Knowledge Base Badan Regulator

343

description

Buku tentang Pengetahuan Dasar Sistem Penyediaan Air Minum di DKI Jakarta

Transcript of Knowledge Base Badan Regulator

Knowledge Base

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

di DKI JAKARTA

Edisi Pertama

Juli 2014

iii

Diterbitkan oleh:

Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta (BR

PAM DKI Jakarta)

Pengarah:

Ir Kris Tutuko (Ketua), Ir. Tano Baya (Anggota Bidang

Teknik), Harri Baskoro A, SH (Anggota Bidang Hukum),

Arzul Andaliza, Ak, MBA (Anggota Bidang Keuangan,

Drs. H. Dedy Pujasumedi, Msi (Anggota Bidang Humas)

Editor:

Tatit Palgunadi

Penyusun:

Tatit Palgunadi, Camelia Indah Murniwati, Subiyantoro,

Esther Junita, Birowo Winu Aji, Aldimas Akbar, Marsha

Kamila, R. Rachmat Arga

Pendukung:

Irmawan Kanani, Zulkarnaen Siregar, Benny Bunyamin,

Patmi Rita Andayani, Kemal M. Feroz Sadek, Nadia

Pramanita, Sayuti, Tarwan, Toto Sunyoto, Mursan, Didin,

Suraji

iv

Apresiasi Untuk Substansi:

Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pam Jaya,

PT. Pam Lyonnaise Jaya, PT. Aetra Air Jakarta, Perum Jasa

Tirta II, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian

Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, PDAM Tirta

Khatulistiwa Kota Pontianak, PT. Mecoindo (Itron),

Forum Air Jakarta (FAJ), IUWASH-USAID, Pelanggan Air

Minum DKI Jakarta

v

DAFTAR ISI

BAB I TEKNIK

CAKUPAN PELAYANAN 1

BERAPA JUMLAH PENDUDUK DKI JAKARTA? 7

NON REVENUE WATER 9

SUMBER AIR BAKU DKI JAKARTA 14

UNACCOUNTED FOR WATER (UFW) 16

APAKAH SIPHON ITU? 19

AKURASI METER AIR 23

KALIBRASI ATAU TERA ULANG 27

KONTRIBUSI KEBOCORAN AIR DI DKI JAKARTA 31

DIMANAKAH AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH

JAKARTA DIOLAH? 33

BERAPA JUMLAH AIR BERSIH JAKARTA YANG

HILANG? 37

vi

PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR BERSIH 39

KONDISI SUNGAI DI DKI JAKARTA 43

3K (KUANTITAS, KUALITAS, KONTINUITAS) 49

PENCAPAIAN ASPEK KUANTITAS DI WILAYAH

DKI JAKARTA 51

KUALITAS AIR DI DKI JAKARTA 55

KONTINUITAS PELAYANAN 24 JAM 59

PELAYANAN AIR MINUM VERSI RPJMD DKI

JAKARTA 61

PENCEMARAN AIR BAKU DARI KANAL TARUM

BARAT (KTB) 65

FLUKTUASI KEBUTUHAN AIR 69

RENCANA JANGKA PANJANG PAM JAYA

2014-2018 71

PERSOALAN MENGHITUNG CAKUPAN

PELAYANAN AIR MINUM PERPIPAAN DI DKI

JAKARTA 75

PENYEBAB KEBOCORAN AIR DI WILAYAH DKI

JAKARTA 77

PENETAPAN JUMLAH DAN FREKUENSI

PEMERIKSAAN KUALITAS AIR 81

UPRATING INSTALASI PENGOLAHAN AIR 83

HEMAT AIR, BAGI SIAPA?, UNTUK SIAPA? 85

LANGKAH UPRATING IPA 89

SISA KHLOR DALAM PIPA DISTRIBUSI AIR

MINUM 91

vii

BAGAIMANA AIR BISA SAMPAI KE

PELANGGAN? 95

PEMBAGIAN AREA PELAYANAN DALAM

JARINGAN DISTRIBUSI 97

PEMBAGIAN AREA PELAYANAN PADA

JARINGAN DISTRIBUSI DI JAKARTA 99

TEKANAN AIR 105

DISTRICT METERING AREA (DMA) 107

METODE PEMASANGAN PIPA DISTRIBUSI AIR

BERSIH 111

PEMASANGAN PIPA DENGAN METODE

MICROTUNNELING (BORING MACHINE) 113

PENGOLAHAN LUMPUR IPA DENGAN

DECANTER CENTRIFUGE 117

FILTER BACKWASH RECYCLING

JARINGAN PIPA DISTRIBUSI AIR MINUM DI DKI

JAKARTA 123

DETEKSI KEBOCORAN DENGAN GAS HELIUM 129

MONITORING DAN KONTROL TERHADAP

KUALITAS AIR 133

UJI COBA PERTAMA KALI INSTALASI

PENGOLAHAN AIR 137

RIVER BANK FILTRATION 143

MEMBUANG UDARA YANG TERPERANGKAP

DI DALAM PIPA 147

SISTEM PENGOLAHAN AIR MODEREN 151

viii

TYPE AIR VALVE 155

INDEKS 3K DKI JAKARTA 159

LANGKAH-LANGKAH YANG DIPERLUKAN BAGI

PENGELOLAAN AIR MINUM DKI JAKARTA 163

BIOFILTRASI DI IPA TAMAN KOTA 169

UPAYA PEMANTAUAN KINERJA OPERATOR AIR

MINUM DKI JAKARTA 173

TEKNOLOGI MEMBRAN 177

SISTEM MONITORING 183

CONVENTIONAL FLUSHING VS

UNI-DIRECTIONAL FLUSHING 187

VERIFIKASI DAN KALIBRASI 191

KANDUNGAN BESI DI DALAM AIR DAN

PROSES PENYISIHANNYA 195

DROPPING TEST ATAU FILLING TEST 201

WATER SAFETY PLAN (WSP) 205

PRETREATMENT UNTUK TEKNOLOGI

MEMBRAN 209

AIR DI BAK HABIS, KEMANA? 213

BAB II HUKUM

WEWENANG MENGELOLA DAN MELAYANI AIR

MINUM DI DKI JAKARTA 217

ix

BAGAIMANA SISTEM PENYEDIAAN AIR

MINUM (SPAM) DISELENGGARAKAN? 219

STAKEHOLDER PELAYANAN AIR MINUM DKI

JAKARTA 221

PERIZINAN PENGGUNAAN AIR BAKU UNTUK

AIR MINUM 225

PELUANG BANTUAN PEMERINTAH 227

STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) 229

SANKSI DAN DENDA 233

INDIKATOR SISTEM PENGENDALIAN

KUALITAS AIR MINUM AETRA TAHUN 2009 235

PELAKSAAN KEGIATAN INVESTASI DAN

OPERASIONAL 239

BAB III KEUANGAN

APAKAH WATER CHARGE ITU? 241

APAKAH AFFORDABILITAS ITU? 243

BAGAIMANA AFFORDABILITAS PELANGGAN

DKI JAKARTA? 245

CARA MENGHITUNG TARIF PROGRESIF 249

PERHITUNGAN TARIF PROGRESIF PELANGGAN

METER BESAR 251

x

DASAR PENENTUAN TARIF PELANGGAN AIR

MINUM 255

DUAL TARIF DKI JAKARTA 259

TUNGGAKAN TAGIHAN REKENING 263

TARIF YANG BERBEDA BAGI PELANGGAN AIR

MINUM DI RUMAH SUSUN 265

PETA TARIF RATA-RATA PELANGGAN DKI

JAKARTA 269

BAB IV HUBUNGAN PELANGGAN

JENIS PELANGGAN AIR BERSIH DKI JAKARTA 271

KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN DKI

JAKARTA 273

POLA KONSUMSI PELANGGAN RUMAH

TANGGA DKI JAKARTA 277

ZERO CONSUMPTION 283

DIMANAKAH BANYAK PELANGGAN “ZERO”? 285

BAGAIMANA PERTAMBAHAN/PENGURANGAN

PELANGGAN AIR MINUM DI DKI JAKARTA? 289

KOMPOSISI PELANGGAN DOMESTIK DAN

NON DOMESTIK DKI JAKARTA 293

PENCAPAIAN KUALITAS AIR VERSUS KELUHAN

PELANGGAN 297

xi

PERKEMBANGAN KUALITAS PELAYANAN AIR

MINUM DKI JAKARTA 301

MONITORING KONTINUITAS DAN TEKANAN

AIR PADA PELANGGAN 305

BAGAIMANA PELAYANAN AIR MINUM DI

WILAYAH CILINCING? 309

PETA KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN

DKI JAKARTA 313

PELAYANAN PUBLIK 315

PENYEBARAN PELANGGAN AIR MINUM DKI

JAKARTA 319

1 TEKNIK

CAKUPAN PELAYANAN

SALAH satu Target Teknis dalam perjanjian kerjasama

PAM JAYA dengan mitra swasta adalah Cakupan

Pelayanan.

Cakupan pelayanan adalah angka persentase yang

menggambarkan jumlah jiwa yang terlayani oleh

sambungan pelanggan dari jumlah total jiwa populasi

daerah pelayanan.

2

Persamaannya adalah :

Jenis sambungan pelanggan yang dihitung dalam

Cakupan Pelayanan ini adalah jenis sambungan domestik

yang ditunjukkan pada tabel.

Populasi jumlah penduduk setiap operator adalah PALYJA

4.591.557 jiwa, dan AETRA 4.716.053 jiwa (data

Desember 2013) sehingga JAKARTA : 9.307.610 jiwa.

Dengan angka-angka tersebut di atas maka menurut versi

laporan bulanan operator (PALYJA dan AETRA) maka

tingkat cakupan pelayanan DKI Jakarta adalah :

3

Demikianlah mengenai dari mana asal muasal angka

Cakupan Pelayanan Air Minum di DKI Jakarta.***

4

5

BERAPA JUMLAH PENDUDUK DKI

JAKARTA?

TERKAIT dengan tulisan Cakupan Pelayanan, salah satu

input dari besaran angka Cakupan Pelayanan adalah :

jumlah popupasi daerah pelayanan.

Beberapa sumber yang digunakan sebagai dasar

penentuan Populasi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :

Hasil sensus Penduduk DKI Jakarta tahun 2010

oleh BPS : 9.607.787 jiwa (sumber : BPS)

Jakarta dalam angka 2013 : 9.991.788 jiwa

(sumber : BPS)

8

Dinas kependudukan dan catatan sipil (November

2011) : 10.187.595 Jiwa (sumber : jakarta.go.id)

Data yang digunakan Palyja dan Aetra : 9.307.610

Jiwa.

Dari sekian banyak versi jumlah penduduk DKI, jika

kemudian dijadikan input rumus cakupan pelayanan,

tentunya akan menghasilkan angka yang berbeda2 pula.

Data mana yang akan digunakan sebagai input tersebut

haruslah menjadi kesepakatan para pihak.***

NON REVENUE WATER

NRW (Non Revenue Water) merupakan jumlah air yang

tidak terjual atau biasa disebut dengan air tak berekening.

NRW merupakan salah satu target teknis dalam Perjanjian

Kerjasama antara PAM Jaya dan Mitra Swasta. Nilai NRW

didapat dari selisih volume air yang tersalurkan dari

instalasi dengan volume air terjual dan tercatat.

International Water Association (IWA) mendefinisikan

tentang Neraca Air Standar seperti ditunjukkan pada tabel

berikut:

10

11

System Input Volume atau Volume Input Sistem

merupakan volume air yang disalurkan ke system

distribusi.

Billed Authorised Consumption atau Konsumsi Resmi

Berekening merupakan volume air yang tercatat oleh

meter dari seluruh pelanggan baik domestik maupun non

domestik (termasuk air curah).

Non-Revenue Water atau Air Tak Berekening merupakan

perbedaan antara System Input Volume atau Volume Input

Sistem dan Billed Authorised Consumption. ***

SUMBER AIR BAKU DKI JAKARTA

DKI Jakarta dengan penduduk 9 juta-an, ternyata hampir

seluruh kebutuhan air baku untuk air minumnya berasal

dari luar wilayah DKI Jakarta.

Sumber air baku bagi Jakarta meliputi : Tarum Barat

(Jatiluhur)+KBB (82%), Kali Krukut (2%), Cengkareng

Drain (1%), Air Curah dari Tanggerang (15%).

14

Dari 52 m3 air yang dipompakan di bendung curug (awal

dari saluran tarum barat di kabupaten Kerawang), akan

tiba di Jakarta sebesar 16 m3. (dibantu juga dengan

sumber setempat berupa suplesi air sungai Cikarang).

Dengan komposisi sumber air dari wilayah Jakarta hanya

3%, tentunya hal ini menempatkan posisi sumber air baku

jakarta dalam kesetimbangan yang rawan.***

UNACCOUNTED FOR WATER (UFW)

APA perbedaan UFW dengan NRW?

Unaccounted for Water (UFW) merupakan perbedaan

antara jumlah air yang disalurkan ke jaringan distribusi

pelanggan (System Input Volume) dan jumlah air yang

dikonsumsi secara resmi (Authorized Consumption). UFW

mempunyai 2 komponen, yaitu Real Losses atau

kehilangan fisik akibat kebocoran pipa dan Apparent

Losses atau kehilangan komersial akibat konsumsi tidak

resmi dan ketidakakuratan meter.

16

Berdasarkan definisi UFW di atas dan tulisan sebelumnya

tentang Non Revenue Water, maka UFW merupakan

bagian dari NRW.

Unbilled Authorised Consumption atau Konsumsi Resmi

Tak Berekening mencakup fire fighting and training,

flushing pipa, pembersihan jalan, penyiraman taman, air

mancur umum, air untuk gedung kantor, dll yang memang

tidak berekening baik tercatat maupun tidak tercatat sesuai

dengan kebijakan setempat.

Oleh karena itu, apabila tidak ada Unbilled Authorised

Consumption maka UFW sama dengan NRW. Untuk lebih

jelasnya, bisa dilihat tabel neraca air dari International

Water Association (IWA) berikut.

17

APAKAH SIPHON ITU?

AIR baku untuk DKI Jakarta sebanyak 82% dialirkan

melaui saluran Kanal Tarum Barat (KTB) yang

membentang sepanjang 70 km dari sisi timur jakarta

(Curug,Kerawang hingga Cawang, Jakarta Timur)

Saluran terbuka sepanjang 70 km tersebut melintasi 3

sungai besar yaitu Sungai Cibeet, Sungai Cikarang, dan

Kali Bekasi. Untuk menjaga kualitas air yang mengalir di

dalam saluran KTB ini, maka dibangunlah perlintasan

saluran melalui bawah sungai, yang dikenal dengan istilah

SIPHON.

20

21

Awalnya siphon hanya dibangun di Sungai Cibeet, dan kali

ini baru selesai dibangun siphon kedua yaitu di Kali Bekasi.

22

Fungsi siphon ini adalah agar air yang mengalir di dalam

saluran KTB, tidak tercampur oleh sungai yang

dilintasinya, sehingga kualitas air di dalam KTB relatif bisa

terkendali.

Dalam setiap bengunan siphon disediakan juga pintu air

yang tetap bisa mengijinkan air sungai yang dilintasi tadi

masuk ke saluran KTB dengan pengaturan tentunya, hal

ini menjadikan debit air di saluran KTB tetap terjaga

kuantitasnya.***

AKURASI METER AIR

SETIAP Pelanggan air minum yang tersambung ke

perpipaan milik PAM JAYA akan juga dipasang meteran air

sebagai acuan pemakaian air oleh pelanggan.

Definisi meter air menurut SNI 2547:2008 adalah : alat

untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi

dengan unit sensor, unit penghitung, dan unit indikator

pengukur untuk menyatakan volume air yang lewat.

Berbicara alat ukur, tentu erat kaitannya dengan akurasi.

24

25

Dulu akurasi meter air menggunakan standar SK SNI S-

01-1990-F, dimana meter air dinyatakan dalam 3 kelas

berdasar nilai besaran Qmin (debit minimal) dan Qt (debit

transisi) meter air dibagi menjadi 3 kelas metrologis

dengan Qn (debit normal) kurang dari 15 m3/jam. Kelas A

Qmin = 0,04 Qt = 0,1Qn; Kelas B Qmin = 0,02Qn Qt =

0,08Qn; Kelas C Qmin = 0,01Qn Qt = 0,015Qn. Sedang

dalam peraturan ISO 4064-1:1993 ditambah dengan kelas

D Qmin = 0,0075Qn, Qt = 0,0115Qn.

Kini akurasi meter air di Indonesia menggunakan acuan

SNI 2547:2008 yang membagi meter air menjadi

berdasarkan nilai R yang sebanding dengan nilai Q3/Q1

(dulu berarti Qn/Qmin, catatan : dulu Qt berarti Q2),

singkatnya water meter kelas B dulu sebanding dengan

kelas R 50 sekarang, dan kelas C dulu sebanding dengan

kelas R 100 atau R 160 atau R 250, dst.

Semakin besar angka R nya maka semakin akurat meter

air tersebut, dan tentu saja semakin mahal harganya.

Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar nilai R nya,

maka debit air yang bisa diukur semakin kecil (artinya

semakin presisi).

Pemilihan meter air juga bergantung kepada diameter

berapa yang mau dipasang, karena seperti terlihat pada

grafik berikut ini, berbeda diameter berbeda juga kapasitas

yang bisa diukur.

26

KALIBRASI ATAU TERA ULANG

SETIAP alat ukur termasuk meter air harus dilakukan tera

ulang atau kalibrasi.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no 2 tahun 1981

tentang Metrologi Legal, selanjutnya di dalam PP nomer 2

tahun 1985 tentang WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK

DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-

SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,

DAN PERLENGKAPANNYA pasal 2 berisi : UTTP yang

secara langsung atau tidak langsung digunakan atau

disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan

28

menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau

penimbangan untuk: a.kepentingan umum; b. usaha; c.

menyerahkan atau menerima barang; d. menentukan

pungutan atau upah; e. menentukan produk akhir dalam

perusahaan;f. melaksanakan peraturan perundang-

undangan; wajib ditera dan ditera ulang.

29

Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005

dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah

serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara

nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem

pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur,

dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari

besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.

Pengertian menera (Tera) menurut UU no 2 tahun 1981

pasal 1.q ialah hal menandai dengan tanda tera sah atau

tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan

keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah

atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh

pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan

pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar,

timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai;

Kapan Tera ulang/kalibrasi ini harus dilakukan?

Jika melihat Peraturan Mentri Perdagangan 75/M-

DAG/PER/12/2012 tentang Tanda Tera tahun 2013 dalam

pasal 2 menyatakan : Tanda Sah Tahun 2013 memiliki

masa berlaku terhitung sejak tanggal pembuhan dan/atau

pemasangannya sampai dengan Tanda Sah rusak, atau :

a. Saat alat-alat ukur dari gelas mengalami retak, pecah,

atau rusak; b. tanggal 30 November 2023 untuk meter kWh

1 (satu) fase dan 3 (tiga) fase; c. Tanggal 30 November

2019 untuk tangki ukur apung dan tangki ukur tetap; d.

tanggal 30 November 2018 untuk meter gas tekanan

rendah dan meter air rumah tangga; e. Tanggal 30

November 2015 untuk meter prover, bejana ukur yang

khusus digunakan untuk menguji meter prover, dan alat

30

ukur permukaan cair (level gauge); dan f. Tanggal 30

November 2014 untuk UUTP selain yang dimaksud pada

hufug a sampai e.

Nampak terlihat bahwa tera ulang untuk meter air rumah

tanggal berlaku untuk jangka waktu 5 tahun.***

KONTRIBUSI KEBOCORAN AIR DI

DKI JAKARTA

SETELAH memahami definisi dari UFW dan NRW,

pertanyaan selanjutnya adalah apa saja penyebab

kebocoran air di Jakarta?

Belum ada sumber terkini yang dapat menjelaskan apa

saja sumber dari penyebab kebocoran air di Jakarta, pihak

PAM JAYA dan operator setiap bulannya melaporkan

angka UFW dalam skala wilayah pelayanannya (wilayah

Barat dan Wilayah Timur), yang bersumber dari selisih Air

yang di Produksi (terdistribusi) dengan air yang Terjual.

32

Mott Mac Donald dalam bahan presentasi berjudul NRW

Water Program, Jakarta case study pada tanggal 31

Januari 2007 menampilkan figure sebagai berikut :

Nampak bahwa pada saat itu kontribusi terbesar

kebocoran air berturut turut berasal dari Bill (penagihan),

Bocor di pipa sekunder dan tersier, sambungan ilegal,

konsusmsi ilegal, kerusakan meter air, kebocoran di pipa

utama, Kebocoran yang tidak teridentifikasi, kebocoran di

sambungan rumah.

Bagaimana konsdisi saat ini? ***

DIMANAKAH AIR BAKU UNTUK AIR

BERSIH JAKARTA DIOLAH?

SEBELUM didistribusikan ke pelanggan, air baku yang

bersumber dari luar Jakarta dan wilayah Jakarta sendiri

(lihat Sumber Air Baku DKI Jakarta) diolah di Instalasi

Pengolahan Air (IPA) supaya memenuhi standar kualitas

air minum Permenkes No. 492 Tahun 2010.

34

35

Terdapat 6 IPA yang beroperasi saat ini yaitu IPA

Pejompongan I (kapasitas 2.200 l/det), IPA Pejompongan

II (3.800 l/det), IPA Cilandak (400 l/det), dan IPA Taman

Kota (200 l/det),untuk bagian barat.

IPA Buaran (I dan II) total 5.000 l/det, dan IPA Pulogadung

(4.000 l/det) untuk bagian timur. Untuk lebih jelas, lokasi

masing-masing IPA ditunjukkan pada gambar berikut.

Air baku yang berasal dari Saluran Tarum Barat (Jatiluhur)

diolah di IPA Pejompongan I, IPA Pejompongan II, IPA

Buaran dan IPA Pulogadung. Air baku yang berasal dari

Kali Krukut diolah di IPA Cilandak. Air baku yang berasal

dari Cengkareng Drain diolah di IPA Taman Kota. ***

BERAPA JUMLAH AIR BERSIH

JAKARTA YANG HILANG?

AIR baku yang sudah diolah di IPA ditambah dengan air

curah dari Tangerang kemudian disalurkan ke pelanggan.

Volume air yang tersalurkan tersebut tidak seluruhnya

terjual dan tercatat. Volume air yang tidak terjual ini dapat

dikatakan volume air yang hilang atau bocor (lihat kembali

Kontribusi Kebocoran Air di Jakarta).

Setiap bulannya, operator memberikan data volume air

yang tersalurkan dan volume air yang terjual dan tercatat

sehingga dapat diketahui berapa volume air bersih yang

hilang. Untuk lebih jelas, berikut tabel neraca air bersih

Jakarta untuk bulan Januari 2014.

38

Persentase air bersih Jakarta yang hilang pada bulan

Januari 2014 ditunjukkan pada diagram berikut.

Sebanyak 45% air yang sudah diolah di IPA tidak sampai

ke pelanggan. ***

PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI

AIR BERSIH

SEBELUM dialirkan ke pelanggan, air baku melalui

serangkaian proses pengolahan di IPA (lihat Dimanakah

Air Baku untuk Air Bersih Jakarta Diolah?) hingga menjadi

air bersih. Terdapat 5 tahap proses pengolahan sampai

menjadi air bersih. Tahapan proses pengolahan tersebut

adalah koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan

desinfeksi.

40

41

Tahap pertama adalah koagulasi yaitu proses

pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku

sehingga membentuk campuran yang homogen dengan

disertai pengadukan cepat. Tipe koagulator terdiri dari tipe

hidrolis dan tipe mekanis. Koagulan yang digunakan antara

lain Aluminium Sulfat dan Polyaluminium Chloride (PAC).

Waktu pengadukan 30 – 120 detik dengan nilai gradien

kecepatan (G/detik) > 750.

Tahap kedua adalah flokulasi yaitu proses pembentukan

partikel flok yang besar dan padat dengan cara

pengadukan lambat agar dapat diendapkan. Tipe flokulator

terdiri dari tipe hidrolis, mekanis, dan clarifier. Waktu

kontak berkisar 20 – 100 menit. Nilai G/detik berkisat 100 –

5.

Tahap ketiga adalah sedimentasi yaitu proses pemisahan

padatan dan air berdasarkan perbedaan berat jenis

dengan cara pengendapan. Tipe bak sedimentasi terdiri

dari bak persegi (aliran horizontal), bak persegi aliran

vertikal (menggunakan pelat/tabung pengendap), bak

bundar (aliran vertikal – radial dan kontak padatan), serta

tipe clarifier. Kedalaman bak berkisar antara 3 – 6 meter

(bak persegi dan bak bundar) serta 0,5 – 1 meter (clarifier).

Waktu retensi 1 – 3 jam (untuk tipe bak persegi horizontal

dan bak bundar), 0,07 jam (waktu retensi pada

pelat/tabung pengendap), dan 2 – 2,5 jam (tipe clarifier).

Tahap keempat adalah filtrasi (saringan pasir cepat) yaitu

proses pemisahan padatan dari air melalui media

penyaring seperti pasir dan antrasit. Jenis saringan terdiri

dari saringan biasa (gravitasi), saringan dengan pencucian

42

antar saringan, dan saringan bertekanan. Kecepatan

penyaringan 6 – 11 m/jam (saringan biasa dan saringan

dengan pencucian antar saringan) dan 12 – 33 m/jam

(saringan bertekanan).

Tahap kelima adalah desinfeksi yaitu proses pembubuhan

bahan kimia untuk mengurangi zat organik pada air baku

dan mematikan kuman/organisme. Desinfektan yang

digunakan antara lain gas khlor dan kaporit.

(Untuk detail kriteria perencanaan masing-masing unit IPA

bisa dilihat dalam Revisi SNI 19-6774-2002)

Setelah melewati proses pengolahan tersebut, air bersih

siap didistribusikan ke pelanggan. ***

KONDISI SUNGAI DI DKI JAKARTA

JAKARTA sebagai ibukota negara Republik Indonesia

dilalui puluhan sungai. Seberapa besar potensi sumber air

baku yang bisa dimanfaatkan dari sungai-sungai di wilayah

DKI Jakarta ini?

Berdasarkan Kajian yang pernah dilakukan oleh BR PAM

DKI pada tahun 2012 (Kajian Sumber Air Baku DKI Jakarta

2012), dilakukan kajian terhadap 10 sungai potensial di

wilayah DKI Jakarta yaitu : Cengkareng Drain; Kali

Cipinang; Saluran Mookevart; Kali Angke; Kali Krukut; Kali

Baru Timur; Kali Grogol; Kali Sunter; Kali Ciliwung; Kali

Pesanggrahan.

44

45

Air sungai yang sudah dimanfaatkan oleh PAM Jaya saat

ini adalah Kali Krukut dan Cengkareng Drain.

Selanjutnya akan dilihat bagaimana potensi keandalan

debit dari sungai-sungai tersebut, serta kualitas air nya

yang selanjutnya dikaji juga jenis alternatif pengolahan apa

yang cocok untuk setiap sungai.

Kuantitas debit dari sungai yang dikaji dapat dilihat pada

tabel berikut ini:

Nampak bahwa saat dilakukan pengukuran debit pada

puncak musim kemarau, ke 10 sungai tersebut memiliki

debit dalam kisaran dibarah 5 m3/det dan 2 buah sungai

memilki debit 10-50 m3/det.

Kualitas serta jenis alternatif pengolahan bagi masing-

masing sungai, ditampilkan dalam tabel berikut ini:

46

47

Kualitas air sungai ini dikelompokkan menjadi 4 kategori

beserta alternatif pengolahannya, yaitu :

Kondisi terburuk I (Kali Cipinang) pengolahan air didahului

dengan aerasi,>activated sludge>pengolahan

lengkap>saringan pasir lambat>karbon aktif>Reverse

Osmosis.

Kondisi terburuk II (Kali Cengkareng) yang payau

pengolahan air didahului dengan aerasi,> pengolahan

lengkap>karbon aktif>Reverse Osmosis.

Kondisi Sedang III ( Mookervat, Danau Setia Budi, Kali jati

Kramat, Angke, Kali krukut) pengolahan air didahului

dengan aerasi,>pengolahan lengkap> saringan pasir

lambat>karbon aktif.

Kondisi Ringan IV (Kali Baru Timur,Kali Grogol,Kali

Sunter)pengolahan air didahului dengan

aerasi,>pengolahan lengkap>saringan pasir

lambat>karbon aktif.***

(sumber tabel : Kajian Sumber Air Baku DKI Jakarta 2012)

3K (KUANTITAS, KUALITAS,

KONTINUITAS)

AIR yang sudah diolah di IPA selanjutnya didistribusikan

melalui jaringan pipa distribusi sampai ke pelanggan. Air

yang sampai di pelanggan harus sesuai dengan standar

pelayanan yang telah ditetapkan baik dari segi Kuantitas,

Kualitas, dan Kontinuitas atau yang sering disebut dengan

3K.

Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007

tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum, standar pelayanan 3K adalah

sebagai berikut:

50

Kuantitas

Jumlah air mencukupi minimal untuk mandi, makan, dan

minum, atau sesuai yang telah ditetapkan dalam

perencanaan;

Tekanan air di pelanggan (titik jangkauan pelayanan

terjauh) minimum 1 atm.

Kualitas

pH antara 6,0 – 7,5;

Bakteriologis, yaitu bakteri E-colli = 0;

sisa chlor minimal 0,2 ppm.

Kontinuitas

Air harus mengalir di pelanggan selama 24 jam perhari.

Bagaimana kondisi 3K pelayanan air minum di DKI Jakarta

saat ini?, silakan klik pada tulisan berikut mengenai

Kuantitas, Kualitas, dan Kontinuitas.***

PENCAPAIAN ASPEK KUANTITAS DI

WILAYAH DKI JAKARTA

SALAHSATU aspek yang harus dipenuhi dalam standar

pelayanan adalah aspek kuantitas (lihat 3K). Aspek

kuantitas dilihat dari besarnya tekanan air di pelanggan.

PAM Jaya dan kedua operator sepakat (tertuang dalam

Perjanjian Kerjasama) untuk memenuhi Tekanan air

minimal sebesar 0,75 atm di titik Pelanggan. Monitoring

dilakukan dengan melakukan pengukuran secara periodik

di titik-titik yang mewakili seluruh Permanen Area (PA) di

Palyja dan juga Primary Cell (PC) di Aetra. Berdasarkan

Target Perjanjian Kerjasama, untuk aspek kuantitas harus

dipenuhi di 100% titik pengamatan.

52

Berdasarkan laporan bulan Januari 2014, dari total 154 titik

sampel tekanan di titik pelanggan yang disepakati, hanya

62 titik yang mempunyai tekanan > 0,75 atm atau 40%

yang memenuhi dari aspek kuantitas.

53

Jika setiap titik dikonversikan kepada jumlah pelanggan di

setiap PA/PC nya, maka pada bulan Januari 2014 dari total

803.666 pelanggan air minum di DKI Jakarta, hanya

236.264 pelanggan atau 29% yang mendapatkan air

sesuai standar pelayanan untuk aspek kuantitas.

Peta di atas menunjukkan wilayah yang mempunyai

tekanan air di titik pelanggan < 0, 75 atm atau tidak

memenuhi standar pelayanan (diarsir warna merah), yang

terdapat di wilayah utara dan barat Jakarta. ***

KUALITAS AIR DI DKI JAKARTA

PENGAMATAN kualitas air yang sampai di pelanggan

dilakukan di wilayah DWA (Drinking Water Area) dengan

mengacu pada parameter kualitas air minum Permenkes

492 tahun 2010. Berdasarkan Permen PU No.

18/PRT/M/2007, kualitas air minum harus memenuhi

standar pelayanan untuk parameter pH, E. coli, dan Sisa

Chlor. Kualitas air minum DKI Jakarta di wilayah DWA

ditunjukkan pada tabel berikut.

56

Berdasarkan tabel di atas, ketiga parameter kualitas yaitu

pH, E. coli, dan sisa chlor memenuhi standar sesuai

Permen PU dan Permenkes.

Pada Januari 2014. Berdasarkan Target Perjanjian

Kerjasama, harus dipenuhi 100% titik sampling. Jumlah

sampel dan jumlah sambungan yang memenuhi kualitas

air minum di DKI Jakarta ditunjukkan pada tabel berikut.

57

Presentase DWA yang memenuhi kualitas air minum

sebesar 99%. DWA yang tidak memenuhi kualitas air

minum (bertanda merah) pada bulan Januari 2014 antara

lain di daerah Senen, Kayu Putih, Pisangan Timur,dan

Kramat Jati. ***

KONTINUITAS PELAYANAN 24 JAM

KESINAMBUNGAN pelayanan aliran air ke pelanggan

diwujudkan dengan terselenggaranya aliran air ke

pelanggan selama 24 jam setiap hari, berdasarkan hasil

survey yang dilaksanakan pada tahun 2013 pelanggan

yang mendapatkan aliran air selama 24 jam sebesar

53,3%.

60

Berdasarkan peta di atas, pelayanan air mengalir yang

mengalami kendala (bertanda merah) yaitu terdapat di

daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. ***

PELAYANAN AIR MINUM VERSI

RPJMD DKI JAKARTA

DI dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-2017

memuat juga tentang pelayanan air minum.

Terdapat 2 kategori pelayanan air bersih yaitu

Berdasarkan fasilitas Air Minum

Berdasarkan cara memperoleh Air Minum

62

Sekitar 72,81 persen rumah tangga di DKI Jakarta

memiliki fasilitas air minum milik sendiri (termasuk

sumur). Sekitar 21,31 persen rumah tangga masih

menggunakan fasilitas air minum secara bersama-sama

dengan rumah tangga lain, 5,36 persen rumah tangga

mempergunakan fasilitas air minum umum dan sisanya

sekitar 0,52 persen tidak memiliki fasilitas air minum.

Berdasarkan cara memperolehnya, konsumen air minum

dikelompokkan menjadi dua, yakni membeli dan tidak

membeli. Dikategorikan membeli apabila rumah tangga

menggunakan air minum dengan berlangganan PAM,

membeli air kemasan, atau pedagang air keliling.

63

Rumah tangga yang memperoleh air bersih dengan cara

tidak membeli umumnya berasal dari air tanah, yakni

sumur dan pompa. Hal ini dapat diartikan bahwa masih

cukup banyak rumah tangga yang menggunakan air tanah.

Jika dibandingkan dengan tahun 2000, tampak adanya

peningkatan rumah tangga yang memperoleh air

minum dengan cara membeli, yaitu dari 54,44 persen

menjadi 78,29 persen pada tahun 2011, atau naik sekitar

23,85 persen.***

PENCEMARAN AIR BAKU DARI

KANAL TARUM BARAT (KTB)

KANAL Tarum Barat (West Tarum Canal) atau dikenal

dengan Kali Malang, adalah saluran yang membawa

sumber air baku terbesar bagi DKI Jakarta (baca: Sumber

Air Baku Jakarta).

Kualitas air baku di wilayah DKI Jakarta mengacu pada

Standar baku air baku golongan B : untuk air baku air

minum pada Pergub DKI Jakarta no 582 tahun 1995, yang

menyatakan salah satu ambang batas maksimum untuk air

baku air minum adalah Kekeruhan sebesar 100 NTU.

66

Sementara menurut laporan bulanan kualitas air Baku

yang masuk ke Instalasi Pejompongan, Buaran dan

Pulogadung, NTU yang masuk selalu melebihi 100 NTU.

Pembangunan siphon Bekasi (baca : Apakah Siphon itu?)

diharapkan akan bisa mengurangi masuknya pencemar

dari kali Bekasi. Namun masih ada persolan lain yaitu :

SAMPAH.

Sampah, kerap menjadi masalah dimana saja, termasuk di

saluran KTB ini. Hal ini memang konsekuensi logis dari

bentuk saluran terbuka yang terbentang sejauh lebih dari

70 km dan melewati area berpenduduk.

67

Sebagai ilustrasi, terdapat setidaknya 3 titik di tepian KTB

antara Bekasi-Cawang, sebagai tempat Pembuangan

Sampah Sementara (TPS). Keberadaan tempat sampah

tersebut di lahan tepi KTP memang merupakan persoalan

tersendiri bagi PJTII sebagai institusi yang berwenang

mengelola sekaligus bertanggung jawab atas kualitas air

baku di KTB.

Upaya PJT II juga sudah terlihat dari adanya program-

program dari Pemerintah Pusat terkait dengan Rehabilitasi,

Revitalisasi Aliran air dari waduk Jatiluhur. Kesemua

program dan upaya ini adalah guna terpenuhinya

68

kebutuhan air baku secara kuantitas, kualitas, dan

kontinuitasnya.***

(selengkapnya : Survey Awal Persiapan Rencana Aksi

Peran Serta Masyarakat Di Bantaran Saluran Tarum Barat,

oleh Forum Air Jakarta [FAJ])

FLUKTUASI KEBUTUHAN AIR

DALAM perencanaan sistem air minum, terdapat beberapa

kriteria yang dilakukan terkait dengan fluktuasi atau

perubahan kebutuhan akan air minum.

Flukuasi kebutuhan air umumnya terbagi menjadi Fluktuasi

Harian Maksimum serta Fluktuasi pada jam Puncak.

Fluktuasi Harian Maksimum adalah Besarnya Faktor hasil

perbandingan antara pemakaian terbesar dalam rentang

waktu dengan pemakaian rata-rata nya. Jadi misal

Pemakaian terbesar dalam satu minggu adalah 774

liter/hari, lalu pemakaian rata-rata dalam satu minggu

70

adalah 612 liter/hari. Maka Faktor puncak (Fp) nya adalah

= 774/612 = 1,26.

Fluktuasi Jam Puncak adalah besarnya Faktor hasil

perbandingan antara pemakaian puncak harian dengan

pemakaian rata-rata air jam puncak.

Besarnya Faktor fluktuasi menurut Dirjen Ciptakarya,

Pekerjaan Umum adalah seperti terlihat pada tabel berikut:

Adapun berapa besarnya Faktor Peak dan Faktor

Maksimum akan lebih tepat jika mengacu pada real survey

yang dilakukan di wilayah bersangkutan.

Lalu, digunakan untuk apakah Faktor Maksimum dan

Faktor Peak tersebut?

Faktor Maksimum lazim digunakan untuk mendapatkan

harga Debit Maksimum (dari debit rata-rata) sebagai bahan

untuk perencanaan unit-unit produksi.

Sementara Faktor Peak biasanya digunakan untuk

mendapatkan harga debit peak, sebagai bahan

perencanaan perpipaan distribusi.***

RENCANA JANGKA PANJANG

PAM JAYA 2014 – 2018

DI dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) PAM Jaya tahun

2014-2018 dapat dilihat bagaimana kinerja yang hendak

dicapai oleh DKI Jakarta dalam pelayanan air minumnya.

Disebutkan bahwa posisi pencapaian target teknis dan

standar pelayanan tahun 2014-2018 adalah :

Meningkatkan cakupan pelayanan dari 61%

menjadi 82,4%

Penambahan pelanggan baru rata-rata sekitar

70.000/tahun

Meningkatkan jumlah sambungan sekitar 800.000

menjadi 1.267.000

72

Meningkatkan volume Air Terjual dari 312 juta-m3

menjadi 543 juta-m3.

Menurunkan tingkat kehilangan air dari 42,5 %

menjadi sekitar 27,6 %

Kualitas air minum di titik sampling pelanggan di

seluruh area pelayanan.

Berikut adalah visualisasi grafik terhadap cakupan

pelayanan, kebutuhan air, dan supply air, serta pencapaian

Tingkat Kehilangan Air.

73

PERSOALAN MENGHITUNG

CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM

PERPIPAAN DI DKI JAKARTA

SEPERTI pernah dibahas mengenai Cakupan Pelayanan

sebelumnya, bahwa cakupan pelayanan Air Minum PAM

Jaya, dihitung berdasarkan jumlah jiwa terlayani jaringan

perpipaan.

Di dalam laporan bulanan operator, disampaikan jumlah

pelanggan dari 18 golongan pelanggan domestik (dari total

53 golongan pelanggan), yang kemudian di konversi

dengan masing-masing faktor jiwa per sambungan. Dari

angka-angka tersebut dihasilkan total jiwa yang terlayani

76

yang selanjutnya jika di bagi dengan total populasi

penduduk di area pelayanan, akan menghasilkan angka

Cakupan pelayanan.

Namun masih ada sejumlah jiwa yang terlayani air minum

perpipaan dan belum masuk dalam hitung-hitungan

cakupan pelayanan tersebut.

Sebagian dari mereka itu adalah pelanggan yang

mendapat pelayanan melalui sambungan Meter

Induk/Meter besar, semisal Meter besar untuk golongan

Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), juga meter

besar yang melayani area yang terdiri dari Apartemen,

Perumahan, tempat perbelanjaan.

Dengan kata lain terdapat juga jenis sambungan dengan

golongan Rumah Tangga, namun tidak termasuk dalam

“pelanggan rumah tangga” (karena setiap sambungan

rumah jenis ini tidak memiliki rekening PAM Jaya, biaya

penggunaan air mereka dibayar melalui rekening Meter

besar secara kumulatif tentunya)

Seberapa banyak type pelangan rumah tangga jenis ini,

dan berapa banyak jiwa yang terlayani di dalam jaringan

pelanggan seperti ini? Tentu hal ini akan mempengaruhi

angka Cakupan Pelayanan Air minum di DKI Jakarta.***

PENYEBAB KEBOCORAN AIR DI

WILAYAH DKI JAKARTA

PADA tanggal 13 April 2012, telah disepakati dan

ditandatangi bersama MoU IUWASH antara Direktorat

Pengembangan Air Minum-Dirjen Cipta Karya-PU, PAM

Jaya, Aetra, PALYJA dan tim IUWASH-USAID mengenai

Kesepakatan Bersama tentang Upaya Penurunan Air

Tidak Berekening.

Selanjutnya pada awal tahun 2013 telah diselesaikan dan

dipresentasikan output kegiatan tersebut untuk wilayah

PALYJA.

78

Adapun hal menarik yang diperoleh terkait dengan Lokasi

dan penyebab Kebocoran air di sisi Barat DKI Jakarta

adalah sebagai berikut :

Kehilangan Air cenderung terjadi di Permanen

Area (PA) yang besar dengan titik input lebih dari

satu.

Jumlah penemuan titik kebocoran tampak, jauh

lebih banyak darpada penemuan kebocoran tak

tampak (tak terlapor)

Kebocoran paling banyak terjadi pada pipa bahan

HDPE, pada tahun 2010 sebanyak 35.744 titik

(89% dari total kebocoran), tahun 2011 menjadi

51.312 titik (91,4%), disusul pipa jenis PVC

sebanyak 2.504 (4,46%), GIP : 1.374 (2,45%) dan

DCIP : 835 (1,49%)

Kebocoran infrastruktur didominasi oleh kebocoran

pipa sambungan pelanggan (SP) rata2 2010-2011

sebanyak 35.744 (89%) kebocoran, disusul oleh

kebocoran pada pipa sekunder dan pipa primer :

485 titik (1%)

Penyebab utama kebocoran di SP adalah akibat

installasi yang burutk (74%), pipa pecah (15%) dan

perbaikan yang buruk (3%)

Panjang pipa GIP di wilayah kerja Palyja pada

tahun 2012 adalah 180 km dan pipa AC sepanjang

3,7 km.

Dari tahun 2007 – 2011 telah dilakukan

penggantian pipa sebanjang 466 km, dimana 220

km diantaranya adalah penggantian pipa metal

dengan pipa non metal.

79

Sambungan dan pemakaian air tak resmi rata-rata

dalam 3 tahun hanya 2.624 temuan, dengan 1.334

temuan di UPP-Pusat, 760 temuan di UPP-Barat,

dan 530 temuan di UPP-Selatan

Penggantian meter dilakukan untuk meter anomali,

tidak ada program khusus untuk penggantian

meter dengan umur lebih dari 5 tahun

Penggantian meter anomali setiap tahun

cenderung manurun, tahun 2007 sebanyak 54.198

unit, pada tahun 2011 hanya 13.401 unit.

Kinerja pembacaan meter menunjukkan trend yang

membaik.

Kesalahan pembacaan meter dari bagian baca

meter dari tahun 2010 s/d 2012 dengan

pembacaan hasil survey Juli s/d Oktober 2012

cenderung membaik dari beda -13,2% (2010) naik

menjadi -7,7% (2011) atau kenaikan sebasar

42,5% dan pada tahun 2012 menjadi +9,8% atau

kenaikan 131%.***

PENETAPAN JUMLAH DAN

FREKUENSI PEMERIKSAAN

KUALITAS AIR

TERKAIT dengan tulisan Pencapaian Kualitas air versus

Keluhan Pelanggan memang perlu dikaji kembali metoda

terkait dengan angka pencapaian kualitas air.

Penentuan pencapaian serta metoda pemeriksaan kualitas

air mengacu pada Permenkes no 736 tahun 2010 tentang

Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum.

82

Di dalam lampiran peraturan tersebtu, disebutkan bahwa

penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air

minum baik secara eksternal maupun internal memiliki

frekuansi sedikitnya 1 bulan sekali.

Artinya, bisa saja kualitas air terpantau memenuhi syarat

pada saat dilakukan pemeriksaan, namun setelah itu

kualitas air menjadi buruk dalam jangka waktu satu bulan

berikutnya.

Nampaknya perlu dilakukan metode khusus terkait dengan

pelaporan kualitas air minum agar bisa memberikan situasi

yang mendekati kenyataan.***

UPRATING INSTALASI

PENGOLAHAN AIR

PERTAMBAHAN penduduk menyebabkan bertambahnya

pula kebutuhan akan air minum. Hal ini tentu juga

menuntut penambahan kapasitas Instalasi Pengolahan Air

(IPA).

Pilihan penambahan kapasitas IPA adalah dengan

membangun IPA Baru atau melakukan upaya peningkatan

kapasitas IPA Eksisting (uprating).

84

Sebagai ilustrasi

Biaya pembuatan WTP Baru Rata-rata Rp 100 juta

per liter/det (untuk membangun WTP kapasitas

300 l/det diperlukan biaya Rp 30 Milyar, biaya ini

diluar biaya penyediaan lahan, penyediaan air

baku, intake dan pompa.

Biaya Uprating dari kapasitas 300 l/det menjadi

600 l/det sebesar Rp 6 Milyar. (adalah untuk

mendapat tambahan 300 l/det)

Dengan penggambaran tersebut diatas, nampak bahwa

upaya uprating adalah pilihan yang ekonomis.

Pertimbangan lainnya adalah tentunya

persoalanketersediaan lahan untuk pembangunan IPA

Baru.***

HEMAT AIR

BAGI SIAPA? UNTUK SIAPA?

HEMAT AIR karena dunia berada di bawah ancaman krisis

air bersih. Termasuk di Indonesia, akses menuju air bersih

semakin sulit karena bertambahnya jumlah penduduk.

Demikian peringatan global untuk menyelamatkan dunia.

86

Terlintas pertanyaan naif: bagaimana hemat air dapat

berpengaruh secara global? Apakah upaya kita di Jakarta

menghemat air bersih, akan ada “saving water” yang akan

mencukupi kebutuhan air bersih bagi penduduk di gunung

kidul? Praktisi lingkungan hidup mungkin dapat

menjawabnya.

Kita coba tinjau di sini dari sisi pengguna air dan pengelola

air bersih.

Sebagai pelanggan apa alasan yang mendasari

tindakan mau untuk melakukan penghematan air?

Kemungkinan alasan utama menghemat air adalah

hemat biaya pembayaran air yang mahal.

Sebagai operator penyedia layanan air bersih, apa

alasan mendukung upaya penghematan air?

87

(bukankah jika pelanggan hemat air berarti

membayar lebih sedikit?). Alasan para operator

adalah keterbatasan air yang didistribusikan, bisa

karena keterbatasan air baku, atau juga

keterbatasan teknis pendistribusian air (seperti

tingkat kebocoran air yang tinggi).

Namun jika operator memilih untuk terus menambah

jumlah pelanggannya, sementara sumber air bersih yang

dapat didistribusikan kepada pelanggan belum dapat

ditingkatkan, artinya upaya melakukan penghematan air

juga menjadi tidak relevan.

Bagaimanapun pelanggan akan cenderung menggunakan

airnya jika ketersediaan berlimpah, atau ada pelanggan

yang secara „cerdas‟ dapat menjual kembali air bersih ini.

Ini menjadi masalah untuk operator dalam hal pelayanan

yang merata dan hemat air.

Pola pikir Pelanggan dan Operator dalam upaya

penghematan air akan seiring jika misalnya diterapkan

kebijakan mengalirkan air secara bergilir, artinya

pelanggan akan menyesuaikan penggunaan airnya

menjadi lebih bijak, dan operator pun akan mencukupi

kemampuan distribusi airnya.

Bagaimana pendapat para pengelola/operator terhadap

upaya penghematan air ini?***

(sumber foto : thejakartapost)

LANGKAH UPRATING IPA

MELANJUTKAN tulisan Uprating IPA sebelumnya, apa

saja yang lazim dilakukan dalam upaya uprating ini?

Setiap design IPA, selalu memiliki “faktor keamanan” yang

memang diterapkan untuk memberikan keleluasaan pada

saat opersionalnya.

Prinsip utama Uprating sesungguhnya adalah

meningkatkan kapasitas dengan mengacu pada faktor

keamaan yang diterapkan design IPA Eksisting. Dengan

demikian dapat diperkirakan seberapa besar uprating

suatu IPA dapat ditingkatkan.

90

Berikut adalah tabel mengenai upaya yang bisa dilakukan

pada Uprating, di setiap proses pengolahan air.

SISA KHLOR DALAM PIPA

DISTRIBUSI AIR MINUM

AIR minum yang didistribusikan ke palanggan harus

memenuhi persyaratan kualitas air minum seperti yang

disyaratkan dalam Permenkes 492/2010.

Salah satu upaya memenuhi kualitas air tersebut adalah

dengan melakuan desinfeksi atau membunuh bakteri

dengan membubuhi Khlor.

Keberadaan Khlor di dalam pipa distribusi minimal 0,2

mg/l, ini dikenal juga dengan kadar sisa khlor. Atas dasar

ini lah selanjutnya ditentukan berapa kadar Khlor yang

dibubuhkan pada titik awal distribusi atau titik yang

92

diinginkan, supaya sisa khlor masih berada pada kadar

yang diijinkan tadi.

Jika diamati kondisi sisa khlor di wilayah DKI Jakarta,

nampak bahwa semakin jauh dari pusat produksi maka

sisa khlor semakin kecil. Operator telah mengupayakan

penambahan titik pembubuh khlor di daerah yang

memerlukan penambahan khlor.

93

Sisa Khlor sebanyak 0,2 mg/l memberi petunjuk bahwa air

yang didistribusikan tidak memiliki cukup bakteri yang

sanggup mereduksi khlor, alias air minum tersebut bebas

kandungan mikrobiologis.***

BAGAIMANA AIR BISA SAMPAI KE

PELANGGAN?

SESUAI standar pelayanan yang telah ditetapkan baik dari

segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas, air hasil olahan

IPA didistribusikan melalui jaringan pipa distribusi sampai

ke pelanggan.

Jaringan distribusi terdiri dari jaringan distribusi utama

(distribusi primer), jaringan distribusi pembawa (distribusi

sekunder), jaringan distribusi pembagi (distribusi tersier),

dan pipa pelayanan. Peraturan Menteri PU No.

18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum menjelaskan sebagai

berikut:

96

Jaringan Distribusi Utama (JDU) atau distribusi

primer yaitu rangkaian pipa distribusi yang

membentuk zona distribusi dalam suatu wilayah

pelayanan SPAM. Untuk cakupan sistem kota,

diameter pipa pada JDU ini adalah ≥ 150 mm.

Jaringan distribusi pembawa atau distribusi

sekunder adalah jalur pipa yang menghubungkan

antara JDU dengan sel utama (Primary Cell).

Diameter pipa pada jaringan ini berkisar antara 100

– 150 mm.

Jaringan distribusi pembagi atau distribusi tersier

adalah rangkaian pipa yang membentuk jaringan

tertutup sel utama (Primary Cell). Diameter pipa

pada jaringan ini berkisar antara 75 – 100 mm.

Pipa Pelayanan adalah pipa yang menghubungkan

antara jaringan distribusi pembagi dengan

sambungan rumah. Diameter pipa pelayanan

berkisar antara 50 – 75 mm.

Bagaimana jaringan pipa distribusi di DKI Jakarta?***

PEMBAGIAN AREA PELAYANAN

DALAM JARINGAN DISTRIBUSI

UNTUK memudahkan pengendalian kehilangan air,

jaringan distribusi dibagi ke dalam beberapa kelompok

area pelayanan. Pembagian area pelayanan seperti yang

disebutkan dalam Peraturan Menteri PU No.

18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan

Sistem Penyediaan Air Minum terdiri dari:

Zona Distribusi suatu sistem penyediaan air minum adalah

suatu area pelayanan dalam wilayah pelayanan air minum

yang dibatasi oleh pipa jaringan distribusi utama (distribusi

primer). Pembentukan zona distribusi didasarkan pada

batas alam (sungai, lembah, atau perbukitan) atau

perbedaan tinggi lebih besar dari 40 meter antara zona

98

pelayanan dimana masyarakat terkonsentrasi atau batas

administrasi. Pembentukan zona distribusi dimaksudkan

untuk memastikan dan menjaga tekanan minimum yang

relatif sama pada setiap zona. Setiap zona distribusi dalam

sebuah wilayah pelayanan yang terdiri dari beberapa Sel

Utama (biasanya 5-6 sel utama) dilengkapi dengan sebuah

meter induk.

Sel utama (Primary Cell) adalah suatu area pelayanan

dalam sebuah zona distribusi dan dibatasi oleh jaringan

distribusi pembagi (distribusi tersier) yang membentuk

suatu jaringan tertutup. Primary Cell (PC) terdiri dari 5 – 10

Elementary Zone (EZ) atau sekitar 10.000 sambungan

rumah (SR).

Sel dasar (Elementary Zone) adalah suatu area pelayanan

dalam sebuah sel utama dan dibatasi oleh pipa pelayanan.

Sel dasar adalah rangkaian pipa yang membentuk jaringan

tertutup dan biasanya dibentuk bila jumlah SR mencapai

1000 – 2000 SR. Setiap sel dasar dalam sebuah Sel

Utama dilengkapi dengan sebuah Meter Distrik.

Bagaimana pembagian area pelayanan pada jaringan

distribusi di Jakarta? ***

PEMBAGIAN AREA PELAYANAN

PADA JARINGAN DISTRIBUSI DI

JAKARTA

PELAYANAN air minum di Jakarta dilakukan oleh 2

operator yaitu PALYJA (untuk bagian barat) dan Aetra

(untuk bagian timur). Kedua wilayah tersebut kemudian

dibagi lagi menjadi beberapa Zona Distribusi, Sel Utama

atau Primary Cell (PC), sampai dengan Sel Dasar atau

Elementary Zone (EZ).

100

Wilayah barat (PALYJA) dibagi ke dalam 3 zona distribusi

atau biasa disebut Unit Pelayanan PALYJA (UPP) yaitu

UPP Pusat, UPP Barat, dan UPP Selatan. Setiap UPP

terbagi lagi menjadi beberapa PC. Jumlah PC pada

jaringan distribusi PALYJA adalah sebanyak 84 PC.

Masing-masing PC terbagi lagi ke dalam beberapa EZ.

Jumlah EZ total sebanyak 363 EZ. Setiap EZ rata-rata

memiliki Sambungan Rumah (SR) sebanyak ± 1000 SR.

101

102

103

Wilayah timur (Aetra) dibagi ke dalam 3 zona distribusi

atau Strategic Business Unit (SBU) yaitu SBU Tengah,

SBU Utara, SBU Selatan. Setiap SBU terbagi menjadi

beberapa PC. Total PC keseluruhan adalah 76 PC.

Masing-masing PC tersebut terbagi lagi ke dalam

beberapa EZ. Jumlah EZ total sebanyak 371 EZ. Setiap

EZ rata-rata memiliki Sambungan Rumah (SR) sebanyak ±

1000 SR.

TEKANAN AIR

SALAH satu penilaian kinerja standar pelayanan dalam

Kerjasama Pelayanan Air Minum DKI Jakarta adalah

terpenuhinya tekanan air sebesar 0.75 atm di titik

pelanggan.

Tekanan sebesar 0.75 atm adalah setara dengan 0.75 Bar,

atau 7.5 meter kolom air, yang berarti pada titik pelanggan

air akan memancar setinggi 7.5 meter atau akan cukup

tekanannya untuk bisa mengalir ke lantai dua sebuah

rumah.

106

Air harus memiiki energi untuk bisa mengalir, energi itu

bisa berasal dari dari energi potensial karena perbedaan

elevasi, atau energi kinetik karena dorongan pompa.

Selanjutnya dalam pengalirannya di dalam pipa, energi itu

akan berkurang karena “hilang” akibat gesekan pipa.

Besarnya energi yang hilang disebut Head Loss, atau

kehilangan tekan.

Akhir dari perjalanan air itu setelah dikurangi dengan

akibat gesekan dengan pipa tadi menyisakan sisa energi

yang disebut dengan Sisa tekan, dan 0.75 atm itu adalah

sisa tekan termaksud.***

DISTRICT METERING AREA (DMA)

UPAYA menurunkan angka Tingkat Kebocoran Air dapat

dilakukan dengan terlebih dahulu memonitor kondisi air

yang didistribusikan, baik kubikasi air dan tekanannya.

Upaya monitoring tersebut tentu akan semakin mudah dan

teliti jika dilakukan di wilayah yang lebih kecil, dengan kata

lain membagi wilayah yang luas menjadi bagian-bagian

yang lebih kecil. Hal ini lah yang mendasari gagasan

dibentuknya DMA (District Metering Area).

108

Persyaratan untuk bisa menerapkan DMA pada suatu

lokasi antara lain : (1).Ada gambar daerah rencana DMA

(gambar GIS), (2).Sistem pengaliran dalam daerah

tersebut dapat ditutup/diisolasi. (3).Kepastian pipa inlet

(sumber), (4).Kondisi pengaliran baik (24 jam), (5).Ada

data tekanan, pola pengaliran, data pelanggan dan

pemakaian air, (6).Kondisi fisik jaringan dan asesoris

masih cukup baik.

109

Acessories yang diperlukan pada sebuah DMA adalah :

(1). Water meter induk, (2).Katub/valva, (3). PRV (Pressure

Reducing Valve), (4). Monitoring data logger untuk analisa.

Dengan membagi menjadi wilayah yang lebih kecil, tentu

akan lebih mudah diketahui lokasi penyebab Kebocoran

Air, sehingga upaya perbaikan bisa menjadi lebih

fokus/terarah.***

METODE PEMASANGAN PIPA

DISTRIBUSI AIR BERSIH

PEMASANGAN pipa distribusi air bersih dilakukan oleh

mitra swasta melalui kontraktor. Selama ini kontraktor

masih menggunakan metode Boring Manual dalam

pekerjaan pemasangan pipa distribusi air bersih.

Metode Boring Manual adalah metode pemasangan pipa

dengan menggunakan jasa tukang gali secara manual.

Metode ini masih memerlukan lubang galian yang berjarak

antara lubang pertama ke lubang kedua dan lubang

selanjutnya masing-masing kurang lebih 20 sampai

dengan 25 meter. Lubang ini digunakan tukang gali

tersebut untuk membuat lubang horizontal yang akan

dipasang pipa.

112

Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta

selaku pemberi izin pelaksanaan penempatan jaringan

utilitas di Provinsi DKI Jakarta sudah mensyaratkan

metode pemasangan pipa dengan metode Boring

Machine.

Perubahan metode pemasangan pipa dari metode Boring

Manual menjadi Boring Machine memerlukan waktu untuk

persiapan pelaksanaannya, khususnya bagi operator yaitu

perlu melakukan perubahan standar teknis dan desain,

penambahan biaya proyek, serta sosialisasi dan pelatihan

tentang pelaksanaan metode Boring Machine kepada

kontraktor.

Bagaimana metode Boring Machine dalam pemasangan

pipa?***

PEMASANGAN PIPA DENGAN

METODE MICROTUNNELING

(BORING MACHINE)

MICROTUNNELING adalah metode konstruksi tanpa

galian menggunakan mesin bor (Microtunnel Boring

Machines, MTBM) dan dikombinasikan dengan teknik pipe

jacking.

Pipe jacking adalah suatu teknik dalam pemasangan pipa

dengan mendorong pipa pra cetak ke dalam tanah dari

sebuah lubang vertikal/pit. Pipe jacking merupakan suatu

114

metode pemasangan pipa tanpa galian (trenchless

technology).

Keuntungan Teknologi Tanpa Galian (Trencless

Technology) :

Tidak ada galian terbuka, pipa dipasang tanpa

publik mengetahuinya

Kota-kota dan bentang alam tidak terpengaruh oleh

pekerjaan konstruksi

Penurunan level air,yang mempengaruhi vegetasi,

dapat dicegah

Jumlah dari tanah yang dibutuhkan untuk digali

dan dibuang secara perbandingan ialah kecil.

Tidak dibutuhkan gudang penyimpanan khusus

untuk material dan alat

Lalu lintas jalan tidak terganggu

Pipa dapat dipasang di keadaan cuaca apapun

Pemukiman dan alam terlindungi dari polusi suara,

debu/kotoran, dan getaran

Secara substantial terdapat sedikit kerusakan yang

terjadi dibandingkan dengan metode open-cut

Emisi karbon sangat rendah selama konstruksi dan

kemacetan lalu lintas dapat dicegah

Metode microtunneling menggunakan sistem remote-

controlled jacking yang menyediakan continuous support

pada excavation face dengan menerapkan tekanan

mekanis atau cairan untuk menyeimbangkan tekanan air

tanah dan bumi.

115

116

Microtunneling membutuhkan poros jacking shaft dan

reception shaft pada ujung-ujung setiap drive. Proses

microtunneling adalah operasi cyclic pipe jacking. MTBM

didorong ke bumi dengan hydraulic jack yang terpasang

pada poros jacking. Jack kemudian ditarik dan slurry lines

dan kabel kontrol terputus. Sebuah pipa diturunkan ke

poros dan disisipkan di antara frame jacking dan MTBM

atau pipa jack sebelumnya. Sambungan Slurry lines dan

kabel listrik dan kabel kontrol dibuat dan pipa serta MTBM

dimajukan. Proses ini diulang sampai MTBM mencapai

reception shaft. Selama penyelesaian, MTBM dan

peralatan diambil dan dilepas dari pipa.

Apakah Metode Microtunneling bisa digunakan dalam

pemasangan pipa distribusi air bersih di Jakarta?***

(sumber gambar : Boring & Tunnelling)

PENGOLAHAN LUMPUR IPA

DENGAN DECANTER CENTRIFUGE

PROSES pengolahan air baku menjadi air yang berkualitas

air minum di Instalasi Pengolahan Air (IPA) menghasilkan

residu atau buangan berupa lumpur. Lumpur yang

dihasilkan berasal dari proses sedimentasi. Lumpur dari

proses sedimentasi merupakan lumpur hasil endapan flok-

flok yang terbentuk setelah mengalami proses koagulasi

dan flokulasi.

Lumpur yang dihasilkan di IPA diolah terlebih dahulu

sebelum dibuang. Pengolah lumpur IPA yang umum

digunakan adalah Sludge Drying Bed (SDB). Pada

118

prinsipnya, pengolahan lumpur dengan menggunakan SDB

yaitu dengan cara mengalirkan lumpur ke lahan terbuka

kemudian dengan bantuan sinar matahari lumpur tersebut

kering dan bisa dibuang ke tempat pembuangan akhir.

Metode SDB ini memerlukan lahan yang luas untuk

menampung semua lumpur. Selain itu, proses pengeringan

lumpur sangat tergantung dengan cuaca dan memerlukan

waktu yang lama.

(foto : mixing tank)

Salah satu alternatif teknologi pengolahan lumpur lain yang

saat ini sudah digunakan di IPA Buaran adalah

pengolahan lumpur dengan menggunakan Decanter

119

Centrifuge. Decanter centrifuge adalah alat pengolah

lumpur berbentuk tabung yang memisahkan cairan dan

padatan dengan menggunakan prinsip sentrifugal. Lumpur

yang akan diolah sebelumnya dicampur dengan bahan

kimia PAC di dalam mixing tank.

(foto : cake yang sudah diolah)

Selanjutnya lumpur tersebut diolah di dalam decanter

hingga menjadi cake (lumpur yang sudah berkurang kadar

airnya) dan supernatan (air hasil olahan lumpur). Cake

hasil decanter selanjutnya dipindahkan ke truk melalui

conveyor. Truk membawa cake ke tempat pembuangan

akhir. Supernatan yang dihasilkan kemudian dialirkan ke

bak penampung.

120

(foto : decanter centrifuge)

Keunggulan Decanter Centrifuge dibandingkan dengan

SDB adalah menghasilkan hasil akhir berupa sludge cake

yang lebih kering dalam waktu yang lebih singkat dan tidak

terpengaruh oleh cuaca. Selain itu, lahan yang dibutuhkan

lebih kecil, tidak menimbulkan bau, lumpur yang terolah

lebih banyak, tenaga operator yang dibutuhkan lebih

sedikit.

121

(foto : memindahkan cake ke truk)

Kelebihan lain adalah kualitas air yang dihasilkan

(supernatan) memenuhi kualitas air baku air minum

sehingga bisa di-recycle atau digunakan kembali sebagai

air baku IPA. ***

FILTER BACKWASH RECYCLING

FILTER Backwashing (Pencucian Filter) merupakan

bagian yang terintegrasi dalam pengoperasian Instalasi

Pengolahan Air (IPA). Filter dicuci dengan membilasnya

dengan air dengan arah aliran yang berlawanan dengan

arah aliran normal. Aliran air harus memiliki tekanan yang

cukup untuk dapat melepaskan partikel-partikel yang

menempel pada media, sehingga digunakan aliran air yang

lebih besar atau dibantu dengan aliran udara yang

dipompakan, atau dengan modifikasi teknis secara

gravitasi.

124

Air buangan yang dihasilkan dari pencucian filter

mengandung partikel-partikel yang terbilas dari media filter

yang berasal dari partikel yang terkandung dalam air baku,

flok-flok yang terbentuk pada proses flokulasi yang tidak

terendapkan pada sedimentasi, dan juga mikroba (seperti

Cryptosporidium).

Proses backwash berlangsung selama 10 – 25 menit

dengan kecepatan berkisar 15 – 20 gpm/ft2 dan

memproduksi volume air buangan yang terbanyak dari

keseluruhan proses IPA.

Filter Backwash Recycling umumnya dilakukan dengan

alasan keterbatasan air baku dan/atau faktor biaya yang

lebih efektif jika dilakukan recycle dibandingkan dengan

pembuangan. Selain air buangan filter backwash, thickener

supernatant dan liquid dari proses dewatering (pengolahan

lumpur IPA) bisa di-recycle.

Aliran recycle dari ketiga sumber buangan tersebut

mengandung Cryptosporidium (mikroba patogen) sehingga

perlu dipastikan aliran tersebut melewati proses

pengolahan konvensional (koagulasi – flokulasi –

sedimentasi – filtrasi) atau filtrasi langsung (koagulasi –

flokulasi – filtrasi).

125

(gambar : lokasi titik pengembalian Recycling)

126

Lokasi pengembalian aliran recycle menjadi hal yang

penting dengan alasan sebagai berikut :

Pengembalian aliran recycle setelah titik

pembubuhan koagulan dapat mengganggu proses

kimia di dalam pengolahan dan dapat merusak

performa pengolahan.

Jika aliran recycle tidak diolah melalui koagulasi

dan flokulasi, oocysts dan kontaminan lain dapat

lolos dari filter. Sedimentasi dan filtrasi merupakan

penahan utama Cryptosporidium disebabkan

Cryptosporidium tahan terhadap disinfektan dan

koagulasi dan flokulasi yang sesuai dibutuhkan

untuk meningkatkan performa filter.

Penyisihan Cryptosporidium tidak tercapai jika

aliran recycle tidak melewati semua proses

pengolahan pada sistem konvensional maupun

filtrasi langsung.

Sistem pengolahan air yang dilengkapi proses recycle air

buangan yang berasal dari filter backwashing, thickener

supernatant dan liquid dari proses sludge dewatering

ditunjukkan pada diagram berikut :

127

128

Saat ini, IPA Buaran telah dilengkapi dengan filter

backwash recycling. Bagaimana sistem kerja filter

backwash recycling tersebut?***

(sumber gambar : Filter Backwash Recycling Rule US

EPA)

JARINGAN PIPA DISTRIBUSI AIR

MINUM DI DKI JAKARTA

JARINGAN pipa distribusi air di DKI Jakarta terdiri dari

jaringan distribusi utama (primer), jaringan distribusi

pembawa (sekunder), jaringan distribusi pembagi (tersier),

dan pipa pelayanan (pipa dinas). Masing-masing jaringan

terdiri dari jenis pipa yang mempunyai diameter tertentu.

Pipa primer mempunyai diameter 200 mm sampai dengan

1800 mm. Jenis pipa yang digunakan antara lain Ductile

Iron Pipe (DIP), High Density Polyethylene (HDPE),

Polyvinyl chloride (PVC), dan steel (baja).

130

131

Pipa sekunder umumnya berdiameter 150 mm, 200 mm,

dan 250 mm. Jenis pipa yang umum digunakan pada

jaringan distribusi sekunder adalah PVC, DIP, dan HDPE.

Selain itu juga ada jenis pipa baja dan Galvanized Iron

Pipe (GIP).

Pipa tersier umumnya berdiameter 50 mm, 75 mm, dan

100 mm. Pipa yang digunakan umumnya berjenis PVC dan

HDPE. Selain itu ada beberapa pipa yang berjenis DIP dan

GIP.

Pipa dinas adalah pipa yang menghubungkan jaringan

pipa tersier sampai dengan meter air. Diameter pipa

dinas beragam mulai dari 0,5 inch sampai dengan 12 inch.

Jenis pipa dinas yang digunakan umumnya HDPE dan

PVC. Masih ada beberapa pipa lama berjenis GIP.

Mengingat beberapa wilayah DKI Jakarta mengandung air

asin/air laut, penggunaan pipa logam seperti GIP harus

dipertimbangkan kembali karena rentan sekali terjadinya

korosi/karat.***

DETEKSI KEBOCORAN DENGAN GAS

HELIUM

SALAH satu penyebab Tingkat Kebocoran Air adalah,

kebocoran teknik berupa kebocoran fisik pipa (baca juga :

Penyebab kebocoran air di wilayah DKI Jakarta).

Menemukan pipa yang bocor adalah upaya yang harus

dilakukan untuk selanjutnya memperbaikinya.

Deteksi kebocoran yang lazim digunakan adalah dengan

menggunakan teknik audio (sonar leakage detector), yaitu

mencari kebocoran dengan deteksi suara kebocoran.

134

Namun metode “lawas” tersebut kurang cocok dilakukan di

wilayah yang memiliki tekanan air rendah, karena praktis

tidak akan terdengar “desis” air yang memancar melalui

“lubang bocor” pada sebuah pipa, apalagi pada pipa yang

terbenam di dalam tanah.

Salah satu metode yang digunakan oleh PALYJA adalah

Deteksi kebocoran pipa dengan gas Helium. Gas Helium

adalah gas mulia yang tidak berwarna dan tidak berbau

yang komposisinya di bumi adalah termasuk sedikit yaitu

sebesar (0,00052% volume atmosfer), dan termasuk Gas

monoatomik yang paling tidak larut dalam air. (sumber :

wikipedia.org)

Prinsip kerjanya adalah : Helium diinjeksikan ke dalam

pipa dan ikut mengalir bersama air. Air akan keluar dari

135

bagian pipa yang bocor dan membawa serta Helium. Pada

tekanan atmosfir, Helium akan terpisah dari air dan akan

tetap ada di dalam tanah hingga 4 hari.

Untuk mengetahui letak pipa yang bocor, Helium yang

tertahan di dalam tanah dideteksi dengan dengan detektor

gas Helium.

PALYJA telah menggunakan metode gas Helium ini sejak

tahun 2006,dan dalam Laporan Triwulan I tahun 2014

disebutkan bahwa PALYAJ telah berhasil memperbaiki 568

kebocoran tidak tampak.***

MONITORING DAN KONTROL

TERHADAP KUALITAS AIR

MONITORING dan kontrol terhadap kualitas air pada

sistem distribusi yang disyaratkan oleh American Water

Works Association (AWWA) Standard of Distribution

Systems Operation and Management mencakup hal

berikut :

Rencana Sampling

Operator harus mengeluarkan rencana sampling

rutin yang representatif terhadap sistem distribusi

keseluruhan.

138

Rencana sampling harus di-review setiap tahun

dan penyesuaian dibuat berdasarkan trend data

historikal, perubahan pola penggunaan air, dan

perubahan lain yang dapat mempengaruhi kualitas

air.

Operator harus menganalisis trend data dan

mempunyai action plan untuk merespon

perubahan.

Lokasi Sampling

Lokasi sampling minimal harus mencakup lokasi

yang disyaratkan dalam regulasi monitoring.

Lokasi sampling tambahan diperlukan sesuai

kebutuhan untuk melengkapi gambaran kualitas air

pada sistem distribusi.

Operator harus menggunakan lokasi sampling

yang representatif terhadap seluruh kondisi sistem

139

distribusi mencakup variasi waktu detensi hidrolik,

material pipa, lokasi disinfeksi, lokasi kemungkinan

terjadinya gangguan kualitas air (misal kehilangan

residu disinfektan/sisa khlor dan pertumbuhan

bakteri yang meningkat).

Lokasi sampling harus mencakup lokasi yang

merepresentasikan waktu detensi terpanjang

dalam sistem, lokasi titik akhir (dead-end), lokasi

sirkulasi rendah, dan akhir fasilitas penyimpanan

air.

Lokasi dimana terjadi banyak masalah terkait

kualitas perlu frekuensi sampling yang lebih

banyak.

Penyimpanan Sampel

Sampel harus disimpan sesuai dengan metode

standar untuk pemeriksaan air.

Pengambil sampel dan laboratorium harus

menggunakan label dan form standar.

Keran Sampel

Keran sampel harus terlindung dari sumber

kontaminasi luar.

Keutuhan keran sampel harus diperiksa dan

dievaluasi tahunan untuk memperbaiki kebocoran

dan potensi sumber kontaminan lainnya.

Bagaimana monitoring dan kontrol kualitas air distribusi di

Jakarta?***

UJI COBA PERTAMA KALI

INSTALASI PENGOLAHAN AIR

DALAM sebuah proyek pembangunan Instalasi

Pengolahan Air (IPA), setelah proyek konstruksi selesai,

maka tahap selanjutnya adalah uji coba operasional untuk

pertama kali, atau disebut juga dengan istilah

Commissioning.

Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum,

mengeluarkan pedoman mengenai tatacara Commisioning

yang mengacu pada SNI 19-6777-2002, Metode pengujian

kinerjauni t paket instalasi penjerni han air kapasitas di

142

bawah 5 liter/detik serta SNI 19-6774-2002, Tata cara

perencanaan unit paket instalasi penjernihan air.

Prinsip commissioning adalah mengamati dan menil ai

kinerja IPA pada titik pengendali an proses dan operasi

pada kapasitas tertentu, dengan indi kator kinerja antara

lain : (1) Air Baku; (2) Koalgulasi; (3) Flokulasi; (4)

Sedimentasi; (5) Filtrasi; (6) Desinfeksi.

Pengujian yang dilakukan meliputi : (1) Pengujian Sarana

Penunjang dan (2) Pengujian proses dan operasi IPA.

Hasil Pengujian ini selanjutnya dituangkan dalam sebuah

berita acara yang diketahui, disaksikan oleh beberapa

pihak seperti pemilik proyek, konsultan perencana, dan

pelaksana proyek.***

RIVER BANK FILTRATION

UPAYA mendapatkan air bersih dari sumber air

permukaan terus berkembang, salah satu yang telah

diterapkan di PALYJA pada kali Krukut adalah dengan

metoda River Bank Filtration.

River Bank Filtration (RBF) adalah suatu teknologi

pengolahan air yang terdiri dari ekstraksi air dari sungai

atau tempat penampungan khusus oleh sumur pemompa

yang dibuat di bagian alluvial aquifer. Ketika air melewati

lapisan tanah, terjadi proses fisika, kimia, dan biologi

144

sehingga kualitas air meningkat dibandingkan air

permukaan.

RBF mampu mengeliminasi hampir semua senyawa

organik dan mikroorganisme pathogen yang terkandung

dalam air permukaan. Hal ini membuat ringan kinerja

proses pengolahan air konvensional sehingga ekonomis.

Pemanfaatan RBF ini menjadi sebuah kebutuhan akan

semakin buruknya kualitas air permukaan.

Secara umum proses yang terlibat dalam BF bekerja

dengan mengalirkan air dari sungai melalui lapisan tanah

dengan adanya daya isap pompa dari sumur produksi

yang dibuat tak jauh dari sungai.

145

Aplikasi BF terutama digunakan sebagai proses

pengolahan awal (pre-treatment process). Proses ini

menurunkan biaya operasional pengolahan air karena

meminimalkan penggunaan energi dan bahan kimia.***

MEMBUANG UDARA YANG

TERPERANGKAP DI DALAM PIPA

DALAM penyaluran air melalui saluran tertutup (pipa),

terdapat hal yang menjadi perhatian khusus terkait dengan

adanya udara yang “terperangkap” di dalam pipa.

Dalam kondisi ideal, pipa akan bekerja baik jika penuh

terisi air, sehingga segala parameter terkait debit dan sisa

tekan akan sesuai dengan yang direncanakan. Namun

dalam kenyataannya, akan selalu ada udara yang

148

terperangkap di dalam pipa dari sumber-sumber seperti :

udara terlarut di dalam air, lubang bocor pada pipa,

pompa, atau saat air mati/berhenti mengalir kemudian

dilakukan pengisian kembali.

Kemana perginya udara yang terperangkap dalam pipa

itu? Tentu saja udara akan mencari tempat yang lebih

tinggi di dalam jalur pipa. Dalam jalur pipa yang naik dan

turun, maka udara akan “terperangkap” di dalam titik-titik

tertinggi dari jalur pipa yang naik turun tersebut.

Semakin banyak udara yang “berkumpul” di titik tersebut

selanjutnya tentu akan “mengambat” aliran air di dalam

pipa. Akibatnya adalah air menjadi terganggu alirannya,

atau jika pengaliran dilakukan dengan bantuan tenaga

pompa, penyumbatan tadi akan menyebabkan kerja

pompa menjadi lebih tinggi dan akibatnya pipa akan

pecah/rusak karena menerima tekanan yang lebih tinggi.

Jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan

“mengeluarkan” udara tersebut melalui katub yang di

149

pasang pada titik titik pipa tertinggi tadi. Katub ini dikenal

dengan AIR VALVE.

Dengan adanya Air Valve atau katub udara (orang

lapangan menyebutnya “pentil”) maka tidak ada lagi udara

yang terperangkap di dalam jalur pipa distribusi/transmisi

yang dapat mengganggu aliran air di dalamnya.***

SISTEM PENGOLAHAN AIR

MODEREN

SEIRING dengan berkembangnya zaman, maka

berkembang pula teknologi pengolahan air minum yang

menjadikan pengolahan air baku menjadi air minum

menjadi semakin efisien dan efektif.

Proses filtrasi merupakan salah satu teknologi dalam

pengolahan air minum yang telah mengalami

perkembangan. Dan perkembangan teknologi filtrasi lebiH

menonjol pada “material matter”.

152

153

Dimulai dengan media pasir, butiran, dan kini terus

berkembang menjadi media ultra filtrasi dan bahkan

teknologi Nano, kesemuanya adalah mengenai material

daripada filter, sementara proses filtrasinya sendiri masih

tetap sama.

Proses filtrasi dengan bahan/material termutakhir seperti

membran sekalipun tetap harus memiliki persyaratan

kualitas air influentnya yang harus dipenuhi, salah satunya

adalah tingkat kekeruhannya maksimal 10 NTU, artinya

jika air dengan NTU lbh besar memasuki filter, tentunya

akan membebani kerja Filter yang berakibat umur filter

menjadi pendek.

Hal yang masih sulit dijawab oleh para “penjual” media

membran ini adalah berapakah harga investasi dan O&M

teknologi baru ini untuk setiap kubik air yang diolah, dan

memang jawaban tepatnya adalah bergantung pada type

air baku yang akan diolah.***

TYPE AIR VALVE

BAGAIMANA udara bisa terperangkap di dalam pipa dapat

disimak pada tulisan MEMBUANG UDARA YANG

TERPERANGKAP DI DALAM PIPA. Lantas alat apa saja

yang digunakan untuk membuang udara dalam pipa

tersebut?

Secara sederhana dan dapat dilihat di beberapa instalasi

yang dikelola di daerah, untuk mengeluarkan udara dari

pipa (biasanya pada belokan/bend) dengan cara

melubangi pipa tersebut. Namun cara ini tentu bukan

merupakan cara yang direkomendasikan secara teknis,

156

karena besar kemungkinan bukan hanya udara yang

keluar dari lubang tersebut, namun juga air nya.

Secara teknis, untuk mengeluarkan udara di dalam pipa

dikenal dengan air valve. Terdapat banyak sekali type dan

jenis air valve, namun secara garis besar terbagi menjadi 3

bagian besar, yaitu : Air release valve : untuk

mengeluarkan sekumpulan kecil udara dalam pipa air

bertekanan Air/vacuum valve : untuk mengeluarkan udara

yang lebih banyak di dalam pipa air Combination Air valve :

kombinasi dari kedua jenis Air Valve di atas.

Pemasangan Air valve ini selain pada titik tertinggi pipa

distribusi yang diduga akan terdapat udara yang

terperangkap, juga di pasang pada titik2 tertentu pada

jaringan pipa dekat pompa.

157

Dengan pemasangan Air Valve ini, maka pengeluaran

udara dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis

tanpa membuang air lebih banyak lagi, dan ini dapat

mengurangi Tingkat Kehilangan Air.***

INDEKS 3K DKI JAKARTA

TELAH dijelaksan sebelumnya mengenati apa 3K itu pada

tulisan 3K (Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas), dan berikut

akan disampaikan bagaimana kondisi 3K di DKI Jakarta.

Dalam laporan bulanannya, setiap operator menyampaikan

hasil pemantauan rutinnya terhadap kondisi Kualitas air

serta tekanan air di titik pelanggan. Kualitas diukur sesuai

dengan peraturan Permenkes 492 tahun 2010.

160

Selain itu BR PAM DKI Jakarta juga melakukan survey

Kontinuitas 24 Jam setiap tahunnya. Selanjutnya ke tiga

parameter tersebut di “overlay” untuk memberikan sebuah

nilai berupa INDEX 3K.

Setiap parameter memiliki dua kemungkinan yaitu

“memenuhi” dan “tidak memenuhi”, sehingga akan

terdapat 4 golongan, yaitu :

Merah : Jika ketiga parameter bernilai “tidak

memenuhi”

Jingga : Jika hanya satu paramter yang bernilai

“memenuhi”

Kuning : Jika ada dua parameter yang bernilai

“memenuhi”

Hijau : Jika ketiga parameter bernilai “memenuhi”

Selanjutnya hasilnya di petakan sehingga dapat diperoleh

situasi sebagai berikut.

161

LANGKAH-LANGKAH YANG

DIPERLUKAN BAGI PENGELOLAAN

AIR MINUM DKI JAKARTA

PELAYANAN Air Minum di wilayah DKI Jakarta bisa

dikatakan merupakan upaya yang khusus, karena ibu kota

sebagai ibu kota negara otomatis menjadikan Jakarta

sebagai “etalase” negara Indonesia.

Pencapaian kinerja operator PALYJA dan Aetra tahun

2013 dijadikan titik acuan upaya peningkatan kedepan

sesuai dengan harapan pelayanan yang baik.

164

165

166

Selanjutnya program jangka panjang telah disusun oleh

PAM Jaya dalah merupakan cita-cita pelayanan air minum

DKI Jakarta hingga tahun 2018 (lihat : RJP PAM Jaya

2014-2018)

Untuk mencapai hal tersebut diperlukan langkah-langkah

pencapaian sebagai berikut :

Pendalaman penajaman terhadap program dan

besaran investasi yang diperlukan agar didapat

kegiatan dan besaran invesatsi yang lebih akurat

terutama disebabkan tidak terselenggaranya

penyusunan Studi kelayakan periode tahun 2013-

2017.

Perhitungan terhadap tingkat tarif selama waktu

perencanaan dengan membuka kemungkinan

pendanaan dari pemerintah pusat dan daerah agar

dapat terjangkau

Kajian terhadap aspek legal untuk

terselenggaranya penyertaan dana investasi bagi

167

pengembangan SPAM dari pemerintah

pusat/pemda dalam hal diperlukan.

Penyusunan Road map tingkat pelayanan

(Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas) untuk periode

perencanaan 2013-2017

Dengan demikian diharapkan pencapaian tingkat

pelayanan Air Minum di DKI Jakarta akan sesuai dengan

yang diharapkan.***

BIOFILTRASI DI IPA TAMAN KOTA

PENGOLAHAN air baku mutlak diperlukan karena kualitas

air baku yang semakin buruk. Pre-treatment ini sudah pasti

akan membantu meringankan kerja IPA.

IPA Taman kota sejak tahun 2007 dihentikan

operasionalnya dikarenakan kualitas air baku yang sangat

buruk sehingga mengakibatkan IPA tidak mampu

mengolah air baku tersebut.

170

Namun sejak tahun 2012 IPA Taman kota dioperasikan

kembali dengan memanfaatkan teknologi BIOFILTRASI

hasil kerjasama dengan Pusat Tenaga Lingkungan BPPT.

“Biofiltrasi beda dengan filtrasi biasa. Filtrasi hanya

menyaring kotoran yang melayang kalau bio memakai

mikroorganisme. Mikroorganisme itu yang akan

menguraikan kotoran yang terlarut,” kata Dr. Rudy

Nugroho, perekayasa BPPT, yang mengembangkan

teknologi ini.

Prinsip sederhananya adalah memberi kesempatan

mikroorganisme untuk “hidup” pada media yang

disediakan, lalu mikroba tersebut bertugas “menguraikan”

kandugan organik pada air baku tersebut sekaligus

membersihkan air.

171

Hal serupa namun dengan sistem yang sedikit berbeda

dilakukan juga pada IPA Cilandak (Baca : River Bank

Filtration).***

UPAYA PEMANTAUAN KINERJA

OPERATOR AIR MINUM DKI

JAKARTA

UPAYA melakukan pemantauan terhadap kinerja operator

terus dilakukan oleh Badan Regulator PAM DKI Jakarta.

Selain melakukan pemantauan terhadap “kinerja

kontraktual” (yaitu target teknis dan standar pelayanan),

BR PAM DKI juga terus mengupayakan melakukan

pemantauan terhadap pencapaian kinerja pelayanan yang

berbasis pada 3K.

174

BR PAM DKI mencoba untuk memvisualisasikan kinerja

pelayanan air minum DKI Jakarta dalam komponen-

komponen seperti terlihat di diagram berikut.

Tingkat kedalaman penyajian komponen tersebut diatas

akan lebih baik dilakukan hingga level Primary Cell

(kecamatan), dan tentu saja sepenuhnya tergantung

kepada ketersediaan data.

Nampak bahwa komponen yang seharusnya menjadi

perhatian para pengambil kebijakan di DKI Jakarta adalah

lebih terkait kepada pelayanan kepada pelanggan.

Sementara komponen yang menjadi perhatian bagi

pengelola/operator lebih kepada komponen kebutuhan air,

investasi dan tingkat kebocoran air.

175

Sebagai contoh, visualisasi yang telah dibuat oleh BR PAM

DKI adalah pada komponrn 3K, seperti nampak pada

tulisan INDEKS 3K DKI JAKARTA.***

TEKNOLOGI MEMBRAN

TEKNOLOGI Membran merupakan teknologi post

treatment yang masih terus berkembang. Terlebih dengan

perkembangan teknologi material yang selalu berusaha

memproduksi bahan filter membran yang semakin

terjangkau.

Secara sederhana teknologi membran adalah merupakan

proses filtrasi dengan media membran. Seperti yang sudah

lazim diketahui bahwa media filter yang konvensional

adalah menggunakan media pasir. Semakin kecil celah

178

media filter yang tersedia, maka semakin banyak pula

partikel yang “tertahan”, dengan kata lain kualitas air yang

“lolos” tentu akan semakin baik.

Secara umum, Teknologi membran ini terbagi menjadi 4

golongan besar yaitu (berturut-turut dari yang memiliki

celah besar ke kecil) : Microfiltration (MF), Ultra Filtration

(UF), Nano Filtration (NF), dan Riverse Osmosis (RO).

Semakin kecil celah yang tersedia tentu akan membuat

harga membran semakin mahal, dan tentu saja semakin

bertambah energi yang digunakan untuk “memompa” air

melewati media membran tersebut.

Gambar-gambar pada halaman ini menjelaskan, partikel-

partikel apa saja yang “tersaring” untuk masing-masing

membran, juga ukuran “celah” masing-masing type

membran. ***

(sumber gambar : sswm, knrones, koch )

179

180

181

SISTEM MONITORING

UPAYA Monitoring yang bisa dilakukan dalam proses

produksi, distribusi air minum adalah meliputi debit,

kualitas, dan tekanan air.

Kebutuhan monitoring yang “realtime” dan terus-menerus

sudah merupakan kebutuhan yang vital. Dalam

prakteknya, biaya operasional bahan kimia pada sebuah

IPA dapat dioptimalkan dengan mengetahui kualitas air

bakunya secara nyata alias realtime.

184

Kondisi kualitas, tekanan air pada jaringan distribusi

secara realtime juga akan membantu dalam “Early

Warning System”, artinya dapat segera diketahui di daerah

mana terdapat penurunan kualitas air atau penurunan

tekanan air, dan selanjutnya dapat segera dilakukan

tindakan guna terjaganya pelayanan air minum pada

pelanggan.

Secara umum yang diperlukan dalam mewujudkan sistem

monitoring yang real time adalah :

1. Sensor, berupa alat yang akan merubah parameter

yang akan diukur menjadi sinyal-sinyal listrik yang

selanjutnya akan dibaca oleh pengolah data

2. Pengolah Sinyal (Signal Conditioner) yang akan

menerima sinyal-sinyal listrik tadi dan

mengkonversikannya menjadi data yang bisa

dibaca dan dianalisa selanjutnya

185

3. Akuisis data (Data Acquisition), proses analisa,

penyimpanan, atau transfer data, yang selanjutnya

bisa ditampilkan sebagai report, atau juga untuk

memberi input kepada sebuah mekanisme

tindakan.

Sistem monitoring yang dikenal di PDAM adalah SCADA

(Supervisory Control And Data Acquisition), yaitu sebuah

sistem yang memungkinkan pengoperasian secara

otomatis dan jarak jauh terhadap segala proses produksi

air minum dan distribusinya. Sistem SCADA ini juga

digunakan dalam proses industri dan juga utilitas umum

lainnya.***

CONVENTIONAL FLUSHING VS UNI-

DIRECTIONAL FLUSHING

AKUMULASI sedimen dan deposit seperti alum, biofilm,

dan karat pada pipa distribusi air terjadi setelah jangka

waktu tertentu. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air,

masalah rasa dan bau, laju degradasi klor lebih cepat,

mengurangi diameter efektif pipa, mengurangi kapasitas

hidrolik, meningkatkan kekasaran pipa, dan meningkatkan

biaya pemompaan untuk distribusi air. Untuk itu, diperlukan

program flushing yang sistematis sehingga kualitas air

yang sampai di pelanggan tetap terjaga. Program flushing

yang efektif merupakan suatu antisipasi dan pencegahan

masalah kualitas air dan komplain pelanggan. Program

188

flusing yang efektif berbeda-beda untuk masing-masing

tipe sistem distribusi. Kecepatan aliran air minimum yang

diperlukan dalam proses flushing adalah 0,8 m/s.

Ada 2 metode umum yang biasa digunakan yaitu

Conventional Flushing dan Uni-Directional Flushing (UDF).

Metode conventional flushing dilakukan berdasarkan

adanya komplain pelanggan atau pada area-area yang

sering mengalami masalah kualitas air dengan membuka

flushing valve. Metode ini bisa dilakukan dalam bentuk

program yang sistematis atau hanya dilakukan pada lokasi

yang dianggap perlu. Metode uni-directional flushing

dilakukan dengan mengisolasi valve untuk membuat aliran

satu arah sehingga kecepatan aliran air meningkat,

membersihkan sedimen dan biofilm.

189

Ilustrasi di atas menunjukkan bagaimana air dari arah yang

berbeda mengalir menuju flushing valve yang terbuka pada

conventional flushing. Meskipun air berasal dari berbagai

arah, namun kecepatan aliran masih belum cukup untuk

membersihkan seluruh sedimen pada pipa. Metode ini

dinilai belum efektif karena waktu yang diperlukan lebih

banyak dan volume air yang hilang lebih besar.

Ilustrasi berikutnya di atas menunjukkan bahwa pada uni-

directional flushing, beberapa valve ditutup mengakibatkan

air mengalir satu arah menuju flushing valve. Kecepatan

aliran air meningkat sehingga pembersihan sedimen di

dalam pipa bisa berlangsung lebih cepat dan air yang

terbuang lebih sedikit.

Dengan dilakukannya flushing diharapkan dapat

mengurangi kekeruhan akibat sedimen yang terakumulasi,

190

kontaminasi kimia, dan konsentrasi bakteri, menghilangkan

rasa dan bau, air hitam dan keruh, dan akumulasi

sedimen, sebagai bentuk respon terhadap komplain

pelanggan, meningkatkan sisa khlor, dan memperpanjang

umur pipa.***

(sumber gambar : AWWOA)

VERIFIKASI DAN KALIBRASI

SEPERTI yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap

alat ukur yang digunakan harus secara rutin dilakukan

kalibrasi (baca: Kalibrasi atau Tera ulang). Nah,

bagaimana kah metode dan cara melakukan kalibrasi

tersebut?

Sesuai dengan definisi kalibrasi (baca : Kalibrasi atau

Teraulang), maka sebuah alat ukur, semisal water meter

dibandingkan dengan alat ukur standar, lalu kemudian

dicatat persentase selisihnya. Alat Ukur standar biasanya

berupa tangki yang ukurannya telah di sepakati/di

192

standarisasi sehingga memilki volume yang dijadikan

acuan. Metode nya adalah melakukan filling test atau

dropping test yaitu dengan mengisi tangki acuan dengan

fluida tertentu, lalu volume yang tertampung akan

disesuaikan dengan volume yang terbaca di alat ukur. Kita

biasa melihat jenis tangki standar pada saat sebuah pom

bensin melakukan kalibrasi alat ukur nya.

Dalam kaitannya dengan kalibrasi water meter, dikenal

juga istilah verifikasi, yaitu upaya memastikan alat ukur

dalam hal ini water meter dipasang pada posisi yang tepat

terhadap belokan, reducer, dan segala hal yang menjamin

aliran fluida yang melalui alat ukur adalah laminar.

Verifikasi juga dilakukan terhadap alat ukur/water meter

besar dan canggih semisal water meter elektromagnetik,

dimana dalam melakukan verifikasi digunakan alat khusus

yang secara otomatis akan mencatat dan memastikan

193

segala komponen elektronik dan mekanis di dalam water

meter tersebut bekerja dengan baik.

Proses verifikasi dilakukan oleh produsen water meter

yang menjamin bahwa water meter produksinya tetap akan

memberi ukuran yang akurat. Artinya jika water meter lolos

dalam segala test verifikasi, maka kemampuan mengukur

nya tentu tetap terjamin.

Apakah setelah proses Verifikasi masih diperlukan proses

kalibrasi?

Dalam peraturan perundangan yang berlaku memang

kalibrasi atau tera ulang adalah wajib di lakukan. Sehingga

untuk melaksanakan kalibrasi sebuah water meter besar

diperlukan tangki acuan yang besar pula, dalam hal ini

dapat digunakan reservoir pada IPA.

fAtau ukuran pembandingnya dilakukan dengan sebuah

alat ukur master berupa water meter sejenis yang memang

sengaja digunakan untuk kebutuhan kalibrasi ini.***

KANDUNGAN BESI DI DALAM AIR

DAN PROSES PENYISIHANNYA

PADA dasarnya besi dalam air dalam bentuk Ferro (Fe2+)

atau Ferri (Fe3+). Hal ini tergantung dari kondisi pH dan

oksigen terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya

oksigen terlarut yang cukup, maka ion ferro yang terlarut

dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya

membentuk endapan. Ferri hidroksida yang sukar larut,

berupa presipitat yang biasanya berwarna kuning

kecoklatan.

Penyebab utama tingginya kadar besi dalam air antara

lain:

196

1. Rendahnya pH air, Air

yang mempunyai pH < 7

dapat melarutkan logam

termasuk besi.

2. Temperatur air,

Kenaikan temperatur air

akan meningkatkan

derajat korosif.

3. Adanya gas-gas terlarut

dalam air, Yang

dimaksud gas-gas tersebut adalah O2, CO2, dan

H2S. Beberapa gas terlarut tersebut akan bersifat

korosif.

4. Bakteri, Secara biologis tingginya kadar besi

terlarut dipengaruhi oleh bakteri besi yaitu bakteri

yang dalam hidupnya membutuhkan makanan

dengan mengoksidasi besi sehingga larut. Jenis ini

adalah bakteri Crenotrik, Leptotrik, Callitonella,

Siderocapsa, dan lain-lain.

Prinsip penurunan kadar besi adalah proses oksidasi dan

pengendapan. Adapun prosesnya adalah besi dalam

bentuk ferro dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk ferri,

kemudian pengendapan dengan membentuk endapan ferri

hidroksida. Proses ini mudah terjadi pada kondisi pH 7

dimana kelarutannya minimum.

Persamaan reaksi:

Fe(HCO)3 + O2 → Fe(OH)2 +2CO2 + O2

Fe(OH)2 + 2H2O + O2 → Fe(OH)3 + H2O + O2 + H+

197

Proses penghilangan besi dengan cara oksidasi dapat

dilakukan dengan tiga macam cara dan menggunakan

berbagai bahan oksidan (oksidator):

1. Oksidasi dengan udara (Aerasi),

Sejauh ini metode yang telah umum digunakan untuk

proses penyisihan besi adalah proses aerasi yang

dilanjutkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi. Aerasi

merupakan proses pengolahan air dengan cara

mengontakkan dengan udara.

Reaksi pada proses oksidasi besi:

4Fe2+Fe(OH)3 merupakan garam yang sukar larut dan

cenderung mengendap. Sesuai dengan reaksi tersebut,

maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi

dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan

reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat,

sehingga pada praktiknya untuk mempercepat reaksi

dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah.

2. Oksidasi dengan bahan oksidator khlorin.

Khlorin (Cl2) dan ion hipokhlorit (OCl- meskipun dalam

kondisi pH rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat

mengoksidasi dengan cepat.

Reaksi oksidasi antara besi dengan khlorin adalah sebagai

berikut:

2Fe2+ + Cl2 + 6H2O → 2Fe(OH)3 + 2Cl-

198

Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk

mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64 mg/l

khlorin. Tetapi pada praktiknya pemakaian khlorin ini lebih

besar dari kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi

samping yang mengikutinya. Di samping itu bila

kandungan besi dalam air baku yang jumlahnya besar,

maka jumlah khlorin yang diperlukan dan endapan yang

terjadi juga besar sehingga beban flokulator, bak

pengendap, filter menjadi besar pula. + O2 (aq) (aq) +

10H2O (l) → 4Fe(OH)3 (s) + 8H+(aq)) merupakan bahan

oksidator yang kuat sehingga + 6H+

3. Oksidasi dengan kalium permanganat.

Untuk menghilangkan besi dalam air, dapat pula dilakukan

dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator

kalium permanganat dengan persamaan reaksi sebagai

berikut:

3Fe2+ + KMnO4 + 7H2O -> 3Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +5H+

Secara sthoikiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi

diperlukan 0,94 mg/l kalium permanganat. Dalam

praktiknya kebutuhan kalium permanganat ternyata lebih

sedikit dari kebutuhan yang dihitung berdasarkan

stoikiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya

mangan dioksida yang berlebihan yang dapat berfungsi

sebagai oksidator dan reaksi berlanjut sebagai berikut:

199

2Fe2+ + KMnO4 + 7H2O -> 3Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +5H+

+ 2MnO2 + 5H2O -> 2Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4H+

Jadi penurunan kadar besi dalam air pada hakikatnya

mengubah dari bentuk yang larut dalam air menjadi yang

tidak larut dalam air. Oleh karena itu hasil dari reaksi

oksidasi ini selalu menghasilkan endapan. Mengingat hal

ini, dalam penerapannya biasanya disertai penyaringan.

Proses penyaringan ini dilakukan apabila kadar besi lebih

rendah dari 5 mg/l.***

DROPPING TEST ATAU FILLING TEST

SALAH satu metode kalibrasi meter air yang paling umum

dilakukan adalah drop test atau filling test. Bagaimanakah

metode ini dilakukan?

Seseuai nama nya drop test berarti mengukur kubikasi

fluida/air yang melalui meter air yang diuji, kemudian

fluida/air tersebut di tamping dalam wadah standar yang

ukurannya dijadikan acuan.

202

Sementara filling test adalah kebalikan dari drop test, yaitu

mengukur fluida/air yang berasal dari wadah standar yang

menjadi acuan, melalui meter air yang diuji.

Untuk melakukan kalibrasi meter air yang besar, semisal

meter air distribusi di reservoir distribusi, maka perlu

disiapkan juga tangki ukur yang besar. Biasanya tangki

ukur yang digunakan adalah reservoir itu sendiri.

Untuk bisa menjadi acuan, maka volume reservoir harus

disepakati terlebih dahulu, dimulai dengan pengukuran

dimensi-dimensi (akan lebih mudah jika reservoarnya

berbentuk balok). Pemantauan terhadap

penambahan/pengurangan ketinggian air pada reservoir

merupakan variable terhadap volume reservoir tersebut

203

Selanjutnya setelah ukuran acuan disepakati, maka drop

test atau filling test sudah bisa dilakukan, dan angka yang

ditunjukkan oleh meter air dibandingkan dengan volume air

yang berada di reservoir.***

WATER SAFETY PLAN (WSP)

WATER Safety Plan (WSP) merupakan suatu konsep

rencana untuk menjamin keamanan air minum melalui

pendekatan penilaian resiko dan manajemen resiko yang

mencakup semua langkah dalam penyediaan air minum

mulai dari sumber hingga pelanggan.

WSP berasal dari kombinasi tiga komponen dari lima

komponen kerangka Safe Drinking Water WHO yaitu :

penilaian sistem, monitoring operasional, dan

rencanamanajemen, dokumentasi dan komunikasi.

206

Tujuandari Water Safety Plan adalah untuk memastikan air

minum yang aman melalui praktik penyediaan air yang

baik yaitu :

Mencegah kontaminasi dari sumber

Mengolah air agar memenuhi standar kualitas

Mencegah kontaminasi kembali selama

penyimpanan, distribusi, dan pengambilan air

minum itu sendiri

Tahapan pengembangan Water Safety Plan WHO

ditunjukkan pada gambar berikut.

207

Water Safety Plan sudah banyak diadopsi oleh banyak

Negara termasuk Indonesia. Di Indonesia,dikenal dengan

nama Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM). RPAM di

Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu RPAM untuk

adanya resiko pada sumber air, RPAM untuk

penyelenggara SPAM, dan RPAM untuk konsumen.***

PRETREATMENT UNTUK

TEKNOLOGI MEMBRAN

PADA tulisan tentang Teknologi Membran, disebutkan

bahwa teknologi membran merupakan teknologi post

treatment. Oleh sebab itu, air baku yang akan diolah

dengan teknologi membran harus melalui serangkaian

pengolahan pendahuluan atau pretreatment.

Sumber air baku yang berasal dari air permukaan

mengandung lebih banyak partikulat, substansi organik,

dan kandungan solid lain yang tidak sesuai dengan syarat

kualitas air baku untuk diolah (feed water) dengan

210

teknologi membran seperti Reverse Osmosis (RO) dan

Nano Filtration (NF). Kedua teknologi tersebut didesain

untuk menghilangkan “garam” dan ion terlarut, bukan

partikulat. Pretreatment yang sesuai berperan penting

dalam kinerja membran, umur membran, dan seluruh biaya

operasi.

Tipe pretreatment tergantung oleh sumber air baku yang

digunakan sehingga penilaian tentang kuantitas dan

kualitas air baku menjadi hal yang pertama dan penting

dalam perencanaan dan desain sistem RO. Data historis

terkait kualitas air baku sangat diperlukan untuk

mengetahui tipe pretreatment apa yang bisa diaplikasikan.

Tujuan dari adanya pretreatment adalah untuk

meminimalkan terjadinya fouling, scaling, dan degradasi

membran. Kandungan maksimum feed water yang masih

bisa diterima oleh RO / NF ditunjukkan pada tabel berikut.

211

Pretreatment bisa berupa pretreatment kimia, pretreatment

mekanis, atau kombinasi keduanya. Tabel berikut

menunjukkan pretreatment potensial yang digunakan pada

sistem RO.

212

Pretreatment dalam sistem teknologi membran dikatakan

berjalan cukup baik jika pembersihan membran berkisar 3

– 4 kali per tahun.***

(sumber : amtaorg.com)

AIR DI BAK HABIS, KEMANA?

SEORANG pelanggan di daerah Kebayoran Baru yang

bersedia sambungan rumah nya dipasang alat monitoring

kontinuitas dan tekanan air, mengisahkan tentang kondisi

pelayanan PAM JAYA melaui operator PALYJA di

kediamannya.

Yang menarik adalah cerita bahwa kerap terjadi bak air

yang telah terisi penuh di salah satu kamar mandi di

rumahnya lalu menjadi kosong kembali, padahal tidak

sedang digunakan.

214

Banyak sekali kemungkinan kenapa hal itu terjadi, mari kita

abaikan kemungkinan bahwa bak/tangki itu bocor.

Gambar 1 …

Syarat cukup mengapa peristwa ini terjadi adalah

terhubungnya pipa inlet ke air yang ada di dalam

bak/tangki,semisal untuk kasus bak kamar mandi, bisa jadi

terdapat selang/hose yang terdapat di ujung kran yang

menjuntai masuk ke dalam bak.

Dalam beberapa kasus di rumah tinggal yang bertingkat,

bak air di lantai atas dengan model kran yang memiliki

215

selang menjuntai tersebut rentan mengalami pengosongan

bak karena efek “siphone”, dari bak air di lantai bawah.

Di beberapa wilayah DKI Jakarta yang memiliki tekanan air

rendah, para pelanggan suka langsung “menyedot” air dari

dalam pipa dinas dengan menggunakan pompa. Hal ini

jelas-jelas illegal dan melanggan aturan dalam PERDA 11

tahun 1993 pasal 24 huruf l yang berbunyi : “setiap orang

atau badan dilarang menyedot air minum langsung dari

pipa persil“.

Nah, jika kebetulan di sekitar rumah kita terdapat

pelanggan yang menyedot langsung air dari pipa PDAM,

tidak menutup kemungkinan air di dalam bak rumah kita

yang memiliki selang menjuntai di krannya pun akan ikut

tersedot. Kebetulan di daerah tempat pelanggan kita ini

memiliki tekanan yang kurang dari standar.

Cara termudah untuk menghindari “pengosongan” bak,

maka harus diupayakan tidak ada hubungan langsung

antara pipa masuknya air (inlet) dengan air di bak/tangki

kita. Selebihnya tetap menjadi tugas PAM JAYA melalui

operatornya untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Seperti halnya para pengendara motor yang selalu

menggunakan trotoar untuk memacu kendaraannya,

mereka berdalih, kalau jalanan lancar mereka tentu tidak

akan naik ke trotoar, maka begitu juga dengan pelanggan

yang menyedot air PDAM dengan pompa, mereka tentu

tidak akan melakukan hal tersebut jika tekanan air di pipa

pelanggan cukup baik.***

2 HUKUM

WEWENANG MENGELOLA DAN

MELAYANI AIR MINUM DI DKI

JAKARTA

PENGELOLAAN dan pelayanan air minum di wilayah DKI

Jakarta ada di pihak PAM JAYA.

Hal ini merupakan wewenang yang diberikan oleh

Gubernur DKI Jakarta, seperti yang tertuang dalam

PERDA 11 tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum di

wilayah DKI Jakarta, pasal 2 yang berbunyi : (1) Gubernur

Kepala Daerah menunjuk PAM JAYA sebagai

pelaksana dalam pengusahaan, penyediaan, dan

pendistribusian air minum. (2) PAM JAYA berkewajiban

melaksanakan pelayanan air minum kepada

masyarakat.

218

Adapun Perjanjian Kerjasama yang dilakukan di wilayah

PAM Jaya dengan mitra swasta (PALYJA dan AETRA)

tidak menggugurkan wewenang yang diberikan oleh

Gubernur kepada PAM Jaya.***

(sumber foto : PAM Jaya)

BAGAIMANA SISTEM PENYEDIAAN

AIR MINUM (SPAM)

DISELENGGARAKAN?

SISTEM Penyediaan Air Minum atau disingkat SPAM

untuk wilayah di Indonesia ini mengacu pada aturan

Penyelenggaraannya, yaitu Peraturan Menteri PU no 18

/PRT/M/2007.

Berikut adalah rangkuman terkait dengan

Penyelenggaraan SPAM

220

1. Ruang Lingkup (Pasal

3), Perencanaan

Pengembangan SPAM

terdiri dari : (1) Rencana

Induk Sistem

Penyediaan Air Minum

(RISPAM); (2) Studi

Kelayakan SPAM; (3)

Perencanaan Teknis

SPAM.

2. Pemerintah Daerah

WAJIB menyusun

kebijakan dan strategi Pengembangan SPAM

daerah mengacu pada kebijakan dan strategi

Pengembangan SPAM dan peraturan pemerintah

yang berlaku (Pasal 4 ayat 2)

3. Periode perencanaan RISPAM adalah 15-20 tahun

(Pasal 8 ayat 1); RISPAM harus dikaji ulang setiap

5 tahun atau dapat diubah (Pasal 8 ayat 2)

4. RISPAM ditetapkan oleh Kepala daerah melalui

surat keputusan (Pasal 9)

5. Studi kelayakan disusun berdasarkan RISPAM,

kajian kelayakan, kajian sumber pendanaan (Pasal

15 ayat 2)

6. Studi kelayakan dapat disusun oleh pemerintah

dan/atau pihak swasta (Pasal 17); studi kelayakan

ditetapkan oleh penyelenggara (Pasal 19)***

STAKEHOLDER PELAYANAN AIR

MINUM DKI JAKARTA

KEBIJAKAN Pemerintah pusat untuk mempercepat

pengingaktan pelayanan air bersih di DKI Jakarta

ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian

Kerjasama PAM Jaya dengan Mitra Swasta pada tanggal 6

Juni 1997.

Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini berlaku untuk masa 25

tahun dan efektif sejak tanggal 1 Februari 1998.

Kerjasama dengan pihak ketiga termasuk pihak swasta

dimungkinkan menurut pasal 45 Perda DKI Jakarta no

222

13/1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI

Jakarta yaitu :

1. Dalam mengembangkan usahanya PAM Jaya

dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta

dalam dan luar negeri, BUMN, BUMD, dan

koperasi

2. Kerjasama yang dimaksud adalah dalam bidang

usaha atau kegiatan yang bertalian langsung

dengan atau menunjang usaha pengadaan dan

distribusi air minum

3. Kerjasama ini dilakukan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan Penyediaan air

minum DKI Jakarta meliputi, Pihak PAM Jaya, Mitra

suwasta, Pemerintah pusat, Badan Regulator, dan

Pelanggan (masyarakat), hubungan para stakeholder

terlihat dalam diagram berikut.

223

PERIZINAN PENGGUNAAN AIR

BAKU UNTUK AIR MINUM

PASAL 11 Ayat 1 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber

Daya Air (SDA) menyebutkan untuk menjamin

terselenggaranya pengelolaan SDA yang dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi

kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan

disusun pola pengelolaan SDA. Dalam Pasal 12 Ayat 3

disebutkan ketentuan mengenai pengelolaan air

permukaan dan pengelolaan air tanah diatur lebih lanjut

dalam Peraturan Pemerintah (PP). Dalam hal ini, PP yang

mengatur tentang Pengelolaan SDA adalah PP No. 42

Tahun 2008.

226

Perizinan dalam pengelolaan SDA tertuang dalam Bab VIII

PP No. 42 Tahun 2008. Perizinan dalam pengelolaan SDA

salah satunya diperlukan untuk kegiatan penggunaan SDA

untuk tujuan tertentu seperti air baku untuk air minum.

Penggunaan SDA untuk air permukaan wajib

mendapatkan izin dari (Pasal 101 ayat 2):

1. Bupati/Walikota untuk penggunaan SDA pada

wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

2. Gubernur untuk penggunaan SDA pada wilayah

sungai lintas kabupaten/kota; atau

3. Menteri untuk penggunaan SDA pada wilayah

sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,

dan wilayah sungai strategis nasional.

PELUANG BANTUAN PEMERINTAH

DALAM Pelaksanaan kerjasama dibidang Air Minum

khususnya, terdapat beberapa tipe, diantaranya kerjasama

antara pemerintah dan swasta, dikenal dengan KPS, dan

type Bussiness to Bussiness (B to B) yang merupakan

kerjasama murni antara mitra swasta.

Adapun kontribusi dari masing-masing pihak yang

melakukan kerjasama ada yang memungkinkan adanya

bantuan dari pemerintah.

Seperti yang tertuang dalam Permenkeu no 52 tahun 2006

tentang Tata Cara Pemberian Hibah kepada Daerah, serta

Permendagri no 32 tahun 2011 tentang Pedoman

228

Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari

APBD, maka dimungkinkan adanya bantuan dari

pemerintah pusat ke pemerintah daerah (tipe A pada

diagram), dan juga bantuan pemerintah pusat/daerah

kepada BUMD (tipe B pada diagram)

Sementara kerjasama pemerintah swasta juga

dimungkinkan mendapat bantuan dari pemerintah seperti

yang tertuang pada PermenPU no 12 tahun 2010 tentang

Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembanhan SPAM

(tipe C pada diagram)

Sementara sistem kerjasama B to B tidak dimungkinkan

adanya bantuan dari pemerintah (type D pada diagram).***

STANDAR PELAYANAN MINIMAL

(SPM)

PENCAPAIAN tingkat pelayanan dasar pada umumnya

dan pelayanan air minum khususnya harus dapat terjamin

dengan mutu yang baik bagi masyarakat.

Tingkat pelayanan dituangkan dalam Standar Pelayanan

Minimal (SPM) yang berpedoman pada Peraturan

Pemerintah (PP) nomer 65 tahun 2005 tentang Pedoman

Penyusunan dan Penerapan SPM.

Standar Pelayanan Minimal (selanjutnya disingkat SPM)

disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan

urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan

230

dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah

Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar

kepada masyarakat secara merata dalam rangka

penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM

ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas

waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh masing-

masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-

Departemen dilakukan melalui konsultasi yang

dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim Konsultasi

terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Departemen

Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur

Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga

Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan.

Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data

dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi

daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen

melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam

penerapan SPM. Pembinaan penerapan SPM terhadap

Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah

dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan

Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai

wakil Pemerintah di daerah.

Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas

penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka

231

menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada

masyarakat. Pemerintah dapat memberikan sanksi kepada

Pemerintah Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM

dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam

Peraturan Menteri berdasarkan hasil monitoring dan

evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi khusus

daerah yang bersangkutan.

Bagaimana dengan SPM Air Minum di DKI Jakarta? ***

SANKSI DAN DENDA

DALAM perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dan Mitra

Swasta (PALYJA dan Aetra), memuat pasal mengenai

Sanksi dan Denda.

Disebutkan dalam pasal 31 Perjanjian kerjasama bahwa

sanksi dan denda meliputi :

Ayat 31.1 Denda untuk kegagalan memenuhi target

teknis

Ayat 31.2 Sanksi dan Denda karena tidak memenuhi

standar pelayanan

Ayat 31.3 Denda untuk keterlambatan pembayaran.

234

Ayat 31.4 Sanksi dan denda karena tidak mematuhi

kewajiban-kewajiban yang terkait dengan aset dan

program invesatasi.

Besaran denda menurut Addendum III periode 2008-2012

lampiran C, dari lima target teknis, hanya dua item yang

memiliki besaran denda yaitu : (1) denda ketidaktercapaian

Tingkat Kehilangan Air sebesar Rp 80.000.000 dikali

selisih target dan aktual dalam rata-rata 6 bulan; (2) denda

kegagalan memenuhi jumlah tambahan pelanggan baru

sebesar Rp 15.000 setiap kegagalan penambahan satu

pelanggan baru.

Yang menarik adalah seperti tertuang pada ayat 31.1,

mengenai target teknis salah satuny adalah (f) Jumlah

Sambungan. Namun besaran denda yang ditetapkan

adalah untuk penambahan jumlah sambungan baru.

Pada akhir tahun 2013 terkait dengan jumlah sambungan,

kedua mitra swasta tidak berhasil memenuhi jumlah

sambungan pelanggannya, namun hal ini lebih disebabkan

karena banyaknya pemutusan sambungan pelanggan.***

INDIKATOR SISTEM

PENGENDALIAN KUALITAS AIR

MINUM AETRA TAHUN 2009

BADAN Regulator PAM DKI pernah diminta oleh

Pengadilan Pajak sebagai saksi ahli untuk verifikasi

terhadap air yang didistribusikan Aetra kepada pelanggan

pada tahun 2009.

Dalam kesempatan tersebut, Badan Regulator PAM DKI

melalui Ir Kris Tutuko selaku ketua BR, pada tanggal 24

Juli 2013 hadir pada persidangan sebagai saksi ahli.

Hal yang disampaikan oleh Badan regulator adalah

sebagai berikut :

236

Kualitas Air Baku :

Kualitas Air Hasil Produksi :

Kinerja Distribusi :

237

Instalasi Pelanggan :

PELAKSANAAN KEGIATAN

INVESTASI DAN OPERASIONAL

DENGAN adanya kerjasama pengelolaan Air Minum di DKI

Jakarta, maka telah disepakati bersama segala kegiatan

terkait dengan investasi dan operasional terkait

pembangunan pengembangan, perbaikan sarana yang

mendukung Air Minum di DKI Jakarta.

Jenis kegiatan tersebut tentunya dinyatakan dalam sebuah

perencanaan 5 tahunan yang dijabarkan dalam program

tahunan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dan

dalam pelaksanaan segala kegiatan investasi dan

operasionalnya tersebut maka pihak Operator

mendapatkan imbalan (water charge).

240

Beberapa kegiatan yang kemudian muncul dan

memberikan perubahan yang signifikan terhadap volume

pekerjaan dan pembiayaan, seharusnya memiliki

mekanisme yang juga harus disepakati keduabelah pihak.

Kesepakatan ini penting guna terwujudnya program terkait

pengelilaan Air Minun di DKI Jakarta.***

3 KEUANGAN

APAKAH WATER CHARGE ITU?

DALAM kerjasama PAM Jaya dengan PALYJA dan

AETRA, dikenal istilah Tarif dan Water Charge (imbalan).

Tarif adalah besaran harga yang diberlakukan kepada

setiap pelanggan resmi air minum yang dibayarkan kepada

operator. Besarnya tarif adalah sesuai dengan golongan

pelanggan yang berlaku, dan jumlah tagihan yang harus

dibayar setiap pelanggan adalah sesuai dengan jumlah

kubikasi air yang di konsumsi (tercatat dalam meteran air

pelanggan).

242

Water Charge (WC)/imbalan adalah unit harga yang

diterima oleh pihak II (Palyja dan Aetra) sebagai imbalan

atas jasa pengelolaan (operator) yang dilakukan. WC dikali

dengan total kubikasi air yang terjual adalah merupakan

pendapatan bagi pihak II.

Skematik mengenai tarif dan water charge disampaikan

dibawah ini :

APAKAH AFFORDABILITAS ITU?

DALAM menetapkan tarif, salah satu kriterianya adalah

Keterjangkauan atau dikenal juga dengan Affordablitas.

Seperti tertuang pada Permendagri nomer 23 tahun 2006

tentang Pedoman Teknis dan tata cara Pengaturan Tarif

Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum, dalam

pasal 2 terdapat prinsip penetapan tarif, yaitu : (a)

Keterjangkauan dan Keadilan; (b) Mutu Pelayanan; (c)

Pemulihan Biaya; (d) Efisiensi pemakaian air; ( e)

Transparansi dan akuntabilitas; (f) Perlindungan Air Baku.

244

Keterjangkauan dalam pasal 2 ini juga dijelaskan dalam

pasal 3 sebagai berikut : (1) Tarif untuk standar kebutuhan

pokok air minum harus terjangkau oleh daya beli

masyarakat pelanggan yang berpenghasilan sama dengan

upah Minimum Provinsi; (2) Tarif memenuhi prinsip

keterjangkauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

apabila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi

standar kebutuhan pokok air minum tidak melampaui 4%

(empat perseratus) dari pendapatan masyarakat

pelanggan.

Bagaimana affordabilitas pelanggan DKI Jakarta?***

BAGAIMANA AFFORDABILITAS

PELANGGAN DKI JAKARTA?

UNTUK mengetahui berapa tingkat keterjangkauan

(Affordabilitas) pelanggan di DKI Jakarta, berikut hasil

kajian Badan Regulator untuk tahun 2009.

Ini adalah tabel hasil survey yang menunjukkan rata-rata

pengdapatan setiap golongan pelanggan.

246

Selanjutnya adalah tabel yang membandingkan antara

belanja air setiap golongan pelanggan dengan nilai 4% dari

pendapatan sebagaimana pada tabel sebelumnya.

247

Nampak bahwa jika mengacu pada plafond sebesar 4%

berdasarkan Permendagri 23 tahun 2006, maka golongan

pelanggan Kelompok 4A dan 4B sudah melampaui tingkat

keterjangkauan.

Sebaliknya untuk golongan pelangan lainnya, masih

memenuhi kriteria terjangkau.

Adapun keterjangkauan ini baru merupakan salah satu

parameter dalam Permendagri 23 tahun 2006 mengenai

tata cara penetapan tarif air minum.***

(video pemaparan kajian Affordabilitas 2009 di hadapan

Wagub DKI Jakarta)

CARA MENGHITUNG TARIF

PROGRESIF

TARIF Progresif adalah pemberlakuan tarif sesuai dengan

tingkat pemakaian air minum, artinya semakin besar

pemakaian air, pelanggan akan membayar lebih tinggi.

Sebagai contoh jika pelanggan dengan kelompok II

menggunakan air sebanyak 5 m3, maka dia membayar

biaya airnya sebesar 5 m3 x Rp 1.050 = Rp 5.250. Jika

Pelanggan dari kelomok yang sama menggunakan air

sebanyak 25 m3, maka perhitungan tarifnya adalah : (10

m3 x Rp 1.050)+(10 m3 x Rp 1.050)+(5 m3 x Rp 1.575) =

Rp 10.500 + Rp 10.500 + Rp 7.875 = Rp 28.875

250

Jadi Formulasi perhitungan total tarif yang harus dibayar

pelanggan adalah

R = (K1xT1)+(K2xT2)+(K-(K1+K2)xT3))

R = Nilai Rekening

K1 = Konsumsi air pada blok pemakaian air tarif T1 < 10

m3

K2 = Konsumsi air pada blok pemakaian air tarif T2 < 20

m3

K = Konsumsi total yang terbaca pada meter induk

T3 = tarif air pada blok konsumsi > 20 m3

PERHITUNGAN TARIF PROGRESIF

PELANGGAN METER BESAR

APAKAH perhitungan tarif untuk pelanggan biasa, berlaku

juga untuk pelanggan meter besar/meter induk seperti

Rumah Susun, apartemen, Asrama?

252

Sebagai contoh mari kita lihat lagi struktur tarif yang

berlaku di DKI Jakarta saat ini.

Kasus 1

Sebuah pelanggan kelompok II (sebut saja P1)

menggunakan air sebanyak 51 m3/bulan

Maka pelanggan tersebut membayar sebesar Rp 69.825

Kasus 2

Sebuah rumah susun (sebut saya RS1) terdiri dari 5 unit

kamar, masing-masing menggunakan air sebesar

253

K1(kamar 1) = 10 m3; K2=17 m3; K3 = 9 m3; K4 = 13 m3;

K5 = 2 m3.

Kubikasi yang terbaca di meter besar adalah total 51 m3,

jika Rumah susun ini harus membayar seperti halnya

Pelanggan P1, maka pengelola rumah susun tersebut

membayar ke Operator adalah sebesar Rp 69.825.

Namun jika setiap kamar membayar sesuai tarif yang

berlaku maka seperti terlihat pada tabel berikut maka total

dari setiap kamar adalah sebesar Rp 53.550. Terdapat

perbedaan diakibatkan perhitungan kubikasi yang sama

antara pelanggan di meter besar dengan pelanggan di

meter biasa.

Maka sesuai dengan ketentuan Permendagri 23 tahun

2006 pada lampiran I sebagai berikut :“Dalam

menentukan standar kebutuhan pokok, apabila satu

sambungan PDAM digunakan oleh lebih dari satu

rumah tangga, seperti misalnya pada rumah susun,

atau digunakan oleh banyak orang, sepertl misalnya pada

asrama atau panti asuhan; maka jumlah standar

kebutuhan pokok bagi sambungan dimaksud dihitung

atas dasar jumlah rumah tangga atau jumlah orang

yang menggunakan sambungan tersebut. Dalam hal

254

ini,misalnya satu sambungan digunakan oleh 10 rumah

tangga, maka standar kebutuhan pokok bagi

sambungan tersebut per bulan dihitung sebesar 10

rumah tangga X 10 m3 = 100 m3. Dengan cara yang

sama, apabila suatu panti asuhan dihuni oleh 100

orang, maka standar kebutuhan pokok untuk satu

sambungan yang melayani panti asuhan dimaksud per

bulan dihitung sebesar 100 orang X 30 hari X 60/1000 m3

= 180 m3.”

Maka perhitungan blok konsumsi untuk pelanggan satu

sambungan yang digunakan lebih dari satu rumah tangga

adalah sebesar N x kebutuhan pokok, sehingga blok

konsumsi menjadi seperti tabel di bawah ini.

Selanjutnya perhitungan tarif untuk kelomok RS1 adalah

sebagai berikut.

Sehingga tarif yang harus di bayar setiap pelanggan di

dalam meter besar dan meter biasa adalah sama.***

DASAR PENENTUAN TARIF

PELANGGAN AIR MINUM

PENGELOMPOKAN tarif pada PDAM, adalah didasari

oleh pertimbangan keadilan dan keterjangkauan,

sebagaimana diatur dalam Permendagri no 23 tahun 2006.

Secara umum pembagian Blok Konsumsi dapat dibagi

menjadi 2 bagian yaitu :

(1) Blok I : yaitu blok konsumsi untuk pemakaian air

minum sampai dengan pemenuhan standar kebutuhan

pokok

256

(2) Blok II : blok konsumsi untuk pemakaian air minum

di atas pemenuhan standar kebutuhan pokok

Standar pemenuhan kebutuhan pokok adalah sebesar 10

m3/bulan.

Pengelompokan pelanggan dibagi menjadi :

(1) Layak mendapat subsidi,

(2) tidak mendapat subsidi, dan

(3) memberi subsidi dangan tarif yang mengandung

tingkat keuntungan.

Sehingga pelanggan PDAM dapat diklasifikasikan

menjadi:

Kelompok I menampung jenis-jenis pelanggan

yang membayar tarif rendah untuk memenuhl

standar kebutuhan pokok air minum,

Kelompok II menampung jenis-jenis pelanggan

yang membayar tarifdasar untuk memenuhi

standar kebutuhan pokok air minum,

Kelompok III menampung jenis-jenis pelanggan

yang membayar tarif penuh untuk memenuhl

standar kebutuhan pokok air minum, dan

Kelompok Khusus menampung jenisjenis

pelanggan yang membayar tarif air minum

berdasarkan kesepakatan

Tarif PDAM dibedakan menjadi 4 type yaitu :

Tarif rendah adalah tarif bersubsidi, yakni tarif

lebih rendah dari proyeksi biaya dasar.

257

Kebijakan tarif rendah ini sebagal floor price

pollicy. Oleh karena itu penetapan tarif rendah

tidak dianjurkan lebih rendah dari biaya

produksi air (cost of goods sold) yang terdiri

dari komponen biaya sumber, biaya pengolahan

dan biaya transmisi dan distribusi. Jika hal itu

terjadi, makadiperlukan adanya subsidi. Besaran

subsidi yang akan diberikan untuk tarif rendah

ditetapkan oleh masing-masing PDAM dengan

persetujuan pemerintah daerah dan disesuaikan

dengan kondisi masing-masing daerah. Oleh

karena itu besar tarif rendah dapat bervariasi

antar segmen pelanggan dan merefleksikan

kebijakan pemerintah daerah terhadap peran

PDAM dalam mengemban misi dan fungsl

pelayanan terhadap kebutuhan dasar masyarakat

atau public service obligation.

Tarif dasar nilainya sama atau ekuivalen

dengan biaya dasar. Bagi pelanggan yang

dikenakan tarif dasar, berarti tidak memperoleh

subsidi dan tidak pula memberikan subsidi kepada

pelanggan lainnya.

Tarif penuh nilainya lebih besar dibandingkan

biayadasar dan besarnya dapat bervariasi. Di

dalam tarif penuh terkandung komponen tingkat

keuntungan yang wajar dan kontra subsidi silang.

Artinya, pelanggan yang dibebani tarif penuh

memberikan subsidi silang kepada pelanggan yang

membayar dangan tarif rendah.

Tarif yang ditetapkan berdasarkan

kesepakatan ditentukan oleh PDAM

berdasarkan kesepakatan dengan masing-masing

258

konsumen/pelanggan. Dalam menentukan

kesepakatan, diperlukan komunikasi berdasarkan

kesukarelaan yangsaling menguntungkan kedua

belah pihak.

DUAL TARIF DKI JAKARTA

PENGELOLAAN air minum di DKI Jakarta menganut

sistem “dual tariff” yaitu : (1) Tarif yang dibayarkan oleh

pelanggan kepada Pengelola dan (2) Water Charge

(imbalan) yang dibayarkan PAM Jaya kepada operator.

Dengan kata lain setiap kubikasi air yang didistribusikan

kepada pelanggan maka akan terjadi hal sebagai berikut :

1. Pelanggan membayar kepada Pengelola sesuai

golongan tarif dan kubikasi air yang digunakan

2. PAM Jaya membayar imbalan kepada Operator

sesuai dengan Water Charge yang berlaku.

260

Sebagai ilustrasi, tabel dibawah menunjukkan berapa tarif

yang harus dibayar setiap kelompok pelanggan untuk

penggunaan 10m3 air, dan berapa imbalan yang diterima

oleh operator.

Terlihat bahwa imbalan yang harus dibayarkan kepada

operator dari hasil “menjual” air kepada pelanggan

kelompok K1 – K4A (untuk Aetra K1-K3B) adalah lebih

besar daripada revenue yang didapat dari kelompok

bersangkutan. Namun akan “tertutupi” dari penjualan air

kepada golongan K4B dan khusus (untuk Aetra K4A-

Khusus)

Tabel berikut menunjukkan bahwa tarif rata-rata tarif nya

juga masih lebih tinggi dari Water charge.

261

Dengan situasi seperti ini, apakah berarti pengelola lebih

menyukai “melayani” pelanggan yang memiliki kelompok

tarif yang tinggi?***

TUNGGAKAN TAGIHAN REKENING

SALAH satu parameter yang mencerminkan kinerja PDAM

adalah efektifitas Penagihan, yaitu banyaknya pendapatan

yang dibayar oleh pelanggan terhadap tagihan yang

diterbitkan oleh operator.

Sejak tahun 2001 hingga tahun 2013 tunggakan PALYJA

sebesar 2,82%, dan tunggakan Aetra sebesar 3,49%.

Tingkat penagihan rata-rata PALYJA dalam periode 2008-

2013 adalah 94,63% dan tingkat penagihan rata-rata Aetra

periode 2008-2013 adalah 95,47%.

264

Jika merujuk pada Addendum Proyeksi Keuangan Periode

Rebasing 2008-2012, tingkat keberhasilan penagihan

rekening air yang dianggap wajar tahun 2013 adalah

sebesar 97,5%, dengan kata lain toleransi terhadap

rekening yang tidak tertagih adalah sebesar 2,5%.***

TARIF YANG BERBEDA BAGI

PELANGGAN AIR MINUM DI

RUMAH SUSUN

DALAM suatu sosialiasi yang diadakan PT PALYJA di

wilayah Rumah Susun Kebon Kacang, terdapat keluhan

dari pelanggan rusun terkait dengan berbedanya tarif air

minum yang dikenakan oleh pengelola satu rumah susun

dengan rumah susun yang lainnya.

Pelanggan di rumah susun biasanya merupakan

pelanggan “meter besar” atau meter induk, yang artinya,

pihak PAM Jaya/operator hanya menyediakan satu unit

meter air untuk pelanggan kumulatif. Diperlukan sebuah

badan pengelola yang bertugas untuk menyalurkan air ke

setiap penghuni di rumah susun/apartemen/kelompok

pelanggan.

266

Ini berarti PAM Jaya/operator bertanggung jawab atas

pelayanan air minum hingga batas meter besar,

selanjutnya dari meter besar ke pelanggan adalah menjadi

tanggung jawab pengelola. Begitu juga terkait dengan tariff

yang diberlakukan, PAM Jaya/operator akan

mengeluarkan tagihan kepada pengelola dan tariff yang

berlaku adalah sesuai dengan golongan tarif yang berlaku

(baca : PERGUB 11/2007)

Pengelola Rumah susun selanjutnya dapat menetapkan

tariff yang diberlakukan kepada setiap penghuni sesuai

dengan kesepakatan. Panduan untuk perhitungan tarifnya

dapat dilihat pada artikel PERHITUNGAN TARIF

PROGRESSIF PELANGGAN METER BESAR.

267

Dengan demikian jika terdapat perbedaan pemberlakukan

tariff oleh pihak pengelola kepada setiap penghuni Rumah

susun, maka tentu pihak pengelolalah yang paling

kompeten dalam memiliki alasan dan dasar pemberlakuan

tariff nya.***

PETA TARIF RATA-RATA

PELANGGAN DI DKI JAKARTA

SELAIN peta konsumsi rata-rata, Badan Regulator PAM

Jaya juga memantau kondisi tariff rata-rata pelanggan di

wilayah DKI Jakarta.

Tarif rata-rata diambil dari pembagian rekening air dengan

volume yang dikonsumsi setiap pelanggan di seluruh

wilayah DKI Jakarta.

270

Gambar Tarif Rata-Rata Air Minum per PC di DKI

Jakarta April 2014

Dari peta berikut ini (status April 2014) tersebut dapat

dilihat sebaran jenis pelanggan beserta tariff rata-ratanya,

terlihat di wilayah mana saja pelanggan yang membayar

dibawah tariff rata-rata atau yang diatas.

Diharapkan dengan mengetahui kondisi sebaran

pelanggan yang membayar tariff rata-rata, dapat diambil

langkah yang perlu terkait dengan pengembangan wilayah

pelayanan di masa mendatang.***

4 HUBUNGAN

PELANGGAN

JENIS PELANGGAN AIR BERSIH DKI

JAKARTA

JENIS pelanggan di suatu wilayah pelayanan pada

umumnya terbagi menjadi pelanggan Domestik dan Non

Domestik.

Untuk DKI Jakarta, terdapat 53 Golongan pelanggan yang

tertuang dalam PERGUB DKI Jakarta No 11/2007. Terdiri

dari 18 Golongan Pelanggan Domestik dan 35 Golongan

Pelanggan Non Domestik.

Daftar Jenis Pelanggan Domestik dan Non Domestik DKI

Jakarta, adalah sebagai berikut :

272

KONSUMSI RATA-RATA

PELANGGAN DKI JAKARTA

BERAPA kah konsumsi rata-rata sambungan pelanggan di

DKI JAKARTA

Jika kita mendiami sebuah rumah, kira-kira berapa

kebutuhan air nya untuk satu hari?, untuk satu bulan?

Jika total kubikasi air yang terjual di DKI JAKARTA dibagi

dengan seluruh jumlah pelanggan baik pelanggan

domestik maupun non domestik, maka akan didapat angka

rata-rata konsumsi setiap sambungan pelanggannya.

274

Penjelasan untuk masing-masing operator disajikan pada

tabel berkut ini:

Konsumsi tertinggi untuk wilayah PALYJA dimiliki oleh

salah satu pelanggan dengan kode pelanggan 3S

(apartemen) dengan konsumsi sebesar 90.388 m3 per

bulan nya, sementara untuk wilayah AETRA, konsumsi

275

tertingginya dimiliki oleh salah satu pelanggan dengan

kode pelanggan 2C (kantor instansi pemerintah) sebesar

150.153 m3 per bulannya. (data Januari 2014)

Dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata konsumsi tahun

2013 untuk semua jenis sambungan pelanggan (domestik

dan non domestik) adalah 32.54 m3/bulan untuk PALYJA ;

32.64 m3/bulan untuk pelangan AETRA; dan untuk DKI

JAKARTA konsumsi rata-rata nya adalah sebesar 32.59

m3/bulan.

Nilai ini meningkat di bandingkan konsumsi rata-rata tahun

2012 sebesar 32.35 m3/bulan, sementara konsumsi rata-

rata untuk awal tahun 2014 ini adalah sebesar 31.19

m3/bulan.***

catatan : konsumsi 30 m3/bulan, setara dengan 1 m3/hari,

atau 1000 liter/hari. Sebagai ilustrasi, satu drum minyak

tanah rata-rata berkapasitas 200 liter.

POLA KONSUMSI PELANGGAN

RUMAH TANGGA DKI JAKARTA

SETELAH mengetahui berapa konsumsi rata-rata

sambungan Pelanggan DKI Jakarta, maka kini berapa

konsumsi rata-rata pelanggan DOMESTIK nya? Lebih jauh

lagi bagaimana pola konsumsi pelanggan rumah tangga di

DKI Jakarta?

Pelanggan Rumah Tangga terbagi menjadi 4 jenis

Golongan pelanggan yaitu :

278

1. Rumah Tanggal Sangat Sederhana (2A1)

2. Rumah Tangga Sederhana (2A2)

3. Rumah tanggal Menengah (2A3)

4. Rumah tangga Mewah (2A4)

Berikut adalah grafik konsumsi rata-rata golongan

pelanggan rumah tangga sejak tahun 2008-2014

279

Khusus untuk tahun 2014 ditampilkan grafik untuk bulan

Januari 2014.

Yang menarik dari grafik ini adalah, bahwa konsumsi

pelanggan dari golongan pelanggan RT Sangat sederhana

adalah lebih tinggi dari konsumsi rata-rata golongan

280

pelanggan rumah tangga lainnya. Hal ini berlaku di wilayah

PALYJA. Padahal jika dilihat secara wajar, konsumsi air

pelanggan rumah tangga idealnya adalah semakin

bertambah dengan meningkatnya jenis golongan rumah

tangga (dari sangat-sederhana >> mewah). Untuk wilayah

AETRA, konsumsi rata-rata pelanggan golongan 2A1 tetap

lebih tinggi kecuali dibandingkan dengan konsumsi rata-

rata golongan pelanggan 2A4.

Melihat lebih dalam kepada pelanggan 2A1 ditampilkan

dalam tabel berikut:

Nampak bahwa meskipun pelanggan 2A1 termasuk

golongan pelanggan kategori Rumah Tangga Sangat

Sederhana, namun terdapat 1,9 % pelanggan PALYJA

dan 2,8 % pelanggan AETRA yang pelanggannya

menggunakan air sebanyak lebih dari 100 m3 per

bulannya.

Hal ini bisa terjadi dengan beberapa kemungkinan,

diantaranya adalah pelanggan tersebut tidak

mengkonsumsi air hanya untuk kebutuhan Rumah Tangga

nya, atau Pelanggan tersebut tidak berada pada golongan

pelanggan (kelompok tarif) yang tepat.

281

Fenomena ini perlu dicermati lebih lanjut mengingat di

dalam PERDA 11 tahun 1993 pasal 24 ayat d

menyebutkan “setiap orang atau badan dilarang

mendistribusikan air minum keluar persil pelanggan”***

ZERO CONSUMPTION

JUMLAH pelanggan air minum di DKI Jakarta per Januari

2014 adalah sebanyak 803.666 sambungan dengan

jumlah total air terjual (volume sold) sebanyak 25.068.442

m3 *. Apakah seluruh pelanggan ini aktif menggunakan

dan membeli air?

Ternyata dari delapan ratusan pelanggan di DKI Jakarta,

terdapat 127.289 sambungan yang tidak menggunakan air

pada bulan Januari 2014.

284

Perlu investigasi lebih lanjut terkait apakah pelanggan

“zero consumption” ini tidak menggunakan air, apakah

karena memang memutuskan tidak menggunakan air

karena ada substitusi sumber air lain, atau karena

memang pelanggan tersebut tidak mendapatkan air.

Adapun komposisi pelanggan zero ini berdasarkan

kelompok pelanggannya, dapat dilihat pada diagram

berikut ini

Apakah jumlah pelanggan zero ini akan bertambah atau

berkurang, seiring bertambahnya waktu ?***

(catatan * : Vol sold berdasarkan master cetak Januari

2014, belum termasuk air illegal terbayar milik AETRA

sebesar 18.007 m3)

DIMANAKAH BANYAK PELANGGAN

“ZERO”?

TERKAIT dengan tulisan Zero Consumption sebelumya,

terdapat ratusan ribu pelanggan di DKI Jakarta yang tidak

mengkonsumsi air. Dengan mengamati dimana pelanggan

“zero” ini berada akan bisa di temukan apa penyebab

pelanggan tersebut tidak mengkonsumsi air nya.

Peta berikut menggambarkan daerah yang memiliki paling

banyak pelanggan zero lebih dari 5% dari total pelanggan

di wilayah tersebut.

286

Peta berikutnya adalah menggambarkan wilayah yang

memiliki tekanan dibawah standar (0.75 atm).

287

Jika kedua peta ini di “tumpuk” (overlay), akan ditemukan

wilayah yang berimpit antara pelanggan zero dengan yang

memiliki tekanan dibawah standar (0.75 atm).

Sehingga patut diduga bahwa pelanggan yang tidak

mengkonsumsi air di wilayah-wilayah tersebut adalah

disebabkan karena secara teknis wilayah tersebut memiliki

tekanan air yang kurang, sehingga air tidak tiba di

pelanggan.

288

Jika dilakukan perbaikan distribusi di wilayah tersebut,

pelanggan zero tentu akan dengan senang hati

mengkonsumsi air.***

BAGAIMANA

PERTAMBAHAN/PENGURANGAN

PELANGGAN AIR MINUM DI DKI

JAKARTA?

JUMLAH Pelanggan air minum DKI Jakarta adalah dinamis

setiap waktunya, bagaimana perkembangan pertambahan

(dan juga pengurangan) pelanggan di setiap wilayah

kerjasama?

Sebagai bahan analisa, digunakan data pelanggan yang

dikelompokkan dalam setiap Permanen Area (PA) atau

Primary Cell (PC), kemudian dilihat perubahan jumlah

290

pelanggannya antara pelanggan Januari 2013 dan

Pelanggan Januari 2014.

Jumlah pelanggan PALYJA pada Januari 2013 adalah

407.461 pelanggan, dan pada Januari 2014 sebesar

404.534, dengan kata lain terjadi penurunan jumlah

pelanggan sebesar 2.527 pelanggan.

Jumlah pelanggan AETRA pada Januari 2013 adalah

393.266 pelanggan, dan pada Januari 2014 sebesar

399.132, atau terjadi penambahan pelanggan sebesar

5.866 pelanggan.

Total DKI Jakarta mengalami penambahan pelanggan

sebesar 3.339 pelanggan dalam satu tahunnya (2013-

2014).

Jika dicermati lebih jauh, dapat dilihat di wilayah mana saja

terjadi penambahan pelanggan terbesarnya sekaligus

wilayah mana saja yang mengalami pengurangan

(pencabutan) pelanggan terbanyak, dalam kurun waktu

satu tahun ini, seperti terlihat dalam tabel berikut ini :

291

292

Ada nya pelanggan yang di cabut perlu dicermati lebih

lanjut mengingat hal ini terkait dengan investasi yang telah

dikeluarkan untuk penambahan sambungan.

Pihak Operator tentu memiliki penjelasan terkait kondisi

tersebut diatas, sekaligus menjadikan acuan bagi rencana

kegiatan di masa mendatang.***

(sumber bacaan relevan lainnya : Evaluasi Pelanggan

Baru 2008-2012 )

KOMPOSISI PELANGGAN DOMESTIK

DAN NON DOMESTIK DKI JAKARTA

SETELAH menyimak Jenis Pelanggan Air di DKI Jakarta,

maka dalam sebuah perencanaan sistem air bersih, salah

satu variabel utama adalah menentukan komposisi

pelanggan domestik dan non domestik sebagai acuan

penentuan kebutuhan air (demand).

Berdasarkan data pelanggan bulan Januari 2013 dan

Januari 2014, dapat dikelompokkan pelanggan

berdasarkan golongan pelanggannya.

294

Nampak bahwa komposisi konsumsi domestik DKI untuk

tahun 2014 menurun 1 % dari komposisi konsumsi

domestik DKI tahun 2013.

Apakah arti hal tersebut?

Jika dilihat rata-rata konsumsi domestik DKI tahun 2013

sebesar 26.93 m3/bulan dan rata-rata konsumsi domestik

DKI tahun 2014 sebesar 26.73 m3/bulan, nampak terjadi

sedikit penurunan rata-rata konsumsi domestiknya.

Penurunan rata-rata konsumsi domestik ini seolah-olah

“berpindah” kepada pelanggan Non Domestik (komersial),

295

dan ini jelas terlihat dari bertambahnya total kubikasi dari

24,9 juta m3 menjadi 25,1 juta m3.

Analisa yang lebih baik tentu dapat dihasilkan dengan

mengamati perkembangan data pada setiap bulannya.***

(catatan : Pelanggan domestik didasarkan kepada

golongan pelanggan pada master cetak pada field TARIF.

sumber bacaan relevan lainnya : Evaluasi Pelanggan Baru

2008-2012)

PENCAPAIAN KUALITAS AIR

VERSUS KELUHAN PELANGGAN

SALAH satu pencapaian standar pelayanan dalam

Perjanjian Kerjasama Air minum DKI Jakarta adalah

KUALITAS AIR.

Kriteria Kualitas air terdapat pada pasal 21 Perjanjian

Kerjasama, lampiran 8, lampiran 18, dan lampiran F

addendum III yang menetapkan titik pemantauan kualitas

air.

PALYJA memiliki 334 titik sampel pada 45 PA, Aetra 292

titik sampel pada 67 PC yang secara periodik dipantau

298

kualitasnya dengan mengacu pada PERMENKES

492/2010.

Jika mengacu pada pencapaian kualitas air pada titik

sampel yang disepakati tersebut, sesuai laporan bulan

Januari 2014, PALYJA mencapai 100% dan Aetra 93%.

Disisi lain, terdapat juga data mengenai laporan

pengaduan pelanggan terkait dengan kualitas air, dan

pada laporan bulan yang sama (Januari 2014) PALYJA

memiliki 182 pengaduan, dan Aetra memiliki 50

pengaduan.

Dari dua kondisi tersebut diatas, nampaknya perlu

dievaluasi kembali terkait angka pencapaian kualitas air,

sehingga walaupun seluruh titik sampel yang disepakati

299

telah memenuhi persyaratan kualitas air, tapi perlu di

pertimbangkan juga adanya pengaduan pelanggan terkait

kualitas airnya.***

PERKEMBANGAN KUALITAS

PELAYANAN AIR MINUM DKI

JAKARTA

MASIH terkait dengan pelanggan “Zero” seperti yang

pernah disampaikan sebelumnya, dan juga lokasi

pelanggan zero. Bagaimanakah perkembangan pelanggan

zero ini dari waktu ke waktu?

Mari kita lihat kembali kondisi pada 6 bulan terakhir pada

tahun 2013.

302

303

304

Peta di bagian atas merupakan peta yang

menggambarkan kondisi tekanan di titik pelanggan pada

bulan Juli 2013 dan pada bulan Desember 2013.

Sementara di bagian bawahnya terdapat deretan 6 peta

yang menggambarkan kondisi konsumsi 0 m3 (atau

pelanggan zero) setiap bulannya dari bulan Juli 2013

hingga Desember 2013.

Baik Palyja maupun Aetra, memiliki hubungan yang

konsisten antara kondisi tekanan dan pelanggan zero nya,

dengan kata lain pelanggan zero di bagian “utara”

disebabkan oleh karena tekanan air yang juga kurang.

Jika dilihat dari perkembangan pelanggan “zero” milik

Palyja, terlihat bahwa dalam rentang waktu Juli 2013

hingga Desember 2013 makin bertambah wilayah

pelanggan yang “zero”. Sementara pada wilayah Aetra,

tidak ada perubahan yang signifikan.

Perkembangan kualitas pelayanan selama 6 bulan di tahun

2013, terutama dalam hal tekanan air pada titik pelanggan

di kedua operator belum memberikan kemajuan yang

berarti. Tentu ada penjelasan dari pihak operator terkait hal

tersebut.***

MONITORING KONTINUITAS DAN

TEKANAN AIR PADA PELANGGAN

UNTUK mengetahui situasi keberlangsungan aliran air dan

tekanan air di titik pelanggan, Badan Regulator Pelayanan

Air Minum DKI Jakarta melakukan kegiatan monitoring.

Monitoring dilakukan atas dasar kesediaan pelanggan

yang mengalami keluhan tidak lancarnya air serta

kurangnya tekanan air. BR kemudian menindaklanjuti

dengan memasang alat monitoring di instalasi perpipaan

pelanggan, memantau selama 24 jam dan melaporkan

hasilnya kepada operator.

306

307

Dengan upaya monitoring ini, diharapkan akan terjadi

perbaikan pelayanan air minum di wilayah DKI Jakarta.***

(lebih lanjut : Monitoring Kontinuitas dan Tekanan Air)

BAGAIMANA PELAYANAN AIR

MINUM DI WILAYAH CILINCING?

SEORANG reporter sebuah harian Nasional mengunjungi

kantor BR meminta kesediaan waktu terkait pelayanan air

minum DKI Jakarta khususnya di wilayah Cilincing

Selanjutnya BR memberikan penjelasan terkait kinerja

operator Aetra baik secara kontraktual (target teknis), dan

juga indeks 3K di daerah Cilincing.

Dijelaskan pula mengenai RJP PAM Jaya 2014-2018 yang

merupakan cita-cita pelayanan air minum DKI Jakarta

310

hingga 5 tahun mendatang (baca : RJP PAM JAYA 2014-

2018)

Adapun visualisai daerah pelayanan di wilayah Cilincing

dalah sebagai berikut :

311

312

PETA KONSUMSI RATA-RATA

PELANGGAN DKI JAKARTA

KONSUMSI rata-rata pelanggan air minuk DKI Jakarta

dapat diperoleh dengan membagi total volume sold (air

terjual) dengan jumlah pelanggannya.

Seperti terlihat pada peta berikut ini, merupakan konsumsi

rata-rata di setiap wilayah DKI Jakarta April 2014, tingkat

konsumsi 0-50 m3 per bulan hamper merata di seluruh

wilayah DKI Jakarta. Sementara konsumsi rata-rata yang

lebih tinggi berada di wilayah yang merupakan tempat

pelanggan non domestic berada.

314

Dengan mengetahui peta dan sebaran konsumsi

pelanggan DKI Jakarta, dapat dijadikan acuan bagi

rencana pengembangan dan perbaikan pelayanan di masa

mendatang.***

PELAYANAN PUBLIK

DALAM acara Audiensi Antara PAM JAYA dengan pihak

PLN dibicarakan topic mengenai penyesuaian tariff PLN

serta keandalan pasokan listrik ke Instalasi Pengolahan air

dan pusat distribusi.

Pihak PAM Jaya melalui operatornya (PALYJA dan Aetra)

berkepentingan juga terkait keandalan pasokan tenaga

listrik dari PLN, karena jika terjadi pemadaman listrik di

Instalasi Air Minum atau Pompa-pompa distribusi,

walaupun hanya 30 menit, maka proses “recovery” dari

distribusi air kepada pelanggan bisa berlangsung selama 2

316

jam, dan ini berarti berkurangnya tingkat pelayanan bagi

pelanggan air minum.

Tanggapan PLN terhadap permasalahan tersebut adalah,

menganjurkan supaya pihak PAM Jaya menyediakan

backup power berupa Generator Listrik yang bisa

digunakan saat listrik padam, atau pihak PLN juga

menawarkan jenis langganan type Premium yang

menjamin kualitas dan keandalan listrik lebh baik.

Sebagai pelanggan tentu jawaban tersebut malah memberi

beban pilihan untuk mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk

mendapat pelayanan yang lebih baik, ada harga ada rupa,

tentunya.

317

Namun sebenarnya situasi yang sama juga kerap dihadapi

oleh pelanggan PAM Jaya, dimana PAM Jaya melaui

operator juga menyarankan pelanggannya untuk

menyediakan bak reservoir sebagai cadangan saat PAM

Jaya mengalami gangguan dalam penyaluran air nya.

Bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada

pelanggan, khususnya untuk pelayanan fasilitas umum

seperti listrik dan air minum? Tentu dengan harga yang

terjangkau dan kualitas yang baik, masih menjadikan

tantangan setiap para pengelola dan penyedia.***

(sumber foto : google.com)

PENYEBARAN PELANGGAN AIR

MINUM DKI JAKARTA

PENYEBARAN pelanggan air minum DKI Jakarta jika

ditampilkan dalam peta akan nempak pola penyebarannya.

Seperti terlihat pada peta berikut ini, adalah jumlah

pelanggan status Mei 2014.

320

Gambar . Jumlah Pelanggan Air Minum di DKI Jakarta

Mei 2014

Pelanggan yang nampak merupakan campuran antara

pelanggan domestik dan non domestik. Sehingga untuk

mempertajam analisa serta pengambilan kesimpulan atas

penyebaran pelanggan nantinya dapat dibuat peta sesuai

dengan kategori pelanggannya.

Dengan tingkat kepadatan pelanggan tersebut dapat

dianalisa terkait dengan peluang peningkatan cakupan

pelayanan serta pengembangan distribusi air.***