Peran Regulator Medorong Perusahaan IPO
-
Upload
arief-wahyu-hidayat -
Category
Documents
-
view
24 -
download
0
description
Transcript of Peran Regulator Medorong Perusahaan IPO
LAPORAN STUDI
PERAN REGULATOR DAN PIHAK TERKAIT DALAM MENDORONG PERUSAHAAN MELAKUKAN INITIAL PUBLIC
OFFERING (IPO) DI PASAR MODAL INDONESIA
Disusun Oleh:
Tim Studi Peran Regulator Dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Initial Public Offering (IPO)
Di Pasar Modal Indonesia
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
TAHUN ANGGARAN 2010
ii
TIM STUDI
PERAN REGULATOR DAN PIHAK TERKAIT DALAM
MENDORONG PERUSAHAAN MELAKUKAN INITIAL PUBLIC
OFFERING (IPO) DI PASAR MODAL INDONESIA
Pengarah Yoopi Abimanyu, M.A., Ph.D.
Roy Monang Manurung
Ketua Tim Bayu Bandono
Anggota Tim Donald Bryant
Andriansyah
R. Rinto Teguh Santoso
Ngapon
Fernando Tua P. N.
Bayu Husodo
Victoria Situmeang
Robert Simanjuntak
Jonatan S.D. Batubara
Hidayatulloh
Rocky P. Siahaan
iii
ABSTRAKSI
Studi ini bertujuan untuk menyusun data base perusahaan yang berpotensi melakukan IPO serta menetapkan skema sosialisasi bagi perusahaan yang berpotensi IPO. Dalam studi ini selain menggunakan studi perpustakaan juga melakukan studi lapangan dengan melakukan wawancara dan diskusi intensif dengan nara sumber dan beberapa pihak terkait serta melakukan penyebaran kuesioner. Responden penelitian ini adalah Perseroan Terbatas (yang belum melakukan Initial Public Offering (IPO) atau belum masuk pasar modal Indonesia) berdasarkan informasi dari Bursa Efek Indonesia dan Kementrian BUMN.
Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Cukup besar minat perusahaan yang tertarik / berminat dalam melakukan go public/IPO. (2) Perusahaan yang mengungkapkan bahwa peran Bapepam-LK belum/kurang memadai mengharapkan adanya presentasi dan kunjungan sosialisasi Bapepam dan LK ke tiap perusahaan. (3) Mayoritas responden mengininkaN Bapepam-LK melakukan kerjasama dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO. (4) Pihak-pihak yang perlu dilibatkan dari sekian banyak pihak adalah : SRO (BEI, KSEI, KPEI), KADIN, HIPMI, Kementerian Perdagangan, Kementerian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UKM, Asosiasi Perusahaan Efek, Asosiasi Emiten Indonesia. (5) Bentukkerjasama yang diharapkan dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan pengusaha adalah Tim asistensi bersama, Kerjasama pelatihan, Tim studi bersama, MoU, Sosialisasi dan Koordinasi. (6) Masih banyak perusahaan yang menyatakan belum pernah ada sosialisasi atau kunjungan. (7) Bentuk dan materi sosialisasi yang diberikan oleh Bapepam-LK belum/kurang informatif dan memadai. (8) Perusahaan yang memandang BEI belum cukup berperan perlu kiranya BEI melakukan sosialisasi, kunjungan langsung dan pelatihan. (9) Mayoritas responden mengatakan bahwa BEI selaku SRO dan Pihak terkait dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO perlu meningkatkan perannya dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO dengan melakukan kerjasama dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan. (10) Adapun kerja sama yang diharapkan adalah BEI perlu melakukan kerjasama dengan semua pihak seperti dengan : Kementerian BUMN, KADIN, HIPMI, Asosiasi Industri Sektoral, KSEI dan KPEI, Asosiasi Perusahaan Efek. (11) Bentuk kerjasama yang diharapkan antara BEI dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO adalah workshop bersama, pendidikan dan pelatihan dan seminar bersama. (12) Responden mengharapkan bentuk kerjasama antara BEI dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan tersebut dituangkan lebih lanjut dalam bentuk tim asistensi bersama khusus, tim studi bersama, MoU, pembentukan unit kerja, pertemuan berkala, training/workshop/seminar, dan tim task force.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah Bapepam-LK dan pihak terkait Seperti BEI perlu melakukan sosialisasi dengan materi yang lebih informatif melalui kerjasama dengan pihak lain dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO seperti Kementerian BUMN, SRO, KADIN, HIPMI, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, Asosiasi Perusahaan Efek dan Asosiasi Emiten Indonesia. Adapun bentuk kerjasama dengan pihak lain dapat dalam bentuk Tim asistensi bersama, kerjasama pelatihan, tim studi
iv
bersama, atau MoU. Hasil penelitian ini juga diharapkan sebagai bahan pertimbangan Bapepam-LK dalam membuat kebijakan dan pengembangan pasar modal Indonesia.
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah menganugerahkan rahmatNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan akhir
Tim Studi mengenai Peran Regulator Dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan
Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Pasar Modal Indonesia ini. Rasa hormat dan
penghargaan yang setinggi-tingginya juga kami sampaikan kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi dan dukungan dalam proses penyusunan dan penyelesaian
laporan akhir studi ini.
Tim Studi ini bertujuan untuk menyusun data base perusahaan yang berpotensi
melakukan IPO serta menetapkan skema sosialisasi bagi perusahaan yang berpotensi
IPO. Selain itu, Tim Studi ini juga diharapkan turut membantu pengembangan basis data
terutama perusahaan yang siap melakukan Initial Public Offering (IPO) yang juga sedang
dikerjakan Biro Riset dan Teknologi Informasi.
Kami mengakui bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan ini, oleh karena
itu kami mengharapkan masukan yang membangun demi penyempurnaan laporan ini,
guna mendukung upaya menuju kebijakan berbasis riset (research-based policy) yang
sedang dikembangkan oleh Bapepam-LK.
Jakarta, 29 November 2010
Tim Studi
v
Peran Regulator Dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Pasar Modal Indonesia
DAFTAR ISI
Hal.
ABSTRAKSI iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GRAFIK viii
DAFTAR GAMBAR x
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan dan Manfaat 4
1.3. Metode dan Ruang Lingkup Studi 5
1.4. Waktu Studi 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Pengertian Penawaran Umum Perdana (IPO) 6
2.2. Proses IPO di Indonesia 8
2.3. Peluang dan Tantangan Perusahaan untuk melakukan IPO di
Indonesia
12
2.4. Perkembangan IPO di Indonesia dan Negara Lain 17
2.5. Penelitian Terdahulu 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 31
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 31
3.2. Jenis dan Sumber Data 31
3.3. Populasi dan Sampel 32
3.4. Jenis Studi 33
vi
3.5. Metode dan Teknik Pengambilan Sampel 33
3.6. Metode Pengumpulan Data 34
3.7. Metode Analisis 36
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 39
4.1. Minat Perusahaan (responden) melakukan IPO 43
4.2. Pemahaman Perusahaan Terhadap Peraturan Perundang-undangan
di Bidang Pasar Modal tentang IPO
45
4.3. Peran Regulator dan Pihak Terkait dalam Mendorong Perusahaan
Melakukan IPO
47
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 61
5.1. Kesimpulan 61
5.2. Rekomendasi 63
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN-LAMPIRAN 66
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Hal.
Tabel 1 Perbandingan Nilai Emisi di Beberapa Negara
(Dalam Denominasi Miliar USD)
21
viii
DAFTAR GRAFIK
Grafik Judul Hal.
Grafik 1 Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan yang Melakukan
Go Public di Indonesia
16
Grafik 2 Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan yang Melakukan
Go Public di Jepang
18
Grafik 3 Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan yang Melakukan
Go Public di Hongkong
19
Grafik 4 Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan yang Melakukan
Go Public di Singapore
19
Grafik 5 Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan yang Melakukan
Go Public di Malaysia
20
Grafik 6 Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan yang Melakukan
Go Public di Thailand
20
Grafik 7 Perkembangan IPO Global 2008 : Aktivitas 22
Grafik 8 Perkembangan IPO Global 2008 : Sektor Industri 22
Grafik 9 Perkembangan IPO Global : Market Share 24
Grafik 10 Minat Responden Terhadap Go Public/IPO 43
Grafik 11 Pemahaman Responden Terhadap Peraturan Perundang-undangan di
Bidang Pasar Modal
46
Grafik 12 Peran Bapepam-LK dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO 47
Grafik 13 Peran/Kebijakan yang diharapkan dari Bapepam-LK agar Perusahaan
tertarik Melakukan Go Public/IPO
48
Grafik 14 Bapepam-LK Perlu Melakukan Kerjasama dengan
Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Perusahaan dalam Mendorong
Perusahaan Melakukan Go Public/ IPO
49
Grafik 15 Pihak-Pihak yang Perlu Dilibatkan dalam Kerjasama dengan Bapepam
LK untuk Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/IPO
50
Grafik 16 Bentuk Kerjasama Bapepam-LK dengan 51
ix
Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Pengusaha dalam Mendorong
Perusahaan Go Public/IPO
Grafik 17 Bapepam-LK, BEI atau Pihak Lain Pernah Melakukan Kunjungan atau
Sosialisasi dalam Rangka Mendorong Perusahaan Melakukan Go
Public/IPO
52
Grafik 18 Bentuk dan Materi Sosialisasi Terkait Go Public/IPO dari Bapepam-LK Sudah Cukup Informatif/Memadai
53
Grafik 19 Bentuk dan Materi Sosialisasi yang Diharapkan Dilakukan Oleh Bapepam-LK
54
Grafik 20 Peran BEI dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO 55
Grafik 21 Peran/Kebijakan yang Diharapkan dari BEI agar Perusahaan Melakukan Go Public/IPO
56
Grafik 22 BEI Perlu Melakukan Kerjasama dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Perusahaan dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/ IPO
57
Grafik 23 Pihak-Pihak yang Perlu Dilibatkan dalam Kerjasama dengan BEI untuk Mendorong Perusahaan Melakukan GoPublic/IPO
58
Grafik 24 Bentuk Kerjasama yang Diharapkan antara BEI dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Pengusaha dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO
59
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Hal.
Gambar 1 Tahapan-tahapan dalam proses IPO 11
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dalam sebuah perekonomian modern
bergantung pada adanya sektor keuangan yang efisien. Salah satu komponen penting dari
sektor keuangan tersebut adalah Pasar Modal. Pasar Modal yang efisien merupakan
kunci dari usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu bangsa.
Penjelasan UU Pasar Modal No 8 Tahun 1995 menegaskan bahwa Pasar Modal
bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan
kesejahteraan rakyat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Pasar Modal mempunyai
peran strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, termasuk usaha
menengah dan kecil untuk pembangunan usahanya, sedangkan di sisi lain Pasar Modal
juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan
menengah.
Saat ini peranan pasar modal Indonesia dalam mendukung pembangunan nasional
makin menunjukan tren yang meningkat. Manfaat keberadaan pasar modal tidak hanya
dirasakan swasta (perusahaan/emiten), tapi juga Pemerintah yang telah beberapa kali
berhasil menawarkan Surat Utang Negara (Obligasi Negara) guna mendukung Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Sumber pembiayaan suatu perusahaan selain melalui pinjaman dari pihak ketiga,
juga dapat diperoleh dari laba ditahan atau melalui penerbitan Efek di Pasar Modal. Pasar
Modal dalam menunjang pembangunan nasional mempunyai peran yang strategis sebagai
2
sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Fungsi
pasar modal sama dengan fungsi pasar uang yaitu sebagai media intermediaries antara
pihak yang memiliki modal/dana dengan pihak yang membutuhkan modal/dana.
Pasar Modal mempunyai peran yang sangat strategis dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi nasional melalui penghimpunan dana masyarakat untuk
pembiayaan kegiatan usaha. Kemajuan pasar modal dapat dilihat dari berbagai indikator
diantaranya, jumlah perusahaan yang mencari sumber pembiayaan dari pasar modal.
Suatu perusahaan yang menerbitkan Efek di Pasar Modal akan mendapat manfaat
antara lain memperoleh dana yang relatif murah untuk perluasan usaha,
perbaikan/penyempurnaan struktur permodalan, sarana divestasi, peningkatan kualitas
manajemen, dan peningkatan image sebagai Perusahaan Publik. Sementara manfaat yang
akan diperoleh investor dengan berinvestasi dipasar modal antara lain dapat memperoleh
return investasi yang relatif tinggi dan ikut menunjang peningkatan lapangan kerja serta
perekonomian nasional.
Menurut Menteri BUMN Mustafa Abubakar, banyak keuntungan yang didapat
oleh BUMN dengan menjadi perusahaan publik melalui pasar modal. Salah satu
keuntungannya adalah bahwa dana yang diperoleh melalui Pasar Modal dapat
memperkuat permodalan dan menyehatkan manajemen BUMN yang bersangkutan.
Selain itu juga lebih transaparan karena dimiliki oleh publik, sehingga bisa diawasi
dengan lebih baik. Sedangkan menurut Analyst Equity Reseacrh PT Danareksa Sekuritas
dengan go public, pengelolaan BUMN lebih mudah diawasi, aspek transparansi menjadi
lebih baik dan juga meningkatkan kinerja keuangan perusahaan.
3
Sejak diaktifkan tahun 1977 pasar modal Indonesia mengalami pasang surut,
selama tahun 1977 sampai dengan 1987 hanya terdapat 24 perusahaan yang go public
dengan dana yang terhimpun berkisar Rp. 131 milyar. Kemudian dari tahun 1987 sampai
dengan Desember 2007, jumlah perusahaan yang mencari sumber pembiayaan melalui
pasar modal sebanyak 468 perusahaan dengan nilai emisi sebesar Rp. 327,68 Trilyun.
Pada 2007 tersebut terdapat 24 perusahaan yang masuk pasar modal dengan nilai emisi
sebesar 17,1 Trilyun.
Untuk 2008 jumlah perusahaan yang masuk pasar modal mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2007 yaitu menjadi 17 perusahaan. Walaupun jumlah perusahaannya
mengalami penurunan tetapi jumlah nilai emisinya meningkat menjadi sebesar 23,5
Trilyun. Tahun 2009 jumlah perusahaan yang go public hanya 12 perusahaan yang
dengan jumlah dana yang terhimpun hanya berkisar Rp. 3,7 Trilyun. Sampai dengan
Desember 2010 jumlah perusahaan yang go public telah mencapai 24 perusahaan dengan
jumlah dana yang terhimpun mencapai Rp. 29,77 Trilyun.
Pada 2011 Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menegaskan bahwa
BUMN akan melakukan Initial Public Offering (IPO) yang direncanakan pertengahan
tahun atau sekitar bulan Juli 2011. Pemerintah sudah menyiapkan 10 BUMN untuk
masuk bursa tahun 2011. Menurut Menteri BUMN Mustafa Abubakar, saat tahun 2010
sampai dengan 2011 pemerintah masih akan fokus kepada privatisasi 4 BUMN, yaitu IPO
PT Krakatau steel dan PT Garuda Indonesia serta rights issue BNI dan Bank Mandiri.
Beliau mengatakan, sektor industri dari BUMN tersebut yaitu asuransi, perkebunan, jasa
pembiayaan, dan konstruksi.
4
Berdasarkan data-data perkembangan tersebut di atas, terlihat bahwa ada potensi
yang besar dalam meningkatkan jumlah IPO di bursa karena baik dari sisi demand
(jumlah calon investor yang akan menginvestasikan dana) maupun dari sisi supply
(jumlah perusahaan yang butuh dana) masih memiliki potensi cukup besar untuk
ditingkatkan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, dan menunjuk besarnya potensi
perusahan-perusahaan (termasuk BUMN) untuk melakukan IPO dan besarnya manfaat
yang akan diperoleh perusahaan dimaksud melalui Pasar Modal khususnya IPO, serta
belum adanya data base yang relatif lengkap serta sosialisasi yang tepat terkait
perusahaan yang berpotensi melakukan IPO, maka Bapepam-LK perlu melaksanakan
studi tentang Peran Regulator Dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan
Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Pasar Modal Indonesia dengan melibatkan
pelaku pasar modal, akademisi dan kalangan perguruan tinggi serta masyarakat luas.
1.2. Tujuan Dan Manfaat
Adapun tujuan studi/ penelitian tentang Peran Regulator Dan Pihak Terkait Dalam
Mendorong Perusahaan Melakukan Initial Public Offering (IPO) Di Pasar Modal
Indonesia adalah :
1. Menyusun data base perusahaan yang berpotensi melakukan IPO.
2. Menetapan skema sosialisasi bagi perusahaan yang berpotensi IPO.
3. Sebagai bahan pertimbangan Bapepam-LK dalam membuat kebijakan dan
pengembangan pasar modal Indonesia.
5
1.3. Metode dan Ruang Lingkup Studi
1. Studi Perpustakaan, yaitu dengan melakukan pengumpulan informasi dan data dari
sumber-sumber yang ada seperti buku, artikel, makalah dan internet yang berkaitan
peta perusahaan yang belum masuk pasar modal.
2. Studi Lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara dan diskusi intensif dengan nara
sumber dan beberapa pihak terkait serta melakukan penyebaran daftar pertanyaan
(kuesioner) khususnya kepada perusahaan-perusahaan yang dianggap berpotensi
masuk pasar modal Indonesia.
3. Adapun objek penelitian adalah Perseroan Terbatas (PT) yang belum melakukan
Initial Public Offering (IPO) atau belum masuk pasar modal Indonesia.
1.4. Waktu Studi
Studi ini dimulai dari tahap persiapan sampai dengan tahap pelaporan,
memerlukan waktu selama satu tahun anggaran dari Januari s.d Desember 2010.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO)
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan
Penawaran Umum sebagai kegiatan penawaran Efek kepada masyarakat berdasarkan
tata cara yang diatur dalam Undang-undang dan peraturan pelaksanaannya.
Sedangkan pengertian Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, Unit Penyertaan Kontrak
Investasi Kolektif, kontrak berjangka atas Efek, dan setiap derivatif dari Efek.
Perusahaan yang akan melakukan IPO atau Penawaran Umum Perdana harus
mengajukan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam-LK untuk memperoleh
Pernyataan Efektif.
Penawaran umum dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tersebut
meliputi penawaran Efek oleh emiten yang dilakukan dalam wilayah republik
Indonesia atau kepada warga Negara Indonesia dengan menggunakan media massa
atau ditawarkan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak atau telah di jual kepada lebih
dari 50 (limapuluh) Pihak dalam batas nilai serta batas waktu tertentu. Penawaran
Efek di wilayah Republik Indonesia meliputi penawaran Efek yang dilakukan oleh
Emiten dalam negeri atau asing, baik kepada pemodal Indonesia maupun asing yang
dilakukan di wilayah Republik Indonesia melalui pemenuhan Prinsip Keterbukaan.
Ketentuan Penawaran Umum berlaku juga bagi Emiten dalam negeri yang
melakukan Penawaran Umum di luar negeri kepada warga negara Indonesia. Hal ini
diperlukan dalam rangka melindungi warga negara Indonesia yang melakukan
7
investasi dalam Efek yang ditawarkan oleh Pihak tersebut di luar wilayah Republik
Indonesia. Penawaran Efek kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak tersebut tidak
dikaitkan dengan apakah penawaran tersebut diikuti dengan pembelian Efek atau
tidak. Sedangkan penjualan Efek kepada lebih dari 50 (limapuluh) Pihak tersebut
lebih ditekankan kepada realisasi penjualan Efek dimaksud tanpa memperhatikan
apakah penjualan tersebut dilakukan melalui penawaran atau tidak.
Yang dimaksud dengan media massa dalam penjelasan angka ini adalah surat
kabar, majalah, film, televisi, radio, dan media elektronik lainnya serta surat, brosur
dan barang cetak lain yang dibagikan kepada lebih dari 100 (seratus) Pihak. Jumlah
100 (seratus) Pihak dalam penawaran Efek dan 50 (limapuluh) Pihak dalam penjualan
Efek sebagaimana dimaksud dalam angka ini dapat berubah sesuai dengan
perkembangan Pasar Modal. Perubahan tersebut ditetapkan lebih lanjut oleh
Bapepam.
Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO) Saham atau go public
dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk pertama kalinya suatu saham perusahaan
ditawarkan/dijual kepada publik/masyarakat. Selain saham, istilah Penawaran Umum
Perdana (IPO) juga dapat dikaitkan dengan penawaran/penjualan obligasi perusahaan
kepada publik. Namun untuk go public, istilah tersebut hanya berlaku untuk IPO
saham atau Penawaran Umum Perdana Saham.
Jay. R. Ritter (1998) menyebutkan bahwa “An initial public offering (IPO)
occurs when a security is sold to the general public for the first time, with the
expectation that a liquid market will developed. Although an IPO can be of any debt
or equity security …”.
8
Menurut www.financial-dictionary.com go public adalah “The process by
which a privately held company sells a portion of its ownership to the general public
through a stock offering”. Sedangkan menurut www.bitpipe.com didapatkan informasi
bahwa : “In the United States, an IPO (initial public offering) is a first and one-time
only sale of publicly tradable stock shares in a company that has previously been
owned privately”.
2.2. Proses IPO di Indonesia
Proses IPO dapat dilihat dalam tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Internal Perusahaan
Pada tahap persiapan ini yang paling utama yang harus dilakukan sebuah
perusahaan yang akan melakukan Penawaran Umum perdana saham adalah
melakukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) terlebih dulu. Penawaran Umum
perdana saham harus disetujui terlebih dulu oleh pemegang saham. Karena Penawaran
Umum perdana saham akan melibatkan pemodal baru di luar pemegang saham yang
ada, maka perlu diputuskan apakah kehadiran pemodal baru itu nantinya akan
mengubah masing-masing kepemilikan para pemegang saham lama. Berapa modal
yang dibutuhkan, dan berapa modal yang akan disetor masing-masing pemegang
saham harus terjawab dan memperoleh persetujuan oleh pemegang saham lama.
Mekanisme RUPS yang dilakukan perusahaan yang akan melakukan Penawaran
Umum perdana saham ini merupakan mekanisme RUPS sebagaimana yang ditetapkan
oleh UU PT.
Setelah memperoleh persetujuan untuk melakukan Penawaran Umum perdana
saham ini maka perusahaan mulai mempersiapkan penjamin emisi (underwriter) dari
perusahaan itu. Underwriter adalah Perusahaan Efek yang nantinya akan
9
menjembatani perusahaan efek tersebut ke pasar modal. Sebagai penjamin emisi efek
maka Perusahaan Efek itu akan menyiapkan dokumen dan bersama dengan
perusahaan menunjuk pihak-pihak seperti akuntan publik, konsultan hukum, notaris,
dan penilai (appraisal).
2. Tahap Pernyataan Pendaftaran ke Bapepam-LK
Untuk dapat melakukan Penawaran Umum Perdana Saham kepada
masyarakat, Pernyataan Pendaftaran wajib disampaikan oleh calon Emiten kepada
Bapepam dan LK untuk mendapatkan pernyataan efektif. Dokumen Pernyataan
Pendaftaran yang disampaikan sesuai ketentuan yang berlaku selanjutnya akan
ditelaah dan diberikan tanggapan secara tertulis oleh Bapepam dan LK. Dalam waktu
paling lambat 10 hari, calon emiten wajib menyampaikan jawaban atau perbaikan atas
tanggapan tertulis dari Bapepam-LK tersebut. Setelah semua tanggapan dipenuhi,
maka Bapepam dan LK akan mengeluarkan surat ijin untuk mempublikasikan
Prospektus Ringkas ke masyarakat.
Dalam waktu paling lama 2 hari sejak keluarnya ijin tersebut, Prospektus
Ringkas harus diumumkan disurat kabar dan sekaligus merupakan dimulainya masa
penawaran awal (book building) untuk menjaring minat calon investor. Masa
penawaran awal ini dapat dilakukan antara 7 sampai 21 hari kerja.
Setelah masa penawaran awal berakhir, calon Emiten wajib menyampaikan
konfirmasi mengenai harga penawaran serta keterbukaan informasi lain kepada
Bapepam dan LK. Dengan diterimanya konfirmasi tersebut, Bapepam-LK akan
memberikan surat pernyataan efektifnya atas pernyataan pendaftaran dimaksud. Surat
pernyataan efektif tersebut harus ditindaklanjuti Emiten dengan pengumuman kepada
masyarakat mengenai perubahan atau tambahan atas Prospektus Ringkas yang telah
10
diumumkan sebelumnya. Baru setelah itu, calon Emiten dapat mulai memasuki masa
penawaran umum sahamnya kepada masyarakat.
3. Tahap Masa Penawaran Umum
Masa Penawaran Umum saham perdana kepada masyarakat dibatasi antara 1
sampai dengan 5 hari kerja saja. Setelah berakhirnya masa penawaran tersebut, dalam
waktu paling lambat 2 hari kerja, Emiten wajib menyelesaikan penjatahan atas
permintaan pemesanan saham yang disampaikan para investor. Dalam waktu 2 hari
setelah penjatahan, akan dilakukan distribusi saham kepada pihak yang berhak dan
pengembalian uang pemesanan (refund) terhadap investor. Selanjutnya, tahapan
berikutnya adalah pencatatan saham hasil IPO ke Bursa Efek, apabila Emiten
bermaksud agar sahamnya dapat diperdagangkan di bursa.
4. Tahap Pencatatan di Bursa Efek
Setelah melakukan penawaran umum, perusahaan yang sudah menjadi emiten
itu akan langsung mencatatkan sahamnya maka yang perlu diperhatikan oleh
perusahaan adalah apakah perusahaan yang melakukan IPO tersebut memenuhi
ketentuan dan persyaratan yang berlaku di BEI (listing requirement). Pemenuhan
ketentuan listing ini sebelumnya sudah dijajagi dengan penandatanganan perjanjian
pendahuluan pencatatan efek antara calon emiten dengan Bursa Efek.
Apabila memenuhi persyaratan, maka perlu ditentukan papan perdagangan
yang menjadi papan pencatatan emiten itu. Papan pencatatan yang tersedia di Bursa
efek Indonesia terdiri dari dua: Papan Utama (Main Board) dan Papan Pengembangan
(Development Board). Sebagaimana namanya, papan utama merupakan papan
perdagangan bagi emiten yang volume sahamnya cukup besar dengan kapitalisasi
pasar yang besar, sedangkan papan pengembangan adalah khusus bagi pencatatan
saham-saham yang tengah berkembang.
11
Tahapan-tahapan dalam proses IPO sesuai Peraturan Bapepam-LK Nomor
IX.A.2, Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-122/BL/2009 secara ringkas dapat
dilihat pada bagan berikut:
Gambar 1
Tahapan-tahapan dalam proses IPO
12
2.3. Peluang dan Tantangan Perusahaan untuk Melakukan IPO di Indonesia
Perkembangan jumlah saham baru di Bursa sangat penting bagi perkembangan
kegiatan investasi di pasar modal Indonesia. Semakin banyak perusahaan yang sukses
dan berprospek baik menawarkan sahamnya kepada masyarakat melalui IPO, akan
makin baik pula pengelolaan portofolio dan risiko yang dilakukan oleh para investor
dan pengelola investasi lainnya.
Dengan jumlah saham dan obligasi yang semakin meningkat maka
diharapkan dapat meningkalkan minat investor dalam membeli sekuritas karena
pilihannya makin banyak dan beragam. Peningkatan jumlah saham dan obligasi di
pasar juga akan meningkatkan kemampuan investor dalam melakukan diversifikasi
portofolionya dan menerima risiko investasinya.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menargetkan hingga tahun 2012. Jumlah investor
lokal mencapai satu persen atau 2,3 juta dari total penduduk Indonesia 230 juta untuk
menjadi investor saham di pasar modal.
Andrew Green (2005) menyebutkan beberapa manfaat go public bagi
perusahaan, yaitu :
1. Memperluas Akses Terhadap Modal
Setelah menjadi perusahaan publik, alternatif sumber modal atau pendanaan bagi
perusahaan akan bertambah. Status sebagai perusahaan publik akan sangat
menguntungkan bagi perusahaan dalam hal ini, dibandingkan dengan perusahaan
non-publik.
2. Menyediakan Likuiditas Bagi Pemegang Saham
Setelah menjadi perusahaan publik, maka perusahaan akan menciptakan pasar
bagi sahamnya. Secara umum, saham perusahaan publik akan lebih likuid
13
dibandingkan dengan saham perusahaan non-publik. Pemegang saham dapat
dengan mudah menjual atau membeli kembali saham perusahaan. Likuiditas
saham juga memudahkan pemilik perusahaan untuk ‘keluar’ dari perusahaan (exit
strategy).
3. Menyediakan Kompensasi Bagi Pegawai
Banyak perusahaan publik menggunakan saham dan opsi sahamnya sebagai
kompensasi bagi eksekutif dan pegawainya, selain digunakan untuk menarik
pagawai yang berpotensi. Pemberian saham bagi pegawai perusahaan juga akan
meningkatkan rasa memiliki atau tanggung jawab pegawai yang bersangkutan.
4. Meningkatkan Prestige Perusahaan
Perusahaan yang berhasil menjual sahamnya akan dipandang sebagai perusahaan
yang memiliki stabilitas dan masa depan. Hal ini akan menolong perusahaan
dalam menarik pegawai-pegawai yang berpotensi. Perusahaan juga akan
mendapatkan kemudahan dalam pemasaran produk/jasanya. Para kreditur dan
suplier juga akan merasa lebih aman dalam berhubungan bisnis dengan
perusahaan.
5. Publisitas
Perusahaan publik akan lebih banyak menerima perhatian dari surat kabar besar,
majalah serta para analis bisnis. Hal ini sangat bermanfaat bagi perusahaan pada
saat akan mengembangkan usaha dan menyusun kerjasama dengan pihak lain.
Ketatnya pengawasan pihak regulator akan membuat perusahaan untuk selalu
menyediakan informasi yang up-to-date.
6. Menyediakan Peluang Dilakukannya Akusisi Atau Merger
Setelah perusahaan go public dan sahamnya beredar di pasar, maka perusahaan
tersebut dapat menggunakan sahamnya untuk melakukan akuisisi perusahaan
14
lainnya. Cara ini dinilai lebih murah dan lebih mudah. Perusahaan juga akan lebih
mudah melakukan merger dengan pihak lain karena harga sahamnya sudah
terbentuk di pasar dan segala informasi keterbukaan tersedia secara lengkap dan
dapat dipertanggung-jawabkan.
Sedangkan menurut Brigham (1993) keuntungan perusahaan yang diperoleh
perusahaan dengan melakukan go-public adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan go-public dapat melakukan diversifikasi kepemilikan sahamnya
sehingga dapat mengurangi resiko yang ditanggung oleh pendiri perusahaan
(diversification).
2. Dengan go-public memungkinkan pendiri yang ingin menjual sebagian sahamnya
untuk menambah kas dapat dengan mudah terlaksana (increases liquidity).
3. Keterbukaan informasi (disclosure information) mengakibatkan perusahaan yang
go-public dapat lebih mudah menambah modal perusahaan karena masyarakat
lebih tertarik untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut (facilitates raising).
4. Go-public dapat mengurangi masalah yang berkaitan dengan para penilai pajak,
memungkinkan perusahaan memberikan insentif opsi saham kepada karyawan
kunci jika diinginkan dan karyawan lebih menyukai memiliki saham di
perusahaan go-public karena public trading meningkatkan likuiditas (establish a
value for the firm).
Perusahaan yang melakukan go public juga akan menghadapi beberapa
tantangan. Pada artikel “Going Public Disadvantage” (2009),
www.gopublictoday.com, dijelaskan beberapa tantangan tersebut :
1. Pembagian keuntungan perusahaan
Keuntungan perusahaan akan dibagikan juga kepada pemegang saham dengan
range sekitar 20% sampai dengan 60%.
15
2. Hilangnya aspek kerahasiaan perusahaan
Alasan utama mengapa perusahaan menolak untuk go public adalah karena
hilangnya kerahasiaan operasional perusahaan
3. Kewajiban pelaporan yang berkesinambungan
Perusahaan go public wajib melaksanakan kewajiban pelaporan yang dimintakan
regulator dan bursa secara berkesinambungan. Perusahaan wajib tunduk (comply)
terhadap semua aturan. Laporan ini tentunya meningkatkan biaya perusahaan
sekaligus membuka informasi kepada para pesaing perusahaan. Selain itu pihak
manajemen juga memiliki risiko terkena tuntutan hukum jika tidak
menginformasikan berita/laporan dengan benar.
4. Hilangnya kontrol perusahaan
Perusahaan yang telah go public memiliki risiko atau rentan terhadap kontrol
perusahaan karena pihak ‘luar’ berpotensi melakukan perubahan ataupun
pemecatan (misalnya manajemen perusahaan). Investor tidak akan membeli
saham suatu perusahaan jika manajemen perusahaan tidak berkompeten.
Menurut Brigham (1993) selain keuntungan yang akan diperoleh perusahaan
melalui gopublic, juga terdapat beberapa kerugian, yaitu :
1. Perusahaan diharuskan mengeluarkan laporan triwulan dan laporan tahunan
tentang perusahaan, laporan-laporan ini menimbulkan biaya pelaporan (cost
reporting).
2. Adanya keterbukaan (disclosure) manajemen perusahaan yang berkaitan dengan
operasi dan permodalan. Akibatnya, para pesaing dan pihak luar dapat dengan
mudah mengetahui kondisi perusahaan.
3. Pada perusahaan go-public, kepentingan pribadi (self dealing) sudah tidak berlaku
lagi.
16
4. Pada perusahaan go-public, mungkin terjadi keadaan dimana saham tidak aktif
diperdagangkan, pasar lesu dan harga yang rendah (inactive market price).
2.4. Perkembangan IPO di Indonesia dan Negara Lain
2.4.1. Perkembangan IPO di Indonesia
Perkembangan nilai emisi serta dan jumlah perusahaan yang melakukan go
public pada kurun waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 di Indonesia dan
beberapa negara dapat dilihat pada grafik-grafik dibawah ini. Data go public di
Indonesia diperoleh dari Statistik Bapepam-LK, sedangkan data go public di negara
lainnya diperoleh dari Bloomberg.
Grafik I.
Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan
Yang Melakukan Go Public di Indonesia
Sumber : Bloomberg
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2008 nilai IPO saham
mencapai Rp 23,48 triliun dengan jumlah perusahaan yang melakukan IPO sebanyak
17 perusahaan. Pada 2009 perkembangan nilai emisi dan jumlah perusahaan yang
17
melakukan IPO menurun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tidak terlepas dari
kondisi perekonomian Indonesia yang terkena imbas krisis global subprime mortgage
yang terjadi di Amerika Serikat.
2.4.2. Perkembangan IPO di Negara Lain
Konsultan Ernst & Young pada tahun 2009 melaporkan suatu kajian berjudul :
Shifting Landscape – Are You Ready : Global IPO Trends Report 2009. Laporan
tersebut mengungkapkan beberapa fakta penting yang antara lain adalah sebagai
berikut :
Akibat krisis pasar finansial (market turmoil) yang terjadi, aktivitas global IPO
pada tahun 2008 menurun drastis dibandingkan tahun 2007. Jika dilihat dari sisi
jumlah aktivitas, maka IPO mengalami penurunan sebesar 61%. Sedangkan jika
dilihat dari sisi besarnya dana yang didapatkan dari proses tersebut (fund raised),
IPO mengalami penurunan sebesar 67%.
Penyebab utama yang menyebabkan turunnya aktivitas IPO secara global pada
tahun 2008 adalah guncangnya fundamental perekonomian, sentimen negatif
investor, dan tingginya volatilitas di pasar saham, yang kesemuanya dipengaruhi
oleh adanya krisis finansial.
15 dari 20 perusahaan yang melakukan IPO terbesar dunia di tahun 2008 berasal
dari emerging market (4 diantaranya dari China dan 4 dari Saudi Arabia).
Sektor keuangan, energi, dan komoditi merupakan sektor yang paling banyak
melakukan IPO, sedangkan sektor real estate, kesehatan, dan teknologi mengalami
penurunan yang paling tajam (rata-rata 90%).
18
Berdasarkan pengalaman lalu, waktu yang diperlukan oleh pasar untuk kembali
sehat/normal setelah mengalami krisis adalah minimal selama 4-6 triwulan. Waktu
tersebut diharapkan untuk mengembalikan kondisi stabilitas makro ekonomi.
Adapun perkembangan IPO di negara Asia lainnya dapat dilihat pada grafik-
grafik di bawah ini.
Grafik 2.
Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan
Yang Melakukan Go Public di Jepang
Sumber : Bloomberg
19
Grafik 3.
Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan
Yang Melakukan Go Public di Hong Kong
Sumber : Bloomberg
Grafik 4.
Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan
Yang Melakukan Go Public di Singapore
Sumber : Bloomberg
20
Grafik 5.
Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan
Yang Melakukan Go Public di Malaysia
Sumber : Bloomberg
Grafik 6.
Perkembangan Nilai Emisi dan Jumlah Perusahaan
Yang Melakukan Go Public di Thailand
Sumber : Bloomberg
21
Dari data go public ke 6 negara yang telah disebutkan di atas, jika nilai
emisinya diseragamkan dalam nilai US Dollar (berdasarkan nilai tukar kurs masing-
masing mata uang di akhir tahun), maka akan didapatkan perbandingan yang jelas
nilai masing-masing go public di tiap tahunnya. Informasi tersebut dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 1.
Perbandingan Nilai Emisi di Beberapa Negara
(Dalam Denominasi Miliar USD)
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Jepang 4.82 7.05 14.54 8.58 17.29 5.55 1.24 0.56 14.42
Hong Kong 5.76 6.64 11.3 22.12 36.28 34.33 7.62 22.68 49.46
Indonesia 0.13 0.93 0.12 0.35 0.33 1.99 2.58 0.40 3.35
Singapura 0.85 1.02 2 2.37 4.04 5.13 1.2 2.05 5.42
Malaysia 1.71 963.5 1.09 1.13 0.51 0.75 0.40 3.54 6.27
Thailand 0.23 0.62 1.74 1.12 1.56 0.24 0.80 0.31 0.29
Sumber : Bloomberg
Adapun perkembangan IPO global sebagaimana yang dilaporkan oleh
Ernst&Young tersebut dapat dilihat pada grafik-grafik di bawah ini.
22
Grafik 7.
Perkembangan IPO Global 2008 : Aktivitas
Grafik 8.
Perkembangan IPO Global 2008 : Sektor Industri
23
Selain data dari Ernst&Young tersebut, informasi mengenai perkembangan
terakhir aktivitas IPO global didapatkan juga dari Renaissance Capital (www.
renaissancecapital.com) dalam kajiannya yang berjudul “2008 Global IPO Market
Year-End Review and Analysis : Rough year for IPOs may lead to opportunities in
2009”.
Beberapa fakta penting yang diungkapkan dalam kajian tersebut antara lain :
Aktivitas IPO global mengalami penurunan yang sangat signifikan sejalan dengan
meningkatnya risiko dan ambruknya pasar kredit
Hampir 50% dari harga saham yang ditawarkan melalui IPO mengalami
penurunan harga pada hari pertama diperdagangkan dan mengalami kinerja yang
melemah sesudahnya.
IPO di kawasan Asia Pasifik dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonominya (GDP)
dan makin meningkatnya likuiditas di pasar saham. Sektor yang menjadi andalan
IPO di negara Asia Pasifik adalah energi dan infrastruktur.
Kajian tersebut juga menyajikan data mengenai perkembangan market share
IPO global sebagaimana pada grafik dibawah ini.
24
Grafik 9.
Perkembangan IPO Global : Market Share
Sumber : Renaissance Capital
2.5. Penelitian Terdahulu
Pada buku berjudul “The Ernst & Young Guide to the IPO Value Journey”
yang diterbitkan oleh Ernst and Young pada tahun 1999, dijelaskan mengenai hasil
studi mengenai faktor-faktor kunci sukses perusahaan dalam melaksanakan go public.
Studi ini merupakan hasil kerjasama dengan Harvard University Graduate School of
Business dengan menghasilkan laporan yang berjudul “Managing the Success of the
IPO Transformation Process”. Studi tersebut dilakukan dengan mensurvei para
eksekutif senior dari 2.500 perusahaan yang melakukan IPO (go public) dari 1 Januari
1986 sampai dengan 31 Agustus 1996.
Studi tersebut menghasilkan beberapa indikator kuat tentang karakteristik dari
perusahaan-perusahaan yang telah sukses melaksanakan IPO dan dapat dimanfaatkan
sebagai acuan (benchmark) bagi para CEO dalam merencanakan IPO. Karakteristik
tersebut adalah sebagai berikut :
25
1. Perusahaan telah memiliki keunggulan kompetitif dalam persaingan, baik
sebelum, selama, maupun sesudah IPO.
Posisi tersebut sangat penting terutama pada saat dilaksanakannya penawaran
kepada publik. Perusahaan yang sukses biasanya telah kompetitif baik dilihat dari
sisi finansial maupun non finansial. Hasilnya, perusahaan seperti tersebut akan
menikmati harga saham yang rata-rata lebih tinggi 20% daripada perusahaan yang
tidak sukses dalam go public-nya.
2. Perusahaan tersebut berlaku seolah-olah telah menjadi perusahaan publik
beberapa bulan bahkan satu tahun sebelum dilaksanakannya IPO.
Perusahaan ini memandang IPO lebih dari sekadar suatu ‘kejadian’ (event) tapi
sebagai bagian dari suatu proses. Sebagai bagian dari proses tersebut, maka
perusahaan telah melakukan segala persiapan, seperti peningkatan sistem,
implementasi strategi perusahaan baru, peningkatan kontrol internal, strategi
komunikasi, perbaikan kompensasi eksekutif, serta perbaikan susunan
manajemen.
3. Perusahaan memiliki kondisi non-finansial yang baik.
Kesuksesan IPO suatu perusahaan juga sangat dipengaruhi oleh faktor non-
finansial perusahaan, yang tercermin dari kredibilitas dan kualitas manajemen
perusahaan, kemampuan sumber daya manusianya, customer service, serta budaya
korporasi yang dimilikinya. Jauh sebelum IPO, perusahaan yang sukses tersebut
telah membangun tim manajemen yang solid (winning team) dan membangun
infrastruktur informasi yang handal. Upaya ini akan menarik perhatian para
investor, pemodal, serta underwriters yang akan membantu proses IPO.
Brau dan Fawcett (2004) melakukan riset dan survei lapangan tentang 4
(empat) motivasi perusahaan dalam melaksanakan go public, sebagaimana yang telah
26
dihasilkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya. Survei tersebut dilakukan
terhadap 336 Chief Financial Officer (CFO). Adapun ke-empat motivasi tersebut
adalah :
1. Go public untuk menekan cost of capital perusahaan
Sebagaimana yang diungkapkan Scott (1976) dan Modigliani dan Miller (1963).
Menurut penelitian tersebut, perusahaan akan menawarkan sebagian sahamnya
kepada publik jika hal tersebut akan meminimalkan cost of capital (biaya modal)
dan selanjutnya akan meningkatkan nilai daripada perusahaan (value of company).
Sejalan dengan penjelasan ini, pada Myers dan Majluf (1984) mengungkapkan
bahwa pola urutan pemenuhan kebutuhan keuangan di suatu perusahaan akan
dimulai dari pemegang saham (internal equity), kemudian penggunaan utang (debt
financing), dan terakhir berupa keterlibatan pihak luar dalam kepemilikan saham
(external equity)
2. Go public sebagai strategi bagi pemegang saham untuk keluar dari
perusahaan (insiders to cash out)
Sebagaimana yang diungkapkan Zingales (1995) dan Mello dan Parsons (1998).
Dengan go public, pemegang saham dapat menjual kepemilikan sahamnya dan
mendapatkan keuntungan dari investasi yang selama ini telah dilakukan di
perusahaan tersebut.
3. Go public untuk membuka kesempatan untuk melakukan akusisisi (takeover)
Sebagaimana yang diungkapkan Zingales (1995), Brau, Francis, dan Kohers
(2003). Aktivitas go public akan membuka kesempatan perusahaan dalam
mendapatkan dana dari ‘luar’ yang kemudian akan digunakan untuk mengakusisi
perusahaan lainnya. Sebaliknya juga, go public juga membuka kesempatan bagi
perusahaan untuk diakusisi oleh perusahaan lainnya dengan harga ‘pasar’.
27
4. Go public sebagai langkah strategis perusahaan
Sebagaimana diungkapkan Chemmanur dan Fulghieri (1999) yang menyatakan
bahwa go public dilaksanakan untuk memperluas kepemilikan atas perusahaan.
Maksimovic dan Pichler (2001) menyatakan bahwa go public dilakukan untuk
meningkatkan reputasi dan publisitas perusahaan.
Hasil dari riset tersebut menyatakan bahwa motivasi yang paling mendorong
perusahaan dalam melaksanakan go public adalah untuk mendapatkan dana bagi
akuisisi di masa mendatang. Adapun motivasi lainnya ternyata tidak merupakan
motivasi utama bagi para CFO.
Selain meneliti motif perusahaan dalam melakukan go public, Brau dan
Fawcett juga meneliti tentang “timing” atau kapan waktu yang tepat bagi perusahaan
melakukan go public. Peneliti juga melakukan survei lapangan atas 3 (tiga) teori yang
berkaitan dengan hal tersebut, yaitu bahwa :
1. Perusahaan akan melaksanakan go public (IPO) pada saat pasar saham sedang
mengalami peningkatan (bull-market) sehingga dapat menentukan harga saham
yang menguntungkan. Hal ini diantaranya diungkapkan oleh Lucas dan McDonald
(1990), Pagano, Panetta, dan Zingales (1998), dan Lowery (2002).
2. Timing dari go public dipengaruhi oleh maraknya kegiatan go public (IPO) di
pasar. Pendapat ini diungkapkan Lowery dan Schwert (2002) yang menyatakan
bahwa kinerja harga saham pada hari pertama diperdagangkan akan
mempengaruhi minat perusahaan lain untuk melakukan go public (IPO), serta
pada Choe, Masulis, dan Nanda (1999) yang menyatakan bahwa perusahaan akan
melakukan go public (IPO) jika perusahaan sejenis yang baik (sukses)
melakukannya.
28
3. Perusahaan akan melaksanakan go public (IPO) jika telah mencapai siklus
pertumbuhan usaha dan membutuhkan dana ekuitas dari pihak luar untuk
mendukung pertumbuhannya. Hal ini diungkapkan oleh Choe, Masulis, dan
Nanda (1999) dan Lowery (2002).
Berdasarkan hasil penelitian Brau dan Fawcett menyatakan bahwa faktor yang
paling kuat mempengaruhi timing perusahaan dalam melakukan go public adalah
kondisi pasar yang sedang meningkat (bull-market), kemudian diikuti oleh faktor
maraknya kegiatan go public serta kebutuhan akan modal perusahaan. Penelitian lain
yang menarik tentang timing adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibbotson
dan Jaffe (1975) dan Ritter (1980) yang menyatakan bahwa aktivitas go public (IPO)
dilakukan secara berkelompok (come in waves).
Pagano, Panetta, dan Zingales (1998) juga melakukan penelitian empiris
mengenai mengapa suatu perusahaan melakukan go public. Mereka melakukan
penelitian pada perusahaan-perusahaan di Italia dengan membandingkan kondisi
perusahaan sebelum melakukan IPO (go public) dengan kondisi perusahaan setelah
melakukan IPO (go public). Hasil penelitian tersebut mengungkapkan beberapa
temuan penting sebagai berikut :
1. Faktor utama yang mendorong perusahaan melakukan go public adalah
meningkatnya market-to-book ratio dari perusahaan sejenis yang telah
diperdagangkan di bursa. Hal ini karena mencerminkan meningkatnya kebutuhan
investasi dan peluang untuk tumbuh pada industri tersebut.
2. Faktor utama lainnya adalah besarnya ukuran perusahaan, dimana semakin besar
ukuran perusahaan semakin mungkin perusahaan tersebut melakukan go public.
29
3. Perusahaan cenderung melakukan go public untuk memperbaiki struktur
keuangannya setelah melakukan investasi yang cukup besar, bukan sebaliknya
untuk membiayai investasi dan pertumbuhannya.
4. Setelah melakukan IPO atau go public, perusahaan akan mendapatkan penurunan
biaya kredit karena meningkatnya prestige dan aspek keterbukaan perusahaan.
Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Tim Studi Biro RISTI Bapepam
(2009) Tenatang Potensi Jumlah Perusahaan yang dapat melakukan Go Public di
Pasar Modal Indonesia didapat kesimpulan bahwa jumlah perusahaan di indonesia
yang berpotensi melakukan go public masih sangat besar namun masih banyak hal
yang menyebabkan masih rendahnya jumlah perusahaan yang melalukan go public,
dan juga masih cukup besarnya potensi investasi di Pasar Modal Indonesia.
Penelitian menarik lainnya yang berkaitan dengan IPO di Indonesia dilakukan
oleh Divisi Riset dan Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2006.
Penelitian ini ingin mencari faktor-faktor yang sekiranya menghambat perusahaan
untuk melakukan go public di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan melakukan
wawancara khusus terhadap beberapa responden seperti Asosiasi Emiten Indonesia,
beberapa Emiten dan Penjamin Emisi, dan satu calon potensial perusahaan yang ingin
menjadi Emiten.
Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa terdapat 3 faktor utama yang
menghambat perusahaan untuk melakukan go public di Indonesia, yaitu :
1. Adanya persepsi bahwa go public merupakan proses yang rumit.
Terdapat pendapat bahwa go public merupakan proses yang membutuhkan biaya
yang tidak sedikit, membutuhkan waktu persiapan yang lama (relatif lama
dibandingkan dengan mendapatkan pendanaan dari perbankan atau menawarkan
30
obligasi), serta membutuhkan komitmen yang kuat dari manajemen dan
pegawainya.
2. Go public akan mengurangi hak kendali dari pendiri dan pemilik perusahaan
Dalam kaitannya dengan hal ini, pemilik dan pendiri akan merasa bahwa go
public akan men-dilusi kepemilikan dan kontrol perusahaan, terutama setelah
masuknya komisaris independen.
3. Ketidaksiapan untuk melakukan transparansi
Sebagian besar pemilik perusahaan merasa bahwa go public akan membawa
konsekuensi transparansi yang rumit, membebani keuangan perusahaan, dan akan
terus berkelanjutan.
Selain ke-3 faktor hambatan utama tersebut, terdapat hambatan lain yang
ditanyakan kepada responden, yaitu :
1. Surat keterangan fiskal yang dinilai memberatkan calon emiten
2. Tidak adanya insentif bagi perusahaan yang sudah go public,
3. Keraguan calon emiten terhadap kinerja perusahaan
4. Perusahaan memiliki alternatif pendanaan lainnya
5. Perusahaan dan Penjamin Emisi harus menyiapkan pembeli siaga
6. Kondisi makro ekonomi yang buruk.
31
BAB III
METODE PENELITIAN
Untuk menyelesaikan laporan akhir studi/ kajian tentang “Peran Regulator dan
Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Initial Public Offering (IPO)
di Pasar Modal Indonesia” tahun 2010 ini, beberapa metode pendekatan digunakan
mulai dari menentukan populasi, menentukan responden, teknik pengumpulan data,
jenis sumber data, teknik pengambilan sampel dan analisis data, sebagai berikut:
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam menjawab tujuan penelitian ini dilakukan di BapepamLK Departemen
Keuangan RI dan bebrapa perusahaan Baik BEI maupun calon Emiten di Beberapa
kota besar seperti jakarta, Bandung, Surabaya dan Bali. Penelitian ini berlangsung
pada Januari sampai Desember 2010.
3.2. Jenis Dan Sumber Data
Adapun data yang dipakai dalam studi ini adalah data primer dan data
sekunder.
1. Data Primer
Data Primer diperoleh melalui diskusi langsung dengan kalangan internal
Bapepam LK yaitu dengan Biro Pengelolaan Keuangan Perusahaan Sektor Jasa
dan Sektor Riil (PKP SR dan PKP SJ). Kemudian diskusi langsung dengan para
pelaku industri pasar modal Indonesia diantaranya adalah : dengan pihak PT
Bursa Efek Indonesia (BEI) di jakarta, dengan pihak Kustodian Central Efek
Indonesia (KSEI) di Jakarta dan dengan beberapa pihak perusahaan efek yang
berlokasi di Banten, Bandung, Surabaya dan Denpasar.
32
2. Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan, penelusuran dan eksplorasi
melalui media internet serta data dan informasi yang diperoleh melalui publikasi
yang diterbitkan oleh lembaga dalam negeri maupun luar negeri termasuk hasil
studi tahun-tahun sebelumnya dari berbagai pihak yang ada relevansinya serta dari
hasil studi lapangan melalui penyebaran angket/kuesioner kepada responden.
3.3. Populasi dan sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah
(1) Perseroan Terbatas (PT) yang belum melakukan IPO atau belum masuk pasar
modal namun telah memperoleh pencerahan/sosialisasi dari pihak PT Bursa Efek
Indonesia (BEI) tentang manfaat IPO di pasar modal. Adapun periode
pelaksanaan sosialisasi oleh BEI tersebut hanya yang dilakukan selama tahun
2009 dan 2010 terhadap 180 perusahaan; dan
(2) Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (Perusahaan BUMN) sejumlah 139
perusahaan yang data dan informasinya diperoleh melalui Kementerian BUMN.
Mengingat terbatasnya waktu dan dana serta tenaga yang tersedia, maka tidak
semua populasi akan dijadikan responden dalam penelitian ini, melainkan hanya
dengan mengambil beberapa sampel sebagai respondennya. Adapun populasi yang
akan dijadikan responden adalah 180 perusahaan belum IPO yang telah diberikan
sosialisasi oleh PT BEI pada tahun 2009 dan 2010, dan 139 Perusahaan Badan Usaha
Milik Negara (Perusahaan BUMN) berdasarkan data dan informasi yang diperoleh
melalui Kementerian BUMN
33
3.4. Jenis Studi
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan survey,
wawancara langsung dan diskusi dengan beberapa nara sumber. Penelitian deskriptif
dapat diartikan sebagai proses pemecahan masalah yang diselidiki dengan melukiskan
keadaan subyek dan obyek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang
tampak atau bagaimana adanya.
Pelaksanaan metode penelitian deskriptif tidak terbatas sampai pada
pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi tentang
data tersebut, selain itu semua yang dikumpulkan memungkinkan menjadi kunci
terhadap apa yang diteliti.
3.5. Metode dan teknik pengambilan sampel
Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Simple
Random Sampling atau Sampel Acak Sederhana, Cara atau teknik ini dilakukan
mengingat penelitian ini akan melakukan pendekatan deskriptif dalam analisisnya,
sehingga perbedaan karakteristik yang mungkin ada pada setiap unsur atau elemen
populasi tidak merupakan hal yang penting bagi rencana analisisnya. Untuk itulah
maka penarikan/ pengambilan sampelnya dilakukan secara acak sederhana. Namun
demikian setiap unsur populasi tetap mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih
menjadi sampel/responden penelitian. Langkahnya adalah, setelah ditentukan
populasinya yaitu sebesar 319 perusahaan yang terdiri dari 180 perusahaan belum
masuk bursa (belum IPO) ditambah 139 perusahaan BUMN, kemudian diambil dan
ditentukan sampel secara acak sederhana (Simple Random Sampling) sebesar 160
perusahaan, dan inilah yang ditetapkan sebagai responden dalam penelitian ini.
34
Adapun alasan pemilihan responden dari Perseroan Terbatas (PT) yang
belum melakukan IPO dan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (Perusahaan
BUMN), karena kedua institusi/perusahaan tersebut merupakan pihak yang paling
siap dan berpotensi untuk melakukan IPO di pasar modal Indonesia.
Selengkapnya penentuan jumlah sampel yang diambil dan dijadikan responden
dalam studi Peran Regulator dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan
Melakukan IPO di Pasar Modal Indonesia ini, masing-masing kelompok/ strata
sebagaimana tergambar dan terurai dalam tabel dibawah ini, yaitu:
3.6. Metode pengumpulan data
Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan oleh tim studi,
beberapa kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan studi
lapangan dibawah ini.
3.6.1. Studi pustaka
Pendekatan ini diperlukan dalam upaya untuk pendalaman materi serta sebagai
informasi pelengkap atas materi atau topik yang dijadikan penelitian. Data yang
digunakan adalah data-data yang terkait dengan penelitian ini antara lain mengenai
peraturan yang terkait dengan proses dan prosedur/ mekanisme IPO di pasar modal
Indonesia.
Disamping itu, bahwa studi pustaka ini juga mempelajari berbagai artikel atau
tulisan perorangan dan institusi yang berkaitan dengan peran dan manfaat prusahaan
yang melakukan IPO/ emiten serta mengunakan beberapa literatur-literatur maupun
hasil penelitian yang terkait dengan aspek-aspek manfaat dan perkembangan
perusahaan setelah menjadi emiten dan tidak ketinggalan melakukan kajian terbatas
melalui situs-situs internet dan referensi lain yang berkaitan dengan Peran Regulator
35
dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Initial Public Offering
(IPO) di Pasar Modal Indonesia.
3.6.2. Studi lapangan
Studi lapangan ini dilakukan untuk memperoleh masukan secara langsung
dari pihak-pihak yang dianggap siap dan berpotensi untuk melakukan proses IPO di
pasar modal Indonesia. Untuk itu langkah-langkah yang ditempuh diantaranya
adalah :
1. Survey/ penyebaran kuesioner
Survei dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada sejumlah responden
yaitu Perseroan Terbatas (PT) yang belum melakukan Initial Public Offering (IPO)
dan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (Perusahaan BUMN) yang tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia. Tujuan penyebaran kuesioner ini adalah untuk
memperoleh masukan langsung berupa informasi data dan juga jenis/ bentuk
keseriusan, kesiapan, termasuk menjaring pendapat responden tersebut berupa saran,
masukan dan keberatan serta kendala yang dihadapi dan yang dianggap bisa
menghambat para pihak tersebut untuk melakukan proses IPO di pasar modal
Indonesia.
2. Wawancara langsung
Disamping melakukan penyebaran kuesioner, anggota tim studi juga
melakukan wawancara langsung dengan beberapa responden yang berada di berbagai
wilayah di Indonesia diantaranya Jakarta, Banten, Bandung, Surabaya dan
Denpasar.
Tujuan wawancara ialah semata-mata untuk mengumpulkan informasi yang
faktual dan bukan untuk mengubah atau memengaruhi suatu pendapat dari responden.
36
Dalam proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan ini
dilakukan dengan tatap muka dua orang atau lebih, lalau mendengarkan secara
langsung informasi atau keterangan-keterangan yang disampaikan oleh responden
kemudian dicatat dan dibuatkan narasinya dalam laporan akhir studi.
3. Mengundang narasumber
Dalam studi lapangan ini, tim studi juga melakukan diskusi langsung dengan
mengundang beberapa narasumber dan pihak-pihak yang dianggap kompeten untuk
mempresentasikan materi terutama yang berkaitan dengan sesuatu yang bisa
Mendorong Perusahaan Melakukan Initial Public Offering (IPO) di Pasar Modal
Indonesia. Diskusi dengan marasumber ini dilakukan pada saat awal mau memulai
kegiatan studi dan pada saat sebelum melakukan penyusunan akhir studi/ finalisasi
laporan studi. Adapun pihak narasumber berasal dari internal Bapepam LK dan juga
berasal dari stake holder pasar modal Indonesia.
3.7. Metode analisis
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data dan informasi yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu diskusdi dengan narasumber, wawancara dengan
sebagian responden yang sudah ditulis dalam catatan, hasil tabulasi dari kuesioner/
angket, dokumen pendukung lainnya, gambar foto dan tabel dan lainya. Langkah
selanjutnya adalah menyusunya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian
dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dilakukan sambil
membuat koding.
Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data..
setelah selesai tahap ini, mulailah kini tahap penafsiran data dalam mengolah hasil
sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.
37
Untuk itu, metode analisis yang digunakan dalam studi/kajian ini adalah metode
analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif.
Langkah pertama dalam analisa data adalah membagi data atas kelompok atau
kategori-kategori atau bagian-bagian yang lebih proporsional, dan sebelumnya data
dimaksud sudah terkumpul terlebih dahulu tentunya. Setelah data terkumpul dari
hasil pengumpulan data dan kegiatan penelitian, selanjutnya dilakukan kegiatan
menganalisis data. Kegiatan menganalisis data ini terdiri dari tiga tahap
(Persiapan, Tabulasi dan Penerapan data) yaitu:
1. Tahap Persiapan
1. Pada tahap persiapan ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain: (1).
Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden,
2. Memeriksa isi instrumen pengisian data,
3. Mengecek isian data.
2. Tahap Tabulasi
Kegiatan tabulasi adalah kegiatan mengelompokkan data ke dalam tabel
frekuensi untuk mempermudah dalam menganalisa. Kegiatan tabulasi dalam
hal ini yaitu:
1. Coding yaitu pembahasan kode untuk setiap data yang telah diedit.
2. Skoring adalah pemberian skor terhadap jawaban responden untuk
memperoleh data yang kuantitatif yang diperlukan. Pada studi/kajian
ini, sebagian pertanyaan/jawaban dari kuesioner digunakan skala Likert yang
sudah dimodifikasi untuk menentukan skor.
38
3. Tahap Penerapan Data
Tujuan studi sebagaimana dipaparkan pada bab sebelumnya diantaranya
adalah untuk penyusunan data base perusahaan yang siap melaksanakan IPO
dan menetapkan skema sosialisasi mengenai IPO serta sebagai bahan
pertimbangan Bapepam-LK dalam membuat kebijakan dan pengembangan
pasar modal Indonesia ke depan.
Adapun metode analisis yang digunakan sebagaimana telah disebut di atas
yaitu metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif bertujuan untuk
memberikan deskripsi mengenai subyek penelitian berdasarkan data dari variabel
yang diperoleh dari kelompok subyek yang diteliti dengan menggunakan teknik
tabulasi, dengan menyajikan hasil penelitian tabel-tabel distribusi frekuensi
dengan prosentase untuk masing-masing kelompok. Alat bantu yang dibutuhkan
untuk mengolah data statistik frekuensi dan prosentase,menggunakan bantuan
computer dengan software program SPSS.
Sedangkan analisisi kualitatif dilakukan melalui proses penyaringan informasi
dari kondisi sewajarnya dalam kegiatan suatu obyek, dihubungkan dengan langkah
pemikiran rasional baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Setiap data dan
atau informasi yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk
mengetahui keterkaitannya dengan permasalahan pokok. Dalam hal ini adalah
menentukan variabel-variabel yang dijadikan acuan yaitu tanggapan dan atau
pendapat responden atas pertanyaan mengenai ketertarikan atau ketidaktertarikan
responden untuk melakukan IPO dan ketersediaan peraturan yang berkaitan
dengan proses IPO serta seberapa besar peran regulator dan pihak terkait dalam
mendorong perusahaan melakukan IPO di pasar modal Indonesia.
39
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
Berkaitan dengan studi tentang Peran Regulator Dan Pihak Terkait Dalam
Mendorong Perusahaan Melakukan go public/IPO, Tim Studi melakukan penelitian
dalam bentuk survey studi yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada perusahaan-
perusahaan (responden), yang memiliki potensi untuk melakukan Penawaran Umum
Perdana (Initial Public Offering/Go Public). Data perusahaan-perusahaan (responden)
tersebut diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pihak terkait dalam hal ini
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dimana pemilihan perusahaan-
perusahaan/BUMN (responden) dimaksud didasarkan pada perusahaan yang sudah
menerima sosialisasi baik melalui surat ataupun kunjungan langsung mengenai go
public/IPO dari BEI.
Jumlah perusahaan yang menjadi objek studi penelitian yaitu sebanyak 160
perusahaan, tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia dengan populasi terbesar
terpusat di Pulau Jawa. Berdasarkan tabulasi data survey studi/penyebaran kuesioner, dari
data kuesioner ke 160 perusahaan (responden) yang disebarkan dan dimintakan
tanggapannya, sebanyak 39 perusahaan (24.37% dari total responden) telah
mengembalikan kuesioner dan 121 (75.63% dari total responden) perusahaan tidak
mengembalikan kuesioner sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Survey studi/penyebaran kuesioner dimaksudkan agar hasil studi dapat menjadi
salah satu bahan pertimbangan Bapepam-LK dalam membuat/mengambil kebijakan
40
pengembangan Pasar Modal Indonesia, khususnya yang terkait dengan upaya mendorong
perusahaan-perusahaan yang berpotensial untuk melakukan go public/IPO di Pasar
Modal Indonesia.
Dari hasil survey studi/penyebaran kuesioner yang disebarkan, diharapkan
diperoleh informasi yang lebih komprehensif terkait peran Bapepam-LK dan pihak terkait
(BEI) dalam mendorong perusahaan-perusahaan tersebut melakukan go public/IPO,
termasuk tetapi tidak terbatas pada ketertarikan/minat perusahaan-perusahaan
(responden) untuk melakukan go public/IPO, pemahaman perusahaan-perusahan yang
berpotensi melakukan go public/IPO atas peraturan perundang-undangan di bidang Pasar
Modal yang terkait dengan go public/IPO, dan bentuk nyata/kongkrit peran apa yang
diharapkan dapat diberikan oleh Bapepam dan LK serta pihak terkait (BEI) guna
mendorong perusahaan-perusahaan dimaksud melakukan go public/IPO.
Dalam kaitannya dengan ketertarikan/minat perusahaan-perusahaan (responden)
untuk melakukan go public/IPO, survey studi/penyebaran kuesioner dimaksudkan untuk
memperoleh informasi mengenai antara lain seberapa besar prosentase ketertarikan/minat
perusahaan-perusahaan (responden) untuk melakukan go public/IPO termasuk
didalamnya alasan-alasan yang diungkapkan oleh perusahaan (responden) yang
menyatakan tidak tertarik melakukan go public/IPO baik alasan yang berasal dari internal
perusahaan maupun dari kondisi ekternal perusahaan
Dalam kaitannya dengan pemahaman perusahaan-perusahan yang berpotensi
melakukan go public/IPO atas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan go
public/IPO di Pasar Modal Indonesia, survey studi/penyebaran kuesioner dimaksudkan
41
untuk memperoleh informasi mengenai antara lain ketersediaan akses informasi yang
cukup/memadai atas peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang go
public/IPO di Pasar Modal Indonesia, pengaturan yang jelas dan transparan yang
menjamin adanya kepastian hukum bagi perusahaan yang melakukan go public/IPO,
kemungkinan adanya hambatan/kondisi yang kurang kondusif dari ketentuan yang
mengatur tentang go public/IPO yang dirasakan oleh perusahan yang berpotensi dan atau
bermaksud melakukan go public/IPO, serta kemungkinan perlunya revisi/pengaturan
lebih lanjut ketentuan yang mengatur go public/IPO yang berlaku selama ini yang
dimaksudkan untuk lebih mendorong perusahaan melakukan go public/IPO.
Sementara itu, berkaitan dengan peran nyata/kongkrit yang diharapkan dapat
diberikan oleh Bapepam dan LK serta pihak terkait (BEI) dalam mendorong perusahaan-
perusahaan dimaksud melakukan go public/IPO, survey studi/penyebaran kuesioner
dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai sosialisasi go public/IPO yang
diselenggarakan oleh Bapepam dan LK serta BEI, bentuk dan materi sosialisasi go
public/IPO (seminar, workshop, training), kemungkinan perlunya kerjasama antara
Bapepam dan LK serta BEI dengan organisasi, asosiasi atau perkumpulan seperti KSEI,
KPEI, KADIN, HIPMI, APPI, Asosiasi Perusahaan Efek, Asosiasi Emiten Indonesia,
Kementrian BUMN, Kementrian Perdagangan, Kementrian Perindustrian, Kementrian
Hukum dan HAM, serta Kementrian Koperasi dan UKM, yang dituangkan dalam bentuk
kerja sama MoU, Kerja Sama Pelatihan, Tim Studi Bersama, Tim Asistensi Bersama,
dimana bentuk kerja sama tersebut selanjutnya dapat diselenggarakan melalui
pendidikan/pelatihan dan seminar/workshop bersama.
42
Secara ringkas profil ke-39 perusahaan-perusahan (responden) yang telah
menjawab survey studi/kuesioner dan mengembalikannya kepada Tim Studi Bapepam
dan LK adalah sebagai berikut :
31 perusahaan merupakan perusahaan BUMN dan 8 perusahaan merupakan
perusahaan tertutup (private).
34 perusahaan merupakan perusahaan lokal, 4 perusahaan merupakan perusahaan
campuran, dan 1 perusahaan merupakan perusahaan asing.
24 perusahaan berkeinginan untuk melakukan go public/IPO, 15 perusahaan tidak
berkeinginan untuk melakukan go public/IPO, dan 1 perusahaan belum memikirkan
untuk melakukan go public/IPO.
Kuisioner terdiri atas 33 (tiga puluh tiga) pertanyaan yang terbagi dalam 3 (tiga)
topik pertanyaan besar yaitu informasi umum tentang perusahaan, peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal tentang Go Public/IPO, dan peran regulator dan pihak
terkait (BEI) dalam mendorong perusahaan melakukan Go Public/IPO. Informasi umum
tentang perusahaan mencakup pertanyaan mengenai profil perusahaan. Sementara itu,
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tentang Go Public/IPO mencakup
pertanyaan mengenai pemahaman perusahaan-perusahaan tentang Go Public/IPO.
Adapun peran regulator dan pihak terkait dalam mendorong perusahaan-perusahaan
melakukan Go Public/IPO mencakup mengenai peran yang diharapkan dapat diberikan
Bapepam-LK dan BEI dalam mendorong perusahaan-perusahaan melakukan Go
Public/IPO.
43
4.1. Minat Perusahaan (Responden) Melakukan Go Public/IPO
Berdasarkan tabulasi data hasil survey studi/penyebaran kuesioner diperoleh
informasi bahwa dari 160 perusahaan, dimana 39 perusahaan (24.37% dari total
responden) telah mengembalikan kuisioner dan 121 (75.63% dari total responden)
perusahaan tidak mengembalikan kuesioner sampai batas waktu yang telah ditentukan.
Dari 39 perusahaan tersebut diatas, diperoleh informasi bahwa perusahaan yang
tertarik/berminat dalam melakukan go public/IPO sebanyak 24 perusahaan (61.5%).
Sementara itu 15 perusahaan (38.5%) menyatakan tidak tertarik atau masih belum
memikirkan opsi go public/IPO.
Grafik 10.
Minat Responden Terhadap Go Public/IPO
44
Adapun alasan-alasan yang diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan (responden)
yang menyatakan tidak tertarik melakukan go public/IPO berasal dari internal perusahaan
dan kondisi eksternal perusahaan (responden) tersebut. Alasan internal yang
dikemukakan perusahaan (responden) antara lain belum adanya rencana pemilik
perusahaan untuk melakukan go public/IPO (7.14%), kinerja keuangan yang dirasa masih
kurang (14.28%), keputusan kantor pusat, bidang usaha asuransi dan koperasi (28.56%).
Sementara itu, alasan eksternal yang dikemukakan antara lain membutuhkan waktu lama
dan biaya administrasi yang besar dalam melakukan persiapan dan laporan keuangan
perusahaan (21.42%), ketakutan atas penguasaan pesaing (7.14%), benturan dengan
peraturan perundang-undangan lainnya (14.28%), dan besarnya kewajiban untuk
melaksanakan go public/IPO (7.14%).
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, diperoleh informasi bahwa dari 39
perusahaan (responden) yang menjawab survey studi/kuesioner, dapat kiranya
disimpulkan bahwa masih cukup besar persentase perusahaan (responden) yang
menyatakan tidak tertarik atau masih belum memikirkan opsi go public/IPO (38.5%).
Ketertarikan/minat perusahaan-perusahaan kiranya perlu ditingkatkan. Salah satunya
antara lain dengan memperhatikan atau meminimalisasikan kondisi yang didasarkan pada
alasan- alasan yang diungkapkan oleh perusahaan-perusahaan (responden) yang
menyatakan tidak tertarik melakukan go public/IPO, khususnya yang berasal dari kondisi
ekternal perusahaan (responden) tersebut, seperti membutuhkan waktu lama dan biaya
administrasi yang besar dalam melakukan persiapan dan laporan keuangan perusahaan,
45
benturan dengan peraturan perundang-undangan lainnya, ketakutan atas penguasaan
pesaing, dan besarnya kewajiban untuk melaksanakan go public/IPO.
4.2. Pemahaman Perusahaan (Responden) Terhadap Peraturan Perundang-
undangan di Bidang Pasar Modal tentang Go Public/IPO
Berdasarkan tabulasi data hasil survey studi/penyebaran kuesioner diperoleh
informasi bahwa pemahaman perusahaan-perusahaan (responden) terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang Pasar Modal cukup tinggi (79.5%). Ketentuan yang ada
dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal cukup mudah untuk
dipahami (66.7%). Tingginya pemahaman tentang peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal di didorong oleh akses informasi yang cukup dan memadai terkait
ketentuan yang mengatur go public/IPO (61.5%).
46
Grafik 11.
Pemahaman Responden Terhadap Peraturan Perundang-undangan di Bidang Pasar Modal
Terkait dengan isi ketentuan yang ada dalam peraturan perundang-undangan di
bidang Pasar Modal, mayoritas perusahaan (responden) menyatakan bahwa peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal telah memberikan pengaturan yang jelas dan
kepastian hukum kepada perusahaan yang bermaksud/melakukan go public/IPO (79.5%).
Peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal juga telah memberikan cukup
kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan go public/IPO (69.2%). Hal ini juga
sejalan dengan tanggapan sebagian besar perusahaan/responden yang menyatakan bahwa
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal terkait ketentuan
go public/IPO telah cukup memberikan kondisi yang kondusif bagi perusahaan yang
bermaksud/melakukan go public/IPO (71.8%). Sedangkan yang menyatakan bahwa
47
terdapat ketentuan yang menjadi penghambat/kurang kondusif terkait ketentuan go
public/IPO (20.5%) yaitu dalam hal ketentuan tentang biaya-biaya penawaran umum
yang dianggap cukup besar misalnya jasa penjaminan, biaya jasa penyelenggaraan, biaya
jasa penjualan, biaya profesi jasa penunjang pasar modal dan biaya jasa konsultasi, tidak
ada kepastian dan transparansi, dan terlalu mahal (37.5%), ketentuan tentang prosedur
pernyataan pendaftaran yang dianggap cukup rumit dan pernyataan efektif belum memuat
kriteria baku dari bapepam (25%) serta ketentuan lainnya mengenai tidak ada jaminan
dari pemerintah terhadap perusahaan yang go public/IPO apabila terjadi pelanggaran dan
belum laba tapi prospektif (diprioritaskan) (12.5%) dan yang tidak menjawab (25%)
ketentuan yang dimaksud .
4.3. Peran Regulator dan Pihak Terkait Dalam Mendorong Perusahaan
Melakukan Go Public/IPO
Grafik 12.
Peran Bapepam-LK dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO
48
Berdasarkan tabulasi data hasil survey studi/penyebaran kuesioner seperti terlihat
pada grafik 12 diperoleh informasi bahwa peran Bapepam-LK telah cukup dan memadai
dalam mendorong perusahaan-perusahaan melakukan go public/IPO (79.5%). Sementara
perusahaan-perusahaan (responden) menyatakan bahwa peran Bapepam-LK dalam
mendorong perusahaan-perusahaan melakukan go public/IPO belum cukup dan kurang
memadai (15,4%) dan perusahaan-perusahaan (responden) yang tidak menjawab (5,1%).
Grafik 13.
Peran/Kebijakan yang diharapkan dari Bapepam-LK agar Perusahaan tertarik Melakukan Go Public/IPO
Pada grafik 13 diatas, dalam rangka meningkatkan peran Bapepam dan LK dalam
mendorong perusahaan melakukan go public/IPO maka perusahaan-perusahaan
(responden) yang mengungkapkan bahwa peran Bapepam-LK belum/kurang memadai
49
mengharapkan adanya presentasi dan kunjungan sosialisasi Bapepam dan LK ke tiap
perusahaan (50%), pembinaan dan konsultasi (16.67%) serta memberikan seminar khusus
bagi perusahaan yang berkeinginan untuk go public/IPO (16.67%). Sisanya (16.67%)
perusahaan-perusahaan (responden) tersebut tidak mengungkapkan lebih lanjut bentuk
peningkatan peran bapepam dan LK dalam mendorong perusahaan-perusahaan
melakukan go public/IPO.
Kemudian pada grafik 14 dibawah diperoleh informasi pula bahwa Bapepam-LK
perlu kiranya melakukan kerjasama dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan
dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO dimana perusahaan-perusahaan
(responden) menjawab perlu adanya kerjasama tersebut (87.2%) dan perusahaan
(responden) menyatakan tidak perlu (10,3%) sedangkan sisanya tidak memberikan
jawaban (2,6%).
Grafik 14.
Kerjasama Bapepam-LK dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Perusahaan dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/ IPO
50
Grafik 15.
Pihak-Pihak yang Perlu Dilibatkan dalam Kerjasama dengan Bapepam-LKuntuk Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/IPO
Pada grafik 15 diatas dari 39 responden diperoleh informasi bahwa pihak-pihak
yang perlu dilibatkan yaitu : SRO (BEI, KSEI, KPEI) (14.77%); KADIN (9.66%);
HIPMI (7.39%); Kementerian Perdagangan (7.39%); Kementerian Perindustrian (6.82%);
Kementerian Hukum dan HAM (5.68%); APPI (3.98%); Kementerian BUMN (15.34%);
Kementerian Koperasi dan UKM (5.68%); Asosiasi Perusahaan Efek (9.66%); Asosiasi
Emiten Indonesia (9.66%); INKINDO (0.57%); Media Massa (0.57%); ASGANJA
(0.57%); Lawyer (0.57%); Financial Advisor (0.57%); Jasa Penilai (0.57%); dan KAP
(0.57%).
51
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan (responden) mengungkapkan seperti yang
terdapat pada grafik 16 bahwa bentuk kerjasama yang diharapkan dengan
organisasi/asosiasi/perkumpulan pengusaha dalam mendorong perusahaan melakukan go
public/IPO adalah Tim asistensi bersama (34.85%); Kerjasama pelatihan (33.33%); Tim
studi bersama (19.70%); MoU (7.58%); Sosialisasi (3.03%); dan Koordinasi (1.52%).
Grafik 16.
Bentuk Kerjasama Bapepam-LK dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Pengusaha dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO
Sementara itu, bentuk kerjasama tersebut diatas, kiranya dapat dituangkan lebih
lanjut dalam bentuk workshop bersama (39.47%), pendidikan dan pelatihan (30.26%),
seminar bersama (26.32%), asistensi (2.63%), dan pembinaan secara langsung (1.32%).
52
Perusahaan-perusahaan (responden) juga menyatakan (grafik 17) bahwa perlu
kiranya ada sosialisasi atau kunjungan dalam rangka mendorong perusahaan go
public/IPO karena masih sedikit perusahaan yang telah dikunjungi (17.9%) sedangkan
banyak perusahaan yang menyatakan belum pernah ada sosialisasi atau kunjungan
(79.5%) dan tidak menjawab (2.6%).
Grafik 17.
Kunjungan atau Sosialisasi (Bapepam-LK, BEI atau Pihak Lain ) dalam Rangka Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/IPO
Khusus perusahaan-perusahaan (responden) yang telah memperoleh sosialisasi,
diperoleh informasi bahwa sosialisasi yang diterima diperoleh dalam bentuk
seminar/workshop (71.43%), kunjungan (14.29%), dan tidak menjawab (14.29%).
53
Grafik 18.
Bentuk dan Materi Sosialisasi Terkait Go Public/IPO dari Bapepam-LK Sudah Cukup Informatif/Memadai
Dalam hal bentuk dan materi sosialisasi dari Bapepam-LK seperti tampak pada
grafik 18 di atas, perusahaan-perusahaan (responden) menyatakan bahwa bentuk dan
materi sosialisasi yang diberikan oleh Bapepam-LK belum/kurang informatif dan
memadai (41%) sedangkan yang memandang bahwa bentuk dan materi sosialisasi sudah
informatif/memadai (12.8%) dan tidak menjawab (46.2%).
54
Grafik 19.
Bentuk dan Materi Sosialisasi yang Diharapkan Dilakukan Oleh Bapepam-LK
Sejalan dengan hal tersebut di atas, responden seperti pada grafik 19 di atas
menyatakan bahwa Bapepam-LK perlu melakukan seminar/workshop (35.90%), training
(35.90%), kunjungan (25.64%), dan pengiriman leaflet (2.56%). Berkaitan dengan hal
tersebut diatas, terkait sosialisasi, perlu kiranya Bapepam-LK
meningkatkan/menyempurnakan bentuk dan materi sosialisasi terkait go public/IPO agar
lebih informatif/memadai.
55
Grafik 20.
Peran BEI dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO
Pada grafik 20 diatas diperoleh informasi bahwa pihak terkait seperti BEI
dipandang telah cukup berperan dalam mendorong perusahaan dalam melakukan go
public/IPO (61.5%). Sementara yang memandang BEI belum berperan dalam mendorong
perusahaan melakukan go public/IPO sebanyak 25.6% dan yang tidak menjawab
sebanyak 12,8%.
56
Grafik 21.
Peran/Kebijakan yang Diharapkan dari BEI agar Perusahaan Melakukan Go Public/IPO
Pada grafik 21 diatas diperoleh informasi bahwa responden yang memandang BEI
belum cukup berperan dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO perlu
kiranya BEI melakukan sosialisasi, kunjungan langsung dan pelatihan (30%), asistensi
dan konsultasi (30%), sosialisasi (10%), membuka pusat informasi di daerah serta
seminar, training dan workshop (10%), pendidikan/pelatihan, seminar dan workshop
(10%), dan tidak menjawab (10%).
57
Selanjutnya, responden mengungkapkan seperti tampak pada grafik 22 dibawah
ini bahwa BEI selaku SRO dan Pihak terkait dalam mendorong perusahaan melakukan
go public/IPO perlu meningkatkan perannya dalam mendorong perusahaan melakukan
go public/IPO dengan melakukan kerjasama dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan
perusahaan (82.1%). Sementara yang menyatakan tidak perlu ada kerjasama (12.8%) dan
tidak menjawab (5.1%).
Grafik 22.
Kerjasama BEI dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Perusahaan dalam Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/ IPO
58
Grafik 23.
Pihak-Pihak yang Perlu Dilibatkan dalam Kerjasama dengan BEI untuk Mendorong Perusahaan Melakukan Go Public/IPO
Pada grafik 23 di atas terlihat bahwa kerja sama yang diharapkan adalah BEI
perlu melakukan kerjasama dengan semua pihak seperti dengan : Kementerian BUMN
(16%), KADIN (16%), HIPMI (12%), Asosiasi Industri Sektoral (6%), KSEI dan KPEI
(6%), Asosiasi Perusahaan Efek (4%), Asosiasi Perusahaan (4%), Sedangkan pihak-pihak
lain yang mendapatkan masing-masing 1 responden adalah sebagai berikut : APINDO
(2%), HIPPI (2%), Asosiasi Perusahaan Milik Pemerintah/Daerah (2%), INKINDO (2%),
GAPENSI (2%), GAPEKNAS (2%), Perusahaan Jasa Penunjang Pasar Modal (2%),
Bapepam-LK (2%), Media Massa (2%), APPI (2%), Asosiasi Emiten Indonesia (2%),
Organisasi Pelaku Pasar Modal (2%), Asosiasi Pengusaha (2%), Forum Executive (2%),
BUMN (2%), Masyarakat (2%), Underwriter (2%), dan Lembaga Pendidikan (2%).
59
Adapun bentuk kerjasama yang diharapkan antara BEI dengan
organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan dalam mendorong perusahaan melakukan
go public/IPO seperti pada grafik 24 dibawah adalah workshop bersama (36.11%),
pendidikan dan pelatihan (33.33%), seminar bersama (29.17%), dan sosialisasi (1.39%).
Grafik 24.
Bentuk Kerjasama yang Diharapkan antara BEI dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Pengusaha dalam Mendorong Perusahaan
Go Public/IPO
60
Grafik 25.
Isi Kerjasama BEI dengan Organisasi/Asosiasi/Perkumpulan Pengusaha dalam Mendorong Perusahaan Go Public/IPO
Pada grafik 25 diatas terlihat bahwa responden mengharapkan bentuk kerjasama
antara BEI dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan tersebut dituangkan lebih
lanjut dalam bentuk tim asistensi bersama khusus (39.34%), tim studi bersama (26.23%),
MoU (16.39%), pembentukan unit kerja (9.84%), pertemuan berkala (3.28%),
training/workshop/seminar (3.28%), dan tim task force (1.64%).
61
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis pada bab terdahulu maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Cukup besar minat perusahaan yang tertarik / berminat dalam melakukan go
public/IPO (61.5%).
2. Perusahaan yang mengungkapkan bahwa peran Bapepam-LK belum/kurang memadai
mengharapkan adanya presentasi dan kunjungan sosialisasi Bapepam dan LK ke tiap
perusahaan (50%),.
3. Bapepam-LK perlu melakukan kerjasama dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan
perusahaan dalam mendorong perusahaan melakukan go public/IPO (87.2%).
4. Pihak-pihak yang perlu dilibatkan yaitu : SRO (BEI, KSEI, KPEI) (14.77%), KADIN
(9.66%), HIPMI (7.39%), Kementerian Perdagangan (7.39%), Kementerian
Perindustrian (6.82%), Kementerian Hukum dan HAM (5.68%), Kementerian
BUMN (15.34%), Kementerian Koperasi dan UKM (5.68%), Asosiasi Perusahaan
Efek (9.66%), Asosiasi Emiten Indonesia (9.66%), dll
5. Bentuk kerjasama yang diharapkan dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan
pengusaha adalah Tim asistensi bersama (34.85%); Kerjasama pelatihan (33.33%);
Tim studi bersama (19.70%); MoU (7.58%); Sosialisasi (3.03%); dan Koordinasi
(1.52%).
6. Masih banyak perusahaan yang menyatakan belum pernah ada sosialisasi atau
kunjungan (79.5%).
62
7. Bentuk dan materi sosialisasi yang diberikan oleh Bapepam-LK belum/kurang
informatif dan memadai (41%).
8. Perusahaan yang memandang BEI belum cukup berperan perlu kiranya BEI
melakukan sosialisasi, kunjungan langsung dan pelatihan (30%).
9. BEI selaku SRO dan Pihak terkait dalam mendorong perusahaan melakukan go
public/IPO perlu meningkatkan perannya dalam mendorong perusahaan melakukan
go public/IPO dengan melakukan kerjasama dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan
perusahaan (82.1%).
10. Adapun kerja sama yang diharapkan adalah BEI perlu melakukan kerjasama dengan
semua pihak seperti dengan : Kementerian BUMN (16%), KADIN (16%), HIPMI
(12%), Asosiasi Industri Sektoral (6%), KSEI dan KPEI (6%), Asosiasi Perusahaan
Efek (4%), dll.
11. Adapun bentuk kerjasama yang diharapkan antara BEI dengan
organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan dalam mendorong perusahaan
melakukan go public/IPO adalah workshop bersama (36.11%), pendidikan dan
pelatihan (33.33%) dan seminar bersama (29.17%).
12. Perusahaan-perusahaan(responden) mengharapkan bentuk kerjasama antara BEI
dengan organisasi/asosiasi/perkumpulan perusahaan tersebut dituangkan lebih lanjut
dalam bentuk tim asistensi bersama khusus (39.34%), tim studi bersama (26.23%),
MoU (16.39%), pembentukan unit kerja (9.84%), pertemuan berkala (3.28%),
training/workshop/seminar (3.28%), dan tim task force (1.64%).
63
5.2. Rekomendasi
1. Bapepam-LK dan pihak terkait Seperti BEI perlu melakukan sosialisasi dengan
materi yang lebih informatif melalui kerjasama dengan pihak lain dalam mendorong
perusahaan melakukan go public/IPO seperti Kementerian BUMN, SRO, KADIN,
HIPMI, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Koperasi dan UKM, Asosiasi Perusahaan Efek dan Asosiasi Emiten Indonesia.
2. Adapun bentuk kerjasama dengan pihak lain dapat dalam bentuk Tim asistensi
bersama, kerjasama pelatihan, tim studi bersama, atau MoU.