PESENTASI JURNAL KULIT

20
ALERGI ANTIBIOTIK JOURNAL READING Diajukan untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Pembimbing : dr Eko Rini Puji Rahayu Sp. KK Diajukan Oleh: Kirnia Tri Wulandari S.Ked J 500 060 005 Widya Maharani S.Ked J 500 060 015 PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

Transcript of PESENTASI JURNAL KULIT

ALERGI ANTIBIOTIKJOURNAL READING Diajukan untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Pembimbing : dr Eko Rini Puji Rahayu Sp. KK

Diajukan Oleh:

Kirnia Tri Wulandari S.Ked Widya Maharani S.Ked

J 500 060 005 J 500 060 015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2011

Seorang perempuan usia 55 tahun datang ke rumah sakit dengan selulitis. Dia mengatakan ada riwayat urtikaria 30 tahun yang lalu, awalnya dihubungkan dengan pemakaian penisilin untuk infeksi saluran pernafasan. Apakah seharusnya sefalosporin dihindari? Lebih luasnya, bagaimana seharusnya pasien dengan riwayat alergi antibiotik deivaluasi dan diterapi?

MASALAH KLINIS

Meskipun reaksi alergi terhadap antibiotik hanyalah sebagian kecil dari efek samping obat, mereka dihubungkan dengan substansi morbiditas dan mortalitas dan peningkatan biaya kesehatan. 1-3 Data dari Boston Collaborative Drug Surveillance Program 1 mengindikasikan 2,2 persen frekuensi reaksi kulit oleh karena obat pada pasien rumah sakit, dengan antibiotik amoxicillin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan ampicillin merupakan agen yang umum mengakibatkan

PENDEKATAN PATOFISIOLOGIReaksi alergi adalah, dari definisi, reaksi imunologi yang termediasi. Sebuah obat mungkin memicu banyak respon imun, dan banyak determinan antigen mungkin terbentuk dari satu obat.5,6 sebuah determinan antigen mayor dan beberapa determinan minor telah teridentifikasi oleh penisilin Sel T memerankan aturan predominan dalam penundaan reaksi hipersensitifitas, meliputi antibiotic-memicu erupsi makulopapuler 8 sedangkan obat-spesifik antibodi IgE menyebabkan reaksi urtikaria).

KASUS KHUSUSHuman Immunodeficiency VirusPasien yang terinfeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV) memiliki jumlah yang tinggi dalam reaksi alergi untuk sejumlah agen antimikroba (meliputi sulfamethoxazole, amoxicillin, clindamycin, dapsone, dan amithiozone) dibandingkan dengan orang tanpa infeksi HIV.15 Hipersensitifitas terhadap trimethoprim-sulfamethoxazole terjadi 20 sampai 80 persen pada pasien yang terinfeksi HIV, sebanding dengan 1 hingga 3 persen orang yang tidak terinfeksi HIV.16

KASUS KHUSUSFibro KistikDalam sekitar 30 persen pasien dengan fibro kistik, alergi berkembang pada satu atau lebih antibiotic.18 Piperacilin, ceftazidine, dan ticarcilin kemungkinan yang paling banyak berpengaruh, dengan resiko yang lebih tinggi setelah pemberian parenteral dibandingkan pemberian oral. Pajanan berulang dari antibiotic dan kekebalan yang hipersensitif merupakan dasar dari tingginya prevalensi reaksi alergi pada pasien dengan penyakit ini.19

KASUS KHUSUSInfeksi Mononukleosis

Reaksi kulit terhadap penisilin dan agen mikroba lainnya meningkat pada pasien dengan infeksi mononucleosis.20,21 Meskipun mekanisme pada reaksi obat ini tidak jelas, infeksi virus mungkin mempengaruhi kekebalan host.23 Pada beberapa kasus, agen yang berpengaruh dapat dikelola secara aman bila infeksi virus telah tertangani.23

TES DIAGNOSTIKTES KULIT Untuk mendeteksi allergen-spesifik antibody IgE Tes kulit memiliki akurasi yang tinggi dalam mengidentifikasi alergi penisilin TES LAINNYA Coombs test Tes transformasi limfosit in vitro Tes provokasi

Tabel 1. Antibiotik yang memicu reaksi alergi PenisilinUrtikaria, angioedema, anafilaksis, erupsi kulit makulopapuler, dermatitis eksfoliatif, erupsi vesikuler, eritema multiformis, Stevens Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis, Serum Sickness like reaction, vaskulitis, sitopenia. Urtikaria, angioedema, anafilaksis, erupsi kulit makulopapuler, eritema multiformis, Stevens Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis, disfungsi renal, toxic nefropati, disfungsi hepar, anemia aplastik, anemia haemolitik Urtikaria, angioedema, anafilaksis, erupsi kulit makulopapuler, dermatitis eksfoliatif, eritema multiformis, Stevens Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis, miokarditis alergi, periarteritis nodosa, Serum Sickness like reaction, reaksi fotosensitif

Sefalosporin

Sulfonamid

MakrolidFluoroquinolon Tetrasiklin Vankomisin

Urtikaria, angioedema, anafilaksis, erupsi kulit ringan, fotosensitif, Stevens Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis.Urtikaria, angioedema, pruritus, fotosensitif, demam, angioedema, eritema nodusum, anafilaksis, hiperpigmentasi Urtikaria, angioedema, anafilaksis, perikarditis, poliatralgia, eksaserbasi SLE, infiltrate pulmoner dengan eosinofilia Anafilaksis, demam obat, eosinofilia, erupsi kulit (meliputi dermatitis eksfoliatif), Stevens Johnson Syndrome, Toxic Epidermal Necrolysis, vaskulitis

PENGOBATAN

Desensitisasi Obat Graded Challenge

Pasien mengatakan alergi antibiotikAsesmen tentang asal mula reaksi Riwayat mendukung untuk alergi penisilin yang diperantarai IgE Skin tes sebelum memberikan antibiotik beta laktam negatif Beri antibiotik beta laktam positif desensitisasi

Reaksi merugikan terhadap antibiotik Gali riwayat dan pemeriksaan fisik Suspek alergi Tidak Ya Reaksi cepat Diduga reaksi diperantarai Ig-E Anafilaksis, angioedema, urtikaria, bronkospasme Penyelidikan yang mungkin Pengukuran serum triptase (anafilaksis) Skin tes Pilihan penatalaksanaan Hindari obat Desensitisasi Edukasi komunikasi Reaksi lambat Reaksi merugikan obat yang tidak diperantarai imun

Reaksi makulopapular ringan Reaksi kutaneus

Reaksi berat

Pilihan penatalaksanaan Hindari obat Graded challenge Edukasi komunikasi

Pilihan penatalaksanaan Hindari obat Edukasi komunikasi

Algoritma manajemen alergi antibiotik

Desensitisasi

Dilakukan oleh tenaga terlatih meningkatkan jumlah obat secara pelan-pelan dalam satu periode jam hingga tercapai dosis terapi (4 hingga 5 jam) Dosis awal dalam microgram. Dosis didobel setiap 15 hingga 30 menit Rute administrasi dapat oral atau intravena Pasien dimonitor ketat selama prosedur, dan antihistamin dan beta agonis inhalasi diberikan untuk merespon reaksi urtikaria dan bronkospasme. Jika reaksi ringan terjadi (contoh kemerahan dan urtikaria), prosedur dapat diulang pada dosis terakhir yang ditoleransi, jika reaksi berat (hipotensi dan bronkospasme berat), prosedur harus dihentikan dan dipilih antibiotik alternatif. Diulang jika antibiotik dibutuhkan kembali

Graded Challenge Untuk reaksi yang diperkirakan tidak dipeantarai Ig E Untuk erupsi makulopapular para spesialis dapat mempertimbangkan graded challenge yang setrara dengan tes profokasi.29 dosis inisial secara umum lebih tinggi daripada yang digunakan untuk desensitisasi (milligram hingga microgram), dan interval antara variasi dosis antara jam atau hari bahkan minggu. Pasien diawasi untuk reaksi merugikan, yang kebanyakan kutaneus. Keputusan untuk menghentikan penggunaan antibiotik jika terjadi reaksi tergantung pada asal mula reaksi.

Pada laporan retrospektif terakhir,43 desensitisasi alergi yang diperantarai Ig-E berhasil pada 43 dari 57 kasus (75 persen). Sebelas desensitisasi (19 persen) mempunyai komplikasi reaksi alergi berat, baik selama prosedur (anafilaksis) maupun hari-hari setelah penyelesaian ( serum sickness); telah dihentikan karena alasan selain reaksi alergi. Pada kebanyakan kasus kegagalan desensitisasi, reaksi obat tidak tampak semata-mata diperantarai Ig-E. Desensitisasi tampak lebih mungkin gagal pada pasien dengan fibrosis kistik. Analisis dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa readministrsi sulfameroksazol dengan penggunaan regimen dosis incremental memperbolehkan penggunaan obat lebih dari 75 persen dari pasien yang diobati.43

Data yang tersedia, walaupun tidak banyak, mendukung peningkatan resiko terjadinya reaksi terhadap sefalosporin pada pasien yang positif skin tes penisilin. Pada sebuah pengkajian ulang terhadap data gabungan dari 11 penelitian tentang administrasi sefalosporin terhadap pasien yang alergi penisilin, reaksi sefalosporin ditemukan pada 6 dari 135 pasien yang positif terhadap skin tes terhadap alergi penisilin (4,4 persen), sebagaimana dibandingkan dengan hanya 2 dari 351 yang skintes nya negative (0.6 persen). Sebagaimana kebanyakan pasien yang riwayat alergi penisilinnya positif akan mentoleransi sefalosporin, administrasi tanpa membedakan tidak dapat direkomendasikan , kecuali untuk pasien yang mengalami reaksi yang mengancam nyawa.29 Pada 12 kasus anafilaksis fatal yang disebabkan antibiotik di Inggris dari 1992 hingga 1997, 6 kasus terjadi setelah dosis awal sefalosporin, dan 3 dari 6 pasien diketahui alergi terhadap penisilin.46

Untuk pasien dengan riwayat alergi penisilin yang membutuhkan sefalosporin, pengobatan tergantung pada apakah reaksi

sebelumnya dimediasi Ig E.29,47 Skin tesmenjamin bila reaksi konsisten dengan

mekanisme yang dimediasi Ig E atau jikariwayatnya kurang jelas.

CEFALOSPORIN PADA PASIEN DENGAN ALERGI PENISILINPenisilin dan sefalosporin membawa struktur cincin b-laktamase, memungkinkan terjadinya reaktivitas silang. kebanyakan pasien yang riwayat alergi penisilinnya positif akan mentoleransi sefalosporin Untuk pasien dengan riwayat alergi penisilin yang membutuhkan sefalosporin, pengobatan tergantung pada apakah reaksi sebelumnya dimediasi Ig E.29,47

KESIMPULANPasien yang melaporkan riwayat alergi antibiotic membuntuhkan asesmen hati-hati terhadap asal mula reaksi untuk menentukan kemungkinan reaksi diperantarai system imun. Untuk pasien dengan riwayat mendukung untuk reaksi alergi penisilin yang diperantarai Ig E, sebagaimana digambarkan pada tulisan ini, diindikasikan skin tes jika tersedia sebelum pasien mendapatkan antibiotic beta laktam. Jika hasil tes negative, agen beta laktam mungkin diadministrasikan. Jika hasil tes positif atau tes tidak dapat dilakukan, obat harus dihindarkan atau harus dilakukan prosedur desensitisasi