PH Drosophila Melanogaster

4
Menurut data gabungan dari kelompok-kelompok di laboraturium biologi 4, Drosophila melanogaster paling menyukai buah pisang sebagai tempat biakannya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah Drosophila melanogaster paling banyak terdapat pada buah pisang. Jenis buah terhadap perkembangan Drosophila melanogaster pengaruhnya cukup besar. Dari hasil pengamatan yang diperoleh, buah melon kurang cocok karena jumlah pada biakannya tidak banyak dan mengandung banyak air, hal ini bisa mengakibatkan Drosophila melanogaster terpeleset dan jatuh kedalam genangan air dari buah tersebut dan tidak bisa terbang kembali hingga akhirnya mati. Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna, yang berarti siklus hidupnya terdiri dari fase telur, larva, pupa, dan imago atau Drosophila melanogaster dewasa. Tahapan larva masih dibagi lagi menjadi larvar instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3 (Shorrocks 1972). Siklus hidup Drosophila melanogaster dimulai dari tahap telur. Pada suhu 25 o C telur akan menetas setelah kurang lebih 24 jam sejak peletakkan telur. Telur Drosophila melanogaster berbentuk lonjong dengan panjang ±0,5 mm, pada salah satu ujung telur terdapat sepasang filamen yang berfungsi untuk mencegah telur tenggelam dalam media dan untuk membantu pernapasan (Shorrocks 1972). Setelah menetas larva akan mengalami 3 tahapan yaitu, larva instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3. Larva instar 1 muncul setelah telur menetas, selanjutnya larva instar 1 akan berubah menjadi larva instar 2 sehari kemudian, dan setelah 2 hari larva instar 2 berkembang menjadi larva instar 3. Larva akan terus makan hingga ukurannya

description

drosophila

Transcript of PH Drosophila Melanogaster

Page 1: PH Drosophila Melanogaster

Menurut data gabungan dari kelompok-kelompok di laboraturium biologi 4,

Drosophila melanogaster paling menyukai buah pisang sebagai tempat biakannya. Hal ini

dapat dilihat dari jumlah Drosophila melanogaster paling banyak terdapat pada buah pisang.

Jenis buah terhadap perkembangan Drosophila melanogaster pengaruhnya cukup besar. Dari

hasil pengamatan yang diperoleh, buah melon kurang cocok karena jumlah pada biakannya

tidak banyak dan mengandung banyak air, hal ini bisa mengakibatkan Drosophila

melanogaster terpeleset dan jatuh kedalam genangan air dari buah tersebut dan tidak bisa

terbang kembali hingga akhirnya mati.

Drosophila melanogaster mengalami metamorfosis sempurna, yang berarti siklus

hidupnya terdiri dari fase telur, larva, pupa, dan imago atau Drosophila melanogaster

dewasa. Tahapan larva masih dibagi lagi menjadi larvar instar 1, larva instar 2, dan larva

instar 3 (Shorrocks 1972). Siklus hidup Drosophila melanogaster dimulai dari tahap telur.

Pada suhu 25o C telur akan menetas setelah kurang lebih 24 jam sejak peletakkan telur. Telur

Drosophila melanogaster berbentuk lonjong dengan panjang ±0,5 mm, pada salah satu ujung

telur terdapat sepasang filamen yang berfungsi untuk mencegah telur tenggelam dalam media

dan untuk membantu pernapasan (Shorrocks 1972). Setelah menetas larva akan mengalami 3

tahapan yaitu, larva instar 1, larva instar 2, dan larva instar 3.

Larva instar 1 muncul setelah telur menetas, selanjutnya larva instar 1 akan berubah

menjadi larva instar 2 sehari kemudian, dan setelah 2 hari larva instar 2 berkembang menjadi

larva instar 3. Larva akan terus makan hingga ukurannya membesar. Kecepatan makan dan

geraknya akan bertambah seiring dengan perkembangan larva. Selama makan, larva akan

membuat saluran-saluran pada medium. Aktivitas membuat saluran pada medium dapat

dijadikan indikator apakah larva tumbuh dan berkembang dengan baik (Pai 1985). Larva

makan dengan mulut yang terdapat pada bagian ventral segmen kepala dan bernapas

menggunakan spirakel anterior. Pada tahap akhir larva, larva instar 3 akan mencapai panjang

4,5 mm. Tubuh larva terdiri dari 12 segmen: 1 segmen kepala, 3 segmen thorax, dan 8

segmen abdomen. Karena tubuhnya yang transparan beberapa organ dalam larva dapat

dilihat. Lemak tubuh larva, usus yang terpilin, gonad (organ seks) dan tabung Malpighian

kuning merupakan organ-organ yang dapat dilihat. Gonad pada Drosophila melanogaster

jantan lebih besar dari pada gonad pada Drosophila melanogaster betina, sehingga kelamin

larva Drosophila melanogaster dapat dikenali (Connoly et al. 1969).

Sebelum menjadi pupa, larva instar 3 akan meninggalkan medium dan merayap pada

bagian yang kering, biasanya pada dinding botol. Larva kemudian akan membentuk tanduk

pupal (pupal horns), pergerakannya berkurang, dan mulai berdiam menyerupai penampilan

Page 2: PH Drosophila Melanogaster

pupa. Kulit terakhir larva, yang juga akan menjadi kulit pupa, akan mengeras dan menggelap.

Setelah ±3,5 jam pupa akan sepenuhnya terpigmentasi (Shorrocks 1972). Drosophila

melanogaster dewasa atau imago muncul dari puparium melalui operkulum. Operkulum

terletak pada bagian dorsal permukaan cangkang pupa. Ketika imago mendorong operkulum,

lapisan operkulum pecah. Tubuh imago muda berukuran lebih kecil berwarna lebih terang

dan memiliki sayap yang belum terentang. Dalam beberapa jam, tubuh imago akan

menggelap dan membulat dan sayapnya akan merentang (Shorrocks 1972). Waktu yang

dibutuhkan Drosophila melanogaster untuk melengkapi siklus hidupnya sangat dipengaruhi

oleh suhu. Waktu yang dibutuhkan Drosophila melanogaster untuk melengkapi siklus

hidupnya pada suhu 20o C dan 250 C (Boesiger 1975).

Berdasarkan data hasil pengamatan ulangan pertama terhadap siklus hidup

Drosophila melanogaster perubahan dari telur menjadi larva adalah 18 jam. Lalu setelah itu

larva berubah menjadi pupa yang menghabiskan waktu sekitar 84 jam. Setelah menjadi pupa,

tahap selanjutnya adalah imago. Penetasan imago pertama dari bentuk pupa membutuhkan

waktu 41 jam. Suhu saat pengamatan siklus hidup ini sama dengan suhu kamar sekitar 250C.

Sedangkan pada ulangan kedua siklus hidup Drosophila melanogaster perubahan dari telur

menjadi larva memakan waktu lebih lama yaitu sekitar 25 jam. Lalu setelah itu larva berubah

menjadi pupa yang menghabiskan waktu hanya 34 jam saja. Penetasan imago pertama dari

bentuk pupa membutuhkan waktu lebih sedikit yaitu 38 jam. Perbedaan ini dapat terjadi

akibat pengaruh lingkungan misalnya suhu saat pengamatan siklus hidup tersebut. Suhu yang

lebih tinggi membuat siklus hidup menjadi lebih cepat namun kadang terjadi perkembangan

yang tidak sempurna.

Habitat Drosophila melanogaster hanya dibatasi oleh temperatur dan

ketersediaan air. Drosophila melanogaster dewasa tidak dapat bertahan di tempat dengan

suhu yang sangat rendah. Suhu yang terlalu rendah dapat mengganggu siklus hidup spesies

ini. Selain itu, pada daerah bersuhu rendah makanan sulit diperoleh walaupun sering

ditemukan pada buah-buahan busuk, makanan Drosophila melanogaster, baik lalat dewasa

maupun larva, bukan glukosa yang dikonsumsi pada buah-buahan tersebut melainkan

mengonsumsi mikroorganisme yang tumbuh pada buah yang membusuk, terutama ragi

(Yatim 2003).

Sex rasio yang diperoleh dari generasi kedua (F1) pada ulangan pertama diperoleh

Drosophila melanogaster betina saja dengan jumlah 8 ekor. Sedangkan sex rasio pada

ulangan kedua hanya 3 ekor dengan perbandingan jantan : betina yaitu 1 : 2. Sex rasio

generasi pertama atau tetua pada ulangan pertama ada 14 ekor, jantan berjumlah 5 ekor, dan

Page 3: PH Drosophila Melanogaster

betina berjumlah 9 ekor. Pada ulangan kedua tetua berjumlah 9 ekor dengan sex ratio jantan :

betina, 4 : 5.

Daftar Pustaka

Boesiger E. 1975. The role of sexual selection in the maintenanceof genetical heterogeneity of Drosophila populations and its genetic basis. In J. H. F. Abeelen (Ed.), The genetics of behaviors (hal 167-184). New York: North-Holland.

Borror DJ, Triplehorn CA, dan Johnson NF. 1993. Pengenalan Pelajaran Serangga. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Connolly K, Burnet B, & Sewell D. 1969. Selective mating and eye pigmentation: An analysis of the visual component in thecourtship behavior of Drosophila melanogaster. Evolution 23, (548-559).

Pai AC. 1985. Dasar-dasar Genetika.Edisi kedua. Terjemahan oleh Muchidin Apandi. Yogyakarta: UGM-Press.

Shorrocks. 1972. Genetika Dasar. Bandung: ITB PressSuryo. 1984 .Genetika. Yogyakarta: UGM Press Yatim W .2003 .Genetika. Bandung : Tarsito