PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN RI - … · Web viewPEMBANGUNAN POLITIK A. Permasalahan yang Dihadapi...

61
BAB IV PEMBANGUNAN POLITIK A. Permasalahan yang Dihadapi Gelombang demokratisasi telah menimbulkan perubahan signifikan pada peran kontrol dan partisipasi politik masyarakat serta perubahan dalam paradigma penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, proses demokratisasi tersebut ternyata telah menimbulkan persoalan baru yang dapat menghambat proses transformasi sistem politik yang otoriter menuju sistem politik yang demokratis. Permasalahan tersebut berkaitan dengan konstitusi, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), peraturan perundang-undangan serta berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya yang dirasakan masih belum memadai untuk mendukung pelaksanaan demokrasi. Struktur politik yang ada belum mampu secara IV - 1

Transcript of PIDATO KENEGARAAN PRESIDEN RI - … · Web viewPEMBANGUNAN POLITIK A. Permasalahan yang Dihadapi...

BAB IV

PEMBANGUNAN POLITIK

A. Permasalahan yang Dihadapi

Gelombang demokratisasi telah menimbulkan perubahan signifikan pada peran kontrol dan partisipasi politik masyarakat serta perubahan dalam paradigma penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, proses demokratisasi tersebut ternyata telah menimbulkan persoalan baru yang dapat menghambat proses transformasi sistem politik yang otoriter menuju sistem politik yang demokratis. Permasalahan tersebut berkaitan dengan konstitusi, ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), peraturan perundang-undangan serta berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya yang dirasakan masih belum memadai untuk mendukung pelaksanaan demokrasi. Struktur politik yang ada belum mampu secara optimal menampung dan mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan rakyat serta belum mampu memfasilitasi berbagai proses politik dan hubungan kelembagaan yang demokratis. Lembaga-lembaga politik yang ada juga belum mampu bekerjasama secara efektif dengan berbagai organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi, lembaga swadaya masyarakat, serta kelompok kepentingan lainnya. Disamping itu, demokratisasi yang terjadi belum didukung sepenuhnya oleh budaya politik yang demokratis dalam masyarakat. Tidak mengherankan situasi politik di Indonesia antara lain ditandai dengan berbagai gejolak politik yang seringkali memicu timbulnya ekses-ekses politik dan

IV - 1

keamanan yang seyogyanya tidak perlu terjadi. Penyampaian tuntutan-tuntutan masyarakat akan reformasi, penegakan hukum dan penghapusan KKN, maupun dukungan terhadap kelompok-kelompok sosial politik tertentu seringkali tidak terkendali dan berubah menjadi konflik kekerasan dan tindakan anarkis.

Pelaksanaan Pemilu pada tahun 1999 telah meletakkan dasar-dasar yang dibutuhkan dalam penciptaan kehidupan demokrasi bagi bangsa Indonesia, namun ternyata belum cukup untuk mempertahankan proses demokrasi ke depan. Sistem dan mekanisme pelaksanaan pemilu yang ada masih memerlukan banyak perbaikan untuk menyelenggarakan pemilu yang aman, tertib, rahasia dan langsung pada tahun 2004, sehingga dapat mendukung proses demokrasi yang konstruktif.

Permasalahan utama lainnya yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia adalah ancaman nyata terhadap integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang ditandai dengan masih adanya gerakan separatis yang selalu berupaya memanfaatkan situasi untuk mewujudkan keinginannya berpisah dari NKRI. Walaupun sudah mengalami kemajuan yang baik, namun belum dicapainya titik temu penyelesaian konflik yang tepat antara sekelompok tertentu dalam masyarakat Aceh dan Irian Jaya dengan pemerintah telah menyebabkan berlanjutnya situasi instabilitas politik dan keamanan di kedua wilayah tersebut yang disebabkan oleh “ketidakpuasan sosial (social discontent)” dan terjadinya Gerakan Separatis Bersenjata. Beberapa kebijakan yang diberlakukan ternyata belum mampu secara efektif menyelesaikan persoalan separatisme dan menciptakan rasa aman bagi masyarakat. Penyelesaian permasalahan di kedua wilayah tersebut membutuhkan kemauan politik yang kuat, tidak hanya dari pemerintah, tetapi juga dari kelompok-kelompok mitra dialog dari masyarakat di wilayah-wilayah konflik. Itikad baik dan dialog yang berwawasan persatuan dan kesatuan bangsa merupakan alternatif pilihan yang terbaik saat ini untuk dapat menghasilkan jalan keluar politik yang dapat diterima semua pihak.

Selain di Aceh dan Irian Jaya, persoalan-persoalan separatisme dan konflik berdimensi SARA di wilayah Indonesia

IV - 2

lainnya relatif sudah berkurang secara signifikan. Konflik-konflik SARA yang terjadi di Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Barat, Poso, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, serta yang terjadi baru-baru ini di Bagan Siapi-Api Riau telah berhasil diredam dan saat ini sedang dalam proses rekonsiliasi antara berbagai pihak yang bersengketa. Namun demikian, potensi konflik tampaknya masih belum sepenuhnya hilang dan sewaktu-waktu dapat pecah kembali, terutama yang disebabkan oleh masalah pengungsi dalam jumlah besar di berbagai kawasan.

Gejolak dalam stabilitas politik dalam negeri yang terjadi selama ini, dan yang terjadi akhir-akhir ini akibat aksi solidaritas menentang penyerangan terhadap Afganistan oleh Amerika Serikat, setelah penyerangan World Trade Centre dan Pentagon pada tanggal 11 September 2001, telah meningkatkan persepsi country risk Indonesia khususnya di mata investor asing. Dampak langsung yang ditimbulkannya adalah berubahnya preferensi investor asing untuk tidak melakukan investasi di Indonesia dan bahkan mungkin akan menarik kegiatan investasinya di Indonesia. Kondisi tersebut akan sangat menghambat proses pemulihan ekonomi nasional yang saat ini sangat memerlukan berbagai dukungan sumber keuangan yang ada termasuk dari masyarakat internasional. Dapat diprediksikan bahwa peran politik luar negeri yang bebas dan aktif serta pelaksanaan diplomasi yang pro aktif akan menghadapi tantangan yang sangat berat saat ini dan di masa mendatang. Politik luar negeri dan diplomasi Indonesia diarahkan untuk memulihkan citra dan kepercayaan masyarakat internasional agar dapat mendukung pelaksanaan prioritas-prioritas pembangunan. Pemerintah Indonesia setuju untuk memerangi terorisme namun cara-cara memeranginya tidak dilakukan secara eksesif, tidak menimbulkan korban penduduk sipil, serta tetap menjaga keamanan dan perdamaian dunia. Berkenaan dengan hal tersebut, pihak Indonesia telah meminta kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk melakukan koordinasi dengan Amerika Serikat untuk memerangi terorisme. Permintaan Indonesia tersebut didukung oleh Rusia, Cina dan Malaysia.

IV - 3

Peran penyelenggara negara yang bersih dan profesional merupakan faktor yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Permasalahan yang dihadapi adalah antara lain masih kurang berfungsinya sistem akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan negara, menurunnya etika dan moral penyelenggara negara pada umumnya, dan aparat pemeriksa pada khususnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai aparatur pengawasan. Di samping itu, masih belum terciptanya sistem pengawasan masyarakat yang transparan dan akuntabel yang didukung dengan sistem informasi yang efektif.

Di bidang pelayanan publik permasalahan yang dihadapi adalah belum tersusunnya standar pelayanan minimal, antara lain, pedoman umum tentang standar pelayanan publik, dan pedoman umum tentang indeks tingkat kepuasan pelayanan masyarakat. Di samping itu, pelaksanaan realokasi PNS dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah masih menghadapi berbagai kendala dengan restrukturisasi kelembagaan pemerintahan yang meliputi penggabungan, penghapusan, dan pembentukan baru. Demikian juga pengangkatan PNS masih belum didasarkan pada standar kompentensi jabatan, sehingga berimplikasi pada belum mantapnya sistem pembinaan karier PNS, mulai dari sistem informasi, rekruitmen, promosi dan mutasi, serta penghargaan dan sanksi.

Sejalan dengan makin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, perlu disadari pula bahwa ternyata Indonesia belum mampu memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi secara optimal, baik untuk menyediakan informasi maupun memanfaatkan teknologi informasi dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesadaran politik dan hukum seluruh komponen bangsa, serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

B. Langkah-langkah Kebijakan dan Hasil-hasil yang Dicapai

Dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut di atas, langkah-langkah kebijakan yang diambil diarahkan untuk

IV - 4

menciptakan iklim politik dalam negeri yang kondusif dan memperkuat stabilitas politik, mempersiapkan pelaksanaan pemilu tahun 2004, meningkatkan hubungan internasional yang bebas dan aktif melalui diplomasi proaktif, mewujudkan penyelenggara negara yang baik, serta meningkatkan sistem informasi, komunikasi dan media massa. Upaya tersebut dilakukan untuk mendukung terwujudnya sistem politik yang demokratis, mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan terus memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.

1. Politik Dalam Negeri

Upaya ke arah penciptaan kondisi politik dalam negeri yang kondusif dan memperkuat stabilitas politik dicapai melalui beberapa program pembangunan, yaitu program perbaikan struktur politik, program peningkatan kualitas proses politik, serta program pengembangan budaya politik.

1.1 Program Perbaikan Struktur Politik

Program perbaikan struktur politik ditujukan untuk menyempurnakan konstitusi sesuai dinamika kehidupan politik nasional dan aspirasi masyarakat serta perkembangan lingkungan strategis internasional, mengembangkan institusi politik demokrasi, dan mewujudkan netralitas pegawai negeri sipil dan militer, serta memantapkan mekanisme pelaksanaannya. Sasaran program ini adalah terwujudnya struktur politik yang demokratis, yang berintikan pemisahan kekuasaan yang tegas dan keseimbangan kekuasaan serta terwujudnya peningkatan kapasitas lembaga-lembaga negara dalam menjalankan peran, fungsi dan tugasnya dan dalam menerapkan mekanisme kontrol dan keseimbangan (checks and balances).

Berdasarkan inisiatif lembaga legislatif, sebenarnya telah dilakukan dua kali amandemen terhadap UUD 1945. Namun, amandemen konstitusi tersebut masih belum mampu merumuskan suatu sistem ketatanegaraan yang harmonis, yang antara lain mengatur hubungan antarlembaga-lembaga tinggi negara, posisi

IV - 5

Presiden dalam institusi TNI dan Polri, serta memfasilitasi proses demokrasi yang diharapkan. Tuntutan untuk melakukan perubahan terhadap UUD 1945 merupakan suatu hal yang harus segera diakomodasikan. Wacana yang berkembang saat ini adalah alternatif untuk membentuk Komisi Konstitusi secara independen di luar lembaga MPR guna menyelesaikan masalah dalam upaya perubahan UUD 1945.

Dalam mengatur hubungan antara pusat dan daerah, khususnya yang berkenaan dengan masalah Aceh, telah disahkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yakni Otonomi Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Sedangkan berkenaan dengan masalah Irian Jaya, pada tanggal 22 Oktober 2001 telah disahkan RUU Otonomi Khusus Provinsi Papua yang pada intinya akan memberikan penambahan pendapatan asli daerah dan juga memberikan keleluasaan bagi rakyat Papua untuk membentuk Majelis Rakyat Papua sebagai Dewan Pertimbangan Hak-hak Khusus Rakyat Papua, pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi, serta Komnas HAM perwakilan di Provinsi Papua. Undang-undang Otonomi Khusus tersebut akan menjadi rambu-rambu mutlak bagi terjaganya integrasi nasional. Sementara itu, dalam rangka mempersiapkan penjabaran TAP MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional, saat ini masih terus dipersiapkan bahan masukan guna penyusunan RUU mengenai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional. Saat ini, telah disusun Kerangka Acuan Dialog Damai dalam rangka Rekonsiliasi Nasional tahun 2001 dan rancangan Keppres tentang Kewaspadaan Nasional dalam rangka Persatuan dan Kesatuan Nasional, serta rancangan Kepmendagri dan Otda tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Kewaspadaan Nasional.

Dalam rangka menjabarkan tugas dan fungsi TNI dan Polri sesuai dengan TAP MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri, pada tanggal 1 Juli 2000 telah dikeluarkan Keppres Nomor 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kemudian, pada tanggal 21 Juni 2001 dikeluarkan Keppres Nomor 54 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sementara itu,

IV - 6

RUU Pertahanan Negara dan RUU Kepolisian yang akan lebih menjelaskan posisi TNI dan Polri dalam sistem politik demokratis saat ini sudah selesai dibahas oleh Panitia Khusus RUU Pertahanan Negara dan RUU Kepolisian dan diharapkan dapat segera disahkan pada Rapat Paripurna DPR sebelum akhir tahun 2001 ini.

Sementara itu, telah pula dipersiapkan bahan masukan untuk menyempurnakan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR/ DPR dan DPRD yang telah dibahas di berbagai seminar dan lokakarya, baik di pusat maupun di daerah. Diharapkan penyempurnaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1999 tersebut akan dapat diselesaikan sesegera mungkin.

1.2 Program Peningkatan Kualitas Proses Politik

Program peningkatan kualitas proses politik bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilihan umum, peningkatan kualitas partai-partai politik dan organisasi kemasyarakatan, serta meningkatkan kualitas partisipasi politik rakyat. Sasaran program ini adalah terwujudnya pemilu yang demokratis dan transparan, terwujudnya sistem kaderisasi dan mekanisme kepemimpinan nasional yang transparan dan terakunkan (accountable), serta tersedianya fasilitas penyaluran aspirasi masyarakat.

Dalam rangka lebih meningkatkan transparansi dan pertanggungjawaban pemilu, pemerintah telah berupaya untuk melakukan penyempurnaan undang-undang Pemilu. Pemerintah telah melantik para anggota Tim Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru yang merupakan hasil proses pemilihan oleh DPR.

Sedangkan untuk lebih menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul setiap warga negara melalui organisasi partai politik, serta untuk menjamin kebebasan masyarakat dalam berpolitik sesuai aspirasi dan kepentingan politiknya, telah disusun bahan masukan untuk penyempurnaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik, serta Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Bahan masukan tersebut telah dibahas dalam berbagai seminar dan lokakarya, baik di pusat maupun di daerah untuk mendapatkan penyempurnaan-penyempurnaan secara

IV - 7

substansi. Kendala yang dihadapi saat ini adalah proses revisi beberapa Undang-undang bidang politik tersebut harus disesuaikan dengan hasil akhir dari proses amandemen UUD 1945.

1.3 Program Pengembangan Budaya Politik

Program pengembangan budaya politik bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban politiknya, meningkatkan kualitas komunikasi dan kapasitas kontrol politik masyarakat, serta membangun karakter bangsa yang kuat (nation and character building) menuju bangsa dan masyarakat Indonesia yang maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran, sejahtera, adil, dan makmur. Disamping itu program ini bertujuan untuk memberikan peran yang lebih besar bagi pemuda guna mengangkat jati diri dan potensinya dengan berpartisipasi aktif dalam pembangunan. Sasaran program adalah terpenuhinya hak dan kewajiban politik masyarakat secara maksimal sesuai dengan kedudukan, fungsi, dan perannya dalam sistem politik nasional, dan meningkatkan partisipasi pemuda melalui organisasi politik, organisasi kepemudaan dan lembaga sosial kemasyarakatan.

Meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap hak dan kewajiban politiknya bukanlah suatu pekerjaan mudah dan dapat dilakukan dalam waktu singkat. Diperlukan kecermatan, ketelitian dan kehati-hatian dalam penentuan materi, serta teknik/metoda pelaksanaannya. Pemerintah menyadari bahwa penanaman budaya politik yang demokratis di daerah konflik perlu dilakukan dengan metoda persuasif dan dialog agar penyelesaian konflik dapat berjalan dengan efektif.

Dalam menangani situasi di Aceh upaya terus menerus dilakukan dan melibatkan seluruh komponen bangsa. Salah satu upaya awal adalah dikeluarkannya Keppres Nomor 75 Tahun 2000 tentang Tim Koordinasi Penyelesaian Masalah untuk menyelesaikan konflik politik yang lebih mengutamakan dialog dan rekonsiliasi. Tim ini bersama GAM telah mampu bekerja sama dan berdialog untuk menyelenggarakan Jeda Kemanusiaan di Aceh, dengan

IV - 8

difasilitasi oleh Henry Dunant Center for Humanitarian Dialogue (HDC), sebuah LSM internasional independen yang berkedudukan di Swiss. Jeda Kemanusiaan untuk Aceh telah ditandatangani di Jenewa pada tanggal 12 Mei 2000. Namun perkembangannya menunjukkan bahwa Jeda Kemanusiaan yang diberlakukan tersebut ternyata belum mampu secara efektif menciptakan rasa aman bagi masyarakat Aceh. Sehingga kemudian, dikeluarkan Inpres Nomor 4 tahun 2001 tentang Langkah-langkah Komprehensif Dalam rangka Penyelesaian Masalah Aceh. Dengan dikeluarkannya Inpres tersebut, keberanian masyarakat untuk melawan GAM mulai tumbuh walaupun secara diam-diam. Rakyat juga sudah berani memberikan informasi kepada aparat tentang keberadaan GAM. Sebagai implementasi Inpres tersebut, dalam rangka memfasilitasi dialog dengan seluruh komponen masyarakat Aceh, telah disusun Kerangka Acuan Dialog Masyarakat Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Pada tanggal 30 Juni sampai dengan 1 Juli 2001 pertemuan Dewan Gabungan (Joint Council) telah berlangsung di Swiss untuk meninjau kembali perkembangan dialog tentang Aceh, khususnya tentang aspek politik, keamanan dan kemanusiaan, serta memperluas peserta dialog yang meliputi seluruh komponen masyarakat Aceh (All Inclusive Dialog) dengan Pemerintah Daerah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai fasilitator.

Dalam rangka penyelesaian persoalan tindak kekerasan dan keamanan di Aceh, pemerintah bersedia melakukan dialog dengan semua pihak termasuk GSBA dan Hassan Tiro serta memberikan amnesti kepada pihak-pihak tertentu yang memintanya. Setelah mendengar pendapat berbagai kalangan di Aceh serta permasalahan-permasalahan yang timbul selama pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 yang habis masa berlakunya pada tanggal 10 Oktober 2001, pada tanggal 11 Oktober 2001, Presiden mengeluarkan Inpres Nomor 7 Tahun 2001 tentang Langkah-langkah Komprehensif Dalam Rangka Penyelesaian Masalah Aceh yang berlaku selama 4 bulan sebagai kelanjutan dari Inpres Nomor 4 Tahun 2001. Diharapkan dengan dikeluarkannya Inpres baru tersebut langkah-langkah lanjutan penyelesaian masalah Aceh dapat memberikan hasil yang positif.

IV - 9

Dalam mengatasi permasalahan di Irian Jaya, pemerintah tetap berupaya membuka dan memelihara dialog langsung antara pemerintah pusat/daerah dengan unsur Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan juga dilakukan penanganan secara hukum. Disamping itu, pemerintah berupaya untuk memperkecil peluang dan tekanan munculnya masalah Irian Jaya di tingkat internasional, agar tidak menimbulkan kompleksitas baru dalam proses penyelesaiannya.

Dalam menangani dampak-dampak kemanusiaan kerusuhan sosial yang terjadi di Maluku dan Maluku Utara, telah dilakukan upaya optimal untuk membantu para pengungsi. Pemulihan kehidupan sosial di Maluku yang telah porak poranda dilakukan dengan kebijakan terpadu, melalui gabungan pendekatan sekuriti, rekonsiliasi dan rehabilitasi, serta penegakan hukum dengan didukung oleh seluruh pihak yang berkepentingan. Disamping itu, tetap diberlakukan Keadaan Darurat Sipil sampai instansi fungsional dapat mengendalikan situasi berdasarkan kewenangan dan mekanisme yang ada pada masa normal dan setelah pengungsi kembali ke tempatnya dalam perasaan aman dan damai. Perkembangan terakhir di Maluku menunjukkan bahwa eskalasi konflik cenderung menurun, wilayah sebaran konflik semakin sempit terutama pada pelaksanaan tahap ketiga dari program Penguasa Darurat Sipil Daerah Maluku. Sedangkan di Maluku Utara, kondisi keamanannya telah menunjukkan kemajuan dan pada umumnya cukup kondusif, sweeping senjata api berjalan dengan cukup baik, meskipun masih ada kekhawatiran timbulnya kembali konflik jika pasukan keamanan ditarik.

Dalam menangani konflik di Poso dan Kalimantan Barat, terus diupayakan penyelesaian melalui dialog, penegakan hukum dan peningkatan pembangunan daerah. Sementara itu, dalam menangani konflik etnis antara Dayak dan Madura di Kalimantan Tengah, telah dilaksanakan dialog dan berhasil mencapai kesepakatan damai antara masyarakat Dayak dan Madura, yang tertuang dalam “Tekad Damai Anak Bangsa di Bumi Kalimantan” yang ditindaklanjuti dengan upaya sosialisasi secara luas guna mengusahakan rekonsiliasi kedua etnis yang bertikai. Dalam mengatasi masalah Dayak, Melayu dengan pengungsi etnis Madura

IV - 10

di Pontianak yang rusuh akhir-akhir ini, beberapa langkah telah dipersiapkan, yaitu antara lain menciptakan persepsi yang sama dan kerjasama yang erat antara Pemda, Polri, pengungsi dan masyarakat, serta penyiapan lahan relokasi yang memadai untuk menampung seluruh pengungsi. Dalam rangka mengantisipasi potensi konflik di beberapa daerah di tanah air, pemerintah telah menyusun disain awal peta kerawanan sosial daerah untuk 6 propinsi (Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Maluku dan Maluku Utara, dan Jawa Tengah).

Sementara itu, guna menghindari praktik-praktik politik yang menggunakan uang (money politics) oleh partai-partai politik, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2001 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik. Diharapkan pemberian dukungan keuangan kepada partai politik yang memperoleh suara dalam pemilihan umum tersebut akan turut mendukung terwujudnya kehidupan demokrasi di Indonesia.

2. Hubungan Luar Negeri

Pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri Indonesia diprioritaskan pada upaya-upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, peningkatan citra positif Indonesia, serta dukungan masyarakat internasional terhadap integritas dan kedaulatan Indonesia menghadapi berbagai gejolak disintegrasi nasional. Upaya-upaya tersebut ditempuh melalui pelaksanaan program penguatan politik luar negeri dan diplomasi, program peningkatan kerja sama ekonomi luar negeri, program perluasan perjanjian ekstradisi, program peningkatan kerja sama bilateral, regional, dan global/multilateral.

2.1 Program Penguatan Politik Luar Negeri dan Diplomasi

Program ini bertujuan untuk meningkatkan peran dan partisipasi Indonesia di berbagai forum kerjasama internasional baik bersifat bilateral, regional, maupun multilateral yang berorientasi pada kepentingan nasional dalam upaya meningkatkan kemandirian

IV - 11

bangsa, memulihkan citra dan kepercayaan masyarakat internasional terhadap Indonesia, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sasaran program ini adalah terwujudnya peningkatan kualitas dan kinerja aparatur penyelenggara hubungan luar negeri serta sarana dan prasarana penyelenggaraan hubungan luar negeri dalam rangka memperkuat peran dan partisipasi Indonesia di berbagai forum kerjasama internasional.

Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan hubungan luar negeri telah disahkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Disamping itu, telah disusun pula Rancangan Peraturan Pemerintah untuk mengatur koordinasi antarlembaga pemerintah dalam penyelenggaran hubungan luar negeri sebagai penjabaran pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, guna mendukung penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kerjasama Daerah agar tercipta kepastian hukum bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri di tingkat daerah.

Dalam rangka menghadapi tantangan yang semakin kompleks dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri, telah dilakukan restrukturisasi Departemen Luar Negeri, yang saat ini untuk unit organisasi dan tugas eselon I sudah disahkan berdasarkan Kepprs Nomor 109 Tahun 2001. Disamping itu, telah dibuka KBRI di Lisabon-Portugal dan KBRI di Lima-Peru serta akan segera dibuka KBRI Tripoli-Libya, KBRI Suva-Fiji, KJRI Guangzhou-China. Sementara itu masih dalam proses pertimbangan dari DPR-RI mengenai pembukaan KBRI di Muscat-Oman, Manama-Bahrain dan KJRI Shanghai-China serta pembukaan hubungan diplomatik dengan Republik Angola.

2.2 Program Peningkatan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri

Program ini bertujuan untuk mencari peluang dan potensi di luar negeri dan meningkatkan dukungan masyarakat luar negeri dalam pemulihan ekonomi. Sasaran program adalah terwujudnya peningkatan dukungan dunia internasional kepada Indonesia dalam

IV - 12

rangka pemulihan dan perbaikan perekonomian nasional serta dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.

Dalam hubungan ini, hasil pertemuan Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) yang berlangsung di Beijing pada bulan Oktober 2001 akhirnya menyepakati untuk memperluas visi APEC ke depan yang sesuai dengan perubahan ekonomi regional dan global, mewujudkan isi Deklarasi Bogor 1994 dan secara bersama mengatasi kelesuan ekonomi global, dan mengembalikan kepercayaan pasar global yang sempat terganggu akibat serangan terorisme terhadap AS pada tanggal 11 September 2001. Disamping itu, disepakati pula untuk memperkuat pelaksanaan mekanisme APEC melalui penguatan proses pengkajian the Individual Action Plan (IAPs), Ecotech dan upaya-upaya capacity building. Pada pertemuan APEC tersebut, para pengusaha Cina antara lain telah menunjukkan keinginannya untuk menanamkan investasinya di Indonesia.

Disamping itu, kunjungan Presiden RI pada September-Oktober 2001 ke AS dan Jepang telah membawa berbagai perkembangan positif. Amerika Serikat kembali memberikan dukungannya pada stabilitas, persatuan dan transisi demokrasi di Indonesia. Pemerintah AS memberikan komitmen bantuan sekurang-kurangnya USD 130 juta pada tahun anggaran 2002 untuk pembangunan di berbagai bidang. Overseas Private Investment Corporation (OPIC) dan US Trade and Development Agency (TDA) telah memberikan komitmen dalam kerjasama pembangunan ekonomi Indonesia berupa penyediaan sejumlah USD 400 juta untuk mendukung kegiatan perdagangan dan investasi, khususnya di sektor minyak dan gas alam. Pemerintah AS juga telah menyetujui komitmen dana USD 100 juta dalam bentuk manfaat tambahan di bawah fasilitas Generalized System of Preferences (GSP).

Dalam mendukung upaya reformasi di Indonesia, dukungan Jepang akan difokuskan pada upaya pengembangan SDM dan penciptaan sistem di berbagai bidang, antara lain penegakan hukum, desentralisasi dan reformasi di bidang fiskal dan keuangan. Sedangkan kaitannya yang mendesak bagi kemajuan ekonomi Indonesia, pemerintah Jepang melalui skema tertentu akan

IV - 13

memberikan bantuan baik berupa pinjaman maupun hibah secara tepat. Meskipun menyatakan sulit untuk memberikan komitmen “hair cut” atau pemotongan utang, Jepang menyatakan bersedia menerima penjadualan kembali utang luar negeri Indonesia dalam kerangka internasional.

Dalam rangka pelaksanaan program peningkatan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri ini, pada tanggal 30–31 Mei 2001 di Jakarta, telah diselenggarakan KTT XI Kelompok 15 untuk membahas kelanjutan kerja sama pembangunan antarnegara berkembang. Penyelenggaraan tersebut cukup sukses yang ditandai dengan hadirnya 7 Kepala Negara/Pemerintahan dan 5 wakil Kepala Negara/Pemerintahan, disamping para Menteri Perdagangan dan Ekonomi serta Menteri Luar Negeri negara-negara anggota. KTT tersebut telah menghasilkan kesepakatan-kesepakatan bersama bagi perbaikan kerja sama ekonomi dan solidaritas negara-negara sedang berkembang, khususnya untuk mengatasi kesenjangan kemakmuran dan kesenjangan teknologi informasi dan komunikasi antara negara maju dan negara berkembang.

Disamping itu, berkenaan dengan kegiatan ECOSOC, selama kepemimpinan Indonesia telah dilaksanakan Sidang Substantif Tahunan ECOSOC. Tema yang diambil adalah berkenaan teknologi informasi yang merupakan masalah pelik yang memerlukan upaya bersama di tingkat internasional untuk menyeimbangkan dampak perkembangan bagi negara-negara berkembang agar dapat berpartisipasi dalam sistem perdagangan, keuangan dan moneter internasional. Indonesia juga turut aktif dalam Konperensi Regional untuk Pendanaan bagi Pembangunan (Regional Conference on Financing for Development) di Jakarta Agustus 2000. Pada Sidang ESCAP High-Level Regional Meeting on Energy for Sustainable Development di Bali pada Nopember 2000 telah berhasil disepakati, pertama, Deklarasi Bali tentang Perspektif Kawasan Asia Pasifik mengenai Energi dan Pembangunan Berkelanjutan sebagai masukan bagi Sidang ke-9 Komisi PBB untuk Pembangunan Berkelanjutan tahun 2001, dan, kedua, program aksi Strategi dan Modalitas Pelaksanaan Pembangunan Energi Berkelanjutan bagi Kawasan Asia Pasifik.

IV - 14

Pada tingkat regional, Indonesia berpartisipasi aktif di KTT OKI di Doha, Qatar pada Nopember 2000 yang menghasilkan usulan mengenai pembentukan Pasar Bersama Islam. Pada pertemuan APEC Economic Leaders’ Meeting (AELM) VIII di Bandar Seri Begawan pada Nopember 2000 dihasilkan Deklarasi berjudul Delivery to the Community yang menekankan pada pengembangan SDM, UKM dan teknologi informasi dan komunikasi. Pada KTT III D-8 yang diselenggarakan pada tanggal 25 Februari 2001 di Kairo-Mesir telah ditandatangani Agreement on Easing Visa Procedures for Businessmen of D-8 Member Countries pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) V dan diterimanya secara aklamasi Deklarasi Kairo tersebut. Hal pokok yang dimuat dalam deklarasi tersebut adalah meliputi situasi perekonomian dunia, globalisasi, sistem perdagangan multilateral, dan information and communication technology (ICT), serta perkembangan proyek kerja sama D-8, usulan-usulan proyek, program kegiatan dan pertemuan sektoral tahun 2001/2002. Dalam pertemuan KTT tersebut ditetapkan KTT IV D-8 akan dilaksanakan di Indonesia pada tahun 2003.

Selain dengan Jepang dan AS, pemerintah Indonesia telah melakukan peningkatan hubungan kerja sama bilateral dengan negara-negara sahabat di Eropa dan Asia Timur dalam sektor perdagangan, kerja sama pembangunan, investasi, Kerja Sama Teknik Negara Berkembang (KTNB), perhubungan, dan telekomunikasi. Upaya-upaya tersebut telah menampakkan hasilnya yang ditandai dengan meningkatnya jumlah ekspor ke wilayah Eropa Barat, Asia Timur, dan Amerika Utara. Selain itu Indonesia juga berupaya mengoptimalkan berbagai Komisi Bersama dengan negara-negara sahabat, antara lain dengan Thailand, Belanda, dan Selandia Baru.

Sehubungan dengan masih banyaknya para investor asing yang belum merasa yakin untuk menanamkan modalnya di Indonesia dengan alasan rawannya keamanan dan belum adanya kepastian hukum, hingga saat ini masih terus diupayakan berbagai langkah untuk mengembalikan kepercayaan internasional, melalui berbagai forum terutama IMF dan Bank Dunia. Dukungan

IV - 15

persetujuan letter of intent (LoI) belum lama berselang dengan IMF, diharapkan menjadi salah satu faktor penting pemulihan ekonomi domestik dan kepercayaan internasional terhadap iklim investasi di Indonesia beberapa tahun ke depan. Pemerintah bertekad untuk memenuhi butir-butir yang sudah disepakati dalam LoI.

Upaya-upaya kerja sama internasional di sektor perhubungan pun telah banyak dilakukan oleh pemerintah. Di sektor perhubungan udara, Indonesia telah mengadakan persetujuan kerja sama perhubungan udara dengan 62 negara mitra. Saat ini tengah diadakan perundingan persetujuan kerja sama perhubungan udara dengan beberapa negara mitra antara lain Macau dan Yemen. Beberapa negara seperti Luxembourg, Namibia, dan Sudan juga telah menyampaikan niatnya untuk mengadakan kerja sama perhubungan udara dengan Indonesia. Di sektor perhubungan laut, Indonesia telah mengadakan perjanjian kerjasama dengan Bulgaria, Iran, Vietnam, RRC. Penjajakan sedang dilakukan dengan Mesir, dan Siprus. Di sektor perhubungan darat, Indonesia telah menandatangani persetujuan jalan darat Pontianak – Bandar Seri Begawan dan akan didiskusikan dengan pihak Malaysia pada Tripartite Agreement mengingat perbatasan tersebut juga melewati wilayah Malaysia.

Kegiatan-kegiatan lainnya dalam program ini adalah penyelenggaraan empat kali promosi dagang di luar negeri, dua kali lokakarya perdagangan bebas dan pengkajian mengenai masalah-masalah kerjasama ekonomi dan promosi investasi serta sosialisasi kesepakatan-kesepakatan perdagangan internasional (WTO, APEC, ASEM, dan AFTA) serta temu usaha dalam rangka promosi ekonomi Daerah Wilayah Kerjasama Sub Regional Indonesia, Malaysia dan Thailand, pameran dagang dan teknologi, promosi perdagangan serta temu usaha di berbagai negara sahabat.

2.3 Program Peningkatan Kerja Sama Bilateral, Regional, dan Global/Multilateral

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kerja sama di bidang politik, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan, baik secara bilateral, regional, maupun global/multilateral. Sasaran

IV - 16

program ini adalah terwujudnya kerja sama internasional yang saling menguntungkan di berbagai bidang, serta terciptanya stabilitas politik di kawasan Asia dan Pasifik, serta kawasan internasional lainnya.

Hasil-hasil kerja sama bidang politik ditandai dengan adanya dukungan negara-negara sahabat di kawasan Amerika, Afrika, Timur Tengah, Asia Pasifik dan Eropa terhadap kedaulatan dan integritas wilayah RI, dan umumnya berkeinginan membantu upaya penyelesaian masalah-masalah nasional yang dihadapi Indonesia.

Dalam rangka memagari upaya Presidium Dewan Papua mencari dukungan internasional, khususnya di forum Pacific Islands Forum (PIF), berkat upaya keras pemerintah yang antara lain melalui pengiriman misi ke KTT Pacific Islands Forum ke-31 di Tarawa Kiribati telah berhasil memperoleh komitmen dukungan bagi integritas teritorial Indonesia dan menyatakan bahwa Dewan Papua merupakan kelompok separatis. Di samping itu permohonan resmi Pemerintah Indonesia untuk menjadi mitrawicara telah diterima oleh PIF sehingga memungkinkan Indonesia hadir dalam KTT PIF ke-32 yang akan diselenggarakan di Nauru akhir tahun ini. Dukungan terhadap Pemerintah Indonesia bertambah dengan tidak dikeluarkannya visa Pemerintah Nauru terhadap tokoh OPM yang ingin mengikuti pertemuan Pacific Islands Forum di Nauru.

Berkaitan dengan upaya penegakan HAM, diplomasi Indonesia telah mendapat sambutan yang baik dan memperoleh penghargaan dari Komisi HAM PBB pada sidang 20 April 2001 di Jenewa atas langkah-langkah yang telah dilakukan oleh Pemerintah RI dalam upaya mengadili mereka yang dituduh melakukan pelanggaran HAM di Timor-Timur menjelang dan setelah pelaksanaan jajak pendapat Agustus 1999. Komisi HAM PBB juga menghargai rencana pemerintah RI, atas usul DPR, untuk membentuk Pengadilan Ad Hoc HAM untuk menangani permasalahan pelanggaran HAM di Timor Timur.

Dengan menyadari bahwa stabilitas dalam negeri harus pula didukung oleh stabilitas kawasan, maka dalam upaya pemeliharaan

IV - 17

perdamaian dunia dan penghindaran konflik di kawasan, Indonesia tetap konsisten menunjukkan peran aktifnya. Sehubungan dengan hal tersebut, telah diselenggarakan Lokakarya Laut Cina Selatan ke-11 sebagai upaya pengelolaan potensi konflik di Laut Cina Selatan. Lokakarya yang telah dianugerahi ASEAN Award karena sumbangannya terhadap perdamaian regional, tidak hanya berhasil menghindari meletusnya konflik tetapi juga membangun rasa saling percaya dan kerja sama di kawasan Laut Cina Selatan. Selain itu, telah diupayakan pula berbagai pengembangan kerjasama di kawasan ASEAN, antara lain mencakup bidang hukum (transnational crime), bidang ekonomi, pengembangan kinerja ASEAN, implementasi kesepakatan AFTA, AIA serta penanganan berbagai masalah di bidang kerjasama fungsional.

Penyelesaian masalah Pulau Sipadan dan Ligitan terus menerus diupayakan melalui Mahkamah Internasional (MI). Perkembangan terakhir menunjukkan bahwa Pemerintah Filipina menyampaikan dasar hukum permohonan intervensi yang mendasarkan pada klaim atas wilayah Sabah (Borneo Utara) dan kekhawatiran akan dampak negatifnya yang mungkin timbul dari keputusan MI atas kasus kedua pulau tersebut terhadap klaim Filipina atas Sabah. Pemerintah Indonesia dalam pledoinya telah menyampaikan penolakan terhadap permohonan intervensi Filipina karena secara yuridis tidak memiliki kaitan langsung dengan pokok perkara Pulau Sipadan dan Ligitan, dan hal ini juga didukung oleh pihak pemerintah Malaysia. Pada tanggal 23 Oktober 2001, MI menolak permohonan intervensi Filipina tersebut. Dengan penolakan tersebut, masa persidangan terakhir penyelesaian kasus tersebut akan dilaksanakan mulai bulan Juni sampai dengan Oktober 2002. Persidangan tersebut akan menentukan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Ligitan antara Indonesia dan Malaysia.

Dalam kaitannya untuk tetap membina hubungan yang baik dengan Timor-Timur, Pemerintah telah menindaklanjuti penanganan masalah pengungsi di Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan menandatangani naskah pengaturan kerja sama mengenai penanganan masalah pengungsi dengan International Organization for Migration (IOM) pada tanggal 4 Oktober 2000 sebagai

IV - 18

pengganti Memorandum of Understanding (MOU) Oktober 1999 tentang penanganan tanggap darurat pengungsi. Pada tanggal 6 Juni 2001, telah dilaksanakan registrasi pengungsi Timor Timur di NTT. Sejumlah 12 pengamat internasional dari Jepang, China, Korea Selatan, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Mozambique, Norwegia, Portugal, International Organization for Migration (IOM) dan UNTAET diberikan kebebasan penuh untuk menentukan polling station yang akan mereka pantau. Keterlibatan pemantau asing tersebut merefleksikan sikap pemerintah yang transparan serta komitmen untuk membuat proses penanganan pengungsi ini menjadi kredibel.

Sebagai salah satu negara tetangga terdekat dengan Timor Timur, dengan hubungan sejarah dan sosial kebudayaan yang khusus, Indonesia berkepentingan agar Timtim dapat berkembang menjadi negara yang stabil secara politik dan berhasil secara ekonomi. Sebagai wujud tekad Indonesia mendukung proses transisi Timtim, selama setahun terakhir ini Indonesia dan UNTAET telah melakukan serangkaian perundingan guna membahas berbagai masalah residual yang timbul sebagai akibat dari pengalihan kekuasaan, antara lain masalah perbatasan, pembayaran pensiun PNS asal Timtim, masalah arsip mengenai Timtim, masalah aset, peninggalan warisan kebudayaan dan penyelesaian masalah pengungsi Timtim di Timor Barat. Hingga saat ini telah diadakan lima kali perundingan RI-UNTAET dan telah menghasilkan kesepakatan di beberapa bidang antara lain pembentukan Joint Border Committee (JBC), kelanjutan studi dan beasiswa mahasiswa asal Timtim dan pembayaran pensiun PNS asal Timor Timur.

Di bidang kerjasama teknik, dalam kerangka kerja sama Selatan-Selatan secara aktif dan regular, Indonesia telah menyelenggarakan program Kerja Sama Teknik antar Negara Berkembang (KTNB). Program KTNB tersebut merupakan salah satu sarana diplomasi yang efektif guna menjalin hubungan yang lebih baik dengan sesama negara berkembang.

Selama tahun 2000–2001, upaya pemulihan citra Indonesia di luar negeri terus dilakukan melalui kegiatan sosial dan budaya serta penyusunan bahan-bahan informasi untuk dipublikasikan di

IV - 19

luar negeri melalui Publikasi Citra Indonesia. Selain itu juga akan terus dilanjutkan kegiatan pameran hasil-hasil pembangunan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya di luar negeri. Sebanyak 18 negara sahabat menyatakan keinginannya untuk melembagakan kerja sama di bidang sosial budaya tersebut melalui pembentukan Persetujuan Kebudayaan (PK), pembaharuan persetujuan yang sudah ada dan Pengaturan Program Pertukaran Kerja Sama Kebudayaan (P3K).

3. Penyelenggara Negara

Penyelenggara negara mempunyai peran yang menentukan terhadap perwujudan kepemerintahan yang baik dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pemerintah telah melakukan langkah-langkah kebijakan melalui program pengawasan aparatur negara, program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, program peningkatan kualitas pelayanan publik, serta program peningkatan kapasitas sumberdaya manusia.

3.1 Program Pengawasan Aparatur Negara

Program ini bertujuan untuk mewujudkan aparatur negara yang bersih, berwibawa, dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Sasaran program adalah memberantas KKN di lingkungan aparatur negara yang didukung dengan penegakan peraturan, peningkatan kinerja, dan profesionalisme aparatur negara baik di pusat dan di daerah.

Hasil pemeriksaan terhadap pengeluaran negara terdapat temuan penyimpangan sebagai berikut: a) penyimpangan penggunaan dana BLBI yang tidak layak dialihkan yang kemudian menjadi beban Pemerintah sebesar Rp. 54,56 triliun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp. 53,40 triliun diantaranya dapat dikatagorikan sebagai berindikasi Tindak Pidana Korupsi/Tindak Pidana Perbankan (TPK/TPP); b) penyimpangan fasilitas kredit pre-shipment sebesar Rp. 1,5 triliun dan US$ 548,3 juta; c) penyimpangan penyaluran dana kredit Usaha Tani (KUT) sebesar

IV - 20

Rp. 481,57 milyar yang meliputi penyimpangan pada tahap penyaluran, tahap penggunaan dan tahap pengembalian; d) penyimpangan pada anggaran TNI dan Polri (proyek yang dibiayai dari kredit ekspor). Penyimpangan tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar FRF 3,5 juta dan US$ 735 ribu dan inefisiensi sebanyak DM 712,6 ribu, serta adanya kewajiban penyetoran pada negara sebesar Rp. 52,7 juta dan US$ 100,7 ribu. Total penyimpangan tersebut sebesar ekivalen Rp. 559 miliar.

Kemudian hasil pemeriksaan terhadap penerimaan negara terdapat temuan penyimpangan sebagai berikut: a) penyimpangan dana off budget yang belum disetor ke kas negara sebesar sebesar 337,8 dan US$ 14,1 juta. Penyimpangan tersebut terjadi karena masih terdapat sisa dana off budget pada 17 Departemen/LPND yang belum disetor ke kas negara; b). dana reboisasi dan bunga jasa giro dana reboisasi yang masih mengendap di rekening Menteri Kehutanan dan Perkmbunan dan belum menyetorkan ke kas negara dana reboisasi sebesar Rp 7,5 triliun; c) terdapat kekeliruan penerapan mengenai pemberlakukaan tarif Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) yang mengakibatkan kurang dipungutnya dana sebesar Rp. 154,4 miliar; d) pemungutan dana reboisasi yang belum optimal sebesar Rp 16 triliun; e) koreksi fiskal sebesar 3,2 triliun; f) bea masuk dan pajak impor yang harus dibayar dan belum dipungut sebesar Rp 5,9 miliar; dan hilangnya potensi penerimaan negara (royalti pasir laut dan penjualan batubara) sebesar 3,1 triliun.

Sementara itu dalam pemeriksaan khusus yang berindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara pada tahun 2000 dan tahun 2001 sebesar Rp. 246.741.631.742,74 dan US$ 3.585.615,63 yang tersebar di berbagai instansi pemerintah. Dari seluruh jumlah tersebut telah ditindaklanjuti sebesar Rp. 19.940.369.231,12 dan US$ 436513,62. Rincian mengenai hasil pemeriksaan khusus dapat di lihat pada Tabel IV-1 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Khusus T.A. 2000 dan T.A 2001. Di samping itu dari hasil temuan pemeriksaan reguler pada tahun 2000 dan tahun 2001 telah ditemukan 10.044 kejadian dengan nilai Rp. 11.114.613.879.757. Dari jumlah kejadian tersebut telah ditindaklanjuti sebanyak 5.324 kejadian dengan nilai Rp. 5.277.326096.271. Rincian mengenai

IV - 21

temuan pemeriksaan reguler Tahun 2000 dan Tahun 2001 dapat dilihat dalam tabel IV-2 Rekapitulasi Temuan Pemeriksaan Reguler T.A 2000 dan T.A 2001.

Di samping itu, pemerintah telah melakukan penghematan pengeluaran negara melalui: a) koreksi audit atas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp. 929,4 miliar; b) kelebihan pembayaran subsidi PLN sebesar Rp. 747,7 miliar; c) dana kelebihan pembayaran subsidi Badan Urusan Logistik (BULOG) sebesar Rp. 3,1 triliun.

Dalam upaya peningkatan akuntabilitas kinerja pemerintah sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) telah dilaksanakan sosialisasi dan asistensi AKIP di instansi pemerintah pusat sebanyak 41 kali pelaksanaan, instansi pemerintah propinsi sebanyak 32 kali pelaksanaan, dan instansi pemerintah kabupaten/kota sebanyak 25 kali pelaksanaan, serta perguruan tinggi sebanyak 6 kali pelaksanaan. Disamping itu, Pemerintah telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsman Nasional, sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 155 Tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsman. Lembaga Ombudsman merupakan lembaga pengawasan masyarakat yang bersifat mandiri, serta berwenang melakukan klarifikasi, monitoring atau pemeriksaan atas laporan masyarakat mengenai penyelenggaraan negara khususnya pelaksanaan oleh aparatur pemerintah dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, dan telah menciptakan atau mengembangkan kondisi yang kondusif dalam melaksanakan pemberantasan KKN.

3.2 Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

Program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan bertujuan untuk menyempurnakan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan penyelenggaraan negara dalam pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang difokuskan pada pelaksanaan desentralisasi yang didukung oleh pengelolaan dokumen/arsip yang lebih efektif dan efisien. Sasaran program

IV - 22

adalah terciptanya struktur kelembagaan yang efektif dan efisien, dan terciptanya sisstem ketatalaksanaan yang terkait dengan penataan kewenangan dan hubungan kerja antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung pelaksanaan otonomi daerah.

Sampai dengan tahun 2001 Pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan antara lain penataan kembali keberadaan instansi vertikal dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen dan Lembaga Pemerintah Non departemen (LPND); penyerahan kelembagaan Pemerintah Pusat beserta anggaran, personil, prasarana dan sarana serta dokumen untuk menjadi kelembagaan/perangkat pemerintah daerah yang terdiri dari 239 Kantor Wilayah, dan 16.180 UPT kepada daerah dalam mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah; penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah organisasi dan kewenangnya baik pada tingkat pusat maupun daerah. Upaya penataan kelembagaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat di lihat pada Tabel IV-3.

3.3 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Program peningkatan kualitas pelayanan publik bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di berbagai bidang pemerintahan sesuai dengan sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) pada unit-unit kerja pemerintah pusat dan daerah. Sasaran program adalah terselenggaranya pelayanan publik yang lebih cepat, tepat, murah dan memuaskan pada unit-unit kerja di lingkungan pemerintah pusat dan daerah.

Sampai dengan tahun 2001 Pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan dalam upaya meningkatkan pelayanan publik yang meliputi: penyusunan standar pelayanan masyarakat dengan cepat, tepat, murah, memuaskan, transparan dan non diskriminatif dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas melalui pengembangan pembangunan telematika Indonesia; penyusunan

IV - 23

pola pemantauan, evaluasi dan penilaian kinerja pelaksanaan program pendayagunaan aparatur penyelenggara negara; pengembangan konsep indek tingkat kepuasan masyarakat (customer satisfaction index); dan penyusunan sistem perijinan dalam menumbuhkembangkan dunia usaha dalam rangka membangun perekonomian negara. Selain itu, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan, yang dapat menjadi landasan hukum bagi unit/satuan kerja dari instansi pemerintah untuk melakukan manajemen pengelolaan unitnya dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan (coorporate). Sebagai tindak lanjut kebijakan tersebut, beberapa unit/satuan kerja instansi pemerintah pada sektor kesehatan yang telah berubah status pengelolaan manajemennya menjadi perusahaan jawatan antara lain; perusahaan jawatan (Perjan) Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Perjan Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta, Perjan Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Perjan Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, Perjan Rumah Sakit Sardjito Jogyakarta, Perjan Rumah Sakit Ir. Mohamad Hoesin, Perjan Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta, dan Perjan Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudiro Husodo Makassar.

Dalam rangka memberikan kewenangan otonomi yang luas kepada perguruan tinggi negeri untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi yang lebih profesional, telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri Sebagai Badan Hukum. Sebagai pelaksanaan PP tersebut, 4 (empat) perguruan tinggi Negeri saat ini telah beralih status pengelolaan manajemennya menjadi Badan Hukum Milik Negara (BHMN) secara mandiri dan otonom, yaitu Universitas Indonesia Jakarta, Institut Pertanian Bogor, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Di samping itu dalam tahun 2000 telah dilakukan akuisisi arsip strategis selama pemerintahan orde baru sebanyak 2.694,1 meter lari arsip tekstual/konvensional, 1.751 album foto, 1.948 lembar foto, dan 2.262 buah kaset rekaman, serta 248 buah kaset rekaman vidio.

IV - 24

3.4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

Program peningkatan kapasitas sumber daya manusia bertujuan untuk meningkatkan kualitas, profesionalisme, dan keterampilan aparatur negara dalam melaksanakan tugas dan fungsinya secara lebih optimal. Sasaran program adalah terwujudnya aparatur negara yang profesional dan berkualitas dalam melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan.

Sampai dengan tahun 2001 Pemerintah telah melakukan berbagai kegiatan dalam upaya meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan penyelenggara negara yang meliputi: peningkatan kualitas pembinaan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) aparatur penyelenggara negara, baik melalui diklat prajabatan maupun diklat dalam jabatan. Jumlah peserta diklat prajabatan dan diklat dalam jabatan tertuang dalam tabel IV-4. Dalam pelaksanaan restrukturisasi dan realokasi PNS sebagai konsekuensi dilakukannya penghapusan, pembentukan, penggabungan dan perubahan-perubahan instansi pemerintah dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999, telah mengalami perubahan setelah adanya peralihan aparatur pemerintah Pusat ke pemerintah daerah sebagaimana terlihat pada Tabel IV-5. Begitu pula setelah adanya realokasi PNS dari Pusat ke daerah, maka PNS yang dialihkan kedaerah makin bertambah. Komposisi PNS yang telah dilimpahkan ke daerah dapat dilihat pada Tabel IV-6. Pada tahun 2001 Pemerintah telah melakukan realokasi penyelesaian pengalihan Pegawai Negeri Sipil (PNS) pusat menjadi PNS daerah di lingkungan 11 departemen yang terdiri dari: (1) Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah dari 202.936 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 117.228 orang; (2) Departemen Perindustrian dan Perdagangan dari 25.307 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 14.444 orang; (3) Departemen Pertanian dari 80.318 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 53.627 orang; (4) Departemen Pertambangan dan Energi dari 2.346 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 1.411 orang; (5) Departemen Perhubungan dari 30.322 orang dalam

IV - 25

usulan pengalihan telah diselesaikan 16.151 orang; (6) Departemen Pendidikan Nasional dari 1.625.048 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 1.280.272 orang; (7) Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial dari 258.485 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 177.285 orang; (8) Departemen Tenaga Kerja dari 28.015 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 17.371 orang; (9) Departemen Kehutanan dan Perkebunan dari 40.303 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 22.943 orang; (10) Arsip Nasional RI dari 554 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 246 orang; dan (11) Perpustakaan Nasional dari 2.272 orang dalam usulan pengalihan telah diselesaikan 1.660 orang.

Kegiatan lainnya adalah memperbaiki komposisi dan mutu PNS, melalui perbaikan sistem penggajian PNS yang adil dan transparan baik selama menjadi PNS maupun setelah pensiun, yang dapat memenuhi kebutuhan manusia untuk hidup layak, sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 64 Tahun 2001 tentang penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil menurut Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemrintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS sebagaimana telah empat kali diubah terakhir dengan PP Nomor 15 Tahun 1993, ke dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas PP Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan PP Nomor 6 Tahun 1997. Di samping itu dalam rangka desentralisasi, diselenggarakan juga penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) baik diklat struktural/diklat pimpinan maupun diklat teknis dan diklat fungsional di daerah.

4. Komunikasi, Informasi, dan Media Massa

Komunikasi, informasi, dan media massa selain memiliki peran yang sangat menentukan bagi keberhasilan pembangunan sistem politik yang demokratis, juga sangat erat kaitannya dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk meningkatkan sistem komunikasi, informasi dan media massa peran pemerintah yang semula dominan sudah berubah. Sejalan dengan reformasi yang

IV - 26

terjadi di berbagai bidang pembangunan, peran pemerintah yang semula dominan sebagai penyedia dan pengatur sudah berubah menjadi fasilitator untuk terjadinya sistem komunikasi yang kondusif dan terwujudnya arus informasi yang bebas namun tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Untuk melaksanakan fungsi tersebut, Lembaga Informasi Nasional (LIN) yang dibentuk melalui Keppres Nomor 17 Tahun 2001 sudah diubah melalui Keppres Nomor 103 Tahun 2001. LIN berkewajiban untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pelayanan informasi nasional dengan fungsi antara lain melakukan pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang informasi nasional; pengkajian dan pengembangan sistem informasi dalam penyelenggaraan pemerintahan; fasilitasi arus informasi antar lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan; penyediaan dan penyebaran informasi tentang kebijakan nasional dan penyaluran umpan balik masyarakat. Di tingkat kebijakan, sesuai Keppres Nomor 101 Tahun 2001 telah dibentuk Kantor Menneg Komunikasi dan Informasi untuk merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang komunikasi dan informasi. Pelaksanaan tugas dan fungsi tersebut dilakukan melalui program pengembangan komunikasi, informasi dan media massa; program peningkatan prasarana penyiaran, informatika, dan media massa; serta program peningkatan pelayanan informasi pembangunan.

4.1 Program Pengembangan Informasi, Komunikasi, dan Media Massa

Program ini bertujuan untuk meningkatkan dan memantapkan pertukaran informasi dan komunikasi antar dan intra kelompok masyarakat serta antar lembaga politik dengan rakyat sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Sasaran yang ingin dicapai adalah terwujudnya kesadaran dan kedewasaan berpolitik masyarakat melalui pertukaran arus informasi yang bebas dan transparan, serta adanya mekanisme kontrol politik yang lebih terbuka. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, perlu disepakati mekanisme kerja sama antara pemerintah dengan swasta penyedia informasi untuk dapat secara bersama-sama menjaga agar informasi yang diberikan kepada masyarakat obyektif dan dapat

IV - 27

dipertanggungjawabkan. Selanjutnya, agar partisipasi masyarakat dalam sistem komunikasi dan pertukaran informasi dapat berjalan dengan baik, diperlukan adanya perlindungan terhadap hak masyarakat untuk mendapat akses informasi yang berkualitas dan obyektif. Selain itu, perlu pula adanya perlindungan masyarakat agar tidak menjadi obyek media massa yang tidak bertanggungjawab. Sebagai langkah awal dan hasil sementara yang dicapai adalah sedang dilaksanakannya kajian dan evaluasi terhadap isu-isu yang berkembang di bidang komunikasi dan informasi yang terkait dengan fase transisi demokrasi Indonesia dewasa ini. Kajian yang sudah dalam tahap penyelesaian adalah naskah akademik tentang standar transparansi dan kebebasan memperoleh informasi serta kajian tentang tata alir informasi pemerintahan.

4.2 Program Peningkatan Prasarana Penyiaran, Informatika, dan Media Massa

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana komunikasi dan informasi bagi terselenggaranya proses sosialisasi, agregasi, serta artikulasi politik dan sosial budaya. Sasaran yang ingin dicapai adalah terpenuhinya kebutuhan informasi masyarakat secara optimal dengan kemampuan untuk menjangkau semua jenis media informasi yang ada. Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut, perlu disepakati bersama antara pemerintah dan masyarakat mengenai fungsi fasilitasi pemerintah untuk dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi berkembangnya prasarana komunikasi dan informasi nasional. Hasil pelaksanaan program yang sudah diselesaikan untuk mempermudah akses memperoleh informasi adalah penyediaan sarana informasi untuk pengelolaan pelaporan dan materi informasi dalam rangka mendukung peningkatan kualitas layanan dan muatan melalui media elektronik (info.ri.com)

4.3 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pembangunan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan jaringan informasi kepada dan dari masyarakat untuk mendukung proses sosialisasi politik dan partisipasi politik rakyat. Sasaran yang ingin

IV - 28

dicapai adalah meningkatnya kemampuan masyarakat untuk menyeleksi informasi agar tidak menimbulkan hilangnya rasa saling tidak percaya antar anggota masyarakat, serta yang dapat menimbulkan kesenjangan informasi yang mengancam integrasi nasional. Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran tersebut, sedang dilaksanakan kajian untuk terbentuknya lembaga dan tatanannya yang dapat mewujudkan jaringan komunikasi dan arus informasi yang efisien dan efektif baik di dalam maupun di luar negeri. Hasil yang telah dicapai dalam rangka pelayanan informasi pembangunan adalah telah dilaksanakannya penyebarluasan aturan dan layanan yang dikeluarkan pemerintah melalui media on line (Portal Info RI.com). Selain itu, untuk meningkatkan kualitas pelayanan telah dilakukan layanan langsung (off-line) melalui radio dan televisi serta melalui bahan terbitan untuk masyarakat luar negeri.

C. Tindak Lanjut yang Diperlukan

1. Politik Dalam Negeri

Berkenaan dengan perbaikan struktur politik, akan terus dilanjutkan penyusunan rancangan undang-undang tentang rekonsiliasi nasional dan juga akan melembagakan mekanisme penyelesaian konflik sosial. Guna mencegah konflik vertikal, secara bertahap akan dilakukan persiapan untuk merumuskan rancangan undang-undang tentang hubungan etnisitas dengan negara. Sedangkan dalam mengantisipasi perbedaan pendapat politik antar presiden (eksekutif) dan lembaga legislatif yang sulit ditemukan jalan penyelesaiannya, masukan akan diberikan kepada DPR untuk menyusun Undang-undang tentang Lembaga Kepresidenan. Masukan untuk amandemen UUD 1945 akan disampaikan juga kepada BP-MPR guna menyempurnakan UUD 1945 yang sesuai dengan aspirasi masyarakat yang berkembang. Dalam rangka mengantisipasi berbagai kemungkinan krisis konstitusi di masa mendatang, pemerintah menyampaikan usulan yang perlu dipertimbangkan oleh MPR yakni membentuk Komisi Konstitusi yang diharapkan mampu bekerja penuh dalam menyiapkan

IV - 29

konstitusi yang baru ataupun melakukan perubahan total atas UUD 1945.

Berkenaan dengan peningkatan kualitas proses politik, secara bertahap akan terus diupayakan perwujudan kemandirian infrastruktur politik sebagai pilar demokrasi sehingga mampu berperan dalam kehidupan politik secara optimal. Disamping itu, akan disusun suatu landasan hukum dalam penerapan sistem dan mekanisme partisipasi politik rakyat dan pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya, guna lebih meningkatkan partisipasi politik rakyat, akan dilakukan persiapan-persiapan untuk menyelenggarakan pemilu 2004, akan dilaksanakan sosialisasi sistem dan mekanisme penyelenggaraannya, serta upaya penyempurnaan undang-undang organisasi kemasyarakatan. Disamping itu, akan dilakukan sosialiasi mengenai Undang-undang Politik yang baru, yang diharapkan dapat segera disahkan, sebagai penyempurnaan undang-undang tentang partai politik, undang-undang tentang pemilu, serta undang-undang tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

Dalam menghadapi situasi politik yang berkembang saat ini dan untuk mengantisipasi perkembangannya ke depan, akan ditingkatkan kewaspadaan nasional guna mencegah ancaman disintegrasi bangsa dengan memperkokoh ketahanan nasional. Pengembangan konsepsi dan paradigma baru tentang kewaspadaan nasional perlu terus-menerus dilakukan, antara lain, dengan menekankan pada pemahaman tentang nilai-nilai kewaspadaan nasional yang bebas ataupun lintas kekuasaan dan rezim. Peningkatan kesiagaan masyarakat juga merupakan prioritas yang perlu ditindaklanjuti guna menghadapi kemungkinan terjadinya bencana, serta meningkatkan kemampuan dalam menanggulangi bencana, baik penyelamatan, rehabilitasi maupun relokasi. Kegiatan-kegiatan ini antara lain diarahkan guna terwujudnya budaya politik yang demokratis.

Sementara itu, guna lebih memantapkan persatuan dan kesatuan nasional akan dikembangkan konsep reorientasi wawasan kebangsaan, metode baru dalam peningkatan aktualisasi nilai-nilai Pancasila, serta konsep strategi orientasi kewilayahan.

IV - 30

Berkenaan dengan masalah Aceh, untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2001, telah dirumuskan tolok ukur penyelesaian masalah Aceh yang perlu diupayakan, yaitu antara lain dikibarkannya bendera Merah Putih, terutama pada 17 Agustus 2001, diundangkannya RUU tentang Otonomi Khusus Aceh dan diterimanya oleh masyarakat dan tokoh-tokoh GSBA, dukungan internasional terhadap penyelesaian masalah Aceh dalam naungan NKRI semakin meningkat, serta perlawanan GSBA semakin menurun dan meningkatnya kesadaran anggota GSBA untuk menyerahkan diri. Sampai dengan akhir Oktober 2001, berbagai indikasi menunjukkan bahwa sebagian besar tolok ukur yang telah ditetapkan berhasil dipenuhi. Disamping itu, dalam upaya mendorong penyelesaian masalah Aceh, pihak pemerintah perlu segera melaksanakan Inpres Nomor 7 Tahun 2001 yang pada intinya melanjutkan pelaksanaan Inpres Nomor 4 Tahun 2001 yang telah habis masa berlakunya. Program teknis pelaksanaan Instruksi Presiden tersebut perlu segera dijabarkan dan dilaksanakan selama 4 bulan sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden tersebut. Disamping itu, agenda dan format All Inclusive Dialogue perlu segera memperoleh kesepakatan dari berbagai pihak yang bersengketa termasuk kelompok GSBA sehingga dialog dapat segera dilaksanakan. Tujuan dialog adalah untuk mencari titik penyelesaian masalah Aceh termasuk upaya untuk melaksanakan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang NAD.

Berkenaan dengan situasi di Maluku dan Maluku Utara, pemerintah akan mengkaji secara mendalam dan cermat apakah penurunan konflik benar-benar sebagai hasil kesadaran/semangat rekonsiliasi ataukah karena kehadiran pasukan TNI dalam jumlah besar. Darurat Sipil di Maluku Utara rencananya akan diakhiri pada bulan Desember 2001 setelah para pengungsi kembali ke tempatnya dengan perasaaan aman dan damai. Sedangkan di Maluku, keadaan darurat tetap diberlakukan hingga instansi fungsional dapat mengendalikan situasi berdasarkan kewenangan dan mekanisme yang ada pada masa normal. Penarikan pasukan TNI dan Polri non organik dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan keamanan. Penguasa Darurat Sipil akan melanjutkan langkah

IV - 31

terpadu untuk mencegah timbulnya kekerasan baru dan melanjutkan upaya-upaya dalam rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum, rehabilitasi, dan rekonsiliasi.

Dalam rangka mengelola kondisi sosial masyarakat yang rentan terhadap potensi gejolak, khususnya dalam kaitan dengan pemetaan kerawanan sosial daerah, perlu dilakukan upaya pengembangan jejaring informasi secara maksimal. Sosialisasi pemahaman tentang HAM perlu pula dilakukan secara lebih intensif guna menghindari pemahaman HAM yang bersandar pada standar ganda. Disamping itu, akan disiapkan bahan penyusunan rancangan undang-undang tentang anti-diskriminasi dan perlindungan hak-hak minoritas.

2. Hubungan Luar Negeri

Diplomasi Indonesia perlu tetap diarahkan pada upaya untuk memulihkan citra positif Indonesia, menggalang dukungan internasional terhadap proses pemulihan ekonomi dan integritas NKRI. Bahkan, nampaknya beban ke depan akan sangat berat mengingat perkembangan ekonomi dan politik internasional pada bulan terakhir ini, dengan berkembangnya kesadaran baru terhadap kemungkinan penciptaan tatanan internasional yang lebih adil dan damai. Telah timbul kesadaran baru bahwa ketimpangan dan ketidakadilan cepat atau lambat akan menjerumuskan dunia kembali kepada peperangan dan konflik baru yang sangat berbahaya, terutama setelah peristiwa teror dahsyat yang menimbulkan korban ribuan jiwa di AS pada tanggal 11 September 2001.

Berkaitan dengan hal tersebut, akan ditingkatkan kualitas dan kinerja aparatur penyelenggara hubungan luar negeri, serta ditingkatkan penyediaan sarana dan prasarana penyelenggara hubungan luar negeri. Di samping itu, akan terus dilaksanakan sosialisasi pelaksanaan politik luar negeri untuk memperoleh dukungan yang luas dari masyarakat di dalam negeri, serta disusunnya bahan-bahan informasi untuk dipublikasikan di luar negeri melalui Publikasi Citra Indonesia. Selain itu juga akan terus

IV - 32

dilanjutkan kegiatan pameran hasil-hasil pembangunan di bidang politik, ekonomi dan sosial budaya di luar negeri.

Sedangkan dalam rangka untuk mengatur mekanisme koordinasi antar lembaga pemerintah dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri seperti yang tersirat dalam pasal 28 ayat 2 Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, akan segera diselesaikan beberapa peraturan pemerintah dalam lingkup hubungan luar negeri sebagai implementasi Undang-undang Nomor 37 tahun 1999 tersebut, termasuk kaitannya dengan pelaksanaan hubungan luar negeri yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Disamping itu, kerja sama ekonomi dengan negara-negara anggota D-8 dan APEC akan terus ditingkatkan. Dengan negara-negara Amerika Latin, Korea Selatan, Afrika Selatan dan Persatuan Emirat Arab, akan ditingkatkan kerja sama ekonomi, investasi dan pembangunan. Di kawasan timur Indonesia, akan dikembangkan potensi wisata kawasan timur. Dalam mendukung peningkatan kerja sama ekonomi di Amerika Latin, akan dibangun sistem jaringan perdagangan Indonesia dengan Brazil, Peru, dan Bolivia. Sementara itu, dalam rangka mengatasi kelangkaan devisa, sistem perdagangan imbal beli (counter-trade) perlu dijajagi untuk dijadikan salah satu alternatif bagi peningkatan ekspor non-migas.

Dalam rangka perluasan ekstradisi akan dilakukan penyusunan bahan-bahan masukan dalam rangka percepatan penyempurnaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi. Selain itu juga akan ditingkatkan upaya-upaya pemberian perlindungan dan bantuan hukum terhadap warganegara Indonesia dan badan-badan hukum Indonesia di luar negeri.

Dalam menciptakan stabilitas politik di kawasan Asia Pasifik dan kawasan lainnya, akan terus dilanjutkan usaha-usaha penyelesaian secara damai masalah-masalah Sipadan dan Ligitan di Mahkamah Internasional, dilaksanakannya lokakarya Laut Cina Selatan XII, ditingkatkannya kerjasama ASEAN dan negara sahabat, baik secara bilateral maupun regional. Disamping itu, akan terus diupayakan peningkatan peran serta aktif RI di organisasi-organisasi

IV - 33

internasional, termasuk dalam penanganan keamanan global dan perlucutan senjata.

Disamping itu, akan terus dilanjutkan penyelesaian masalah-masalah residual dengan pihak Pemerintah Timor-Timur, termasuk masalah pengungsi, perbatasan, aset Indonesia di Timor Timur, kelanjutan studi mahasiswa Timor Timur di Indonesia dan pembayaran pensiun PNS dan TNI/Polri asal Timor Timur. Diharapkan masalah pengungsi ini dapat diselesaikan pada akhir tahun 2001 ini. Berkenaan dengan Pemilu di Timor Timur, perkembangannya perlu terus diikuti. Sebagai negara yang paling dekat dengan Indonesia, dan bahkan pernah menjadi bagian Indonesia, hubungan yang erat dan saling menghormati perlu untuk dijaga.

Guna mempertahankan kohesivitas akibat perubahan konstelasi politik dan ekonomi regional, akan diselenggarakan dialog tentang revitalisasi ASEAN. Sementara itu, dalam rangka kerja sama sosial budaya, perlu untuk menindaklanjuti upaya pelembagaan kerja sama dengan negara-negara sahabat melalui pembentukan Persetujuan Kebudayaan (PK), pembaharuan persetujuan yang sudah ada dan Pengaturan Program Pertukaran Kerja Sama Kebudayaan (P3K).

Sedangkan berkenaan dengan sikap politik Indonesia khususnya mengenai serangan AS terhadap Afganistan, yang dapat mengancam keamanan dan perdamaian dunia, pemerintah Indonesia disamping telah meminta PBB untuk berkoordinasi dengan AS dalam memerangi terorisme, pihak Indonesia akan melakukan konsultasi dan komunikasi dengan negara-negara yang dianggap tepat untuk menengahi dan ikut memastikan bahwa upaya internasional memerangi terorisme tersebut tepat sasaran.

Sementara itu dalam rangka menindaklanjuti Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1373 (2001), pada tanggal 24 September 2001 Menteri Luar Negeri RI atas nama Pemerintah RI telah menandatangani “International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999” di Markas Besar PBB di New York. Dengan Departemen Kehakiman dan HAM

IV - 34

sebagai focal point saat ini sedang dibahas/dikaji ketentuan-ketentuan konvensi tersebut dan tentang kemungkinan untuk mengesahkannya (ratifikasi). RUU yang telah dipersiapkan antara lain adalah RUU tentang Pencucian Uang, dan sedang dipersiapkan RUU tentang Pemberantasan Terorisme. Di samping itu saat ini sedang dikaji/disusun Inpres tentang Pemberantasan Teror di Indonesia.

3. Penyelenggara Negara

Pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) telah menjadi komitmen seluruh rakyat Indonesia, yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR-RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN, dan Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Hasil yang dicapai sampai dengan tahun 2001, akan ditindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi dan mengembangkan sistem informasi pengawasan masyarakat, mengembangkan pengawasan yang akuntabel, transparan dan independen, melakukan studi kebijakan kelembagaan dan SDM di bidang pengawasan, menyiapkan sistem pemantauan dan evaluasi terhadap hasil kegiatan komisi, memperbaiki dan melakukan menyempurnakan sistem dan metode kerja aparat pengawasan fungsional pemerintah maupun memperbaiki dan menyempurnakan sistem pengendalian penyelenggaraan pemerintahan baik pada aparatur pemerintah maupun lembaga perekonomian negara. Di samping itu, akan dilanjutkan penyusunan kriteria Pelaksanaan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) di tingkat pusat dan daerah, melanjutkan penyempurnaan kode etik aparatur audit dan standar audit, dan mempercepat pembahasan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan keuangan negara dan pengawasan.

Pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, mempunyai implikasi pada penataan kelembagaan

IV - 35

pemerintahan pusat dan pemerintah daerah. Restrukturisasi kelembagaan tersebut disebabkan tiga hal yaitu penghapusan, penggabungan, dan pembentukan baru institusi kelembagaan pemerintah pusat dan daerah. Dengan demikian tindak lanjut di bidang penataan kelembagaan meliputi kegiatan-kegiatan antara lain; melanjutkan penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan pada pemerintah pusat, pemerintah daerah, melakukan penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi, Kabupaten, dan Kota, melakukan akuisisi arsip dan peningkatan mutu pengelolaan arsip dalam menunjang proses manajemen pemerintahan dan akuntabilitas pemerintah, dan melakukan kajian persiapan pembentukan 1 (satu) lembaga pemeriksa internal pemerintah, serta melakukan kajian yang berkaitan dengan organisasi dan pelaksanaan tugas Badan Kepegawaian daerah.

Sebagai tindak lanjut pelaksanaan program peningkatan kualitas pelayanan publik dalam tahun 2001, maka akan dilaksanakan kegiatan antara lain; meningkatkan sistem pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, transparan, dan tidak diskriminatif, menyusun standar pelayanan publik yang transparan dan akuntabel, menyusun kebijakan pemanfaatan teknologi di bidang pelayanan publik, melakukan penyusunan aplikasi sistem pelayanan di bidang kearsipan dalam pemanfaatan khazanah arsip, serta melakukan penyusunan pedoman budaya kerja.

Kegiatan-kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan program peningkatan kapasitas sumber daya manusia antara lain; melanjutkan upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia, mengembangkan sistem pembinaan baik diklat teknis, fungsional maupun struktural, menerapkan secara konsistem kebijakan pemantapan netralitas PNS, melakukan pembinaan dan penyelenggaran diklat kewidyaiswaraan, dan kearsipan yang lebih berkualitas. Di samping itu perlu dilakukan penyempurnaan dan peningkatan pengelolaan data kepegawaian dalam rangka mendukung otonomi daerah, penyusunan kode etik PNS, dan melakukan pengembangan sistem rekruitmen PNS yang lebih transparan dan akuntabel.

IV - 36

4. Komunikasi, Informasi, dan Media Massa

Dengan adanya perubahan mendasar fungsi pemerintahan yang semula diperankan oleh Departemen Penerangan yang sekarang ini digantikan fungsinya oleh Kantor Menteri Negara Komunikasi dan Informasi serta Lembaga Informasi Nasional (LIN) serta adanya permasalahan yang berkembang saat ini, maka perlu dilakukan upaya untuk: (1) melengkapi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan transparansi serta kebebasan memperoleh informasi dan komunikasi; (2) melengkapi prosedur operasi standar tentang tata alir informasi dan komunikasi; (3) meningkatkan peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan memanfaatkan informasi dan komunikasi; (4) menata kembali fungsi pemerintah dan pemerintah daerah dalam bidang informasi dan komunikasi; (5) meningkatkan kapasitas portal pemerintah dalam rangka penerapan e-government; dan (6) optimalisasi fungsi Kantor Menneg Komunikasi dan Informasi serta LIN termasuk sumberdaya manusia dan perangkatnya dalam mewujudkan mekanisme komunikasi dan arus informasi yang efisien baik di dalam maupun ke luar negeri. Sehubungan dengan itu peran aktif dan partisipasi masyarakat, pakar, pelaku penyedia informasi dan lembaga media massa sangat diperlukan untuk dapat mewujudkan sistem komunikasi yang efisien dan efektif, tersedianya informasi yang berkualitas dan obyektif serta terciptanya lembaga media massa dan pelaku yang terlibat didalamnya yang bertanggung jawab.

IV - 37