(PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) SEBAGAI SISTEM ...
Transcript of (PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) SEBAGAI SISTEM ...
SKRIPSI
PERBANDINGAN PROPORTIONAL – INTEGRAL – DERIVATIVE
(PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR)
SEBAGAI SISTEM KONTROL KESTABILAN
PADA MOTOR DC
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro Subkonsentrasi
Teknik Energi Listrik
Oleh
ABED NEGO
NIM : 140402089
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Motor dc merupakan salah satu jenis motor yang mudah untuk diaplikasikan
serta memiliki rentang pengaturan kecepatan yang luas sehingga umum digunakan
dalam berbagai bidang industri, robotik, maupun rumah tangga. Salah satu jenis
motor dc adalah motor dc seri. Motor dc seri memiliki karakteristik dengan torsi
awalnya yang besar. Karena hal tersebut, motor ini sering mengalami overshoot
pada saat awal penyalaan. Selain itu, motor ini kurang stabil. Pada torsi yang tinggi
kecepatannya menurun dan sebaliknya. Namun, pada saat tidak terdapat beban
motor ini akan cenderung menghasilkan kecepatan yang sangat tinggi. Untuk
mengatur kecepatan motor secara akurat agar diperoleh hasil akhir yang stabil dan
meminimalisir overshoot perlu digunakan kontroler. Dalam skripsi ini dilakukan
perbandingan simulasi dengan matlab antara dua kontroler untuk mengatur
kecepatan motor dc seri yaitu PID (Proportional – Integral – Derivative) dan LQR
(Linear Quadratic Regulator). Kecepatan motor diatur dengan lima variasi
kecepatan. Hasil akhir yang diperoleh dengan kedua kontroler menunjukkan error
yang sangat kecil. Pada kontroler PID memberikan waktu respon kecepatan rotor
yang lebih singkat dibanding LQR, akan tetapi pada PID masih terdapat overshoot
yang cukup besar sekitar 20% sedangkan pada LQR overshoot dapat dihilangkan
seluruhnya. Demikian juga arus starting dengan menggunakan kontroler PID jauh
lebih besar dibandingkan dengan menggunakan kontroler LQR di mana overshoot
arus starting dengan menggunakan PID sekitar 460% sedangkan dengan
menggunakan LQR hanya sekitar 188%.
Kata Kunci: motor dc seri, LQR, PID, kontrol kecepatan, matlab
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “PERBANDINGAN PROPORTIONAL – INTEGRAL – DERIVATIVE
(PID) DAN LINEAR QUADRATIC REGULATOR (LQR) SEBAGAI SISTEM
KONTROL KESTABILAN PADA MOTOR DC.”
Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menyelesaikan pendidikan Sarjana Strata Satu di Departemen Teknik Elektro,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Roasi Simon Simalango dan Masrita Ginting selaku orangtua penulis yang
telah memberikan didikan, motivasi, dan dukungan yang tiada habis-
habisnya.
2. Novayanti Simalango dan Daud Pratama selaku kakak dan adik penulis
yang selalu mendukung dan menjadi teman dalam bertukar pikiran.
3. Bapak Ir. Syafruddin HS, M.Sc., Ph.D., selaku dosen pembimbing penulis
yang telah banyak memberi masukan, bimbingan, dan meluangkan banyak
waktu sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Bapak Ir. Eddy Warman, M.T. dan Bapak Drs. Hasdari Helmi Rangkuti,
M.T., selaku dosen penguji penulis yang telah banyak mengoreksi dan
memberikan masukan sehingga skrispi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
5. Bapak Dr.Fahmi, M.Sc. IPM. dan Bapak Ir. Arman Sani, M.T selaku Ketua
dan Sekretaris Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas
Sumatera Utara.
6. Seluruh Staf Pengajar Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis.
7. Seluruh Staf Pegawai Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara.
8. Teman-teman seperjuangan di MTMA: Jimmy, Viking, dan Robbyo.
9. Teman-teman seperjuangan yang selalu hadir di Laboratorium AST:
Munayudi, Bernard, Yosua BJ, Abed Vincent, Aldiansyah, Budi, Yohannes
DAT, Ocky, James, Monica, Mikalsen.
10. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bertujuan menyempurnakan
kajian skripsi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2018
Penulis,
Abed Nego
NIM. 140402089
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan Skripsi ..................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
1.5 Batasan Masalah .................................................................................. 3
BAB II DASAR TEORI ................................................................................. 4
2.1 Motor DC ............................................................................................. 4
2.1.1 Konstruksi Motor DC ........................................................................... 4
2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC ...................................................................... 7
2.1.3 Jenis-jenis Motor DC ........................................................................... 9
2.1.3.1 Motor DC Penguat Terpisah ................................................................ 9
2.1.3.2 Motor DC Penguat Sendiri .................................................................. 10
2.2 Sistem Kontrol ..................................................................................... 14
2.2.1 Respon Sistem ..................................................................................... 14
2.2.2 Fungsi Alih .......................................................................................... 16
2.2.3 Sistem Kontrol Loop Tertutup ............................................................. 18
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Persamaan Ruang Keadaan ................................................................. 19
2.2.5 Pengaturan Kecepatan dan Pemodelan Matematik Motor DC Seri ... 21
2.3 Kontroler Proporsional – Integral – Derivative (PID) ....................... 25
2.4 Kontroler Linear Quadratic Regulator (LQR) ..................................... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 34
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 34
3.2 Bahan dan Peralatan ............................................................................ 34
3.3 Variabel-variabel yang diamati ........................................................... 34
3.4 Prosedur Penelitian ............................................................................... 35
3.4.1 Prosedur dengan Kontroler PID .......................................................... 35
3.4.2 Prosedur dengan Kontroler LQR ......................................................... 36
3.5 Diagram Alir Penelitian ....................................................................... 37
BAB IV SIMULASI DAN ANALISIS ............................................................ 38
4.1 Perolehan Data ..................................................................................... 38
4.2 Simulasi Kontrol Motor DC Seri dengan PID ..................................... 38
4.2.1 Pemodelan Motor dalam Fungsi Alih .................................................. 39
4.2.2 Perolehan Parameter PID ..................................................................... 39
4.2.3 Rangkaian Simulasi PID ...................................................................... 43
4.2.4 Simulasi PID ......................................................................................... 44
4.2.4.1 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 700 rpm ............................... 44
4.2.4.2 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ............................. 46
4.2.4.3 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ............................. 47
4.2.4.4 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ............................. 49
Universitas Sumatera Utara
4.2.4.5 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ............................. 51
4.3 Simulasi Kontrol Motor DC Seri dengan LQR ................................... 52
4.3.1 Pemodelan Motor dalam Ruang Keadaan (State Space) ...................... 52
4.3.2 Perolehan Parameter LQR ................................................................... 53
4.3.3 Rangkaian Simulasi LQR .................................................................... 55
4.3.4 Simulasi LQR ...................................................................................... 56
4.3.4.1 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ............................. 56
4.3.4.2 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ........................... 58
4.3.4.3 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ........................... 60
4.3.4.4 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ........................... 61
4.3.4.5 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ........................... 63
4.4 Hasil Perbandingan Simulasi PID dan LQR ....................................... 65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 72
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 72
5.2 Saran .................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 74
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Konstruksi Motor DC Bagian Stator ............................................. 4
Gambar 2.2 Konstruksi Motor DC Bagian Rotor.............................................. 5
Gambar 2.3 Prisip Kerja Motor DC .................................................................. 8
Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Motor DC Penguat Terpisah ........................ 9
Gambar 2.5 Rangkaian Ekivalen Motor DC Shunt ........................................... 11
Gambar 2.6 Rangkaian Ekivalen Motor DC Seri .............................................. 12
Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Pendek ......................... 13
Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Panjang ....................... 14
Gambar 2.9 Respon Sistem dengan Masukan Unit-Step (Step Response) ....... 16
Gambar 2.10 Diagram Blok Sistem Loop Tertutup ........................................... 19
Gambar 2.11 Model Rangkaian Motor DC Seri ................................................. 21
Gambar 2.12 Diagram Blok Kontrol PID ........................................................... 26
Gambar 2.13 Kurva Respon untuk Metode Pertama Ziegler-Nichols ................ 28
Gambar 2.14 Sistem kendali LQR ...................................................................... 31
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian ................................................................. 37
Gambar 4.1 Simulasi Motor DC Loop Terbuka ................................................ 39
Gambar 4.2 Kurva Step Response Motor DC.................................................... 40
Gambar 4.3 Garis Tangen pada Titik Infleksi ................................................... 40
Gambar 4.4 L dan T pada kurva Step Response ................................................ 41
Gambar 4.5 Rangkaian Simulink Motor DC Seri dengan PID ......................... 43
Gambar 4.6 Rangkaian Simulasi PID................................................................ 44
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.7 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 700 rpm ..... 44
Gambar 4.8 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol PID ....................................................................... 45
Gambar 4.9 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol PID ................................................................................... 45
Gambar 4.10 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1000 rpm .... 46
Gambar 4.11 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol PID ....................................................................... 46
Gambar 4.12 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol PID ................................................................................... 47
Gambar 4.13 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1300 rpm .... 48
Gambar 4.14 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol PID ....................................................................... 48
Gambar 4.15 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol PID ................................................................................... 49
Gambar 4.16 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1600 rpm .... 49
Gambar 4.17 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol PID ....................................................................... 50
Gambar 4.18 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol PID ................................................................................... 50
Gambar 4.19 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 2000 rpm .... 51
Gambar 4.20 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol PID ....................................................................... 51
Gambar 4.21 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol PID ................................................................................... 52
Gambar 4.22 Step Respon Sistem dengan R=1 ................................................... 54
Gambar 4.23 Step Respon Sistem dengan R=1.147 ............................................ 55
Gambar 4.24 Rangkaian Simulink Motor DC Seri dengan LQR ........................ 56
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.25 Rangkaian Simulasi LQR .............................................................. 56
Gambar 4.26 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ..... 57
Gambar 4.27 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol LQR ..................................................................... 57
Gambar 4.28 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol LQR .................................................................................. 58
Gambar 4.29 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ... 58
Gambar 4.30 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol LQR ..................................................................... 59
Gambar 4.31 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol LQR .................................................................................. 59
Gambar 4.32 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ... 60
Gambar 4.33 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol LQR ..................................................................... 60
Gambar 4.34 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol LQR .................................................................................. 61
Gambar 4.35 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ... 62
Gambar 4.36 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol LQR ..................................................................... 62
Gambar 4.37 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol LQR .................................................................................. 63
Gambar 4.38 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ... 63
Gambar 4.39 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol LQR ..................................................................... 64
Gambar 4.40 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol LQR .................................................................................. 64
Gambar 4.41 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ............................................... 65
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.42 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ............................................. 65
Gambar 4.43 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ............................................. 66
Gambar 4.44 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ............................................. 66
Gambar 4.45 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ............................................. 67
Gambar 4.46 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm ............................................... 67
Gambar 4.47 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm ............................................. 68
Gambar 4.48 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm ............................................. 68
Gambar 4.49 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm ............................................. 69
Gambar 4.50 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm ............................................. 69
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakterisitik Parameter Pengendali PID ...................................... 26
Tabel 2.2 Formula Metode Pertama Ziegler-Nichols ................................... 27
Tabel 2.3 Formula Metode Kedua Ziegler-Nichols ....................................... 29
Tabel 4.1 Parameter Motor DC Seri .............................................................. 38
Tabel 4.2 Hasil Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR ................................................................................. 64
Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Arus Jangkar dengan PID dan LQR ............. 64
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Motor dc merupakan salah satu jenis motor yang mudah untuk diaplikasikan
serta memiliki rentang pengaturan kecepatan yang luas sehingga umum digunakan
dalam berbagai bidang industri, robotik, maupun rumah tangga.
Salah satu jenis motor dc yaitu motor dc seri. Motor dc seri memiliki
karakteristik dengan torsi awalnya yang besar. Karena hal tersebut, motor ini sering
mengalami overshoot pada saat awal penyalaan. Selain itu, motor ini kurang stabil.
Pada torsi yang tinggi kecepatannya menurun dan sebaliknya. Namun, pada saat
tidak terdapat beban motor ini akan cenderung menghasilkan kecepatan yang sangat
tinggi.
Dalam penggunaan motor, hal yang sering dibutuhkan adalah kecepatan
yang dapat diubah-ubah. Demikian juga pengaturan perpindahan putaran yang
halus sangat diperlukan dengan tujuan meredam getaran dan hentakan mekanis saat
penyalaan awal. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan suatu sistem kontrol.
Secara umum sistem kontrol digunakan untuk masalah yang berkaitan
dengan tingkat overshoot, settling time, dan kestabilan sistem pada saat motor ingin
menuju keadaan mantap.
Salah satu sistem kontrol yang sudah banyak digunakan adalah sistem
kontrol Proportional – Integral – Derivative (PID). PID memiliki struktur yang
sederhana dan mudah dalam melakukan tuning parameternya. Akan tetapi, masih
Universitas Sumatera Utara
banyak sistem kontrol lainnya yang dapat digunakan salah satunya yaitu Linear
Quadratic Regulator (LQR).
Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk membandingkan performansi
kontrol PID dan LQR. Dengan diperolehnya hasil perbandingan respon sistem
diharapkan dapat ditentukan kinerja sistem kontrol mana yang lebih optimum.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dari skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara menentukan parameter kontroler PID dan LQR pada
pengontrolan motor dc.
2. Bagaimana cara merancang dan menyimulasikan kontroler PID dan LQR
dalam menciptakan kestabilan motor dc pada suatu kecepatan yang
diinginkan.
3. Bagaimana perbandingan kedua respon sistem dari kedua kontroler yang
digunakan.
1.3 TUJUAN PENULISAN SKRIPSI
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisa kinerja kontroler PID dan LQR pada motor dc dalam mencapai
keadaan mantap (steady state) sesuai kecepatan motor yang diinginkan.
2. Mendapatkan hasil optimum respon keluaran masing-masing kontroler dari
simulasi yang dilakukan.
3. Mendapatkan kurva perbandingan respon sistem yang dihasilkan oleh
kontroler PID dan LQR.
Universitas Sumatera Utara
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat dari penelitian skripsi ini adalah memberikan hasil
perbandingan respon keluaran dari dua jenis kontroler yaitu PID dan LQR terhadap
motor dc, sehingga diketahui kontroler mana yang mampu memberikan hasil lebih
optimum.
1.5 BATASAN MASALAH
Batasan masalah pada skripsi ini yaitu:
1. Pengujian sistem dalam penelitian ini menggunakan software MATLAB
R2012b.
2. Pembahasan hanya mengenai penerapan sistem kontrol PID dan LQR pada
motor dc seri.
3. Metodi tuning yang digunakan dalam penentuan parameter PID adalah
metode Ziegler-Nichols.
4. Penelitian ini tidak membahas motor dc yang dibebani.
5. Penelitian ini tidak membahas aliran daya dan efisiensi motor.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Motor DC
Mesin yang mengonversi energi listrik arus searah (direct current) menjadi
energi mekanik dikenal sebagai motor dc. Pengoperasiannya berdasarkan prinsip
ketika konduktor pembawa arus ditempatkan di suatu medan magnet, konduktor
akan mengalami gaya mekanis [1].
2.1.1 Konstruksi Motor DC
Secara umum motor dc memiliki konstruksi yang sama, terbagi atas dua
bagian, yaitu : bagian yang diam dan bagian yang bergerak. Bagian yang diam
disebut stator dan bagian yang berputar/bergerak disebut rotor [2]. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1 yaitu konstruksi dari motor dc bagian stator
dan pada Gambar 2.2 yaitu konstruksi motor dc bagian rotor.
Gambar 2.1 Konstruksi Motor DC Bagian Stator
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Konstruksi motor dc bagian rotor
Keterangan dari gambar tersebut adalah:
1. Rangka
Rangka motor dc adalah tempat meletakkan sebagian besar komponen
mesin dan melindungi bagian mesin. Untuk itu rangka harus dirancang memiliki
kekuatan mekanis yang tinggi untuk mendukung komponen-komponen mesin
tersebut.
Rangka juga berfungsi sebagai tempat mengalirkan fluksi magnet yang
dihasilkan oleh kutub-kutub medan. Rangka dibuat dengan menggunakan bahan
ferromagnetik yang memiliki permeabilitas tinggi. Rangka biasanya terbuat dari
baja tuang (cast steel) atau baja lembaran (rolled steel) yang berfungsi sebagai
penopang mekanis dan juga sebagai bagian dari rangkaian magnet [3].
2. Kutub Medan
Kutub medan terdiri atas inti kutub dan sepatu kutub. Sepatu kutub yang
berdekatan dengan celah udara dibuat lebih besar dari badan inti. Dimana fungsinya
adalah untuk menahan kumparan medan di tempatnya dan menghasilkan distribusi
Universitas Sumatera Utara
fluksi yang lebih baik yang tersebar di seluruh jangkar dengan menggunakan
permukaan yang melengkung.Pada inti kutub ini dibelitkan kumparan medan yang
terbuat dari kawat tembaga yang berfungsi ntuk menghasilkan fluksi magnetik [4].
3. Sikat
Sikat adalah jembatan bagi aliran arus ke kumparan jangkar. Dimana
permukaan sikat ditekan ke permukaan segmen komutator untuk menyalurkan arus
listrik. Sikat memegang peranan penting untuk terjadinya komutasi. Sikat terbuat
dari bahan karbon dengan tingkat kekerasan yang bermacam-macam dan dalam
beberapa hal dibuat dari campuran karbon dan logam tembaga. Sikat harus lebih
lunak daripada segmen-segmen komutator supaya gesekan yang terjadi antara
segmen-segmen komutator dan sikat tidak mengakibatkan ausnya komutator [12].
4. Kumparan Medan
Kumparan medan adalah susunan konduktor yang dibelitkan pada inti
kutub. Dimana konduktor tersebut terbuat dari kawat tembaga yang berbentuk bulat
atapun persegi.Rangkaian medan yang berfungsi untuk menghasilkan fluksi utama
dibentuk dari kumparan pada setiap kutub.Pada aplikasinya rangkaian medan dapat
dihubungkan dengan kumparan jangkar baik seri maupun parallel dan juga
dihubungkan tersendiri langsung kepada sumber tegangan sesuai dengan jenis
penguatan pada motor.
5. Kumparan Jangkar
Kumparan jangkar pada motor arus searah merupakan tempat
dibangkitkannya ggl induksi.
Universitas Sumatera Utara
6. Inti Jangkar
Inti jangkar yang umumnya digunakan dalam motor arus searah adalah
berbentuk silinder yang diberi alur-alur pada permukaannya untuk tempat
melilitkan kumparan jangkar tempat terbentuknya ggl induksi.
7. Komutator
Fungsi komutator untuk fasilitas penghubung arus dari konduktor
jangkar,sebagai penyearah mekanik, yang bersama-sama dengan sikat membuat
sesuatu kerjasama yang disebut komutasi.
8. Celah Udara
Celah udara merupakan ruang atau celah antara permukaan jangkar dengan
permukaan sepatu kutub yang menyebabkan jangkar tidak bergesekan dengan
sepatu kutub
2.1.2 Prinsip Kerja Motor DC
Setiap konduktor yang mengalirkan arus mempunyai medan magnet di
sekelilingnya. Arahnya dapat ditentukan dengan aturan tangan kanan. Kuat medan
tergantung pada besarnya arus yang mengalir dalam konduktor [3].
Arus mengalir melalui kumparan jangkar dari sumber tegangan dc,
menyebabkan jangkar beraksi sebagai magnet. Gambar 2.3 menjelaskan prinsip
kerja motor dc magnet permanen.
1. Pada posisi 1 arah arus mengalir dari sikat positif menuju ke sikat negatif.
Akan timbul torsi yang menyebabkan jangkar berputar berlawanan arah
jarum jam.
Universitas Sumatera Utara
2. Ketika jangkar pada posisi 2, sikat terhubung dengan kedua segmen
komutator. Aliran arus pada jangkar terputus sehingga tidak ada torsi yang
dihasilkan. Tetapi, kelembaman menyebabkan jangkar tetap berputar
melewati titik netral.
3. Pada posisi 3, letak sisi jangkar berkebalikan dari letak sisi jangkar pada
posisi 1. Segmen komutator membalik arah arus elektron yang mengalir
pada kumparan jangkar. Oleh karena itu arah arus yang mengalir pada
kumparan jangkar sama dengan posisi 1. Torsi akan timbul yang
menyebabkan jangkar tetap berputar berlawanan arah jarum jam.
4. Jangkar berada pada titik netral. Karena adanya kelembaman pada poros
jangkar, maka jangkar berputar terus-menerus.
Gambar 2.3 Prisip Kerja Motor DC
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Jenis-jenis Motor DC
Pada dasarnya, motor dc diklasifikasikan menjadi 2 jenis utama berdasarkan
sumber arus penguat magnetnya, yaitu motor dc penguat terpisah (separately
excited dc motor) dan motor dc penguat sendiri (self exited dc motor). Motor dc
penguat sendiri ini dapat dibedakan lagi menjadi tiga jenis yaitu motor dc shunt
(shunt wound dc motor), motor dc seri (series wound dc motor), dan motor dc
kompon (compound wound dc motor).
2.1.3.1 Motor DC Penguat Terpisah
Pada motor dc jenis sumber daya terpisah ini, sumber arus listrik untuk
kumparan medan (field winding) terpisah dengan sumber arus listrik untuk
kumparan jangkar (armature coil) pada rotor seperti terlihat pada Gambar 2.4 di
bawah ini. Karena adanya rangkaian tambahan dan kebutuhan sumber daya
tambahan untuk pasokan arus listrik, motor dc jenis ini menjadi lebih mahal
sehingga jarang digunakan. Motor ini umumnya digunakan di laboratorium untuk
penelitian dan peralatan-peralatan khusus.
Gambar 2.4 Rangkaian Ekivalen Motor DC Penguat Terpisah
Universitas Sumatera Utara
Persamaan umum motor dc penguat terpisah yaitu:
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏 + 𝐼𝐼𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎 (2.1)
𝑉𝑉𝑓𝑓 = 𝐼𝐼𝑓𝑓𝑅𝑅𝑓𝑓 (2.2)
di mana:
𝑉𝑉𝑠𝑠 = tegangan suplai motor (volt)
𝐼𝐼𝑎𝑎 = arus jangkar (ampere)
𝑅𝑅𝑎𝑎 = tahanan jangkar (ohm)
𝐼𝐼𝑓𝑓 = arus pada kumparan penguat medan (ampere)
𝑅𝑅𝑓𝑓 = tahanan kumparan penguat medan (ohm)
𝑉𝑉𝑓𝑓 = tegangan terminal penguat medan (volt)
𝐸𝐸𝑏𝑏 = gaya gerak listrik lawan motor dc (volt)
2.1.3.2 Motor DC Penguat Sendiri
Motor dc penguat sendiri terbagi menjadi tiga, yaitu :
1. Motor DC Shunt
Motor dc jenis shunt pada motor shunt, kumparan medan shunt
dibuat dengan banyak lilitan kawat kecil sehingga mempunyai tahanan yang
tinggi. Motor shunt mempunyai rangkaian jangkar dan medan yang
dihubungkan parallel yang memberikan kekuatan medan dan kecepatan
motor yang sangat konstan. Kecepatan motor dapat dikontrol di atas
kecepatan dasar. Kecepatan motor akan menjadi berbanding terbalik dengan
arus medan. Ini berarti motor shunt berputar cepat dengan arus medan
Universitas Sumatera Utara
rendah dan berputar lambat pada saat arus medan ditambah. Motor shunt
dapat melaju pada kecepatan tinggi jika arus kumparan medan hilang [15].
Rangkaian ekivalen motor dc shunt dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Rangkaian Ekivalen Motor DC Shunt
Persamaan umum motor dc shunt yaitu:
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏 + 𝐼𝐼𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎 (2.3)
𝑉𝑉𝑠𝑠ℎ = 𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ𝑅𝑅𝑠𝑠ℎ (2.4)
𝐼𝐼𝐿𝐿 = 𝐼𝐼𝑎𝑎 + 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ (2.5)
di mana:
𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ = arus kumparan penguat medan shunt (ampere)
𝑉𝑉𝑠𝑠ℎ = tegangan terminal penguat medan shunt (volt)
𝑅𝑅𝑠𝑠ℎ = tahanan kumparan penguat medan shunt (ohm)
𝐼𝐼𝐿𝐿 = arus beban (ampere)
2. Motor DC Seri
Pada motor dc seri, medan dihubungkan secara seri dengan jangkar.
Oleh karena medan seri harus mengalirkan seluruh arus jangkar, maka
lilitannya sedikit dan kawatnya relatif besar. Setiap perubahan beban
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan perubahan arus jangkar dan juga perubahan fluksi medan.
Oleh sebab itu, ketika beban berubah, kepesatan juga berubah [3].
Motor dc seri memiliki torka awal yang tinggi tetapi kecepatannya
bervariasi dengan beban. Secara teori motor akan meningkat kecepatannya
sampai rusak sendiri, terbatasi hanya oleh hambatan angin dari rotasi angker
dan gesekan bila beban sama sekali dilepaskan. Untuk alasan ini motor
hanya cocok untuk kopel langsung ke suatu beban, kecuali pada motor yang
sangat kecil, seperti pada pembersih debu dan bor tangan, dan sangat ideal
untuk aplikasi seperti pada kereta listrik, derek, dan kerekan [13].
Rangkaian ekivalen motor dc seri ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Rangkaian Ekivalen Motor DC Seri
Pada motor dc seri, arus jangkar, arus kumparan penguat medan, dan
arus beban besarnya sama [5]. Persamaan Kirchoff untuk motor ini yaitu :
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏 + 𝐼𝐼𝑎𝑎(𝑅𝑅𝑎𝑎 + 𝑅𝑅𝑠𝑠) (2.6)
)( )a
a s
s bV EIR R−
=+
(2.7)
Ia = IL = Is (2.8)
di mana: 𝑅𝑅𝑠𝑠 = tahanan kumparan penguat medan seri (ohm)
Universitas Sumatera Utara
3. Motor DC Kompon (Compound)
Motor dc jenis kompon ini menggunakan lilitan seri dan lilitan
shunt, yang umumnya digabung sehingga medan-medannya bertambah
secara komulatif. Hubungan dua lilitan ini menghasilkan karakteristik pada
motor medan shunt dan motor medan seri. Kecepatan motor tersebut
bervariasi lebih sedikit dibandingkan motor shunt, tetapi tidak sebayak
motor seri. Motor dc jenis kompon juga mempinyai torsi starting yang agak
besar, jauh lebih besar daripada motor jenis shunt, tapi lebih kecil
dibandingkan jenis seri. Keistimewaan gabungan ini membuat motor
kompon memberikan variasi penggunaan yang luas.
Motor dc kompon terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
a) Motor DC Kompon Pendek
Rangkaian ekivalen motor dc kompon pendek ditunjukkan oleh
Gambar 2.7.
Gambar 2.7 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Pendek
Persamaan umum motor dc kompon pendek yaitu:
𝐼𝐼𝐿𝐿 = 𝐼𝐼𝑎𝑎 + 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ (2.9)
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏 + 𝐼𝐼𝑎𝑎𝑅𝑅𝑎𝑎 + 𝐼𝐼𝐿𝐿𝑅𝑅𝑠𝑠 (2.10)
𝑃𝑃𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑉𝑉𝑠𝑠𝐼𝐼𝐿𝐿 (2.11)
Universitas Sumatera Utara
b) Motor DC Kompon Panjang
Rangkaian ekivalen motor dc kompon pendek ditunjukkan oleh
Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Rangkaian Ekivalen Motor DC Kompon Panjang
Persamaan umum motor arus searah penguatan Kompon panjang:
𝐼𝐼𝐿𝐿 = 𝐼𝐼𝑎𝑎 + 𝐼𝐼𝑠𝑠ℎ (2.12)
𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝐸𝐸𝑏𝑏 + 𝐼𝐼𝑎𝑎(𝑅𝑅𝑎𝑎 + 𝑅𝑅𝑠𝑠) (2.13)
𝑃𝑃𝑖𝑖𝑖𝑖 = 𝑉𝑉𝑠𝑠𝐼𝐼𝐿𝐿 (2.14)
𝑉𝑉𝑡𝑡 = 𝑉𝑉𝑠𝑠ℎ (2.15)
2.2 Sistem Kontrol
Sistem kontrol adalah proses pengaturan ataupun pengendalian terhadap
satu atau beberapa besaran (variabel, parameter) sehingga berada pada suatu nilai
atau dalam suatu harga (range) tertentu sesuai dengan yang dibutuhkan.
2.2.1 Respon Sistem
Dalam berbicara mengenai sistem kontrol, masalah yang menjadi pokok
perhatian adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Kestabilan dan kemampuan sistem meredam gangguan.
b. Waktu tunda (delay time), td : waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk
mencapai setengah harga akhir pada saat lonjakan pertama.
c. Waktu naik (rise time), tr : waktu yang dibutuhkan oleh respon untuk naik
atau 0% menjadi 100% dari nilai akhir.
d. Waktu turun (settling time), ts : Waktu turun adalah waktu yang diperlukan
oleh respon agar dapat mencapai dan tetap berada dalam gugus nilai akhir,
ukuran yang disederhanakan dengan persentase mutlak harga akhirnya
(biasanya 2% atau 5%).
e. Lonjakan maksimum (maximum overshoot), 𝑀𝑀𝑝𝑝 : harga puncak maksimum
dari kurva respon yang diukur dari nilai akhir.
f. Waktu puncak (peak time), tp : waktu yang diperlukan sistem untuk
mencapai lonjakan maksimum.
g. Steady state error : sinyal kesalahan yang merupakan selisih dari nilai
reference dengan nilai sebenarnya pada waktu tak terhingga.
Contoh respon sistem dapat dilihat pada Gambar 2.9 [11]. Adapun respon
sistem c(t) merupakan respon dengan masukan unit-step (step response).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.9 Respon Sistem dengan Masukan Unit-Step (Step Response)
dengan:
Mp = overshoot maximum
tp = peak time
td = delay time
ts = settling time
tr = rise time
2.2.2 Fungsi Alih
Dalam teori kontrol, fungsi yang disebut “fungsi alih” seringkali digunakan
untuk mencirikan hubungan masukan-keluaran dari sistem linier parameter
Universitas Sumatera Utara
konstan. Konsep fungsi alih hanya digunakan pada sistem linier parameter konstan,
walaupun dapat diperluas untuk suatu sistem kontrol nonlinier [11].
Fungsi alih dari sistem linear invariant waktu diartikan sebagai transfromasi
Laplace dari respons impuls, dengan seluruh kondisi awal nol. Misalkan 𝐺𝐺(𝑠𝑠)
menyatakan fungsi alih dari sistem masukan tunggal keluaran tunggal, dengan
masukan r(t) dan keluaran c(t) serta respon impuls g(t). Kemudian fungsi alih 𝐺𝐺(𝑠𝑠)
didefenisikan sebagai [7]:
G(s)= ℒ [𝑔𝑔(𝑡𝑡)] (2.16)
G(s)= ( )( )
C sR s
(2.17)
G(s) = ( )( )
C sR s
=1
1 1 0 1
1 1 0
m mm m
n nn
b s b s b s bs a s a a
−−
−−
+ +…+ ++ +…+ +
(2.18)
dengan n ≥ m
Sifat-sifat fungsi alih dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Fungsi alih dari sistem adalah model matematika yang merupakan metode
operasional dari pernyataan persamaan diferensial yang menghubungkan
variabel keluaran dengan variabel masukan.
2. Fungsi alih adalah sifat dari sistem tersebut sendiri, tidak tergantung dari
besaran dan sifat dari masukan atau fungsi penggerak.
3. Fungsi alih termasuk unit yang diperlukan untuk menghubungkan masukan
dengan keluaran; namun, ia tidak memberikan informasi apapun mengenai
struktur fisik dari sistem tersebut. (Fungsi alih dari banyak sistem yang
secara fisik berbeda dapat identik).
Universitas Sumatera Utara
4. Jika fungsi alih dari sistem diketahui, keluaran atau tanggapan dapat ditelaah
untuk berbagai macam bentuk masukan dengan pandangan terhadap
pengertian akan sifat dari sistem tersebut.
5. Jika fungsi alih dari sistem tidak diketahui, ia mungkin dapat diadakan
secara percobaan dengan menggunakan masukan yang diketahui dan
menelaah keluaran dari sistem tersebut. Sekali diadakan, fungsi alih
memberikan penjelasan penuh dan karakteristik dinamika dari sistem, yang
berbeda dan penjelasan fisiknya.
2.2.3 Sistem Kontrol Loop Tertutup
Sistem merupakan kombinasi dari beberapa komponen yang bekerja
bersama-sama dan mempunyai suatu tujuan tertentu [10]. Sistem kontrol
merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa sub sistem yang berfungsi
mengendalikan suatu plant/proses. Sistem kontrol sudah berkembang sejak awal
abad ke-20, yaitu dengan diketemukannya kontroler proporsional, integral dan
differensial. Dalam perkembangannya, ketiga sistem tersebut digabung menjadi
kontroler PID. Dalam prakteknya, sistem kontrol itu sendiri mengalami gangguan.
Gangguan (disturbance) adalah sinyal yang tidak diinginkan tetapi mempunyai
pengaruh keluaran yang merugikan pada keluaran sistem [10]. Bentuk diagram blok
tertutup dapat dilihat pada Gambar 2.10, dengan Gc(s) adalah fungsi alih kontroler,
Gp(s) adalah fungsi alih plant (yang ingin dikendalikan), H(s) adalah fungsi alih
umpan balik, dan G(s) adalah fungsi alih dari sistem keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Diagram Blok Sistem Loop Tertutup
2.2.4 Persamaan Ruang Keadaan
Persamaan ruang keadaan (state-space equation) dari sistem dinamik
mengandung tiga hal, yaitu variabel input (input variable), variabel output (output
variable) dan variabel keadaan (state variable).
Persamaan ruang keadaan dari suatu sistem dapat bervariasi, sesuai dengan
definisi awal dari variabel-variabel suatu sistem. Misalkan suatu sistem memiliki
state sejumlah n (persamaan diferensial biasa berdimensi n), input sebanyak r, dan
output sebanyak m. Misalkan pula 𝑥𝑥 = (𝑥𝑥1, 𝑥𝑥2, … , 𝑥𝑥𝑖𝑖) dan 𝑢𝑢 = (𝑢𝑢1,𝑢𝑢2, … ,𝑢𝑢𝑟𝑟),
maka sistem tersebut dapat dituliskan sebagai:
�̇�𝑥1 = 𝑓𝑓1(𝑥𝑥,𝑢𝑢, 𝑡𝑡),
�̇�𝑥2 = 𝑓𝑓2(𝑥𝑥,𝑢𝑢, 𝑡𝑡), . . . . �̇�𝑥𝑖𝑖 = 𝑓𝑓𝑖𝑖(𝑥𝑥,𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.19)
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan output diberikan sebagai berikut :
𝑦𝑦1 = 𝑔𝑔1(𝑥𝑥,𝑢𝑢, 𝑡𝑡),
𝑦𝑦2 = 𝑔𝑔2(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡), . . . . 𝑦𝑦𝑖𝑖 = 𝑔𝑔𝑖𝑖(𝑥𝑥,𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.20)
Maka persamaaan state dan persamaan output menjadi:
�̇�𝑥(𝑡𝑡) = 𝑓𝑓(𝑥𝑥,𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.21)
𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝑔𝑔(𝑥𝑥, 𝑢𝑢, 𝑡𝑡) (2.22)
(Disebut sistem time-varying bila fungsi f dan g mengandung variabel t).
Jika vektor fungsi f, g bergantung kepada variabel t, maka persamaan (2.21)
dan (2.22) disebut sistem time-variying. Jika sistem tersebut dilinearkan, maka
persamaan linear ruang keadaan dalam persamaan outputnya dapat dituliskan
sebagai berikut:
�̇�𝑥(𝑡𝑡) = 𝐴𝐴(𝑡𝑡)𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐵𝐵(𝑡𝑡)𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.23)
𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝐶𝐶(𝑡𝑡)𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐷𝐷(𝑡𝑡)𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.24)
Dengan A(𝑡𝑡) disebut matriks keadaan, B(𝑡𝑡) matriks masukan, C(𝑡𝑡) matriks
keluaran, dan D(𝑡𝑡) matriks transmisi langsung.
Bila fungsi vektor f dan g tidak bergantung terhadap waktu t, maka sistem
disebut sistem time-invariant. Dalam hal ini, Persamaan (2.21) dan (2.22) dapat
disederhanakan menjadi:
�̇�𝑥(𝑡𝑡) = 𝑓𝑓(𝑥𝑥, 𝑢𝑢) (2.25)
𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝑔𝑔(𝑥𝑥,𝑢𝑢) (2.26)
Universitas Sumatera Utara
Persamaan (2.23) dan (2.24) dapat dilinearkan di sekitar titik operasi
sebagai berikut:
�̇�𝑥(𝑡𝑡) = 𝐴𝐴𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐵𝐵𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.27)
𝑦𝑦(𝑡𝑡) = 𝐶𝐶𝑥𝑥(𝑡𝑡) + 𝐷𝐷𝑢𝑢(𝑡𝑡) (2.28)
2.2.5 Pengaturan Kecepatan dan Pemodelan Matematik Motor DC Seri
Sebelumnya telah dipaparkan penjelasan tentang motor dc seri yang
menggambarkan rangkaian motor dc seri jika ditinjau pada keadaan steady. Pada
kasus penelitian ini, yang diamati adalah perilaku motor dc seri mulai dari keadaan
start hingga keadaan steady yang tentunya dalam proses menuju keadaan steady
akan melewati masa transien sehingga timbul induktansi pada kumparan.
Model rangkaian motor dc seri dapat dilihat pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Model Rangkaian Motor DC Seri
Dengan menerapkan hukum tegangan Kirchhoff pada rangkaian, diperoleh
persamaan listrik dari motor:
( ) ( )( ) ( ) ( ) ( )a ss a a a s s s b
di t di tv t R i t L R i t L e tdt dt
= + + + + (2.29)
Besar arus jangkar (𝑖𝑖𝑎𝑎(𝑡𝑡)) sama dengan besar arus pada kumparan medan
(𝑖𝑖𝑠𝑠(𝑡𝑡)), sehingga:
Universitas Sumatera Utara
( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )as a s a a s b
di tv t R R i t L L e tdt
= + + + + (2.30)
Adapun ggl lawan ( be (t)) berbanding lurus dengan kecepatan angular motor
( ( )tω ) yang dinyatakan dengan:
( ) ( )b be t K tω= (2.31)
Jika motor dalam kondisi steady state maka tegangan suplai konstan yang
besarnya yaitu:
( )s a s a bV R R I E= + + (2.32)
Kita substitusikan persamaan (2.31) ke dalam persamaan (2.32) sehingga
diperoleh:
( )s a s a bV R R I K ω= + + (2.33)
Dari persamaan (2.33) dapat kita peroleh kecepatan motor yang dinyatakan
dengan persamaan:
( )s a s a
b
V R R IK
ω − += (2.34)
di mana:
sV = Tegangan suplai (volt)
aR = Tahanan jangkar(ohm)
aL = Induktansi jangkar (henry)
sL = Induktansi kumparan penguat medan (henry)
aI = Arus jangkar (ampere)
bE = Gaya gerak listrik lawan motor (volt)
Universitas Sumatera Utara
ω = kecepatan angular (rad/s)
bK = Konstanta tegangan balik (V.s/rad)
Untuk memperoleh model matematik motor dc, kita perlu menggunakan
persamaan listrik dari motor dan persamaan mekanik dari motor.
Sekarang kita perhatikan persamaan mekanik dari motor dc seri yang
terkopel dengan torsi beban dinyatakan oleh:
( )( ) ( ) ( )m L m md tT t T t J B t
dtω ω= + + (2.35)
Pada motor dc berlaku persamaan:
( ) ( )m t aT t K i t= (2.34)
sehingga:
( )( ) ( ) ( )t a L m md tK i t T t J B t
dtω ω= + + (2.36)
di mana:
mT = Torsi yang dibangkitkan (N.m)
LT = Torsi beban (N.m)
mJ = Momen inersia rotor (Kg.m2)
mB = Koefisien gesekan (N.m.s/rad)
tK = Konstanta torsi (N.m/A)
Substitusikan persamaan (2.31) ke dalam persamaan (2.30), maka:
( )( ) ( ) ( ) ( ) ( )as a s a a s b
di tv t R R i t L L K tdt
ω= + + + + (2.37)
Universitas Sumatera Utara
Kita totalkan nilai tahanan jangkar dan tahanan kumparan medan menjadi
suatu nilai yang dinyatakan sebagai Rt . Demikian juga total nilai induktansi jangkar
dan induktansi kumparan medan dinyatakan sebagai Lt , sehingga:
( )( ) ( ) ( )as t a t b
di tv t R i t L K tdt
ω= + + (2.38)
Jika motor diaplikasikan tanpa terkopel dengan beban, maka dari persamaan
(2.36):
( )( ) ( )t a m md tK i t J B t
dtω ω= + (2.39)
Transformasi Laplace dari persamaan (2.38) dan (2.39) adalah:
( ) ( ) ( ) ( )s t a t a bV s R I s L I s K sω= + + (2.40)
( ) ( ). ( )t a m mK I s J s s B sω ω= + (2.41)
Jika arus ditentukan dari persamaan (2.41) lalu disubstitusikan ke dalam
persamaan (2.40) maka diperoleh:
21( ) ( ) [ ( ) ( )]s t m t m t m t m b tt
V s s L J s R J L B s R B K KK
ω= + + + + (2.42)
sehingga fungsi alih (fungsi transfer) antara kecepatan rotor dan tegangan yang
diberikan dinyatakan sebagai:
2( )( ) [ ( ) ( )]
t
s t m t m t m t m b t
KsV s L J s R J L B s R B K Kω
=+ + + +
(2.43)
Sekarang, akan kita modelkan motor dc ke dalam bentuk persamaan ruang
keadaan. Pertama, kita perhatikan bahwa kecepatan motor dc yang dibutuhkan
adalah konstan. Maka, output kita nyatakan sebagai kecepatan angular.
( ) ( )y t tω= (2.44)
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan (2.38) dan (2.39), kita tetapkan variabel keadaan (state
variables) 1( ) ( )ax t i t= dan 2 ( ) ( )x t tω= , sehingga:
1 1 2( ) ( ) ( ) ( )s t t bv t R x t L x t K x t= + + (2.45)
1 2 2( ) ( )t m mK x t J x t B x= + (2.46)
Kita susun kembali persamaan (2.45) dan (2.46) menjadi:
1 1 21( ) ( ) ( ) ( )t b
st t t
R Kx t x t x t v tL L L
= − − + (2.47)
2 1 2( ) ( ) ( )t m
m m
K Bx t x t x tJ J
= − (2.48)
dan persamaan outputnya adalah:
2( ) ( )y t x t= (2.49)
Oleh karena itu, ruang keadaan (state-space) dinyatakan sebagai
Persamaan keadaan: ( ) ( ) ( )x t Ax t Bu t= + (2.50)
Persamaan output: ( ) ( )y t Cx t= (2.51)
dengan sistem matriksnya adalah:
t b
t t
t m
m m
R KL L
AK BJ J
− − =
−
, 1
0tLB
=
, dan [ ]0 1C =
2.3 Kontroler Proporsional – Integral – Derivative (PID)
Kombinasi dari aksi kontrol proporsional, aksi kontrol integral, dan aksi
kontrol turunan disebut aksi kontrol proporsional ditambah integral ditambah
turunan. Persamaan dengan tiga kombinasi ini diberikan oleh:
Universitas Sumatera Utara
u(t) = ( )pK e t + ( )0
tp
i
Ke t dt
T ∫ + p dK T ( )de tdt
(2.52)
Fungsi alihnya adalah:
( ) 1[1 ]( ) p d
i
U s K T SE s T S
= + + (2.53)
dengan Kp penguatan proporsional, Ti waktu integral, dan Td waktu turunan.
Kontrol PID ditunjukkan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Diagram Blok Kontrol PID
Efek dari setiap controller ( pK , 𝐾𝐾𝑖𝑖, 𝐾𝐾𝑑𝑑) dalam sistem loop tertutup
diperlihatkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakterisitik Parameter Pengendali PID
Tanggapan Loop
Tertutup Waktu Naik Overshoot Waktu Turun
Kesalahan
keadaan tunak
Proporsional (Kp) Menurun Meningkat Perubahan kecil Menurun
Integral (Ki) Menurun Meningkat Meningkat Hilang
Derivatif (Kd) Perubahan kecil Menurun Menurun Perubahan kecil
Metode Tuning Ziegler-Nichols
Aspek yang sangat penting dalam desain kontroler PID adalah penentuan
parameter kontroler PID supaya sistem loop tertutup memenuhi kriteria
Universitas Sumatera Utara
performansi yang diinginkan. Hal ini disebut juga dengan tuning kontroler. Ziegler-
Nichols memperkenalkan dua metode tuning yaitu metode pertama dan metode
kedua.
a. Metode Pertama :
Pada metode pertama kita memperoleh respon dari plant terhadap masukan
unit-step secara eksperimen. Metode ini diaplikasikan jika respon terhadap step-
input menunjukkan kurva berbentuk S seperti pada Gambar 2.13. Responnya
dinyatakan oleh dua parameter, L yaitu waktu tundaan dan T yaitu waktu konstan.
Parameter ini diperoleh dengan menggambarkan sebuah tangen terhadap respon
step pada titik infleksinya dan tidak ada perpotongan dengan sumbu waktu dan
nilai keadaan tunak.
Parameter kontrol Ziegler-Nichols diturunkan berdasarkan formula yang
ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Formula Metode Pertama Ziegler-Nichols
Tipe Kontrol Kp Ti=Kp/Ki Td=Kd/Kp
P T/L ∞ 0
PI 0.9T/L L/0.3 0
PID 1.2T/L 2L 0.5L
Kontroler PID yang di-tune menggunakan metode pertama memberikan:
( ) 1(1 )c p di
G s K T sT s
= + + (2.54)
( ) 11.2 (1 0.5 )2c
TG s LsL Ls
= + + (2.55)
Universitas Sumatera Utara
( )
21
0.6c
sLG s T
s
+ = (2.56)
Gambar 2.13 Kurva Respon untuk Metode Pertama Ziegler-Nichols
b. Metode Kedua :
Teknik ini didesain untuk memberi hasil pada sistem loop tertutup dengan
25% max-overshoot. Langkah-langkah tuning dengan metode kedua Ziegler-
Nichols yaitu sebagai berikut.
Hanya menggunakan kontrol proportional feedback:
1. Kurangi gain integrator dan derivative sampai nol.
2. Naikkan Kp dari 0 sampai nilai kritis (critical value) Kp=Kcr di mana terjadi
osilasi berkelanjutan. Jika tidak terjadi maka dapat diterapkan metode lain.
3. Catat nilai Kcr dan periode osilasi berkelanjutan yang sesuai, Pcr.
Gain kontroler untuk metode kedua Ziegler-Nichols ditunjukkan
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3 Formula Metode Kedua Ziegler-Nichols
Tipe Kontrol Kp Ti Td
P 0.5 Kcr ∞ 0
PI 0.45 Kcr Pcr/1.2 0
PID 0.6 Kcr Pcr/2 Pcr/8
Jika kita substitusikan formula pada Tabel 2.3 ke dalam persamaan 2.54
memberikan:
( ) 10.6 (1 0.125 )0.5c cr cr
cr
G s K P sP s
= + + (2.57)
( )
24
0.075 crc cr cr
sP
G s K Ps
+
= (2.58)
2.4 Kontroler Linear Quadratic Regulator (LQR)
Sistem optimal adalah sistem yang mempunyai unjuk kerja terbaik (best
performance) terhadap suatu acuan tertentu. Sistem kontrol optimal memerlukan
adanya suatu kriteria optimasi yang dapat meminimumkan hasil pengukuran
dengan deviasi perilaku sistem terhadap perilaku idealnya [9].
Pengukuran tersebut dilakukan dengan menentukan indeks performansi,
yang merupakan suatu fungsi dari suatu harga yang dapat dianggap menunjukkan
seberapa besar kinerja sistem yang sesungguhnya sesuai dengan kinerja yang
diinginkan. Indeks performansi merupakan tolak ukur suatu sistem kontrol optimal.
Sistem akan optimal bila nilai indeks performansinya adalah minimum.
Universitas Sumatera Utara
Dalam beberapa proses, variabel yang dikontrol akan mengalami deviasi
karena adanya gangguan. Regulator kontrol dirancang untuk melakukan
kompensasi terhadap gangguan.
Linear Quadratic Regulator merupakan salah satu metode dalam
perancangan sistem kontrol optimal. Keuntungan dari metode kendali kuadratis
optimal yaitu bentuk dari sistem kendali ini dapat menyediakan cara yang sistematis
untuk menghitung matrik penguat umpan balik keadaan (K) untuk masukan (u)
sebanyak m. Bentuk dari sinyal kendali, yaitu :
𝑢𝑢(𝑡𝑡) = −𝐾𝐾𝑥𝑥(𝑡𝑡) (2.59)
Dengan bentuk indeks kerjanya:
J = ∫ [𝑥𝑥𝑇𝑇𝑄𝑄𝑥𝑥 + 𝑢𝑢𝑇𝑇𝑅𝑅𝑢𝑢]𝑑𝑑𝑡𝑡∞0 (2.60)
di mana:
Q = matriks simetris, semi definit positif, real (Q > 0)
R = matrik simetris, definit positif, real (R > 0)
Matrik Q dan R menentukan nilai kesalahan dan pengeluaran energinya.
Dalam hal ini, diasumsikan bahwa vektor kendali u(t) tidak dibatasi.
Hukum kendali linier yang terdapat pada persamaan (2.59) merupakan
hukum kendali optimal. Dengan demikian, jika elemen yang tidak diketahui dari
matriks K sudah ditentukan begitu pula indeks kinerja minimum, maka bentuk
persamaan (2.59) tersebut optimal untuk keadaan inisial x(0) manapun. Bentuk
diagram blok dari konfigurasi optimal dapat dilihat pada Gambar 2.14 berikut.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.14 Sistem kendali LQR
Dengan memasukan persamaan (2.59) ke dalam persamaan bentuk
persamaan umum keadaan, maka didapat:
�̇�𝑥 = 𝐴𝐴𝑥𝑥 − 𝐵𝐵𝐾𝐾𝑥𝑥 = (𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)𝑥𝑥 (2.61)
Dan dengan memasukkan persamaan (2.59) ke dalam persamaan (2.60)
akan diperoleh:
J = ∫ [𝑥𝑥𝑇𝑇𝑄𝑄𝑥𝑥 + 𝑥𝑥𝑇𝑇𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾𝑥𝑥]𝑑𝑑𝑡𝑡∞0 (2.62)
J = ∫ 𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥𝑑𝑑𝑡𝑡∞0 (2.63)
atau:
𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥 = 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑡𝑡
(𝑥𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥) (2.64)
(superscript T menyatakan transpose matriks)
Dimana P adalah positif-definite Hermitian atau matrik simetris nyata,
sehingga akan didapatkan:
𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥 = −�̇�𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥 − 𝑥𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃�̇�𝑥 (2.65)
Universitas Sumatera Utara
𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥 = −𝑥𝑥𝑇𝑇[(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)]𝑥𝑥 (2.66)
Dari persamaan diatas maka didapat bentuk penyederhanaan:
(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾)𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾) = −(𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾) (2.67)
Jika sistem dalam kondisi stabil, yaitu nilai eigen yang didapat bernilai
negatif, maka akan selalu terdapat satu matrik P yang positif-definite untuk
memenuhi persamaan diatas. Apabila tidak didapatkan matrik P yang positif-
definite maka sistem tersebut tidak stabil.
Indeks kinerja J, dapat dievaluasi sebagai berikut:
𝐽𝐽 = ∫ 𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑅𝑅𝐾𝐾]𝑥𝑥𝑑𝑑𝑡𝑡∞0 = −𝑥𝑥𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥|0∞ (2.68)
𝐽𝐽 = −𝑥𝑥𝑇𝑇(∞)𝑃𝑃𝑥𝑥(∞) + 𝑥𝑥𝑇𝑇(0)𝑃𝑃𝑥𝑥(0) (2.69)
Karena sistem diasumsikan dalam keadaan stabil dimana seluruh nilai eigen
bernilai negatif, maka 𝑥𝑥(∞) → 0, maka akan didapat:
𝐽𝐽 = 𝑥𝑥𝑇𝑇(0)𝑃𝑃𝑥𝑥(0) (2.70)
Dengan demikian, indeks kinerja akan didapat pada saat kondisi inisial x(0)
dan P. Karena R diasumsikan bernilai positif-definite Hermitian atau matriks
simetris nyata, maka dapat ditulis sebagai berikut:
𝑅𝑅 = 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇 (2.71)
Di mana T adalah matriks non singular, sehingga persamaan (2.67) dapat
diubah menjadi:
(𝐴𝐴𝑇𝑇 − 𝐾𝐾𝑇𝑇𝐵𝐵𝑇𝑇)𝑃𝑃 + 𝑃𝑃(𝐴𝐴 − 𝐵𝐵𝐾𝐾) + 𝑄𝑄 + 𝐾𝐾𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇𝑇K = 0 (2.72)
Atau:
𝐴𝐴𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃𝐴𝐴 + [𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃]𝑇𝑇[𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃] −
𝑃𝑃𝐵𝐵𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑄𝑄 = 0 (2.73)
Universitas Sumatera Utara
Minimisasi J terhadap K membutuhkan minimalisasi dari persamaan berikut:
𝑥𝑥𝑇𝑇[𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃]𝑇𝑇[𝑇𝑇𝐾𝐾 − (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃]𝑥𝑥 (2.74)
Karena bentuk persamaan di atas tidak negative, nilai minimum timbul saat
nol, atau pada saat:
𝑇𝑇𝐾𝐾 = (𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 (2.75)
Sehingga :
𝐾𝐾 = 𝑇𝑇−1(𝑇𝑇𝑇𝑇)−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 = 𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 (2.76)
Persamaan (2.76) memberikan matriks optimal K. Dengan demikian,
hukum kendali optimal terhadap permasalahan kendali optimal kuadratis ketika
indeks kinerja yang diberikan oleh persamaan (2.67) adalah linier yang diberikan
oleh:
𝑢𝑢(𝑡𝑡) = −𝐾𝐾𝑥𝑥(𝑡𝑡) = −𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃𝑥𝑥(𝑡𝑡) (2.77)
Matrik P pada persamaan (2.76) harus memenuhi persamaan (2.67) atau
bentuk penyederhanaan persamaan yaitu:
𝐴𝐴𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑃𝑃𝐴𝐴 − 𝑃𝑃𝐵𝐵𝑅𝑅−1𝐵𝐵𝑇𝑇𝑃𝑃 + 𝑄𝑄 = 0 (2.78)
Untuk menentukan nilai pembobotan Q dan R tidak ada yang baku, namun
penentuan awal dari nilai bobot Q dan R dapat dilakukan dengan menggunakan
aturan Bryson (Bryson’s Rule), yaitu:
𝑄𝑄 = 1 𝑦𝑦𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2� (2.79)
𝑅𝑅 = 1 𝑢𝑢𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2� (2.80)
dimana :
𝑦𝑦𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2 = Perubahan maksimum keluaran yang diperbolehkan
𝑢𝑢𝑚𝑚𝑎𝑎𝑚𝑚2 = Perubahan maksimum masukan yang diperbolehkan
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan menggunakan laptop dengan memanfaatkan
software MATLAB R2012a. Lama penelitian dilakukan selama 2 bulan.
3.2 Bahan dan Peralatan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data spesifikasi
motor dc seri yang diambil dari jurnal internasional. Sedangkan peralatan yang
digunakan adalah Laptop Asus X455L Intel Core i3 1.9 GHz dan software
MATLAB R2012b.
3.3 Variabel- variabel yang Diamati
Variabel-variabel yang diamati antara lain:
1. Konstanta Proportional pada PID (Kp)
2. Konstanta Integral pada PID (Ki)
3. Konstanta Derivative pada PID (Kd)
4. Matriks bobot LQR (Q dan R)
5. Gain feedback LQR (K)
6. Rise time (tr)
7. Maximum overshoot (Mp)
8. Settling time (ts)
9. Error Steady State (Es)
Universitas Sumatera Utara
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan simulasi dengan kontroler
PID selanjutnya menggunakan kontroler LQR untuk motor dc yang sama. Setelah
respon keluaran diperoleh maka akan diperoleh perbandingan.
3.4.1 Prosedur dengan Kontroler PID
Tahapan-tahapan yang dilakukan:
1. Mengumpulkan data parameter motor dc seri yang diperoleh dari jurnal
IEEE.
2. Dari data yang diperoleh, motor dc seri dapat dinyatakan ke dalam suatu
model matematik berbentuk fungsi alih.
3. Melakukan tuning parameter PID. Adapun langkah-langkah dalam
melakukan tuning parameter PID, yaitu:
a) Mem-plot kurva step response dengan menggunakan matlab.
b) Menampilkan garis tangen pada titik infleksi dengan program
matlab.
c) Menghitung nilai waktu tundaan (L) dan waktu konstan (T) dengan
persamaan matematika.
d) Menghitung parameter PID (Kp, Ki , Kd) menggunakan metode
pertama Ziegler Nichols.
4. Simulasi dengan matlab.
5. Menampilkan kurva respon kecepatan rotor.
6. Mencatat hasil yang diperoleh, meliputi: rise time, settling time, maximum
overshoot, dan error steady state.
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Prosedur dengan Kontroler LQR
Tahapan-tahapan yang dilakukan:
1. Mengumpulkan data parameter motor dc seri yang diperoleh dari jurnal
IEEE.
2. Dari data yang diperoleh, motor dc seri dapat dinyatakan ke dalam suatu
model matematik berbentuk ruang keadaan.
3. Penentuan matriks bobot Q dan R dengan program matlab yang dilakukan
dengan metode trial and error.
4. Setelah diperoleh nilai Q dan R yang memberikan error terkecil maka dapat
ditentukan nilai feedback gain (K) dengan bantuan software matlab.
5. Melakukan simulasi dengan matlab.
6. Menampilkan kurva respon kecepatan rotor.
7. Mencatat hasil yang diperoleh, meliputi: rise time, settling time, maximum
overshoot, dan error steady state.
Universitas Sumatera Utara
3.5 Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
SIMULASI DAN ANALISIS
4.1 Perolehan Data
Untuk keperluan simulasi ini digunakan data parameter motor dc seri yang
diambil dari jurnal IEEE yang ditunjukkan pada Tabel 4.1 [17].
Tabel 4.1 Parameter Motor DC Seri
Parameter Simbol Besar dan Satuan
Momen inersia Jm 0.0007046 kg.m2
Koefisien gesekan Bm 0.0004 N.m/(rad/s)
Konstanta torsi Kt 0.1236 N.m/A
Konstanta tegangan balik Kb 0.1236 V/(rad/s)
Tahanan total kumparan Rt 7.2 ohm
Induktansi total kumparan Lt 0.0917 H
4.2 Simulasi Kontrol Motor DC Seri dengan PID
Pada tulisan skripsi ini akan dilakukan terlebih dahulu simulasi kontrol
menggunakan PID. Setelah hasil simulasi kontrol dengan PID diperoleh maka akan
dilanjutkan simulasi kontrol dengan LQR.
Universitas Sumatera Utara
4.2.1 Pemodelan Motor dalam Fungsi Alih
Motor dc seri yang digunakan dinyatakan sebagai model matematik dalam
fungsi alih berdasarkan data parameter motor.
Dengan memasukkan data parameter motor dc seri dari Tabel 4.1 ke dalam
persamaan (2.43), maka:
( )( )s
sV sω
=0.0007046) 7.2)(0.0007046) 0.
0.12362[(0.0917)( {( ( )}0917)(0.0004 7.2)(0.0004) 0.1236)(0{( ( .12 ) ]3 }6s s+ + + +
Sehingga model matematik motor dinyatakan sebagai:
( )( )s
sV sω
= 0.12362[0.000064612 0.0051 0.0182]s s+ +
4.2.2 Perolehan Parameter PID
Untuk memperoleh parameter PID digunakan metode pertama Ziegler-
Nichols. Motor dc yang dimodelkan dalam fungsi alih diberi masukan unit-step
dengan loop terbuka untuk memperoleh kurva step response seperti yang terlihat
pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Simulasi Motor DC Loop Terbuka
Kurva step response yang diperoleh:
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.2 Kurva Step Response Motor DC
Setelah kurva step response diperoleh, garis tangent di titik infleksi akan
dilukiskan dengan menggunakan script program matlab. Program untuk
menentukan garis tangen dapat dilihat pada Lampiran I.
Garis tangen pada titik infleksi ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Garis Tangen pada Titik Infleksi
Universitas Sumatera Utara
Nilai yang perlu dicari dari kurva adalah nilai waktu tundaan (L) dan nilai
waktu konstan (T). Dengan menggunakan persamaan garis lurus akan ditentukan
nilai L dan T. Pada Gambar 4.4 terlihat bahwa ada 2 titik dengan koordinat:
X1 = 0.03688, Y1 = 0.5884 dan X2 = 0.3227, Y2 = 6.791
Gambar 4.4 L dan T pada kurva Step Response
Bentuk umum persamaan garis lurus:
2 1 2 1( )Y Y m X X− = −
di mana m adalah gradient kemiringan garis.
6.791 0.5884 (0.3227 0.03688)m− = −
6.791 0.58840.3227 0.03688
m −=
−
21.701m =
Universitas Sumatera Utara
Garis tangen menyentuh sumbu x di suatu titik dengan koordinat (X,0),
maka:
2 20 ( )Y m X X− = −
6.791 0 21.701(0.3227 )X− = −
6.7910.322721.701
X = −
0.009765X =
Dari Gambar 4.4 tampak bahwa nilai L bernilai sama dengan X. Dengan
demikian T sama dengan X2 – L.
0.009765L = , maka 0.3227 0.009765 0.3130T = − =
Setelah nilai L dan T diperoleh, kita dapat menentukan nilai parameter PID
dengan formula pada Tabel 2.2 di Bab II.
Konstanta Proportional ( pK ):
1.2pTKL
=
0.31301.20.009765pK =
38.464pK =
Konstanta Integral ( iK ):
2iT L= , pi
i
KK
T= , maka:
38.464 1969.4832 2(0.009765)
pi
KK
L= = =
Universitas Sumatera Utara
Konstanta Derivative ( dK ):
0.5dT L= , d d pK T K= , maka:
0.5 ( ) 0.5(0.009765)(38.464) 0.1878d pK L K= = =
4.2.3 Rangkaian Simulasi PID
Gambar 4.5 merupakan rangkaian simulink motor dc seri. Sedangkan
Gambar 4.6 merupakan rangkaian simulasi sistem keseluruhan. Pada simulasi ini,
rangkaian motor dc dibentuk ke dalam sebuah subsistem yang terlihat pada Gambar
4.6.
Untuk menjalankan simulasi, nilai parameter motor pada Tabel 4.1
dimasukkan ke dalam blok Simulink.
Gambar 4.5 Rangkaian Simulink Motor DC Seri dengan PID
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.6 Rangkaian Simulasi PID
4.2.4 Simulasi PID
Dalam simulasi ini, motor akan di-set pada kecepatan yang bervariasi yaitu
700 rpm, 1000 rpm, 1300 rpm, 1600 rpm, dan 2000 rpm
4.2.4.1 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 700 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 700 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.7
Gambar 4.7 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 700 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 699.9 rpm. Respon kecepatan rotor
pada kecepatan referensi 700 rpm ditampilkan pada Gambar 4.8.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.8 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol PID
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 7.025 ms
Settling time : 53.7 ms
Max. Overshoot : 21.04 %
Error steady state : 0.00014 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.9. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 13.368 A dan arus steady sebesar 2.373 A.
Gambar 4.9 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol PID
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 0.668 ms
Settling time : 324.3 ms
Max. Overshoot : 463.34 %
4.2.4.2 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1000 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 1000 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.10.
Gambar 4.10 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1000 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 999.3 rpm. Respon kecepatan rotor
pada kecepatan referensi 1000 rpm ditampilkan pada Gambar 4.11.
Gambar 4.11 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol PID
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 6.910 ms
Settling time : 53.5 ms
Max. Overshoot : 21.08 %
Error steady state : 0.0007%
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.12. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 19.106 A dan arus steady sebesar 3.403 A.
Gambar 4.12 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol PID
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 1.071 ms
Settling time : 328.9 ms
Max. Overshoot : 461.45 %
4.2.4.3 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1300 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 1300 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.13.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.13 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1300 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 1300 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 1300 rpm ditampilkan pada Gambar 4.14.
Gambar 4.14 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol PID
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 6.995 ms
Settling time :53.7 ms
Max. Overshoot : 21.09 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.15. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 24.759 A dan arus steady sebesar 4.454 A.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.15 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol PID
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 3.019 ms
Settling time : 432.7 ms
Max. Overshoot : 455.88 %
4.2.4.4 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1600 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 1600 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.16.
Gambar 4.16 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 1600 rpm
Universitas Sumatera Utara
Diperoleh kecepatan steady sebesar 1600 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 1600 rpm ditampilkan pada Gambar 4.17.
Gambar 4.17 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol PID
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 7.067 ms
Settling time :53.8 ms
Max. Overshoot : 21.05 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.18. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 30.347 A dan arus steady sebesar 5.438 A.
Gambar 4.18 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol PID
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 0.848 ms
Settling time : 330.3 ms
Max. Overshoot : 458.05 %
4.2.4.5 Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 2000 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 2000 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.19.
Gambar 4.19 Rangkaian Simulasi PID pada Kecepatan Referensi 2000 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 2000 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 2000 rpm ditampilkan pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol PID
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 7.081 ms
Settling time :53.8 ms
Max. Overshoot : 21.07 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.21. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 38.120 A dan arus steady sebesar 6.796 A.
Gambar 4.21 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol PID
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 0.745 ms
Settling time : 331.5 ms
Max. Overshoot : 460.92 %
4.3 Simulasi Kontrol Motor DC Seri dengan LQR
Setelah hasil simulasi dengan kontroler PID diperoleh, maka sekarang akan
dilakukan simulasi menggunakan kontroler LQR.
4.3.1 Pemodelan Motor dalam Bentuk Ruang Keadaan (State Space)
Pada simulasi LQR, motor dimodelkan dalam bentuk ruang keadaan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
( ) ( ) ( )x t Ax t Bu t= +
( ) ( )y t Cx t=
di mana matriks A, B, C ditentukan oleh:
b
t m
m m
KRL LA K B
J J
− − = −
, 1
0B L
=
, dan [ ]0 1C =
Dengan memasukkan data Tabel 4.1 ke dalam persamaan matriks,
diperoleh:
0.12360.0917 0.0917
0.1236 0.00040.0007046 0.0007
7
6
.2
04
A
− − = −
1
00.0917B =
[ ]0 1C =
[ ]0D =
4.3.2 Perolehan Parameter LQR
Untuk memperoleh matriks Q dan R digunakan script program matlab
dengan metode trial and error yang dapat dilihat pada Lampiran II, di mana syarat
matriks Q adalah matriks semidefinit positif real (Q ≥ 0) dan matriks R adalah
matriks definit positif real (R > 0).
Universitas Sumatera Utara
Kita tetapkan nilai awal 1 00 1
Q =
dan [ ]1R = , maka akan diperoleh
kurva step respon seperti pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22 Step Respon Sistem dengan R=[1]
Pada Gambar 4.22 tampak bahwa respon sistem masih mengalami error,
sehingga kita perlu mengatur nilai matriks sehingga diperoleh error mendekati nol.
Setelah dilakukan beberapa kali percobaan maka diperoleh nilai matriks
1 00 1
Q =
dan [ ]1.147R = memberikan respon sistem dengan error mendekati
nol seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.23.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.23 Step Respon Sistem dengan R=[1.147]
Dengan ditentukannya nilai matriks Q dan R kita dapat memperoleh matriks
gain feedback K yang dapat kita lihat di command window yaitu :
K=[1.2892 0.6016]
4.3.3 Rangkaian Simulasi LQR
Gambar 4.24 merupakan rangkaian simulink motor dc seri dengan LQR.
Sedangkan Gambar 4.25 merupakan rangkaian simulasi sistem keseluruhan. Pada
simulasi ini, rangkaian motor dc dibentuk ke dalam sebuah subsistem yang terlihat
pada Gambar 4.25.
Untuk menjalankan simulasi, nilai parameter motor pada Tabel 4.1
dimasukkan ke dalam blok Simulink.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.24 Rangkaian Simulink Motor DC Seri dengan LQR
Gambar 4.25 Rangkaian Simulasi LQR
4.3.4 Simulasi LQR
Dalam melakukan simulasi ini kita masukkan ke dalam blok Simulink nilai
matriks feedback gain (K) yang telah diperoleh yaitu K=[1.2892 0.6016].
Motor akan di-set pada kecepatan yang bervariasi yaitu 700 rpm, 1000 rpm,
1300, 1600, dan 2000 rpm.
4.3.4.1 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 700 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.26.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.26 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 700.1 rpm. Respon kecepatan rotor
pada kecepatan referensi 700 rpm ditampilkan pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 91.406 ms
Settling time : 171.2 ms
Max. Overshoot : 0 %
Error steady state : 0.00014 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.28. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 6.831 A dan arus steady sebesar 2.372 A.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.28 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 700 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 12.318 ms
Settling time : 213.5 ms
Max. Overshoot : 187.98 %
4.3.4.2 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 1000 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.29.
Gambar 4.29 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 1000 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 1000 rpm ditampilkan pada Gambar 4.30.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.30 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 90.877 ms
Settling time :169.8 ms
Max. Overshoot : 0 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.31. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 9.758 A dan arus steady sebesar 3.389 A.
Gambar 4.31 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1000 rpm dengan Kontrol LQR
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 12.402 ms
Settling time : 213.2 ms
Max. Overshoot : 187.93 %
4.3.4.3 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 1300 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 1300 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 1300 rpm ditampilkan pada Gambar 4.33.
Gambar 4.33 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol LQR
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 89.743 ms
Settling time : 166.9 ms
Max. Overshoot : 0 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.34. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 12.686 A dan arus steady sebesar 4.406 A.
Gambar 4.34 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1300 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 12.326 ms
Settling time : 213.0 ms
Max. Overshoot : 187.92 %
4.3.4.4 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 1600 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.35.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.35 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 1600 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 1600 rpm ditampilkan pada Gambar 4.36.
Gambar 4.36 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 90.340 ms
Settling time : 164.1 ms
Max. Overshoot : 0 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.37. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 15.613 A dan arus steady sebesar 5.423 A.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.37 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 1600 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 12.320 ms
Settling time : 212.9 ms
Max. Overshoot : 187.90 %
4.3.4.5 Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm
Simulasi dilakukan dengan masukkan kecepatan referensi sebesar 2000 rpm
seperti yang terlihat pada Gambar 4.38.
Gambar 4.38 Rangkaian Simulasi LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm
Diperoleh kecepatan steady sebesar 2000 rpm. Respon kecepatan rotor pada
kecepatan referensi 2000 rpm ditampilkan pada Gambar 4.39.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.39 Respon Kecepatan Rotor pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol LQR
Parameter respon kecepatan rotor yang diperoleh :
Rise time : 91.155 ms
Settling time : 168.4 ms
Max. Overshoot : 0 %
Error steady state : 0 %
Adapun kurva arus jangkar ditunjukkan pada Gambar 4.40. Arus lonjakan
maksimum (max. overshoot) sebesar 19.516 A dan arus steady sebesar 6.778 A.
Gambar 4.40 Arus Jangkar pada Kecepatan Referensi 2000 rpm dengan Kontrol LQR
Universitas Sumatera Utara
Parameter respon arus jangkar yang diperoleh :
Rise time : 12.319 ms
Settling time : 213.2 ms
Max. Overshoot : 187.93 %
4.4 Hasil Perbandingan Simulasi PID dan LQR
Kurva hasil perbandingan respon kecepatan rotor dengan kontroler PID dan
LQR pada kecepatan referensi 700 rpm, 1000 rpm, 1300 rpm, 1600 rpm, dan 2000
rpm dapat dilihat pada Gambar 4.41, Gambar 4.42, Gambar 4.43, Gambar 4.44, dan
Gambar 4.45.
Gambar 4.41 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada
Kecepatan Referensi 700 rpm
Gambar 4.42 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada
Kecepatan Referensi 1000 rpm
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.43 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada
Kecepatan Referensi 1300 rpm
Gambar 4.44 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.45 Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm
Untuk hasil perbandingan respon arus jangkar dengan kontroler PID dan
LQR pada kecepatan referensi 700 rpm, 1000 rpm, 1300 rpm, 1600 rpm, dan 2000
rpm dapat dilihat pada Gambar 4.46, Gambar 4.47, Gambar 4.48, Gambar 4.49, dan
Gambar 4.50.
Gambar 4.46 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 700 rpm
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.47 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1000 rpm
Gambar 4.48 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1300 rpm
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.49 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 1600 rpm
Gambar 4.49 Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR pada Kecepatan Referensi 2000 rpm
Sebagai komparatif, hasil perbandingan simulasi PID dan LQR adalah
seperti pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Hasil Perbandingan Respon Kecepatan Rotor dengan PID dan LQR
Kontroler Kecepatan (rpm)
Rise Time (ms)
Settling Time (ms)
Max.Over-shoot (%)
Error Steady State (%)
PID
700 7.025 53.7 21.04 0.00014
1000 6.910 53.5 21.08 0.0007
1300 6.995 53.7 21.09 0
1600 7.067 53.8 21.05 0
2000 7.081 53.8 21.07 0
LQR
700 91.406 171.2 0 0.00014
1000 90.877 169.8 0 0
1300 89.743 166.9 0 0
1600 90.340 164.1 0 0
2000 91.155 168.4 0 0
Tabel 4.3 Hasil Perbandingan Respon Arus Jangkar dengan PID dan LQR
Kontroler Kecepatan (rpm)
Rise Time (ms)
Settling Time (ms)
Max.Over-shoot (%)
Arus steady
(ampere)
PID
700 0.668 324.3 463.34 2.373 1000 1.071 328.9 461.45 3.403 1300 3.019 432.7 455.88 4.454 1600 0.848 330.3 458.05 5.438 2000 0.745 331.5 460.92 6.796
LQR
700 12.318 213.5 187.98 2.372 1000 12.402 213.2 187.93 3.389 1300 12.326 213.0 187.92 4.406 1600 12.320 212.9 187.90 5.423 2000 12.319 213.2 187.93 6.778
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa rise time dan settling time pada respon
kecepatan rotor dengan menggunakan kontrol PID lebih kecil dibandingkan dengan
menggunakan kontrol LQR yang berarti bahwa PID memberikan respon lebih
cepat. Akan tetapi, PID memberikan overshoot sekitar 20% sedangkan LQR tidak
memberikan overshoot sama sekali.
Untuk error steady state, dari lima percobaan dengan variasi kecepatan
berbeda, terdapat dua error steady state yang dihasilkan dengan kontrol PID
sedangkan pada LQR hanya satu kali.
Dari simulasi tampak bahwa kecepatan tidak terlalu memberi pengaruh
yang signifikan tehadap respon kecepatan rotor yang dihasilkan.
Pada Tabel 4.3 dapat kita lihat persentase max.overshoot arus jangkar
dengan menggunakan PID lebih besar dibandingkan LQR.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Dari hasil simulasi yang dilakukan dapat diperoleh beberapa kesimpulan,
yaitu sebagai berikut:
1. Dalam mencapai kecepatan steady, PID memberikan waktu yang lebih
singkat dibandingkan LQR seperti yang dapat kita lihat pada hasil simulasi,
rise time dan settling time yang diperoleh dengan menggunakan PID lebih
kecil dibandingkan dengan menggunakan LQR.
2. Karakteristik respon kecepatan rotor yang diperoleh dengan menggunakan
LQR tidak memiliki overshoot sama sekali, sedangkan dengan
menggunakan PID overshoot yang dihasilkan cukup besar yaitu sekitar
20%.
3. Dari lima percobaan variasi kecepatan untuk masing-masing kontroler, PID
memiliki error steady state sebanyak dua kali sedangkan LQR memiliki
error steady state sebanyak satu kali.
4. Hasil simulasi menunjukkan bahwa variasi kecepatan yang diaplikasikan
pada motor dc seri dengan kontrol PID dan LQR tidak begitu berpengaruh
terhadap respon kecepatan rotor dalam mencapai kecepatan steady.
5. Persentase max. overshoot arus jangkar yang terjadi dengan menggunakan
kontroler PID sekitar 460% sedangkan dengan menggunakan kontroler
LQR sekitar 188% yang berarti bahwa arus starting dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
kontroler PID jauh lebih besar dibandingkan dengan menggunakan
kontroler LQR.
5.2 SARAN
Berikut adalah beberapa saran yang diberikan agar penelitian dapat
dikembangkan lebih lanjut:
1. Metode tuning PID dapat digunakan metode lain misalnya metode Chien,
Hrones and Reswick.
2. Penelitian dilakukan dengan memberikan beban torsi yang bervariasi.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
[1] Mehta, V.K. dan Rohit Mehta. 2002. Principles of Electrical Machines. New
Delhi: S. Chand & Company LTD.
[2] Zuhal. 2000. Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.
[3] Lister, Eugene C. 1986. Mesin dan Rangkaian Listrik ( Edisi ke-6). Jakarta:
Penerbit Erlangga.
[4] Rijono,Yon. 1997. Dasar Teknik Tenaga Listrik. Yogyakarta: Andi Offset.
[5] Chapman, Stephen J.2005. Electric Machinary Fundamentals 4th Edition.
Singapore: McGraw-Hill International Edition.
[6] Dwivedi, Rajkumar dan Devendra Dohare. 2015. PID Conventional
Controller and LQR Optimal controller for Speed analysis of DC Motor: A
Comparative Study. International Research Journal of Engineering and
Technology. 02(08): 508-511.
[7[ C. Kuo, Benjamin. 1995. Automatic Controls System Seventh Edition. New
Jersey: Prentice Hall Inc.
[8] L.Phillips, Charles & Royce D. Harbor. Feedback Control Systems 3e. New
Jersey: Prentice Hall Inc.
[9] Lewis, F.L. 1996. Optimal Control. Kanada: John Wiley & Sons Inc.
[10] Ogata, Katsuhiko. 1997. Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 1
Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
[11] Ogata, Katsuhiko. 2010. Modern Control Engineering Fifth Edition. New Jersey
(US): Pearson Education Inc.
Universitas Sumatera Utara
[12] Bimbra, P.S. 1990. Electrical Machinery. Delhi: Khana Publisher.
[13] Linsley, Trevor. 1998. Basic Electrical Installation Work Third Edition.
Kidlington (UK): Elsevier Ltd.
[14] Anggono, Tri. 2011. Perancangan Sistem Kendali Tekanan Uap pada Steam-
Drum Boiler Skala Kecil Menggunakan PID dan LQR [tesis]. Depok (ID):
Universitas Indonesia.
[15] Fitzgerald. A. E. 1992. Mesin-mesin Listrik (Edisi ke-4). Jakarta: Penerbit
Erlangga.
[16] Berahim, Hamzah. 1994. Pengantar Teknik Listrik. Yogyakarta: Andi Offset.
[17] Mehta, Samir & John Chiasson. 1998. Nonlinear Control of a Series DC
Motor: Theory and Experiment. IEEE Transactions on Industrial Electronics.
45(1): 134-141.
[18] Dubey, Saurabh & S.K. Srivastava. 2013. A PID Controlled Real Time
Analysis of DC Motor. International Journal of Innovative Research in
Computer and Communication Engineering. 01(8): 1965-1973.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN I
Program Matlab untuk Menentukan Garis Tangen pada Titik Infleksi
%program untuk menentukan tangen line pada titik
infleksi
s = tf('s');
SYS = tf(0.1236/(0.000064612*s^2+0.0051*s+0.0182));
[Y,time] = step(SYS);
K = Y(end);
L_index = find(Y>=.05*K,1);
L = time(L_index);
T_index = find(Y>=(1-exp(-1))*K,1);
T = time(T_index);
D = diff(Y)./diff(time);
inflex = find(diff(D)./diff(time(1:end-1))<0,1);
A = D(inflex)*time(inflex)-Y(inflex);
tangent = D(inflex)*time - A;
step(SYS), hold on,
plot(time,tangent,'r','linewidth',1.5),
plot(L,Y(L_index),'*'), plot(T,Y(T_index),'*')
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN II
Program Matlab untuk Menentukan Matriks Q dan R
t = 0:0.001:10;
%--- DATA PARAMETER MOTOR DC SERI ---%
Jm = 0.0007046;
Bm = 0.004;
Kt = 0.1236;
Kb = 0.1236;
R = 7.2;
L = 0.0917;
%--- MATRIKS A B C D ---%
A = [-R/L -Kb/L; Kt/Jm -Bm/Jm]
B = [1/L; 0]
C = [0 1]
D = 0
%--- Desain Linear Quadratic Regulator ---%
Q=[1 0;0 1]
R=[1]
[K,S,e] =lqr(A,B,Q,R)
ZZ=(A-B*K);
LQR=ss(ZZ,B,C,D);
damp(LQR)
[num1,den1]=ss2tf(ZZ,B,C,D,1);
G=tf(num1,den1)
%--- Kurva Step Respon LQR ---%
step(LQR,t),title('Step Respon LQR')
Universitas Sumatera Utara