PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP...

111
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP KEWARGANEGARAAN INDONESIA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 Oleh : Abd. Rohman Nawi 103045228168 KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH (KETATANEGARAAN ISLAM) PROGRAM STUDI JINAYAH DAN SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H / 2009 M

Transcript of PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP...

Page 1: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP

KEWARGANEGARAAN INDONESIA DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006

Oleh :

Abd. Rohman Nawi

103045228168

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH (KETATANEGARAAN ISLAM)

PROGRAM STUDI JINAYAH DAN SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 2: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP KEWARGANEGARAAN

INDONESIA DALAM

UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh :

Abd. Rohman Nawi

NIM. 103045228168

Di Bawah Bimbingan

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM

NIP. 150 210 422

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH (KETATANEGARAAN ISLAM)

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1430 H / 2009 M

Page 3: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Perspektif Hukum Islam Terhadap Konsep

Kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2006” telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada

hari Selasa, 08 Desember 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada

Program Studi Jinayah Siyasah Konsentrasi Siyasah Syar’iyyah.

Jakarta, 08 Desember 2009

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.

NIP. 19550505 198203 1 012

Panitia Ujian :

1. Ketua : Dr. Asmawi, M.Ag.

(…………..)

NIP. 19721010 199703 1 008

2. Sekretaris : Sri Hidayati, M.Ag

(…………..)

NIP. 19710215 199703 2 002

3. Pembimbing : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SS, MA, MM

(…………..)

NIP. 19550505 198203 1 012

Page 4: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

4. Penguji I : Prof. Dr. Hj. Amany B. Umar Lubis, Lc, MA

(…………..)

NIP. 150270614

5. Penguji II : Drs. Abu Tamrin, M. Hum

(…………..)

NIP. 19650908 199503 1 001

Page 5: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah

saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya

asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain,

maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 08 Desember

2009

Abd. Rohman Nawi

Page 6: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

ا��� ا��� ا� �ـ��

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas berbagai karunia dan anugerah yang

diberikan kepada segenap hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh

dengan ikhlas mengharapkan ridha-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu

tercurahkan kepada hamba pilihan-Nya yang membawa risalah kebenaran, pemimpin

bagi pembawa cahaya keridhaan-Nya yang abadi, yaitu Sayyidina Muhammad SAW,

sebaik-baik makhluk dan dipenuhinya dengan akhlak yang sempurna.

Penulis bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang diajukan sebagai salah

satu syarat dalam menempuh gelar Sarjana Hukum Islam di Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul

“PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP KEWARGANEGARAAN

INDONESIA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006”.

Penulis menyadari dengan kerendahan hati bahwa dalam setiap tahap

penyusunan skripsi ini begitu banyak bantuan, bimbingan, dorongan serta perhatian

yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa

terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak/Ibu sebagai:

Page 7: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

1. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum, Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma,

SH, MA.,MM.

2. Ketua Program Studi Jinayah dan Siyasah, Dr. Asmawi, M.Ag., dan

Sekretaris Program Studi Jinayah dan Siyasah, Sri Hidayati, M.Ag., beserta

staff dan seluruh dosen yang telah memberi ilmu, membimbing dan

mengarahkan penulis sejak masa perkuliahan hingga berakhirnya skripsi ini.

3. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA.,MM. Selaku pembimbing

yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan ilmunya dan

bimbingannya serta do’anya dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Pimpinan Perpustakaan, baik Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syariah dan

Hukum maupun Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah yang telah

memberikan fasilitas pada Penulis untuk mengadakan studi kepustakaan.

5. Kedua orang tua penulis, Ayahanda H. Sarmada dan Ibunda tercinta Hj.

Hanifah (Almh), bang Sobur, mama Uum, bang Tohir, mpo Idah, bang

O.G., mama Ayu, Noer, Yati, ibu Nina yang selalu mendukung penulis

dengan sepenuh hati dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Teman-teman seperjuangan, Ahmad Syaifuddin, Ana. M, Ana. P, Ahmad

Nazir, Qosim, Iswara, Husen, Bonchu sekeluarga dan my best friend

Fikriyah yang telah memberikan semangat disaat penulis membutuhkannya.

Page 8: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Semoga bantuan, bimbingan, dorongan serta perhatian yang diberikan oleh

mereka mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Akhir kata, penulis

berharap skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis pribadi dan pembaca

pada umumnya. Amîn.

Jakarta, 08 Desember 2009

Penulis

Page 9: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 7

D. Review Studi Terdahulu 8

E. Metode Penelitian 11

F. Sistematika Penulisan 12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN

A. Warga Negara dalam Hukum Kewarganegaraan Indonesia 14

B. Sejarah Perundang-undangan Tentang Kewarganegaraan Indonesia 19

C. Asas Kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2006 31

Page 10: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

D. Syarat Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia Menurut Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2006 39

BAB III ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP

KEWARGANEGARAAN INDONESIA DALAM UNDANG-

UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006

A. Warga Negara dalam Islam 44

B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan Berdasarkan

Sisi Kelahiran 56

C. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan Berdasarkan

Sisi Perkawinan 57

D. Syarat Memperoleh Kewarganegaraan dalam Islam 70

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan 74

B. Saran 76

DAFTAR PUSTAKA 77

LAMPIRAN : UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2006 80

Page 11: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan, oleh karena itu di

dalamnya pasti dihuni oleh sejumlah penduduk. Dalam pengetahuan hukum tata

negara, untuk dapat dipandang sebagai suatu negara haruslah memenuhi tiga hal,

yang salah satunya adalah sekumpulan manusia yang hidup bersama di suatu

tempat tertentu sehingga merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diatur oleh

suatu tertib hukum nasional1 yang dalam kajian ilmu politik disebut rakyat.

Bahkan menurut berbagai teori yang dikembangkan dalam ilmu negara, negara

ada demi warga negara. Terutama jika mengacu kepada paham demokratis, yang

dianut oleh berbagai negara modern dewasa ini, termasuk Indonesia. Eksistensi

negara adalah dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat.

Hal tersebut sudah sepantasnya, sebab maksud adanya negara adalah

untuk menyelenggarakan kepentingan warganya. Negara akan menjadi kuat dan

sukses bila warga negara sebagai pendukungnya juga kuat. Kuat dalam arti

seluas-luasnya, termasuk kuat dalam arti persatuan diantara rakyatnya. Oleh

karena itu ketentuan siapa yang akan menjadi warga negara bukanlah persoalan

perorangan akan tetapi merupakan persoalan atau wewenang bagi negara yang

berdaulat dengan tetap menghormati prinsip-prinsip umum Internasional. Atas

1 Huala Adolf, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional (Edisi Revisi), (Jakarta:

PT RajaGrafindo Persada, 2002), Cet ke-3, h. 3.

Page 12: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

dasar itulah diperlukan pengaturan mengenai kewarganegaraan. Di Indonesia

mengenai kewarganegaraan diatur dalam Pasal 26 Undang-Undang Dasar 1945.2

Penduduk atau rakyat suatu negara terdiri dari warga negara, yaitu orang

sebagai bagian dari suatu penduduk yang menjadi unsur negara, yang mempunyai

hubungan yang tidak terputus dengan tanah airnya, dengan Undang-Undang

Dasar negaranya, sekalipun yang bersangkutan berada di luar negeri, selama yang

bersangkutan tidak memutuskan hubungannya atau terikat oleh ketentuan hukum

Internasional.3

Selain itu, dalam suatu negara adakalanya dijumpai golongan minoritas

yang oleh Wolhoff disebut “minoriteit, yaitu golongan orang yang berjumlah

kecil atau disebut juga warga negara asing (WNA)”4, sedangkan hubungannya

dengan negara yang didiaminya hanyalah selama yang bersangkutan bertempat

tinggal dalam wilayah negara tersebut.5

Dalam wilayah kewarganegaraan Indonesia muncul suatu kendala yang

cukup jelas dihadapan kita selama ini, yaitu kendala konsep dalam memahami arti

2 Tim Redaksi Pustaka Pergaulan, UUD 1945, Naskah Asli dan Perubahannya, (Jakarta: Pustaka Pergaulan, 2004), Cet ke-3, h. 74.

3 I Wayan Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Mandar Maju, 2003),

Cet. Ke-2, h. 94.

4 Abu Bakar Busro dan Abu Daud Busroh, Hukum Tata Negara, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985), h. 169.

5 Mustafa Kamal Pasha, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), (Jogjakarta:

Citra Karsa Mandiri, 2002), h. 23.

Page 13: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

warga negara. Pertanyaan sederhana yang ada pada kita yaitu, apakah warga

negara itu orang yang dalam kartu identitas (KTP, SIM, PASPOR) tertulis

kewarganegaraan tertentu ? Dalam wilayah ini saja terkadang pemahaman kita

masih simpang-siur tentang warga negara itu sendiri. Ada orang yang asal

lahirnya di Indonesia, dia adalah warga negara Indonesia, atau sebaliknya bagi

warga negara Indonesia yang melahirkan anaknya di luar wilayah teritorial

Indonesia anak tersebut menjadi warga negara asing.6

Sebagai contoh, dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, tidak

setiap warga negara dari suatu negara selalu berada di dalam negaranya.7 Tidak

bisa kita pungkiri bahwa kita sering menyaksikan banyak sekali penduduk suatu

negara yang berpergian keluar negeri, baik karena direncanakan dengan sengaja

ataupun tidak, dapat saja melahirkan anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula

terjadi, karena alasan pelayanan medis yang lebih baik, orang sengaja melahirkan

anak di rumah sakit di luar negeri yang dapat lebih menjamin kesehatan dalam

proses persalinan.

Dalam hal negara tempat asal seseorang dengan negara tempat ia

melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama tentu

tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi apabila kedua negara yang

6 Mohammad AS. Hikam, dkk, Fiqh Kewarganegaraan, Intervensi Agama-Negara

Terhadap Masyarakat Sipil, (Yogyakarta: CV Adipura, 2000), h. 41-42.

7 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,

2003), Cet. Ke-9, h. 82.

Page 14: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

bersangkutan memiliki sistem yang berbeda maka dapat terjadi problem

mengenai status kewarganegaraan yang menyebabkan seseorang menyandang

status dwi-kewarganegaraan (double citizenship) atau sebaliknya malah menjadi

tidak berkewarganegaraan sama sekali (stateles)8.

Berbeda dengan prinsip kelahiran itu, di beberapa negara dianut prinsip

‘Ius sanguinis’ yang mendasarkan diri pada faktor pertalian seseorang dengan

status orang tua yang berhubungan darah dengannya. Apabila orang tuanya

berkewarganegaraan suatu negara, maka otomatis kewarganegaraan anak-

anaknya dianggap sama dengan kewarganegaraan orang tuanya itu.9 Akan tetapi,

sekali lagi, dalam dinamika pergaulan antar bangsa yang makin terbuka dewasa

ini, kita tidak dapat lagi membatasi pergaulan antar penduduk yang berbeda status

kewarganegaraannya. Sering terjadi perkawinan campuran yang melibatkan status

kewarganegaraan yang berbeda-beda antara pasangan suami dan istri. Terlepas

dari perbedaan sistem kewarganegaraan yang dianut oleh masing-masing negara

asal pasangan suami istri itu, hubungan hukum antar suami istri yang

melangsungkan perkawinan campuran seperti itu selalu menimbulkan persoalan

berkenaan dengan status kewarganegaraan dari putera-puteri mereka.10

8 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1989), Cet ke- 8, h. 98.

9 Soependri Soeriadinata, Sendi Pokok Tata Negara Indonesia, (Jakarta: CV. Karya

Indah, 1974), h. 94-95.

10 T. May Rudy, Hukum Internasional I, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2002), h. 37.

Page 15: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Mengenai masalah kewarganegaraan sistem politik Islam terkandung

secara implisit dan dapat dipahami dari al-Quran dan al-Sunnah.

Kewarganegaraan sistem politik Islami pertama-tama berdasarkan agama Islam,

tetapi apakah ini berarti bahwa semua orang Islam secara otomatis menjadi warga

negara sistem politik Islam atau orang bukan muslim tidak dapat menjadi warga

negara sistem politik Islam ?11

Dalam hal konsep kewarganegaraan sistem politik Islam-pun masih

banyak orang yang belum mengetahui bagaimana Islam mengatur hal tersebut.

Meski pada kenyataannya mayoritas warga negara Indonesia adalah beragama

Islam. Oleh karena itu, ada baiknya konsep kewarganegaraan Islam dimasukkan

dalam pembahasan ini sebagai bahan perbandingan.

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka penulis

merasa perlu melakukan penelitian dan mengangkatnya menjadi sebuah skripsi

yang berjudul ”PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP

KEWARGANEGARAAN INDONESIA DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 12 TAHUN 2006”.

11 Abd. Mu'in Salim, Fiqh Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur'an,

(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), Cet ke-2, h. 300.

Page 16: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk memudahkan pembatasan masalah dan fokus kajian skripsi ini,

penulis akan membatasi masalah dan merumuskan permasalahan. Pembatasan

permasalahan merupakan hal yang penting untuk menghindari dari melebar dan

meluasnya obyek kajian, sedang perumusan masalah ditujukan untuk

mengarahkan alur bahasa dan menjawab berbagai permasalahan sebagai suatu

substansi dari skripsi ini.

Berdasarkan atas pemaparan latar belakang skripsi ini, penulis membatasi

permasalahan pada konsep kewarganegaraan menurut Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2006, dan kemudian ditelaah secara komparatif menurut hukum Islam.

Dari pembatasan masalah di atas, secara lebih rinci perumusan masalah

dalam skripsi ini lebih mengkhususkan pada beberapa pembahasan sebagai

berikut:

1. Bagaimana konsep dan aturan hukum mengenai kewarganegaraan menurut

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan dalam hukum Islam ?

2. Apakah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan

Indonesia telah sesuai dengan ajaran hukum Islam ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai

berikut:

Page 17: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

1. Untuk mengetahui konsep dan muatan hukum yang terkandung dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Indonesia

dan dalam Islam;

2. Untuk mengetahui pandangan menurut Islam terhadap konsep

kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai aspirasi

penulis kepada Pemerintah dan Lembaga yang berwenang untuk semakin baik

dan adil dalam pelaksanaannya. Manfaat praktis bagi penulis, pembaca, serta

masyarakat pada umumnya, adalah mengetahui bagaimana konsep dan aturan

hukum Indonesia mengenai kewarganegaraan menurut Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2006. Secara akademis dapat bermanfaat bagi para akademisi Fakultas

Syariah dan Hukum pada umumnya dan bagi program studi Jinayah Siyasah

Syar’iyyah khususnya, sebagai tambahan referensi tentang studi komparatif

mengenai konsep kewarganegaraan baik dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2006 dan dalam hukum Islam.

D. Review Studi Terdahulu

Sejauh penelitian tentang topik yang mengangkat masalah

kewarganegaraan baik mengenai konsep, ketentuan-ketentuan, status maupun

Page 18: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

masalah lain yang berkaitan dengan kewarganegaraan, baik yang mengkaji secara

spesifik masalah tersebut maupun yang menyinggung secara umum. Berikut ini

paparan tinjauan umum atas sebagian karya-karya penelitian tersebut.

Tim ICCE UIN Jakarta, yang berjudul ”Demokrasi, Hak Asasi Manusia

dan Masyarakat Madani (Civic Education)”. Pokok masalah yang dikaji ialah

tinjauan terhadap konsep kewarganegaraan dalam Undang-Undang Nomor 62

Tahun 1958. Temuan pokok dalam masalah ini antara lain asas kewarganegaraan

berdasarkan kelahiran yang mencakup asas ius soli dan ius sanguinis, berdasarkan

perkawinan yang mencakup asas persatuan hukum dan asas persamaan derajat,

karena pengangkatan, karena dikabulkannya permohonan untuk menjadi warga

negara Indonesia, karena pewarganegaraan, karena turut ayah dan atau ibu, dan

karena pernyataan.

Karya Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.E.d., yang berjudul “Pendidikan

Kewarganegaraan (civic education)”. Didalamnya membahas mengenai

penentuan kewarganegaraan yang meliputi, asas ius sanguinis (law of the blood),

asas ius soli (law of the soil), asas pewarganegaraan (naturalisasi), mengenai

problem kewarganegaraan yang meliputi, bipatride dan apatride (stateless),

mengenai hak dan kewajiban warga negara menurut Undang-Undang Dasar 1945,

yang meliputi hak-hak warga negara yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1, 2,

3), Pasal 28, 28A,28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28G, 28H, 28I, 28J, Pasal 29 ayat

(2), Pasal 30, Pasal 31, Pasal 34. mengenai kewajiban warga negara yang

tercantum dalam Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 30.

Page 19: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Karya A. Ubaidillah.- (et all), yang berjudul “Pendidikan Kewargaan

(civic education) Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani”. Yang membahas

mengenai unsur-unsur warga negara yang meliputi, asas ius sanguinis, asas ius

soli dan asas naturalisasi, problem kewarganegaraan yang meliputi, problem

apatride dan bipatride, dan membahas sejarah Undang-Undang kewarganegaraan

di Indonesia, seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946, Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1947, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947, pasal 5 dan 194

Undang-Undang Dasar RIS, persetujuan KMB (1949), perjanjian Soenarjo-Chou

en Lai (1955), Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1969, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976, dan Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 1976.

Drs. C.S.T. Kansil, S.H., yang berjudul “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata

Hukum Indonesia”, yang secara umum membahas asas kewarganegaraan,

problem yang menyangkut masalah kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-

Undang RI Nomor 3 Tahun 1946, Undang-Undang RI Nomor 62 Tahun 1958,

perubahan Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 62 Tahun 1958 berdasarkan

Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1976, peraturan pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 1976 (PP Nomor 13 Tahun 1976)

Moh. Kusnardi, S.H., dan Harmaily Ibrahim, S.H., yang berjudul

“Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia”, secara umum pembahasan dalam

buku ini tidak jauh berbeda dengan pembahasan buku di atas, yakni sejarah

kewarganegaraan sejak proklamasi kemerdekaan dalam Undang-Undang Nomor

Page 20: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

3 Tahun 1946, Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, dan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1976 mengenai perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62

Tahun 1958.

Dari beberapa kajian yang telah disebutkan di atas, terlihat bahwa semua

hanya membahas mengenai konsep kewarganegaraan Indonesia dan itupun dalam

Undang-Undang yang sudah tidak berlaku lagi pada saat ini. Akan tetapi, belum

terdapat suatu kajian perbandingan yang spesifik mengenai konsep

kewarganegaraan dalam sistem ketatanegaraan Islam dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006 yang merupakan perbedaan spesifik dibanding karya tulis

yang telah ada.

Mengenai pedoman penulisan skripsi ini, penulis menggunakan “Buku

Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah & Hukum.

Penggunaan dari berbagai macam tinjauan pustaka ini untuk menjadi acuan dalam

melaksanakan penulisan agar dapat mencapai tujuannya. Dengan adanya patokan

diharapkan dapat membuat penulis dapat lebih mudah dalam melaksanakan

penulisan skripsi.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis

penelitian kepustakaan (library research) yaitu penelitian dengan cara

Page 21: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, artikel-artikel,

makalah, majalah, koran serta bahan-bahan lainnya yang berkaitan dengan

masalah yang diangkat.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik kepustakaan, yaitu dengan membaca buku atau literatur yang relevan

dengan topik masalah dalam penelitian ini.

3. Sumber Data

a. Data Primer, yaitu buku-buku yang berkaitan dengan bahan penulisan antara

lain Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 dan buku-buku lain yang

berkaitan dengan bahasan penulisan.

b. Data Sekunder yang Penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu artikel-

artikel dan makalah-makalah yang berkaitan dengan permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini.

4. Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa

sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipakai untuk

menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data-data tersebut

dianalisis dengan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode menganalisis dan

menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas

hingga menemukan jawaban yang diharapkan.

5. Teknik Penulisan

Page 22: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulisan mengacu pada buku

"Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007".

F. Sistematika Penulisan

Untuk lebih memperoleh gambaran yang menyeluruh, skripsi ini ditulis

dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I Berisi Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah, Pembatasan

dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi

Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Alasan sub-sub

bab tersebut diletakkan pada bab 1 adalah untuk lebih mengetahui alasan

pokok kenapa penulisan ini dilakukan dan mengetahui batasan dan metode

yang dilakukan sehingga maksud dari isi penulisan ini dapat dipahami.

Bab II Tinjauan umum tentang kewarganegaraan, yang dibagi kedalam lima sub

bab, yaitu: Pengertian Warga Negara dalam Hukum Kewarganegaraan

Indonesia, Sejarah Perundang-undangan Tentang Kewarganegaraan

Indonesia, Asas Kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006, Syarat Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006. Bab ini memberikan

penjelasan mengenai pembahasan judul penulisan yang dikupas lebih jauh

mengenai konsep kewarganegaraan yang tercantum didalam Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, sehingga

memberikan pemahaman mendalam tentang pokok bahasan penulisan ini.

Page 23: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Bab III Membahas mengenai analisis hukum Islam terhadap konsep

kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2006, yang dibagi juga kedalam beberapa sub bab, yaitu: Warga Negara

dalam Islam, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan

Berdasarkan Sisi Kelahiran, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Kewarganegaraan Berdasarkan Sisi Perkawinan, Syarat Memperoleh

Kewarganegaraan dalam Islam.

Bab IV Merupakan bab terakhir yang menjadi penutup yang berisi kesimpulan dan

saran. Bertujuan memberikan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya tentang

apa dan bagaimana isi pokok bahasan tersebut dan selanjutnya memberikan

saran mengenai isi dari penulisan ini.

Page 24: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG KEWARGANEGARAAN

E. Warga Negara dalam Hukum Kewarganegaraan Indonesia

Istilah warga negara merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yaitu

“citizen” dan istilah Perancis-nya adalah “citoyen”. Secara harfiyah keduanya

berarti warga kota. Hal itu terpengaruh oleh konsep ”polis” pada masa Yunani

Purba. Polis mempunyai warga yang disebut warga polis atau warga kota.

Kemudian istilah ini disempurnakan kedalam bahasa Belanda ”staatsburger” atau

warga negara. Dalam bahasa Indonesia dahulu dikenal pula istilah kaulanegara.

Istilah tersebut diambil dari bahasa Jawa yang dalam peraturan perundang-

undangan Hindia-Belanda mempunyai arti yang serupa dengan ”onderdaan”.12

AS Hikam mendefinisikan bahwa ”Warga negara adalah anggota dari

sebuah komunitas yang membentuk negara itu sendiri. Istilah tersebut merupakan

terjemahan dari citizenship, yang menurutnya istilah itu lebih baik ketimbang

istilah kawula negara. Karena istilah warga negara dipakai jika bentuk

pemerintahan negara itu republik, sedangkan istilah kawula negara dipakai jika

bentuk pemerintahan negara itu kerajaan”.13

12 A. Ubaidillah, dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,

(Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), h. 58.

13 AS Hikam, Pengertian Warga Negara, dalam Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan

kewargaaan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: Badan

Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, 1999), h. 74.

Page 25: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Warga negara merupakan salah satu tiang daripada adanya negara, atau

dalam kata lain merupakan faktor terpenting dalam hal untuk mendukung

terbentuknya suatu negara. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa syarat untuk

mendirikan suatu negara yang merdeka dan berdaulat salah satunya adalah

dengan adanya warga negara disamping dua syarat yang lain, yaitu wilayah dan

pemerintah negara.14

Berdasarkan hubungannya dengan dunia Internasional, maka orang-orang

yang bertempat tinggal di dalam suatu wilayah kekuasaan negara harus dibedakan

antara warga negara dan penduduk, karena setiap warga negara adalah penduduk

dari negara tersebut tetapi tidak setiap penduduk adalah warga negara yang

bersangkutan, dalam hal ini disebut penduduk bukan warga negara atau warga

negara asing.15

Warga negara yaitu mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu

yang ditetapkan oleh peraturan negara sehingga yang bersangkutan dapat

dikatakan sebagai warga negara dan diperkenankan mempunyai tempat tinggal

tetap (domisili). Sedangkan penduduk yang bukan warga negara ialah mereka

yang bertempat tinggal di suatu negara tidak untuk selamanya dan tidak ada

maksud menetap di wilayah negara tersebut.

14 B.P. Paulus, Kewarganegaraan RI di Tinjau dari UUD 1945: Khususnya

Kewarganegaraan Peranakan Tionghoa, (Jakarta: P.T. Pradnya Paramita, 1983), h. 41.

15 Abdul Bari Azed, Intisari Kuliah Masalah Kewarganegaraan, (Jakarta: IND-HILL-

CO, 1995), h. 1.

Page 26: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Dengan kata lain warga negara adalah sekelompok manusia yang ada

dalam kewenangan hukum suatu negara. Warga negara itu sendiri mempunyai

kedudukan yang khusus terhadap negaranya yaitu hubungan hak dan kewajiban

yang bersifat timbal balik diantara keduanya.16

Berbeda dengan warga negara

asing, meski mereka memiliki hak dan kewajiban tetapi dalam bebrapa hal

tidaklah sama dengan warga negara dari negara yang bersangkutan.

Meskipun seseorang mempunyai status sebagai warga negara asing ia

tetap mempunyai hubungan dengan negara yang didatanginya tetapi hanya selama

ia bertempat tinggal di wilayah negara tersebut.

Warga negara menurut hukum kewarganegaraan Indonesia disebutkan

dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 Bab 1 Pasal 2,

yaitu: “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan

orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga

negara”.

1. Hak dan Kewajiban Warga Negara

Wujud hubungan antara warga negara dengan negara pada umumnya

adalah berupa peranan (role). Peranan pada dasarnya adalah tugas apa yang

dilakukan sesuai dengan status yang dimiliki, dalam hal ini sebagai warga negara.

16 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,

(T.tp, CV Sinar Bakti, 1988), h. 291.

Page 27: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Hak dan kewajiban warga negara Indonesia tercantum dalam Pasal 27

sampai Pasal 34 Undang Undang Dasar 1945. Bebarapa hak warga negara

Indonesia antara lain sebagai berikut :

a. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

b. Hak membela negara

c. Hak berpendapat

d. Hak kemerdekaan memeluk agama

e. Hak mendapatkan pengajaran

f. Hak untuk mengembangkan dan memajukan kebudayaan Nasional Indonesia

g. Hak ekonomi untuk mendapatkan kesejahteraan sosial

h. Hak mendapatkan jaminan keadilan sosial

Sedangkan kewajiban warga negara Indonesia terhadap negara Indonesia

adalah :

a. Kewajiban mentaati hukum dan pemerintahan

b. Kewajiban membela negara

c. Kewajiban dalam upaya pertahanan negara

Selain itu ditentuakan pula hak dan kewajiban negara terhadap warga

negara. Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya

merupakan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara. Beberapa ketentuan

tersebut, anatara lain sebagai berikut:

Page 28: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

a. Hak negara untuk ditaati hukum dan pemerintah

b. Hak negara untuk dibela

c. Hak negara untuk menguasai bumi, air , dan kekayaan untuk kepentingan

rakyat

d. Kewajiban negara untuk menajamin sistem hukum yang adil

e. Kewajiban negara untuk menjamin hak asasi warga negara

f. Kewajiban negara mengembangkan sistem pendidikan nasional untuk rakyat

g. Kewajiban negara memberi jaminan sosial

h. Kewajiban negara memberi kebebasan beribadah

Secara garis besar, hak dan kewajiban warga negara yang telah tertuang

dalam Undang Undang Dasar 1945 mencakup berbagai bidang. Bidang-bidang ini

antara lain bidang politik dan pemerintahan, sosial, keagamaan, pendidikan,

ekonomi, dan pertahanan

Page 29: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

F. Sejarah Perundang-undangan Tentang Kewarganegaraan Indonesia

Sebelum Indonesia merdeka, penduduknya terbagi ke dalam tiga macam

golongan, yaitu:

1. Golongan Indonesia atau pribumi (yang pada waktu itu oleh kerajaan Belanda

disebut “inlanders”);

2. Golongan Timur Asing;

3. Golongan orang Eropa.17

Setelah Indonesia terbebas dari para penjajah kurang lebih satu tahun

setelah diproklamasikannya kemerdekaan, pemerintah Republik Indonesia

mengeluarkan suatu peraturan perundang-undangan tentang kewarganegaraan

yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946.

Undang-Undang itu mengatur bahwa penduduk negara adalah mereka

yang bertempat tinggal di wilayah kekuasaan negara Indonesia selama satu tahun

berturut-turut. Selanjutnya disebutkan bahwa yang menjadi warga negara

Indonesia pada pokoknya adalah:

1. Penduduk asli dalam daerah Republik Indonesia, termasuk anak-anak dari

penduduk asli itu;

2. Istri seorang warga negara Indonesia;

17 J.S.T. Simorangkir, dkk, Inti Pengetahuan Warga Negara, (Jakarta: Erlangga, 1960),

Cet. 3, h. 34, lihat juga Asis Safioedin, Beberapa Hal tentang Burgerlijk Wet Boek, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 1990), Cet. VII, h. 7.

Page 30: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

3. Keturunan dari seorang warga negara yang dikawin dengan wanita negara

asing;

4. Anak-anak yang lahir dalam daerah Republik Indonesia yang oleh orang

tuanya tidak diakui dengan cara yang sah;

5. Anak-anak yang lahir dalam daerah Indonesia dan tidak diketahui siapa orang

tuanya;

6. Anak-anak yang lahir dalam waktu 300 hari setelah ayahnya, yang memiliki

kewarganegaraan Indonesia, meninggal;

7. Orang yang bukan penduduk asli yang paling akhir telah bertempat tinggal di

Indonesia selama 5 tahun berturut-turut, dan telah berumur 21 tahun atau telah

kawin. Dalam hal ini bila berkeberatan untuk menjadi warga negara

Indonesia, ia boleh menolak dengan keterangan, bahwa ia adalah warga

negara dari negara lain;

8. Masuk menjadi warga negara Indonesia dengan jalan pewarganegaraan

(naturalisasi).

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1946 tersebut kemudian diganti dengan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1947 tentang perubahan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1946 dan diubah lagi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun

1947 Tentang memperpanjang waktu untuk mengajukan pernyataan berhubung

dengan kewargaan negara Indonesia dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1948

tentang memperpanjang waktu lagi untuk mengajukan pernyataan berhubung

dengan kewargaan negara Indonesia.

Page 31: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan pada tanggal

27 Desember 1949 telah dicapai suatu persetujuan perihal penentuan warga

negara antara Republik Indonesia dan kerajaan Belanda. Menurut persetujuan itu

yang menjadi warga negara Republik Indonesia adalah:

1. Penduduk “asli” Indonesia yaitu mereka yang dulu termasuk golongan “bumi

Putra”, yang berkedudukan di wilayah Republik Indonesia. Apabila mereka

lahir di luar Indonesia dan bertempat tinggal di negeri Belanda atau di luar

daerah peserta Uni (Indonesia – Belanda), maka mereka berhak memilih

kewarganegaraan Belanda dalam kurun waktu dua tahun setelah tanggal 27

Desember 1949;

2. Orang Indonesia, kaulanegara Belanda, yang bertempat tinggal di suriname

atau antillen (koloni Belanda). Akan tetapi jika mereka lahir di luar kerajaan

Belanda maka berhak memilih kewarganegaraan Belanda dalam kurun waktu

dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949. jika mereka lahir di wilayah

kerajaan Belanda mereka memperoleh kewarganegaraan Belanda, akan tetapi

mereka berhak memilih kewarganegaraan Republik Indonesia dalam kurun

waktu dua tahun setelah tanggal 27 Desember 1949;

3. Orang Cina dan Arab yang lahir di Indonesia atau sedikit-dikitnya bertempat

tinggal enam bulan di wilayah Republik Indonesia, apabila dalam kurun

waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 tidak menolak

kewarganegaraan Indonesia (hak repudiasi = hak menolak

kewarganegaraan);

Page 32: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

4. Orang Belanda yang dilahirkan di wilayah Republik Indonesia atau sedikit-

dikitnya bertempat tinggal enambulan di wilayah Republik Indonesia dalam

kurun waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 menyatakan

memilih warga negara Indonesia (hak opsi = hak memilih sesuatu

kewarganegaraan);

5. Orang Asing (kaulanegara Belanda) bukan orang Belanda yang lahir di

Indonesia dan bertempat tinggal di Republik Indonesia apabila dalam kurun

waktu dua tahun sesudah tanggal 27 Desember 1949 tidak menolak

kewarganegaraan Indonesia.

Singkatnya orang Indonesia tetap menjadi orang Indonesia, mereka

dengan sendirinya menjadi warga negara Indonesia. Untuk orang Timur Asing

bagi mereka berlaku yang disebut “sistem passif” (tidak berbuat apa-apa), maka

dengan waktu yang ditentukan mereka dengan sendirinya menjadi warga negara

kecuali jika mereka menolak kewarganegaraan itu.

Sedangkan untuk orang Eropa bagi mereka berlaku yang biasa disebut

“sistem aktif”. Maksudnya apabila salah seorang dari mereka hendak jadi warga

negara Indonesia maka dia harus memintanya dengan mengajukan permohonan.

Selanjutnya setelah kurun waktu kurang lebih 12 tahun lahir Undang-

Undang baru tentang kewarganegaraan menggantikan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1946, yaitu Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 yang mulai berlaku

sejak diundangkannya pada tanggal 1 Agustus 1958. Undang-Undang ini

dinyatakan berlaku surut sampai tanggal 27 Desember 1949.

Page 33: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Menurut Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 yang dikatakan sebagai

warga negara Indonesia adalah:

1. Mereka yang telah menjadi warga negara berdasarkan Undang-

Undang/Peraturan/Perjanjian, yang terlebih dahulu berlaku (berlaku surut);

2. Mereka yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang ditetapkan Undang-

Undang tersebut.

Selain warga negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang lebih dahulu telah berlaku, maka seorang dapat menjadi warga negara

Indonesia, jika ia memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Pada waktu lahirnya mempunyai hubungan kekeluargaan dengan seorang

warga negara Indonesia (misalnya ayahnya adalah WNI);

2. Lahir dalam waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dan ayah itu

pada waktu meninggal dunia adalah warga negara Republik Indonesia;

3. Lahir dalam wilayah Republik Indonesia selama orang tuanya tidak diketahui;

4. Memperoleh kewarganegaraan Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 62

Tahun 1958. Misalnya:

a. Anak asing yang berumur 5 tahun yang dianggkat oleh seorang warga

negara Republik Indonesia apabila pengangkatan itu disahkan oleh

pengadilan negeri;

b. Anak di luar perkawinan dari seorang ibu WNI;

c. Menjadi warga negara karena pewarganegaraan, dan lain-lain.

Page 34: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Dengan demikian seorang dapat dikatakan sebagai orang asing jika ia

tidak memenuhi syarat-syarat sebagai warga negara seperti yang telah

disebutkan.18

Pada perkembangannya Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958

khususnya Pasal 18 Undang-Undang tersebut pada tanggal 5 April 1976 Presiden

Republik Indonesia Telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976

tentang perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958.

Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 ditegaskan

bahwa ”Seorang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia

termaksud dalam Pasal 17 huruf k memperoleh kewarganegaraan Republik

Indonesia kembali jika ia bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan kartu izin

masuk dan menyatakan keterangan untuk itu. Keterangan itu harus dinyatakan

kepada pengadilan negeri dari tempat tinggalnya dalam satu tahun setelah orang

itu bertempat tinggal di Indonesia”.

Pasal 17 huruf k Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 memberikan

kewajiban warga negara Republik Indonesia mengajukan pernyataan keinginan

untuk tetap menjadi warga negara Republik Indonesia dalam jangka waktu 5

tahun yang pertama dan selanjutnya untuk tiap 2 tahun sekali, yaitu bagi mereka

yang bertempat tinggal di luar negeri selain untuk menjalankan dinas negara.

18 CST Kansil dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2000), Cet. Ke-3, Edisi Revisi, h. 220-223.

Page 35: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Pada kenyataannya tidak semua warga negara Republik Indonesia yang

bertempat tinggal di luar negeri dapat memenuhi kewajiban tersebut bukan

dikarenakan lalai melainkan dari suatu keadaan di luar kesalahannya, sehingga

mereka terpaksa tidak menyatakan keinginannya tersebut tepat pada waktunya,

seperti akibat sengketa Irian Barat yang berakibat pada tidak dapat

dilaksanakannya ketentuan Pasal 17 huruf k sama sekali atau sebagian secara

keseluruhan oleh Perwakilan Republik Indonesia, dan akibat kasus-kasus lainnya.

Guna memberikan kesempatan kepada mereka untuk memperoleh kembali

kewarganegaraan Republik Indonesia, maka dianggap perlu melakukan

perubahan terhadap Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958, karena pasal

tersebut tidak menampung orang-orang di atas.

Berdasarkan alasan diatas maka Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 tahun

1976 menetapkan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 diubah

sebagai berikut:

Pasal 18

1. Seorang yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia termasuk

dalam Pasal 17 huruf k memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia

kembali jika ia bertempat tinggal di Indonesia berdasarkan Kartu Izin Masuk

dan menyatakan keterangan untuk itu. Keterangan itu harus dinyatakan

kepada pengadilan negeri dari tempat tinggalnya dalam satu tahun setelah

orang itu bertempat tinggal di Indonesia.

Page 36: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

2. Seorang yang bertempat tinggal di luar negeri, yang telah kehilangan

kewarganegaraan Republik Indonesia termaksud dalam Pasal 17 huruf k,

karena sebab-sebab yang di luar kesalahannya, sebagai akibat dari keadaan di

negara tempat tinggalnya yang menyebabkan tidak dapat dilaksanakannya

kewajiban sebagaimana diatur dalam ketentuantersebut dapat memperoleh

kembali kewarganegaraan Republik Indonesia:

a. Jika ia melaporkan diri dan menyetakan keterangan untuk itu kepada

perwakilan Republik Indonesia di negara tempat tinggalnya dalam jangka

waktu 1 tahun terhitung sejak tanggal diundangkannya undang-undang ini;

b. Jika ia melaporkan diri dan menyatakan keterangan untuk itu kepada

perwakilan Republik Indonesia di negara yang terdekat dari tempat

tinggalnya dalam jangka waktu 2 tahun setelah berlakunya undang-undang

ini.

3. Selain menyatakan keterangan untuk memperoleh kembali kewarganegaraan

republik Indonesia seperti tersebut dalam ayat (2), orang yang bersangkutan

harus:

a. Menunjukkan keinginan yang sungguh-sungguh untuk menjadi warga

negara Republik Indonesia;

b. Telah menunjukkan kesetiaannya terhadap negara Republik Indonesia.

4. Seorang yang telah menyatakan sesuai dengan ketentuan dalam ayat (2),

memperoleh kembali kewarganegaraan republik Indonesia dalam waktu 1

tahun setelah melaporkan diri dan menyatakan keterangan serta ternyata

Page 37: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

memenuhi syarat-syarat tersebut dalam ayat (3) dan setelah mendapat

keputusan Menteri Kehakiman. Keputusan Menteri Kehakiman yang

memberikan kembali kewarganegaraan Republik Indonesia mulai berlaku

pada hari permohonan menyatakan sumpah atau janji setia di hadapan

Perwakilan Republik Indonesia dan berlaku surut hingga hari tanggal

Keputusan Menteri Kehakiman tersebut.19

Berdasarkan keterangan di atas, bahwa Republik Indonesia telah

mengalami banyak perubahan dalam hal perundang-undangan khususnya undang-

undang mengenai kewarganegaraan Indonesia. Sampai saat ini Undang-Undang

yang berlaku di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

Tentang Kewarganegaraan Indonesia.

Adapun kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2006 berdasarkan Pasal 2, dinyatakan bahwa yang menjadi warga negara

Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain

yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

Berdasarkan pernyataan di atas, yang dapat disebut sebagai warga negara

Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli, yaitu orang Indonesia yang

menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri dan orang-orang lain yang disahkan

19 Ibid., h. 229.

Page 38: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

dengan undang-undang, misalnya dengan cara mengajukan permohonan untuk

menjadi warga negara Indonesia.20

Adapun perincian mengenai siapa saja yang dapat disebut sebagai warga

negara Indonesia dilihat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

yang menyebutkan, warga negara Indonesia adalah:

a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan/atau

berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain

sebelum undang-undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia;

b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga

negara Indonesia;

c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara

Indonesia dan ibu warga negara asing;

d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara

asing dan ibu warga negara Indonesia;

e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara

Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum

negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak

tersebut;

20 Padmo Wahjono, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985), Cet. Ke-2, h. 313.

Page 39: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya

meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya warga negara

Indonesia;

g. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara

Indonesia;

h. Anak yang lahir diluar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara

asing yang diakui oleh seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya

dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas)

tahun atau belum kawin;

i. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir

tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j. Anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik Indonesia

selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k. Anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan

ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui

keberadaannya;

l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang

ayah dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara

tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak

yang bersangkutan;

Page 40: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan

kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum

mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

Berdasarkan beberapa hal yang telah disebutkan oleh undang-undang

tersebut di atas maka sudah cukup jelas siapa saja yang dapat disebut sebagai

warga negara Indonesia. Dengan demikian secara otomatis siapa saja yang tidak

dan atau belum memenuhi syarat-syarat peraturan kewarganegaraan yang

ditetapkan dalam undang-undang dinamakan bukan warga negara atau orang

asing.

Setelah kita mengetahui siapa-siapa saja yang dapat dikategorikan sebagai

warga negara Indonesia maka untuk selanjutnya kita akan membahas mengenai

asas-asas kewarganegaraan yang digunakan negara Republik Indonesia dalam

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006.

Page 41: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

C. Asas Kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2006

Asas kewarganegaraan merupakan pedoman dasar bagi suatu negara untuk

menentukan siapakah yang menjadi warga negaranya. Setiap negara menurut

hukum internasional mempunyai kebebasan untuk menentukan siapa saja yang

menjadi warga negara dan asas kewarganegaraan mana saja21

yang hendak

dipergunakannya.

Adapun asas kewarganegaraan Indonesia dalam Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2006 adalah:

1. Asas kewarganegaraan Indonesia berdasarkan sisi kelahiran

Asas kewarganegaraan Indonesia berdasarkan sisi kelahiran adalah asas

Ius Sanguinis dan asas Ius Soli. Berikut ini penjelasan mengenai kedua asas

tersebut.

a. Asas Ius Sanguinis (law of the blood)

Asas Ius Sanguinis adalah asas yang menentukan kewarganegaraan

seseorang berdasarkan garis keturunan tanpa perlu mempersoalkan tempat orang

tersebut dilahirkan.22

21 Kusumadi Pudjosewojo, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2004) Cet. Ke-10, h. 116.

22 A. Siti Soetami, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (PT. Refika Aditama, 2005), Cet.

Ke-4, h. 50.

Page 42: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Hal ini dapat dibuktikan dari sikap negara kita yang pada hakikatnya baru

akan menganggap seorang anak sebagai warga negara Indonesia bila anak

tersebut telah memenuhi persyaratan yang oleh negara dapat dinilai sebagai

seorang anak yang secara sah dan meyakinkan dapat dibuktikan sebagai

keturunan dari ayah dan/atau ibunya yang menjadi warga negara Indonesia.

Adapun persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:

1) Anak yang ketika dilahirkan masih mempunyai hubungan hukum keluarga

dengan ayah dan/atau ibunya yang menjadi warga negara Indonesia;

2) Anak yang lahir dalam 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia, apabila dari

status perkawinan yang sah dan ayah itu pada waktu meninggal dunia sebagai

warga negara Indonesia;

3) Dalam hal anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah tetapi seorang ayah

tidak mempunyai kewarganegaraan atau negara asal ayah tidak memberikan

kewarganegaraan kepada anak tersebut, sedangkan ibunya warga negara

Indonesia, maka anak tersebut mengikuti kewarganegaraan ibunya;

4) Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak sah dan salah satu dari

kedua orang tuanya adalah warga negara Indonesia.

Berdasarkan asas Ius Sanguinis yang di anut oleh Negara Republik

Indonesia maka di negara manapun seorang warga negara Indonesia berdomisli

dan melahirkan anaknya, hubungan antara anak yang baru lahir dan negara asal

orang tuanya tersebut tidak terputus dan tetap menjadi warga negara dari negara

asal orang tuanya yakni Indonesia, selama orang tuanya tidak melepaskan

Page 43: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

kewarganegaraan dari negara asalnya. Oleh karena itu asas Ius Sanguinis cukup

menguntungkan Negara Republik Indonesia.

Sebagai contoh ilustrasi, seorang ibu berinisial F berkewarganegaraan

Indonesia melahirkan di negara tetangga, Malaysia. Kemudian dia melahirkan

seorang anak di negara itu, oleh karena negara Indonesia menganut asas Ius

Sanguinis maka secara otomatis anak tersebut berkewarganegaraan Indonesia.

Seperti tertera dalam Pasal 4 huruf (b, c, d, e, f, g, h, l dan m)

b. Asas Ius Soli (law of the soil) Terbatas

Ius Soli adalah asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang

berdasarkan negara tempat kelahiran tanpa perlu mempersoalkan keturunan darah

orang yang bersangkutan. Asas ini diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai

dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.23

Hal ini dapat dibuktikan dari adanya perlakuan terhadap seorang anak atau

setiap anak yang dilahirkan di Indonesia bahwa mereka dianggap sebagai warga

negara Indonesia atas dasar:

1) Tidak jelas status kewarganegaraan kedua orang tuanya;

2) Kedua orang tuanya tidak diketahui;

3) Kedua orang tuanya tidak mempunyai kewarganegaraan atau keberadaannya

tidak diketahui.

23 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 Tentang

Kewarganegaraan Indonesia, (revisi) / Lian Nury Sanusi, (Jakarta: PT. Kawan Pustaka, 2006), h.

28.

Page 44: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Asas ini dianut terutama oleh yang disebut negara-negara immigrasi

diantaranya Amerika Serikat, Australia dan Canada yang memperoleh manfaat

dari padanya karena dengan kelahiran anak-anak para immigran di negara

tersebut maka terputuslah hubungan anak yang baru lahir itu dengan negara asal

orang tuanya.

Di Indonesia sendiri asas ini dipakai dengan maksud agar tidak terjadi

apatride/stateless yaitu seseorang berstatus tanpa kewarganegaraan yang secara

yuridis-formal dia bukanlah warga dari negara manapun juga.24

Seperti seseorang

yang tidak mempunyai atau tidak jelas status kewarganegaraannya, tetapi dia

melahirkan anaknya di wilayah negara Republik Indonesia, agar anak tidak

menyandang status tanpa kewarganegaraan seperti kedua orang tuanya, maka

berdasarkan asas Ius Soli tersebut secara otomatis anak itu mendapat

kewarganegaraan Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada Pasal 4 huruf (i, j dan k).

2. Asas kewarganegaraan Indonesia berdasarkan sisi perkawinan

Perkawinan tidak hanya terjadi antara seorang laki-laki dengan seorang

perempuan yang berkewarganegaraan sama tetapi dapat saja terjadi dari para

pihak yang berbeda kewarganegaraan atau biasa disebut juga perkawinan

campuran. Perkawinan campuran telah merambah seluruh pelosok tanah air dan

kelas masyarakat. Globalisasi informasi, ekonomi, pendidikan dan transportasi

24 A. Ridwan Halim, Hukum Tata Negara dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1988), h. 260.

Page 45: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

telah menggugurkan stigma bahwa kawin campur adalah perkawinan antara

ekspatriat kaya dan orang Indonesia.25

Dengan banyak terjadinya perkawinan campur di Indonesia sudah

seharusnya perlindungan hukum dalam perkawinan campuran ini diakomodir

dengan baik dalam perundang-undangan di Indonesia.

Dalam perundang-undangan di Indonesia, perkawinan campuran

didefinisikan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Pasal 57: ”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam undang-undang

ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang

berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak

berkewarganegaraan Indonesia.”

Sejak dahulu diakui bahwa soal keturunan termasuk status personal

(Statuta personalia adalah kelompok kaidah yang mengikuti kemana ia pergi).26

Negara-negara common law berpegang pada prinsip domisili (ius soli) sedangkan

negara-negara civil law berpegang pada prinsip nasionalitas (ius sanguinis).27

Umumnya yang dipakai ialah hukum personal dari sang ayah sebagai kepala

keluarga (pater familias) pada masalah-masalah keturunan secara sah. Hal ini

adalah demi kesatuan hukum dalam keluarga dan demi kepentingan kekeluargaan,

25 Nuning Hallet, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, Artikel diakses pada

5 Juni 2009 dari http://www.mixedcouple.com.

26 Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, B, Jilid III Bagian I, Buku

ke-7, (Bandung: Penerbit Alumni, 1995), hal.3.

27 Ibid., hal.80.

Page 46: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

demi stabilitas dan kehormatan dari seorang istri dan hak-hak maritalnya. Sistem

kewarganegaraan dari ayah adalah yang terbanyak dipergunakan di negara-negara

lain, seperti misalnya Jerman, Yunani, Italia, Swiss dan kelompok negara-negara

sosialis.28

Prof.Sudargo Gautama menyatakan kecondongannya pada sistem hukum

dari ayah demi kesatuan hukum dalam keluarga, bahwa semua anak–anak dalam

keluarga itu sepanjang mengenai kekuasaan tertentu orang tua terhadap anak

mereka (ouderlijke macht) tunduk pada hukum yang sama. Kecondongan ini

sesuai dengan prinsip dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 62 tahun

1958.29

Dalam Undang-Undang kewarganegaraan yang baru saat ini yaitu

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006, kewarganegaraan Indonesia mengenal

dua asas yang erat kaitannya dengan masalah perkawinan yaitu asas

kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas, dimana

masing-masing dari kedua asas ini diterapkan kepada setiap orang dewasa dan

diterapkan hanya terbatas pada anak-anak saja.

Untuk lebih jelasnya akan kami uraikan permasalahan asas

kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda di bawah ini:

a. Asas Kewarganegaraan Tunggal

28 Ibid., hal.81.

29 Ibid., hal.91.

Page 47: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. Hal

ini disebutkan dalam pasal 6 yang mengatakan bahwa terhadap anak sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 4 huruf (c, d, h, l) dan pasal 5, yaitu:

1) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara

Indonesia dan ibu warga negara asing;

2) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara

asing dan ibu Warga Negara Indonesia;

3) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara

asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai

anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18

(delapan belas) tahun atau belum kawin;

4) anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari seorang

ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara

tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak

yang bersangkutan;

5) anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum

berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh

ayahnya yang berkewarganegaraan asing tetap diakui sebagai Warga Negara

Indonesia;

6) anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat

secara sah sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan

pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

Page 48: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Mengakibatkan anak tersebut berkewarganegaraan ganda, namun setelah

berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak yang dimaksud harus

menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya. Pernyataan untuk memilih

tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18

(delapan belas) tahun atau setelah kawin, dengan kata lain bahwa

kewarganegaraan tunggal dalam undang-undang ini ditujukan bagi setiap orang

yang telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

b. Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 4 huruf (c, d, h

dan l) dan Pasal 5 ayat (1 dan 2) anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita

WNI dengan pria WNA maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita

WNA dengan pria WNI, baik perkawinan itu sah atau tidak sama-sama diakui

sebagai warga negara Indonesia.

Akibatnya anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, demikian juga

dengan anak yang lahir di luar wilayah Indonesia dari seorang ayah dan ibu warga

negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut

dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan dan

anak warga negara Indonesia yang belum berusia lima tahun diangkat secara sah

sebagai anak oleh warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan.

Pertimbangan kewarganegaraan ganda terbatas diberikan kepada anak-

anak dengan batasan usia 18 tahun selain karena umur itu merupakan batasan

kedewasaan seorang anak yang diamanatkan Konvensi Anak, juga dimaksudkan

Page 49: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

karena sebelum usia itu seorang anak dianggap belum cakap melakukan tindakan

hukum, yang praktis menghindarkan kemungkinan dampak negatif persoalan

hukum yang diakibatkan oleh adanya kewarganegaraan ganda tersebut.30

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, secara umum undang-undang

Kewarganegaraan saat ini menghindari terjadinya status kewarganegaraan ganda

(bipatride), tanpa status kewarganegaraan (apatride), kecuali kewarganegaraan

ganda terbatas yang diberikan kepada anak-anak dari Warga Negara Indonesia

yang dilahirkan di negara-negara berasas ius soli seperti Amerika Serikat atau

anak-anak dari perkawinan antara Warga Negara Indonesia dan warga negara

lain.

D. Syarat Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia Memurut Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006

Dalam Pasal 2 undang-undang ini menyebutkan bahwa yang menjadi

warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.

Bagi orang-orang bangsa lain yang ingin menjadi warga negara Indonesia

dapat diperoleh melalui pewarganegaraan. Permohonan pewarganegaraan dapat

diajukan oleh yang bersangkutan jika memenuhi syarat-syarat yang telah

disebutkan dalam undang-undang ini (pasal 9), yaitu:

1. Telah berusia 18 tahun atau sudah kawin;

30 Artikel diakses pada 15 Mei 2008 dari http://www.kompas.com/kompas-

cetak/0607/25/opini/2823414.html.

Page 50: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

2. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah

negara Republik Indonesia paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling

singkat 10 tahun tidak berturut-turut;

3. Sehat jasmani dan rohani;

4. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945;

5. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam

dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih;

6. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan Indonesia, tidak menjadi

berkewarganegaraan ganda;

7. Mempunyai pekerjaan dan/atau penghasilan tetap; dan

8. Membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Dalam Pasal 10 undang-undang ini mengatur prosedur yang harus

ditempuh oleh pemohon kewarganegaraan, antara lain:

1. Permohonan pewarganegaraan diajukan secara tertulis dalam bahasa

Indonesia di atas kertas bermaterai cukup;

2. Surat permohonan ditujukan kepada Presiden melalui Menteri;

3. Berkas permohonan disampaikan kepada pejabat;

4. Menteri meneruskan permohonan disertai dengan pertimbangan kepada

Presidendalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak permohonan

itu diterima;

Page 51: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

5. Kepada pemohon ditetapkan biaya pewarganegaraan yang besarnya akan

diatur labih lanjut dalam peraturan pemerintah. (peraturan pemerintah tersebut

belum ditetapkan menurut undang-undang ini peraturan pelaksanaannya harus

ditetapkan paling lambat 6 bulan setelah undang-undang ini berlaku);

6. Presiden punya hak untuk mengabulkan atau menolak permohonan

kewarganegaraan tersebut;

7. Apabila permohonan dikabulkan maka Presiden menetapkan keputusan

Presiden yang ditetapkan paling lambat 3 bulan terhitung sejak permohonan

diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada pemohon paling lambat 14

hari terhitung sejak keputusan Presiden ditetapkan. Keputusan Presiden

mengenai pengabulan terhadap permohonan pewarganegaraan baru berlaku

efektif terhitung sejak tanggal permohonan mengucapkan sumpah janji setia

yang dilangsungkan paling lambat 3 bulan terhitung sejak putusan Presiden

dikirim kepada pemohon. Adalah kewajiban pejabat memanggil pemohon

untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia;

8. Apabila setelah dipanggil secara tertulis oleh pejabat untuk mengucapkan

sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata

pemohon tidak hadir tanpa alsan yang sah, keputusan Presiden tersebut batal

demi hukum. Sebaliknya, dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan

sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai

akibat kelalaian pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah atau

menyatakan janji setia dihadapan pejabat lain yang ditunjuk Menteri.

Page 52: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

9. Apabila permohonan ditolak maka penolakannya harus disertai alasan dan

diberitahukan oleh Menteri kepda yang bersangkutan paling lambat 3 bulan

terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.

1. Analisis

Yang menjadi Warga Negara Indonesia sebagai identitas Bangsa

Indonesia Asli sebagaimana dimaksud dari ketentuan Pasal 2 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006 menentukan bahwa “Yang menjadi Warga Negara

Indonesia adalah orang-orang Bangsa Indonesia Asli dan orang-orang bangsa lain

yang disahkan dengan undang-undang sebagai Warga Negara.” Dalam penjelasan

Pasal 2 tersebut menerangkan pengertian orang-orang Bangsa Indonesia Asli

adalah “Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima

kewarganegaraan lain atas kehendak sendiri”. Kemudian ketentuan Pasal 4

menegaskan bahwa anak yang dilahirkan di wilayah Negara Republik Indonesia

dianggap Warga Negara Indonesia sekalipun status Kewarganegaraan orang

tuanya tidak jelas, hal ini berarti secara yuridis ketentuan ini sedapat mungkin

mencegah timbulnya keadaan tanpa kewarganegaraan.

Dengan demikian penjabaran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

mengenai konsep bangsa Indonesia asli tidak didefinisikan berdasrkan etnis,

melainkan berdasarkan pada hukum bahwa keaslian Warga Negara Indonesia

ditentukan berdasarkan tempat kelahiran dalam wilayah Negara Republik

Indonesia. Tidak peduli etnis Tioghoa, Arab, India dan lain-lain. Semuanya

Page 53: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

dianggap Warga Negara Indonesia asli. Konsekuensi yuridisnya semua Warga

Negara Indonesia keturunan yang sudah menikah dan mempunyai keturunan yang

sudah lahir di wilayah Negara Republik Indonesia demi hukum menjadi orang-

orang bangsa Indonesia asli karenanya secara yuridis tidak diperlukan lagi

membuat Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) melainkan

cukup menunjukkan akta kelahiran saja.

Namun Undang-Undang Kewarganegaraan ini menganut asas Ius soli

secara terbatas, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak dan anak-anak tersebut

setelah berusia 18 tahun atau sudah kawin harus menggunakan hak opsinya yaitu

anak-anak tersebut harus menentukan kewarganegaraannya sesuai dengan

ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 memberi penegasan

mengenai hak opsi dalam hal penentuan kewarganegaraan seseorang.

Page 54: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

BAB III

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP

KEWARGANEGARAAN INDONESIA DALAM UNDANG-UNDANG

NOMOR 12 TAHUN 2006

E. Warga Negara dalam Islam

Islam adalah agama yang mementingkan kemaslahatan dan kebahagiaan

manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Ajarannya tetap aktual bagi manusia di

segala zaman dan tempat. Islam tidak hanya merupakan rahmat bagi manusia,

tetapi juga bagi alam semesta. Islam memperlakukan manusia secara adil tanpa

membeda-bedakan kebangsaan, warna kulit dan agamanya, seperti ditegaskan

Allah dalam QS. Al-Hujurat (49): 13.

��������� � � ���� ����� ����������� �� ! �"⌧$%&

'(%)�*+,� -.����/��0�1,� �)�20�4 5689�:%;,�

<�=20/,>��0?�� ' @�� -���!"AB�+ ���� C9�� -.���%���+ ' @�� 49�� EFG��

HI"�:�� }٤٩/١٣:ا����ات{

Artinya: ”Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-

laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara

kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Page 55: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Berdasarkan prinsip ini maka Islam membuat berbagai ketentuan yang

mengatur hubungan antar sesama manusia, baik muslim sendiri maupun non-

muslim.31

Negara Islam merupakan negara ideologis, maka kewarganegaraan sistem

politik Islam pertama-tama berdasarkan agama Islam. Meski begitu negara ini

membatasi kewarganegaraannya hanya kepada orang-orang yang tinggal di

wilayahnya atau bermigrasi ke dalam wilayahnya. Dengan kata lain bahwa

Negara Islam bukan negara ekstra-teritorial. Hal ini diungkapkan dalam QS. Al-

Anfal (8): 72.

@�� ����;49�� <�2�!�,� <��"�1��J,� <����L�1,�

MN�L��O,2�!���� -.�PQRS��+,� T�U V6W�X�Y C9�� U�;49��,�

<��,��,� <�S�I\]� � �:^�%���*+ -._�`⌫0�

��9�,W����+ cd0� ' U�;49��,� <�2�!�,� -.%�,�

<��"P1���� �! ���%� �� ! .�e☺,W%�,� �� ! g�M(⌧C '(hF�i

<��"P1���� ' V@��,� -.�$�I\]��jMY�� T�U VU�J����

.RX�W���0%/ IM] ���� kl�� 'T� mn-2%; -.����o� .pq,�o�,�

Hr%st� ! � u9��,� ��☺��

@20��☺0% HI"Pv }٨/٧٢:ا����ل{ �

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad

dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan

31 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, (Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001), h. 231.

Page 56: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu

satu sama lain lindung-melindungi, dan (terhadap) orang-orang yang beriman,

tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi

mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta

pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib

memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang Telah ada perjanjian antara

kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”.

Ayat ini meletakkan prinsip dasar lain dari hukum perundang-undangan

Islam, yaitu negara Islam melindungi segenap orang-orang yang berada di tanah

tumpah darah negara Islam atau yang berhijrah ke negara Islam yang

bersangkutan. Mengenai kaum muslim yang berada di luar wilayah negara Islam,

negara tidak akan memberikan perlindungannya. Kaitan antara persaudaraan

Islam tetap ada, tetapi tidak ada tanggung jawab legal bagi perlindungannya. Jika

mereka berhijrah ke negara Islam yang bersangkutan, maka mereka barulah akan

memperoleh perlindungannya. Jika mereka hanya datang sebagai pelancong atau

tamu serta tidak melepaskan kewarganegaraannya (dari negara non-Islam),

mereka akan dianggap warga negara non-Islam dan tidak berhak atas

perlindungan negara Islam. 32

Walaupun kewarganegaraan sistem politik Islam berdasarkan agama

Islam, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi warga negara lain yang non-

muslim untuk dapat menjadi warga negara Islam dengan adanya suatu perjanjian

dengan pemerintah Islam. Untuk selanjutnya bagi non-muslim tersebut

dinamakan ahl-dzimmah.

32 Sayyid Abul A’la Al-Maududi,, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam Abul A’la

Al-Maududi, Penerjemah Asep Hikmat, (Bandung: Mizan, 1995), Cet. Ke-IV, h. 208-211

Page 57: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Islam menggolongkan rakyatnya berdasarkan satu prinsip dan satu

ideologi. Dengan demikian di manapun seseorang dilahirkan baik dia itu seorang

muslim atau bukan (non-muslim) tetap berstatus kewarganegaraan Dar al-Islam

selama mereka berhijrah atau menerima ideologi tersebut sebagai prinsip dasar.

Para ulama fiqh membagi kewarganegaraan seseorang kedalam dua

macam kelompok yaitu Muslim dan Non-muslim, sedangkan penduduk Dar al-

Islam terdiri dari Muslim, Ahl al-Dzimmi dan musta’min. Hal tersebut untuk

memudahkan urusan pemerintahan dan pengurusan warganya. Pemisahan ini

adalah karena berbedanya cara hidup orang Islam dengan yang bukan Islam, ada

peraturan yang dikenakan kepada orang Islam tetapi tidak dikenakan pada orang

bukan Islam. Misalnya, umat Islam diwajibkan membayar zakat bila cukup nisab

dan haulnya, sedangkan umat bukan Islam tidak berzakat. Sebab itu bagi warga

negara yang bukan Islam ada beberapa peraturan khusus untuk mereka. Berikut

akan kami berikan sedikit definisi mengenai istilah di atas:

a. Muslim

Istilah Muslim merupakan nama yang diberikan bagi orang yang

menganut agama Islam. Seorang muslim meyakini dengan sepenuh hati

kebenaran agama Islam dalam kaidah, syariah dan akhlak sebagai aturan

hidupnya.

Kata muslim berasal dari bahasa arab, yang berarti “orang yang selamat”.

Ini seakar dengan kata “Islam” yang berarti menyelamatkan. Kedua istilah ini

Page 58: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

banyak terdapat dalam al-Quran dan al-Hadits. Sebagaimana yang tertera dalam

QS. Al-Hajj (22) :78.

Artinya: “ … Dia yang menamakan kamu dengan muslim semenjak masa

lalu. Hal ini dimaksudkan supaya Nabi Saw. menjadi saksi atas kamu dan kamu

menjadi saksi atas sekalian manusia...”.

Berdasarkan tempat menetapnya, muslim dapat dibedakan antara satu

dengan yang lainnya, Yaitu:

1) Mereka yang menetap di Dar al-Islam dan mempunyai komitmen yang kuat

untuk mempertahankan Dar al-Islam. Termasuk ke dalam kelompok ini

adalah orang Islam yang menetap sementara waktu di Dar al-Islam sebagai

musta’min dan tetap komitmen kepada Islam serta mengakui pemerintahan

Islam;

2) Muslim yang tinggal menetap di Dar al-Harb dan tidak berkeinginan untuk

berhijrah ke Dar al-Islam. Status mereka, menurut Imam Malik, Syafi’i dan

Ahmad, sama dengan muslim lainnya di Dar al-Islam. Harta benda dan jiwa

mereka tetap terpelihara. Namun menurut Abu Hanifah, mereka berstatus

sebagai penduduk harbiyun, karena berada di negara yang tidak dikuasai

Islam. Konsekuensinya, harta benda dan jiwa mereka tidak terjamin.

b. Ahl al-Dzimmi

Page 59: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Kata ahl al-dzimmi atau ahl al-dzimmah merupakan bentuk tarkib idhafi

(kata majemuk) yang masing-masing katanya berdiri sendiri. Kata “ahl” secara

bahasa, berarti keluarga atau sahabat. Sedangkan kata “dzimmi / dzimmah”,

berarti janji, jaminan dan keamanan33

.

Secara sederhana kata ahl al-dzimmi diartikan orang-orang non-muslim

yang tidak memusuhi Islam. Menurut Yusuf al-Qardhawi ahl dzimmi adalah

orang-orang non-muslim (ahli kitab maupun bukan) yang menjadi warga negara

Islam. Menurut Muhammad Dhiya al-Din al-Rais, yang dimaksud dengan al-

Aqalliyyah al-diniyah adalah non-muslim (ahli kitab maupun bukan).34

Secara

umum ahl dzimmi diartikan mereka yang mendapatkan perlindungan keamanan,

hak hidup dan tempat tinggal di tengah komunitas muslim.

Mereka dinamakan dzimmah (yang berarti perjanjian, jaminan dan

keamanan) karena memiliki jaminan perjanjian (‘ahd) Allah dan Rasul-Nya serta

jamaah kaum muslimin untuk hidup dengan aman dan tenteram dibawah

perlindungan Islam. Jadi mereka berada dalam jaminan keamanan kaum muslimin

berdasarkan akad dzimmah. Dengan demikian, dzimmah ini memberikan kepada

kaum non-muslim suatu hak yang dimasa sekarang mirip dengan apa yang yang

disebut sebagai kewarganegaraan politis yang diberikan negara kepada rakyatnya.

33 Iqbal, Fiqh Siyasah, h. 233.

34 Khamami Zadah dan Arif R., Diskursus Politik Islam, (Jakarta: LSIP, 2004), h. 54-55.

Page 60: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Dengan ini pula mereka memperoleh dan terikat pada hak-hak dan kewajiban-

kewajiban semua warga negara.

Akad dzimmah ini adalah akad yang berlaku selama-lamanya,

mengandung ketentuan membiarkan (membolehkan) orang-orang non-muslim

tetap dalam agama mereka disamping hak menikmati perlindungan dan perhatian

jamaah kaum muslimin, dengan syarat ia membayar jizyah serta berpegang pada

hukum-hukum Islam dalam hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan

masalah-masalah agama. Dengan ini, mereka menjadi bagian dari Dar al-Islam.35

a. Musta’min

Secara bahasa kata “musta’min” merupakan bentuk isim fail (pelaku) dari

kata kerja ista’mana. Kata ini seakar dengan kata amana yang berarti aman.

Dengan demikian kata ista’mana mengandung pengertian ”meminta jaminan

keamanan”.

Menurut pengertian ahli fiqh musta’min adalah orang yang memasuki

wilayah lain dengan mendapat jaminan keamanan dari pemerintah setempat, baik

ia muslim maupun harbiyun. Menurut Al-Dasuki antara musta’min dengan

mu’ahid mempunyai pengertian yang sama. Mu’ahid adalah orang non-muslim

yang memasuki wilayah Dar al-Islam dengan memperoleh jaminan keamanan dari

pemerintah Islam untuk tujuan tertentu, kemudian ia kembali ke wilayah Dar al-

Harb.

35 Yusuf Qhardhawi, Minoritas Non-Muslim di Dalam Masyarakat Islam, Penerjemah

Muhammad Baqir, (Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 1991), Cet. Ke-2, h. 18-20.

Page 61: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Musta’min yang memasuki wilayah Dar al-Islam bisa sebagai utusan

perdamaian, anggota korps diplomatik, pedagang/invertor, pembawa jizyah atau

orang-orang yang berziarah.36

Ajaran Islam membolehkan Dar al-Islam menerima permohonan non-

muslim untuk meminta jaminan keamanan berdasarkan QS. Al-Taubah (9) :6.

@��,� (���+ ��� ! �wx�$�Iyz☺���� ⌧{,>��|}MY�� �-"P1��%/ '(hF�i

�G�☺M~�� �.��⌧$ C9�� �N0N i�M��-��+ �i,�!/�! ' �:��O%& -._� ����� H�-2%; kl ��2☺��y0�

}٩/٦: ا�����{

Artinya: ”Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta

perlindungan kepadamu, Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman

Allah, Kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. demikian itu

disebabkan mereka kaum yang tidak Mengetahui.”.

Berdasarkan ayat tersebut, permohonan orang musyrik harbiyun untuk

mendapatkan jaminan keamanan di Dar al-Islam harus dikabulkan. Keamanan ini

meliputi keselamatan diri, harta, transaksi yang dilakukannya bahkan keluarga

mereka juga. Ia tidak hanya dibolehkan menetap di Dar al-Islam tetapi juga

36 Iqbal, Fiqh Siyasah, h. 236.

Page 62: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

melakukan hubungan muamalah dengan umat Islam serta saling menolong.

Dengan jaminan ini mereka tidak dibebankan membayar jizyah.

Jaminan keamanan untuk mereka berlaku sesuai dengan masa yang

ditetapkan dalam perjanjian dengan Dar al-Islam. Mazhab Syafi’i membatasi

masa aman tidak melebihi empat bulan, selama musta’min tersebut bukan musafir

dan utusan politik. Berakhirnya masa aman bagi mereka terkait dengan

berakhirnya kepentingan atau urusan musta’min itu sendiri. Pembatasan masa

aman ini dikhususkan hanya bagi laki-laki, sedangkan bagi perempuan tidak

dikaitkan dengan waktu tertentu.

Menurut Mazhab Maliki, keamanan yang tidak dibatasi oleh waktu

dengan sendirinya berakhir setelah melewati masa empat bulan. Sedangkan

keamanan yang dibatasi waktu tertentu berakhir sesuai masanya, selama

perjanjian tersebut tidak dibatalkan.

Mazhab Hanafi dan Syiah Zaidiyah membahas masa aman maksimal

selama setahun. Bila lewat masa setahun, maka si musta’min wajib membayar

jizyah kepada pemerintah Islam, sebagaimana halnya ahl al-zimmi. Sementara

Mazhab Hambali memberi batasan waktu yang lebih luas dan lama, yaitu empat

tahun. Ahmad Ibn Hambal merujuk pendapatnya berdasarkan pada kenyataan

sejarah bahwa para anggota korps diplomatik memperoleh jaminan keamanan

selama tiga hingga empat tahun.37

37 Ibid., h. 237.

Page 63: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Istilah musta’min juga dapat digunakan untuk orang-orang Islam dan ahl

al-dzimmi yang memasuki wilayah Dar al-harb dengan mendapat izin dan

jaminan keamanan dari pemerintah setempat. Hal ini diakui selama mereka hanya

menetap sementara di tempat tersebut dan kembali ke Dar al-Islam sebelum

izinnya habis. Status yang bersangkutan masih tetap muslim, selama ia tidak

murtad. Bila murtad maka ia menjadi harbiyun.

1. Hak dan Kewajiban Warga Negara

Setiap orang Islam, baik yang asli (penduduk setempat) atau mendatang

(pendatang, wisatawan, tetamu, pelarian dan lain-lain) mendapat hak asasi yang

sama saja. Orang kaya maupun orang miskin tidak dibeda-bedakan dalam urusan

mendapatkan hak-hak asasi. Yaitu:

1. Kebebasan untuk memiliki rumah, harta dan lain-lain.

2. Kebebasan bekerja dan berbicara.

3. Peluang belajar di dalam dan luar negeri.

4. Melaksanakan dan mengurus hak-hak agama.

5. Kalau dihina akan dilindungi dan penghina itu akan dihukum.

6. Mempertahankan kehormatan diri, harta, keluarga dan lain-lain. Bahkan

dalam jaran Islam seorang yang mati karena mempertahankan dirinya, harga

dirinya, keluarganya dan hartanya itu dianggap mati syahid. Rasulullah

bersabda:

Artinya: “Siapa yang terbunuh karena mempertahankan hartanya maka dianggap

syahid, dan siapa yang terbunuh karena mempertahankan darahnya maka dia juga

syahid, siapa yang terbunuh karena mempertahankan agamanya maka dia syahid

Page 64: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

dan siapa yang terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka dia juga

syahid”. (Riwayat Abu Daud dan At Tarmizi)

Itulah dia hak-hak asasi umat Islam secara umum dalam Negara Islam.

Mereka dibolehkan, bahkan bebas berorganisasi, beraktivitas, berdagang,

mengumpulkan harta, berjuang, menikmati hiburan, menulis, mengeluarkan

pendapat dengan syarat tidak melanggar syariat Allah dan tidak melanggar hak

asasi orang lain. Juga tidak bertentangan dengan perintah pemimpin bila perintah

itu sesuai dengan ajaran Islam, arahan pemimpin yang tidak syar'i tidak wajib

ditaati.

Rasulullah SAW bersabda:

Artinya: “Hormat dan patuh kepada orang Muslim adalah wajib, baik

perkara itu disukai atau tidak selama tidak diperintahkan perkara maksiat. Apabila

seseorang itu diperintahkan supaya melakukan maksiat maka tidak ada hormat

dan ketaatan”. (Riwayat Al Bukhari)

Adapun hak bagi warga negara bukan Islam (ahl dzimmi), yaitu:

1. Kebebasan memiliki rumah dan harta.

2. Peluang-peluang belajar di dalam dan luar negeri.

3. Kebebasan bekerja dan berbicara dengan syarat tidak melanggar hak asasi

orang lain.

4. Bebas menganut agama apapun. Pemerintah atau umat Islam tidak boleh

memaksa mereka menganut Islam.

Allah berfirman: Artinya: “Tiada paksaan dalam memilih agama”.

5. Berhak untuk menjadi pemimpin atau menteri-menteri di kalangan mereka.

Page 65: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

6. Diberi perlindungan bila mereka dihina. Sekalipun yang menghina itu dari

kalangan orang Islam sendiri, pasti dihukum.

7. Berhak mempertahankan harga diri, harta dan keluarga.

Berbeda dengan umat Islam, warga negara bukan Islam tidak dikenakan

zakat, fitrah, sedekah, berkorban dan lain-lain sebagai sumbangan kepada negara

dan masyarakat. Dengan sumbangan tersebut negara akan jadi kuat dan dapat

menguatkan individu-individu terutama orang-orang susah. Maka untuk tujuan

yang sama di samping kepentingan-kepentingan keselamatan dan pengurusan

mereka, Negara Islam menetapkan warganya yang bukan Islam mesti membayar

jizyah atau pajak kepala, tidak ada pajak lainnya. Kadar pajak itu menurut taraf

hidup dan kemampuan masing-masing seperti yang diputuskan oleh hakim atau

ketua negara.38

F. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Sisi

Kelahiran

Dalam Islam status kewarganegaraan seseorang dapat dilihat berdasarkan

dua macam asas, yaitu:

38 Artikel diakses pada 10 Desember 2009 dari

http://zanikhan.multiply.com/journal/item/690

Page 66: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

1. Asas ius sanguinis, Yaitu asas yang menentukan status kewarganegaraan anak

berdasarkan garis keturunan. Dengan kata lain bahwa apabila suami istri

memeluk agama Islam atau menjadi dzimmi, maka status kewarganegaraan

anak-anaknya mengikuti status kewarganegaraan orang tuanya yang beragama

Islam atau dzimmi. Hal ini berarti meskipun seorang warga negara Islam

melahirkan anaknya di luar wilayah kekuasaan Islam, status kewarganegaraan

anak tetap mengikuti mereka, yakni warga negara Islam Namun bila terjadi

perubahan kewarganegaraan dari Islam menjadi harbi, maka status

kewarganegaraannya tetap tidak berubah. Anak-anak yang belum dewasa

tetap dianggap seorang muslim bila ibu dan ayahnya murtad, demikian pula

bila salah seorang orang tuanya yang murtad.39

2. Asas ius soli, yaitu asas yang menentukan status kewarganegaraan anak

berdasarkan tempat dia dilahirkan. Dalam Islam mengangkat anak, apalagi

anak yatim baik karena orang tuanya meninggal atau tidak diketahui, yang

tujuannya adalah untuk diasuh dan dididik tanpa menasabkan pada dirinya,

maka cara tersebut sangat dipuji oleh Allah S.W.T. Hal ini sebagaimana

dikatakan sendiri oleh Rasulullah S.A.W. dalam hadits riwayat Bukhari, Abu

Daud dan Turmudzi: yang artinya “Saya akan bersama orang yang

menanggung anak yatim, seperti ini, sambil beliau menunjuk jari telunjuk dari

jari tengah dan ia renggangkan antara keduanya”. Laqith atau anak yang

39 Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan: Interaksi Fiqh

Islam dengan Syariat Agama Lain, (Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001), Edisi ke-2, h. 45.

Page 67: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

dipungut di jalanan, sama dengan anak yatim, namun Yusuf Qardhawi

menyatakan, bahwa anak seperti ini lebih patut dinamakan Ibnu Sabil, yang

dalam Islam dianjurkan untuk memeliharanya. Dalam kitab Ahkam al-Awlad

fil Islam disebutkan bahwa Syari’at Islam memuliakan anak pungut dan

menghitungnya sebagai anak muslim, kecuali di negara non-muslim.

Memang sebenarnya konsep kewarganegaraan dalam Islam penulis tidak

menemukan penjelasannya secara eksplisit mengenai asas yang berdasarkan

kelahiran beserta cakupannya. Namun secara tersirat asas tersebut terkandung di

dalam konsep kewarganegaraan Islam sebagaimana telah disebutkan di atas.

G. Tinjauan hukum Islam Terhadap Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Sisi

Perkawinan

Dalam hukum Islam dikenal tiga macam perkawinan, yaitu:

1. Perkawinan antara Pria Muslim dengan Wanita Musyrik

Dalam Islam menjaga kelestarian iman merupakan prinsip utama yang tak

boleh diotak-atik. Semua perangkat syariah dikerahkan untuk menjaga

eksistensinya. Bahkan kalau perlu, nyawapun harus direlakan. Dalam ushul fiqh,

term ini disebut hifdz ad-din, yang menempati rangking satu dalam urutan hal-hal

yang sangat dipelihara Islam (ad-daruriyat al-khamsah).

Keseriusan Islam dalam membentengi umatnya tercermin dari sikap keras

Nabi. Sebagaimana sabdanya. Artinya: Diriwayatkan dari Ibni Abbas r.a. bahwa

Rasulullah SAW pernah bersabda:

Page 68: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

��: و,/0 �/.- ا% ر,�ل +�ل: +�ل �*()� ت&��" ا% ر#" �!�س ا�� و

� }ا�!�9رى روا6 {�7+�/�6 دی*- �3َل م

Artinya: “Barangsiapa pindah agama, bunuh saja”40

Barangkali persoalan kawin campur dapat dipahami dari segmen ini. Islam

tidak mau menjerumuskan umatnya ke lembah neraka. Oleh karena itulah, ia

sama sekali tidak bisa mentolerir perkawinan dengan kaum atheis (orang yang

tidak bertuhan).

Dalam kehidupan sehari-hari tekadang terjadi sebuah perkawinan antara

pria dan wanita yang berlainan agama. Al-quran secara tegas melarang

perkawinan dengan orang musyrik,41

sebagaimana firmannya dalam QS. Al-

Baqarah (2): 221.

5l,� <�2%P��% ��⌧$�Iyz☺���� '(hF�i ���!%� ' H�!s�,�

E����!%�! HI-"�� �� ! :�⌧$�Iyz�!

-2%�,� -.��?X�|y�+ ......... }٢/٢٢١: ا�!>�ة{

Artinya: ”Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik sebelum mereka

beriman, sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik daripada wanita

musyrikah walapun dia menarik hatimu.....”.

40 Abdul Djalil, dkk, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, (Yogyakarta:

LkiS, 2000), h. 280.

41 M. Quraisy Syihab, Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan

Umat, (Bandung: Mizan, 1996), h. 195.

Page 69: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Para Fuqaha pun menyatakan, seorang muslim tidak boleh menikahi

wanita musyrikah, baik wanita itu merdeka atapun budak belian,42

ayat tersebut

juga merupakan suatu peringatan agar jangan sampai hal tersebut terjadi dalam

keluarga, terdapat perbedaan akidah antara suami istri.

2. Perkawinan antara Pria Muslim dengan Wanita Ahl Kitab

Dalam Islam ahl kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani. Mereka

yang percaya dan meyakini kitab-kitab yang diturunkan Allah (Taurat dan Injil)

kepada Nabi-nabi-Nya (Taurat pada Nabi Musa dan Injil pada Nabi Isa).43

Para ulama berbeda pendapat tentang perkawinan campuran ini.

Perbedaan itu disebabkan karena adanya perbedaan pendapat tentang kedudukan

wanita ahl kitab. Menurut Syaikh Humaidy bin Abdul Aziz al-Humaidy, bahwa

ada dua pendapat tentang pernikahan ini:

a. Pernikahan laki-laki muslim dengan ahli kitab dan ia sebagai penduduk yang

berada dalam lindungan negara Islam (ahl dzimmah), diperbolehkan, pendapat

ini menurut jumhur ulama, baik mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i maupun

Hambali;

42 TM. Hasbi Ash-Shiddiqie, Hukum Antar Golongan Dalam Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan

Bintang, 1971), h. 77.

43 Abdur Rahman I. Doi, Inilah Syariah Islam, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991), h.

192.

Page 70: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

b. Seorang laki-laki tidak diperbolehkan menikahi wanita ahli kitab dan ahli

dzimmah. Pendapat ini menurut golongan Syi’ah Imamiyah, yang menurut

mereka dinukil dari pendapat Abdullah bin Amru.44

Golongan pertama yaitu jumhur ulama mendasarkan pendapat mereka

pada beberapa dalil:

a. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah (5): 5.

.....���0%,� U�;49�� <�20�*+ \�?P����� 66�i -���4�

-.��!��0%,� 66�i -.��� < R���\vM%�/n��,� ���!

�����!%☺���� R���\vM%�/n��,� ���!

U�;49�� <�20�*+ \�?P�����

��! -.����-X%; ...... }٥/٥: ا�)�=3ة{

Artinya: “… Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi al-kitab itu halal

bagimu, dan makananmu halal (pula) bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini)

wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang beriman

dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan diantara orang-orang yang diberi al-

kitab sebelum kamu….”.

b. Diantara sahabat adapula yang pernah melakukan pernikahan ini. Mereka

menikahi wanita ahli kitab yang hidup dalam lingkungan pemerintahan Islam.

Utsman bin Affan menikahi Na’ilah binti al-Gharamidhah, seorang wanita

beragama Nasrani yang kemudian beragama Islam. Hudzifah juga menikahi

wanita Yahudi dari Penduduk Mada’in.

44 Syaikh Humaidy bin Abdul Aziz al-Humaidy, Kawin Campur dalam Syari’at Islam,

(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), Cet. Ke-3, h. 23.

Page 71: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

c. Jabir ra. pernah ditanya tentang pernikahan laki-laki muslim dengan wanita

Yahudi dan Nasrani. Ia menjawab: ”Kamipun pernah nikah dengan mereka

pada waktu penaklukan kufah bersama-sama dengan Sa’ad bin Abi Waqqash.

d. Sabda Rasulullah SAW mengenai orang-orang Majusi: ”Perlakukanlah bagi

mereka sunnah ahli kitab, tanpa harus menikahi wanita-wanita mereka dan

tidak pula memakan sembelihan mereka.45

Sedangkan golongan kedua yaitu Syiah Imamiyah melandaskan

pendapatnya pada beberapa dalil:

a. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2) 221. Artinya: “Dan janganlah kamu

nikahi wanita-wanita musyrikah sebelum mereka beriman…”

Maksudnya bahwa Allah telah mengharamkan seorang muslim menikahi

wanita musyrikah. Sedangkan wanita ahli kitab termasuk orang kafir. Mereka

menganggap wanita ahli kitab termasuk orang musyrik berdasarkan riwayat dari

Ibnu Umar ra. bahwa ia pernah ditanya tentang hukum menikahi wanita Yahudi

dan Nasrani. Ia menjawab: ”Sesungguhnya Allah mengaharamkan wanita-wanita

musyrik bagi orang-orang mukmin. Saya tidak mengetahui kemusyrikan yang

lebih besar daripada anggapan seorang wanita (Nasrani) bahwa Tuhannya adalah

Isa, padahal Isa hanya seorang manusia dan hamba Allah”.

45 Ibid., h. 24.

Page 72: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

b. golongan ini juga melandaskan firman Allah dalam QS. Al-Mumtahanah (60):

10. Artinya: “Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan)

dengan perempuan-perempuan kafir”.

Maksudnya bahwa Allah melarang kaum muslimin berpegang kepada

perkawinan dengan wanita-wanita kafir. Sedangkan wanita ahli kitab termasuk

orang-orang kafir. Larangan disini sebagai pengharaman.46

Masjzuk Zuhdi menjelaskan bahwa kebanyakan ulama berpendapat bahwa

pria muslim boleh kawin dengan wanita ahli kitab (Yahudi dan Nasrani)

berdasarkan firman Allah surat al-Maidah ayat (5). Selain itu berdasarkan Sunnah

Nabi SAW, Nabi pernah menikah dengan ahli kitab Maria al-Qibtiyah (Nasrani).

Demikian pula seorang sahabat Nabi Khuzaifah bin al-Yaman pernah kawin

dengan seorang wanita Yahudi, sedangkan para sahabat tidak ada yang

menentangnya.47

Selanjutnya ia menjelaskan bahwa ada sebagian ulama lain yang melarang

antara seorang pria muslim kawin dengan wanita Yahudi dan Nasrani, karena

pada hakikatnya doktrin dan praktek ibadah Yahudi dan Nasrani itu mengandung

unsur syirik yang cukup jelas, misalnya kepercayaan Uzair putera Allah bagi

umat Yahudi, ajaran Trinitas dan mengultuskan Nabi Isa AS dan ibunya, Maryam

46 Ibid., h. 25.

47 Masjzuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Mas Agung, 1991), h. 5.

Page 73: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

(Maria) bagi umat Nasrani.48

Ibnu Umar mengatakan, bahwa kebolehan menikahi

ahlul kitab adalah rukhsah (dispensasi) karena saat itu jumlah wanita muslimah

relatif sedikit. Ketika jumlah mereka sudah imbang, bahkan jumlah wanita jauh

lebih banyak, maka rukhsah itu sudah tidak berlaku lagi. Labih jauh lagi, beliau

berkata, ”Saya tidak pernah melihat syirik yang lebih besar dibanding ucapan

seorang wanita, ’Tuhan saya Isa’”.49

Imam-imam Mazhab yang empat pada prinsipnya mempunyai pandangan

yang sama bahwa wanita kitabiyah boleh dinikah, sekalipun mereka berkeyakinan

bahwa Isa adalah Tuhan atau meyakini kebenaran Trinitas. Hal terakhir ini adalah

syirik yang nyata. Tetapi karena mereka mempunyai kitab samawi, meraka halal

untuk dinikahi sebagai takhsis50

dari ayat:

.......�%�,� 56�0�L%� u9�� U�"�S%�/��� T�

Ux���!%�/n�� �⌧W�X�Y }٤/١٤١: ا�*@�ء{

Adapun pentakhsisnya adalah ayat:

.......���0%,� U�;49�� <�20�*+ \�?P����� 66�i -���4�

48 Ibid., h. 4.

49 Abdul Djalil, dkk, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, h. 282.

50 A. Azhar Basyir, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, (Bandung: Al-

Ma’arif, 1972), h. 11.

Page 74: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

-.��!��0%,� 66�i -.��� < R���\vM%�/n��,� ���!

�����!%☺���� R���\vM%�/n��,� ���!

U�;49�� <�20�*+ \�?P�����

��! -.����-X%; ..... }٥/٥ :ا�)�=3ة{ Islam memberi kesempatan kepada laki-laki muslim untuk mengawini

perempuan ahli kitab, oleh karena adanya titik pertemuan antara ajaran-ajaran

agama mereka dengan ajaran Islam. Hal ini terjadi oleh karena berasal dari satu

sumber yaitu wahyu Allah, baik Yahudi, Nasrani maupun Islam mengajarkan

kepada Allah, kepada akhirat, kepada kitab-kitab Allah, kepada malaikat dan

Rasul.51

Yusuf Qardhawi berpendapat, kebolehan nikah dengan kitabiyah tidak

mutlak tetapi terikat dengan ikatan-ikatan yang harus dipenuhi:

a. Kitabiyah itu benar-benar berpegang pada ajaran samawi;

b. Wanita kitabiyah yang mukhshonah (memelihara kehormatan diri dari

perbuatan zina);

c. Ia bukan kitabiyah yang kaumnya berada pada status permusuhan atau

peperangan dengan kaum muslimin;

d. Dibalik pernikahan itu tidak akan terjadi “fitnah”, yaitu mafsadah dan

kemuharatan.52

51 Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh “ala al-Madzahib al-Arba’ah, (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-

Araby, 1969), Juz 4, h. 75.

Page 75: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Menurut Sayyid Sabiq, menikah dengan wanita ahl kitab meskipun jaiz

tetapi makruh, karena suami tidak terjamin untuk tidak terkena “fitnah” agama

istrinya.53

3. Perkawinan antara Pria Non-Muslim dengan Wanita Muslimah

Terhadap masalah ini para ulama sepakat bahwa perempuan muslimah

tidak halal kawin dengan laki-laki yang bukan muslim, baik dia musyrik maupun

ahl kitab. Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS. Al-Mumtahanah (60): 10.

��������� U�;49�� <�=2�!�,� �%&�� .RB,�9;��

R����!%☺���� �.O"e|�L! ��0J2�P%?�!��%/ < u9�� .��p�+ ���V��☺����� < @��%/ ��0J2☺}y☺�� ��,��!%! 5⌧%/

��0J20P1-"% T�c�� >�mS������ < 5l ��0J 66�i -.��� 5l,� -.0J

@2���%� ���i� .... }�*��((٦٠/١٠ :ا�{ Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jika datang kepadamu perempuan-

perempuan mukmin yang berhijrah hendaklah mereka kamu uji terlebih dahulu.

Allah lebih mengetahui iman mereka. Jika kamu telah dapat membuktikan bahwa

mereka itu benar-benar beriman. Maka jenganlah mereka kembali kepada orang-

orang kafir. Mereka ini (perempuan-perempuan mukmin) tidak halal bagi laki-

laki kafir. Dan laki-laki kafirpun tidak halal bagi mereka...”.

Larangan mengawinkan perempuan muslimah dengan non-muslim

termasuk pria ahli kitab diisyaratkan oleh al-Quran. Dipahami dari QS. Al-

Baqarah (2): 221 di atas, hanya berbicara tentang bolehnya perkawinan pria

muslim dengan wanita ahli kitab dan sedikitpun tidak menyinggung sebaliknya.

52 Yusuf Al-Qardhawi, Huda al-Islam Fatawa Mu’asiroh, (Kairo: Dar Afaq al-Gai,

1978), h. 414.

53 Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-Fikr al-Araby, 1959), h. 101.

Page 76: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Sehingga seandainya pernikahan semacam itu dibolehkan, maka pasti ayat

tersebut akan menegaskannya.54

Muhammad Ali ash-Shabuni menjelaskan bahwa ayat tersebut

menunjukkan kepada keharaman perkawinan seorang laki-laki musyrik dengan

wanita muslimah. Yang dimaksud dengan musyrik disini adalah setiap orang kafir

yang tidak beragama Islam yang mencakup golongan Wassani, Yahudi, Nasrani

dan orang yang murtad.55

Islam melarang perkawinan perempuan muslimah dengan laki-laki non

muslim itu dengan pertimbangan keselamatan agama perempuan yang beragama

Islam, jangan sampai dia murtad karena pengaruh suaminya. Demikian pula anak-

anak yang diperoleh dari perkawinan itu akan lebih tertarik kepada keyakinan

hidup atau agama ayah yang non muslim itu.

Pertimbangan lain dari pelarangan tersebut adalah bahwa ditangan

suamilah kekuasaan terhadap istri dan bagi istrinya wajib taat kepada suami,

berarti pula taat kepada perintahnya yang baik (dalam pengertian maksud dari

kekuasaan suami terhadap istri) Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa (4):

141. Artinya: “.....Dan Allah tidak akan memberikan jalan kepada orang-orang

kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.

54 M. Quraisy Shihab, Wawasan Al-Quran, h. 19.

55 Ali Al-Shabuni, Rawai al-Bayan Tafsir al-Ayat al-Ahkam min al-Quran, (Makkah: tpp,

tt), h. 89.

Page 77: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Terlepas tentang boleh atau tidaknya melaksanakan perkawinan campuran

beda agama tersebut di atas, bagi umat Islam yang terpenting adalah menjaga

kelestarian iman karena hal itu merupakan prinsip utama yang wajib dilakukan.

Oleh sebab itu menerapkan sikap kehati-hatian adalah lebih baik.

Adapun dalam Islam, asas kewarganegaraan berdasarkan sisi kelahiran

hanya menganut asas kewarganegaraan tunggal. Baik terhadap suami istri yang

melakukan nikah campur maupun terhadap anak yang dihasilkan dari orang tua

yang melakukan nikah campur tersebut.

Oleh karena Islam menganut asas kewarganegaraan tunggal, maka ikatan

perkawinan tidak merubah status kewarganegaraan seorang istri maupun seorang

suami. Seorang muslim atau dzimmi yang menikahi seorang perempuan harbi di

Darul Harbi, sang istri tidak mengikuti status kewarganegaraan suaminya yang

muslim atau dzimmi. Kecuali si istri pindah ke Darul Islam. Jika dia mengikuti

suaminya ke Darul Islam, karena ikatan perkawinan tersebut, si istri menjadi

seorang dzimmiah.

Seorang musta’min yang menikah di Darul Islam dengan wanita dzimmi,

dia tidak menjadi dzimmi, dan si istri tidak menjadi harbiah karena perkawinan

itu, kecuali si musta’min ingin menetap di Darul Islam. Suami istri berstatus

dzimmi jika berhijrah ke Darul Islam.

Seorang perempuan harbi yang memeluk Islam karena pernikahan dengan

seorang muslim, maka status kewarganegaraan perempuan itu adalah Islam tanpa

dia harus berhijrah ke Darul Islam. Pernikahan saja tidak mengubah status

Page 78: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

kewarganegaraan seseorang. Syarat masuknya seseorang menjadi warga negara

Islam adalah memeluk Islam dan bersedia mengikuti ketentuan syariatnya.56

Bila seorang suami beralih kewarganegaraan karena perpindahan, tidak

mempengaruhi status kewarganegaraan si istri. Seorang dzimmi yang berhijrah ke

Darul Harbi, beralih menjadi seorang harbi. Bila si istri tidak menyertainya, dia

tetap berstatus seorang dzimmi. Seorang muslim yang murtad menjadi seorang

harbi, namun jika istrinya tidak ikut murtad, tidak mempengaruhi status

kewarganegaraannya.

Mengenai status kewarganegaraan anak-anak yang belum dewasa

(mumayyiz) dan orang gila, mengikuti status kewarganegaraan ayahnya. Apabila

suami istri memeluk agama Islam atau menjadi dzimmi, status kewarganegaraan

anak-anaknya tadi mengikuti status kewarganegaraan orang tuanya. Apabila yang

memeluk Islam adalah si ibu, menurut Abu Hanifah, Asy-Syafi’i dan Ahmad

berpendapat, anak-anak mengikuti kewarganegaraan si ibu, namum Imam Malik

berpendapat tetap mengikuti kewarganegaraan sang ayah.

Anak-anak yang belum dewasa mengikuti kewarganegaraan orang tuanya,

jika ada perubahan status dari yang rendah ke yang tinggi. Menurut syariat Islam,

kewarganegaraan Islam adalah yang tinggi seperti sabda Nabi SAW.57

Artinya:

“Islam itu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya”.

56 Hasbi Ash-Shiddieqy, Hukum Antar Golongan: Interaksi Fiqh Islam dengan Syariat

Agama Lain, h. 44.

Page 79: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Namun bila perubahan kewarganegaraan dari Islam menjadi harbi, maka

status kewarganegaraannya tetap tidak berubah. Anak-anak yang belum dewasa

tetap dianggap seorang muslim bila ibu dan ayahnya murtad, demikian pula bila

salah seorang orang tuanya yang murtad.

Inilah prinsip umum mengenai kewarganegaraan dalam Islam. Prinsip ini

kemudian menjadi prinsip yang berlaku secara Internasional. Seseorang yang

menetap di suatu negara, secara naturalisasi beralih kewarganegaraan ke negara

tempat dia bermukim. Status ini bisa berubah bila dia pindah bermukim ke negara

lain dan menetap pula di negara baru itu. Status kewarganegaraan si istri dan

anak-anaknya mengikuti kewarganegaraan ayah merupakan prinsip yang berlaku

umum.58

H. Syarat Memperoleh Kewarganegaraan dalam Islam

Islam merupakan sistem pemikiran dan sekaligus sistem tindakan, dan

karena Islam juga bertujuan untuk menciptakan suatu negara berdasarkan

ideologinya, maka Islam mengamanatkan dua jenis kewarganegaraan yaitu kaum

muslim dan kaum dzimmi. Karena keterusterangan dan kejujuran yang timbul

dari intisari dan jiwa Islam, maka gagasan kewarganegaraan ganda dalam struktur

politiknya dapat dijelaskan dengan terang tanpa menimbulkan kebingungan.

57 Ibid., h. 45.

58 Ibid., h. 46.

Page 80: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Sehubungan dengan kewarganegaraan muslim, al-Quran menyatakan dalam surat

al-Anfal (8): 72.

@�� ����;49�� <�2�!�,� <��"�1��J,� <����L�1,�

MN�L��O,2�!���� -.�PQRS��+,� T�U V6W�X�Y C9�� U�;49��,�

<��,��,� <�S�I\]� � �:^�%���*+ -._�`⌫0�

��9�,W����+ cd0� ' U�;49��,� <�2�!�,� -.%�,�

<��"P1���� �! ���%� �� ! .�e☺,W%�,� �� ! g�M(⌧C '(hF�i

<��"P1���� ' V@��,� -.�$�I\]��jMY�� T�U VU�J����

.RX�W���0%/ IM] ���� kl�� 'T� mn-2%; -.����o� .pq,�o�,�

Hr%st� ! � u9��,� ��☺�� @20��☺0% HI"Pv }٨/٧٢ :ا����ل{ �

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad

dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan

tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu

satu sama lain lindung-melindungi. dan (terhadap) orang-orang yang beriman,

tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi

mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta

pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib

memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang Telah ada perjanjian antara

kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”.

Jelas bahwa menurut ayat di atas, ada dua persyaratan dasar

kewarganegaraan sebagaimana ditetapkan oleh al-Quran, yaitu:

1. Ia hendaknya seorang muslim atau non-muslim (dzimmi) yang telah berjanji

tunduk kepada sistem Islam yang umum;

Page 81: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

2. Ia hendaknya berdiam di Dar al-Islam baik secara de facto maupun de jure,

seperti ia berdiam di luar tanah negerinya untuk tujuan sementara, misalnya

berdagang atau menuntut ilmu. Namun tempat tinggalnya yang asal dan

terakhir di dalam Dar al-Islam.

Inilah syarat-syarat untuk menjadi warga negara Islam yang dalam istilah

dimasa sekarang dinamakan kewarganegaraan. Syarat pokok adalah Islam dan

melakukan baiat secara sungguh-sungguh. Yaitu menerima pemerintahan negara

dan sistemnya tanpa berusaha melakukan pemberontakan dan pembangkangan

terhadapnya.59

1. Analisis

Dalam Islam yang menjadi warga negara pertama-tama adalah

berdasarkan orang-orang yang beragama Islam, meski begitu negara ini

membatasi kewarganegaraannya hanya kepada orang-orang yang tinggal di

wilayahnya atau bermigrasi ke dalam wilayahnya. Dengan kata lain bahwa

Negara Islam bukan negara ekstra-teritorial seperti diungkapkan dalam QS. Al-

Anfal (8): 72. Dan orang-orang warga negara lain yang non-muslim yang

59 Muhammad Al-Mubarak, Sistem Pemerintahan dalam Persfektif Islam, h. 119.

Page 82: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

melakukan suatu perjanjian dengan pemerintah Islam. Untuk selanjutnya bagi

warga negara non-muslim tersebut dinamakan ahl dzimmah.

Dengan kata lain, di manapun seseorang dilahirkan baik dia itu seorang

muslim atau bukan (non-muslim), tetap berstatus kewarganegaraan dar al-Islam

selama mereka berhijrah atau menerima ideologi tersebut sebagai prinsip dasar.

Mengenai asas kewarganegaraan dalam Islam terhadap asas

kewarganegaraan yang berdasarkan asas kelahiran dan asas perkawinan beserta

cakupannya secara tersirat kedua asas tersebut terkandung di dalam konsep

kewarganegaraan Islam. Asas kewarganegaraan berdasarkan sisi kelahiran yaitu:

1. Asas Ius Sanguinis, hal ini berdasarkan bahwa dalam Islam apabila seorang

suami dan/atau istri memeluk agama Islam atau menjadi dzimmi, maka status

kewarganegaraan anak-anaknya mengikuti status kewarganegaraan orang tua

yang beragama Islam atau dzimmi;

2. Asas Ius Soli, dalam Islam mengangkat anak apalagi anak yatim yang

tujuannya adalah untuk diasuh dan dididik tanpa menasabkan pada dirinya,

maka cara tersebut sangat dipuji oleh Allah S.W.T. “Laqith” atau anak yang

dipungut di jalan yang orang tuanya tidak diketahui keberadaannya, sama

dengan anak yatim. Namun Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa anak seperti

itu lebih patut dinamakan ibnu sabil, yang dalam Islam dianjurkan untuk

memeliharanya. Dalam kitab al-Awlad fil Islam disebutkan bahwa syariat

Page 83: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Islam memuliakan anak pungut dan menghitungnya sebagai anak muslim,

kecuali di negara non-muslim.

Asas kewarganegaraan berdasarkan sisi perkawinan, dalam Islam hanya

mengenal asas kewarganegaraan tunggal, asas ini berlaku baik terhadap semua

orang yang telah dewasa maupun anak-anak yang dihasilkan dari orang tua yang

melakukan pernikahan campuran.

Mengenai status kewarganegaraan anak-anak yang belum dewasa

(mumayyiz) dan orang gila, mengikuti status kewearganegaraan orang tuanya.

Namun apabila perkawinan terjadi antara seorang muslim dengan seorang non-

muslim menurut mayoritas pendapat ulama empat mazhab, anak tersebut

mengikuti kewarganegaraan orang tuanya yang beragama Islam. Begitupun bagi

anak-anak yang belum dewasa tetap dianggap seorang muslim bila ibu dan/atau

ayahnya murtad. Terhadap pernikahan seorang dzimmi dengan seorang harbi,

status kewarganegaraan anak-anaknya mengikuti kewarganegaraan orang tuanya

yang dzimmi yakni yang berkewarganegaraan Islam.

Page 84: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian di atas, penulis menarik suatu

kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa konsep kewarganegaraan dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2006, dinyatakan bahwa yang menjadi warga

negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli

yang tidak diterapkan berdasarkan etnis manapun dan orang-

orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang

sebagai warga negara;

2. Sedangkan konsep kewarganegaraan dalam Islam

menyebutkan yang menjadi warga negara adalah orang-orang

Islam yang tinggal di wilayah atau bermigrasi ke dalam wilayah

kekuasaan negara Islam dan non-Islam yang melakukan

perjanjian dengan negara Islam untuk menjadi bagian dari

negara Islam;

3. Asas yang terkandung di dalam undang-undang

kewarganegaraan Indonesia adalah asas yang berdasarkan sisi

kelahiran yaitu Asas Ius Sanguinis (law of the blood) yang

Page 85: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan garis

keturunan, tanpa perlu mempersoalkan tempat orang tersebut

dilahirkan dan Asas Ius Soli (law of the soil) Terbatas yang

menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara

tempat kelahiran, tanpa perlu mempersoalkan keturunan darah

orang yang bersangkutan. Sedangkan asas yang berdasarkan

sisi perkawinan yaitu Asas Kewarganegaraan Tunggal yang

menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang yang

telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin dan

Asas Kewarganegaraan Ganda Terbatas yang menentukan

kewarganegaraan ganda bagi anak-anak yang diberlakukan

terbatas bagi anak-anak yang belum berusia 18 (delapan

belas) tahun atau belum kawin.

4. Asas kewarganegaraan dalam Islam tidak jauh berbeda, sama-

sama menganut asas yang berdasarkan sisi kelahiran dan sisi

perkawinan. Asas berdasarkan sisi kelahiran mencakup asas ius

sanguinis dan asas ius soli. Namun asas berdasarkan sisi

perkawinan hanya mencakup asas kewarganegaraan tunggal

saja. Asas ini diterapkan baik bagi orang-orang yang telah

dewasa maupun bagi anak-anak yang dilahirkan dari hasil

Page 86: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

perkawinan campuran, mereka hanya mengikuti status

kewarganegaraan orang tuanya yang beragama Islam atau

yang menyandang status kewarganegaraan Dzimmi.

B. Saran

Warga negara merupakan faktor penting dalam sebuah

negara, karena mereka sebagai penentu maju atau tidaknya

sebuah negara. Oleh karenanya penulis berharap kepada

pemerintah dan pihak-pihak yang berwenang agar segala hal

ihwal yang berhubungan dengan warga negara baik berupa hak

dan kewajiban haruslah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan

seadil-adilnya, sehingga tidak terjadi persoalan yang berakibat

buruk bagi rakyat Indonesia, dalam hal ini mengenai status

kewarganegaraan bagi mereka yang melakukan nikah campur

beda negara serta anak keturunan mereka dan mereka yang

bertempat tinggal di luar negeri sementara untuk berbagai

macam hal.

Page 87: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran Al-Karim

Adolf, Huala, Aspek-aspek Negara dalam Hukum Internasional (Edisi Revisi),

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002, Cet ke-3.

Al-Humaidy, Syaikh Humaidy bin Abdul Aziz, Kawin Campur dalam Syari’at Islam,

Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993, Cet. Ke-3.

Al-Maududi, Sayyid Abul A’la, Hukum dan Konstitusi Sistem Politik Islam Abul A’la

Al-Maududi, Penerjemah Asep Hikmat, Bandung: Mizan, 1995, Cet. Ke-IV.

Al-Mubarak, Muhammad, Sistem Pemerintahan dalam Persfektif Islam, Penerjemah

Firman Harianto, Solo: CV Pustaka Mantiq, 1995.

Al-Shabuni, Ali, Rawai al-Bayan Tafsir al-Ayat al-Ahkam min al-Quran, Makkah:

tpp, tt.

AS. Hikam, Mohammad, dkk, Fiqh Kewarganegaraan, Intervensi Agama-Negara

Terhadap Masyarakat Sipil, Yogyakarta: CV Adipura, 2000.

Ash-Shiddieqy, TM. Hasbi, Hukum Antar Golongan Dalam Fiqh Islam, Jakarta:

Bulan Bintang, 1971.

______________ Hukum Antar Golongan: Interaksi Fiqh Islam dengan Syariat

Agama Lain, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2001, Edisi ke-2.

Azed, Abdul Bari, Intisari Kuliah Masalah Kewarganegaraan, Jakarta: IND-HILL-

CO, 1995.

Basyir, A. Azhar, Kawin Campur, Adopsi, Wasiat Menurut Islam, Bandung: Al-

Ma’arif, 1972.

Busro, Abu Bakar dan Busroh, Abu Daud, Hukum Tata Negara, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985.

Djalil, Abdul, dkk, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, Yogyakarta:

LkiS, 2000.

Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia, B, Jilid III Bagian I,

Buku ke-7, Bandung: Penerbit Alumni, 1995.

Page 88: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Halim, A. Ridwan, Hukum Tata Negara dalam Tanya Jawab, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1988.

Hallet, Nuning, Mencermati Isi Rancangan UU Kewarganegaraan, Artikel diakses

dari 9 200Juni5 pada com.mixedcouple.www://http

I. Doi, Abdur Rahman, Inilah Syariah Islam, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1991.

Iqbal, Muhammad, Fiqh Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta:

Gaya Media Pratama, 2001.

Jaziri, Al-, Kitab al-Fiqh “ala al-Madzahib al-Arba’ah, Beirut: Dar Ihya’ al-Turats

al-Araby, 1969, Juz 4.

Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1989, Cet ke- 8.

Kansil, CST dan Christine S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT

Rineka Cipta, 2000, Cet. Ke-3, Edisi Revisi.

Kansil, CST dan Christine S.T. Kansil, Buku Pendidikan Kewarganegaraan di

Perguruan Tinggi, Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2005, Cet. Ke- 2

Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia,

T.tp, CV Sinar Bakti, 1988.

Pasha, Mustafa Kamal, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Jogjakarta:

Citra Karsa Mandiri, 2002.

Paulus, B.P., Kewarganegaraan RI di Tinjau dari UUD 1945: Khususnya

Kewarganegaraan Peranakan Tionghoa, Jakarta: P.T. Pradnya Paramita,

1983.

Phartiana, I Wayan, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2003,

Cet. Ke-2.

Pudjosewojo, Kusumadi, Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika, 2004, Cet. Ke-10.

Qardhawi, Yusuf, Minoritas Non-Muslim di Dalam Masyarakat Islam, Penerjemah

Muhammad Baqir, Bandung: Mizan Anggota IKAPI, 1991, Cet. Ke-2.

Page 89: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Rudy, T. May, Hukum Internasional I, Bandung: PT. Refika Aditama, 2002.

Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr al-Araby, 1959.

Salim, Abd. Mu'in, Fiqh Siyasah, Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Qur'an,

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995, Cet ke-2.

Sanusi, Lian Nury, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006

Tentang Kewarganegaraan Indonesia, Jakarta: PT. Kawan Pustaka, 2006.

Shihab, M. Quraish, Wawasan Al-quran: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan

Umat, Bandung: Mizan, 1996.

Simorangkir, J.S.T., dkk, Inti Pengetahuan Warga Negara, Jakarta: Erlangga, 1960,

Cet. 3.

Soeriadinata, Soependri, Sendi Pokok Tata Negara Indonesia, Jakarta: CV. Karya

Indah, 1974.

Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, PT. Refika Aditama, 2005, Cet.

Ke-4.

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan kewargaaan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia

dan Masyarakat Madani, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional

Departemen Kehakiman RI, 1999.

Tim Redaksi Pustaka Pergaulan, UUD 1945, Naskah Asli dan Perubahannya,

Jakarta: Pustaka Pergaulan, 2004, Cet ke-3.

Ubaidillah, A., dkk, Pendidikan Kewargaan: Demokrasi, HAM & Masyarakat

Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000.

Wahjono, Padmo, Masalah Ketatanegaraan Indonesia Dewasa Ini, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1985, Cet. Ke-2.

Zadah, Khamami dan Arif R., Diskursus Politik Islam, Jakarta: LSIP, 2004.

Zuhdi, Masjzuk, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Mas Agung, 1991.

Page 90: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 12 TAHUN 2006

TENTANG

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Warga Negara adalah warga suatu negara yang ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

2. Kewarganegaraan adalah segala hal ihwal yang berhubungan

dengan warga negara.

3. Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk

memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui

permohonan.

4. Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung

jawabnya di bidang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

5. Pejabat adalah orang yang menduduki jabatan tertentu yang

ditunjuk oleh Menteri untuk menangani masalah

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

Page 91: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

6. Setiap orang adalah orang perseorangan, termasuk korporasi.

7. Perwakilan Republik Indonesia adalah Kedutaan Besar Republik

Indonesia, Konsulat Jenderal Republik Indonesia, Konsulat Republik

Indonesia, atau Perutusan Tetap Republik Indonesia.

Pasal 2

Yang menjadi Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa

Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan

undang-undang sebagai warga negara.

Pasal 3

Kewarganegaraan Republik Indonesia hanya dapat diperoleh

berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam Undang-Undang ini.

BAB II

WARGA NEGARA INDONESIA

Pasal 4

Warga Negara Indonesia adalah:

a. setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia

dengan negara lain sebelum Undang-Undang ini berlaku sudah

menjadi Warga Negara Indonesia;

b. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan

ibu Warga Negara Indonesia;

c. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah

Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing;

d. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah

warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia;

Page 92: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

e. anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga

Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai

kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak

memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut;

f. anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah

ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya

Warga Negara Indonesia;

g. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu

Warga Negara Indonesia;

h. anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu

warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara

Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum

anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin;

i. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada

waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

j. anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik

Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui;

k. anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah

dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak

diketahui keberadaannya;

l. anak yang dilahirkan di luar wilayah negara Republik Indonesia dari

seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena

ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan

memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

m. anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan

permohonan kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya

Page 93: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau

menyatakan janji setia.

Pasal 5

1. Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di luar perkawinan yang

sah, belum berusia 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin

diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing

tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia.

2. Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun

diangkat secara sah sebagai anak oleh warga negara asing

berdasarkan penetapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga

Negara Indonesia.

Pasal 6

1. Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap

anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf

h, huruf l, dan Pasal 5 berakibat anak berkewarganegaraan

ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin

anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu

kewarganegaraannya.

2. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dibuat secara tertulis dan disampaikan

kepada Pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana

ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan.

Page 94: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

3. Pernyataan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat

3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau

sudah kawin.

Pasal 7

Setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia diperlakukan

sebagai orang asing.

BAB III

SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEWARGANEGARAAN REPUBLIK

INDONESIA

Pasal 8

Kewarganegaraan Republik Indonesia dapat juga diperoleh melalui

pewarganegaraan.

Pasal 9

Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon jika

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;

b. pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di

wilayah negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima ) tahun

berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh puluh) tahun tidak

berturut-turut;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945;

Page 95: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

e. tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;

f. jika dengan memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia,

tidak menjadi berkewarganegaraan ganda;

g. mempunyai pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap; dan

h. membayar uang pewarganegaraan ke Kas Negara.

Pasal 10

1. Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh

pemohon secara tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas

bermeterai cukup kepada Presiden melalui Menteri.

2. Berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) disampaikan kepada Pejabat.

Pasal 11

Menteri meneruskan permohonan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 10 disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu

paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan

diterima.

Pasal 12

1. Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya.

2. Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Pemerintah.

Pasal 13

1. Presiden mengabulkan atau menolak permohonan

pewarganegaraan.

2. Pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

Page 96: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

3. Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak

permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan kepada

pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak

Keputusan Presiden ditetapkan.

4. Penolakan permohonan pewarganegaraan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus disertai alasan dan diberitahukan

oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat 3 (tiga)

bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri.

Pasal 14

1. Keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan

pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal

pemohon mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

2. Paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden

dikirim kepada pemohon, Pejabat memanggil pemohon untuk

mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.

3. Dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk

mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu

yang telah ditentukan ternyata pemohon tidak hadir tanpa alasan

yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi hukum.

4. Dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau

menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai

akibat kelalaian Pejabat, pemohon dapat mengucapkan sumpah

atau menyatakan janji setia di hadapan Pejabat lain yang ditunjuk

Menteri.

Page 97: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Pasal 15

1. Pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan di hadapan Pejabat.

2. Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat berita

acara pelaksanaan pengucapan sumpah atau pernyataan janji

setia.

3. Paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia, Pejabat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan berita

acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada

Menteri.

Pasal 16

Sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 ayat (1) adalah:

Yang mengucapkan sumpah, lafal sumpahnya sebagai berikut:

Demi Allah/demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah melepaskan

seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk,

dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila,

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dan akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan

menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada saya

sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.

Yang menyatakan janji setia, lafal janji setianya sebagai berikut:

Saya berjanji melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan

asing, mengakui, tunduk, dan setia kepada Negara Kesatuan Republik

Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Page 98: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh-

sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara

kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan tulus dan

ikhlas.

Pasal 17

Setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia,

pemohon wajib menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasian

atas namanya kepada kantor imigrasi dalam waktu paling lambat 14

(empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal pengucapan sumpah

atau pernyataan janji setia.

Pasal 18

1. Salinan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan berita acara

pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia dari Pejabat

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) menjadi bukti sah

Kewarganegaraan Republik Indonesia seseorang yang

memperoleh kewarganegaraan.

2. Menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh

kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam

Berita Negara Republik Indonesia.

Pasal 19

1. Warga negara asing yang kawin secara sah dengan Warga

Negara Indonesia dapat memperoleh Kewarganegaraan Republik

Indonesia dengan menyampaikan pernyataan menjadi warga

negara di hadapan Pejabat.

2. Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

apabila yang bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah

Page 99: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

negara Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-

turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak berturut-turut,

kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut

mengakibatkan berkewarganegaraan ganda.

3. Dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh

Kewarganegaraan Republik Indonesia yang diakibatkan oleh

kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada ayat (2),

yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan

peraturan perundang-undangan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan

pernyataan untuk menjadi Warga Negara Indonesia sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan

Menteri.

Pasal 20

Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia

atau dengan alasan kepentingan negara dapat diberi

Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh Presiden setelah

memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut

mengakibatkan yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

Pasal 21

1. Anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum

kawin, berada dan bertempat tinggal di wilayah negara Republik

Indonesia, dari ayah atau ibu yang memperoleh

Page 100: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya

berkewarganegaraan Republik Indonesia.

2. Anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang

diangkat secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai

anak oleh Warga Negara Indonesia memperoleh

Kewarganegaraan Republik Indonesia.

3. Dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) memperoleh kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus

menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan

memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

BAB IV

KEHILANGAN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

Pasal 23

Warga Negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang

bersangkutan:

a. memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

b. tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain,

sedangkan orang yang bersangkutan mendapat kesempatan

untuk itu;

c. dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas

permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18

(delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar

Page 101: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

negeri, dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Republik

Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;

d. masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari

Presiden;

e. secara sukarela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan

dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh Warga

Negara Indonesia;

f. secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia

kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut;

g. tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang

bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing;

h. mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara

asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda

kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas

namanya; atau

i. bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia

selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas

negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak

menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi Warga Negara

Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan

setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak

mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi Warga Negara

Indonesia kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah

kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal

Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan

Page 102: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang

bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Pasal 24

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf d tidak

berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan di negara

lain yang mengharuskan mengikuti wajib militer.

Pasal 25

1. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang

ayah tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang

mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan

anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

2. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang

ibu tidak dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak

mempunyai hubungan hukum dengan ayahnya sampai dengan

anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin.

3. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia karena

memperoleh kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus

perkawinannya, tidak dengan sendirinya berlaku terhadap

anaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas)

tahun atau sudah kawin.

4. Dalam hal status Kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap

anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)

Page 103: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

berakibat anak berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18

(delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus

menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.

Pasal 26

1. Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki

warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik

Indonesia jika menurut hukum negara asal suaminya,

kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai

akibat perkawinan tersebut.

2. Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan

warga negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik

Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya,

kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai

akibat perkawinan tersebut.

3. Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi

Warga Negara Indonesia dapat mengajukan surat pernyataan

mengenai keinginannya kepada Pejabat atau Perwakilan Republik

Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan

atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan

kewarganegaraan ganda.

4. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat

diajukan oleh perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 3 (tiga)

tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.

Page 104: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Pasal 27

Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikat

perkawinan yang sah tidak menyebabkan hilangnya status

kewarganegaraan dari istri atau suami.

Pasal 28

Setiap orang yang memperoleh Kewarganegaraan Republik

Indonesia berdasarkan keterangan yang kemudian hari dinyatakan

palsu atau dipalsukan, tidak benar, atau terjadi kekeliruan mengenai

orangnya oleh instansi yang berwenang, dinyatakan batal

kewarganegaraannya.

Pasal 29

Menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan

Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik

Indonesia.

Pasal 30

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara

kehilangan dan pembatalan kewarganegaraan diatur dalam

Peraturan Pemerintah.

BAB V

SYARAT DAN TATA CARA MEMPEROLEH KEMBALI KEWARGANEGARAAN

REPUBLIK INDONESIA

Pasal 31

Seseorang yang kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia

dapat memperoleh kembali kewarganegaraannya melalui prosedur

pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai

dengan Pasal 18 dan Pasal 22.

Page 105: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Pasal 32

1. Warga Negara Indonesia yang kehilangan Kewarganegaraan

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf i,

Pasal 25, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat

2. 2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik

Indonesia dengan mengajukan permohonan tertulis kepada

Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 sampai dengan Pasal 17.

3. Dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia,

permohonan disampaikan melalui Perwakilan Republik Indonesia

yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon.

4. Permohonan untuk memperoleh kembali Kewarganegaraan

Republik Indonesia dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki

yang kehilangan kewarganegaraannya akibat ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak

putusnya perkawinan.

5. Kepala Perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri

dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah menerima

permohonan.

Pasal 33

Persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali

Kewarganegaraan Republik Indonesia diberikan paling lambat 3 (tiga)

bulan oleh Menteri atau Pejabat terhitung sejak tanggal diterimanya

permohonan.

Page 106: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Pasal 34

Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh kembali

Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Berita Negara Republik

Indonesia.

Pasal 35

Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara

memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur

dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 36

1. Pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan

kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini

sehingga mengakibatkan seseorang kehilangan hak untuk

memperoleh atau memperoleh kembali dan/atau kehilangan

Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun.

2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan karena kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 3 (tiga) tahun.

Pasal 37

1. Setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu,

termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat atau

dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen dengan maksud

untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau surat

atau dokumen yang dipalsukan untuk memperoleh

Page 107: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Kewarganegaraan Republik Indonesia atau memperoleh kembali

Kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana

penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat)

tahun dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima

puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu

miliar rupiah).

2. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan keterangan

palsu, termasuk keterangan di atas sumpah, membuat surat atau

dokumen palsu, memalsukan surat atau dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda

paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)

dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 38

1. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37

dilakukan korporasi, pengenaan pidana dijatuhkan kepada

korporasi dan/atau pengurus yang bertindak untuk dan atas nama

korporasi.

2. Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan

pidana denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)

dan paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan

dicabut izin usahanya.

3. Pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan

paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp

1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp

5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Page 108: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

1. Permohonan pewarganegaraan, pernyataan untuk tetap menjadi

Warga Negara Indonesia, atau permohonan memperoleh kembali

Kewarganegaraan Republik Indonesia yang telah diajukan kepada

Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dan telah diproses

tetapi belum selesai, tetap diselesaikan berdasarkan Undang-

Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang

Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik

Indonesia.

2. Apabila permohonan atau pernyataaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) telah diproses tetapi belum selesai pada saat

peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan,

permohonan atau pernyataan tersebut diselesaikan menurut

ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 40

Permohonan pewarganegaraan, pernyataan untuk tetap menjadi

Warga Negara Indonesia, atau permohonan memperoleh kembali

Kewarganegaraan Republik Indonesia yang telah diajukan kepada

Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dan belum diproses,

diselesaikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 41

Page 109: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf

d, huruf h, huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sebelum Undang-Undang ini

diundangkan dan belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau

belum kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia

berdasarkan Undang-Undang ini dengan mendaftarkan diri kepada

Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik Indonesia paling

lambat 4 (empat) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 42

Warga Negara Indonesia yang bertempat tinggal di luar wilayah

negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun atau lebih tidak

melaporkan diri kepada Perwakilan Republik Indonesia dan telah

kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia sebelum Undang-

Undang ini diundangkan dapat memperoleh kembali

kewarganegaraannya dengan mendaftarkan diri di Perwakilan

Republik Indonesia dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun sejak

Undang-Undang ini diundangkan sepanjang tidak mengakibatkan

kewarganegaraan ganda.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan Pasal 42 diatur dengan

Peraturan Menteri yang harus ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan

sejak Undang-Undang ini diundangkan.

BAB VIII

Page 110: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan

Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3

Tahun 1976 tentang Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62

Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 20,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3077)

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku;

b. Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958

tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia sebagaimana telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1976 tentang

Perubahan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang

Kewarganegaraan Republik Indonesia dinyatakan masih tetap

berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti

berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 45

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan

paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 46

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Page 111: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP KONSEP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/21012/1/ABD... · A. Warga Negara dalam Islam 44 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Asas

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan

Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2006

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 1 Agustus 2006

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd

HAMID AWALUDIN

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 63