PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

21
Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 3 (2018): 630-650 ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online) Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol48.no3.1758 PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN RAHASIA BANK OLEH PEGAWAI BANK DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Hendrik Agus Sutiawan *, Etty Mulyati **, Ijud Tajudin *** * Pegawai Bank Swasta dikota Bandung ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran *** Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Korespondensi: [email protected], [email protected], [email protected] Naskah dikirim: 24 Mei 2018 Naskah diterima untuk diterbitkan: 20 September 2018 Abstract Bank secrets are essential elements and logical consequences of the bank's business character as a trust institution. Bank secrecy is a form of legal protection for depositors. The purpose of this study is to know how the protection of customers and how law enforcement against the opening of bank secrets by Bank Employee in the process of investigating money laundering crime connected with the principle of legal certainty. This research method using normative juridical approach method, that is an approach used to know that a law in accordance with applicable provisions. The research specification is analytical descriptive, using qualitative juridical data analysis method. Keywords: Bank, The protection of the law, A secret bank. Abstrak Rahasia bank merupakan unsur esensial dan konsekuensi logis dari karakter usaha bank sebagai lembaga kepercayaan. Kerahasian bank ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan nasabah dan bagaimanakah penegakan hukum terhadap pembukaan rahasia bank oleh Pegawai Bank dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang dihubungkan dengan asas kepastian hukum. Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Penelitian ini akan melakukan pengkajian dan pengujian terhadap asas-asas hukum, peraturan perundang-undangan, dan norma-norma hukum yang terkait. Spesifikasi penelitian bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan metode analisis data secara yuridis kualitatif. Kata Kunci: Bank, Perlindungan Hukum, Rahasia Bank.

Transcript of PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Page 1: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Jurnal Hukum & Pembangunan 48 No. 3 (2018): 630-650

ISSN: 0125-9687 (Cetak)

E-ISSN: 2503-1465 (Online)

Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id

DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol48.no3.1758

PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN

RAHASIA BANK OLEH PEGAWAI BANK DALAM PROSES

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

DIHUBUNGKAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM

Hendrik Agus Sutiawan *, Etty Mulyati **, Ijud Tajudin ***

* Pegawai Bank Swasta dikota Bandung

** Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran

*** Dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran

Korespondensi: [email protected], [email protected], [email protected]

Naskah dikirim: 24 Mei 2018

Naskah diterima untuk diterbitkan: 20 September 2018

Abstract

Bank secrets are essential elements and logical consequences of the bank's

business character as a trust institution. Bank secrecy is a form of legal

protection for depositors. The purpose of this study is to know how the

protection of customers and how law enforcement against the opening of bank

secrets by Bank Employee in the process of investigating money laundering

crime connected with the principle of legal certainty. This research method

using normative juridical approach method, that is an approach used to know

that a law in accordance with applicable provisions. The research specification

is analytical descriptive, using qualitative juridical data analysis method. Keywords: Bank, The protection of the law, A secret bank.

Abstrak

Rahasia bank merupakan unsur esensial dan konsekuensi logis dari karakter

usaha bank sebagai lembaga kepercayaan. Kerahasian bank ini merupakan

bentuk perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan. Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan nasabah dan

bagaimanakah penegakan hukum terhadap pembukaan rahasia bank oleh

Pegawai Bank dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang

dihubungkan dengan asas kepastian hukum. Metode penelitian ini

menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dilakukan dengan cara

meneliti bahan pustaka yang merupakan data sekunder. Penelitian ini akan

melakukan pengkajian dan pengujian terhadap asas-asas hukum, peraturan

perundang-undangan, dan norma-norma hukum yang terkait. Spesifikasi

penelitian bersifat deskriptif analitis, dengan menggunakan metode analisis data

secara yuridis kualitatif. Kata Kunci: Bank, Perlindungan Hukum, Rahasia Bank.

Page 2: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 631

I. PENDAHULUAN

Bank dalam aktivitasnya menghimpun dana dari masyarakat dan

menyalurkannya kembali kepada masyarakat harus dapat memberikan rasa

aman, mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat

kepadanya, menjaga kerahasiaan data penyimpan, serta mampu menyalurkan

dana tersebut ke bidang-bidang yang produktif. Masyarakat menyimpan uang di

bank karena bermacam-macam alasan dan pertimbangan antara lain karena rasa

aman uang tersebut ada dibank, aman dari pencurian, perampokan atau

kebakaran, informasi mengenai dirinya sebagai penyimpan tidak mudah

diketahui oleh orang lain yang tidak memiliki kewenangan, dan karena ingin

mendapatkan bunga.

Kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan tumbuh dan

berkembang karena terdapatnya suatu unsur dalam hubungan nasabah dan

bank. Unsur tersebut adalah berupa kerahasiaan bank. Selain alasan-alasan yang

disebutkan di atas, adanya kerahasiaan itulah membuat masyarakat tertarik

menyimpan dana dan menggunakan jasa-jasa perbankan. Kerahasiaan nasabah

merupakan salah satu pemenuhan akan kebutuhan nasabah. Nasabah

membutuhkan kerahasiaan sehingga hal inilah menjadi daya tarik nasabah

untuk menyimpan uang dan berhubungan dengan lembaga keuangan bank,

karena apabila kerahasiaan tidak dapat dijamin oleh bank, maka nasabah akan

enggan berhubungan dengan bank.1

Kerahasiaan bank adalah konsekuensi logis dari karakter usaha bank

sebagai lembaga kepercayaan. Meskipun kerahasiaan bank terkadang

menimbulkan kontroversi dalam beberapa hal, namun upaya untuk menghapus

ketentuan hukum atau perundang-undangan mengenai kerahasiaan bank

sangatlah tidak mungkin. Karena tanpa kerahasiaan bank maka seluruh sistem

perbankan akan mengalami kehancuran.2

Kewajiban bank untuk memperhatikan kepentingan nasabahnya harus

dilandasi dengan prinsip kerahasiaan (confidential principle). Prinsip ini

mewajibkan bank untuk merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan

data dan informasi mengenai nasabah penyimpan dan data simpanannya,

maupun informasi lain yang bersifat pribadi dari nasabah penyimpan. Hal ini

dalam rangka untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat (nasabah

penyimpan dana), sehingga diharapkan dengan kepercayaan itu, maka akan

semakin banyak masyarakat menggunakan jasa bank sebagai tempat

penyimpanan uang mereka.3

Ketentuan rahasia bank diatur dengan Undang-undang Nomor 7 tahun

1992 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998

tentang Perbankan (selanjutnya disebut ”UU Perbankan”). Berdasarkan Pasal 1

angka 28 UU Perbankan rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan keterangan mengenai nasabah penyimpanan dan simpanannya. Dan

berdasarkan Pasal 40 ayat (1) bank wajib merahasiakan keterangan mengenai

1 Y. Sri Susilo dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, (Jakarta, Salemba Empat,

2000), hlm. 35. 2 Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, (Bandung, Pustaka Juanda Tiga Lima,

2010), hlm. 52 3 Marnia Rani, Perlindungan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kerahasiaan dan

Keamanan Data Pribadi Nasabah Bank.

Page 3: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

632 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

nasabah penyimpan dan simpananya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya sering dihadapkan dengan

kasus-kasus pembukaan rahasia bank. Bila telah ada persetujuan dari

nasabahnya, maka bank tidak terikat kepada kewajiban merahasiakan data yang

terkait rahasia bank karena mengungkapkan keadaan keuangan dan hal -hal lain

dari nasabahnya oleh bank dilakukan berdasarkan persetujuan nasabah, bahkan

justru hal tersebut sering dalam rangka memenuhi permintaan nasabahnya.4

Di dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang pembukaan

rahasia bank dilakukan dengan cara, penyidik meminta bantuan pegawai bank

untuk mendapat informasi mengenai alamat tersangka dengan memberikan

nomor rekening, tidak disertai izin dari Otoritas Jasa Keuangan atau izin atau

persetujuan pemilik rekening. Pembukaan rahasia bank dapat juga berupa

pemberian data / informasi simpanan seseorang atas permintaan seperti di atas,

yang sedang disidik khususnya karena diduga terlibat tindak pidana pencucian

uang.5

Pegawai bank melakukan pembukaan rahasia bank dapat juga terjadi

karena pegawai bank adalah suami atau istri, atau calon suami atau calon istri

dari penyidik, atau karena untuk menjaga kepentingan hubungan baik jangka

panjang antara pegawai bank dengan penyidik, baik untuk atas nama pribadi

atau instansinya. Tindakan pegawai bank yang membuka rahasia bank tidak

berdasarkan prosedur atau tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku

seperti tersebut di atas dapat merugikan nasabah lain yang beritikad baik, yaitu

antara lain khususnya jika data yang diinformasikan ke penyidik adalah mutasi

rekening yang sedang disidik yang menginformasikan semua transaksi, maka

penyidik dengan mudah dapat menelusuri bahkan meminta dilakukan

pemblokiran semua rekening yang menurut penyidik ada keterkaitan atau dapat

diduga pemilik rekeningnya atau dananya terlibat tindak pidana yang sedang

disidik khususnya tindak pidana pencucian uang, padahal belum tentu benar.

Apabila nasabah memahami perlindungan hukum dan hak-hak hukum

yang dimilikinya, nasabah dapat saja melakukan upaya hukum sebagai bagian

dari perlindungan hukum yang terdapat padanya. Perlindungan hukum adalah

memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain

dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat

menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain

perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh

aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran

maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.6

Tidak adanya perlindungan hukum yang jelas mengenai hak-hak hukum

seorang nasabah bank khususnya yang mengalami pemblokiran yang

berkepanjangan tanpa kejelasan berakhirnya suatu pemblokiran, nasabah dalam

hal ini diposisi yang lebih lemah tidak dapat menggunakan suatu instrumen

hukum untuk “mengoreksi” tindakan pembukaan rahasia bank yang dilakukan

4 Wawancara dengan Bapak Nindin Dian Suarsa, Kepala Urusan Hukum Kanwil I PT.

Bank Central Asia, Tbk., Tanggal 19 Agustus 2017. 5 Wawancara dengan Bapak Muhamad Lukman, Staf Hukum Bank Swasta Z di

Bandung, Tanggal 22 Agustus 2017. Di Pengadilan Negeri Bandung (Muhamd Lukman dan Z

adalah, nama samaran karena permintaan interviewee). 6 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2000), hlm. 54.

Page 4: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 633

oleh pegawai bank maupun, pemblokiran yang dilakukan oleh penyidik. Dalam

kasus pegawai bank yang melakukan pembukaan rahasia bank seperti uraian

diatas, sering tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya karena tidak

adanya instrumen hukum yang mengatur hal tersebut secara tegas dan jelas.

Demikian juga penyidik yang memohonkan pemblokiran tidak dapat

dimintakan pertanggungjawabannya jika pembukaan blokir tidak dapat

dilakukan segera karena birokrasi internal di pihak penyidik, dan pihak bank

tidak mau dianggap menghalang-halangi penyidikan dan lebih memilih cara

aman dan normatif untuk menghindarkan masalah dengan penyidik.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahannya bagaimanakah

perlindungan nasabah terkait pembukaan rahasia bank oleh pegawai bank

dalam proses penegakan hukum tindak pidana pencucian uang? dan

bagaimanakah penegakan hukum terhadap pembukaan rahasia bank oleh

pegawai bank dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang

dihubungkan dengan asas kepastian hukum?

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah yuridis normatif. Pendekatan yuridis

normatif yaitu suatu penelitian secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-

pasal dalam peraturan perundang-undangan7 dan menelaah teori-teori, konsep-

konsep, asas-asas, hukum, yang berhubungan dengan rahasia bank, tindak

pidana pencucian uang dan perlindungan nasabah.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu hasil penelitian ini

diharapkan dapat memberikan gambaran secara menyeluruh, sistematis dan

mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti mengenai segala hal

yang berkaitan dengan rahasia bank, tindak pidana pencucian uang dan

perlindungan nasabah.

Dalam penelitian ini dianalisa secara yuridis kualitatif, yaitu suatu cara

yang menghasilkan data deskriptif, kemudian dianalisis sehingga dapat

diperoleh jawaban terhadap pokok permasalahan yang diteliti. Sifat dan bentuk

laporan penelitian ini merupakan deskriptif analisis, yaitu dari studi

kepustakaan, kemudian dianalisis sehingga diperoleh kejelasan terhadap pokok

permasalahan.

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Perlindungan Nasabah Terkait Pembukaan Rahasia Bank Oleh

Pegawai Bank Dalam Proses Penegakan Hukum Tindak Pidana

Pencucian Uang.

Hubungan hukum antara nasabah penyimpan dan bank didasarkan atas

suatu perjanjian. Untuk itu adalah wajar apabila kepentingan dari nasabah yang

bersangkutan mendapat perlindungan hukum, sebagaimana perlindungan yang

diberikan oleh hukum kepada bank. Telah ada political will dari pemerintah

untuk melindungi kepentingan nasabah bank penyimpan dan simpanannya, hal

ini diatur dalam Pasal 1 Angka 28, 40, 47 dan 47A UU Perbankan.

7 LP3M Adil Indonesia, Pengetahuan Tentang Hukum, Jumat, 21 Januari 2011.

Page 5: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

634 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

Kebijakan pemerintah dalam rangka perlindungan nasabah bank dapat

dilakukan melalui pembuatan peraturan baru, memberi perlindungan kepada

nasabah penyimpan melalui Lembaga Penjamin Simpanan, memperketat

perizinan bank baru, memperketat pengawasan terhadap bank dan

melaksanakan peraturan yang sudah ada secara konsisten.

Persoalan saat ini adalah bagaimana perlindungan hukum bagi nasabah

bank yang rekening simpanannya, terindikasi atau diduga ada keterkaitan

dengan tindak pidana pencucian uang, padahal bank diharuskan menerapkan

prinsip know your customer. Di dalam menjalankan usahanya bank tidak dapat

mengetahui secara pasti keseluruhan tentang profile nasabahnya dan dana

simpanannya berasal dari mana, karena tentang intergritas dan kejujuran

nasabah, tidak ada cara atau metode yang ‘jitu’ untuk dapat mengetahinya

kebenarannya. Nasabah dapat berbohong atau jujur bercerita mengenai data diri

atau simpanannya.

Terhadap rekening yang terindikasi atau patut diduga ada keterkaitan

dengan tindak pidana pencucian uang, rekening tersebut dapat dilakukan

pemblokiran oleh bank atas permintaan penyidik, atau lebih lanjut dilakukan

penyitaan. Untuk saat ini ketentuan atau aturan mengenai pemblokiran masih

merujuk pada Surat Edaran Departemen Angkatan Kepolisian Nomor

028/9/I/EK/67 tanggal 13 September 1967.

Pelaksanaan pemblokiran atau penyitaan atas permintaan Kepolisian

harus memperhatikan bahwa penyitaan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian

terhadap rekening seorang nasabah bank harus mempunyai dasar hukum yang

cukup dan harus dibuat surat perintah penyitaan, sedikitnya oleh Komandan

Resort setempat atau Komandan Team Penyidikan yang khusus bergerak di

bidang ekonomi keuangan.

Setelah pemblokiran tersebut dilakukan, maka pimpinan bank

hendaknya memberikan surat pernyataan kepada pihak Kepolisian bahwa

terhadap rekening nasabah yang bersangkutan telah dilakukan pemblokiran dan

bank mengkategorikan rekening nasabah yang telah diblokir tersebut sebagai

titipan sitaan dari Kepolisian. Oleh pihak Kepolisian dibuatkan berita acara

penyitaan yang disaksikan oleh Pimpinan Bank atau Pejabat Bank. Sehelai

tindasan dari berita acara penyitaan tersebut diserahkan kepada Pimpinan Bank.

Untuk kepentingan pemeriksaan dan pengusutan lebih lanjut, misalnya untuk

mengetahui jumlah rekening nasabah yang telah disita, pihak Kepolisian

memerlukan izin tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan

ketentuan rahasia bank.

Pencabutan terhadap penyitaan/pemblokiran rekening nasabah bank

yang bersangkutan hanya dapat dilakukan oleh pihak yang melakukan

penyitaan/pemblokiran yaitu Kepolisian. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam

Surat Kepolisian Kepada Pangdak No. Pol.4/260/TPC/DEOP/X/70 tanggal 31

Oktober 1970 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/843 UPPB/PbB tanggal

30 Januari 1971.

Mengenai penyitaan/pemblokiran tidak melanggar rahasia bank

sepanjang tidak ada pengungkapan mengenai data keuangan nasabah. Penyitaan

secara umum dapat diartikan sebagai tindakan oleh pihak yang diberi

wewenang untuk menempatkan di bawah penguasaannya benda-benda tertentu.

Apabila penyidik ingin memeriksa rekening nasabah yang

diblokir/disita, bank tidak dapat mengabulkan permintaan dari Penyidik

Page 6: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 635

sepanjang tidak disertai izin tertulis dari OJK. Demikian pula apabila sudah ada

penetapan atau putusan dari Pengadilan mengenai sita eksekusi (Executorial

Beslag) terhadap satu rekening, izin dari OJK masih harus dilengkapi Penyidik

atau pemohon sita eksekusi jika ingin mengetahui data keuangan nasabah, jika

di dalam penetapan atau putusan Pengadilan tidak ada perintah kepada bank

untuk membuka rahasia bank, bank tidak dapat memberikan data keuangan

nasabah tanpa izin dari OJK.

Untuk pembukaan rahasia bank yang diatur dalam Pasal 42 UU

Perbankan yaitu untuk keperluan atau kepentingan peradilan dalam perkara

pidana, OJK dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk

memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa

pada bank secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian

Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung dengan

menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama

tersangka/terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara

pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.

Pada dasarnya kewajiban bank untuk menjaga rahasia bank sudah diikat

dalam hukum perdata maupun pidana. Kewajiban perdata dikarenakan alasan

pertama, bahwa hubungan antara nasabah dan bank merupakan fiduciary

relation dan confidential relation, sehingga kepercayaan serta kerahasiaan

hubungan keduanya merupakan moral obligation (kepatutan). Sedangkan yang

kedua adalah dilihat pada ketentuan Pasal 1 angka 18 UU Perbankan yang pada

intinya hubungan kerahasiaan bank adalah hubungan kontraktual antara bank

dan nasabah debitur mengandung syarat yang tersirat (implied term) bahwa

bank mempunyai kewajiban untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah

debitur. Hal ini diperkuat dengan prinsip perjanjian yang diatur dalam Pasal

1339 KUH Perdata yang pada intinya mengatakan bahwa perjanjian tidak hanya

mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan dalamnya, tetapi juga

untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuannya diharuskan oleh

kepatutaan, kebiasaan, atau undang-undang. Sedangkan kewajiban menjaga

kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40.

Jika merujuk pada Pasal 47 UU Perbankan, Pasal 47 UU Perbankan

mengatur dengan sanksi yang sangat berat kepada barang siapa dengan sengaja

memaksa pihak bank atau terafiliasi memberikan data terkait rahasia bank, atau

kepada pihak Bank yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib di

rahasiakan.

Berdasarkan Pasal 47 ayat (1) UU Perbankan bahwa siapa saja yang

tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan

sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi memberikan keterangan yang

terkait rahasia bank diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 2 (dua)

tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp

10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp

200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Untuk anggota dewan komisaris,

direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya yang dengan sengaja

memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam

dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4

(empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp 4.000.000.000,00 (empat

miliar rupiah) dan paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Page 7: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

636 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

Selain ketentuan yang diatur dalam Pasal 40 dan Pasal 47 UU

Perbankan untuk di internal perbankan di tetapkan atau diatur ketentuan atau

aturan pemberian data/informasi kepada Penyidik atau Penegak Hukum bahwa

perbankan diwajibkan memiliki prosedur internal atau manual operational yang

merujuk kepada Peraturan Otoritas Sektor Jasa Keuangan Nomor

1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang

lebih lanjut diatur pelaksanaan penerapan prinsip kerahasiaan dan Keamanan

Data dan / atau informasi Pribadi konsumennya dengan Surat Edaran Otoritas

Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014 Tentang Kerahasiaan Dan

Keamanan Data dan/Atau Informasi Pribadi Konsumen.

Dalam Pasal 31 Peraturan Otoritas Sektor Jasa Keuangan Nomor

1/POJK.07/2013 diatur bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang dengan

cara apapun, memberikan data dan/atau informasi mengenai Konsumennya

kepada pihak ketiga. Larangan ini dikecualikan jika Konsumen memberikan

persetujuan tertulis dan/atau karena diwajibkan oleh peraturan perundang-

undangan. Jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan memperoleh data dan/atau

informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain dan

Pelaku Usaha Jasa Keuangan akan menggunakan data dan/atau informasi

tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain tersebut telah memperoleh

persetujuan tertulis dari seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk

memberikan data dan/atau informasi kepada pihak manapun, termasuk Pelaku

Usaha Jasa Keuangan. Pembatalan atau perubahan sebagian persetujuan atas

pengungkapan data dan atau informasi tersebut di atas dilakukan secara tertulis

oleh Konsumen dalam bentuk surat pernyataan.

Untuk tindak lanjut terhadap setiap pengaduan atau complain dari

nasabah atau konsumen kepada pelaku usaha jasa keuangan menurut Pasal 35

ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 38 ditentukan bahwa pengaduan tersebut harus

segera ditindaklanjuti dan diselesaikan dalam batas waktu yang sudah

ditetapkan yaitu paling lambat 20 hari kerja setelah tanggal penerimaan

pengaduan. Jika terdapat kondisi tertentu, Pelaku Usaha Jasa Keuangan dapat

memperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20 hari kerja

berikutnya. Setelah menerima pengaduan Konsumen, Pelaku Usaha Jasa

Keuangan wajib melakukan pemeriksaan internal atas pengaduan secara

kompeten, benar, dan obyektif, melakukan analisis untuk memastikan

kebenaran pengaduan dan menyampaikan pernyataan maaf dan menawarkan

ganti rugi (redress/remedy) atau perbaikan produk dan atau layanan, jika

pengaduan Konsumen benar.

Di dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor

14/SEOJK.07/2014, diatur dengan tegas ketentuan yang melindungi

kerahasiaan dan keamanan data/informasi pribadi konsumen. Dalam surat

edaran ini diatur, pelaku usaha jasa keuangan dilarang dengan cara apapun,

memberikan data dan/atau informasi pribadi mengenai konsumennya kepada

pihak ketiga. Larangan tersebut di atas dikecualikan dalam hal: konsumen

memberikan persetujuan tertulis; dan/atau dan diwajibkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Dalam hal konsumen memberikan persetujuan tertulis sebagaimana

dimaksud di atas, pelaku usaha jasa keuangan dapat memberikan data dan/atau

informasi pribadi konsumen dengan kewajiban memastikan pihak yang

Page 8: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 637

meminta data/informasi tidak memberikan dan/atau menggunakan data dan/atau

informasi pribadi konsumen untuk tujuan selain yang disepakati antara pelaku

usaha jasa keuangan dengan pihak yang meminta. Tata cara persetujuan tertulis

dari konsumen dapat dinyatakan dalam bentuk pilihan setuju atau tidak setuju

atau memberikan tanda persetujuan dalam dokumen dan/atau perjanjian produk

dan/atau layanan.

Dalam hal Pelaku Usaha Jasa Keuangan yang memperoleh data dan/atau

informasi pribadi seseorang dan/atau sekelompok orang dari pihak lain dan

pelaku usaha jasa keuangan akan menggunakan data dan/atau informasi

tersebut untuk melaksanakan kegiatannya, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib

memiliki pernyataan tertulis bahwa pihak lain dimaksud telah memperoleh

persetujuan tertulis dari seseorang dan/atau sekelompok orang tersebut untuk

memberikan data dan/atau informasi pribadi dimaksud kepada pihak manapun

termasuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menetapkan kebijakan dan prosedur

tertulis mengenai penggunaan data dan/atau informasi pribadi konsumen yaitu

menjelaskan secara tertulis dan/atau lisan kepada konsumen mengenai tujuan

dan konsekuensi dari pemberian persetujuan tertulis serta pemberian dan/atau

penyebarluasan data dan/atau informasi pribadi konsumen tersebut dan

meminta persetujuan tertulis dari konsumen dalam hal pelaku usaha jasa

keuangan akan memberikan dan/atau menyebarluaskan data dan/atau informasi

pribadi konsumen kepada pihak ketiga untuk tujuan apapun, kecuali ditetapkan

lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kebijakan dan

prosedur tertulis sebagaimana dimaksud di atas wajib dituangkan dalam standar

prosedur operasional.

Berdasarkan uraian di atas bahwa perlindungan nasabah terkait data

pribadi penyimpan dan simpannnya sudah ada aturan atau ketentuan secara

umum dan khusus. Namun praktik pembukaan rahasia bank yang dilakukan

secara diam-diam, tanpa melalui prosedur yang diatur dalam UU Perbankan dan

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan, dan tidak diketahui atau disadari oleh

nasabah penyimpan masih dapat terjadi, dan pelakunya belum dijatuhi sanksi

hukum atau sanksi displin atau sanksi etik.

Jika merujuk pada keterangan dari Komisi Kepolisan Nasional,

Ombudsman Republik Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Pusat Pelaporan

dan Analisis Transaksi Keuangan8 menyebutkan bahwa belum pernah diterima

atau ditemukan adanya pengaduan masyarakat terkait pembocoran rahasia bank

secara melawan hukum yang dilakukan oleh Pegawai Bank yang diduga

dibocorkan akibat kedekatan dengan Penyidik atau keterpaksaan akibat perintah

dari Penyidik. Namun dilapangan berdasarkan hasil wawancara Peneliti seperti

yang dikemukan oleh Elvian Komarudin, Maryani Sumenep dan Dini

Muliawaty ada dilakukan praktik pemberian data / informasi oleh Pegawai

Bank kepada Penyidik atas permintaan Penyidik karena hubungan baik antara

Pegawai bank dan Penyidik.9

8 Wawancara dengan Pejabat/Pegawai di Komisi Kepolisan Nasional Tanggal 10 Maret

2018, Pukul 9:29 wib., di Ombudsman Republik Indonesia Tanggal 10 Maret 2018, Pukul 8:38

wib., di Otoritas Jasa Keuangan Tanggal 8 Desember 2017 Pukul 10:15 wib., dan di Pusat

Pelaporan dan Analisis Transaksi tanggal 3 Maret 2018 Pukul 15:41 wib. 9 Wawancara, Elvian Komarudin Tanggal 18 Maret 2018, pukul 9:47:05, Maryani

Sumenep Tanggal 16 Maret 2018, Pukul 16.31 wib dan Dini Muliawaty Tanggal 16 Maret

Page 9: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

638 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

UU Perbankan dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan praktis tidak dapat

menyentuh mengenai praktik pembukaan ini karena regulasi yang ada lebih

cenderung mengatur pelanggaran yang masif dan dapat diawasi langsung baik

secara internal perbankan maupun oleh nasabah pemilik rekening sendiri dan

belum menyentuh tindakan-tindakan pembukaan rahasia bank yang dilakukan

tanpa sepengetahuan dari pemilik rekening atau izin dari Otoritas Jasa

Keuangan.

Hal-hal sangat rentan menjadi daerah abu-abu karena hukum belum

mengatur secara jelas, untuk praktik yang dilakukan diluar dari jangkuan

pengawasan pemilik rekening atau lembaga yang mengawasi kegiatan

perbankan. Adapun regulasi atau hukum positif yang memberikan perlindungan

kepada pemilik nasabah penyimpan adalah sebatas perlindungan hukum secara

umum. Perlindungan hukum tersebut yaitu berupa upaya hukum baik perdata

maupun pidana yang dapat dilakukan oleh nasabah. Nasabah dapat menempuh

upaya hukum gugatan perdata dan melalui jalur hukum atau diproses secara

pidana. Untuk melihat apakah nasabah dapat melakukan gugatan perdata, dapat

dilihat dari unsur-unsur padal 1365 KUH Perdata yaitu meliputi ada atau tidak

perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak Penyidik dan dibantu

oleh pihak bank. Ada atau tidak unsur kesalahan. Unsur kesalahan dalam hal ini

adanya kesengajaan atau kealpaan baik dari pihak Penyidik atau pihak bank

yang menyebabkan terjadinya kerugian pada Nasabah. Ada atau tidak unsur

kerugian. Kemudian ada atau tidak hubungan sebab akibat. Unsur untuk

meneliti apakah ada hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dan

kerugian yang ditimbulkan, sehingga pelaku harus mempertanggungjawabkan.

Dengan menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata, Nasabah yang merasa

dirugikan dapat melindungi hak-hak hukumnya dan Pegawai Bank dan/atau

Penyidik Kepolisian dapat dimintai pertanggungjawabannya.

Meskipun Pasal 47 ayat (2) UU Perbankan ini merujuk, bahwa

meskipun bank diminta secara institusi untuk memberikan informasi tentang

kerahasiaan bank, namun konsekuensi pelanggarannya menjadi tanggung jawab

pribadi, adapun konsekuensi institusi sebagaimana diatur dalam Pasal 47A UU

Perbankan hanya ketika pihak Bank yang diwakili oleh Direksi, Komisaris dan

Pegawainya, tidak melaksanakan kewajibannya memberikan informasi bukan

ketika membocorkan informasi. Konsekuensi hukum pada institusi Bank

bersifat sanksi administratif dari OJK.

Fenomena yang terjadi pada kasus-kasus pembocoran rahasia bank

menunjukkan bahwa pembocoran rahasia bank melibatkan pegawai bank/orang

yang terafiliasi dengan bank. Sehingga, secara personal pegawai bank dapat

dimintai pertanggungjawaban, namun sama halnya dengan kendala yang

dialami oleh orang-orang yang tidak sering bersentuhan dengan aturan hukum,

nasabah yang dirugikan sering tidak mengetahui langkah-langkah hukum apa

yang bisa diambil untuk melindungi hak-haknya.

Hal yang terkait pertanggungjawaban pribadi mengenai kerahasiaan

bank seperti contoh yang terjadi pada salah satu staf Bank X10 yang

2018, Pukul 13.47 wib, Nama-nama tersebut adalah nama samaran karena permintaan

interviewee, ketiganya adalah karyawan bank di salah satau bank swasta, bank pemerintah dan

di Bandung, dan karyawan bank pembangunan daerah di pulau Jawa. 10 Huruf X adalah inistial nama salah satu bank bank swasta di kota Bandung, karena

permintaan dari interviewee.

Page 10: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 639

memberikan kesaksian mengenai proses pencairan cek-cek yang kosong pada

suatu tindak pidana penipuan yang dilakukan suami nasabah. Selanjutnya

bahwa Pegawai Bank X digugat oleh nasabahnya karena menganggap bahwa

Pegawai Bank X telah membocorkan rahasia bank. Argumentasi nasabah,

nasabah berpatokan pada izin yang diberikan pada Pegawai Bank X bahwa

pemberian keterangan tersebut hanya kepada penyidik yang menangani kasus

pidana suaminya. Terkait masalah ini memberikan pencerahan baru bagi

pembukaan rahasia bank terhadap suatu penyidikan tindak pidana. Apakah izin

pemberian keterangan pada tahap penyidikan terpisah di bagian penuntutan dan

proses persidangan?

Berdasarkan teori fictie hukum, yaitu semua orang dianggap tahu

hukum, sehingga pemberian izin memberikan informasi pada penyidikan sudah

seharusnya dipahami akan digunakan oleh Penuntut Umum pada sidang terbuka

di pengadilan apabila berkas-berkas tersebut sudah lengkap. Sehingga

argumentasi bahwa penyidikan, penuntutan, dan persidangan di suatu perkara

pidana merupakan bagian – bagian terpisah dapat dibantah.

Nasabah menggugat Bank X dan Pegawainya menggunakan ketentuan

Pasal 1365 KUH, dengan alasan telah melanggar rahasia bank, namun dalam

gugatan ini terjadi lompatan “dalil”, yaitu bagaimana dapat dikatakan telah

terjadi pelanggaran pembukaan rahasia bank karena tidak pernah ada

persidangan pidana dan tidak ada putusan majelis hakim yang memutus ada

pelanggaran pembukaan rahasia bank oleh Bank X atau Pegawainya.

Dalam proses persidangan Pegawai Bank X mengatakan bahwa

pemberian keterangan adalah berdasarkan surat permintaan dari Kepolisian dan

surat tugas yang diberikan oleh atasan Pegawai Bank X dengan persetujuan

atau izin dari Nasabah. Oleh karena itu, kalau tetap ingin menggugat, maka

seharusnya nasabah menggugat dengan menggunakan pasal 1367 KUH Perdata

bukan dengan pasal 1365 KUH Perdata. Menurut Pasal 1367 ayat (1) dan (3)

KUH Perdata bahwa seseorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian

yang disebabkan oleh perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang

disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau

disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah penguasaannya. Majikan

atau orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka,

bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan

mereka dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu.

Nasabah yang merasa dirugikan karena pembocoran rahasia bank dapat

melindungi hak-haknya terkait pembukaan data rahasia bank rekening

miliknya, melalui upaya gugatan di Pengadilan berdasarkan Pasal 1365

KUHPerdata dan 1367 KUH Perdata dengan dalil Perbuatan Melawan Hukum

oleh Pegawai Bank atau penegak hukum atau Penyidik. Bank terkait juga dapat

dimintakan pertanggung jawaban secara institusi meskipun dalam UU

Perbankan hanya memberikan tanggung jawab individu dalam pembocoran

rahasia bank. Hal ini sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan No. 1/POJK.07/2013 Pasal 29 dan Pasal 39 ayat (1). Pasal 29

menyebutkan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib bertanggung jawab

atas kerugian Konsumen yang timbul akibat kesalahan dan/atau kelalaian,

pengurus, pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak ketiga yang

bekerja untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Berdasarkan Pasal 39

ayat (1) dalam hal tidak mencapai kesepakatan penyelesaian pengaduan,

Page 11: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

640 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

Konsumen dapat melakukan penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau

melalui pengadilan. Dengan demikian maka nasabah yang merasa dirugikan

karena akibat pembocoran rahasia bank atau pembukaan rahasia bank yang

tidak sesuai prosedur dapat menempuh upaya perlindungan hukum terhadap

hak perdatanya tersebut melalui jalur litigasi berdasarkan Pasal 1365

KUHPerdata dan atau Pasal 1367 KUHPerdata atau melalui jalur non litigasi

melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yaitu antara lain mediasi.

Jika nasabah memilih melalui jalur litigasi yaitu melakukan gugatan

perdata, gugatan perdata ini dapat diajukan kepada Pengadilan tanpa harus

terlebih dahulu ada putusan pengadilan dalam perkara pidana yang sudah

berkekuatan hukum tetap yang menyatakan telah terjadi pelanggaran rahasia

bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 juncto Pasal 47 UU Perbankan,

karena perbuatan melawan hukum tidak saja terjadi ada perbuatan atau tindakan

yang melanggar hukum atau ketentuan atau Undang-undang yang berlaku tetapi

juga yang terjadi antara lain karena melanggar kepatutan atau prinsip-prinsip

hukum yang berlaku di masyarakat antara lain prinsip kehati-hatian yang harus

dijalankan oleh Pegawai bank dan institusi perbankan. Jika nasabah memilih

melalui jalur non litigasi, berdasarkan Pasal 39 ayat (2) dan (3) maka

penyelesaian sengketa dilakukan melalui lembaga alternatif penyelesaian

sengketa. Dalam hal penyelesaian sengketa tidak dilakukan melalui lembaga

alternatif penyelesaian sengketa nasabah dapat menyampaikan permohonan

kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan

nasabah yang dirugikan oleh bank atau pegawai bank.

Adanya dugaan praktik pemberian data terkait rahasia bank oleh

Pegawai Bank kepada Penyidik atau penegak hukum, harus di sikapi positif

oleh pembentuk Undang-Undang, atau pemangku regulator, karena praktik

tersebut berkaitan dengan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana

atau masyarakat. Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman

terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di

berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan

perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga

prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan

belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan

sosial. Perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang

bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan

untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum bisa berarti

perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan

tidak dicederai.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada

subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif

(pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik

yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan

hukum, dan memberikan keadilan kepada semua pihak. Keadilan adalah nilai

yang universal dan abadi dalam kehidupan manusia. Semua bentuk keadilan

dapat dilihat dari keadilan itu di realisasikan dan keadilan hanya dapat

diwujudkan oleh hukum karena hukum memiliki kekuatan untuk memaksa dan

Page 12: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 641

mengatur. Hakikat keadilan adalah dipenuhinya segala sesuatu yang merupakan

hak dan kewajiban dalam hubungan hidup kemanusiaan.11

B. Penegakan Hukum Terhadap Pembukaan Rahasia Bank Oleh

Pegawai Bank Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana Pencucian

Uang Dihubungkan Dengan Asas Kepastian Hukum.

Berdasarkan Pasal 40 UU Perbankan, Bank wajib merahasiakan

keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,

dan Pasal 44A. Menurut Pasal 47 ayat (1) UU Perbankan bahwa “Barang siapa

tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, UU

Perbankan dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk

memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 UU Perbankan,

diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling

lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.10.000.000.000

(sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp.200.000.000.000 (dua ratus miliar

rupiah)”. Sedangkan pada Pasal 47 ayat (2) UU Perbankan ditentukan bahwa :

“Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi

lainnya yang dengan sengaja memberikan keterangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 40 UU Perbankan, diancam dengan Pidana Penjara sekurang-

kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-

kurangnya Rp.4.000.000.000 (empat miliar rupiah) dan paling banyak

Rp.8.000.000.000 (delapan miliar rupiah)”.

Ketentuan Pasal 47 ayat (1) dan ayat (2) UU Perbankan di atas,

menunjukkan bahwa sanksi pidana yang berupa pidana penjara dan denda

dikenakan kepada siapa saja yang memaksa bank atau pihak terafiliasi untuk

memberikan keterangan sebagaimana dimaksud Pasal 40 UU Perbankan.

Sanksi tersebut dikenakan juga kepada Anggota Dewan Komisaris, direksi,

pegawai bank, atau pihak terafiliasi yang sengaja memberikan keterangan yang

wajib dirahasiakan menurut ketentuan Pasal 40 UU Perbankan.

Selanjutnya ketentuan Pasal 47A UU Perbankan menentukan bahwa

Anggota Dewan Komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya

yang dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang wajib dipenuhi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal 44A UU Perbankan,

diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling

lama 7 tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp.4.000.000.000 (empat miliar

rupiah) dan paling banyak Rp.15.000.000.000 (lima belas miliar rupiah). Oleh

karena itu pelaksanaan rahasia bank berkaitan dengan tindak pidana pencucian

uang yang menjadi tanggung jawab bank tidak dapat dilakukan sepenuhnya

oleh pihak bank, dikarenakan ada ketentuan pengecualian yang mengaturnya.

Dan dalam hal ini pihak bank tidak dapat dipersalahkan apabila membuka

rahasia bank dengan merujuk kepada ketentuan Pasal 40 UU Perbankan dengan

syarat-syarat dan prosedur tertentu yaitu perintah tertulis atau izin pengecualian

dari OJK.

11 Etty Mulyati, Kredit Perbankan, Aspek Hukum dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil

dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia, (Bandung, Refika Aditama, 2016), hlm. 43.

Page 13: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

642 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

Praktik yang masih dapat terjadi dilapangan ini, menurut hemat peneliti

hal tersebut terjadi karena masih lemah dalam penegakan hukumnya.

Penegakan hukum dapat diartikan penyelenggarakan hukum oleh petugas

penegak hukum dan oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan sesuai

dengan kewenangannya masing-masing menurut aturan hukum yang berlaku,

secara perdata atau pidana.

Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui cara-cara secara

damai antara pihak yang berselisih atau melalui pihak ketiga atau melalui

gugatan di Pengadilan. Sedangkan penegakan hukum pidana merupakan satu

kesatuan proses diawali dengan penyidikan, penangkapan, penahanan, peradilan

terdakwa dan diakhiri dengan pemasyarakatan terpidana. Penegakan hukum

adalah kegiatan menyerasikan hubungan nila-nilai yang terjabarkan dalam

kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup. Penegakan hukum pidana adalah penerapan hukum pidana

melalui hukum acara secara konkrit oleh aparat penegak hukum sejak proses

penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan persidangan di pengadilan, dan

penjatuhan putusan pidana.

Penegakan hukum bukanlah semata-mata hanya pada pelaksanaan

perundang-undangan saja atau berupa keputusan-keputusan hakim, melainkan

juga terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya proses penegakan hukum

secara langsung maupun tidak langsung.

Effektif dan berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur

sistem hukum12 yang meliputi struktur hukum (legal structure). Struktur hukum

terdiri dari jumlah (jenjang) panjang dan ukuran (yurisdiksi) dari pengadilan,

bagaimana lembaga pembentuk undang-undang dilaksanakan, prosedur apa

yang harus diikuti dan dijalankan oleh kepolisian dan sebagainya. Dengan kata

lain struktur hukum dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang

ada. Di Indonesia bila berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka

termasuk didalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti

kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Kemudian substansi hukum (substance of

the law), merupakan aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang

berada dalam sistem itu. Dengan kata lain, substansi hukum (legal substance)

menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku memiliki kekuatan

yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Bukan saja

aturan tertulis yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan, melainkan

juga hukum yang hidup di masyarakat. Terakhir, budaya hukum (legal culture),

merupakan sikap manusia termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya

terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum

untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas

substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang

yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan

berjalan secara efektif.

Ketiga unsur tersebut sangat berpengaruh dalam penegakan hukum. Jika

salah satu saja unsur tidak berfungsi dengan baik maka dapat dipastikan

penegakan hukum di masyarakat menjadi lemah.

12 Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science Perspective, (Bandung,

[Pent. M. Khozim], Nusamedia, 2011), hlm. 5-6.

Page 14: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 643

Selain ketiga sistem hukum tersebut terdapat lima faktor yang

mempengaruhi penegakan hukum.13 Kelima faktor tersebut adalah hukumnya

sendiri atau peraturan itu sendiri, penegak hukum, sarana atau fasilitas yang

mendukung penegakan hukum, masyarakat dan Kebudayaan.

Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri dapat dilihat dari

peraturan undang-undangan, yang dibuat oleh pemerintah dengan harapan

berdampak positif dari penegakan hukum tersebut. Peraturan undang-undang

tersebut dijalankan agar mencapai tujuan yang efektif. Didalam undang-undang

itu sendiri masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat menghambat

penegakan hukum, yaitu tidak diikuti asas-asas berlakunya undang-undang,

belum adanya peraturan-pelaksanaan yang sangat dibutuhkan untuk

menerapkan undang-undang, ketidakjelasan arti kata-kata di dalam undang-

undang yang mengakibatkan kesalahan di dalam penafsiran serta penerapannya.

Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk dan

menerapkan hukum. Istilah penegakan hukum mencakup mereka yang secara

langsung maupun tidak langsung bersinggungan langsung dibidang penegakan

hukum, seperti: dibidang kehakiman, kejaksaan, kepolisian, kepengacaraan dan

permasyarakatan. Penegak hukum merupakan golongan yang menjadi panutan

dalam masyarakat, karena sudah seharusnya mempunyai kemampuan-

kemampuan tertentu untuk menampung aspirasi masyarakat. Penegak hukum

harus peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya dengan

dilandasi kesadaran bahwa persoalan tersebut ada hubungannya dengan

penegakan hukum itu sendiri.

Dalam penegakan hukum Tindak Pidana Pencucian Uang Penegak

hukum khususnya penyidik, dapat menggunakan semua sarana termasuk

“hubungan baik” dengan Pegawai Bank, atau Pegawai PPATK, hal ini jika

terjadi dilema atau kesulitan, yaitu proses penyidikan harus segera di lakukan

dan harus sudah selesai dalam batas waktu penahanan, sedangkan birokrasi

pembukaan rahasia bank sering menjadi penghalang, antara lain: untuk

mendapatan keterangan dari Bank terkait rekening seseorang yang sedang

disidik harus mendapat izin terlebih dahulu dari pemilik rekening yang belum

berstatus tersangka dan belum memberikan izin atau bahkan tidak diketahui

keberadaanya karena pemilik rekening melarikan diri, selain dari pemilik

rekening izin dapat diberikan oleh Otoritas Jasa Keuangan, tetapi memerlukan

waktu yang relatif lama, diperlukan waktu 1 minggu sampai 2 minggu, kecuali

untuk kasus-kasus yang ada tendensi politiknya, atau yang dampaknya massive

dan menyita perhatian masyarakat, izin dapat diberikan seketika diminta. Tidak

diperlukan izin tetapi pelaku utama sudah berstatus tersangka dan surat

permohonan harus di tanda tangani oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia

atau Kepala Kepolisian Daerah. Untuk mendapat tanda tangan salah satu

Pejabat ini, memerlukan waktu yang tidak sebentar, karena birokrasi internal di

Kepolisian dan apalagi kalau penyidiknya jauh dari Pejabat tersebut berada.

Diperlukan 1 minggu sampai 2 minggu untuk mendapat tanda tangan salah satu

pejabat tersebut. Hal lain untuk menjadikan pelaku utama mejadi berstatus

tersangka harus melalui tahapan Gelar Perkara yang harus memenuhi tahapan

dan proses yang sudah di tetapkan dalam Perkaba, sedangkan tindakan

13 Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

(Bandung, Rajawali Pers, Jakarta, 2008), hlm. 5.

Page 15: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

644 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

dilapangan penyidik harus cepat dan responsif, sehingga penegakan hukum

Tindak Pidana Pencucian Uang dapat segera di laksanakan.

Faktor Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

Kepastian penanganan suatu perkara senantiasa tergantung pada sumber daya

yang diberikan di dalam proses pencegahan dan pemberantasan tindak pidana.

Tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar tanpa adanya

sarana atau fasilitas tertentu yang ikut mendukung.

Faktor Masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut

berlaku dan diterapkan. Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan

bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Secara langsung

masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum. Pada setiap tindak pidana

dalam rangka penegakan hukum, tidak semuanya diterima masyarakat,

seringkali kali ketaatan terhadap hukum yang dilakukan hanya mengetengahkan

sanksi-sanksi negatif yang berwujud hukuman atau penjatuhan pidana apabila

dilanggar. Hal itu hanya menimbulkan ketakutan masyarakat terhadap para

penegak hukum semata atau petugasnya saja.

Faktor-faktor yang memungkinkan mendekatnya penegak hukum pada

pola isolasi meliputi pengalaman dari warga masyarakat yang pernah

berhubungan dengan penegak hukum dan merasakan adanya suatu intervensi

terhadap kepentingan-kepentingan pribadinya yang dianggap sebagai gangguan

terhadap ketentraman (pribadi). Peristiwa-peristiwa yang terjadi yang

melibatkan penegak hukum dalam tindakan kekerasan dan paksaan yang

menimbulkan rasa takut. Pada masyarakat yang mempunyai taraf stigmatisasi

yang relatif tinggi atau cap yang negatif pada warga masyarakat yang pernah

berhubungan dengan penegak hukum. Adanya haluan tertentu dari atasan

penegak hukum agar membatasi hubungan dengan warga masyarakat, oleh

karena ada golongan tertentu yang diduga akan dapat memberikan pengaruh

buruk kepada penegak hukum.

Faktor Kebudayaan, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kebudayaan atau

sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang

berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan. Nilai-nilai yang

merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik

seharusnya diikuti dan apa yang dianggap buruk seharusnya dihindari.

Mengenai faktor kebudayaan terdapat pasangan nilai-nilai yang berpengaruh

dalam hukum, yakni nilai ketertiban dan nilai ketentraman, nilai jasmaniah dan

nilai rohaniah (keakhlakan), nilai konservatisme dan nilai inovatisme.

Kelima faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap penegakan

hukum, baik pengaruh positif maupun pengaruh yang bersifat negatif. Hal ini

disebabkan karena undang-undang yang disusun oleh penegak hukum,

penerapannya dilaksanakan oleh penegak hukum itu sendiri dan penegak

hukum dianggap sebagai golongan panutan hukum oleh masyarakat luas.

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan keadilan dan bermanfaat

bagi masyarakat. Penetapan tentang perilaku yang melanggar hukum senantiasa

dilengkapi dengan pembentukan organ-organ penegakannya. Hal ini tergantung

pada beberapa faktor yaitu harapan masyarakat yakni apakah penegakan

tersebut sesuai atau tidak dengan nilai-nilai masyarakat, adanya motivasi warga

masyarakat untuk melaporkan terjadinya perbuatan melanggar hukum kepada

Page 16: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 645

organ-organ penegak hukum tersebut, dan kemampuan dan kewibawaan dari

pada organisasi penegak hukum.

Selain ke lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum tersebut di

atas, penegakan hukum juga harus menciptakan kepastian hukum dan ketentuan

atau produk perundang-undangan di terbitkan menjadi efektif dan tepat sasaran

tidak menjadi sia-sia.

Terdapat unsur pendukung penegakan hukum yang didasarkan pada

empat dalil berikut, yaitu:14 setiap peraturan hukum memberi tahu tentang

bagaimana seorang pemegang peran diharapkan bertindak; bagaimana

seseorang pemegang peran itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap

peraturan hukum, merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan

kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas lembaga pelaksana, serta keseluruhan

kompleks kekuatan sosial politik dan lain-lain mengenai dirinya; bagaimana

lembaga-lembaga pelaksanaan itu akan bertindak sebagai respons terhadap

peraturan-peraturan hukum, merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang

ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, kekuatan sosial politik dan lain-lainnya

yang mengenai diri mereka, serta umpan balik yang datang dari para pemegang

peran itu; bagaimana pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan

fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksi,

kekuatan sosial politik, ideologi, dan lain-lain yang mengenai diri mereka, serta

umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi.

Lebih lanjut, selain lima faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

dan tiga unsur sistem hukum yang telah diuraikan di atas, ada lima elemen yang

berpengaruh terhadap kualitas penegakan hukum, yaitu:15 undang-undang,

pelanggar, korban, masyarakat dan aparat penegak hukum. Kelima elemen atau

komponen itu berada dalam hubungan yang saling mempengaruhi dan

berlangsung dalam wadah struktur politik, sosial ekonomi, dan budaya dalam

situasi tertentu.

Untuk kasus pemblokiran rekening atau dana nasabah yang terindikasi

terait tindak pidana pencucian uang Penyidik haruslah menjalankan proses

penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) UU TPPU.

Pasal 72 ayat (1) UU TPPU menyebutkan untuk kepentingan pemeriksaan

dalam perkara tindak pidana pencucian uang, penyidik, penuntut umum, atau

hakim berwenang meminta pihak pelapor untuk memberikan keterangan secara

tertulis mengenai harta kekayaan dari orang yang telah dilaporkan oleh PPATK

kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa. Maka untuk rekening yang di duga

terindikasi terlibat tindak pindana pencucian uang tetapi tidak memenuhi

kualifikasi tersebut Penyidik tidak boleh melakukan pemblokiran terhadap

rekening atau dananya, hal ini sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam

Pasal 72 ayat (1) “…mengenai harta kekayaan dari orang yang telah dilaporkan

oleh PPATK kepada penyidik, tersangka atau terdakwa”.

Dalam hal nasabah pemilik rekening simpanan memenuhi kualifikasi

tersebut maka sesuai ketentuan Pasal 72 ayat (5) UU TPPU, surat permohonan

permintaan untuk memperoleh keterangan dari Bank harus di tanda tangani oleh

14 Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis,

(Bandung, Sinar Baru, Bandung,1989), hlm. 22.

15 I.S. Susanto, Pemahaman Kritis terhadap Realitas Sosial, Majalah Masalah Hukum Nomor 9

Tahun 1992.

Page 17: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

646 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau oleh Kepala Kepolisian

Daerah, atau oleh Pejabat yang ditunjuk mereka, yang dibuktikan dengan surat

penunjukan. Ketentuan mengenai pejabat Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia atau oleh Kepala Kepolisian Daerah atau pejabat yang ditunjuk

mereka yang diatur dalam Pasal 72 ayat (5), menurut pendapat peneliti harus

dilakukan revisi karena sering menjadi kendala dilapangan bagi para Penyidik

dalam melakukan penyelidikan atau penyidikan, bahkan karena aturan atau

ketentuan ini menjadi kendala, justru Penyidik melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan ini. Menurut pendapat peneliti ketentuan mengenai pejabat Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau oleh Kepala Kepolisian Daerah

harus di ganti sekurang-kurangnya menjadi Kepala Direktorat Reserse Kriminal

atau Pejabat Kepolisian Republik Indionesia yang berpangkat Komisaris Besar.

Selain Pasal 72 ayat (5) UU TPPU, peneliti berpendapat ketentuan Pasal

40 UU Perbankan yang diatur lebih kanjut dengan Peraturan Otoritas Jasa

Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014

tentang Kerahasiaan Dan Keamanan Data dan/Atau Informasi Pribadi

Konsumen, harus di lakukan evaluasi ulang atau diatur ulang tentang

’keterangan mengenai nasabah penyimpanan’.

Ketentuan mengenai hal ini dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 14/SEOJK.07/2014 di atur sangat luas yaitu: nama, alamat, tanggal lahir

dan/atau umur, nomor telepon dan/atau nama ibu kandung, susunan direksi dan

komisaris termasuk dokumen identitasnya yaitu: kartu tanda

penduduk/paspor/ijin tinggal, dan susunan pemegang saham. Data atau

informasi tersebut seharusnya untuk kepentigan hukum seperti untuk

kepentingan penyelidikan dan penyidikan khususnya dalam rangka proses

penegakan hukum tindak pidana pencucian uang dapat dipisahkan ada yang

benar-benar tidak dapat dibuka (absolute) dan ada yang dapat dibuka (relative)

seperti nama dan alamat karena data mengenai nama dan alamat yang sering

diperlukan oleh Penyidik untuk mencari atau mengamankan tersangka.

Menurut pendapat peneliti untuk kepentingan hukum seperti untuk

penyelidikan atau penyidikan, khususnya dalam rangka penegakan hukum

tindak pidana pencucian uang data atau informasi yang terkait nasabah

penyimpan mengenai nama dan alamat harus dikeluarkan dari kategori rahasia

bank, pengaturannya dapat di atur dalam Undang-Undang yang mangatur

tindak pidana terkait, misalnya dalam Pasal 72 UU TPPU ditambahkan 1 ayat

di ayat 7, dengan bunyi ayat:

“(7) Khusus untuk permintaan keterangan mengenai nama dan alamat

dari:

a. orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik;

b. tersangka; atau

c. terdakwa,

tidak memerlukan izin dari Otoritas Jasa Keuangan atau persetujuan dari

pemilik rekening.”

atau ketentuan mengenail hal tersebut dapat ditambahkan dalam

penjelasan pasal 72 ayat (1).

Jika nama dan alamat dapat diberikan oleh bank ke Penyidik tanpa harus

izin Otoritas Jasa Keuangan atau harus melalui proses yang berlaku saat ini, dan

Page 18: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 647

ketika Penyidik mencari dan menemukan nasabah dengan data tersebut bukan

yang sedang di sidik atau dicari oleh Penyidik pasti tidak akan ditangkap atau

diamankan. Untuk kondisi seperti itu menurut pendapat peneliti tidak ada yang

dirugikan, bahkan justru untuk menciptakan kepastian hukum, karena

permintaan data atau informasi mengenai nama dan alamat tersebut telah

dibatasi yaitu orang yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik,

tersangka dan / atau terdakwa saja, sehingga perlindungan dan kepastian

hukumnya tetap terjaga atau dilindungi.

Kepastian hukum merupakan salah satu tujuan hukum, sebagai bagian

dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah

pelaksanaan atau penegakan hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang

siapa yang melakukan. Kepastian hukum akan menjamin seseorang melakukan

perilaku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanpa ada kepastian

hukum maka seseorang tidak memiliki ketentuan baku dalam menjalankan

perilaku. Kepastian hukum merupakan kesesuaian yang bersifat normatif, baik

ketentuan maupun keputusan hakim. Kepastian hukum merujuk pada

pelaksanaan tata kehidupan yang dalam pelaksanaannya jelas, teratur,

konsisten, dan konsekuen serta tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan

yang sifatnya subyektif dalam kehidupan masyarakat.

Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan di hadapan

hukum tanpa diskriminasi. Kepastian merupakan ciri yang tidak dapat

dipisahkan dari hukum, terutama untuk norma hukum tertulis. Hukum tanpa

nilai kepastian akan kehilangan makna karena tidak dapat lagi dijadikan sebagai

pedoman perilaku bagi setiap orang. Dengan pegangan inilah masyarakat

menjadi tertib. Oleh sebab itu, kepastian akan mengarahkan masyarakat kepada

ketertiban.

Berdasarkan urain di atas bahwa penegakan hukum terhadap pembukaan

rahasia bank oleh Pegawai Bank dalam proses penyidikan tindak pidana

pencucian uang dalam kasus Nasabah yang di blokir dananya atau rekeningnya

karena diduga terindikasi tindak pidanan pencucian uang dipengaruhi oleh dua

faktor, yaitu faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Kedua faktor ini ada

atau terjadi dalam praktik, khususnya ketika peneliti melakukan penelitian ini.

Faktor masyarakat, menunjukan bahwa prilaku dan kebiasaan

masyarakat Indonesia saat ini masih lemah kesadaran dan ketaatan hukumnya,

dan cenderung tidak peduli dengan terjadinya pelanggaran hukum yang terjadi

yang diketahui. Hal ini dapat dilihat dari tidak ada kemauan dari Pegawai Bank

untuk melaporkan Penyidik yang meminta data / informasi tidak sesuai

prosedur atau ketentuan yang berlaku, kepada Profesi dan Kemaanan (Propam),

kepada Badan Reserse Kriminal atau atasan langsung Penyidik.

Faktor kebudayaan, yaitu masyarkat Indonesia yang dalam bersosialisasi

atau bermasyarakat, masyarakat Indonesia memiliki bentuk atau sifat pergaulan

atau kelompok, yaitu paguyuban (gemeinschaft) yaitu kelompok sosial yang

anggota anggotanya berhubungan secara erat, intimate, exclusive, Privat (sifat

hubungannya pribadi), hubungan antar anggota bersifat informal, adanya

keinginan untuk meningkatkan kebersamaan, dan patembayan (Gesselschaft)

yaitu kelompok sosial yang anggota - anggotanya berhubungan dengan dasar

kepentingan, berorintasi ekonomi, dan memperhitungkan nilai guna

(utilitarian).

Page 19: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

648 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

Untuk Pegawai Bank, dengan membantu penyidik mendapat data atau

informasi yang dibutuhkan Penyidik, hal tersebut merupakan cara menjalin

kebersamaan dan diharapkan akan memiliki hubungan baik dengan Penyidik

dan mendapat benefit atau keuntungan dalam waktu dekat atau jangka pendek

atau untuk jangka panjang di waktu yang akan datang, dalam hal ini ada nilai

ekonomis yang menjadi pertimbangannya. Demikian juga sebaliknya untuk

Penyidik orientasi dan motif ekonomi menjadi prioritas dalam proses

penyidikan yang dilakukannya, yaitu dengan mendapat data atau informasi

dengan secara lebih mudah dari Pegawai Bank, karena tidak harus menempuh

prosedur yang ada, sehingga terjadi efisiensi waktu dan efektivitas biaya.

Dengan kata lain terjadi hubungan simbiosis mutualisme.

Tegaknya hukum yang adil menjamin kepastian hukum merupakan

suatu public good yang merupakan kebutuhan kita semua baik sebagai individu,

bangsa, dan negara. Penegakan hukum yang baik bukan saja diperlukan untuk

perlindungan masyarakat tetapi juga diperlukan untuk menciptakan iklim yang

kondusif bagi investor baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dalam

penegakan hukum sering dibutuhkan informasi dan dan alat bukti berupa

keterangan tentang keadaan keuangan seseorang atau pelaku tindak pidana,

dengan kata lain terdapat kepentingan umum untuk membuka rahasia bank

tersebut. Dengan demikian terdapat dua kepentingan umum yang bertemu, yaitu

kepentingan nasabah dan industry perbankan dan kepentingan penegakan

hukum.

Kepentingan industry perbankan dan hal ini harus dilindungi hukum

karena bank merupakan soko guru atau urat nadi ekonomi suatu bangsa, yang

dalam menjalankan usahanya dibutuhkan kepercayaan dari masyrakat. Bank

menjadi indikator kuat dan sehatnya perekonomian suatu negara. Kuat dan

majunya suatu negara dapat dilihat dari kondisi perbankan dinegara tersebut.

Salah satu wujud masyarakat dapat mempercai perbankan, masyarakat mau

menyimpan uangnya dibank. Masyarakat mau menyimpan uang dibank karena

merasa ada perlindungan dari bank bahwa data diri dan simpannaya aman,

setidak-tidaknya tidak dengan mudah dapat di informasikan kepada pihak

ketiga.

Jika perlindungan hukum terhadap rahasia bank tidak dapat ditegakan

akan berimplikasi larinya nasabah ke sektor ekonomi lain seperti pasar modal

atau direct investment, bahkan lebih buruk dapat terjadi capital flight.

Dengan larinya nasabah ke sektor lain maka dapat dipastikan ekonomi

suatu Negara akan hancur seperti yang terjadi di Negara kita tahun 1997-1998,

ekonomi Indonesia hancur dan suku bunga perbankan mencapai 65 persen per

tahunnya karena semua bank kekurangan likuiditas karena dana pihak

ketiganya ditarik nasabah dan di alihkan ke sektor lain atau bahkan disimpan ke

luar negeri. Maka belajar dari pengalaman buruk tahun 1997-1998, bahwa

penegakan rahasia bank menjadi suatu yang mutlak harus dijalankan, dan tidak

bisa ditawar lagi, dan terhadap setiap pelanggarannya, setiap orang yang

melakukan pelanggaran harus di proses dan di jatuhi sanksi hukum atau sanksi

lain yang berlaku. Dengan adanya penegakan hukum terhadap rahasia bank,

maka terjadi perlindungan terhadap nasabah penyimpan dan simpanannya.

Inilah esensinya kenapa penegakan hukum terhadap rahasia bank harus

dijalankan.

Page 20: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

Perlindungan Nasabah, Hendrik Agus Sutiawan, Etty Mulyati, Ijud Tajudin 649

Kepentingan penegakan hukum diperlukan oleh semua pihak dan hal ini

lebih besar dibandingkan dengan kepentingan perlindungan terhadap nasabah

perorangan (financial privacy), maka ketentuan rahasia bank dapat diterobos

untuk kepentingan penegakan hukum.

IV. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

1. Perlindungan nasabah terkait pembukaan rahasia bank oleh pegawai

bank dalam proses penegakan hukum tindak pidana pencucian uang

telah diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor

1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa

Keuangan dalam Pasal 29 dan Pasal 39. Berdasarkan dua pasal tersebut

nasabah dapat melindungi hak perdatanya melalui jalur litigasi sesuai

Pasal 1365 KUHPerdata dan atau Pasal 1367 KUHPerdata, atau melalui

jalur non litigasi melalui lembaga alternatif penyelesaian sengketa yaitu

antara lain mediasi, dengan dalil perbuatan melawan hukum.

2. Penegakan hukum terhadap pembukaan rahasia bank oleh Pegawai

Bank dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang

dihubungkan dengan asas kepastian hukum tidak berjalan, karena

penerapan Pasal 40 dan 47 UU Perbankan tidak dijalankan, hal ini

terjadi karena sampai saat ini belum ada masyarakat atau yang merasa

dirugikan yang melaporkan atau mengadukan kepada institusi penegak

hukum atau ke internal perbankan sendiri. Seharusnya Pegawai Bank

dijerat Pasal 40 dan diberikan sanksi hukum sesuai Pasal 47 ayat (2),

dan terhadap Penyidik atau penegak hukum dikenakan Pasal 47 ayat (1)

UU Perbankan.

B. Saran

1. Terhadap pemblokiran yang dilakukan Bank atas perintah / permintaan

dari Penegak Hukum/ Penyidik karena dugaan tindak pidana awal yang

tidak dilanjutkan ke proses persidangan harus ada pengaturan tentang

batas waktu pemblokiran secara limitatif melalui Peraturan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia (Perka Kapolri). Hal ini diperlukan

untuk memberi kepastian dan perlindungna hukum kepada nasabah

penyimpan dan dana simpanannya.

2. Untuk kepentingan dan perlindungan hukum khususnya dalam rangka

penegakan hukum tindak pidana pencucian uang, perihal nama dan

alamat nasabah penyimpan harus dikeluarkan dari definisi atau

pengertian rahasia bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 28

UU Perbankan, sehingga menjadi tidak termasuk dalam kategori rahasia

bank, dengan demikian untuk pembukaanya tidak diperlukan lagi izin

dari Otoritas Jasa Keuangan atau persetujuan dari nasabah.

Pengaturannya dapat diatur dalam Undang-Undang terkait, seperti

dalam UU TPPU.

Page 21: PERLINDUNGAN NASABAH TERKAIT PRAKTIK PEMBUKAAN …

650 Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-48 No.3 Juli-September 2018

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Etty Mulyati, Kredit Perbankan, Aspek Hukum dan Pengembangan

Usaha Mikro Kecil dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia, Refika

Aditama, Bandung, 2016.

Lawrence M. Friedman, The Legal System: A Social Science

Perspective, [Pent. M. Khozim], Nusamedia, Bandung, 2011.

Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan

Sosiologis, Sinar Baru, Bandung,1989.

Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan

Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2008.

Y. Sri Susilo dkk., Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Salemba Empat,

Jakarta, 2000.

Yunus Husein, Negeri Sang Pencuci Uang, Pustaka Juanda Tiga Lima,

Bandung, 2010.

Peraturan perundang-undangan:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Kitab Undang - Undang Hukum Acara Pidana.

Undang - Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Undang-

undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

Undang - undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

PemberantasanTindak Pidana Pencucian Uang.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang

Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.

Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14/SEOJK.07/2014

tentang Kerahasiaan dan Keamanan Data dan/atau Informasi Pribadi

Konsumen.

Sumber Lain:

I.S. Susanto, Pemahaman Kritis terhadap Realitas Sosial, dalam

Majalah Masalah Hukum Nomor 9 Tahun 1992.

Marnia Rani, Perlindungan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Kerahasiaan dan

Keamanan Data Pribadi Nasabah Bank, Jurnal Selat, Oktober 2014, Vol. 2 No.

1.