Perubahan sosial budaya (resume)

7
PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA (Resume) Disusun Oleh: Ady Setiawan (111714043) Mata Kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan Kelas 2011 A Dosen: Syafiatul Mardhiyah, S.Sos. M.A Universitas Negeri Surabaya (UNESA) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) Program Studi Manajemen Pendidikan 2011

description

 

Transcript of Perubahan sosial budaya (resume)

Page 1: Perubahan sosial budaya (resume)

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

(Resume)

Disusun Oleh:

Ady Setiawan

(111714043)

Mata Kuliah Sosiologi Antropologi Pendidikan

Kelas 2011 A

Dosen:

Syafiatul Mardhiyah, S.Sos. M.A

Universitas Negeri Surabaya (UNESA)

Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)

Program Studi Manajemen Pendidikan

2011

Page 2: Perubahan sosial budaya (resume)

A. ARTI KEBUDAYAAN

Kata kebudayaan berasal dari kata sansekerta “buddayah” yang artinya “daya dari

budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa. Dalam konsep antropologi tidak ada perbedaan antara

kata “kebudayaan” dengan kata “budaya” karena hanyalah hasil dari imbuhan ke- dan akhiran –

an yang tak berefek makna lain.

Sedangkan kata “culture” sebagai bahasa asing dari “kebudayaan” berasal dari kata latin

“colere” dengan makna “mengolah, mengerjakan” (khususnya tanah, pertanian). Dari makna ini,

kemudian berkembanglah makna “culture” sebagai segala daya upaya dan tindakan manusia

untuk mengolah tanah dan mengubah alam.

Seiring berjalannya waktu, pendapat mengenai definisi kata kebudayaan ini pun

mengalami berbagai perbedaan pendapat dari para ahli antropologi yang begitu kompleks,

namun pendapat Al Kroeber dan C. Kluckholn lah yang sering dijadikan acuan. Mereka

menyebutkan bahwa kebudayaan merupakan suatu pola, eksplisit, perilaku yang dipelajari dan

diwariskan melalui symbol-simbol yang merupakan prestasi khas manusia, termasuk

perwujudannya dalam benda-benda budaya. Definisi ini bukanlah definisi mutlak yang

digunakan dalam memaknai kata kebudayaan, namun berbagai pendapat masih begitu

menumpuk dari berbagai ahli antropologi yang sangatlah abstrak. Secara garis besar, dari

definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil dari proses belajar. Dan

hanya minimum saja tindakan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar.

Disamping itu, perlu disadari bahwa kebudayaan merupakan suatu nilai yang dimiliki

bersama dalam suatu komunitas, bukan milik individu.

B. BUDAYA SEBAGAI SISTEM GAGASAN

Terdapat dua kategori penilaian kebudayaan yang marak digunakan, yakni kebudayaan

yang merujuk pada benda-benda material dan merujuk pada system gagasan. Pada ketegori

pertama disebut kebudayaan sebagai “pola dari perilaku”.

Kelompok ini berpendapat bahwa kebudayaan ini dihasilkan dari perilaku. Dengan kata

lain, kebudayaan adalah benda-benda atau materi-materi yang dihasilkan dari perilaku. Juga

kelompok berpandangan bahwa kebudayaan ini merupakan suatu system pengetahuan dan

kepercayaan yang disusun sebagai pedoman manusia dalam menentukan dan memilih

alternative yang ada.

Sedangkan kelompok lain yang berpandangan kebudayaan merupakan suatu system

gagasan juga meletakkan kebudayaan sebagai pedoman manusia dalam berperilaku dan

bersikap. Jadi, budaya berupa rancangan hidup, maka budaya terdahulu itu merupakan gagasan

prima yang diwariskan melalui proses belajar sehingga membangun sifat manusia tersebut yang

dikenal dengan “nilai budaya”. Sebuah nilai yang dapat dilihat, dirasakan dan diwujudkan dalam

bentuk adat istiadat masyarakat.

C. PERWUJUDAN KEBUDAYAAN

Koentjaraningrat (1990) menggolongkan wujud kebudayaan menjadi:

1. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan

sebagainya,

Page 3: Perubahan sosial budaya (resume)

2. Sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam

masyarakat, dan

3. Sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Sedangkan J. J. Honingmann (1959) membagi budaya dalam tiga wujud, yakni Ideas, Activities,

dan Artifacs. Berdasar penggolongan ini, maka pengelompokan kebudayaan dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Budaya yang bersifat abstrak

Dalam hal ini, budaya dinilai abstrak, tidak dapat diraba dan dilihat. Namun,

pada hakekatnya telah berada pada masing-masing jiwa dan fikiran manusia. Ide-ide,

gagasan, nilai-nilai dan pemikiran merupakan salah satu contoh dari pada keabstrakan

budaya tersebut.

2. Budaya yang bersifat konkret

Sifat konkret merupakan lawan dari abstrak, dimana jika dikatakan budaya

bersifat konkret berarti budaya dapat dilihat, diraba dan diamati pada setiap pola

tindakan aktivitas manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Sifat konkret budaya ini

terdiri dari perilaku, bahasa dan materi/artefak.

D. PENGERTIAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Istilah ini sesungguhnya berasal dari dua konsep yang berbeda, pertama perubahan

social yang dilihat dengan kaca mata sosiologi dan kedua perubahan kebudayaan yang dilihat

menggunakan kaca mata antropologi. Sebelum penguraian masing-masing sumber, tidak ada

salahnya jika terlebih dahulu kita pelajari makna umum masing-masing.

Menurut Soedjono Dirdjosiswojo (1985), memberikan definisi bahwa perubahan social

adalah perubahan fundamental yang terjadi dalam struktur social, system social dan organisasi

social. Kemudian, Koentaraningrat (1989), menyatakan bahwa perubahan budaya adalah

perubahan-perubahan yang mencakup unsur-unsur kebudayaan, yakni mencakup perubahan

system pengetahuan, organisasi social, system mata pencaharian, system teknologi, religi,

bahasa dan kesenian. Perubahan ini terjadi akibat ketidaksesuaian di antara unsure-unsur

kebudayaan yang saling berbeda sehingga menghasilkan suatu keadaan yang harmonis bagi

kehidupan.

Selain kedua definisi diatas, sebenanya masih terdapat beberapa kolaborasi definisi

yang dilahirkan oleh tokoh-tokoh sosiologi dan antropologi yang lain. Namun secara singkat,

dapat diambil ibrah bahwa perubahan social budaya adalah perubahan yang mencakup hampir

semua aspek kehidupan social dan budaya dari suatu masyarakat atau komunitas. Pada

hakekatnya, proses ini lebih cenderung pada proses penerimaan perubahan baru yang dilakukan

oleh masyarakat tersebut guna meningkatkan taraf hidup dan kualitas kehidupannya.

Meskipun demikian, perubahan social budaya tidaklah lepas dari penilaian tentang

akibat positif dan negative dari responden yang mengalami proses ini secara langsung. Terdapat

pihak masyarakat yang dapat menikmati aroma positif dari perubahan ini, namun juga tidak

Page 4: Perubahan sosial budaya (resume)

terlepas dari aroma negative yang dinilai merugikan dan menghambat suatu pihak akibat

keadaan baru yang datang pada komunitas mereka.

E. TEORI-TEORI YANG MENDASARI PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Beberapa teori yang mendasari perubahan social budaya dalam suatu kehidupan masyarakat,

diantaranya:

a. Teori evolusi

Inti aliran ini menyatakan bahwa masyarakat akan berkembang dari masyarakat

sederhana (primitive) menuju masyarakat modern (complex) dan memerlukan proses

jangka panjang fase demi fase. Penganut faham ini berpendapat bahwa perubahan

menuju masyarakat modern ini akan mengalami perubahan secara linear (garis lurus)

dari masyarakat primitive menuju masyarakat tradisional hingga masyarakat modern.

Beberapa tokoh penganut aliran ini, antara lain:

a) Auguste Comte, berpendapat bahwa masyarakat akan mengalami tiga tahap

perkembangan, yakni (1) Tahap teologis, diwarnai nilai-nilai supranatural, (2)

Tahap metafisik, tahap peralihan dari tahap telogis menuju prinsip-prinsip

abstrak sebagai dasar perkembanngan budaya, dan (3) Tahap ilmiah, didukung

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

b) Herbert Spencer, menurutnya manusia akan melalui serangkaian tahap yang

berawal dari tahap kelompok suku bangsa yang homogeny dan sederhana men

uju tahap masyarakat modern yang kompleks. Juga, teori siapa yang kuat dan

energik, maka dialah yang menang dan tetap bertahan, merupakan teori hasil

pemikiran yang dilahirkannya.

c) Karl Marx, berpendapat bahwa adanya proses perubahan masyarakat primif

menuju masyarakat modern seiring perkembangan iptek, sehingga ia

mencetuskan teori bahwa suatu saat masyarakat modern kapitalistis akan

mengalami keruntuhan, digantikan dengan masyarakat komunistis.

b. Teori siklus

Menurut teori ini, berpendapat bahwa perubahan social merupakan sesuatu

yang tidak bisa direncanakan atau diarahkan kepada suatu titik tertentu, akan tetapi

akan berputar melingkar sebagai sesuatu yang berulang-ulang. Dengan kata lain, tidak

ada titik terakhir yang sempurna dari suatu perubahan social, namun akan kembali ke

tahap awal untuk peralihan ke tahap selanjutnya. Sehingga dikatakan tidak ada batas

yang jelas antara pola kehidupan masyarakat primitive, tradisional dan modern.

c. Teori fungsionalisme

Teori berpendapat bahwa masyarakat tak ubahnya seperti suatu struktur organ

tubuh manusia yang bagiannya memiliki hubungan keterkaitan antara satu sama lain.

Selain hubungan keterkaitan, organ manusia pun memiliki tugas dan fungsi jelas dan

berbeda yang saling melngkapi antara satu sama lain. Maka begitu pula dalam

Page 5: Perubahan sosial budaya (resume)

masyarakat setiap bentuk kelembagaan dapat melaksanakan tugas dan fungsi tertentu

guna kestabilan dan kemajuan suatu masyarakat.

F. BENTUK-BENTUK PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Menurut Soerjono Soekanto (1990) berpendapat bahwa perubahan social dan kebudayaan

dapat dibedakan dalam beberapa bentuk, diantaranya:

1. Perubahan lambat dan perubahan cepat

Perubahan lambat adalah perubahan social budaya yang memerlukan waktu lama,

cenderung tidak direncanakan dan berlangsung alamiah, tetapi biasanya menuju ke tahap

perkembangan masyarakat yang lebih sempurna atau lebih baik dari perkembangan

sebelumnya. Salah satu contoh ialah Teori Evolusi yang membutuhkan waktu panjang dan

lama tersebut.

Sedangkan, perubahan cepat merupakan kebalikan dari perubahan lambat, yakni

perubahan social budaya yang tidak memerlukan waktu lama, cenderung direncanakan dan

memiliki hasil yang tidak se-kongkret perubahan lambat. Hal ini serinng kita kenal dengan

istilah Revolusi, sebagai contoh Revolusi Industri, yang terencana dan tidak membutuhkan

waktu panjang. Beberapa syarat untuk terjadinya revolusi, antara lain:

a) Keinginan yang kuat,

b) Pemimpin yang berdedikasi tinggi,

c) Program kerja yang jelas,

d) Pemimpin mampu menyamakan tujuan bersama, dan

e) Adanya momentum yang tepat.

2. Perubahan kecil dan perubahan besar

Pada dasarnya, perbedaan antara keduanya sangatlah relative. Namun, tetap

terdapat perbedaan jika dilihat definisi masing-masing yang menjelaskan bahwa

perubahan kecil merupakan perubahan yang terjadi pada unsure-unsur struktur social

atau kebudayaan yang tidak membawa pengaruh langsung dan sangat berarti dalam

sendi-sendi kemasyarakatan. Sebaliknya, perubahan besar sangatlah membawa

pengaruh (positif atau negative) pada kehidupan masyarakat. Misalnya, perubahan

busana, pola makan, music, dll yang masih termasuk dalam perubahan kecil. Namun,

perubahan dalam suatu lembaga masyarakat (ekonomi, social, dll) pastilah akan

membawa pengaruh dalam masyarakat. Misal, krisis moneter, kenaikan harga BBM,

penurunan nilai harga jual hasil tani, dsb.

3. Perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak direncanakan

Perubahan yang direncanakan merupakan suatu bentuk perubahan yang telah

diperkirakan atau direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang akan melakukan

perubahan (agent of chance). Tentunya setelah melewati proses panjang, melalui

klarifikasi, verifikasi, observasi, dsb diakhiri dengan keputusan perubahan yang

terorganisir. Misal, REPELITA yang sempat digulirkan di masa Orde Baru.

Page 6: Perubahan sosial budaya (resume)

Sedangkan sebaliknya, perubahan yang tidak direncanakan merupakan bentuk

suatu perubahan yang tidak didesain terlebih dahulu akan tetapi tetap akan

berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Perubahan ini tidaklah melalui agent of

chance, melainkan berjalan alamiah dan seringkali dapat terjadi akibat efek ikutan dari

perubahan yang direncanakan. Misalnya, perubahan pola makan, pola pakaian,

perubahan moral dan pergeseran nilai-nilai budaya khususnya terhadap masyarakat

Indonesia.

G. FAKTOR-FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

1. Faktor Pendorong

1.1. Factor Internal

a. Factor Manusia

Manusia diletakkan sebagai factor yang paling terpenting dalam perubahan ini,

selain memiliki potensi biologis, manusia juga memiliki potensi psikologis yang sangat

dahsyat dalam mengatasi dan memecahkan berbagai persoalan yang dihadapinya.

Terlebih manusia menupakan satu-satunya subjek dalam proyek perubahan sosiologi

budaya ini, jadi tanpa keberadaannya niscaya tak kan pernah ada perubahan yang

diinginkan.

b. Factor Lingkungan

Lingkungan memberikan sumbangsih yang cukup besar dalam pencapaian

perubahan yang diharapkan. Karena disadari ataukah tidak, manusia sebagai subjek

tidak akan pernah terlepas dari lingkungan, baik masyarakat primitive, tradisional

maupun modern. Sehingga, keberadaannya yang kondusif sangatlah diharapkan untuk

mendorong target perubahan tersebut.

c. Adanya Penemuan-penemuan Baru

Factor manusia yang berkualitas dan lingkungan yang kondusif menjadi modal

berharga untuk mengeluarkan imajinasi dan gagasan baru sebagai proses sebuah

perubahan untuk menemukan hal-hal baru dalam lingkungan internal masyarakat

tersebut. dan penemuan-penemuan baru inilah yang banyak berperan sebagai

pendorong terjadinya perubahan social budaya di lingkungan masyarakat.

Penemuan dapat dibedakan menjadi discovery, yakni penemuan unsure

kebudayaan baru dalam bentuk apapun atau berupa gagasan yang diciptakan seseorang

maupun kelompok individu yang memang belum pernah ada sebelumnya. Dan

Invention, yakni pengakuan masyarakat untuk menerima, menganut dan menerapkan

penemuan dalam praktek sehari-hari.

1.2. Factor Eksternal

a. Kontak Budaya dan Komunikasi Sosial

b. Adanya Intervensi untuk Menerima nilai-nilai Baru

c. Peperangan atau Terjadinya Revolusi

Page 7: Perubahan sosial budaya (resume)

2. Faktor Penghambat

Menurut Soerjono Soekanto, terdapat 9 faktor penghambat terjadinya perubahan social

budaya, antara lain:

a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain,

b. Lambatnya perkembangan ilmu pengetahuan,

c. Sikap masyarakat yang tradisional,

d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam sangat kuat,

e. Rasa khawatir akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan,

f. Prasangka terhadap hal-hal asing atau sikap yang tertutup,

g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis, dan

h. Adat atau kebiasaan.

Referensi:

Suhanadji, M.Si. Drs. 2011. Sosiologi Antropoli Pendidikan Edisi Revisi. UNESA University Press Surabaya.