroba-mikroba tersebut dapat menyebabkan penyakit
demam tifoid, gastroenteritis, infeksi nosokomial, keracunan makanan dan toxic
shock syndrome (WHO, 2003).
Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 disebutkan
persyaratan nilai ALT untuk obat tradisional, yaitu untuk sediaan rajangan yang
penggunaannya dengan cara pendidihan tidak lebih dari 107 CFU/gram bahan.
Bakteri aerob mesofilik merupakan bakteri indikator, yaitu golongan atau spesies
bakteri yang kehadirannya dalam makanan dan obat dalam jumlah di atas batas
tertentu merupakan pertanda bahwa makanan dengan kondisi yang memungkinkan
berkembang biaknya mikroba patogen (BPOM RI, 2008). Nilai ALT harus ditekan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
sekecil mungkin. Meskipun bakteri aerob mesofilik ada yang tidak membahayakan
bagi kesehatan, tetapi kadang-kadang karena pengaruh suhu optimum dan
ketersediaan nutrisi yang memadai bakteri mesofilik menjadi mikroba yang
membahayakan (Depkes RI,1994).
Pada penelitian ini dilakukan perbandingan nilai ALT pada simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dengan yang diolah sesuai CPSB. Hasil perbandingan dari nilai ALT yang diperoleh
secara tidak langsung menggambarkan seberapa tingkat penerapan cara pembuatan
simplisia yang baik pada produsen jamu godhog. Nilai ALT simplisia rimpang
temulawak yang dibuat sesuai cara pembuatan simplisia yang baik dibandingkan
dengan simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari ke empat pasar
tradisional menggunakan analisis statistik normalitas data Shapiro-Wilk kemudian
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat apakah perbedaan nilai ALT-
nya bermakna atau tidak bermakna.
F. Hipotesis
Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta memiliki perbedaan bermakna dengan nilai ALT rimpang
temulawak yang diolah menjadi simplisia berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia
yang Baik (CPSB).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental murni dengan
rancangan penelitian deskriptif-komparatif, karena penelitian ini menggambarkan
nilai ALT dari masing-masing sampel yang kemudian dibandingkan dengan
persyaratan nilai ALT obat tradisional yang tercantum dalam KepMenKes No:
661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak melebihi 107
CFU/gram sampel. Nilai ALT
masing-masing sampel dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar
Demangan, Beringharjo, Giwangan dan Kranggan, kemudian dibandingkan dengan
sampel simplisia yang diolah berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia yang Baik
(CPSB) menggunakan analisis statistik, yaitu uji normalitas data Shapiro-Wilk dan
dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
bermakna. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Farmakognosi
Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a. Variabel bebas
Simplisia rimpang kering temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta (Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Pasar Giwangan) serta rimpang segar temulawak dari Pasar Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah pada bulan yang diolah menjadi simplisia rajangan berdasarkan CPSB
(Depkes RI, 1985).
b. Variabel tergantung
Nilai ALT dari simplisia rimpang kering temulawak dalam jamu godhog dari
empat pasar di Kotamadya Yogyakarta serta nilai ALT rimpang segar temulawak
dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa Tengah yang diolah menjadi simplisia
rajangan berdasarkan CPSB (Depkes RI, 1985).
c. Variabel pengacau terkendali
1) Untuk simplisia kering temulawak dalam jamu godhog :
Suhu inkubasi (350C), lama inkubasi (24 – 48 jam), media pertumbuhan
bakteri aerob mesofilik Nutrien Agar (NA), asal rimpang temulawak (Pasar
Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan Pasar Giwangan).
2) Untuk simplisa yang diolah berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia yang Baik :
Waktu panen (10 bulan), umur temulawak (10 bulan), suhu pengeringan
oven (500C), tebal rajangan (3-4 mm), lama pengeringan (± 10 jam), suhu inkubasi
(350C), lama inkubasi (24 – 48 jam), media pertumbuhan bakteri Nutrien Agar ( NA).
d. Variabel pengacau tak terkendali
1) Untuk simplisia kering temulawak dalam jamu godhog :
Lama penyimpanan jamu godhog, cara penyimpanan jamu godhog, suhu
penyimpanan dan cara pengemasan jamu godhog.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
2. Definisi Operasional
a. Jamu godhog adalah jamu yang berupa rajangan bagian tanaman obat dalam
kemasan plastik bening yang berisi simplisia rimpang temulawak, digodhog atau
direbus sebelum diminum dan diijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
yaitu Pasar Demangan, Pasar Beringharjo, Pasar Giwangan dan Pasar Kranggan.
b. Simplisia rimpang kering temulawak adalah rimpang temulawak yang berasal dari
jamu godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar Demangan,
Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan Pasar Giwangan yang dibeli pada bulan
Februari 2011.
c. Rimpang segar temulawak diperoleh dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah pada bulan Februari 2011, kemudian diolah menjadi simplisia
berdasarkan Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (Depkes RI, 1985).
d. Angka Lempeng Total (ALT) merupakan jumlah bakteri aerob mesofilik yang
terdapat dalam simplisia rimpang temulawak yang dianalisis sesuai dengan Badan
Standarisasi Nasional (1992).
e. Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB) adalah standar proses pengolahan
rimpang temulawak menjadi simplisia rimpang temulawak berdasarkan buku
Cara Pembuatan Simplisia (Depkes RI, 1985).
C. Bahan Penelitian
Simplisia rimpang kering temulawak dalam jamu godhog yang dijual di
empat pasar di Kotamadya Yogyakarta (Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Beringharjo, dan Pasar Giwangan), rimpang segar temulawak dari Pasar Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah yang di panen pada bulan Februari 2011 yang diolah
menjadi simplisia berdasarkan cara pembuatan simplisia yang baik. Nutrien Agar
(NA), Buffered Pepton Water (BPW), Triphenyl Tetrazolium chloride 1% (TTC 1%)
dan aquadest, etanol 70%.
D. Alat Penelitian
Microbiological Safety Cabinet (MSC), Autoklaf, Inkubator (Hereaus),
Vortex (Stuart Scientific), Oven (Memmert model 400), Hot plate (Heidolph MR
2002), Colony counter (Electric Bactery Colony Counter Healt®), cawan Petri,
ayakan, pipet tetes, tabung reaksi, Erlenmeyer, Gelas Piala, gelas ukur, neraca
analitik, lampu spiritus, stirer magnetic, dan alat-alat gelas.
E. Tata Cara Penelitian
1. Pengumpulan dan pemilihan sampel rimpang temulawak
Penelitian ini menggunakan dua jenis sampel, yaitu:
a. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta
1) Penentuan pasar
Sampling pasar menggunakan metode random sampling dengan cara undian
tanpa pengembalian sehingga didapatkan empat pasar yaitu Pasar Demangan, Pasar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Kranggan, Pasar Beringharjo dan Pasar Giwangan. Dipilih satu pedagang dan
digunakan satu sampel dari masing-masing pedagang (Gunawan dkk., 2010). Dari
masing-masing pasar yang terpilih tersebut, dipilih satu pedagang jamu godhog
menggunakan metode convinience sampling (sampling perkoleh).
2) Identifikasi simplisia rimpang temulawak
Identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di
Pasar Demangan, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo dan Giwangan dengan cara:
diambil sebanyak 15 g dan diuji secara organoleptik dan makroskopis menurut buku
panduan determinasi tanaman (Depkes RI, 1979) yaitu bau aromatik, rasa tajam dan
pahit, keping tipis berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras, rapuh, garis tengah
sampai 6 cm, tebal 2 - 5 mm, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai
coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan,
tidak rata, sering dengan tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan
korteks, korteks sempit, tebal 3 - 4 mmm, warna kuning jingga sampai coklat jingga
terang.
b. Simplisia rimpang temulawak yang diolah menjadi simplisia berdasarkan
Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (Depkes RI, 1985)
1) Pengumpulan rimpang segar temulawak
Rimpang segar temulawak berasal dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa
Tengah pada bulan Februari 2011. Rimpang segar temulawak yang diperoleh
sebanyak 5 kg. Kriteria pemilihan rimpang segar temulawak adalah dipanen saat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
berumur 10 bulan, belum membusuk, permukaannya kering, tidak bertunas, dan
hanya sedikit kotoran yang menempel pada permukaan rimpang.
2) Tahapan pembuatan simplisia rimpang temulawak (DepKes RI, 1985)
Rimpang segar temulawak disortasi basah untuk membuang kotoran atau
bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia seperti tanah, kerikil, rumput, akar
yang telah rusak, dan pengotor lainnya. Hasil sortasi basah kemudian dicuci
menggunakan air mengalir dan disikat untuk menghilangkan kotoran yang menempel
di permukaan rimpang.
Perajangan dilakukan ketika rimpang sudah bersih dengan pisau stainless
steel sehingga diperoleh irisan dan potongan dengan ukuran yang dikehendaki (3-4
mm). Pengeringan dilakukan dalam oven dengan suhu 500
C selama ± 10 jam atau
sampai kadar air simplisia kurang dari 10%, yaitu ditunjukkan dengan simplisa yang
mudah dipatahkan.
Simplisa yang sudah kering dipisahkan dari benda-benda asing seperti
bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotor lain yang masih tertinggal pada
simplisia kering. Simplisia yang sudah dipisahkan dari benda-benda asing, kemudian
disimpan dalam wadah plastik tertutup rapat pada suhu kamar 15-300
C, terhindar dari
cemaran mikrobia dari luar, panas, cahaya, kelembaban dan pengaruh udara dari luar.
c. Pembuatan serbuk sampel rimpang temulawak
Setiap melakukan pembuatan serbuk untuk masing-masing sampel, blender
dicuci dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian ditiriskan, dibersihkan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
kapas beralkohol 70%, dan ditunggu hingga kering. Sampel simplisia rimpang
temulawak diserbuk dengan blender yang telah dibersihkan. Serbuk hasil
pemblenderan diayak dengan pengayakan tepung kemudian dilakukan homogenisasi.
2. Pengujian ALT sampel simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai
CPSB dan dari jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta.
a. Pembuatan media dan larutan pengencer
1) Media Nutrien agar (NA)
Media yang digunakan adalah Nutrient agar (NA) yang dibuat dengan cara
menimbang 20 gram serbuk NA dan dilarutkan dalam 1 liter air suling, dipanaskan
sampai mendidih (sambil diaduk). Kemudian disterilkan pada suhu 1210C selama 15
menit dengan autoklaf. Kemudian ditambahkan Triphenyl Tertrazolium Chloride 1%
( TTC 1%) di dalam Microbiological Safety Cabinet (MSC).
2) Larutan pengencer Buffered Pepton Water (BPW)
Pembuatan larutan pengencer Buffered Pepton Water (BPW) dibuat dengan
cara menimbang 20 gram serbuk BPW dilarutkan dalam 1 liter air suling dan diukur
pH 7,0 ± 1. Kemudian disterilkan dengan autoklaf 1210C selama 15 menit.
b. Homogenisasi sampel
Dengan cara aseptis, ditimbang sebanyak 10 g sampel ke dalam wadah steril
yang sesuai, kemudian ditambahkan 90 ml BPW dan dihomogenkan. Jika jumlah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
sampel kurang dari 10 g, maka pengambilan cuplikan dan pengencer disesuaikan
hingga diperoleh suspensi pengenceran 1 : 10 dan dikocok homogen. Dalam
penelitian ini 1 g sampel ditambahkan dengan 9 ml BPW dan masing-masing sampel
direplikasi 6 kali (Balai POM RI, 2006).
c. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Disiapkan 5 buah tabung reaksi atau lebih yang masing-masing telah diisi
dengan 9 ml pengencer BPW untuk masing-masing replikasi. Dari hasil
homogenisasi pada penyiapan contoh dipipet pengenceran 10-1
ml sebanyak 1 ml ke
dalam tabung yang berisi pengencer BPW pertama hingga diperoleh pengenceran 10-2
dan dikocok sampai homogen dengan vortex. Kemudian dibuat pengenceran
selanjutnya hingga pengenceran 10-6
atau sesuai dengan yang diperlukan. Dipipet 1ml
BPW yang berisi sampel dari masing-masing pengenceran dan dituangkan pada
cawan petri dan dibuat duplo. Ke dalam tiap cawan petri dituangkan 15 ml media NA
(45±10C) kemudian segera cawan petri digoyang sambil diputar agar suspensi
tersebar merata (pour plate) (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dilakukan kontrol (uji
blangko), dengan menuangkan 1 ml pengencer dan media dalam suatu cawan petri
dan dibiarkan memadat. Kemudian menuangkan pula media ke cawan petri lain dan
dibiarkan memadat pula. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 35 – 37 0C selama
24 - 48 jam dengan posisi terbalik (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung, cara perhitungan hasil
dilakukan sesuai tata cara perhitungan halaman 30-32 Perlakuan pengujian ALT
tersebut dilakukan terhadap sampel rimpang kering temulawak yang dibuat sesuai
Cara Pembuatan Simplisia yang Baik dan sampel rimpang temulawak yang berasal
dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan masing-masing 6 kali replikasi.
d. Cara menganalisis hasil pengujian sesuai dengan Badan Standarisasi
Nasional (1992)
1) Dipilih cawan dari satu pengenceran yang menunjukan jumlah koloni antara 25-
250 setiap cawan. Dihitung semua koloni dalam cawan petri dengan
menggunakan alat penghitung koloni (Colony Counter). Dihitung rata-rata
jumlah koloni dan dikalikan dengan faktor pengenceran dan dinyatakan hasilnya
sebagai jumlah bakteri per mililiter atau gram
2) Jika salah satu dari dua cawan petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25
atau lebih besar dari 250, dihitung rata-rata jumlah koloni, dikalikan dengan
faktor pengenceran dan dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per gram
3) Jika hasil dari 2 pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25-250
koloni, dihitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran seperti yang
disebut pada butir 1 dan 2 di atas, dan dihitung rata-rata jumlah koloni dari ke
dua pengenceran tersebut. Jika jumlah yang tertinggi lebih besar dari dua kali
jumlah yang terkecil, dinyatakan jumlah yang terkecil sebagai jumlah bakteri per
gram
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
4) Jika rata-rata jumlah koloni masing-masing petri tidak terletak antara 25 dan 250
koloni, dihitung jumlah koloni seperti pada butir a dan b di atas, dan dinyatakan
sebagai jumlah bakteri perkiraan per gram atau lebih.
5) Jumlah koloni dari semua pengenceran lebih dari 250 koloni, maka setiap dua
cawan petri dengan pengenceran tertinggi dibagi dalam 2,4, atau 8 sektor.
Dihitung jumlah koloni dalam satu bagian atau lebih. Untuk mendapatkan jumlah
koloni dalam satu cawan petri, dihitung rata-rata jumlah koloni dan kalikan
dengan faktor pembagi dan pengenceran. Dinyatakan sebagai jumlah bakteri
perkiraan per gram
6) Jika dalam 1/8 bagian cawan petri terdapat lebih dari 200 koloni, maka jumlah
koloni yang didapat = 8 x 200 (1600), dikalikan dengan faktor pengenceran dan
dinyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri perkiraan permililiter atau gram lebih
besar dari jumlah yang didapat (lebih besar dari 1600 x faktor pengenceran)
7) Jika tidak ada koloni yang tumbuh dalam cawan petri, dinyatakan jumlah bakteri
perkiraan lebih kecil dari satu dikalikan dengan pengenceran terendah (< 10)
8) Menghitung koloni perambat (spreader)
Ada 3 macam perambatan pada koloni, yaitu :
a) Merupakan rantai yang tidak terpisah
b) Perambatan yang terjadi di antara dasar cawan petri dan pembenihan
c) Perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan pembenihan.
d) Kalau terjadi hanya 1 perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap 1
(satu). Tetapi bila 1 atau lebih rantai terbentuk dan yang berasal dari sumber
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
yang terpisah, maka tiap sumber dihitung sebagai 1 (satu) koloni. Bila ada (2)
dan (3) terjadi maka sebaiknya pemeriksaan diulangi karena koloni dalam
keadaan semacam ini agak sukar dihitung
e. Cara menghitung dan membulatkan angka
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2
angka penting yang digunakan, yaitu angka yang pertama dan ke dua (di mulai dari
kiri), sedangkan angka yang ke tiga diganti dengan 0 apabila kurang dari 5 dan
apabila 5 atau lebih dijadikan 1 yang ditambah pada angka yang ke dua.
Contoh: 523.000 dilaporkan sebagai 520.000 (5.2 x 105)
83.600 dilaporkan sebagai 84.000 (8.4 x 104)
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif jumlah koloni
bakteri yang dianalisis dengan cara perhitungan ALT. Data tersebut kemudian
dideskripsikan dan dikomparasikan dengan nilai ALT yang tercantum dalam
KepMenKes No: 661/MenKes/SK/1994 tentang persyaratan obat tradisional
(MenKes RI, 1994). Persyaratan untuk sediaan rajangan dengan pendidihan adalah
tidak boleh lebih dari 107 CFU/ gram bahan. Dari perhitungan nilai ALT ini,
diketahui nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan simplisia rimpang temulawak yang diolah
sesuai CPSB memenuhi persyaratan ataukah tidak berdasarkan KepMenKes No: 661/
MenKes/SK/1994.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
Nilai ALT simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari ke empat
pasar di Kotamadya Yogyakarta dibandingkan dengan simplisia rimpang temulawak
yang dibuat sesuai cara pembutaan simplisia yang baik menggunakan analisis
statistik, yaitu uji normalitas data Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan Uji Mann-
Whitney untuk mengetahui perbedaan nilai ALT bermakna atau tidak bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jamu godhog masih banyak diminati oleh masyarakat karena harganya yang
terjangkau dan khasiatnya yang sudah dirasakan turun-temurun. Jamu godhog
diproduksi dengan teknologi yang sederhana dan hanya dipasarkan secara terbatas,
sehingga industri jamu godhog ini tidak memerlukan ijin usaha industri sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246/MenKes/Per/V/1990 pasal 2 (Depkes RI,
1990). Karena tidak adanya ijin usaha bagi industri atau pedagang jamu godhog di
pasar tradisional dan pengolahannya masih dengan teknologi yang sederhana, maka
keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog ini tidak terjamin. Penelitian
perbandingan angka lempeng total (ALT) pada simplisia rimpang temulawak pada
jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang
dibuat sesuai CPSB (Depkes RI, 1985) merupakan salah satu evaluasi keamanan dari
jamu godhog yang dapat memberikan jaminan keamanan bagi konsumen jamu
godhog terhadap efek samping yang dapat ditimbulkan oleh cemaran bakteri yang
terdapat pada jamu godhog.
Pada penelitian aspek mikrobiologis simplisia jamu godhog yang beredar di
beberapa pasar di DIY yang dilakukan Gunawan, dkk., (2010) diperoleh hasil bahwa
ditemukan mikroba patogen pada simplisia jamu godhog yang beredar di Daerah
Istimewa Yogyakarta, dan simplisia yang paling banyak mengandung mikroba
patogen, salah satunya adalah rimpang temulawak. Penelitian Perbandingan Angka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Kapang Kamir (AKK) Simplisia Rimpang Temulwak (Curcumae Rhizoma) dalam
Jamu Godhog dari Empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang Diolah
Sesuai Cara Pembuatan Simplisia yang Baik (CPSB) yang dilakukan Arditayasa
(2011) diperoleh hasil nilai AKK simplisia rimpang temulawak dari Pasar Demangan,
Giwangan, dan Beringharjo tidak memenuhi persyaratan nilai AKK, sedangkan
simplisia rimpang temulawak dari Pasar Kranggan memenuhi persyaratan nilai AKK
yang tercantum dalam KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994, yaitu 104
CFU/ g sampel.
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan tentang aspek mikrobiologis
jamu godhog yang dilakukan oleh Gunawan dkk (2010), dan Arditayasa (2011) yang
merupakan penelitian evaluasi keamanan jamu godhog untuk melengkapi data
penelitian aspek mikrobiologis jamu godhog yang beredar di Daerah istimewa
Yogyakarta.
A. Penyiapan Rimpang Temulawak
1. Pemilihan sampel jamu godhog dari empat pasar tradisional di Kotamadya
Yogyakarta
Di Kotamadya Yogyakarta terdapat 31 pasar tradisional. Menurut Gay dan
Diehl (cit.,Sigit, 2003), untuk penelitian deskriptif jumlah sampel yang digunakan
minimum 10% dari jumlah populasi, sehingga dipilih empat pasar sebagai lokasi
penelitian ini.
Penentuan pasar dilakukan dengan menggunakan metode Simple Random
Sampling (cara undian). Metode ini digunakan agar 31 pasar yang ada di Kotamadya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Yogyakarta memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih. Setelah melakukan
pengundian, empat pasar pasar yang terpilih adalah Pasar Demangan, Pasar
Beringharjo, Pasar Kranggan, dan Pasar Giwangan.
Dari masing-masing pasar yang terpilih tersebut, dipilih 1 pedagang jamu
godhog menggunakan metode Convinience sampling (sampling perkoleh). Metode ini
dipilih karena populasi pedagang jamu godhog yang tidak homogen (Sigit, 2003).
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti, para penjual jamu
godhog di pasar-pasar tradisional biasanya kurang memperhatikan kondisi
penyimpanan yang sesuai untuk simplisia yang terdapat dalam jamu godhog, seperti
kelembaban dan suhu tempat penyimpanan. Kondisi penyimpanan yang terlalu
lembab dapat menyebabkan peningkatan pertumbuahan bakteri yang dapat berakibat
terhadap berkurangnya senyawa berkhasiat akibat degradasi oleh bakteri dan
menjadikan jamu godhog tidak aman dikonsumsi karena jumlah cemaran bakterinya
melewati batas minimal yang ditetapkan, yaitu tidak lebih dari 107
CFU/g sampel.
Jamu godhog yang dijual di pasar tradisional biasanya hanya dibungkus dengan
kantong plastik tanpa ada absorben sebagai pengatur kelembaban, sehingga
kemungkinan bakteri untuk tumbuh lebih besar. Penjual jamu godhog biasanya
kurang memperhatikan kualitas dari pembungkus jamu godhog yang dijualnya,
sehingga seringkali peneliti menemukan jamu godhog yang pembungkusnya rusak
atau terbuka. Kerusakan pada pembungkus jamu godhog dapat menjadi celah
masuknya udara yang mengandung bakteri sehingga memungkinkan terjadinya
kontaminasi bakteri terhadap jamu godhog.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Sebagian besar jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar Beringharjo, Pasar Giwangan, dan Pasar
Kranggan terdapat rimpang temulawak. Hal ini dikarenakan rimpang temulawak
mempunyai banyak khasiat sehingga banyak produsen jamu godhog yang
manambahkan temulawak resep jamu godhog untuk penyakit yang berbeda,
misalnya untuk diabetes, kanker dan anti hipertensi. Menurut Rachman (2008) Jawa
Tengah merupakan sentra tani temulawak dan salah satunya adalah di daerah
Borobudur dan para produsen jamu godhog yang dijual di empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta memperoleh rimpang temulawak dari daerah Borobudur,
Magelang, Jawa Tengah.
2. Identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di
empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
Identifikasi sampel simplisia rimpang temulawak yang dijual di empat pasar
di Kotamadya Yogyakarta bertujuan untuk menjamin sampel yang kita gunakan
adalah benar simplisia rimpang temulawak (Curcumae Rhizoma). Identifikasi
simplisia rimpang temulawak dilakukan dengan membandingkan sampel simplisia
rimpang temulawak yang diuji dengan deskripsi simplisia rimpang temulawak yang
terdapat pada panduan determinasi tanaman temulawak (Depkes RI, 1979) secara
makroskopis. Hasil identifikasi rimpang temulawak disajikan pada tabel I.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Tabel I. Hasil identifikasi simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog
yang dari di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai
CPSB
Sampel Persyaratan
Oganoleptik Pesyaratan makroskopis
Simplisia
rimpang
temulawak
menurut
DepKes RI
(1979)
Bau
aromatik,
rasa tajam
dan pahit
Keping tipis berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras,
rapuh, garis tengah sampai 6 cm, tebal 2 mm sampai 5 mm,
permukaan luar berkerut, warna coklat kuning sampai
coklat, bidang irisan berwarna coklat kuning buram,
melengkung tidak beraturan, tidak rata,sering dengan
tonjolan melingkar pada batas antara silinder pusat dengan
korteks, korteks sempit, tebal 3 mm sampai 4 mm.
Rimpang
temulawak
dari Pasar
Demangan
Bau
aromatik,
rasa tajam
dan pahit
Keping tipis berbentuk bundar, ringan, keras, rapuh, garis
tengah 6 cm, tebal 3 mm, permukaan luar berkerut, warna
coklat kuning, bidang irisan berwarna coklat kuning
buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, korteks
tebal 4 mm.
Rimpang
temulawak
dari Pasar
Beringharjo
Bau
aromatik,
rasa tajam
dan pahit
Keping tipis berbentuk jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah 5 cm, tebal 2 mm, permukaan luar berkerut, warna
coklat kuning, bidang irisan berwarna coklat kuning
buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, korteks 3
mm.
Rimpang
temulawak
dari Pasar
Giwangan
Bau
aromatik,
rasa tajam
dan pahit
Keping tipis berbentuk jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah 6 cm, tebal 4 mm, permukaan luar berkerut, warna
coklat kuning sampai coklat, bidang irisan berwarna coklat
kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata,
korteks 3 mm.
Rimpang
temulawak
dari Pasar
Krangggan
Bau
aromatik,
rasa tajam
dan pahit
Keping tipis berbentuk bundar atau jorong, ringan, keras,
rapuh, garis tengah 5 cm, tebal 3 mm, permukaan luar
berkerut, warna coklat kuning, bidang irisan berwarna
coklat kuning buram, melengkung tidak beraturan, tidak
rata, korteks 4 mm.
Rimpang
temulawak
diolah
sesuai CPSB
(DepKes RI,
1985)
Bau
aromatik,
rasa tajam
dan pahit
Keping tipis berbentuk jorong, ringan, keras, rapuh, garis
tengah 6 cm, tebal 7 cm, permukaan luar berkerut,
warnacoklat kuning, bidang irisan berwarna coklat kuning
buram, melengkung tidak beraturan, tidak rata, korteks 3
mm.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
A B
C D
E
Gambar 1. Hasil identifikasi secara makroskopis simplisia rimpang temulawak
Keterangan :
A. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Kranggan
B. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Giwangan
C. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Beringharjo
D. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari Pasar Demangan
E. Simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Berdasarkan dari hasil identifikasi yang terdapat pada tabel I, terdapat
kesesuaian ciri-ciri persyaratan organoleptik dan makroskopis rimpang temulawak
antara sampel dengan yang terdapat pada panduan determinasi tanaman temulawak
(Depkes RI, 1979), sehingga dapat di pastikan bahwa sampel simplisia yang di
analisis merupakan simplisia rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.).
3. Pembuatan simplisia rimpang temulawak sesuai CPSB (DepKes RI, 1985)
Rimpang temulawak segar yang yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari Pasar Borobudur, Magelang, Jawa Tengah pada bulan Februari 2011.
Kriteria pemilihan rimpang segar temulawak adalah ukurannya besar, dipanen ±
berumur 10 bulan, belum membusuk, permukaannya kering, tidak bertunas, dan
hanya sedikit kotoran yang menempel pada permukaan rimpang. Dipilih rimpang
segar temulawak yang belum membusuk, permukaannya kering dan hanya sedikit
kotoran yang menempel pada permukaan rimpang bertujuan untuk mengurangi
cemaran mikroba sebelum memasuki proses pembuatan simplisia. Menurut Rukmana
(1995), pemilihan rimpang temulawak yang berumur 10 bulan dan tidak bertunas
karena pada umur 9-10 bulan tanaman temulawak sudah siap panen dan kandungan
senyawa berkhasiat dari rimpang temulawak paling tinggi. Ciri-ciri umum rimpang
temulawak yang berumur 10 bulan adalah rimpang berukuran besar-besar serta
berwarna kuning-kotor.
Setelah memperoleh rimpang temulawak segar, rimpang tersebut kemudian
diolah menjadi simplisia rimpang kering temulawak sesuai CPSB. Rimpang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
temulawak disortasi basah dengan tujuan untuk membuang kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia seperti tanah, kerikil, rumput, akar yang telah
rusak, dan pengotor lainnya. Tanah mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi,
oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi
jumlah mikroba awal (Depkes RI,1985).
Hasil sortasi basah kemudian dicuci menggunakan air mengalir untuk
menghilangkan kotoran yang menempel di permukaan rimpang. Pencucian dilakukan
dengan air sumur. Digunakan air yang mengalir agar sisa-sisa air cucian yang kotor
tidak kembali mencemari rimpang temulawak. Jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba yang ada pada permukaan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat
pertumbuhan mikroba tersebut (Depkes RI,1985).
Perajangan dilakukan ketika rimpang sudah bersih dengan pisau stainless
steel sehingga diperoleh irisan dan potongan dengan ukuran yang dikehendaki, yaitu
tebal rajangan 7-8 mm diiris melintang . Pada pedoman cara pembuatan simplisia
yang baik (Depkes RI, 1985) disebutkan tebal rajangan rimpang temulawak 3-4 mm
tetapi pada pelaksanaannya dilakukan pengirisan rimpang temulawak dengan
ketebalan 7-8 mm (Rukmana, 1995). Perajangan rimpang temulawak dengan
ketebalan 7-8 mm dikarenakan semakin tipis bahan yang akan dikeringkan dapat
menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkasiat yang mudah menguap,
sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
bahan simplisia seperti temulawak dihindari perajangan yang terlalu tipis untuk
menghindari berkurangnya minyak atsiri (Depkes RI,1985).
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses
pengeringan dan pengepakan. Tanaman yang baru diambil tidak langsung dirajang,
tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Penjemuran sebelum perajangan di
perlukan untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan simplisia dan
logam pisau. Untuk mencegah perubahan kimia senyawa berkhasiat yang terdapat
pada bahan simplisia pada saat pengeringan, untuk bahan simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur perajangannya, sehingga simplisia pada saat
pengeringan tidak mengalami kerusakan (Depkes RI,1985).
Pengeringan dilakukan dalam oven dengan suhu 500
C selama ± 10 jam atau
sampai kadar air simplisia kurang dari 10%, yaitu ditunjukkan dengan simplisa yang
mudah dipatahkan. Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama.
Mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan mencegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar
tertentu dapat merupakan media tumbuh mikroba. Enzim tertentu dalam sel masih
dapat bekerja menguraikan senyawa berkhasiat sesaat setelah sel mati dan selama
simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu. Reaksi enzimatik tidak
berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%. Proses pengeringan
sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila kadar airnya dapat
mencapai kurang dari 10% (Depkes RI,1985).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Simplisia yang sudah kering dilakukan sortasi kering yaitu simplisia
dipisahkan dari benda-benda asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan
pengotor lain yang masih tertinggal pada simplisia kering. Pada simplisia bentuk
rimpang, jumlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang.
Dengan demikian pula adanya partikel-partikel pasir, benda-benda tanah lain yang
tertinggal harus dibuang untuk menjaga higienitas dari simplisia (Depkes RI,1985).
Simplisia yang sudah dipisahkan dari benda-benda asing kemudian
disimpan dalam wadah plastik tertutup rapat pada suhu kamar 15-300
C. Pada bahan
obat yang tempat penyimpanannya tidak tertutup rapat, dapat dipastikan bahan
tersebut akan cepat lembab sehingga memicu timbulnnya mikroba serta simplisia
akan menjadi lapuk dan warna simplisia akan berubah (Mahendra, 2006).
B. Pembuatan Serbuk Sampel Rimpang Temulawak
Sebelum melakukan homogenisasi dilakukan penyerbukan sampel simplisia
rimpang temulawak. Menurut Badan POM RI (2008), penyerbukan bertujuan untuk
memperkecil ukuran partikel sampel sehingga sel bakteri yang terlindung partikel
sampel dapat terbebaskan dan untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik mungkin.
Penyerbukan sampel menggunakan blender. Sebelum digunakan, blender
dicuci terlebih dahulu dengan air bersih kemudian ditiriskan. Setelah blender agak
kering, blender kemudian dibersihkan dengan kapas yang berisi alkohol 70% dan
dikeringkan. Tujuan pembersihan dengan kapas beralkohol adalah untuk menjaga
higienitas proses penyerbukan dengan cara mengurangi cemaran mikroba yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
menempel pada dinding blender. Mikroba yang terdapat pada blender dapat
mengganggu perhitungan ALT sampel, sehingga mikroba tersebut harus dikurangi
agar mikroba yang terhitung pada pengujian ALT hanya berasal dari sampel.
Serbuk simplisia rimpang temulawak hasil penyerbukan kemudian diayak
dengan pengayak tepung. Tujuan pengayakan adalah untuk mendapatkan ukuran
partikel yang seragam (Voigt,1995) dan ukurannya tidak melebihi ukuran lubang
pipet volume 1 ml. Bila ukuran serbuk melebihi lubang pipet volume 1 ml, serbuk
dapat menyumbat lubang pipet volume 1 ml yang dapat mengganggu proses
pengenceran. Setelah serbuk diayak dilakukan proses homogenisasi.
C. Angka Lempeng Total (ALT)
Uji Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode yang digunakan untuk
menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat dalam sediaan obat
tradisional. Prinsip cara pengujian ALT yaitu pertumbuhan koloni bakteri aerob
mesofilik setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan cara
tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai (Balai POM RI, 2006).
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994
menyatakan bahwa perlu dicegah beredarnya obat tradisional yang tidak memenuhi
persyaratan keamanan, kemanfaatan, dan mutu. Parameter yang dipersyaratkan dalam
Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 661/MenKes/SK/ VII/1994 adalah uji mikroba
patogen, Angka Lempeng Total (ALT), Angka Kapang Kamir (AKK) dan aflatoksin
(Depkes RI, 1994).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Penggunaan obat tradisional perlu diwaspadai adanya mikroba patogen
seperti: Salmonella, Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas
aeruginosa (Depkes RI, 1994). Bakteri kelompok Salmonella dapat menyebabkan
penyakit demam tifoid dan paratifoid. Bakteri Escherichia coli
memiliki faktor virulensi dan menyebabkan gastroenteritis pada manusia.
Pseudomonas aeruginosa adalah spesies yang paling penting dipertimbangkan bagi
masyarakat. Meskipun tidak menimbulkan efek jika tertelan, namun P. aeruginosa ini
resisten terhadap banyak antibiotik dan dapat menghasilkan infeksi nosokomial serius
jika memperoleh akses masuk ke tubuh melalui luka atau garis intravena.
Staphylococcus aureus menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh
infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan
racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock
syndrome (WHO, 2003).
1. Homogenisasi sampel
Dasar dari homogenisasi adalah untuk membebaskan sel-sel bakteri yang
terlindung oleh partikel-partikel dalam sampel dan untuk menggiatkan kembali sel-sel
bakteri yang mungkin terganggu kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang
menguntungkan di dalam sampel (Hadioetomo, 1985). Homogenisasi sampel
merupakan cara penyiapan sampel untuk memperoleh distribusi bakteri sebaik
mungkin di dalam sampel yang ditetapkan (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
Sampel simplisia rimpang temulawak yang digunakan berupa simplisia yang
sudah dikeringkan. Kondisi rimpang temulawak yang kering merupakan media yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
tidak sesuai untuk pertumbuhan bakteri karena pada prinsipnya mikroba
membutuhkan sejumlah air untuk dapat tumbuh (Fardiaz, 1992). Menurut DepKes RI
(1985), jika kadar air dalam simplisia lebih dari 10% maka proses enzimatik masih
dapat berlangsung sehingga menyebabkan mikrobia dapat tumbuh. Sedangkan jika
kadar air simplisia kurang dari 10% proses enzimatik tidak berlangsung dan mikrobia
tidak dapat tumbuh dengan baik.
Sebelum melakukan analisis ALT, perlu dilakukan homogenisasi sampel
dalam larutan pengencer Buffered Peptone Water (BPW). Menurut Hadioetomo
(1985), homogenisasi berguna untuk membebaskan sel-sel mikrobia yang terhalangi
oleh partikel dalam sampel dan untuk menggiatkan kembali sel-sel mikrobia yang
mungkin terganggu kelangsungan hidupnya karena kondisi yang kurang
menguntungkan di dalam sampel.
Larutan pengencer yang digunakan untuk menghomogenkan sampel adalah
BPW yang mengandung pepton, natrium klorida, disodium hidrogen fosfat, potasium
hidrogen fosfat. Pepton merupakan protein yang terdapat pada air susu, kedelai, putih
telur dan daging (Atlas, 2000). Komponen utama dari protein adalah nitrogen (N2)
yang juga merupakan komponen penting yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis
protein penyusunnya. Natrium klorida, disodium hidrogen fosfat, dan kalium
dihidrogen fosfat merupakan mineral-mineral yang juga dibutuhkan untuk
kelangsungan hidup bakteri. Selain sebagai pengencer dan penyedia nutrisi, BPW
juga berfungsi sebagai buffer. Buffer BPW digunakan untuk menyediakan pH yang
optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu pada pH 6,5 sampai 7,5 (Tarigan, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Homogenisasi dilakukan dengan cara mengencerkan 1 g sampel dalam 9 ml
BPW di dekat nyala api Bunsen di dalam Microbiological Safety Cabinet (MSC)
sehingga didapatkan suspensi sampel dengan pengenceran 10-1
. Homogenisasi
dilakukan di dekat nyala api bunsen di dalam MSC untuk menciptakan kondisi
aseptis.
2. Pengenceran
Pada penelitian ini dilakukan pengenceran suspensi sampel dari 10-1
sampai
10-6
(Badan Standarisasi Nasional, 1992). Pengenceran dilakukan untuk memperoleh
koloni bakteri dengan jumlah 25 sampai dengan 250 koloni sehingga mempermudah
perhitungan. Jika tidak dilakukan pengenceran, maka koloni bakteri akan sangat
pekat karena konsentrasi bakteri dalam suspensi tidak diketahui sehingga perhitungan
koloni akan sulit dilakukan (Tarigan, 1988).
Pengenceran selanjutnya dilakukan dengan cara menghomogenkan sampel
dengan vortex, kemudian diambil 1 ml suspensi sampel hasil homogenisasi
(pengenceran 10-1
) kemudian ditambahkan pada 9 ml larutan BPW sehingga
diperoleh perngenceran 10-2
. Dilakukan seterusnya sampai diperoleh suspensi sampel
dengan pengenceran 10-6
. Menurut Badan POM (2008), pengenceran suspensi sampel
dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat dihitung
dengan mudah, hal ini akan sangat membantu terutama untuk sampel dengan cemaran
yang sangat tinggi. Jika tidak dilakukan pengenceran, maka koloni kapang / khamir
menjadi sangat pekat sehingga perhitungan koloni sulit dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
3. Uji Angka Lempeng Total (ALT)
Pengujian ALT memiliki prinsip yaitu pertumbuhan bakteri mesofilik
setelah sampel diinkubasi dalam pembenihan yang cocok selama 24-48 jam pada
suhu 350
C. Bakteri mesofilik mempunyai suhu pertumbuhan optimum antara 20-
450C (Atlas, 1986). Penghambatan pertumbuhan fungi dilakukan dengan adanya suhu
inkubasi yaitu 350C. Suhu optimum pertumbuhan fungi adalah pada suhu 25-30
0C,
sedangkan suhu optimum pertumbuhan bakteri adalah 25-450C. Sehingga dipilih suhu
350C karena lebih memungkinkan bakteri tumbuh lebih baik daripada fungi.
Pada penelitian ini akan dilihat jumlah cemaran bakteri yang mencemari
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di daerah
Kotamadya Yogyakarta yaitu Pasar Demangan, Pasar Beringharjo, Pasar Kranggan,
dan Pasar Giwangan dan simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai dengan
CPSB. Masing-masing sampel direplikasi sebanyak 6 kali, tiap-tiap replikasi dibuat
pengenceran sampai dengan 10-6
. Untuk perhitungan ALT, tiap-tiap pengenceran dari
10-1
sampai 10-6
dibuat duplo. Tujuan pengujian ALT secara duplo untuk
meningkatkan akurasi dari perhitungan ALT (Cappucino, 2008).
Setiap sampel yang telah diencerkan dan dibuat seri pengenceran selanjutnya
ditanam pada media Nutrient Agar (NA). Media NA berisi pepton, yeast extract, dan
agar (Atlas, 2000). Pepton merupakan protein yang terdapat pada air susu, kedelai,
putih telur dan daging yang mengandung nitrogen (N2) yang juga merupakan
komponen penting yang dibutuhkan bakteri untuk sintesis protein penyusunnya.
Yeast extract berfungsi sebagai penyedia vitamin B-kompleks dan agar merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
suatu polisakarida asam yang diekstraksi dari ganggang merah yang ideal untuk
pembenihan mikroba di media padat.
Sel bakteri yang ditumbuhkan dalam pembenihan media padat, maka setiap
sel tersebut akan tumbuh dan membentuk koloni yang terpisah. Setelah media NA
disterilkan dan suhunya sekitar 45±10C, media ditambahkan pereaksi Triphenyl
Tetrazolium Chloride (TTC). Menurut Ghaly dan Mahmoud (2006), tujuan
penambahan TTC 1% ini adalah untuk membedakan antara bakteri dan fungi.
Triphenyl Tetrazolium Chloride (TTC) adalah garam organik heterosiklik yang larut
air dan dapat dengan mudah direduksi oleh ion hidrogen dan elektron yang dihasilkan
pada reaksi enzim dehidrogenase dengan substrat. Reduksi oleh ion hidrogen dan
elektron tersebut akan membentuk produk warna merah yang tidak larut . TTC telah
banyak digunakan sebagai pengukuran pertumbuhan mikroba.
(a) Oksidasi biologis pada senyawa organik:
RH2 Deydrogenase
R + 2H+ + 2e−
(b)Reduksi kimia dari garam tetrazolium :
(Ghaly and Mahmoud,2006 )
Penanaman bakteri pada penelitian ini menggunakan metode tabur (pour
plate). Digunakan pour plate untuk mendapatkan koloni yang tersebar di seluruh agar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
yang mungkin berasal dari 1 sel bakteri, sehingga dapat dihitung jumlahnya
(Jutono,Soedarsono, Hartadi, Kabirun, dan Suhadi, 1980). Media NA yang telah
disterilkan dan ditambahkan TTC dituangkan pada cawan petri yang telah berisi 1 ml
sampel kemudian petri digoyang sampel tersebar merata pada media.
Cawan petri yang telah berisi sampel dan media yang telah memadat
diinkubasi pada suhu 350C selama 24-48 jam secara terbalik. Cawan petri diinkubasi
terbalik agar uap air yang terkondensasi pada tutup cawan petri tidak menetes ke
media yang dapat mengacaukan perhitungan koloni. Koloni bakteri yang tumbuh
selanjutnya dihitung sesuai dengan cara perhitungan ALT yang telah ditetapkan dalan
Standar Nasional Indonesia No.01-2897-1992 (Badan Standarisasi Nasional, 1992).
Untuk menjamin bahwa bakteri yang tumbuh pada media berasal dari
sampel, maka dalam pelaksanaan pengujian harus dilakukan secara aseptik dengan
mensterilisasi alat, media dan ruangan (MSC). Pembuatan kontrol media dan kontrol
pelarut (kontrol) bertujuan untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh bukan
berasal dari media dan pelarut yang digunakan dalam pengujian. Kontrol negatif atau
kontrol pelarut, yaitu BPW untuk memastikan bahwa bakteri yang tumbuh memang
benar-benar berasal dari sampel dan bukan pelarut yang kurang steril atau dari
lingkungan sekitar. Pembuatan kontrol media, yaitu media NA bertujuan untuk
melihat sterilitas media. Kontrol media maupun kontrol pelarut pada penelitian ini
tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri seperti terlihat pada gambar 2.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
A B
Gambar 2. A. Kontrol negatif (Kontrol pelarut), B. Kontrol media
Setelah diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu 350C, koloni yang tumbuh
pada cawan petri dihitung dan dianalisis dengan cara yang telah ditetapkan Badan
Standarisasi Nasional dalam Standar Nasional Indonesia No.01-2897-1992 sehingga
dapat diketahui jumlah koloni/ gram sampel.
A B
Gambar 3. Hasil pengujian ALT yang menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri
dengan penambahan TTC 1%
A. Hasil pengujian ALT inkubasi 24 jam,
B. Hasil pengujian ALT inkubasi 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
A B C
D E F
G Gambar 4. Hasil uji ALT pada simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB inkubasi 48 jam replikasi 1
Keterangan : A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Demangan
D. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Beringharjo
E. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Giwangan
F. Sampel Rimpang Temulawak Pasar Kranggan
G.Simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No :
661/MenKes/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional, persyaratan nilai
ALT untuk sediaan rajangan tidak boleh lebih dari 107 CFU/gram sampel. Oleh
karena itu dapat disimpulkan bahwa batas nilai ALT 107 koloni/gram sampel
merupakan batas nilai ALT sediaan rajangan yang aman untuk dikonsumsi.
Hasil pengujian ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog dari 4 pasar
di Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB terlampir dalam lampiran 4,
7, 10, 13 dan 16.
a) Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Demangan
Berdasarkan observasi dan wawancara peneliti di lapangan, jamu godhog
yang dijual di Pasar Demangan disimpan dalam suatu wadah di tempat terbuka dan
lembab. Tempat yang terbuka mempunyai aliran udara yang mengandung banyak
bakteri, sehingga memudahkan kontaminasi bakteri terhadap jamu godhog. Bakteri
membutuhkan sejumlah air untuk dapat tumbuh ( Fardiaz, 1992). Menurut DepKes
RI (1985), jika kadar air dalam simplisia lebih dari 10% maka proses enzimatik
masih dapat berlangsung sehingga menyebabkan mikrobia dapat tumbuh, sedangkan
jika kadar air simplisia kurang dari 10%, proses enzimatik tidak berlangsung dan
mikrobia tidak dapat tumbuh dengan baik. Jamu godhog yang dijual di Pasar
Demangan dibungkus dengan plastik berwarna bening dan segel dengan steples.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Tidak terdapat kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan
dan segelnya tertutup rapat (Lampiran 1A).
Tabel II. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual
di Pasar Demangan
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan
Sampel simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Demangan direplikasi sebanyak enam kali, kemudian di uji ALT-nya. Nilai ALT dari
masing-masing replikasi dihitung rata-rata dan standar deviasinya (SD). Rata-rata
nilai ALT kemudian dibandingkan dengan nilai ALT yang tercantum pada
KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh lebih dari 107
CFU/gram sampel. Perhitungan SD bertujuan untuk mengamati perubahan kenaikan
atau penurunan nilai ALT dari masing-masing replikasi terhadap rata-rata nilai ALT
sampel. Makin kecil angka SD-nya semakin kecil pula perubahan nilai ALT replikasi
tersebut terhadap rata-rata nilai ALT sampel (Supranto, 2000).
Pada tabel II dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan inkubasi 24 jam
Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48Jam
1 1,8 X 104 1,6 X 10
4
2 1,5x 104 2,0 X 10
5
3 7,7x 104 1,1 X 10
6
4 1,1x 104 2,0 X 10
4
5 1,7x 104 1,3 X 10
6
6 1,8x 103 7,1 X 10
6
Rata-rata±SD (1,6 ± 0,58) x 104 (1,6 ± 6,25) x 10
6
Keterangan MS MS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
adalah (1,6 ± 0,58) x 104 CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (1,6 ± 6,25) x
106
CFU/g sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai ALT.
Peningkatan nilai ALT ini dikarenakan pada waktu inkubasi 48 jam bakteri
mengalami fase log yang optimum yaitu fase pertumbuhan optimum di mana bakteri
mengalami pembelahan biner sel dengan cepat dan membentuk koloni. Pada waktu
inkubasi 24 jam terdapat bakteri yang belum mengalami fase log sehingga koloninya
belum dapat diamati.
Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang
dijual di Pasar Demangan pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan sesuai
yang ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh
lebih dari 107 CFU/gram sampel. Meskipun jamu godhog di Pasar Demangan
disimpan pada tempat terbuka dan lembab, nilai rata-rata ALT silmplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan tetap memenuhi
persyaratan KepMenKes RI No: 661/MenKes/SK/VII/1994. Hal ini menandakan
kualitas kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan baik dan mampu
mempertahankan jumlah cemaran bakteri di bawah nilai ALT yang tercantum pada
KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.
b) Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Beringharjo
Berdasarkan hasil observasi di lapangan, pedagang jamu godhog di Pasar
Beringharjo menyimpan jamu godhog dalam wadah keranjang di tempat yang terkena
sinar matahari langsung, terbuka, dan lembab. Sinar matahari langsung dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
mengurangi jumlah cemaran bakteri pada jamu godhog, tetapi sinar matahari juga
dapat memicu reaksi oksidasi dari senyawa berkhasiat pada simplisia jamu godhog,
sehingga mutu dari jamu godhog tersebut menjadi berkurang. Jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo dibungkus dengan plastik berwarna bening dan disegel
dengan steples. Tidak terdapat kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di
Pasar Beringharjo dan segelnya tertutup rapat (Lampiran 1B).
Tabel III. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan
Pada tabel III dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo inkubasi 24 jam
adalah (0,32 ± 0,18) x 106
CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (0,36 ± 0,22)
x106
CFU/g sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai
ALT.
Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan
sesuai yang ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak
Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
1 3,2X 102 4,1 X 10
2
2 4,0 x 104 4,4 X 10
4
3 6,3x 105 6,7 X 10
5
4 5,1x 104 5,6 X 10
4
5 6,5x 104 1,1 X 10
5
6 1,2x 106 1,2 X 10
6
Rata-rata±SD (0,32 ± 0,18) x106 (0,36 ± 0,22) x10
6
Keterangan MS MS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
boleh lebih dari 107 CFU/gram sampel. Walaupun jamu godhog di pasar
Beringharjo disimpan pada tempat yang terkena cahaya langsung, terbuka dan
lembab, nilai rata-rata ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo tetap memenuhi persyaratan KepMenKes RI No :
661/MenKes/SK/ VII/1994. Hal ini menandakan kualitas kemasan jamu godhog yang
dijual di Pasar Beringharjo baik dan mampu mempertahankan jumlah cemaran
bakteri di bawah nilai ALT yang tercantum pada KepMenKes RI No :
661/MenKes/SK/ VII/1994.
c. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Giwangan
Berdasarkan hasil observasi pedagang jamu godhog di Pasar Giwangan
menyimpan jamu godhog pada lemari khusus yang terbuka, tidak terkena cahaya
matahari langsung dan lembab. Jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan
dibungkus dengan plastik berwarna bening dan segel dengan steples. Tidak terdapat
kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan dan segelnya
tertutup rapat (Lampiran 1C).
Pada tabel IV dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan inkubasi 24 jam adalah
(0,35 ± 0,3) x104
CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (0,37 ± 0,35) x104
CFU/g
sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai ALT.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel IV. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di pasar Giwangan
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan
Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang
dijual di Pasar Giwangan pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan sesuai
yang ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh
lebih dari 107 CFU/gram sampel. Walaupun jamu godhog di Pasar Giwangan
disimpan pada lemari khusus yang terbuka, tidak terkena cahaya matahari langsung
dan lembab, nilai rata-rata ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog
yang dijual di Pasar Giwangan tetap memenuhi persyaratan pada KepMenKes RI No
: 661/MenKes/SK/VII/1994. Hal ini menandakan kualitas kemasan jamu godhog
yang dijual di Pasar Giwangan baik dan mampu mempertahankan jumlah cemaran
bakteri di bawah nilai ALT yang ditetapkan dalam KepMenKes RI No:
661/MenKes/SK/VII/1994.
Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
1 5,9X 102 6,7 X 10
2
2 1,57 x 104 1,7 X 10
4
3 7x 102 8 X 10
2
4 1x 103 1,1 X 10
3
5 2,3x 103 1,7 X 10
3
6 9,9 x 102 1,2 X 10
3
Rata-rata±SD (0,35 ± 0,3) x104 (0,37 ± 0,35) x10
4
Keterangan MS MS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
d. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di
Pasar Kranggan
Berdasarkan hasil observasi di lapangan pedagang jamu godhog di Pasar
Kranggan menyimpan jamu godhog pada meja besar dan lemari yang terbuka, tidak
terkena sinar matahari langsung dan lembab. Jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan dibungkus dengan plastik berwarna bening dan segel dengan streples.
Tidak terdapat kerusakan pada kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan
dan segelnya tertutup rapat (Lampiran 1D).
TABEL V. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan
Pada tabel V dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan inkubasi 24 jam adalah
(4,1±72,41) x 107
CFU/g sampel dan inkubasi 48 jam adalah (4,8±0,47) x 106
CFU/g
sampel. Pada inkubasi 24 dan 48 terdapat penurunan rata-rata nilai ALT. Hal ini
disebabkan pada replikasi ke-6 terjadi perubahan nilai ALT yang signifikan. Pada
inkubasi 24 jam nilai ALT yang diperoleh pada pengenceran 10-7
adalah 2,3 x 108
Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
1 1,3X 103 1, 8X 10
3
2 1,,9 x 103 1,1 X 10
3
3 2,1x 106 2,37 X 10
6
4 1,73 x 107 1,9 X 10
7
5 6,9 x 106 7,3 X 10
6
6 2,3 x 108 5,9 X 10
2
Rata-rata±SD (4,1±72,41) x107 (4,8±0,47) x10
6
Keterangan TMS MS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
CFU/g sampel. Peningkatan jumlah koloni pada pengenceran yang lebih rendah pada
inkubasi 48 jam menyebabkan perngenceran 10-1
yang tadinya di bawah range 25-250
menjadi masuk range 25-250 sehingga diambil nilai ALT pada pengenceran 10-1
yaitu
5,9 X 10 2
CFU/g sampel. Perubahan nilai ALT inlah yang menyebabkan penurunan
rata-rata nilai ALT pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan.
Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak jamu godhog yang
dijual di Pasar Kranggan pada inkubasi 24 tidak memenuhi persyaratan dan 48 jam
memenuhi persyaratan sesuai yang ditetapkan KepMenKes RI No:
661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak lebih dari 107 CFU/gram sampel. Hal ini
disebabkan adanya peningkatan jumlah koloni sampel replikasi VI pengenceran
10-1
,sehingga jumlah koloni bakteri inkubasi 24 jam yang tadinya tidak masuk range
25-250 menjadi masuk range. Meskipun jamu godhog di Pasar Kranggan disimpan
di meja besar dan lemari yang terbuka dan lembab, nilai rata-rata ALT silmplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan inkubasi 48
jam tetap memenuhi persyaratan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.
Hal ini menandakan kualitas kemasan jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan
baik dan mampu mempertahankan jumlah cemaran bakteri di bawah nilai ALT yang
tercantum pada KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.
e. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB (DepKes
RI, 1985)
Pada penelitian ini simplisia rimpang temulawak diolah sesuai dengan
standar CPSB (DepKes RI, 1985). Pada standar CPSB, setiap tahapan dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
dengan menjaga higienitas dari proses pembuatan simplisia. Tahapan-tahapan
pembuatan simplisia yang baik, meliputi pemilihan bahan baku, sortasi basah,
pencucian, perajangan, pengeringan dan sortasi kering yang secara langsung dapat
mengurangi cemaran mikroba pada simplisia.
Pada tabel VI dapat dilihat bahwa rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang
temulawak yang diolah sesuai CPSB inkubasi 24 jam adalah (0.92±0.13)x104
CFU/g
sampel dan inkubasi 48 jam adalah (1.1±0.26) x104
CFU/g sampel. Pada inkubasi 24
dan 48 terdapat peningkatan rata-rata nilai ALT.
Tabel VI. Nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB
Keterangan : MS : memenuhi persyaratan, TMS : tidak memenuhi persyaratan
Rata-rata nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak sesuai dengan
standar CPSB pada inkubasi 24 dan 48 jam memenuhi persyaratan sesuai yang
ditetapkan KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994 yaitu tidak boleh lebih
dari 107 CFU/gram sampel. Hal ini menandakan bahwa proses pembuatan simplisia
rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB dapat menghasilkan simplisia dengan
Replikasi Nilai ALT(CFU/g Sampel)
Inkubasi 24 Jam Inkubasi 48 Jam
1 1,4 X 104 2,0X 10
4
2 1,3 x 104 1,4 x 10
4
3 9,2x 103 1,0x 10
4
4 3,6 x 103 4,0 x 10
3
5 8,0 x 103 8,9 x 10
3
6 7,3 x 103 8,0 x 10
3
Rata-rata±SD (0,92±0,13)x104 (1,1±0,26) x10
4
Keterangan MS MS
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
jumlah cemaran mikroba yang memenuhi batas nilai ALT yang tercantum pada
KepMenKes RI No : 661/MenKes/SK/VII/1994.
E. Hasil Uji Shapiro-Wilk nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak dalam
jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dan yang
diolah sesuai CPSB
Untuk mengetahui sejauh mana penerapan CPSB pada produsen jamu
godhog dilakukan perbandingan nilai ALT secara statistik antara nilai ALT simplisia
rimpang temulawak yang terdapat pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB (Depkes RI, 1985).
Setiap tahapan pada proses pembuatan simplisia yang baik selalu
diperhatikan kehigienisan bahan baku, alat, bahan, dan lingkungan tempat
pembuatan simplisia sehingga dihasilkan simplisia yang jumlah cemaran mikrobanya
di bawah batas minimal yang dipersyaratkan. Di Indonesia, persyaratan batas
minimal cemaran mikroba tercantum pada KepMenKes RI No:
661/MenKes/SK/VII/1994. Pada KepMenKes RI No: 661/ MenKes /SK/VII/1994
disebutkan bahwa batas minimal nilai ALT yang diperbolehkan yaitu tidak lebih dari
107 CFU/gram sampel. Angka Lempeng Total (ALT) merupakan metode yang
digunakan untuk menetapkan angka bakteri aerob mesofilik yang terdapat dalam
sediaan obat tradisional (Balai POM RI, 2006). Oleh karena tahapan pembuatan
simplisia yang baik dapat menghasilkan simplisia dengan cemaran mikroba di bawah
batas minimal yang dipersyaratkan yang dinyatakan dengan nilai ALT, maka nilai
ALT dapat digunakan sebagai petunjuk sejauh mana produsen jamu godhog
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
melaksanakan CPSB. Makin kecil Angka Lempeng Total bagi setiap produk, makin
tinggi nilai penerapan CPSB pada produsen jamu godhog tersebut.
Sebelum melakukan perbandingan secara analisis statistik, nilai ALT yang
diperoleh diuji normalitas data terlebih dahulu. Jumlah total sampel yang diuji di
bawah 50, maka uji normalitas yang digunakan adalah uji Shapiro-Wilk.
Tabel VII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 24 jam pada simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB
Pasar
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
ALT Pasar Demangan ,312 6 ,070 ,797 6 ,056
Pasar Beringharjo ,375 6 ,008 ,744 6 ,018
Pasar Giwangan ,416 6 ,002 ,577 6 ,000
Pasar Kranggan ,443 6 ,001 ,554 6 ,000
CPSB ,167 6 ,200* ,965 6 ,859
Pada tabel VII dapat dilihat hasil uji normalitas Shapiro-Wilk nilai ALT
pada kelima sampel inkubasi 24 jam. Normalitas nilai ALT pada uji Shapiro-Wilk
dapat dilihat dari nilai signifikansi pada tabel VII. Jika nilai signifikansi menunjukkan
nilai > 0.05, maka data tersebut terdistribusi normal, sedangkan data yang
signifikansinya < 0.05 distribusi datanya tidak normal. Dari hasil Uji Saphiro-Wilk
pada tabel VII di atas dapat dilihat bahwa terdapat distribusi data yang tidak normal
pada nilai ALT sampel rimpang temulawak pada Pasar Beringharjo, Giwangan dan
Kranggan yang ditunjukkan dari nilai signifikansinya < 0.05, sedangkan nilai ALT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
sampel rimpang temulawak yang dijual di Pasar Demangan dan dibuat sesuai CPSB
nilai signifikansinya > 0.05 sehingga berdistribusi normal.
Tabel VIII. Hasil uji normalitas nilai ALT waktu inkubasi 48 jam pada simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual diempat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB
Pasar
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
ALT Pasar Demangan ,376 6 ,008 ,668 6 .003
Pasar Beringharjo ,355 6 ,018 ,757 6 .024
Pasar Giwangan ,458 6 ,000 ,547 6 .000
Pasar Kranggan ,292 6 ,120 ,742 6 .017
CPSB ,213 6 ,200* ,958 6 .802
Dari hasil Uji Saphiro-Wilk nilai ALT pada ke lima sampel inkubasi 48 jam
pada tabel VIII di atas dapat dilihat bahwa terdapat distribusi data yang tidak normal
pada nilai ALT sampel rimpang temulawak pada Pasar Demangan, Beringharjo,
Giwangan dan Kranggan yang ditunjukkan dari nilai signifikansinya < 0.05,
sedangkan yang berdistribuasi normal hanya nilai ALT dari sampel yang dibuat
sesuai CPSB.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan perhitungan nilai ALT pada
masing-masing sampel pada waktu inkubasi 24 jam dan 48 jam. Untuk perbandingan
nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di empat
pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB digunakan nilai
ALT pada inkubasi 48 jam. Digunakan nilai ALT pada waktu inkubasi 48 jam karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pada waktu inkubasi 48 jam bakteri berada pada fase log yang merupakan fase
optimum pertumbuhan bakteri di mana terjadi pembelahan biner yang sangat cepat
pada bakteri yang membentuk koloni sehingga koloni dapat diamati dan dihitung
jumlahnya.
Oleh karena distribusi nilai ALT dari simplisia rimpang temulawak pada
jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta inkubasi 48 jam
tidak normal, maka perbandingan nilai ALT dari simplisia rimpang temulawak pada
jamu godhog yang dijual di empat Pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang
diolah sesuai CPSB dibandingkan dengan uji Mann-Whitney
.
F. Hasil uji Mann-Withney nilai simplisia rimpang temulawak dalam jamu
godhog dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai
CPSB ALT inkubasi 48 jam
Pada uji Mann-Whitney, nilai ALT dikatakan berbeda bermakna bila nilai
signifikansinya < 0.05. Dikatakan berbeda tidak bermakna bila nilai signifikansinya
>0.05. Untuk melihat seberapa tingkat penerapan CPSB pada produsen jamu godhog
dari nilai ALT, selain dibandingkan dengan uji Mann-Whitney dilakukan juga
perbandingan rata-rata nilai ALT pada sampel simplisia rimpang temulawak yang
berasal dari empat pasar di Kotamadya Yogyakarta dengan yang diolah sesuai CPSB
yang tersaji pada tabel II, III, IV, V dan VI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel IX. Hasil uji Mann-Whitney nilai ALT simplisia rimpang temulawak
pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya Yogyakarta
dengan yang diolah sesuai CPSB inkubasi 48 jam
Pada tabel IX kolom 2 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney
nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Demangan dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 0.010.
Karena nilai signifikansinya <0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai ALT
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan
dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda bermakna.
Pada tabel II rata-rata nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu
godhog yang dijual di pasar Demangan (1.6±6.25 ) x106
CFU/gram sampel lebih
besar dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
(1.1±0.26 ) x104 CFU/gram sampel bahan pada tabel VI .
Karena hasil uji Mann-Whitney antara sampel simplisia rimpang temulawak
pada jamu godhog yang dijual di pasar Demangan dengan yang diolah sesuai CPSB
Demangan Beringharjo Giwangan Kranggan
Mann-Whitney U 2,000 6,000 5,000 18,000
Wilcoxon W 23,000 27,000 26,000 39,000
Z -2,,562 -1,922 -2,082 ,000
Asymp. Sig. (2-tailed) ,010 ,055 ,037 1,000
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] ,009
a ,065
a ,041
a 1,000
a
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
berbeda bermakna dan perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di pasar Demangan lebih besar dari yang
diolah sesuai CPSB.
Pada tahapan pembuatan simplisia yang baik, proses yang paling banyak
mengurangi jumlah cemaran mikroba adalah proses pencucian. Pencucian satu kali
dapat menghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal. Jika dilakukan pencucian
sebanyak tiga kali, jumlah mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba
awal (Depkes RI, 1985). Produsen jamu godhog pada Pasar Demangan sebaiknya
lebih memperhatikan faktor pencucian rimpang temulawak yang dapat
mempengaruhi jumlah cemaran mikroba, seperti penggunaan air bersih, dicuci pada
air yang mengalir, dan frekuensi pencucian sebanyak 3 kali sehingga diperoleh
simplisia rimpang temulawak dengan jumlah cemaran yang minimal.
Pada tabel IX kolom ke 3 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney
nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Beringharjo dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 0.055.
Karena nilai signifikansinya > 0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai
ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Beringharjo dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda tidak
bermakna.
Untuk melihat seberapa tingkat penerapan CPSB pada produsen jamu
godhog dari nilai ALT, selain dibandingkan dengan uji Mann-Whitney, dilakukan
juga perbandingan rata-rata nilai ALT pada sampel simplisia rimpang temulawak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
yang berasal dari jamu godhog Pasar Beringharjo dengan yang diolah sesuai CPSB
yang terdapat pada tabel III dan VI . Pada tabel III rata-rata nilai ALT simplisia
rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di pasar Beringharjo (0.36±0.22
)x106
CFU/ gram sampel lebih besar dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak
yang diolah sesuai CPSB (1.1±0.26 ) x104 CFU/ gram sampel pada tabel VI.
Walaupun hasil perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo lebih besar dari rata-
rata nilai ALT yang diolah sesuai CPSB, hasil uji Mann-Whitney antara sampel
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo
dengan yang diolah sesuai CPSB berbeda tidak bermakna.
Pada tabel IX kolom ke 3 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney
nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 0.037.
Karena nilai signifikansinya <0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai ALT
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan
dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda bermakna.
Pada tabel IV rata-rata nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu
godhog yang dijual di pasar Giwangan (0.37±0.35 ) x104
CFU/ gram sampel lebih
kecil dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
(1.1±0.26) x104CFU/ gram sampel pada tabel VI .
Karena hasil uji Mann-Whitney antara sampel simplisia rimpang temulawak
pada jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan dengan yang diolah sesuai CPSB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
berbeda bermakna dan perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di pasar Giwangan lebih kecil dari yang
diolah sesuai CPSB.
Pada tabel IX kolom ke 4 dapat dilihat nilai signifikansi uji Mann-Whitney
nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam adalah 1.000.
Karena nilai signifikansinya > 0.05, maka dapat disimpulkan perbandingan nilai
ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan
dengan yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam berbeda tidak bermakna.
Pada tabel V rata-rata nilai ALT simplisia rimpang temulawak pada jamu
godhog yang dijual di pasar Kranggan (0.47±0.46 ) x107CFU/ gram sampel lebih
besar dari rata-rata nilai simplisia rimpang temulawak yang diolah sesuai CPSB
(1.1±0.26)x104CFU/gram sampel pada tabel VI .
Walaupun hasil perbandingan rata-rata nilai ALT sampel simplisia rimpang
temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan lebih besar dari rata-rata
nilai ALT yang diolah sesuai CPSB , hasil uji Mann-Whitney antara sampel
simplisia rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan
dengan yang diolah sesuai CPSB berbeda tidak bermakna.
G. Keterbatasan penelitian
Tahapan pengolahan simplisia jamu godhog merupakan kunci dalam
menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu dari jamu godhog. Tahapan
pengolahan ini meliputi sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
kering dan penyimpanan yang pada masing-masing tahap harus dilakukan secara
higienis untuk menghindari dan mengurangi kontaminasi mikroba (Depkes RI,
1985).
Jamu godhog yang dijual di empat pasar tradisional di Kotamadya
Yogyakarta diolah dengan berbagai cara pengolahan yang tidak diketahui sesuai
dengan standar CPSB atau tidak. Penelitian ini tidak memiliki informasi yang
lengkap tentang tahapan cara pengolahan simplisia jamu godhog yang dilakukan oleh
produsen jamu godhog, hal ini disebabkan pedagang jamu godhog tidak
memproduksi jamu godhog sendiri sehingga hanya sedikit informasi yang bisa
diperoleh dari pedagang jamu godhog ketika wawancara.
Nilai ALT dari simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai Cara
Pembuatan Simplisia yang Baik relatif lebih rendah dari nilai ALT simplisia rimpang
temulawak dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar tradisional di Kotamadya
Yogyakarta, hal ini di pengaruhi oleh factor higienitas dalam pembuatan,
pengemasan, pengepakan, dan penyimpanan jamu godhog yang berbeda-beda dari
masing-masing produsen dan pedagang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dan temulawak yang diolah sesuai CPSB memenuhi
persyaratan nilai ALT rajangan dalam Kepmenkes RI No :
661/Menkes/SK/VII/1994 yaitu tidak lebih dari107 CFU / gram bahan.
2. Nilai ALT dari sampel simplisia rimpang temulawak dari Pasar Beringharjo, dan
Kranggan tidak berbeda bermakna dengan nilai ALT simplisia rimpang
temulawak yang diolah sesuai CPSB pada inkubasi 48 jam. Nilai perbandingan
ALT sampel simplisia rimpang temulawak dari Pasar Demangan dan Giwangan
berbeda bermakna dengan nilai ALT pada simplisia rimpang temulawak yang
diolah sesuai CPSB.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian ALT terhadap simplisia rimpang temulawak pada
jamu godhog di Kotamadya Yogyakarta yang baru selesai diolah oleh produsen
dibandingkan dengan simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai dengan
CPSB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2. Produsen jamu godhog sebaiknya lebih memperhatikan higienitas dalam
pembuatan, pengemasan, pengepakan, dan penyimpanan jamu godhog seperti
mengunakan air bersih, kemasan yang kedap udara, disimpan pada suhu ruangan,
tidak lembab dan tidak terkena cahaya lngsung sehingga diperoleh jamu godhog
yang bermutu, berkasiat dan aman untuk di konsumsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A. dan Chaerul, 1994, Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri dari
Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.), Prosiding
Simposium Penelitian Bahan Obat Alami VIII, 643 – 647.
Arditayasa, W., 2011, Perbandingan Angka Kapang Kamir (AKK) Simplisia
Rimpang Temulawak dalam jamu godhog dari Empat Pasar di Kotamadya
Yogyakarta dengan yang Diolah Sesuai Cara Pembuatan Simplisia yang
Baik, Skripsi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Atlas, R.M., 2000, Hand Book of Microbiological Media, 2nd
Edition, 255, CRC
Press, New York
Backer, C.A and RCB. Van den Brink, 1968, Flora of Java, Volume III, 41-46, NVP,
Noordhof, Groningen, Netherland
Badan Standarisasi Nasional, 1992, Standar Nasional Indonesia No.01-2897-1992
Tentang Cara Uji Cemaran Mikroorganisme, 6-8, 32-33, Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005, Peraturan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK. 00.
05.41380 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik,
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Jakarta
Balai POM, 2006, Metode Analisis Prosedur Pengujian Obat dan Makanan Negara,
13, Balai POM, Jakarta
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008, Pengujian
Mikrobiologi Pangan, InfoPOM, 9(2) : 3-5
Cappucino, S., 2008, Microbiology : A Laboratory Manual, 8th
Edition, 134, Pearson
Education, Inc, New York
Departemen Kesehatan RI, 1979, Materia Medika Indonesia, Jilid III, Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 63-70, Departemen Kesehatan RI,Jakarta,.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1985, Cara Pembuatan Simplisia, 1, 105,
111-117, 122-125, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1990, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No : 246/ MENKES/PER/V/1990 tentang Izin Usaha
Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1994, Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No : 661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Persyaratan
Obat Tradisional, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan, 180-195, Penerbit PT Gramedia, Jakarta
Ghaly, A. E., and Mahmoud, N. S., 2006, Optimum Conditions for Measuring
Dehydrogenase Activity of Aspergillus niger Using TTC, 186-194, Science
Publications, Canada
Gunawan, M., 2011, Pengaruh Lama Waktu Pengeringan Simplisia Rimpang
Temulawak Terhadap Nilai Angka Kapang Kamir (AKK)
Gunawan, M., Chandradinata, P., Arditayasa, W., Primadani, E., Hening
C.R.,C.,2010, Penelitian Aspek Mikrobiologis Simplisia Jamu Godhog
yang Beredar di Beberapa Pasar di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Program Kreativitas Mahasiswa DIKTI, Yogyakarta
Mahendra,B., 2006, Panduan Meracik Herbal, 48, Penebar Swadaya, Jakarta
Hadi, S., 1985, Manfaat Temulawak Ditinjau Dari Segi Kedokteran, Prosiding
Simposium Nasional Temulaawak Bandung 17 – 18 September 1985, 139
– 145
Hadioetomo, R.S., 1985, Mikrobiologi Dasar dan Praktek-teknik dan Prosedur
Dasar Dalam Laboratorium, 42-46, Gramedia, Jakarta
Kementerian Riset dan Tehnologi, 2008, Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.),
http://www.warintek.ristek.go.id/pertanian/temulawak. pdf, diakses
tanggal 29 april 2010
Lay, B.W., 1994, Analisis Mikroorganisme Di Laboratorium, Edisi I, 47-54, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta
Rachman, C., 2008, The Indonesian Heritage : Jamu for Health and Beauty, 13-15,
Departemen Agriculture Republic Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Rukmana, R., 1995, Temulawak Tanaman Rempah dan Obat, 16, 26-28, Penerbit
Kanisius,Yogyakarta
Sigit, S., 2003, Pengantar Metode Penelitian Sosial-Bisnis-Manajemen, 108-109,
Bagian Penerbitan Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata
Tamanasiswa, Yogyakarta
Soenanto, H., dan Kuncoro, S., 2009, Obat Tradisional Untuk Pasangan Suami Istri,
69, Elex Media Komputindo, Jakarta
Supranto,J., 2000, Statistik Teori dan Aplikasi, Edisi 6, 45, Erlangga, Jakarta
Tarigan, J., 1988, Pengantar Mikrobiologi, 113-114, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek
Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan, Jakarta
Voigt, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, 51-52, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta
World Health Organization (WHO), 2003, Heterotrophic Plate Counts and Drinking-
water Safety, 65-70, Published by IWA Publishing, London.
Yusron, M., 2009, Respon Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb ) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Pada Kondisi Agroekologi Yang Berbeda, Jurnal
Littri, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, 15 (2) : 162-167
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Lampiran 1. Sampel simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog dari empat pasar di
Kotamadya Yogyakarta dan yang diolah sesuai CPSB
A B
C D
E
Keterangan Gambar : A. Jamu godhog dari Pasar Demangan
B. Jamu godhog dari Pasar Beringharjo
C. Jamu godhog dari Pasar Giwangan
D. Jamu godhog dari Pasar Kranggan
E. Simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB
Lampiran 2. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Demangan inkubasi 24 jam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Lampiran 3. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-
rata
koloni
Nilai ALT (CFU/g
sampel) Petri I Petri II
I 10-1
305 290 298 1.8 x 104
10-2
193 160 177
10-3
139 16 78
10-4
210 229 220
10-5
102 152 127
10-6
216 123 170
II 10-1
259 276 268 1.5 x 104
10-2
113 178 146
10-3
279 125 202
10-4
115 257 186
10-5
30 148 89
10-6
63 125 94
III 10-1
301 291 296 1,7 x 104
10-2
182 156 169
10-3
192 82 137
10-4
126 26 76
10-5
4 30 17
10-6
154 66 110
IV 10-1
153 261 207 1.1x 104
10-2
88 133 111
10-3
36 63 50
10-4
60 113 87
10-5
57 54 56
10-6
86 104 95
V 10-1
270 279 275 1.7 x 104
10-2
219 127 173
10-3
280 278 279
10-4
65 109 87
10-5
253 214 234
10-6
133 25 79
VI 10-1
522 390 456 1.8 x 104
10-2
157 200 179
10-3
183 98 141
10-4
37 45 41
10-5
68 25 47
10-6
33 14 24
Rata-rata nilai ALT± SD (1.59±0.58) x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Demangan inkubasi 48 jam
CARA PERHITUNGAN NILAI ALT (CFU/g sampel)
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri rata-rata
koloni
nilai ALT
(CFU/g sampel) Petri I Petri II
I
10-1
270 290 280
1.6. x 104
10-2
71 243 157
10-3
240 40 140
10-4
256 263 260
10-5
117 161 139
10-6
292 163 228
II
10-1
301 293 297
2.0 x 105
10-2
331 310 321
10-3
245 153 199
10-4
264 273 269
10-5
290 172 231
10-6
110 320 215
III
10-1
265 274 270
1.1 x 10 6
10-2
255 262 259
10-3
164 264 214
10-4
175 49 112
10-5
5 30 18
10-6
254 96 175
IV
10-1
259 256 258
2.0 x 104
10-2
197 201 199
10-3
78 118 98
10-4
93 112 103
10-5
74 53 64
10-6
126 125 126
V
10-1
260 257 259
1.3 x 106
10-2
263 261 262
10-3
300 289 295
10-4
91 176 134
10-5
290 288 289
10-6
138 69 104
VI
10-1
286 290 288
7.1 x 106
10-2
277 265 271
10-3
211 281 246
10-4
37 260 148
10-5
116 25 71
10-6
33 14 24
Rata-rata nilai ALT± SD (1.63±6.25) x 106
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
1. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan
a. Inkubasi 24 jam
Replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 177
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
177 x 100 = 17.700=1.77 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 146
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
146 x 100 = 14.600=1.46 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 3(cara perhitungan c )
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 169
169 x 100 = 16.900 = 1.69 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 111.
111 x 100 = 11.100 = 1.11 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 173
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
173 x 100 = 17.300=1.73 x 104=1.7 x 10
4 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan hasil
yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka yang
dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata jumlah koloni
= 179.
179 x 100 = 17.900 = 1.79 x 104 CFU /g Sampel
b. Inkubasi 48 jam
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan hasil
yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata jumlah koloni
= 157.
157 x 100 = 15.700 = 1.57 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 199
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
199 x 1000 = 199.000=1.99 x 105 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-4
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 112
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
112 x 10.000 = 1.120.000=1.12 x 106 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 199.
199 x 100 = 19.900 = 1.99 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-4
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 134
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
134 x 10.000 = 1.340.000=1.34 x 106 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-5
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 71
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
71 x 100.000 = 7100.000=7.10 x 106 CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Lampiran 4. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar Demangan 24
jam dan 48 jam
A B
C D
Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 5. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Beringharjo inkubasi 24 jam
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g sampel) Petri I Petri II
I
10-1
30 34 32
3.2 x 102
10-2
25 36 31
10-3
47 34 41
10-4
35 38 37
10-5
26 16 21
10-6
19 4 23
II
10-1
11 27 19
4.0 x 104
10-2
6 5 6
10-3
29 50 40
10-4
9 14 12
10-5
26 25 26
10-6
21 104 63
III
10-1
10 25 18
6.3 x 105
10-2
1 3 2
10-3
3 5 4
10-4
71 55 63
10-5
41 95 68
10-6
68 111 90
IV
10-1
10 28 19
5.1 x 104
10-2
8 2 5
10-3
49 52 51
10-4
106 104 105
10-5
123 142 133
10-6
133 173 153
V
10-1
4 4 4
6 .5x 104
10-2
1 7 4
10-3
96 33 65
10-4
60 109 85
10-5
4 60 32
10-6
25 38 32
VI
10-1
20 23 22
1.2 x 106
10-2
16 7 12
10-3
3 14 9
10-4
135 94 115
10-5
99 126 113
10-6
49 168 109
Rata-rata nilai ALT± SD (0.32±0.18)x 106
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lampiran 6. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Bringharjo inkubasi 48 jam.
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g sampel) Petri I Petri II
I
10-1
39 44 41
4.1 x 102
10-2
27 41 34
10-3
55 44 50
10-4
37 51 44
10-5
33 21 27
10-6
16 11 14
II
10-1
21 31 26
4.4 x 104
10-2
10 9 9
10-3
32 56 44
10-4
16 27 22
10-5
35 41 38
10-6
33 114 74
III
10-1
19 33 26
6.7 x 105
10-2
5 6 5
10-3
11 9 10
10-4
77 57 67
10-5
46 115 81
10-6
86 132 109
IV
10-1
15 35 25
5.6 x 104
10-2
16 5 11
10-3
59 53 56
10-4
110 106 108
10-5
149 151 150
10-6
198 231 215
V
10-1
7 9 8
1.7 x 10 5
10-2
3 8 6
10-3
97 117 107
10-4
69 109 89
10-5
11 65 38
10-6
28 39 34
VI
10-1
23 26 25
1.3 x 106
10-2
20 12 16
10-3
6 21 14
10-4
142 114 128
10-5
118 138 128
10-6
70 178 124
Rata-rata nilai ALT± SD (0.36±0.22)x106
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
2. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo
a. Inkubasi 24 jam
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 32.
32 x 10 = 320 = 3.2 x 102 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 40
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
40 x 1.000 = 40.000=4 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 6.3
63 x 10000 = 630000 = 6.3 x 105 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 51
51 x 1000 = 51000 = 5.1 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 65
65 x 1000 = 65000 = 6.5 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 115.
115 x 10000 = 1150000 = 1.15 x 106 CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
b. Inkubasi 48 jam
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 41
41 x 10 = 410 = 4.1 x 102 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 44
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
44 x 1.000 = 44.000=4.40 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 67
67 x 10000 = 670000 = 6.7 x 105 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 56
56 x 1000 = 56000 = 5.6 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 107
107 x 1000 = 107000 = 1.07 x 105 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 128
128 x 10000 = 1280000 = 1.28 x 106 CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 7. Hasil uji ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar Beringharjo 24
jam dan 48 jam
A B
C D
Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 8. Nilai ALT rimpang temulawak pada jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan inkubasi 24 jam.
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g sampel) Petri I Petri II
I 10-1
55 63 59 5.9 x 102
10-2
9 15 12
10-3
156 35 96
10-4
30 97 64
10-5
243 41 145
10-6
74 196 135
II 10-1
365 269 317 1.6 x 104
10-2
135 179 157
10-3
123 71 97
10-4
37 140 89
10-5
40 32 36
10-6
227 290 259
III 10-1
34 105 70 7 x 102
10-2
3 10 7
10-3
36 61 49
10-4
142 50 96
10-5
28 101 65
10-6
77 93 135
IV 10-1
94 105 100 1 x 10 3
10-2
54 18 36
10-3
36 10 23
10-4
53 106 80
10-5
340 337 339
10-6
133 42 88
V 10-1
200 119 160 2.3 x 103
10-2
26 33 30
10-3
5 159 82
10-4
33 137 85
10-5
247 36 142
10-6
38 142 90
VI 10-1
96 102 99 9.9 x 102
10-2
16 13 15
10-3
75 20 48
10-4
80 166 98
10-5
216 122 169
10-6
103 78 91
Rata-rata nilai ALT± SD (0.35±0.3) x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 9. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan inkubasi 48 jam
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g Sampel) Petri I Petri II
I 101 61 72 67 6.7 x 10
2
102 15 21 18
103 166 39 103
104 41 115 78
105 249 55 152
106 85 215 150
II 101 373 286 330 1.7 x 10
4
102 149 191 170
103 133 101 117
104 41 150 96
105 53 49 51
106 238 298 268
III 101 39 120 80 8.0 x 10
2
102 9 15 12
103 45 70 58
104 149 58 104
105 37 115 76
106 197 113 115
IV 101 110 111 110 1.1 x 10
3
102 63 23 43
103 326 10 168
104 59 126 93
105 350 341 346
106 151 54 103
V 101 210 125 168 1.7 x 10
3
102 31 43 37
103 10 105 58
104 39 141 90
105 260 46 153
106 49 173 111
VI 101 113 121 117 1.2 x 10
3
102 23 14 19
103 83 29 56
104 81 177 129
105 219 141 180
106 122 97 110
Rata-rata nilai ALT± SD (0.37±0.35)x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
3. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Giwangan
a. Inkubasi 24 jam
Replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 59
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
59 x 10 = 590 = 5.9 x 102 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 157
157 x 100 = 15700 = 1.57 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 70
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
70 x 10 = 700 = 7 x 102 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 100
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
100 x 10 = 1000 = 1 x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih besar dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah rata-rata jumlah koloni dari kedua
pengenceran tersebut : 160+300
2𝑥 101 = 230 x 10= 2.3 x 10
3 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 99
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
99 x 10 = 990 = 9.9 x 102 CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
b. Inkubasi 48 jam
Replikasi 1
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 67
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
67 x 10 = 670 = 6.7 x 102 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 170
170 x 100 = 17000 = 1.70 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 80
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
80 x 10 = 800 = 8 x 102 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 110
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
110 x 10 = 1.100 = 1.1 x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 168
168 x 10 = 1680 = 1.68 x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 117
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
117 x 10 = 1170 = 1.17 x 103 = 1.2 x 10
3CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Lampiran 10. Hasil pengamatan ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar
Giwangan 24 jam dan 48 jam
A B
C D
Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Lampiran 11. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan inkubasi 24 jam.
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g Sampel) Petri I Petri II
I 10-1
121 138 130 1.3 x 103
10-2
25 79 52
10-3
7 45 26
10-4
5 18 12
10-5
12 43 27
10-6
7 23 15
II 10-1
178 21 100 1.9 x 105
10-2
198 13 106
10-3
137 250 194
10-4
24 72 48
10-5
9 65 34
10-6
29 9 19
III 10-1
4 0 2 2.1x 106
10-2
275 260 268
10-3
305 290 298
10-4
230 187 209
10-5
224 193 209
10-6
307 269 288
IV 10-1
9 11 10 1.7 x 107
10-2
305 234 270
10-3
338 195 267
10-4
350 310 330
10-5
116 230 173
10-6
249 287 268
V 10-1
0 0 0 6.9 x 106
10-2
5 0 3
10-3
0 0 0
10-4
22 2 12
10-5
27 111 69
10-6
3 1 2
VI 10-1
35 16 26 2.3 x 108
10-2
0 0 0
10-3
0 0 0
10-4
5 0 3
10-5
10 235 123
10-6
235 230 233
Rata-rata nilai ALT± SD (4.1±72.41)x107
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Lampiran 12. Nilai ALT rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan inkubasi 48 jam.
Replikasi Pengenceran ∑ Koloni masing-masing petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g Sampel) Petri I Petri II
I 10-1
184 179 182 1.8 x 103
10-2
32 152 92
10-3
75 46 61
10-4
151 67 109
10-5
43 186 115
10-6
18 230 124
II 10-1
183 30 107 1.1 x 103
10-2
109 49 79
10-3
169 261 215
10-4
24 90 57
10-5
151 106 129
10-6
130 57 94
III 10-1
15 8 12 2.4 x 106
10-2
256 261 259
10-3
253 255 254
10-4
230 243 237
10-5
260 237 249
10-6
259 254 257
IV 10-1
16 22 19 1.9 x 107
10-2
261 258 260
10-3
253 259 256
10-4
271 254 263
10-5
146 230 188
10-6
273 281 277
V 10-1
0 0 0 7.3 x 106
10-2
5 0 3
10-3
0 0 0
10-4
39 2 21
10-5
30 115 73
10-6
12 1 6
VI 10-1
92 26 59 5.9 x 102
10-2
0 2 1
10-3
4 1 3
10-4
10 0 5
10-5
26 236 131
10-6
254 260 257
Rata-rata nilai ALT± SD (0.47±0.46)x107
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
4. Simplisia rimpang temulawak dalam jamu godhog yang dijual di Pasar Kranggan
a. Inkubasi 24 jam
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 130
130 x 10 = 1300 = 1.30 x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-3
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 194
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
194 x 10 = 1940 = 1.94 x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 209
209 x 10000 = 2090000 = 209 x 106 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-5
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 173
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
173 x 105 = 173 x 100.000 = 1.73 x 10
7 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-5
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 69
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
69 x 105 = 69 x 100.000 = 6.9x 10
6 CFU/g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-6
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 233
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
233 x 106 = 233 x 1000.000 = 2.33 x 10
8 CFU /g Sampel
b. Inkubasi 48 jam
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 182
182 x 10 = 1820 = 1.82x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 107
107 x 10 = 1070 = 1.07x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Dipilih pengenceran 10-4
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 237
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
237 x 104 = 237 x 10.000 = 2.37 x 10
6 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-5
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 188
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
188 x 105 = 188 x 100.000 = 1.88x 10
7 = 1.9 x 10
7CFU /g Sampel
Replikasi 5
Dipilih pengenceran 10-5
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 73
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
73 x 105= 73 x 100.000 = 7. 3 x 10
6 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-1
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 59
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
59 x 101 = 59 x 10 =5.9 x 10
2 CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 13. Foto hasil pengamatan ALT pada sampel jamu godhog yang dijual di Pasar
Kranggan 24 jam dan 48 jam
A B
C D
Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Lampiran 14. Nilai ALT rimpang temulawak kering yang dibuat sesuai CPSB inkubasi 24
jam.
Replikasi Pengenceran
∑ Koloni masing-masing
petri Rata-Rata
Koloni
Nilai ALT
(CFU/g
Sampel) Petri I Petri II
I
10-1
290 270 280
1.4 x 104
10-2
170 116 143
10-3
112 114 113
10-4
77 53 65
10-5
246 115 176
10-6
147 93 120
II
10-1
309 350 330
1.7 x 104
10-2
57 198 128
10-3
20 146 83
10-4
13 26 20
10-5
96 237 167
10-6
50 129 90
III
10-1
47 256 152
9.2 x103
10-2
82 101 92
10-3
74 72 73
10-4
79 59 69
10-5
193 139 166
10-6
136 147 142
IV
10-1
261 273 267
3.6 x 103
10-2
43 29 36
10-3
48 20 34
10-4
45 57 51
10-5
20 5 13
10-6
13 33 18
V
10-1
29 15 22
8.0 x 103
10-2
74 86 80
10-3
155 47 101
10-4
51 19 35
10-5
5 9 82
10-6
6 4 7
VI
10-1
479 433 5
7.3 x 103
10-2
78 68 73
10-3
138 10 74
10-4
223 206 215
10-5
193 108 151
10-6
179 139 159
Rata-Rata Nilai ALT± SD (0.92±0.13)x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Lampiran 15. Nilai ALT rimpang temulawak kering yang dibuat sesuai CPSB inkubasi 48
jam.
Replikasi Pengenceran
∑ Koloni masing-masing
petri Rata-rata
koloni
Nilai ALT
(CFU/g
Sampel) Petri I Petri II
I
10-1
335 315 325
2.0 x 104
10-2
210 191 201
10-3
121 119 120
10-4
81 67 74
10-5
251 114 183
10-6
159 100 130
1.4 x 104
II
10-1
351 370 361
10-2
67 220 144
10-3
23 150 87
10-4
19 33 26
10-5
241 63 152
10-6
191 126 159
III
10-1
56 256 156
1.0 x 104
10-2
89 116 103
10-3
110 85 98
10-4
79 88 84
10-5
211 152 182
10-6
143 155 149
IV
10-1
269 288 279
4 x 103
10-2
49 31 40
10-3
51 22 37
10-4
59 61 60
10-5
29 15 22
10-6
19 40 30
V
10-1
33 19 26
8.9 x 103
10-2
89 88 89
10-3
166 52 109
10-4
60 23 42
10-5
6 9 8
10-6
7 5 6
VI
10-1
481 440 461
8.0 x 10 3
10-2
88 72 80
10-3
151 15 83
10-4
232 216 224
10-5
199 117 158
10-6
187 152 170
Rata-rata nilai ALT± SD (1.1±0.26)x104
Kontrol media 0
Kontrol pelarut 0
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
1. Simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai dengan CPSB
a. Inkubasi 24 jam
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 143
143 x 100 = 14300 = 1.43x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 128
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
128 x 102 = 128 x 100 =1.28 x 10
4CFU /g Sampel
Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 92
92 x 100 = 9200 = 9.2x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 36
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
36 x 102 = 36 x 100 =3.6 x 10
3CFU /g Sampel
Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 80
80 x 100 = 8000 = 8.0 x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 73
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
73 x 100 =73 x 100 =7.3 x 103CFU /g Sampel
b. Inkubasi 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Replikasi 1
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 201
201 x 100 = 20100 = 2.01x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 2
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 144
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
144 x 102 =144 x 100 =1.44 x 10
3 CFU /g Sampel
Replikasi 3
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 103
103 x 100 = 14300 = 1.03x 104 CFU /g Sampel
Replikasi 4
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 44
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
40 x 102 =40 x 100 =4 x 10
3 CFU /g Sampel
Replikasi 5
Karena 2x nilai ALT pada tingkat pengenceran lebih rendah (10-2
) didapatkan
hasil yang lebih kecil dari tingkat pengenceran yang lebih tinggi (103), maka
yang dinyatakan sebagai nilai ALT adalah pengenceran 102 dengan rata-rata
jumlah koloni = 89
89 x 100 = 8900 = 8.9 x 103 CFU /g Sampel
Replikasi 6
Dipilih pengenceran 10-2
karena jumlah koloninya masuk dalam range 25-250, di
mana rata-rata jumlah koloni = 80
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
80 x 102 =80 x 100 =8 x 10
3 CFU /g Sampel
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Lampiran 16. Foto hasil pengamatan ALT pada sampel Simplisia rimpang temulawak
yang dibuat sesuai dengan CPSB 24 jam dan 48 jam
A B
C D
Keterangan gambar :
A. Kontrol media
B. Kontrol pelarut
C. Pengamatan 24 jam
D. Pengamatan 48 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Lampiran 17. Hasil analisis statistik nilai Angka Lampeng Total (ALT) simplisia rimpang
temulawak yang terdapat pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB
inkubasi 24 jam
NPar Tests
Notes
Output Created 14-Jun-2011 09:59:59
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(4 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.015
Elapsed Time 00:00:00.015
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Ranks
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Kranggan 6 8.50 51.00
CPSB 6 4.50 27.00
Total 12
Test Statisticsb
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
ALT
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -1.922
Asymp. Sig. (2-tailed) .055
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065a
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 09:59:23
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(3 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.000
Elapsed Time 00:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Giwangan 6 4.50 27.00
CPSB 6 8.50 51.00
Total 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Test Statisticsb
ALT
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -1.922
Asymp. Sig. (2-tailed) .055
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065a
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 09:57:58
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(2 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.000
Elapsed Time 00:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Beringharjo 6 8.50 51.00
CPSB 6 4.50 27.00
Total 12
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
ALT
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -1.922
Asymp. Sig. (2-tailed) .055
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065a
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 09:56:29
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(1 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.000
Elapsed Time 00:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Demangan 6 9.17 55.00
CPSB 6 3.83 23.00
Total 12
ALT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Mann-Whitney U 2.000
Wilcoxon W 23.000
Z -2.562
Asymp. Sig. (2-tailed) .010
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a
Explore
Output Created 14-Jun-2011 09:48:38
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for dependent
variables are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent variable
or factor used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=ALT BY Pasar
/PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUP
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 00:00:04.524
Elapsed Time 00:00:04.555
Pasar
Case Processing Summary
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Pasar
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ALT Pasar Demangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Pasar Beringharjo 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Pasar Giwangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Pasar Kranggan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
CPSB 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Descriptives
Pasar Statistic Std. Error
ALT Pasar Demangan Mean 1.5917E4 1.07902E3
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 1.3143E4
Upper Bound 1.8690E4
5% Trimmed Mean 1.6074E4
Median 1.7100E4
Variance 6.986E6
Std. Deviation 2.64304E3
Minimum 1.11E4
Maximum 1.79E4
Range 6800.00
Interquartile Range 4025.00
Skewness -1.575 .845
Kurtosis 1.947 1.741
Pasar Beringharjo Mean 3.2272E5 1.91741E5
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -1.7017E5
Upper Bound 8.1561E5
5% Trimmed Mean 2.9467E5
Median 5.8000E4
Variance 2.206E11
Std. Deviation 4.69667E5
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Minimum 320.00
Maximum 1.15E6
Range 1.15E6
Interquartile Range 7.30E5
Skewness 1.453 .845
Kurtosis 1.006 1.741
Pasar Giwangan Mean 3.5467E3 2.44353E3
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -2.7346E3
Upper Bound 9.8280E3
5% Trimmed Mean 3.0357E3
Median 9.9500E2
Variance 3.583E7
Std. Deviation 5.98540E3
Minimum 590.00
Maximum 1.57E4
Range 1.51E4
Interquartile Range 4977.50
Skewness 2.394 .845
Kurtosis 5.774 1.741
Pasar Kranggan Mean 4.3248E7 3.80430E7
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -5.4545E7
Upper Bound 1.4104E8
5% Trimmed Mean 3.5108E7
Median 4.4950E6
Variance 8.684E15
Std. Deviation 9.31861E7
Minimum 1300.00
Maximum 2.33E8
Range 2.33E8
Interquartile Range 7.11E7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Skewness 2.423 .845
Kurtosis 5.896 1.741
CPSB Mean 9.2000E3 1.58514E3
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.1253E3
Upper Bound 1.3275E4
5% Trimmed Mean 9.2278E3
Median 8.6000E3
Variance 1.508E7
Std. Deviation 3.88278E3
Minimum 3600.00
Maximum 1.43E4
Range 1.07E4
Interquartile Range 6800.00
Skewness -.025 .845
Kurtosis -.574 1.741
Tests of Normality
Pasar
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
ALT Pasar Demangan .312 6 .070 .797 6 .056
Pasar Beringharjo .375 6 .008 .744 6 .018
Pasar Giwangan .416 6 .002 .577 6 .000
Pasar Kranggan .443 6 .001 .554 6 .000
CPSB .167 6 .200* .965 6 .859
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran 18. Hasil analisis statistic nilai Angka Lampeng Total (ALT) simplisia rimpang
temulawak yang terdapat pada jamu godhog yang dijual di empat pasar di Kotamadya
Yogyakarta dan nilai ALT simplisia rimpang temulawak yang dibuat sesuai CPSB
inkubasi 48 jam
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:59:51
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(4 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.000
Elapsed Time 00:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Kranggan 6 6.50 39.00
CPSB 6 6.50 39.00
Total 12
ALT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Mann-Whitney U 18.000
Wilcoxon W 39.000
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000a
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:59:14
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(3 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.016
Elapsed Time 00:00:00.016
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Ranks
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Giwangan 6 4.33 26.00
CPSB 6 8.67 52.00
Total 12
ALT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Mann-Whitney U 5.000
Wilcoxon W 26.000
Z -2.082
Asymp. Sig. (2-tailed) .037
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .041a
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:58:50
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(2 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.000
Elapsed Time 00:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Ranks
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Beringharjo 6 8.50 51.00
CPSB 6 4.50 27.00
Total 12
ALT
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
Mann-Whitney U 6.000
Wilcoxon W 27.000
Z -1.922
Asymp. Sig. (2-tailed) .055
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .065a
NPar Tests
Output Created 14-Jun-2011 17:58:19
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as
missing.
Cases Used Statistics for each test are based on all
cases with valid data for the variable(s)
used in that test.
Syntax NPAR TESTS
/M-W= ALT BY Pasar(1 5)
/MISSING ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.000
Elapsed Time 00:00:00.000
Number of Cases Alloweda 112347
Mann-Whitney Test
Pasar N Mean Rank Sum of Ranks
ALT Pasar Demangan 6 9.17 55.00
CPSB 6 3.83 23.00
Total 12
ALT
Mann-Whitney U 2.000
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Wilcoxon W 23.000
Z -2.562
Asymp. Sig. (2-tailed) .010
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .009a
Explore
Output Created 14-Jun-2011 17:57:01
Comments
Input Active Dataset DataSet0
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 30
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values for dependent
variables are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on cases with no
missing values for any dependent variable
or factor used.
Syntax EXAMINE VARIABLES=ALT BY Pasar
/PLOT BOXPLOT HISTOGRAM NPPLOT
/COMPARE GROUP
/STATISTICS DESCRIPTIVES
/CINTERVAL 95
/MISSING LISTWISE
/NOTOTAL.
Resources Processor Time 00:00:04.508
Elapsed Time 00:00:04.711
Pasar
Case Processing Summary
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Pasar
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
ALT Pasar Demangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Pasar Beringharjo 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Pasar Giwangan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Pasar Kranggan 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
CPSB 6 100.0% 0 .0% 6 100.0%
Descriptives
Pasar Statistic Std. Error
ALT Pasar Demangan Mean 1.6324E6 1.11820E6
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -1.2420E6
Upper Bound 4.5069E6
5% Trimmed Mean 1.4185E6
Median 6.5950E5
Variance 7.502E12
Std. Deviation 2.73902E6
Minimum 1.57E4
Maximum 7.10E6
Range 7.08E6
Interquartile Range 2.76E6
Skewness 2.218 .845
Kurtosis 5.087 1.741
Pasar Beringharjo Mean 3.5957E5 2.10403E5
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -1.8129E5
Upper Bound 9.0043E5
5% Trimmed Mean 3.2839E5
Median 8.1500E4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Variance 2.656E11
Std. Deviation 5.15380E5
Minimum 410.00
Maximum 1.28E6
Range 1.28E6
Interquartile Range 7.89E5
Skewness 1.507 .845
Kurtosis 1.351 1.741
Pasar Giwangan Mean 3.7417E3 2.65557E3
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -3.0847E3
Upper Bound 1.0568E4
5% Trimmed Mean 3.1757E3
Median 1.1500E3
Variance 4.231E7
Std. Deviation 6.50478E3
Minimum 670.00
Maximum 1.70E4
Range 1.63E4
Interquartile Range 4742.50
Skewness 2.433 .845
Kurtosis 5.938 1.741
Pasar Kranggan Mean 4.7456E6 3.03987E6
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound -3.0686E6
Upper Bound 1.2560E7
5% Trimmed Mean 4.2284E6
Median 1.1859E6
Variance 5.544E13
Std. Deviation 7.44612E6
Minimum 590.00
Maximum 1.88E7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Range 1.88E7
Interquartile Range 1.02E7
Skewness 1.787 .845
Kurtosis 2.997 1.741
CPSB Mean 1.0950E4 2.28951E3
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 5.0646E3
Upper Bound 1.6835E4
5% Trimmed Mean 1.0828E4
Median 9.6000E3
Variance 3.145E7
Std. Deviation 5.60812E3
Minimum 4000.00
Maximum 2.01E4
Range 1.61E4
Interquartile Range 8825.00
Skewness .743 .845
Kurtosis .528 1.741
Tests of Normality
Pasar
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
ALT Pasar Demangan .376 6 .008 .668 6 .003
Pasar Beringharjo .355 6 .018 .757 6 .024
Pasar Giwangan .458 6 .000 .547 6 .000
Pasar Kranggan .292 6 .120 .742 6 .017
CPSB .213 6 .200* .958 6 .802
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
BIOGRAFI PENULIS
Skripsi yang berjudul ” Perbandingan Angka
Lempeng Total (ALT) Rimpang Temulawak (Curcumae
Rhizoma) dalam Jamu Godhog dari Empat Pasar di
Kotamadya Yogyakarta dengan Simplisia Rimpang
Temulawak yang Diolah Sesuai Cara Pembuatan Simplisia
yang Baik” ini ditulis oleh I Putu Chandradinata. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara, yang lahir di
Pererenan, Badung, Bali pada tanggal 6 januari 1989. Pada
tahun 1994-1995 penulis menempuh pendidikan di TK
Dharma Kumara 3 Buduk, Bali. Kemudian pada tahun 1995, penulis melanjutkan
studi ke SD Negeri 6 Buduk, Bali hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 – 2004
penulis duduk di bangku SLTPN 3 Mengwi, Bali. Selepas dari pendidikan SLTP
penulis melanjutkan pendidikan di SMA N 1 Kuta Utara, Bali pada tahun 2004 –
2007. Selanjutnya mulai tahun 2007 penulis duduk di bangku kuliah yaitu di
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.Pada tahun 2008-2009
penulis pernah menjabat sebagi Sie Hubungan Masyarakat KMHD (Keluarga
Mahasiswa Hindu Dharma) Swastika Taruna. Pada tahun 2008 penulis pernah
mengikuti kepanitian acara Kampanye Informasi Obat sebagai Sie Hubungan
Masyarakat dan Sie Keamanan Bakti Sosial Pengobatan Gratis JMKI (Jaringan
Mahasiswa Kesehatan Indonesia). Pada tahun 2009 penulis pernah mengikuti
kepanitiaan Nyepi Se-Jogja KMHD se-Yogyakarta sebagai kordinator Sie
Kesehatan dan menjabat sebagai Ketua Malam Keakraban ISMAFARSI (Ikatan
Senat Mahasiswa Farmasi).Pada tahun 2009-2010 penulis menjabat sebagai Ketua
KMHD Swastika Taruna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI