Peubahan Perilaku n Sikap Pasien Stroke

26
BAB I PENDAHULUAN Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga dan penyebab kecacatan pada orang dewasa.Insiden dan prevalensi stroke yang tinggi memiliki dampak yang besar pada masyarakat. Setelah awal masa rawat inap dan rehabilitasi stroke, 80% dari penderita stroke bertahan hidup kembali ke komunitas, bergantung pada emosi anggota keluarga, informasi dan bantuan peralatan untuk hidup sehari-hari. Pengasuh pasien stroke harus berhadapan bukan hanya dengan kesulitan dalam pergerakan, merawat diri dan komunikasi, tetapi juga gangguan kognitif, depresi dan perubahan kepribadian. Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani segera, tepat dan cermat. Perubahan kepribadian merupakan salah satu dari keluhan yang sering disampaikan oleh pengasuh setelah sahabat atau keluarga menderita stroke. Secara keseluruhan masalah klinis perubahan kepribadian pasca stroke sebenarnya telah diterima tanpa adanya perhatian, walaupun berbagai bagian perubahan kepribadian seperti gangguan emosional, gangguan kognitif dan perubahan perilaku pada “trauma otak” telah dipelajari secara tersendiri. Beberapa studi telah melaporkan tentang perubahan kepribadian dari laporan cross sectional tanpa adanya penilaian kepribadian sebelum stroke. Pasien stroke yang mengalami defisit berat sering menjadi tergantung pada pengasuh untuk aktifitas sehari-hari, fisik dan dukungan emosional. Anggota keluarga harus menyesuaikan dengan gangguan fisik dan sering dengan ciri kepribadian yang baru. Jika pasien bergantung pada anggota keluarga untuk perawatan, pada pengasuh dapat berkembang perasaan terperangkap, terisolasi, marah, dan depresi. Harus diingat bahwa pengasuh sering berusia tua dan memiliki penyakit dan memiliki masalah fisik dan emosional. Pasien dengan stroke sering menjadi mudah terangsang, impulsif dan marah atau agresif terhadap orang lain. Kim et al tahun 2002 meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan inability to control anger or aggression (ICAA) pasca stroke dan melaporkan bahwa ICAA berhubungan erat dengan disfungsi 1 | Page

description

perubahan perilaku paa pasien stroke

Transcript of Peubahan Perilaku n Sikap Pasien Stroke

BAB IPENDAHULUAN

Stroke merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga dan penyebab kecacatan pada orang dewasa.Insiden dan prevalensi stroke yang tinggi memiliki dampak yang besar pada masyarakat. Setelah awal masa rawat inap dan rehabilitasi stroke, 80% dari penderita stroke bertahan hidup kembali ke komunitas, bergantung pada emosi anggota keluarga, informasi dan bantuan peralatan untuk hidup sehari-hari. Pengasuh pasien stroke harus berhadapan bukan hanya dengan kesulitan dalam pergerakan, merawat diri dan komunikasi, tetapi juga gangguan kognitif, depresi dan perubahan kepribadian. Di Indonesia menurut survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan yang utama yang harus ditangani segera, tepat dan cermat. Perubahan kepribadian merupakan salah satu dari keluhan yang sering disampaikan oleh pengasuh setelah sahabat atau keluarga menderita stroke. Secara keseluruhan masalah klinis perubahan kepribadian pasca stroke sebenarnya telah diterima tanpa adanya perhatian, walaupun berbagai bagian perubahan kepribadian seperti gangguan emosional, gangguan kognitif dan perubahan perilaku pada trauma otak telah dipelajari secara tersendiri. Beberapa studi telah melaporkan tentang perubahan kepribadian dari laporan cross sectional tanpa adanya penilaian kepribadian sebelum stroke.Pasien stroke yang mengalami defisit berat sering menjadi tergantung pada pengasuh untuk aktifitas sehari-hari, fisik dan dukungan emosional. Anggota keluarga harus menyesuaikan dengan gangguan fisik dan sering dengan ciri kepribadian yang baru. Jika pasien bergantung pada anggota keluarga untuk perawatan, pada pengasuh dapat berkembang perasaan terperangkap, terisolasi, marah, dan depresi. Harus diingat bahwa pengasuh sering berusia tua dan memiliki penyakit dan memiliki masalah fisik dan emosional.Pasien dengan stroke sering menjadi mudah terangsang, impulsif dan marah atau agresif terhadap orang lain. Kim et al tahun 2002 meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan inability to control anger or aggression (ICAA) pasca stroke dan melaporkan bahwa ICAA berhubungan erat dengan disfungsi motorik, disartria, keadaan emosi, dan lesi yang mengenai area frontal-lenticulocapsular-pontin.1

BAB II

ISI

2.1 Definisi Menurut WHO (World Health Organization) stroke didefinisikan suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Stroketermasuk penyakitserebrovaskuler(pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak(infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. WHO mendefinisikan bahwastrokeadalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu.

Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu:stroke iskemikmaupunstroke hemorragik.Stroke iskemikyaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80% stroke adalah stroke Iskemik. Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.Stroke hemoragikadalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:1. Hemoragik Intraserebral: pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak.2. Hemoragik Subaraknoid: pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).22.2 Epidemiologi Stroke merupakan penyebab utama kematian ketiga yang paling sering setelah penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat. Angka kematiannya mencapai 160.000 per tahun dan biaya langsung sebesar 27 milyar dolar US setahun. Insiden bervariasi 1,5 4 per 1000 populasi.9,10 Selain penyebab utama kematian juga merupakan penyebab utama kecacatan.

2.3 Klasifikasi Stroke Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke. Semuanya berdasarkan atas gambaran klinik, patologi anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-beda ini perlu, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa.Klasifikasi modifikasi Marshall : Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :1. Stroke Iskemika. Transient Ischemic Attack (TIA)b. Trombosis serebric. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragika. Perdarahan intraserebralb. Perdarahan subaraknoidBerdasarkan stadium/pertimbangan waktu : Transient Ischemic Attack (TIA) Stroke-in-evolution Completed strokeBerdasarkan sistem pembuluh darah : Sistem karotis Sistem vertebro-basiler

Faktor RisikoFaktor risiko stroke yang tak dapat dimodifikasi : Usia Jenis kelamin Ras atau etnis Riwayat keluargaFaktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi : Hipertensi Merokok Diabetes Hiperlipidemia Obesitas Penyakit jantung Pola diet buruk Alkohol

2.4 Perubahan fisiologik pada aliran darah otakPada fase akut, perubahan terjadi pada aliran darah otak, dimana pada daerah yang terkena iskemia, aliran darah menurun secara signifikan. Secara mikroskopik daerah yang iskemik (penumbra) yang pucat ini akan dikelilingi oleh daerah yang hiperemis dibagian luar. Daerah ini disebut luxury perfusion, karena melebihi kebutuhan metabolik, sebagai akibat mekanisme sistim kolateral yang mencoba mengatasi keadaan iskemia. Di daerah sentral dan fokus iskemik ini terdapat inti yang terdiri atas jaringan nekrotik atau jaringan dengan tingkat iskemia yang terberat. Konsep penumbra iskemia merupakan sandaran dasar pada pengobatan stroke, karena merupakan manifestasi terdapatnya struktur seluler neuron yang masih hidup dan mungkin masih reversible apabila dilakukan pengobatan yang cepat dan reperfusi harus tepat. Komponen waktu ini disebut sebagai therapeutic window yaitu jendela waktu reversibilitas sel-sel neuron penumbra, dengan melakukan tindakan resusitasi sehingga neuron ini dapat diselamatkan.Perubahan lain yang terjadi adalah kegagalan autoregulasi pada daerah iskemia sebagai respon arteriole terhadap perubahan tekanan darah dan oksigen / karbondioksida. Mekanisme patologi lain yang terjadi pada aliran darah otak adalah berkurangnya aliran darah seluruh hemisfer di sisi yang sama dan juga di sisi hemisfer yang berlawanan dalam tingkat yang lebih ringan (diaschisis), juga pada sisi kontrolateral hemisfer serebelar (remote area). Proses diaschisis berlangsung beberapa waktu (hari sampai minggu) tergantung luasnya infark.1

2.5 Berbagai macam akibat post strokeDEPRESI POST STROKE

Patogenesis DepresiFaktor BiologisTerdapat dua hal penting terjadinya depresi yaitu disregulasi biogenik-amin dan disregulasi neuroendokrin4. Abnormalitas metabolit biogenik-amin yang sering dijumpai pada depresi yaitu 5-hydroxy indoleacetic acid (5-HIAA), homovanillic acid (HVA), 3-methoxy 4-hydroxyphenylglycol (MHPG). Sebagian besar penelitian melaporkan bahwa penderita gangguan depresi menunjukkan berbagai macam abnormalitas metabolik biogenik-amin pada darah, urin dan cairan serebrospinalis. Keadaan tersebut mendukung hipotesis gangguan depresi berhubungan dengan disregulasi biogenik-amin. Dari biogenik-amin, serotonin dan norepinefrin merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi depresi. Serotonin merupakan neurotransmiter biogenik-amin yang paling sering dihubungkan dan dapat mencetuskan depresi. Penelitian biologi pada orang-orang yang mencoba bunuh diri dan yang sudah bunuh diri, didapatkan konsentrasi serotonin dan metabolitnya yaitu 5-hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) yang rendah dalam cairan serebrospinalis. Pada otak penderita depresi yang sudah bunuh diri didapatkan peningkatan jumlah reseptor serotonin post sinaptik 5-hydroxytryptamine type 2 (5-HT2) pada korteks prefrontal.24 Selain norepinefrin dan serotonin, dopamin juga diperkirakan memiliki peranan dalam depresi. Penemuan baru subtipe reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian tentang regulasi presinaptik dan postsinaptik fungsi dopamin telah semakin memperkaya penelitian tentang hubungan antara dopamin dan gangguan mood. Faktor neurokimiawi lain seperti neurotransmiter asam amino khususnya gamma aminobutyric acid (GABA) dan peptida neuroaktif (khususnya vasopresin dan opiat endogen) juga terlibat pada patofisiologi gangguan mood.Hipotalamus merupakan pusat pengatur aksis neuroendokrin. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara aksis HPA (aksis hipotalamus-pituitari-adrenal) dengan depresi. Norepinefrin mempunyai efek inhibisi terhadap aktivitas aksis HPA, walaupun beberapa peneliti melaporkan adanya hubungan positip yang bermakna antara kortisol dan kadar metabolit norepinefrin.Faktor PsikososialPeristiwa kehidupan yang menyebabkan stres dapat bersifat akut atau kronik. Tidak ada ciri-ciri kepribadian khas yang diduga mendasari terjadinya depresi. Semua individu dapat menderita depresi bila berhadapan dengan kondisi yang memang bisa menimbulkan atau mencetuskan depresi. Berdasarkan teori psikoanalitik dan psikodinamik oleh Sigmund Freud, dinyatakan bahwa kehilangan obyek yang dicintai dapat mencetuskan depresi. Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness) didalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip.Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres lebih sering mendahului episode pertama depresi daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresi berat dengan suatu teori bahwa stres episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Akibat dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode depresi selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor eksternal.1,3

Mekanisme Terjadinya Depresi Post Stroke Sesaat setelah terjadi sumbatan pembuluh darah otak akan terjadi berbagai proses yang sangat kompeks diantaranya proses kimiawi dan hormonal sebagai respon keadaan iskemia. Selain mempengaruhi sitokin dan mediator pro-inflamasi, kondisi iskemia akan mempengaruhi aksis hipotalamik-pituitari-adrenal, aksis simpatoadrenal dan aksis tiroid yang saling berinteraksi untuk mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Proses kimiawi yang terjadi berupa abnormalitas berbagai neurotransmiter secara luas pada berbagai tingkat yang selanjutnya akan menimbulkan terganggunya fungsi signal neuronal. Selain sistem noradrenergik dan kolinergik juga akan terjadi abnormalitas pada beberapa substansi terutama katekolamin dan vasoactive intestinal polypeptide (VIP). Penyebab pasti depresi post stroke belum diketahui. Ada dugaan disebabkan disfungsi biogenik-amin. Badan sel serotoninergik dan noradrenergik terletak di batang otak dan akan mengirimkan proyeksinya ke korteks frontal. Lesi yang mengganggu korteks frontalis atau ganglia basalis dapat merusak serabut-serabut ini. Ada dugaan depresi disebabkan deplesi berat akibat lesi frontal dan ganglia basal. Dari penelitian pada binatang yang mengkaji penurunan kadar norepinefrin dan serotonin sesudah stroke, didapatkan bahwa penurunan kadar monoamine jaringan paling mencolok adalah pada hemisfer ipsilateral, sementara pada hemisfer yang sehat juga terjadi, tetapi lebih rendah penurunannya.3Hubungan Depresi dengan Aksis Hipotalamik-Pituitari-AdrenalHipotalamus merupakan bagian dari konsep sistem emosi, yang mempunyai peran dalam ekspresi emosi. Hipotalamus merupakan organ fungsional, memiliki tugas dalam integrasi informasi dalam tubuh manusia yaitu yang berupa sistem informasi neuronal (neuromediator) dan sistem informasi humoral (hormon). Hipotalamus terletak di diensefalon tepat diatas kelenjar hipofise, menghasilkan menghasilkan hormon polipeptida yaitu corticotropin releasing hormone (CRH). CRH dilepaskan ke dalam sistem portal hipofise, dibawa ke hipofise anterior. Di hipofise anterior, CRH merangsang kortikotrop untuk mensintesa adenocorticotropic hormone (ACTH). Melalui rangsang ACTH, glukokortikoid dikeluarkan oleh korteks adrenal. Melalui sistem umpan balik, glukokortikoid menghambat pelepasan CRH dari hipotalamus dan ACTH dari hipofise anterior. Selain di hipotalamus neuron CRH juga terdapat di hipokampus, batang otak, korpus striatum, korteks serebri, medula spinalis dan ganglia simpatis. Distribusi yang luas ini, bila terjadi gangguan, menyebabkan terjadinya perubahan perilaku yang bermacam-macam. Pada penderita depresi terjadi peningkatan kadar CRH. Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang fundamental pada penderita depresi. Terjadinya hipersekresi CRH diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limbik dan karena adanya gangguan pada sistem biogenik-amin yang mengatur CRH. Beberapa neurotransmiter seperti epinefrin dan norepinefrin merangsang pelepasan CRH. Serotonin merupakan mediator yang bersifat eksitatorik dalam pelepasan glukokortikoid. Glukokortikoid menunjukkan pengaruh luas terhadap metabolisme dan sistem imun. Selain CRH stimulasi ACTH juga diperankan oleh serotonin, epinefrin dan norepinefrin.Pengaruh aksis HPA terhadap sistem imunologi, dengan jalan glukokortikoid yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal karena rangsangan kelenjar hipofisa anterior pada keadaan stres akan menekan sistem imun. Penekanan sistem imun ini dengan jalan menurunkan jumlah lekosit, monosit, eosinofil dalam sirkulasi, menekan CMI (Cell Mediated Immunity) melalui penurunan produksi sitokin pro inflamasi seperti TNF- (Tumor Necrosis Factor-alpha), IL-1 (Interleukin-1), IL-2 (Interleukin-2) dan IL-6 (Interleukin-6) serta mediator inflamasi lainnya. Glukokortikoid juga akan menekan fosfolipase A-2, siklooksigenase-2. Keadaan ini akan menurunkan produksi prostanoid, PAF (Platelet Activating Factor) dan bersama nitrit oksid yang merupakan komponen penting dalam respon inflamasi. Akibat adanya rangsangan, kemampuan tubuh manusia dalam menjaga keseimbangan homeostasis akan sangat diperlukan. Glukokortikoid yang meningkat saat stres bersifat imunosupresif dan akan merangsang pelepasan katekolamin dan neuromodulator lainnya yang mempunyai pengaruh luas dalam tubuh. Pada otot rangka akan mempengaruhi masa otot melalui gangguan pembentukan protein. Penelitian membuktikan adanya pengaruh buruk depresi terhadap gangguan pembuluh darah yang akan tampak adanya gambaran hiperintens substansia alba pada pemeriksaan MRI (Magnetic Resonace Imaging).4

Prevalensi Depresi Post Stroke : Gangguan perasaan hati dengan ciri depresi biasa ditemukan tapi seringkali tidak mudah dikenali pada penderita stroke. Dari seluruh penderita yang mengalami depresi 20% diantaranya mengalami depresi berat. Sebagian besar sekitar 40 % penderita akan mengalami depresi dalam 1-2 bulan pertama setelah stroke dan sekitar 10 20% penderita baru mengalami depresi beberapa waktu kemudian antara 2 bulan sampai 2 tahun setelah stroke.Gambaran Klinis : Manifestasi klinis depresi post stroke dapat berupa depresi ringan sampai berat. Gejala utama adalah gangguan afek (mood) yang disertai kriteria B dari episode depresi atau episode manik. Kriteria B dari episode depresi adalah:1. Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yang ditunjukkan oleh laporan subyektif dan pengamatan yang dilakukan oleh orang lain (misal tampak sedih).2. Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua atau hamper semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh keterangan atau pengamatan yang dilakukan orang lain).3. Kurang napsu makan atau penurunan berat badan yang cukup berarti (apabila tidak sedang diet) atau penambahan napsu makan atau kenaikan berat badan yang cukup berarti.4. Insomnia atau hipersomnia. 5. Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir setiap hari.6. Rasa letih, hilang semangat.7. Perasaan tidak berguna, menyalahkan diri sendiri atau perasaan bersalah berlebihan atau tidak tepat.8. Keluhan atau tandatanda berkurangnya kemampuan berfikir atau konsentrasi seperti perlambatan proses pikir atau tidak mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan pelonggaran asosiasi yang jelas atau inkoherensi.9. Pikiran berulang tentang kematian, gagasan bunuh diri, keinginan mati atau usaha bunuh diri.Diagnosis ditegakkan dalam 5 aksis dengan diagnosis sindrom afektif organik depresi pada aksis I dan diagnosis stroke pada aksis III. Termasuk aksis II yaitu ciri kepribadian pramorbid dan aksis IV, V masing-masing adalah stressor psikososial dan fungsi penyesuaian diri. Sindrom depresi pada pasien stroke ditegakkan dengan kriteria diagnostik seperti tercantum pada DSM IV ( Diagnostic and Stastistical Manual of Mental Disorders) untuk sindrom afektif organik yaitu :1. Gejala utama adalah gangguan afek (mood) yang disertai paling sedikit dua dari gejala penyerta yang disebutkan dalam kriteria B dari episode manik atau episode depresi2. Tidak terdapat tandatanda delirium, demensia, sindrom waham organik atau halusinosis organik3. Terdapat faktor organik spesifik yang dinilai mempunyai huhungan etiologi dengan gangguan itu yang terbukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau laboratorium.4,5Faktor faktor yang Mempengaruhi Depresi Post StrokeBanyak hal yang dianggap bisa menjadi faktor risiko timbulnya depresi setelah seseorang mengalami stroke seperti usia, jenis kelamin, status marital, tempat tinggal dan seterusnya, yang akan diuraikan dibawah ini. Usia : Makin muda usia penderita, kecenderungan mengalami depresi lebih besar, meskipun sebenarnya mereka yang berusia lanjut mungkin lebih besar risikonya mengalami depresi. Depresi terjadi sebagai dampak dari gangguan fungsional, institusionalisasi dan tidak adanya dukungan sosial. Penelitian Burvill dkk didapatkan, bahwa setelah stroke, pada penderita pria persentase yang mengalami depresi diantara mereka yang berusia dibawah 60 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan berusia diatas 60 tahun (48% : 20%), sementara pada wanita sebaliknya (23% : 31%). Jenis Kelamin : Berdasarkan jenis kelamin, pada beberapa penelitian, didapatkan bahwa depresi post stroke, sedikit lebih banyak diantara penderita wanita dibandingkan penderita pria.4,35 Pada penelitian Paradiso dan Robinson 1998, didapatkan bahwa depresi berat post stroke terjadi dua kali lebih banyak panderita wanita dibandingkan penderita pria.7 Pada penderita wanita beratnya depresi berkaitan dengan lesi di hemisfer kiri, gangguan fungsi kognitif dan riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya, sementara pada penderita pria beratnya depresi berkaitan dengan gangguan kemampuan melakukan kehidupan sehari-hari dan gangguan fungsi sosial. Status Marital : Pada penelitian Burvill dkk, didapatkan bahwa persentase depresi post stroke yang tertinggi adalah diantara penderita yang bercerai (40%), lalu yang hidup berpisah (33%), yang menduda - menjanda karena kematian pasangan hidup (28%), sedangkan diantara mereka yang bujangan atau yang masih terikat pernikahan, persentasenya lebih rendah masing-masing 21% dan 20%. Afasia : Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa yang didapat dimana penderita sebelumnya normal. Afasia merupakan salah satu akibat stroke yang sering terjadi, dialami oleh sekitar sepertiga penderita pada fase akut. Meskipun secara klinis jelas bahwa gangguan kemampuan berkomunikasi sangat berperan terhadap berat dan berkepanjangannya gangguan depresi, evaluasi psikiatrik terhadap dampak afasia pada depresi (post stroke) sangat terbatas, antara lain oleh karena biasanya penderita yang mengalami afasia terkena kriteria eksklusi. Status social : Burvill dkk pada evaluasi 4 bulan post stroke mendapatkan depresi sedikit lebih tinggi diantara penderita dari tingkat sosial yang lebih rendah (36%), dibandingkan mereka dengan tingkat sosial lebih tinggi (25%). Gangguan psikiatrik sebelum stroke : Beberapa penelitian menunjukkan bahwa para penderita stroke yang mengalami depresi cenderung sudah mempunyai riwayat gangguan psikiatrik sebelumnya atau mempunyai keluarga yang mempunyai gangguan psikiatrik. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa pernah menderita gangguan jiwa sebelumnya merupakan faktor risiko penderita depresi post stroke pada penderita wanita saja. Lokasi dan sisi lesi : Penelitian terhadap pasien setelah mengalami stroke didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kejadian depresi yang bermakna antara lesi korteks dan subkorteks. Tetapi prevalensi depresi lebih tinggi pada lesi di hemisfer kiri dibandingkan dengan lesi di hemisfer kanan.4 Pasien dengan lesi korteks frontal kiri anterior lebih sering mengalami depresi jika dibandingkan dengan pasien dengan lesi korteks frontal kiri posterior. Disebutkan depresi akan lebih berat jika lesi lebih dekat ke kutub frontal.4 Penelitian yang dilakukan Pohjasvaara tidak menemukan pengaruh lokasi lesi terhadap kejadian depresi.9 Lesi hemisfer kiri berpengaruh pada kejadian depresi yang dievaluasi 3 bulan post stroke. Hal ini berhubungan dengan ketergantungan penderita terhadap orang lain.

Demensia Pasca StrokeDefinisi dementia menurut International Classification of Disease, 10th revision (ICD-10) adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual meliputi memori dan proses berpikir, sehingga mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari. Gangguan memori khas mempengaruhi registrasi, penyimpanan dan pengambilan kembali informasi. Dalam hal ini harus terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning di samping memori. Demensia vaskuler adalah suatu sindroma penurunan progresif kemampuan intelektual yang menyebabkan kemunduran kognitif dan fungsional, yang disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler. Demensia pasca stroke adalah bagian dari demensia vaskuler, yaitu demensia yang timbul sebagai akibat langsung dari suatu serangan stroke, baik itu stroke perdarahan maupun stroke iskemik.6KlasifikasiKlasifikasi demensia vaskuler secara klinis menurut Kelompok Studi Fungsi Luhur PERDOSSI adalah : Demensia pasca stroke : Demensia infark serebri Demensia perdarahan intraserebral Demensia vaskuler subkortikal Lesi iskemik substansia alba Infark lakuner subkortikal Infark non lakuner subkortikal Demensia vaskuler tipe campuran (Demensia Alzheimer dan Demensia Vaskuler) Epidemiologi : Rata-rata laju VCI pasca stroke menjadi demensia sebesar 8% per tahun. Perkiraan prevalensi demensia pasca stroke pada subyek dengan stroke pertama yang belum mengalami gangguan kognitif sebelumnya sekitar 7,4-12%, pada subyek dengan stroke berulang tanpa riwayat demensia 20,3%, dan pada subyek dengan riwayat gangguan kognitif sebelumnya sekitar 26,5%. Faktor prediktor utama demensia pasca stroke adalah usia tua.Neurotransmiter : Dasar pada semua proses informasi dalam sistem saraf pusat ialah terdapatnya neurotransmiter. Komunikasi melalui sinapsis terjadi dengan perantaraan neurotransmiter. Pada demensia, sejumlah neurotransmiter terkait oleh karena lokasi kerusakannya dapat pada beberapa tempat ; sedangkan satu jenis neurotransmiter mungkin mendominasi satu tempat. Berbagai jalur saraf yang menggunakan neurotransmiter tertentu mengalami kerusakan pada demensia terutama jalur kolinergik (Asetilkolin), noradrenergik (Noradrenalin), dopaminergik (Dopamin), serotoninergik (Serotonin = 5-HT) dan peptidergik (Peptida). Pada demensia, Asetilkolin dianggap sebagai biang keladi timbulnya gejala gangguan fungsi kognitif. Asetilkolin (Ach) dibentuk dari kolin dan asetilkoenzim A (Ac-CoA), dengan bantuan kolin asetiltransferase (CAT). CAT terdapat pada sitoplasma terminal saraf, oleh karena itu Ach yang terbentuk tertimbun pada vesikel sinaptik. Pada demensia, Ach mengalami penurunan.Demensia vaskulerStroke merupakan faktor prediktor kuat terjadinya demensia berbagai tipe. Faktor prediktor yang spesifik berkaitan dengan stroke adalah disfasia, keterlibatan hemisfer kiri, inkontinensia saat konfusi fase akut dan stroke berulang. Faktor lain meliputi leukoaraiosis dan atrofi (terutama pada lobus temporal medial). Beberapa faktor-faktor tersebut menunjukkan adanya jejas serebrovaskuler yang berkelanjutan secara subklinis. Demensia vaskuler meliputi semua kasus demensia yang disebabkan oleh gangguan serebrovaskuler dengan penurunan kognisi mulai dari yang ringan sampai yang paling berat (tidak harus prominen gangguan memori), dapat/tidak disertai gangguan perilaku sehingga menimbulkan gangguan aktifitas harian yang tidak disebabkan oleh gangguan fisik karena stroke. Sedangkan definisi demensia adalah suatu sindroma penurunan fungsi kognisi yang dapat bermanifestasi gangguan memori, disertai dua atau lebih gangguan modalitas kognitif lainnya (orientasi, atensi, fungsi bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol motorik, praksis) yang cukup berat sehingga menyebabkan gangguan aktivitas harian yang dibuktikan dengan pemeriksaan klinis dan tes neuropsikologis.Sampai saat ini belum ada marka biologis yang baku untuk mendiagnosis suatu demensia pasca stroke. Saat ini, alat yang digunakan untuk mendiagnosis suatu demensia vaskuler adalah dengan menggunakan berbagai kriteria diagnosis.Kriteria diagnosis yang sering digunakan untuk mendiagnosis demensia antara lain : Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorders 4th edition (DSM-IV) :a. Terdapat tanda dan gejala neurologi fokalb. Gangguan kognitif yang menggangu fungsi sosial dan pekerjaan, dan ada penurunan fungsi kognitif yang signifikanc. Gangguan kognitif berkaitan dengan tanda dan gejala fokal neurologid. Gangguan kognitif tidak disertai deliriume. Gangguan kognitif terjadi secara step-wise International Classifiction of Disease 10th revision :a. Distribusi yang tidak lazim dari gangguan kognitif satu dengan yang lainb. Terdapat bukti adanya gangguan fokal otakc. Terdapat bukti pernah mengalami gangguan serebrovaskuler sebelumnya. National Institute of Neurological Disorders and Stroke Association Internationale pour la Recherche et lEnseignment en Neurosciences criteria (NINDS-AIREN), Probable Vascular Demensia :a. Demensiab. Penyakit serebrovaskuler (CVD) ditandai adanya defisit neurologi fokal dan bukti pemeriksaan pencitraan otak (CT-Scan atau MRI)c. Terdapat hubungan antara kedua gangguan di atas dengan satu atau lebih keadaan di bawah ini : Awitan demensia berada dalam kurun waktu 3 bulan pasca stroke Deteriorasi fungsi kognitif yang mendadak atau berfluktuasi, defisit kognitif yang progresif dan bersifat step-wise. Dari ketiga kriteria diagnosis di atas, yang saat ini paling sering digunakan adalah kriteria NINDS-AIREN, karena menggunakan pemeriksaan pencitraan otak sebagai salah satu bukti adanya gangguan serebrovaskuler.6,7

Gangguan fungsi kognitif pasca strokePemulihan fungsi kognitif pasca stroke bervariasi. Penelitian menunjukkan 83% pasien dengan defisit memori verbal, 78% pasien dengan gangguan konstruksi visuospasial dan defisit memori visual membaik dalam waktu 6 bulan, sedangkan domain kognitif lain kurang menunjukkan perbaikan. Penelitian kohort lain menunjukkan gangguan atensi masih didapatkan pada 54% pasien setelah 1 tahun, sedangkan defisit fungsi eksekutif, bahasa, dan memori jangka panjang lebih sedikit frekuensinya. Penderita stroke dapat mengalami kemunduran kognitif progresif pasca periode akut walaupun tidak terdapat gambaran klinis stroke iskemik berulang. Pada umumnya terdapat komorbiditas pada penderita stroke seperti hipertensi, diabetes melitus, dislipidemi, yang juga merupakan faktor risiko gangguan kognitif. Stroke pertama juga meningkatkan risiko stroke berikutnya, baik yang menimbulkan manifestasi klinis maupun tidak ( silent brain infarction). Penderita dengan infark multipel di otak secara signifikan mempunyai kinerja memori, kecepatan pemrosesan, dan fungsi eksekutif yang lebih buruk. Gangguan fungsi kognitif pasca stroke dapat merupakan kelanjutan gangguan fungsi kognitif saat stroke akut, atau akibat tidak terkendalinya faktor-faktor risiko stroke yang menyebabkan kelainan pembuluh darah (aterosklerosis, kekakuan arteri, disfungsi endotel), serta penyakit penyerta yang juga berpengaruh terhadap fungsi kognitif, seperti misalnya penyakit sistemik, gangguan organ (jantung, paru-paru, ginjal), penyakit Alzheimer, Parkinson, depresi. Jenis gangguan kognitif yang terjadi dapat berupa gangguan pada domain kognitif tunggal (atensi, bahasa, memori, visuospasial, atau fungsi \ eksekutif), atau gabungan di antaranya. Gangguan fungsi kognitif pada domain tunggal jarang terjadi, lebih sering berupa spektrum yang tergolong vascular cognitive impairment=VCI). VCI sendiri belum dapat didefinisikan secara jelas, lebih berbagai gangguan kognitif yang ditimbulkan atau berhubungan dengan penyebab vaskuler.5,6Manifestasi gangguan kognitifManifestasi gangguan fungsi kognitif dapat meliputi gangguan pada aspek bahasa, memori, emosi, visuospasial dan kognisi. Gangguan bahasa : gangguan bahasa yang terjadi pada demensia terutama tampak pada kemiskinan kosa kata. Pasien tak dapat menyebut nama benda atau gambar yang ditunjukkan padanya (confrontation naming), tetapi lebih sulit lagi untuk menyebutkan nama benda dalam satu kategori (categorical naming), misalnya disuruh menyebut nama buah atau hewan dalam satu kategori. Sering adanya diskrepansi antara penamaan konfrontasi dan penamaan kategori dipakai untuk mencurigai adanya demensia dini. Misalnya orang dengan cepat dapat menyebutkan nama benda yang ditunjukkan tetapi mengalami kesulitan kalau diminta menyebutkan nama benda dalam satu kategori, ini didasarkan karena daya abstraksinya mulai menurun. Gangguan memori : Gangguan mengingat sering merupakan gejala yang pertama timbul pada demensia dini. Pada tahap awal yang terganggu adalah memori barunya, yakni cepat lupa apa yang baru saja dikerjakan. Namun lambat laun memori lama juga dapat terganggu. Dalam klinik neurologi fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan bergantung lamanya rentang waktu antara stimulus dan recall, yaitu : Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dan recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian untuk mengingat (attention) Memori baru (recent memory), rentang waktunya lebih lama yaitu beberapa menit, jam, bulan bahkan tahun Memori lama (remote memory), rentang waktumya bertahun-tahun bahkan seumur hidup. Gangguan emosi : Sekitar 15% pasien mengalami kesulitan melakukan kontrol terhadap ekspresi dari emosi. Tanda lain adalah menangis dengan tiba-tiba atau tidak dapat mengendalikan tawa. Efek langsung yang paling umum dari penyakit pada otak terhadap kepribadian adalah emosi yang tumpul, disinhibition, kecemasan yang berkurang atau euforia ringan, dan menurunnya sensitifitas sosial. Dapat juga terjadi kecemasan yang berlebihan, depresi dan hipersensitif. Gangguan visuospasial : gangguan ini juga sering timbul dini pada demensia. Pasien banyak lupa waktu, tidak tahu kapan siang dan malam, lupa wajah teman dan sering tidak tahu tempat sehingga sering tersesat (disorientasi waktu, tempat dan orang). Secara obyektif gangguan visuospasial ini dapat ditentukan dengan meminta pasien mengkopi gambar atau menyusun balok-balok sesuai bentuk tertentu. Gangguan kognisi : fungsi ini yang paling sering terganggu pada pasien demensia, terutama gangguan daya abstraksinya. Ia selalu berpikir kongkrit, sehingga sukar sekali memberi makna peribahasa. Juga daya persamaan (similarities) mengalami penurunan

2.6 PenatalaksanaanMedika mentosaPedoman pada stroke Iskemik akut Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Darah Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHgbila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderitahipertensi emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipindan lain-lain. Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik >120 mmHg, berikan labetolol iv selama 1-2 menit. Dosis labetolol dapat diulangatau digandakan setiap 10 20 menit sampai penurunan tekanan darah yangmemuaskan dapat dicapai atau sampai dosis kumulatif 300 mg yang diberikanmelalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetolol dapat diberikan setiap 6 8jam bila diperlukan. Jika tekanan darah sistolik < 220 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik