Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

25
Makalah Mata Kuliah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah Yogie Zulni Pratama E24100070 R. Dimas Adijourgia E24100079 Rizqi Adha Juniardi E24100103 Kelas: Hasil Hutan, Kamis 08.00-09.40 di Auditorium Dosen Pembimbing: Dr. Ir. H. Sambas Basuni, M.S.

Transcript of Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

Page 1: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

MakalahMata Kuliah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati

Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

Yogie Zulni Pratama E24100070

R. Dimas Adijourgia E24100079

Rizqi Adha Juniardi E24100103

Kelas: Hasil Hutan, Kamis 08.00-09.40 di Auditorium

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. H. Sambas Basuni, M.S.

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

2011

Page 2: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera untuk kita semua. Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang

Maha Esa karena berkat hidayahnya, kelompok kami dapat menyelesaikan tugas

makalah dalam mata kuliah Konservasi Sumber Daya Alam Hayati mengenai

Integrasi Pendekatan Sosial dengan judul “Perubahan Perilaku Masyarakat

Pedalaman Hutan Akibat Peraturan Pemerintah”.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam

pembuatan makalah ini. Walaupun banyak kekurangan yang terjadi pada pembuatan

makalah ini kami memohon maaf seperti pepatah, “Tak Ada Gading yang Tak Retak”.

Meskipun makalah kami masih jauh dari kesempurnaan, tapi dengan

kesalahan-kesalahan yang terjadi, kami siap untuk melangkah maju dengan kritik dan

saran yang membangun dan ditujukan kepada kelompok kami. Terima kasih atas

perhatian pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, November 2011

Hormat kami,

Penyusun

1

Page 3: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Hutan merupakan kawasan yang memiliki ciri khas tersendiri yaitu ditumbuhi

oleh pohon-pohon. Banyaknya jenis pohon yang ada di dalam suatu kawasan hutan

merupakan pertanda bahwa keanekaragaman dimiliki oleh kawasan hutan tersebut

baik dalam segi flora maupun faunanya.

Kemampuan hutan tidak hanya menjaga keanekaragaman tetapi juga sebagai

sumber kehidupan bagi masyarakat pedalaman hutan yang dapat mensejahterakan

kehidupan mereka. Dengan adanya kawasan hutan dan keanekaragaman yang

terkandung di dalam kawasan tersebut memiliki nilai guna tersendiri karena

pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat pedalaman tersebut. Pemanfaatan yang

dilakukan pun bermacam-macam yaitu mengambil sisa-sisa hutan dan

memanfaatkannya untuk membangun tempat tinggal atau untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Namun, dikarenakan ada campur tangan pemerintah atau manusia dari luar

kawasan hutan yang tidak mengerti hal-hal yang terjadi di dalam kawasan hutan

rakyat terjadi ketidakseimbangan antara masyarakat pedalaman dengan kawasan

hutan yang awalnya sudah memiliki timbal balik antara hutan dengan penduduk

sekitar.

Walaupun maksud pemerintah baik untuk memajukan nilai-nilai ekonomi

hutan, tetapi jika tidak memperhatikan interaksi-interaksi yang terjadi dengan

kawasan hutan, maka akan keuntungan bagi salah satu pihak dan kerugian di pihak

lainnya. Hal inilah yang merusak keseimbangan alam yang sudah terjadi dengan

manusia. Contohnya saja, peraturan-peraturan yang dibuat dianggap telah menjaga

hutan dari eksploitasi semena-mena namun masih dalam kawasan hutan tempat

tinggal masyarakat pedalaman. Namun, di lain pihak dikarenakan lahan pemanfaatan

hasil hutan yang terbatas, maka daerah yang dikelola oleh industri akan semakin

meluas dan mengambil daerah tempat tinggal masyarakat pedalaman.

2

Page 4: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

Oleh karena itu, pada zaman inilah para masyarakat pedalaman dituntut untuk

mengubah gaya hidup mereka yang sepenuhnya mengandalkan hasil hutan yang

disediakan oleh kawasan kehutanan dengan menghilangkan budaya asli mereka

dalam memanfaatkan hasil hutan atau mencari titik tengah/mencampur adat istiadat

dengan keadaan yang telah berubah akhir-akhir ini sehingga kekhasan dari

masyarakat tersebut tidak punah.

II. Tujuan

Mengetahui adat-istiadat dari masyarakat pedalaman hutan yang masih

mengandalkan hutan sepenuhnya.

Mengetahui dampak peraturan-peraturan pemerintah mengenai pengelolaan

hutan.

Mengetahui dampak peraturan pemerintah terhadap aktivitas kesejahteraan

masyarakat pedalaman dikawasan hutan.

3

Page 5: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

ISI

Pengertian Hutan, Jenis-jenis Hutan, dan Manfaat Hutan Menurut Hukum

Kehutanan

Hutan merupakan terjemahan dari kata bos (Belanda) dan forrest (Inggris).

Forest merupakan dataran tanah yang bergelombang dan dapat dikembangkan untuk

kepentingan di luar kehutanan seperti pariwisata. Di dalam hukum Inggris Kuno,

forrest (hutan) adalah suatu daerah tertentu yang tanahnya ditumbuhi pepohonan,

tempat hidup binatang buas dan burung-burung hutan. Di samping itu, hutan juga

dijadikan tempat perburuan, tempat istirahat, dan tempat bersenang-senang bagi raja

dan pegawai-pegawainya (Black, 1979: 584), namun dalam perkembangan

selanjutnya ciri khas ini menjadi hilang.

Pengertian Hutan dalam Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 41 Tahun 1999 adalah

suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati

yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

Ada empat unsur yang terkandung dari definisi hutan di atas, yaitu:

1. unsur lapangan yang cukup luas (minimal ¼ hektar) yang disebut tanah hutan.

2. Unsur pohon (kayu, bambu, palem), flora, dan fauna.

3. Unsur lingkungan.

4. Unsur penetapan pemerintah.

Unsur pertama, kedua, dan ketiga membentuk persekutuan hidup yang tidak

dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pengertian hutan disini mengantu

konsepsi hukum secara vertikal, karena antara lapangan (tanah), flora, pohon, dan

fauna. Beserta lingkungan merupakan satu kesatuan yang utuh.

Adanya Penetapan Pemerintah mengenai hutan mempunyai arti yang sangat

penting, karena dengan adanya Penetapan Pemerintah c. q. Menteri Kehutanan itu

4

Page 6: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

kedudukan yuridis hutan menjadi kuat. Ada dua arti penting Penetapan Pemerintah

tersebut, yaitu: agar setiap orang tidak dapat sewenang-wenang untuk membabat,

menduduki, dan mengerjakan kawasan hutan. Mewajibkan kepada pemerintah c. q.

Menteri Kehutanan untuk mengatur perencanaan, peruntukan, penyediaan, dan

penggunaan hutan sesuai dengan fungsinya serta menjaga dan melindungi hutan.

Tujuan perlindungan hutan adalah menjaga kelestarian dan fungsi hutan, serta

menjaga mutu, nilai, dan kegunaan hasil.

Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1967, dibedakan tiga jenis hutan,

yaitu hutan menurut pemilikannya, hutan menurut fungsinya, dan hutan menurut

peruntukannya. Hutan juga mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting

dalam menunjang pembangunan bangsa dan negara. Hal ini disebabkan hutan dapat

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan

masyarakat pedalaman. Menurut Ngadung, ada tiga manfaat hutan yaitu langsung dan

tidak langsung. Alasannya, bahwa manfaat lainnya dapat dikemukakan oleh Ngadung

lebih tepat digolongkan manfaat tidak langsung.

Potensi Hutan Rakyat

Hutan pastilah merupakan kawasan penanaman pohon yang memiliki areal

sangat besar sehingga memiliki cakupan singgungan yang besar. Selain memiliki

kemampuan untuk menyeimbangkan alam dan sebagai habitat biota-biota, hutan

secara tidak langsung juga memiliki potensi sebagai investasi hasil hutan rakyat

dalam penyediaan bahan baku industri pengolahan kayu. Keyakinan tersebut semakin

bertambah sejak disadarinya terjadi penurunan potensi hutan negara. Pemahaman dan

keyakinan itu sepatutnya disyukuri dan diwujudkan dalam bentuk perhatian dan

langkah tindak yang mengarah kepada peningkatan kinerja usaha hutan rakyat yang

selama ini telah diusahakan oleh masyarakat pedalaman secara swakarsa, swadaya,

dan swadana.

Hutan rakyat di Indonesia memiliki potensi besar baik dari segi populasi

5

Page 7: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

maupun jumlah kelompok yang mengusahakannya yang ternyata mampu

menyediakan bahan baku industri kehutanan. Perkiraan potensi dan luas lahan hutan

rakyat yang dihimpun dari kantor-kantor dinas yang menangani kehutanan di

Indonesia sekitar 39.416.557 m33dengan luas 1.568.415,64 ha, sedangkan data potensi

hutan rakyat berdasarkan sensus pertanian yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik

(BPS) menunjukkan bahwa potensi hutan rakyat mencapai 39.564.003 m3 3 dengan

luas 1.560.229 ha. Jumlah pohon yang ada mencapai 226.080.019 batang dengan

jumlah pohon siap tebang 78.485.993 batang.

Walaupun hutan rakyat mempunyai potensi dan peranan yang cukup besar,

namun hutan rakyat di Jawa pada umumnya hanya sedikit yang memenuhi luasan

minimal sesuai dengan definisi hutan, dimana luas minimal harus 0,25 hektar. Hal

tersebut disebabkan karena rata-rata pemilikan lahan di Jawa sangat sempit. Dengan

sempitnya pemilikan lahan setiap keluarga, hal ini mendorong pemiliknya untuk

memanfaatkan seoptimal mungkin. Sehubungan dengan hal tersebut maka pada

umumnya pemilik berusaha memanfaatkan lahan dengan membudidayakan tanaman-

tanaman yang bernilai ekonomis tinggi dan cepat dalam menghasilkan hasilnya.

Hamparan hutan rakyat yang kompak dengan luasan cukup biasanya ditemukan pada

petani yang memiliki lahan diatas rata-rata, pada lahan marginal serta pada lahan

terlantar (Hardjanto, 2000).

Permasalahan Pengusahaan Hutan Rakyat

Permasalahan hutan rakyat yang muncul sampai saat ini meliputi empat aspek

yaitu produksi, pengolahan, pemasaran, dan kelembagaan. Aspek produksi khususnya

tentang struktur tegakan dan potensi produksi. Peneliti-peneliti menemukan bahwa

satu sisi struktur tegakan kayu rakyat menunjukkan struktur hutan normal, namun di

sisi lain ternyata pohon-pohon yang dijual mengalami penurunan kelas diameter. Hal

ini berarti mengancam kelestarian tegakan hutan rakyat dan mengancam pula

kelestariannya.

6

Page 8: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

Aspek pengolahan yang dimaksud adalah semua jenis tindakan/perlakuan

yang merubah bahan baku menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi.

Masalah terbesar saat ini pada aspek pengolahan adalah masalah jumlah dan

kontinuitas sediaan bahan baku.

Jika permasalahan pemasaran meliputi sistem distribusi, struktur pasar

(market structure), penentuan harga, perilaku pasar (market conduct), dan keragaan

pasar (market performance). Kelembagaan yang mendukung pada setiap subsistem

juga masih perlu disempurnakan agar kinerja usaha hutan rakyat secara keseluruhan

dan menjadi lebih baik.

Hubungan Peraturan Pemerintah dengan Masyarakat Pedalaman

Masyarakat lokal telah lama mengelola dan memanfaatkan hutan untuk

kehidupan mereka. Sejak Pemerintah pusat mengambil alih pengelolaan hutan dari

masyarakat, masyarakat telah menderita dan pengelolaan hutan telah gagal karena

kurangnya partisipasi masyarakat. Tulisan ini menganalisa beberapa hambatan

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan.

Kebijakan pemerintah jangka panjang (1886-1989) menganjurkan konsesi

pengusahaan hutan dan budidaya monokultur berskala besar. Pengelolaan hutan

dengan pengambilan keputusan dipusat (top-down) menyebabkan kerusakan ekonomi

dan ekologi yang serius terhadap negara secara keseluruhan. Sampai tahun 1990-an,

bagian timur laut telah mengalami kerusakan yang paling buruk akibat penebangan

berlebih dan konversi lahan hutan kedalam tanaman karet, kopi, dan buah-buahan.

Program ini juga telah memacu suku terpencil lokal untuk pindah dan menjadi

penghuni “ilegal” di tempat lain.

Meskipun konstitusi tahun 1997 mengakui pentingnya partisipasi masyarakat,

pelaksanaannya hanya melibatkan pemerintah dan sektor swasta. Sedikit yang telah

dilakukan untuk memperluas partisipasi lokal. Ada beberapa alasan dari kegagalan

ini. Pemerintah melihat pengelolaan hutan dari segi kebijakan, mengdahulukan nitisat

7

Page 9: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

(peraturan dan perundang-undangan yang ketat) daripada ratthasat (diplomasi),

mengutamakan kepentingan pengusaha, dan pemusatan pengambilan keputusan pada

tingkat nasional dengan kurang memahami kondisi lokal. Selanjutnya, pegawai

pemerintah sering memiliki sikap yang negatif menghadapi masyarakat lokal yang

tergantung pada hutan. Mereka melihat pemanfaatan hutan sebagai pengrusakan

hutan tanpa memahami bagaimana masyarakat lokal mengelola hutan. Untuk

meningkatkan pemahaman pemerintah dan memperluas kepercayaan semua pihak,

pegawai harus ikut dalam aktivitas sosial masyarakat dan meninjau kembali

kebijakan, program, dan komitmen terhadap masyarakat.

Pengelola hutan juga dibatasi oleh kurangnya pelatihan dalam konsep,

strategi, dan metode partisipasi di dalam pengelolaan hutan. Pendidikan partisipasi

dengan mengikutsertakan pegawai pemerintah dan masyarakat lokal untuk bekerja

sama harus didorong. Akhirnya, kurangnya insentif bagi masyarakat untuk

berpartisipasi di dalam pengelolaan hutan, dan jika mereka melakukannya, mereka

tidak menerima keuntungan yang pantas. Kenyataanya, meskipun di dalam rancangan

hutan kemasyarakatan sebelum disahkan Senat, masyarakat pedalaman miskin dilihat

sebagai ancaman terhadap hutan.

Hutan kemasyarakatan bukan hanya pengelolaan hutan, tetapi cara menuju

perubahan yang luas dan penguatan lokal. Hal itu dapat menghasilkan pendapatan

dan menguatkan kemampuan lokal dalam mengelola sumberdaya hayati. Hal tersebut

membantu pembangunan sumberdaya manusia melalui peningkatan kesadaran dan

pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang baik. Akhirnya, hal

tersebut akan membantu menyeimbangkan pembuatan keputusan antara pemerintah

pusat dan masyarakat lokal.

Komunikasi yang Dapat Dilakukan Kepada Masyarakat Pedalaman

Penyuluhan adalah salah satu kegiatan penyampaian keinginan pemerintah

kepada masyarakat, agar masyarakat menjadi tahu dan mengerti antara kegiatan yang

8

Page 10: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

dilarang serta merugikan dengan kegiatan apa yang boleh dikerjakan dan bermanfaat.

Bentuk pelayanan komunikasi masyarakat di bidang kehutanan merupakan kegiatan

penting dalam mencegah berlanjutnya kerusakan hutan dan sekaligus

memberdayakan masyarakat dengan aneka kegiatan usaha obyek kehutanan untuk

meningkatkan kesejahteraan.

Penyuluhan kehutanan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan serta mengubah sikap dan perilaku masyarakat agar mau dan mampu

mendukung pembangunan kehutanan atas dasar imam dan taqwa kepada Tuhan YME

serta sadar akan pentingnya sumber daya hutan bagi kehidupan manusia.

Pola penyuluhan kehutanan sudah disusun dengan telah dibentuknya Badan

Penyuluhan Kehutanan dengan kelengkapan perangkat keras dan lunaknya, di pusat

dan di daerah (Peraturan Presiden R.I. No.24 tahun 2010, tanggal 14 April 2010).

Sasaran penyuluh kehutanan adalah pertama masyarakat di dalam dan di sekitar

kawasan hutan, kedua adalah masyarakat pengguna produk kehutanan, dan ketiga

adalah masyarakat lainnya, terutama yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan.

Pendekatan oleh penyuluh dapat di lakukan kepada perorangan, kelompok

maupun kepada masyarakat langsung pada saat momentum tertentu. Ini adalah pola

normatif penyuluhan berjenjang dan berlanjut. Berjenjang artinya ada media

perantara yang sudah dipersiapkan terlebih dahulu, dan berlanjut berarti

berkesinambungan sehingga terbentuk hubungan kepercayaan dan emosional yang

membangun, timbal balik antara penyuluh dengan individu, perorangan, kelompok

atau komunitas masyarakat disitu.

Komunikasi interaktif seperti itu memang memerlukan persiapan yang

matang, siapa sasaran masyarakat, dimana dan kapan sebaiknya di lakukan.

Masyarakat sekitar hutan dan mungkin yang sudah terlanjur bermukim di dalam

kawasan hutan, pada umumnya belum menempuh hidup yang mapan. Metode atau

sistem penyuluhan berbeda bila berhadapan dengan masyarakat adat yang sudah

turun temurun berada disitu, berpola pertanian sebagai peladang berpindah, atau

masyarakat adat yang sudah mapan dan sudah memiliki aturan pantangan apa yang

9

Page 11: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

boleh dikerjakan dan yang tidak boleh dikerjakan (pamali). Begitu juga masyarakat

petani hutan rakyat, pesanggem tumpang sari dan masyarakat prural, urban dan

perkotaan, kesemuanya menjadi sasaran penyuluh kehutanan. Cukup luas memang

sasaran masyarakat yang harus dihadapi dan kesemuanya ini diperlukan adanya

pengaturan tata kerja yang betul betul efektif.

Kesinambungan penyuluhan kehutanan memerlukan jadwal kunjungan tim

penyuluh yang teratur dengan membawa perangkat yang diperlukan, dapat

disampaikan secara lisan, melalui gambar, suara, contoh, peragaan dan sedapat

mungkin di dekat atau di dalam areal demplot yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Demonstration Plot atau Demplot dapat berupa Hutan Wisata, Taman Hutan, Kebun

Bibit, Kebun Binatang, Bumi Perkemahan, Lokasi Rekreasi atau dimana saja, bahkan

kalau perlu di dalam ruangan yang sudah diisi dengan materi yang diperlukan. Yang

di pentingkan adalah isi muatan materi penyuluhan yang dapat dengan mudah

dimengerti dan membangkitkan pertanyan ingin tahu lebih jauh serta penyuluh dapat

menjelaskan dan menampung saran dan kritik. Inilah yang disebut Komunikasi

Interaktip penyuluhan kehutanan.

Sebaik apapun pelaksanaan komunikasi interaktif akan lebih sempurna bila

diikuti pelatihan dan peragaan di lapangan. Penerima atau peserta penyuluhan dapat

langsung melihat dan mengerjakan sendiri kegiatan pemanfaatan obyek kehutanan.

Mengenali apa saja isi hutan, misalnya mengenali bentuk rupa biji-bijian dari

berbagai jenis pohon dsb. Bagaimana mengatur jarak tanam pohon hutan dan

menebar bibit antar larikan pohon di areal pesanggem tumpang sari, menentukan

jenis ikan apa di areal tanaman bakau (agro silvo fishery) dan memanen rumput

diareal hutan untuk penggemukan ternak (agro silvo pastures) dan menanam palawija

dan sayur (agro silvo crop) di lereng pegunungan yang pada umumnya masuk

kawasan hutan lindung. Mengapa dilarang mempergunakan pupuk organik dan

pestisida di dataran tinggi, bahayanya dan akibat yang akan terjadi.

Bentuk peragaan teknis penanggulangan kebakaran hutan adalah juga

sebenarnya sebuah cara penyuluhan terselubung dengan dibentuknya satuan gugus

10

Page 12: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

kegiatan teknis mitigasi dan pemadaman kebakaran hutan. Kegiatan seperti ini secara

intensif dikerjakan oleh kelompok petugas Manggala Agni yang secara formal

berjumlah hampir 2000 orang, diataranya adalah petugas SMART (Satuan Manggala

Agni Reaksi Taktis) yang berjumlah 195 orang. Dari segi pandangan penyuluhan,

kelompok ini mampu menciptakan ratusan kelompok masyarakat sekitar hutan yang

disebut MPA atau Masyarakat Peduli Api. Pencegahan kebakaran tahun 2010 cukup

berhasil (di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Riau, Jambi dan Aceh) yang

selanjutnya mendapat apresiasi negara ASEAN. Keberhasilan ini diperoleh karena

dapat mengerahkan masyarakat sekitar hutan dengan ramai-ramai bergotong royong

memadamkan kebakaran hutan. Sekarang ini saatnya mengembangkan kembali naluri

gotong royong masyarakat, yang dahulu pernah menjadi ciri budaya Nusantara.

Sifat Hukum Adat yang Tidak Statis dengan Sistem Penyesuaian Keadaan Baru

Orang pada umumnya mengetahui adanya hukum adat secara lisan. Hukum

adat mulai ditulis oleh kepala-kepala adat. Sifat hukum ada yang tidak statis dibuat

dengan sistem penyesuaian keadaan yang baru. Sebagai contoh, peraturan adat yang

dibuat oleh masyarakat pedalaman hutan selalu ditinjau kembali setiap tahunnya.

Aturan yang lama disempurnakan dengan cara menambah atau mengurangi pasal-

pasal yang telah ada, sehingga selalu dapat menyesuaikan dengan perkembangan

zaman.

Hukum adat diatur terutama oleh kepala adat di desa-desa kecil sekitar hutan

dan kepala adat besar yang memimpin seluruh desa pedalaman hutan. Tokoh

masyarakat juga dilibatkan untuk mengambil keputusan bersama dalam desa maupun

wilayah adat tersebut. Jika mengambil keputusan dalam desa, urusan pemerintahan,

dan urusan luar secara umum didiskusikan bersama kepala desa. Sedangkan kalau

yang terkait dengan hutan, denda, dan urusan keluarga, ketua adat dan kepala adat

besar yang bertanggung jawab terhadap keputusan itu.

11

Page 13: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

Pengakuan Hutan Masyarakat Pedalaman Berdasarkan Undang-undang

Negara

Pada bulan September 1999 telah berhasil dibuat Rancangan Undang-undang

Republik Indonesia tentang Kehutanan di mana dalam Rancangan Undang-undang ini

disebutkan bahwa pemerintah mengakui hutan adat dan memperhatikan hak

masyarakat hukum adat. Pasal 1 ayat (6) menyatakan sebagai berikut: “Hutan adat

adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”.

Selanjutnya dijelaskan pada pasal 4 ayat (3) yang bunyinya sebagai berikut:

“Penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat,

sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, serta tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional”.

Kebijakan yang Dilakukan Pemerintah

Kebijakan pemerintah jangka panjang (1886-1989) menganjurkan konsesi

pengusahaan hutan dan budidaya monokultur berskala besar. Pengelolaan hutan

dengan pengambilan keputusan dipusat (top-down) menyebabkan kerusakan ekonomi

dan ekologi yang serius terhadap negara secara keseluruhan. Sampai tahun 1990-an,

bagian timur laut telah mengalami kerusakan yang paling buruk akibat penebangan

berlebih dan konversi lahan hutan kedalam tanaman karet, kopi, dan buah-buahan.

Program ini juga telah memacu suku terpencil lokal untuk pindah dan menjadi

penghuni “ilegal” di tempat lain.

Meskipun konstitusi tahun 1997 mengakui pentingnya partisipasi masyarakat,

pelaksanaannya hanya melibatkan pemerintah dan sektor swasta. Sedikit yang telah

dilakukan untuk memperluas partisipasi lokal. Ada beberapa alasan dari kegagalan

ini. Pemerintah melihat pengelolaan hutan dari segi kebijakan, mengdahulukan nitisat

(peraturan dan perundang-undangan yang ketat) daripada ratthasat (diplomasi),

mengutamakan kepentingan pengusaha, dan pemusatan pengambilan keputusan pada

12

Page 14: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

tingkat nasional dengan kurang memahami kondisi lokal. Selanjutnya, pegawai

pemerintah sering memiliki sikap yang negatif menghadapi masyarakat lokal yang

tergantung pada hutan. Mereka melihat pemanfaatan hutan sebagai pengrusakan

hutan tanpa memahami bagaimana masyarakat lokal mengelola hutan. Untuk

meningkatkan pemahaman pemerintah dan memperluas kepercayaan semua pihak,

pegawai harus ikut dalam aktivitas sosial masyarakat dan meninjau kembali

kebijakan, program, dan komitmen terhadap masyarakat.

Pengelola hutan juga dibatasi oleh kurangnya pelatihan dalam konsep,

strategi, dan metode partisipasi di dalam pengelolaan hutan. Pendidikan partisipasi

dengan mengikutsertakan pegawai pemerintah dan masyarakat lokal untuk bekerja

sama harus didorong. Akhirnya, kurangnya insentif bagi masyarakat untuk

berpartisipasi di dalam pengelolaan hutan, dan jika mereka melakukannya, mereka

tidak menerima keuntungan yang pantas. Kenyataanya, meskipun di dalam rancangan

hutan kemasyarakatan sebelum disahkan Senat, masyarakat pedalaman miskin dilihat

sebagai ancaman terhadap hutan.

Hutan kemasyarakatan bukan hanya pengelolaan hutan, tetapi cara menuju

perubahan yang luas dan penguatan lokal. Hal itu dapat menghasilkan pendapatan

dan menguatkan kemampuan lokal dalam mengelola sumberdaya hayati. Hal tersebut

membantu pembangunan sumberdaya manusia melalui peningkatan kesadaran dan

pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang baik. Akhirnya, hal

tersebut akan membantu menyeimbangkan pembuatan keputusan antara pemerintah

pusat dan masyarakat lokal.

13

Page 15: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

PENUTUP

Kesimpulan

Masyarakat pedalaman hutan masih sangat bergantung pada hutan seutuhnya,

karena, hutan menunjang seluruh aspek kehidupan mereka, tidak hanya sekedar untuk

ekonomi saja tapi, dari segi sosial pun hutan sangatlah menunjang kehidupan mereka.

Peraturan – peraturan yang dibuat oleh pemrintah sangat merubah aspek segala

pengelolaan hutan dan segala macam kegiatan masyarakat yang ada didalamnya.

Karena, pemerintah merupakan badan yang memiliki kekuatan untuk merubah segala

aspek, dan didalamnya termasuk kehutanan.

Dampak – dampak yang ditimbulkan oleh peraturan yang dibuat pemerintah,

sangatlah terlihat. Dari mulai dibuatnya peraturan tentang HPH, HTI dan juga

termasuk Hutan rakyat. Secara otomatis merubah pula kehidupan masyarkat hutan

didalamnya. Dari mulai pembagian hasil keuntungan, pembagian lahan, dan

sengketanya semua diatur oleh pemerintah, maka kehidupan yang dijalani oleh

masyarakat di dalam hutan secara cepat berubah menyesuaikan diri dengan peraturan

yang ada.

14

Page 16: Perubahan Perilaku Masyarakat Pedalaman Hutan Terhadap Hutan Rakyat Akibat Peraturan Pemerintah

DAFTAR PUSTAKA

Bruce Campbell . 1996 . The Miombo in Transition : Woodlands and Welfare in

Africa. Bogor . CIFOR

Ida Aju Pradnja Resosudarmo, Carol. J. Pierce. Colfer. Masyarakat hutan dan

perumusan kebijkan di Indonesia kemana harus melangkah?. 2003.

Jakarta. Yayasan Obar Indonesia.

K.A. Vogt, dkk. 2007. Forests and Society: Sustainability and Life Cycles of

Forests in Human Landscapes. London. Cab International.

Leach, M. 1999. Plural Perspectives and Institusional Dynamics : Challenges for

Community Foresty. Makalah yang di sajikan pada seminar International

Agrarish Centrum, Decisiun Making in Natural Resources Management

with a Focus on Adaptive Management. September 1999. Wageningen.

Belanda.

Rahajaan, Emmanuel. 1992. Penyerahan Penggunaan Kawasan Hutan kepada

Pihak lain. Makalah pada Penataran Teknis-Yuridis Kawasan Hutan,

November 1992. Jakarta.

Suharjito, D. Dkk. 1999. Karakteristik Pengelolaan Hutan berbasiskan

Masyarakat. Yogyakarta, Indonesia. Studi Kolaboratif Forum Komunikasi

Kehutanan Masyarakat.