Aspek Perkembangan Fisik dan Kognitif Anak Usia 2-6 Tahun (Psikologi Perkembangan)
Perkembangan Fisik Dan Kognitif Remaja Awal
-
Upload
chairun-filhayani -
Category
Documents
-
view
143 -
download
8
description
Transcript of Perkembangan Fisik Dan Kognitif Remaja Awal
PERKEMBANGAN FISIK DAN KOGNITIF REMAJA AWAL
REMAJA: SEBUAH TRANSISI PERKEMBANGAN
Dalam sebagian besar masyarakat moderen, bagian transisi antara kanak-
kanak dengan remaja ditandai dengan sebuah proses yang dinamakan masa
remaja (adolescence). Masa remaja merupakan sebuah transisi perkembangan
yang meliputi peubahan fisik, kognitif, emosional, dan sosial yang dapat berbeda-
beda sesuai dengan lingkungan sosial, budaya, dan ekonomi individu.
Permulaan perubahan fisik pada remaja yaitu pubertas, sebagai proses
yang akan menuju kepada pendewasaan secara seksual (reproduksi). Secara
tradisional, proses pubertas dan masa remaja berada pada usia 13 tahun, namun
belakangan para dokter menemukan menemukan bahwa perubahan terjadi
sebelum anak berusia 10 tahun.
Masa Remaja sebagai Konstruksi Sosial
Saat ini masa remaja telah menjadi fenomena yang global, meskipun
konteksnya akan berbeda tergantung pada budaya dan lingkungannya. Dalam
sebagian besar wilayah di dunia, proses pada masa remaja berjalan lebih lama
dibandingkan sebelumnya. Pubertas berlangsung lebih awal dibanding dengan
waktu yang seharusnya. Remaja lebih banyak menghabiskan waktu untuk
dunianya sendiri, sehingga hal ini menjadi pembeda tahapan antara remaja dengan
dewasa (Larson & Wilson, 2004).
Masa Remaja: Masa Mencari Kesempatan dan Risiko
Masa remaja menawarkan kesempatan untuk tumbuh tidak hanya dari segi
fisik, namun juga dari segi kognitif dan kompetensi sosial berupa otonomi, self-
esteem, dan kedekatan. Anak muda yang memiliki hubungan baik dengan orang
tua, sekolah, dan komunitasnya cenderung membangun pola hidup yang positif
dan sehat (Youngblade et al., 2007). Sebuah survei nasional terhadap 14.000
siswa sekolah menengah menyatakan tren yang mendorong. Sejak era 1990an,
siswa berusaha mencegah konsumsi alkohol, tembakau, atau marijuana;
mengendarai mobil tanpa mengenakan sabuk pengaman atau mengendarai tidak
1
dalam keadaan mabuk; membawa senjata; melakukan hubungan seks bebas; atau
percobaan bunuh diri (CDC, 2006d; Eaton et al., 2008). Pencegahan perilaku
berisiko tersebut meningkatkan kesempatan bagi anak muda untuk memiliki
kondisi fisik dan mental yang sehat.
PERKEMBANGAN FISIK
PUBERTAS
Perubahan biologis dari pubertas, dimana hal ini mengisyaratkan
berakhirnya masa kanak-kanak, meliputi perkembangan yang pesat dari segi
tinggi dan berat badan, perubahan proporsi dan bentuk tubuh, serta pencapaian
pematangan seks. Proses ini berlangsung lama dan kompleks.
Bagaimana Pubertas Berawal: Perubahan Hormonal
Pubertas meliputi dua hormon, yaitu adrenarche (pematangan kelenjar
adrenal), yang akan diikuti oleh pematangan hormon gonadarce (pematangan
organ seks).
Dalam rentang usia tujuh hingga delapan tahun (Susman & Rogol, 2004),
kelenjar adrenal terletak di atas ginjal, yang mensekresikan peningkatan hormon
androgen yaitu dehydroepiandrosterone (DHEA). DHEA berperan dalam
pertumbuhan rambut pubis, ketiak, dan rambut pada bagian wajah. Selain itu,
pada masa remaja juga terjadi aktivitas hormon. Perempuan memiliki persentase
yang lebih besar dalam pertumbuhan lemak. Sebuah studi menyarankan bahwa
akumulasi dari leptin, yaitu hormon yang berada di dalam jaringan yang berperan
dalam obesitas, yang akan menstimulasi hipotalamus, yang akan meningkatkan
sekresi hormon (Chehab, Mounzih, Lu & Lim, 1997; Susman & rogol, 2004).
Waktu, Gejala-gejala, dan Tahapan Pubertas serta Kematangan
Seksual
Perubahan terjadi di masa kini, yaitu masa pubertas anak perempuan
terjadi pada usia 8 tahun, sedangkan anak laki-laki berada pada usia 9 tahun
(Susman & Rogol, 2004). Namun para dokter telah menemukan bahwa
pertumbuhan payudara pada anak perempuan lebih cepat, bahkan sebelum ulang
2
tahun mereka yang ke delapan (Slyper, 2006). Proses pubertas biasanya terjadi
selama tiga hingga empat tahun.
a. Karakteristik Seksual Primer dan Sekunder
Karakteristik seks primer merupakan organ-organ tubuh yang penting
dalam reproduksi. Pada wanita, organ seks berupa ovarium, tuba fallopi, uterus,
klitoris, dan vagina. Sedangkan pada pria, meliputi testis, penis, skrotum, vesikula
seminalis, dan kelenjar prostat. Selama pubertas, organ-organ ini mengalami
pematangan.
Karakteristik seks sekunder merupakan tanda psikologis dari pendewasaan
yang tidak selalu meliputi organ seks. Contohnya, perubahan suara pada laki-laki
dan perempuan, serta pertumbuhan rambut di berbagai bagian tubuh.
b. Tanda-tanda Pubertas
Tanda eksternal pertama yang terlihat merupakan jaringan payudara dan
rambut pubis pada perempuan, serta pelebaran testis pada laki-laki (Susman &
Rogol, 2004). Rambut pubis pada awalnya berbentuk lurus dan halus. Lama
kelamaan akan menjadi lebih keriting dan berwarna gelap. Hal ini terjadi pada
pertumbuhan laki-laki dan perempuan. aselain itu, perubahan suara juga terjadi
pada masa pubertas. Kulit menjadi lebih berminyak dan kasar.
c. Pertumbuhan Pesat Remaja
Pada masa puber terjadi peningkatan tinggi, berat, otot, dan tulang tubuh
secara pesat. Hal ini berlangsung antara usia 91/2 tahun hingga 141/2 tahun pada
perempuan, dan antara usia 101/2 tahun hingga 16 tahun pada laki-laki.
Pertumbuhan perempuan biasanya lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Anak perempuan antara usia 11 tahun dan 13 tahun akan menjadi lebih tinggi,
lebih berat, serta lebih kuat dari anak laki-laki. Laki-laki dan perempuan tumbuh
secara berbeda, tidak hanya pada tingkatan pertumbuhan namun juga dalam
bentuk tubuh.
d. Tanda-tanda Kematang Seksual: Produksi Sperma dan Menstruasi
Pematangan organ reproduksi menjadikan terjadinya proses menstruasi
pada perempuan, serta produksi sperma pada laki-laki. Tanda utama dalam
kematangan seksual pada laki-laki adalah prdouksi sperma, dimana terjadi
3
ejakulasi pertama yang terjadi pada usia 13 tahun. Mereka akan mengalami
sebuah mimpi yang disebut dengan mimpi basah.
Sedangkan pada perempuan, tanda utama kematangannya berupa
menstruasi. Biasanya anak perempuan akan mengalami menstruasi pada usia 14
tahun sebelum tahun 1900, sedangkan saat ini terjadi lebih cepat yaitu dalam
rentang usia 121/2 tahun.
e. Pengaruh dan Dampak dari Pubertas
Anak yang lebih sehat biasanya akan memiliki masa remaja yang lebih
cepat dan tumbuh besar (Slyper, 2006). Kombinasi dari genetik, fisik, emosiona,
dan pengaruh kontekstual meliputi SES, racun lingkungan, diet, berat badan,
penyakit kronis atau stres akan mempengaruhi waktu menstruasi individu (Belsky
et al., 2007; Graber, Brooks-Gunn, & Warren, 1995).
Penelitian lain menyatakan bahwa periode menstruasi anak perempuan
menyerupai periode menstruasi ibunya, jika pemasukan nutrisi dan makanan yang
dimakan serupa dengan ibu mereka. Konflik keluarga juga berhubungan dengan
menstruasi yang lebih cepat, dimana kehangatan keluarga, hubungan keluarga
yang harmonis, dan adanya orang tua memiliki hubungan dengan menstruasi yang
lebih lambat (Belsky et al., 2007; Mendle et al., 2006).
STRUKTUR OTAK REMAJA
Perubahan pesat pada struktur otak remaja meliputi emosi, penilaian,
organisasi perilaku, dan kontrol diri. Hal ini terjadi antara masa remaja dan
dewasa. Pengambilan risiko merupakan hasil koordinasid ari dua bagian otak: (1)
hubungan sosioemosional yang sensitif terhadap stimulus sosial dan emosional,
seperti pengaruh teman sebaya, (2) hubungan kontrol-kognitif yang
meregulasikan respons terhadap stimulus. Hubungan sosioemosional bekerja lebih
aktif dalam masa pubertas, sedangkan hubungan kontrol-kognitif akan bekerja
lebih aktif di masa dewasa awal.
Proses informasi remaja terhadao emosi berbeda jika dibandingkan dengan
orang dewasa. Dalam sebuah penelitian, peneliti mengamati aktivitas otak remaja
saat mereka mengidentifikasikan emosi yang diperlihatkan dalam bentuk ekspresi
wajah dalam layar komputer. Remaja usia 11 hingga 13 tahun cenderung
4
menggunakan amygdala, yang berperan dalam reaksi emosional dan insting.
Sedangkan remaja usia 14 hingga 17 tahun lebih menunjukkan pola pikir orang
dewasa, menggunakan lobus frontalis yang menangani perencanaan, penalaran,
penilaian, regulasi emosional, dan mengontrol impuls yang masuk.
Untuk memahami ketidakdewasaan dari otak remaja, kita perku meluhat
perubahan struktur dan komposisi dari korteks frontalis. Peningkatan white matter
dari ootak di masa kanak-kanak akan berlanjut di dalam lbus frontalis (ACT for
Youth, 2002; Blakemore & Choudhury, 2006; Kuhn, 2006; NIMH, 2001b).
Pemangkasan dari dendrit yang tidak digunakan selama masa kanak-kanak akan
mengalami pengurangan pada kepadatan gray matter yang akan meningkatkan
efisiensi otak.
KESEHATAN FISIK DAN MENTAL
Banyak remaja, terutama remaja perempuan mengeluhkan sakit pada diri
mereka, seperti pusing, sakit punggung, sakit perut, merasa gugup, keletihan,
merasa kesepian, atau lemah. Permasalahan kesehatan lainnya berakar dari gaya
hidup individu. Pada negara industri, remaja cenderu merasa kurang sehat dan
melaporkan gejala penyakit lainnya (Scheidt et al., 2000). Sedangkan remaja yang
berasal dari keluarga yang berkecukupan hidup lebih sehat dan aktif secara fisik
(Mullan & Currie, 2000).
Aktivitas Fisik
Olahraga, atau kurangnya olahraga akan berdampak pada kesehatan fisik
dan mental remaja. Keuntungan dari olahraga meliputi peningkatan kekuatan,
tulang yang lebih sehat, kontrol berat badan, dan mengurangi rasa cemas.
Olahraga yang lazim dilakukan berlangsung selama 30 menit setiap harinya.
Kebutuhan Tidur dan Permasalahannya
Kurangnya waktu tidur pada remaja telah menjadi wabah saat ini. rata-rata
40 persen remaja (terutama laki-laki) merasa mengantuk sepanjang pagi (Scheidt
et al., 2000). rata-rata remaja yang tidur lebih dari sepuluh jam pada usia 9 tahun
akan memiliki waktu tidur yang kurang dari 8 jam pada usia 16 tahun (Eaton et
al., 2008; Hoban, 2004). Pola tidur yang buruk akan menyebabkan insomnia,
5
sebuah permasalahan yang sering terjadi pada masa kanak-kanak akhir atau
remaja (Hoban, 2004). Kurangnya waktu tidur akan menyebabkan kurangnya
konsentrasi dan penurunan kinerja di sekolah.
Mengapa remaja senang tidur lambat? Mereka memerlukan waktu untuk
mengerjakan tugas, berbicara dengan teman, atau menggunakan internet. Waktu
sekresi hormon melatonin berlangsung ketika otak telah siap untuk istirahat
(tidur). Setelah pubertas, sekresi ini akan menjadi lebih lambat pada malam hari
(Carskadon, Acebo, Richardson, Tate, & Seifer, 1997).
NUTRISI DAN GANGGUAN MAKAN
Gizi yang baik sangat penting untuk mendukung pesatnya pertumbuhan
remaja dan membangun kebiasaan makan yang sehat yang akan berlangsung
sampai dewasa. Sayangnya, remaja AS lebih sedikit makan buah-buahan dan
sayuran dan lebih banyak mengkonsumsi makanan yang tinggi kolesterol, lemak,
kalori dan rendah nutrisi dibandingkan remaja di negara-negara industri lainnya
(American Association jantung et al, 2006;. Vereeken & Maes, 2000).
Pola makan yang buruk misalnya makan-makanan cepat saji, makan
malam yang beku, ngemil, dan model diet yang umum dilakukan di seluruh
kelompok umur. Meskipun salad, sus, dan jus tidaklah menu tertinggi dari banyak
menus fast food di restoran, remaja tetap saja bisa makan di banyak tempat dan
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Masalah terbesarnya bukanlah pada
ketidakmampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, tetapi tentang
banyak hal yang mereka dapatkan bersamanya. Misalnya saja fast food itu terasa
enak karena makanan ini mengandung lemak, gula dan garam didalamnya, tetapi
komposisi ini menambah kalori,inilah yang akan meningkatkan resiko berat badan
berlebihan.
Di seluruh dunia, gizi buruk paling sering terjadi pada populasi ekonomi
tertekan atau terisolasi, tetapi gizi buruk juga bisa terjadi akibat kekhawatiran
dengan citra tubuh dan kontrol berat badan (Vereeken & Maes, 2000). Gangguan
makan, termasuk obesitas, yang paling lazim dalam masyarakat industri, di mana
makanan berlimpah dan daya tarik disamakan dengan kelangsingan, tetapi
6
gangguan ini tampaknya juga meningkat di negara non-Barat (Makino, Tsuboi, &
Dennerstein, 2004).
Obesitas
Remaja dikatakan mengalami obesitas atau overweight bila ia memiliki
berat badan antara 85-95% atau lebih dari BMI (Body Mass Index). BMI adalah
berat badan seseorang dalam kilogram dibagi dengan tingginya dalam meter
persegi, sejak kegemukan tubuh bervariasi dengan umur dan jenis kelamin, persen
dari BMI spesifik dengan gender dan umur.
Remaja AS dua kali lebih besar mengalami masalah kelebihan berat
badan. Sekitar 34 persen dari remaja AS memiliki indeks massa tubuh (BMI) atau
di atas persentil ke-85 untuk usia dan jenis kelamin. Persentase remaja AS dengan
BMI di atas persentil ke-95 lebih dari tiga kali lipat antara tahun 1980 dan 2006,
dari 5 persen menjadi hampir 18 persen (Ogden et al., 2006, 2008).
Obesitas biasanya terjadi pada remaja yang kurang bergerak/berolahraga
dan tidak memiliki pola makan yang sehat dan teratur. Mereka berada pada
peningkatan risiko kolesterol tinggi, hipertensi, dan diabetes (NCHS, 2005).
Mereka cenderung menjadi obeser dewasa dan tunduk pada berbagai risiko fisik,
sosial, dan psikologis (Gortmaker, harus, Perrin, Sobol, & Dietz, 1993).
Mengingat berapa banyak remaja yang kelebihan berat badan saat ini,
proyek-proyek penelitian satu tim yang pada 2035 lebih dari 100.000 kasus
tambahan penyakit jantung akan timbul peningkatan prevalensi kelebihan berat
badan pada pria muda dan setengah baya dan wanita (Bibins-Domingo, Coxson,
Pletcher, lightwood, & Goldman, 2007).
Faktor genetik dan faktor lainnya, seperti pengaturan metabolisme yang
rusak, setidaknya pada anak perempuan, gejala depresi dan memiliki orang tua
obesitas dapat meningkatkan kemungkinan obesitas remaja (Morrison et al, 2005;.
Stice, Presnell, Shaw, & Rohde, 2005) . Namun sebuah penelitian dari 878
California 11 - sampai 15-year-olds mengungkapkan bahwa kurang olahraga
adalah faktor risiko utama untuk kelebihan berat badan pada anak laki-laki dan
perempuan (Patrick et al, 2004.)
7
Remaja-remaja berusaha untuk mengurangi berat badannya dengan
harapan yang tidak realistic.Banyak yang berpandangan bahwa berat badan adalah
pusat dari segala masalahnya dan berharap dengan mengurangi berat badannya itu
masalahnya bisa terselesaikan dan mereka kan menjadi popular , membuat
kelompok, dan lain-lain. Kegagalan dalam hal ini bisa menyebabkan frustasi dan
membatalkan program dietnya. Namun kesuksesan dari program ini juga
dipengaruhi oleh banyak segi. Kesuksesan dalam mengontrol berat badan pada
remaja hampir tergantung pada integrasi dari orang tua.
Bentuk Tubuh dan Gangguan Makan
Beberapa remaja yang bertekad untuk tidak memiliki kelebihan berat
badan dapat mengakibatkan masalah penting dari berat badan itu sendiri. Karena
kenaikan normal dalam lemak tubuh anak perempuan selama masa pubertas,
banyak perempuan, terutama jika mereka maju dalam perkembangan pubertas
menjadi tidak bahagia tentang penampilan mereka yang turut mencerminkan
penekanan budaya pada atribut fisik perempuan (Susman & Rogol, 2004).
Biasanya perempuan cenderung tidak puas dengan perubahan postur tubuh yang
sangat meningkat selama masa remaja tengah, sedangkan anak laki-laki, yang
menjadi lebih berotot menjadi lebih puas dengan tubuh mereka (Feingold &
Mazella, 1998; Rosenblum & Lewis, 1999; Swarr & Richards, 1996).
Kekhawatiran yang berlebihan dengan berat badan dengan kontrol berat
badan dan citra tubuh mungkin mengeluhkan anorexia nervosa atau bulimia
nervosa, yang keduanya melibatkan pola abnormal dari asupan makanan.
Gangguan kronis terjadi di seluruh dunia, terutama pada remaja putri dan
perempuan muda. Namun, tidak cukup belajar telah dilakukan gangguan makan di
kalangan laki-laki dan kelompok etnis kulit putih. Selain itu, gagasan bahwa
gangguan makan adalah hasil dari tekanan budaya untuk menjadi kurus terlalu
sederhana, faktor biologis, termasuk faktor genetik, memainkan peran yang sama
penting (Striegel-Moore & Bulik, 2007). Studi kembar telah menemukan
hubungan antara gangguan makan dan serotonin kimia otak, sebuah varian dari
protein BDNF, yang mempengaruhi asupan makanan, dan estrogen (Klupm &
Culbert, 2007).
8
Secara singkat ada beberapa alasan yang melibatkan remaja dalam aslah
makan adalah :
- Body Images : Umumnya remaja kecewa dengan tubuhnya. Lkai-laki
ingin untuk lebih tinggi sedangkan perempuan ingin untuk
menurunkan berat badannya. Dalam penelitian ini, harga diri dan
dukungan sosial yang rendah, dan tekanan untuk menurunkan berat
badan berhubungan negative dengan body image remaja.
- Pola Asuh : Orang yang mendapatkan pengajaran tentang pola makan
yang sehat serta olahraga dari orang tuanya memiliki pola makan yang
lebih sehat dibandingkan yang tidak mendapatkan pengajaran itu.
- Aktivitas seksual : Perempuan yang aktif dengan pacarnya dan dalam
masa pubertas transisi akan lebih mungkin mrlakukan diet dan terlibat
pola makan yang tidak baik.
- Peran Model dan Media : Perempuan yang termotivasi untuk melihat
figure yang sama jenis kelamin dengannya akan lebih berpengaruh
dibandingkan dengan teman sebayanya dalam hal menurunkan berat
badan. Melihat figure yang memiliki badan yang langsing maka ia
akan merasa kecewa dengan tubunhnya. Penekltian mengatakan,
dengan membaca artikel di majalah yang dibaca oleh remaja
perempuan tentang diet dan menurunkan berat badan berhubungan
dengan perilaku control berat badan yang tidak sehat seperti berpuasa,
menolak makanan, dan merokok 5 tahun berikutnya.
Anorexia Nervosa
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi
sangat peka atas pertambahan berat badan, terutama remaja putri, karena mereka
mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mudah untuk menjadi
gemuk apabila mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi. Pada
kenyataannya kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena
beranggapan banhwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses, dan
popular. Remaja dengan gangguan makan memiliki masalah dengan bentuk
tubuhnya. Artinya mereka sudah mempunyai suatu pola pikir bahwa tubuh
9
mereka tidak ideal. Mereka merasa tubuhnya gemuk, banyak lemak disana-sini,
dan tidak sedap dipandang.1
Anoreksia nervosa adalah suatu kelainan yang ditandai dengan perubahan
gambaran tubuh, ketakutan yang luar biasa akan kegemukan, penolakan untuk
mempertahankan berat badan yang normal dan hilangnya siklus mentruasi (pada
wanita). Penderita yang umumnya terjadi pada remaja putri biasanya mengalami
gangguan makan, berupa aktifitas untuk menguruskan badan dengan melakukan
pembatasan makan secara sengaja melalui kontrol yang ketat.
Pada anoreksia nervosa terjadi hilangnya nafsu makan atau terganggunya
pusat nafsu makan. Hal tersebut disebabkan oleh konsep yang salah mengenai
konsep penampilan tubuh, sehingga penderita mempunyai rasa takut yang
berlebihan terhadap kegemukan. Penderita anoreksia nervosa sadar mereka lapar
namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka, karena bisa berakibat
meningkatnya berat badan. Berbeda dengan korban kelaparan, penderita anoreksia
nervosa mampu menjaga kekuatan dan kegiatan sehari-hari mendekati normal.
Tidak merasa lapar dan tidak cemas terhadap kondisinya.
Takut gemuk atau merasa terlalu gemuk ini terutama terjadi pada wanita,
sehingga membatasi makan dan terkadang tidak makan atau puasa. Akhirnya tidak
mau makan hingga penderita kurus kering. Kelainan ini banyak terjadi di dalam
masyarkat yang memuja bentuk tubuh yang kurus kering. Mereka terus-menerus
malakukan diet mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus, yang pada
akhirnya kondisi ini menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian . Penyakit
ini dapat menyebabkan kematian pada 10% penderitanya.
Pada penderita anorexia nervosa dapat menurunkan berat badannya antara
25 – 50 % dari berat badan sebenarnya. Dampak fisik yang umumnya terjadi
penderita adalah kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi
apapun, lemah tidak bertenaga, sulit berkonsentrasi dan terjadi gangguan
mentruasi. Namun dampak psikis juga terpengaruhi, seperti mempunyai perasaan
tidak berharga, sensitiv mudah tersinggung atau marah, mudah merasa bersalah,
kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain, tidak percaya diri,
10
cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya, minta perhatian orang
lain, dan depresi. Dampak fisik maupun psikis yang terjadi akibat gangguan
makan tersebut memerlukan pertolongan segera dari psikolog, dokter, ahli gizi,
dan tentu saja orang tua.
Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa merupakan kondisi dimana seseorang makan dengan
jumlah yang besar kemudian memuntahkan kembali makanan tersebut. Individu
yang menderita bulimia akan senantiasa makan dengan brutal, lalu kemudian
berusaha menghilangkan kalori yang masuk akibat makan berlebihan tadi. Upaya
ini dapat berupa diet ketat, puasa, olahraga terlalu ketat, atau bahkan
menggunakan obat pencahar dan suntikan. Kejadian ini biasanya terjadi dalam
waktu sekali dua minggu atau sekurang-kurangnya tiga bulan (APA, 2000).
Penderita bulimia biasanya tidak memiliki kelebihan berat badan, namun mereka
terobsesi dengan berat badan dan bentuk tubuh mereka. Mereka cenderung
memiliki self-esteem yang rendah dan senantiasa merasa malu bahkan depresi
(Wilson et al., 2007).
Tanda-tanda dan gejala bulimia nervosa :
1. Olah raga yang berlebihan
2. Obsesi dengan makanan
3. Menggunakan obat pencahar
4. Perubahan warna gigi
5. Berat badan berfluktuasi
6. Pergi ke kamar mandi setelah makan
Treatment dan Dampak Gangguan Pola Makan
Tujuan langsung dari pengobatan untuk anoreksia adalah untuk
mendapatkan berat yang ideal bagi pasien. Namun seringkali sulit untuk mencapai
dalam memberikan kekuatan dan keyakinan pada pasien tentang tubuh mereka.
Salah satu perawatan yang banyak digunakan adalah jenis terapi keluarga di mana
orang tua mengontrol pola makan anak mereka.
11
Bulimia juga lebih baik diobati dengan terapi perilaku kognitif (Wilson et
al., 2007). Pasien menyimpan buku harian pola makan mereka dan diajarkan cara
untuk menghindari godaan untuk pesta. Individu, kelompok, atau psikoterapi
keluarga dapat membantu baik anoreksia dan bulimia pasien, biasanya setelah
terapi perilaku awal telah membawa symtomps terkendali. Karena pasien
merupakan risiko untuk depresi dan bunuh diri, obat antidepresan sering
dikombinasikan dengan psikoterapi (McCallum & Bruton, 2003), tetapi bukti
jangka panjang efektivitas mereka di kedua anoreksia atau bulimia kurang
(Wilson et al., 2007).
Remaja dengan kebutuhan mereka untuk otonomi mungkin menolak
intervensi keluarga dan mungkin perlu struktur pengaturan kelembagaan. Namun,
setiap program perawatan untuk remaja harus melibatkan keluarga. Hal ini juga
harus menyediakan kebutuhan perkembangan remaja, yang mungkin berbeda dari
kebutuhan pasien dewasa, dan harus menawarkan kesempatan untuk bersaing
dengan sekolah (McCallum & Bruton, 2003).
Hampir setengah dari pasien anoreksia akhirnya membuat pemulihan
penuh (Steinhausen, 2002), tetapi sampai sepertiga berhenti dari pengobatan
sebelum mencapai berat yang sesuai (McCallm & Bruton, 2003). Tingkat
pemulihan dari bulimia rata-rata 30 sampai 50 persen setelah terapi perilaku
kognitif, dan banyak pasien lain menunjukkan perbaikan (Wilson et al., 2007).
PENYALAHGUNAAN OBAT-OBATAN
Penyalahgunaan obat-obatan merupakan penggunaan alkohol maupun obat
lainnya yang berbahaya. Penyalahgunaan ini dapat menyebabkan dependensi
obat-obatan (adiksi), yang dapat bersifat psikologis, fisiologis, dan dapat berlanjut
hingga masa dewasa. Penggunaan obat-obatan secara adiktif berbahaya bagi
remaja karena akan menstimulasi bagian otak yang masih berkembang di masa
remaja (Chambers et al., 2003).
Tren Penggunaan Narkoba
Hampir setengah (47 persen) dari remaja AS telah mencoba obat-obatan
terlarang pada saat mereka meninggalkan sekolah tinggi. Sebuah kebangkitan
12
dalam penggunaan obat selama awal 1990-an disertai berkurangnya persepsi
bahaya dan pelunakan ketidaksetujuan rekan. Namun, tren yang sudah mulai
mundur. Akhir tahun penggunaan obat-obatan terlarang sudah mulai turun hampir
sepertiga di antara delapan kelas, satu-kelima di antara kelas kesepuluh, dan satu-
kedelapan di antara siswa kelas dua belas sejak tahun 1996 namun masih jauh di
atas titik terendah pada 1991-1992.
Alkohol, Ganja, dan Tembakau
Alkohol, ganja, dan tembakau digunakan antara anak usia belasan tahun di
Amerika kemudian diikuti dengan kecenderungan untuk menetap dan lebih
kerasnya lagi menggunaan putaw, dan naik satu level lebih selama tahun 1990-
an yang diikuti oleh satu lebih kecil serta berangsur-angsur.
Alkohol berpotensi kuat sebagai obat perangsang pikiran dengan akibat
utama pada fisik, emosional dan kemudian kesejahteraan sosial. Penggunaannya
merupakan satu masalah yang serius pada suatu negara. Mayoritas pelajar SMA
terlibat dalam pesta minum minuman keras – mengkonsumsi minuman lima atau
lebih pada satu tempat. Pada sebuah studi nasional, menyatakan bahwa pesta
minum minuman keras lebih disukai oleh peminum minuman keras dibandingkan
pelajar lain yang dilaporkan menurunkan kinerja sekolah serta perilaku lain yang
penuh resiko. Remaja lebih rentan terkena dampaknya daripada orang dewasa.
Keduanya secara langsung dan dalam jangka panjang alkohol dapat memberikan
akibat yang negatif pada proses belajar dan pembentukan ingatan.
Terlepas dari kemerosotan oleh penggunaan ganja sejak 1996-1997,
selama sejauh itu lebih luas digunakan secara sembunyi-sembunyi. Secara khas
rokok ganja mengandung lebih dari 400 zat karsinogen. Pengguna yang berat
dapat menyebabkan kerusakan otak, hati, paru-paru dan dan system imun dan
karena kekurangan nutrisi, infeksi pernapasan dan masalah pisik lainnya.
Kemungkinan pengguna yang berat akan kehilangan motivasi, depresi yang
memburuk, aktifitas yang kacau dan karena masalah keluarga. Menggunakan
ganja juga dapat menghambat ingatan, kecepatan berfikir, belajar, serta
kemampuan di sekolah. Pengguna ganjan yang berat dapat mengurangi persepsi,
kewaspadaan, perhatian, penilaian, serta kemampuan motorik yang
13
mengendalikan penggerak dengan demikian dapat menyokong terjadinya
penyimpangan.
Penggunaan tembakau oleh remaja adalah untuk mengatasi masalah,
terutama di beberapa negara industri. Remaja-remaja awal boleh saja mulai
menggunakan rokok dan bir, hingga di saat mereka semakin beranjak dewasa
mereka mulai menggunakan ganja atau narkoba (obat keras). Remaja yang
memulai minum minuman awalnya cenderung mempunyai perilaku yang salah
atau memiliki saudara kandung yang pecandu alkohol. Mereka mulai meminum
minuman sebelum mereka berumur 15 tahun lebih banyak dan beberapa waktu
yang akan datang mereka menjadi pecandu alkohol, atau mereka tidak mulai
minum pada umur 21 tahun.
Pengaruh teman sebaya dalam merokok dan minum minuman telah
dilaporkan meluas (CASA di Universitas Kolumbia, 1996; Cleveland & Wiebe,
2003). Hal ini serupa dengan dampak yang diberikan terhadap konsumsi obat-
obatan, pengaruh saudara dan teman sebaya meningkatkan konsumsi alkohol dan
tembakau (Rendle, Slomkowsko, Lloyd-Richardson, & Niaura, 2005).
Orangtua turut memberi kontribusi yang besar dalam perilaku remaja.
Remaja yang percaya bahwa orang tua mereka menolak perilaku merokok
memiliki keinginan yang lebih rendah untuk merokok (Sargent & Dalton, 2001).
Namun, orang tua juga dapat memberi pengaruh buruk kepada remaja. Studi
menyatakan bahwa 514 anak yang mengkonsumsi alkohol juga berasal dari
orangtua yang mengkonsumsi alkohol. Media turut memberi pengaruh terhadap
perilaku merokok, yaitu dengan adanya film yang memperlihatkan perilaku
merokok di dalamnya (Charlesworth & Glants, 2005).
DEPRESI
Prefalensi dari depresi meningkat dalam usia remaja. Pada tahun 2004
ditemukan bahwa 9 persen anak muda berusia 12-17 tahun telah mengalami
sedikitnya satu kali periode depresi, dan hanya 40 persennya yang telah diobati
(SAMHSA, 2005). Depresi pada anak muda tidak selalu berupa kesedihan, namun
juga berupa iritabilitas (rasa tidak peka), kebosanan, atau ketidakmampuan untuk
merasa senang.
14
Remaja perempuan -khususnya perempuan yang mulai beranjak dewasa-
lebih rentan mengalami depresi dibandingkan remaja laki-laki (Brent & Birmaher,
2002; Ge, Conger, & Elder, 2001; SAMHSA, 2005; Stice, Presnell & Bearman,
2001). Perbedaan gender ini berhubungan dengan perubahan secara biologis pada
masa puber. Faktor lain yang menyebabkan perempuan lebih rentan adalah
sosialisasi, dimana perempuan lebih rentan mengalami stres dalam pergaulan
mereka (Ge et al., 2001; Hankin, Mermelestein, & Roesch, 2007). Depresi pada
remaja dapat di atasi dengan perlakuan rawat jalan, atau yang mempunyai
ketergantungan zat, gejala psikosis, atau upaya bunuh diri yang membutuhkan
rumah sakit. Sekurang-kurangnya satu dari lima orang yang mengalami serangan
penyakit depresi pada anak-anak atau remaja menyebabkan mereka menghadapi
suatu gangguan yang besar, diantaranya; episode depresi, kemudian digantikan
dengan episode manic, ditandai oleh meningkatnya energi, euforia, dan
pengambilan resiko. Peristiwa remaja dengan gejala seperti diatas untuk
mendiagnosa masalah depresi mendapatkan perlakuan yang sesuai di rumah sakit
serta perilaku usaha bunuh diri dilakukan oleh umur 25 tahun.
Faktor risiko dari depresi meliputi kecemasan, rasa takut terhadap kontak
sosial, penyakit kronis, konflik orang tua, kekerasan, penggunaan alkohol dan
obat-obatan, serta orang tua yang memiliki riwayat depresi. Permasalahan bentuk
tubuh dan gangguan pola makan dapat memperburuk gejala depresi (Stice &
Bearman, 2001).
Remaja penderita depresi yang tidak mampu merespon pengobatan atau
mengalami psikosis, serta memiliki keinginan bunuh diri sebaiknya diberi
perawatan intensif di rumah sakit. Sedikitnya satu dari lima orang yang
mengalami depresi pada masa kanak-kanak dan remaja berada dalam risiko
gangguan bipolar, dalam peristiwa depresi yang berada pada periode rendah
hingga tinggi, yang memiliki ciri-ciri peningkatan energi, mengalami euforia, dan
senang mencari masalah (Brent & Birmaher, 2002).
Salah satu alternatif pengobatan pada gejala depresi adalah psikoterapi.
Sebuah analisa terhadap suatu studi menemukan bahwa psikoterapi kognitif dan
non-kognitif dapan menjadi efektif dalam jangka waktu pendek, namun efeknya
bertahan tidak lebihd ari satu tahun (Weisa, McCarty, & Valeri, 2006).
15
KEMATIAN PADA MASA REMAJA
Kematian pada remaja merupakan kejadian yang tragis dan mendadak
(Hoyert, Heron, Murphy, & kung, 2006). 71 persen kematian pada rentang usia
10-24 tahun di Amerika Serikat disebabkan oleh kecelakaan motor, pembunuhan,
atau bunuh diri (Eaton et al., 2006). Frekuensi dari kematian yang disebabkan
oleh kekerasan merefleksikan budaya pada remaja yang cenderung belum
berpengalaman dan belum dewasa, yang seringkali membuat mereka kurang
berhati-hati.
Kematian karena Kecelakaan Motor dan Senjata Api
Kecelakaan motor merupakan kasus utama penyebab kematian remaja di
Amerika Serikat. Risiko kecelakaan ini menjadi lebih besar pada remaja usia 16-
19 tahun, terutama pada remaja yang baru belajar mengendarai (McCartt, 2001;
Minino, Anderson, Fingerhut, Boudreault, 2004). Kecelakaan ini juga diperparah
dengan kondisi remaja yang mengendarai dalam keadaan mabuk serta tidak
mengenakan sabuk pengaman saat berkendara.
Kematian yang disebabkan oleh senjata api pada usia 15-19 tahun
(meliputi pembunuhan, bunuh diri, maupun kematian mendadak) lebih umum
terjadi di Amerika Serikat dibandingkan negara industri lainnya. Di Amerika,
masyarakatnya memiliki kebebasan menggunakan senjata, sehingga risiko
kematian karena senjata api lebih besar di negara ini.
Bunuh Diri (Suicide)
Bunuh diri merupakan penyebab kematian ke tiga terbesar di Amerika
Serikat dengan rentang usia 15-19 tahun (Heron, & Smith, 2007). Pada tahun
2004, kematian pada remaja meningkat, terutama pada remaja perempuan.
Remaja laki-laki empat kali lebih mampu bertahan dibandingkan remaja
perempuan, sehingga mereka lebih sering melakukan percobaan bunuh diri
(NCHS, 2004, 2005, 2006).
16
PERKEMBANGAN KOGNITIF
ASPEK-ASPEK DALAM PENDEWASAAN SECARA KOGNITIF
Kebanyakan remaja siap untuk menjalani kehidupan remaja mereka
dengan penampilan yang lebih dewasa, kondisi tubuh yang sehat, serta
bersemangat. Perkembangan kognitif mereka terus berlanjut, sehingga remaja
ridak hanya mengalami perbedaan fisik namun juga berpikir dan berbicara dengan
cara yang berbeda. Meskipun terkadang pemikiran mereka masih labil,
kebanyakan remaja sudah memiliki penalaran secara abstrak dan penilaian moral
yang modern, sehingga mereka mampu merencanakan sesuatu secara lebih
realistis.
Remaja mampu menghasilkan hipotesis sesuai dengan data yang telah
mereka peroleh, sehingga pikiran mereka menjadi lebih logis dibanding anak-
anak. Remaja akan berusaha menyelesaikan masalah mereka dengan logis dan
realistis.
TAHAP PERKEMBANGAN PIAGET: OPERASIONAL FORMAL
Perkembangan kognitif menurut Piaget merupakan kebebasan bertahap
yang diperoleh melalui pengalaman. Remaja telah memasuki masa perkembangan
operasional formal, yang merupakan tingkatan tertinggi pada tahap perkembangan
Piaget. Pada tahap ini, remaja sudah membentuk pemikiran secara abstrak.
Perkembangan ini terjadi pada usia 11 tahun, yang memberi remaja cara yang
inovatif, lebih fleksibel, sebagai jalan untuk memanipulasi informasi. Remaja
pada tahap operasional formal sudah mampu memahami metafora dan
menemukan arti suatu kata secara mendalam. Mereka berpikir dalam lingkup
“Apa yg seharusnya terjadi”, tidak lagi menggunakan pemikiran pragmatis.
Mereka mampu membayangkan kemungkinan dan melakukan uji hipotesis.
Penalaran Deduktif-Hipotesis
Penalaran deduktif-hipotesis merupakan konsep dari tahapan operasional
formal yang memperlihatkan kemampuan remaja untuk membuat sebuah hipotesis
atau penalaran terbaik. Hal ini dapat berupa cara pemecahan masalah, seperti
17
persamaan aljabar dalam pelajaran matematika. Hipotesis yang telah diperoleh ini
tentunya memerlukan pengujian untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang
telah ada.
Evaluasi terhadap Teori Piaget
Meskipun remaja cenderung berpikir secara abstrak dibanding anak-anak,
masih terdapat perdebatan pada usia berapa tepatnya pemikiran abstrak ini
muncul. Tulisan Piaget menyediakan banyak contoh dari anak-anak yang
memiliki pemikiran yang lebih ilmiah sebelum mencapai usia remaja. Pada saat
bersamaan, Piaget terlalu berlebihan dalam menilai kemampuan yang dimiliki
anak yang lebih tua.
Dalam tulisannya, Piaget kurang memperhatikan perbedaan individu, baik
itu berupa cara anak dalam menyelesaikan tugasnya, atau pengaruh sosial dan
budaya. Sedangkan penelitian Neo-Piagetian menyatakan bahwa proses kognitif
anak terikat dengan beberapa hal, tentang apa yang dipikirkan anak, serta jenis
informasi dan pengetahuan yang dimiliki anak (Case & Okamoto, 1996; Kuhn,
2006).
Mempertimbangkan proses kognitif yang terajdi dalam pemerolehan
informasi dan prosesnya, -akumulasi pengetahuan, keahlian khusus, proses
metakognitif yang terjadi, kesadaran, dan pengamatan dari proses mental
seseorang serta strategi yang digunakan- teori Piaget dianggap tidak adekuat
(Flavell et al., 2002).
PERUBAHAN DALAM PEMROSESAN INFORMASI
Perubahan cara remaja dalam pemrosesan informasi merefleksikan
pematangan dari lobus frontal otak dan dapat membantu menjelaskan proses
kognitif yang telah dijelaskan Piaget. Bagian neural mana yang melemah dan
menjadi lebih kuat memiliki hubungan yang kuat dengan pengalaman yang
dimiliki. Peningkatan yang terjadi dalam proses kognitif akan terus berkembang
dengan pesat pada remaja (Kuhn, 2006). Terdapat dua kategori dari perubahan
pengukuran pada kognisi remaja, yaitu: perubahan struktural dan perubahan
fungsional.
18
Perubahan Struktural
Perubahan struktural pada remaja meliputi:
- Perubahan kapasitas memori kerja;
- peningkatan kapasitas pengetahuan yang tersimpan dalam LTM (Long
Term Memory).
Kapasitas dalam memori kerja yang meningkat dalam masa kanak-kanak
tengah akan terus berkembang selama masa remaja. Perluasan dari memori kerja
dapat membuat remaja yang lebih tua mampu menyelesaikan permasalahan
maupun pilihan yang tersedia. Informasi yang tersedia dalam LTM dapat berupa
deklaratif, prosedural, dan konseptual:
- Pengetahuan Deklaratif meliputi seluruh pengetahuan faktual yang
dimiliki individu. Contoh: pengetahuan bahwa 2 + 2 = 4.
- Pengetahuan Prosedural meliputi kemampuan (skill) yang dimiliki
individu. Contoh: kemampuan mengendarai kendaraan.
- Pengetahuan Konseptual merupakan sebuah pemahaman, sebagai
contoh: persamaan aljabar akan memberi hasil yang sama jika angka
yang ada dikalikan atau ditambahkan dengan kedua sisi.
Perubahan Fungsional
Proses dalam memperoleh, dan menguasai informasi sebagai aspek
fungsional dari kognisi. Hal ini meliputi pembelajaran, proses mengingat, dan
penalaran, keseluruhannya meningkat selama remaja.
Perubahan fungsional yang paling penting diantaranya adalah (1)
peningkatan yang berkesinambungan dalam kecepatan (Kuhn, 2006), serta (2)
perkembangan fungsi eksekutif yang meliputi kemampuan pengambilan
keputusan dan manajemen memori kerja. Kemampuan-kemampuan ini akan
berkembang dalam tingkatan yang berbeda (Blakemore & Choudhury, 2006;
Kuhn, 2006). Dalam sebuah penelitian, remaja mencapai tingkatan dewasa dalam
respons inhibisi saat berusia 14 tahun, memproses kecepatan dalam usia 15 tahun,
serta peningkatan memori kerja di usia 19 tahun (Luna et al., 2004).
19
PERKEMBANGAN BAHASA
Pada umumnya, indvidu mampu mengenali 80.000 kosakata pada usia 16
hingga 18 tahun (Owens, 1996). Dengan pemikiran formal, remaja dapat
menentukan serta melakukan diskusi terhadap sejumlah abstraksi seperti cinta,
keadilan, dan kebebasan. Remaja akan lebih sering menggunakan beberapa
macam istilah untuk mengekspresikan hubungan logis antara kalimat. Mereka
menjadi lebih menyadari bahwa satu kata dapat memiliki banyak arti, serta lebih
senang menggunakan metafora dan permainan kata-kata (Owens, 1996).
Remaja juga menjadi lebih mampu dalam pengambilan perspektif sosial,
yaitu kemampuan untuk memahami pola pikir orang lain dan tingkat
pengetahuannya, sehingga mereka berbicara sesuai dengan konteksnya. Remaja
juga memiliki dialek yang berbeda dari orang dewasa (bahasa gaul).
Perbendaharaan kata yang dimiliki setiap orang dapat berbeda, melalui
gender, etnis, usia, wilayah geografis, dan tingkat pendidikan (Labov, 1992).
Sebuah studi terhadap gaya berbicara remaja di Naples, Italia, menyatakan bahwa
ciri-ciri yang sama dapat muncul “dalam beberapa kebudayaan dimana remaja
berada dalam kategori sosial yang berbeda” (Danesi, 1994, p.123).
TEORI KOHLBERG: PENALARAN MORAL
Sebagai anak yang sedang mencapai tingkat kognitif yang lebih tinggi,
mereka menjadi lebih mampu untuk menggunakan penalaran yang lebih kompleks
terhadap isu-isu moral yang terjadi. Kecendrungan remaja untuk menjadi altruis
dan empati akan meningkat di masa remaja awal. Dibandingkan dengan anak-
anak, remaja mampu memahami pola pikir orang lain, menyelesaikan
permasalahan sosial, membangun hubungan interpersonal dengan baik, serta
melihat diri mereka sebagai makhluk sosial.
Kohlberg melakukan sebuah penelitian terhadap perkembangan moral
pada perempuan, serta penelitian terhadap perilaku prososial pada remaja.
20
Dilema Heinz
Seorang wanita sedang menderita penyakit kanker stadium lanjut. Seorang
apoteker berhasil menemukan obat yang dipercaya dokter dapat menyembuhkan
wanita tersebut. Apoteker tersebut menjual obat dalam dosis kecil seharga $2000,
sepuluh kali lebih mahal dibandingkan obat yang biasa ia buat. Suami wanita
penderita kanker tersebut, yaitu Heinz, meminjam uang kepada kerabatnya namun
ia hanya mampu memperoleh $1000. Dia memohon kepada sang apoteker agar
dapat menjual obatnya seharga $1000, namun apoteker tersebut menolaknya.
Heinz yang sedang kehilangan arah menjadi labil. Ia merusak apotik dan mencuri
obat yang dibuat apoteker tersebut. Apa yang sebaiknya Heinz lakukan? Why or
why not? (Kohlberg, 1969).
Permasalahan Heinz merupakan contoh yang paling terkenal dari
pendekatan Kohlberg untuk meneliti perkembangan moral individu. Pada tahun
1950an, Kohlberg beserta koleganya melakukan penelitian terhadap dilema seperti
Heinz pada 75 orang anak laki-laki dalam rentang usia 10, 13, dan 16 tahun.
Kohlberg melakukan pengujian secara berkala selama lebih dari tiga puluh tahun.
Dari penelitian ini, Kohlberg menyimpulkan bahwa cara pandang orang
mencerminkan perkembangan kognitifnya.
Tingkatan dan Tahapan Kohlberg
Perkembangan moral dalam teori Kohlberg turut menunjang teori Piaget,
namun teori Kohlberg lebih kompleks. Kohlberg mendefinisikan tiga tingkatan
penalaran moral, diantaranya:
1. Tahap I Moralitas Prakonvensional : individu berperilaku dibawa
kontrol eksternal mereka. Mereka mematuhi peraturan untuk
mencegah hukuman. Tahapan ini biasanya ada pada anak usia 4-10
tahun;
2. Tahap II moralitas konvensional :individu telah menginternalisasi
tokoh yang dijadikan pemegang otoritas (standar perilaku). Tahapan
ini biasanya akan dicapai pada usia 10 tahun ke atas, dimana individu
akan tetap mempertahankan perilaku baik mereka, bahkan hingga
dewasa;
21
3. Tahap III moralitas postkonvensional : individu menyadari adanya
konflik diantara standar moraldan membuat penilaian mereka sendiri
berdasarkan prinsip yang dianggap benar dan adil. Individu biasanya
mencapai tahapan ini pada masa remaja akhir, atau dewasa awal.
Beberapa remaja dan orang dewasa menetap pada tahapan pertama
Kohlberg. Layaknya anak-anak, mereka cenderung menghindari hukuman atau
memuaskan kebutuhan mereka. Kebanyakan remaja dan orang dewasa berada
pada tingkatan ke dua, dan juga tingkatan ke tiga. Mereka mengikuti orang lain
untuk menaati peraturan dan hukum yang ada. Tingkatan ke empat dalam
penalaran, berupa penegakan norma sosial, mungkin kurang dikenal namun
meningkat dari remaja hingga dewasa.
Kohlberg menambahkan tingkatan transisi antara tingkatan ke dua dan ke
tiga, dimana individu tidak merasa terikat dengan standar moral dalam
masyarakat. Mereka cenderung menuruti perasaan dan insting. Sebelum individu
berhasil membangun tingkatan ke tiga yaitu moralitas, mereka harus mampu
menyadari adanya standar moral dalam masyarakat. Banyak anak muda yang
mempertanyakan tentang moral ketika mereka mulai memasuki sekolah
menengah dan bangku kuliah, serta mulai menghadapi perbedaan dari segi
budaya, nilai, dan etnis.
Evaluasi Teori Kohlberg
Kohlberg merupakan bagian dari Piaget yang lebih melihat pada
perkembangan moral. Bahkan jika dilihat dari segi moral, terlihat semata-mata
seperti pencapaian dari kontrol impuls-impuls pemuasan diri, para investigator
sekarang mempelajari bagaimana anak-anak dan dewasa menanamkan moral
dasar dalam pertumbuhan pemahamana mereka tentang dunia sosial.
Penelitian awal mendukung penelitian Kohlberg yang menunjukkan
bahwa orang dewasa telah mencapai kemajuan dalam tahapan-tahapan Kohlberg
dan tidak meninggalkan satu tahap pun. Penilaian moral mereka berkorelasi
positif dengan umur, pendidikan, IQ, dan status sosial ekonomi. Beberapa
penelitian terakhir, telah membuang keragu-raguan dalam penjelasan dari
22
beberapa tahapan Kohlberg. Sebuah penelitian mengenai penilaian anak-anak
tentang hukum dan pelanggar hukum menunjukkan bahwa beberapa anak telah
bisa memberikan alasannya tentang isu-isu pada awal umur 6 tahun.
Salah satu alasan kenapa umur dihubungkan dengan tingkatan Kohlberg
berubah-berubah adalah orang yang telah mencapai tingkatan yang tinggi dalam
perkembangan kognitifnya tidak selalu menjangkau sebuah perbandingan dengan
tingkatan tinggi dari perkembangan moral. Sebuah tingkatan yang pasti dari
perkembangan kognitif adalah kebutuhan tetapi tidak cukup untuk dijadikan
sebuah tingkat perbandingan dari perkembangan moral. Beberapa investigator
mengemukakan bahwa aktivitas moral itu dimotivasi tidak hanya dengan
pertimbangan abstrak dari penilaian tetapi juga dengan contoh emosi seperti
empati, rasa bersalah, distress, dan norma prososial internal.
Ini juga telah dibantah oleh tahap 5 dan 6 Kohlberg yang tidak bisa
dikatakan sebagai tahap yang paling matang dari moral development karena
mereka membatasi kematangan untuk memilih grup yang diberi refleksi filosofis.
Selanjutnya, hubungan antara moral reasoning dan moral behavior tidak
selalu mulus. Orang-orang pada level postkonventional tidak membutuhkan aksi
lebih secara moral dibandingkan dengan level yang lebih rendah. Faktor lainnya
seperti situasi khusus, konsep kebaikan, dan perhatian pada atribut lain dari moral
behavior. Remaja yang lebih maju dalam moral reasoning melakukan
pengendalian lebih terhadap moral mereka dalam bertingkah laku yang lebih baik
dan teratur dan lebih tinggi dalam kompetensi sosial, dimana remaja yang
antisosial memiliki kematangan yang lebih rendah dalam moral reasoning.
Pengaruh Orang Tua, Teman Sebaya, dan Budaya
Tidak seperti Paiget, Kohlberg mengemukakan bahwa orang tua penting
untuk perkembangan moral anak, tetapi beberapa penelitian terahir menekankan
pada kontribusi orang tua pada dua aspek tersebut yaitu kognitif dan emosional.
Remaja yang suportif memiliki orang tua yang berwenang untuk menstimulasi
mereka untuk bertanya dan memperluas pengendalian moral reasoning mereka
untuk alasan di tingkat yang lebih tinggi.
23
Teman sepermainan juga berpengaruh terhadap moral reasoning yaitu
berbincang-bincang dengan orang lain tentang konflik moral. Memiliki banyak
teman dekat, menghabiskan waktu luangnya bersama-sama dengan hal yang
bermanfaat, dan belajar menjadi pemimpin adalah asosiasi dengan moral
reasoning yang lebih tinggi.
Sistem Kohlberg tidak bisa direpresentasikan di budaya non barat secara
akurat seperti yang terjadi di budara barat yang mana budaya barat adalah tempat
asli berkembangnya moral reasoning. Orang yang lebih tua di negara-negara lain
selain AS cenderung mencapai tahap yang lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang lebih muda. Namun, orang-orang dengan budaya non barat jarang
memiliki skor diatas tahap 4., ini menunjukkan bahwa beberapa aspek dari model
Kohlberg tidak sesuai dengan nilai budaya di negara itu.
ETIKA KEPEDULIAN: TEORI GILLIGAN
Berdasarkan penelitian pada wanita, Carol Gilligan menegaskan bahwa
teori Kohlberg hanya berorientasi pada nilai yang lebih penting untuk laki-laki
dibandingkan dengan wanita. Gilligan mengklaim bahwa wanita melihat tidak
terlalu banyak syarat dalam penilaian dan keadilan sebagai sebuah tanggung
jawab untuk memperlihatkan perhatian dan menghindari kesakitan. Mereka
berfokus pada tidak meninggalkan orang itu bila dibandingkan dengan berlaku
tidak adil kepada mereka.
Penelitian telah menemukan sedikit dukungan untuk klaim Gilligan
tentang bias wanita dalam tahapan Kohlberg. Namun, penelitian telah menemukan
sedikit perbedaan gender dalam relasi perhatian moral reasoning diantara remaja
dalam beberapa budaya. Sebagai contoh, remaja awal perempuan di AS
cenderung menekankan pada hubungan dekat dibandingkan dengan anak laki-laki.
Alasannya mungkin karena anak perempuan lebih awal matang dan
memiliki lebih banyak hubungan dekat secara sosial. Dalam analisisi 113
penelitian, anak perempuan dan anak laki-laki lebih berpikir tentang perhatian
sedangkan pria dan wanita lebih memikirkan keadilan, tapi perbedaannya hanya
sedikit.
24
PERILAKU PROSOSIAL DAN KESUKARELAAN
Pemikiran prososial didasarkan pada refleksi personal tentang konsekuensi
dan nilai internal serta norma meningkat dengan usia, pemikiran ini berdasarkan
pada salah satu streotip seperti “ menolong itu baik” menurun dari kanak-kanak
hingga remaja akhir.
Perilaku prososial juga, meningkat secara tipikal dari masa kanak-kanak
sampai remaja. Anak perempuan menunjukkan perilaku prososial yang lebih
dibandingkan dengan anak laki-laki dan perbedaan ini menetap sampai mereka
remaja. Anak perempuan cenderung melihat diri mereka lebih empati dan
prososial dibandingkan dengan anak laki-laki, dan orang tua anak perempuan
lebih menekankan pada tanggung jawab sosial dibandingkan dengan orang tua
anak laki-laki.
Berdasarkan penelitian, anak-anak lebih muda yang memiliki orang tua
dengan disiplin induktif lebih tinggi memiliki perilaku prososial saat remaja
dibandingkan dengan orang tua yang menggunakan disiplin secara asertif.
Sebagian remaja ikut serta dalam aktifitas prososial dan suka rela. Perilaku
prososial memungkinkan remaja terlibat dalam dunia orang dewasa, untuk
mengeksplor potensi mereka sebagai bagian dari komunitas dan untuk membantu
mereka mengembangkan rasa identitas dalam berhubungan dengan masyarakat.
Sukarelawan remaja cenderung memiliki pemahaman diri yang tinggi dan
lebih berkomitmen. Sukarelawan perempuan lebih banyak dari laki-laki dan
remaja yang status sosial ekonominya tinggi lebih banyak menjadi sukarelawan
dibandingkan dengan yang memiliki SES rendah. Siswa yang menjadi
sukarelawan cenderung lebih dibutuhkan di komunitas dibandingkan dengan yang
tidak.
PENDIDIKAN DAN ISU KEJURUAN
Di AS, seperti di negara industri lain dan negara berkembang, banyak
siswa yang telah menamatkan sekolah tinggi dibandigkan dengan sebelumnya dan
banyak juga yang mendaftar ke pendidikan yang lebih tinggi. Namun remaja di
AS rata-rata kurang baik dalam pencapaian akademiknya bila dibandingkan
dengan negara lain. Mari kita lihat hal-hal yang mempengaruhi pencapaian
25
sekolah dan kemudian pada anak muda yang mengalami drop out. Sehingga kita
dapat merencanakan pendidikan yang lebih tinggi dan menjurus.
PENGARUH-PENGARUH DALAM PRESTASI SEKOLAH
Seperti di Sekolah Dasar, beberapa faktor seperti pola asuh orang tua,
SES, dan kualitas lingkungan rumah berpengaruh terhadap pencapaian sekolah
pada remaja. Faktor-faktor lainnya seperti gender, etnik, pengaruh teman
sepermainan, dan kepercayaan siswa terhadap dirinya.
Motivasi Siswa dan Kepercayaan Diri
Di negara barat, khusunya di AS praktek pendidikan didasarkan pada
asumsi bahwa siswa dimotivasi untuk belajar. Pendidik menekankan pada nilai
motivasi intrinsic yaitu keinginan siswa untuk belajar demi proses pembelajaran.
Sayangnya, banyak siswa di AS tudak memiliki motivasi diri dan motivadinya
sering menurun ketika telah masuk kesekolah.
Di budaya barat, siswa yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi adalah
yang percaya terhadap kemampuan dirinya bahwa dia bisa menjadi yang terbaik
dalam mengerjakan tugas dan mampu mengatur jadwal belajarnya sendiri dan
seperti itu juga di sekolahnya. Penelitian menunjukkan bahwa disiplin diri dua
kali lebih penting seperti IQ dalam laporan untuk tingkatan mereka dan
pencapaian skor tes dan untuk seleksi dalam kompetisi program sekolah.
Dalam banyak budaya, pendidikan tidak didasarkan pada motivasi tapi
faktor-faktor seperti kewajiban di India, ketundukan pada pihak otoriter ( Negara
Islam), dan partisipasi dari keluarga dan komunitas ( sub- Sahara Afrika). Di
negara Asia, siswa diharapkan untuk belajar bukan untuk mendapatkan nilai dari
pembejaran, tetapi untuk memenuhi harapan keluarga dan sosial. Pembelajaran
diharapkan untuk melakukan usaha yang lebih intens, dan siswa yang gagal atau
jatuh dirasa waiib untuk mengulang.
26
Pentingnya SES dan Karkateristik Hubungan Keluarga
Tingginya SES menjadi prediktor yang penting dalam menentukan
kesuksesan akademik. Di banyak negara, siswa dengan orang tua yang memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi lebih baik daripada yang orang tuanya
memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah. Kesenjangan ini juga terjadi pada
siswa antara siswa dengan orang tua yang memiliki status pekerjaan yang lebih
tinggi dan orang tua yang memiliki status pekerjaan menengah kebawah.
Memiliki lebih dari 200 buku di rumah juga berhubungan dengan skor yang lebih
tinggi. Ini yang berdasarkan status sosial ekonomi.
Tinggal bersama kedua orang tua adalah kunci lain dalam memprediksi
kompetensi di 20 negara yang juga berhubungan denagn SES. Jadi akan
merugikan pada imigran dan berbicara dengan bahasa noramatif di rumah,
mempengaruhi prestasi di beberapa negara.
Gender
Dalam sebuah tes internasional pada remaja di 43 negara industry, anak
perempuan di semua negara membaca lebih baik dibandingkan dengan anak laki-
laki. Anak laki-laki lebih unggul pada bagian matematika di sebagian negara, tapi
perbedaan gender ini jarang disebutkan dalam hal membaca. Di AS remaja laki-
laki dan perempuan memiliki skor yang sama dalam tes standar di sebagian besar
materi pelajaran. Anak laki-laki sedikit unggul di bidang matematika dan sains,
tetapi kesenjangan gender ini akan menyusut bila anak perempuan mengikuti
kursus matematika dan sains dan belajar dengan baik atau lebih baik dari mereka.
Anak perempuan cenderung melakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan
anak laki-laki dalam membaca dan menulis. Anak perempuan lebih baik pada
tugas verbal yang meliputi menulis dan penggunaan bahasa, anak laki-laki lebih
baik pada aktivitas-aktivitas yang meliputi fungsi visual dan spasial yang sangat
menolong untuk matematika dan sains. Apa yang menyebabkan perbedaan gender
ini? Jawabannya kompleks. Poinnya ada pada penyebab bilogis dan penjelasan
lingkungan.
27
Secara biologis, otak laki-laki dan perempuan berbeda, dan akan lebih
berbeda karena umur. Perempuan memiliki lebih banyak gray matter (tubuh sel
neuron dan koneksi yang lebih dekat) tetapi laki-laki lebh banyak connection
white matter (myelin) dan cairan serebrospinal dengan bantalan jalan sempit yang
panjang dari impuls saraf. Itulah yang berfungsi untuk membantu kemapuan
visual dan spasial yang juag akan manguntungkan matematika dan sains. Gray
matter akan tumbuh maksimal pada awal masa remaja peremouan dan berlanjut
dengan terus meningkat pada remaja laki-laki.
Selain itu, juga dipengaruhi oleh korpus kalosum, yang menghubungkan 2
belahan otak, ini lebih besar pada perempuan dari pada laki-laki yang akan
membantu perempuan untuk lebih baik pada pemrosesan bahasa. Tambahannya,
otak perempuan terkadang lebih seimbang antara 2 hemisfernya sehingga
memungkinkan untuk memiliki kemampuan yang lebih luas di bidang kognitif,
dan mampu mengintegrasikan kemampuan verbal dan analitik (otak kiri) serta
kemampuan spasial dan holistic (otak kanan) sedangkan laki-laki lebih
terspesialisasi karena ia hanya mengoptimalkan satu hemisfer saja.
Sedangkan pengaruh sosial dan budaya terhadap perbedaan gender,
meliputi :
- Pengaruh rumah : Diseluruh budaya, tingkatan pendidikan orang tua
berhubungan dengan prestasi anak mereka. Kecuali untuk anak yang
berbakat. Sikap gender orang tua juga memiliki pengaruh.
- Pengaruh sekolah : Ada sedikit perbedaan cara guru dalam menangani
anak laki-laki dan perempuan, khususnya dalam kelas matematika dan
sains.
- Pengaruh tetangga : Anak laki-laki merasa lebih senang jika ia memiliki
banyak tetangga dan merasa sedih jika ia kehilangan tetangga nya.
- Peran laki-laki dan perempuan : di dalam masyarakat membantu
membentuk pilihan laki-laki dan perempuan untuk kursus atau bekerja.
- Pengaruh budaya : Studi silang budaya menunjukkan bahwa ukuran
perbedaan gender dalam performance bervariasi antara negara-negara dan
28
menjadi lebih baik. Perbedaan ini berhubungan dengan derajat persamaan
gender di suatu masyarakat.
Pola Asuh, Etnik, dan Pengaruh Teman Sepermainan
Di budaya barat, keuntungan dari asuhan autoritatif berpengaruh terhadap
prestasi selama remaja.
- Orang tua yang otoritatif mendesak remaja untuk melihat dua sisi dari
isu-isu yang ada, berpartisipasi dalam membuat keputusan keluarga dan
mengakui bahwa anak terkadang lebih banyak tahu daripadanya. Orang
tua harus membuat keseimbangan antara tuntutan dengan responsifnya.
Anak mereka menerima pujian dan haknya bila mendapatkan peringakta
yang baik dan peringkat yang buruk didorong untuk berusaha lebih keras
lagi serta menawarkan pertolongan.
- Orang tua yang otoriter, menyuruh remaja untuk tidak terdesak dengan
atau pertanyaan orang dewasa dan mengajarkan mereka untuk “
Mengetahui lebih baik ketika mereka tumbuh”. Anak yang berperingkat
baik diperingatkan untuk menjadi lebih baik lagi sedangkan yang
berperingkat rendah diberikan hukuman untuk mengurangi penguat.
- Orang tua yang permisif terliaht acuh tak acuh terhadap peringkat, tidak
memberikan aturan dalam menonton televisi, tudak datang ke sekolah, dan
tidak menotong atau mengecek pekerjaan rumah mereka. Orang tua ini
mungkin bukan lalai atau tidak perhatian tetapi mungkin hanya menjaga.
Mereka sudah percaya dengan tanggung jawab dari pekerja yang
membantu mereka.
Apakah laporan kesuksesan akademik yang secara autoritatif
meningkatkan remaja? Orang tua yang autoritatif lebih terlibat dalam proses
pembelajaran mungkin karena satu faktor yaitu mereka mendorong menuju sikap
positif dalam bekerja. Sebuah mekanisme halus, konsisten dengan kepercyaan
diri, mungkin orang tua memengaruhi dalam bagaimana anaknyamenjelaskan
tentang sukses dan gagal. Berlawanan dengan ini, orang tua yang tidak autoritatif
29
berasosiasi dengan rasa tak berdaya dan berkecil hati untuk berusaha menjadi
sukses pada diri anaknya.
Diantara beberapa kelompok etnis, meskipun, gaya pola asuh mungkin
tidak terlalu penting dibandingkan pengaruh teman sepermainan dalam motivasi
akademik dan prestasi. Dalam sebuah penelitian, Latino dan remaja Afrika
Amerika bhakan dengan orang tau yang autoritatifoun anaknya tetap kurang
berusaha di sekolah dibandingkan dengan siswa Eropa Amerika,rupanya
disebabkan karena kurangnya dukungan teman sepermainan untuk prestasi
akademik. Di lain kasus, siswa Asia Amerika, yang memiliki orang tua otoriter
mendapat peringkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa Eropa Amerika
dalam prestasi tes matematika, rupanya karena keduanya orang tua dan teman
sepermainan.
Sekolah
Kualitas sekolah sangat mempengaruhi prestasi siswa. Sebuah sekolah
menengah atau tinggi yang baik memiliki tata tertib, lingkungan yang aman,
sumber daya material yang memadai, staf pengajar yang stabil dan rasa positif
masyarakat. Budaya sekolah menempatkan penekanan kuat pada akademisi dan
menumbuhkan keyakinan bahwa semua siswa dapat belajar. Hal ini juga
menawarkan kesempatan untuk kegiatan ekstrakurikuler, yang menjaga siswa
yang terlibat dan mencegah mereka mendapatkan kesulitan setelah sekolah.
Kepercayaan guru, rasa hormat, rasa peduli kepada siswa dan memiliki harapan
yang tinggi untuk mereka sebaik mungkin dalam kemampuan mereka sendiri
untuk membantu siswa berhasil.
Remaja lebih puas dengan sekolah jika mereka diizinkan untuk
berpartisipasi dalam membuat aturan dan merasa dukungan dari guru dan siswa
lain dan jika kurikulum dan pengajaran yang bermakna dan tepat menantang dan
sesuai kepentingan mereka, tingkat keterampilan, dan kebutuhan. Dalam sebuah
survei terhadap siswa, persepsi guru mereka, harapan guru yang tinggi adalah
prediktor positif yang paling konsisten pada diri dalam mencapai tujuan dan
30
kepentingan siswa serta umpan balik negatif adalah prediktor negatif yang paling
konsisten terhadap prestasi akademis dan perilaku di dalam kelas kelas.
Penurunan motivasi akademik dan prestasi sering dimulai dengan transisi
dari keintiman dan keakraban dari SD ke lingkungan yang lebih besar, lebih
tertekan, dan kurang mendukung di sekolah menengah atau sekolah menengah
pertama.
KELUAR DARI SEKOLAH MENENGAH ATAS
Meskipun siswa di U.S yang lebih muda telah menyelesaikan sekolah
tinggi dari sebelumnya, 3,8% dari siswa SMA telah di dropout selama tahun
ajaran 2004-2005. Siswa kulit hitam dan Hispanik lebih mungkin untuk dropout
dari siswa kulit putih Amerika atau Asia. Namun, kesenjangan ras/etnis mulai
mengalami penyempitan: 1990-2005, semua kelompok minoritas telah
menunjukkan peningkatan persentase orang dewasa usia 25 tahun atau lebih tua
yang sudah selesai sekolah tinggi.
Mengapa miskin dan remaja minoritas lebih mungkin untuk putus sekolah
atau terkena dropout? Salah satu alasan mungkin sekolah tidak efektif: harapan
guru rendah atau perlakuan yang berbeda dari siswa: kurangnya dukungan dari
guru ketika di SMA daripada di tingkat SD: dan dirasakan kurikulum yang tidak
relevan terhadap budaya kelompok yang kurang terwakili. Di sekolah yang
menggunakan uji kemampuan, siswayang berada di tingkat kemampuan rendah
atau noncollege (di mana pemuda minoritas kemungkinan akan ditugaskan)
mereka biasanya memiliki pengalaman pendidikan rendah. Ditempatkan dengan
rekan-rekan yang sama-sama terasing, mereka dapat mengembangkan perasaan
ketidakmampuan dan sikap negatif terhadap sekolah dan terlibat dalam masalah
perilaku.
Masyarakat menderita ketika anak muda tidak menyelesaikan sekolahnya.
Anak yang di dropout lebih cenderung menjadi pengangguran atau memiliki
pendapatan rendah, berakhir pada kesejahteraan, menjadi terlibat dengan narkoba,
kejahatan dan kenakalan, dan berada dalam kesehatan yang buruk.
31
Sebuah studi longitudinal yang diikuti 3,502 siswa kelas delapan sampai
masa dewasa awal mengenai poin perbedaan keberhasilan menyelesaikan sekolah
tinggi. Sebagai orang dewasa awal, mereka yang berhasil menyelesaikan sekolah
tinggi yang paling mungkin untuk memperoleh pendidikan postsecondary, untuk
memiliki pekerjaan, dan harus konsisten bekerja. Salah satu faktor penting yang
membedakan completers sukses adalah keterlibatan aktif: "perhatian, minat,
investasi dan usaha siswa dalam pekerjaan sekolah". Pada tingkat yang paling
dasar, keterlibatan aktif berarti datang ke kelas tepat waktu, mempersiapkan diri,
mendengarkan dan menanggapi guru dan mematuhi peraturan sekolah. Sebuah
tingkat yang lebih tinggi dari keterlibatan aktif terdiri dari: terlibat dengan kursus
tersebut - mengajukan pertanyaan mengambil inisiatif untuk mencari bantuan bila
diperlukan, atau melakukan proyek tambahan. Kedua tingkat keterlibatan aktif
cenderung untuk menggambarkan kinerja sekolah yang positif. Dorongan
keluarga, ukuran kelas kecil, dan lingkungan, sekolah yang hangat dapat
mendukung mempromosikan keterlibatan aktif.
MEMPERSIAPKAN PENDIDIKAN TINGGI ATAU KEJURUAN
Bagaimana orang-orang muda mengembangkan tujuan karir? Bagaimana
mereka memutuskan apakah akan pergi ke perguruan tinggi dan, jika tidak,
bagaimana memasuki dunia kerja? Banyak faktor yang masuk, termasuk
kemampuan individu dan kepribadian, pendidikan, sosial ekonomi dan etnis, saran
dari konselor sekolah, pengalaman hidup dan nilai-nilai sosial. Kemudian kita
"akan mengkaji ketentuan bagi remaja yang tidak berencana untuk pergi ke
perguruan tinggi. Kami "juga akan membahas pro dan kontra dari pekerjaan di
luar untuk siswa SMA.
32
Pengaruh pada Aspirasi
Siswa Keyakinan efikasi diri membantu membentuk pilihan dalam
mempertimbangkan pekerjaan siswa dan cara mereka mempersiapkan diri untuk
karir. Selain itu, nilai-nilai orang tua serta nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengaruh prestasi akademik remaja dan tujuan kerja.
Meskipun saat ini tujuan karir sangat fleksibel, namun gender dan gender
stereotip masih mempengaruhi pilihan kejuruan. Anak perempuan dan anak laki-
laki di Amerika Serikat sekarang memiliki kemungkinan yang sama untuk
merencanakan karir di matematika dan ilmu pengetahuan. Namun, anak laki-laki
jauh lebih mungkin untuk mendapatkan gelar sarjana di bidang teknik, fisika dan
ilmu komputer. Sedangkan anak perempuan masih lebih mungkin untuk memilih
jurusan keperawatan, kesejahteraan sosial dan profesi mengajar. Hal yang sama
juga terjadi di negara-negara industri lainnya.
Membimbing Siswa yang tidak Terikat untuk Kuliah Negara industri
Kebanyakan menawarkan bimbingan untuk siswa non-perguruan tinggi yang
terikat. Jerman, misalnya, memiliki sistem magang di mana siswa SMA pergi ke
sekolah paruh waktu dan menghabiskan sisa minggu latihan sambil bekerja dan di
dibayar serta diawasi oleh seorang mentor karyawan. Di beberapa komunitas,
program demonstrasi membantu dalam transisi dari sekolah ke pekerjaan. Yang
paling sukses menawarkan instruksi dalam keterampilan dasar, konseling,
dukungan sebaya, mentoring, magang, dan penempatan kerja.
Remaja di Tempat Kerja
Di U.S, diperkirakan 80-90% remaja yang bekerja paruh waktu, terutama
dalam pelayanan dan pekerjaan ritel. Para peneliti tidak setuju mengenai apakah
kerja paruh waktu bermanfaat bagi siswa SMA (dengan membantu mereka
mengembangkan keterampilan dunia nyata dan etos kerja) atau merugikan
(dengan mengalihkan mereka dari tujuan jangka panjang pendidikan dan
pekerjaan).
33
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa siswa yang bekerja paruh waktu
terbagi dalam dua kelompok: mereka yang berada pada tahap transisi yang cepat
sampai dewasa, dan mereka yang membuat transisi yang lebih santai. The
"akselerator" bekerja lebih dari 20 jam per minggu selama berada di sekolah
tinggi dan menghabiskan sedikit waktu di sekolah yang berhubungan dengan
kegiatan rekreasi bersama teman sebaya. Paparan ke dunia orang dewasa dapat
menuntun mereka ke dalam penggunaan alkohol dan narkoba, aktivitas seksual,
dan perilaku nakal. Banyak dari remaja memiliki SES relatif rendah: mereka
cenderung untuk mencari pekerjaan penuh waktu setelah pulang dari sekolah
tinggi dan tidak ingin untuk memperoleh gelar sarjana. Pengalaman kerja intensif
di sekolah tinggi meningkatkan prospek mereka untuk bekerja dan memiliki
pendapatan setelah sekolah tinggi, tapi tidak untuk jangka panjang dalam
pencapaian kerja. The "balancers" Sebaliknya, bagi mereka, efek dari pekerjaan
paruh-waktu tampaknya sepenuhnya baik. Ini membantu mereka untuk
mendapatkan rasa tanggung jawab, kemandirian, dan rasa percaya diri dan
menghargai nilai pekerjaan tetapi tidak menghalangi mereka dalam dunia
pendidikan mereka.
Untuk siswa SMA yang harus atau memilih untuk bekerja di luar sekolah,
cenderung efek lebih positif jika mereka mencoba untuk membatasi jam kerja dan
tetap terlibat dalam kegiatan sekolah. Program pendidikan kooperatif yang
memungkinkan siswa untuk bekerja paruh waktu sebagai bagian dari program
sekolah mereka mungkin sangat protektif.
Perencanaan Kejuruan merupakan salah satu aspek dari pencarian identitas
remaja. Pertanyaan "apa yang harus saya lakukan?" Sangat dekat dengan "Harus
jadi apa saya?" Orang yang merasa mereka melakukan sesuatu yang berharga, dan
melakukannya dengan baik, merasa baik tentang diri mereka sendiri. Mereka yang
merasa bahwa pekerjaan mereka tidak peduli atau bahwa mereka tidak pandai
mungkin akan bertanya-tanya tentang arti kehidupan mereka.
34
ANALISA KASUS
“Satu di Antara Lima Orang Depresi” (Jawa Pos 05/10/2012). Berita itu menarik
sebab muncul hanya beberapa hari menjelang 10 Oktober 2012, saat orang-orang
memperingati “World Mental Health Day”. Disebutkan, jumlah penderita depresi
bertambah dan itu beriringan dengan semakin meningkatnya risiko bunuh diri karenanya.
Fenomena bunuh diri meningkat di kalangan remaja. Dalam 6 bulan pertama di
tahun 2012, Komnas Nasional Perlindungan Anak mencatat 20 kasus bunuh diri. Hal ini
sangat memprihatinkan, mengingat remaja adalah generasi penerus.
Maraknya kasus bunuh diri ini diasumsikan terjadi karena berbagai faktor.
Lingkungan sekitar menjadi faktor terbesar pemicu munculnya depresi dan bunuh diri di
kalangan remaja. Jumlah penderita depresi terbesar saat ini adalah remaja, mengapa?
Karena masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju tahapan
perkembangan selanjutnya. Selayaknya golden age yang tejadi pada masa kanak-kanak,
masa remaja turut menjadi penentu karakter kepribadian dan konsep diri individu.
Kondisi emosional remaja memang kurang stabil, mereka senang memberontak, dan
berperilaku kurang dewasa (terlalu berani mengambil risiko).
Dalam hubungan sosialnya dengan orang lain -khususnya dengan orang tua- juga
mengalami perubahan yang signifikan. Remaja cenderung mempersepsikan orangtua
secara berbeda sehingga tidak jarang timbul konflik dengan orangtua. Sehingga hal-hal
yang sebenarnya sepele dalam pandangan orangtua / orang dewasa bisa merupakan
masalah besar dan serius bagi remaja. Banyaknya masalah yang tidak terfasilitasi
penyelesaiannya dapat menyebabkan depresi yang berkepanjangan dan berakibat pada
kematian dengan cara bunuh diri.
Remaja memiliki potensi dan energi yang cukup besar karena kognisi, afeksi, dan
motoriknya mengalami peningkatan perkembangan yang sangat signifikan sehingga
terjadi gejolak-gejolak dalam dirinya. Atas kondisi tersebut maka dibutuhkan ruang-ruang
yang luas untuk menampung semua potensi remaja yang sedang tumbuh.
Sekolah dapat menjadi salah satu media penyaluran aspirasi bagi remaja. Dengan
berinteraksi dengan teman sebaya dan orang lain, diharapkan akan timbul konsep diri
yang positif dari seorang remaja. Dengan adanya kegiatan ekstrakurikuler juga
diharapkan dapat menjadi media penyaluran minat dan bakat mereka. Dengan penyaluran
minat dan bakat ini, remaja menjadi lebih fokus dalam minat mereka. Diharapkan mereka
dapat mengatasi permasalahan yang dialami dengan pemikiran yang lebih matang.
Dengan terfasilitasinya potensi–potensi remaja melalui aktivitas-aktivitas
tersebut, secara tidak langsung akan meminimalkan terjadinya perilaku-perilaku buruk
35
yang kerap muncul pada remaja, seperti tawuran, narkoba, seks bebas yang bisa berujung
pada depresi dan bunuh diri. Dampak positif lainnya yang muncul adalah remaja akan
memiliki cakrawala berpikir yang lebih luas, memiliki cita-cita tinggi, bersemangat dalam
berusaha dan belajar, lebih percaya diri, trampil berinteraksi sosial, dan cakap
menghadapi persoalan hidup. Pikiran-pikiran positif akan hidup dan menjadi pendorong
serta penunjuk jalan bagi remaja dalam mengambil berbagai langkah menyikapi dan
menyelesaikan berbagai permasalahan. Dengan demikian, mental para remaja akan lebih
cepat mengarah pada kematangan dan menjadi lebih sehat.
Tak hanya fasilitas yang perlu disediakan, namun peran serta orang tua dan
keluarga turut menentukan karakter pribadi seorang remaja. Cara mengkomunikasikan
sesuatu haruslah dengan baik, mengingat labilnya kondisi emosional remaja di masa
puber ini. Orang tua juga sebaiknya mampu memikirkan alternatif solusi yang tepat untuk
memecahkan masalah anak mereka, tanpa menyebabkan adanya selisih paham antara
orang tua dan anak.
Dengan meningkatnya ketrampilan berkomunikasi kita kepada remaja,
harapannya kualitas komunikasi menjadi semakin baik dan bermakna. Implikasinya,
kasus-kasus remaja depresi dan bunuh diri sejak awal dapat diantisipasi.
36
SOAL
1. Sebutkan dan jelaskan pengaruh sosial dan budaya terhadap perbedaan
gender dalam prestasi siswa !
Jawab :
- Pengaruh rumah : Diseluruh budaya, level pendidikan orang tua
berhubungan dengan prestasi anak mereka. Kecuali untuk anak yang
berbakat. Sikap gender orang tua jua berpengaruh.
- Pengaruh sekolah : Ada sedikit perbedaan cara guru dalam menangani
anak laki-laki dan perempuan, khususnya dalam kelas matematika dan
sains, ini bisa dilihat.\
- Pengaruh tetangga : Anak laki-laki merasa lebih senang jika ia memiliki
banyak tetangga dan merasa sedih jika ia kehilangan tetangga nya.
- Peran laki-laki dan perempuan : di dalam masyarakat membantu
membentuk pilihan laki-laki dan perempuan untuk kursus atau bekerja.
- Pengaruh budaya : Studi silang budaya menunjukkan bahwa ukuran
perbedaan gender dalam performance bervariasi antara negara-negara dan
enjadi lebih baik di akhir secondary school. Perbedaan ini berhubungan
dengan derajat persamaan gender di suatu masyarakat.
2. Sebutkan ciri-ciri tindakan yang dilakukan oleh orang tua yang
menerapkan pola asuh authoritarian !
Jawab: Orang tua menyuruh remaja untuk tidak terdesak dengan atau
pertanyaan orang dewasa dan mengajarkan mereka untuk “ Mengetahui lebih
baik ketika mereka tumbuh”. Anak yang berperingkat baik diperingatkan
untuk menjadi lebih baik lagi sedangkan yang berperingkat rendah diberikan
hukuman untuk mengurangi penguat.
3. Apa saja perubahan biologis yang terjadi pada masa pubertas?
Jawab:pertumbuhan tinggi dan berat yang pesat, perubahan bentuk tubuh,
pematangan organ seks.
37
4. Jelaskan karakteristik seks primer dan sekunder!
Jawab:Karakteristik seks primer merupakan organ-organ tubuh yang penting
dalam reproduksi. Pada wanita, organ seks berupa ovarium, tuba fallopi,
uterus, klitoris, dan vagina. Sedangkan pada pria, meliputi testis, penis,
skrotum, vesikula seminalis, dan kelenjar prostat. Selama pubertas, organ-
organ ini mengalami pematangan.
Karakteristik seks sekunder merupakan tanda psikologis dari pendewasaan
yang tidak selalu meliputi organ seks. Contohnya, perubahan suara pada laki-laki
dan perempuan, serta pertumbuhan rambut di berbagai bagian tubuh.
5. Mengapa anak remaja, khususnya remaja putri lebih banyak mengalami
Anorexia Nervosa?
Jawab : Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja
menjadi sangat concern atas pertambahan berat badan, terutama remaja putri,
karena mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak, sehingga mudah
untuk menjadi gemuk apabila mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi.
Pada kenyataannya kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena
beranggapan banhwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses, dan
popular. Remaja dengan gangguan makan memiliki masalah dengan body
imagenya. Artinya mereka sudah mempunyai suatu mind set ( pemikiran yang
sudah terpatri di otak ) bahwa tubuh mereka tidak ideal. Mereka merasa tubuhnya
gemuk, banyak lemak disana-sini, dan tidak sedap dipandang.
6. Mengapa remaja di Amerika serikat tingkat terkena obesitas
persentasenya lebih besar dibandingkan Negara lain?
Jawab : Gizi yang baik dan olahraga yang cukup sangat penting untuk
mendukung pesatnya pertumbuhan remaja dan membangun kebiasaan makan
yang sehat yang akan berlangsung sampai dewasa. Sayangnya, remaja AS lebih
sedikit makan buah-buahan dan sayuran dan lebih banyak mengkonsumsi
makanan yang tinggi kolesterol, lemak, kalori dan rendah nutrisi dibandingkan
remaja di negara-negara industri lainnya.
38
7. Mengapa perempuan cenderung lebih rentan mengalami depresi?
Jawab: Hormon wanita yang kadang berubah-ubah, pubertas, serta sosialisasi
wanita dengan lingkungan sekitar membuatnya lebih banyak berpikir. Kondisi
wanita yang cenderung sensitif juga menjadikan wanita lebih mudah stres,
bahkan mengalami depresi.
8. Apa kriteria yang menjadikan sebuah tahapan perkembangan
operasional formal (Piaget)?
Jawab: adanya pola pikir yang lebih logis, serta menggunakan penalaran
secara abstrak. Remaja tidak lagi berpikir sesuai dengan apa yang mereka
lihat, namun mampu membayangkan kejadian tanpa perlu menghadirkan
kejadian tersebut secara nyata.
9. Apa saja yang meliputi perubahan struktural dan fungsional dalam
kognisi remaja?
Jawab:Perubahan struktural pada remaja meliputi:
- Perubahan kapasitas memori kerja;
- peningkatan kapasitas pengetahuan yang tersimpan dalam LTM (Long
Term Memory).
Perluasan dari memori kerja dapat membuat remaja yang lebih tua mampu
menyelesaikan permasalahan maupun pilihan yang tersedia. Informasi yang
tersedia dalam LTM dapat berupa deklaratif, prosedural, dan konseptual:
- Pengetahuan Deklaratif meliputi seluruh pengetahuan faktual yang
dimiliki individu. Contoh: pengetahuan bahwa 2 + 2 = 4.
- Pengetahuan Prosedural meliputi kemampuan (skill) yang dimiliki
individu. Contoh: kemampuan mengendarai kendaraan.
- Pengetahuan Konseptual merupakan sebuah pemahaman, sebagai
contoh: persamaan aljabar akan memberi hasil yang sama jika angka
yang ada dikalikan atau ditambahkan dengan kedua sisi.
Perubahan fungsional yang paling penting diantaranya adalah (1)
peningkatan yang berkesinambungan dalam kecepatan (Kuhn, 2006), serta (2)
perkembangan fungsi eksekutif yang meliputi kemampuan pengambilan
keputusan dan manajemen memori kerja.
39
10. Apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya drop out pada siswa?
Jawab: kurikulum sekolah yang mungkin tidak bisa dipenuhi oleh
siswa, kurangnya perhatian guru yang berbanding terbalik dengan pada
masa sekolah dasar, kapasitas intelektual siswa, permasalahan siswa.
40