Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas...

3
- -- - - -- - - -- -- --- - --- Pikiran Rakyat ~ ( ~ - ISLAM melarang pernikahan pasangan tidak se- iman. Namun, kenyataan menunjukkan, banyak pa- sangan berani mengayuh kehidupan rumah tangga walaupun berbeda agama. Bagaimana cara mendidik anak-anak di antara dua keyakinan yang berbeda? --- Harus dihindari Menurnt kandidat doktor ilmu ko- munikasi Universitas Padjadjaran Bandung yang juga pembimbing haji "Percikan Iman" Aam Amirnddin, M.Si., pernikahan pasang yang beda keyak'inan harns dihindari. Walaupun dalam Q.S. Al Maidah ay- at -5-6 dikatakan pula bahwa wanita ahli kitab boleh dinikahi laki-Iaki Mus- lim. Tapi dengan catatan, laki-Iaki ter- sebut sudah dapat memprediksi bahwa dirinya mampu membawa calon istri- nya menjadi Muslimah. Ayat tersebut kata ustaz Aam, me- munculkan dua pendapat. Abdullah bin Umar mengharamkan laki-Iaki Muslim menikah dengan wanita ahli kitab. Sementara itu, Ibnu Abbas ber- pendapat lain. Ulama ini memboleh- kan laki-Iaki Muslim menit<ah dengan wanita non-Muslim, dengan syarat la- ~ ki-Iaki tersebut bisa membimbing istri- nya menjadi Muslimah seperti yang di- syaratkan dalam Alquran. . - - "Namun, kalau kita analisis perni- kahan beda agama dengan wanita ahli kitab sekalipun, sebaiknya dihindari. Syarat yang disampaikan Ibnu Abbas itu bukan hal yang mudah," ujar us- tadz Aam. Sedangkan untuk pemikahan beda agama antara wanita Muslim dengan laki-Iaki non.Muslhn, Islam melarang tegas. Semua ulama sepakat dan tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal itu. "Jadi,tidak ada toleransi atau apa pun untuk pemikahan beda agama an- tara wanita Muslim dan laki-Iaki non- Muslim," ujar ustaz Aam. Kajian agama maupun psikologi, memandang sarna tentang dampak yang akan muncul terhadap anak aki- bat orang tua berbeda agama. Islam mengatakan, setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah. Fitrah itu akan berubah oleh pendidikan'orang tuanya. Mau menjadi Yahudi, Nasrani, atau Maj1.!§.i._ - Klip in9 t I Um 0 sUn pod 2009----------- " s EJAK awal saya sudah wanti- wanti. Selama dia mau masuk Islam dan menjadi Muslim, si- lakan hubungan mereka lanjutkan dan menikah. Akan tetapi, kalau tidak , mending putus saja," ujar Ny. Juwita (50) perihal anak gadisnya yang se- dang dekat dengan laki-Iaki non-Mus- lim. Isyarat keras Ny. Juwita sangat ber- alasan. pasalnya, kata Ny. Yani (52), yang menikah dengan suami mualaf, menjalani kehidupan rnmah tangga dengan suami beda agama itu akan sa- ngat berat. "Alhamdulillah, saat kami menikah memang sudah seiman. Akan tetapi, tentu saja banyak hal yang harns saya terima dari kebiasaan agama dia sebe" lumnya. Terntama saat kumpul de- ngan keluarga besar suami, yang me- mang non-Muslim," ujar Ny. Yani. - J o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat 4 5 6 7 8 9 10 11 20 21 22 23 24 25 26 o Mar o A,Jr OMei OJun OJul 8Ags

Transcript of Pikiran Rakyat - Pustaka Ilmiah Universitas...

- -- - - - - - - -- -- --- - ---

Pikiran Rakyat

~(

~ -ISLAM melarang pernikahan pasangan tidak se-

iman. Namun, kenyataan menunjukkan, banyak pa-

sangan berani mengayuh kehidupan rumah tangga

walaupun berbeda agama. Bagaimana cara mendidikanak-anak di antara dua keyakinan yang berbeda?

---

Harus dihindariMenurnt kandidat doktor ilmu ko-

munikasi Universitas PadjadjaranBandung yang juga pembimbing haji"Percikan Iman" Aam Amirnddin,M.Si., pernikahan pasang yang bedakeyak'inan harns dihindari.

Walaupun dalam Q.S. Al Maidah ay-at -5-6 dikatakan pula bahwa wanitaahli kitab boleh dinikahi laki-Iaki Mus-lim. Tapi dengan catatan, laki-Iaki ter-sebut sudah dapat memprediksi bahwadirinya mampu membawa calon istri-nya menjadi Muslimah.

Ayat tersebut kata ustaz Aam, me-munculkan dua pendapat. Abdullahbin Umar mengharamkan laki-IakiMuslim menikah dengan wanita ahlikitab. Sementara itu, Ibnu Abbas ber-pendapat lain. Ulama ini memboleh-kan laki-Iaki Muslim menit<ah denganwanita non-Muslim, dengan syarat la-

~ ki-Iaki tersebut bisa membimbing istri-nya menjadi Muslimah seperti yang di-syaratkan dalam Alquran.

. -

-"Namun, kalau kita analisis perni-

kahan beda agama dengan wanita ahlikitab sekalipun, sebaiknya dihindari.Syarat yang disampaikan Ibnu Abbasitu bukan hal yang mudah," ujar us-tadz Aam.

Sedangkan untuk pemikahan bedaagama antara wanita Muslim denganlaki-Iaki non.Muslhn, Islam melarangtegas. Semua ulama sepakat dan tidakada perbedaan pendapat mengenai halitu. "Jadi,tidak ada toleransi atau apapun untuk pemikahan beda agama an-tara wanita Muslim dan laki-Iaki non-Muslim," ujar ustaz Aam.

Kajian agama maupun psikologi,memandang sarna tentang dampakyang akan muncul terhadap anak aki-bat orang tua berbeda agama.

Islam mengatakan, setiap anak yanglahir dalam keadaan fitrah. Fitrah ituakan berubah oleh pendidikan'orangtuanya. Mau menjadi Yahudi, Nasrani,atau Maj1.!§.i._

- Klip in 9 t I Um 0 sUn pod 2009-----------

"s EJAK awal saya sudah wanti-wanti. Selama dia mau masukIslam dan menjadi Muslim, si-

lakan hubungan mereka lanjutkan danmenikah. Akan tetapi, kalau tidak ,mending putus saja," ujar Ny. Juwita(50) perihal anak gadisnya yang se-dang dekat dengan laki-Iaki non-Mus-lim.

Isyarat keras Ny. Juwita sangat ber-alasan. pasalnya, kata Ny. Yani (52),yang menikah dengan suami mualaf,menjalani kehidupan rnmah tanggadengan suami beda agama itu akan sa-ngat berat.

"Alhamdulillah, saat kami menikahmemang sudah seiman. Akan tetapi,tentu saja banyak hal yang harns sayaterima dari kebiasaan agama dia sebe"lumnya. Terntama saat kumpul de-ngan keluarga besar suami, yang me-mang non-Muslim," ujar Ny. Yani.

-

J

o Selasa o Rabu o Kamis o Jumat

4 5 6 7 8 9 10 1120 21 22 23 24 25 26

o Mar o A,Jr OMei OJun OJul 8Ags

bagai keturn~n dari orang tua yangberbeda agama tersebut," ujar Aam.

Hasil penelitian keeil yang dilakukanAam menunjukkan, anak-anak yangdilahirkan dari keluarga berbeda aga-ma, akan tumbuh menjadi tiga ke-mungkinan. Menjadi seorang yangpermisif, menjadi orang yang kuat da-lam salah satu agama yang diyakiniorang tuanya, atau justrn menjadiorang yang atheis.

Orang yang permisif dengan agama,kata Aam, tidak ada satu agama punyang dia yakini. Mau jadi Islam sila-kan, mau menjadi non-Muslim juga si-lakan. Yang penting, menjadi orangbaik. Begitulah keyakinan seseorangyang permisif beragama. Sedangkanorang yang menjadi kuat dalam ber-agama, bergantung pada orang tuamana yang paling bef£.engaruh di rn-mah terhadap pendidikan anak-anak.Bisa Muslim atau non-Muslim.

Yang paling parah, bila orang terse-but tumbuh menjadi atheis. Agama di-anggap sebagai baju. Orang seperti ini

t,percaya terhadap Tuhan, tetapi tidak. percayabahwa suatu agama hams.di-

yakini. Yang penting percaya Tuhan,soal agama belakangan. ltulah eiriorang yang menjadi atheis barn.

"Kenapa atheis barn? Sebab, orangseperti ini masih bereaya pada Tuhantetapi tidak merasa penting untuk be;-agama. Kalau atheis murni kan tidakkedua-duanya," ujar ustaz Aam.

Anak bingungSementara itu, pandangan psikolog

I Dra.D-ewiSartika Akbar,M. Psi.yang.juga dosen UniversitasIslam Bandung(Unisba) mengatakan, dampak perni-kclhan beda agama terhadap anak sa-n~at negatif. Anak akan bingung.Orang tua sebagai sosok yang hams di-teladankan, rnntuh.

Akibatnya, muneul konflik berke-panjangan pada anak maupun orangtua, pada saat membesarkan anak.Konflik pada anak, akan muneul mulaidari konflik-konflik keeil sampai pem-berontakan, bila anak itu sudah meng-injak remaja. Sebab, pada dasarnyamenurnt Dewi, pola didik orang tuaterhadap anak memerlukan keteladan-an, kekompakan, dan konsitensi darikedua orang tua. "Bila orang tua sudahtidak sejalan, bagaimana mungkinmenjadi teladan pada anak," ujarnya.

Begitu juga dengan kekompakandan konsistensi. Pembentukan anak,hanya dapat dilakukan dengan carapengondisian dan konsistensi, yang di-lakukan secara kompak oleh keduaorang tua. Contohnya pada saat orangtua mengajak anak salat. Ajakan ituhams dilakukan terns-menerns dankonsisten. Cara didik seperti ini, tidakakan terselenggara bila orang tua ber-beda agama.

Selama orang tua masih dapat men-jelaskan kepada anak, kemungkinan ti-dak akan muneul konflik. Akan tetapi,bila usia anak sudah remaja inilah saatpaling rentan. Bukan saja akan muneulpenolakan, tetapi juga pemberontakan.

Pertanyaan yang disampaikan anakremaja, akan lebih mengarah pada ab-strak. lajuga.!~a.!:.. mengindentitikasi-

kan pertanyaan itu untuk dirinya. Bilajawaban dari orang tua tidak cukup,anak akan mencari jawabannya di luarrnmah atau mereka-reka sendiri ber-dasarkan pemahamannya.

Seinua proses pencarian itu, akan"imenjadi beban bagi anak. Dia melihatnilai yang tumpang tindih. Nilai yangberlaku di rnmah, berbeda dengan dimasyarakat. Bagi anak-anak, mungkinakan muneul rasa malu. Akan tetapi,bagi remaja akan menjadi tekananyang akhirnya menimbulkan pembe-rontakan.

Kondisi inilah yang menurnt Dewi,hams diperhitungkan seseorang yangakan menikah namun beda agama.Bukan hanya konflik saat mendidikanak, tetapi juga antarpasangan itudan dari keluarga masing-masing pa-sangan.

Dampak paling parah pada saat de-wasa, anakjustru pindah agama. Mung-kin kata Dewi, pada saat anak kecil sam-pai remaja, ikut agama dominan yangdianut bapak atau ibu. Akan tetapi, padasaat sudah dewasa dan menemukanja-waban lain Y.aDglebih menguatkan keya-kinannya, anak akan berpindah agama.Apakah ikut agama ayah, ibu, ataumungkin agama lain yangjustru berbe-da dari kedua o,rangtuanya.

Harus kuatNamun, jika ternyata orang tua ka-

dung menikah beda keyakinan, ustazAam menyarankan, kedua orangtua ituhams kuat. Seorang suami atau ayahMuslim yang kuat, akan mampumengajak dan membimbing istrinyamenjadi Muslimah. SebaIilU:IYa,bila is-tri atau ibunya Muslim -- walau diha-ramkan dalam Islam-- ia akan kuat pa-da saat mendidik dan membesarkananaknya.

Sebenarnya, kata Aam, tidak-ada pi-lihan untuk orang tua beda agama. Se-bab, landasan hUkumnya tidak sah se-eara Islam. Oleh karena itu, jauh-jauhhari bila remaja putri berdekatan de-ngan laki-Iaki non-Muslim, sebaiknyatidak dilanjutkan. "Awalnya bisa bilangeutna main-main. Akan tetapi, kalausudah masuk ke perasaan yang lebihdalam, akan merijadi sulit. Hindari sa-jalah, masih banyak calon yang se-iman," ujarnya menganjurkan.

Apalagi dalam Islam, keluarga me-rnpakan madrasah pertama dalammendidik anak. Sedangkan nilai-nilaiyang paling berpengarnh dari rnmahsebagai madrasah adalah keteladanan(eontoh) dan istikamah (konsisten).Bila orang tua berbeda, tidak ada mo-del yang dapat dijadikan eontoh olehanak. (Eriyanti/"PRtt)***

OrangTuaHarusSolid

U STAZ Aam Aminuddin mengatakan, tidak ada pi-lihan bagi pasangan beda agama dalam mendidikdan membesarkan putra-putrinya. Namun, pem-

bimbing haji "Percikan Iman" ini mengakui, meski berbedaagama kehidupan harus terus berlanjut.

Bilakadung, seseorang menikah beda ;lgama, hal perta.ma yang harus dilakukan adalah menerapkan ajaran Islamsejak dini kepada anak. ,Apakah oleh ibu atau ayahnya yangMuslim. Ini tidak mudah, karena pernikahan di Indonesia,juga melibatkan keluarga pihak suami dan istri.

"Misalnya mengajak anak membaca basmallah sebelummakan. Ketika di rumah, anak sudah terbiasa. AkaDtetapi,kebiasaan itu bisa dimentahkan lagi oleh kakek dan nenek-nya yang berbeda agama. Inilah beratnya," ujar Aam.

Ajaran Islam yang harus diterapkan sejak awal adalah

I

pelaksaan akikah dan khitan. Hal ini akan menjadi dasaridentitas bagi anak tersebut. Ajarkanjuga kebiasaan-kebia-

I saan keeil, seperti mengucapkan basmallah sebelum ma-kan, mengucapkan salam saat bertemu orang, ataupun zi-kir keseharian, seperti hamqallah, takbir, istigfar, dll.

Semakin solid orangtua (apakah ayah atau ibu yangMuslim), semakin besar pengaruhnya terhadap pemben-tukan anak. Anak akan mengikuti agama orang tua, yangpaling dominan dalam mendidik. Bila ayah Muslim sekali-

I pun, tetapi tidak mendidik agama dengan baik, bukan ti-.I dak mungkin anak ikut agama ibu (non-Muslim).

Sementara itu, psikolog konsultan Dra. Dewi Sartika Ak-bar, M.Psi. mengingatkan, apabila anak sudah diarahkan

, untuk mengikuti agama ayah atau ibunya, bukan tidakmungkin pada saat ia dewasa justru akan memilih agama

Iyang beda.Sebab, pada awalnya mungkin anak akan mengikuti

orang tua yang dominan secara fisik, finansial, dan norma-tif. Seperti ikut agama ayah terlepas apakah itu Muslimatau non-Muslim. Sebab, stereotip ayah memang masih di-identifikasi sebagai sosok yang kuat, dalam memberikan

Iketiga kebutuhan tersebut. Sementara ibu, cenderung padapendekatan afeksi.

. Stereotipseperti itu kata Dewi,sekarangsudah mulai ca-ir. Tidak hanya ayah yang bekeIja dan mencari uang, tetapiibu juga. Tidak hanya ayah yang berpendidikan, tetapi ibujuga. ltu artinya, dengan kelebihan ibu sebagai sosok yangkuat dalam memberikan afeksi, anak bisa jadi mehgikutikeyakinan ibu. "Akan tetapi, semuanya sangat sulit dipre-diksi," katan}'a.

)mJufkan, sejak awal puThkedua orang tua itdmenetapkan komitmen atas keyakinan anak-anaknya. Ter-masuk bila kemudian anak tersebut berubah keyakinan-nya, pada saat ia sudah dewasa. Sebab, pada dasarnya anaksudah dididik dengan pendidikan yang tidak "bulat" (utuh)dari kedua orang tuanya. Mungkin yang semula ikut ibu,menjadi ke bapak atau sebaliknya. Ekstremnya, anak me-milih agama yang berbeda dari ayah ibunya.

"Makanya, or~gtua harus punya komitmen yang solid,.atas dampak yang mungkin muncul dari.pernikahannya,"ujar Dewi.

Dewi menganjurkan orang tua, untuk melibatkan anakpada berbagai kegiatan agam (Islam) di luar rumah. De-ngan demikian, ia mendapat informasi lain selain dariorang tuanya. Masukkan ke pesan-tren, kursus-kursus, atau-pun kegiatan keaga-maan lain yang me-nunjang. Hal iniakan membantuarah anak dalammemahami keya-kinannya.

Ustaz Aammaupun Dewisepakat, tidakmungkin ke-luarga bedaagama tidak ber-masalah. "Sangatmusykil, ketika se-orang aitis bilangkeluarga saya baik-baik saja walaupunmenikah beda agama.Jangankan yang beda, yapgsama saja tak terhindar da-ri masalah," ujar Aam.(Eriyantij-"PR"l***