MODEL DINAMIKA VOLUME JATAH TEBANGAN AKIBAT · PDF fileKelompok 6 (Praktikum Kamis Pagi) ......
Transcript of MODEL DINAMIKA VOLUME JATAH TEBANGAN AKIBAT · PDF fileKelompok 6 (Praktikum Kamis Pagi) ......
MODEL DINAMIKA VOLUME JATAH TEBANGAN
AKIBAT DIPENGARUHI OLEH INTENSITAS KEBAKARAN
Disusun oleh:
Kelompok 6 (Praktikum Kamis Pagi)
Anggota:
Zadhi Syahri Sa’bani E14120066
Destiyani Hilminingtyas E14120067
Azwadri E14120068
Hotmaida E14120072
Laela Nurahma E14120074
Sidiq Ma’ruf E14120075
Dosen
Dr. Ir. Budi Kuncahyo, MS
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia yang terletak di wilayah tropika memiliki hutan hujan tropis yang
kaya akan sumberdaya alamnya. Indonesia dengan luas hutan terbesar ketiga di
dunia (setelah Brasil dan Kongo). Riap hutan alam Indonesia yang semakin
menurun dan tidak seimbang dengan laju pemanenan dan kebutuhan kayu,
mendorong meningkatnya laju deforestasi dan degradasi lahan hutan Indonesia.
Tercatat 1,8 juta sampai dengan 2,8 juta hektar per tahun, hutan Indonesia
terdegradasi dan secara global 1,3 juta hektar per tahun hutan dunia terdeforestasi
(FAO 2005).
Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU
No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun
1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen
PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan, namun gangguan terhadap sumberdaya
hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat. Kebakaran hutan
merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif
yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis,
menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan
produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara. Bahkan gangguan asap karena kebakaran hutan
Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Kerugian ekonomi yang diakibatkan dari adanya peristiwa kebakaran belum
banyak diteliti. Adapun beberapa penelitian lebih menekankan pada nilai kerugian
ekonomi dari sudut pandang pemanfaatan kayunya saja. Kerugian yang diakibatkan
untuk setiap peristiwa kebakaran berbeda tergantung dari seberapa besar kerusakan
yang ditimbulkan. Intensitas kerusakan hutan yang diakibatkan dari adanya
kebakaran bervariasi tergantung dari tingkat keparahan dari kebakaran itu sendiri.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh
mana kerugian yang diakibatkan adanya peristiwa kebakaran hutan pada berbagai
tingkat keparahan yang menyebabkan perubahan dalam volume jatah tebangan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari simulasi pemodelan ini adalah:
1. Menduga pengaruh adanya kebakaran terhadap besarnya penurunan jatah
volume tebangan siklus berikutnya
2. Menghitung kerugian ekonomi yang terjadi akibat adanya kebakaran pada
berbagai tingkat keparahan
1.3 Batasan Masalah
Pemodelan ini dibatasi berdasarkan faktor diapakai dalam memperhitugkan
perubahan jumlah pohon dalam setiap kelas diameter disebabkan oleh faktor
ingrowth, upgrowth, mortality, dan fire severity dalam model. Ingrowth dan
mortality dipengaruhi oleh ingrowth rate dan mortality rate. Mortality rate adalah
kematian alami yang disebabkan oleh terjadi kompetisi.
1.4 Manfaat
Kebakaran merupakan masalah dampak yang serius terhadap kerusakan hutan
yang mengakibatkan degradasi hutan maupun penurunan jatah tebangan. Dari
pemodelan dinamika jatah tebangan akibat intensitas kebakaran diharapkan dapat
memberi gambaran seberapa besar dampak kebakaran terhadap kerusakan hutan yang
terjadi dilihat dari dinamika jatah tebangan hutan. Pemodelan ini juga memberikan
gambaran seberapa besar nilai ekonomi yang didapatkan akibat intensitas kebakaran
hutan yang terjadi dilihat dari penurunan jatah tebang.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, maka hipotesis yang akan diuji pada
simulasi pemodelan kali ini adalah:
1. Penurunan volume jatah tebangan semakin menurun seiring dengan
semakin parahnya intensitas kebakaran.
2. Semakin tinggi tingkat keparahan kebakaran, maka kerugian ekonomi yang
terjadi semakin besar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan dan kehutanan memainkan peranan penting dalam upaya
pengentasan kemiskinan dengan menaikkan pendapatan, meningkatkan keamanan
pangan, mengurangi kerentanan, dan memperbaiki kelestarian sumberdaya alam.
Kesemuanya ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat (Warner, 2000).
Brown dan Davis (1973) menyatakan bahwa kebakaran hutan adalah
pembakaranyang tidak terkendali dan terjadi dengan tidak sengaja pada areal
tertentu yangkemudian menyebar secara bebas serta mengkonsumsi bahan bakar
yang tersediadi hutan seperti serasah, rumput, cabang kayu yang sudah mati,
patahan kayu, tunggul, daun-daunan dan pohon-pohon yang masih hidup. Syaufina
(2008) mendefinisikan kebakaran hutan sebagai kejadian dimana api melahap
bahan bakar bervegetasi, yang terjadi di dalam kawasan hutan yang menjalar secara
bebas dan tidak terkendali, sedangkan kebakaran lahan terjadi dikawasan non
hutan. Kebakaran di Indonesia seringkali membakar areal hutan dan areal non hutan
dalam waktu bersamaan akibat penjalaran api dari kawasan hutan ke kawasan non
hutan, atau sebaliknya. Hasilnya, istilah kebakaran hutan dan lahan menjadi istilah
yang melekat untuk kejadian kebakaran di Indonesia.
Kebakaran berskala besar sekaligus menghasilkan asap telah menambah
parah masalah di Indonesia dan negara-negara tetangga. Sebagi contoh, kebakaran
besar yang terjadi saat kemarau panjang (El Niño) tahun 1992/1993, 1987, 1991,
1994, dan 1997/1998 (Dennis, 1999) menghabiskan areal yang cukup luas sekaligus
mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Kebakaran Lahan dan Hutan 1997/1998
di Indonesia diperkirakan menghabiskan US$ 9 milliar dengan emisi carbon yang
cukup tinggi dan sebagai salah satu poluter terbesar di dunia (Asia Development
Bank, 1999; Barbara and Schweithelm, 2000).
Herkulana (2001) menerangkan, secara umum sistem pengelolaan
pengendalian kebakaran hutan dan lahan terdiri atas tiga komponen yaitu :
pencegahan (prevention), pemantauan (monitoring) dan penanggulangan
(mitigation). Dari ketiga komponen tersebut yang paling penting adalah komponen
pencegahan. Hal ini dikarenakan upaya pencegahan harus dititik beratkan pada
faktor pelaku di mana di Indonesia faktor manusia mendominasi kejadian
kebakaran hutan dan lahan.
Pemodelan (modelling) adalah cara untuk meningkatkan pembelajaran
(learning) dalam system kompleks. Ini seperti sebuah simulator penerbangan (flight
simulator) yang membantu seseorang calon pilot untuk bias terbang. Pemodelan
adalah metode untuk mengembangkan model-model simulasi atau tiruan untuk
membantu memahami kompleksitas dinamis dari system, memahami sumber-
sumber kemacetan kebijakan serta merancang kebijakan yang lebih efektif.
Model merupakan penyederhanaan dari sistem yang akan dipelajari. Model
sangat beragam, bisa dalam bentuk ikon, analog atau simbol. Model ikon meniru
sistem nyata secara fisik, seperti globe (model dunia), planetarium (model system
ruang angkasa), dan lain-lain. Model analog meniru sistem hanya dari perilakunya.
Model simbol tidak meniru sistem secara fisik, atau tidak memodelkan perilaku
sistem, tapi memodelkan sistem berdasarkan logikanya. Logika bisa bervariasi
mulai dari intuisi ke bahasa verbal atau logika matematik. Karena model analisis
simulasi harus dapat diimplementasikan pada komputer, maka model simulasi
harus eksplisit, yaitu harus sebagai model simbolik paling tidak untuk level aliran
logika.
Menurut Purnomo (2005) untuk pemodelan yang lebih fleksibel dan
multiguna, maka pemodelan dilakukan dengan fase-fase berikut ini:
1. Identivikasi isu, tujuan dan batasan
2. Konseptualisasi model
3. Spesifikasi model
4. Evaluasi model
5. Penggunaan model
BAB III
METODELOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pembuatan Model Dinamika Volume Jatah Tebangan Akibat Dipengaruhi
Oleh Intensitas Kebakaran dilakukan dari minggu kesembilan sampai minggu
keempat belas semester 7 tahun ajaran 2014-2015, bertempat di ruang kuliah RKX
3.02 Fakultas kehutan Institut Pertanian Bogor.
3.2 Alat dan dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pembuatan model pengelolaan hutan tanaman
industri yang lestari ini adalah seperangkat laptop yang dilengkapi software Stella
9.02 dan alat tulis. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data simulasi jumlah
pohonmati yang disebabkan oleh kebakaran.
3.3 Prosedur Kerja
A. Konseptualisasi model
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan konsep dan tujuan model
sistem yang akan dianalisis. Setelah itu ditentukan komponen-
komponen sistem yang berkaitan dengan pencapaian tujuan model tersebut.
Komponen-komponen tersebut diidentifikasi keterkaitannya dan
merepresentasikan model tersebut dengan diagram kotak-panah (box-
arrow). Pembatasan dan defenisi komponen-komponen dalam sistem sebagai
berikut:
a. Siklus tebang adalah interval waktu (dalam tahun) antara dua
penebangan yang berurutan di tempat yang sama dalam sistem sivikultur
polisiklik.
b. Struktur tegakan (struktur tegakan horisontal) adalah banyaknya
pohon per satuan .luas (per hektar) pada setiap kelas diameter.
c. Ingrowth didefinisikan sebagai besarnya tambahan terhadap
banyaknya pohon per hektar pada kelas diameter terkecil selama periode waktu
tertentu.
d. Upgrowth adalah besarnya tambahan jumlah pohon per hektar
terhadap kelas diameter tertentu yang berasal dari kelas diameter
dibawahnya dalam periode waktu tertentu.
e. Mortality adalah banyaknya pohon hektar yang mati pada setiap
kelas diameter dalam periode waktu tertentu.
f. Fire severity (tingkat keparahan kebakaran) merupakan skala
B. Kuantifikasi Model
Data yang digunakan untuk menduga parameter-parameter model dinamika
struktur tegakan dalam makalah ini berasal dari data simulasi.
1. Persamaan ingrowth
Ingrowth = 0.1 x Jumlah total pohon + 50
Angka 50 merupakan nilai ingrowth dari hasil perkecambahan seedbank dan/atau
sisa bahan vegetatif yang masih tertinggal meskipun tegakan tidak ada sama sekali.
2. Persamaan upgrowth
Asumsi nilai upgrowth rate untuk kelas diameter pohon 1 (Diameter < 10 cm)
sebesar 10%, sedangkan untuk kelas diameter lainnya sebesar 5%.
3. Persamaan mortality
Nilai mortality rate untuk setiap kelas diameter pohon diasumsikan sebesar 6%.
4. Persamaan fire severity
Tingkat keparahan kebakaran (fire severity) dikelompokkan menjadi tiga kelas
yaitu rendah (1), sedang (2), dan tinggi (3). Masing-masing tingkat keparahan
kebakaran menimbulkan kerusakan/kematian tegakan dengan kombinasi sebagai
berikut:
Tabel 1. Simulasi kombinasi jumlah pohon mati yang disebabkan oleh masing-
masing tingkat keparahan kebakaran
Kelas diameter (cm) Jumlah pohon yang mati
Rendah Sedang Tinggi
< 10 60 85 110
10-20 50 80 110
20-30 40 70 110
30-40 30 65 110
40-50 20 65 110
50-60 10 60 110
60 up 10 60 110
5. Pendapatan kayu
Penghitungan pendapatan kayu menggunakan peubah di antaranya:
Biaya kayu per m3: Rp. 500.000,-
Harga kayu per m3: Rp.
2.000.000,-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kebakaran hutan merupakan gangguan yang sering terjadi di Indonesia.
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan salah satunya yaitu
merosotnya nilai ekonomi hutan. Merosotnya nilai ekonomi hutan ini dikarenakan
menurunnya volume jatah tebangan akibat kebakaran hutan. Model yang disusun
bertujuan untuk mengkalkulasikan volume jatah tebangan dan total penerimaan
kayu pada berbagai intensitas kebakaran. Komponen-komponen yang paling
mendasar dalam pengaturan hasil di hutan alam tropis adalah intensitas
penebangan, limit diameter, distribusi tegakan tinggal dan siklus tebang. Kriteria
pemanenan yang digunakan dalam simulasi ini adalah pemanenan dilakukan
berdasarkan intensitas tebang dengan limit diameter tertentu yaitu 50 cm ke atas.
Model konseptual dinamika struktur tegakan dengan berbagai kondisi kebakaran
pada berbagai tingkat keparahan dapat dilihat pada Gambar 1 dan model konseptual
nilai ekonomi kayu dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 1 Model konseptual dinamika struktur tegakan dengan berbagai kondisi
kebakaran pada berbagai tingkat keparahan
Gambar 2 Model konseptual nilai ekonomi kayu
Intensitas kebakaran atau sering disebut tingkat keparahan kebakaran dibagi
menjadi tiga yaitu tingkat keparahan rendah, tingkat keparahan sedang, dan tingkat
keparahan tinggi. Setiap tingkat keparahan kebakaran memberikan dampak
terhadap volume tegakan yang berbeda-beda. Fluktuasi volume jatah tebangan rata-
rata per tahun untuk setiap tingkat keparahan kebakaran dapat dilihat pada Gambar
3.
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan:
(a) Kondisi hutan tidak terbakar, (b) Kondisi hutan terbakar pada tahun ke-50 dengan tingkat
keparahan rendah, (c) Kondisi hutan terbakar pada tahun ke-50 dengan tingkat keparahan sedang,
(d) Kondisi hutan terbakar pada tahun ke-50 dengan tingkat keparahan tinggi
Gambar 3. Jatah tebang tahunan per hektar
Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa pada kondisi tegakan yang tidak
terjadi kebakaran, jatah tebangan rata-rata tahunan untuk tahun ke 70 (siklus
penebangan ke tiga) sebesar 192,60 m3/ha. Sedangkan pada tingkat keparahan
rendah jatah tebangan rata-rata tahunan menjadi 148,86 m3/ha dengan penurunan
volume tebangan sebesar 43,74 m3/ha. Pada tingkat keparahan sedang jatah
tebangan rata-rata tahunan menjadi 70,16 m3/ha dengan penurunan volume
tebangan sebesar 122,44 m3/ha. Serta pada tingkat keparahan tinggi jatah tebangan
rata-rata tahunan menjadi 1 m3/ha dengan penurunan volume tebangan sebesar
191,6 m3/ha. Sehingga dapat dikatakan penurunan volume jatah tebangan
berbanding lurus dengan tingkat keparahan kebakaran. Semakin tingginya tingkat
keparahan kebakaran, menyebabkan semakin besar tingkat penurunan volume jatah
tebangan rata-rata tahunan untuk siklus berikutnya.
Penurunan volume jatah tebangan akan mempengaruhi total penerimaan
kayu tebangan. Kerugian yang diterima dihitung dengan pendekatan ekonomi
penurunan total penerimaan kayu yang digambarkan pada Gambar 4.
(a) (b)
(c) (d)
Keterangan:
(a) Kondisi hutan tidak terbakar, (b) Kondisi hutan terbakar pada tahun ke-50 dengan tingkat
keparahan rendah, (c) Kondisi hutan terbakar pada tahun ke-50 dengan tingkat keparahan sedang,
(d) Kondisi hutan terbakar pada tahun ke-50 dengan tingkat keparahan tinggi
Gambar 4. Nilai ekonomi total penerimaan kayu per hektar
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tingkat
keparahan kebakaran maka penurunan total penerimaan semakin besar. Sehingga
dapat dikatakan kerugian ekonomi akibat kebakaran berbanding lurus dengan
tingkat keparahan kebakaran. Dari hasil perhitungan, total penerimaan pada tegakan
yang tidak terjadi kebakaran sebesar Rp 591.329.016,-/ha. Sedangkan pada tingkat
keparahan rendah total penerimaan menjadi Rp 525.727.944,-/ha dengan kerugian
sebesar Rp 65.601.072,-/ha. Pada tingkat keparahan total penerimaan menjadi Rp
407.679.738,-/ha dengan kerugian sebesar Rp 183.649.278,-/ha. Serta pada tingkat
keparahan tinggi total penerimaan menjadi Rp 303.934.113,-/ha dengan kerugian
sebesar Rp 287.394.903,-/ha.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pemodelan adalah metode untuk mengembangkan model-model simulasi
atau tiruan untuk membantu memahami kompleksitas dinamis dari system,
memahami sumber-sumber kemacetan kebijakan serta merancang kebijakan yang
lebih efektif. Kerugian ekonomi yang diakibatkan dari adanya peristiwa kebakaran
dapat diukur dengan memperhitugkan perubahan jumlah pohon dalam setiap kelas
diameter disebabkan oleh faktor ingrowth, upgrowth, mortality, dan fire severity
dalam model.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, C.V. & Schweithelm, J. (2000). Trial by fire. Forest fires and forestry
policy in Indonesia's era of crisis and reform. World Resources Institute
(WRI), Forest Frontiers Initiative. In collaboration with WWF-Indonesia
and Telapak Indonesia Foundation, Washington D.C, USA.
Brown AA, KP Davis. 1973.Forest Fire: Control and Use. USA: MacGraw-
HillInc.
Dennis, R.A. (1999). A review of fire projects in Indonesia 1982 - 1998. Center
for International Forestry Research, Bogor
Mekarryani, Herkulana, 2001. PemberdayaanKearifan Nilai-nilai Tradisional dan
Kelembagaan Masyarakat dalam Pencegahan dan Pengendalian
Kebakaran Hutan dan Lahn dalam Kerangka Kebijakan Nasional dan
Regional. Makalah dalam Pelatihan Pengendalian Kebakaran Hutan
Tingkat Manajemen. Unit Manajemen Leuser. Medan
Purnomo, Herry. 2005. Teori system kompleks, pemodelan, dan simulasi untuk
pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Bogor. Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor.
Syaufina L. 2008.Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia: Perilaku
Api,Penyebab dan Dampak Kebakaran. Malang: Banyumedia Publishing
Warner, K. 2000. Forestry and sustainable livelihoods. Unasylva 202, Vol. 51- 2000/3.
FAO, Rome.
LAMPIRAN