Knowledge Base Badan Regulator
-
Upload
jakarta-water-supply-regulatory-body -
Category
Documents
-
view
226 -
download
15
description
Transcript of Knowledge Base Badan Regulator
iii
Diterbitkan oleh:
Badan Regulator Pelayanan Air Minum DKI Jakarta (BR
PAM DKI Jakarta)
Pengarah:
Ir Kris Tutuko (Ketua), Ir. Tano Baya (Anggota Bidang
Teknik), Harri Baskoro A, SH (Anggota Bidang Hukum),
Arzul Andaliza, Ak, MBA (Anggota Bidang Keuangan,
Drs. H. Dedy Pujasumedi, Msi (Anggota Bidang Humas)
Editor:
Tatit Palgunadi
Penyusun:
Tatit Palgunadi, Camelia Indah Murniwati, Subiyantoro,
Esther Junita, Birowo Winu Aji, Aldimas Akbar, Marsha
Kamila, R. Rachmat Arga
Pendukung:
Irmawan Kanani, Zulkarnaen Siregar, Benny Bunyamin,
Patmi Rita Andayani, Kemal M. Feroz Sadek, Nadia
Pramanita, Sayuti, Tarwan, Toto Sunyoto, Mursan, Didin,
Suraji
iv
Apresiasi Untuk Substansi:
Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pam Jaya,
PT. Pam Lyonnaise Jaya, PT. Aetra Air Jakarta, Perum Jasa
Tirta II, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, PDAM Tirta
Khatulistiwa Kota Pontianak, PT. Mecoindo (Itron),
Forum Air Jakarta (FAJ), IUWASH-USAID, Pelanggan Air
Minum DKI Jakarta
v
DAFTAR ISI
BAB I TEKNIK
CAKUPAN PELAYANAN 1
BERAPA JUMLAH PENDUDUK DKI JAKARTA? 7
NON REVENUE WATER 9
SUMBER AIR BAKU DKI JAKARTA 14
UNACCOUNTED FOR WATER (UFW) 16
APAKAH SIPHON ITU? 19
AKURASI METER AIR 23
KALIBRASI ATAU TERA ULANG 27
KONTRIBUSI KEBOCORAN AIR DI DKI JAKARTA 31
DIMANAKAH AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH
JAKARTA DIOLAH? 33
BERAPA JUMLAH AIR BERSIH JAKARTA YANG
HILANG? 37
vi
PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI AIR BERSIH 39
KONDISI SUNGAI DI DKI JAKARTA 43
3K (KUANTITAS, KUALITAS, KONTINUITAS) 49
PENCAPAIAN ASPEK KUANTITAS DI WILAYAH
DKI JAKARTA 51
KUALITAS AIR DI DKI JAKARTA 55
KONTINUITAS PELAYANAN 24 JAM 59
PELAYANAN AIR MINUM VERSI RPJMD DKI
JAKARTA 61
PENCEMARAN AIR BAKU DARI KANAL TARUM
BARAT (KTB) 65
FLUKTUASI KEBUTUHAN AIR 69
RENCANA JANGKA PANJANG PAM JAYA
2014-2018 71
PERSOALAN MENGHITUNG CAKUPAN
PELAYANAN AIR MINUM PERPIPAAN DI DKI
JAKARTA 75
PENYEBAB KEBOCORAN AIR DI WILAYAH DKI
JAKARTA 77
PENETAPAN JUMLAH DAN FREKUENSI
PEMERIKSAAN KUALITAS AIR 81
UPRATING INSTALASI PENGOLAHAN AIR 83
HEMAT AIR, BAGI SIAPA?, UNTUK SIAPA? 85
LANGKAH UPRATING IPA 89
SISA KHLOR DALAM PIPA DISTRIBUSI AIR
MINUM 91
vii
BAGAIMANA AIR BISA SAMPAI KE
PELANGGAN? 95
PEMBAGIAN AREA PELAYANAN DALAM
JARINGAN DISTRIBUSI 97
PEMBAGIAN AREA PELAYANAN PADA
JARINGAN DISTRIBUSI DI JAKARTA 99
TEKANAN AIR 105
DISTRICT METERING AREA (DMA) 107
METODE PEMASANGAN PIPA DISTRIBUSI AIR
BERSIH 111
PEMASANGAN PIPA DENGAN METODE
MICROTUNNELING (BORING MACHINE) 113
PENGOLAHAN LUMPUR IPA DENGAN
DECANTER CENTRIFUGE 117
FILTER BACKWASH RECYCLING
JARINGAN PIPA DISTRIBUSI AIR MINUM DI DKI
JAKARTA 123
DETEKSI KEBOCORAN DENGAN GAS HELIUM 129
MONITORING DAN KONTROL TERHADAP
KUALITAS AIR 133
UJI COBA PERTAMA KALI INSTALASI
PENGOLAHAN AIR 137
RIVER BANK FILTRATION 143
MEMBUANG UDARA YANG TERPERANGKAP
DI DALAM PIPA 147
SISTEM PENGOLAHAN AIR MODEREN 151
viii
TYPE AIR VALVE 155
INDEKS 3K DKI JAKARTA 159
LANGKAH-LANGKAH YANG DIPERLUKAN BAGI
PENGELOLAAN AIR MINUM DKI JAKARTA 163
BIOFILTRASI DI IPA TAMAN KOTA 169
UPAYA PEMANTAUAN KINERJA OPERATOR AIR
MINUM DKI JAKARTA 173
TEKNOLOGI MEMBRAN 177
SISTEM MONITORING 183
CONVENTIONAL FLUSHING VS
UNI-DIRECTIONAL FLUSHING 187
VERIFIKASI DAN KALIBRASI 191
KANDUNGAN BESI DI DALAM AIR DAN
PROSES PENYISIHANNYA 195
DROPPING TEST ATAU FILLING TEST 201
WATER SAFETY PLAN (WSP) 205
PRETREATMENT UNTUK TEKNOLOGI
MEMBRAN 209
AIR DI BAK HABIS, KEMANA? 213
BAB II HUKUM
WEWENANG MENGELOLA DAN MELAYANI AIR
MINUM DI DKI JAKARTA 217
ix
BAGAIMANA SISTEM PENYEDIAAN AIR
MINUM (SPAM) DISELENGGARAKAN? 219
STAKEHOLDER PELAYANAN AIR MINUM DKI
JAKARTA 221
PERIZINAN PENGGUNAAN AIR BAKU UNTUK
AIR MINUM 225
PELUANG BANTUAN PEMERINTAH 227
STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) 229
SANKSI DAN DENDA 233
INDIKATOR SISTEM PENGENDALIAN
KUALITAS AIR MINUM AETRA TAHUN 2009 235
PELAKSAAN KEGIATAN INVESTASI DAN
OPERASIONAL 239
BAB III KEUANGAN
APAKAH WATER CHARGE ITU? 241
APAKAH AFFORDABILITAS ITU? 243
BAGAIMANA AFFORDABILITAS PELANGGAN
DKI JAKARTA? 245
CARA MENGHITUNG TARIF PROGRESIF 249
PERHITUNGAN TARIF PROGRESIF PELANGGAN
METER BESAR 251
x
DASAR PENENTUAN TARIF PELANGGAN AIR
MINUM 255
DUAL TARIF DKI JAKARTA 259
TUNGGAKAN TAGIHAN REKENING 263
TARIF YANG BERBEDA BAGI PELANGGAN AIR
MINUM DI RUMAH SUSUN 265
PETA TARIF RATA-RATA PELANGGAN DKI
JAKARTA 269
BAB IV HUBUNGAN PELANGGAN
JENIS PELANGGAN AIR BERSIH DKI JAKARTA 271
KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN DKI
JAKARTA 273
POLA KONSUMSI PELANGGAN RUMAH
TANGGA DKI JAKARTA 277
ZERO CONSUMPTION 283
DIMANAKAH BANYAK PELANGGAN “ZERO”? 285
BAGAIMANA PERTAMBAHAN/PENGURANGAN
PELANGGAN AIR MINUM DI DKI JAKARTA? 289
KOMPOSISI PELANGGAN DOMESTIK DAN
NON DOMESTIK DKI JAKARTA 293
PENCAPAIAN KUALITAS AIR VERSUS KELUHAN
PELANGGAN 297
xi
PERKEMBANGAN KUALITAS PELAYANAN AIR
MINUM DKI JAKARTA 301
MONITORING KONTINUITAS DAN TEKANAN
AIR PADA PELANGGAN 305
BAGAIMANA PELAYANAN AIR MINUM DI
WILAYAH CILINCING? 309
PETA KONSUMSI RATA-RATA PELANGGAN
DKI JAKARTA 313
PELAYANAN PUBLIK 315
PENYEBARAN PELANGGAN AIR MINUM DKI
JAKARTA 319
CAKUPAN PELAYANAN
SALAH satu Target Teknis dalam perjanjian kerjasama
PAM JAYA dengan mitra swasta adalah Cakupan
Pelayanan.
Cakupan pelayanan adalah angka persentase yang
menggambarkan jumlah jiwa yang terlayani oleh
sambungan pelanggan dari jumlah total jiwa populasi
daerah pelayanan.
2
Persamaannya adalah :
Jenis sambungan pelanggan yang dihitung dalam
Cakupan Pelayanan ini adalah jenis sambungan domestik
yang ditunjukkan pada tabel.
Populasi jumlah penduduk setiap operator adalah PALYJA
4.591.557 jiwa, dan AETRA 4.716.053 jiwa (data
Desember 2013) sehingga JAKARTA : 9.307.610 jiwa.
Dengan angka-angka tersebut di atas maka menurut versi
laporan bulanan operator (PALYJA dan AETRA) maka
tingkat cakupan pelayanan DKI Jakarta adalah :
BERAPA JUMLAH PENDUDUK DKI
JAKARTA?
TERKAIT dengan tulisan Cakupan Pelayanan, salah satu
input dari besaran angka Cakupan Pelayanan adalah :
jumlah popupasi daerah pelayanan.
Beberapa sumber yang digunakan sebagai dasar
penentuan Populasi DKI Jakarta adalah sebagai berikut :
Hasil sensus Penduduk DKI Jakarta tahun 2010
oleh BPS : 9.607.787 jiwa (sumber : BPS)
Jakarta dalam angka 2013 : 9.991.788 jiwa
(sumber : BPS)
8
Dinas kependudukan dan catatan sipil (November
2011) : 10.187.595 Jiwa (sumber : jakarta.go.id)
Data yang digunakan Palyja dan Aetra : 9.307.610
Jiwa.
Dari sekian banyak versi jumlah penduduk DKI, jika
kemudian dijadikan input rumus cakupan pelayanan,
tentunya akan menghasilkan angka yang berbeda2 pula.
Data mana yang akan digunakan sebagai input tersebut
haruslah menjadi kesepakatan para pihak.***
NON REVENUE WATER
NRW (Non Revenue Water) merupakan jumlah air yang
tidak terjual atau biasa disebut dengan air tak berekening.
NRW merupakan salah satu target teknis dalam Perjanjian
Kerjasama antara PAM Jaya dan Mitra Swasta. Nilai NRW
didapat dari selisih volume air yang tersalurkan dari
instalasi dengan volume air terjual dan tercatat.
International Water Association (IWA) mendefinisikan
tentang Neraca Air Standar seperti ditunjukkan pada tabel
berikut:
11
System Input Volume atau Volume Input Sistem
merupakan volume air yang disalurkan ke system
distribusi.
Billed Authorised Consumption atau Konsumsi Resmi
Berekening merupakan volume air yang tercatat oleh
meter dari seluruh pelanggan baik domestik maupun non
domestik (termasuk air curah).
Non-Revenue Water atau Air Tak Berekening merupakan
perbedaan antara System Input Volume atau Volume Input
Sistem dan Billed Authorised Consumption. ***
SUMBER AIR BAKU DKI JAKARTA
DKI Jakarta dengan penduduk 9 juta-an, ternyata hampir
seluruh kebutuhan air baku untuk air minumnya berasal
dari luar wilayah DKI Jakarta.
Sumber air baku bagi Jakarta meliputi : Tarum Barat
(Jatiluhur)+KBB (82%), Kali Krukut (2%), Cengkareng
Drain (1%), Air Curah dari Tanggerang (15%).
14
Dari 52 m3 air yang dipompakan di bendung curug (awal
dari saluran tarum barat di kabupaten Kerawang), akan
tiba di Jakarta sebesar 16 m3. (dibantu juga dengan
sumber setempat berupa suplesi air sungai Cikarang).
Dengan komposisi sumber air dari wilayah Jakarta hanya
3%, tentunya hal ini menempatkan posisi sumber air baku
jakarta dalam kesetimbangan yang rawan.***
UNACCOUNTED FOR WATER (UFW)
APA perbedaan UFW dengan NRW?
Unaccounted for Water (UFW) merupakan perbedaan
antara jumlah air yang disalurkan ke jaringan distribusi
pelanggan (System Input Volume) dan jumlah air yang
dikonsumsi secara resmi (Authorized Consumption). UFW
mempunyai 2 komponen, yaitu Real Losses atau
kehilangan fisik akibat kebocoran pipa dan Apparent
Losses atau kehilangan komersial akibat konsumsi tidak
resmi dan ketidakakuratan meter.
16
Berdasarkan definisi UFW di atas dan tulisan sebelumnya
tentang Non Revenue Water, maka UFW merupakan
bagian dari NRW.
Unbilled Authorised Consumption atau Konsumsi Resmi
Tak Berekening mencakup fire fighting and training,
flushing pipa, pembersihan jalan, penyiraman taman, air
mancur umum, air untuk gedung kantor, dll yang memang
tidak berekening baik tercatat maupun tidak tercatat sesuai
dengan kebijakan setempat.
Oleh karena itu, apabila tidak ada Unbilled Authorised
Consumption maka UFW sama dengan NRW. Untuk lebih
jelasnya, bisa dilihat tabel neraca air dari International
Water Association (IWA) berikut.
APAKAH SIPHON ITU?
AIR baku untuk DKI Jakarta sebanyak 82% dialirkan
melaui saluran Kanal Tarum Barat (KTB) yang
membentang sepanjang 70 km dari sisi timur jakarta
(Curug,Kerawang hingga Cawang, Jakarta Timur)
Saluran terbuka sepanjang 70 km tersebut melintasi 3
sungai besar yaitu Sungai Cibeet, Sungai Cikarang, dan
Kali Bekasi. Untuk menjaga kualitas air yang mengalir di
dalam saluran KTB ini, maka dibangunlah perlintasan
saluran melalui bawah sungai, yang dikenal dengan istilah
SIPHON.
21
Awalnya siphon hanya dibangun di Sungai Cibeet, dan kali
ini baru selesai dibangun siphon kedua yaitu di Kali Bekasi.
22
Fungsi siphon ini adalah agar air yang mengalir di dalam
saluran KTB, tidak tercampur oleh sungai yang
dilintasinya, sehingga kualitas air di dalam KTB relatif bisa
terkendali.
Dalam setiap bengunan siphon disediakan juga pintu air
yang tetap bisa mengijinkan air sungai yang dilintasi tadi
masuk ke saluran KTB dengan pengaturan tentunya, hal
ini menjadikan debit air di saluran KTB tetap terjaga
kuantitasnya.***
AKURASI METER AIR
SETIAP Pelanggan air minum yang tersambung ke
perpipaan milik PAM JAYA akan juga dipasang meteran air
sebagai acuan pemakaian air oleh pelanggan.
Definisi meter air menurut SNI 2547:2008 adalah : alat
untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus
menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi
dengan unit sensor, unit penghitung, dan unit indikator
pengukur untuk menyatakan volume air yang lewat.
Berbicara alat ukur, tentu erat kaitannya dengan akurasi.
25
Dulu akurasi meter air menggunakan standar SK SNI S-
01-1990-F, dimana meter air dinyatakan dalam 3 kelas
berdasar nilai besaran Qmin (debit minimal) dan Qt (debit
transisi) meter air dibagi menjadi 3 kelas metrologis
dengan Qn (debit normal) kurang dari 15 m3/jam. Kelas A
Qmin = 0,04 Qt = 0,1Qn; Kelas B Qmin = 0,02Qn Qt =
0,08Qn; Kelas C Qmin = 0,01Qn Qt = 0,015Qn. Sedang
dalam peraturan ISO 4064-1:1993 ditambah dengan kelas
D Qmin = 0,0075Qn, Qt = 0,0115Qn.
Kini akurasi meter air di Indonesia menggunakan acuan
SNI 2547:2008 yang membagi meter air menjadi
berdasarkan nilai R yang sebanding dengan nilai Q3/Q1
(dulu berarti Qn/Qmin, catatan : dulu Qt berarti Q2),
singkatnya water meter kelas B dulu sebanding dengan
kelas R 50 sekarang, dan kelas C dulu sebanding dengan
kelas R 100 atau R 160 atau R 250, dst.
Semakin besar angka R nya maka semakin akurat meter
air tersebut, dan tentu saja semakin mahal harganya.
Dari grafik diatas terlihat bahwa semakin besar nilai R nya,
maka debit air yang bisa diukur semakin kecil (artinya
semakin presisi).
Pemilihan meter air juga bergantung kepada diameter
berapa yang mau dipasang, karena seperti terlihat pada
grafik berikut ini, berbeda diameter berbeda juga kapasitas
yang bisa diukur.
KALIBRASI ATAU TERA ULANG
SETIAP alat ukur termasuk meter air harus dilakukan tera
ulang atau kalibrasi.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang no 2 tahun 1981
tentang Metrologi Legal, selanjutnya di dalam PP nomer 2
tahun 1985 tentang WAJIB DAN PEMBEBASAN UNTUK
DITERA DAN/ATAU DITERA ULANG SERTA SYARAT-
SYARAT BAGI ALAT-ALAT UKUR, TAKAR, TIMBANG,
DAN PERLENGKAPANNYA pasal 2 berisi : UTTP yang
secara langsung atau tidak langsung digunakan atau
disimpan dalam keadaan siap pakai untuk keperluan
28
menentukan hasil pengukuran, penakaran, atau
penimbangan untuk: a.kepentingan umum; b. usaha; c.
menyerahkan atau menerima barang; d. menentukan
pungutan atau upah; e. menentukan produk akhir dalam
perusahaan;f. melaksanakan peraturan perundang-
undangan; wajib ditera dan ditera ulang.
29
Pengertian kalibrasi menurut ISO/IEC Guide 17025:2005
dan Vocabulary of International Metrology (VIM) adalah
serangkaian kegiatan yang membentuk hubungan antara
nilai yang ditunjukkan oleh instrumen ukur atau sistem
pengukuran, atau nilai yang diwakili oleh bahan ukur,
dengan nilai-nilai yang sudah diketahui yang berkaitan dari
besaran yang diukur dalam kondisi tertentu.
Pengertian menera (Tera) menurut UU no 2 tahun 1981
pasal 1.q ialah hal menandai dengan tanda tera sah atau
tanda tera batal yang berlaku, atau memberikan
keterangan-keterangan tertulis yang bertanda tera sah
atau tanda tera batal yang berlaku, dilakukan oleh
pegawai-pegawai yang berhak melakukannya berdasarkan
pengujian yang dijalankan atas alat-alat ukur, takar,
timbang dan perlengkapannya yang belum dipakai;
Kapan Tera ulang/kalibrasi ini harus dilakukan?
Jika melihat Peraturan Mentri Perdagangan 75/M-
DAG/PER/12/2012 tentang Tanda Tera tahun 2013 dalam
pasal 2 menyatakan : Tanda Sah Tahun 2013 memiliki
masa berlaku terhitung sejak tanggal pembuhan dan/atau
pemasangannya sampai dengan Tanda Sah rusak, atau :
a. Saat alat-alat ukur dari gelas mengalami retak, pecah,
atau rusak; b. tanggal 30 November 2023 untuk meter kWh
1 (satu) fase dan 3 (tiga) fase; c. Tanggal 30 November
2019 untuk tangki ukur apung dan tangki ukur tetap; d.
tanggal 30 November 2018 untuk meter gas tekanan
rendah dan meter air rumah tangga; e. Tanggal 30
November 2015 untuk meter prover, bejana ukur yang
khusus digunakan untuk menguji meter prover, dan alat
30
ukur permukaan cair (level gauge); dan f. Tanggal 30
November 2014 untuk UUTP selain yang dimaksud pada
hufug a sampai e.
Nampak terlihat bahwa tera ulang untuk meter air rumah
tanggal berlaku untuk jangka waktu 5 tahun.***
KONTRIBUSI KEBOCORAN AIR DI
DKI JAKARTA
SETELAH memahami definisi dari UFW dan NRW,
pertanyaan selanjutnya adalah apa saja penyebab
kebocoran air di Jakarta?
Belum ada sumber terkini yang dapat menjelaskan apa
saja sumber dari penyebab kebocoran air di Jakarta, pihak
PAM JAYA dan operator setiap bulannya melaporkan
angka UFW dalam skala wilayah pelayanannya (wilayah
Barat dan Wilayah Timur), yang bersumber dari selisih Air
yang di Produksi (terdistribusi) dengan air yang Terjual.
32
Mott Mac Donald dalam bahan presentasi berjudul NRW
Water Program, Jakarta case study pada tanggal 31
Januari 2007 menampilkan figure sebagai berikut :
Nampak bahwa pada saat itu kontribusi terbesar
kebocoran air berturut turut berasal dari Bill (penagihan),
Bocor di pipa sekunder dan tersier, sambungan ilegal,
konsusmsi ilegal, kerusakan meter air, kebocoran di pipa
utama, Kebocoran yang tidak teridentifikasi, kebocoran di
sambungan rumah.
Bagaimana konsdisi saat ini? ***
DIMANAKAH AIR BAKU UNTUK AIR
BERSIH JAKARTA DIOLAH?
SEBELUM didistribusikan ke pelanggan, air baku yang
bersumber dari luar Jakarta dan wilayah Jakarta sendiri
(lihat Sumber Air Baku DKI Jakarta) diolah di Instalasi
Pengolahan Air (IPA) supaya memenuhi standar kualitas
air minum Permenkes No. 492 Tahun 2010.
35
Terdapat 6 IPA yang beroperasi saat ini yaitu IPA
Pejompongan I (kapasitas 2.200 l/det), IPA Pejompongan
II (3.800 l/det), IPA Cilandak (400 l/det), dan IPA Taman
Kota (200 l/det),untuk bagian barat.
IPA Buaran (I dan II) total 5.000 l/det, dan IPA Pulogadung
(4.000 l/det) untuk bagian timur. Untuk lebih jelas, lokasi
masing-masing IPA ditunjukkan pada gambar berikut.
Air baku yang berasal dari Saluran Tarum Barat (Jatiluhur)
diolah di IPA Pejompongan I, IPA Pejompongan II, IPA
Buaran dan IPA Pulogadung. Air baku yang berasal dari
Kali Krukut diolah di IPA Cilandak. Air baku yang berasal
dari Cengkareng Drain diolah di IPA Taman Kota. ***
BERAPA JUMLAH AIR BERSIH
JAKARTA YANG HILANG?
AIR baku yang sudah diolah di IPA ditambah dengan air
curah dari Tangerang kemudian disalurkan ke pelanggan.
Volume air yang tersalurkan tersebut tidak seluruhnya
terjual dan tercatat. Volume air yang tidak terjual ini dapat
dikatakan volume air yang hilang atau bocor (lihat kembali
Kontribusi Kebocoran Air di Jakarta).
Setiap bulannya, operator memberikan data volume air
yang tersalurkan dan volume air yang terjual dan tercatat
sehingga dapat diketahui berapa volume air bersih yang
hilang. Untuk lebih jelas, berikut tabel neraca air bersih
Jakarta untuk bulan Januari 2014.
38
Persentase air bersih Jakarta yang hilang pada bulan
Januari 2014 ditunjukkan pada diagram berikut.
Sebanyak 45% air yang sudah diolah di IPA tidak sampai
ke pelanggan. ***
PENGOLAHAN AIR BAKU MENJADI
AIR BERSIH
SEBELUM dialirkan ke pelanggan, air baku melalui
serangkaian proses pengolahan di IPA (lihat Dimanakah
Air Baku untuk Air Bersih Jakarta Diolah?) hingga menjadi
air bersih. Terdapat 5 tahap proses pengolahan sampai
menjadi air bersih. Tahapan proses pengolahan tersebut
adalah koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan
desinfeksi.
41
Tahap pertama adalah koagulasi yaitu proses
pencampuran bahan kimia (koagulan) dengan air baku
sehingga membentuk campuran yang homogen dengan
disertai pengadukan cepat. Tipe koagulator terdiri dari tipe
hidrolis dan tipe mekanis. Koagulan yang digunakan antara
lain Aluminium Sulfat dan Polyaluminium Chloride (PAC).
Waktu pengadukan 30 – 120 detik dengan nilai gradien
kecepatan (G/detik) > 750.
Tahap kedua adalah flokulasi yaitu proses pembentukan
partikel flok yang besar dan padat dengan cara
pengadukan lambat agar dapat diendapkan. Tipe flokulator
terdiri dari tipe hidrolis, mekanis, dan clarifier. Waktu
kontak berkisar 20 – 100 menit. Nilai G/detik berkisat 100 –
5.
Tahap ketiga adalah sedimentasi yaitu proses pemisahan
padatan dan air berdasarkan perbedaan berat jenis
dengan cara pengendapan. Tipe bak sedimentasi terdiri
dari bak persegi (aliran horizontal), bak persegi aliran
vertikal (menggunakan pelat/tabung pengendap), bak
bundar (aliran vertikal – radial dan kontak padatan), serta
tipe clarifier. Kedalaman bak berkisar antara 3 – 6 meter
(bak persegi dan bak bundar) serta 0,5 – 1 meter (clarifier).
Waktu retensi 1 – 3 jam (untuk tipe bak persegi horizontal
dan bak bundar), 0,07 jam (waktu retensi pada
pelat/tabung pengendap), dan 2 – 2,5 jam (tipe clarifier).
Tahap keempat adalah filtrasi (saringan pasir cepat) yaitu
proses pemisahan padatan dari air melalui media
penyaring seperti pasir dan antrasit. Jenis saringan terdiri
dari saringan biasa (gravitasi), saringan dengan pencucian
42
antar saringan, dan saringan bertekanan. Kecepatan
penyaringan 6 – 11 m/jam (saringan biasa dan saringan
dengan pencucian antar saringan) dan 12 – 33 m/jam
(saringan bertekanan).
Tahap kelima adalah desinfeksi yaitu proses pembubuhan
bahan kimia untuk mengurangi zat organik pada air baku
dan mematikan kuman/organisme. Desinfektan yang
digunakan antara lain gas khlor dan kaporit.
(Untuk detail kriteria perencanaan masing-masing unit IPA
bisa dilihat dalam Revisi SNI 19-6774-2002)
Setelah melewati proses pengolahan tersebut, air bersih
siap didistribusikan ke pelanggan. ***
KONDISI SUNGAI DI DKI JAKARTA
JAKARTA sebagai ibukota negara Republik Indonesia
dilalui puluhan sungai. Seberapa besar potensi sumber air
baku yang bisa dimanfaatkan dari sungai-sungai di wilayah
DKI Jakarta ini?
Berdasarkan Kajian yang pernah dilakukan oleh BR PAM
DKI pada tahun 2012 (Kajian Sumber Air Baku DKI Jakarta
2012), dilakukan kajian terhadap 10 sungai potensial di
wilayah DKI Jakarta yaitu : Cengkareng Drain; Kali
Cipinang; Saluran Mookevart; Kali Angke; Kali Krukut; Kali
Baru Timur; Kali Grogol; Kali Sunter; Kali Ciliwung; Kali
Pesanggrahan.
45
Air sungai yang sudah dimanfaatkan oleh PAM Jaya saat
ini adalah Kali Krukut dan Cengkareng Drain.
Selanjutnya akan dilihat bagaimana potensi keandalan
debit dari sungai-sungai tersebut, serta kualitas air nya
yang selanjutnya dikaji juga jenis alternatif pengolahan apa
yang cocok untuk setiap sungai.
Kuantitas debit dari sungai yang dikaji dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Nampak bahwa saat dilakukan pengukuran debit pada
puncak musim kemarau, ke 10 sungai tersebut memiliki
debit dalam kisaran dibarah 5 m3/det dan 2 buah sungai
memilki debit 10-50 m3/det.
Kualitas serta jenis alternatif pengolahan bagi masing-
masing sungai, ditampilkan dalam tabel berikut ini:
47
Kualitas air sungai ini dikelompokkan menjadi 4 kategori
beserta alternatif pengolahannya, yaitu :
Kondisi terburuk I (Kali Cipinang) pengolahan air didahului
dengan aerasi,>activated sludge>pengolahan
lengkap>saringan pasir lambat>karbon aktif>Reverse
Osmosis.
Kondisi terburuk II (Kali Cengkareng) yang payau
pengolahan air didahului dengan aerasi,> pengolahan
lengkap>karbon aktif>Reverse Osmosis.
Kondisi Sedang III ( Mookervat, Danau Setia Budi, Kali jati
Kramat, Angke, Kali krukut) pengolahan air didahului
dengan aerasi,>pengolahan lengkap> saringan pasir
lambat>karbon aktif.
Kondisi Ringan IV (Kali Baru Timur,Kali Grogol,Kali
Sunter)pengolahan air didahului dengan
aerasi,>pengolahan lengkap>saringan pasir
lambat>karbon aktif.***
(sumber tabel : Kajian Sumber Air Baku DKI Jakarta 2012)
3K (KUANTITAS, KUALITAS,
KONTINUITAS)
AIR yang sudah diolah di IPA selanjutnya didistribusikan
melalui jaringan pipa distribusi sampai ke pelanggan. Air
yang sampai di pelanggan harus sesuai dengan standar
pelayanan yang telah ditetapkan baik dari segi Kuantitas,
Kualitas, dan Kontinuitas atau yang sering disebut dengan
3K.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 18/PRT/M/2007
tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum, standar pelayanan 3K adalah
sebagai berikut:
50
Kuantitas
Jumlah air mencukupi minimal untuk mandi, makan, dan
minum, atau sesuai yang telah ditetapkan dalam
perencanaan;
Tekanan air di pelanggan (titik jangkauan pelayanan
terjauh) minimum 1 atm.
Kualitas
pH antara 6,0 – 7,5;
Bakteriologis, yaitu bakteri E-colli = 0;
sisa chlor minimal 0,2 ppm.
Kontinuitas
Air harus mengalir di pelanggan selama 24 jam perhari.
Bagaimana kondisi 3K pelayanan air minum di DKI Jakarta
saat ini?, silakan klik pada tulisan berikut mengenai
Kuantitas, Kualitas, dan Kontinuitas.***
PENCAPAIAN ASPEK KUANTITAS DI
WILAYAH DKI JAKARTA
SALAHSATU aspek yang harus dipenuhi dalam standar
pelayanan adalah aspek kuantitas (lihat 3K). Aspek
kuantitas dilihat dari besarnya tekanan air di pelanggan.
PAM Jaya dan kedua operator sepakat (tertuang dalam
Perjanjian Kerjasama) untuk memenuhi Tekanan air
minimal sebesar 0,75 atm di titik Pelanggan. Monitoring
dilakukan dengan melakukan pengukuran secara periodik
di titik-titik yang mewakili seluruh Permanen Area (PA) di
Palyja dan juga Primary Cell (PC) di Aetra. Berdasarkan
Target Perjanjian Kerjasama, untuk aspek kuantitas harus
dipenuhi di 100% titik pengamatan.
52
Berdasarkan laporan bulan Januari 2014, dari total 154 titik
sampel tekanan di titik pelanggan yang disepakati, hanya
62 titik yang mempunyai tekanan > 0,75 atm atau 40%
yang memenuhi dari aspek kuantitas.
53
Jika setiap titik dikonversikan kepada jumlah pelanggan di
setiap PA/PC nya, maka pada bulan Januari 2014 dari total
803.666 pelanggan air minum di DKI Jakarta, hanya
236.264 pelanggan atau 29% yang mendapatkan air
sesuai standar pelayanan untuk aspek kuantitas.
Peta di atas menunjukkan wilayah yang mempunyai
tekanan air di titik pelanggan < 0, 75 atm atau tidak
memenuhi standar pelayanan (diarsir warna merah), yang
terdapat di wilayah utara dan barat Jakarta. ***
KUALITAS AIR DI DKI JAKARTA
PENGAMATAN kualitas air yang sampai di pelanggan
dilakukan di wilayah DWA (Drinking Water Area) dengan
mengacu pada parameter kualitas air minum Permenkes
492 tahun 2010. Berdasarkan Permen PU No.
18/PRT/M/2007, kualitas air minum harus memenuhi
standar pelayanan untuk parameter pH, E. coli, dan Sisa
Chlor. Kualitas air minum DKI Jakarta di wilayah DWA
ditunjukkan pada tabel berikut.
56
Berdasarkan tabel di atas, ketiga parameter kualitas yaitu
pH, E. coli, dan sisa chlor memenuhi standar sesuai
Permen PU dan Permenkes.
Pada Januari 2014. Berdasarkan Target Perjanjian
Kerjasama, harus dipenuhi 100% titik sampling. Jumlah
sampel dan jumlah sambungan yang memenuhi kualitas
air minum di DKI Jakarta ditunjukkan pada tabel berikut.
57
Presentase DWA yang memenuhi kualitas air minum
sebesar 99%. DWA yang tidak memenuhi kualitas air
minum (bertanda merah) pada bulan Januari 2014 antara
lain di daerah Senen, Kayu Putih, Pisangan Timur,dan
Kramat Jati. ***
KONTINUITAS PELAYANAN 24 JAM
KESINAMBUNGAN pelayanan aliran air ke pelanggan
diwujudkan dengan terselenggaranya aliran air ke
pelanggan selama 24 jam setiap hari, berdasarkan hasil
survey yang dilaksanakan pada tahun 2013 pelanggan
yang mendapatkan aliran air selama 24 jam sebesar
53,3%.
60
Berdasarkan peta di atas, pelayanan air mengalir yang
mengalami kendala (bertanda merah) yaitu terdapat di
daerah Jakarta Utara dan Jakarta Barat. ***
PELAYANAN AIR MINUM VERSI
RPJMD DKI JAKARTA
DI dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2013-2017
memuat juga tentang pelayanan air minum.
Terdapat 2 kategori pelayanan air bersih yaitu
Berdasarkan fasilitas Air Minum
Berdasarkan cara memperoleh Air Minum
62
Sekitar 72,81 persen rumah tangga di DKI Jakarta
memiliki fasilitas air minum milik sendiri (termasuk
sumur). Sekitar 21,31 persen rumah tangga masih
menggunakan fasilitas air minum secara bersama-sama
dengan rumah tangga lain, 5,36 persen rumah tangga
mempergunakan fasilitas air minum umum dan sisanya
sekitar 0,52 persen tidak memiliki fasilitas air minum.
Berdasarkan cara memperolehnya, konsumen air minum
dikelompokkan menjadi dua, yakni membeli dan tidak
membeli. Dikategorikan membeli apabila rumah tangga
menggunakan air minum dengan berlangganan PAM,
membeli air kemasan, atau pedagang air keliling.
63
Rumah tangga yang memperoleh air bersih dengan cara
tidak membeli umumnya berasal dari air tanah, yakni
sumur dan pompa. Hal ini dapat diartikan bahwa masih
cukup banyak rumah tangga yang menggunakan air tanah.
Jika dibandingkan dengan tahun 2000, tampak adanya
peningkatan rumah tangga yang memperoleh air
minum dengan cara membeli, yaitu dari 54,44 persen
menjadi 78,29 persen pada tahun 2011, atau naik sekitar
23,85 persen.***
PENCEMARAN AIR BAKU DARI
KANAL TARUM BARAT (KTB)
KANAL Tarum Barat (West Tarum Canal) atau dikenal
dengan Kali Malang, adalah saluran yang membawa
sumber air baku terbesar bagi DKI Jakarta (baca: Sumber
Air Baku Jakarta).
Kualitas air baku di wilayah DKI Jakarta mengacu pada
Standar baku air baku golongan B : untuk air baku air
minum pada Pergub DKI Jakarta no 582 tahun 1995, yang
menyatakan salah satu ambang batas maksimum untuk air
baku air minum adalah Kekeruhan sebesar 100 NTU.
66
Sementara menurut laporan bulanan kualitas air Baku
yang masuk ke Instalasi Pejompongan, Buaran dan
Pulogadung, NTU yang masuk selalu melebihi 100 NTU.
Pembangunan siphon Bekasi (baca : Apakah Siphon itu?)
diharapkan akan bisa mengurangi masuknya pencemar
dari kali Bekasi. Namun masih ada persolan lain yaitu :
SAMPAH.
Sampah, kerap menjadi masalah dimana saja, termasuk di
saluran KTB ini. Hal ini memang konsekuensi logis dari
bentuk saluran terbuka yang terbentang sejauh lebih dari
70 km dan melewati area berpenduduk.
67
Sebagai ilustrasi, terdapat setidaknya 3 titik di tepian KTB
antara Bekasi-Cawang, sebagai tempat Pembuangan
Sampah Sementara (TPS). Keberadaan tempat sampah
tersebut di lahan tepi KTP memang merupakan persoalan
tersendiri bagi PJTII sebagai institusi yang berwenang
mengelola sekaligus bertanggung jawab atas kualitas air
baku di KTB.
Upaya PJT II juga sudah terlihat dari adanya program-
program dari Pemerintah Pusat terkait dengan Rehabilitasi,
Revitalisasi Aliran air dari waduk Jatiluhur. Kesemua
program dan upaya ini adalah guna terpenuhinya
68
kebutuhan air baku secara kuantitas, kualitas, dan
kontinuitasnya.***
(selengkapnya : Survey Awal Persiapan Rencana Aksi
Peran Serta Masyarakat Di Bantaran Saluran Tarum Barat,
oleh Forum Air Jakarta [FAJ])
FLUKTUASI KEBUTUHAN AIR
DALAM perencanaan sistem air minum, terdapat beberapa
kriteria yang dilakukan terkait dengan fluktuasi atau
perubahan kebutuhan akan air minum.
Flukuasi kebutuhan air umumnya terbagi menjadi Fluktuasi
Harian Maksimum serta Fluktuasi pada jam Puncak.
Fluktuasi Harian Maksimum adalah Besarnya Faktor hasil
perbandingan antara pemakaian terbesar dalam rentang
waktu dengan pemakaian rata-rata nya. Jadi misal
Pemakaian terbesar dalam satu minggu adalah 774
liter/hari, lalu pemakaian rata-rata dalam satu minggu
70
adalah 612 liter/hari. Maka Faktor puncak (Fp) nya adalah
= 774/612 = 1,26.
Fluktuasi Jam Puncak adalah besarnya Faktor hasil
perbandingan antara pemakaian puncak harian dengan
pemakaian rata-rata air jam puncak.
Besarnya Faktor fluktuasi menurut Dirjen Ciptakarya,
Pekerjaan Umum adalah seperti terlihat pada tabel berikut:
Adapun berapa besarnya Faktor Peak dan Faktor
Maksimum akan lebih tepat jika mengacu pada real survey
yang dilakukan di wilayah bersangkutan.
Lalu, digunakan untuk apakah Faktor Maksimum dan
Faktor Peak tersebut?
Faktor Maksimum lazim digunakan untuk mendapatkan
harga Debit Maksimum (dari debit rata-rata) sebagai bahan
untuk perencanaan unit-unit produksi.
Sementara Faktor Peak biasanya digunakan untuk
mendapatkan harga debit peak, sebagai bahan
perencanaan perpipaan distribusi.***
RENCANA JANGKA PANJANG
PAM JAYA 2014 – 2018
DI dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) PAM Jaya tahun
2014-2018 dapat dilihat bagaimana kinerja yang hendak
dicapai oleh DKI Jakarta dalam pelayanan air minumnya.
Disebutkan bahwa posisi pencapaian target teknis dan
standar pelayanan tahun 2014-2018 adalah :
Meningkatkan cakupan pelayanan dari 61%
menjadi 82,4%
Penambahan pelanggan baru rata-rata sekitar
70.000/tahun
Meningkatkan jumlah sambungan sekitar 800.000
menjadi 1.267.000
72
Meningkatkan volume Air Terjual dari 312 juta-m3
menjadi 543 juta-m3.
Menurunkan tingkat kehilangan air dari 42,5 %
menjadi sekitar 27,6 %
Kualitas air minum di titik sampling pelanggan di
seluruh area pelayanan.
Berikut adalah visualisasi grafik terhadap cakupan
pelayanan, kebutuhan air, dan supply air, serta pencapaian
Tingkat Kehilangan Air.
PERSOALAN MENGHITUNG
CAKUPAN PELAYANAN AIR MINUM
PERPIPAAN DI DKI JAKARTA
SEPERTI pernah dibahas mengenai Cakupan Pelayanan
sebelumnya, bahwa cakupan pelayanan Air Minum PAM
Jaya, dihitung berdasarkan jumlah jiwa terlayani jaringan
perpipaan.
Di dalam laporan bulanan operator, disampaikan jumlah
pelanggan dari 18 golongan pelanggan domestik (dari total
53 golongan pelanggan), yang kemudian di konversi
dengan masing-masing faktor jiwa per sambungan. Dari
angka-angka tersebut dihasilkan total jiwa yang terlayani
76
yang selanjutnya jika di bagi dengan total populasi
penduduk di area pelayanan, akan menghasilkan angka
Cakupan pelayanan.
Namun masih ada sejumlah jiwa yang terlayani air minum
perpipaan dan belum masuk dalam hitung-hitungan
cakupan pelayanan tersebut.
Sebagian dari mereka itu adalah pelanggan yang
mendapat pelayanan melalui sambungan Meter
Induk/Meter besar, semisal Meter besar untuk golongan
Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), juga meter
besar yang melayani area yang terdiri dari Apartemen,
Perumahan, tempat perbelanjaan.
Dengan kata lain terdapat juga jenis sambungan dengan
golongan Rumah Tangga, namun tidak termasuk dalam
“pelanggan rumah tangga” (karena setiap sambungan
rumah jenis ini tidak memiliki rekening PAM Jaya, biaya
penggunaan air mereka dibayar melalui rekening Meter
besar secara kumulatif tentunya)
Seberapa banyak type pelangan rumah tangga jenis ini,
dan berapa banyak jiwa yang terlayani di dalam jaringan
pelanggan seperti ini? Tentu hal ini akan mempengaruhi
angka Cakupan Pelayanan Air minum di DKI Jakarta.***
PENYEBAB KEBOCORAN AIR DI
WILAYAH DKI JAKARTA
PADA tanggal 13 April 2012, telah disepakati dan
ditandatangi bersama MoU IUWASH antara Direktorat
Pengembangan Air Minum-Dirjen Cipta Karya-PU, PAM
Jaya, Aetra, PALYJA dan tim IUWASH-USAID mengenai
Kesepakatan Bersama tentang Upaya Penurunan Air
Tidak Berekening.
Selanjutnya pada awal tahun 2013 telah diselesaikan dan
dipresentasikan output kegiatan tersebut untuk wilayah
PALYJA.
78
Adapun hal menarik yang diperoleh terkait dengan Lokasi
dan penyebab Kebocoran air di sisi Barat DKI Jakarta
adalah sebagai berikut :
Kehilangan Air cenderung terjadi di Permanen
Area (PA) yang besar dengan titik input lebih dari
satu.
Jumlah penemuan titik kebocoran tampak, jauh
lebih banyak darpada penemuan kebocoran tak
tampak (tak terlapor)
Kebocoran paling banyak terjadi pada pipa bahan
HDPE, pada tahun 2010 sebanyak 35.744 titik
(89% dari total kebocoran), tahun 2011 menjadi
51.312 titik (91,4%), disusul pipa jenis PVC
sebanyak 2.504 (4,46%), GIP : 1.374 (2,45%) dan
DCIP : 835 (1,49%)
Kebocoran infrastruktur didominasi oleh kebocoran
pipa sambungan pelanggan (SP) rata2 2010-2011
sebanyak 35.744 (89%) kebocoran, disusul oleh
kebocoran pada pipa sekunder dan pipa primer :
485 titik (1%)
Penyebab utama kebocoran di SP adalah akibat
installasi yang burutk (74%), pipa pecah (15%) dan
perbaikan yang buruk (3%)
Panjang pipa GIP di wilayah kerja Palyja pada
tahun 2012 adalah 180 km dan pipa AC sepanjang
3,7 km.
Dari tahun 2007 – 2011 telah dilakukan
penggantian pipa sebanjang 466 km, dimana 220
km diantaranya adalah penggantian pipa metal
dengan pipa non metal.
79
Sambungan dan pemakaian air tak resmi rata-rata
dalam 3 tahun hanya 2.624 temuan, dengan 1.334
temuan di UPP-Pusat, 760 temuan di UPP-Barat,
dan 530 temuan di UPP-Selatan
Penggantian meter dilakukan untuk meter anomali,
tidak ada program khusus untuk penggantian
meter dengan umur lebih dari 5 tahun
Penggantian meter anomali setiap tahun
cenderung manurun, tahun 2007 sebanyak 54.198
unit, pada tahun 2011 hanya 13.401 unit.
Kinerja pembacaan meter menunjukkan trend yang
membaik.
Kesalahan pembacaan meter dari bagian baca
meter dari tahun 2010 s/d 2012 dengan
pembacaan hasil survey Juli s/d Oktober 2012
cenderung membaik dari beda -13,2% (2010) naik
menjadi -7,7% (2011) atau kenaikan sebasar
42,5% dan pada tahun 2012 menjadi +9,8% atau
kenaikan 131%.***
PENETAPAN JUMLAH DAN
FREKUENSI PEMERIKSAAN
KUALITAS AIR
TERKAIT dengan tulisan Pencapaian Kualitas air versus
Keluhan Pelanggan memang perlu dikaji kembali metoda
terkait dengan angka pencapaian kualitas air.
Penentuan pencapaian serta metoda pemeriksaan kualitas
air mengacu pada Permenkes no 736 tahun 2010 tentang
Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum.
82
Di dalam lampiran peraturan tersebtu, disebutkan bahwa
penetapan jumlah dan frekuensi pengambilan sampel air
minum baik secara eksternal maupun internal memiliki
frekuansi sedikitnya 1 bulan sekali.
Artinya, bisa saja kualitas air terpantau memenuhi syarat
pada saat dilakukan pemeriksaan, namun setelah itu
kualitas air menjadi buruk dalam jangka waktu satu bulan
berikutnya.
Nampaknya perlu dilakukan metode khusus terkait dengan
pelaporan kualitas air minum agar bisa memberikan situasi
yang mendekati kenyataan.***
UPRATING INSTALASI
PENGOLAHAN AIR
PERTAMBAHAN penduduk menyebabkan bertambahnya
pula kebutuhan akan air minum. Hal ini tentu juga
menuntut penambahan kapasitas Instalasi Pengolahan Air
(IPA).
Pilihan penambahan kapasitas IPA adalah dengan
membangun IPA Baru atau melakukan upaya peningkatan
kapasitas IPA Eksisting (uprating).
84
Sebagai ilustrasi
Biaya pembuatan WTP Baru Rata-rata Rp 100 juta
per liter/det (untuk membangun WTP kapasitas
300 l/det diperlukan biaya Rp 30 Milyar, biaya ini
diluar biaya penyediaan lahan, penyediaan air
baku, intake dan pompa.
Biaya Uprating dari kapasitas 300 l/det menjadi
600 l/det sebesar Rp 6 Milyar. (adalah untuk
mendapat tambahan 300 l/det)
Dengan penggambaran tersebut diatas, nampak bahwa
upaya uprating adalah pilihan yang ekonomis.
Pertimbangan lainnya adalah tentunya
persoalanketersediaan lahan untuk pembangunan IPA
Baru.***
HEMAT AIR
BAGI SIAPA? UNTUK SIAPA?
HEMAT AIR karena dunia berada di bawah ancaman krisis
air bersih. Termasuk di Indonesia, akses menuju air bersih
semakin sulit karena bertambahnya jumlah penduduk.
Demikian peringatan global untuk menyelamatkan dunia.
86
Terlintas pertanyaan naif: bagaimana hemat air dapat
berpengaruh secara global? Apakah upaya kita di Jakarta
menghemat air bersih, akan ada “saving water” yang akan
mencukupi kebutuhan air bersih bagi penduduk di gunung
kidul? Praktisi lingkungan hidup mungkin dapat
menjawabnya.
Kita coba tinjau di sini dari sisi pengguna air dan pengelola
air bersih.
Sebagai pelanggan apa alasan yang mendasari
tindakan mau untuk melakukan penghematan air?
Kemungkinan alasan utama menghemat air adalah
hemat biaya pembayaran air yang mahal.
Sebagai operator penyedia layanan air bersih, apa
alasan mendukung upaya penghematan air?
87
(bukankah jika pelanggan hemat air berarti
membayar lebih sedikit?). Alasan para operator
adalah keterbatasan air yang didistribusikan, bisa
karena keterbatasan air baku, atau juga
keterbatasan teknis pendistribusian air (seperti
tingkat kebocoran air yang tinggi).
Namun jika operator memilih untuk terus menambah
jumlah pelanggannya, sementara sumber air bersih yang
dapat didistribusikan kepada pelanggan belum dapat
ditingkatkan, artinya upaya melakukan penghematan air
juga menjadi tidak relevan.
Bagaimanapun pelanggan akan cenderung menggunakan
airnya jika ketersediaan berlimpah, atau ada pelanggan
yang secara „cerdas‟ dapat menjual kembali air bersih ini.
Ini menjadi masalah untuk operator dalam hal pelayanan
yang merata dan hemat air.
Pola pikir Pelanggan dan Operator dalam upaya
penghematan air akan seiring jika misalnya diterapkan
kebijakan mengalirkan air secara bergilir, artinya
pelanggan akan menyesuaikan penggunaan airnya
menjadi lebih bijak, dan operator pun akan mencukupi
kemampuan distribusi airnya.
Bagaimana pendapat para pengelola/operator terhadap
upaya penghematan air ini?***
(sumber foto : thejakartapost)
LANGKAH UPRATING IPA
MELANJUTKAN tulisan Uprating IPA sebelumnya, apa
saja yang lazim dilakukan dalam upaya uprating ini?
Setiap design IPA, selalu memiliki “faktor keamanan” yang
memang diterapkan untuk memberikan keleluasaan pada
saat opersionalnya.
Prinsip utama Uprating sesungguhnya adalah
meningkatkan kapasitas dengan mengacu pada faktor
keamaan yang diterapkan design IPA Eksisting. Dengan
demikian dapat diperkirakan seberapa besar uprating
suatu IPA dapat ditingkatkan.
90
Berikut adalah tabel mengenai upaya yang bisa dilakukan
pada Uprating, di setiap proses pengolahan air.
SISA KHLOR DALAM PIPA
DISTRIBUSI AIR MINUM
AIR minum yang didistribusikan ke palanggan harus
memenuhi persyaratan kualitas air minum seperti yang
disyaratkan dalam Permenkes 492/2010.
Salah satu upaya memenuhi kualitas air tersebut adalah
dengan melakuan desinfeksi atau membunuh bakteri
dengan membubuhi Khlor.
Keberadaan Khlor di dalam pipa distribusi minimal 0,2
mg/l, ini dikenal juga dengan kadar sisa khlor. Atas dasar
ini lah selanjutnya ditentukan berapa kadar Khlor yang
dibubuhkan pada titik awal distribusi atau titik yang
92
diinginkan, supaya sisa khlor masih berada pada kadar
yang diijinkan tadi.
Jika diamati kondisi sisa khlor di wilayah DKI Jakarta,
nampak bahwa semakin jauh dari pusat produksi maka
sisa khlor semakin kecil. Operator telah mengupayakan
penambahan titik pembubuh khlor di daerah yang
memerlukan penambahan khlor.
93
Sisa Khlor sebanyak 0,2 mg/l memberi petunjuk bahwa air
yang didistribusikan tidak memiliki cukup bakteri yang
sanggup mereduksi khlor, alias air minum tersebut bebas
kandungan mikrobiologis.***
BAGAIMANA AIR BISA SAMPAI KE
PELANGGAN?
SESUAI standar pelayanan yang telah ditetapkan baik dari
segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitas, air hasil olahan
IPA didistribusikan melalui jaringan pipa distribusi sampai
ke pelanggan.
Jaringan distribusi terdiri dari jaringan distribusi utama
(distribusi primer), jaringan distribusi pembawa (distribusi
sekunder), jaringan distribusi pembagi (distribusi tersier),
dan pipa pelayanan. Peraturan Menteri PU No.
18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum menjelaskan sebagai
berikut:
96
Jaringan Distribusi Utama (JDU) atau distribusi
primer yaitu rangkaian pipa distribusi yang
membentuk zona distribusi dalam suatu wilayah
pelayanan SPAM. Untuk cakupan sistem kota,
diameter pipa pada JDU ini adalah ≥ 150 mm.
Jaringan distribusi pembawa atau distribusi
sekunder adalah jalur pipa yang menghubungkan
antara JDU dengan sel utama (Primary Cell).
Diameter pipa pada jaringan ini berkisar antara 100
– 150 mm.
Jaringan distribusi pembagi atau distribusi tersier
adalah rangkaian pipa yang membentuk jaringan
tertutup sel utama (Primary Cell). Diameter pipa
pada jaringan ini berkisar antara 75 – 100 mm.
Pipa Pelayanan adalah pipa yang menghubungkan
antara jaringan distribusi pembagi dengan
sambungan rumah. Diameter pipa pelayanan
berkisar antara 50 – 75 mm.
Bagaimana jaringan pipa distribusi di DKI Jakarta?***
PEMBAGIAN AREA PELAYANAN
DALAM JARINGAN DISTRIBUSI
UNTUK memudahkan pengendalian kehilangan air,
jaringan distribusi dibagi ke dalam beberapa kelompok
area pelayanan. Pembagian area pelayanan seperti yang
disebutkan dalam Peraturan Menteri PU No.
18/PRT/M/2007 tentang Penyelenggaraan Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum terdiri dari:
Zona Distribusi suatu sistem penyediaan air minum adalah
suatu area pelayanan dalam wilayah pelayanan air minum
yang dibatasi oleh pipa jaringan distribusi utama (distribusi
primer). Pembentukan zona distribusi didasarkan pada
batas alam (sungai, lembah, atau perbukitan) atau
perbedaan tinggi lebih besar dari 40 meter antara zona
98
pelayanan dimana masyarakat terkonsentrasi atau batas
administrasi. Pembentukan zona distribusi dimaksudkan
untuk memastikan dan menjaga tekanan minimum yang
relatif sama pada setiap zona. Setiap zona distribusi dalam
sebuah wilayah pelayanan yang terdiri dari beberapa Sel
Utama (biasanya 5-6 sel utama) dilengkapi dengan sebuah
meter induk.
Sel utama (Primary Cell) adalah suatu area pelayanan
dalam sebuah zona distribusi dan dibatasi oleh jaringan
distribusi pembagi (distribusi tersier) yang membentuk
suatu jaringan tertutup. Primary Cell (PC) terdiri dari 5 – 10
Elementary Zone (EZ) atau sekitar 10.000 sambungan
rumah (SR).
Sel dasar (Elementary Zone) adalah suatu area pelayanan
dalam sebuah sel utama dan dibatasi oleh pipa pelayanan.
Sel dasar adalah rangkaian pipa yang membentuk jaringan
tertutup dan biasanya dibentuk bila jumlah SR mencapai
1000 – 2000 SR. Setiap sel dasar dalam sebuah Sel
Utama dilengkapi dengan sebuah Meter Distrik.
Bagaimana pembagian area pelayanan pada jaringan
distribusi di Jakarta? ***
PEMBAGIAN AREA PELAYANAN
PADA JARINGAN DISTRIBUSI DI
JAKARTA
PELAYANAN air minum di Jakarta dilakukan oleh 2
operator yaitu PALYJA (untuk bagian barat) dan Aetra
(untuk bagian timur). Kedua wilayah tersebut kemudian
dibagi lagi menjadi beberapa Zona Distribusi, Sel Utama
atau Primary Cell (PC), sampai dengan Sel Dasar atau
Elementary Zone (EZ).
100
Wilayah barat (PALYJA) dibagi ke dalam 3 zona distribusi
atau biasa disebut Unit Pelayanan PALYJA (UPP) yaitu
UPP Pusat, UPP Barat, dan UPP Selatan. Setiap UPP
terbagi lagi menjadi beberapa PC. Jumlah PC pada
jaringan distribusi PALYJA adalah sebanyak 84 PC.
Masing-masing PC terbagi lagi ke dalam beberapa EZ.
Jumlah EZ total sebanyak 363 EZ. Setiap EZ rata-rata
memiliki Sambungan Rumah (SR) sebanyak ± 1000 SR.
103
Wilayah timur (Aetra) dibagi ke dalam 3 zona distribusi
atau Strategic Business Unit (SBU) yaitu SBU Tengah,
SBU Utara, SBU Selatan. Setiap SBU terbagi menjadi
beberapa PC. Total PC keseluruhan adalah 76 PC.
Masing-masing PC tersebut terbagi lagi ke dalam
beberapa EZ. Jumlah EZ total sebanyak 371 EZ. Setiap
EZ rata-rata memiliki Sambungan Rumah (SR) sebanyak ±
1000 SR.
TEKANAN AIR
SALAH satu penilaian kinerja standar pelayanan dalam
Kerjasama Pelayanan Air Minum DKI Jakarta adalah
terpenuhinya tekanan air sebesar 0.75 atm di titik
pelanggan.
Tekanan sebesar 0.75 atm adalah setara dengan 0.75 Bar,
atau 7.5 meter kolom air, yang berarti pada titik pelanggan
air akan memancar setinggi 7.5 meter atau akan cukup
tekanannya untuk bisa mengalir ke lantai dua sebuah
rumah.
106
Air harus memiiki energi untuk bisa mengalir, energi itu
bisa berasal dari dari energi potensial karena perbedaan
elevasi, atau energi kinetik karena dorongan pompa.
Selanjutnya dalam pengalirannya di dalam pipa, energi itu
akan berkurang karena “hilang” akibat gesekan pipa.
Besarnya energi yang hilang disebut Head Loss, atau
kehilangan tekan.
Akhir dari perjalanan air itu setelah dikurangi dengan
akibat gesekan dengan pipa tadi menyisakan sisa energi
yang disebut dengan Sisa tekan, dan 0.75 atm itu adalah
sisa tekan termaksud.***
DISTRICT METERING AREA (DMA)
UPAYA menurunkan angka Tingkat Kebocoran Air dapat
dilakukan dengan terlebih dahulu memonitor kondisi air
yang didistribusikan, baik kubikasi air dan tekanannya.
Upaya monitoring tersebut tentu akan semakin mudah dan
teliti jika dilakukan di wilayah yang lebih kecil, dengan kata
lain membagi wilayah yang luas menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil. Hal ini lah yang mendasari gagasan
dibentuknya DMA (District Metering Area).
108
Persyaratan untuk bisa menerapkan DMA pada suatu
lokasi antara lain : (1).Ada gambar daerah rencana DMA
(gambar GIS), (2).Sistem pengaliran dalam daerah
tersebut dapat ditutup/diisolasi. (3).Kepastian pipa inlet
(sumber), (4).Kondisi pengaliran baik (24 jam), (5).Ada
data tekanan, pola pengaliran, data pelanggan dan
pemakaian air, (6).Kondisi fisik jaringan dan asesoris
masih cukup baik.
109
Acessories yang diperlukan pada sebuah DMA adalah :
(1). Water meter induk, (2).Katub/valva, (3). PRV (Pressure
Reducing Valve), (4). Monitoring data logger untuk analisa.
Dengan membagi menjadi wilayah yang lebih kecil, tentu
akan lebih mudah diketahui lokasi penyebab Kebocoran
Air, sehingga upaya perbaikan bisa menjadi lebih
fokus/terarah.***
METODE PEMASANGAN PIPA
DISTRIBUSI AIR BERSIH
PEMASANGAN pipa distribusi air bersih dilakukan oleh
mitra swasta melalui kontraktor. Selama ini kontraktor
masih menggunakan metode Boring Manual dalam
pekerjaan pemasangan pipa distribusi air bersih.
Metode Boring Manual adalah metode pemasangan pipa
dengan menggunakan jasa tukang gali secara manual.
Metode ini masih memerlukan lubang galian yang berjarak
antara lubang pertama ke lubang kedua dan lubang
selanjutnya masing-masing kurang lebih 20 sampai
dengan 25 meter. Lubang ini digunakan tukang gali
tersebut untuk membuat lubang horizontal yang akan
dipasang pipa.
112
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta
selaku pemberi izin pelaksanaan penempatan jaringan
utilitas di Provinsi DKI Jakarta sudah mensyaratkan
metode pemasangan pipa dengan metode Boring
Machine.
Perubahan metode pemasangan pipa dari metode Boring
Manual menjadi Boring Machine memerlukan waktu untuk
persiapan pelaksanaannya, khususnya bagi operator yaitu
perlu melakukan perubahan standar teknis dan desain,
penambahan biaya proyek, serta sosialisasi dan pelatihan
tentang pelaksanaan metode Boring Machine kepada
kontraktor.
Bagaimana metode Boring Machine dalam pemasangan
pipa?***
PEMASANGAN PIPA DENGAN
METODE MICROTUNNELING
(BORING MACHINE)
MICROTUNNELING adalah metode konstruksi tanpa
galian menggunakan mesin bor (Microtunnel Boring
Machines, MTBM) dan dikombinasikan dengan teknik pipe
jacking.
Pipe jacking adalah suatu teknik dalam pemasangan pipa
dengan mendorong pipa pra cetak ke dalam tanah dari
sebuah lubang vertikal/pit. Pipe jacking merupakan suatu
114
metode pemasangan pipa tanpa galian (trenchless
technology).
Keuntungan Teknologi Tanpa Galian (Trencless
Technology) :
Tidak ada galian terbuka, pipa dipasang tanpa
publik mengetahuinya
Kota-kota dan bentang alam tidak terpengaruh oleh
pekerjaan konstruksi
Penurunan level air,yang mempengaruhi vegetasi,
dapat dicegah
Jumlah dari tanah yang dibutuhkan untuk digali
dan dibuang secara perbandingan ialah kecil.
Tidak dibutuhkan gudang penyimpanan khusus
untuk material dan alat
Lalu lintas jalan tidak terganggu
Pipa dapat dipasang di keadaan cuaca apapun
Pemukiman dan alam terlindungi dari polusi suara,
debu/kotoran, dan getaran
Secara substantial terdapat sedikit kerusakan yang
terjadi dibandingkan dengan metode open-cut
Emisi karbon sangat rendah selama konstruksi dan
kemacetan lalu lintas dapat dicegah
Metode microtunneling menggunakan sistem remote-
controlled jacking yang menyediakan continuous support
pada excavation face dengan menerapkan tekanan
mekanis atau cairan untuk menyeimbangkan tekanan air
tanah dan bumi.
116
Microtunneling membutuhkan poros jacking shaft dan
reception shaft pada ujung-ujung setiap drive. Proses
microtunneling adalah operasi cyclic pipe jacking. MTBM
didorong ke bumi dengan hydraulic jack yang terpasang
pada poros jacking. Jack kemudian ditarik dan slurry lines
dan kabel kontrol terputus. Sebuah pipa diturunkan ke
poros dan disisipkan di antara frame jacking dan MTBM
atau pipa jack sebelumnya. Sambungan Slurry lines dan
kabel listrik dan kabel kontrol dibuat dan pipa serta MTBM
dimajukan. Proses ini diulang sampai MTBM mencapai
reception shaft. Selama penyelesaian, MTBM dan
peralatan diambil dan dilepas dari pipa.
Apakah Metode Microtunneling bisa digunakan dalam
pemasangan pipa distribusi air bersih di Jakarta?***
(sumber gambar : Boring & Tunnelling)
PENGOLAHAN LUMPUR IPA
DENGAN DECANTER CENTRIFUGE
PROSES pengolahan air baku menjadi air yang berkualitas
air minum di Instalasi Pengolahan Air (IPA) menghasilkan
residu atau buangan berupa lumpur. Lumpur yang
dihasilkan berasal dari proses sedimentasi. Lumpur dari
proses sedimentasi merupakan lumpur hasil endapan flok-
flok yang terbentuk setelah mengalami proses koagulasi
dan flokulasi.
Lumpur yang dihasilkan di IPA diolah terlebih dahulu
sebelum dibuang. Pengolah lumpur IPA yang umum
digunakan adalah Sludge Drying Bed (SDB). Pada
118
prinsipnya, pengolahan lumpur dengan menggunakan SDB
yaitu dengan cara mengalirkan lumpur ke lahan terbuka
kemudian dengan bantuan sinar matahari lumpur tersebut
kering dan bisa dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Metode SDB ini memerlukan lahan yang luas untuk
menampung semua lumpur. Selain itu, proses pengeringan
lumpur sangat tergantung dengan cuaca dan memerlukan
waktu yang lama.
(foto : mixing tank)
Salah satu alternatif teknologi pengolahan lumpur lain yang
saat ini sudah digunakan di IPA Buaran adalah
pengolahan lumpur dengan menggunakan Decanter
119
Centrifuge. Decanter centrifuge adalah alat pengolah
lumpur berbentuk tabung yang memisahkan cairan dan
padatan dengan menggunakan prinsip sentrifugal. Lumpur
yang akan diolah sebelumnya dicampur dengan bahan
kimia PAC di dalam mixing tank.
(foto : cake yang sudah diolah)
Selanjutnya lumpur tersebut diolah di dalam decanter
hingga menjadi cake (lumpur yang sudah berkurang kadar
airnya) dan supernatan (air hasil olahan lumpur). Cake
hasil decanter selanjutnya dipindahkan ke truk melalui
conveyor. Truk membawa cake ke tempat pembuangan
akhir. Supernatan yang dihasilkan kemudian dialirkan ke
bak penampung.
120
(foto : decanter centrifuge)
Keunggulan Decanter Centrifuge dibandingkan dengan
SDB adalah menghasilkan hasil akhir berupa sludge cake
yang lebih kering dalam waktu yang lebih singkat dan tidak
terpengaruh oleh cuaca. Selain itu, lahan yang dibutuhkan
lebih kecil, tidak menimbulkan bau, lumpur yang terolah
lebih banyak, tenaga operator yang dibutuhkan lebih
sedikit.
121
(foto : memindahkan cake ke truk)
Kelebihan lain adalah kualitas air yang dihasilkan
(supernatan) memenuhi kualitas air baku air minum
sehingga bisa di-recycle atau digunakan kembali sebagai
air baku IPA. ***
FILTER BACKWASH RECYCLING
FILTER Backwashing (Pencucian Filter) merupakan
bagian yang terintegrasi dalam pengoperasian Instalasi
Pengolahan Air (IPA). Filter dicuci dengan membilasnya
dengan air dengan arah aliran yang berlawanan dengan
arah aliran normal. Aliran air harus memiliki tekanan yang
cukup untuk dapat melepaskan partikel-partikel yang
menempel pada media, sehingga digunakan aliran air yang
lebih besar atau dibantu dengan aliran udara yang
dipompakan, atau dengan modifikasi teknis secara
gravitasi.
124
Air buangan yang dihasilkan dari pencucian filter
mengandung partikel-partikel yang terbilas dari media filter
yang berasal dari partikel yang terkandung dalam air baku,
flok-flok yang terbentuk pada proses flokulasi yang tidak
terendapkan pada sedimentasi, dan juga mikroba (seperti
Cryptosporidium).
Proses backwash berlangsung selama 10 – 25 menit
dengan kecepatan berkisar 15 – 20 gpm/ft2 dan
memproduksi volume air buangan yang terbanyak dari
keseluruhan proses IPA.
Filter Backwash Recycling umumnya dilakukan dengan
alasan keterbatasan air baku dan/atau faktor biaya yang
lebih efektif jika dilakukan recycle dibandingkan dengan
pembuangan. Selain air buangan filter backwash, thickener
supernatant dan liquid dari proses dewatering (pengolahan
lumpur IPA) bisa di-recycle.
Aliran recycle dari ketiga sumber buangan tersebut
mengandung Cryptosporidium (mikroba patogen) sehingga
perlu dipastikan aliran tersebut melewati proses
pengolahan konvensional (koagulasi – flokulasi –
sedimentasi – filtrasi) atau filtrasi langsung (koagulasi –
flokulasi – filtrasi).
126
Lokasi pengembalian aliran recycle menjadi hal yang
penting dengan alasan sebagai berikut :
Pengembalian aliran recycle setelah titik
pembubuhan koagulan dapat mengganggu proses
kimia di dalam pengolahan dan dapat merusak
performa pengolahan.
Jika aliran recycle tidak diolah melalui koagulasi
dan flokulasi, oocysts dan kontaminan lain dapat
lolos dari filter. Sedimentasi dan filtrasi merupakan
penahan utama Cryptosporidium disebabkan
Cryptosporidium tahan terhadap disinfektan dan
koagulasi dan flokulasi yang sesuai dibutuhkan
untuk meningkatkan performa filter.
Penyisihan Cryptosporidium tidak tercapai jika
aliran recycle tidak melewati semua proses
pengolahan pada sistem konvensional maupun
filtrasi langsung.
Sistem pengolahan air yang dilengkapi proses recycle air
buangan yang berasal dari filter backwashing, thickener
supernatant dan liquid dari proses sludge dewatering
ditunjukkan pada diagram berikut :
128
Saat ini, IPA Buaran telah dilengkapi dengan filter
backwash recycling. Bagaimana sistem kerja filter
backwash recycling tersebut?***
(sumber gambar : Filter Backwash Recycling Rule US
EPA)
JARINGAN PIPA DISTRIBUSI AIR
MINUM DI DKI JAKARTA
JARINGAN pipa distribusi air di DKI Jakarta terdiri dari
jaringan distribusi utama (primer), jaringan distribusi
pembawa (sekunder), jaringan distribusi pembagi (tersier),
dan pipa pelayanan (pipa dinas). Masing-masing jaringan
terdiri dari jenis pipa yang mempunyai diameter tertentu.
Pipa primer mempunyai diameter 200 mm sampai dengan
1800 mm. Jenis pipa yang digunakan antara lain Ductile
Iron Pipe (DIP), High Density Polyethylene (HDPE),
Polyvinyl chloride (PVC), dan steel (baja).
131
Pipa sekunder umumnya berdiameter 150 mm, 200 mm,
dan 250 mm. Jenis pipa yang umum digunakan pada
jaringan distribusi sekunder adalah PVC, DIP, dan HDPE.
Selain itu juga ada jenis pipa baja dan Galvanized Iron
Pipe (GIP).
Pipa tersier umumnya berdiameter 50 mm, 75 mm, dan
100 mm. Pipa yang digunakan umumnya berjenis PVC dan
HDPE. Selain itu ada beberapa pipa yang berjenis DIP dan
GIP.
Pipa dinas adalah pipa yang menghubungkan jaringan
pipa tersier sampai dengan meter air. Diameter pipa
dinas beragam mulai dari 0,5 inch sampai dengan 12 inch.
Jenis pipa dinas yang digunakan umumnya HDPE dan
PVC. Masih ada beberapa pipa lama berjenis GIP.
Mengingat beberapa wilayah DKI Jakarta mengandung air
asin/air laut, penggunaan pipa logam seperti GIP harus
dipertimbangkan kembali karena rentan sekali terjadinya
korosi/karat.***
DETEKSI KEBOCORAN DENGAN GAS
HELIUM
SALAH satu penyebab Tingkat Kebocoran Air adalah,
kebocoran teknik berupa kebocoran fisik pipa (baca juga :
Penyebab kebocoran air di wilayah DKI Jakarta).
Menemukan pipa yang bocor adalah upaya yang harus
dilakukan untuk selanjutnya memperbaikinya.
Deteksi kebocoran yang lazim digunakan adalah dengan
menggunakan teknik audio (sonar leakage detector), yaitu
mencari kebocoran dengan deteksi suara kebocoran.
134
Namun metode “lawas” tersebut kurang cocok dilakukan di
wilayah yang memiliki tekanan air rendah, karena praktis
tidak akan terdengar “desis” air yang memancar melalui
“lubang bocor” pada sebuah pipa, apalagi pada pipa yang
terbenam di dalam tanah.
Salah satu metode yang digunakan oleh PALYJA adalah
Deteksi kebocoran pipa dengan gas Helium. Gas Helium
adalah gas mulia yang tidak berwarna dan tidak berbau
yang komposisinya di bumi adalah termasuk sedikit yaitu
sebesar (0,00052% volume atmosfer), dan termasuk Gas
monoatomik yang paling tidak larut dalam air. (sumber :
wikipedia.org)
Prinsip kerjanya adalah : Helium diinjeksikan ke dalam
pipa dan ikut mengalir bersama air. Air akan keluar dari
135
bagian pipa yang bocor dan membawa serta Helium. Pada
tekanan atmosfir, Helium akan terpisah dari air dan akan
tetap ada di dalam tanah hingga 4 hari.
Untuk mengetahui letak pipa yang bocor, Helium yang
tertahan di dalam tanah dideteksi dengan dengan detektor
gas Helium.
PALYJA telah menggunakan metode gas Helium ini sejak
tahun 2006,dan dalam Laporan Triwulan I tahun 2014
disebutkan bahwa PALYAJ telah berhasil memperbaiki 568
kebocoran tidak tampak.***
MONITORING DAN KONTROL
TERHADAP KUALITAS AIR
MONITORING dan kontrol terhadap kualitas air pada
sistem distribusi yang disyaratkan oleh American Water
Works Association (AWWA) Standard of Distribution
Systems Operation and Management mencakup hal
berikut :
Rencana Sampling
Operator harus mengeluarkan rencana sampling
rutin yang representatif terhadap sistem distribusi
keseluruhan.
138
Rencana sampling harus di-review setiap tahun
dan penyesuaian dibuat berdasarkan trend data
historikal, perubahan pola penggunaan air, dan
perubahan lain yang dapat mempengaruhi kualitas
air.
Operator harus menganalisis trend data dan
mempunyai action plan untuk merespon
perubahan.
Lokasi Sampling
Lokasi sampling minimal harus mencakup lokasi
yang disyaratkan dalam regulasi monitoring.
Lokasi sampling tambahan diperlukan sesuai
kebutuhan untuk melengkapi gambaran kualitas air
pada sistem distribusi.
Operator harus menggunakan lokasi sampling
yang representatif terhadap seluruh kondisi sistem
139
distribusi mencakup variasi waktu detensi hidrolik,
material pipa, lokasi disinfeksi, lokasi kemungkinan
terjadinya gangguan kualitas air (misal kehilangan
residu disinfektan/sisa khlor dan pertumbuhan
bakteri yang meningkat).
Lokasi sampling harus mencakup lokasi yang
merepresentasikan waktu detensi terpanjang
dalam sistem, lokasi titik akhir (dead-end), lokasi
sirkulasi rendah, dan akhir fasilitas penyimpanan
air.
Lokasi dimana terjadi banyak masalah terkait
kualitas perlu frekuensi sampling yang lebih
banyak.
Penyimpanan Sampel
Sampel harus disimpan sesuai dengan metode
standar untuk pemeriksaan air.
Pengambil sampel dan laboratorium harus
menggunakan label dan form standar.
Keran Sampel
Keran sampel harus terlindung dari sumber
kontaminasi luar.
Keutuhan keran sampel harus diperiksa dan
dievaluasi tahunan untuk memperbaiki kebocoran
dan potensi sumber kontaminan lainnya.
Bagaimana monitoring dan kontrol kualitas air distribusi di
Jakarta?***
UJI COBA PERTAMA KALI
INSTALASI PENGOLAHAN AIR
DALAM sebuah proyek pembangunan Instalasi
Pengolahan Air (IPA), setelah proyek konstruksi selesai,
maka tahap selanjutnya adalah uji coba operasional untuk
pertama kali, atau disebut juga dengan istilah
Commissioning.
Pemerintah melalui Kementrian Pekerjaan Umum,
mengeluarkan pedoman mengenai tatacara Commisioning
yang mengacu pada SNI 19-6777-2002, Metode pengujian
kinerjauni t paket instalasi penjerni han air kapasitas di
142
bawah 5 liter/detik serta SNI 19-6774-2002, Tata cara
perencanaan unit paket instalasi penjernihan air.
Prinsip commissioning adalah mengamati dan menil ai
kinerja IPA pada titik pengendali an proses dan operasi
pada kapasitas tertentu, dengan indi kator kinerja antara
lain : (1) Air Baku; (2) Koalgulasi; (3) Flokulasi; (4)
Sedimentasi; (5) Filtrasi; (6) Desinfeksi.
Pengujian yang dilakukan meliputi : (1) Pengujian Sarana
Penunjang dan (2) Pengujian proses dan operasi IPA.
Hasil Pengujian ini selanjutnya dituangkan dalam sebuah
berita acara yang diketahui, disaksikan oleh beberapa
pihak seperti pemilik proyek, konsultan perencana, dan
pelaksana proyek.***
RIVER BANK FILTRATION
UPAYA mendapatkan air bersih dari sumber air
permukaan terus berkembang, salah satu yang telah
diterapkan di PALYJA pada kali Krukut adalah dengan
metoda River Bank Filtration.
River Bank Filtration (RBF) adalah suatu teknologi
pengolahan air yang terdiri dari ekstraksi air dari sungai
atau tempat penampungan khusus oleh sumur pemompa
yang dibuat di bagian alluvial aquifer. Ketika air melewati
lapisan tanah, terjadi proses fisika, kimia, dan biologi
144
sehingga kualitas air meningkat dibandingkan air
permukaan.
RBF mampu mengeliminasi hampir semua senyawa
organik dan mikroorganisme pathogen yang terkandung
dalam air permukaan. Hal ini membuat ringan kinerja
proses pengolahan air konvensional sehingga ekonomis.
Pemanfaatan RBF ini menjadi sebuah kebutuhan akan
semakin buruknya kualitas air permukaan.
Secara umum proses yang terlibat dalam BF bekerja
dengan mengalirkan air dari sungai melalui lapisan tanah
dengan adanya daya isap pompa dari sumur produksi
yang dibuat tak jauh dari sungai.
145
Aplikasi BF terutama digunakan sebagai proses
pengolahan awal (pre-treatment process). Proses ini
menurunkan biaya operasional pengolahan air karena
meminimalkan penggunaan energi dan bahan kimia.***
MEMBUANG UDARA YANG
TERPERANGKAP DI DALAM PIPA
DALAM penyaluran air melalui saluran tertutup (pipa),
terdapat hal yang menjadi perhatian khusus terkait dengan
adanya udara yang “terperangkap” di dalam pipa.
Dalam kondisi ideal, pipa akan bekerja baik jika penuh
terisi air, sehingga segala parameter terkait debit dan sisa
tekan akan sesuai dengan yang direncanakan. Namun
dalam kenyataannya, akan selalu ada udara yang
148
terperangkap di dalam pipa dari sumber-sumber seperti :
udara terlarut di dalam air, lubang bocor pada pipa,
pompa, atau saat air mati/berhenti mengalir kemudian
dilakukan pengisian kembali.
Kemana perginya udara yang terperangkap dalam pipa
itu? Tentu saja udara akan mencari tempat yang lebih
tinggi di dalam jalur pipa. Dalam jalur pipa yang naik dan
turun, maka udara akan “terperangkap” di dalam titik-titik
tertinggi dari jalur pipa yang naik turun tersebut.
Semakin banyak udara yang “berkumpul” di titik tersebut
selanjutnya tentu akan “mengambat” aliran air di dalam
pipa. Akibatnya adalah air menjadi terganggu alirannya,
atau jika pengaliran dilakukan dengan bantuan tenaga
pompa, penyumbatan tadi akan menyebabkan kerja
pompa menjadi lebih tinggi dan akibatnya pipa akan
pecah/rusak karena menerima tekanan yang lebih tinggi.
Jalan keluar untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
“mengeluarkan” udara tersebut melalui katub yang di
149
pasang pada titik titik pipa tertinggi tadi. Katub ini dikenal
dengan AIR VALVE.
Dengan adanya Air Valve atau katub udara (orang
lapangan menyebutnya “pentil”) maka tidak ada lagi udara
yang terperangkap di dalam jalur pipa distribusi/transmisi
yang dapat mengganggu aliran air di dalamnya.***
SISTEM PENGOLAHAN AIR
MODEREN
SEIRING dengan berkembangnya zaman, maka
berkembang pula teknologi pengolahan air minum yang
menjadikan pengolahan air baku menjadi air minum
menjadi semakin efisien dan efektif.
Proses filtrasi merupakan salah satu teknologi dalam
pengolahan air minum yang telah mengalami
perkembangan. Dan perkembangan teknologi filtrasi lebiH
menonjol pada “material matter”.
153
Dimulai dengan media pasir, butiran, dan kini terus
berkembang menjadi media ultra filtrasi dan bahkan
teknologi Nano, kesemuanya adalah mengenai material
daripada filter, sementara proses filtrasinya sendiri masih
tetap sama.
Proses filtrasi dengan bahan/material termutakhir seperti
membran sekalipun tetap harus memiliki persyaratan
kualitas air influentnya yang harus dipenuhi, salah satunya
adalah tingkat kekeruhannya maksimal 10 NTU, artinya
jika air dengan NTU lbh besar memasuki filter, tentunya
akan membebani kerja Filter yang berakibat umur filter
menjadi pendek.
Hal yang masih sulit dijawab oleh para “penjual” media
membran ini adalah berapakah harga investasi dan O&M
teknologi baru ini untuk setiap kubik air yang diolah, dan
memang jawaban tepatnya adalah bergantung pada type
air baku yang akan diolah.***
TYPE AIR VALVE
BAGAIMANA udara bisa terperangkap di dalam pipa dapat
disimak pada tulisan MEMBUANG UDARA YANG
TERPERANGKAP DI DALAM PIPA. Lantas alat apa saja
yang digunakan untuk membuang udara dalam pipa
tersebut?
Secara sederhana dan dapat dilihat di beberapa instalasi
yang dikelola di daerah, untuk mengeluarkan udara dari
pipa (biasanya pada belokan/bend) dengan cara
melubangi pipa tersebut. Namun cara ini tentu bukan
merupakan cara yang direkomendasikan secara teknis,
156
karena besar kemungkinan bukan hanya udara yang
keluar dari lubang tersebut, namun juga air nya.
Secara teknis, untuk mengeluarkan udara di dalam pipa
dikenal dengan air valve. Terdapat banyak sekali type dan
jenis air valve, namun secara garis besar terbagi menjadi 3
bagian besar, yaitu : Air release valve : untuk
mengeluarkan sekumpulan kecil udara dalam pipa air
bertekanan Air/vacuum valve : untuk mengeluarkan udara
yang lebih banyak di dalam pipa air Combination Air valve :
kombinasi dari kedua jenis Air Valve di atas.
Pemasangan Air valve ini selain pada titik tertinggi pipa
distribusi yang diduga akan terdapat udara yang
terperangkap, juga di pasang pada titik2 tertentu pada
jaringan pipa dekat pompa.
157
Dengan pemasangan Air Valve ini, maka pengeluaran
udara dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis
tanpa membuang air lebih banyak lagi, dan ini dapat
mengurangi Tingkat Kehilangan Air.***
INDEKS 3K DKI JAKARTA
TELAH dijelaksan sebelumnya mengenati apa 3K itu pada
tulisan 3K (Kuantitas, Kualitas, Kontinuitas), dan berikut
akan disampaikan bagaimana kondisi 3K di DKI Jakarta.
Dalam laporan bulanannya, setiap operator menyampaikan
hasil pemantauan rutinnya terhadap kondisi Kualitas air
serta tekanan air di titik pelanggan. Kualitas diukur sesuai
dengan peraturan Permenkes 492 tahun 2010.
160
Selain itu BR PAM DKI Jakarta juga melakukan survey
Kontinuitas 24 Jam setiap tahunnya. Selanjutnya ke tiga
parameter tersebut di “overlay” untuk memberikan sebuah
nilai berupa INDEX 3K.
Setiap parameter memiliki dua kemungkinan yaitu
“memenuhi” dan “tidak memenuhi”, sehingga akan
terdapat 4 golongan, yaitu :
Merah : Jika ketiga parameter bernilai “tidak
memenuhi”
Jingga : Jika hanya satu paramter yang bernilai
“memenuhi”
Kuning : Jika ada dua parameter yang bernilai
“memenuhi”
Hijau : Jika ketiga parameter bernilai “memenuhi”
Selanjutnya hasilnya di petakan sehingga dapat diperoleh
situasi sebagai berikut.
LANGKAH-LANGKAH YANG
DIPERLUKAN BAGI PENGELOLAAN
AIR MINUM DKI JAKARTA
PELAYANAN Air Minum di wilayah DKI Jakarta bisa
dikatakan merupakan upaya yang khusus, karena ibu kota
sebagai ibu kota negara otomatis menjadikan Jakarta
sebagai “etalase” negara Indonesia.
Pencapaian kinerja operator PALYJA dan Aetra tahun
2013 dijadikan titik acuan upaya peningkatan kedepan
sesuai dengan harapan pelayanan yang baik.
166
Selanjutnya program jangka panjang telah disusun oleh
PAM Jaya dalah merupakan cita-cita pelayanan air minum
DKI Jakarta hingga tahun 2018 (lihat : RJP PAM Jaya
2014-2018)
Untuk mencapai hal tersebut diperlukan langkah-langkah
pencapaian sebagai berikut :
Pendalaman penajaman terhadap program dan
besaran investasi yang diperlukan agar didapat
kegiatan dan besaran invesatsi yang lebih akurat
terutama disebabkan tidak terselenggaranya
penyusunan Studi kelayakan periode tahun 2013-
2017.
Perhitungan terhadap tingkat tarif selama waktu
perencanaan dengan membuka kemungkinan
pendanaan dari pemerintah pusat dan daerah agar
dapat terjangkau
Kajian terhadap aspek legal untuk
terselenggaranya penyertaan dana investasi bagi
167
pengembangan SPAM dari pemerintah
pusat/pemda dalam hal diperlukan.
Penyusunan Road map tingkat pelayanan
(Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas) untuk periode
perencanaan 2013-2017
Dengan demikian diharapkan pencapaian tingkat
pelayanan Air Minum di DKI Jakarta akan sesuai dengan
yang diharapkan.***
BIOFILTRASI DI IPA TAMAN KOTA
PENGOLAHAN air baku mutlak diperlukan karena kualitas
air baku yang semakin buruk. Pre-treatment ini sudah pasti
akan membantu meringankan kerja IPA.
IPA Taman kota sejak tahun 2007 dihentikan
operasionalnya dikarenakan kualitas air baku yang sangat
buruk sehingga mengakibatkan IPA tidak mampu
mengolah air baku tersebut.
170
Namun sejak tahun 2012 IPA Taman kota dioperasikan
kembali dengan memanfaatkan teknologi BIOFILTRASI
hasil kerjasama dengan Pusat Tenaga Lingkungan BPPT.
“Biofiltrasi beda dengan filtrasi biasa. Filtrasi hanya
menyaring kotoran yang melayang kalau bio memakai
mikroorganisme. Mikroorganisme itu yang akan
menguraikan kotoran yang terlarut,” kata Dr. Rudy
Nugroho, perekayasa BPPT, yang mengembangkan
teknologi ini.
Prinsip sederhananya adalah memberi kesempatan
mikroorganisme untuk “hidup” pada media yang
disediakan, lalu mikroba tersebut bertugas “menguraikan”
kandugan organik pada air baku tersebut sekaligus
membersihkan air.
171
Hal serupa namun dengan sistem yang sedikit berbeda
dilakukan juga pada IPA Cilandak (Baca : River Bank
Filtration).***
UPAYA PEMANTAUAN KINERJA
OPERATOR AIR MINUM DKI
JAKARTA
UPAYA melakukan pemantauan terhadap kinerja operator
terus dilakukan oleh Badan Regulator PAM DKI Jakarta.
Selain melakukan pemantauan terhadap “kinerja
kontraktual” (yaitu target teknis dan standar pelayanan),
BR PAM DKI juga terus mengupayakan melakukan
pemantauan terhadap pencapaian kinerja pelayanan yang
berbasis pada 3K.
174
BR PAM DKI mencoba untuk memvisualisasikan kinerja
pelayanan air minum DKI Jakarta dalam komponen-
komponen seperti terlihat di diagram berikut.
Tingkat kedalaman penyajian komponen tersebut diatas
akan lebih baik dilakukan hingga level Primary Cell
(kecamatan), dan tentu saja sepenuhnya tergantung
kepada ketersediaan data.
Nampak bahwa komponen yang seharusnya menjadi
perhatian para pengambil kebijakan di DKI Jakarta adalah
lebih terkait kepada pelayanan kepada pelanggan.
Sementara komponen yang menjadi perhatian bagi
pengelola/operator lebih kepada komponen kebutuhan air,
investasi dan tingkat kebocoran air.
175
Sebagai contoh, visualisasi yang telah dibuat oleh BR PAM
DKI adalah pada komponrn 3K, seperti nampak pada
tulisan INDEKS 3K DKI JAKARTA.***
TEKNOLOGI MEMBRAN
TEKNOLOGI Membran merupakan teknologi post
treatment yang masih terus berkembang. Terlebih dengan
perkembangan teknologi material yang selalu berusaha
memproduksi bahan filter membran yang semakin
terjangkau.
Secara sederhana teknologi membran adalah merupakan
proses filtrasi dengan media membran. Seperti yang sudah
lazim diketahui bahwa media filter yang konvensional
adalah menggunakan media pasir. Semakin kecil celah
178
media filter yang tersedia, maka semakin banyak pula
partikel yang “tertahan”, dengan kata lain kualitas air yang
“lolos” tentu akan semakin baik.
Secara umum, Teknologi membran ini terbagi menjadi 4
golongan besar yaitu (berturut-turut dari yang memiliki
celah besar ke kecil) : Microfiltration (MF), Ultra Filtration
(UF), Nano Filtration (NF), dan Riverse Osmosis (RO).
Semakin kecil celah yang tersedia tentu akan membuat
harga membran semakin mahal, dan tentu saja semakin
bertambah energi yang digunakan untuk “memompa” air
melewati media membran tersebut.
Gambar-gambar pada halaman ini menjelaskan, partikel-
partikel apa saja yang “tersaring” untuk masing-masing
membran, juga ukuran “celah” masing-masing type
membran. ***
(sumber gambar : sswm, knrones, koch )
SISTEM MONITORING
UPAYA Monitoring yang bisa dilakukan dalam proses
produksi, distribusi air minum adalah meliputi debit,
kualitas, dan tekanan air.
Kebutuhan monitoring yang “realtime” dan terus-menerus
sudah merupakan kebutuhan yang vital. Dalam
prakteknya, biaya operasional bahan kimia pada sebuah
IPA dapat dioptimalkan dengan mengetahui kualitas air
bakunya secara nyata alias realtime.
184
Kondisi kualitas, tekanan air pada jaringan distribusi
secara realtime juga akan membantu dalam “Early
Warning System”, artinya dapat segera diketahui di daerah
mana terdapat penurunan kualitas air atau penurunan
tekanan air, dan selanjutnya dapat segera dilakukan
tindakan guna terjaganya pelayanan air minum pada
pelanggan.
Secara umum yang diperlukan dalam mewujudkan sistem
monitoring yang real time adalah :
1. Sensor, berupa alat yang akan merubah parameter
yang akan diukur menjadi sinyal-sinyal listrik yang
selanjutnya akan dibaca oleh pengolah data
2. Pengolah Sinyal (Signal Conditioner) yang akan
menerima sinyal-sinyal listrik tadi dan
mengkonversikannya menjadi data yang bisa
dibaca dan dianalisa selanjutnya
185
3. Akuisis data (Data Acquisition), proses analisa,
penyimpanan, atau transfer data, yang selanjutnya
bisa ditampilkan sebagai report, atau juga untuk
memberi input kepada sebuah mekanisme
tindakan.
Sistem monitoring yang dikenal di PDAM adalah SCADA
(Supervisory Control And Data Acquisition), yaitu sebuah
sistem yang memungkinkan pengoperasian secara
otomatis dan jarak jauh terhadap segala proses produksi
air minum dan distribusinya. Sistem SCADA ini juga
digunakan dalam proses industri dan juga utilitas umum
lainnya.***
CONVENTIONAL FLUSHING VS UNI-
DIRECTIONAL FLUSHING
AKUMULASI sedimen dan deposit seperti alum, biofilm,
dan karat pada pipa distribusi air terjadi setelah jangka
waktu tertentu. Hal ini menyebabkan masalah kualitas air,
masalah rasa dan bau, laju degradasi klor lebih cepat,
mengurangi diameter efektif pipa, mengurangi kapasitas
hidrolik, meningkatkan kekasaran pipa, dan meningkatkan
biaya pemompaan untuk distribusi air. Untuk itu, diperlukan
program flushing yang sistematis sehingga kualitas air
yang sampai di pelanggan tetap terjaga. Program flushing
yang efektif merupakan suatu antisipasi dan pencegahan
masalah kualitas air dan komplain pelanggan. Program
188
flusing yang efektif berbeda-beda untuk masing-masing
tipe sistem distribusi. Kecepatan aliran air minimum yang
diperlukan dalam proses flushing adalah 0,8 m/s.
Ada 2 metode umum yang biasa digunakan yaitu
Conventional Flushing dan Uni-Directional Flushing (UDF).
Metode conventional flushing dilakukan berdasarkan
adanya komplain pelanggan atau pada area-area yang
sering mengalami masalah kualitas air dengan membuka
flushing valve. Metode ini bisa dilakukan dalam bentuk
program yang sistematis atau hanya dilakukan pada lokasi
yang dianggap perlu. Metode uni-directional flushing
dilakukan dengan mengisolasi valve untuk membuat aliran
satu arah sehingga kecepatan aliran air meningkat,
membersihkan sedimen dan biofilm.
189
Ilustrasi di atas menunjukkan bagaimana air dari arah yang
berbeda mengalir menuju flushing valve yang terbuka pada
conventional flushing. Meskipun air berasal dari berbagai
arah, namun kecepatan aliran masih belum cukup untuk
membersihkan seluruh sedimen pada pipa. Metode ini
dinilai belum efektif karena waktu yang diperlukan lebih
banyak dan volume air yang hilang lebih besar.
Ilustrasi berikutnya di atas menunjukkan bahwa pada uni-
directional flushing, beberapa valve ditutup mengakibatkan
air mengalir satu arah menuju flushing valve. Kecepatan
aliran air meningkat sehingga pembersihan sedimen di
dalam pipa bisa berlangsung lebih cepat dan air yang
terbuang lebih sedikit.
Dengan dilakukannya flushing diharapkan dapat
mengurangi kekeruhan akibat sedimen yang terakumulasi,
190
kontaminasi kimia, dan konsentrasi bakteri, menghilangkan
rasa dan bau, air hitam dan keruh, dan akumulasi
sedimen, sebagai bentuk respon terhadap komplain
pelanggan, meningkatkan sisa khlor, dan memperpanjang
umur pipa.***
(sumber gambar : AWWOA)
VERIFIKASI DAN KALIBRASI
SEPERTI yang telah kita ketahui bersama bahwa setiap
alat ukur yang digunakan harus secara rutin dilakukan
kalibrasi (baca: Kalibrasi atau Tera ulang). Nah,
bagaimana kah metode dan cara melakukan kalibrasi
tersebut?
Sesuai dengan definisi kalibrasi (baca : Kalibrasi atau
Teraulang), maka sebuah alat ukur, semisal water meter
dibandingkan dengan alat ukur standar, lalu kemudian
dicatat persentase selisihnya. Alat Ukur standar biasanya
berupa tangki yang ukurannya telah di sepakati/di
192
standarisasi sehingga memilki volume yang dijadikan
acuan. Metode nya adalah melakukan filling test atau
dropping test yaitu dengan mengisi tangki acuan dengan
fluida tertentu, lalu volume yang tertampung akan
disesuaikan dengan volume yang terbaca di alat ukur. Kita
biasa melihat jenis tangki standar pada saat sebuah pom
bensin melakukan kalibrasi alat ukur nya.
Dalam kaitannya dengan kalibrasi water meter, dikenal
juga istilah verifikasi, yaitu upaya memastikan alat ukur
dalam hal ini water meter dipasang pada posisi yang tepat
terhadap belokan, reducer, dan segala hal yang menjamin
aliran fluida yang melalui alat ukur adalah laminar.
Verifikasi juga dilakukan terhadap alat ukur/water meter
besar dan canggih semisal water meter elektromagnetik,
dimana dalam melakukan verifikasi digunakan alat khusus
yang secara otomatis akan mencatat dan memastikan
193
segala komponen elektronik dan mekanis di dalam water
meter tersebut bekerja dengan baik.
Proses verifikasi dilakukan oleh produsen water meter
yang menjamin bahwa water meter produksinya tetap akan
memberi ukuran yang akurat. Artinya jika water meter lolos
dalam segala test verifikasi, maka kemampuan mengukur
nya tentu tetap terjamin.
Apakah setelah proses Verifikasi masih diperlukan proses
kalibrasi?
Dalam peraturan perundangan yang berlaku memang
kalibrasi atau tera ulang adalah wajib di lakukan. Sehingga
untuk melaksanakan kalibrasi sebuah water meter besar
diperlukan tangki acuan yang besar pula, dalam hal ini
dapat digunakan reservoir pada IPA.
fAtau ukuran pembandingnya dilakukan dengan sebuah
alat ukur master berupa water meter sejenis yang memang
sengaja digunakan untuk kebutuhan kalibrasi ini.***
KANDUNGAN BESI DI DALAM AIR
DAN PROSES PENYISIHANNYA
PADA dasarnya besi dalam air dalam bentuk Ferro (Fe2+)
atau Ferri (Fe3+). Hal ini tergantung dari kondisi pH dan
oksigen terlarut dalam air. Pada pH netral dan adanya
oksigen terlarut yang cukup, maka ion ferro yang terlarut
dapat teroksidasi menjadi ion ferri dan selanjutnya
membentuk endapan. Ferri hidroksida yang sukar larut,
berupa presipitat yang biasanya berwarna kuning
kecoklatan.
Penyebab utama tingginya kadar besi dalam air antara
lain:
196
1. Rendahnya pH air, Air
yang mempunyai pH < 7
dapat melarutkan logam
termasuk besi.
2. Temperatur air,
Kenaikan temperatur air
akan meningkatkan
derajat korosif.
3. Adanya gas-gas terlarut
dalam air, Yang
dimaksud gas-gas tersebut adalah O2, CO2, dan
H2S. Beberapa gas terlarut tersebut akan bersifat
korosif.
4. Bakteri, Secara biologis tingginya kadar besi
terlarut dipengaruhi oleh bakteri besi yaitu bakteri
yang dalam hidupnya membutuhkan makanan
dengan mengoksidasi besi sehingga larut. Jenis ini
adalah bakteri Crenotrik, Leptotrik, Callitonella,
Siderocapsa, dan lain-lain.
Prinsip penurunan kadar besi adalah proses oksidasi dan
pengendapan. Adapun prosesnya adalah besi dalam
bentuk ferro dioksidasi terlebih dahulu menjadi bentuk ferri,
kemudian pengendapan dengan membentuk endapan ferri
hidroksida. Proses ini mudah terjadi pada kondisi pH 7
dimana kelarutannya minimum.
Persamaan reaksi:
Fe(HCO)3 + O2 → Fe(OH)2 +2CO2 + O2
Fe(OH)2 + 2H2O + O2 → Fe(OH)3 + H2O + O2 + H+
197
Proses penghilangan besi dengan cara oksidasi dapat
dilakukan dengan tiga macam cara dan menggunakan
berbagai bahan oksidan (oksidator):
1. Oksidasi dengan udara (Aerasi),
Sejauh ini metode yang telah umum digunakan untuk
proses penyisihan besi adalah proses aerasi yang
dilanjutkan dengan proses sedimentasi dan filtrasi. Aerasi
merupakan proses pengolahan air dengan cara
mengontakkan dengan udara.
Reaksi pada proses oksidasi besi:
4Fe2+Fe(OH)3 merupakan garam yang sukar larut dan
cenderung mengendap. Sesuai dengan reaksi tersebut,
maka untuk mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi
dibutuhkan 0,14 mg/l oksigen. Pada pH rendah, kecepatan
reaksi oksidasi besi dengan oksigen (udara) relatif lambat,
sehingga pada praktiknya untuk mempercepat reaksi
dilakukan dengan cara menaikkan pH air yang akan diolah.
2. Oksidasi dengan bahan oksidator khlorin.
Khlorin (Cl2) dan ion hipokhlorit (OCl- meskipun dalam
kondisi pH rendah dan oksigen terlarut sedikit, dapat
mengoksidasi dengan cepat.
Reaksi oksidasi antara besi dengan khlorin adalah sebagai
berikut:
2Fe2+ + Cl2 + 6H2O → 2Fe(OH)3 + 2Cl-
198
Berdasarkan reaksi tersebut di atas, maka untuk
mengoksidasi setiap 1 mg/l zat besi dibutuhkan 0,64 mg/l
khlorin. Tetapi pada praktiknya pemakaian khlorin ini lebih
besar dari kebutuhan teoritis karena adanya reaksi-reaksi
samping yang mengikutinya. Di samping itu bila
kandungan besi dalam air baku yang jumlahnya besar,
maka jumlah khlorin yang diperlukan dan endapan yang
terjadi juga besar sehingga beban flokulator, bak
pengendap, filter menjadi besar pula. + O2 (aq) (aq) +
10H2O (l) → 4Fe(OH)3 (s) + 8H+(aq)) merupakan bahan
oksidator yang kuat sehingga + 6H+
3. Oksidasi dengan kalium permanganat.
Untuk menghilangkan besi dalam air, dapat pula dilakukan
dengan mengoksidasinya dengan memakai oksidator
kalium permanganat dengan persamaan reaksi sebagai
berikut:
3Fe2+ + KMnO4 + 7H2O -> 3Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +5H+
Secara sthoikiometri, untuk mengoksidasi 1 mg/l besi
diperlukan 0,94 mg/l kalium permanganat. Dalam
praktiknya kebutuhan kalium permanganat ternyata lebih
sedikit dari kebutuhan yang dihitung berdasarkan
stoikiometri. Hal ini disebabkan karena terbentuknya
mangan dioksida yang berlebihan yang dapat berfungsi
sebagai oksidator dan reaksi berlanjut sebagai berikut:
199
2Fe2+ + KMnO4 + 7H2O -> 3Fe(OH)3 + MnO2 + K+ +5H+
+ 2MnO2 + 5H2O -> 2Fe(OH)3 + Mn2O3 + 4H+
Jadi penurunan kadar besi dalam air pada hakikatnya
mengubah dari bentuk yang larut dalam air menjadi yang
tidak larut dalam air. Oleh karena itu hasil dari reaksi
oksidasi ini selalu menghasilkan endapan. Mengingat hal
ini, dalam penerapannya biasanya disertai penyaringan.
Proses penyaringan ini dilakukan apabila kadar besi lebih
rendah dari 5 mg/l.***
DROPPING TEST ATAU FILLING TEST
SALAH satu metode kalibrasi meter air yang paling umum
dilakukan adalah drop test atau filling test. Bagaimanakah
metode ini dilakukan?
Seseuai nama nya drop test berarti mengukur kubikasi
fluida/air yang melalui meter air yang diuji, kemudian
fluida/air tersebut di tamping dalam wadah standar yang
ukurannya dijadikan acuan.
202
Sementara filling test adalah kebalikan dari drop test, yaitu
mengukur fluida/air yang berasal dari wadah standar yang
menjadi acuan, melalui meter air yang diuji.
Untuk melakukan kalibrasi meter air yang besar, semisal
meter air distribusi di reservoir distribusi, maka perlu
disiapkan juga tangki ukur yang besar. Biasanya tangki
ukur yang digunakan adalah reservoir itu sendiri.
Untuk bisa menjadi acuan, maka volume reservoir harus
disepakati terlebih dahulu, dimulai dengan pengukuran
dimensi-dimensi (akan lebih mudah jika reservoarnya
berbentuk balok). Pemantauan terhadap
penambahan/pengurangan ketinggian air pada reservoir
merupakan variable terhadap volume reservoir tersebut
203
Selanjutnya setelah ukuran acuan disepakati, maka drop
test atau filling test sudah bisa dilakukan, dan angka yang
ditunjukkan oleh meter air dibandingkan dengan volume air
yang berada di reservoir.***
WATER SAFETY PLAN (WSP)
WATER Safety Plan (WSP) merupakan suatu konsep
rencana untuk menjamin keamanan air minum melalui
pendekatan penilaian resiko dan manajemen resiko yang
mencakup semua langkah dalam penyediaan air minum
mulai dari sumber hingga pelanggan.
WSP berasal dari kombinasi tiga komponen dari lima
komponen kerangka Safe Drinking Water WHO yaitu :
penilaian sistem, monitoring operasional, dan
rencanamanajemen, dokumentasi dan komunikasi.
206
Tujuandari Water Safety Plan adalah untuk memastikan air
minum yang aman melalui praktik penyediaan air yang
baik yaitu :
Mencegah kontaminasi dari sumber
Mengolah air agar memenuhi standar kualitas
Mencegah kontaminasi kembali selama
penyimpanan, distribusi, dan pengambilan air
minum itu sendiri
Tahapan pengembangan Water Safety Plan WHO
ditunjukkan pada gambar berikut.
207
Water Safety Plan sudah banyak diadopsi oleh banyak
Negara termasuk Indonesia. Di Indonesia,dikenal dengan
nama Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM). RPAM di
Indonesia dibagi dalam tiga kelompok, yaitu RPAM untuk
adanya resiko pada sumber air, RPAM untuk
penyelenggara SPAM, dan RPAM untuk konsumen.***
PRETREATMENT UNTUK
TEKNOLOGI MEMBRAN
PADA tulisan tentang Teknologi Membran, disebutkan
bahwa teknologi membran merupakan teknologi post
treatment. Oleh sebab itu, air baku yang akan diolah
dengan teknologi membran harus melalui serangkaian
pengolahan pendahuluan atau pretreatment.
Sumber air baku yang berasal dari air permukaan
mengandung lebih banyak partikulat, substansi organik,
dan kandungan solid lain yang tidak sesuai dengan syarat
kualitas air baku untuk diolah (feed water) dengan
210
teknologi membran seperti Reverse Osmosis (RO) dan
Nano Filtration (NF). Kedua teknologi tersebut didesain
untuk menghilangkan “garam” dan ion terlarut, bukan
partikulat. Pretreatment yang sesuai berperan penting
dalam kinerja membran, umur membran, dan seluruh biaya
operasi.
Tipe pretreatment tergantung oleh sumber air baku yang
digunakan sehingga penilaian tentang kuantitas dan
kualitas air baku menjadi hal yang pertama dan penting
dalam perencanaan dan desain sistem RO. Data historis
terkait kualitas air baku sangat diperlukan untuk
mengetahui tipe pretreatment apa yang bisa diaplikasikan.
Tujuan dari adanya pretreatment adalah untuk
meminimalkan terjadinya fouling, scaling, dan degradasi
membran. Kandungan maksimum feed water yang masih
bisa diterima oleh RO / NF ditunjukkan pada tabel berikut.
211
Pretreatment bisa berupa pretreatment kimia, pretreatment
mekanis, atau kombinasi keduanya. Tabel berikut
menunjukkan pretreatment potensial yang digunakan pada
sistem RO.
212
Pretreatment dalam sistem teknologi membran dikatakan
berjalan cukup baik jika pembersihan membran berkisar 3
– 4 kali per tahun.***
(sumber : amtaorg.com)
AIR DI BAK HABIS, KEMANA?
SEORANG pelanggan di daerah Kebayoran Baru yang
bersedia sambungan rumah nya dipasang alat monitoring
kontinuitas dan tekanan air, mengisahkan tentang kondisi
pelayanan PAM JAYA melaui operator PALYJA di
kediamannya.
Yang menarik adalah cerita bahwa kerap terjadi bak air
yang telah terisi penuh di salah satu kamar mandi di
rumahnya lalu menjadi kosong kembali, padahal tidak
sedang digunakan.
214
Banyak sekali kemungkinan kenapa hal itu terjadi, mari kita
abaikan kemungkinan bahwa bak/tangki itu bocor.
Gambar 1 …
Syarat cukup mengapa peristwa ini terjadi adalah
terhubungnya pipa inlet ke air yang ada di dalam
bak/tangki,semisal untuk kasus bak kamar mandi, bisa jadi
terdapat selang/hose yang terdapat di ujung kran yang
menjuntai masuk ke dalam bak.
Dalam beberapa kasus di rumah tinggal yang bertingkat,
bak air di lantai atas dengan model kran yang memiliki
215
selang menjuntai tersebut rentan mengalami pengosongan
bak karena efek “siphone”, dari bak air di lantai bawah.
Di beberapa wilayah DKI Jakarta yang memiliki tekanan air
rendah, para pelanggan suka langsung “menyedot” air dari
dalam pipa dinas dengan menggunakan pompa. Hal ini
jelas-jelas illegal dan melanggan aturan dalam PERDA 11
tahun 1993 pasal 24 huruf l yang berbunyi : “setiap orang
atau badan dilarang menyedot air minum langsung dari
pipa persil“.
Nah, jika kebetulan di sekitar rumah kita terdapat
pelanggan yang menyedot langsung air dari pipa PDAM,
tidak menutup kemungkinan air di dalam bak rumah kita
yang memiliki selang menjuntai di krannya pun akan ikut
tersedot. Kebetulan di daerah tempat pelanggan kita ini
memiliki tekanan yang kurang dari standar.
Cara termudah untuk menghindari “pengosongan” bak,
maka harus diupayakan tidak ada hubungan langsung
antara pipa masuknya air (inlet) dengan air di bak/tangki
kita. Selebihnya tetap menjadi tugas PAM JAYA melalui
operatornya untuk melayani pelanggan sebaik-baiknya.
Seperti halnya para pengendara motor yang selalu
menggunakan trotoar untuk memacu kendaraannya,
mereka berdalih, kalau jalanan lancar mereka tentu tidak
akan naik ke trotoar, maka begitu juga dengan pelanggan
yang menyedot air PDAM dengan pompa, mereka tentu
tidak akan melakukan hal tersebut jika tekanan air di pipa
pelanggan cukup baik.***
WEWENANG MENGELOLA DAN
MELAYANI AIR MINUM DI DKI
JAKARTA
PENGELOLAAN dan pelayanan air minum di wilayah DKI
Jakarta ada di pihak PAM JAYA.
Hal ini merupakan wewenang yang diberikan oleh
Gubernur DKI Jakarta, seperti yang tertuang dalam
PERDA 11 tahun 1993 tentang Pelayanan Air Minum di
wilayah DKI Jakarta, pasal 2 yang berbunyi : (1) Gubernur
Kepala Daerah menunjuk PAM JAYA sebagai
pelaksana dalam pengusahaan, penyediaan, dan
pendistribusian air minum. (2) PAM JAYA berkewajiban
melaksanakan pelayanan air minum kepada
masyarakat.
218
Adapun Perjanjian Kerjasama yang dilakukan di wilayah
PAM Jaya dengan mitra swasta (PALYJA dan AETRA)
tidak menggugurkan wewenang yang diberikan oleh
Gubernur kepada PAM Jaya.***
(sumber foto : PAM Jaya)
BAGAIMANA SISTEM PENYEDIAAN
AIR MINUM (SPAM)
DISELENGGARAKAN?
SISTEM Penyediaan Air Minum atau disingkat SPAM
untuk wilayah di Indonesia ini mengacu pada aturan
Penyelenggaraannya, yaitu Peraturan Menteri PU no 18
/PRT/M/2007.
Berikut adalah rangkuman terkait dengan
Penyelenggaraan SPAM
220
1. Ruang Lingkup (Pasal
3), Perencanaan
Pengembangan SPAM
terdiri dari : (1) Rencana
Induk Sistem
Penyediaan Air Minum
(RISPAM); (2) Studi
Kelayakan SPAM; (3)
Perencanaan Teknis
SPAM.
2. Pemerintah Daerah
WAJIB menyusun
kebijakan dan strategi Pengembangan SPAM
daerah mengacu pada kebijakan dan strategi
Pengembangan SPAM dan peraturan pemerintah
yang berlaku (Pasal 4 ayat 2)
3. Periode perencanaan RISPAM adalah 15-20 tahun
(Pasal 8 ayat 1); RISPAM harus dikaji ulang setiap
5 tahun atau dapat diubah (Pasal 8 ayat 2)
4. RISPAM ditetapkan oleh Kepala daerah melalui
surat keputusan (Pasal 9)
5. Studi kelayakan disusun berdasarkan RISPAM,
kajian kelayakan, kajian sumber pendanaan (Pasal
15 ayat 2)
6. Studi kelayakan dapat disusun oleh pemerintah
dan/atau pihak swasta (Pasal 17); studi kelayakan
ditetapkan oleh penyelenggara (Pasal 19)***
STAKEHOLDER PELAYANAN AIR
MINUM DKI JAKARTA
KEBIJAKAN Pemerintah pusat untuk mempercepat
pengingaktan pelayanan air bersih di DKI Jakarta
ditindaklanjuti dengan penandatanganan Perjanjian
Kerjasama PAM Jaya dengan Mitra Swasta pada tanggal 6
Juni 1997.
Perjanjian Kerja Sama (PKS) ini berlaku untuk masa 25
tahun dan efektif sejak tanggal 1 Februari 1998.
Kerjasama dengan pihak ketiga termasuk pihak swasta
dimungkinkan menurut pasal 45 Perda DKI Jakarta no
222
13/1992 tentang Perusahaan Daerah Air Minum DKI
Jakarta yaitu :
1. Dalam mengembangkan usahanya PAM Jaya
dapat melakukan kerjasama dengan pihak swasta
dalam dan luar negeri, BUMN, BUMD, dan
koperasi
2. Kerjasama yang dimaksud adalah dalam bidang
usaha atau kegiatan yang bertalian langsung
dengan atau menunjang usaha pengadaan dan
distribusi air minum
3. Kerjasama ini dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan Penyediaan air
minum DKI Jakarta meliputi, Pihak PAM Jaya, Mitra
suwasta, Pemerintah pusat, Badan Regulator, dan
Pelanggan (masyarakat), hubungan para stakeholder
terlihat dalam diagram berikut.
PERIZINAN PENGGUNAAN AIR
BAKU UNTUK AIR MINUM
PASAL 11 Ayat 1 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air (SDA) menyebutkan untuk menjamin
terselenggaranya pengelolaan SDA yang dapat
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kepentingan masyarakat dalam segala bidang kehidupan
disusun pola pengelolaan SDA. Dalam Pasal 12 Ayat 3
disebutkan ketentuan mengenai pengelolaan air
permukaan dan pengelolaan air tanah diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah (PP). Dalam hal ini, PP yang
mengatur tentang Pengelolaan SDA adalah PP No. 42
Tahun 2008.
226
Perizinan dalam pengelolaan SDA tertuang dalam Bab VIII
PP No. 42 Tahun 2008. Perizinan dalam pengelolaan SDA
salah satunya diperlukan untuk kegiatan penggunaan SDA
untuk tujuan tertentu seperti air baku untuk air minum.
Penggunaan SDA untuk air permukaan wajib
mendapatkan izin dari (Pasal 101 ayat 2):
1. Bupati/Walikota untuk penggunaan SDA pada
wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;
2. Gubernur untuk penggunaan SDA pada wilayah
sungai lintas kabupaten/kota; atau
3. Menteri untuk penggunaan SDA pada wilayah
sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara,
dan wilayah sungai strategis nasional.
PELUANG BANTUAN PEMERINTAH
DALAM Pelaksanaan kerjasama dibidang Air Minum
khususnya, terdapat beberapa tipe, diantaranya kerjasama
antara pemerintah dan swasta, dikenal dengan KPS, dan
type Bussiness to Bussiness (B to B) yang merupakan
kerjasama murni antara mitra swasta.
Adapun kontribusi dari masing-masing pihak yang
melakukan kerjasama ada yang memungkinkan adanya
bantuan dari pemerintah.
Seperti yang tertuang dalam Permenkeu no 52 tahun 2006
tentang Tata Cara Pemberian Hibah kepada Daerah, serta
Permendagri no 32 tahun 2011 tentang Pedoman
228
Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari
APBD, maka dimungkinkan adanya bantuan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah (tipe A pada
diagram), dan juga bantuan pemerintah pusat/daerah
kepada BUMD (tipe B pada diagram)
Sementara kerjasama pemerintah swasta juga
dimungkinkan mendapat bantuan dari pemerintah seperti
yang tertuang pada PermenPU no 12 tahun 2010 tentang
Pedoman Kerjasama Pengusahaan Pengembanhan SPAM
(tipe C pada diagram)
Sementara sistem kerjasama B to B tidak dimungkinkan
adanya bantuan dari pemerintah (type D pada diagram).***
STANDAR PELAYANAN MINIMAL
(SPM)
PENCAPAIAN tingkat pelayanan dasar pada umumnya
dan pelayanan air minum khususnya harus dapat terjamin
dengan mutu yang baik bagi masyarakat.
Tingkat pelayanan dituangkan dalam Standar Pelayanan
Minimal (SPM) yang berpedoman pada Peraturan
Pemerintah (PP) nomer 65 tahun 2005 tentang Pedoman
Penyusunan dan Penerapan SPM.
Standar Pelayanan Minimal (selanjutnya disingkat SPM)
disusun dan diterapkan dalam rangka penyelenggaraan
urusan wajib Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota yang berkaitan
230
dengan pelayanan dasar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
SPM disusun sebagai alat Pemerintah dan Pemerintah
Daerah untuk menjamin akses dan mutu pelayanan dasar
kepada masyarakat secara merata dalam rangka
penyelenggaraan urusan wajib. Dalam penyusunan SPM
ditetapkan jenis pelayanan dasar, indikator SPM dan batas
waktu pencapaian SPM. Penyusunan SPM oleh masing-
masing Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-
Departemen dilakukan melalui konsultasi yang
dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Tim Konsultasi
terdiri dari unsur-unsur Depdagri, Bappenas, Departemen
Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara dengan melibatkan Menteri/Pimpinan Lembaga
Pemerintah Non-Departemen terkait sesuai kebutuhan.
Pemerintah Daerah mengakomodasikan pengelolaan data
dan informasi penerapan SPM ke dalam sistem informasi
daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen
melakukan pembinaan kepada Pemerintah Daerah dalam
penerapan SPM. Pembinaan penerapan SPM terhadap
Pemerintah Daerah Provinsi dilakukan oleh Pemerintah
dan pembinaan penerapan SPM terhadap Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh Gubernur sebagai
wakil Pemerintah di daerah.
Pemerintah melaksanakan monitoring dan evaluasi atas
penerapan SPM oleh Pemerintahan Daerah dalam rangka
231
menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada
masyarakat. Pemerintah dapat memberikan sanksi kepada
Pemerintah Daerah yang tidak berhasil mencapai SPM
dengan baik dalam batas waktu yang ditetapkan dalam
Peraturan Menteri berdasarkan hasil monitoring dan
evaluasi dengan mempertimbangkan kondisi khusus
daerah yang bersangkutan.
Bagaimana dengan SPM Air Minum di DKI Jakarta? ***
SANKSI DAN DENDA
DALAM perjanjian kerjasama antara PAM Jaya dan Mitra
Swasta (PALYJA dan Aetra), memuat pasal mengenai
Sanksi dan Denda.
Disebutkan dalam pasal 31 Perjanjian kerjasama bahwa
sanksi dan denda meliputi :
Ayat 31.1 Denda untuk kegagalan memenuhi target
teknis
Ayat 31.2 Sanksi dan Denda karena tidak memenuhi
standar pelayanan
Ayat 31.3 Denda untuk keterlambatan pembayaran.
234
Ayat 31.4 Sanksi dan denda karena tidak mematuhi
kewajiban-kewajiban yang terkait dengan aset dan
program invesatasi.
Besaran denda menurut Addendum III periode 2008-2012
lampiran C, dari lima target teknis, hanya dua item yang
memiliki besaran denda yaitu : (1) denda ketidaktercapaian
Tingkat Kehilangan Air sebesar Rp 80.000.000 dikali
selisih target dan aktual dalam rata-rata 6 bulan; (2) denda
kegagalan memenuhi jumlah tambahan pelanggan baru
sebesar Rp 15.000 setiap kegagalan penambahan satu
pelanggan baru.
Yang menarik adalah seperti tertuang pada ayat 31.1,
mengenai target teknis salah satuny adalah (f) Jumlah
Sambungan. Namun besaran denda yang ditetapkan
adalah untuk penambahan jumlah sambungan baru.
Pada akhir tahun 2013 terkait dengan jumlah sambungan,
kedua mitra swasta tidak berhasil memenuhi jumlah
sambungan pelanggannya, namun hal ini lebih disebabkan
karena banyaknya pemutusan sambungan pelanggan.***
INDIKATOR SISTEM
PENGENDALIAN KUALITAS AIR
MINUM AETRA TAHUN 2009
BADAN Regulator PAM DKI pernah diminta oleh
Pengadilan Pajak sebagai saksi ahli untuk verifikasi
terhadap air yang didistribusikan Aetra kepada pelanggan
pada tahun 2009.
Dalam kesempatan tersebut, Badan Regulator PAM DKI
melalui Ir Kris Tutuko selaku ketua BR, pada tanggal 24
Juli 2013 hadir pada persidangan sebagai saksi ahli.
Hal yang disampaikan oleh Badan regulator adalah
sebagai berikut :
PELAKSANAAN KEGIATAN
INVESTASI DAN OPERASIONAL
DENGAN adanya kerjasama pengelolaan Air Minum di DKI
Jakarta, maka telah disepakati bersama segala kegiatan
terkait dengan investasi dan operasional terkait
pembangunan pengembangan, perbaikan sarana yang
mendukung Air Minum di DKI Jakarta.
Jenis kegiatan tersebut tentunya dinyatakan dalam sebuah
perencanaan 5 tahunan yang dijabarkan dalam program
tahunan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Dan
dalam pelaksanaan segala kegiatan investasi dan
operasionalnya tersebut maka pihak Operator
mendapatkan imbalan (water charge).
240
Beberapa kegiatan yang kemudian muncul dan
memberikan perubahan yang signifikan terhadap volume
pekerjaan dan pembiayaan, seharusnya memiliki
mekanisme yang juga harus disepakati keduabelah pihak.
Kesepakatan ini penting guna terwujudnya program terkait
pengelilaan Air Minun di DKI Jakarta.***
APAKAH WATER CHARGE ITU?
DALAM kerjasama PAM Jaya dengan PALYJA dan
AETRA, dikenal istilah Tarif dan Water Charge (imbalan).
Tarif adalah besaran harga yang diberlakukan kepada
setiap pelanggan resmi air minum yang dibayarkan kepada
operator. Besarnya tarif adalah sesuai dengan golongan
pelanggan yang berlaku, dan jumlah tagihan yang harus
dibayar setiap pelanggan adalah sesuai dengan jumlah
kubikasi air yang di konsumsi (tercatat dalam meteran air
pelanggan).
242
Water Charge (WC)/imbalan adalah unit harga yang
diterima oleh pihak II (Palyja dan Aetra) sebagai imbalan
atas jasa pengelolaan (operator) yang dilakukan. WC dikali
dengan total kubikasi air yang terjual adalah merupakan
pendapatan bagi pihak II.
Skematik mengenai tarif dan water charge disampaikan
dibawah ini :
APAKAH AFFORDABILITAS ITU?
DALAM menetapkan tarif, salah satu kriterianya adalah
Keterjangkauan atau dikenal juga dengan Affordablitas.
Seperti tertuang pada Permendagri nomer 23 tahun 2006
tentang Pedoman Teknis dan tata cara Pengaturan Tarif
Air Minum Pada Perusahaan Daerah Air Minum, dalam
pasal 2 terdapat prinsip penetapan tarif, yaitu : (a)
Keterjangkauan dan Keadilan; (b) Mutu Pelayanan; (c)
Pemulihan Biaya; (d) Efisiensi pemakaian air; ( e)
Transparansi dan akuntabilitas; (f) Perlindungan Air Baku.
244
Keterjangkauan dalam pasal 2 ini juga dijelaskan dalam
pasal 3 sebagai berikut : (1) Tarif untuk standar kebutuhan
pokok air minum harus terjangkau oleh daya beli
masyarakat pelanggan yang berpenghasilan sama dengan
upah Minimum Provinsi; (2) Tarif memenuhi prinsip
keterjangkauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
apabila pengeluaran rumah tangga untuk memenuhi
standar kebutuhan pokok air minum tidak melampaui 4%
(empat perseratus) dari pendapatan masyarakat
pelanggan.
Bagaimana affordabilitas pelanggan DKI Jakarta?***
BAGAIMANA AFFORDABILITAS
PELANGGAN DKI JAKARTA?
UNTUK mengetahui berapa tingkat keterjangkauan
(Affordabilitas) pelanggan di DKI Jakarta, berikut hasil
kajian Badan Regulator untuk tahun 2009.
Ini adalah tabel hasil survey yang menunjukkan rata-rata
pengdapatan setiap golongan pelanggan.
246
Selanjutnya adalah tabel yang membandingkan antara
belanja air setiap golongan pelanggan dengan nilai 4% dari
pendapatan sebagaimana pada tabel sebelumnya.
247
Nampak bahwa jika mengacu pada plafond sebesar 4%
berdasarkan Permendagri 23 tahun 2006, maka golongan
pelanggan Kelompok 4A dan 4B sudah melampaui tingkat
keterjangkauan.
Sebaliknya untuk golongan pelangan lainnya, masih
memenuhi kriteria terjangkau.
Adapun keterjangkauan ini baru merupakan salah satu
parameter dalam Permendagri 23 tahun 2006 mengenai
tata cara penetapan tarif air minum.***
(video pemaparan kajian Affordabilitas 2009 di hadapan
Wagub DKI Jakarta)
CARA MENGHITUNG TARIF
PROGRESIF
TARIF Progresif adalah pemberlakuan tarif sesuai dengan
tingkat pemakaian air minum, artinya semakin besar
pemakaian air, pelanggan akan membayar lebih tinggi.
Sebagai contoh jika pelanggan dengan kelompok II
menggunakan air sebanyak 5 m3, maka dia membayar
biaya airnya sebesar 5 m3 x Rp 1.050 = Rp 5.250. Jika
Pelanggan dari kelomok yang sama menggunakan air
sebanyak 25 m3, maka perhitungan tarifnya adalah : (10
m3 x Rp 1.050)+(10 m3 x Rp 1.050)+(5 m3 x Rp 1.575) =
Rp 10.500 + Rp 10.500 + Rp 7.875 = Rp 28.875
250
Jadi Formulasi perhitungan total tarif yang harus dibayar
pelanggan adalah
R = (K1xT1)+(K2xT2)+(K-(K1+K2)xT3))
R = Nilai Rekening
K1 = Konsumsi air pada blok pemakaian air tarif T1 < 10
m3
K2 = Konsumsi air pada blok pemakaian air tarif T2 < 20
m3
K = Konsumsi total yang terbaca pada meter induk
T3 = tarif air pada blok konsumsi > 20 m3
PERHITUNGAN TARIF PROGRESIF
PELANGGAN METER BESAR
APAKAH perhitungan tarif untuk pelanggan biasa, berlaku
juga untuk pelanggan meter besar/meter induk seperti
Rumah Susun, apartemen, Asrama?
252
Sebagai contoh mari kita lihat lagi struktur tarif yang
berlaku di DKI Jakarta saat ini.
Kasus 1
Sebuah pelanggan kelompok II (sebut saja P1)
menggunakan air sebanyak 51 m3/bulan
Maka pelanggan tersebut membayar sebesar Rp 69.825
Kasus 2
Sebuah rumah susun (sebut saya RS1) terdiri dari 5 unit
kamar, masing-masing menggunakan air sebesar
253
K1(kamar 1) = 10 m3; K2=17 m3; K3 = 9 m3; K4 = 13 m3;
K5 = 2 m3.
Kubikasi yang terbaca di meter besar adalah total 51 m3,
jika Rumah susun ini harus membayar seperti halnya
Pelanggan P1, maka pengelola rumah susun tersebut
membayar ke Operator adalah sebesar Rp 69.825.
Namun jika setiap kamar membayar sesuai tarif yang
berlaku maka seperti terlihat pada tabel berikut maka total
dari setiap kamar adalah sebesar Rp 53.550. Terdapat
perbedaan diakibatkan perhitungan kubikasi yang sama
antara pelanggan di meter besar dengan pelanggan di
meter biasa.
Maka sesuai dengan ketentuan Permendagri 23 tahun
2006 pada lampiran I sebagai berikut :“Dalam
menentukan standar kebutuhan pokok, apabila satu
sambungan PDAM digunakan oleh lebih dari satu
rumah tangga, seperti misalnya pada rumah susun,
atau digunakan oleh banyak orang, sepertl misalnya pada
asrama atau panti asuhan; maka jumlah standar
kebutuhan pokok bagi sambungan dimaksud dihitung
atas dasar jumlah rumah tangga atau jumlah orang
yang menggunakan sambungan tersebut. Dalam hal
254
ini,misalnya satu sambungan digunakan oleh 10 rumah
tangga, maka standar kebutuhan pokok bagi
sambungan tersebut per bulan dihitung sebesar 10
rumah tangga X 10 m3 = 100 m3. Dengan cara yang
sama, apabila suatu panti asuhan dihuni oleh 100
orang, maka standar kebutuhan pokok untuk satu
sambungan yang melayani panti asuhan dimaksud per
bulan dihitung sebesar 100 orang X 30 hari X 60/1000 m3
= 180 m3.”
Maka perhitungan blok konsumsi untuk pelanggan satu
sambungan yang digunakan lebih dari satu rumah tangga
adalah sebesar N x kebutuhan pokok, sehingga blok
konsumsi menjadi seperti tabel di bawah ini.
Selanjutnya perhitungan tarif untuk kelomok RS1 adalah
sebagai berikut.
Sehingga tarif yang harus di bayar setiap pelanggan di
dalam meter besar dan meter biasa adalah sama.***
DASAR PENENTUAN TARIF
PELANGGAN AIR MINUM
PENGELOMPOKAN tarif pada PDAM, adalah didasari
oleh pertimbangan keadilan dan keterjangkauan,
sebagaimana diatur dalam Permendagri no 23 tahun 2006.
Secara umum pembagian Blok Konsumsi dapat dibagi
menjadi 2 bagian yaitu :
(1) Blok I : yaitu blok konsumsi untuk pemakaian air
minum sampai dengan pemenuhan standar kebutuhan
pokok
256
(2) Blok II : blok konsumsi untuk pemakaian air minum
di atas pemenuhan standar kebutuhan pokok
Standar pemenuhan kebutuhan pokok adalah sebesar 10
m3/bulan.
Pengelompokan pelanggan dibagi menjadi :
(1) Layak mendapat subsidi,
(2) tidak mendapat subsidi, dan
(3) memberi subsidi dangan tarif yang mengandung
tingkat keuntungan.
Sehingga pelanggan PDAM dapat diklasifikasikan
menjadi:
Kelompok I menampung jenis-jenis pelanggan
yang membayar tarif rendah untuk memenuhl
standar kebutuhan pokok air minum,
Kelompok II menampung jenis-jenis pelanggan
yang membayar tarifdasar untuk memenuhi
standar kebutuhan pokok air minum,
Kelompok III menampung jenis-jenis pelanggan
yang membayar tarif penuh untuk memenuhl
standar kebutuhan pokok air minum, dan
Kelompok Khusus menampung jenisjenis
pelanggan yang membayar tarif air minum
berdasarkan kesepakatan
Tarif PDAM dibedakan menjadi 4 type yaitu :
Tarif rendah adalah tarif bersubsidi, yakni tarif
lebih rendah dari proyeksi biaya dasar.
257
Kebijakan tarif rendah ini sebagal floor price
pollicy. Oleh karena itu penetapan tarif rendah
tidak dianjurkan lebih rendah dari biaya
produksi air (cost of goods sold) yang terdiri
dari komponen biaya sumber, biaya pengolahan
dan biaya transmisi dan distribusi. Jika hal itu
terjadi, makadiperlukan adanya subsidi. Besaran
subsidi yang akan diberikan untuk tarif rendah
ditetapkan oleh masing-masing PDAM dengan
persetujuan pemerintah daerah dan disesuaikan
dengan kondisi masing-masing daerah. Oleh
karena itu besar tarif rendah dapat bervariasi
antar segmen pelanggan dan merefleksikan
kebijakan pemerintah daerah terhadap peran
PDAM dalam mengemban misi dan fungsl
pelayanan terhadap kebutuhan dasar masyarakat
atau public service obligation.
Tarif dasar nilainya sama atau ekuivalen
dengan biaya dasar. Bagi pelanggan yang
dikenakan tarif dasar, berarti tidak memperoleh
subsidi dan tidak pula memberikan subsidi kepada
pelanggan lainnya.
Tarif penuh nilainya lebih besar dibandingkan
biayadasar dan besarnya dapat bervariasi. Di
dalam tarif penuh terkandung komponen tingkat
keuntungan yang wajar dan kontra subsidi silang.
Artinya, pelanggan yang dibebani tarif penuh
memberikan subsidi silang kepada pelanggan yang
membayar dangan tarif rendah.
Tarif yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan ditentukan oleh PDAM
berdasarkan kesepakatan dengan masing-masing
258
konsumen/pelanggan. Dalam menentukan
kesepakatan, diperlukan komunikasi berdasarkan
kesukarelaan yangsaling menguntungkan kedua
belah pihak.
DUAL TARIF DKI JAKARTA
PENGELOLAAN air minum di DKI Jakarta menganut
sistem “dual tariff” yaitu : (1) Tarif yang dibayarkan oleh
pelanggan kepada Pengelola dan (2) Water Charge
(imbalan) yang dibayarkan PAM Jaya kepada operator.
Dengan kata lain setiap kubikasi air yang didistribusikan
kepada pelanggan maka akan terjadi hal sebagai berikut :
1. Pelanggan membayar kepada Pengelola sesuai
golongan tarif dan kubikasi air yang digunakan
2. PAM Jaya membayar imbalan kepada Operator
sesuai dengan Water Charge yang berlaku.
260
Sebagai ilustrasi, tabel dibawah menunjukkan berapa tarif
yang harus dibayar setiap kelompok pelanggan untuk
penggunaan 10m3 air, dan berapa imbalan yang diterima
oleh operator.
Terlihat bahwa imbalan yang harus dibayarkan kepada
operator dari hasil “menjual” air kepada pelanggan
kelompok K1 – K4A (untuk Aetra K1-K3B) adalah lebih
besar daripada revenue yang didapat dari kelompok
bersangkutan. Namun akan “tertutupi” dari penjualan air
kepada golongan K4B dan khusus (untuk Aetra K4A-
Khusus)
Tabel berikut menunjukkan bahwa tarif rata-rata tarif nya
juga masih lebih tinggi dari Water charge.
261
Dengan situasi seperti ini, apakah berarti pengelola lebih
menyukai “melayani” pelanggan yang memiliki kelompok
tarif yang tinggi?***
TUNGGAKAN TAGIHAN REKENING
SALAH satu parameter yang mencerminkan kinerja PDAM
adalah efektifitas Penagihan, yaitu banyaknya pendapatan
yang dibayar oleh pelanggan terhadap tagihan yang
diterbitkan oleh operator.
Sejak tahun 2001 hingga tahun 2013 tunggakan PALYJA
sebesar 2,82%, dan tunggakan Aetra sebesar 3,49%.
Tingkat penagihan rata-rata PALYJA dalam periode 2008-
2013 adalah 94,63% dan tingkat penagihan rata-rata Aetra
periode 2008-2013 adalah 95,47%.
264
Jika merujuk pada Addendum Proyeksi Keuangan Periode
Rebasing 2008-2012, tingkat keberhasilan penagihan
rekening air yang dianggap wajar tahun 2013 adalah
sebesar 97,5%, dengan kata lain toleransi terhadap
rekening yang tidak tertagih adalah sebesar 2,5%.***
TARIF YANG BERBEDA BAGI
PELANGGAN AIR MINUM DI
RUMAH SUSUN
DALAM suatu sosialiasi yang diadakan PT PALYJA di
wilayah Rumah Susun Kebon Kacang, terdapat keluhan
dari pelanggan rusun terkait dengan berbedanya tarif air
minum yang dikenakan oleh pengelola satu rumah susun
dengan rumah susun yang lainnya.
Pelanggan di rumah susun biasanya merupakan
pelanggan “meter besar” atau meter induk, yang artinya,
pihak PAM Jaya/operator hanya menyediakan satu unit
meter air untuk pelanggan kumulatif. Diperlukan sebuah
badan pengelola yang bertugas untuk menyalurkan air ke
setiap penghuni di rumah susun/apartemen/kelompok
pelanggan.
266
Ini berarti PAM Jaya/operator bertanggung jawab atas
pelayanan air minum hingga batas meter besar,
selanjutnya dari meter besar ke pelanggan adalah menjadi
tanggung jawab pengelola. Begitu juga terkait dengan tariff
yang diberlakukan, PAM Jaya/operator akan
mengeluarkan tagihan kepada pengelola dan tariff yang
berlaku adalah sesuai dengan golongan tarif yang berlaku
(baca : PERGUB 11/2007)
Pengelola Rumah susun selanjutnya dapat menetapkan
tariff yang diberlakukan kepada setiap penghuni sesuai
dengan kesepakatan. Panduan untuk perhitungan tarifnya
dapat dilihat pada artikel PERHITUNGAN TARIF
PROGRESSIF PELANGGAN METER BESAR.
267
Dengan demikian jika terdapat perbedaan pemberlakukan
tariff oleh pihak pengelola kepada setiap penghuni Rumah
susun, maka tentu pihak pengelolalah yang paling
kompeten dalam memiliki alasan dan dasar pemberlakuan
tariff nya.***
PETA TARIF RATA-RATA
PELANGGAN DI DKI JAKARTA
SELAIN peta konsumsi rata-rata, Badan Regulator PAM
Jaya juga memantau kondisi tariff rata-rata pelanggan di
wilayah DKI Jakarta.
Tarif rata-rata diambil dari pembagian rekening air dengan
volume yang dikonsumsi setiap pelanggan di seluruh
wilayah DKI Jakarta.
270
Gambar Tarif Rata-Rata Air Minum per PC di DKI
Jakarta April 2014
Dari peta berikut ini (status April 2014) tersebut dapat
dilihat sebaran jenis pelanggan beserta tariff rata-ratanya,
terlihat di wilayah mana saja pelanggan yang membayar
dibawah tariff rata-rata atau yang diatas.
Diharapkan dengan mengetahui kondisi sebaran
pelanggan yang membayar tariff rata-rata, dapat diambil
langkah yang perlu terkait dengan pengembangan wilayah
pelayanan di masa mendatang.***
JENIS PELANGGAN AIR BERSIH DKI
JAKARTA
JENIS pelanggan di suatu wilayah pelayanan pada
umumnya terbagi menjadi pelanggan Domestik dan Non
Domestik.
Untuk DKI Jakarta, terdapat 53 Golongan pelanggan yang
tertuang dalam PERGUB DKI Jakarta No 11/2007. Terdiri
dari 18 Golongan Pelanggan Domestik dan 35 Golongan
Pelanggan Non Domestik.
Daftar Jenis Pelanggan Domestik dan Non Domestik DKI
Jakarta, adalah sebagai berikut :
KONSUMSI RATA-RATA
PELANGGAN DKI JAKARTA
BERAPA kah konsumsi rata-rata sambungan pelanggan di
DKI JAKARTA
Jika kita mendiami sebuah rumah, kira-kira berapa
kebutuhan air nya untuk satu hari?, untuk satu bulan?
Jika total kubikasi air yang terjual di DKI JAKARTA dibagi
dengan seluruh jumlah pelanggan baik pelanggan
domestik maupun non domestik, maka akan didapat angka
rata-rata konsumsi setiap sambungan pelanggannya.
274
Penjelasan untuk masing-masing operator disajikan pada
tabel berkut ini:
Konsumsi tertinggi untuk wilayah PALYJA dimiliki oleh
salah satu pelanggan dengan kode pelanggan 3S
(apartemen) dengan konsumsi sebesar 90.388 m3 per
bulan nya, sementara untuk wilayah AETRA, konsumsi
275
tertingginya dimiliki oleh salah satu pelanggan dengan
kode pelanggan 2C (kantor instansi pemerintah) sebesar
150.153 m3 per bulannya. (data Januari 2014)
Dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata konsumsi tahun
2013 untuk semua jenis sambungan pelanggan (domestik
dan non domestik) adalah 32.54 m3/bulan untuk PALYJA ;
32.64 m3/bulan untuk pelangan AETRA; dan untuk DKI
JAKARTA konsumsi rata-rata nya adalah sebesar 32.59
m3/bulan.
Nilai ini meningkat di bandingkan konsumsi rata-rata tahun
2012 sebesar 32.35 m3/bulan, sementara konsumsi rata-
rata untuk awal tahun 2014 ini adalah sebesar 31.19
m3/bulan.***
catatan : konsumsi 30 m3/bulan, setara dengan 1 m3/hari,
atau 1000 liter/hari. Sebagai ilustrasi, satu drum minyak
tanah rata-rata berkapasitas 200 liter.
POLA KONSUMSI PELANGGAN
RUMAH TANGGA DKI JAKARTA
SETELAH mengetahui berapa konsumsi rata-rata
sambungan Pelanggan DKI Jakarta, maka kini berapa
konsumsi rata-rata pelanggan DOMESTIK nya? Lebih jauh
lagi bagaimana pola konsumsi pelanggan rumah tangga di
DKI Jakarta?
Pelanggan Rumah Tangga terbagi menjadi 4 jenis
Golongan pelanggan yaitu :
278
1. Rumah Tanggal Sangat Sederhana (2A1)
2. Rumah Tangga Sederhana (2A2)
3. Rumah tanggal Menengah (2A3)
4. Rumah tangga Mewah (2A4)
Berikut adalah grafik konsumsi rata-rata golongan
pelanggan rumah tangga sejak tahun 2008-2014
279
Khusus untuk tahun 2014 ditampilkan grafik untuk bulan
Januari 2014.
Yang menarik dari grafik ini adalah, bahwa konsumsi
pelanggan dari golongan pelanggan RT Sangat sederhana
adalah lebih tinggi dari konsumsi rata-rata golongan
280
pelanggan rumah tangga lainnya. Hal ini berlaku di wilayah
PALYJA. Padahal jika dilihat secara wajar, konsumsi air
pelanggan rumah tangga idealnya adalah semakin
bertambah dengan meningkatnya jenis golongan rumah
tangga (dari sangat-sederhana >> mewah). Untuk wilayah
AETRA, konsumsi rata-rata pelanggan golongan 2A1 tetap
lebih tinggi kecuali dibandingkan dengan konsumsi rata-
rata golongan pelanggan 2A4.
Melihat lebih dalam kepada pelanggan 2A1 ditampilkan
dalam tabel berikut:
Nampak bahwa meskipun pelanggan 2A1 termasuk
golongan pelanggan kategori Rumah Tangga Sangat
Sederhana, namun terdapat 1,9 % pelanggan PALYJA
dan 2,8 % pelanggan AETRA yang pelanggannya
menggunakan air sebanyak lebih dari 100 m3 per
bulannya.
Hal ini bisa terjadi dengan beberapa kemungkinan,
diantaranya adalah pelanggan tersebut tidak
mengkonsumsi air hanya untuk kebutuhan Rumah Tangga
nya, atau Pelanggan tersebut tidak berada pada golongan
pelanggan (kelompok tarif) yang tepat.
281
Fenomena ini perlu dicermati lebih lanjut mengingat di
dalam PERDA 11 tahun 1993 pasal 24 ayat d
menyebutkan “setiap orang atau badan dilarang
mendistribusikan air minum keluar persil pelanggan”***
ZERO CONSUMPTION
JUMLAH pelanggan air minum di DKI Jakarta per Januari
2014 adalah sebanyak 803.666 sambungan dengan
jumlah total air terjual (volume sold) sebanyak 25.068.442
m3 *. Apakah seluruh pelanggan ini aktif menggunakan
dan membeli air?
Ternyata dari delapan ratusan pelanggan di DKI Jakarta,
terdapat 127.289 sambungan yang tidak menggunakan air
pada bulan Januari 2014.
284
Perlu investigasi lebih lanjut terkait apakah pelanggan
“zero consumption” ini tidak menggunakan air, apakah
karena memang memutuskan tidak menggunakan air
karena ada substitusi sumber air lain, atau karena
memang pelanggan tersebut tidak mendapatkan air.
Adapun komposisi pelanggan zero ini berdasarkan
kelompok pelanggannya, dapat dilihat pada diagram
berikut ini
Apakah jumlah pelanggan zero ini akan bertambah atau
berkurang, seiring bertambahnya waktu ?***
(catatan * : Vol sold berdasarkan master cetak Januari
2014, belum termasuk air illegal terbayar milik AETRA
sebesar 18.007 m3)
DIMANAKAH BANYAK PELANGGAN
“ZERO”?
TERKAIT dengan tulisan Zero Consumption sebelumya,
terdapat ratusan ribu pelanggan di DKI Jakarta yang tidak
mengkonsumsi air. Dengan mengamati dimana pelanggan
“zero” ini berada akan bisa di temukan apa penyebab
pelanggan tersebut tidak mengkonsumsi air nya.
Peta berikut menggambarkan daerah yang memiliki paling
banyak pelanggan zero lebih dari 5% dari total pelanggan
di wilayah tersebut.
287
Jika kedua peta ini di “tumpuk” (overlay), akan ditemukan
wilayah yang berimpit antara pelanggan zero dengan yang
memiliki tekanan dibawah standar (0.75 atm).
Sehingga patut diduga bahwa pelanggan yang tidak
mengkonsumsi air di wilayah-wilayah tersebut adalah
disebabkan karena secara teknis wilayah tersebut memiliki
tekanan air yang kurang, sehingga air tidak tiba di
pelanggan.
288
Jika dilakukan perbaikan distribusi di wilayah tersebut,
pelanggan zero tentu akan dengan senang hati
mengkonsumsi air.***
BAGAIMANA
PERTAMBAHAN/PENGURANGAN
PELANGGAN AIR MINUM DI DKI
JAKARTA?
JUMLAH Pelanggan air minum DKI Jakarta adalah dinamis
setiap waktunya, bagaimana perkembangan pertambahan
(dan juga pengurangan) pelanggan di setiap wilayah
kerjasama?
Sebagai bahan analisa, digunakan data pelanggan yang
dikelompokkan dalam setiap Permanen Area (PA) atau
Primary Cell (PC), kemudian dilihat perubahan jumlah
290
pelanggannya antara pelanggan Januari 2013 dan
Pelanggan Januari 2014.
Jumlah pelanggan PALYJA pada Januari 2013 adalah
407.461 pelanggan, dan pada Januari 2014 sebesar
404.534, dengan kata lain terjadi penurunan jumlah
pelanggan sebesar 2.527 pelanggan.
Jumlah pelanggan AETRA pada Januari 2013 adalah
393.266 pelanggan, dan pada Januari 2014 sebesar
399.132, atau terjadi penambahan pelanggan sebesar
5.866 pelanggan.
Total DKI Jakarta mengalami penambahan pelanggan
sebesar 3.339 pelanggan dalam satu tahunnya (2013-
2014).
Jika dicermati lebih jauh, dapat dilihat di wilayah mana saja
terjadi penambahan pelanggan terbesarnya sekaligus
wilayah mana saja yang mengalami pengurangan
(pencabutan) pelanggan terbanyak, dalam kurun waktu
satu tahun ini, seperti terlihat dalam tabel berikut ini :
292
Ada nya pelanggan yang di cabut perlu dicermati lebih
lanjut mengingat hal ini terkait dengan investasi yang telah
dikeluarkan untuk penambahan sambungan.
Pihak Operator tentu memiliki penjelasan terkait kondisi
tersebut diatas, sekaligus menjadikan acuan bagi rencana
kegiatan di masa mendatang.***
(sumber bacaan relevan lainnya : Evaluasi Pelanggan
Baru 2008-2012 )
KOMPOSISI PELANGGAN DOMESTIK
DAN NON DOMESTIK DKI JAKARTA
SETELAH menyimak Jenis Pelanggan Air di DKI Jakarta,
maka dalam sebuah perencanaan sistem air bersih, salah
satu variabel utama adalah menentukan komposisi
pelanggan domestik dan non domestik sebagai acuan
penentuan kebutuhan air (demand).
Berdasarkan data pelanggan bulan Januari 2013 dan
Januari 2014, dapat dikelompokkan pelanggan
berdasarkan golongan pelanggannya.
294
Nampak bahwa komposisi konsumsi domestik DKI untuk
tahun 2014 menurun 1 % dari komposisi konsumsi
domestik DKI tahun 2013.
Apakah arti hal tersebut?
Jika dilihat rata-rata konsumsi domestik DKI tahun 2013
sebesar 26.93 m3/bulan dan rata-rata konsumsi domestik
DKI tahun 2014 sebesar 26.73 m3/bulan, nampak terjadi
sedikit penurunan rata-rata konsumsi domestiknya.
Penurunan rata-rata konsumsi domestik ini seolah-olah
“berpindah” kepada pelanggan Non Domestik (komersial),
295
dan ini jelas terlihat dari bertambahnya total kubikasi dari
24,9 juta m3 menjadi 25,1 juta m3.
Analisa yang lebih baik tentu dapat dihasilkan dengan
mengamati perkembangan data pada setiap bulannya.***
(catatan : Pelanggan domestik didasarkan kepada
golongan pelanggan pada master cetak pada field TARIF.
sumber bacaan relevan lainnya : Evaluasi Pelanggan Baru
2008-2012)
PENCAPAIAN KUALITAS AIR
VERSUS KELUHAN PELANGGAN
SALAH satu pencapaian standar pelayanan dalam
Perjanjian Kerjasama Air minum DKI Jakarta adalah
KUALITAS AIR.
Kriteria Kualitas air terdapat pada pasal 21 Perjanjian
Kerjasama, lampiran 8, lampiran 18, dan lampiran F
addendum III yang menetapkan titik pemantauan kualitas
air.
PALYJA memiliki 334 titik sampel pada 45 PA, Aetra 292
titik sampel pada 67 PC yang secara periodik dipantau
298
kualitasnya dengan mengacu pada PERMENKES
492/2010.
Jika mengacu pada pencapaian kualitas air pada titik
sampel yang disepakati tersebut, sesuai laporan bulan
Januari 2014, PALYJA mencapai 100% dan Aetra 93%.
Disisi lain, terdapat juga data mengenai laporan
pengaduan pelanggan terkait dengan kualitas air, dan
pada laporan bulan yang sama (Januari 2014) PALYJA
memiliki 182 pengaduan, dan Aetra memiliki 50
pengaduan.
Dari dua kondisi tersebut diatas, nampaknya perlu
dievaluasi kembali terkait angka pencapaian kualitas air,
sehingga walaupun seluruh titik sampel yang disepakati
299
telah memenuhi persyaratan kualitas air, tapi perlu di
pertimbangkan juga adanya pengaduan pelanggan terkait
kualitas airnya.***
PERKEMBANGAN KUALITAS
PELAYANAN AIR MINUM DKI
JAKARTA
MASIH terkait dengan pelanggan “Zero” seperti yang
pernah disampaikan sebelumnya, dan juga lokasi
pelanggan zero. Bagaimanakah perkembangan pelanggan
zero ini dari waktu ke waktu?
Mari kita lihat kembali kondisi pada 6 bulan terakhir pada
tahun 2013.
304
Peta di bagian atas merupakan peta yang
menggambarkan kondisi tekanan di titik pelanggan pada
bulan Juli 2013 dan pada bulan Desember 2013.
Sementara di bagian bawahnya terdapat deretan 6 peta
yang menggambarkan kondisi konsumsi 0 m3 (atau
pelanggan zero) setiap bulannya dari bulan Juli 2013
hingga Desember 2013.
Baik Palyja maupun Aetra, memiliki hubungan yang
konsisten antara kondisi tekanan dan pelanggan zero nya,
dengan kata lain pelanggan zero di bagian “utara”
disebabkan oleh karena tekanan air yang juga kurang.
Jika dilihat dari perkembangan pelanggan “zero” milik
Palyja, terlihat bahwa dalam rentang waktu Juli 2013
hingga Desember 2013 makin bertambah wilayah
pelanggan yang “zero”. Sementara pada wilayah Aetra,
tidak ada perubahan yang signifikan.
Perkembangan kualitas pelayanan selama 6 bulan di tahun
2013, terutama dalam hal tekanan air pada titik pelanggan
di kedua operator belum memberikan kemajuan yang
berarti. Tentu ada penjelasan dari pihak operator terkait hal
tersebut.***
MONITORING KONTINUITAS DAN
TEKANAN AIR PADA PELANGGAN
UNTUK mengetahui situasi keberlangsungan aliran air dan
tekanan air di titik pelanggan, Badan Regulator Pelayanan
Air Minum DKI Jakarta melakukan kegiatan monitoring.
Monitoring dilakukan atas dasar kesediaan pelanggan
yang mengalami keluhan tidak lancarnya air serta
kurangnya tekanan air. BR kemudian menindaklanjuti
dengan memasang alat monitoring di instalasi perpipaan
pelanggan, memantau selama 24 jam dan melaporkan
hasilnya kepada operator.
307
Dengan upaya monitoring ini, diharapkan akan terjadi
perbaikan pelayanan air minum di wilayah DKI Jakarta.***
(lebih lanjut : Monitoring Kontinuitas dan Tekanan Air)
BAGAIMANA PELAYANAN AIR
MINUM DI WILAYAH CILINCING?
SEORANG reporter sebuah harian Nasional mengunjungi
kantor BR meminta kesediaan waktu terkait pelayanan air
minum DKI Jakarta khususnya di wilayah Cilincing
Selanjutnya BR memberikan penjelasan terkait kinerja
operator Aetra baik secara kontraktual (target teknis), dan
juga indeks 3K di daerah Cilincing.
Dijelaskan pula mengenai RJP PAM Jaya 2014-2018 yang
merupakan cita-cita pelayanan air minum DKI Jakarta
310
hingga 5 tahun mendatang (baca : RJP PAM JAYA 2014-
2018)
Adapun visualisai daerah pelayanan di wilayah Cilincing
dalah sebagai berikut :
PETA KONSUMSI RATA-RATA
PELANGGAN DKI JAKARTA
KONSUMSI rata-rata pelanggan air minuk DKI Jakarta
dapat diperoleh dengan membagi total volume sold (air
terjual) dengan jumlah pelanggannya.
Seperti terlihat pada peta berikut ini, merupakan konsumsi
rata-rata di setiap wilayah DKI Jakarta April 2014, tingkat
konsumsi 0-50 m3 per bulan hamper merata di seluruh
wilayah DKI Jakarta. Sementara konsumsi rata-rata yang
lebih tinggi berada di wilayah yang merupakan tempat
pelanggan non domestic berada.
314
Dengan mengetahui peta dan sebaran konsumsi
pelanggan DKI Jakarta, dapat dijadikan acuan bagi
rencana pengembangan dan perbaikan pelayanan di masa
mendatang.***
PELAYANAN PUBLIK
DALAM acara Audiensi Antara PAM JAYA dengan pihak
PLN dibicarakan topic mengenai penyesuaian tariff PLN
serta keandalan pasokan listrik ke Instalasi Pengolahan air
dan pusat distribusi.
Pihak PAM Jaya melalui operatornya (PALYJA dan Aetra)
berkepentingan juga terkait keandalan pasokan tenaga
listrik dari PLN, karena jika terjadi pemadaman listrik di
Instalasi Air Minum atau Pompa-pompa distribusi,
walaupun hanya 30 menit, maka proses “recovery” dari
distribusi air kepada pelanggan bisa berlangsung selama 2
316
jam, dan ini berarti berkurangnya tingkat pelayanan bagi
pelanggan air minum.
Tanggapan PLN terhadap permasalahan tersebut adalah,
menganjurkan supaya pihak PAM Jaya menyediakan
backup power berupa Generator Listrik yang bisa
digunakan saat listrik padam, atau pihak PLN juga
menawarkan jenis langganan type Premium yang
menjamin kualitas dan keandalan listrik lebh baik.
Sebagai pelanggan tentu jawaban tersebut malah memberi
beban pilihan untuk mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk
mendapat pelayanan yang lebih baik, ada harga ada rupa,
tentunya.
317
Namun sebenarnya situasi yang sama juga kerap dihadapi
oleh pelanggan PAM Jaya, dimana PAM Jaya melaui
operator juga menyarankan pelanggannya untuk
menyediakan bak reservoir sebagai cadangan saat PAM
Jaya mengalami gangguan dalam penyaluran air nya.
Bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada
pelanggan, khususnya untuk pelayanan fasilitas umum
seperti listrik dan air minum? Tentu dengan harga yang
terjangkau dan kualitas yang baik, masih menjadikan
tantangan setiap para pengelola dan penyedia.***
(sumber foto : google.com)
PENYEBARAN PELANGGAN AIR
MINUM DKI JAKARTA
PENYEBARAN pelanggan air minum DKI Jakarta jika
ditampilkan dalam peta akan nempak pola penyebarannya.
Seperti terlihat pada peta berikut ini, adalah jumlah
pelanggan status Mei 2014.
320
Gambar . Jumlah Pelanggan Air Minum di DKI Jakarta
Mei 2014
Pelanggan yang nampak merupakan campuran antara
pelanggan domestik dan non domestik. Sehingga untuk
mempertajam analisa serta pengambilan kesimpulan atas
penyebaran pelanggan nantinya dapat dibuat peta sesuai
dengan kategori pelanggannya.
Dengan tingkat kepadatan pelanggan tersebut dapat
dianalisa terkait dengan peluang peningkatan cakupan
pelayanan serta pengembangan distribusi air.***