PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK...
Transcript of PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK...
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK FRANCHISOR
DALAM BISNIS WARALABA D'BESTO
CHICKEN & BURGER PUSAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Salma Nadiyah
NIM: 11150490000039
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H / 2019 M
ABSTRAK
Salma Nadiyah. Nim 11150490000039. PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PIHAK FRANCHISOR DALAM BISNIS WARALABA
D'BESTO CHICKEN & BURGER PUSAT. Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui jenis sistem bisnis yang
digunakan d’BestO chicken & burger, mengetahui jenis syirkah yang
digunakan pada bisnis d’BestO dan untuk mengetahui perlindungan
hukum terhadap pihak d’BestO jika pihak franchisee melakukan
wanprestasi, serta pola penyelesaian sengketa jika terjadi wanprestasi.
Jenis penelitian pada penelitian skripsi ini menggunakan penelitian
deskriptif kualitatif yaitu penulis melakukan pengamatan dan menganalisis
secara langsung data yang diperoleh dari lapangan, baik data berupa
tulisan ataupun lisan. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
penelitian yuridis empiris.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan bisnis
d’BestO chicken & burger sudah pernah terjadi wanprestasi yang
dilakukan oleh pihak franchisee. Hal ini disebabkan bahwa pihak
franchisee membuka resto lain pada saat sedang bekerja sama dengan
pihak d’BestO. Sudah jelas hal tersebut dilarang dalam perjanjian
kerjasama d’BestO chicken & burger. Jenis syirkah yang terdapat pada
bisnis d’BestO adalah syirkah inan dan syirkah abdan.
Kata Kunci: Waralaba, Syirkah, Perlindungan Hukum.
Pembimbing: Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H
Daftar Pustaka: 1988 sampai dengan 2019.
v
KATA PENGANTAR
الرحیم الرحمن هللا بسم
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah
memberikan rahmat, berkah dan hidayah-Nya kepada Penulis. Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Dengan Rahmat serta pertolongan Allah SWT, Alhamdulillah Penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap
Pihak Franchisor Dalam Bisnis Waralaba d’BestO Chicken & Burger Pusat”.
Banyak pihak yang membantu Penulis dalam menyelsaikan skripsi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan Penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Para Pihak yang
telah membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini, kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. AM. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Ketua
Program Studi dan Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan arahan dan saran yang terbaik untuk Penulis.
3. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., selaku dosen
pembimbing skripsi yang senantiasa memberikan semangat, arahan,
dukungan serta meluangkan waktu untuk memberikan masukan yang
baik kepada Penulis, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Semoga Bapak senantiasa selalu dalam lindungan Allah SWT.
4. Kepada Drh. Evalinda Amir selaku Pemilik d’BestO Pusat, Bapak
Yudi selaku Business Development, Ibu Anggita selaku Human
Capital Management (HCM), dan Ibu Rossa selaku Human Resource
Development (HRD), d’BestO Chicken & Burger yang telah
mengizinkan dan banyak membantu Penulis untuk meneliti di Kantor
Pusat d’BestO Jakarta Selatan.
vi
5. Kepada Orang Tuaku tersayang, Abdul Hadi Baharmi dan Syarifah
Hilda Suryanti serta adikku Salwa Shabrina Baharmi, terima kasih atas
segala dukungan dan semangat yang telah kalian berikan untukku.
6. Kepada Ami Rasyid Bakhabazy, terima kasih karena sudah
memperkenalkan Penulis dengan Drh. Evalinda Amir selaku Pemilik
d’BestO Pusat.
7. Kepada abangku Shah Reza Andiat P.N, terima kasih atas semangat
dan dukungannya selama ini.
8. Kepada teman-teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah
Angkatan 2015, sahabat-sahabatku Raidah SulistyaRini, Mufrida
Zahrah, Ika Surandari, Atikah Rahmah, Hanniatus Solikhah, Cahya
Utami Aldana, Nadia Ulfa, Nabilla Gammaning Tyas, Naziha Zaidah,
yang selalu memberikan semangat untukku.
9. Serta teman-teman yang tidak bisa Penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas doa-doa terbaiknya.
Jakarta, 02 September 2019
Salma Nadiyah
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITA UJIAN SKRIPSI ................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................ iv
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix
DAFTAR SKEMA .............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................ 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
E. Kerangka Teori dan Konseptual ..................................................... 11
F. Metode Penelitian .............................................................................. 12
G. Sistematika Penulisan ....................................................................... 15
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA
A. Pengertian Waralaba ..................................................................... 17
B. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Waralaba ..................................... 17
C. Unsur-Unsur Terkait Waralaba ................................................... 17
D. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Perdata ............................. 19
1. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian ........................................... 20
viii
2. Asas-Asas Hukum Dalam Perjanjian .................................. 21
E. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Bisnis Syariah .................. 24
1. Rukun dan Syarat Syirkah .................................................. 24
2. Macam-macam Syirkah ...................................................... 25
3. Asas-asas dalam Hukum Islam ........................................... 26
F. Kriteria, Format dan Klausul Dalam Perjanjian Waralaba ........... 28
G. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba ........ 29
H. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak
Dalam Perjanjian Bisnis Waralaba .............................................. 32
I. Wanprestasi
1. Bentuk-bentuk Wanprestasi ................................................ 34
2. Akibat-akibat Wanprestasi ................................................. 34
J. Pola Penyelesaian Sengketa Bisnis .............................................. 35
K. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ............................................ 36
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA
D’BESTO CHICKEN & BURGER
A. Gambaran Umum Tentang Waralaba d’BestO Chicken & Burger
1. Tentang d’BestO Chicken & Burger ..................................... 43
2. Sejarah Pendirian d’BestO Chicken & Burger...................... 43
3. Visi dan Misi d’BestO Chicken & Burger ............................ 44
4. Budaya Kerja d’BestO Chicken & Burger ........................... 45
5. Profil dan Ijin Usaha d’BestO Chicken & Burger ................ 45
B. Jenis Perjanjian Kerjasama d’BestO Chicken & Burger .............. 46
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian d’BestO Pusat
...................................................................................................... 47
D. Jenis Sengketa Yang Terjadi Pada Perjanjian d’BestO Chicken &
Burger ........................................................................................... 49
ix
BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN BISNIS WARALABA D’BESTO
CHICKEN & BURGER
A. Analisis Sengketa Pada Bisnis d’BestO Chicken & Burger
1. Analisis Pelaksanaan Sistem Bisnis d’Besto Chicken &
Burger .................................................................................. 50
2. Analisis Tentang Kasus Wanprestasi Di D’BestO Chicken &
Burger .................................................................................. 67
B. Analisis Perlindungan Hukum Bagi Pihak Franchisor Bila
Terjadi Wanprestasi yang Dilakukan Oleh Pihak Franchisee
Dalam Pelaksanaan Bisnis d’BestO Chicken & Burger ............. 68
C. Analisis Pola Penyelesaian Sengketa Bila Terjadi Wanprestasi
yang dilakukan Pihak Franchisee Dalam Pelaksanaan Bisnis
d’BestO Chicken & Burger ......................................................... 70
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan ..................................................................................... 73
2. Saran ............................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara .................................................................... 80
2. Surat Keterangan Bukti Penelitian ................................................. 85
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jenis-Jenis Franchise .............................................................................. 1
Tabel 1.2 Daftar Usaha Waralaba ........................................................................... 2
Tabel 4.1 Perbedaan antara Kemitraan dan Swakelola ......................................... 53
DAFTAR SKEMA
Skema 1.1 Total Pertumbuhan Data Perusahaan Franchise & Businnes
Opportunity Pertahun .............................................................................................. 3
Skema 1.2 Data Nilai Investasi Di Bisnis Franchise & Businnes Opportunity ....... 3
Skema 1.3 Data Franchise & Businnes Opportunity Berdasarkan Bidang Usaha .. 3
Skema 1.4 Kerangka Teori dan Konseptual ........................................................... 11
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perdagangan di Indonesia saat ini banyak didominasi oleh perdagangan
barang dan jasa. Salah satu kerjasama barang dan jasa yang menjadi trend saat
ini adalah bisnis waralaba. Maraknya perdagangan barang dan jasa dengan
sistem waralaba, karena sistem tersebut lebih menguntungkan baik pihak
pemberi waralaba (franchisor) maupun pihak penerima waralaba (franchisee).
Di dalam data waralaba di Indonesia yang dicantumkan oleh majalah
franchise terdapat beberapa jenis-jenis usaha dibidang waralaba, yaitu:1
Jenis Franchise
Franchise Makanan dan Minuman
Franchise Pendidikan
Franchise Otomotif
Franchise Travel dan Jasa Kurir
Franchise Hiburan
Franchise Kecantikan dan Kesehatan
Franchise Property
Franchise Mini Market
Franchise Laundry
Tabel 1.1 Jenis- Jenis Franchise
Usaha waralaba sebenarnya sudah lama dikenal di Eropa dengan nama
franchise. Kata franchise sebenarnya berasal dari bahasa Perancis yang
berarti bebas, atau lebih lengkapnya yaitu, bebas dari hambatan (free from
servitude). Dalam bidang bisnis, franchise berarti kebebasan yang diperoleh
seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu diwilayah
tertentu.2
1Semua Tipe Franchise, Majalah Franchise Indonesia, diakses dari https://www.majalahfranchise.com/, pada tanggal 02 Desember 2018 pukul 11.00 WIB.
2 Linda Firdawati, “Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Islam”, Jurnal ASAS, Vol. 3, No. 1 (Januari,2011), h., 40.
1
2
Di Indonesia transaksi bisnis berjenis waralaba mulai marak karena selain
biaya murah dan bahannya sudah disediakan. Banyak jenis waralaba yang
kini muncul di Indonesia, salah satunya seperti aneka ragam fast food
(makanan siap saji).3 Jenis-jenis waralaba yang terdapat di Indonesia, yaitu:
No. Daftar Waralaba Makanan
1. Kentucky Fried Chicken (KFC)
2. McDonalds
3. Kebab Turki Baba Rafi
4. D’Besto Chicken & Burger
5. Jco Donuts & Coffe
6. Pecel Lele Lela
7. Sabana Fried Chicken
8. Ayam Bakar Wong Solo
9. Wendy’s Burger
10. Richeese Factory
11. Roti John
12. Hoka-Hoka Bento
13. Burger King
14. California Fried Chicken (CFC)
15. BreadTalk
16. Es Teller 77
17. Soto Seger Mbok Giyem
18. Kuch2HoTahu
Tabel 1.2 Daftar Waralaba Makanan
Serta jenis usaha waralaba dibidang maknan lainnya yang terdapat di
Indonesia.
3 H. Syahrani, “Bisnis Waralaba Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Bisnis Syariah”, Jurnal AT-TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Vol. 3, No. 2, (Desember 2012), h., 131.
3
Skema 1.1 Total Pertumbuhan Data Perusahaan Franchise & Businnes
Opportunity Pertahun
Skema 1.2 Data Nilai Investasi Di Bisnis Franchise & Businnes
Opportunity
Dari data grafik tersebut, jika dikelompokan berdasarkan nilai investasi di
bisnis Franchise dan Business Opportunity (BO) di indonesia , tercatat investasi
bisnis dimulai dengan angka kurang dari 10 juta sampai dengan 100 milyar. 4
Skema 1.3 Data Franchise & Businnes Opportunity Berdasarkan Bidang Usaha
4 Media Profile Majalah Info Franchise Indonesia, Majalah Franchise Indonesia, diakses dari http://www.majalahfranchise.com/res/fiona/drive/uploads/Company%20Profile%20Majalah%20Franchise.pdf/ , pada tanggal 09 Desember 2018 pukul 16.52 WIB.
4
Bidang usaha food and beverages masih menjadi pemain dengan jumlah
terbanyak di bisnis Franchise dan Business Opportunity (BO) di Indonesia.
Dengan melihat data tersebut dapat dijelaskan bahwa perkembangan dan
potensi usaha waralaba di Indonesia sangat menggiurkan. Perkembangan industri
waralaba di Indonesia tidak lepas dari meningkatnya publikasi dan sosialisasi
yang dilakukan berbagai kalangan termasuk media massa, ditambah berbagai
fasilitas dan stimulasi yang diberikan pemerintah dan dunia perbankan. Kegiatan
yang berkaitan dengan usaha waralaba seperti ajang pameran adalah semakin
mengedukasi publik untuk terjun ke dunia bisnis waralaba.5
Faktor lain yang mengakibatkan meningkatnya bisnis waralaba juga
dipicu oleh cara pandang pengusaha-pengusaha lokal yang menganggap waralaba
sebagai alternatif paling cepat dalam mengembangkan usaha. Satu hal yang perlu
dicatat di sini adalah bahwa perkembangan usaha waralaba yang sangat
menggembirakan ini masih didominasi oleh pemain pemain asing. Berdasarkan
data riset yang pernah dilakukan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI), pengusaha
lokal lebih cenderung memilih franchise asing karena dinilai lebih dapat
diandalkan, terbukti telah berhasil dan berpengalaman.6
Format waralaba merupakan salah satu bentuk kerjasama bisnis yang
banyak dilirik pengusaha baik itu pengusaha pemula ataupun pengusaha yang
sudah berpengalaman. Mengingat usaha yang diwaralabakan adalah usaha-usaha
yang sudah teruji dan sukses dibidangnya, sehingga dianggap dapat menjamin
mendatangkan keuntungan. Faktor ini kemudian menjadi magnet untuk menarik
animo masyarakat secara luas. Melalui format waralaba seseorang tidak perlu
memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam bisnis
waralaba, yang memungkinkan seorang franchisee menjalankan usaha dengan
baik.7
5 Sudarmiatin, M.Si , “Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi”,(April, 2011), h., 15.
6 Sudarmiatin, M.Si , “Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia, Peluang Usaha dan Investasi”,(April, 2011), h., 15.
7 Maratun Shalihah, “Konsep Syirkah Dalam Waralaba”, Jurnal Ahkam Vol. XII, No.2 (Desember, 2016), h., 143.
5
Pada dasarnya waralaba merupakan sebuah perjanjian mengenai metode
pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Franchisor dalam jangka
waktu tertentu memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan usaha
pendistribusian barang atau jasa di bawah nama identitas franchisor dalam
wilayah tertentu. Usaha tersebut harus dijalankan sesuai dengan prosedur dan cara
yang ditetapkan franchisor. Franchisor memberikan bantuan (assistance)
terhadap franchisee. Sebagai imbalannya franchisee membayar jumlah uang
berupa initial fee dan royalty.8
Suksesnya bisnis waralaba disebabkan karena waralaba ini kombinasi dari
pengetahuan dan kekuatan usaha bisnis yang sudah ada. Pihak franchisor
memberikan lisensi menggunakan suatu hak kekayaan intelektual seperti hak
cipta, merek, paten, rahasia dagang kepada pihak franchisee. Pihak franchisee
berkewajiban membayar royalty fee terhadap pihak franchisor. Penyelenggaraan
waralaba diatur dalam pasal 5 Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia
nomor 53/M-DAG/PER/8/2012.
Format usaha yang dilakukan dalam usaha waralaba bila ditinjau dari
bisnis syariah merupakan pengembangan dari bentuk Syirkah.9 Syirkah adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.10
Terdapat dua jenis syirkah yang masing-masing memiliki ciri khasnya dalam hal
perjanjian, yaitu syirkah Al-Amlak dan syirkah Al-Uqud.
Hal-hal yang diatur di dalam hukum dan undang-undang harus ditaati oleh
para pihak di dalam perjanjian waralaba. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika
salah satu pihak di dalam perjanjian waralaba melakukan penyimpangan atau
tidak melakukan sesuatu sesuai yang telah diperjanjikan. Jika salah satu pihak
8 Budi Prasetyo, “Perspektif Hukum Islam Terhadap Bisnis Waralaba (Franchise)”, Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol.4, No. 2 (April, 2007), h., 217.
9 Sutedi, Andrian, Hukum Waralaba (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h., 42. 10 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah Teori dan Praktek (Jakarta: Gema
Insani Press dengan Tazkia Cendikia, 2001), h., 90.
6
tidak melakukan hal tersebut akan menimbulkan wanprestasi. Akibat adanya
wanprestasi ini akan menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak tersebut. Maka
pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi kepada pihak yang membuat
kerugian.
Di dalam perjanjian waralaba d’Besto chicken & burger ini juga tidak
menutup kemungkinan akan timbulnya sengketa antara para pihak dikemudian
hari. Maka dari itu para pihak, baik franchisor maupun franchisee harus
melaksanakan perjanjian yang telah dibuat, karena jika salah satu pihak tidak
melaksanakan hak dan kewajibannya maka akan timbulah suatu sengketa.
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penyusunan skripsi tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Pihak
Franchisor Dalam Bisnis Waralaba Makanan Di D’BestO Chicken & Burger
Pusat Jakarta Selatan.” Karena pihak yang dirugikan oleh pihak yang tidak
beritikad baik wajib mendapatkan perlindungan hukum.
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas, dapat di identifikasikan
beberapa masalah yang sering timbul di dalam perjanjian waralaba,
yaitu:
a. Pemutusan perjanjian waralaba secara sepihak oleh franchisor
sebelum berakhirnya kontrak.
b. Pihak franchisee tidak memenuhi prestasi sama sekali.
c. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana
mestinya.
d. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada
waktunya.
e. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang
dilarang dalam perjanjian.
7
2. Pembatasan Masalah
Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, untuk
mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, maka penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembatasannya lebih
terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Adapun batasan
masalah terhadap penelitian ini mengenai “Perlindungan Hukum
Terhadap Pihak Franchisor dalam Bisnis Waralaba Makanan Di
d'BestO Chicken & Burger Pusat Jakarta Selatan.
3. Perumusan Masalah
a. Bagaimana perjanjian waralaba d’BestO chicken & burger Pusat
ditinjau dari hukum perdata dan hukum bisnis syariah?
b. Apakah di dalam perjanjian waralaba d’BestO chicken & burger
sudah memberikan perlindungan hukum bagi pihak franchisor?
c. Bagaimana pola penyelesaian sengketa apabila pihak franchisee
melakukan wanprestasi di dalam perjanjian waralaba d’BestO
chicken & burger?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian:
1. Menganalisis pandangan hukum perdata dan hukum bisnis
Syariah terhadap bisnis waralaba dibidang makanan.
2. Menganalisis akibat hukum yang timbul bila terjadi wanprestasi
didalam perjanjian waralaba d’BestO chicken & Burger serta pola
penyelesaian sengketa bila terjadi wanprestasi yang dilakukan
pihak franchisee.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Akademisi yaitu:
a. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi bahan untuk
penelitian selanjutnya.
8
b. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi informasi bagi
masyarakat yang ingin berbisnis dengan jenis waralaba.
2. Manfaat bagi Praktisi yaitu:
a. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi
lembaga-lembaga yang terkait.
b. Dengan adanya penelitian ini menjadi referensi bagi
pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan terkait bisnis
dengan cara waralaba.
E. Kerangka Teori dan Konseptual
1. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini, penulis akan membahas
mengenai tinjauan teori tentang Perlindungan Hukum terhadap
Perjanjian Franchise. Penulis akan memaparkan tentang pengertian
waralaba, franchisor, franchisee. Kemudian penulis akan melanjutkan
pembahasan teori tentang perjanjian waralaba menurut hukum perdata,
asas-asas dalam perjanjian, bentuk dan akibat wanprestasi serta proses
penyelesaian sengketa dalam bisnis waralaba.
a. Teori Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi
subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.11
Suatu perlindungan hukum memberikan pengayoman kepada
hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan
11 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h.,14.
9
hukum tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.12
b. Teori Perjanjian
Perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
buku ke III Pasal 1313 yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”
2. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. 13 Istilah-
istilah yang penulis akan jelaskan yaitu:
a. Waralaba / Franchise, adalah hak khusus yang dimiliki oleh
orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis
dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau
jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan
digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.14
b. Franchisor (pemberi waralaba), adalah badan usaha atau
perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk
memanfaatkan atau menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri
khas yang dimiliki pemberi waralaba. 15
c. Franchisee (penerima waralaba), adalah badan usaha atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan
menggunakan HAKI atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki
franchisor (pemberi waralaba).16
12 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), h. 74. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986),
h.,133. 14 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah – Republik Indonesia, tentang
Waralaba. 15 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise (Jakarta: PT
Else Media Komputindo,2007) h., 5. 16 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise (Jakarta: PT
Else Media Komputindo,2007) h., 5.
10
d. Perjanjian waralaba, adalah perjanjian tertulis antara franchisor
dengan franchisee. Perjanjian tersebut merupakan dokumen
pemberi franchise karena dipersiapkan oleh pemberi franchise dan
mencantumkan apa yang diinginkan pemberi franchise.17
e. Syirkah, adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal
permodalan, keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu
dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati
oleh pihak-pihak yang berserikat.18
f. Kontrak innominaat, adalah kontrak-kontrak yang timbul,
tumbuh, dan berkembang di dalam praktik kehidupan masyarakat
seperti kontrak karya, leasing, franchise, kontrak joint-venture,
kontrak production sharing, kontrak rahim (surrogated mother) dan
lainnya.19
g. Wanprestasi, menurut kamus hukum berarti kelalaian, kealpaan,
cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.20
h. Litigasi, adalah proses penyelesaian sengketa yang dibawa ke
pengadilan. Semua pihak yang bersengketa saling berhadapan satu
sama lain untuk mempertahankan hak-haknya. 21
i. Non Litigasi, adalah penyelesaian sengketa di luar pengadilan
ditempuh dengan menggunakan Alternative Dispute Resolution
(ADR).22
17 Iman Sjahputra Tunggal, Franchising: Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2005), h., 55.
18 Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Bandung: FOKUSMEDIA, h., 14.
19 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 1.
20 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), h.,110.
21 Fitrotin Jamilah, Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Yogyakarta: MedPress Digital, 2014), h., 109.
22Iswi Hariyani, dkk, Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2018), h., 2.
11
Skema 1.4 Kerangka Teori dan Konseptual
Franchisor Perjanjian Franchise
Hak dan Kewaiban Franchisee
(Keputusan Mentri Perindustrian dan
Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997)
Hak dan Kewaiban Franchisor
(Keputusan Mentri Perindustrian dan
Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997)
Persoalan yang sering timbul dalam perjanjian waralaba
1. Pihak franchisee tidak memenuhi prestasi sama
sekali
2. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi
tidak sebagaimana mestinya
3. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi
tidak tepat pada waktunya.
4. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi
melakukan yang dilarang dalam perjanjian.
Akibat Hukum Bila Terjadi Cidera Janji
Wanprestasi
Penyelesaian sengketa
Non Litigasi
Waralaba Syirkah / Musyarakah
(UU NO.42 Tahun 2007) (Fatwa DSN-MUI No. 8 Tahun 2000)
Franchisee
Litigasi
12
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif analisis. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang mendasarkan data-data penelitiannya
pada data-data kualitatif. Penelitian kualitatif dapat menghasilkan
informasi yang deskriptif yaitu memberikan gambaran menyeluruh dan
jelas terhadap situasi sosial yang diteliti.23 Penelitian kualitatif
merupakan proses penyusunan, mengkategorisasikan data kualitatif,
mencari pola atau tema, dengan maksud memahami maknanya.
Data kualitatif terdiri atas kata-kata yang tidak diolah menjadi
angka-angka, artinya laporan-laporan itu perlu dirangkum, dipilih hal-
hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting, disusun lebih
sistematis sehingga lebih mudah dikendalikan.24 Jika menggunakan
analisis kualitatif, maka data yang telah terkumpul harus dipisah-
pisahkan menurut kategori masing-masing dan kemudian ditafsirkan
dalam usaha mencari jawaban masalah penelitian.25
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis empiris, yaitu cara yang dipergunakan untuk
memecahkan masalah penelitian dengan meneliti data sekunder terlebih
dahulu kemudian dilanjutkan dengan mengadakan penelitian terhadap
data primer di lapangan26
Yuridis empiris adalah suatu penelitian yang dilakukan terhadap
keadaan sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi di masyarakat
23 Prof. Dr. sugianto, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2012), h.,21.
24 S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 1992), h., 142.
25 Burhan Ashsofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.124
26 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1982), h., 52.
13
dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan data
yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul kemudian
menuju pada identifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada
penyelesaian masalah.27
3. Sumber Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder,
yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
masyarakat atau lapangan. Data primer ini diperoleh melalui:28
1) Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara
sistematik gejala-gejala yang akan diselidiki.29 Observasi
dilakukan di Kantor Pusat d’BestO Jakarta Selatan.
2) Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan
cara tanya jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan masalah yang diteliti. Wawancara ini sebagai
pelengkap dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada
Bapak Yudi selaku Business Development dan Ibu Anggita
selaku Human Capital Management (HCM) di kantor
pusat d’BestO Jakarta Selatan, yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi terkait bisnis waralaba yang
mereka jalankan.
27 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002), h., 16.
28 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h., 46.
29 Supardi, Metodologi Penelitian, (Mataram: Yayasan Cerdas Press, 2006), h.,91.
14
b. Data Sekunder
Pengumpulan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan
meneliti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan bahan
bacaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Data
sekunder di bidang hukum yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu:
a) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
b) Fatwa DSN-MUI
c) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
d) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42
tahun 2007 tentang Waralaba.
e) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata
Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba.
f) Keputusan Mentri Perindustrian dan Perdagangan
No. 259/MPP/Kep/1997.
g) Peraturan-peraturan lain yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti.
2) Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu:
a) Buku-buku tentang perjanjian.
b) Buku-buku tentang waralaba.
c) Buku-buku tentang syirkah
d) Buku-buku tentang wanprestasi.
e) Jurnal-jurnal dan literature yang berkaitan dengan
permasalahan yang akan diteliti.
f) Media internet.
3) Bahan-bahan hukum tersier, yaitu:
a) Kamus Hukum.
b) Kamus Besar Bahasa Indonesia
15
4. Teknik Analisis dan Pengelolaan Data
Setelah data yang diperoleh sudah terkumpul langkah selanjutnya
adalah menganalisis data tersebut sehingga diperoleh satu kesimpulan
akhir.30 Dalam hal ini penulis berusaha mengumpulkan data lalu
menganalisisnya dari ketentuan-ketentuan umum yang ada di dalam
Hukum Perdata, Hukum Islam, serta peraturan dan perundang-
undangan yang berkaitan dengan waralaba dan syirkah.
G. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisi Latar Belakang, Identifikasi
Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan
Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan
(Review) Kajian Terdahulu, Kerangka Penelitian,
Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II :TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS
WARALABA
Bab ini berisi tentang pengertian waralaba,
pihak-pihak dalam perjanjian waralaba, unsur-
unsur terkait waralaba, perjanjian waralaba
menurut hukum perdata, perjanjian waralaba
menurut hukum islam, kriteria, format, serta
klausul dalam perjanjian waralaba, hak dan
kewajiban Para Pihak dalam perjanjian waralaba,
tinjauan umum tentang perlindungan hukum
dalam perjanjian waralaba,
30 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Andi Offset, 2000), h. 36-37.
16
BAB III :TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS
WARALABA D’BESTO CHICKEN &
BURGER PUSAT
Bab ini berisi tentang gambaran umum tentang
waralaba d’BestO chicken & burger, jenis
perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger,
hak dan kewajiban Para Pihak dalam perjanjian
pengelolaan d’BestO chicken & burger, serta
jenis sengketa yang terjadi di d’BestO chicken &
burger.
BAB IV :ANALISIS PELAKSANAAN BENTUK
PERJANJIAN KERJASAMA D’BESTO
CHICKEN & BURGER PUSAT
Bab ini berisi tentang hasil dan analisis penulis,
yaitu terkait analisis sengketa pada bisnis
d’BestO chicken & burger, perlindungan hukum
terhadap pihak franchisor bila pihak franchisee
melakukan wanprestasi dalam pelaksanaan
perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger,
serta pola penyelesaian sengketa bila terjadi
wanprestasi yang dilakukan pihak franchisee
dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama
d’BestO chicken & burger.
BAB V : PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari
hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh
penulis.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA
A. Pengertian Waralaba
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.42 tahun 2007 tentang
waralaba, waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas
usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti
berhasil dan dapat dimanfaatkan dan digunakan oleh pihak lain
berdasarkan perjanjian waralaba.1
B. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Waralaba
Franchisor (pemberi waralaba) adalah orang perseorangan atau
badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada franchisee (penerima
waralaba).
Franchisee (penerima waralaba) adalah orang perseorangan atau
badan usaha yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan waralaba yang dimiliki franchisor (pemberi waralaba).2
C. Unsur-Unsur Terkait Waralaba
Menurut International Association, franchise atau waralaba pada
hakikatnya memiliki tiga unsur, yaitu:3
1. Merek
Dalam setiap perjanjian waralaba, franchisor selaku
pemilik dari sistem waralabanya memberikan lisensi kepada
franchisee
1 Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
2 Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
3 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 6.
17
18
untuk dapat menggunakan merek dagang/jasa dan logo yang
dimiliki oleh franchisor.4
2. Sistem bisnis
Keberhasilan dari suatu organisasi waralaba bergantung
pada penerapan sistem bisnis yang sama antara franchisor dan
franchisee. Sistem bisnis tersebut berupa pedoman yang
mencakup:5
a. Standardisasi produk.
b. Metode untuk mempersiapkan atau mengolah produk
atau makanan, atau metode jasa.
c. Standar rupa dari fasilitas binsis.
d. Standar periklnanan.
e. Sistem reservasi.
f. Sistem akuntansi.
g. Kontrol persediaan.
h. Kebijakan dagang.
i. Dan lain-lain
3. Biaya
Dalam setiap format bisnis waralaba, franchisor baik secara
langsung atau tidak langsung menarik pembayaran dari
franchisee atas penggunaan merek dan partisipasi dalam sistem
waralaba yang dijalankan. Biaya biasanya (tidak semua) terdiri
atas:6
a. Biaya awal.
b. Biaya royalty.
c. Biaya jasa.
4 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 7.
5 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 7.
6 Rizal Calvary Marimbo, Rasakan Dahsyatnya Usaha Franchise, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004), h., 8.
19
d. Biaya lisensi.
e. Biaya pemasaran bersama.
f. Biaya lainnya jufa berupa biaya atas jasa yang diberikan
kepada franchisee, seperti biaya manajemen.
D. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Perdata
Perdagangan dengan menggunakan konsep waralaba dibangun atas
dasar perjanjian, yaitu perjanjian antara franchisor sebagai pemberi hak
dan franchisee sebagai penerima hak. Perjanjian diatur dalam KUH
Perdata buku ke III Pasal 1313 yang berbunyi “Suatu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih”.
Perjanjian waralaba merupakan perjanjian tertulis antara pihak
franchisor dengan pihak franchisee. Perjanjian tersebut merupakan
dokumen pemberi waralaba karena dipersiapkan oleh pemberi waralaba
dan mencantumkan apa yang diinginkan pemberi waralaba.7 Perjanjian
waralaba termaksud kedalam perjanjian innominaat yang telah diatur
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007. Kontrak innominaat
adalah kontrak-kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang di dalam
praktik kehidupan masyarakat seperti kontrak karya, leasing, franchise,
kontrak joint-venture, kontrak production sharing, kontrak rahim
(surrogated mother) dan lainnya.8
Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor: 12/M-
DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan Dan Tata Cara Penerbitan Surat
Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, dijelaskan pengertian perjanjian
waralaba, yaitu:
Pasal 1 ayat (6): ”Perjanjian waralaba adalah perjanjian secara
tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba utama”.
7 Iman Sjahputra Tunggal, Franchising: Konsep dan Kasus, (Jakarta: Harvarindo, 2005), h., 55.
8 Salim H.S., Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 1.
20
Pasal 1 ayat (7): ”Perjanjian waralaba lanjutan adalah perjanjian
secara tertulis antara penerima waralaba utama dengan penerima
waralaba lanjutan”.
Dapat dirumuskan bahwa, perjanjian waralaba dalam Peraturan
Menteri Perdagangan tersebut menegaskan bahwa pemberian waralaba
dapat dilakukan dengan pemberian hak lebih lanjut kepada franchisee
utama untuk mewaralabakannya kembali kepada franchisee lanjutan.
Dalam prekteknya lebih dikenal dengan istilah Master Franchisee, dan
kesepakatan pemberian waralabanya dibuat dalam Master Franchise
Agreement.
Pada umumnya perjanjian waralaba berlaku sampai 5 tahun, tetapi
tidak menutup kemungkinan perjanjian tersebut akan diperpanjang. Dalam
prakteknya, pihak franchisor dapat membatalkan perjanjian waralaba lebih
awal jika pihak franchisee tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai
yang tercantum didalam perjanjian waralaba yang sudah mereka sepakati.
1. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian,
yaitu:
a. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
Syarat nomor satu dan nomor dua merupakan “syarat subjektif”,
sedangkan syarat nomor tiga dan nomor empat merupakan “syarat
objektif”. Dari keempat syarat sah suatu perjanjian tersebut, apabila tidak
terpenuhinya syarat subjektif maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan.
21
Sedangkan bila syarat objektif tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut
batal demi hukum.9
2. Asas-asas dalam Perjanjian
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang
memberikan kebebasan pada para pihak. Di dalam asas ini
orang bebas dengan siapa saja ia akan mengadakan perjanjian,
bebas tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk
menentukan syarat-syarat dalam perjanjian tersebut.10 Ruang
lingkup asas kebebasan berkontrak yaitu:11
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat suatu
perjanjian.
2) Kebebasan untuk memilih dengan siapa ia akan
membuat suatu perjanjian.
3) Kebebasan untuk memilih kausa dari suatu perjanjian
yang akan dibuatnya.
4) Kebebasan untuk menentukan objek dalam suatu
perjanjian.
5) Kebebasan untuk menentukan bentuk dari suatu
perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi
ketentuan Undang-undang yang bersifat opsional.
b. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme dapat disimpulkan sesuai Pasal 1320
ayat (1) KUH Perdata. Bahwa salah satu syarat sahnya
9 Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2), h., 40.
10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h.,31.
11 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993), h., 47.
22
perjanjian adalah kesepakatan kedua belah pihak. Asas
konsensualisme ini menyatakan bahwa perjanjian pada
umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan
adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.12Asas
konsensualisme ini mempunyai hubungan yang cukup erat
dengan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dipasal 1338
ayat (1).13
c. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas pacta sunt servanda disebut juga dengan asas
kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat dari
suatu perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas
bahwa pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang
telah dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya suatu
undang-undang.14 Para pihak tidak boleh melakukan
intervensi terhadap substansi kontrak yang sudah mereka buat.
Asas ini dapat disimpulkan sesuai pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata, yang berbunyi: “Perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang.”
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat disimpulkan sesuai Pasal 1338 ayat
(3) KUH Perdata. Pasal tersebut berbunyi: “Perjanjian harus
dilaksanakan dengan itikad baik”. Maksudnya yaitu perjanjian
tersebu dilaksanakan menurut kepatutan dan keadilan. Asas
itikad baik merupakan asas bahwa para pihak harus
melaksanakan substansi kontrak berdasarkan keyakinan dan
12 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 10.
13 Mariam Darus Badrulzaman dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h., 37.
14 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 10.
23
kepercayaan antara para pihak. 15 Terdapat dua macam itikad
baik, yaitu:16
1) Itikad baik pada waktu mulai berlakunya suatu hubungan
hukum. Itikad baik di sini berupa anggapan seseorang
bahwa syarat-syarat yang diperlukan telah terpenuhi.
Dalam konteks ini hukum memberikan perlindungan
kepada pihak yang beritikad baik, sedangkan pihak yang
beritikad tidak baik harus menanggung resiko dan harus
bertanggung jawab atas perbuatannya, itikad baik disini
bersifat subjektif dan statis.
2) Itikad baik pada waktu pelaksanaan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang tertulis dalam hubungan
hukum. Itikad baik ini terletak pada suatu tindakan yang
akan dilakukan oleh kedua belah pihak. Pengertian itikad
baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) BW, dan
bersifat objektif dan dinamis, mengikuti situasi disekitar
perbuatan hukum tersebut.
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang akan membuat kontrak dan melakukannya hanya
untuk kepentingan perseorangan.17 Hal ini diatur dalam pasal
1315 dan pasal 1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya
seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian
selain untuk dirinya sendiri”. Maksudnya adalah seseorang
15 Salim H.S., Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h., 11.
16 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Sumur, 1992), h.,56-62.
17 Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Perdata, (Bandung: Sumur, 1992), h.,56-62.
24
yang mengadakan perjanjian itu hanya untuk kepentingannya
sendiri.
Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya
berlaku antara pihak yang membuatnya”. Maksudnya adalah
bahwa suatu perjanjian hanya berlaku bagi para pihak yang
telah membuatnya namun ketentuan itu ada pengecualiannya.
Dalam pasal 1317 KUH Perdata mengatur tentang
perjanjian untuk pihak ketiga, sedangkan pasal 1318 KUH
Perdata mengatur tentang ruang lingkupnya yaitu dirinya
sendiri, ahli warisnya, dan orang-orang yang memperoleh hak
dari padanya.
E. Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Islam
Perjanjian waralaba merupakan pengembangan dari bentuk
kerjasama syirkah. Syirkah atau Musyarakah menurut istilah adalah
keikutsertaan dua orang atau lebih dalam suatu usaha tertentu dengan
sejumlah modal yang ditetapkan berdasarkan perjanjian untuk bersama-
sama menjalankan suatu usaha dan pembagian keuntungan atau kerugian
sesuai dengan bagian yang telah ditentukan.18
Menurut kompilasi hukum ekonomi syari’ah, syirkah adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam hal permodalan,
keterampilan, atau kepercayaan dalam usaha tertentu dengan pembagian
keuntungan berdasarkan nisbah yang disepakati oleh pihak-pihak yang
berserikat.19
1. Rukun dan Syarat Syirkah
a. Rukun Syirkah
Adapun yang menjadi rukun syirkah menurut ketentuan
syariat islam, yaitu:
1) Sighat (Ijab dan Qabul)
18 Ismail, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h., 151.
19Tim Redaksi FOKUSMEDIA, Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Bandung: FOKUSMEDIA, 2008), h., 14.
25
2) Pihak-pihak yang mengadakan serikat
3) Objek akad
b. Syarat Syirkah
Adapun yang menjadi syarat syirkah, yaitu:20
1) Sighat atau ijab dan qabul harus diungkapkan secara
tegas dan menunjukkan tujuan akad yang jelas.
2) Mitra syirkah harus berkompeten dalam menjalankan
amanat.
3) Keuntungan bisa berbentuk persentase atau nisbah.
4) Penentuan pembagian keuntungan tidak boleh dalam
jumlah nominal, karena bertentangan dengan subtansi
syirkah.
2. Macam-Macam Syirkah
Di dalam hukum islam terdapat beberapa macam-macam syirkah,
yang masing-masing memiliki ciri khasnya dalam hal perjanjian. Para
ulama fiqih membagi syirkah menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Syirkah al- Amlak (perserikatan dalam kepemilikan)
Syirkah al- Amlak adalah persekutuan kepemilikan dua
orang atau lebih terhadap suatu barang tanpa di dahului oleh
transaksi syirkah.21
b. Syirkah al- Uqud (Syirkah kontrak atau kesepakatan)
Syirkah al- Uqud adalah kesepakatan dua orang atau lebih
untuk bekerja sama dalam syarikat modal untuk usaha,
keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.22
20 Harun, Fiqih Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h., 186.
21 Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalahmu? Panduan Memahami Seluk-Beluk Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Salma Idea, 2014, Cet. Pertama), h., 106
22 Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalah mu? , Panduan Memahami Seluk-Beluk Fiqih Muamalah, ( Yogyakarta : Salma Idea, Cetakan Pertama, 2014), h., 106.
26
3. Asas-asas Perjanjian dalam Hukum Islam
Di dalam hukum islam terdapat asas-asas dari suatu perjanjian.
Asas ini sangat berpengaruh pada status akad. Ketika asas ini tidak
terpenuhi, maka akan mengakibatkan batal atau tidak sahnya akad
yang dibuat. Asas-asas tersebut saling berkaitan. Asas-asas tersebut
yaitu: 23
a. Kebebasan (Al-Hurriyah)
Asas kebebasan merupakan prinsip dasar dalam hukum
islam dan prinsip dasar dari hukum perjanjian. Pihak-pihak
yang melakukan akad mempunyai kebebasan untuk membuat
suatu perjanjian, baik dari segi isi yang diperjanjikan,
menentukan pelaksanaan dan persyaratan-persyaratan,
melakukan perjanjian dengan siapa saja, maupun dalam bentuk
perjanjiannya tertulis ataupun lisan dan menetapkan cara
penyelesaian sengketa bila terjadi sengketa dalam perjanjian
tersebut. Konsep kebebasan (al-hurriyah) dalam KUH Perdata
disebut dengan asas kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt
servanda.
b. Persamaan atau Kesetaraan (Al- Musawah)
Bahwa dalam asas ini kedua belah pihak yang melakukan
perjanjian mempunyai kedudukan yang sama antara satu dan
yang lain. Asas kesamaan atau kesetaraan sering dinamakan
juga asas keseimbangan para pihak dalam suatu perjanjian.
Tetapi terdapat keadaan dimana salah satu pihak memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan pihak lainnya,
seperti hubungan pihak pemberi fasilitas (franchisor) dengan
penerima fasilitas (franchisee). Hal terpenting dalam
pelaksanaan asas ini, karena dalam perkembangannya diakui
23 Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2), h., 15-25.
27
bahwa perlu ada ketentuan untuk melindungi para pihak yang
kedudukannya lebih lemah.
c. Asas Keadilan (Al’Adalah)
Asas keadilan yaitu di mana para pihak yang melakukan
suatu akad dituntut untuk berlaku benar dalam memenuhi
perjanjian yang telah mereka buat dan memenuhi semua
kewajiban yang telah mereka buat. Asas ini berkaitan erat
dengan asas kesamaan, meskipun keduanya tidak sama, dan
merupakan lawan dari kezaliman.
d. Asas Kerelaan atau Konsensualisme (Al-Ridhaiyyah)
Asas ini menyatakan bahwa segala bentuk transaksi yang
dilakukan harus atas dasar kerelaan antara para pihak dalam
hukum islam, kerelaan antara para pihak yang berakad
dianggap sebagai persyaratan bagi terwujudnya segala
transaksi. Apabila segala sesuatu tidak terpenuhi asas ini, maka
sana saja dengan memakan sesuatu dengan cara yang bathil.
e. Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq)
Kejujuran merupakan suatu etika dalam hukum islam.
Islam dengan tegas melarang penipuan serta kebohongan dalam
bentuk apapun. Jika asas kejujuran ini tidak dijalankan, maka
akan merusak pada legalitas akad yang sudah mereka buat.
f. Kemanfaatan (Al- Manfaat)
Kemanfaatan antara lain berkaitan dengan objek akad.
Bahwa dalam akad yang dilakukan oleh para pihak bertujuan
untuk mewujudkan kemaslahatan bagi para pihak dan tidak
boleh menimbulkan kerugian.
g. Tertulis (Al- Kitabah)
Sesuai dengan QS. AL- Baqarah ayat 282-283, bahwa akad
yang dilakukan benar-benar dalam kebaikan bagi semua pihak
yang akan melakukan akad, sehingga akad itu harus dibuat
secara tertulis (kitabah).
28
F. Kriteria, Format, dan Klausul dalam Perjanjian Waralaba
1. Kriteria Usaha Waralaba
Menurut ketentuan Bab II tentang kriteria, Pasal 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba, franchisor
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:24
a. Memiliki ciri khas usaha.
b. Terbukti sudah memberikan keuntungan.
c. Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa
yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis.
d. Mudah diajarkan dan diaplikasikan.
e. Adanya dukungan yang berkesinambungan.
f. Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar.
2. Format dalam Perjanjian Waralaba
Menurut ketentuan Bab III tentang perjanjian waralaba, Pasal 4
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba, di
atur mengenai format dan substansi dalam perjanjian waralaba,
yaitu:25
(1) Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis
antara pemberi waralaba dengan pemerima waralaba dengan
memperhatikan hukum Indonesia.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditulis dalam bahasa asing. Perjanjian tersebut harus
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
24 Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
25 Pasal 4 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
29
3. Klausul dalam Perjanjian Waralaba
Menurut ketentuan Bab III tentang perjanjian waralaba, Pasal 5
Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba,
Perjanjian franchise memuat klausul paling sedikit:26
a. Nama dan alamat para pihak.
b. Jenis Hak kekayaan intelektual.
c. Kegiatan usaha.
d. Hak dan kewajiban para pihak.
e. Bantuan, fasilitas, bimbingan oprasional, pelatihan dan
pemasaran yang diberikan pemberi waralaba kepada
penerima waralaba.
f. Wilayah usaha.
g. Jangka waktu perjanjian.
h. Tata cara pembayaran imbalan.
i. Kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris.
j. Penyelesaian sengketa.
k. Tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan
perjanjian.
G. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba
1. Hak Franchisor Menurut Keputusan Mentri Perindustrian
dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 juli
1997 adalah:27
a. Melakukan pengawasan jalannya waralaba.
b. Memperoleh laporan berkala atas jalannya usaha
waralaba franchisee tersebut.
c. Melaksanakan inspeksi pada usaha franchisee untuk
memastikan semua berjalan sebagaimana mestinya.
26 Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
27 Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2008), h., 64.
30
d. Sampai batas tertentu, mewajibkan franchisee dalam hal-
hal tertentu membeli barang-barang tertentu dari
franchisor.
e. Mewajibkan franshisee merahasiakan HAKI, penemuan,
atau ciri khas usaha waralaba tersebut.
f. Mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan
yang sejenis, serupa atau apa saja yang bisa
menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha waralaba tersebut.
g. Menerima pembayaran royalty fee.
h. Meminta dilakukannya pendaftaran atas waralaba yang
diberikan kepada franchisee.
i. Jika waralaba berakhir, franchisor berhak meminta
kepada franchisee untuk mengembalikan semua data,
informasi maupun keterangan yang diperoleh franchisee
selama masa pelaksanaan waralaba.
j. Jika waralaba berakhir, franchisor berhak melarang
kepada franchisee untuk memanfaatkan lebih lanjut
semua data, informasi maupun keterangan yang
diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan waralaba.
k. Jika waralaba berakhir, franchisor berhak untuk
mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan
yang sejenis, serupa atau apa saja yang bisa
menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun
tidak langsung dengan usaha waralaba tersebut.
l. Pemberian waralaba, kecuali yang bersifat eksklusif,
tidak menghapuskan hak franchisor untuk tetap
memanfaatkan, menggunakan, atau melaksanakan
sendiri HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba
tersebut.
31
2. Kewajiban Franchisor menurut Keputusan Mentri
Perindustrian dan Perdagangan No.259/MPP/Kep/1997
tanggal 30 juli 1997 adalah:
a. Memberikan segala macam informasi yang berhubungan
dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba.
b. Memberikan bantuan pada franchisee berupa pembinaan,
bimbingan, dan pelatihan kepada franchisee.
3. Hak Franchisee menurut Keputusan Mentri Perindustrian
dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997 tanggal 30 juli
1997 adalah:28
a. Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan
dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas waralaba.
b. Memperoleh bantuan dari franchisor atas segala macam
cara pemanfaatan dan penggunaan HAKI, penemuan, atau
ciri khas waralaba.
4. Kewajiban Franchisee menurut Keputusan Mentri
Perindustrian dan Perdagangan No. 259/MPP/Kep/1997
tanggal 30 juli 1997 adalah:
a. Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh
franchisor kepadanya guna melaksanakan HAKI,
penemuan, atau ciri khas usaha waralaba tersebut.
b. Memberikan keleluasaan kepada franchisor untuk
melakukan pengawasan dan inspeksi berkala maupun
secara tiba-tiba guna memastikan bahwa franchisee telah
melaksanakan waralaba yang digunakan dengan baik.
c. Memberikan laporan berkala ataupun khusus atas
permintaan franchisor.
d. Sampai batas tertentu, membeli barang modal atau barang-
barang tertentu dari franchisor.
28 Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2008), h.,6.
32
e. Menjaga kerahasiaan HAKI, penemuan atau ciri khas usaha
waralaba tersebut, baik selama ataupun setelah berakhirnya
masa pemberian waralaba.
f. Melaporkan segala pelanggaran HAKI, penemuan, atau ciri
khas usaha waralaba tersebut yang terjadi dalam praktik.
g. Tidak memanfaatkan HAKI, penemuan, atau ciri khas
usaha waralaba tersebut selain dengan tujuan melaksanakan
waralaba yang diberikan.
h. Melakukan pendaftaran waralaba.
i. Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa
saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha, baik
langsung maupun tidak langsung dengan usaha waralaba
tersebut.
j. Melakukan pembayaran royalty fee yang telah disepakati
bersama.
k. Jika waralaba berakhir, mengembalikan semua data,
informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee
selama pelaksanaan waralaba.
l. Jika waralaba berakhir, tidak lagi memanfaatkan lebih
lanjut semua data, informasi, maupun keterangan yang
diperoleh franchisee selama pelaksanaan waralaba.
m. Jika waralaba berakhir, tidak lagi melakukan kegiatan yang
sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan
persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung
dengan usaha waralaba tersebut.
H. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak
Dalam Perjanjian Waralaba
Bisnis franchise dibangun atas dasar perjanjian, oleh karena itu para
pihak di dalam perjanjian waralaba harus mengetahui apa saja isi
perjanjian franchise tersebut. Para pihak di dalam perjanjian waralaba
wajib mematuhi hal-hal yang telah diperjanjikan dan melaksanakan
33
perjanjian dengan itikad baik. Apabila ada salah satu pihak yang tidak
mematuhi dan tidak melaksanakan perjanjian dengan baik maka pihak
tersebut tidak beritikad baik. Pihak yang diperlakukan dengan tidak baik
serta mendapatkan kerugian yang disebabkan oleh salah satu pihak, maka
pihak tersebut akan mendapatkan perlindungan hukum.
Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-
subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Terdapat dua jenis
perlindungan hukum, yaitu: 29
1. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan hukum preventif adalah perlindungan yang
diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum
terjadinya pelanggaran sereta memberikan batasan-batasan dalam
melakukan suatu kewajiban dalam melakukan bisnis waralaba. Hal
ini terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud
untuk mencegah terjadinya suatu pelanggaran.
Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah
terjadinya suatu sengketa antara para pihak yang melakukan
perjanjian waralaba. Pihak franchisee diberikan kesempatan untuk
mengajukan keberatan sebelum suatu aturannya sudah mendapat
bentuk yang sudah pasti (defentif). 30
2. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan
suatu sengketa antara para pihak. Penanganan perlindungan hukum
represif dalam menyelesaikan sengketa ini dilakukan oleh
Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia.
29 Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2003), h.,20.
30 Putu Prasmita Sari dan I Gusti Ngurah Parwata, “Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Bisnis Franchise”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.1 No. 05, (2016), h., 3.
34
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan terakhir yang
dapat berupa sanksi kepada para pihak seperti denda, penjara, dan
hukuman tambahan yang diberikan apabila terjadi sengketa.31
I. Wanprestasi
Menurut kamus hukum, wanprestasi adalah kelalaian, kealpaan, cidera
janji, serta tidak menepati kewajibannya dalam suatu perjanjian.32
Wanprestasi timbul akibat kelalaian atau kealpaan atau kesalahan dari
salah satu pihak yang tidak dapat memenuhi prestasinya seperti apa yang
telah ditentukan dalam perjanjian
1. Bentuk-bentuk Wanprestasi
Terdapat dua bentuk timbulnya wanprestasi, yaitu: 33
a. Kesengajaan atau kelalaian debitur itu sendiri.
b. Adanya keadaan memaksa (overmacht).
2. Akibat-akibat Wanprestasi
Akibat wanprestasi yang dilakukan pihak debitur atau
franchisee, dapat menimbulkan kerugian bagi pihak kreditur atau
franchisor. Sanksi atau akibat-akibat hukum bagi pihak debitur
atau franchisee yang melakukan wanprestasi ada 4 macam, yaitu:34
a. Franchisee atau debitur diharuskan membayar ganti-kerugian
yang diderita oleh kreditur atau franchisor (Pasal 1243 KUH
Perdata).
b. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-
kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata).
31 Putu Prasmita Sari dan I Gusti Ngurah Parwata, “Perlindungan Hukum Para Pihak Dalam Perjanjian Bisnis Franchise”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.1 No. 05, (2016), h., 3.
32 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), h.,110.
33 P. N. H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, Edisi Pertama, 2015), h., 292.
34 P. N. H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, Edisi Pertama, 2015), h., 293.
35
c. Peralihan risiko kepada franchisee atau debitur sejak saat
terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata).
d. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka
hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR).
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1267 KUH Perdata, maka
dalam hal debitur atau franchisee melakukan wanprestasi, maka
kreditur atau franchisor dapat memilih tuntutan-tuntutan haknya
berupa: 35
a. Pemenuhan perjanjian.
b. Pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi.
c. Ganti rugi saja.
d. Pembatalan perjanjian.
e. Pembatalan perjanjian disertai ganti rugi.
J. Pola Penyelesaian Sengketa Bisnis
Dalam melaksanakan perjanjian waralaba, baik pihak franchisor
maupun pihak franchisee wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kegiatan usahanya, antara lain peraturan
perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen, kesehatan,
pendidikan, lingkungan, tata ruang, dan tenaga kerja, hak katas kekayaan
intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.36
Di dalam bisnis waralaba tidak menutup kemungkinan akan terjadi
sengketa seperti wanprestasi. Sebelum menyatakan bahwa salah satu pihak
ada yang melakukan wanprestasi, maka para pihak menyelesaikan
sengketa awalnya dengan cara musyawarah terlebih dahulu dan dengan
memberikan somasi atau teguran kepada salah satu pihak yang melakukan
wanprestasi.37 Surat teguran dilakukan paling sedikit tiga kali.38 Setelah
35 P. N. H Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, Edisi Pertama, 2015), h., 293.
36 Pasal 6 Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
37 Lannemey,” Akibat Hukum Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Oleh Franchisor Sebelum Berakhirnya Kontrak”, Vol.III, No.1, (Januari-Maret 2015), h., 21.
36
sudah diberikan surat teguran sebanyak tiga kali, maka si debitor
dinyatakan wanprestasi.
Terdapat dua cara penyelesaian sengketa didalam suatu bisnis, yaitu
penyelesaian sengketa di pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa
diluar pengadilan (non litigasi).
K. Tinjauan Kajian Terdahulu
1. Gusti Ayu Mirah Handayani, dkk, “Pelaksanaan Perjanjian
Waralaba (Franchise) Kuch2hotahu di Denpasar” Tahun 2017”.39
Jurnal ini membahas tentang pelaksanaan perjanjian waralaba di
Koch2hotahu Denpasar. Penelitian ini menggunakan jenis metode
penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Sumber datanya didapatkan melalui data primer dan data sekunder.
Objek pada penelitian ini, peneliti berfokus dibidang franchise
makanan (Kuch2hotahu) di Denpasar. Dari hasil penelitian tersebut,
bahwa dalam pelaksanaan perjanjian waralaba di Kuch2hotahu di
Denpasar masih ada pelaksanaan yang kurang dilaksanakan dengan
baik oleh salah satu pihak yaitu pihak franchisee. Pelanggaran yang
dilakukan franchisee ini karena pihak franchisee menjual produk
selain produk waralaba Koch2hotahu, seharusnya hanya menjual tahu
crispy, tetapi pihak franchisee menjual produk lain seperti jamur
crispy, kentang goreng, serta sosis goreng. Sehingga perbuatan
tersebut sudah melanggar Pasal yang tercantum di dalam perjanjian
franchise Kuch2hotahu, yang menyatakan bahwa franchisee tidak
boleh menyediakan atau menyajikan makanan lain dan atas usaha lain
selain makanan Kuch2hotahu. Dengan dilakukannya hal tersebut
terjadilah wanprestasi dalam perjanjian franchise Koch2hotahu, karena
38 Salim H.S, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h., 178.
39 Gusti Ayu Mirah Handayani dkk., “Pelaksanaan Perjanjian Waralaba (Franchise) Kuch2hotahu Di Denpasar, Jurnal Kertha Semaya, Vol.05, No.02 (April 2017), h., 3.
37
pihak franchisee tidak menjalankan isi dari perjanjian yang awalnya
telah disepakati.
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama
membahas tentang perjanjian waralaba dalam bidang waralaba
makanan. Namun yang membedakan adalah penulis lebih berfokus
pada perlindungan hukum terhadap pihak franchisor dalam perjanjian
waralaba di d’BestO chicken & burger bila terjadi wanprestasi yang
dilakukan oleh pihak franchisee.
2. Muhammad Taufiq Aldy, “Analisis Hukum Pelaksanaan
Perjanjian Franchise Sate Taichan Khas Senayan Menurut
Hukum Perdata”, Tahun 2018”. 40
Skripsi ini membahas tentang hak dan kewajiban para pihak di
dalam perjanjian franchise serta bagaimana penyelesaian sengketa
yang terjadi di dalam perjanjian tersebut. Penelitian ini menggunakan
jenis metode penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris,
serta menggunakan pendekatan yang digunakan adalah kualitatif.
Sumber datanya didapatkan melalui data primer dan data sekunder.
Objek pada penelitian ini, peneliti berfokus dibidang franchise
makanan. Dari hasil penelitian tersebut, di dalam pelaksanaan
perjanjian Sate Taichan Khas Senayan Komplek Tasbi Medan,
Perjanjian franchise yang dilaksanakan ini merupakan suatu perjanjian
innominaat (tidak bernama). Menurut analisa penulis mengenai syarat
sahnya perjanjian yang telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata,
sejalan dengan isi perjanjian franchise Sate Taichan Khas Senayan
Komplek Tasbi Medan, dimana tidak bertentangan dengan Undang-
Undang, kesusilaan serta ketertiban umum. Dengan demikian,
40 Muhammad Taufiq Aldy, “Analisis Hukum Pelaksanaan Perjanjian Franchise Sate Taichan Khas Senayan Menurut Hukum Perdata”. (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2018), h.,70.
38
perjanjian franchise Sate Taichan Khas Senayan Komplek Tasbi
Medan sesuai dengan pengaturan yang terdapat didalam pasal 1320
KUHPerdata, dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.42 Tahun
2007 tentang waralaba. Jika suatu saat terjadi sengketa maka Proses
penyelesaian sengketa yang timbul dari perjanjian Sate Taichan Khas
Senayan ini adalah dilakukan dengan jalan Musyawarah antara para
pihak agar menghindari perselisihan dan kerugiaan yang ditimbulkan.
Namun, apabila dari musyawarah tersebut tidak dapat menyelesaikan
sengketa yang ada maka dapat dilakukan penuntutan melalui domisili
hukum yang dipilih yaitu melalui Pengadilan Negeri Medan.
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama
membahas tentang perjanjian waralaba dalam bidang makanan
menurut hukum perdata. Namun yang membedakan adalah penulis
lebih berfokus pada perlindungan hukum terhadap pihak franchisor
dalam perjanjian waralaba di d’BestO chicken & burger bila terjadi
wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisee.
3. Annisa Dyah Utami, “Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada
Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”, Tahun
2010”.41
Skripsi ini membahas tentang konsep franchise fee dan royalty fee
pada waralaba Bakmi Tebet menurut prinsip syariah. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif yang terdiri dari kualitatif dan
kuantitatif. Dari hasil pembahasan tersebut bahwa sistem waralaba
Bakmi Tebet tidak bertentangan dengan konsep musyarakah.
Kemudian dalam hal franchise fee yang ditetapkan Bakmi Tebet
sepanjang tahun 2003-2007 belum memenuhi prinsip syariah, karena
di dalamnya franchisor Bakmi Tebet sudah mengambil keuntungan
dari penjualan bahan baku utama yang merupakan satu paket dengan
41 Annisa Dyah Utami, “Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010).
39
pemberian waralaba, hal ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
No. 16 tahun 1997 tentang waralaba, bahwa kompensasi tidak
langsung dalam bentuk moneter tidak diperbolehkan, karena kerjasama
belum berjalan. Selanjutnya waralaba Bakmi Tebet menetapkan
franchise fee yang bersifat fleksibel yang memudahkan calon
franchisor untuk bergabung. Maksud dari fleksibel disini adalah pihak
waralaba Bakmi Tebet tidak menetapkan aturan yang baku mengenai
franchise fee yang harus dibayarkan kepada franchisor.
Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang dilakukan penulis
adalah bahwa penulis lebih berfokus pada perlindungan hukum
terhadap pihak franchisor dalam perjanjian waralaba di d’BestO
chicken & burger bila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
franchisee.
4. Suryati, dkk, “Akibat Hukum terhadap Wanprestasi dalam
Perjanjian Waralaba Lapis Legit Spesial Nyidam Sari), Tahun
2014”.42
Jurnal ini membahas tentang akibat hukum dalam hal salah satu
pihak wanprestasi pada perjanjian waralaba Lapis Legit Spesial
Nyidam sari. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian
yuridis normatif, dan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber
datanya didapat melalui sumber data primer dan sumber data sekunder.
Objek pada penelitian ini, peneliti berfokus dibidang franchise
makanan yaitu Lapis Legit Spesial Nyidam Sari. Dari hasil penelitian
tersebut bahwa perjanjian franchise Lapis Legit Spesial Nyidam Sari
antara para pihak yaitu M (franchisor) dengan S (franchisee) akan
menimbulkan akibat hukum yang mengikat para pihak, sehingga para
pihak harus melaksanakan isi serta akibat hukum yang
dikehendakinya. Walaupun dalam perjanjian franchise disebutkan hak
42 Suryati dkk, “Akibat Hukum terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian Waralaba Lapis Legit Spesial Nyidam Sari)”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 16 No. 42, (2014), h.15.
40
dan kewajiban masing-masing pihak, namun dalam pelaksanaannya
kadangkala mengalami gangguan atau hambatan, antara lain isi
perjanjian tidak dilaksanakan sebagaimana yang telah diperjanjikan.
Akibat hukum jika terjadi wanprestasi, yaitu apabila pihak franchisee
tidak membayar royalty fee yang menjadi hak pihak franchisor, maka
diwajibkan membayar royalty fee yang belum dibayarkan kepada
pihak franchisor, selambat-lambatnya satu bulan setelah pemutusan
perjanjian waralaba, tidak menjalankan Standart Operating Procedure
(SOP) yang telah ditetapkan oleh pihak franchisor kepada pihak
franchisee dan pihak franchisee membangun, menjalankan atau meniru
usaha yang sejenis, memiliki kemiripan atau yang dapat menciptakan
kompetisi dengan usaha waralaba yang diberikan dan dimiliki oleh
pihak franchisor, maka pihak franchisor akan memutuskan perjanjian
waralaba yang telah disepakati dan seluruh kerugian investasi pihak
franchisee adalah menjadi risiko pihak franchisee secara penuh.
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama
membahas tentang perjanjian waralaba dalam bidang makanan. Namun
yang membedakan adalah penulis lebih berfokus pada perlindungan
hukum terhadap pihak franchisor dalam perjanjian waralaba di
d’BestO chicken & burger bila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh
pihak franchisee.
5. Khairul Fikri Nasution, “Perjanjian Franchise Terhadap Restoran
Makanan (Studi Di Restoran JM Bariani Medan)”, Tahun
2018”.43
Skripsi ini membahas tentang hak dan kewajiban para pihak dalam
perjanjian franchise dan analisis hukum pelaksanaan perjanjian
franchise menurut KUH Perdata (Restoran JM BARIANI Medan).
Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian yuridis empiris,
43 Khairul Fikri Nasution, “Perjanjian Franchise Terhadap Restoran Makanan Studi Di Restoran JM Bariani Medan” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2018), h., 6.
41
dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sumber datanya
didapatkan melalui data primer dan data sekunder. Objek pada
penelitian ini, peneliti berfokus dibidang franchise makanan. Dari hasil
pembahasan tersebut bahwa Pelaksanaan perjanjian franchise menurut
KUH Perdata pada JM Bariani Jalan Ringroad Medan adalah dengan
disepakatinya oleh para pihak isi perjanjian franchise JM Bariani, yang
diikuti dengan tindakan penandatanganan perjanjian. Sedangkan
syarat-syarat adalah syarat-syarat umum untuk sahnya suatu perjanjian
sebagaimana diatur dalam Buku III KUH Perdata, Kerja sama yang
dilakukan oleh pihak Jm Bariani House Malaysia dan PT. Royal
Bariani Berjaya seharusnya didukung oleh perjanjian tertulis dan
ditandatangani materai agar lebih memiliki kekuatan hukum yang
terjalin oleh antara kedua belah pihak.
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama
membahas tentang perjanjian waralaba dibidang franchise makanan,
Namun yang membedakan adalah penulis lebih berfokus pada
perlindungan hukum terhadap pihak franchisor dalam perjanjian
waralaba di d’BestO chicken & burger bila terjadi wanprestasi yang
dilakukan oleh pihak franchisee.
6. H. Syahrani, “Bisnis Waralaba Di Indonesia Dalam Perspektif
Hukum Bisnis Syariah”, Tahun 2012”. 44
Jurnal ini membahas tentang perspektif hukum islam terhadap
adanya bisnis waralaba. Bila diperhatikan dari sudut bentuk perjanjian
yang diadakan waralaba jika dipandang dari segi hukum islam bahwa
perjanjian waralaba merupakan pengembangan dari bentuk kerja sama
Syirkah. Untuk mencapainya sistem bisnis waralaba yang islami,
diperlukan sistem nilai syariah sebagai filter moral bisnis yang
bertujuan untuk menghindari berbagai penyimpangan moral bisnis.
Filter tersebut adalah dengan komitmen menjauhi 7 pantangan
44 H. Syahrani, “Bisnis Waralaba Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Bisnis Syariah” , Jurnal AT-Taradhi (Jurnal Studi Ekonomi), Vol. 3 No. 2, (2012) , h., 141
42
muamalah. Waralaba tidak bertentangan dengan syariat islam, selama
objek perjanjian waralaba tersebut tidak merupakan hal yang dilarang
dalam syariat islam. Suatu waralaba adalah suatu bentuk perjanjian,
yang isinya memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak
penerima waralaba. Waralaba sebagai suatu perjanjian apabila ditinjau
dengan rukun dan syarat akad dalam islam, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa perjanjian waralaba adalah sudah sesuai dengan
rukun dan syarat akad di dalam syariat islam, dan menghindari
larangan transaksi Gharar (ketidakjelasaan).
Persamaan penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama
membahas tentang bisnis waralaba. Namun yang membedakan adalah
penulis lebih berfokus pada perlindungan hukum terhadap pihak
franchisor dalam perjanjian waralaba di d’BestO chicken & burger
bila terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisee.
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG BISNIS WARALABA D’BESTO
CHICKEN & BURGER
A. Gambaran Umum Tentang Waralaba d’BestO Chicken & Burger
1. Tentang d’BestO Chicken & Burger
D’BestO adalah satu merek dagang untuk produk fried
chicken dan burger yang sedang berkembang. Berdiri di bawah
bendera KUFC group yang telah 21 tahun malang melintang di
bisnis fried chicken. Dengan konsisten menjaga kualitas produk dan
pelayanan, D'BestO telah menjadi terobosan di bisnis makanan siap
saji di Indonesia.
Membidik segmen pasar kelas menengah, d’BestO hadir
dengan rasa yang teruji, harga terjangkau, pelayanan professional,
serta tampilan kios yang eye catching. Animo masyarakat pun
cukup tinggi. Terbukti dengan antusiasme masyarakat setiap tempat
outlet dan mini resto d’BestO yang sudah dibuka. 1
2. Sejarah Pendirian D’BestO Chicken & Burger
Berawal pada bulan Maret tahun 1994, dua orang alumni
fakultas kedokteran hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) yaitu Drh.
Setyajid dan Drh. Evalinda untuk pertama kalinya membuka usaha
kecil yaitu usaha ayam goreng krispi dengan format kaki lima yang
diberi nama Kentuku Fried Chicken, atau lebih dikenal dengan
nama KUFC. Sebagai penyedia makanan siap saji untuk masyarakat
kelas bawah, KUFC mendapat respon positif dari masyarakat
bahkan menjadi pelopor dalam usaha fried chicken krispi kaki lima.
KUFC berkembang hingga membuka banyak cabang di luar kota,
seperti Yogyakarta, Padang, Mataram, Bali, dan Bandung.
1 Tentang D’Besto, http://www.dbesto.co.id/about/1 / 2019/01/02/ Tentang-d’BestO
43
44
KUFC mengalami masa surut saat diterpa krisis moneter nasional-
internasional di tahun 1998, dan juga karena beberapa kali
terjadinya wabah flu burung. Beberapa cabang di luar kota terpaksa
ditutup dan hanya menyisakan sedikit gerai saja di wilayah Bogor
dan Depok.
Tahun 2010 KUFC kembali mencoba bangkit menggunakan
terobosan dengan merek baru yang bernama D’BestO yang
mengarah di kalangan kelas menengah. Dengan meningkatkan
kualitas rasa, penyesuaian potongan dan harga, serta tampilan yang
lebih menarik dalam konsep mini resto. D’BestO lebih diarahkan
untuk mengarah ke pasar kelas menengah. Menunya pun tidak lagi
hanya ayam goreng krispi, tetapi juga ada burger dan sphageti. Di
samping produk pelengkapnya yaitu seperti french fries, dan
beberapa minuman. Tampilannya yang khas dan lebih eye cathing,
brand d’BestO telah hadir menjadi nama yang cukup diperhitungkan
ditengah persaingan bisnis kuliner di wilayah.2
3. Visi dan Misi D’BestO Chicken & Burger
Visi dan misi d’BestO yaitu:
a. Visi d’BestO
“Menjadi Market Leader untuk bisnis kuliner resto fried
chicken dan burger di segmen menengah di Indonesia”.3
b. Misi d’BestO
“Memberikan manfaat dan kemaslahatan bagi banyak pihak
meliputi: karyawan, keluarga dan khalayak umum serta taat
kepada hukum Syar’I dan hukum Negara Indonesia.
2 Sejarah d’BestO, http://www.dbesto.co.id/about/1 / 2019/03/03/ Sejarah-d’BestO.
3 Visi dan Misi d’BestO, http://www.dbesto.co.id/about/1 / 2019/03/03/ Visi-dan-Misi-d’BestO.
45
4. Budaya Kerja d’BestO Chicken & Burger, yaitu:
a. Jujur
b. Amanah
c. Integritas
d. Disiplin
e. Tanggung jawab
5. Profil dan Izin Usaha D’BestO
Nama Perusahaan : PT. Setya Kuliner Mandiri
Alamat : Jl. M. Kahfi I Gg. Pembangunan No. 55,
Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan 12630.
Email : [email protected]
No Telpon : 021-2912 0597
Brand d’BestO berada di bawah bendera PT. Setyanda Duta
Makmur, berdasarkan pada akta: 4
Akta Notaris Muhammad Syarif Umar, S.H., MKn, dengan
nomor: AHU-008.AH.02.01 Tahun 2012.
Akta perubahan: No. 03, tanggal 06-02-2015.
Per bulan Juni 2015, d’BestO sudah memiliki lebih dari 146
outlet yang berlokasi di wilayah Jabodetabek, Bandung, Surabaya,
Padang, dan Pekanbaru. Adapun persentase kepemilikan saat ini
adalah 45% milik Holding dan Kemitraan, dan 55% milik investor
dengan pola swakelola. Dalam rangka memperkuat ketahanan
perusahaan, ditargetkan hingga tahun ini, outlet milik holding akan
diperbanyak hingga persentase kepemilikan mencapai 60% untuk
holding dan 40% milik investor luar (swakelola). Pola swakelola
adalah kerjasama d’BestO dengan investor, dimana pengelolaan
outlet ini dan manajemen dilakukan sendiri oleh investor. D’BestO
berperan dalam mensuplai bahan baku. Untuk pola ini, investor
4 Profil dan Ijin Usaha d’BestO, http://www.dbesto.co.id/about/1 / 2019/03/03/ Profil-dan-Ijin-Usaha-d’BestO.
46
dikenakan kewajiban membayar bagi hasil sebesar 20% dari omset
gross resto selama satu bulan.
B. Jenis Perjanjian Kerjasama d’BestO Chicken & Burger
Pada umumnya, jenis-jenis perjanjian dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu:5
1. Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang memberikan suatu
hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak. Contohnya, perjanjian
jual beli, dan sewa-menyewa.
2. Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban
pada satu pihak dan pihak lain yang menerima haknya. Contohnya,
perjanjian pinjam ganti, dan hibah.
3. Perjanjian Cuma-Cuma, adalah perjanjian dengan mana pihak yang
satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain, tanpa
menerima suatu manfaat bagi dirinya. Contohnya, perjanjian hibah,
dan pinjam-pakai.
4. Perjanjian atas beban, adalah perjanjian dengan mana terhadap
prestasi pihak yang satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara
kedua prestasi itu ada hubungan hukum. Contohnya, perjanjian jual
beli, dan sewa-menyewa.
5. Perjanjian Konsensuil, adalah perjanjian yang timbul karena adannya
kesepakatan antara kedua belah pihak.
6. Perjanjian riil, adalah perjanjian yang timbul karena adannya
kesepakatan antara kedua belah pihak disertai dengan penyerahan
nyata atas barangnya. Contohnya, perjanjian penitipan barang, dan
pinjam-pakai.
7. Perjanjian bernama (perjanjian nominaat), adalah perjanjian yang
mempunyai nama tertentu dan diatur secara khusus oleh undang-
undang. Contohnya, perjanjian jual beli, tukar-menukar, dan sewa-
menyewa.
5P.N.H. Simanjuntak, Hukum Perdata Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2015), h.,289.
47
8. Perjanjian tidak bernama (perjanjian innominaat), adalah
perjanjian tidak mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam
undang-undang. Contohnya, perjanjian leasing, franchise dan fiducia.
9. Perjanjian liberator, adalah perjanjian yang membebaskan orang dari
keterikatannya dari suatu kewajiban hukum tetentu. Contoh
perjanjiannya yaitu, pembebasan utang.
10. Perjanjian kebendaan, adalah perjanjian untuk menyerahkan atau
mengalihkan atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan
hak-hak kebendaannya. Contoh perjanjiannya yaitu, perjanjian jual
beli.
11. Perjanjian abligator, adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan
antara kedua belah pihak.
12. Perjanjian accesoir, adalah perjanjian yang membuntuti perjanjian
pokok. Contohnya, perjanjian hipotek, gadai, dan borgtocht.
D’BestO chicken & burger merupakan nama dari suatu produk
makanan fried chicken dan burger yang merupakan salah satu jenis makanan
siap saji (fast food) yang berada di wilayah Jabodetabek, Bandung,
Surabaya, Sumatera Barat dan Pekanbaru. Jenis perjanjian yang
dilaksanakan di d’BestO chicken & burger merupakan jenis perjanjian yang
tidak bernama atau disebut dengan perjanjian (innominaat), karena
perjanjian tersebut tidak diatur khusus di dalam Buku ke III Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata
C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Pengelolaan
d’BestO Chicken & Burger
Terdapat beberapa hak dan kewajiban bagi Para Pihak di dalam
perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger, yaitu:
a. Para Pihak sepakat bahwa Pihak Pertama berhak untuk mengubah
dan menyesuaikan sistem manajemen dan marketing, termaksud
menentukan pemakaian nama dagang, tanda atau atribut dagang,
tanda pelayanan baru, identitas baru, inovasi, produk, dan menu
48
baru yang dilakukan dengan itikad baik demi perbaikan usaha
bersama Para Pihak, dengan melakukan pemberitahuan terlebih
dahulu kepada Pihak Kedua selambat-lambatnya tiga puluh hari
sebelum perubahan dilakukan.
b. Para Pihak sepakat bahwa Pihak Kedua berhak sepenuhnya atas
pengelolaan keuangan resto yang meliputi dari pencatatan omset
harian sampai dengan penghitungan keuntungan yang diperoleh
dari selisih total penjualan setelah dikurangi bahan baku, biaya
karyawan dan seluruh biaya operasional lainnya, setiap bulannya.
c. Pihak Pertama berhak untuk memeriksa catatan atau pembukuan
yang berkaitan dengan penjualan (omset) harian atau bulanan di
lokasi usaha d’BestO Chicken & Burger.
d. Pihak Pertama berhak secara berkala mengawasi tentang Standart
Operasional Procedure (SOP) pengelolaan bahan, penyajian menu,
standar pelayanan dan kebersihan resto.
e. Selama perjanjian kerjasama berlangsung, Pihak Pertama selaku
pemilik dan pengelola usaha d’BestO Chicken & Burger
berkewajiban untuk:
1) Menyediakan desain dan tata ruang, menentukan standar
perlengkapan d’BestO Chicken & Burger seperti meja, kursi,
peralatan penyimpanan bahan, peralatan perawatan, seragam
karyawan, brosur, alat promosi kwitansi dan perlengkapan
lainnya sesuai Standar Oprasional Pihak Pertama.
2) Memberikan pelatihan awal pada karyawan resto yang telah
disiapkan pihak kedua untuk melaksanakan usaha d’BestO
Chicken & Burger.
3) Menyelenggarakan program pelatihan (training) untuk para
karyawan secara berkala dan berkesinambungan.
49
D. Jenis Sengketa Yang Terjadi Pada Perjanjian d’BestO Chicken &
Burger
Di dalam menjalankan suatu bisnis waralaba tidak menutup
kemungkinan akan terjadinya sengketa di antara Para Pihak. Seperti yang
terjadi di dalam perjanjian kerjasama d’Besto chicken & burger. Di dalam
perjanjian kerjasama bisnis d’BestO chicken & burger telah terjadi
beberapa kasus wanprestasi yang dilakukan oleh pihak penerima waralaba
(franchisee), kasus tersebut antara lain:
1. Tidak terjaganya Standar Oprasional Prosedur (SOP) oleh pihak
franchisee sehingga menyebabkan complain dari pelanggan
d’BestO chicken & burger.6
2. Pihak franchisee menjual produk lain yang tidak diperbolehkan di
dalam perjanjian kerjasama d’BestO.7
3. Pihak franchisee membuka resto lain pada saat sudah melakukan
perjanjian kerjasama dengan d’BestO chicken & burger.8
6 Hasil Wawancara dengan Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
7 Hasil Wawancara dengan Ibu Anggita selaku Human Capital Management (HCM) d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
8 Hasil Wawancara dengan Ibu Anggita selaku Human Capital Management (HCM) d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
BAB IV
ANALISIS PELAKSANAAN BENTUK PERJANJIAN KERJASAMA
D’BESTO CHICKEN & BURGER
A. Analisis Sengketa Pada Bisnis d’BestO Chicken & Burger
1. Pelaksanaan Sistem Bisnis d’BestO Chicken & Burger
Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No.
12 Tahun 2006, waralaba adalah perikatan antara pemberi waralaba dengan
penerima waralaba di mana penerima waralaba diberikan hak untuk
menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki
pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang
ditetapkan oleh pemberi waralaba dengan sejumlah kewajiban
menyadiakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan
oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba.1
Pada umumnya bentuk perjanjian dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu bentuk perjanjian tertulis dan bentuk perjanjian lisan.2
Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan kesepakatan
para pihak dalam bentuk tertulis. Selanjutnya, perjanjian lisan adalah
perjanjian yang dibuat oleh para pihak cukup berdasarkan kesepakatan
dalam wujud lisan.3
Sesuai dengan bentuk perjanjian waralaba yang terdapat di dalam
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 42 Tahun
2007 tentang waralaba, waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian
tertulis antara pemberi waralaba dengan penerima waralaba dengan
memperhatikan hukum Indonesia. Secara umum, sistem pewaralabaan
1 Pasal 1 Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.
2 Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2005), h., 32.
3 Eka Astri Maerisa, Membuat Surat-Surat Bisnis dan Perjanjian, (Jakarta: Visimedia, 2013), h., 24.
50
51
dibedakan menjadi dua kategori, yaitu waralaba produk dan merek dagang
serta waralaba format bisnis. Leon C. Megginson dan kawan-kawan
membagi dua tipe sistem kewaralabaan sebagai berikut:4
a. Waralaba produk dan merek dagang (product and trade franchise)
Waralaba ini merupakan bentuk waralaba yang paling
sederhana. Dalam waralaba produk dan merek dagang, pihak
franchisor memberikan hak kepada pihak franchisee untuk
menjual produk yang dikembangkan oleh pihak franchisor disertai
dengan pemberian izin untuk menggunakan merek dagang milik
pihak franchisor.
b. Waralaba format bisnis (business format franchise)
Waralaba ini merupakan sistem waralaba yang bukan saja
menawarkan merek dagang dan logo, tetapi juga menawarkan
sistem yang komplit dan komperhensif mengenai tata cara
menjalankan bisnis, di dalamnya terdapat pelatihan dan konsultasi
usaha dalam hal pemasaran, penjualan, pengelolaan stok, akunting,
personalia, pemeliharaan serta pengembangan bisnis. Waralaba
format bisnis merupakan pemberian lisensi oleh pihak franchisor
kepada pihak franchisee.
Pada waralaba d’BestO Chicken & Burger bentuk perjanjian
yang diterapkan adalah bentuk perjanjian tertulis antara pihak
pemberi waralaba (franchisor) dan pihak penerima waralaba
(franchisee). Waralaba d'BestO Chicken & Burger memiliki dua
pilihan dalam sistem bisnis yang mereka jalankan, pilihannya
yaitu:5
4 Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba, (Yogyakarta: MedPress, 2008), h.,21.
5 Hasil Wawancara dengan Ibu Anggita selaku Human Capital Management (HCM) d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
52
1) Kemitraan / Mitra Kelola
Pada jenis kemitraan ini, pihak franchisee menitipkan uang
kepada pihak franchisor (pihak d’BestO). Kemudian
manajemen dan pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh
pihak kantor pusat d’BestO selaku franchisor. Sistem bagi hasil
yang dilakukan pada sistem bisnis kemitraan yaitu:
a) Pihak franchisor berhak mendapatkan sebesar 40% (empat
puluh persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
b) Pihak franchisee berhak mendapatkan sebesar 60% dari nilai
total keuntungan yang diperoleh.
2) Swakelola
Sistem bisnis swakelola adalah pihak swakelola
(franchisee) akan mengelola manajemen dan day to day activity
dari restonya di bawah pengawasan dan kontrol dari pihak
d’BestO (franchisor) dengan menggunakan bahan baku dari
pihak d’BestO. 6 Sistem bagi hasil yang dilakukan pada sistem
bisnis swakelola yaitu:
a) Pihak franchisor berhak mendapatkan sebesar 20% (dua
puluh persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
b) Pihak franchisee berhak mendapatkan sebesar 80% (delapan
puluh persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
6Hasil Wawancara dengan Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
53
Sesuai dengan prospectus d’BestO chicken & burger, terdapat
Perbedaan antara titip kelola (kemitraan) dengan swakelola, yaitu:
NO ITEM TITIP KELOLA
(KEMITRAAN)
SWAKELOLA
1. Pengelolaan Sepenuhnya oleh pihak
d’BestO
Dikelola oleh pihak investor,
alat dan bahan dari pihak
d’BestO
2. Karyawan Diadakan oleh d’BestO Diadakan oleh pihak
investor, dilatih oleh pihak
d’BestO
3. Pendapatan Bagi hasil dari net profit
setiap bulan, 60% untuk
pihak investor dan 40%
untuk pihak d’BestO
Bagi hasil dari net profit
setiap bulan, 80% untuk
pihak investor dan 20%
untuk pihak d’BestO
4. Joining Fee Tidak ada Tidak ada
5. Royalty Fee Tidak ada Tidak ada
6. Tanggung Jawab 60% pihak d’BestO
(franchisor) dan 40% pihak
investor (franchisee)
Sepenuhnya oleh pihak
investor (franchisee)
7. Day to day
activities
Tidak ada Ada
Tabel 4. 1 Perbedaan antara titip kelola (kemitraan) dengan swakelola
Pada saat ini, Kantor Pusat d’BestO chicken & burger yang beralamat di Jl. M.
Kahfi I Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan
menerapkan sistem bisnis d’BestO dengan bentuk swakelola. Di mana pada
sistem swakelola ini pihak franchisee berinvestasi serta mengelola sendiri kiosnya
54
secara langsung baik teknis maupun sistemnya dengan standar yang sudah
ditetapkan oleh pihak d’BestO selaku franchisor, d’BestO menyediakan bahan
mentah, support konsultasi serta menyediakan bimbingan untuk pihak franchisee.
Dalam pelaksanaan sistem bisnis d’BestO chicken & burger sedikit berbeda
dengan sistem bisnis waralaba lainnya. Dimana waralaba d’BestO tidak
menerapkan sistem franchise fee dan royalty fee kepada mitra bisnis d’BestO
chicken & burger. Untuk modal awal jika seseorang ingin bergabung dengan
bisnis d’BestO maka pihak yang ingin bergabung disebut dengan pihak franchisee
menyediakan dana yang sesuai dengan rancangan anggaran biaya (RAB) yang
sudah pihak franchisor buatkan. Isi RAB tersebut antara lain terkait jumlah biaya
yang diperlukan jika ingin membuka resto d’BestO chicken & burger. Biaya
tersebut tergantung pada luas atau kecilnya resto. Jika pihak franchisee setuju
dengan RAB yang sudah pihak franchisor buat maka tahap selanjutnya adalah
tahap pembayaran. Tahap pembayaran ini sesuai kesepakatan antara pihak
franchisor dengan pihak franchisee dan pembayaran dilakukan dengan cara
transfer ke rekening perusahaan. Setelah para pihak sudah bersepakat maka
selanjutnya adalah penandatanganan perjanjian waralaba d’BestO chicken &
burger supaya terdapat ikatan hukum antara pihak franchisor dan pihak
franchisee.
Adapun analisis syarat sahnya suatu perjanjian yang digunakan pada
perjanjian kerjasama Swakelola d’BestO chicken & burger jika dilihat dari
pelaksanaan perjanjian kerjasamanya sudah sesuai dengan syarat sahnya suatu
perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH Perdata, jika dijabarkan adalah
sebagai berikut:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
Syarat yang pertama sahnya kontrak adalah adanya kesepakatan
para pihak. Kesepakatan ini diatur dalam Pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata. Yang sesuai yaitu pernyataannya, karena kehendak itu dapat
55
diketahui oleh orang lain. Ada lima cara terjadinya persesuaian
pernyataan kehendak, yaitu: 7
a. Bahasa yang sempurna dan tertulis
b. Bahasa yang sempurna secara lisan
c. Bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak
lawan. Karena dalam kenyataan seringkali seseorang
menyampaikan dengan bahasa yang tidak sempurna tetapi
dimengerti oleh pihak lawan.
d. Bahasa isyarat asalkan dapat diterima oleh pihak lawan.
e. Diam atau membisu, tetapi asal dipahami atau diterima pihak
lawan.
Cara yang paling sering digunakan oleh para pihak yaitu, dengan
bahasa yang sempurna secara lisan dan secara tertulis. Karena dengan
pembuatan perjanjian secara tertulis dapat memberikan kepastian
hukum bagi para pihak dan sebagai bukti yang sempurna ketika suatu
saat nanti terjadi sengketa antara para pihak.
Di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger di mana
dengan penandatanganan perjanjian kerjasama d’BestO chicken &
burger yang dibuat secara tertulis oleh pihak franchisor dan disepakati
oleh pihak franchisee maka dapat disimpulkan bahwa Para Pihak telah
sepakat untuk mengikat dirinya ke dalam perjanjian kerjasama
d’BestO chicken & burger tanpa adanya suatu paksaan.
Dengan ditandatangani perjanjian kerjasama tersebut maka baik
pihak d’BestO chicken & burger selaku franchisor maupun pihak
franchisee telah sepakat dengan ketentuan-ketentuan dari isi perjanjian
kerjasama tersebut. Dan sesuai dengan pasal 15 Perjanjian Kerjasama
d’BestO chicken & burger telah disebutkan bahwa para pihak sepakat
melaksanakan semua isi perjanjian kerjasama ini dengan itikad baik,
7 Sudikno Mertokusumo, Rangkuman Kuliah Hukum Perdata, (Yogyakarta: Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada), h., 7.
56
amanah, jujur, dan bertanggung jawab dan Para Pihak bersepakat satu
sama lain untuk tidak berbuat curang (bedrog) dan/atau melakukan
penipuan yang dapat merugikan salah satu pihak tersebut diatas.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Sesuai dengan Pasal 1329 KUH Perdata, Kecakapan pada dasarnya
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan. Jika ia oleh undang-
undang tidak dinyatakan tak cakap. Sesuai dengan pasal 1330 KUH
Perdata, tak cakapnya seseorang untuk membuat suatu perjanjian adalah:
a. Orang-orang yang belum dewasa
b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan
c. Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh
undang-undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa
undang-undang telah melarang membuat perjanjian-perjanjian
tertentu.
Di dalam perjanjian d’BestO chicken & burger para pihak yang
membuat perjanjian harus seseorang yang sudah memiliki Kartu Tanda
Penduduk (KTP) dan harus memiliki modal untuk menjalankan usahanya.
3. Suatu hal tertentu / adanya obyek perjanjian
Adanya suatu hal tertentu yaitu menyangkut objek perjanjiannya
yang harus jelas dan dapat ditentukan. Sesuai dengan ketentuan pasal
1333 KUH Perdata, yaitu “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai
pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah
menjadi halangan bahwa jumlahbarang tidak tentu, asal saja jumlah itu
dikemudian hari dapat ditentukan atau dihitung.”
Sesuai dengan pasal 1332 KUH Perdata, ditentukan bahwa “Hanya
barang-barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi
pokok suatu perjanjian”.
Selanjutnya, sesuai dengan pasal 1334 ayat (1) KUH Perdata,
bahwa “Barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat
menjadi pokok suatu perjanjian”.
57
Ojek perjanjian di dalam bisnis waralaba adalah lisensi. Lisensi
merupakan izin yang diberikan pihak franchisor kepada pihak franchisee
Di dalam perjanjian d’BestO chicken & burger yang menjadi
obyek perjanjiannya adalah perjanjian kerjasama untuk membuka resto
jenis waralaba makanan. Dalam kerjasama ini, pihak d’BestO selaku
franchisor memberikan lisensi kepada pihak franchisee untuk
menggunakan suatu hak kekayaan intelektual seperti merek, rahasia
dagang serta mendapatkan barang-barang sesuai dengan Rancangan
Anggaran Biaya (RAB) yang telah disepakati selama perjanjian
berlangsung.
4. Adanya sebab yang Halal
Maksudnya adalah apa yang dikerjakan para pihak yang mengadakan
perjanjian bukan suatu hal yang dilarang oleh undang-undang, tidak
bertentangan dengan ketertiban umum serta tidak melanggar kesusilaan.8
Di dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak d’BestO selaku franchisor
dan disepakati oleh pihak franchisee harus melaksanakan isi perjanjian
kerjasama tersebut dengan itikad baik, amanah, jujur dan bertanggung
jawab dan Para Pihak bersepakat untuk tidak berbuat curang.
Adapun analisis asas-asas hukum dalam perjanjian yang digunakan pada
perjanjian kerjasama Swakelola d’BestO chicken & burger jika dijabarkan adalah
sebagai berikut:
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Di dalam isi perjanjian kerjasama ini, pihak d’BestO chicken &
burger selaku franchisor bebas memilih dengan siapa dia akan
melakukan kerjasama. Asalkan pihak yang ingin bekerjasama
(franchisee) dengan d’BestO chicken & burger sudah mempunyai Kartu
Tanda Penduduk (KTP) dan memiliki modal untuk melakukan
8 Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2), h., 40.
58
kerjasama ini. Dan pihak franchisee ini bersedia untuk mematuhi
ketentuan-ketentuan yang ada di dalam perjanjian kerjasama tersebut.
2. Asas Konsensualisme
Di dalam Perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger sudah
menerapkan asas ini, yaitu pada perjanjian kerjasama tersebut dibuat
berdasarkan kesepakatan Para Pihak yaitu Pihak Pertama selaku
franchisor dan Pihak Kedua selaku franchisee. Dan tidak ada paksaan
diantara Para Pihak dalam pembuatan perjanjian kerjasama tersebut.
3. Asas Pacta Sunt Servanda / Kepastian Hukum
Di dalam kerjasama d’BestO chicken & burger sudah menerapkan
asas ini, di mana dalam kerjasama d’BestO chicken & burger adanya
suatu perjanjian antra pihak d’BestO selaku franchisor dengan pihak
franchisee. dan dengan adanya perjanjian ini maka mengikat Para Pihak.
4. Asas Itikad Baik
Di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger sudah
menerapkan asas ini, yaitu pada perjanjian kerjasama tersebut Para Pihak
sudah bersepakat dan setuju untuk melaksanakan semua isi perjanjian
kerjasama ini dengan itikad baik, serta amanah, jujur dan bertanggung
jawab.
5. Asas Kepribadian
Di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger sudah
menerapkan asas ini, yaitu Para Pihak yang melakukan perjanjian
kerjasama tersebut hanya untuk Para Pihak yang bersangkutan saja. Dan
perjanjian kerjasama tersebut berlaku bagi Para Pihak yang
membuatnya.
Saat ini, bisnis kerjasama d’BestO Chicken & Burger menggunakan sistem
bisnis swakelola dan menerapkan sistem waralaba yang berbasis syari’ah. Sistem
bisnis swakelola d’BestO chicken & burger menerapkan sistem bagi hasil (nisbah)
jadi tidak ada royalty fee. Sistem bagi hasil tersebut dengan istilah profit sharing.
59
Pembagian keuntungan untuk para pihak sudah dijelaskan pada saat
berlangsungnya perjanjian (akad).
Bila ditinjau dari hukum bisnis Syariah, bentuk perjanjian kerjasama d’BestO
chicken & burger merupakan suatu bentuk kerjasama syirkah / musyarakah,
perjanjiannya kerjasama tersebut sudah sesuai dengan rukun dan syarat syirkah.
Adapun analisis rukun dan syarat syirkah dalam perjanjian yang digunakan
pada perjanjian kerjasama Swakelola d’BestO chicken & burger jika dijabarkan
adalah sebagai berikut:
1. Sighat (Ijab dan Qabul).
Yaitu kesepakatan Para Pihak dalam melakukan perjanjian d’BestO
chicken & burger. Dan tidak ada keterpaksaan diantara Para Pihak yang
melakukan perjanjian kerjasama tersebut.
2. Pihak-pihak yang mengadakan serikat.
Yaitu pihak pemberi waralaba (franchisor) dan pihak penerima
waralaba franchisee.
3. Objek akad
Yang menjadi objek akad dalam perjanjian ini adalah perjanjian
waralaba jenis makanan.
Adapun yang menjadi syarat syirkah, yaitu:9
1. Sighat atau ijab dan qabul harus diungkapkan secara tegas dan
menunjukkan tujuan akad yang jelas.
Yaitu di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger
sudah jelas bahwa tujuan diadakannya perjanjian untuk kerjasama dan
dengan adanya perjanjian kerjasama tersebut supaya Para Pihak mematuhi
dan melaksanakan bisnisnya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang
berlaku di dalam perjanjian yang mereka telah sepakati.
2. Mitra syirkah harus berkompeten dalam menjalankan amanat.
9 Harun, Fiqih Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h.,186.
60
Sudah jelas bahwa d’BestO chicken & burger sudah berkompeten
dalam menjalankan bisnis swakelola tersebut. Dan d’BestO chicken &
burger sudah memiliki banyak cabang.
3. Keuntungan bisa berbentuk persentase atau nisbah.
Sudah jelas di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger
bahwa pembagian keuntungan berdasarkan persentase, yaitu jika
kerjasamanya dalam bentuk swakelola maka persentase keuntungannya
pihak franchisor berhak mendapatkan 20% (dua puluh persen) dari nilai
total keuntungan yang diperoleh dan pihak franchisee berhak mendapatkan
80% (delapan puluh persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
4. Penentuan pembagian keuntungan tidak boleh dalam jumlah nominal,
karena bertentangan dengan subtansi syirkah.
Di dalam perjanjian kerjasama d’Besto chicken & burger sudah
menerapkan syarat ini, yaitu didalam perjanjian tersebut persentase sudah
tertera di dalam perjanjian.
Adapun analisis asas-asas di dalam hukum islam yang digunakan
pada perjanjian kerjasama Swakelola d’BestO chicken & burger jika
dijabarkan adalah sebagai berikut:
1. Asas Kebebasan (Al-Hurriyah)
Asas ini merupakan prinsip dasar di dalam hukum islam dan
hukum perjanjian. Di mana dalam perjanjian kerjasama d’BestO
chicken & burger pihak d’BestO selaku franchisor bebas untuk
memilih dengan siapa ia akan melakukan kerjasama, asalkan pihak
yang ingin bekerjasama memenuhi syarat yang terdapat di perjanjian
kerjasama d’BestO, yaitu memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan
memiliki modal.
2. Asas Persamaan dan Kesetaraan (Al- Musawah)
Di dalam kerjasama bisnis d’Besyo chicken & burger pihak
d’BestO selaku franchisor memiliki kedudukan yang lebih tinggi
dibandingkan pihak franchisee. Walaupun adanya perbedaan
kedudukan tetapi di dalam pelaksanaannya masing-masing pihak
61
memiliki hak dan kewajiban yang harus di patuhi dalam perjanjian
kerjasama tersebut.
3. Asas Keadilan (Al’Adalah)
Di mana dalam pelaksanaan perjanjian kerjasama d’BestO chicken
& burger Para Pihak harus melaksanakan semua isi perjanjian ini
dengan amanah, jujur, serta bertanggung jawab untuk memenuhi
semua kewajiban yang telah Para Pihak sepakati.
4. Asas Kerelaan atau Konsensualisme (Al-Ridhaiyyah)
Di mana dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger
perjanjian dibuat dengan kesepakatan Para Pihak dan tidak ada
Keterpaksaan diantara Para Pihak.
5. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash-Shidiq)
Sesuai dengan perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger
bahwa Para Pihak harus melaksanakan perjanjian kerjasama dengan
itikad baik, jujur, amanah, serta bertanggung jawab. Dan Para Pihak
bersepakat satu sama lain untuk tidak berbuat curang (bedrog).
6. Asas Kemanfaatan (Al- Manfaat)
Sesuai dengan Misi d’BestO chicken & burger bahwa dalam
menjalankan bisnisnya d’BestO ingin menjadi Perusahaan yang bisa
memberi manfaat serta jalan kebaikan dan maslahat bagi banyak
pihak meliputi karyawan, keluarga, dan khalayak umum.
7. Asas Tertulis (Al- Kitabah)
Bahwa dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger
dibuat secara tertulis antara Para Pihak. Sesuai dengan Firman Allah
SWT Q.S. Al-Baqarah ayat 282-283 yang berbunyi:
ى فاكتبوه ولیكتب بینكم سم� ا اذا تداینتم بدین الى اجل م كاتب بالعدل وال یأب كاتب یایھا الذین امنو
فلیكتب ولیملل الذي علیھ ال ربھ وال یبخس منھ شیـ�ا فان كان ان یكتب كما علمھ � حق ولیتق �
ل واستشھدوا شھیدین الذي علیھ الحق سفیھا او ضعیفا او ال یستطیع ان یمل ھو فلیملل ولیھ بالعد
جالكم من ر اء ان تضل احدىھما فت ن ترضون من الشھد امراتن مم ر فان لم یكونا رجلین فرجل و ذك
ا ان تكتبوه صغیرا اء اذا ما دعوا وال تسـ�مو او كبیرا الى اجلھ احدىھما االخرى وال یأب الشھد
62
ان تكون تجارة حا ا اال واقوم للشھادة وادنى اال ترتابو ضرة تدیرونھا بینكم ذلكم اقسط عند �
ا ال شھید ە وان تفعلوا فانھ فلیس علیكم جناح اال تكتبوھا واشھدو اذا تبایعتم وال یضار كاتب و
بكل شيء علیم و� ویعلمكم � ۲۸۲ -فسوق بكم واتقوا �
لم تجدوا كاتبا قبوضة فان امن بعضكم بعضا فلیؤد الذى اؤتمن امانتھ وان كنتم على سفر و فرھن م
بما ومن یكتمھا فانھ اثم قلبھ و� ربھ وال تكتموا الشھادة ۲۸۳ - تعملون علیم ولیتق �
282. Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu melakukan utang
piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar.
Janganlah penulis menolak untuk menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkan kepadanya, maka hendaklah dia menuliskan. Dan hendaklah orang
yang berutang itu mendiktekan, dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya, dan janganlah dia mengurangi sedikit pun daripadanya. Jika yang
berutang itu orang yang kurang akalnya atau lemah (keadaannya), atau tidak
mampu mendiktekan sendiri, maka hendaklah walinya mendiktekannya dengan
benar. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kamu. Jika
tidak ada (saksi) dua orang laki-laki, maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang
perempuan di antara orang-orang yang kamu sukai dari para saksi (yang ada), agar
jika yang seorang lupa, maka yang seorang lagi mengingatkannya. Dan janganlah
saksi-saksi itu menolak apabila dipanggil. Dan janganlah kamu bosan
menuliskannya, untuk batas waktunya baik (utang itu) kecil maupun besar. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah, lebih dapat menguatkan kesaksian, dan lebih
mendekatkan kamu kepada ketidakraguan, kecuali jika hal itu merupakan
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi
kamu jika kamu tidak menuliskannya. Dan ambillah saksi apabila kamu berjual
beli, dan janganlah penulis dipersulit dan begitu juga saksi. Jika kamu lakukan
(yang demikian), maka sungguh, hal itu suatu kefasikan pada kamu. Dan
bertakwalah kepada Allah, Allah memberikan pengajaran kepadamu, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.
63
283. Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan
seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah,
Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa
menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui
apa yang kamu kerjakan.
Selanjutnya untuk mencapai sistem bisnis waralaba yang islami,
diperlukan sistem nilai Syariah sebagai filter moral bisnis yang bertujuan untuk
menghindari berbagai penyimpangan moral bisnis, yaitu: 10
1. Maysir, yaitu segala bentuk spekulasi judi yang mematikan sektor rill
dan tidak produktif.
2. Asusila, yaitu praktik usaha yang melanggar norma sosial dan
kesusilaan.
3. Gharar (penipuan), yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan
tidak jelas, sehingga dapat merugikan salah satu pihak.
4. Haram, yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang mengandung
unsur haram dan tidak sesuai dengan syariat islam.
5. Riba, yaitu penambahan terhadap sesuatu yang dilarang dalam islam
serta mengandung hal yang merugikan bagi pihak lain.
6. Ihktikar, yaitu penimbunan atau monopoli barang dan jasa yang
bertujuan untuk permainan harga.
7. Berbahaya, yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang
membahayakan individu maupun masyarakat dan bertentangan dengan
kemaslahatan.
10 Budi Prasetyo, “Perspektif Huku Islam Terhadap Bisnis Waralaba (Franchise)”, Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat, Vol 4, No. 2, (April, 2007), h., 222.
64
Mengenai bentuk syirkah yang diterapkan dalam perjanjian kerjasama
d’BestO chicken & burger adalah bentuk syirkah al- uqud (Syirkah kontrak atau
kesepakatan). Di dalam syirkah al- uqud terdapat dua macam jenis syirkah,
yaitu:11
1. Syirkah inan, adalah kerja sama antara para pihak dua orang atau lebih di
mana penyertaan modal diantara masing-masing pihak tidak harus sama
besarnya, masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk mengelola
usahanya.
2. Syirkah Mufawadhah, adalah persekutuan dua orang dalam suatu
pekerjaan dengan syarat kedua belah pihak dalam hal memberikan modal
sama jumlahnya, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban
yang sama, serta pembagian keuntungan berdasarkan persentase modal
masing-masing pihak.
3. Syirkah Abdan, adalah kerja sama dua orang dimana para pihak memiliki
profesi yang sama kemudian keuntungan dibagi menurut kesepakatan.12
4. Syirkah Wuju, adalah kerja sama dua orang atau lebih tanpa harus
memiliki modal. 13
Bentuk kerjasama d’Besto bila ditinjau dari jenis-jenis termaksud ke dalam
bentuk Syirkah Inan karena di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken &
burger terkait modal antara pihak d’BestO selaku franchisor dan pihak franchisee
tidak harus sama besar modalnya. Dan Para Pihak di dalam perjanjian kerjasama
tersebut masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus di patuhi.
Selanjutnya perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger masuk ke dalam
jenis Syirkah Abdan karena di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken &
burger Para Pihak, baik pihak franchisor maupun pihak franchisee sama-sama
11 Faturrahman Djamil, Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, Cet.2, 2013), h., 167.
12 Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalah mu ?, Panduan Memahami Seluk-Beluk Fiqih Muamalah, ( Yogyakarta : Salma Idea, Cetakan Pertama, 2014), h., 107.
13 Hasbiyallah, Sudah Syar’ikah Muamalah mu ?, Panduan Memahami Seluk-Beluk Fiqih Muamalah, ( Yogyakarta : Salma Idea, Cetakan Pertama, 2014), h., 108.
65
bekerjasama dalam menjual suatu produk D’BestO sesuai kesepakatan tertulis
yang telah disepakati oleh Para Pihak. Sistem swakelola d’BestO chicken &
burger dalam menjalankan usahanya juga berpedoman kepada prinsip-prinsip
syari’ah. Kemudian terkait keuntungan dalam kerjasama bisnis tersebut, pihak
d’BestO chicken & burger selaku pihak franchisor mengambil keuntungan
dengan cara bagi hasil dalam bentuk persentase, dan persentase tersebut sudah
dijelaskan pada saat melakukan perjanjian.
Suatu perjanjian dapat berakhir atau hapus karena berbagai macam sebab,
berakhirnya perjanjian dapat digolongkan menjadu dua belas (12) macam, yaitu:14
1. Pembayaran.
Suatu perjanjian dapat berakhir atau hapus karena sebab
pembayaran, contohnya perjanjian utang piutang.
2. Novasi atau Pembaharuan Utang (Pasal 1413 – Pasal 1424 KUH Perdata).
Dalam novasi, perjanjian lama dihapuskan untuk kemudian
dibuatkan perjanjian baru.
3. Kompensasi atau Perjumpaan Utang (Pasal 1425 – Pasal 1435 KUH
Perdata).
Berakhirnya perjanjian juga dapat disebabkan adanya kompensasi
atau perjumpaan utang.
4. Konfusio atau Pencampuran Utang (Pasal 1435 - Pasal 1437 KUH
Perdata).
Konfusio adalah percampuran kedudukan seseorang sebagai debitur
sekaligus sebagai kreditur.
5. Pembebasan Utang (Pasal 1438 – Pasal 1443 KUH Perdata)
Pembebasan utang adalah pernyataan sepihak dari kreditur kepada
debitur yang menyatakan bahwa debitur dibebaskan dari kewajiban
membayar utang. Pembebasan utang dapat dilakukan secara cuma-cuma
dan/atau meminta prestasi lain dari pihak debitur.
14 Salim H.S., Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyususnan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006, Cet.3), h., 165.
66
6. Kebatalan atau Pembatalan (Pasal 1446 – Pasal 1456 KUH Perdata)
Pembatalan kontrak dapat disebabkan karena:
a. Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa
dan/atau dibawah pengampuan.
b. Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang dipersyaratkan dalam
Undang-Undang.
c. Adanya cacat kehendak seperti kekhilafan, paksaan, dan penipuan.
7. Berlakunya Syarat Batal (Pasal 1265 KUH Perdata).
Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan berakibat
menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan
semula seolah-olah tidak pernah ada suatu perjanjian.
8. Jangka Waktu Kontrak Telah Berakhir
Perjanjian otomatis berakhir jika jangka waktu perjanjian telah
berakhir atau telah kadaluwarsa (lewat waktu).
9. Dilaksanakannya Objek Perjanjian
Perjanjian dapat berakhir karena pihak debitur telah memenuhi
prestasi atau melaksanakan objek perjanjian yang diwajibkan kepadanya
dengan tuntas.
10. Kesepakatan Keduabelah Pihak.
11. Memutuskan Kontrak Secara Sepihak.
12. Adanya Putusan Pengadilan.
Menurut para ulama, sebab-sebab berakhirnya syirkah yaitu:15
1. Salah satu anggota syirkah meninggal dunia, gila, tercegah
membelanjakan hartanya karena pailit atau kemunduran berfikir,
menarik diri dari keanggotaan perserikatan dalam waktu yang tidak
ditentukan, dan keluar dari keanggotaan serikat.
2. Berakhirnya masa yang ditetapkan dalam perserikatan.
15 Abdullah bin Muhammad Thayyar, dkk, Ensklopedi Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Maktabah Al Hanif, 2004), h., 296.
67
3. Pekerjaan perserikatan telah selesai atau perserikatan tidak mungkin
menjalankannya.
4. Rusaknya harta perserikatan.
5. Kesepakatan mengakhiri perserikatan sebelum habis masa yang
ditetapkan.
6. Menggabungkan perserikatan ke dalam perserikatan lain.
7. Perserikatan dijual kepada umum.
Menurut Analisis penulis, bahwa perjanjian waralaba d’BestO chicken &
burger menggunakan jenis waralaba sistem format bisnis, di mana sistem format
bisnis adalah pemberian lisensi oleh pihak d’BestO chicken & burger selaku
franchisor kepada pihak franchisee. Lisensi tersebut berupa pihak d’BestO
memberikan hak kepada pihak franchisee untuk berusaha dengan menggunakan
merek dagang/brand d’BestO chicken & burger. Kemudian sesuai dengan syarat
sahnya perjanjian yang telah diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata dan
mengenai asas-asas dalam perjanjian, bahwa isi perjanjian kerjasama d’BestO
chicken & burger sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan ketentuan yang
diatur dalam ketentuan tersebut. Dan perjanjian kerjasama d’BestO chicken &
burger bila ditinjau dari hukum bisnis syari’ah pun tidak bertentangan dengan
hukum islam, karena di dalam perjanjian tersebut sudah sesuai dengan rukun dan
syarat syirkah serta sudah menerapkan asas-asas di dalam hukum Islam.
2. Analisis tentang Kasus Wanprestasi di d’BestO chicken & burger
Perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger merupakan salah satu
bentuk perjanjian tidak bernama atau disebut juga dengan perjanjian
innominaat. Perjanjian kerjasama tersebut dibuat secara tertulis dan disepakati
oleh Para Pihak. Di dalam kerjasama bisnis d’BestO chicken & burger tidak
menutup kemungkinan akan timbulnya sengketa antara Para Pihak. Dalam
pelaksanaan kerjasama bisnis d’BestO chicken & burger ternyata sudah
pernah terjadi kasus wanprestasi yang dilakukan oleh pihak franchisee. Bahwa
pihak franchisee pada saat sedang melakukan kerjasama dengan pihak
d’BestO, pihak franchisee membuka usaha sejenis atau membuka resto lain
68
dengan brand lain. Padahal sudah jelas hal tersebut dilarang di dalam
pelaksanaan perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger. Sesuai dengan
ketentuan yang sudah disepakati oleh pihak franchisee sebelumnya bahwa
pihak franchisee bersedia untuk tidak membuka usaha sejenis atau bekerja
sama dengan pihak lain untuk melakukan usaha sejenis diluar merek d’BestO
chicken & burger. Tetapi pihak franchisee melanggar apa yang sebelumnya
sudah disepakati.
Dalam kasus ini pihak d’BestO chicken & burger selaku franchisor
memanggil pihak franchisee dan pihak d’BestO memberikan pilihan kepada
pihak franchisee. Pilihannya yaitu apakah brand d’BestO chicken & burger
milik pihak franchisee akan diturunkan atau seperti apa kesepakatannya.
Kemudian pihak franchisee memutuskan untuk menutup resto d’BestO
chicken & burger dan memilih untuk mengganti dengan resto pilihan pihak
franchisee. Dan akhirnya keputusan itu disepakati antara pihak d’BestO
chicken & burger dan pihak franchisee. Karena proses musyawarah ini
menemukan jalan keluarnya, maka kasus wanprestasi yang dilakukan oleh
pihak franchisee ini tidak sampai menempuh jalur hukum.
Menurut analisis penulis, bahwa berakhirnya perjanjian kerjasama tersebut
sesuai dengan salah satu point sebab-sebabnya berakhir suatu perjanjian
perspekif hukum perdata dan hukum islam. Sebab perjanjian kerjasama itu
berakhir karena pihak franchisee melanggar ketentuan yang sudah ditentukan
oleh pihak d’Besto yaitu pihak franchisee membuka resto lain pada saat
sedang menjalankan kerjasama dengan pihak d’BestO, lalu hasil keputusan
tersebut sesuai dengan hasil musyawarah kesepakatan antara Para Pihak yang
mengadakan perjanjian kerjasama.
B. Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Franchisor Bila Terjadi Wanprestasi
yang Dilakukan Oleh Pihiak Franchisee Dalam Pelaksanaan Bisnis
Perjanjian d’BestO Chicken & Burger
Di Indonesia saat ini bentuk perlindungan hukum bagi para pihak dalam
perjanjian waralaba tidak diatur secara khusus dalam suatu Peraturan Perundang-
Undangan, melainkan ditentukan di dalam perjanjian yang dibuat oleh pihak
69
franchisor dan selanjutnya disepakati oleh pihak franchisee. Perjanjian d’BestO
chicken & burger dilakukan sesuai dengan kesepakatan Para Pihak di dalam
perjanjian tersebut, dan perjanjian itu sesuai dengan Pasal 1320 KUH Perdata
terkait syarat sahnya suatu perjanjian.
Berlakunya Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba
(yang diganti menjadi Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007) dan Peraturan
Menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba mewajibkan pihak-pihak
yang terlibat dalam sistem bisnis waralaba melakukan perjanjian waralaba.16
Perjanjian waralaba merupakan salah satu aspek perlindungan hukum
kepada para pihak yang telah melakukan suatu perjanjian dari suatu perbuatan
yang merugikan bagi pihak lain. Hal ini dikarenakan perjanjian waralaba dapat
menjadi dasar hukum yang kuat bagi para pihak karena perjanjian waralaba
tersebut dibuat secara tertulis serta memperhatikan hukum Indonesia. Perjanjian
waralaba tersebut berisi tentang ketentuan yang memuat suatu hak dan kewajiban
bagi para pihak dalam melakukan kerjasama pada bisnis waralaba. Hak dan
kewajiban tersebut harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh para pihak yang membuat
perjanjian. Jika salah satu pihak melanggar isi dari perjanjian waralaba tersebut,
maka pihak yang dirugikan dapat menuntut pihak yang melanggar sesuai hukum
yang berlaku. Karena pihak yang dirugikan oleh pihak yang tidak beritikad baik
wajib mendapatkan perlindungan hukum.
Di dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger, apabila pihak
franchisee melakukan wanprestasi maka pihak d’Besto selaku franchisor akan
memeriksa tingkat kesalahan yang dilakukan oleh pihak franchisee dengan
memberikan peringatan kepada pihak franchisee. Jika telah mencapai SP 3
selanjutnya pihak franchisor akan melakukan musyawarah atau perundingan final
dan jika tetap tidak ada titik terang maka tindakan yang dilakukan oleh pihak
franchisor adalah dengan cara pemutusan hubungan kerjasama dengan menarik
izin penggunaan merek d’BestO chicken & burger terhadap pihak franchisee
tersebut.
16Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, (Bogor: Gahlia Indonesia, 2008), h., 80.
70
C. Pola Penyelesaian Sengketa Bila Terjadi Wanprestasi yang Dilakukan Pihak
Franchisee Dalam Pelaksanaan Bisnis d’BestO Chicken & Burger
Pada sistem waralaba d’BestO chicken & burger, jika menggunakan sistem
kemitraan atau titip kelola maka kerjasamanya berlangsung selama 5 (lima) tahun,
kemudian dapat diperpanjang dengan membuat perjanjian baru tanpa penambahan
modal. Sedangkan pada sistem bisnis swakelola perjanjian kerjasamanya
berlangsung selama 4 (empat) tahun dan berlaku sejak hari dan tanggal perjanjian
kerjasama tersebut ditanda-tangani oleh para pihak. Untuk proses perpanjangan
perjanjian akan diperiksa terlebih dahulu oleh pihak franchisor. Tetapi didalam
perjanjian tersebut tidak menutup kemungkinan sebelum empat (4) tahun
perjanjian dihentikan jika terjadi pelanggaran berat yang dilakukan oleh pihak
franchisee.
Di dalam bisnis waralaba terdapat beberapa masalah yang sering timbul di
dalam perjanjian, yaitu:
1. Pihak franchisee tidak memenuhi prestasi sama sekali.
2. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya.
3. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu.
4. Pihak franchisee memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang di
dalam perjanjian.
Terdapat dua cara penyelesaian sengketa didalam suatu bisnis, yaitu
penyelesaian sengketa di pengadilan (litigasi) dan penyelesaian sengketa diluar
pengadilan (non litigasi). Cara menyelesaikan sengketa secara non litigasi melalui
arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa dibagi menjadi lima cara, yaitu: 17
17 Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
71
1. Konsultasi
Konsultasi adalah penyelesaian sengketa yang bersifat personal
antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan
pihak konsultan. Konsultan memberikan pendapatnya kepada klien.18
2. Negoisasi
Dari ketentuan Pasal 6 ayat Undang-Undang No. 30 Tahun 1999,
rumusan tentang negoisasi pada prinsipnya adalah memberikan
kepada pihak-pihak terkait alternatif untuk menyelesaikan sendiri
masalah yang timbul di antara mereka secara kesepakatan di mana
hasil dari kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk tertulis
sebagau komitmen antara kedua belah pihak.19
3. Mediasi
Mediasi merupakan suatu proses damai di mana para pihak yang
bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator
untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang
terlalu besar, tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh para
pihak yang bersengketa secara sukarela.20
4. Konsiliasi
Konsiliasi adalah penyelesaian melalui musyawarah yang ditengahi
oleh seorang konsiliator yang sudah memenuhi syarat-syarat
konsiliator yang ditetapkan oleh menteri. Jika dalam proses konsiliasi
tidak terjadi suatu kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan suatu
anjuran, dan para pihak dapat menerima atau menolak anjuran yang
diberikan.21
18 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h., 86.
19 Sophia Maru Hutagalung, Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h., 303.
20 H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska & BANI, 2002), h., 34.
21 Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan(KDT), Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan Masalah Hukum, (Jakarta: YLBHI, 2007), h., 201.
72
5. Pendapat para ahli
Pendapat para ahli adalah konsultasi dalam bentuk opini atau
pendapat hukum atas permintaan dari para pihak yang bersengketa.22
Di dalam suatu perjanjian terkadang muncul suatu sengketa yang harus
dicarikan pola penyelesaian sengketanya. Pada bisnis swakelola d’BestO chicken
& burger sesuai dengan isi Perjanjian Kerjasama tersebut dalam Pasal 15 huruf b
tentang Sengketa, bahwa apabila terjadi perbedaan pendapat dan/atau perselisihan
yang timbul sebagai akibat dari tidak terpenuhinya ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam perjanjian kerjasama ini atau dalam pelaksanaannya, pada
dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, namun apabila
dengan jalan musyawarah dan mufakat tidak dapat diselesaikan, maka segala
akibatnya serta pelaksanaannya Para Pihak bersepakat untuk memilih dan
menyelesaikan sengketanya pada domisili hukum yang tetap dan seumumnya di
Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.23
22 Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), h., 95.
23 Surat Perjanjian Waralaba d’BestO
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis teliti, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Bentuk perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger merupakan
bentuk perjanjian tertulis antara pihak d’Besto dan pihak
franchisee. Perjanjian d’BestO termaksuk kedalam jenis perjanjian
tidak bernama atau perjanjian innominaat. D’BestO chicken &
burger yang terletak di Jl. M. Kahfi I Gg. Pembangunan No. 55,
Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan menggunakan sistem bisnis
dengan bentuk swakelola yaitu pihak swakelola (franchisee) yang
akan mengelola manajemen dan kegiatan sehari-hari dari restonya,
tetapi tetap di bawah pengawasan dan kontrol dari pihak d’BestO
dan juga pihak franchisee menggunakan bahan baku dari pihak
d’BestO.
2. Perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger bila dilihat dari
pelaksanaannya sudah sesuai dan tidak bertentangan dengan syarat
sahnya suatu perjanjian yang terdapat di dalam Pasal 1320 KUH
Perdata dan d’BestO sudah menerapkan asas-asas yang terdapat di
dalam hukum perjanjian. Format usaha yang dilakukan d’BestO
chicken & burger bila dilihat dari pelaksanaannya merupakan
bentuk kerjasama yang terdapat di dalam hukum bisnis Syariah,
yaitu bentuk kerjasama Syirkah. Dan jenis syirkah yang diterapkan
dalam kerjasama tersebut adalah jenis syirkah inan dan jenis
syirkah abdan.
3. Bentuk perlindungan hukum terhadap pihak d’Besto selaku
franchisor jika pihak franchisee melakukan wanprestasi adalah
dengan pemutusan hubungan kerjasama dengan menarik izin
penggunaan merek d’BestO chicken & burger. Pola penyelesaian
73
74
sengketa jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
franchisee yaitu melalui musyawarah kekeluargaan, kemudian jika
tidak tercapainya suatu mufakat maka akan dilanjutkan ke jalur
hukum. Jalur hukum yang sudah disepakati diantara Para Pihak
dalam perjanjian kerjasama d’BestO chicken & burger adalah
dengan jalur litigasi di Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan.
B. Saran
1. D’BestO Chicken & Burger lebih meningkatkan promosinya di
media internet dan di media televisi agar semakin bertambah pihak
yang ingin berbisnis dengan menggunakan sistem swakelola
d’BestO dan agar semakin banyak cabang d’BestO di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdurrasyid, Priyatna, “Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa”, Jakarta:
PT Fikahati Aneska & BANI, 2002.
Antonio, Muhammad Syafi’I, “Bank Syari’ah Teori dan Praktek”, Jakarta: Gema
Insani Press dengan Tazkia Cendikia, 2001.
Ashsofa, Burhan, “Metode Penelitian Hukum”, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Badrulzaman, Mariam Darus dkk, “Kompilasi Hukum Perikatan”, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001.
Dayanto, S.H., M.H., “Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia”,
Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Devita, Irma, “Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Akad
Syariah”, Bandung: Kaifa PT Mizan Pustaka, 2011.
Dewi, Gemala dkk, “Hukum Perikatan Islam Di Indonesia”, Depok:
Prenadamedia, 2005, Edisi Pertama.
Djamil, Faturrahman, “Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di Lembaga
Keuangan Syariah”, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, Cet.2.
Hadi, Sutrisno, “Metodologi Research”, Yogyakarta: Andi Offset, 2000.
Hakim, Lukman, “Info Lengkap Waralaba”, Yogyakarta: Media Pressindo, 2008.
Harun, “Fiqih Muamalah”, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017.
Hasbiyallah, “Sudah Syar’ikah Muamalahmu?, Panduan Memahami Seluk-Beluk
Fiqih Muamalah”, Yogyakarta: Salma Idea, Cetakan Pertama, 2014.
Hutagalung, Sophia Maru, “Praktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa”, Jakarta: Sinar Grafika, 2012.
75
76
Ismail, “Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer”, Bogor: Ghalia Indonesia,
2012.
Jamilah, Fitrotin, “Strategi Penyelesaian Sengketa Bisnis”, Yogyakarta: MedPress
Digital, 2014.
Maerisa, Eka Astri, “Membuat Surat-Surat Bisnis dan Perjanjian”, Jakarta:
Visimedia, 2013.
Marzuki, Peter Mahmud, “Penelitian Hukum”, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Mertokusumo, Sudikno, “Rangkuman Kuliah Hukum Perdata”, Yogyakarta:
Fakultas Pascasarjana Universitas Gajah Mada.
Muchsin, “Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia”,
Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Sebelas Maret, 2003.
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan(KDT), “Panduan Bantuan
Hukum Di Indonesia: Pedoman Anda Memahami dan Menyelesaikan
Masalah Hukum”, Jakarta: YLBHI, 2007.
P. N. H Simanjuntak, “Hukum Perdata Indonesia”, Jakarta: Kencana, Edisi
Pertama, 2015, h.292.
Prof. Dr. Sudarmiatin, M. Si, “Praktik Bisnis Waralaba (Franchise) di Indonesia”,
Peluang Usaha dan Investas, April, 2011.
Prof. Dr. sugianto, “Memahami Penelitian Kualitatif”, Bandung: Alfabeta, 2012.
Prodjodikoro, Wirjono, ”Asas-asas Hukum Perdata”, Bandung: Sumur, 1992.
Rahardjo, Satjipto, “Ilmu Hukum”, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000.
S. Nasution, “Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif”, Bandung: Tarsito, 1992.
Salim H.S., “Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia”, Jakarta:
Sinar Grafika, 2003.
Salim H.S, “Perkembangan Hukum Kontrak di Indonesia” Jakarta: PT Sinar
Grafika, 2005.
Salim H.S., “Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyususnan Kontrak”, Jakarta:
Sinar Grafika, 2006, Cet.3.
77
Salim H.S, “Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW)”, Jakarta: Sinar Grafika,
2009.
Shalihah, Maratun, “Konsep Syirkah Dalam Waralaba”, Jurnal Ahkam Vol. XII
No.2 Desember, 2016.
Sjahdeini, Sutan Remy, “Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang
bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia”, Jakarta:
Institut Bankir Indonesia, 1993.
Soemitro, Ronny Hanitijo, “Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri”,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Sutedi,Adrian, “Hukum Waralaba”, Bogor: Gahlia Indonesia, 2008.
Supardi, “Metodologi Penelitian”, Mataram: Yayasan Cerdas Press, 2006. Thayyar, Abdullah bin Muhammad, dkk, “Ensklopedi Fiqih Muamalah”,
Yogyakarta: Maktabah Al Hanif, 2004. Tim Redaksi FOKUSMEDIA, “Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah”, Bandung:
FOKUSMEDIA, 2008.
Tjitrosoedibio, Subekti, “Kamus Hukum”, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996.
Tunggal, Iman Sjahputra, “Franchising: Konsep dan Kasus”, Jakarta: Harvarindo,
2005.
Widjaja, Gunawan, “Seri Hukum Bisnis Alternatif Penyelesaian Sengketa”,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
SKRIPSI DAN JURNAL
Aldy, Muhammad Taufiq, “Analisis Hukum Pelaksanaan Perjanjian Franchise
Sate Taichan Khas Senayan Menurut Hukum Perdata”. Skripsi S1,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2018.
Firdawati, Linda, “Perjanjian Waralaba Menurut Hukum Islam”, Jurnal ASAS,
Vol. 3, No. 1, Januari,2011.
H. Syahrani, “Bisnis Waralaba Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Bisnis
Syariah”, AT-TARADHI Jurnal Studi Ekonomi, Vol. 3, No. 2, Desember
2012.
78
Handayani, Gusti Ayu Mirah dkk., “Pelaksanaan Perjanjian Waralaba (Franchise)
Kuch2hotahu Di Denpasar, Jurnal Kertha Semaya, Vol.05, No.02 April
2017.
Kogin, Kevin, “Aspek Hukum Kontrak Waralaba pada Kegiatan Usaha Jasa
Makanan dan Minuman”, Jurnal Ilmiah Vol.2 No.2 2013.
Lannemey,” Akibat Hukum Pemutusan Perjanjian Franchise Secara Sepihak Oleh
Franchisor Sebelum Berakhirnya Kontrak”, Vol.III, No.1, Januari-Maret
2015.
Nasution, Khairul Fikri, “Perjanjian Franchise Terhadap Restoran Makanan Studi
Di Restoran JM Bariani Medan”. Skripsi S1, Universitas Sumatera Utara,
2018.
Putu Prasmita Sari dan I Gusti Ngurah Parwata, “Perlindungan Hukum Para Pihak
Dalam Perjanjian Bisnis Franchise”, Jurnal Kertha Semaya, Vol.1 No. 05,
2016.
Prasetyo, Budi, “Perspektif Hukum Islam Terhadap Bisnis Waralaba
(Franchise)”, Jurnal Hukum dan Dinamika Masyarakat Vol.4, No.2, April,
2007.
Suryati dkk, “Akibat Hukum terhadap Wanprestasi dalam Perjanjian Waralaba
Lapis Legit Spesial Nyidam Sari”, Jurnal Cakrawala Hukum, Vol. 16 No.
42, 2014.
Utami, Annisa Dyah, “Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba
Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”. Skripsi S-1, Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Waluyo, Bambang, “Penelitian Hukum Dalam Praktek”, Jakarta: Sinar Grafika, 2002.
PERATURAN-PERATURAN
Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2006 tentang
Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba.
79
Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 tentang
Penyelenggaraan Waralaba.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2007 tentang
Waralaba.
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
INTERNET
Media Profile Majalah Info Franchise Indonesia, Majalah Franchise Indonesia,
diakses
dari http://www.majalahfranchise.com/res/fiona/drive/uploads/Company%
20Profile%20Majalah%20Franchise.pdf/ , pada tanggal 09 Desember 2018
pukul 16.52 WIB.
Majalah Franchise Indonesia, diakses dari https://www.majalahfranchise.com/,
pada tanggal 02 Desember 2018 pukul 11.00 WIB.
Tentang D’Besto, diakses dari http://www.dbesto.co.id/about/1 , pada tanggal 02
Januari 2019 pukul 09.22 WIB.
WAWANCARA
Hasil Wawancara dengan Ibu Anggita selaku Human Capital Management
(HCM) d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken &
burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa,
Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
Hasil Wawancara dengan Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO
chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi
I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14
Agustus 2019.
PERJANJIAN
Surat Perjanjian Waralaba d’BestO Pasal 15 Tentang Sengketa.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Pedeoman Wawancara
1. Bagaimana cara bergabung dengan bisnis swakelola d’BestO chicken
& burger? dan apa saja ketentuannya?
Prosedurnya menghubungi kami (tim Business Development)
dengan membawa calon lokasi, setiap pengajuan swakelola harus
menyertakan calon lokasi yg selanjutnya akan dianalisa oleh tim
survey apakah sesuai dengan kriteria dBestO atau tidak1
2. Bagaimana bentuk perjanjian bisnis swakelola d’BestO chicken &
burger?
Perjanjian kerjasama syariah, bagi hasil. 2
3. Bagaimana sistem bisnis waralaba di d’BestO chicken & burger?
Sistem Bisnis di Waralaba d’BestO Chicken & Burger memiliki
dua pilihan, yaitu: 3
a. Kemitraan / Mitra Kelola
Pada jenis kemitraan ini, pihak franchisee menitipkan uang
kepada pihak franchisor (pihak d’BestO). Kemudian
manajemen dan pengelolaannya dilakukan sepenuhnya oleh
pihak kantor pusat d’BestO selaku franchisor.
b. Swakelola
Sistem bisnis swakelola adalah pihak swakelola akan
mengelola manajemen dan day to day activity dari restonya di
1 Hasil Wawancara dengan Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
2 Hasil Wawancara dengan Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
3 Hasil Wawancara dengan Ibu Anggita selaku HCM/HRD d’BestO chicken & burger, di Kantor Pusat d’BestO chicken & burger, Jl. M. Kahfi I, Gg. Pembangunan No. 55, Cipedak Jagakarsa, Jakarta Selatan, 14 Agustus 2019.
80
81
bawah pengawasan dan kontrol dBestO dengan menggunakan
bahan baku dari d’BestO.1 Dan pada saat ini d’BestO
menerapkan sistem bisnis swakelola
4. Bagaimana sistem bagi hasil yang dilakukan di d’BestO chicken
burger?
Sistem bagi hasil yang dilakukan pada sistem bisnis kemitraan
yaitu:2
a. Pihak franchisor berhak mendapatkan sebesar 40% (empat
puluh persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
b. Pihak franchisee berhak mendapatkan sebesar 60% dari nilai
total keuntungan yang diperoleh.
Sistem bagi hasil yang dilakukan pada sistem bisnis swakelola
yaitu:
a. Pihak franchisor berhak mendapatkan sebesar 20% (dua puluh
persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
b. Pihak franchisee berhak mendapatkan sebesar 80% (delapan
puluh persen) dari nilai total keuntungan yang diperoleh.
5. Apa saja hak dan kewajiban para pihak di dalam perjanjian waralaba
d’BestO chicken & burger?
a. Selama perjanjian kerjasama berlangsung, Pihak Pertama selaku
pemilik dan pengelola usaha d’BestO Chicken & Burger
berkewajiban untuk:
1) Menyediakan desain dan tata ruang, menentukan standar
perlengkapan d’BestO Chicken & Burger seperti meja, kursi,
peralatan penyimpanan bahan, peralatan perawatan, seragam
1 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
2 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Ibu Anggita selaku HCM/HRD d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
82
karyawan, brosur, alat promosi kwitansi dan perlengkapan
lainnya sesuai Standar Oprasional Pihak Pertama.
2) Memberikan pelatihan awal pada karyawan resto yang telah
disiapkan pihak kedua untuk melaksanakan usaha d’BestO
Chicken & Burger.
3) Menyelenggarakan program pelatihan (training) untuk para
karyawan secara berkala dan berkesinambungan.
b. Para Pihak sepakat bahwa Pihak Pertama berhak untuk mengubah
dan menyesuaikan sistem manajemen dan marketing, termaksud
menentukan pemakaian nama dagang, tanda atau atribut dagang,
tanda pelayanan baru, identitas baru, inovasi, produk, dan menu
baru yang dilakukan dengan itikad baik demi perbaikan usaha
bersama Para Pihak, dengan melakukan pemberitahuan terlebih
dahulu kepada Pihak Kedua selambat-lambatnya tiga puluh hari
sebelum perubahan dilakukan.
c. Para Pihak sepakat bahwa Pihak Kedua berhak sepenuhnya atas
pengelolaan keuangan resto yang meliputi dari pencatatan omset
harian sampai dengan penghitungan keuntungan yang diperoleh
dari selisih total penjualan setelah dikurangi bahan baku, biaya
karyawan dan seluruh biaya operasional lainnya, setiap bulannya.
d. Pihak Pertama berhak untuk memeriksa catatan atau pembukuan
yang berkaitan dengan penjualan (omset) harian atau bulanan di
lokasi usaha d’BestO Chicken & Burger.
e. Pihak Pertama berhak secara berkala mengawasi tentang Standart
Operasional Procedure (SOP) pengelolaan bahan, penyajian menu,
standar pelayanan dan kebersihan resto.3
3 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
83
6. Bagaimana jika terjadi pelanggaran di salah satu cabang?
Pihak d’BestO akan mereview tingkat kesalahan, dimulai
dengan memberikan peringatan kepada pihak swakelola selaku
franchisee.4
7. Apakah pernah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh pihak
franchisee di dalam pelaksanaan perjanjian waralaba d’BestO
chicken & burger? jika pernah, jenis wanprestasi seperti apa yang
dilakukan?
Pernah, ada beberapa kasus yang pernah terjadi. Salah
satunya adalah tidak terjaganya SOP oleh pihak swakelola
(franchisee) sehingga menyebabkan complain dari pelanggan
d’BestO.5
Pihak franchisee pernah ada yang melakukan wanpresatsi
seperti menjual produk lain yang tidak diperbolehkan didalam
perjanjian d’BestO chicken & burger. Dan terdapat wanprestasi
yang dilakukan pihak franchisee seperti pihak franchisee
membuka resto selain d’BestO dan itu tidak diperbolehkan
diperjanjian d’BestO.6
8. Kapan perjanjian swakelola d’BestO chicken & burger berakhir
dan bagaimana cara memperbarui perjanjian d’BestO chicken &
burger yang sudah berakhir?
Perjanjian swakelola d’BestO chicken & burger berakhir
setiap empat tahun sekali, dan akan di review untuk
4 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
5 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
6 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Ibu Anggita selaku HCM/HRD d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
84
perpanjangannya, tetapi tidak menutup kemungkinan sebelum
empat tahun perjanjian dihentikan jika terjadi pelanggaran berat.7
9. Bentuk perlindungan hukum seperti apa yang didapat pihak
franchisor jika pihak franchisee melakukan wanprestasi di dalam
perjanjian tersebut?
Pemutusan hubungan kerjasama dengan menarik izin
penggunaan merek d’BestO chicken & burger.8
10. Bagaimana proses penyelesaian sengketa bisnis yang dilakukan
pihak franchisor jika pihak franchisee melakukan wanprestasi?
Melalui musyawarah kekeluargaan, kemudian jika tidak
tercapai suatu mufakat maka akan dilanjutkan ke jalur hukum.9
Terwawancara Pewawancara
Bapak Yudhi
Ibu Anggita Salma Nadiyah
7 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
8 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
9 Hasil Wawancara Pribadi Bersama Bapak Yudi selaku Business Development d’BestO Chicken & Burger, 14 Agustus 2019
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2007
TENTANG
WARALABA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : bahwa untuk lebih meningkatkan tertib usaha dengan cara
Waralaba serta meningkatkan kesempatan usaha nasional, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Waralaba;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijke Wetboek, Staatblads 1847 Nomor 23);
3. Undang-Undang Penyaluran Perusahaan 1934 (Bedrijfs Reglementerings Ordonantie 1934, Staatblads 1938 Nomor 86);
4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3611);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG WARALABA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan dengan :
1. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
2. Pemberi . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
2. Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba.
3. Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba.
4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang perdagangan.
Pasal 2
Waralaba dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia.
BAB II KRITERIA
Pasal 3
Waralaba harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. memiliki ciri khas usaha;
b. terbukti sudah memberikan keuntungan;
c. memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;
d. mudah diajarkan dan diaplikasikan;
e. adanya dukungan yang berkesinambungan; dan
f. Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.
BAB III PERJANJIAN WARALABA
Pasal 4
(1) Waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia.
(2) Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis dalam bahasa asing, perjanjian tersebut harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Pasal 5 . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Pasal 5
Perjanjian Waralaba memuat klausula paling sedikit :
a. nama dan alamat para pihak;
b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;
c. kegiatan usaha;
d. hak dan kewajiban para pihak;
e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;
f. wilayah usaha;
g. jangka waktu perjanjian;
h. tata cara pembayaran imbalan;
i. kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;
j. penyelesaian sengketa; dan
k. tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.
Pasal 6
(1) Perjanjian Waralaba dapat memuat klausula pemberian hak bagi Penerima Waralaba untuk menunjuk Penerima Waralaba lain.
(2) Penerima Waralaba yang diberi hak untuk menunjuk Penerima Waralaba lain, harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba.
BAB IV KEWAJIBAN PEMBERI WARALABA
Pasal 7
(1) Pemberi Waralaba harus memberikan prospektus penawaran Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat melakukan penawaran.
(2) Prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit mengenai :
a. data identitas Pemberi Waralaba; b. legalitas usaha Pemberi Waralaba;
c. sejarah . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 4 -
c. sejarah kegiatan usahanya; d. struktur organisasi Pemberi Waralaba; e. laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir; f. jumlah tempat usaha; g. daftar Penerima Waralaba; dan h. hak dan kewajiban Pemberi Waralaba dan Penerima
Waralaba.
Pasal 8
Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan.
Pasal 9
(1) Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba.
(2) Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba.
BAB V PENDAFTARAN
Pasal 10
(1) Pemberi Waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran Waralaba sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba.
(2) Pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa.
Pasal 11 . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 5 -
Pasal 11
(1) Penerima Waralaba wajib mendaftarkan perjanjian Waralaba.
(2) Pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa.
Pasal 12
(1) Permohonan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diajukan dengan melampirkan dokumen :
a. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan b. fotokopi legalitas usaha.
(2) Permohonan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 diajukan dengan melampirkan dokumen:
a. fotokopi legalitas usaha; b. fotokopi perjanjian Waralaba; c. fotokopi prospektus penawaran Waralaba; dan d. fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik/pengurus
perusahaan.
(3) Permohonan pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada Menteri.
(4) Menteri menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba apabila permohonan pendaftaran Waralaba telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
(5) Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(6) Dalam hal perjanjian Waralaba belum berakhir, Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(7) Proses permohonan dan penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba tidak dikenakan biaya.
Pasal 13 . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 6 -
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran Waralaba diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 14
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan Waralaba.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa pemberian :
a. pendidikan dan pelatihan Waralaba;
b. rekomendasi untuk memanfaatkan sarana perpasaran;
c. rekomendasi untuk mengikuti pameran Waralaba baik di dalam negeri dan luar negeri;
d. bantuan konsultasi melalui klinik bisnis;
e. penghargaan kepada Pemberi Waralaba lokal terbaik; dan/atau
f. bantuan perkuatan permodalan.
Pasal 15
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Waralaba.
(2) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB VII . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 7 -
BAB VII SANKSI
Pasal 16
(1) Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal 11.
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. peringatan tertulis; b. denda; dan/atau c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba.
Pasal 17
(1) Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11.
(2) Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal surat peringatan sebelumnya diterbitkan.
Pasal 18
(1) Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau Penerima Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.
(2) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2) huruf c, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga.
BAB VIII . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 8 -
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
(1) Perjanjian Waralaba yang dibuat sebelum ditetapkan Peraturan Pemerintah ini harus didaftarkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
(2) Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 21
Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 tentang Waralaba (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3690) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 22
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 9 - Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 Juli 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA, ttd
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 90
Salinan sesuai dengan aslinya DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
ttd
MUHAMMAD SAPTA MURTI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 42 TAHUN 2007
TENTANG
WARALABA I. UMUM
Dalam rangka meningkatkan pembinaan usaha dengan Waralaba di seluruh Indonesia maka perlu mendorong pengusaha nasional terutama pengusaha kecil dan menengah untuk tumbuh sebagai Pemberi Waralaba nasional yang handal dan mempunyai daya saing di dalam negeri dan luar negeri khususnya dalam rangka memasarkan produk dalam negeri.
Pemerintah memandang perlu mengetahui legalitas dan bonafiditas
usaha Pemberi Waralaba baik dari luar negeri dan dalam negeri guna menciptakan transparansi informasi usaha yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh usaha nasional dalam memasarkan barang dan/atau jasa dengan Waralaba. Disamping itu, Pemerintah dapat memantau dan menyusun data Waralaba baik jumlah maupun jenis usaha yang diwaralabakan. Untuk itu, Pemberi Waralaba sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba, harus menyampaikan prospektus penawaran Waralaba kepada Pemerintah dan calon Penerima Waralaba. Disisi lain, apabila terjadi kesepakatan perjanjian Waralaba, Penerima Waralaba harus menyampaikan perjanjian Waralaba tersebut kepada Pemerintah.
Peraturan Pemerintah ini diharapkan dapat memberikan kepastian
berusaha dan kepastian hukum bagi Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba dalam memasarkan produknya.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1 Cukup jelas.
Pasal 2 Cukup jelas.
Pasal 3 . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 2 -
Pasal 3 Huruf a
Yang dimaksud dengan “ciri khas usaha” adalah suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain sejenis, dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas dimaksud. Misalnya, sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan, atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus dari Pemberi Waralaba.
Huruf b Yang dimaksud dengan “terbukti sudah memberikan keuntungan” adalah menunjuk pada pengalaman Pemberi Waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 (lima) tahun dan telah mempunyai kiat-kiat bisnis untuk mengatasi masalah-masalah dalam perjalanan usahanya, dan ini terbukti dengan masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.
Huruf c Yang dimaksud dengan “standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis” adalah standar secara tertulis supaya Penerima Waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama (Standard Operational Procedure).
Huruf d Yang dimaksud dengan “mudah diajarkan dan diaplikasikan” adalah mudah dilaksanakan sehingga Penerima Waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajemen yang berkesinambungan yang diberikan oleh Pemberi Waralaba.
Huruf e Yang dimaksud dengan “dukungan yang berkesinambungan” adalah dukungan dari Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba secara terus menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi.
Huruf f Yang dimaksud dengan “Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar” adalah Hak Kekayaan Intelektual yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah didaftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.
Pasal 4 . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 3 -
Pasal 4
Cukup jelas. Pasal 5
Cukup jelas. Pasal 6
Cukup jelas. Pasal 7
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Yang dimaksud dengan “data identitas” adalah fotokopi Kartu Tanda Penduduk pemilik usaha apabila perseorangan, dan fotokopi Kartu Tanda Penduduk para pemegang saham, komisaris, dan direksi apabila berupa badan usaha.
Huruf b Yang dimaksud dengan “legalitas usaha” adalah izin usaha teknis seperti Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Izin Tetap Usaha Pariwisata, Surat Izin Pendirian Satuan Pendidikan.
Huruf c Yang dimaksud dengan “sejarah kegiatan usahanya” adalah uraian yang mencakup antara lain mengenai pendirian usaha, kegiatan usaha, dan pengembangan usaha.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f Yang dimaksud dengan “tempat usaha” adalah outlet atau gerai
untuk melaksanakan kegiatan usaha.
Huruf g Yang dimaksud dengan “daftar Penerima Waralaba” adalah nama-nama perusahaan dan/atau perseorangan sebagai Penerima Waralaba.
Huruf h . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 4 - Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 8 Pembinaan yang diberikan Pemberi Waralaba dilaksanakan secara berkesinambungan, termasuk melakukan pengendalian mutu dan evaluasi terhadap bisnis yang dilakukan oleh Penerima Waralaba.
Pasal 9
Ketentuan ini dimaksudkan dalam rangka meningkatkan penggunaan produk dalam negeri dan tidak menggunakan produk luar negeri sepanjang tersedia produk pengganti dalam negeri dan memenuhi standar mutu produk yang dibutuhkan.
Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12 Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas. Pasal 14
Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b Cukup jelas.
Huruf c Cukup jelas.
Huruf d Cukup jelas.
Huruf e Cukup jelas.
Huruf f . . .
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
- 5 - Huruf f
Yang dimaksud dengan “perkuatan permodalan” adalah antara lain kemudahan mendapatkan fasilitas kredit dan mendapatkan bunga rendah.
Pasal 15 Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18
Denda ditetapkan oleh pejabat yang menerbitkan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba atau pejabat yang ditunjuk dan disetor ke Kas Negara menjadi Pendapatan Negara Bukan Pajak. Pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba dilakukan oleh pejabat yang menerbitkan atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 19
Cukup jelas. Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21 Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4742