Makalah Perubahan Sosial Budaya

39
Tugas Individu Mata Kuliah : Perubahan Sosial DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA, KAJIAN DAN KONSEP TEORI ANTROPOLOGI Oleh : ANDI MUHAMMAD YUSUF K. E 511 05 027 0

description

tuisan ini dibuat semasa mengikuti mata kuliah perubahan sosial budaya, yang berisi resume dari berbagai sumber.

Transcript of Makalah Perubahan Sosial Budaya

Page 1: Makalah Perubahan Sosial Budaya

Tugas Individu

Mata Kuliah : Perubahan Sosial

DINAMIKA PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA, KAJIAN DAN KONSEP

TEORI ANTROPOLOGI

Oleh :

ANDI MUHAMMAD YUSUF K.

E 511 05 027

JURUSAN ANTROPOLOGIFAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR

2009

0

Page 2: Makalah Perubahan Sosial Budaya

PENDAHULUAN

Lingkup Perubahan Sosial Budaya

Kehidupan manusia bermasyarakat terwujud dalam berbagai tindakan sosial, yaitu

antara tindakan para pelaku dalam kegiatan-kegiatan sosial dengan sesama mereka atau dalam

kebersamaan, untuk kepentingan pemenuhan berbagai kebutuhan untuk hidup mereka.

Tindakan-tindakan sosial para pelaku selalu dilakukan secara spontan dan selalu diselimuti

oleh unsur-unsur emosi dan perasaan; sehingga dibedakan dari tindakan-tindakan formal atau

rasional yang berlaku dalam kegiatan-kegiatan korporasi atau birokrasi. Tindakan-tindakan

sosial, yang menghasilkan adanya hubungan-hubungan sosial antara warga masyarakat,

terwujud dalam berbagai kegiatan pranata-pranata sosial yang ada dalam masyarakat tersebut.

Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para pelaku tersebut selalu berpedoman pada norma-

norma dan peranan-peranan serta serta nilai-nilai yang ada dalam pranata sosial yang

bersangkutan. Selanjutnya, nilai-nilai, norma-norma, dan peranan- peranan yang ada dalam

pranata sosial tersebut berpedoman pada kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut.

Perubahan sosial atau perubahan dari norma-norma, peranan- peranan sosial, dan

pranata-pranata sosial yang berlaku dalam kehidupan sosial sebuah masyarakat dapat terjadi

karena adanya perubahan dalam lingkungan hidup masyarakat tersebut, karena perubahan

dalam jumlah dan komposisi penduduk yang menjadi warga masyarakat tersebut, karena

adanya peminjaman sesuatu unsur kebudayaan lain dan karena adanaya penemuan (discovery)

dan penciptaan (invention) dalam kehidupan ekonomi, teknologi, keyakinan, dan berbagai

aspek kehidupan lainnya dari masyarakat tersebut. Perubahan-perubahan yang terjadi di

dalam lingkungan hidup dari masyarakat dan begitu juga perubahan demografinya,

menyebabkan bahwa pedoman-pedoman yang ada dalam kebudayaan masyarakat tersebut

tidak lagi dapat digunakan atau kurang efektif penggunaannya dalam mengatur kehidupan dan

dalam menghadapi lingkungan hidup dari masyarakat tersebut. Karena itu, nilai- nilai, norma-

norma, dan peranan-peranan yang secara keseluruhan merupakan sistem, yang digunakan

untuk upaya-upaya pemenuhan kebutuhan bagi hidup mereka harus dirubah, yang perubahan-

perubahannya disesuaikan dengan lingkungan yang telah berubah tersebut. Perubahan-

1

Page 3: Makalah Perubahan Sosial Budaya

perubahan tersebut telah menghasilkan adanya perubahan-perubahan kebudayaan dan

kebudayaan yang berubah tersebut, sebagai pedoman acuan kehidupan sosial, telah

menghasilkan adanya perubahan sosial.

Dalam kasus pengambil alihan unsur-unsur kebudayaan dari luar, tejadi penemuan dan

penciptaan, prosesnya selalu dimulai secara individual oleh warga masyarakat yang

bersangkutan. Unsur- unsur kebudayaan yang diambil dari luar, yang ditemukan, atau yang

diciptakan biasanya dimulai dengan penggunaannya secara individual oleh yang bersangkutan

karena dirasakan sebagai menguntungkan. Dengan demikian maka perubahan yang terjadi

terwujud pada tingkat individual dan tidak pada tingkat kehidupan sosial dari masyarakat

tersebut. Perubahan yang terjadi pada tingkat kehidupan sosial atau perubahan sosial, baru

akan terjadi pada waktu keuntungan yang dirasakan secara individual tersebut

dikomunikasikannya dengan para warga lainnya tersebut juga merasakan keuntungan yang

diperoleh karena menggunakan unsur-unsur kebudayaan baru di dalam kehidupan mereka.

Unsur-unsur kebudayaan baru tersebut diakomodasikan didalam norma-norma, peranan-

peranan para pelaku, dan diberi muatan nilai-nilai sesuai kebudayaan yang ada. Dengan

demikian terjadilah perubahan di dalam kehidupan sosial dari masyarakat tersebut, yang

acuannya adalah perubahan kebudayaan, yang terwujud sebagai corak atau pola-pola

kehidupan sosial yang berbeda dari pada yang telah ada sebelumnya.

Bila diperhatukan mengenai proses-proses terjadinya perubahan sosial, maka terlihat

adanya dua cara: yaitu;

1. Terpaksa berubah karena terjadinya perubahan dalam lingkungan (termasuk

perubahan demografi), yang dalam keadaan perubahan tersebut para warga

masyarakat tidak mempunyai alternatif lainnya selain menyesuaikan diri dengan

perubahan lingkungannya, karena lingkungan itulah tempat mereka hidup dan yang

menghidupi mereka.

2. Terjadi secara sukarela, bertahap dari yang sederhana menjadi kompleks. Dilakukan

oleh individu-individu warga masyarakat yang bersangkutan karena perubahan sosial

dan budaya tersebut dirasakan sebagai menguntungkan bagi kehidupan mereka.

2

Page 4: Makalah Perubahan Sosial Budaya

Masyarakat dalam kehidupannya pasti mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi

bukan hanya menuju ke arah kemajuan, tetapi dapat juga menuju ke arah kemunduran.

Terkadang perubahan-perubahan yang terjadi berlangsung dengan cepat, sehingga

membingungkan dan menimbulkan ”kejutan budaya” bagi masyarakat. Perubahan itu dapat

terjadi di berbagai aspek kehidupan, seperti peralatan dan perlengkapan hidup, mata

pencaharian, sistem kemasyarakatan, bahasa, kesenian, sistem pengetahuan, serta

religi/keyakinan.

1. Peralatan dan perlengkapan hidup mencakup pakaian, perumahan, alat-alat rumah

tangga, senjata, alat produksi, dan transportasi. Sebagai contoh, pada zaman nenek

moyang kita memasak makanan dengan cara membakarnya, sekarang di zaman modern

memasak makanan menggunakan alat modern seperti oven atau membeli makanan yang

diawetkan.

2. Mata pencaharian dan sistem ekonomi meliputi pertanian, peternakan, dan sistem

produksi. Sebagai contoh, kaum laki-laki bekerja dengan cara berburu atau pekerjaan

lainnya, sedangkan kaum perempuan tinggal di rumah mengurus rumah tangga dan

mengasuh anak. Sekarang kaum perempuan dapat juga bekerja dan mata pencaharian

untuk kaum laki-laki tidak hanya berburu saja, tetapi sudah beragam jenisnya.

3. Sistem kemasyarakatan mencakup sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem

hukum, dan sistem perkawinan. Sebagai contohnya, pada masa kehidupan belum begitu

kompleks orang-orang yang ada ikatan darah atau keluarga selalu hidup bersama dalam

satu rumah. Saat ini ikatan masyarakat tidak hanya berdasarkan hubungan kekerabatan,

tetapi juga karena profesi, dan hobi yang sama.

4. Bahasa dahulu disampaikan secara lisan. Sekarang bahasa dapat disampaikan melalui

beragam media, seperti tulisan, sandi, dan sebagainya.

5. Kesenian mencakup seni rupa, seni suara, dan seni tari. Sebagai contoh, orang Jawa

menganggap bahwa sebuah rumah yang indah jika bernuansa gelap, sekarang

masyarakat Jawa banyak menyukai rumah yang bernuansa terang ataupun pastel.

3

Page 5: Makalah Perubahan Sosial Budaya

6. Sistem pengetahuan berkaitan dengan teknologi. Dahulu kala sistem pengetahuan

hanya berpedoman pada alam atau peristiwa alam. Sekarang ini sistem pengetahuan

terus berkembang seiring berkembangnya teknologi.

7. Religi atau sistem kepercayaan dahulu kala berwujud sistem keyakinan dan gagasan

tentang dewa, roh halus, dan sebagainya. Oleh karena itu, segala kegiatan manusia

dikaitkan dengan kepercayaan berdasarkan getaran jiwa. Namun, sekarang aktivitas

manusia banyak yang dikaitkan dengan akal dan logika.

Perubahan di berbagai bidang sering disebut sebagai perubahan sosial dan perubahan

budaya karena proses berlangsungnya dapat terjadi secara bersamaan. Meskipun demikian

perubahan sosial dan budaya sebenarnya terdapat perbedaan. Ada yang berpendapat bahwa

perubahan sosial dapat diartikan sebagai sebuah transformasi budaya dan institusi sosial yang

merupakan hasil dari proses yang berlangsung terus-menerus dan memberikan kesan positif

atau negatif. Perubahan sosial juga diartikan sebagai perubahan fungsi kebudayaan dan

perilaku manusia dalam masyarakat dari keadaan tertentu ke keadaan lain.

Faktor Pendorong Perubahan

Terjadinya sebuah perubahan tidak selalu berjalan dengan lancar, meskipun perubahan

tersebut diharapkan dan direncanakan. Terdapat faktor yang mendorong sehingga mendukung

perubahan, tetapi juga ada faktor penghambat sehingga perubahan tidak berjalan sesuai yang

diharapkan. Faktor pendorong merupakan alasan yang mendukung terjadinya perubahan.

Menurut Soerjono Soekanto ada sembilan faktor yang mendorong terjadinya perubahan

sosial, yaitu:

1. Terjadinya kontak atau sentuhan dengan kebudayaan lain.

Bertemunya budaya yang berbeda menyebabkan manusia saling berinteraksi dan mampu

menghimpun berbagai penemuan yang telah dihasilkan, baik dari budaya asli maupun

budaya asing, dan bahkan hasil perpaduannya. Hal ini dapat mendorong terjadinya

perubahan dan tentu akan memperkaya kebudayaan yang ada.

2. Sistem pendidikan formal yang maju.

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang bisa mengukur tingkat kemajuan sebuah

masyarakat. Pendidikan telah membuka pikiran dan membiasakan berpola pikir ilmiah,

4

Page 6: Makalah Perubahan Sosial Budaya

rasional, dan objektif. Hal ini akan memberikan kemampuan manusia untuk menilai

apakah kebudayaan masyarakatnya memenuhi perkembangan zaman, dan perlu sebuah

perubahan atau tidak.

3. Sikap menghargai hasil karya orang dan keinginan untuk maju.

Sebuah hasil karya bisa memotivasi seseorang untuk mengikuti jejak karya. Orang yang

berpikiran dan berkeinginan maju senantiasa termotivasi untuk mengembangkan diri.

4. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang.

Penyimpangan sosial sejauh tidak melanggar hukum atau merupakan tindak pidana, dapat

merupakan cikal bakal terjadinya perubahan sosial budaya. Untuk itu, toleransi dapat

diberikan agar semakin tercipta hal-hal baru yang kreatif.

5. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan masyarakat.

Open stratification atau sistem terbuka memungkinkan adanya gerak sosial vertikal atau

horizontal yang lebih luas kepada anggota masyarakat. Masyarakat tidak lagi

mempermasalahkan status sosial dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Hal ini

membuka kesempatan kepada para individu untuk dapat mengembangkan kemampuan

dirinya.

6. Penduduk yang heterogen.

Masyarakat heterogen dengan latar belakang budaya, ras, dan ideologi yang berbeda akan

mudah terjadi pertentangan yang dapat menimbulkan kegoncangan sosial. Keadaan

demikian merupakan pendorong terjadinya perubahan-perubahan baru dalam masyarakat

untuk mencapai keselarasan sosial.

7. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang tertentu

Rasa tidak puas bisa menjadi sebab terjadinya perubahan. Ketidakpuasan menimbulkan

reaksi berupa perlawanan, pertentangan, dan berbagai gerakan revolusi untuk

mengubahnya.

8. Orientasi ke masa depan

Kondisi yang senantiasa berubah merangsang orang mengikuti dan menyesusikan dengan

perubahan. Pemikiran yang selalu berorientasi ke masa depan akan membuat masyarakat

selalu berpikir maju dan mendorong terciptanya penemuan-penemuan baru yang

disesuaikan dengan perkembangan dan tuntutan zaman.

5

Page 7: Makalah Perubahan Sosial Budaya

9. Nilai bahwa manusia harus selalu berusaha untuk perbaikan hidup.

Usaha merupakan keharusan bagi manusia dalam upaya memenuhi kebutuhannya yang

tidak terbatas dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Usaha-usaha ini

merupakan faktor terjadinya perubahan.

Banyak faktor yang menghambat sebuah proses perubahan. Menurut Soerjono

Soekanto, ada delapan buah faktor yang menghalangi terjadinya perubahan sosial, yaitu:

1. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat.

3. Sikap masyarakat yang mengagungkan tradisi masa lampau dan cenderung

konservatif.

4. Adanya kepentingan pribadi dan kelompok yang sudah tertanam kuat (vested

interest).

5. Rasa takut terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan dan menimbulkan

perubahan pada aspek-aspek tertentu dalam masyarakat.

6. Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing, terutama yang berasal dari Barat.

7. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis.

8. Adat dan kebiasaan tertentu dalam masyarakat yang cenderung sukar diubah.

6

Page 8: Makalah Perubahan Sosial Budaya

PROSES PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Pola-pola Perubahan: Beberapa Pandangan Antropologi

Dalam kalangan antroplogi ada tiga pola yang dianggap sangat penting antara lain

Evolusi, Difusi, dan Akulturasi. Landasannya adalah penemuan atau Inovasi. Penemuan

paling menentukan dalam pertumbuhan kebudayaan dalam arti penemuan sesuatu secara

etimologi menerima sesuatau yang baru. Menurut Kroeber, kebutuhan dan kebetulan kecil

sekali peranannya dalam menghasilkan penemuan. Sumber terbesarnya adalah permainan

dorongan hati (impulse). Penemuan di bidang ilmu dan kesenian adalah hasil peningkatan

penelitian pancaindera dan aktivitas rasa keindahan orang dewasa, yang menyerupai

permainan dalam kehidupan anak kecil atau binatang mamalia.

Bahasan lebih rinci mengenai penemuan, dikemukakan oleh Barnett. Ia membicarakan

penemuan sebagai sesuatu yang lumrah di kalangan manusia. Setiap individu pada dasarnya

adalah penemu, meskipun kecenderungan dan kemampuan individu untuk menyimpang dari

batas-batas normal penyimpangan yang dapat diterima adalah berbeda bahan yang digunakan

oleh penemu atau tercipta berasal dari dua sumber, yakni kebudayaannya sendiri dan aspek-

aspek pengalamannya sendiri yang tak dibuat-buat seperti sifat dan cirri-ciri pisik dan

mentalnya sendiri. Jadi baik faktor internal maupun eksternal membantu menerangkan

perbedaan di kalangan individu berkenaan dengan aktivitas penemuan. Barnett sendiri

memberikan tekanan khusus pada aspek psikologi dari penemuan dan memperlakukan

suasana kebudayaan sebagai kerangka tempat berlakunya faktor psikologis. Hal penting untuk

tujuan bahasan kita adalah pendapat Barnett, bahwa penemuan adalah dasar bagi perubahan

kebudayaan.

Penemuan Baru/ Invention

Istilah penemuan (baru) mengacu pada penemuan cara kerja, alat, atau prinsip baru

oleh seorang individu, yang kemudian diterima (conventional) oleh orang-orang lain,

7

Page 9: Makalah Perubahan Sosial Budaya

sehingga hal tersebut menjadi milik bersama masyarakat (Haviland, 1988: 253). Istilah

"penemuan" (invention), pada prinsipnya, dapat dibagi menjadi dua ketegori, yaitu: penemuan

primer (primary invention) dan penemuan sekunder (seondary invention). Penemuan primer

adalah penemuan yang biasanya diperoleh secara kebetulan dan baru pertama kalinya,

sedangkan penemuan sekunder adalah proses perbaikan dengan menerapkan prinsip-prinsip

yang sudah diketahui melalui pengalaman. Penemuan primer lebih asli sifatnya, karena

langsung dari sumbernya, sedangkan penemuan sekunder cenderung mangalami perubahan,

perbaikan dan penyesuaian dengan lingkungannya, sehingga keasliannya tidak terjamin lagi.

Sebagai contoh penemuan alat penetak (kapak bermata batu di beberapa suku Papua) pada

zaman batu, yang kemudian mengalami proses perubahan menjadi alat-alat pemotong yang

terbuat dari bahan lainnya, seperti tulang binatang dan besi. Penyempurnaan bentuk dan

fungsinya dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat pemakainya. Contoh lain, adalah

penemuan proses pembakaran tanah liat dari lembek menjadi keras dan seterusnya. Sangat

memungkinkan, bahwa pada zaman dahulu kala pernah terjadi pembakaran tanah liat secara

tidak disengaja, yang digunakan sebagai wadah untuk memasak sesuatu. Perlu saya jelaskan

di sini, bahwa tidak semua kejadian secara kebetulan itu dapat dianggap sebagai suatu

penemuan (invention), selama penemunya tidak mengetahui manfaat atau fungsi dari

penemuannya tersebut. Kira-kira 25.000 tahun yang lalu, orang menemukan adanya

penerapan sistem pembakaran tanah liat yang dilakukan oleh manusia purba, karena beberapa

artefak patung-patung kecil yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, dapat ditemukan. Akan

tetapi, apakah penemuan yang sama dapat terjadi di beberapa tempat, seperti di Timur

Tengah, jawabannya adalah tidak, karena penggunaan wadah seperti itu belum mengakar di

sana. Nanti sekitar tahun 7.000 dan tahun 6.500 sebelum masehi, barulah penerapan

pembakaran tanah liat di Timur Tengah mulai dikenal melalui pembuatan wadah-wadah dan

bejana memasak yang tebuat dari tanah liat --- yang murah, awet, dan mudah dibuat ---

ditemukan.

Sebuah penemuan, seperti halnya dengan alat pentak dan tembikar di atas dapat

berubah dari penemuan primer menjadi sekunder. Banyak bukti yang dapat kita temukan dari

perubahan bentuk penggunaan tanah liat menjadi bentuk kentongan untuk menyimpan air,

kendi untuk menyimpan air minum, belanga untuk memasak, piring tanah untuk makan dan

8

Page 10: Makalah Perubahan Sosial Budaya

sebagainya, yang mengalami perubahan bentuk sesuai dengan fungsinya. Kegiatan pembuatan

grabah di Banyumulek di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), misalnya, merupakan salah

satu bukti riel perubahan tersebut. Kendi atau kentongan yang dulunya difungsikan sebagai

alat memasak atau wadah penyimpanan air, saat ini dijadikan sebagai cendera mata khas

Lombok dengan sentuhan-sentuhan seni assesorisnya. Kendi atau kentongan tersebut

dibungkus dengan menggunakan anyaman rotan kecil atau kadang-kadang diukir dan dibuat

menyerupai guci yang berasal dari negeri cina.

Selain perubahan bentuk dan fungsi di atas, perubahan dan efesiensi proses

pembuatannya pun juga ikut terjadi. Barang tembikar, misalnya, yang dibuat oleh masyarakat

purba dengan menggunakan tangan dan/atau alat sederhana lainnya, sejalan dengan

perkembangan waktu mengalami perubahan yaitu dengan menggunakan alat-alat tepat guna.

Para pengrajin gerabah waktu lampau melakukan pekerjaannya dengan mengaduk-aduk atau

menginjak-injak tanah liat untuk membuat adonan, saat ini dapat dilakukan dengan

menggunakan alat pengaduk yang menggunakan mesin atau dinamo pemutar. Para pengrajin

tembikar pada waktu silam membuat tembikarnya dengan tanpa wadah dan harus berputar

dari salah satu ke sisi lain, ketika membuat tembikarnya, kini dapat dilakukan dengan

menggunakan sebuah meja putar, sehingga pembuatnya tidak perlu lagi mengelilingi tembikar

buatannya. Perlu juga saya kemukakan di sini, bahwa tidak tertutup kemungkinan proses

perubahan dari penemuan primer ke penemuan sekunder dapat menimbulkan penemuan baru

lainnya. Pembuatan tungku pembakaran tanah liat di Timur Tengah, misalnya, yang juga

diterapkan ke dalam proses-proses lainnya, seperti pembakaran batu cadas menjadi kapur,

peleburan biji tambang (ore) menjadi logam dan lain sebagainya, merupakan salah satu bukti

penemuan lain tersebut. Ketika, misalnya, pembakaran tanah liat di Timur Tengah manusia

dikagetkan oleh temuan baru berupa kapur atau biji logam, maka ia berusaha membuat

percobaan-percobaan khusus dengan membakar batu cadas dan tanah tambang yang dianggap

mengandung logam.

Penemuan primer dapat mengakibatkan perubahan kebudayaan yang cepat dan

merangsang penemuan-penemuan lain, seperti tergambar dalam contoh di atas. Hal ini

disebakan oleh adanya sifat dinamis yang dimiliki kebudayaan, yang memungkinkan

terjadinya penemuan-penemuan. Darwin, misalnya, dengan teori evolusinya menemukan

9

Page 11: Makalah Perubahan Sosial Budaya

sebuah bukti, yang menurutnya dapat membuktikan, bahwa manusia itu dalam perkembangan

evolusi fisiknya berasal dari kera. Temuan ini akhirnya menjadi kontrovesial hingga saat ini,

karena temuan tersebut tidak sesuai dengan nilai-nilai, pola kebutuhan dan tujuan-tujuan

masyarakat. Oleh karena itu, tidak salah apabila Benedict (1934) mengatakan, bahwa peluang

penemuan untuk diterima (oleh masyarakat) sangat kecil, kalau penemuan tersebut tidak

berhasil menyesuaikan diri dengan pola kebutuhan, nilai dan tujuan-tujuan yang sudah mapan

di dalam masyarakat. Faktor lain yang dapat menghambat penerimaan sebuah temua adalah

kebiasaan (habit) masyarakat penerimanya. Dengan demikian, manusia pada umumnya akan

tetap berpegang pada kebiasaannya dan cenderung enggang menerima sesuatu yang baru,

yang menurutnya tidak terlalu adapatif dalam menghadapi lingkungannya. Jadi, peluang besar

sebuah penemuan untuk dapat diterima, apabila penemuan tersebut lebih baik daripada apa

yang digantikannya. Selain itu, prestise dan status si penemu juga menentukan diterima atau

kurang berterimanya suatu temuan. Apabila temuan itu didapat oleh orang-orang yang

berprestise atau berpengaruh, maka temuan tersebut cenderung cepat diterima, dibandingkan

dengan penemu biasa atau orang-orang yang tidak berpengaruh atau ahli dalam bidangnya.

Evolusi

Pemikiran evolusi kuno menurut garis lurus ini mengalami kemunduran di awala abad

20. Pemikiran ini mendapat serangan hamper disemua perkara. Sebagian besar kritikan itu

menyangkut perbedaan antara teori dan pengetahuan yang terhimpun mengenai masyarakat

primitif. Jika tak seluruhnya, kebanyakan teori evolusi ini didsarkan atas data yang tak

memadai dan tak cermat, dan teoritisinya sendiri umumnya tidak melakukan penielitian

lapangan yang intensif. Begitu pula, teori evolusi kuno cenderung meremehkan peranan

kebudayaan pinjaman, dan antropolog baru cenderung melihat pinjaman kebudayaan ini

sangat penting artinya. Pemikiran evolusi menurut garis lurus memperkuat sikap

etnosentrisme dan menjurus kearah penghinaan kebudayaan masyarakat yang “kurang maju”

Pemikiran evolusi baru, yang muncul setelah yang lama hancur karena serangan kritik

mematikan itu, mengurangi mitos perkembangan kebudayaan menurut garis lurus. Pemikiran

evolusi baru ini merupakan upaya untuk mentesiskan pemikiran ahli evolusi kuno dan

pemikiran ahli difusi dan fungsional, yang muncul kemudian. Pemikiran ahli difusi,

10

Page 12: Makalah Perubahan Sosial Budaya

menekankan sifat mobilitas berbagai unsur kebudayaan dan mencoba mengetahui bagaimana

cara berbagai unsur yang membentuk satu kebudayaan tertentu menyatu bersama. Pemikiran

ahli teori fungsional menekankan pada saling ketergantungan unsur kebudayaan, hubungan

masing-masing unsur menjadi satu keseluruhan yang penuh makna. Seperti pandangan

fungsionalisme sosiologis, pandangan ini pun ternyata tak mampu menerangkan masalah

perubahan secara memadai.

Pemikiran evolusionisme baru, mencakup berbagai ide. Beberapa ahli antropolog

kontemporer, menyamakan evolusi dengan perubahan. Sedangkan yang lain membanyangkan

evolusi sebagai pertumbuhan, perkambangan atau kemajuan. Wolf membangayangkan

evolusi dalam arti perkembangan kumulatif baik kuantitatif maupun kualitatif. Aspek

kuantitatif secara tersirat menyatakan tingkatan evolusi menurut skala numeric. Dengan

demikian, kebudayaan dapat dibedakan tingkatannya, umpamanya menurut jumlah energi

yang digunakan atau menurut cirri demografis, atau menurut intensitas komunikasi. Aspek

kualitatif berarti kemunculan-kemunculan komponen kebudayaan baru, yang memasukkan

dan menyatukan komponen yang ada menurut cara baru. Sebagian besar penemuan

merupakan penyatuan bagian-bagian yang telah ada sebelumnya menurut cara baru. Negara

adalah sebuah penemuan sosial yang menghasilkan perubahan kualitatif dalam organisasi

kebudayaan. Perubahan kualitatif utamanya adalah terjadinya perubahan dari bagian-bagian

kebudayaan yang sebelumnya tidak terspesialisasi menjadi kebudayaan yang berfungsi atas

dasar bagian-bagian yang terspesialisasi. Artinya, perubahan dari masyarakat pemburu dan

pengumpul makanan ke bentuk masyarakat yang lebih rumpil.

Kebudayaan adalah proses yang bersifat simbolis, berkelanjutan, kumulatif, dan maju

(progresif). Kebudayaan adalah proses simbolis dalam arti bahwa manusia adalah simbol

binatang (terutama binatang yang meggunakan bahasa). Berkelanjutan karena sifat simbolis

kebudayaan memungkinkannya dapat dengan mudah diteruskan dari seorang individu ke

individu yang lain dan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Akumulatif dalam arti unsur

bar uterus-menerus ditambahkan kepada kebudayaan yang ada. Kebudayaan bersifat progresif

dalam arti mencapai control yang semakin meningkat terhadap alam dan semakin menjamin

kehidupan yang semakin baik bagi manusia. Dengan kata lain kebudayaan adalah fenomena

11

Page 13: Makalah Perubahan Sosial Budaya

yang menghasilkan sendiri, mencakup kehidupan individu dan karena itu dapat menjelaskan

seluruh perilaku manusia

Difusi

Meskipun minat terhadap evolusi hidup kembali, pendekatan lebih umum atas

perubahan kebudayaan dipusatkan pada proses difusi atau akulturasi. Kedua hal ini akan

dibahas berikut ini.

Jika dalam teori evolusi menjelaskan perubahan atau perkembangan kebudayaan dari

bawah ke atas, maka difusi menjelaskan “perkembangan kebudayaan secara mendatar”. Ide

pokok dari teori difusionisme dalam antropologi mengatakan bahwa “terdapat transmisi atau

peralihan atau pergeseran atau perpindahan dari suatu kebudayaan apakah sifatnya material,

atau sebaliknya dari suatu kebudayaan ke-kebudayaan yang lain, dari orang ke orang, dari

suatu tempat ke tempat yang lain”. Berbeda sekali dengan asumsi evolusi bahwa “dinamika

atau perkembangan kebudayaan itu dari bawah ke atas secara pelan-pelan”. Terdapat

pendugaan-pendugaan atau perposisi atau asumsi-asumsi pokok dalam difusi yang bersifat

ekstrim. Dalam difusi ada yang menganut aliran ekstrim dan ada yang sedikit moderat. Aliran

ekstrim mengatakan bahwa “umat manusia itu tidak berdaya cipta”, jadi sesuatu itu, budaya

maupun sosial, hanya diciptakan sekali saja kemudian ditransmisikan dari suatu masyarakat

ke masyarakat yang lain yang biasa melampaui pola secara global. Ini bisa disebabkan oleh

suatu transmisi antara produk-produk yang stabil yang dibawah oleh masyarakat-masyarakat

yang berperadaban yang tinggi. Evolusi klasik mengasumsikan bahwa manusia itu punya

kreasi untuk menciptakan sesuatu yang sama dengan yang diciptakan oleh generasi berikutnya

melalui peningkatan disetiap tempat yang berbeda-beda. Jadi walaupun berbeda tempat tetapi

bisa sama yang diciptakan misalnya perahu, di mana-mana namun tempatnya berbeda, dan

dianggap suatu kebetulan, tetapi sebetulnya merupakan suatu perkembangan dari bawah ke

atas, tetapi masing-masing punya daya menciptakan seperti itu. Bukan karena adanya

perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain.

Kita telah membahas difusi sebagai proses yang menyebarkan penemuan (inovasi)

keseluruh lapisan satu masyarakat atau kadalam suatu bagian atau dari satu masyarakat ke

12

Page 14: Makalah Perubahan Sosial Budaya

masyarakat lain. Menurut pendekatan antropologi, difusi mengacu pada penyebaran unsur-

unsur atau ciri-ciri satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Tetapi beberapa antropolog

memperdebatkan hal ini. Malinowski menyatakan, difusi takkan dapat dipelajari kecuali bila

kita mengambil system organanisasi atau institusi sebagai unit-unit yang disebarkan

ketimpang cirri-ciri atau kompleks cirri-ciri kebudayaan. Defenisi yang lebih umum

menegaskan bahwa difusi adalah penyebaran aspek tertentu dari satu kebudayaan ke

kebudayaan lain. Teori difusi muncul sebagai alternative bagi teori evolusi. Teoritisi difusi

kuno telah membuat pernyataan yang sama berlebih-lebihannyadengan yang dibuat teoritisi

evolusi kuno.

Akulturasi

Akulturasi mengacu pada pengaruh satu kebudayaan terhadap kebudayaan lain Atau

saling mempengaruhi antara dua kebudayaan, yang mengakibatkan terjadinya perubahan

kebudayaan. Sebagaimana difusi, tak ada defenisi akulturasi yang memuaskan setiap

antropolog. Defenisi diatas serupa dengan defenisi antropolog klasik Redfield, Linton, dan

herkovits akulturasi meliputi fenomena yang dihasilkan sejak dua kelompok yang berbeda

kebudayaannya mulai melakukan kontak langsung, yang diikuti perubahan pola kebudayaan

asli salah satu atau kedua kelompok itu menurut defenisi ini, akulturasi hanyalah satu aspek

saja dari perubahan kebudayaan. Sedangkan difusi hanyalah satu aspek dari akulturasi. Begitu

pila, difusi selalu terjadi dalam akulturasi, tetapi tak dapat terjadi tanpa berkelanjutanya

kontak langsung yang di perlukan bagi akulturasi. Defenisi yang menjadi standar dalam

perubahan kebudayaan adalah yang dirumuskan tahun 1945. Akulturasi didefenisikan sebagai

“perubahan kebudayaan yang dimulai dengan berhubungannya dua sistem kebudayaan atau

lebih masing-masing otonom yang menjadi unit analisis adalah setiap kebudayaan yang

dimiliki masyarakat tertentu. Individu anggota masyarakat itu jelas adalah pendukung

kebudayaan, dan karena itu menjadi perantara yang menyebarkan kebudayaannya kepada

individuyang berasal dari masyrakat lain. Dalam analisis akulturasi, individu yang mengubah

kebiasaan berperilaku dan keyakinan asing, namun dikatakan adapt masyarakatnyalah yang

mengalami akulturasi.

13

Page 15: Makalah Perubahan Sosial Budaya

Menurut Haviland (1988: 263), bahwa proses akulturasi mendapat perhatian khusus

dari para antropolog. Akulturasi terjadi bila kelompok-kelompok individu yang memiliki

kebudayaan yang berbeda saling berhubungan secara langsung dan intensif, dengan timbulnya

kemudian perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau kedua

kebudayaan yang bersangkutan. Di antara variabel-variabelnya yang banyak itu, termasuk

tingkat perbedaan kebudayaan, keadaan, intensitas, frekuensi, dan semangat persaudaraan

dalam hubungan-nya, maka terjadi dua kubu yaitu yang dominan dan yang tunduk, serta

kemungkinan ada atau tidaknya saling pengaruh secara timbal balik dari kedua kebudayaan

atau lebih yang melakukan kontak. Perlu saya jelaskan di sini, bahwa istilah akulturasi dan

difusi kebudayaan merupakan dua bentuk pemakaian istilah yang bertolak belakang.

Akulturasi menurut Koentjaraningrat (2003: 7) adalah proses dimana para individu warga

suatu masyarakat dihadapkan dengan pengaruh kebudayaan lain dan asing. Dalam proses itu

sebagian mengambil alih secara selektif sedikit atau banyak unsur kebudayaan asing itu dan

sebagian pula berusaha menolak pengaruh itu. Sedangkan difusi kebudayaan

(Koentjaraningrat, 2003: 41), di pihak lain, adalah persebaran unsur-unsur kebudayaan di

muka bumi. Kalau persebaran itu merupakan akibat pengaruh suku bangsa yang satu pada

suku bangsa yang lain, proses difusi itu disebut difusi meransang (stimulus diffusion) yaitu

proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan akibat pengaruh gagasan yang menimbulkan

unsur-unsur itu. Akibatnya, sebuah kebudayaan dapat mengambil anasir dari kebudayaan lain

tanpa melalui akulturasi sama sekali

Sebagai akibat dari salah satu atau sejumlah proses tersebut, akulturasi dapat tumbuh

melalui beberapa jalur (Haviland, 1988: 263). Percampuran atau asimilasi unsur-unsur budaya

(cultural assimilations) dapat terjadi bila dua kebudayaan kehilangan identitas masing-masing

dan menjadi satu kebudayaan baru. Inkorporasi (incorporation) terjadi kalau sebuah

kebudayaan kehilangan otonominya, tetapi tetap mempunyai identitas sebagai subkultur,

seperti kasta, kelas atau kelompok. etnis, seperti yang terjadi di beberapa daerah taklukan,

yang umumnya menjadi budak dari penguasanya. Ekstinksi (extinction) atau kepunahan

adalah gejala di mana sebuah kebudayaan kehilangan orang-orang yang menjadi anggotanya,

sehingga tidak berfungsi lagi, dan kepunahan anggotanya karena mati atau bergabung dengan

kebudayaan lain. Dalam adaptasi dapat tumbuh sebuah struktur baru dalam keseimbangan

14

Page 16: Makalah Perubahan Sosial Budaya

yang dinamis. Perlu juga saya jelskan di sini, bahwa perubahan sebuah kebudayaan dapat

berjalan terus, akan tetapi bentuk pertumbuhan bersama biasanya agak lamban.

Haviland (1988: 264) memberikan contoh masyarakat Indian di bagian utara New

England pasca terjadinya invasi dan kolonialisasi oleh orang-orang Inggris. Dari luar memang

tampak, bahwa orang-orang Indian umumya berperilaku mirip dengan para kolonisnya, yang

juga hidup bersama-sama dengan mereka. Mereka, misalnya, senang memakai pakaian gaya

Eropa, menggunakan alat-alat besi dan bukan alat-alat batu lagi, bertempur dengan

menggunakan senapan atau senjata api dan tidak lagi menggunakan busur dan anak panah,

menekankan cara patrilineal dalam warisan harta benda mengakui adanya perbedaan

kedudukan (laki-laki dan perempuan), umumnya lancar mengunakan salah satu bahasa Eropa

(Perancis), dan bahkan memeluk agama Kristen (Katolik). Kebiasaan-kebiasaan sesuai adat-

sitiadat orang Indian, seperti; berburu, menangkap ikan, menanam jagung, buncis, dan

gambas, menggunakan kano dan sepatu salju, serta menghisap rokok sudah lama dijadikan

kebiasaan kaum kolonis, sehingga hal tersebut tidak lagi menjadi ciri khas orang Indian.

Dengan demikian, perbedaan antara orang Indian dan bukan Indian hampir tidak terlihat lagi,

meskipun mereka tetap memelihara inti nilai-nilai (value cores) dan tradisi (customs) khusus

sebagai milik mereka sendiri, dan inilah yang akan menjadi ciri pembeda satu-satunya bagi

mereka.

Menurut Smith (1990: 1), bahwa istilah akulturasi telah digunakan sejak abad ke-19

untuk menggambarkan proses akomodasi dan perubahan yang terjadi di dalam kontak budaya.

Akan tetapi, selama tahun 1930-an penggunaannya semakin meningkat, terutama oleh para

antopolog Amerika Serikat yang tertarik di dalam studi perubahan kebudayaan dan perubahan

sosial, serta pada problematika kerancuan sosial dan kemunduran budaya. Mereka

mendefinisikan akulturasi sebagai “fenomena-fenomena yang dihasilkan ketika sekelompok

manusia yang berasal dari latar kebudayaan berbeda berada dalam kontak langsung, yang

mengakibatkan perubahan secara sufisien dari kedua belah pihak. Memulai dari sebuah pola

dasar kebudayaan (culutral baseline) pre-kontak, studi akulturasi kemudian berusaha

mempelajari, menggambar-kan dan menganalisa proses perubahan. Dalam aplikasinya,

mereka lebih mengkonsentrasikan diri pada kontak antara masyarakat industri dengan

masyarakat bersahaja (native population), dengan menekankan pengaruh satu arah dari yang

15

Page 17: Makalah Perubahan Sosial Budaya

lama hingga selanjutnya, seperti yang terimplikasi di dalam antropologi terapan (Applied

Anthropology). Mereka dibesarkan oleh terpaan kritikan, karena keterbukaannya pada proses

pengembangan dan latar belakang kelompok kebudayaan dominan dan perubahan yang

muncul di dalamnya sebagai hasil dari situasi politik baru, ekonomi dan bentuk sosial. Studi

khusus dalam perspektif akultarasi termasuk di dalamnya mekanisme perubahan dan

resistensi dalam melakukan perubahan, dan kreasi tipologi dari hasil sebuah perubahan,

seperti: Asimilasi, reinter-pretasi, sinkeretisme, revitalisasi dan sebagainya. Studi akulturasi

akhir-akhir ini cenderung menghindari pem-bahasan yang berkenaan dengan pola

kebudayaaan (cultural pattern) dan latar belakang analisis struktur dominasi sosial, ekonomi

dan politik atau interaksi etnik dan strategi penggunaan elemen kebudayaan (cultural

elements) dalam kontak kebudayaan yang sedang berlangsung.

PERUBAHAN DAN FENOMENA SOSIAL

Logis sekali kalau contoh-contoh penerimaan per-ubahan paling besar bila unsur

perubahan itu merupakan akibat dari kebutuhan di dalam masyarakat itu sendiri. Ini dapat

merupakan usaha suatu masyarakat, untuk beradaptasi secara ekonomis dengan revolusi

teknologi yang melanda seluruh dunia, meskipun dampak perubahan itu mungkin terasa

dalam masyarakat seluruhnya. Perubahan peranan wanita di Afrika, atau sebenamya juga di

Amerika Serikat, dapat dianggap sebagai contoh perubahan seperti itu. Akan tetapi,

perubahan sering dipaksakan dari luar kebudayaan, biasanya oleh kolonialisme melalui

penaklukan.

Perubahan kebudayaan selain terjadi karena adanya mekanisme perubahan seperti

yang telah dijelaskan di atas, bisa juga terjadi karena adanya perubahan secara paksa. Bentuk-

bentuk perubahan kebudayaan secara paksa adalah kolonialisme. Penaklukan, pemberontakan

dan revolusi. Kolonilasme dan penaklukan biasanya ditandai oleh kemenangan militer negara

penjajah/penakluk dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke tangan

16

Page 18: Makalah Perubahan Sosial Budaya

kolonial/penakluk. Penduduk asli yang ditaklukkan tidak mampu menolak perubahan yang

dipaksakan. Kegiatan-kegiatan tradisional di bidang ekonomi, politik, agama, sosial dibatasi

dan dipaksa untuk melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung mengisolasikan

individu dan merusak integrasi sosialnya. Perubahan kebudayaan secara paksa melalui

kolonialisme dan penaklukan terjadi pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Politik

kolonilalisme dikembangkan oleh negara-negara, seperti Belanda, Portugal, Inggris, Perancis,

Spanyol dan Amerika serikat. Tidak mengherankan jika unsur-unsur budaya negara penjajah

sampai sekarang masih ditemukan dan diterapkan di negara-negara bekas jajahan. Unsur-

unsur bahasa, agama, system politik negara kolonial dapat ditemukan di negara bekas

jajahannya.

Apabila kolonialisme dan penaklukan merupakan bentuk perubahan kebudayaan

secara paksa yang berasal dari luar, maka pemberontakan dan revolusi dapat timbul dari

dalam masyarakat itu sendiri. Pemberontakan dan revolusi muncul karena kondisi-kondisi

yang dianggap kurang menguntungkan bagi sebagian besar masyarakat. Kondisi yang

dimaksud bisa berupa ketidakadilan dalam distribusi (kekayaan/material dan kekuasaan),

munculnya perasaan benci pada kelompok yang dianggap sebagai penindas dan hilangnya

kepercayaan penguasa. Menurut Haviland (1988: 268) terdapat lima kondisi sebagai pencetus

timbulnya pemberontakan dan revolusi, yaitu: (1) hilangnya kewibawaan pejabat-pejabat

yang kedudukan-nya mantap, sering sebagai kegagalan politik luar negeri, kesulitan

keuangan, pemecatan menteri yang popular, atau perubahan kebijakan yang popular, (2)

Bahaya terhadap kemajuan ekonomi yang baru dicapai. Di Perancis dan Rusia, golongan

penduduk (golongan profesi dan pekerja di kota-kota) yang nasib ekonominya mengalami

perbaikan sebelumnya, tertimpa oleh kesulitan-kesulitan yang tidak terduga-duga, seperti

tajamnya kenaikan pangan dan pengangguran, (3) Ketidaktegasan pemerintah, seperti

kebijaksanaan yang tidak konsisten. Pemerintah yang demikian itu kelihatannya seperti

dikendalikan dan tidak mengendalikan peristiwa, (4) Hilangnya dukungan dari kelas

cendekiawan. Kehilangan seperti itu oleh pemerintah-pemerintah prarevolusi di Perencis dan

Rusia menyebab-kan pemerintah kehilangan dukungan falsafahnya, yang menyebabkan

mereka kehilangan popularitas di lingkungan cendekiawan, (5) Pemimpin atau kelompok

17

Page 19: Makalah Perubahan Sosial Budaya

pemimpin yang memiliki kharisma cukup besar untuk menggerakkan sebagian besar rakyat,

melawan pemerintah.

Kelima kondisi di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk menganalisis perubahan

kebudayaan melalui pemberontakan dan revolusi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-

1998 (masa reformasi). Pada saat itu Presiden Soeharto, kabinet serta kroninya sudah

kehilangan kewibawaan di mata rakyatnya, karena dianggap gagal membenahi persoalan

ekonomi politik yang terjadi. Tingkat inflasi yang tinggi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang

merajalela mengakibatkan kehidupan rakyat semakin sengsara. Rakyat semakin tidak percaya

dengan rezim orde baru. Kalangan cendekiawan dan akademisi mulai mencabut dukungannya

serta menuntut untuk segera mundur. Munculnya pemimpin-pemimpin informal yang

kharismatik, seperti Amin Rais, Gus Dur, Megawati Soekarnoputri, Hamengkubuwono X

yang memiliki pengaruh besar untuk menggerakkan rakyat. Dimotori oleh gerakan mahasiswa

dan didukung oleh pemimpin karismatik, akhirnya terjadilah perubahan besar-besaran di

Indonesia yang diawali dengan mundurnya Soeharto dari jabatan Presiden pada 21 Mei 1998.

Salah satu produk sampingan kolonialisme adalah tumbuhnya antropologi terapan dan

digunakannya teknik dan pengetahuan antropologi untuk keperluan "praktis”. Dengan

demikian, tidak salah bila antropologi Inggris sering dipandang sebagai "hamba" politik

kolonial negara tersebut, karena mereka umumnya dipaksa menyediakan informasi yang

berguna untuk tetap mempertahankan kekuasaan pemerintahan kolonial di daerah jajahannya.

Di Amerika Serikat, para ahli antropologi dari abad-19 sangat mendambakan kegunaan

disiplin mereka, dan tidak jarang mereka turun tangan membantu orang-orang Indian

Amerika, tempat mereka bekerja. Awal abad ini, karya Franz Boas, yang hampir seorang diri

melatih satu generasi ahli antropologi di Amerika Serikat, telah membantu pemerintah untuk

mengubah politik imigrasi negara tersebut. Dalam tahun 1930-an para ahli antropologi

menanggapi sejumlah studi yang dilakukan di lingkungan industri dan lembaga-lembaga

lainnya, untuk tujuan-tujuan terapan. Timbulnya Perang Dunia II timbullah pekerjaan-

pekerjaan khusus di bidang administrasi kolonial di luar perbatasan nenua Amerika,

khususnya di daerah Pasifik, yang dikerjakan oleh pegawai-pegawai yang telah mendapat

latihan di bidang antropologi.

18

Page 20: Makalah Perubahan Sosial Budaya

Timbulnya kebangkitan orang-orang Jepang untuk melawan tentara sekutu juga

disebabkan oleh pengaruh dari para ahli antropologi dalam menentukan struktur pendudukan

Amerika Serikat. Eksperimen-eksperimen Amerika Utara yang dimaksudkan untuk memadu

kebudayaan kolonial dengan struktur pribumi dengan kekacauan yang sekecil mungkin, juga

telah berhasil. Meskipun banyak di antara studi itu diakui memang untuk kepentingan sandi

militer, akan tetapi itu semua juga bermanfaat untuk program pengembangan ilmu

pengetahuan.

Akan tetapi, seperti yang tercermin dalam beberapa kepustakaan awal tentang

hubungan antara bangsa-bangsa Eropa dengan kelompok-kelompok penduduk asli, tidak

mengandung pengertian antropologis dan sering tidak ada perikemanusiaan samasekali.

Pertemuan antara kolonialis dengan penduduk pribumi di beberapa tempat sering

mengakibatkan kematian besar-besaran, kesengsaraan yang memilukan, dan keruntuhan

komunitas atau yang lebih dikenal sebagai "kerusakan kebudayaan" (culture crash).

Keruntuhan tradisi komunitas seperti di atas yang ditandai dengan terjadinya khaos atau

ketidakstabilan sosial dan kecemasan setiap individu, sering diikuti dengan terjadinya

pendudukan kolonial. Ini samasekali tidak berarti, bahwa masyarakat tradisional itu tidak

mengenal bentrokan sebelum berhubungan dengan peradaban lain, tetapi berarti bahwa

pertentangan-pertentangan tersebut dapat diatasi melalui lembaga-lembaga kebudayaanya.

Kebudayaan asli pada awal-awal terjadinya pendudu-kan umumnya berantakan, karena

lembaga-lembaga tradisional yang diciptakan untuk mengatasi ketegangan atau pertentangan

diantara masyarakat pendukung sebuah kebudayaan tidak diperbolehkan oleh para penguasa

kolonial untuk menangani perubahan baru yang cepat dan tidak pada tempatnya dalam

konteks sistem tradisional itu. Perubahan yang terlalu cepat dalam sistem nilai, misalnya,

menyebabkan bagian-bagian lain dari kebudayaan menjadi ketinggalan.

Kadang-kadang penduduk pribumi memperlihatkan kekuatan dan daya tahan yang

besar dalam menghadapi dominasi Eropa, dimana mereka menemukan dan melakukan cara-

cara yang kreatif dan cerdik untuk mengkounternya. Penduduk yang dimaksud orang-orang

Trobriand yang berada di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Para misionaris suatu ketika

memperkenalkan sebuah permainan tradisional Inggris bernama “cricket” kepada masyarakat

Trobriand yang menjadi daerah jajahan negaranya. Akan tetapi, semua penduduk berusaha

19

Page 21: Makalah Perubahan Sosial Budaya

dan sepakat untuk membendung masuknya permainan Inggris secara utuh dengan

menjadikannya sebagai suatu pertandingan yang benar-benar bersifat Trobriand. Tidak

"primitif" dan juga tidak terlalu sesuai dengan bentuk aslinya di Inggris. Cricket ala Trobriand

yang kreatif ini disejajarkan dengan kegiatan-kegiatan yang khas, yang tetap mempertahankan

pentingnya pandangan-pandangan pokok dalam kebudayaan pribumi itu. Semua orang yang

berkepentingan dengan permainan itu kelihatan gembira dan bangga, dan para pemainnya

sama semangatnya untuk memamerkan siapakah diantara mereka itu mampu mencetak nilai.

Mulai dari mengecat mukanya sebagai tanda persiapan untuk bermain, nyanyian tim yang

membawakan lagu-lagu yang bernada "kasar", tari-tarian rombongan yang saling memberi

semangat, tidak dapat diragukan lagi, bahwa setiap pemain bermain demi kepentingannya

sendiri, demi kemasyhuran timnya, dan demi ratusan gadis-gadis cantik yang biasanya

menonton pertandingan itu.

Kasus-kasus akulturasi yang paling ekstrim biasanya terjadi sebagai akibat dari

kemenangan militer dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke tangan para

penakluk, yang tidak mengetahui apa-apa tentang kebudayaan yang mereka kuasai. Rakyat

pribumi, yang tidak mampu menolak perubahan-perubahan yang dipaksakan, karena kegiatan-

kegiatan tradisional mereka di bidan sosial, agama dan ekonomi juga turut dibatasi, sehingga

mereka dengan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung mengisolasikan

individu dan mengoyak-koyak integrasi sosialnya. Sistem perbudakan di Amerika Serikat

pada masa kolonialnya, merupakan contoh yang paling terkenal, yang memberi penjelasan

tentang masalah hubungan antar-ras yang dahulu dikemas dalam istilah "inferioritas rasial."

Perlu juga saya kemukakan di sini, bahwa sistem perbudakan yang terjadi di Amerika pada

awalnya tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja, tetapi juga hingga ke negara-negara

bagian, seperti di daerah-daerah perkebunan di Kepulauan Karibia dan di daerah-daerah

pantai Amerika Selatan hingga ke bagian tenggara Amerika Serikat. Masaah-masalah rasial

yang diwarisi Amerika Serikat dari zaman perbudakan itu juga terdapat di daerah-daerah

Amerika yang pernah menjalankan praktek-praktek perbudakan.

20

Page 22: Makalah Perubahan Sosial Budaya

PENUTUP

Masyarakat manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan dan

peningkatan kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan hasil

tali temali antara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik individu. Ketiga-

tiganya selalu berhubungan antara satu sama lain sehingga membentuk sebuah bangunan

masyarakat yang dapat dilihat sebagai sebuah realitas sosial. Perjalanan panjang dalam

rentangan periode kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia menelusuri hakikat

kehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat. Kemampuan akal budi sebagai

instrumen unggulan manusia telah melahirkan beraneka ragam karya cipta melesat melampaui

aspek-aspek material dilingkungan luarnya. Dengan demikian, senjata pamungkas tersebut

rupanya berperan besar menafsirkan realitas sosial yang selama ini dipandang sebagai

kenyataan alamiah yang steril dari kemungkinan intervensi kekuatan manusia. Kiranya

semenjak diakuinya kemampuan akal mengungkap kekuatan alam, secara perlahan-lahan

kalangan pemikir mulai melirik masyarakat sebagai obyek yang mampu dipahami

gejalagejalanya lalu dikendalikan dan disusun rekayasa sosial berdasarkan pemahaman

menyeluruh tentang kondisi obyektif msayarakat tersebut. Lahirnya ilmu-ilmu sosial

khususnya sosiologi manandai bahwa masyarakat sebagai kenyataan kini dipahami seperti

sebuah benda yang bisa “diutak-atik”. Begitu pula tentang perubahan sosial, terlepas dari

berbagai definisi perubahan sosial, pada hakikatnya telah mampu mengungkap hukum-hukum

dan antisipasi proses-proses sehingga mampu memberikan kontribusi terhadap peradaban

manusia. Apabila perubahan sosial dipahami sebagai suatu bentuk peradaban manusia akibat

adanya ekskalasi perubahan alam, biologis maupun kondisi fisik maka pada dasarnya

21

Page 23: Makalah Perubahan Sosial Budaya

perubahan sosial merupakan sebuah keniscayaan yang terjadi sepanjang hidup. Ruang gerak

perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga sampai

pada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan kekuatan kelembagaan dalam

masyarakat. Perubahan sosial sebagai “cetak biru” pemikiran, pada akhirnya akan memiliki

manfaat untuk memahami kehidupan manusia dalam kaitan dengan lingkungan

kebudayaannya. Kehidupan manusia adalah satuan sosial terkecil, dalam pola belajarnya akan

berhadapan dengan tiga sistem aktivitas. Bahwa manusia akan menjumpai lingkungan

komunitas masyarakat: manusia akan belajar dari lingkungan komunitasnya sehingga

mencakup peran serta masyarakat, kelompok-kelompok belajar sepanjang hidup, birokrasi

yang mendukung, sumber informasi yang luas dan beragam dll. Dengan begitu kehidupan

manusia tidak dapat dilepas dari peran ketiga lingkungan sistem aktivitas belajar dan

mencermati dirinya, terbentuknya kesadaran, pengalaman yang menggelitas dan keberanian

untuk mulai menapak menggunakan potensi yang dimilikinya. Analogi dengan pemikiran itu,

apa yang dapat dinyatakan dengan lengkap, perubahan sosial adalah suatu proses yang luas,

lengkap yang mencakup suatu tatanan kehidupan manusia. Perubahan sosial tidak hanya

dilihat sebagai serpihan atau kepingan dari peristiwa sekelompok manusia tetapi fenomena itu

menjadi saksi adanya suatu proses perubahan empiris dari kehidupan umat manusia.

Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas maupun orientasi pendidikan yang

berlangsung. Intervensi kekuatan proses tersebut juga mencakup semua proses yang terjadi di

berbagai sektor masyarakat. Baik dari tingkat basis keluarga sampai interaksi antar pranata

sosial. Sebagai bagian dari pranata sosial, tentunya pendidikan akan ikut terjaring dalam

hukum-hukum perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Sebaliknya, pendidikan

sebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya menjadi

agen penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan.

22

Page 24: Makalah Perubahan Sosial Budaya

REFERENSI

Fattah, Sanusi. 2008. Ilmu pengetahuan sosial : untuk SMP/MTs kelas IX. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta

Hanafi Abdillah, Memasyarakatkan Ide-ide Baru. Jakarta

Jalaluddin Rakhmat. 2004. Rekayasa Sosial. Jakarta

Jean P Baudrillard, 2004. Masyarakat Konsumsi. Kreasi Wacana. Yogyaklarta

Koentjaraningrat. 1975. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia. Jakarta

Kaplan, David dan Manners, A. Albert. 2000. Teori-Teori Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Keesing, M. Roger. 1999. Antropologi Budaya: Suatu Perspektif Kontemporer Jilid I.:Erlangga. Jakarta

Sjaifuddin Fedyani Achmad. 2005. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Prenada Media. Jakarta

Sjafri Sairin, 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Perspektif Antropologi.

Pustaka Belajar. Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono. 2001. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta

23

Page 25: Makalah Perubahan Sosial Budaya

Soelaeman, Munandar.2005 Ilmu Budaya Dasar. Refika Aditama. Bandung

Suparlan, Parsudi. Pengentasan Kemiskinan Melalui Perubahan Sosial dan Kebikjaksanaan

Sosial. Makalah. Jakarta

____________. 1986 "Kebudayaan dan Pembangunan", dlm Media Ikatan Kekerabatan

Antropologi, No. 11, hal. 2-19.  

Sukmayani, Ratna. 2008. Ilmu pengetahuan sosial 3: untuk SMP/MTs kelas IX. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

http://www.pdf-search-engine.com/teori-perubahan-sosial-menurut-ahli-pdf.html

http://aramdhon.staff.uns.ac.id/files/2009/05/template-bab-i.pdf

http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/gmhumaniora/250

http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/pengantar_antropologi/bab4-dinamika_kebudayaan.pdf

24