PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM …...1 perlindungan hukum terhadap nasabah dalam asuransi...

135
1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM ASURANSI SYARIAH (STUDI DI PT ASURANSI TAKAFUL KANTOR CABANG PERWAKILAN SURAKARTA) Penulisan Hukum (Skripsi ) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh SITI AFFENTI NIM : E. 0005287 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009

Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM …...1 perlindungan hukum terhadap nasabah dalam asuransi...

1

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM

ASURANSI SYARIAH (STUDI DI PT ASURANSI TAKAFUL

KANTOR CABANG PERWAKILAN SURAKARTA)

Penulisan Hukum

(Skripsi )

Disusun dan Diajukan

untuk Melengkapi Syarat-syarat Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

SITI AFFENTI

NIM : E. 0005287

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2009

2

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM

ASURANSI SYARIAH (STUDI DI PT ASURANSI TAKAFUL

KANTOR CABANG PERWAKILAN SURAKARTA)

Oleh

SITI AFFENTI

NIM : E. 0005287

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juni 2009

Dosen Pembimbing

MOH. ADNAN, S.H., M.Hum. NIP 131 411 014

3

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum ( Skripsi )

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM

ASURANSI SYARIAH (STUDI DI PT ASURANSI TAKAFUL

KANTOR CABANG PERWAKILAN SURAKARTA)

Oleh

SITI AFFENTI

NIM : E. 0005287

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum ( Skripsi ) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Rabu Tanggal : 17 Juni 2009

DEWAN PENGUJI

1. Agus Rianto, S.H., M.Hum : ...................................................... Ketua 2. Bambang Joko S, S.H. : ...................................................... Sekretaris 3. Moh. Adnan, S.H., M.Hum : ......................................................

Anggota

MENGETAHUI

Dekan,

Mohammad Jamin, S.H., M.Hum. NIP. 131 570 154

4

PERNYATAAN

NAMA : SITI AFFENTI

NIM : E. 0005287

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syariah (Studi Di Pt

Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta) adalah betul-betul karya

sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi

tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari

terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi

akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya

peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juni 2009

Yang Membuat Pernyataan

SITI AFFENTI

NIM E. 0005287

5

MOTTO

Allah selalu berikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya

Miracles came through the path of hardwork (Penulis)

There is a will, there is a way

More can do with walk your talk...No you can do without the ones

More walk, less talk, think act

art is a part of my life, act with heart before feel the art

6

PERSEMBAHAN

Sebuah karya sederhana ini penulis persembahkan kepada:

Dzat yang Maha Agung, هللا SWT, dimana dalam genggaman-Nya menghidup jiwa - jiwa lemahku

Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, suri tauladan yang kami sanjungkan

Ibu dan Bapak tersayang, yang telah mendukung tiap langkah, memberikan

doa-doa, dan kasih sayang yang tulus tanpa pamrih

Adik-adikku tercinta, yang telah memberi warna dalam hidup;

Keluarga Besar Padmo Pandoyo, yang mungkin tidak bisa kutuliskan satu persatu di sini. Aku bangga menjadi bagian dalam keluarga ini..

Sahabat-sahabatku terhebat, di FH ’05 UNS, UKM BKKT UNS (Mbak Tika,

Vina, Mas Hendrik, Mas Fitri, Mas Kamid, All Team & Crew “OSIK” PEKSIMIDA 2008, Anna, Mbak Atta, Mas Anung, dan seluruh Pembina,

Pengurus beserta Staf UKM BKKT UNS 2008/2009), Istana Pura Mangkunegaran & Institut Seni Indonesia (ISI) Ska (Eyang Tarwa, Bu Umi, Bu Rati, Mas Mbesur, Mas Pebho, Citra, Idi, Dita, Mbak Iin, Mbak Galuh, Mbak Kadek, Mbak Enno, Mbak Neng, Mbak Pitut, Mbak Rambat, Mas

Bobby, Mbak Isme, Erika, Mas Dodit), Panitia Wisuda FH ’04-‘07, Keluarga Graha UKM, Team MCC ’05 dan SMAN 4 Ska, dimana kebersamaan dengan

kalian jauh lebih menakjubkan dibanding kesendirian, tempat aku menumpahkan beban pikiranku, dan memberi ruang aku berkarya ...

Yang telah menunggu, mendukung, menemani, berbagi, menjaga, dan menerima

aku apa adanya....je t’aime Bun...

7

ABSTRAK

SITI AFFENTI, E 0005287. 2009. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM ASURANSI SYARIAH (STUDI DI PT ASURANSI TAKAFUL KANTOR CABANG PERWAKILAN SURAKARTA). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan Hukum (Skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji peraturan yang memuat mengenai perlindungan hukum nasabah asuransi syariah serta bagaimana perlindungan hukum nasabah asuransi syariah di PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta.

Penulisan Hukum (Skripsi) ini termasuk jenis penelitian hukum doktrinal/normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Data yang digunakan dalam penulisan hukum ini adalah data sekunder, baik yang berupa bahan hukum primer yang diperoleh dari PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data dalam penulisan hukum ini adalah studi kepustakaan atau studi dokumen. Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis adalah teknik silogisme interpretasi yang dilakukan dengan kualitatif, berupa teknik yang digunakan dengan cara menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi lalu menjabarkannya secara deskriptif.

Berdasarkan penulisan hukum ini diperoleh kesimpulan bahwa landasan asuransi syariah yang menjadi sumber dari pengaturan perlindungan hukum terhadap nasabah terdiri dari dua macam, yaitu landasan dasar syariah berupa Al-Qur’an, Sunnah Nabi, Piagam Madinah, praktik sahabat, ijma, syar’u man qablana serta istihsan, dan landasan hukum berupa Undang-Undang, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan serta Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia yang mengatur mengenai asuransi syariah. Perlindungan hukum yang diberikan PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta terhadap nasabahnya berupa produk dan layanan yang bebas dari unsur gharar, maisir, dan riba, unsur perlindungan hukum terhadap nasabah dalam asuransi syariah yang terkandung di dalam syarat pengajuan asuransi, polis asuransi syariah, dan syarat-syarat pengajuan klaim asuransi, serta cara-cara penyelesaian sengketa menurut hukum Islam, sehingga nasabah tidak hanya merasa terlindungi secara duniawi, namun juga secara ukhrawi.

Kata kunci : Perlindungan Hukum, Nasabah, Asuransi Syariah

8

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam

atas segala Penciptaan-Nya, Keagungan dan Kebesaran-Nya. Shalawat serta salam

bagi sang teladan Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan pertolongan-Nya lah

penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM ASURANSI

SYARIAH (STUDI DI PT ASURANSI TAKAFUL KANTOR CABANG

PERWAKILAN SURAKARTA).

Seiring dengan telah selesainya penulisan hukum ini, maka dengan segala

kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya, baik moril maupun

materiil, dalam penulisan hukum ini :

1. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Mohammad Adnan, S.H, M.Hum selaku Ketua bagian Hukum dan

Masyarakat serta selaku dosen Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. Ibu Erna Dyah Kusumawati S.H., M. Hum selaku Pembimbing Akademik.

4. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta, yang telah banyak menyalurkan ilmu dan pengetahuannya

kepada penulis hingga menjadi seorang sarjana hukum.

5. Segenap Karyawan PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan

Surakarta yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan

data-data kepada penulis guna menyelesaikan penulisan hukum.

6. Ibu dan ayah tercinta yang telah memberikan segalanya kepada penulis.

Terima kasih untuk segala pengorbanan, doa, dukungan, dan semangat

yang tak henti-hentinya yang tidak akan mungkin mampu penulis balas.

9

7. Afa, Isa, dan Denny, untuk semua kasih sayang, keceriaan, masukan,

kritikan, dan dukungannya dalam menyelesaikan penulisan ini.

8. Keluarga Besar Angkatan 2005 FH UNS: Ermel, Sinta, Elisa, Iwan

(Lemot), Roni, Farid, kelompok Panwis ’05 (Bayu, Reza, Fatah, Diah),

kelompok Teater Delik (Wahyu (Kucluk), Dhina, Denok, Novis, Irma),

kelompok Asistensi (Desita, Desi, Febti), kelompok Magang (Faisal,

Intan, Indah, Ratna, Dadi, Hasto) serta teman-teman yang lain yang tidak

mungkin dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan

banyak pembelajaran selama penulis melakukan studi di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

9. Keluarga Besar penulis yang telah memberikan perhatian dan dukungan

baik moril maupun materiil kepada penulis.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

memberikan bantuannya bagi penulis, baik selama kuliah maupun dalam

penyelesaian penulisan hukum ini. Terimakasih.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan hukum ini masih jauh dari

sempurna, baik dari segi materi maupun penulisannya, hal ini karena keterbatasan

pengetahuan dan kadar keilmuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan

masukan dan saran yang menunjang kesempurnaan penulisan hukum ini.

Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga tidak

menjadi suatu karya yang sia-sia.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surakarta, Juni 2009

Penulis

10

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ..............................................................................

HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................

iii

iv

HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... vi

ABSTRAK............................................................................................................ vii

KATA PENGANTAR.......................................................................................... viii

DAFTAR ISI.........................................................................................................

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................

x

xiii

xiv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 9

D. Manfaat Penelitian .................................................................... 9

E. Metode Penelitian ...................................................................... 10

F. Sistematika Penelitian ................................................................ 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori .......................................................................... 16

1. Tinjauan tentang Asuransi......................................................

a. Pengertian Asuransi.........................................................

b. Perkembangan Asurasi Di Indonesia ..............................

c. Prinsip Dasar Asuransi.....................................................

d. Jenis-jenis Asuransi.........................................................

16

16

17

18

20

2. Tinjauan tentang Asuransi Syariah......................................

a. Pengertian Asuransi Syariah............................................

b. Perkembangan Asurasi Syariah.......................................

21

21

23

11

c. Prinsip Dasar Asuransi Syariah.......................................

d. Konsep Dasar Asuransi Syariah dalam Islam..................

e. Jenis-jenis Asuransi Syariah............................................

3. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum Peserta Asuransi.....

a. Pengertian Perlindungan Hukum Asuransi……………..

1) Pihak-pihak dalam Asuransi Konvensional dan

Asuransi Syariah……………………………………

2) Perlindungan Hukum dalam Asuransi……………

b. Pembinaan dan Pengawasan Usaha Perasuransian..........

26

28

31

33

33

33

37

45

B. Kerangka Pemikiran.................................................................. 51

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian…………………...........……………………..

1. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam

Asuransi Syariah....................................................................

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi

Syariah Di PT Asuransi Takaful Kantor Cabang

Perwakilan Surakarta.............................................................

B. Pembahasan...............................................................................

1. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam

Asuransi Syariah....................................................................

a. Landasan Dasar Syariah...................................................

b. Landasan Hukum.............................................................

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi

Syariah Di PT Asuransi Takaful Kantor Cabang

Perwakilan Surakarta.............................................................

a. Jenis Produk dan Layanan Asuransi Takaful...................

b. Syarat Pengajuan Asuransi..............................................

c. Polis Asuransi Syariah.....................................................

d. Syarat Pengajuan Klaim...................................................

52

52

54

58

58

59

70 81

82

95

97

109

12

e. Penyelesaian Sengketa Pada Asuransi Syariah................ 110

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................. 113

B. Saran......................................................................................... 115

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

13

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pemikiran ........................................................... 51

14

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Fatwa DSN-MUI Berkenaan Asuransi Syariah

Lampiran 2. Keputusan Dirjen Lembaga Keuangan No: Kep.4499/LK/2000

Lampiran 3. Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Lampiran 4. Formulir Aplikasi Asuransi Takaful

Lampiran 5. Syarat Umum Polis Asuransi Takaful

15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada era globalisasi seperti sekarang ini, negara-negara di dunia saling

berlomba untuk meningkatkan perekonomiannya. Perdagangan bebas menjadi

isu yang dominan dalam persaingan untuk memperebutkan pasar. Hampir

semua negara di dunia tidak bisa menghindari upaya liberalisasi di bidang

ekonomi. Dampak nyata dari liberalisasi ekonomi adalah imbasnya terhadap

masyarakat. Masyarakat ikut memikul segala risiko beserta konsekuensi dari

pesatnya arus persaingan ekonomi. Tata pergaulan masyarakat khususnya

masyarakat modern seperti sekarang ini, membutuhkan suatu institusi atau

lembaga yang bersedia mengambil alih risiko-risiko masyarakat baik risiko

individu maupun risiko kelompok.

Masyarakat sampai sekarang ini mempunyai kandungan risiko relatif lebih tinggi dibanding dengan waktu lampau karena kemajuan teknologi di segala bidang. Kemajuan teknologi yang sedemikian rupa mempengaruhi kehidupan manusia, dan dapat menimbulkan risiko yang lebih luas. Dengan demikian lembaga yang mempunyai kemampuan untuk mengambil alih risiko pihak lain adalah lembaga asuransi. Perusahaan asuransi mempunyai jangkauan yang sangat luas karena perusahaan asuransi tersebut mempunyai jangkauan yang menyangkut kepentingan-kepentingan ekonomi maupun kepentingan sosial. Di samping itu, perusahaan asuransi juga menjangkau kepentingan-kepentingan individu maupun kepentingan masyarakat luas (Sri Rejeki H., 1997: 18 ).

Asal mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka, kegiatan perasuransian baru mulai pada tahun 1976 dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuangan pada waktu itu. Dan pada saat ini perkembangan asuransi di Indonesia belum sepesat seperti negara-negara maju bahkan apabila

16

dibandingkan dengan negara-negara berkembang sekalipun (Kasmir, 2002: 277).

Perjanjian asuransi sebagai lembaga pengalihan dan pembagian risiko

mempunyai kegunaan yang positif baik bagi masyarakat, perusahaan maupun

bagi pembangunan negara. Dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Hukum

Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada Tahun 1979, Emmy

Pangaribuan Simanjuntak menyatakan bahwa mereka yang menutup

perjanjian asuransi akan merasa tentram sebab mendapat perlindungan dari

kemungkinan tertimpa suatu kerugian. Suatu perusahaan yang mengalihkan

risikonya melalui perjanjian asuransi akan dapat meningkatkan usahanya dan

berani menggalang tujuan yang lebih besar. Demikian pula premi-premi yang

terkumpul dalam suatu perusahaan asuransi dapat diusahakan dan digunakan

sebagai dana untuk usaha pembangunan. Hasilnya akan dapat dinikmati

masyarakat.

Usaha pemerintah untuk mengembangkan bidang usaha asuransi ini

juga tampak, misalnya dengan mengeluarkan berbagai peraturan tentang

perizinan usaha perusahaan asuransi jiwa, tata cara perizinan usaha dan

pemenuhan deposito perusahaan-perusahaan asuransi kerugian, pengawasan

atas usaha perasuransian dan sebagainya.

Berdasarkan keadaan perekonomian Indonesia pada saat ini yaitu

dalam bidang asuransi, umat Islam tertarik dengan institusi perekonomian

yang membawa mereka maju di dunia modern ini, asalkan selaras dengan

semangat agama dan prinsip Hukum Islam. Tetapi persoalan yang hangat

dibicarakan di dunia Islam dewasa ini mengenai halal atau haramnya asuransi

itu sendiri. Di tengah-tengah perkembangan asuransi di Indonesia, masih

tersisa adanya kesan negatif bahwa asuransi konvensional itu hanya mau

menerima premi tapi ketika terjadi musibah, perusahaan asuransi tidak mau

membayar klaim. Walau memang sebenarnya alasan tersebut masuk akal,

tidak mudah untuk membayar klaim, karena asuransi adalah pengelola dana

17

milik bersama dan tidak sembarang memberikan uang kepada seorang nasabah

yang mengajukan klaim tanpa terlebih dahulu menyelidikinya.

Beberapa alasan yang menjadikan perusahaan asuransi konvensional

dinilai memiliki sejumlah kelemahan, diantaranya adalah

(http://eramuslim.com/bedaasuransi/newbhn/fatwa.htm) :

1. Seseorang yang ikut asuransi harus mendaftarkan diri menjadi anggota dan

diwajibkan untuk membayar premi secara rutin;

2. Asuransi konvensional bersifat tadabuli (jual beli) pada kenyataannya lebih

cenderung sebagai usaha bisnis berskala besar sementara sisi bantuan sosial

hanya menjadi lips service (penghias) sementara hakikatnya tidak lain

merupakan pemerasan dan kerja rentenir;

3. Akad asuransi konvensional adalah akad gharar (ketidakjelasan) karena

masing-masing dari kedua belah pihak (penanggung dan tertanggung) pada

waktu melangsungkan akad tidak mengetahui jumlah yang ia berikan dan

jumlah yang ia ambil. Akad asuransi ini juga disebut akad idz’an

(penundukan) pihak yang kuat adalah perusahaan asuransi karena dialah

yang menentukan syarat-syarat yang tidak dimiliki oleh tertanggung;

4. Mengandung unsur pemerasan, karena pemegang polis apabila tidak bisa

melanjutkan pembayaran preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar

atau dikurangi. Pada perusahaan asuransi konvensional, uang masuk dari

premi para peserta yang sudah dibayar akan diputar dalam usaha dan bisnis

dengan praktek riba.

Sedangkan sumber lain menyatakan bahwa kelemahan dari asuransi

konvensional adalah terjadinya transfer resiko. Nasabah membayar sejumlah

premi untuk mengalihkan resiko yang tidak mampu dipikul sendiri kepada

perusahaan asuransi. Di sini terjadi ”jual beli”, komoditasnya berupa resiko

kerugian yang belum pasti terjadi. Hal ini diperburuk lagi dengan kondisi

bahwa uang premi akan hangus apabila kerugian tidak terjadi, sebaliknya akan

18

berjumlah berlipat-lipat manakala dibayarkan sebagai ganti rugi apabila resiko

yang dipertanggungkan terjadi (http://tazkia.com/konsepdasar?id=syari’ah).

Pada dasarnya, tertanggung tidak akan mendapat keuntungan dari sini

karena prinsip ganti rugi tidak akan mungkin akan memberikan lebih dari

jumlah kerugian yang diderita. Akan tetapi, mekanisme transfer resiko seperti

ini memungkinkan adanya ketidakseimbangan kekuatan dalam menjalankan

perjanjian asuransi yang telah disepakati. Pada tataran yang lebih kompleks,

bisa saja terjadi kecurangan-kecurangan dalam pengajuan klaim, baik berupa

klaim palsu (fraudulent claim) maupun pengajuan nilai klaim yang lebih besar

dari yang sebenarnya.

Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah

umat Islam. Namun demikian, produk-produk dengan prinsip syariah baru

berkembang kurang lebih 10 (sepuluh) tahun yang lalu. Asuransi syariah

menjadi alternatif bagi masyarakat yang telah mengetahui akan kekurangan

asuransi konvensional, sehingga pangsa pasar asuransi syariah mengalami

peningkatan yang cukup signifikan. Asuransi syariah menurut Husain Hamid

Hisan adalah sikap ta’awun (saling tolong menolong) yang sangat rapi antara

sejumlah besar manusia yang semuanya telah siap mengantisipasi suatu

peristiwa. Jika diantara mereka mengalami peristiwa tersebut, maka semuanya

saling tolong-menolong dalam menghadapi peristiwa dengan sedikit pemberian

yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian tersebut,

mereka dapat menutupi kerugian-kerugian yang dialami oleh peserta yang

tertimpa musibah. Dengan demikian asuransi adalah ta’awun yang terpuji,

yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa. Dengan ta’awun

mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan

bahaya/malapetaka. (Muhammad Syakir Syula, 2004: 29).

Asuransi syariah bisa dikatakan sebagai asuransi takaful yaitu

pertanggungan yang berbentuk tolong-menolong, atau disebut juga dengan

perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling menolong dalam menghadapi suatu

19

resiko yang tidak diperkirakan sebelumnya (Suhrawardi K. Lubis, 2000: 82).

Sistem bagi hasil yang ada dalam lembaga asuransi syariah dengan

meniadakan unsur maisir, gharar, dan riba adalah merupakan dasar adanya

konsep tolong-menolong dalam berasuransi. Sistem tersebut dipakai dalam

konsep operasional asuransi syariah yaitu bagaimana cara pembagian

keuntungannya. Selama ini sistem asuransi yang dijalankan dengan konsep

Barat dirasa kurang memberikan kejelasan dalam pembagian keuntungan

tersebut. Maka dengan penduduk hampir 90% muslim, diperlukan adanya

suatu lembaga perekonomian dengan sistem syariah.

Salah satu lembaga ekonomi syariah yang berkembang sekarang

adalah hadirnya Syarikat Takaful (Asuransi Syariah) yang disponsori oleh

Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) melalui Yayasan Abdi

Bangsa bersama Bank Muamalat Indonesia (BMI). Syarikat Takaful tersebut

merupakan bentuk dari Asuransi Takaful yang disusun oleh Tim Pembentuk

Asuransi Takaful Indonesia (TEPATI). Syarikat Takaful mempunyai prinsip

dan filosofis yaitu : ”Segala musibah dan bencana yang menimpa manusia

merupakan qadha dan qadar Allah. Namun manusia wajib berikhtiar

memperkecil resiko yang seringkali tidak memadai karena yang harus

ditanggung lebih besar dari pada yang diperkirakan. Takaful sebagai asuransi

yang bertumpu pada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan

(wata’awanu alal biri wataqwa) dan perlindungan (at-ta’min), menyediakan

semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain.

Sistem dalam prinsip dan filosofis ini diatur dengan meniadakan tiga unsur

yang masih dipertanyakan, yaitu gharar, maisir, dan riba”

(http://takaful.com/takafulindonesia»profilperusahaan.htm).

Lembaga asuransi syariah yaitu PT Syarikat Takaful Indonesia

mendirikan dua anak perusahaan, antara lain : PT Asuransi Takaful Keluarga

yang bergerak dalam bidang asuransi jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum

yang bergerak dalam bidang asuransi kerugian. Pendirian dua anak perusahaan

PT Syarikat Takaful Indonesia adalah dalam rangka penyesuaian dengan

20

ketentuan yang terdapat dalam Bab III Pasal 3 UU Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian pada poin a yang berbunyi :

Usaha Asuransi terdiri dari :

1. Usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan

risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti;

2. Usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko

yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang

dipertanggungkan;

3. Usaha reasuransi yang memberikan jasa dalam pertanggung ulang terhadap

risiko yang dihadapi perusahaan asuransi kerugian dan perusahaan asuransi

jiwa.

Dengan adanya kegunaan positif tersebut maka keberadaan asuransi

perlu dipertahankan dan dikembangkan. Namun untuk mengembangkan usaha

ini banyak faktor yang perlu diperhatikan antara lain : peraturan perundang-

undangan yang memadai, kesadaran masyarakat, kejujuran para pihak,

pelayanan yang baik, tingkat pendapatan masyarakat, pemahaman akan

kegunaan asuransi serta pemahaman yang baik terhadap ketentuan perundang-

undangan terkait. Oleh karena itu tidak hanya ditingkatkan pemasyarakatan

asuransi, tetapi juga perlu diciptakan bisnis asuransi yang sehat, sehingga

masyarakat konsumsi asuransi memperoleh perlindungan hukum, demikian

juga pemerintah memperoleh manfaat dari usaha perasuransian tersebut.

Oleh KUH Perdata sebagai salah satu sumber hukum asuransi,

perjanjian asuransi dimasukkan ke dalam perjanjian kemungkinan, yaitu

dalam Pasal 1774 ayat (2) KUH Perdata. Pada umumnya para ahli tidak

sepakat digolongkannya perjanjian asuransi sebagai perjanjian kemungkinan.

Hal itu disebabkan dalam perjanjian kemungkinan (Kansovereenkomst) para

pihak secara sengaja dan sadar menjalani suatu kesempatan untung-untungan

21

di mana prestasi secara timbal balik tidak seimbang. Namun demikian, para

ahli dapat membenarkan penempatan perjanjian asuransi dalam perjanjian

kemungkinan (perjanjian untung-untungan) hanya dalam pengertian bahwa

pelaksanaan kewajiban penanggung digantungkan kepada suatu peristiwa

yang belum pasti terjadi ( Man Suparman S., 1978: 2 ).

Pasal 1774 ayat (2) KUH Perdata menyebutkan bahwa perjanjian

untung-untungan terdiri dari perjanjian asuransi, bunga cagak hidup serta

perjudian dan pertaruhan. Hal demikian tidak berarti bahwa perjanjian

asuransi itu sama dengan perjudian dan pertaruhan. Di antara kedua perjanjian

tersebut terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Perjanjian asuransi

melahirkan suatu akibat hukum sedangkan undang-undang tidak memberikan

suatu tuntutan hukum terhadap utang yang terjadi karena perjudian dan

pertaruhan (Pasal 1788 KUH Perdata). Perjudian dan pertaruhan hanya

melahirkan ikatan perikatan alam. Selain itu dalam perjanjian asuransi

kepentingan merupakan syarat esensial harus ada pada waktu ditutupnya

perjanjian (Pasal 250 KUHD) sedangkan dalam perjudian dan pertaruhan tidak

demikian.

Sebagaimana diketahui, kontrak merupakan bagian yang paling

penting, yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.

Karena sifat alami risiko memang tidak pasti (gharar) dan sementara Islam

mengharamkan jual-beli atau transaksi yang mengandung gharar, maka

kontrak asuransi syariah haruslah bukan merupakan kontrak jual-beli. Padahal

di dalam KUH Perdata disebutkan mengenai kewajiban para pihak dalam

kontrak jual-beli, yang sekaligus memberi perlindungan hukum apabila salah

satu pihak tidak menepati kewajibannya seperti tertera pada kontrak tersebut.

Perlindungan hukum terhadap nasabah dalam asuransi sudah

disebutkan dalam hukum positif Indonesia yang berhubungan dengan

asuransi, seperti dalam KUHD, perundang-undangan (UU Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992

22

tanggal 11 Februari 1992) dan Peraturan Pemerintah tentang perasuransian

(Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas PP

No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian Nomor 73

Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian) walaupun

sebenarnya peraturan-peraturan tersebut lebih mengutamakan pengaturan

asuransi dari segi bisnis dan publik administratif. Akan tetapi hal tersebut

merupakan perlindungan dalam konteks hukum nasional, yang berlaku pada

asuransi konvensional, berbeda halnya dengan asuransi syariah yang belum

ada peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus dan belum

menjadi hukum positif.

Mengingat hal tersebut, muncul pertanyaan tentang bagaimana

mengantisipasi agar landasan syariah tetap mempunyai kekuatan hukum,

sehingga perlindungan terhadap nasabah berdasarkan syariah dapat

dilaksanakan. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas, penulis

mengadakan penelitian di PT Asuransi Takaful Cabang Perwakilan Surakarta.

Alasan pemilihan lokasi tersebut karena PT Asuransi Takaful Cabang

Perwakilan Surakarta merupakan salah satu perusahaan asuransi di wilayah

kota Surakarta yang berhasil menjalankan usaha asuransi dengan berdasar

pada prinsip-prinsip syariah.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, penulis ingin

mengkaji lebih mendalam dengan mengadakan penulisan hukum dengan judul

: “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM

ASURANSI SYARIAH (STUDI PADA PT ASURANSI TAKAFUL

KANTOR CABANG PERWAKILAN SURAKARTA )”

B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam setiap

Penulisan Hukum karena dengan adanya perumusan masalah, berarti penulis

telah mengidentifikasi persoalan yang hendak ditulis. Selain itu adanya

perumusan masalah akan memudahkan penulis dalam mengumpulkan data

23

dan menghindari adanya data yang tidak diperlukan sehingga penulisan akan

lebih terarah dan sesuai dengan yang dikehendaki.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dalam latar belakang

masalah tersebut diatas, maka pokok-pokok masalah yang akan dibahas dalam

penulisan ini adalah :

1. Bagaimana pengaturan perlindungan hukum terhadap nasabah dalam

asuransi syariah?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap nasabah dalam asuransi syariah

di PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan mempunyai tujuan-tujuan tertentu

yang hendak dicapai oleh penulis lewat penelitiannya yang tidak lepas dari

permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penulisan ini, tujuan

yang hendak dicapai oleh penulis adalah :

1. Tujuan Objektif

a. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan hukum terhadap nasabah

dalam asuransi syariah.

b. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap nasabah dalam

asuransi syariah di PT Asuransi Takaful Cabang Surakarta.

2. Tujuan Subjektif

a. Untuk memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kemampuan

penulis melalui penelitian hukum, khususnya mengenai Hukum dan

Masyarakat.

b. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Nilai dari suatu penelitian dapat dilihat dari manfaat yang dapat

diberikan. Penulis mengharapkan agar dari penelitian ini dapat menghasilkan

24

suatu kejelasan dan keterarahan informasi yang memberikan jawaban atas

permasalahan. Adapun manfaat yang akan dapat diperoleh dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan

pemikiran maupun dijadikan referensi di bidang karya ilmiah bagi

penelitian sejenis di masa yang akan datang.

b. Penelitian ini merupakan sarana pembelajaran bagi penulis dalam

menerapkan ilmu dan teori hukum yang telah diperoleh.

c. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang sedang diteliti.

2. Manfaat Praktis

a. Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir yang dinamis

sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan

ilmu yang diperoleh.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberikan

masukan pengetahuan pada setiap akademisi di bidang hukum maupun

masyarakat umum.

E. Metode Penelitian

Suatu penelitian merupakan suatu sarana ilmiah bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang diterapkan

harus senantiasa disesuaikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi

induknya, sehingga harus menggunakan suatu metode yang tepat dengan

tujuan yang hendak dicapai sebelumnya untuk memperoleh kebenaran yang

dapat dipercaya keabsahannya. Sedangkan dalam penentuan metode mana

yang akan digunakan, penyusun harus cermat agar metode yang dipilih

nantinya tepat dan jelas sehingga untuk mendapatkan hasil dengan kebenaran

yang dapat dipertanggungjawabkan dapat tercapai.

Metode penelitian merupakan salah satu faktor penting yang

menunjang suatu kegiatan dan proses penelitian. Dalam arti kata yang

25

sesungguhnya, maka metode adalah cara atau jalan. Metodologi pada

hakekatnya memberikan pedoman, tentang cara-cara seorang ilmuwan

mempelajari, menganalisa, dan memahami lingkungan-lingkungan yang

dihadapinya (Soerjono Soekanto, 1985: 6), karena itu pemilihan jenis metode

tertentu dalam suatu penelitian sangat penting karena akan berpengaruh pada

hasil penelitian nantinya. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Soerjono Soekanto menerangkan bahwa penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka,

dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum

kepustakaan. Penelitian hukum normatif yang penulis lakukan dalam

penulisan hukum ini adalah dengan cara meneliti bahan pustaka atau data

sekunder yang membahas tentang asuransi syariah dan perlindungan

hukum nasabah asuransi syariah. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun

secara sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan yang

berhubungan dengan masalah yang diteliti.

2. Sifat Penelitian

Penelitian dilihat dari sudut sifatnya dikenal ada tiga jenis yaitu

penelitian eksplanatoris, deskriptif dan eksploratoris. Menurut Soerjono

Soekanto, penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bermaksud untuk

memberi data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan, atau

gejaka-gejalanya. Maksudnya adalah mempertegas hipotesa-hipotesa agar

dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama di dalam

menyusun teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 1984: 10).

Adapun sifat penelitian yang digunakan oleh penulis dalam

penulisan hukum ini adalah penelitian deskriptif. Dengan menggunakan

sifat deskriptif dimaksudkan untuk menggambarkan serta menguraikan

26

semua data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data yang berkaitan

dengan judul penulisan hukum secara jelas dan rinci yang kemudian

dianalisis guna menjawab permasalahan yang diteliti.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian normatif

dengan menggunakan pendekatan undang-undang. Pendekatan perundang-

undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi

yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil lokasi penelitian pada

Kantor PT Asuransi Takaful Keluarga Cabang Perwakilan Surakarta yang

beralamat di Jalan Slamet Riyadi No. 33 Surakarta.

5. Jenis Data

Jenis data yang penulis pergunakan dalam penelitian ini berupa data

sekunder, yaitu data atau informasi hasil telaah dokumen penelitian yang

telah ada sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur,

koran, majalah, jurnal, maupun arsip-arsip yang berkaitan dengan masalah

yang diteliti. Secara umum ciri-ciri dari data sekunder adalah sebagai

berikut :

a. Pada umumnya data sekunder dalam keadaan siap terbuat dan dapat

dipergunakan dengan segera

b. Baik bentuk maupun isi data sekunder, telah dibentuk dan diisi oleh

peneliti-peneliti terdahulu, sehingga peneliti kemudian, tidak

mempunyai pengawasan terhadap pengumpulan, pengolahan, analisa,

maupun konstruksi data

c. Tidak terbatas oleh waktu dan tempat (Soerjono Soekanto, 2005: 12).

27

6. Sumber Data

Data secara umum diartikan sebagai fakta atau keterangan dari suatu

objek yang diteliti dari hasil penelitian, sedangkan sumber data merupakan

media dimana dan kemana data dari suatu penelitian dapat diperoleh.

Sumber data dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder yang terdiri

dari :

a. Bahan Hukum Primer

Sumber data primer berasal dari pihak-pihak yang secara langsung

berhubungan dengan masalah yang menjadi objek penelitian. Dalam

penelitian ini data langsung diperoleh dari :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata);

2) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD);

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian;

4) Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia;

5) Polis Asuransi Syariah PT Asuransi Takaful Keluarga di Kantor

Cabang Perwakilan Surakarta.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang berisi penjelasan

mengenai bahan hukum primer atau secara tidak langsung dapat

memberikan keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer,

berupa buku-buku, artikel-artikel, peraturan perundang-undangan,

ketentuan-ketentuan lain yang masih berlaku sepanjang mengatur

tentang asuransi, makalah dan dokumen kepustakaan lainnya yang

berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan

petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

hukum sekunder, yaitu kamus, ensiklopedi, internet, dan lain-lain.

28

7. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang diambil oleh penulis adalah dengan

memanfaatkan indeks-indeks hukum berupa studi kepustakaan atau studi

dokumen. Teknik ini merupakan teknik pengumpulan data dengan

mempelajari, membaca, dan mencatat buku-buku, literatur, catatan-

catatan, peraturan perundang-undangan, serta artikel-artikel penting yang

diperoleh dari media internet yang erat kaitannya dengan pokok-pokok

masalah yang digunakan untuk menyusun penulisan hukum ini yang

kemudian dikategorisasikan menurut pengelompokan yang tepat.

8. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan langkah lanjut untuk mengolah hasil

penelitian menjadi suatu laporan. Analisis data adalah proses

pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian

dasar, sehingga akan dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexy J. Moleong, 2002:

103). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat

deskriptif, maka data dianalisis secara silogisme interpretasi, yaitu berupa

teknik yang digunakan dengan menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang

dihadapi.

Selanjutnya bahan-bahan yang ada dianalisa, untuk melihat

peranan pengaturan dan ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan

hukum nasabah asuransi syariah di Indonesia. Setelah analisis data selesai,

maka hasilnya akan disajikan secara deskriptif yaitu dengan jalan

menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan

yang akan diteliti dan data yang diperoleh.

F. Sistematika Penulisan Hukum

29

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh tentang sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan penulisan hukum, maka penulis

menggunakan sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab yang

dalam tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk

memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan penulisan hukum ini.

Sistematika penulisan hukum dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis memberikan gambaran penulisan

hukum mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian ini dan sistematika penulisan hukum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikan tentang tinjauan umum

mengenai asuransi meliputi pengertian, perkembangan,

prinsip dan jenis-jenis asuransi. Tinjauan umum mengenai

asuransi syariah meliputi pengertian, perkembangan,

prinsip, konsep dasar, jenis-jenis serta perkembangan

asuransi syariah. Dan yang terakhir adalah tinjauan umum

tentang perlindungan hukum nasabah asuransi.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis menjelaskan tentang hasil penelitian

mengenai pengaturan perlindungan hukum terhadap

nasabah dalam asuransi syariah, dan perlindungan hukum

terhadap nasabah dalam asuransi syariah di PT Asuransi

Takaful Cabang Surakarta.

BAB IV PENUTUP

30

Bab ini berisi kesimpulan dari jawaban permasalahan dan

saran berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kerangka Teori

a. Tinjauan Tentang Asuransi

a. Pengertian Asuransi

Dalam bahasa Belanda kata asuransi disebut Assurantie yang

terdiri dari kata “assurandeur” yang berarti penanggung dan

“geassureerde” yang berarti tertanggung. Kemudian dalam bahasa

Perancis disebut menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan

dalam bahasa Latin “Assecurare” yang berarti meyakinkan orang lain.

Selanjutnya bahasa Inggris kata asuransi disebut “Insurance” yang

berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi

dan “Assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi

( Kasmir, 2002: 276).

Adapun pengertian asuransi secara umum ada beberapa

pendapat antara lain adalah:

1. Menurut Prof. Mehr dan Cammack

Asuransi adalah alat sosial untuk mengurangi risiko, dengan

menggabungkan sejumlah alat yang memadai unit-unit yang

terkena risiko. Menurut Prof. Mehr kerugian-kerugian individual

mereka secara kolektif dapat diramalkan. Kemudian kerugian yang

dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung.

31

2. Menurut Prof. Willet

Prof. Willet menyatakan bahwa asuransi adalah alat sosial untuk

mengumpulkan dana guna mengatasi kerugian modal yang tak

tentu, yang dilakukan melalui pemindahan risiko dari banyak

individu kepada seseorang atau sekelompok orang.

3. Menurut Prof. Mark R. Green

Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan

mengurangi risiko, dengan jalan mengkombinasikan dalam suatu

pengelolaan sejumlah objek yang cukup besar jumlahnya. Prof.

Mark R. Green juga berpendapat bahwa kerugian yang muncul

secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu.

4. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang

Usaha Perasuransian adalah sebagai berikut:

“Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

5. Menurut Pasal 246 KUHD

“Asuransi adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberi penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

b. Perkembangan Asuransi di Indonesia

Asal mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia

merupakan kelanjutan asuransi yang ditinggalkan oleh pemerintah

Hindia Belanda. Yang pertama kali berdiri adalah Batavianche Zee &

32

Brand Assurantie Maattschaappij pada tahun 1843. Namun Peraturan

Pemerintah Indonesia yang mengatur asuransi baru dikeluarkan pada

tahun 1976 dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Keuangan pada

waktu itu. Baru kemudian akhirnya beberapa Surat Keputusan Menteri

Keuangan diterbitkan, diantaranya :

1) 1136/KMK/IV/1976 tentang Penetapan Besarnya Cadangan Premi

dan Biaya oleh Perusahaan Asuransi di Indonesia;

2) 1249/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan di bidang Asuransi

Kerugian;

3) 1250/KMK.013/1988 tentang Asuransi Jiwa.

Peraturan Menteri Keuangan tersebut untuk selanjutnya tidak

berlaku lagi dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

tentang Usaha Perasuransian Indonesia dan Peraturan Pemerintah

Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian.

Selain kedua perundang-undangan dan peraturan tersebut dasar

acuan pembinaan dan pengawasan usaha asuransi di Indonesia juga

didasarkan kepada Keputusan Menteri Keuangan Nomor :

1) 223/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Izin

Perusahaan Asuransi dan Reasuransi;

2) 224/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan

Keuangan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi;

3) 225/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang

Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

4) 226/KMK.017/1993 tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan

dan Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Penunjang Usaha

Asuransi.

c. Prinsip Dasar Asuransi

33

Dalam industri asuransi, baik asuransi kerugian maupun

asuransi jiwa, memiliki prinsip-prinsip yang menjadi pedoman bagi

seluruh penyelenggaraan kegiatan perasuransian, antara lain (AM

Hasan Ali, 2004: 77) :

1) Insurable Interest (Kepentingan yang Dipertanggungkan)

Insurable Interest sebagai hak atau adanya hubungan

dengan persoalan pokok dari kontrak, seperti menderita kerugian

finansial sebagai akibat dari terjadinya kerusakan, kerugian, atau

kehancuran suatu harta. Prinsip ini adalah kepentingan yang

menurut peraturan wajib dimiliki seseorang agar dapat

mengadakan asuransi secara valid.

2) Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna)

Utmost Good Faith adalah bahwa kita berkewajiban

memberitahukan sejelas-jelasnya dan teliti mengenai segala fakta-

fakta penting yang berkaitan dengan objek yang diasuransikan.

3) Indemnity (Indemnitas)

Kebanyakan kontrak asuransi kerugian dan kontrak

asuransi kesehatan merupakan kontrak indemnity atau “kontrak

penggantian kerugian”. Maksudnya, berdasarkan prinsip ini batas

tertinggi kewajiban penanggung adalah memulihkan tertanggung

pada ekonomi yang sama dengan posisinya sebelum terjadi

kerugian. Dengan demikian tertanggung tidak berhak memperoleh

ganti rugi lebih besar daripada kerugian yang diderita.

4) Subrogation (Subrogasi)

Pada umumnya, seseorang yang menyebabkan suatu

kerugian bertanggung jawab atas kerugian itu. Dalam hubungannya

dengan asuransi, pihak penanggung mengambil alih hak menagih

ganti kerugian pada pihak yang menyebabkan kerugian setelah

penanggung melunasi kewajibannya pada tertanggung.

5) Contribution (Kontribusi)

34

Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila penanggung telah

membayar penuh ganti rugi yang menjadi hak tertanggung, maka

penanggung berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang

terlibat suatu pertanggungan (secara bersama-sama menutup

asuransi harta benda tertanggung).

6) Proximate Cause (Kausa Proksima)

Suatu prinsip yang digunakan untuk mencari penyebab

kerugian yang aktif dan efisien. Melalui kausa proksimal akan

dapat diketahui apakah penyebab terjadinya musibah atau

kecelakaan tersebut dijamin dalam kondisi polis asuransi atau

tidak.

d. Jenis-jenis Asuransi

Dalam bab III Pasal 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992

dikemukakan tentang jenis bidang usaha perasuransian di Indonesia,

diantaranya sebagai berikut :

1) Asuransi Kerugian (non life insurance)

Yaitu perusahaan asuransi yang memberikan jasa dalam

penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan menfaat dan

tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari suatu

peristiwa yang tidak pasti. Yang termasuk asuransi kerugian

adalah:

a) Asuransi kebakaran yang meliputi kebakaran, peledakan, petir,

kecelakaan kapal terbang, dan lainnya;

b) Asuransi pengangkutan;

c) Asuransi aneka, yaitu asuransi yang tidak termasuk dalam

asuransi kebakaran dan pengangkutan.

2) Asuransi Jiwa (life insurance)

Yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam

penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan penanggulangan

35

jiwa atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan. Jenis-

jenis asuransi jiwa ini adalah:

a) Asuransi Berjangka (term insurance);

b) Asuransi Tabungan (endowment insurance);

c) Asuransi Seumur Hidup (whole life insurance);

d) Anuitas (annuity contract insurance).

3) Reasuransi (reinsurance)

Merupakan perjanjian asuransi yang memberikan jasa

asuransi dalam pertanggungan ulang terhadap resiko yang dihadapi

oleh perusahaan asuransi kerugian dan atau perusahaan asuransi

jiwa. Asuransi ini digolongkan dalam :

a) Bentuk treaty;

b) Bentuk facultative;

c) Kombinasi dari keduanya.

b. Tinjauan Tentang Asuransi Syariah

a. Pengertian Asuransi Syariah

Asuransi syariah terdiri dari dua kata yaitu asuransi dan

syariah. Asuransi mengandung arti pertanggungan. Dalam bahasa

Arab, disebut at-ta’min diambil dari kata amana yang memiliki arti

memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa

takut. Sedangkan syariah itu berarti sebuah prinsip atau sistem yang

bersifat universal yang didasarkan pada wahyu. Maka asuransi syariah

adalah suatu bentuk pertanggungan bersama terhadap kerugian atau

musibah yang terjadi yang dilakukan sesuai dengan konsep-konsep

hukum Islam yang lebih menitikberatkan pada prinsip kerjasama,

keadilan, gotong royong, tolong menolong dan senasib

sepenanggungan antar sesama pemegang polis yang didasarkan oleh

prinsip-prinsip yang dilaksanakan di dalam Islam.

36

Asuransi syariah menurut Musthofa Ahmad Zarqa mengatakan

bahwa sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum

(syariah) adalah sebuah sistem ta’awun (saling tolong menolong) dan

tadhamun (saling menanggung) yang bertujuan untuk menutupi

kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-musibah. Tugas ini

dibagikan kepada sekelompok tertanggung, dengan cara memberikan

pengganti kepada orang yang tertimpa musibah. Pengganti tersebut

diambil dari kumpulan premi-premi mereka. Mereka (para ulama ahli

syariah) mengatakan bahwa dalam penetapan suatu hukum yang

berkaitan dengan kehidupan social dan ekonomi, Islam bertujuan agar

suatu masyarakat hidup berdasarkan atas asas saling tolong menolong

dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan kewajiban (Muhammad

Syakir Syula, 2004: 29).

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor 426/KMK.06/2003 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi bahwa asuransi atau

reasuransi dengan “prinsip syariah” adalah prinsip perjanjian berdasar

hukum Islam antara perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi

dengan pihak lain, dalam menerima amanah dengan mengelola dana

peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain yang

diselenggarakan sesuai syariah. Fatwa Dewan Syariah Nasional-

Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman

Umum Asuransi Syariah, berbunyi, “Asuransi syariah (ta’min, takaful,

tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong

diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan

atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi

resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Asuransi syariah ini berbeda dengan asuransi konvensional.

Bisa dikatakan asuransi syariah menganut asas tolong-menolong

dengan membagi resiko diantara peserta asuransi (risk sharing) bukan

37

transfer resiko dari para peserta kepada perusahaan asuransi (risk

transfer) yang ada pada asuransi konvensional. Oleh karena itu,

kontraknya disebut bukan jual beli (tadabuli) akan tetapi kontrak

tolong-menolong (takafuli), sehingga asuransi ini disebut juga asuransi

takaful yaitu pertanggungan yang berbentuk tolong-menolong, atau

disebut perbuatan kafal, yaitu perbuatan saling tolong-menolong dalam

menghadapi suatu resiko yang tidak diperkirakan sebelumnya.

b. Perkembangan Asuransi Syariah

Berbeda dengan sejarah asuransi konvensional, praktik asuransi

syariah sekarang berasal dari budaya suku arab. Diriwayatkan oleh

Abu Hurairah ra, dia berkata: Berselisih dua orang wanita dari suku

Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu ke wanita

yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta

janin yang dikandungnya, dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari

orang tua laki-laki) (HR. Bukhari). Maka ahli waris dari wanita yang

meninggal mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulullah SAW,

maka Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan

terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki

atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut

dengan uang darah (diyat) yang zaman Rasulullah yang disebut dengan

aqilah, menurut Thomas Patrick dalam bukunya Dictionary Of Islam,

menerangkan bahwa jika salah satu anggota suku yang terbunuh oleh

anggota suku lain, keluarga korban akan dibayar sejumlah uang darah

(diyat) sebagai kompensasi oleh saudara terdekat dari pembunuh.

Saudara terdekat pembunuh tersebut yang disebut aqilah, harus

membayar uang darah atas nama pembunuh. Praktik aqilah pada

38

zaman Rasulullah tetap diterima dan menjadi bagian dari Hukum

Islam, hal tersebut dapat dilihat dari hadist Nabi Muhammad SAW.

Selain hadist diatas, ada Pasal khusus dalam konstitusi

Madinah yang memuat semangat untuk saling menanggung bersama,

yaitu Pasal 3 yang isinya sebagai berikut: Orang Quraisy yang

melakukan perpindahan (ke Madinah) melakukan pertanggungan

bersama dan akan saling bekerja sama membayar uang darah di antara

mereka. Aqilah merupakan praktik yang biasa terjadi pada suku Arab

kuno. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap

anggota suku yang lain, maka ahli waris korban akan memperoleh

bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan

keluarga pembunuh. Penutupan yang dilakukan oleh keluarga

pembunuh itulah yang disebut sebagai aqilah.

Pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi syariah selain

mengembangkan praktik tolong menolong melalui dana tabarru’ juga

memasukan unsur investasi (khususnya pada asuransi jiwa) baik

dengan akad bagi hasil (mudharabah) maupun fee (wakalah).

Dalam syari’at Islam ketentuan hukum asuransi pada umumnya

dikategorikan ke dalam masalah-masalah ijtihad, kerena tidak ada

penjelasan resmi baik dalam Al Qur’an maupun Al Hadits. Di samping

itu, para imam mazhab juga tidak memberikan pendapatnya tentang

hal tersebut, sebab ketika itu masalah perasuransian belum dikenal

(Suhrawardi K. Lubis, 2000: 74).

Adapun hasil ijtihad para ahli hukum Islam tentang hukum

asuransi dapat diklarifikasikan sebagai berikut (www.eramuslim.com):

1) Pendapat pertama: Asuransi dengan segala bentuk perwujudannya

haram menurut ketentuan hukum Islam.

39

Pendapat ini dikemukakan oleh Sayyid Sabiq, Abdullah Al

Qalqili, Yusuf Qardhawi dan Muhammad Bakhil al-Muth’i (mufti

Mesir).

Adapun alasannya adalah sebagai berikut :

a) asuransi sama dengan judi;

b) asuransi mengandung unsur tidak jelas dan tidak pasti

(uncertainly);

c) asuransi mengandung unsur riba/rente;

d) asuransi mengandung unsur pemerasan;

e) premi-premi yang dibayarkan akan diputar dalam praktek-

praktek riba (kredit berbunga);

f) asuransi termasuk akad sharfi, artinya jual beli atau tukar

menukar mata uang tidak dengan tunai (cash and carry);

g) hidup dan mati manusia jadi obyek bisnis, berarti sama halnya

mendahului takdir Allah.

2) Pendapat kedua: Asuransi dengan segala bentuknya dapat diterima

dalam syari’at Islam

Pendapat ini dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf,

Mustafa Akhmad Zarqa (Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas

Syari’ah Universitas Syria), Muhammad Yusuf Musa (Guru Besar

Hukum Islam pada Universitas Kairo) dan Abdurrahman Isa

(Pengarang Kitab Al Muamalat al-haditsah wa Ahkamuka), dengan

alasan:

a) tidak ada nash (Al Qur’an dan Al Hadits);

b) ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak;

c) saling menguntungkan kedua belah pihak;

d) mengandung kepentingan umum;

e) asuransi termasuk akad mudharabah (bagi hasil);

f) asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awuniyah);

g) asuransi dianalogikan dengan sistem pensiun seperti taspen

40

3) Pendapat ketiga: Asuransi Sosial diperbolehkan, sedangkan

asuransi yang bersifat komersial tidak diperbolehkan atau

bertentangan dengan syari’at Islam.

Pendapat ini dikemukakan oleh Muhammad Abu Zahrah,

beliau menyatakan asuransi sosial diperbolehkan dengan alasan

sebagaimana pendapat yang kedua dan asuransi komersial tidak

diterima dengan alasan sama dengan pendapat pertama.

4) Pendapat keempat: Asuransi dengan segala jenisnya dipandang

syubhat (samar)

Asuransi dengan segala jenisnya dipandang syubhat

(samar/perkara yang tidak diketahui hukumnya oleh orang banyak,

yang masih samar kehalalan maupun keharamannya), alasannya

karena perjanjian asuransi tidak dinyatakan secara jelas tentang

kebolehan dan ketidakbolehannya di dalam Al Qur’an dan Hadits.

Menanggapi polemik tersebut, K.H. Ahmad Azhar Basyir,

MA, menyatakan bahwa perjanjian asuransi dengan asas gotong

royong atau ta’awun menuntut agar mental para tertanggung benar-

benar siap. Perjanjian dilakukan benar-benar perjanjian tolong-

menolong bukan perjanjian tukar-menukar. Dengan demikian,

bukan untung rugi yang dipikirkan, tetapi bagaimana hubungan

tolong-menolong dapat ditegakkan. Sehingga dapat disimpulkan

bahwa suatu asuransi diperbolehkan secara syar’i jika tidak

menyimpang dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan syari’at Islam.

Selanjutnya, perkembangan Asuransi Syariah dalam

beberapa tahun terakhir cukup menggembirakan. Setelah Asuransi

Takaful dibuka, berbagai perusahaan asuransi pun menyadari

cukup besarnya potensi bisnis asuransi syariah di Indonesia. Saat

ini, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah

41

operator asuransi syariah cukup banyak di dunia. Berdasarkan data

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI),

terdapat 51 pemain asuransi syariah di Indonesia yang telah

mendapatkan rekomendasi syariah. Mereka terdiri dari 42 operator

asuransi syariah, tiga reasuransi syariah, dan enam broker asuransi

dan reasiuransi syariah. Industri asuransi Indonesia mencatat

kenaikan laba yang cukup signifikan dalam 7 tahun terakhir,

dengan pertumbuhan rata-rata 26,5% per tahun.

c. Prinsip Dasar Asuransi Syariah

Prinsip dasar yang ada dalam asuransi syariah tidaklah jauh

berbeda dengan prinsip dasar yang berlaku pada konsep ekonomi

Islam. Prinsip tersebut diantaranya (AM. Hasan Ali, 2004: 125) :

1) Tauhid (Unity)

Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk

bangunan yang ada dalam syariah Islam. Dalam berasuransi yang

harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan

suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai

ketuhanan.

2) Keadilan (justice)

Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-

nilai keadilan antara pihak-pihak yang terikat dengan akad

asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam

menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan

asuransi.

3) Tolong-menolong (ta’awun)

Dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari

dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) antara anggota

(nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus

memiliki niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan

beban sesamanya yang mendapatkan musibah atau kerugian.

42

4) Kerja Sama (cooperation)

Prinsip kerjasama merupakan prinsip universal yang selalu

ada dalam literatur ekonomi islami. Kerjasama dalam bisnis

asuransi dapat berwujud dalam bentuk akad yang dijadikan acuan

antara kedua belah pihak yang terlibat, yaitu antara nasabah dan

perusahaan asuransi.

5) Amanah (trustworthy/ al-amanah)

Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat

terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban)

perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode.

Sedangkan prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah

asuransi. Nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi

yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran (premi) dan

tidak memanipulasi kerugian yang menimpa.

6) Kerelaan (al-ridha)

Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan

pada tiap nasabah asuransi agar mempunyai motivasi dari awal

untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan ke

perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial

(tabarru’).

7) Larangan riba

Riba adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai

imbangan apa pun. Riba jelas dilarang dalam Islam, karena

bertentangan dengan keadilan dan persamaan.

8) Larangan maisir (judi)

Unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang

untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini

tampak jelas dalam asuransi konvensional, bila pemegang polis

dengan sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa

reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan

43

tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali

sebagian kecil saja.

9) Larangan gharar (ketidakpastian)

Gharar dalam pengertian bahasa adalah al-khida’

(penipuan) yaitu suatu tindakan yang di dalamya diperkirakan tidak

ada unsur kerelaan. Secara syariah dalam akad pertukaran harus

jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus

diterima.

d. Konsep Dasar Asuransi Syariah dalam Islam

Menurut ahli perundang-undangan Islam, ada beberapa konsep

yang mengarah kepada konsep at-ta’min (asuransi) berdasarkan

syariah Islam (Muhammad Syakir Sula, 2004:82-84), diantaranya:

1) Al’aqilah

Saling memikul atau bertanggung jawab untuk

keluarganya. Aqilah merupakan istilah yang mahsyur di kalangan

fuqaha, yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai cikal bakal

konsep asuransi syariah. Jadi Aqilah merupakan tanggung jawab

kelompok, sehingga para ahli hukum Islam mengklaim bahwa

dasar dari tanggung jawab kelompok itu terdapat pada system

aqilah sebagaimana dipraktekkan oleh kaum Muhajirin dan

Anshor.

2) Al-Muwalat (perjanjian jaminan)

Yaitu perjanjian jaminan. Penjamin menjamin seseorang

yang tidak memilliki waris dan tidak diketahui ahli warisnya.

Penjamin setuju untuk menanggung bayarannya, jika orang yang

dijamin tersebut melakukan jinayah. Apabila orang yang dijamin

meninggal, maka penjamin boleh mewarisi hartanya sepanjang

tidak ada ahli warisnya.

3) Al-Qasamah

44

Konsep perjanjian ini juga berhubungan dengan jiwa

manusia. Sistem ini melibatkan usaha pengumpulan dana dalam

sebuah tabungan atau pengumpulan uang iuran dari peserta atau

majelis.

4) Al-Tahamud

Makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar

kemudian dicampur menjadi satu. Makanan tersebut dibagikan

pada saatnya kepada mereka kendati mereka mendapatkan porsi

yang berbeda-beda. Dalam kasus ini, makanan yang diserahkan

bisa jadi sama kadarnya atau berbeda-beda. Begitu halnya dengan

makanan yang diterima, bisa jadi sama porsinya dan bisa berbeda-

beda.

5) Al Umra

Al Baji (494 H) bemadzhab Maliki ketika mendiskusikan

masalah jual beli gharar mengatakan “ jika A menyerahkan

rumahnya kepada pihak B dengan kompensasi B memberikan

biaya hidup kepada A sampai ia meninggal”. Albaji berkomentar

“saya tidak setuju dengan model transaksi seperti itu, tapi jika

terjadi, saya tidak membatalkannya.

Rumah, dalam kasus diatas, sebagai premi dalam asuransi,

sedangkan biaya hidup selama hayat adalah sebagai manfaat

asuransi yang akan diperoleh oleh (A)/peserta. Dr. Jafril Khalil,

dalam makalahnya menambahkan beberapa bentuk-bentuk akad

lainnya, selain yang telah kita jelaskan diatas yang mirip dengan

konsep asuransi dan sudah jama’ dan biasa digunakan di dunia

Islam, diantaranya:

a) Kontak pengawal keselamatan;

b) Jaminan keamanan lalu lintas, suatu akad yang diterima oleh

ulama’ Madzhab Hanafi;

c) Penerimaan pengganti bayaran bila barang amanah rusak;

45

d) Sistem pensiun.

6) Aqd al-hirasah (Kontrak Pengawal Keselamatan)

Di dunia Islam terjadi berbagai kontrak antar individu,

misalnya ada individu yang ingin selamat lalu ia membuat kontrak

dengan seseorang untuk menjaga keselamatannya, dimana ia

membayar sejumlah uang kepada pengawal, dengan konpensasi

keamanannya akan dijaga oleh pengawal.

7) Dhiman Khatr Tariq

Kontrak ini merupakan jaminan keselamatan lalu lintas.

Para pedagang muslim pada masa lampau ingin mendapatkan

perlindungan keselamatan, lalu ia membuat kontrak dengan orang-

orang yang kuat dan berani di daerah rawan. Mereka membayar

sejumlah uang, dan pihak lain menjaga keselamatan perjalanannya.

8) Al-Wadi’ah biujrin

Dalam kontrak wadiah ini jikalau kerusakan pada barang

ketika dikembalikan, maka pihak penerima wadiah wajib

menggantinya, karena ketika menitipkan pihak penitip telah

membayar sejumlah uang kepada tempat penitipan.

9) Nizam al-Taqaud

Sistem pensiun yang sudah lama berjalan di dunia Islam.

Jadi pegawai suatu instansi berhak mendapat jaminan haritua

berupa pensiun.

Bentuk-bentuk muamalah diatas, karena memiliki kemiripan

dengan prinsip-prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama dianggap

sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola

secara profesional. Bedanya, sistem muamalah tersebut didasari atas

amal Tathowwu’ dan tabarru’ terbuka yang tidak berorientasi kepada

profit.

46

e. Jenis-jenis Asuransi Syariah

Asuransi syariah dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

1) Asuransi Jiwa (life insurance)

Dalam asuransi jiwa ini fokus utamanya adalah

memberikan layanan dan bantuan yang menyangkut jiwa dan

keluarga yang mana untuk mempersiapkan diri dalam kehidupan

yang akan datang seperti dana siswa untuk masa depan anak, dana

haji untuk mempersiapkan bekal haji, dan lain-lain. Dalam

Asuransi Takaful, asuransi jiwa dapat diklasifikasikan sebagai

berikut :

a) Produk yang ada unsur tabungan (Saving)

(1) Takaful Dana Investasi

(2) Takaful Dana Siswa

(3) Takaful Dana Haji

(4) Takaful Dana Jabatan

(5) Takaful Hasanah

b) Produk-produk Individu (Non Saving)

(1) Takaful Kesehatan Individu

(2) Takaful Kecelakaan Diri Individu

(3) Takaful Al-Khairat Individu

c) Produk-produk Kumpulan

(1) Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan

(2) Takaful Kecelakaan Siswa

(3) Takaful Wisata dan Perjalanan

(4) Takaful Pembiayaan

(5) Takaful Majelis Taklim

(6) Takaful Al Khairat

(7) Takaful Medicare

(8) Takaful Al-Khairat+ Tabungan Haji (Takaful Iuran Haji)

(9) Takaful Perjalanan Haji dan Umrah

2) Asuransi Umum (general insurance)

47

Yaitu asuransi syariah yang fokus utamanya adalah

memberikan pelayanan dan bantuan menyangkut asuransi di

bidang kerugian seperti perlindungan dari kebakaran,

pengangkutan, niaga dan kendaraan bermotor. Dalam Asuransi

Takaful terdiri dari :

a) Produk-produk Simple Risk

(1) Takaful Kebakaran (fire insurance)

(2) Takaful Kendaraan Bermotor (motor vehicle insurance)

(3) Takaful Kecelakaan Diri (personal accident insurance)

b) Produk-produk Mega Risk

(1) Takaful Kebakaran (industrial risk)

(2) Takaful Rekayasa (engineering insurance)

(3) Takaful Pengangkutan (cargo insurance)

(4) Takaful Surety Bond (construction contract insurance)

(5) Takaful Rangka Kapal (marine hull insurance)

(6) Takaful Energi (oil and gas insurance)

(7) Takaful Tanggung Gugat (liability insurance)

c. Tinjauan Tentang Perlindungan Hukum Peserta Asuransi

a. Pengertian Perlindungan Hukum Asuransi

1) Pihak-pihak dalam Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

Hubungan antara nasabah (peserta asuransi) dengan

perusahaan asuransi adalah hubungan antar subjek hukum sebagai

pembawa hak dan kewajiban. Pengertian subjek hukum adalah

orang dan badan, sedangkan pengertian badan adalah badan hukum

dan bukan badan hukum. Pembedaan demikian akan menyangkut

terhadap identifikasi nasabah. Landasan utama dalam perjanjian

tersebut adalah dipenuhinya syarat-syarat sahnya perjanjian

sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu adanya

kecakapan untuk membuat perjanjian, adanya kesepakatan

48

mengenai suatu hal tertentu dan sebab yang halal. Sebagai subjek

hukum, kedua belah pihak harus juga memenuhi aspek hukum dari

subjek hukum.

a) Pihak nasabah

(1) Orang

Nasabah dapat berupa orang atau badan. Nasabah terbagi

menjadi orang yang dewasa dan orang yang belum dewasa.

Nasabah orang yang belum dewasa memang dianggap

belum cakap untuk membuat suatu perjanjian namun

dimungkinkan mengikuti program-program asuransi,

asalkan tetap berdasarkan kesepakatan oleh wali atau orang

tuanya. Biasanya orang yang belum dewasa menjadi peserta

program asuransi pendidikan, dana siswa, beasiswa, dsb.

(2) Badan

Untuk nasabah berupa badan, perlu diperhatikan aspek

legalitas badan tersebut serta kewenangan bertindak dari

pihak yang berhubungan dengan perusahaan asuransi.

Secara umum, pembagian bentuk usaha dari badan usaha

adalah sebagai berikut:

(a) Macam-Macam Badan Bukan Badan Hukum

(i) Persekutuan Perdata, diatur dalam Pasal 1618 s/d

1652 KUHPerdata;

(ii) Firma, diatur dalam Pasal 16 s/d 18 dan 22 s/d 35

KUHDagang;

(iii)Persekutuan Komanditer, diatur dalam Pasal 19 s/d

21 KUHDagang.

(b) Macam-Macam Badan Hukum

(i) Badan Hukum Publik, seperti Negara/Pemda;

49

(ii) Perseroan Terbatas, diatur dalam UU No. 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

(iii) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), diatur

dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah, yang menyatakan bahwa pemerintah

daerah dapat membentuk BUMD;

(iv) Badan Usaha Milik Negara (BUMN), diatur

dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara;

(v) Koperasi, yang diatur dalam UU No. 25 Tahun

1992 tentang Perkoperasian;

(vi) Yayasan, diatur dalam UU No. 17 Tahun 2001

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28

Tahun 2004;

(vii) Badan Hukum Milik Negara (BHMN), diatur

dalam PP No. 152 tahun 2000 tentang Status

Perguruan Tinggi Negeri Menjadi BHMN;

(viii) Dana Pensiun, diatur dalam UU No. 11 Tahun

1992 tentang Dana Pensiun;

(ix) Partai Politik dan Organisasi Kemasyarakatan

yang memenuhi syarat sebagai badan hukum (UU

No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik dan UU

No. 8 Tahun 1988 tentang Organisasi

Kemasyarakatan jo PP No. 18 Tahun 1986);

(x) Perkumpulan Umum, diatur dalam Pasal 1653 s/d

1665 KUHPerdata;

(xi) Usaha Perorangan;

(xii) Badan Usaha yang dalam perkembangannya

terdapat bentuk-bentuk usaha lain dengan nama

yang berbeda-beda, seperti konsorsium, yang

diatur dalam Pasal 1618 s/d 1652 KUHPerdata.

50

b) Pihak Perusahaan Asuransi

Pasal 7 ayat (1) UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian menyatakan bahwa usaha perasuransian hanya

dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk :

(1) Perusahaan Perseroan (PERSERO);

(2) Koperasi;

(3) Perseroan Terbatas;

(4) Usaha Bersama (Mutual).

Bagi perusahaan asuransi yang berbentuk perseroan

terbatas berlaku juga azas-azas umum dalam perseroan

terbatas, diantaranya adanya limitatif tanggung jawab. Azas

“terbatas” dalam perseroan terbatas sering dijadikan landasan

berlindung dari tuntutan hukum. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1)

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang

selanjutnya disebut perseroan adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang

seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan

yang ditetapkan dalam undang-undang serta peraturan

pelaksanaannya.

Pengertian asuransi dalam Pasal 1 UU No. 2 Tahun

1992 menyebutkan istilah penanggung dan tertanggung. Arti

kata penanggung, dalam hal ini adalah perusahaan asuransi,

merupakan pihak yang menerima premi asuransi dari tertanggung

dan menanggung risiko atas kerugian atau musibah yang menimpa

harta benda yang diasuransikan. Sedangkan tertanggung, yang

dalam hal ini adalah nasabah atau peserta asuransi, merupakan

seseorang atau badan hukum yang memiliki atau berkepentingan

atas harta benda yang diasuransikan.

51

Dalam asuransi syariah terdapat dua pihak utama yaitu

pihak peserta asuransi dan pihak perusahaan asuransi. Berbeda

dengan asuransi konvensional, yang terjadi adalah hubungan

antara penanggung (perusahaan asuransi) dan tertanggung

(peserta asuransi) yang mana perusahaan asuransi menanggung

kerugian, resiko, dan musibah yang terjadi pada peserta

asuransi. Yang terjadi dalam asuransi syariah adalah para

peserta asuransi yang saling bertanggungjawab terhadap

dirinya atau wajib ditanggung bersama (risk sharing), yang

mana di dalamnya diterapkan prinsip-prinsip kerjasama,

proteksi dan saling bertanggungjawab.

Peranan perusahaan asuransi terbatas pada pengelolaan

operasi perusahaan asuransi (underwriter, collector, claim

payer) dan investasi dana-dana asuransi yang terkumpul (fund

manager). Perusahaan asuransi syariah dalam menjalankan

bisnisnya mendapatkan fee atas jasa akseptasi, underwriting,

collection, claim, dan manajemen. Selain itu perusahaan

asuransi syariah akan mendapat bagi hasil atas investasi dana

peserta dan dapat pula memperoleh alokasi surplus berdasarkan

perjanjian. Premi yang dibayarkan peserta asuransi tidak

otomatis menjadi hak milik perusahaan asuransi. Tetapi

merupakan kepemilikan kolektif para pemegang polis.

Kemudian, kumpulan dana dari pembayaran premi tersebut

digunakan untuk menanggung resiko diantara peserta asuransi.

2) Perlindungan Hukum dalam Asuransi

Agar perjanjian asuransi berjalan sebagaimana yang

diharapkan, diperlukan adanya peraturan yang memadai sehingga

masing-masing pihak memahami hak dan kewajibannya untuk

dilaksanakan. Sebagai tindak lanjut diperlukan pula pengawasan

52

yang tepat. Diperlukannya hal demikian adalah dengan alasan-

alasan antara lain seperti berikut ini :

a) Dari Pasal 246 KUHD dapat disimpulkan bahwa asuransi

merupakan perjanjian timbal balik yang berarti masing-masing

pihak mempunyai hak dan kewajiban yang saling berhadap-

hadapan. Oleh sebab itu dalam hubungan dengan pemegang

polis, di samping harus melaksanakan kewajiban-kewajibannya

juga perlu mendapat perlindungan untuk menuntut hak-haknya.

Adanya peraturan yang memadai dan mudah dipahami akan

sangat membantu pemegang polis;

b) Perkembangan usaha asuransi memerlukan kepercayaan dari

masyarakat. Sudah selayaknyalah apabila kepercayaan itu telah

diletakkan atasnya, maka perlindungan harus diberikan

sepenuhnya terhadap kemungkinan segala tindakan dari

perusahaan asuransi yang merugikannya;

c) Penutupan perjanjian asuransi berhubungan pula dengan

kepercayaan pemegang polis yang meminta perlindungan

terhadap risiko yang mungkin menimpanya yang berkaitan pula

dengan penyerahan dan (premi) untuk dikelolanya yang secara

keseluruhan akan besar jumlahnya. Dengan demikian

perlindungan terhadap pemegang polis yang meminta

perlindungan tersebut sudah sewajarnya diberikan;

d) Sifat perjanjian asuransi sangat teknis perumusannya serta

sepihak sifatnya. Pihak pemegang polis tidak berkesempatan

untuk mengubah kondisi-kondisi yang tertera pada polis sedang

di lain pihak proteksi asuransi dirasakannya perlu. Dengan

demikian dapat dikatakan pemegang polis yang pada umumnya

awam dalam menelaah perjanjian demikian perlu diberi

perlindungan;

e) Perjanjian asuransi mempunyai sifat dan ciri yang khusus,

antara lain perjanjian asuransi merupakan perjanjian aletoir dan

53

bukan perjanjian komutatif, perjanjian asuransi merupakan

perjanjian sepihak, dan perjanjian asuransi adalah perjanjian

yang melekat pada syarat penanggung. Dengan adanya sifat

yang khusus pada perjanjian asuransi tersebut maka diperlukan

adanya peraturan, tata cara serta syarat-syarat yang khusus

pula.

Ketentuan yang berkaitan dengan perjanjian asuransi

terdapat dalam KUH Perdata, KUHD, peraturan perundang-

undangan lainnya lainnya, dan praktek asuransi seperti yang dapat

dipelajari dalam polis dan yurisprudensi. Berikut perlindungan

yang dapat diberikan pada pemegang polis berdasarkan ketentuan

hukum yang berlaku:

a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Ketentuan umum perjanjian dalam KUH Perdata dapat

berlaku pula bagi perjanjian asuransi dengan kepentingan

pemegang polis, terdapat beberapa ketentuan dalam KUH

Perdata yang perlu diperhatikan, antara lain:

(1) Pasal 1320 KUH Perdata yang mengatur mengenai syarat

sahnya perjanjian yaitu:

(a) Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

(b) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

(c) Suatu hal tertentu;

(d) Suatu sebab yang halal.

Apabila perjanjian asuransi tersebut dinyatakan

batal baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian dan

tertanggung/ pemegang polis beritikad baik, maka

pemegang polis tersebut berhak menuntut pengembalian

premi yang sudah dibayarkannya (Pasal 281 KUHD);

(2) Pasal 1266 KUH Perdata mengatur bahwa syarat batal

dianggap selalu dicantumkan dalam perjanjian timbal balik

54

apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Namun demikian disebutkan pula bahwa perjanjian tidak

batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan

kepada hakim;

(3) Apabila ternyata penanggung wajib memberikan ganti

kerugian atau sejumlah uang dalam perjanjian asuransi dan

ternyata melakukan ingkar janji, maka pemegang polis

dapat menuntut penggantian biaya, rugi dan bunga dengan

memperhatikan Pasal 1267 KUH Perdata yang menyatakan

bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat

memilih apakah ia akan memaksa pihak lain untuk

memenuhi perjanjian atau apakah ia akan menuntut

pembatalan dengan biaya ganti kerugian;

(4) Perjanjian asuransi juga termasuk perikatan bersyarat, maka

sebaiknya pemegang polis memperhatikan ketentuan Pasal

1253 s/d Pasal 1262 KUH Perdata;

(5) Ahli waris pemegang polis juga berhak atas

dilaksanakannya prestasi dari perjanjian tersebut. Hal ini

dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1318 KUH Perdata;

(6) Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mengatakan bahwa

semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi yang membuatnya. Hal ini melahirkan

asas kebebasan berkontrak, asas kekuatan mengikat, dan

asas kepercayaan. Bila dihubungkan dengan perjanjian

asuransi bahwa pihak penanggung dan tertanggung/

pemegang polis terikat untuk melaksanakan ketentuan

perjanjian yang telah disepakati. Sehingga pemegang polis

mempunyai landasan hukum untuk menuntut penanggung

melaksanakan prestasinya;

(7) Pasal 1339 KUH Perdata berbunyi bahwa perjanjian tidak

hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas

55

dinyatakan di dalamnya, tapi juga untuk segala sesuatu

yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan,

kebiasaan, atau undang-undang. Sehingga kepentingan

pemegang polis perjanjian asuransi asas di atas perlu

mendapat perhatian;

(8) Pasal 1342 KUH Perdata menafsirkan perjanjian harus

diperhatikan pula oleh para pihak yang mengadakan

perjanjian asuransi;

(9) Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melanggar

hukum dapat juga dipergunakan oleh pemegang polis,

apabila dapat membuktikan penanggung telah melakukan

perbuatan yang merugikannya;

Demikianlah antara lain ketentuan-ketentuan dalam

KUH Perdata yang dapat dipergunakan oleh pemegang polis

dalam mempertahankan hak-haknya pada suatu perjanjian

asuransi.

b) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Dalam hubungan dengan perlindungan kepentingan

pemegang polis asuransi, di dalam KUHD terdapat pula

beberapa peraturan lainnya yang harus diperhatikan, antara

lain:

(1) Pasal 254 KUHD yang melarang para pihak dalam

perjanjian untuk melepaskan hal-hal yang oleh ketentuan

undang-undang diharuskan sebagai pokok suatu perjanjian

asuransi. Apabila hal demikian dilakukan mengakibatkan

perjanjian asuransi itu batal;

(2) Pasal 257 dan Pasal 258 KUHD menafsirkan bahwa

perjanjian asuransi juga merupakan perjanjian konsensual,

sehingga telah terbentuk dengan adanya kata sepakat kedua

pihak. Dalam hal ini polis hanya merupakan bukti saja.

56

Apabila kedua pihak menutup perjanjian asuransi tetapi

polisnya belum dibuat, maka tertanggung tetap berhak

menuntut ganti rugi apabila peristiwa yang diperjanjikan

terjadi. Adapun yang harus dilakukan tertanggung adalah

membuktikan bahwa perjanjian tersebut telah terbentuk;

(3) Pasal 260 dan 261 KUHD yang mengatur tentang asuransi

yang ditutup dengan perantaraan makelar. Mengenai

perjanjian asuransi yang ditutup melalui perantaraan

dikenal tentang petugas Dinas Luar dan broker asuransi.

Apabila terdapat kesalahan yang dilakukan broker asuransi

dalam melakukan pelayanan terhadap tertanggung, maka

broker dapat dituntut secara perdata maupun pidana. Secara

moralpun broker asuransi merasa berkewajiban untuk

menggantikan kerugian yang diderita nasabah atau pihak

lain akibat perbuatan broker asuransi;

(4) Pasal 269 KUHD yang mengatur bahwa dalam perjanjian

asuransi dianut peristiwa yang belum pasti terjadi secara

subyektif. Maksudnya, peristiwa dapat dinyatakan batal jika

tertanggung atau yang memberikan kuasa telah mengetahui

sebelumnya bahwa kerugian atau peristiwa tersebut telah

terjadi. Ketentuan tersebut merupakan peraturan menambah

sehingga tertanggung atau pemegang polis yang tetap ingin

melangsungkan perjanjian dengan kondisi tertentu dapat

memperjanjikan lain secara tegas;

(5) Pasal 271 KUHD mengatur mengenai hak penanggung

untuk menutup kembali (reasuransi) penanggungannya

kepada perusahaan asuransi yang lain. Dengan ditutupnya

perjanjian asuransi berakibat bahwa penanggung bersedia

memberikan ganti rugi atau sejumlah uang apabila terjadi

kerugian yang menimpanya. Sehingga dapat dikatakan

bahwa tindakan menutup reasuransi di samping melindungi

57

penanggung pertama juga secara tidak langsung melindungi

kepentingan pemegang polis;

(6) Pemegang polis yang ragu-ragu terhadap kemampuan

penanggungnya dapat menutup lagi asuransi dengan

penanggung yang lain dengan memperhatikan Pasal 280

KUHD;

(7) Pasal 281 KUHD yang mengatur tentang premi restorno,

ditentukan bahwa pemegang polis dapat menuntut kembali

premi yang sudah dibayarkan dengan syarat apabila

asuransi gugur atau batal, pemegang polis beritikad baik,

dan penanggung belum memberikan ganti rugi seluruhnya

maupun sebagian;

(8) Agar pemegang polis terlindungi dalam menuntut hak-

haknya maka harus memperhatikan kewajiban yang

ditentukan oleh Pasal 283 KUHD.

c) Peraturan Perundang-undangan

Selain terdapat pengaturannya dalam KUH Perdata dan

KUHD, perasuransian juga terdapat di dalam peraturan

perundang-undangan lainnya, diantaranya:

(1) Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun

1988 tanggal 26 Oktober 1988 Tentang Usaha di Bidang

Asuransi Kerugian;

(2) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

1249/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang

Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang

Asuransi Kerugian;

(3) Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

1250/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 Tentang

Usaha Asuransi Jiwa.

58

Mengenai perlindungan terhadap tertanggung maka

undang-undang yang terkait adalah UU No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Karena tertanggung atau

nasabah asuransi merupakan konsumen dari produk yang

ditawarkan oleh perusahaan asuransi. Dalam Pasal 18 UUPK

ada rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam pencantuman

klausula baku dalam kontrak, yaitu :

(1) Pelaku usaha dalam menawarkan menawarkan barang

dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan

dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada

setiap dokumen perjanjian apabila :

a) Menyatakan pengalihan tanggung tanggung jawab

pelaku usaha;

b) Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan

barang atau pemanfaatan pemanfaatan jasa yang dibeli

oleh konsumen;

c) Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi

manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan

konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa;

d) Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada

pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan

tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap

barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang

letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca

secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.

Pencantuman klausula baku dari perusahaan asuransi

yang melanggar ketentuan dalam Pasal 18 UUPK, akan

mengakibatkan kontrak tersebut bertentangan dengan hukum

yang berlaku dan mengakibatkan klausula baku tersebut batal

59

demi hukum. Sehingga, pelaku usaha wajib menyesuaikan

klausula baku yang bertentangan dengan undang-undang ini.

d) Polis Asuransi

Meskipun polis bukan merupakan syarat mutlak untuk

terbentuknya perjanjian asuransi, akan tetapi polis tersebut

cukup penting. Hal itu disebabkan dalam polis yang

bersangkutan dapat diketahui isi dari perjanjian asuransi yang

telah ditutup oleh pemegang polis dan penanggung. Dengan

demikian, pemegang polis dapat mengetahui kewajiban dan

hak-haknya, sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata

yang mengikat para pihak sebagaimana undang-undang (Man

Suparman, 2003: 28).

e) Yurisprudensi

Tidak diragukan lagi bahwa yurisprudensi sangat

membantu dalam praktek perasuransian dan perkembangannya.

Oleh sebab itu sebagai bahan perbandingan, yurisprudensi

negeri Belanda dapat dijadikan pedoman. Dalam hubungan

dengan kepentingan pemegang polis perlu juga mendapat

perhatian, misalnya dalam yurisprudensi di Belanda tanggal 19

Mei 1978 mempertimbangkan bahwa jika penanggung sendiri

sudah tahu tentang adanya suatu keadaan yang dapat dipakai

untuk menolak klaim, namun tidak memberitahukan kepada

tertanggung, maka berdasarkan asas itikad baik, klaim yang

bersangkutan tidak boleh ditolak.

Seperti yang telah dikemukakan di atas, ketentuan hukum

mengenai usaha perasuransian telah diatur dalam hukum positif di

Indonesia, situasi ini mendorong perkembangan perusahaan

asuransi di Indonesia semakin marak. Namun, hal lain yang sering

60

dipermasalahkan atas asuransi konvensional adalah adanya dana

hangus. Meskipun telah ada peraturan perundang-undangan yang

melindungi kepentingan peserta asuransi, akan tetapi dalam

prakteknya bila ada peserta yang tidak dapat melanjutkan

pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum reversing

period, dana peserta itu hangus dan bila masa kontrak habis dan

tidak terjadi klaim, premi yang akan dibayarkan akan hangus,

sekaligus menjadi milik asuransi. Hal ini jelas merugikan peserta

asuransi.

b. Pembinaan dan Pengawasan Usaha Perasuransian

Menurut Pasal 8 Keputusan Presiden RI Nomor 40 Tahun

1989 Tentang Usaha di Bidang Asuransi Kerugian, diatur bahwa

yang berwenang mengadakan pembinaan dan pengawasan usaha

asuransi adalah Menteri Keuangan. Pengawasan dan pembinaan

tersebut ditujukan terhadap perusahaan asuransi kerugian,

perusahaan reasuransi, perusahaan broker asuransi, dan adjuster

asuransi. Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1978 sebelumnya

telah menetapkan pula bahwa instansi pengawas usaha

perasuransian berada di bawah Departemen Keuangan, yaitu

Direktorat Lembaga Keuangan dalam lingkungan Direktorat

Jenderal Moneter Dalam Negeri.

Pembinaan dan Pengawasan ini meliputi:

a) Kesehatan keuangan bagi perusahaan asuransi kerugian bagi

perusahaan asuransi jiwa dan perusahaan reasuransi, yang

terdiri dari :

(1) Batas tingkat solvabilitas;

(2) Retensi sendiri;

(3) Reasuransi;

(4) Investasi;

61

(5) Cadangan Teknis;

(6) Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan

kesehatan keuangan.

b) Penyelenggaraan usaha terdiri dari :

(1) Syarat-syarat polis asuransi;

(2) Tingkat premi;

(3) Penyelesaian klaim;

(4) Persyaratan keahlian di bidang perasuransian;

(5) Ketentuan-ketentuan lain yang berhubungan dengan

penyelenggaraan usaha.

Pembinaan dan pengawasan yang tersebut di atas termasuk

jenis pengawasan aktif. Sedangkan jenis pengawasan pasif dapat

dilakukan melalui kewajiban-kewajiban perusahaan asuransi yang

terdiri dari :

a) Setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan neraca

perhitungan laba rugi perusahaan beserta penjelasannya kepada

Menteri;

b) Setiap perusahaan asuransi wajib menyampaikan laporan

operasional kepada Menteri;

c) Setiap perusahaan asuransi wajib mengumumkan neraca dan

perhitungan laba rugi perusahaan dalam surat kabar harian di

Indonesia yang memiliki peredaran luas;

d) Khusus untuk asuransi jiwa, perusahaan asuransi wajib

menyampaikan laporan investasi kepada menteri.

Pada Asuransi Takaful, seluruh kegiatan diawasi, Dewan

Pengawas Syariah (DPS) baik dari segi operasional perusahaan,

investasi maupun sumberdaya manusia (SDM), Dewan Syariah

Nasional (DSN), dan Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS).

a) Dewan Pengawas Syariah (DPS)

62

Perusahaan yang beroperasi berdasarkan sistem syariah.

setiap perusahaan asuransi syariah, harus membentuk Dewan

Pengawas Syariah. Pembentukan, pengangkatan, dan

pemberhentian pengurus Dewan Pengawas Syariah adalah

berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham setelah mendapat

rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.

Salah satu tugas Dewan Pengawas Syariah adalah

mengawasi pelaksanaan keputusan Dewan Syariah Nasional di

perusahaan syariah tersebut.

Fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah:

(1) Melakukan pengawasan secara periodik pada perusahaan

syariah yang berada di bawah pengawasannya;

(2) Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan

perusahaan syariah kepada pimpinan perusahaan dan

Dewan Syariah Nasional;

(3) Melaporkan perkembangan produk dan operasional

perusahaan syariah yang diawasinya kepada Dewan Syariah

Nasional sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun

anggaran;

(4) Merumuskan masalah-masalah yang memerlukan

pembahasan Dewan Syariah Nasional;

(5) Berlaku sebagai mediator antara Lembaga Keuangan

Syariah dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) dalam

mengkomunikasikan usul dan saran pengembangan produk

dan jasa dari Lembaga Keuangan Syariah yang

memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.

Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas

Syariah adalah mengawasi jalannya operasional sehari-hari

perusahaan syariah agar selalu sesuai dengan ketentuan syariah.

63

Fungsi pengawasan DPS berlangsung sejak produk-

produk syariah akan berjalan hingga akad tersebut selesai. Ini

berguna untuk menghindari penyimpangan yang sering terjadi

pada saat akad tersebut dibuat, baik dari para pihak maupun

dari pelaksanaan isi akad.

Struktur Dewan Pengawas Syariah adalah:

(1) Dewan Pengawas Syariah dalam struktur perusahaan

setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas

direksi;

(2) Dewan Pengawas Syariah melakukan pengawasan kepada

manajemen dalam kaitannya dengan implimentasi sistem

dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah Islam;

(3) Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab atas

pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan sistem

pembinaan keIslaman yang telah diprogramkan setiap

tahun;

(4) Dewan Pengawas Syariah ikut mengawasi pelanggaran

nilai-nilai di lingkungan perusahaan tersebut;

(5) Dewan Pengawas Syariah bertanggung jawab atas seleksi

karyawan baru yang dilaksanakan biro syariah.

b) Dewan Syariah Nasional (DSN)

Dewan Syariah Nasional adalah badan yang dibentuk

oleh Majelis Ulama Indonesia untuk menangani berbagai

masalah yang berhubungan dengan aktifitas perusahaan syariah

seluruh Indonesia. Kedudukan, status, dan anggota Dewan

Syariah Nasional diatur sebagai berikut :

(1) Dewan Syariah Nasional merupakan bagian dari Majelis

Ulama Indonesia;

64

(2) Dewan Syariah Nasional membantu pihak terkait, seperti

Departemen Keuangan, Bank Indonesia, dan lembaga lain

dalam menyusun peraturan untuk lembaga keuangan

syariah;

(3) Anggota Dewan Syariah Nasional terdiri dari ulama,

praktisi, dan pakar-pakar dalam bidang terkait dengan

muamalah syariah;

(4) Anggota Dewan Syariah ditunjuk dan diangkat oleh Majelis

Ulama Indonesia dengan masa bakti sama dengan periode

masa bakti pengurus Majelis Ulama Indonesia pusat selama

5 tahun.

Tugas Dewan Syariah Nasional adalah:

(1) Menumbuhkembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah

dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan

keuangan khususnya;

(2) Mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan keuangan dan

produk atau jasa keuangan syariah.

Wewenang Dewan Syariah Nasional adalah:

(1) Mengeluarkan fatwa yang terkait Dewan Pengawas Syariah

di masing-masing perusahaan syariah dan menjadi dasar

hukum pihak terkait;

(2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi peraturan

yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti

Departemen Keuangan dan Bank Indonesia, dan lain-lain.;

(3) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah

yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah,

termasuk otoritas moneter dalam dan luar negeri;

65

(4) Memberikan peringatan kepada perusahaan syariah untuk

menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah

dikeluarkan Dewan Syariah Nasional;

(5) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk

mengambil tindakan apabila peringatan tidak diindahkan.

c) Badan Arbitrase Syariah Nasional ( BASYARNAS )

Lembaga yang melakukan penyelesaian sengketa

keperdataan secara syariah berdasarkan Al-Quran dan Al-Hadis

terhadap sengketa lembaga keuangan syariah (termasuk

Perusahaan Asuransi Syariah) dengan pemerintah, lembaga

keuangan lainnya, ataupun masyarakat. Badan ini merupakan

penyelesaian sengketa yang dipilih secara sukarela oleh para

pihak yang bersengketa.

2. Kerangka Pemikiran

Dalam melakukan penelitian ini maka perlu adanya sebuah kerangka

berpikir yang sistematik agar penelitian yang didapat sesuai dengan tujuan.

Maka kerangka pemikiran yang dikembangkan oleh peneliti digambarkan

sebagai berikut:

Asuransi

Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang

Pedoman Umum Asuransi Syariah

Asuransi Syariah

UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

66

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi

Syariah

Salah satu bentuk hubungan hukum antara perusahaan asuransi

syariah dengan nasabahnya adalah diadakannya suatu perjanjian asuransi

yang disepakati kedua belah pihak. Agar perjanjian asuransi berjalan

sebagaimana yang diharapkan, diperlukan adanya peraturan yang memadai

sehingga masing-masing pihak memahami hak dan kewajibannya untuk

dilaksanakan. Pengaturan mengenai perlindungan nasabah dimuat dalam

Solusi

Perlindungan Hukum Peserta Asuransi

Permasalahan yang timbul

Perjanjian Asuransi

Peserta Asuransi Perusahaan Asuransi

67

landasan asuransi syariah itu sendiri, karena landasan asuransi syariah

adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah.

a. Landasan dasar syariah yaitu berupa :

1) Al-Qur’an;

2) Sunnah Nabi;

3) Piagam Madinah;

4) Praktik Sahabat;

5) Ijma;

6) Syar’u Man Qablana;

7) Istihsan.

b. Landasan hukum asuransi syariah yaitu berupa :

1) Undang-Undang, antara lain :

a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian;

b) Undang-Undang terkait lainnya, seperti Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

2) Peraturan Pemerintah, antara lain :

a) Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perasuransian;

b) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan

Atas PP No. 73 Tahun 1992;

c) Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perasuransian.

3) Keputusan Menteri Keuangan atau pejabat terkait lainnya, antara

lain :

a) Keputusan Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang

Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi;

68

b) Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi;

c) Keputusan Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang

Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang

Usaha Asuransi;

d) Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1993 tentang

Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi;

e) Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 Tentang

Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi;

f) Keputusan Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tentang

Perijinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan asuransi dan

Perusahaan Reasuransi;

g) Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor

4499/LK/2000 Tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan

Investasi Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah

4) Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI), antara lain :

a) Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi Syariah;

b) Keputusan DSN-MUI tentang Pedoman Rumah Tangga, yang

secara umum memberikan penjelasan mengenai fungsi dan

tugas Dewan Syariah Nasional (DSN);

c) Fatwa No.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi;

d) Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah

Musytarakah Asuransi;

e) Fatwa No.52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah

Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah;

69

f) Fatwa No.53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada

Asuransi Syariah;

g) Fatwa No.53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada

Asuransi Syariah Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi

Syariah.

Asuransi takaful pada prinsipnya bertumpu pada konsep

“wata’awanu ala biri wa taqwa” (tolong menolonglah dalam kebaikan dan

taqwa) dan al ta’min (rasa aman) menjadikan semua peserta asuransi

sebagai keluarga besar yang saling menjamin dan menanggung risiko satu

sama lainnya. Maka asuransi takaful keluarga meniadakan unsur gharar,

maisir dan riba.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syariah Di PT

Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta

Melihat kian luas dan beragamnya pola bisnis berbasis

perekonomian syariah maka aspek perlindungan hukum dan penerapan

asas perjanjian dalam akad atau kontrak di Lembaga Keuangan Syari’ah

menjadi penting diupayakan implementasinya. Dalam hal implementasi,

para pelaku dan pengguna ekonomi syariah harus menjalankan

kegiatannya berdasarkan prinsip syariah. Pola hubungan yang didasarkan

pada keinginan untuk menegakkan sistem syariah diyakini sebagai pola

hubungan yang kokoh antara perusahaan asuransi dan nasabah. Pola

hubungan antara pihak yang terlibat dalam Lembaga Keuangan syariah

tersebut ditentukan dengan hubungan akad. Hubungan akad yang

melandasi segenap transaksi inilah yang membedakannya dengan

perusahaan asuransi konvensional, karena akad yang diterapkan

perusahaan asuransi syariah, memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi

karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.

Dalam penerapan pola hubungan akad inilah sudah seharusnya

tidak terdapat penyimpangan-penyimpangan dari kesepakatan yang telah

70

dibuat oleh kedua belah pihak karena masing-masing menyadari akan

pertanggungjawaban dari akad tersebut. Tetapi dalam koridor masyarakat

yang sadar hukum, tidak dapat dihindari munculnya perilaku saling tuntut

menuntut satu sama lain. Sehingga kuantitas dan kompleksitas perkara

terutama perkara-perkara bisnis akan sangat tinggi dan beragam.

Dalam hal ini kontrak disebut juga akad atau perjanjian yaitu

bertemunya ijab yang diberikan oleh salah satu pihak dengan kabul yang

diberikan oleh pihak lainnya secara sah menurut hukum syar’i dan

menimbulkan akibat pada subyek dan obyeknya. Akad yang dituangkan

dalam perjanjian asuransi secara tertulis dalam bahasa arab disebut al-

wa'du al-maktub. Secara umum dinamakan polis. Polis asuransi

merupakan bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang

mengadakan perjanjian asuransi.

Beberapa akad yang terdapat dalam asuransi syariah, yaitu akad

tabarru (tolong-menolong), akad mudharabah (bagi hasil), dan jenis akad

tijarah (akad yang menuju tujuan komersial) yaitu akad al-musyarakah

(partnership), alwakala (pengangkatan wakil/agen), al-waidah (akad

penitipan), asy-syirkah (berserikat), al-musahamah (kontribusi) yang

dibenarkan secara syar'i dalam asuransi syariah.

Adapun ketentuan mengenai akad dalam asuransi adalah sebagai

berikut :

a. Jenis-jenis akad yang akan digunakan di takaful dalam rangka

mengeliminir adanya gharar dan maisir adalah :

1) Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri atas

akad tijarah dan/atau akad tabarru’;

2) Akad tijarah yang dimaksud adalah mudharabah, sedangkan akad

tabarru’ adalah hibah.

b. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan :

71

1) Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan;

2) Cara dan waktu pembayaran premi;

3) Jenis akad tijarah dan/atau akad tabarru’ serta syarat-syarat yang

disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.

c. Kedudukan para pihak dalam akad tijarah & tabarru’, adalah sebagai

berikut:

1) Dalam akad tijarah (mudharabah) perusahaan bertindak sebagai

mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal

(pemegang polis);

2) Dalam akad tabarrru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang

akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena

musibah, sedangkan perusahaan bertindak sebagai pemegang

amanah atas pengelola dana tersebut.

Masalah seperti kekhawatiran adanya unsur gharar, maisir, dan

riba dapat selesai dengan benarnya akad. Takaful telah merubah akadnya

dan membagi dana peserta ke dalam dua rekening. Karena rekening

khusus yang menampung tabarru’ yang ada tidak bercampur dengan

rekening peserta, maka reversing period terjadi sejak awal. Kapan saja

peserta dapat mengambil uangnya (karena pada hakekatnya itu adalah

uang mereka sendiri), nilai tunai sudah ada (terbentuk) sejak awal tahun

pertama ia masuk. Dan karenanya tidak ada maisir, karena tidak ada pihak

yang dirugikan.

PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta dalam

menjalankan kegiatan usahanya memiliki berbagai produk dan layanan.

Prinsip perjanjian Islam dalam asuransi syariah sebagai suatu perjanjian

yang bebas dari unsur gharar, maisir, dan riba mempunyai tujuan untuk

melindungi kepentingan kedua belah pihak, khususnya nasabah sebagai

pemegang polis. Perlindungan hukum terhadap nasabah di PT Asuransi

Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta berupa :

72

a. Berbagai produk dan layanan yang bebas dari unsur gharar, maisir,

dan riba. Jenis produk dan layanan pokok PT Asuransi Takaful Kantor

Cabang Perwakilan Surakarta meliputi asuransi Takaful Keluarga dan

asuransi Takaful Umum.

Produk dan layanan asuransi syariah yang telah dipilih

sebenarnya telah mengandung aspek perlindungan. Namun dalam

kenyataannya, masih banyak nasabah yang belum paham mengenai di

mana dapat ditemukan sisi perlindungan hukum nasabah asuransi

syariah yang dapat dijadikan jaminan atas perjanjian asuransinya.

Tentunya nasabah menginginkan suatu jaminan atas keikutsertaannya

dalam asuransi. Unsur perlindungan hukum lainnya dapat ditemukan

dalam berbagai prosedur di PT Asuransi Takaful Kantor Cabang

Perwakilan Surakarta.

b. Syarat Pengajuan Asuransi, yang memuat aplikasi identitas calon

nasabah (calon pemegang polis). Tujuan dari pengisian formulir

aplikasi ini adalah untuk memberikan data sebenar-benarnya mengenai

identitas nasabah sehingga apabila suatu saat mengajukan klaim, maka

nasabah dapat membuktikan bahwa dirinya berhak atas klaim yang

diajukan;

c. Bentuk pelaksanaan akad (perjanjian) yang dibuat secara tertulis dalam

bentuk Polis Asuransi Syariah. Di dalam polis ini mengandung unsur

hak dan kewajiban antara perusahaan asuransi dengan pemegang polis.

Dengan adanya polis, maka perjanjian antara kedua belah pihak

mendapatkan kekuatan secara hukum. Jenis polis yang terdapat di PT

Asuransi Takaful Cabang Surakarta meliputi :

1) Syarat Umum Polis Individu dalam asuransi Takaful Keluarga;

2) Syarat Umum yang terdapat pada masing-masing polis dalam

asuransi Takaful Umum.

73

d. Syarat-syarat Pengajuan Klaim, yaitu ketentuan yang harus dipenuhi

agar klaim yang diajukan nasabah mendapat persetujuan oleh

perusahaan asuransi. Tujuan dari diadakannya syarat pengajuan klaim

adalah agar para nasabah mendapat perlindungan atas hak-haknya,

yaitu dengan dikabulkannya permohonan pembayaran klaim asuransi

sesuai perjanjian yang telah disepakati.

e. Penyelesaian sengketa dalam asuransi syariah yang dilakukan menurut

Hukum Islam. Nasabah tentunya merasa lebih terlindungi secara

hukum apabila terdapat lembaga yang berwenang menyelesaikan

sengketa apabila terjadi perselisihan.

B. Pembahasan

1. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi

Syariah

Asuransi Takaful merupakan asuransi yang memiliki landasan

syariah dan konsep tolong-menolong dalam kebaikan. Pengaturan

mengenai perlindungan nasabah dimuat dalam landasan asuransi syariah

itu sendiri, karena landasan asuransi syariah adalah sumber dari

pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Terdapat dua macam

landasan dalam asuransi syariah, yaitu landasan dasar syariah dan landasan

hukum asuransi syariah. Landasan dasar syariah yaitu berupa Al-Qur’an,

sunnah Nabi, Piagam Madinah, praktik sahabat, ijma, syar’u man qablana,

dan istihsan. Sedangkan landasan hukum asuransi syariah yaitu berupa

Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan

atau pejabat terkait lainnya, dan Fatwa MUI. Uraian landasan asuransi

syariah yaitu sebagai berikut:

a. Landasan Dasar

Sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis

pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran

Islam, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda

74

dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam,

antara lain:

1) Al-Qur’an

Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai-

nilai yang ada dalam praktik asuransi adalah:

a) QS al-Maidah (5): 2

Artinya: “…Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)

kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong

dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan,

bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah

amat berat siksa-Nya” (Terjemahan Yayasan

Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-Qur’an

Departemen Agama RI, 1971: 157).

Ayat ini memuat perintah untuk saling tolong-menolong

dan bekerja sama. Dalam asuransi syariah, nilai ini terlihat

dalam praktik kerelaan nasabah perusahaan asuransi untuk

menyisihkan dananya untuk digunakan sebagai dana sosial

yang digunakan untuk menolong salah satu nasabah yang

sedang terkena musibah.

b) QS al-Baqarah (2): 185

Artinya: “…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak

menghendaki kesukaran bagimu…” (Terjemahan

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-

Qur’an Departemen Agama RI, 1971: 45).

Ayat di atas memuat pengertian bahwa manusia

dituntun oleh Allah SWT agar dalam setiap langkah

kehidupannya selalu dalam kemudahan dan tidak mempersulit

diri sendiri. Dalam konteks asuransi dapat dikatakan bahwa

dengan adanya lembaga asuransi syariah, seseorang dapat

memudahkan untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupan

75

dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari kerugian

yang tidak disengaja.

c) QS al-Baqarah (2): 261

Artinya: “…Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa

yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas

(karuniaNya) lagi Maha Mengetahui” (Terjemahan

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-

Qur’an Departemen Agama RI, 1971: 65).

Ayat ini menegaskan bahwa orang yang rela

menafkahkan hartanya akan dibalas dengan melipatgandakan

pahalanya. Praktik asuransi penuh dengan muatan-muatan nilai

sosial, seperti dengan pembayaran premi ke rekening tabarru’

adalah salah satu wujud penafkahan harta di jalan Allah SWT.

d) QS Yusuf (12): 47-49

Artinya: “Yusuf berkata, supaya kamu bertanam tujuh tahun

(lamanya) sebagaimana biasa. Maka, apa yang kamu

tuai, hendaklah kamu biarkan di bulirnya kecuali

sedikit untuk kamu makan. Kemudian sesudah itu akan

datang tujuh tahun yang amat sulit, yang menghabiskan

apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun

sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum)yang kamu

simpan. Kemudian, akan datang tahun yang padanya

manusia diberi hujan (dengan cukup) dan di masa itu

mereka memeras anggur” (Terjemahan Yayasan

Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-Qur’an

Departemen Agama RI, 1971: 356).

Ayat ini mengandung semangat untuk melakukan

proteksi terhadap segala sesuatu peristiwa yang akan menimpa

di masa datang. Penerapannya pada praktik asuransi adalah

dengan melakukan pembayaran premi asuransi, berarti kita

76

secara tidak langsung telah ikut serta mengamalkan perilaku

proteksi (perlindungan) tersebut.

e) QS al-Taghaabun (64): 11

Artinya: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa

seseorang kecuali dengan izin Allah…” (Terjemahan

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-

Qur’an Departemen Agama RI, 1971: 941).

Ayat ini menegaskan bahwa segala musibah atau

peristiwa kerugian yang akan terjadi di masa mendatang

tidaklah dapat diketahui kepastiannya oleh manusia. Dalam

bisnis asuransi, hal semacam ini dipelajari dalam bentuk

manajemen risiko, yaitu bagaimana cara mengelola risiko

tersebut agar dapat terhindar dari kerugian atau paling tidak

risiko kerugian tersebut dapat diminimalisir.

f) QS Luqman (31): 34

Artinya: “…Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui

(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok;

dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi

mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Terjemahan

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-

Qur’an Departemen Agama RI, 1971: 658).

Allah SWT telah mengatur kehidupan dan kematian

serta masalah rezeki bagi manusia. Manusia diperintahkan

supaya bertawakal dan tetap optimis berusaha. Praktik asuransi

merupakan salah satu usaha untuk menyiapkan hari depan atau

dengan menekan risiko sekecil mungkin terhadap kemungkinan

kerugian yang terjadi di masa mendatang, karena kita tidak

tahu apa yang akan terjadi di masa depan.

g) QS Ali Imran (3): 145 dan 185

Artinya: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati…”

77

(QS Ali Imran (3): 185, Terjemahan Yayasan

Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-Qur’an

Departemen Agama RI, 1971: 109);

Artinya: “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan

dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang tertentu

waktunya.” (QS Ali Imran (3): 145, Terjemahan

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-

Qur’an Departemen Agama RI, 1971: 100).

Kematian adalah sesuatu yang bersifat pasti adanya dan

akan menimpa semua manusia. Dalam hal ini kewajiban yang

seharusnya dijalankan oleh manusia adalah meminimalisasi

atau mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh kematian

dengan cara melakukan perlindungan jiwanya untuk

kepentingan ahli warisnya, karena akan meringankan beban

ekonomi ahli waris yang ditinggalkannya.

h) QS an-Nisa’ (4): 7

Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dan harta

peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi orang

wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan

ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak

menurut bagian yang telah ditetapkan.” (Terjemahan

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-

Qur’an Departemen Agama RI, 1971: 116).

Ayat ini menjelaskan tentang waris mewarisi dalam

ajaran Islam. Seorang anak mempunyai hak untuk mewarisi

harta orangtuanya. Nilai yang terkandung dalam ayat di atas

diterapkan pada bisnis asuransi berbentuk pembayaran klaim

bagi nasabah perusahaan asuransi kepada keluarga atau ahli

waris yang ditinggalkan. Sebagai contoh, jika A

mengasuransikan dirinya, maka konsekuensi hukum yang

berlaku jika A meninggal adalah keluarga atau ahli warisnya

78

mendapatkan uang proteksi dari perusahaan asuransi yang

diikutinya.

i) QS Ali Imran (3): 37

Artinya: “Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar)

dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya

dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan

Zakaria pemeliharanya…” (Terjemahan Yayasan

Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-Qur’an

Departemen Agama RI, 1971: 81).

Ayat ini memberikan gambaran tentang kafalah

(pertanggungan atau penjaminan) yang dilakukan Nabi Zakaria

dalam bentuk pemeliharaan dan pemenuhan kebutuhan

hidupnya. Kafalah terbagi menjadi dua, yaitu kafalah an-nafs

(penjaminan untuk orang) dan kafalah al-mal (penjaminan

untuk harta).

2) Sunnah nabi

Pengertian Sunnah secara bahasa adalah jalan yang ditempuh,

tradisi, dan terpuji. Ulama hadits memberikan pengertian sunnah

sebagai berikut:

Artinya : “Segala yang dinukilkan dari Nabi SAW”. Baik berupa

perkataan, perbuatan, taqrirnya atau selain itu.”

Jadi menurut pengertian ini, sunnah meliputi biografi Nabi,

sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai

tubuhnya, rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai

psikis dan akhlak Nabi dalam keadaan sehari-hari, baik sebelum

atau sesudah bi’tsah (diangkat) menjadi Rasul.

a) Hadits tentang aqilah

Artinya : “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, dia berkata:

berselisih dua orang wanita dari suku Huzail,

kemudian salah satu wanita tersebut melempar batu

ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan

79

kematian wanita tersebut beserta janin yang

dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang

meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut

kepada Rasulullah SAW., maka Rasulullah .SAW.

memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap

janin tersebut dengan pembebasan seorang budak

laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi

kematian wanita dengan uang darah (diyat) yang

dibayarkan oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua

laki-laki)” (HR. Bukhari).

Hadits di atas menjelaskan tentang praktik aqilah yang

telah menjadi tradisi di masyarakat Arab. Penanggungan

bersama oleh aqilah merupakan suatu kegiatan yang

mempunyai unsur seperti yang berlaku pada bisnis asuransi.

Kemiripan ini didasarkan atas adanya prinsip saling

menanggung (takaful) antara anggota suku.

b) Hadits tentang niat

Artinya : “Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab ra, dia

berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW.:

“Sesungguhnya semua pekerjaan itu (tergantung)

dengan niatnya, dan setiap orang itu (tergantung)

dari apa yang diniatkannya.” (Muttafaq alaih).

Dijelaskan dalam hadits di atas bahwa segala perbuatan

manusia itu tergantung dengan niatnya. Dalam bisnis asuransi,

yang perlu diperhatikan sejak awal adalah niat seseorang ikut

serta di dalamnya. Seorang yang menjadi anggota perkumpulan

asuransi harus meluruskan niatnya dengan memberikan

motivasi pada dirinya, bahwa dia berasuransi hanya untuk

saling tolong-menolong dan bantu-membantu antara sesama

anggota asuransi dengan didasari untuk mencari keridhaan

Allah SWT.

80

c) Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang.

Artinya : “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi

Muhammad bersabda : Barangsiapa yang

menghilangkan kesulitan duniawinya seorang

mukmin, maka Allah SWT akan menghilangkan

kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang

mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah SWT

akan mempermudah urusannya di dunia dan di

akhirat” (HR. Muslim).

Dalam perusahaan asuransi, kandungan hadits di atas

terlihat dalam bentuk pembayaran dana sosial (tabarru’) dari

anggota (nasabah) perusahaan asuransi yang sejak awal

mengikhlaskan dananya untuk kepentingan social, yaitu untuk

membantu dan mempermudah urusan saudaranya yang

kebetulan mendapatkan musibah atau bencana.

d) Hadits tentang anjuran meninggalkan ahli waris yang kaya

Artinya : “Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Ali Waqasy,

telah bersabda Rasulullah SAW.: “Lebih baik jika

engkau meninggalkan anak-anak kamu (ahli waris)

dalam keadaan kaya raya, dari pada meninggalkan

mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang

meminta-minta kepada manusia lainnya” (HR.

Bukhari).

Rasulullah SAW sangat memperhatikan kehidupan

yang akan terjadi di masa datang (future time) dengan cara

mempersiapkan sejak dini bekal yang harus diperlukan untuk

kehidupan dan keturunan (ahli waris)-nya di masa mendatang.

Dalam pelaksanaan operasionalnya, organisasi asuransi

mempraktikkan nilai yang terkandung dalam hadits di atas

dengan cara mewajibkan anggotanya untuk membayar uang

iuran (premi) yang digunakan sebagai tabungan dan dapat

81

dikembalikan ke ahli warisnya jika pada suatu saat terjadi

peristiwa yang merugikan, baik dalam bentuk kematian

nasabah atau kecelakaan diri.

e) Hadits tentang kifl al-yatim

Artinya : “Diriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad ra,

mengatakan Rasulullah telah bersabda: “Saya dan

orang yang menanggung anak yatim nantinya akan di

surga seperti ini, Rasulullah bersabda sambil

menunjukkan jari telunjuk dan jari yang tengah”

(HR. Bukhari).

Secara khusus hadits tersebut diarahkan pada diri anak

yatim. Pada kondisi yang lain hadits ini tidak hanya dapat

diterapkan pada anak yatim saja, tetapi dapat diperluas dalam

tataran yang lebih umum yaitu setiap aktivitas pertanggungan

yang didasarkan atas motivasi saling tolong-menolong antara

sesama manusia.

f) Hadits tentang menghindari risiko

Artinya : “Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bertanya

seseorang kepada Rasulullah SAW. Tentang

(untanya): “Apa (unta) ini saya ikat saja atau

langsung saya bertawakal pada (Allah SWT)”

Bersabda Rasulullah SAW.:”pertama ikatlah unta itu

kemudian bertakwalah kepada Allah SWT” (HR. At-

Turmudzi).

Rasulullah SAW memberi tuntutan pada manusia agar

selalu bersikap waspada terhadap kerugian atau musibah akan

yang terjadi. Hadits di atas mengandung nilai implisit agar kita

selalu menghindar dari risiko yang membawa kerugian pada

diri kita, baik itu berbentuk kerugian materi ataupun kerugian

yang berkaitan langsung dengan diri manusia (jiwa). Praktik

asuransi adalah bisnis yang bertumpu pada bagaimana cara

82

mengelola risiko itu dapat diminimalisasi pada tingkat yang

sedikit (serendah) mungkin. Risiko kerugian tersebut akan

terasa ringan jika dan hanya jika ditanggung bersama-sama

oleh semua anggota (nasabah) asuransi.

g) Hadits tentang perjanjian

Artinya : “Orang-orang muslim itu terikat dengan syarat

yang mereka sepakati, kecuali syarat yang

mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang

haram” (HR. at-Turmudzi).

Hadits ini menjelaskan tentang prinsip umum dalam

melakukan aqad. Dalam perusahaan asuransi aqad atau

transaksi yang disepakati antara anggota (nasabah) dengan

pengelola asuransi harus berdasarkan syarat-syarat yang

mereka tetapkan bersama. Jika syarat-syarat tersebut telah

disepakati, maka kedua belah pihak (nasabah dan perusahaan)

terikat dalam suatu ikatan (al-'aqdu) yang harus dipatuhi

bersama.

3) Piagam Madinah

Rasulullah SAW. mengundangkan sebuah peraturan yang

terdapat dalam Piagam Madinah yaitu sebuah konstitusi pertama

yang memperhatikan keselamatan hidup para tawanan yang tinggal

di negara tersebut. Seseorang yang menjadi tawanan perang musuh

maka aqilah dari tawanan tersebut akan menyumbangkan tebusan

dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh, sebagai pesanan

yang memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut. Sebagaimana

kontribusi tersebut akan dipertimbangkan sebagai bentuk lain dari

pertanggungan sosial (social insurance).

Dalam konstitusi ini dijelaskan tentang peraturan bersama

antara orang Quraisy yang berhijrah (migran) dengan suku-suku

83

yang tinggal di Madinah untuk saling melindungi dan hidup

bersama dalam suasana kerja sama saling tolong-menolong. Pasal

1 Piagam Madinah memuat ketentuan bahwa kaum mukminin

tidak boleh membiarkan sesama mukmin berada dalam kesulitan

memenuhi kewajiban membayar diyat atau tebusan tawanan seperti

disebutkan dalam Pasal-Pasal terdahulu. Ketentuan ini

menekankan solidaritas sesama mukmin dalam mengatasi

kesulitan.

4) Praktik Sahabat

Sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi)

pernah dilaksanakan oleh Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Pada

suatu ketika Khalifah Umar memerintahkan agar daftar (diwan)

saudara-saudara muslim disusun perdistrik. “Orang-orang yang

namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima

bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk

pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak

disengaja) yang dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat

mereka. Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah

untuk menyiapkan daftar secara profesional perwilayah, dan orang-

orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban.

5) Ijma

Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal

ini (aqilah). Terbukti dengan tidak adanya penentangan oleh

sahabat lain terhadap apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin

Khattab. Sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka bersepakat

mengenai persoalan ini.

Adanya aspek kebaikan dan nilai yang positif dalam praktik

aqilah mendorong para ulama untuk bermufakat (ijma’) bahwa

perbuatan semacam aqilah tidak bertentangan dengan nilai-nilai

yang terkandung dalam syariah Islam.

6) Syar’u Man Qablana

84

Syar’u man qablana dalam pandangan Wahhab Khalaf

adnlah salah satu dalil hukum yang dapat dijadikan pedoman

(sumber) dalam melakukan penetapan hukum (istimbath al-hukm)

dengan mengacu pada cerita dalam al-Qur’an atau sunnah Nabi

yang berkaitan dengan hukum syar'i umat terdahulu tanpa adanya

pertentangan dengan ketetapan yang ada dalam al-Qur'an maupun

sunnah Nabi.

Praktik yang mempunyai nilai sama dengan asuransi, yang

pernah dikerjakan oleh suku kuno Arab pra-Islam adalah praktik

aqilah. Aqilah adalah iuran darah yanp dilakukan oleh keluarga

dari pihak laki-laki si pembunuh. Sebenarnya si pembunuhlah yang

harus membayar ganti rugi tersebut. Namun, kelompok

menanggung pembayarannya karena si pembunuh kebetulan adalah

anggotanya : Pada zaman jahiliyah, harga yang dibayar oleh pelaku

pembunuhan konon sebanyak sepuluh ekor unta betina.

7) Istihsan

Istihsan dalam pandangan ahli ushul adalah memandang

Kebaikan dari kebiasaan aqilah di kalangan suku Arab kuno

terletak pada kenyataan bahwa ia dapat menggantikan balas

dendam berdarah.

Manfaat yang signifikansi dari praktik aqilah, diantaranya

adalah:

a) mempertahankan keseimbangan kesukuan dan, dengan

demikian, kekuatan pembalasan dendam dari setiap suku dapat

menghalangi kekejaman anggota suku lain;

b) menambah sebagian besar jaminan sosial, karena mengingat

tanggung jawab kolektif untuk membayar ganti rugi, suku

harus menjaga seluruh kegiatan anggotanya dengan saksama;

c) mengurangi beban anggota perorangan jika ia diharuskan

membayar ganti rugi;

85

d) menghindarkan dendam darah yang jika tidak dicegah

mengakibatkan kehancuran total suku-suku yang terlibat;

e) mempertahankan sepenuhnya kesatuan dan kerja sama para

anggota dari setiap suku, yang tak lain merupakan mutualitas.

b. Landasan hukum

Keberadaan asuransi syariah di Indonesia secara konstitusi

masih sangatlah lemah dan masih perlu adanya political will

(kebijakan politik) yang mendukung dari pemerintah Indonesia. Ini

terlihat belum adanya peraturan setingkat undang-undang yang secara

khusus mengatur tentang asransi syariah di Indonesia.

Secara struktural, landasan operasional asuransi syariah di

Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha

perasuransian secara umum (konvensional). Dan baru ada peraturan

yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat Keputusan

Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang

Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan

Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

Adapun secara stratifikasi peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang usaha perasuransian dan perusahaan reasuransi, serta

tentang perizinan dan penyelenggaraan perusahaan asuransi syariah

dapat dituliskan sebagai berikut:

1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian;

2) Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perasuransian;

3) Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas

PP No. 73 Tahun 1992;

4) Keputusan Menteri Keuangan No. 223/KMK.017/1993 tentang

Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;

86

5) Keputusan Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 tentang

Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi;

6) Keputusan Menteri Keuangan No. 226/KMK.017/1993 tentang

Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang

Usaha Asuransi;

7) Keputusan Menteri Keuangan No. 481/KMK.017/1993 tentang

Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan

Reasuransi.

Nasabah (pemegang polis) merupakan konsumen dari produk-

produk perusahaan asuransi. Ketentuan perlindungan terhadap

nasabah sebagai konsumen perusahaan asuransi tersirat dalam Pasal 18

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

yang menyatakan klausula baku yang ada dalam perjanjian tidak

diperkenakan melanggar hak-hak konsumen. Pasal 18 ayat (1) butir (a)

undang-undang ini, harus menjadi perhatian karena klausula baku

kadang digunakan para pelaku bisnis asuransi dalam upaya

mengalihkan tanggung jawabnya kepada tertanggung (konsumen).

Dalam Pasal 18 ayat (2) menyatakan: “Pelaku usaha dilarang

mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat

atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit

dimengerti”. Contoh yang sering ditemukan dalam kegiatan

perasuransian adalah pelaku usaha bisnis asuransi sering meletakkan

item dalam polis yang secara sengaja dilakukan agar tertanggung tidak

melihat dengan jelas, biasanya hal ini dilakukan untuk menghindari

dari tanggung tanggung jawab dari pelaku bisnis asurasi. Dalam polis

asuransi juga sering terdapat kata-kata yang sulit dimengerti oleh

orang awam. Kata-kata ini sering tidak pernah dijelaskan oleh

perusahaan asuransi, mengenai maksud dan tujuan kata tersebut

dicantumkan, sehingga sering tertanggung tidak tahu hak dan

87

kewajibannya. Jika terdapat pelanggaran ketentuan dalam Pasal 18

UUPK ini, akan mengakibatkan kontrak tersebut bertentangan dengan

hukum yang berlaku dan mengakibatkan klausula baku tersebut batal

demi hukum, karena "Hak seorang konsumen adalah hak atas

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa" (Pasal 4 huruf (c) UUPK).

UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian tidak dapat

dijadikan landasan hukum yang kuat bagi asuransi syariah, karena

tidak mengatur keberadaan asuransi berdasarkan prinsip syariah, serta

tidak mengatur tentang teknis pelaksanaan kegiatan asuransi dalam

kaitannya kegiatan administrasinya.

Sebagai antisipasi dari hal tersebut di atas, Majelis Ulama

Indonesia (MUI) dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) telah

mengeluarkan fatwanya berkenaan dengan asuransi, fatwa dikeluarkan

karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman untuk

menjalankan kegiatan asuransi syariah. Fatwa dinyatakan sebagai

jawaban atas suatu pertanyaan mengenai ketetapan hukum berdasarkan

hasil ijtihad tentang suatu persoalan yang belum jelas hukumnya.

Fatwa merupakan satu dari sekian lembaga dalam hukum Islam untuk

memberikan jawaban dan penyelesaian terhadap masalah-masalah

yang dihadapi umat.

Fatwa menempati kedudukan penting dalam hukum Islam,

karena fatwa merupakan pendapat yang dikemukakan oleh ahli hukum

Islam (Fuqaha) tentang kedudukan hukum suatu masalah baru yang

muncul di kalangan masyarakat. Ketika muncul suatu masalah baru

yang belum ada ketentuan hukumnya secara eksplisit (tegas), baik

dalam al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ maupun pendapat-pendapat fuqaha

terdahulu, maka fatwa merupakan satu-satunya institusi normatif yang

berkompeten menjawab atau menetapkan kedudukan hukum masalah

88

tersebut. Karena kedudukannya yang dianggap dapat menetapkan

hukum atas suatu kasus atau masalah tertentu, maka para sarjana Barat

ahli hukum Islam mengkategorikan fatwa sebagai jurisprudensi Islam.

Fatwa yang mengatur tentang asuransi syariah antara lain :

1) Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum

Asuransi Syariah, yang secara umum memberikan penjelasan

sebagai berikut:

a) Asuransi syariah (ta’amin, takaful, atau tadhamun) adalah

usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara

sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan

atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk

menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang

sesuai dengan syariah;

b) Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud adalah yang

tidak mengandung gharar (penipuan), maisir (perjudian), riba,

dzulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram, dan

maksiat;

c) Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk

tujuan komersial;

d) Akad tabarru’adalah semua bentuk akad yang dilakukan

dengan tujuan kebaikan dan tolong-menolong, bukan semata

untuk tujuan komersial;

e) Premi adalah kewajiban peserta asuransi untuk memberikan

sejumlah dana kepada perusahaan asuransi sesuai dengan

kesepakatan dalam akad;

f) Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh

perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Ketentuan mengenai klaim adalah sebagai berikut:

(1) Klaim dibayarkan berdasar akad pada awal perjanjian;

(2) Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi

yang dibayarkan;

89

(3) Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta

dan merupakan kewajiban perusahaan untuk memenuhinya;

(4) Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan

merupakan kewajiban perusahaan, sebatas yang disepakati

dalam akad.

2) Keputusan DSN-MUI tentang Pedoman Rumah Tangga, yang

secara umum memberikan penjelasan mengenai fungsi dan tugas

Dewan Syariah Nasional (DSN).

3) Fatwa No.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi yang

secara umum memberikan penjelasan mengenai upaya melindungi

para pihak yang bertransaksi, antara lain :

a) Syariah Islam melindungi kepentingan semua pihak yang

bertransaksi, baik nasabah maupun Lembaga Keuangan

Syariah (LKS), sehingga tidak boleh ada suatu pihak pun yang

dirugikan hak-haknya;

b) Ganti rugi (ta’widh) hanya boleh dikenakan atas pihak yang

dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang

menyimpang dari ketentuan akad dan menimbulkan kerugian

pada pihak lain;

c) Dalam ketentuan khusus disebutkan mengenai pihak yang

cedera janji bertanggung jawab atas biaya perkara dan biaya

yang timbul akibat proses penyelesaian perkara;

d) Mengenai penyelesaian perselisihan, jika salah satu pihak tidak

menunaikan kewajibannya atau terjadi perselisihan di antara

kedua pihak, maka penyelesaian dilakukan melalui Badan

Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah.

4) Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah

Musytarakah Asuransi, yang secara umum memberikan penjelasan

sebagai berikut :

90

a) Akad yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah.

yaitu perpaduan dari akad mudharabah dan akad musyarakah;

b) Dalam akad, harus disebutkan sekurang-kurangnya:

(1) Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan asuransi;

(2) Besaran nisbah, cara, dan waktu pembagian hasil investasi;

(3) Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai produk yang

diakadkan.

c) Penjelasan mengenai hasil investasi, apabila terjadi kerugian

maka perusahaan asuransi sebagai musytarik menanggung

kerugian sesuai dengan porsi modal atau dana yang disertakan;

d) Kedudukan para pihak:

(1) Perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib

(pengelola) dan sebagai musytarik (investor);

(2) Peserta (pemegang polis) dalam produk saving sebagai

shahibul mal (investor) dan bertindak secara kolektif

sebagai shahibul mal dalam produk non saving.

e) Dalam penjelasan mengenai investasi, perusahaan asuransi

selaku pemegang amanah wajib melakukan investasi dari dana

yang terkumpul dan investasi wajib dilakukan sesuai prinsip

syariah.

5) Fatwa No.52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah

Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah, yang secara umum

memberikan penjelasan sebagai berikut :

a) Wakalah bil Ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta kepada

perusahaan asuransi untuk mengelola dana peserta atau

melakukan kegiatan lain dengan imbalan pemberian ujrah

(fee);

b) Perusahaan asuransi selaku pemegang amanah wajib

menginvestasikan dana yang terkumpul dan investasi wajib

dilakukan sesuai dengan syariah.

91

6) Fatwa No.53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi

Syariah, yang secara umum memberikan penjelasan sebagai

berikut :

a) Ketentuan hukum akad tabarru’ adalah semua bentuk akad

yang dilakukan antar peserta pemegang polis dan merupakan

akad yang harus melekat pada semua produk asuransi;

b) Akad tabarru’ pada asuransi adalah akad yang dilakukan dalam

bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong

antar peserta, bukan untuk tujuan komersial;

c) Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak

menerima dana tabarru’ dan secara kolektif selaku

penanggung;

d) Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru’ maka

boleh dilakukan beberapa alternatif, diantaranya diperlakukan

seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’,

disimpan sebagian sebagai cadangan dan sebagian dibagikan

kepada peserta, atau disimpan sebagian sebagai cadangan dan

sebagian dibagikan kepada perusahaan asuransi dan peserta

sepanjang disepakati oleh peserta dan dituangkan dalam akad;

e) Jika terjadi defisit underwriting atas dana tabarru’ maka

perusahaan asuransi wajib menanggulangi kekurangan tersebut

dalam bentuk qardh (pinjaman).

7) Fatwa No.53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi

Syariah Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah,

yang secara umum memberikan penjelasan yang pada dasarnya

sama seperti ketentuan sebelumnya yaitu pada Fatwa No.53/DSN-

MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi Syariah. Akan

tetapi asuransi syariah yang dimaksudkan dalam poin 3 (tiga)

bagian pertama Ketentuan Hukum fatwa ini adalah asuransi jiwa,

asuransi kerugian dan reasuransi.

92

Tetapi Fatwa-Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis

Ulama Indonesia (DSN-MUI) ini tidak mempunyai kekuatan hukum

dalam Hukum Nasional karena tidak termasuk dalam peraturan

perundang-undangan di Indonesia. Agar ketentuan asuransi syariah

memiliki kekuatan hukum, maka perlu dibentuk peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pedoman asuransi syariah. Adapun

peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah

berkaitan dengan asuransi Islam yaitu:

1) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 426/KMK.06/2003

tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan asuransi dan

Perusahaan Reasuransi

Ketentuan yang menjadi dasar mendirikan asuransi syariah

dalam Pasal 3 Keputusan Menteri ini menyebutkan bahwa:

“…setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha

reasuransi berdasarkan prinsip syariah…“

Ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan nasabah

dalam peraturan ini antara lain :

a) Pasal 12-26 yang mengatur mengenai tenaga ahli asuransi.

Tenaga ahli asuransi erat kaitannya dengan kepentingan

nasabah. Dalam Pasal 22 disebutkan Perusahaan Asuransi atau

Perusahaan Reasuransi wajib memberhentikan tenaga ahli

asuransi atau aktuaris perusahaan yang melanggar peraturan

perundang-undangan di bidang usaha perasuransian selambat-

lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran.

Dengan adanya Pasal ini maka tenaga ahli asuransi berusaha

menghindari pelanggaran. Pasal ini melindungi para nasabah

dari tenaga ahli asuransi yang berbuat kecurangan atau telah

melanggar peraturan dalam melaksanakan tugasnya bidang

usaha perasuransian;

93

b) Pasal 27 memuat tentang Sistem Administrasi Pengeloaan Data

Perusahaan, pelaksanaan pengelolaan perusahaan sekurang-

kurangnya didukung dengan:

(1) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia;

(2) sistem administrasi yang memenuhi sistem pengendalian

intern;

(3) sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi

yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

pengambilan putusan.

Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahan dalam

pengelolaan data nasabah dan data yang dihasilkan dapat

dipertanggungjawabkan. Maka perusahaan asuransi

berkewajiban untuk melakukan yang terbaik dalam sistem

administrasi, juga sekaligus termasuk dalam sistem

pengendalian keamanan administrasi, sehingga data-data,

dokumen, maupun klausul-klausul yang berkaitan dengan

nasabah terlindungi.

c) Dalam Pasal 32 ayat (1) keputusan ini disebutkan bahwa

perusahaan asuransi syariah harus memiliki tenaga ahli yang

memiliki keahlian di bidang asuransi dan atau ekonomi syariah.

Hal ini dimaksudkan agar nasabah dapat dilayani secara

profesional berdasarkan prinsip syariah, sehingga nasabah

merasa nyaman karena kepentingannya ditangani dan

dilindungi oleh tenaga profesional. Selain itu dalam ayat (2),

permohonan pembukaan kantor cabang dengan Prinsip Syariah

harus pula dilengkapi dengan bukti:

(1) pengesahan anggaran dasar dari instansi yang berwenang;

(2) pengesahan Dewan Syariah Nasional tentang penunjukan

anggota Dewan Pengawas Syariah Perusahaan.

Dengan adanya pengesahan Dewan Pengawas Syariah

94

Perusahaan maka kegiatan perusahaan asuransi syariah

dapat dipantau secara periodik. Hal ini dimaksudkan agar

perusahaan asuransi syariah terhindar dari praktek-praktek

menyimpang yang merugikan nasabah.

2) Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 424/KMK.06/2003

Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan

Perusahaan Reasuransi

Ketentuan yang berkaitan tercantum dalam Pasal 15-18

mengenai kekayaan yang diperkenankan harus dimiliki dan

dikuasai oleh perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi

dengan prinsip syariah. Dalam Pasal 27 disebutkan jenis kewajiban

yang harus diperhitungkan dalam penetapan tingkat solvabilitas,

kewajiban ini meliputi semua jenis kewajiban kepada pemegang

polis atau tertanggung dan kepada pihak lain yang menjadi

kewajiban Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi.

3) Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor

4499/LK/2000 Tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi

Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah

Keputusan ini memuat tentang jenis, penilaian, dan

pembatasan investasi. Keputusan ini dikeluarkan dengan tujuan

agar pelaku usaha perasuransian memiliki kondisi keuangan yang

kuat dalam menjalankan perusahaannya. Sehingga dapat

memberikan jasa perlindungan dan pelayanan terbaik bagi

nasabahnya.

4) Pengaturan mengenai asuransi syariah secara tegas baru dijumpai

dalam Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2008 tentang Perubahan

Kedua Atas PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan

Usaha Perasuransian

PP No. 39 Tahun 2008 juga memberikan kesempatan bagi

Perusahaan Asuransi/Reasuransi Konvensional untuk

95

menyelenggarakan layanan syariah dengan terlebih dahulu

membentuk unit usaha syariah di kantor pusatnya.

Ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan nasabah

(pemegang polis) dalam peraturan ini antara lain :

a) Pasal 3 menyatakan, untuk perusahaan asuransi memiliki

komisaris independen yang tugas pokoknya adalah untuk

menyuarakan kepentingan pemegang polis;

b) Pasal 7 ayat (2) menyatakan dana jaminan merupakan jaminan

terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis.

Dana jaminan adalah dana dalam bentuk deposito berjangka

yang ditatausahakan atas nama Menteri sebagai jaminan

terakhir dalam rangka melindungi kepentingan pemegang polis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah

Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha

Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999.

Secara umum peraturan ini berisi mengenai penyempurnaan

ketentuan mengenai struktur permodalan yang dilakukan dengan

menetapkan jumlah modal disetor yang cukup besar bagi pendirian

baru Perusahaan Perasuransian dan keharusan menyesuaikan

modal sendiri bagi Perusahaan Perasuransian yang telah mendapat

izin usaha sebelum ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. Hal ini

dimaksudkan agar pelaku usaha perasuransian memiliki

permodalan dan kondisi keuangan yang kuat dalam memberikan

jasa perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat dan mampu

berkompetisi secara sehat baik di tingkat nasional, regional,

maupun global.

Adanya pengaturan perlindungan hukum yang terdapat di dalam

landasan asuransi syariah dan diatur secara Islami tentunya mempunyai

nilai lebih jika dibandingkan dengan asuransi konvensional. Keadaan

96

masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim memperkuat landasan

tersebut, masyarakat lebih percaya dan merasa lebih aman menjadi

nasabah asuransi syariah, karena perusahaan asuransi syariah berpedoman

kepada prinsip-prinsip syariah dan menjunjung tinggi nilai-nilai Islami.

Keabsahan akad yang mendasari kontrak asuransi syariah

didasarkan pada Al- Qur’an, Sunnah, Qiyas dan Ijma yang menjadi

landasan dalam pengaturan perlindungan nasabah asuransi syariah,

sehingga dalam hal ini umat Islam tidak perlu ragu terhadap produk

asuransi syariah, karena akad yang diterapkan dalam asuransi syariah

merupakan akad yang memang bertujuan untuk menghindari hal yang

dilarang oleh agama Islam seperti gharar, maisir, dan riba. Sedangkan

mengenai Fatwa Dewan Syariah Nasional yang telah disebutkan

sebelumnya, sepatutnya mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi

lembaga asuransi syariah di Indonesia dalam bentuk sanksi hukum bagi

pelanggarnya dan implementasi dari fatwa ini harus selalu dikonsultasikan

dan diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS).

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syariah Di PT

Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa asuransi Islam berbeda

dengan asuransi umum secara mendasar, baik dari segi sudut pandang,

bentuk dan sifatnya. Namun permasalahannya tidak sesederhana itu,

seringkali tatanan konsep dasar menguntungkan kedua belah pihak, tapi

pada klausul-klausul operasional masih banyak merugikan nasabah

tertanggung, karena sifat berat sebelah yang dimiliki dalam perjanjian

asuransi. Asuransi Takaful menunjukkan bahwa asas-asas perlindungan

terhadap nasabah tertanggung dalam asuransi Takaful adalah asas saling

bertanggung jawab, asas saling membantu dan asas saling melindungi

antar sesama nasabah. Pihak asuransi Takaful menjamin pelaksanaan asas-

asas perlindungan nasabah tertanggung dijalankan secara baik sesuai

97

dengan konsep syar'iah Islam. Pelaksanaan asas-asas perlindungan

nasabah tertanggung pada asuransi Takaful berjalan dengan baik sesuai

dengan konsep dasar yang saling menguntungkan.

PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta dalam

menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan pada prinsip perjanjian Islam

sebagai suatu perjanjian yang bebas dari unsur gharar, maisir, dan riba..

Hal ini mempunyai tujuan untuk melindungi kepentingan kedua belah

pihak, khususnya nasabah sebagai pemegang polis. Perlindungan hukum

terhadap nasabah di PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan

Surakarta berupa :

a. Jenis produk dan layanan PT Asuransi Takaful Kantor Cabang

Perwakilan Surakarta

Sebagai upaya memberi perlindungan terhadap nasabah, maka

PT Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta

mewujudkannya dalam berbagai produk dan layanan yang bebas dari

unsur gharar, maisir, dan riba. Jenis produk dan PT Asuransi Takaful

Kantor Cabang Perwakilan Surakarta meliputi :

1) Asuransi Takaful Keluarga

Fokus utama dalam asuransi takaful keluarga ini adalah

memberikan layanan dan bantuan menyangkut asuransi jiwa dan

keluarga, dengan harapan bisa tercapainya masyarakat Indonesia

yang sejahtera dengan perlindungan asuransi yang sesuai

muamalah syariah Islam.

a) Produk Dengan Unsur Tabungan

Artinya suatu produk yang diperuntukkan untuk

perorangan dan dibuat secara khusus, dimana di dalamnya

selain mengandung tabarru’ juga terdapat unsur tabungan yang

dapat diambil kapan saja oleh pemiliknya.

98

Mekanisme Pengelolaan Dana premi dengan unsur

tabungan meliputi:

(1) Rekening Tabungan, yaitu kumpulan dana yang merupakan

milik peserta dan dibayarkan apabila perjanjian

berakhir/jatuh tempo, peserta mengundurkan diri, dan bila

peserta meninggal dunia;

(2) Rekening Khusus, yaitu kumpulan dana yang diniatkan

oleh peserta sebagai derma untuk tujuan saling membantu

dan dibayarkan apabila peserta meninggal dunia dan bila

perjanjian berakhir, jika ada surplus dana;

(3) Kumpulan dana peserta diinvestasikan sesuai dengan

prinsip syariah. Hasil investasi dibagikan menurut sistem

bagi hasil (al- mudharabah) 60% peserta dan 40%

perusahaan.

Beberapa produk Asuransi Takaful Keluarga dengan

Unsur Tabungan adalah sebagai berikut:

(1) Takaful Dana Investasi (Fuldana)

Program Takaful Dana Investasi adalah suatu bentuk

perlindungan untuk perorangan yang menginginkan dan

merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang Rupiah

atau US Dollar sebagai dana investasi yang diperuntukkan

bagi ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal dunia lebih

awal atau sebagai bekal untuk hari tuanya.

(2) Takaful Dana Haji (Fulhaji)

Program Takaful Dana Haji adalah suatu bentuk

perlindungan untuk perorangan yang menginginkan dan

merencanakan pengumpulan dana dalam mata uang Rupiah

atau US Dollar untuk biaya menjalankan ibadah haji.

99

(3) Takaful Dana Siswa (Fulnadi)

Program Takaful Dana Siswa adalah suatu bentuk

perlindungan untuk perorangan bagi yang bermaksud

menyediakan dana pendidikan dalam mata uang Rupiah

atau US Dollar untuk putra-putrinya sampai sarjana.

(4) Takaful Dana Jabatan

Program Takaful Dana Jabatan adalah suatu bentuk

perlindungan untuk Direksi atau pejabat teras suatu

perusahaan yang menginginkan dan merencanakan

pengumpulan dana dalam mata uang Rupiah atau US Dollar

sebagai dana santunan yang diperuntukkan bagi ahli

warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal atau

sebagai santunan investasi pada saat tidak aktif lagi di

tempat kerja.

(5) Takaful Hasanah (Fulsa)

Suatu bentuk perlindungan untuk perorangan yang

menginginkan dan merencanakan pengumpulan dana

sebagai modal usaha atau diperuntukkan bagi ahli warisnya

jika ditakdirkan meninggal lebih awal.

b) Produk Tanpa Unsur Tabungan

Produk-produk individu tanpa tabungan (non saving)

adalah produk-produk syariah yang sifatnya individu dan di

dalam struktur produknya tidak terdapat unsur tabungan, atau

semuanya bersifat tabarru’ (dana tolong-menolong).

100

Mekanisme Pengelolaan Dana premi tanpa unsur

tabungan meliputi:

(1) Tiap premi yang dibayar oleh peserta setelah dikurangi

biaya pengelolaan dimasukkan ke dalam Rekening Khusus

(kumpulan dana);

(2) Kumpulan dana peserta diinvestasikan sesuai dengan

prinsip syariah;

(3) Hasil investasi dimasukkan ke dalam dana peserta,

kemudian dikurangi dengan beban asuransi (Klaim dan

Premi Reasuransi);

(4) Surplus Kumpulan dana peserta dibagikan dengan sistem

bagi hasil (al- mudharabah) 40% peserta dan 60%

perusahaan.

Beberapa produk Asuransi Takaful Keluarga tanpa

Unsur Tabungan adalah sebagai berikut:

(1) Takaful Kesehatan Individu

Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang

bermaksud menyediakan dana santunan Rawat Inap dan

Operasi bila peserta sakit dalam masa perjanjian.

(2) Takaful Kecelakaan Diri Individu

Program yang diperlukan bagi perorangan yang bermaksud

menyediakan santunan biaya pengobatan apabila terjadi

kecelakaan dan santunan untuk ahli waris bila peserta

mengalami musibah kematian karena kecelakaan dalam

masa perjanjian.

(3) Takaful Al-Khairat Individu

101

Program ini diperuntukkan bagi perorangan yang

bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila

peserta mengalami musibah dalam masa perjanjian.

c) Produk-produk Kumpulan

Produk kumpulan adalah produk yang didesain untuk

dalam jumlah peserta relatif banyak dan dalam struktur

produknya ada yang mengandung unsur tabungan (saving) dan

ada yang tidak mengandung unsur tabungan, di akhir masa

kontrak tidak ada bagi hasil atau pengambilan nilai tunai,

karena semuanya bersifat tabarru’. Beberapa contoh produk-

produk kumpulan adalah sebagai berikut:

(1) Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan

Suatu bentuk perkumpulan yang ditujukan untuk

perusahaan, organisasi, atau perkumpulan yang bermaksud

menyediakan santunan kepada karyawan/ anggota apabila

mengalami musibah karena kecelakaan dalam masa

perjanjian.

(2) Takaful Kecelakaan Siswa

Suatu bentuk perlindungan kumpulan yang

ditujukan untuk sekolah dan perguruan tinggi atau lembaga

pendidikan non formal yang bermaksud menyediakan

santunan biaya pengobatan pada siswa atau mahasiswa

pesertanya apabila mengalami musibah karena kecelakaan

yang mengakibatkan cacat tetap atau total maupun sebagian

atau meninggal.

(3) Takaful Wisata dan Perjalanan

102

Program yang diperuntukkan bagi biro perjalanan

dan wisata yang berkeinginan memberikan perlindungan

kepada pesertanya apabila mengalami musibah karena

kecelakaan yang mengakibatkan cacat tetap total, sebagian

atau meninggal selama wisata maupun perjalanan dalam

dan luar negeri.

(4) Takaful Pembiayaan

Suatu bentuk perlindungan kumpulan yaitu

beberapa jaminan pelunasan utang apabila yang

bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam masa

perjanjian.

(5) Takaful Majelis Taklim

Suatu bentuk perlindungan bagi majelis taklim yang

bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris jamaah

apabila yang bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam

masa perjanjian.

(6) Takaful Al Khairat

Suatu bentuk perlindungan kumpulan yang

diperuntukkan bagi perusahaan pemerintah atau swasta,

organisasi yang berbadan hukum atau usaha yang

bermaksud menyediakan santunan meninggal untuk ahli

waris bila peserta atau karyawan mengalami musibah

meninggal.

(7) Takaful Medicare

Suatu bentuk program asuransi kesehatan yang

memberikan jaminan penggantian biaya pengobatan dan

103

operasi peserta yang disebabkan oleh penyakit maupun

kecelakaan. Dengan mengikuti program Full Medicare,

maka diharapkan rasa aman dan terlindung dari hal-hal

yang tidak terduga.

(8) Takaful Al Khairat + Tabungan Haji (Takaful Iuran Haji)

Suatu bentuk program bagi karyawan yang

bermaksud menunaikan ibadah haji dengan pendanaan

melalui iuran bersama dan keberangkatannya secara

bergilir.

(9) Takaful Perjalanan Haji dan Umrah

Program ini diperuntukkan bagi jamaah haji dan

umrah yang bermaksud menyediakan santunan dan ahli

waris jamaah bila peserta meninggal sewaktu menjalankan

haji atau umrah. Untuk perjalanan haji dimulai sejak

pemberangkatan dari bandara sampai dengan kembali ke

tanah air setelah kembali dari Mekkah, sedangkan untuk

perjalanan umrah dimulai dari tempat pemberangkatan

jamaah umrah sampai kembali ke tanah air.

2) Asuransi Takaful Umum

Asuransi Takaful Umum adalah perusahaan asuransi umum

atau kerugian yang fokus utamanya adalah memberikan layanan

dan bantuan menyangkut asuransi di bidang kerugian seperti

perlindungan dari kebakaran, pengangkutan, niaga, dan kendaraan

bermotor.

Mekanisme pengelolaan dana dilakukan dengan cara

menginvestasikan kumpulan dana peserta sesuai dengan prinsip

syariah. Hasil investasi dimasukkan ke dalam total kumpulan dana

peserta, kemudian dikurangi dengan beban asuransi (klaim dan

104

premi asuransi). Surplus kumpulan dana peserta dibagikan sesuai

dengan sistem bagi hasil (al-mudharabah), contoh nisbah 90%

untuk perusahaan dan 10% untuk peserta.

Beberapa produk Asuransi Takaful Umum antara lain:

a) Produk-produk Simple Risk

Produk-produk Simple Risk adalah jenis-jenis produk

asuransi umum atau kerugian yang berdasarkan syariah, yang

tingkat resiko dan perhitungan secara teknis dalam produk-

produknya relatif sederhana (simple) dan resiko standar tanpa

perluasan jaminan. Umumnya jumlah penutupan masih dalam

batas Own Retention (OR) perusahaan, sehingga survei resiko

tidak mutlak diperlukan.

(1) Takaful Kebakaran (Fire Insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerugian dan

atau kerusakan sebagai akibat terjadinya kebakaran yang

disebabkan oleh percikan api, sambaran petir, ledakan dan

kejatuhan pesawat terbang beserta resiko yang

ditimbulkannya. Dan, juga dapat diperluas dengan

tambahan jaminan polis yang lebih luas sesuai dengan

kebutuhan.

Jaminan resiko-resiko tambahan, dengan dikenakan

tambahan premi untuk kerugian atau kerusakan yang

diakibatkan terhadap resiko-resiko, antara lain sebagai

berikut:

(a) Gempa bumi, banjir, letusan gunung berapi, badai, dan

angin topan;

(b) Huru-hara, pemogokan umum, kerusuhan;

105

(c) Tanah longsor;

(d) Gangguan usaha atau kerugian yang diakibatkan

kebakaran;

(e) Banjir dan rusak karena genangan air;

(f) Terbakar sendiri untuk stok barang.

(2) Takaful Kendaraan Bermotor (Motor Vehicle Insurance)

Memberikan perlindungan terhadap hal-hal berikut:

(a) Kerugian dan atau kerusakan atas kendaraan yang

dipertanggungkan akibat terjadinya kecelakaan yang

tidak diinginkan, secara sebagian (partial loss) maupun

secara keseluruhan (total loss);

(b) Tindak pencurian;

(c) Tanggung jawab hukum pada pihak ketiga;

(d) Huru-hara, pemogokan umum, kerusuhan;

(e) Kecelakaan diri pengemudi;

(f) Kecelakaan diri penumpang.

(3) Takaful Kecelakaan Diri (Personal Accident Insurance)

Menjamin resiko-resiko sebagai akibat kecelakaan,

yaitu suatu tindakan fisik maupun kimia yang dating dari

luar secara tiba-tiba dan mengakibatkan luka yang dapat

ditentukan oleh dokter, termasuk dalam kecelakaan

keracunan (kecuali disengaja/ memakai narkotika) dan

tenggelam.

(4) Takaful Kebongkaran

Asuransi ini memberikan kepada tertanggung

jaminan terhadap kerugian yang diakibatkan karena

106

pencurian dengan menggunakan kekerasan dan kerusakan

dari barang-barang akibat pencurian dengan kekerasan.

b) Produk-produk Mega Risk

Produk Mega Risk adalah produk-produk kerugian yang

berdasarkan syariah, dimana tingkat resikonya sangat tinggi,

sehingga umumnya melebihi kapasitas reasuransi perusahaan,

dan dalam struktur perhitungan teknisnya cukup rumit. Produk-

produk ini dalam industri asuransi disebut mega risk atau

complicated risk..

Beberapa contoh produk-produk Mega Risk adalah:

(1) Takaful Kebakaran (Industrial Risk)

Sama halnya dengan jaminan Takaful Kebakaran

Non Industrial, namun dibedakan dari segi okupasi objek

yang diasuransikan, maka Takaful Kebakaran Industrial

menjamin objek-objek dengan tingkat resiko tinggi seperti

pabrik, pengilangan, gedung-gedung yang tingginya lebih

dari enam lantai, dan lain-lain.

(2) Takaful Rekayasa (Engineering Insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerugian dan

atau kerusakan sebagai akibat yang berkaitan dengan

pekerjaan pembangunan beserta alat-alat berat, pemasangan

konstruksi baja/ mesin, dan akibat beroperasinya mesin

produksi serta tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.

Jenis Asuransi Takaful Rekayasa adalah sebagai berikut:

(a) Takaful Resiko Pembangunan (Contractor All Risk

Insurance);

107

(b) Takaful Resiko Pemasangan (Erection All Risk

Insurance);

(c) Takaful Mesin-mesin (Machinery Insurance);

(d) Takaful Peralatan Elektronik (Electronic Equipment

Insurance).

(3) Takaful Pengangkutan (Cargo Insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerugian dan

atau kerusakan pada barang-barang atau pengiriman uang

sebagai akibat alat pengangkutnya mengalami musibah atau

kecelakaan selama dalam perjalanan melalui laut, udara,

atau darat. Jenis Asuransi Takaful Pengangkutan adalah

sebagai berikut:

(a) Takaful Pengangkutan Laut (Marine Cargo Insurance);

(b) Takaful Pengangkutan Udara (Air Cargo Insurance);

(c) Takaful Pengangkutan Darat (Land Cargo Insurance);

(d) Takaful Pengangkutan Uang (Cash in Transit

Insurance).

(4) Takaful Surety Bond (Construction Contract Bond)

Memberikan perlindungan terhadap kerugian yang

terjadi pada pemilik proyek atau pemberian fasilitas

terhadap pelaksanaan kontrak atau penerima fasilitas dalam

menjalankan kontrak. Dengan kata lain, Surety Bond

menjamin kontraktor terhadap pemilik proyek sesuai

dengan persyaratan dalam undangan lelang dan atau

kontrak bahwa kontraktor sanggup melaksanakan dan

menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak yang

disepakati.

108

(5) Takaful Rangka Kapal (Marine Hull Insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerugian dan

atau kerusakan pada rangka kapal dan mesin kapal akibat

kecelakaan dan berbagai bahaya lain yang dialami.

(6) Takaful Energi (Oil and Gas Insurance)

Memberikan perlindungan terhadap kerugian akibat

kecelakaan dan berbagai bahaya lainnya yang dialami

dalam pekerjaan pengeboran minyak dan gas di darat

maupun lepas pantai.

(7) Takaful Tanggung Gugat (Liability Insurance)

Memberikan jaminan atas kerugian peserta dari

kemungkinan tuntutan ganti rugi pihak lain yang

disebabkan oleh keberadaan harta peserta atau aktivitas

bisnis peserta atau profesi peserta.

Produk unggulan Asuransi Takaful Cabang Perwakilan

Surakarta yang terdapat dalam jenis asuransi umum:

a) Takaful Abror

Salah satu produk Asuransi Kendaraan Bermotor dari PT

Asuransi Takaful Umum yang memberikan jaminan dan fasilitas

layanan tambahan terhadap kendaraan yang mengalami kerugian

atau kerusakan dikarenakan suatu sebab yang dijamin oleh polis.

Berupa paket jaminan yang diberikan kepada adalah mobil yang

dijamin dalam polis tersebut dan peserta Takaful Abror, atau

pengemudi mobil yang didalamnya apabila mobil tersebut

mengalami musibah selama masa perjanjian.

109

b) Surgaina

Produk Takaful yang memberikan perlindungan terhadap

kerugian finansial dan santunan akibat kecelakaan yang diderita

oleh peserta, yang mengakibatkan meninggal dunia, menderita

cacat badan dan atau biaya pemakaman peserta.

Setelah calon nasabah memutuskan akan memilih produk atau

mengikuti program asuransi yang sesuai dengan keinginannya, calon

nasabah dan perusahaan asuransi membuat suatu perjanjian tertulis.

Perjanjian merupakan bentuk dan kesepakatan yang merupakan

pernyataan kesesuaian kehendak dari masing-masing pihak untuk

saling mengikatkan diri. Jadi terdapat suatu persetujuan dari para pihak

untuk saling mengikatkan diri guna melaksanakan isi perjanjian untuk

mencapai tujuan. Dengan adanya perjanjian itu para pihak menjadi

terikat untuk melaksanakan isi perjanjian yang sudah disepakati

bersama. Hal ini terlihat dalam ketentuan tentang pertanggungjawaban

kedua pihak.

Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap nasabah asuransi

syariah dapat dikatakan telah terpenuhi apabila antara perusahaan

asuransi dengan nasabah saling mematuhi ketentuan

pertanggungjawaban kedua pihak. Produk dan layanan asuransi syariah

yang telah dipilih sebenarnya telah mengandung aspek perlindungan.

Aspek perlindungan tersebut terdapat dalam ketentuan

pertanggungjawaban para pihak. Namun dalam kenyataannya, masih

banyak nasabah yang belum paham mengenai di mana dapat

ditemukan sisi perlindungan hukum nasabah asuransi syariah yang

dapat dijadikan jaminan atas perjanjian asuransinya.

b. Syarat Pengajuan Asuransi, meliputi :

110

1) Mengisi surat pengajuan asuransi atau aplikasi, yang diisi sendiri

oleh peserta.

Untuk menghindari dari adanya unsur gharar, maisir dan

riba maka dalam berasuransi takaful terlebih dahulu harus mengisi

aplikasi, yaitu surat pengajuan asuransi berikut cara pengisiannya.

Aplikasi tersebut berisi mengenai :

a) DATA PRIBADI

(1) Nama Lengkap, diisi berikut gelar, diusahakan agar tidak

melebihi 30 karakter;

(2) Tanggal Lahir, cara pengisiannya 2 kotak pertama untuk

tanggal, 2 kotak ditengah untuk bulan, dan 2 kotak terakhir

untuk tahun;

(3) Identitas Diri, dapat berupa KTP, SIM, atau PASPORT

(tercantum tanggal berlaku, ada tanda tangan calon peserta,

dan potonya). Identitas diri tersebut harus masih berlaku

pada saat penyerahan aplikasi, tanda tangannya harus sama

dengan yang ada diaplikasi;

(4) Kewarganegaraan, Kotak disilang pada angka 1 bila Warga

Negara Indonesia, angka 2 bila Warga Negara Asing;

(5) Agama, Kotak disilang pada angka 1 bila beragama Islam

dan angka 2 bila non Islam;

(6) Jenis Kelamin, kotak disilang pada angka 1 bila pria dan

angka 2 bila wanita;

(7) Status Perkawinan, kotak disilang pada angka 1 bila

statusnya kawin, angka 2 bila belum kawin, pada angka 3

bila cerai dan angka 4 bila Janda/Duda.

b) PEKERJAAN

(1) Pekerjaan Pokok, Pengisian pekerjaan lebih difokuskan

pada kegiatan yang dilakukan pada saat melakukan tugas,

apakah bekerja pada kegiatan yang bersifat administratif,

111

pekerjaan dilapangan, atau di lokasi yang mempunyai

resiko lebih;

(2) Pekerjaan sambilan, merupakan pekerjaan tambahan

(pengisiannya sama dengan pekerjaan pokok);

(3) Jumlah Tanggungan Keluarga, jumlah orang yang

ditanggung oleh calon peserta;

(4) Pendapatan tiap bulan, merupakan jumlah yang didapat dari

pekerjaan pokok ditambah pekerjaan sambilan untuk tiap

bulannya.

c) ALAMAT

Terdiri dari alamat surat menyurat, alamat rumah, dan alamat

pekerjaan/kantor.

d) DATA KEPESERTAAN

(1) Program, diisi sesuai dengan produk yang dikehendaki oleh

peserta. Masa perjanjiannya yang diinginkan oleh peserta.

Khusus untuk dana siswa masa perjanjiannya adalah 18

tahun dikurangi usia anak;

(2) Mata Uang, diisi pada angka 1 bila mata uang yang dipilih

rupiah dan angka 2 bila mata uang yang dipilih adalah

dolar;

(3) Cara Bayar, pada angka 1 cara bayar bulan, angka 2

triwulanan, angka 3 semesteran angka 4 tahunan dan angka

5 sekaligus;

(4) Pilihan Pembayaran, pada angka 1 bila pembayaran

dilakukan oleh diri sendiri, angka 2 bila pembayaran

dilakukan melalui transfer, angka 3 bila pembayaran

lanjutan ditagih oleh petugas Takaful.

e) PERNYATAAN

Merupakan uraian yang mempunyai aspek hukum dan

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian polis.

112

f) PERJANJIAN

Diisi besarnya tabarru yang akan dikreditkan ke dalam

rekening khusus. Besarnya tabarru sesuai dengan produk yang

diambil, usia masuk dan lamanya masa perjanjian.

2) Setiap perubahan harus ditandatangani oleh peserta.

Tujuan dari pengisian formulir aplikasi ini adalah untuk

memberikan data sebenar-benarnya mengenai identitas nasabah

sehingga apabila suatu saat mengajukan klaim, maka nasabah dapat

membuktikan bahwa dirinya berhak atas klaim yang diajukan.

c. Polis Asuransi Syariah

Bentuk pelaksanaan akad (perjanjian) yang dibuat secara

tertulis berbentuk polis asuransi syariah. Polis memegang peranan

penting dalam menjaga konsistensi pertanggungjawaban baik pihak

penanggung maupun tertanggung. Dengan adanya polis asuransi

perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara

hukum. Dengan memiliki polis asuransi tesebut maka pihak

tertanggung memiliki jaminan bahwa pihak penanggung akan

mengganti kerugian yang mungkin dialami oleh tertanggung akibat

peristiwa tidak terduga. Polis tersebut merupakan bukti otentik yang

dapat digunakan oleh tertanggung untuk mengajukan klaim apabila

pihak penanggung mengabaikan tanggung jawabnya. Penggantian

finansial dari penanggung akan sangat bermanfaat untuk

mengembalikan tertanggung kepada kedudukannya semula sebelum

mengalami kerugian dan menghindarkan tertanggung dari

kebangkrutan. Polis asuransi juga berfungsi sebagai bukti pembayaran

premi kepada penanggung.

Perlindungan asuransi kepada pemegang polis dimulai ketika

polis sudah dikeluarkan dan semua hal yang dikirimkan ke pemegang

polis sudah dilengkapi dan dikembalikan ke perusahaan asuransi jiwa.

113

Syarat-syarat yang dikirimkan biasanya terdiri dari pembayaran premi,

pernyataan kesehatan, surat tanda terima. Memastikan kepada

masyarakat akan begitu detailnya polis asuransi memberikan jaminan

kepastian dalam bahasa hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

Ditambah lagi dengan peraturan perundang-undangan oleh pemerintah

yang juga memberikan jaminan hukum terhadap pelaksanaan dan

pengawasan program asuransi dan investasi yang ada di Indonesia.

Hal yang terpenting yaitu perlindungan nasabah yang langsung

dapat dijadikan jaminan oleh semua asuransi yang ada di Indonesia,

yakni berupa polis. Adapun syarat-syarat umum polis harus

memperhatikan tiga kepentingan, yakni :

1) Kepentingan nasabah:

Kepentingan nasabah bisa memberikan sesuatu hal yang jelas

untuk kepentingan nasabah atau tertanggung. Nasabah bisa

dilindungi dan mendapatkan syarat-syarat yang sama di perusahaan

asuransi.

2) Kepentingan instansi pembina atau pengawas:

Yang dimaksud kepentingan instansi pembina, atau pengawas

yakni kepentingan pemerintah melalui direktorat asuransi, apa

yang tercantum dalam undang-undang, peraturan-peraturan

pemerintah harus menjadi referensi dan syarat-syarat umum polis

tersebut.

3) Kepentingan industri asuransi:

Yang dimaksud dengan kepentingan industri asuransi adalah

industri asuransi harus terlindungi dari usaha atau itikad buruk

pihak-pihak yang ingin mendapatkan keuntungan diri dari asuransi.

114

Seperti yang tersebut dalam Pasal 25 KUHD, bahwa suatu

pertanggungan harus dibuat secara tertulis di dalam suatu akta yang

dinamakan polis. Di dalam polis itu sendiri tidak boleh merugikan

kepentingan pemegang polis (nasabah). Pasal 5 dan Pasal 6 Keputusan

Menteri Keuangan No. 225/KMK.017/1993 menyatakan bahwa dalam

polis dilarang mencantumkan pembatasan upaya hukum, disamping itu

tindakan yang dapat dianggap memperlambat penyelesaian atau

pembayaran klaim secara wajar antara lain :

1) Memperpanjang masa penyelesaian klaim, dengan memilih

dokumen lain yang pada dasarnya isi tersebut sama dengan

dokumen yang telah ada;

2) Menunda pembayaran klaim, dengan mengkaitkan pembayaran

klaim reasuransi;

3) Menerapkan prosedur yang tidak lagi dalam lingkup kegiatan

asuransi;

4) Tidak menyelesaikan klaim dengan mengkaitkan pada

penyelesaian klaim yang lain pada polis yang sama.

Setiap hubungan hukum yang diciptakan selalu mempunyai

dua segi yang saling tarik menarik, yaitu hak dan kewajiban. Untuk

menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak,

perjanjian itu harus tertulis meskipun tidak menutup kemungkinan

dibuat perjanjian secara lisan terhadap hal-hal tertentu. Pada perjanjian

umumnya selalu dicantumkan secara jelas hak dan kewajiban dari

masing-masing pihak, sehingga para pihak mengetahui apa yang

menjadi hak dan kewajibannya dalam perjanjian tersebut serta

menjamin adanya perlindungan hukum bagi para pihak.

Ketentuan mengenai polis di PT Asuransi Takaful Cabang

Surakarta terdapat pada Syarat Umum Polis Individu (dalam asuransi

Takaful Keluarga) dan Syarat Umum yang terdapat pada masing-

115

masing polis (dalam asuransi Takaful Umum). Perlindungan hukum

terhadap nasabah asuransi syariah yang tercantum di dalam hak dan

kewajiban pada polis asuransi di PT Asuransi Takaful Cabang

Surakarta meliputi :

1) Syarat Umum Polis Individu

a) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak dan

kewajiban peserta asuransi:

(1) Atas pembayaran premi lanjutan diberikan kelonggaran 1

(satu) bulan sejak tanggal jatuh tempo pembayaran. Bila

dalam masa kelonggaran tersebut peserta meninggal dunia

atau musibah terjadi maka peserta akan mendapat Manfaat

Takaful (Pasal 4 ayat 5);

(2) Peserta dapat melakukan perubahan polis dengan membuat

pernyataan tertulis dari peserta sendiri dengan ketentuan

polis masih dalam keadaan aktif (Pasal 6 ayat 1);

(3) Peserta dapat melakukan perubahan polis yang telah batal

karena peserta belum membayar premi lanjutan lebih dari 1

bulan (masa kelonggaran) dengan cara polis harus

dipulihkan terlebih dahulu (Pasal 6 ayat 6);

(4) Peserta dapat melakukan pengambilan Nilai Tunai dengan

membuat permintaan tertulis dari peserta (Pasal 7 ayat 1);

(5) Peserta berhak mendapatkan Dana Tahapan untuk polis

yang dalam keadaan aktif (masih berlaku) sesuai dengan

Tahapan yang tercantum dalam polis (Pasal 7a ayat 1 dan

2);

(6) Peserta dapat mengambil kapan saja untuk Tahapan yang

telah jatuh tempo dan belum diambil dengan terlebih

dahulu mengajukan Klaim Tahapan. Kecuali dalam produk

Takaful Dana Siswa atau Takaful Dana Pendidikan,

Tahapan yang tidak diambil akan terakumulasi pada Nilai

116

Tunai, sehingga akan memperbesar jumlah Tahapan ketika

di Perguruan Tinggi (Pasal 7a ayat 5);

(7) Klaim akan dibayarkan setelah berkas-berkas yang

dipersyaratkan telah lengkap diterima dan disetujui oleh

perusahaan (Pasal 9 ayat 1);

(8) Menyelesaikan perselisihan di antara perusahaan dengan

pihak yang berkepentingan di dalam Perjanjian Takaful ini

dengan melalui Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

(BAMUl) seperti yang tercantum pada Pasal 12.

b) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak dan

kewajiban perusahaan asuransi:

(1) Atas pembayaran premi lanjutan diberikan kelonggaran 1

bulan sejak tanggal jatuh tempo pembayaran, bila peserta

dalam masa kelonggaran meninggal dunia, maka

perusahaan akan membayar Manfaat Takaful kepada

peserta asuransi (Pasal 4 ayat 5);

(2) Apabila premi lanjutan belum dibayar lebih dari 1 bulan

(masa kelonggaran), khusus untuk polis dengan unsur

tabungan, bila peserta meninggal atau mengundurkan diri,

perusahaan akan membayarkan Nilai Tunainya (Pasal 4

ayat 6);

(3) Melakukan proses pemulihan polis peserta asuransi yang

batal karena premi lanjutan belum dibayar selama lebih dari

1 bulan (masa kelonggaran) sesuai dengan ketentuan-

ketentuan Underwriting dan Aktuaria (Pasal 5 ayat 5);

(4) Melakukan proses perubahan polis atas permintaan peserta

sesuai dengan ketentuan-ketentuan Underwriting dan

Aktuaria (Pasal 6 ayat 4);

(5) Membayarkan klaim setelah berkas-berkas yang

dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan yang ada telah

lengkap dan disetujui oleh Perusahaan (Pasal 9 ayat 1);

117

(6) Perusahaan wajib untuk membayar seluruh Manfaat

Takaful kepada peserta sepanjang resiko tersebut secara

khusus sudah diperhitungkan, kecuali peserta mengalami

musibah karena :

(a) Bunuh diri atau dihukum mati oleh Pengadilan yang

berwenang;

(b) Terlibat perkelahian, kecuali jika terbukti sebagai pihak

yang mempertahankan diri;

(c) Akibat pekerjaan yang disengaja, direncanakan dengan

persetujuan Peserta atau pihak lain yang berhak

menerima santunan;

(d) Akibat kecelakaan pesawat terbang yang tidak

diselenggarakan oleh perusahaan penerbangan yang

tergabung dalam International Air Transport

Association (IATA);

(e) Pekerjaan/jabatan peserta yang mengandung resiko

sebagai militer, polisi, pilot, buruh tambang, dan

pekerjaan/jabatan lain yang resikonya tinggi;

(f) Olahraga atau hobi peserta yang mengandung bahaya

dan resiko tinggi;

(g) Perbuatan kekerasan dalam pemberontakan, huru-hara,

perang, pengacauan dan kekacauan, perbuatan teror,

kegaduhan sipil, atau keadaan yang dapat disamakan

dengan itu (baik langsung maupun tidak dan tidak

memandang apakah tindakan itu ditujukan terhadap

peserta atau orang lain).

(7) Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah Indonesia terlibat

dalam peperangan baik dinyatakan atau tidak, atau Negara

Republik Indonesia untuk seluruhnya atau sebagian

dinyatakan dalam keadaan bahaya sipil atau darurat perang,

118

Perusahaan menentukan besamya potongan sementara atas

pembayaran Manfaat Takaful atas klaim.

2) Syarat umum yang terdapat pada masing-masing polis)

a) Asuransi Takaful Kendaraan Bermotor

(1) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak

dan kewajiban peserta asuransi :

(a) Penanggung akan memberikan ganti rugi terhadap

tertanggung atas kerusakan atau kehilangan kendaraan

bermotor, maka dengan ketentuan tertanggung berhak

mengajukan ketidakpuasannya dengan secara tertulis

atas hasil perbaikan kendaraan yang dimaksud oleh

bengkel dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender

sejak selesai diperbaiki dan diserahterimakan pada

tertanggung apabila bengkel tersebut ditunjuk oleh

penanggung (Pasal 9);

(b) Berhak untuk setiap waktu menghentikan

pertanggungan ini tanpa diwajibkan memberitahukan

alasannya yang dilakukan secara tertulis dikirim melalui

pos tercatat oleh pihak yang menghendaki penggantian

pertanggungan kepada pihak lainnya di alamat terakhir

yang diketahui (Pasal 19ayat 1);

(c) Pada akhir masa perjanjian (polis sudah jatuh tempo),

maka peserta akan memperoleh sebagian kontribusi

Takaful (prerni) dengan ketentuan peserta tidak pernah

menerima pembayaran atau sedang mengajukan klaim

atas polis dan peserta tidak membatalkan perjanjian

polis.

(2) Perlindungan nasabah (peserta) yang terdapat pada hak dan

kewajiban perusahaan asuransi :

(a) Penanggung memberikan penggantian kepada

tertanggung terhadap tanggung gugat tertanggung

119

terhadap suatu kerugian yang diderita oleh pihak

ketiga yang secara langsung disebabkan oleh

kendaraan bermotor yang dipertanggungkan, dan biaya

perkara atau biaya bantuan para yang berkaitan dengan

tanggung gugat tertanggung telah disetujui oleh

penangung secara tertulis (Pasal 2);

(b) Penanggung memberikan ganti rugi terhadap

tertanggung atas kerusakan atau kehilangan kendaraan

bermotor yang dipertanggungkan berdasarkan harga

sebenarnya sesaat sebelum terjadinya kerusakan atau

kehilangan tersebut atau atas tuntutan pihak ketiga,

setinggi-tingginya sebesar jumlah, setelah dikurangi

dengan resiko sendiri (retensi sendiri) yang tercantum

dalam ikhtisar pertanggungan dan setelah dikenakan

perhitungan di bawah harga (Pasal 9);

(c) Jika kendaraan bermotor yang dipertanggungkan pada

saat kerugian atau kerusakan oleh suatu bahaya yang

dijamin dalam pertanggungan kendaraan bermotor ini,

harga sebenarnya kendaraan bermotor tersebut lebih

besar daripada pertanggungan, maka penanggung akan

menggantinya menuntut hitungan dari bagian yang

dipertanggungkan terhadap bagian yang tidak

dipertanggungkan (Pasal 12);

(d) Dalam hal penanggung yang membatalkan polis,

penanggung wajib mengembalikan premi secara prorata

untuk waktu pertanggungan yang belum berjalan (Pasal

19 ayat 1);

(e) Apabila tidak tercapai musyawarah mufakat,

tertanggung atau penanggung wajib mengajukan

permohonan usaha penyelesaian melalui arbitrase

apabila yang dipilih adalah dengan jalan arbitrase;

120

(f) Apabila tidak tercapai musyawarah mufakat,

tertanggung atau penanggung wajib mengajukan

permohonan usaha penyelesaian melalui pengadilan

yang daerah hukumnya tempat termohon bertempat

tinggal apabila yang dipilih adalah dengan jalan

peradilan;

(g) Karena pembatalan endorsemen, penanggung wajib,

mengembalikan premi untuk jangka waktu yang belum

habis secara prorata;

(h) Menginvestasikan kontribusi Takaful (premi) yang

diterima dengan kompensasi perlindungan (Manfaat

Takaful) bagi peserta Takaful.

b) Asuransi Kebakaran

(1) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak

dan kewajiban peserta asuransi :

(a) Berhak untuk setiap waktu menghentikan

pertanggungan ini tanpa diwajibkan memberitahukan

alasannya secara tertulis yang dikirim melalui pos

tercatat oleh pihak yang menghendaki penghentian

pertanggungan (Pasal 19 ayat 1);

(b) Dalam hal penyelesaian sengketa melalui arbitrase,

maka tertanggung berhak untuk menunjuk seorang

arbiter dalam jangka waktu 30 hari setelah diterimanya

pemberitahuan (Pasal 21 ayat 5);

(2) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak

dan kewajiban perusahaan asuransi :

(a) Penanggung menjamin kerugian dan kerusakan pada

harta benda dan atau kepentingan yang

dipertanggungjawabkan yang secara langsung

121

disebabkan karena kebakaran, petir, peledakan,

kejatuhan pesawat terbang, dan asap (bab 1);

(b) Dalam hal terjadi kerugian atau kerusakan atas harta

benda dan atau kepentingan yang dipertanggungkan,

ganti rugi yang menjadi tanggung jawab penanggung

setinggi-tingginya sebesar jumlah pertanggungan (Pasal

7 ayat 1);

(c) Mengganti biaya yang wajar yang dikeluarkan oleh

tertanggung guna mencegah atau mengurangi kerugian

atau kerusakan sekalipun usaha yang dilakukan tidak

berhasil (Pasal 13 ayat 2);

(d) Penanggung harus menyelesaikan pembayaran klaim 30

hari kalender sejak adanya kesepakatan atau kepastian

mengenai jumlah klaim yang dibayar (Pasal 15);

(e) Apabila penanggung yang membatalkan, maka

penanggung wajib mengembalikan premi untuk jangka

waktu belum habis secara prorata (Pasal 19 ayat 2);

(f) Tertanggung atau penanggung wajib mengajukan usaha

penyelesaian sengketa melalui Arbitrase Ad Hoc,

apabila penyelesaian dengan cara perdamaian atau

musyawarah tidak dapat dicapai (Pasal 21 ayat 1);

(g) Dalam hal penanggung dan tertanggung memilih

penyelesaian sengketa melalui pengadilan, penanggung

atau tertanggung wajib mengajukan permohonan usaha

penyelesaian melalui Pengadilan yang daerah

hukumnnya termohon bertempat tinggal (Pasal 21);

(h) Penanggung menginvestasikan kontribusi Takaful

(premi) yang diterima dengan kompensasi perlindungan

(Manfaat Takaful) bagi peserta Takaful.

c) Asuransi Kecelakaan Diri

122

(1) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak

dan kewajiban peserta asuransi :

(a) Mendapatkan jaminan apabila terjadi kecelakaan sesuai

dengan kesepakatan yang ada;

(b) Tertanggung akan memperoleh premi yang sudah

dibayar untuk jangka waktu yang belum dijalankan

apabila penanggung tidak menyetujui menerima

pertanggungan yang bersangkutan (Pasal 6 ayat 1 sub

b);

(c) Peserta dapat mengakhiri pertanggungan dengan cara

memberitahukan kepada penanggung secara tertulis

selambatnya 7 hari sebelumnya (Pasal 7 ayat 1 sub b);

(d) Apabila terjadi perselisihan dapat mengajukan suatu

perkara pada arbitrase dengan memberitahukan secara

tertulis kepada pihak yang lain (Pasal 9);

(e) Mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari

pengelolaan seluruh premi takaful pada akhir

pertanggungan yang akan dibagikan secara proporsional

kepada seluruh tertanggung berdasarkan prinsip bagi

hasil (mudharabah), dengan nisbah 70% untuk

penanggung dan 30% untuk seluruh tertanggung dengan

ketentuan :

(i) Tertanggung tidak pernah menerima pembayaran

atau sedang mengajukan klaim atau polis yang

bersangkutan;

(ii) Tertanggung tidak membatalkan pertanggungan

polis yang bersangkutan.

(2) Perlindungan nasabah (peserta) yang tercantum pada hak

dan kewajiban perusahaan asuransi :

123

(a) Penanggung akan membayar santunan apabila terjadi

klaim sesuai dengan kesepakatan dalam polis (Pasal 4);

(b) Penanggung akan mengganti biaya-biaya untuk

pengobatan oleh dokter/ lembaga kesehatan yang resmi

setinggi-tingginya sebesar jumlah uang pertanggungan

sebagaimana yang telah ditetapkan (Pasal 4 sub a);

(c) Apabila terjadi penghentian pertanggungan (karena atas

kehendak penanggung dengan memberitahukan melalui

surat tercatat ke alamat terakhir dari tertanggung, jika

dalam masa penanggungan tertanggung mencapai umur

60 tahun, jika tertanggung tidak lagi bertempat tinggal

di Indonesia, dan jika tertanggung dikenakan hukuman

penjara) penanggung wajib mengembalikan premi

untuk jangka waktu yang belum habis secara pro rata

(Pasal 7 ayat 3 sub a);

(d) Apabila terjadi penghentian pertanggungan (karena atas

kehendak tertanggung dengan cara memberitahukan

kepada penanggung secara tertulis selambat-lambatnya

7 hari sebelumnya, dan karena jika tertanggung tidak

memenuhi kewajiban sebagaimana yang disebutkan

pada Pasal 6) maka penanggung wajib mengembalikan

premi setelah lebih dahulu dikurangi dengan jumlah

premi yang diperhitungkan menurut skala suku premi

jangka pendek untuk waktu yang sudah dijalani (Pasal 7

ayat 3 sub b);

d. Syarat-syarat Pengajuan Klaim

1) Dokumen yang diperlukan sebagai syarat untuk pengajuan klaim

adalah sebagai berikut:

a) Syarat secara umum

(1) polis asli;

124

(2) Mengisi formulir pengajuan klaim yang disediakan oleh

perusahaan;

(3) Fotokopi identitas diri yang masih berlaku;

(4) Melampirkan surat pemberitahuan jatuh tempo tahapan

(khusus dana siswa, jika ada);

(5) Surat keterangan medis dari dokter atau rumah sakit yang

merawat (untuk klaim rawat inap atau cacat tetap karena

kecelakaan).

b) Khusus untuk klaim meninggal dunia, dilengkapi dengan :

(1) Mengisi formulir daftar pertanyaan untuk klaim yang

disediakan oleh perusahaan;

(2) Surat kematian dari instansi pemerintah yang berwenang;

(3) Surat dari dokter yang berisikan keterangan sebab-sebab

meninggal;

(4) Melampirkan surat keterangan dari polis (bila meninggal

karena kecelakaan).

2) Perusahaan berhak untuk meminta diberikan dokumen-dokumen

lain yang dianggap perlu dalam pengajuan klaim;

3) Dalam hal peserta meninggal dunia, jangka waktu pengajuan

berikut bukti-bukti yang diperlakukan selambat-lambatnya 6

(enam) bulan sejak awal tanggal meninggal.

e. Penyelesaian Sengketa pada Asuransi Syariah

Dalam pelaksanaan akad, sering terjadi perselisihan atau

persengketaan yang dipicu oleh kondisi salah satu pihak merasa

dirugikan. Hal ini dapat terjadi kemungkinan disebabkan oleh tidak

diterapkannya asas-asas perjanjian dalam kontrak tersebut. Fatwa No.

43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi dan Ketentuan Penutup

Fatwa-Fatwa DSN MUI yang mengatur tentang Asuransi Syariah

125

menyatakan apabila salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya

atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah

tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. Ketentuan tersebut

dapat digunakan oleh peserta asuransi dalam mencari perlindungan

hukum apabila peserta merasa dirugikan.

Penyelesaian sengketa di bidang asuransi, tidak diatur secara

jelas dalam peraturan perundang-undangan. Padahal dalam melakukan

hubungan keperdataan tidak terlepas dari kemungkinan timbulnya

konflik. Oleh karena itu perlu diatur mengenai hal penyelesaian

sengketa dalam Lembaga Ekonomi Syariah (LES) yang di dalamya

termasuk bank dan asuransi Islam.

Seorang mediator, arbiter, atau hakim pada LES harus

memahami mengenai sistem ekonomi syariah dan juga konvensional.

Prinsip syariah membolehkan adanya sanksi perdata atau pembayaran

ganti rugi kepada pihak-pihak yang dirugikan sebanding dengan

tingkat kerugian yang dialaminya secara adil dan berdasarkan

kesepakatan yang ada. Berdasarkan ketentuan Buku III KUH Perdata,

ganti kerugian dapat berupa ganti rugi, biaya, dan bunga. Pada konsep

syariah, bunga jelas diharamkan. Agar tidak terjadi kerancuan dalam

menerapkan Hukum Perdata, yang berbeda prinsip antara KUH

Perdata dengan hukum Islam maka alangkah baiknya bila hakim,

arbiter, atau mediator mempunyai bahan acuan yang sama sebagai

pegangan dalam menyelesaikan permasalahan. Diperlukan aturan-

aturan khusus yang menjadi lex spesialis sebagai pengganti dari

hukum perjanjian perdata dengan aturan perjanjian berdasarkan prinsip

syariah.

Dalam hal perjanjian kontrak (akad) sebaiknya mencantumkan

klausula penyelesaian sengketa melalui musyawarah, mediasi, dan

126

arbitrase, atau ke lembaga peradilan sebagai pilihan terakhir. Jika para

pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase maka

sebaiknya menggunakan Badan Arbitrase Syariah Indonesia

(BASYARNAS) sebagai lembaga arbiter yang menangani

penyelesaian perselisihan sengketa di bidang ekonomi syariah.

Penyelesaian Sengketa menurut Hukum Islam:

1) Perdamaian (Sulh/Ishlah)

Secara harfiah mengandung pengertian “memutus

pertengkaran atau perselisihan”. Dalam pengertian syariah

dirumuskan: “Suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri

perlawanan (perselisihan) antara dua orang yang berlawanan”.

LES yang dalam operasinya menggunakan prinsip-prinsip

syariah tentunya mengusahakan agar pelaksanaannya dilakukan

secara menyeluruh, sehingga penyelesaian sengketa pada LES

tentunya juga harus menggunakan prinsip-prinsip syariah.

Penyelesaian sengketa yang paling sesuai adalah melalui ishlah,

karena ajaran Islam menghendaki penyelesaian sengketa dengan

jalan damai agar kedua pihak terhindar dari permusuhan.

Jika para pihak memilih cara ishlah, maka mereka mencoba

terlebih dahulu untuk menyelesaikan masalah di antara mereka

dengan mengadakan pertemuan antara kedua belah pihak. Hasil

pertemuan tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis. Jika

pertemuan tersebut gagal untuk mencapai kesepakatan, maka

penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan bantuan dari

mediator.

2) Arbitrase

127

Arbitrase yang dalam Islam dikenal dengan istilah al-

tahkim merupakan bagian dari al-qadla (peradilan). Landasan

hukum untuk memperbolehkan arbitrase, baik yang bersumber dari

Al-Qur’an, Sunnah maupun ijma’, bila ditelaah dengan seksama,

pada prinsipnya berisi anjuran untuk menyelesaikan perselisihan

dengan jalan damai. Namun bila jalan damai telah ditempuh dan

tidak berhasil untuk menemukan jalan keluarnya atau masing-

masing pihak tetap pada pendiriannya, maka mereka bisa meminta

kepada pihak ketiga yang untuk menyelesaikan sengketa di antara

mereka (Hakam). Dalam mediasi, tidak ada pihak yang kalah

ataupun menang, semua sengketa diselesaikan dengan cara

kekeluargaan, sehingga hasil dari keputusan mediasi tentunya

merupakan konsesus kedua belah pihak.

BASYARNAS sebagai lembaga permanen yang didirikan

oleh Majelis Ulama Indonesia berfungsi menyelesaikan

kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam

hubungan perdagangan, industri, keuangan, dan jasa. Pendirian

lembaga ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalat

Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Kedudukan,

tugas, dan wewenang antara DPS dan BASYARNAS adalah

berbeda, namun kedua lembaga ini saling mengisi. DPS merupakan

bagian integral dalam struktur Lembaga Ekonomi Syariah

sementara BASYARNAS berdiri di luar struktur tersebut dan

berfungsi sebagai instrumen hukum yang menangani perselisihan

para pihak di lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi, dan

sebagainya.

3) Pengadilan Biasa (Al-Qadla)

Al-qadla secara harfiah berarti antara lain memutuskan atau

menetapkan. Menurut istilah fikih kata ini berarti menetapkan

128

hukum syara’ pada suatu peristiwa atau sengketa untuk

menyelesaikannya secara adil dan mengikat. Orang yang

berwenang untuk menyelesaikan perkara pada pengadilan

semacam ini dikenal dengan qadli (hakim) dan keputusan dari

qadli ini mengikat kedua belah pihak.

Bila jalur arbitrase juga tidak dapat menyelesaikan

perselisihan, maka lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai

pemutus perkara tersebut. Hakim harus memperhatikan rujukan

yang berasal dari arbiter yang sebelumnya telah menangani kasus

tersebut sebagai bahan pertimbangan dan untuk menghindari

lamanya proses penyelesaian. Permasalahannya adalah badan

peradilan mana yang sesuai dalam menyelesaikan persengketaan

tersebut, peradilan umum atau peradilan agama.

Mengingat sejarah Peradilan Agama bahwa wewenangnya

sangat luas, meletakkan bisnis syariah dalam kewenangan

Peradilan Agama merupakan momentum yang baik. Kewenangan

ini tercantum dalam UU No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas

UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Ditambah lagi

dengan adanya sumber daya manusia yang sudah memahami

permasalahan syariah, maka Peradilan Agama dipandang sebagai

pilihan terbaik untuk menyelesaikan perselisihan melalui jalur

pengadilan.

129

BAB IV

PENUTUP

Setelah penulis menguraikan mengenai pembahasan masalah yang

merupakan inti dari penulisan hukum yang disusun ini dengan judul Perlindungan

Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syariah (Studi Di PT Asuransi

Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta), maka dapat ditarik kesimpulan dan

saran-saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

1. Pengaturan Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi

Syariah

Asuransi takaful adalah asuransi yang bertumpu pada konsep

tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa. Konsep tersebut terdapat

dalam Al-Qur’an dan Hadits yang kemudian dilakukan ijtihad oleh para

ulama sebagai landasan syariah dalam berasuransi. Terdapat dua landasan

dalam asuransi syariah, yaitu landasan hukum sebagai landasan

operasional usaha asuransi syariah yang memuat peraturan-peraturan

hukum berupa undang-undang (UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha

Perasuransian), Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktorat

Jendral Lembaga Keuangan serta Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional-

Majelis Ulama Indonesia yang mengatur mengenai asuransi syariah dan

landasan syariah yang berpedoman pada Al-Qur’an, Sunnah Nabi, Piagam

Madinah, praktik sahabat, ijma, syar’u man qablana serta istihsan.

Landasan asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum

praktik asuransi syariah. Landasan-landasan tersebut mendasari

terbentuknya akad dalam membuat suatu kesepakatan untuk melakukan

130

suatu perjanjian asuransi yang didalamnya memuat hak, kewajiban

sekaligus perlindungan bagi kedua belah pihak.

2. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Dalam Asuransi Syariah Di PT.

Asuransi Takaful Kantor Cabang Perwakilan Surakarta

Akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tijarah dan

akad tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua bentuk akad

yang dilakukan untuk tujuan komersial sedangkan akad tabarru’ adalah

semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong-

menolong. Dari akad ini, sekurang-kurangnya harus disebutkan hak dan

kewajiban peserta dan perusahaan, cara dan waktu pembayaran premi, dan

jenis akad serta syarat-syarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi.

Hubungan hukum melahirkan akibat hukum bagi kedua belah

pihak, yaitu timbulnya hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang sepakat

mengadakan perjanjian (akad). Pada akad umumnya selalu dicantumkan

secara jelas hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, sehingga para

pihak mengetahui apa yang menjadi hak dan kewajibannya dalam akad

tersebut serta menjamin adanya perlindungan hukum bagi para pihak.

Perlindungan yang diberikan di PT. Asuransi Takaful Kantor

Cabang Perwakilan Surakarta terhadap nasabahnya berupa :

a. Produk dan layanan yang bebas dari unsur gharar, maisir, dan riba

Jenis produk dan layanan pokok PT. Asuransi Takaful Kantor Cabang

Perwakilan Surakarta meliputi asuransi Takaful Keluarga untuk jenis

asuransi jiwa dan asuransi Takaful Umum untuk jenis asuransi

kerugian;

b. Syarat Pengajuan Asuransi, yang memuat aplikasi identitas calon

nasabah (calon pemegang polis);

131

c. Bentuk pelaksanaan akad (perjanjian) yang dibuat secara tertulis dalam

bentuk. Untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum

bagi para pihak, perjanjian itu harus tertulis meskipun tidak menutup

kemungkinan dibuat perjanjian secara lisan terhadap hal-hal tertentu.

Polis Asuransi Syariah. Jenis polis yang terdapat di PT. Asuransi

Takaful Cabang Surakarta meliputi :

1) Syarat Umum Polis Individu dalam asuransi Takaful Keluarga;

2) Syarat Umum yang terdapat pada masing-masing polis dalam

asuransi Takaful Umum.

d. Syarat-syarat Pengajuan Klaim, yaitu ketentuan yang harus dipenuhi

agar klaim yang diajukan nasabah mendapat persetujuan oleh

perusahaan asuransi.

e. Apabila dalam pelaksanaannya peserta dirugikan dan timbul sengketa,

maka penyelesaian sengketa dapat dilakukan menurut hukum Islam

yaitu melalui perdamaian (suhl/ishlah), arbitrase (tahkim), dan melalui

pengadilan kekuasaan kehakiman (wilayat al Qadla).

B. Saran

Dalam penelitian yang penulis lakukan mengenai perlindungan

hukum terhadap nasabah dalam asuransi syariah di PT. Asuransi Takaful

Kantor Cabang Perwakilan Surakarta, maka penulis memberikan saran-saran

antara lain sebagai berikut :

1. Guna memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang polis atas isi

perjanjian asuransi, sebaiknya sewaktu melakukan perjanjian asuransi

tersebut para pihak harus sepakat atas isi perjanjian yang diperjanjikan,

dan isi perjanjian tersebut semestinya dibacakan dihadapan nasabah

pemegang polis. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman

diantara para pihak, dan disarankan kepada penanggung agar

132

memperhatikan segala kepentingan para nasabah termasuk dana nasabah

yang tersimpan dalam perusahaan asuransi tersebut, supaya dana nasabah

dapat terlindungi dan aman dalam perusahaan asuransi tersebut.

2. Peserta asuransi harus benar-benar cermat dalam mengetahui apa hak dan

kewajiban ketika akan, saat, dan setelah mengadakan suatu perjanjian

dengan pihak perusahaan asuransi agar tidak terjadi kerugian dan

penyesalan di kemudian hari.

3. Perusahaan asuransi syariah sebaiknya dapat membuktikan kepada

masyarakat akan keuntungan, kemudahan, manfaat dan perlindungan

asuransi syariah bagi masyarakat. Tentunya hal ini harus didukung dengan

adanya tenaga profesional yang memahami bisnis syariah.

4. Pemerintah sebaiknya harus segera membentuk suatu undang-undang yang

khusus mengatur mengenai asuransi syariah, agar payung hukum asuransi

syariah jelas dan terarah.

5. Perlu ditingkatkan adanya seminar, workshop, maupun acara sejenis yang

diadakan dengan tujuan untuk memperkenalkan, mengkaji serta

mempromosikan asuransi syariah kepada masyarakat umum.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdulkadir Muhammad. 2002. Hukum Asuransi Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

AM. Hasan Ali , MA. 2004. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media.

Kasmir. 2002. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Lexy J. Moleong. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

133

Man Suparman S. 2003. Hukum Asuransi: Perlindungan Tertamggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian. Bandung: PT Alumni.

Muhaimin Iqbal. 2006. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik. Jakarta: Gema Insani.

Muhammad Syakir Sula. 2004. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem Operasional. Jakarta: Gema Insani Press.

Syamsul Anwar. 2007. Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamalat. Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa.

Soerjono Soekanto. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

______ _. 2005. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sri Rejeki Hartanto. 1997. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: PT Sinar Grafika.

Suhrawardi K. Lubis. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: PT Sinar Grafika.

Totok Budi Santoso & Sigit Triandaru. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Salemba Empat.

Tri Widiono. 2006. Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia.

Wirdyaningsih. 2005. Bank dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta: Prenada Media.

Zainuddin Ali. 2008. Hukum Asuransi Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Kamus dan Terjemahan :

J.C.T Simorangkir dkk.2000. Kamus Hukum. Jakarta : Sinar Grafika.

Yayasan Penyelenggara Penterjemah / Pentafsir Al-Qur’an.1971. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI.

Undang-undang dan Peraturan lainnya :

Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

134

Fatwa No.43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi

Fatwa No.51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi

Fatwa No.52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Mudharabah Musytarakah Asuransi Wakalah bil Ujrah

Fatwa No.53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi Syariah

Fatwa No.53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Tabarru’ pada Asuransi Syariah Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi Syariah

Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi

Keputusan Menteri Keuangan No. 426/KMK.06/2003 tentang Perijinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan asuransi dan Perusahaan Reasuransi

Keputusan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan Nomor 4499/LK/2000 Tentang Jenis, Penilaian, dan Pembatasan Investasi Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

Jurnal :

Tamyiz Mukharrom. 2003. ”Kontrak Kerja Antara Kesepakatan dan Tuntutan Pengembangan SDM”. Jurnal Hukum Islam Al Mawarid. Edisi X Tahun 2003. Yogyakarta: Program Studi Syari’ah FIAI UII.

Yusdani. 2002. ”Transaksi (akad) dalam Perspektif Hukum Islam”. Jurnal Studi Agama MILLAH. Volume.II Nomor 2 Januari 2002. Yogyakarta: Magister Studi Islam Universitas Islam Indonesia.

Surat Kabar:

135

Lamgiat Siringoringo. “Kinerja Asuransi: Hanya 3 bulan, Prudential Raup Premi Asuransi Syariah Rp 410,3 M” dalam Harian Kontan. 15 April 2008 Halaman 10.

NN. “Memo Bisnis: Peningkatan Bisnis Asuransi Syariah” dalam Koran Tempo. 21 April 2008 Halaman 9 Kolom a.

Internet:

http://hukumonline.com/detail.asp?id=13000&cl=Berita ( diakses tanggal 3 April 2009 pukul 20.00 wib)

http://takaful.com/takafulindonesia»profilperusahaan.htm (diakses tanggal 3 April 2009 pukul 20.00 wib)

http://eramuslim.com/bedaasuransi/newbhn/fatwa.htm. ( diakses tanggal 29 April 2009 pukul 20.00 wib)

http://tazkia.com/konsepdasar?id=syari’ah. ( diakses tanggal 29 April 2009 pukul

20.05 wib)