Pertemuan Ke-10. Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia

download Pertemuan Ke-10. Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia

of 9

Transcript of Pertemuan Ke-10. Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia

Pertemuan Ke-10 SEJARAH DAN PROBLEMATIKA HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Abdul Kholek, MA

1. Suatu Pengantar Pertemuan awal kita sudah membahas dan mendiskusikan mengenai sejarah hubungan perburuhan di Indonesia. Kiranya masih cukup relevan untuk kita ulang dan pahami kembalai sejarah perkembangan hubungan perburuhan dalam pertemuan kali ini yang juga membahas mengenai sejarah dan problematika hubungan industrial. Berbicara industrialisasi tidak akan terlepas pada akar historis dimulai dari revolusi industri di Inggris pada waktu itu. Sistem produksi yang berubah melalui mekanisasi memberikan efek yang besar bagi kaum buruh pada perkembangan industri awal. Perubahan hubungan buruh dan majikan pada waktu dalam persfektif sosiologis merupakan perubahan besar dalam tatatan yang lebih luas yaitu hubungan industrial didalamnya. Memotret industri lebih dekat secara intern maupun ekstern akan memberikan pengkayaan pemahaman mengenai mekanisme sosiologis yang selalu hadir didalam realitas masyarakat. Untuk itu dalam perkuliahan kali ini akan dibahas dan didiskusikan mengenai tiga poin mendasar yaitu 1) Konsepsi hubungan industrial di Indonesia, 2) Sejarah hubungan industrial di Indonesia, dan 3) Problem didalam hubungan industrial itu sendiri. Ketiga poin tersebut merupakan serangkaian materi untuk didalami secara bersama-sama dalam diskusi kelas. Pendalaman melalui diskusi tentunya akan memberikan ruang bagi transformasi pengetahuan yang lebih dinamis dan berkelanjutan dari rekan-rekan mahasiswa.

[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia]

Page 1

2. Konsepsi dan Unsur-Unsur Pokok dalam Hubungan Industrial Pemahaman awal yang harus kita ketahui bersama yaitu konsepsi dari hubungan industrial itu sendiri. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003, hubungan industrial dikonsepkan sebagai suatu sistem hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Penekanan dalam konsepsi tersebut yaitu sistem hubungan atau relasi diantara actor-aktor dalam industri misalkan buruh, pengusaha dan pemerintah. Pelaksanaan hubungan industrial tidak bisa melepaskan beberapa sarana yang digunakan yaitu : a) Serikat Buruh b) Lembaga kerjasama bipartite c) Lemabag kerjsama tripartite d) Peraturan perusahaan e) Perjanjian kerja bersama f) Peraturan perundang-undangan g) Lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industril. Berdasarkan jenis-jenis sarana sistem hubungan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan industrial harus dilihat secara kelembagaan bukan secara personal misalkan antara seorang buruh dengan pengusaha. Untuk memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai sarana hubungan industrial tersebut akan diurai sebagai berikut : Pertama, serikat buruh merupakan organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk buruh baik didalam maupun diluar perusahaan, yang bersifat terbuka, mandiri, demokratis, bertanggung jawab, membela serta melindungi hak dan kepentingan buruh, serta meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya. Kedua, lembaga bipartit merupakan forum komunikasi dan konsultasi mengenai hal-hal yang[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia] Page 2

berkaitan dengan hubungan industrial disuatu perusahaan yang anggotanya dari pengusaha dan serikat buruh. Ketiga, lembaga tripartit merupakan forum komunikasi dan musyarawah tentang masalah ketenagakarjaan yang anggotanya dari organisasi pengusaha, serikat buruh dan pemerintah. Lembaga tripartite memiliki kelembagaan dilevel nasional, provinsi dan kabupaten atau kota. Peraturan perusahaan, perjanjian kerja merupakan satu paket yang selalu diterapkan dalam proses produksi. Sarana hubungan industrial yang disebutkan diatas merupakan kerangka regulasi yang digunakan untuk mengatur hubungan ketenagakerjaan di Indonesia. Sarana tersebut sebagai sarana normatif, idealnya terbentuk dengan kapasitas yang berimbang antara buruh dan penguasa, walaupun dalam realitasnya pemilik basis ekonomi dalam hal ini penguasa terkadang selalu berada pada posisi superordinasi jika dibandingkan dengan buruh yang sering disubordinasikan. Realitas ini memberikan penilaian kritis dari kerangka normatif dibuat oleh negara. 3. Sejarah dan Perkembangan Hubungan Industrial di Indonesia Berbicara mengenai akar historis hubungan industrial maka tidak akan telepas dari perkembangan berbagai sektor industri di Indonesia, dari beberapa fase perkembangan. Untuk memberikan penjelasan yang lebih detail diuraikan dalam bagian berikut : Fase Pra Kolonialisme Dominasi kekuasaan aristoraksi atau feodalisme pada masa pra kolonialisme yang berlandasakn ketaatan mistikisme, mengharuskan rakyat membayar upeti bagi raja-raja, dan sebagian besar mereka menjadi buruh dari tuan tanah. Masyarakat pada waktu itu masih kental bercorak agraris pengelolaan tanah berdasarkan mekanisme dan teknologi yang sederhana.

[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia]

Page 3

Masyarakat menjadi penggarap dan wajib memberikan upeti atau pajak hasil pertanian untuk menyokong pangan pihak kerajaan. Sistem nilai dan kepercayaan kepada kepemimpinan karismatik masih sangat kuat melandasi hubungan masayarakat sebagai buruh dan kerejaaan sebagai pemegang otoritas sah. Dalam kondisi ini belum terlihat pola hubungan industrial tetapi lebih diarahkan pada hubungan yang benandaskan pada kekuasaan. Fase Kolonial Masuknya kolonial belanda merupakan era baru bagi perkembangan hubungan industrial di Indonesia. Fase ini digalakkan eksploitasi besarbesaran terhadap terhadap sumber daya alam melalui usaha perkebunan (kopi, teh, tebu). Hubungan industrial bergeser kepolapola yang lebih formil tetapi masih dibingkai oleh kekuatan nilai cultural feodal. Untuk memperjelas pola hubungan industrial dalam fase kolonialisme dapat dilihat dalam bagan berikut ini : Bagan 1. Proses Hubungan Industrial fase kolonialKekuatan fisik Budak Keuntungan Kolonial

Karismatik nilai-niali kultural kontrol (mandor)

Pihak kolonial Otoritas kontrol Modifikasi

Sumber : Ilustrasi Penulis.[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia] Page 4

Pihak colonial melalui perkebunan memperkerjakan secara paksa masyarakat untuk menjadi buruh/kuli. Hubungan industrial dimasa kolonial belanda, menunggangi nilai-nilai kultural tradisional bagi ligitamasi otoritas pemimpin feodal (aristoraksi) yang dieksplorasi secara kolonialistik. VOC merupakan instrumen yang digunakan oleh Belanda untuk memaksimalkan keuntungan diwilayah jajahan, melalui pembukaan perkebunan secara besar-besaran. Eksploitasi tanah dan tenaga kerja ciri khas fase ini. Hubungan industrial dalam industri kecil manufaktur (rokok, textil batik), dikuasai kaum orietal asing, juga terjadi hubungan perburuhan yang tidak sehat, dengan eksploitasi buruh yang cukup kentara. Industri besar, dengan manajeman eropa, pekerja mayoritas eropa. Indonesia biasanya dari keluarga bangsawan (Susetiawan, 2004:68-69). Hubungan industrial muali terlembagakan ketika munculnya organisasi buruh eropa tahun 1897 (N.I.O.G) dan buruh eropa dan pribumi 1908 (V.S.T.P) dipimpin oleh Semaun, kereta api. Hadirnya organisasi buruh merupakan awal dari adanya hubungan industrial yang terlambagakan, tidak hanya berdasarkan aturan perusahaan dan perjanjian kerja. Fase Orde Lama Isu paling popular pada masa Orla yang diusung oleh pemerintahan yaitu anti kalonialisme dan kapitalisme. Kebijakan nasionalisasi asset asing dan dukungan pada kelas pekerja menjadi skala prioritas pada waktu itu. Pemerintahan Soekarno, ditahun-tahun awal pemerintah mendukung aktivitas-aktivitas serikat buruh dengan berbagai regulasi yang pro buruh. Regulasi pemerintah untuk melindungi hak-hak buruh, tidak serta merta mampu menciptakan hubungan industrial yang harmonis.[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia] Page 5

Berdiri

organisasi buruh

BBI

(Barisan

Buruh

Indonesia)

dan

perlindungan terhadap hak-hak buruh. Massa Orla merupakan ruang ketika situasi politik memberikan kesempatan kelompok buruh untuk mengaktualisasikan diri. kembali kekuatan buruh. Fase Orde Baru Era penyeragaman dan kekuatan militer berkuasa dan meniadakan kelompok-kelompok komunis. Semangat buruh yang dianggarap yaitu sebagai kalangan rezim orba pembangunanisme. Tetapi runtuhnya kekuasaan Seokarno digantikan Rezim Soeharto merupakan fase yang menenggelamkan

Industrialisasi merupakan dianggap fase untuk mencapai kemajuan perekonomian, sosial dan cultural. Dan semua kekuatan diarahkan untuk menyukseskan agenda besar tersebut. Penjikan wacana buruh menjadi karyawan menjadi beberapa kejanggalan-kejanggalan fase orba, diciptakan organisasi buruh yang legal yaitu SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia), buruh dikontrol dari dalam dan dari luar melalui regulasi. Hubungan industrial harus didasarkan pada ideologi pancasila, (HIP) sebagai spirit kebudayaan indonesia. Implikasinya : 1) Hubungan antara pemerintah, majikan, buruh dipandu atas gotong royong, saling membantu dan tolong menolong, 2) Problem-problem yang muncul harus diselesaikan melalui konsensus atau mufakat. (Susetiawan, 2004; 176, dan Eggi Sudjana, 2002; 26). HIP merupakan salah satu bentuk penataan hubungan industrial yang terjadi pada masa orba. Fase Reformasi Reformasi dengan semangat kebebasan memberikan ruang segar bagi pengorganisiran masyarakat secara bebas tanpa intimidasi. Tetapi situasi kebebasan dimanfaatkan oleh elit politik. Organisasi buruh yang diorganisir oleh elit politik untuk kepentingan politik mereka.[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia] Page 6

Hubungan industrial di era reformasi tidak memberikan perbaikan bahkan gencarnya mekanisme pasar melalui intervensi negara kapitalis telah memberikan ruang bagi ketidak harmonisan hubungan industrial. Kebeperpihakan yang paling nyata yaitu diberlalukan sistem kerja kontrak dan outsourcing, yang membuat buruh tidak memiliki kepastian. 4. Problematika Hubungan Industrial Jika melihat kerangka normative dalam UU No. 13 Tentang Ketenagakerjaan tahun 2003. Pada pasal 102 ayat 1 disebutkan dalam hubungan industrial bahwa pemerintah mempunyai fungsi menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan dan melalukan penindakan terhadap pelanggaran hokum ketenagakerjaan. Ayat 2, dikatakan bahwa serikat buruh mempunyai fungsi menjalankan tugas sesuai kewajiban menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, mengalurkan aspirasi, ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggotanya. Ayat 3, pengusaha mempunyai fungsi mencipatakan kemitraan, mengembangan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja/buruh. Sebagaimana telah dijelaskan dalam konsepsi sebelumnya, bahwa didalam hubungan industrial ada tiga komponen yang saling berhubungan yang tidak bisa dilepaskan, yaitu pemerintah, pengusaha dan buruh. Melihat problem hubungan industrial ada dua kondisi yang perlu dikritisi yaitu pada tataran normative atau perundang-undangan dan pada tataran paktis yaitu mekanisme kerja itu sendiri dalam perjalananannya. Berikut problem hubungan industrial yang bisa kita identifikasi yaitu : a) Problem Perundang-Undangan Menyoroti secara kritis aturan perundang-udangan tertama UU ketenagakerjaan. Ternyata regulasi yang diambil oleh pengambil kebijakan[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia] Page 7

pemerintah dan legeslatif masih belum secara tegas memberikan asumsi yang berimbang dalam produk hokum yang dihasilkan. Beberapa pasa masih memberikan ruang bagi pencederaan hak-hak buruh, misalkan pada UU No 13 tahun 2003, Bab IX hubungan kerja, adanya sinyalemen untuk maknisme hubungan kerja kontrak melalui perjanjian berjangka waktu dan tidak berjangka watu, merupakan suatu regulasi yang memberikan ruang ketidakpastian pada buruh, karena bisa saja mereka tidak diperpanjang kontrak dan lain sebagainya. Pasal 65 dikatakan diperbolehkan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. dan outsourcing yang merugikan pihak buruh/pekerja. Keberpihakan produk hokum pada kalangan pengusaha merupakan salah satu problem yang hingga kini masih terus berjalan. Tidak banyak perubahan dengan revisi regulasi yang dilakukan oleh pihah yang punya kuasa. Undang-udang belum secara jelas memberikan dukungan pada kelas pekerja, malah sebaliknya. Dari kerangka hokum sudah didahului dengan ketidakadilan apakah lagi didalam ruang praktek, inilah merupakan contoh riil dari problem ketenaga kerjaan di Indonesia. b) Problem Mekanisme Kerja dalam praktek Problem pertama tertunya akan merambat pada tataran praktek, ruang praktek merupakan ruang yang terkadang tidak bisa dinalarkan secara logis, mengapa produk regulasi terkadang menyulitkan buruh atau pekerja itu sendiri. Problem hubungan industrial dalam prakteknya yiatu terdapatnya aturan-aturan perusahaan yang merugikan pihak pekerja atau buruh. Misalkan perjanjian kerja hanya disodorkan oleh pengusaha tanpa adanya ruang setara Regulasi ini merupakan salah satu bentuk dukungan terhadap mekanisme kerja kontrak

[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia]

Page 8

untuk antara kedua bela pihak, perjanjian kerja terkadang diambil dengan poin-poin yang seringkali merugikan pihak buruh/pekerja. Banyaknya perusahaan/industry yang mempraktekkan penekanan cost perusahaan misalkan melalui hubungan kerja kontrak dan outsoucing. Bahkan hampir semua perusahaan mengandopsi pola kerja tersebut, dan tentunya karena memberikan kesempatan bagi akumulasi keuntungan yang sebesarnya dan inilia nalar kapitalisme. Untuk memberikan penjelasan lebih detail mengenai hubungan kerja kontrak dan outsourcing akan dibahas dalam pertemuan yang akan datang. 5. Catatan Penutup Mengurai historisasi dan problem hubungan industrial sebenarnya tidak akan selesai dalam satu kali pertemuan perkuliahan. Hal ini dikarenakan begitu luas dan kompleksnya problem tersebut. Seperti yang sering kita lihat dalam ruang realitas, aksi-aksi yang dilakukan oleh kalangan buruh merupakan contoh riil dari belum pernah selesaianya permasalahan perburuhan secara umum dan hubungan industrial secara khusus. Kritik pedas dari kalangan aktivis buruh dan pengamat terhadap kalangan pengusaha dan pemerintah merupakan bukti otentik dari potret sebenarnya perburuhan di Indonesi. Dan mungkin realitas ini juga yang mendukung sebuah pernyataan bahwa sejarah hubungan perburuhan adalah sejarah penindasan. Mengurai artefak penindasan dalam hubungan perburuhan tidak akan pernah usai, sebelum adanya perubahan paradigm yang diambil oleh pemangku otoritasSemoga !!. Referensi : 1. Konflik Sosial, kejian sosiologi Hubungan Buruh, Perusahaan dan Negara. Susetiawan 2. UU No 13 tahun 2003. Tentang ketenagakerjaan 3. Buruh Menggugat, Egi Sudjana 4. Kuda Troya, Menghadap Outsourcing. Dll[Menggugat Praktek Hubungan Industrial Di Indonesia] Page 9