Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah ...

8
Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan Transplantasi Sumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c Muhaimin Rifa’i Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang Diterima 12 September 2012, direvisi 28 September 2012 ABSTRAK Pada transplantasi organ maupun sumsum tulang, terjadinya penolakan donor oleh resipien dan juga GVHD (graft versus host disease) menjadi masalah paling penting pada bidang kesehatan. Lebih lanjut telah diketahui bahwa toleransi resipien atas donor tidak bisa berlangsung lama tanpa interfensi dari luar. Untuk mengetahui peranan sel T regulator pada transplantasi alogenik, pada penelitian ini dilakukan infusi sel T CD4 + CD25 + yang berasal dari tipe donor. Sebelum transplantasi dilakukan resipien diradiasi dengan dosis letal 850 rad. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa infusi sel T regulator CD4 + CD25 + yang berasal dari mencit C57BL/6 pada model transplantasi C57BL/6→BALB/c terbukti membantu toleransi resipien terhadap donor. Sebaliknya sel T konvensional CD4 + CD25 - tidak dapat membantu keberhasilan transplantasi pada pengamatan tiga bulan pasca transplantasi. Penolakan donor oleh resipien maupun GVHD disebabkan oleh aktivasi sel T dan kurangnya sel T regulator CD4 + CD25 + . Hasil ini membuktikan bahwa sel T regulator CD4 + CD25 + berperan penting menjaga homeostasis dan menjaga agar jumlah dan fungsi limfosit T dalam keadaan normal. Lebih lanjut pada penelitian ini ditunjukkan bahwa sel T donor CD4 + CD25 + membawa molekul Foxp3 dengan level yang tinggi. Kata kunci: Sel T regulator, transplantasi, alogenik, Foxp3 + . ABSTRACT In solid organ and bone marrow transplannation, rejection of donor tissue by resipient and graft versus host disease (GVHD ) reactions are the most important issues in the health field. Furthermore it is known that the tolerance between donor and recipient can not be maintaned for long term without manipulation. To determine the role of regulatory T cells, in this experiment we conducted infusion of donor type CD4 + CD25 + T cells. Before transplantation was performed, recipients were irradiated with lethal doses of 850 rad. In this study we demonstrated that the infusion of donor type CD4 + CD25 + regulatory T cells in transplantation model of C57BL/6 → BALB/c promoted the tolerance of recipient against donor. Incontras, conventional T cells CD4 + CD25 - can not help the success of transplantation at three months post-transplantation. Rejection of donor tissue by the recipient and GVHD reaction are caused by the activation of T cells and lack of regulatory T cells, CD4 + CD25 + . These results suggest that CD4 + CD25 + regulatory T cells play an important role to homeostasis maintaining and keeping the number and function of lymphocyte T cells in normal circumstances. Furthermore, this study demonstrated that donor CD4 + CD25 + regulatory T cells express high levels of Foxp3 molecules. Key word: regulatory T cells, transplantation, allogeneic, Foxp3 + . PENDAHULUAN Kelangkaan donor yang mempunyai keselarasan MHC (major hystocompatibility complex) seperti pada kembar identik NATURAL B, Vol. 1, No. 4, Oktober 2012 --------------------- *Coresponding author : Phone: 0341-575841 E-mail: [email protected]

Transcript of Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah ...

362

Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk MencegahKegagalan Transplantasi Sumsum Tulang Sistem Alogenik

pada Model C57BL/6 → BALB/cMuhaimin Rifa’i

Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Brawijaya, Malang

Diterima 12 September 2012, direvisi 28 September 2012

ABSTRAK

Pada transplantasi organ maupun sumsum tulang, terjadinya penolakan donor oleh resipien danjuga GVHD (graft versus host disease) menjadi masalah paling penting pada bidang kesehatan. Lebihlanjut telah diketahui bahwa toleransi resipien atas donor tidak bisa berlangsung lama tanpa interfensidari luar. Untuk mengetahui peranan sel T regulator pada transplantasi alogenik, pada penelitian inidilakukan infusi sel T CD4+CD25+ yang berasal dari tipe donor. Sebelum transplantasi dilakukanresipien diradiasi dengan dosis letal 850 rad. Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa infusi sel Tregulator CD4+CD25+ yang berasal dari mencit C57BL/6 pada model transplantasi C57BL/6→BALB/cterbukti membantu toleransi resipien terhadap donor. Sebaliknya sel T konvensional CD4+CD25- tidakdapat membantu keberhasilan transplantasi pada pengamatan tiga bulan pasca transplantasi. Penolakandonor oleh resipien maupun GVHD disebabkan oleh aktivasi sel T dan kurangnya sel T regulatorCD4+CD25+. Hasil ini membuktikan bahwa sel T regulator CD4+CD25+ berperan penting menjagahomeostasis dan menjaga agar jumlah dan fungsi limfosit T dalam keadaan normal. Lebih lanjut padapenelitian ini ditunjukkan bahwa sel T donor CD4+CD25+ membawa molekul Foxp3 dengan level yangtinggi.

Kata kunci: Sel T regulator, transplantasi, alogenik, Foxp3+.

ABSTRACT

In solid organ and bone marrow transplannation, rejection of donor tissue by resipient and graftversus host disease (GVHD ) reactions are the most important issues in the health field. Furthermore it isknown that the tolerance between donor and recipient can not be maintaned for long term withoutmanipulation. To determine the role of regulatory T cells, in this experiment we conducted infusion ofdonor type CD4+CD25+ T cells. Before transplantation was performed, recipients were irradiated withlethal doses of 850 rad. In this study we demonstrated that the infusion of donor type CD4+CD25+

regulatory T cells in transplantation model of C57BL/6 → BALB/c promoted the tolerance of recipientagainst donor. Incontras, conventional T cells CD4+CD25- can not help the success of transplantation atthree months post-transplantation. Rejection of donor tissue by the recipient and GVHD reaction arecaused by the activation of T cells and lack of regulatory T cells, CD4+CD25+. These results suggest thatCD4+CD25+ regulatory T cells play an important role to homeostasis maintaining and keeping the numberand function of lymphocyte T cells in normal circumstances. Furthermore, this study demonstrated thatdonor CD4+CD25+ regulatory T cells express high levels of Foxp3 molecules.

Key word: regulatory T cells, transplantation, allogeneic, Foxp3+.

PENDAHULUAN

Kelangkaan donor yang mempunyaikeselarasan MHC (major hystocompatibilitycomplex) seperti pada kembar identik

NATURAL B, Vol. 1, No. 4, Oktober 2012

---------------------*Coresponding author : Phone: 0341-575841E-mail: [email protected]

M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan Transplantasi 363Sumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

merupakan masalah serius pada transplantasiorgan maupun sumsum tulang. Pada manusiapolimorfisme MHC sangat besar sehingga satuindividu dengan yang lain mempunyaiperbedaan MHC yang sangat besar, kecualikembar identik. Berbagai usaha untukmenginduksi terjadinya toleransi antara donordan resipien telah dilakukan oleh parailmuwan. Namun demikian, kejadian GVHDdan rejeksi sampai saat ini belum sepenuhnyadapat dihindarkan. Di lain pihak, pencarian selT regulator dari populasi CD4 dan CD8 terusdilakukan, sehingga beberapa sel T regulatortelah ditemukan walaupun masihdipertanyakan efikasinya. Di antara sel Tregulator yang dianggap paling baik untukmencegah GVHD dan rejeksi adalah sel TCD4+CD25+. Sel T regulator ini menyusunpopulasi sel T sekitar 5-10%. Marker sel Tregulator telah diteliti terdiri dari CD62L,CD122, CD134, CD103, CD45RB, Foxp3, danCTLA-4. Namun ternyata marker-markertersebut juga diekspresikan pada sel-sel yanglain, sehingga marker-marker tersebut tidaklagi bisa dipercaya sepenuhnya untukmengidentifikasi sel T regulator [1-4]. Padatahun 2003, forkhead transcription factor,Foxp3, ditemukan dan diklaim sebagaimolekul yang paling penting padapembentukan dan perkembangan sel Tregulator. Foxp3 mempunyai peranan yangsangat penting pada perkembangan sel Tregulator sebagaimana pentingnya Tbet padaTh1, GATA-3 pada Th2, dan RORyt padaTh17 yang masing-masing berperan sebagaifaktor transkripsi. Foxp3 diekspresikanterbatas pada CD4+CD25+ yang membawaTCRαβ, meskipun gen Foxp3 sendiri tidakdikhususkan untuk exspresi CD25. Mencit danmanusia yang tidak memiliki gen Foxp3 akanmengalami aktivasi dan proliferasi sel T yangsangat besar. Keadaan ini menyebabkanterjadinya autoimun dan kematian yang lebihcepat [4,5]. Penghapusan Foxp3 pada hewanbisa menyebabkan terjadinya reaktivitas selyang ditandai dengan proliferasi sangat cepat(hyperproliferation), ekspansi sel dendritikyang sangat cepat dan terjadi kematian cepatpada mencit dalam 2 minggu setelah deplesi

Foxp3 [6-8]. Foxp3 dianggap sebagai masterfaktor transkripsi yang mengontrolperkembangan dan fungsi sel T regulator padamencit. Sayangnya data tentang Foxp3 padamanusia tidak jelas karena ada bukti bahwaFoxp3 dapat terekpresi pada sel-sel yangteraktivasi meskipun sebelumnya (status naïve)tidak terdeteksi. Hal ini sangat penting untukdifahami, karena pada berbagai studitransplantasi pada manusia sekarangmenggunakan Foxp3 untuk penentuan sel Tregulator mulai dari biopsi ginjal sampai profilurin melalui PCR dan juga penelitian in vitro.Meskipun tidak diragukan lagi bahwa Foxp3ini sangat berhubungan dengan sistem biologiTreg, penelitian mendalam tentang Foxp3 inimasih sangat diperlukan. Hal lain yang perludiingat bahwa Foxp3 merupakan faktortranskripsi yang bertempat di dalam nukleus,sehingga tidak dapat dijadikan marker untukmemisahkan Treg dari lainnya. Oleh karena itusampai sekarang masih banyak ilmuwan yangterus mencari marker permukaan sel yangdapat mendiskriminasi sel Treg terhadap yanglain. Pada perkembangannya diketahui CD127yang merupakan reseptor IL-7 berkorelasiterbalik dengan ekspresi Foxp3 dan aktivitasTreg [12]. Sel T dengan ekspresi permukaanmolekul CD+CD25+CD127lo mempunyaiekspresi Foxp3 tiga kali lebih besardibandingkan dengan CD4+CD25hi dan jugadiketahui CD+CD25+CD127lo mempunyaiaktivitas regulator yang lebih tinggidibandingkan dengan CD+CD25hi. Di sampingitu, CD+CD25+CD127lo mempunyai dayaregulator yang lebih tinggi dibandingkandengan CD+CD25hi. Lebih penting lagi markerCD127 dapat menghindari kesalahanmensorting Foxp3 yang sebenarnya berasaldari sel yang baru teraktivasi maupun selmemori. Bahkan, pemisahan sel T manusiayang hanya didasarkan pada CD4 dan CD127(CD4+CD127lo) sekitar 50% mengekspresikanFoxp3 dan dapat menekan sel T efektor denganefisien. CD127 merupakan marker yangmenjanjikan untuk identifikasi dan isolasi selT rergulator manusia.Sel T regulator CD+CD25+Foxp3+ diketahuiberkembang pada organ timus dengan

364 M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan TransplantasiSumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

kecenderungan sifat autoreaktif. Didugabahwa sel T regulator natural yang cenderungreaktif disebabkan oleh interaksi yang kuatMHC:self peptida [9,10,13]. Namun demikianpengamatan di atas dilakukan pada mencittransgenik dengan karakteristik TCR dengandiversitas terbatas yang mana kematian klonpada seleksi negatif berjalan secara serempak.Dengan demikian, masih dimungkinkanadanya perkembangan sel T regulator yangmempunyai afinitas ikatan yang rendah padaMHC:self peptida. Bahkan terdapat buktibahwa stimuli antigen dengan konsentrasi yangrendah dapat mengubah sel T konvensionalCD4+CD25 Foxp3 menjadi sel Treg yangmengekspresikan Foxp3+ pada periferal.Sebagai contoh bahwa stimulasi terhadap sel Tefektor CD4+CD25 Foxp3 melaluireseptornya (TCR, T cell receptor) denganadanya TGF-β ternyata dapat meningkatkanmolekul Foxp3 secara drastis danmenghasilkan fenotip CD4+CD25+Foxp3+.Fenotip yang baru terbentuk ini disebut sel Tregulator adaptif dan mempunyai sifat sebagairegulator yang baik [9,12,14-16]. Hal yangsangat menarik, ternyata antigen donor denganadanya anti-CD40L pada resipienmenyebabkan sel dendritik mempunyaikemampuan mengubah sel T konvensionalCD4+CD25 Foxp3 menjadiCD4+CD25+Foxp3+. Dalam hal ini seldendritik akan mencerna aloantigen daritransplan dan pindah ke lymph node periferaldan mempengaruhi sel T konvensional untukberubah menjadi sel Treg. Isolasi sel dendritikdari individu yang telah menerimatransplantasi di atas dan mengkulturkannya invitro ternyata dapat mengubah sel TCD4+CD25 Foxp3 menjadiCD4+CD25+Foxp3+. Pada penelitian iniditunjukkan bahwa sel T regulator CD4+CD25+

yang membantu keberhasilan transplantasimengekpresikan Foxp3 pada level yang tinggi.Lebih jauh hasil penetitian ini menunjukkanadanya bukti adanya regulasi Treg mencegahterjadinya reaktivitas sel T pada transplantasialogenik.

METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini digunakan mencit BALB/csebagai resipien dan mencit C57BL/6 sebagaidonor. Mencit donor mempunyai genotipdengan karakteristik C57BL/6CD45.1/CD45.1.Sumsum tulang diisolasi dari tulang femoralmencit C57BL/6CD45.1/CD45.1 (umur 4 minggu).Sel sumsum tulang sebanyak 3 x 106

diinfusikan pada resipien (BALB/c). Sebelummenerima infusi sumsum tulang, resipiendiradiasi dengan dosis letal 850R. Hasiltransplantasi dianalisis setelah tiga bulan pascatransplantasi. Status sel donor dilacak denganmenggunakan antibodi monoklona (CD45.1).Untuk menganalisis status dan perkembangansel donor digunakan beberapa antibodimonoklonal yaitu, phycoerythrin (PE)- ataufluorescein isothiocyanate (FITC)-conjugatedanti-mouse CD8 (clone 53-6.7), phycoerythrin(PE)- atau fluorescein isothiocyanate (FITC)-conjugated anti-mouse CD4 (clone GK1.5),biotin-conjugated anti-mouse CD45.1 (cloneA20), FITC-conjugated anti-mouse Gr-1(clone RB6-8C5), biotin-conjugated anti-mouse TER-119 (clone TER-119),phycoerythrin (PE)- conjugated anti mouseCD62L (clone MEL-14), FITC-conjugatedanti-mouse CD25 (clone PC61.5),phycoerythrin (PE)- conjugated anti mouseB220 (RA3-6B2). Antibodi yang berkonjugasidengan biotin divisualisasi denganmenggunakan streptavidin-PE-Cy5(eBioscience, San Diego, CA). Pada penelitianini data dianalisis dengan menggunakan FACSCaliburTM flow -cytometer (BD-Biosciences,San Jose, CA). Intracellular staining dilakukandengan Cytofix/Cytoperm kit (BD-BiosciencesPharmingen) sesuai protokol produk. Sel diinkubasi dengan biotin-conjugated anti-Foxp3dan divisualisasi dengan streptavidin-PE-Cy5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transplantasi sumsum tulang pada sistemalogenik C57BL/6→BALB/c menghasilkan

M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan Transplantasi 365Sumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

fenotip letal tiga bulan setelah transplantasi.Sedangkan transplantasi singenikmenghasilkan fenotip normal tanpa gejalaGVHD (graft versus host disease). Padatransplantasi alogenik prekursor sel T dan selB tidak berkembang normal, sedangkan padatransplantasi singenik prekursor sel limfositberkembang normal meskipun rasio antara selT dan sel B berubah dari kondisi normal(kontrol tanpa manipulasi). Transplantasialogenik tidak mendukung perkembangan selregulator CD4+CD25+, sedangkan padatransplantasi singenik tidak mengubah rasio selT regulator (data tidak dipublikasikan).Transplantasi alogenik mengarahkan prekursorsel T berkembang menjadi sel-sel memori,sedangkan transplantasi singenik mengarahkanprekursor sel T berkembang menjadi sel naïve.Sel B sebagaimana sel T pada sistem alogeniktidak berkembang, namun berkembang normalpada sistem singenik. Sumsum tulang padasistem alogenik didominasi oleh sel granulositdan prekursor sel darah merah (TER119) tidakberkembang (Gambar 1). Namun demikianpenambahan sel T regulator CD4+CD25+ (tipedonor) dapat membantu keberhasilantransplantasi sehingga resipien dapat hidupnormal setidaknya sampai tiga bulan pascapelaksanaan transplantasi sumsum tulang.

Pada transplantasi sistem alogenik selT regulator CD4+CD25+ diduga berperanmenjaga sel-sel hematopoietik agar tidakmelakukan aktivasi. Sel T regulator melakukansupresi dengan cara mensekresi IL-10 danTGF-β [17]. Pada transplantasi alogenik sel Tdonor yang berkembang akan mengenali selresipien sebagai antigen, oleh karena ituketersedian sel T regulator sebagai supresorsangat diperlukan untuk tetap menjagahomeostasis yang normal. Dalam hal ini sel Tregulator akan membantu menekan sel-selefektor agar tidak melakukan penyeranganterhadap komponen yang dianggap asing. Diantara sel resipien terdapat yang resistenterhadap radiasi. Sel T resisten tersebut padaakhirnya akan berkembang dengan cepat untukmenghambat perkembangan sel donor,sehingga pada transplantasi alogenik akanterjadi kimera antara donor dan resipien.

Kimera antara donor dan resipien tidak sajaterjadi pada sistem alogenik namun juga padasistem singenik, hanya saja pada sistemsingenik kimera tidak akan menimbulkanreaksi imunologi karena MHC antara donordan resipien dalam keadaan matching.Sebaliknya pada sistem alogenik kimera antaradonor dan resipien pada akhirnya bersifat fatalyang menimbulkan GVHD maupun rejeksi.Secara fisiologi ada kecenderungan bahwa selresipien lebih adaptif dalam memenangkanpersaingan terhadap sel donor, sehingga padajangka tertentu akan terjadi eliminasi sel donoroleh resipien. Dengan demikian bisa difahamibahwa penyakit tertentu akan muncul kembalisetelah pelaksanaan transplantasi sumsumtulang jika sel-sel donor tidak bisaberkompetisi terhadap resipien. Serangankomponen sel imune resipien terhadap donortidak saja berakibat menurunnya populasi CD4dan CD8 donor, namun juga menurunnyajumlah sel B. Populasi sel T donor yang lolosdari elimanasi juga menunjukkan reaktivitasterhadap host. Hal ini ditandai denganrendahnya ekspresi CD62L dan tingginyaekspresi CD44, CD62L-CD44+ (Gambar 2).Hilangnya ekspresi CD62L mengakibatkan selterus bergerak mencari target sasaran antigenyang sesuai. CD62L merupakan reseptorhoming yang dimiliki oleh sel-sel naïve yangmemungkinkan sel tersebut berada pada organlimfoid dalam status non-aktif. SedangkanCD44 merupakan pemacu aktivasi sel Tmeskipun fungsi utamanya belum diketahui.Pada transplantasi sistem alogeneic sel puncacenderung tumbuh menjadi sel granulosit.Dominasi sel granolosit (Gr1) pada sumsumtulang akan menggangu pertumbuhan sel B(B220). Bukti ini dapat dilihat pada analisisdengan menggunakan antibodi monoklonalB220 yang menunjukkan turunnya populasi selyang mengekspresikan B220 (data tidakdipublikasikan). Dominasi sel granulosit padalokasi sumsum tulang tidak saja mengganggupertumbuhan sel B namun juga pertumbuhanerythroid lineage (data tidak dipublikasikan).Hilangnya sistem homeostasis pada sistemtransplantasi alogenik berakhir pada kerusakanorgan resipien. Kerusakan organ akibat

366 M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan TransplantasiSumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

Gambar 1. Sel T regulator membantu terbentuknya prekursor eritrosit dan mencegah abnormalitas perkembangansel granulosit. Mencit BALB/c betina berumur 8 minggu diradiasi dengan dosis letal 850 rad. Sel sumsum tulangdari mencit C57BL/6 sebanyak 3 x 106 diinfusikan secara intra vena untuk rekonstitusi resipien. Hasiltransplantasi dianalisis setelah tiga bulan pasca transplantasi. Analisis sumsum tulang dilakukan denganmenggunakan flowcytometry. Prekursor eritrosit dianalisis dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-TER119, sedangkan sel-sel granulosit dianalisis dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-Gr-1. Padapanel kiri ditunjukkan hasil analisis resipien tiga bulan pasca transplantasi dengan adanya injeksi sel T regulatorCD4+CD25+. Panel kanan ditunjukkan hasil analisis sebagaimana panel kiri namun resipien tidak diinjeksidengan sel T regulator CD4+CD25+ tetapi diinjeksi dengan sel T konvensional CD4+CD25-. Data ini mewakililebih dari lima kali percobaan.

Gambar 2. Sel T regulator mencegah reaktivitas limfosit T pasca transplantasi sumsum tulang. Mencit BALB/c betinaberumur 8 minggu diradiasi dengan dosis letal 850 rad. Sel sumsum tulang dari mencit C57BL/6 sebanyak 3 x106 diinfusikan secara intra vena untuk rekonstitusi resipien. Hasil transplantasi dianalisis setelah tiga bulanpasca transplantasi. Analisis sel spleen dilakukan dengan menggunakan flowcytometry. Persentase sel naïve(CD62L+CD44-) dan sel reaktif CD62L-CD44+ ditunjukkan pada masing panel dengan menggunakan antibodimonoklonal anti-CD44 dan antibodi monoklonal anti-CD62L. Pada panel kiri ditunjukkan hasil analisis resipientiga bulan pasca transplantasi dengan adanya injeksi sel T regulator CD4+CD25+. Panel kanan ditunjukkan hasilanalisis sebagaimana panel kiri namun resipien tidak diinjeksi dengan sel T regulator CD4+CD25+ tetapidiinjeksi dengan sel T konvensional CD4+CD25-. Data ini mewakili lebih dari lima kali percobaan.

M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan Transplantasi 367Sumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

serangan komponen sel imunitas donorterhadap resipien dan sebaliknya akanmengganggu sistem organ keseluruhan yangpada tahap awal ditandai turunnya berat badanakibat gangguan fisiologi yang menyeluruh.

Infusi sel T regulator CD4+CD25+

pada transplantasi alogenik mampu mencegahinduksi GVHD. Pada penelitian ini terdeteksiekspresi CD4+CD25+ pada level normal danpada beberapa pengamatan jauh lebih tinggidaripada kontrol. Fenomena yang menarik

ternyata CD4+CD25+ yang berkembang padatransplantasi alogenik mengekspresikanmolekul Foxp3 jauh di atas normal (Gambar3). Foxp3 diketahui sebagai marker spesifikyang mengkode terbentuknya sel regulator.Tingginya ekspresi Foxp3 pada penelitian inididuga diperlukan oleh sel CD4+CD25+ untukbekerja secara efektif mengatasi sel-sel reaktifagar berada pada status toleran. Hasilpenelitian ini secara konsisten mendukung apayang telah dinyatakan oleh banyak peneliti dan

Gambar 3. Sel T regulator meningkatkan ekspresi molekul Foxp3 pasca transplantasi sumsum tulang. MencitBALB/c betina berumur 8 minggu diradiasi dengan dosis letal 850 rad. Sel sumsum tulang dari mencitC57BL/6 sebanyak 3 x 106 diinfusikan secara intra vena untuk rekonstitusi resipien. Hasil transplantasidianalisis setelah tiga bulan pasca transplantasi. Analisis sel spleen dilakukan dengan menggunakanflowcytometry. Sel T regulator diidentifikasi dengan melihat molekul permukaan sel CD4 dan CD25. Antibodimonoklonal anti-CD4 dan anti-CD25 digunakan untuk menentukan eksistensi sel T regulator. Ekspresi Foxp3dianalisis dengan intraseluler staining dengan menggunakan antibodi monoklonal anti-Foxp3. Pada panel kiriditunjukkan ekpresi Foxp3 sel T regulator dengan adanya injeksi sel Treg CD4+CD25+ tipe donor. Panel kananditunjukkan hasil analisis sebagaimana panel kiri namun resipien tidak diinjeksi dengan sel Treg CD4+CD25+

tetapi diinjeksi dengan sel T konvensional CD4+CD25-. Data ini mewakili lebih dari lima kali percobaan.

368 M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan TransplantasiSumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

menekankan pentingnya Foxp3 sebagai markersel T regulator.

KESIMPULAN

Pada transplantasi yang tidak melibatkansel T regulator CD4+CD25+, sel granulositmendominasi kompartemen sumsum tulang,sebaliknya perkembangan eritrosit terganggudan tidak mencapai tahap maturasi. Sel Tregulator CD4+CD25+ membantu mengatasireaksi GVHD dan rejeksi (penolakan) padatransplantasi sumsum tulang alogenik. ReaksiGVHD pada transplantasi umumnyadisebabkan oleh reaktivitas sel T yang ditandaidengan menurunnya ekspresi molekul CD62Ldan meningkatnya ekspresi molekul CD44. SelT regulator yang berkembang pada sistemtransplantasi alogenik mengekspresikan Foxp3pada level yang sangat tinggi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini kami menyampaikanucapan terima kasih kepada Prof. KenichiIsobe dan Dr. Haruhiko Suzuki dari NagoyaUniversity sehubungan dengan diskusi dansaran berkaitan dengan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Bushell A, Morris PJ, Wood KJ (1995),Transplantation tolerance induced byantigen pretreatment and depleting anti-CD4 antibody depends on CD4+ T cellregulation during the induction phase ofthe response, Eur J Immunol., 25, 2643–2649.

[2] Sakaguchi S, Sakaguchi N, Asano M(1995), Immunologic self-tolerancemaintained by activated T cellsexpressing IL-2 receptor alpha-chains(CD25). Breakdown of a singlemechanism of self-tolerance causes

various autoimmune diseases, JImmunol., 155, 1151–1164.

[3] Itoh M, Takahashi T, Sakaguchi N(1999), Thymus and autoimmunity:production of CD25+CD4+ naturallyanergic and suppressive T cells as a keyfunction of the thymus in maintainingimmunologic self-tolerance, J Immunol.,162, 5317–5326.

[4] Fontenot JD, Rasmussen JP, WilliamsLM (2005), Regulatory T cell lineagespecification by the forkheadtranscription factor foxp3, Immunity., 22,329–341.

[5] Rifa’i, M (2010), AndrographolideAmeliorate Rheumatoid Arthritis byPromoting the Development ofRegulatory T Cells, Jtrolis., 1, 5-8.

[6] Rifa’i, M., Lee, YH (2011),CD4+CD25+FOXP3+ Regulatory T CellsIn Allogeneic Hematopoietic CellTransplantation, Jtrolis., 1 (2), 69-75.

[7] Akl A, Luo S, Wood KJ (2005),Induction of transplantation tolerance-thepotential of regulatory T cells, TransplImmunol., 14, 225–230.

[8] Kim J, Rasmussen J, Rudensky A (2007),Regulatory T cells prevent catastrophicautoimmunity throughout the lifespan ofmice, Nat Immunol., 8, 191–197.

[9] Wood KJ, Sakaguchi S (2003),Regulatory T cells in transplantationtolerance, Nat Rev Immunol., 3, 199–210.

[10] Qin S, Cobbold SP, Pope H (1993),Infectious transplantation tolerance,Science., 259, 974–977.

[11] Trenado A, Charlotte F, Fisson S (2003),Recipient-type specific CD4+CD25+

regulatory T cells favor immunereconstitution and control graft-versus-host disease while maintaining graft-versus-leukemia, J Clin Invest., 112,1688–1696.

[12] Liu W, Putnam AL, Xu-Yu Z (2006),CD127 expression inversely correlateswith FoxP3 and suppressive function ofhuman CD4+ T reg cells, J Exp Med.,203, 1701–1711.

M. Rifa’i : Sel T Regulator Tipe Donor Diperlukan untuk Mencegah Kegagalan Transplantasi 369Sumsum Tulang Sistem Alogenik pada Model C57BL/6 → BALB/c

[13] Jordan MS, Boesteanu A, Reed AJ(2001), Thymic selection of CD4+CD25+

regulatory T cells induced by an agonistself-peptide, Nat Immunol ., 2, 301–306.

[14] Chen D, Zhang N, Fu S (2006),CD4+CD25+ regulatory T-cells inhibit theislet innate immune response and promoteislet engraftment, Diabetes., 55, 1011–1021.

[15] Fu S, Zhang N, Yopp AC (2004), TGF-beta induces Foxp3+ T-regulatory cellsfrom CD4+ CD25- precursors, Am JTransplant., 4, 1614–1627.

[16] Bushell A, Jones E, Gallimore (2005),The generation of CD25+ CD4+

regulatory T cells that prevent allograftrejection does not compromise immunityto a viral pathogen, J Immunol., 174,3290–3297.

[17] Chen ZM, O’Shaughnessy MJ, GramagliaI, Panoskaltsis-Mortari A, Murphy WJ,Narula S, Roncarolo MG, Blazar BR(2003), IL-10 and TGF-beta inducealloreactive CD4+, Blood., 101, 5076–5083