Multikulturalisme dan Demokratisasi di Indonesia

37
Multikulturalisme dan Demokratisasi di Indonesia Mohtar Mas’oed Universitas Gadjah Mada

description

Multikulturalisme dan Demokratisasi di Indonesia. Mohtar Mas’oed Universitas Gadjah Mada. Makna Budaya. Mohtar Mas’oed Universitas Gadjah Mada. Budaya ( Culture ). Semua idea, pra ktik , d an obyek material yang diciptakan manusia untuk menangani masalah kehidupan nyata. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of Multikulturalisme dan Demokratisasi di Indonesia

Multikulturalisme dan Demokratisasi di

IndonesiaMohtar Mas’oed

Universitas Gadjah Mada

Makna Budaya

Mohtar Mas’oedUniversitas Gadjah Mada

Budaya (Culture)

• Semua idea, praktik, dan obyek material yang diciptakan manusia untuk menangani masalah kehidupan nyata. – Budaya dipelajari, dimiliki bersama, dan

disebarkan dari satu orang ke orang lain dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

– Budaya adalah hasil konstruksi atau ciptaan dan karena itu itu luwes dan berbeda-beda.

Sumber Budaya• Karena mampu menciptakan budaya,

manusia mampu beradaptasi dengan lingkungannya.

• Manusia berkembang karena mereka bisa:–Menciptakan simbol-simbol–Membuat alat-perkakas.–Bekerjasama.

“Survival Kit” Budaya• Abstraksi: Kemampuan menciptakan gagasan umum,

atau cara berpikir yang terlepas dari sesuatu yang khusus– Simbol: memungkinkan kita untuk mengklasifikasi pengalaman

dan membuat generalisasi mengenai pengalaman itu.• Kerjasama: Kemampuan menciptakan kehidupan sosial

yang kompleks– Norma: Tata-cara yang diterima secara umum (aturan atau

patokan baku); adat-istiadat (folkways) dan aturan moral (mores);

– Nilai (values): Gagasan kolektif dan kriteria. • Produksi: Membuat dan menggunakan alat dan teknik

yang meningkatkan kemampuan kita untuk memanfaatkan sumberdaya alam.– Buaya material: Hanya manusia makhluk pembuat alat.

Unsur Pembentuk BudayaKEMAMPUAN MANUSIA

Abstraksi Kerjasama Produksi

Unsur Budaya

Idea Norma Budaya Material

KEGIATAN BUDAYA

Bidang keilmuan

Teori Eksperimen Penerapam ilmu kesehatan

Bidang hukum

Nlai Aturan Pengadilan, penjara

Bidang religius

Merumuskan sabda Tuhan sehingga dimengerti manusia

Tatacara Keagamaan

Seni & arsitektur rumah ibadah

Memahami Budaya• Suatu budaya mudah dimengerti kalau:– Anda tidak terlalu dalam terlibat di dalam

budaya itu atau terlalu jauh darinya.• Untuk memahami budaya jangan:–Memandang budaya sendiri secara “taken-for-

granted” dan–Menilai budaya-budaya lain dengan ukuran-

ukuran budaya Anda sendiri (Ethnocentrism)

Multikulturalisme dan Demokratisasi di Indonesia

Mohtar Mas’oedUniversitas Gadjah Mada

Mimpi Buruk bernama Orde Baru

• “Nation-building”– Asimilasi → monisme

• “State-building”– Negara intervensionis → merasuk ke lubuk

masyarakat paling dalam

• “Market-creation”– Akumulasi kapital → komodifikasi

“Nation-building”?

• Gagasan awal (ideal)– Bhinneka Tunggal Ika– Multi-kulturalisme

• Praktik (realpolitik)– Asimilasi (mayoritas menyerap sisanya)

• Nalar– Keharusan struktural mendukung akumulasi

kapital

Menciptakan Satu Identitas

Asimilasi?(Etnik mayoritas menyerap minoritas)

ATAU

Multi-kulturalisme (“Bhineka Tunggal Ika”)?

(Masing-2 kelompok etnik berkembang, tetapi diikat oleh ideologi yang sama atau “common denominator”)

Modernisasionis = Monistik• Demokrasi tidak mungkin tumbuh tanpa wadah

“nation-state”– Nation-building demi identitas nasional tunggal

mengatasi identitas ”primordial.”– Modernisasi kultur politik → sekularisasi– Pembangunan ekonomi → pasar tunggal

• Multi-kulturalisme mengganggu modernisasi politik (demokrasi)– “Nation-building” Eropa (abad 16-17) dilakukan dg

penghapusan perbedaan (“ethnic cleansing”)

Asimilasi Kultural

13

MONISMEKULTURAL

TEORI“MELTING-POT”

Kelompok-2 kecil diserap oleh kelompok terbesar

Multi-kulturalisme

14

PLURALISMEKULTURAL

Berbagai kelompok mempertahankan identitasnya.Dalam berpolitik, semuanya menjadi Indonesia

15

Multikulturalisme dalam Politik

• Mensyaratkan: 1. Pengakuan tentang makna penting kultur bagi

penerapakan hak individual.2. Perlindungan terhadap berbagai konsepsi

mengenai apa yang baik bagi individu maupun bagi kelompok.

the politics of recognition and difference

16

Multikulturalisme vs. Liberalisme

Liberalisme = Hak individual

Multikulturalisme = Hak kelompok

17

Indonesia ≠ Melting Pot• Indonesia bukan campuran antara berbagai

jenis orang melebur dalam satu kultur baru.• Indonesia = Multikulturalis. – “Melting pot” = asimilasi yang dipaksakan.

Berbagai kelompok etnik di Indonesia tidak di “Jawa”-kan. Masing-2 secara kultural otonom.

– Masyarakat Indonesia pada kenyataannya berbeda-beda, multi-etnik, multi-kultural.

– Karena itu, berbagai kelompok etnik atau komunitas kultural mesti dipertahankan tanpa memaksakan menjadi satu kultur.

18

Multikulturalisme

• Menghargai keanekaragaman etnik dan ras.• Mengakui bahwa semua kultur memiliki

nilai setara.• Mendorong munculnya kebanggaan atau

kepercayaan-diri (self-esteem) dan keberhasilan ekonomi.

Mayoritas-MinoritasElite-Massa

Jumlah Kekuasaan

Mayoritas + +

Elite - +

Massa + -

Minoritas - -

“Political Civility”: Ideal • Tiga nilai: kebebasan, kesetaraan dan toleransi.

Penjamin anggota masy majemuk berinteraksi tanpa dominasi politik (Hefner, 1998:10).

• Dalam komunitas spt itu orang terlibat aktif dalam kegiatan kemasyarakatan & bersemangat publik ("civic engagement"); saling berinteraksi sebagai warga yang setara, dengan hak dan kewajiban yang sama; saling membantu, saling-menghormati, saling-percaya, setia-kawan, dan saling-toleran; dan menggiatkan asosiasi atau perkumpulan kemasyarakatan (Putnam, 1993: 87-90).

Tantangan terhadap Demokrasi Muti-kultural

• Politik identitas?• “Confessional Politics”

Politik Identitas: Realpolitik

• Identitas penduduk semakin beragam; masing2 berhak representasi politik

• Muncul kelompok identitas. Keanggotaan berdasar “social marker” (ras, etnisitas, kelas, sex, dsb.). Ada yg dipilih sendiri, ada yg akibat sosialisasi atau bawaan.

• Perlu penanganan dg “multi-kulturalisme”• Multi-kulturalisme hanya berhasil kalau disertai dg

toleransi pd perbedaan• Demokrat tidak bisa hindari persoalan ini.

Makna kelompok identitas

• Keterikatan pada tradisi, bahasa dan bentuk2 kultural lain = aspek penting eksistensi sosial. Ada yg bersedia mati untuk itu.

• Kelompok tertindas perlu jaminan perwakilan agar suara didengar. Kebijakan yg adil perlu partisipasi & keterlibatan semua kelompok. Ini hanya mungkin dg perlakuan khusus.

Empat kelompok identitas

• Kelompok kultur• Asosiasi sukarela• Kelompok askriptif– Berdasar “unchosen social marker” (gender,

warna kulit, etnisitas, difable)

• Kelompok keagamaan

Masyarakat “aseli”• Paling dirugikan karena– Tidak dilibatkan dlm proses kebijakan– Jumlah sedikit– Secara kultural sangat berbeda dari kelompok

mayoritas– Terisolasi secara geografik– Ekologi rentan– Hidup bertentangan dg modernitas

Masyarakat “aseli” (2)

• Identitas kultural + ketimpangan = resep untuk konflik

• Bgmn mengurangi “pengucilan politik”?• Bgmn lindungi hak mereka?• Bgmn tanggapi retorika intoleransi kultural &

“anti-asing” mereka tanpa melanggar hak mereka bersuara dan mempertahankan tradisi?

Perlu kebijakan publik

• Penyediaan sumberdaya publik agar mereka bisa mengorganisasi diri

• Agar mereka bisa mengusulkan kebijakan• Wewenang utk veto kebijakan yg langsung

mengenaikelompok. Misal: “hak reproduksi bagi perempuan.”

Beri kesempatan pada kelompok identitas yg dukung demokrasi (1)

• Karena kehidupan asosiasional dlm demokrasi liberal: atomistik, “interest-oriented”, “homogenizing universalist” tidak peka kultur.

• Politik identitas (“pol of difference”) akui perbedaan, komunitas & peka kultur.

• Pol of difference: Perlindungan kultur lokal dari ancaman globalisasi.

Beri kesempatan pada kelompok identitas yg dukung demokrasi (2)

• Kelompok yang mana?– Yang anggotanya bebas memilih– Tidak melanggar keadilan

• Problem– Kelompok identitas yg “beruntung” tidak bersedia

menantang “status quo.” Mereka justru melanggengkan struktur ketimpangan & melindungi posisi mereka sendiri.

Tantangan bagi pejuang demokrasi

• Bukan hanya merumuskan landasan bagi kesepakatan rasional

• TETAPI• Mengembangkan institusi2 yg secara aktif

mengelola konflik dan antagonisme yang menyertai perbedaan, terutama konflik berbasis identitas.

Format demokrasi apa?

• Demokrasi perwakilan dg system pemilihan berdasar “satu-orang-satu-suara” dalam masyarakat multi-etnik lebih menguntungkan mayoritas karena jumlah mereka.

• Apa yang bisa dilakukan?– Membatasi kekuasaan legislasi pusat, yang didominasi kaum

mayoritas, dengan cara memindahkan sejumlah kekuasaan kepada badan-badan regional (Otonomi Daerah);

– “Checks and balances” di tingkat pusat demi menjamin hak minoritas. (Berbagai cara “power-sharing” di tingkat pusat seperti “Consociationalism”).

– Atau kombinasi diantara kedua metode ini.

Tantangan “Confessional Politics”

Empat “Isme”CITA-CITA NILAI MEKANISME

KAPITAL-ISME

Akumulasi kapital

Solidaritas cari-untung

Trans- (supra-) nasional

NASIONAL-ISME

Penguatan & integritas negara-bangsa

Ikatan patriotik Nasional

NATIV-ISME

Integritas & kelestarian etnik/daerah

Persaudaraan dalam darah/daerah

Sub-nasional (“Ethno-politics”)

KONFESSIONALISME

Integritas & keselamatan ummat

Persaudaraan dalam iman

Trans-nasional (“Confessional politics”)

Mengapa “Confessional Politics”?• Pola umum pasca-Perang Dingin.– Kebangkitan kembali politik berbasis agama.

Lembaga agama terbukti efektif sbg kerangka kerjasama membentuk koalisi politik.

– Revitalisasi identitas politik berdasar agama.• Menjadi semakin merebak ketika terjadi

gelombang liberalisasi & demokratisasi.• Tidak jadi soal asal berlangsung dalam

kerangka “civil society” yang demokratik.

“Confessional Politics” = Otoriterisme?

• Apakah akan berkembang menjadi patologis atau tidak tergantung pada pengelola negara. o Pemerintah yang ambil inisiatif mem-fasilitasi

perkembangan civil society yang sehat umumnya berhasil hindarkan perpolitikan konfessional yang menghancurkan demokrasi.

o Yang tidak melakukan itu mendapati perpolitikan konfessional yang mendorong otoriterisme.

Sementara itu, pemerintah nasional hadapi tantangan dari dua arah,

trans-nasional dan lokal• Di satu sisi, pemerintah harus menanggapi

tantangan “globalisasi” (utk me-fasilitasi akumulasi kapital) dg akibat sebagian wewenangnya diserahkan pada lembaga internasional.

• Di sisi lain, pemerintah juga harus berbagi kekuasaan dengan pemerintah-pemerintah di bawahnya (”desentralisasi”).

Kemerosotan kapasitas pemerintah

• Akibatnya, kapasitas pemerintah membuat keputusan secara otonom merosot, justru ketika perannya sangat diperlukan untuk menggerakkan pembaharuan.

• Ini berdampak pada penurunan tingkat kepercayaan warga thd kemampuan pem menjamin implementasi amar konstitusi.

• Sebaliknya, daya tarik “isme-isme”lain meningkat.