Pertambangan peti
-
Upload
universitas-samawa -
Category
Education
-
view
4.849 -
download
6
Transcript of Pertambangan peti
PROPOSAL PENELITIAN
KAJIAN DAMPAK KERUSAKAN LINGKUNGANAKIBAT KEGIATAN PENAMBANGAN MAS PETI
DI DAERAH KAWASAN GUNUNG LABAONGDI DESA HIJRAH KECAMATAN LAPE
KABUPATEN SUMBAWA BESAR
DISUSUN OLEH :PUTU ADNYANA 09.01.14.0019
PROGRAM STUDY BIOLOGIFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN ( FKIP )
UNIVERSITAS SAMAWA ( UNSA )SUMBAWA BESAR
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
labaong akhir-akhir ini hadir sebagai pertambangan rakyat ( PETI ) yang
dikerjakan oleh masyarakat sumbawa secara langsung Kegiatan pertambangan
emas yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di wilayah kecamatan lape dan
diluar daerah Kecamatan lape Kabupaten sumbawa besar. Pertambangan ini
berlangsung sejak tahun 2009 sampai sekarang. Kegiatan pertambangan ini
dilakukan secara tradisional, dimana proses pengolahannya tidak menggunakan
teknologi yang canggih dan hanya menggunakan peralatan yang sangat sederhana.
Proses pengolahan emas ini dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan antara
lain penggalian batuan, pengolahan, dan pembuangan limbah. Setiap tahapan
proses ini secara ekologi membawa dampak yang dapat mengganggu
keseimbangan lingkungan, sehingga perlu langkah-langkah yang bijaksana dalam
penanganannya sehingga resiko terhadap kerusakan lingkungan dapat
diminimalisasi.
Salah satu daerah pertambangan saat ini pada pegunungan labaong daerah
lape yaitu akan memberikan dampak negatif, yaitu kurusakan pada lahan
perkebunan,kerusakan hutan, tanah longsor, penyebaran penyakit dan kurasakan
ekosistem yang ada di daerah pertambangan tersebut dan juga pembuangan air
limbah gelondongan pertambangan rakyat yang berlangsung di daerah kecamatan
lape pada lahan pegunungan yang ada di sekitar lokasi pengolahan yang
selanjutnya mengalir menuju ke sungai ketika musim hujam tiba sehingga makin
lama terjadi akumulasi kandungan logam dan material lainnya yang terkandung di
dalam limbah sehingga lama-kelamaan ekosistem sungai juga terganggu. Sebagai
suatu ekosistem, sungai merupakan suatu tempat yang menjadi sasaran
pembuangan limbah sehingga mengakibatkan tingkat pencemaran semakin tinggi
yang pada akhirnya pencemaran tersebut mempengaruhi kehidupan biota air yang
ada di dalamnya.
Keadaan lingkungan dilokasi pertambangan sangat – sangat buruk, dimana
bebatuan bertebaran dan berserakahan di lereng pegunungan lokasi pertambangan
keadaannya kini sangat gersang semua pepohonan yang ada di sekitarnya lereng –
lereng di tebang dan di musnahkan oleh para penambang sehingga kini sudah tiada
hanya yang terlihat yaitu bebatuan yang bertumpukan yang bisa menyebabkan
tanah longsor ketika musin hujan tiba dan akan meninpa perumahan yang ada di
bawah lokasi pertambangan.
Pada masa yang akan datang diperkirakan lokasi pertambangan labaong akan
semakin memburuk yang berdampak kepada penduduk kecamatan lape terutama
masyarakat yang ada di sekitar lokasi. berbagai macam penyakit akan timbul yang
disebabkan dari limbah-nya merkuri. Penyakit – penyakit tersebut akan menjangkit
penambang dan penduduk di kecamatan lape, tidak hanya penyakit pada manusia
akan tetapi juga binatang dan hewan peliharaan pun akan terjangkit ole penyakit –
penyakit dari limbah merkuri yang di buang sembarang sehingga akan tersebar
melalui udara dan udara akan di hirup oleh mahluk hidup sehingga akan
menyebabkan kurang berfungsinya organ – organ tubuh mahluk hidup tsb, selain itu
limbah merkuri menyebabkan pencemaran pada tanah perkebunan, ketika musin
hujan tiba limbah tersebut mengalir menuju sawah dan tanam padi akan terkandung
merkuri sehingga berasnya akan terkandung bahan merkuri dan saat di konsumsi
oleh masyarakat akan menimbulkan penyakit yang merusak organ dalam tubuh
pada manusia.lambat laun maka akan menyebabkan kematian.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah penelitian ini adalah terhadap aktivitas pertambangan
tanpa ijin yang ada di Sumbawa saat ini. Pertambangan tanpa ijin akan
membawa permasalahan lingkungan yang akan menimbulkan dampak negatif
yang akan dirasakan oleh masyarakat karena kurangnya pemahaman mengenai
cara menambang yang baik dan masyarakatnya masih belum paham akan
dampak negatif yang akan ditimbulkan dikemudian hari.
C. Rumusan masalah
1. Bagaimana keadaan lingkungan pertambangan rakyat labaong ?
2. Bagaimana dampak yang di timbulkan terhadap penambangan rakyat
Labaong ?
3. bahaya apa yang di timbulkan dari merkuri ?
4. Apa saja solusi yang dapat dilakukan dalam penyelamatan ekologi
dan meminimalisir dampak buruk yang akan ditimbulkan tambang
emas rakyat labaong ?
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui keadaan lingkungan didaerah pertambang labaong
2. Mengetahui dampak yang akan disebabkan oleh tambang emas labaong
terhadap lingkungan biotik dan abiotik
3. Mengetahui bahaya yang akan ditimbulkan dari merkuri bagi kehidupan.
4. Mengetahui solusi dari permasalahan lingkungan dan ekologi
di tambang emas labaong.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
menambah wawasan dan pengetahuan tentang masalah
pertambangan yang akan membawa dampak negatif dan risiko penyakit
akibat merkuri pada petambang emas tanpa izin pada masyarakat sekitar
desa hijrah kecamatan lape kabupaten sumbawa besar serta sebagai bahan
acuan untuk penelitian lebih lanjut dan informasi bagi siapa saja (peneliti
maupun penulis lain) yang peduli terhadap kondisi lingkungan dan kesehatan
masyarakat.
2. bagi Pemerintah
penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi pemerintah
(Eksekutif, Legislatif, dll) dalam mengambil kebijakan terhadap permasalahan
tambang yang dihadapi oleh masyarakat Sumbawa, di mana pemerintah sulit
bergerak dan menentukan arah kebijakannya dikarenakan dihadapkan oleh
situasi yang serba dilematis.
3. Bagi Masyarakat Umum
Masyarakatlah yang akan menanggung dampak aktifitas
pertambangan yang serampangan, akan tetapi hal itu dapat kita
minimalisirkan jika masyarakat dapat bahu membahu dalam upaya penjagaan
lingkungan namun aktifitas pertambangan dapat berjalan. Dan kehadiran
karya ini diharapkan mampu menjadi media pembelajaran bagi masyarakat
dalam melakukakan upaya-upaya yang dimaksud.
4. Bagi Penambang
Penambang adalah orang yang bersentuhan lansung dengan aktifitas
pertambangan, akan tetapi resiko keselamatan, kesehatan dan lainnya setiap
waktu menghantui para penambang. Sehingga dari penelitian ini diharapakan
mampu menjadi bahan kajian untuk meminimalisirkan Dampak-dampak
tersebut sehingga para penambang dapat menambang dengan aman dan
bersahabat dengan lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Potensi Dampak Lingkungan, Ekonomi Sosial Dan Budaya
Berbicara mengenai industri pertambangan baik skalar besar maupun sekalar
kecil tentunya akan membawa dampak negatif cukup kompleks yang dirasakan oleh
masyarakat, berbagai realita kita saksikan dan rasakan secara bersama – sama
melalui dari pelanggaran hak asasi manusia, hilangnya sumber – sumber ekonomi
masyarakat, adanya alih profesi masyarakat, meningkatnya kekerasan dalam rumah
tangga, sempitnya lahan masyarakat, hilangnya budaya lokal masyarakat ( besiru ).
Potensial dampak dampak dari kegiatan pertambangan tanpa ijin lebih spesifiknya
masing – masing sektor tersebut adalah sebagai berikut :
2.1.1. Lingkungan :
a. Aktifitas pertambangan yang dilakukan terus menerus akan berpotensial
mengurangi mata air. Saat ini masyarakat sekitar tambang, desa hijrah 1 dan II
wilayah olat labaong mulai mengeluhkan tentang debit air sumur yang berkurang.
Untuk keperluan mencuci harus ke dusun beru desa hijrah.
b. Keberadaan Mesin – mesin gelondong dan tong di sembarang tempat
mengundang ketidak nyamanan warga. Beberapa mesin di jumpai berada di
saluran irigasi, di sekitar bantaran sungai, di areal persawahan bahkan dekat
dengan perkampungan warga. Dalam proses pengolahan hasil tambang
menggunakan berbagai jenis bahan kimia berbahaya. Bahan kimia tersebut
berpotensi akan mencemarkan sumber air yang juga akan berakibat terhadap
kesuburan lahan pertanian dan peternakan. Dengan demikian, akan berakibat
berkurangnya hasil produksi pertanian dan perternakan.
c. Penggunaan bahan kimia berbahaya juga mengancam timbulnya berbagai jenis
penyakit. Penyakit tersebut bisa di timbulkan dari sumber air, udara, tanah
maupun melalui makanan. Jika perairan sudah tercemar, maka prosesnya
melalui rantai makanan misalnya dengan memakan ikan yang telah
terkontaminasi. Sifat bahan kimia yang berbahaya ini adalah akumulatif, jadi
akan berpotensi akan timbulnya penyakit kulit, gangguan saluran pernafasan
akut, nyeri sendi, sakit kepala serta yang lebih berbahay adalah penyakit pada
perempuan yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan lain – lain.
2.1.2. Ekonomi
Sebelum labong di sesaki penambang, masyarakat sekitar menfaatkan
lahanya untuk menghampar padi gogo dan melepaskan ternaknya. Bukit seluas 27
hektar ini bila di hitung sekali panen menghasilkan padi gogo seberat 3 ton
perhektarnya, kalau 27 hektar maka menghasilkan 81 ton gabah yang tidak bisa di
nikmati oleh masyarakt desa hijrah. Dampak lainya yang timbul adalah
meningkatnya harga sembako di sekitar lokasi pertambangan.
Ancaman pencemaran lingkungan akan mengakibatkan berkurangnnya
produktifitas petani, peternak dan nelayan. Sehingga akan menimbulkan
disharmonisasi dalam kehidupan rumah tangga yang berpotensi meningkatkan
kekerasan dalam rumah tangga.
2.1.3. Sosial / budaya
Telah terjadi kemerosotan nilai – nilai tradisional dan bentuk ikatan sosial
dalam masyarakat sejak adanya aktifitas pertambangan ini. Hal ini terungkap ketika
melakukan wawancara dengan beberapa masyarakat di sekitar lokasi tambang yang
mengatakan bahwa beberapa kegiatan sosial tidak berjalan seperti biasanya,
masyarakat tiddak lagi saling membantu karena yang di pikirkannya adalah
menggali bebatuan yang mengandung emas. Norma – norma saling membutuhkan
dan ketergantungan di pedesaan mulai menghilang karena masyarakat yang tadinya
tidak mau menambang karna malihat hasil yang di dapatkan oleh penambang yang
datangnya dari luar desa akhirnya mulai ikut melakukan pengerusakan
lingkungannya sendiri sehingga “boat desa” ( kegiatan desa ) ditinggalkan, contohya
apabila di desa ada hajatan perkawinan masyarakat berbondong – bondong
mencari kayu bakar guna keperluan memasak, sehingga kini yang punya hajatan
harus mengeluarkan uang untuk membeli kayu bakar dan keperluan lainnya.
Budaya “Basiru” yang di praktikkan dalam berbagai kegiatan pertanian
maupun kegiatan sosial masyarakat lainnya mulai terancam keberadaannya
karenapa masyarakat sudah mulai menilai waktu mereka dengan uang. Untuk
menanam padi para petani harus mengeluarkan dana yang cukup tinggi dari
biasanya. Karena masyarakat di sekita bukit labaong lebih memilih menggali /
memburu mas.
2.2. Kerusakan Lingkungan
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan, pengerusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan
perubahan langsung/ tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya
yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam
menunjang pembangunan berkelanjutan. Salah satu indikator kerusakan
lingkungan adalah erosi. Erosi adalah proses berpindahnya tanah atau batuan
dari satu tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah akibat dorongan
air, angin, atau gaya gravitasi. Proses tersebut melalui tiga tahapan, yaitu
pelepasan, pengangkutan atau pergerakan, dan pengendapan. Bahaya erosi
banyak terjadi di daerah – daerah lahan kering terutama yang memiliki
kemiringan lereng sekitar 15 % atau lebih . Keadaan ini sebagai akibat dari
pengelolaan tanah dan air yang keliru, tidak mengikuti kaidah –kaidah
konservasi tanah dan air dan tanah. Tanah kering yang rentan terhadap erosi
terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang menempati areal terluas di
Indonesia kemudian disusul oleh tanah Latosol yang dengan kemiringan agak
curam sampai curam terutama tanah –tanah yang tidak tertutup tanaman
Tanah Podsolik dibentuk dari bahan batuan yang bersifat asam, sifat fisiknya
jelek sampai agak jelek, miskin akan unsur hara tanaman dan peka terhadap
bahaya erosi. Tanah Latosol dibentuk dari bahan batuan yang bersifat netral,
dengan sifat fisiknya baik tetapi sifat kimianya jelek atau miskin unsur hara, dan
peka terhadap erosi terutama kalau tebuka tanpa vegetasi Menurut Soule dan
Piper 1992, (dalam Yakin A, 2004) erosi mempunyai dampak negatif terhadap
usaha pertanian/ perkebunan maupun diluar pertanian. Dampak utama erosi
terhadap pertanian adalah kehilangan lapisan atas tanah yang subur,
berkurangnya kedalaman lahan, kehilangan kelembapan tanah dan kehilangan
kemampuan lahan untuk menghasilkan tanaman yang menguntungkan.
Dampak negatif dari erosi di luar usaha tani adalah terjadinya dekomposisi
partikelpartikel tanah pada lokasi aliran sungai atau saluran air serta daerah
aliran sungai (downstream locations). Lahan yang mengalami erosi sangat
mengganggu bahkan berbahaya kalau partikel-partikel tanah tersebut
terdeposisi. Partikel-partikel tanah akibat erosi biasanya terbawa air lewat
sungai –sungai dan bermuara di bendungan dan dam-dam. Selanjutnya
endapan-endapan tersebut dan pergerakan erosi akan menganggu suplai air
untuk kebutuhan rumah tangga dan industri. Sedimentasi yang berat terjadi
mengakibatkan berkurangnya kapasitas untuk menampung air.
2.3. Faktor Yang Menyebabkan Erosi
Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah faktor alam dan
faktor manusia. Faktor alam yang utama adalah iklim, sifat tanah, Faktor
manusia adalah semua tindakan manusia yang dapat mempercepat terjadinya
erosi dan longsor. Faktor alam yang menyebabkan terjadinya longsor dan erosi
diuraikan berikut ini.
2.3.1. Iklim
Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya
terhadap kejadian longsor dan erosi. Air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah
dan menjenuhi tanah menentukan terjadinya longsor, sedangkan pada
kejadian erosi, air limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab
terjadinya erosi. Besarnya curah hujan didefinisikan sebagai volume air yang
jatuh pada luasan tertentu sehingga curah hujan dinyatakan dalam satuan
volume per satuan luas atau secara umum dinyatakan dalam satuan tinggi air
(misalnya milimeter). Besarnya curah hujan dinyatakan untuk satu waktu atau
rentang waktu tertentu, misalnya per hari, per bulan, per tahun, dan disebutkan
sesuai dengan waktu yang ditinjau, misalnya hujan harian, hujan bulanan, atau
hujan tahunan . Intensitas hujan menyatakan besarnya curah hujan yang turun
dalam waktu singkat, misalnya 5 menit, 30 menit, yang dinyatakan dalam
satuan milimeter/ jam (mm/jam). Klasifikasi curah hujan menurut (Arsyad 1989
) ditunjukkan dalam Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Klasifikasi Intensitas Hujan (Arsyad, 1989 )
Tidak semua air hujan mengakibatkanya erosi, tapi tergantung pada
intensitasnya.
(Printz, 1999 dalam Hardiyatmo, 2006) menyimpulkan bahwa untuk intensitas
hujan sekitar 30-60 mm/jam, hanya sekitar 10 % dari air hujan yang
Intensitas hujan
(mm/jam)Klasifikasi
0 – 5 Sangat rendah
6 – 10 Rendah
11 - 25 Sedang
26 - 50 Agak tinggi
51 - 75 Tinggi
> 75Sangat tinggi
menimbulkan erosi. Untuk intensitas hujan lebih besar dari 100 mm/jam, semua
hujan dapat menimbulkan erosi. Walaupun intensitas hujan besar, namun jika
berlangsungnya tidak terlalu lama, sehingga tidak mengakibatkan aliran
permukaan maka hujan tidak mengakibatkan erosi. Penelitian menunjukkan
adanya hubungan antara intensitas hujan dan ukuran median butiran air hujan.
Besarnya diameter butiran hujan bermacam-macam, umumnya berkisar
diantara 1 sampai 4 mm, untuk ukuran diameter median air hujan 1,25 mm/jam,
dan yang berukuran 3 mm untuk intensitas hujan 100 mm/jam (Law dan
Person, 1944, dalam Hardiyatmo, 2006). Kecepatan jatuhnya butiran hujan
ditentukan oleh gravitasi, tahanan udara dan angin. Adanya
keseimbangan gaya tekanan dan gaya akibat tegangan permukaan,
menyebabkan butiran hujan yang berbutir kecil berbentuk bola. Lengkungan
permukaan yang besar memungkinkan tegangan permukaan memelihara
bentuk bulat tersebut. Butir-butir hujan yang berukuran besar cenderung pipih
dengan permukaan bawah yang agak datar. Permukaan butir-butir yang besar
ini, menyebabkan tekanan udara lebih besar. Lengkungan permukaan butir-
butir yang besar menyebabkan makin lemahnya tegangan permukaan,
sehingga butir-butir hujan umumnya tidak lebih dari 7 mm. Bila kecepatan
angin besar, maka kecepatan jatuhnya butiran air hujan juga menjadi lebih
besar.
2.3.2. Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor pemicu
terjadinya erosi dan longsor di lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan
longsor makin besar dengan makin curamnya lereng. Makin curam lereng
makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan yang berpotensi
menyebabkan erosi. Selain kecuraman, panjang lereng juga menentukan
besarnya longsor dan erosi. Makin panjang lereng, erosi yang terjadi makin
besar.
2.4. Pencemaran AirOksigen adalah gas yang berwarna, tak berbau, tak berasa dan hanya sedikit
larut dalam air. Untuk mempertahankan hidupnya makluk yang tinggal di air, baik
tanaman maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut ini. Jadi
penentuan kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk menahan mutu air.
Kehidupan diair dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minimum sebanyak 5 mg
oksigen setiap liter air (5 bpj atau 5 ppm). Selebihnya bergantung kepada ketahanan
organisme, derajat keaktivannya, kehadiran pencemar, suhu air, dan sebagainya.
Umumnya laju konsumsi kelarutan oksigen dalam air, jika udara yang bersentuhan
dengan permukaan air bertekanan 760 mm dan mengandung 21 % oksigen.
Oksigen dapat merupakan factor pembatas dalam penentuan kehadiran mahluk
hidup dalam air. Oksigen dalam danau misalya berasal dari udara dan fotosintesis
organisme yang hidup didanau itu. Jika respirasi terjadi lebih cepat dari penggantian
yang larut, maka terjadi defisit oksigen. Sebaiknya dasar danau dijenuhkan dengan
oksigen.
2.5. Dampak Pencemaran Libah Merkuri
Sebagai unsur, merkuri (Hg) berbentuk cair keperakan pada suhu kamar.
Merkuri membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik (seperti oksida, klorida,
dan nitrat) maupun organik. Merkuri dapat menjadi senyawa anorganik melalui
oksidasi dan kembali menjadi unsu merkuri (Hg) melalui reduksi. Merkuri anorganik
menjadi merkuri organik melalui kerja bakteri anaerobic tertentu dan senyawa ini
secara lambat berdegredasi menjadi merkuri anorganik. Merkuri mempunyai titik
leleh-38,87 dan titik didih 35,00C. Produksi air raksa diperoleh terutama dari biji
sinabar (86,2 % air raksa). Salah satu cara melalui pemanasan biji dengan suhu
8000C dengan menggunakan O2 (udara).
Sulfur yang dikombinasi dengan gas O2, melepaskan merkuri sebagai uap air
yang mudah terkonsentrasi. Sianiar juga dapat juga dipanaskan dengan kapur dan
belerang bercampur kalsium, dan akan melepaskan uap logam merkuri. Hal yang
tersebut diatas merupakan cara lain, tetapi merkuri umumnya dimurnikan melalui
proses destilasi. Bijih merkuri juga ditemukan pada batu dan bercampur dengan bijih
lain seperti tembaga, emas, seng dan perak. Sedikitnya beberapa efek toksit dari
merkuri telah diketahui sejak abad ke 18. Pada tahun 1889, Charcot,s clinical
lectures on diseases of the Nervous system telah menerangkan mengenai tremor
yang diakibatkan oleh paparan merkuri. Pada tektbook neurology klasik Wilson ynag
diterbitkn pada tahun 1940, Wilson telah menerangkan mengenai tremor
mengiidentifikasi gangguan kogniif yang diperantarai merkuri seperti gangguan
perhatian, excitement, dan halusinasi.
Produksi air raksa diperoleh terutama dari bijih sinabar (86,2 % air raksa).
Salah satu cara melalui pemanasan bijih dengan suhu 800 Oc dengan
menggunakan O2 (udara). Sulfur yang dikombinasi dengan gas O2, melepaskan
merkuri sebagai uap air yang mudah terkosentrasi. Sinabar juga dapat dipanaskan
dengan kapur dan belerang bercampur kalsium, dan akan melepaskan uap logam
merkuri. Hal yang tersebut diatas merupakan cara lain, tetapi merkuri umumnya
dimurnikan melalui proses destilasi. Bijih merkuri juga ditemukan pada batu dan
bercampur dengan bijih lain seperti tembaga, emas, timah, seng dan perak.
Toksisitas merkuri inorganik terjadi dalam beberapa bentuk Merkuri metalik (Hg),
merkuri merkurous (Hg1+), atau meruri merkuri (Hg2+). Toksisitas dari merkuri
inorganik dapat terjadi dari kontak langsung melalui kulit atau saluran
gastrointestinal atau melalui uap air merkuri. Uap air merkuri berdifusi melalui
alveoli, terionisasi di darah, dan akhirnya disimpan di sistem saraf pusat.
Logam merkuri (Hg), mempunyai nama kimia hydragyrum yang berarti cair.
Logam merkuri dilambangkan dengan Hg. Pada periodika unsur kimia Hg
menempati urutan (NA) 80 dan mempunyai bobot atom (BA 200,59). Merkuri telah
dikenal manusia sejak manusia mengenal peradapan. Logam ini dihasilkan dari bijih
sinabar, HgS, yang mengandung unsur merkuri antara 0,1% - 4%.
HgS + O2 Hg + SO2
Merkuri yang telah dilepaskan kemudian dikondensasi, sehingga diperoleh
logam cair murni. Logam cair inilah yang kemudian digunakan oleh manusia untuk
bermacam-macam keperluan.
Toksisitasnya, Pada tahun 1961, peneliti di Jepang menghubungkan kadar
merkuri urin yang tinggi dengan penyakit Minamata yang misterius. Sebelum etiologi
penyakit minamata ditemukan, terjadi malapetaka di sekitar teluk Minamata yang
ditandai dengan tremor, gangguan sensoris, ataksia, dan penyemprotan lapang
pandang. Penyakit sepert ini disebut dengan penyakit Minamata. Toksisitas dari
merkuri dapat terjadi pada bentuk organic maupun ionorganik. Penyakit minamata
merupakan contoh toksisitas organic. Di teluk minamata, suatu perusahaan
membuang merkuri inorganic ke air, merkuri tersebut kemudian dimetilasi oleh
bakteri dan selanjutnya dimakan oleh ikan yang akhirnya dikomsumsi oleh manusia.
Toksisitas merkuri inorganic terjadi dalam beberapa bentuk. Merkuri metalik (Hg),
merkuri merkorous (Hg1+), atau merkuri (Hg2+). Toksisitas dari merkuri inorganic
dapat terjadi dari kontak langsung melalui kulit atau saluran gastrointestinal atau
melalui uap merkuri.
Uap merkuri berdisfusi melalui alveoli, terionisasi didarah, dan
akhirnya disimpan di system saraf pusat. Merkuri dilingkungan terdapat dalam
bentuk ikatan organik dan anorganik. Merkuri anorganik Merkuri anorganik dalam
bentuk Hg+ dan garam merkuri (Hg+ + +). Hg + dapat menguap dan secara
sempurna diserap oleh saluran pernapasan. Melalui saluran pernapasan partikel
Hg+ tidak diabsorbsi secara sempurna. Hg anorganik menembus sawar darah otak
menuju keisterna saraf. Racun akibat Hg anorganik biasanya bersumber dari
lingkungan kerja. Merkuri organic adalah senyawa merkuri yag terikat dengan satu
logam karbon, contohnya metal merkuri. Merkuri anorganik dapat dirubah menjadi
merkuri orgainik dengan bantuan bakteri anorganik, khususnya untuk memproduksi
logam merkuri suatu bentuk merkuri yang mudah masuk kedalam sel dalam tubuh.
Beberapa kejadian yang terjadi akibat kontaminasi air yang menyebabkan
keracunan. Ikan yang dimakan terkontaminasi metilmerkuri, yang diubah oleh bakteri
di dalam endapan air. Keracunan merkuri terjadi pada populasi lokal yang
mengkonsumsi ikan terpajan merkuri. Seratus tujuh orang meninggal pada tahun
1970 karena penyakit Minamata tersebut.
2.6. Kewajiban Rehabilitasi Lahan
Reklamasi Lahan Penambangan adalah suatu upaya pemanfaatan lahan
penambangan melalui rona perbaikan lingkungan fisik terutama pada bentang lahan
yang telah dirusak. Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan secara ekologis atau
difungsikan menurut rencana peruntukannya dengan melihat konsep tata ruang dan
kewilayahan secara ekologis. Kewajiban reklamasi lahan bisa dilakukan oleh
pengusaha secara langsung mereklamasi lahan atau memberikan sejumlah uang
sebagai jaminan akan melakukan reklamasi Berdasarkan data dari Departemen
Energi dan Sumberdaya Mineral pada Tahun 2005 terdapat 186 perusahaan
tambang yang masih aktif dengan total luas areal sekitar 57.703 ha dan hanya
20.086 ha yang telah direklamasi oleh para perusahaan yang memperoleh kontrak
pada lahan tersebut. Sebagian lahan tersebut dikembalikan kepada petani untuk
diusahakan kembali menjadi lahan pertanian. Sebagian pengusaha tidak
mereklamasi lahan dan meninggalkan begitu saja. Kewajiban pasca tambang yang
bersifat fisik mempunyai dimensi ekonomi dan sosial yang sangat tinggi dan
berpotensi menimbulkan konflik pada masyarakat dengan pemerintah dan juga
usaha pertambangan. Oleh karena itu pengelolaan pasca tambang bukan
merupakan masalah fisik, tetapi merupakan political will pemerintah untuk
meregulasi secara benar dengan memperhatikan kaidah lingkungan. Kemudian
mengimplementasikannya dengan mengedepankan kepentingan masyarakat lokal
dan mengacu kepada falfasah ekonomi dan sosial serta akuntabilitas yang dapat
dipercaya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif, study pustaka
dan wawancara ke berbagai sumber. Penelitian dilaksanakan secara individual,
dan yang menjadi nara sumber saya adalah dari Anggota Polres Sumbawa,
Penambang, Pembeli Emas, Pengusaha Gelondong, dan dari masyarakat
umum. Nara sumber dari berbagai latar belakang di atas saya wawancara
masing-masing sama satu orang. Adapun metode wawancara yang saya
gunakan adalah melakukan diskusi artinya bukan dengan cara memberikan
pertanyaan sehingga saya mendapat banyak sudut pandang dan data yang
mendukung karya tulis saya.
Ilegal minningPersebaran penyakitKorban jiwaTanah longsorPengolahan yang merusak lingkungan
Hari Esok
Ilegal minningAda dimana – manaKorban jiwaPenambang tidak bertanggung jawabPengolahan yang merusak lingkungan
Hari ini
B. Tahapan Pelaksanan Penelitian
Berikut adalah tahapan-tahapan penelitian yang saya lakukan :
1. Mencari tahu terhadap dampak-dampak pertambangan.
2. Mencari tahu aspek-aspek yang menjadi permasalahan PETI di Sumbawa.
3. Menganalisis Aspek Hukum
4. Menganalisis aspek wilayah kelola pertambangan
5. Menganalisis cara-cara penambangan oleh masyarakat saat ini
6. Menganalisis kebiasaan masyarakat terhadap wilayah pertambangan
7. Menganalisis tata cara pengelolaan pertambangan saat ini
8. menganalisis dampak terhadap keuangan daerah
9. Mencari solusi dan penyelsaian terhadap permaslahan yang telah di analisis
sebelumnya
Secara lengkap tinjauan permasalahan yang menyusun prosedur penelitian
saya adalah sebagai berikut :
C. Rencana Analisis Data
Menganalisis dan memecahkan berbagai persoalan dari informasi dan data-
data dari buku-buku dan dari nara sumber. yang kemudian saya kelola untuk
menjadi berbagai tahapan-tahapan dari permasalahan yang saya temukan.
D. Jadwal Penelitian
Pengamatan atau penelitian dilaksanakan selama 2 minggu dengan cara
mengamati prilaku masyarakat penambang dan berbagai isu-isu yang
berkembang.
E. Nara Sumber
1. Bapak Awaluddin (Anggota Polres Sumbawa)
Informasi dan data yang saya dapatkan lebih pada aspek hokum, beban
keuangan pemerintah daerah dan juga korban-korban yang meninggal dunia
dan luka-luka.
2. Bapak Nasarudin (Pengusaha Gelondong)
Informasi dan data yang saya dapatkan dari bapak nasarudin adalah
terhadap tata cara pengelolaan menggunakan gelondong dan tong serta
dampak lingkungannya.
3. Bapak Kurnia Jaya (Pembeli Emas)
Informasi dan data yang saya dapatkan dari bapak Kurnia Jaya adalah
terhadap pendapatan dan keuntungan dari adanya pertambangan.
4. Bapak Nanang (Penambang)
Informasi dan data yang saya dapatkan dari bapak Nanang adalah terhadap
tata cara melakukan pertambangan dan banyaknya orang yang terlibat di
pertambangan serta manfaat yang di dapatkan dari aktifitas pertambangan.
5. Bapak Sirajuddin (Masyarakat Umum)
Informasi dan data yang saya dapatkan dari bapak Sirajuddin adalah
terhadap dampak lingkungan serta kerisauan dan harapan-harapan
masyarakat terhadap praktek pertambangan yang sedang berlansung di
Sumbawa saat ini.