Pertukaran Gas Blok 224

25
3. Pertukaran Gas Tujuan utama bernapas adalah secara kontinyu memasok O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO 2 dari darah. Darah bekerja sebagai sistem transpor untuk O 2 dan CO, antara paru dan jaringan, dengan sel jaringan mengekstsaksi O 2 dari darah dan mengeliminasi CO 2 ke dalamnya. Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif sederhana O 2 dan CO 2 menuruni gradien tekanan parsial. Tidak terdapat mekanisme transpor aktif untuk gas-gas ini(Sherwood, 2014) a. TEKANAN PARSIAL Udara atmosfer adalah campuran gas udara kering tipikal mengandung sekitar 79% nitrogen (N 2 ) dan 21% O 2 , dengan persentase CO 2 , uap H 2 O, gas lain, dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara keseluruhan, gas-gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sehesar 760 mm Hg di permukaan laut. Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan oleh masing- masing gas dalam campuran. Tekanan yang ditirnbulkan oleh gas tertentu berbanding lurus dengan persentase gas tersebut dalam campuran udara total. Setiap molekul gas, berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan yang sama; sebagai contoh, sebuah molekul N 2 rnenimbulkan tekanan yang sama dengan sebuah molekul O 2 . Karena 79%

description

pbl

Transcript of Pertukaran Gas Blok 224

3. Pertukaran GasTujuan utama bernapas adalah secara kontinyu memasok O2 segar untuk diserap oleh darah dan mengeluarkan CO2 dari darah. Darah bekerja sebagai sistem transpor untuk O2 dan CO, antara paru dan jaringan, dengan sel jaringan mengekstsaksi O2 dari darah dan mengeliminasi CO2 ke dalamnya.Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial. Tidak terdapat mekanisme transpor aktif untuk gas-gas ini(Sherwood, 2014)a. TEKANAN PARSIALUdara atmosfer adalah campuran gas udara kering tipikal mengandung sekitar 79% nitrogen (N2) dan 21% O2, dengan persentase CO2, uap H2O, gas lain, dan polutan hampir dapat diabaikan. Secara keseluruhan, gas-gas ini menimbulkan tekanan atmosfer total sehesar 760 mm Hg di permukaan laut. Tekanan total ini sama dengan jumlah tekanan yang disumbangkan oleh masing-masing gas dalam campuran. Tekanan yang ditirnbulkan oleh gas tertentu berbanding lurus dengan persentase gas tersebut dalam campuran udara total. Setiap molekul gas, berapapun ukurannya, menimbulkan tekanan yang sama; sebagai contoh, sebuah molekul N2 rnenimbulkan tekanan yang sama dengan sebuah molekul O2. Karena 79% udara terdiri dan molekul N2, maka 79% dari 760 mmHg tekanan atmosfer, atau 600 mm Hg, ditimbulkan oleh molekul-molekul N2, Demikian juga, karena O2 membentuk 21% atmosfer, maka 21% dari 760 mm Hg tekanan atmosfer, atau 160 mm Hg, ditirnbulkan oleh O2 . Tekanan yang ditimbulkan secara independen oleh masing masing gas dalam suatu campuran gas dikenal sebagai tekanan parsial, yang dilambangkan oleh P gas. Karena itu, tekanan parsial O2 dalam udara atmosfer, P O2, normalnya adalah 160 mm Hg. Tekanan parsial CO2 atmosfer, PCO2, hampir dapat diabaikan(0,23 mmHg) (Sherwood, 2014).Gas-gas yang larut dalam cairan misalnya darah atau cairan tubuh lain juga menimbulkan tekanan parsial. Semakin besar tekanan parsial suatu gas dalam cairan, semakin banyak gas tersebut larut(Sherwood, 2014).

b. GRADIEN TEKANAN PARSIALPerbedaan tekanan parsial antara darah kapiler dan struktur sekitar dikenal sebagai gradien tekanan parsial. Terdapat gradien tekanan parsial antara udara alveolus dan darah kapiler paru. Demikian juga, terdapat gradien tekanan parsial antara darah kapiler sistemik dan jaringan sekitar. Suatu gas selalu berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari daerah dengan tekanan parsial tinggi ke daerah dengan tekanan parsial yang lebih rendah, serupa dengan difusi menuruni gradien konsentrasi.Oksigen masuk dan CO2 meninggalkan darah di paru secara pasif menuruni gradien tekanan parsial. Komposisi udara alveolus tidak sama dengan komposisi udara armosfer karena dua alasan. Pertama, segera setelah udara atmosfer masuk ke saluran napas, pajalanan ke saluran napas yang lembab menyebabkan udara tersebut jenuh dengan H2O. Seperti gas lainnya, uap air menimbulkan tekanan parsial. Pada suhu tubuh, tekanan parsial uap H2O adalah 47 mm Hg. Memdifikasi udara yang dihirup ini pada hakikatnya mengencerkan tekanan parsial gas-gas inspirasi sebesar 47 mmHg, karena jumlah tekanan-tekanan parsial harus sama dengan tekanan armosfer 760 mm Hg. Dalam udara lembab, P H2O = 47 mm Hg, P N2 = 563 mm Hg, dan P O2 = 150 mm Hg. Kedua, PO2 alveoius juga lebih rendah dari pada PO2 atmosfer karena udara segar yang masuk bercampur dengan sejumlah besar udara lama yang tersisa di paru dan ruang rugi pada akhir ekspirasi scbelumnya (kapasitas residual paru), Pada akhir inspirasi, kurang dari 15% udara di alevolus adalah udara segar. Akibat pelembaban dan pertukaran udara alveoius yang rendah ini maka PO2 alveolus rerata adalah 100mm Hg, dibandingkan dengan P02 atmosfer yang 160 mmHg.Logis bila kira berpikir bahwa P O2 alveolus akan meningkat selama inspirasi karena datangnya udara segar dan menurun selama ekspirasi. Namun, fluktuasi yang terjadi kecil saja, karena dua sebab. Pertama, hanya sebagian kecil dari udara alveolus total yang dipertukarkan setiap kali bernapas Volume udara inspirasi kaya O2 yang relarif kecil cepat bercampur( dengan volume udara alveolus yang tersisa dengan PO2 lebih rendah) yang jumlahnya jauh lebih banyak. Karena itu, O2 udara inspirasi hanya sedikit meningkatkan kadar PO2 alveolus total. Bahkan peningkatan PO2 yang kecil ini berkurang oleh sebab lain. Oksigen secara terus-menerus berpindah melalui difusi pasif menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah. O2 yang tiba di alveolus dalam udara yang baru diinspirasikan hanya mengganti O2 yang berdifusi keluar alveolus masuk ke kapiler paru. Karena itu, PO2 alveolus tetap relatif konstan pada sekitar 100 mmHg sepanjang sikius pernapasan. Karena PO2 darah paru seimbang dengan P O2 alveolus, maka PO2 darah yang meninggalkan paru juga cukup konstan pada nilai yang sama ini. Karena itu, jumlah O2 dalam darah yang tersedia ke jaringan hanya bervariasi scdikit selama siklus pernapasan(Sherwood, 2014).Situasi serupa namun terbalik terjadi pada CO2. Karbon dioksida, yang secara terus-menerus diproduksi oleh jaringan tubuh sebagai produk sisa rnetabolisme, secara tetap ditambahkan ke darah di tingkat kapiler sistemik. Di kapiler paru, CO2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari darah ke dalam alveolus dan kemudian dikeluarkan dari tubuh sewaktu ekspirasi. Seperti O2, P CO2 alveolus relatif tetap konstan sepanjang siklus pernapasan retapi dengan nilai yang lebih rendah yaitu 40 mm Hg(Sherwood, 2014).

Gambar Tekanan Parsial(Sherwood, 2014)

c. GRADIEN PO2 DAN P CO2 MENEMBUS KAPILER PARUSewaktu melewati paru, darah mengambil O2 dan menyerahkan CO2 hanya dengan difusi menuruni gradien tekanan parsial yang terdapat antara darah dan alveolus. Ventilasi secara terus-menerus mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2 sehingga gradien tekanan parsial antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk ke kapiler paru adalah darah vena sistemik yang dipompa ke dalam paru melalui arteri-arreri paru. Darah ini, yang baru kembali dari jaringan tubuh, relatif kekurangan O2 dengan PO2 40 mmHg, dan relative kaya CO2, dengan PCO2 46 mm Hg. Sewaktu mengalir melalui kapiler paru, darah ini terpajan ke udara alveolus. Karena PO2 alveolus pada 100 mmHg adalah lebih tinggi daripada PO2 40 mm Hg di darah yang masuk ke paru, maka O2 berdifusi menuruni gradien tekanan parsialnya dari alveolus ke dalam darah sampai tidak lagi terdapat gradien, Sewaktu meninggalkan kapiler paru, darah memiliki PO2 sama dengan PO2 alveolus yaitu 100 mm Hg, Gradien tekanan parsial untuk CO2 memiliki arah berlawanan. Darah yang masuk ke kapiler paru memiliki P CO2 46 mm Hg, sementara PCO2 alveolus hanya 40 mm Hg. Karbon dioksida berdifusi dari darah ke dalam alveolus sampai PCO2 darah seimbang dengan PCO2 alveolus. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler paru memiiiki PCO2 40 mmHg. Setelah meninggalkan paru, darah yang kini memiliki PO2 100 mm Hg dan PCO2 40 mm Hg kembali ke jantung, kemudian dipompa ke jaringan tubuh sebagai darah arteri sistemik(Sherwood, 2014)Darah yang kernbali ke paru dari jaringan tetap mengandung O, (PO2 darah vena sistemik = 40mm Hg) dan bahwa darah yang meninggalkan paru tetap mengandung CO2 (PCO2 darah arteri sistemik = 40 mmHg). Tambahan O2 yang dibawa oleh darah yang melebihi jumlah normal yang diserahkan ke jaringan mencerminkan cadangan O2 yang dapat segera diambil oleh sel-sel jaringan seandainya kebutuhan O2-nya meningkat. CO2 yang tersisa di darah bahkan setelah darah melewati paru berperan penting dalam keseimbangan asam basa tubuh, karena CO2 menghasilkan asam karbonat. Selain itu, PCO2 arteri penting untuk merangsang pernapasan. Mekanisme ini akan dibahas kemudian,jumlah O2 yang diserap di paru menyarnai jurnlah yang diekstraksi dan digunakan oleh jaringan. Ketika jaringan melakukan metabolisasi secara lebih aktif (misalnya sewaktu olahraga), maka jaringan mengektraksi lebih banyak O2 dari darah, mengurangi PO2, vena sistemik lebih rendah daripada 40 mm Hg sebagai contoh, ke PO2 30 mm Hg. Ketika darah ini kembali ke paru, terbenruk gradien PO2 yang lebih besar daripada normal anrara darah yang baru darang dan udara alveolus. Perbedaan PO2 antara alveolus dan darah kini mencapai 70 mm Hg (PO2 alveolus 100 mm Hg dan PO2 darah 30mm Hg), dibandingkan gradien PO2 normal yaitu 60 mm Hg (PO2 alveolus 100 mm Hg dan PO2 darah 40 mm Hg). Karena itu, lebih banyak O2 berdifusi dari alveolus ke dalam darah menuruni gradien tekanan parsial yang Iebih besar sebelum PO2 darah setara dengan PO2 alveolus. Penambahan transfer O2 ke dalam darah ini mengganti peningkatan jumlah O2 yang dikonsumsi, sehingga penyerapan O2 menyamai pemakaian O2 meskipun konsumsi O2 meningkat. Pada saat yang sama kerika lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalam darah karena peningkaran gradien tekanan parsial, ventilasi juga dirangsang sehingga O2 lebih cepat masuk ke dalam alveolus dari udara atmosfer unruk mengganti O2 yang berdifusi ke dalam darah. Dernikian juga, jumlah CO2 yang dipindahkan ke alveolus dari darah menyamai jumlah CO2 yang diserap di jaringan.Faktor di luar gradien tekanan parsial mempengaruhi kecepatan pemindahan gas. Menurut hukum difusi Pick, kecepatan difusi suaru gas melaiui suatu lembaran jaringan bergantung pada luas permukaan dan ketebalan membran yang harus dilewati oleh gas yang berdifusi Serta koefisien difusi gas tersebut. Perubahan pada kecepatan pertukaran gas dalam keadaan normal ditentukan terutama oleh perubahan gradien tekanan parsial antara darah dan alveolus, karena factor faktor lain relatif konstan dalam keadaan istirahat, Namun, pada keadaan di mana Faktor faktor Iain ini mengalami perubahan, perubahan tersebut mengubah kecepatan transfer gas di paru(Sherwood, 2014).d. EFEK LUAS PERMUKAAN PADA PERTUKARAN GASSelama olahraga, luas permukaan yang tersedia untuk percukaran dapat ditingkatkan secara fisiologis untuk meningkatkan pemindahan gas. Bahkan dalam keadaan istirahat, sebagian dari kapiler paru biasanya tertutup, karena tekanan sirkulasi paru yang rendah biasanya ridak dapat menjaga semua kapiler terap terbuka. Selama olahraga, saat tekanan darah paru meningkat karena bertambahnya curah jantung,benyak dari kapiler paru yang semula tertutup menjadi terbuka. Hal ini meningkarkan luas permukaan darah yang tersedia unruk pertukaran. Selain iru, membran alveolus lebih tcregang daripada normalnya selama olahraga karena volume alun napas yang lebih besar (bernapas dalam). Peregangan ini menambah luas permukaan alveolusdan mengurangi ketebalan membran alveolus. Secara kolektif perubahan-perubahan ini mempercepat pertukaran gas selama olahraga(Sherwood, 2014).e. EFEK KETEBALAN PADA PERTUKARAN GASKurang adekuatnya pertukaran gas juga dapat terjadi akibat ketebalan sawar yang rnemisahkan udara dan darah bertambah secara patologis, Dengan bertambah nya ketebalan, kecepatan pemindahan gas berkurang karena gas memerlukan waktu lebih lama unruk berdifusi menembus kerebalau yang lebih besar. Ketebalan meningkat pada edema paru, akumulasi berlebihan cairan interstisium antara alveolus dan kapiler paru aldbar peradangan paru atau gagal jantung kiri . Fibrosis paru yaitu penggantian jaringan paru oleh jaringan ikat tebal sebagai respons terhaclap iritasi kronlk tertentu; dan pneumonia, yang ditandai oleh akumulasi cairan peradangan di dalam atau sekitar alveolus. Pneumonia umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri arau virus pada paru, tetapi hal ini juga dapat clisebabkan oleh inspirasi tak sengaja (tersedak) makanan, muntahan, atau bahan kimia(Sherwood, 2014). Gambar Pertukaran Oksigen dengan Karbondioksida menembus Kapiler(Sherwood, 2014)f. EFEK KOEFISIEN DIFUSI PADA PERTUKARAN GASKecepatan pemindahan gas berbanding lurus dengzm koefisien difusi (D), suatu konstanta yang berkaitan dengan kelarutan gas tertentu di jaringan paru dan dengan berat molekulnya . Koefisieu difusi untuk CO2 adalah 20 kali O2 karena CO2 jauh lebih mudah larut dalam jaringan tubulu dibandingkan O2. Karena itu, kecepatan difusi CO2 menernbus rnembran pcrnapasan 20 kali lebih cepat dibandingkan dengan O2 untuk gradien tekanan parsial yang sama. Perbedaan dalam koeflsien difusi ini dalam keadaan normal mengimbangi perbedaan dalam gradien tekanan parsial yang terdapat untuk O2 dan CO2 menembus membrane kapiler alveolus. Gradien tekanan parsial CO2 adalalah 6 mmHg (PCO2 di darah 46 mm Hg, PO2 di alveolus 40 mm Hg), dibandingkan dengan gradien O2 sebesar 60 mm Hg (PO2 dialveolus 100 mm Hg; P02 di darah 40 mm Hg). Dalam keadaan normal, jumlah O2 dan CO2 yang dipertukarkan hampir sama senilai respiratory quotient. Meskipun darah dalam volume tertentu menghabiskan waktu tiga perempat detik melewati jaringan kapiler paru, namun PO2 dan PCO2 telah mengalami penyeimbangan dengan tekanan parsial alveolus pada saat darah tersebut baru melintasi sepertiga panjang kapiler paru. Hal ini berarti bahyang besar, suatu kenyataan yang menjadi sangat penting selama olahraga berat,waktu yang dihabiskan oleh darah dalam transit di kapiler paru berkurang seiring dengan meningkatnya aliran darah paru akibat peningkatan curah jantung yang menyertai olahraga. Bahkan dengan waktu yang lebih sedikit untuk pertukaran, P02 dan PCO2 darah normalnya dapat seimbang dengan kadar di alveolus karena cadangan difusi paru tersebut.Pertukaran gas menembus kapiler sistemik juga mengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Seperti di kapiler paru, O2 dan CO2 berpindah antara darah kapiler sistemik dan sel jaringan dengan difusi pasif sederhana rnengikuti penurunan gradien tekanan parsial. Darah arteri yang mencapai kapilersistemik pada hakikatnya sama dengan darah yang meninggalkan paru melalui vena paru, karena hanya dua tempat dalam keseluruhan sistem sirkulasi yang dapat melakukan pertukaran gas yaitu kapiler paru dan kapiler sistemik. P O2 arteri adalah 100 mm Hg dan PO2 arteri adalah 40 mm Hg, sama seperti PO2 dan PCO2 alveolus(Sherwood, 2014).g. GRADIEN PO2 DAN PCO2 MENEMBUS KAPILER SISTEMIKSel sel secara terus-menerus mengonsumsi O2 dan menghasilkan CO2 melalui metabolisme oksidatif PO2 sel rerata adalah sekitar 40 mm Hg dan PCO2 sekitar 46 mm Hg, meskipun angka-angka ini sangat bervariasi, bergantung pada tingkat akrivitas metabolik sel. Oksigen berpindah melalui difusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari darah kapiler sisremik (PO2 1 100 rnm Hg) ke dalam sel sekitar (PO2 = 40 mm Hg) sampai tercapai keseimbangan. Karena itu, P02 darah vena yang meninggalkan kapiler sistemik sama dengan PO2 jaringan yaitu rerata 40 mm Hg. Situasi yang terbalik dijumpai untuk CO2. Karbon dioksida cepat berdifusi keluar sel (Pco2 = 46 mm Hg) ke dalam darah kapiler (PCO2 = 40 mm Hg) menuruni gradient tekanan parsial yang tercipta oleh produksi terus menerus CO2. Pemindahan CO2 berlanjut sampai PCO2 darah simbang dengan PCO2 jaringan. Karena itu, darah yang meninggalkan kapiler sistemik memiliki PCO2 rerata 46 mm Hg. Darah vena sistemik ini, yang relatif rendah PO2 nya (PO2 = 40 mm Hg) dan relative tinggi PCO2-nya (PC02 = 46 mm Hg), kembali ke jantung dan kemudian dipompa ke paru seiring dengan berulangnya siklus. Semakin akrif suatu jaringan melakukan metabolisme, semakin rendah PO2 sel turun dan semakin ringgi PCO2 naik. Akibat gradien tekanan parsial darah terhadap sel yang meningkat ini maka Iebih banyak O2 berdifusi dari darah kedalam sel, dan lebih banyak CO2 yang berpindah dalam arah berlawanan sebelum P02 dan PCO2 darah mencapai keseimbangan dengan sel sekitar. karena itu, jumlah O2 yang dipindahkan ke sel dan jumlah CO2 yang dibawa menjauhi sel bergantung pacla ringkar merabolisme sel.Sebenarnya, tekanan parsial gasgas darah sistemik tidak pernah seimbang sempurna dengan PO2 dan PCO2 jaringan, Karena sel-sel terus-menerus menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 maka P02 jaringan selalu sedikir lebih renclah daripada P02 darah yang meninggalkan kapiler sistemik, dan PCO2 jaringan selalu sedikit lebih tinggi daripada PO2 vena sistemik, (Sherwood, 2014)h. DIFUSI NETTO 02 DAN C02 ANTARA ALVEOLUS DAN JARINGANDifusi bersih O2 terjadi pertama-tama antara alveolus dan darah lalu antara darah dan jaringan, karena gradien tekanan parsial O2 yang tercipta berkat penyaluran terus menerus O2 segar oleh ventilasi alveolus dan psmakaian terus-menerus O2 oleh jaringan. Difusi bersih CO2 terjadi dalam arah berlawanan, petama antara jaringan dan darah lalu antara darah dan alveolus, karena gradien tekanan parsial CO2 yang tercipta berkat pembcntukan terus-menerus CO2 di sel dan pengeluaran terus menerus CO2 alveolus melalui proses ventilasi alveolus(Sherwood, 2014).TRANSPOR GASOksigen yang diserap oleh darah di paru harus diiangkut ke jaringan untuk digunakan oleh sel. Sebaliknya, Co2 yang diproduksi di tingkat sel harus diangkut ke paru untuk di keluarkan(Sherwood, 2014).Sebagian besar 02 dalam darah diangkut dalam keadaan terikat ke hemoglobinOksigen terdapat dalam darah dalam dua bentuk: larut secara sik dan secara kimiawi berikatan dengan hemoglobin .O2 YANG LARUT SECARA FISIKSangat sedikit O2 yang larut secara sik dalam cairan plasma, karena O2 kurang larut clalam cairan tubuh. jumlah yang larut berbanding lurus dengan P02 darah: semakin tinggi P02, semakin banyak O2 yang larut. Pada P02 arteri normal sebesar 100 mm Hg, hanya 5 ml O2 dapat larut dalam 1 liter darah. Karena itu, hanya 15 ml O2/mnt yang dapat larut dalam aliran dara paru normal 5 liter/mnt (curah jantung istirahat).Bahkan dalam keadaan istirahat, sel-sel menggunakan 250 ml O2/mm dan konsumsi dapat meningkat hingga 25 kali lipat selama olahraga berat. Untuk menyalurkan O2 yang dibutuhkan oleh jaringan bahkan dalam keadaan istirahat curah jantung harus sebesar 83,3 liter/rnnt jika O2 hanya dapat diangkut dalam bentuk larut. jelaslah harus ada mekanisme lain untuk mengangkut O2 ke jaringan. Mekanisme ini adalah hemoglobin (Hb). Hanya 1,5 0/0 02 dalam darah yang larut sisa 98,5 %-nya diangkut dalam ikatan dengan Hb. O2)yang terikat ke Hb tidak ikut membentuk P02 darah karena itu, P02 darah bukan ukuran kandungan O2 total darah tetapi hanya pkuran bagian O2 yang larut (Sherwood, 2014)OKSIGEN YANG TERIKAT KE HEMOGLOBINHemoglobin suatu molekul protein yang mengandung besi clan terclapat di clalam sel darah merah dapat membentuk ikatan yang longgar dan reversibel dengan O2. Ketika tidak berikatan dengan O2, Hb disebut sebagai hemoglobin tereduks atau deoksihemoglobin ketika berikatan dengan O2 oksihemoglobin (HbO2):Hb + O2 = HbO2Hemoglobin tereduksi OksihernoglobinPo2 adalah faktor utama yang menentukan persen saturasi hemoglobinMasing-masing dari keempat atom besi di dalam bagian hem sebuah molekul hemoglobin dapat berikatan dengan satu molekul O2, sehingga setiap molekul Hb dapat membawa hingga empat molekul O2. Hemoglobin dianggap jenuh ketika semua Hb yang ada rnembawa O2-nya secara maksimal. Persen saturasi hemoglobin (/oHb), suatu ukuran seberapa banyak Hb yang ada berikatan dengan O2, dapat bervariasi dari 0% sampai 100%.Faktor terpenting yang menentukan persen saturasi Hb adalah P02 darah, yang berkaitan dengan konsentrasi O2 yang secara sik Iarut dalam darah. Mnurut hukum aksi massa, jika konsentrasi satu bahan yang terlibat dalam suatu reaksi reversibel meningkat maka reaksi terdorong ke arah yang berlawanan. Sebaliknya, jika konsentrasi satu bahan berkurang maka reaksi terdorong ke arah sisi tersebut. Dengan menerapkan hukum ini ke reaksi reversibel yang melibatkan Hb dan O2 (Hb + O2 = HbO2), ketika P02 darah meningkat, seperti di kapiler paru, reaksi bergeiak ke arah sisi kanan persamaan meningkatkan pembentukan HbO2 (peningkatan /o saturasi Hb). Ketika P02 darah turun seperti di kapiler sistemik, reaksi terdorong ke arah sisi kiri persamaan dan oksigen dibebaskan dari Hb karena HbO2 berdisosiasi (penurunan % saturasi Hb). Karena itu akibat perbedaan P02 di paru dan jaringan lain, maka Hb secara otomatis mengambil O2 di paru, tempat ventilasi secara terus-menerus menyediakan pasokan segar O2 dan melepaskannya di jaringan, yang secara terus-menerus menggunakan O2 (Sherwood 2014).KURVA DISOSIASI O2 - HbNamun, hubungan antara P02 darah dan % saturasi Hb tidaklah linier, suatu hal yang sangat penting dari segi siologis. Peningkatan dua kali lipat tekanan parsial tidak melipatduakan % saturasi Hb. Hubungan antara variabel-variabel ini mengikuti kurva berbentuk S, kurva disosiasi (atau saturasi) Hb-O. Di batas atas, antara P02 darah 60 dan 100 mmHg, kurva mendatar, atau mengalami plateau. Di dalam kisaran tekanan ini, peningkatan P02 hanya menyebabkan sedikit peningkatan derajat pengikatan Hb ke O2. Sebaliknya, dalam kisaran P02 0 sampai 60 mm Hg, peningkatan kecil P02 menyebabkan perubahan besar dalam derajat pengikatan Hb ke O2, seperti diperlihatkan oleh bagian bawah yang curam kurva ini. Baik bagian atas yang datar maupun bawah yang curam memiliki makna siologis (Sherwood 2014).MAKNA BAGIAN DATAR KURVA O2-Hb PBagian clatar kurva adalah dalam kisaran P02 darah yang terdapat di kapiler paru tempat O2 berikatan clengan Hb. Darah arteri sistemik yang meninggalkan paru, serelah mengalami keseimbangan dengan P02 alveolus, normalnya memiliki P02 100 mmHg. Dengan melihat kurva O2-Hb, perhatikan bahwa pada P02 darah 100 mmHg, Hb mengalami saturasi 975%. Karena itu, pada keadaan normal Hb dalam darah arteri sistemik hampir mengalami saturasi. penuh jika P02 alveolus dan, karenanya, P02 arteri turun di bawah normal, maka hanya sedikit terjadi penurunan jurnlah total O2 yang diangkut dalam darah sampai P02 turun di bawah 60 mmHg, karena regio plato kurva. Jika P02 arteri turun 40%,dari 100 mm Hg menjacli 60 mm Hg, maka konsentrasi O2 yang larut seperti tercermin oleh P02 juga akan turun 40%. Namun, pada P02 darah 60 mm Hg % saturasi Hb masih tetap tinggi sebesar 90%. Dengan demikian, kanclungan O2 total darah hanya sedikit berkurang meskipun terjadi penurunan 40% P02, karena Hb masih membawa O2 dalam jumlah hampir-rnemenuhi kapasitasnya clan, seperti telah dinyatakan, sebagian besar O2 diangkut oleh Hb daripada dalam bentuk terlarut. Namun, bahkan jika P02 darah sangat meningkat misalnya menjadi 600 mmHg dengan bernapas O2 murni, hanya sedikit O2 tambahan yang masuk ke darah. Terdapat sejumlah kecil O2 tambahan yang larut tetapi % saturasi Hb hanya dapat ditingkatkan secara maksimal oleh tambahan 25%, menjadi saturasi 100%. Karena itu, dalam kisaran P02 antara 60 dan 600 mmHg atau bahkan lebih tinggi, hanya terdapat 10% perbedaan dalam jumlah O2 yang diangkut oleh Hb. Dengan demikian bagian Plato kurva O2 Hb rnenciptakan ruang keamanan yang cukup luas bagi kapasitas darah mengangkut O2 (Sherwood 2014).

MAKNA BAGIAN CURAM KURVA O2-HbBagian curam kurva antara O dan 60 mm Hg berada dalam kisaran P02 darah yang terdapat di kapiler sistemik, tempat O2 dibebaskan dari Hb. Dalam kapiler sistemik, darah mengalami keseimbangan dengan sel jaringan sekitar pada P02 rerata 40 mm Hg. Bahwa pada P02 40 mm Hg, % saturasi Hb adalah 75%. Darah tiba di kapiler jaringan dengan P02 100 mm Hg dan saturasi Hb 97,5%. Karena Hb hanya dapat mengalami saturasi 75/o pada P02 40 mm Hg di kapiler sistemik, maka hampir 25% HbO2 harus berdisosiasi, menghasilkan Hb tereduksi dan O2. O2 yang dibebaskan ini dapat berdifusi mengikuti penurunan gradien tekanan parsialnya dari sel darah merah melalui plasma dan cairan interstisium ke dalam sel jaringan. Dalam keadaan normal, Hb dalam darah vena yang kembali ke paru memiliki saturasi 75%. jika sel jaringan melakukan metabolisasi lebih aktif maka P02 darah kapiler sistemik turun (sebagai contoh, dari 40 mmHg menjadi 20 mmHg) karena sll-sel mengonsumsi O2 lebih cepat. Perhatikan pada kurva bahwa penurunan 20 mm Hg pada P02 ini menurunkan % saturasi Hb dari 75% mcnjadi 30% HbO2 yang menyerahkan O2-nya ke jaringan lebih banyak sekitar 45% daripada normal. Penurunan normal 60 mmHg P02 dari 100 menjadi 40 mmHg di kapiler sistemik menyebabkan sekitar 25% dari HbO2 total menyerahkan O2-nya. Sebagai perbandingan, penurunan lebih lanjut P02 hanya 20 mmHg menyebabkan bertambahnya HbO2 total yang menyerahkan O2-nya sebesar 45%, karena tekanan parsial O2 dalam rentang itu bekerja di bagian curam kurva. Dalarn kisaran ini, penurunan kecil P02 kapilcr sistemik sudah dapat secara otomatis segera menyediakan O2 dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan yang lebih aktif melakukan metabolisme. Saat olahraga berat, hingga 85% Hb dapat menyerahkan O2-nya ke sel yang aktif melakukan metabolisme. Selain pengambilan O2 yang lebih langsung dari darah ini, jumlah O2 yang disediakan untuk sel-sel yang aktif bermetabolisasi, misalnya sel otot saat olah raga, juga meningkat oleh penyesuaian sirkulasi dan pernapasan yang meningkatkan laju aliran darah beroksigen ke jaringan yang aktif tersebut (Sherwood 2014).

HEMOGLOBIN MENDORONG PERPINDAHAN NETTO O2 DI TINGKAT ALVEOLUS DAN JARINGANPERAN HEMOGLOBIN DI TINGKAT ALVEOLUSHemoglobin bekerja sebagai depo penyimpanan untuk O2, memindahkan O2 dari larutan segera setelah molekul ini masuk ke darah dari alveolus. Karena hanya O2 larut yang berperan membentuk P02, maka O2 yang tersimpan di Hb tidak dapat ikut membentuk P02 darah. Ketika darah vena sistemik masuk ke kapiler paru PO2 nya jauh lebih rendah dari pada P02 alveolus sehingga O2 segar berdifusi ke dalarn darah, meningkat P02 darah. Segera setelah P02 darah naik persentase Hb yang dapat berikatan dengan O2 juga meningkat seperti ditunjukkan oleh kurva O2 Hb. Karena itu, sebagian besar O2 yang telah berdifusi ke dalam darah berikatan dengan Hb dan tidak lagi berperan menentukan P02. Karena O2 di keluarkan dari larutan karena berikatan dengan Hb, P02 turun ke tingkat yang hampir sama dengan ketika darah masuk ke paru meskipun jumlah total O2 dalam darah sebenarnya telah bertambah. Karena P02 darah kembali lebih rendah dari pada P02 alveolus maka lebih banyak O2 yang berdifusi dari alveolus ke dalarn darah, hanya untuk kembali diserap oleh Hb. Meskipun kita membahas proses ini secara bertahap untuk memperjelas, difusi netto O2 dari alveolus ke darah sebenarnya terjadi secara terus-menerus sampai Hb mengalami saturasi lengkap oleh O2 sesuai dengan yang dimungkinkan oleh P02 terscbut. Pada P02 normal 100 mmHg, Hb rnengalami saturasi. 97,5 %. Karena itu, dengan menyerap O2, Hb menjaga P02 darah rendah dan memperlama eksistensi gradien tekanan parsial sehingga dapat terjadi pemindahan netto O2 dalam jumlah besar ke dalam darah. Barulah setelah Hb tidak lagi dapat rnenyimpan O2 tarnbahan (yaitu, Hb telah mengalami saturasi sesuai P02 tersebut) semua O2 yang dipindahkan ke dalam darah tetap larut dan langsung berkontribusi untuk P02. Saat ini barulah P02 darah cepat seimbang dengan P02 alveolus, dan rnenyebabkan pemindahan O2 lebih lanjut terhenti, tetapi titik ini belum tercapai sampai Hb telah mengangkut O2-nya secara rnaksimal. Setelah P02 darah seimbang dengan P02 alveolus maka tidak ada lagi pemindahan O2, seberapapun O2 total yang telah dipindahkan (Sherwood 2014).PERAN HEMOGLOBIN DI TINGKAT JARINGANSituasi kebalikannya terjadi di tingkat jaringan. Karena P02 darah yang masuk ke kapiler sistemik jauh lebih besar dari pada P02 jaringan sekitar maka O2 segera berdifusi dari darah ke jaringan sehingga P02 darah tutun. Ketika P02 darah turun, Hb harus melepaskan sebagian dari O2 yang dibawanya, karena % saturasi Hb berkurang. Sewaktu O2 yang dibebaskan dari Hb larut dalam darah, P02 darah meningkat dan kembali melebihi P02 jaringan sekitar. Hal ini mendorong perpindahan lebih lanjut O2 dari darah, meskipun jumlah total O2 dalam darah telah turun. Hanya ketika Hb tidak lagi dapat membebaskan O2 (ketika Hb telah membebaskan O2 nya semaksimal mungkin sesuai P02 di kapiler. sistemik barulah P02 darah turun hingga serendah P02 jaringan sekitar. Pada waktu ini, tidak ada lagi pemindahan O2. Hemoglobin, karena menyimpan O2 dalam jumlah besar yang dapat dibebaskan jika terjadi penurunan kecil P02 di tingkat kapilcr sistemik, rncmungldnkan pcmindahan O2 dari darah ke sel dalam jumlah yang jauh lebih besar dari pada seandainya Hb tidak ada. Karena itu, Hb berperan penting dalam jumlah total O2 yang dapat diangkut oleh darah di paru dan dibebaskan ke jaringan. jika kadar Hb turun menjadi separuh normal, seprrti pada pasien dengan anemia berat, maka kapasitas darah mengangkut O2 turun sebesar 50% meskipun P02 arteri normal 100 mmHg dengan saturasi Hb 97,50%. Hanya separuh Hb yang tersedia untuk dijenuhkan oleh O2,yang kembali menekankan betapa pentingnya Hb dalam menentukan berapa banyak O2 yang dapat diserap di paru dan disediakan ke jaringan(Sherwood 2014).