PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG AKSI BORONG PARTAI …repository.fisip-untirta.ac.id/684/1/file 2...
Transcript of PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG AKSI BORONG PARTAI …repository.fisip-untirta.ac.id/684/1/file 2...
PERSEPSI MASYARAKAT TENTANG AKSI BORONG PARTAI POLITIK PADA PILKADA
KABUPATEN SERANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Konsentrasi Public Relations
Program Studi Ilmu Komunikasi
Oleh :
SAYUDA ANGGORO ASIH
NIM.6662111132
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG 2016
i
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Merenung sebentar hanya untuk berpikir
Bertindak secepat mungkin untuk mencapai tujuan dalam perubahan
Tidak pernah ada kata telat
Jangan takut salah
Kesempurnaan hanya milik ALLAH SWT
Agent of change tidak pernah tidur
Agent of social control selalu memikirkan keadaan
Salam DEMOKRASI KEDAULATAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk DEMOKRASI INDONESIA
Keluarga Terhebat,
Bapak Budi Riyanto, Ibu Sayu Budi Griyani, Sayudi Asmoro, S.Kom
Kekasih seperjuangan Lisna Fajrianti
Seluruh Masyarakat Serang, Banten
Serta kawan seperjuangan
v
ABSTRAK
Sayuda Anggoro Asih. NIM. 6662111132. Skripsi. Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Partai Politik pada Pilkada Kabupaten Serang. Ikhsan Ahmad, S.Ip., M.Si; Darwis Sagita, S.Ikom., M.Ikom.
Penelitian ini membahas persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik yang terjadi pada pilkada kabupaten Serang 2015. Pilkada yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi yakni kedaulatan masyarakat. Pilkada yang berjalan hanya mementingkan kepentingan golongan tertentu dalam kekuasaannya. Adanya Aksi borong partai yang dilakukan salah satu pasangan kandidat calon inkamben pada pilkada kabupaten Serang 2015 yang berjalan tanpa hambatan. Praktik dominasi parpol dan hegemoni kekuasaan dilakukan demi tercapainya kemenangan dalam pilkada. 8 partai politik berhasil dirangkul untuk mendukungnya pada proses kontestasi pilkada tersebut. Calon kompetitor lainnya hanya bermodal 3 partai politik untuk mengikuti kontestasi pilkada tersebut. Tidak adanya regulasi yang mengatur praktik borong parpol. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui seperti apa persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten Serang. Penulis menggunakan teori komunikasi S-O-R dalam penelitian ini karena untuk mengetahui seperti apa stimulus dari aksi borong parpol menimbulkan respon dari masyarakat sebagai organism. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Data yang dikumpulkan dengan kuesioner kepada 100 masyarakat responden di 29 kecamatan pada kabupaten Serang. Teknik sampling yang digunakan yakni proporsional stratified random sampling dengan toleransi kesalahan 10% menggunakan rumus sampling taro yamane. Hasil penelitian ini menunjukkan pada proses pembentukan persepsi masyarakat yakni proses seleksi, organisasi, interpretasi. Pada proses seleksi mendapatkan hasil 88,65% tergolong sangat baik. Pada proses organisasi mendapatkan hasil 87,97% tergolong sangat baik. Pada proses interpretasi mendapatkan hasil 86,50% tergolong sangat baik.
Kata kunci: Partai Politik, Koalisi, Aksi Borong Parpol, Pasangan calon, Demokrasi, Pilkada, teori S-O-R
vi
ABSTRACT
Sayuda Anggoro Asih. NIM. 6662111132. Research Paper. Public Perception about the Action of the entire Political Parties in District Election Serang. Ikhsan Ahmad, S.Ip., M.Si; Darwis Sagita, S.Ikom., M.Ikom.
This research discussed the action of the entire stock of political parties that occur in Serang district elections 2015. Elections are running not in accordance with democratic principles that the sovereignty of the people. Elections are running only concerned with the interests of certain groups in power. Their entire stock of party action undertaken one partner candidates incumbent in Serang district elections in 2015 that it runs without a hitch. The practice of political party domination and hegemony done in order to achieve victory in the elections. 8 political parties are successfully embraced to support the process of the election contestation. Prospective competitors capital only three political parties to participate in the election contestation. The absence of regulations governing the practice of the entire stock of political parties. The purpose of this study to determine how the public perception of the action of the entire stock of political parties in Serang district elections. The author uses the theory of communication S-O-R in this study due to find out how the stimulus of action the entire parties cause a response from the public as an organism. The method used in this research is quantitative descriptive. Data were collected by questionnaires to 100 public respondents in 29 districts in Serang district. The sampling technique that is proportional stratified random sampling with an error tolerance of 10% using a sampling formula Yamane taro. The results of this study indicate the formation process of the public perception that the selection process, organization, interpretation. In the selection process to get the results of 88.65% as very good. In the process of getting the organization 87.97% as very good. In the interpretation process to get the 86,50% as very good.
Keywords: Political Parties, Coalitions, Action of entire political party, candidate pairs, democracy, elections, the theory of S-O-R
vii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Pencipta alam
semesta yang menjadikan bumi dan lainnya dengan begitu sempurna. Tuhan yang
menjadikan setiap apa yang ada di bumi sebagai penjelajah bagi kaum yang berfikir.
Dan sungguh berkat limpahan Rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Skripsi yang berjudul “persepsi masyarakat tentang aksi borong
partai politik pada pilkada kabupaten Serang”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana persepsi
masyarakat tentang aksi borong partai politik yang dilakukan oleh salah satu
kandidat pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang. Penulis memaparkan hasil
penelitian pada bagian skripsi ini. Pilkada yang berjalan dengan aksi borong parpol
tidak lagi memikirkan kedaulatan masyarakat, yang ditonjolkan hanya kepentingan
politik suatu golongan. Seharusnya pilkada selalu beriringan dengan demokrasi
bagi pemaknaan kedaulatan masyarakat. Penulis tertarik dan menjadikan hal
tersebut menjadi gagasan utama dalam penelitian ini.
Penyusunan Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai
pihak, oleh Karena itu penulis mengucapkan banyak terimakasih. Dalam
kesempatan ini penulis mempersembahkan ucapan terimakasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, yaitu :
viii
1. Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya
sehingga penulis masih mampu tetap bernafas dan berpikir hingga hari ini
2. Baginda Rasul Muhammad SAW, yang telah memberikan panutan
bagaimana menjadi seorang insan yang hidup dalam dunia gemerlap ilmu
pengetahuan dan panutan serta idola penulis di dunia dan akhirat
3. Bapak Prof. Dr. H. Sholeh Hidyat, M.Pd, Selaku Rektor Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
4. Bapak Dr. Agus Sjafari, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
5. Ibu Rahmawati, S.Sos., M.Si, Selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
6. Bapak Iman Mukhroman, S.Sos., M.Si, Selaku Wakil Dekan II
bidang Akademik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa
7. Bapak Kandung Sapto Nugroho, M.Si ,Selaku Wakil Dekan III
Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
8. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si, Selaku Ketua Jurusan Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa
9. Bapak Darwis Sagita, M.Ikom Selaku Sekretaris Jurusan Program
Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
ix
Sultan Ageng Tirtayasa dan juga pembimbing II dalam penyusunan skripsi
ini serta anggota penguji sidang skripsi
10. Bapak Ikhsan Ahmad, S.Ip., M.Si, Selaku Pembimbing I Skripsi
yang telah dengan sabar membimbing dan meluangkan waktunya dalam
proses penyelesaian penulisan skripsi ini
11. Seluruh dosen pengajar di program studi ilmu komunikasi atas
semua sumbangsih ilmu dan didikannya selama menjadi mahasiswa
12. Seluruh staf dan pegawai di jurusan Komunikasi atas bantuan
administrasinya untuk kepentingan perkuliahan selama ini maupun
kepentingan penyusunan skripsi
13. Seluruh keluarga besar penulis, terkhusus mama, bapak dan kakak
tercinta yang selalu memberikan motivasi dan tak hentinya memberikan doa
kepada penulis, sehingga menjadikan setiap kesulitan dalam penulisan
menjadi lebih mudah
14. Bapak Dr. Rangga Galura, selaku dosen pembimbing akademik
15. Ibu Neka Fitriyah, M.Si, selaku ketua penguji sidang skripsi
16. Bapak Teguh Iman Prasetya, M.Si, selaku anggota penguji sidang
skripsi
17. Keluarga besar DPM FISIP UNTIRTA 2014
18. Keluarga KKM 93 Kramat Watu
19. Kekasih tercinta Lisna Fajrianti yang selalu mendukung dan
menemani disaat kesulitan hingga proses mencari data yang sangat sulit
x
20. Kawan seperjuangan Ovan Faturrohman, M.iqbal, Teddy Rinaldi,
Aliga, Fandi, Nida, Dindin, Aji Romdan dan semua yang sangat membantu
penulis dalam support yang diberikan
21. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan, sehingga dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi lebih baiknya
kinerja penulis yang akan datang, semoga Skripsi ini dapat memberikan tambahan
ilmu pengetahuan dan informasi yang bermanfaat bagi semua pihak, khususnya
dalam bidang Ilmu komunikasi politik dan terwujudnya demokrasi sesungguhnya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Serang, 30 Juni 2016
Penulis
Sayuda Anggoro Asih
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ........................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ...................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xix
DAFTAR DIAGRAM ..................................................................................... xxv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xxvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxviii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 19
1.3 Identifikasi Masalah ..................................................................................... 19
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 20
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................... 20
BAB II LANDASAN TEORI .......................................................................... 22
2.1 Ilmu Komunikasi .......................................................................................... 22
2.1.1 Jenis Komunikasi .......................................................................... 23
xii
2.1.2 Proses Komunikasi ........................................................................ 24
2.1.3 Tujuan Komunikasi ....................................................................... 25
2.1.4 Model Komunikasi ........................................................................ 25
2.1.5 Tradisi Sosiopsikologis ................................................................. 26
2.1.6 Psikologi Komunikasi ................................................................... 27
2.1.7 Efek Kognitif Komunikasi massa ................................................. 28
2.1.8 Teori Komunikasi S-O-R .............................................................. 28
2.1.9 Persepsi .......................................................................................... 31
2.2 Teori Perseptual ........................................................................................... 39
2.3 Komunikasi Politik ...................................................................................... 40
2.3.1 Definisi Komunikasi Politik .......................................................... 40
2.3.2 Media Massa dalam Komunikasi Politik ...................................... 40
2.3.3 Kepribadian dan Politik ................................................................. 41
2.3.4 Kampanye Politik .......................................................................... 42
2.3.5 Kekuasaan ..................................................................................... 43
2.3.6 Demokrasi ..................................................................................... 44
2.3.7 Hegemoni ...................................................................................... 46
2.4 Pilkada .......................................................................................................... 49
2.4.1 Makna Pilkada ............................................................................... 49
2.4.2 Manfaat Kekuasaan ....................................................................... 50
2.4.3 Proses Uji Publik ........................................................................... 51
2.5 Partai Politik ................................................................................................. 53
2.5.1 Multi Partai .................................................................................... 54
xiii
2.5.2 Koalisi Parpol ................................................................................ 54
2.6 Teori Elit Politik ........................................................................................... 55
2.7 Kerangka Berpikir ........................................................................................ 57
2.8 Kerangka Operasional Variabel ................................................................... 60
2.9 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 64
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 69
3.1 Metode Penelitian......................................................................................... 69
3.2 Sifat Penelitian ............................................................................................. 70
3.3 Teknik Penelitian ......................................................................................... 71
3.3.1 Metode Survai ............................................................................... 71
3.3.2 Survai Deskriptif ........................................................................... 72
3.3.3 Expose Facto ................................................................................. 73
3.3.4 Ukuran Ordinal .............................................................................. 73
3.4 Paradigma Penelitian .................................................................................... 74
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................... 76
3.5.1 Kuesioner ...................................................................................... 77
3.5.2 Dokumentasi .................................................................................. 78
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 79
3.6.1 Populasi ......................................................................................... 79
3.6.2 Sampel ........................................................................................... 79
3.7 Teknik Sampling .......................................................................................... 82
3.7.1 Sampling Area ............................................................................... 83
3.8 Kerangka Sampling ...................................................................................... 84
xiv
3.9 Teknik Analisis Data .................................................................................... 91
3.10 Teknik Pengujian Instrumen Penelitian ..................................................... 91
3.10.1 Uji Validitas ................................................................................ 92
3.10.2 Uji Realibilitas Data .................................................................... 94
3.11 Lokasi dan Jadwal Penelitian ..................................................................... 97
BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 99
4.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................................... 99
4.1.1 Definisi Masyarakat ...................................................................... 99
4.1.2 Profil Kabupaten Serang .............................................................. 100
4.1.3 Profil KPU Kabupaten Serang ..................................................... 103
4.1.4 Profil Pasangan Calon .................................................................. 110
4.1.4.1 Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak ............................... 110
4.1.4.2 Pandji Tirtayasa, M.si ...................................................... 112
4.1.4.3 Ahmad Syarif Madzkurullah, SH .................................... 113
4.1.4.4 Aep Syaefulloh ................................................................ 114
4.2 Deskripsi Data Penelitian ............................................................................ 115
4.2.1 Deskripsi Objek Penelitian ........................................................... 115
4.2.2 Karakteristik Responden .............................................................. 115
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian ........................................................................... 117
4.3.1 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Spontan Pernyataan 1 ............................................................ 131
4.3.2 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Spontan Pernyataan 2 ............................................................ 135
xv
4.3.3 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Spontan Pernyataan 3 ............................................................ 137
4.3.4 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 4 ........................................................... 139
4.3.5 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 5 ........................................................... 142
4.3.6 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 6 ........................................................... 148
4.3.7 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 7 ........................................................... 151
4.3.8 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 8 ........................................................... 154
4.3.9 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 9 ........................................................... 157
4.3.10 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 10 ......................................................... 161
4.3.11 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 11 ......................................................... 164
4.3.12 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 12 ......................................................... 168
4.3.13 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 13 ......................................................... 172
xvi
4.3.14 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 14 ......................................................... 177
4.3.15 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Reflektif Pernyataan 15 ......................................................... 181
4.3.16 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian statis Pernyataan 16 ............................................................... 186
4.3.17 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian statis Pernyataan 17 ............................................................... 190
4.3.18 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Dinamis Pernyataan 18 ......................................................... 194
4.3.19 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Dinamis Pernyataan 19 ......................................................... 203
4.3.20 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Perhatian Dinamis Pernyataan 20 ......................................................... 207
4.3.21 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 21 ............................... 212
4.3.22 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 22 ............................... 217
4.3.23 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 23 ............................... 224
4.3.24 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 24 ............................... 231
xvii
4.3.25 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 25 ............................. 234
4.3.26 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 26 ............................. 240
4.3.27 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 27 ............................. 243
4.3.28 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 28 ............................. 246
4.3.29 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 29 ............................. 249
4.3.30 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 30 .......................... 254
4.3.31 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 31 .......................... 258
4.3.32 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 32 .......................... 264
4.3.33 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 33 .......................... 268
4.3.34 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 34 ....................... 271
4.3.35 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 35 ....................... 277
xviii
4.3.36 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 36 ....................... 282
4.3.37 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan Indikator
Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 37 ....................... 287
4.4 Hasil Analisis Deskriptif ............................................................................. 291
4.4.1 Analisis Deskriptif Indikator Seleksi ........................................... 295
4.4.2 Analisis Deskriptif Indikator Organisasi ...................................... 309
4.4.3 Analisis Deskriptif Indikator Interpretasi ..................................... 317
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 325
4.5.1 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan
Seleksi ................................................................................................... 331
4.5.2 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan
Organisasi .............................................................................................. 336
4.5.3 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan
Interpretasi ............................................................................................. 340
4.6 Kelemahan Penelitian.................................................................................. 350
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 352
5.1 Kesimpulan Penelitian ................................................................................ 352
5.2 Saran ............................................................................................................ 356
xix
DAFTAR TABEL
2.1 Kerangka Operasional Variabel ................................................................... 61
2.2 Nilai Dalam Skala Likert ............................................................................. 64
2.3 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 67
3.1 Penilaian Skala Likert .................................................................................. 78
3.2 Kerangka Sampling ...................................................................................... 86
3.3 Hasil Kuesioner Pre-Test 30 Responden ..................................................... 93
3.4 Hasil Uji Validitas 30 Responden ................................................................ 93
3.5 Tingkat Reabilitas Berdasarkan Nilai Alpha................................................ 95
3.6 Hasil Uji Realibilitas Pre-Test ..................................................................... 96
3.7 Jadwal Penelitian .......................................................................................... 97
4.1 Jenis Kelamin Responden ........................................................................... 116
4.2 Daftar Pernyataan Pada Indikator ............................................................... 118
4.3 Hasil Kuesioner 100 Responden ................................................................. 119
4.4 Uji Tendensi Sentral 100 Responden .......................................................... 120
4.5 Uji Jumlah N Pernyataan 1 ......................................................................... 131
4.6 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 1 ........................................................ 131
4.7 Data Koalisi Parpol ..................................................................................... 133
4.8 Uji Jumlah N Pernyataan 2 ......................................................................... 135
4.9 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 2 ........................................................ 135
4.10 Uji Jumlah N Pernyataan 3 ....................................................................... 137
4.11 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 3 ...................................................... 137
xx
4.12 Uji Jumlah N Pernyataan 4 ....................................................................... 140
4.13 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 4 ...................................................... 140
4.14 Uji Jumlah N Pernyataan 5 ....................................................................... 143
4.15 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 5 ...................................................... 143
4.16 Uji N Pernyataan 6 .................................................................................... 148
4.17 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 6 ...................................................... 149
4.18 Uji N Pernyataan 7 .................................................................................... 152
4.19 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 7 ...................................................... 152
4.20 Uji N Pernyataan 8 .................................................................................... 155
4.21 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 8 ...................................................... 155
4.22 Uji N Pernyataan 9 .................................................................................... 158
4.23 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 9 ...................................................... 158
4.24 Uji N Pernyataan 10 .................................................................................. 162
4.25 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 10 .................................................... 162
4.26 Uji N Pernyataan 11 .................................................................................. 165
4.27 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 11 .................................................... 165
4.28 Uji N Pernyataan 12 .................................................................................. 168
4.29 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 12 .................................................... 169
4.30 Uji N Pernyataan 13 .................................................................................. 173
4.31 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 13 .................................................... 173
4.32 Uji N Pernyataan 14 .................................................................................. 177
4.33 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 14 .................................................... 178
4.34 Uji N Pernyataan 15 .................................................................................. 182
xxi
4.35 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 15 .................................................... 182
4.36 Uji N Pernyataan 16 .................................................................................. 187
4.37 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 16 .................................................... 187
4.38 Uji Jumlah N Pernyataan 17 ..................................................................... 191
4.39 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 17 .................................................... 191
4.40 Keadaan Koalisi Parpol ............................................................................. 192
4.41 Uji Jumlah N Pernyataan 18 ..................................................................... 195
4.42 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 18 .................................................... 195
4.43 Koalisi Pilpres 2014 .................................................................................. 197
4.44 Pemborongan KMP Dan KIH ................................................................... 202
4.45 Uji Jumlah N Pernyataan 19 ..................................................................... 204
4.46 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 19 .................................................... 204
4.47 Uji Jumlah N Pernyataan 20 ..................................................................... 208
4.48 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 20 .................................................... 208
4.49 Uji Jumlah N Pernyataan 21 ..................................................................... 212
4.50 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 21 .................................................... 213
4.51 Uji Jumlah N Pernyataan 22 ..................................................................... 217
4.52 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 22 .................................................... 218
4.53 Uji Jumlah N Pernyataan 23 ..................................................................... 225
4.54 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 23 .................................................... 225
4.55 Uji Jumlah N Pernyataan 24 ..................................................................... 231
4.56 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 24 .................................................... 231
4.57 Uji Jumlah N Pernyataan 25 ..................................................................... 234
xxii
4.58 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 25 .................................................... 235
4.59 Uji Jumlah N Pernyataan 26 ..................................................................... 240
4.60 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 26 .................................................... 241
4.61 Uji Jumlah N Pernyaan 27 ........................................................................ 244
4.62 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 27 .................................................... 244
4.63 Uji Jumlah N Pernyataan 28 ..................................................................... 247
4.64 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 28 .................................................... 247
4.65 Uji Jumlah N Pernyataan 29 ..................................................................... 250
4.66 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 29 .................................................... 250
4.67 Uji Jumlah N Pernyataan 30 ..................................................................... 254
4.68 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 30 .................................................... 254
4.69 Uji Jumlah N Pernyataan 31 ..................................................................... 258
4.70 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 31 .................................................... 259
4.71 Uji Jumlah N Pernyataan 32 ..................................................................... 265
4.72 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 32 .................................................... 265
4.73 Uji Jumlah N Pernyataan 33 ..................................................................... 268
4.74 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 33 .................................................... 269
4.75 Uji Jumlah N Pernyataan 34 ..................................................................... 272
4.76 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 34 .................................................... 272
4.77 Uji Jumlah N Pernyataan 35 ..................................................................... 277
4.78 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 35 .................................................... 278
4.79 Uji Jumlah N Pernyataan 36 ..................................................................... 282
4.80 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 36 .................................................... 283
xxiii
4.81 Uji Jumlah N Pernyataan 37 ..................................................................... 288
4.82 Frekuensi Jawaban Pada Pernyataan 37 .................................................... 286
4.83 Kriteria Analisis Deskriptif Persentase ..................................................... 292
4.84 Hasil Analisis Deskriptif Spss 21 .............................................................. 294
4.85 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi .......... 299
4.86 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Spontan.............................................................................................. 302
4.87 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Reflektif ............................................................................................ 304
4.88 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Statis .................................................................................................. 306
4.89 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Seleksi Poin
Perhatian Dinamis ............................................................................................. 308
4.90 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Organisasi .... 312
4.91 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Organisasi Poin
Frame Of Reference .......................................................................................... 314
4.92 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Organisasi Poin
Frame Of Experience ........................................................................................ 316
4.93 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Interpretasi ... 319
4.94 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Interpretasi Poin
Pembentukan Makna ......................................................................................... 322
4.95 Akumulasi Frekuensi Jawaban Responden Pada Indikator Interpretasi Poin
Pembentukan Ekspresi ...................................................................................... 324
xxiv
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 2.1 Kerangka Berpikir .......................................................................... 59
Diagram 4.1 Jenis Kelamin Responden ............................................................. 116
Diagram 4.2 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 1 .......................................... 132
Diagram 4.3 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 2 .......................................... 136
Diagram 4.4 frekuensi jawaban pada pernyataan 3 ........................................... 138
Diagram 4.5 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 4 .......................................... 141
Diagram 4.6 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 5 .......................................... 143
Diagram 4.7 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 6 .......................................... 149
Diagram 4.8 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 7 .......................................... 153
Diagram 4.9 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 8 .......................................... 155
Diagram 4.10 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 9 ........................................ 158
Diagram 4.11 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 10 ...................................... 162
Diagram 4.12 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 11 ...................................... 165
Diagram 4.13 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 12 ...................................... 169
Diagram 4.14 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 13 ...................................... 173
Diagram 4.15 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 14 ...................................... 178
Diagram 4.16 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 15 ...................................... 183
Diagram 4.17 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 16 ...................................... 187
Diagram 4.18 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 17 ...................................... 191
Diagram 4.19 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 18 ...................................... 195
Diagram 4.20 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 19 ...................................... 205
xxv
Diagram 4.21 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 20 ...................................... 208
Diagram 4.22 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 21 ...................................... 213
Diagram 4.23 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 22 ...................................... 218
Diagram 4.24 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 23 ...................................... 225
Diagram 4.25 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 24 ...................................... 232
Diagram 4.26 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 25 ...................................... 235
Diagram 4.27 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 26 ...................................... 241
Diagram 4.28 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 27 ...................................... 245
Diagram 4.29 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 28 ...................................... 247
Diagram 4.30 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 29 ...................................... 250
Diagram 4.31 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 30 ...................................... 255
Diagram 4.32 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 31 ...................................... 259
Diagram 4.33 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 32 ...................................... 266
Diagram 4.34 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 33 ...................................... 269
Diagram 4.35 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 34 ...................................... 272
Diagram 4.36 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 35 ...................................... 278
Diagram 4.37 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 36 ...................................... 283
Diagram 4.38 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 37 ...................................... 288
xxvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Model S-O-R .................................................................................. 25
Gambar 4.1 Peta Kabupaten Serang.................................................................. 100
Gambar 4.2 Foto Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak .................................... 110
Gambar 4.3 Foto Pandji Tirtayasa, M.si ........................................................... 112
Gambar 4.4 Foto Ahmad Syarif Madzkurullah, SH ......................................... 113
Gambar 4.5 Foto Aep Syaefullah ...................................................................... 114
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Surat Ijin Penelitian .................................................................. 362
LAMPIRAN 2 Surat Edaran KPU Kabupaten Serang ...................................... 363
LAMPIRAN 3 Bentuk Kuesioner ..................................................................... 366
LAMPIRAN 4 Hasil Pre-test Kuesioner ........................................................... 367
LAMPIRAN 5 Hasil Kuesioner Penelitian ....................................................... 368
LAMPIRAN 6 Bukti Bimbingan Skripsi .......................................................... 369
LAMPIRAN 7 Lokasi Penelitian ...................................................................... 370
LAMPIRAN 8 Foto Proses Penelitian .............................................................. 387
LAMPIRAN 9 Riwayat Hidup Penulis ............................................................. 402
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu negara penganut trias politica dari
montesquieu yang memiliki 3 unsur lembaga kenegaraan, yakni legislatif (pembuat
undang-undang), eksekutif (pelaksana pemerintahan), dan yudikatif (peradilan
negara).1 Sejalan dengan teori montesquieu, pasal 2 UUD 1945 membagi
kelembagaan menjadi 3 pula, lembaga legislatif terdiri dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPD). Keanggotaan MPR terdiri dari anggota DPR dan DPD
yang dipilih melalui pemilihan umum.
Sedangkan pasal 3 UUD 1945 menyatakan bahwa MPR berwenang
mengubah dan menetapkan undang-undang dasar yang merupakan kewenangan
lembaga legislatif. Sedangkan lembaga eksekutif, presiden dan wakil serta para
menterinya menjalankan proses pemerintahan berdasar kepada UUD 1945 sesuai
pasal 4 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden RI memegang kekuasaan
pemerintahan. Kemudian lembaga yudikatif, yakni mahkamah agung sebagai
pengadilan tinggi negara dan mahkamah konstitusi sebagai lembaga peradilan
konstitusional negara.
1 Abu Daud Busroh, 2011. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara, halaman 63
2
Pada pemerintahan daerah diatur dalam pasal 18 UUD 1945 yang terdiri dari
provinsi, kabupaten, dan kota. Pada lembaga legislatif terdiri dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat provinsi, kabupaten, dan kota.
Sedangkan pada lembaga eksekutif terdiri dari Gubernur, Bupati dan Walikota.
Dan lembaga yang berwenang sebagai yudikatif adalah pengadilan negeri yang
berkoordinasi dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Dalam proses sirkulasi kepemimpinan di pemerintahan daerah yakni DPRD,
Gubernur, Bupati dan Walikota dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum
(PEMILU) secara langsung oleh masyarakat sebagai wujud demokrasi yang
mengedepankan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat ini diatur dalam pasal 1 UUD
1945. Dan pasal 22E UUD 1945 tentang pemilu yang menyatakan bahwa pemilihan
umum diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
setiap lima tahun sekali, dan diselenggarakan oleh komisi pemilihan umum (KPU)
yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
Pemilu dan demokrasi merupakan hal yang sangat korelatif. Demokrasi
dipercayai sebagai gagasan universal yang dapat diterima dalam beragam
perspektif. Hampir di seluruh belahan dunia, gerakan demokratisasi dalam
kehidupan politik telah menjadi fenomena yang tak terelakkan dalam mengubah
persepsi sejarah tentang bagaimana menyelenggarakan kekuasaan secara etis,
rasional, dan bertanggung jawab. Jelas bahwa demokrasi mempunyai potensi untuk
memberikan yang terbaik bagi manusia, terutama dalam melindungi hak-hak
3
individu dalam menghadapi kekuasaan-kekuasaan yang lebih perkasa, seperti
kekuasaan negara dan pemerintah.2
Hak individu yang dimaksud oleh demokrasi adalah kedaulatan rakyat.
Secara umum sebenarnya prinsip kedaulatan rakyat atau demokrasi ini hendak
mengatakan bahwa rakyat sendiri yang berwenang untuk menentukan bagaimana
ia mau dipimpin oleh siapa. Karena semua anggota masyarakat sama kedudukannya
sebagai manusia dan warga negara, dan berdasarkan keyakinan bahwa tidak ada
orang atau kelompok orang yang begitu saja berhak untuk memerintah orang lain,
wewenang untuk memerintah masyarakat harus berdasarkan penugasan dan
persetujuan para warga masyarakat sendiri.
Prinsip ini berdasarkan hak setiap orang untuk turut serta dalam proses
pengambilan keputusan yang menyangkut seluruh masyarakat.3 Hal ini sejalan
dengan prinsip demokrasi yang memiliki cita-cita untuk mengedepankan
kedaulatan rakyat dalam menentukan pimpinannya, dalam hal ini sistem yang
memfasilitasi demokrasi adalah pemilu.
Pemilu secara substansial dalam ajaran demokrasi merupakan ajang
kontestasi, sarana sirkulasi kepemimpinan dan penegakan kedaulatan rakyat.
Dalam ajang kontestasi, partai politik (parpol) adalah satu-satunya organisasi yang
diamanatkan undang-undang untuk melakukan kaderisasi bagi kepemimpinan
publik. Dalam konteks ini, parpol diharapkan menawarkan dan memberi pilihan
calon pemimpin politik yang memiliki visi kepemimpinan yang kuat yang didukung
2 Hendra Nurtjahjo, 2008. Filsafat Demokrasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara, halaman 2 3 Ibid, halaman 34
4
oleh sistem dan mekanisme seleksi kepemimpinan internal parpol yang berkualitas
dan kompetitif untuk dikompetisikan dengan calon lain dari parpol lain.
Disisi lain, pemilu merupakan momentum mempertahankan atau merebut
kekuasaan. Pasal 1 undang-undang nomor 2 tahun 2008 tentang partai politik yang
menjelaskan esensi partai politik yakni memperjuangkan dan membela kepentingan
politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara dan pasal 29 poin 1 undang-undang
nomor 2 tahun 2008 yang menyatakan bahwa parpol membuka pendaftaran
terhadap warga negara indonesia untuk menjadi anggota parpol, bakal calon DPR
dan DPRD, bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah, bakal calon
presiden RI dan wakil presiden RI. Dari undang-undang tersebut secara normatif,
dapat dikatakan bahwa partai politik dapat memfasilitasi pencalonan dalam
kontestasi pemilu.
Sebagai organisasi politik, parpol memiliki regulasi yang dirumuskan oleh
anggota parpol tersebut. Aturan dasar ini disebut anggaran dasar (AD) dan anggaran
rumah tangga (ART). Hal ini juga dijelaskan dalam pasal 1 poin 2 tentang AD
adalah peraturan dasar partai politik dan poin 3 tentang ART adalah peraturan yang
dibentuk sebagai penjabaran AD.
Dalam pasal 2 poin 4 undang-undang nomor 2 tahun 2008 dijelaskan bahwa
AD memuat asas dan ciri parpol, visi dan misi, nama, lambang, gambar, tujuan dan
fungsi, organisasi tempat pengambilan keputusan, kepengurusan parpol,
mekanisme rekruitmen keanggotaan dan jabatan politik, sistem kaderisasi,
mekanisme pemberhentian anggota parpol, peraturan dan keputusan parpol,
5
pendidikan politik, keuangan politik, dan mekanisme penyelesaian konflik internal
parpol.
Parpol dalam prinsip dasarnya memiliki fungsi yakni: fungsi pertama parpol
sebagai koalisi, yakni membentuk koalisi dari berbagai kepentingan untuk
membangun kekuatan mayoritas; fungsi kedua parpol sebagai organisasi, untuk
menjadi institusi yang eksis, dinamis, dan berkelanjutan partai politik harus
dikelola.
Partai harus dibina dan dibesarkan sehingga mampu menarik dan menjadi
wadah perjuangan, sekaligus representasi dari sejumlah orang atau kelompok.
Tugasnya adalah mencalonkan anggota untuk pemilu dengan label partai. Fungsi
ketiga parpol sebagai pembuat kebijakan, partai politik mendukung secara kongkret
para calon yang mereka ajukan untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Dari
posisi ini mereka memiliki kekuasaan untuk memengaruhi atau mengangkat
petugas dan pegawai dalam lingkup kekuasaannya, bahkan turut memberi pengaruh
dalam pengambilan kebijakan di Kementerian dimana kader partai menduduki
posisi yang sama melalui kolegitas partai.4
Untuk mewujudkan prinsipnya, parpol dapat memilih dan menentukan
calon untuk jabatan legislatif dan eksekutif.5 Dalam penentuan calon, idealnya
parpol melihat dari sejauhmana calon itu dapat diterima oleh para pemilih, serta
dedikasi calon terhadap partai melalui pengabdian dan pengalaman yang diberikan
kepada partai. Seorang calon biasanya didasarkan atas pertimbangan ketokohan.
4 Hafied Cangara, 2009. Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, halaman 209-210 5 Ibid, halaman 230
6
Ketokohan ini diperoleh menurut kredibilitas, yakni sejauhmana calon yang
bersangkutan memiliki reputasi. Reputasi bisa diperoleh karena adanya kompetensi
dan kredibilitas.
Beberapa penilaian tentang calon pada proses seleksi parpol sinergis dengan
proses uji publik dalam tahapan penentuan calon. Proses ini dikawal rapih oleh
KPU daerahnya. Dalam sistematikanya mengacu kepada PERPPU.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik
Indonesia (PERPPU) nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan
Walikota menjelaskan bahwa aspek kapabilitas dan integritas calon menjadi
landasan proses uji publik. Fokus pada BAB IV pasal 38 PERPPU 1 2014 yang
mengatur tentang bagimana prosesi uji publik calon kepala daerah. Terdapat
perubahan mendasar di dalam Perppu Pemilihan Kepala Daerah, jika dibandingkan
ketentuan sebelumnya. Salah satu di antaranya adanya tahapan uji publik sebagai
persyaratan yang harus dilalui oleh setiap orang yang akan menjadi calon kepala
daerah. Namun demikian, uji publik tidak bersifat menggugurkan. Uji publik
dilaksanakan sebelum pendaftaran calon kepala daerah.
Setiap orang yang mengikuti uji publik akan mendapatkan surat keterangan
telah mengikuti uji publik. Surat ini menjadi salah satu persyaratan pada saat
mendaftar sebagai calon kepala daerah. Artinya, uji publik tidak bersifat
menggugurkan, tidak ada pernyataan lulus atau tidak lulus uji publik. Terdapat
beberapa hal penting di dalam ketentuan umum Perppu Pemilihan Kepala Daerah
7
tentang uji publik. Pertama, uji publik merupakan pengujian kompetensi dan
integritas.
Kedua, uji publik dilaksanakan secara terbuka. Ketiga, uji publik
dilaksanakan oleh panitia yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh komisi
pemilihan umum provinsi atau kabupaten/kota. Tujuan uji publik menurut
penjelasan umum Perppu adalah untuk menciptakan kualitas kepala daerah yang
memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas, serta memenuhi unsur akseptabilitas.
Kapabilitas sudah terangkum dalam unsur kompetensi yang telah ditegaskan
dalam ketentuan umum. Karena itu, tujuan uji publik sesungguhnya meliputi tiga
aspek, yaitu kompetensi, integritas, dan akseptabilitas.
Komisioner KPU, Arief Budiman menambahkan, uji publik dilakukan
untuk mengukur 2 hal utama, yakni kompetensi dan integritas sang bakal calon
kepala daerah. Tujuannya, agar bisa dinilai langsung oleh masyarakat.
Untuk mencapai tujuan uji publik dan menjawab permasalahan yang
muncul, mekanisme uji publik dapat dilakukan dalam tiga tahapan. Pertama, semua
bakal calon menyampaikan riwayat hidup yang memuat rekam jejak. Panitia
mengumumkan secara luas riwayat hidup dan rekam jejak kepada seluruh
masyarakat. Kedua, masyarakat dipersilahkan memberikan masukan dan informasi
terkait dengan rekam jejak kapasitas dan integritas bakal calon.6
6http://nasional.sindonews.com/read/960822/18/uji-publik-dalam-pilkada-1423193635/3 diakses pada 27 Juni 2016, pukul 23.00 WIB
8
Dalam Pasal 38 ayat 2 Perppu nomor 1 tahun 2014 disebutkan, partai politik
atau gabungan dapat mengusulkan lebih dari 1 bakal calon Gubernur, Bupati, dan
Walikota untuk dilakukan uji publik. Lalu ayat 4 menyatakan, panitia uji publik
beranggotakan 5 orang yang terdiri dari 2 orang dari unsur akademisi, 2 orang dari
tokoh masyarakat, dan 1 orang anggota KPU Provinsi/kabupaten/kota.7
Uji publik bukanlah penentu lolos tidaknya calon tersebut dalam proses itu.
Namun uji publik hanya bertujuan untuk supaya masyarakat publik mengenal calon
lebih komprehensif lagi. Uji publik dengan sistem seperti ini melemahkan
PERPPU. Hasil uji publik yang tidak menggugurkan pencalonan menjadi
kelemahan Perppu. Menurut Dr. Ari Junaedi, M.Si ahli komunikasi politik
berpendapat bahwa uji publik yang seharusnya menjadi penentu dalam tahapan
pilkada akhirnya menjadi sekedar asesoris. Sinergis dengan pendapat tersebut,
Djohermansyah menyatakan bahwa lewat uji publik, partai dapat memilih calon
yang rekam jejaknya bagus, dan memiliki visi yang kuat untuk memajukan daerah.8
Beberapa aspek tersebut merupakan nilai-nilai demokrasi yang harus
diperhatikan oleh lembaga terkait pemilihan. Hal ini bertujuan untuk
mengedepankan kepentingan masyarakat dalam demokrasi. Proses penjaringan
calon oleh parpol dan uji publik idealnya bukan merupakan hal formalistik.
7http://news.liputan6.com/read/2143926/gambaran-uji-publik-kepala-daerah-pada-pilkada-serentak-2015 diakses pada 27 Juni 2016, pukul 23.07 WIB 8 http://www.kpu.go.id/koleksigambar/Suara_KPU_Desember_2014_Upload_1.pdf diakses pada 27 Juni 2016, pukul 23.27 WIB
9
Membahas kembali terkait parpol pada tiga prinsip dasar parpol
memproyeksikan tujuan untuk kekuasaan dan kekuatan serta pengaruh yang tinggi
terhadap jalannya pemerintahan. Parpol berkompetisi untuk mewujudkan tujuan
ini. Di kalangan partai dominan, konflik biasanya terjadi secara internal, terutama
dalam hal penyusunan calon dan pengambilan kebijakan prioritas program. Sangat
jarang terjadi konflik dengan oposisi sebab selain partai oposisi tidak diberi peluang
untuk bergerak banyak, juga tidak memiliki kekuatan yang berarti.9 Hal ini juga
merupakan indikasi munculnya aksi borong parpol dengan tujuan tidak
memberikan peluang bagi oposisi untuk memenangkan kontestasi pemilu.
Dalam sejarah pemerintahan, umumnya negara yang menganut sistem
multipartai, roda pemerintahannya dibangun atas koalisi sejumlah partai politik.
Koalisi adalah praktik yang sangat lumrah terjadi dalam perpolitikan sebuah negara
demokrasi. Membangun koalisi partai idealnya harus memiliki perhitungan yang
rasional, misalnya seberapa besar kekuatan yang dimiliki partai dan partai apa yang
akan diajak berkoalisi, bagaimana ideologi, kekuatan, serta apa tantangan dan
keuntungan yang dapat diperoleh dengan cara koalisi. Koalisi diyakini merupakan
salah satu cara untuk kekuatan dan menggalang dukungan politik dari masyarakat
(suara). Koalisi sangat memperhatikan akan representasi karakteristik calon
pemimpin.
9 Ibid, halaman 223
10
Masyarakat sebagai pemilih menjadi sasaran utama dalam memperoleh
suara. Pemilih yang tak punya kesadaran bahwa memilih adalah menetukan masa
depan mereka lima tahun kedepan, dan pemilih yang tak mengetahui mengapa dan
bagaimana mereka selayaknya berpartisipasi akan sangat mudah dimobilisasi.
Dalam posisi tersebut, mereka hanya akan menjadi supporters tanpa
terbangun kesadarannya, bahwa pilihan-pilihan mereka bisa digunakan oleh
kelompok tertentu untuk membuat masa depan daerah menjadi mainan elit semata.
Dalam keadaan partisipasi yang termobilisasi pemilih tak lagi menentukan.10 Pada
realitasnya, hal ini dapat memunculkan aksi borong parpol yang dilakukan calon
untuk memobilisasi suara pemilih. Dengan dirangkulnya partai-partai yang menjadi
peserta kontestasi pemilu ini, maka semakin mudah akses untuk memobilisasi suara
masyarakat.
Dalam nuansa politik demokrasi ini, di satu sisi orang berteriak untuk
menegakkan demokrasi, sedangkan di pihak lain mereka tidak siap menerima
kekalahan. Parpol dan koalisinya menghalalkan segala cara untuk bersaing dan
mendapatkan kemenangan dalam kontestasi pilkada. Termasuk dalam hal ini
melakukan aksi borong parpol. Dengan melakukan borong parpol, dukungan dalam
pencalonan akan semakin kuat. Dalam kondisi ini, sangat mudah untuk
memperoleh suara terbanyak dan kemenangan pemilu.
10 Leo Agustino, 2009. Pilkada dan dinamika politik lokal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, halaman 22
11
Pada konsepsi pilkada seperti ini, pilkada hanya dijadikan ajang perebutan
kekuasaan oleh segelintir elit lokal untuk mendapatkan kekuasaan dalam
pemerintahan. Menurut J. Kristiadi dan Amiruddin (2006), partai politik yang
seharusnya menjadi instrumen untuk menilai calon yang paling baik bagi
masyarakat, cenderung lebih mementingkan calon-calon yang loyal kepada parpol
daripada calon di luar partai yang memungkinkan dianggap masyarakat lebih
berkualitas dan pantas menjadi kepala daerah.
Dengan menguasai lembaga tersebut tanpa peduli kepada pemegang sejati
kedaulatan rakyat, yaitu rakyat itu sendiri, partai politik pada dasarnya sebagaian
besar feodalistik dan pragmatis akan semakin kehilangan roh dan relevansinya bagi
perkembangan demokrasi.11 Dengan sistem feodalistik, calon menginginkan
kekuasaan yang absolut dengan mempertahankan diri dan memperluas
kekuasaannya. Didukung dengan modal serta investasi politik dari hasil koalisi
yang menjadikan parpol memiliki pola pragmatis. Parpol tidak lagi menjalankan
demokrasi normatif, tapi hanya menonjolkan kepentingan pragmatis dan membuka
peluang untuk calon melakukan aksi borong parpol.
Koalisi memang tidak dilarang dalam pemilu, namun fungsi parpol yang
menjadi sarana pendidikan politik bagi warga negara seharusnya tidak hanya
mengakomodir suara rakyat dalam pemilihan guna kepentingan parpol. Sebab
rakyat dalam demokrasi yang partisipatif memiliki hak yang sama dan diberikan
kebebasan dalam pemilihan. Masyarakat juga sangat mengharapkan memiliki
11 Ibid, halaman 265
12
pemimpin yang bisa mengatasi permasalahan kependudukan dan menjunjung tinggi
prinsip demokrasi.
Hal ini menjadi kesalahpahaman konsep demokrasi bukan lagi
mementingkan rakyat tapi hanya mementingkan kekuasaan koalisi parpol dalam
jatah kekuasaan serta pola pragmatis yang dilakukan. Parpol saling merapat dan
bergabung dalam koalisi pemenangan calon yang borong parpol dan tentunya
memiliki modal logistik yang besar dan memiliki tujuan pemenangan pemilu serta
kekuasaan.
Motif kekuasaan menjadi landasan dalam aksi borong parpol, dengan
proyeksi pemenangan tanpa tandingan. Calon yang melakukan borong parpol tidak
memberikan ruang bagi calon lain. Dan calon tersebut tidak akan memberi peluang
kemenangan sama sekali bagi kompetitor dalam pemilihan. Mereka memiliki
strategi merapatkan barisan. Proyeksi tujuan ini tentunya kemenangan yang harus
diraih dalam pemilu dan kelanggengan kekuasaan.
Demokrasi pada kenyataannya hanya berorientasi pada pemilik modal atau
siapa yang berkekuatan logistik yang besar. Hal ini memang menjadi masukan dana
bagi parpol yang bergabung dalam koalisi borong parpol. Logistik yang besar ini
seakan dapat membayar sejumlah parpol untuk bergabung dalam aksi borong
parpol. Calon yang memiliki logistik yang besar dapat melakukan aksi borong
parpol dengan mudah dan tanpa larangan karena tidak adanya kejelasan aturan dan
larangan mengenai hal ini. Termasuk dalam pemilihan kepala derah (pilkada).
13
Dengan mengemasnya dalam koalisi, borong parpol nampak jelas terlihat
sebagai strategi yang dijalankan oleh calon yang melakukan borong parpol. Selain
profit logistik yang akan didapatkan parpol dalam borong parpol ini, pembagian
kekuasaan juga menjadi tujuan bergabungnya parpol dalam borong parpol ini.
Calon yang menjalankan strategi ini tentunya setelah menang akan membicarakan
terkait bagaimana dan siapa saja yang mendapatkan kekuasaan dan jabatan strategis
sebagai kepala birokrasi di unit-unit pemerintahannya sebagai kontribusi balas jasa.
Parpol dalam aktivitasnya memang membutuhkan logistik dan uang sebagai
penunjang segala kegiatan parpol. Dari segi perekonomian parpol, momen pilkada
bisa menjadi momen untuk mencari profit. Pola gerak parpol menjadi pragmatis,
dan tidak lagi mengedepankan demokrasi atas kedaulatan rakyat. Parpol akan
memihak kepada calon yang menjanjikan profit serta jatah kekuasaan, hal ini dapat
dikatakan bahwa calon tersebut akan loyal dengan parpol pendukungnya serta
berkontribusi positif bagi parpol tersebut. Calon yang borong parpol akan
melakukan transaksi dukungan parpol dengan membayarkan sejumlah biaya
dukungan parpol dan parpol tersebut siap mengusungnya sebagai calon.
Setiap parpol pastinya memiliki anggota dan partisipan yang siap
memberikan suara mereka ketika ada instruksi dari pimpinan parpol tentang kepada
siapa mereka memihak dan memberikan suaranya. Fenomena ini tentunya sangat
disayangkan karena tidak mengedepankan demokrasi yang menjunjung kedaulatan
rakyat. Seharusnya parpol mendengar harapan masyarakat bukan hanya sekedar
memperkuat kekuasaan dan menjadi pragmatis jelang pilkada. Partai politik lepas
14
dari fungsinya sebagai pembelajaran politik bagi masyarakat. Parpol juga lepas dari
substansi fungsional parpol sebagai representasi masyarakat dalam pemerintahan.
Anggota Komisi II DPR RI Yandri Susanto berharap, ada regulasi yang jelas
mengatur praktik borong parpol. Hal itu untuk mengantisipasi munculnya calon
tunggal saat pilkada. Ia pun mengusulkan agar batasan koalisi partai dimasukkan
dalam agenda revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.12
Menurut Toto Sugiarto (Pengamat politik dari PARA Syndicate), calon
tunggal dalam Pilkada serentak mengindikasikan adanya politik transaksional dan
indikasi adanya politisi yang memborong parpol untuk menggalang dukungan
dalam Pilkada serentak.13
Pada tanggal 9 Desember 2015, Kabupaten Serang melaksanakan pemilihan
kepala daerah (pilkada) serentak untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati Serang.
Pilkada ini juga merupakan wujud demokrasi yang tercantum dalam UU No. 27
Tahun 2007 tentang penyelenggaraan pemilu.
Berdasarkan pengumuman KPU kabupaten Serang nomor
131/313/KPU.kab.srg-015.436395/VIII/Tahun 2015 tentang penetapan nomor urut
pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015 pasangan calon dengan nomor
12http://pilkada-serentak-2015.liputan6.com/read/2289001/fenomena-calon-tunggal-begini-solusi-antisipasi-borong-parpol media berita online, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.45 WIB 13http://www.gatra.com/politik-1/pemilu-1/pilkada-1/158975-pengamat-perppu-pilkada-serentak-bakal-munculkan-politisi-borong-parpol.html media berita onlien, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.48 WIB
15
urut 1 yakni HJ. Ratu Tatu Chasanah, SE., M.Ak dan Drs. H. Pandji Tirtayasa, M.si.
pasangan nomor urut 2 yakni Ahmad Syarif Madzkurullah, SH dan Aep Syaefullah.
Dalam pilkada ini, partai politik membentuk koalisi atau bergabung dengan
partai politik lainnya guna menyatukan tujuan untuk mengusung calon Bupati dan
wakilnya. Koalisi ini dengan tujuan mendapatkan dukungan suara terbanyak untuk
proyeksi tujuan pemenangan pemilu, kekuasaan, dan pragmatis.
Pasangan dengan nomor urut 1 diusung oleh koalisi beberapa partai yakni
Golkar, PDI-P, PKS, Nasdem, Demokrat, PAN, PPP, PKB. Pasangan nomor urut 2
diusung oleh partai Gerindra, Hanura, dan PBB. Dari realitas ini, pasangan nomor
urut 1 terindikasi melakukan aksi borong parpol.
Ketua KPU-RI memberikan tanggapan atas aksi borong parpol ini bahwa
ada calon kepala daerah di Serang, Banten, borong parpol dalam pilkada serentak
gelombang pertama pada 2015. Pada fenomena ini, sepasang bakal calon kepala
daerah memborong seluruh parpol dari Koalisi Merah Putih (KMP) maupun Koalisi
Indonesia Hebat (KIH).14
Meski hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang,
namun ketua KPU Husni Kamil Malik berharap kondisi ini tidak dilupakan begitu
saja oleh pemerintah dan DPR RI untuk menjadi materi pembahasan terkait dengan
regulasi bagi penyelenggara pemilu ke depan.15
14http://news.liputan6.com/read/2281561/kpu-borong-parpol-bisa-undur-pilkada-serentak diakses pada 11 oktober 2015 14.30 WIB 15http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.57 WIB
16
Selanjutnya Husni juga menjelaskan tentang regulasi pilkada bahwa yang
punya kewenangan untuk membuat regulasi itu pemerintah dan DPR. Fenomena
memborong parpol itu tidak demokratis, tapi kalau diberlakukan batasan dukungan
maksimal partai, juga tidak demokratis. Pada akhirnya, partai politik yang akan
menjadi kunci dalam terwujudnya pilkada itu demokratis atau tidak.16
Namun, pada realitasnya parpol tidak lagi melakukan demokrasi yang
diharapkan oleh rakyat. Parpol justru fokus dengan bagaimana memenangkan
kontestasi pemilu, jatah kekuasaan dan pragmatis. Fenomena ini sebagai rasa takut
akan kekalahan para bakal calon borong partai yang biasanya merupakan inkamben
atau petahana. Para calon inkamben ini dianggap tidak ingin memberi peluang
kepada lawan (oposisi) untuk mendapat dukungan parpol. Mereka berupaya untuk
menang dalam pilkada dan melanggengkan kekuasaan mereka dengan hegemoni
pemborongan parpol yang dilakukan.
Ditengah perhelatan politik ini, mahasiswa melakukan aksi dengan isu
borong parpol. Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kabupaten
Serang menilai pilkada serentak Kabupaten Serang hanya sekedar formalitas dan
basa basi. Menurut Koordinator aksi Sukatno bahwa ada sebuah keganjilan terjadi
dalam proses pilkada serentak ini karena aksi borong partai sangat banyak terjadi
dan ini menjangkiti partai-partai kontestan pilkada Kabupaten Serang.17
16Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB 17http://bantenpos.co/arsip/2015/08/mahasiswa-pilkada-serang-hanya-formalitas-dan-basa-basi/ diakses pada 12 oktober 2015 00.17 WIB
17
Dirinya menambahkan meskipun satu pasang boneka tersebut diusung oleh
partai namun terlihat jelas hanya kamuflase saja, sehingga pilkada serentak dapat
dilakukan. Selanjutnya sukatno menyatakan bahwa hal ini menjatuhkan nilai
demokrasi, tidak hanya itu parpol tidak memiliki itikad baik dalam membangun
Banten karena semua parpol berbondong bondong merapat ke salah satu petahan
yang kami lihat tidak layak memimpin Kabupaten Serang.18
Parpol tidak mempertimbangkan kapabilitas dan kemampuan dari calon
tersebut, tapi hanya memikirkan bagaimana kemenangan bisa diraih kembali dan
anggota parpolnya dapat menduduki jabatan strategis dalam birokrasi pemerintahan
calon tersebut serta biaya yang diberikan calon untuk parpol tersebut dalam
memberikan dukungan kepada calon tersebut dan memperlancar proses pilkada.
Pasangan Ratu Tatu dan Pandji Tirtayasa menjadi calon bupati dan wakil
bupati tunggal yang diusung oleh 8 partai politik hingga masa pendaftaran habis
pada tanggal 28 Juli lalu, sementara satu pasang calon lainnya Syarief dan Aep yang
diusung oleh 3 parpol gagal dan ditolak karena tidak lulus verifikasi. Namun
pendaftaran kembali diperpanjang karena hanya ada satu pasang calon yang
terdaftar di KPU Kabupaten Serang, yang pada akhirnya pasangan Syarif dan Aep
kembali mendaftar dan lulus verifikasi.
18Pernyataan koordinator aksi KAMMI UNTIRTA, dikutip dari http://bantenpos.co/arsip/2015/08/mahasiswa-pilkada-serang-hanya-formalitas-dan-basa-basi/ diakses pada 12 oktober 2015 00.19 WIB
18
Secara politik, hukum rimba dan sikap aji mumpung sangat kental
mewarnai. Akibatnya, kepentingan kelompok dan golongan lebih diutamakan
daripada kepentingan bangsa dan masyarakat. Esensi demokrasi the winner takes
all tidak berlaku, karena kekalahan merupakan sesuatu yang memalukan sehingga
suburlah budaya tandingan dan/atau memutus silaturahmi.19
Keadaan politik tersebut dikaji lebih lanjut dalam penelitian ini. Penelitian
ini merupakan studi komunikasi politik. Studi komunikasi politik menjadi studi
yang bersifat ilmiah, sekaligus bisa pula diterapkan untuk kajian praktis yang
berkait dengan strategi memengaruhi persepsi hingga voting behavior. Pada aspek
psikologi sosial, kajian ini digunakan untuk memahami aspek komunikasi pada
individu, seperti perubahan sikap, efek pesan politik lewat media, dan persepsi
politik.20 Seperti yang dikaji dalam penelitian ini yakni bagaimana persepsi
masyarakat tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Aksi borong parpol ini menjadi trend tersendiri dalam kontestasi pilkada,
khususnya pilkada di Kabupaten Serang. Penulis tertarik untuk mencari data dan
analisis hasil data dalam penelitian ini terkait persepsi masyarakat tentang aksi
borong partai politik pada pilkada kabupaten Serang. Dalam penelitian ini,
penulis memilih responden masyarakat pemilih karena memiliki hak suara dalam
pilkada kabupaten Serang 2015. Fenomena ini merupakan kajian yang sangat
19Henry Subaktio. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, halaman 38 20 Henry Subaktio, 2014. ibid, halaman 6
19
penting melihat fenomena komunikasi politik yang semakin rumit dan sulit
dipahami dan aksi borong parpol yang terjadi secara alamiah dalam berpolitik.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
“Seperti Apa Persepsi Masyarakat tentang Aksi Borong Partai Politik pada
Pilkada Kabupaten Serang?”
1.3 Identifikasi Masalah
Untuk lebih mudah dalam analisis data, penulis merumuskan identifikasi
masalah dalam penulisan ini yaitu :
1. Seberapa besar tahapan seleksi dalam pembentukan persepsi
masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten
Serang?
2. Seberapa besar tahapan organisasi dalam pembentukan persepsi
masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten
Serang?
3. Seberapa besar interpretasi masyarakat tentang aksi borong partai
politik pada pilkada kabupaten Serang?
20
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui seberapa besar tahapan seleksi dalam pembentukan
persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada
kabupaten Serang?
2. Mengetahui seberapa besar tahapan organisasi dalam pembentukan
persepsi masyarakat tentang aksi borong partai politik pada pilkada
kabupaten Serang?
3. Mengetahui seberapa besar interpretasi masyarakat tentang aksi borong
partai politik pada pilkada kabupaten Serang?
1.5 Manfaat Penelitian
Penulis berharap, hasil dari penelitian ini dapat menjadi studi literatur
tentang komunikasi politik, dan ilmu sosial politik. Juga menjadi landasan kritik
membangun bagi gerakan tertib politik. Hal ini bertujuan sebagai perwujudan
nilai demokrasi. Dan penelitian ini memberikan manfaat yakni :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diperuntukkan untuk dapat dijadikan studi literatur
sebagai pengembangan ilmu komunikasi politik tentang pengukuran persepsi
dan analisisnya. Dan juga menjadi studi politik bagi masyarakat negara
Indonesia dan masyarakat Serang khususnya dalam upaya mewujudkan
pemerintahan yang demokratis dan kedaulatan masyarakat yang utuh. Penulis
juga sangat menginginkan penelitian ini menjadi pertimbangan DPR RI, DPD,
21
DPRD, Mahkamah Konstitusi, bersama Presiden untuk mengamandemen
Undang-Undang pelaksanaan pemilu yang lebih demokratis dan menjunjung
tinggi demokrasi normatif yang kompetitif.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini akan berkontribusi bagi masyarakat pemilih dalam
partisipasi politik mereka. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi
pertimbangan Komisi Pemilihan Umum-Republik Indonesia, khususnya KPU
Kabupaten Serang untuk merubah regulasi dan ketetapan aturan pilkada. Dan juga
dapat menjadi pertimbangan pemerintah dalam membuat aturan terkait pilkada dan
perwujudan demokrasi di Indonesia, termasuk Kabupaten Serang, Banten. Penulis
juga menginginkan gerakan tertib politik bagi masyarakat Negara Indonesia,
khususnya Serang Banten. Dan juga untuk mewujudkan kesadaran politik
masyarakat serta meningkatkan partisipasi politik reaktif dan selektif mereka.
22
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Ilmu Komunikasi
Menurut William I Gorden, komunikasi secara ringkas dapat didefinisikan
sebagai transaksi dinamis yang melibatkan gagasan dan perasaan. Dalam
komunikasi transaksional, komunikasi dianggap telah berlangsung bila seseorang
telah menafsirkan perilaku orang lain, baik perilaku verbal maupun nonverbalnya.
Seperti yang dikemukakan oleh Burgoon, yang menekankan variabel-variabel yang
berbeda, yakni penerima dan makna pesan bagi penerima, hanya saja makna pesan
itu juga berlangsung dua arah.21
Dalam berkomunikasi, orang-orang akan meramalkan efek perilaku
komunikasi mereka. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan
bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu
disadari, dan sering berlangsung cepat. Prediksi ini muncul dari proses pemahaman
perilaku komunikasi orang lain berdasarkan peran sosialnya.22
21 Deddy mulyana, 2008. Ilmu komunikasi suatu pengantar, Bandung, PT. Remaja rosdakarya, halaman 74-76 22 Ibid., halaman 115
23
Pada hakikatnya, komunikasi adalah proses pernyataan antarmanusia. Yang
dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa sebagai penyalurnya.23 Bahasa komunikasi dinamakan pesan,
orang yang menyampaikan pesan tersebut disebut komunikator, dan yang
menerima pesan adalah komunikan. Lebih tegasnya, komunikasi berarti proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Pesan komunikasi terdiri
dari dua aspek, pertama isi pesan, kedua adalah lambang. Isi pesan merupakan
pikiran atau perasaan, lambang adalah bahasa.
2.1.1 Jenis Komunikasi
Berdasarkan jenisnya, komunikasi dibagi menjadi komunikasi
pribadi, komunikasi kelompok, dan komunikasi massa. Dalam penelitian ini
menggunakan kajian komunikasi massa dan komunikasi politik. Yang
dimaksudkan komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa
modern, yang meliputi surat kabar, siaran radio, berita online, dan televisi
yang ditujukan kepada khalayak umum.
Komunikasi massa menyiarkan informasi, gagasan dan sikap kepada
komunikan yang beragam dalam jumlah yang banyak dengan menggunakan
media. Seorang politikus dapat mencapai jauh lebih banyak komunikan
dengan sekali uraian pada media massa.24
23 Onong uchjana effendy, 2007. Ilmu, teori dan filsafat komunikasi, Bandung :PT. Citra Adithya Bakti, halaman 28 24 Ibid, halaman 79-80
24
Berita terkait perkembangan proses pilkada Kabupaten Serang 2015
dipublikasikan di media. Masyarakat pemilih dapat memantau
perkembangan terkini berita pilkada Kabupaten Serang. Penulis menyimak
berita di media dan menjadikan referensi yang relevan dalam penelitian ini.
2.1.2 Proses Komunikasi
Terdapat dua perspektif proses komunikasi, yang pertama yakni
perspektif psikologis. Dalam perspektif psikologis, proses komunikasi ini
terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika komunikator berniat
untuk menyampaikan pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi
suatu proses/decoding. Dan kemudian, pesan yang disampaikan akan
dimaknai oleh komunikan dalam proses penafsiran pesan/enconding.
Dan yang kedua perspektif mekanistis, proses komunikasi dibagi
lagi menjadi dua bagian. Bagian pertama yakni komunikasi secara primer,
yakni proses penyampaian pikiran dengan menggunakan lambang/simbol
sebagai media atau saluran. Proses selanjutnya yakni komunikasi sekunder,
yakni proses penyampaian pesan dengan menggunakan sarana atau media
kedua setelah lambang/simbol.25 Proses komunikasi mekanistis ini bersifat
situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.
25 Ibid, halaman 40-44
25
2.1.3 Tujuan Komunikasi
Komunikasi memiliki tujuan untuk: mengubah sikap; mengubah
opini/pandangan/pendapat; mengubah perilaku; mengubah masyarakat.
Pada hakikatnya, komunikasi memiliki tujuan kesamaan makna pesan yang
disampaikan komunikator kepada komunikan dan terciptanya pengertian.
2.1.4 Model Komunikasi
Gambar 2.1 Model S-O-R 26
Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi-reaksi yang
sangat sederhana. Pengembangan model ini yakni teori komunikasi S-O-R
(stimulus-organism-response).
26 Onong Uchjana Effendy, 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 253
Stimulus Organisme:
Seleksi Organisasi interpretasi
Respon
Peningkatan wawasan dan persepsi
26
2.1.5 Tradisi Sosiopsikologis
Kajian individu sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari
tradisi sosiopsikologis. Berasal dari kajian psikologi sosial, tradisi ini
memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi. Teori-teori tradisi ini
berfokus pada perilaku sosial individu, variabel psikologis, efek individu,
kepribadian dan sifat, persepsi, serta kognisi.27 Seperti dalam penelitian ini
yakni meneliti bagaimana persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten Serang. Penelitian ini termasuk tradisi
sosiopsikologis yang berfokus pada persepsi.
Pertanyaan-pertanyaan penting dalam penelitian area ini, termasuk
bagaimana persepsi dipresentasikan secara kognitif serta bagaimana
representasinya diproses melalui mekanisme yang memberikan perhatian,
ingatan, campur tangan, seleksi, motivasi, perencanaan, dan
pengorganisasian. Tradisi dalam sosiopsikologis dibagi kedalam tiga
cabang yakni : perilaku, kognitif, dan biologis. Dalam teori kognitif, teori
ini berpusat pada bentuk pemikiran, cabang ini berkonsentrasi pada
bagaimana individu memperoleh, menyimpan, dan memproses informasi
dalam cara yang mengarahkan output mereka. Dengan kata lain, apa yang
anda lakukan dalam situasi komunikasi bergantung tidak hanya pada bentuk
stimulus-response, melainkan pada operasi mental yang digunakan untuk
27 Stephen W littlejohn, keren a foss. 2009. Teori komunikasi. edisi 9, Jakarta: salemba humanika, halaman 63
27
mengelola informasi.28 Penulis menerapkan teori S-O-R yakni stimulus-
organism-response. Pada tahapan organism atau subjek akan terjadi proses
kognitif yakni berpikir untuk mengolah informasi yang akan berujung pada
respons dan interpretasi dari individu tersebut.
2.1.6 Psikologi Komunikasi
Psikologi mencoba menganalisa seluruh komponen yang terlibat
dalam komunikasi. Pada diri komunikan, psikologi memberikan
karakteristik manusia komunikan serta faktor-faktor internal maupun
eksternal yang mempengaruhi perilaku komunikasinya. Pada saat pesan
sampai pada diri komunikan, psikologi melihat kedalam proses penerimaan
pesan, menganilisa faktor-faktor personal dan situasional yang
mempengaruhinya.29
Pada pilkada kabupaten Serang, individu masyarakat menerima
stimulus situasional dari suasana politik pilkada. Proses lanjutannya adalah
bagaimana mereka menerima informasi pilkada dan berproses kognitif
dalam pembentukan persepsi tentang aksi borong parpol.
George A Miller, mendefinisikan psikologi komunikasi yang
mencakup semuanya yakni psikologi komunikasi adalah ilmu yang
berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan peristiwa mental
dan behavioral dalam komunikasi. Peristiwa mental adalah mediasi stimuli
28 Ibid, halaman 64-65 29 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 5
28
sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa behavioral adalah apa
yang nampak ketika orang berkomunikasi.30
2.1.7 Efek Kognitif Komunikasi Massa
Informasi yang diperoleh telah menstruktur atau mengorganisasikan
realitas. Realitas tersebut memiliki makna, bisa disebut sebagai citra. Citra
adalah gambaran tentang gambaran tentang realitas. Citra adalah dunia
menurut persepsi kita. Media massa bekerja untuk menyampaikan
informasi. Buat khalayak, informasi itu dapat membentuk,
mempertahankan, atau meredefinisikan citra.
Menurut McLuhan, media massa adalah perpanjangan dari alat
indera kita. Dengan media massa kita memperoleh informasi tentang benda,
orang, atau tempat yang tidak kita alami secara langsung. Media massa
datang untuk menyampaikan informasi tentang sosial dan politik.31
2.1.8 Teori Komunikasi S-O-R
Teori komunikasi dapat mengacu pada sebuah teori tunggal atau
dapat digunanakan untuk menandakan kearifan kolektif yang ditemukan
dalam seluruh kesatuan teori-teori yang berhubungan dengan komunikasi.32
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori komunikasi S-O-R
(stimulus-organism-response).
30 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 9 31 Ibid, halaman 224 32 Littlejohn, halaman 21
29
Teori S-O-R masuk dalam tradisi sosiopsikologis, kajian individu
sebagai makhluk sosial merupakan tujuan dari tradisi ini. Berasal dari kajian
psikologi sosial, tradisi ini memiliki tradisi yang kuat dalam komunikasi.33
Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap
stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan
memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan. Unsur
komunikasi pada teori ini yakni tentang pesan (stimulus), komunikan
(organism), dan efek (response).
Prof. Dr. Mar’at dalam bukunya sikap manusia, perubahan serta
pengukurannya, mengutip dari pendapat Hovland, Janis, dan Kelley yang
menyatakan bahwa dalam menalaah sikap yang baru ada tiga variabel
penting yaitu : perhatian; pengertian; penerimaan.34
Menurut model S-O-R ini, organisme menghasilkan perilaku
tertentu jika ada stimulus tertentu pula. Maka unsur-unsur dari teori ini
adalah Pesan (Stimulus, S), Komunikan (Organisme, O), Efek (Response,
R)35
Hovland (1953) mengatakan bahwa proses perubahan perilaku
pada hakekatnya sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku
tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
33 Ibid, halaman 63 34 Onong U effendy, halaman 254-256 35Onong Uchjana Effendy. Halaman 254
30
a. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak, berarti
stimulus itu tidak efektif mempengaruhi perhatian individu dan
berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme, berarti
ada perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b. Apabila stimulus telah mendapat perhatian dari organisme (diterima)
dan dimengerti, maka stimulus ini akan dilanjutkan kepada proses
berikutnya.
c. Organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi kesediaan
untuk betindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d. Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan,
maka stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah
hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus
semula. Peran stimulus adalah untuk meyakinkan organisme untuk
memberikan perhatian lebih. Dalam meyakinkan organisme ini, faktor
reinforcement memegang peranan penting.
31
2.1.9 Persepsi
Persepsi merupakan proses internal yang memungkinkan kita
memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan
kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita.36 Menurut Joseph A
Devito : persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya
stimulus yang mempengaruhi indra kita37
Persepsi digolongkan menjadi dua bagian yakni persepsi terhadap
lingkungan fisik dan persepsi sosial. Peneliti mengkaji persepsi sosial,
fokusnya adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-
kejadian yang kita alami dalam lingkungan.
Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafiran (interpretasi)
adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding)
dalam proses komunikasi. Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika
persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif.
Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan
pesan yang lain.
Persepsi meliputi pengindraan (sensasi) melalui alat-alat indra (
indra peraba, indra penglihat, indra pencium, indra pengecap, dan indra
pendengar), atensi, dan interpretasi. Sensasi merujuk pada pesan yang
diirimkan ke otak lewat penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman,
36 Deddy mulyana, halaman 179 37 Ibid, halaman 180
32
dan pengecapan. Makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul
E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:
seleksi, organisasi, dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya
mencakup sensasi dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada
interpretasi.38
Karenanya Sereono dan Bodaken, juga Pearson dan Nelson,
menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: Seleksi,
organisasi, dan interpretasi.39
1. Seleksi
Seleksi adalah proses pemilihan stimulus tertentu, dari
sekian banyak stimulus yang diterima oleh individu. Ketika
rangsangan-rangsangan bersaing untuk mendapatkan perhatian
kita, kita hanya dapat fokus pada salah satu rangsangan saja. Oleh
karena itu kita harus menolak rangsangan-rangasangan lainnya.40
Seleksi dipengaruhi oleh sensasi dan atensi. Sensasi atau
pengindraan terjadi ketika makna pesan yang dikirimkan ke otak harus
dipelajari. Semua indra dalam tubuh memiliki andil bagi berlangsungnya
komunikasi manusia.
38 Deddy Mulyana, 2010. ilmu komunikasi suatu pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 181 39 Deddy mulyana. Halaman 169 40 Michael Gambel, Communication Works. New York: Random House inc. Halaman 53
33
Sementara perhatian adalah pemusatan atau konsentrasi dari seluruh
aktifitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan obyek.
Perhatian sendiri dibagi menjadi beberapa macam41:
a) Perhatian spontan adalah perhatian yang timbul dengan sendirinya,
timbul secara spontan. Perhatian ini erat hubungannya dengan minat
individu. Bila individu telah memiliki minat terhadap suatu objek, maka
terhadap objek itu biasanya timbul perhatian yang spontan, secara
otomatis perhatian itu akan timbul.
b) Perhatian reflektif, perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja, karena
itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa perhatian reflektif akan timbul bila adanya faktor
pendorong yang aktif.
c) Perhatian statis, perhatian terus menerus dilakukan penerima informasi
yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu yang
cukup lama.
d) Perhatian dinamis, perhatian yang mudah berubah, mudah berpindah,
mudah bergerak dari objek yang satu ke objek yang lain.
Perhatian sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
dipengaruhi oleh faktor biologis (lapar, haus dan sebagainya); faktor
fisiologis (tinggi, pendek, gemuk, kurus, sehat, sakit, lelah, penglihatan atau
pendengaran kurang sempurna, cacat tubuh dan sebagainya); dan faktor-
41 Bimo Walgito, 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Halaman 57-59
34
faktor sosial budaya seperti gender, agama, tingkat pendidikan, pekerjaan,
penghasilan, peranan, status sosial, pengalaman masa lalu, kebiasaan dan
bahkan faktor-faktor psikologis seperti ketertarikan, keinginan, motivasi,
pengharapan dan sebagainya.42
2. Organisasi
Wood menjelaskan bahwa seseorang dapat mengorganisasikan
persepsinya dengan cara mengolah dan memproses pengalaman serta
pengetahuannya dengan menggunakan struktur kognitif atau framework
yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi tentang
lingkungannya. 43
Menurut David Krench, pengorganisasian pesan dibagi menjadi
dua bagian, yaitu:44
a) Frame of Reference, yaitu kerangka pengetuahan yang dimiliki serta
dipengarui dari pendidikan, bacaan, ataupun penelitian.
b) Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah dialami
serta tak terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya.
3. Interpretasi
Menurut Deddy Mulyana interpretasi adalah inti dari proses
berlangsungnya kegiatan persepsi. Interpretasi merupakan suatu aspek
kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti
42 Deddy Mulyana. Halaman 169 43 Julia Wood. Halaman 42 44 Tiara Prasilia, 2007. Studi Persepsi Resiko Keselamatan Berkendara serta Hubungannya dengan konsep Locus of Control pada Mahasiswa FKM UI yang Mengendarai Motor. Skripsi. Hal.14
35
kepada stimulus yang diterimanya. Proses seleksi serta pengorganisasian
pesan menghasilkan pembentukan makna serta pembentukan ekspresi
terhadap stimulus tersebut.45
1. Pembentukan makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai
simbol verbal) dan manusia, makna tidak dapat melekat pada kata-kata
namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Jadi,
tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang
digunakan untuk mempresentasikanya.
2. Pembentukan ekspresi merupakan proses pengungkapan gagasan atau
perasaan dari dalam diri seseorang baik berupa kata-kata, gambar
maupun tindakan.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli
inderawi (sensori stimuli). (Desiderato, 1976:129).46
Dalam pembentukan persepsi, terdapat faktor yang mempengaruhi
persepsi, yakni perhatian. Menurut Kenneth E. Anderson, perhatian adalah
proses mental ketika stimulus atau rangkaian stimulus menjadi menonjol
dalam kesadaran pada saat stimulus lainnya melemah.47
45 Deddy Mulyana. Halaman 169 46 Jalaluddin Rakhmat, 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 51 47 Ibid, halaman 51
36
Faktor situasional terkadang disebut sebagai determinan perhatian
yang bersifat eksternal atau penarik perhatian. Stimulus diperhatikan karena
mempunyai sifat yang menonjol antara lain: gerakan, intensitas stimulus,
kebaruan, dan perulangan. Faktor situasional pertama yakni gerakan secara
visual dapat diartikan sebagai sesuatu yang bergerak dan menarik perhatian
manusia. Faktor kedua yakni intensitas stimuli, kita akan memperhatikan
stimulus yang lebih menonjol dari stimulus yang lain. Pada saat pilkada
kabupaten Serang ini masyarakat tertarik pada realitas pilkada dan kabar
pilkada. Faktor ketiga yakni kebaruan, hal-hal yang baru akan menarik
perhatian. Faktor keempat yakni perulangan, hal-hal yang disajikan berkali-
kali dengan sedikit variasi akan menarik perhatian.
Seperti pola pada pilkada sebenarnya terjadi setiap lima tahun.
Namun, dalam setiap momen pilkada hal ini tetap menjadi daya tarik sendiri
bagi masyarakat yang akan memberikan hak suaranya. Termasuk dalam
pilkada kabupaten Serang, masyarakat tertarik dengan bagaimana pemilihan
Bupati berlangsung, mereka mulai mencari informasi tentang siapa yang
mencalonkan dan asal parpolnya.
Faktor berikutnya yang juga mempengaruhi perhatian yakni faktor
internal. Kenneth A. Enderson menyimpulkan dalil-dalil tentang perhatian
selektif. Menurut Kenneth, perhatian itu merupakan proses yang aktif dan
dinamis, bukan pasif dan refleksif. Individu cenderung memusatkan
perhatiannya pada stimulus tertentu dan hal tersebut penting, menonjol, atau
melibatkan dirinya. Pada pilkada kabupaten Serang ini, individu
37
memperhatikan bagaimana proses yang terjadi dalam pilkada dan memang
mereka memiliki hak pilih dalam pilkada ini.
Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimulus, tetapi
karakteristik orang yang memberikan respons pada stimulus itu. Dalam
proses selektifnya, persepsi bersifat selektif secara fungsional menurut
Krech dan Crutchfield. Objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi
individu biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang
melakukan persepsi.
Setelah faktor fungsional, faktor yang juga menjadi kajian dalam
proses pembentukan persepsi adalah faktor struktural. Menurut teori
Gestalt, bila kita mempersepsi sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu
keseluruhan. Medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan
diberi arti. Kita mengorganisasikan stimulus dengan melihat konteksnya.
Walaupun stimulus itu tidak lengkap, kita akan mengisinya dengan
interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimulus yang akan kita
persepsi. Stimulus yang diterima oleh masyarakat memang tidak terlalu
mendetail. Dalam hal yang mendasar, pemilu merupakan sebuah kebutuhan
masyarakat dalam politik, dan bagaimana hal ini akan diinterpretasikan oleh
masyarakat dalam persepsi mereka.
38
Menurut Rakhmat, persepsi ditentukan oleh beberapa faktor yang
berasal dari stimulus, yaitu:
1. Perhatian
Proses mental stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran
pada saat stimuli lainnya melemah. Sedangkan atensi yang
dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni atribut-atribut objek
yang dipersepsikan.
2. Penafsiran
Penafsiran merupakan proses dimana penerima memberi
arti terhadap pesan-pesan yang dierimanya, mengorganisasikan
stimuli dengan konteksnya, dan mengisinya dengan interpretasi
yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsikan.
3. Pengetahuan
Pengetahuan terjadi bila ada perubahan pada apa yang
diketahui, dipahami, atau dipersepsikan khalayak. Kognitif
terjadi pada diri komunikan yang sifatnya informatif bagi
dirinya. Persepsi sosial atau persepsi orang terhadap orang lain
adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-
kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Oleh karena
itu manusia mempunyai aspek emosi, maka persepsi atau
penilaian kita terhadap orang akan mengandung resiko.
Persepsi saya terhadap anda merupakan persepsi anda terhadap
39
saya, dan pada gilirannya persepsi anda terhadap saya juga
mempengaruhi persepsi saya terhadap anda.48
Fenomena borong parpol dalam pilkada Kabupaten Serang ini akan
diinterpretasikan dalam persepsi masyarakat dan nantinya akan berujung
pada persepsi politik mereka.
2.2 Teori Perseptual
Menurut argumentasi Carey, McLuhan mengambil satu halaman dari
hipotesis Sapir-Worf. Ingat bahwa dalil ini mengatakan bahwa bahasa yang
digunakan orang menentukan sifat pikiran manusia sebenarnya struktur realitas
yang disajikan kepada seseorang sangat dipengaruhi oleh bahasa yang tersedia
untuk mengkonseptualisasikan dunia nyata yang dipersepsi oleh orang itu. Jika
filosof William James menulis, kehidupan intelektual manusia hampir seluruhnya
terdapat dalam penggantian tatanan perseptual sebagai sumber pengalamannya
dengan tatanan konseptual.
Hipotesis Sapir-Worf mengajukan tekanan yang berbeda, yaitu bahwa
tatanan konseptual lebih dari sekedar pengganti, tetapi menentukan tatanan
perseptual. James tidak memandang persepsi maupun konsep sebagai penentu, kita
membutuhkan kedua-duanya seperti kita membutuhkan kedua kaki untuk berjalan.
McLuhan mengambil pandangan yang lebih deterministik, yakni pandangan
48 Wirawan Sarlito, 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, hal. 52
40
determinisme teknologis. Dalam hal ini media komunikasi berbasis teknologi atau
media massa.
2.3 Komunikasi Politik
2.3.1 Definisi Komunikasi Politik
Banyak aspek kehidupan politik dapat dilukiskan sebagai
komunikasi. Komunikasi politik memiliki definisi yaitu kegiatan
komunikasi yang dianggap komunikasi politik berdasarkan konsekuensinya
yang mengatur perbuatan manusia dalam kondisi konflik.49 Seperti halnya
fenomena borong parpol ini tentunya terdapat komunikasi politik, adanya
komunikator politik merangkap aktor politik yang menyampaikan pesan
politik dalam kegiatan politik tersebut kepada khalayak komunikan pemilih
dan selanjutnya akan ada respon dan mempengaruhi persepsi dari
komunikan tersebut.
2.3.2 Media Massa dalam Komunikasi Politik
Bagi McLuhan, setiap media komunikasi memiliki gramatika.
Gramatika adalah aturan kerja yang erat hubungannya dengan gabungan
indera (penglihatan, sentuhan, suara, penciuman, dsb) yang berkaitan
dengan penggunaan media oleh seseorang. Karena orang-orang
menggunakan media tertentu, mereka secara berlebihan mengandalkan
indera yang berkaitan dengan media tersebut. Maka, sampai tahap ini media
49 Dan nimmo, 2005. komunikasi politik. Bandung : Remaja rosdakarya, halaman 9
41
merupakan perpanjangan dari indera manusia: bicara sebagai perpanjangan
indera untuk suara, cetakan merupakan perpanjangan dari indera
penglihatan, dan media televisi adalah perpanjangan indera peraba.50
Karena setiap media dibiaskan terhadap indera tertentu dan
penggunaan media menghasilkan pengandalan yang berlebihan, atau bias,
dalam keseluruhan pola indera manusia, akibatnya ialah bahwa media
mempunyai akibat yang sangat kuat terhadap orang yang
menggunakannya.51 Berita tentang pilkada kabupaten serang sudah
dipostingkan di berbagai media. Dalam investigasi media, penulis
mengambil beberapa berita terkait pilkada kabupaten Serang. Masyarakat
kabupaten Serang mengetahui informasi dan berita pilkada kabupaten
Serang juga dapat melalui media. Informasi akan cepat sampai kepada
khalayak publik dengan komunikasi massa dan publikasi media.
2.3.3 Kepribadian dan Politik
Di antara para peneliti politik terdapat aliran yang beragumentasi
bahwa jika seseorang telah memiliki kepribadian, terdapat kemungkinan
yang besar bahwa kepribadian itu akan diproyeksikan pada objek politik,
dengan demikian mewarnai persepsi politiknya dan menentukan perilaku
50 Dan Nimmo, 2005. Komunikasi politik, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 169-170 51 Ibid, halaman 171
42
politiknya. Kepribadian adalah apa yang menentukan perilaku di dalam
situasi yang diterapkan dan di dalam kesadaran jiwa yang ditetapkan.52
Teori kebutuhan mengemukakan bahwa manusia memiliki hirarki
kebutuhan psikologis, rasa aman dan kepastian, kasih sayang, penghargaan
diri, dan aktualisasi diri. Seperti halnya sebuah pengharapan psikologis dari
masyarakat kabupaten Serang yang mengharapkan Bupati dan Wakil Bupati
Serang yang memiliki visi untuk memajukan daerahnya dan harapan positif
lainnya. Hal ini merupakan kebutuhan psikologis mereka sebagai
masyarakat yang berharap kepada pemimpin politiknya.
2.3.4 Kampanye Politik
Cara dalam mendapatkan dukungan masyarakat adalah dengan
melakukan kampanye politik. Kampanye politik adalah penciptaan,
penciptaan ulang, dan pengalihan lambang secara sinambung melalui
komunikasi.53 Para pemberi suara, dalam hal ini masyarakat kabupaten
Serang, secara selektif memperhatikan hal-hal tertentu dalam kampanye,
memperhitungkannya dan menginterpretasikannya. Konsekuensinya,
imbauan yang melakukan kampanye itu lebih dari sekedar kesan pada
susunan saraf pemberi suara; pemberi suara melakukan lebih dari sekedar
membuka mata mereka, sehingga rangsangan dapat menghujani retina
mereka.
52 Dan Nimmo, 2010. Komunikasi politik khalayak dan efek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 91 53 Ibid, halaman 173
43
Para pemberi suara menghambat reaksi mereka dan menguji
berbagai tanggapan dalam imajinasi mereka. Dengan cara itu, pemberi suara
menyusun citra tentang kampanye dan yang melakukan kampanye, citra
yang memberikan signifikasi kepada lambang-lambang yang disodorkan.
Para pemberi suara secara selektif mempersepsi partai, kandidat, isu
dan peristiwa dalam kampanye, memberi makna kepada mereka, dan
berlandaskan itu menentukan pemberian suara. Melalui proses interpretatif,
mereka tidak hanya memperhitungkan atribut dan perkembangan mereka,
yaitu citra jangka panjang, tetapi juga menyusun citra jangka pendek tentang
objek kampanye. Atribut politik dan gaya personal seorang kandidat politik,
seperti yang dipersepsi oleh pemberi suara, membentuk citra para pemilih
tentang orang yang berusaha menjadi pejabat.
Isu dalam kampanye juga menjadi pertimbangan pemilih.
Tumbuhnya kesadaran pemilih atas isu parpol yang ada dan dipersepsikan
menjadi pertimbangan mereka dalam memilih. Namun, para kandidat dan
parpol menyembunyikan isu agar dapat memobilisasi dukungan yang luas.
2.3.5 Kekuasaan
Diantara konsep politik yang paling banyak dibahas adalah
kekuasaan. Kekuasaan sebagai cara untuk mencapai hal yang diinginkan.
W.Connoly (1983) dan S. Lukes (1974) menganggap kekuasaan sebagai
suatu konsep yang dipertentangkan yang artinya merupakan hal yang tidak
dapat dicapai suatu konsensus. Perumusan yang umumnya dikenal ialah
44
bahwa kekuasaan adalah kemampuan seseorang pelaku untuk memengaruhi
perilaku lain, sehingga perilakunya sesuai dengan keinginan dari pelaku
yang punya kekuasaan.
Biasanya kekuasaan diselenggarakan melalui isyarat yang jelas. Ini
dinamakan kekuasaan manifes. Dan kekuasaan ditentukan oleh reaksi yang
diantisipasikan jika keinginan tidak dilakukan, jenis kekuasaan ini adalah
kekuasaan implisit.
Esensi dari kekuasaan adalah hak mengadakan sanksi. Sumber
kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan. Cakupan
kekuasaan menunjuk pada kegiatan, perilaku, serta sikap dan keputusan-
keputusan yang menjadi objek kekuasaan.54
2.3.6 Demokrasi
Perkembangan demokrasi pancasila di Indonesia telah mengalami
pasang surut. Pada pokok permasalahan demokrasi di Indonesia ini berkisar
pada penyusunan suatu sistem politik dimana kepemimpinan cukup kuat
untuk melakukan pembangunan ekonomi serta pembangunan nasional,
dengan partisipasi rakyat seraya menghindarkan timbulnya diktator.55
54 Miriam Budiardjo, 2010. Dasar-dasar ilmu politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, halaman 59 55 Ibid, halaman 127
45
Pada masa 1998-sekarang Indonesia berada dalam masa reformasi.
Tumbangnya orde baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan
demokratisasi di Indonesia. Pengalaman orde baru mengajarkan kepada
bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa
kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu, bangsa
Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni
proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat
dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat
dilakukan oleh lembaga wakil rakyat (DPR).
Schumpeter mendefinisikan demokrasi sebagai setting institusional
untuk menghasilkan keputusan politik di mana individu mendapat
kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui perjuangan kompetitif
meraih suara rakyat. Tak jauh beda dengan Schumpeter, Samuel
Huntington, mendefinisikan demokrasi sebagai prosedur pemungutan suara
yang adil dan berkala untuk memilih pemimpin negara.
Langkah demokratisasi yang difokuskan dalam penelitian ini adalah
pemilihan umum untuk memilih kepala daerah (pilkada) secara langsung
yang juga diatur dalam UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
UU ini mengharuskan semua kepala daerah di seluruh Indonesia dipilih
melalui pilkada. Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah
yang lebih demokratis dengan diberikan hak rakyat untuk menentukan
kepala daerah. Termasuk juga di lokasi penelitian ini yakni tentang pilkada
kabupaten Serang. Memang benar bahwa demokratisasi adalah sebuah
46
proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak
pernah terwujud secara tuntas.
2.3.7 Hegemoni
Dalam konsep hegemoni yang dikemukakan Gramci sebenarnya
dapat dielaborasi melalui penjelasannya tentang sebuah basis dari
supremasi kelas, yakni bahwa supremasi sebuah kelompok sosial
mewujudkan diri dalam dua cara, sebagai dominasi dan sebagai
kepemimpinan intelektual dan moral (Patria, .2003: 115-118). Di satu
sisi, sebuah kelompok sosial mendominasi (menguasai) kelompok-
kelompok oposisi untuk menghancurkan mereka, bahkan kalau perlu
mempergunakan kekuatan senjata.
Di sisi lain, sebuah kelompok sosial itu memimpin kelompok-
kelompok kerabat dan sekutu mereka. Sebuah kelompok sosial dapat dan
bahkan harus sudah menerapkan kepemimpinan sebelum memenangkan
kekuasaan pemerintahan. Kelompok sosial tersebut kemudian menjadi
dominan ketika dia mempraktekkan kekuasaan. Bahkan setelah kelompok
sosial itu memegang kekuasaan penuh di tangannya, ia masih harus terus
memimpin dan melakukan langkah-langkah untuk melanggengkan
kekuasaannya.
Praktik hegemoni yang dilakukan oleh Tatu dalam pilkada
kabupaten Serang ini ditujukan pula untuk bagaimana mendominasi
kekuasaan pada wilayah kabupaten Serang. Dengan cara memegang
47
kekuasaan penuh di tangannya dan berkeinginan untuk harus terus
memimpin dan melanggengkan kekuasaanya. Selain itu, Tatu juga
merupakan inkamben atau petahana dalam jabatan strategis pada periode
sebelumnya. Motif inilah yang mendasari Tatu melakukan borong parpol.
Gramci juga menyebutkan bahwa hegemoni adalah sebuah rantai
kemenangan yang didapat melalui mekanisme konsensus ketimbang
melalui penindasan terhadap kelas sosial lainnya. Terdapat berbagai
cara yang digunakan, misalnya melalui institusi yang ada di masyarakat
yang menentukan secara langsung atau tidak langsung struktur-struktur
kognitif dari masyarakat. Dari penjelasan ini dapat diketahui bahwa
hegemoni pada dasarnya adalah upaya untuk menggiring orang agar
menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yang
ditentukan.
Dalam konteks ini, Antonio Gramci merumuskan konsepnya
yang merujuk pada pengertian tentang situasi sosial-politik, dalam
terminologinya yang mana filsafat dan praktek sosial masyarakat
menyatu dalam keadaan seimbang. Kemudian dominasi itu sendiri
merupakan konsep dari realitas yang menyebar melalui masyarakat dalam
sebuah lembaga dan manifestasi perseorangan. Pengaruh ini membentuk
moralitas, adat, religi, prinsip-prinsip politik dan semua realitas sosial.
Dengan demikian bahwa hegemoni selalu berhubungan dengan
penyusunan kekuatan negara sebagai kelas diktator. Di samping itu,
hegemoni juga merujuk pada kedudukan ideologis satu atau lebih
48
kelompok atau kelas dalam masyarakat sipil yang lebih tinggi dari yang lain
(Bellamy, 1987).
Gramsci juga melihat kenyataan bahwa di dalam masyarakat
selalu terdapat kelompok yang memerintah dan yang diperintah. Persoalan
bagi yang memerintah adalah bagaimana menciptakan kepatuhan dan
meniadakan perlawanan dari yang diperintah.
Jalan yang ditempuh Gramsci untuk mewujudkan hal itu adalah
penguasa mempergunakan cara lewat dominasi atau penindasan dalam
bentuk kekuatan (force) dan hegemoni yakni memegang kendali
kepempimpinan intelektual dan moral yang diterima secara sukarela lewat
kesadaran (Billah, 1996: 43).56
Cara yang dapat menunjang terciptanya kepatuhan dan meniadakan
perlawanan dari masyarakat kabupaten Serang adalah cara borong parpol.
Dengan memegang beberapa parpol besar dan memiliki massa banyak,
maka dengan ini kepastian kemanangan dalam kontestasi pilkada sudah di
depan mata. Hal ini melunturkan nilai-nilai demokrasi di Indonesia.
56 Jurnal UNY online pada http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808675/Jurnal-Imaji_0.pdf oleh sutiyono, diakses pada 29 Oktober 2015 pukul 20.32 WIB
49
2.4 Pilkada
2.4.1 Makna Pilkada
Pilkada yang oleh banyak pihak dipahami dan dijadikan barometer
penyelenggaraan demokrasi di aras lokal tidak luput dari jiwa zaman dunia
(zeitgeist) yang terus berubah. Realisasi demokrasi di level lokal dengan
dilaksanakannya amanat peraturan pemerintah mengenai penyelenggaraan
pemilihan kepala daerah secara langsung sebagai bentuk derivasi dari
pemilihan presiden dan wakil presiden. Namun, proses ini membutuhkan
perjuangan menuju demokrasi atau disebut juga sebagai demokratisasi.
Mekanisme penyelenggaraan pilkada dan pelaksanaan pilkada
menjadi suatu kewajiban yang turut dielaborasi agar terbentuk suatu
kesadaran bersama atas amanat yang diundangkan dalam peraturan
pemerintah. Pilkada langsung diharapkan mampu membangun serta
mewujudkan akuntabilitas pemerintah lokal. Dan juga melalui pilkada
peningkatan kualitas kesadaran politik masyarakat sebagai kebertampakan
kualitas partisipasi rakyat muncul. Dalam PP No. 06 tahun 2005 tentang
pemilihan, pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentian kepala dan wakil
kepala daerah menjelaskan pula bahwa legitimasi politik terbesar adalah
dari rakyat pemilih.
50
Penguatan sistem pilkada ini juga terdapat dalam UU No. 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah, bahwa kepala daerah harus dipilih
secara langsung yang koheren dengan penyelenggaraan pemilihan presiden
dan wakil presiden.57
2.4.2 Manfaat kekuasaan
Sebagai dampak negatif pasca pilkada, khususnya manakala koalisi
parpol (elit penguasa politik) dan pengusaha saling berkolaborasi untuk
memenangkan pilkada. Tidak dapat dipungkiri bahwa korporatisme antara
penguasa dan pengusaha seringkali menyisakan ceritera politik balas jasa.
Para investor politik yang menanamkan modal tentu tidak akan tinggal diam
manakala kandidat usungannya terpilih sebagai pemangku jabatan kepala
daerah. Logika investasi yang berusaha melipatgandakan investasi-kapital
sudah tentu akan menagih berbagai macam bentuk konsesi dan kompromi
pra-pilkada.
Pemerintah daerah tidak lagi dijalankan oleh aparatur secara formal,
tapi sangat ditentukan oleh pengusaha yang menagih janji konsesi dan
kompromi selama pra-pilkada. Manfaat kekuasaan inilah yang diduga
menjadi landasan pilkada kabupaten serang berlangsung, keadaan ini juga
digambarkan oleh koalisi partai yang tidak seimbang. Selepas hak untuk
57 Leo agustino, 2009. Pilkada dan dinamika politik lokal, yogyakarta : pustaka pelajar, halaman 27
51
demokrasi dan berserikat, dukungan politik ini justru memicu kecurigaan
bagi pemilih.
2.4.3 Proses Uji Publik
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Republik Indonesia (PERPPU) nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan
Gubernur, Bupati dan Walikota menjelaskan bahwa aspek kapabilitas dan
integritas calon menjadi landasan proses uji publik. Fokus pada BAB IV
pasal 38 PERPPU 1 2014 yang mengatur tentang bagimana prosesi uji
publik calon kepala daerah. Terdapat perubahan mendasar di dalam Perppu
Pemilihan Kepala Daerah, jika dibandingkan ketentuan sebelumnya. Salah
satu di antaranya adanya tahapan uji publik sebagai persyaratan yang harus
dilalui oleh setiap orang yang akan menjadi calon kepala daerah. Namun
demikian, uji publik tidak bersifat menggugurkan. Uji publik dilaksanakan
sebelum pendaftaran calon kepala daerah.
Setiap orang yang mengikuti uji publik akan mendapatkan surat
keterangan telah mengikuti uji publik. Surat ini menjadi salah satu
persyaratan pada saat mendaftar sebagai calon kepala daerah. Artinya, uji
publik tidak bersifat menggugurkan, tidak ada pernyataan lulus atau tidak
lulus uji publik. Terdapat beberapa hal penting di dalam ketentuan umum
Perppu Pemilihan Kepala Daerah tentang uji publik. Pertama, uji publik
merupakan pengujian kompetensi dan integritas.
52
Kedua, uji publik dilaksanakan secara terbuka. Ketiga, uji publik
dilaksanakan oleh panitia yang bersifat mandiri yang dibentuk oleh komisi
pemilihan umum provinsi atau kabupaten/kota. Tujuan uji publik menurut
penjelasan umum Perppu adalah untuk menciptakan kualitas kepala daerah
yang memiliki kompetensi, integritas, kapabilitas, serta memenuhi unsur
akseptabilitas.
Kapabilitas sudah terangkum dalam unsur kompetensi yang telah
ditegaskan dalam ketentuan umum. Karena itu, tujuan uji publik
sesungguhnya meliputi tiga aspek, yaitu kompetensi, integritas, dan
akseptabilitas.
Komisioner KPU, Arief Budiman menambahkan, uji publik
dilakukan untuk mengukur 2 hal utama. Yakni kompetensi dan integritas
sang bakal calon kepala daerah. Tujuannya, agar bisa dinilai langsung oleh
masyarakat.
Untuk mencapai tujuan uji publik dan menjawab permasalahan yang
muncul, mekanisme uji publik dapat dilakukan dalam tiga tahapan. Pertama,
semua bakal calon menyampaikan riwayat hidup yang memuat rekam jejak.
Panitia mengumumkan secara luas riwayat hidup dan rekam jejak kepada
seluruh masyarakat. Kedua, masyarakat dipersilakan memberikan masukan
dan informasi terkait dengan rekam jejak kapasitas dan integritas bakal
calon.
53
Dalam Pasal 38 ayat 2 Perppu nomor 1 tahun 2014 disebutkan, partai
politik atau gabungan dapat mengusulkan lebih dari 1 bakal calon Gubernur,
Bupati, dan Walikota untuk dilakukan uji publik. Lalu ayat 4 menyatakan,
panitia uji publik beranggotakan 5 orang yang terdiri dari 2 orang dari unsur
akademisi, 2 orang dari tokoh masyarakat, dan 1 orang anggota KPU
Provinsi/kabupaten/kota.
Uji publik bukanlah penentu lolos tidaknya calon tersebut dalam
proses itu. Namun uji publik hanya bertujuan untuk supaya masyarakat
publik mengenal calon lebih komprehensif lagi. Uji publik dengan sistem
seperti ini melemahkan PERPPU. Hasil uji publik yang tidak
menggugurkan pencalonan menjadi kelemahan Perppu.
Beberapa aspek tersebut merupakan nilai-nilai demokrasi yang
harus diperhatikan oleh lembaga terkait pemilihan. Hal ini bertujuan untuk
mengedepankan kepentingan masyarakat dalam demokrasi. Proses
penjaringan calon oleh parpol dan uji publik idealnya bukan merupakan hal
formalistik saja namun harus diimplementasikan dalam rangkaian pilkada.58
2.5 Partai Politik
Peserta pemilu adalah partai politik, baik di tingkatan nasional ataupun
daerah. Partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini
58 Kpu.co.id dalam penerbitan majalah Suara demokrasi
54
ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan
cara konstitusional untuk melaksanakan programnya.59
Menurut Sigmund Neumann dalam hubungannya dengan komunikasi
politik, partai politik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan
kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga pemerintah yang resmi dan
yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat politik yang lebih
luas.60
2.5.1 Multi Partai
Umumnya diangap bahwa keanekaragaman budaya politik suatu
masyarakat mendorong pilihan kearah sistem multi partai. Jika
dihubungkan dengan sistem pemerintahan parlementer, mempunyai
kecenderungan untuk menitikberatkan kekuasaan pada badan legislatif,
sehingga peran badan eksekutif sering lemah dan ragu-ragu. Hal ini sering
disebabkan karena tidak ada satu partai yang cukup kuat untuk membentuk
suatu pemerintahan sendiri, sehingga membentuk koalisi dengan partai lain.
2.5.2 Koalisi Parpol
Konsekuensi logis dari pemilu dengan multi parpol adalah koalisi
antar parpol. Syarat 25% peraih suara untuk tiket capres menjadi sulit
dipenuhi parpol, koalisi menjadi keniscayaan. Namun, sepanjang sejarah
59 Prof miriam budiardjo, 2008. Dasar-dasar ilmu politik. Jakarta: Gramedia, halaman 404 60 Sigmund Neumman. modern political parties. halaman 352
55
parpol tidak ada parpol yang dapat melakukan komitmen kuat hingga akhir
masa suatu pemerintahan.61
Dalam melakukan koalisi idealnya parpol mempertimbangkan
tujuan serta misi koalisi kedepan. Masyarakat sangat berharap pemimpin
yang terpilih memihak kepada kepentingan mereka. Namun, dalam
realitasnya parpol melakukan koalisi dengan pola pragmatis. Hal ini
tergantung pada calon yang memiliki modal logistik besar dan menjanjikan
posisi jabatan strategis yang menjadi syarat koalisi ini terbentuk. Dengan
besaran mahar untuk memperoleh dukungan, parpol seakan mudah
dihimpun oleh calon untuk bergabung dalam koalisi borong parpol. Calon
dengan logistik yang besar ini akan berupaya menghimpun banyak parpol
sehingga kemenangan pun sudah berada di tangan.
2.6 Teori Elit Politik
Munculnya teori elit politik lahir dari diskusi seru para ilmuwan sosial
amerika tahun 1950-an, antara Schumpter (ekonom), Lasswell (ilmuwan politik),
dan sosiolog C Wright Mills, yang melacak tulisan-tulisan dari para pemikir
eropa.62 Selalu muncul dua kelas dalam masyarakat, yaitu kelas yang memerintah
dan diperintah. Kelas yang pertama, memegang semua fungsi politik, monopoli
kekuasaan dan menikmati keuntungan yang didapatnya dari kekuasaan.
61 Iwan k hamdani, 2012. Demokrasi seolah-olah. Serang: piksi input Serang, halaman 32 62 SP varma, 2007. Teori politik modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Halaman 199
56
Pada pernyataan ini, terlihat bagaimana elit politik yang berkuasa identik
dengan pemenangan calon kepala daerah dengan manfaat kekuasaan. Hingga
kontestasi yang berlangsung semi-sportif dengan koalisi parpol yang tidak
berimbang hingga terindikasi aksi borong parpol.
Para elit politik ini atau bisa disebut aristrokat mengusasai pemerintahan.
Penguasaan minoritas atas mayoritas menurut Mosca dalam buku SP Varma
dilakukan dengan cara terorganisasi. Yang menempatkan mayoritas tetap berdiri
dibelakang, apalagi kelompok minoritas terdiri dari individu-individu yang
superior. Mosca meneliti komposisi elit lebih dekat lagi dengan mengenali peran
kekuatan sosial tertentu.
57
2.7 Kerangka Berpikir
Teori S-O-R menjadi landasan teori dalam penelitian ini. Teori stimulus-
organism-response ini menjelaskan bahwa proses komunikasi akan memunculkan
persepsi dengan respon positif atau negatif.
Persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol akan diukur menggunakan
indikator operasional variabel yakni sesuai dengan proses terbentuknya persepsi
berdasarkan tahapan perhatian, penafsiran, pengetahuan. Menurut Rakhmat,
persepsi ditentukan oleh beberapa faktor yang berasal dari stimulus, yaitu:
1. Perhatian
Proses mental stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli
lainnya melemah. Sedangkan atensi yang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni
atribut-atribut objek yang dipersepsikan.
2. Penafsiran
Penafsiran merupakan proses dimana penerima memberi arti terhadap
pesan-pesan yang dierimanya, mengorganisasikan stimuli dengan konteksnya, dan
mengisinya dengan interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang
dipersepsikan.
3. Pengetahuan
Pengetahuan terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami,
atau dipersepsikan khalayak. Kognitif terjadi pada diri komunikan yang sifatnya
informatif bagi dirinya. Persepsi sosial atau persepsi orang terhadap orang lain
58
adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita
alami dalam lingkungan kita. Oleh karena itu manusia mempunyai aspek emosi,
maka persepsi atau penilaian kita terhadap orang akan mengandung resiko. Persepsi
saya terhadap anda merupakan persepsi anda terhadap saya, dan pada gilirannya
persepsi anda terhadap saya juga mempengaruhi persepsi saya terhadap anda.
Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pandangan masyarakat
dalam tahap makna pesan yang dikirimkan ke otak harus dipelajari. Kenneth K.
Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson,
menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi, organisasi,
dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup sensasi dan atensi,
sedangkan organisasi melekat pada interpretasi aksi borong parpol. Persepsi
masyarakat tentang aksi borong parpol dengan teori S-O-R dan proses
pembentukan persepsi dapat digambarkan dalam diagram kerangka pemikiran
berikut:
59
Diagram 2.1
Kerangka Berpikir
Pada bagan diatas ditunjukkan bahwa stimulus yakni fenomena aksi borong
parpol pada pilkada Serang Kabupaten 2015. Organism yang dimaksud adalah
masyarakat. Persepsi pada bagan diatas ditujukan kepada masyarakat dalam tahap
proses pembentukan persepsi.
INTI TEORI S-O-R PROSES PEMBENTUKAN
PERSEPSI MASYARAKAT
Tahap seleksi
Tahap interpretasi
Tahap organisasi
STIMULUS
(aksi borong parpol
pada pilkada)
ORGANISM
(masyarakat)
TAHAPAN RESPONS
persepsi masyarakat
60
2.8 Kerangka Operasional Variabel
Pertanyaan dalam kuesioner mengacu pada teori S-O-R dengan pengukuran
proses terbentuknya persepsi menurut pendapat yang dikemukakan oleh Kenneth
K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson,
menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi, organisasi,
dan interpretasi. Operasional variabel yang digunakan pada penelitian ini yakni :
61
Tabel 2.1
Kerangka Operasional Variabel
Variabel Dimensi Indikator Skala
1. Persepsi
Persepsi adalah sarana
yang memungkinkan kita
memperoleh kesadaran
akan sekeliling dan
lingkungan kita (Kenneth
K. Sereno dan Edward M.
Bodaken)
Deddy Mulyana, 2008,
Ilmu komunikasi suatu
pengantar, halaman 180
1. Seleksi
Yang dimaksud seleksi
sebenarnya mencakup
sensasi dan atensi,
sedangkan organisasi
melekat pada interpretasi.
seleksi meliputi:
1. memberikan perhatian
2. memicu ketertarikan
dimensi perhatian :
1. perhatian spontan
2. perhatian reflektif
3. perhatian statis
4. perhatian dinamis
2. Organisasi
seleksi :
1. perhatian spontan
2. perhatian reflektif
3. perhatian statis
4. perhatian dinamis
organisasi:
1. frame of reference
(pengetahuan terhadap
sesuatu)
2. frame of experience
(pengalaman)
Interpretasi:
1. pembentukan makna
2. pembentukan ekspresi
likert
62
tahap pengorganisasian
diukur melalui:
1. frame of reference
(pengetahuan)
2. frame of experience
(pengalaman)
3. Interpretasi
meletakkan suatu
rangsangan bersama
rangsangan lainnya
sehingga menjadi suatu
keseluruhan yang
bermakna. (ibid, halaman
181)
dimensi interpretasi:
1. pembentukan makna
2. pembentukan ekspresi
63
Penulis akan menggunakan tabel operasional variabel sebagai acuan membuat
pertanyaan dalam kuesioner. Untuk mengetahui persepsi masyarakat tentang aksi
borong parpol akan digunakan indikator pilkada Kabupaten Serang dan aksi borong
parpol dalam tabel operasional variabel.
Didalam kuesioner yang dibuat, variabel serta subvariabel dan indikatornya
akan disusun menjadi pertanyaan. Untuk mengetahui informasi lebih lanjut dari
variabel akan digunakan pengukuran dengan skala likert. Skala likert merupakan
instrumen pengukuran untuk meminta resonden dalam memberikan respon
terhadap beberapa statement dengan menunjukkan apakah sangat setuju, setuju,
tidak setuju, sangat tidak setuju terhadap setiap pernyataan.
Dalam kuesioner tersebut terdapat pertanyaan dengan empat opsi jawaban
dan untuk keperluan analisis penulis. Opsi ini menjadi skala penilaian untuk
mengukur skoring dan kemudian untuk mengukur skor tertinggi sampai terendah
dengan ketentuan opsi :
Sangat setuju (SS)
Setuju (S)
Tidak setuju (TS)
Sangat tidak setuju (STS)
64
Berikut ini tabel penilaian skala likert :
Tabel 2.2
Nilai dalam Skala Likert
Skor Penilaian
4 A. Sangat setuju
3 B. Setuju
2 C. Tidak Setuju
1 D. Sangat tidak setuju
2.9 Penelitian Terdahulu
Sebagai referensi penulisan, beberapa peneliti terdahulu yang meneliti
objek penelitian yang berkaitan dengan pengukuran persepsi.
Penelitian pertama oleh Sonny Fidrian (mahasiswa ilmu komunikasi
UNTIRA) tahun 2010 tentang persepsi penonton terhadap tayangan gebyar BCA di
Indosiar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Dalam
penelitian ini, variabel yang diukur adalah persepsi penonton. Skala pengukuran
menggunakan skala likert dengan penilaian berdasarkan jawaban responden. Jenis
penelitian ini adalah survai deskriptif yang berguna untuk mengetahui sejauhmana
persepsi penonton live gebyar BCA terhadap tayangan gebyar BCA di Indosiar.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori stimulus-organims-response
65
(S-O-R). Penelitian ini bersifat deskriptif yakni hanya memaparkan situasi atau
peristiwa. Hasil penelitian ini menjelaskan tayangan gebyar BCA dipersepsikan
secara positif oleh mayoritas responden. Hasil dari akumulasi persepsi responden
adalah sebesar 75,27% dan hal tersebut menunjukkan persepsi yang positif terhadap
tayangan gebyar BCA.
Penelitian kedua, oleh Dani Prayudhi (mahasiswa ilmu komunikasi
UNTIRTA) tahun 2011 tentang persepsi mahasiswa tentang tingkat akurasi
pemberitaan media online detik.com. penelitian ini menggunakan satu variabel
yakni variabel persepsi. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif deskriptif. Teori yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teori digital dan teori informasi. Berdasarkan
hasil penelitian, diketahui bahwa media online detik.com dikatakan akurat dengan
hasil perhitungan sebesar 71,83%.
Penelitian ketiga, oleh Resgana Fitrakumara (mahasiswa ilmu komunikasi
Fisip UNTIRTA) tahun 2010 tentang persepsi wartawan hukum dan kriminal
tentang penerapan kode etik pasal 5 kewi. Penelitian ini menggunakan teori
disonansi kognitif. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian ini hanya
menggambarkan peristiwa atau fenomena yang terjadi. Hasil dari penelitian ini
yakni persepsi sangat tinggi dengan perhitungan pada tahap pengetahuan 86,6%,
pada tahap perhatian 70,2% dan pada tahap penafsiran 80,6%.
Penelitian keempat, oleh Lanang Suprayogi (mahasiswa ilmu komunikasi
UNTIRTA) tahun 2011 tentang persepsi siswa SMAN 1 Serang terhadap berita
tentang gaya hidup (lifestyle) pada majalah bimagazine. Jenis penelitian ini adalah
66
kuantitatif deskriptif dengan tujuan menggambarkan fenomena. Teori dalam
penelitian ini adalah individual difference menelaah perbedaan efek yang
ditimbulkan oleh media. Hasil dari penelitian ini adalah persepsi siswa SMAN 1
Serang terhadap majalah bimagazine positif dengan 50% lebih menyatakan persepsi
positif.
Penelitian kelima, oleh Widayanti (mahasiswa ilmu komunikasi
UNTIRTA) tahun 2011 tentang persepsi audiens tentang program happy weekend
sebagai informasi wisata di Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan
teori perbedaan individual. Metodologi dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif deskriptif dengan satu variabel yakni persepsi. Hasil dari penelitian ini
yakni 58,3% responden mengetahui.
Untuk lebih mudah mereferensikan penelitian terdahulu, penulis membuat
tabel penelitian terdahulu yakni:
67
Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
Judul penelitian Nama peneliti Metode penelitian Jumlah variabel Hasil penelitian
persepsi penonton
terhadap tayangan
gebyar BCA di
Indosiar
Sonny Fidrian
(mahasiswa ilmu
komunikasi
UNTIRA)
kuantitatif-desriptif 1 variabel persepsi responden
adalah sebesar
75,27% dan hal
tersebut
menunjukkan
persepsi yang positif
terhadap tayangan
gebyar BCA.
persepsi mahasiswa
tentang tingkat
akurasi pemberitaan
media online
detik.com
Dani Prayudhi
(mahasiswa ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
kuantitatif-deskriptif 1 Variabel media online
detik.com dikatakan
akurat dengan hasil
perhitungan sebesar
71,83%
persepsi wartawan
hukum dan kriminal
tentang penerapan
kode etik pasal 5
kewi
Resgana Fitrakumara
(mahasiswa ilmu
komunikasi Fisip
UNTIRTA)
kuantitatif-deskriptif 1 variabel persepsi sangat tinggi
dengan perhitungan
pada tahap
pengetahuan 86,6%,
pada tahap perhatian
70,2% dan pada
tahap penafsiran
80,6%
persepsi siswa
SMAN 1 Serang
terhadap berita
tentang gaya hidup
(lifestyle) pada
majalah bimagazine
Lanang Suprayogi
(mahasiswa ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
kuantitatif-deskriptif 1 variabel persepsi siswa
SMAN 1 Serang
terhadap majalah
bimagazine positif
dengan 50% lebih
68
menyatakan persepsi
positif.
persepsi audiens
tentang program
happy weekend
sebagai informasi
wisata di Kabupaten
Pandeglang
Widayanti
(mahasiswa ilmu
komunikasi
UNTIRTA)
kuantitatif-deskriptif 1 variabel Hasil dari penelitian
ini yakni 58,3%
responden
mengetahui program
happy weekend.
69
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol ini menggunakan
pendekatan kuantitatif, dimana data yang diperoleh merupakan data berupa angka
dan dapat dihitung. Riset kuantitatif adalah riset yang menggambarkan atau
menjelaskan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan. Dengan
demikian tidak terlalu mementingkan kedalaman data atau analisis. Periset lebih
mementingkan aspek keluasan data sehingga data atau hasil riset dianggap
merupakan representasi dari seluruh populasi.63
Dalam riset kuantitatif, periset dituntut bersikap objektif dan memisahkan
diri dari data. Artinya, periset tidak boleh membuat batasan konsep maupun alat
ukur data sekehendak hatinya sendiri. Semuanya harus objektif dengan diuji dahulu
apakah batasan konsep dan alat ukurnya sudah memenuhi prinsip reliabilitas dan
validitas. Dengan kata lain, periset berusaha membatasi konsep atau variabel yang
diteliti dengan cara mengarahkan riset dalam setting yang terkontrol, sistematik dan
terstruktur dalam sebuah desain riset ini sudah harus ditentukan sebelum riset
dimulai.
63 Rachmat Kriyantono, 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: Kencana media group, halaman 55
70
Karena periset harus menjaga sifat objektif maka dalam analisis datanya pun,
periset tidak boleh mengikutsertakan analisis dan interpretasi yang bersifat
subjektif. Karena itu digunakan uji statistik dalam analisis data. Prosedur riset
rasional empiris, artinya riset berangkat dari konsep atau teori yang melandasinya.
Konsep atau teori ini yang akan dibuktikan dengan data yang dikumpulkan
dilapangan.
3.2 Sifat Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Jenis riset deskriptif ini
bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-
fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep
(biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual
(landasan teori), periset melakukan operasionalisasi konsep yang akan
menghasilkan variabel beserta indikatornya. Riset ini untuk menggambarkan relitas
yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.64
Pada penelitian deskriptif, periset diharapkan bisa mengemukakan
konseptualisasi yang lebih jelas dan memiliki definisi konseptual dari gejala yang
akan diriset. Dalam riset deskriptif, konsep yang akan diriset hanya tunggal. Seperti
dalam penelitian ini yang meneliti persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten serang 2015. Dengan 1 variabel yakni persepsi dan objek
masyarakat pemilih serta indikator yang mengacu pada proses pembentukan
persepsi dan perpolitikan dengan aksi borong parpol.
64 Ibid., halaman 69
71
3.3 Teknik Penelitian
Tahapan pencarian data dalam penelitian ini menggunakan teknik penelitian
dengan metode survai.
3.3.1 Metode Survai
Survai adalah metode riset dengan menggunakan kuesioner sebagai
instrumen pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi
tentang sejumlah responden yang dianggap mewakili populasi tertentu.
Dalam survai proses pengumpulan dan analisis data sosial bersifat sangat
terstruktur dan mendetail melalui kuesioner sebagai instrumen utama untuk
mendapatkan informasi dari sejumlah responden yang diasumsikan
mewakili populasi secara spesifik.65
Dalam metode survai biasanya digunakan untuk meneliti populasi
yang relatif luas dengan cara menentukan sampel yang representatif dari
populasi yang diteliti. Metode yang biasa digunakan untuk memahami
berbagai fenomena yang ada di masyarakat ini, dalam komunikasi politik
digunakan untuk studi opini publik atau polling, dan studi pengaruh media
pada masyarakat. Dengan metode survai, hasil studi dapat ditarik
generalisasi deskriptif terhadap objek populasi yang luas.66
65 Ibid, halaman 59 66 Henry Subaktio, 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, halaman 10
72
Penelitian survei hanya menggunakan kuesioner dan hanya berkisar
pada ruang lingkup, seperti:
1. Ciri-ciri demografis masyarakat;
2. Lingkungan sosial mereka;
3. Aktivitas mereka;
4. Pendapat dan sikap mereka.67
Secara umum metode survai terdiri dari dua jenis, yaitu deskiptif dan
eksplanatif (analitik). Penelitian ini bersifat deskriptif dengan satu variabel,
maka digunakan metode survai deskriptif.
3.3.2 Survai Deskriptif
Jenis survai ini digunakan untuk mengambaran (mendeskripsikan)
populasi yang sedang diteliti. Fokus riset ini adalah perilaku yang sedang
terjadi dan terdiri dari satu variabel. Untuk analisis data dapat menggunakan
uji statistik deskriptif.68 Penelitian ini memiliki satu variabel yakni persepsi
dengan populasi Masyarakat pemilih. Tujuan penelitian ini yakni akan
mengukur bagaimana persepsi Masyarakat pemilih tentang aksi borong
parpol.
67 Moser, C. A., survei method in social investigation, London, Iheineman, 1969. Dikutip dari Masri Singarimbun halaman 8, dalam burhan bungin, metodologi penelitian sosial format kualitatif dan kuantitatif, Surabaya: AUP. 2001, halaman 30 68 Ibid, halaman 59
73
Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat
terhadap fenomena sosial tertentu, misalnya perceraian, pengangguran,
keadaan gizi, preferensi terhadap politik tertentu dan lain-lain.69
3.3.3 Expose Facto
Penelitian expose facto merupakan penyelidikan secara empiris
yang sistematik. Penelitian expose facto disebut demikian karena sesuai
dengan arti expose facto, yaitu “dari apa yang dikerjakan setelah
kenyataan”, maka penelitian ini disebut sebagai penelitian sesudah kejadian.
Penelitian ini juga sering disebut after the fact, retrospective study (studi
penelusuran kembali). Penelitian expose facto merupakan penelitian di
mana variabel-variabel bebas telah terjadi ketika peneliti mulai dengan
pengamatan varabel terikat dalam suatu penelitian. (Sukardi: 2003)70
3.3.4 Ukuran Ordinal
Tingkat ukuran ordinal banyak digunakan dalam penelitian sosial
terutama untuk mengukur kepentingan, sikap atau persepsi. Melalui
pengukuran ini, peneliti dapat membagi repondennya dalam urutan ranking
atas dasar sikapnya pada obyek atau tindakan tertentu. Misalnya responden
dapat diurutkan menjadi “sangat setuju” nilai 4, “setuju” nilai 3, “tidak
setuju” nilai 2, “sangat tidak setuju” nilai 1. Angka-angka tersebut sekedar
69 Masri Singarimbun, 1989. Metode penelitian survai. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, halaman 4 70 Deni Darmawan, 2014. Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 40
74
menunjukkan urutan responden, dan bukan nilai responden unuk variabel
tersebut.71
3.4 Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma post-
positivisme. Post-positivisme merupakan pemikiran yang menggugat asumsi dan
kebenaran-kebenaran positivisme. Beberapa asumsi dasar post-positivisme yakni,
yang pertama, fakta tidak bebas melainkan bermuatan teori. Kedua, falibilitas teori
yakni tidak satupun teori yang dapat sepenuhnya dijelaskan dengan bukti-bukti
empiris, bukti empiris memiliki kemungkinan untuk menunjukkan fakta anomali.
Ketiga, fakta tidak bebas melainkan penuh dengan nilai. Keempat, interaksi antara
subjek dan objek penelitian. Hasil penelitian bukanlah reportase objektif melainkan
hasilinteraksi manusia dan semesta yang penuh dengan persoalan dan senantiasa
berubah.72
Salah satu tokoh yang dikategorikan sebagai pemikir post-positivisme
adalah Popper. Ia disebut post-positivisme karena pemikirannya pada satu sisi
mencoba melepaskan diri dari kecenderungan positivisme, Popper isalnya
mengkritik objektivisme yang dianut Comte, namun pada pemikirannya yang lain
Popper masih mengikuti prinsip-prinsip positivisme.
Secara ontologis, post positivisme bersifat critial realism. Critical realism
memandang bahwa realitas memang ada dalam kenyatan sesuai dengan hukum
71 Masri Singarimbun, halaman 102 72 Elvirano Ardianto, Bambang Q-Annes. 2007. Filsafat Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, halaman 100
75
alam, tetapi suatu hal yang mustahil bila manusia (peneliti) dapat melihat realitas
tersebut secara benar (apa adanya, seperti keyakinan positivisme). Kaum post-
positivis meyakini bahwa proses konstruksi sosial terjadi dalam berbagai cara dan
terpola secara relatif pada kerja penlitian.
Semua orang mempunyai kehendak bebas dan kreativitas, walaupun mereka
menjalankan kreativitas tersebut dalam cara yang kerap sudah terpola dan dapat
diprediksi. Kalangan post-positivis meyakini bahwa konstruksi sosial dapat
ditemukan secara objektif pada para pelaku dunia sosial. Dari konstruksi tersebut,
penelitian harus diarahkan untuk mempelajari ekses dari pengaruh konstruksi ini
dalam kehidupan komunikatif.
Post-positivisme bagaimanapun terlihat sama dengan positivisme,
walaupun ada beberapa perbedaan yang khas. seperti pada basis ontologi,
sementara positivisme menekankan realisme mutlak, post-positivisme memilih
realisme kritis. Sebagaimana mereka menjalankan asumsi-asumsi ontolois realisme
kritis, kebanyakan kalangn sarjana komunikasi post-positivis mengacu pada prinsip
epistemologis dan aksiologis dengan objektivisme yang dimodifikasi.
Kalangan teoritisi post-positivisme secara umum mengacu pada asumsi
objektivisme positivisme. Ada dua asumsi objektivisme. Yang pertama, pecarian
atas pengetahuan dilakukan dengan bersandar pada penjelasan kausal dan
bergantung pada keteraturan yang ditemukan dalam dunia fiik dan sosial. Kedua,
adanya pemisahan antara objek yang diamati dengan subjek yang mengamati.
Objektivitas tetap terjaga dan pertumbuhan ilmu pengetahuan sosial yang ilmiah
76
akan terus tumbuh. Dari pola ini, meski menghindari klaim kebenaran yang absolut
dan prinsip bebas nilai, post-positivisme percaya bahwa kemajuan bisa diperoleh,
bila para penliti menjalankan kehati-hatian dalam pengajuan teori dan dalam proses
penelitian, serta kritis terhadap pernyataan teoritis dan justifikasi empirik.
Perspektif post-positivisme membawa pengaruh yang besar pada ilmu sosial
termasuk ilmu komunikasi. Melalui kritik yang mendasar terhadap positivisme
yang terlalu realis, bebas nilai, dan memisahkan subjek dan objek penelitian, post-
positivisme memberikan model penelitian khas ilmu sosial. Manusia bukanlah
benda yang ketika diteliti hanya menyajikan efek yang sama, manusia itu hidup dan
dapat mengonstruksi tanggapan tertentu ketika diteliti. Menurut post-positivisme,
keobjektivan dapat ditemukan sejauh hubungannya dengan teori yang digunakan.73
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat menentukan baik
tidaknya riset. Metode pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat
digunakan periset untuk mengumpulkan data. Dalam riset kuantitatif, metode
pengumpulan data yakni dengan kuesioner, wawancara terstruktur, dan
dokumentasi.74 Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan
kuesioner dan dokumentasi.
73 Ibid, halaman 121 74 Op.cit., halaman 95
77
3.5.1 Kuesioner
Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh responden.
Kuesioner disebut juga angket, namun penulis tetap menyebutnya kuesioner
tanpa mengurangi esensinya. Tujuan penyebaran angket adalah mencari
informasi yang lengkap mengenai suatu masalah dari responden.75
Responden dalam penelitian ini adalah Masyarakat pemilih.
Bentuk dari kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari bagian
pembuka, yakni berisikan pernyataan penulis tentang proses pengambilan
data melalui kuesioner, petunjuk pengisian kuesioner, bagian identitas
responden (nama, umur, alamat, jenis kelamin). Kemudian bagian
selanjutnya berisi pertanyaan yang disusun berdasarkan operasional
variabel. Responden dapat menjawabnya sesuai keinginan dan
tanggapannya dengan memberikan ceklis pada kolom sangat setuju (SS),
setuju (S), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).
Selanjutnya hasil dari pengisian kuesioner ini akan diolah
menggunakan alat pengukuran. Pada penelitian ini, penulis menggunakan
skala likert sebagai alat pengukuran. Skala likert digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang
tentang fenomena atau peristiwa sosial.76 Berikut digambarkan dalam tabel
skala pengukuran menggunakan skala likert :
75 Ibid., halaman 97 76 Riduan, 2013. Statistik Penelitian. Jakarta: PT. Rosdakarya, halaman 39.
78
Tabel 3.1
Penilaian Skala Likert
Jawaban Skor
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Pada skala likert umumnya menggunakan 5 pilihan jawaban. Namun
dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 pilihan jawaban. Penulis
menghilangkan opsi ragu-ragu dengan pertimbangan kualitas data dan
untuk menghindari jawaban keragu-raguan dari responden. Disediakannya
jawaban di tengah-tengah (ragu-ragu) akan menghilangkan banyaknya data
dalam riset, sehingga data yang diperlukan banyak yang hilang.
(Kriyantono, 2008:137)
3.5.2 Dokumentasi
Dalam metode dokumentasi ini penulis akan mencari data peraturan
KPUD kabupaten serang tentang koalisi parpol, dan pengumuman nomor
urut calon Bupati dan Wakil Bupati Serang dalam pilkada 9 Desember 2015,
serta dokumen penguat lainnya. Selain dokumen tersebut, penulis juga akan
79
mencantumkan foto proses penyebaran kuesioner yang relevan sebagai
penguat data dalam penelitian ini.
3.6 Populasi dan Sampel Penelitian
Sugiyono (2002:55) menyebut populasi sebagai wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakeristik tertentu
yang ditetapkan oleh periset untuk dipelajari, kemudian ditarik suatu kesimpulan.77
3.6.1 Populasi
Populasi (kumpulan objek riset) bisa berupa orang, organisasi, kata-
kata dan kalimat, simbol-simbol non verbal, surat kabar, radio, televisi,
iklan, dan lainnya.78 Populasi dalam penelitian ini adalah Masyarakat
pemilih kabupaten Serang. Jumlah populasi Masyarakat pemilih adalah
1.113.656 Orang (sumber: http///kpu-kabserang.go.id) Penulis mengambil
sebagian dari populasi ini dengan menggunakan teknik sampling.
3.6.2 Sampel
Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus.
Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti
harus melakukan sensus. Namun, karena sesuatu hal peneliti tidak bisa
meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah
meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi. Berbagai alasan
mengapa peneliti tidak melakukan sensus, antara lain: (a) populasi demikian
77 Ibid., halaman 153 78 Ibid., halaman 153
80
banyaknya sehingga dalam praktiknya tidak mungkin seluruh elemen
diteliti, (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia,
membuat peneliti harus puas jika meneliti sebagian dari elemen
penelitiannya, (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap
sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi. Misalnya karena
elemen sedemikian banyaknya, maka akan muncul kelelahan fisik dan
mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma
sekaran, 1992), (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian
terhadap seluruh elemen menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti
kualitas jeruk dari satu pohon jeruk.79
Kita perlu memperhatikan masalah efisiensi dalam memilih metode
pengambilan sampel. Menurut Teken (1965: 39), metode A dikatakan lebih
efisien daripada metode B apabila sejumlah biaya, tenaga dan waktu yang
sama, metode A itu dapat memberikan tingkat presisi yang lebih tinggi;
atau, untuk tingkat presisi yang sama diperlukan biaya, tenaga dan waktu
yang lebih rendah.
Idealnya sampel mempunyai sifat:
1. Dapat menggambarkan populasi;
2. Dapat menentukan presisi;
3. Rencana analisa penelitian harus sesuai dengan tujuan;
79 Deni Dermawan, 2014. metode penelitian kuantitatif, halaman 138
81
4. efisiensi tenaga, biaya dan waktu.
Walaupun besarnya sampel yang harus diambil dalam suatu
penelitian didasarkan keempat pertimbangan di atas, tetapi agar dapat
menghemat waktu, biaya dan tenaga, maka seorang peneliti harus dapat
memperkirakan besaran jumlah sampel yang diambil sehingga presisinya
dianggap cukup untuk menjamin tingkat kebenaran hasil penelitian. Jadi
peneliti sendirilah yang menentukan tingkat presisi yang dikehendaki, yang
selanjutnya berdasarkan presisi tersebut dapat menentukan besaran jumlah
sampel.80
Populasi dalam penelitian ini akan diambil bagian di setiap
kecamatan, atau disebut sampel. Syarat sampel harus representatif atau
mewakili dari seluruh populasi yang diriset. Sampel yang representatif
dapat diartikan bahwa sampel tersebut mencerminkan semua unsur dalam
populasi secara proporsional atau memberikan kesempatan yang sama pada
semua unsur populasi untuk dipilih, sehingga dapat mewakili keadaan
sebenarnya dalam keseluruhan populasi.
Sampel yang diambil adalah bagian dari populasi. Hal ini
dimaksudkan untuk tingkat akurasi data. Untuk itu sampel yang diambil dari
populasi harus betul-betul representatif (mewakili).81 Dalam kajian kaidah
keilmuan komunikasi, teknik sampling yang sering digunakan oleh para
80 Masri Singarimbun, halaman 152 81 Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, halaman 62
82
peneliti yakni rumus taro yamane dengan tingkatan kesalahan 1%, 5%, dan
10%.
Batas kesalahan yang ditolerir ini bagi setiap populasi tidak sama.
Ada yang 1%, 2%, 3%, 4%, 5%, atau 10%. (umar, 2002: 134)82 dalam
penelitian ini peneliti menggunakan toleransi kesalahan 10% dari besaran
populasi.
3.7 Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan teknik sampling stratified proportional random sampling dengan
mangambil sampel dari area sampling. Teknik sampling ini masuk kedalam jenis
probability sampling yakni, teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang
yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota
sampel.83
Teknik probability sampling yang digunakan adalah dengan sampling area.
Teknik sampling area yang digunakan ketika sifat populasi area mudah ditentukan.
Kalau penelitian menggunakan pembatasan suatu area dilihat dari pembatasan
sistem pemerintahan, maka unit populasi adalah dukuh, desa, kecamatan, kabupaten
dan seterusnya.84 Dalam penelitian ini, populasi dari kabupaten Serang terdapat 29
kecamatan dan akan diteliti setiap kecamatan dengan menentukan besaran jumlah
82 Dalam Rachmat Kriyantono, 2006. Teknik praktis riset komunikasi. Jakarta: kencana pranada group, halaman 164 83 Ibid, halaman 63 84 Burhan Bungin, 2005. Metode penelitian kuantitatif, Jakarta: Kencana, halaman 110
83
sampel yang berbeda, hal ini bergantung pada jumlah masyarakat pemilih di setiap
kecamatan.
3.7.1 Sampling area
Sampling area atau cluster sampling digunakan untuk menentukan
sampel bila objek yang diteliti sangat luas. Misalnya penduduk dari negara,
provinsi, atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan
dijadikan sumber data, maka pengambilan sampel ditetapkan bertahap dari
wilayah terbesar hingga terkecil.85
Teknik sampling daerah (area sampling) digunakan untuk
menentukan sampel bila populasi obyek yang akan diteliti atau sumber
datanya sangat luas, misal penduduk dari suatu negara, propinsi atau
kabupaten. Tetapi perlu diingat jika penduduk berstrata atau tidak sama
maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random
sampling.86
Berdasarkan data populasi yang ada, penentuan jumlah sampel
dalam penelitian ini diambil menggunakan data jumlah masyarakat yang
diakses dari sumber berita acara KPU kabupaten Serang tentang daftar
pemilih tetap dengan total jumlah masyarakat 1.113.656 jiwa.
85 Sugiyono, 2013, Statistika untuk penelitian, Bandung: Alfabeta, halaman 65 86 Sugiyono, halaman 65
84
3.8 Kerangka Sampling
Dalam penelitian ini, penulis menganalis jumlah sampel yang digunakan
agar hasil datanya valid dan reliabel. Kerangka sampling yang dibuat berdasarkan
populasi dan penggolongan sampling. Pada penelitian ini, populasi yang dimaksud
adalah masyarakat kabupaten Serang, dengan sampel yang dikategorikan berdasar
kecamatan.
Serang, Jum’at 02 Oktober 2015 Komisi Pemilihan Umum Kabupaten
Serang setelah melaksanakan Rapat Pleno Bersama. Setelah melalui proses panjang
yang awalnya menetapkan DPS kemudian adanya perbaikan, kemudian
menghasilkan DPT, setelah merekap dari 29 Kecamatan yang tersebar di wilayah
Kabupaten Serang, KPU Kab. Serang dalam melaksanakan Pemilihan Bupati dan
Wakil Bupati Serang menetapkan Jumlah Pemilih Laki-laki 566.117 dan
Perempuan 547.539, dengan jumlah keseluruhan 1.113.656 DPT yang tersebar di
2.148 TPS di seluruh wilayah Kab. Serang.87
Berdasarkan data populasi yang ada, maka untuk menghitung jumlah
sampel digunakan rumus Taro yamane dengan presisi 10% dengan tingkat
kepercayaan 90% yaitu sebagai berikut:
87 http://kpu.serangkab.go.id/index.php/2015/10/03/kpu-kabupaten-serang-menetapkan-dpt-1-113-656/ diakses pada 25 Oktober 2015 jam 10.51 WIB
85
n = 1.113.656
1.113.656 (0,1)2+1
= 1.113.656
11.137,56
= 99,99102137 dibulatkan menjadi 100
Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 100 masyarakat.
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = nilai presisi yang diinginkan 90% atau a= 0,1
Data jumlah masyarakat ini selanjutnya akan dibagi berdasarkan kategori area
kecamatan.
Adapun jumlah populasi dan sampel yang diambil dari masyarakat pemilih
tiap kecamatan yakni dengan berdasarkan kategori area kecamatan dan jenis
kelamin, maka untuk menentukan ukuran sampel harus proporsional. Dari rumus
Yamane didapatkan jumlah sampel yakni 100 responden. Penulis menghitung
jumlah sampel dengan :
86
Tabel 3.2
Tabel Kerangka Sampel
NO NAMA
KECAMATAN
JUMLAH
PEMILIH
RUMUS
SAMPLIN
G
JUMLAH
SAMPEL
(orang)
JUMLA
H
PEMILI
H
LAKI-
LAKI
rumus
sampling
laki-laki
JUMLAH
PEMILIH
PEREMPU
AN
rumus
sampling
perempuan
SAMPEL
PEMILIH
LAKI-LAKI
SAMPEL
PEMILIH
PEREMPUA
N
1 ANYAR 39.270 39270
1113656 x 100
= 3,526
dibulatkan 4
4 2004
5
20045
1113656
x 100 =
1,799
dibulat
kan 2
19225 19225
1113656
x 100 =
1,726
dibulat
kan 2
2 2
2 BANDUNG 23.631 23631
1113656 x 100
= 2,121
dibulatkan 2
2 1206
0
12060
1113656
x 100 =
1,082
dibulat
kan 1
11571 11571
1113656
x 100 =
1,039
dibulat
kan 1
1 1
3 BAROS 39.583 39583
1113656 x 100
= 3,554
dibulatkan 4
4 2076
5
20765
1113656
x 100 =
1,864
dibulat
kan 2
18818 18818
1113656
x 100 =
1,689
dibulat
kan 2
2 2
4 BINUANG 23.178 23.178
1113656 x 100
= 2,081
dibulatkan 2
2 1159
7
11597
1113656
x 100 =
1,041
dibulat
kan 1
11581 11581
1113656
x 100 =
1,039
dibulat
kan 1
1 1
5 BOJONEGA
RA
34.048 34048
1113656 x 100
= 3,05
dibulatkan 3
3 1721
3
17213
1113656
x 100 =
1,545
dibulat
kan 2
16835 16835
1113656
x 100 =
1,511
dibulat
kan 1
2 1
87
6 CARENANG 26.732 26732
1113656 x 100
= 2,400
dibulatkan 2
2 1312
3
13123
1113656
x 100 =
1,178
dibulat
kan 1
13609 13609
1113656
x 100 =
1,222
dibulat
kan 1
1 1
7 CIKANDE 72.123 72123
1113656 x 100
= 6,476
dibulatkan 6
6 3678
5
36785
1113656
x 100 =
3,303
dibulat
kan 3
35338 35338
1113656
x 100 =
3,173
dibulat
kan 3
3 3
8 CIKEUSAL 51.823 51823
1113656 x 100
= 4,653
dibulatkan 4
4 2613
9
26139
1113656
x 100 =
2,347
dibulat
kan 3
25684 25684
1113656
x 100 =
2,306
dibulat
kan 2
2 2
9 CINANGKA 44.776 44776
1113656 x 100
= 4,02
dibulatkan 4
4 2276
0
22760
1113656
x 100 =
2,043
dibulat
kan 2
22016 22016
1113656
x 100 =
1,976
dibulat
kan 2
2 2
10 CIOMAS 29.995 29995
1113656 x 100
= 2,693
dibulatkan 2
2 1558
4
15584
1113656
x 100 =
1,399
dibulat
kan 2
14411 14411
1113656
x 100 =
1,294
dibulat
kan 1
1 1
11 CIRUAS 55.326 55326
1113656 x 100
= 4,967
dibulatkan 5
5 2758
5
27585
1113656
x 100 =
2,476
dibulat
kan 2
27741 27741
1113656
x 100 =
2,490
dibulat
kan 3
2 3
12 GUNUNG
SARI
15.841 15841
1113656 x 100
= 1,422
dibulatkan 2
2 8304 8304
1113656
x 100 =
0,745
7537 7537
1113656
x 100 =
0,676
1 1
88
dibulat
kan 1
dibulat
kan 1
13 JAWILAN 39.208 39208
1113656 x 100
=3,520
dibulatkan 4
4 2012
6
20126
1113656
x 100 =
1,807
dibulat
kan 2
19082 19082
1113656
x 100 =
1,713
dibulat
kan 2
2 2
14 KIBIN 35.814 35814
1113656 x 100
= 3,215
dibulatkan 3
3 1772
0
17720
1113656
x 100 =
1,591
dibulat
kan 1
18094 18094
1113656
x 100 =
1,624
dibulat
kan 2
1 2
15 KOPO 37.337 37337
1113656 x 100
= 3,352
dibulatkan 3
3 1951
8
19518
1113656
x 100 =
1,752
dibulat
kan 2
17819 17819
1113656
x 100 =
1,600
dibulat
kan 2
2 1
16 KRAGILAN 52.777 52777
1113656 x 100
= 4,739
dibulatkan 5
5 2648
6
26486
1113656
x 100 =
2,378
dibulat
kan 3
26291 26291
1113656
x 100 =
2,360
dibulat
kan 2
3 2
17 KRAMATW
ATU
69.927 69927
1113656 x 100
= 6,279
dibulatkan 6
6 3586
9
35869
1113656
x 100 =
3,220
dibulat
kan 3
34058 34058
1113656
x 100 =
3,058
dibulat
kan 3
3 3
18 LEBAK
WANGI
30.900 30900
1113656 x 100
= 2,77
dibulatkan 3
3 1522
4
15224
1113656
x 100 =
1,367
dibulat
kan 1
15676 15676
1113656
x 100 =
1,407
dibulat
kan 2
1 2
19 MANCAK 33.863 33863
1113656 x 100 3 1767 17672
1113656 16191 16191
1113656 2 1
89
= 3,040
dibulatkan 3
2 x 100 =
1,586
dibulat
kan 2
x 100 =
1, 453
dibulat
kan 1
20 PABUARAN 30.741 30741
1113656 x 100
= 2,760
dibulatkan 3
3 1606
2
16062
1113656
x 100 =
1,442
dibulat
kan 2
14679 14679
1113656
x 100 =
1,318
dibulat
kan 1
2 1
21 PADARINC
ANG
51.523 51523
1113656 x 100
= 4,626
dibulatkan 4
4 2618
7
26187
1113656
x 100 =
2,351
dibulat
kan 3
25336 25336
1113656
x 100 =
2,275
dibulat
kan 2
2 2
22 PAMARAYA
N
42.105 42105
1113656 x 100
= 3,780
dibulatkan 4
4 2174
1
21741
1113656
x 100 =
1,952
dibulat
kan 2
20364 20364
1113656
x 100 =
1,828
dibulat
kan 2
2 2
23 PETIR 42.260 42260
1113656 x 100
= 3,794
dibulatkan 4
4
2168
5
21685
1113656
x 100 =
1,963
dibulat
kan 2
20395 20395
1113656
x 100 =
1,831
dibulat
kan 2
2 2
24 PONTANG 34.513 34513
1113656 x 100
= 3,099
dibulatkan 3
3 1704
5
17045
1113656
x 100 =
1,530
dibulat
kan 1
17468 17468
1113656
x 100 =
1,580
dibulat
kan 2
1 2
25 PULO
AMPEL
26.253 26253
1113656 x 100
= 2,357
dibulatkan 2
2 1313
8
13138
1113656
x 100 =
1,179
dibulat
13115 13115
1113656
x 100 =
1,177
dibulat
1 1
90
kan 1 kan 1
26 TANARA 30.287 30287
1113656 x 100
= 2,719
dibulatkan 3
3 1499
5
14995
1113656
x 100 =
1,346
dibulat
kan 1
15292 15292
1113656
x 100 =
1,373
dibulat
kan 2
1 2
27 TIRTAYASA 36.090 36090
1113656 x 100
= 3,240
dibulatkan 4
4 1775
5
17755
1113656
x 100 =
1,594
dibulat
kan 2
18335 18335
1113656
x 100 =
1,646
dibulat
kan 2
2 2
28 TUNJUNG
TEJA
32.097 32097
1113656 x 100
= 2,882
dibulatkan 3
3 1656
0
16560
1113656
x 100 =
1,486
dibulat
kan 2
15537 15537
1113656
x 100 =
1,395
dibulat
kan 1
2 1
29 WARINGIN
KURUNG
31.635 31635
1113656 x 100
= 2,840
dibulatkan 3
3 1619
4
16194
1113656
x 100 =
1,454
dibulat
kan 2
15441 15441
1113656
x 100 =
1,368
dibulat
kan 1
2 1
TOTAL 1.113.6
56
100 100 5661
17
547539
sampel yang berjumlah 100 orang ini akan diberikan kuesioner. Sampel diharapkan
mewakili setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Serang. Ketentuan perhitungan
sampel ini disesuaikan dengan referensi pada buku Sugiyono, 2013: 73.
91
3.9 Teknik Analisis Data
Pada tahapan analisis data peneliti membaca data melalui proses
pengkoodingan data sehingga mempunyai makna. Proses pengkoodingan ini
mencakup proses mengatur data, mengorganisasikan data kedalam suatu pola
kategori. Maleong (2000:103) mendefinisikan analisis data sebagai proses
mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan
uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.88 Data yang didapat berupa angka penilaian skala
likert dari hasil jawaban responden dalam kuesioner. Hasil dari data ini akan
dianalisis menggunakan uji statistik deskriptif pada BAB IV penelitian ini.
Pada riset kuantitatif, dikenal beberapa jenis analisis data yakni analisis
univariat, analisis bivariat, analisis multivariat. Pembedaan ini tergantung pada
banyaknya variabel yang akan dianalisis. Pada penelitian ini hanya menggunakan
satu variabel yaitu variabel persepsi. Maka akan digunakan analisis univariat
dengan statistik deskriptif.
3.10 Teknik Pengujian Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner, oleh
karena itu jawaban dan penilaian responden ada pada kuesioner yang diberikan.
Untuk menguji ketepatan data penelitian, penulis menggunakan metode
pengecekan data dengan uji validitas dan uji reliabilitas data. Metode ini digunakan
88 Rachmat kriyantono, 2006. Riset komunikasi. halaman 167
92
untuk mengetahui apakah alat ukur yang digunakan valid atau tidak, dan untuk
menguji jawaban responden dalam penelitian ini.
3.10.1 Uji Validitas
Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk
mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur.89 Validitas
berasal dari kata validity yang berarti yang artinya sejauhmana ketepatan
dan kecermatan alat ukur yang kita gunakan. Validitas alat ukur adalah
akurasi alat ukur terhadap yang diukur walaupun dilakukan berkali-kali dan
dimana-mana.90
Uji validitas dilakukan untuk memastikan bahwa setiap pertanyaan
dalam kuesioner akan terklarifikasi pada variabel yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan program SPSS versi 21. uji
validitas dapat diketahui dengan membandingkan P-Value dengan taraf
kesalahan (α) 10% atau 0,1.
Dari hasil uji coba kuesioner kepada 30 responden secara acak,
diketahui hasil perolehan jawaban mereka sebagai berikut:
89 Sugiyono, 2013. Statistika untuk penelitian, halaman 348 90 Burhan Bungin, 2009. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Media Group, halaman 97
93
Tabel 3.3
Hasil kuesioner pre-test 30 responden
Dari hasil kuesioner tersebut, penulis menghitung validitas dari 37
pernyataan yang diujikan kepada 30 responden tersebut. Diperoleh hasil :
Tabel 3.4
Hasil Uji Validitas 30 Responden
pertanyaan (P) nilai uji instrumen nilai r tabel (10%)
N-1 keterangan
P1 0,66924 0,3061 VALID
P2 0,87622 0,3061 VALID
P3 0,91603 0,3061 VALID
P4 0,91603 0,3061 VALID
P5 0,91603 0,3061 VALID
P6 0,81932 0,3061 VALID
P7 0,86152 0,3061 VALID
P8 0,9497 0,3061 VALID
P9 0,9497 0,3061 VALID
P10 0,87415 0,3061 VALID
responden p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 p21 p22 p23 p24 p25 p26 p27 p28 p29 p30 p31 p32 p33 p34 p35 p36 p37 skor_total
R1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 3 123
R2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 121
R3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 108
R5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R6 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 116
R7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 111
R8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 120
R9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 112
R12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R13 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 3 2 2 2 2 4 3 3 2 2 104
R16 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 143
R17 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 114
R18 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 145
R19 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R21 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 145
R22 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 116
R23 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R24 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R26 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 147
R27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R28 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 106
R29 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 136
R30 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 130
94
P11 0,9304 0,3061 VALID
P12 0,9304 0,3061 VALID
P13 0,95195 0,3061 VALID
P14 0,90227 0,3061 VALID
P15 0,95195 0,3061 VALID
P16 0,95195 0,3061 VALID
P17 0,77493 0,3061 VALID
P18 0,82614 0,3061 VALID
P19 0,82614 0,3061 VALID
P20 0,83559 0,3061 VALID
P21 0,85734 0,3061 VALID
P22 0,9497 0,3061 VALID
P23 0,87567 0,3061 VALID
P24 0,8988 0,3061 VALID
P25 0,78291 0,3061 VALID
P26 0,6469 0,3061 VALID
P27 0,71738 0,3061 VALID
P28 0,89793 0,3061 VALID
P29 0,85798 0,3061 VALID
P30 0,76786 0,3061 VALID
P31 0,85798 0,3061 VALID
P32 0,76786 0,3061 VALID
P33 0,71738 0,3061 VALID
P34 0,89793 0,3061 VALID
P35 0,62343 0,3061 VALID
P36 0,45919 0,3061 VALID
P37 0,62224 0,3061 VALID
3.10.2 Uji Reliabilitas Data
Langkah selanjutnya, akan dilakukan uji reliabilitas data. Hasil
penelitian dapat dikatakan reliabel jika terdapat kesamaan data dalam waktu
yang berbeda. Reliabilitas artinya dapat dipercaya, dengan kata lain suatu
alat ukur memiliki reliabilitas bila hasil pengukurannya relatif konsisten
apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali oleh peneliti yang sama
atau oleh peniliti lainnya. Alat ukur disebut reliabel bila alat ukur tersebut
95
secara konsisten memebrikan hasil atau jawaban yang sama terhadap gejala
yang sama, walau digunakan berualang kali. Reliabilitas memiliki arti
bahwa alat ukur tersebut stabil (tidak berubah-ubah), dapat diandalkan
(dependable, dan tetap/ajeg (konsisten).91
Penulis menggunakan SPSS versi 21 untuk uji reliabilitas data.
Salah satu metode pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan
metode Alpha Cronbach. Hasil pengujian dapat dilihat dalam tabel
reliability statistic, lalu hasil tersebut dibandingkan dengan tabel tingkat
reliabilitas berdasarkan nilai Alpha, jika nilai Alpha dihitung lebih besar
dari pada tabel maka item dinyatakan reliabel. Berikut ini tingkat
reliabilitas nilai Alpha:
Tabel 3.5
Tingkat reliabilitas berdasarkan nilai alpha
Nilai Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00-0,20 Kurang reliabel
< 0,20-0,40 Agak reliabel
< 0,40-0,60 Cukup reliabel
<0,60-0,80 Reliabel
<0,80-1,00 Sangat Reliabel
91 Rahchmat kriyantono, riset komunikasi, 2006, halaman 143-145
96
Dari hasil uji reliabilitas menggunakan SPSS 21 diperoleh hasil :
Tabel 3.6
Hasil Uji Reliabilitas Pre-test
Diketahui r hitung 0,760 dari 37 pernyataan yang dijawab oleh 30
responden. r tabel dengan kesalahan 10% adalah 0,3061. Jika kita lihat dari
hasil r hitung banding r tabel yakni 0,760>0,3061 maka dapat dikatakan
kuesioner tersebut reliabel.
Pernyataan yang terdapat pada kuesioner tersebut dapat dijadikan
alat pengukuran dalam penelitian ini. Reliabel yang dimaksud yakni
terpercaya untuk dijadikan alat ukur penelitian ini. Reliabilitas memiliki arti
bahwa alat ukur tersebut stabil (tidak berubah-ubah), dapat diandalkan
(dependable, dan tetap/ajeg (konsisten).92
92 Rahchmat kriyantono, 2006. Riset komunikasi, halaman 143-145
97
3.11 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 29 kecamatan pada kabupaten Serang. Objek
yang menjadi penelitian ini adalah masyarakat pemilih, dengan pertimbangan
mereka berkontribusi bagi pilkada Bupati dan Wakil Bupati Serang. Penelitian ini
mencari bagaimana persepsi masyarakat kabupaten Serang tentang aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Penelitian ini dimulai dari Oktober
2015. Penulis akan menjelaskan proses penelitian ini pada tabel berikut :
Tabel 3.7
Jadwal Penelitian
Kegiatan Oktober
2015
November
2015
Desembe
r 2015
Januari
2016
Februari
2016
Maret
2016
Apri
l
2016
Mei
2016
Juni
2016
Juli
2016
ACC Judul
Penulisan
Bab I
Penulisan
Bab II
Penulisan
Bab III
Sidang
Outline
98
Penelitian
Lapangan
Penulisan
Bab IV
Penulisan
Bab V
Persiapan
Sidang
Akhir
Jadwal penelitian ini adalah proses tahapan penelitian ini dilakukan,
dianalisis, dan dituliskan. Proses penelitian ini dalam jangka waktu 9 bulan
terhitung dari Oktober 2015 hingga Juni 2016.
99
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Definisi Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok
orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), di
mana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada
dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata
dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah
suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah
sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang
yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.93
Masyarakat dalam penelitian ini merupakan objek yang memiliki
persepsi tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Penulis akan mendeskripsikan bagaimana persepsi masyarakat kabupaten
serang yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masyarakat pada
penelitian ini disebut juga populasi penelitian, dari sejumlah 1.113.656 jiwa
yang terdiri dari 566.117 pemilih laki-laki dan 547.539 pemilih perempuan.
93 https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat diakses pada 23 Februari 2016 08.15 WIB
100
Populasi masyarakat ini tersebar di 29 kecamatan yang ada di kabupaten
Serang. Penulis membuat kerangka sampling dengan teknik sampling area
dan stratified proporsional random sampling, dengan pertimbangan efisiensi
penelitian dan hasil yang representatif dari karakteristik populasi.
4.1.2 Profil Kabupaten Serang
Kabupaten Serang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Banten. Ibukotanya adalah Ciruas namun saat ini pusat pemerintahanya
masih berada di Kota Serang. Kabupaten ini berada di ujung barat laut Pulau
Jawa, berbatasan dengan Laut Jawa, dan Kota Serang di utara, Kabupaten
Tangerang di timur, Kabupaten Lebak di selatan, serta Kota Cilegon di
barat.
Gambar 4.1
Peta Kabupaten Serang
Sumber: Google
101
Geografi Luas wilayah Kabupaten Serang adalah 1.467,35 km².
Secara geografis terletak posisi koordinat antara 105º7' - 105º22' Bujur
Timur dan 5º50' - 6º21' Lintang Selatan. Sebelah utara berbatasan dengan
Laut Jawa Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan
Pandeglang Sebelah barat berbatasan dengan Kota Cilegon dan Selat Sunda
Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tangerang.
Secara topografi, Kabupaten Serang merupakan wilayah dataran
rendah dan pegunungan dengan ketinggian antara 0 sampai 1.778 m di atas
permukaan laut. Fisiografi Kabupaten Serang dari arah utara ke selatan
terdiri dari wilayah rawa pasang surut, rawa musiman, dataran, perbukitan
dan pegunungan. Bagian utara merupakan wilayah yang datar dan tersebar
luas sampai ke pantai, kecuali sekitar Gunung Sawi, Gunung Terbang dan
Gunung Batusipat. Dibagian selatan sampai ke barat, Kabupaten Serang
berbukit dan bergunung antara lain sekitar Gunung Kencana, Gurung
Karang dan Gunung Gede. Daerah yang bergelombang tersebar di antara
kedua bentuk wilayah tersebut. Hampir seluruh daratan Kabupaten Serang
merupakan daerah subur karena tanahnya sebagian besar tertutup oleh tanah
endapan Alluvial dan batu vulkanis kuarter.
Potensi tersebut ditambah banyak terdapat pula sungai-sungai yang
besar dan penting yaitu Sungai Ciujung, Cidurian, Cibanten, Cipaseuran,
Cipasang dan Anyar yang mendukung kesuburan daerah-daerah pertanian
di Kabupaten Serang.
102
Iklim di wilayah Kabupaten Serang termasuk tropis dengan musim
hujan antara November – April dan musim kemarau antara Mei – Oktober.
Curah hujan rata-rata 3,92 mm/hari. Temperatur udara rata-rata berkisar
antara 25,8º Celsius – 27,6º Celsius. Temperatur udara minimum 20,90º
Celsius dan maksimum 33,8º Celsius. Tekanan udara dan kelembaban nisbi
rata-rata 81,00 mb/bulan. Kecepatan arah angina rata-rata 2,80 knot, dengan
arah terbanyak adalah dari barat.
Kabupaten Serang terdiri atas 29 kecamatan, yaitu Anyar,
Kecamatan bandung, Baros, Binuang, Bojonegara, Carenang, Kecamatan
Cikande, Cikeusal, Cinangka, Ciomas, Ciruas, Gunungsari, Jawilan, Kibin,
Kopo, Kragilan, Kramatwatu, Mancak, Pabuaran, Padarincang, Pamarayan,
Petir, Pontang, Pulo Ampel, Tanara, Tirtayasa, Tunjung Teja, Lebak Wangi
dan Waringin Kurung, yang dibagi lagi atas sejumlah desa. Pusat
pemerintahan berada di Kecamatan Ciruas. Pada tanggal 17 Juli 2007
Kabupaten Serang dimekarkan menjadi Kota Serang dan Kabupaten
Serang.94
Penulis mengambil sampel secara proporsional stratified random
sampling dari keseluruhan kecamatan dalam penelitian ini dengan mengacu
kepada rumus sampling.
94 https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Serang diakses pada 23 Februari 2016 08.25 WIB
103
4.1.3 Profil KPU Kabupaten Serang
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Serang yang ada saat
ini merupakan periode keanggotaan ketiga yaitu periode 2013 – 2018
setelah sebelumnya periode kedua 2008 – 2013 menyelesaikan masa
tugasnya.
Keberadaan KPU, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota saat ini
memiliki landasan hukum yang sangat kuat. Selain didasarkan pada
konstitusi negara pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945 juga telah
memiliki Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggara Pemilu diatur mengenai penyelenggara Pemilihan Umum
yang dilaksanakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bersifat
nasional, tetap, dan mandiri. Sifat nasional mencerminkan bahwa wilayah
kerja dan tanggung jawab KPU sebagai penyelenggara Pemilihan Umum
mencakup seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sifat tetap
menunjukkan KPU sebagai lembaga yang menjalankan tugas secara
berkesinambungan meskipun dibatasi oleh masa jabatan tertentu. Sifat
mandiri menegaskan KPU dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum
bebas dari pengaruh pihak mana pun.
104
Independen dan non partisan inilah label baru yang disandang oleh
KPU saat ini. KPU baru ini terdiri atas para anggota yang dipilih dari orang-
orang yang independen dan nonpartisan. Pembentukan KPU yang demikian
tidak bisa bisa dilepaskan dengan aktivitas KPU masa lalu, yaitu pada
pemilu 1999. Pada saat itu KPU beranggotakan para fungsionaris partai
peserta Pemilu. Dalam perjalanan KPU saat itu, publik melihat secara jelas
bagaimana sangat kuatnya unsur kepentingan (interest) mewarnai setiap
kegiatan KPU, sehingga sangat sering dalam pembahasan keputusan-
keputusan KPU harus menghadapi situasi deadlock.
Kenyataan ini tentu tidaklah menggembirakan, khususnya dilihat
dari sudut pengembangan citra dan perkembangan KPU sebagai lembaga
penyelenggara Pemilu. Atas dasar pemikiran bahwa KPU sebagai lembaga
penyelenggara Pemilu seharusnya bebas dari tekanan kepentingan-
kepentingan, serta kuatnya tuntutan dari banyak pihak bahwa lembaga
penyelenggara Pemilu harus bersih dari intervensi partai politik dan
pemerintah, maka DPR bersama Pemerintah mengeluarkan Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2011 yang secara tegas menyatakan bahwa
anggota KPU terdiri dari orang-orang independen dan non partisan. Sifat
independen dan nonpartisan KPU saat ini tercermin dari proses seleksi calon
anggota KPU yang terbuka dan melalui beberapa tahapan yang sangat ketat
serta dilakukan oleh Tim Seleksi yang independen yang mewakili unsur
KPU Provinsi Banten, Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Serang
yang terdiri dari akademisi, profesional dan masyarakat umum.
105
Nama yang ditetapkan KPU Provinsi Banten kemudian disahkan
dan diangkat menjadi anggota KPU Kabupaten Serang dengan dasar
Keputusan KPU Provinsi Banten,Tentang Pemberhentian dan
Pengangkatan Anggota Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Serang
Periode 2013-2018. Dengan terbentuknya KPU Kabupaten Serang periode
2013 - 2018 yang beranggotakan 5 (lima) orang dan bukan berasal dari
partai politik, sehingga diharapkan betul-betul dapat melaksanakan
tugasnya secara dependen dan nonpartisan.
Keanggotaan KPU Kabupaten Serang secara mendasar tugas pokok
dan fungsinya, yaitu merencanakan dan mempersiapkan pelaksanaan
pemilu dengan seluruh tahapan yang harus ditempuh, mulai dari
pendaftaran pemilih, pendaftaran hingga peresmian keanggotaan legislatif,
melakukan penelitian, seleksi dan penetapan partai politik peserta pemilu,
calon Anggota DPD maupun Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
yang berhak mengikuti Pemilu, serta calon Bupati dan Wakil Bupati yang
berhak mengikuti Pemilihan Umum Kepala Daerah. Namun demikian,
seluruh anggota KPU Kabupaten Serang dan perangkat pendukungnya
menyadari bahwa masyarakat menghendaki Pemilu lebih berkualitas dari
pemilu-pemilu sebelumnya.
Oleh karena itu, KPU Kabupaten Serang harus mampu
menyelenggarakan pemilu dengan tetap mengedepankan pencapaian asas-
asas umum penyelenggaraan pemilu, yaitu; langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur dan adil serta beradab. Untuk dapat mendukung tercapainya
106
sasaran tersebut, KPU menyiapkan sejumlah peraturan yang berlaku untuk
penyelenggara Pemilu tidak terkecuali bagi KPU Kabupaten Serang untuk
melaksanakannya, yaitu misalnya Peraturan Tata Kerja KPU dan Kode Etik
Penyelenggara Pemilu. Selain hak dan kewajiban sebagaimana diatur dalam
ketentuan perundangan, KPU juga wajib:
1. Melaksanakan dan mentaati hukum dan peraturan negara.
2. Melaksanakan tugas secara jujur dan adil.
3. Menghormati azas keterbukaan dan pentingnya memberikan
informasi yang tepat, jujur, dan dapat memberikan
akuntabilitas kepada masyarakat.
4. Melaksanakan tugas yang ditetapkan sesuai UU.
5. Mengusahakan agar setiap peserta pemilihan umum yang
meliputi partai politik, calon anggota legislatif dan pemilih,
mendapat perlakukan yang adil dan setara.
6. Melaksanakan tugas secara terkoordinasi antar angota atau
dengan instansi terkait.
7. Menunjang pemantauan pemilihan umum agar berjalan
secara efektif dan efisien.
Untuk lebih mengefektifkan kerja KPU Kabupaten Serang,
sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi
dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dan diubah dalam Peraturan
KPU Nomor 21 Tahun 2008, maka dibentuk alat kelengkapan, berupa
107
divisi-divisi, Kelompok Kerja atau tim yang dibentuk sesuai dengan
kebutuhan. Divisi dibentuk untuk memudahkan dan memfokuskan
pelaksanaan program kerja KPU Kabupaten Serang. Setiap divisi
mempunyai mitra kerja dengan subbag-subbag pada Sekretariat KPU
Kabupaten Serang yang berhubungan dengan kegiatan divisi.
Adapun Divisi yang dibentuk terdiri dari 4 (empat) divisi yang
masing-masingnya dipimpin oleh satu orang anggota KPU Kabupaten
Serang, yaitu :
1. Divisi Umum, SDM, Keuangan dan Logistik : Abidin Nasyar, MM.
Pd
2. Divisi Program dan Data : Zaenal Mutti’in, MA
3. Divisi Hukum : Nasrulloh, S. Pd,
M.Si
4. Divisi Sosialisasi, Teknis dan Pendidikan Pemilih : Idrus, S. Fill
Untuk menunjang serta memfasilitasi kebutuhan kerja serta
pelaksanaan tugas-tugas KPU Kabupaten Serang dibentuk Sekretariat KPU
Kabupaten Serang yang dipimpin oleh seorang Sekretaris. Dalam
melaksanakan tugasnya Sekretaris KPU Kabupaten Serang dibantu oleh 4
(empat) orang Kasubbag yang juga masing-masingnya mengepalai satu
Subbag sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2008
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi
Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan
108
Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota dan diubah dalam
Peraturan KPU Nomor 22 Tahun 2008.
Sekretariat KPU Kabupaten Serang dipimpin oleh seorang
Sekretaris dengan eselonisasi Jabatan Struktural IIIa yang bertanggung
jawab kepada KPU Kabupaten Serang. Selama KPU Kabupaten Serang
terbentuk, telah mengalami 4 (empat) kali pergantian Sekretaris, sedangkan
Kasubbag dilingkungan Sekretariat KPU Kabupaten Serang eselonisasi
Jabatan Struktural IVa dengan susunan Sekretariat terdiri dari :
1. Sekretaris : Iman Saiman, S. Sos,
M. Si
2. Kasubbag Program dan Data : M. Rohman, S. Sos
3. Kasubbag Teknis Pemilu dan Hupmas : Nana Heryatna, S.
Kom, M. Kom
4. Kasubbag Hukum : Mulyadi, SH
5. Kasubbag Umum dan Keuangan : Hj. Siti Adnah, SE
Sekretariat KPU Kabupaten Serang mempunyai tugas :
1. Membantu penyusunan program dan anggaran Pemilu
2. Memberikan dukungan teknis administratif
3. Membantu pelaksanaan tugas KPU Kabupaten Serang dalam
menyelenggarakan Pemilu
109
4. Membantu pendistribusian perlengkapan penyelenggaraan Pemilu
Anggota DPR, DPD, DPRD, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta
Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi
5. Membantu perumusan dan penyusunan rancangan keputusan KPU
Kabupaten Serang
6. Memfasilitasi penyelesaian masalah dan sengketa Pemilu Kepala daerah
dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Serang
7. Membantu penyusunan laporan penyelenggaraan kegiatan dan
pertanggungjawaban KPU Kabupaten Serang
8. Membantu pelaksanaan tugas-tugas lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.95
95 http://kpu2.serangkab.go.id/home/halaman/42/profil-sekretariat/preview diakses pada 5 Mei 2016, pukul 19.34 WIB
110
4.1.4 Profil Pasangan Calon
4.1.4.1 Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak
Gambar 4.2 Foto Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak
Sumber: serangkab.go.id
Hj. Ratu Tatu Chasanah, S.E., M.Ak. (lahir di Serang,
Banten, 23 Juli 1967; umur 48 tahun) adalah Bupati Serang yang
menjabat sejak 17 Februari 2016. Sebelumnya, ia pernah menjabat
sebagai Wakil Bupati Serang, mendampingi Bupati Taufik
Nuriman. Tatu merupakan adik kandung dari mantan Gubernur
Banten, Ratu Atut Chosiyah.
Pada 27 Desember 2013, Ratu Tatu memenangkan voting
pemilihan Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Banten dalam
Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) Partai Golkar di
Jakarta, ia menggantikan kakak iparnya Hikmat Tomet yang
meninggal dunia. Riwayat Pendidikan :
111
1. SDN Ciateul III Bandung (1975 – 1981)
2. SMPN 5 Bandung (1981 – 1984)
3. SMA Yayasan 17 Bandung (1984 – 1987)
4. S1 Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan (UNPAR)
Bandung (1995)
5. S2.M.Ak (magister akuntansi) Universitas Pancasila Jakarta
Riwayat Jabatan :
1. Wakil Bupati Serang (2010 – 2015)
2. Bupati Serang (2016 – Sekarang)
Riwayat Organisasi :
1. Ketua Umum Dekopinwil Provinsi Banten
2. Ketua Umum MAI Provinsi Banten
3. Ketua Umum Perwosi Banten
4. Ketua Umum PMI Provinsi Banten
5. Ketua Umum Ikatan PSM Nasional
112
4.1.4.2 Pandji Tirtayasa, M.si
Gambar 4.3 Foto Pandji Tirtayasa, M.si
Sumber: serangkab.go.id
Drs. H. Pandji Tirtayasa, M.si lahir di Serang, 12 Januari
1954. Bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Alamat rumah yakni di
Jl. Abdul Latif No. 39 Serang, 42111. Riwayat pendidikan :
1. SDN Gang Kaum Cimahi (1965)
2. SMPN 1 Cimahi (1968)
3. SMAN VI Belitung Bandung (1971)
4. DIII-APDN Bandung (1977)
5. S-1 IIP Jakarta (1983)
6. S-2 Univ. Satya (2000)
Jabatan terakhir sebelum menjadi wakil Bupati Serang yakni ketua
BAPPEDA kabupaten Serang.96
96 https://pantes.files.wordpress.com/2008/07/biodata-pandji.pdf diakses pada 5 Mei 2016, pukul 22.46 WIB
113
4.1.4.3 Ahmad Syarif Madzkurullah, SH
Gambar 4.4 Foto Ahmad Syarif Madzkurullah, SH
Sumber: google
Ahmad Syarif Madzkurullah, SH lahir di Serang, 14 Juni
1978. Usia saat ini adalah 37 tahun, bertempat tinggal di Kp. Begog
RT 005/001 Desa Kaserangan kecamatan Pontang kabupaten
Serang, Banten. Riwayat pendidikan :
1. SDN Kebon Ratu
2. SMPN 1 Ciruas
3. SMAN 1 Pontang
4. S-1 Hukum UNTIRTA
Pengalaman organisasi :
1. Ketua PII Provinsi Banten (1999)
2. Ketua HMI UNTIRTA (2004)
3. Ketua Ikadin Kabupaten Serang (2011)
114
4. Ketua DPC Gerindra Kabupaten Serang (2014)
4.1.4.4 Aep Syaefullah
Gambar 4.5 Foto Aep Syaefullah
Sumber: Google
Aep Syaefullah lahir di Serang Banten pada tanggal 8
September 1966. Saat ini usia berjalan 49 tahun. Beliau tinggal di
Kp. Ciomas RT. 001/001 Desa mekarbaru, Kecamatan kopo,
Kabupaten Serang.
Riwayat pendidikan :
1. SDN 2 Serang
2. SMPN 1 Serang
3. SMAN 1 Serang
Pengalaman organisasi :
1. Sekretaris partai Hanura Kabupaten Serang (2010-2015)97
97 http://infopilkada.kpu.go.id/assets/4193319/723_bb2kwkw_Lampiran-Daftar-Riwayat-Hidup-Ahmad-Syarif-Madzkurullah-SH-dan-Aep-Saepulloh.pdf diakses pada 5 Mei 2016, pukul 22.56 WIB
115
4.2 Deskripsi Data Penelitian
Pada sub-bab ini penulis akan menguraikan hasil penelitian tentang persepsi
masyarakat tentang aksi borong parpol pada pilkada Kabupaten Serang 2015. Hasil
penelitian akan menguraikan data mulai dari gambaran umum responden sampai
dengan analisis data yang dilakukan berdasarkan hasil kuesioner sebagai media
survai kepada responden. Data tersebut akan diolah dengan aplikasi SPSS untuk
mengetahui hasil skor pada kuesioner.
4.2.1 Deskripsi Objek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Serang, dengan jumlah
populasi sebesar 1.113.656 masyarakat dan diambil sampel sebesar 100
masyarakat yang tersebar di 29 kecamatan. Selanjutnya dalam proses
mencari data, responden akan diberikan kuesioner sebagai alat pengukuran
persepsi.
4.2.2 Karakteristik Responden
Responden yang dijadikan sampel dalam penelitian ini berjumlah
100 orang yang tersebar di 29 kecamatan. Penulis menggunakan teknik
stratified proporsional random sampling dengan pembagian kuota
responden berdasarkan jumlah sebaran reponden di tiap kecamatan.
Responden dalam penelitian ini merupakan masyarakat yang memiliki hak
pilih dalam pemilu, yakni minimal 17 tahun. Penulis mengkategorikan
responden berdasarkan karakteristik jenis kelamin. Responden akan
dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan. Jumlah sampel yang diambil
116
baik laki-laki maupun perempuan berdasarkan rumusan pada kerangka
sampling. Berikut kategori responden keseluruhan berdasarkan jenis
kelamin (gender) :
Tabel 4.1
Jenis Kelamin Responden
jenis kelamin responden
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
laki-laki 50 50,0 50,0 50,0
perempuan 50 50,0 50,0 100,0
Total 100 100,0 100,0
Diagram 4.1
Jenis kelamin responden
117
Dari tabel 4.1 di atas, dapat diketahui bahwa dari 100 responden yang
berpartisipasi sebagai sampel dalam penelitian ini, jumlah responden laki-laki sama
dengan jumlah responden perempuan. Dengan proporsi jumlah responden laki-laki
yakni 50 responden, dan jumlah responden perempuan yakni 50 responden. Pada
penentuan jumlah proporsi responden ini dihitung dengan rumus sampling pada
kesalahan 10% atau presisi 0,1 dan didapat jumlah sampel 100 responden.
Selanjutnya proporsi sampel dihitung berdasarkan sebaran responden pada setiap
kecamatan berdasarkan data pemilih dari Komisi Pemilihan Umum (KPU)
kabupaten serang. Dari perhitungan jumlah sampel tersebut, didapatkan angka 50
responden laki-laki dan 50 responden perempuan.98
4.3 Deskripsi Hasil Penelitian
Penulis akan mendeskripsikan hasil penelitian pada sub-bab ini. Data yang
didapat dari responden melalui pengisian kuesioner kemudian akan dianalisis
berdasarkan perhitungan frekuensi dan persentase data yang akan penulis sajikan
dalam bentuk tabel. Pada sub-bab berikutnya, akan disajikan pembahasan tentang
hasil persepsi responden berdasarkan indikator pada operasional variabel yang telah
dibuat pada bab II penulisan penelitian ini.
Setiap poin pernyataan yang penulis buat dalam kuesioner, terdapat jawaban
yang bernilai positif dan jawaban yang bernilai negatif. Jawaban responden yang
bernilai positif yakni jika menjawab sangat setuju dengan nilai 4 dan setuju dengan
nilai 3. Sementara, jawaban responden yang bernilai negatif yakni jika menjawab
98 Perhitungan lengkap sampel ada pada kerangka sampling yang dibuat penulis pada bab III
118
tidak setuju dengan nilai 2 dan sangat tidak setuju dengan nilai 1. Untuk menjaga
profesinalitas dan netralitas peneliti, penulis memberikan kebebasan bagi
responden untuk menjawab sesuai dengan persepsi mereka tanpa ada tekanan dan
pemaksaan jawaban. Penulis juga tidak mengintervensi responden dalam
menanyakan pilihan mereka saat pilkada kabupaten Serang berlangsung, demi
menjaga privasi hak pilih responden.
Pemberian nilai pada jawaban responden mengenai persepsi masyarakat
tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 terdiri dari 8
indikator dengan total 37 pernyataan. Adapun secara rinci dapat penulis sajikan
dalam tabel berikut :
Tabel 4.2
Daftar pernyataan pada indikator
Indikator jumlah pernyataan
perhatian spontan 3
perhatian reflektif 12
perhatian statis 2
perhatian dinamis 3
berdasarkan pengetahuan (frame of
reference)
4
119
berdasarkan pengalaman (frame of
experience)
5
pembentukan makna 4
pembentukan ekspresi 4
Jumlah 37
Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah persepsi masyarakat tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 (variabel X). Penelitian ini
dengan 1 variabel akan menggunakan analisis deskriptif. Berikut akan disajikan
tanggapan responden yang didapatkan penulis dalam bentuk tabel :
Tabel 4.3
Hasil Kuesioner 100 Responden
Interpretasi tabel uji tendensi sentral hasil data jawaban responden diatas akan
dijelaskan penulis pada tabel berikut:
120
Tabel 4.4
Uji Tendensi Sentral 100 Responden
kode pernyataan N mean median standar
deviasi Valid Missing
P1 saya mengetahui keadaan
koalisi parpol yang tidak
seimbang dalam pilkada
kabupaten serang 2015
100 0 3,58 4,00 0,496
P2 saya lebih mengetahui
adanya aksi borong
parpol pada pilkada
kabupaten serang 2015
dari koalisi yang tidak
seimbang
100 0 3,62 4,00 0,488
P3 saya mengetahui ada satu
pasangan calon yang
melakukan aksi borong
parpol
100 0 3,54 4,00 0,501
P4 saya mencari kebenaran
adanya aksi borong
100 0 3,54 4,00 0,501
121
parpol pada pilkada
kabupaten serang 2015
P5 saya mengetahui proses
penjaringan calon dari
luar parpol merupakan
pintu masuk bagi potensi
melakukan hegemoni
pemborongan parpol
100 0 3,54 4,00 0,501
P6 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan kandidat
tertentu lebih
mempertimbangkan
popularitas dibandingkan
intelektualitas calon
100 0 3,61 4,00 0,490
P7 saya mengetahui aspek
moralitas yang diusung
dalam aksi borong parpol
lebih merupakan bentuk
formalistik dan simbolik
calon daripada
kemampuan mendasar
100 0 3,51 4,00 0,559
122
dari hasil seleksi calon
yang berkualitas
P8 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan lebih
mempertimbangkan
popularitas dibandingkan
responsibilitas calon
100 0 3,51 4,00 0,502
P9 saya mengetahui bahwa
aspek responsibilitas
calon merupakan bagian
dari pencitraan dari pada
suatu kemampuan
membangun kerangka
konsep pembangunan
dalam proses seleksi
yang berkualitas
100 0 3,51 4,00 0,502
P10 saya mengetahui aspek
track record calon belum
sepenuhnya lahir dari
seleksi yang berkualitas
100 0 3,58 4,00 0,496
123
P11 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan lebih
memperlihatkan
popularitas dibandingkan
informasi problematika
dan realitas calon
terhadap kebutuhn masa
depan
100 0 3,58 4,00 0,496
P12 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan oleh pasangan
kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan
popularitas dibandingkan
kemampuannya
berinteraksi dengan
lingkungan
100 0 3,58 4,00 4,96
P13 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan oleh pasangan
kandidat tertentu lebih
400 0 3,55 4,00 0,496
124
mempertimbangkan
popularitas dibandingkan
kemampuannya
berorganisasi,
merencanakan dan
mencapai tujuan
P14 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan oleh pasangan
kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan
popularitas dibandingkan
kemampuan
mengidentifikasi
permasalahan dan
solusinya
100 0 3,59 4,00 0,494
P15 saya mengetahui aksi
borong parpol yang
dilakukan oleh pasangan
kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan
popularitas dibandingkan
100 0 3,55 4,00 0,500
125
kemampuan dalam
mencanangkan kegiatan
dan aktifitas
pembangunan
P16 saya selalu melihat
situasi poitik yang
melakukan aksi borong
parpol oleh satu
pasangan calon pada
pilkada kabupaten serang
2015 dari awal proses
pilkada
100 0 3,55 4,00 0,500
P17 proporsi koalisi yang
tidak seimbang, lebih
mudah dipahami sebagai
aksi borong parpol
100 0 3,48 4,00 0,717
P18 parpol dalam aksi borong
parpol merupakan
penggabungan antara
koalisi merah putih dan
koalisi indonesia hebat
pada pilpres 2014
100 0 3,51 4,00 0,559
126
P19 parpol dalam koalisi
borong parpol memiliki
kesamaan tujuan
kemenangan pilkada
100 0 3,51 4,00 0,611
P20 koalisi parpol dari calon
kompetitor hanya
berjumlah 3 parpol
100 0 3,48 4,00 0,611
P21 aksi borong parpol
memiliki tujuan
kemanangan dalam
pilkada
100 0 3,44 4,00 0,671
P22 aksi borong parpol tidak
mengimplementasikan
prinsip dalam demokrasi
100 0 3,51 4,00 0,502
P23 aksi borong parpol
merupakan pembuktian
adanya transaksi dan
komersialisasi parpol
100 0 3,51 4,00 0,559
P24 saya memperhatikan
koalisi dari kandidat lain
100 0 3,52 4,00 0,611
127
yang tidak melakukan
aksi borong parpol
P25 kepentingan kemenangan
pilkada dari golongan
tertentu terlihat jelas
pada aksi borong parpol
100 0 3,43 4,00 0,728
P26 aksi borong parpol
tersebut mencerminkan
bahwa demokrasi tidak
lagi diimplementasikan
dalam berpolitik yang
baik
100 0 3,63 4,00 0,544
P27 jumlah
ketidakseimbangan
koalisi tersebut
merupakan bukti nyata
adanya aksi borong
parpol yang dilakukan
oleh satu pasangan calon
100 0 3,63 4,00 0,485
P28 saya memperhatikan
proses konstelasi politik
100 0 3,50 3,50 0,503
128
selama pilkada
berlangsung
P29 aksi borong parpol
menjadi tradisi dalam
pilkada
100 0 3,50 4,00 0,560
P30 aksi borong parpol yang
dilakukan membuat saya
menjadi lebih
mengetahui
keberpihakan parpol
kepada satu pasangan
calon
100 0 3,44 4,00 0,671
P31 aksi borong parpol yang
dilakukan membuat saya
mengatahui proyeksi
hasil kemenangan
pilkada
100 0 3,50 4,00 0,560
P32 aksi borong parpol dapat
memobilisasi suara
pemilih, termasuk saya
100 0 3,44 4,00 0,671
129
P33 aksi borong parpol
berdampak pencitraan
yang sempurna pada
masyarakat di
lingkungan sekitar saya
100 0 3,63 4,00 0,485
P34 saya khawatir prinsip
demokrasi sudah tidak
lagi diimplementasikan
dalam berpolitik yang
baik
100 0 3,50 3,50 0,503
P35 saya khawatir hegemoni
kekuasaan inkamben
akan semakin langgeng
dengan dihalalkannya
borong parpol oleh
lembaga terkait proses
pemilihan
100 0 3,40 3,00 0,492
P36 saya khawatir pilkada
hanya formalitas saja
tanpa melihat fungsi
pilkada sebagai
kontestasi berdasar
100 0 3,27 3,00 0,566
130
demokrasi dalam
sirkulasi kepemimpinan
P37 saya khawatir borong
parpol akan selamanya
menjadi tradisi jika tidak
ada evaluasi dan
amandemen regulasi
dalam pilkada
100 0 3,50 4,00 0,628
Tabel 4.3 interpretasi tendensi sentral (mean dan median) dari hasil jawaban 100
responden (N=100, valid)
Dari pengukuran tendensi sentral tersebut, dapat diketahui nilai mean (rata-rata)
setiap poin pennyataan, nilai median (nilai tengah) data, dan standar deviasi
(sebaran data atau simpangan data). N pada tabel adalah jumlah data yang diukur
yakni 100 responden. Valid yang dimaksud dalam tabel adalah data yang terbaca
dengan baik, dalam penelitian ini data valid berjumlah 100 data (N). Sedangkan
missing adalah data yang hilang atau tidak terbaca, pada penelitian ini jumlah data
missing adalah 0 data (N).
131
4.3.1 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Spontan Pernyataan 1
Pada indikator perhatian spontan pernyataan 1 yakni : “saya
mengetahui keadaan koalisi partai politik yang tidak seimbang dalam
pilkada kabupaten Serang 2015”. Tanggapan responden akan dijelaskan
pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.5
Uji Jumlah N Pernyataan 1
Tabel 4.6
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 1
132
Diagram 4.2 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 1
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 1 tentang “saya mengetahui keadaan koalisi parpol
yang tidak seimbang dalam pilkada kabupaten Serang 2015”. Dari 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 58 responden (58%),
setuju 48 responden (48%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak
setuju 0 rensponden (0%).
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden sangat
setuju dan menyetujui bahwasanya mereka mengetahui keadaan koalisi
partai politik yang tidak seimbang pada pilkada kabupaten Serang 2015. Hal
ini dikarenakan koalisi salah satu pasangan kandidat dipublikasi dengan 8
partai politik, sedangkan pasangan kandidat lainnya hanya berkoalisi
dengan 3 partai politik. Data koalisi tersebut dapat dijelaskan penulis pada
tabel berikut:
133
Tabel 4.7
Data Koalisi Parpol
No Tatu-Pandji (nomor urut 1) Syarif-Aep (nomor
urut 2)
1. Partai Golkar Gerindra
2. PDI-P Hanura
3. PKS PBB
4. Nasdem
5. Demokrat
6. PAN
7. PPP
8. PKB
Jumlah
total
8 parpol 3 parpol
Terlihat pada tabel, pasangan Tatu-Pandji dengan nomor urut 1
melakukan aksi pemborongan parpol dengan dukungan dari 8 parpol. Tatu-
Pandji mempublikasikan hal ini kepada masyarakat. Masyarakat atau
responden dalam penelitian ini melihat keadaan tersebut dan
134
memperhatikan secara spontan adanya kejanggalan dalam konstelasi politik
pada pilkada kabupaten serang 2015 teersebut.
Pasangan Syarif-Aep dengan nomor urut 2 hanya berkoalisi dengan
3 parpol. Masyarakat sebagai responden juga melihat realita konstelasi
politik ini dan memperhatikan secara spontan tentang keadaan politik ini.
Menurut 58 responden (58%), menyatakan dengan sangat setuju bahwa
mereka mengetahui keadaan koalisi parpol yang tidak seimbang dalam
pilkada kabupaten serang 2015. Berikutnya pernyataan sangat setuju
didukung oleh 48 responden (48%) yang menyatakan bahwa mereka setuju
bahwa mereka mengetahui keadaan koalisi parpol yang tidak seimbang
dalam pilkada kabupaten serang 2015. Sedangkan tidak satupun responden
menjawab tidak setuju maupun sangat tidak setuju, hal ini dikarenakan
stimulus atau rangsangan yang bersifat pesan politik tersebut diperhatikan
dan dipersepsikan oleh responden dalam penelitian ini.
Apa yang dihasilkan pada perhitungan frekuensi jawaban 100
responden tersebut, dapat dikatakan bahwa mayoritas responden
mengetahui keadaan koalisi yang tidak seimbang pada pilkada kabupaten
serang 2015.
135
4.3.2 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Spontan Pernyataan 2
Pada indikator perhatian spontan pernyataan 2 yakni : “saya lebih
mengetahui adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015
dari koalisi yang tidak seimbang”. Tanggapan responden akan dijelaskan
pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.8
Uji Jumlah N pernyataan 2
Tabel 4.9
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 2
136
Diagram 4.3 Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 2
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 2 tentang “saya lebih mengetahui adanya aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari koalisi yang tidak
seimbang”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 62
responden (62%), setuju 38 responden (38%), tidak setuju 0 responden
(0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden
menjawab sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka lebih mengetahui
aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari koalisi yang
tidak seimbang. Jika dilihat dari tabel koalisi parpol pada pernyataan 1,
pasangan nomor urut 1 (Tatu-Pandji) melakukan aksi borong parpol dengan
berkoalisi bersama 8 parpol. Sedangkan pasangan nomor urut 2 (Syarif-
Aep) hanya berkoalisi dengan 3 parpol. Masyarakat sebagai responden
137
memperhatikan keadaan koalisi ini dan mengetahui adanya aksi borong
parpol dari koalisi yang tidak seimbang, yakni 8 parpol berbanding 3 parpol.
4.3.3 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Spontan Pernyataan 3
Pada indikator perhatian spontan pernyataan 3 yakni : “saya
mengetahui ada satu pasangan calon yang melakukan aksi borong parpol”.
Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
Tabel 4.10
Uji Jumlah N pernyataan 3
Tabel 4.11
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 3
138
Diagram 4.4
Frekuensi Jawaban pada pernyataan 3
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 3 tentang “saya mengetahui ada satu pasangan
calon yang melakukan aksi borong parpol”. Dari 100 responden yang
menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 46 responden
(46%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden
menjawab sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka mengetahui ada satu
pasangan calon yang melakukan aksi borong parpol. Jika dilihat dari tabel
koalisi parpol pada pernyataan 1, pasangan nomor urut 1 (Tatu-Pandji)
melakukan aksi borong parpol dengan berkoalisi bersama 8 parpol.
Sedangkan pasangan nomor urut 2 (Syarif-Aep) hanya berkoalisi dengan 3
parpol. Masyarakat sebagai responden memperhatikan keadaan koalisi ini
dan mengetahui ada satu pasangan calon yang melakukan aksi borong
139
parpol. Adapun pasangan calon yang dimaksud adalah pasangan nomor urut
1 (Tatu-Pandji).
Pasangan ini memborong 8 parpol dalam koalisinya dan tidak
memberikan peluang parpol untuk mendukung pasangan nomor urut 2
(Syarif-Aep). Dalam hal ini, masyarakat memberikan perhatian spontan
dengan mengetahui adanya satu pasangan calon yang melakukan aksi
borong parpol.
4.3.4 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 4
Perhatian reflektif, perhatian yang ditimbulkan dengan sengaja,
karena itu harus ada kemauan untuk menimbulkannya. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa perhatian reflektif akan timbul bila adanya faktor
pendorong yang aktif.99
Keadaan politik pada pilkada kabupaten serang ini menjadi faktor
pendorong yang aktif bagi masyarakat sebagai responden. Masyarakat
memberikan perhatian reflektif terhadap keadaan politik yang ada pada
pilkada kabupaten serang ini, dan pemusatan perhatian reflektif terletak
pada aksi borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan calon.
99 Bimo Walgito. 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Halaman 57-59
140
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 4, yakni “saya mencari
kebenaran adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten serang 2015”.
Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
Tabel 4.12
Uji N pada Pernyataan 4
Tabel 4.13
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 4
141
Diagram 4.5
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 4
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 4 tentang “saya mencari kebenaran adanya aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015”. Dari 100 responden
yang menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 46
responden (46%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0
responden (0%).
Dari hasil jawaban responden tersebut, mayoritas responden
menjawab sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka mencari kebenaran
adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Aksi
borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan calon membuat
masyarakat sebagai responden memberikan perhatian reflektif dengan
mencari kebenaran adanya aksi borong parpol tersebut.
142
Ketika pesta demokrasi daerah atau pilkada kabupaten Serang ini
berlangsung, masyarakat sebagai responden memberikan harapan dan
ekspektasi mereka kepada calon pemimpin daerahnya. Sarana kontestasi
politik ini tidak bisa dihindari atau bahkan dihilangkan, dan pemilu
merupakan konsensus bersama untuk memilih pimpinan yang dalam hal ini
adalah Bupati dan Wakil Bupati Serang.
Berlandaskan ekspektasi mereka kepada calon pimpinan daerahnya,
mereka tentu mengharapkan calon ideal yang dapat memimpin daerahnya
untuk membawa kearah kemajuan yang signifikan. Atas dorongan motivasi
tersebut, masyarakat sebagai responden melihat adanya aksi borong parpol
yang terjadi pada pilkada kabupaten Serang, dan mereka memberikan
perhatian reflektif dengan mencari kebenaran adanya aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten serang 2015. Hal ini dibuktikan dari hasil jawaban
responden yakni 54 responden (54%) menjawab sangat setuju dan 46
responden (46%) menjawab setuju.
4.3.5 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 5
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 5 yakni : “saya
mengetahui proses penjaringan calon dari luar parpol merupakan pintu
masuk bagi potensi melakukan hegemoni pemborongan parpol”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
143
Tabel 4.14
Uji Jumlah N pernyataan 5
Tabel 4.15
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 5
Diagram 4.6
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 5
144
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 5 tentang “saya mengetahui proses penjaringan
calon dari luar parpol merupakan pintu masuk bagi calon melakukan
hegemoni pemborongan parpol”. Dari 100 responden yang menjawab
sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 46 responden (46%),
tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Sebelum penetapan calon, parpol melakukan proses penjaringan
calon yang bertujuan untuk mengetahui potensi dan kemampuan calon
dalam berpolitik serta kredibilitas calon dalam memimpin. Indikator
kualitas calon hingga kelayakan calon akan ditunjukkan kepada parpol pada
saat penjaringan calon. Parpol akan mempertimbangkan hal-hal kelayakan
calon tersebut memimpin dan siap berkompetisi dalam kontestasi pilkada.
Hasil dari proses penjaringan ini kemudian akan dapat menentukan
sikap parpol terhadap calon tersebut. Sikap tersebut yakni berupa dukungan
dan keberpihakan parpol kepada calon tersebut dalam orientasi kemenangan
pilkada. Selain itu, parpol juga akan menyeleksi calon berdasarkan kualitas
calon, kredibilitas calon, kemampuan intelektualitas, responsibilitas, dan
indikator yang perlu dievaluasi oleh parpol untuk menyatakan kelayakan
calon tersebut.
Sebelum mendapatkan calon kepala daerah yang akan didukung,
partai politik akan melakukan proses penjaringan calon. Pembukaan
pendaftaran dilakukan partai untuk menampung calon-calon yang akan
145
maju, lalu diverifikasi, dianalisa kelayakannya baru diputuskan bisa
tidaknya diajukan sebagai calon kepala daerah.100
Sejumlah uang yang harus disediakan para calon yang akan
digunakan partai untuk operasional mendukung calon tersebut dalam proses
kampanye hingga Pemilukada. Mekanisme partai-partai untuk merekrut
calon yang akan diajukan mungkin berbeda-beda, namun dalam hal syarat
penyediaan mahar untuk mendapat kendaraan politik ini, nyaris semua
partai tidak mengakuinya secara spesifik.101
Ada beberapa partai yang sudah melakukan survey untuk mengukur
kapasitas, kapabilitas, popularitas calon-calon yang akan diusungnya dan
dijadikan bahan evaluasi untuk proses selanjutnya. Tetapi memang syarat
yang tidak tertulis harus punya modal uang mahar ini ditengarai bisa saja
menggeser calon-calon lain yang punya kompetensi lebih namun tidak
punya atau kurang dana/uang mahar. Jika kondisi ini terulang, bisa
dipastikan kepala daerah terpilih akan banyak yang terjebak dalam praktek-
praktek untuk pulang modal yang berujung pada perilaku koruptif. Tentu,
disisi lain tanpa menyetor uang mahar-pun tidak menjamin korupsi tidak
akan dilakukan kepala daerah. Namun adalah hal yang tidak elok, jika untuk
maju jadi pemimpin yang diharapkan menjadi “pelayan masyarakat” harus
menyediakan uang dalam jumlah besar. Manusiawi, jika pemimpin model
100 http://netralitas.com/kolom/read/3626/mahar-penjaringan-calon-kepala-daerah-dan-realitas-korupsi diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.14 WIB 101 http://netralitas.com/kolom/read/3626/mahar-penjaringan-calon-kepala-daerah-dan-realitas-korupsi diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.16 WIB
146
ini yang terpilih akan berusaha mengembalikan biaya-biaya yang
dikeluarkannya lepas dari bagaimana caranya.102
Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI
), Teddy Lesmana mengatakan kemenangan calon incumbent atau keluarga
pejabat (dinasti politik) karena sistem meritokrasi di Indonesia belum
berkembang. Sistem meritokrasi adalah sistem yang memberikan
penghargaan kepada tokoh atau mereka yang berprestasi.
Selain itu, partai politik belum menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai kaderisasi pemimpin. Kedepan, parpol harus menjalankan tugas dan
fungsinya untuk mendidik kader sebagai calon pemimpin yang berdasarkan
kepada asas meritokrasi mulai dari level terendah hingga level nasional.
Pendidikan untuk kaderisasi harus dibuka selebar-lebarnya.
Partai juga harus mendorong pendidikan politik untuk masyarakat
sehingga masyarakat dapat memilih pemimpin sesuai dengan rekam jejak
dan prestasinya. Apabila ditelaah lebih dalam, masyarakat belum memiliki
pendidikan politik yang mumpuni sehingga tidak mampu mencerna kepala
daerah yang ditawarkan.103
Diusung PDI-P sebagai bakal calon Wakil Bupati Serang
mendampingi Ratu Tatu Chasanah, Panji Tirtayasa menilai PDI-P sebagai
partai yang memiliki Ideologi. Mantan Kepala Badan Perencanaan
102 Lo.cit diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.17 WIB 103http://www.rri.co.id/post/berita/227229/pilkada_serentak/dinasti_politik_kokoh_di_pilkada_akibat_sistem_meritokrasi_belum_berkembang.html diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.27 WIB
147
Pembangunan Daerah Kabupaten Serang ini merasa bangga dan berbahagia,
setelah PDI-P mengeluarkan mandat kepada dirinya untuk mendampingi
Ratu Tatu Chasanah. Menurut Pandji, dirinya merasa bahagia ditugaskan
untuk menjadi wakil Hj. Ratu Tatu Chasanah untuk membangun kabupaten
Serang. Selain itu, kata Panji, dirinya merasa bangga dan berbahagia masuk
dan menjadi keluarga besar PDI Perjuangan setelah pensiun menjadi
Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Serang. Pandji juga merasa bangga
dan berbahagia menjadi keluarga besar PDI-P, dirinya yakin PDI-P
merupakan partai yang memiliki ideologi, jelasnya sambil menjelaskan
dirinya selama enam hari telah mengikuti sekolah partai tahap pertama yang
diselenggarakan oleh DPP PDI-P.104
Pemilihan Pandji sebagai wakil Tatu terindikasi hasil spekulasi
cepat pada saat penjaringan calon. Dengan segera, Pandji mendaftarkan diri
menjadi kader PDI-P sesaat sebelum proses penjaringan parpol
berlangsung. Hal ini merupakan pintu masuk bagi calon melakukan
hegemoni pemborongan parpol dengan mahar politik dan segala upaya
pemenangannya. Hegemoni yang dimaksud adalah hegemoni/he·ge·mo·ni/
/hégemoni/ n pengaruh kepemimpinan, dominasi, kekuasaan, dan
sebagainya suatu negara atas negara lain (atau negara bagian).105 Atau bisa
104 http://www.radarbanten.co.id/diusung-dampingi-tatu-ini-kata-panji-tirtayasa/ diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.35 WIB 105 http://kbbi.web.id/hegemoni diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.46 WIB
148
diperjelas bahwa hegemoni merpakan cara mendominasi kekuasaan, upaya
tersebut dilakukan dengan cara melakukan aksi borong parpol.
Masyarakat sebagai responden, menyatangan sangat setuju (54%)
dan setuju (46%) bahwa mereka mengetahu proses penjaringan calon dari
luar parpol merupakan pintu masuk bagi potensi melakukan hegemoni
pemborongan parpol.
4.3.6 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 6
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 6 yakni : “saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan popularitas dibandingkan inelektualitas calon”.
Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
Tabel 4.16
Uji Jumlah N Pernyataan 6
149
Tabel 4.17
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 6
Diagram 4.7
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 6
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 6 tentang “saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas
dibandingkan intelektualitas calon”. Dari 100 responden yang menjawab
sangat setuju terdapat 61 responden (61%), setuju 39 responden (39%),
tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
150
Idealnya dalam proses penjaringan calon yang dilakukan oleh parpol
harus mempertimbangkan intelektualitas calon. Dengan calon yang
memiliki intelektualitas baik, diharapkan mampu memimpin dan menjadi
kepala daerah yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Menurut KBBI online, arti intelektual adalah
intelektual/in·te·lek·tu·al/ /inteléktual/ 1 a cerdas, berakal, dan berpikiran
jernih berdasarkan ilmu pengetahuan.106 Dengan pemimpin yang intelek,
ataupun cerdas, berakal, dan berpikiran jernih, masyarakat mengharapkan
pemimpin kepala daerah yang memiliki kriteria tersebut dapat membawa
kemajuan daerahnya.
Kebutuhan akan pemimpin yang memiliki intelektualitas ini
seharusnya menjadi pertimbangan parpol dalam penjaringan calon tersebut.
Parpol sebagai representatif masyarakat dalam berpolitik harus memikirkan
kebutuhan masyarakatnya dan apa yang menjadi indikator penjaringan
calon tersebut sebaiknya tidak lepas dari apa yang diharapkan masyarakat
kepada pemimpin daerahnya.
Namun, parpol dalam pergerakannya pada saat penjaringan calon
lebih mempertimbangkan popularitas calon dibandingkan dengan
intelektualitas calon. Perspektif ini mendukung indikasi aksi borong parpol
yang dilakukan oleh kandidat calon tertentu. Dengan popularitas, tentunya
106 http://kbbi.web.id/intelektual diakses pada 15 Juni 2016, pukul 02.34 WIB
151
akan banyak masyarakat yang mengenal dan bisa dipastikan akan memilih
calon tersebut.
Pencitraan yang sangat baik dilakukan oleh kandidat calon tertentu
dengan menyeluruh ke semua lapisan masyarakat. Pencitraan ini bertujuan
untuk mendapatkan popularitas di masyarakat dan berorientasi pada
outputnya yakni masyarakat memilih dirinya dalam pilkada. Kandidat calon
yang melakukan aksi borong parpol tentunya dibantu oleh parpol koalisinya
untuk dicitrakan hingga populer di masyarakat dengan cara kampanye
mereka.
Masyarakat sebagai responden menyatakan dengan sangat setuju
(61%) dan setuju (39%) mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan
kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan
intelektualitas calon. Kandidat tersebut populer dan akan semakin populer
dengan dibantu dicitrakan oleh parpol di masyarakat. Popularitas inilah
yang diharapkan mampu dijadikan faktor perolehan suara terbanyak dari
masyarakat.
4.3.7 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 7
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 7 yakni : “saya
mengetahui aspek moralitas yang diusung dalam aksi borong parpol lebih
merupakan bentuk formalistik dan simbolik calon daripada kemampuan
152
mendasar dari hasil seleksi calon yang berkualitas”. Tanggapan responden
akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.18
Uji Jumlah N Pernyataan 7
Tabel 4.19
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 7
153
Diagram 4.8
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 7
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 7 tentang “saya mengetahui aspek moralitas yang
diusung dalam aksi borong parpol lebih merupakan bentuk formalistik dan
simbolik calon daripada kemampuan mendasar dari hasil seleksi calon yang
berkualitas”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 54
responden (61%), setuju 43 responden (39%), tidak setuju 3 responden
(3%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Dalam proses penjaringan calon, idealnya parpol memperhatikan
aspek moralitas calon guna menentukan kualitas calon tersebut. Moralitas
dalam KBBI disebutkan bahwa, moralitas/mo·ra·li·tas/ n Sas sopan santun,
segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau adat sopan santun.107
Calon yang berkualitas memiliki etika yang baik dan bermoral pemimpin.
107 http://kbbi.web.id/moralitas diakses pada 15 Juni 2016, pukul 03.04 WIB
154
Pemimpin yang bermoral baik, tentunya merupakan harapan
masyarakatnya.
Parpol dalam penjaringan calon, hanya menjadikan aspek moralitas
ini sebagai bentuk formalitas dan simbolik calon daripada kemampuan
mendasar calon. Dalam aksi borong parpol yang dilakukan kandidat tertentu
ini, parpol sudah tidak lagi mempertimbangkan moralitas calon. Hal ini
tidak mencerminkan proses seleksi yang berkualitas.
Orientasi parpol dalam aksi borong parpol yang dilakukan kandidat
tertentu ini hanya kemenangan yang harus didapatkan, tanpa
mempertimbangkan kemampuan mendasar calon dalam hal moralitas yang
dimilikinya. Masyarakat sebagai responden menyatakan bahwa 54
responden (61%), setuju 43 responden (39%), tidak setuju 3 responden
(3%). Mayoritas masyarakat menyetujui bahwa mereka mengetahui aspek
moralitas yang diusung dalam aksi borong parpol lebih merupakan bentuk
formalistik dan simbolik calon daripada kemampuan mendasar dari hasil
seleksi yang berkualitas.
4.3.8 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 8
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 8 yakni : “Saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih mempertimbangkan
popularitas dibandingkan responsibilitas calon”. Tanggapan responden
akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
155
Tabel 4.20
Uji Jumlah N Pernyataan 8
Tabel 4.21
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 8
Diagram 4.9
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 8
156
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 8 tentang “Saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan
responsibilitas calon”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju
terdapat 51 responden (51%), setuju 49 responden (49%), tidak setuju 0
responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Dalam penjaringan calon, parpol sebagai lembaga yang
diamanatkan masyarakat untuk memverifikasi kelayakan calon idealnya
perlu memperhatikan sejauhmana responsibilitas calon tersebut.
Responsibilitas adalah tanggung jawab, yakni bertanggung
jawab/ber·tang·gung ja·wab/ v 1 berkewajiban menanggung; memikul
tanggung jawab.108
Seorang pemimpin sudah seharusnya memiliki rasa tanggung jawab
atas masyarakatnya, dan kewajibannya sebagai pemimpin masyarakat.
Dalam hal ini, tentunya masuk kedalam ekspektasi masyarakat kepada calon
Bupati dan Wakil Bupati mereka. Mereka sangat mengharapkan indikator
responsibilitas ini menjadi landasan setiap gerak kepemimpinan yang akan
dijalankan oleh kandidat pemenang kelak.
Namun, dengan proses penjaringan yang relatif dipercepat dan
munculnya aksi borong parpol di permukaan konstelasi politik tersebut.
Parpol dalam penjaringan calon lebih mempertimbangkan popularitas calon
108 http://kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses pada 15 Juni 2016, pukul 23.18 WIB
157
dibandingkan dengan responsibilitas calon. Calon dengan tingkat
popularitas yang tinggi akan memiliki daya jual yang baik di masyarakat.
Berdasarkan pandangan ini, mereka (parpol) lebih menitikberatkan
popularitas calon, dibandingkan responsibilitas calon.
Dari hasil data yang diperoleh, masyarakat yang menjawab sangat
setuju terdapat 51 responden (51%), setuju 49 responden (49%), tidak setuju
0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%). Terlihat bahwa
masyarakat sangat setuju dan menyetujui bahwa mengetahui aksi borong
parpol yang dilakukan lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan
responsibilitas calon.
4.3.9 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 9
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 9 yakni : “Saya
mengetahui bahwa aspek responsibilitas calon merupakan bagian dari
pencitraan dari pada suatu kemampuan membangun kerangka konsep
pembangunan dalam proses seleksi yang berkualitas”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
158
Tabel 4.22
Uji Jumlah N Pernyataan 9
Tabel 4.23
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 9
Diagram 4.10
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 9
159
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 9 tentang “Saya mengetahui bahwa aspek
responsibilitas calon merupakan bagian dari pencitraan dari pada suatu
kemampuan membangun kerangka konsep pembangunan dalam proses
seleksi yang berkualitas”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju
terdapat 51 responden (51%), setuju 49 responden (49%), tidak setuju 0
responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Mendalami kajian pernyataan sebelumnya, aspek responsibilitas
yang dimiliki calon merupakan bagian dari pencitraan calon. Di dalam visi-
misi calon, tentunya aspek responsibilitas calon akan ditimbulkan dalam
pemaknaan visi-misi tersebut. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri dan
memperkaya pencitraan yang dilakukan. Masyarakat akan semakin yakin
bahwa calon tersebut memiliki responsibilitas atau rasa tanggung jawab atas
apa yang dijanjikan dalam proses kampanyenya. Adapun visi-misi kandidat
yakni:
Calon bupati Ratu Tatu Chasanah menyampaikan visi antara lain
terwujudnya Kabupaten Serang yang maju dan agamis, peningkatan tata
kelola pelayanan publik terbaik dan mewujudkan masyarakat sejahtera serta
terpenuhinya kebutuhan masyarakat Kabupaten Serang. Misi yang akan
dilakukan oleh pasangan nomor urut 1 ini dengan menghadirkan tata
pemerintahan yang baik. Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan,
kesejahteraan sosial. Pasangan ini memiliki visi-misi yakni meningkatkan
160
sarana dan prasarana di wilayah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi
berbasis lokal seperti nelayan dan petani.109
Sementara itu, pasangan nomor urut 2 Syarif-Aep mengusung visi
terwujudnya Kabupaten Serang yang unggul dalam pelayanan kepada
masyarakat. Sementara itu, misi yang diusung yakni pemimpin pasangan ini
adalah menjadi pemimpin ke depan yang memiliki kehendak membangun
masyarakat yang amanah dan hasanah. Pasangan nomor urut 2 ini memiliki
visi-misi untu lebih meningkatkan lagi pelayanan publik yang
berkualitas.110
Terlihat dari visi-misi para kandidat ini menonjolkan aspek
responsibilitas mereka. Masyarakat tentunya sangat berharap apabila
mereka menjadi pemimpin daerahnya, maka mereka harus bertanggung
jawab untuk mewujudkan visi-misi tersebut. Sejalan dengan hal tanggung
jawab yang memang harus dimiliki oleh pemimpin, dalam politik praktis
yang dilakukan oleh kandidat tertentu dengan borong parpol maka
kemudian aspek responsibilitas ini hanya menjadi bagian dari pencitraan
dari pada suatu kemampuan membangun kerangka konsep pembangunan
dalam proses seleksi yang berkualitas. Aspek responsibilitas ini hanya
berorientasi sebagai pemaknaan kampanye yang berujung pada pencitraan
calon.
109 http://www.radarbanten.co.id/ini-visi-misi-calon-bupati-serang-saat-debat-kandidat/ diakses pada 15 Juni 2016, pukul 23.41 WIB 110 lo.cit, diakses pada 15 Juni 2016, pukul 23.43 WIB
161
Kualitas seleksi kandidat yang dilakukan oleh parpol perlu
dipertanyakan kualitasnya, mengingat hal ini sangat diperlukan untuk
kemajuan daerah. Namun, dalam praktiknya, aspek responsibilitas ini hanya
menjadi bagian dari pencitraan calon dan tidak ada jaminan bahwa calon
tersebut memiliki responsibilitas tinggi ketika memang sudah ditentukan
menjadi pemenang. Popularitas memang merupakan daya jual kandidat di
mata masyarakat, dengan popularitas tentunya akan berdampak pada
perolehan suara terbanyak.
Dalam praktiknya, aspek responsibilitas calon merupakan bagian
dari pencitraan dari pada suatu kemampuan membangun kerangka konsep
pembangunan dalam proses seleksi yang berkualitas. Pernyataan ini
dinyatakan sangat setuju oleh 51 responden (51%), dan 49 responden (49%)
menyeatakan setuju, tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0
responden (0%).
4.3.10 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 10
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 10 yakni : “saya
mengetahui aspek track record calon belum sepenuhnya lahir dari seleksi
yang berkualitas”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel
distribusi frekuensi berikut:
162
Tabel 4.24
Uji Jumlah N Pernyataan 10
Tabel 4.25
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 10
Diagram 4.11
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 10
163
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 10 tentang “saya mengetahui aspek track record
calon belum sepenuhnya lahir dari seleksi yang berkualitas”. Dari 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 58 responden (58%),
setuju 42 responden (42%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak
setuju 0 responden (0%).
Track record calon juga perlu diperhatikan dalam menentukan
kualitas calon pada saat penjaringan calon. Parpol harus menjadikan aspek
track record ini kedalam indikator pada penjaringan calon yang dilakukan.
Setiap kandidat calon pasti memiliki track record masing-masing. Track
record yang dimaksud adalah rekam jejak calon, yakni latar belakang calon.
Rekam jejak yakni track record (rekam jejak jamak) (idiomatik)
Kinerja masa lalu seseorang, organisasi, atau produk, dilihat secara
keseluruhan dan biasanya untuk tujuan membuat keputusan.111
Kinerja masa lalu calon perlu diketahui oleh publik, dan hal ini pun
menjadi kajian khusus dalam tahapan penjaringan calon dengan seleksi
yang berkualitas. Dengan seleksi yang berkualitas oeh parpol, diharapkan
track record calon diverifikasi secara menyeluruh. Dengan harapan, calon
yang ditetapkan untuk maju, sudah dapat dipastikan bahwasanya memiliki
track record yang baik dan positif.
111 http://kamus-internasional.com/definitions/?indonesian_word=track_record diakses pada 16 Juni 2016, pukul 01.41 WIB
164
Aspek track record calon belum sepenuhnya lahir dari seleksi yang
berkualitas, atau bisa dikatakan bahwa proses seleksi yang dilakukan tidak
terlalu menitik beratkan aspek track record calon. Dengan kata lain, timbul
pertanyaan tentang kualitas proses seleksinya. Dalam praktiknya, kandidat
yang memiliki modal politik tinggi, bagaimanapun track recordnya
dianggap sudah mumpuni dan layak untuk dicalonkan. Penentuan dukungan
dari hasil penjaringan atau penyeleksian calon sudah tidak
mempertimbangkan aspek track record calon tersebut, dengan aksi borong
parpol semua dapat dikondisikan secara keseluruhan.
Dari data yang didapatkan, masyarakat menyatakan dengan sangat
setuju terdapat 58 responden (58%), setuju 42 responden (42%), tidak setuju
0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%). Mayoritas
masyarakat mengetahui aspek track record calon belum sepenuhnya lahir
dari proses seleksi yang berkualitas.
4.3.11 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 11
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 11 yakni : “saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih memperlihatkan
popularitas dibandingkan informasi problematika dan realitas calon
terhadap kebutuhan masa depan”. Tanggapan responden akan dijelaskan
pada tabel distribusi frekuensi berikut:
165
Tabel 4.26
Uji Jumlah N Pernyataan 11
Tabel 4.27
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 11
Diagram 4.12
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 11
166
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 11 tentang “saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan lebih memperlihatkan popularitas dibandingkan informasi
problematika dan realitas calon terhadap kebutuhan masa depan”. Dari 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 58 responden (58%),
setuju 42 responden (42%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak
setuju 0 responden (0%).
Pemimpin harus bisa memecahkan permasalahan dalam kondisi
yang dibutuhkan. Mereka harus melihat dari keadaan masalah tersebut dan
memahami dengan keseluruhan untuk merumuskan pemecahan masalah
tersebut (problematika). Selain itu, pemimpin harus memiliki sikap bijak
dalam mengambil keputusan guna pemecahan masalah tersebut.
Pengertian Problematika Istilah problema/problematika berasal dari
bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya persoalan atau masalah.
Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal yang belum dapat
dipecahkan; yang menimbulkan permasalahan.112 Setiap dinamika
kehidupan bermasyarakat, akan timbul beragam permasalahan sosial.
Pemimpin harus peka terhadap masalah yang timbul di masyarakat dan
harus bisa menyikapi hal ini dengan solutif. Solutif dalam hal ini
dimaksudkan adalah solusi yang bersifat memperbaiki keadaan.
112 Debdikbud, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, halaman 27
167
Harapan masyarakat kepada pemimpinnya tentu menginginkan
resolusi dan perubahan yang akan timbul di masa kepemimpinannya.
Pemimpin memahami bagaimana dinamika masyarakat saat ingin
mencalonkan diri. Informasi problematika dan realitas masyarakat harus
sudah diinventarisir oleh para calon pemimpin daerah ini, untuk selanjutnya
diimplementasikan solusinya pada masa kepemimpinannya. Kepekaan
terhadap informasi problematika dan realitas calon terhadap kebutuhan
masa depan harus dijadikan pertimbangan kuat parpol dalam proses
penjaringan calon.
Parpol sebagai organisasi yang diamanatkan masyarakat berdasar
undang-undang, maka sudah seharusnya menjadikan poin ini kedalam
indikator penilaian kelayakan calon dalam proses penjaringan calon. Tujuan
yang diinginkan adalah bagaimana kepekaan calon tersebut memahami
problematika dan realitas masyarakat, hal ini diorientasikan untuk
kebutuhan masa depan masyarakat.
Dalam aksi borong parpol, popularitas lebih diperlihatkan
dibandingkan dengan informasi problematika dan realitas calon terhadap
kebutuhan masa depan. Parpol hanya memikirkan bagaimana politik
dikondisikan dengan sangat apik, tanpa mempertimbangkan kepentingan
masyarakat. Popularitas menjadi poin tertinggi, dengan harapan
kemenangan akan semakin mudah dicapai.
168
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, masyarakat
menyatakan sangat setuju 58 responden (58%), dan menyetujui 42
responden (42%) bahwa mereka mengetahui aksi borong parpol yang
dilakukan lebih memperlihatkan populartas dibandingkan informasi
problematika dan realitas calon terhadap kebutuhan masa depan.
4.3.12 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 12
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 12 yakni : “saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan tertentu lebih
mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya berinteraksi
dengan lingkungan”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel
distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.28
Uji Jumlah N Pernyataan 12
169
Tabel 4.29
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 12
Diagram 4.13
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 12
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 12 tentang “saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan
popularitas dibandingkan kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan”.
Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 58 responden
(58%), setuju 42 responden (42%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat
tidak setuju 0 responden (0%).
170
Kemampuan pemimpin dalam berinteraksi dengan lingkungan
sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Bagaimana pemimpin mengayomi
masyarakat dan berinteraksi dengan baik menjadi hal yang harus dimiliki
oleh pemimpin. Masyarakat kabupaten Serang tentunya mengharapkan
pemimpin mereka nantinya memiliki kemampuan untuk berinteraksi
dengan lingkungan. Semakin dekat pemimpin dengan masyarakat, akan
mempermudah masyarakat untuk berdiskusi tentang dinamika yang terjadi
di masyarakat dalam hal sosial maupun politik.
Interaksi yang dimaksudkan adalah bagaiamana terjalin komunikasi
dua arah antara masyarakat dengan pemimpin mereka dan sebaliknya.
Kondisi tersebut akan mewujudkan sinergitas antara pemimpin daerah dan
masyarakatnya. Selain sinergitas, hubungan yang harmonis antara
pemimpin daerah dengan masyarakatnya diharapkan akan timbul dengan
sendirinya seiring dengan berjalannya interaksi yang baik.
Aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu
hanya menitikberatkan popularitas dibandingkan kemampuannya
berinteraksi dengan lingkungan. Mereka menganggap dalam kampanye
tatap muka yang dilakukan sudah mewakili citra baik mereka di masyarakat.
Pasangan kandidat yang melakukan aksi borong parpol ini menganggap
kampanye tatap muka yang dilakukan sudah memenuhi kebutuhan
masyarakat yang menginginkan kemampuan pemimpin dalam berinteraksi
dengan lingkungannya. Faktanya, dalam setiap kampanye yang dilakukan
171
oleh calon pimpinan masyarakat hanya mengorientasikan output hasil nilai
popularitas tertinggi dengan harapan perolehan suara terbanyak.
Dengan borong parpol, pasangan kandidat tertentu ini
mengharapkan masyarakat menilai mereka didukung oleh banyak parpol
dan tentunya mencitrakan diri mereka bahwa mereka pantas untuk dipilih
menjadi Bupati dan Wakil Bupati serang. Dengan dukungan parpol dalam
jumlah banyak, masyarakat diyakini akan mempercayai kemampuan
mereka dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Banyaknya parpol yang mendukungnya dijadikan sebuah
pembuktian kemampuannya berintraksi dengan lingkungan, padahal dalam
kenyataanya masyarakat yang sadar politik akan mempersepsikan bahwa
yang diperlihatkan adalah popularitas dibandingkan dengan kemampuannya
berinteraksi dengan lingkungan. Popularitas yang identik dengan pencitraan
calon merupakan tujuan awal dari proses mereka berkampanye. Untuk
selanjutnya akan membuahkan hasil yang baik yakni perolehan suara
terbanyak.
Parpol dalam proses penjaringan calon, seharusnya memverifikasi
calon dengan indikator bagaimana calon tersebut memiliki reputasi baik
dalam hal kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan atau
masyarakatnya. Namun dalam borong parpol, orientasi parpol hanyalah
kepentingan politik. Maksudnya yakni bagaimana keadaaan dan situasi
masyarakat dapat dikondisikan dengan bantuan dukungan parpol dalam
172
merekomendasikan calon tersebut. Tanpa menghiraukan sejauhmana calon
tersebut memiliki kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya, nilai
popularitas lebih diperlihatkan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, masyarakat sejumlah 58
responden (58%) menyatakan dengan sangat setuju, dan menyetujui
sejumlah 42 responden (42%) bahwa mereka mengetahui aksi borong
parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya berinteraksi
dengan lingkungan.
4.3.13 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 13
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 13 yakni : “saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat
tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan
kemampuannya berorganisasi, merencanakan dan mencapai tujuan”.
Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
173
Tabel 4.30
Uji Jumlah N Pernyataan 13
Tabel 4.31
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 13
Diagram 4.14
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 13
174
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 13 tentang “saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan oleh kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas
dibandingkan kemampuannya berorganisasi, merencanakan dan mencapai
tujuan”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 55
responden (55%), setuju 45 responden (45%), tidak setuju 0 responden
(0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Kemampuan berorganisasi ialah sejauh mana pemimpin dapat
merencanakan dan mencapai tujuan dalam proses kepemimpinannya.
organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah bagi orang-
orang untuk berkumpul, bekerja sama secara rasional dan sistematis,
terencana, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya
(uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan
lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai
tujuan organisasi.113
Bupati dan Wakil Bupati adalah pemimpin daerah atau lebih dikenal
dengan sebutan pemerintah daerah. Pemerintahan daerah juga merupakan
bagian dari organisasi daerah yang dapat mengatur kebijakan dan peraturan
daerah. Pemimpin yang memiliki kemampuan berorganisasi dengan sangat
baik, akan mempermudah birokrat dan masyarakatnya menuju kearah
kemajuan yang signifikan. Kemampuan berorganisasi juga dapat
113 https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi diakses pada 18 Juni 2016, pukul 00.13 WIB
175
mengantisipasi konflik baik internal birokrat dan masyarakat atau konflik
dengan eksternal pemerintahan. Sebuah sinergitas akan terwujud dengan
baik apabila pemimpin daerah memiliki keunggulan dalam kemampuannya
berorganisasi.
Sebuah organisasi pasti memiliki tujuan yang hendak dicapai, di
dalam pemerintahan juga pasti memiliki visi-misi sebagai indikator
pencapaian maupun ekspektasi yang hendak dicapai dalam proses
pemerintahan tersebut. Perihal pencapaian tujuan organisasi ada hal-hal
yang hendak dicapai mulai dari perencanaan dan pencapaian tujuan. Dengan
pimpinan yang memiliki kemampuan berorganisasi baik, diharapkan dapat
merencanakan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Tujuan yang
dimaksud adalah pencapaian ekspektasi masyarakat kepada pimpinan
daerahnya. Dan tujuan inipun merupakan bagian dari keorganisasian
pemerintahan daerah.
Parpol dalam penjaringan calon, sebaiknya memperhatikan
indikator penilaian kemampuan berorganisasi calon kandidat tersebut.
Dengan memastikan bahwa calon tersebut memiliki kemampuan
berorganisasi, maka akan dapat dipastikan bahwa calon tersebut piawai
dalam mengatur geraknya pemerintahan daerah. Masyarakat pun berharap
akan hal ini, dan ingin memiliki pemimpin daerah yang dapat berorganisasi
dengan baik. Pengorganisasian yang baik akan dapat mempermudah
tercapainya tujuan dari organisasi. Kemudahan tersebut dicapai karena
176
kepiawaian pimpinan daerah dalam mengatur perencanaan dan strategi
pencapaian tujuan pemerintahannya.
Parpol dalam penjaringan calon, lebih memperhatikan popularitas
calon dibandingkan kemampuannya berorganisasi, merencanakan dan
mencapai tujuan. Popularitas dianggap hal yang terpenting dibandingkan
dengan kemampuan calon berorganisasi, merencanakan dan mencapai
tujuan. Dengan popularitas yang baik, parpol menganggap calon tersebut
akan banyak memperoleh suara dari masyarakat. Maka dari itu, parpol
dengan sangat terbuka mendukung calon tersebut, dengan harapan
kemudahan pencapaian kemenangan pilkada.
Kepentingan kemenangan pilkada menjadi orientasi utama dalam
aksi borong parpol yang dilakukan. Kontrak politik yang tentunya
dibicarakan pada saat calon meminta rekomendasi parpol, juga menjadi
tujuan dibalik aksi borong parpol yang dilakukan. Parpol menilai calon dari
segi popularitasnya, sehingga semakin populer calon, maka akan semakin
mudah mendapatkan lumbung suara masyarakat. Terlebih lagi calon yang
melakukan borong parpol ini merupakan calon petahana atau inkamben
yang mencalonkan diri kembali pada kontestasi pilkada. Terlepas dari
esensi kepemimpinan dan korelasinya dengan kemampuan berorganisasi,
parpol meyakini popularitas calon lebih diutamakan.
177
Dari hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
menyatakan dengan sangat setuju terdapat 55 responden (55%), dan
menyetujui sejumlah 45 responden (45%) bahwa mereka mengetahui aksi
borong parpol yang dilakukan oleh pasangan calon kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya
berorganisasi, merencanakan dan mencapai tujuan.
4.3.14 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 14
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 14 yakni : “saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan ole h pasangan kandidat
tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan
mengidentifikasi permasalahan dan solusinya”. Tanggapan responden akan
dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
4.32
Uji Jumlah N pernyataan 14
178
Tabel 4.33
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 14
Diagram 4.15
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 14
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 14 tentang “saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan
popularitas dibandingkan kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan
solusinya”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 51
responden (51%), setuju 49 responden (49%), tidak setuju 0 responden
(0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
179
Pada proses pemerintahan yang baik, pimpinan daerah harus bisa
mengidentifikasikan permasalahan yang timbul dari dinamika msayarakat
dan pemerintahannya. Selain itu, pimpinan daerah tersebut juga dapat
merumuskan kebutuhan solusinya dari permsalahan yang timbul.
Permasalahan yang timbul tidak dapat dihindari namun harus diidentifikasi
lalu dicari solusinya. Sebagai pemimpin yang baik, selakyaknya mereka
memiliki sikap solutif. Dan hal ini relevan dengan kebutuhan masyarakat
sebagai bagian dari organisasi pemerintahan.
Identifikasi berasal dari kata identify yang artinya meneliti,
menelaah. Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan,
mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan informasi dari
“kebutuhan” lapangan. Secara intensitas kebutuhan dapat dikategorikan
(dua) macam yakni kebutuhan terasa yang sifatnya mendesak dan
kebutuhan terduga yang sifatnya tidak mendesak.
Fungsi dan tujuan identifikasi kebutuhan program untuk mengetahui
berbagai masalah atau kebutuhan program yang diinginkan masyarakat.
Untuk mengetahui berbagai sumber yang dapat dimanfaatkan untuk
pendukung pelaksanaan program dan mempermudah dalam menyusun
rencana program yang akan dilaksanakan.
180
Fungsi agar program yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Data yang dikumpulkan dapat digunakan sebagai dasar
penyusunan rencana program yang dapat di pengaruhi pengelola program.
Sebagai bahan informasi bagi pihak lain yang membutuhkan.114
Masalah yang timbul di masyarakat dapat diidentifikasi dengan baik
oleh pimpinan pemerintahan daerahnya. Melalui proses mencari,
menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarkan, mencatat data dan
informasi dari “kebutuhan” lapangan diharapkan akan mempermudah
perumusan solusinya. Oleh karena itu, masyarakat membutuhkan pemimpin
yang dapat mengidentifikasi permasalahan dan solusinya untuk mencapai
tujuan bersama. Pemimpin yang dapat mengidentifikasi permasalahan akan
mudah mengerti kebutuhan masyarakat dan dapat merumuskan pemecahan
masalahnya.
Parpol dalam penjaringan calon juga seharusnya menjadikan poin
tersebut kedalam indikator penilaian kelayakan calon sebelum menentukan
rekomendasi parpol kepada calon tersebut. Namun dalam praktik borong
parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu, hal terkait
kemampuan berorganisasi, merencanakan dan mencapai tujuan hanya
menjadi sebuah formalitas.
114 https://id.wikipedia.org/wiki/Identifikasi diakses pada 18 Juni 2016, pukul 00.46 WIB
181
Faktor popularitas masih menjadi faktor pendorong utama
rekomendasi parpol untuk calon tersebut. Dengan calon yang dikenal
berbagai masyarakat, tentu akan semakin mudah mendapatkan suara
terbanyak dari masyarakat pemilih. Salah satu kandidat calon dengan
popularitas tinggi dianggap akan menjadi pemenang dalam pilkada, oleh
karenanya rekomendasi parpol akan semakin mudah didapatkan tanpa harus
memverifikasi kemampuan berorganisasi yang dimiliki calon tersebut.
Berlandaskan popularitas, diharapkan semua masyarakat akan memilih
calon yang mereka kenal, selepas dari kualitas calon tersebut dalam
mengidentifikasikan permasalahan dan solusinya.
Dari penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat menyatakan
sangat setuju sejumlah 51 responden (51%), dan menyetujui sejumlah 49
responden (49%) bahwa mereka mengetahui aksi borong parpol yang
dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan
popularitas dibandingkan kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan
solusinya.
4.3.15 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Reflektif Pernyataan 15
Pada indikator perhatian reflektif pernyataan 15 yakni : “saya
mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat
tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan
182
dalam mencanangkan kegiatan dan aktifitas pembangunan”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.34
Uji Jumlah N pernyataan 15
Tabel 4.35
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 15
Diagram 4.16
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 15
183
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 15 tentang “saya mengetahui aksi borong parpol
yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan
popularitas dibandingkan kemampuan mencanangkan kegiatan dan aktifitas
pembangunan”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat
55 responden (55%), setuju 45 responden (45%), tidak setuju 0 responden
(0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Pada saat ingin mencalonkan diri sebagai pimpinan daerah, para
kandidat ini tentu sudah memiliki visi-misi yang akan dijalankan pada
proses pemerintahannya nanti. Visi-misi juga menjadi daya jual calon
kepada masyarakat agar tertarik untuk memilih mereka dalam pilkada.
Dikutip dari radar banten online, Calon bupati Ratu Tatu Chasanah
menyampaikan visi antara lain terwujudnya Kabupaten Serang yang maju
dan agamis, peningkatan tata kelola pelayanan publik terbaik dan
mewujudkan masyarakat sejahtera serta terpenuhinya kebutuhan
masyarakat Kabupaten Serang. Misi yang akan dilakukan oleh pasangan
nomor urut 1 ini dengan menghadirkan tata pemerintahan yang baik.
Meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan, kesejahteraan sosial.
Pasangan nomor urut 1 ini memiliki visi untuk meningkatkan sarana dan
prasarana di wilayah serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi berbasis
lokal seperti nelayan dan petani.
184
Pasangan nomor urut 2 Syarif-Aep mengusung visi terwujudnya
Kabupaten Serang yang unggul dalam pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu, misi yang diusung yakni pemimpin pasangan ini adalah
menjadi pemimpin ke depan yang memiliki kehendak membangun
masyarakat yang amanah dan hasanah. Pasangan omor urut 2 ini memiliki
visi untuk lebih meningkatkan lagi pelayanan publik yang berkualitas.
Didalam visi-misi mereka terdapat banyak janji pembangunan
daerah kearah yang lebih baik dalam segi ekonomi, kemudahan birokrasi,
kualitas pelayan publik dan hal ihwal terkait. Sebuah pertanyaan publik
akan muncul yakni apakah janji mereka dalam visi-misi tersebut akan benar
terwujud atau hanya menjadi kata dalam berpromosi untuk kepentingan
pencitraan publik.
Kepiawaian pemimpin dalam merencanakan kegiatan dan aktifitas
pembangunan harus dipertimbangkan oleh parpol dalam proses penjaringan
calon yang mereka lakukan. Parpol harus menanyakan poin ini kepada para
calon, apapun cara yang akan dilakukan harus bertujuan untuk penilaian
kelayakan calon tersebut. Dengan harapan yang positif, bahwa calon
tersebut mampu mencanangkan kegiatan positif dan aktifitas pembangunan
kearah kemajuan daerah dapat terwujud secara nyata.
Dalam aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat
tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan dengan
kemampuan calon tersebut mencanangkan kegiatan dan aktifitas
185
pembangunan. Popularitas masih menjadi titik terberat pertimbangan parpol
untuk merekomendasikan calon dalam pilkada kabupaten Serang.
Popularitas dianggap lebih bisa menarik perhatian masyarakat untuk
memilih calon yang mereka kenal dan tidak asing lagi. Salah satu kandidat
pasangan calon yang melakukan aksi borong parpol sudah tidak asing lagi
di masyarakat kabupaten serang, karena pada periode sebelumya telah
menjadi wakil Bupati serang.
Rotasi kepemimpinan hanya bergulir pada dinasti absolut yang
seakan tidak memberikan kesempatan kepada kompetitor yang ingin juga
berarya untuk kabupaten Serang. Oleh karena hal ini, petimbangan parpol
lebih menitikberatkan dalam hal popularitas calon dibandingkan dengan
kemampuannya dalam mencanangkan kegiatan dan aktifitas pembangunan,
dengan popularitas tinggi maka parpol akan merekomendasikan calon
tersebut dan didukung dalam proses pilkada kabupaten Serang. Proses
penjaringan calon dapat dikondisikan dengan mudah oleh calon yang
borong parpol.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat yang
menjawab sangat setuju terdapat 55 responden (55%), dan menyetujui
sejumlah 45 responden (45%) bahwa mereka mengetahui aksi borong
parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih
mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan dalam
mencanangkan kegiatan dan aktifitas pembangunan.
186
4.3.16 Tanggapan Responden Terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Statis Pernyataan 16
Pada indikator perhatian statis pernyataan 16 yakni : “saya selalu
melihat situasi politik yang melakukan aksi borong parpol oleh satu
pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari awal proses
pilkada”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi
frekuensi berikut:
Tabel 4.36
Uji Jumlah N pernyataan 16
Tabel 4.37
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 16
187
Diagram 4.17
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 16
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 16 tentang “saya selalu melihat situasi politik yang
melakukan aksi borong parpol oleh satu pasangan calon pada pilkada
kabupaten Serang 2015 dari awal proses pilkada”. Dari 100 responden yang
menjawab sangat setuju terdapat 55 responden (55%), setuju 45 responden
(45%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Berlandaskan kebutuhan akan pemimpin daerah yang membawa
kemajuan daerahnya, masyarakat menantikan sosok pemimpin yang mereka
inginkan tersebut. Perhatian masyarakat kepada keadaan dan situasi politik
pada pilkada kabupaten Serang tersebut akan timbul dari faktor psikologis
mereka menghadapi pesta demokrasi ini. Perhatian akan muncul apabila ada
kebutuhan yang timbul dari sebuah pengharapan masyarakat kepada calon
pemimpin daerahnya.
188
Adapun perhatian tersebut berhubungan dengan kebutuhan
kebutuhan, dan gejala perhatian berhubungan dengan fungsi-fungsi jiwa
yang lain. Menurut Purwadarminta (KBBI, 2002: 351) perhatian
merupakan minat atau hal (perbuatan). Menurut J.S. Badudu dan Sutan
Mohammad Zain (KBBI, 1996: 504) perhatian adalah minat (apa yang
disukai) dan perhatian merupakan kepedulian atau kesiapan untuk
memperhatikan.115
Perhatian yang dimaksud dalam sub-bab ini adalah perhatian statis.
Perhatian statis yakni perhatian terus menerus dilakukan penerima
informasi yang harus melihat sinyal atau sumber pada jangka waktu tertentu
yang cukup lama.116
Perhatian stastis masyarakat timbul dari keresahan dan kebutuhan
mereka yang menantikan sosok pemimpin idaman mereka. Mereka
memperhatikan proses pilkada dari awal hingga akhir, selama situasi politik
pilkada berlangsung. Proses koalisi yang dilakukan parpol, kampanye,
intervensi pilihan masyarakat dan kerja-kerja tim sukses pun masyarakat
rasakan. Mereka tertarik dengan bagaiamana situasi politik yang
berlangsung pra pilkada, hari pemilihan, hingga pasca pilkada. Dengan
mengantongi harapan, siapapun pemenangnya maka akan menjadikan
daerahnya lebih maju lagi dari pemerintahan periode sebelumnya.
115 http://eprints.uny.ac.id/9531/2/bab%202%20NIM.08108244166.pdf diakses pada 18 Juni 2016, pukul 01.47 WIB 116 Bimo Walgito, 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Halaman 57-59
189
Kepekaan masyarakat terhadap politik masih memiliki keterbatasan
di beberapa bagian. Masyarakat mengamanatkan parpol sebagai organisasi
yang bisa mewakili mereka kedalam politik praktis. Masyarakat pemilih
memperhatikan bagaiamana situasi politik berlangsung. Pada pilkada
kabupaten Serang 2015, ada satu pasangan kandidat calon yang melakukan
aksi borong parpol dengan membawa 8 parpol pada koalisi mereka. Hal ini
memunculkan perhatian statis masyarakat.
Bagaimanapun keadaan situasi politik yang terjadi pada saat
pilkada, masyarakat dengan kebutuhan politiknya menginginkan pimpinan
daerah terbaik selalu memperhatikan situasi politik ini. Kesadaran politik
masyarakat timbul dari kebutuhan dan harapan mereka tentang siapa
pemenang dalam proses pilkada. Sejalan dengan perhatian statis yang
mereka pusatkan pada proses pilkada kabupaten serang, termasuk aksi
borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan kandidat calon, mereka
memperhatikan bagaiamana situasi politik tersebut berlangsung dari awal
proses pilkada.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 55 responden (55%), dan
menyetujui sejumlah 45 responden (45%) bahwa mereka melihat situasi
politik yang mekakukan aksi borong parpol oleh satu pasangan calon pada
pilkada kabupaten Serang 2015 dari awal proses pilkada.
190
4.3.17 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Statis Pernyataan 17
Pada indikator perhatian statis pernyataan 17 yakni : “proporsi
koalisi yang tidak seimbang, lebih mudah dipahami sebagai aksi borong
parpol”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi
frekuensi berikut:
Tabel 4.38
Uji Jumlah N pernyataan 17
Tabel 4.39
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 17
191
Diagram 4.18
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 17
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 17 tentang “proporsi koalisi yang tidak seimbang,
lebih mudah dipahami sebagai aksi borong parpol”. Dari 100 responden
yang menjawab sangat setuju terdapat 61 responden (61%), setuju 26
responden (26%), tidak setuju 13 responden (13%), sangat tidak setuju 0
responden (0%).
Keadaan koalisi parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015
memiliki muatan politik tertentu. Jumlah koalisi yang tidak seimbang,
memunculkan pertanyaan tersendiri. Kejanggalan ini mengindikasikan
adanya salah satu kandidat pasangan calon melakukan aksi borong parpol.
Berikut sebuah gambaran nyata tentang koalisi yang terjadi pada pilkada
kabupaten Serang 2015 :
192
Tabel 4.40
Keadaan Koalisi Parpol
No Tatu-Pandji (nomor urut 1) Syarif-Aep (nomor urut 2)
1. Partai Golkar Gerindra
2. PDI-P Hanura
3. PKS PBB
4. Nasdem
5. Demokrat
6. PAN
7. PPP
8. PKB
Jumlah
total
8 parpol 3 parpol
Dari tabel di atas, dapat kita perhatikan bahwa pasangan nomor urut
1 memborong 8 parpol dalam koalisinya. Bukan secara kebetulan,
bahwasanya pasangan nomor urut 1 juga merupakan calon petahana atau
inkamben. Pada periode sebelumnya, yakni tahun 2010-2015 salah satu
calon dari pasangan nomor urut 1 adalah wakil Bupati Serang. Strategi
193
politik ini diaplikasikan guna pencapaian kemenangan tanpa tandingan.
Dengan harapan semakin banyak parpol yang merekomendasikan dan
mendukungnya, maka akan semakin mudah meraih suara terbanyak. Jika
mendapatkan suara terbanyak, sudah dapat dipastikan siapa yang berhasil
memenangkan kontestasi sirkulasi kepemimpinan daerah atau pilkada
tersebut.
Masyarakat sebagai pemilih memperhatikan keadaaan koalisi yang
tidak seimbang tersebut atau bisa diindikasikan borong parpol.
Ketimpangan jumlah koalisi parpol pada pilkada ini, menjadi sebuah
kecurigaan dan pertanyaan besar. pasangan nomor urut 1 dengan parpolnya,
dan nomor urut 2 hanya 3 parpol pendukungnya menjadikan proporsi koalisi
yang tidak seimbang. Fakta politik ini lebih mudah dipahami sebagai aksi
borong parpol.
Dari penelitian yang dilakukan, 100 masyarakat responden yang
menjawab sangat setuju terdapat 61 responden (61%), setuju 26 responden
(26%), tidak setuju 13 responden (13%). Mayoritas masyarakat menilai
bahwa proporsi koalisi yang tidak seimbang lebih mudah dipahami sebagai
aksi borong parpol. Namun, ada sejumlah 13 masyarakat dari 100
masyarakat yang tidak sepakat akan hal ini. 13 masyarakat tersebut tidak
setuju bahwa proporsi koalisi yang tidak seimbang, lebih mudah dipahami
sebagai aksi borong parpol.
194
4.3.18 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Dinamis Pernyataan 18
Pada indikator perhatian dinamis pernyataan 18 yakni : “parpol
dalam aksi borong parpol merupakan penggabungan antara koalisi merah
putih dan koalisi indonesia hebat pada pilpres 2014 lalu”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.41
Uji Jumlah N pernyataan 18
Tabel 4.42
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 18
195
Diagram 4.19
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 18
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 18 tentang “parpol dalam aksi borong parpol
merupakan penggabungan antara koalisi merah putih dan koalisi indonesia
hebat pada pilpres 2014 lalu”. Dari 100 responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 43 responden (43%), tidak setuju
3 responden (13%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Perhatian dinamis, perhatian yang mudah berubah, mudah
berpindah, mudah bergerak dari objek yang satu ke objek yang lain.117
Perhatian dinamis masyarakat akan diukur dalam penelitian ini. Bagaimana
masyarakat melihat sisi lain dari objek yang masih relevan dengan objek
pada penelitian ini.
117 Bimo Walgito, 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Halaman 57-59
196
Koalisi merupakan hal yang lumrah terjadi dalam dunia
perpolitikan. Dengan koalisi diharapkan semakin banyak suara yang
didapatkan calon untuk meraih kemenangan. Baik dari suara kader parpol
tersebut maupun dari suara masyarakat non parpol. Semakin banyak parpol
maka akan semakin banyak dukungan, prinsip korelasional ini sudah
berjalan dengan sendirinya.
Parpol dalam koalisinya akan memproyeksikan calon yang dianggap
sudah mumpuni dan membawa kebaikan pula bagi parpol. Keuntungan
yang didapatkan koalisi juga menjadi landasan keterikatan mereka dalam
satu rumpun koalisi parpol. Pada pilpres 2014 lalu, ada 2 koalisi yang
menjadi peserta pilpres tersebut. Sedikit flashback dimaksudkan penulis
untuk mengingat suasana politik pilpres 2014 ini untuk kemudian dianalisis
berdasarkan perkembangan situasi politik pada pilkada kabupaten Serang
2015.
Adapun koalisi yang menjadi peserta pilpres 2014 adalah sebagai
berikut :
197
Tabel 4.43
Koalisi Pilpres 2014
No Prabowo-Hatta (nomor urut
1)
Jokowi-JK (nomor urut 2)
1. partai GERINDRA Partai demokrasi indonesia
perjuangan (PDI-P)
2. partai amanat nasional (PAN) partai nasional demokrasi
(NASDEM)
3. partai keadilan sejahtera
(PKS)
partai hati nurani masyarakat
(HANURA)
4. Partai persatuan Pembangunan
(PPP)
partai kebangkitan bangsa
(PKB)
5. partai golongan karya
(GOLKAR)
partai keadilan dan persatuan
indonesia (PKPI)
6. partai Bulan Bintang (PBB)
7. partai demokrat
jumlah 7 parpol 5 parpol
Sumber : http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/01/peta-
koalisi-partai-di-pilpres-2014-versi-lipi
198
Terlihat dari tabel koalisi tersebut bagaimana keadaan koalisi pada
pilpres 2014 lalu. Koalisi pasangan capres dan cawapres nomor urut 1
adalah koalisi merah putih (KMP). Koalisi pasangan capres dan cawapres
nomor urut 2 adalah koalisi indonesia hebat (KIH).
Pasangan capres nomor urut satu Prabowo Subianto-Hatta diusung
tujuh partai, antara lain Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional (PAN),
Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP),
partai Golkar dan Partai Bulan Bintang (PBB) ditambah partai Demokrat.
Sementara, Jokowi-JK diusung lima partai, antara lain partai PDI
Perjuangan, NasDem, Hanura, PKB dan PKPI.118
Konsensus multipartai yang berjalan di sistem perpolitikan
Indonesia merupakan awal berangkatnya prinsip koalisi. Koalisi beberapa
partai yang mendeklarasikan satu pasangan calon akan berjalan bersama
dari awal proses pemilu hingga diumumkannya hasil. Setelah hasil tersebut
ada dan dinyatakan sah, namun proses koalisi pun masih tetap ada dan tidak
bubar secara langsung. Kandidat calon dan koalisinya yang kalah dalam
persaingan, tentunya memiliki dendam politik yang seakan tidak terima
dengan hasil yang ada.
Jalur gugatan pun bisa di tempuh melalui Mahkamah Konstitusi
(MK), untuk selanjutnya diidentifikasi permasalaham dan tuntutan calon
tersebut. Apapun hasil yang disahkan oleh MK, maka hasil tersebut bersifat
118 http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/01/peta-koalisi-partai-di-pilpres-2014-versi-lipi diakses pada 18 juni 2016, pukul 03.08 WIB
199
sah dan tidak bisa lagi diganggu gugat. Tak kunjung usai dendam politik
tersebut, kandidat beserta koalisinya seakan menjadi lembaga kontroling
kepada pemerintahan yang baru untuk mengawasi jalannya pemerintahan
tersebut. Namun secara peraturan perundangan, tugas ini adalah tugas DPR-
RI.
Koalisi yang kalah, juga meminta posisi strategis pada jabatan
strategis pemerintahan. Jabatan tersebut yakni beberapa kursi di MPR-RI,
DPR-RI, DPD, dan berbagai jabatan strategis pemerintahan. Untuk
selanjutnya menempatkan kader-kader parpol koalisi tersebut pada posisi
legislatif, gunanya untuk mengawasi jalannya pemerintahan.
Konsekuensi logis dari pemilu dengan multi parpol adalah koalisi
antar parpol. Syarat 25% peraih suara untuk tiket capres menjadi sulit
dipenuhi parpol, koalisi menjadi keniscayaan. Namun, sepanjang sejarah
parpol tidak ada parpol yang dapat melakukan komitmen kuat hingga akhir
masa suatu pemerintahan.119
Kepentingan kelompok dan golongan lebih diutamakan daripada
kepentingan bangsa dan masyarakat. Esensi demokrasi the winner takes all
tidak berlaku, karena kekalahan merupakan sesuatu yang memalukan
sehingga suburlah budaya tandingan dan/atau memutus silaturahmi.
Memasuki peta politik pilkada kabupaten Serang, koalisi borong
parpol tidak memperdulikan bagaimana koalisi pada pilpres. Parpol dari
119 Iwan k hamdani. 2012. Demokrasi seolah-olah. Serang: piksi input Serang, halaman 32
200
koalisi merah putih (KMP), maupun koalisi Indonesia Hebat (KIH)
dirangkul semua menjadi satu koalisi borong parpol. Padahal, pada putaran
pilpres 2014 lalu, koalisi tersebut merupakan koalisi yang sangat solid
dalam mendukung masing-masing calon yang diusungnya. Parpol-parpol
yang merasa memiliki kesamaan ideologi, pandangan politik, kebiasaan
politik, dan budaya partai tentu akan menjadi koalisi. Diharapkan dengan
beberapa kesamaan tersebut, parpol dengan koalisinya akan semakin kuat
secara basis politik.
Berbicara politik, tidak akan pernah lepas dari pembicaraan tentang
kekuasaan dan uang. Uang sebagai modal awal pergerakan perpolitikan
yang akan dijalankan, sebut saja proses kampanye. Dan kekuasaan menjadi
tujuan berkesinambungan dalam politik, artinya menguasai tanpa akhir dan
diwariskan. Dalam bahasa politiknya, hal ini disebut hegemoni. Keadaan ini
terjadi pada pilkada kabupaten Serang 2015. Dengan popularitas, janji jatah
kekuasaan, dan mahar politik yang besar, 8 parpol sangat semangat
mendukung calon tersebut.
Terlepas darimana parpol tersebut berasal, dari KMP maupun KIH,
calon tersebut tidak peduli dan memborong 8 parpol guna pembasisan
politik. Mulusnya proses penjaringan calon yang identik dengan sebuah
pengkondisian politik, semakin melancarkan aksi borong parpol yang
dilakukan. Koalisi pada pilpres sudah tidak lagi dihiraukan, siapa yang
diprediksikan akan menang maka parpol siap mendukung. Faktor
201
popularitas menjadi daya dorong calon tersebut mendapat merekomendasi
parpol.
Berikut tabel koalisi gabungan yang tergabung dalam aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015:
Tabel 4.44
Pemborongan KMP dan KIH
No Tatu-Pandji asal koalisi
1. Partai Golkar KMP
2. PDI-P KIH
3. PKS KMP
4. Nasdem KIH
5. Demokrat KMP
6. PAN KMP
7. PPP KMP
8. PKB KIH
Jumlah
total
8 parpol 5 parpol dari koalisi
KMP dan 3 parpol dari
KIH
202
Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa koalisi borong parpol yang
dilakukan terbentuk atas 5 parpol dari Koalisi Merah Putih (KMP), dan 3
parpol dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Konstelasi politik berubah
secara mendadak pada pilkada kabupaten Serang ini. Parpol yang awalnya
kompetitor kini menjadi satu gerbong dukungan. Parpol KIH terbesar yakni
PDI-P pun turut serta dalam koalisi borong parpol ini, mengingat Pandji
baru saja menjadi kader PDI-P sejenak sebelum pilkada.
Spekulasi politik yang sangat apik dikemas dalam borong parpol
yang terjadi. Masyarakat menanggapi akan hal ini. Dari 100 responden yang
menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 43 responden
(43%), tidak setuju 3 responden (13%), sangat tidak setuju 0 responden
(0%). Mayoritas masyarakat sangat setuju dan menyetujui bahwa parpol
dalam aksi borong parpol merupakan penggabungan antara koalisi merah
putih dan koalisi indonesia hebat pada pilpres 2014 lalu. Namun ada juga
sejumlah 3 masyarakat yang tidak setuju atas pernyataan ini.
203
4.3.19 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Dinamis Pernyataan 19
Pada indikator perhatian dinamis pernyataan 19 yakni : “parpol
dalam koalisi borong parpol memiliki kesamaan tujuan kemenangan
pilkada”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi
frekuensi berikut:
Tabel 4.45
Uji Jumlah N pernyataan 19
Tabel 4.46
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 19
204
Diagram 4.20
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 19
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 19 tentang “parpol dalam koalisi borong parpol
memiliki kesamaan tujuan kemenangan pilkada”. Dari 100 responden yang
menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 43 responden
(43%), tidak setuju 3 responden (3%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Merasa memiliki kesamaan tujuan untuk memenangkan pilkada
kabupaten Serang, parpol dalam aksi borong parpol bergabung dan saling
mendukung. Salah satu kandidat pasangan calon yang borong parpol
merupakan wakil bupati serang pada periode sebelumnya. Dalam
perbincangan politik, calon tersebut lebih terkenal dengan sebutan petahana
atau inkamben. Yaitu sosok lama yang mencalonkan diri kembali.
Di dalam sebuah kontestasi politik, semua peserta pasti ingin
menang dan memiliki kekuasaan. karena kekalahan politik adalah hal yang
memalukan dan memperburuk citra parpol di masyarakat. Daya saing
205
parpol terletak pada basis masa yang mereka punya. Semakin besar basis
masa yang mereka miliki, akan membuat elektabilitas parpol tersebut baik
di mata masyarakat. Selain itu, beberapa kader parpol yang duduk di jabatan
strategis juga menjadi daya tarik parpol kepada masyarakat. Semakin
banyak kader-kader parpol yang menduduki jabatan strategis, maka akan
semakin menaikkan elektabilitas parpol tersebut di mata masyarakat.
Elektabilitas adalah tingkat keterpilihan parpol di suatu daerah. Dari
elektabilitas inilah nantinya akan terukur sejauhmana parpol itu memiliki
basis masa, sebuah rantai korelasi yang berkesinambungan antara
popularitas-pembasisan masa-elektabilitas yang selalu berputar.
Untuk mewujudkan kemenangan pilkada yang diperoleh dengan
lebih mudah, dibutuhkan analisis parpol dalam menjaring calon dan
menentukan dukungan parpol. Bagi calon dengan popularitas tinggi, basis
masa yang kuat, dan memiliki modal politik besar tentunya akan semakin
mudah mendapatkan dukungan banyak parpol. Aksi borong parpol pun
terjadi, ketika beberapa parpol merapat ke salah satu kandidat calon pada
pilkada kabupaten Serang 2015.
Parpol-parpol dalam aksi borong parpol yang dilakukan oleh salah
satu pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang ini saling merapatkan
barisan dalam koalisi mereka. Tentunya ada pembicaran transaksional
politik yang dijanjikan oleh aksi borong parpol. Selain keuntungan
popularitas parpol, penguatan massa, pembagian kekuasaan, dan modal
politik, parpol memikirkan tentang masa depan dan orientasi politik parpol
206
tersebut. Jika dirasa menjadi kompetitor adalah sia-sia, maka keputusan
cepat adalah ikut mendukung calon yang memiliki popularitas, modal
politik besar, dan mampu memberikan jabatan strategis.
Kekalahan menjadikan buruknya citra parpol di mata masyarakat,
hal ini juga akan berdampak pada elektabilitas parpol tersebut. Oleh karena
itu, orientasi parpol dalam politik adalah sama, yakni bagaimana meraih
kekuasaan dengan kemenangan pada pemilu. Begitupun yang terjadi pada
aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang, parpol memiliki
kesamaan tujuan kemenangan pilkada.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 responden
yang menyatakan sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 43
responden (43%), tidak setuju 3 responden (13%), sangat tidak setuju 0
responden (0%). Mayoritas masyarakat sepakat bahwa parpol dalam koalisi
borong parpol memilik kesamaan tujuan kemenangan pilkada.
207
4.3.20 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Perhatian Dinamis Pernyataan 20
Pada indikator perhatian dinamis pernyataan 20 yakni : “koalisi
parpol dari calon kompetitor hanya berjumlah 3 parpol”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.47
Uji Jumlah N pernyataan 20
Tabel 4.48
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 20
208
Diagram 4.21
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 20
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 20 tentang “koalisi parpol dari calon kompetitor
hanya berjumlah 3 parpol”. Dari 100 responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 40 responden (40%), tidak setuju
6 responden (6%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Pasangan nomor urut 2 yakni Syarif-Aep yang tetap optimis dalam
pilkada ini didukung oleh 3 parpol yakni Gerindra, Hanura, PBB. Calon
kompetitor Tatu ini tidak melakukan aksi borong parpol. Syarif-Aep tetap
optimis menjalani segala tahapan pilkada hanya dengan dibantu 3 parpol. 8
parpol dibanding 3 parpol, dari angka tersebut persepsi awal kita pasti
muncul adalah ketimpangan dukungan parpol. Koalisi yang tidak seimbang
ini merupakan akibat dari aksi borong parpol yang dilakukan oleh salah satu
kandidat pasangan calon.
209
Koalisi memang menjadi konsekuensi dalam sistem multipartai.
Dengan koalisi diharapkan akan memperkuat barisan kemenangan pemilu.
Koalisi tidak dilarang oleh lembaga manapun, namun koalisi juga tidak
memiliki regulasi yang bersifat sportif. Tidak ada aturan yang mengatur
tentang batasan minimal dan maksimal dukungan parpol. Sehingga dengan
kebebasan tersebut, parpol dapat berkoalisi dengan sangat mudah dan
diberikan kebebasan.
Jika tidak ada batasan dalam koalisi, prinsip demokrasi yang khas
dengan kontestasi sportif politik menjadi tidak kuat lagi. Koalisi bisa berat
sebelah, bisa gemuk sebelah, dan sebutan lainnya yang substansinya adalah
koalisi yang tidak seimbang. Dari ketidakseimbangan ini, maka nampak
jelas keberpihakan parpol terhadap salah satu calon dalam pilkada
kabupaten Serang 2015. Dengan pertimbangan perolehan kemenangan
pilkada, modal politik, dan jabatan strategis, maka parpol merapat ke salah
satu calon dalam aksi borong parpolnya.
Elektabilitas parpol sangat diinginkan oleh semua parpol di
daerahnya, mengingat pemilu bertujuan untuk menang dan pencitraan yang
diraih jika kadernya duduk di jabatan strategis daerah parpol tersebut. Dari
beberapa poin tersebut, maka parpol menentukan arah dukungannya.
Daripada mencalonkan kader sendiri tapi sulit mendapatkan dukungan dan
suara, lebih baik mendukung calon yang sudah dipastikan menang karena
populer dan memiliki modal politik besar.
210
Dalam perpolitikan, borong parpol juga tidak dapat dihindari.
Karena tidak adanya regulasi yang mengatur secara jelas besaran koalisi
parpol. Jika dibatasi maka tidak demokratis, jika tidak dibatasi maka akan
terjadi borong parpol, kemungkinan calon tunggal, kemungkinan calon
boneka dan kemungkinan yang tidak diharapkan. Beberapa indikasi tersebut
akan berdampak pada kecurangan proses pemilu yang tidak terlihat namun
bisa dirasakan.
Ketua KPU-RI memberikan tanggapan atas aksi borong parpol ini
bahwa ada calon kepala daerah di Serang, Banten, borong parpol dalam
pilkada serentak gelombang pertama pada 2015. Pada fenomena ini,
sepasang bakal calon kepala daerah memborong seluruh parpol dari Koalisi
Merah Putih (KMP) maupun Koalisi Indonesia Hebat (KIH).120
Segala strategi politik akan dilakukan oleh kandidat untuk
memenangkan kontestasi pemilu ini. Di lain sisi, pemilu dan demokrasi
harus berjalan beriringan. Fenomena memborong parpol itu tidak
demokratis, tapi kalau diberlakukan batasan dukungan maksimal partai,
juga tidak demokratis. Pada akhirnya, partai politik yang akan menjadi
kunci dalam terwujudnya pilkada itu demokratis atau tidak.121
120http://news.liputan6.com/read/2281561/kpu-borong-parpol-bisa-undur-pilkada-serentak diakses pada 11 oktober 2015 14.30 WIB 121Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB
211
Tapi tidak bisa dipungkiri, elektabilitas partai terwujud dari
bagaimana citra politik partai tersebut. Dan pengembangan citra akan
didapatkan apabila kader-kader parpolnya menduduki jabatan strategis pada
pemerintahan. Oleh sebab itu, parpol lebih mengutamakan kemenangan
koalisinya. Hal yang dituju ialah untuk meminta plot untuk kadernya
menduduki jabatan strategis, bilamana koalisi muncul menjadi pemenang
dalam pilkada.
Koalisi parpol dari calon kompetitor yang tidak melakukan borong
parpol hanya berjumlah 3 parpol. Hal ini dinyatakan sangat setuju oleh 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%),
setuju 40 responden (40%), tidak setuju 6 responden (6%).
212
4.3.21 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 21
Pada indikator organisasi poin frame of reference pernyataan 21
yakni : “aksi borong parpol memiliki tujuan kemenangan dalam pilkada”.
Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
Tabel 4.49
Uji Jumlah N pernyataan 21
Tabel 4.50
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 21
213
Diagram 4.22
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 21
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 21 tentang “aksi borong parpol memiliki tujuan
kemenangan dalam pilkada”. Dari 100 responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 36 responden (36%), tidak setuju
10 responden (10%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Pada sub indikator ini, penulis ingin mengetahui seberapa besar
proses pengorganisasian pesan pada masyarakat responden. Setelah melalui
tahapan seleksi pesan dan ketertarikan masyarakat terhadap aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang, tahapan selanjutnya ialah melihat
bagaimana pengorganisasian pesan tersebut.
Wood menjelaskan bahwa seseorang dapat mengorganisasikan
persepsinya dengan cara mengolah dan memproses pengalaman serta
pengetahuannya dengan menggunakan struktur kognitif atau framework
214
yang dibagun seseorang dengan mengambil informasi tentang
lingkungannya. 122
Menurut David Krench, pengorganisasian pesan dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:123
c) Frame of Reference, yaitu kerangka pengetuahan yang dimiliki serta
dipengarui dari pendidikan, bacaan, ataupun penelitian.
d) Frame of Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah dialami
serta tak terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya.
Seperti yang dijelaskan pada poin sebelumnya, yakni bagaimana
strategi politik yang dimainkan oleh parpol untuk menuju popularitasnya.
Dengan popularitas dan citra yang baik di mata masyarakat, maka
elektabilitas parpol akan semakin mudah didapat. Tujuan utama parpol
dalam perpolitikan adalah bagaimana caranya kader-kader bentukan parpol
tersebut menang dalam pemilu. sekalipun tidak mencalonkan kaderya
sendiri, parpol memanfaatkan calon yang dianggap populer di kalangan
masyarakat untuk selanjutnya diusung dalam pemilu.
Semua kembali pada pencapaian kerja-kerja parpol pada pilkada.
Elektabilitas akan timbul jika parpol dianggap baik oleh masyarakat. Baik
dalam arti banyak berkontribusi untuk masyarakat melalui program-
program parpol yang dijalankan. Untuk menguasai aspek-aspek sosial di
122 Julia Wood. Halaman 42 123 Tiara Prasilia, 2007. Studi Persepsi Resiko Keselamatan Berkendara serta Hubungannya dengan konsep Locus of Control pada Mahasiswa FKM UI yang Mengendarai Motor. Skripsi. Halaman 14
215
masyarakat, cara satu-satunya ialah menjadikan kader-kadernya menduduki
jabatan strategis pada pemerintahan. Dorongan ini pun yang menjadi
pertimbangan utama bagi parpol untuk mencapai elektabilitas tinggi. Jika
dirasa kadernya belum memenuhi syarat untuk pencalonan, diantaranya
popularitas, basis massa, dan modal politik besar, maka parpol beralih
strategi untuk mengusung calon dari parpol lain yang dianggap populer dan
akan menang dalam kontestasi pilkada tersebut.
Jika diprediksikan akan mudah mendapat suara masyarakat, karena
kepopularitasnya, parpol akan mengusung calon tersebut dalam gabungan
koalisi yang di bentuk. Parpol tentunya mengharapkan adanya prinsip balas
jasa politik, dengan diusung oleh parpol tersebut dan kemudian menang,
maka parpol pendukung yang dimaksud akan meminta jabatan strategis
pada pemerintahan yang akan berjalan.
Selain itu, untuk mendukung gerakan pencitraan calon yang
diusung, parpol membutuhkan logistik berupa uang sebagai modal politik.
Modal ini akan diberikan oleh calon yang memiliki modal politik besar,
bersama koalisi gemuk yang terbentuk, segala bentuk strategi politik akan
dijalankan untuk mencapai kemenangan, termasuk memborong 8 parpol.
Kesempatan ini dijadikan sebuah strategi politik yang cukup jitu
oleh salah satu kandidat pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang
2015. Calon tersebut memborong 8 parpol sekaligus. Dengan transaksi
politik yang berlangsung, dan didukung modal politik yang besar, calon
216
tersebut semakin mudah untuk mendapatkan dukungan resmi dari parpol
peserta pilkada.
Aksi borong parpol yang dilakukan berorientasi pada bagaimana
caranya memenangkan kontestasi pilkada kabupaten Serang 2015. Wajah
lama sebagai aktor politik utama, dan dikemas dengan komposisi sosok
yang tentunya populer juga sebagai wakil. Berbicara tentang popularitas,
tentunya masyarakat sudah mengenal calon petahana tersebut. Calon
tersebut menjabat sebagai wakil Bupati Serang pada periode sebelumnya.
Beberapa aspek ini menjadikan kemudahan akses bagi calon untuk borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang.
Aksi borong parpol memiliki tujuan kemenangan pilkada, hal ini
ditanggapi oleh 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 54
responden (54%), setuju 36 responden (36%), tidak setuju 10 responden
(10%). Mayoritas masyarakat sebagai responden, menilai setuju terhadap
statement tersebut, namun ada 10 masyarakat (10%) yang menyatakan tidak
sepakat terhadap hal tersebut.
217
4.3.22 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 22
Pada indikator organisasi poin frame of reference pernyataan 22
yakni : “aksi borong parpol tidak mengimplementasikan prinsip dalam
demokrasi”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi
frekuensi berikut:
Tabel 4.51
Uji Jumlah N pernyataan 22
Tabel 4.52
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 22
218
Diagram 4.23
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 22
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 22 tentang “aksi borong parpol tidak
mengimplementasikan prinsip dalam demokrasi”. Dari 100 responden yang
menjawab sangat setuju terdapat 51 responden (51%), setuju 49 responden
(49%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Pada masa 1998-sekarang Indonesia berada dalam masa reformasi.
Tumbangnya orde baru membuka peluang terjadinya reformasi politik dan
demokratisasi di Indonesia. Pengalaman orde baru mengajarkan kepada
bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa
kehancuran bagi negara dan penderitaan masyarakat. Oleh karena itu,
bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi,
yakni proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan
masyarakat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif
dapat dilakukan oleh lembaga wakil masyarakat (DPR).
219
Sarana sirkulasi kepemimpinan publik adalah dengan pemilu.
Peserta pemilu adalah parpol, dan parpol adalah organisasi yang
diamanatkan undang-undang sebagai representatif masyarakat dalam
membentuk kader-kader kepemimpinan publik. Parpol dalam gerak
politiknya seharusnya menjunjung tinggi demokrasi. Demokrasi memiliki
cita-cita untuk mengedepankan kedaulatan masyarakat dalam menentukan
pimpinannya, dalam hal ini sistem yang memfasilitasi demokrasi adalah
pemilu.
Dalam konteks ini, parpol diharapkan menawarkan dan memberi
pilihan calon pemimpin politik yang memiliki visi kepemimpinan yang kuat
yang didukung oleh sistem dan mekanisme seleksi kepemimpinan internal
parpol yang berkualitas dan kompetitif untuk dikompetisikan dengan calon
lain dari parpol lain. Pada pemerintahan dengan sistem multipartai, roda
pemerintahannya dijalnkan dengan koalisi parpol. Koalisi adalah praktik
lumrah politik yang dibangun untuk meraih dukungan terbanyak demi
tercapainya kemenangan dalam pemilu.
Semakin banyak parpol yang dirangkul dalam koalisi, maka akan
semakin mudah gerak calon untuk mendapatkan suara terbanyak dari
masyarakat. Parpol sebagai representatif masyarakat dalam pembentukan
kader-kader kepemimpinan publik hanya memikirkan tentang orientasi
kemenangan koalisi dalam pilkada. Jika menang, maka popularitas akan
dicapai dengan sempurna, dan elektabilitas parpol tersebut akan timbul
setelahnya.
220
Masyarakat bebas menentukan pilihan mereka dalam memilih siapa
yang layak untuk menjadi pemimpin daerahnya. Namun ada keterbatasan
mereka dalam intervensinya pada perpolitikan yang terjadi. Pada proses
penjaringan calon, hanyalah parpol yang boleh melakukan verifikasi calon
tersebut. Masyarakat dianggap hanya sebagai supporters atau pemilih saja.
Tanpa memperdulikan kelayakan calon dari segi kepemimpinan,
kemampuan, kredibilitas dan idealitas, parpol menganggap popularitas
calon adalah segalanya. Popularitas dianggap dapat merangkul semua
masyarakat untuk memilih calon tersebut pada pilkada.
Tujuan dari demokrasi dalam pemilu adalah langsung, umum,
bebas, dan rahasia. Didukung dengan sportifitas persaingan calon pada
kontestasi pemilu, diharapkan calon yang berkompetisi berperilaku sportif.
Namun, kembali lagi pada tujuan parpol dalam keinginannya mewujudkan
popularitas, citra dan elektabilitas parpol tersebut, tanpa mengindahkan
sportifitas dan demokrasi masyarakat, maka parpol tersebut ikut dalam aksi
borong parpol yang dilakukan.
Dari sub indikator sebelumnya, telah disebutkan bahwa aksi borong
parpol memiliki tujuan kemenangan dalam pilkada. Dengan banyak parpol,
suara masyarakat akan mudah dikondisikan untuk memilih parpol tersebut.
Sumbangsih suara terbesar adalah simpatisan, fanatisme, dan kader-kader
parpol itu sendiri. Setiap parpol pasti memiliki lumbung-lumbung suara dan
pembasisan massa, dengan 1 instruksi pimpinan parpol, maka semua kader
parpol akan memilih dan mendukung calon dari koalisi yang terbentuk.
221
Parpol yang menjadi peserta borong parpol, akan menjalankan
strategi politik bagi pemenangan kader yang diusung bersama tersebut.
Semua elemen partai akan bekerja keras demi tercapainya kemenangan
dalam pilkada. 8 parpol berbanding 3 parpol, tentunya dirasakan adanya
kejanggalan politik. Ketidakseimbangan koalisi akan berdampak pada tidak
sportifnya kompetisi pilkada. Jumlah parpol yang lebih banyak, pasti akan
lebih mudah mendapatkan suara dengan perolehan terbanyak dibandingkan
dengan koalisi yang hanya 3 parpol.
Esensi pemilu secara substansial dalam ajaran demokrasi adalah
memfasilitasi sirkulasi kepemimpinan publik. Dalam sistem pemilu ini,
diiringi dengan prinsip demokrasi yakni kedaulatan masyarakat dan
menjunjung tinggi sportifitas kompetisi. Calon yang ideal akan
berkompetisi dan beradu argumen dalam proyeksi pemerintahannya nanti
untuk membangun kabupaten Serang yang lebih maju dan berkembang.
Fakta politik yang ada, parpol dalam penjaringan calon hanya
mempertimbangkan popularitas calon, kontrak politik yang ditawarkan, dan
modal politik calon. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip demokrasi yang
menginginkan kedaulatan masyarakat secara utuh dalam menentukan siapa
yang berhak menjadi calon pemimpin publiknya. Keberadaan parpol sudah
dikuatkan dalam peraturan perundangan, jadi opini masyarakat dianggap
sudah diwakilkan oleh parpol.
222
Ketika koalisi yang terbentuk dari aksi borong parpol berjumlah 8
parpol, akan semakin mudah gerak calon tersebut mendapatkan suara
terbanyak. Bila dibandingkan dengan calon kompetitor yang hanya
berkoalisi dengan 3 parpol, kondisi ini sangat berbanding jauh. Kondisi ini
akan mempermudah kemenangan dalam pilkada. Bahkan sebelum hasil
diketahui, maka kita akan dapat memprediksikan bahwa calon yang borong
parpol akan keluar sebagai pemenang pada kontestasi pilkada kabupaten
Serang 2015. Di sisi lainnya, pilkada ini merupakan wujud dari demokrasi
yang merupakan sarana sirkulasi kepemimpinan publik, namun dengan
adanya aksi borong parpol dan tidak adanya regulasi pemilu terkait besaran
koalisi maka demokrasi sudah tidak lagi diperdulikan.
Yang diutamakan hanyalah kepentingan kemenangan calon yang
diusung dalam koalisi tersebut. Dari fenomena ini, pilkada bukan lagi
menjadi sarana terbaik dalam menentukan kepemimpinan publik. Namun,
jika diberlakukan regulasi batasan koalisi juga tidak demokratif.
Permasalahan ini bersifat krusial tanpa adanya solusi dan intervensi
Mahkamah Konstitusi. Padahal, ini dimanfaatkan bagi salah satu calon yang
melakukan aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang. Ketiadaaan
regulasi, dan menganggap borong parpol adalah hak mereka maka mereka
dengan leluasa melakukan aksi borong parpol. Masyarakat hanya menjadi
penikmat saja, karena secara tidak langsung sudah mengamanatkan kepada
parpol untuk melaksanakan pilkada.
223
Terselenggaranya pilkada dalam prinsip demokrasi bertujuan untuk
melakukan sirkulasi kepemimpinan publik. Pilkada yang dilaksanakan
seharusnya berada dalam prinsip demokrasi. Namun jika ada praktik borong
parpol yang terjadi, pengkondisian suara masyarakat akan semakin mudah.
Dari jumlah parpol yakni 8 parpol berbanding 3 parpol, tentu dukungan
lebih besar kepada calon yang diusung dengan 8 parpol tersebut. Oleh
karena itu, sebelum pelaksanaan pilkada pun, kita dapat mengetahui siapa
bakal pemenangnya. Pilkada dalam ajaran demokrasi pada fenomena politik
ini seakan dijadikan hanya sebuah formalitas belaka, jika tidak dilakukan
pilkada dianggap tidak relevan dengan undang-undang dan demokrasi.
Apapun keadaannya, pilkada harus tetap berjalan. Pilkada yang
berjalan dengan borong parpol ini sekaan hanya menjadi formalitas
pemilihan dalam sirkulasi kepemimpinan publik saja, tidak lagi
mengindakan prinsip demokrasi. Masyarakat juga hanya bisa menjadi
pemilih, dengan batasan tidak dapat mengintervensi terlalu mendalam.
Karena tugas ini sudah diamanatkan untuk partai politik. Patut
dipertanyakan fungsi penyelenggaraan pilkada, jika memang sudah dapat
diprediksikan mendekati akurat siapa pemenangnya.
Jika dikembalikan lagi pada prinsip demokrasi yang sportif dan
terbuka, aksi borong parpol tidak relevan dengan prinsip tersebut.
Perjuangan untuk demokratisasi berakhir, yang diunggulkan di permukaan
adalah popularitas calon, dengan pertimbangan kontribusi yang bisa
diberikan kepada peserta parpol yang tergabung dalam aksi borong parpol.
224
Kontribusi ini berupa kontrak politik dan logistik atau modal politik yang
diserahkan guna kelangsungan berjalannya proses kampanye.
Masyarakat menilai aksi borong parpol tidak mengimplementasikan
prinsip dalam demokrasi, dari 100 responden yang menjawab sangat setuju
terdapat 51 responden (51%), setuju 49 responden (49%). Mayoritas
masyarakat menyatakan sangat setuju dan menyetujui hal tersebut.
4.3.23 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 23
Pada indikator organisasi poin frame of reference pernyataan 23
yakni : “aksi borong parpol merupakan pembuktian adanya transaksi dan
komersialisasi parpol”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel
distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.53
Uji Jumlah N pernyatan 23
225
Tabel 4.54
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 23
Diagram 4.24
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 23
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 23 tentang “aksi borong parpol merupakan
pembuktian adanya transaksi dan komersialisasi parpol”. Dari 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%),
setuju 43 responden (43%), tidak setuju 3 responden (3%), sangat tidak
setuju 0 responden (0%).
226
Parpol menginginkan popularitas dan elektabilitas yang baik di
masyarakat pada wilayah cakupan organisasinya. Begitupun yang
diinginkan pada parpol-parpol pada cabang kabupaten Serang. Seperti yang
telah dijelaskan pada sub indikator sebelumnya, bahwa popularitas dan
elektabilitas parpol akan terbentuk jika kader-kader parpolnya bisa
menduduki jabatan strategis pada pemerintahan daerahnya. Dengan hal itu,
eksistensi parpol tetap terjaga dengan baik.
Program-program daerah yang dijalankan pemerintah juga bisa
diselaraskan dengan program pencitraan parpol. Simbiosis mutualisme yang
saling menguntungkan terjadi antara kader parpol yang menduduki jabatan
strategis dengan kontribusinya untuk parpol. Dengan kata lain, parpol
mengupayakan kadernya untuk menduduki jabatan strategis pada
pemerintahan, dan kader tersebut akan mencitrakan parpol asalnya. Parpol
juga dengan mudah mengintervensi setiap kebijakan yang dibuat oleh
kadernya dengan kekuasaan yang dimiliki kadernya tersebut. Beginilah
rantai politik yang terjadi di setiap konstelasi pilkada.
Pada sub indakator sebelumnya juga telah dijelaskan bahwa aksi
borong parpol terjadi pada pilkada kabupaten serang. Parpol dalam proses
penjaringan mereka, lebih mengutamakan popularitas calon dibandingkan
dengan beberapa indikator kelayakan calon seperti kompetensi, kredibilitas,
kemampuan yang dimiliki calon.
227
Beberapa pertimbangan akan dibahas oleh parpol untuk
mencalonkan kadernya dalam kontestasi pilkada, jika dirasa cukup
mumpuni untuk mengikuti kompetisi ini maka langsung dideklarasikan
calon tersebut. Namun, tidak semua parpol mencalonkan kadernya untuk
mengikuti kontestasi pemilu kabupaten Serang. Dengan beberapa
pertimbangan, salah satu kandidat calon yang muncul di permukaan adalah
calon yang kuat. Kekuatan ini didukung oleh popularitas calon di kabupaten
Serang. Calon tersebut adalah seorang mantan Wakil Bupati serang pada
periode sebelumnya. Dalam bahasa politik, calon seperti ini disebut calon
inkamben atau petahana, yakni mantan pejabat yang mencalonkan diri
kembali dalam pilkada.
Spekulasi politik akan dijalankan pada kondisi demikian, jika parpol
mencalonkan kadernya pada kompetisi ini dan dianggap hanya sia-sia, maka
lebih baik jika parpol tersebut ikut mengusung calon kuat tadi dengan
berkoalisi bersama mereka. Profit yang diharapkan dengan bergabungnya
parpol tersebut dalam aksi borong parpol yang terjadi, yakni apa timbal
balik calon tadi kepada parpol pendukung atau pengusung tersebut.
Profit itu berupa kontrak politik dengan perjanjian jika menang,
maka kader dari parpol pengusung tersebut akan ditempatkan pada jabatan
strategis pemerintahannya. susunan kabinet dan birokrasi pemerintahannya
akan diatur sedemikian rupa agar semua parpol yang bergabung dalam
koalisi borong parpol mendapat ruang untuk kadernya menduduki jabatan
strategis pada pemerintahan daerah.
228
Selain hal popularitas, calon tersebut memiliki modal politik yang
besar. Sehingga akan mudah untuk mendapatkan dukungan politik dari
beberapa parpol yang terpengaruh atas logistik yang dijanjikan. Lumrah
terjadi pada konstelasi perpolitikan kita, segala kegiatan membutuhkan
logistik berupa uang sebagai modal politik untuk kampanye dan seperangkat
kegiatan pencitraan lainnya. Oleh karena itu, hal ini menjadi daya tarik
tersediri bagi parpol-parpol yang ikut dalam aksi borong parpol.
Adanya transaksi politik berupa kontrak politik dengan perjanjian
jabatan strategis pada pemerintahan menjadi dasaran aksi borong parpol
yang dilakukan. Kemudian, faktor pendukung logistik yang dijanjikan pada
penawaran kontrak politik tadi juga menjadi daya dukung aksi borong
parpol terjadi. Calon kuat yang didukung dengan modal politik besar akan
semakin mudah mendapat dukungn dari parpol-parpol peserta pilkada.
Lebih spesifik lagi, parpol dikomersilkan dan dapat dibeli
dukungannya. keadaan ini sebenarnya tidak relevan dengan keadaan
demokrasi dan kebutuhan masyarakat akan pemimpin yang cerdas, kredibel,
dan mumpuni. Namun, parpol tidak berorientasi pada idealisnya. Parpol
lebih memikirkan eksistensi, popularitas, dan elektabilitasnya. Guna untuk
kemajuan yang dicapai parpol tersebut. Logistik juga sangat dibutuhkan
demi kelancaran kegiatan parpol tersebut.
229
Oleh karena itu, indikasi transaksi dan komersialisasi parpol ada
pada aksi borong parpol yang dilakukan. Sejalan dengan itu, beberapa
pejabat angkat bicara menanggapi hal ini. Anggota Komisi II DPR RI
Yandri Susanto berharap, ada regulasi yang jelas mengatur praktik borong
parpol. Hal itu untuk mengantisipasi munculnya calon tunggal saat pilkada.
Ia pun mengusulkan agar batasan koalisi partai dimasukkan dalam agenda
revisi UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada.124
Menurut Toto Sugiarto (Pengamat politik dari PARA Syndicate),
calon tunggal dalam Pilkada serentak mengindikasikan adanya politik
transaksional dan indikasi adanya politisi yang memborong parpol untuk
menggalang dukungan dalam Pilkada serentak.125
Hinga kini, praktik borong parpol tidak dapat dihindari karena tidak
adanya regulasi yang mengatur terkait koalisi. Koalisi memang lumrah
terjadi dalam sistem politik multi partai dan tidak mungkin bisa dihentikan.
Kembali pada fungsi dan tugas parpol untuk masyarakat, yakni untuk
pendidikan politik masyarakat dan representatif masyarakat dalam
pemerintahan.
124http://pilkada-serentak-2015.liputan6.com/read/2289001/fenomena-calon-tunggal-begini-solusi-antisipasi-borong-parpol media berita online, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.45 WIB 125http://www.gatra.com/politik-1/pemilu-1/pilkada-1/158975-pengamat-perppu-pilkada-serentak-bakal-munculkan-politisi-borong-parpol.html media berita online, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.48 WIB
230
Seharusnya parpol tidak berperilaku demikian, namun jika kita
melihat dari segi kebutuhan eksistensi dan juga logistik maka transaksi dan
komersialisasi parpol wajar dilakukan. Keadaan ini tidak relevan dengan
prinsip demokrasi, politik yang ada hanya mementingkan kepentingan
golongan yang ingin menang dan mendapatkan kekuasaan.
Kepentingan masyarakat seharusnya lebih diutamakan. Termasuk
kebutuhan mereka terhadap pemimpin daerah yang mumpuni dan mampu
membawa daerahnya kearah kemajuan, tidak melulu dalam
keterbelakangan pembangunan. Namun, masyarakat memiliki keterbatasan
dalam terlibatnya pada perpolitikan. Hal ini dikarenakan parpol
diamanatkan undang-undang untuk mengkader kepemimpinan publik dan
mengurus roda perpolitikan serta menjalankan pemerintahan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%),
setuju 43 responden (43%), tidak setuju 3 responden (3%). Mayoritas
masyarakat menyatakan sangat setuju dan menyetujui bahwa aksi borong
parpol merupakan pembuktian adanya transaksi dan komersialisasi parpol.
Sejumlah 3 masyarakat tidak sepakat akan hal ini.
231
4.3.24 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of reference Pernyataan 24
Pada indikator organisasi poin frame of reference pernyataan 24
yakni : “saya memperhatikan koalisi dari kandidat lain yang tidak
melakukan aksi borong parpol”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada
tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.55
Uji Jumlah N pernyataan 24
Tabel 4.56
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 24
232
Diagram 4.25
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 24
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 24 tentang “saya memperhatikan koalisi dari
kandidat lain yang tidak melakukan aksi borong parpol”. Dari 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 58 responden (58%),
setuju 36 responden (36%), tidak setuju 6 responden (6%), sangat tidak
setuju 0 responden (0%).
Pada sub indikator sebelumnya telah dibahas bahwa ada aksi borong
parpol yang dilakukan oleh salah satu kandidat pasangan calon pada pilkada
kabupaten Serang. Calon tersebut merupakan calon inkamben atau petahana
yang mencalon diri kembali dalam kontestasi pilkada. Pada bagian ini,
penulis ingin menguatkan kembali terkait jawaban responden
mempersepsikan fenomena politik ini dalam tahapan kognitif pada
pengorganisasian pesan.
233
Kita ketahui bersama bahwa ada 2 pasangan kandidat calon yang
maju dalam pilkada kabupaten Serang, salah satu calon tersebut melakukan
aksi borong parpol dengan merangkul dukungan 8 parpol sekaligus. Dalam
koalisi bentukan aksi borong parpolnya, 8 parpol ini menjadi kendaraan
politik yang digunakan untuk menjaring suara sebanyak mungkin.
Orientasinya adalah kemenangan dalam pilkada.
Kemenangan pilkada jika tercapai akan dapat memposisikan calon
yang borong parpol tadi untuk memegang kekuasaan kepala daerahnya.
Yang disebutkan sebagai kepala daerah adalah Bupati dan Wakil Bupati.
Dari sisi lainnya, satu pasangan kandidat lain yang tidak melakukan aksi
borong parpol hanya berkoalisi dengan 3 parpol.
Keadaan ini dipertanyakan dalam kuesioner yang dibuat sebagai alat
ukur persepsi masyarakat. Sejauhmana mereka mengorganisasikan
fenomena tersebut. Apapun kondisi perpolitikan pada saat itu, semua
nampak jelas di permukaan publik. Masyarakat pun dapat melihat serta
memperhatikan bagaimana keadaaan politik dalam pilkada kabupaten
Serang.
Koalisi dari kandidat yang tidak melakukan aksi borong parpol
hanya berjumlah 3 parpol, yakni GERINDRA, HANURA, dan PBB.
Berdasarkan hasil penelitian yan dilakukan, dari 100 masyarakat responden
yang menjawab sangat setuju terdapat 58 responden (58%), setuju 36
responden (36%), tidak setuju 6 responden (6%). Mayoritas masyarakat
234
memperhatikan koalisi dari kandidat yang tidak melakukan aksi borong
parpol. Ada sejumlah 6 masyarakat responden yang tidak sepakat akan hal
ini.
4.3.25 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 25
Pada indikator organisasi poin frame of experience pernyataan 25
yakni : “kepentingan kemenangan pilkada dari golongan tertentu terlihat
jelas pada aksi borong parpol”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada
tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.57
Uji Jumlah N pernyatan 25
235
Tabel 4.58
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 25
Diagram 4.26
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 25
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 25 tentang “kepentingan kemenangan pilkada dari
golongan tertentu terlihat jelas pada aksi borong parpol”. Dari 100
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 57 responden (57%),
setuju 29 responden (29%), tidak setuju 14 responden (14%), sangat tidak
setuju 0 responden (0%).
236
Pada sub indikator ini, yakni frame of reference, penulis ingin
mengetahui bagaimana pengorganisasian oleh masyarakat. Frame of
Experience, yaitu berdasarkan pengalaman yang telah dialami serta tak
terlepas dari keadaan lingkungan sekitarnya.126
Orientasi yang dituju dalam aksi borong parpol adalah kemenangan
dalam pilkada. Dengan pencapaian kemenangan ini, maka calon tersebut
akan dilantik dan disakan menjadi Bupati dan Wakil Bupati Serang. Ketika
sudah sah menjadi pemimpin daerah tersebut, maka kekuasaan
pemerintahan daerah berada dibawah instruksinya. Pola ini yag ditimbulkan
pada setiap pilkada yang ada. Setiap calon pasti menginginkan kemenangan
yang harus dicapai dalam pilkada.
Salah satu calon yang melakukan aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten serang, merupakan calon kuat yang memiliki popularitas baik.
Popularitas ini didapatkan dari histori calon tersebut. Calon tersebut
merupakan mantan Wakil Bupati Serang pada periode sebelumnya, dan
mayoritas masyarakat sudah mengenal sosoknya.
Poin popularitas tersebut juga menjadi daya dorong untuk calon
tersebut mencalonkan diri dalam pilkada. Kepentingan kemenangan yang
menjadi tujuannya akan semakin mudah dicapai. Dalam aksi borong parpol
yang dilakukan, kepentingan kemenangan pilkada dari golongan ini terlihat
126 Bimo Walgito, 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Halaman 57-59
237
jelas. Praktik melanggengkan kekuasaan oleh aktor lama juga terlihat dalam
perpolitikan yang terjadi.
Salah satu calon yang borong parpol ini juga merupakan adik
kandung dari ibu Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten. Hj. Ratu
Tatu Chasanah, S.E., M.Ak. (lahir di Serang, Banten, 23 Juli 1967; umur 48
tahun) adalah Bupati Serang yang menjabat sejak 17 Februari 2016.
Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai Wakil Bupati Serang,
mendampingi Bupati Taufik Nuriman. Tatu merupakan adik kandung dari
mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.127
Keluarga dinasti politik ini menjalankan sebuah strategi
melanggengkan kekuasaan politik di daerahnya. Kita sebut saja Banten,
setelah ditangkapnya ibu Atut dalam kasus korupsinya, hal ini tidak
mematahkan semangat keluarganya untuk tetap berkarir di bidang politik
dan menjadi pimpinan daerah. Dibangunnya dinasti politik kekeluargaan
oleh keluarga ibu Atut ini semakin menguat dengan strategi politik yang
dijalankan.
Sekedar penguat statement penulis diatas, pada beberapa daerah di
Banten, ada beberapa keluarga dari bu Atut yang menjadi pimpinan daerah.
Sejak menjadi orang nomor satu di Banten itulah, satu per satu anggota
keluarga besar Atut masuk ke politik praktis. Diawali kemunculan Airin
Rachmi Diany, adik ipar Atut, dalam Pilkada Kabupaten Tangerang 2008.
127 https://id.wikipedia.org/wiki/Ratu_Tatu_Chasanah diakses pada 19 Juni 2016, pukul 00.11 WIB
238
Istri Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan (adik Atut) itu jadi calon wakil
bupati mendampingi Jazuli Juwaini dari PKS. Namun, pasangan ini
dikalahkan pasangan petahana, Ismet Iskandar-Rano Karno.
Tahun yang sama, adik tiri Atut, Tubagus Haerul Jaman, maju
sebagai calon wakil wali kota Serang berpasangan dengan Bunyamin
(mantan Bupati Serang) dan menang. Kurang dari tiga tahun berkuasa, 1
Maret 2011, Bunyamin meninggal dunia. Jaman lalu diangkat menjadi Wali
Kota Serang. Saat Pilkada Kota Serang 2013, ia kembali mencalonkan diri
dan menang.
Tahun 2010, adik Atut, Ratu Tatu Chasanah, mengikuti Pilkada
Kabupaten Serang. Ia terpilih jadi Wakil Bupati Serang 2010-2015
mendampingi Taufik Nuriman. Dan terpilih lagi menjadi Bupati Serang
pada periode berikutnya didampingi Pandji Tirtayasa.
Airin yang gagal di Pilkada Kabupaten Tangerang coba peruntungan
di Pilkada Kota Tangerang Selatan 2010. Airin yang berpasangan dengan
Benyamin Davnie terpilih sebagai Wali Kota Tangerang Selatan 2011-
2015.
Ibu tiri Atut, Heryani, juga tak ketinggalan. Ia terpilih menjadi Wakil
Bupati Pandeglang pada Pilkada 2011 mendampingi Erwan Kurtubi. Pada
tahun yang sama, Atut kembali mencalonkan diri sebagai gubernur Banten
239
didampingi Rano Karno. Untuk kedua kalinya, Atut terpilih sebagai
Gubernur Banten.128
Dari beberapa kutipan diatas, dapat kita lihat bagaiamana keluarga
ibu Atut melangengkan kekuasaan dan terjun dalam politik praktis. Kembali
pada fokus penelitian ini tentang borong parpol yang dilakukan oleh satu
kandidat pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang 2015, hal ini juga
bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan golongan tersebut.
Praktik hegemoni yang dilakukan oleh Tatu dalam pilkada
kabupaten Serang ini ditujukan pula untuk bagaimana mendominasi
kekuasaan pada wilayah kabupaten Serang. Dengan cara memegang
kekuasaan penuh di tangannya dan berkeinginan untuk harus terus
memimpin dan melanggengkan kekuasaanya. Selain itu, Tatu juga
merupakan inkamben atau petahana dalam jabatan strategis pada periode
sebelumnya. Motif inilah yang mendasari Tatu melakukan borong parpol.
Kepentingan kemenangan pilkada dari golongan ini terlihat jelas
pada aksi borong parpol yang dilakukan. Segala strategi politik akan
dimainkan oleh golongan tersebut untuk tetap menjaga eksistensinya pada
pemerintahan. Selain eksistensi, golongan tersebut juga menginginkan
kelanggengan kekuasaan. Calon petahana ini sangat menginginkan
langgengnya kekuasaan dirinya pada kabupaten Serang.
128http://nasional.kompas.com/read/2013/12/18/0729208/Dinasti.Politik.Ratu.Atut.Setelah.Delapan.Tahun.Berkuasa diakses pada 19 Juni 2016, pukul 00.20 WIB
240
Orientasi yang ditimbulkan pada permukaan konstelasi politik
pilkada ini, terlihat jelas bahwa ada kepentingan golongan yang
menginginkan kemenangan pilkada dan melanggengkan kekuasaan.
berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat responden
yang menjawab sangat setuju terdapat 57 responden (57%), setuju 29
responden (29%), tidak setuju 14 responden (14%). Mayoritas masyarakat
menyatakan sangat setuju terhadap hal tersebut. Ada sejumlah 14
masyarakat yang tidak sepakat terhadap hal tersebut.
4.3.26 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 26
Pada indikator organisasi poin frame of experience pernyataan 26
yakni : “aksi borong parpol tersebut mencerminkan bahwa demokrasi tidak
lagi diimplementasikan dalam berpolitik yang baik”. Tanggapan responden
akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.59
Uji Jumlah N pernyataan 26
241
Tabel 4.60
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 26
Diaram 4.27
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 26
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 26 tentang “aksi borong parpol tersebut
mencerminkan bahwa demokrasi tidak lagi diimplementasikan dalam
berpolitik yang baik”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju
terdapat 66 responden (66%), setuju 31 responden (31%), tidak setuju 3
responden (3%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
242
Dari keadaan politik dengan aksi borong parpol ini, dapat dikatakan
bahwa tujuan dan orientasi pilkada bagi golongan tertentu hanyalah
kemenangan yang harus dicapai. Padahal pilkada merupakan sarana politik
berlandaskan demokrasi untuk sirkulasi kepemimpinan publik.
Dalam prinsip demokrasi, kedaulatan masyarakat menjadi tujuan
utama yang dijunjung tinggi. Yang dimaksud kedaulatan adalah kekuasaan
tertinggi berada di tangan masyarakat. Selain kedaulatan, kepentingan dan
kebutuhan masyarakat akan pemimpin yang layak dan mumpuni juga harus
dipertimbangkan dalam pilkada.
Pada roda pemerintahan dan politik, parpol diamanatkan undang-
undang untuk melakukan kaderisasi kepemimpinan publik dan menjalankan
roda pemerintahan dalam hal ini berkontribusi pada pilkada. Parpol yang
menjalankan perpolitikan dengan baik dan relevan dengan prinsip
demokrasi tersebut seharusnya menjadikan poin kedaulatan masyarakat
sebagai poin utama dalam menjalankan perpolitikan.
Namun, pada praktiknya, parpol hanya berorientasi pada eksistensi,
popularitas, dan elektabilitas saja. Selepas relevan atau tidaknya dengan
prinsip demokrasi, seakan parpol menjalankan perpolitikannya sudah sesuai
dengan prinsip demokrasi dan berlandaskan undang-undang. Pada aksi
borong parpol yang terjadi, parpol dalam penjaringan calon hanya menilai
popularitas calon dibandingkan dengan kompetensi, kredibilitas, dan
243
kemampuan calon untuk dikatakan mumpuni mencalonkan sebagai Bupati
dan Wakil Bupati Serang.
Kebutuhan masyarakat akan pemimpin yang mampu membawa
kabupaten Serang menuju kemajuan daerah digeser oleh kepentingan
parpol. Parpol tentu sangat menginginkan eksistensinya di kancah
perpolitikan daerahnya. Hal ini sudah tidak relevan dengan prinsip
demokrasi yang mengedepankan masyarakat. Kepentingan golongan
terlihat jelas pada aksi borong parpol yang dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 responden
menjawab sangat setuju terdapat 66 responden (66%), setuju 31 responden
(31%), tidak setuju 3 responden (3%) terhadap aksi borong parpol tersebut
mencerminkan bahwa demokrasi tidak lagi diimplementasikan dalam
berpolitik yang baik. Mayoritas masyarakat menyatakan sangat setuju dan
menyetujui hal tersebut. Ada sejumlah 3 masyarakat yang tidak sepakat
terhadap hal tersebut.
4.3.27 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 27
Pada indikator organisasi poin frame of experience pernyataan 27
yakni : “jumlah ketidakseimbangan koalisi tersebut merupakan bukti nyata
adanya aksi borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan calon”.
Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
244
Tabel 4.61
Uji Jumlah N Pernyataan 27
Tabel 4.62
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 27
Diagram 4.28
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 27
245
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 27 tentang “jumlah ketidakseimbangan koalisi
tersebut merupakan bukti nyata adanya aksi borong parpol yang dilakukan
oleh satu pasangan calon”. Dari 100 responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 63 responden (63%), setuju 37 responden (37%), tidak setuju
0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang yang dilakukan
salah satu calon kandidat dapat dilihat dari ketidakseimbangan koalisi
parpol. Calon nomor urut 1 didukung oleh 8 parpol, sedangkan calon nomor
urut 2 hanya didukung oleh 3 parpol. Ketidakseimbangan koalisi tersebut
menjadi bukti nyata adanya aksi borong parpol yang dilakukan oleh salah
satu kandidat calon pada pilkada kabupaten Serang.
Calon dengan popularitas tinggi, dianggap mampu mendapatkan
suara terbanyak dalam pilkada. Oleh karena itu, calon tersebut akan mudah
mendapatkan dukungan parpol pada proses penjaringan calon. Selain itu,
kontrak politik yang ditawarkan, serta dukungan modal politik yang
diberikan pada parpol juga menjadi daya dorong dalam aksi borong parpol.
Berdasarkan hasil penelitian, dari 100 responden yang menjawab
sangat setuju terdapat 63 responden (63%), setuju 37 responden (37%).
Masyarakat menyatakan sangat setuju dan menyutujui bahwa jumlah
ketidakseimbangan koalisi tersebut merupakan bukti nyata adanya aksi
borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan calon.
246
4.3.28 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 28
Pada indikator organisasi poin frame of experience pernyataan 28
yakni : “saya memperhatikan proses konstelasi politik selama pilkada
berlangsung”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi
frekuensi berikut:
Tabel 4.63
Uji Jumlah N Pernyataan 28
Tabel 4.64
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 28
247
Diagram 4.29
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 28
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 28 tentang “saya memperhatikan proses konstelasi
politik selama pilkada berlangsung”. Dari 100 responden yang menjawab
sangat setuju terdapat 50 responden (50%), setuju 50 responden (50%),
tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Kebutuhan masyarakat akan pemimpin daerah yang membawa
kemajuan bagi daerahnya menjadi daya dorong masyarakat mengikuti
perkembangan informasi dalam pilkada. Dipandang dari segi psikologis,
minat masyarakat atau perhatian mereka akan timbul dengan sendirinya
seiring dengan harapan mereka terhadap calon pemimpin baru daerahnya.
Masyarakat berharap pemimpin baru daerahnya akan membawa
perkembangan yang signifikan pada masa pemerintahannya 5 tahun
kedepan.
248
Masa depan daerah digantungkan seiring dengan harapan
masyarakat kepada calon pemimpin daerahnya. Hal ini yang memicu
perhatian masyarakat dalam menanggapi fenomena pilkada kabupaten
Serang. Pada sub indikator ini, penulis ingin menegaskan kembali bahwa
masyarakat mengorganisasikan fenomena pilkada tersebut pada konstelasi
politiknya selama pilkada berlangsung.
Kebutuhan politik tersebut yang menjadi daya dorong masyarakat
secara alamiah. Terjadinya proses perpolitikan yang ada dan gambaran
konstelasi politik pada pilkada kabupaten Serang akan selalu mereka
perhatikan. Masyarakat memperhatikan konstelasi politik selama pilkada
berlangsung hingga selesainya proses tersebut.
Proses penjaringan calon, pembentukan koalisi, aksi borong parpol,
hingga kampanye calon dapat mereka organisasikan dalam ranah
kognitifnya. Penulis ingin memastikan bahwa masyarakat mencerna dengan
baik konstelasi politik selama pilkada berlangsung.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 50 responden (50%),
setuju 50 responden (50%). Mayoritas masyarakat menyatakan dengan
sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka memperhatikan proses
konstelasi politik selama pilkada berlangsung.
249
4.3.29 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Organisasi Poin frame of experience Pernyataan 29
Pada indikator organisasi poin frame of experience pernyataan 29
yakni : “aksi borong parpol menjadi tradisi dalam pilkada”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.65
Uji Jumlah N pernyataan 29
Tabel 4.66
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 29
250
Diagram 4.30
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 29
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 29 tentang “aksi borong parpol menjadi tradisi
dalam pilkada”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat
53 responden (53%), setuju 44 responden (44%), tidak setuju 3 responden
(3%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Aksi borong parpol yang terjadi pada pilkada kabupaten Serang
tidak dapat dicegah apalagi dihentikan. Mengingat tidak adanya regulasi
yang mengatur besaran koalisi parpol pada pilkada. Kebimbangan terjadi
jika dibatasi koalisi parpol maka hal tersebut tidak demokratis, namun jika
tidak dibatasi maka akan mudah memunculkan aksi borong parpol.
251
Fenomena memborong parpol itu tidak demokratis, tapi kalau
diberlakukan batasan dukungan maksimal partai, juga tidak demokratis.
Pada akhirnya, partai politik yang akan menjadi kunci dalam terwujudnya
pilkada itu demokratis atau tidak.129
Namun pada praktiknya, parpol lebih mengutamakan eksistensi,
popularitas, dan elektabilitas parpol di caban daerahnya. Hal ini memutar
balikkan prinsip demokrasi yang mengedepankan kepentingan masyarakat.
Kepentingan masyarakat yang dimaksud yakni harapan dan keinginan
mereka terhadap calon pemimpin daerahnya. Pada proses penjaringan
calon, parpol justru menilai kelayakan calon dari popularitasnya. Dengan
popularitas calon yang dimilikinya, maka suara masyarakat akan mudah
didapatkan.
Kecacatan regulasi pilkada ini justru dijadikan peluang terbesar bagi
calon untuk menjalankan strategi politik dengan borong parpol. Jika
berjalan terus-menerus maka hal ini menjadikan borong parpol sebagai
tradisi dalam pilkada. Beberapa fakta tentang borong parpol yang
didapatkan yakni pada Pilkada serentak 2015 di Kabupaten Serang,
pasangan Ratu Tatu Chasanah dan Pandji Tirtayasa melakukan aksi borong
partai. Mereka mendapatkan dukungan dari PDIP, PKS, PPP, PKB,
Nasdem, Golkar, PAN dan Demokrat. Sementara pasangan Walikota
Cilegon dan wakilnya, TB Iman Ariyadi dan Edi Aryadi juga melakukan
129Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB
252
hal sama. Ada 11 partai yang mendukungnya, Golkar, PDIP, Gerindra, PKS,
Nasdem, PAN, PPP, PKB, Demokrat, Hanura dan PBB.130
Komisi II DPR menyarankan agar peran Dewan Pengurus Pusat
(DPP) partai politik (parpol) perlu diperkuat guna memastikan pilkada di
daerah berjalan secara kompetitif dan demokratis. Hal ini menanggapi
putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa pasangan calon (paslon)
diperbolehkan untuk memborong seluruh dukungan kursi parpol dalam
pilkada. Kontrol DPP partai sangat diperlukan agar berlangsung kompetisi yang
demokratis dan ideologis. Bukan malah melegitimasi transaksionalisasi struktur
dibawahnya.
Menurut Arif, yang perlu dikontrol dan diawasi adalah terjadinya
transaksi politik dalam pemberian dukungan tersebut. Karena, dengan
adanya transaksi-transaksi tersebut berakibat pada seluruh parpol
memberikan dukungan pada satu paslon saja. Sehingga, lanjutnya,
persoalan ini baiknya dikembalikan saja pada mekanisme internal partai
politik. Dirinya mengusulkan bahwa semestinya partai-partai memiliki
preferensi politik yang berbeda.131
Prinsip kompetitif dan demokratif yang seharusnya dijalankan
dalam pilkada sudah tidak lagi dihiraukan. Justru pimpinan pusat parpol
atau DPP malah melegitimasikan transaksi politik yang ada. Mengingat
130 http://tangselpos.co.id/2016/02/16/pilkada-2017-dilarang-borong-partai/ diakses pada 19 Juni 2016, pukul 01.44 WIB 131 http://nasional.sindonews.com/read/1061203/12/mk-buka-peluang-calon-borong-dukungan-parpol-di-pilkada-1447383485 diakses pada 19 Juni 2016, pukul 02.21 WIB
253
bagaimanapun eksistensi parpol di daerah harus tetap terjaga dengan baik.
Preferensi ini dijalankan mayoritas parpol. Hal ini bertujuan untuk tetap
menjaga eksistensi, popularitas, dan elektabilitas parpol di daerahnya.
Oleh karena beberapa hal tersebut, aksi borong parpol menjadi
tradisi dalam pilkada. Aksi borong parpol juga terjadi pada pilkada
kabupaten Serang 2015. Dari hasil penelitian yang dilakukan, 100
masyarakat responden yang menjawab sangat setuju terdapat 53 responden
(53%), setuju 44 responden (44%), tidak setuju 3 responden (3%).
Mayoritas masyarakat sangat setuju dan menyetujui tentang hal tersebut.
Ada sejumlah 3 masyarakat yang tidak sepakat terkait hal tersebut.
254
4.3.30 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 30
Pada indikator interpretasi poin pembentukan makna pernyataan 30
yakni : “aksi borong parpol yang dilakukan membuat saya menjadi lebih
mengetahui keberpihakan parpol kepada satu pasangan calon”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.67
Uji Jumlah N pernyataan 30
Tabel 4.68
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 30
255
Diagram 4.31
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 30
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 30 tentang “aksi borong parpol yang dilakukan
membuat saya menjadi lebih mengetahui keberpihakan parpol kepada satu
pasangan calon”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat
54 responden (54%), setuju 36 responden (36%), tidak setuju 10 responden
(10%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Pada sub indikator ini, penulis ingin mengetahui bagaimana tahapan
masyarakat menginterpretasikan fenomena borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang 2015.
Menurut Deddy Mulyana interpretasi adalah inti dari proses
berlangsungnya kegiatan persepsi. Interpretasi merupakan suatu aspek
kognitif dari persepsi yang sangat penting yaitu proses memberikan arti
kepada stimulus yang diterimanya. Proses seleksi serta pengorganisasian
256
pesan menghasilkan pembentukan makna serta pembentukan ekspresi
terhadap stimulus tersebut.
1. Pembentukan makna muncul dari hubungan khusus antara kata
(sebagai simbol verbal) dan manusia, makna tidak dapat melekat pada kata-
kata namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Jadi,
tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang digunakan
untuk mempresentasikanya.
2. Pembentukan ekspresi merupakan proses pengungkapan gagasan
atau perasaan dari dalam diri seseorang baik berupa kata-kata, gambar
maupun tindakan
Transaksi politik yang dilakukan satu pasangan calon pada pilkada
kabupaten Serang berdampak pada parpol memberikan dukungan pada
calon tersebut. Transaksi politik ini terjadi sedemikian rupa sehinga
dikemas apik untuk tidak diketahui secara terbuka. Pada sub indikator
sebelumnya, telah dijelaskan bahwa tujuan parpol dalam perpolitikan
adalah menjaga eksistensi, popularitas, dan elektabilitas. Untuk mendukung
hal tersebut tercapai, maka parpol harus menjalankan strategi yang
menguntungkan bagi mereka.
Parpol dalam penjaringan calon lebih memperhatikan popularitas
calon tersebut dibanding dengan kemampuan, kredibilitas, dan faktor
intelektual yang dimilikinya. Di sisi lain, parpol juga menginginkan
bagaimana eksistensinya terjaga dengan baik di daerah politiknya. Oleh
257
sebab itu, parpol akan mudah dikomersilkan pada saat kontrak politik
terjadi.
Syarat minimal dukungan juga diatur dalam regulasi pilkada, ini
yang menjadikan adanya koalisi parpol. Selain itu, sistem pemerintahan
dengan multi partai juga menjadi landasan parpol melakukan koalisi.
Kebutuhan parpol akan eksistensi, popularitas, dan elektabilitas dapat
diwujudkan dengan banyaknya kader yang menduduki jabatan strategis
pada pemerintahan.
Satu pasangan calon yang melakukan aksi borong parpol merupakan
calon kuat dengan popularitas tinggi. Hal ini dikarenakan calon tersebut
merupakan mantan Wakil Bupati Serang periode 2010-2015 dan
mencalonkan diri kembali pada kontestasi pilkada kabupaten Serang 2015.
Jika mencalonkan kadernya sendiri dianggap sia-sia untuk berkompetisi
dalam pilkada tersebut, maka parpol akan membicarakan kontrak politik
kepada calon kuat yang muncul di permukaan konstelasi politik itu.
Ini menjadi peluang bagi calon kuat tersebut untuk memborong
parpol sebagai kendaraan politiknya. Dalam aksi borong parpol yang
dilakukan, keberpihakan parpol kepada satu pasangan calon sangat terlihat.
8 parpol dalam koalisi calon yang melakukan aksi borong parpol ini menjadi
kendaraan politik untuk mengantarkan calon kuat tersebut memenangkan
pilkada. Substansi pilkada yang kompetitif dan demokratif sudah tidak lagi
ada.
258
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 100 masyarakat responden
yang menjawab sangat setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 36
responden (36%), tidak setuju 10 responden (10%). Mayoritas masyarakat
menyatakan sangat setuju dan menyetujui bahwa aksi borong parpol yang
dilakukan membuat mereka menjadi lebih mengetahui keberpihakan parpol
kepada satu pasangan calon. Ada sejumlah 10 masyarakat yang tidak
sepakat akan hal ini.
4.3.31 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 31
Pada indikator interpretasi poin pembentukan makna pernyataan 31
yakni : “aksi borong parpol yang dilakukan membuat saya mengetahui
proyeksi hasil kemenangan dalam pilkada”. Tanggapan responden akan
dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.69
Uji Jumlah N Pernyataan 31
259
Tabel 4.70
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 31
Diagram 4.32
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 31
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 31 tentang “aksi borong parpol yang dilakukan
membuat saya mengetahui proyeksi hasil kemenangan dalam pilkada”. Dari
100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 53 responden (53%),
setuju 44 responden (44%), tidak setuju 3 responden (3%), sangat tidak
setuju 0 responden (0%).
260
Kontestasi pemilu yang demoratif menjadi sangat sulit diterapkan
ketika aksi borong parpol masih terjadi. Aksi borong parpol yang terjadi ini
akibat ketiadaannya regulasi yang mengatur bagaimana prosedural koalisi
parpol. Masih dalam bahasan Negara dengan sistem pemerintahan multi
partai. Koalisi memang lumrah terjadi pada perpolitikan pada setiap
tingkatan unit-unit regional politik tersebut.
Koalisi merupakan strategi penguatan dukungan yang bisa ditempuh
oleh calon dalam suksesi dirinya ketika pilkada. Parpol-parpol yang
tergabung dalam koalisi tersebut, nantinya akan menjadi roda-roda
kendaraan politik calon untuk menuju proses kemenangan. Parpol yang
mendukung atau mengusung calon tersebut akan menyusun strategi
kampanye, pencitraan, tekanan politik, hingga indikasi politik uang. Semua
strategi dijalankan guna untuk mendapatkan hasil maksimal, yakni calon
yang diusung meraih kemanangan.
Masih dalam langkah demokratisasi, keadaan politik dengan
berkoalisi memang tidak menyalahi aturan apapun dan masih menjadi
sebuah polemik politik. Jika diberlakukan batas maksimal koalisi, maka hal
ini membatasi proses berserikatnya parpol, dan tentunya tidak relevan
dengan prinsip demokrasi pada orientasinya kebebasan berpolitik. Namun,
jika tidak adanya regulasi yang mengatur angka maksimal dukungan atau
koalisi parpol, tentunya hal ini menjadi daya dorong calon untuk melakukan
aksi borong parpol.
261
Seperti yang telah dibahas pada sub-indikator sebelumnya, parpol
memiliki orientasi politik pada eksistensi parpol tersebut. Guna pencapaian
eksistensi parpol, poin popularitas parpol harus diperhatikan. Ketika sudah
tercapai eksistensi dan popularitas parpol, maka elektabilitas parpol di
daerah wilayahnya akan meningkat. Dari tujuan ini, parpol penuh
pertimbangan menentukan sikap dalam berpolitik.
Eksistensi yang disebutkan, akan dicapai bila beberapa kandidat
parpol menduduki jabatan-jabatan strategis pada pemerintahan. Kader
tersebut serta merta mencitrakan parpolnya, dan parpol pun mencitrakan
kadernya tersebut. Sebuah rantai politik yang terjadi secara natural
demikian adanya. Dengan banyaknya kader yang menduduki jabatan
strategis pada pemerintahan, diharapkan citra dan poplaritas parpol di
masyarakat akan semakin meningkat.
Pada pilkada, parpol berhak mencalonkan kadernya untuk maju
menjadi calon kepala daerah. Namun, dengan berbagai pertimbangan dan
pembacaan peta politik, tidak semua parpol mencalonkan kadernya pada
pilkada. Seperti yang menjadi bahasan pada penlitian ini, calon kuat pada
pilkada kabupaten Serang merupakan calon petahana atau inkamben.
Sebelum mencalonkan diri sebagai Bupati Serang, calon tersebut
merupakan mantan Wakil Bupati Serang periode sebelumnya, yakni 2010-
2015. Popularitas calon sudah tidak diragukan lagi, mayoritas masyarakat
kabupaten Serang mengenal dan mengetahui calon petahana tersebut.
262
Ketika dirasa tidak mampu untuk berkompetisi dengan calon kuat
tersebut, maka parpol akan mengambil sikap untuk berkoalisi
mendukungnya. Hal ini disebabkan karena orientasi politik yang harus
diwujudkan oleh parpol. Transaksional terjadi dengan penawaran jabatan
jabatan strategis kepada kader-kader parpol pendukung calon kuat tersebut.
Selain itu, calon kuat dengan modal politik yang besar akan memberikan
modal politik berupa logistik atau uang dengan besaran tertentu guna
berjalanya proses kampanye dan pencitraan calon kuat tersebut.
Pada proses penjaringan calon oleh parpol, dalam keadaan politik
yang seperti ini maka parpol tidak lagi bersikap idealis demokratif. Parpol
hanya melihat dari segi popularitas calon dibandingkan dengan kompetisi
murni yang dimilikinya. Semakin popular calon, maka akan semakin mudah
mendapat suara terbanyak. Pertimbangan ini yang memiliki daya dorong
untuk calon kuat tersebut melakukan aksi borong parpol. Begitu terbukanya
pintu dukungan parpol untuk calon tersebut, sehingga memudahkan akses
calon untuk menjaring dukungan dari parpol.
Hasilnya, 8 parpol menjadi koalisi pendukung calon tersebut. Aksi
borong parpol terlihat jelas pada permukaan konstelasi politik. Lebih
terlihat lagi, jika kita memperhatikan kompetitor calon kuat tersebut, yang
hanya berkoalisi dengan 3 parpol. Perbandingan yang cukup untuk
dijadikan fakta politik adanya aksi borong parpol.
263
Pilkada seharusnya menjadi sarana kontestasi politik dalam sirkulasi
jabatan pimpinan daerah dengan asas demokrasi. Namun dengan
munculnya aksi borong parpol hal ini sudah tidak relevan dengan prinsip
demokrasi. Kepentingan masyarakat dalam demokrasi adalah yang utama
dan paling diunggulkan. Pada aksi borong parpol, orientasi hanya bertujuan
untuk merebut kembali tahta politik. Kepentingan golongan lebih
diunggulkan dibanding keresahan, kebutuhan, dan kepentingan masyarakat.
Pilkada sebagai sarana demokrasi yang bersifat kompetitif, yang
artinya semua calon berhak untuk mengikuti kompetisi ini secara sportif.
Sportif yang dimaksud adalah berkompetisi dengan baik, tanpa adanya
kecurangan apapun. Dengan kondisi pilkada yang terjadi, maka hal ini
semakin menjauh dari demokratif.
Dengan banyaknya parpol yang mendukung, instruksi yang
diberikan pimpinan parpol-parpol tersebut kepada kader-kadernya serta
simpatisan parpol adalah satu suara memilih calon tersebut. Parpol tentunya
memiliki basis masa yang siap mendukung segala instruksi yang diberikan,
termasuk pilihan dalam pilkada. Selain kader dan simpatisan parpol sebagai
penyumbang pasti suara pemilih, parpol yang tergabung dalam koalisi kuat
tersebut akan mencitrakan dengan maksimal kepada masyarakat untuk
memilih calon kuat tersebut. Semakin banyak kendaraan politik, maka akan
semakin mudah untuk pencapaian tujuan politiknya yakni kemenangan
dalam pilkada.
264
Proyeksi hasil yang mudah diprediksi dari aksi borong parpol pada
pilkada kabupaten Serang adalah kemenangan untuk calon kuat tersebut.
Popularitas yang dimilikinya, modal politik yang besar, dan dukungan dari
8 parpol sudah sangat cukup untuk mengantarkan calon menjadi pemenang
dalam pilkada. Pilkada dengan sistem seperti ini, sudah tidak berbicara lagi
mengenai prinsip demokrasi. Kompetisi yang dilakukan pun sudah terasa
tidak sehat dalam arti tidak sportif. Hasil yang samar sudah terlihat bahwa
siapa yang akan menjadi pemenang pilkada tersebut. Lantas apa yang dituju
dari hasil pilkada, jika hasil akhir sudah dapat diprediksi mendekati akurat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 53 responden (53%),
setuju 44 responden (44%), tidak setuju 3 responden (3%). Mayoritas
masyarakat sangat setuju dan menyetujui bahwa aksi borong parpol yang
dilakukan membuat mereka mengetahui proyeksi hasil kemenangan dalam
pilkada. Sejumlah 3 masyarakat tidak sepakat dengan hal ini.
4.3.32 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 32
Pada indikator interpretasi poin pembentukan makna pernyataan 32
yakni : “aksi borong parpol dapat memobilisasi suara pemilih, termasuk
saya”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi
berikut:
265
Tabel 4.71
Uji Jumlah N Pernyataan 32
Tabel 4.72
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 32
Diagram 4.33
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 32
266
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 32 tentang “aksi borong parpol dapat memobilisasi
suara pemilih, termasuk saya”. Dari 100 responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 36 responden (36%), tidak setuju
10 responden (10%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Aksi borong parpol yang dilakukan oleh salah satu calon pada
pilkada kabupaten Serang 2015 memiliki keunggulan kekuatan koalisi.
Parpol yang masuk kedalam koalisi calon kuat tersebut, akan menjadi roda
kendaraan politik untuk memperoleh suara terbanyak dari masyarakat.
Gerak dan strategi parpol guna mencitrakan dan menjaring suara
masyarakat disesuaikan dengan konsensus koalisi. Satu gerakan untuk
mendukung calon kuat tersebut.
Selanjutnya untuk menjaring suara terbanyak yang harus dicapai
sebagai syarat kemenangan pilkada menjadi tanggung jawab setiap parpol
pendukung calon yang borong parpol tersebut. Strategi politik dari mulai
kampanye, program pencitraan calon, pembasisasn massa, hingga
bagaiamana memobilisasi suara masyarakat akan diterapkan. Semua
strategi ini dimaksud untuk menjaring suara terbanyak pada pilkada, dan
calon akan memenangkan kompetisi ini.
Master of campaign atau lebih dikenal (MC) dalam bahasa politik
atau ketua tim sukses akan mengupayakan segala cara guna memobilisasi
suara pemilih. Kemenangan yang dituju menjadi harga mati dalam proses
267
pilkada ini. Penulis ingin mengetahui bagaiamana stimulus yang diberikan
para tim sukses ini kepada masyarakat dan apa makna yang diperoleh dari
masyarakat. Daya dorong banyaknya parpol yang menjadi kendaraan politik
calon kuat itu, mempermudah akses untuk mendapatkan suara pemilih.
Pengkondisian suara dan mobilisasi suara yang dilakukan juga akan
semakin mudah, karena didukung oleh 8 parpol. Tekanan politik yang
dilakukan harus berbuah hasil banyaknya suara pemilih yang condong untuk
memilih calon kuat tersebut. Pengerahan massa pemilih dalam melakukan
mobilisasi suara menjadi strategi yang dijalankan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tangapan responden
mengenai aksi borong parpol dapat memobilisasi suara pemilih, termasuk
mereka sendiri. Dari 100 masyarakat responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 54 responden (54%), setuju 36 responden (36%), tidak setuju
10 responden (10%). Mayoritas masyarakat menjawab sangat setuju dan
menyetujui hal tersebut. Sejumlah 10 masyarakat yang tidak menyepakati
hal tersebut.
268
4.3.33 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Makna Pernyataan 33
Pada indikator interpretasi poin pembentukan makna pernyataan 33
yakni : “aksi borong parpol berdampak pencitraan yang sempurna pada
masyarakat sekitar saya”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel
distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.73
Uji Jumlah N Pernyataan 33
Tabel 4.74
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 33
269
Diagram 4.34
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 33
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 33 tentang “aksi borong parpol berdampak
pencitraan yang sempurna pada masyarakat di lingkungan sekitar saya”.
Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat 63 responden
(63%), setuju 37 responden (37%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat
tidak setuju 0 responden (0%).
8 parpol yang mendukung calon petahana tersebut pasti memiliki
strategi politik yang dijalankan untuk meraih suara terbanyak. Pada sub-
indikator sebelumnya sudah diketahui bahwa aksi borong parpol
memobilisasi suara pemilih, hal ini juga merupakan strategi politik yang
dijalankan guna mendapatkan suara terbanyak.
Semakin banyak parpol yang menjadi kendaraan politiknya, calon
kuat tersebut akan semakin mudah menjaring suara masyarakat. Parpol-
parpol akan bergerak sesuai konsensus koalisi mereka yakni pemenangan
270
calon yang mereka dukung. Parpol dalam gerak politiknya akan
mencitrakan calon yang mereka dukung pada masyarakat pemilih. Hal ini
dimaksudkan untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihan
mereka.
Pada sub-indikator ini penulis ingin mengetahui seberapa besar
dampak yang terjadi di masyarakat pemilih khususnya lingkungan sekitar
mereka. Proses kerja-kerja parpol dalam mencitrakan calon yang mereka
dukung akan membuahkan hasil kemenangan pilkada. Semakin banyak
parpol, maka semakin banyak tim sukses yang akan mencitrakan calon
tersebut kepada masyarakat. Tim sukses yang tersebar di daerah kekuasaan
politiknya akan bekerja maksimal guna mencitrakan calon tersebut di
masyarakat.
Output yang dihasilkan akan berupa pencitraan sempurna di
masyarakat, ini dapat tercapai dengan mudah dikarenakan 8 parpol
mendukung calon kuat tersebut. Jika dibandingkan dengan kompetitor yang
hanya memiliki 3 parpol sebagai kendaraan politiknya. Kuantitas parpol
dalam koalisi menjadi daya dorong calon menuju kemudahan akses
pencitraan di masyarakat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, Dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 63 responden (63%),
setuju 37 responden (37%). Mayoritas masyarakat sangat setuju dan
menyetujui bahwa aksi borong parpol berdampak pencitraan yang sempurna
271
pada masyarakat di lingkungan sekitar mereka. Hasil ini menjadi sebuah
penilaian besaran dampak dari aksi borong parpol.
4.3.34 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 34
Pada indikator interpretasi poin pembentukan ekspresi pernyataan
34 yakni : “saya khawatir prinsip demokrasi sudah tidak lagi
diimplementasikan dalam berpolitik yang baik”. Tanggapan responden akan
dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.75
Uji Jumlah N Pernyataan 34
Tabel 4.76
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 34
272
Diagram 4.35
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 34
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 34 tentang “saya khawatir prinsip demokrasi sudah
tidak diimplementasikan dalam berpolitik yang baik”. Dari 100 responden
yang menjawab sangat setuju terdapat 50 responden (50%), setuju 50
responden (50%), tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0
responden (0%).
Penulis ingin mendeskripsikan bagaimana proses pembentukan
ekspresi yang dialami masyarakat responden. Ekspresi yang diberikan
merupakan tanggapan responden dari dampak aksi borong parpol yang ada
pada pilkada kabupaten Serang. Pembentukan ekspresi merupakan proses
pengungkapan gagasan atau perasaan dari dalam diri seseorang baik berupa
kata-kata, gambar maupun tindakan.132
132 Deddy Mulyana, 2010. Ilmu komunikasi suatu pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 169
273
Dalam demokrasi, kepentingan masyarakat adalah sangat
diunggulkan. Kedaulatan masyarakat yang artinya pemimpin tertinggi
adalah masyarakat. Kedaulatan ini bermaksud untuk memposisikan
masyarakat dalam posisi puncak pemerintahan. Semua kepentingan
masyarakat harus menjadi dasar gerak pemerintahan. Kekuasaan tertinggi
berada di masyarakat. Pimpinan pemerintahan daerah seharusnya hanya
menjadi representatif masyarakat guna terwujudnya pemerintahan yang pro
kepada masyarakat.
Kedaulatan masyarakat dapat juga berarti, pemerintahan dari
masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Pemerintahan dari
masyarakat berarti mereka yang duduk sebagai penyelenggara
pemerintahan terdiri atas masyarakat itu sendiri dan memperoleh dukungan
masyarakat. Pemerintahan oleh masyarakat mengandung pengertian, bahwa
pemerintahan yang ada diselenggarakan dan dilakukan oleh masyarakat
sendiri baik melalui demokrasi langsung maupun demokrasi perwakilan,
yang penerapannya didasarkan kepada undang-undang. Jelas bahwa segala
aktivitas terkait pemerintahan harus terselenggara berdasarkan kepentingan
masyarakat.
Begitupun seharusnya pilkada kabupaten Serang berjalan. Namun
pada realitas politiknya, pilkada yang berajalan hanya mementingkan
kepentingan golongan. Calon yang melakukan aksi borong parpol
menginginkan dirinya terpilih kembali sebagai kepala daerah. Didukung
dengan popularitas yang baik serta modal politik yang besar, maka akan
274
semakin mudah bagi calon tersebut mendapatkan dukungan dari banyak
parpol.
Pilkada bukan lagi menjadi sarana demokrasi dalam sirkulasi
kepemimpinan publik. Orientasi yang ada dalam pilkada kabupaten Serang
yakni bagaimana memperoleh kemenangan dengan praktik borong parpol
yang dilakukan. Hal ini berdampak pada kekuasaan dengan praktik
hegemoni, atau melanggengkan kekuasaan. Terlebih lagi, fakta politik yang
ada di Banten yakni mayoritas aktor dan pimpinan publik adalah bagian dari
keluarga calon yang borong parpol tersebut.
Pilkada dengan demokrasinya sangat mendaulatkan masyarakat,
hingga voting suara pemilihan pun berasal dari masyarakat. Kondisi seperti
ini, bertentangan dari prinsip demokrasi. Pilkada yang seharusnya
mengedepankan kepentingan masyarakat, justru dijadikan ajang perebutan
kekuasaan semata. Hal ini semakin parah dengan aksi borong parpol yang
terlihat seperti dilegalkan mahkamah konstitusi. Memang belum ada aturan
dasar mengenai borong parpol, namun secara kesadaran politik seharusnya
figur dan aktor politik sangat memahami hal ini.
Sangat disayangkan ketika etika politik dalam demokrasi sudah
tidak diimplementasikan pada pilkada kabupaten Serang. Pilkada yang
dilakukan tidak lagi bersifat kompetitif dan sportif, lebih terlihat pada aksi
borong parol yang dilakukan. Parpol sebagai organisasi yang dipercayai
untuk mewakilkan masyarakat dalam perpolitikan, justru sangat
275
mengecewakan karena menyimpang dari prinsip demokrasi. Parpol hanya
memikirkan bagaiaman eksistensinya dapat terwujud dengan sempurna.
Seakan parpol sudah tidak lagi memikirkan masyarakat.
Keresahan masyarakat kepada calon pimpinan daerahnya tidak
dijadikan indikator penilaian calon saat penjaringan calon oleh parpol.
parpol hanya melihat calon dari segi popularitasnya serta modal politik yang
besar. parpol sangat mengharapkan, dukungan yang diberikan dapat
imbalan berupa pemberian jabatan strategis bagi kader mereka. Hal ini
dimaksudkan agar citra parpol di masyarakat semakin baik, dengan
dihadirkannya pejabat publik dari parpol tersebut.
Transaksi politik seperti ini sudah tidak lagi mengimplementasikan
prinsip demokrasi. Masyarakat tidak bisa intervensi terlalu mendalam,
dikarenakan secara undang-undang pun jelas bahwa parpol dipercayai
sebagai representatif masyarakat dalam berpolitik. Sangat disayangkan
ketika parpol hanya berorientasi bagi kepentingan mereka sendiri.
Masyarakat dianggap hanya sebagai pangsa pasar suara, suara mereka
diperebutkan namun keresahan mereka tidak dipikirkan secara mendetail.
Terlihat di permukaan konstelasi politik, strategi borong parpol
sangat bebas dilakukan. Kekhawatiran publik terkait hal ini menyimpang
dari prinsip demokrasi akan terlihat jelas dari hasil jawaban masyarakat.
Kepentingan golongan lebih diutamakan dibanding kepentingan masyarakat
dalam bagaimana prosesi pilkada dilakukan.
276
Parpol juga memiliki fungsi pendidikan politik bagi masyarakat,
dengan harapan masyarakat diberikan pemahaman sejalan dengan
demokrasi. Namun fakta politiknya, hal tersebut tidak dilakukan. Parpol
berorientasi pada eksistensinya di masyarakat, dengan popularitas parpol
maka elektabilitas parpol akan semakin baik. Padahal dalam demokrasi,
parpol sebagai organisasi politik harus tetap berada pada prinsip demokrasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 50 responden (50%),
setuju 50 responden (50%). Mayoritas masyarakat menyatakan sangat
setuju dan menyetujui bahwa mereka khawatir prinsip demokrasi sudah
tidak lagi diimplementasikan dalam berpolitik yang baik.
277
4.3.35 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 35
Pada indikator interpretasi poin pembentukan ekspresi pernyataan
35 yakni : “saya khawatir hegemoni kekuasaan inkamben akan semakin
langgeng dengan dihalalkannya borong parpol oleh lembaga terkait proses
pemilihan”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel distribusi
frekuensi berikut:
Tabel 4.77
Uji Jumlah N Pernyataan 35
Tabel 4.78
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 35
278
Diagram 4.36
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 35
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 35 tentang “saya khawatir hegemoni kekuasaan
inkamben akan semakin langgeng dengan dihalalkannya borong parpol oleh
lembaga terkait proses pemilihan”. Dari 100 responden yang menjawab
sangat setuju terdapat 40 responden (40%), setuju 60 responden (60%),
tidak setuju 0 responden (0%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Calon yang melakukan aksi borong parpol pada pilkada kabupaten
Serang merupakan calon inkamben atau petahana. Calon tersebut adalah
mantan wakil bupati Serang periode sebelum pemilihan yakni 2010-2015.
Popularitas yang dimilikinya sudah tidak diragukan lagi. Mayoritas
masyarakat sudah mengenal sosoknya, terlebih lagi faktor keluarganya yang
mayoritas adalah aktor politik serta pejabat politik.
279
Parpol dalam penjaringan calon hanya melihat calon dari segi
popularitasnya, dengan popular maka calon tersebut sangat mudah
mendapat perhatian masayarakat untuk memilih dirinya. Keputusan parpol
untuk bergabung dengan koalisi pendukung calon kuat tersebut menjadi
lebih mudah. Ketika dirasa menjadi kompetitor calon tersebut sangat sulit,
maka keputusan parpol justru mendukung calon tersebut. Dengan harapan
akan ada imbalan berupa kontrak politik, yakni kader parpol diberikan
kesempatan menjadi pejabat publik pada pemerintahannya.
Dominasi pimpinan publik yang dilakukan oleh keluarga calon
tersebut memang sangat terlihat. Beberapa bagian dari keluarga mereka
merupakan mantan pimpinan publik, bahkan mantan Gubernur Banten juga
merupakan bagian dari mereka. Dominasi ini diperkuat lagi dengan
pencalonan kembali pada setiap kontestasi pilkada yang diselenggarakan di
Banten, khususnya kabupaten Serang.
Ketiadaan aturan yang mengatur praktik borong parpol ini justru
dijadikan sebuah kesempatan emas bagi calon untuk menjaring dukungan
dari banyak parpol. hal ini dibuktikan dengan 8 parpol yang menjadi
pendukung calon petahana tersebut. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga
berwenang seakan tidak peduli dengan aksi borong parpol yang dilakukan.
Borong parpol seakan menjadi halal atau sah untuk dilakukan. Hal ini
memang merupakan dampak dari ketidakadaan aturan yang mengatur
praktik borong parpol.
280
Jika borong parpol terjadi, maka calon kompetitor yang coba
berkompetisi akan kehilangan kesempatan dalam proses pilkada ini.
Kompetitor calon hanya berkoalisi dengan 3 parpol, angka ini cukup jauh
jika dibandingkan dengan calon inkamben tersebut yang berkoalisi dengan
8 parpol. kondisi ini nampak jelas di permukaan konstelasi politik yang
berjalan. Namun, hingga prosesi pilkada berakhir, tidak ada teguran dari
lembaga terkait proses pemilihan.
Dilematis politik yang dirasakan yakni ketika koalisi memang
menjadi syarat utama menjaring dukungan parpol ialah tidak adanya batasan
koalisi parpol. Jika dibatasi, maka hal ini tidak demokratis, tapi jika tidak
ada batasan maka borong parpol terjadi. Calon inkamben tersebut
menjadikan peluang ini untuk melakukan aksi borong parpol.
Keinginan calon untuk melanggengkan kekuasaannya di kabupaten
Serang semakin dipermudah. Keadaan ini tentu sangat mengkhawatirkan
publik. Calon kompetitor atau wajah baru tersebut tidak diberikan celah
untuk menang. Dominasi kekuasaan oleh calon inkamben tersebut sangat
terasa, apapun strategi yang dilakukan termasuk borong parpol akan
mengupayakan kemenangan bagi calon tersebut. Hal yang dituju yakni
kekuasaan yang langgeng atas dirinya pada kabupaten Serang.
Praktik hegemoni yang dilakukan semakin mudah, dominasi
kekuasaan menjadi tujuan utama calon inkamben tersebut ikut kembali
dalam pilkada. Aksi borong parpol nampak jelas di permukaan konstelasi
281
politik yang ada. 8 parpol yang menjadi kendaraan politik siap membantu
memproyeksikan kemenangan pilkada bagi calon inkamben tersebut.
Dengan semakin banyak parpol yang mendukung maka gerak calon
tersebut dalam menjaring suara masyarakat akan semakin mudah. Didukung
oleh kerja-kerja parpol dalam memobilisasi masyarakat, kemenangan dalam
pilkada dapat diperoleh tanpa kesulitan. Seharusnya lembaga terkait proses
pemilihan seperti mahkamah konstitusi bisa menyikapi hal ini. Pada
kenyataannya justru mahkamah konstitusi memberikan peluang dan
kebebasan bagi calon melakukan aksi borong parpol.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 40 responden (40%).
Mayoritas masyarakat sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka khawatir
hegemoni kekuasaan inkamben akan semakin langgeng dengan
dihalalkannya borong parpol oleh lembaga terkait proses pemilihan.
282
4.3.36 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 36
Pada indikator interpretasi poin pembentukan ekspresi pernyataan
36 yakni : “saya khawatir pilkada yang dilakukan hanya formalitas saja
tanpa melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi dalam
sirkulasi kepemimpinan”. Tanggapan responden akan dijelaskan pada tabel
distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.79
Uji Jumlah N Pernyataan 36
Tabel 4.80
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 36
283
Diagram 4.37
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 36
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 36 tentang “saya khawatir pilkada hanya formalitas
saja tanpa melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi
dalam sirkulasi kepemimpinan”. Dari 100 responden yang menjawab sangat
setuju terdapat 33 responden (33%), setuju 61 responden (61%), tidak setuju
6 responden (6%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
Pilkada merupakan sarana demokrasi bagi masyarakat untuk
menentukan pimpinan publiknya. Seperti pada pilkada kabupaten Serang
yang akan menghasilkan output berupa terpilihnya Bupati dan Wakil Bupati
Serang. Kontestasi berdasar demokrasi ini dapat berjalan atas kedaulatan
masyarakat. Dengan berlandaskan demokrasi, maka calon dalam pilkada
seharusnya memperhatikan keinginan masyarakat akan kebutuhan
pemimpin daerah mereka.
284
Pilkada yang diwarnai negatif dengan aksi borong parpol sangatlah
tidak berdasar pada prinsip demokrasi. Upaya memborong parpol ini hanya
berorientasi pada kemenangan dan kepentingan golongan tersebut dalam
pilkada. Dengan dirangkulnya 8 parpol sekaligus menjadi kendaraan
politiknya, maka calon akan semakin mudah untuk menjaring suara
masyarakat. Koalisi yang mendukung calon tersebut akan bekerja
memaksimalkan suara yang diproyeksikan untuk kemenangan calon yang
diusung. Kemenangan semakin dapat diprediksi lebih cepat tanpa harus
menunggu hasil pilkada.
Parpol memilik basis massa suara maupun simpatisan parpol,
dengan instruksi pimpinan mereka maka konsensus pilihan akan satu suara
mendukung calon yang diusung. Selain itu, kerja-kerja tim sukses dari 8
parpol koalisi akan dimaksimalkan demi tercapinya suara terbanyak.
Sumbangan suara untuk calon yang borong parpol semakin mendekati
sempurna. Jika dibandingkan dengan calon kompetitor yang hanya
bermodalkan 3 parpol dalam koalisinya, tentu akan sulit mendapatkan suara
terbanyak.
Parpol sebagai kendaraan politik tentu akan mengantarkan calon
yang diusungnya menuju kemenangan pilkada. Semakin banyak parpol
yang mendukung, semakin mudah gerak penjaringan suara dilakukan.
Dengan banyaknya suara yang diperoleh pada pemilihan, maka dipastikan
calon tersebut sebagai pemenang pilkada.
285
Dari kondisi politik yang sudah dapat diprediksi mendekati akurat
bahwa siapa pemenang pilkada tersebut. Pilkada dengan berdasar
demokrasi seharusnya berjalan dengan kompetitif dan sportif. Calon saling
beradu kompetensinya, bukan malah hanya berorientasi pada kemenangan
dengan cara apapun. Strategi termasuk borong parpol dilakukan, hal ini
terlihat jelas bahwa calon sangat ingin menang. Dengan banyaknya bantuan
parpol, tim sukses, serta simpatisan siap bergerak untuk mendukung calon
kuat tersebut maka hasil pilkada akan diketahui sejak dini. Artinya, tanpa
harus menunggu lama untuk hasil perhitungan suara dapat diprediksikan
siapa pemenang pilkada tersebut.
Pilkada yan dihiasi dengan aksi borong parpol seakan terlihat hanya
sebagai formalitas. Masa jabatan yang sudah habis dan harus adanya
sirkulasi kepemimpinan maka pilkada wajib dilaksanakan. Sirkulasi
kepemimpinan berdasar demokrasi dengan mengedepankan kepentingan
masyarakat sudah tidak berjalan semestinya. Praktik melanggengkan
kekuasaan dengan tidak dilarangnya aksi borong parpol semakin menjadi
peluang bagi calon tersebut.
Harapan masyarakat dan kebutuhan akan perkembangan daerah
dikesampingkan, kepentingan calon, parpol koalisi, dan golongannya lebih
diperlihatkan dalam pilkada ini. Kontestasi berdasar demokrasi yang
bersifat kompetitif dan sportif tidak lagi terlihat. Calon lebih menonjolkan
popularitas, dibanding kompetensi yang dimilikinya dalam berpolitik.
Begitupun terjadi pada penjaringan calon, parpol lebih mempertimbangkan
286
popularitas calon kuat tersebut. Dengan popularitas yang dimilikinya, maka
suara masyarakat akan mudah diperoleh. Sukses menjaring 8 parpol dalam
koalisinya membuat sebuah akses kemudahan untuk mencapai kemenangan
tanpa tandingan.
Kompetitor yang hanya berkoalisi dengan 3 parpol akan semakin
sulit berkompetisi pada kontestasi yang tidak berdasar demokrasi ini.
Pilkada memang menjadi program kerja KPU rutin setiap 5 tahun.
Konsensus demokrasi seharusnya bisa menjadi pertimbangan KPU guna
pelaksanaan pilkada tersebut. Pada realitas politiknya, pilkada dengan
borong parpol berjalan mulus tanpa gangguan sedikitpun. Lembaga terkait
pemilihan tidak menegur atau bahkan menghentikan proses pilkada. Justru
calon tersebut menampilkan diri bersama 8 parpol pendukungnya secara
gamblang. Calon dan koalisinya tidak merasa menyimpang dari prinsip
demokrasi. Padahal jelas terlihat kepentingan calon lebih diutamakan.
Dilema politik terjadi pada keadaan seperti ini, aturan dasar yang
mengatur borong parpol memang tidak ada. Kondisi ini justru dimanfaatkan
oleh calon untuk bebas melakukan aksi borong parpol sebagai strategi jitu
politiknya. Perbandingan koalisi parpol antara 8 parpol dengan 3 parpol
mempermudah publik memprediksikan hasil pilkada. Pilkada dengan
keadaan politik seperti ini terlihat hanya menjadi kegiatan formalitas, tanpa
memperhatikan prinsip demokrasi.
287
Berdasarkan hasil penlitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 33 responden (33%),
setuju 61 responden (61%), tidak setuju 6 responden (6%). Mayoritas
masyarakat menjawab sangat setuju dan menyetujui bahwa mereka
khawatir pilkada hanya formalitas saja tanpa melihat fungsi pilkada sebagai
kontestasi berdasar demokrasi dalam sirkulasi kepemimpinan. Sejumlah 6
masyarakat tidak sepakat dengan hal tersebut.
4.3.37 Tanggapan Responden terhadap Pernyataan Berdasarkan
Indikator Interpretasi Poin Pembentukan Ekspresi Pernyataan 37
Pada indikator interpretasi poin pembentukan ekspresi pernyataan
37 yakni : “saya khawatir borong parpol akan selamanya menjadi tradisi jika
tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi dalam pilkada”. Tanggapan
responden akan dijelaskan pada tabel distribusi frekuensi berikut:
Tabel 4.81
Uji Jumlah N Pernyataan 37
288
Tabel 4.82
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 37
Diagram 4.38
Frekuensi Jawaban pada Pernyataan 37
Berdasarkan tabel dan diagram pie di atas dapat diketahui bahwa
untuk pernyataan nomor 37 tentang “saya khawatir borong parpol akan
selamanya menjadi tradisi jika tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi
dalam pilkada”. Dari 100 responden yang menjawab sangat setuju terdapat
57 responden (57%), setuju 36 responden (36%), tidak setuju 7 responden
(7%), sangat tidak setuju 0 responden (0%).
289
Aksi borong parpol yang nampak jelas terlihat pada pilkada
kabupaten Serang berjalan dengan sukses. Lembaga terkait pemilihan tidak
mengkaji fakta politik ini untuk menilai kelayakan dijalankannya borong
parpol tersebut. Regulasi yang mengatur tentang larangan borong parpol
memang tidak ada, artinya calon dapat melakukan aksi borong parpol
sebagai strategi politik mereka.
Aksi borong parpol bukan hanya terjadi satu kali, pada periode
pemilihan yang sama borong parpol juga terjadi pada pemilihan walikota
Cilegon. Hal ini hanya sebagai referensi bahwa aksi borong parpol tidak
hanya terjadi di kabupaten Serang, lokasi penelitian ini dilakukan.
Kebebasan calon dalam melakukan aksi borong parpol tidak dilarang oleh
lembaga terkait pemilihan termasuk Mahkamah Konstitusi. Kebijakan yang
dibuat yakni batas minimal dukungan parpol untuk calon, tidak diberikan
keterangan batas maksimal dukungan parpol.
Keadaan politik tersebut tidak lagi berlandaskan demokrasi yang
mengedepankan kepentingan masyarakat. Borong parpol yang dijadikan
strategi politik hanya berorientasi pada pemenangan calon. Jika tidak ada
evaluasi dan amandemen regulasi pilkada, maka borong parpol akan
selamanya dihalalkan atau diperbolehkan untuk dilakukan. Lembaga terkait
pemilihan juga tidak mempertimbangkan resiko dari diperbolehkannya
borong parpol. Calon yang melakukan aksi borong parpol tidak memberikan
celah untuk kompetitor memenangkan pilkada.
290
Pilkada terindikasi hanya sebuah formalitas, tanpa memperhatikan
fungsinya sebagai kontestasi berdasar demokrasi yang memfasilitasi
sirkulasi kepala daerah. Dari fenomena politik ini, dikhawatirkan aksi
borong parpol akan menjadi tradisi dalam setiap pilkada nantinya. Apalagi
didukung dengan kekuatan golongan yang ingin mendominasi semua aspek
politik di Banten, termasuk kabupaten Serang. Evaluasi pilkada dan
amandemen regulasi pilkada sangat dibutuhkan guna menghentikan aksi
borong parpol ini pada pilkada selanjutnya.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dari 100 masyarakat
responden yang menjawab sangat setuju terdapat 57 responden (57%),
setuju 36 responden (36%), tidak setuju 7 responden (7%). Mayoritas
masyarakat menyatakan dengan sangat setuju dan menyetujui bahwa
mereka khawatir borong parpol akan selamanya menjadi tradisi jika tidak
ada evaluasi dan amandemen regulasi dalam pilkada. Sejumlah 7
masyarakat tidak sepakat dengan hal ini.
291
4.4 Hasil Analisis Deskriptif
Setelah mendeskripsikan setiap poin pernyataan pada variabel persepsi
masyarakat yang ingin diketahui, tahapan selanjutnya penulis ingin mengukur
berapa besar persentase dari keseluruhan nilai jawaban responden, dengan rumus
perhitungan sebagai berikut :
rumus perhitungan yang akan digunakan dalam analisis deskriptif variabel persepsi
yaitu133 :
% = 𝑛
𝑁 x 100%
Keterangan :
n = skor empirik (skor yang diperoleh)
N = jumlah nilai ideal (jumlah responden x jumlah soal x skor tertinggi)
% = persentase keberhasilan yang tercapai
Perhitungan deskriptif dengan persentase ini mempunyai langkah-langkah yakni :
1. Menentukan persentase maksimal, dengan rumus :
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 x 100%, dengan rumus ini diperoleh hasil :
4
4 x 100% = 100%
2. Menentukan persentase minimal, dengan rumus :
133 Anwar Sanusi, 2003. Metodologi Penelitian Praktis untuk Ilmu Sosial dan Ekonomi, Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta: Buntaran.
292
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑖𝑚𝑎𝑙
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 x 100%, dengan rumus ini diperoleh hasil :
1
4 x 100% = 25%
3. Menentukan interval kelas persentase, diperoleh dari hasil perhitungan pada
bagian 1 dan 2 , maka interval persentase (100%-25%=75%), 75% ini dibagi
dengan 4 skala jawaban responden (75%:4=18,7%).
Kriteria analisis deskriptif dengan persentase akan dijelaskan pada tabel berikut :
Tabel 4.83
Kriteria Analisis Deskriptif dengan Persentase
no rentang persentase kriteria
1. 82%-100% sangat baik
2. 63%-82% baik
3. 54%-62% cukup baik
4. 34%-53% tidak baik
5. 19%-33% sangat tidak baik
Sumber : Anwar Sanusi, 2003. Metodologi Penelitian Praktis untuk Ilmu Sosial dan
Ekonomi, Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Jakarta: Buntaran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil persentase jawaban responden
yakni:
293
% =𝑛
𝑁x100%
Keterangan :
n = skor empirik (skor yang diperoleh)
N = jumlah nilai ideal (jumlah responden x jumlah soal x skor tertinggi)
% = persentase keberhasilan yang tercapai
Dengan perhitungan:
%= 13027
14800x 100%
%= 88,02%
Perhitungan diatas menunjukkan hasil bahwa variabel persepsi masyarakat
yang diukur menghasilkan persentase sebesar 88,02%. Nilai persentase tersebut
masuk dalam kriteria sangat baik pada tabel kriteria persentase analisis deskriptif.
Pada sub indikator selanjutnya, penulis akan menghitung besaran persentase dari
nilai jawaban responden pada setiap indikator. Indikator yang digunakan adalah
seleksi, organisasi, dan interpretasi.
294
Perhitungan analisis deskriptif dari hasil SPSS 21 adalah sebagai berikut :
Tabel 4.84
Hasil analisis deskriptif SPSS 21
Berdasarkan tabel output analisis dekriptif dari SPSS 21, menunjukkan bahwa
jumlah seluruh responden (N) adalah 100 responden. Dari 100 responden ini, nilai
295
terkecil hasil jawaban responden adalah 2 (tidak setuju). Nilai maksimum yang
diperoleh dari jawaban 100 responden adalah 4 (sangat setuju).
4.4.1 Analisis Deskriptif Indikator Seleksi
Pada indikator seleksi, terdapat pengukuran terkait perhatian
spontan dengan 3 pernyataan, perhatian reflektif dengan 12 pernyataan,
perhatian statis dengan 2 pernyataan, perhatian dinamis dengan 3
pernyataan. Akumulasi nilai responden adalah sebagai berikut:
296
297
298
299
Dari hasil output SPSS 21 perhitungan nilai jawaban responden pada
indikator seleksi akan diakumulasikan pada tabel berikut :
Tabel 4.85
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
seleksi
Keterangan rumus jumlah
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 1 (sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 2 (tidak setuju)
2 x 28 56
300
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 3 (setuju)
3 x 852 2556
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 4 (sangat setuju)
4 x 1120 4480
jumlah 7092
Jumlah skor indikator seleksi :
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 20 pernyataan x 100
responden = 8000
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 20 pernyataan x
100 responden = 2000
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
7092
8000 x 100% = 88,65 %
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
seleksi adalah 88,65% yakni masuk dalam kriteria sangat baik. Berdasarkan
data yang diperoleh dari indikator seleksi yang diperoleh dari 100
masyarakat responden, rata-rata nilai responden dari hasil indikator seleksi
poin perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis, dan perhatian
dinamis adalah pada interval berikut :
301
Rendah Sedang Tinggi
2000 3000 8000
7092
Jadi berdasarkan nilai jawaban responden pada indikator seleksi
adalah 7092. Jumlah akumulasi tersebut masuk dalam kategori tinggi.
Selanjutnya untuk mengetahui akumulasi sub indikator dari indikator
seleksi yakni perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis, dan
perhatian dinamis akan dideskripsikan penulis pada bagian A-D berikut :
A. Perhatian Spontan
Pada perhatian spontan, ada 3 pernyataan yang dibuat penulis untuk
mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan responden akan
dideskripsikan pada tabel berikut ini:
302
Tabel 4.86
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
seleksi poin perhatian spontan
Keterangan Rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 126 378
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 174 696
jumlah 1047
303
Jumlah skor indikator seleksi poin perhatian spontan:
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 3 pernyataan x 100
responden = 1200
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 3 pernyataan x 100
responden = 300
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
1047
1200 x 100% = 87,25%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
seleksi poin perhatian spontan adalah 87,25% yakni masuk dalam kriteria
sangat baik (82%-100%).
B. Perhatian Reflektif
Pada perhatian reflektif, ada 12 pernyataan yang dibuat penulis,
untuk mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan responden akan
dideskripsikan pada tabel berikut ini:
304
Tabel 4.87
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
seleksi poin perhatian reflektif
Keterangan Rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 3 6
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 529 1587
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 668 2672
jumlah 4265
305
Jumlah skor indikator seleksi poin perhatian reflektif:
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 12 pernyataan x 100
responden = 4800
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 12 pernyataan x
100 responden = 1200
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
4265
4800 x 100% = 88,85%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
seleksi perhatian reflektif adalah 88,85% yakni masuk dalam kriteria sangat
baik (82%-100%).
C. Perhatian Statis
Pada perhatian statis, ada 2 pernyataan yang dibuat penulis, untuk
mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan responden akan
dideskripsikan pada tabel berikut ini:
306
Tabel 4.88
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
seleksi poin perhatian statis
Keterangan Rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 13 26
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 71 213
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 116 464
jumlah 703
307
Jumlah skor indikator seleksi poin perhatian statis:
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 2 pernyataan x 100
responden = 800
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 2 pernyataan x 100
responden = 200
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
703
800 x 100% = 87,875%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
seleksi perhatian statis adalah 87,875% yakni masuk dalam kriteria sangat
baik (82%-100%).
D. Perhatian Dinamis
Pada perhatian dinamis, ada 3 pernyataan yang dibuat penulis, untuk
mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan responden akan
dideskripsikan pada tabel berikut ini:
308
Tabel 4.89
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
seleksi poin perhatian dinamis
Keterangan Rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 12 36
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 126 378
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 162 684
jumlah 1098
309
Jumlah skor indikator seleksi poin perhatian dinamis:
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 3 pernyataan x 100
responden = 1200
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 3 pernyataan x 100
responden = 300
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
1098
1200 x 100% = 91,5%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
seleksi perhatian dinamis adalah 91,5% yakni masuk dalam kriteria sangat
baik (82%-100%).
4.4.2 Analisis Deskriptif Indikator Organisasi
Pada indikator organisasi, terdapat pengukuran terkait poin frame of
reference (pengetahuan) dengan 4 pernyataan dan poin frame of experience
(pengalaman) dengan 5 pernyataan. Akumulasi nilai responden adalah
sebagai berikut:
310
311
Dari hasil output SPSS 21 perhitungan nilai jawaban responden pada
indikator organisasi akan diakumulasikan pada tabel berikut :
312
Tabel 4.90
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
organisasi
Keterangan rumus jumlah
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 1 (sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 2 (tidak setuju)
2 x 39 78
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 3 (setuju)
3 x 355 1065
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 4 (sangat setuju)
4 x 506 2024
jumlah 3167
Jumlah skor indikator organisasi :
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 9 pernyataan x 100
responden = 3600
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 9 pernyataan x 100
responden = 900
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
313
3167
3600 x 100% = 87,97%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
organisasi adalah 87,97% yakni masuk dalam kriteria sangat baik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari indikator organisasi yang diperoleh
dari 100 masyarakat responden, rata-rata nilai responden dari hasil indikator
organisasi poin frame of reference (pengetahuan) dan frame of experience
(pengalaman) adalah pada interval berikut :
Rendah Sedang Tinggi
900 1350 3600
3167
Jadi berdasarkan nilai jawaban responden pada indikator organisasi
adalah 3167. Jumlah akumulasi tersebut masuk dalam kategori tinggi.
Selanjutnya untuk mengetahui akumulasi sub indikator dari indikator
organisasi yakni frame of reference (pengetahuan) dan frame of experience
(pengalaman) akan dideskripsikan penulis pada bagian A-B berikut :
A. Frame of Reference (pengetahuan)
Pada poin frame of reference (pengetahuan) ada 4 pernyataan yang
dibuat penulis, untuk mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan
responden akan dideskripsikan pada tabel berikut ini:
314
Tabel 4.91
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
organisasi poin frame of reference (pengetahuan)
Keterangan Rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 19 38
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 164 492
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 217 868
jumlah 1398
Jumlah skor indikator organisasi poin frame of reference (pengetahuan):
315
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 4 pernyataan x 100
responden = 1600
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 4 pernyataan x 100
responden = 400
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
1398
1600 x 100% = 87,37%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
organisasi poin frame of reference (pengetahuan) adalah 87,37% yakni
masuk dalam kriteria sangat baik (82%-100%).
B. Frame of experience (pengalaman)
Pada poin frame of experience (pengalaman) ada 5 pernyataan yang
dibuat penulis, untuk mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan
responden akan dideskripsikan pada tabel berikut ini:
316
Tabel 4.92
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
organisasi poin frame of experience (pengalaman)
Keterangan rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 20 40
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 191 573
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 289 1156
jumlah 1769
317
Jumlah skor indikator organisasi poin frame of experience (pengalaman):
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 5 pernyataan x 100
responden = 2000
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 5 pernyataan x 100
responden = 500
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
1769
2000 x 100% = 88,45%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
organisasi poin frame of experience (pengalaman) adalah 88,45% yakni
masuk dalam kriteria sangat baik (82%-100%).
4.4.3 Analisis Deskriptif Indikator Interpretasi
Pada indikator interpretasi, terdapat pengukuran terkait poin
pembentukan makna dengan 4 pernyataan dan poin pembentukan ekspresi
dengan 4 pernyataan. Akumulasi nilai responden adalah sebagai berikut:
318
319
Dari hasil output SPSS 21 perhitungan nilai jawaban responden pada
indikator interpretasi akan diakumulasikan pada tabel berikut :
Tabel 4.93
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
interpretasi
Keterangan rumus jumlah
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 1 (sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 2 (tidak setuju)
2 x 36 72
320
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 3 (setuju)
3 x 360 1080
jumlah skor akumulasi yang
menjawab 4 (sangat setuju)
4 x 404 1616
jumlah 2768
Jumlah skor indikator interpretasi :
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 8 pernyataan x 100
responden = 3200
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 8 pernyataan x 100
responden = 800
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
2768
3200 x 100% = 86,5%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
interpretasi adalah 86,5% yakni masuk dalam kriteria sangat baik.
Berdasarkan data yang diperoleh dari indikator interpretasi yang diperoleh
dari 100 masyarakat responden, rata-rata nilai responden dari hasil indikator
interpretasi poin pembentukan makna dan pembentukan ekspresi adalah
pada interval berikut :
321
Rendah Sedang Tinggi
800 1200 3200
2768
Jadi berdasarkan nilai jawaban responden pada indikator interpretasi
adalah 2768. Jumlah akumulasi tersebut masuk dalam kategori tinggi.
Selanjutnya untuk mengetahui akumulasi sub indikator dari indikator
interpretasi yakni pembentukan makna dan pembentukan ekspresi akan
dideskripsikan penulis pada bagian A-B berikut :
A. Pembentukan Makna
Pada poin pembentukan makna ada 4 pernyataan yang dibuat
penulis, untuk mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan responden akan
dideskripsikan pada tabel berikut ini:
322
Tabel 4.94
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
interpretasi poin pembentukan makna
Keterangan rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 23 46
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 153 459
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 224 896
jumlah 1401
323
Jumlah skor indikator interpretasi poin pembentukan makna:
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 4 pernyataan x 100
responden = 1600
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 4 pernyataan x 100
responden = 400
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
1401
1600 x 100% = 87,56%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
interpretasi poin pembentukan makna adalah 87,56% yakni masuk dalam
kriteria sangat baik (82%-100%).
B. Pembentukan Ekspresi
Pada poin pembentukan ekspresi ada 4 pernyataan yang dibuat
penulis, untuk mengetahui bagaimana akumulasi tanggapan responden akan
dideskripsikan pada tabel berikut ini:
324
Tabel 4.95
Akumulasi frekuensi nilai jawaban responden pada indikator
interpretasi poin pembentukan ekspresi
Keterangan rumus jumlah
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 1
(sangat tidak setuju)
1 x 0 0
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 2 (tidak
setuju)
2 x 13 26
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 3
(setuju)
3 x 207 621
jumlah skor akumulasi
yang menjawab 4
(sangat setuju)
4 x 180 720
jumlah 1367
325
Jumlah skor indikator interpretasi poin pembentukan ekspresi:
Skor tertinggi jawaban 4 (sangat setuju) yakni : 4 x 4 pernyataan x 100
responden = 1600
Skor terendah jawaban 1 (sangat tidak setuju) yakni : 1 x 4 pernyataan x 100
responden = 400
Maka dihitung persentase nilai jawaban responden dengan rumus :
1367
1600 x 100% = 85,43%
Hasil akumulasi persentase jawaban responden pada indikator
interpretasi poin pembentukan ekspresi adalah 85,43% yakni masuk dalam
kriteria sangat baik (82%-100%). Selanjutnya penulis akan membahas
bagaimana persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang 2015 pada bagian pembahasan hasil penelitian.
4.5 Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil survey menggunakan instrumen kuesioner yang diberikan kepada
100 masyarakat responden, maka tahapan berikutnya penulis akan kembali
menganalisis berdasarkan sub-indikator pengukuran variabelnya. Setelah
mengetahui hasil dari tanggapan 100 masyarakat responden,dan menghitung
frekuensi penilaian jawaban mereka maka pada sub-bab ini akan dibahas kembali
terkait bagiamana persepsi masyarakat responden tentang aksi borong parpol pada
pilkada kabupaten Serang. Data yang didapat dari responden juga sudah dihitung
326
berdasarkan persentase kriteria analisis deskriptif pada bagian sebelumnya. Hasil
yang didapatkan adalah persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol yakni :
1. Mayoritas masyarakat mengetahui keadaan koalisi partai politik (parpol)
yang tidak seimbang dalam pilkada kabupaten Serang 2015;
2. Mayoritas masyarakat lebih mengetahui adanya aksi borong parpol pada
pilkada kabupaten Serang 2015 dari koalisi yang tidak seimbang;
3. Mayoritas masyarakat mengetahui ada satu pasangan calon yang melakukan
aksi borong parpol;
4. Mayoritas masyarakat mencari kebenaran adanya aksi borong parpol pada
pilkada kabupaten Serang 2015;
5. Mayoritas masyarakat mengetahui proses penjaringan calon dari luar parpol
merupakan pintu masuk bagi potensi melakukan hegemoni pemborongan
parpol;
6. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan
kandidat lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan intelektualitas
calon;
7. Mayoritas masyarakat mengetahui aspek moralitas yang diusung dalam aksi
borong parpol lebih merupakan bentuk formalistik dan simbolik calon
daripada kemampuan mendasar dari hasil seleksi yang berkualitas;
8. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih
mempertimbangkan popularitas dibandingkan responsibilitas calon;
327
9. Mayoritas masyarakat mengetahui bahwa aspek responsiblitas calon
merupakan bagian dari pencitraan dari pada suatu kemampuan membangun
kerangka konsep pembangunan dalam proses seleksi yang berkualitas;
10. Mayoritas masyarakat mengetahui aspek track record calon belum
sepenuhnya lahir dari seleksi yang berkualitas;
11. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih
memperlihatkan popularitas dibandingkan informasi problematika dan
realitas calon terhadap kebutuhan masa depan;
12. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh
pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas
dibandingkan kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan;
13. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh
pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas
dibandingkan kemampuannya berorganisasi, merencanakan dan mencapai
tujuan;
14. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh
pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas
dibandingkan kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan solusinya;
15. Mayoritas masyarakat mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh
pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas
dibandingkan kemampuan dalam mencanangkan kegiatan dan aktifitas
pembangunan;
328
16. Mayoritas masyarakat selalu melihat situasi politik yang melakukan aksi
borong parpol oleh satu pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang
2015 dari awal proses pilkada;
17. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa proporsi koalisi yang tidak
seimbang, lebih mudah dipahami sebagai aksi borong parpol;
18. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa parpol dalam koalisi borong
parpol merupakan penggabungan antara koalisi merah putih dan koalisi
indonesia hebat pada pilpres 2014 lalu;
19. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa parpol dalam koalisi borong
parpol memiliki kesamaan tujuan kemenangan pilkada;
20. Mayoritas masyarakat mengetahui bahwa koalisi parpol dari calon
kompetitor hanya berjumlah 3 parpol;
21. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol memiliki
tujuan kemenangan dalam pilkada;
22. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol tidak
mengimplementasikan prinsip dalam demokrasi;
23. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol merupakan
pembuktian adanya transaksi politik dan komersialisasi parpol;
24. Mayoritas masyarakat memperhatikan koalisi dari kandidat lain yang tidak
melakukan aksi borong parpol;
25. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa kepentingan kemenangan pilkada
dari golongan tertentu terlihat jelas pada aksi borong parpol;
329
26. Mayoritas masyarkat menyatakan aksi borong parpol tersebut
mencerminkan bahwa demokrasi tidak lagi diimplementasikan dalam
berpolitik yang baik;
27. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa jumlah ketidakseimbangan
koalisi tersebut merupakan bukti nyata adanya aksi borong parpol yang
dilakukan oleh satu pasangan calon;
28. Mayoritas masyarakat memperhatikan proses konstelasi politik selama
pilkada berlangsung;
29. Mayoritas masyarakat menyatakan aksi borong parpol menjadi tradisi
dalam pilkada;
30. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol yang
dilakukan membuat mereka menjadi lebih mengetahui keberpihakan parpol
kepada satu pasangan calon;
31. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol yang
dilakukan membuat mereka mengetahui proyeksi hasil kemenangan
pilkada;
32. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol dapat
memobilisasi suara pemilih, termasuk dirinya sendiri;
33. Mayoritas masyarakat menyatakan bahwa aksi borong parpol berdampak
pencitraan yang sempurna pada masyarakat di lingkungan sekitar mereka;
34. Mayoritas masyarakat khawatir prinsip demokrasi sudah tidak lagi
diimplementasikan dalam berpolitik yang baik;
330
35. Mayoritas masyarakat khawatir hegemoni kekuasaan inkamben akan
semakin langgeng dengan dihalalkannya borong parpol oleh lembaga terkait
proses pemilihan;
36. Mayoritas masyarakat khawatir pilkada hanya formalitas saja tanpa melihat
fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi dalam sirkulasi
kepemimpinan;
37. Mayoritas masyarakat khawatir borong parpol akan selamanya menjadi
tradisi jika tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi dalam pilkada.
Dari 37 hasil penelitian yang sudah dijelaskan, selanjutnya penulis akan
menganalisis lebih detail pada bagian sub-variabel persepsi masyarakat tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Sub-variabel pada persepsi
tersebut menggunakan 3 dimensi yakni tahapan seleksi, pengorganisasian, dan
interpretasi. Pertimbangan pemilihan dimensi tersebut adalah melihat dari segi
faktor pembentukan persepsi.
Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul
E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktivitas, yaitu: seleksi,
organisasi, dan interpretasi. Yang dimaksud seleksi sebenarnya mencakup sensasi
dan atensi, sedangkan organisasi melekat pada interpretasi.134 Sesuai dengan teori
tersebut, maka penulis akan menganalisis berdasarkan Seleksi, organisasi, dan
interpretasi masyarakat responden pada bagian berikutnya.
134 Deddy Mulyana, 2010. Ilmu komunikasi suatu pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 169
331
4.5.1 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan
Seleksi
Pada tahapan seleksi ini sub-indikator yang digunakan yakni
perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis dan perhatian
dinamis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui persentase
jawaban mereka pada tahapan seleksi yakni 88,65%. Proses penyeleksian
mereka tersebut masuk dalam kategori sangat baik (82%-100%).
Masyarakat responden melakukan penyeleksian pesan yang ada pada aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 sehingga menimbulkan
perhatian mereka dari stimulus tersebut.
Masyarakat responden memperhatikan secara spontan tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Hal ini diketahui dari
hasil jawaban mereka pada persentase kriteria penilaian jawaban yakni
sebesar 87,25%. Perhatian spontan yang timbul termasuk pada kategori
sangat baik (82%-100%). Masyarakat secara langsung dan spontan melihat
aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang dikarenakan konstelasi
politik terlihat di permukaan publik.
Indikasi seperti keadaan koalisi yang tidak seimbang yakni 8 parpol
mengusung calon nomor urut 1 sedangkan hanya 3 parpol yang mengusung
nomor urut 2. Keadaan koalisi yang tidak seimbang tersebut, makin menjadi
daya dorong mereka untuk memperhatikan aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang 2015. Dari konstelasi politik yang ada pada pilkada
332
kabupaten Serang dan dengan koalisi yang tidak seimbang tersebut maka
indikasi borong parpol lebih dituju pada satu pasangan kandidat parpol
dengan 8 parpol yang mengusungnya. Perhatian spontan masyarakat
ditimbulkan dari kondisi koalisi yang tidak seimbang tersebut.
Indikator pengukuran selanjutnya yakni tahapan perhatian reflektif.
Masyarakat memperhatikan secara reflektif tentang aksi borong parpol pada
pilkada kabupaten Serang, dengan persentase nilai sebesar 88,85%. Proses
perhatian reflektif mereka masuk dalam kategori penilaian jawaban
responden yakni sangat baik (82%-100%). Masyarakat tertarik untuk
mencari kebenaran tentang adanya aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang.
Masyarakat memperhatikan proses penjaringan calon dari luar
parpol merupakan pintu masuk bagi potensi melakukan hegemoni
pemborongan parpol. Masyarakat juga mengetahui bahwa aksi borong
parpol lebih mempertimbangkan popularitas calon dibandingkan dengan
intelektualitas calon, moralitas calon, responsibilitas calon, kemampuan
calon membangun kerangka konsep pembangunan, aspek track record
calon, informasi problematika dan realitas calon terhadap kebutuhan masa
depan, kemampuan calon berinteraksi dengan lingkungan, kemampuan
calon berorganisasi dalam merencanakan dan mencapai tujuan, kemampuan
calon dalam mengidentifikasi permasalahan dan solusinya, serta
kemampuan calon dalam mencanangkan kegiatan dan aktivitas
pembangunan. Hal tersebut dilakukan pada proses penjaringan calon oleh
333
parpol, dengan seleksi yang tidak berkualitas. Proses ini hanya berorientasi
pada kemenangan pilkada dari golongan tersebut.
Pada indikator selanjutnya yakni perhatian statis, Masyarakat
memperhatikan secara statis tentang aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang, dengan persentase nilai sebesar 87,875%. Proses
perhatian statis mereka masuk dalam kategori penilaian jawaban responden
yakni sangat baik (82%-100%). Masyarakat memperhatikan dengan statis
atau terus menerus tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten
Serang.
Masyarakat selalu melihat situasi politik aksi borong parpol yang
dilakukan oleh satu pasangan kandidat calon dari awal proses pilkada.
Masyarakat memperhatikan dengan statis secara terus-menerus terkait
bagaiamana konstelasi politik yang ada. Proporsi koalisi yang tidak
seimbang yang terjadi pada pilkada kabupaten Serang tersebut lebih mudah
dipahami sebagai bukti nyata adanya aksi borong parpol. Koalisi sejumlah
8 parpol yang mengusung calon yang borong parpol dibandingkan dengan
hanya 3 parpol yang mengusung calon kandidat lain merupakan stimulus
perhatian mereka.
Pada indikator selanjutnya yakni perhatian dinamis, Masyarakat
memperhatikan secara dinamis tentang aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang, dengan persentase nilai sebesar 91,5%. Proses perhatian
dinamis mereka masuk dalam kategori penilaian jawaban responden yakni
334
sangat baik (82%-100%). Masyarakat memperhatikan dengan dinamis atau
perhatiannya bergerak pada objek lain yang relevan tentang aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang.
Masyarakat memperhatikan asal muasal koalisi yang dibentuk oleh
calon yang borong parpol tersebut. Koalisi yang terbentuk merupakan
penggabungan antara koalisi merah putih (KMP) dan koalisi Indonesia
hebat (KIH) pada pilpres 2014 lalu.
Parpol dalam koalisinya mempertimbangkan kesamaan ideologi dan
tujuan parpol tersebut, pada pilpres 2014 lalu ada 2 koalisi pengusung
presiden RI yakni pasangan Prabowo-Hatta berkoalisi dengan partai
GERINDRA, PAN, PKS, PPP, GOLKAR, PBB dan DEMOKRAT.
Selanjutnya pasangan Jokowi-Jusuf kalla berkoalisi dengan parpol PDIP,
NASDEM, PKB, HANURA, PKPI.
Dalam aksi borong parpol yang dilakukan, koalisi turunan yang
bergabung yakni GOLKAR dari KMP, PDIP dari KIH, PKS dari KMP,
PAN dari KMP, PKB dari KIH, NASDEM dari KIH, PPP dari KMP, dan
DEMOKRAT dari KMP. 5 parpol berasal dari koalisi merah putih dan 3
parpol dari koalisi Indonesia hebat berhasil dirangkul calon borong parpol
tersebut.
Masyarakat juga memperhatikan calon kandidat lain yang tidak
melakukan aksi borong parpol hanya berkoalisi dengan 3 parpol saja.
Koalisi yang mengusung calon yang tidak borong parpol tersebut yakni
335
partai GERINDRA, HANURA, dan PBB. Masyarakat membandingkan hal
tersebut dengan memperhatikan keadaan konstelasi politik dalam pilkada
kabupaten serang. Masyarakat juga memperhatikan kesamaan tujuan parpol
dalam aksi borong parpol yang dilakukan memiliki kesamaan yakni tujuan
kemenangan pilkada.
Dari proses perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis
dan perhatian dinamis yang dilakukan oleh masyarakat menunjukkan bahwa
masyarakat responden memperhatikan stimulus yakni aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten Serang 2015. Pada deskripsi yang dibahas tentang
tahapan seleksi ini, responden melakukan penyeleksian pesan didasari oleh
stimulus yang menarik perhatian mereka. Dalam hal ini stimulus yang ada
adalah aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Dari hasil pembahasan tersebut, penulis mendapatkan hasil bahwa
masyarakat responden memperhatikan aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang 2015 secara spontan, reflektif, statis dan dinamis.
Perhatian tersebut muncul dengan melakukan penyeleksian pesan didasari
oleh seberapa baik stimulus dapat menarik perhatian mereka.135
135 Gambel, 2004. Communication works. New York: Random House inc, halaman 87
336
Perhatian tersebut muncul dikarenakan aksi borong parpol memang
terlihat jelas di permukaan publik masyarakat responden dengan proporsi
koalisi parpol yang tidak seimbang. Proses pembentukan persepsi
selanjutnya yakni tahapan organisasi akan dibahas pada bagian berikutnya.
4.5.2 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan
Organisasi
Pada tahapan organisasi ini sub-indikator yang digunakan yakni
frame of reference (penngetahuan) dan frame of experience (pengalaman).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui persentase jawaban
masyarakat responden pada tahapan organisasi yakni 87,97%. Proses
pengorganisasian mereka tersebut masuk dalam kategori sangat baik (82%-
100%). Masyarakat responden melakukan pengorganisasian informasi yang
ada pada pilkada kabupaten Serang 2015 sehingga mereka mengolah
informasi yang didapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka.
Pengorganisasian pesan yang dimaksud adalah proses mengolah
pengetahuan dan pengalaman dengan menggunakan struktur kognitif atau
framework yang dibangun seseorang dengan mengambil informasi tentang
lingkungannya.136 Pengorganisasian yang dilakukan masyarakat responden
akan diukur berdasarkan 2 indikator yakni berdasarkan pengetahuan dan
pengalaman mereka.
136 Julia Wood, 1997. Communication our lives. Belmond: Wadsworth Publishing Company, halaman 42
337
Pada indikator frame of reference (pengetahuan), Masyarakat
responden mengolah informasi mengenai aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang 2015 yang terlihat dari proporsi koalisi yang tidak
seimbang dan proses penjaringan calon yang hanya mempertimbangkan
popularitas dan berdampak pada tujuan kemenangan golongan tertentu,
dengan persentase nilai sebesar 87,97%. Proses pengorganisasian informasi
mereka masuk dalam kategori penilaian jawaban responden yakni sangat
baik (82%-100%). Masyarakat mengorganisasikan informasi berdasarkan
pengetahuan mereka tentang pilkada dan aksi borong parpol dikaitkan
dengan aksi borong parpol yang terjadi pada pilkada kabupaten Serang 2015
tersebut.
Hal tersebut menjelaskan bahwa masyarakat responden mengetahui
tujuan aksi borong parpol yang dilakukan adalah untuk kemenangan
pilkada. Masyarakat juga telah mengetahui bahwa aksi borong parpol tidak
mengimplementasikan prinsip dalam demokrasi. Masyarakat responden
juga telah mengetahui bahwa aksi borong parpol yang dilakukan merupakan
pembuktian adanya transaksi dan komersialisasi parpol. Mereka juga telah
mengetahui koalisi kandidat lain yang tidak melakukan aksi borong parpol
tersebut. Pengolahan informasi tentang aksi borong parpol pada pilkada
kabupaten Serang 2015 diolah berdasarkan pengetahuan masyarakat
responden tentang perpolitikan pada pilkada kabupaten Serang, dan juga
dapat diperoleh dari informasi publik berupa alat peraga kampanye, berita
media, dan informasi publik yang relevan.
338
Pada indikator selanjutnya yakni frame of experience (pengalaman).
Masyarakat responden mengolah informasi mengenai aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten Serang 2015 berdasarkan pengalaman mereka
menikuti konstelasi politik selama pilkada, dengan persentase nilai sebesar
88,45%. Proses pengorganisasian informasi mereka masuk dalam kategori
penilaian jawaban responden yakni sangat baik (82%-100%). Masyarakat
mengorganisasikan informasi berdasarkan pengalaman mereka tentang
pilkada dan aksi borong parpol dikaitkan dengan aksi borong parpol yang
terjadi pada pilkada kabupaten Serang 2015 tersebut.
Mayoritas masyarakat responden telah mengetahui bahwa
kepentingan kemenangan pilkada dari golongan tertentu terlihat jelas pada
aksi borong parpol. mayoritas masyarakat juga telah mengetahui bahwa aksi
borong parpol tersebut mencerminkan bahwa demokrasi tidak lagi
diimplementasikan dalam berpolitik yang baik. Selanjutnya mayoritas
masyarakat tersebut telah mengetahui bahwa jumlah ketidakseimbangan
koalisi merupakan bukti nyata adanya aksi borong parpol yang dilakukan
oleh satu kandidat pasangan calon yakni dengan 8 parpol berbanding 3
parpol koalisi dari calon kompetitor. Mayoritas masyarakat memperhatikan
konstelasi politik selama pilkada berlangsung, fakta yang ada mereka
organisasikan berdasarkan pengalaman mereka tentang politik dan pilkada.
Mayoritas masyarakat responden juga mengetahui bahwa aksi borong
parpol menjadi tradisi politik pilkada.
339
Pengalaman yang menjadi salah satu bagian dari proses pengolahan
atau pengorganisasian stimulus yang dilakukan oleh masyarakat responden
akan memberikan acuan dasar pembentukan persepsi mereka tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Dampak dari aksi
borong parpol juga telah diketahui oleh mayoritas masyarakat responden
dari kepentingan kemenangan yang diharuskan oleh golongan tertentu
dengan tidak mengimplementasikan demokrasi dalam berpolitik yang baik
didukung dengan proporsi koalisi parpol yang tidak seimbang, dan
ketidakadaaannya regulasi yang mengatur praktik borong parpol, aksi
borong parpol dihalalkan oleh lembaga terkait pemilihan. Maka aksi borong
parpol menjadi tradisi dalam pilkada. Fakta politik ini menjadi daya dorong
dan acuan dasar yang menguatkan masyarakat responden akan kebenaran
adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 beserta
dampak politiknya.
Berdasarkan pengolahan informasi dan fakta politik oleh
masyarakat responden dengan pengalaman mereka maka hal ini akan
mendasari persepsi mereka tentang aksi borong parpol yang terjadi pada
pilkada kabupaten Serang 2015. Tahapan berikutnya, penulis akan
mendeskripsikan dan membahas bagiamana interpretasi masyarakat
responden.
340
4.5.3 Persepsi Masyarakat Tentang Aksi Borong Parpol pada Tahapan
Interpretasi
Pada tahapan interpretasi ini sub-indikator yang digunakan yakni
pembentukan makna dan pembentukan ekspresi. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, diketahui persentase jawaban masyarakat
responden pada tahapan interpretasi yakni 86,5%. Proses penginterpretasian
mereka tersebut masuk dalam kategori sangat baik (82%-100%).
Masyarakat responden melakukan interpretasi terkait informasi yang
mereka dapatkan pada pilkada kabupaten Serang 2015 sehingga mereka
menginterpretasikan dalam proses pemaknaaan dan ekspresi mereka.
Masyarakat responden sebagai organism yang menginterpretasikan
informasi borong parpol ini berasal dari stimulus yang memicu perhatian
mereka, dan proses kognitif pada tahapan pengorganisasian stimulus
tersebut.
Interpretasi merupakan tahapan akhir pada proses pembentukan
persepsi. Pada tahapan ini akan diketahui bagaimana penginterpretasian
masyarakat responden tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten
Serang 2015. Stimulus yang diterima oleh masyarakat responden dan
diperhatikannya kemudian diorganisasikan dalam kognitifnya akan
diartikan pada tahapan ini.
341
Interpretasi merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang
sangat penting yaitu bagaimana masyarakat memberikan arti dari stimulus
tersebut yang telah diorganisasikan dalam kognitifnya.137 Interpretasi yang
timbul berupa pemaknaan dan ekspresi yang dihasilkan masyarakat
responden, setelah melalui tahapan seleksi dan pengorganisasian informasi
dilakukan.
Pada sub-indikator pembentukan makna perhitungan persentase
jawaban masyarakat responden sebesar 87,56%. Persentase jawaban
responden dalam proses pemaknaan mereka masuk dalam kategori sangat
baik (82%-100%). Masyarakat responden memaknai aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten Serang 2015 dengan sangat baik.
Mayoritas masyarakat responden memaknai aksi borong parpol
yang dilakukan membuat mereka lebih mengetahui keberpihakan parpol
kepada satu pasangan calon, hal ini dibuktikan dengan 8 parpol dalam aksi
borong parpol yang dilakukan berpihak kepada salah satu calon yang
borong parpol tersebut dibandingkan dengan hanya 3 parpol yang berpihak
pada calon lainnya yang tidak borong parpol.
Mayoritas masyarakat responden juga memaknai bahwa aksi borong
parpol yang dilakukan membuat mereka mengetahui proyeksi hasil
kemenangan pilkada, hal ini didukung dengan banyaknya dukungan parpol
yang diraih. Semakin banyak parpol yang mengusung akan semakin mudah
137 Deddy Mulyana, 2005. Imu komunikasi suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 169
342
memobilisasi suara masyarakat. Parpol sebagai kendaraan politik untuk
mengantarkan calon menuju kemenangan dalam pilkada akan bekerja
semaksimal mungkin demi tercapainya kemenangan bagi calon tersebut.
8 parpol yang ada tentu memiliki basis massa dan simpatisan yang
siap menerima instruksi untuk memilih dan mengkampanyekan calon yang
diusungnya. Hal tersebut akan berdampak pada proyeksi hasil kemenangan
pilkada hanya condong kepada calon yang melakukan aksi borong parpol.
kuantitas koalisi akan mempermudah gerak calon mendapatkan suara
masyarakat dalam pemilihan, keadaan ini tentunya didukung oleh kerja tim
sukses dari masing-masing koalisi parpol yang mengusung calon borong
parpol tersebut. Tanpa menunggu hasil pilkada, dapat diprediksikan bahwa
siapa yang akan memenangkan kontestasi yang tidak demokratif ini dengan
persaingan tidak sportif dan kompetitif.
Mayoritas masyarakat memaknai bahwa aksi borong parpol dapat
memobilisasi suara pemilih termasuk mereka sendiri. Banyaknya parpol
yang menjadi kendaraan politik calon yang borong parpol tersebut akan
mempermudah kerja calon tersebut untuk memobilisasi suara masyarakat
untuk memilih dirinya. Dengan dibantu oleh tim sukses dari masing-masing
parpol yang mengusungnya, maka dapat mempermudah mobilisasi suara
yang dilakukan. Kuantitas dukungan parpol menjadi faktor pendukung
terkuat menuju kemenangan pilkada.
343
Mayoritas masyarakat responden juga memaknai aksi borong parpol
berdampak pencitraan yang sempurna pada masyarakat di lingkungan
sekitar mereka. Kepekaan masyarakat terhadap lingkungan sekitar mereka
juga dipertimbangkan dalam sub-indikator ini. Dengan 8 parpol dalam
koalisinya, calon yang borong parpol akan semakin mudah mencitrakan
dirinya di masyarakat. Proses pencitraan calon borong parpol tersebut akan
dibantu oleh kerja-kerja tim sukses pemenangan calon dari 8 parpol
koalisinya. Dukungan kerja tersebut secara meluas di masyarakat akan
berdampak pencitraan sempurna calon di masyarakat pada lingkungan
responden.
Pada sub-indikator pembentukan ekspresi perhitungan persentase
jawaban masyarakat responden sebesar 85,43%. Persentase jawaban
responden dalam proses pembentukan ekspresi mereka masuk dalam
kategori sangat baik (82%-100%). Masyarakat responden memaknai aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 dengan ekspresi mereka
dengan sangat baik.
Mayoritas masyarakat responden khawatir prinsip demokrasi sudah
tidak lagi diimplementasikan dalam berpolitik yang baik. Pilkada dalam
prinsip demokrasi merupakan sarana sirkulasi kepemimpinan daerah.
Pilkada merupakan sarana kontestasi kepemimpinan publik, termasuk
Bupati dan Wakil Bupati Serang. Kontestasi yang sejalan dengan demokrasi
dilakukan secara kompetitif dan sportif. Demokrasi dalam arti
mengedepankan kepentingan masyarakat, kebutuhan mereka akan
344
pemimpin publiknya, serta keresahan mereka juga harus dipertimbangkan
oleh calon demi tercapainya tujuan demokrasi yakni kedaulatan masyarakat.
Dengan fakta politik yang ada, kepentingan golongan tertentu dalam
kemenangan pilkada lebih ditonjolkan. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip
demokrasi yang mengedepankan kedaulatan masyarakat. Mayoritas
masyarakat responden memiliki ekspresi khawatir prinsip demokrasi sudah
tidak diimplementasikan dalam berpolitik yang baik.
Mayoritas masyarakat responden khawatir hegemoni kekuasaan
inkamben akan semakin langgeng dengan dihalalkannya aksi borong parpol
oleh lembaga terkait proses pemilihan. Tidak ada regulasi yang mengatur
tentang larangan aksi borong parpol justru dijadikan sebuah peluang emas
oleh salah satu kandidat inkamben pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Mahkamah Konstitusi juga tidak memberikan teguran atau bahkan
menghentikan proses borong parpol yang dilakukan. Hal ini terkesan bahwa
lembaga terkait proses pemilihan menghalalkan aksi borong parpol yang
ada pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Calon yang borong parpol tersebut merupakan calon petahana atau
inkamben, calon tersebut merupakan Wakil Bupati Serang mendampingi
Taufik Nuriman. Calon tersebut menginginkan kelanggengan kekuasaannya
dengan praktik hegemoni yang dilakukan. Ia mencalonkan diri kembali
pada pilkada kabupaten Serang 2015. Praktik hegemoni kekuasaan
dilakukan oleh calon tersebut demi melanggengkan kekuasaannya di
345
kabupaten Serang. Didukung dengan aksi borong parpol yang dilakukan,
maka calon tersebut akan mudah dalam proses hegemoni kekuasaannya. Hal
ini merupakan dampak dari dihalalkannya aksi borong parpol oleh lembaga
terkait pemilihan mulai dari badan pengawasan pemilu, komisi pemilihan
umum, hingga lembaga tertinggi yakni Mahkamah Konstitusi.
Masyarakat khawatir pilkada hanya sebagai formalitas saja tanpa
melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi dalam
sirkulasi kepemimpinan. Sarana kontestasi kepemimpinan publik dalam
konsensus pemerintahan yakni dengan pilkada. Pilkada yang demokratif
dilakukan dengan kompetitif dan sportif. Fakta politik yang ada pada
pilkada kabupaten Serang 2015 tidak berjalan demikian. Ada satu kandidat
calon yang melakukan aksi memborong 8 parpol dalam koalisinya dengan
tidak memberikan peluang kepada calon kompetitornya. Calon
kompetitornya hanya berkoalisi dengan 3 parpol.
Keadaan tidak seimbangnya koalisi ini akan berdampak pada
mobilisasi suara masyarakat yang dilakukan. Semakin banyaknya parpol
yang menjadi kendaraan politiknya untuk mengantarkan calon borong
parpol tersebut menuju kemenangan pilkada akan semakin mudah.
Kuantitas tim sukses tentu akan lebih banyak jumlahnya jika mendapatkan
dukungan dari 8 parpol sekaligus, hal ini berbanding jauh dengan koalisi
yang hanya bermodal 3 parpol. Banyaknya tim sukses yang dimiliki oleh
calon yang borong parpol tersebut akan memudahkan dirinya mendapatkan
suara masyarakat. Dengan didukung oleh kerja-kerja tim sukses
346
pemenangan calon dari 8 parpol koalisinya maka potensi kemenangan
pilkada dapat diprediksikan sejak dini.
Pilkada yang dijalankan dengan tidak berlandaskan kompetisi
sejalan dengan demokrasi ini seakan menanggap bahwa pilkada hanya
menjadi formalitas saja. Pilkada memang merupakan program komisi
pemilihan umum yang harus dijalankan setiap 5 tahun sekali, namun bukan
berarti pilkada yang berjalan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi ini
diperbolehkan oleh lembaga tersebut. Pilkada yang dijalankan juga harus
sejalan dengan prinsip demokrasi yakni kedaulatan masyarakat dengan
mengedepankan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan golongan.
Sejalan dengan demokrasi, kontestasi pilkada yang dilakukan
seharusnya berjalan dengan kompetitif yang sportif. Calon bersaing dengan
kompetensi yang dimilikinya di hadapan masyarakat, guna mendapatkan
kepercayaaan masyarakat kepada calon bahwa mereka akan membawa
kabupaten Serang kearah kemajuan daerahnya.
Namun fakta politiknya, parpol hanya mempertimbangkan aspek
popularitas yang dimiliki calon inkamben tersebut dibandingan dengan
kompetensi calon dalam proses penjaringan calon oleh parpol, sehingga
parpol-parpol tersebut merapat kepada calon inkamben tersebut, didukung
dengan modal politik yang besar maka borong parpol akan semakin mudah
dilakukan.
347
Calon yang borong parpol tersebut juga mempraktikan hegemoni
kekuasaan yang dilakukan dengan aksi borong parpol. Strategi politik ini
yang akan menjadikan kemudahan dalam pencapaian suara tertinggi dan
melanggengkan kekuasaannya. Calon kompetitor yang hanya bermodal 3
parpol bukan merupakan saingan yang berpengaruh, dengan kemudahan
akses dibantu oleh 8 parpol akan semakin mudah bagi calon memenangkan
kontestasi pilkada ini.
Masyarakat mengkhawatirkan pilkada hanya formalitas saja tanpa
melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi dalam
sirkulasi kepemimpinan. Pilkada memang harus berjalan setiap 5 tahun,
namun terkesan hanya sebagai formalitas saja karena tidak sportifnya
kompetisi yang berjalan dan hasil kemenangan yang dapat diprediksi secara
rasional sejak dini tanpa menunggu hasil pilkada.
Mayoritas masyarakat responden juga mengkhawatirkan borong
parpol akan selamanya menjadi tradisi jika tidak ada evaluasi dan
amandemen regulasi dalam pilkada. Pilkada dengan aksi borong parpol ini
justru dihalalkan oleh lembaga terkait pemilihan. Tidak adanya regulasi
yang mengatur larangan borong parpol dilakukan. Hal ini justru dijadikan
peluang bagi calon yang bermodal politik besar untuk memborong parpol
pada pilkada. Seharusnya lembaga terkait pemilihan menindaklanjuti
keadaan politik tersebut, faktanya hingga kini belum ada amandemen
regulasi pilkada atau aturan yang melarang borong parpol dibuat oleh
lembaga tersebut.
348
Aksi borong parpol akan selamanya menjadi tradisi dalam pilkada
karena tidak adanya regulasi yang mengatur tentang aksi borong parpol.
lembaga terkait pemilihan juga tidak melakukan evaluasi tentang praktik
aksi borong parpol yang dilakukan pada pilkada kabupaten Serang.
Mayoritas masyarakat responden mengkhawatirkan borong parpol akan
selamanya menjadi tradisi jika tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi
dalam pilkada yang melarang praktik borong parpol.
Keseluruhan tahapan pembentukan persepsi masyarakat tentang aksi
borong parpol sudah dideskripsikan. Rangkaian tahapan pembentukan
persepsi tersebut sesuai dengan teori yang digunakan penulis pada
penelitian ini yakni teori Stimulus-Organism-Respons (S-O-R). Dalam
literatur teori S-O-R ini efek yang ditimbulkan dari stimulus adalah reaksi
khusus dari organism. Menurut model S-O-R ini, organisme menghasilkan
perilaku tertentu jika ada stimulus tertentu pula.138
Dalam penelitian ini, masyarakat responden sebagai organisme
mendapat stimulus berupa aksi borong parpol pada pilkada kabupaten
Serang, menimbulkan perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis
dan perhatian dinamis mereka dalam proses penyeleksian stimulus tersebut.
138 Onong Ucjhana Effendy, 2006. Ilmu komunikasi: teori dan praktek, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, halaman 254
349
Selanjutnya perhatian tersebut diorganisasikan oleh masyarakat
responden sebagai organisme berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya
tentang politik dan pilkada. Hasil dari proses seleksi dan organisasi yang
dilakukan masyarakat responden yakni interpretasi berupa pembentukan
makna dan pembentukan ekspresi mereka tentang aksi borong parpol pada
pilkada kabupaten Serang melalui fakta konstelasi politik yang ada.
Proses seleksi, organisasi, dan interpretasi masyarakat responden
sampai kepada tahapan akhir dari teori S-O-R yakni pembentukan persepsi
mereka tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Dapat dijelaskan lebih mendetail bahwa stimulus yang diperhatikan oleh
masyarakat responden akan mendapatkan perhatian lebih mereka. Sebab
masyarakat responden sebagai organisme bersifat aktif memilih stimulus
yakni aksi borong parpol tersebut. Dari stimulus tersebut, masyarakat
responden memberikan respons berupa persepsi yang timbul setelah proses
seleksi, organisasi, dan interpretasi yang mereka lakukan tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Penelitian yang dilakukan ini juga masih belum sempurna, penulis
akan menjelaskan kelemahan penelitian ini pada bagian selanjutnya.
Dengan harapan penelitian ini akan dilanjutkan dan di eksplorasi lebih
dalam oleh peneliti yang memiliki minat di bidang kajian komunikasi
politik.
350
4.6 Kelemahan Penelitian
Penulis menyadari bahwa masih terdapat beberapa kekurangan sebagai
kelemahan dalam penelitian ini, beberapa diantaranya :
1. Masih banyak hal yang belum diungkap dari fenomena aksi borong
parpol ini, karena penelitian ini bersifat kuantifikasi dan
menjelaskan persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol saja.
2. Jumlah sampel yang terlalu sedikit dikarenakan keterbatasan tenaga,
waktu, dan financial penulis dalam proses penelitian. Sampel yang
digunakan memang sudah relevan dengan rumus sampling 10%
mengunakan taro yamane. Akan lebih komprehensif jika ingin
meneliti hal ini kembali dengan bantuan tenaga peneliti minimal 29
orang yang masing-masing meneliti setiap kecamatan secara lebih
menyeluruh.
3. Hasil penelitian ini hanya berupa bagiamana persepsi masyarakat
tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015.
Penelitian ini tidak membahas secara lebih mendetail tentang
besaran mahar yang dibayarkan untuk memborong parpol. Hal ini
bersifat sangat membahayakan peneliti dikarenakan tingkat
sensitifnya parpol.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat akan ditarik kesimpulan
oleh penulis berdasarkan persepsi masyarakat tentang aksi borong parpol
pada pilkada kabupaten Serang 2015 pada bagian penutup. Bagian
351
kesimpulan pada penelitian ini merupakan bagian akhir yang sangat penting
dari penelitian ini. Pada bagian tersebut juga akan diberikan saran yang
bersifat membangun bagi sistem pemerintahan dan pengembangan
penelitian.
352
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan Penelitian
Pada sub-bab 5.1 ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian
ini. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dianalisis dan dideskripsikan penulis
pada bagian-bagian sebelumnya mengenai variabel penelitian : “persepsi
masyarakat tentang aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015”
akan dijelaskan kesimpulan yang komprehensif.
Variabel tersebut memperoleh nilai persentase sebesar 88,02% pada analisis
dekriptif persentase nilai jawaban responden. Nilai tersebut masuk dalam kategori
sangat baik (82%-100%) atau mendekati angka sempurna yakni 100%. Hasil ini
membutikan bahwa masyarakat kabupeten Serang mempersepsikan aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang tersebut. Atau dapat diartikan bahwa mereka
mengetahui, memikirkan, dan memiliki persepsi tentang aksi borong parpol yang
dilakukan oleh salah satu pasangan kandidat calon pada pilkada kabupaten Serang
2015.
353
Berikut penjelasan terperinci dari setiap proses pembentukan persepsi
masyarakat yang merupakan kesimpulan dan jawaban dari identifikasi masalah
pada penelitian ini:
1. Proses seleksi
Pada proses awal dari pembentukan persepsi adalah seleksi. Proses seleksi
ini merupakan keadaan masyarakat responden yang melakukan
penyeleksian stimulus untuk memusatkan perhatian mereka tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Proses penyeleksian
meliputi perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis dan perhatian
dinamis. Tahapan penyeleksian yang dilakukan masyarakat tentang aksi
borong parpol pada pilkada kabupaten Serang dilakukan dengan sangat
baik, hal ini dibuktikan dengan persentase yang didapatkan sebesar 88,02%.
Perhatian yang diberikan masyarakat responden tentang aksi borong parpol
didasari oleh kesinambungan stimulus tersebut. Stimulus aksi borong parpol
tersebut kemudian memicu perhatian mereka dan melewati tahapan
perhatian spontan, perhatian reflektif, perhatian statis dan perhatian dinamis
masyarakat. Mayoritas masyarakat memperhatikan bagaimana aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015. Hal ini dapat dilihat dari
perhatian mereka terhadap aksi borong parpol dengan persentase tersebut.
Masyarakat responden melakukan penyeleksian dan kemudian memusatkan
perhatian mereka pada aksi borong parpol yang terjadi dan memahami aksi
borong parpol tersebut. Perhatian spontan masyarakat tentang aksi borong
parpol mendapatkan persentase sebesar 87,25%. Pada proses perhatian
354
reflektif 88,85%, perhatian statis 87,875%, dan perhatian dinamis 91,5%.
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat
memperhatikan stimulus dari aksi borong parpol dengan sangat baik.
2. Proses organisasi
Tahapan pembentukan persepsi berikutnya yakni pengorganisasian
stimulus. Proses pengorganisasian berada pada aspek kognitif masyarakat
responden tentang stimulus tersebut. Pengorganisasian stimulus yang
dilakukan oleh masyarakat responden didasari pengetahuan dan
pengalaman mereka tentang pilkada dan aksi borong parpol. Masyarakat
mengorganisasikan stimulus tersebut dengan sangat baik, hal ini dilihat dari
hasil persentase sebesar 87,97%. Pada poin indikator frame of refernce
mendapat persentase sebesar 87,37% dan pada poin frame of experience
mendapat persentase sebesar 88,45%. Dapat dikatakan bahwa masyarakat
mengorganisasikan stimulus tersebut dengan sangat baik. Pada proses ini
masyarakat responden mengolah informasi yang mereka dapatkan sesuai
dengan pengetahuan dan pengalamannya mengenai pilkada kabupaten
serang dengan borong parpol yang terjadi. proses pengorganisasian ini
berlangsung berdasarkan pengetahuan mereka tentang proses tahapan
pilkada dengan aksi borong parpol yang terjadi dari informasi yang
dipublikasikan pada permukaan publik, selain itu pengetahuan masyarakat
tentang bagimana konstelasi politik pada saat pilkada tersebut. Masyarakat
juga mengorganisasikan stimulus berdasarkan pengalaman mereka tentang
pilkada dengan aksi borong parpol yang terjadi pada kontestasi pilkada yang
355
mereka alami. Pengetahuan dan pengalaman masyarakat tersebut akan
dijadikan acuan dasar dari proses selanjutnya yani interpretasi. Dan pada
proses interpretasi tersebut, akan menentukan bagaimana persepsi mereka.
3. Proses interpretasi
Proses interpretasi merupakan tahapan akhir pada pembentukan persepsi.
Dalam tahapan interpretasi ini, masyarakat responden akan memaknai dan
memberikan ekspresi mereka terhadap stimulus yang telah diseleksi
kemudian diorganisasikan dalam kognitif mereka. Masyarakat responden
menginterpretasikan aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang
2015 dengan sangat baik, hal ini dapat dilihat dari perolehan persentase
sebesar 86,5%. Dapat dikatakan bahwa mayoritas masyarakat memaknai
dan mengekspresikan aksi borong parpol dengan sangat baik. Mayoritas
masyarakat responden lebih mengetahui keberpihakan parpol kepada satu
pasangan calon yang borong parpol. Mayoritas masyarakat responden jga
lebih mengetahui proyeksi hasil kemenangan yang akan didapat calon
borong parpol tersebut dalam pilkada. Mayoritas masyarakat memaknai
aksi borong parpol dapat memobilisasi suara pemilih termasuk mereka.
Mayoritas masyarakat memaknai aksi borong parpol berdampak pencitraan
yang sempurna pada masyarakat di lingkungan mereka. Masyarakat
mengekspresikan stimulus tersebut dilihat dari mereka mengkhawatirkan
prinsip demokrasi sudah tidak lagi diimplementasikan dalam berpolitik
yang baik. Selain itu, masyarakat mengkhawatirkan hegemoni kekuasaan
inkamben akan semakin langgeng dengan dihalalkannya aksi borong parpol
356
oleh lembaga terkait pemilihan. Masyarakat juga mengkhawatirkan pilkada
hanyalah formalitas saja tanpa melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi
berdasar demokrasi dalam sirkulasi kepemimpinan. Dan berikutnya,
masyarakat mengkhawatirkan borong parpol akan selamanya menjadi
tradisi jika tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi dalam pilkada.
Berdasarkan aspek pembentukan makna, hasil persentase yang diperoleh
sebesar 87,56%. Hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat memaknai aksi
borong parpol berdasarkan pengetahuan mereka dengan sangat baik. Pada
bagian pembentukan ekspresi, perolehan persentase yakni 85,43%. Hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat memiliki ekspresi dengan
sangat baik terhadap aksi borong parpol yakni 85,43% dari 100 masyarakat
responden.
5.2 Saran
Pada penelitian ini, penulis sangat mengharapkan hasil penelitian yang telah
dilakukan akan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya kajian
komunikasi politik. Selain itu, penulis juga sangat mengharapkan hasil penelitian
ini dijadikan sebuah referensi sistem perpolitikan Indonesia, khususnya Serang
Banten dalam menyikapi pilkada yang lebih demokratif.
Penulis juga sangat berharap kepada lembaga terkait pemilihan seperti
Mahkamah Konstitusi, Badan pengawas pemilu, Komisi pemilhan umum untuk
mengevaluasi temuan fenomena borong parpol yang terjadi pada pilkada kabupaten
Serang 2015 untuk selanjutnya menjadi pertimbangan mengamandemen regulasi
357
pilkada. Hal tersebut dengan tujuan mewujudkan kedaulatan masyarakat, hal ini
sangat relevan dengan tujuan demokrasi. Hal ini sangat penting mengingat
demokrasi masih menjadi konsensus masyarakat Indonesia, pilkada harus berjalan
dengan kompetitif, sportif, dan menjunjung tinggi kedaulatan masayarakat. Berikut
beberapa saran yang akan diberikan penulis setelah melakukan penelitian ini :
1. Merujuk dari hasil persentase persepsi masyarakat tentang aksi borong
parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 yakni 88,02%. Masyarakat
sudah menyadari bahwa aksi borong parpol telah terjadi pada pilkada
tersebut. Namun, lembaga terkait pemilihan seperti Mahkamah Konstitusi,
Badan pengawas pemilu, Komisi pemilhan umum seakan tutup mata akan
hal tersebut. Seharusnya mereka lebih mengawasi indikasi aksi borong
parpol yang terjadi, dan sebisa mungkin mencegah hal tersebut terjadi. Ini
demi mewujudkan esensi pilkada yang kompetitif dan sportif sebagai ajang
kontestasi kepemimpinan publik yang berlandaskan dengan demokrasi. hal
ini dapat menjadi referensi dan pertimbangan lembaga terkait pemilihan
untuk mengevaluasi keadan pilkada dengan borong parpol.
2. Kepada lembaga terkait pemilihan sangat diharapkan melakukan
amandemen regulasi pilkada. Hal ini bertujuan untuk memperketat
peraturan pilkada dengan berdasarkan prinsip demokrasi yakni kedaulatan
masyarakat. Dengan pilkada yang demokratif, sportif dan berkualitas
diharapkan kemajuan daerah akan lebih nyata. Jika tidak segera dilakukan
tinjauan dan amandemen regulasi, maka borong parpol menjadi tradisi
dalam setiap pilkada.
358
3. Memang ketiadaan aturan ini masih menjadi polemik politik dalam pilkada.
Tapi bukan berarti lembaga terkait pemilihan seakan menutup mata akan
hal ini dan mengahalalkan aksi borong parpol menjadi strategi pemenangan
dalam pilkada.
4. Kepada parpol, penulis berharap parpol dalam setiap kegiatan politiknya
harus melibatkan masyarakat. Hal ini mengingat parpol merupakan lembaga
atau organisasi yang diamanatkan undang-undang sebagai representatif
masyarakat dalam berpolitik. Bukan malah melupakan kepentingan
masyarakat dan hanya memproyeksikan kepentingan popularitas parpol
demi tercapainya elektabitas parpol tersebut.
5. Kepada parpol, penulis juga sangat mengharapkan parpol bisa
mencerdaskan masyarakat dalam kesadaran politiknya. Proses edukasi
politik sangat dibutuhkan masayarakat, sehingga mereka sadar politik dan
bukan hanya dianggap sebagai supporters atau pemilih saja. Parpol sudah
seharusnya mempertimbangkan hal ini, mengingat masyarakat adalah
pemimpin tertinggi dalam pemerintahan, dengan prinsip kedaulatan
masyaarakat dalam demokrasi.
6. Kepada parpol, penulis memberikan saran alangkah lebih baik menjalankan
politik berdasarkan demokrasi. Harus kita sadari, konsensus Indonesia
adalah demokrasi. Kedaulatan masyarakat menjadi faktor utama yang harus
dijunjung tinggi pada pelaksanaan pilkada. Sudah tugas parpol untuk
memberikan edukasi politik yang baik dan benar kepada masyarakat.
359
7. Kepada Mahkamah Konstitusi, peneliti berharap adanya ketegasan yang
diberikan terhadap praktik borong parpol yang dilakukan calon dalam
pilkada manapun itu. Ketegasan lembaga tertinggi yang memiliki
wewenang birokrat kenegaraan hingga daerah seharusnya lebih teliti
melihat keadaaan politik yang terjadi pada setiap pemilihan umum termasuk
pilkada.
8. Kepada badan pengawasan pemilu, seharusnya lebih tegas dalam menyikapi
indikasi politik uang yang dipraktikan dalam menjaring dukungan parpol.
Hal ini mengingat kembali esensi pilkada yang demokratif yakni bersifat
kompetitif dan sportif. Hal ini juga sangat relevan dengan kedaulatan
masyarakat atas kepentingan dan keinginan mereka kepada calon pemimpin
daerahnya.
9. Kepada yang terhormat para akademisi dari universitas Se-Banten, melihat
praktik borong parpol ini yang sudah tidak dapat ditoleransi lagi. Penulis
mengajak untuk bagimana mengambil sikap tegas terhadap aksi borong
parpol pada setiap pemilihan. Hal ini mengingat urgensi perpolitikan yang
semakin aneh terjadi dan tidak sejalan lagi dengan demokrasi.
10. Kepada ormas berbasis penegak demokrasi, penulis juga sangat berharap
adanya kontrol langsung yang lebih tegas dalam menyikapi keadaan politik
pada setiap pemilihan. Hal ini dimaksudkan agar pilkada yang berjalan tidak
terdapat kecurangan yang terjadi, termasuk politik uang dan borong parpol.
11. Kepada media pemberitaan publik, penulis berharap akan lebih baik jika
mengungkap keadaaan politik dibalik layar. Mungkin hal ini sangat
360
membahayakan, tetapi jika dilakukan maka akan sangat bermanfaat bagi
terwujudnya perpolitikan yang demokratif.
12. Kepada yang terhormat pembaca penelitian ini, penulis berharap saudara/i
dapat menganalisis lebih jauh akan dampak yang terjadi akibat borong
parpol. Penulis mengajak pembaca untuk turut serta membangun Indonesia
yang lebih demokratif khususnya Serang, Banten.
13. Kepada yang terhormat para peneliti senior yang pasti lebih memiliki
kemampuan dibanding penulis. Penulis sangat berharap penelitian ini tidak
berhenti begitu saja, dan alangkah lebih baik jika ditelusuri lebih mendalam
kembali. Hal ini mengingat urgensi stabilitas politik di Indonesia khususnya
Serang, Banten.
14. Kepada yang terhormat masyarakat seluruh Banten. Penulis sangat berharap
hasil penelitian ini menjadi referensi edukasi politik. Demi tercapainya
kesadaran politik kita semua untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih
demokratif.
15. Kepada mahasiswa Banten dari berbagai Universitas, khususnya
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penulis menyarankan untuk mengkaji
ulang hasil penelitian ini unutk selanjutnya dilakukan edukasi politik
masyarakat melalui program KKM atau yang relevan lainnya yang
melibatkan masyarakat. Hal ini mengingat fungsi kita sebagai agent of
change untuk mewujudkan perubahan yang nyata. Dan juga fungsi kita
sebagai agent of social control sebagai agensi kontrol sosial masyarakat
khusunya perpolitikan yang terjadi.
361
Demikian beberapa saran yang dapat diberikan penulis demi pengembangan
penelitian ini dan aplikasi hasil dari penelitian ini. Penulis sangat berterimakasih
kepada semua pihak yang terlibat dan membantu. Mari wujudkan indonesia yang
sebenar-benarnya demokratif dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat jika
memang belum ada inovasi tentang sistem selain demokrasi dan hingga kini
demokrasi masih menjadi konsensus bersama sebagai asas berjalannya
pemerintahan, salam demokrasi.
362
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Ardianto, Elvirano, Bambang Q-Annes. 2007. Filsafat Komunikasi. Bandung:
Simbiosa Rekatama Media
Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama
Bungin, Burhan. 2005. Metode penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana Media
Group
Busroh, Abu Daud. 2011. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara
Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Darmawan, Deni. 2014. Metode penelitian kuantitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Debdikbud. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang
Effendy, Onong Uchjana. 2007. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung :
PT. Citra Adithya Bakti
_______. 2006. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Gambel, Michael. 2004. Communication Works. New York: Random House inc
Hamdani, Iwan K. 2012. Demokrasi seolah-olah. Serang: Piksi Input Serang
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana
media group
363
Littlejohn, Stephen W dan Keren A Foss. 2009. Teori komunikasi. edisi 9. Jakarta:
salemba humanika
Mulyana, Deddy. 2010. Ilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nimmo, Dan. 2010. Komunikasi politik khalayak dan efek. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Nurtjahjo, Hendra. 2008. Filsafat Demokrasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Rakhmat, Jalaluddin. 2008. Psikologi komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Riduwan, 2013. Statistik Penelitian. Jakarta: PT. Rosdakarya
Sanusi, Anwar. 2003. Metodologi Penelitian Praktis untuk Ilmu Sosial dan
Ekonomi. Jakarta: Buntaran
Sarlito, Wirawan. 1982. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang
Singarimbun, Masri. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES
Subaktio, Henry. 2014. Komunikasi politik, Media, dan Demokrasi. Jakarta:
Kencana Prenadamedia Group
Sugiyono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta
Varma, SP. 2007. Teori Politik Modern. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Walgito, Bimo. 2002. Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Yogyakarta:Andi.
Wood, Julia. 1997. Communication our lives. Belmond: Wadsworth Publishing
Company
364
Sumber Online:
http://pilkada-serentak-2015.liputan6.com/read/2289001/fenomena-calon-tunggal-
begini-solusi-antisipasi-borong-parpol media berita online, diakses pada 28
Oktober 2015 pukul 22.45 WIB
http://www.gatra.com/politik-1/pemilu-1/pilkada-1/158975-pengamat-perppu-
pilkada-serentak-bakal-munculkan-politisi-borong-parpol.html media berita
online, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.48 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Ratu_Tatu_Chasanah diakses pada 19 Juni 2016,
pukul 00.11 WIB
http://nasional.kompas.com/read/2013/12/18/0729208/Dinasti.Politik.Ratu.Atut.S
etelah.Delapan.Tahun.Berkuasa diakses pada 19 Juni 2016, pukul 00.20 WIB
Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-
di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB
http://tangselpos.co.id/2016/02/16/pilkada-2017-dilarang-borong-partai/ diakses
pada 19 Juni 2016, pukul 01.44 WIB
http://nasional.sindonews.com/read/1061203/12/mk-buka-peluang-calon-borong-
dukungan-parpol-di-pilkada-1447383485 diakses pada 19 Juni 2016, pukul 02.21
WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat diakses pada 23 Februari 2016 08.15 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Serang diakses pada 23 Februari 2016
08.25 WIB
http://kpu2.serangkab.go.id/home/halaman/42/profil-sekretariat/preview diakses
pada 5 Mei 2016, pukul 19.34 WIB
365
http://netralitas.com/kolom/read/3626/mahar-penjaringan-calon-kepala-daerah-
dan-realitas-korupsi diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.14 WIB
http://www.rri.co.id/post/berita/227229/pilkada_serentak/dinasti_politik_kokoh_d
i_pilkada_akibat_sistem_meritokrasi_belum_berkembang.html diakses pada 15
Juni 2016, pukul 01.27 WIB
http://www.radarbanten.co.id/diusung-dampingi-tatu-ini-kata-panji-tirtayasa/
diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.35 WIB
http://kbbi.web.id/hegemoni diakses pada 15 Juni 2016, pukul 01.46 WIB
http://kbbi.web.id/intelektual diakses pada 15 Juni 2016, pukul 02.34 WIB
http://kbbi.web.id/moralitas diakses pada 15 Juni 2016, pukul 03.04 WIB
http://kbbi.web.id/tanggung%20jawab diakses pada 15 Juni 2016, pukul 23.18 WIB
http://www.radarbanten.co.id/ini-visi-misi-calon-bupati-serang-saat-debat-
kandidat/ diakses pada 15 Juni 2016, pukul 23.41 WIB
http://kamus-internasional.com/definitions/?indonesian_word=track_record
diakses pada 16 Juni 2016, pukul 01.41 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi diakses pada 18 Juni 2016, pukul 00.13
WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Identifikasi diakses pada 18 Juni 2016, pukul 00.46
WIB
http://www.radarbanten.co.id/ini-visi-misi-calon-bupati-serang-saat-debat-
kandidat/ diakses pada 18 Juni 2016, pukul 01.14 WIB
http://eprints.uny.ac.id/9531/2/bab%202%20NIM.08108244166.pdf diakses pada
18 Juni 2016, pukul 01.47 WIB
366
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/01/peta-koalisi-partai-di-
pilpres-2014-versi-lipi diakses pada 18 juni 2016, pukul 03.08 WIB
http://news.liputan6.com/read/2281561/kpu-borong-parpol-bisa-undur-pilkada-
serentak diakses pada 11 oktober 2015 14.30 WIB
Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-
di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB
http://kpu.serangkab.go.id/index.php/2015/10/03/kpu-kabupaten-serang-
menetapkan-dpt-1-113-656/ diakses pada 25 Oktober 2015 jam 10.51 WIB
Jurnal UNY online pada http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808675/Jurnal-
Imaji_0.pdf oleh sutiyono, diakses pada 29 Oktober 2015 pukul 20.32 WIB
http://pilkada-serentak-2015.liputan6.com/read/2289001/fenomena-calon-tunggal-
begini-solusi-antisipasi-borong-parpol media berita online, diakses pada 28
Oktober 2015 pukul 22.45 WIB
http://www.gatra.com/politik-1/pemilu-1/pilkada-1/158975-pengamat-perppu-
pilkada-serentak-bakal-munculkan-politisi-borong-parpol.html media berita
onlien, diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 22.48 WIB
http://news.liputan6.com/read/2281561/kpu-borong-parpol-bisa-undur-pilkada-
serentak diakses pada 11 oktober 2015 14.30 WIB
http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-di-pilkada/ diakses pada 11 oktober
2015 23.57 WIB
Pernyataan Husni Kamil Malik pada http://indalber.com/waspadai-borong-parpol-
di-pilkada/ diakses pada 11 oktober 2015 23.59 WIB
367
http://bantenpos.co/arsip/2015/08/mahasiswa-pilkada-serang-hanya-formalitas-
dan-basa-basi/ diakses pada 12 oktober 2015 00.17 WIB
Pernyataan koordinator aksi KAMMI UNTIRTA, dikutip dari
http://bantenpos.co/arsip/2015/08/mahasiswa-pilkada-serang-hanya-formalitas-
dan-basa-basi/ diakses pada 12 oktober 2015 00.19 WIB
Tiara Prasilia, 2007. Studi Persepsi Resiko Keselamatan Berkendara serta
Hubungannya dengan konsep Locus of Control pada Mahasiswa FKM UI yang
Mengendarai Motor. Skripsi. Hal.14
http://nasional.sindonews.com/read/960822/18/uji-publik-dalam-pilkada-
1423193635/3 diakses pada 27 Juni 2016
http://news.liputan6.com/read/2143926/gambaran-uji-publik-kepala-daerah-pada-
pilkada-serentak-2015 diakses pada 27 Juni 2016, pukul 23.07 WIB
http://www.kpu.go.id/koleksigambar/Suara_KPU_Desember_2014_Upload_1.pdf
diakses pada 27 Juni 2016, pukul 23.27 WIB
368
LAMPIRAN 1
SURAT IJIN PENELITIAN
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
391
392
393
394
395
396
397
398
LAMPIRAN 2
SURAT EDARAN KPU KABUPATEN SERANG
399
400
401
LAMPIRAN 3
FORMAT KUESIONER
402
PRETEST
KUESIONER Mohon diisi dengan lengkap dan teliti
A. Data Responden Jenis Kelamin : Laki-laki/perempuan (*coret yang tidak perlu)
B. Tanggapan Responden Cara pengisian angket: 1. Pengisian angket dilakukan dengan cara memberi tanda check list (√)
pada setiap pernyataan angket 2. Bobot atau skor untuk setiap pernyataan adalah:
Sangat setuju : SS Skor : 4 Setuju : S Skor : 3 Tidak setuju : TS Skor : 2 Sangat tidak setuju : STS Skor : 1
3. Dimohon untuk mengisi jawaban sesuai dengan kenyataan sebenarnya demi tingkat kepercayaan hasil penelitian.
Saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik,
UNTIRTA yang sedang melakukan penelitian SKRIPSI mengenai persepsi masyarakat
tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten Serang 2015. Kesediaan
Bapak / Ibu / Saudara / i untuk mengisi kuesioner penelitian ini sangat saya harapkan.
Pernyataan dan data responden hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian dan
diolah menggunakan kaidah keilmuan yang komprehensif serta sangat dijaga
kerahasiaannya. Mohon agar tidak ragu untuk menjawab karena semua jawaban benar,
dan tidak ada yang salah.
Terima kasih atas kesediaan Bapak / Ibu / Saudara / i mengisi kuesioner ini.
Hormat Saya,
Sayuda Anggoro Asih
NIM.6662111132
403
No Pernyataan Jawaban
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1
) Tahap Seleksi
Perhatian spontan
1. Saya mengetahui keadaan koalisi partai politik (parpol) yang tidak seimbang dalam pilkada kabupaten Serang 2015
2. Saya lebih mengetahui adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari koalisi yang tidak seimbang
3. Saya mengetahui ada satu pasangan calon yang melakukan aksi borong parpol
Perhatian reflektif
4. Saya mencari kebenaran adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015
5. Saya mengetahui proses penjaringan calon dari luar parpol merupakan pintu masuk bagi potensi melakukan hegemoni pemborongan parpol
6. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan intelektualitas calon
7. Saya mengetahui aspek moralitas yang diusung dalam aksi borong parpol lebih merupakan bentuk formalistik dan simbolik calon daripada kemampuan mendasar dari hasil seleksi calon yang berkualitas
8. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan responsibilitas calon
9. Saya mengetahui bahwa aspek responsibilitas calon merupakan bagian dari pencitraan dari pada suatu kemampuan membangun kerangka konsep pembangunan dalam proses seleksi yang berkualitas
10. Saya mengetahui aspek track record calon belum sepenuhnya lahir dari seleksi yang berkualitas
404
11. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih memperlihatkan popularitas dibandingkan informasi problematika dan realitas calon terhadap kebutuhan masa depan
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1
) 12. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh
pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan
13. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya berorganisasi, merencanakan dan mencapai tujuan
14. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan solusinya
15. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan dalam mencanangkan kegiatan dan aktifitas pembangunan
Perhatian statis
16. Saya selalu melihat situasi politik yang melakukan aksi borong parpol oleh satu pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari awal proses pilkada
17. Proporsi koalisi yang tidak seimbang, lebih mudah dipahami sebagai aksi borong parpol
Perhatian dinamis
18. Parpol dalam aksi borong parpol merupakan penggabungan antara koalisi merah putih dan koalisi indonesia hebat pada pilpres 2014 lalu
19. Parpol dalam koalisi borong parpol memiliki kesamaan tujuan kemenangan pilkada
20. Koalisi parpol dari calon kompetitor hanya berjumlah 3 parpol
405
Tahap organisasi
Frame of reference (pengetahuan)
21. Aksi borong parpol memiliki tujuan kemenangan dalam pilkada
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1
) 22. Aksi borong parpol tidak mengimplementasikan prinsip
dalam demokrasi
23. Aksi borong parpol merupakan pembuktian adanya transaksi dan komersialisasi parpol
24. Saya memperhatikan koalisi dari kandidat lain yang tidak melakukan aksi borong parpol
Freme of experience (pengalaman)
25. Kepentingan kemenangan pilkada dari golongan tertentu terlihat jelas pada aksi borong parpol
26. Aksi borong parpol tersebut mencerminkan bahwa demokrasi tidak lagi diimplementasikan dalam berpolitik yang baik
27. Jumlah ketidakseimbangan koalisi tersebut merupakan bukti nyata adanya aksi borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan calon
28. Saya memperhatikan proses konstelasi politik selama pilkada berlangsung
29. Aksi borong parpol menjadi tradisi dalam pilkada
Interpretasi
Pembentukan Makna
406
30. Aksi borong parpol yang dilakukan membuat saya menjadi lebih mengetahui keberpihakan parpol kepada satu pasangan calon
31. Aksi borong parpol yang dilakukan membuat saya mengetahui proyeksi hasil kemenangan dalam pilkada
32. Aksi borong parpol dapat memobilisasi suara pemilih, termasuk saya
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1
) 33. Aksi borong parpol berdampak pencitraan yang sempurna
pada masyarakat di lingkungan sekitar saya
Pembentukan ekspresi
34. Saya khawatir prinsip demokrasi sudah tidak diimplementasikan dalam berpolitik yang baik
35. Saya khawatir hegemoni kekuasaan inkamben akan semakin langgeng dengan dihalalkannya borong parpol oleh lembaga terkait proses pemilihan
36. Saya khawatir pilkada hanya formalitas saja tanpa melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi dalam sirkulasi kepemimpinan
37. Saya khawatir borong parpol akan selamanya menjadi tradisi jika tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi dalam pilkada
407
Nama responden : Nomor handphone : Kecamatan : Hari/tanggal :
KUESIONER Mohon diisi dengan lengkap dan teliti
A. Data Responden Jenis Kelamin : Laki-laki/perempuan (*coret yang tidak perlu) Usia : _______________ Domisili Desa : _______________
B. Tanggapan Responden Cara pengisian angket: 4. Pengisian angket dilakukan dengan cara memberi tanda check list (√)
pada setiap pernyataan angket 5. Bobot atau skor untuk setiap pernyataan adalah:
Sangat setuju : SS Skor : 4 Setuju : S Skor : 3 Tidak setuju : TS Skor : 2 Sangat tidak setuju : STS Skor : 1
6. Dimohon untuk mengisi jawaban sesuai dengan kenyataan sebenarnya demi tingkat kepercayaan hasil penelitian.
Nomor kuesioner:
Saya adalah Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik,
UNTIRTA yang sedang melakukan penelitian SKRIPSI mengenai persepsi masyarakat
tentang aksi borong partai politik pada pilkada kabupaten Serang 2015. Kesediaan
Bapak / Ibu / Saudara / i untuk mengisi kuesioner penelitian ini sangat saya harapkan.
Pernyataan dan data responden hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian dan
diolah menggunakan kaidah keilmuan yang komprehensif serta sangat dijaga
kerahasiaannya. Mohon agar tidak ragu untuk menjawab karena semua jawaban benar,
dan tidak ada yang salah.
Terima kasih atas kesediaan Bapak / Ibu / Saudara / i mengisi kuesioner ini.
Hormat Saya,
Sayuda Anggoro Asih
NIM.6662111132
408
No Pernyataan Jawaban
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1)
Tahap Seleksi
Perhatian spontan
1. Saya mengetahui keadaan koalisi partai politik (parpol) yang tidak seimbang dalam pilkada kabupaten Serang 2015
2. Saya lebih mengetahui adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari koalisi yang tidak seimbang
3. Saya mengetahui ada satu pasangan calon yang melakukan aksi borong parpol
Perhatian reflektif
4. Saya mencari kebenaran adanya aksi borong parpol pada pilkada kabupaten Serang 2015
5. Saya mengetahui proses penjaringan calon dari luar parpol merupakan pintu masuk bagi potensi melakukan hegemoni pemborongan parpol
6. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan intelektualitas calon
7. Saya mengetahui aspek moralitas yang diusung dalam aksi borong parpol lebih merupakan bentuk formalistik dan simbolik calon daripada kemampuan mendasar dari hasil seleksi calon yang berkualitas
8. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan responsibilitas calon
9. Saya mengetahui bahwa aspek responsibilitas calon merupakan bagian dari pencitraan dari pada suatu kemampuan membangun kerangka konsep pembangunan dalam proses seleksi yang berkualitas
10. Saya mengetahui aspek track record calon belum sepenuhnya lahir dari seleksi yang berkualitas
409
11. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan lebih memperlihatkan popularitas dibandingkan informasi problematika dan realitas calon terhadap kebutuhan masa depan
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1)
12. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya berinteraksi dengan lingkungan
13. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuannya berorganisasi, merencanakan dan mencapai tujuan
14. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan mengidentifikasi permasalahan dan solusinya
15. Saya mengetahui aksi borong parpol yang dilakukan oleh pasangan kandidat tertentu lebih mempertimbangkan popularitas dibandingkan kemampuan dalam mencanangkan kegiatan dan aktifitas pembangunan
Perhatian statis
16. Saya selalu melihat situasi politik yang melakukan aksi borong parpol oleh satu pasangan calon pada pilkada kabupaten Serang 2015 dari awal proses pilkada
17. Proporsi koalisi yang tidak seimbang, lebih mudah dipahami sebagai aksi borong parpol
Perhatian dinamis
18. Parpol dalam aksi borong parpol merupakan penggabungan antara koalisi merah putih dan koalisi indonesia hebat pada pilpres 2014 lalu
19. Parpol dalam koalisi borong parpol memiliki kesamaan tujuan kemenangan pilkada
20. Koalisi parpol dari calon kompetitor hanya berjumlah 3 parpol
410
Tahap organisasi
Frame of reference (pengetahuan)
21. Aksi borong parpol memiliki tujuan kemenangan dalam pilkada
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1)
22. Aksi borong parpol tidak mengimplementasikan prinsip dalam demokrasi
23. Aksi borong parpol merupakan pembuktian adanya transaksi dan komersialisasi parpol
24. Saya memperhatikan koalisi dari kandidat lain yang tidak melakukan aksi borong parpol
Freme of experience (pengalaman)
25. Kepentingan kemenangan pilkada dari golongan tertentu terlihat jelas pada aksi borong parpol
26. Aksi borong parpol tersebut mencerminkan bahwa demokrasi tidak lagi diimplementasikan dalam berpolitik yang baik
27. Jumlah ketidakseimbangan koalisi tersebut merupakan bukti nyata adanya aksi borong parpol yang dilakukan oleh satu pasangan calon
28. Saya memperhatikan proses konstelasi politik selama pilkada berlangsung
29. Aksi borong parpol menjadi tradisi dalam pilkada
Interpretasi
Pembentukan Makna
411
30. Aksi borong parpol yang dilakukan membuat saya menjadi lebih mengetahui keberpihakan parpol kepada satu pasangan calon
31. Aksi borong parpol yang dilakukan membuat saya mengetahui proyeksi hasil kemenangan dalam pilkada
32. Aksi borong parpol dapat memobilisasi suara pemilih, termasuk saya
SS (4)
S (3)
TS (2)
STS(1)
33. Aksi borong parpol berdampak pencitraan yang sempurna pada masyarakat di lingkungan sekitar saya
Pembentukan ekspresi
34. Saya khawatir prinsip demokrasi sudah tidak diimplementasikan dalam berpolitik yang baik
35. Saya khawatir hegemoni kekuasaan inkamben akan semakin langgeng dengan dihalalkannya borong parpol oleh lembaga terkait proses pemilihan
36. Saya khawatir pilkada hanya formalitas saja tanpa melihat fungsi pilkada sebagai kontestasi berdasar demokrasi dalam sirkulasi kepemimpinan
37. Saya khawatir borong parpol akan selamanya menjadi tradisi jika tidak ada evaluasi dan amandemen regulasi dalam pilkada
412
LAMPIRAN 4
HASIL PRE-TEST KUESIONER
responden p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 p11 p12 p13 p14 p15 p16 p17 p18 p19 p20 p21 p22 p23 p24 p25 p26 p27 p28 p29 p30 p31 p32 p33 p34 p35 p36 p37 skor_total
R1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 3 123
R2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 121
R3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 108
R5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R6 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 116
R7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 111
R8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 120
R9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 112
R12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R13 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 3 2 2 2 2 4 3 3 2 2 104
R16 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 143
R17 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 114
R18 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 145
R19 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R21 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 145
R22 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 116
R23 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R24 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R26 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 147
R27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R28 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 106
R29 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 136
R30 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 130
0,669239 0,876216 0,916033 0,916033 0,916033 0,819319 0,861521 0,9497 0,9497 0,874149 0,930399 0,930399 0,951951 0,902274 0,951951 0,951951 0,774926 0,82614 0,82614 0,835587 0,857342 0,9497 0,875673 0,898797 0,782915 0,646901 0,71738 0,897934 0,857983 0,76786 0,857983 0,76786 0,71738 0,897934 0,62343 0,459192 0,622244 1
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37
413
LAMPIRAN 5
HASIL KUESIONER PENELITIAN
responden P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24 P25 P26 P27 P28 P29 P30 P31 P32 P33 P34 P35 P36 P37 SKOR_TOTAL
R1 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 3 123
R2 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 121
R3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 108
R5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R6 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 116
R7 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 111
R8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 120
R9 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R11 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 112
R12 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R13 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R14 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R15 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 3 2 2 2 2 4 3 3 2 2 104
R16 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 143
R17 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 114
R18 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 145
R19 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R20 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R21 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 145
R22 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 116
R23 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R24 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R25 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R26 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 147
R27 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R28 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 106
R29 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 136
R30 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 130
R31 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 3 123
R32 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 121
R33 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R34 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 108
R35 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R36 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 116
R37 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 111
R38 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 120
R39 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R40 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R41 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 112
R42 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R44 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R45 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 3 2 2 2 2 4 3 3 2 2 104
R46 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 143
R47 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 114
R48 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 145
R49 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R51 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 145
R52 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 116
R53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R54 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R55 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R56 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 147
R57 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R58 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 106
R59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 136
R60 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 130
R61 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 2 4 4 3 3 3 123
R62 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 121
R63 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R64 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 108
R65 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 147
R66 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 116
R67 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 111
R68 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 120
R69 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R70 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R71 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 112
R72 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R73 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R74 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R75 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 4 4 3 2 2 2 2 4 3 3 2 2 104
R76 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 143
R77 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 114
R78 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 145
R79 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R80 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R81 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 145
R82 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 116
R83 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R84 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R85 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R86 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 147
R87 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R88 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 106
R89 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 136
R90 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 130
R91 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 145
R92 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 116
R93 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R94 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 148
R95 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 110
R96 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 147
R97 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 146
R98 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 106
R99 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 136
R100 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 130
validitas manual 0,693341 0,868085 0,915439 0,915439 0,915439 0,812544 0,865727 0,946066 0,946066 0,862318 0,930395 0,930395 0,94934 0,890632 0,94934 0,94934 0,771611 0,833393 0,833393 0,840903 0,840903 0,946066 0,872194 0,899053 0,771192 0,660515 0,725748 0,892201 0,85618 0,776902 0,85618 0,776902 0,725748 0,892201 0,599146 0,439743 0,63651 1
414
LAMPIRAN 6
BUKTI BIMBINGAN SKRIPSI
415
416
417
418
419
420
LAMPIRAN 7
LOKASI PENELITIAN
421
422
423
424
425
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
LAMPIRAN 8
FOTO PROSES PENELITIAN
438
439
440
441
442
443
444
445
446
447
448
449
450
`
451
LAMPIRAN 9
RIWAYAT HIDUP PENULIS
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Curriculum Vitae
Data Pribadi / Personal Details
Nama / Name : Sayuda Anggoro Asih
Alamat / Address : Komp.BMS P56 Serang
Kode Post / Postal Code : 14140
Nomor Telepon / Phone : 08979466932
Email : [email protected]
Jenis Kelamin / Gender : Laki-Laki
Tanggal Kelahiran / Date of Birth : 9 Juni 1993
Status Perkawinan / Marital Status : Belum Menikah
Warga Negara / Nationality : Indonesia
Agama / Religion : Islam
Berat Badan / Weight : 60 Kg
Tinggi Badan / Height : 180 Cm
Riwayat Pendidikan dan Pelatihan
Educational and Professional Qualification
Jenjang Pendidikan :
Education Information
Periode Sekolah / Institusi / Universitas Jurusan IPK
1999 - 2005 SDN Sukapura 04 - -
2005 - 2008 SMPN 30 Jakarta Utara - -
2008 - 2011 SMAN 75 Jakarta Utara IPS -
2011 - 2016 UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
S-1 Reguler
ILMU
KOMUNIKASI
3,74
Pendidikan Non Formal / Training – Seminar - Organisasi
1. Rohis (2009)
2. Pimpinan Majelis Permusyawaratan Kelas (2009)
3. English Debating Club Untirta (2011)
4. Keluarga Seni Kampus (2011)
5. Seminar Nasional dan Workshop Film dengan tema “Find Your Soul” (2011)
6. Seminar Kewirausahaan IBM (2014)
7. Seminar Kebangsaan (2014)
8. Koordinator Dewan Controling DPM FISIP UNTIRTA 2012
9. Sekretaris Dewan DPM FISIP UNTIRTA 2013
10. Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP UNTIRTA (2014)
11. Anggota Komisi III DPM UNTIRTA 2015
12. Steering Commite Kepanitian Seminar Nasional Pelatihan Parlemen DPR-
RI (2014)
13. Owner “coconut cafe” Program Mahasiswa Wirausaha (2012)
14. Komisaris II CV.GRIYANI GROUP (2015-sekarang)
15. Staff Koordinator Acara Seminar Pajak Kanwil DJP Banten (2014)
Demikian CV ini saya buat dengan sebenarnya.
Serang, 29 Juni 2016
Sayuda Anggoro Asih