perusahaan-multinasional

download perusahaan-multinasional

of 5

description

perusahaan multinasional

Transcript of perusahaan-multinasional

Nama: Anggi Triyani 0903015021

Dampak Dunkin Donuts terhadap Masyarakat dan Pengusaha Lokal Indonesia

Perusahaan multinational pertama kali muncul pada tahun 1602 yaitu Perusahaan Hindia Timur Belanda yang merupakan saingan berat dari Perusahaan Hindia Timur Britania. Perusahaan multinational atau PMN atau MNC adalah perusahaan yang berusaha di banyak negara; perusahaan ini biasanya sangat besar. Perusahaan seperti ini memiliki kantor-kantor, pabrik atau kantor cabang di banyak negara. Mereka biasanya memiliki sebuah kantor pusat di mana mereka mengkoordinasi manajemen global. Perusahaan multinational juga sangat besar memiliki dana yang melewati dana banyak Negara, Mereka dapat memiliki pengaruh kuat dalam politik global, karena pengaruh ekonomi mereka yang sangat besar bagai para politisi, dan juga sumber finansial yang sangat berkecukupan untuk relasi masyarakat dan melobi politik.Karena jangkauan internasional dan mobilitas PMN, wilayah dalam negara, dan negara sendiri, harus berkompetisi agar perusahaan ini dapat menempatkan fasilitas mereka (dengan begitu juga pajak pendapatan, lapangan kerja, dan aktivitas eknomi lainnya) di wilayah tersebut. Untuk dapat berkompetisi, negara-negara dan distrik politik regional seringkali menawarkan insentif kepada PMN, seperti potongan pajak, bantuan pemerintah atau infrastruktur yang lebih baik atau standar pekerja dan lingkungan yang memadai. PMN seringkali memanfaatkan subkontraktor untuk memproduksi barang tertentu yang mereka butuhkan.Globalisasi dan kapitalisme yang dibawa oleh perusahaan multinasional negara maju tidak bisa dicegah lagi. Negara berkembang hanya bisa menerimanya. Negara berkembang tinggal memilki dua pilihan, yaitu: terjebak dalam arus atau memperkuat posisi. Peran pemerintah, pengusaha lokal, dan pemodal asing harus disinkronkan jika negara berkembang ingin bertahan dari sistem ekonomi global yang semakin terbuka.Pertumbuhan ekonomi dunia tidak bisa dilepaskan dari pengaruh perusahaan multinasional (PMN). Perusahaan-perusahaan tersebut memiliki atau melakukan kontrol bisnis di lebih dari satu negara. Hal tersebut berkaitan erat dengan penanaman modal asing langsung. Kehadiran PMN bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan perekonomian domestik negara tujuan PMN. Bagaimana cara melakukannya? Apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?Dalam membangun perekonomian lokal, negara atau pemerintah perlu melakukan kontrol yang kuat. Pemerintah bisa mendatangkan modal asing langsung melalui PMN. Namun, Pemerintah juga harus memperkuat pengusaha dalam negeri. Pemerintah, pengusaha lokal, dan modal asing menjadi elemen yang perlu saling menguatkan di negara berkembang untuk menghadapi ekspansi pasar PMN negara maju.[1]Negara berkembang menjadi sasaran utama PMN. Mereka mencari negara dengan tenaga kerja murah, sumber daya alam melimpah, dan dekat dengan pasar. Hal tersebut merupakan aspek produksi dengan tujuan efisensi.[2] PMN selalu berusaha menjaga skala ekonomi. Target operasional PMN adalah membuat barang dengan biaya rendah perunit dan bahan baku didapat dengan harga murah jika membeli secara borongan.Dunkin Donuts adalah salah satu contoh PMN Amerika Serikat yang memproduksi makanan dan minuman. Dunkin Donuts menjadi merek internasional pada tahun 1970. Dunkin Donuts memiliki usaha di lebih dari tigapuluh lima negara, termasuk Indonesia.[3] Dunkin Donuts masuk ke Indonesia pada tahun 1985. Pada saat itu, pemerintah Indonesia sedang gencar menarik modal asing seperti yang dilakukan negara-negara Asia lainnya.Dunkin Donuts Indonesia mendapat sambutan baik dari masyarakat Indonesia. Dunkin Donuts berhasil memenuhi selera pasar, sehingga berhasil mendirikan dua ratus gerai hingga saat ini. Dunkin Donuts memberikan cita rasa yang belum pernah ada di pasar Indonesia.Dunkin Donuts tidak hanya menjual makanan dan minuman. Dunkin Donuts juga melakukan inovasi dengan menjual suasana yang nyaman bagi pelanggan. Pelanggan Dunkin Donuts adalah masyarakat kelas atas. Di Indonesia, jumlah masyarakat kelas atas hanya 10% dari total penduduk Indonesia. Namun, jumlah tersebut sama dengan total pasar mereka di Jerman. Pasar Dunkin Donuts adalah golongan yang mampu membeli inovasi dengan uang mereka.Umumnya, PMN bisa menaikkan prestise negara asal. Masyarakat di tempat Dunkin Donuts mendirikan usaha akan cenderung mengidentikkan produk Dunkin Donuts dengan negara asalnya Amerika Serikat. Padahal, masyarakat tersebut belum tentu tahu bahwa bahan baku produk atau proses produksinya dibuatnya di negaranya sendiri. Citra negara asal pun semakin meningkat seiring terkenalnya PMN tersebut.Selain itu, PMN akan menularkan gaya hidup masyarakat negara asal ke masyarakat negara penerima. Kehadiran gerai Dunkin Donuts mengubah pola hidup masyarakat menjadi konsumerisme. Pelanggan yang salah sasaran (kelas menengah ke bawah) akan meningkatkan daya beli mereka untuk mencicipi gaya hidup Amerika Serikat yang terkenal. Di negara berkembang, Dunkin Donuts tidak memikirkan dampak sosial yang mereka timbulkan. Dunkin Donuts hanya mengejar keuntungan semata.Hal positif yang bisa diperikan oleh PMN seperti Dunkin Donuts adalah transfer teknologi. Transfer teknologi bisa menjadi keuntungan besar bagi negara penerima yang tingkat pendidikan masyarakatnya baik kepada partner-partner lokalnya.[4] PMN akan melakukan transfer ilmu, keahlian, dan teknik. Teknologi yang sesuai dengan karakter masyarakat akan ditiru untuk membuat barang yang serupa. Lebih lanjut, masyarakat akan mendirikan usaha-usaha kecil menengah untuk memproduksi barang PMN versi murah untuk pasar domestik sehingga pasar domestik tidak dimonopoli PMN. Namun, hal tersebut hanya terjadi di sedikit negara berkembang yang menjadi penerima PMN. Kebanyakan PMN tidak bisa melakukan transfer teknologi karena mereka enggan kehilangan keunggulan komparatif. Selain itu, kurangnya keahlian masyarakat di negara tersebut ikut mempersulit transfer ilmu teknologi.Transfer teknologi termudah jika berkaitan dengan makanan atau minuman. Kehadiran Dunkin Donuts di Indonesia membuat masyarakat mendirikan lapangan pekerjaan baru yang memproduksi donat juga. Para pengusaha lokal mengerti keterbatasan dana masyarakat. Mereka menciptakan inovasi donat dengan harga yang lebih murah daripada donat produksi Dunkin' Donuts.Pada awalnya, donat-donat lokal tersebut kurang mendapat perhatian pasar domestik. Dengan kuatnya intensitas pengusaha lokal masuk ke selera pasar, donat-donat lokal pun semakin mudah bersaing dengan donat Dunkin Donuts. Masyarakat kelas menengah ke bawah yang menjadi target tidak tetap pasar Dunkin Donuts mulai beralih ke donat lokal. Pasar golongan tersebut menyadari kekuatan ekonomi mereka tidak akan seimbang dengan penawaran harga yang diberikan Dunkin Donuts. Mereka pun mengembalikan kebiasaan belanja menjadi pemenuhan kebutuhan dasar makan donat, bukan lagi prestise makan donat bergaya Amerika Serikat.Pengusaha lokal di negara berkembang seperti Indonesia saat ini sedang memperkuat posisi mereka dalam menghadapi globalisasi. Mereka berjuang menghadapi perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi di negaranya. Mereka optimis dalam pengembangan bisnis karena pemerintah turut membantu.Di negara-negara industri baru seperti Cina, pemerintah membantu membuka akses pasar bagi pengusaha lokal. Dengan membuat sejumlah perjanjian zona perdagangan bebas, barang-barang produksi pengusaha lokal Cina bisa masuk ke pasar domestik negara tujuan ekspor tanpa hambatan.Di Indonesia, pemerintah sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat usaha kecil menengah yang dilakukan oleh pengusaha lokal. Pemerintah memberi bantuan kredit dan membantu pemasaran. Pemerintah membuka jalan transaksi pengusaha lokal tersebut dengan pihak asing. Banyak pengusaha roti dan donat lokal yang berkembang di Indonesia.Selain itu, ada juga pengusaha lokal yang berhasil mengembangan bisnis ke luar negeri secara mandiri. Johny Andrean pemilik salon terkemuka di Indonesia mendirikan J.Co. J. Co adalah perusahaan seperti Dunkin Donuts yang memilki komoditas makanan dan minuman. Mereka telah mendirikan gerai di sejumlah negara di Asia Tenggara.[5]Secara cita rasa, donat-donat J. Co masih kalah dengan donat Dunkin Donuts. Namun, keberhasilan mereka merebut pasar Dunkin Donuts karena harga yang lebih terjangkau. Seperti yang telah disebutkan di atas, masyarakat yang menjadi salah sasaran pasar Dunkin Donuts mulai berpikir ke kebutuhan dasar. Dengan harga yang lebih terjangkau, masyarakat sudah puas menikmati donat J. Co. Di Indonesia, sejumlah gerai Dunkin Donuts tampak sepi sejak kehadiran J. Co. Donuts.Pengusaha kecil dan menengah di Indonesia juga semakin banyak yang memproduksi donat. Pedagang-pedagang asongan melihat keterbatasan dana pasar lokal dengan kebutuhan mereka akan donat sebagai peluang bisnis. Dengan mereka berkeliling, mereka sudah memilki langganan dari pasar kelas menengah ke bawah yang mustahil membeli donat Dunkin Donuts secara terus-menerus.Dunkin Donuts bukan tanpa tanggung jawab sosial. Setelah mempengaruhi daya beli dan konsumerisme masyarakat, Dunkin Donuts mengimbanginya dengan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal Indonesia. Mulai pekerja bawah hingga posisi manajer dibuka seluas-luasnya untuk masyarakat sekitar. Individu yang mampu menguasai nilai-nilai universal seperti bahasa Inggris akan mendapat posisi lebih baik daripada yang hanya mengandalkan ketrampilan saja.Perusahaan multinasional memilki karakter mengedapankan kapitalisme. Mereka akan mencari keuntungan sebanyak mungkin dengan perluasan pasar. PMN cenderung tidak menghiraukan dampak sosial akibat pembukaan usaha di temapat dengan kemampuan ekonomi berbeda. Mereka berpandangan bahwa pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal sudah mencerminkan tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka juga berdalih bahwa kehadiran mereka di negara berkembang seperti Indonesia mengurangi jumlah pengangguran.Padahal, usaha yang dilakukan perusahaan multinasional yang memicu daya beli masyarakat bisa berdampak negatif. Mereka membuat masyarakat berperilaku konsumtif. Mereka juga menciptakan pasar yang salah sasaran karena inovasi usaha PMN tersebut menarik berbagai kalangan (atas hingga bawah). Dari kacamata PMN, hal tersebut sangat baik karena pasarnya meluas. Namun, masyarakat kelas menegah bawah yang tidak seharusnya menjadi target intensif PMN bisa menjadi berperilaku negatif untuk memenuhi kebutuhan atas barang PMN tersebut.Hal posistif dari kehadiran PMN adalah masyarakat berinisiatif menciptakan barang saingan dengan harga yang terjangkau pasar domestik. Mereka mengikuti perkembangan produk PMN dalam waktu cukup lama hinggan mereka mendirikan usaha sendiri yang mampu bersaing di pasar domestik. Dengan bantuan pemerintah, produk-produk lokal hasil karya masyarakat mampu menandingi produk PMN. Hal ini terjadi pada bisnis makanan dan minuman di Indonesia.Untuk menandingi PMN dalam keterbukaan pasar, pemerintah perlu mendukung perkembangan usaha lokal. Jika pasar domestik diperkuat pengusaha lokal, negara tidak akan kehilangan kapasitas dalam perekonomian internasional. Negara tidak perlu takut terhadap ancaman PMN. Lambat laun, PMN akan mengikuti pola yang ada di negara tujuan investasinya.[6] PMN yang sehat biasanya tidak takut berkompetisi dengan pengusaha lokal walaupun masing-masing memiliki segmentasi berbeda.[1] Linda Weiss. States in Global Economy. Cambridge: Cambridge University Press. 2004, hal. 1-27.[2] Thomas D. Lairson and David Skidmore. International Political Economy: The Struggle for Power and Wealth. Forth Worth: Harcourt Brace College Publisher. 1993, hal. 257.[3] Koko Sujatmoko. Pengaruh Insentif Terhadap Peningkatan Prestasi Karyawan pada Departemen Operasional Pemasaran Dunkin Donuts Cabang Arteri Jakarta. http://library.usu.ac.id/download/fe/07000173.pdf. 16 Oktober 2009.[4] Thomas D. Lairson and David Skidmore. op cit, hal. 258.[5] Wikipedia. J. Co Donuts. en.wikipedia.org/wiki/J.Co_Donuts.htm. 7 November 2009.[6] Mohtar Masoed. Perusahaan Multinasional dalam Perspektif Ekonomi Politik Internasional dalam Kumpulan Diktat Mata Kuliah Ekonomi Politik Internasional. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Hubungan Internasional. 1997, hal. 22-23.