Petrografi Sed Vul Meta
-
Upload
luthfan-fatchan -
Category
Documents
-
view
290 -
download
8
description
Transcript of Petrografi Sed Vul Meta
-
BAB VI. Petrografi Batuan Vulkanik, Sedimen Dan Metamorf
VI.1. Batuan Vulkanik
Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun atas batuan
gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang tersebar dari Sabang
sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan aktivitas eksplosifnya sejak
100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api berumur Tersier atau yang lebih tua
juga samgat melimpah di permukaan, bahkan jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen
dan metamorf.
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra (pumis dan
abu gunung api, skoria, Peles tears dan Peles hair, bom dan blok gunung api, accretionary
lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan piroklastika, endapan aliran
piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan piroklastika. Aliran piroklastika
merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas dan material padat
berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan pengendapannya dikontrol oleh
gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal
dari guguran kubah lava, kolom letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah
(Fisher, 1979). Material yang berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses
fragmentasi magma dan batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik
jatuhan, aliran maupun seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan
dinding, magmanya sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat
tertransportasi.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas vulkanisme. Aktivitas
vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan bumi, baik secara efusif
(ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api yang keluar dengan jalan efusif
mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar dengan jalan eksplosif menghasilkan
batuan fragmental (rempah gunung api). Sifat-sifat batuan gunung api yang dihasilkan
secara efusif telah dijelaskan pada Bab V sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan
gunung api fragmental yang dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif.
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus dapat
dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff. Menurut Fisher
(1966), endapan gunung api fragmental tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima kelas
didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan penyusunnya. Gambar VI.1 adalah
klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.
-
Gambar VI.1. Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan
Fisher (1966; kanan)
Contoh batuan gunungapi
1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif, selanjutnya
terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas fragmen litik,
gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk tekstur piroklastika
Gambar VI.2. Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol
sejajar). Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat
kembaran pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 2-64 mm;
biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi dengan tuf gunung
api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan pembatuan disebut dengan batu
-
lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen pumis dan (kadang-kadang) litik yang
tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3
adalah batu lapili yang tersusun atas fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam
massa dasar tuf.
Gambar VI.3. Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan
tertanam dalam massa dasar tuf halus..
3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards, dihasilkan dari
fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam rongga-rongga pumis. Material
ini nampak seperti cabang-cabang slender yang berbentukplaty hingga cuspate, kebanyakan
dari gelas ini menunjukkan tekstur simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai
dinding-dinding gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut
tidak terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).
-
Gambar VI.4. Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass
shards yang sedikit terkompaksi.
-
Gambar VI.5. Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang
sedikit memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan pumis
yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga pengendapannya.
Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat jatuh bebas, yang secara
petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada shards dan rongga-rongga bekas
gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu
memanjang kristal dan fragmen litik, (3) lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan
(4) jatuhnya fragmen pumis yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang
disebut fiamme (Gambar VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat
diketahui dari warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi
pengelasan tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini
sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan kristal.
-
a. b.
c.
Gambar VI.6. a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf
terelaskan dengan cetakan-cetakan fragmen kristal
VI.2. Batuan Sedimen
Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung proses erosi,
transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk di dalam kelompok
batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas gunungapi, tidak ada proses
erosi. Terdiri dari:
Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi butirannya
Batuan sedimen non-klastik menyesuaikan dengan kondisi batuannya
-
a. Batuan sedimen klastik fragmental
Struktur sedimen:
Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm
Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas(, dan gradasi terbalik jika diameter
butir coarsing up (mengasar ke atas)
Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm
Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang lain, jika tebal
silangsiur
-
Gambar VI.8. Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang
-
Gambar VI.9. Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang
-
Gambar VI.10. Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang
-
Gambar VI.11. Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol silang
(bawah)
-
Gambar VI.12. Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)
VI.3. Batuan Metamorf
IV.3.1 Sifat Umum Batuan Metamorf
Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata Metamorfisme berasal dari
bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi metamorfisme berarti berubah
bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada perubahan susunan / kumpulan dan tekstur
mineral, yang dihasilkan dari perbedaan tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.
Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan sedimen, namun proses
ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah 200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega
Pascals) atau sekitar 3000 atm.
Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa atau lebih tinggi. Batuan
dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada pada kedalaman yang sangat tinggi.
Sebagaimana kedalamannya pusat subduksi atau kolisi.
Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada tekanan
dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting). Saat pelelehan
terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan beku ketimbang
metamorfik.
a. Batuan dalam Derajad Metamorfisme
1. Serpih terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan pembentukan
mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat menyebabkan batuan mudah hancur
di sepanjang bidang parallel yang disebut belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey
cleavage berkembang pada sudut perlapisan asal (Gambar VI.13).
Gambar VI.13. Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)
2. Sekis makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang terbentuk. Pada
tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran silikat (biasanya biotit dan
-
muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-
teraturan foliasi planar ini disebut schistosity (Gambar VI.14).
Gambar VI.14. Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003) 3. Gneiss tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh. Mineral-mineral tersebut membentuk
kumpulan gneissic banding dengan penjajaran tegaklurus arah gaya maksimum dari differential
stress (Gambar VI.15).
Gambar VI.15. Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral tegak lurus
dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)
-
4. Granulite adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous dan lembaran
silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran beberapa mineral. Batuan yang
terbentuk menghasilkan tekstur granulitik yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan
beku.
e. Metamorfisme Basal dan Gabbro
(a) Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah menjadi amfibol dan
klorit (hijau).
(b) Amphibolite pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral gelap (amfibol dan
plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut amfibolit.
(c) Granulite pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan oleh piroksen dan
garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik.
f. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir
(a) Marmer tidak menunjukkan foliasi
(b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung kuarsa, rekristalisasi dan
pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-foliasi yang disebut kuarsit.
VI.3.2. Teknik Pemerian Batuan Metamorf secara Petrografi
a) Struktur Batuan
1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan
2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan
b) Tekstur Batuan
1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan oleh adanya inklusi
mineral asing berukuran halus. Gambar VI.16 adalah tektur poikiloblastik; warna orange
tourmalin dan abu-abu K-feldspar, mineral berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa
dan muscovit. Biasanya berada pada sekis mika-tourmalin.
-
Gambar VI.16. Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf
2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya mineral
berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran lebih halus. Sering berada pada
sekis mika-garnet.
-
Gambar VI.17. Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf
3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya kristal besar
(umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang lebih halus. Bedanya dengan
porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment
sebelum mineral-mineral tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh:
blastomylonit dalam gniss granitik.
-
Gambar VI.18. Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf
4. Retrogradasi eklogit: tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya mineral
amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain. Dalam
Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi kanan atas.
-
Gambar VI.19. Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf
5. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran, terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.
-
Gambar VI.20. Tekstur schistose pada batuan metamorf
6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.
Gambar VI.21. Tekstur phylitik pada batuan metamorf
7. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam batuan metamorf.
-
Gambar VI.22. Tekstur granoblastik pada batuan metamorf
Tabel VI.1. adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya.
Tabel VI.1 Sifat-sifat batuan metamorf