Studi Hukum Islam
-
Upload
raja-angkat -
Category
Spiritual
-
view
1.324 -
download
1
description
Transcript of Studi Hukum Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Jika kita berbicara tentang hukum secara sederhana, maka akan terlintas
dibenak kita tentang peraturan-peraturan atau seperangkat norma yang
mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik peraturan
maupun norma itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang di dalam
masyarakat atau peraturan yang sengaja dibuat oleh penguasa dengan bentuk
dan cara tertentu. Bentuknya terkadang berupa hukum tidak tertulis dan
hukum yang tertulis. Ketika mengkaji tentang Islam, aspek yang ada
didalamnya tidak lepas membicarakan tentang hukum (peraturan) yang ada di
dalam Islam itu sendiri, aspek hukum di dalam Islam biasa disebut dengan
hukum Islam yang punya konsep dasar dan hukumnya ditetapkan oleh Allah,
tidak hanya mengatur tentang hubungan manusia dengan manusia lain dan
benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainnya baik itu
hubungan dengan Tuhan, manusia dengan manusia, manusia dengan alam
sekitar.
Hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari Al-qur’an yang menjadi
referensi hukum islam pertama, Hadits (sunnah) yang menjadi referensi yang
kedua. Kedua pedoman ini telah menjadi wasiat utama nabi dalam
penyampaian da’wah bagi penerus-penerus nabi dalam menyampaikan
da’wah. Namun ketika terdapat sebuah masalah yang rumit terpecahkan, yang
tidak ditemukan dalil-dalil dalam al qur’an dan hadits, maka disinilah tampil
referensi hukum islam baru yaitu ijma’(perkumpulan ulama’ mujtahid untuk
memecahkan masalah rumit tersebut) dan qiyas (menerangkan hukum dengan
membandingkan dengan hukum yang diterangkan dalam al qur’an dan
hadits).
Umat Islam di Indonesia adalah unsur paling mayoritas. Dalam tataran
dunia Islam internasional, umat Islam Indonesia bahkan dapat disebut sebagai
komunitas muslim paling besar yang berkumpul dalam satu batas teritorial
kenegaraan. Karena itu, menjadi sangat menarik untuk memahami alur
perjalanan sejarah hukum Islam di tengah-tengah komunitas Islam terbesar di
dunia itu. Pertanyaan-pertanyaan seperti: seberapa jauh pengaruh
1
kemayoritasan kaum muslimin Indonesia itu terhadap penerapan hukum Islam
di Tanah Air misalnya, dapat dijawab dengan memaparkan sejarah hukum
Islam sejak komunitas muslim hadir di Indonesia.
Di samping itu, kajian tentang sejarah hukum Islam di Indonesia juga
dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan bagi umat Islam secara khusus
untuk menentukan strategi yang tepat di masa depan dalam mendekatkan dan
“mengakrabkan” bangsa ini dengan hukum Islam. Proses sejarah hukum Islam
yang diwarnai “benturan” dengan tradisi yang sebelumnya berlaku dan juga
dengan kebijakan-kebijakan politik-kenegaraan, serta tindakan-tindakan yang
diambil oleh para tokoh Islam Indonesia terdahulu setidaknya dapat menjadi
bahan telah penting di masa datang.Era tahun 1930-an sampai sekarang ini
merupakan masa kebangkitan kembali intelektualitas di dunia Islam.
Kemerdekaan negara-negara muslim dari kolonialisme Barat turut mendorong
semangat para sarjana muslim dalam mengembangkan pemikirannya tentang
perkembangan hukum islam masa kini atau kotemporer. Dengan demikian, di
era reformasi ini, terbuka peluang yang luas bagi sistem hukum Islam untuk
memperkaya khazanah tradisi hukum di Indonesia. Supaya hukum islam
berkembang menjadi lebih baik.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Syariah, Fiqih, dan Hukum Islam ?
2. Apakah Islam sebagai sumber norma, hukum, dan etik ?
3. Bagaimanakah Mazhab dalam hukum Islam dan Pendekatan dalam
kajian Hukum Islam?
4. Bagaimanakah Pengkajian modern Hukum Islam?
5. Seperti apakah Signifikansi dan Kontribusi pendekatan Hukum
Islam dalam Studi Islam?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengertian Syariah, Fiqih, dan Hukum Islam
2. Islam sebagai sumber norma, hukum, dan etik
3. Mazhab dalam hukum Islam dan Pendekatan dalam kajian Hukum Islam
4. Pengkajian modern Hukum Islam
2
5. Signifikansi dan Kontribusi pendekatan Hukum Islam dalam Studi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syriah, Fiqih, dan Hukum Islam
1. Syari’ah
Secara harfiah kata syari’ah berasal dari kata syara’a–yasy’rau –
syariatan yang berarti jalan keluar tempat air untuk minum1. Pengertian lainya
yang dikemukakan dalam kitab Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafi’i,
secara bahasa Syari’ah adalah jalan lurus. Syariah dalam arti istilah adalah
hukum-hukum dan aturan-aturan yang disampaikan Allah kepada hamba-
hambanya dengan demikian syariah dalam pengertian ini adalah wahyu Allah,
baik dalam pengertian wahyu al-Matluww (Al-Qur’an), maupun al-Wahyu gair
matluw (Sunnah).
Syariah dalam literatur hukum Islam ada tiga pengertian :
1. Syari’ah dalam arti sebagai hukum yang dapat berubah sepanjang masa.
2. Syari’ah dalam arti sebagai hukum Islam baik yang tidak dapat berubah
sepanjang masa maupun yang dapat berubah.
3. Syari’ah dalam pengertian hukum yang digali (berdasarkan atas apa
yang disebut Istinbat ) dari Al–Qur’an dan Sunnah.
1Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughat, (Beirut: Dar al-Masyriq, t.th.), h. 383
3
2. Fiqh
Fiqh secara bahasa berarti fahm yang bermakna mengetahui sesuatu
dan memahaminya dengan baik. Menurut pengertian isthilahnya Abu Hanifah
memberikan pengertian (Ma’rifatu nafsi ma laha wa ma alaiha) mengetahui
sesuatu padanya dan apa apa yang bersamanya yaitu mengetahui sesuatu
dengan dalil yang ada. Pengertian yang Abu Hanifah kemukakan ini umum
yang mencakup keseluruh aspek seperti Aqidah dengan wajibnya beriman atau
Akhlak dan juga Tasawuf. 4 Pengertian fiqh secara istilah yang paling terkenal
adalah pengertian fiqh menurut Imam Syafi’i yaitu pengetahuan tentang
syari’ah ; pengetahuan tentang hukum-hukum perbuatan mukallaf
berdasarkan dalil yang terperinci.
Berdasarkan dengan perkembangan hukum Islam ke berbagai belahan
Dunia, term fiqh berkembang hingga digunakan untuk nama-nama bagi
sekelompok hukum-hukum yang bersipat praktis. Dalam peraturan perundang-
undangan Islam dan sistem hukum Islam kata fiqh ini diartikan dengan hukum
yang dibentuk berdasarkan syariah, yaitu hukum-hukum yang penggaliannya
memerlukan renungan yang mendalam, pemahaman atau pengetahuan dan
juga Ijtihad. Dalam kajian studi Hukum Islam ini arti fiqh yang dimaksudkan
adalah arti fiqh dalam pengertian yang diberikan oleh Imam Syafi’i yang lebih
mengkhususkan artian fiqh kepada aturan-aturan mengenai perbuatan
mukallaf.
3. Usul al-Fiqh
Usul Fiqh terdiri dari dua kata usul jamak dari asl yang berarti dasar atau
sesuatu yang dengannya dapat dibina atau dibentuk sesuatu, dan kata fiqh
yang berarti pemahaman yang mendalam. Menurut Istilah, Pengertian usul fiqh
adalah ilmu tentang kaedah kaedah dan pembahasan yang mengantarkan
kepada lahirnya hukum-hukum syariah yang bersifat amaliah yang diambil dari
dalil-alil yang terperinci. Dengan demikian usul al-fiqh adalah ilmu tyang
digunakan untuk memperoleh pemahaman tentang maksud syariah. Dengan
kata lain usul al-fiqh adalah sistem (metodologi) dari ilmu fiqh.
4. Mazhab
4
Pengertian mazhab secara bahasa berarti “tempat untuk pergi” yaitu
jalan, sedangkan pengertian mazhab secara istilah adalah: pendapat seorang
tokoh fiqh tentang hukum dalam masalah ijtihadiyah Secara lebih lengkap
mazhab adalah: faham atau aliran hukum dalam Islam yang terbentuk
berdasarkan ijtihad seorang mujtahid dalam usahanya memahami dan
menggali hukum-hukum dari sumber Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah.
5. Fatwa
Fatwa artinya petuah, nasehat, jawaban atas pertanyaan yang berkaitan
dengan hukum. Dalam istilah fiqh, fatwa berarti pendapat yang dikemukakan
oleh seorang mujtahid atau faqih sebagai jawaban yang diajukan peminta
fatwa dalam suatu kasus yang sifatnya tidak mengikat.Pihak yang meminta
fatwa bisa pribadi atau lembaga maupun kelompok masyarakat. Fatwa yang
dikemukakan mujtahid tersebut tidak bersifat mengikat atau mesti diikuti oleh
si peminta fatwa dan oleh karenanya fatwa ini tidak mempunyai daya ikat.
Pihak yang memberi fatwa dalam istilah fiqh disebut dengan Mufti, sedangkan
pihak yang meminta fatwa disebut mustafti.
6. Qaul
Kata Qaul secara etimologi adalah bentuk masdar dari kata kerja Qala-
Yaqulu. Kata Qaul dapat bermakna kata yang tersusun lisan, baik sempurna
maupun tidak.10kiranya secara simpel Qaul dapat diartikan sebagai ujaran,
ucapan, perkataan. Dalam istilah fiqh kata Qaul dinisbatkan kepada imam atau
pemimpin suatu mazhab atau ulama fiqh yaitu berupa perkataan maupun
ucapan daripada imam fiqh tersebut. Istilah ini juga dikenal dalam fiqh Imam
Syafi’i, yaitu Qaul Qadim dengan Jadid. Qaul Qadim adalah pendapat beliau
ketika berada di Irak, sedangakan Qaul Jadid adalah pendapat beliau ketika
berada di Mesir.
7. Hukum dan Islam
Hukum adalah sebuah peraturan-peraturan yang dibentuk oleh suatu badan
yang berisi perintah dan larangan. Sedangkan islam adalah suatu agama yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada para Rasul untuk memberikan petunjuk
kepada manusia. Jadi hukum islam adalah sebuah peraturan-peraturan yang
5
dibentuk oleh Allah yang berisi tentang perintah dan larangan serta diturunkan
kepada para rasul.
1) Ciri-Ciri Hukum Islam
1. Mempunyai hubungan erat dengan aqidah dan akhlak
2. Mempunyai dua istilah kunci, yaitu :
a. Syari’at
b. Fiqih
3. Mencakup Hukum taklifi.
Hukum taklifi adalah peraturan yang mengandung tuntutan untuk dikerjakan oleh
para mukallaf atau untuk ditinggalkan ataupun yang mengandung pilihan antara
dikerjakan dan ditinggalkan. Hukum taklifi ada lima macam, yaitu:
a. Wajib. Yaitu suatu perbuatan apabila dikerjakan maka orang tersebut akan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan maka mendapat siksa. Contohnya shalat
b. Mandub atau sunnah. Yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan maka orang
tersebut mendapat pahala dan apabila ditinggalkan maka tidak mendapat siksa.
Contohnya shalat sunnah
c. Haram. Yaitu perbuatan yang apabila ditinggalkan maka orang tersebut
mendapat pahala dan apabila dikerjakan maka mendapat siksa. Contohnya zina
d. Makruh. Yaitu perbuatan yang apabila ditinggalkan maka orang tersebut
mendapat pahala dan apabila dikerjakan maka tidak mendapat siksa. Contohnya
minum berdiri
e. Mubah. Yaitu suatu perbuatan yang bila dikerjakan, orang tersebut tidak
mendapat pahala dan bila ditinggalkan maka tidak mendapat siksa. Contohnya
2) Sumber Hukum Islam
Sumber hukum islam adalah segala referensi tentang peraturang-peraturan
yang dicanangkan hukum islam. Sumber hukum islam ada 4, yaitu :
1. Al qur’an adalah sumber hukum pertama berupa kalam Ilahi yang isi
tentang hukumnya tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun.
2. Hadits/sunnah
Hadits adalah segala ucapan, tingkah laku, dan segala ketetapan nabi tentang
suatu masalah atau hukum.
3. Ijma’
6
Ijma’ adalah perkumpulan para mujtahid muslim untuk menyepakati suatu
hukum melalui analisa-analisa tehadap al Qur’an dan Hadits.
4. Qiyas
Qiyas adalah menetapkan suatu hukum yang tidak dijelaskan dalam al qur’an
dan hadits dengan membandingkannya terhadap hukum yang telah ditentukan
dalam al Qur’an dan Hadits.
3) Kaitan Hukum Islam, Syari’at dan fiqih
a. Hukum islam adalah peraturan-peraturan yang dibentuk oleh Allah yang
berisi tentang perintah dan larangan serta diturunkan kepada para rasul
b. Syari’at adalah Hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah agar manusia
beriman dan beramal saleh, yang dapat membuat mereka bahagia di dunia
dan di akhirat.
c. Fiqih adalah Ilmu tentang hukum-hukum syari’at yang bersifat amaliah
yang ditemukan dari dalil-dalilnya yang rinci dan dari dua pusaka islam
peninggalan nabi yaitu Al Qur’an dan Hadits/sunnah.
Pada dasarnya hukum islam, syari’at dan fiqih saling berkaitan. Namun Kata
hukum dan Islam, keduanya berasal dari bahasa Arab dan digunakan dalam al-
Qur`an di beberapa tempat. Akan tetapi, al-Qur`an tidak pernah menggunakan
kedua kata ini secara bergandengan. Begitu juga dalam literatur hukum Islam
klasik, sejauh ini mereka tidak pernah menggunakan kata hukum Islam.
Ungkapan yang digunakan-yang mengandung konotasi hukum, biasanya
adalah kata syari’ah al-Islam, hukum syara’, syari’at atau syara’ bahkan fiqih.
Para pakar hukum Islam menduga, bahwa istilah hukum Islam merupakan
terjemahan Indonesia dari islamic law, yang sering dijumpai dalam literatur
yang berbahasa Barat. Tapi ternyata mereka adalah sebuah istilah yang pada
intinya sama.
4) Kajian Fiqih dalam Lingkup Hukum Islam
Fiqih adalah perincian dari syari’at islam (hukum islam). Dalam fiqih
terbahaslah masalah-masalah yang belum dijelaskan secara terperinci dalam al
Qur’an dan al Hadits/sunnah. Menurut imam hambali, Kajian fiqih mencakup
empat bagian masalah :
1. Masalah ‘ubudiyah adalah masalah tentang cara-cara peribadahan yang
dituntun oleh agama islam. Contohnya shalat, thaharah, zakat, haji dan
sebagainya.
7
2. Masalah mu’amalah adalah masalah tentang pergaulan dan interaksi yang
telah ditetapkan oleh islam. Contohnya aqad jual beli, pergadaian, pemesanan
dan sebagainya.
3. Masalah jinayah adalah masalah tentang sanksi-sanksi dalam hukum
islam secara spesifik. Contohnya sanksi membunuh, mencuri, merampok dan
sebagainya.
4. Masalah munakahat adalah masalah-masalah dalam pernikahan yang
diatur oleh islam. Contohnya syarat wajib nikah, syarat sah nikah, rukun nikah
dan sebagainya.
5) Hukum Pidana dalam Kajian Hukum Islam
Hukum pidana islam adalah segala bentuk ketentuan hukum mengenai
tindak pidana atau perbuatan kriminalitas seorang mukallaf yang melandaskan
atas pemahaman al qur’an dan hadits.
Berikut beberapa Pembahasan Terkait Hukum Pidana Islam :
1. Jinayah/jarimah hudud adalah batasan-batasan tentang hal yang harus dipidana. Contohnya hududnya membunuh adalah korban harus hilang nyawanya.
2. Qishash adalah hukuman balasan yang seimbang bagi pelaku pembunuhan maupun pengrusakan anggota badan seseorang yang dilakukan dengan sengaja. Contohnya pembunuh harus diqishash dengan dibunuh juga.
3. Diyat adalah denda yang diwajibkan kepada pembunuh yang tidak dikenakan qishash. Contohnya memberikan 100 ekor unta kepada keluarga korban sebagai pengganti dari qishash.
4. Kaffarat adalah tebusan dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang telah ditentukan oleh syari’at islam. Contohnya orang yang berucap sumpah tapi dilanggar, maka dia harus memberi makan 10 orang miskin atau memberi pakaian, memerdekakan budak atau puasa 3 hari.
5. Jarimah pembunuhan adalah hukum-hukum atau balasan bagi pembunuh. Contohnya pembunuh dengan disengaja, maka dia harus diqishash.
6. Zina adalah hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan di luar nikah.
7. Qadzaf adalah melempar tuduhan kepada seseorang.
8. Khamar adalah minuman yang memabukan sehingga dengan meminumnya bisa menghilangkan akal/kesadaran.
8
9. Mencuri adalah mengambil harta milik orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya.
6) Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Hukum Islam
Sejarah hukum islam dibagi menjadi beberapa priode. Pembagian priode
hukum islam ini yaitu :
1. Pada masa nabi Muhammad saw (610 M – 632 M )
2. Pada masa khulafaur rasidin ( 632 M – 662 M )
3. Pada masa pembinaan & pembukuan ( abad VII M-X M )
4. Masa kelesuan pemikiran ( abad X M-XIX M )
5. Masa kebangkitan ( XIX M sampai sekarang )
1. Masa Nabi Muhammad (610 M – 632 M).
Agama islam sebagai “induk” hukum islam muncul semenanjung Arab.
Daerah yang sangat panas, penduduknya selalu berpindah-pindah dan alam
yang begitu keras memberntuk manusia-manusia yang individualistis serta
hidup dalam klen-klen yang disusun berdasarkan berdasarkan garis Patrilineal,
yang saling bertentangan. Ikatan anggota klen berdasarkan pertalian darah
dan pertalian adat. Susunan klen yang demikian menuntut kesetiaan mutlak
para anggotanya.
Oleh karena itu Nabi Muhammad setelah pindah atau hijrah dari Mekah ke
Madinah,dianggap telah memutuskan hubungan dengan klen yang asli, karena
itu pula diperangi oleh anggota klen asalnya. Pada masa ini, kedudukan Nabi
Muhammad sangat penting, terutama bagi ummat islam. Pengakuan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa tidaklah lengkap bagi seorang muslim tanpa pengakuan
terhadap kerasulan Nabi Muhammad.
Konsekuensinya ummat islam harus mengikuti firman–firman Tuhan yang
terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad yang dicatat dalam
kitab-kitab hadist. Waktu Nabi Muhammad masih hidup tugas untuk
mengembangkan dan menafsirkan hukum itu terletak pada diri beliau sendiri,
melalui ucapan, perbuatan, sikap diam yang disebut sunnah. Dengan
mempergunakan Al Qur’an sebagai norma dasar Nabi Muhammad SAW
memecahakan setiap masalah yang timbul pada masanya dengan sebaik-
baiknya.
2. Masa Khulafaur Rasyidin ( 632 M – 662 M ).
9
Dengan wafatnya nabi Muhammad, maka berhentilah wahyu yang turun
dan demikian halnya dengan sunnah. Kedudukan Nabi Muhammad sebagi
utusan Tuhan tidak mungkin tegantikan, tetapi tugas beliau sebagai pemimpin
masyarakat Islam dan kepala Negara harus dilanjutkan oleh seorang khalifah
dari kalangan sahabat Nabi. Tugas utama seorang khalifah adalah menjaga
kesatuan umat dan pertahanan Negara. Memiliki hak memaklumkan perang
dan membangun tentara untuk menajaga keamanan dan batas Negara,
menegakkan keadilan dan kebenaran,berusaha agar semua lembaga Negara
memisahakan antara yang baik dan tidak baik, melarang hal-hal yang tercela
menurut Al Qur’an, mengawaasi jalannya pemerintahan, menarik pajak
sebagai sumber keuangan Negara dan tugas pemerintahan lainnya.
Khalifah yang pertama dipilih yaitu Abu Bakar Siddiq. Masa pemerintahan
Khulafaur Rasyidin sangat penting dilihat dari perkembangan hukum Islam
karena dijadikan model atau contoh digenerasi-generasi berikutnya. Pada masa
pemerintahan Abu Bakar Siddiq dibentuk panitia khusus yang bertugas
mengumpulkan catatan ayat-ayat Qur’an yang telah ditulis dijaman Nabi pada
bahan-bahan darurat seperti pelepah kurma dan tulang-tulang unta dan
menghimpunnya dalam satu naskah. Khalifah kedua yaitu Umar Bin Khatab
yang melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah Islam sampai ke
Palestina, Sirya, Irak dan Persia. Contoh ijthad Umar adalah:
“laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Orang yang mencuri, diancam dengan hukuman potong tangan. Dimasa
pemerintahan Umar terjadi kelaparan dalam masyarakat disemenanjung
Arabia, dalam keadaan itu ancaman terhadap pencuri tersebut tidak
dilaksanakan oleh khalifah Umar berdasarkan pertimbangan keadaan darurat
dan kemaslahatan jiwa masyarakat. Selanjutnya pada pemilihan khalifah,
Usman menggantikan Umar. Pada masa pemerintahan ini terjadi nepotisme
karena kelemahannya. Dimasa pemerintahanya perluasan daerah Islam
diteruskan ke barat sampai ke Maroko, ke timur menuju India. Usman menyalin
dan membuat Al Qur’an standar yang disebut modifikasi al Qur’an. Setelah
Usman meninggal dunia yang mengantikan adalah Ali Bin Abi Thalib yang
merupakan menantu dan keponakan Nabi Muhammad. Semasa
10
pemerintahanya Ali tidak dapat berbuat banyak untuk mengembangkan hukum
Islam karena keadaan Negara tidak stabil. Tumbuh bibit-bibit perpecahan yang
serius dalam tubuh umat Islam, yang bermuara pada perang saudara yang
kemudian menimbulkan kelompok-kelompok.
3. Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (Abad VII-X M)
Dimasa ini lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan
garis-garis suci islam, muncul berbagai teori yang masih dianut dan digunakan
oleh umat islam sampai sekarang. Banyak faktor yang memungkinkan
pembinaan dan pengembangan pada periode ini, yaitu :
a. Wilayah islam sudah sangat luas, tinggal berbagai suku bangsa dengan
asal usul, adat istiadat dan berbagai kepentingan yang berbeda. Untuk dapat
menentukan itu maka ditentukanlah kaidah atau norma bagi suatu perbuatan
tertentu guna memecahkan suatu masalah yang timbul dalam masyarakat.
b. Telah ada karya-karya tentang hukum yang digunakan sebagai bahan
untuk membangun serta mengembangkan hukum fiqih Islam.
c. Telah ada para ahli yang mampu berijtihad memecahkan berbagai
masalah hukum dalam masyarakat. Selain Perkembangan pemikiran hukum
pada periode ini lahir penilaian mengenai baik buruknya mengenai perbuatan
yang dilakukan oleh manusia yang terkenal dengan al-ahkam al-khamsah.
B. Islam Sebagai Norma, Hukum dan Etika
Islam sebagai agama yang diturunkan Allah kepada manusia melalui
rasulnya merupakan Agama yang mencakup seluruh aspek hidup atau
kehidupan manusia diantaranya sebagai sumber norma, hukum dan etika
hidup manusia, norma dalam artian kata adalah kaidah yakni tolak ukur,
patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau
perbuatan manusia dan benda. Pengertian norma erat dengan pengertian
hukum. Maka pembicaraan seputar Islam sebagai norma, hukum, dan etika
tidak lepas kaitannya dengan sumber norma, hukum, etika dalam Islam itu
sendiri.Adapun sumber norma dan hukum dalam Islam yang pokok ada dua
yaitu, Al-Qur’an dan As-Sunnah, disamping kedua pokok terdapat pula sumber
tambahan yaitu, Al- Ijtihad.
a) Al-Qur’an
11
Al–Qur’an merupakan sumber azasi yang pertama norma dan hukum
dalam Islam, ialah kitab kodifikasi firman Allah SWT kepada kepada umat
manusia. Pada garis besarnya Al-Qur’an memuat Akidah, Syariah ( Ibadah dan
Muamalah ), Akhlak, kisah-kisah lampau berita-berita yang akan datang serta
berita-berita dan pengetahuan lainnya.
b) As-Sunnah
As-Sunnah (Sunnatun Rasul) sumber azasi yang kedua norma dan nilai
dalam Islam, ialah segala ucapan, perbuatan dan sikap Muhammad SAW
sebagai rasul Allah, yang berfungsi sebagai penafsir dan pelengkap bagi Al-
Qur’an .
c) Al-Ijtihad
Al-Ijtihad, sumber tambahan norma, hukum nilai dan etika dalam Islam,
ialah usaha sungguh-sungguh seseorang atau beberapa orang tertentu, yang
memiliki syarat – syarat tertentu untuk memastikan kepastian hukum secara
tegas dan positif yang tidak terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Secara
garis besar berbicara tentang Islam sebagai norma hukum dan etika maka
tidak lepas pula pembicaraan tersebut mengacu pada tiga hal pokok diatas
yang mana ketiganya merupakan rujukan, tolak ukur dan panduan ummat
Islam dalam kehidupan mereka dari hal yang terkecil sampai yang besar dalam
mengarungi kehidupan ini. Ketiga bidang di atas baik itu norma, hukum dan
etika yang dalam Al-Qur’an, etika disebut dengan akhlak. adapun konsep
akhlak dalam Islam lebih luas cakupannya dari pada konsep etika yang biasa
kita kenal selama ini semua ini tidak terlepas dari isi Al-Qur’an, As-Sunnah dan
serta Ijtihad seperti yang telah diuraikan di atas.
Lebih lanjut bisa dijelaskan bahwa apabila dilihat dari ilmu hukum,
Syari’at merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib
diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik
dalam baik hubungannya dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan
benda dalam masyarakat. Norma norma hukum dasar ini dijelaskan dan dirinci
lebih lanjut oleh Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Agama Islam meliputi
juga akhlak, atau etika yang berarti perangai, sikap, tingkah laku watak,budi
12
pekerti,yang berkenaan dengan sikap dan perbuatan manusia terhadap Tuhan
dan sesama makhluk ciptaan tuhan.
Dalam pengertian modern hukum adalah aturan yang hanya dapat
diberlakukan oleh otoritas politik, sementara para ulama Islam memahamkan
hal ini sebagai : setiap tindak dan perilaku setiap manusia bahkan kegiatan
nurani manusia sekalipun syaria’ah juga berkepentingan dengan niat, seperti
ada pada pelaksanaan sholat, puasa, berzakat, sebagaimana pula pada
pelaksanaan hukum keluarga dan pidana.Di dalam Islam iman bukanlah doktrin
teologi yang dogmatis, atau pula bukan keyakinan intelektual, atau pula bukan
proposisi filosofis. Ia justruharus diwujudkan dalam suatu tindakan kegiatan
sehari hari, yang meluap dari sikap bathin menjadisikap lahiri, dari skala
pribadi memancar berskala masyarakat, dan dari moral ke hukum adalah
syari’ah yang mewujudkan cita imani dan moral menjadi sasaran-sasaran
bentuk-bentuk dan kode-kode yang gamblang terumuskan, layak, serta nyata,
yang ada dalam jangkauan setiaporang dalam mewujudkannya. Inilah salah
satu alasan pula bahwa ia merupakan salah satu karunia dan rahmat Allah SWT
yang terbesar dan juga salah satu sarana untuk mencapai kemajuan
kemanusiaan.
Hanya manusialah yang bisa dan wajib untuk mewujudkan cita iman dan
moral ke dalam tindakan dan amalan. Sebagian orang telah berusaha
memisahkan kedua hal tersebut, sedang sebagian lainnya telah terjerumus ke
dalam perbincangan filsafat yang tiada akhir. Bahkan mutakhirnya tidak
mampu lagi merumuskan apakah yang etis, bermoral, beretika, ataupun yang
baik. Inilah sekilas penjelasan nahwa islam merupakan sumber norma hukum
dan etika yang ketiganya harus tumbuh dan berkembang dalam bentuk
tindakan manusia.
C. Mazhab Hukum Utama dan Pendekatan Mereka Terhadap Kajian Hukum
Al-Mazahib (aliran-aliran)dan arti secara sastranya adalah “jalan untuk
pergi”. Dalam karya-karya tentang agama Islam, istilah mazahab erat
kaitannya dengan hukum Islam adapun mazhab hukum yang terkenal sampai
saat ini ada 4 mazhab yaitu mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali. Ini adalah
13
hanya beberapa mazhab yang ada dalam Islam dan mereka bukanlah hukum
sunni yang refresentatif karna sejak dari abad pertama sampai kepada
permulaan abad keempat tidak kurang dari 19 mazhab hukum atau lebih
dalam Islam yang dalam arti kata muslim terdahulu tidak henti hentinya untuk
menyesuaikan hukum dengan peradaban yang berkembang.
Timbulnya mazhab-mazhab ini disebabkan oleh beberapa faktor yang oleh Ali As-Sais dan Muhammad Syaltut mengemukakanya :
– Perbedaan dalam memahami tentang lafaz Nash
_ Perbedaan dalam memahami Hadist
_ Perbedaan dalam memahami kaidah lughawiyah Nash
_ Perbedaan tentang Qiyas
_ Perbedaan tentang penggunaan dali-dalil hukum
_ Perbedaan tentang mentarjih dalil-dalil yang berlawanan
_ Pebedaan dalam pemahaman Illat hukum
_ Perbedaan dalam masalah Nasakh
Berbagai kemungkinan yang menjadi penyebab timbulnya selain yang
dikemukakan di atas, lahirnya mazhab juga terjadi karena perbedaan
lingkungan tempat tinggal mereka, para fuqaha’ terus mengembangkan
istinbath hukum yang mereka gunakan secara individu dari berbagai
persoalan hukum yang mereka hadapi dan metode yang mereka gunakan
terus melembaga dan terus di ikuti oleh para pengikutnya yaitu para murid-
murid mereka.
1. Mazhab hukum yang terkenal dan pendekatannya terhadap kajian hukum
Sebagaimana telah disinggung, bahwa lahirnya berbagai mazhab yang
ada dilatar belakangi oleh faktor yang pada dasarnya perbedaan tersebut
dikarenakan perbedaan metodologi dalam melahirkan hukum. Perbedaan ini
melahirkan mazhab yang berkembang luas di berbagai wilayah Islam sampai
saat ini diantaranya adalah mazhab dari golongan Syi’ah dan dari golongan
Sunni:
14
a) Imam Ja’far
Nama lengkapnya Ja’far bin Muhammad al- Baqir bin Ali Zainal- Abidin bin
Husain bin Ali bin Abi Thalib. Beliau adalah ulama besar dalam banyak bidang
ilmu Filsafat, Tasawuf, Fiqih, dan juga ilmu kedokteran.Fiqh Ja;fari adalah fiqih
dalam mazhab Syi’ah pada zamannya karena sebelum dan pada masa Ja’far
Ash-Shadiq tidak ada perselisihan. Perselisihan itu muncul sesudah masanya.
Dasar istinbat yang beliau pakai dalam mengambil kepastian hukun adalah: Al-
Qur’an, Sunnah, Ijma’, ‘Aqal (Ra’yu).Pengikutnya banyak di Iran dam negara
sekitarnya, Turki, Syiria, dan Afrika Barat. Mazhab ini diikuti juga oleh ummat
Islam negara lainnya meskipun jumlahnya tidak banyak.
b) Mazhab Hanafi
Mazhab ini dihubungkan dengan Imam Abu Hanifah, ia di kenal sebagai
pendiri mazhab hanafi. Nama lengkapnya adalah Nukman bin Tsabit bin Zuthyi
keturunan parsi yang cerdas dan punya kepribadian yang kuat serta berbuat,
didukung oleh faktor lingkungan sehingga dalam mengantar beliau menuju
jenjang karier yang sukses dalam bidang ilmiyah. Dasar istinbat yang beliau
pakai dalam mengambil kepastian hukum fiqih adalah: Al-Qur’an, Sunnah,
Ijma’, Qawlu Shahaby, Qiyas, Istihsan, ‘Uruf.
Pola fiqih Abu Hanifah adalah:
- Kelapangan dan kelonggaran dalam pengalaman ibadah
- Dalam memberi keputusan dan fatwa, lebih memperhatikan kepentingan golongan miskin dan orang lemah
- Menghormati hak kebebasan seseorang sebagai manusia
- Fiqh Abu Hanifah diwarnai dengan masalah fardhiyah (Perkara yang
diada-adakan). Banyak kejadian atau perkara yang belum terjadi, tetapi telah
difikirkan dan telah ditetapkan hukumnya.Adapun diantara murid-murid Abu
Hanifah yang berperan sangat penting dalam penyebaran mazhab Abu Hanifah
maraka adalah:
1. Abu Yusuf dialah orang pertama menyusun kitab mazhab Hanafi dan
memyebarkannya sebagai dalil dari Dasar istinbat imam Malik. Dasar
15
istinbat fiqh Imam Malik adalah Al-Quran, Sunnah, Qiyas, Masalihul
Mursalah, ‘Uruf, QauluShahabi. Adapum pola fiqh Imam Malik meliputi:
- Ushul fiqh Imam Malik lebih luwes, lafadz ‘Am atau Muthlaq dalam nash Al-Qur’an dan Sunnah
- Fiqhnya lebih banyak didasarkan pada Maslahah
- Fatwa Sahabat dan keputusan-keputusan pada masa sahabat, mewarnai
penjabaran pengembangan hukum Imam Malik.
Diantara beberapa murid-murid Imam Malik yang mengembangkan
ajarannya adalah: Abdullah bin Wahab, Abdul Rahman bin Kosim, Asyhab bin
Abdul Aziz, Abdur-rahman bin Hakam, Ashbaga bin Al-faraz al Umawi.
d). Mazhab Syafi’i
Mazhab ini dibentuk oleh Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman
bin al-Saib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Dan kemudian, dia dipopulerkan dengan
nama imam Syafi’i. Ia merupakan seorang muntaqil ras Arab asli dari
keturunan Quraiys dan berjumpa nasab dengan Rasullulah pada Abdu Al-
Manaf. Adapun sumber istinbat beliau mengenai hukum fiqih adalah: Al-Qur’an,
As-Sunnah, Ijma’, Perkataan Sahabat, Qias, Istishab21. banyakkarya-karya iam
Syafi’idalam memeberikan keterangan kajian fiqh menurut imam Syafi’i
diantaranya : kitab ar-Risalah. al-Um, serta banyaknya pengikut mazhab ini
sampai sekarang. Pola pikir imam Syafi’i:
1. Ciri khas yang dapat dipetik dari fiqih Syafi;i ialah polanya mengawinkan
antara cara yang ditempuh Imam Malik dengan Imam Hanafi.
2. Pembatasan hukum dibatasi pada urusan atau kejadian yang benar-
benar terjadi.
3. Terdapat banyak perbedaan antara pendapat Syafi’i sendiri, antara Qaul
Qodim ( paendaptnya sewakyu di Irak ) dengan Qaul Jadid ( pendapatnya
sewaktu di Mesir ). Sahabat-sahabatnya yang menyebarkan mazhab ini
antaranya Ahmad Ibnu Hambal, Al Hasan bin Muhammad bin Ash-Shabah
Az-Zakfani, Abu Ali al Husein bin Ali Qarabisy, Yusuf bin Yahyah Al
Buaithy, Abu Ibrahim Ismail Yahya al Muzani dan Ar-Rabik bin Sulaiman al
Murady.
16
e). Mazhab Hanbali
Imam Ahmad adalah tokoh dari mazhab ini beliau bernama Ahmad bin
Muhammad bin Hambal bin Hilal. Beliau berpegang teguh pada ayat Al-Quran
dipahami secara lahir dan secara mafhum adapun dasar istinbat mengenai
hukum fiqih adalah Al-Qur’an, Sunnah, Fatwa sahabat, Qiyas. Adapun pola fikir
imam Hanbal adalah:
1. al-Nushush dari al-Qur’an dan Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dalan
alqur,an maka Ia mengambil makna yang tersurat, makna yang tersirat
sia abaikan.
2. Apabila tidak ada ketentuan dalam al-Qur’an dan Sunnah maka ia
mengambil atau menukilfatwasahabatyang disepakati dari sahabat
sebelumya.
3. apabla fatwa sahabat berbeda-beda maka ia mengambil fatwa sahabat
yang paling dekat dengan dalil yang ada dalam al-Qur’an dan Sunnah.
4. 4. beiau menggunakan hadist mursal dan hadist dha’if apabila tidak ada
ketentuan sahabat, atsar, ataupun ijmak yang menyalahinya.
5. 5. apabila hadist mursal dan dhaif tidak ada maka ia menggunakan
metode Qiyas dalam keadaan terpaksa.
6. 6. langkah terakhir adalah menggunakan Sadd al-Dzar’i
Beliau tidak memiliki karya yang dia buat sendiri hanya saja para
muridnya mengembangkan ajarannya dan membuat karya –karya tentang
istinbat hukum yang beliau lakukan, salah satu contoh dari kitab mazhab ini
adalah sahabat al-Jamik al-Kabir karya Ahmad bin Muhammad bin Harun.
Adapun tokoh yang menyebarkan ajarannya adalah Ahmad bin Muhammad bin
Harun, Ahmad bin Muhammad ibn Hajjaj al Maruzi, Ishak bin Ibrahim, Shalih ibn
Hanbal, ‘Abdul Malik ibn ‘Abdul Hamid ibn Mahran al-Maumuni.
2. Tokoh dan Karya Terpenting Perkembangan Mutakhir Kajian Hukum Islam
Perkembangan terakhir dalam kajian hukum Islam ini terjadi setelah
adanya persentuhan budaya dengan barat. Bisa dikatakan kalau awal
perkembangan mutakhir dalam hukum Islam ini dimulai di Turki dan Mesir
yang menyadari bahwa Islam semakin tertinggal dari Barat maka mulai saat
itulah muncul toko-tokoh dalam Islam yang mencoba mereformasi hukum 17
Islam dengan mengangkat tema bahwa pintu ijtihad telah terbuka demi
perkembangan Islam dari zaman ke zaman.
Dalam berbagai bidang muncul tokoh-tokoh yang mencoba memberikan
sumbangan fikirannya dalam perkembangan Islam dan hukum Islam sebagai
contoh: Abdul Qadir Audah dengan bukunya Tasyri’ul jina’i Al-Islamy bi al-
Qonun al-Wadhie yang memcoba membandingkan antara hukum Perancis
dengan hukum Islam. Muhammad Baqir Al-Sadr seorang ulama Syiah dari Irak,
Sayyid Abu a’la Al-Maududi seorang idiolog fundamentalis dalam Islam
khususnya Pakistan, Ali Abd Al-Razik yang menulis buku Al-Islam wa Ushul Al-
hukm, buku ini menimbulkan kontroversi di Mesir dan juga negeri-negeri lain
karna buku ini mengemukakan mengenai pembenaran di hapuskannya
kesulthanan Utsmaniyah di Turki dan berpendapat Islam tidak menentukan
bentuk pemerintahan.
Di Indonesia sendiri pengkajian hukum Islam terus berkembang dengan
didirikannya IAIN serta banyaknya universitas-universitas swasta yang
mengkaji Islam di berbagai daerah di Indonesia khususnya di fakultas syariah
yang benar-benar kajian utama dari fakultas ini adalah hukum Islam. Lain dari
itu adanya MUI yang selalu memberikan fatwa yang sesuai yang sesuai dengan
keadaan Islam di Indonesia dalam memberikan istinbat hukum sesuai dengan
masalah yang ada serta majelis-majelis lainnya disetiap organisasi Islam di
Indonesia, seperti majelis tarjihnya Muhammadiyah. Hal ni merupakan suatu
karya yang penting bagi ummat Islam Indonesia serta perkembangan yang
baik dalam pembaruan hukum Islam. Selanjutnya perkembangan yang paling
besar yang ada di Indonesia ini adalah lahirnya Kompilasi Hukum Islam yang
merupakan fiqhnya indonesia serta telah banyaknya dimulai pembentukan
Undang-undang di Indonesia berasaskan hukum Islam.
3. Hukum Islam dalam sebuah negara bangsa
Setiap sistem hukum menyatakan bahwa orang-orang yang terikat dengan
hukum tersebut harus bersedia mengakui otoritasnya. Selain itu mereka juga
mengakui bahwa hukum tersebut mengikat mereka, begitu juga dengan
hukum Islam juga dengan hukum dalam suatu negara bangsa. Secara umum
ada dua pandangan dalam penerapan hukum islam dibawah ketentuan negara-
18
bangsa (nation-state). Pandangan pertama ialah mengedepankan cara
akomodatif, yaitu bangunan hukum islam dirubah seseuai dengan paradigma
modern. Artinya hukum islam yang semula lahir dan berkembang dalam
masyarakat tradisional yang bersifat kelompok, sehingga anggota
komunitasnya diikat berdasarkan identitas, etnis, agama, keluarga atau yang
lain sebagainya. Keseluruhan paradigma hukum islam tradisonal tersebut
dirubah dengan sisitem keseluruhan yaitu system yang mana masyarakat
berada dalam sebuah sistem yang konstitusional negara-bangsa bahkan
tatanan hukum internasional.2 Oleh karena itu, keputusan dan praktek hukum
islam harus didasarkan pada alasan-alasan rasional. Jadi, seluruh warisan
hukum islam adalah baku, begitu juga dengan hukum-hukum pada awalnya
seperti hukum adat dan lain sebagainya dalam hukum nasional.
Lalu paradigma kedua adalah dengan mempetahankan paradigma hukum
islam semula mendesaknya masuk dalam sistem hukum modern, baik secara
ideologis maupun praktis. Idelogis dalam arti menggantikan sistem negara
bangsa. Kwarganegaraannya berdasarkan keseragaman agama, yaitu Islam
sebagai sistem yang formal. Jadi hukum modern hanya bertugas menerapkan
hukum yang sudah jadi tersebut.
4. Hukum Islam, hukum barat, dan hukum adat
Agama islam pada awal mulanya dipeluk oleh kaum masyarakat yang
memiliki tradisi social dan hukum sendiri-sendiri. Dan masing-masing
mempunyai tradisi sendiri-sendiri yang diwariskan dari para pendahulunya
dalam rentang jangka waktu yang lama. Karena menerima islam sebagai
agama mereka maka secara otomatis secara prinsip juga mengakui otoritas
hukum islam.3
Walaupun secara teoritik, hukum mencakup setiap cabang dan hubungan
social, namun dalam prakteknya banyak sekali aspek kehidupan yang
kehidupan yang masih terabaikan. Hukum islam pada masa modern kurang
berpengaruh dibandingkan hukum eropa/barat. Kelompok-kelompok modernis
seringkali mengambil sikap barat dalam menghadapi permasalahan-
permasalahan hukum islam. Namun hingga saat ini mungkin hanya Arab Saudi
2Benendict Anderson, komunitas-komunitas imajiner: renungan tentang asal usul dan penyebaran Nasionalisme (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hal, 13-40
3H.A.R. Gibb, Aliran-aliran Moderndalam islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), hal. 146
19
dan sampai batas tertentu Afghanistan yang tetap melestarikan hukum islam
yang lama.
Namun, terdapat satu bidang yang tetap mempertahankan tatanan hukum
islam, yaitu bidang yang berhubungan dengan hubungan perorangan (ahwal
al-syakhsyiyyah) seperti perakwinan, waris, perceraian dan lain
sebagainya.Permasalahan muncul di negara-negara lain ketika timbul adanya
dua macam hukum yang sama-sama berlaku dan berinteraksi, yaitu hukum
barat dan hukum islam. Hukum barat telah berhasil dicernakan di berbagai
daerah islam. Jika pada mulanya mereka tidak terusik dan terganggu namun
lama-kelamaan pada masa berikutnya terjadi kesesuaian dengan temperamen
penduduk muslim. Penentangan terhadap barat disuarakan oleh ahli hukum
islam.4
D. Ijtihad kolektif trend dalam hukum Islam modern
Modernisasi atau juga bisa disebut zaman sekarang yang dimulai dari
proyek industrialisasi telah membawa dampak yang luar biasa pada peradaban
manusia. Komplektisitas masalah modern sulit dijawab oleh seorang pakar
hukum islam tetapi perlu bantuan pakar yang lain. Dengan kolektifitas ulama
kultus individu tidak dapat dihindari karena masing-masing ulama' mempunyai
kekurangan dan kelebihan yang saling melengkapi. Kesepakatan bersama
inilah yang kemudian hari disebut sebagai ijtihad kolektif (ijtihad jama'i) yang
mana ijtihad ini dalam lembaga ulama bisa mempersempit dan memperkecil
perbedaan pendapat.
Untuk menjadi peserta ijtihad jam'i, seseorang memiliki kemampuan
tentang studi hukum islam. Orang dapat dianggap sebagai pakar hukum islam
bila menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman, Al-Ghazali dalam kutipan al-
Suyuti berikata, "jika seorang pakar fiqh tidak berkomentar atas masalah yang
belum pernah didengarnya seperti komentarnya atas masalah yang
didengarnya, maka ia bukan pakar fiqh".5 Karena tidak semua umat islam yang
memiliki kompetensi tersebut serta tuntutan zaman memerlukan kehadiran
4Noel, J. Coulson, Hukum islam dalam perspektif sejarah, (Jakarta: P3M, 1987), hal. 188-189
5 Jalal al-Din al-Suyuti, Tafsir al ijtihad (Mekkah: al Maktabah al- Tijariyyah, 1982), hal 38
20
mujtahid, maka hukum ijtihad adlah Fardlu Kifayah,6 yakni umat terbebas dari
tanggungan dosa bila telah orang yang melakukan ijtihad.
Masyarakat modern yang menjunjung tinggi demokratisasi lebih percaya
pada keputusan kolektif. Fatwa hukum islam dari lembaga keagamaan juga
lebih dipercaya dibanding fatwa individu. Tidak hanya itu, keputusan hukum
yang melibatkan dan mendengarkan pendapat banyak masyarakat dinilai lebih
obyektif. Dengan demikian, pengambilan keputusan hukum islam secara
kolektif dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat relevan dengan
pemikiaran masyarakat modern. 7
E. Hukum Islam di Indonesia saat ini
Tidak dapat dipungkiri bahwa umat Islam di Indonesia adalah unsur paling
mayoritas. Dalam tataran dunia Islam internasional, umat Islam Indonesia
bahkan dapat disebut sebagai komunitas muslim paling besar yang berkumpul
dalam satu batas teritorial kenegaraan. Karena itu, menjadi sangat menarik
untuk memahami alur perjalanan sejarah hukum Islam di tengah-tengah
komunitas Islam terbesar di dunia itu. Pertanyaan-pertanyaan seperti:
seberapa jauh pengaruh kemayoritasan kaum muslimin Indonesia itu terhadap
penerapan hukum Islam di Tanah Air misalnya, dapat dijawab dengan
memaparkan sejarah hukum Islam sejak komunitas muslim hadir di Indonesia.
Di samping itu, kajian tentang sejarah hukum Islam di Indonesia juga
dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan bagi umat Islam secara khusus
untuk menentukan strategi yang tepat di masa depan dalam mendekatkan dan
“mengakrabkan” bangsa ini dengan hukum Islam. Proses sejarah hukum Islam
yang diwarnai “benturan” dengan tradisi yang sebelumnya berlaku dan juga
dengan kebijakan-kebijakan politik-kenegaraan, serta tindakan-tindakan yang
diambil oleh para tokoh Islam Indonesia terdahulu setidaknya dapat menjadi
bahan telah penting di masa datang. Setidaknya, sejarah itu menunjukkan
bahwa proses Islamisasi sebuah masyarakat bukanlah proses yang dapat
selesai sekaligus ataupun seketika akan tetapi melalui perjalanan yang
panjang.
6Ibid. Jalal al-Din al-Suyuti, hal 21-25
7 Tim penyusun MKD IAIN sunan ampel, Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN SA Pers, 2011), hal. 153-164
21
Langkah-langkah pembaharuan itu seperti pada kodifikasi hukum fiqh.
Kodifikasi (taqnin) adalah upaya mengumpulkan beberapa masalah fiqh dalam
satu bab dalam bentuk butiran bernomor.
Tujuan dari kodifikasi adalah untuk merealisasikan dua tujuan sebagai
berikut: Pertama, menyatukan semua hukum dalam setiap masalah yang
memiliki kemiripan sehingga tidak terjadi tumpang tindih, masing-masing
memberikan keputusan sendiri, tetapi mereka seharusnya sepakat dengan
materi undang-undang tertentu, dan tidak boleh dilanggar untuk menghindari
keputusan yang kontradiktif. Kedua, memudahkan para hakim untuk merujuk
semua hukum fiqh dengan susunan yang sistematik, ada bab-bab yang teratur
sehingga mudah untuk dibaca.8
F. Pengertian Dan Obyek Studi Islam
Studi islam atau studi keislaman (Islamic studies) merupakan suatu disiplin ilmu yang
membahas Islam, baik sebagai ajaran, kelembagaan, sejarah maupun kehidupan umatnya.
Dimaklumi bahwa Islam sebagai agama dan sistem ajaran telah menjalani proses akulturasi,
transmisi dari generasi ke generasi dalam rentang waktu yang panjang dan dalam ruang budaya
yang beragam. Proses ini melibatkan tokoh-tokoh agama, mulai dari Rasulullah saw., para sahabat,
sampai ustadz dan para pemikir Islam sebagai pewaris dan perantara yang hidup. Secara
kelembagaaan proses transmisi ini berlangsung di berbagai institusi mulai dari keluarga,
masyarakat, mesjid, kuttab, madrasah, pesantren, sampai al-jamiah. Dalam proses tersebut para
pemeluk agama ini telah memberikan respon, baik dalam pemikiran ovensif maupun devensif
terhadap ajaran, ideologi atau pemikiran dari luar agama yang diyakininya itu. Dengan demikian,
studi keislaman, dilihat dari ruang lingkup kajiannya, berupaya mengkaji Islam dalam berbagai
aspeknya dan dari berbagai perspektifnya.
Studi ini menggunakan pola kajian Islamic studies sebagaimana berkembang dalam tradisi
akademik modern. Pola ini tidak sama dengan pengertian pendidikan agama Islam (al-tarbiyah
al-islamiyah), yang secara konvensional lebih merupakan proses transmisi ajaran agama, yang
melibatkan aspek kognitf (pengetahuan tentang ajaran Islam), afektif dan psikomotor
(menyangkut sikap dan pengalaman ajaran). Pola kajian yang dikembangkan dalam studi ini adalah
upaya kritis terhadap teks, sejarah, dokrin, pemikiran dan istitusi keislaman dengan menggunakan
pendekatan-pendektan tertentu,seperti Kalam, Fiqh, fisafat, tasawuf, historis, antropologis,
sosiologis, psikologis, yang secara populer di kalangan akademik dianggap ilmiah.
Dengan pendekatan ini kajian tidak disengajakan untuk menemukan atau memperta-hankan
keimanan atas kebenaran suatu konsep atau ajaran tertentu, melainkan mengkajinya secara ilmiah,
8 Dr. Rasyad Hasan Kholil, Tarikh Tasyri: sejarah legislasi Hukum islam, (Jakarta: Amzah, 2009), hal. 134-135
22
yang terbuka ruang di dalamnya untuk ditolak, diterima, maupun dipercaya kebenarannya. Kajian
dengan pendekatan semacam ini banyak dilakukan oleh para orientalis atau islamis yang
memposisikan diri sebagai outsider (pengkaji islam dari luar) dan insider (pengkaji dari kalangan
muslim) dalam studi keislaman kontemporer.Agama islam ada diantara normatif dan historian,
tekstual dan kontekstual. Terdapat 5 bentuk gejala agama yang dapat kita amati dan kemudian
melahirkan studi Islam yang penuh dengan khazanah keilmuan yaitu :
a. Teks, naskah, sumber ajaran, dan simbol-simbol
b. Penganut , pemimpin, pemuka agama
c. Ritus ibadat, lembaga
d. Alat-alat (mesjid, topi/kopiah/peci, sorban, jilbab, dan lain-lain)
e. Organisasi
Sedangkan dlihat dari aspek Islam sebagai produk sejarah yang membentuk satu komunitas
special yang berbeda di antara mereka. Komunitas Islam sebagai produk sejarah tersebut, misalnya :
a. Islam Syiah
b. Islam Sunni
c. Nadhatul Ulama
d. Muhammadiyah
e. Ahmadiyah, dan lain-lain.
G. Pendekatan teologis normatif
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan
sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari
suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu agama dianggap sebagai yang paling benar
dibandingkan dengan lainnya. Amin Abdullah mengatakan bahwa teologi, sebagai mana kita
ketahiu tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri,
komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subyektif, yakni bahasa
sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk
pemikiran teologis.
Menurut pengamat Sayyed Hosein Nasr, dalam era kontemporer ini ada 4 prototipe
pemikiran keagamaan Islam, yaitu pemikiran keagamaan fundamentalis, modernis, mesianis, dan
tradisionalis. Ke empat prototipe pemikiran keagamaan tersebut sudah barang tentu tidak mudah
disatukan dengan begitu saja. Masing-masing mempunyai ”keyakinan” teologi yang sering kali sulit
untuk didamaikan.
23
Dari pemikiran tersebut, dapat diketahui bahwa pendekatan teologi dalam pemahaman
keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan
yang masing-masing bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya
sebagai yang paling benar sedangkan lainnya sebagai salah.Amin Abdullah mengatakan bahwa
pendekatan teologis semata-mata tidak dapt memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat
sekarang ini.Berkenaan dengan hal diatas, saat ini muncullah apa yang disebut dengan istilah
teologi masa kritis, yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau
penghayatan agamanya, suatu penafsiran atas sumber-sumber aslinya dan tradisinya dalam konteks
permasalahan masa kini, yaitu teologi yang bergerak antara dua kutub : teks dan situasi : masa
lampau dan masa kini
BAB III
PENUTUP
Secara garis besar saat kajian hikum Islam jadi pembahasan awal dari
pembahasan ini tidak lepas dari pemahaman atas Syar’iah, Fiqh, Ushul Al-fiqh,
serta hal lain yang berkenaan dengan dasar pembentukan hukun Islam yang
kesemuanya bisa dikatakan merupakan asas dari aturan dan kaidah dalam
Islam sebagai pengatur kehidupan Ummat Islam dari masa ke-masa yang tidak
lepas dari sumber utamanya yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada
Rasulnya yaitu Al-qur’an dan Sunnah Rasulullah itu sendiri serta dilengkapi
dengan ijtihad ulama-ulama faqih dalam pengistinbatan hukum Islam yang
24
belum ada kepastian hukumnya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.Yang paling
dikenal ada beberapa ulama hukum yang sumbangan fikirannya sampai saat
ini masih dikenal dan dipakai dalam kehidupan ummat muslim di seluruh Dunia
yaitu Imam Ja’fary, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i dan Imam
Ahmad Ibn Hanbal. Kelima ulama ini banyak memberikan wacana hukum dan
penyelesaian hukum dalam berbagai kasus hukum dalam dunia Islam serta
pembuka wacana keilmuan dalam ilmu hukum Islam yang dikenal dengan fiqh
dan pada akhirnya jadi disiplin ilmu yang bercabang-cabang dan terus
berkembang dan dikembangkan oleh para ulama ulama fiqh setelahnya begitu
juga dengan perkuliahan ini.
Hukum islam adalah sebuah wadah bagi orang muslim untuk menta’ati
perintah Allah dan RasulNya. Dengan diterapkannya hukum Islam, maka akan
membuat pelaku-pelakunya jera untuk melakukan sebuah larangan yang
menjadi larangan Allah dan RasulNya. Terkait dengan hukum islam, ada
beberapa negara yang menganut hukum islam, seperti arab saudi, malaysia
dan sebagainya. Hukum Islam tentunya harus menganut dua pedoman yaitu al
Qur’an dan Hadits, namun jika suatu negara tidak menganut hukum islam,
apakah semua penduduk berdosa? Bukankah di dalam al Qur’an dijelaskan
bahwa orang yang tidak menerapkan hukum islam itu kafir, fasik, dan dzalim?
Tentu tidak, karena memang pada dasarnya kita dituntut menjunjung tinggi
hukum islam, tapi ditafsiri kembali ayat tadi bahwa yang kafir itu jika orang
tersebut tidak menerapkan hukum islam dan dia berlagak sombong dan
melecehkan hukum islam tersebut.
Hukum islam sulit diterapkan di indonesia karena nyatanya penduduknya
berbeda-beda dan beragam-ragam dari segi suku, agama, budaya, dan
sebagainya. Dari hal inilah indonesia tidak menerapkan hukum islam tapi
hukum pancasila. Meskipun hukum islam tidak bisa diterapkan di negara, tapi
mari kita terapkan dalam langkah hidup dan hembusan nafas ini.
DAFTAR PUSTAKA
25
Anderson, Benendict, komunitas-komunitas imajiner: renungan tentang asal
usul dan penyebaran Nasionalisme, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999.
Tim penyusun MKD IAIN sunan ampel, Studi Hukum Islam, Surabaya: IAIN SA
Pers, 2011.
Ashshiddiqie, Jimly, Hukum Islam dan Reformasi Hukum Nasional, makalah
Seminar Penelitian Hukum tentang Eksistensi Hukum Islam dalam Reformasi
Sistem Nasional, Jakarta, 27 September 2000.
Hasan Kholil, Rasyad, Dr., Tarikh Tasyri: sejarah legislasi Hukum islam, Jakarta:
Amzah, 2009.
Al qur’an dan terjemahnya.
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet III 1992
Hasbi AR, Perbandingan Mazhab Suatu Pengantar, Medan: Naspar Djaja 1985
Mubarak, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Remaja Rosyda Karya, 2000.
Jhon L. Esposito, Ensiklopedi Oxford: Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan, 2002.
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, Bandung: LPPM Universitas Bandung, 1995.
Lajnah Marasiah, Buhutsu fi Fiqhi ala Mazhabi li Imam Syafi’i, Kairo:Maktabu
Muhammad Abu Zahrah, Muhadarat fil Ushul al-Fiqh al-Ja’fary, Muhadharat ad-Dirasah al-Arabiyah al-‘Aliyah, 1995
Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet III 1992), H.78
Khursid Ahmad dkk, Shari’ah: the way of god, the Islamic Fondation, terj. Nashir Budiman dan Mujibah Utami, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) h. 80
Mazhab dalam Masalah Fiqh, terj. Ismuha (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h.16-18.
Muhammad Abu Zahrah, Muhadarat fil Ushul al-Fiqh al-Ja’fary, (Muhadharat ad-Dirasah al-Arabiyah al-‘Aliyah, 1995) h.28.
26
27